UJI AKTIVITAS PERASAN DAUN KEDONDONG (SPONDIAS DULCIS L.) SEBAGAI ANTIFERTIL PADA TIKUS JANTAN GALUR SPRAGUE-DAWLEY
ARTIKEL
Oleh : DWI ASTUTY 050112a020
PROGRAM STUDI FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN AGUSTUS, 2016
1
2
UJI AKTIVITAS PERASAN DAUN KEDONDONG (SPONDIAS DULCIS L.) SEBAGAI ANTIFERTIL PADA TIKUS JANTAN GALUR SPRAGUE-DAWLEY Dwi Astuty Program Studi Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo
[email protected] INTISARI Latar Belakang : Daun kedondong (Spondias dulcis L.) diketahui mengandung Senyawa flavonoid, tanin dan saponin yang bisa digunakan sebagai obat tradisional untuk menurunkan kualitas spermatozoa (antifertil). Tujuan : Penelitian ini untuk mengetahui perasan daun kedondong terhadap penurunan kualitas sperma pada tikus jantan galur Sprague dawley. Metode : Rancangan penelitian Eksperimental Randomized Post Test Only Control Group Design dengan jumlah sampel 28 ekor, terdiri dari 4 kelompok : Kelompok I kontrol negatif (aquadest), kelompok II (perasan daun kedondong dosis 115,5mg/200gBB), kelompok III (perasan daun kedondong dosis 231mg/200g BB) dan kelompok IV (perasan daun kedondong dosis 924mg/200gBB). Semua dosis perlakuan diberikan secara oral selama 14 hari. Pembedahan dilakukan pada hari ke-15, Kemudian dihitung penurunan kualitas sperma (morfologi, viabilitas, motilitas dan konsentrasi spermatozoa). Analisis data menggunakan program Statistic package for the social science (SPSS) dengan uji ANOVA satu jalan dan uji LSD. Hasil : Perasan daun kedondong (Spondias dulcis L.) terbukti menurunkan kualitas sperma. Dosis 231mg/200gBB terbukti menurunkan viabilitas spermatozoa. Dosis 231mg/200gBB dapat menurunan motilitas spermatozoa. Dosis 924mg/200gBB terbukti menurunkan konsentrasi spermatozoa, meskipun pada morfologi spermatozoa menunjukkan penurunan sperma normal tetapi masih dalam nilai normal. Dari hasil rata-rata yang diperoleh menurut WHO (2010) dapat dikategorikan sebagai golongan Nekrozoospermia dan OligoAsthenozoospermia. Simpulan : Perasan daun kedondong (Spondias dulcis L.) dapat digunakan sebagai kontrasepsi alami. Katakunci : Morfologi, viabilitas, motilitas dan konsentrasi spermatozoa. Spondias dulcis L. Kepustakaan : 55 (1986-2016)
3
Activity Test Of Squeezed Kedondong Leaves (Spondias dulcis L.) As Antifertility In Mice Of Sprague-Dawley Strain.
