UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL BUAH KURMA AJWAH (Phoenix dactylifera) PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI DENGAN PARASETAMOL NASKAH PUBLIKASI
Oleh: AKHLIS AMRUDIN FAHLEVI K 100 100 057
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2015
PENGESAHAN NASKAII PT}BLIKASI Berjudul:
UJI AKTIWTAS AI\ITIOKSIDAI\ EKSTRAK ETANOL BUAII IruRMA AJWAH (Phoenix dactylifera) PADA TIKUS PUTIII JAhtTAI\i YAI\G DIII{DUKSI DENGAN PARASETAMOL
Oleh:
AKI{LIS AMIRUDIN FAHLEVI K 100 100 057
Dipertahankan di lladapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada Tenggal: 24 Dcsember2014
.
Mengetahui, Fakultas Farmasi UniversitasMuhammadiyahSurakarta
Pembimbing Utama
4h^ C,( \
Arifah Sri Wahyuni, M.Sc., Apt
Azis
,a-{
Penguji:
\
()^
1.
Zaklry Cholisoh, Ph.D., Apt.
2.
Andi Suhendi, M.Sc., Apt.
3.
Arifah Sri Wahyuni, M.Sc., Apt.
lil
/
lttr
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL BUAH KURMA AJWAH (Phoenix dactylifera) PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI DENGAN PARASETAMOL ANALYSIS OF ANTIOXIDANT ACTIVITIES OF ETHANOL EXTRACT DATE PALM FRUIT (Phoenix dactylifea) IN MALE RAT INDUCED PARACETAMOL Akhlis Amirudin Fahlevi*, Arifah Sri Wahyuni Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta *Email:
[email protected] ABSTRAK Antioksidan merupakan senyawa penting bagi tubuh manusia karena berfungsi untuk menangkap radikal bebas yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit degeneratif, kronis, bahkan kematian. Senyawa flavonoid dan fenolik dalam buah kurma memiliki aktivitas antioksidan yang dapat menghambat kenaikan lipid peroksida dan protein oksida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya aktivitas antioksidan pada ekstrak etanol buah kurma Ajwah (Phoenix dactylifera) secara in vivo. Hewan uji yang digunakan sebanyak 20 ekor tikus jantan putih galur Wistar dan dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kontrol negatif (parasetamol 2,5 mg/kgBB), dan 3 kelompok perlakuan menggunakan ekstrak kurma dengan dosis 250, 500, dan 1000 mg/kgBB. Pengukuran kadar malondialdehida dilakukan pada hari ke-0, 8, 9, dan 10 menggunakan spektrofotometer UV-Vis (λ=532 nm). Analisis statistik hasil menggunakan software SPSS statistics 17.0 for windows. Hasil penelitian didapatkan kadar malondialdehida (MDA) hari ke-10 kontrol negatif, dosis perlakuan 250 dan 500 mg/kgBB berturut-turut yaitu 1,298±0,322; 0,916±0,237; dan 0,902±0,359 µmol/ml. Analisis statistik menunjukkan penurunan kadar MDA kontrol negatif dan kelompok perlakuan tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p>0,05). Hasil histopatologi menunjukkan kondisi hati dan ginjal hewan uji dengan dosis perlakuan 250 dan 500 mg/kgBB dalam kondisi yg baik, namun pada dosis 1000 mg/kgBB ditemukan adanya degenerasi vakuolar. Kata kunci :
Phoenix dactylifera, antioksidan, malondialdehida (MDA), paracetamol.
ABSTRACT Antioxidants are essential compounds for the human body as it works to catch free radicals that can cause degenerative chronic or diseases, even death. Flavonoids and phenolic compounds in the date fruit has antioxidant activity that can inhibit the increase in lipid peroxide and protein oxide. This study aims to
1
determine the antioxidant activity of the ethanol extract of date fruit Ajwah (Phoenix dactylifera) with in vivo. Animals were used as much as twenty wistar male rat were divided into 4, they are negative control (paracetamol 2.5 mg/kgbw) and 3 treatment groups using date extract at dose 250, 500, and 1000 mg/kgbw. Malondialdehyde levels were measured on days 0,8th, 9th, and 10th use a UV-Vis spectrophotometer (λ = 532 nm). Statistical analysis of the results using statistics software SPSS 17.0 for Windows. The results showed levels of malondialdehyde (MDA) on day 10th of negative control, treatment doses of 250, and 500 mg/bw, respectively, are 1.298 ± 0.322; 0.916 ± 0.237; and 0.902 ± 0.359 mol/ml. Statistical analysis showed a decrease in MDA level of negative control and treatment groups were not significantly different (p>0.05). The results of histopathology showed liver and kidney condition of animal testing with treatment doses of 250 and 500 mg/bw in a good condition, but at treatment dose of 1000 mg/bw were found a vacuolar degeneration. Key words : Phoenix dactylafera, antioxidant, malondialdehyde (MDA), paracetamol
PENDAHULUAN Radikal bebas merupakan suatu molekul yang memiliki elektron-elektron yang tidak berpasangan (unpaired), hal itu dapat menyebabkan radikal bebas menjadi senyawa yang sangat reaktif terhadap sel-sel tubuh dengan cara mengikat elektron molekul pada sel dan dapat menyebabkan oksidasi yang berlebihan (Umayah & Amrun, 2007). Menurut Sholihah & Widodo (2008), secara sederhana, radikal bebas sering disebut produk oksigen yang tereduksi secara parsial, karena berpotensi untuk menghasilkan reaksi radikal dalam sistem biologis. Radikal bebas dalam kadar yang normal sangat diperlukan oleh tubuh untuk kelangsungan beberapa proses fisiologis, terutama untuk transportasi elektron, namun radikal bebas yang berlebihan dapat membahayakan tubuh karena oksidasi yang berlebihan terhadap asam nukleat, protein, lemak dan sel DNA, sehingga dapat memicu terjadinya penyakit degeneratif seperti jantung koroner, katarak, gangguan kognisi, kanker, dan kerusakan makromolekul yang mengakibatkan terjadinya kematian sel (Wresdiyati et al, 2007).
