1
PEMAKNAAN SISTEM SIMBOL DALAM IKLAN ROKOK OLEH KHALAYAK DEWASA AWAL KOTA BOGOR (Kasus Iklan Sampoerna A Mild tajuk ‘Tanya Kenapa?’)
Oleh : Syahrini Dyah N. A 14201039
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
2
RINGKASAN
SYAHRINI DYAH N. PEMAKNAAN SISTEM SIMBOL DALAM IKLAN ROKOK OLEH KHALAYAK DEWASA AWAL KOTA BOGOR (Kasus Iklan Sampoerna A Mild tajuk ‘Tanya Kenapa?’. (Di bawah bimbingan Sarwititi S. Agung)
Sebagian besar penelitian di periklanan berkisar pada kajian media, terpaan media, pengaruh iklan tersebut pada konsumen, dan konteks pesan. Meskipun terdapat beberapa penelitian dengan pendekatan semiotika, sebagian besar hanya melakukan interpretasi sebuah tayangan iklan. Mengingat besarnya peran televisi dalam kehidupan bermasyakat saat ini, penelitian ini menggunakan sudut pandang semiotika untuk meneliti pemaknaan sistem simbol dalam iklan rokok di televisi oleh khalayak dewasa awal. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana pemaknaan sistem simbol dalam iklan rokok oleh khalayak dewasa awal Kota Bogor dari sudut pandang semiotika. Hal ini dilakukan dengan memahami ideologi yang mendasari pembuatan iklan Sampoerna A Mild untuk melihat pengaruhnya pada sistem simbol dalam iklan tersebut. Mengetahui hubungan antara sistem simbol dan pemaknaan sistem simbol tersebut dan memahami makna sistem simbol bagi khalayak. Kemudian mengetahui karakteristik khalayak dewasa awal dan pengaruhnya pada pemaknaan sistem simbol iklan A Mild. Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu kualitatif dan kuantitatif. Kuantitatif digunakan untuk memperoleh data mengenai gaya hidup dan status sosial khalayak dewasa awal, sedangkan kualitatif digunakan untuk memperoleh informasi dari Sampoerna dan data pemaknaan iklan. Masing-masing data
3
dianalisis secara deskriptif. Pengolahan data kuantitatif menggunakan program SPSS for windows versi 13.0. Selain itu observasi lapang juga dilakukan untuk memberikan gambaran fisik mengenai gaya hidup dewasa awal di Kota Bogor. Pembuatan iklan A Mild bertajuk ‘Tanya Kenapa?” terkait dengan ideologi yang dianut oleh PT. HM. Sampoerna Tbk. Ideologi terdiri atas nilai yang diwakilkan oleh falsafah Sampoerna dalam setiap kegiatan usahanya, kepentingan mereka sebagai industri dan juga sebagai anggota masyarakat, serta pilihan untuk mengangkat tajuk dan versi iklan agar sesuai dengan nilai dan kepentingan perusahaan. Ketiganya mempengaruhi perusahaan dalam menentukan sistem simbol yang digunakan dalam iklan A Mild. Iklan Sampoerna AS Mild ditargetkan kepada masyarakat dewasa awal (young adult) yang terdiri dari dua kelompok usia yaitu usia 15-19 tahun yang diwakili kalangan pelajar dan 20-24 tahun yang diwakili oleh kalangan pegawai. Dua kelompok usia ini dipilih sebagai perwakilan dua status sosial dalam satu kategori dewasa awal untuk melihat perbedaan pemaknaan di antara keduanya. Tujuan PT. HM Sampoerna membuat iklan dengan tajuk ‘Tanya Kenapa?’ dan mengangkat isu-isu yang menjadi hal sensitif atau mitos di masyarakat adalah untuk mengajak konsumen agar lebih kritis dalam menghadapi masalah dan tidak hanya sekedar menerima dan pasrah pada keadaan. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara sistem simbol dan pemaknaan sistem simbol. Sistem simbol dan pemaknaan merupakan suatu relasi yang saling terkait dan tidak bisa berdiri sendiri tanpa ada hubungan satu sama lain. Pelajar dan pegawai yang memaknai iklan sebagai bentuk kepentingan sosial menunjukkan bahwa pihak Sampoerna berhasil menyampaikan maksudnya
4
dengan menjadikan penonton iklan mereka memaknai iklan tersebut sesuai dengan isu yang diangkat dalam iklan. Akan tetapi pelajar dan pegawai yang menjawab iklan tersebut sebagai kepentingan bisnis menunjukkan mereka sadar bahwa iklan tersebut merupakan iklan sebuah produk perusahaan industri terkenal berskala besar sehingga mereka lebih kritis terhadap kemungkinan-kemungkinan tindakan yang diambil oleh kalangan industri untuk meningkatkan keuntungan. Karakteristik pelajar yang lebih senang melakukan kegiatan secara kolektif dan tergantung pada teman mempengaruhi pemaknaan. Pergaulan dan gaya hidup pelajar menentukan karateristik mereka dan membentuk pola pikir mereka yang berujung pada pemaknaan mereka. Karena itu pemaknaan mereka cenderung seragam dengan teman satu pergaulan mereka. Berbeda dengan pegawai yang lebih kritis dan beragam mengemukakan pemaknaan mereka. Pengalaman dan pengetahuan memegang peranan penting dalam pemaknaan iklan Sampoerna A Mild. Beberapa pegawai bersikap skeptis terhadap iklan tersebut dikarenakan pengalaman hidupnya berkaitan dengan perusahaan besar seperti PT. HM Sampoerna Tbk.
5
PEMAKNAAN SISTEM SIMBOL DALAM IKLAN ROKOK OLEH KHALAYAK DEWASA AWAL KOTA BOGOR (Kasus Iklan Sampoerna A Mild tajuk ‘Tanya Kenapa?’)
Oleh : Syahrini Dyah N. A 14201039
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN Pada Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
6
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL PEMAKNAAN SISTEM SIMBOL DALAM IKLAN ROKOK OLEH KHALAYAK DEWASA AWAL (Kasus Iklan Samporna A Mild tajuk ‘Tanya Kenapa?’) BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN MAUPUN
UNTUK
TUJUAN
MEMPEROLEH
GELAR
AKADEMIK
TERTENTU.
Bogor, Agustus 2008
Syahrini Dyah N. A14201039
7
RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan di Bogor, 26 Oktober 1983 dari pasangan suami istri A. Syahruddin Karama dan Nuraini Sahid. Penulis merupakan anak terakhir dari dua bersaudara. Riwayat pendidikan penulis dimulai di Taman Kanak-Kanak di TK Nugraha II pada tahun 1987 dan SD Negeri Polisi I pada tahun 1989. selepas SD pada tahun 1995, penulis bersekolah di SMP Negeri I Bogor dan melanjutkan pada SMU Negeri 4 Bogor sebelum diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi, antara lain Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) pada tahun 2002/2003 dengan jabatan staf Departemen Bakat, Olahraga dan Seni dan ikut serta dalam berbagai pertandingan olahraga.
8
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................. i DAFTAR TABEL ..................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ................................................................................. v BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 5 1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 6 BAB II. PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka .......................................................................... 7 2.1.1 Kebijakan Pemerintah Berkaitan Dengan Iklan Rokok ........ 8 2.1.2 Semiotika ........................................................................... 9 2.1.3 Ideologi .............................................................................. 10 2.1.4 Kalangan Dewasa awal perkotaan (Young Adult)................. 12 2.1.5 Pemaknaan ......................................................................... 13 2.1.6 Model Semiotika ................................................................ 14 2.2 Kerangka Pemikiran .................................................................... 15 2.3 Hipotesa ...................................................................................... 17 2.4 Definisi Konseptual ..................................................................... 18 2.5 Definisi Operasional .................................................................... 19 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ........................................................................ 20 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 20
9
3.3 Pengambilan Sampel dan Data ..................................................... 21 3.4 Pengolahan dan Analisis Data ....................................................... 22 3.5 Hambatan Penelitian .................................................................... 22 BAB IV. PROFIL PT HM SAMPOERNA TBK 4.1 Sejarah PT HM Sampoerna Tbk ................................................... 24 4.2 Sejarah Sampoerna A Mild ........................................................... 29 4.3 Iklan Sampoerna A Mild Sekarang ............................................... 31 BAB V. PUSAT GAYA HIDUP KOTA BOGOR .................................... 37 BAB VI. KARAKTERISTIK DEWASA AWAL KOTA BOGOR 6.1
Karakteristik Pelajar (15-19 Tahun) .............................................. 44
6.2
Karakteristik Pegawai (20-24 Tahun) ........................................... 53
BAB VII. PEMAKNAAN SISTEM SIMBOL DALAM IKLAN SAMPOERNA A MILD ‘TANYA KENAPA?’ ....................... 65 7.1 Pemaknaan Sistem Simbol Dalam Iklan Sampoerna A Mild Oleh Pelajar .................................................................................. 66 7.2 Pemaknaan Sistem Simbol Dalam Iklan Sampoerna A Mild Oleh Pegawai ............................................................................... 72 BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan .................................................................................. 81 8.2 Saran ........................................................................................... 83 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 85
10
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman Teks
1. Jumlah dan Persentase Pendapatan Pelajar dan Pegawai pada Tahun 2006 ................................................................................... 54 2. Jumlah Pegawai dan Merek Rokok Favorit ............................................ 56
11
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman Teks
1. Komponen-Komponen Ideologi ............................................................ 11 2. Model Pemaknaan Peirce ...................................................................... 14 3. Kerangka Pemikiran .............................................................................. 17 4. Iklan A Mild versi ‘Mau Pintar Kok Mahal’ .......................................... 31 5. Salah Satu Outlet Busana di Tajur .......................................................... 40 6. Restoran Makaroni Panggang & Steak Selalu Penuh di Akhir Pekan ..... 42 7. Persentase Pelajar Berdasarkan Jumlah Uang Saku dan Pemanfaatannya ..................................................................................... 44 8. Persentase Pelajar yang Merokok dan Usia Awal Merokok ................... 45 9. Persentase Pelajar dan Kegiatannya dalam Memanfaatkan Waktu Luang ......................................................................................... 47 10. Persentase Peagwai yang Merokok dan Usia Awal Merokok ................. 55 11. Persentase Pegawai Berdasarkan Kegiatannya dalam Memanfaatkan Waktu Luang ......................................................................................... 59 12. Persentase Pegawai Berdasarkan Penggunaan Uang dalam Pemanfaatan Waktu Luang .................................................................... 60 13. Pesentase Pelajar Berdasarkan Pemaknaan Iklan Sampoerna A Mild ..... 66 14. Pemaknaan Iklan A Mild versi ‘Mau Pintar Kok Mahal’ oleh Pelajar ............................................ 67 15. Pemaknaan Iklan A Mild versi ‘Koboi versus Indian’ oleh Pelajar ......... 68 16. Pemaknaan Iklan A Mild versi ‘Banjir’ oleh Pelajar .............................. 69 17. Pemaknaan Iklan A Mild versi ‘Harusnya Gampang Dibikin Susah’ oleh Pelajar .......................... 71 18. Pemaknaan Iklan A Mild versi ‘Mencari Celah’ oleh Pelajar ................. 72
12
19. Persentase Pegawai Berdasarkan Iklan-Iklan yang Disukai dan Kurang Disukai ............................................................................... 73 20. Persentase Pegawai Berdasarkan Pemaknaan Iklan Sampoerna A Mild ................................................................................. 74 21. Pemaknaan Iklan A Mild versi ‘Mau Pintar Kok Mahal’ oleh Pegawai .......................................... 75 22. Pemaknaan Iklan A Mild versi ‘Koboi versus Indian’ oleh Pegawai ...... 76 23. Pemaknaan Iklan A Mild versi ‘Banjir’ oleh Pegawai ............................ 77 24. Pemaknaan Iklan A Mild versi ‘Harusnya Gampang Dibikin Susah’ oleh Pegawai ................................ 78 25. Pemaknaan Iklan A Mild versi ‘Mencari Celah’ oleh Pegawai ............... 79 26. Logo PT HM Sampoerna Tbk ................................................................ 105 27. Logo Sampoerna A Mild ....................................................................... 105 28. Kemasan dan Produk Sampoerna A Mild .............................................. 105 29. Iklan Sampoerna A Mild tema How Low Can You Go? ......................... 106 30. Iklan Sampoerna A Mild tema Other Can Only Follow dan Go With The Real Low .................................................................... 106 31. Permainan Kata yang Menjadi Ciri Khas Sampoerna A Mild ................. 106 32. Pusat Perbelanjaan Botani Square .......................................................... 107 33. Nongkrong di Malam Hari ..................................................................... 107
13
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Komunikasi massa muncul akibat perkembangan teknologi. Diawali
dengan penemuan kertas dan tinta di Cina, kemudian berkembang teknologi percetakan yang memicu munculnya surat kabar, hingga internet yang dapat diakses siapa saja pada saat yang bersamaan dari lokasi yang berbeda. Saat ini hampir seluruh manusia tidak dapat lepas dari peranan media massa. Media massa memiliki peranan yang besar dan memberi pengaruh baik ataupun buruk dalam kehidupan modern. Peran televisi sebagai hiburan dianggap menyingkirkan peranan buku dan memperbudak anak, di sisi lain televisi juga dianggap sebagai media edukatif dan informatif yang sangat berguna. Peran besar media massa juga dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis untuk promosi dan membentuk citra produk melalui iklan. Iklan telah terbukti berperan besar dalam pemasaran produk. Seperti pada kasus Coca Cola pada awal kemunculannya di tahun 1886, yang mengiklankan diri di surat kabar lokal di Atlanta, AS1. Iklan tersebut menarik minat masyarakat dan begitu banyak orang yang menyukainya sehingga seorang investor tertarik. Sejak saat itu, berbagai jenis iklan dan slogan Coca Cola terus memantapkan posisinya sebagai salah satu produk utama Amerika Serikat.
1
Bovée, Courtland L. & William F. Arens. 1986. Contemporary Advertising, Second Edition. Wisconsin: Richard D. Irwin, Inc, P8
14
Iklan telah menjadi sarana untuk menggambarkan keinginan manusia berkaitan dengan gaya hidup dan status sosial. Iklan selalu menggambarkan bentuk ideal yang diinginkan oleh masyarakat: rumah yang indah, uang yang berlimpah, kehidupan yang nyaman, dan status sosial yang tinggi yang diidamkan oleh orang. Namun tidak hanya itu, iklan juga dapat memuat wacana-wacana yang menjadi isu di masyarakat, atau menjadi alat propaganda, yang biasanya digunakan oleh partai politik untuk menarik massa. Perkembangan dalam dunia periklanan dan persaingan ketat dalam dunia bisnis menyebabkan produsen harus kreatif dalam memasarkan produk agar produk mereka mudah diingat dan menarik perhatian konsumen. Umumnya mereka menunjukkan betapa menariknya praktek-praktek mengkonsumsi produk yang mereka tawarkan, seperti misalnya meneguk sebuah produk minuman ringan akan membuat peminumnya merasa segar seakan-akan sedang berenang. Beberapa produk tertentu yang tidak diperkenankan untuk menampilkan produk atau menunjukkan praktek konsumen harus menggunakan cara lain. Iklan rokok2 merupakan iklan yang tidak menampilkan produk yang diiklankan atau menggambarkan praktek konsumen mengkonsumsi rokok. Pemerintah melarang produk rokok ditampilkan dalam iklan, dan penayangannya pun dibatasi dari pukul 21.30 sampai 05.00 waktu setempat dengan peraturanperaturan yang berkaitan dengan materi iklan. Peraturan tersebut antara lain dilarang menggambarkan rokok atau menunjukkan orang yang sedang merokok dan harus mencantumkan peringatan bahwa merokok merugikan kesehatan.
2
Berasal dari kata Belanda roken yang artinya ‘mengeluarkan asap’. Akan tetapi kata tembakau berasal dari bahasa Portugis yaitu tobaco.
15
Karena adanya peraturan-peraturan tersebut, iklan rokok menjadi iklan yang paling unik dibandingkan iklan produk lainnya. Sampoerna A Mild sebagai produk rokok berusaha menampilkan iklan yang khas dan berbeda dengan iklan-iklan rokok lain untuk membentuk citra mereka. Sejak awal kemunculannya, Sampoerna A Mild selalu menampilkan iklan-iklan yang ambigu dan sarat akan simbol sehingga mudah diingat oleh konsumen. A Mild tidak menampilkan berusaha gambaran kehidupan ideal, melainkan menggunakan isu-isu sosial untuk menarik perhatian konsumen. Strategi ini terbukti berhasil. Berdasarkan riset yang dilakukan pada tahun 2001 terhadap perokok pria di Jakarta dengan menggunakan metode CRI (Customer Response Index), Sampoerna A Mild menduduki peringkat kedua dengan persentasi 30% dalam kategori merek rokok yang paling diingat oleh responden dan peringkat pertama dengan persentasi 13,83% pada kategori brand recall (nama merek yang paling sering disebut responden). Target produk dan iklan Sampoerna A Mild adalah golongan dewasa awal (young adult)3. Golongan ini terdiri antara dua karakter yang berbeda yaitu kelompok pelajar dan kelompok pekerja. Kelompok pelajar merupakan golongan dewasa awal yang masih bergantung terutama secara finansial kepada orang tua sementara kelompok pekerja telah mandiri secara finansial. Mayoritas iklan yang ditayangkan di televisi saat ini ditargetkan pada kelompok usia ini, misalnya iklan jaringan ponsel yang sebetulnya merupakan produk yang dikonsumsi segala kalangan dan usia, menggunakan simbol-simbol yang dekat dengan golongan usia ini. Penyebabnya adalah karena golongan dewasa awal merupakan golongan usia 3
Masa ini adalah masa transisi dari kanak-kanak hingga menjadi dewasa dengan selisih usia antara 15 tahun hingga 24 tahun. Biasa disebut young adult.
16
yang paling banyak menganut gaya hidup konsumerisme. Mereka juga belum resisten pada pengaruh seperti yang dimiliki oleh golongan usia yang lebih tua sehingga lebih mudah tertarik untuk mencoba sesuatu, namun telah memiliki otoritas tersendiri untuk menentukan pilihannya dalam mengkonsumsi sesuatu. Akan tetapi gencarnya iklan-iklan ini cenderung meningkatkan pola konsumen mereka. Tidak hanya itu, beberapa iklan-iklan yang menonjolkan gaya hidup tertentu seakan mendikte bahwa hanya gaya hidup itulah yang menarik dan patut dijalani, sehingga banyak dari golongan usia ini yang mengikutinya. Hal ini menimbulkan terjadinya krisis identitas pada kalangan dewasa awal.
