PEMANFAATAN BIJI KURMA (Phoenix dactylifera L.) SEBAGAI TEPUNG DAN ANALISIS PERUBAHAN MUTUNYA SELAMA PENYIMPANAN
SKRIPSI
LUTFI SETIYONO F34070112
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
UTILIZATION OF DATE (Phoenix dactylifera L.) SEED AS FLOUR AND ANALYSIS OF ITS QUALITY DURING STORAGE Endang Warsiki and Lutfi Setiyono Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone: 62 856 93307742, e-mail:
[email protected]
ABSTRACT Date (Phoenix dactylifera L.) seeds can be processed into flour for cookies or any other food product. The production process of flour from the seeds are washing, sulphuring, blanching, drying, milling, and sieving. Date seed flour has a slightly brownish color with value degree of whiteness was about 53,83% and value of bulk density was about 0,43 g/ml. Furthermore, date seed flour contained 7,52% of moisture, 1,19% of ash, 5,03% of protein, 12,37% of fat, 12,74 % of crude fiber, 68,64% of carbohydrate, 37,63% of starch, and 2,42 ml of NaOH 0,1 N/100 g total of acid. The packaging of the flour is needed to maintain its quality during storage thus the flour are still good and fresh when it used for food products. This study was arranged in a Completely Randomize Design with factorial design with two replications. The first factor was packaging type (polyethylene plastic, plastic woven bag, and calico bag). The second factor was storage (0, 14, 21, 28, 42, 56 days). Data were analyzed using analysis of variance and differences between treatments were determined with Duncan test. The results showed that packaging type significantly affected the moisture content. Storage significantly affected the moisture content, fat content, crude fiber content, and carbohydrate content. Date seed flour were packed with calico bag had the highest increase of water content at about 3,23%, while the lowest increase of water content was owned by flour were packed with polyethylene plastic as much as 0.75%. If the water content of flour is high, meaning that the quality of flour will decrease and easily damage physically and biologically. This study concluded that the polyethylene plastic packs could minimize the deterioration quality of the flour and resulted on longer storage. Keyword: date, flour, packaging, storage
LUTFI SETIYONO. F34070112. Pemanfaatan Biji Kurma (Phoenix dactylifera L.) Sebagai Tepung dan Analisis Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan. Di bawah bimbingan Endang Warsiki. 2011
RINGKASAN Biji kurma memiliki potensi yang baik sebagai produk panganan sehat. Biji kurma dapat menjadi sumber alternatif serat (dietary fibre) yang prospektif sehingga dapat memberikan kontribusi yang berharga untuk panganan berserat. Dari hasil beberapa penelitian, dikatakan bahwa biji kurma mengandung 71,9 - 73,4% karbohidrat, 5 - 6,3% protein, dan 9,9 - 13,5% lemak. Hal inilah yang menjadi nilai yang cukup potensial bagi biji kurma untuk dapat diolah dan dimanfaatkan menjadi tepung biji kurma. Pengolahan biji kurma menjadi tepung biji kurma dapat meningkatkan nilai ekonomis biji kurma dan memperpanjang umur simpan produk, serta memudahkan penggunaannya dalam aplikasi produk pangan. Kebanyakan industri pengolahan buah kurma, tidak memanfaatkan atau tidak mengolah hasil samping yang berupa biji kurma tersebut. Padahal biji kurma tersebut dapat menjadi produk yang bernilai ekonomis dan bisa diolah menjadi produk yang lebih bermanfaat. Sebelum tepung tersebut diaplikasikan sebagai bahan produk pangan, diperlukan analisis mengenai karakteristik dan sifat fisiko kimia tepung biji kurma, serta diperlukan analisis untuk menjaga mutu tepung tersebut selama proses penyimpanan. Pengemasan merupakan salah satu upaya untuk menjaga mutu tepung biji kurma tersebut selama proses penyimpanan, karena pengemasan dapat meminimalisir kontak antara bahan yang dikemas dengan lingkungan luar. Hal ini berkaitan dengan sifat higroskopis yang dimiliki berbagai jenis tepung sehingga tepung mudah mengalami kerusakan akibat penyerapan uap air dari lingkungan. Ada berbagai macam kemasan tepung yang digunakan dalam proses penyimpanan sehingga perlu dilakukan analisis terhadap kemasan tepung tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tepung biji kurma yang dihasilkan tetap dalam kondisi yang baik atau sesuai standar saat akan digunakan sebagai bahan baku produk pangan dalam industri pengolahan buah kurma. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisiko kimia tepung biji kurma yang dihasilkan, menganalisis perubahan mutu tepung biji kurma selama penyimpanan, dan menentukan kemasan tepung biji kurma yang sesuai. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua kali ulangan. Perlakuan pada penelitian ini meliputi dua faktor, yaitu faktor jenis kemasan simpan dan faktor lama penyimpanan. Faktor jenis kemasan simpan terdiri dari tiga taraf, yaitu kemasan plastik polietilen (K1), kemasan karung tenun plastik (K2), dan kemasan karung kain belacu (K3). Faktor lama penyimpanan terdiri dari enam taraf, yaitu lama simpan 0 hari (M0), lama simpan 14 hari (M1), lama simpan 21 hari (M2), lama simpan 28 hari (M3), lama simpan 42 hari (M4), dan lama simpan 56 hari (M5). Tahapan proses produksi tepung biji kurma yang dilakukan, yaitu pencucian biji kurma, sulfurisasi atau perendaman biji dalam larutan natrium bisulfit (NaHSO 3) 1000 ppm selama 24 jam, blanching atau perebusan biji kurma pada suhu 80 - 90°C selama 5 - 10 menit, pengeringan biji pada suhu 50 - 60°C selama 24 jam, penggilingan biji kurma, dan pengayakan tepung biji kurma dengan ayakan 65 mesh. Nilai rendemen tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 31,32%. Hasil analisis beberapa sifat fisiko kimia tepung biji kurma yang dihasilkan diperoleh nilai derajat putih sebesar 53,83%, densitas kamba sebesar 0,43 g/ml, tidak terdapat cemaran serangga/kutu pada tepung, kadar air sebesar 7,52% (b.k), kadar abu sebesar 1,19% (b.k), kadar protein sebesar 5,03 % (b.k), kadar
lemak sebesar 12,37% (b.k), kadar serat kasar sebesar 12,74% (b.k), kadar karbohidrat sebesar 68,64% (b.k), kadar pati sebesar 37,63% (b.k), dan nilai total asam sebesar 2,42 ml NaOH 0,1 N/100 g (b.k). Selama penyimpanan 56 hari, sifat fisik dari tepung biji kurma, seperti derajat putih, densitas kamba, dan cemaran serangga/kutu tidak mengalami perubahan fisik secara nyata, baik tepung yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu. Faktor kemasan dan faktor lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan sifat fisik tepung biji kurma. Pada sifat kimia tepung biji kurma, seperti kadar abu, kadar protein, kadar pati, dan total asam tidak menunjukkan adanya penurunan mutu, karena faktor kemasan dan lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter tersebut. Kadar lemak, kadar serat kasar, dan kadar karbohidrat terdapat pengaruh nyata dari faktor lama penyimpanan, akan tetapi belum menunjukkan adanya penurunan mutu sehingga dapat dikatakan bahwa selama penyimpanan delapan minggu parameter tersebut masih baik mutunya. Sifat kimia lain yang mengalami perubahan secara nyata adalah kadar air. Faktor kemasan, faktor lama penyimpanan, dan interaksi antar faktor berpengaruh nyata terhadap kadar air. Semakin lama penyimpanan tepung, maka kadar air semakin meningkat. Penggunana kemasan karung tenun plastik dan kemasan karung kain belacu cenderung meningkatkan nilai kadar air lebih tinggi dibandingkan penggunaan plastik PE. Dari hasil analisis perubahan mutu tepung biji kurma, dapat dikatakan bahwa tepung biji kurma yang telah disimpan selama delapan minggu atau 56 hari ternyata masih dalam kondisi baik dan masih layak untuk digunakan sebagai bahan baku, baik tepung yang dikemasan dengan kemasan plastik PE, kemasan karung plastik, maupun kemasan karung kain. Namun, kemasan tepung yang paling baik untuk dijadikan kemasan simpan adalah kemasan plastik PE. Hal tersebut dikarenakan plastik PE cenderung lebih bisa menjaga kenaikan kadar air sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menurunkan mutu tepung biji kurma.
PEMANFAATAN BIJI KURMA (Phoenix dactylifera L.) SEBAGAI TEPUNG DAN ANALISIS PERUBAHAN MUTUNYA SELAMA PENYIMPANAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh : LUTFI SETIYONO F34070112
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi Nama NIM
: Pemanfaatan Biji Kurma (Phoenix dactylifera L.) Sebagai Tepung dan Analisis Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan : Lutfi Setiyono : F34070112
Menyetujui, Pembimbing Skripsi
(Dr. Endang Warsiki, S.TP, M.Si.) NIP : 19710305 199702 2 001
Mengetahui : Ketua Departemen
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP : 19621009 198903 2 001
Tanggal lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pemanfaatan Biji Kurma (Phoenix dactylifera L.) Sebagai Tepung dan Analisis Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2011 Yang membuat pernyataan
Lutfi Setiyono F34070112
BIODATA PENULIS Lutfi Setiyono. Lahir di Jakarta pada tanggal 26 November 1989. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Slamet Mulyono dan Mudiarsih. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2001 di SD Taman Harapan, Bekasi, kemudian tahun 2004 menyelesaikan studi di SLTPN 19 Bekasi. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 10 Bekasi dan lulus pada tahun 2007. Di tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) IPB. Penulis memilih Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menjalani pendidikan perguruan tinggi, penulis aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa MAX (Music Agriculture X-pression) IPB pada tahun 2007-2008 dan aktif dalam organisasi kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian sebagai staff Departemen Komunikasi dan Informasi pada tahun 2009-2010. Pada tahun 2010, penulis mengikuti lomba penulisan blog tingkat kota Bekasi yang diselenggarakan oleh PEMKOT Bekasi bersama Komunitas Blogger Bekasi dan memperoleh juara II. Pada tahun yang sama, penulis melaksanakan praktek lapangan di industri pengolahan buah kurma, CV. Amal Mulia Sejahtera, Bogor, Jawa Barat dengan topik “Mempelajari Aspek Teknologi Pengemasan, Penyimpanan, dan Distribusi Produk Sari Kurma di CV. Amal Mulia Sejahtera, Kabupaten Bogor”.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita. Hanya dengan pertolongan dan izin-Nya penelitian dan skripsi ini dapat selesai dengan baik. Penelitian dengan judul “Pemanfaatan Biji Kurma (Phoenix dactylifera L.) Sebagai Tepung dan Analisis Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan” dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Mei 2011. Penelitian dan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir penelitian guna mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam penyelesaian penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa semua itu tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan dan motivasi baik berupa doa, moral, maupun material. 2. Dr. Endang Warsiki, S.TP, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dorongan, arahan, dan bimbingan yang sangat bermanfaat. 3. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA. dan M. Arif Darmawan, S.TP, M.T. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan arahan. 4. Drs. H. Mulyadi M.Ag. selaku Direktur Utama sekaligus pemilik CV. Amal Mulia Sejahtera dan M. Tholib Mustaqim selaku Manajer Operasional CV. Amal Mulia Sejahtera yang telah membantu dan memberikan izin untuk menggunakan atau memakai sampel bahan biji kurma dari perusahaan untuk penelitian ini. 5. Seluruh staff pengajar, tata usaha dan rumah tangga, serta laboran Departemen Teknologi Industri Pertanian dan laboran SEAFAST Center IPB. 6. Shiva Amwaliya atas bantuan, motivasi, doa, dan dukungan moril kepada penulis selama penelitian ini. 7. Rizky Bachtiar, Khairunnisa, Irfina Febianti, Novina Eka, Septiyanni, Nova Afriyanti, dan Triyoda Arrahman atas persahabatan, dukungan, doa, dan bantuan kepada penulis. 8. Rekan-rekan mahasiswa TIN 44 atas kebersamaan, doa, dukungan, dan bantuan kepada penulis. 9. Teman-teman Wisma Amigo atas kebersamaan, dukungan, dan bantuan kepada penulis. Akhirnya penulis berharap semoga penelitian dan skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi industri pertanian, khususnya di industri pengolahan buah kurma.
Bogor, September 2011 Lutfi Setiyono
i
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ......................................................................................................................i DAFTAR ISI ................................................................................................................................. .ii DAFTAR TABEL ..........................................................................................................................iv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................................vi I.
PENDAHULUAN ........................................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ......................................................................................................................... 1 1.2. Tujuan ...................................................................................................................................... 2
II.
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................................. 3 2.1. Buah Kurma ............................................................................................................................. 3 2.2. Biji Kurma ............................................................................................................................... 4 2.3. Pembuatan Tepung Biji Kurma .............................................................................................. 6 2.4. Sifat Tepung dan Penurunan Mutu Tepung ............................................................................ 8 2.5. Pengemasan dan Penyimpanan ............................................................................................... 9
III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................................................... 12 3.1. Bahan dan Alat ...................................................................................................................... 12 3.1.1. Bahan.......................................................................................................................... 12 3.1.2. Alat ............................................................................................................................. 12 3.2. Metode Penelitian .................................................................................................................. 12 3.2.1. Pembuatan Tepung Biji Kurma .................................................................................. 12 3.2.2. Perhitungan Rendemen dan Analisis Perubahan Mutu Tepung Biji Kurma Selama Penyimpanan ................................................................................................ 14 3.3. Rancangan Percobaan ............................................................................................................ 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................................................... 16 4.1. Rendemen Tepung Biji Kurma ............................................................................................. 16 4.2. Perubahan Sifat Fisik Tepung Biji Kurma Selama Penyimpanan ......................................... 17 4.2.1. Derajat Putih .............................................................................................................. 17 4.2.2. Densitas Kamba ......................................................................................................... 17 4.2.3. Cemaran Serangga atau Kutu .................................................................................... 18 4.3. Perubahan Sifat Kimia Tepung Biji Kurma Selama Penyimpanan ....................................... 19 4.3.1. Kadar Air ................................................................................................................... 19 4.3.2. Kadar Abu ................................................................................................................. 21 4.3.3. Kadar Protein............................................................................................................. 22 4.3.4. Kadar Lemak ............................................................................................................. 23 4.3.5. Kadar Serat Kasar...................................................................................................... 24
ii
4.3.6. Kadar Karbohidrat ..................................................................................................... 25 4.3.7. Kadar Pati .................................................................................................................. 26 4.3.8. Total Asam ................................................................................................................ 27 V.
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................................... 28 5.1. Kesimpulan ............................................................................................................................ 28 5.2. Saran ...................................................................................................................................... 28 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 29 LAMPIRAN .................................................................................................................................. 32
iii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1. Komposisi kimia 34 varietas buah kurma Iran ..................................................................... 4 Tabel 2.2. Komposisi biji kurma ........................................................................................................... 5 Tabel 2.3. Kandungan asam amino biji kurma ...................................................................................... 5 Tabel 2.4. Kandungan mineral biji kurma ............................................................................................. 6 Tabel 2.5. Permeabilitas kemasan terhadap uap air pada suhu 28°C, RH = 75% ............................... 10 Tabel 4.1. Sifat fisik tepung biji kurma ............................................................................................... 17 Tabel 4.2. Cemaran serangga atau kutu tepung biji kurma selama penyimpanan ............................... 18 Tabel 4.3. Sifat kimia tepung biji kurma ............................................................................................. 19 Tabel 4.4. Perbandingan sifat kimia tepung biji kurma dengan standar mutu tepung terigu, singkong, sagu, beras, dan jagung ..................................................................................... 19
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Reaksi antara gula pereduksi dengan natrium bisulfit ...................................................... 7 Gambar 3.1. Diagram alir proses pembuatan tepung biji kurma ......................................................... 13 Gambar 3.2. Diagram alir tahapan penelitian ...................................................................................... 14 Gambar 4.1. Tepung biji kurma .......................................................................................................... 16 Gambar 4.2. Diagram rendemen tepung biji kurma, mangga, nangka, dan durian ............................. 16 Gambar 4.3. Grafik perubahan kadar air tepung biji kurma dengan berbagai jenis kemasan ............. 20 Gambar 4.4. Grafik perubahan kadar lemak tepung biji kurma dengan berbagai jenis kemasan ........ 23 Gambar 4.5. Grafik perubahan kadar serat kasar tepung biji kurma dengan berbagai jenis kemasan ......................................................................................................................... 25 Gambar 4.6. Grafik perubahan kadar karbohidrat tepung biji kurma dengan berbagai jenis kemasan ......................................................................................................................... 26
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Prosedur Analisis ............................................................................................................ 33 Lampiran 2. Tabel analisis derajat putih ............................................................................................. 37 Lampiran 3. Tabel analisis densitas kamba ......................................................................................... 38 Lampiran 4. Tabel pengamatan cemaran serangga atau kutu .............................................................. 39 Lampiran 5. Tabel analisis kadar air ................................................................................................... 40 Lampiran 6. Tabel analisis kadar abu .................................................................................................. 41 Lampiran 7. Tabel analisis kadar protein ............................................................................................ 42 Lampiran 8. Tabel analisis kadar lemak .............................................................................................. 43 Lampiran 9. Tabel analisis kadar serat kasar ....................................................................................... 44 Lampiran 10. Tabel analisis kadar karbohidrat ..................................................................................... 45 Lampiran 11. Tabel analisis kadar pati ................................................................................................. 46 Lampiran 12. Tabel analisis total asam ................................................................................................. 47 Lampiran 13. Hasil olah data uji derajat putih ...................................................................................... 48 Lampiran 14. Hasil olah data uji densitas kamba .................................................................................. 49 Lampiran 15. Hasil olah data uji kadar air ............................................................................................ 50 Lampiran 16. Hasil olah data uji kadar abu ........................................................................................... 52 Lampiran 17. Hasil olah data uji kadar protein ..................................................................................... 53 Lampiran 18. Hasil olah data uji kadar lemak ....................................................................................... 54 Lampiran 19. Hasil olah data uji kadar serat kasar ............................................................................... 55 Lampiran 20. Hasil olah data uji kadar karbohidrata ............................................................................ 56 Lampiran 21. Hasil olah data uji kadar pati .......................................................................................... 57 Lampiran 22. Hasil olah data uji total asam .......................................................................................... 58
vi
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kurma (Phoenix dactylifera L.) merupakan salah satu tanaman tertua yang dibudidayakan manusia. Tanaman ini banyak tersebar di Timur Tengah dan Afrika Utara. Tanaman ini memiliki peranan penting dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat di daerah kering dan semi-kering di dunia. Banyak orang yang percaya akan khasiat buah dari tanaman kurma untuk kesehatan. Menurut Khanavi et al. (2009), Iran memberikan kontribusi sebanyak 21% dari produksi buah kurma seluruh dunia pada tahun 2006, yaitu sebanyak 918.000 metrik ton buah kurma. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor buah kurma sebanyak 11,5 juta kg pada tahun 2005 dengan nilai 4,3 juta US$, kemudian bertambah menjadi 13,3 juta kg pada tahun 2006 dengan nilai 7,6 juta US$. Komoditi buah kurma tersebut berada pada urutan ke delapan dalam data impor utama buah-buahan Indonesia pada tahun 2005-2006. Sebagian dari komoditi buah kurma impor di Indonesia digunakan sebagai bahan baku pada industri pengolahan buah kurma, seperti industri sari kurma, selai kurma, kurma dalam kemasan, dan lain-lain. Kegiatan produksi industri tersebut menghasilkan hasil samping yang berupa biji kurma. Banyak sekali industri pengolahan buah kurma yang tidak mengolah hasil samping yang berupa biji kurma tersebut sehingga industri membuang hasil samping tersebut. Menurut Hamada et al. (2002), di Amerika Serikat, biji kurma menjadi masalah pada industri pengolahan buah kurma sebagai aliran limbah. Diasumsikan dari keseluruhan impor komoditi buah kurma di Indonesia pada tahun 2006 sebanyak 50% digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan buah kurma sehingga didapatkan 6.650.000 kg komoditi buah kurma yang digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan buah kurma. Almana dan Mahmoud (1994) menyatakan bahwa komponen biji kurma kira-kira 10% dari buah kurma. Oleh karena itu, dapat dihasilkan sebanyak 665.000 kg biji kurma yang dihasilkan dari kegiatan produksi industri pengolahan buah kurma. Diasumsikan sebanyak 90% biji kurma tersebut tidak diolah oleh industri sehingga dapat dihasilkan 598.500 kg atau 598,5 ton biji kurma yang tidak diolah dan menjadi limbah padat industri pengolahan kurma pada tahun 2006. Pengolahan biji kurma menjadi suatu produk sangat diperlukan untuk memberikan nilai tambah dari biji kurma tersebut sehingga dapat menjadi pendapatan lebih bagi industri pengolahan buah kurma. Berdasarkan penelitian Hamada et al. (2002), biji kurma mengandung 71,9 - 73,4% karbohidrat, 5 - 6,3% protein, dan 9,9 - 13,5% lemak. Hal inilah yang menjadi nilai yang cukup potensial bagi biji kurma untuk dapat diolah dan dimanfaatkan menjadi tepung biji kurma. Pengolahan menjadi tepung biji kurma dapat meningkatkan nilai ekonomis biji kurma dan memperpanjang umur simpan produk, serta memudahkan penggunaannya dalam aplikasi produk pangan. Al-Shahib dan Marshall (2003) menyatakan bahwa biji kurma juga mengandung vitamin dan serat (dietary fibre) dengan persentase yang cukup tinggi, yaitu sebesar 6,4 - 11,5%. Vitamin dan serat (dietary fibre) sangat baik untuk kesehatan sehingga cukup prospektif untuk dijadikan produk pangan yang sehat. Almana dan Mahmoud (1994) menyatakan bahwa biji kurma menjadi sumber alternatif serat (dietary fibre) yang prospektif dibandingkan dengan dedak gandum sehingga dapat memberikan kontribusi yang berharga untuk panganan berserat. Industri pengolahan buah kurma dapat memanfaatkan tepung biji kurma tersebut sebagai bahan baku atau sebagai tepung komposit untuk memproduksi produk pangan, seperti kue kering atau biskuit. Tepung biji kurma tersebut akan memberikan nutrisi dan nilai gizi yang lebih pada produk
pangan sehingga tercipta produk pangan yang sehat. Sebelum tepung tersebut diaplikasikan sebagai bahan produk pangan, diperlukan analisis mengenai sifat fisiko kimia tepung biji kurma yang dihasilkan, serta diperlukan analisis untuk menjaga mutu tepung tersebut selama penyimpanan. Pengemasan merupakan salah satu upaya untuk menjaga mutu tepung biji kurma tersebut selama penyimpanan, karena pengemasan dapat meminimalisir kontak antara bahan yang dikemas dengan lingkungan luar. Hal ini berkaitan dengan sifat higroskopis yang dimiliki berbagai jenis tepung sehingga tepung mudah mengalami kerusakan akibat penyerapan uap air dari lingkungan. Kini ada berbagai macam kemasan simpan tepung yang digunakan dalam penyimpanan sehingga perlu dilakukan analisis terhadap kemasan tepung tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tepung biji kurma yang dihasilkan tetap dalam kondisi yang baik atau sesuai standar saat akan digunakan sebagai bahan baku produk pangan dalam industri pengolahan buah kurma.