2
Secara normal tubuh manusia memiliki sistem pelindung yang luas berupa antioksidan alamiah yang berfungsi dalam mengendalikan radikal bebas. Bila pengendalian gagal karena terjadi kelebihan radikal bebas dan kekurangan relatif dari antioksidansia, maka dapat menyebabkan stres oksidatif sehingga berdampak pada kerusakan sel dan organ (Tjay & Rahardja, 2002). Kelebihan radikal bebas dapat disebabkan dua faktor, yaitu faktor dari dalam (internal) dan faktor dari luar (eksternal). Faktor dari dalam timbul dari tubuh manusia yang disebabkan karena stres dan penyakit yang diderita seperti diabetes mellitus dan hiperkolesterolemia (Wresdiyati et al, 2007), sedangkan faktor dari luar timbul karena aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari, yaitu asap rokok, makanan yang digoreng dan dibakar, paparan sinar matahari berlebih, obat-obatan tertentu, racun, dan polusi (Umayah & Amrun, 2007). Menurut Gomes et al (2005), malondialdehida (MDA) merupakan suatu radikal bebas hasil dari metabolit lipid peroksida yang secara luas digunakan sebagai biomarker biologis untuk menilai stress oksidatif. Lipid peroksida terbentuk karena kelebihan produk ROS (reactive oxygen species) yang menyerang komponen sel (membran lipid dan protein) dengan melibatkan residu asam lemak ganda dari fosfolipid yang sangat sensitif terhadap oksigen. Setelah terbentuk, radikal peroksil (ROO•) disusun kembali melalui reaksi siklikisasi pada endoperoksida (perkursor malondialdehid) dengan produk akhir dari proses peroksidasi menjadi MDA (Valko et a.l, 2007). Kerusakan akibat adanya radikal bebas dapat dicegah oleh senyawa antioksidan, karena mempunyai potensi untuk menanggulangi proses oksidatif sebagai dampak negatif adanya radikal bebas (Desminarti et al, 2012). Antioksidan merupakan senyawa penting bagi tubuh manusia karena berfungsi dalam menangkap radikal bebas yang banyak terbentuk dalam tubuh. Sebagian besar sumber antioksidan alami yaitu tanaman yang mengandung senyawa fenolik yang tersebar diseluruh bagian tanaman, baik di kayu, biji, daun, buah, akar, dan bunga. Senyawa fenolik dan flavonoid memiliki kemampuan untuk merubah atau mereduksi radikal bebas (Marliana, 2012). Buah kurma mengandung senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan. Adapun jenis kurma yang dipakai dalam percobaan kali ini yaitu kurma Ajwah yang memiliki bentuk elips, berwarna
3
merah saat belum matang kemudian berubah menjadi sawo matang. Ajwah merupakan salah satu jenis kurma yang terkenal di Madinah (Hammad, 2011). Menurut Vyawahre et al. (2009), kurma diketahui memiliki beragam aktivitas biologis seperti antiulkus, antikanker, antidiare, efek pada gastrointestinal, hepatoprotektif, antimutagenik, antioksidan, efek pada sistem reproduksi, antiinflamasi, antivirus, antihemolitik, antihiperlidemik, dan nefroprotektif. Senyawa dalam kurma yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi senyawa fenolik, flavonoid, dan procyanidin. Kurma jenis Deglet Nour yang diekstraksi dengan aquadest terbukti memiliki efek yang sama dengan vitamin C yaitu secara signifikan dapat menurunkan MDA tikus yang telah diinduksi dengan dimetoat (Saafi et al., 2011). Kandungan vitamin C dan E, β-karoten, dan retinol yang tinggi pada ekstrak metanol kurma Zaghlool dapat menurunkan kadar MDA tikus yang mengalami stress oksidatif (Mohamed & Al-Okbi, 2004). Salah satu penyebab meningkatnya radikal bebas pada tubuh manusia yaitu karena hepatotoksisitas atau kerusakan hati yang disebabkan oleh obatobatan tertentu. Shenoy et al (2012), menyatakan pemberian parasetamol dengan dosis yang berlebihan (overdose) dapat menyebabkan hepatotoksisitas dan meningkatkan MDA pada hati yang signifikan dibandingkan dengan kontrol normal yang diberi Gom acacia. Hepatotoksisitas disebabkan produk dari reaksi reaktif N-asetil-p-benzoquinon imina (NAPQI) yang dihasilkan oleh sistem sitokrom P450 pada hati yang berlebihan (overdose). Secara normal NAPQI akan didetoksifikasi oleh glutathione menjadi senyawa non toksik yang kemudian diekskresikan oleh ginjal (Knight et al, 2003). Sejauh pengetahuan penulis belum pernah ada penelitian tentang aktivitas antioksidan pada kurma Ajwah dengan melihat penurunan profil kadar MDA karena krusakan hati yang diinduksi dengan parasetamol.
