PROPOSAL PENELITIAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN INTEGRASI KEILMUAN
ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA AKTIF EKSTRAK N-HEKSANA BIJI KURMA (Phoenix dactylifera) SERTA UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
Diajukan oleh: Yusraini Dian Inayati Siregar, M.Si. (Dosen Fakultas Sains dan Teknologi)
PUSAT PENELITIAN DAN PENERBITAN (PUSLITPEN) LP2M UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 1
ABSTRAK Kurma (Phoenix dactylifera) merupakan tanaman yang banyak tersebar di Timur Tengan dan Afrika Utara, sehingga kurma merupakan buah impor yang banyak didatangkan dari Timur Tengah, terutama Arab Saudi. Kurma yang diimpor terutama pada musim haji, ditambah lagi kegiatan umrah pada sepanjang tahun membuat kurma sangat banyak dikonsumsi di Indonesia. Kurma yang melimpah ini tentu saja menghasilkan limbah yaitu biji kurma. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa biji kurma dapat digunakan sebagai sumber alternatif serat yang lebih baik dibandingkan dengan dedak gandum karena biji kurma mengandung serat makanan (dietary fibre) Almana and Mahmoud (1994). Biji kurma juga mengandung lemak, karbohidrat dan protein Hamada et al., (2002). Penelitian pendahuluan telah dilakukan peneliti untuk mengetahui aktivitas antioksidan dengan menggunakan ekstaksi pelarut non polar dan non polar dengan tiga metode ekstraksi maserasi, sokletasi dan sonikasi. Hasilnya adalah didapatkan bahwa metode ekstraksi maserasi dengan pelarut nheksana berpotensi menghasilkan ekstrak dengan aktivitas antioksidan yang tinggi. Berdasarkan latar belakang inilah peneliti akan m penelitian ini akan mencoba lebih dalam tentang ekstraksi maserasi dengan membandingkan hasil dua metode ekstraksi maserasi yaitu metode maserasi dingin
maserasi panas (digesti) pada temperatur 40-50 0C dilanjutkan
fraksinasi dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi kolom gravitasi. Uji aktivitas antioksidan diukur dengan menghitung persen (%) daya hambat dengan metode MDA-TBA (Melonaldehid)-Thio Barbituric Acid. Penentuan struktur senyawa menggunakan spektrofotometer UV-Vis, FTIR dan LCMS. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengetahuan tentang metode ekstraksi yang optimum, sehingga didapatkan ekstrak non polar (n-heksana) dengan aktivitas antioksidan yang tinggi serta memberikan nilai tambah limbah biji kurma yang belum dimanfaatkan selama ini.
2
DAFTAR ISI COVER…………………………………………….............................................................. 1 ABSTRAK……………………………………….................................................................2 ISI PROPOSAL: A. LATAR BELAKANG DAN LITERATUR REVIEW…………………………….4 B. PERMASALAHAN PENELITIAN……………………………………………….5 C. LANDASAN TEORI………………………………………………………………5 D. METODE PENELITIAN…………………………………………………………..12 E. DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………16 F. HASIL YANG DIHARAPKAN……………………………………………………17 G. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN…………………………………………..17
3
A.
LATAR BELAKANG DAN LITERATUR REVIEW Kurma (Phoenix dactylifera) merupakan tanaman tertua yang dibudidayakan oleh
manusia. Tanaman ini banyak tersebar di wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara. Buah kurma ini digemari oleh banyak orang mulai dari anak-anak hingga orang lanjut usia. Hal ini disebabkan buah kurma memiliki rasa manis yang khas, selain itu buah kurma memiliki banyak manfaat terutama bagi kesehatan seperti mencegah pembekuan darah, antiinflamasi, mencegah penyakit stroke, membantu pertumbuhan tulang, membantu menguatkan saraf dan lain-lain (Setiyono, 2011). Peneliti sebelumnya telah melakukan penelitiaan bahwa ekstrak n-heksana dan etanol biji kurma berpotensi menjadi salah satu sumber antioksidan. Ekstrak etanol biji kurma mempunya aktivitas antioksidan sebesar 4,31 ppm. Almana and Mahmoud (1994) menyatakan bahwa biji kurma dapat digunakan sebagai sumber alternatif serat yang lebih baik dibandingkan dengan dedak gandum karena biji kurma mengandung serat makanan (dietary fibre) dengan persentase yang cukup tinggi yaitu sebesar 6.4 - 11.5 %. Beberapa negara di wilayah Timur Tengah biji kurma dimanfaatkan sebagai makanan ternak. Hamada et al., (2002) menyatakan bahwa biji kurma