ABSTRACT Background :Kedondongleaves (Spondias dulcis L.) contain flavonoids, tannins and saponins which can be used as a traditional medicine to decrease sperm quality. Objectives : This research aims to know activity test of squeezed kedondong leaves (Spondias dulcis L.) as antifertility in mice of Sprague-dawley strain. Methods: It used experimental Randomized Post Test Only Control Group Design with the sample, consisting of four groups : negative control group I (aquadst), group II (squeezed kedondong leaves with the dose of 115,5mg / gBB), Group III (squeezed kedondong leaves with the dose of 231mg / 200g BB) and Group IV (squeezed kedondong leaves with the dose of 924mg / 200g BB). All treatment doses were administered orally for 14 days. Surgery was performed on the 15 th day, then calculated the loss of quality of sperm (morphology, viability, motility and concentration of spermatozoa). Analysis used program Statistic package for the social science (SPSS) with ANOVA one way and LSD test. Results: Squeezed kedondong leaves (Spondias dulcis L.) was shown to lower sperm. The dose of 231mg/200gBB was shown to lower spermatozoa viability. The dose 231mg/200gBB was shown to lower spermatozoa motility. The dose of 924mg/200gBB juta/ml was shown to lower spermatozoa concentrations. Of the average yield obtained according to WHO (2010) can be categorized as class Nekrozoospermia and OligoAsthenozoospermia. Conclusion: Squeezed kedondong leaves (Spondias dulcis L.) can be used as a natural contraceptive. Keywords: morphology, viability, motility and concentration of spermatozoa, Spondias dulcis L. Bibliographies : 55 (1986-2016)
4
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk merupakan masalah yang cukup penting bagi setiap Negara terutama bagi Negara berkembang seperti Indonesia. Langkah antisipatif yang pertama dilakukan dalam penanggulangan peningkatan jumlah penduduk adalah dengan pengaturan jumlah kelahiran. Program Keluarga Berencana (KB) menjadi garda terdepan untuk mengendalikan kelahiran terutama pada era otonomi daerah seperti sekarang ini (Musafaah dan Noor, 2012). Program Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional telah diundangkan dalam Undang-undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, mengisyaratkan bahwa pembangunan kependudukan di Indonesia diletakkan dalam konteks pembangunan SDM yang mencakup pembangunan manusia sebagai subjek (human capital). Dalam hasil survey demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2002 – 2003 juga dikatakan bahwa, partisipasi suami sebagai peserta KB masih sangat rendah, yaitu 1,3% yang terdiri dari pemakaian kondom 0,9% dan vasektomi 0,4% salah satu penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan tentang jenis obat dan metode kontrasepsi serta terbatasnya metode kontrasepsi (Purwieningrum, 2008). Salah satu strategi penelitian yang dilakukan oleh kelompok kerja WHO adalah mengembangkan kontrasepsi melalui bahan atau zat dari tumbuh-tumbuhan yang diduga mempunyai bahan aktif yang bersifat antifertilitas. Bahan alam yang pernah diteliti adalah tanaman daun jambu mete yang berpotensi sebagai antifertilitas, secara tradisional. Hasil penelitian Setiawan (2013) dilaporkan bahwa aktivitas ekstrak etanol daun jambu mete dengan dosis 200 mg/kg BB pada mencit jantan dapat berpengaruh pada berkurangnya motilitas sperma dan jumlah sperma mencit. Daun jambu mete mempunyai kandungan senyawa aktif utama yaitu flavonoid, tanin dan saponin yang dapat berpotensi sebagai agen antifertil. Bahan alam yang kemungkinan memiliki potensi untuk diteliti sebagai antifertil adalah daun Kedondong (Spondias dulcis L.) yang merupakan tanaman buah dari famili Anacardiaceae. Kandungan kimia pada daun kedondong (Spondias dulcis L.) adalah flavonoid, tanin dan saponin (Putri, 2012). Penelitian tentang daun kedondong (Spondias dulcis L.) sebagai kontrasepsi alami belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian tentang perasan daun kedondong (Spondias dulcis L.) sebagai antifertil. 2. Tujuan Penelitian 1) Tujuan Umum Untuk mengetahui aktivitas perasan daun kedondong (Spondias dulcis L.) sebagai antifertil pada tikus jantan galur Sprague-Dawley