1.2
Perumusan Masalah Sebagian besar penelitian di periklanan berkisar pada kajian media,
terpaan media, pengaruh iklan tersebut pada konsumen, dan konteks pesan. Contohnya adalah penelitian Diana Sari (2004)4 yang menitikberatkan pada pengaruh iklan dalam konsumsi produk yang diiklankan. Teori-teori kontemporer lebih banyak melakukan pendekatan kajian budaya dengan semiotika sebagai salah satu bentuk kajian. Akan tetapi meskipun terdapat beberapa penelitian dengan pendekatan semiotika, sebagian besar hanya melakukan interpretasi sebuah tayangan iklan oleh sang peneliti. Sebagai contoh adalah penelitian oleh Syaukani (2001)5 pada salah satu iklan Coca Cola dan
4
Diana Sari, 2004. Iklan Televisi Sebagai Pertimbangan Bagi Anak-Anak Dalam Pengambilan Keputusan Membeli Produk Makanan Ringan (Studi Kasus Dua Pemukiman di Desa Ciomas Rahayu, Kec. Ciomas, Kab. Bogor), Bogor: Fakultas Pertanian, IPB. 5 Artie Syaukani, 2001. Kajian Semiotika Iklan Dengan Pendekatan Emotional Selling Proposition pada Iklan Coca Cola Serial Keluarga setiawan, Depok: FISIP UI.
17
Sulistyo (2005)6 pada iklan pemanis rendah kalori Tropicana Slim. Mengingat besarnya peran televisi dalam kehidupan bermasyakat saat ini, penelitian ini menggunakan sudut pandang semiotika untuk pemaknaan sistem simbol dalam iklan rokok di televisi oleh kalangan dewasa awal. Berikut ini adalah masalahmasalah yang dapat dirumuskan berdasarkan latar belakang di atas: 1. Apa ideologi PT HM Sampoerna Tbk yang mendasari pembuatan iklan-iklan Sampoerna A Mild tajuk “Tanya Kenapa?”? 2. Bagaimana karakter khalayak dewasa awal? 3. Apa makna sistem simbol dalam iklan-iklan tersebut bagi golongan dewasa awal Kota Bogor?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana pemaknaan
sistem simbol dalam iklan rokok bagi khalayak dewasa awal Kota Bogor dari sudut pandang semiotika. Tujuan ini dirinci sebagai berikut: 1. Memahami ideologi PT HM Sampoerna Tbk yang mendasari pembuatan iklan rokok Sampoerna A Mild dengan tajuk ‘Tanya Kenapa?’ 2. Memahami karakter khalayak dewasa awal. 3. Memahami makna sistem simbol dalam iklan-iklan tersebut bagi pelajar dan pegawai kota Bogor.
6
Veronica Sulistyo, 2005. Analisis Iklan Pemanis Rendah Kalori Tropicana Slim (Studi Semiotika Isi Pesan). Depok : FISIP UI
18
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai pemaknaan
sistem simbol dalam iklan rokok sebagai bentuk komunikasi massa pesuasif yang dilakukan oleh target iklan tersebut yaitu golongan dewasa awal. Penelitian ini juga bisa menjadi bahan pertimbangan bagi kalangan praktisi periklanan dan produsen rokok dalam membuat desain iklan.
19
BAB II PENDEKATAN TEORITIS
1.5
Tinjauan Pustaka Berbagai pemikiran dikemukakan oleh para ahli mengenai definisi iklan.
Durianto dkk (2003) menyatakan iklan merupakan suatu proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk atau menggiring orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan. Bovée dan Arens (1986) juga bersikap netral dengan menyatakan iklan sebagai komunikasi informasi nonpersonal yang biasanya dibayar dan bersifat persuasif mengenai produk, jasa, atau ide oleh sponsor tertentu melalui berbagai jenis media dan ditujukan untuk sekelompok orang. Sedangkan Harris (2005) memandang iklan dari sudut pandang semiotika dengan menyatakan iklan menciptakan dunia semiotik dalam usaha untuk membujuk khalayak agar membeli produk yang mereka iklankan. Pemikiran yang berbeda dikemukakan oleh Chaney (2003) yang lebih bersikap skeptis. Ia menyatakan iklan adalah penampakan luar yang menyesatkan (illusory surfaces) yang membuat subjeknya berkilau. Artinya Chaney memandang iklan sebagai sebuah ilusi yang menggambarkan kehidupan ideal untuk menipu konsumen agar mereka menyangka dengan membeli produk tersebut, mereka juga membeli kehidupan ideal yang digambarkan dalam iklan. Dalam iklan, banyak aspek yang terkait di dalamnya. Aspek-aspek tersebut berkaitan dengan apa yang ingin disampaikan dalam iklan tersebut dan siapa targetnya. Iklan juga terkait dengan ideologi perusahaan produsen produk
20
yang diiklankan. Tidak hanya itu, iklan sebaiknya sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku agar diterima oleh masyarakat. Untuk iklan rokok peraturan tersebut tertulis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.
2.1.1 Kebijakan Pemerintah Berkaitan dengan Iklan Rokok Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan bertujuan sebagai pencegahan untuk melindungi konsumen dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh rokok. Pasal 1 berisi Ketentuan Umum yang menyatakan bahwa iklan rokok adalah kegiatan untuk memperkenalkan, memasyarakatkan dan/atau mempromosikan rokok dengan atau tanpa imbalan kepada masyarakat dengan tujuan mempengaruhi konsumen agar menggunakan rokok yang ditawarkan. Setiap iklan rokok diwajibkan mencantumkan peringatan bahaya merokok bagi kesehatan dengan tulisan yang mudah dibaca dan proposional dengan ukuran iklan. Bentuk pengamanan lainnya yang berkaitan dengan iklan tertera pada pasal 17. Pasal ini menyatakan bahwa materi iklan rokok dilarang : (1) merangsang atau menyarankan orang untuk merokok; (2) menggambarkan atau menyarankan bahwa merokok memberikan manfaat bagi kesehatan; (3) memperagakan atau menggambarkan dalam bentuk gambar, tulisan atau gabungan keduanya, bungkus rokok, rokok atau orang sedang merokok atau mengarah pada orang yang sedang merokok; (4) ditujukan terhadap atau menampilkan dalam bentuk gambar atau tulisan atau gabungan keduanya, anak, remaja, atau wanita hamil; (5) mencantumkan nama produk yang bersangkutan adalah rokok; dan (6)
21
bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Peraturan Pemerintah ini juga didukung oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, Pasal 46 ayat 3 butir c yang menyatakan bahwa promosi rokok dilarang memperagakan wujud rokok. Meski peraturan ini dianggap cukup baik, beberapa pihak masih menganggap peraturan ini masih belum mampu melindungi kepentingan konsumen. Belakangan ini terdapat desakan dari sejumlah kalangan untuk mengurangi bahkan menghapus sama sekali iklan rokok dari tayangan televisi. Hal ini masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Namun karena besarnya industri rokok dan peranan iklan dalam penjualannya, permintaan ini sulit untuk dipenuhi.
2.1.2 Semiotika Pada dasarnya semiotika adalah ilmu yang mempelajari bagaimana manusia memaknai tanda. Tanda menurut Fiske (2004) merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indra. Sementara Faules & Alexander (1978) menyatakan tanda sebagai elemen yang digunakan untuk mencerminkan elemen lainnya yang merupakan kesan yang ditangkap pancaindera yang memuat gambaran mengenai ide atau objek. Tanda pada konteks semiotik tidak berdiri sendiri tapi merupakan bagian dari sistem tanda atau kode, sehingga ketika melihat tanda dan maknanya harus diingat bahwa penilaian mengenainya ‘terkait dengan struktur dan hubungan struktural dengan tanda-tanda yang lain’ (Dyer, 1986 dalam McKeown, 2005). Dengan kata lain, sebuah tanda tidak bisa dilihat sendiri, melainkan sebagai bagian dari sebuah sistem yang terdiri atas gabungan beberapa tanda.
22
Iklan merupakan sistem simbol yang menggabungkan sistem simbol linguistik dan visual. Setiap bagian dari tanda dan simbol dapat ditafsirkan dalam hubungannya dengan lebih dari satu sistem tanda (misalnya gabungan tanda bahasa dan ortografi visual) sehingga citra dapat diinterpretasikan secara visual dan kebahasaan (Lemke, 2005). Filsuf Charles Sanders Peirce7 yang merupakan salah satu pelopor pendekatan semiotika membagi tanda menjadi tiga, yaitu ikon (icon), indeks (indeks) dan simbol (symbol). Menurutnya simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Sementara itu Barthes dalam Fiske (2004) berpendapat bahwa sebuah objek menjadi sebuah simbol tatkala simbol tersebut berdasarkan konvensi dan penggunaan, maknanya mampu menunjuk sesuatu yang lain.
2.1.3 Ideologi Berbagai definisi ideologi dikemukakan oleh para ahli. Jackson (1994) menyatakan ideologi adalah cara ide merepresentasikan ketertarikan atau ketidaktertarikan dalam cara yang cukup konsisten. Sementara Ang (1999) menganggap ideologi tidak hanya mengatur ide dan citra seseorang berdasarkan kenyataan, melainkan juga memungkinkan seseorang untuk menampilkan citra mereka sendiri dan memposisikannya di dunia. Menurut Magnis-Suseno (dalam Sobur, 2001) ideologi bergantung pada isinya, bila baik, maka ideologi itu baik dan bila isinya buruk, maka ideologi itu buruk. Pada abad ke-19, kata ideologi mulai mendapat makna dalam dunia politik. Penggunanya terutama adalah kalangan Marxisme yang mengambil 7
Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remadja Rosdakarya. P41-42.
23
pendapat Karl Marx bahwa ideologi wawasan yang dihasilkan oleh kekuatan yang memiliki faktor-faktor produksi8. Akan tetapi dalam kaitannya dengan semiotika yang paling sesuai adalah pendapat Fiske (2004) yang menganggap ideologi sebagai istilah yang digunakan untuk melukiskan produksi sosial atas makna. Terdapat tiga aspek yang membentuk ideologi. Yang pertama adalah nilai, kemudian kepentingan, dan yang terakhir adalah pilihan. Ketiga hal tersebut saling mempengaruhi, pilihan dapat diubah menjadi kepentingan dan kepentingan menjadi nilai, atau pilihan dapat meningkat menjadi status nilai untuk mencapai kepentingan hingga akhirnya akan membentuk ideologi (Apter, 1996 dalam Sobur, 2003). Karena itu masing-masing aspek tidak berdiri sendiri, melainkan suatu kesatuan yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Nilai
Kepentingan
Pilihan
Gambar 1. Komponen-Komponen Ideologi. Menurut Williamson (2002) membuat iklan berkaitan dengan membentuk ideologi. Ideologi iklan adalah menjadikan suatu produk memiliki nilai lebih manusiawi bagi konsumen. Selain itu, menciptakan lapisan kelas dan kelompok sosial yang dinilai berdasarkan kepemilikannya terhadap barang-barang. Dengan kata lain apabila seseorang membeli produk yang diiklankan, maka ia juga membeli status sosial dan gaya hidup yang ditawarkan iklan tersebut. Ideologi yang diciptakan iklan dipakai oleh kapitalisme untuk kepentingannya. Pesan, kata-
8
Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remadja Rosdakarya. P212.
24
kata, dan gambar-gambar rekaan (images) yang disampaikan oleh iklan telah direkayasa demi kepentingan pembuatnya (Sobur, 2003).
2.1.4 Kalangan Dewasa Awal Perkotaan (Urban Young Adult) Suatu masyarakat setempat pasti mempunyai lokalitas atau tempat tinggal (wilayah) tertentu (Soekanto, 2002). Akan tetapi selain tempat tinggal, dibutuhkan suatu perasaan saling membutuhkan dan bahwa lingkungan tempat tinggal mereka memberikan kehidupan pada semuanya. Perasaan tersebut disebut perasaan komunitas (community sentiment). Masyarakat perkotaan adalah masyarakat kota yang tidak tentu jumlah penduduknya. Mereka mengelompok bukan berdasarkan sistem kekeluargaan atau wilayah melainkan atas dasar kesamaan profesi atau hobi. Berdasarkan penelitian Mintel (1988) dalam Chaney (2003), golongan usia yang paling banyak menganut gaya hidup konsumerisme dan paling terpengaruh oleh media massa adalah golongan usia 15 tahun hingga 24 tahun atau yang biasa disebut dewasa awal (young adult). Periode ini merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak hingga menjadi dewasa. Gaya hidup merupakan bagian dari kehidupan sosial sehari-hari dunia modern dan berfungsi dalam interaksi dengan cara-cara yang mungkin tidak dapat dipahami oleh mereka yang tidak hidup dalam masyarakat modern, suatu caracara terpola dalam menginvestasikan aspek-aspek tertentu kehidupan sehari-hari dengan nilai sosial atau simbolik (Chaney, 2003). Gaya hidup tertentu dimiliki oleh orang dengan status sosial tertentu. Bila seseorang tidak melakukan gaya hidup yang sesuai dengan status sosialnya, maka ia akan keluar dari status sosial
25
tersebut. Kalangan dewasa awal terbagi menjadi dua kelompok usia yang diwakili oleh dua status sosial yaitu usia 15-19 tahun yang diwakili oleh pelajar dan 20-24 tahun yang diwakili oleh pegawai. Masing-masing memiliki gaya hidup yang menunjang status sosial mereka sebagai pelajar atau pegawai.
2.1.5 Pemaknaan Proses pemaknaan yang bertahap, biasa juga disebut sebagai semiosis (Sobur, 2003). Makna kadang-kadang berupa suatu jalinan asosiasi, pikiran yang berkaitan serta perasaan yang melengkapi konsep yang diterapkan (Kincaid & Schramm, 1987). Makna disusun dengan menafsirkan hubungan semiotika diantara pola hubungan makna, praktik sosial, dan proses materi-fisik yang diorganisasikan oleh praktik sosial dan berada dalam semiosis sosial (Thibault, 2005). Eco (1979) menyatakan bahwa ketika seseorang memaknai tanda (kata atau gambar), maka ia terlibat di dalam sebuah proses ‘produksi tanda’. Ia akan memaknai dengan cara mengerahkan kemampuan membaca dan mengkode sesuai pemahamannya untuk memahami tanda tersebut. Terdapat dua tipe makna : denotasi dan konotasi. Denotasi adalah definisi obyektif yang umum dan universal sedangkan konotasi adalah makna subyektif dan biasanya emosional (DeVito, 1997). Menurut Barthes (2002) makna denotasi adalah pemaknaan akan suatu objek sebagaimana aslinya, sementara konotasi adalah pemaknaan yang telah melibatkan emosi pengguna dan nilai-nilai kulturalnya. Makna konotasi dipengaruhi oleh lingkungan budaya (Sumardjo & Saini, 1994 dalam Sobur, 2003).
26
2.1.6 Model Semiotika Pendekatan semiotika di dunia didominasi oleh dua pemikiran yaitu semiotika signifikasi yang dipelopori oleh Ferdinand deSaussure dan semiotika komunikasi yang dipelopori Peirce. Dalam ilmu komunikasi, pendekatan yang paling relevan digunakan adalah pendekatan semiotika komunikasi. Model yang dikemukakan Peirce mengidentifikasi relasi segitiga antara tanda, pengguna, dan realitas eksternal sebagai sebuah model untuk mengkaji makna (Fiske, 2004). Panah dua arah menyatakan bahwa masing-masing istilah dapat dipahami hanya dalam relasinya dengan yang lain. sebuah tanda mengacu pada sesuatu di luar diri sendiri, yaitu objek, dan ini dimaknai dan memberi pengaruh pada penggunanya (interpretant). Interpretant yang dimaksud Peirce adalah ‘efek pertandaan yang tepat’, bisa juga dianggap sebagai bentuk pemaknaan. Tanda
Interpretant
Objek
Gambar 2. Model pemaknaan Peirce Terdapat beberapa teori semiotika berkaitan dengan pemaknaan. Dua diantaranya adalah Teori Acuan (Referential theory) dan Teori Ideasi (Ideational theory) yang dikembangkan W.P Alton. Teori Acuan mengidentifikasi makna suatu tanda dengan apa yang diacunya atau dengan hubungan acuan itu. Sementara Teori Ideasi mengidentifikasi makna suatu tanda dengan gagasangagasan (ide) yang berhubungan dengan tanda tersebut. Dengan kata lain teori ini meletakkan ide sebagai titik sentral untuk menentukan makna suatu ungkapan. Bila menggunakan model Peirce sebagai alat ukur, pada Teori Acuan, yang
27
menjadi sentral adalah objek sementara untuk Teori Ideasi yang menjadi sentral adalah interpretant, sementara pada model Odgen dan Richards, acuan adalah referent dan ide adalah referensi.
2.2
Kerangka Pemikiran Ideologi PT HM Sampoerna Tbk memegang peranan penting dalam
pembuatan iklan. Iklan tidak hanya berfungsi untuk menarik konsumen dan meningkatkan pemasaran, namun juga untuk membangun citra perusahaan. Iklan yang baik dapat meningkatkan citra perusahaan, begitu pula sebaliknya. Karena itu iklan A Mild harus dapat mencerminkan ideologi PT HM Sampoerna Tbk. Ideologi dibentuk oleh tiga aspek yaitu nilai, kepentingan, dan pilihan. Ketiga aspek ini tidak berdiri sendiri melainkan saling mempengaruhi. Kebijakan Pemerintah Berkaitan dengan Iklan Rokok tidak hanya terkait pada nilai, melainkan juga pada kepentingan dan pilihan. Adanya larangan menayangkan wujud produk rokok pada iklan menyebabkan Sampoerna A Mild memilih menekankan pengguna produk daripada produk itu sendiri dalam iklan mereka, namun tetap harus disesuaikan dengan kepentingan dan nilai-nilai perusahaan. Sampoerna A Mild harus lebih kreatif dalam menjual iklan mereka agar tetap patuh pada peraturan namun tetap sejalan dengan prinsip pemasaran. Dalam masyarakat modern, status sosial sering kali dilihat dari pekerjaan. Karena itu golongan dewasa awal dibagi menjadi dua kelompok sesuai umur dan pekerjaan. Pertama adalah usia 15-19 tahun yang mewakili kelompok pelajar, dan yang kedua adalah usia 20-24 tahun yang mewakili kelompok pegawai. Kedua kelompok usia ini memiliki karakteristik yang berbeda yang mencerminkan ciri
28
masing-masing.