1.2. Tujuan Tujuan umum dari penelitian ini adalah memberikan nilai tambah pada biji kurma dengan cara memanfaatkannya sebagai tepung sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan baku atau bahan tambahan pada pembuatan produk kue kering atau cookies. Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu: 1. Mengetahui sifat fisiko kimia tepung biji kurma. 2. Menganalisis perubahan mutu tepung biji kurma selama penyimpanan. 3. Menentukan kemasan tepung biji kurma yang sesuai.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Buah Kurma Menurut United States Departement of Agriculture (USDA), klasifikasi botani dari tanaman kurma (Phoenix dactylifera L.) adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Sub-kingdom
: Tracheobionta
Super divisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Sub-kelas
: Arecidae
Ordo
: Arecales
Family
: Arecaceae
Genus
: Phoenix L.
Species
: Phoenix dactylifera L.
Tanaman kurma banyak tersebar di Timur Tengah dan Afrika Utara. Tanaman ini diduga berasal dari dataran Mesopotamia, Palestina, atau sekitar Afrika bagian Utara (Maroko) sekitar 4000 tahun sebelum Masehi dan tersebar ke kawasan Mesir, Afrika Asia Tengah, dan sekitarnya sejak 3000 tahun sebelum Masehi (Rahmadi, 2010). Menurut Al-Farsi dan Lee (2008), Mesir merupakan produsen kurma terbesar (16%) di dunia diikuti oleh Saudi Arabia, Iran, Iraq dan Uni Emirat Arab (masing-masing menyumbang sekitar 13%). Akan tetapi, dilihat dari nilai ekspornya, kurma memberikan pemasukan terbesar untuk Tunisia (28%), Iran (12%), Pakistan (8%), dan Saudi Arabia (8%). Nilai ekonomi ekspor kurma mendekati angka USD 300 juta pada tahun 2007. Menurut Al-Hooti et al. (1995), buah kurma dapat dikatagorikan menurut kematangannya. Standarisasi buah kurma dapat dirangkum dalam katagori pra-matang dan empat tingkatan kematangan. Pada katagori pra-matang, buah umumnya masih tertutup kelopak daun. Buah akan terus berkembang sampai berwarna hijau pada usia fisiologis mendekati sembilan minggu. Pada tingkatatan kematangan, terdapat empat tingkatan, yaitu kimri (hijau), khalal (tahap perubahan warna), rutab (matang dan lunak), dan tamr (matang tua). Bila ditinjau berdasarkan kandungan dari buah kurma, buah kurma mengandung karbohidrat (44 - 88% total gula), 0,2 - 0,5% lemak, dan 2,3 - 5,6% protein. Buah kurma juga mengandung vitamin dan serat (dietary fibre) yang tinggi sekitar 6,4 - 11,5%. Buah ini juga mengandung minyak sebesar 0,2 - 0,5% (Al-Shahib dan Marshall, 2003). Ada banyak varietas buah kurma di dunia. Menurut Sahari et al. (2007), terdapat kurang lebih 200 varietas buah kurma yang telah dibiakkan dan dikembangkan di Iran. Beberapa varietas buah kurma yang telah dibiakkan dan dikembangkan, yaitu varietas Mazafati, Kabkab, Zahedi, Estamaran, Shahani, Kaluteh, Zark, Khanizi, Khasooi, Halilei, Gasab, Ale-Mehtari, Holuo, Shahabi, Gantar, Piarom, Croot, Barhi, Khazravi, Lasht, Abdollahi, Khorst, Bezmani, Haftad-Gazi, Halavi, Maktoom, Deiri, Shah-Mohammadi, Khalass, Moslehi, Kharouzard, Gach-Khah, Tourz, dan Kang-Gard. Berikut ini merupakan tabel komposisi kimia buah dari beberapa varietas tersebut.
3
Tabel 2.1. Komposisi kimia 34 varietas buah kurma Iran (Sahari et al., 2007) Varietas Buah Kurma Mazafati Kabkab Zahedi Estamaran Shahani Kaluteh Zark Khanizi Khasooi Halilei Gasab Ale-Mehtari Holuo Shahabi Gantar Piarom Croot Barhi Khazravi Lasht Abdollahi Khorst Bezmani Haftad-Gazi Halavi Maktoom Deiri Shah-Mohammadi Khalass Moslehi Kharouzard Gach-Khah Tourz Kang-Gard
Kadar Air 37.5 ± 0.3 31.0 ± 0.3 30.9 ± 0.5 30.9 ± 0.2 34.2 ± 0.1 34.7 ± 0.5 19.5 ± 0.5 25.7 ± 0.3 28.3 ± 0.5 36.3 ± 0.4 23.3 ± 0.2 31.0 ± 0.1 27.1 ± 0.1 31.0 ± 0.2 30.2 ± 0.2 30.2 ± 0.2 38.0 ± 0.4 39.8 ± 0.3 32.4 ± 0.7 23.2 ± 0.5 35.2 ± 0.4 30.8 ± 0.4 39.2 ± 0.5 38.6 ± 0.3 27.0 ± 0.2 29.4 ± 0.3 30.9 ± 0.5 35.4 ± 0.5 23.7 ± 0.5 30.5 ± 0.6 21.6 ± 0.6 24.9 ± 0.1 34.9 ± 0.2 32.6 ± 0.3
Komposisi Kimia (g/100 g) Protein Lemak 3.7 ± 0.0 0.538 ± 0.05 3.7 ± 0.2 0.298 ± 0.020 5.0 ± 0.5 0.281 ± 0.05 3.0 ± 0.1 0.422 ± 0.08 2.9 ± 0.5 0.422 ± 0.08 2.8 ± 0.6 0.457 ± 0.03 3.7 ± 0.2 0.448 ± 0.09 5.0 ± 0.1 0.368 ± 0.04 2.9 ± 0.3 0.388 ± 0.04 3.0 ± 0.2 0.323 ± 0.02 2.9 ± 0.2 0.535 ± 0.1 3.0 ± 0.2 0.271 ± 0.03 3.0 ± 0.3 0.353 ± 0.03 3.0 ± 0.4 0.384 ± 0.05 5.0 ± 0.5 0.492 ± 0.02 3.7 ± 0.5 0.267 ± 0.01 5.0 ± 0.5 0.279 ± 0.02 5.0 ± 0.4 0.272 ± 0.06 3.0 ± 0.1 0.320 ± 0.06 3.0 ± 0.1 0.438 ± 0.06 3.0 ± 0.2 0.491 ± 0.02 1.6 ± 0.3 0.259 ± 0.09 3.7 ± 0.3 0.621 ± 0.05 4.3 ± 0.5 0.269 ± 0.08 3.0 ± 0.6 0.436 ± 0.04 5.0 ± 0.4 0.339 ± 0.04 3.7 ±0.4 0.514 ± 0.04 5.0 ± 0.4 0.226 ± 0.06 3.0 ± 0.5 0.584 ± 0.08 4.3 ± 0.2 0.374 ± 0.05 3.0 ± 0.2 0.577 ± 0.10 3.0 ± 0.3 0.517 ± 0.03 2.9 ± 0.1 0.292 ± 0.03 2.3 ± 0.3 0.228 ±0.02
Kadar Abu 1.25 ± 0.11 1.66 ± 0.15 1.50 ± 0.16 2.22 ± 0.1 1.49 ± 0.25 1.86 ± 0.06 1.88 ± 0.08 1.62 ± 0.09 1.60 ± 0.09 1.73 ± 0.09 1.77 ± 0.05 3.26 ± 0.06 1.60 ± 0.5 1.49 ± 0.05 1.62 ± 0.05 1.85 ± 0.05 1.10 ± 0.04 1.70 ± 0.1 2.37 ± 0.2 1.40 ± 0.1 1.44 ± 0.12 1. 89 ± 0.16 1.16 ± 0.15 1.32 ± 0.08 1.94 ± 0.16 1.42 ± 0.05 2.16 ± 0.2 1.48 ± 0.08 1.33 ± 0.06 1.77 ± 0.1 3.41 ± 0.05 2.07 ± 0.06 1.83 ± 0.09 1.72 ± 0.2
2.2. Biji Kurma Biji kurma merupakan biji dengan satu lembaga (monokotil). Biji kurma tidak memiliki aroma atau tidak berbau dan memiliki rasa hambar yang sedikit pahit. Umumnya biji kurma memiliki warna coklat terang dan coklat gelap (Hamada et al., 2002). Almana dan Mahmoud (1994) menyatakan bahwa komponen biji kurma kira-kira 10% dari buah kurma. Menurut Hamada et al. (2002), biji kurma berpotensi digunakan sebagai bahan pangan bagi manusia. Hal tersebut dapat terlihat dari komposisi yang terkandung pada biji kurma. Biji kurma mengandung 71,9 - 73,4% karbohidrat, 5 - 6,3% protein, dan 9,9 - 13,5% lemak. Komposisi kimia lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.2. Menurut Al-Shahib dan Marshall (2003), biji kurma juga mengandung vitamin dan serat (dietary fibre) dengan persentase yang cukup tinggi, yaitu sebesar 6,4 - 11,5%. Vitamin dan serat (dietary fibre) sangat baik untuk kesehatan sehingga cukup prospektif untuk dijadikan produk pangan yang sehat. Almana dan Mahmoud (1994) juga menyatakan bahwa biji kurma dapat menjadi sumber
4
alternatif serat (dietary fibre) yang prospektif dibandingkan dengan dedak gandum sehingga dapat memberikan kontribusi yang berharga untuk panganan berserat. Tabel 2.2. Komposisi biji kurma (Hamada et al., 2002) Komponen
Persentase (%)
Kadar air
7,1 - 10,3
Karbohidrat
71,9 - 73,4
Protein
5 - 6,3
Lemak
9,9 - 13,5
Abu
1 - 1,8
Serat*
6,4 - 11,5
Acid detergent fibre
45,6 - 50,6
Neutral detergent fibre
64,5 - 68,8
*Al-Shahib dan Marshall (2003)
Beberapa asam amino yang terkandung dalam biji kurma, yaitu alanine, agrinine, aspartic acid, aspartamine, glumatic acid, glycine, histidine, isoleucine, leucine, lysine, methionine, phenylalanine, serine, threonine, thryptophan, tyrosine, dan valine (Al-Shahib dan Marshall, 2003). Berikut tabel kandungan asam amino yang terkandung dalam biji kurma menurut Hussein dan El-Zeid (1975), serta Al-Hooti et al. (1998). Tabel 2.3. Kandungan asam amino biji kurma Asam Amino
mg/100 g buah kering (Hussein & El-Zeid, 1975)*
g/100 g protein (Al-Hooti et al., 1998)**
Alanine Arginine Aspartic acid Aspartamine Glutamic acid Glycine Histidine Isoleucine Leucine Leucine dan isoleucine Lysine Methionine Phenylalanine Serine Threonine Tryptophan Tyrosine Valine
61 35 174 174 172 92 105 32 58 50 39 58 31
6,6 - 8,3 2,3 - 2,4 3,7 - 4,2 7,8 - 8,6 4,6 - 5,4 0,9 - 1,2 4,3 - 4,7 3,7 - 4,1 1,9 - 2,3 5,5 - 5,9
* Asam amino yang terkandung dalam biji buah kurma varietas Khalas. ** Range kandungan asam amino dari biji buah kurma lima varietas (Bushibal, Gash Gaafar, Gash Habash, Lulu, dan Shahla).
5
Menurut Ali-Mohamed dan Khamis (2004), biji kurma mengandung ion-ion mineral, seperti natrium (Na+), kalium (K+), magnesium (Mg2+), kalsium (Ca+), ferum atau besi (Fe2+), mangan (Mn2+), zinc (Zn2+), cuprum (Cu2+), nickel (Ni2+), cobalt (Co2+), dan cadmium (Cd2+). Ion mineral yang paling banyak terkandung pada biji kurma adalah ion kalium (K+), magnesium (Mg2+), dan natrium (Na+). Kandungan mineral biji kurma dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Kandungan mineral biji kurma (Ali-Mohamed dan Khamis, 2004) Mineral Natrium (Na+)
Kandungan (μg/g) 237,63
Kalium (K+)
4857,58 2+
Magnesium (Mg ) +
655,53
Kalsium (Ca )
95,12
Besi (Fe2+)
44,47 2+
Mangan (Mn ) 2+
14,82
Zinc (Zn )
12,24
Cuprum (Cu2+)
5,24
Nickel (Ni2+)
1,12
2+
Cobalt (Co )
0,79
Cadmium (Cd2+)
0,03
2.3. Pembuatan Tepung Biji Kurma Biji kurma dapat diolah menjadi tepung atau dalam bentuk serbuk (powder). Tahapan proses pengolahan tersebut, yaitu pemisahan biji kurma dengan daging buah kurma, penyimpanan biji pada suhu 10°C, perendaman dan pencucian biji dengan air, penirisan, pengeringan biji pada suhu 50°C, lalu penggilingan biji dengan mesin grinder (heavy-duty grinder) sehingga dihasilkan biji kurma dalam bentuk serbuk atau tepung (Bouaziz et al., 2010). Proses pengolahan biji kurma menjadi tepung atau bubuk menurut Bouaziz et al. (2010) sama dengan proses menurut Ardekani et al. (2010). Menurut Ardekani et al. (2010), tahapan proses pengolahan biji kurma menjadi bubuk, yaitu penyimpanan biji kurma yang telah dipisahkan daging kurmanya pada suhu 2 - 8°C, pencucian biji kurma dengan air, penirisan, pengeringan dengan panas 50°C selama 4 jam, kemudian dilakukan penggilingan biji kurma dengan grinder (heavy-duty grinder), serta dilakukan penyaringan untuk mendapatkan serbuk yang halus. Terdapat cara lain atau proses tambahan dalam pengolahan biji menjadi tepung sehingga biji mudah untuk digiling dan menghasilkan warna yang baik. Proses tambahan tersebut adalah proses sulfurisasi dan blanching. Proses sulfurisasi atau pengawetan perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan pada bahan dan mencegah pertumbuhan bakteri (Fennema, 1996). Proses ini cukup baik diterapkan pada proses pembuatan tepung biji, sehingga tepung yang dihasilkan akan tampak lebih baik warnanya. Menurut Salunkhe (1976), proses blanching merupakan proses yang dapat melunakkan suatu jaringan bahan sehingga bahan akan lebih mudah dihancurkan. Menurut Widya (2003) dalam penelitian tepung biji mangga, blanching dilakukan sebelum proses pengeringan dalam proses pembuatan tepung biji mangga.
6
Menurut Eskin et al. (1971), sulfurisasi merupakan proses penambahan sulfur dioksida pada bahan pengan sebelum dikeringkan. Tujuan dari sulfurisasi ini untuk mempertahankan warna dan mencegah terjadinya reaksi pencoklatan non enzimtis ataupun enzimatis, menghambat pertumbuhan mikroba, sebagai antioksidan dan sebagai zat pemucat. Reaksi pencoklatan enzimatis terjadi akibat konversi senyawa fenolat menjadi melanin yang berwarna coklat dengan bantuan enzim polifenol oksidase atau fenolase. Untuk menjalankan reaksi tersebut membutuhkan oksigen sebagai akseptor H 2 dan ion tembaga sebagai katalisator. Oleh karena itu, untuk menghambat reaksi pencoklatan secara enzimatis tersebut, dilakukan penghilangan atau pengurangan oksigen yang tersedia disekitar bahan. Cara yang sederhana untuk melakukan hal tersebut adalah dengan cara perendaman. Reaksi pencoklatan secara non enzimatis terjadi karena adanya reaksi Maillard. Reaksi ini melibatkan asam amino (protein) dan gula pereduksi sebagai subtrat awal. Reaksi pencoklatan tersebut dapat dicegah dengan sulfurisasi, karena sulfur dioksida dan sulfit dapat bereaksi dengan gugus reaktif gula pereduksi (Eskin et al., 1971). Fennema (1996) juga menyatakan bahwa sebagai pencegah pencoklatan non enzimatis, natrium bisulfit dapat memblokade reaksi karbonil amino sehingga reaksi Maillard tidak terjadi. Berikut reaksi antara gula pereduksi dengan natrium bisulfit menurut Eskin et al. (1971).
