EFEK ANALGETIK EKSTRAK ETANOL 70% BUAH PARE (Momordica charantia L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Sprague Dawley) Rini Setiawati1, Min Rahminiwati2 dan Ike Yulia Wiendarlina3 1. Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Pakuan, Bogor
ABSTRAK Buah pare adalah buah yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan makanan sehari-hari dan obat tradisional untuk mengobati berbagai macam penyakit. Buah pare memiliki kandungan yang berkhasiat dalam pengobatan seperti flavonoid. Flavonoid berperan sebagai analgetik melalui hambatan kerja enzim siklooksigenase sehingga produksi prostaglandin oleh asam arakidonat berkurang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek analgetik ekstrak etanol 70% buah pare yang diberikan secara oral terhadap tikus putih jantan yang diinduksi secara kimia menggunakan AgNO3 1%. Pengujian dilakukan terhadap 25 ekor tikus yang dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan kontrol negatif (CMC 0,5%), kontrol positif (Natrium diklofenak 0,9 mg/200g BB), dosis I (151,2 mg/200g BB), dosis II (302,4 mg/200g BB) dan dosis III (604,8 mg/200g BB). Hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% buah pare dengan 3 dosis yang berbeda memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah cicitan (P<0,01 atau 0,05). Berdasarkan uji lanjut Duncan dosis III (604,8 mg/200g BB) merupakan dosis yang memiliki efektivitas sebagai analgetik jika dibandingkan dengan dosis I (151,2 mg/200g BB) dan dosis II (302,4 mg/200g BB). Kata Kunci: Analgetik, Buah Pare (Momordica charantia L.), Tikus Jantan ABSTRACT Pare fruit is generally consumed by Indonesian people as daily food shuff and traditional medicine to treat various diseases. Pare fruit has efficacious contents for treatment various of disease such as flavonoids. Flavonoids act as analgesics through inhibitor of cyclooxygenase enzyme activity leading to a reduction prostaglandins production from arachidonic acid. This study was aimed to determine the analgesic effect of the 70% aethanol extract of pare fruit that was administered orally to male rats that induced by AgN03 1%, taking 25 rats as samples and divided in to 5 groups as negative control (CMC 0.5%), positive control (diclofenac sodium 0.9 mg / 200 g BW), dose I (151.2 mg / 200 g BW), dose II (302.4 mg / 200 g BW) and dose III (604.8 mg / 200 g BW). The results of the research can be stated that 70% aethanol extract of pare fruit with 3 different doses given real effect on the number of tweets (P <0.01 or 0.05). Based on Duncan advanced test, dose III (604.8 mg / 200g BB) was the dose that has an analgesic efficacy as compared with the first dose (151.2 mg / 200g BW) and the second dose (302.4 mg / 200g BB). Keywords: Analgesics, Pare Fruit (Momordica charantia L.), Male Rats.
1
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Elly (2010) diketahui bahwa ekstrak etanol 70% daun pare (Momordica charantia L.) pada tikus putih jantan mempunyai efek sebagai antipiretik karena memiliki kandungan flavonoid. Hasil penelitian Maftuhah (2005) menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% buah pare mempunyai efek antipiretik, sedangkan penelitian Haryanto (2007) menunjukkan bahwa infusa buah pare pada kelinci jantan memiliki efek antipiretik. Antipiretik dan analgetik memiliki banyak persamaan dalam efek terapi yakni dapat menghambat biosintesis prostaglandin (Wilmana dan Gan, 2007). Penelitian ini adalah untuk mempelajari efek ekstrak etanol 70% buah pare (Momordica charantia L.) sebagai analgetik dengan metode induksi nyeri dilakukan menggunakan AgNO3 1% secara intraartikular. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek analgetik ekstrak etanol 70% buah pare secara oral dengan mengamati jumlah cicitan yang timbul pada tikus setelah induksi AgNO3 1%. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi tentang potensi analgetik pada ekstrak etanol buah pare sebagai tanaman yang telah dikenal dan digunakan secara luas oleh masyarakat.