4
METODE PENELITIAN 1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian ekperimental ini menggunakan model posttest only
dengan kelompok kontrol (posttest only with control group) untuk mengetahui potensi ekstrak etanol buah kurma Ajwah dalam kadar malondialdehida pada hewan uji. Subjek adalah 20 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar yang dibagi dalam 5 kelompok perlakuan. 2.
Variabel Penelitian Variabel yang diguanakan pada penelitian ini ada 3, yaitu:
a.
Variabel bebas: variasi dosis bertingkat ekstrak etanol buah kurma Ajwah (Phoenix dactylafera) yaitu 250, 500, dan 1000 mg/kgBB beserta kelompok kontrol negatif yang hanya diberikan aquadest 2,5 ml/200 gBB (Agbon et al, 2014).
b.
Variabel terikat: nilai konsentrasi malondialdehid (MDA) pada tikus putih jantan galur Wistar sebelum dan sesudah diinduksi paracetamol, dan sesudah pemberian ekstrak etanol buah kurma Ajwah.
c.
Variabel terkontrol:
i.
Hewan uji: tikus putih jantan galur Wistar, umur 5-6 bulan, kondisi sehat dengan berat badan kurang lebih 200-400 gram. Hewan uji ini dibeli dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
ii.
Tanaman uji: buah kurma Ajwah yang dibeli dari kota Kudus yang telah dilakukan identifikasi dan determinasi di Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada
iii.
Metode penyarian: maserasi
iv.
Larutan penyari: etanol 96%
3. a.
Alat dan Bahan yang Digunakan Alat Alat yang digunakan adalah blender, maserator, rotary evaporator,
corong Buchner, pompa vakum, alumunium foil, kertas saring, cawan porselin, waterbath, neraca analitik, timbangan tikus, sonde oral, tabung eppendorf, scalpel, spuit dispossable, mikropipet, pipet tetes, blue tip, yellow tip, dan white
5
tip, kandang tikus, tempat minum tikus, sonifikator, sentrifugator, mini spin, alat pelindung diri (masker dan sarung tangan), vortex, kompor listrik, kain penyerkai (flanel), spektrofotometer UV-Vis (UV-mini SHIMADZU), dan alat-alat gelas. b.
Bahan Bahan yang digunakan adalah buah kurma Ajwah, etanol 96% sebagai
penyari, parasetamol sebagai penginduksi, CMC-Na 1% digunakan sebagai pengsuspensi agar paracetamol yang tidak larut dalam aquadest tidak cepat mengendap, aquadest sebagai pelarut, TMP (1,1,3,3-tetrametoksipropana) 99% digunakan untuk menentukan kurva baku, jika TMP dioksidasi maka akan membentuk suatu radikal bebas (MDA), dan pereaksi penetapan kadar serum MDA yaitu TBA (Thiobarbituric acid) 0,067% yang digunakan untuk mengikat radikal bebas yang terbentuk hasil dari oksidasi yang ditandai dengan terbentuknya warna merah muda dan TCA (Trichloroacetic acid) 20% digunakan untuk mengendapkan protein yang terkandung dalam darah agar tidak mengganggu saat pembacaan absorbansi dari MDA. 4.
Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan Farmasi Klinik
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. 5.
Jalannya Penelitiaan
a.
Pembuatan Ekstrak Etanol Buah Kurma Ajwah Pembuatan ekstrak etanol buah kurma Ajwah dilakukan dengan
merendam simplisia buah kurma menggunakan etanol 96% selama 3x24 jam. Simplisia buah kurma yang sudah kering dengan kehalusan tertentu ditimbang sebanyak 1 kg dimasukkan dalam wadah bejana dan ditambahkan pelarut etanol 96% sebanyak 7 L, tutup dan biarkan selama 24 jam sambil sesekali diaduk. Maserat yang didapat dipisahkan dan proses diulang sampai 2 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama sebanyak 3,5 L (Depkes RI, 1986). Maserat yang didapat kemudian dikumpulkan dan diuapkan menggunakan rotary evaporator hingga didapatkan ekstrak kental. Rendemen yang diperoleh kemudian dicatat dan ditimbang. Rendemen diperoleh dari berat ekstrak kental yang diperoleh dibagi dengan berat simplisia mula-mula kemudian dikalikan 100%.
6
b.
Pembuatan Sediaan Ekstrak Buah Kurma Ajwah Ekstrak kental buah kurma Ajwah dilarutkan dengan aquades sebanyak
15 ml. Sebanyak 250, 500, dan 1000 mg ekstrak ditimbang untuk 5 ekor hewan uji dengan bobot 200 g pada masing-masing dosis perlakuan 250, 500, dan 1000 mg/kgBB. Ekstrak kurma yang sudah ditimbang masing-masing dilarutkan dalam 15 ml. Volume pengambilan sediaan disesuaikan dengan berat tikus dengan cara dikonversikan. Volume pengambilan ditentukan dari berat badan tikus yang ditimbang dan dibagi dengan berat badan tikus secara teoritis kemudian dikalikan setengah volume pemberian maksimal pada tikus (Lampiran 5). c.
