INDUKSI PERTUNASAN IN VITRO PADA JARINGAN PUCUK APIKAL TANAMAN KURMA (Phoenix dactylifera L.) cv. Barhee
HANINDYA WIDYAWATI
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Induksi Pertunasan In vitro Pada Jaringan Pucuk Apikal Tanaman Kurma (Phoenix dactylifera L.) cv. Barhee adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2015 Hanindya Widyawati NIM G34100097
ABSTRAK HANINDYA WIDYAWATI. Induksi Pertunasan In vitro Pada Jaringan Pucuk Apikal Tanaman Kurma (Phoenix dactylifera L.) cv. Barhee. Dibimbing oleh DIAH RATNADEWI dan ENCE DARMO JAYA SUPENA. Kurma (Phoenix dactylifera L.) memiliki potensi untuk dibudidayakan di Indonesia. Budidaya kurma secara komersial membutuhkan bibit tanaman dalam jumlah yang besar. Teknik kultur jaringan dapat diharapkan untuk memproduksi bibit tanaman kurma secara masal dalam waktu yang relatif singkat. Tujuan penelitian ini ialah mengetahui konsentrasi BAP (Benzyl amino purin) yang dapat menginduksi pertunasan pada eksplan kurma dan menentukan metode sterilisasi eksplan yang efektif untuk jaringan pucuk apikal tanaman kurma. Eksplan yang digunakan adalah pucuk apikal (1- 2 cm) yang dibelah empat secara vertikal. Tahap pertama ialah menentukan metode sterilisasi eksplan yang efektif dari tiga metode sterilisasi yang dicobakan. Tahap kedua ialah penanaman eksplan pada media Murashige dan Skoog dengan lima perlakuan sitokinin BAP (0, 1, 2, 4, 6 mg/L). Hasil penelitian menunjukkan media MS dengan BAP pada rentang konsentrasi 0 sampai 6 mg/L belum mampu menginduksi pertunasan pada jaringan tanaman kurma kultivar Barhee ini. Metode sterilisasi 3, yaitu menggunakan Dithane M-45 0.1%, Benlate 0.1%, Agrept 0.2%, Bayclin 20%, Bayclin 10%, dan etanol 70%, lebih baik dibandingkan metode sterilisasi lainnya. Kata kunci: Kurma, kultur jaringan, tunas
ABSTRACT HANINDYA WIDYAWATI. In vitro Shoot Induction on Explant of Date Palm (Phoenix dactylifera L.) cv. Barhee. Supervised by DIAH RATNADEWI and ENCE DARMO JAYA SUPENA. Date palm (Phoenix dactylifera L.) has the potential to be cultivated in Indonesia. Commercial cultivation of date palm requires large amounts of seed. Tissue culture techniques can be used as a solution to produce date palm seedling rapidly and efficiently. The purpose of this study was to determine the concentration of BAP (Benzyl Amino Purin) which may induce shoots on dates explant and determined the most effective method of sterilization of explants. The explant used was apical shoot (1- 2 cm) that was then quartered vertically. The first stage was to determine the effective method of sterilization of explants using three methods of sterilization. The second stage was the cultivation of explants on Murashige and Skoog media with five treatments of cytokinin BAP (0, 1, 2, 4, 6 mg/L). The results showed that MS medium with BAP in the concentrations ranged 0 to 6 mg/L had not been able to induce any new growth on the plant tissue of date palm cultivar Barhee. The sterilization method 3, which used 20% Bayclin, 10% Bayclin, 0.1% Agrept, 0.1% Dithane M-45, and 70% ethanol was better than the other sterilization methods. Keywords: Date palm, shoot, tissue culture
INDUKSI PERTUNASAN IN VITRO PADA JARINGAN PUCUK APIKAL TANAMAN KURMA (Phoenix dactylifera L.) cv. Barhee