PENDAHULUAN Buah pare adalah buah yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan makanan sehari-hari dan obat tradisional untuk mengobati berbagai macam penyakit. Buah pare memiliki kandungan yang berkhasiat dalam pengobatan seperti saponin, flavonoid, polifenol, alkaloid, triterpenoid, momordisin, glikosida kukurbitasin, karantin, asam butirat, asam palmitat, asam linoleat, dan asam stearat (Subahar, 2004). Saponin, karantin dan glikosida kukurbitacin memiliki efek menurunkan kadar gula darah, triterpenoid sebagai antifungi atau insektisida dan flavonoid berperan sebagai analgetik menghambat kerja enzim siklooksigenase (Suryanto, 2012) dengan demikian flavonoid akan mengurangi produksi prostaglandin oleh asam arakidonat sehingga mengurangi rasa nyeri (Gunawan dkk., 2008). Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang berfungsi mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan rasa kesadaran (perbedaan dengan anestetika umum). Natrium diklofenak merupakan salah satu analgetika prefential COX-2 inhibitor. Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan efek antiinflamasi, analgetik dan antipiretik. (Wilmana dan Gan, 2007). Gout adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan episode arthritis akut berulang pada sendi metatarsophalangeal tetapi dapat juga mengenai sendi lain. Arthritis gout berasal dari deposit kristal asam urat seperti jarum di sendi, menyebabkan inflamasi dengan nyeri yang berat pada sendi yang terkena. Penyakit ini memiliki kecenderungan genetik yang kuat yang lebih sering ditemukan pada pria dewasa, dicirikan dengan episode arthritis akut, dan segera juga dengan kerusakan kronik pada sendi dan struktur lainnya, disebabkan oleh hiperurisemia (Sudoyo dkk., 2006).
METODE PENELITIAN Pengumpulan Bahan Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : daging buah pare gajih yang sudah tua dan berwarna hijau, etanol 70%, tikus putih jantan strain Sparague Dawley dengan umur 2-3 bulan dengan berat badan 150200 gram, aquadests, asam klorida 2 N, pereaksi Mayer, pereaksi Bouchardat, serbuk Magnesium, asam klorida pekat, eter, Natrium diklofenak, perak nitrat 1%, Carboxy methyl cellulosse dan Natrium klorida fisiologis.
2
Syarat kadar air yang harus dipenuhi yaitu 10% atau dengan ketentuan umum sesuai simplisia yang digunakan (dilakukan duplo).
Determinasi Tumbuhan Buah pare (Momordica charantia L.) yang akan digunakan didapat dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO) di Bogor, kemudian dideterminasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, Jl. Ir. H. Juanda No. 13 Bogor, Indonesia.
Penetapan Kadar Abu Lebih kurang 2-3 g zat yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukkan kedalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara setelah diratakan lalu krus dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, kemudian dinginkan lalu timbang. Jika dengan cara ini arang tidak bisa dihilangkan, tambahkan air panas dan disaring dalam krus yang sama. Filtrat yang diperoleh diuapkan dan dipijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (DepKes RI., 2000).
Pembuatan Simplisia Buah Pare Buah pare yang digunakan adalah buah pare jenis gajih yang memiliki kulit berwarna hijau tua, dikumpulkan dan dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel (sortasi basah), dicuci dengan air mengalir sampai bersih, kemudian ditiriskan untuk membebaskan buah dari sisa-sisa air cucian, kemudian buah dipisahkan dari bijinya lalu dirajang tipis-tipis dengan ketebalan kurang lebih 0,1 cm, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 50-60oC sampai kering. Simplisia kering dibersihkan kembali dari kotoran yang mungkin tidak hilang pada saat pencucian (sortasi kering). Tahap selanjutnya simplisia kering digrinder sehingga menjadi simplisia serbuk sesuai dengan derajat kehalusan simplisia buah pare (mesh 40), disimpan dalam wadah bersih dan tertutup rapat (DepKes RI, 1995).
Pembuatan Ekstrak Etanol 70% Buah Pare Serbuk kering simplisia buah pare sebanyak 400 g dimaserasi menggunakan pelarut etanol 70% dengan perbandingan (1:10) pada suhu ruang. Proses maserasi dilakukan selama 3 hari, dengan dilakukan pengocokan secara kontinyu setiap 5x1 jam. Residu diremaserasi dan filtrat yang diperoleh dikeringkan dengan alat vaccum dry sehingga diperoleh ekstrak buah pare (DepKes RI, 2008).
Penetapan Kadar Air Prosedur penentuan kadar air simplisia dilakukan dengan menggunakan alat Moisture balance, dengan cara menyalakan tombol on/of terlebih dahulu dan program diset pada temperatur yang sesuai dengan simplisia yang akan diuji. Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1 g setelah permukaan simplisia diratakan sampai menutup permukaan punch, alat moisture balance ditutup. Proses penentuan kadar air selesai dengan adanya bunyi alarm pada alat. Persen kadar air dari simplisia secara otomatis tertera dalam monitor.