Karakteristik
tersebut
melekat
dalam diri mereka
dan
mempengaruhi pemaknaan. Seperti definisi iklan yang beragam, pemaknaan pun demikian. Iklan merupakan alat bisnis untuk menunjang kepentingan komersil, namun iklan juga bisa menimbulkan pengaruh seperti menciptakan trend atau membentuk opini. Karena itu dalam penelitian ini, pemaknaan dibagi menjadi dua tipe. Tipe pertama adalah melihat iklan semata-mata sebagai media komersil yang digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan penjualan produk. Tipe ini percaya bahwa iklan adalah ilusi untuk menipu konsumen dengan cara apapun semata-mata untuk kepentingan bisnis. Tipe yang kedua adalah iklan tidak hanya sebagai media komersil,
namun juga menunjukkan kepedulian sosial perusahaan dan
menggambarkan citra perusahaan lewat isi iklan. Tipe ini meyakini bahwa iklan tidak hanya dibuat semata-mata untuk kepentingan bisnis, namun juga kepentingan sosial. Model pemaknaan yang sesuai untuk penelitian ini adalah model semiotika yang dikemukakan oleh C.S. Peirce dan ditunjang oleh Teori Ideasi milik W.P Alton. Model semiotika Peirce menjelaskan relasi antara aspek-aspek yang terkait dalam pemaknaan simbol dalam penelitian ini. Ditunjang dengan teori Ideasi milik W.P Alton yang menjadikan proses pemaknaan sebagai fokus dari penelitian. Berdasarkan teori Ideasi W.P Alton dan model semiotika yang dikemukakan oleh C. S. Peirce, terdapat relasi segitiga antara tanda, pengguna, dan realitas eksternal. Teori ini sesuai untuk menggambarkan hubungan antara
29
tanda (sistem simbol dalam iklan), pemaknaan simbol (pengguna), dan realitas eksternal (karakter dewasa awal). Akan dalam teori ini terdapat hubungan saling mempengaruhi antara sistem simbol dan karakteristik dewasa awal. Dalam penelitian ini, hubungan tersebut tidak diteliti karena lebih menitikberatkan pada ideologi sebagai pengaruh dalam sistem simbol dalam iklan sebagai pengaruh sistem simbol. Selain itu dalam hubungan antara pemaknaan dan karakteristik dewasa awal pun hanya dilihat satu arah yaitu mempengaruhi pemaknaan. Meski hubungan sebaliknya mungkin saja terjadi, akan tetapi tidak diteliti karena yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah pemaknaan sistem simbol, seperti yang tergambar dalam kerangka pemikiran di bawah ini. Simbol/Tanda dalam iklan
Ideologi Iklan:
Nilai
Kepentingan
Pemaknaan simbol iklan
Pilihan
IKLAN
Karakteristik dewasa awal
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
2.3
Hipotesa Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran, berikut ini adalah
hipotesa yang akan diujikan: 1. Ideologi mempengaruhi sistem simbol dalam iklan 2. Karakteristik dewasa awal mempengaruhi pemaknaan sistem simbol.
30
2.4
Definisi Konseptual 1. Iklan: Komunikasi informasi nonpersonal yang bersifat persuasif mengenai produk A Mild oleh PT HM Sampoerna Tbk melalui televisi dan billboard yang bertujuan untuk memasarkan produk A Mild kepada masyarakat. 2. Ideologi Iklan: Ide yang ingin direpresentasikan oleh PT HM Sampoerna Tbk dalam iklan A Mild untuk memposisikan produk A Mild di mata masyarakat. 3. Nilai: Falsafah atau bagi PT HM Sampoerna Tbk dalam menjalankan perusahaannya termasuk dalam mempromosikan A Mild. 4. Kepentingan: Perihal yang menjadi prioritas dan utama bagi PT HM Sampoerna Tbk dalam menjalankan perusahaannya termasuk dalam mempromosikan A Mild. 5. Pilihan: Beberapa pilihan yang dipilih PT HM Sampoerna dalam menjalankan perusahaannya termasuk dalam mempromosikan A Mild. 6. Sistem Simbol: Kesatuan tanda yang terdapat di dalam iklan Sampoerna A Mild yang merepresentasikan obyek asli dengan makna yang sesuai dengan konvensi anggota masyarakat. 7. Pemaknaan sistem simbol: Proses memberi makna pada suatu sistem simbol. 8. Karakteristik dewasa awal: Berkelompok berdasarkan hobi dan gaya hidup tertentu.
31
2.5
Definisi Operasional Dewasa awal di daerah perkotaan berkelompok berdasarkan hobi dan gaya
hidup mereka. Hal ini dapat dilihat dari pola tindakan mereka di waktu luang, berapa banyak uang yang mereka habiskan, dan dengan siapa mereka berinteraksi dalam waktu luang mereka. Alat pengukurnya berupa penggunaan uang, jenis kegiatan dan interaksi dengan individu lain dalam pemanfaatan waktu luang (leisure). Kategori: 1. Tinggi : Orang yang sangat konsumtif (cara anggota masyarakat bergaul dan menghabiskan waktu dan uang dilihat dari konsumsi baik barang maupun jasanya). (>68) 2. Rendah : Orang yang tidak konsumtif. (<68) Pemaknaan adalah proses menafsirkan sistem simbol yang terdapat dalam iklan Sampoerna A Mild dan hubungan semiotika antara simbol-simbol dalam sistem tersebut. Kategori: 1. Iklan sebagai media komersil semata-mata untuk kepentingan bisnis. 2. Iklan tidak hanya demi kepentingan bisnis, namun juga menunjukkan kepedulian sosial serta melambangkan citra perusahaan.
32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh
data kualitatif. Pada pendekatan kuantitatif menggunakan metode penelitian survai yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun & Effendi, 1989). Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner, sedangkan data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara mendalam pada sumber informasi. Pemilihan responden mengunakan teknik acak (accidental).
3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2006. Pada bulan Mei
penelitian difokuskan pada PT HM Sampoerna Tbk yang berlokasi di Citibank Tower, Plaza Bapindo, Jakarta Selatan. Sedangkan pada bulan Juni hingga Juli 2006, penelitian difokuskan pada penyebaran kuesioner serta wawancara yang dilakukan di pusat-pusat gaya hidup Kota Bogor. Tempat-tempat tersebut antara lain adalah Plaza Pangrango, Bogor Trade Mall, Bilyard Explorer, Gelanggang Olahraga Padjajaran, Lapangan Sempur, Gang Selot, dan Deretan warung makan di Jl Padjajaran.
33
Pengambilan data dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap pertama dilakukan pada bulan Juni 2006 terhadap pelajar dan karyawan yang sedang istirahat makan siang di warung-warung makan di Gang Selot serta pada masyarakat kota Bogor yang sedang berolahraga di Lapangan Sempur pada hari Sabtu dan Minggu. Pada tahap ini diperoleh responden pelajar sebanyak 25 orang dan pegawai sebanyak 18 orang. Tahap berikutnya dilakukan pada awal bulan Juli terhadap para pemain bilyard yang sedang main atau sekedar hangout di Bilyard Explorer. Begitu juga dengan masyarakat yang sedang makan atau hangout di warung-warung tenda di sepanjang Jalan Padjajaran mulai dari depan Vila Duta hingga Gedung Bale Binarum dengan hasil pengisian kuesioner dan wawancara terhadap 10 orang pelajar dan 14 orang pegawai. Tahap terakhir pengambilan data kuesioner dilakukan pada akhir bulan Juli 2006 terhadap masyarakat yang sedang berbelanja dan bersantai di Pusat Perbelanjaan Plaza Pangrango dan Bogor Trade Mall. Hasilnya berupa wawancara singkat dan pengisian kuesioner sebanyak 5 orang pelajar dan 8 orang pegawai.
3.3
Pengambilan Sampel dan Data Responden yang dipilih merupakan bagian dari kelompok usia yang disebut
sebagai dewasa awal atau young adult sesuai dengan segmen pasar Sampoerna A Mild. Kelompok usia dewasa awal adalah periode transisi dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan. Dalam penelitian ini kelompok dewasa awal dibagi menjadi dua yaitu kelompok usia 15-19 tahun dan kelompok usia 20-24 tahun. Kedua kelompok ini mewakili kelompok sosial yang berbeda. Kelompok usia 15-19 tahun diwakili oleh komunitas pelajar yang bersekolah di Bogor.
34
Sedangkan kelompok usia 20-24 tahun diwakili oleh pekerja/pegawai yang bekerja pada perusahaan swasta/negeri di kota Bogor. Pembedaan ini dimaksudkan untuk melihat perbedaan pemaknaan sistem simbol iklan A Mild pada kedua kelompok usia ini.
3.4
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh terdiri atas data kualitatif dan data kuantitatif.
Masing-masing data dianalisis secara deskriptif. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows versi 13.0. Hal ini dilakukan guna ketepatan, kecepatan proses perhitungan dan kepercayaan hasil pengujian.
3.5
Hambatan Penelitian Hambatan yang diperoleh peneliti saat sedang meneliti PT HM Sampoerna
Tbk adalah tidak diperkenankannya peneliti mengakses sub divisi dan informasi tertentu yang sifatnya terlarang bagi orang luar Sampoerna. Beberapa informasi penting pun enggan dijawab oleh pihak Sampoerna. Untuk menutupi kekurangan tersebut peneliti harus mencari dari data sekunder berupa buku dan informasi dari internet. Peneliti juga tidak berhasil memperoleh gambar dan rekaman iklan karena data tersebut termasuk dalam data yang sifatnya terlarang bagi orang luar Sampoerna. Pada penyebaran kuesioner, hambatan diperoleh saat hendak menanyakan mengenai uang saku dan pendapatan. Beberapa dari responden pelajar tidak mengetahui pasti berapa jumlah uang saku per bulannya. Ada beberapa yang
35
memperoleh uang saku tambahan namun enggan memberitahu asal-usul uang tersebut. Selain itu, pada umumnya responden tidak mengetahui jumlah pasti uang yang mereka keluarkan untuk setiap kegiatan per bulannya sehingga responden bersama peneliti harus mengestimasi angka tersebut. Untuk kuesioner bagian iklan, kesulitan muncul ketika menjawab pertanyaan mengenai iklan yang telah lewat masa tayangnya sehingga peneliti harus memberi gambaran kasar terlebih dahulu sambil berusaha untuk tidak mempengaruhi pandangan responden.
36
BAB IV PROFIL PT HM SAMPOERNA TBK
4.1
Sejarah PT HM Sampoerna Tbk PT HM Sampoerna Tbk didirikan pada tahun 1913 di Surabaya oleh
seorang perantau asal Hokkien, Cina yang bernama Liem Seeng Tee. Seeng Tee merupakan orang pertama yang mencampurkan tembakau dengan beberapa jenis bumbu seperti vanila, pala, kayumanis, dan cengkeh dalam rokoknya. Produknya ini dikenal dengan nama Dji Sam Soe dan memperoleh sukses di pasar SKT (Sigaret Kretek Tangan). Berkat kesuksesannya, Seeng Tee akhirnya mendirikan perusahaan resmi dengan nama Handel Maatschapij Liem Seeng Tee yang kemudian berubah menjadi Hanjaya Mandala Sampoerna yang lebih dikenal dengan
nama
Sampoerna.
Nama
Sampoerna
dipilih
karena
bermakna
kesempurnaan dalam ejaan lama bahasa Indonesia dan mengandung sembilan huruf yang dianggap sebagai angka keberuntungan. Di tahun 1956, Seeng Tee meninggal dunia dan Sampoerna dikelola oleh kedua putrinya Sien dan Hwee. Keduanya berusaha memasuki pasar rokok putih, namun langkah ini terbukti salah karena pada saat itu pasar rokok putih di Indonesia telah dikuasai oleh perusahaan asing seperti BAT (British American Tobacco) dan Phillip Morris. Tiga tahun kemudian Sampoerna dinyatakan pailit. Akhirnya Sampoerna diambil alih oleh putra kedua Seeng Tee, Aga Sampoerna. Putra pertamanya, Swie Hwa telah memiliki perusahaan tembakau sendiri
sehingga
menolak
untuk
mengelola
Sampoerna.
Selama
37
kepemimpinannya, Aga melakukan rejuvenasi pada merek Dji Sam Soe dan meluncurkan produk baru yaitu Sampoerna Hijau pada tanggal 16 Juni 1968 dengan membawa branded “A” yang merupakan inisial dari Aga. Peluncuran Sampoerna Hijau merupakan bagian dari usaha Aga untuk menjangkau konsumen yang lebih luas yang tidak termasuk dalam segmen market Dji Sam Soe. Pemilihan nama Sampoerna Hijau menjadi langkah pertama pembentukan image dan corporate brand dari Sampoerna. Generasi ketiga Sampoerna dipimpin oleh anak laki-laki Aga yaitu Putera Sampoerna. Pada era ini, Sampoerna berubah nama menjadi PT HM Sampoerna Tbk, mengubah perusahaan yang sebelumnya berbasis produksi (manufacturingdriven company) menjadi perusahaan berbasis pasar (market-driven company) dan mulai membenahi proses bisnisnya dengan menggunakan pendekatan marketing dan branding secara konseptual. Transformasi dan inovasi yang dilakukan Putera membawa
Sampoerna
memasuki
hypergrowth
era
dengan peningkatan
pendapatan mendekati 38 kali lipat pada kurun waktu 1990-2000. Putera juga mulai melakukan emotional branding sebagai cara untuk memasarkan produknya dengan mensponsori berbagai kegiatan masyarakat. Putera-lah yang menciptakan Sampoerna A Mild dan merevisi Sampoerna Hijau. Dalam usaha mengefisiensikan kegiatan berusaha, Sampoerna membeli PT Sumber Alfaria Trijaya (Alfamart) yang bergerak di bidang ritel. Sampoerna juga mendirikan PT Sampoerna Advertising Nusantara yang bergerak di bidang periklanan. Dari sinilah sebagian besar iklan-iklan Sampoerna, termasuk iklan Sampoerna A Mild dibuat.
38
Sampoerna memiliki kredo yang menjadi falsafah perusahaan yang dibuka dengan kalimat:
Di Kelompok Perusahaan Sampoerna, mengupayakan
kesempurnaan, yakni suatu pencarian kesempurnaan yang tangguh yang secara utuh terkait pada semua aspek dalam Kelompok, adalah gaya hidup kita . Terdapat sembilan langkah yang menjadi fondasi perusahaan, langkah-langkah ini diperkenalkan Putera Sampoerna. Pertama adalah kepemimpinan dan manajemen profesional. Kedua, objektif dan tidak memihak. Ketiga, kerjasama kelompok dan tanggung jawab. Keempat, mengaktualisasikan seluruh potensi. Kelima adalah ‘Solusi Tiga Tangan’ yang dikembangkan oleh Seeng Tee yang berarti menjamin bahwa setiap pihak yang terlibat yaitu produsen, pedagang, dan konsumen memperoleh keuntungan. Keenam, bertanggungjawab atas kepercayaan yang diberikan para pemegang saham. Ketujuh, warga masyarakat dan warga usaha yang baik. Kedelapan, bertekad membangun bangsa. Yang terakhir adalah berwawasan ke depan. Pakar marketing Indonesia, Kartajaya9(2005) menyatakan bahwa terdapat sembilan elemen untuk menunjang marketing yang baik, dan nomor satu adalah brand atau merek. Seperti juga Hermawan, Putera percaya akan kekuatan merek. Menurut Putera merek adalah aset penting perusahaan sebagaimana merek Dji Sam Soe telah menyelamatkan Sampoerna dari kebangkrutan. Pada bulan Mei 2005, sekitar 98% saham PT HM Sampoerna Tbk dibeli oleh PT Phillip Morris Indonesia yang merupakan cabang dari Phillip Morris International Inc. Sebelumnya pada bulan Januari 2005 antara Phillip Morris dan Sampoerna telah terjalin kerjasama. PT Panamas yang 99% sahamnya dimiliki 9
Pada tahun 2003, Hemawan Kartajaya terpilih sebagai satu dari dua wakil asia yang termasuk dalam 50 gurus who shaped the future of marketing versi CIM-UK.
39
oleh PT HM Sampoerna Tbk menandatangani kontrak untuk menjadi distributor Marlboro yang merupakan produksi Phillip Morris selama 10 tahun. Keputusan ini dianggap tergesa-gesa dan mencurigakan bagi beberapa pihak. Seperti yang dinyatakan Rusmana(2005)10 bahwa transaksi ini perlu dicermati lebih lanjut karena sebelumnya Sampoerna merupakan perusahaan keluarga selama tiga generasi, keputusan untuk menjual hampir seluruh saham mereka dan mengubah perusahaan keluarga menjadi perusahaan publik adalah langkah yang amat besar dan mengejutkan. Apalagi sebelumnya ada pemikiran bahwa setelah Putera Sampoerna pensiun, anak laki-lakinya yaitu Michael Sampoerna akan meneruskan jejaknya. Pemikiran ini didukung oleh hasil wawancara tim MarkPlus&Co pada Michael di tahun 200411. Pihak Sampoerna tidak mengeluarkan pernyataan apa-apa mengenai akuisisi ini. Namun menurut Davies(2005)12 pihaknya mengakuisi saham Sampoerna karena ingin bersaing dalam pasar rokok Indonesia yang didominasi oleh pasar kretek. Selain itu pihaknya senang dengan budaya kerja Sampoerna. Meski begitu, ia dan pihak lainnya tidak bersedia memberi keterangan lebih lanjut mengenai alasan dan proses transaksi tersebut. Hal ini kemudian menimbulkan kekhawatiran pada beberapa pihak akan masa depan Sampoerna dan produkproduknya.