HANINDYA WIDYAWATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 sampai September 2014 ini ialah Induksi Pertunasan In vitro Pada Jaringan Pucuk Apikal Tanaman Kurma (Phoenix dactylifera L.) cv. Barhee. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Diah Ratnadewi, DEA. dan Bapak Dr Ir Ence Darmo Jaya Supena, MSi. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan ilmu yang bermanfaat selama melaksanakan penelitian dan penulisan karya ilmiah. Terima kasih kepada Ibu Dr Nisa Rachmania Mubarik, MSi selaku penguji. Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua Ibu Ike dan Bapak Sukono tercinta, dan adik Haryo Satriaji, tante Wisye, tante Bery serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan, doa, semangat dan bantuannya selama melaksanakan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ucu, Ibu Dewi, Pak Asep, Pak Jaka selaku laboran yang telah banyak memberikan bantuan selama pengamatan di laboratorium, terima kasih kepada Yurika, Nita, Efah, Feni, Nurlatiefah, Ina, Catur Putri, Naili, Kak Cut, Kak Sasa, serta seluruh teman seperjuangan di Biologi 47 atas segala dukungan dan kebersamaan selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2015 Hanindya Widyawati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
BAHAN dan METODE
2
Waktu dan Tempat
2
Bahan dan Alat
2
Metode Sterilisasi Eksplan Kurma
3
Inisiasi dan Induksi Tunas Kurma
3
HASIL
4
Efektivitas Metode Sterilisasi
4
Tahap Induksi dan Inisiasi Tunas Kurma
4
PEMBAHASAN
6
SIMPULAN
7
DAFTAR PUSTAKA
8
LAMPIRAN
10
RIWAYAT HIDUP
12
DAFTAR TABEL 1 Perbandingan prosedur sterilisasi pada tiap metode sterilisasi 2 Perbandingan efektivitas metode sterilisasi eksplan kurma berdasarkan tingkat kontaminasi 3 Data kualitatif penampilan, pertumbuhan dan perkembangan kultur kurma pada 16 MST 4 Pengaruh perlakuan terhadap kondisi kultur kurma pada 16 MST
3 4 5 6
PENDAHULUAN Latar Belakang Kurma (Phoenix dactylifera L.) merupakan salah satu anggota keluarga Arecaceae yang memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan di Indonesia karena beriklim tropis dan selalu mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun. Tanaman ini memiliki peranan penting dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat di daerah kering dan semi-kering di dunia (Mahmoudi et al. 2008). Hampir setiap bagian dari kurma cv. Barhee memiliki manfaat kecuali bagian akar, buahnya dapat dikonsumsi karena kandungan karbohidrat sebesar 7080%, protein 1-3%, Vitamin A, Vitamin B1, dan Vitamin B2. Batang pohon kurma dapat digunakan sebagai bahan bangunan, daun dan tangkai daunnya dimanfaatkan sebagai sumber pulp selulosa, bijinya dapat diolah menjadi pakan ternak (Mahmoudi et al. 2008). Permintaan akan kurma semakin meningkat untuk konsumsi pangan bukan saja di bulan Ramadhan. Buah kurma menjadi mata dagang ekspor di pasaran internasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS 2013), total impor kurma di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 16.200 ton dengan nilai US$ 20 juta. Barhee merupakan kultivar unggulan yang banyak dicari di pasaran internasional, serta buahnya dapat dikonsumsi pada tahap semi-matang. Pada tahap ini, buahnya berwarna kuning keemasan dengan tekstur renyah dan rasa yang manis (Fki et al. 2011). Budidaya kurma secara komersial memerlukan bibit dalam jumlah yang besar. Perluasan budidaya tanaman kurma secara tradisional masih dibatasi oleh kemampuan tanaman untuk menghasilkan bibit baru dalam jumlah banyak, seragam, dan dalam waktu singkat. Teknik kultur jaringan dapat diharapkan untuk memproduksi bibit secara masal dalam waktu yang relatif singkat. Teknik kultur jaringan memerlukan bahan eksplan berupa bagian-bagian tanaman karena sel-sel tanaman memiliki sifat totipoten. Totipotensi merupakan kemampuan sel tumbuhan