Gambar 2.1. Reaksi antara gula pereduksi dengan natrium bisulfit Bahan yang biasa digunakan pada sulfurisasi ini adalah sulfit. Ada enam macam bahan kimia dari golongan sulfit yang telah ditetapkan oleh CFR (Code of Federal Regulations) sebagai bahan aditif, yaitu sulfur dioksida (SO2), natrium sulfit (Na2SO3), natrium bisulfit (NaHSO3), natrium metabisulfit (Na2S2O5), kalium bisulfit (KHSO3), dan kalium metabisulfit (K2S2O5). Keenam bahan aditif tersebut telah dinyatakan sebagai GRAS (Generally Recognized as Safe) (Ping, 1994). Menurut Fennema (1996), sulfur dioksida dari natrium bisulfit dalam larutan membentuk asam sulfit yang pada pH rendah berfungsi sebagai pengawet. Sebagai pencegah pencoklatan non enzimatis, natrium bisulfit memblokade reaksi karbonil amino sehingga reaksi Maillard tidak terjadi. Proses pencegahan ini akan lebih efektif, jika digabungkan dengan proses blanching. Penggunaan sulfit sebagai pengawet ini tidak terlalu berbahaya terhadap tubuh, karena sulfit akan dicerna menjadi sulfat dan dikeluarkan dalam urine tanpa efek patologis. Menurut Damayanthi dan Eddy (1995), blanching merupakan proses pemanasan suatu bahan dengan uap atau air panas secara langsung pada suhu kurang atau sama dengan 100°C selama kurang dari 10 menit. Penggunaan air panas pada proses blanching dapat mengurangi kemungkinan terjadinya reaksi oksidasi karena bahan terendam dalam air sehingga mengurangi kontak dengan udara. Pengaruh proses blanching terhadap bahan, yaitu mengurangi waktu pengeringan, mengeluarkan udara dari jaringan, menyebabkan pelunakan jaringan, menginaktifkan enzim, mempertahankan karoten dan asam askorbat selama penyimpanan, dan menyebabkan kehilangan padatan terlarut (Salunkhe, 1976). Menurut Winarno dan Fardiaz (1974), perlakuan proses blanching ini dilakukan sebelum bahan dikeringkan ataupun dibekukan untuk mematikan beberapa mikroorganisme. Proses blanching biasanya dilakukan pada suhu 82 - 93°C selama 3 - 5 menit.
7
Proses pengeringan merupakan proses pindah panas dari udara pengering ke bahan dan kandungan air dari bahan secara simultan. Proses ini dapat menurunkan kadar air pada bahan sampai batas tertentu sehingga dapat mengurangi kerusakan bahan akibat aktivitas biologis. Suhu pengeringan yang dipakai bervariasi untuk setiap bahan. Suhu biji-bijian yang direkomendasikan dalam proses pengeringan adalah 60°C untuk biji-bijian yang akan digiling (Brooker et al., 1981). Menurut Buckle et al. (1985), pengeringan merupakan proses menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan sehingga mencapai kadar air keseimbangan dengan kondisi udara normal. Kandungan air pada bahan dikurangi sampai kadar air setara dengan nilai aktivitas air (Aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatik, dan kimiawi. Terdapat beberapa faktor utama yang dapat mempengaruhi pengeringan bahan, yaitu: a) sifat fisik dan kimia produk, seperti bentuk, ukuran, komposisi, dan kadar air, b) pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pemindahan panas, c) sifat-sifat fisik dari lingkungan alat pengiring (suhu, kelembaban, dan kecepatan udara), dan d) karakteristik alat pengering.
2.4. Sifat Tepung dan Penurunan Mutu Tepung Produk pertanian yang berupa tepung merupakan hasil olahan biji-bijian atau daging buah kering yang dihaluskan sehingga menjadi tepung atau bubuk. Contohnya tepung beras (beras ketan/beras biasa) tepung maizena, tepung terigu, tepung tapioka, sagu, kopi bubuk, kakao dan bumbu yang dihaluskan. Butiran tepung sangat halus sehingga menyebabkan permukaan bidangnya menjadi sangat lebar. Hal ini menyebabkan bahan bersifat higroskopis, yaitu mudah sekali menjadi lembab, karena mudah menyerap uap air (Dwiari et al., 2008). Sifat mudah menyerap uap air di udara atau sifat higroskopis yang dimiliki produk tepung-tepungan dapat memudahkan tepung mengalami penurunan mutu dan mengalami kerusakan. Pengaruh kadar air dan aktivitas penyerapan air akan mempengaruhi sifat-sifat fisik tepung (misalnya warna dan tekstur), perubahan-perubahan kimia (misalnya reaksi pencoklatan), dan kerusakkan oleh mikroorganisme, seperti bakteri dan jamur (Buckle et al., 1985). Produk tepung-tepungan memiliki batas standar kadar air yang terkandung, seperti pada tepung terigu yang memiliki batas maksimal kadar air sebesar 14,5% (SNI 3751:2009), pada tepung singkong yang memiliki batas maksimal kadar air sebesar 12% (SNI 01-2997-1996), dan pada tepung beras yang memiliki batas maksimal kadar air sebesar 13% (SNI 3549:2009). Hal ini dapat menjadi tolak ukur penurunan kualitas pada tepung. Menurut Winarno (1997), kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan daya awet bahan pangan tersebut. Makin rendah kadar air, makin lambat pertumbuhan mikrooganisme dan bahan pangan tersebut dapat tahan lama. Winarno (1997) menyatakan bahwa aw (water activity) adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan mikroba untuk pertumbuhannya. Masing-masing mikroba memiliki aw pertumbuhannya masing-masing, seperti bakteri tumbuh pada aw 0,9, khamir tumbuh pada aw 0,8 - 0,9, dan kapang tumbuh pada aw 0,6 - 0,7. Umumnya bahan makanan kering seperti tepung memiliki nilai aktivitas air (aw) antara 0,4 - 0,5, sedangkan makanan semi basah memeiliki nilai aktivitas air (aw) antara 0,6 - 0,9. Namun, nilai aw pada tepung akan meningkat, karena sifat higroskopis yang dimiliki tepung sehingga mikroba dapat tumbuh pada tepung. Penurunan mutu tepung lainnya juga disebabkan adanya kontaminasi atau cemaran serangga atau kutu yang sering ditemukan pada tepung selama penyimpanan. Menurut Amy (2010), cemaran serangga atau tepung terjadi akibat proses produksi tepung dan tempat penyimpanan tepung yang tidak higienis, serta kondisi tempat penyimpanan yang mendukung pertumbuhan kutu. Kutu yang mengkontaminasi tepung dapat meninggalkan feces (kotoran) sehingga dapat menjadi potensial besar
8
bahaya mikrobiologis dan tidak higienis. Tepung yang sudah tercemar banyak larva akan berubah warna menjadi keabu-abuan dan akan cepat berjamur. Kutu tepung menyukai suhu lingkungan sekitar 30°C dan mereka tidak tumbuh dan berkembang biak pada suhu di bawah 18°C. Keseluruhan siklus kutu dari telur menjadi kutu memerlukan waktu 7 - 12 minggu dan kutu dewasa dapat hidup sampai tiga tahun atau lebih. Jadi, apabila kontaminasi telur kutu terjadi pada saat awal penyimpanan, maka kutu akan mulai terlihat pada tepung kira-kira pada saat penyimpanan minggu ke-6 atau ke-7, sedangkan larva akan mulai menetas dari telur kira-kira pada minggu ke-2 atau ke-3 (Amy, 2010).
2.5. Pengemasan dan Penyimpanan Menurut Winarno (1997), pengemasan memiliki fungsi untuk mengawetkan bahan pangan, mempertahankan mutu dan kesegaran, menarik selera pandang konsumen, memberikan kemudahan penyimpanan dan distribusi, serta menekan peluang kontaminasi dari udara dan tanah, baik oleh mikroba pembusuk maupun mikroba yang dapat membahayakan kesehatan konsumen. Menurut Syarief dan Irawati (1988), pengemasan mempunyai peranan penting dalam mempertahankan mutu suatu bahan dan proses pengemasan telah dianggap sebagai bagian integral dari suatu proses produksi. Kemasan ditinjau dari fungsinya adalah sebagai: a) wadah untuk menempatkan produk dan memberi bentuk sehingga memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi, b) memberi perlindungan terhadap mutu produk dari kontaminasi luar dan kerusakan, dan c) menambah daya tarik produk. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan, yaitu kerusakan yang ditentukan oleh sifat alamiah dari produk dan tidak dapat dicegah dengan pengemasan, misalnya perubahan kimia, biokimia, fisik, dan mikrobiologi, serta kerusakan yang disebabkan oleh lingkungan dan dapat dikontrol dengan pengemasan, misalnya kerusakan mekanis, absorbsi, interaksi dengan oksigen, dan kehilangan atau penambahan citarasa yang tidak diinginkan (Winarno dan Jenie, 1984). Kerusakan fisik bahan pangan disebabkan oleh perlakuan fisik, misalnya kerusakan yang terjadi karena lembabnya ruang penyimpanan dan perlakuan dengan suhu yang terlalu tinggi. Kerusakan kimia yang paling penting adalah perubahan yang berkaitan dengan reaksi enzim, reaksi hidrolisis, dan reaksi pencoklatan non enzimatis yang menyebabkan perubahan penampakan (Muchtadi, 1989). Suatu produk memiliki kepekaan yang berbeda-beda terhadap penyerapan atau pengeluaran uap dan gas. Produk kering harus dilindungi dari penyerapan uap air dan oksigen dengan cara mengunakan bahan pengemas yang mempunyai permeabilitas uap air dan gas yang rendah (Buckle et al., 1985). Menurut Syarief dan Santausa (1989), plastik digunakan sebagai bahan pengemas untuk melindungi produk dari cahaya, udara atau oksigen, perpindahan panas, kontaminasi dan kontak dengan bahan-bahan kimia. Aliran gas dan uap yang melalui plastik dipengaruhi oleh lubang-lubang, tebal plastik dan ukuran molekul yang berdifusi. Polietilen (PE) adalah jenis plastik yang banyak digunakan oleh industri karena sifatnya yang mudah dibentuk, tahan terhadap bahan kimia, penampakan yang jernih, dan mudah digunakan sebagai laminasi. Polietilen tergolong dalam poliolefin dan dibuat dari proses polimerasi adisi dari gas etilen. Etilen merupakan senyawa utama yang digunakan pada pembuatan plastik ini. Rantai polimer dapat bercabang atau lurus. Polimer rantai lurus menghasilkan densitas tinggi, sedangkan semakin banyak rantai cabangnya, polimer etilen akan semakin rendah densitasnya (Brown, 1992). Sifat-sifat baik yang dimiliki polietilen, yaitu permeabilitas uap air dan air rendah, mudah dikelim panas, fleksibel, dapat digunakan untuk penyimpanan beku (-50°C), transparan, dan dapat digunakan sebagai bahan
9
laminasi dengan bahan lain. Kelemahan yang dimiliki polietilen, yaitu permeabilitas oksigen agak tinggi dan tidak tahan terhadap minyak (Syarief dan Irawati, 1988). Karung tenun plastik (PP woven bag) dibuat dari circular weaved polypropylene kaset dengan gaya tarik tinggi dan rendah berat. PP woven bag (karung plastik) yang ideal adalah kemasan untuk bahan secara massal atau dalam jumlah banyak. Umumnya kemasan ini digunakan untuk gula, beras, pupuk, tepung, dan bahan kimia. Penggunaan kemasan karung tenun plastik ini telah banyak menggantikan kemasan sebelumnya, seperti karung goni, karung kertas, atau karung kain. Hal ini dikarenakan dari harga yang relatif lebih murah dan lebih tahan air dibandingkan produk kemasan yang terbuat dari kain atau kertas (Hendrawan, 2009). Karung kain merupakan karung atau kantung yang terbuat dari kain belacu yang pada umumnya mempunyai kapasitas antara 10 - 50 kg. Kain belacu biasa digunakan sebagai bahan pengemas tepung-tepungan, seperti tepung terigu, tepung jagung, atau tepung beras dan bahkan dibeberapa negara digunakan sebagai bahan pengepak beras. Kain belacu mempunyai sifat kuat (tidak mudah sobek), fleksibel, mudah dicetak, dan mudah dikerjakan secara massal. Kain belacu memiliki lubang-lubang kecil atau rongga sehingga tidak kedap udara (Hudaya dan Siti, 1983). Menurut Hendrawan (2009), kemasan karung kain tidak tahan terhadap air sehingga tidak bisa menjaga bahan terhadap air. Salah satu faktor yang mempengaruhi daya tahan bahan yang disimpan adalah permeabilitas kemasan simpan, baik terhadap udara maupun uap air. Masing-masing kemasan simpan memiliki permeabilitas yang berbeda. Permeabilitas kemasan polietilan dan karung tenun plastik terhadap uap air menurut Handayani (2008) dan permeabilitas kemasan karung kain belacu terhadap uap air menurut Septianingrum (2008) dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5. Permeabilitas kemasan terhadap uap air pada suhu 28°C, RH = 75% Kemasan Polietilen (PE)a
Karung tenun plastik a Karung kain belacu a
0,03
Permeabilitas (g H2O/hari m2 mmHg) 0,795
0,08
0,46
-
8,14
-
8,16
Ketebalan (mm)
b
b
Handayani (2008); Septianingrum (2008)
Sistem penyimpanan atau metode penyimpanan yang baik perlu diterapkan untuk menjaga bahan yang disimpan agar tetap baik mutunya, baik bahan baku maupun produk jadi. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tempat penyimpanan yang berhubungan dengan keadaan bahan dalam simpanan, yaitu temperatur dan kelembaban, sirkulasi udara, serta penyusutan kemasan (Imdad dan Nawangsih, 1999). Menurut Amy (2010), produk tepung biasanya disimpan pada tempat yang sejuk dan kering. Apabila disimpan dalam jumlah yang sangat banyak dalam gudang penyimpanan, biasanya dilakukan fumigasi untuk menjaga tepung dari serangga atau hama lainnya. Kehigienisan gudang penyimpanan juga harus dijaga. Menurut Dwiari et al. (2008), agar bahan dapat lebih tahan dalam tempat penyimpanan, pastikan bahwa bahan telah kering sempurna dan terbebas dari kehidupan serangga. Tepung atau bubuk dikemas setelah keadaan bahan sudah dingin. Jika dalam keadaan masih hangat sudah dikemas, bahan akan mengeluarkan uap air dalam kemasan, akibatnya bahan menjadi lembab dan akan tumbuh cendawan penyebab bau pengap. Untuk menghindari hal tersebut bahan disimpan dalam keadaan
10
cukup kering dengan kemasan yang tepat. Menurut Hendrawan (2009), saat ini kemasan simpan tepung, seperti karung goni, karung kertas, dan karung kain telah digantikan dengan kemasan karung tenun plastik (PP woven bag), karena lebih tahan terhadap air dan kondisi penyimpanan yang agak lembab.
11
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan Bahan baku utama yang digunakan adalah biji buah kurma. Biji kurma ini didapatkan dari industri pengolahan buah kurma menjadi sari buah kurma, CV Amal Mulia Sejahtera. Biji tersebut didapatkan dari buah kurma varietas Red Sayer yang diimpor dari Uni Emirat Arab. Bahan lain yang digunakan merupakan bahan yang digunakan untuk pembuatan tepung biji kurma dan analisis tepung biji kurma yang dihasilkan. Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung, yaitu natrium bisulfit food grade (NaHSO3) dan air. Bahan yang digunakan untuk analisis antara lain aquades, H2SO4 pekat, NaOH, HCl, CuSO4, Na2SO4, Luff Schoorl, KI, larutan tiosulfat, larutan kanji, metil merah, metil biru, alkohol, dietil eter, dan phenolphtalein. Bahan untuk kemasan tepung biji kurma adalah plastik polietilen, karung plastik, dan karung kain untuk tepung. 3.1.2. Alat Peralatan yang digunakan dalam pembuatan tepung biji kurma, yaitu timbangan, ember plastik, loyang alumunium, kompor gas, panci, oven dryer, disc mill, dan ayakan tepung. Peralatan yang digunakan untuk analisis tepung biji kurma adalah timbangan, kompor listrik, oven, buret, tanur, soklet, otoklaf, desikator, pompa vakum, ayakan, chromameter (alat pengukur warna), cawan alumunium, cawan porselin, labu Kjeldahl, pipet, erlenmeyer, labu takar, gelas ukur, gelas piala, tabung reaksi, dan lemari pendingin.
3.2. Metode Penelitian 3.2.1. Pembuatan Tepung Biji Kurma Proses yang dilakukan dalam pembuatan tepung biji kurma ini meliputi pencucian biji kurma dengan air, perendaman atau sulfurisasi biji kurma dengan natrium bisulfit, blanching (pemanasan dengan air panas), penirisan, pengeringan pada suhu 50 – 60°C, penggilingan, dan pengayakan. Diagram alir proses pembuatan tepung biji kurma dapat dilihat pada Gambar 3.1. Berikut penjelasan dari tahapan pembuatan tepung biji kurma: a. Pencucian biji kurma Biji kurma yang telah didapatkan dari industri pengolahan buah kurma dicuci dengan air. Pencucian ini dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa daging buah yang masih menempel pada biji dan kotoran-kotoran yang ada pada biji. b. Sulfurisasi biji kurma Biji yang telah dibersihkan, selanjutnya direndam dalam larutan natrium bisulfit (NaHSO3) 1000 ppm pada suhu 28 - 30°C. Perendaman ini dilakukan selama 24 jam. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan warna dan mencegah terjadinya reaksi pencoklatan pada saat proses pemanasan biji kurma. c. Blanching Proses ini dilakukan dengan cara merebus biji kurma pada dengan air panas bersuhu 80 - 90°C selama 5 - 10 menit. Hal ini bertujuan untuk melunakkan tekstur biji kurma. Selanjutnya, biji ditiriskan dengan menggunakan saringan kain.
12
d. Pengeringan biji kurma Pada proses ini, biji kurma dikeringkan menggunakan oven drying pada suhu 50 - 60°C. Proses pengeringan biji kurma ini dilakukan selama 24 jam. Proses ini bertujuan untuk mengeringkan biji kurma sehingga memudahkan dalam proses penggilingan biji kurma. e. Penggilingan biji kurma Pada proses penggilingan biji kurma ini terdapat dua tahapan penggilingan. Tahap penggilingan pertama dilakukan menggunakan mesin disc mill yang tidak memiliki penyaring dan memiliki gigi-gigi yang banyak dan tajam pada bagian penggiling dari mesin tersebut. Tahapan penggilingan ini dilakukan untuk mengecilkan ukuran biji kurma menjadi seperti kerikil-kerikil kasar sehingga akan memudahkan dalam tahap penggilingan selanjutnya. Tahap penggilingan kedua dilakukan dengan menggunakan mesin disc mill yang biasa digunakan untuk menggiling dan menghaluskan biji. f. Pengayakan tepung biji kurma Setelah dilakukan penggilingan, tepung biji kurma yang dihasilkan diayak menggunakan ayakan 65 mesh. Ayakan yang digunakan tersebut sesuai dengan SNI tepung terigu sebagai bahan makanan (SNI 3751:2009).
Biji Kurma
Air Bersih
Larutan NaHSO3 1000 ppm
Air Panas
Pencucian
Air Sisa Pencucia n
Sulfurisasi 24 jam
Sisa Larutan NaHSO3
Blanching (Pemanasan Bahan) 5 - 10 menit, T 80 - 90°C
Air Sisa Pemanasan
Penirisan 5 menit
Air
Pengeringan 24 jam, T 50 - 60°C
Air
Penggilingan
Pengayakan
Bubuk Kasar
Tepung Biji Kurma Gambar 3.1. Diagram alir proses pembuatan tepung biji kurma
13
3.2.2. Perhitungan Rendemen dan Analisis Perubahan Mutu Tepung Biji Kurma Selama Penyimpanan Tepung biji kurma yang telah dihasilkan dihitung nilai rendemennya. Selanjutnya dilakukan analisis sifat fisiko kimia tepung biji kurmanya. Analisis sifat fisiko kimia tepung biji kurma yang dilakukan meliputi analisis sifat fisik dan sifat kimia. Analisis sifat fisik yang dilakukan, yaitu analisis derajat putih, densitas kamba, dan cemaran serangga atau kutu. Analisis sifat kimia yang dilakukan, yaitu analisis kadar air, kadar abu, kadar pati, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar karbohidrat, dan total asam. Hasil dari analisa-analisa tersebut akan menjadi data awal dari mutu tepung biji kurma dan menjadi acuan untuk analisis perubahan mutu tepung biji kurma selama penyimpanan. Prosedur perhitungan rendemen dan analisis fisiko kimia tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Tepung biji kurma selanjutnya di simpan dalam tiga jenis kemasan, yaitu kemasan plastik polietilen (PE), karung tenun plastik, dan karung kain belacu. Proses penyimpanan ini dilakukan selama delapan minggu atau 56 hari pada suhu ruang (25 - 28°C). Selama proses penyimpanan, tepung biji kurma dilakukan analisis sifat fisiko kimia untuk mengetahui perubahan mutu tepung biji kurma yang dihasilkan selama penyimpanan. Pengamatan dilakukan pada hari ke-14, hari ke-21, hari ke-28, hari ke-42, dan hari ke-56 selama penyimpanan. Berikut diagram alir tahapan penelitian ini.
