UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI ANTIFERTILITAS EKSTRAK ETANOL 70% BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L. ) PADA TIKUS JANTAN GALUR Sprague Dawley SECARA IN VIVO
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
WIDYA DWI ARINI NIM : 108102000056
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA NOVEMBER 2012
ii
iii
iv
ABSTRAK
Nama : Widya Dwi Arini Program Studi : Farmasi Judul : Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Jantan Galur Sprague Dawley Secara In Vivo
Penelitian ini dilakukan untuk menguji efek antifertilitas ekstrak etanol 70% biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) pada tikus jantan. Ekstrak diberikan secara oral sekali sehari dalam 48 hari. Sampel terdiri dari 20 ekor tikus jantan galur Sprague Dawley yang dibagi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol (Na CMC 1%), kelompok perlakuan I (5mg/kg BB), II (25 mg/kg BB), dan III (50 mg/kg BB). Kemudian hasil dianalisis dengan menggunakan analisis One Way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Multiple Comparisons. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar dengan dosis 5 mg/kg BB, 25 mg/kg BB, dan 50 mg/kg BB memberikan penurunan yang bermakna terhadap konsentrasi spermatozoa, bobot testis, dan diameter tubulus seminiferus dibandingkan dengan kontrol (p ≤ 0,05). Jumlah spermatosit pakiten dan jumlah sel Sertoli dihitung pada seluruh tahapan dan jumlah spermatosit pakiten per jumlah sel Sertoli masing-masing dihitung dalam tahap II,VII dan XII dari siklus epitel seminiferus. Hasil menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dosis 25 mg/kg BB dan 50 mg/kg BB, yaitu terjadi penurunan jumlah spermatosit pakiten pada kelompok perlakuan (p ≤ 0,05). Terjadi penurunan jumlah sel Sertoli secara bermakna pada dosis 5 mg/kg BB dan 25 mg/kg BB. Dari beberapa hasil pengamatan tersebut, disimpulkan bahwa ekstrak etanol 70% biji jarak pagar dapat mempengaruhi spermatogenesis tikus. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan sebagai bahan kontrasepsi pria.
Kata kunci : Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.), berat testis, konsentrasi spermatozoa, diameter tubulus seminiferus, spermatosit pakiten.
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Nama : Widya Dwi Arini Program Studi : Farmasi Judul : Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Jantan Galur Sprague Dawley Secara In Vivo This study was aimed to find out anti-fertility effects of 70% ethanolic extract of Jatropha curcas seeds of male rats. The extract was given orally once a day for 48 days. The sample consisted of 20 Sprague Dawley male rats that were divided four groups: control group (CMC Na 1%), treatment I (5 mg/Kg BW), II (25 mg/Kg BW), and III (50 mg/Kg BW). The result of experiment was analyzed by using One Way ANOVA and by Multiple Comparisons test. The results showed that 70% ethanolic extract of Jatropha curcas seed in dosage 5 mg/Kg BW, 25 mg/Kg BW, and 50 mg/Kg BW resulted significant decrease to sperm concentration, testis weight, and diameter of seminiferous tubules compared with control (p ≤ 0,05). The number of pachytene spermatocytes and Sertoli cells were counted in all stages and number of pachytene spermatocytes per Sertoli cells were counted in stages II,VII and XII of the cycle of the seminiferous epithelium. The results showed significant difference between the control and the treatment dosage 25 mg/Kg BW and treament 50 mg/Kg BW groups. There were decreased the number of pachyten spermatocytes in treatment groups (p ≤ 0,05). A decline in the number of Sertoli cells was significantly in dosage 5 mg/kg BW and 25 mg/kg BW. This concluded that the 70% ethanolic extract of Jatropha curcas seed influenced the spermatogenesis of rat. It is hoped that the results of this study can be used to develop a male contraceptive method.
Key Words: Jatropha curcas seeds, testis weight, sperm concentration, diameter of seminiferous tubules, sperm concentration, pachytene spematocytes.
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil`alamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Skripsi yang berjudul ”Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Jantan Galur Sprague Dawley Secara In Vivo”disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari ada beberapa pihak yang sangat memberikan kontribusi kepada penulis. Maka, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai pembimbing, terima kasih atas arahan, bimbingan dan kesabaran dalam meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya untuk membimbing penulis selama ini. 2. Drs. Umar Mansur M.Sc, Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Dr. Azrifitria, M.Si, Apt sebagai pembimbing, terimakasih telah banyak memberikan ilmu, pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama menyusun skripsi ini. 4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan yang telah memberikan ilmunya kepada penulis. 5. Kedua orang tua, yang telah memberikan dorongan, semangat, dan pengertiannya bagi penulis baik secara moril dan materiil. 6. Seluruh kakak-kakak laboran yang telah membantu penulis selama penelitian di kampus. vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7. Enrico S. Caesar, penyemangat yang selalu mendoakan, mengisi warnawarni kehidupan, setia dan selalu sabar mendengar keluh kesah penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. 8. Teman seperjuangan sepenelitian Rr.Alvira Widjaya, terima kasih atas bantuan, motivasi, dan kebersamaannya selama penelitian. 9. Sahabat-sahabat tersayang yang selalu ada (Vira, Sivia, Septi, Ade, Indah, Pura) yang tak henti memberikan doa, semangat, masukan untuk kelancaran penyusunan skripsi. 10. Teman-teman Alcoolique ( Dian, Dwinur, Ayu, dll ) dan Beta Laktam yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih telah memberikan doa, dukungan, dan persaudaraan selama ini untuk penulis. 11. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu oleh penulis, yang telah membantu penyelesaian skripsi.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi
ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun guna memperbaiki kemampuan penulis.
Jakarta,
November 2012
Penulis
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... HALAMAN PERSYARATAN ORISINALITAS ...................................... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ABSTRAK ..................................................................................................... ABSTRACT ................................................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................... DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1.2. Rumusan Masalah ....................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 1.4. Hipotesis ..................................................................................... 1.5. Manfaat Penelitian ...................................................................... BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2.1. Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) .................................................. 2.1.1 Sejarah dan Sinonim ......................................................... 2.1.2 Klasifikasi ......................................................................... 2.1.3 Morfologi .......................................................................... 2.1.4 Kandungan Bahan Aktif .................................................. 2.1.5 Kegunaan .......................................................................... 2.2.Simplisia dan Ekstrak ..................................................................... 2.2.1. Simplisia ........................................................................... 2.2.2. Ekstrak .............................................................................. 2.3.Ekstraksi ........................................................................................ 2.3.1. Cara dingin ....................................................................... 2.3.1.1. Maserasi ............................................................... 2.3.1.2. Perkolasi .............................................................. 2.3.2. Cara Panas ........................................................................ 2.3.2.1. Refluks ................................................................. 2.3.2.2. Soxhlet ................................................................. 2.3.2.3. Digesti .................................................................. 2.3.2.4. Infus ..................................................................... 2.3.2.5. Dekok...................................................................
i ii iii iv v vi vii ix x xiii xiv xvi 1 1 4 4 4 5 6 6 6 7 7 9 9 10 10 10 10 11 11 11 11 11 11 12 12 12
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.3. Destilasi uap ..................................................................... 2.3.4. Cara Ekstraksi lainnya ...................................................... 2.3.4.1. Ekstraksi berkesinambungan ............................... 2.3.4.2. Super kritikal kabondioksida ............................... 2.3.4.3. Ekstraksi ultrasonik ............................................. 2.3.4.4. Ekstraksi energi listrik ......................................... 2.4. Tinjauan Hewan Percobaan............................................................ 2.4.1. Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus) ..................... 2.4.2. Biologis Tikus Putih (Rattus norvegicus) ......................... 2.5. Sistem Reproduksi Jantan .............................................................. 2.5.1. Produksi Sperma .............................................................. 2.5.2. Spermatogenesis Pada Tikus ............................................ 2.5.3. Peran Hormon Pada Spermatogenesis .............................. BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 3.2. Alat dan Bahan ............................................................................... 3.2.1. Hewan Uji ......................................................................... 3.2.2. Bahan Uji .......................................................................... 3.2.3. Bahan Kimia ..................................................................... 3.2.4. Alat .................................................................................. 3.3.Rancangan Penelitian ...................................................................... 3.4.Kegiatan Penelitian .......................................................................... 3.4.1. Pemeriksaan Simplisia ...................................................... 3.4.2. Penyiapan Simplisia ......................................................... 3.4.3. Pembuatan Ekstrak ........................................................... 3.4.4. Penapisan Fitokimia ......................................................... 3.4.5. Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik .............. 3.4.5.1. Identitas ekstrak ................................................... 3.4.5.2. Organoleptik ........................................................ 3.4.5.3. Susut pengeringan................................................ 3.4.5.4. Kadar abu ............................................................. 3.4.6. Persiapan Hewan Uji ........................................................ 3.4.7. Pemberian Perlakuan ........................................................ 3.4.8. Pembuatan Preparat .......................................................... 3.4.9. Pengukuran Parameter Uji ................................................ 3.4.9.1. Pengukuran Bobot Testis ..................................... 3.4.9.2. Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa ................ 3.4.9.3. Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus ........ 3.4.9.4. Perhitungan Perbandingan Jumlah Spermatosit PakitenTerhadap Jumlah Sel Sertoli ................... 3.5. Analisis Data...................................................................................
12 12 12 13 13 13 13 13 14 15 18 19 21 24 24 24 24 24 24 24 25 26 26 26 26 27 29 29 29 29 30 30 31 31 31 31 31 33 33 34
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 4.1. Hasil Penelitian ............................................................................... 4.1.1. Ekstraksi ........................................................................... 4.1.2. Penapisan Fitokimia ......................................................... 4.1.3. Parameter Standar ............................................................. 4.1.4. Pengukuran Berat Badan Tikus ........................................ 4.1.5. Pengukuran Bobot Testis .................................................. 4.1.6. Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa ............................. 4.1.7. Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus ..................... 4.1.8. Perhitungan Perbandingan Jumlah Spermatosit Pakiten Terhadap Jumlah Sel Sertoli ............................................. 4.2. Pembahasan ................................................................................... BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 5.1.Kesimpulan ....................................................................................... 5.2.Saran .................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... LAMPIRAN ....................................................................................................
35 35 35 35 35 36 36 38 39 40 43 54 54 54 55 63
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
2.1. Data Biologis Tikus ..................................................... ........................ 3.1. Pengenceran yang Dilakukan dan Kotak yang Dihitung………... ....... 3.2. Cara Pengenceran ................................................................... ............. 3.3. Rumus Konsentrasi Spermatozoa.................................................. ....... 4.1. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak etanol 70 % Biji Jarak Pagar ........ 4.2. Parameter Standar Simplisia dan Ekstrak ............................................. 4.3. Rata-rata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok ...................................... 4.4. Rata-rata Bobot Testis Tikus ................................................................ 4.5. Rata-rata Konsentrasi Spermatozoa Tikus ........................................... 4.6. Rata-rata Diameter Tubulus Seminiferus ............................................. 4.7. Rata-rata Jumlah Spermatosit Pakiten per Jumlah Sel Sertoli ............. 4.8. Rata-rata Jumlah Spermatosit Pakiten .................................................. 4.9. Rata-rata Jumlah Sel Sertoli ................................................................
15 32 32 33 35 35 36 37 38 39 40 41 42
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8 16 18 20 22 36
Bunga, buah dan biji Jatropha curcas L ........................................... Anatomi sistem reproduksi tikus jantan ............................................ Spermatozoa tikus.......................................................... ................... Tahapan dari siklus sel spermatogenesis pada tikus ......................... Poros hipotalamus – hipofisis – gonad .............................................. Grafik rata-rata berat badan tikus tiap kelompok ............................. Grafik hasil rata-rata bobot testis setelah pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari ....................................... 8. Grafik hasil rata-rata konsentrasi spermatozoa (juta/mL) setelah pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari ......... 9. Grafik hasil rata-rata diameter tubulus seminiferus setelah pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari ......... 10. Grafik hasil rata-rata perbandingan jumlah spermatosit pakiten terhadap jumlah sel Sertoli setelah pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari .......................................................... 11. Grafik hasil rata-rata jumlah spermatosit pakiten setelah pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari ......... 12. Grafik hasil rata-rata jumlah sel Sertoli setelah pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari ....................................... 13. Biji jarak pagar .................................................................................. 14. Serbuk simplisia biji jarak pagar ....................................................... 15. Tikus putih jantan galur Sprague Dawley ......................................... 16. Etanol 70% ........................................................................................ 17. Ekstrak kental etanol 70% biji jarak pagar........................................ 18. Larutan Na CMC 1%......................................................................... 19. Ekstrak yang telah disuspensikan dalam Na CMC 1% ..................... 20. Larutan George .................................................................................. 21. Larutan NaCl fisiologis ..................................................................... 22. Alat pencekok oral ............................................................................ 23. Seperangkat alat bedah ...................................................................... 24. Timbangan berat badan hewan uji (Ohauss) ..................................... 25. Vacum rotary evaporator (Eyela) ...................................................... 26. Oven (Memmert) ............................................................................... 27. Tanur (Thermo Scientific)................................................................. 28. Timbangan analitik (AND GH-202................................................... 29. Freeze dry (Eyela FDU 1200)).......................................................... 30. Mikropipet ukuran 10-20 µL............................................................. 31. Mikropipet ukuran 200 µL ................................................................ 32. Haemositometer Improved Neubeur ................................................. 33. Mikroskop optik (Motic BA310) ...................................................... 34. Penimbangan serbuk simplisia biji jarak pagar ................................. 35. Maserasi serbuk simplisia biji jarak pagar dengan etanol 70% ........
37 38 39
40 42 42 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 66 66 66 66 66 66 66 66 66 67 67
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36. Penyaringan maserat ......................................................................... 37. Pemekatan maserat ............................................................................ 38. Proses freeze dry ekstrak cair etanol 70% biji jarak pagar ................ 39. Pembuatan larutan Na CMC 1% ....................................................... 40. Pemberian makan hewan uji ad libitum ............................................ 41. Pemberian minum hewan uji ad libitum ........................................... 42. Penimbangan berat badan hewan uji ................................................. 43. Pemberian ekstrak secara oral menggunakan alat pencekok oral ..... 44. Pembiusan hewan uji ......................................................................... 45. Pembedahan hewan uji ...................................................................... 46. Pengeluran cairan sperma dari kauda epididimis dengan bantuan cairan NaCl ........................................................................................ 47. Pencucian organ testis dengan larutan NaCl fisiologis ..................... 48. Epididimis ......................................................................................... 49. Organ testis dan epididimis ............................................................... 50. Penimbangan organ testis .................................................................. 51. Pengawetan organ testis .................................................................... 52. Pengambilan cairan spermatozoa ...................................................... 53. Pengenceran spermatozoa dengan larutan George ............................ 54. Spermatozoa pada kamar haemositometer ........................................ 55. Pengamatan spermatozoa di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x ................................................................................................... 56. Kontrol,tahap II, Perbesaran 400x..................................................... 57. Kontrol,tahap VII, Perbesaran 400x .................................................. 58. Kontrol,tahap XII, Perbesaran 400x .................................................. 59. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (5 mg/kg BB), tahap II, Perbesaran 400x .................................................................. 60. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (5 mg/kg BB), tahap VII, Perbesaran 400x` .............................................................. 61. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (5 mg/kg BB), tahap XII, Perbesaran 400x ............................................................... 62. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (25 mg/kg BB), tahap II, Perbesaran 400x .................................................................. 63. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (25 mg/kg BB), tahap VII, Perbesaran 400x ............................................................... 64. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (25 mg/kg BB), tahap XII, Perbesaran 400x ............................................................... 65. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (25 mg/kg BB), Perbesaran 400x ................................................................................ 66. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB), tahap II, Perbesaran 400x .................................................................. 67. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB), tahap VII, Perbesaran 400x ............................................................... 68. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB), tahap XII, Perbesaran 400x ............................................................... 69. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB), Perbesaran 400x ................................................................................
67 67 67 67 67 67 67 67 67 67 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 100 100 100 101 101 101 102 102 102 103 104 104 104 105
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. 2. 3. 4.
Hasil Determinasi Tanaman ............................................................. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar .... Gambar Bahan dan Alat Penelitian ................................................... Gambar Kegiatan Penelitian Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar ........................................................................ 5. Pemeriksaan Parameter Ekstrak ....................................................... 6. Alur penelitian .................................................................................. 7. Perhitungan Dosis Uji Ekstrak Biji Jarak ......................................... 8. Berat Badan Tikus Jantan.................................................................. 9. Hasil Pengukuran Bobot Testis ........................................................ 10. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa ................................... 11. Hasil Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus ............................ 12. Hasil Perhitungan Jumlah Spermatozoa Pakiten per Jumlah Sel Sertoli ................................................................................................ 13. Hasil Perhitungan Jumlah Spermatosit Pakiten ................................ 14. Hasil Perhitungan Jumlah Sel Sertoli ................................................ 15. Analisis Data Bobot Testis ................................................................ 16. Analisis Data Konsentrasi Spermatozoa .......................................... 17. Analisis Data Diameter Tubulus Seminiferus .................................. 18. Analisis Data Jumlah Spermatosit Pakiten per Jumlah Sel Sertoli. .. 19. Analisis Data Jumlah Spermatosit Pakiten ....................................... 20. Analisis Data Jumlah Sel Sertoli ....................................................... 21. Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Kontrol ....................... 22. Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (5 mg/kg BB) ..................................... 23. Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (25 mg/kg BB) .................................... 24. Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB) ....................................
63 64 65 67 69 70 71 72 74 75 76 77 78 79 80 83 86 89 94 97 100 101 102 104
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1.
LATAR BELAKANG Masalah kependudukan tetap menjadi isu yang sangat penting dan
mendesak, utamanya yang berkaitan dengan aspek pengendalian kuantitas penduduk, peningkatan kualitas penduduk dan pengarahan mobilitas penduduk, jika dikaitkan dengan potensi ancaman ledakan penduduk kedepan. Saat ini penduduk dunia telah mencapai 7 milyar jiwa atau bertambah 1 milyar jiwa hanya dalam waktu 10 tahun (pada tahun 2000 jumlah penduduk dunia sekitar 6 milyar). Berdasarkan hasil sensus 2010, penduduk Indonesia bertambah 32,5 juta jiwa, dan rata-rata pertumbuhan 1,49 persen. Apabila laju pertambahan penduduk masih 1,49 persen seperti sekarang, maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2045 menjadi 450 juta jiwa. Hal ini berarti, 1 dari 20 penduduk dunia adalah orang Indonesia (BKKBN, 2012). Proyeksi tersebut kemungkinan tidak akan banyak berubah jika pengelolaan program Keluarga Berencana (KB) dilaksanakan dengan optimal. Namun jumlah tersebut sangat mungkin meningkat, apabila intensitas dan frekuensi pengelolaan program KB menurun. Di Indonesia, program pembangunan nasional KB mempunyai arti yang sangat penting dalam upaya mewujudkan manusia Indonesia sejahtera disamping program pendidikan dan kesehatan. Peserta KB di Indonesia masih didominasi oleh perempuan. Pemerintah dengan berbagai sumber daya yang ada telah berupaya untuk meningkatkan kesertaan pria dalam ber-KB, namun hasilnya belum seperti yang diharapkan (BKKBN, 2008). Bentuk partisipasi pria dalam ber-KB adalah menggunakan salah satu cara atau metode pencegahan kehamilan, seperti kondom, vasektomi, serta KB alamiah yang melibatkan pria/suami (metode sanggama terputus dan metode pantang berkala) (Bhakti Ekarini, 2008). Kontrasepsi untuk pria yang dianggap sudah mantap adalah kondom dan vasektomi. Namun penggunaan kondom sebagai alat kontrasepsi menimbulkan keluhan psikologik, sedangkan vasektomi walaupun merupakan kontrasepsi yang dapat diandalkan, bersifat aman, efektif dan mudah, sangat baik untuk pasangan 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
yang tidak menginginkan anak lagi, tetapi banyak tidak disukai pria, karena mereka beranggapan bahwa dengan vasektomi akan menghilangkan keperkasaan mereka. Oleh karena itu, para pakar berusaha untuk mencarikan cara yang aman untuk para pria tetapi tidak akan merasa dihilangkan sifat keperkasaannya. Salah satu cara adalah beralih ke tanaman (Hartini, 2011). Pada beberapa dekade terakhir ini, banyak penelitian difokuskan kepada perkembangan efektivitas dan keamanan kontrasepsi pria. Idealnya kontrasepsi pria itu harus memiliki khasiat jangka lama, tetapi bersifat reversibel dalam hal menyebabkan azoospermia (tidak adanya sperma didalam semen) (BKKBN, 2006). Untuk saat sekarang masyarakat lebih memilih alternatif menggunakan obat tradisional karena dianggap relatif lebih murah, efisien dan lebih aman dari efek samping dibandingkan dengan obat sintetik (Andria, 2012). Hal ini mengingat bahwa di Indonesia kaya akan sumber daya tanaman obat, sehingga mempunyai peluang untuk memperoleh kontrasepsi pria yang berasal dari tanaman. Di Indonesia, terdapat beberapa jenis tanaman yang telah diteliti efeknya terhadap organ reproduksi jantan. Beberapa tanaman tersebut adalah ekstrak metanol batang manggarsih dimana selama 35 hari mampu menyebabkan penurunan jumlah spermatosit sekunder dan jumlah spermatozoa mencit namun tidak mampu menyebabkan penurunan berat testis, diameter tubulus seminiferus testis, jumlah spermatosit primer, dan jumlah spermatid (Ulimaz, 2010). Dari penelitian Yurnadi dkk (2002) diketahui bahwa penyuntikan ekstrak biji pepaya selama 20 hari pada berbagai dosis terhadap tikus belum dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa vas deferen, akan tetapi dapat menurunkan populasi sel spermatogonium A dan spermatosit primer preleptoten. Selain itu, pada tanaman Momordica charantia L. dengan pemberian selama 20 hari memberikan hasil penurunan pada jumlah spermatozoa dan pada 40 hari memberikan hasil penurunan jumlah spermatozoa yang lebih banyak. Namun, pada pemberian Momordica charantia L. selama 60 hari tidak memberikan perubahan yang bermakna (Saptogino, 2010).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
Salah satu tanaman tradisional yang diharapkan dapat menjadi antifertilitas adalah jarak pagar (Jatropha curcas L.). Tanaman jarak pagar memilki nilai pengobatan yang besar. Ekstrak tanaman dapat digunakan untuk mengobati alergi, luka bakar, peradangan, kusta, leucoderma, kudis dan cacar (Sachdeva et al., 2012). Penggunaan obat tradisional untuk ekstrak dari biji jarak pagar diantaranya sebagai pencahar, abortivum, antipiretik, antihelmentik, serta pengobatan gout dan gonorrhea (Barceloux, 2008). Menurut Ejelonu et al., (2010), hasil skrining fitokimia dari biji jarak pagar positif mengandung terpenoid, alkaloid, cardenolid, dan steroid. Secara empiris, beberapa negara seperti, Kamboja, Vietnam dan India telah menggunakan biji jarak sebagai bahan yang dapat menyebabkan aborsi. Di negara Sudan Selatan, biji jarak juga digunakan sebagai bahan kontrasepsi oral (Cambie and Brewis, 1999). Penelitian dari Goonasekera et al., (1995) menyatakan bahwa pemberian buah jarak pagar secara oral dengan ekstrak yang berbeda (metanol, petroleum eter dan diklorometana) pada tikus hamil untuk beberapa periode waktu menunjukkan sifat aborsi. Berdasarkan hasil survey berbagai tanaman di India, buah dan biji Jatropha curcas L. menunjukkan aktivitas antifertilitas (Pokharkar et al., 2010). Secara ilmiah, dilaporkan bahwa dengan pemberian ekstrak etanol biji jarak pagar diberikan secara oral mempunyai aktivitas antifertilitas pada tikus betina (Ahirwar et al., 2010). Di samping itu, buah dari tanaman jarak pagar juga mampu menurunkan motilitas dan jumlah sperma serta memiliki aktivitas sebagai abortivum (Shweta et al., 2011). Penelitian tentang tanaman jarak pagar berpotensi sebagai antifertilitas secara tradisional belum banyak diteliti di Indonesia. Selain itu, penggunaan biji jarak pagar pada sistem reproduksi pria belum dilaporkan. Oleh karena itu, penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antifertilitas dari ekstrak etanol 70% biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) pada fungsi reproduksi tikus jantan ditinjau dari konsentrasi sperma, berat testis, ukuran diameter tubulus seminiferus testis, serta jumlah spermatosit pakiten dan sel Sertoli.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
1. 2.
RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka rumusan masalah adalah
sebagai berikut : 1.
Sampai saat ini penggunaan kontrasepsi pria masih kondom dan vasektomi, belum ada antifertilitas yang penggunaannya secara oral.
2.
Belum banyak tumbuhan di Indonesia yang diteliti sebagai obat antifertilitas.
3.
Sampai saat ini belum ada penelitian yang membuktikan bahwa biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) mempunyai efek antifertilitas pada tikus jantan.
1. 3.
TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian uji antifertilitas ekstrak etanol 70% biji jarak
pagar (Jatropha curcas L.) pada tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo sebagai berikut : 1.
Untuk menguji pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) terhadap konsentrasi spermatozoa dan bobot testis tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo.
2.
Untuk menguji pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) terhadap tahapan spermatogenesis dan diameter tubulus seminiferus pada tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo.
1. 4.
HIPOTESIS Hipotesis dari penelitian uji antifertilitas ekstrak etanol 70% biji jarak
pagar (Jatropha curcas L.) pada tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo sebagai berikut : 1.
Pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa dan bobot testis tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo.
2.
Pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) dapat mengganggu tahapan spermatogenesis dan mempunyai efek terhadap berkurangnya diameter tubulus seminiferus dan pada tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
1. 5.
MANFAAT PENELITIAN Memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang manfaat biji
jarak pagar (Jatropha curcas L.) sebagai obat antispermatogenik dan memberikan informasi yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu reproduksi yang kemudian dapat digunakan sebagai obat kontrasepsi alami.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
2.1.1.
Sejarah dan Sinonim Genus Jatropha memiliki 175 spesies, dari jumlah ini lima spesies
tumbuh di Indonesia, yaitu J. curcas L. dan J. gossypiifolia yang sudah digunakan sebagai tanaman obat sedangkan J. integerrima Jacq., J. multifida dan J. podagrica Hook. digunakan sebagai tanaman hias (Heller, 1996). Tanaman jarak pagar mulai banyak ditanam di Indonesia semenjak masa penajajahan Jepang. Pada waktu itu, rakyat diperintah oleh pemerintah Jepang untuk membudidayakan tanaman jarak. Oleh karenanya, dalam waktu singkat tanaman jarak menyebar cukup luas, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Wilayah Jawa Tengah meliputi daerah Semarang serta Solo dan sekitarnya. Sementara, wilayah Jawa Timur meliputi Madiun, Lamongan, Besuki, dan Malang. Dalam perkembangan selanjutnya, tanaman jarak meluas sampai di Kawasan Indonesia Timur, seperti Nusa Tenggara, Sulawesi, dan sebagainya. Jadi, nama-nama lokal untuk jarak pagar dapat ditemukan di daerah-daerah (Nurcholis dan Sumarsih, 2007). Meskipun banyak terdapat di Indonesia, tanaman jarak pagar bukan berasal dari Indonesia. Tanaman ini berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah, tetapi tumbuh di sebagian besar negara tropis. Tanaman ini tumbuh di Amerika Tengah, Amerika Selatan, Asia Tenggara, India, dan Afrika (Heller, 1996). Jatropha berasal dari kata Yunani, iatrós yang berarti medis dan trophé yang berarti makanan (Bartoli, 2008). Di Indonesia, jarak pagar juga dikenal dengan nama jarak kosta, jarak paer, atau jarak wolanda. Nama tanaman jarak pagar dengan daerahnya antara lain: physic nut, purging nut (English); pourghère, pignon d’Inde (French); purgeernoot (Dutch); Purgiernuß, Brechnuß (German); purgueira (Portuguese); fagiola d’India (Italian); dand barrî, habel meluk (Arab);bagbherenda, jangliarandi, safed arand (Hindi); kadam (Nepal); yulu-tzu (Chinese); sabudam (Thailand); túbang-bákod (the Philippines); bagani 6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
(Côte d’Ivoire); kpoti (Togo); tabanani (Senegal); mupuluka (Angola); butuje (Nigeria) (Heller, 1996). 2.1.2.
Klasifikasi Tanaman jarak pagar mempunyai nama latin Jatropha curcas L. Dalam
sistematika
(taksonomi)
tumbuhan,
kedudukan
tanaman
jarak
pagar
diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Trachebionta (tumbuhan vascular) Superdivision : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
2.1.3.
Division
: Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Class
: Magnoliopsida (Dicotyledonae)
Subclass
: Rosidae
Order
: Euphorbiales
Family
: Euphorbiaceae
Genus
: Jatropha L.
Species
: Jatropha curcas L. (Bartoli, 2008).
Morfologi Jarak pagar berupa pohon kecil atau perdu. Tanaman ini dapat mencapai
umur 50 tahun. Tinggi tanaman pada kondisi normal adalah 1,5-5 meter. Percabangannya tidak teratur, bulat dan tebal. Kulit batang berwarna keabuabuan atau kemerah-merahan. Apabila ditoreh, batang mengeluarkan getah seperti latex berwarna putih atau kekuning-kuningan (Nurcholis dan Sumarsih, 2007). Daun jarak pagar cukup besar, panjang helai 6-16 cm dan lebar 5-15 cm. Helaian daun berbentuk bulat telur dengan pangkal berbentuk jantung, bersudut atau berlekuk 3-5 dan tepi daun gundul. Warna daun hijau atau hijau muda. Bunga jarak pagar mulai muncul saat tanaman mulai berumur 3-4 bulan. Pembungaan umunya terjadi pada musim kemarau. Walaupun demikian, pada musim hujan juga dapat berbunga. Bunga terdiri atas bunga jantan dan bunga betina. Dalam setiap malai terdapat bunga jantan dan bunga betina. Bunga betina
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
bertangkai tebal dan berambut seperti sarang laba-laba. Ukurannya lebih besar daripada bunga jantan (Nurcholis dan Sumarsih, 2007). Bjji yang sudah tua berbentuk bulat panjang. Ukuran panjang rata-rata 18 mm (berkisar antara 11-30 mm) dan lebar rata-rata 10 mm (berkisar antara 711 mm). Biji jarak bercangkang tipis. Kulit atau cangkang biji yang sudah tua bagian luar berwarna hitam kotor dan setelah kering penuh retak-retak kecil. Jika belum tua, warna biji lebih cerah atau kecokelat-cokelatan dengan permukaan halus. Jika kulit buah telah kering, biji dapat terlepas sendiri dari buah. Biji matang ditandai dengan perubahan warna kulit buah dari hijau menjadi kuning (Nurcholis dan Sumarsih, 2007). Buah jarak pagar banyak dihasilkan pada musim kering pada saat jumlah daun berkurang karena banyak yang kering atau gugur. Sekitar 2-3 bulan setelah pemupukan, pada umumnya tanaman dewasa sudah berbuah. Buah tersusun dalam tandan buah. Setiap tandan berisi 10 buah atau lebih. Bentuk buah membulat, berukuran panjang 2-3 cm. Permukaan buah rata (halus). Apabila buah mengering dan kemudian pecah menurut ruang, dalam setiap buah terdapat 3 biji (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).
Gambar 1. Bunga, buah dan biji Jatropha curcas L. (Chong, 2009).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
2.1.4.
Kandungan Bahan Aktif Kandungan kimia dalam biji jarak pagar adalah senyawa seperti
flavonoid, viteksin, isoviteksin (Aregheore et al., 2003), beta-sitosterol, Jatropha factor C-1, Jatropha factor C-2, dan curcin (Mastiholimath, 2008). Terdapat juga beberapa senyawa yang terkandung dalam biji jarak seperti saponin, tripsin inhibitor, amilase inhibitor (Punsuvona et al., 2012). Setiap 100 g biji mengandung 6,6 g H2O, 18,2 g protein, 3,8 g lemak, 33,5 g total karbohidrat, 15,15 g serat dan 4,5 g abu. Biji dilaporkan juga mengandung glukosa, fruktosa, galaktosa, asam oleat, asam linoleat, asam miristat, asam palmitat, asam stearat, protein, minyak, dan curcin (Mahmud, 2007). Senyawa toksik dalam biji jarak pagar adalah lektin dan phorbolester. Senyawa lektin maupun phorbolester dapat terdegradasi sehingga toksisitasnya berkurang bahkan hilang, yaitu dengan pemanasan dan dengan reaksi kimia (Muliani, 2011). 2.1.5.
Kegunaan Olahan dari semua bagian tanaman termasuk biji, daun dan kulit kayu,
segar atau sebagai rebusan digunakan dalam pengobatan tradisional. Minyak dari biji memiliki tindakan pencahar yang kuat dan juga banyak digunakan untuk penyakit kulit dan untuk meredakan rasa sakit seperti yang disebabkan oleh rematik. Getah yang keluar dari batang digunakan untuk menghentikan pendarahan dari luka. Rebusan dari daun digunakan untuk batuk dan sebagai antiseptik setelah kelahiran (Heller, 1996). Lateks memiliki sifat antibiotik terhadap beberapa bakteri ; diterapkan langsung pada luka dan dapat digunakan sebagai antiseptik seperti pada ruam, luka bakar, dan infeksi kulit (Bartoli, 2008). Dengan menggunakan ekstrak dari biji jarak pagar dapat mengobati penyakit seperti hernia, kanker, gonorhoea. Hal ini yang pernah dicoba oleh penduduk di Colombia untuk mengobati penyakit kelamin. Di Mesir, biji digunakan untuk pengobatan arthritis, gout dan jaundice. Biji tanaman ini juga telah digunakan secara tradisional untuk pengobatan banyak penyakit termasuk luka bakar, kejang, demam dan peradangan (Prasad et al., 2012). Beberapa negara seperti, Kamboja, Vietnam dan India telah menggunakan biji jarak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
sebagai agensia aborsi, sedangkan di Sudan telah menggunakan biji jarak sebagai agensia kontrasepsi (Cambie and Brewis, 1999). 2.2.
Simplisia dan Ekstrak
2.2.1.
Simplisia Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan
ekstrak, baik sebagai bahan obat atau produk. Dalam buku Materia Medika lndonesia ditetapkan definisi bahwa simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 2000). Simplisia dibedakan simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya atau senyawa nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni (Depkes RI, 2000). 2.2.2.
Ekstrak Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000). Ada beberapa jenis ekstrak yakni : ekstrak cair, ekstrak kental dan ekstrak kering. Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi tiap mL ekstrak mengandung senyawa aktif dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa dituang biasanya kadar air lebih 30%. Ekstrak kental jika memilki kadar air antara 5-30%. Ekstrak kering jika mengandung kadar air kurang dari 5% (Saifudin dkk, 2011).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
2.3.
Ekstraksi
2.3.1.
Cara dingin
2.3.1.1.
Maserasi Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan rnaserat pertama, dan seterusnya (Depkes RI, 2000). 2.3.1.2.
Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengernbangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoreh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1- 5 kali bahan (Depkes RI, 2000). 2.3.2 2.3.2.1.
Cara panas Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000). 2.3.2.2.
Soxhlet Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
2.3.2.3.
Digesti Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC (Depkes RI, 2000). 2.3.2.4.
Infus lnfus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C) selama waktu tertentu (15 - 20 menit) (Depkes RI, 2000). 2.3.2.5.
Dekok Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (>300C) dan
temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000). 2.3.3.
Destilasi uap Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak
atisiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air darl ketel secara kontinu sampai sempurna diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian (Depkes RI, 2000). Destilasi uap, bahan (simplisia) benar-benar tidak tercelup ke air yang mendidih, namun dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi. Destilasi uap dan air, bahan (simplisia) bercampur sempurna atau sebagian dengan air mendidih, senyawa kandungan menguap tetap kontinu ikut terdestilasi (Depkes RI, 2000). 2.3.4. 2.3.4.1.
Cara ekstraksi lainnya Ekstraksi berkesinambungan Proses ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan pelarut yang
berbeda atau resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersusun berturutan beberapa kali. Proses ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi (jumlah pelarut)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
dan dirancang untuk bahan dalam jumlah besar yang terbagi dalam beberapa bejana ekstraksi (Depkes RI, 2000). 2.3.4.2.
Super kritikal karbondioksida Penggunaan prinsip superkritik untuk ekstraksi serbuk simplisia, dan
umumnya digunakan gas karbondioksida. Dengan variabel tekanan dan temperatur akan diperoleh spesifikasi kondisi polaritas tertentu yang sesuai untuk melarutkan golongan senyawa kandungan tertentu. Penghilangan cairan pelarut dengan mudah dilakukan karena karbondioksida menguap dengan mudah sehingga hampir langsung diperoleh ekstrak (Depkes RI, 2000). 2.3.4.3.
Ekstraksi Ultrasonik Getaran ultrasonik (>20.000 Hz) memberikan efek pada proses
ekstrak dengan prinsip rneningkatkan permiabilitas dinding sel, menimbulkan gelembung spontan sebagai stres dinamik serta menimbulkan fraksi interfase. Hasil ekstraksi tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat dan lama proses ultrasonikasi (Depkes RI, 2000). 2.3.4.4.
Ekstraksi energi listrik Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan magnet
serta "electric-discharges" yang dapat mempercepat proses dan meningkatkan hasil dengan prinsip menimbulkan gelembung spontan dan menyebarkan gelombang tekanan berkecepatan ultrasonik (Depkes RI, 2000). 2.4.
Tinjauan Hewan Percobaan
2.4.1.
Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus) Menurut Krinke (2000), klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus)
adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Subphylum : Vertebrata Class
: Mammalia
Order
: Rodentia
Family
: Muridae
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
2.4.2.
Genus
: Rattus
Species
: norvegicus
Biologis Tikus Putih (Rattus norvegicus) Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja
dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pangamatan laboratorik. Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding dengan mamalia lainnya. Selain itu, penggunaan tikus sebagai hewan percobaan juga didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya 2-3 tahun dengan lama produksi 1 tahun (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Kelompok tikus laboratorium pertama-tama dikembangkan di Amerika Serikat antara tahun 1877 dan 1893. Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan berukuran cukup besar sehingga memudahkan pengamatan. Secara umum, berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40 g, dan berat dewasa rata-rata 200-250 g, tetapi bervariasi tergantung pada galur. Galur Sprague Dawley merupakan galur yang paling besar diantara galur yang lain (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Terdapat beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian. Galur-galur tersebut antara lain : Wistar, Sprague-Dawley, Long Evans, dan Holdzman. Dalam penelitian ini digunakan galur Sprague-Dawley dengan ciriciri berwarna putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Tikus ini pertama kali diproduksi oleh peternakan Sprague Dawley. Tikus Sprague Dawley merupakan jenis outbred tikus albino serbaguna secara ekstensif dalam riset medis. Keuntungan utamanya adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya. Adapun data biologis tikus sebagai berikut : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
Tabel 2.1. Data biologis tikus (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Lama hidup Lama produksi ekonomis Lama bunting Umur dewasa Umur dikawinkan Siklus kelamin Siklus estrus (berahi) Lama estrus Perkawinan Ovulasi Fertilisasi Implantasi Berat dewasa Suhu (rektal) Pernapasan Denyut jantung Tekanan Darah Konsumsi oksigen Sel darah merah Sel darah putih SGPT SGOT Kromosom Aktivitas Konsumsi makanan Konsumsi minuman
2.5.
2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun 1 tahun 20-22 hari 40-60 hari 10 minggu (jantan dan betina) Poliestrus 4-5 hari 9-20 jam Pada waktu estrus 8- 11 jam sesudah timbul estrus, spontan 7-10 jam sesudah kawin 5-6 hari sesudah fertilisasi 300-400 g jantan; 250-300 g betina 36-39oC (rata-rata 37,5oC) 65-115/menit, turun menjadi 50 dengan anestesi, naik sampai 150 dalam stress 330-480/menit, turun menjadi 250 dengan anestesi, naik sampai 550 dalam stress 90-180 sistol, 60-145 diastol, turun menjadi 80 sistol, 55 diastol dengan anestesi 1,29-2,68 mL/g/jam 7,2-9,6 x 106/mm3 5,0-13 0 x 103/mm3 17,5-30,2 IU/liter 45,7-80,8 IU/liter 2n=42 nokturnal (malam) 12-20 g/hari (dewasa) 20-45 mL/hari (dewasa)
Sistem Reproduksi Tikus Jantan Sistem reproduksi tikus jantan terdiri atas testis dan skrotum, epididimis,
duktus
deferens,
kelenjar
aksesori
(kelenjar
vesikulosa,
prostat
dan
bulbouretralis), uretra dan penis. Selain uretra dan penis, semua struktur ini berpasangan. Duktus yang menjadi testis, duktuli eferentes bersama duktus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
epididimis, suatu duktus konvolusi bergelung untuk membuat epididimis, suatu organ yang terletak pada permukaan posterior testis (Fawcett, 2002). Dari epididimis, duktus deferen yang lurus panjang naik dari skrotum dan melalui aknalis inguinalis masuk ke dalam pelvis, tempat duktus ini berlanjut dengan duktus ejakulatorius, suatu segmen terminal dari system duktus yang membuka ke arah uretra prostatic. Berhubungan dengan sistem duktus adalah tiga kelenjar asesorius, vesikula seminalis, prostat, dan kelenjar bulboureta. Spermatozoa dari epididimis, bersama dengan hasil sekretorius kelenjar ini, merupakan semen yang dikeluarkan melalui uretra penis (Fawcett, 2002).
Gambar 2. Anatomi sistem reproduksi tikus jantan (Suckow, 2006). Pada
hewan
yang
melakukan
fertilisasi
secara
interna
organ
reproduksinya dilengkapi dengan adanya organ kopulatori, yaitu suatu organ yang berfungsi menyalurkan spermatozoa dari organisme jantan ke betina. Peranan hewan jantan dalam hal reproduksi terutama adalah memproduksi spermatozoa dan sejumlah kecil cairan untuk memungkinkan sel spermatozoa masuk menuju rahim (William, 2005). Ketiga kelenjar asesorius mensekresi zat-zat makanan bagi spermatozoa. Vesikula seminalis merupakan kelenjar berlekuk-lekuk yang terletak di belakang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
kantung kemih. Dinding vesikula seminalis menghasilkan zat makanan yang merupakan sumber makanan bagi sperma. Kelenjar Cowper (kelenjar bulbouretra) merupakan kelenjar yang salurannya langsung menuju urethra. Kelenjar Cowper menghasilkan getah yang bersifat alkali (basa). Prostat terletak di pelvis, tepatnya di posterior dan inferior vesika urinaria dekat dengan rektum. Fungsi dari kelenjar prostat adalah memproduksi cairan prostat yang mengandung kolesterol, garam dan fosfolipid yang merupakan komponen utama dari semen yang bersifat basa (William, 2005). Testis memiliki dua fungsi, yaitu sebagai tempat spermatogenesis dan produksi andogen. Oleh sebab itu, maka testis dapat juga dikatakan sebagai kelenjar ganda karena secara fungsional bersifat endokrin dan juga eksokrin. Fungsi endokrin terletak pada sel Leydig yang menghasilkan androgen, terutama testosteron. Fungsi eksokrin terletak pada epitelium seminiferus yang menghasilkan spermatozoa (Fawcett, 2002). Spermatogenesis terjadi di dalam suatu struktur yang disebut tubulus seminiferus. Tubulus ini berlekuk-lekuk dalam lobul yang semua duktusnya kemudian meninggalkan testis dan masuk ke dalam epididimis. Produksi androgen terjadi di dalam kantung dari sel khusus yang terdapat di daerah interstitial antara tubulus. Tubulus seminferus dilapisi oleh epitelium bertingkat yang sangat kompleks yang mengandung sel spermatogenik dan sel-sel yang menunjang. Sel-sel penunjang berjenis tunggal disebut dengan sel Sertoli (Heffner & Schust, 2005). Tubulus seminiferus di kelilingi oleh membran basal. Di dekat membran basal ini terdapat sel progenitor untuk produksi spermatozoa. Epitel yang mengandung spermatozoa yang sedang berkembang di sepanjang tubulus disebut epitel seminiferus atau epitel germinal. Pada potongan melintang testis, spermatosit dalam tubulus berada dalam berbagai tahap pematangan. Di antara spermatosit terdapat sel Sertoli. Sel ini berperan secara metabolik dan struktural untuk menjaga spermatozoa yang sedang berkembang. Sel Sertoli memfagosit sitoplasma spermatid yang telah dikeluarkan. Sel ini merupakan satu-satunya sel nongerminal dalam epitel seminiferus. Semua sel Sertoli berhubungan dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
membran basal pada satu kutubnya dan mengelilingi spermatozoa yang sedang berkembang pada kutub yang lain. Sel Sertoli memilki jari-jari sitoplasma yang besar dan kompleks yang dapat mengelilingi banyak spermatozoa dalam satu waktu (Heffner & Schust, 2005). Sel ini juga berfungsi pada proses aromatisasi prekursor androgen menjadi estrogen, suatu produk yang menghasilkan pengaturan umpan balik lokal pada sel Leydig yang memproduksi androgen. Selain itu, sel Sertoli juga menghasilkan protein pengikat androgen. Produksi androgen sendiri terjadi di dalam kantong dari sel khusus (sel Leydig) yang terdapat di daerah interstitial antara tubulus-tubulus seminiferus (Heffner & Schust, 2005). 2.5.1.