yang telah berdiferensiasi untuk menjadi sel embrionik kembali, kemudian berkembang menjadi tumbuhan baru yang lengkap (Salisbury dan Ross 1995). Bahan eksplan yang paling baik digunakan ialah yang memiliki sifat meristematik. Bahan tanaman kurma yang dapat dijadikan eksplan berupa tunas, batang muda, daun muda, dan bunga (Khan dan Bibi 2012). Perbanyakan tanaman secara in vitro diawali dengan memperoleh bahan tanaman aseptik yang akan digunakan untuk perbanyakan bibit. Oleh karena itu, diperlukan proses sterilisasi yang tepat untuk mematikan mikroorganisme yang terdapat pada eksplan sehingga tidak mengganggu pertumbuhan kultur. Penggunaan zat pengatur tumbuh dalam kultur jaringan tanaman sangat penting, yaitu untuk merangsang pertumbuhan tunas, akar, kalus, atau embriogenesis somatik. Penggunaan zat pengatur tumbuh di dalam kultur jaringan tergantung pada tujuan atau arah pertumbuhan tanaman yang diinginkan (Zaer dan Mapes 1982). Menurut Lestari (2011), penggunaan auksin dan sitokinin pada konsentrasi yang tepat, akan memacu organogenesis dalam pembentukan tunas. Benzyl Amino Purin (BAP) merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang biasa digunakan untuk memacu pembentukan tunas dengan daya aktivitas yang kuat
2 untuk mendorong proses pembelahan sel (George dan Sherrington 1984). Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui konsentrasi BAP yang tepat untuk menginduksi pertunasan pada kurma. Tisserat dan DeMason (1980) berhasil mengkulturkan tanaman kurma melalui kultur jaringan. Setelah itu teknik perbanyakan tanaman kurma melalui kultur jaringan semakin berkembang; keberhasilan didapat melalui teknik organogenesis (Sharma et al. 1980, Hegazy dan Aboshama 2010) dan embriogenesis somatik (Al-Khateeb 2008). Salah satu varietas kurma yang berhasil dikulturkan melalui organogenesis langsung adalah kultivar Barhee (Zaid dan Wet 2002). Zaid dan Wet (2002) melakukan induksi tunas kurma cv. Barhee menggunakan pucuk apikal yang ditanam dalam media MS (Murashige dan skoog) yang diberi BAP 2 mg/L dan 2,4-D 1 mg/L. Sharma et al. (1980) telah berhasil menumbuhkan tunas kurma melalui organogenesis langsung, dengan menggunakan eksplan pucuk apikal kurma cv. Khalas pada media MS yang dilengkapi NAA 1 mg/L, BAP 3 mg/L, dan 2-iP 3 mg/L. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi BAP yang dapat menginduksi pertunasan pada kurma cv. Barhee, dan mencari metode sterilisasi eksplan yang efektif agar dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan sterilisasi eksplan secara tepat untuk tanaman kurma.
BAHAN dan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2013 hingga September 2014 di Laboratorium Penelitian Kultur Jaringan Tanaman, Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan yaitu tanaman kurma cv. Barhee umur dua tahun (tanaman muda) dari Jonggol Farm, Bogor. Zat pengatur tumbuh yang digunakan berupa BAP (Benzyl Amino Purin) dan NAA (Naphtalene Acetic Acid). Media yang dipakai ialah Murashige dan Skoog (MS) dengan penambahan asam amino L-glutamin dan Adenin Sulfat (Lampiran 1). Bahan sterilisasi eksplan yang digunakan berupa larutan fungisida Dithane M-45 (bahan aktif Mankozeb 80%) dan Benlate (bahan aktif Benomyl 50%), larutan bakterisida (Agrept), etanol 70%, larutan Bayclin (bahan aktif NaOCl 5.25%), HgCl2, tween 80 serta akuades steril sebagai bahan pembilas. Bahan kimia lain yang digunakan berupa arang aktif. Alat yang digunakan antara lain autoklaf, timbangan, pH meter, laminar air flow cabinet (LAFC), serta alat-alat diseksi.