Tepung Biji Kurma
Penghitungan rendemen dan analisis sifat fisiko kimia (hari ke-0 penyimpanan) Pengemasan dengan kemasan plastik polietilen, karung tenun plastik, dan karung kain belacu
Penyimpanan suhu ruang (25 - 28°C) selama delapan minggu
Analisis perubahan sifat fisiko kimia pada hari ke-14, ke-21, ke-28, ke-42, dan ke-56 selama penyimpanan
Gambar 3.2. Diagram alir tahapan penelitian
14
3.3. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan dua kali ulangan. Perlakuan pada penelitian ini meliputi dua faktor yang masing-masing terdiri dari tiga dan enam taraf. Faktor yang dicobakan dalam penelitian ini adalah jenis kemasan simpan (K) dan lama simpan (M). Faktor jenis kemasan simpan adalah kemasan plastik polietilen (K1), kemasan karung tenun plastik (K2), dan kemasan karung kain belacu (K3). Faktor lama penyimpanan adalah lama simpan 0 hari (M0), lama simpan 14 hari (M1), lama simpan 21 hari (M2), lama simpan 28 hari (M3), lama simpan 42 hari (M4), dan lama simpan 56 hari (M5). Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan, jika terjadi perbedaan. Menurut Gaspersz (1991), model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut. Yijk = µ + Ki + Mj + KMij + ɛk(ij) Keterangan : Yijk : Peubah yang diukur µ : Rata-rata yang sebenarnya Ki : Pengaruh jenis kemasan penyimpanan Mj : Pengaruh lama penyimpanan KMij : Pengaru interaksi antara jenis kemasan dan lama penyimpanan ɛk(ij) : Kekeliruan karena anggota ke-k dari jenis kemasan ke-i dan lama penyimpanan ke-j.
15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Rendemen Tepung Biji Kurma Rendemen adalah perbandingan massa antara produk akhir (tepung) yang lolos ayakan 65 mesh dan bahan awal (biji kurma). Pada penelitian ini, massa bahan awal (biji kurma) yang digunakan adalah sebesar 5.500 gram dan massa tepung biji kurma yang dihasilkan adalah sebesar 1.722,54 gram. Dari hasil perhitungan, rendemen tepung biji kurma yang dihasilkan adalah sebesar 31,32%. Tepung biji kurma yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Tepung biji kurma
Rendemen (%)
Rendemen tepung biji kurma ini lebih rendah bila dibandingkan dengan rendemen tepung biji mangga (Widya, 2003), tepung biji nangka (Yusuf, 1996), dan tepung biji durian (Hutapea, 2010). Perbandingan rendemen tepung biji tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.2. Rendemen tepung biji kurma rendah dibanding tepung biji lainnya, karena biji kurma memiliki tekstur yang sangat keras dibandingkan dengan biji mangga, biji nangka, dan biji durian sehingga tepung yang dihasilkan dari proses penggilingan cenderung banyak memiliki ukuran partikel yang tidak lolos ayakan 65 mesh. Hal ini berkaitan dengan proses penggilingan, dimana biji yang keras teksturnya akan lebih sulit untuk dihaluskan. 40 38 36 34 32 30 28 26 24 Kurma
Mangga
Nangka
Durian
Jenis Tepung Gambar 4.2. Diagram rendemen tepung biji kurma, mangga, nangka, dan durian
16
4.2. Perubahan Sifat Fisik Tepung Biji Kurma Selama Penyimpanan Perubahan sifat fisik tepung biji kurma yang dianalisis adalah derajat putih, densitas kamba, dan cemaran serangga/kutu pada tepung. Sifat fisik awal dari tepung biji kurma yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1. Hasil analisis sifat fisik tersebut menjadi data awal dari mutu tepung biji kurma dan menjadi acuan untuk analisis perubahan sifat fisik tepung biji kurma selama penyimpanan. Hasil analisis keseluruhan sifat fisik tepung biji kurma selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 2 (derajat putih), Lampiran 3 (densitas kamba), dan Lampiran 4 (cemaran serangga/kutu). Tabel 4.1. Sifat fisik tepung biji kurma Parameter Derajat putih Densitas kamba Cemaran serangga/kutu
Satuan
Nilai
%
53,83
g/ml
0,43
-
Tidak ada
4.2.1. Derajat Putih Derajat putih merupakan kemampuan suatu bahan untuk memantulkan cahaya yang mengenai permukaannya (BPPIS, 1989). Menurut Kusfriyadi (2004), nilai derajat putih pada suatu bahan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti reaksi pencoklatan enzimatis, reaksi Maillard, reaksi karamelisasi, dan pigmen alami yang terdapat dalam bahan tersebut. Berdasarkan hasil analisis awal, nilai rata-rata derajat putih tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 53,83%. Nilai tersebut masih rendah apabila dibandingkan dengan standar mutu tepung terigu yang memiliki nilai standar mutu derajat putih minimum 85%. Nilai derajat putih yang rendah diduga karena masih terjadi reaksi Maillard, yaitu reaksi antara gula pereduksi dengan gugus amino primer sehingga mengasilkan pigmen kecoklatan. Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan, variasi data pengamatan derajat putih yang dihasilkan adalah 52,22 – 55,00%. Setelah dilakukan analisis ragam derajat putih (Lampirn 13), hasil analisis ragam menyatakan bahwa tidak ada pengaruh nyata faktor kemasan, faktor lama penyimpanan, dan interaksi antar faktor terhadap derajat putih. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa tidak ada pengaruh jenis kemasan, baik kemasan plastik PE (K1), karung tenun plastik (K2), maupun karung kain belacu (K3) terhadap perubahan derajat putih dan tidak ada pengaruh lama penyimpanan, baik penyimpanan awal (M0), penyimpanan 14 hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan 28 hari (M3), penyimpanan 48 hari (M4), maupun penyimpanan 56 hari (M5) terhadap perubahan derajat putih. Derajat putih tepung biji kurma selama penyimpanan delapan minggu tidak ada perubahan, baik yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu. 4.2.2. Densitas Kamba Densitas kamba merupakan sifat fisik bahan yang dapat dipengaruhi oleh ukuran bahan dan kadar air. Pengetahuan mengenai densitas kamba diperlukan dalam hal kebutuhan ruang, baik pada saat pengemasan, penyimpanan, maupun pengangkutan (distribusi). Nilai densitas kamba dinyatakan dalam g/ml. Berdasarkan hasil analisis awal, nilai rata-rata densitas kamba tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 0,43 g/ml. Dari hasil tersebut, dapat diartikan bahwa untuk mencukupi 1.000 g atau 1 kg tepung biji kurma dibutuhkan minimal volume kemasan kira-kira sebesar 2,3256 L.
17
Setelah dilakukan penyimpanan 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan pada tepung biji kurma, variasi data pengamatan densitas kamba yang dihasilkan adalah 0,44 – 0,42 g/ml. Setelah dilakukan analisis ragam densitas kamba (Lampiran 14), hasil analisis ragam tersebut menyatakan bahwa tidak ada pengaruh nyata antar perlakuan, baik dari faktor kemasan, maupun faktor lama penyimpanan, serta juga tidak ada pengaruh nyata interaksi antar faktor terhadap densitas kamba. Dapat dikatakan bahwa penggunaan kemasan plastik PE (K1), kemasan karung tenun plastik (K2), dan karung kain belacu tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan densitas kamba, serta tidak ada pengaruh lama penyimpanan, baik penyimpanan awal (M0), penyimpanan 14 hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan 28 hari (M3), penyimpanan 48 hari (M4), maupun penyimpanan 56 hari (M5) terhadap perubahan densitas kamba. Densitas kamba tepung biji kurma selama penyimpanan delapan minggu tidak mengalami perubahan, baik tepung yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu. 4.2.3. Cemaran Serangga atau Kutu Adanya cemaran serangga atau kutu pada tepung merupakan hal yang tidak diinginkan. Adanya cemaran tersebut mengartikan bahwa tepung tidak higienis. Serangga atau kutu yang mengkontaminasi tepung dapat meninggalkan feces (kotoran) sehingga feces tersebut dapat menjadi potensial besar bahaya mikrobiologis dan tidak higienis. Berdasarkan analisis awal, tidak terdapat kontaminasi atau cemaran serangga atau kutu pada tepung biji kurma yang dihasilkan. Setelah dilakukan pengamatan selama delapan minggu penyimpanan (Tabel 4.2), terlihat adanya cemaran serangga atau kutu pada penyimpanan hari ke-42 pada tepung biji kurma dengan kemasan karung tenun plastik. Serangga yang mencemari bukan dari jenis kutu, melainkan semut. Adanya cemaran serangga ini diduga pada saat proses produksi tepung terjadi kontaminasi telur serangga sehingga beberapa hari setelah tepung dikemas, telur tersebut menetaskan serangga. Dugaan lainnya adalah serangga tersebut telah mengkontaminasi secara langsung tepung pada proses produksi dan luput dari penglihatan, karena serangga tersebut berada pada tumpukan tepung. Tabel 4.2. Cemaran serangga atau kutu tepung biji kurma selama penyimpanan Cemaran Serangga atau Kutu Kemasan
Hari ke-0
Hari ke-14
Hari ke-21
Hari ke-28
Hari ke-42
Hari ke-56
Plastik PE
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Karung Tenun Plastik
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Ada
tidak ada
Karung Kain Belacu
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa kemasan plastik PE (K1), karung tenun plastik (K2), dan karung kain belacu (K3) cukup baik menjaga cemaran serangga/kutu dari lingkungan luar kemasan. Cemaran serangga/kutu bukan hanya bisa terjadi setelah tepung dikemas, melainkan bisa juga terjadi saat tepung belum dikemas atau pada saat proses produksi tepung berlangsung. Menurut Amy (2010), kutu yang biasa ditemukan pada tepung, khususnya tepung terigu, adalah dari jenis Tribolium confusum (Confused flour beetles) dan Tribolium castaneum (Rust red flour beetles). Kutu tersebut secara penampakan memiliki panjang tubuh 2,5–3 mm, berwarna coklat kemerahan-berkilat, dan memiliki antena. Larvanya berkepala coklat dan berwarna agak kekuningan, berbentuk silinder, dengan panjang sekitar 6 mm dan memiliki 6 kaki.
18
4.3. Perubahan Sifat Kimia Tepung Biji Kurma Selama Penyimpanan Perubahan sifat kimia tepung biji kurma yang dianalisis, yaitu kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar karbohidrat, kadar pati, dan total asam. Sifat kimia awal dari tepung biji kurma yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.3. Hasil analisis sifat kimia tersebut menjadi data awal dari mutu tepung biji kurma dan menjadi acuan untuk analisis perubahan sifat kimia tepung biji kurma selama penyimpanan. Hasil analisis keseluruhan sifat kimia tepung biji kurma selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 5 (kadar air), Lampiran 6 (kadar abu), Lampiran 7 (kadar protein), pada Lampiran 8 (kadar lemak), Lampiran 9 (kadar serat kasar), Lampiran 10 (kadar karbohidrat), pada Lampiran 11 (kadar pati), dan Lampiran 12 (total asam). Tabel 4.3. Sifat kimia tepung biji kurma Parameter
Satuan
Nilai (b.b)
Nilai (b.k)
Kadar air
%
7,00
7,52
Kadar abu
%
1,11
1,19
Kadar protein
%
4,68
5,03
Kadar lemak
%
11,51
12,37
Kadar serat kasar
%
11,86
12,74
Kadar karbohidrat
%
63,84
68,64
Kadar pati
%
35,00
37,63
Total asam
ml NaOH 0,1 N/100 g
2,26
2,42
Adapun hasil perbandingan dari beberapa analisis sifat kima tepung biji kurma dengan beberapa standar mutu tepung lainnya, seperti tepung terigu, tepung singkong, tepung sagu, tepung beras, dan tepung jagung. Analisis yang dibandingkan adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar, kadar pati, dan total asam. Perbandingan sifat kimia tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Perbandingan sifat kimia tepung biji kurma dengan standar mutu tepung terigu, singkong, sagu, beras, dan jagung Parameter
Satuan
Jenis Tepung Singkongb Saguc ≤ 12 ≤ 13
a
Jagunge ≤ 10
≤ 0,5
≤ 1,0
≤ 1,5
Kadar air
% b.k
Kadar abu
% b.k
1,19
≤ 0,7
Kadar protein
% b.k
5,03
≥ 7,0
-
-
-
-
Kadar serat kasar
% b.k
12,74
-
≤4
≤ 0,5
-
≤ 1,5
Kadar pati
% b.k
37,63
-
≥ 75
≥ 65
-
-
2,42
-
≤ 3,0
≤ 4,0
-
≤ 4,0
Total asam a
ml NaOH 0,1 N/100g b
c
d
Terigu ≤ 14,5
Berasd ≤ 13
Biji Kurma 7,52
≤ 1,5
e
SNI 3751:2009; SNI 01-2997-1996; SNI 3729:2008; SNI 3549:2009; SNI 01-3727-1995
4.3.1. Kadar Air Kadar air pada suatu bahan menunjukkan sejumlah molekul air bebas dan terikat yang terdapat dalam bahan (Fardiaz dan Winarno, 1989). Beberapa hal yang dapat mempengarui nilai dari kadar air diantaranya adalah jenis bahan dan komponen-komponen yang ada di dalamnya, serta cara dan kondisi pengeringan, seperti alat pengering, suhu pengeringan, ketebalan bahan saat pengeringan, dan
19
lama pengeringan. Berdasarkan hasil analisis awal, diperoleh nilai rata-rata kadar air basis kering tepung biji kurma adalah 7,52%. Nilai kadar air ini sudah memenuhi kriteria standar mutu tepungtepungan (tepung terigu, tepung singkong, tepung sagu, tepung beras, dan tepung jagung). Setelah dilakukan penyimpanan 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan, variasi data kadar air tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 7,03 – 10,81% (b.k). Setelah dilakukan analisis ragam kadar air tepung biji kurma (Lampiran 15), hasil analisis ragam tersebut menyatakan bahwa faktor kemasan, faktor lama penyimpanan, dan interaksi antar faktor memberikan pengaruh yang sangat nyata (α = 0,01) terhadap perubahan kadar air. Grafik perubahan kadar air tepung biji kurma dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Kadar Air (% b.k)
11 10 9 8 7 0
7
14
21
28
35
42
49
56
Lama Penyimpanan (Hari) Plastik PE
Karung Tenun Plastik
Karung Kain Belacu
Gambar 4.3. Grafik perubahan kadar air tepung biji kurma dengan berbagai jenis kemasan Hasil uji pembanding berganda Duncan (α = 0,01) terhadap faktor kemasan (Lampiran 15) menunjukkan bahwa kemasan karung tenun plastik (K2) dan kemasan karung kain belacu (K3) tidak memiliki beda nyata, sedangkan kemasan plastik PE (K1) memiliki beda yang sangat nyata terhadap kemasan karung tenun plastik (K2) dan kemasan karung kain belacu (K3). Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan karakteristik kemasan karung tenun plastik dan karung kain belacu dalam menjaga mutu kadar air tepung biji kurma adalah sama. Hal ini juga terlihat pada grafik perubahan kadar air. Terlihat bahwa kecenderungan kedua kemasan dalam menjaga perubahan kadar air hampir sama. Hasil uji pembanding berganda Duncan (α = 0,01) terhadap faktor lama penyimpanan (Lampiran 15) menyatakan bahwa penyimpanan awal (M0) berbeda nyata dengan penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan 21 hari (M2) berbeda nyata dengan penyimpanan 42 hari (M4) dan penyimpanan 56 hari (M5), sedangkan penyimpanan 42 hari (M4) tidak berbeda nyata dengan penyimpanan 56 hari (M5). Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa semakin lama penyimpanan tepung biji kurma, maka kadar airnya semakin meningkat. Hal ini membuktikan bahwa produk tepung biji kurma bersifat higroskopis, mudah menyerap uap air dari lingkungannya. Setelah dilakukan uji pembanding berganda Duncan terhadap faktor kemasan dan lama penyimpanan, selanjutnya dilakukan uji pembanding berganda Duncan (α = 0,01) terhadap interaksi antar faktor. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15. Dari hasil tersebut terlihat bahwa tepung bij kurma yang dikemas dengan kemasan plastik PE (K1) selama penyimpanan awal sampai penyimpanan 56 hari (M0, M1, M2, M3, M4, dan M5) tidak terdapat beda nyata sehingga dapat dikatakan tidak terjadi kenaikan kadar air atau sangat kecil sekali perubahannya, sedangkan tepung
20
yang dikemas dengan kemasan karung tenun plastik (K2) dan tepung yang dikemas dengan kemasan karung kain belacu (K3) selama penyimpanan 0 hari sampai penyimpanan 56 hari (M0, M1, M2, M3, M4, dan M5) masing-masing memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap perubahan kadar air tepung biji kurma. Perubahan nilai kadar air tepung yang semakin meningkat terlihat pada tepung yang dikemas dengan kemasan karung tenun plastik (K2) dan kemasan karung kain belacu (K3), akan tetapi perubahan nilai kadar air yang tertinggi dimiliki oleh tepung yang dikemas dengan kemasan karung kain (K3) selama penyimpanan 0 hari sampai penyimpanan 56 hari dengan nilai kadar air tertinggi sebesar 10,81% pada lama penyimpanan 56 hari (M5) Kenaikan kadar air yang tinggi pada tepung yang dikemas dengan kemasan karung kain belacu (K3) dan tepung yang dikemas dengan kemasan karung tenun plastik (K2) diperkirakan karena kemasan tersebut kurang melindungi tepung terhadap uap air yang berada dilingkungan luar kemasan. Kemasan karung kain belacu memiliki sifat yang mudah menyerap uap air, karena bahan karung tersebut terbuat dari kain, serta memiliki rongga-rongga yang sangat kecil sehingga udara di luar kemasan mudah masuk melewati rongga-rongga tersebut. Rongga-rongga yang sangat kecil juga terdapat pada karung tenun plastik. Rongga-rongga tersebut terbentuk dari celah-celah anyaman plastik pada kemasan tersebut sehingga udara di luar kemasan mudah masuk melewati rongga-rongga tersebut. Hal ini sesuai dengan nilai permeabilitas kemasan karung plastik dan karung kain yang tinggi terhadap uap air menurut Handayani (2008) dan Septianingrum (2008), dimana nilai permeabilitas kemasan karung kain belacu terhadap uap air sedikit lebih tinggi dibandingkan nilai permeabilitas kemasan karung tenun plastik terhadap uap air. Kemasan plastik PE dibandingkan dengan kemasan karung tenun plastik dan karung kain belacu ternyata lebih bisa menjaga tepung terhadap uap air. Terlihat dalam grafik perubahan nilai kadar air bahwa nilai kadar air tepung biji kurma yang dikemas dengan kemasan plastik PE hanya naik sebesar 0,75%. Hal ini dikarenakan permeabilitas kemasan plastik PE terhadap uap air sangat kecil bila dibandingkan dengan kemasan karung tenun plastik dan karung kain belacu. Perubahan nilai kadar air tepung biji kurma selama penyimpanan delapan minggu atau 56 hari, baik yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu, apabila dibandingkan dengan standar mutu (SNI) beberapa tepung lainnya, ternyata tepung biji kurma masih memenuhi standar mutu (SNI) beberapa tepung lainnya, karena nilai kadar air tepung biji kurma masih kurang dari 12 - 14% sehingga masih layak untuk digunakan. Menurut Fardiaz dan Winarno (1989), bahan pangan yang memiliki kadar air kurang dari 14 - 15% dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti khamir. Suatu bahan pangan dengan kadar air yang relatif tinggi akan cendrung mengalami kerusakan lebih cepat dibandingkan dengan bahan pangan yang memiliki kadar air lebih rendah. 4.3.2. Kadar Abu Sebagian besar makanan, sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air, sedangkan sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral dikenal sebagai zat anorganik. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar, tetapi zat anorganiknya tidak. Oleh karena itulah disebut abu. Kadar abu merupakan parameter kemurnian suatu produk yang umumnya berupa partikel halus berwarna putih. Berdasarkan hasil analisis sifat kimia awal, nilai rata-rata kadar abu basis kering tepung biji kurma adalah sebesar 1,19%. Kadar abu ini telah memenuhi kriteria standar mutu kadar abu tepung singkong dan tepung jagung. Namun, nilai kadar abu ini belum memenuhi kriteria standar mutu kadar abu tepung terigu, tepung sagu, dan tepung beras. Kadar abu tersebut menunjukkan besarnya kandungan mineral dalam tepung biji kurma. Hal tersebut dikarenakan tepung biji kurma berasal dari biji kurma yang banyak mengandung ion-ion
21