Produksi Sperma Produksi sperma tiap hari per testis pada tikus adalah 35,4 x 106/mL,
tidak berbeda signifikan dengan manusia yakni sebesar 45,5 x 106/mL. Tubulus seminiferus tikus lebih tebal dari manusia yakni 347 + 5 µm vs 262 + 9 µm , tetapi pembatas tubulus pada tikus lebih jauh tipis dibanding manusia (1,4 + 1 µm vs 15,9 + 3,4 µm). Epitel seminiferus tikus mengandung 40% lebih sel spermatogenik dari volumenya, dua kali lebih banyak dari epitel seminiferus manusia (Ilyas, 2007). Spermatozoa pada tikus lebih panjang dibandingkan dengan spesies mamalia lainnya, termasuk manusia dan hewan domestik lainnya. Kepala sperma pada tikus berbentuk kail hal ini sama seperti pada hewan pengerat lainnya (Krinke, 2000).
Gambar 3. Spermatozoa tikus (Rouge, 2004). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
2.5.2.
Spermatogenesis Pada Tikus Dasar pengetahuan yang cukup telah dibangun tentang spermatogenesis
pada tikus. Sel primodial germinal yang telah berhenti bermigrasi diliputi oleh sel Sertoli dan membran basal yang menonjol dalam tubulus seminiferus pada alat kelamin tikus jantan. Sel kelamin jantan tetap tidak aktif sampai sebelum masa pubertas, yaitu dimana sekitar 50 hari setelah kelahiran. Pada tahap itu mereka mulai membelah dan menjadi spermatogonium, dan kemudian terus membelah sampai hewan kehilangan kemampuan untuk memproduksi spermatozoa (Krinke, 2000). Sel-sel spermatogenik berkembang dalam tubulus seminiferus testis melalui
suatu
perkembangan
yang
komplek
yang
disebut
dengan
spermatogenesis. Spermatogenesis memerlukan suatu seri komplek dimana spermatozoa dihasilkan melalui tahap mitosis, meiosis, dan diferensiasi sel untuk menjadi spermatozoa matang. Perubahan morfologi dari spermatid menjadi spermatozoa
disebut
dengan
spermiogenesis.
Selanjutnya
spermatozoa
dilepaskan ke dalam lumen tubulus. Proses pelepasan tersebut dikenal dengan proses spermiasi (Ilyas, 2007). Spermatogonium secara garis besar diklasifikasikan ke dalam tiga jenis: tipe A, tipe intermediet dan tipe B. Tipe spermatogonia A ini dibagi lagi menjadi tipe AO (disebut juga sel induk) dan tipe Al-A4. Tipe spermatogonium AO tetap pada membran basal di tubulus seminiferus dan memiliki kemampuan untuk membelah menjadi dua sel anak, salah satunya menjadi spermatogonium A1, yang seterusnya lebih lanjut dalam proses spermatogenesis, sedangkan yang lainnya sebagai sel induk. Pada tikus, spermatogonium A1 kemudian memiliki enam pembelahan mitosis, dan kemudian mereka menjadi spermatosit preleptotene. Kemudian spermatosit dalam fase meiosis, di mana berkembang menjadi leptotene, zygotene dan pakiten untuk menjadi spermatosit sekunder di komponen adluminal dari sel Sertoli dalam tubulus seminiferus. Selama fase meiosis, setiap spermatosit membelah menjadi empat spermatid haploid, yang kemudian menjadi: spermatid fase golgi (1 – 3), terdapatnya granul akrosom; fase cap (4 – 7), adanya head cap pada granul akrosom yang membesar dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
menutupi 1/3 bagian nukleus; fase akrosom (8 – 14), nukleus dan head cap memanjang; fase maturasi (15 – 18) nukleusnya menjadi lebih pendek dan sitoplasma terkondensasi di sepanjang ekor yang telah mulai memanjang; hingga dihasilkannya spermatozoa (19) yang dilepaskan ke lumen dengan ekor menghadap ke lumen (Krinke, 2000).
Gambar 4. Tahapan dari siklus sel spermatogenesis pada tikus, dimulai dari kiri bawah searah jarum jam. A, tipe spermatogonium A; In , spermatogonium tipe intermediet; B, tipe spermatogonium B; R, spermatosit primer resting; L, spermatosit leptotene; Z, spermatosit zygotene; P(I), P(VII), P (XII), spermatosit pachytene awal, pertengahan dan akhir. Angka romawi menunjukkan tahap di mana mereka ditemukan; Di, diplotene; II, spermatosit sekunder; 1-19, tahap spermiogenesis.Tabel di tengah memberikan komposisi sellular dari tahapan siklus pada epitel seminiferus (l-XIV). M superscript mengindikasikan terjadinya mitosis. Diadaptasi dari Clermont dengan sedikit modifikasi (1962). (Krinke, 2000).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
Dari gambar diatas terlihat pada stage II tampak spermatid yang telah berekor yaitu spermatid yang telah mengalami maturasi. Sedangkan spermatozoa hanya ditemukan pada stage VII dan pada stage XII tidak ditemukannya lagi spermatid yang matur (tidak berekor). Pada tikus, 14 tahapan siklus spermatogenesis terjadi di dalam tubulus seminiferus. Tubulus memiliki susunan ruas, dan setiap potongan melintang tubulus menunjukkan tahapan yang seragam yang melibatkan empat atau lima generasi di sel germinal dengan sesuai. Tubulus seminiferus di tikus dikarakterisasi oleh struktur ruas, sedangkan pada manusia dan hewan domestik lainnya biasanya menunjukkan pola mosaik di beberapa tahap. Pada tikus, dibutuhkan 12 hari untuk menyelesaikan satu siklus yang terdiri dari 14 tahap. Spermatogonium tikus membutuhkan empat siklus sampai akhirnya membentuk spermatozoa, sehingga diperlukan 48 hari untuk menyelesaikan seluruh tahap spermatogenesis (Krinke, 2000). 2.5.3.
Peran Hormon Pada Spermatogenesis Proses
spermatogenesis
dipengaruhi
oleh
hormon-hormon
yang
dihasilkan oleh organ hipotalamus, hipofisis dan testis sendiri. Testis memproduksi sejumlah hormon jantan yang kesemuanya disebut androgen. Yang paling poten dari androgen adalah testosteron. Fungsi testosteron adalah merangsang
pendewasaan
spermatozoa
yang
terbentuk
dalam
tubulus
seminiferus, merangsang pertumbuhan kelenjar-kelenjar asesori dan merangsang pertumbuhan sifat jantan (Partodihardjo, 1980). Spermatogenesis dan pematangan sperma sewaktu bergerak di sepanjang epididimis dan vas deferens memerlukan androgen. Androgen juga mengontrol pertumbuhan
dan
fungsi
vesikula
seminalis
serta
kelenjar
prostat.
Spermatogenesis hampir seluruhnya terjadi dibawah pengaruh hormon-hormon yang berasal dari hipofisa, terutama FSH. Hal ini mirip dengan apa yang terjadi pada ovarium, dimana terjadi pembentukan folikel di bawah pengaruh FSH. Spermiogenesis adalah lanjutan spermatogenesis yang berlangsung di bawah peranan LH dan testosteron. Tanpa testosteron spermatozoa tidak dapat mencapai pendewasaan yang baik (Partodihardjo, 1980). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
Gambar 5. Poros hipotalamus – hipofisis – gonad. Di adaptasi dari WHO (World Health Organization) 2002. (Ankley and Johnson, 2004).
Spermatogenesis dimulai pada saat pubertas karena adanya peningkatan sekresi gonadotropin (FSH dan LH) dari hipofisis anterior. FSH dianggap hormon penting untuk induksi spermatogenesis dan merangsang secara langsung pada tubulus seminiferus, karena spermatogenesis lengkap pada tikus hypophysectomise dipulihkan oleh pemberian FSH dalam kombinasi dengan LH dan testosteron. Di sisi lain, efek spermatogenesis dari LH, kadang-kadang disebut Interstitial Cell Stimulating Hormone (ICSH) pada pria, karena tindakan androgenik pada sel-sel Leydig di interstitial, dianggap dimediasi oleh androgen, setidaknya pada tikus. Dalam konteks ini, sekresi LH juga merangsang sintesis testosteron di sel Leydig pada testis (Krinke, 2000). Aksi FSH pada spermatogenesis mungkin dimediasi oleh sel Sertoli, karena hormon peptida tidak dapat secara langsung mencapai spermatosit dan spermatid melintasi sawar darah testis, yang terbentuk selama 16 - 19 hari setelah kelahiran. Sebaliknya, testosteron dapat dengan mudah melewati sawar darah testis dengan difusi (dan mungkin juga oleh beberapa sistem transportasi). Telah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
dilaporkan bahwa tingkat testosteron pada tikus dewasa di dalam cairan interstisial (lebih dari 50 ng/mL) jauh lebih tinggi dibanding pada testis (sekitar 30ng/mL) maupun cairan vena perifer (kurang dari 10 ng/mL), menunjukkan aksi parakrin atau autokrin dari testosteron pada spermatogenesis di testis. Adanya reseptor androgen pada sel germinal masih kontroversial, sementara ini reseptor tersebut telah ditemukan dalam sel Leydig, sel peritubular, sel Sertoli dan lapisan otot pembuluh darah pada sebagian arteri dalam testis tikus (Krinke, 2000). Salah satu peran untuk sel Sertoli adalah produksi androgen yang mengikat protein, dimana dirangsang oleh FSH dan testosteron. Ini juga telah menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang tidak diketahui yang dikeluarkan dari sel Sertoli, sebagai respon untuk merangsang FSH dan testosteron, mungkin berkaitan dengan spermatogenesis (Krinke, 2000).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlangsung dalam waktu 6 bulan, terhitung dari bulan Mei
2012 sampai dengan Oktober 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Product Natural Analysis dan di Laboratorium Farmakologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3.2. 3.2.1.
Alat dan Bahan Hewan Uji Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih
jantan galur Sprague-Dawley, sehat, fertil, berumur 9 minggu dengan berat 250350 gram yang diperoleh dari Badan Pengawasan Obat Makanan. 3.2.2.
Bahan Uji Bahan uji yang akan digunakan adalah biji dari tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas L.) diperoleh dari Kebun Induk Jarak Pagar Balitri Sukabumi. Sebelum dilakukan penelitian, tanaman di determinasi terlebih dahulu di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor. 3.2.3.
Bahan Kimia Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pakan tikus
berupa pellet, aquades, larutan NaCl fisiologis, Na CMC, alkohol 70%, 80%, dan 96% , etanol 70% dan 95%, ammoniak 1 % dan 25 %, larutan HCl, kloroform, pereaksi Dragendroff, pereaksi Mayer, serbuk Mg, amil alkohol, larutan NaOH, FeCl3, eter, petroleum eter, larutan Hematoksilin, larutan Bouin (asam pikrat, formaldehid 4%, asam asetat), larutan xilol, larutan Eosin, larutan George, paraffin. 3.2.4.
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : labu erlenmeyer,
gelas ukur, ayakan mesh 40, timbangan analitik (AND GH-202), mortir, tabung reaksi, cawan penguap, hot plate, corong,
kertas saring, batang pengaduk,
24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
perangkat rotary evaporator vacuum (Eyela), oven (Memmert), tanur (Thermo Scientific), freeze dry (Eyela FD 1200), botol sampel, kandang hewan, tempat makan dan minum tikus, timbangan hewan (Ohauss), alat pencekok oral (sonde), beaker glass, obyek glass, kertas saring, Hemositometer Improved Neubeur, pipet tetes, mikro pipet (Eppendorf Research plus), seperangkat alat bedah, dan mikroskop optik (Motic BA310). 3.3.
Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan eksperimen murni dengan rancangan penelitian
yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan beberapa kondisi perlakuan. Perlakuan di kelompokkan menjadi 4 kelompok dengan masing-masing terdiri dari 5 ekor tikus putih jantan strain Sprague Dawley (WHO, 2000). Perlakuan yang digunakan adalah kontrol (tanpa perlakuan) dan tikus yang diberi ekstrak biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) dengan 3 dosis yang berbeda. Acuan dosis yang digunakan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahirwar et al., (2010). Perhitungan dosis dapat dilihat pada lampiran 7. Perlakuan yang digunakan terdiri dari: 1. Kelompok I : Kelompok pembanding tanpa perlakuan sebanyak 5 ekor tikus diberi pembawa (Na CMC 1%) sebanyak 1 mL serta makan dan minum. 2. Kelompok II : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus yang diberi suspensi ekstrak biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) dengan dosis rendah yaitu 5 mg/kg BB, makan dan minum. 3. Kelompok III : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor
tikus yang diberi
suspensi ekstrak jarak pagar (Jatropha curcas L.) dengan dosis sedang yaitu 25 mg/kg BB, makan dan minum. 4. Kelompok IV : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus yang diberi suspensi ekstrak jarak pagar (Jatropha curcas L.) dengan dosis tinggi yaitu 50 mg/kg BB, makan dan minum.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
3.4.
Kegiatan Penelitian
3.4.1.
Pemeriksaan Simplisia (Determinasi) Sebelum dilakukan penelitian, biji jarak pagar terlebih dahulu di
determinasi di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian BiologiLIPI Bogor untuk memastikan kebenaran simplisia. 3.4.2.
Penyiapan Simplisia Biji jarak pagar yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 8,15 %
diperoleh dari Kebun Induk Jarak Pagar Balitri Sukabumi. Sebanyak 1,5 kg biji jarak pagar yang telah dikeringkan kemudian dirajang atau diblender. Kemudian dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan mesh 40 sehingga dihasilkan serbuk simplisia sebanyak 674 gram. Serbuk simplisia disimpan dalam wadah yang kering, tertutup rapat dan terlindung dari cahaya. 3.4.3.
Pembuatan Ekstrak Pada pembuatan ekstrak biji jarak pagar digunakan metode ekstraksi cara
dingin dengan maserasi dan menggunakan etanol 70% sebagai pelarut. Serbuk simplisa sebanyak 674 gram ditimbang kemudian dimaserasi dengan pelarut etanol 70% hingga sampel terendam. Pelarut diganti setiap 3 hari sekali. Jumlah pelarut etanol 70% yang digunakan sebanyak 5400 mL. Hasil maserasi disaring sehingga diperoleh filtrat. Proses maserasi ini diulang hingga dihasilkan maserat yang berwarna pucat (lebih bening daripada maserat awal). Total maserat yang diperoleh yaitu sebanyak 4350 mL, kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak sebanyak 128,8437 gram. Namun, ekstrak yang dihasilkan belum cukup kental sehingga ekstrak kemudian di freeze dry hingga dihasilkan ekstrak yang lebih kental sebanyak 46,6285 gram. Ekstrak yang dihasilkan selanjutnya disimpan dan digunakan untuk perlakuan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
3.4.4.
Penapisan Fitokimia Pada penapisan fitokimia dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan
golongan senyawa kimia dari ekstrak etanol 70% biji jarak pagar seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan steroid/terpenoid. 1. Identifikasi Golongan Alkaloid Metoda Culvernor-Fitzgerald Gerus 2-4 g material tumbuhan yang telah bersih potong-potong masukan kedalam mortar dan tambahkan kloroform secukupnya dan pasir bersih, kemudian digerus. Tambahkan 10 mL kloroform amoniakal diaduk rata. Campuran disaring kedalam tabung reaksi dengan cara memerasnya pakai kain kasa untuk memindahkan ekstrak. Kemudian tambahkan 0.5 mL I M asam sulfat dan kocok baik-baik, biarkan beberapa saat. Pipet lapisan atas yang jemih kedalam 2 tabung reaksi kecil. Salah satunya diberikan pereaksi Dragendorff"s dan tabung lainnya pereaksi Mayer's (2-3 tetes). Reaksi positif apabila menunjukkan endapan kuning jingga (orange) dengan pereaksi Drogendorff's dan endapan putih dengan pereaksi Mayer's. Catatan hasil sebagai berikut: (+)
sedikit keruh
(++) sangat keruh (+++) terjadi endapan (Chairul, 2003). 2. Identifikasi Golongan Flavonoid Ekstrak lebih kurang 10 g material tumbuhan dengan etanol 80 %, saring dan keringkan diatas penangas air. Kemudian lemaknya dihilangkan dengan pencucian heksana beberapa kali sehingga warna pigmen hilang atau larutan heksana tidak berwarna lagi. Panaskan residu yang bebas lemak diatas penangas air untuk memindah sisa heksana. Tambahkan residu dengan 20 mL etanol dan pindahkan masing-masing 10 mL kedalam 2 tabung reaksi. Masing-masing tabung reaksi ditambahkan 0.5 mL asam klorida pekat dan dilakukan uji dengan pereaksi Wilstatter (Chairul, 2003). Pereaksi Wilstatter Salah satu tabung reaksi yang telah berisikan asam klorida pekat ditambahkan 3-4 butir logam magnesium (Mg). Amati perubahan warna yang terjadi dalam 10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
menit. Apabila terbentuk warna, diencerkan dengan air secukupnya dan tambahkan 1 mL oktil alkohol. Kocok kuat-kuat dan biarkan dan amati perubahan wama pada masing-masing lapisan pelarut. Apabila terjadi pembentukan atau perubahan warna menunjukkan reaksi positif terhadap flavonoida (Chairul, 2003). 3. Identifikasi Golongan Saponin Uji busa/buih (The Froth Test) Buat 10 mL ekstrak etanol 80 % dari material tumbuhan (lebih kurang 2 g) dan masukkan kedalam tabung reaksi yang mempunyai ukuran. Masing-masing tabung tambahkan 10 mL air, tutup dan kocok kuat-kuat selama 30 detik dan biarkan selama 30 min. Apabila busa/ buih yang terjadi lebih besar 3 cm dari permukaan larutan setelah 30 min, berarti material tumbuhan mengandung positif saponin. Untuk material tumbuhan yang menghasilkan sedikit busa/buih, tambahkan sedikit larutan Na2CO3. Kondisi busa/buih tetap stabil dan keras menunjukkan adanya asam-asam lemak bebas (Chairul, 2003). 4. Identifikasi Golongan Tanin dan Polifenol Pembuatan ekstrak Ekstrak lebih kurang 10 g material tumbuhan dengan etanol 80 %, saring dan keringkan diatas penangas air. Residu ekstrak larutkan dengan 20 mL air panas, tambahkan ekstrak 5 tetes larutan NaCI. Bagi ekstrak kedalam 2 tabung reaksi, satu tabung digunakan sebagai kontrol dan lainnya untuk uji ferri klorida (FeC13) (Chairul, 2003). LIB gelatin Salah satu tabung reaksi ditambahkan 3 tetes larutan gelatin dan amati endapan protein yang terjadi dan bandingkan dengan kontrol (Chairul, 2003). Pereaksi ferri klorida (FeCl3) Tabung reaksi lainnya ditambahkan 3 tetes pereaksi ferri klorida (FeC13), dimana tanin terhidrolisa memberikan wama biru atau biru-hitam, sedangkan kondensasi tanin menberikan warna biru-hijau dan bandingkan dengan kontrol (Chairul, 2003).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
5. Identifikasi Golongan Steroid dan Triterpenoid Pada uji dengan menggunakan pereaksi Lieberman-Buchard, adanya steroid menunjukkan warna biru-kehijauan sedangkan triterpenoid menunjukkan warna merah, merah muda, atau ungu. Namun sebagai catatan saat pekerja di lapangan menguji baik secara langsung pada simplisia maupun pada ekstrak terdapat variansi warna yang dihasilkan, tergantung pada cara bagaimana test tersebut dilakukan (Fransworth, 1996). 3.4.5.
Parameter Spesifik dan Non Spesifik (Depkes RI, 2000).
3.4.5.1. Identitas Ekstrak Deskripsi tata nama :
Nama ekstrak.
Nama latin tumbuhan (sistematika botani).
Bagian tumbuhan yang digunakan.
Nama Indonesia tumbuhan.
3.4.5.2. Organoleptik Penggunaan pancaindera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa sebagai berikut :
Bentuk : padat, serbuk-kering, kental, cair.
Warna
: kuning, coklat, dll.
Bau
: aromatik, tidak berbau, dll.
Rasa
: pahit, manis, kelat, dll.