10
Adrian Rusmana, Kepala Peneliti BNI Securities pada koran Kompas. Pada wawancara tersebut Michael menyatakan “Sepuluh tahun dari sekarang saya berencana untuk menjadikan Sampoerna sebagai merek internasional. Saya percaya pada rencana jangka panjang. Menjadi perusahaan kelas dunia berarti menjadi satu dari yang terbaik.” Kartawijaya, Hermawan; Yuswohady & Sumardy. 2005. 4-G Marketing. A 90-Year Journey of Creating Everlasting Brands. Jakarta: MarkPlus&Co. P513. 12 David Davies, Senior Vice Presiden Corporate Affair Philip Morris International pada koran Kompas, 15 Maret 2005. 11
40
Meski begitu sahamnya telah dikuasai oleh Phillip Morris, Putera Sampoerna tetap berada di perusahaan sebagai bagian dari dewan penasihat. Saat ini PT HM Sampoerna berada di bawah pimpinan Dewan Komisaris dan Dewan Direksi yang merupakan gabungan dari orang Indonesia dan orang asing yang bekerja di Phillip Morris dan Sampoerna. Dewan Komisaris terdiri dari Matteo Pellegrini sebagai Presiden Komisaris, Michael Murphy sebagai Wakil Komisaris, dan Douglas Werth, Ekadharmajanto Kasih, dan Phang Cheow Hock sebagai anggota. Sedangkan Dewan Direksi diketuai oleh Martin King sebagai Presiden Direktur, Salman Hameed, Arndt Kottsieper, Andrew White, Angky Camaro, Yos Adiguna Ginting, dan Sugiarta Gandasaputra sebagai Direktur. Ternyata setelah berjalan selama satu tahun, kekhawatiran akan memburuknya citra dan kualitas produk PT. HM Sampoerna Tbk tidak terbukti dengan tetap berjalannya proses produksi, distribusi, dan promosi. Terjadi peningkatan volume penjualan domestik dan pertumbuhan merek-merek andalan yaitu Dji Sam Soe, Sampoerna Hijau, dan Sampoerna A Mild. Dari segi iklan pun, iklan-iklan Sampoerna tetap mempertahankan ciri khasnya dengan mengangkat isu sosial dengan gaya satir seperti A Mild atau bergaya humor seperti Sampoerna Hijau. Kepedulian PT. HM Sampoerna terhadap masalah sosial tidak hanya diwujudkan dalam iklan. Sesuai dengan falsafah PT. HM Sampoerna yang menekankan pada hubungan baik dengan masyarakat dan bangsa, PT. HM Sampoerna Tbk mendirikan badan sosial “Sampoerna Untuk Indonesia” yang memberikan bantuan pada masyarakat kurang mampu. Selain itu terdapat pula
41
Program Bimbingan Anak Sampoerna untuk anak-anak berbakat dan berprestasi, terutama dari keluarga miskin.
4.2
Sejarah Sampoerna A Mild Dalam pembuatan iklan Sampoerna A Mild, usaha untuk mencapai
kesempurnaan yang merupakan nilai dasar Sampoerna ditunjukkan dengan konsistensi dan perkembangan dari iklan Sampoerna. Pada tahun 1989 Putera Sampoerna memutuskan untuk memasuki pasar rokok putih yang selama ini didominasi perusahaan asing dengan meluncurkan produk Sampoerna A Mild. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh di Sampoerna, pada awal kemunculannya, A Mild dipandang sebelah mata oleh pasar bahkan dianggap sebagai rokok banci karena rendahnya kandungan nikotin dan tar yang membawa kenikmatan dan ciri khas sebuah rokok. Kandungan A Mild adalah 14 mg tar dan 1.0 mg nikotin pada setiap bungkusnya. Batang rokoknya pun tergolong langsing dengan keliling lingkaran 22 mm dan panjang produk 90 mm. Kampanye pertama A Mild mengusung potitioning statement “Taste of the Future” ingin menyatakan pada konsumen bahwa seperti inilah rasa rokok di masa depan. Akan tetapi pesan tersebut tidak sampai pada konsumen. Hal ini terbukti dengan penjualan yang rendah pada masa itu dan rendahnya tingkat awareness konsumen terhadap kampanye rokok tersebut. Selain itu keberadaan rokok LTLN (Low Tar Low Nikotin) memang relatif baru dan masyarakat belum menyadari kelebihan rokok ini dibanding rokok lain. Hal tersebut tidak menyebabkan Sampoerna menyerah, melainkan melakukan perubahan gaya kampanye dan positioning produk. Akhirnya pada
42
tahun 1994 tajuk kampanye A Mild berubah menjadi How Low Can You Go? yang menekankan pada keunikan A Mild yang low tar low nikotin dan menjadi satu-satunya produk yang menggunakan animasi pada iklan-iklannya pada masa itu. Tajuk yang provokatif ini mengajak masyarakat untuk mengevaluasi ulang rokok yang selama ini mereka konsumsi terutama dari segi kesehatan. Kampanye marketing yang baru ini berhasil mendongkrak penjualan A Mild tiga kali lipat dan menimbulkan kesan bahwa rokok LTLN merupakan rokok yang tidak merugikan kesehatan. Pada tahun 1996 A Mild mengubah tajuk menjadi “Bukan Basa Basi” dengan memanfaatkan momentum Pemilu untuk berkomunikasi dengan konsumennya. Mereka menggunakan kalimat-kalimat yang menarik, provokatif dan sarat akan isu sosial, yang meskipun tidak ada hubungannya dengan rokok, membuat orang merasa tertarik dan penasaran. Kampanye ini terbukti berhasil sehingga iklan-iklan A Mild begitu populer di kalangan masyarakat. Kesuksesan taktik marketing A Mild mulai ditiru oleh berbagai produsen rokok lainnya dan beberapa dari mereka secara terang-terangan menyerang kampanye terdahulu A Mild dengan menyatakan bahwa produknya memiliki kandungan nikotin dan tar terendah. A Mild tidak membalas secara langsung namun menggunakan beberapa iklan mereka yang bertajuk
Other Can Only
Follow dan Go With The Real Low untuk memberi kesan pada konsumen bahwa A Mild adalah trend-setter dan pioner pasar rokok LTLN sementara produk rokok LTLN lainnya hanya bisa meniru. A Mild berusaha untuk mencermikan ideologi perusahaan untuk selalu menjadi pionir dan berinovasi
43
dengan terus menciptakan iklan-iklan baru dengan tema yang unik dan menarik, seperti pada iklan A Mild dengan tema ‘Tanya Kenapa?’
4.3
Iklan Sampoerna A Mild Sekarang Falsafah perusahaan memegang peranan penting dalam pembuatan iklan
karena bagi Sampoerna falsafah perusahaan harus tercermin dalam setiap kegiatan usaha Sampoerna. Hal ini terkait dengan ideologi yaitu dari segi pilihan adalah memilih membuat iklan yang berbeda dengan iklan-iklan lain dan menampilkan citra perusahaan, sesuai dengan nilai yang dikandung oleh perusahaan dan membuat iklan tidak hanya berdasarkan kepentingan bisnis, namun juga kepentingan sosial. Iklan
Sampoerna
A
Mild
dibuat
berdasarkan tema yang ditunjukkan oleh tajuk yang digunakan. A Mild ingin agar iklan mereka tidak hanya sekedar menarik konsumen untuk membeli produk mereka, namun juga
Gambar 4. Iklan A Mild versi
kritis dan peduli akan isu-isu sosial. Hal ini
‘Mau Pintar Kok Mahal’
terlihat pada gambar di samping yang merupakan reklame dari iklan A Mild tema ‘Tanya Kenapa?’ versi ‘Mau Pintar Kok Mahal?’. Menurut salah satu sumber, tajuk terbaru A Mild ‘Tanya Kenapa?’ bermaksud untuk mengajak konsumen agar lebih kritis dalam menyingkapi segala permasalahan, terutama permasalahan sosial yang ada di masyarakat. Media yang digunakan oleh Sampoerna untuk menampilkan iklan-iklan mereka adalah televisi dan papan billboard. Menurut mereka, televisi adalah
44
media utama dan billboard berfungsi sebagai penguat kesan. Konsumen yang telah menyaksikan iklan televisi akan teringat kembali oleh iklan tersebut saat melihat iklan billboardnya. Karena itu iklan billboard selalu disesuaikan dengan iklan yang sedang beredar di televisi. Perpindahan Sampoerna dari tangan keluarga Sampoerna ke Phillip Morris menandai perubahan dari perusahaan keluarga menjadi anak perusahaan Internasional, mempengaruhi kegiatan promosi Sampoerna A Mild. Menurut salah satu sumber, pada awal kemunculan iklan A Mild dengan tema ‘Tanya Kenapa?’. Sempat terjadi pro dan kontra untuk memilih apakah akan mengganti tajuk dari ‘Bukan Basa-Basi’ yang sudah amat dikenal oleh masyarakat menjadi ‘Tanya Kenapa?’. Akan tetapi sesuai dengan falsafah perusahaan untuk terus berinovasi sambil tetap mempertahankan nilai-nilai dan kekhasan Sampoerna meski di bawah manajemen baru, akhirnya diputuskan bahwa tajuk ‘Tanya Kenapa?’ yang dipakai. Tema ‘Bukan Basa-Basi’ tetap menjadi tema besar yang merupakan inti dari Sampoerna A Mild. Hal ini bisa dilihat pada situs Sampoerna A Mild yang tetap bertemakan ‘Bukan Basa-Basi’. Iklan pertama Sampoerna A Mild yang menggunakan tajuk ‘Tanya Kenapa?’ adalah iklan A Mild versi ‘Mau Pintar Kok Mahal’, lalu versi ‘Koboi’, yang kemudian dilanjutkan oleh versi ‘Banjir’, versi ‘Kalo Gampang Kenapa Dibuat Susah?’, dan yang terakhir yang adalah versi ‘Mencari Celah’. Tidak dapat dipungkiri bahwa iklan dan kegiatan promosi memegang peranan penting dalam kesuksesan perjualan Sampoerna A Mild. Hal ini yang ingin terus dipertahankan oleh Sampoerna.
45
Pada setiap iklannya, Sampoerna ingin bersikap kritis dan menyindir isuisu sosial yang terjadi di masyarakat. Seperti pada iklan versi ‘Mau Pintar Kok Mahal’, pihak Sampoerna ingin menyindir besarnya uang yang harus dikeluarkan untuk memperoleh gelar akademis. Sedangkan pada iklan versi ‘Kalo Gampang Kenapa Dibuat Susah?’ Sampoerna mengkritisi kinerja pegawai pemerintahan yang kerap mengulur-ngulur pekerjaan yang seharusnya bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Tema-tema serupa pun diketengahkan dalam versi yang berbeda. Tajuk ‘Tanya Kenapa?’ mulai dipopulerkan pada awal tahun 2005. Pertama kali muncul pada versi ‘Mau Pintar Kok Mahal’ yang menggambarkan lulusan SMU yang menyeret satu karung uang recehan untuk dimasukkan ke dalam mesin otomat guna mendapat toga. Sampoerna saat itu memanfaatkan momentum kelulusan siswa SMU dan protes masyarakat mengenai mahalnya biaya pendidikan pada umumnya dan biaya masuk dan proses perkuliahan secara khusus. Adegan utamanya adalah ketika seorang calon mahasiswa menyeret sekantung uang receh dan memasukkannya satu demi satu ke dalam mesin otomat untuk memperoleh toga. Toga tersebut merupakan lambang ijazah dan kelulusan, sedangkan usaha memasukkan uang receh tersebut adalah gambaran bagaimana selama dalam proses memperoleh gelar, mahasiswa harus terus mengeluarkan uang. Bersamaan dengan populernya iklan tersebut, Sampoerna A Mild juga memprakarsai aksi demo damai yang dilakukan di sejumlah kota besar di Indonesia. Sebagai contoh di kota Samarinda13 Acara yang bertajuk Happening
13
Dilansir oleh kaltim post pada tanggal 30 Juli 2005 di alamat http://www.kaltimpost.web.id/berita/index.asp?Berita=Ekonomi&id=123670. dan diakses pada tanggal 10 Agustus 2006
46
Act ini dilakukan sebagai bagian dari strategi mempopulerkan tajuk ‘Tanya Kenapa?’. Pada saat itu puluhan orang tersebut berjalan sambil membawa pamflet bertuliskan tajuk A Mild ‘Tanya Kenapa?’ "Mau Pintar Kok Mahal". Mereka bernyanyi, berorasi serta membawakan teaterikal kocak untuk menyampaikan pesan yang terkandung dalam tajuk terbaru A Mild itu. Marketing Service Area Manager PT HM Sampoerna Tbk wilayah Kaltim, Tutuko mengatakan, acara tersebut merupakan salah satu usaha A Mild untuk menuangkan pesan yang terkandung dalam tajuk A Mild terbaru. "Sebuah tajuk yang berupaya mengajak masyarakat untuk lebih peka terhadap apa yang dirasakan tidak wajar di sekitarnya, dengan gaya penyampaian yang tidak terkesan menggurui. Selain itu, hal ini juga untuk memperkuat posisi A Mild sebagai brand yang selalu mempunyai ide kreatif dan inovatif, dalam setiap menyampaikan sekaligus mengangkat berbagai realitas kehidupan,". Iklan berikutnya yaitu versi ‘Koboi’ menggambarkan seorang indian yang hendak bertarung melawan koboi. Akan tetapi ketika ia sudah berhadapan dengan musuhnya, ia menyadari kalau teman-temannya terlambat datang. Kata-kata ‘Kalo Gue Tepat Kenapa Yang Lain Tidak?’ menyindir kebiasaan sebagian besar orang yang senang bersantai-santai dan terlambat dalam memenuhi janji. Iklan itu hendak menunjukkan seakan-akan budaya keterlambatan menjadi alasan bangsa kulit putih menang dari bangsa indian. Namun terdapat pesan tersembunyi bahwa bangsa Indonesia pun akan menjadi seperti bangsa indian bila kerap mempertahankan budaya ngaret. Apalagi bila berhadapan dengan bangsa kulit putih (Eropa dan Amerika) sebagaimana di tunjukkan dalam iklan yang dikenal memiliki etos kerja yang tinggi.
47
Iklan versi banjir memanfaatkan momentum musim hujan yang kerap menimbulkan banjir. Adegan utamanya adalah ketika dua orang remaja laki-laki menyingkirkan perabotan rumah ke tingkat dua kemudian meloncat dari jendela dengan gaya perenang dan masuk ke dalam banjir sementara di luar terdapat beberapa orang mengenakan seragam pemda yang menyapa remaja tersebut. Kata-kata ‘Banjir Kok Jadi Tradisi?’ seakan menyindir pemerintah yang tidak bisa mengantisipasi kemungkinan datangnya banjir untuk membuat pencegahannya dan masyarakat yang tidak belajar dari pengalaman banjir tahun lalu untuk mencegah timbulnya banjir pada saat itu. Iklan berikutnya adalah versi ‘Kalo Gampang Kenapa Dibuat Susah?’ yang intinya mengkritisi kinerja pegawai pemerintah yang lamban. Adegannya menggambarkan seorang laki-laki yang sedang memproses surat-surat penting atau KTP di kantor pemerintah. Sang petugas tinggal memberi cap, namun ketika hendak melakukannya, tangannya di tahan di udara kemudian ia asyik menggosip di telepon, makan, membersihkan gigi, bahkan tidur. Petugas tersebut akhirnya memberi cap yang banyak sekali saat laki-laki tersebut sudah tertidur karena terlalu lama menunggu. Iklan diakhiri dengan tampilan masih ada beberapa petugas lagi yang harus dilalui laki-laki tersebut sebelum proses itu selesai. Kemudian iklan ‘Mencari Celah’ dengan kata-kata ‘Kalo masih ada celah, kok nyerah?’ bertujuan menyemangati lulusan-lulusan universitas yang masih menganggur untuk terus berusaha memperoleh pekerjaan agar tidak menyerah. Iklan tersebut menggambarkan seorang pencari kerja yang menawarkan ijazah dan gelarnya pada seorang bapak-bapak yang tengah berada di kendaraan saat lampu merah, tidak diperdulikan, ia terus menawarkan jasa lainnya seperti pijit, keriting
48
kumis, dan yang terakhir ia menawarkan sebuah remote control untuk mengubah lampu lalu lintas yang akhirnya dibeli. Iklan ini menyelipkan sedikit humor satir bahwa masyarakat menginginkan segala sesuatu yang instan dan cepat sebagaimana ditunjukkan oleh bapak-bapak yang membeli remote control tersebut yang malah asyik memainkan remote bahkan saat lampu lalu lintas telah berganti hijau. Benang merah dari kelima iklan ini adalah setiap iklan selalu memunculkan pertanyaan dengan gaya menyindir. Bahasa dalam iklan-iklan tersebut adalah bahasa sehari-hari yang lazim digunakan dalam pergaulan kalangan dewasa awal. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain adalah ‘Mau Pintar Kok Mahal?’, ‘Kalo Gue Tepat Kok Yang Lain Telat?’, ‘Banjir Kok Jadi Tradisi?’ ‘Kalo Gampang Kenapa Dibuat Susah?’ dan ‘Kalo Masih Ada Celah Kok Nyerah?’. Menurut sumber dari Divisi A Mild, tujuannya adalah untuk menarik perhatian konsumen agar selalu bersikap kritis dalam setiap masalah dan tidak hanya sekedar menerima keadaan. Itu sebabnya tajuk iklan-iklan ini adalah “Tanya Kenapa?’.
49
BAB V PUSAT GAYA HIDUP DI KOTA BOGOR
Istilah lifestyles (gaya hidup) pertama kali muncul pada tahun 1939 ketika Alvin Toffler, seorang pengamat sosial, memperkirakan terjadinya perubahan gaya hidup sebagai perkembangan yang muncul pada masyarakat post-industrial yaitu timbulnya pola yang menunjukkan keseragaman cara yang digunakan oleh masyarakat untuk menghabiskan waktu luang dan melakukan kegiatan konsumtif. Untuk memahami gaya hidup di Kota Bogor, terlebih dahulu harus mengetahui fasilitas-fasilitas apa saja yang tersedia di Bogor untuk menunjang gaya hidup masyarakatnya. Kota Bogor merupakan bagian dari propinsi Jawa Barat dan Kawasan
Pengembangan
Jabodetabek
(Jakarta-Bogor-Depok-Tanggerang-
Bekasi). Karena letaknya yang cukup dekat dengan Jakarta, Kota Bogor disebut sebagai kota satelit14. Gaya hidup masyarakat kota Bogor dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat kota Jakarta. Mulai dari gaya bicara, pakaian, barang-barang dan makanan, hingga kegiatan-kegiatan dan kebiasaan yang saat ini populer di masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah lokasinya yang hanya berjarak 60 km dari Jakarta sehingga amat memudahkan pertukaran informasi. Bahkan tidak sedikit masyarakat Bogor yang bekerja atau bersekolah di Jakarta. Begitu juga sebaliknya, banyak warga Jakarta yang menghabiskan waktu luangnya di Bogor.