5
2) Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui aktivitas perasan daun kedondong (Spondias dulcis L.) terhadap penurunan kualitas sperma pada tikus jantan galur Sprague-Dawley b. Untuk mengetahui dosis perasan daun kedondong (Spondias dulcisL.) yang mempunyai kemampuan menurunkan kualitas sperma pada tikus jantan galur Sprague-Dawley. B. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan Eksperimental Randomized Post Test Only Control Group Design. 2. Prosedur Penelitian a. Alat dan Bahan Alat: jucer, beaker glass, gelas ukur, Kandang tikus beserta tempat makan dan minum, timbangan hewan, timbangan bahan perasan, pinset, gunting, jarum spuit dan jarum oral, cawan petri, pipet tetes, gelas obyek, Hemositometer ImprovedNeubauer, Hand Counter, mikroskop pembesar 1000x, mikroskop pembesar 400x, gelas penutup, lampu spirtus, pipet volume, tabung reaksi, kertas saring, corong kaca. Bahan: daun kedondong, hewan uji, NaCl0,9%, Gemsa + alcohol, Aquades, standar BR-2 (pelet), H2SO4, HCL 10%, FeCl3 1%. b. Determinasi Tanaman Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Ekologi dan Bioteknologi Jurusan Biologi Fakultas MIPA UNDIP untuk mengetahui kebenaran bahan baku yang digunakan berkaitan dengan ciri-ciri fisik dan untuk membuktikan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian benar-benar daun kedondong (Spondias dulcis L.). c. Pembuatan Perasan Daun kedondong ditimbang sebanyak 140,2 gram, kemudian dimasukkan kedalam juicer untuk memperoleh sari dari daun kedondong tersebut. Daun kedondong yang sudah dijuicer kemudian diambil sarinya dan dimasukkan kedalam beker glass, diperoleh sari daun kedondong sebanyak 75 ml. Pemilihan penggunaan perasan ini karena menghasilkan sari yang banyak, praktis dan tidak memerlukan pemanasan maupun alat bantu khusus dalam pembuatannya. Kekurangan dari metode perasan adalah bahan tidak tahan dengan penyimpanan yang lama sehingga senyawa yang tersaring adalah yang bersifat polar. Tujuan digunakannya Juicer karena mudah untuk membuatnya, selain itu juicer memiliki fungsi menghancurkan makanan atau
6
buah dan memudahkan menakar jumlah jus yang akan dikonsumsi. Dalam juicer, sari yang diperoleh adalah murni tanpa tambahan bahan lain (Voight, 1995). d. Alur Penelitian Penelitian ini menggunakan hewan uji tikus jantan galur SpragueDawley sebanyak 28 ekor. Secara random hewan uji dibagi menjadi 4 kelompok : a) Kelompok kontrol negativ (aquadest) b) Kelompok perlakuan I (perasan daun kedondong dosis 115,5mg/200 g BB) c) Kelompok perlakuan II (perasan daun kedondong dosis 231mg/200 g BB) d) Kelompok Perlakuan III (perasan daun kedondong dosis 924mg/200 g BB) perasan daun kedondondong diberikan sehari sekali selama 14 hari. Tikus dibedah pada harike 15. Di lakukan pengamatan pada morfologi, viabilitas, motilitas dan konsentrasi spermatozoa. e. pengamatan a) Pembuatan suspensi Tahap pengamatan diawali dengan pembuatan suspensi sperma dari epididimis. Epididimis dipotong dan diambil bagian kaudanya. Kemudian dimasukkan cawan petri yang telah berisi 1 ml larutanNaCl 0,9%. Kauda epididimis kemudian dipotong-potong untuk mengeluarkan cairan sperma didalamnya dengan menggunakan pipet, suspensi diaduk dengan jalan disedot dan disemprotkan kembali secara berulang-ulang (Wintaryati, 2003). b) morfologi Pengamatan morfologi dilakukan dengan membuat preparat basah. Satu tetes suspensi semen diletakkan pada gelas objek, kemudian diberi satu tetes giemsa + alcohol sebagai pewarna dan ditutup dengan gelas penutup lalu dikeringkan. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop dengan perbesaran 1000x. Jumlah sperma normal dinyatakan dalam persen dan dihitung dari 100 ekor sperma (Herlina et al 2008). c) Viabilitas Satu tetes suspensi semen diletakkan pada objek glas. Kemudian ditambah dengan satu tetes giemsa + alcohol. Setelah 1-2 menit preparat diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x. Sperma hidup dihitung dari 100 ekor sperma dan dinyatakan dalam persen (Herlina et al, 2008). Sperma yang tidak terwarnai adalah sperma yang viabel (hidup)sedangkan sperma yang terwarnai adalah sperma yang nonviabel (mati) (Arsyad, 1994) Menurut Mesang-Nalley et al(2007) sperma yang hidup tidak menyerap zat warna yang diberikan kepadanya, sedangkan sperma yang telah mati akan