Dosis Penetapan dan Waktu Pemberian Paracetamol Pemberian parasetamol dengan dosis yang berlebihan (overdose) dapat
mengakibatkan hepatotoksisitas. Menurut Depkes RI (1979), dosis maksimal pemberian parasetamol sehari pada umur 10 tahun ke atas yaitu 1 g/kgBB. Penentuan hari terjadinya hepatotoksisitas setelah diinduksi parasetamol menggunakan 5 hewan uji sebagai kelompok I (kontrol negatif). Pemberian parasetamol dengan dosis 2,5 g/kgBB pada hewan uji dapat mengakibatkan hepatotoksisitas (Manatar et al, 2013). Induksi dilakukan pada hari ke-7 setelah pemberian aquadest. Serum darah diambil pada hari ke-8, 9, dan 10, kemudian lakukan penentuan absorbansi menggunakan spektrofotometri UV-Vis untuk mendapatkan kadar MDA tertinggi. Pembuatan parasetamol yang digunakan untuk menginduksi hewan uji yaitu dengan cara menimbang sebanyak 500 mg untuk dosis 1 hewan uji yang memiliki bobot 200 g. Parasetamol yang sudah ditimbang kemudian dilarutkan kedalam 2,5 ml aquadest yang sudah dicampurkan dengan CMC-Na 1%. d.
Perlakuan Hewan Uji Subjek penelitian yaitu 20 ekor tikus putih jantan galur Wistar yang
dibagi dalam 4 kelompok perlakuan: Kelompok I
: kelompok kontrol negatif, diinduksi parasetamol 2500 mg/kgBB dan diberi aquadest sebanyak 2,5 ml/200 gram
Kelompok II : diinduksi parasetamol dan diberi ekstrak kurma Ajwah 250 mg/kgBB
7
Kelompok III : diinduksi parasetamol dan diberi ekstrak kurma ajwah 500 mg/kgBB Kelompok IV : diinduksi parasetamol dan diberi ekstrak kurma Ajwah 1000 mg/kgBB Untuk mengurangi pengaruh makanan pada saat pembacaan serum maka tikus dipuasakan selama 16 jam dengan tetap diberikan air minum. Sebelum diinduksi menggunakan parasetamol diambil sampel darah pada hewan uji dengan menggoreskan vena lateralis pada ekor tikus dan ditampung dengan eppendorf yang kemudian disentrifuge dengan kecepatan 20.000 rpm selama 20 menit untuk mendapatkan serum dari darah tikus, selanjutnya serum yang sudah didapat dibaca kadar MDA-nya menggunakan Spektrofotometri UV-Vis (SHIMADZU). Setelah penetapan kadar MDA awalnya (hari ke-0) hewan uji diberikan perlakuan kelompok I (kontrol negatif) menggunakan aquadest 2,5 ml/200 g, kelompok II menggunakan ekstrak buah kurma dosis 250 mg/kgBB, kelompok III ekstrak buah kurma 500 mg/kgBB, dan kelompok IV ekstrak buah kurma 1000 mg/kgBB secara per-oral (p.o) selama 10 hari. Parasetamol diinduksi pada hari ke-7 dengan dosis 2,5 g/kgBB. Serum darah diambil pada 72 jam setelah diinduksi dengan parasetamol, yaitu pada hari ke-8, 9, dan 10. Selanjutnya dilakukan penetapan kadar MDA pada hewan uji menggunakan Spektrofotometri UV-Vis. 20 ekor tikus jantan galur wistar berusia 4-6 bulan dengan berat ± 200-400 gram Diadaptasi selama 7 hari dan dipuasakan selama ±16 jam
Kelompok I (Kontrol negatif) akuadest 2,5 mL/200 gBB, selama 10 hari
Kelompok II ekstrak kurma Ajwah 250 mg/kg BB, selama 10 hari
Kelompok IV Ekstrak ekstrak kurma Ajwah 500 mg/kg BB, Selama 10 hari
Kelompok V Ekstrak ekstrak kurma Ajwah 1000 mg/kg BB, selama 10 hari
Suspensi parasetamol 2,5 g/kg BB di berikan 1x pada hari ke 7 Diambil serum darah pada hari ke-0, 8, 9 dan 10 kemudian diuji kadar MDA Penetapan kadar MDA menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada 536 nm Gambar 1. Skema perlakuan hewan uji
8
e.
Penetapan Kadar MDA Malondialdehid merupakan suatu radikal bebas hasil metabolit reaktif
lipid peroksida. Jadi semakin besar kadar MDA pada serum hewan uji yang dibaca maka semakin besar pula radikal bebas dalam tubuh hewan uji. i.