14
Kota Satelit: Kota kecil di tepi sebuah Kota besar yang meskipun merupakan komunitas mandiri, sebagian besar penduduknya tergantung dengan kehidupan di Kota besar. Biasanya penghuni kota satelit ini adalah komuter dari kota besar tersebut (http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_satelit)
50
Tidak hanya itu, nongkrong dan berbelanja di Jakarta, terutama di pusat perbelanjaan yang terkenal dan bergengsi, dianggap keren oleh kalangan dewasa awal di Bogor.Selain itu juga acara-acara yang ditayangkan di TV sebagian besar menonjolkan gaya hidup masyarakat kota Jakarta. Sebagai contoh ketika kegiatan acara musik yang diolah oleh DJ15 yang biasa disebut dugem16 oleh masyarakat populer di Jakarta, kegiatan itu langsung menjadi populer di Bogor. Hal ini terlihat dengan bermunculan DJ-DJ, event organizer serta bar dan pub yang menyelenggarakan kegiatan ini. Selama lima tahun belakangan, acara musik ini menjamur di seluruh Bogor baik diadakan di dalam ruangan maupun di luar. Biasanya acara ini berlangsung semalaman saat akhir pekan. Akhir-akhir ini DJ telah menjadi atribut penting dalam suatu acara, baik itu peluncuran produk, pagelaran busana, perpisahan, pesta ulang tahun, bahkan perayaan acara-acara nasional di tempat-tempat umum. Di Kota Bogor saat ini terdapat 11 pusat perbelanjaan. Antara lain Bogor Plaza di Jalan Surya Kencana, Plaza Jambu Dua yang terletak di kawasan Warung Jambu, Pusat Grosir Bogor di Merdeka, Plaza Bogor Indah di Jalan Baru, Plaza Ekalokasari di Sukasari, Bogor Trade Mall di Jalan Djuanda, Plaza Jembatan Merah yang terletak sesuai namanya, Bellanova Hypermart di Sentul, Plaza Pangrango, Hero Padjajaran, dan Botani Square di Jalan Padjajaran. Pusat-pusat perbelanjaan ini memiliki ciri khas masing-masing yang berusaha ditonjolkan untuk mengatasi persaingan. Beberapa pusat perbelanjaan sengaja mengkhususkan diri untuk kalangan menengah ke atas dengan
15
Disk Jockey Singkatan dari Dunia Gemerlap yang merupakan istilah populer di kalangan dewasa awal di Indonesia untuk kegiatan dansa masal di pub, bar, atau acara-acara semacamnya.
16
51
menyediakan gerai-gerai yang cukup bergengsi. Sedangkan beberapa pusat perbelanjaan memilih untuk membidik kalangan menengah ke bawah dengan menyediakan barang-barang dengan harga relatif murah dan bisa ditawar. Pusat perbelanjaan yang mengkhususkan diri pada kalangan menengah ke atas adalah Botani Square dan Plaza Ekalokasari. Plaza Ekalokasari memiliki gerai Matahari departement store, foodmart, dan butik-butik yang cukup terkenal dengan harga yang hanya bisa dijangkau kalangan menengah ke atas. Apalagi sekarang Plaza Ekalokasari dilengkapi dengan area foodcourt yang nyaman dan bervariasi serta dilengkapi internet wi-fi sehingga selalu menjadi tempat nongkrong favorit kalangan dewasa awal. Sedangkan gerai-gerai yang terdapat di Botani hanya dapat dikonsumsi oleh kalangan menengah ke atas seperti Starbucks, Breadtalk dan Chidori. Botanie Square juga dilengkapi dengan internet wi-fi sehingga menarik pengunjung dari kalangan pegawai. Karena harganya yang relatif mahal dan gerainya yang cukup terkenal. nongkrong dan berbelanja di dua pusat perbelanjaan ini dianggap keren dan menaikkan status sosial seseorang. Pusat perbelanjaan yang diperuntukkan untuk segala kalangan seperti Bogor Trade Mall (BTM) pun selalu penuh dengan pengunjung. BTM memiliki area foodcourt yang nyaman dan dilengkapi internet wi-fi sehingga kerap menjadi tempat nongkrong kalangan dewasa awal. Mereka juga memiliki area belanja pakaian dan bahan pangan yang murah, beberapa konter busana dapat ditawar sehingga menarik minat kalangan menengah ke bawah. Akan tetapi meski nongkrong di tempat ini walau cukup menyenangkan, tidak dianggap menaikkan atau menurunkan status sosial.
52
Terdapat pusat perbelanjaan yang mengkhususkan diri pada satu atau beberapa jenis barang. Sebagai contoh Plaza Jambu Dua yang dikenal sebagai pusat penjualan alat elektronik terutama handphone dan komputer dan Pusat Grosir Bogor yang menjual barang-barang secara grosir. Akan tetapi kedua tempat ini tidak dianggap sebagai tempat nongkrong yang menarik, justru sebaliknya, daerah ini dianggap sebagai tempat nongkrong kalangan menengah ke bawah dan nongkrong di sini akan menjatuhkan status sosial. Ada juga daerah perbelanjaan yang tidak besar namun dianggap cukup berkelas seperti daerah ruko Gramedia Padjajaran. Meskipun bangunannya kecil dan padat, namun gerai-gerai yang terkenal dan disukai oleh masyarakat seperti Toko Buku Gramedia dan Restoran makanan cepat saji McDonald’s menyebabkan tempat ini selalu ramai dikunjungi orang. Tempat ini juga sering menjadi lokasi pertemuan karena letaknya yang strategis. Selain mall, terdapat juga outlet-outlet
yang
banyak
dikunjungi oleh konsumen baik dari dalam maupun luar kota. Yaitu jajaran outlet di Jalan Padjajaran dan di Tajur. Apabila
Gambar 5. Salah satu outlet busana di Tajur
outlet di Padjajaran lebih banyak menyajikan pakaian, outlet Tajur lebih banyak yang menjual sepatu dan tas. Keberadaan outlet di Tajur ini bermula dari adanya beberapa pabrik sepatu dan tas tanpa merek yang beroperasi di sana dan konsumen yang ingin berbelanja langsung mendatangi pabrik tersebut. Akhirnya salah satu pemilik pabrik memiliki ide membuka show room. Tindakan ini diikuti
53
oleh produsen lainnya hingga bermunculan outlet-outlet seperti sekarang ini. Bagi orang-orang dengan status sosial tinggi yang hanya menggemari benda bermerek, outlet-outlet ini kurang menarik perhatian mereka karena di beberapa outlet dijual benda bermerek palsu, akan tetapi bagi orang yang tidak begitu peduli akan merek, tempat ini merupakan tempat berbelanja yang menarik. Jalan Padjajaran hingga kawasan Tajur adalah jantung kegiatan gaya hidup di Bogor, terutama pada malam hari. Selain 4 mall dan belasan outlet, terdapat juga puluhan restoran, cafe, dan warung tenda. Warung tenda yang berada di Jalan Padjajaran merupakan deretan warung tenda paling terkenal di Bogor. Buka dari pukul lima sore hingga jam 3 pagi, daerah ini selalu dikunjungi oleh dewasa awal setiap hari. Pada saat akhir pekan, biasanya warung-warung ini penuh sehingga pengunjung harus mengantri atau memilih untuk makan di mobil. Kalangan dewasa awal sering berkumpul di tempat-tempat umum seperti ini. Meski tidak berkesan elit, namun akibat tren warung tenda yang muncul sejak awal 2000-an, nongkrong di tempat ini dianggap keren, terutama bila datang ke sana dan dikenal banyak orang karena itu menandakan mereka termasuk dalam anak gaul17. Saras (Sari Rasa) yang menyajikan makanan khas warung kopi seperti mie rebus dan roti bakar adalah warung tenda yang paling populer di kawasan ini. Meskipun kepopulerannya saat ini sudah tidak seperti dulu, tempat ini masih tetap ramai dikunjungi orang. Kesuksesan Saras dalam menggaet konsumen dewasa awal inilah yang memicu munculnya warung-warung tenda lainnya dan membuat kawasan warung tenda Padjajaran terkenal seperti sekarang. Selain Saras, warung tenda lainnya yang terkenal antara lain adalah Redavin yang 17
Istilah yang digunakan oleh kalangan dewasa awal untuk menyebut orang-orang yang populer, menarik, dan berstatus sosial tinggi.
54
menyajikan aneka olahan daging, Sentral Seafood, Soto Lamongan, serta Oto Bento18 dan Origi Bento yang menyajikan masakan jepang. Selain warung tenda, restoran dan cafe pun cukup laris, terutama di kalangan dewasa awal menengah ke atas. Restoran dan cafe yang terkenal di Bogor antara lain Gumati Cafe & Resto, Cafe Mangiare, Warung Taman, MidEast, Kintamani, dan Makaroni Panggang dan Steak. Selain itu ada restoran yang merupakan bagian dari franchise seperti Pizza Hut, Hoka-Hoka Bento, dan KFC. Beberapa cafe hanya menyediakan menu khusus untuk menarik pelanggan. Contohnya Keikhaus yang menyajikan kue dan pastry seperti tiramisu dan black forest, Apple Pie yang sesuai namanya mengkhususkan pada penjualan pie, dan The Koffe Pot yang mengkhususkan pada penyajian kopi. Sering nongkrong di restoran dan cafe yang terkenal akan menaikkan status sosial mereka. Di Bogor terdapat empat bioskop kelas menengah ke atas dan
puluhan
bioskop
kelas
menengah ke bawah. Bioskop yang paling Gambar 6. Restoran Makaroni Panggang & Steak selalu penuh di akhir pekan
sering
dikunjungi
oleh
kalangan usia dewasa awal di Kota Bogor
adalah
bioskop
21
di
Ekalokasari Plaza dan Bogor Trade Mall yang merupakan bagian dari studio 21 milik perusahaan franchise asal Amerika. Terdapat juga Galaxi Theater di Tajur dan Dewi Sartika Theater di Pasar Anyar. Sedangkan di Botani Square akan
18
Di Jepang, bento adalah makanan kotak yang biasa disajikan di pesawat atau kereta, di Indonesia penyajiannya tidak menggunakan kotak dan rasanya sudah dimodifikasi agar lebih mudah diterima konsumen Indonesia.
55
dibuka bioskop 21 XXI yang masih menjadi bagian dari franchise 21 namun merupakan tipe bioskop yang lebih eksklusif dan mahal yang ditargetkan untuk kalangan atas. Keberadaan pusat-pusat perbelanjaan ini meningkatkan pola konsumsi kalangan dewasa awal. Sebagai contoh pada awal kemunculan gerai J.Co di Botani Square. Gerai donat dan kopi ini sebelumnya hanya ada di pusat-pusat perbelanjaan eksklusif di kota besar seperti Jakarta dan Bandung, sehingga menimbulkan kesan bergengsi. Karena itu ketika baru dibuka, kedua gerai ini langsung diserbu pengunjung. Meski kualitas produknya cukup baik, banyak pengunjung yang mengaku nongkrong di cafe tersebut semata-mata karena gengsi dan bukan karena menyukai produknya. Tidak hanya itu, keberadaan pusat perbelanjaan yang menawarkan sarana lengkap menunjang gaya hidup tersebut menyebabkan bergesernya kebiasaan dari berkumpul di rumah menjadi berkumpul di pusat perbelanjaan. Nongkrong di rumah sekarang dianggap sebagai kegiatan yang kuno dan jadul19, sebaliknya nongkrong di pusat perbelanjaan, restoran, atau cafe dianggap sebagai hal yang keren. Berbagai tempat nongkrong memberikan label berbeda pada status sosial seseorang, misalnya nongkrong di Starbucks berarti berkelas dan keren karena tempat itu mahal dan sering dikunjungi oleh kalangan eksekutif. Namun secara umum nongkrong di tempat yang mahal dan populer menjadikan seseorang berstatus sosial tinggi.
19
Singkatan dari jaman dulu. Istilah ini digunakan oleh kalangan dewasa awal untuk hal-hal yang dianggap ketinggalan jaman.
56
BAB VI KARAKTERISTIK DEWASA AWAL KOTA BOGOR
1.6
Karakteristik Pelajar (15-19 tahun) Pelajar kota Bogor yang menjadi subyek penelitian ini adalah siswa SMU
yang bersekolah di Kota Bogor dengan rentang usia 15 hingga 19 tahun. Perbandingan jumlah siswa laki-laki dan perempuan adalah 3 : 5 dan antara siswa SMU Negeri dan SMU Swasta 5 : 3. Berikut adalah pendapatan uang saku dan penggunaannya untuk menunjang gaya hidup mereka. 40 35 30 25 Uang saku
20
Pemanfaatan uang
15 10 5 0 < 500 ribu
500 ribu - 1 1 juta - 1.5 juta juta
> 1.5 juta
Gambar 7. Persentase Pelajar Berdasarkan Jumlah Uang Saku dan Pemanfaatannya Berdasarkan gambar 5 dapat dilihat bahwa rata-rata pelajar Kota Bogor memperoleh uang saku berkisar antara Rp 500.000,- hingga Rp 1.000.000,-. Dari 40 orang siswa hanya 10% yang mendapat uang saku di bawah Rp 500.000,- dan di atas 1 juta rupiah. Sekitar 20% mengaku selain mendapatkan uang saku perbulan mereka juga mendapat tambahan uang saku pada hari-hari tertentu. Beberapa orang memiliki pekerjaan sambilan dan beberapa lagi mendapat
57
tambahan uang saku dari anggota keluarga mereka yang lain. Terkadang mereka juga mendapat tambahan uang saku bila mengikuti kegiatan organisasi atau ekstra kulikuler. Kebiasaan merokok dimulai pada usia sekolah. Pendapat ini sesuai dengan data kesehatan 2001 yang menyatakan bahwa kebiasaan merokok tertinggi dimulai pada usia 15 sampai 19 tahun. Penelitian ini menegaskan bahwa survei tersebut benar. Dari 40 orang pelajar, sebanyak 62,5% adalah perokok tetap dan sisanya mengaku pernah mencoba merokok. 80% diantaranya mulai merokok pada usia 15-16 tahun sedangkan 20% sisanya merokok pada usia 13-14 tahun. Seluruh pelajar mengaku pertama kali mencoba merokok menggunakan rokok mild dan rokok yang paling sering digunakan adalah Sampoerna A Mild. Dari 25 orang perokok tetap, 72% diantaranya mengkonsumsi A Mild. 25 20 20 15 11 10 5
4
5 0 Perokok Tetap Dimulai usia 13-14 thn
Pernah Merokok Dimulai usia 15-16 thn
Gambar 8. Persentase Pelajar yang Merokok dan Usia Awal Merokok
Kebiasaan mengkonsumsi minuman keras di kalangan dewasa awal meningkat sejalan dengan mudahnya akses terhadap minuman keras. Hal ini ditunjang dengan semakin banyaknya tempat-tempat hiburan yang menyediakan minuman keras dalam menu. Terkadang mereka menjualnya pada anak di bawah
58
umur. Hal ini berhasil diketahui oleh peneliti saat mengunjungi salah satu lokasi penjualan minuman keras di daerah Bogor Timur. Penjual dengan bebas menjual minuman keras tersebut pada siapa pun yang membelinya, meskipun mereka adalah pelajar sekolah. Karena itu banyak dari pelajar yang mengaku mengkonsumsi minuman keras baik secara teratur maupun hanya mencobanya. Sekitar 50% dari total pelajar pernah mengkonsumsi minuman keras dan tiga perempat diantaranya mengaku pernah mabuk. Sebanyak 62,5% pelajar menyatakan bahwa kebiasaan mengkonsumsi minuman keras merupakan bagian dari lingkungan pergaulan mereka. Pelajar yang pernah mengkonsumsi minuman keras adalah pelajar yang menjadi perokok tetap. Hal ini menunjukkan bahwa pelajar yang merokok lebih mudah untuk mengkonsumsi minuman keras, bahkan mungkin narkoba. Hal ini seharusnya menjadi perhatian kalangan pendidik, orangtua, dan seluruh anggota masyarakat, termasuk produsen rokok. Dalam waktu luang kegiatan yang sering mereka lakukan adalah berkumpul (nongkrong) bersama teman-temannya. Hal ini dilakukan di pusat perbelanjaan, cafe dan restoran, atau di rumah salah satu pelajar. Untuk pecinta olahraga, kegiatan ini sering dilakukan di lapangan atau gedung olahraga, untuk pecinta musik, terkadang mereka melakukannya di studio musik. 50% dari pelajar mengaku melakukan kegiatan tersebut karena mereka menyukainya, sementara 30% menyatakan karena mereka ingin memiliki banyak teman dan sisanya melakukan kegiatan ini untuk menjadi populer atau tidak kuper (kurang pergaulan).
40 35 30 25 20 15
59
Ket: A = Nongkrong; B = Berbelanja busana; C = Menghadiri konser musik/dugem dan menonton di bioskop; D = koneksi internet; E = berbelanja buku/majalah; F = Berbelanja DVD/VCD/Playstation/Komputer, G = Berolahraga, H = Perawatan tubuh; I = Bermain Playstation/Komputer
Gambar 9. Persentase Pelajar dan Kegiatannya dalam Memanfaatkan Waktu Luang
Mereka juga melakukan kegiatan untuk menunjang penampilan mereka seperti pergi ke salon, berbelanja dan berolahraga. Berdasarkan gambar 9 dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan nongkrong merupakan kegiatan yang paling sering dilakukan oleh pelajar, mayoritas mereka melakukannya 10 hingga 20 kali dalam sebulan. Kegiatan berikutnya yang paling sering dilakukan adalah berolahraga dan bermain Playstation/Komputer. Kegiatan berolahraga merupakan salah satu kegiatan yang paling sering dilakukan karena pelajar memiliki mata pelajaran olahraga di sekolahnya sehingga dalam sebulan mereka berolahraga minimal 4 kali. Para pelajar yang berolahraga lebih dari 10 kali adalah pelajar yang mengikuti ekstrakulikuler olahraga seperti basket, sepakbola, voli, dan sebagainya. Sementara itu kegiatan bermain Playstation/Komputer merupakan salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh pelajar terutama pelajar laki-laki karena mereka menyukai keasyikan dari permainan tersebut tanpa resiko akan
60
terluka atau mengeluarkan uang banyak bila harus melakukan permainan asli yang disimulasikan
Playstation/Komputer
tersebut.