7
menyerap zat warna dan ditandai dengan warna kepala berwarna merah. Kematian sperma diikuti dengan meningkatnya permeabilitas dinding sel, sehingga sperma yang telah mati dapat menyerap zat warna yang diberikan padanya (Toelihere, 1981). d) Motilitas Motilitas sperma ditentukan secara subjektif berdasarkan pergerakan sperma. Pengamatan motilitas sperma dilakukan dengan menggunakan NaCl 0,9% sebagai pengencer. Jumlah sperma yang motil dihitung atas dasar beberapa kategori berikut : Kelas A =Peogresive Kelas B = Non Peogresive Kelas A+B =Peogresive+Non Peogresive Kelas C =Immotile (WHO,2010). e) Konsentrasi spermatozoa Perhitungan konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil pada kauda epididimis kemudian dilakukan 1) Larutan stok yang berisi sperma dihisab dengan menggunakan pipet eritrocyt sampai tanda 0,5 kemudian diencerkan dengan larutan NaCl 0,9 % sampai tanda 101. 2) Campuran tersebut dikocok secara hati-hati menurut angka 8 sampai 2-3 menit. 3) Beberapa tetes dibuang dan dikocok. 4) Beberapa tetes lagi dibuang, kemudian satu tetes ditempatkan pada bilik hitung yang sudah diberi kaca penutup. 5) Dilakukan pemeriksaan dibawah mikroskop dan dilakukan perhitungan pada 5 kamar dengan arah zig-zag. 6) Jumlah sperma per ml dapat diketahui dengan cara menggunakan rumus jumlah sperma terhitung x 10 juta/ ml. Perhitungan rumus tersebut didasarkan pada perhitungan sperma dari 5 kamar hitung yang masingmasing kamar terdiri dari 16 ruang kecil, maka didalam kamar terdiri dari 16 kamar kecil, sehingga total ruang kecil adalah 80. Seluruh gelas hemositometer memiliki 400 ruang kecil, dengan volume setiap ruangan kecil adalah 0,01 mm3, dan pengenceran sperma terhitung 200 kali dan apabila 5 kamar atau 80 ruang kecil terdapat X sperma, maka konsentrasi sperma yang diperiksa (sperma/ml) adalah X x Faktor multifikasi (10.000) x Faktor pengenceran
8
C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Determinasi Tanaman Hasil determinasi tanaman diperoleh kepastian bahwa tanaman yang digunakan (Spondias dulcis L.) dengan kunci determinasi : 1b, 2b, 3b, 4b, 6b, 7b, 9b, 10b, 11b, 12b, 13b, 14a, 15a, Golongan 8 Tanaman dengan daun tunggal dan tersebar, 109b, 119b, 120b, 128b, 129b, 135b, 136b, 139b, 140b, 142b, 143b, 146b, 154b, 155b, 156b, 162, 163b, 167b, 169b, 171b, 177a, 178a, Famili 68 : Anacardiaceae. Genus 3. Spondias. Species : Spondias dulcis L. (kedondong) (Steenis,2003). 2. Pembuatan Ekstrak Daun Kenikir Daun kedondong ditimbang sebanyak 140,2 gram, kemudian dimasukkan kedalam juicer untuk memperoleh sari dari daun kedondong tersebut. Daun kedondong yang sudah dijuicer kemudian diambil sarinya dan dimasukkan kedalam beker glass, diperoleh sari daun kedondong sebanyak 75 ml. Hasil Organoleptis dari perasan daun kedondong adalah warna hijau, rasa masam-masam segar dan berbau khas daun kedondong. 3. Identifikasi Senyawa Untuk mengetahui kandungan Flavonoid, tanin dan saponin pada perasan daun kedondong (Spondias dulcis L.) dilakukan identifikasi dengan reaksi warna. a. Identifikasi senyawa flavonoid pada perasan daun kedondong, yang ditunjukan dengan perubahan warna dari hijau tua menjadi warna kuning, terbentuknya warna kuning karena penambahan asam sulfat (H2SO4) pada tabung reaksi (Harborne, 1987). b. Identifikasi senyawa tanin pada perasan daun kedondong, sebanyak 0,1 gram sampel ditambahkan 5ml aquades kemudian didihkan selama beberapa menit. Kemudian disaring dan filtratnya ditambah FeCl3 1%. Warna biru tua atau hitam kehijauan yang terbentuk menandakan adanya senyawa tanin (Harborne, 1987). c. Identifikasi senyawa saponin pada perasan daun kedondong, diambil 0,1 g sampel dimasukkan dalam tabung reaksi ditambahkan dengan 10 ml air panas didihkan selama 5 menit, disaring dan dikocok vertical, diamkan 10 menit. Kemudian ditambah dengan 1 ml HCL 10%. Hasil positif jika terdapat buih stabil Tabung reaksi tersebut didiamkan dan diperhatikan ada atau tidak adanya busa stabil. Sampel mengandung saponin jika terbentuk busa stabil dengan ketinggian 1-3 cm selama 30 detik (Depkes RI, 1995).