3.4.5.3. Susut Pengeringan Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 g sampai 2 g dan dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 1050C selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm. Jika ekstrak yang diuji berupa esktrak kental, ratakan dengan batang pengaduk. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu 1050C hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
dalam keadaan tertutup mendingin dalam desikator hingga suhu kamar. Jika ekstrak sulit kering dan mencair pada pemanasan, ditambahkan 1 g silica pengering yang telah ditimbang secara seksama setelah dikeringkan dan disimpan dalam eksikator pada suhu kamar. Campurkan silica tersebut secara rata dengan esktrak pada saat panas, kemudian keringkan kembali pada suhu penetapan hingga bobot tetap (Depkes RI, 2000). 3.4.5.4. Kadar Abu Lebih kurang 2 g sampai 3 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang secara seksama dimasukkan ke dalam krus slilikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000). 3.4.6.
Persiapan Hewan Uji Sebelum percobaan, dilakukan uji fertilitas pada tikus putih jantan
dengan cara mengawinkan seluruh tikus putih jantan umur 9 minggu (umur siap dikawinkan) yang akan digunakan dalam penelitian ini secara alami dengan tikus betina. Kemudian di amati apakah terjadi kehamilan pada tikus betina. Jika terjadi kehamilan maka menunjukkan bahwa tikus jantan yang akan digunakan sebagai hewan uji adalah tikus yang fertil. Disiapkan tempat pemeliharaan hewan coba yang meliputi kandang, sekam, tempat makan dan minum tikus. Tikus diaklimatisasi selama 7 hari pada kondisi laboratorium, agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru. Selama proses adaptasi, diberi makan dan minum standar ad libitum, dilakukan pengamatan kondisi umum serta ditimbang berat badannya. Tikus yang digunakan adalah tikus yang sehat yakni berat badan selama aklimatisasi tidak mengalami perubahan lebih dari 10% dan secara visual menunjukkan perilaku yang normal.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
3.4.7.
Pemberian Perlakuan Penelitian ini menggunakan 20 ekor tikus putih jantan galur Sprague-
Dawley yang diberikan 4 perlakuan yang berbeda. Masing-masing perlakuan terdiri atas 5 ekor tikus putih jantan. Ekstrak etanol 70% biji jarak pagar yang diperoleh disuspensikan dalam pembawa (Na CMC 1%) dengan dosis yang telah ditentukan, diberikan secara oral (Ahirwar et al., 2010). Pemberian ekstrak diberikan peroral satu hari sekali setiap pagi hari dan dilakukan selama 48 hari sesuai dengan siklus spermatogenesis (Krinke, 2000). 3.4.8.
Pembuatan preparat Setelah 48 hari, masing-masing hewan coba dikorbankan untuk diambil
organ testisnya. Tikus dibius dengan eter, kemudian dibedah. Diambil bagian kauda epididimis dan dihitung jumlah spermatozoa kemudian bagian testis diambil untuk ditimbang dan dibuat preparat. Pembuatan sediaan mikroanatomi testis dilakukan di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pembuatan preparat dilakukan dengan cara : testis yang telah diambil, difiksasi dalam larutan Bouin, kemudian didehidrasi dengan etanol seri bertingkat, dan pada akhirnya ditanamkan dalam parafin wax. Blok parafin dipotong dengan ketebalan 5 μm dan dilakukan pewarnaan dengan hematoksiklin – eosin. (Yotarlai et al., 2011). 3.4.9.
Pengukuran Parameter Uji
3.4.9.1. Pengukuran Bobot Testis Dilakukan dengan cara menimbang organ testis dengan menggunakan timbangan analitik. Kemudian hasil bobot testis tikus yang diberi perlakuan dibandingkan dengan bobot testis tikus kontrol. 3.4.9.2. Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa Pengukuran konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil spermatozoa pada kauda epididimis. Kemudian epididimis di plurut dalam wadah yang berisi NaCl fisiologis 0,9% sebanyak 500 μL. Spermatozoa dimasukkan kedalam bilik hitung Neubauer (Haemositometer) sampai kamar Neubauer terisi rata. Kemudian dihitung jumlah spermatozoa pada salah satu kamar hitung UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
Neubauer dan selanjutnya ditentukan pengenceran yang akan dilakukan dan jumlah kotak yang akan dihitung (Tabel 3.1). Tabel 3.1 Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung No. 1 2 3
Jumlah spermatozoa dalam 1 kotak > 40 15 – 40 < 15 Dari jumlah spermatozoa yang
Pengenceran
Kotak yg dihitung
50 kali 5 20 kali 10 10 kali 25 diketahui, maka dilakukan pengenceran
spermatozoa berdasarkan jumlah spermatozoa yang terhitung (Ilyas, 2007). Tabel 3.2. Cara pengenceran No. Pengenceran
Pembuatan pengenceran
1
a. 980 μL larutan George + 20 μL spermatozoa
50 kali
b. 2.450 μL larutan George + 50 μL spermatozoa 2
20 kali
950 μL larutan George + 50 μL spermatozoa
3
10 kali
a. 900 μL larutan George + 100 μL spermatozoa b. 450 μL larutan George + 50 μL spermatozoa
Poin a dan b menunjukan opsi perlakuan (hanya salah satu yang dipilih). Setelah dilakukan pengenceran, dilakukan perhitungan spermatozoa dengan jumlah kotak yang dihitung sesuai dengan jumlah spermatozoa dan cara pengenceran pada tabel diatas. Kemudian dilakukan pengukuran spermatozoa sesuai rumus di bawah ini (Ilyas, 2007). 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑝𝑒𝑟𝑚𝑎𝑡𝑜𝑧𝑜𝑎 = 𝑛 × 10.000 × 𝐹𝑝 ×
25 × 𝑣𝑁𝑎𝐶𝑙 𝑘
Keterangan : n adalah jumlah spermatozoa yang terhitung. Angka 10.000 merupakan volume kamar hitung Neubauer. Fp merupakan faktor pengenceran yang dilakukan. Angka 25 menunjukan total kotak kecil yang terdapat dalam kamar hitung Neubauer sedangkan k merupakan jumlah kotak kecil yang dihitung pada saat pengamatan. vNaCl merupakan volume NaCl (mL) fisiologis yang digunakan untuk membantu mengeluarkan spermatozoa dari kauda epididimis. Perhitungan konsentrasi spermatozoa (Juta/mL) dapat terlihat dari tabel berikut : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
Tabel 3.3. Rumus Konsentrasi Spermatozoa No. Jumlah kotak yang dihitung
Rumus konsentrasi spermatozoa
1
5
n x 10.000 x 50 x 5 x 0,5
2
10
n x 10.000 x 20 x 2,5 x 0,5
3
25
n x 10.000 x 10 x 1 x 0,5
3.4.9.3. Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus Preparat histologi testis tikus diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali (10x10), kemudian difoto. Pengukuran diameter dilakukan pada 100 tubulus seminiferus yang dipotong bundar dan dipilih secara acak. 3.4.9.4. Perhitungan Perbandingan Jumlah Spermatosit Pakiten Terhadap Jumlah Sel Sertoli Preparat histologi testis tikus diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali (10x40). Perhitungan dilakukan pada 20 tubulus seminiferus yang dipilih secara acak (Yotarlai et al., 2011). Analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung jumlah spermatosit pakiten, jumlah sel Sertoli dan jumlah spermatosit pakiten per jumlah sel Sertoli per tubulus. Perhitungan dilakukan hanya pada tubulus seminiferus yang mengalami spermatogenesis tahap II, VII dan XII (Vachrajani, 2005). Menurut Azrifitria (2012), ciri-ciri khas masingmasing dari tiap tahapan spermatogenesis sebagai berikut : - Tahapan I-VI : membran menuju lumen terdapat spermatogonium, fase transisi, pakiten dan spermatid fase golgi (1-3) dan cap (4-7) serta spermatid fase maturasi (15 dan 19). - Tahapan VII-VIII : spermatogonium ,pakiten, spermatid (round spermatid, cap 2/3 dari inti sel) dan spermatozoa dilepaskan ke lumen dengan ekor mengarah ke lumen. - Tahapan IX-XI : terdapat spermatogonium, pakiten dan spermatid fase 9, 10, 11 dengan head cap dan nucleus mulai memanjang.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
- Tahapan XII-XIV : spermatogonium, pakiten dan diakinesis, spermatid fase akrosom (12 – 14) terlihat nukleus memanjang dan akrosom 2/3 dari sitoplasma. 3.5.
Analisis Data Hasil percobaan yang diperoleh diolah dengan menggunakan program
pengolahan data statistik SPSS 16 yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas, uji parametrik (one-way ANOVA), atau uji non parametrik (Kruskal Wallis). Jika hasil dari uji ANOVA maupun Kruskal Wallis menunjukkan perbedaan yang signifikan (p ≤ 0,05) maka analisis data dilanjutkan dengan menggunakan Uji Multiple Comparisons tipe LSD (Least Significant Difference ).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.
HASIL PENELITIAN
4.1.1.
Ekstraksi Sebanyak 674 gram serbuk biji jarak pagar (Jatropha curcas L.)
dimaserasi dengan pelarut etanol 70% sebanyak 5400 mL sampai larutan mendekati tidak berwarna. Filtrat yang diperoleh sebanyak 4350 mL kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator dan didapatkan ekstrak sejumlah 128,8437 gram. Namun, ekstrak yang dihasilkan belum cukup kental sehingga ekstrak kemudian di freeze dry hingga diperoleh ekstrak yang lebih kental sebanyak 46,6285 gram. Rendemen yang didapatkan ialah 6,92%. 4.1.2.
Penapisan fitokimia Berdasarkan hasil penapisan fitokimia yang dilakukan terhadap ekstrak
terdapat beberapa golongan senyawa. Hasil dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.1. Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 70% biji jarak pagar Golongan Senyawa Alkaloid Flavonoid Saponin Tannin Steroid/Triterpenoid
Hasil penapisan Ekstrak etanol 70% biji jarak pagar + + +
Keterangan : (+) memberikan hasil positif, (-)memberikan hasil negatif
4.1.3.
Parameter Standar Parameter standar yang dilakukan terhadap ekstrak dapat dilihat pada
tabel berikut : Tabel 4.2. Parameter standar ekstrak etanol 70% biji jarak pagar Parameter Identitas Ekstrak
Organoleptik
Kadar abu Susut pengeringan Rendemen
Hasil Pada Ekstrak - Nama latin tumbuhan : Jatropha curcas L. - Bagian tumbuhan yang digunakan : Biji - Nama Indonesia tumbuhan : Jarak Pagar Bentuk : kental Warna : cokelat Bau : khas 10,08 % 0,88 % 6,92 % 35 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
4.1.4.
Pengukuran Berat Badan Tikus Hasil pengukuran berat badan tikus baik pada kelompok yang tidak
mendapat perlakuan dan pada kelompok yang mendapat perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.3. Rata-rata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok Tanggal
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
30 Juni 2012 6 Juli 2012 11 Juli 2012 16 Juli 2012 21 Juli 2012 26 Juli 2012 31 Juli 2012 5 Agustus 2012 10 Agustus 2012 15 Agustus 2012 20 Agustus 2012
Berat Badan (Gram)
No.
Rata-rata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok (Gram) I II III IV 328,5 272,24 290,14 308,5 325,2 272,22 284,1 296,3 324,8 27,2 276,4 289,4 325 280,06 275,5 293,8 327,2 281,36 283,8 288,6 329,3 288,8 289,62 310 331,9 295 294,6 308,6 336,16 299,3 293,8 313,2 339,26 306,42 310,4 325,8 344,14 314,5 325,54 332,9 354,66 320,32 329,74 340,84
Rata-rata Berat Badan 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Kontrol Rendah Sedang Tinggi
Tanggal Penimbangan
Gambar 6. Grafik rata-rata berat badan tikus tiap kelompok
4.1.4.
Pengukuran Bobot Testis Hasil pengukuran bobot testis tikus baik pada kelompok yang tidak
mendapat perlakuan dan pada kelompok yang mendapat perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
Tabel 4.4. Rata-rata bobot testis tikus No.
Kelompok
Rata-rata Bobot Testis (Gram) Tiap Kelompok ± SD
1.
Kontrol
2,0139 ± 0,8685
2.
Dosis rendah (5 mg/kg BB)
1,8683 ± 0,2275
Rata-rata bobot testis (gram)
3. Dosis sedang (25 mg/kg BB) 1,7303 ± 0,0135* 4. Dosis tinggi (50 mg/kg BB ) 1,7230 ± 0,1781* Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p < 0,05) pada taraf kepercayaan 95 %
Rata-rata Bobot Testis 2.5 2 1.5 1 0.5 0
2.0139
1.8683
1.7303
1.723 Rata-rata bobot testis (gram)
0 5 25 50 Dosis ekstrak etanol 70% biji jarak pagar ( mg/kg BB )
Gambar 7. Grafik hasil rata-rata bobot testis (gram) setelah pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari. Data rata-rata bobot testis diperoleh dengan menimbang sepasang testis dari 20 ekor tikus jantan. Data rata-rata bobot testis tikus yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan uji persyaratan. Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data bobot testis terdistribusi normal (p ≥ 0,05). Setelah dilakukan uji normalitas, dilanjutkan uji homogenitas Levene. Namun, berbeda hal dengan uji normalitas, hasil uji homogenitas menghasilkan data tidak homogen (p ≤ 0,05). Data rata-rata bobot testis kemudian diuji dengan menggunakan statistika
non parametrik Kruskal Wallis karena syarat
homogenitasnya belum terpenuhi. Hasil uji tersebut menunjukkan nilai signifikan 0,021 (p ≤ 0,05). Kemudian dilanjutkan dengan uji BNT dimana data yang diperoleh menunjukkan bobot testis pada kelompok dosis sedang dan dosis tinggi berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p ≤ 0,05), sedangkan dosis rendah tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis tersebut dengan kontrol (p ≥ 0,05).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
4.1.5.
Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa Hasil perhitungan pengukuran konsentrasi spermatozoa pada tiap
kelompok dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.5. Rata-rata konsentrasi spermatozoa tikus No.
Kelompok
Rata-rata Konsentrasi Spermatozoa Tiap Kelompok (Juta/mL) ± SD
1.
Kontrol
71,88 ± 13,31
2.
Dosis rendah (5 mg/kg BB)
48,75 ± 3,95*
3.
Dosis sedang (25 mg/kg BB)
46,38 ± 9,22*
4.
Dosis tinggi (50 mg/kg BB)
43,00 ±13,24*
Keterangan : Angka yang diikuti tanda* menunjukkan berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p < 0,05) pada taraf kepercayaan 95 %
Rata-rata Konsentrasi Spermatozoa Rata-rata konsentrasi spermatozoa ( juta/mL)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
72 48.75
46.375
43
Rata-rata Konsentrasi spermatozoa
0 5 25 50 Dosis ekstrak etanol 70% biji jarak pagar ( mg/kg BB )
Gambar 8. Grafik hasil rata-rata konsentrasi spermatozoa setelah pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari. Data yang telah diperoleh dilakukan uji normalitas dan homogenitas. Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan homogenitas Levene konsentrasi spermatozoa menunjukkan bahwa data konsentrasi sperma terdistribusi normal (p ≥ 0,05) dan homogen (p ≥ 0,05). Data konsentrasi sperma selanjutnya diuji menggunakan statistika parametric one way ANOVA (untuk data yang terdistribusi normal (p ≥ 0,05) dan homogen (p ≥ 0,05)). Hasil uji ANOVA yang dilakukan terhadap rata-rata konsentrasi spermatozoa menunjukkan nilai signifikan 0,002 (p ≤ 0,05). Kemudian dilanjutkan dengan uji BNT dimana data
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan secara bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok yang mendapat perlakuan (p ≤ 0,05). 4.1.5. Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus Hasil pengukuran diameter tubulus seminiferus tikus baik pada kelompok yang tidak mendapat perlakuan dan pada kelompok yang mendapat perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.6. Rata-rata diameter tubulus seminiferus tikus No.
Rata-rata Diameter Tubulus Seminiferus Kelompok
Tiap Kelompok (µm) ± SD Perbesaran 100 x
1.
Kontrol
178,67 ± 3,35
2.
Dosis rendah (5 mg/kg BB)
161,61 ± 11,35*
3.
Dosis sedang (25 mg/kg BB)
169,84 ± 7,25
4.
Dosis tinggi (50 mg/kg BB )
160,38 ± 11,11*
Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p < 0,05) pada taraf kepercayaan 95%.
Rata-rata diameter tubulus seminiferus (µm)
Rata-rata diameter tubulus seminiferus (µm) 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
178.67
161.61
169.84
160.38
Rata-rata diameter tubulus seminiferus (µm) 0 5 25 50 Dosis ekstrak etanol 70% biji jarak pagar ( mg/kg BB )
Gambar 9. Grafik hasil rata-rata diameter tubulus seminiferus setelah pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari. Dari hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan uji homogenitas Levene, data diameter tubulus seminiferus dapat dikatakan berdistribusi normal dan berdistribusi homogen karena dilihat dari nilai signifikan masing-masing telah terpenuhi (p ≥ 0,05). Data diameter tubulus selanjutnya diuji menggunakan statistika parametrik one way ANOVA (untuk data yang terdistribusi normal (p ≥ 0,05) dan homogen (p ≥ 0,05). Hasil uji ANOVA yang dilakukan terhadap data UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
diameter tubulus menunjukkan nilai signifikan 0,017 (p ≤ 0,05). Kemudian dilanjutkan dengan uji BNT. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan dosis rendah (5mg/kg BB) dan dosis tinggi (50 mg/kg BB) memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol (p ≤ 0,05), sedangkan dosis sedang (25 mg/kg BB) tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis tersebut dengan kontrol (p ≥ 0,05). 4.1.6. Perhitungan Perbandingan Jumlah Spermatosit Pakiten Terhadap Jumlah Sel Sertoli Hasil perhitungan perbandingan jumlah spermatosit pakiten terhadap jumlah sel Sertoli baik pada kelompok yang tidak mendapat perlakuan dan pada kelompok yang mendapat perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.7. Rata-rata jumlah spermatosit pakiten per jumlah sel Sertoli Kelompok
Tahapan Spermatogenesis Dalam Tubulus Seminiferus
Rata-rata jumlah pakiten per jumlah sel sertoli
Tahap II Tahap VII Tahap XII Kontrol 4,55 ± 1,03 5,89 ± 1,83 6,09 ± 1,48 Dosis rendah 6,6 ± 0,77* 7,43 ± 1,09 7,83 ± 0,82* Dosis sedang 5,44 ± 0,94 6,18 ± 1,62 6,70 ± 1,35 Dosis tinggi 3,67 ± 0,43 4,62 ± 0,46 4,66 ± 0,75 Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p < 0,05) pada taraf kepercayaan 95%.
10 8 6 4
Rata-rata Jumlah Spermatosit Pakiten per Jumlah Sel Sertoli 7.83 6.09 5.89 4.5
7.43 6.6
6.7 6.18 5.44
5 4.62 3.67
2
Stage II Stage VII Stage XII
0 0
5
25
50
Dosis ekstrak etanol 70% biji jarak pagar ( mg/kg BB)
Gambar 10. Grafik hasil rata-rata jumlah spermatosit pakiten per jumlah sel Sertoli setelah pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
Data diperoleh dengan menghitung jumlah spermatosit pakiten per jumlah sel Sertoli di berbagai tahapan spermatogenesis dalam tubulus seminiferus yaitu tahap II, VII, dan XII. Data yang telah diperoleh dilakukan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan homogenitas Levene. Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah sel Sertoli di setiap tahap dapat dikatakan berdistribusi normal dan berdistribusi homogen karena dilihat dari nilai signifikan masing-masing telah terpenuhi (p ≥ 0,05). Selanjutnya diuji menggunakan statistika parametrik one way ANOVA. Hasil uji ANOVA yang dilakukan terhadap rata-rata jumlah spermatosit pakiten per jumlah sel Sertoli pada tahap II, VII dan XII menunjukkan nilai signifikan masing-masing 0,000 , 0,029 dan 0,004 (p ≤ 0,05). Kemudian dilanjutkan dengan uji BNT. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa jumlah spermatosit pakiten per jumlah sel Sertoli di tahap II dan tahap XII pada kelompok perlakuan dosis rendah (5mg/kg BB) memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol (p ≤ 0,05) sedangkan pada dosis sedang (25 mg/kg BB) dan dosis tinggi (50 mg/kg BB) tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis tersebut dengan kontol (p ≥ 0,05). Selain itu, data jumlah spermatosit pakiten per jumlah sel Sertoli di tahap VII menunjukkan tidak adanya perbedaan secara bermakna antara kelompok yang mendapat perlakuan dengan kelompok kontrol (p ≥ 0,05).
Tabel 4.8. Rata-rata jumlah spermatosit pakiten No.
Kelompok
Rata-rata Jumlah Spermatosit Pakiten Tiap Kelompok ± SD
1.
Kontrol
54,52 ± 4,96
2.
Dosis rendah (5 mg/kg BB)
50,87 ± 3,33
3.
Dosis sedang (25 mg/kg BB)
43,27 ± 5,76*
4.
Dosis tinggi (50 mg/kg BB )
44,11 ± 5,35*
Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p ≤ 0,05) pada taraf kepercayaan 95%.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
Rata-rata jumlah spermatosit pakiten
Rata-rata Jumlah Spermatosit Pakiten 80 70 60 50 40 30 20 10 0
54.52
50.87
43.27
44.11
Rata-rata Jumlah Spermatosit Pakiten 0
5
25
50
Dosis ekstrak etanol 70% biji jarak pagar ( mg/kg BB )
Gambar 11. Grafik hasil rata-rata jumlah spermatosit pakiten setelah pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari. Data diperoleh dengan menghitung jumlah spermatosit pakiten dari 20 tubulus
seminiferus
secara
acak
yang
mengalami
berbagai
tahapan
spermatogenesis (tahap II,VII, dan XII). Hasil uji normalitas KolmogorovSmirnov dan homogenitas Levene menunjukkan bahwa data jumlah spermatosit pakiten terdistribusi normal (p ≥ 0,05) dan homogen (p ≥ 0,05). Kemudian selanjutnya diuji menggunakan statistika parametrik one way ANOVA. Hasil uji ANOVA yang dilakukan terhadap data jumlah spermatosit pakiten menunjukkan nilai signifikan 0,006 (p ≤ 0,05). Kemudian dilanjutkan dengan uji BNT dimana data yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan bermakna jumlah spermatosit pakiten pada kelompok dosis sedang dan dosis tinggi dengan kontrol (p ≤ 0,05), sedangkan dosis rendah tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis tersebut dengan kontrol (p ≥ 0,05). Tabel 4.9. Rata-rata jumlah sel Sertoli No.