mineral, seperti natrium (Na+), kalium (K+), magnesium (Mg2+), kalsium (Ca+), ferum atau besi (Fe2+), mangan (Mn2+), zinc (Zn2+), cuprum (Cu2+), nickel (Ni2+), cobalt (Co2+), dan cadmium (Cd2+). Ion mineral yang paling banyak terkandung pada biji kurma adalah ion kalium (K+) sebesar 4857,58 μg/g, magnesium (Mg2+) sebesar 655,53 μg/g, dan natrium (Na+) sebesar 237,63 μg/g (Ali-Mohamed dan Khamis, 2004). Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan, variasi data kadar abu tepung biji kurma adalah 1,13 – 1,26 % (b.k). Setelah dilakukan analisis ragam kadar abu (Lampiran 16), hasil analisis ragam menyatakan bahwa tidak ada pengaruh nyata faktor kemasan, faktor lama penyimpanan, dan interaksi antar faktor terhadap kadar abu. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa tidak ada pengaruh jenis kemasan, baik kemasan plastik PE (K1), karung tenun plastik (K2), maupun karung kain belacu (K3) terhadap perubahan kadar abu dan tidak ada pengaruh lama penyimpanan, baik penyimpanan awal (M0), penyimpanan 14 hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan 28 hari (M3), penyimpanan 48 hari (M4), maupun penyimpanan 56 hari (M5) terhadap perubahan kadar abu. Kadar abu tepung biji kurma selama penyimpanan delapan minggu tidak ada perubahan, baik yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu. 4.3.3. Kadar Protein Protein merupakan salah satu komponen bahan pangan yang dibutuhkan oleh tubuh. Kadar protein pada tepung, selain untuk meningkatkan nilai gizi produk pangan, juga berperan di dalam pembentukan adonan yang baik dan pembentukan crust (menjadi keras) pada proses pembakaran adonan (Kusfriyadi, 2004). Dari hasil analisis awal diperoleh nilai rata-rata kadar protein basis kering tepung biji kurma adalah 5,03%. Nilai kadar protein ini cukup rendah bila dibandingkan dengan standar mutu tepung terigu. Oleh karena itu, tepung biji kurma ini lebih tepat jika diaplikasikan untuk produk kue kering, biskuit, atau produk kue yang tidak memerlukan fermentasi. Tepung biji kurma diduga mengandung seluruh asam amino esensial. Hal ini dikarenakan, menurut Al-Hooti et al. (1998), biji kurma mengandung seluruh asam amino esensial, yaitu isoleusin, leusin, metionin, fenilalanin, treonin, valin, lisin, histidin, dan arginin. Asam amino esensial yang paling banyak terkandung adalah arginin (6,6 - 8,3 g/100 g protein) dan leusin (7,8 - 8,6 g/100 g protein). Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan, variasi data pengamatan kadar protein tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 4,84 – 5,23% (b.k). Setelah dilakukan analisis ragam kadar protein (Lampiran 17), analisis ragam tersebut menyatakan bahwa tidak ada pengaruh nyata pada perlakuan, baik terhadap faktor kemasan, maupun faktor lama penyimpanan, serta juga tidak ada pengaruh nyata pada interaksi antar faktor terhadap kadar protein. Hal ini menyatakan bahwa jenis kemasan, baik kemasan plastik PE (K1), kemasan karung tenun plastik (K2), maupun kemasan karung kain belacu (K3) tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan kadar protein tepung biji kurma. Begitu juga dengan faktor lama penyimanan, baik penyimpanan awal (M0), penyimpanan 14 hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan 28 hari (M3), penyimpanan 48 hari (M4), maupun penyimpanan 56 hari (M5) tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan kadar protein tepung biji kurma. Selama penyimpanan delapan minggu, kadar protein tepung biji kurma tidak mengalami perubahan atau tetap, baik yang dikemas dengan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu. Kadar protein dalam suatu bahan pangan dapat mengalami penurunan selama penyimpanan. Menurut Suharyono et al. (2009), selama penyimpanan penurunan kadar protein dalam suatu bahan dapat disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yang dapat memecah protein menjadi senyawasenyawa polipeptida yang lebih sederhana, asam amino, dan senyawa volatil. Setelah melihat hasil
22
pengamatan, dapat disimpulkan bahwa kadar protein tepung biji kurma selama penyimpanan delapan minggu masih baik mutunya, karena tidak terjadi penurunan, baik baik yang dikemas dengan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu. 4.3.4. Kadar Lemak Lemak merupakan polimer yang tersusun dari unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Lemak memiliki struktur dasar triester dan gliserol yang dinamakan trigliserida (Hart, 1990). Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk kesehatan tubuh dan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Menurut Kusfriyadi (2004), minyak atau lemak nabati mengandung asam-asam lemak esensial, seperti asam linoleat dan linolenat yang dapat mencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukkan kolesterol. Berdasarkan hasil pengamatan awal, diperoleh nilai rata-rata kadar lemak basis kering tepung biji kurma adalah 12,37%. Nilai kadar lemak ini cukup tinggi. Menurut Al-Shahib dan Marshall (2003), biji kurma mengandung asam lemak jenuh, yaitu capric, lauric, myristic, palmitic, stearic, margaric, arachidic, heneicosanoic, behenic, dan tricosanoic acid, serta asam lemak tak jenuh, yaitu palmitoleic, oleic, linoleic, dan linolenic acid. Kandungan asam lemak terbanyak adalah asam oleat, yaitu sebesar 41,1 – 58,8 g/100 g lemak. Selama penyimpanan 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan, variasi data kadar lemak tepung biji kurma adalah 11,09 – 13,49% (b.k). Setelah dilakukan analisis ragam kadar lemak (Lampiran 18), dinyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang nyata dari faktor kemasan dan interaksi antar faktor, tetapi terdapat pengaruh yang nyata (α = 0,05) pada faktor lama penyimpanan terhadap kadar lemak. Dapat dikatakan bahwa jenis kemasan, baik kemasan plastik PE (K1), karung tenun plastik (K2), maupun karung kain belacu (K3) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan kadar lemak, sedangkan pada faktor lama penyimpanan, sedikitnya ada satu taraf yang berpengaruh terhadap perubahan kadar lemak. Setelah dilakukan uji lanjut Duncan (α = 0,05) terhadap faktor lama penyimpanan (Lampiran 18), dinyatakan bahwa lama penyimpanan 28 hari (M3) berbeda nyata terhadap lama penyimpanan lainnya, sedangkan lama penyimanan lainnya tidak berbeda nyata. Grafik perubahan kadar lemak selama penyimpanan delapan minggu dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Kadar Lemak (% b.k)
14,0 13,5 13,0 12,5 12,0 11,5 11,0 10,5 0
7
14
21
28
35
42
49
56
Lama Penyimpanan (Hari) Plastik PE
Karung Tenun Plastik
Karung Kain Belacu
Gambar 4.4. Grafik perubahan kadar lemak tepung biji kurma dengan berbagai jenis kemasan
23
Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa selama penyimpanan 56 hari kadar lemak tetap, akan tetapi sempat terjadi kenaikan pada lama penyimpanan 28 hari. Selama penyimpanan, seharusnya kadar lemak mengalami penurunan. Sesuai dengan pernyataan Suharyono et al. (2009), yaitu selama penyimpanan, kadar lemak dapat mengalami penurunan karena terjadi kerusakan lemak yang disebabkan oleh reaksi hidrolisis, enzim, dan mikroba. Reaksi hidrolisa terjadi, karena terdapat sejumlah air pada bahan sehingga mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik. Enzim yang terdapat dalam bahan pangan yang mengandung lemak yang tergolong lipase mampu menghidrolisa lemak netral sehingga mengasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Adanya lemak dalam bahan pangan memberi kesempatan bagi mikroba lipolitik untuk tumbuh secara dominan sehingga mengakibatkan kerusakan lemak oleh mikroba dan menghasilkan zat-zat yang disebut asam lemak bebas dan keton. Setelah melihat hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa kadar lemak tepung biji kurma selama penyimpanan delapan minggu ini belum mengalami penurunan mutunya sehingga dapat dikatakan bahwa kadar lemak tepung selama penyimanan masih tetap mutunya, baik yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu. 4.3.5. Kadar Serat Kasar Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau pertanian setelah diperlakukan dengan asam alkali atau alkali mendidih dan terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin (Fardiaz et al., 1986). Menurut Muchtadi (2000), istilah serat kasar (crude fiber) dibedakan dengan serat pangan (dietary fiber). Serat kasar didefinisikan sebagai bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahanbahan kimia tertentu, seperti asam sulfat dan amonium hidroksida, sedangkan serat pangan didefinisikan sebagai bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Berdasarkan hasil analisis awal, diperoleh nilai rata-rata kadar serat kasar (crude fiber) basis kering tepung biji kurma adalah 12,74%. Menurut Muchtadi (2000), nilai kadar serat kasar pada bahan pangan selalu lebih rendah dari nilai kadar serat pangan (dietary fiber). Hal ini dikarenakan asam sulfat dan natrium hidroksida mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk menghidrolisis komponen-komponen pangan dibandingkan dengan enzim-enzim pencernaan. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa nilai serat pangan (dietary fiber) tepung biji kurma cukup tinggi, yaitu lebih dari 12,74%. Mengkonsumsi serat tinggi maka akan lebih banyak asam empedu, sterol, dan lemak yang dikeluarkan bersama feses, selain itu serat dapat mencegah terjadinya penyerapan kembali asam empedu, kolesterol, dan lemak (Winarno, 1997). Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan, variasi data kadar serat kasar tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 10,67 – 13,82% (b.k). Berdasarkan analisis ragam kadar serat kasar (Lampiran 19), tidak terdapat pengaruh nyata pada faktor kemasan dan interaksi antar faktor, tetapi faktor lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (α = 0,01) terhadap kadar serat kasar. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa jenis kemasan, baik kemasan plastik PE (K1), karung tenun plastik (K2), maupun karung kain belacu (K3) tidak mempengaruhi perubahan kadar serat kasar, sedangkan pada faktor lama penyimpanan sedikitnya ada satu taraf yang berpengaruh terhadap perubahan kadar serat kasar. Setelah dilakukan uji pembanding berganda Duncan (α = 0,01) terhadap faktor lama penyimpanan (Lampiran 19), dinyatakan bahwa awal penyimpanan (M0), penyimpanan 14 hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), dan penyimpanan 42 hari (M4) tidak berbeda nyata sehingga dapat dikatakan bahwa pada penyimpanan tersebut nilai kadar serat kasar adalah tetap atau sama seperti penyimpanan awal, sedangkan pada penyimpanan 28 hari (M3) dan penyimpanan 56 hari (M5) masing-masing memiliki beda nyata terhadap penyimpanan awal (M0). Grafik perubahan kadar serat kasar dapat dilihat pada Gambar 4.5.
24
Kadar Serat Kasar (% b.k)
15 14 13 12 11 10 9 0 Plastik PE
7
14
21
28
35
42
49
56
Lama Penyimpanan (Hari) Karung Tenun Plastik Karung Kain Belacu
Gambar 4.5. Grafik perubahan kadar serat kasar tepung biji kurma dengan berbagai jenis kemasan Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan kadar serat kasar mengalami kenaikan pada penyimpanan 28 hari dan kembali tetap pada penyimpanan 42 hari, lalu kembali naik pada penyimpanan 56 hari. Namun, secara keseluruham, kadar serat kasar tidak mengalami penurunan yang berarti. Olah karena itu, dapat disimpulkan bahwa selama penyimpanan delapan minggu kadar serat kasar tepung biji kurma adalah tetap, tidak mengalami penurunan mutunya, baik tepung yang dikemas dengan kemasan plastik PE, kemasan karung tenun plastik, maupun kemasan karung kain belacu. 4.3.6. Kadar Karbohidrat Karbohidrat adalah hasil alam yang melakukan banyak fungsi penting dalam tanaman maupun hewan. Melalui fotosintesa, tanaman merubah karbon dioksida menjadi karbohidrat, yaitu dalam bentuk selulosa, pati, dan gula-gula (Hart, 1990). Pada umumnya, produk tepung merupakan sumber karbohidrat. Berdasarkan hasil analisis awal, diperoleh nilai rata-rata kadar karbohidrat basis basah tepung biji kurma adalah 68,64%. Kadar karbohidrat tersebut cukup tinggi sehingga cukup berpotensi sebagai sumber karbohidrat. Karbohidrat dalam tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula-gula sederhana, pentosa, dextrin, selulosa, dan pati. Namun, karbohidrat yang dimaksudkan dalam analisis ini adalah semua senyawa karbohidrat, kecuali selulosa. Hal ini dikarenakan dalam perhitungan karbohidratnya menggunakan rumus by difference yang ditambah faktor pengurangannya, yaitu faktor kadar serat kasar. Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan, variasi data kadar karbohidrat tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 67,07 – 71,66% (b.k). Setelah dilakukan analisis ragam kadar karbohidrat (Lampiran 20), dinyatakan bahwa faktor kemasan dan interaksi antar faktor tidak terdapat pengaruh nyata, sedangkan faktor lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (α = 0,01) terhadap kadar karbohidrat. Dapat dikatakan bahwa faktor kemasan, baik kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan kadar karbohidrat, sedangkan pada faktor lama penyimpanan sedikitnya ada satu taraf yang memberikan pengaruh terhadap perubahan kadar karbohidrat. Setelah dilakukan uji pembanding berganda Duncan (α = 0,01) terhadap faktor lama penyimpanan (Lampiran 20), dinyatakan bahwa penyimpanan awal (M0), penyimanan 14 hari (M1), penyimpanan 28 hari (M3), penyimpanan 42 hari (M4), dan penyimpanan 56 hari (M5) tidak berbeda nyata sehingga dapat dikatakan perubahan kadar karbohidratnya adalah tetap atau cenderung sama dengan penyimpanan awal, sedangkan penyimpanan 21 hari (M2) berbeda nyata dengan awal penyimpanan (M0). Grafik perubahan kadar karbohidrat tepung biji kurma dapat dilihat pada Gambar 4.6.
25
Kadar Karbohidrat (% b.k)
72 71 70 69 68 67 66 65 0
7
14
21
28
35
42
49
56
Lama Penyimpanan (Hari) Plastik PE
Karung Tenun Plastik
Karung Kain Belacu
Gambar 4.6. Grafik perubahan kadar karbohidrat tepung biji kurma dengan berbagai jenis kemasan Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa selama penyimpanan 14 hari kadar karbohidrat tetap, akan tetapi sempat terjadi kenaikan pada lama penyimpanan 21 hari, lalu kembali turun dan tetap sampai penyimpanan 56 hari. Namun, secara keseluruhan, selama penyimpanan delapan minggu kadar karbohidrat tidak mengalami penurunan yang berarti. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa selama penyimpanan delapan minggu mutu kadar karbohidrat tepung biji kurma tidak mengalami penurunan atau masih cukup baik, baik tepung yang dikemas dengan kemasan plastik PE, kemasan karung tenun plastik, maupun kemasan karung kain belacu. 4.3.7. Kadar Pati Pada umumnya karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi monosakarida, disakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Pati merupakan salah satu polisakarida yang berfungsi sebagai sumber energi. Pati terdiri dari dua polimer molekul glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin. Berdasarkan hasil analisis sifat kimia awal, diperoleh nilai rata-rata kadar pati basis kering tepung biji kurma adalah 37,63%. Kadar pati ini diperoleh dengan metode luff schoorl. Prinsip metode ini adalah gula sederhana dapat mereduksi garam cupri yang terdapat dalam pereaksi luff schoorl. Apabila kadar pati tepung ini dibandingkan dengan standar mutu tepung terigu dan tepung sagu, kadar pati ini belum memenuhi standar mutu kadar pati tepung terigu dan tepung sagu dengan standar masing-masing tepung adalah minimal 75% dan minimal 65%. Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan, variasi data kadar pati tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 35,35 – 40,19% (b.k). Setelah dilakukan analisis ragam kadar pati (Lampiran 21), dinyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh nyata pada faktor pengemasan, faktor lama penyimpanan, serta interaksi antar faktor terhadap kadar pati. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa faktor kemasan, baik kemasan plastik PE (K1), kemasan karung tenun plastik (K2), dan kemasan karung kain belacu (K3) tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan kadar pati tepung biji kurma dan faktor lama penyimpanan, baik penyimpanan awal (M0), penyimpanan 14 hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan 28 hari (M3), penyimpanan 48 hari (M4), maupun penyimpanan 56 hari (M5) juga tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan kadar pati tepung biji kurma. Selama penyimpanan delapan minggu, kadar pati tepung biji kurma tidak mengalami perubahan atau tetap, baik tepung yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu.
26
Kadar pati suatu bahan pangan dapat mengalami penurunan mutu yang disebabkan besarnya kadar air suatu bahan pangan tersebut. Kadar air yang besar yang terkandung pada suatu bahan pangan dapat memicu kegiatan enzim amilase untuk menghidrolisa pati dan walaupun dalam jumlah yang sedikit disebabkan oleh proses respirasi yang mengakibatkan penurunan kadar gula dalam bahan pangan (Sumarsono dan Nurhikmat, 2005). Jadi dapat disimpulkan bahwa kadar pati tepung biji kurma selama penyimpanan delapan minggu masih tetap mutunya karena tidak terjadi penurunan kadar pati, baik tepung yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu. 4.3.8. Total Asam Prinsip dasar pengukuran total asam tertitrasi adalah penetralan asam dalam bahan oleh basa (NaOH 0,1 N) melalui cara titrasi. Dari hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata total asam basis kering tepung biji kurma adalah 2,42 ml NaOH 0,1 N/100 g. Hasil ini telah memenuhi standar mutu tepung singkong, tepung sagu, dan tepung jagung. Total asam tertitrasi yang terukur tersebut merupakan semua jenis senyawa atau asam organik yang mengandung asam atau senyawa yang mengandung hidrogen dalam bentuk H+ dan berperan sebagai donor proton. Reaksi dasar dalam titrasi asam basa tersebut adalah H+ + OH- H2O. Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan, variasi data total asam tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 2,34 – 2,51 ml NaOH 0,1 N/100 g (b.k). Setelah dilakukan analisis ragam total asam (Lampiran 22), hasil analisis ragam menyatakan bahwa tidak ada pengaruh nyata faktor kemasan, faktor lama penyimpanan, dan interaksi antar faktor terhadap total asam. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa tidak ada pengaruh jenis kemasan, baik kemasan plastik PE (K1), karung tenun plastik (K2), maupun karung kain belacu (K3) terhadap perubahan total asam dan tidak ada pengaruh lama penyimpanan, baik penyimpanan awal (M0), penyimpanan 14 hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan 28 hari (M3), penyimpanan 48 hari (M4), maupun penyimpanan 56 hari (M5) terhadap perubahan total asam. Total asam tepung biji kurma selama penyimpanan delapan minggu tidak ada perubahan, baik yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu. Nilai total asam dalam suatu bahan dapat mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan aktivitas bakteri pemecah gula yang menghasilkan asam, seperti bakteri Bacillus, Clostridium, Acetobacter, dan Propionibacterium (Kumalaningsih dan Hidayat, 1995). Berdasarkan hasil pengamatan total asam pada tepung biji kurma ini, dapat dikatakan bahwa aktivitas bakteri tersebut belum terlihat atau tepung belum dicemari oleh bakteri-bakteri tersebut selama penyimpanan delapan minggu, karena perubahan total asam tepung biji kurma masih tetap setelah dilakukan pengamatan delapan minggu.