dari 3 varietas yaitu Fard, Khalas dan Lulu mengandung karbohidrat (71.9 - 73.4 %), lemak (9.9 - 13.5 %), moisture (7 -10.3 %), protein (5.0 - 6.3 %) dan kadar abu (1.0 - 1.8 %). Metode ekstraksi berpengaruh terhadap aktivitas antioksidasi suatu sampel (Tania et al., 2009). Beberapa metode ekstarksi antara lain maserasi, sokletasi, refluks dan sonikasi. Maserasi digunakan karena ekonomis serta dapat mengekstrak komponen yang bersifat volatil dan tidak tahan terhadap panas (Wang and Weller, 2006). Sari et al., (2013) melaporkan bahwa ekstak n-heksana kulit Hylocereus polyhyzus hasil ekstraksi maserasi mempunyai potensi sebagai antioksidan karena berhasil menurunkan kadar malonaldehid (MDA) pada tikus yang mengalami sres oksidatif. Septiana dan Asanani (2013) melaporkan aktivitas antioksidan ekstrak n-heksana rumput laut (Sargassum duplicatum) menggunakan metode MDA adalah sebesar 68,72% lebih besar daripada α-tokoferol sebesar 60,60%. Metode ekstraksi yang digunakan oleh Septiana dan Asanani (2013) adalah maserasi. Peneliti sebelumnya telah melakukan optimasi metode ekstraksi yaitu maserasi, sokletasi dan sonikasi dengan pelarut n-heksana. Hasilnya adalah metode maserasi memberikan aktivitas penghambatan (% daya hambat) menggunakan metode MDA-TBA (Thio Barbituric Acid ) pada konsentrasi eksrak n-heksana biji kurma adalah sebesar nilai 82,27%. Persen daya hambat ini lebih besar daripada persen daya hambat beta karoten 100 ppm (kontrol positif) yang memberikan persen daya hambat hanya sebesar 17,55%. 4
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini akan mencoba lebih dalam tentang ekstraksi maserasi dengan membandingkan hasil dua metode ekstraksi maserasi yaitu metode maserasi dingin
maserasi panas (digesti) pada temperatur 40-50 0C dilanjutkan
fraksinasi dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi kolom gravitasi, uji aktivitas persen daya hambat dengan metode TBA dan penentuan struktur senyawa menggunakan spektrofotometer UV-Vis, FTIR dan LCMS. B.
PERMASALAHAN PENELITIAN Berdasarkan latar belakang penelitian, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Berapa persen daya hambat MDA ekstrak n-heksana biji kurma menggunakan metode maserasi dingin dan maserasi panas? 2. Apakah ada peningkatan persen daya hambat MDA dari hasil ekstraksi dengan hasil isolasi biji kurma (Phoenix dactylifera) menggunakan pelarut n-heksana? 3. Bagaimana hasil struktur senyawa aktif antioksidan hasil isolasi ekstrak etanol biji kurma (Phoenix dactylifera) menggunakan UV-Vis, FTIR dan LCMS ?
C.
LANDASAN TEORI
Biji Kurma Kurma merupakan tumbuhan biji yang berkeping tunggal (monokotil). Ciri-ciri tumbuhan biji yang berkeping tunggal adalah memiliki biji tunggal karena hanya memiliki satu daun lembaga, berakar serabut, tulang daun sejajar dan berbentuk pita. Biji kurma (Gambar 1) tidak memiliki aroma atau tidak berbau dan memiliki rasa hambar yang sedikit pahit. Umumnya biji kurma memiliki warna coklat terang dan coklat gelap (Hamada et al., 2002).
Gambar 1. Biji kurma Penelitian Al-Farsi and Lee (2008) melaporkan bahwa biji kurma mengandung total fenolik dan antioksidan berturut-turut sebesar 3942 µg/100 g dan 80400 µmol/100 g. Almana and Mahmoud (1994) menyatakan bahwa komponen biji kurma kira-kira 10 % dari buah kurma. Biji kurma berpotensi digunakan sebagai bahan pangan bagi manusia (Hamada et al.,
5
2002). Hal ini dapat ditinjau dari komposisi kimia yang terkandung pada biji kurma seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia biji kurma (Hamada et al., 2002) Komponen Persentase (%) Kadar air 7.1 – 10.3 Karbohidrat 71.9 – 73.4 Protein 5 – 6.3 Lemak 9.9 – 13.5 Abu 1 – 1.8 Serat 6.4 – 11.5 Ekstraksi Komponen - komponen kimia yang terkandung di dalam bahan organik seperti yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan sangat dibutuhkan oleh keperluan hidup manusia baik digunakan untuk keperluan industri maupun untuk bahan obat-obatan. Komponen kimia dapat diperoleh dengan metode ekstraksi. Ekstraksi merupakan proses pelarutan komponen kimia dalam bahan organik menggunakan suatu pelarut. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Dijen POM (2000) membagi beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu: 1)
Cara Dingin a.