9
Tabel 1 Hasil Identifikasi Senyawa Flavonoid, Tanin dan Saponin No
Sampel
Reagen Warna Hasil H2SO4 1 kuning + flavonoid pekat Perasan daun 2 FeCl3 1% Warna biru tua + tanin kedondong 3 HCL 10% busa stabil + saponin Berdasarkan table diatas, perubahan warna yang teradi menunjukan bahwa perasan daun kedondong positif mengandung senyawa flavonoid, tanin dan saponin. 4. Hasil Uji Aktivitas Perasan Daun Kedondong (Spondias dulcis L.) Sebagai Antifertil Pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley. a. Morfologi Spermatozoa Tabel 2 Hasil Morfologi Spermatozoa No Kelompok Morfologi sperma (%) (Mean±SD) Normal Abnormal 1 Kontrol negatif 84,50±9,13 15,50±9,13 2 Dosis 115,5mg/200Gbb 22,83±6,55 77,17±6,55 3 Dosis 231mg/200Gbb 20,50±11,64 79,50±11,64 4 Dosis 924mg/200gBB 8,83±2,48 91,17±2,48 Keterangan : batas minimal morfologi spermatozoa normal 4% 1) Uji Normalitas Tabel 3 Uji Normalitas Saphiro Wilk Kelompok p-value Kesimpulan Kontrol Negatif 0,919 Normal Dosis 115,5 0,705 Normal Dosis 231 0,919 Normal Dosis 924 0,331 Normal Ket : Sig. ≥ 0,05 = normal Sig. ≤ 0,05 = tidak normal 2) Uji Homogenitas Tabel 4 Uji Homogenitas Variabel p-value Morfologi normal 0,062 Ket : Sig. ≥ 0,05 = homogen Sig. ≤ 0,05 = tidak homogeny
10
3) Uji Anova Tabel 5 Uji ANOVA Variabel dependen p-value Morfologi normal 0,000 Ket : Sig. ≥ 0,05 = tidak ada perbedaan bermakna Sig. ≤ 0,05 = ada perbedaan bermakna 4) Uji LSD Tabel 6 Uji LSD Pasangan Perlakuan p-value Kontrol Negatif vs dosis 115,5 0,000 Kontrol Negatif vs Dosis 231 0,000 Kontrol Negatif vs Dosis 924 0,000 Dosis 115,5 vs dosis 231 0,627 Dosis 115,5 vs dosis 924 0,008 Dosis 231 vs dosis 924 0,023
Kesimpulan Berbeda signifikan Berbeda signifikan Berbeda signifikan Berbeda tidak signifikan Berbeda signifikan Berbeda signifikan
Keterangan: Jika p-value < 0,05 ada perbedaan signifikan Jika p-value > 0,05 tidak ada perbedaan signifikan b. Viabilitas Spermatozoa Tabel 7 Hasil Viabilitas Spermatozoa No Kelompok Viabilitas sperma (%) (Mean±SD) Hidup Mati 1 Kontrol negatif 93,50±3,93 6,50±3,93 2 Dosis 115,5mg/200gBB 54,33±11,79 45,67±11,79 3 Dosis 231mg/200gBB 48,67±14,98 51,33±14,98 4 Dosis 924mg/200gBB 55,33±15,08 44,67±15,08 Keterangan : batas minimal viabilitas spermatozoa hidup 58%
1) Uji Normalitas Tabel 8 Uji Normalitas Saphiro Wilk Kelompok p-value Kesimpulan Kontrol Negatif 0,206 Normal Dosis 115,5 0,704 Normal Dosis 231 0,889 Normal Dosis 924 0,136 Normal Ket : Sig. ≥ 0,05 = normal Sig. ≤ 0,05 = tidak normal
11
2) Uji Homogenitas Tabel 9 Uji Homogenitas Variabel Viabilitas hidup Ket : Sig. ≥ 0,05 = homogen Sig. ≤ 0,05 = tidak homogeny
p-value 0,103
3) Uji Anova Tabel 10 Uji ANOVA Variabel dependen p-value Viabilitas hidup 0,000 Ket : Sig. ≥ 0,05 = tidak ada perbedaan bermakna Sig. ≤ 0,05 = ada perbedaan bermakna 4) Uji LSD Tabel 11 Uji LSD Pasangan Perlakuan p-value Kesimpulan Kontrol Negatif vs dosis 115,5 0,000 Berbeda signifikan Kontrol Negatif vs Dosis 231 0,000 Berbeda signifikan Kontrol Negatif vs Dosis 924 0,000 Berbeda signifikan Dosis 115,5 vs dosis 231 0,435 Berbeda tidak signifikan Dosis 115,5 vs dosis 924 0,890 Berbeda tidak signifikan Dosis 231 vs dosis 924 0,360 Berbeda tidak signifikan Keterangan: Jika p-value < 0,05 ada perbedaan signifikan Jika p-value > 0,05 tidak ada perbedaan signifikan