3 Metode Sterilisasi Eksplan Kurma Pada penelitian ini digunakan tiga macam metode sterilisasi yang tersaji dalam Tabel 1. Mula-mula batang tanaman sepanjang ± 5 cm dibuang pelepah daun dan akarnya, kemudian diisolasi bagian pucuk apikalnya, lalu dicuci dengan sabun dan dibilas dengan air keran. Bahan tanaman yang telah dibilas kemudian disterilisasi melalui berbagai tahap perendaman dalam bahan sterilan. Setiap perpindahan tahap, bahan tanaman dibilas tiga kali dengan akuades steril. Tabel 1 Perbandingan prosedur sterilisasi pada tiap metode sterilisasi Bahan Larutan fungisida (Dithane M-45) Campuran Larutan fungisida (Dithane M-45 dan Benlate) Larutan bakterisida (Agrept) Bayclin (NaOCl 5.25%)
Metode 1 0.2%, selama 2 jam
Metode 2 0.2%, selama 2 jam
-
-
0.2%, selama 2 jam
0.2%, selama 2 jam
20% dan tween 80 sebanyak 2 tetes, selama 20 menit
10% dan tween 80 sebanyak 2 tetes, selama 20 menit
HgCl2 Etanol
70%, selama 3 menit
0.1%, selama 5 menit 70%, selama 3 menit
Metode 3 Dithane M-45 0.1% dan Benlate 0.1%, selama 1 jam 0.2%, selama 1 jam 20% dan tween 80 sebanyak 2 tetes, selama 30 menit. 10% dan tween 80 sebanyak 2 tetes, selama 15 menit 70%, selama 3 menit
Potongan pucuk apikal yang telah disterilisasi, diisolasi bagian apikalnya (1 - 2 cm), dan dibelah empat secara vertikal. Tiap potongannya ditanam pada media ½ MS tanpa ZPT sebagai media transit. Masing-masing metode sterilisasi menggunakan 10 eksplan dengan 3 ulangan. Kultur diinkubasi selama dua minggu. Pengamatan efektivitas sterilisasi eksplan dilakukan setiap hari selama dua minggu. Parameter yang diamati meliputi jumlah eksplan terkontaminasi dan tidak terkontaminasi. Inisiasi dan Induksi Tunas Kurma Eksplan yang tidak terkontaminasi dari metode sterilisasi terbaik ditanam ke dalam media induksi yaitu, Media MS dengan lima perlakuan ZPT berupa BAP (0, 1, 2, 4, 6 mg/L) yang dilengkapi dengan NAA 1 mg/L, L-glutamin 200 mg/L, dan adenin sulfat 50 mg/L. Masing-masing perlakuan dibuat 9 ulangan (1 ekplan/botol), sesuai dengan bahan tanaman yang tersedia sehingga jumlah kultur yang digunakan 45 botol. Kultur dipelihara di ruang kultur dengan kondisi gelap dan suhu ruangan 25 ± 2oC. Pengamatan dilakukan selama 16 minggu. Parameter yang diamati meliputi perubahan warna kultur, jumlah kultur hidup, kultur mati, kultur terkontaminasi, waktu tumbuh tunas atau daun, jumlah tunas, dan jumlah daun.
4
HASIL Efektivitas Metode Sterilisasi Berdasarkan hasil pengamatan, metode sterilisasi 3 lebih baik daripada metode sterilisasi 1 dan 2 (Tabel 2). Metode sterilisasi 3 selanjutnya digunakan pada pekerjaan berikutnya. Perbedaan metode ini terletak pada prosedur sterilisasi, konsentrasi sterilan, dan waktu perendaman. Kontaminan pada eksplan berupa cendawan dan bakteri yang diduga berasal dari permukaan eksplan serta dalam jaringan tanaman itu sendiri (endofit). Tabel 2 Perbandingan efektivitas metode sterilisasi eksplan kurma berdasarkan tingkat kontaminasi Perlakuan Sterilisasi
Waktu Pengamatan (HST) 6 8 10 12
14
40 60
(%) 50 50
70 30
70 30
80 20
20 80
40 60
50 50
60 40
60 40
60 40
100
100
100
100
20 80
20 80
Hasil
2
4
Metode 1
Kontaminasi Tidak Terkontaminasi
100
100
Metode 2
Kontaminasi Tidak Terkontaminasi
100
Metode 3
Kontaminasi Tidak terkontaminasi
100
HST: Hari setelah tanam
Tahap Induksi dan Inisiasi Tunas Pengamatan terhadap kultur kurma dilakukan dengan mengamati pertumbuhan eksplan. Media MS dengan kombinasi antara NAA 1 mg/L, Lglutamin 200 mg/L, Adenin Sulfat 50 mg/L dan BAP pada rentang konsentrasi 0 sampai 6 mg/L yang digunakan belum mampu menginduksi kalus atau tunas langsung. Pertumbuhan yang terjadi hanya berupa tumbuhnya daun dari bakal daun yang ada (existing leaf primordia), sedangkan tunas langsung dan kalus tidak terbentuk. Pertumbuhan daun mulai terlihat pada 3 minggu setelah tanam (MST) pada perlakuan BAP 4 mg/L dan BAP 6 mg/L lalu menyusul BAP 1 mg/L dan BAP 2 mg/L pada 4 MST. Pertumbuhan ditandai dengan eksplan yang membengkak, bakal daun memanjang, melingkar dan menggulung, serta ukurannya bertambah dan membentuk daun (Tabel 3).