Tidak
jarang
mereka
memainkannya bersama teman mereka dan menjadikan permainan tersebut sebagai ajang taruhan agar lebih seru. Mereka bisa melakukannya di rumah masing-masing, di rumah salah satu teman, atau di rental Playstation yang kini tersedia hampir di setiap lingkungan pemukiman. Permainan yang paling disukai oleh para pelajar laki-laki adalah simulasi olahraga seperti NBA atau Winning Eleven dan petualangan seperti Tomb Raider, Resident Evil, atau Counter Strike. Terutama pada saat ini ketika film-film petualangan yang sukses pun mengeluarkan versi permainan komputer atau Playstation seperti permainan Harry Potter dan Lord Of The Rings. Menurut mereka, memainkan permainan baik playstation maupun PC komputer merupakan kegiatan yang menyenangkan. Misalnya pada simulasi olahraga, permainan tersebut membuat mereka berasa terlibat dalam permainan tersebut tanpa harus mendapat resiko yang mungkin akan diperoleh bila melakukan secara langsung. Sedangkan pada petualangan, permainan tersebut merangsang imajinasi dan membuat mereka merasa sebagai pahlawan atau penjahat tergantung pada karakter permainan tanpa harus beresiko terbunuh atau berurusan dengan hukum. Kegiatan menonton bioskop atau konser musik merupakan bagian dari gaya hidup yang populer saat ini. Berbagai jenis film asal luar negeri maupun dalam negeri tersedia di bioskop dan menurut para pelajar kegiatan menonton di bioskop beramai-ramai memiliki suasana yang berbeda dibandingkan menonton sendiri di rumah. Begitu juga dengan menghadiri acara musik, berbagai jenis
61
musik semakin populer sekarang, ditunjang dengan semakin maraknya acaraacara musik baik yang menampilkan musisi lokal, nasional, bahkan manca negara. Apalagi dengan adanya trend musik clubbing atau jenis musik yang diaransemen oleh seorang DJ. Gaya berpakaian dan penampilan merupakan suatu bentuk pernyataan. Dari penampilan seseorang biasa dinilai untuk pertama kalinya. Atas dasar itu pula pelajar banyak mengeluarkan uang untuk berbelanja dan menunjang penampilan
mereka.
Dengan
berpenampilan
menarik,
mereka
berusaha
menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang mengikuti trend, orang-orang yang memiliki selera menarik. Busana juga menjadi identitas. Misalnya seorang penggemar musik hip-hop akan mengenakan celana panjang yang gombrong, kaus keluaran butik lokal (yang lebih dikenal dengan istilah distro), dan asesoris tambahan berupa topi dan terkadang kalung besar. Sementara seorang penggemar olahraga seperti pencinta basket cenderung lebih sering mengenakan celana pendek dipadukan dengan kaus, sepatu olahraga dan terkadang jaket yang merupakan merek produsen pakaian olahraga terkemuka. Pelajar cenderung membeli pakaian berdasarkan modelnya yang sedang trend atau menyerupai pakaian yang dikenakan selebritis daripada melihat kualitas bahan dan jahitan. Rata-rata pelajar jarang memiliki busana bermerek terkenal karena keterbatasan biaya, meski ada beberapa pelajar yang berasal dari kalangan atas yang mengaku memiliki busana bermerek. Pelajar lebih memilih membeli beberapa busana dengan harga murah namun kualitas tidak terlalu baik daripada membeli sebuah busana dengan kualitas tinggi.
62
Lingkungan pergaulan pelajar kota Bogor cenderung mengelompok (cluster) berdasarkan jenis dan kualitas sekolah masing-masing. Para pelajar sekolah negeri cenderung berteman dengan pelajar dari sekolah negeri lainnya, atau dengan pelajar sekolah yang memiliki kualitas sekolah setara dengan sekolahnya. Di kota Bogor terdapat pengkategorian tidak resmi pada sekolah-sekolah terutama sekolah negeri. Sekolah-sekolah yang selalu menjadi favorit dan berkualitas dengan kriteria masuk yang tinggi seperti SMUN 1, SMUN 2, SMUN 5, SMU Regina Pacis dan SMU Bina Insani dianggap sebagai sekolah kelas atas, selanjutnya diikuti SMUN 3, SMUN 4, SMUN 6, SMUN 7, SMU YPHB, SMU Budi Mulia, SMU Mardi Yuana dan lainnya. Setelah itu adalah SMU Negeri 8 sampai 10, PGRI 1, SMU PGRI 4 dan SMU-SMU swasta lainnya. Sedangkan sekolah kejuruan digolongkan berbeda dengan sekolah-sekolah umum dan dianggap kurang berkelas. Salah satu penyebab anggapan tersebut karena rata-rata pelajar sekolah kejuruan datang dari keluarga menengah ke bawah sedangkan pelajar yang bersekolah di sekolah umum terutama sekolah-sekolah favorit yang digolongkan pada kelas atas rata-rata datang dari keluarga menengah ke atas. Pelajar sekolah umum lebih sering bergaul dengan sesama pelajar sekolah umum lainnya, begitu juga dengan pelajar sekolah kejuruan. Pelajar dari sekolahsekolah yang merupakan golongan kelas satu biasanya memiliki satu lingkungan pergaulan dengan sesama pelajar sekolah golongan kelas satu atau dengan pelajar yang bersekolah di sekolah golongan kelas dua. Selain itu, rata-rata pelajar SMU Negeri berteman dengan sesama pelajar SMU negeri lainnya. Hal ini menimbulkan status sosial yang berbeda.
63
Pada sekolah swasta, jenis sekolah tersebut yang mempengaruhi pergaulan antar sekolah. Misalnya pelajar sekolah swasta Islam dengan pelajar sekolah swasta Islam lainnya. Seperti pelajar SMU Bina Insani bergaul dengan pelajar SMU YPHB. Sementara itu pelajar sekolah umum jarang berada satu lingkup pergaulan dengan pelajar sekolah kejuruan. Secara umum, pelajar sekolah umum menganggap diri mereka lebih gaul dan berada di status sosial yang lebih tinggi daripada pelajar sekolah kejuruan. Karena adanya prestise dalam memasuki sekolah-sekolah favorit, hal ini menimbulkan status sosial yang berbeda antara pelajar sekolah favorit dan lainnya. Pelajar sekolah favorit merasa lebih superior dan percaya diri daripada pelajar sekolah lainnya. Pelajar di Kota Bogor juga sering berkelompok berdasarkan hobi. Misalnya pelajar yang gemar berolahraga akan banyak bergaul dengan pelajar lainnya yang juga gemar berolahraga, begitu juga yang bermain musik. Ini juga menimbulkan kelompok sosial berbeda (genk) antara pelajar yang disebut anak musik, abas20, asep21, dan sebutan-sebutan yang lain. Namun kelompok sosial ini pada akhirnya juga terbagi menjadi dua status sosial yaitu anak gaul, pelajar yang populer dan menarik, serta yang kuper dan biasa-biasa saja (tidak populer). Pelajar yang termasuk anak gaul merupakan bagian dari status sosial yang superior terhadap pelajar yang bukan anak gaul, karena mereka merasa diri mereka lebih keren dan menarik. Pelajar memiliki kecenderungan untuk bergaul hanya dengan sesama pelajar atau mahasiswa dengan rentang usia tidak berbeda. Tidak jarang pelajar 20
Singkatan dari sebutan anak basket yang diperuntukkan bagi para anggota ekstrakulikuler atau pecinta basket. 21 Singkatan dari sebutan anak sepakbola yang diperuntukkan bagi para anggota ekstrakulikuler atau pecinta sepakbola.
64
kelas 3 SMU hanya mau berteman dengan sesama pelajar kelas 3 SMU atau lebih tua. Pelajar akan merasa senang dan bangga bila berteman dengan orang yang lebih tua darinya. Misalnya murid SMU berteman dengan mahasiswa atau murid kelas 1 SMU dengan murid kelas 3 SMU. Menurut pelajar, hal ini membuat mereka merasa diri mereka menarik bagi orang-orang yang lebih dewasa dan dengan sendirinya membuat status sosial mereka meningkat. Kelompok yang populer biasanya tidak hanya terdiri dari satu. Biasanya terdapat beberapa kelompok populer di sekolah tiap angkatannya. Antara geng tersebut terkadang timbul bentrokan yang diakibatkan oleh hal-hal kecil seperti bersenggolan di lorong sekolah, berisik di kantin, atau rebutan pacar. Namun tidak jarang bentrokan itu didasari oleh hal-hal yang lebih sepele seperti anggota geng lain lebih kaya, lebih cantik, lebih putih, lebih tinggi, atau lebih populer. Sikap senioritas di kalangan pelajar amat besar. Hal ini yang menjadi dasar mengapa persahabatan antara pelajar lebih banyak terjadi di antara siswa pada satu angkatan. Bila ada yang berbeda angkatan biasanya dengan pelajar sekolah lain atau karena ada persamaan hobi atau berada dalam satu ekstrakulikuler. Persahabatan berbeda angkatan lebih mudah terjalin di antara pelajar yang berbeda jenis kelamin daripada sesama laki-laki atau sesama perempuan. Pelajar memilih melakukan kegiatan yang populer sesuai dengan trend bersama teman-temannya. Hal ini terlihat dari pilihan jenis musik, buku, dan barang elektronik yang mereka konsumsi. Mereka memilih mendengarkan musikmusik, membaca buku, dan membeli barang elektronik yang populer seperti menggunakan handphone yang memiliki fitur-fitur tertentu yang dapat mereka banggakan dalam pergaulan. Bahkan terdapat beberapa orang yang dengan jelas
65
menyatakan bahwa bila ia tidak bersama teman-temannya ia tidak akan melakukan kegiatan tersebut pada waktu luangnya. Penerimaan dan identitasi diri sebagai bagian dari suatu kelompok merupakan kebutuhan yang cukup dominan di kalangan pelajar. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan mereka untuk melakukan kegiatan tersebut secara kolektif daripada seorang diri. Pada kegiatan yang dilakukan di tempat umum seperti nongkrong, nonton di bioskop, olahraga, dan menghadiri konser musik atau dugem, pelajar lebih senang bila melakukannya bersama-sama dengan teman. Memiliki banyak teman dan dikenal oleh banyak orang berarti gaul dan populer. Hal ini menunjukkan bahwa popularitas menjadi hal yang penting bagi pelajar.
1.7
Karakteristik Pegawai (20-24 tahun) Pegawai kota Bogor yang menjadi subyek adalah pegawai yang bekerja di
Kota Bogor dengan rentang usia 20 hingga 25 tahun. Jumlah pegawai yang menjadi subyek penelitian berbanding 1:1 antara pegawai laki-laki dan pegawai perempuan dan 3:2 antara pegawai pemerintahan dan pegawai swasta. Pegawai yang menjadi subyek penelitian rata-rata merupakan lulusan jenjang pendidikan diploma dan strata satu. Lulusan diploma rata-rata bekerja di bagian administrasi dan teknis, sedangkan lulusan S1 bekerja di bidang teknis dan manajerial.
66
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Pegawai Berdasarkan Pendapatannya pada Tahun 2006. Pendapatan per bulan (Rp)
n
%
< 500.000,-
2
5
500.000 – 1.000.000,-
10
25
1.000.000 – 1.500.000,-
21
52,5
> 1.500.000,-
7
17,5
Jumlah
40
100
Pendapatan pegawai Kota Bogor cukup beragam tergantung pada jenis pekerjaan dan perusahaan tempat mereka bekerja. Namun angka yang paling sering muncul berada antara Rp 1.000.000,- hingga 1.500.000,-. Standar gaji kota Bogor mengikuti standar gaji Jakarta, namun masih ada beberapa pekerjaan yang dibayar di bawah standar gaji. Sebagai contoh terdapat dua orang pegawai (5%) yang memiliki pendapatan di bawah Rp 500.000,- . Keduanya berprofesi sebagai guru Taman Kanak-Kanak. Sementara tujuh orang pegawai yang memperoleh pendapatan di atas Rp 1.500.000,- bekerja di bidang manajerial seperti Manajer, Direktur, atau Kepala Bagian. Ketujuh orang pegawai tersebut adalah lulusan Strata satu sedangkan kedua pegawai yang bekerja sebagai guru TK merupakan lulusan program Diploma dan SMU. Dari total uang yang diperoleh baik pelajar maupun pegawai, lebih dari setengahnya habis untuk menunjang gaya hidup mereka. Jumlah uang yang dikeluarkan oleh pegawai setiap bulannya berkisar antara lima ratus ribu rupiah hingga satu juta rupiah. Hal ini dikarenakan pegawai memiliki penghasilan sendiri
67
dan otoritas dalam mengatur keuangan. Berbeda dengan pelajar yang masih tergantung pada orang tua atau wali. 30 24
25 20 15 10
8 3
5
5
0 Perokok Tetap Dimulai usia 13-14 thn
Pernah Merokok Dimulai usia 15-16 thn
Gambar 10. Persentase Pegawai yang Merokok dan Usia Awal Merokok
Sebanyak 80% dari total pegawai adalah perokok tetap dan sisanya mengaku pernah merokok atau setidaknya pernah mencoba merokok. 25% menyatakan memulai kebiasaan merokok sejak usia 13-14 tahun, dan sisanya pada usia 15-16 tahun. Rata-rata pegawai mengkonsumsi satu bungkus rokok setiap harinya dan membelanjakan lebih dari dua ratus ribu untuk rokok setiap bulannya. Semua pegawai memulai kebiasaan merokok dengan menggunakan rokok Low Tar Low Nicotin (LTLN) seperti A Mild. 75% menyatakan bahwa mereka mencoba merokok dengan menggunakan A Mild dan hanya 25% yang kemudian berpindah mengkonsumsi merek lain. Perokok perempuan cenderung lebih menyukai rokok LTLN sedangkan perokok laki-laki berimbang antara rokok LTLN dan rokok dengan tar dan nikotin yang cukup besar seperti Marlboro, Djarum Black, atau kretek seperti Dji Sam Soe.
68
Tabel 2. Jumlah Pegawai dan Merek Rokok Favorit. No.
Merek Rokok
Jumlah
1.
Sampoerna A Mild
10
2.
Marlboro Lights menthol
7
3.
Marlboro
6
4.
LA Lights
6
5.
Djarum Black
4
6.
Lainnya
7
Total
40
Terdapat dua tipe awal seseorang menjadi perokok. Tipe pertama adalah perokok yang memulai kebiasaan merokok karena dipengaruhi oleh pergaulan dan memiliki masalah. Tipe kedua adalah perokok yang memulai kebiasaannya karena ingin memuaskan rasa ingin tahu. Perokok tipe pertama cenderung sulit untuk melepaskan diri dari kebiasaan merokok. Hal ini karena rokok menjadi alat pelepasan stres atau pelarian dari masalah. Karena itu meski sudah berusaha berhenti, setiap kali mereka mengalami masalah, mereka kembali merokok. Sedangkan bagi perokok tipe kedua lebih mudah untuk menghentikan kebiasaan merokok. Karena saat rasa ingin tahu mereka terpuaskan, mereka tidak merasakan dorongan untuk terus mengkonsumsi rokok, sehingga lebih mudah bagi mereka untuk berhenti. Tidak hanya rokok, namun minuman keras juga merupakan bagian dari gaya hidup mayoritas lingkungan pergaulan kalangan pegawai. Beberapa memperoleh akses kepada minuman keras lewat pekerjaan, yaitu bekerja pada perusahaan asing yang kerap menjamu tamu dari luar negeri. Karena itu mereka turut mengkonsumsi minuman keras untuk menghormati tamu. Namun peminum
69
jenis ini (disebut juga peminum sosial) jarang sekali mabuk dan hanya mengkonsumsi minuman keras demi kepentingan pekerjaan. Akan tetapi banyak juga yang memperoleh minuman keras lewat gaya hidup mereka, terutama pecinta dugem yang sering datang ke bar dan diskotek yang menyediakan minuman keras dalam jumlah besar. Peminum jenis ini biasanya sering atau pernah mabuk. Namun kegiatan minum minuman keras ini merupakan kegiatan kolektif yang dilakukan bersama-sama, dan bukan kegiatan personal. Berbeda dengan pelajar, kalangan pegawai lebih terbuka dalam menerima prinsip orang yang tidak mengkonsumsi rokok atau alkohol dalam lingkungan pergaulan mereka selama tidak saling mencampuri urusan masing-masing. Biasanya orang yang tidak mengkonsumsi rokok atau alkohol memilih bersikap toleran dalam batasan tertentu kepada temannya yang mengkonsumsi rokok dan alkohol. Sebaliknya, perokok dan peminum pun bersikap lebih menghargai temannya yang bukan perokok atau peminum dengan tidak mengkonsumsi berlebihan atau tidak mengkonsumsi sama sekali saat sedang bersama-sama. Dibandingkan dengan pelajar, pegawai cukup sering menghabiskan waktu luang mereka di luar kota Bogor seperti di Jakarta, Depok atau bahkan Bandung. Salah satu penyebabnya adalah karena kota-kota besar seperti Jakarta memiliki koleksi busana pakaian bermerek lebih lengkap dan baru dan tempat-tempat nongkrong yang lebih bervariasi daripada Bogor, selain itu akses mereka terhadap kota-kota tersebut lebih besar daripada pelajar, baik dari ijin orangtua atau wali maupun dari segi uang yang mereka miliki. Kebiasaan membaca dan mendengarkan musik cukup merata di kalangan pegawai. Mereka yang melakukan kegiatan membaca buku atau mendengarkan
70
musik lebih eksklusif dibandingkan pelajar dalam memilih jenis buku atau musik yang mereka sukai. Hal ini bisa dilihat dari intensitas mereka berbelanja buku atau CD yang mereka sukai. Juga dari kesetiaan mereka membaca jenis buku dan mendengarkan jenis musik yang mereka sukai. Untuk kegiatan kolektif seperti nongkrong atau menghadiri acara musik dan nonton bioskop, atau berolahraga, pegawai lebih sering melakukannya dalam jumlah sedikit (2-5 orang) daripada pelajar (6-10 orang). Mereka juga lebih sering melakukan berbagai kegiatan dengan pasangan masing-masing dibandingkan pelajar. Kegiatan nongkrong merupakan kegiatan yang lazim dilakukan oleh para pegawai. Biasanya mereka melakukannya sepulang kerja bersamaan dengan waktu makan malam dan di akhir pekan. Hal ini terutama dilakukan oleh pegawai yang tinggal seorang diri karena enggan langsung pulang ke rumah. Mereka memilih untuk berkumpul dengan teman-teman sambil menikmati makan malam dan baru pulang bila sudah larut. Pada pegawai yang masih tinggal dengan orangtua pun seringkali hal ini terjadi terutama pada pegawai laki-laki atau pada pegawai yang memiliki orangtua cukup demokrat dan tidak mencampuri kegiatan anak mereka.. Tidak jarang mereka berpindah tempat, bila sebelumnya mereka berada di gerai coffee shop di pusat perbelanjaan, saat malam semakin larut mereka akan pindah ke restoran, cafe, atau warung tenda.