Kelompok
Rata-rata Jumlah Sel Sertoli Tiap Kelompok ± SD
1.
Kontrol
11,18 ± 1,74
2.
Dosis rendah (5 mg/kg BB)
7,25 ± 0,49*
3.
Dosis sedang (25 mg/kg BB)
7,80 ± 1,09*
4.
Dosis tinggi (50 mg/kg BB )
11,15 ± 0,73
Keterangan :Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p < 0,05) pada taraf kepercayaan 95 %
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Rata-rata jumlah sel sertoli
Rata-rata Jumlah Sel Sertoli 15.00 12.00
11.18
11.15 7.25
9.00
7.80
6.00 Rata-rata jumlah sel sertoli
3.00 0.00 0
5
25
50
Dosis ekstrak etanol 70% biji jarak pagar ( mg/kg BB )
Gambar 12. Grafik hasil rata-rata jumlah sel Sertoli setelah pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari. Data diperoleh dengan menghitung jumlah sel Sertoli dari 20 tubulus seminiferus secara acak yang mengalami berbagai tahapan spermatogenesis (tahap II,VII, dan XII). Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data jumlah sel Sertoli terdistribusi normal (p ≥ 0,05). Setelah dilakukan uji normalitas, dilanjutkan uji homogenitas Levene. Namun, berbeda hal dengan uji normalitas, hasil uji homogenitas menghasilkan data tidak homogen (p ≤ 0,05). Data rata-rata jumlah sel Sertoli kemudian diuji dengan menggunakan statistika non parametrik Kruskal Wallis karena syarat homogenitasnya belum terpenuhi. Hasil uji tersebut menunjukkan nilai signifikan 0,002 (p ≤ 0,05). Kemudian dilanjutkan dengan uji BNT dimana data yang diperoleh menunjukkan jumlah sel Sertoli pada kelompok dosis rendah dan dosis sedang berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p ≤ 0,05), sedangkan dosis tinggi tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis tersebut dengan kontrol (p ≥ 0,05). 4.2. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, aktivitas anti fertilitas dievaluasi didasarkan pada pengaruh ekstrak terhadap konsentrasi spermatozoa, efek terhadap berat organ dan pemeriksaan histologi. Suatu bahan antifertilitas dapat bersifat sitotoksik atau bersifat hormonal dalam memberikan pengaruhnya. Bila bersifat sitotoksik maka pengaruhnya langsung terhadap sel kelamin, dan bila bersifat hormonal maka UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
bekerja pada organ yang responsif terhadap hormon yang berkaitan (Rusmiati, 2007). Jarak pagar merupakan tanaman yang tumbuh di Indonesia dan sudah dikenal sebagai tanaman obat. Bagian tanaman jarak pagar antara lain : buah, biji, daun, akar dan batang. Olahan dari semua bagian tanaman termasuk biji, daun dan kulit kayu, segar atau sebagai rebusan biasanya digunakan dalam pengobatan tradisional. Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji jarak pagar yang diperoleh dari Kebun Jarak Pagar Balitri, Sukabumi. Sebelum dilakukan penelitian, bahan uji dilakukan determinasi untuk memastikan kebenaran jenis tanaman bahwa tanaman yang digunakan adalah benar Jatropha curcas L. dari famili Euphorbiaceae. Ekstrak etanol 70% biji jarak pagar diperoleh dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70%. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk biji jarak pagar dengan pelarut etanol 70% selama beberapa hari pada temperatur kamar. Maserasi dipilih karena baik untuk senyawa-senyawa yang tidak tahan terhadap panas dan memiliki beberapa keuntungan seperti : peralatan yang sederhana dan proses pengerjaannya yang mudah. Penggunaan etanol 70% sebagai pelarut didasarkan pada sifatnya yang semi polar sehingga diharapkan dapat menarik kandungan senyawa yang bersifat polar dan non polar. Selain itu, pemilihan konsentrasi 70% dikarenakan bahan uji yang digunakan merupakan simplisia kering sehingga adanya kandungan air pada etanol 70% mempermudah penarikan senyawa pada proses ekstraksi. Setelah dilakukan maserasi, filtrat yang didapat diuapkan menggunakan vacuum rotary evaporator dengan tujuan untuk menghilangkan pelarut sehingga didapatkan ekstrak kental. Jika ekstrak yang didapatkan belum cukup kental, maka ekstrak kemudian di freeze dry hingga dihasilkan ekstrak yang lebih kental atau kering. Dari 674 gram serbuk biji jarak pagar diperoleh 46,6285 gram ekstrak kental etanol 70% biji jarak pagar. Rendemen yang diperoleh 6,92%. Pemeriksaan parameter non spesifik lainnya seperti susut pengeringan dan kadar abu juga dilakukan. Tujuan dari pemeriksaan susut pengeringan adalah untuk mengetahui jumlah senyawa yang hilang selama proses pengeringan dan tujuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
dari pemeriksaan kadar abu adalah untuk mengetahui kandungan mineral yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (Depkes RI, 2000). Hasil yang diperoleh untuk susut pengeringan dan kadar abu ekstrak etanol 70% biji jarak pagar masing-masing adalah 0,88% dan 10,08%. Kemudian terhadap ekstrak etanol 70% biji jarak pagar dilakukan penapisan fitokimia. Hasilnya diketahui bahwa pada ekstrak etanol 70% biji jarak pagar terkandung alkaloid, steroid, dan saponin. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 ekor tikus jantan galur Sprague Dawley berusia 9 minggu. Tikus yang digunakan merupakan tikus yang sehat dan fertil dengan bobot tikus yaitu memiliki bobot sekitar 250-350 gram. Pemilihan galur Sprague Dawley dikarenakan mayoritas penelitian mengenai reproduksi pada tikus menggunakan galur ini. Galur ini juga memiliki tingkat kesuburan yang tinggi ditandai dengan jumlah sperma dalam epididimis lebih banyak dibandingkan galur lain (Wilkinson et al., 2000). Tikus dibagi menjadi 4 kelompok diantaranya kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan dengan dosis masing-masing 5 mg/kgBB, 25mg/kgBB, dan 50 mg/kgBB. Setiap kelompok tikus jantan ditempatkan pada kandang yang berbeda dengan kepadatan kandang masing-masing 5 ekor. Jumlah tikus yang digunakan pada tiap kelompok penelitian adalah lima ekor hal ini sesuai dengan Research Guidelines for Evaluating The Safety and Efficacy of Herbal Medicines (WHO, 2000) yaitu untuk hewan pengerat masing – masing kelompok perlakuan harus terdiri dari setidaknya lima ekor. Hewan uji kemudian diaklimatisasi selama 1 minggu agar dapat menyesuaikan diri dalam kondisi lingkungan yang baru. Selama aklimatisasi dilakukan pengamatan kondisi umum serta ditimbang berat badannya. Adanya peningkatan berat badan menunjukkan bahwa tikus telah mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan. Setelah aklimatisasi, masing-masing tikus diberikan perlakuan dengan ekstrak etanol 70% biji jarak pagar secara oral dengan menggunakan alat penyekok oral (sonde). Periode ini dilakukan selama 48 hari. Sebelum perlakuan, tikus ditimbang terlebih dahulu untuk menyesuaikan dengan dosis ekstrak etanol biji jarak pagar yang akan diberikan. Sediaan bahan uji dibuat dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
mensuspensikan ekstrak dengan Na CMC konsentrasi 1%. Na CMC digunakan sebagai pembawa karena ekstrak etanol 70% biji jarak pagar memiliki kelarutan yang baik dalam Na CMC. Pada hari k-49, tikus di korbankan dengan cara dibius dengan eter. Dari hasil penelitian ini diperoleh data dari beberapa parameter,yaitu : berat testis, konsenstrasi spermatozoa, diameter tubulus seminiferus serta analisis kuantitatif tubulus seminiferus. Data dari beberapa parameter tersebut yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan uji normalitas, uji homogenitas dan selanjutnya dilakukan uji one way ANOVA atau uji Kruskal Wallis dan uji BNT (LSD). Sebagai data tambahan, data berat badan tikus diambil tanpa dilakukan uji normalitas dan homogenitas maupun uji ANOVA. Data berat badan menunjukkan perkembangan berat badan kelompok tikus kontrol dan kelompok tikus yang diberi ekstrak etanol biji jarak pagar dimana
keduanya
mengalami
kenaikan
berat
badan
tiap
minggunya.
Pertumbuhan yang baik merupakan suatu proses pertambahan massa, sehingga hewan mengalami pertambahan bobot badan, pertambahan tinggi, pertambahan panjang atau pertambahan kandungan kimiawi tubuhnya. Kenaikan berat badan yang terjadi baik pada tikus kontrol maupun tikus yang mendapat perlakuan ekstrak etanol biji jarak pagar kemungkinan dikarenakan konsumsi pakan harian yang diberikan memenuhi syarat untuk terjadinya pertumbuhan. Pertumbuhan berjalan normal apabila makanan yang diberikan mengandung nutrisi dalam kualitas dan kuantitas yang baik. Apabila seekor hewan kekurangan nutrisi atau mengalami defisiensi suatu zat makanan maka laju pertumbuhan hewan tersebut akan terhambat (Muliani, 2011). Dengan demikian, pemberian ekstrak etanol biji jarak pagar tidak berpengaruh terhadap penurunan berat badan pada semua kelompok perlakuan. Produksi spermatozoa tidak akan terjadi jika alat kelamin jantan tidak mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan alat kelamin jantan baik alat kelamin primer yang berupa testis maupun alat kelamin sekunder berupa saluran-saluran reproduksi (Partodihardjo, 1980). Testis berukuran normal memiliki hubungan positif dengan potensi substansi fungsional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
(tubulus seminiferus) yang terkandung di dalam testis. Fungsi reproduksi testis adalah berupa produksi spermatozoa yang dihasilkan oleh bagian tubulus seminiferus dari testis. Berat dan ukuran testis dapat digunakan sebagai indikator kuantitatif produksi spermatozoa. Pemberian ekstrak etanol biji jarak pagar dengan dosis 5 mg/kgBB, 25 mg/kgBB dan 50 mg/kgBB selama 48 hari menyebabkan terjadinya penurunan berat testis. Penurunan berat testis tersebut mengindikasikan konsentrasi spermatozoa dalam testis berkurang. Pernyataan tersebut diperjelas dari data konsentrasi sperma yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan konsentrasi sperma sejalan dengan meningkatnya dosis. Penurunan
rata-rata berat testis
kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol kemungkinan terjadi karena adanya senyawa saponin dan curcin yang terkandung dalam biji jarak. Penelitian yang dilakukan oleh Gupta dkk (2005) menyatakan bahwa dengan pemberian saponin yang diisolasi dari Albizia lebbeck pada tikus jantan memberikan penurunan bobot testis yang bermakna. Menurut Bernhoft (2010), saponin menunjukkan efek antineoplastik. Di samping itu, curcin yang dimurnikan dari biji Jatropha curcas dapat digunakan sebagai agen pembunuh sel dan memiliki aktivitas antitumor (Luo M J et al., 2006). Aktivitas sebagai antikanker terjadi karena adanya hambatan dalam proliferasi sel (perkembangan sel) serta mekanisme apoptosis (kematian sel yang terprogram) (Su X et al., 2011). Spermatogenesis merupakan proses diferensiasi sel germinal yang dapat dibagi menjadi tiga fase utama : proliferasi spermatogonium, meiosis dan spermiogenesis (Wu J et al., 2011). Dengan demikian, senyawa-senyawa yang terkandung dalam biji jarak yang bersifat antiproliferatif tersebut diduga dapat menyebabkan penghambatan spermatogenesis dan juga menyebabkan kematian sel spermatogenik sehingga terjadi penurunan jumlah sel-sel spermatogenik. Terganggunya spermatogenesis juga dapat menyebabkan atrofi testis. Jadi, jika testis mengalami penurunan berat maka dapat diperkirakan menurunnya berat testis merupakan indikator awal terjadinya gangguan pada testis serta kapasitas produksi spermatozoa hewan jantan pun berkurang. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
Selain berat testis, konsentrasi sperma dihitung untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol biji jarak pagar terhadap konsentrasi sperma tikus. Jumlah sperma adalah salah satu pengujian yang paling sensitif untuk spermatogenesis dan sangat terkait dengan fertilitas (El-Kashoury, 2009). Spermatozoa yang diamati dalam penelitian ini adalah spermatozoa yang berasal dari kauda epididimis. Epididimis merupakan saluran panjang yang menempel pada testis dari atas sampai bawah yang berada pada bagian belakang testis. Epididimis terdiri dari tiga bagian : kaput epididimis yang membesar di ujung proksimal pada testis ; korpus epididimis dan berkembang secara distal ke dalam duktus deferens. Alasan pemilihan bagian kauda epididimis adalah karena tempat pematangan spermatozoa sebelum siap diejakulasikan keluar tubuh adalah di kauda epididimis (Suckow, 2006). Sehingga dipediksikan bahwa spermatozoa yang telah matang terkonsentrasi paling banyak terdapat di kauda epididimis. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian ketiga dosis ekstrak etanol biji jarak pagar secara oral selama 48 hari memberikan penurunan yang bermakna terhadap konsentrasi spermatozoa yang dihasilkan. Semakin besar dosis ekstrak yang diberikan, makin besar pula pengaruhnya terhadap penurunan konsentrasi. Dari penelitian sebelumnya disebutkan bahwa ekstrak etanol biji jarak pagar mempunyai aktivitas antifertilitas pada tikus betina dimana dilaporkan adanya aktivitas minimum dari steroid (Ahirwar et al., 2010). Kandungan kimia dalam biji jarak pagar adalah senyawa seperti viteksin, isoviteksin (Aregheore et al., 2003), beta-sitosterol dan curcin (Mastiholimath, 2008), saponin (Punsuvona et al., 2012). Seperti diketahui bahwa senyawa beta-sitosterol termasuk dalam golongan senyawa sterol tumbuhan. Senyawa sterol merupakan turunan dari senyawa steroid (Widiyani, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Widiyani (2006) menggunakan ekstrak akar som jawa yang juga mengandung bahan aktif beta-sitosterol menyebabkan penurunan jumlah sel spermatogenik. Efek antifertilitas dari beta-sitosterol menghasilkan penurunan konsentrasi sperma yang bermakna (Malini and Vanithakumari, 1991). Senyawa beta-sitosterol diduga dapat menyebabkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
gangguan secara hormonal dimana dengan konsumsi senyawa fitosterol berlebih menyebabkan peningkatan kadar testosteron plasma (Nieminen et al., 2003). Senyawa beta-sitosterol memiliki struktur dasar siklopentana perhidrofenantrena yang juga dimiliki oleh steroid. Suatu bahan dapat bekerja sebagai hormon karena mengandung zat yang susunan molekulnya mirip hormon. Dengan demikian diduga beta-sitosterol juga bersifat seperti testosteron (Widiyani, 2006). Senyawa beta-sitosterol yang terkandung dalam biji jarak pagar diduga dapat meningkatkan kadar testosteron pada hewan uji. Walaupun testosteron mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap penghidupan sexual dari pejantan dan tanpa testosteron spermatozoa tidak dapat mencapai pendewasaan yang baik. Namun, testosteron mempunyai mekanisme umpan balik negatif terhadap gonadotropin (FSH dan LH) jika testosteron diberikan dalam jumlah yang tinggi (Partodihardjo,1980). LH dan FSH dari hipofisa anterior memegang peranan penting dalam mengatur proses biologi reproduksi pada hewan jantan. FSH merangsang proses spermatogenesis dan LH yang sering disebut ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone), merangsang pertumbuhan dan metabolisme sel-sel Leydig, untuk memproduksi hormon testosteron. Jumlah sperma dan kadar testosteron dipertahankan konstan oleh mekanisme umpan balik. Jika mekanisme umpan balik negatif terjadi maka kadar FSH dan LH dalam peredaran darah menurun dan akibat selanjutnya adalah proses spermatogenesis terhenti dan jumlah spermatozoa dihasilkan akan menurun (Partodihardjo, 1980). Terjadinya penghambatan LH menyebabkan sekresi testosteron oleh sel Leydig ikut terhambat. Penurunan produksi androgen oleh sel Leydig merupakan pemicu apoptosis sel germinal. Terhambatnya FSH berpengaruh langsung terhadap sel Sertoli dalam tubulus seminiferus karena hormon ini berperan dalam meningkatkan laju proliferasi sel Sertoli, mengakibatkan terpacunya adenyl cyclase di dalam sel Sertoli yang berperan dalam meningkatkan produksi cyclic AMP, serta memacu produksi androgen binding protein (ABP) di dalam tubulus semeniferus.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Jumlah sel germinal didukung oleh sel Sertoli dan biasanya sangat berkorelasi dengan efisiensi spermatogenesis. Perbedaan jumlah sel Sertoli dapat dipengaruhi oleh perbedaan ukuran testis antar spesies dan galur pada hewan percobaan (Sharpe et al., 2003). Sel Sertoli memiliki fungsi untuk memelihara sel-sel germinal dan secara konstan dan sel ini diperlukan untuk mencegah kematian sel-sel germinal karena apoptosis (Boekelheide et al., 2000). Sel ini juga sangat rentan terhadap kerusakan (Lohiya et al., 2002). Di samping itu, adanya kerusakan pada sel Sertoli mengakibatkan degenerasi dan hambatan pematangan sel-sel germinal termasuk spermatosit dan spermatid. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa jumlah spermatosit pakiten dan jumlah sel Sertoli mengalami pengurangan yang bermakna pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kontrol. Spermatosit sangat sensitif terhadap pengaruh luar dan cenderung mengalami kerusakan setelah profase meiosis pertama khususnya pada tahap pakiten, yaitu pada saat terjadinya pindah silang antara kromosom yang homolog. Pada tahap ini, inti serta sitoplasma tumbuh menjadi sel terbesar di antara lapisan sel spermatogenik. Penurunan jumlah spermatosit menyebabkan jumlah spermatid juga menurun karena spermatosit yang mengalami meiosis kedua menjadi spermatid menurun. Telah diketahui bahwa spermatid merupakan cikal bakal spermatozoa. Pengurangan spermatid akan berefek langsung pada spermatozoa yang dihasilkan. Terjadinya penurunan jumlah sel Sertoli mengindikasikan kegagalan fungsi sel Sertoli untuk melindungi sel-sel germinal terhadap apoptosis. Kerusakan sel Sertoli dapat menyebabkan apoptosis sel germinal yang berlebihan karena penurunan faktor pendukung kelangsungan hidup (mungkin terjadi karena kekurangan hormon), peningkatan sinyal pro-apoptosis atau keduanya dimana proses spermatogenesis yang optimal memerlukan keseimbangan yang tepat dari faktor-faktor tersebut (Boekelheide et al., 2000). Ketidakmampuan sel Sertoli untuk melindungi sel germinal (spermatosit dan spermatid) terhadap apoptosis mungkin juga terkait dengan perubahan proses pematangan sel Sertoli (Benbrahim et al., 2008). Menurut Sharpe dkk (2003), berkurangnya sel germinal
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
pada manusia dan hewan bukan merupakan akibat dari kegagalan pematangan sel Sertoli. Kerusakan sel Sertoli akan memberi kontribusi bagi terganggunya proses spermatogenesis dimana jika fungsi sel Sertoli terganggu, maka sekresi androgen binding protein (ABP), suplai nutrisi, growth factors, laktat, tranferin juga terganggu
karena
zat-zat
tersebut
sangat
dibutuhkan
dalam
proses
spermatogenesis (Lohiya, et al., 2002; Niederberger, et al., 2004). Proses spermatogenesis
yang
tidak
dapat
berlangsung
secara
optimal
akan
mempengaruhi produksi sel-sel germinal. Pada spermatogenesis hewan mamalia, rasio sel germinal terhadap sel Sertoli relatif konstan dan pengamatan dalam rasio ini merupakan syarat yang penting (Boekelheide et al., 2000). Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan analisis rasio jumlah spermatosit pakiten terhadap jumlah sel Sertoli. Perbandingan dengan sel sertoli itu sendiri adalah sebagai faktor koreksi dari jumlah sel pakiten per tubulus seminiferus (Vachrajani, 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar dosis 5 mg/kg BB dan 25 mg/kg BB tidak ada penurunan rasio jumlah spermatosit pakiten terhadap jumlah sel Sertoli dalam setiap tahapan, sedangkan pada dosis 50 mg/kg BB dapat menurunkan rasio jumlah spermatosit pakiten terhadap jumlah sel Sertoli dalam setiap tahapan, walaupun penurunan tersebut tidak juga bermakna. Walaupun pemberian ketiga dosis ekstrak etanol 70% biji jarak pagar secara oral selama 48 hari belum memberikan penurunan yang bermakna terhadap rasio jumlah spermatosit pakiten terhadap jumlah sel Sertoli yang dihasilkan, namun tidak konstannya rasio jumlah spermatosit pakiten terhadap jumlah sel Sertoli yang dihasilkan dalam setiap tahapan spermatogenesis menunjukkan terganggunya proses spermatogenesis. Perubahan histopatologi dalam testis dapat dijadikan dasar dari perubahan histologi fungsi spermatogenesis terutama dalam tubulus seminiferus. Pengukuran diameter tubulus seminiferus merupakan penentu utama dari berat testis (Munson et al., 1996) dan juga dapat digunakan untuk memprediksi produksi sperma (Krishnalingam et al., 1982). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Pada penelitian ini, pengamatan histopatologi testis menunjukkan bahwa nilai rata-rata diameter tubulus seminiferus pada kelompok perlakuan lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang bermakna dari pemberian ketiga dosis ekstrak etanol biji jarak pagar yang dapat menghambat pertumbuhan epitel seminiferus dan akibatnya terjadi penurunan diameter tubulus. Senyawa beta sitosterol yang terkandung dalam biji jarak tersebut kemungkinan juga mempengaruhi diameter tubulus seminiferus. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nema dkk (2011), bahwa pengaruh fraksi beta sitosterol dari Ocimum gratissimum menghasilkan efek penurunan diameter tubulus
seminiferus
secara
bermakna.