27
V. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan Nilai rendemen tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 31,32%. Hasil analisis beberapa sifat fisiko kimia tepung biji kurma yang dihasilkan diperoleh nilai derajat putih sebesar 53,83%, densitas kamba sebesar 0,43 g/ml, tidak terdapat cemaran serangga/kutu pada tepung, kadar air sebesar 7,52% (b.k), kadar abu sebesar 1,19% (b.k), kadar protein sebesar 5,03 % (b.k), kadar lemak sebesar 12,37% (b.k), kadar serat kasar sebesar 12,74% (b.k), kadar karbohidrat sebesar 68,64% (b.k), kadar pati sebesar 37,63% (b.k), dan nilai total asam sebesar 2,42 ml NaOH 0,1 N/100 g (b.k). Selama penyimpanan 56 hari, sifat fisik dari tepung biji kurma, seperti derajat putih, densitas kamba, dan cemaran serangga/kutu tidak mengalami perubahan fisik secara nyata, baik tepung yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu. Faktor kemasan dan faktor lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan sifat fisik tepung biji kurma. Pada sifat kimia tepung biji kurma, seperti kadar abu, kadar protein, kadar pati, dan total asam tidak menunjukkan adanya penurunan mutu, karena faktor kemasan dan lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter tersebut. Kadar lemak, kadar serat kasar, dan kadar karbohidrat terdapat pengaruh nyata dari faktor lama penyimpanan, akan tetapi belum menunjukkan adanya penurunan mutu sehingga dapat dikatakan bahwa selama penyimpanan delapan minggu parameter tersebut masih baik mutunya. Sifat kimia lain yang mengalami perubahan secara nyata adalah kadar air. Faktor kemasan, faktor lama penyimpanan, dan interaksi antar faktor berpengaruh nyata terhadap kadar air. Semakin lama penyimpanan tepung, maka kadar air semakin meningkat. Penggunana kemasan karung tenun plastik dan kemasan karung kain belacu cenderung meningkatkan nilai kadar air lebih tinggi dibandingkan penggunaan plastik PE. Dari hasil analisis perubahan mutu tepung biji kurma, dapat dikatakan bahwa tepung biji kurma yang telah disimpan selama delapan minggu atau 56 hari ternyata masih dalam kondisi baik dan masih layak untuk digunakan sebagai bahan baku, baik tepung yang dikemasan dengan kemasan plastik PE, kemasan karung plastik, maupun kemasan karung kain. Namun, kemasan tepung yang paling baik untuk dijadikan kemasan simpan adalah kemasan plastik PE. Hal tersebut dikarenakan plastik PE cenderung lebih bisa menjaga kenaikan kadar air sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menurunkan mutu tepung biji kurma.
5.2. Saran Dari penelitian yang sudah dilakukan, beberapa saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan jenis kemasan lainnya. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai umur simpan produk tepung biji kurma agar dapat diketahui secara pasti maksimum lama penyimpanan atau masa kadaluarsa. 3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang mengarah pada aplikasi penggunaan tepung biji kurma terhadap produk panganan dan pengujian organoleptik produk.
28
DAFTAR PUSTAKA
Almana HA dan Mahmoud RM. 1994. Palm date seeds as an alternative source of dietary fibre in Saudi bread. Ecology of Food and Nutrition 32: 261 – 270. Al-Farsi MA dan Lee CY. 2008. Nutritional and functional properties of dates: a review. Critical Reviews in Food Science and Nutrition48(10): 877 - 887. Al-Hooti S, Sidhu JS, dan Qabazard H. 1995. Studies on the physico-chemical characteristics of date fruits of five UAE cultivars at different stages of maturity. Arab Gulf Journalof Sciences Research 13: 553 – 569. Al-Hooti S, Sidhu JS, dan Qabazard H. 1998. Chemical composition of seed of date fruit cultivars of United Arab Emirates. Journal Food Science Technology 35: 44 – 46. Al-Shahib W dan Marshall RJ. 2003. The fruit of the date palm: its possible use as the best food for the future. International Journal of Food Sciences and Nutrition 54 (4): 247 – 259. Ali-Mohamed AY dan Khamis AS. 2004. Mineral ion content of the seeds of six cultivars of Bahraini date palm (Phoenix dactylifera). Journal of Agricultural and Food Chemistry 52: 6522 – 6525. Amy. 2010. Mengenal Si Kutu Terigu. http://bakingnfood.wordpress.com/2010/06/20/mengenal-sikutu-terigu. [6 Juni 2011] Ardekani MRS, Khanavi M, Hajimahmoodi M, Jahangiri M, dan Hajimahmoodi A. 2010. Comparison of antioxidant activity and total phenol contens of some date seed varieties from Iran. Iranian Journal of Pharmaceutical Research 9 (2): 141 – 146. AOAC. 1980. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Washington, D.C.: AOAC Int. AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Washington, D.C.: AOAC Int. AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Washington, D.C.: AOAC Int. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Washington, D.C.: AOAC Int. Bouaziz MA, Amara WB, Attia H, Blecker C, dan Besbes S. 2010. Effect of the addition of defatted date seeds on wheat dough performance and bread quality. Journal of Texture Studies 41 (4): 511 – 531. BPS. 2006. Data Impor Utama Buah-Buahan. Jakarta: Badan Pusat Statistik. BPPIS. 1989. Pembuatan Prototipe Alat Uji Derajat Putih Tepung Tapioka. Surabaya: Badan Penelitian Pengembangan Industri. BSN. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman (SNI 01-2891-1992). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. BSN. 1996. Tepung Singkong (SNI 01-2997-1996). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. BSN. 1997. Tepung Jagung (SNI 01-3727-1995). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. BSN. 2008. Tepung Sagu (SNI 3729:2008). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. BSN. 2009. Tepung Beras (SNI 3549:2009). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
29
BSN. 2009. Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan (SNI 3751:2009). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Brooker DB, Bakker FW, Arkema, dan Hal CW. 1981. Drying Cereal Grains. West Port, Connecticut, USA: The AVI Publishing Co. Inc. Brown WE. 1992. Plastic in Food Packaging. New York: Marcel Dekker. Inc. Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, dan Wooton M. 1985. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh Purnomo H dan Adiono. Jakarta: UI Press. Damayanthi E dan Eddy SM. 1995. Teknologi Makanan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dwiari SR. 2008. Teknologi Pangan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Eskin NAM. 1971. Biochemistry of Food. New York: Academic Press. Fardiaz D, Apriyantono A, Budiyanto S, dan Pustitasari NL. 1986. Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Bogor: IPB, FATETA, Teknologi Pangan dan Gizi. Fardiaz S dan Winarno FG. 1989. Mikrobiologi Pangan. Bogor: IPB, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Fennema OR. 1996. Food Chemistry, Third Edition. New York Basel Hongkong: Marcel dekker, Inc. Gaspersz V. 1994. Metode Perancangan Percobaan. Bandung: CV. Armico. Hamada JS, Hashim IB, dan Sharif FA. 2002. Preliminary analysis and potential uses of date pits in foods. Food Chemistry 76: 135 – 137. Handayani HT. 2008. Studi Kemunduran Mutu Polong Panili Kering Selama Penyimpanan Pada Berbagai Macam Kemasan [skripsi]. Surakarta: Program Sarjana, Universitas Sebelas Maret. Hart H. 1990. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Diterjemahkan oleh Suminar. Jakarta: Erlangga. Hendrawan H. 2009. PP Woven Bags atau Karung Plastik. http://karung-plastik.com/index.php. [6 Juni 2011] Hussein F dan El-Zeid AA. 1975. Chemical composition of ‘Khalas’ dates grown in Saudi Arabia. Egypt Journal Horticultural 2: 209. Hudaya S dan Siti SD. 1983. Dasar-Dasar Pengawetan 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hutapea P. 2010. Pembuatan Tepung Biji Durian (Durio zibethinus Murr) dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur dan Uji Mutunya [skripsi]. Medan: Program Sarjana, Universitas Sumatera Utara. Hutching. J B. 1999. Food Colour and Appeareance. 2nd edition. Gaitersburg, Maryland: Aspen Publ. Inc. Imdad HP dan Nawangsih AA. 1999. Menyimpan Bahan Pangan. Jakarta: Penebar Swadaya. Khanavi M, Saghari Z, Mohammadirad A, Khademi R, Hadjiakhoondi A, dan Abdollahi M. 2009. Comparison of antioxidant activity and total phenols of some date varieties. DARU – Jaournal of Faculty of Pharmacy, Tehran university of Medical Sciences 17 (2): 104 – 108. Kumalaningsih S dan Hidayat N. 1995. Mikrobiologi Hasil Pertanian. Malang: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Kusfriyadi MK. 2004. Kajian Pemanfaatan Tepung Talipuk dari Biji Bunga Teratai Putih (Nymphae pubescens Willd) Sebagai Bahan Substitusi Dalam Pembuatan Biskuit [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
30
Muchtadi D. 2000. Sayuran, Sumber Serat dan Antioksidan : Mencegah Penyakit Degeneratif. Bogor: IPB. FATETA. Muchtadi TR. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor: IPB, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Muchtadi TR dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium IImu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: IPB, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Ping YC. 1994. Sulfites and Food. Taiwan: Food Industry and Devepment Taiwan Institute. Rahmadi A. 2010. Kurma. Samarinda: Food Technologist, Neuro-biologist, and Pharmacologist, University of Mulawarman. Sahari MA, Barzegar M, dan Radfar R. 2007. Effect of varieties on the composition of dates (Phoenix dactylifera L.) - Note. Food Science and Technology International 13: 269 – 275. Salunkhe DK. 1976. Storage, Processing, and Nutritional Quality of Fruits and Vegetable. Ohio, USA: CRC Press. Septianingrum E. 2008. Prakiraan Umur Simpan Tepung Gaplek yang Dikemas dalam Berbagai Jenis Kemasan Plastik Berdasarkan Kurva Isoterm Sorpsi Lembab [skripsi]. Surakarta: Program Sarjana, Universitas Sebelas Maret. Suharyono AS, Marina EK, dan Kurniadi M. 2009. Pengaruh Sinar Ultra Violet dan Lama Penyimpanan Terhadap Sifat Mikrobiologi dan Ketengikan Krem Santan Kelapa. Agritech 29 (3): 174 – 178. Sumarsono dan Nurhikmat A. 2005. Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Jenis Plastik Pengemas Terhadap Waktu Kadaluarsa Bahan Makanan Campuran untuk Anak Balita. Yogyakarta: Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia LIPI. Syarief R dan Irawati A. 1988. Pengetahuan Bahan Untuk Industri Pertanian. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa. Syarief R dan Santausa S. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Bogor: IPB, Pusat Antar Universitas, Rekayasa Proses Pangan. USDA. Plants Profil : Date Palm (Phoenix profile?symbol=PHDA4. [28 Januari 2011]
dactylifera).
http://plants.usda.gov/java/
Widya D. 2003. Proses Produksi dan Karakteristik Tepung Biji Mangga Jenis Arumanis (Mangifera indica L.) [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Winarno FG dan Fardiaz S. 1974. Teknologi Pangan. Bogor: Biro Penataran, Institut Pertanian Bogor. Winarno FG dan Jenie SLB. 1984. Kerusakan Bahan Pangan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Yusuf D. 1996. Studi Karakteristik Fisiko Kimia Tepung Biji Nangka (Artocorpus heterophyllus Lmk) serta Aplikasinya Sebagai Bahan Substitusi Tepung Terigu dalam Pembuatan Cookies dan BMC (Bahan Makanan Campuran) [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
31
LAMPIRAN
32
Lampiran 1. Prosedur Analisis 1.
Rendemen
Nilai rendemen adalah perbandingan massa antara produk akhir yang dihasilkan dengan massa bahan baku awal. Berikut perhitungan nilai rendemen.
× 100%
Rendemen
2.
Derajat Putih dengan Chromameter (modifikasi Hutching, 1999)
Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah sampel yang sudah tersedia dan selanjutnya dilakukan pengukuran pada skala nilai L, a, dan b. Nilai L menyatakan parameter kecerahan (lightness) yang mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 – 100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 – (-80) untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0 – 70 untuk kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 – (-70) untuk warna biru. Derajat putih (%) = 3.
√(
)
(
)
Densitas Kamba (Muchtadi dan Sugiyono, 1992)
Gelas ukur 100 ml ditimbang, kemudian sampel dimasukkan ke dalamnya sampai volumenya mencapai 100 ml. Pengisian diusahakan tepat tanda tera dan jangan dipadatkan. Gelas ukur berisi sampel ditimbang dan selisih berat menyatakan berat sampel per 100 ml. Densitas kamba dinyatakan dalam g/ml. 4.
Cemaran Serangga atau Kutu (SNI 01-2891-1992)
Pengujian dilakukan dengan cara mengamati secara visual bahan yang akan diuji. Bahan sebanyak kurang lebih 25 gram ditaruh diantar dua lempeng kaca. Lalu ditekan lempeng kaca tersebut hingga ketebalan bahan 2 – 5 mm diantara lempeng kaca. Selanjutnya dibiarkan selama 24 jam. Setelah 24 jam, amati permukaan kaca dengan kaca pembesar, apakah ada bekas jejak-jejak ulat, kutu, atau serangga lainnya. Selanjutnya dilihat apakah ada larva kepompong, kutu, serangga lainnya, dan potongan-potongannya dengan cara mengayak contoh. 5.
Kadar Air (AOAC, 1995)
Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Sebanyak 2 - 10 gram sampel ditimbang dalam cawan yang telah ditimbang dan diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan ke dalam oven bersuhu 105°C selama 5 jam, kemudian didinginkan ke dalam desikator dan ditimbang sampai bobotnya konstan. Kadar air (% b.b)
Kadar air (% b.k)
-
-
× 100% × 100%
33
6.
Kadar Abu (AOAC, 1995)
Sampel sebanyak 2 gram ditempatkan di dalam cawan porselin dan dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 600°C. Proses pengabuan dilakukan selama 6 jam. Kemudian sampel langsung dimasukkan ke dalam desikator untuk didinginkan kemudian ditimbang.
× 100%
Kadar abu (% b.b)
× Kadar abu (% b.b)
Kadar abu (% b.k)
7.
Kadar Protein (Metoda Semi Mikro Kjeldahl) (AOAC, 1990 dengan Modifikasi)
Sampel sebanyak 0,1 gram yang telah dihaluskan, dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml, kemudian ditambahkan dengan 2,5 ml H2SO4 pekat, 1 gram katalis (CuSO4 dan Na2SO4 dengan perbandingan 1 : 1,2), dan batu didih. Contoh dididihkan selama 1 – 1,5 jam atau cairan sampai bewarna jernih. Hasil destruksi ditambah dengan aquades sedikit demi sedikit sambil dimasukkan kedalam labu destilasi, penambahan aquades + ½ labu destilat. Selanjutnya ditambahkan 10 ml NaOH 40% dan indicator pp 3 tetes, kemudian ditutup dan dipanaskan. Hasil sulingan ditampung dalam erlenmeyer yang berisi asam borat yang ditambahkan indicator BTB (warna kuning). Destilat dihentikan setelah berubah menjadi warna hijau dengan volume + 15 ml. Ujung kondensor dibilas sedikit dengan air destilata dan biasanya ditampung di dalam erlenmeyer dan dititrasi dengan H2SO4 0,02 N sampai terjadi perubahan warna hijau menjadi ungu. Penetapan blangko dengan cara yang sama.
Kadar N (%)
(
)
Kadar Protein (% b.b) = Kadar N (%) Kadar Protein (% b.k)
× 100% × Faktor konversi (6,25) × Kadar protein (% b.b)
Keterangan: Y = ml H2SO4 titer untuk blanko Z = ml H2SO4 titer untuk sampel W = Bobot sampel (gram) N = Normalitas H2SO4 8.
Kadar Lemak (AOAC, 1995)
Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 105 – 110°C, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 3 – 5 g dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut (dietil eter atau heksana). Reflux dilakukan selama 5 jam (minimum) dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.
34
× 100%
Kadar lemak (% b.b)
Kadar lemak (% b.k)
9.
× Kadar lemak (% b.b)
Kadar Serat Kasar (AOAC, 1990)
Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 ml kemudian ditambahkan dengan 100 ml H2SO4 0,3 N dan didihkan di bawah pendingin balik (otoklaf) selama 30 menit. Setelah pendidihan ditambahkan 50 ml NaOH 1,5 N dan didihkan kembali selama 30 menit. Cairan di dalam labu erlenmeyer disaring dengan kertas saring yang telah diketahui bobotnya. Selanjutnya dicuci berturut-turut dengan 50 ml air panas dan 25 ml aseton/alkohol. Residu beserta kertas saring dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C selama 1 – 2 jam atau sampai bobotnya konstan, lalu ditimbang.