5 Tabel 3 Data kuantitatif dan kualitatif penampilan, pertumbuhan dan perkembangan kultur kurma pada 16 MST Waktu Pertumbuhan Pertumbuhan Awal Kalus & Tunas Daun Tumbuh Langsung Daun (MST) BAP 0 mg/L Tidak ada Tidak ada BAP 1 mg/L 4 Tidak ada Ada BAP 2 mg/L 4 Tidak ada Ada BAP 4 mg/L 3 Tidak ada Ada BAP 6 mg/L 3 Tidak ada Ada MST: minggu setelah tanam, - : tidak tumbuh daun Perlakuan
Rerata Jumlah Daun
0 2 3 2 2
Warna Daun
Putih Putih Putih Putih
Pertumbuhan daun terjadi pada semua perlakuan dengan BAP (1 - 6 mg/L), sedangkan tanpa BAP (0 mg/L) tidak didapati pertumbuhan daun (Gambar 1). Perlakuan BAP 4 mg/L dan 6 mg/L menumbuhkan daun tercepat pada 3 MST dibandingkan dengan perlakuan lainnya, namun pertumbuhan selanjutnya melambat. Pada BAP 2 mg/L jumlah daun yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 3).
Gambar 1 Pertumbuhan daun pada eksplan kurma pada berbagai konsentrasi BAP yang dicobakan (a) 0 mg/L (tidak tumbuh), (b) 1 mg/L, (c) 2 mg/L, (d) 4 mg/L, (e) 6 mg/L. Pengamatan pada umur 5 MST. Skala bar = 1 cm. Pada 16 MST kondisi kultur kurma yang diamati berdasarkan jumlah kultur hidup, kultur mati, dan kultur yang mengalami pencoklatan (browning). Kultur yang hidup berwarna putih, tidak ditumbuhi cendawan atau bakteri, dan tidak kisut (Tabel 4). Kultur yang mati karena kontaminasi oleh cendawan atau bakteri, dan
6 lama kelamaan terlihat membusuk. Kultur yang mengalami pencoklatan (browning), eksplan mencoklat mulai dari bagian ujung eksplan setelah pemotongan. Meskipun kultur ini mencoklat, masih terlihat pertumbuhan berupa respons bagian meristem apikal yang membesar namun pertumbuhannya lambat. Tabel 4 Pengaruh perlakuan terhadap kondisi kultur kurma pada 16 MST Perlakuan BAP 0 mg/L BAP 1 mg/L BAP 2 mg/L BAP 4 mg/L BAP 6 mg/L
Hidup 7 4 4 4 5
Mati 2 4 5 4 4
Mencoklat 1 1 -
Kultur Hidup (%) 77.8 44.4 44.4 44.4 55.6
Pada pengamatan minggu ke-16 persentase kultur hidup yang didapatkan melalui metode sterilisasi 3, berkisar antara 44.4% (BAP 1, 2, 4 mg/L) hingga 77.8% (BAP 0 mg/L) (Tabel 4). Pada BAP 0 mg/L kultur hidup, namun tidak ada pertumbuhan tunas langsung maupun daun. Hal ini diduga karena pemberian auksin, L-glutamin, adenin sulfat saja tanpa sitokinin tampaknya tidak mampu merangsang pertumbuhan tunas maupun daun.