Analisis Fitokimia Uji Alkaloid Serbuk simplisia sebanyak 500 mg ditambah 1 mL asam klorida 2 N dan 9 mL aquadest, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, dinginkan dan disaring, kemudian dibagi dalam dua tabung reaksi. Tabung pertama dimasukkan pereaksi Mayer dan hasil dinyatakan positif bila terbentuk endapan putih sedangkan tabung kedua dimasukkan pereaksi Bauchardat dan hasil positif bila terbentuk endapan coklat sampai hitam (DepKes RI., 1995).
3
a. Tikus dipuasakan ±18 jam sebelum pengujian, air minum tetap diberikan. b. Larutan AgNO3 1% disuntikkan kepada setiap hewan uji, ke dalam sendi tibio tersienne. Delapan belas jam kemudian dilakukan pengamatan, hewan yang mencicit karena kesakitan bila dilakukan gerakan fleksi terhadap sendi yang bengkak sebanyak 10 kali dalam waktu satu menit adalah hewan yang dapat digunakan pada percobaan. Hewan uji yang telah terseleksi ini dikelompokkan menjadi 5 kelompok. Kelompok I : kontrol negatif diberikan CMC 0,5% Kelompok II : kontrol positif diberikan natrium diklofenak 0,9 mg/200g BB Kelompok III : ekstrak etanol 70% buah pare 151,2 mg/200g BB Kelompok IV : ekstrak etanol 70% buah pare 302,4 mg/200g BB Kelompok V : ekstrak etanol 70% buah pare 604,8 mg/200g BB c. Tiap hewan uji dilakukan gerakan fleksi pada sendi sebanyak 10 kali dalam 1 menit. Sediaan uji dinyatakan bersifat analgetik untuk nyeri sendi bila hewan tidak mencicit kesakitan oleh gerakan fleksi yang dilakukan. Waktu pengamatan dilakukan pada 30 menit, 1 jam, 2 jam, 4 jam, 6 jam, 8 jam, 10 jam dan 12 jam setelah pemberian sediaan uji.
Uji Flavonoid Larutan uji serbuk simplisia diuapkan hingga kering, ditambahkan 23 tetes etanol, kemudian ditambahkan dengan serbuk magnesium dan beberapa tetes asam klorida 5M. Warna merah hingga merah lembayung yang timbul menandakan adanya senyawa flavonoid. Uji flavonoid juga dapat dilakukan dengan cara mengganti serbuk magnesium dengan menggunakan serbuk seng, reaksi positif menunjukan warna merah muda (Hanani, 2015). Uji Saponin Serbuk simplisia sebanyak 500 mg dikocok dengan 10 mL air (jika perlu dipanaskan sebentar diatas penangas air). Reaksi positif ditunjukkan dengan adanya busa yang stabil dan tidak hilang dengan penambahan asam klorida (Hanani, 2015). Uji Tanin Serbuk simplisia diekstraksi dengan air, alkohol atau aseton. Larutan tanin mengendap dengan tambahan logam berat atau gelatin (protein) 1% dalam natrium klorida 10%. Sampel ditambahkan larutan garam feri (besi), dan akan menunjukan reaksi warna biru hitam (Hanani, 2015). Pemeliharaan Hewan Coba Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih jantan berumur 3-4 bulan dengan bobot sekitar 150-200 g. Sebanyak 25 ekor tikus dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor. Selama penelitian semua kelompok tikus diberi pakan pellet dan minum secara adlibitum.
Analisis Data Data-data yang diperoleh dianalisa dengan analisis sidik ragam untuk rancangan acak lengkap (RAL) dengan menggunakan program SPSS. HASIL DAN PEMBAHASAN Determinasi Tanaman Hasil determinasi tanaman yang dilakukan di Pusat Konversi TumbuhanKebun Raya Bogor diketahui bahwa tanaman yang digunakan merupakan tanaman dari spesies Momordica charantia Lindl.
Uji Analgetik Ekstrak Buah Pare Uji analgetik ekstrak buah pare terhadap hewan dilakukan dengan prosedur berikut ini berdasarkan metode penapisan nyeri sendi (Kelompok Kerja Ilmiah, 1993): 4
menguntungkan karena proses ini merupakan proses perendaman sampel tumbuhan yang akan mengakibatkan terjadinya pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang terdapat dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik (Husna, 2015).