Persiapan reagen 0,067 gram TBA 0,67 % ditimbang kemudian dilarutkan aquadest sampai
10 ml. Pada wadah yang berbeda ditimbang juga 2 gram TCA 20 % larutkan juga dengan aquadest 10 ml. Pembuatan reagen TBA dan TCA dilakukan dalam labu takar 10 ml dan untuk melarutkan dalam aquadest gunakan sonifikator agar dapat larut sempurna. ii. Penentuan operating time MDA Pembuatan
larutan
stok
I
dengan
cara
mengambil
1,1,3,3-
tetrametoksipropana 99% (TMP) 10 µL yang dilarutkan dengan aquadest sampai 50 ml, selanjutnya dari stok I diambil 0,3 mL kemudian diencerkan dengan aquadest sampai 5 mL sehingga didapatkan stok II. Larutan stok II yang sudah didapatkan dimasukkan kedalam tabung reaksi dan dicampurkan dengan 2,45 ml TBA dan TCA yang sudah dibuat, kemudian dipanaskan dalam air mendidih pada suhu 1000C selama 10 menit. Campuran stok II, TBA, dan TCA yang telah didinginkan disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Supernatan yang berwarna merah muda kemudian diambil dan dibaca dengan Spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang maksimal 536,0 nm. Pembacaan dilakukan pada menit ke-5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50, 55, dan 60. Operating time didapatkan dari absorbansi yang paling stabil dari pembacaan pada menit-menit yang telah ditentukan. iii. Penentuan kurva baku Pembuatan kurva baku dilakukan dengan mengambil stok II dari TMP kemudian diambil 7 seri konsentrasi berbeda, yaitu 0,02; 0,07; 0,13; 0,17; 0,33; 0,99 dan 1,65 µmol/ml. Kurva baku ditentukan dari absorbansi MDA serum yang didapat, tidak boleh melebihi absorbansi minimal MDA serum dan tidak boleh kurang dari absorbansi MDA serum, selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan persamaan regresi linear.
9
iv. Pembuatan serum Serum didapatkan dari darah yang ditampung di eppendorf dengan cara menggores vena lateralis dari ekor hewan uji, darah yang didapat kemudian disentrifuge menggunakan mini spin selama 20 menit pada kecepatan 20.000 rpm. Selanjutnya serum yang berupa supernatan diambil dan disimpan didalam freezer pada suhu -200C. Untuk mendapatkan serum yang dibutuhkan, darah yang diambil sekurang-kurangnya 1 ml. v.
Prosedur penetapan MDA 100 µl serum hewan uji dimasukkan kedalam tabung reaksi, selanjutnya
dicampur dengan 2,45 ml TBA dan TCA. Campuran serum hewan uji, TBA, dan TCA divortex hingga tercampur homogen, kemudian dipanaskan dalam air mendidih pada suhu 1000C selama 10 menit, selanjutnya campuran tersebut didinginkan. Campuran serum hewan uji, TBA, dan TCA yang sudah dingin disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Supernatan yang didapat diambil dan dibaca menggunakan spektrofotometri UV-Vis untuk memperoleh nilai absorbansi. Blangko dibuat dengan cara yang sama seperti pembuatan larutan uji tetapi tidak menggunakan serum. Kadar MDA dihitung menggunakan persamaan regresi linear pada kurva baku. f.
Uji Histopatologi Uji histopatologi dilakukan
di Laboratorium Patologi Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada pada hati dan dua buah ginjal hewan uji yang telah diawetkan dengan 10% formalin. Uji histopatologi dilakukan guna untuk data pendukung setelah hewan uji dilakukan perlakuan dengan buah kurma Ajwah. g.
Analisis Data Semua kelompok hewan uji, dianalisis kadar kenaikan MDA pada hari
ke-0, 8, 9, dan 10 menggunakan uji statistik dengan software SPSS statistics 17.0. Uji statistik yang digunakan yaitu Shapiro-Wilk untuk menguji normalitas distribusi data kadar MDA pada hari ke-0, 8, 9, dan 10. Jika normal dilanjutkan uji repeated Anova untuk melihat signifikasi kenaikan kadar MDA pada hari ke-0, 8, 9, dan 10, pada kontrol negatif. Jika didapatkan kenaikan yang signifikan,
10
selanjutnya dapat diuji Test of Homogeneity of Variance untuk menguji homogenitas dan varian data kadar MDA tiap kelompok. Jika homogen dapat dilakukan uji One Way Anova untuk melihat signifikasi tiap kelompok hari ke-10.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Ekstraksi Buah Kurma Ajwah Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau hewani dengan mengguanakan pelarut yang sesuai (Depkes RI, 1995). Proses ekstraksi bertujuan untuk menarik senyawa yang diinginkan dari simplisia mengguanakan larutan penyari yang sesuai. Hasil ekstraksi dari 1 kg simplisia buah kurma Ajwah dengan proses maserasi menggunakan 14 L larutan penyari etanol 96% yaitu sebanyak 875,27 gram, yang menghasilkan rendemen sebesar 87,527%. 2.