Berkurangnya
diameter
tubulus
seminiferus mencerminkan adanya hambatan spermatogenesis (Kovacevic et al., 2006) dan juga kemungkinan disebabkan banyaknya sel germinal yang mengalami apoptosis. Dalam epitel seminiferus, apoptosis dapat terjadi secara spontan atau sebagai respons terhadap beberapa faktor-faktor seperti agen kemoterapi, suhu tinggi dan hormonal (Costa and Silva, 2006). Mikroanatomi tubulus seminiferus yang normal akan menunjukkan asosiasi
sel
spermatogenik
tersusun
berlapis
sesuai
dengan
tingkat
perkembangannya dari membran basalis menuju ke arah lumen tubulus yakni spermatogonia, spermatosit, dan spermatid. Lumen tampak terisi penuh oleh spermatozoa. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tubulus seminiferus kelompok kontrol menunjukkan spermatogenesis normal yang menggambarkan semua sel germinal, yaitu : spermatogonia, spermatosit primer (non-pakiten dan pakiten) dan spermatid (bulat dan memanjang) dalam epitel seminiferus. Selain itu, tubulus tersusun atas sel-sel spermatogenik yang tersusun kompak dan padat. Selain dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa, berat testis, dan diameter tubulus seminiferus, pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar juga dapat menghambat spermatogenesis. Hambatan tersebut dapat dilihat dari struktur histologis tubulus seminiferus pada kelompok perlakuan dimana menunjukkan lapisan sel spermatogenik tidak teratur dan sel-sel tersusun lebih jarang. Struktur tubulus seminiferus tikus pada kelompok perlakuan dosis 25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
mg/kg BB dan dosis 50 mg/kg BB menunjukkan terjadinya kerusakan. Hal ini terlihat beberapa tubulus yang mengalami nekrosis tubular, lumen tampak kosong karena tidak mengandung populasi semua sel germinal maupun sel Sertoli. Tingkatan dosis ekstrak etanol biji jarak pagar ini ternyata mempengaruhi tingkat kerusakan dari tubulus seminiferus tersebut. Parameter jumlah sperma yang dihasilkan testis tidak cukup untuk mendiagnosa fertil atau infertil. Oleh karena itu, konsentrasi pengembangan sebaiknya ditekankan pada morfologi dan motilitas sperma. Meskipun jumlah spermatozoa banyak sekali tetapi jika sperma tersebut tidak motil maka pembuahan tidak akan pernah terjadi. Sebaliknya dengan jumlah spermatozoa yang sedikit tetapi memiliki morfologi dan kecepatan yang normal maka masih bisa fertil.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Lama pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar pada dosis 5 mg/kg BB, 25 mg/kg BB, dan 50 mg/kg BB selama 48 hari pada tikus jantan dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa, bobot testis, dan diameter tubulus seminiferus secara bermakna jika dibandingkan dengan kontrol. Makin besar dosis yang diberikan, makin besar pula pengaruhnya terhadap penurunan konsentrasi, bobot testis dan diameter tubulus seminiferus. 2. Pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari dapat mempengaruhi proses spermatogenesis yang diindikasikan dengan penurunan jumlah spermatosit pakiten yang bermakna pada kelompok perlakuan dosis 25 mg/kg BB dan 50 mg/kg BB, penurunan jumlah sel Sertoli yang bermakna pada kelompok perlakuan dosis 5 mg/kg BB dan 25 mg/kg BB, serta terlihat adanya kerusakan ringan maupun berat pada tubulus seminiferus. 3. Dari beberapa hasil pengamatan di atas, dapat disimpulkan bahwa biji jarak pagar dapat menyebabkan infertilitas sehingga dapat dikembangkan sebagai bahan dasar obat kontrasepsi tradisional pria. 5.2.
Saran Adapun saran untuk penelitian lebih lanjut adalah:
1. Perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol 70%
biji jarak pagar terhadap morfologi spermatozoa yang dikaitkan dengan motilitas spermatozoa. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis yang sama untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol 70 % biji jarak pagar terhadap kadar hormonal (FSH, LH, dan testosteron dalam serum darah). 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai isolasi senyawa untuk mengetahui struktur senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antifertilitas. 54 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA Ahirwar, D., Ahirwar, B., and Kharya, M.D. 2010. Effect of Ethanolic Extract of Jatropha curcas Seeds on Estrus Cycle of Female Albino Rats. Der Pharmacia Lettre, 2(6): 146-150. Andria, Y. 2012. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica (L) urban) Terhadap Kadar Hormon Estradiol dan Kadar Hormon Progesteron Tikus Putih (Rattus norvegicus) Betina. Tesis. Progam Studi Ilmu Biomedik. Ankley, G.T., and Johnson, R.D. 2004. Small Fish Models for Identifying and Assessing the Effects of Endocrine-disrupting Chemicals. ILAR Journal ; 45 (4) : 469-83. Aregheore, E.M., Becker, K., Makkar, H.P.S. 2003. Detoxification of a toxic variety of Jatropha curcas using heat and chemical treatments, and preliminary nutritional evaluation with rats. S. Pac. J. Nat. Sci., 21, 50-56. Azrifitria, 2012. Formulasi Mikroemulsi Kombinasi Testosteron Undekanoat dan Medroksi Progesteron Asetat Untuk Kontrasepsi Pria Serta Profil Farmakokinetik dan Farmakodinamik Pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley. Disertasi. Program Pasca Sarjana. FKUI Barceloux, D.G. 2008. Medical Toxicology of Natural Substances: Foods, Fungi, Medicinal Herbs, Plants, and Venomous Animals. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc. Bartoli. 2008. Physic nut (Jatropha curcas) cultivation in Honduras – Handbook. Hounduras : Agricultural Communication Center of the Honduran Foundation for Agricultural Research (FHIA). Hal : 6-7, 13. Benbrahim, T.L., Siddeek, B., Bozec, A., Tronchon, V., Florin, A., Friry, C., Tabone, E., Mauduit, C., Benahmed, M. 2008. Alterations of Sertoli cell activity in the long-term testicular germ cell death process 55 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
induced by fetal androgen disruption. Journal of Endocrinology 196 (1) : 21- 31. Bernhoft, A. 2010. Bioactive compounds in plants – benefits and risks for man and animals. Proceedings from a symposium held at The Norwegian Academy of Science and Letters. Oslo. Bhakti Ekarini, S.M. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Partisipasi Pria Dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Tesis. Program Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Administrasi & Kebijakan Kesehatan Minat Manajemen Kesehatan Ibu dan Anak. Universitas Diponegoro. Semarang. BKKBN. 2006. Perkembangan Teknologi Kontrasepsi Pria Terkini. Available at: http://gemapria.bkkbn.go.id/article-detail.php?artid=22 Diakses pada tanggal : 5 April 2012. BKKBN.
2008.
KB
sebagai
suatu
kebutuhan.
Available
at:
http://gemapria.bkkbn.go.id/article-detail.php?artid=96 Diakses pada tanggal : 5 April 2012. BKKBN. 2012. Kepala BKKBN Berharap, Melalui Konsolidasi Bidang 2012, Temukan Ide Tuntaskan Masalah Kependudukan dan KB. Available at:
http://www.bkkbn.go.id/berita/Pages/Kepala-BKKBN-Berharap,-
Melalui-Konsolidasi-Bidang-2012,-Temukan-Ide-Tuntaskan-MasalahKependudukan-dan-KB.aspx Diakses pada tanggal : 5 April 2012. Boekelheide K, Fleming, S.L., Johnson, K.J., Patel, S.R., Schoenfeld, H.A. 2000. Role of Sertoli cells in injury-associated testicular germ cell apoptosis. Proc Soc Exp Biol Med ; 225 (2) : 105-15. Cambie, R. C and A. A. Brewis. 1999. Anti Fertility Plants of the Pacific. Australia : CSIRO. Hal: 85.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Chairul. 2003. Identifikasi Cepat Bahan Bioaktif Tumbuhan di Lapangan. Berita Biologi. 6 : 4, 624-626. Chong, C. 2009. Jatropha curcas L.: Development of a new oil crop for biofuel. Japan : The Institute of Energy Economics. Costa, D.S., Silva, J.F.S. 2006. Wild Boars (Sus scrofa scrofa) Seminiferous Tubules Morphometry. ISSN 1516-8913 Vol.49, n. 5 : pp. 739-745. Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta. Hal : 3-5, 10-12. Ejelonu, B.C., Oderinde, R.A., and. Balogun, S.A. 2010. The Chemical and Biological Properties of Jatropha curcas and Mucuna solan Seed and Seed Oil. Libyan Agriculture Research Center Journal Internation 1 (4) : 263-268. El-Kashoury, A.A. 2009. Influence of Subchronic Exposure of Profenofos on Biochemical Markers and Microelements in Testicular Tissue of Rats. Journal of American : 5(1), 19-28. Fawcett, D.W. 2002. Buku Ajar Histologi Bloom & Fawcetr. 12th ed Trans Tambayong J. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. Hal : 687. Fransworth, N.R. 1996. Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal of Pharmaceutical Science, 55: 3,259. Goonasekera, M.M., Gunawardana, V.K., Jaysena, K., Mohammad, S.G., Balasubramaniam, S. 1995. Pregnancy terminating effect of Jatropha curcas in rats. J Ethnopharmacol, 47, 117-123. Gupta, R.S., Chaudhary, R., Yadav, R.K., Verma, S.K., Dobhal, M.P. 2005. Effect of Saponins of Albizia lebbeck (L.) Benth bark on the reproductive system of male albino rats. J Ethnopharmacol ; 96 (12):31-6.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
Hartini. 2011. Pengaruh Dekok Daun Jambu Biji Merah (Psidium guajava.L) Terhadap Jumlah Kecepatan dan Morfologi Spermatozoa Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus). Tesis. Progam Studi Ilmu Biomedik. Heffner, L.J., Schust, D.J. 2005. At a Glance Sistem Reproduksi Edisi 2. Jakarta: Erlangga. Hal : 26-27 Heller, J. 1996. Physic Nut Jatropha curcas L. Promoting the conservation and used undertilized and neglected crops 1. Rome : Institut of Plant Genetic and Crop Plant Research. Gatersleben/IPGRI.Hal : 9, 18. Hess, R.A. 1999. Spermatogenesis, Overview. Encyclopedia of Reproduction VOLUME 4. Urbona : Academic Press. Ilyas, S. 2007. Azoospermia dan Pemulihannya Melaui Regulasi Apoptosis Sel Spermatogenik Tikus (Rattus sp) Pada Penyuntikan Kombinasi TU & MPA. Disertasi. Program doktor Ilmu Biomedik FKUI. Kovacevic, K., Budefeld, T., Majdic. 2006. Reduced Seminiferous Tubule Diameter in Mice Neonatally Exposed To Perfume. Slov Vet Res : 43 (4): 177-83. Krinke, G. J. 2000. The Laboratory Rat. San Diego, CA: Academic Press. Hal : 150-152. Krishnalingam V, Ladds PW, Entwistle KW, Holroyd RG. 1982. Quantitative macroscopic and histological study of testicular hypoplasia in Bos indicus strain bulls. Res Vet Sci.(2):131-9. Lohiya, N.K., Manivannan, B., Mishra, P.K., Pathak, N., Sriram, S., Bhande, S., Panneerdoss, S. 2002. Chloroform extract of Carica papaya seeds induces long-term reversible azoospermia in langur monkey. Asian Journal Andrology ; 4 (1) : 17-26.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
Luo, M.J., Yang, X.Y., Liu, W.X., Xu, Y., Huang,, P., Yan, F., Chen, F. 2006. Expression, purification and anti-tumor activity of curcin. Acta Biochim Biophys Sin (Shanghai) ; 38 (9) :663-8. Mahmud, Z. 2007. Infotek Jarak Pagar. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Malini, Vanithakumari. 1991. Antifertility effects of beta-sitosterol in male albino rats. Journal of Ethnopharmacology, 35(2):149-153. Mark, D.B, Mark, A.D, Smith, C.M. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta : EGC. Hal : 717. Mastiholimath, V.K. 2008. Development and Evaluation of Polyherbal Formulations For Antidiabetic And Antihypertensve Activities. Thesis. Rajiv Gandhi University of Health Science. India. Muliani, H. 2011. Pertumbuhan Mencit (Mus musculus L) Setelah Pemberian Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas) White Mouse (Mus musculus L) Growth Exposed to Barbados Nut’s Seed. BIOMA, Vol. 13, No. 2, Hal. 73-79. Munson, L., Brown, J.L., Bush, M., Packer, C. 1996. Genetic Diversity Afects Testicular Morphology in Fres Ranging Lions of The Serengeti Plains and Ngorongoro Crater. Journal of Reproduction and Fertility 108, 11-15. Nema, R. K., Yuvaraj, Ramanathan, L., Sripriya. 2011. Effect of β sitosterol fraction of Ocimum gratissimum on reproductive parameters of male rats. Asian Journal of Biochemical and Pharmaceutical Research Issue 3 (Vol. 1). Niederberger, C.S., Shubhada, S., Kim, S.J., Lamb, D.J. 1993. Paracrine factors and the regulation of spermatogenesis. World J Urol 11 : 120-128.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
Nieminen , P., Mustonen, A.M., Seppa, P.L., Karkkainen, V., Rauhamaa, H.M., Kukkonen J.V.K. 2003. Phytosterols Affect Endocrinology and Metabolism of the Field Vole (Microtus agrestis). Experimental Biology and Medicine, 228:188-193. Nurcholis, M., Sumarsih. S. 2007. Jarak Pagar dan Pembuatan Biodiesel. Yogyakarta : KANISIUS. Hal : 15, 18-21. Partodihardjo, S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta : Mutiara. Hal : 114. Pokharkar, R.D., Saraswat, R.K., and Kotkar, S. 2010. Survey of Plants Having Antifertility Activity From Western Ghat Area of Maharashtra State. Journal of Herbal Medicine and Toxicology 4 (2) 71-75. Prasad, D.M.R., Izam, A., and Khan, M.R. 2012. Jatropha curcas: Plant of medical benefits. Journal of Medicinal Plants Research Vol. 6(14), pp. 2691-2699. Punsuvona, V., Nokkaew, R., Karnasuta, S. 2012. Determination of toxic phorbol esters in biofertilizer produced with Jatropha curcas seed cake. Science Asia 38 : 223-225. Rouge,
M.
2004.
Sperm
Morphology.
Available
at:
http://www.vivo.colostate.edu/hbooks/pathphys/reprod/semeneval/mo rph.html. Diakses pada tanggal : 5 Juni 2012. Rusmiarti. 2007. Pengaruh Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia sappan L) Terhadap Viabilitas Spermatozoa Mencit Jantan (Mus musculus L). BIOSCIENTIAE Volume 4, Nomor 2, Hal.63-70. Sachdeva, K., Garg, P., Singhal, M., Srivastava, B. 2012. Pharmacological evaluation of Jatropha curcas L. extract for Anti-diarrhoeal Activity. Research in Pharmacy 2(2) : 01-07. Saifudin, A., Rahayu, V., Teruna H.Y. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta : Graha Ilmu. Hal : 5.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Saptogino, R.A. 2010. Pengaruh Lama Pemberian Momordica charantia L. Terhadap Jumlah Spermatozoa Pada Tikus BALB/C Dewasa Jantan. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro. Semarang. Sharpe, R.M., Kinnell, C.M., Kivlin, C., Fisher, J.S. 2003. Proliferation and functional maturation of Sertoli cells, and their relevance to disorders of testis function in adulthood. Reproduction 125, 769–784. Shweta, G., Chetna, R., Jinkal, S., Nancy, S., Hitesh, J. 2011. Herbal Plants Used
as
Contraceptives.
International
Journal
of
Current
Pharmaceutical Review and Research Volume 2, Issue 1. Siburian, J., Ningsih, A. Efek Pemberian Ekstrak Akar Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack) Terhadap Fertilitas Mencit (Mus musculus L.) Jantan. Jurusan Pendidikan Biologi PMIPA FKIP Universitas Jambi. Smith, Mangkoewijoyo ,S. 1998. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Edisi 1. : Jakarta: UI Press. Hal : 37-39. Su X, Xu C, Li Y, Gao X, Lou Y. 2011. Antitumor Activity of Polysaccharides and Saponin Extracted from Sea Cucumber. J Clin Cell Immunol 2:105. Suckow, M. A., Steven H. W., Craig L. F. 2006. The Laboratory Rat Second Edition. USA: American College of Laboratory Animal Medicine Series. Ulimaz, A. 2010. Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol Batang Manggarsih (Parameria
laevigata)
Pada
Struktur
Mikroanatomi
Tubulus
Seminiferus Testis Mencit (Mus musculus) Galur Swiss. Skripsi Program Studi S-1 Biologi.Fakultas Biologi dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Lambung Mangkurat.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
Vachrajani, K.D. 2005. Damage to late pachytene spermatocytes in responsible for subsequent inhibition. Journal of Cell and Tissue Research Vol. 5 (1) 309-311. Widiyani, T. 2006. Efek Antifertilitas Ekstrak Akar Som Jawa (Talinum paniculatum Gaertn) Pada Mencit Jantan. Bul. Penel. Kesehatan, Vol.34, No.3 : 119-128. Wilkinson, J.M., Halley, S., Towers, P.A. 2000. Comparison of male reproductive parameters in three rat strains : Dark Agouti, Sprague-Dawley and Wistar. Australia : Laboratory Animals Ltd. Laboratory Animals 34, 70-75. William, O. R. 2005. Functional Anatomy and Physiology of Domestic Animals Third Edition. USA : Baltimore, Maryland. Male Reproduction chapter 13 hal 379-399. World Health Organization. 2000. General Guidelines for Methodologies on Research and Evaluation of Traditional Medicine. Geneva : World Health Organization. Wu J., Bao J., Wang Li., Hu1 Y., Xu C. 2011. MicroRNA-184 downregulates nuclear
receptor
corepressor
2
in
mouse
spermatogenesis.
Department of Histology & Embryology. Shanghai Jiaotong University School of Medicine.China. Yotarlai, S., Chaisuksunt, V., Saenphet, K., Sudwan, P. 2011. Effects of Boesenbergia rotunda juice on sperm qualities in male rats. Journal of medicinal plants research. 5 (16) : 3861-3867. Yurnadi, Sari, P., Pujianto, D.A., Soeradi, O. 2002. Pengaruh Penyuntikan Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya L.) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa dan Keadaan Sel Spermatogenik Tikus Jantan (Rattus norvegicus L.). Artikel Ilmiah. Lembaga Penelitian Universitas Indonesia
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman
63
Lampiran 2. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar Penapisan ekstrak
Hasil uji penapisan
Keterangan gambar (a) Sebelum diberi pereaksi. (b) (+) Alkaloid: memberikan warna kuning jingga setelah diberikan pereaksi Dragendorff (c) (+) Alkaloid: menghasilkan larutan sedikit keruh setelah diberikan pereaksi Mayer.
Alkaloid
(a)
(b)
(c) (a) Sebelum dilakukan pengocokan. (b) (+) Saponin: menghasilkan busa/buih yang stabil setelah dikocok kuat-kuat.
Saponin
(a)
(b) (a) Sebelum diberi pereaksi. (b) (+) Steroid: memberikan warna kehijauan setelah diberikan pereaksi Liebermann – Burchard.
Steroid (a)
(b) (a) Sebelum diberi pereaksi. (b) (-)Flavonoid: tidak memberikan perubahan warna pada masing – masing lapisan pelarut setelah diberikan pereaksi Wilstatter.
Flavonoid
(a)
(b) (a) Sebelum diberi pereaksi. (b) (-) Tanin: tidak memberikan warna biru, biru kehitaman maupun biru kehijauan setelah diberikan pereaksi FeCl3.
Tanin
(a)
(b) 64
Lampiran 3. Gambar Bahan dan Alat Penelitian
Gambar 13. Biji jarak pagar
Gambar 14. Serbuk simplisia biji jarak pagar
Gambar 15. Tikus putih jantan galur Sprague Dawley
Gambar 16. Etanol 70%
Gambar 17. Ekstrak etanol 70% biji jarak pagar
Gambar 18.Larutan Na CMC 1%
Gambar 19. Ekstrak yang telah disuspensikan dalam Na CMC 1%. Dari kiri ke kanan dosis rendah, sedang, tinggi.