71
40 35 30 25 20 15 10 5 0 A
B
C
Tidak Pernah
D
E
< 10 kali
F 10 - 20 kali
G
H
I
> 20 kali
Ket: A = Nongkrong; B = Berbelanja busana; C = Menghadiri konser musik/dugem dan menonton di bioskop; D = Koneksi internet (informasi); E = Berbelanja buku; F = Berbelanja CD/DVD/MP3/Playstation/Komputer; G = Olahraga; H = Perawatan tubuh di salon/spa; I = Bermain permainan
Gambar 11. Persentase Pegawai Berdasarkan Kegiatannya dalam Memanfaatkan Waktu Luang
Dalam
kegiatan
bermain
Playstation/Komputer,
mereka
kerap
melakukannya sendirian atau bersama-sama teman di rumah masing-masing atau salah satu teman. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada akhir pekan atau sepulang kerja. Tidak jarang pegawai laki-laki yang tidak memiliki jadwal kerja padat berkumpul dengan teman-temannya sepulang kerja di rumah salah seorang dari mereka dan bermain hingga pagi hari. Sedangkan pegawai perempuan biasanya tidak begitu menggemari Playstation/Komputer seperti pegawai laki-laki. Permainan yang mereka mainkan berbeda dengan laki-laki yaitu simulasi keluarga seperti The Sims atau simulasi restoran seperti Diner Dash. Mereka juga tidak bermain sebanyak dan selama laki-laki, terkadang mereka hanya bermain untuk menghabiskan waktu meski ada juga beberapa yang amat menggemari Playstation/Komputer seperti laki-laki.
72
35 30 25 20 15 10 5 0 A
B
C
D
E
F
G
H
I
Penggunaan uang < 100 ribu
100 ribu - 500 ribu
500 ribu - 1 juta
> 1 juta
Ket: A = Nongkrong; B = Berbelanja busana; C = Perawatan tubuh di salon/spa; D = Menghadiri konser musik/dugem dan menonton di bioskop; E = Penggunaan pulsa (komunikasi); F = Berbelanja buku, G = Berbelanja CD/DVD/MP3/Playstation/Komputer; H = Koneksi internet (informasi) I = Olahraga
Gambar 12. Persentase Pegawai Berdasarkan Penggunaan Uang dalam Pemanfaatan Waktu Luang
Pengeluaran terbesar pegawai Kota Bogor lebih beragam dibandingkan pelajar. Meskipun pengeluaran terbesar mereka tetap untuk nongkrong, pengeluaran mereka yang lain hampir berimbang seperti yang terlihat pada gambar 12 yaitu berkisar antara Rp 500.000 hingga 1 juta rupiah. Pengeluaran terbesar kedua adalah berbelanja busana. Penyebabnya adalah tuntutan pada lingkungan pekerjaan untuk menampilkan diri berkualitas dan berkelas. Terutama pegawai yang bekerja di bidang yang mengharuskannya untuk bertemu banyak orang. Karena itu pegawai lebih mementingkan kualitas daripada kuantitas. Ketika berbelanja busana, sebagian besar pegawai lebih fokus pada jahitan, potongan busana, dan bahan yang digunakan, serta merek. Salah satu alasan mereka mempertimbangkan sebuah merek karena menurut mereka, merek terkenal memiliki jaminan mutu dan kualitas.
73
Bila pelajar lebih sering menggunakan busana produk distro atau keluaran outlet, pegawai lebih tertarik untuk berbelanja pada butik atau toko pakaian terkemuka. Contohnya antara lain seperti Sogo, Matahari, Metro, atau butik-butik seperti Simplicity, Levis, Nike, dan The Body Shop. Salah satu alasan mereka berbelanja merek-merek tersebut adalah karena jaminan kualitasnya dan juga karena busana produk merek ternama akan meningkatkan gengsi mereka baik di lingkungan pekerjaan maupun lingkungan pergaulan. Seperti yang telah dikemukan di bab sebelumnya, gaya berpakaian dan penampilan merupakan suatu pernyataan. Menurut beberapa orang pegawai, dengan pakaian resmi yang berkualitas tinggi mereka ingin menyatakan bahwa mereka kompeten dan berkualitas dalam pekerjaan mereka. Dengan pakaian santai yang tidak kalah berkualitasnya, mereka menyatakan bahwa mereka adalah orangorang sukses. Meskipun mereka lebih mementingkan kualitas, bukan berarti mereka tidak memperhatikan trend, pegawai yang
merupakan seorang
fashionista22 tidak segan untuk mengeluarkan uang yang lebih banyak untuk membeli sebuah baju merek terkenal dibandingkan membeli baju dengan model sama namun bukan keluaran merek terkenal. Pegawai juga mengeluarkan uang dalam jumlah cukup besar untuk kebutuhan berkomunikasi. Yaitu berkisar antara seratus ribu rupiah hingga lima ratus ribu rupiah dengan angka rata-rata yang paling tepat adalah tiga ratus ribu rupiah. Mereka juga mengeluarkan uang yang sukup besar untuk keperluan koneksi pada internet. Meskipun di beberapa perusahaan menyediakan koneksi
22
Istilah populer untuk orang-orang yang sangat peduli pada perkembangan busana serta selalu berusaha mengikuti perkembangan trend. Biasanya mereka selalu mengenakan pakaian bermerek terkenal
74
internet gratis bagi karyawannya, namun mereka tetap melakukan koneksi di luar kantor seperti di warnet, dengan menggunakan handphone, PDA, atau memasang instalasi internet di rumah. Bila pelajar cenderung menggunakan internet untuk mencari bahan tugas atau bersenang-senang seperti pada www.friendster.com23, pegawai lebih banyak menggunakan fasilitas email dan website untuk pekerjaan mereka. Terutama bila pekerjaan mereka berkaitan dengan internet seperti programer, IT, Public Relation, manajer, atau direktur. Kelompok pegawai di Kota Bogor cenderung berkelompok bukan berdasarkan profesi melainkan berdasarkan hobi dan kesamaan. Meskipun terdapat kelompok-kelompok dalam satu perusahaan, namun dasar pertemanan mereka adalah karena adanya kesamaan minat. Misalnya penggemar billiard akan berkumpul dengan sesama penggemar billiard dan mereka akan sering menghabiskan waktu luang (leisure) di tempat-tempat billiard. Begitu juga dengan pencinta musik dan olahraga. Banyak juga yang berkelompok karena bersahabat sejak masa sekolah atau kuliah. Kemudian mereka membawa teman-teman di lingkungan pekerjaan atau rumah yang memiliki minat yang sama untuk bergabung hingga membentuk kelompok besar. Terkadang terdapat kelompok pergaulan pegawai berdasarkan profesi (misalnya sesama sales atau sesama programer) namun dasar utama persahabatan mereka adalah kecocokan dan persamaan yang ada di antara mereka. Lingkup pergaulan pegawai sangat luas. Tidak jarang ditemukan dalam satu lingkup pergaulan seorang supir bersahabat dengan seorang manajer atau lulusan SMU dengan lulusan S1 karena mereka sama-sama menyukai hobi yang 23
Sebuah situs yang berfungsi sebagai jejaring pertemanan dan berisi mengenai data-data setiap anggotanya
75
sama. Beberapa di antara mereka juga bersahabat dengan mahasiswa atau pelajar, meski mereka merasa memiliki status sosial lebih tinggi daripada mahasiswa atau pelajar, terutama bila mereka memiliki pekerjaan yang baik dan bisa dibanggakan. Dasar pertemanan pegawai pun beragam. Mulai dari persamaan hobi, pekerjaan, teman sejak sekolah, atau teman nongkrong. Pegawai dengan berbagai status sosial dan gaya hidup bisa berteman dalam satu lingkungan pergaulan. Akan tetapi bila ada seseorang yang merasa tidak cocok atau tidak nyaman dengan lingkungan pergaulan tersebut, ia dengan segera bisa berpindah ke lingkungan pergaulan yang lain tanpa mengubah gaya hidup atau status sosialnya. Dalam menghabiskan waktu luang, pegawai lebih merata membagi waktu mereka antara teman, keluarga, pasangan, maupun untuk sendiri. Pegawai juga sering melakukan kegiatan seorang diri. Seperti misalnya koneksi internet karena mereka lebih sering melakukannya di kantor atau di rumah. Begitu juga dengan kegiatan berbelanja. Mereka sering melakukannya sendiri dibandingkan pelajar. Hal ini menunjukan tingkat kemandirian pegawai yang lebih tinggi daripada pelajar. Meski teman tetap memiliki posisi tertinggi dalam pergaulan, namun pasangan dan keluarga pun cukup berimbang. Posisi pasangan jauh lebih tinggi pada pegawai dengan status menikah dibandingkan yang masing berpacaran. Pegawai juga tidak bermasalah dengan melakukan kegiatan-kegiatan gaya hidup seorang diri, terutama kegiatan seperti perawatan tubuh di salon atau spa dan olahraga. Pemakaian pulsa pun cukup berimbang, bahkan pemakaian untuk pekerjaan dan pasangan lebih besar daripada untuk teman. Hal ini menunjukkan bahwa baik teman, pasangan, maupun keluarga menempati posisi yang penting bagi pegawai namun bukan yang utama.
76
Gaya hidup kelompok pegawai sifatnya lebih plural. Ada beberapa pegawai yang memiliki gaya hidup amat konsumtif dengan hampir setiap hari nongkrong di pusat perbelanjaan, dugem pada akhir pekan, dan membeli barangbarang yang mahal dan berkualitas. Namun ada juga pegawai yang memiliki gaya hidup tidak konsumtif dengan memilih menghabiskan waktu luang di rumah dan tidak suka berbelanja barang mahal dan populer. Hal ini dikarenakan pada kelompok pegawai, masing-masing individu dapat sudah mampu menentukan sendiri apa yang diinginkannya dan tidak semudah pelajar dalam terpengaruh oleh teman ataupun lingkungan.
77
BAB VII PEMAKNAAN SISTEM SIMBOL DALAM IKLAN SAMPOERNA A MILD ‘TANYA KENAPA’
Pembuatan iklan berkaitan dengan kepentingan bisnis dan kepentingan sosial. Iklan tidak hanya bisa menjadi media komersil untuk memasarkan produk, melainkan juga sebagai media untuk membentuk opini atau menciptakan trend. Bahasa yang digunakan dalam iklan kemudian digunakan dalam kehidupan sehari-hari merupakan satu bentuk penciptaan trend yang dilakukan oleh iklan. Karena itu dalam memaknai iklan, dibagi menjadi dua tipe. Tipe pertama adalah memaknai iklan media komersil semata-mata bertujuan untuk meningkatan penjualan produk demi kepentingan bisnis. Tipe ini memaknai iklan sebagai ilusi yang sengaja diciptakan untuk menipu konsumen agar mempercayai iklan tersebut, bersimpati pada produk yang diiklankan, dan kemudian mengkonsumsi produk tersebut. Dengan kata lain, tipe ini memiliki pandangan skeptis terhadap iklan. Tipe kedua adalah memaknai iklan tidak hanya semata-mata untuk kepentingan bisnis, melainkan juga kepentingan sosial. Tipe ini meyakini bahwa iklan dibuat atas dasar kepedulian atas kondisi masyarakat saat ini dan membentuk opini publik, tidak hanya semata-mata untuk menaikkan penjualan, namun juga untuk mendidik masyarakat. Iklan A Mild selalu memuat isu-isu sosial yang sedang hangat di masyarakat. Pihak Sampoerna menyatakan bahwa melalui iklan-iklan A Mild
78
versi ‘Tanya Kenapa?’, mereka berniat untuk mengajak masyarakat agar lebih kritis dalam menghadapi segala permasalahan dan tidak hanya sekedar menerima keadaan. Tipe pertama berarti tidak mempercayai pernyataan ini sedangkan tipe kedua berarti percaya pada pernyataan ini. Dari masing-masing tipe, muncul pendapat yang beragam mengenai makna iklan-iklan A Mild bagi mereka.
8.1
Pemaknaan Sistem Simbol dalam Iklan Sampoerna A Mild oleh Pelajar Kota Bogor Mau Pintar Kok Mahal
40 35
Koboi vs Indian
30 25
Banjir
20 15
5
Kalo Gampang Kenapa Dibuat Susah
0
Mencari Celah
10
Tipe 1
Tipe 2
Gambar 13. Pemaknaan iklan Sampoerna A Mild oleh Pelajar
Pada iklan pertama yaitu versi ‘Mau Pintar Kok Mahal’, terdapat beberapa variasi pemaknaan. Beberapa pemaknaan yang diutarakan oleh pelajar antara lain: “...lumayan lucu, terutama bagian masukin uang ke mesin. Menurut gue sih A Mild memang sengaja bikin iklan begini memanfaatkan masa kenaikan kelas.” Dan “...biaya pendidikan di Indonesia itu mahal banget, perguruan tinggi negeri aja sekarang bisa puluhan sampai ratusan juta.”
79
Total sebanyak 36 orang memaknai iklan tersebut atas dasar kepentingan sosial, dan hanya 4 orang yang memandangnya sebagai bentuk media komersil semata. Hal ini disebabkan karena isu yang diangkat oleh iklan tersebut merupakan isu yang dekat dengan pelajar, yaitu masalah tingginya biaya pendidikan. Dalam iklan ini, yang memaknai iklan sebagai media komersil (tipe 1) hanyalah pelajar dengan gaya hidup tidak konsumtif, sedangkan pelajar dengan gaya hidup konsumtif kesemuanya memaknai iklan sesuai tipe 2. Tipe 1 (Kepentingan bisnis) Iklan ini bersikap seakan-akan peduli pada pendidikan untuk menarik konsumen kalangan pendidikan (pelajar&mahasiswa)
Tipe 2 (Kepentingan Sosial) Biaya pendidikan di Indonesia sangat mahal
Lembaga pendidikan memeras murid/mahasiswanya untuk memperoleh keuntungan. Matriks 1. Pemaknaan Iklan versi ‘Mau Pintar Kok Mahal’ oleh Pelajar
Pada iklan ini, pelajar lebih kritis dalam memaknai iklan. Salah satunya adalah pelajar yang menyatakan iklan ini sebagai perwujudan kepentingan bisnis semata. Menurutnya iklan ini bukan sebagai bentuk kepedulian produsen produk pada isu sosial, melainkan semata-mata sebagai usaha menarik simpati kalangan pendidikan agar tertarik untuk mengkonsumsi A Mild. Sedangkan pelajar dengan gaya hidup konsumtif rata-rata memiliki pemaknaan iklan yang serupa, yaitu sebagai perwujudan kepentingan sosial dan kepedulian perusahaan. Pada iklan kedua, yaitu versi ‘Koboi versus Indian’, salah satu pegawai mengatakan “...nggak gitu ngerti maksud iklannya, kenapa juga pakai koboi sama indian? Kan lebih pas kalau bikin yang mencerminkan budaya Indonesia”.
80
Total sebanyak 27 orang pelajar memaknai iklan ini sebagai perwujudan kepentingan bisnis semata, dan 13 orang sebagai perwujudan kepentingan sosial dan kepedulian perusahaan. Alasannya karena menurut mereka iklan ini tidak mencerminkan budaya Indonesia sehingga mereka kurang merasa adanya keterkaitan emosional dengan iklan ini. Tipe 1 (Kepentingan Bisnis) Tema koboi dipilih karena ingin menampilkan budaya Amerika yang dianggap keren
Tipe 2 (Kepentingan Sosial) Indian kalah dari Koboi karena koboi unggul dalam segalanya
Keterlambatan menyebabkan Iklan ini menggunakan sejarah yang kekalahan diparodikan sebagai cara menarik perhatian konsumen Matriks 2. Pemaknaan Iklan versi ‘Koboi versus Indian’ oleh Pelajar
Meski kurang adanya ikatan emosional, beberapa orang pelajar memaknai iklan ini sebagai penggambaran bahwa keterlambatan menyebabkan kekalahan. Penggambaran ini ditunjukkan oleh adegan seorang Indian dikejar oleh sekelompok Koboi karena Indian tersebut muncul sendirian saat teman-temannya terlambat. Hal ini diperkuat oleh kalimat yang muncul pada akhir iklan yaitu: ‘Kalau gue tepat kenapa yang lain tidak’. Sedangkan beberapa orang pelajar menganggap iklan tersebut sebagai usaha produsen untuk menarik perhatian masyarakat dengan cara mengaburkan fakta dan menggunakan sejarah demi kepentingannya. Iklan yang ketiga adalah iklan versi ‘Banjir’. Rata-rata pelajar bersikap netral terhadap iklan ini. Salah satu pemaknaan yang mereka kemukakan adalah “...lucu, gue suka bagian mereka siap-siap, kesannya nyambut banjir. Udah gitu setelah nyebur ketemu orang pemda, kesannya nyindir pemerintah ga bisa apa-apa banget.”.