Kurva Baku Malondialdehida Kurva baku digunakan untuk penentuan kadar MDA dengan persamaan
regresi linear = bx + a. Absorbansi dari kurva baku harus mencakup absorbansi dari pembacaan serum kontrol negatif dan kelompok perlakuan, tidak boleh melebihi absorbansi minimum dan tidak boleh kurang dari absorbansi maksimum pada absorbansi MDA serum hewan uji. Pembuatan kurva baku digunakan stok TMP dengan pengambilan 7 seri konsentasi yaitu 0,5, 2, 4, 5, 10, 30, 50 µl. Penggunaan 1,1,3,3-tetrametoksipropana (TMP) sebagai kurva baku karena hasil oksidasi dari TMP yang terurai menjadi suatu propanodial (malondialdehida) sehingga dapat digunakan sebagai kurva baku untuk mengganti MDA. Absorbansi yang didapat dari pengambilan stok TMP masing-masing 0,007; 0,014; 0,017; 0,018; 0,03; 0,041; dan 0,113 (Tabel 1). Tabel 1. Hasil penentuan kurva baku Konsentrasi TMP (µmol/ml) 0,02 0,07 0,13 0,17 0,33 0,99 1,65
Absorbansi 0,007 0,014 0,017 0,018 0.03 0,041 0,113
11
A= 0,007 B= 0,057 r= 0,9563 Persamaan regresi linear y = bx+a Absorbansi = 0,057x+0,007 3.
Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Buah Kurma Ajwah pada Hewan Uji Uji aktivitas antioksidan dilakukan menggunakan profil kadar dari MDA,
karena MDA merupakan biomarker biologis metabolit lipid peroksida untuk menilai tingkat stress oksidatif (Gomes et al, 2005). Profil kenaikan MDA diukur dari hewan uji yang diinduksi menggunakan parasetamol 2,5 g/kgBB tanpa menggunakan perlakuan dengan ekstrak buah kurma (kontrol negatif). Gibson & Skett (1991) menyatakan, kelebihan metabolit NAPQI yang disebabkan pemberian parasetamol berlebih (overdose) mengakibatkan terjadinya ikatan antara makromolekul protein sel hati dan mereduksi O2 manjadi O2•, sehingga menjadi radikal yang reaktif (ROS) yang kemudian akan mengoksidasi fosfolipid dengan proses inisiasi, propagasi, dan terminasi. Selanjutnya radikal peroksil disusun kembali melalui reaksi siklikisasi pada endoperoksida (prekursor malondialdehida) dengan produk akhir dari proses peroksidasi menjadi MDA (Valko et al., 2007). Hasil induksi parasetamol sebagai kontrol negatif menghasilkan kenaikan yang signifikan yaitu ditunjukkan nilai probabilitas kurang dari 0,05 (p<0,05) pada kadar MDA hari ke-10 sebesar 1,298±0,322 µmol/ml, yaitu 72 jam setelah diinduksi parasetamol. Penentuan hari kenaikan MDA yang signifikan (p<0,05)
pada kontrol negatif menggunakan analisis
statistik Repeated Anova yang digunakan untuk perhitungan lebih dari dua kelompok berpasangan. Analisis statistik Repeated Anova dilakukan dengan membandingkan kelompok perlakuan kontrol negatif hari ke-8, 9, dan 10 dengan hari ke-0 (baseline) untuk mendapatkan kadar yang signifikan (p<0,05). Syarat digunakan uji Repeated Anova kadar MDA kontrol negatif harus normal dengan probabilitas > 0,05, untuk melihat kenormalan data pada kelompok populasi kecil kurang dari 50 sampel digunakan uji Shapiro-Wilk.
12
Tabel 2. Kadar MDA kontrol negatif (pemberian aquadest dan parasetamol 2,5 mg/kgBB) No sampel Kadar hari ke-0 Kadar hari ke-8 Kadar hari ke-9 Kadar hari ke-10 (µmol/mL) (µmol/mL) (µmol/mL) (µmol/mL) 1 0,491 0,667 0,526 1,825 2 0,246 0,491 0,07 0,947 3 0,351 0,246 0,719 1,246 4 0,509 0,228 0,211 1,193 5 0,368 0,035 0,772 1,281 Rata2 0,393 0,333 0,46 1,298 SD 0,108 0,247 0,309 0,322
2
Kadar MDA (µmol/mL)
1,8 1,6 1,4 1,2
Hewan uji-1
1
Hewan uji-2
0,8
Hewan uji-3
0,6
Hewan uji-4
0,4
Hewan uji-5
0,2 0 Hari Ke-0
Hari Ke-8 Hari Ke-9 Waktu Induksi
Hari Ke-10
Gambar 2. Grafik kadar MDA kontrol negatif (pemberian aquadest dan parasetamol 2,5 mg/kgBB)
Data diatas menunjukkan bahwa pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB dapat menaikkan kadar MDA dan analisis statistik menggunakan uji Repeated Anova memberikan kenaikan yang signifikan (p<0,05) pada hari ke-10. Aktifitas antioksidan ekstrak buah kurma Ajwah ditunjukkan dengan penurunan kadar MDA dengan membandingkan semua kelompok perlakuan dengan kontrol negatif pada hari ke-0, 8, 9, dan 10. Kelompok perlakuan meliputi dosis pemberian ekstrak kurma yaitu 250, 500, dan 1000 mg/kgBB, kemudian ditentukan perbandingan kadar MDA kelompok perlakuan dan kontrol negatif.