Gambar 20. Larutan George
Gambar 21. Larutan NaCL fisiologis
Gambar 22. Alat pencekok oral
Gambar 23. Seperangkat alat bedah
Gambar 24. Timbangan berat badan hewan uji (Ohauss)
65
(lanjutan)
Gambar 25.Vacum rotary evaporator (Eyela)
Gambar 26. Oven (Memmert)
Gambar 27. Tanur (Thermo Scientific)
Gambar 28. Timbangan analitik (AND GH-202)
Gambar 29. Freeze dry (Eyela FDU 1200)
Gambar 30. Mikropipet ukuran 10-20 µl
Gambar 31. Mikropipet ukuran 200 µl
Gambar 32. Haemositometer Improved Neubeur
Gambar 33. Mikroskop optik (Motic BA310)
66
Lampiran 4. Kegiatan Penelitian Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar
Gambar 34. Penimbangan serbuk simplisia biji jarak pagar
Gambar 35. Maserasi serbuk simplisia biji jarak pagar dengan etanol 70%
Gambar 36. Penyaringan maserat
Gambar 37. Pemekatan maserat
Gambar 38. Proses freeze dry ekstrak etanol 70% biji jarak pagar
Gambar 39. Pembuatan lar.NaCMC 1%
Gambar 40. Pemberian makan hewan uji ad libitum
Gambar 41. Pemberian minum hewan uji ad libitum
Gambar 42. Penimbangan berat badan hewan uji
Gambar 43. Pemberian ekstrak secara oral
Gambar 44. Pembiusan hewan uji
Gambar 45. Pembedahan hewan uji
67
(lanjutan)
Gambar 46. Pengeluran cairan sperma dari kauda epididimis dengan bantuan cairan NaCl fisiologis
Gambar 47. Pencucian organ testis dengan larutan NaCl fisiologis
Gambar 48. Epididimis
Gambar 49. Organ testis dan epididimis
Gambar 50. Penimbangan organ testis
Gambar 51. Pengawetan organ testis di dalam larutan buffer netral formalin
Gambar 52. Pengambilan cairan spermatozoa
Gambar 53. Pengenceran spermatozoa dengan larutan George
Gambar 54. Spermatozoa pada kamar haemositometer
Gambar 55. Pengamatan dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x 68
Lampiran 5. Pemeriksaan Parameter Ekstrak 1. Perhitungan Rendemen Berat serbuk simplisia yang diekstraksi = 674 g Berat ekstrak kental yang di dapat % Rendemen
=
= 46,6285 g
Berat ekstrak kental yang di dapat Berat serbuk simplisia yang diekstraksi
=
46,6285 g 674 g
x 100%
x 100%
= 6,92 % 2. Susut Pengeringan Berat botol kosong
= 15,1407 gram
Berat ekstrak
= 1,1379 gram
Berat botol kosong+ekstrak sebelum dikeringkan (W0) = 16,2786 gram Berat botol kosong + ekstrak setelah dikeringkan (W1) = 16,1352gram % Susut Pengeringan
= W0 – W1
X 100%
Wo = 16,2786 – 16,1352
X 100%
16,2786 = 0,88 % 3. Penetapan Kadar Abu Bobot cawan : 25,2044 g Bobot sampel : 2,0636 g Bobot akhir : 25,4126 g % Kadar abu
=
bobot akhir – bobot cawan bobot sampel
=
25,4126 – 25,2044 2,0636
=
X 100 %
10,08 %
69
X 100 %
Lampiran 6. Alur Penelitian
biji jarak pagar ( Jatropha curcas L.) determinasi biji dikeringkan dihaluskan menggunakan blender serbuk simplisia biji jarak pagar penapisan fitokimia parameter non spesifik maserasi dengan etanol 70%
hewan uji : tikus jantan galur Sprague-Dawley
ekstrak cair dipekatkan dengan rotary evaporator
tikus diaklimatisasi selama 1 minggu
ekstrak kental penapisan fitokimia parameter spesifik & non spesifik pemberian ekstrak pada tikus secara peroral selama 48 hari
Hewan uji dikelompokkan secara acak berdasarkan perlakuan (@dosis 5 ekor): - dosis tinggi (50 mg/kg BB) - dosis sedang (25 mg/kg BB) - dosis rendah ( 5 mg/kg BB) pada hari ke 49 tikus dikorbankan dan diambil organ reproduksinya
cauda epididimis
pengukuran konsentrasi spermatozoa
testis dihitung bobot testis pengukuran diameter tubulus seminiferus
70
dibuat preparat histologi pengamatan tahapan spermatogenesis
Lampiran 7. Perhitungan Dosis Uji Ekstrak Biji Jarak Pagar Untuk perhitungan dosis uji ekstrak biji jarak pagar digunakan rumus sebagai berikut : Dosis ( mg kg BB ) x Berat Badan ( kg ) VAO = Konsentrasi (mg mL) I.
Dosis rendah ( 5 mg/kg BB)
VAO = 1 ml =
II.
Dosis ( mg kg BB ) x Berat Badan Konsentrasi
kg
(mg mL )
5 mg x 0,25 Konsentrasi
(mg mL )
Konsentrasi
= 1,25 mg/mL
Dibuat 5 ml
= 5 mLx 1,25 mg = 6,25 mg/5 mL
Dosis sedang ( 25 mg/kg BB ) kg BB ) x Berat Badan VAO= Dosis( mg Konsentrasi (mg mL)
1 ml =
kg
25 mg x 0,275 Konsentrasi
(mg mL )
Konsentrasi
= 6, 875 mg/mL
Dibuat 5 ml
= 5 mL x 6,875 mg = 34,375 mg/5 mL
III.
Dosis tinggi ( 50 mg/kg BB )
VAO =
Dosis ( mg kg BB ) x Berat Badan
1 ml =
Konsentrasi
(mg mL )
50 mg x 0,3 Konsentrasi
(mg mL )
Konsentrasi
= 15 mg/mL
Dibuat 5 ml
= 5 mL x 15 mg = 75 mg/5 mL 71
kg
Lampiran 8. Berat Badan Tikus Jantan No.
Tanggal
Hewan Uji
1.
30 Juni 2012
2.
6 Juli 2012
3.
11 Juli 2012
4.
16 Juli 2012
5.
21 Juli 2012
6.
26 Juli 2012
7.
31 Juli 2012
Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5
Berat Badan Tikus per Kelompok ( Gram ) I II III IV 326 260 280 305 326,5 270 287 305 326 275 288 309 333 278 295,7 310 331 278,2 300 313,5 326 263 276 287,8 325 267,3 283 291 324 284 283,5 303 330 269,2 288 303 321 277,6 296 296,7 325 270 270 280 325 260 275 278 320 290 277 300 334 275 270 304 320 281 290 285 320 273 268 270 315 265 280 273 325 300 270 312 334 278,3 275,5 314 321 284 284 300 324 274 278 272 320 266 293 283 318 300 275 300 333 278,8 288 300 323 288 285 288 330 274 280 286 320 280 300,6 297 330 315 277 330 336,5 290 300,5 333 330 285 290 304 340 275 287 284 320,5 296 305 295 333 316 278 300 338 300 305 334 328 288 298 300 72
(lanjutan)
8.
5 Agustus 2012
9.
10 Agustus 2012
10.
15 Agustus 2012
11.
20 Agustus 2012
Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5
354 318 343 335,8 330 358 320,3 344 339 335 360,6 323,5 349 341,6 346 370 334 352,3 353,5 363,5
73
287 303,5 315 295 296 290 309 322,3 297,8 313 303 320 334 304 311,5 305 330 342 308,6 316
275 310 278 306 300 297,5 326 311,8 327,7 289 312,8 344 333,3 337,6 300 318,3 345,4 340,2 344 300,8
293 301 335 337 300 303 324 345 348 309 316 331 352,2 352,8 312,5 329 338,6 353,5 364,5 318,6
Lampiran 9. Hasil Pengukuran Bobot Testis No
Kelompok
Hewan
Bobot Testis
Uji
1.
2.
3.
4.
Rata-rata
Rata-rata Bobot
Bobot Testis
Testis Tiap Kelompok ± SD
Kanan
Kiri
TiapTikus
Tikus 1
1,9722
1,9877
1,9825
Tikus 2
1,9279
2,0619
1,9949
Tikus 3
1,9501
2,0405
1,9253
Tikus 4
1,8815
2,0857
1,9836
Tikus 5
2,1596
2,2059
2,1828
Dosis rendah
Tikus 1
1,7948
1,8414
1,8181
(5 mg/kgBB)
Tikus 2
1,7917
1,8311
1,8114
Tikus 3
2,0877
2,1052
2,0965
Tikus 4
1,9502
2,1981
2,0742
Tikus 5
1,5044
1,5784
1,5414
Dosis sedang
Tikus 1
1,5666
1,8899
1,7283
(25 mg/kgBB)
Tikus 2
1,727
1,7721
1,7496
Tikus 3
1,7038
1,7415
1,7227
Tikus 4
1,6452
1,8280
1,7366
Tikus 5
1,6391
1,7898
1,7145
Dosis tinggi
Tikus 1
1,7967
1,8882
1,8425
(50 mg/kgBB)
Tikus 2
1,7189
1,7525
1,7357
Tikus 3
1,4214
1,4191
1,4203
Tikus 4
1,6956
1,8093
1,7525
Tikus 5
1,84
1,8887
1,8644
Kontrol
74
2,0139 ± 0,8685
1,8683 ± 0,2275
1,7303 ± 0,0135
1,7230 ± 0,1781
Lampiran 10. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa No
Kelompok
Hewan
Jumlah
Konsentrasi
Rata-rata
Rata-rata
Uji
spermatozoa
Spermatozoa
Konsentrasi
Konsentrasi
dalam 10
(Juta/mL)
Tiap Tikus
Tiap
(Juta/mL)
Kelompok
kotak (ekor) Kanan
Kiri
Kanan
(Juta/mL) ±
Kiri
SD 1.
2.
3.
4.
Kontrol
Tikus1
19
108
23,75
135
79,375
Tikus 2
61
83
76,25
103,75
90
Tikus 3
48
41
60
51,25
55,625
Tikus 4
87
25
108,75
31,25
70
Tikus 5
61
42
76,25
52,50
64,375
Dosis rendah
Tikus 1
34
41
42,5
51,25
46,875
(5mg/kgBB)
Tikus 2
8
65
10
81,25
45,625
Tikus 3
26
50
32,50
62,50
47,5
Tikus 4
47
30
58,75
37,50
48,125
Tikus 5
65
24
81,25
30
55,625
Dosis sedang
Tikus 1
57
43
71,25
53,75
62,5
(25mg/kgBB)
Tikus 2
8
42
10
52,50
31,25
Tikus 3
41
31
51,25
38,75
45
Tikus 4
42
31
52,50
38,75
45,625
Tikus 5
66
10
82,50
12,50
47,50
Dosis tinggi
Tikus 1
37
43
46,25
53,75
50
(50mg/kgBB)
Tikus 2
41
25
51,25
31,25
41,25
Tikus 3
42
39
52,5
48,75
50,625
Tikus 4
37
47
46,25
58,75
52,50
Tikus 5
17
16
21,25
20
20,625
75
71,88 ± 13,31
48,75 ± 3,95
46,38 ± 9,22
43 ± 13,24
Lampiran 11. Hasil Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus No.
Kelompok
1.
Kontrol
2.
3.
4.
Dosis rendah (5 mg/kg BB)
Dosis sedang (25 mg/kgBB)
Dosis tinggi (50 mg/kgBB)
Hewan Uji
Rata-rata Diameter Tubulus Seminiferus Tiap Tikus (µm) Perbesaran 100 x
Tikus 1
175,92
Tikus 2
179,56
Tikus 3
180,89
Tikus 4
174,50
Tikus 5
182,46
Tikus 1
178,85
Tikus 2
152,96
Tikus 3
150,72
Tikus 4
159,45
Tikus 5
166,07
Tikus 1
171,49
Tikus 2
169,56
Tikus 3
161,54
Tikus 4
165,70
Tikus 5
180,87
Tikus 1
160,60
Tikus 2
145,55
Tikus 3
172,47
Tikus 4
169,53
Tikus 5
153,76
76
Rata-rata Diameter Tubulus Seminiferus Tiap Kelompok (µm) ± SD Perbesaran 100 x
178,67 ± 3,35
161,61 ± 11,35
169,84 ± 7,25
160,38 ± 11,11
Lampiran 12. Hasil Perhitungan Perbandingan Jumlah Spermatosit Pakiten Terhadap Jumlah Sel Sertoli No.
1.
2,
3,
4,
Kelompok
Kontrol
Dosis rendah (5 mg/kg BB)
Dosis sedang (25 mg/kgBB)
Dosis tinggi (50 mg/kgBB)
Hewan Uji
Rata-rata Jumlah Spermatosit Pakiten per Jumlah Sel Sertoli
Tikus 1
Tahap II 5,57
Tahap VII 5,57
Tahap XII 6,45
Tikus 2
5,30
5,30
8,29
Tikus 3
3,30
3,30
3,85
Tikus 4
3,61
3,61
4,26
Tikus 5
4,96
4,96
6,60
Tikus 1
6,99
6,99
9,29
Tikus 2
7,66
7,66
6,87
Tikus 3
5,60
5,60
7,05
Tikus 4
6,25
6,25
7,43
Tikus 5
6,49
6,49
6,50
Tikus 1
4,90
4,90
7,23
Tikus 2
6,80
6,80
5,21
Tikus 3
4,50
4,50
8,08
Tikus 4
6,00
6,00
6,42
Tikus 5
5,00
5,00
4,00
Tikus 1
4,22
4,22
4,66
Tikus 2
3,82
3,82
3,79
Tikus 3
3,61
3,61
3,79
Tikus 4
3,65
3,65
5,05
Tikus 5
3,03
3,03
4,60
77
Rata-rata Jumlah Spermatosit Pakiten per Jumlah Sel Sertoli Tiap Kelompok ± SD Tahap Tahap Tahap II VII XII
4,55 ± 1,03
5,89 ± 1,83
6,09 ± 1,48
6,6 ± 0,77
7,43 ± 1,09
7,83 ± 0,82
5,44 ± 0,94
6,18 ± 1,62
6,70 ± 1,35
3,67 ± 0,43
4,62 ± 0,46
4,66 ± 0,75
Lampiran 13. Hasil Perhitungan Jumlah Spermatosit Pakiten No.
Kelompok
1.
Kontrol
2,
3,
4,
Dosis rendah (5 mg/kg BB)
Dosis sedang (25 mg/kgBB)
Dosis tinggi (50 mg/kgBB)
Hewan Uji
Rata-rata Jumlah Spermatosit Pakiten Tiap Tikus
Tikus 1
57,45
Tikus 2
56,75
Tikus 3
49,70
Tikus 4
48,80
Tikus 5
59,90
Tikus 1
52,50
Tikus 2
50,45
Tikus 3
55,45
Tikus 4
49,35
Tikus 5
46,60
Tikus 1
34,85
Tikus 2
47,20
Tikus 3
45,75
Tikus 4
39,90
Tikus 5
48,65
Tikus 1
38,75
Tikus 2
47,60
Tikus 3
45,20
Tikus 4
50,50
Tikus 5
38,50
78
Rata-rata Jumlah Spermatosit Pakiten Tiap Kelompok ± SD
54,52 ± 4,97
50,87 ± 3,32
43,27 ± 5,76
44,11 ± 5,35
Lampiran 14. Hasil Perhitungan Jumlah Sel Sertoli No.
Kelompok
1.
Kontrol
2,
3,
4,
Dosis rendah (5 mg/kg BB)
Dosis sedang (25 mg/kgBB)
Dosis tinggi (50 mg/kgBB)
Hewan Uji
Rata-rata Jumlah Sel Sertoli Tiap Tikus
Tikus 1
9.8
Tikus 2
9,45
Tikus 3
12,6
Tikus 4
13,4
Tikus 5
10.65
Tikus 1
7,55
Tikus 2
6,75
Tikus 3
6,9
Tikus 4
7,95
Tikus 5
7,1
Tikus 1
9,3
Tikus 2
8,65
Tikus 3
7,0
Tikus 4
6,95
Tikus 5
7,11
Tikus 1
10,85
Tikus 2
11,1
Tikus 3
12,35
Tikus 4
11,1
Tikus 5
10,35
Rata-rata Jumlah Sel Sertoli Tiap Kelompok ± SD
11,18 ± 1,74
7,25 ± 0,49
7,80 ± 1,09
11,15 ± 0,73
79
Lampiran 15. Analisis Data Bobot Testis 1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Bobot Testis a. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Tujuan : Untuk melihat distribusi data bobot testis tikus. Hipotesis : Ho : Data bobot testis terdistribusi normal. Ha : Data bobot testis tidak terdistribusi normal. Pengambilan Keputusan : o Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima. o Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Bobot Testis N
20
Normal Parameters
a
Most Extreme Differences
Mean
1.837390
Std, Deviation
.1882958
Absolute
.157
Positive
.124
Negative
-,157
Kolmogorov-Smirnov Z
.702
Asymp, Sig, (2-tailed)
.708
a. Test distribution is Normal
Keputusan : Uji normalitas bobot testis seluruh kelompok teridistribusi normal (p ≥ 0,05). b. Uji Homogenitas Levene Tujuan : Untuk melihat data bobot testis tikus homogen atau tidak. Hipotesis : Ho : Data bobot testis homogen. Ha : Data bobot testis tidak homogen. Pengambilan keputusan : o
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.
o
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic
df1
df2
Sig.
3.325
3
16
.046
80
(lanjutan)
Keputusan : Uji homogenitas bobot testis seluruh kelompok tidak homogen (p ≤ 0,05) sehingga dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis karena syarat belum terpenuhi. 2. Uji Kruskal Wallis terhadap bobot testis kelompok hewan uji Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data bobot testis tikus. Hipotesis : Ho : Data bobot testis tidak berbeda secara bermakna. Ha : Data bobot testis berbeda secara bermakna. Pengambilan keputusan : o Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima. o Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ha ditolak. Test Statistics Bobot Testis Chi-Square
9.766
Df
3
Asymp. Sig.
.021
Keputusan: Data bobot testis berbeda secara bermakna (p ≤ 0,05). 3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap bobot testis kelompok hewan uji Tujuan : Untuk menentukan data bobot testis kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data bobot testis kelompok lainnya. Hipotesis : Ho : Data bobot testis tidak berbeda secara bermakna. Ho : Data bobot testis berbeda secara bermakna. Pengambilan keputusan : o Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima. o Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
81
(lanjutan)
Multiple Comparisons LSD Mean
95% Confidence Interval
Difference (I) kelompok
(J) kelompok
Kontrol
dosis rendah
.1595000
.0955140
.114
-.042981
.361981
dosis sedang
.2974800*
.0955140
.007
.094999
.499961
dosis tinggi
.3047400*
.0955140
.006
.102259
.507221
Kontrol
-.1595000
.0955140
.114
-.361981
.042981
dosis sedang
.1379800
.0955140
.168
-.064501
.340461
dosis tinggi
.1452400
.0955140
.148
-.057241
.347721
-.2974800*
.0955140
.007
-.499961
-.094999
dosis rendah
-.1379800
.0955140
.168
-.340461
.064501
dosis tinggi
.0072600
.0955140
.940
-.195221
.209741
-.3047400*
.0955140
.006
-.507221
-.102259
dosis rendah
-.1452400
.0955140
.148
-.347721
.057241
dosis sedang
-.0072600
.0955140
.940
-.209741
.195221
dosis rendah
dosis sedang
dosis tinggi
Kontrol
Kontrol
(I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound Upper Bound
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keputusan : Bobot testis pada kelompok dosis sedang dan dosis tinggi berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p ≤ 0,05), sedangkan dosis rendah tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis tersebut dengan kontrol (p ≥ 0,05).
82
Lampiran 16. Analisis Data Konsentrasi Spermatozoa 1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Konsentrasi Spermatozoa a. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Tujuan : Untuk melihat distribusi data konsentrasi spermatozoa tikus. Hipotesis : Ho : Data konsentrasi spermatozoa terdistribusi normal. Ha : Data konsentrasi spermatozoa tidak terdistribusi normal. Pengambilan Keputusan : o Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima. o Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Konsentrasi spermatozoa N
20
Normal Parametersa
Mean
52.80000
Std. Deviation Most Extreme Differences
15.096150
Absolute
.176
Positive
.176
Negative
-.153
Kolmogorov-Smirnov Z
.786
Asymp. Sig. (2-tailed)
.567
Test distribution is Normal.
Keputusan : Uji normalitas konsentrasi spermatozoa seluruh kelompok teridistribusi normal (p ≥ 0,05). b. Uji Homogenitas Levene Tujuan : Untuk melihat data konsentrasi spermatozoa homogen atau tidak. Hipotesis : Ho : Data konsentrasi spermatozoa homogen. Ha : Data konsentrasi spermatozoa tidak homogen. Pengambilan keputusan : o Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima. o Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
83
(lanjutan)
Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic
df1
df2
Sig.
1.614
3
16
.226
Keputusan : Uji homogenitas konsentrasi spermatozoa seluruh kelompok homogen (p ≥ 0,05) sehingga bisa dilanjutkan dengan uji ANOVA. 2. Uji Analisis Varians (ANOVA) satu arah terhadap konsentrasi spermatozoa kelompok hewan uji. Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data konsentrasi spermatozoa. Hipotesis : Ho : Data konsentrasi spermatozoatidak berbeda secara bermakna. Ha : Data konsentrasi spermatozoa berbeda secara bermakna. Pengambilan keputusan : o Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima. o Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak. ANOVA Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
2517.994
3
839.331
7.411
.002
Within Groups
1811.988
16
113.249
Total
4329.981
19
Keputusan : Konsentrasi spermatozoa berbeda secara bermakna, sehingga pengujian dilanjutkan dengan uji BNT/LSD. 3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap konsentrasi spermatozoa kelompok hewan uji Tujuan : Untuk menentukan data konsentrasi spermatozoa kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data konsentrasi spermatozoa kelompok lainnya. Hipotesis : Ho : Data konsentrasi spermatozoa tidak berbeda secara bermakna. Ha : Data konsentrasi spermatozoa berbeda secara bermakna. Pengambilan keputusan : o Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima. o Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak. 84
(lanjutan)
Multiple Comparisons LSD 95% Confidence Interval
Mean Difference (I) kelompok Kontrol
dosis rendah
dosis sedang
dosis tinggi
(J) kelompok
(I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
dosis rendah
23.125000*
6.730504
.003
8.85697
37.39303
dosis sedang
24.300000*
6.730504
.002
10.03197
38.56803
dosis tinggi
28.875000*
6.730504
.001
14.60697
43.14303
Kontrol
-23.125000*
6.730504
.003
-37.39303
-8.85697
dosis sedang
1.175000
6.730504
.864
-13.09303
15.44303
dosis tinggi
5.750000
6.730504
.406
-8.51803
20.01803
-24.300000*
6.730504
.002
-38.56803
-10.03197
dosis rendah
-1.175000
6.730504
.864
-15.44303
13.09303
dosis tinggi
4.575000
6.730504
.506
-9.69303
18.84303
-28.875000*
6.730504
.001
-43.14303
-14.60697
dosis rendah
-5.750000
6.730504
.406
-20.01803
8.51803
dosis tinggi
-4.575000
6.730504
.506
-18.84303
9.69303
Kontrol
Kontrol
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keputusan : Konsentrasi spermatozoa seluruh kelompok perlakuan berbeda secara bermakna dengan kontrol (p ≤ 0,05), namun tidak ada perbedaan bermakna antar kelompok perlakuan.