Maserasi Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan (pengadukan) pada temperature ruan (kamar). Prinsip maserasi adalah proses pencapaian konsentrasi pada
kesetimbangan.
Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinyu (terus menerus). Remaserasi
berarti
dilakukan
pengulangan
penambahan
pelarut
setelah
penyaringan maserat pertama dan seterusnya. b.
Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi yang menggunakan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang dilakukan pada temperature ruang. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
2)
Cara Panas a.
6
Refluks
Refluks merupakan ekstraksi menggunakan pelarut pada titik didihnya, selama waktu tetrtentu dan jumlah pelarut terbatas yang relative konstan dengan adanya pendingin balik. Proses pengulangan pada residu pertama biasanya dilakukan 3-5 kali sehingga dapat dikatakan termasuk proses ekstraksi sempurna. b.
Sokletasi Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarutyang selalu baru yang umumnya menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
c.
Digesti Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kinetik) pada temperature yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, biasanya dilakukan pada temperature 40-50 0C
d.
Infusa Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature penangas air mendidih, temperature terukur 90-98 0C selama waktu tertentu (15-20 menit)
e.
Dekok Dekok adalah infuse yang waktunya lebih lama (lebih dari 30 menit) dan temperature mencapai titik didih air.
Ekstraksi Cair-Cair Ekstraksi cair-cair merupakan metode ekstraksi yang didasarkan pada sifat kelarutan komponen target dan distribusinya dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur. Senyawa polar akan terbawa dalam pelarut polar, senyawa semi polar akan terbawa dalam pelarut yang semi polar, dan senyawa non polar akan terbawa dalam pelarut non polar. Ekstraksi cair-cair bertahap merupakan teknik ekstraksi cair-cair yang paling sederhana, cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak saling bercampur kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi distribusi zat terlarut diantara kedua pelarut (Khopkar, 2008). Antioksidan Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (donor electron) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul yang kecil, tetapi mampu mangaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang reaktif. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil karena memiliki elektron yang tidak berpasangan dalam orbital luarnya sehingga sangat reaktif untuk 7
mendapatkan pasangan elektron dengan mengikat sel-sel tubuh. Apabila hal tersebut terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel (Lautan, 1997). Antioksidan ditujukan untuk mencegah dan mengobati penyakit seperti aterosklerosis, stroke, diabetes, alzheimer dan kanker (Aqil et al., 2006). Secara umum, antioksidan dikelompokkan menjadi dua (Winarsi, 2007) yaitu : 1.
Antioksidan enzimatis (misalnya: enzim superoksida dismutase, katalase dan glutation peroksidase) merupakan sistem pertahanan utama (primer) terhadap kondisi stress oksidatif. Enzim-enzim tersebut merupakan metaloenzim yang aktivitasnya sangat tergantung pada adanya ion logam.
2.
Antioksidan non-enzimatis dapat berupa senyawa nutrisi maupun non-nutrisi. Antioksidan ini disebut juga antioksidan sekunder karena dapat diperoleh dari asupan bahan makanan, seperti tokoferol, karotenoid, flavonoid, kuinon, bilirubin, asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam dan protein pengikat heme. Senyawasenyawa ini berfungsi menangkap senyawa oksidan dan mencegah terjadinya reaksi berantai.
Berdasarkan sumbernya terdapat dua jenis antioksidan (Pratt, 1992) yaitu: 1.
Antioksidan alami Senyawa antioksidan alami diisolasi dari sumber alami yang berasal dari tumbuhan.
Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari (Pratt, 1992). Senyawa antioksidan alami umumnya adalah vitamin A, vitamin C, vitamin E, β-karoten, senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat dan asam-asam organik polifungsional (Pratt and Hudson, 1990). Antioksidan sintetik Antioksidan sintetik adalah antioksidan yang ditambahkan pada makanan, seperti Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), Propil Galat (PG) dan Tert-Butil Hidoksi Quinon (TBHQ). Antioksidan ini merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetik untuk tujuan komersial (Buck, 1991). Salah satu metode uji untuk menentukan aktivitas antioksidan adalah metode Thio Barbituric Acid (TBA) yang pengukurannya berdasarkan terbentuknya senyawa TBAreacting substance (TBArs) seperti malondialdehid (MDA) melalui proses autooksidasi (Kikuzaki and Nakatani, 1993). MDA merupakan senyawa dialdehida yang tersusun atas 3 karbon yang gugus karbonil terletak pada posisi C 1 dan C3 yang reaktif sehingga menjadi penanda toksisitas sel, mutagenesis dan penguraian lipid pada membran sel (Tukozkan et al.,
8
2006). Pengukuran MDA dilakukan sebagai indeks tidak langsung dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh peroksidasi lipid. Senyawa MDA yang terbentuk dari hasil autooksidasi akan lebih sedikit apabila diberi penambahan senyawa antioksidan. Nilai serapan yang diperoleh akan sebaing dengan konsentrasi MDA yang terbentuk dan berbanding terbalik dengan aktivitas antioksidasinya. MDA hasil terminasi diukur sebagai TBArs karena terjadi reaksi antara gugus karbonil MDA dengan asam 2- tiobarbiturat (TBA) membentuk kompleks senyawa MDA-TBA (Gambar 2) yang berwarna merah muda dan serapannya diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 532 nm (Tokur et al., 2006). Intensitas warna merah yang terukur sebanding dengan tingkat peroksidasi lipid oleh radikal lipid, radikal lipid peroksil dan radikal peroksil (Tukozkan et al., 2006).