13
Tabel 3. Hasil kadar MDA kontrol negatif dan kelompok perlakuan Keterangan Hari Ke-0 Hari Ke-8 Hari Ke-9 (µmol/mL) (µmol/mL) (µmol/mL) Kontrol negatif 0,393±0,108 0,333±0,247 0,460±0,309 Dosis 250 mg/kgBB 0,846±0,388 0,800±0,173 1,611±0,167 Dosis 500 mg/kgBB 1,007±0,086 1,028±0,284 0,891±0,296 Dosis 1000 mg/kgBB 0,761±0,183 1,053±0,306 1,263±0,025
Hari Ke-10 (µmol/mL) 1,298±0,322 0,916±0,237 0,902±0,359 1,404±0,100
Uji Homogeneity of Variances digunakan untuk menentukan homogenitas data hari ke-10 pada kelompok perlakuan yang dibandingkan dengan kontrol negatif atau dapat dijadikan uji kelayakan untuk uji One Way Anova setelah dilakukan uji normalitas. Hasil data yang didapatkan pada hari ke-10 homogen (p>0,05) dan dapat dilanjutkan menggunakan One Way Anova. Uji statistik One Way Anova digunakan untuk menentukan perbedaan yang signifikan untuk lebih dari dua kelompok tidak berpasangan (kontrol negatif, dosis perlakuan 250, dan 500 mg/kgBB). Hasil yang didapat dari uji statistik One Way Anova kontrol negatif, dosis 250 dan 500 mg/kgBB tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p>0,05). Menurut data Tabel 3 nilai kadar MDA pada kelompok perlakuan dosis 250 dan 500 mg/kgBB pada hari ke-10 (0,916±0,237 µmol/ml dan 0,902±0,359 µmol/ml) lebih rendah dari kontrol negatif (1,298±0,322 µmol/ml), namun secara analisis statistik One Way Anova tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap penurunan kadar MDA. Perlakuan dengan dosis pemberian ekstrak kurma 1000 mg/kgBB tidak dilakukan analisis statistik, karena tiga dari lima hewan uji mati setelah diinduksi parasetamol, hewan uji yang pertama mati pada hari ke-8 atau tepat 1 hari setelah diinduksi parasetamol karena diduga mengalami hepatotoksisitas, kemudian dua hewan uji lainnya mati pada hari ke-9 karena mengalami pendarahan setelah pengambilan darah pada vena lateris, sehingga tidak memenuhi uji One Way Anova. Kematian hewan uji bukan diakibatkan dari toksisitas akut pemberian ekstrak kurma dengan dosis 1000 mg/kgBB, karena menurut Agbon et al. (2014) dan Okwuosa et al. (2014), toksisitas yang dapat membunuh setengah populasi (LD50) yaitu jika dosis secara per-oral (p.o) diberikan lebih dari 6000 mg/kgBB, sehingga adanya kematian hewan uji pada percobaan ini diduga karena terjadi interaksi antara senyawa dalam ekstrak kurma dengan parasetamol. BPOM RI (2008) menyebutkan, salah satu efek samping parasetamol yaitu kelainan darah (trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia).
14
Kemungkinan hal ini juga didukung oleh adanya senyawa niasin dalam kurma yang berperan dalam merangsang pembentukan prostagladin I2 atau hormon yang membantu mencegah penggumpalan atau agregasi trombosit. 4.
Hasil Histopatologi Histopatologi pada penelitian ini digunakan sebagai sarana pendukung
(deskriptif kualitatif) bukan sebagai acuan yang mutlak untuk mengetahui adanya kelainan pada hati dan ginjal hewan uji seperti peningkatan volume darah pada jaringan atau bagian tubuh yang mengalami proses patologis (congesti), perubahan biokimia intra selular yang disertai perubahan morfologi pada sel (degenerasi vacuoler), pembengkakan (radang), bahkan pengerasan sel pada hati (nekrosis). Uji histopatologi dilakukan dengan mengorbankan dua dari lima hewan uji pada masing-masing kelompok untuk diambil hati dan kedua ginjalnya untuk mengidentifikasi ada tidaknya kelainan patologis. Kode 1 2
Tabel 4. Hasil histopatologi kelompok perlakuan Hati 250 Ginjal 250 Hati 500 Ginjal 500 Hati 1000 Ginjal 1000 mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB C C,D C C Keterangan: C = Congesti, D = Degenerasi Vakuolar, N = Nekrosis Hati, R = Radang, - = Negatif
A.2
C
A.1
B.2
C
C
B.1
C.1
C D Gambar 4. Hasil histopatologi hati tikus dengan perbesaran 400x. A.1 dan A.2 hati tikus pada pemberian ekstrak kurma dosis 250 mg/kgBB, B.1 dan B.2 hati tikus pada pemberian ekstrak kurma dosis 500 mg/kgBB, dan C.1 hati tikus pada pemberian ekstrak kurma dosis 1000 mg/kgBB
15
Hasil data diatas bahwa organ hati dan kedua ginjal hewan uji dosis 250 dan 500 mg/kgBB dalam kondisi baik, karena tidak mengalami degenerasi vakuolar bahkan sampai terkena nekrosis hati. Sehingga kurma dosis yang aman digunakan dan tidak mengalami interaksi dengan parasetamol yaitu 250 dan 500 mg/kgBB.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa dosis pemberian ekstrak etanol buah kurma Ajwah 250 dan 500 mg/kgBB tidak memiliki penurunan yang signifikan (p>0,05). Kondisi hati dan ginjal hewan uji setelah dilakukan histopatologi pada dosis perlakuan 250 dan 500 mg/kgBB dalam kondisi yg baik, namun pada dosis 1000 mg/kgBB ditemukan adanya degenerasi vakuolar.