PEMBAHASAN Bahan tanaman yang dijadikan eksplan harus dalam keadaan steril. Oleh karena itu, sterilisasi eksplan merupakan tahap terpenting dalam kultur jaringan tanaman terutama bila sumber eksplan berasal dari lapang. Sterilisasi bertujuan mematikan bakteri dan cendawan yang berada di permukaan. Setiap tanaman mempunyai respons spesifik terhadap bahan sterilan. Berdasarkan dosis bahan sterilisasi dan waktu perendaman eksplan, metode sterilisasi 3 lebih baik, karena menghasilkan kontaminasi yang rendah (20%) jika dibandingkan dengan metode sterilisasi 1 dan 2 yang menghasilkan kontaminasi tinggi (80% dan 60%). Metode sterilisasi 3 menghasilkan kontaminasi yang rendah karena penggunaan campuran 2 jenis larutan fungisida (Dithane M-45 0.1% dan Benlate 0.1%), serta Bayclin dengan dosis bertingkat (20% dan 10%). Dosis sterilan dan waktu perendaman eksplan bergantung pada dua hal, yaitu ukuran eksplan dan jenis tanaman seperti tanaman herba atau berkayu. Menurut Zulkarnain (2009) semakin besar ukuran eksplan, maka akan semakin besar peluang terkontaminasi baik secara internal maupun eksternal, tetapi kemungkinan keberhasilan proliferasi semakin besar. Aisyah dan Surachman (2011) menyatakan bahwa keberhasilan sterilisasi juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (musim hujan atau kemarau). Pengambilan bahan tanaman saat musim hujan menyebabkan tingkat kontaminasi yang tinggi karena terjadi kenaikan kelembapan tanah, dan kelebihan air cenderung mendukung pertumbuhan jamur atau bakteri secara cepat pada lingkungan tumbuh tempat pengambilan tanaman. Kontaminan yang muncul pada eksplan terdiri atas cendawan dan bakteri. Kontaminan yang berasal dari cendawan lebih banyak dan sangat merugikan eksplan hingga mengalami kematian. Kontaminasi oleh cendawan dicirikan dengan adanya hifa putih yang tumbuh pada media kultur dari eksplan. Kondisi media kultur yang lembab dan banyak mengandung nutrisi menyebabkan pertumbuhan
7 cendawan lebih cepat daripada pertumbuhan eksplannya. Cendawan yang menyerang eksplan lama-kelamaan menutupi eksplan, yang akhirnya menyebabkan kematian eksplan. Kontaminasi cendawan diduga berasal dari permukaan eksplan dan dalam jaringan tanaman itu sendiri (endofit). eksplan. Cendawan endofit adalah cendawan yang mengoloni jaringan tumbuhan sehat tanpa menimbulkan gejala penyakit (Ramdan et al. 2013). Cendawan endofit hidup dalam jaringan tumbuhan pada periode tertentu dan mampu membentuk koloni dalam jaringan tumbuhan. Cendawan endofit yang berasosiasi dengan tanaman kurma antara lain Bauveria bassiana, Lecanicillium dimorphum dan Lecanicillium c.f. psalliotae (Gomez et al. 2006). Kontaminasi bakteri pada kultur dicirikan dengan adanya lendir berwarna putih agak bening pada bagian pangkal eksplan hingga menyebar ke media tanam. Kontaminasi bakteri diduga berasal dari permukaan eksplan dan dalam jaringan tanaman itu sendiri (endofit). Bakteri endofit adalah bakteri yang hidup bersimbiosis mutualis dengan jaringan tanaman. Pada kultur in vitro, bakteri endofit bersifat merugikan karena dapat menghambat pertumbuhan eksplan (Malfanova 2013). Jika di dalam eksplan terdapat bakteri endofit, maka bakteri tersebut akan keluar ke media tumbuh dan bersaing dengan eksplan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Eksplan yang tidak dapat bersaing akan didominasi oleh pertumbuhan bakteri endofit hingga mengakibatkan kematian pada kultur. Keberadaan bakteri endofit menyebabkan eksplan tidak dapat dibersihkan dengan sterilisasi permukaan. Pemberian sterilan dan waktu perendaman pada penelitian ini tidak dapat mematikan bakteri yang berada di dalam jaringan eksplan, meskipun sampai telah menyebabkan klorosis pada eksplan. Media MS dengan BAP pada rentang konsentrasi 0 sampai 6 mg/L, yang dilengkapi dengan NAA 1 mg/L, L-glutamin 200 mg/L, dan adenin sulfat 50 mg/L belum mampu untuk menginduksi tunas langsung atau kalus pada kultur kurma. Induksi pertumbuhan daun ditandai dengan eksplan yang