Hasil Pembuatan Serbuk Buah Pare Serbuk dibuat dengan cara menggrinder buah pare yang telah dikeringkan dan dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan mesh 40. Dari 9 kg buah pare segar diperoleh serbuk simplisia sebanyak 521,5 g dengan rendemen sebesar 5,56%. Perhitungan rendemen simplisia buah pare dapat dilihat pada Lampiran 6. Pembuatan simplisia kering menjadi serbuk bertujuan untuk membuat luas permukaan simplisia menjadi lebih besar sehingga pada proses pengekstraksian menjadi lebih efisien. Simplisia buah pare memiliki karakteristik berupa serbuk halus dengan warna hijau kecoklatan dan memiliki rasa pahit
Hasil Uji Kadar air Kadar air ditentukan untuk memenuhi salahsatu syarat bahan baku herbal (DepKes RI, 1995). Tujuan penentuan kadar air untuk mengetahui masa simpan simplisia atau ekstrak. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mikroorganisme mudah tumbuh sehingga masa simpannya menjadi pendek. Menurut DepKes RI (1997) persyaratan kadar air simplisia adalah tidak lebih dari 10%. Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan alat Moisture Balance. Hasil penetapan kadar air ratarata serbuk simplisia buah pare adalah sebesar 8,47%, sedangkan untuk penetapan kadar air ekstrak kering buah pare adalah 4,82%. Kadar air serbuk simplisia dan ekstrak kering buah pare telah memenuhi syarat.
Hasil Pembuatan Ekstrak Buah Pare Pembuatan ekstrak buah pare dilakukan dengan metode maserasi dan didapatkan ekstrak kering sebanyak 94,6 g yang berwarna coklat kehitaman dengan rendemen ekstrak sebesar 23,65%. Perhitungan rendemen ekstrak dilakukan untuk melihat presentase kadar zat aktif yang terbawa dalam pelarut yang digunakan namun tidak dapat menentukan jenisnya. Pembuatan ekstrak dengan metode maserasi Tabel 1. Hasil Kadar Air Sampel Serbuk simplisia Ekstrak
Hasil 7,96% 8,98% 4,89% 4,75%
Rata-rata 8,47% 4,82%
yaitu tidak lebih dari 7,2% dan syarat untuk kadar abu ekstrak buah pare yaitu tidak lebih dari 9,0%.
Hasil Uji Kadar Abu Penentuan kadar abu bertujuan untuk mengetahui cemaran berupa bahan anorganik dalam simplisia. Hasil penentuan kadar abu simplisia buah pare sebesar 6,45% sedangkan kadar abu untuk ekstrak buah pare sebesar 4,88%. Kadar abu ini telah memenuhi persyaratan karena kadar abu simplisia buah pare dalam DepKes RI (2010)
Hasil Analisis Fitokimia Analisis fitokimia dilakukan dengan menggunakan analisis uji kualitatif yakni dengan mengamati reaksi warna dengan beberapa pereaksi. Pengujian fitokimia 5
dilakukan untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam suatu simplisia. Senyawa yang
diujikan yaitu golongan senyawa alkaloid, flavonoid, tannin dan saponin.
Tabel 2. Hasil Analisis Fitokimia Identifikasi Pereaksi Senyawa Flavonoid +Magnesium Alkaloid Bouchardat LP Mayer LP Dragendroff Saponin Aquadest Tanin +FeCl3 1% +Gelatin Hasil uji fitokimia buah pare menunjukkan bahwa buah pare positif mengandung golongan alkaloid, flavonoid, saponin dan tannin. Senyawa yang diduga memiliki aktivitas sebagai analgetik adalah flavonoid. Flavonoid berperan sebagai analgetik yang mekanisme kerjanya menghambat kerja enzim siklooksigenase (Suryanto, 2012), dengan demikian flavonoid akan mengurangi produksi prostaglandin oleh asam arakidonat sehingga mengurangi rasa nyeri.