Gambar 2. Reaksi pembentukan kompleks senyawa MDA-TBA Kromatografi Kromatografi adalah metode pemisahan campuran berdasarkan perbedaan distribusi molekul-molekul komponen di antara dua fase, yaitu fase diam berupa zat padat atau cair dan fase gerak berupa gas atau zat cair (Hendayana, 2006). Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan satu di antara analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran (Scoog, et al., 1996). Kromatografi lapis tipis (KLT), fase diam berupa lapisan pelarut yang terjerap pada lapisan tipis alumina, silika gel, atau bagian serbuk lainnya, dan fase geraknya berupa cairan. Prinsip KLT adalah sampel diteteskan pada lapisan tipis kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi fase gerak sehingga sampel tersebut terpisah menjadi komponen-komponennya dengan laju tertentu yang dinyatakan dengan faktor retensi (Rf), yaitu perbandingan antara jarak yang ditempuh komponen terhadap jarak yang ditempuh fase gerak. Komponen yang mempunyai afinitas lebih besar dari fase gerak atau afinitasnya lebih kecil dari fase diam akan bergerak lebih cepat dari pada komponen yang mempunyai sifat sebaliknya (Gritter, et al,. 1991). Pada KLT, sistem pemisahan yang digunakan berdasarkan prinsip like dissolves like, yaitu memisahkan komponen bersifat polar menggunakan sistem pelarut yang bersifat polar juga ataupun sebaliknya. Deteksi hasil
9
kromatogram dilakukan di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm, serta dapat dilakukan juga dengan pereaksi semprot (Santosa dan Hertiani, 2005). Kromatografi Kolom Gravitasi Kromatografi kolom gravitasi merupakan metode konvensional yang digunakan untuk fraksinasi dan juga pemurnian suatu senyawa. Prinsip dari kromatografi kolom adalah pemisahan zat berdasarkan mekanisme adsorbsi, pembagian ion, pertukaran ion, afinitas dan perbedaan ukuran molekul (Gandjar dan Rohman, 2007). Kromatografi kolom gravitasi merupakan salah satu cara pemisahan dimana fase diam ditempatkan dalam suatu matriks penyangga khusus berbentuk silinder/ kolom. Fase diam dapat berupa zat padat yang ditempatkan dalam suatu kolom atau dapat juga berupa cairan yang terserap (teradsorpsi) sebagai lapisan tipis pada permukaan butiran halus zat padat pendukung (solid support material). Sejumlah kecil analit yang akan dipisahkan ditempatkan di atas permukaan kolom. Selanjutnya dielusi oleh fase gerak yang dialirkan melewati kolom sehingga terjadi pemisahan karena adanya perbedaan interaksi antara analit dengan fase diam dan fase geraknya. Perbedan afinitas dan gaya interaksi dari setiap komponen ini akan menyebabkan terjadinya perbedaan kecepatan migrasi masing-masing komponen sehingga terjadi pemisahan komponen tersebut dengan menampung setiap fraksi yang dihasilkan di dasar kolom. Liquid Cromatography-Mass Spectrometry (LCMS) LCMS merupakan pengembangan teknologi dan kombinasi antara kromatografi cair dengan spektrometri massa yang mampu menganalisis dengan tingkat sensitifitas dan selektifitas yang lebih baik. Kelebihan dari teknologi LCMS meliputi (Vogeser, et al., 2008) antara lain adalah: a. Spesifitas. Hasil analisa yang khas dan spesifik diperoleh dari penggunaan spektrometer massa sebagai detektor. b. Aplikasi yang luas dengan sistem yang praktis. Penerapannya tidak terbatas untuk molekul volatil, mampu mengukur analit yang sangat polar dan persiapan sampel cukup sederhana tanpa adanya teknik derivatisasi. c. Fleksibilitas. Pengujian yang berbeda dapat dikembangkan dengan tingkat fleksibilitas yang tinggi dan waktu yang singkat. d. Kaya informasi. Sejumlah data kualitatif maupun kuantitatif dapat diperoleh karena seleksi ion yang sangat cepat dengan banyak parameter.