× 100%
Kadar serat kasar (% b.b)
Kadar serat kasar (% b.k)
× Kadar serat kasar (% b.b)
Keterangan: A = bobot residu dalam kertas saring yang telah dikeringkan (g) B = bobot kertas saring kosong (g) W = bobot sampel (g) 10. Kadar Karbohidrat (by difference) Kadar karbohidrat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut. Kadar karbohidrat = 100% - (% air + % abu + % lemak + % protein + % serat kasar) 11. Total Asam (AOAC, 1980) Sebanyak 10 gram tepung biji kurma dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan aquades hingga 100 ml. Selanjutnya diambil 25 ml dan ditambahkan phenolphtalein, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Total asam dihitung dengan rumus sebagai berikut. Total asam (ml NaOH 0,1 N/100 g)
Keterangan: Fp V (NaOH) N (NaOH) V (sampel)
( ( )
)
( (
) )
× 100
= faktor pengencer = volume titrasi NaOH = normalitas NaOH = volume sampel saat titrasi NaOH
35
12. Kadar Pati (AOAC, 1984) Tepung biji kurma sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, ditambahkan 200 ml larutan HCl 3% dan dipanaskan pada pendingin balik tegak (otoklaf bersuhu 105°C selama 15 menit). Setelah dingin dan dinetralkan dengan NaOH 40%. Larutan diencerkan sampai 250 ml di dalam labu takar. Sebanyak 10 ml larutan dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 25 ml larutan Luff Schoorldan beberapa batu didih. Larutan dipanaskan pada pendingin balik tegak. Pemanas diatur sehingga isi erlenmeyer mendidih dalam waktu kurang lebih 3 menit dan dipertahankan selama 10 menit. Kemudian didinginkan secara cepat pada air mengalir serta ditambahkan pada 20 ml KI 20% dan 25 ml H2SO4 25% secara perlahan. Setelah reaksi selesai dititrasi dengan larutan tiosulfat 0,1 N yang telah distandarisasi (a ml). Larutan kanji digunakan sebagai petunjuk. Blanko dibuat seperti diatas dan dititrasi (b ml). Kadar pati (% b.b)
Kadar pati (% b.k)
× 100% × Kadar pati (% b.b)
Keterangan: A = angka tabel Luff Schoorl, berdasar selisih ml titrasi (b – a) F = faktor pengencer Mg = bobot contoh (mg) 0,9 = perbandingan berat pati dan sakar penyusutan Penetapan Sakar Menurut Luff Schoorl 0,1 N Larutan Tiosulfat (ml)
Glukosa (mg)
0,1 N Larutan Tiosulfat (ml)
Glukosa (mg)
1
2,4
12
30,3
2
4,8
13
33
3
7,2
14
35,7
4
9,7
15
38,5
5
12,2
16
41,3
6
14,7
17
44,2
7
17,2
18
47,1
8
19,8
19
50
9
22,4
20
53
10
25
21
56
11
27,6
22
59,1
36
Lampiran 2. Tabel Analisis Derjat Putih
Sampel Tepung Awal K1M1 K1M2 K1M3 K1M4 K1M5 K2M1 K2M2 K2M3 K2M4 K2M5 K3M1 K3M2 K3M3 K3M4 K3M5
Nilai
Ulangan
Derajat Putih (%)
L
A
B
1
62,8200
25,3200
10,8310
53,7316
2
63,1000
25,2600
11,0520
53,9367
1
62,3300
24,8600
10,9190
53,5643
2
63,5000
25,9800
10,7760
53,9204
1
63,1000
25,7800
11,0520
53,6495
2
62,4200
24,9700
10,9350
53,5745
1
63,7700
24,2300
11,1650
55,0071
2
62,6700
25,8800
10,9770
53,2689
1
63,0500
24,0900
11,2120
54,4880
2
62,3900
25,8400
11,1020
53,0375
1
62,6800
25,1800
11,1510
53,6194
2
62,3200
24,4900
11,0040
53,7331
1
62,7800
25,3300
11,1700
53,6135
2
62,6300
24,5600
10,9710
53,9557
1
62,7200
25,2000
11,1600
53,6386
2
62,2000
24,5500
11,0690
53,5881
1
62,2000
25,2100
11,2410
53,1946
2
62,6700
25,5000
11,9720
53,2335
1
62,4500
25,1900
11,9190
53,2389
2
62,3300
25,2600
11,9190
53,1048
1
61,5900
25,9300
10,7920
52,4168
2
62,3300
25,6200
10,5750
53,2320
1
63,9900
25,6400
11,2050
54,3965
2
62,2000
25,9600
10,8970
52,8671
1
62,7200
25,2000
11,1600
53,6386
2
62,2000
25,5500
11,0690
53,0515
1
62,4000
25,5800
11,1040
53,1877
2
62,7400
25,2900
11,9900
53,3990
1
62,1400
25,4500
10,9190
53,0926
2
62,1000
25,8800
10,0520
53,0189
1
62,2300
25,2900
10,5580
53,3349
2
61,5700
26,3300
10,6150
52,2212
Keterangan: K1 = Kemasan Plastik PE K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik K3 = Kemasan Karung Kain Belacu
M1 M2 M3 M4 M5
Rata-rata 53,8342 53,7423 53,6120 54,1380 53,7628 53,6762 53,7846 53,6133 53,2140 53,1719 52,8244 53,6318 53,3450 53,2933 53,0557 52,7781
= Penyimpanan pada hari ke-14 = Penyimpanan pada hari ke-21 = Penyimpanan pada hari ke-28 = Penyimpanan pada hari ke-42 = Penyimpanan pada hari ke-56
37
Lampiran 3. Tabel Analisis Densitas Kamba
Sampel
Ulangan
Massa Sampel (g/100ml)
Densitas Kamba (g/ml)
Tepung Awal
1
43,5100
0,4351
2
42,0300
0,4203
1
42,7800
0,4278
2
43,0500
0,4305
1
43,4300
0,4343
2
43,4800
0,4348
1
43,6500
0,4365
2
43,3100
0,4331
1
42,4200
0,4242
2
43,5200
0,4352
1
43,5000
0,4350
2
42,0100
0,4201
1
43,5200
0,4352
2
42,3200
0,4232
1
43,8900
0,4389
2
43,9500
0,4395
1
42,9500
0,4295
2
44,5800
0,4458
1
43,9500
0,4395
2
43,0200
0,4302
1
43,3600
0,4336
2
43,3300
0,4333
1
42,1600
0,4216
2
43,0900
0,4309
1
43,4800
0,4348
2
43,8400
0,4384
1
43,8300
0,4383
2
43,0600
0,4306
1
43,3000
0,4330
2
43,6900
0,4369
1
43,5600
0,4356
2
43,4900
0,4349
K1M1 K1M2 K1M3 K1M4 K1M5 K2M1 K2M2 K2M3 K2M4 K2M5 K3M1 K3M2 K3M3 K3M4 K3M5
Keterangan: K1 = Kemasan Plastik PE K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik K3 = Kemasan Karung Kain Belacu
M1 M2 M3 M4 M5
Rata-rata 0,4277 0,4292 0,4346 0,4348 0,4297 0,4276 0,4292 0,4392 0,4377 0,4349 0,4335 0,4263 0,4366 0,4345 0,4350 0,4353
= Penyimpanan pada hari ke-14 = Penyimpanan pada hari ke-21 = Penyimpanan pada hari ke-28 = Penyimpanan pada hari ke-42 = Penyimpanan pada hari ke-56
38
Lampiran 4. Tabel Pengamatan Cemaran Serangga atau Kutu
Sampel
Ulangan
Hasil Pengamatan (ada/tidak ada)
Jenis Serangga
Tepung Awal
1
tidak ada
-
2
tidak ada
-
1
tidak ada
-
2
tidak ada
-
1
tidak ada
-
2
tidak ada
-
1
tidak ada
-
2
tidak ada
-
1
tidak ada
-
2
tidak ada
-
1
tidak ada
-
2
tidak ada
-
1
tidak ada
-
2
tidak ada
-
1
tidak ada
-
2
tidak ada
-
1
tidak ada
-
2
tidak ada
-
1
tidak ada
-
2
ada
Semut
1
tidak ada
-
2
tidak ada
-
1
tidak ada
-
2
tidak ada
-
1
tidak ada
-
2
tidak ada
-
1
tidak ada
-
2
tidak ada
-
1
tidak ada
-
2
tidak ada
-
1
tidak ada
-
2
tidak ada
-
K1M1 K1M2 K1M3 K1M4 K1M5 K2M1 K2M2 K2M3 K2M4 K2M5 K3M1 K3M2 K3M3 K3M4 K3M5
Keterangan: K1 = Kemasan Plastik PE K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik K3 = Kemasan Karung Kain Belacu
M1 M2 M3 M4 M5
Kesimpulan tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada Ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada
= Penyimpanan pada hari ke-14 = Penyimpanan pada hari ke-21 = Penyimpanan pada hari ke-28 = Penyimpanan pada hari ke-42 = Penyimpanan pada hari ke-56
39
Lampiran 5. Tabel Analisis Kadar Air
5,0281
Massa Cawan (g) 4,7773
Massa Sampel Kering (g) 4,6718
2
5,0983
4,5076
1
5,0763
2
Sampel
Ulangan
Massa Sampel (g)
Tepung Awal
1
K1M1 K1M2 K1M3 K1M4 K1M5 K2M1 K2M2 K2M3 K2M4 K2M5 K3M1 K3M2 K3M3 K3M4 K3M5
Kehilangan Massa (g)
Kadar Air (% b.k)
0,3563
7,6266
4,7456
0,3527
7,4321
4,5075
4,6834
0,3929
8,3892
5,0040
4,7784
4,6750
0,3290
7,0374
1
5,0981
4,5076
4,7179
0,3802
8,0587
2
5,0283
4,7730
4,6663
0,3620
7,7578
1
4,0304
5,6002
3,7316
0,2988
8,0073
2
4,0014
4,8068
3,7207
0,2807
7,5443
1
4,5181
5,6012
4,1718
0,3463
8,3010
2
4,4860
4,8088
4,1513
0,3347
8,0625
1
4,0000
5,6021
3,6913
0,3087
8,3629
2
4,0022
4,8073
3,6995
0,3027
8,1822
1
4,9987
5,5640
4,6092
0,3895
8,4505
2
4,6095
5,6085
4,2552
0,3543
8,3263
1
5,0223
5,5630
4,6138
0,4085
8,8539
2
5,0661
5,6073
4,6526
0,4135
8,8875
1
4,0014
4,5126
3,6444
0,3570
9,7959
2
4,0115
5,5629
3,6573
0,3542
9,6847
1
4,6233
4,5111
4,1901
0,4332
10,3387
2
4,4728
5,5728
4,0562
0,4166
10,2707
1
4,0019
4,5105
3,6212
0,3807
10,5131
2
4,0023
5,5729
3,6224
0,3799
10,4875
1
4,9239
5,5019
4,5312
0,3927
8,6666
2
4,8512
4,8046
4,4688
0,3824
8,5571
1
5,0118
5,4974
4,5949
0,4169
9,0731
2
4,9904
4,8030
4,5750
0,4154
9,0798
1
4,0076
5,4805
3,6460
0,3616
9,9177
2
4,0192
4,7797
3,6544
0,3648
9,9825
1
4,4728
5,4810
4,0493
0,4235
10,4586
2
4,6225
4,7798
4,1910
0,4315
10,2959
1
4,0115
5,4817
3,6201
0,3914
10,8119
3,6208
0,3875
10,7021
2
4,0083
4,7780
Keterangan: K1 = Kemasan Plastik PE K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik K3 = Kemasan Karung Kain Belacu
M1 M2 M3 M4 M5
Rata-rata (% b.k) 7,5294 7,7133 7,9082 7,7758 8,1818 8,2725 8,3884 8,8707 9,7403 10,3047 10,5003 8,6118 9,0764 9,9501 10,3772 10,7570
= Penyimpanan pada hari ke-14 = Penyimpanan pada hari ke-21 = Penyimpanan pada hari ke-28 = Penyimpanan pada hari ke-42 = Penyimpanan pada hari ke-56
40
Lampiran 6. Tabel Analisis Kadar Abu
Sampel
Ulangan
Massa Sampel (g)
Massa Cawan (g)
Massa Abu (g)
Kadar Abu (%bk)
Tepung Awal
1
2,0014
19,6997
0,0225
1,2089
2
2,0041
27,8570
0,0221
1,1858
1
2,0092
19,6999
0,0221
1,1847
2
2,0110
20,7570
0,0219
1,1730
1
2,0094
27,6750
0,0231
1,2405
2
2,0020
19,7008
0,0218
1,1750
1
2,0007
27,6754
0,0211
1,1366
2
2,0274
27,8571
0,0229
1,2173
1
2,0393
27,6742
0,0230
1,2201
2
2,0076
27,8578
0,0219
1,1801
1
2,0025
19,7004
0,0223
1,2057
2
2,0009
27,8564
0,0219
1,1851
1
2,0053
27,6732
0,0225
1,2161
2
2,0038
27,8555
0,0211
1,1413
1
2,0199
22,4661
0,0227
1,2235
2
2,0096
27,8563
0,0221
1,1973
1
2,0042
16,4465
0,0213
1,1663
2
2,0078
19,7006
0,0217
1,1861
1
2,0112
16,4463
0,0208
1,1408
2
2,0037
19,7000
0,0229
1,2606
1
2,0358
27,6755
0,0221
1,1996
2
2,0288
20,7570
0,0226
1,2309
1
2,0014
22,4626
0,0226
1,2265
2
2,0370
16,4440
0,0221
1,1784
1
2,0103
20,7577
0,0219
1,1883
2
2,0141
16,4482
0,0218
1,1806
1
2,0306
22,4667
0,0224
1,2129
2
2,0053
20,7579
0,0210
1,1514
1
2,0318
22,4670
0,0220
1,1951
2
2,0076
20,7572
0,0217
1,1931
1
2,0155
22,4651
0,0219
1,2035
2
2,0162
16,4453
0,0223
1,2250
K1M1 K1M2 K1M3 K1M4 K1M5 K2M1 K2M2 K2M3 K2M4 K2M5 K3M1 K3M2 K3M3 K3M4 K3M5
Keterangan: K1 = Kemasan Plastik PE K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik K3 = Kemasan Karung Kain Belacu
M1 M2 M3 M4 M5
Rata-rata (%bk) 1,1973 1,1788 1,2078 1,1770 1,2001 1,1954 1,1787 1,2104 1,1762 1,2007 1,2152 1,2024 1,1844 1,1822 1,1941 1,2142
= Penyimpanan pada hari ke-14 = Penyimpanan pada hari ke-21 = Penyimpanan pada hari ke-28 = Penyimpanan pada hari ke-42 = Penyimpanan pada hari ke-56
41
Lampiran 7. Tabel Analisis Kadar Protein
Sampel
Ulangan
Massa Bahan (g)
Tepung Awal
1
0,1008
Hasil Titrasi Larutan H2SO4 Terhadap Blanko (ml) 0,00
2
0,1014
0,00
1
0,1015
2
K1M1 K1M2 K1M3 K1M4 K1M5 K2M1 K2M2 K2M3 K2M4 K2M5 K3M1 K3M2 K3M3 K3M4 K3M5
Hasil Titrasi Larutan H2SO4 Terhadap Sampel (ml) 2,70
Nilai N Larutan H2SO4
Kadar Protein (% b.k)
0,0195
4,9144
2,85
0,0195
5,1568
0,00
2,40
0,0230
5,1255
0,1008
0,00
2,30
0,0230
4,9460
1
0,1098
0,00
2,45
0,0230
4,8457
2
0,1095
0,00
2,50
0,0230
4,9581
1
0,1055
0,00
2,45
0,0230
5,0370
2
0,1054
0,00
2,45
0,0230
5,0417
1
0,1041
0,00
1,85
0,0295
4,9625
2
0,1013
1,80
0,0295
4,9619
1
0,1023
0,00 0,00
1,90
0,0295
5,1907
2
0,1031
0,00
1,85
0,0295
5,0149
1
0,1016
0,00
2,40
0,0230
5,1527
2
0,1019
0,00
2,30
0,0230
4,9235
1
0,1072
0,00
2,50
0,0230
5,1097
2
0,1052
0,00
2,35
0,0230
4,8944
1
0,1042
0,00
2,40
0,0230
5,0868
2
0,1037
0,00
2,30
0,0230
4,8984
1
0,1044
0,00
1,90
0,0295
5,1818
2
0,1024
1,80
0,0295
5,0049
1
0,1035
0,00 0,00
1,90
0,0295
5,2361
2
0,1006
0,00
1,80
0,0295
5,1035
1
0,1039
0,00
2,40
0,0230
5,0490
2
0,1028
0,00
2,35
0,0230
4,9968
1
0,1028
0,00
2,30
0,0230
4,9114
2
0,1042
0,00
2,40
0,0230
5,0560
1
0,1102
0,00
2,60
0,0230
5,2206
2
0,1085
0,00
2,50
0,0230
5,0985
1
0,1061
0,00
1,90
0,0295
5,1021
2
0,1012
0,00
1,75
0,0295
4,9268
1
0,1018
1,85
0,0295
5,1955
2
0,1049
0,00 0,00
1,90
0,0295
5,1782
Keterangan: K1 = Kemasan Plastik PE K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik K3 = Kemasan Karung Kain Belacu
M1 M2 M3 M4 M5
Rata-rata (% b.k) 5,0356 5,0357 4,9019 5,0394 4,9622 5,1028 5,0381 5,0020 4,9926 5,0933 5,1698 5,0229 4,9837 5,1596 5,0145 5,1868
= Penyimpanan pada hari ke-14 = Penyimpanan pada hari ke-21 = Penyimpanan pada hari ke-28 = Penyimpanan pada hari ke-42 = Penyimpanan pada hari ke-56
42
Lampiran 8. Tabel Analisis Kadar Lemak
1
Massa Sampel (g) 3,0020
Massa Kertas Selongsong (g) 1,8256
Massa Sampel Hasil Ekstraksi (g) 2,6603
Massa Lemak yang Keluar (g) 0,3417
Kadar Lemak (% b.k) 12,2394
2
3,0025
1,8010
2,6533
0,3492
12,5060
1
3,0010
0,6314
2,6705
0,3305
11,8620
2
3,0025
0,7591
2,6440
0,3585
12,8605
1
3,0097
1,0276
2,6852
0,3245
11,6344
2
3,0057
0,6819
2,6784
0,3273
11,7504
1
3,0046
0,8018
2,6494
0,3552
12,7411
2
3,0072
0,8292
2,6412
0,3660
13,1171
1
3,0069
0,5925
2,6511
0,3558
12,8009
2
3,0047
0,8284
2,6832
0,3215
11,5753
1
3,0070
1,0018
2,6368
0,3702
13,3297
2
3,0038
1,0144
2,6797
0,3241
11,6822
1
3,0095
0,7097
2,6603
0,3492
12,5766
2
3,0044
0,6990
2,6478
0,3566
12,8649
1
3,0128
0,7010
2,6545
0,3583
12,9475
2
3,0154
0,9759
2,7081
0,3073
11,0950
1
3,0099
0,8080
2,6545
0,3554
12,9578
2
3,0007
0,8092
2,6398
0,3609
13,1987
1
3,0069
0,8654
2,6752
0,3317
12,1680
2
3,0132
0,8839
2,6743
0,3389
12,4062
1
3,0094
1,0040
2,6654
0,3440
12,6311
2
3,0138
1,0088
2,6608
0,3530
12,9427
1
3,0034
0,7831
2,6570
0,3464
12,5268
2
3,0038
0,7906
2,6749
0,3289
11,8924
1
3,0044
0,7649
2,6720
0,3324
12,0680
2
3,0137
0,7748
2,6867
0,3270
11,8353
1
3,0070
0,8374
2,6379
0,3691
13,4960
2
3,0028
0,8617
2,6446
0,3582
13,1158
1
3,0077
0,8622
2,6694
0,3383
12,4150
2
3,0178
0,7561
2,6631
0,3547
12,9733
1
3,0078
1,0091
2,6807
0,3271
12,0449
2,6651
0,3379
12,4625
Sampel
Ulangan
Tepung Awal K1M1 K1M2 K1M3 K1M4 K1M5 K2M1 K2M2 K2M3 K2M4 K2M5 K3M1 K3M2 K3M3 K3M4 K3M5
2
3,0030
0,9893
Keterangan: K1 = Kemasan Plastik PE K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik K3 = Kemasan Karung Kain Belacu
M1 M2 M3 M4 M5
Rata-rata (% b.k) 12,3727 12,3613 11,6924 12,9291 12,1881 12,5060 12,7207 12,0213 13,0782 12,2871 12,7869 12,2096 11,9516 13,3059 12,6941 12,2537