SARAN Adanya penelitian lebih lanjut tentang dosis ekstrak etanol kurma untuk menurunkan kadar malondialdehida (MDA) dan uji toksisitas nya. Penelitian ini juga belum memenuhi kaidah kuantitatif, sehingga kedepannya dapat dilakukan penelitan yang memenuhi kaidah kuantitatif.
DAFTAR ACUAN Abgon, A. N., Kwanashie, H. O., Hamman, W. O. & Sambo. S. J., 2014, Toxicological Evaluation of Oral Administration of Phoenix dactylifera L. Fruit Extract on the Histology of the Liver and Kidney of Wistar Rats, International Journal of Animal and Veterinary Advances, Vol.6 (4), 122-129. Badan POM RI, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia, 301-303, 1055, Jakarta, Badan POM Republik Indonesia.
Depkes RI, 1986, Sediaan Galenik, 10-11, Jakarta, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia, Ed. 3, 3, 37, 920, Jakarta, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
16
Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Ed. 4, 7, Jakarta, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Desminarti, S., Rimbawan, Anwar, F. & Winarto, A., 2012, Efek Bubuk Tempe Instan Terhadap Kadar Malonaldehid (MDA) Serum Tikus Hiperglikemik, Jurnal Kedokteran Hewan, Vol.6 (2), 72-74. Gomes, G. N., Barbosa, F. T., Radaeli, R. F., Cavanal, M. F., Aires, M. M. & Zaladek, F. G., 2005, Effect of D-α-Tocopherol on Tubular Nephron Acidification by Rats with Induced Diabetes Mellitus, Brazilian Journal of Medical and Biological Research, Vol.38, 1043-1051 Hammad, S., 2011, Khasiat Kurma, diterjemahkan oleh Suhadi, M. & Mujtahid, U., 53, 65, Solo, Aqwam Media Profetika. Knight, T. R., Fariss, M. W., Farhood, A. & Jaeschke, H., 2003, Role of Lipid Peroxidation as a Mechanism of Liver Injury After Acetaminophen Overdose in Mice, Toxicological Sciences, Vol.76, 229-236. Marliana, E., 2012, Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Andong (Cordyline fruticosa [L] A. Cheval), Mulawarman Scientifile, Vol.11 (1), 71-81. Mohammed, D. A. & Al-Okbi S. Y., 2004, In Vivo of Antioxidant and AntiInflammatory Activity of Different Extracts of Date Fruits in Adjuvant Arthritis, Polish Journal of Food Nutrition Sciences, Vol.13/54 (4), 397402. Nawawi, D. R., 2014, Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Bekatul Beras Hitam pada Tikus Hepatotoksik yang Diinduksi Paracetamol, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 1-35. Okwuosa, C. N., Udeani, T. K., Umeifekwem, J. E., Onuba, A. C., Anioke, I. C. & Madubueze, R. E., 2014, Hepatoprotective Effect of Methanolic Fruit Extracts of Phoenix dactylifera (Arecaceae) on Thioacetamide Induced Liver Damage in Rats, American Journal of Phytomedicine and Clinical Theraprutics, Vol.2 (3), 290-300.
Saafi, E. B., Louedi, M., Elfeki, A., Zakhama, A., Najjar, M. F., Hammami, M., et al, 2011, Protective Effect of Date Palm Fruit Extract (Phoenix dactylifera L.) on Dimethoate Induced-Oxidative Stress in Rat Liver, Experimental and Toxicologic Pathology, Vol.63, 433-441. Shenoy, S., Kumar, H., Thashma, Nayak, V., Prabhu, K., Pai, P., et al, 2012, Hepatoprotective Activity of Plectranthus amboinicus Against
17
Paracetamol Induced Hepatotxicity in Rats, International Journal of Pharmacology and Clinical Sciences, Vol.1 (2), 32-38. Sholihah, Q. & Widodo, M. A., 2008, Pembentukan Radikal Bebas Akibat Gangguan Ritme Sirkadian dan Paparan Batu Bara, Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.4 (2), 89-100. Tjay, T. H. & Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting: Khasiat, Pengguanaan, dan Efek-Efek Sampingnya, Ed.5, 297-298, 312, 796-797, Jakarta, PT Elex Media Komputindo. Umayah, E. U. & Amrun, M. H., 2007, Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah Naga (Hylocereus undatus (Haw.) Britt. & Rose), Jurnal Ilmu Dasar, Vol.8 (1), 83-90. Valko, M., Leibfritz, D., Moncol, J., Cronin M. T. D., Mazur, M. & Telser, J., 2007, Free Radicals and Antioxidants in Normal Physiological Functions and Human Disease, The International Journal of Biochemistry & Cell Biology, Vol.39, 44-48. Vyawahare, N., Pujari, R., Khsirsagar, A., Ingawale, D., Patil, M. & Kagathara, V., 2009, Phoenix dactylifera: An Update of its Indegenous Uses, Phytochemistry and Pharmacology, The Internet Journal of Pharmacology, Vol.7 (1), 1-9. Wresdiyati, T., Astawan, M., Adnyane, I. K. M., Novelina, S. & Aryani, S., 2007, Pengaruh α-Tokoferol Terhadap Profil Superoksida Dismutase dan Malondialdehida pada Jaringan Hati Tikus di Bawah Kondisi Stres, Jurnal Veteriner, 202-209.
18