10
Spektroskopi Spektroskopi adalah alat untuk menganalisis senyawa organik secara kualitatif, kuantitatif dan pelacakan atau elusidasi struktur. Elusidasi struktur sangat penting untuk senyawa organik karena adanya fenomena isometri yaitu senyawa yang mempunyai rumus molekul sama tetapi berbeda strukturnya (Ibrahim dan Sitorus, 2013). Dasar analisis spetroskopi adalah interaksi radiasi dengan spesies kimia yang menghasilkan informasi mengenai spesies tersebut. Interaksi ini dapat berupa refleksi, refraksi dan difraksi. Cara interaksi dengan suatu sampel dapat dengan absorbs, pemendaran (luminenscence), emisi dan penghamburan (scattering), tergantung pada sifat materi (Khopkar, 2008). Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel (UV-Vis) Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis spektroskopi yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif daripada kualitatif (Mulja dan Suharman, 1995). Menurut Sudjadi (1986), pembacaan spektrum pada spektrofotometer UV-Vis didasarkan pada transisi elektron pada kromofor. Kromofor adalah suatu gugus fungsi yang menyerap radiasi elektromagnetik. Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FTIR) Spektrofotometri infra merah dapat digunakan untuk penentuan struktur, khususnya senyawa organik dan juga untuk analisis kuantitatif, seperti analisa kuantitatif pencemaran udara, misalnya karbon monoksida dalam udara dengan teknik non-dispersive (Khopkar, 2008). Penemuan gugus fungsional diperoleh berdasarkan bilangan gelombang yang dibutuhkan untuk suatu molekul bervibrasi pada suatu ikatan baik berupa rentangan (streaching) maupun berupa bengkokan (bending) dimana setiap ikatan mempunyai bilangan gelombang yang spesifik sehingga setiap molekul mempunyai spektra infra merah yang spesifik atau sidik jari (finger print) tertentu (Ibrahim dan Sitorus, 2013
11
D.
METODE PENELITIAN
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain alat-alat gelas seperlunya, oven (Memmert), grinder (Fritsch), shaker incubator (Heidolph Unimax 1010), vortex (Thermolyne Maxi Mix Plus), penanggas air (Heidolph MR 3001 K), pompa vakum, rotary evaporator (Heidolph Laborota 4000), sonikator (Branson 3800), timbangan analitik (Dhaus), perangkat sokletasi, spektrofotometer UV-VIS (Perkin Elmer Lambda 25), incubator (Memmert), spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) merk Perkin Elmer Spectrum One dan Liquid Chromatography-Mass Spectrometry (LCMS) merk Xevo G2 S QTOF. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian antara lain biji kurma yang diperoleh dari buah kurma jenis Al-Saad yang berasal dari United Arab Emirates. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian antara lain kertas saring Whatman no 41, etanol teknis, n-heksana teknis, metanol teknis, etil asetat teknis, kloroform teknis, aseton (teknis), akuades, asam galat (Sigma), Folin-Ciocalteu (Merck), natrium karbonat (Merck), serbuk 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (Sigma), asam askorbat (Sigma), etanol pekat (Smart Lab), buffer fosfat (Merck), virgin coconut oil, larutan 1,1,3,3-tetraetoksipropana (Sigma), betakaroten (Sigma), thio barbituric acid (Merck), tri chloro acetic acid (Merck), kuersetin (Sigma), alumunium klorida (Merck) dan besi (III) klorida (Merck), silika gel 60 (70-230 mesh berstandar ASTM (American Standard Testing and Material) (Merck) dan akuadest. Pembuatan Serbuk Simplisia Serbuk simplisia biji kurma dibuat dari simplisia utuh yang terlebih dahulu dicuci menggunakan air bersih. Lalu dikeringkan menggunakan oven pada temperatur 50 oC selama 48 jam. Selanjutnya simplisia dihancurkan dengan cara digrinder dan disaring dengan saringan yang berukuran Ø : 18 Mesh. Pembuatan Ekstrak dengan Metode Maserasi Dingin dan Maserasi Panas Percobaan dengan metode maserasi dilakukan dengan cara sejumlah erlenmeyer disiapkan dan dimasukkan serbuk simplisia biji kurma sebanyak ±25 g ke dalam erlenmeyer. Setelah itu, pelarut sebanyak 1000 mL dimasukkan ke dalam masing-masing erlenmeyer. Pelarut yang digunakan adalah etanol dan n-heksana. Kemudian ekstrak distirer selama 1 jam dengan kecepatan 300 rpm. Ekstraksi dilakukan pada temperatur ruang untuk metode