= Penyimpanan pada hari ke-14 = Penyimpanan pada hari ke-21 = Penyimpanan pada hari ke-28 = Penyimpanan pada hari ke-42 = Penyimpanan pada hari ke-56
43
Lampiran 9. Tabel Analisis Kadar Serat Kasar
Sampel
Ulangan
Massa Sampel (g)
Tepung Awal
1
1,0010
Massa Kertas Saring (g) 0,8076
2
1,0014
1
K1M1 K1M2 K1M3 K1M4 K1M5 K2M1 K2M2 K2M3 K2M4 K2M5 K3M1 K3M2 K3M3 K3M4 K3M5
0,1202
Kadar serat kasar (% b.k) 12,9121
0,8164
0,1172
12,5848
1,0040
0,8021
0,1054
11,3073
2
1,0021
0,8103
0,1104
11,8662
1
1,0079
1,0089
0,1096
11,7340
2
1,0087
0,9826
0,1108
11,8531
1
1,0078
1,0352
0,1293
13,8275
2
1,0002
1,0281
0,1182
12,7365
1
1,0064
1,0056
0,1107
11,8995
2
1,0308
0,9928
0,1116
11,7123
1
1,0044
0,8031
0,1201
12,9466
2
1,0482
0,7922
0,1244
12,8497
1
1,0062
0,7666
0,1102
11,8708
2
1,0045
0,7921
0,1045
11,2758
1
1,0047
1,0010
0,0995
10,7820
2
1,0086
0,9306
0,1031
11,1289
1
1,0086
1,0253
0,1231
13,3938
2
1,0062
1,0354
0,1205
13,1422
1
1,0257
0,9891
0,0993
10,6788
2
1,0434
0,9900
0,1138
12,0305
1
1,0154
0,7980
0,1230
13,3854
2
1,0076
0,7950
0,1166
12,7872
1
1,0031
0,7825
0,1119
12,1161
2
1,0010
0,8004
0,1003
10,8829
1
1,0076
0,9969
0,1046
11,3233
2
1,0060
1,0095
0,1111
12,0461
1
1,0682
1,0306
0,1265
13,0207
2
1,0362
1,0241
0,1152
12,2238
1
1,0568
0,9942
0,1165
12,1678
2
1,0049
0,9843
0,1059
11,6319
1
1,0403
0,8156
0,1268
13,4999
2
1,0060
0,8070
0,1159
12,7602
Keterangan: K1 = Kemasan Plastik PE K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik K3 = Kemasan Karung Kain Belacu
Massa Serat Kasar (g)
M1 M2 M3 M4 M5
Rata-rata (% b.k) 12,7485 11,5867 11,7936 13,2820 11,8059 12,8981 11,5733 10,9554 13,2680 11,3547 13,0863 11,4995 11,6847 12,6222 11,8999 13,1300
= Penyimpanan pada hari ke-14 = Penyimpanan pada hari ke-21 = Penyimpanan pada hari ke-28 = Penyimpanan pada hari ke-42 = Penyimpanan pada hari ke-56
44
Lampiran 10. Tabel Analisis Kadar Karbohidrat
1
Kadar Air (%) 7,0862
Kadar Abu (%) 1,1242
Kadar Protein (%) 4,5703
Kadar Lemak (%) 11,3824
Kadar Serat Kasar (%) 12,0080
Kadar Karbohidrat (% b.k) 68,6348
2
6,9180
1,1027
4,7957
11,6303
11,7036
68,6571
1
7,7399
1,0004
4,7586
11,0130
10,4980
70,0002
2
6,5747
0,9597
4,5920
11,9400
11,0169
69,9211
1
7,4577
1,1496
4,4906
10,7818
10,8741
70,4059
2
7,1993
1,0889
4,5947
10,8893
10,9844
70,4028
1
7,4137
1,0246
4,6736
11,8219
12,8299
67,0754
2
7,0150
0,9913
4,6780
12,1708
11,8176
68,2511
1
7,6647
1,0347
4,5872
11,8328
10,9996
69,1075
2
7,4610
1,0460
4,5866
10,6999
10,8265
70,7291
1
7,7175
1,1136
4,7941
12,3113
11,9574
67,2438
2
7,5633
1,0945
4,6317
10,7897
11,8680
69,3515
1
7,7920
1,0123
4,7539
11,6033
10,9521
69,2454
2
7,6863
1,0031
4,5424
11,8693
10,4032
69,9058
1
8,1337
1,1238
4,6933
11,8926
9,9035
69,9528
2
8,1621
1,0997
4,4956
10,1910
10,2221
71,6690
1
8,9219
0,9779
4,6353
11,8077
12,2050
67,4377
2
8,8296
0,9812
4,4636
12,0272
11,9758
67,7346
1
9,3699
1,0044
4,6977
11,0313
9,6812
70,8327
2
9,3141
1,0541
4,5374
11,2472
10,9067
69,4265
1
9,5130
1,1018
4,7385
11,4309
12,1135
67,5183
2
9,4920
1,1350
4,6185
11,7128
11,5721
67,9241
1
7,9754
1,1642
4,6487
11,5336
11,1554
68,9932
2
7,8826
1,1011
4,6006
10,9495
10,0200
71,0824
1
8,3184
1,0745
4,5027
11,0638
10,3811
70,5284
2
8,3240
1,0625
4,6353
10,8504
11,0437
69,9006
1
9,0229
0,9697
4,7482
12,2747
11,8424
67,2259
2
9,0764
0,9525
4,6371
11,9289
11,1175
68,4853
1
9,4683
1,0191
4,6224
11,2478
11,0238
69,1166
2
9,3348
1,0702
4,4636
11,7536
10,5384
69,3604
1
9,7569
1,1818
4,6909
10,8751
12,1888
67,9013
2
9,6674
1,1116
4,6753
11,2521
11,5209
68,4176
Sampel
Ulangan
Tepung Awal K1M1 K1M2 K1M3 K1M4 K1M5 K2M1 K2M2 K2M3 K2M4 K2M5 K3M1 K3M2 K3M3 K3M4 K3M5
Keterangan: K1 = Kemasan Plastik PE K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik K3 = Kemasan Karung Kain Belacu
M1 M2 M3 M4 M5
Ratarata (% b.k) 68,6459 69,9607 70,4044 67,6632 69,9183 68,2977 69,5756 70,8109 67,5862 70,1296 67,7212 70,0378 70,2145 67,8556 69,2385 68,1594
= Penyimpanan pada hari ke-14 = Penyimpanan pada hari ke-21 = Penyimpanan pada hari ke-28 = Penyimpanan pada hari ke-42 = Penyimpanan pada hari ke-56
45
Lampiran 11. Tabel Analisis Kadar Pati
Sampel
Ulangan
Massa Sampel (g)
Tepung Awal
1
1,0019
25
Titrasi Larutan Tiosulfat terhadap blanko (ml) 23,30
2
1,0004
25
23,30
16,80
15,95
38,5741
1
1,0094
25
23,40
17,30
14,95
35,8932
2
1,0075
25
23,40
17,40
14,70
35,3596
1
1,0077
25
24,40
18,10
15,45
37,2249
2
1,0082
25
24,40
17,90
15,45
37,2064
1
1,0230
25
25,10
18,50
16,20
38,4009
2
1,0439
25
25,10
18,60
15,95
37,0513
1
1,0138
25
24,60
18,30
15,45
37,0947
2
1,0096
25
24,60
18,50
14,95
36,0436
1
1,0153
25
25,30
18,80
15,95
38,2707
2
1,0256
25
25,30
18,90
15,70
37,2926
1
1,0074
25
23,40
17,00
15,70
38,0069
2
1,0075
25
23,40
17,20
15,20
36,7929
1
1,0072
25
24,40
17,90
15,95
38,7917
2
1,0031
25
24,40
18,40
14,70
35,8977
1
1,0156
25
25,10
18,70
15,70
38,1703
2
1,0284
25
25,10
18,50
16,20
38,8957
1
1,0380
25
24,60
18,30
15,45
36,9409
2
1,0435
25
24,60
18,10
15,95
37,9354
1
1,0302
25
25,30
18,70
16,20
39,0966
2
1,0350
25
25,30
18,80
15,95
38,3148
1
1,0084
25
23,40
17,10
15,45
37,4417
2
1,0044
25
23,40
16,90
15,95
38,8073
1
1,0065
25
24,40
18,00
15,70
38,2824
2
1,0048
25
24,40
18,30
14,95
36,5153
1
1,0098
25
25,10
18,80
15,45
37,8505
2
1,0370
25
25,10
18,50
16,20
38,6469
1
1,0008
25
24,60
18,50
14,95
37,0984
2
1,0019
25
24,60
18,30
15,45
38,2971
1
1,0355
25
25,30
18,50
16,70
40,1902
2
1,0377
25
25,30
18,80
15,95
38,3038
K1M1 K1M2 K1M3 K1M4 K1M5 K2M1 K2M2 K2M3 K2M4 K2M5 K3M1 K3M2 K3M3 K3M4 K3M5
FP
Keterangan: K1 = Kemasan Plastik PE K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik K3 = Kemasan Karung Kain Belacu
M1 M2 M3 M4 M5
Titrasi Larutan Tiosulfat terhadap sampel (ml) 17,10
mg Glukosa yang terpakai (Tabel Sakar) 15,20
36,7053
kadar pati (% b.k)
= Penyimpanan pada hari ke-14 = Penyimpanan pada hari ke-21 = Penyimpanan pada hari ke-28 = Penyimpanan pada hari ke-42 = Penyimpanan pada hari ke-56
46
Rata-rata (% b.k)
37,6397 35,6264 37,2157 37,7261 36,5692 37,7817 37,3999 37,3447 38,5330 37,4382 38,7057 38,1245 37,3989 38,2487 37,6978 39,2470
Lampiran 12. Tabel Analisis Total Asam
Sampel
Ulangan
Massa Sampel (g)
Tepung Awal
1
10,0554
Volume Titrasi larutan NaOH (ml) 1,35
2
10,0423
1,35
4,0
25,00
0,1050
2,4285
1
10,0378
1,35
4,0
25,00
0,1050
2,4336
25,00
0,1050
2,3520
K1M1 K1M2 K1M3 K1M4 K1M5 K2M1 K2M2 K2M3 K2M4 K2M5 K3M1 K3M2 K3M3 K3M4 K3M5
FP
Volume Sampel (ml)
Nilai N Larutan NaOH
4,0
25,00
0,1050
Total Asam (ml NaOH 0,1N/100g (bk)) 2,4253
2
10,0016
1,30
4,0
1
10,0009
1,30
4,0
25,00
0,1050
2,3565
2
10,0245
1,35
4,0
25,00
0,1050
2,4414
1
10,0342
1,35
4,0
25,00
0,1050
2,4360
2
10,0556
1,35
4,0
25,00
0,1050
2,4308
1
10,0434
1,30
4,0
25,00
0,1050
2,3525
2
10,0983
1,35
4,0
25,00
0,1050
2,4297
1
10,0023
1,30
4,0
25,00
0,1050
2,3641
25,00
0,1050
2,4526
2
10,0124
1,35
4,0
1
10,0841
1,30
4,0
25,00
0,1050
2,3475
2
10,0750
1,35
4,0
25,00
0,1050
2,4399
1
10,1367
1,35
4,0
25,00
0,1050
2,4359
2
10,0100
1,30
4,0
25,00
0,1050
2,3754
1
10,1506
1,35
4,0
25,00
0,1050
2,4520
2
10,1945
1,35
4,0
25,00
0,1050
2,4414
1
10,0134
1,30
4,0
25,00
0,1050
2,4058
25,00
0,1050
2,4040
2
10,0210
1,30
4,0
1
10,2013
1,35
4,0
25,00
0,1050
2,4567
2
10,0104
1,30
4,0
25,00
0,1050
2,4108
1
10,0665
1,35
4,0
25,00
0,1050
2,4470
2
10,0598
1,30
4,0
25,00
0,1050
2,3580
1
10,0798
1,30
4,0
25,00
0,1050
2,3634
2
10,1934
1,35
4,0
25,00
0,1050
2,4269
1
10,2912
1,40
4,0
25,00
0,1050
2,5129
25,00
0,1050
2,4772
2
10,0665
1,35
4,0
1
10,0589
1,30
4,0
25,00
0,1050
2,3965
2
10,0959
1,30
4,0
25,00
0,1050
2,3877
1
10,2850
1,35
4,0
25,00
0,1050
2,4424
2
10,0009
1,30
4,0
25,00
0,1050
2,4187
Keterangan: K1 = Kemasan Plastik PE K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik K3 = Kemasan Karung Kain Belacu
M1 M2 M3 M4 M5
Rata-rata (bk) 2,4269 2,3928 2,3989 2,4334 2,3911 2,4084 2,3937 2,4056 2,4467 2,4049 2,4338 2,4025 2,3951 2,4950 2,3921 2,4305
= Penyimpanan pada hari ke-14 = Penyimpanan pada hari ke-21 = Penyimpanan pada hari ke-28 = Penyimpanan pada hari ke-42 = Penyimpanan pada hari ke-56
47
Lampiran 13. Hasil Olah Data Uji Derajat Putih Daftar Analisis Ragam SK
Db
JK
KT
F-Hit
0,050
0,010
Keterangan
Total
35
9,997
0,286
Perlakuan
17
4,909
0,289
K
2
1,516
0,758
2,682
3,554
6,012
Tidak nyata
M
5
2,142
0,428
1,516
2,772
4,247
Tidak nyata
K*M
10
1,251
0,125
0,443
2,411
3,508
Tidak nyata
Error
18
5,087
0,283
Kesimpulan : Tidak ada pengaruh faktor kemasan (K), faktor lama penyimpanan (M), dan interaksi antar faktor (K*M) terhadap nilai derajat putih.
48
Lampiran 14. Hasil Olah Data Uji Densitas Kamba Daftar Analisis Ragam SK
Db
JK
KT
F-Hit
0,050
0,010
Keterangan
Total
35
0,00141
0,00004
Perlakuan
17
0,00057
0,00003
K
2
0,00006
0,00003
0,628
3,554
6,012
Tidak nyata
M
5
0,00042
0,00008
1,788
2,772
4,247
Tidak nyata
K*M
10
0,00009
0,00001
0,186
2,411
3,508
Tidak nyata
Error
18
0,00085
0,00005
Kesimpulan : Tidak ada pengaruh faktor kemasan (K), faktor lama penyimpanan (M), dan interaksi antar faktor (K*M) terhadap nilai densitas kamba.
49
Lampiran 15. Hasil Olah Data Uji Kadar Air Daftar Analisis Ragam SK
Db
JK
KT
F-Hit
0,050
0,010
Keterangan
Total
35
46,160
1,319
Perlakuan
17
44,948
2,644
K
2
15,974
7,987
118,608
3,555
6,013
**
M
5
23,074
4,615
68,529
2,773
4,248
**
10
5,900
0,590
8,761
2,412
3,508
**
Error 18 1,212 Keterangan: ** = Sangat nyata pada α = 0,01 * = Nyata pada α = 0,05
0,067
K*M
Uji Lanjut Duncan Terhadap Interaksi Faktor K dan M Kelompok Duncan (α=0,01)
Perlakuan
Rataan
K1M0
7,5293
A
K2M0
7,5293
A
K3M0
7,5293
A
K1M1
7,7133
A
B
K1M3
7,7758
A
B
K1M2
7,9082
A
B
K1M4
8,1817
A
B
K1M5
8,2725
A
B
K2M1
8,3884
K3M1
8,6118
K2M2
8,8707
K3M2
9,0764
K2M3
9,7403
F
K3M3
9,9501
F
K2M4
10,3047
F
K3M4
10,3772
F
K2M5
10,5003
K3M5
10,757
A
B
C
D
E
F
G
H
B C D E
G H
Uji Lanjut Duncan Terhadap Faktor K (Kemasan) Faktor K
Rataan
Kelompok Duncan (α=0,01) A
B
K1
7,8968
A
K2
9,2222
B
K3
9,3836
B
50
Uji Lanjut Duncan Terhadap Faktor M (Lama Penyimpanan) Kelompok Duncan (α=0,01)
Faktor M
Rataan
M0
7,5293
A
M1
8,2378
A
M2
8,6184
M3
9,1554
M4
9,6212
D
M5
9,8432
D
A
B
C
D
B B
C C
D
51
Lampiran 16. Hasil Olah Data Uji Kadar Abu Daftar Analisis Ragam SK
Db
JK
KT
F-Hit
0,050
0,010
Keterangan
Total
35
0,027
0,001
Perlakuan
17
0,006
0,000
K
2
0,000
0,000
0,039
3,555
6,013
Tidak nyata
M
5
0,003
0,001
0,572
2,773
4,248
Tidak nyata
K*M
10
0,002
0,000
0,172
2,412
3,508
Tidak nyata
Error
18
0,022
0,001
Kesimpulan : Tidak ada pengaruh faktor kemasan (K), faktor lama penyimpanan (M), dan interaksi antar faktor (K*M) terhadap nilai derajat putih.
52
Lampiran 17. Hasil Olah Data Uji Kadar Protein Daftar Analisis Ragam SK
Db
JK
KT
F-Hit
0,050
0,010
Keterangan
Total
35
0,437
0,012
Perlakuan
17
0,184
0,011
K
2
0,020
0,010
0,695
3,555
6,013
Tidak nyata
M
5
0,117
0,023
1,674
2,773
4,248
Tidak nyata
K*M
10
0,047
0,005
0,336
2,412
3,508
Tidak nyata
Error
18
0,252
0,014
Kesimpulan : Tidak ada pengaruh faktor kemasan (K), faktor lama penyimpanan (M), dan interaksi antar faktor (K*M) terhadap nilai kadar protein.
53
Lampiran 18. Hasil Olah Data Uji Kadar Lemak Daftar Analisis Ragam SK
Db
JK
KT
F-Hit
0,050
0,010
Total
35
10,857
0,310
Perlakuan
17
5,659
0,333
K
2
0,251
0,125
0,434
3,555
6,013
M
5
4,547
0,909
3,150
2,773
4,248
10
0,861
0,086
0,298
2,412
3,508
K*M
Error 18 5,198 Keterangan: ** = Sangat nyata pada α = 0,01 * = Nyata pada α = 0,05
Keterangan
*
0,289
Uji Lanjut Duncan Terhadap Faktor M (Lama Penyimpanan) Kelompok Duncan (α=0,05)
Faktor M
Rataan
M2
11,8884
A
M0
12,3727
A
M4
12,3897
A
M1
12,4305
A
M5
12,5155
A
M3
13,1044
A
B
B
54
Lampiran 19. Hasil Olah Data Uji Kadar Serat Kasar Daftar Analisis Ragam SK
Db
JK
KT
F-Hit
0,050
0,010
Total
35
23,386
0,668
Perlakuan
17
19,327
1,137
K
2
0,213
0,106
0,471
3,555
6,013
M
5
17,519
3,504
15,538
2,773
4,248
10
1,596
0,160
0,708
2,412
3,508
Error 18 4,059 Keterangan: ** = Sangat nyata pada α = 0,01 * = Nyata pada α = 0,05
0,225
K*M
Keterangan
**
Uji Lanjut Duncan Terhadap Faktor M (Lama Penyimpanan) Kelompok Duncan (α=0,01)
Faktor M
Rataan
M2
11,4779
A
M1
11,5531
A
M4
11,6868
A
M0
12,7484
A
M5
13,0381
M3
13,0574
A
B
C
B C
55
Lampiran 20. Hasil Olah Data Uji Kadar Karbohidrat Daftar Analisis Ragam SK
Db
JK
KT
Total
35
49,200
1,406
Perlakuan
F-Hit
0,050
0,010
17
38,827
2,284
K
2
0,091
0,046
0,079
3,555
6,013
M
5
36,904
7,381
12,809
2,773
4,248
10
1,832
0,183
0,318
2,412
3,508
K*M
Error 18 10,372 Keterangan: ** = Sangat nyata pada α = 0,01 * = Nyata pada α = 0,05
Keterangan
**
0,576
Uji Lanjut Duncan Terhadap Faktor M (Lama Penyimpanan) Kelompok Duncan (α=0,01)
Faktor M
Rataan
M3
67,7016
A
M5
68,05943
A
M0
68,6459
A
M4
69,7621
A
M1
69,858
A
M2
70,4765
A
B
B
56
Lampiran 21. Hasil Olah Data Uji Kadar Pati Daftar Analisis Ragam SK
Db
JK
KT
F-Hit
0,050
0,010
Keterangan
Total
35
40,149
1,147
Perlakuan
17
21,530
1,266
K
2
6,174
3,087
2,984
3,555
6,013
Tidak nyata
M
5
10,624
2,125
2,054
2,773
4,248
Tidak nyata
K*M
10
4,732
0,473
0,458
2,412
3,508
Tidak nyata
Error
18
18,619
1,034
Kesimpulan : Tidak ada pengaruh faktor kemasan (K), faktor lama penyimpanan (M), dan interaksi antar faktor (K*M) terhadap nilai kadar pati.
57
Lampiran 22. Hasil Olah Data Uji Total Asam Daftar Analisis Ragam SK
Db
JK
KT
F-Hit
0,050
0,010
Keterngan
Total
35
0,052
0,001
Perlakuan
17
0,024
0,001
K
2
0,001
0,001
0,457
3,555
6,013
Tidak nyata
M
5
0,018
0,004
2,330
2,773
4,248
Tidak nyata
K*M
10
0,004
0,000
0,258
2,412
3,508
Tidak nyata
Error
18
0,028
0,002
Kesimpulan : Tidak ada pengaruh faktor kemasan (K), faktor lama penyimpanan (M), dan interaksi antar faktor (K*M) terhadap nilai densitas kamba.
58