membengkak, bakal daun memanjang, melingkar dan menggulung, ukurannya bertambah dan membentuk daun. Hal ini diduga karena kombinasi dosis antara BAP, NAA, L-glutamin dan adenin sulfat belum tepat. Pada perlakuan BAP 4 mg/L dan 6 mg/L pertumbuhan daun menurun. Hal ini diduga pemberian BAP dengan konsentrasi 4 mg/L – 6 mg/L terlalu tinggi bagi eksplan sehingga pertumbuhan daun menjadi terhambat. Pada kontrol (BAP 0 mg/L) tidak didapati pertumbuhan eksplan karena nampaknya pemberian auksin saja tanpa sitokinin tidak mampu merangsang pertumbuhan tunas langsung maupun daun. Perlakuan BAP 4 mg/L dan BAP 6 mg/L menumbuhkan daun pada 3 MST, lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya, namun pertumbuhan selanjutnya melambat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Junaid dan Saeed (2009) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan tunas dan daun kurma kultivar Khalas akan berkurang ketika konsentrasi BAP lebih dari 3 mg/L.
SIMPULAN Media MS dengan kombinasi BAP pada rentang konsentrasi 0 sampai 6 mg/L, dengan NAA 1 mg/L, L-glutamin 200 mg/L, dan adenin sulfat 50 mg/L belum mampu menginduksi pertumbuhan tunas pada kurma kultivar Barhee. Metode sterilisasi 3 yang menggunakan campuran 2 jenis larutan fungisida (Dithane M-45
8 0.1% dan Benlate 0.1%), dan Bayclin dengan dosis bertingkat (20% dan 10%) lebih efektif, karena tingkat kontaminasinya rendah (20%) dibandingkan dengan metode sterilisasi 1 dan 2 (80% dan 60%).
DAFTAR PUSTAKA Aisyah S, Surachman D. 2011. Teknik sterilisasi rimpang jahe sebagai bahan perbanyakan tanaman jahe sehat secara in vitro. Bul Teknik Pertan. 16(1):3436. Al-Khateeb A. 2008. Comparison effects of sucrose and date palm syrup on somatic embryogenesis of date palm (Phoenix dactylifera L.). Am J Biochem Biotechnol. 4(1):19-23. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Data Ekspor dan Impor Buah Tahun 2012. Jakarta (ID): BPS. Fki L, Bouaziz N, Kriaa W, Masmoudi BR, Bouzid GR, Alain R, Drira N. 2011. Multiple bud culture of ‘Barhee’ date palm (Phoenix dactylifera L.) and physiological status of regenerated plants. J Plant Physiol. 168:1694-1700. George EF, Sherrington PD. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture, Handbook and Directory of Comercial Laboratories. Basingstoke (GB): Easter Pr. Gomez VS, Lopez LV, Jansson HB, Salinas J. 2006. Endophytic colonization of date palm (Phoenix dactylifera L.) leaves by entomopathogenic fungi. J Micron. 37:624-632. Hegazy AE, Aboshama HM. 2010. An efficient novel pathway discovered in date palm micropropagation. Acta Hort. 882: 167-176. Junaid A, Saeed AK. 2009. In vitro micropropagation of ‘Khalas’ date palm (Phoenix dactylifera L.), an important fruit Plant. J Fruit Orna Plant Res. 17:15-27. Khan S, Bibi T. 2012. Direct shoot regeneratif system for date palm (Phoenix dactylifera L.) cv. Dhakki as a means of micropropagation. J Bot. 44(6): 1965-1971. Lestari GE. 2011. Peranan zat pengatur tumbuh dalam perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan. Jur Agro Biogen. 7(1): 63-68. Mahmoudi H, Hosseininia G, Azadi H, Fatemi M. 2008. Enchanting date palm processing, marketing and set control through organic culture. J Organic Systems. 3(2) : 29-39 Malfanova NV. 2013. Endophytic Bacteria with Plant Growth Promoting and Biocontrol Abilities. Leiden (NL): Leiden University. Murashige T, Skoog F. 1962. A revised medium for rapid growth and bio assays with tobacco tissue culture. Physiol Plant. 15: 473. Ramdan EP, Widodo, Tondok ET, Wiyono S, Hidayat SH. 2013. Cendawan endofit nonpatogen asal tanaman cabai dan potensinya sebagai agens pemacu pertumbuhan. J Fitopatol Indones 9(5): 139-144. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Lukman DR, Sumaryono, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung (ID): ITB Press. Terjemahan dari: Plant Physiology. Ed ke-4. Sharma DR, Kumari R, Chowdhury JB. 1980. In vitro culture of female date palm (Phoenix dactylifera L.) tissues. Euphytica. 29: 169-174.