12
maserasi dingin sedangkan maserasi panas menggunakan penangas air pada temperatur 40-50 0
C selama 24 jam. Langkah selanjutnya masing-masing campuran disaring menggunakan
kertas saring Whatman no 41 dengan bantuan pompa vakum. Filtrat dari kedua metode, yang diperoleh selanjutnya dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada temperatur 60 oC dengan kecepatan 90 rpm sehingga diperoleh ekstrak kental. Masing-masing ekstrak yang diperoleh, ditimbang beratnya untuk mengetahui persentase rendemen ekstrak (Al-Farsi and Lee, 2007). Analisis Persentase Rendemen Hasil rendemen ekstrak etanol dan n-heksana dari masing-masing metode ekstraksi dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Uji Aktivitas Antioksidasi Ekstrak n-Heksana Biji Kurma Analisis aktivitas antioksidan dilakukan berdasarkan penghambatan peroksida maupun malonaldehida (MDA) dari hasil oksidasi asam linoleat. Sebelum pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan inkubasi dan pengukuran absorbansi peroksida larutan blangko. Sebesar 50 mM asam linoleat dalam etanol 99.8% (2 mL), 2 mL buffer fosfat 0.1 M pH 7 dan 1 mL air bebas ion dimasukkan pada vial gelap bertutup sekrup. Campuran tersebut diinkubasi pada suhu 37 oC. Setiap 2 hari sekali dilakukan pengamatan absorbansi peroksida blangko pada λ = 500 nm menggunakan metode ferric thiocyanate yang dilakukan Chen et al. (1996). Berdasarkan pengukuran absorbansi peroksida tersebut dapat ditentukan lama inkubasi untuk mencapai absorbansi peroksida blangko yang maksimal (misalnya x hari). Pengamatan absorbansi peroksida sampel dilakukan setelah inkubasi campuran asam linoleat seperti pada pengukuran blangko dengan penambahan 0.2% ekstrak heksana biji kurma selama kurang dari x hari menggunakan metode Chen et al. (1996). Inkubasi sampel sebelum pengamatan absorbansi MDA dilakukan selama x + 2 hari. Pengujian MDA dilakukan menggunakan metode thio barbituric acid, TBA (Kikuzaki dan Nakatani, 1993). Konsentrasi sampel maupun betakaroten yang digunakan adalah 50 ppm. Persen penghambatan peroksida atau MDA dihitung dengan rumus :
13
Keterangan: A1 = absorbansi sampel A0 = absorbansi blangko Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak teraktif antioksidan ditotolkan dengan mikropipet pada plat Si-gel Kieselgel 60 F254 0,25 mm (Merck). Plat silika diberi batas atas dan bawah 0,5 cm. Analisis dilakukan dengan menggunakan beberapa variasi eluen yaitu beberapa campuran pelarut, seperti nheksana, etil asetat, kloroform, aseton dengan perbandingan yang sesuai sampai didapatkan pemisahan yang baik yang ditunjukkan oleh adanya beberapa noda (spot) berwarna coklat pada plat. Noda yang muncul diamati pada sinar UV 254 nm dan sinar UV366 nm untuk mendeteksi snyawa warna pada kromatogram lalu disemprotkan dengan pereaksi FeCl3 1% supaya noda yang didapatkan tampak jelas. Kemudian dihitung nilai Rf-nya. Kromatografi Kolom Gravitasi Fraksi yang paling aktif dari uji autografi antioksidan dipisahkan dengan menggunakan kromatografi kolom dengan fase diam berupa Si-gel Kiesel 60 (merck) berukuran 70-230 mesh dengan kolom kromatografi berdiameter 5,5 cm. Silika gel sebanyak 180 g diaktivasi dengan pemanasan dalam oven selama 2 jam pada suhu 110 °C dan didinginkan dalam desikator. Sampel yang telah di impregnasi (6 g sampel dilarutkan dalam metanol + 12 g silika gel 60 berukuran 70-230 mesh (merck), diuapkan dengan rotary evaporator hingga kering) dimasukkan dalam kolom, kemudian eluen dengan pemisahan paling baik pada KLT sebagai fase gerak dialirkan sedikit demi sedikit ke dalam kolom dan dilanjutkan dengan penambahan eluen dengan kepolaran bertingkat (n-heksana:etil asetat (100:0 ; 90:10 ; 80:20 ; 70:30 ; 60:40 ; 50:50 ; 40:60 ; 30:70 ; 20:80 ; 