12
c. Motilitas Spermatozoa 100 80 60 40 20 0 Kontrol negatif
Dosis 115,5mg/200gBB
Kelas A
Kelas B
Dosis 231mg/200gBB Kelas A+B
Dosis 924mg/200gBB
Kelas C
Gambar 1 Motilitas Spermatozoa Keterangan
: kelas A : Progressive kelas B : Non Progressive kelas C : Immotile Batas minimal motilitas sperma kelas A 32% dan pada kelas A+ B 40 % Tabel 12 Motilitas Spermatozoa
Kontrol negatif
Kelas A 48,33±6,24
Motilitas Spermatozoa (%) (Mean±SD) Kelas B Kelas A+B 42,78±7,72 91,11±5,83
Dosis 115,5mg/200gBB
13,33±11,9
51,11±6,20
64,44±15,00
35,56±15,01
Dosis 231mg/200gBB
10,56±13,9
43,89±7,12
54,44±19,28
45,56±19,28
Dosis 924mg/200gBB
15,00±16,4
48,33±9,60
63,33±21,49
36,67±21,5
Kelompok
No
Kelas C 8,89±5,83
d. Konsentrasi Spermatozoa Tabel 13 Hasil Konsentrasi Spermatozoa Kelompok Konsentrasi sperma (juta/ml) (Mean±SD)
1
Kontrol negatif
25,16±5,52
2
Dosis 115,5mg/200gBB
25,33±1,50
3
Dosis 231mg/200gBB
27,16±3,76
4
Dosis 924mg/200gBB
13,00±4,56
Keterangan : ≤15 x 106 /ml dikatakan konsentrasi spermatozoa
13
1) Uji Normalitas Tabel 14 Uji Normalitas Saphiro Wilk Kelompok p-value Kesimpulan Kontrol Negatif 0,516 Normal Dosis 115,5 0,212 Normal Dosis 231 0,726 Normal Dosis 924 0,749 Normal Ket : Sig. ≥ 0,05 = normal Sig. ≤ 0,05 = tidak normal 2) Uji Homogenitas Tabel 15 Uji Homogenitas Variabel
p-value
Konsentrasi
0,204
Ket : Sig. ≥ 0,05 = homogen Sig. ≤ 0,05 = tidak homogeny 3) Uji Anova Tabel 16 Uji ANOVA Variabel dependen
p-value
Konsentrasi 0,000 Ket : Sig. ≥ 0,05 = tidak ada perbedaan bermakna Sig. ≤ 0,05 = ada perbedaan bermakna 4) Uji LSD Tabel 17 Uji LSD
Pasangan Perlakuan Kontrol Negatif vs dosis 115,5 Kontrol Negatif vs Dosis 231
p-value 0,945 0,410
Kesimpulan Berbeda tidak signifikan Berbeda tidak signifikan
Kontrol Negatif vs Dosis 924
0,000
Berbeda signifikan
Dosis 115,5 vs dosis 231
0,450
Berbeda tidak signifikan
Dosis 115,5 vs dosis 924 Dosis 231 vs dosis 924
0,000 0,000
Berbeda signifikan Berbeda signifikan
Keterangan: Jika p-value < 0,05 ada perbedaan signifikan Jika p-value > 0,05 tidak ada perbedaan signifikan
14
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian perasan daun kedondong (Spondias dulcis L.) mempunyai efek antifertilitas pada tikus putih jantan Sprague Dawley berdasarkan ketiga parameter viabilitas, motilitas dan konsentrasi spermatozoa, meskipun pada morfologi spermatozoa menunjukkan penurunan sperma normal tetapi masih dalam nilai normal. Perasan daun kedondong (Spondias dulcis L.) terbukti menurunkan kualitas sperma, pada viabilitas ketiga dosis menunjukkan penurunan spermatozoa tetapi dosis yang paling mempengaruhi penurunan viabilitas hidup sperma ialah dosis 231mg/200gBB. Dosis 231mg/200gBB menunjukkan penurunan motilitas spermatozoa. Dosis 924mg/200gBB juta/ml menunjukkan penurunan konsentrasi spermatozoa. Dari hasil rata-rata yang