Serbuk
Ekstrak Kering
+ + + + + + +
+ + + + + + +
larutan AgNO3 1% ke dalam sendi kaki tikus bagian belakang. AgNO3 digunakan sebagai penginduksi karena AgNO3 merupakan logam berat yang dapat mengendapkan protein yang terdapat pada sendi tikus sehingga menimbulkan rasa nyeri pada sendi tikus. AgNO3 juga dapat terurai menjadi NO2 yang merupakan radikal bebas yang dapat memicu respon inflamasi dan menyebabkan nyeri. Setelah 18 jam penginduksian dilakukan gerakan fleksi pada kaki tikus yang telah diberi penginduksi. Hasil uji lanjut Duncan yang ditunjukkan dengan nilai superskrip menunjukkan bahwa Dosis III (604,8 mg/200 g BB) tidak berbeda nyata dengan Dosis II (302,4 mg/200 g BB) dan berbeda nyata dengan Dosis I (151,2 mg/200 g BB), kontrol positif dan kontrol negatif. Kontrol negatif sangat berbeda nyata dengan kontrol positif, Dosis I (151,2 mg/200 g BB), Dosis II (302,4 mg/200 g BB) dan Dosis III (604,8 mg/200 g BB).
Hasil Efek Analgetik Ekstrak Buah Pare Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan, karena hewan tersebut mudah penanganannya dan menunjukkan efek farmakologi yang mudah diamati. Luas permukaan sendi pada kaki tikus lebih besar dibandingkan luas permukaan sendi pada kaki mencit sehingga lebih mudah dalam memberikan induksi secara intraartikular. Hewan percobaan tersebut diinduksi dengan menyuntikkan
6
12 Kontrol Negatif 10
Jumlah Cicitan
Kontrol Positif 8
Dosis 1
6
Dosis 2 Dosis 3
4 2 0 0,5 jam
1 jam
2 jam
4 jam
6 jam
8 jam
10 jam
12 jam
Waktu Pengamatan
Gambar. 4 Grafik Rata-rata Jumlah Cicitan Tikus Dari Grafik diatas terlihat ratarata jumlah cicitan hewan coba menurun dari waktu ke waktu pada kelompok kontrol positif kemudian diikuti oleh kelompok dosis III, dosis II, dosis I dan kontrol negatif. Pada uji ANOVA didapatkan hasil yang sangat signifikan yaitu p=0,000 (<0,05 dan <0,01), dapat diartikan bahwa pemberian perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata, terhadap jumlah cicitan tikus putih (Sprague Dawley). Untuk melihat perbedaan antar kelompok, dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji Lanjut Duncan dapat dinyatakan bahwa pemberian perlakuan ekstrak memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata dengan kontrol negatif terhadap jumlah cicitan. Jumlah cicitan tikus kelompok yang diberi ekstrak buah pare dosis III mendekati jumlah cicitan tikus kontrol positif. Ekstrak etanol buah pare memiliki efek analgetik karena kandungan flavonoid. Flavonoid berperan sebagai analgetik yang mekanisme kerjanya menghambat kerja enzim siklooksigenase (Suryanto, 2012). Dengan demikian akan mengurangi produksi prostaglandin oleh asam arakidonat sehingga mengurangi rasa nyeri (Gunawan dkk., 2008).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Ekstrak etanol 70% buah pare dosis III efektif menurunkan jumlah cicitan pada tikus putih jantan dan penurunannya hampir mendekati kontrol positif. Dosis terbaik yang menimbulkan efek analgetik adalah 604,8 mg/200 g BB. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian uji efek analgetik dengan menggunakan variasi dosis yang lebih rendah agar diperoleh dosis optimal dengan minimum ekstrak. 2. Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan membuat sediaan farmasetika seperti sediaan krim atau gel. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. __________. 2000a. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. __________. 2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
7
__________. 2010. Suplemen I Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Hanani, E. 2015. Analisis Fitokimia. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Kelompok Kerja Ilmiah. 1993. Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik. Jakarta:Pengembangan dan Pemanfaatan Obat Bahan Alam.
Gunawan, S.G., Setiabudy, R., Nafrialdi, E. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Maftuhah, A. 2005. Uji Efek Antipiretik Ekstrak Buah Pare Pada Tikus Putih Jantan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tjay, T.H., dan Kirana, R. 2002. ObatObat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya Edisi 5. Jakarta: Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia..
Subahar, T. 2004. Khasiat dan Manfaat Pare, si Pahit Pembasmi Penyakit. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Wilmana, P.F. dan Gan, S. 2007. Analgesik- Antipiretik Analgesik Anti-Inflamsi Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Suryanto, E. 2012. Fitokimia Antioksidan. Surabaya: Putra Media Nusantara.
8