9 Tisserat B, DeMason DA. 1980. A histological study of the development of adventive embryos in organ culture of Phoenix dactylifera L. Ann Bot. 45: 465-472. Zaid A, Wet DPF. 2002. Date palm propagation. J Date Palm 2: 73-79. Zaer JB, Mapes MO. 1982. Action of growth regeneration. Bul Tissue Cultu Forest. 1 : 231-235. Zulkarnain H. 2009. Kultur Jaringan Tanaman sebagai Solusi Perbanyakan Tanaman. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
10
LAMPIRAN
11 Lampiran 1 Komposisi media dasar MS (Murashige dan Skoog 1962) yang dimodifikasi Bahan Kimia Konsentrasi Media MS (mg/L) Hara Makro NH4NO3 1650 KNO3 1900 . CaCl2 H2O 440 MgSO4.7H2O 370 KH2PO4 170 . Na2EDTA 2H2O 37.3 FeSO4.7H2O 27.8 Hara Mikro MnSO4.4H2O 22.3 ZnSO4.7H2O 8.6 H3BO3 6.2 KI 0.83 NaMoO4.2H2O 0.25 CuSO4.5H2O 0.025 Co2Cl.6H2O 0.025 Vitamin dan Asam amino Glisin 2 Adenin Sulfat 50 L-glutamin 200 Asam Nikotinat 0.5 Pirodoksin HCl 0.5 Tiamine HCl 0.1 Myo-inositol 100 Sukrosa 30000 Bahan lain Arang aktif 2000 pH media : 5.8 – 5.9
12
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 25 September 1992 dari pasangan Sukono, ST dan Sri Areka Dhayaningtias. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan TK di Bhakti Atomita Batan Indah pada tahun 1997, menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Batan Indah pada tahun 2004, dan menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah pertama di SMP Negeri 8 Tangerang Selatan, Puspiptek pada tahun 2007. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Tangerang Selatan dan lulus pada tahun 2010. Melalui jalur Ujian Talenta Masuk IPB (UTMI) penulis melanjutkan pendidikannya di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Biologi Dasar TPB pada tahun ajaran 2012/2013 dan 2013/2014, Fisiologi Tumbuhan Dasar dan Kultur Jaringan Tanaman pada tahun ajaran 2013/2014, Pendidikan Agama Islam TPB pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga aktif sebagai bendahara II Departemen KOMINFO BEM FMIPA Kabinet FMIPA Bersatu 2011/2012, sekretaris Badan Pengawas HIMABIO 2011/2012-2012/2013, dan staf Humas organisasi eksternal kampus Garuda Keadilan Bogor 2011/2012. Selain itu penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan di IPB. Selama menempuh studi di Departemen Biologi, penulis melakukan penelitian dalam studi lapangan mengenai Reduksi Nitrat di Ekosistem Akuatik Taman Nasional Gunung Gede Pangrango pada tahun 2012 dan praktik lapangan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi – BATAN mengenai Seleksi Galur Mutan Padi Dataran Tinggi Toleran Cekaman Kekeringan secara In vitro pada tahun 2013.