diperoleh menurut WHO (2010) dapat dikategorikan sebagai golongan Nekrozoospermia adalah presentase rendah viabilitas hidup dan presentase tinggi immotile sperma dalam ejakulasi dan OligoAsthenozoospermia adalah total jumlah sperma (konsentrasi spermatozoa) dan persentase motilitas progressive spermatozoa dibawah batas bawah referensi. Dalam daun kedondong diketahui adanya senyawa flavonoid, tanin dan saponin yang mempunyai masing-masing mekanisme yang mempengaruhi penurunan morfologi, viabilitas, motilitas dan konsentrasi spermatozoa. Senyawa flavonoid memiliki aktifitas, seperti estrogen, dapat menekan fungsi hipofisis anterior untuk mengsekresikan FSH dan LH. Dengan cara menghambat enzim aromatase, yaitu enzim yang berfungsi mengkatalisis konversi androgen menjadi estrogen yang akan meningkatkan hormon testosterone. Kadar testosteron yang tinggi menyebabkan terjadinya mekanisme umpan balik negatif terhadap hipotalamus dan hipofisis. Testosteron akan menghambat hipotalamus untuk menghasilkan GnRH sehingga kadar GnRH turun dan menghambat hipofisis anterior untuk menghasilkan FSH dan LH. Bila FSH turun maka terjadi gangguan pada sel sertoli yang menyebabkan berkurangnya zat-zat makanan yang diperlukan untuk diferensiasi dan memelihara sel-sel spermatogenik. Apabila kadar LH turun maka testosteron yang dihasilkan berkurang. Kadar FSH dan testosteron yang rendah menyebabkan proses spermatogenesis terganggu, akibatnya jumlah spermatozoa menurun. Adanya tanin dalam perasan daun kedondong dapat menurunkan motilitas spermatozoa karena tanin dapat mengganggu aktivitas protein dinein yang merupakan salah satu protein yang terdapat pada ekor sperma, yang akan menurunkan motilitas spermatozoa. Protein ini penting karena mempunyai aktivitas ATP-ase yang berfungsi mempertahankan homeostatis internal untuk ion Na-K. Tanin bersifat astringent yang menyebabkan terjadinya pengerutan sel, sehingga dapat berpengaruh terhadap permeabilitas membran sel sperma. Tanin dapat menyebabkan penggumpalan sperma. Dari data sel spermatogenesis terlihat bahwa pembentukan sel spermatogonia menjadi spermatosit, spermatid menjadi spermatozoa mengalami hambatan karena pengaruh pemberian senyawa
15
aktif tanin menurunkan persentase spermatozoa yang memiliki struktur morfologi normal maupun viabilitas Mekanisme senyawa saponin mengakibatkan terjadinya gangguan kerja hormone testosterone dengan menurunkan sekresi protein atau enzim didalm lumen epididimis sehingga proses pematangan spermatozoa dalam epididimis terganggu. Sperma yang belum matang akan menghasilkan sedikit energi sehingga motilitasnya kurang. Penelitian perasan daun kedondong dapat mempengaruhi viabilitas spermatozoa, motilitas spermatozoa dan konsentrasi spermatozoa namun tidak mempengaruhi morfologi spermatozoa. Tidak berpengaruhnya dosis rendah, sedang dan tinggi terhadap morfologi spermatozoa. 5. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikiut : 1. Perasan daun kedondong (Spondias dulcis L.) mempunyai aktivitas sebagai antifertil pada tikus jantan galur sparague dawley. 