10:90 ; 0:100) dan dilanjutkan dengan penambahan eluen etil asetat:metanol (100:0 ; 90:10 ; 80:20 ; 70:30 ; 60:40 ; 50:50 ; 40:60 ; 30:70 ; 20:80 ; 10:90 ; 0:100) . Hasil pemisahan berupa fraksi ditampung dalam vial tiap 100 mL dan penampungan dihentikan sampai fraksi tidak menunjukkan adanya spot ketika diuji dengan KLT. Vial-vial pada masing-masing fraksi yang didapat kemudian diidentifikasi dengan uji TLC autografi antioksidan. Uji TLC Autografi Antioksidan Fraksi teraktif dari hasil kromatografi kolom gravitasi diuji TLC autografi antioksidan dengan menggunakan plat silika gel Kieselgel 60 F254 0,25 mm (Merck) dengan eluen yang
14
sama dengan yang digunakan pada kromatografi kolom gravitasi. Noda yang muncul diamati pada sinar UV gelombang pendek 254 nm atau sinar UV gelombang panjang 366 nm untuk mendeteksi senyawa warna pada kromatogram dan dihitung nilai Rf-nya. Kemudian disemprotkan dengan larutan DPPH 0,05%, dikering anginkan dan diamati. Hasil uji positif terbentuk warna jingga atau kuning dengan latar berwarna ungu yang menandakan keaktifan terhadap senyawa radikal DPPH (Sukandar, et al., 2010). Penentuan Struktur Senyawa Metabolit Sekunder Isolat hasil fraksinasi kolom ditentukan struktur senyawa metabolit sekundernya dengan menggunakan spektrometer UV-Vis, FTIR dan LCMS. Identifikasi isolat dengan spektrofotometer UV-Vis Isolat hasil fraksinasi kolom dilarutkan dalam metanol dan dimasukkan ke dalam kuvet, sedangkan untuk larutan blanko digunakan metanol yang dimasukkan dalam kuvet lain. Kedua kuvet diletakkan dalam tempat sampel (sampel cell) dalam alat. Lalu dilakukan scanning dengan panjang gelombang 200-600 nm, kemudian dilihat spektrumnya. Identifikasi isolat dengan spektrometer FTIR Isolat hasil fraksinasi kolom ditimbang sebanyak 5 mg digerus dengan menggunakan KBr sampai homogen kemudian dipadatkan sehingga menjadi pellet dengan ketebalan ± 1 mm menggunakan alat pres tekanan. Kemudian pellet tersebut dimasukkan ke dalam alat spektrometer FTIR dan dianalisis pada bilangan gelombang 4000-450 cm-1. Identifikasi isolat dengan spektrometer LCMS Isolat hasil fraksinasi kolom dilarutkan dalam metanol, sebelum diinjeksikan, instrumen LCMS diatur kondisinya terlebih dahulu. Isolat kemudian diinjeksikan dan direkam kromatogramnya. Kondisi LCMS ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Kondisi LCMS Spesifikasi Nama kolom Panjang kolom Diameter kolom Ukuran Partikel kolom Jenis kolom Suhu kolom oven Suhu injeksi Cara injeksi Volume injeksi Tekanan Kecepatan linier Jenis sampel Fase gerak
15
Keterangan Acquity UPLC BEH C18 50 mm 2,1 mm 1,7 μm C18 BEH 40oC 40oC Sistem Autosampler 5 μm 5500 psi – 6000 psi 0,400 ml/mil Isolat Hasil Kromatografi Kolom Asetonitril
E. DAFTAR PUSTAKA Al-Farsi, M.A., and Lee, C.Y. 2007. Optimization of Phenolics and Dietary Fibre Extraction From Date Seeds. Journal of Food Chemistry. 108 : 977-985. Al-Farsi, M.A., and Lee, C.Y. 2008. Nutritional and Functional Properties of Dates : a Review. Critical Reviews in Food Science and Nutrition. 48 (10) : 877 - 887. Almana, H.A., and Mahmoud, R.M. 1994. Palm Date Seeds as an Alternative Source of Dietary Fibre in Saudi Bread. Journal Ecology of Food and Nutrition. 32 : 261 – 270. Apriadji, W. 2007. Cake dan Kue Manis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Aqil, F., Ahmad, I., and Mehmood, Z. 2006. Antioxidant and Free Radical Scavenging Properties of Twelve Traditionally Used Indian Medicinal Plants. Turk Journal Biology. 17 : 177 - 183. Buck, D.F. 1991. Antioxidants. UK : Blackie Academic & Profesional Glasgow. Chen HM, Muramoto, Yamauchi, and Nokihara. 1996. Antioxidant activity of designed pebtides based on the antioxidative pebtides isolated from digests of a soybean protein. J. Agric. Food Chem. 44: 2619-2623. Gandjar, G. I. dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gritter, R.J, Robbit, J.M, Schawarting, A.E. 1991. Pengantar Kromatografi. Edisi Kedua. Bandung: IPB. Hamada, J.S., Hashim, I.B., and Sharif, F.A. 2002. Preliminary Analysis and Potential Uses of Date Pits in Foods. Journal of Food Chemistry. 