85
Lampiran 17. Analisis Data Diameter Tubulus Seminiferus 1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Diameter Tubulus Seminiferus a. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Tujuan : Untuk melihat distribusi data diameter tubulus seminiferus. Hipotesis : Ho : Data diameter tubulus seminiferus terdistribusi normal. Ha : Data diameter tubulus seminiferus tidak terdistribusi normal. Pengambilan Keputusan : o Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima. o Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Diameter tubulus seminiferus N Normal Parametersa Most Extreme Differences
20 167.6226 11.10118 .118 .094 -.118 .529 .943
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Test distribution is normal.
Keputusan : Uji normalitas diameter tubulus seminiferus seluruh kelompok teridistribusi normal (p ≥ 0,05).
b. Uji Homogenitas Levene Tujuan : Untuk melihat data diameter tubulus seminiferus homogen atau tidak. Hipotesis : Ho : Data diameter tubulus seminiferus homogen. Ha : Data diameter tubulus seminiferus tidak homogen. Pengambilan keputusan : o
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.
o
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
86
87
Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic
df1
df2
Sig.
1.882
3
16
.173
Keputusan : Uji homogenitas diameter tubulus seminiferus seluruh kelompok homogen (p ≥ 0,05) sehingga bisa dilanjutkan dengan uji ANOVA.
2. Uji Analisis Varians (ANOVA) satu arah terhadap diameter tubulus seminiferus kelompok hewan uji. Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data diameter tubulus seminiferus. Hipotesis : Ho : Data diameter tubulus seminiferus tidak berbeda secara bermakna. Ha : Data diameter tubulus seminiferus berbeda secara bermakna. Pengambilan keputusan : o Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima. o Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak. ANOVA Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
1077.079
3
359.026
4.543
.017
Within Groups
1264.409
16
79.026
Total
2341.488
19
Keputusan : Diameter tubulus seminiferus berbeda secara bermakna, sehingga pengujian dilanjutkan dengan uji BNT/LSD.
3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap diameter tubulus seminiferus kelompok hewan uji. Tujuan : Untuk menentukan data diameter tubulus kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data diameter tubulus kelompok lainnya.
87
Hipotesis : Ho :
Data diameter tubulus seminiferus tidak berbeda secara bermakna.
Ha :
Data
diameter
tubulus
seminiferus
berbeda
secara
bermakna. Pengambilan keputusan : o
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.
o
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
Multiple Comparisons LSD
(I) kelompok Kontrol
(J) kelompok dosis rendah
17.05600
dosis sedang
8.83400
dosis tinggi
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
5.62230
.008
5.1373
28.9747
5.62230
.136
-3.0847
20.7527
5.62230
.005
6.3653
30.2027
*
5.62230
.008
-28.9747
-5.1373
-8.22200
5.62230
.163
-20.1407
3.6967
dosis tinggi
1.22800
5.62230
.830
-10.6907
13.1467
Kontrol
-8.83400
5.62230
.136
-20.7527
3.0847
dosis rendah
8.22200
5.62230
.163
-3.6967
20.1407
dosis tinggi
9.45000
5.62230
.112
-2.4687
21.3687
5.62230
.005
-30.2027
-6.3653
Kontrol dosis sedang
dosis sedang
*
95% Confidence Interval
*
dosis tinggi dosis rendah
Mean Difference (I-J)
Kontrol
18.28400
-17.05600
-18.28400
*
dosis rendah
-1.22800
5.62230
.830
-13.1467
10.6907
dosis sedang
-9.45000
5.62230
.112
-21.3687
2.4687
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keputusan : Diameter tubulus seminiferus pada kelompok dosis rendah dan dosis tinggi berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p ≤ 0,05), sedangkan dosis sedang tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis tersebut dengan kontrol (p ≥ 0,05).
88
Lampiran 18. Analisis Data Jumlah Spermatosit Pakiten per Jumlah Sel Sertoli 1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Jumlah Spermatosit Pakiten per Jumlah Sel Sertoli. a. Uji Normalitas dan Homogenitas Tujuan : Untuk melihat distribusi data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli. Hipotesis : Ho : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli terdistribusi normal. Ha : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli tidak terdistribusi normal. Pengambilan Keputusan : o Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima. o Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test STAGE II STAGE VII STAGE XII N
20
20
20
Mean
5.0626
6.0053
6.3198
Std. Deviation
1.34652
1.63655
1.57962
Absolute
.122
.149
.170
Positive
.122
.145
.126
Negative
-.066
-.149
-.170
Kolmogorov-Smirnov Z
.545
.667
.760
Asymp. Sig. (2-tailed)
.927
.765
.610
Normal Parameters
a
Most Extreme Differences
Test distribution is normal.
Keputusan : Uji normalitas jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli seluruh kelompok pada setiap tahapan terdistribusi normal (p ≥ 0,05).
b. Uji Homogenitas Levene Tujuan : Untuk melihat data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli homogen atau tidak.
89
(lanjutan)
Hipotesis : Ho : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli homogen. Ha : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli tidak homogen. Pengambilan keputusan : o Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima. o Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak. Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic
df1
df2
Sig.
STAGE II
2.641
3
16
.085
STAGE VII
2.958
3
16
.064
STAGE XII
2.862
3
16
.070
Keputusan : Uji homogenitas jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli seluruh kelompok pada setiap tahapan homogen (p ≥ 0,05) sehingga bisa dilanjutkan dengan uji ANOVA.
2. Uji Analisis Varians (ANOVA) satu arah jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli kelompok hewan uji. Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli. Hipotesis : Ho : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli tidak berbeda secara bermakna. Ha : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli berbeda secara bermakna. Pengambilan keputusan : o Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima. o Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
90
(lanjutan)
ANOVA
STAGE II
STAGE VII
STAGE XII
Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
23.548
3
7.849
11.521
.000
Within Groups
10.901
16
.681
Total
34.449
19
Between Groups
21.427
3
7.142
3.879
.029
Within Groups
29.461
16
1.841
Total
50.888
19
Between Groups
26.237
3
8.746
6.609
.004
Within Groups
21.172
16
1.323
Total
47.409
19
Keputusan : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah sel Sertoli setiap tahapan berbeda secara bermakna (p ≤ 0,05).
3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli kelompok hewan uji Tujuan : Untuk menentukan data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli kelompok lainnya. Hipotesis : Ho : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli tidak berbeda secara bermakna. Ha : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli berbeda secara bermakna. Pengambilan keputusan : o
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.
o
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
91
(lanjutan)
Multiple Comparisons LSD Dependent Variable
Mean Difference (I) kelompok (J) kelompok (I-J)
STAGE II
Kontrol
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
Dosis rendah
-2.04821* .52203
.001
-3.1549
-.9416
Dosis sedang Dosis tinggi
-.89200 .52203 .88200 .52203
.107 .111
-1.9987 -.2247
.2147 1.9887
2.04821* .52203
.001
.9416
3.1549
*
1.15621 .52203 2.93021* .52203
.042 .000
.0496 1.8236
2.2629 4.0369
.89200 .52203
.107
-.2147
1.9987
-1.15621 .52203 1.77400* .52203
.042 .004
-2.2629 .6673
-.0496 2.8807
Dosis rendah Kontrol Dosis sedang Dosis tinggi Dosis sedang Kontrol Dosis rendah Dosis tinggi Dosis tinggi
95% Confidence Interval
-.88200 .52203
.111
-1.9887
.2247
Dosis rendah Dosis sedang
-2.93021* .52203 -1.77400* .52203
.000 .004
-4.0369 -2.8807
-1.8236 -.6673
Dosis rendah Dosis sedang Dosis tinggi
-1.53700 .85821 -.29817 .85821 1.37378 .85821
.092 .733 .129
-3.3563 -2.1175 -.4455
.2823 1.5211 3.1931
Dosis rendah Kontrol Dosis sedang Dosis tinggi
1.53700 .85821 1.23882 .85821 2.91078* .85821
.092 .168 .004
-.2823 -.5805 1.0915
3.3563 3.0581 4.7301
Dosis sedang Kontrol Dosis rendah Dosis tinggi
.29817 .85821 -1.23882 .85821 1.67195 .85821
.733 .168 .069
-1.5211 -3.0581 -.1474
2.1175 .5805 3.4913
Dosis tinggi
-1.37378 .85821
.129
-3.1931
.4455
*
STAGE VII Kontrol
STAGE XII Kontrol
Kontrol
*
Kontrol Dosis rendah Dosis sedang
-2.91078 .85821 -1.67195 .85821
.004 .069
-4.7301 -3.4913
-1.0915 .1474
Dosis rendah
-1.74767* .72753
Dosis sedang Dosis tinggi Dosis rendah Kontrol Dosis sedang Dosis tinggi Dosis sedang Kontrol Dosis rendah Dosis tinggi Dosis tinggi Kontrol Dosis rendah Dosis sedang
.029
-3.2900
-.2054
.72753 .72753 .72753 .72753 .72753 .72753 .72753 .72753 .72753
.415 .067 .029 .137 .000 .415 .137 .013 .067
-2.1506 -.1146 .2054 -.4029 1.6331 -.9340 -2.6817 .4937 -2.9700
.9340 2.9700 3.2900 2.6817 4.7177 2.1506 .4029 3.5783 .1146
-3.17539* .72753 -2.03600* .72753
.000 .013
-4.7177 -3.5783
-1.6331 -.4937
-.60828 1.42772 1.74767* 1.13939 3.17539* .60828 -1.13939 2.03600* -1.42772
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keputusan : Jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli di tahap II dan tahap XII pada kelompok perlakuan dosis rendah (5mg/kg BB) 92
(lanjutan) memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol (p ≤ 0,05) sedangkan pada dosis sedang (25 mg/kg BB) dan dosis tinggi (50 mg/kg BB) tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis tersebut dengan kontol (p ≥ 0,05). Selain itu, data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli di tahap VII menunjukkan tidak adanya perbedaan secara bermakna antara kelompok yang mendapat perlakuan dengan kelompok kontrol (p ≥ 0,05).
93
Lampiran 19. Analisis Data Jumlah Spermatosit Pakiten 1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Jumlah Spermatosit Pakiten a. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Tujuan : Untuk melihat distribusi data jumlah spermatosit pakiten. Hipotesis : Ho : Data jumlah spermatosit pakiten terdistribusi normal. Ha : Data jumlah spermatosit pakiten tidak terdistribusi normal. Pengambilan Keputusan : o Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima. o Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Spermatosit pakiten N
20
Normal Parametersa
Most Extreme Differences
Mean
48.1925
Std. Deviation
6.61148
Absolute
.125
Positive
.114
Negative
-.125
Kolmogorov-Smirnov Z
.561
Asymp. Sig. (2-tailed)
.912
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : Uji normalitas jumlah spermatosit pakiten seluruh kelompok terdistribusi normal (p ≥ 0,05). b. Uji Homogenitas Levene Tujuan : Untuk melihat data jumlah spermatosit pakiten homogen atau tidak. Hipotesis : Ho : Data jumlah spermatosit pakiten homogen. Ha : Data jumlah spermatosit pakiten tidak homogen.
94
(lanjutan)
Pengambilan keputusan o Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima. o Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak. Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic
df1
df2
Sig.
1.273
3
16
.317
Keputusan: Uji homogenitas jumlah spermatosit pakiten seluruh kelompok homogen (p ≥ 0,05) sehingga bisa dilanjutkan dengan uji ANOVA. 2. Uji Analisis Varians (ANOVA) satu arah terhadap jumlah spermatosit pakiten kelompok hewan uji Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data jumlah spermatosit pakiten. Hipotesis : Ho : Data jumlah spermatosit pakiten tidak berbeda secara bermakna. Ha : Data jumlah spermatosit pakiten berbeda secara bermakna. Pengambilan keputusan o Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima. o Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak. ANOVA Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
440.520
3
146.840
6.024
.006
Within Groups
390.001
16
24.375
Total
830.521
19
Keputusan : Data jumlah spermatosit pakiten berbeda secara bermakna (p ≤ 0,05).
95
(lanjutan)
3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap jumlah spermatosit pakiten per sel Sertoli kelompok hewan uji Tujuan : Untuk menentukan data jumlah spermatosit pakiten kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data jumlah spermatosit pakiten kelompok lainnya. Hipotesis : Ho : Data jumlah spermatosit pakiten tidak berbeda secara bermakna. Ha : Data jumlah spermatosit pakiten berbeda secara bermakna. Pengambilan keputusan o
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.
o
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
Multiple Comparisons LSD
(I) kelompok
(J) kelompok
Mean Difference (I-J)
Kontrol
Dosis rendah
3.65000
Upper Bound
.260
-2.9694
10.2694
11.25000
3.12250
.002
4.6306
17.8694
Dosis tinggi
10.41000
*
3.12250
.004
3.7906
17.0294
Kontrol
-3.65000
3.12250
.260
-10.2694
2.9694
7.60000
*
3.12250
.027
.9806
14.2194
6.76000
*
3.12250
.046
.1406
13.3794
-11.25000 3.12250
.002
-17.8694
-4.6306
*
3.12250
.027
-14.2194
-.9806
Dosis tinggi
Dosis tinggi
Lower Bound
3.12250
Dosis sedang Dosis sedang
Sig.
*
Dosis sedang Dosis rendah
95% Confidence Interval Std. Error
Kontrol
*
Dosis rendah
-7.60000
Dosis tinggi
-.84000
3.12250
.791
-7.4594
5.7794
Kontrol
*
-10.41000 3.12250
.004
-17.0294
-3.7906
Dosis rendah
-6.76000* 3.12250
.046
-13.3794
-.1406
.791
-5.7794
7.4594
Dosis sedang
.84000
3.12250
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keputusan : Jumlah spermatosit pakiten pada kelompok dosis sedang dan dosis tinggi berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p ≤ 0,05), sedangkan dosis rendah tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis tersebut dengan kontrol (p ≥ 0,05).
96
Lampiran 17. Analisis Data Jumlah Sel Sertoli 1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Jumlah Sel Sertoli a. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Tujuan : Untuk melihat distribusi data jumlah sel Sertoli. Hipotesis : Ho : Data jumlah sel Sertoli terdistribusi normal. Ha : Data jumlah sel Sertoli tidak terdistribusi normal. Pengambilan Keputusan o Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima. o Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Sel sertoli N Normal Parametersa
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
20 9.3455 2.14058 .152 .152 -.113 .679 .746
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : Uji normalitas jumlah sel Sertoli seluruh kelompok terdistribusi normal (p ≥ 0,05). b. Uji Homogenitas Levene Tujuan : Untuk melihat data jumlah sel Sertoli homogen atau tidak. Hipotesis : Ho : Data jumlah sel Sertoli homogen. Ha : Data jumlah sel Sertoli tidak homogen. Pengambilan keputusan o Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima. o Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak. Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic
df1
df2
Sig.
6.054
3
16
.006
97
(lanjutan)
Keputusan : Uji homogenitas jumlah sel Sertoli seluruh kelompok tidak homogen (p ≤ 0,05) sehingga dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis karena syarat belum terpenuhi. 2. Uji Kruskal Wallis terhadap jumlah sel Sertoli kelompok hewan uji Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data jumlah sel Sertoli. Hipotesis : Ho : Data jumlah sel Sertoli tidak berbeda secara bermakna. Ha : Data jumlah sel Sertoli berbeda secara bermakna. Pengambilan keputusan o Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima. o Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ha ditolak. Test Statistics Sel Sertoli Chi-Square Df Asymp. Sig.
14.554 3 .002
Keputusan: Data jumlah sel Sertoli berbeda secara bermakna (p ≤ 0,05).
3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap jumlah sel Sertoli kelompok hewan uji Tujuan : Untuk menentukan data jumlah sel Sertoli kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data jumlah sel Sertoli kelompok lainnya. Hipotesis : Ho : Data jumlah sel Sertoli tidak berbeda secara bermakna. Ho : Data jumlah sel Sertoli berbeda secara bermakna. Pengambilan keputusan : o Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima. o Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
98
(lanjutan)
Multiple Comparisons LSD
(I) kelompok Kontrol
Dosis rendah
Mean Difference (J) kelompok (I-J) Std. Error 3.93000
*
Dosis sedang
3.37800
*
Dosis tinggi
.03000
Dosis rendah
Kontrol Dosis sedang Dosis tinggi
Dosis sedang
Kontrol Dosis rendah Dosis tinggi
Dosis tinggi
Kontrol Dosis rendah Dosis sedang
-3.93000
*
-.55200
95% Confidence Interval Sig.
Lower Bound
Upper Bound
.70859
.000
2.4279
5.4321
.70859
.000
1.8759
4.8801
.70859
.967
-1.4721
1.5321
.70859
.000
-5.4321
-2.4279
.70859
.447
-2.0541
.9501
-3.90000
*
.70859
.000
-5.4021
-2.3979
-3.37800
*
.70859
.000
-4.8801
-1.8759
.70859
.447
-.9501
2.0541
.70859
.000
-4.8501
-1.8459
.70859
.967
-1.5321
1.4721
3.90000
*
.70859
.000
2.3979
5.4021
3.34800
*
.70859
.000
1.8459
4.8501
.55200 -3.34800
*
-.03000
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keputusan : Jumlah sel Sertoli pada kelompok dosis rendah dan dosis sedang berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p ≤ 0,05), sedangkan dosis tinggi tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis tersebut dengan kontrol (p ≥ 0,05).
99
Lampiran 21. Gambaran Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Kontrol Keterangan : Terlihat adanya sel-sel spermatogenik (spermatogonia, spermatosit pakiten, dan spermatid) tersusun rapat dan padat. 1. Membran basalis 2. Spermatogonia 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli 5. Spermatid 6. Lumen Gambar 56. Kontrol,tahap II, Perbesaran 400x Keterangan : Jumlah lapisan sel terlihat teratur dan sel-sel spermatogenik tersusun sesuai dengan tingkat perkembangannya dari membran basalis menuju ke arah lumen. 1. Membran basalis 2. Spermatogonia 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli 5. Spermatozoa 6. Lumen Gambar 57. Kontrol,tahap VII, Perbesaran 400x Keterangan : Terlihat adanya sel spermatogenik (spermatogonia, spermatosit pakiten, dan spermatid) tersusun berlapis dan teratur sesuai dengan tingkat perkembangannya dari membran basalis menuju ke arah lumen.
Gambar 58. Kontrol,tahap XII, Perbesaran 400x
100
1. Membran basalis 2. Spermatogonia 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli 5. Spermatid 6. Lumen
Lampiran 22. Gambaran Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (5mg/kg BB) Keterangan : Pada gambar ini terlihat sel-sel spermatogenik (spermatogonia, spermatosit pakiten, dan spermatid) masih tetap, namun bila dibandingkan dengan kontrol, terlihat adanya penurunan jumlah spermatid.
Gambar 59. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (5mg/kg BB), tahap II, Perbesaran 400x
1. Membran basalis 2. Spermatogonia 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli 5. Spermatid 6. Lumen
Keterangan : Terlihat kesan berkurangnya spermatogonia. 1. Membran basalis 2. Spermatogonia 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli 5. Spermatozoa 6. Lumen Gambar 60. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (5mg/kg BB), tahap VII, Perbesaran 400x Keterangan : Pada gambar ini bila dibandingkan dengan kontrol, terlihat adanya penurunan jumlah spermatosit pakiten dan sel-sel tersusun agak jarang.
Gambar 61. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (5mg/kg BB), tahap XII, Perbesaran 400x 101
1. Membran basalis 2. Spermatogonia 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli 5. Spermatid 6. Lumen
Lampiran 23. Gambaran Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (25mg/kg BB) Keterangan : Terlihat sel-sel spermatogenik mulai tersusun tidak teratur dan susunan sel tidak rapat. 1. Membran basalis 2. Spermatogonium 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli 5. Spermatid 6. Lumen Gambar 62. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (25mg/kg BB), tahap II, Perbesaran 400x Keterangan : Terlihat berkurangnya spermatosit pakiten dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan dosis 5 mg/kgBB. 1. Membran basalis 2. Spermatogonium 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli 5. Spermatozoa 6. Lumen Gambar 63. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (25mg/kg BB), tahap VII, Perbesaran 400x Keterangan : Pada gambar ini, terlihat adanya penurunan jumlah spermatosit pakiten yang lebih banyak dan susunan sel spermatogenik yang tidak teratur bila dibandingkan dengan kelompok perlakuan dosis 5mg/kgBB. 1. Membran basalis 2. Spermatogonium Gambar 64. Perlakuan Ekstrak Etanol Biji Jarak Pagar 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli (25mg/kg BB), tahap XII, Perbesaran 400x 5. Spermatid 6. Lumen 102
(lanjutan)
Keterangan : Terlihat adanya jumlah spermatosit pakiten yang sangat sedikit dan tidak terbentuknya spermatid sehingga lumen tampak kosong dan terlihat semakin lebar. 1. Membran basalis 2. Spermatosit pakiten 3. Lumen Gambar 65. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (25mg/kg BB), Perbesaran 400x
103
Lampiran 24. Gambaran Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB) Keterangan : Lumen mengandung spermatosit pakiten dan spermatid yang lebih sedikit sehingga lumen terlihat tidak penuh.
Gambar 66. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB), tahap II, Perbesaran 400x
1. Membran basalis 2. Spermatogonium 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli 5. Spermatid 6. Lumen Keterangan : Pada gambar ini terlihat adanya penurunan jumlah sel spermatozoa lebih banyak dibandingkan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan lainnya.
Gambar 67. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB), tahap VII, Perbesaran 400x
1. Membran basalis 2. Spermatogonium 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli 5. Spermatozoa 6. Lumen Keterangan : Terlihat penurunan jumlah sel-sel spermatogenik lebih banyak dan letak sel-sel spermatogenik yang lebih tidak teratur.
Gambar 68. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB), tahap XII, Perbesaran 400x
104
1. Membran basalis 2. Spermatogonium 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli 5. Spermatid 6. Lumen
(lanjutan)
Keterangan : Tubulus seminiferus memperlihatkan kerusakan nekrosis tubular. Lumen tampak kosong, banyaknya sel yang hilang di dalam tubulus dan terlihat adanya sisa-sisa nekrosis mengisi lumen. 1. Membran basalis 2. Lumen Gambar 69. Perlakuan Ekstrak Etanol Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB), Perbesaran 400x
105