2. Dosis perasan daun kedondong (Spondias dulcis L.) yang efektif sebagai antifertil ialah dosis 231mg/200gBB terbukti menurunkan viabilitas spermatozoa. Dosis 231mg/200gBB dapat menurunkan motilitas spermatozoa. Dosis 924mg/200gBB juta/ml menurunkan konsentrasi spermatozoa, meskipun pada morfologi spermatozoa menunjukkan penurunan sperma normal tetapi masih dalam nilai normal. Dari hasil rata-rata yang diperoleh menurut WHO (2010) dapat dikategorikan sebagai golongan Nekrozoospermia dan OligoAsthenozoospermia. 6. UCAPAN TERIMA KASIH Seluruh civitas akademika STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, Ketua Program Studi Farmasi STIKES Ngudi Waluyo Ungaran Drs. Jatmiko Susilo, Apt., M.Kes, Dosen Pembimbing I Nova Hasani F., S.Farm.,M.Sc.,Apt., Dosen Pembimbing II Niken Dyahariesti S.Farm., Apt., M.Si. 7. DAFTAR PUSTAKA 1. Arsyad, K.K., 1986. Kemungkinan pengembangan kontrasepsi pria. Majalah Medika, 12(4):342-351. 2. Depekes RI. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi 1V, 7, Depkes RI, Jakarta. 3. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Diterjemahkan oleh: Koasih Padmawinata & Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB. 4. Herlina, T., Julaeha, E., Supratman, U., Subarnas, A., Sutardjo, S. 2008. Potensi Tumbuhan Erythrina (Leguminosae) Sebagai Antifertilitas. Jurnal Kedokteran Maranatha Vol. 7 (2). Feb 2008:110114. 5. Musafaah dan Noor, F.A. 2012. Faktor struktural keikutsertaan pria dalam ber-Keluarga Berencana (KB) di Indonesia (analisis data SDKI 2007). Bul Penelit Kesehat, 40(3):154–161. 16
6. Setiawan H. 2015. Aktivitas Antispermatogenik Ekstrak Etanol Daun Jambu Mete (Anacardium Occidentale L.) terhadap Mencit (Mus Musculus L.) sebagai Materi Pembelajaran Siswa SMA Kelas XI IPA untuk Mencapai KD 3.12 Kurikulum 2013. Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Ahmad Dahlan. 7. Purwieningrum. E. 2008.Gender dalam KB & KR. Jakarta : Pusat pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan, BKKBN. Hal : 9-10. 8. Putri, D. 2012. Pemanfaatan Sirup Glukosa Hasil Hidrolisa Selulosa dari Kulit Buah Kedondong (Spondias dulcis Forst) yang Dimanfaatkan sebagai Pemanis pada Pembuatan Manisan dari Buah Lengkeng (Naphelium longanum). Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Medan. 9. Toelihere, MR. 1981. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung: Angkasa. 10. Van Steenis. 2003. Flora Untuk Sekolah Di Indonesia. Terjemahan Moeso Surjowinoto. Cetakan ke 9. PT Pradnya Paramita, Jakarta. 11. Voight R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, oleh Soewandhi S. N. Dan Widianto M. B., Edisi Kelima, Penerbit UGM Press, Yogyakarta. 12. Wintaryati, VA. 2003. Pengaruh Ekstrak Biji Papaya (Carica papaya L) terhadao Organ Reproduksi dan Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus) Balb-C Jantan. Unpublished Skripsi. Fakultas MIPA Universitas Jember 13. World Health Organization. 2010. WHO Laboratory Manual for the Examination and Processing of Human Semen 5th Edition. Brazil: Courtesy Switzerland.
17