76 : 135 – 137. Hendayana, Sumar. 2006. Kimia Pemisahan, Metode Kromatografi dan Elektroforesis Modern. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Ibrahim, Sanusi dan Sitorus, Marham. 2013. Teknik Laboraturium Kimia Organik. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. Khopkar, S.M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. Kikuzaki, H., and Nakatani, N. 1993. Antioxidant Effects of Some Ginger Constituents. Journal of Food Science. 58 (6) : 1407 - 1410. Lautan. 1997. Radikal Bebas pada Eritrosit dan Leukosit. Jurnal Kesehatan. 116 : 49 – 52 Mulja, M dan Suharman. 1995. Validasi Metode Analisa Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press. Pratt, D.E., and Hudson, B.J.F. 1990. Natural Antioxidants not Exploited Commercially. Journal Applied Food Science Series. 1 (5) : 171-191. Pratt, D.E. 1992. Natural Antioxidants From Plant Material. Washington D.C : American Society. Scoog, D.A., D.M. West, dan F.J. Holler. 1996. Fundamentals of Analytical Chemistry. 7th edition. Saunders College Publishing, New York. Santosa C. M. dan Hertiani, T. 2005. Kandungan Senyawa Kimia dan Efek Ekstrak Air Daun Bangun-Bangun (Coleus amboincius, L.) pada Aktivitas Fagositosis Netrofil Tikus Putih (Rattus norvegicus). Majalah Farmasi Indonesia. 16(3): 131-138. Sari, WM., Wahdaningsih, S., Untari EK., 2013, Efek Fraksi n-Heksana Kulit Hylocereus polyhizus Terhadap Kadar Malondialdehida Tikus Stres Oksidatif, Pharm Sci Res, Vol1 No.3, 154-165 Septiana, AT, Asnani, 2013, Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rumput Laut (Sargassum duplicatum), Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 14 No. 2, 79-86. Setiyono, L. 2011. Pemanfaatan Biji Kurma Sebagai Tepung dan Analisis Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan. Skripsi. Instutut Pertanian Bogor. Sudjadi. 1986. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Jakarta: Ghalia Indonesia. Tania, S.U. 2009. Perbandingan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Simpur (Dillenia indica) dari Berbagai Metode Ekstraksi dengan Uji ANOVA. Jurnal Kimia Bahan Alam. 12 : 5 – 6.
16
Tukozkan, N., Erdamar, H., and Seven, I. 2006. Measurement of Total Malondialdehyde in Plasma and Tissue by High-Performance Liquid Chromatrography and Thiobarbituric Acid Assay. Journal of Firat tip Dergisi. 11 : 88 – 92. Tokur, B., Korkmaz, K., and Ayas, D. 2006. Comparison of Two Thiobarbituric Acid (TBA) Method for Monitoring Lipid Oxidation in Fish. EU Journal of Fisheries & Aquatic Sciences. 23 (3 - 4) : 331 – 334. Vogeser, M. and Seger, C. A Decade of HPLCMS in the Routine Clinical Laboratory-Goals for Futher Development. Clinical Biochemistry Rev. 41: 649-662. Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas: Potensi dan Aplikasinya dalam Kesehatan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. F.
HASIL YANG DIHARAPKAN Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah buah kurma dan
pemanfaatan biji kurma sebagai ekstrak dan hasil isolasi yang mempunyai bioaktivitas antioksidan serta dapat diaplikasikan nantinya sebagai obat, kosmetik (lotion, lipstik, dll) ataupun bahan pangan fungsional. Penelitian memfokuskan pada ekstrak non polar (nheksana) biji kurma. G.
WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia, Pusat Laboratorium Terpadu
(PLT) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri dan Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam Pusat Penelitian Kimia. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Maret - Agustus 2016 Jenis Kegiatan Pembuatan Proposal Pengumpulan dan Preparasi Bahan Baku Ekstraksi Maserasi Dingin dan Panas
Feb
Mar Apr Mei Jun
Jul
Agt
√ √ √
√
√
Uji Anti Oksidan Awal
√
√
KLT
√
√
√
√
√
√
Uji Anti Oksidan Akhir
√
√
Analisa UV-Vis, FTIR dan LC-MS
√
√
Pembuatan Laporan Akhir
√
√
Kromatografi Kolom
17
Sept
√