81
Meski iklan ini tidak menjadi favorit para pelajar, mayoritas memaknai iklan ini sebagai wujud kepedulian perusahaan pada isu banjir. Hanya 6 orang yang memaknai iklan ini sebagai perwujudan kepentingan bisnis semata, sedang 34 orang memaknai iklan ini sebagai bentuk kepentingan sosial. Meski penduduk di Bogor tidak atau jarang terkena banjir, namun mayoritas dapat merasakan adanya hubungan emosional dengan isu yang dikemukakan oleh iklan ini dan merasa bahwa iklan ini memang dimaksudkan untuk menyadarkan konsumen akan banjir. Salah satu alasannya karena masalah banjir ini sering dikaitan dengan kiriman air dari Bogor. Tipe 1 (Kepentingan Bisnis) Masalah banjir bukan masalah sederhana yang bisa dengan mudah diselesaikan
Tipe 2 (Kepentingan Sosial) Pemerintah tidak mampu menanggulangi masalah banjir
A Mild menunjukkan seakan-akan peduli pada masalah banjir, namun tidak melakukan apapun untuk membantu mengatasinya Matriks 3. Pemaknaan iklan versi ‘Banjir’ oleh Pelajar
Beberapa orang pelajar langsung menyatakan bahwa iklan ini merupakan sindiran kepada pemerintah karena tidak mampu mengatasi masalah banjir yang datang setiap tahun. Sindiran ini tergambarkan pada ekspresi remaja dalam iklan yang terlihat seakan-akan gembira dan tidak sabar menanti datangnya banjir. Kemudian ketika banjir datang, mereka langsung melompat dari jendela untuk berenang dalam banjir. Namun ada juga yang bersikap lebih kritis dengan menyatakan bahwa banjir merupakan masalah semua orang yang seharusnya ditangani bersama-sama, dan bukan hanya tanggung jawab pemerintah.
82
Iklan yang keempat adalah iklan versi ‘Harusnya Gampang Dibikin Susah.’ yang menggambarkan seorang pegawai pemerintahan yang mempersulit seorang warga yang akan mengurus surat-surat keterangan diri. Pegawai tersebut hanya tinggal membubuhkan cap pada surat-surat tersebut namun tidak melakukannya segera dan malah asyik dengan urusan sendiri. Terdapat 9 orang pelajar yang memaknai iklan ini sebagai media komersil semata dan 31 orang sebagai perwujudan kepentingan sosial. Mayoritas pelajar menyukai iklan ini dan menganggapnya sangat lucu. Salah satu pemaknaan mereka adalah: “Keren abis, gue suka ekspresi orang yang nunggunya, bego banget. Tapi bener banget tuh iklan, ngurus KTP aja bisa lama banget.” Atau “Lucu sih, tapi menurut gue berlebihan. Kesannya pegawai pemerintah nggak ada kerjanya, padahal kan nggak bener.”.
Mayoritas pelajar yang memaknai iklan ini sebagai wujud kepedulian perusahaan akan isu sosial menyatakan bahwa pegawai pemerintahan, terutama pegawai kelurahan atau kecamatan, memang kerap mempersulit hal-hal yang mudah seperti pengurusan KTP atau surat penting lainnya. Namun ketika ditanyai lebih lanjut, hanya sedikit yang pernah mengalami kejadian yang diparodikan oleh iklan tersebut. Sebagian besar hanya mendengar dari teman atau memiliki teman yang mengalami masalah serupa. Beberapa orang memaknai iklan ini sebagai bentuk kapitalis karena menurut mereka tidak semua pegawai pemerintah bertindak seperti yang digambarkan dalam iklan.
83
Tipe 1 (Kepentingan Bisnis) A Mild memanfaatkan isu yang cukup sensitif untuk keuntungan pribadi
Tipe 2 (Kepentingan Sosial) Pegawai pemerintahan memang kerap mempersulit pelayanan hal-hal yang mudah
A Mild seenaknya saja membuat iklan yang bisa menimbulkan citra buruk pada pegawai pemerintah.
Pegawai pemerintah lebih sering bersantai-santai dan mengobrol di tempat kerja daripada menyelesaikan pekerjaannya.
Matriks 4. Pemaknaan iklan versi ‘Harusnya Gampang Dibikin Susah’ oleh Pelajar Iklan
yang
terakhir
adalah
iklan
versi
‘Mencari
Celah’
yang
menggambarkan seorang pencari kerja yang menawarkan ijazah dan gelarnya pada seorang bapak-bapak yang tengah berada di kendaraan saat lampu merah. Saat ia dan ijazahnya tidak diperdulikan, ia terus berusaha untuk menawarkan sesuatu, hingga akhirnya ia menawarkan remote control yang bisa mengubah lampu lalu lintas. Remote itu sendiri akhirnya dibeli oleh bapak-bapak dalam kendaraan yang malah asyik memainkannya. Pelajar memaknai iklan ini dengan menyatakan “Lucu abis, sekarang memang susah cari kerja kalau cuma ngandalin ijazah doang.” Dan “A Mild manfaatin masalah pengangguran supaya orang-orang tertarik.”.
Meski banyak pelajar menyukai iklan ini dan menganggapnya sebagai iklan yang lucu, sekitar 14 orang memaknai iklan ini sebagai perwujudan kepentingan bisnis semata untuk meraup keuntungan. Menurut mereka, iklan ini seakan-akan menunjukkan kepedulian A Mild pada masalah pengangguran. Padahal sesungguhnya ini hanya trik untuk menarik perhatian konsumen. Namun bagi 26 orang pelajar yang memaknai iklan ini sebagai perwujudan kepentingan
84
sosial, mereka menganggap iklan ini sebagai bentuk parodi akan kenyataan bahwa saat ini memang sulit mencari pekerjaan. Tipe 1 (Kepentingan Bisnis) Iklan ini menunjukkan seakan-akan A Mild peduli pada masalah pengangguran.
Tipe 2 (Kepentingan Sosial) Persaingan di dunia kerja semakin ketat sehingga para lulusan harus lebih kreatif untuk mendapat pekerjaan.
Banyak orang bekerja dengan menghalalkan segala cara, dan itu sesungguhnya yang tercermin dalam iklan ini
Lulusan sekolah saat ini memang tidak bisa mengandalkan ijazah semata.
Matriks 5. Pemaknaan iklan versi ‘Mencari Celah’ oleh Pelajar
Mayoritas pelajar memaknai rangkaian iklan A Mild berslogan ‘Tanya Kenapa?’ sebagai cerminan penggunaan benda sebagai bentuk hubungan emosional dan sosial. Hanya sedikit yang memaknai iklan-iklan A Mild sebagai perwujudan kepentingan bisnis semata. Meski mereka tidak merasa ada hubungan emosional dengan semua isu-isu yang digambarkan dalam iklan-iklan A Mild, namun para pelajar menganggap iklan-iklan A Mild menunjukkan kepedulian Sampoerna terhadap masalah yang dihadapi masyarakat.
8.2
Pemaknaan Sistem Simbol dalam Iklan Sampoerna A Mild oleh Pegawai Kota Bogor Sebagian besar pegawai (80%) menyatakan telah mengetahui bahwa iklan-
iklan tersebut adalah iklan A Mild sebelum merek A Mild dimunculkan dalam iklan karena keunikan iklan tersebut. 50% pegawai berpendapat bahwa iklan-iklan A Mild unik, menarik, dan berbeda dengan iklan-iklan rokok lainnya. Sementara
85
pegawai lainnya menganggap iklan-iklan A Mild berisi humor cerdas yang menggambarkan keadaan masyarakat dalam bentuk sindiran (satir).
14 12 10 8 6 4 2 0 Mau Pintar Kok Mahal
Koboi
Suka
Banjir
Pegawai Pemerintah
Mencari Celah
Kurang suka
Gambar 14. Iklan-Iklan A Mild Yang Disukai dan Kurang Disukai Oleh Pegawai. Pemaknaan pegawai cukup berimbang, hal ini juga bisa dilihat dari iklan A Mild yang disukai dan kurang mereka sukai. Misalnya mengenai iklan yang paling disukai oleh pegawai, angkanya cukup berimbang antara kelima iklan. Namun yang menarik adalah pegawai yang menyukai iklan versi pegawai pemerintahan sebagian besar adalah pegawai swasta karena mereka sendiri atau teman mereka pernah mengalami apa yang dialami oleh model yang dalam iklan tersebut sedang mengurus surat-surat di kantor pemerintah. Sedangkan pegawai negeri cenderung kurang menyukai iklan tersebut, alasannya menurut pegawai negeri karena iklan tersebut tidak sepenuhnya benar dan memberi kesan bahwa semua pegawai pemerintah bersikap seperti yang disimbolkan dalam iklan. Meski begitu mayoritas mengakui bahwa iklan tersebut lucu dan menarik.
86
Pemaknaan Pegawai 35
Mau Pintar Kok Mahal Koboi vs Indian
30 25 Banjir
20 15
5
Kalo Gampang Kenapa Dibuat Susah
0
Mencari Celah
10
Tipe 1
Tipe 2
Gambar 15. Pemaknaan iklan Sampoerna A Mild oleh pegawai Dari gambar di atas, bisa dilihat bahwa pemaknaan pegawai cukup seragam dalam setiap iklannya. Ada konsistensi dalam memaknai iklan, pegawai yang memaknai iklan pertama sebagai perwujudan kepentingan bisnis semata, rata-rata juga memaknai iklan-iklan yang lainnya dengan pemaknaan serupa. Begitu pun sebaliknya dengan pegawai yang memaknai iklan sebagai bentuk cerminan penggunaan benda dalam hubungan emosional dan sosial. Pada iklan versi ‘Mau Pintar Kok Mahal’, rata-rata pegawai yang memaknai iklan ini sebagai bentuk cerminan hubungan emosional dan sosial mengaku menyukainya terutama pada adegan ketika model iklan memasukkan uang logam satu demi satu ke dalam mesin otomat. Menurut mereka, adegan ini menggambarkan kenyataan bahwa seseorang mengeluarkan uang dalam jumlah besar terus menerus untuk memperoleh gelar pendidikan. Berikut pernyataan mereka: “karena pendidikan itu wajib, seharusnya biayanya tidak semahal sekarang. Akibatnya untuk mendapat gelar pendidikan harus mengeluarkan uang banyak, padahal kadang nggak kepake
87
juga” dan “...pendidikan selalu menjadi isu penting yang muncul setiap tahun. menurut saya A Mild memanfaatkannya dengan cerdik.”.
Sebanyak 13 orang memaknai iklan ini sebagai perwujudan kepentingan bisnis semata. Menurut mereka, A Mild dengan cerdik memanfaatkan isu mahalnya pendidikan yang selalu muncul setiap tahun untuk menarik simpati konsumen. Apalagi iklan ini merupakan iklan perdana dari tema ‘Tanya Kenapa?’ sehingga harus provokatif dan menarik. Tipe 1 A Mild mengangkat tema ini sematamata untuk menarik simpati konsumen.
Tipe 2 Biaya pendidikan semakin mahal dan terus membebani masyarakat
Mendapat gelar pendidikan adalah tuntutan, namun untuk mencapainya harus melakukan pengorbanan yang amat besar dan terkadang tidak sebanding dengan yang diperoleh Matriks 6. Pemaknaan Iklan versi “Mau Pintar Kok Mahal’ oleh Pegawai
Isu mengenai mahalnya pendidikan selalu muncul setiap tahun, dan A Mild dengan cerdik memanfaatkannya.
Iklan versi Koboi tidak begitu disukai karena menurut pegawai iklan tersebut aneh dan sulit dipahami. Alasannya adalah karena iklan tersebut menggunakan kultur barat bila dibandingkan dengan iklan-iklan A Mild lainnya yang lebih menyoroti isu-isu sosial yang terjadi di masyarakat. Hal ini mengakibatkan tidak adanya perasaan keterkaitan seperti yang dimiliki pegawai dengan iklan A Mild lainnya. Perasaan keterkaitan tersebut muncul karena pegawai merasa iklan tersebut merepresentasikan apa yang terjadi di masyarakat bahkan pada diri mereka. Mereka menyatakan dengan kalimat
88
“gue nggak suka, kesannya kan koboi berhak menyerang indian. Padahal dari awal aja mereka udah salah dengan mengambil alih lahan para indian dan membantai mereka.”
Tipe 1 Tipe 2 Keterlambatan sering menjadi A Mild tidak pantas menjadikan sebuah penyebab kegagalan dalam sejarah yang menyedihkan sebagai bahan lelucon sekedar untuk menaikkan penjualan berbagai hal Koboi dan Indian mewakili dua kubu yaitu budaya barat yang serba cepat melawan budaya tradisional yang lamban. Matriks 7. Pemaknaan Iklan versi ‘Koboi versus Indian’ oleh Pegawai
Iklan ini seakan menjustifikasi bahwa pihak kulit putih memang pantas untuk menguasai Amerika dan menindas Indian
Lebih lanjut lagi, beberapa orang pegawai yang memaknai iklan ini sebagai perwujudan kepentingan bisnis semata menyatakan bahwa tidak pantas sejarah penyiksaan dan penindasan kaum Indian oleh kulit putih dijadikan lelucon seperti ini. Ada juga yang menyatakan bahwa iklan ini seakan-akan menjustifikasi bahwa kulit putih yang lebih unggul segalanya memang pantas untuk menindas Indian. Sedangkan pegawai yang memaknai iklan sebagai bentuk cerminan hubungan emosional dan sosial menyatakan bahwa keterlambatan seperti yang dinyatakan pada kalimat ‘Kalo gue tepat kenapa yang lain telat?’ menjadi penyebab kegagalan dalam banyak hal. Sedangkan pada iklan versi ‘Banjir’, para pegawai menyatakan iklan tersebut cukup menarik dengan menimbulkan kesan seakan-akan banjir telah menjadi kebiasaan (seperti dalam kalimat ‘Banjir Kok Jadi Tradisi?’) dan diterima oleh masyarakat, bahkan dengan senang, seperti yang tergambar dalam ekspresi
89
bersemangat kedua remaja yang menunggu banjir datang sebelum akhirnya meloncat dari jendela rumah untuk terjun ke dalam banjir. “Setiap tahun banjir selalu datang tapi nggak ada pemecahan yang efektif, bisa-bisa nanti semua orang terlalu terbiasa dengan banjir dan udah nggak peduli lagi.”
Tipe 1 Tipe 2 A Mild semata-mata memanfaatkan isu Banjir tidak seharusnya menjadi yang sedang hangat demi meningkatkan tradisi bila semua pihak bekerja sama menjaga lingkungan keuntungan, bukan berarti mereka benar-benar peduli pada masalah tersebut Masalah banjir selalu menjadi isu penting setiap tahun tanpa ada Masalah banjir sesungguhnya juga pemecahan yang berarti, mungkin ditimbulkan oleh industri, termasuk saja suatu saat nanti orang-orang Sampoerna. Membuat iklan seperti ini sudah terlalu terbiasa dan menerima berarti mengejek diri sendiri banjir Matriks 8. Pemaknaan Iklan versi ‘Banjir’ oleh Pegawai
Pegawai yang memaknai iklan ini sebagai perwujudan kepentingan bisnis semata bersikap skeptis dengan menyatakan ketidakyakinannya bahwa A Mild benar-benar peduli pada isu-isu sosial yang mereka angkat dalam iklan, dan bukan semata-mata hanya untuk menarik perhatian dan meningkatkan penjualan. Ada juga yang menyatakan bahwa Sampoerna sebagai bagian dari industri juga berperan aktif dalam menyebabkan terjadinya banjir. Dalam iklan versi ‘Harusnya Gampang Dibikin Susah’, jumlah pegawai yang memaknai iklan ini sebagai perwujudan kepentingan bisnis semata cukup berimbang dengan pegawai yang memaknai iklan sebagai bentuk kepedulian sosial perusahaan (kepentingan sosial). Salah satu pemaknaan yang menyatakan bahwa iklan ini dibuat semata-mata demi kepentingan bisnis adalah
90
“lucu sih tapi kan nggak bener, ini kan cuma manfaatin pendapat umum yang beredar di masyarakat bahwa PNS, apalagi pegawai kecamatan dan pemda, nggak punya kerjaan.”.
Sebanyak 15 orang pegawai memaknai iklan ini sebagai perwujudan kepentingan bisnis semata, sedangkan 25 orang memaknai tidak hanya demi kepentingan bisnis namun juga kepentingan sosial. Para pegawai yang memaknai iklan ini sebagai perwujudan kepentingan bisnis sebagian besar adalah pegawai negeri yang merasa iklan ini hanya membesar-besarkan mitos yang berkembang di masyarakat tanpa berpegang pada fakta. Beberapa pegawai yang memaknai iklan ini sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap masalah ini menyatakan mereka pernah mengalami kejadian mirip dengan yang digambarkan di iklan, yaitu dipersulit saat sedang mengurus surat-surat penting. Namun mereka juga menyatakan tidak semua pegawai bersikap seperti itu.
Tipe 1 Iklan ini dibuat hanya sebagai humor (lucu-lucuan) dan untuk menarik minat konsumen berdasarkan mitos yang berkembang di masyarakat.
Tidak semua pegawai pemerintah seperti yang digambarkan, ada juga yang berdedikasi dengan pekerjaannya. Iklan ini dibuat semata untuk menarik perhatian masyarakat tanpa peduli fakta.
Tipe 2 Beberapa pegawai pemerintahan memang kerap mempersulit pengurusan surat-surat penting seperti KTP, KK, atau yang lainnya. Meski tidak semua, kenyataannya memang ada pegawai pemerintah yang senang mempersulit proses pelayanan publik. Pegawai pemerintah sering berkesan sibuk dengan mengulur-ulur waktu padahal sesungguhnya tidak banyak pekerjaan.
Matriks 9. Pemaknaan Iklan versi ‘Harusnya Gampang Dibikin Susah’ oleh Pegawai
91
Pada iklan versi ‘Mencari Celah’, berbeda dengan pelajar, pegawai memaknai iklan tersebut sebagai gambaran betapa susahnya mencari pekerjaan dan orang-orang cenderung bekerja pada bidang yang berbeda dengan latar belakang pendidikan mereka sesuai dengan pekerjaan yang tersedia di lapangan. Seperti pernyataan mereka yaitu “...memang susah sih sekarang cari kerja, kadang malah nggak sesuai sama latar belakan pendidikan.” dan “Sama dengan iklan-iklan sebelumnya, A Mild mengangkat isu sosial tanpa memberi solusi, kalau mereka memang peduli kan seharusnya ada solusi yang ditawarkan.”
Tipe 1 Sekali lagi A Mild mengangkat isu sosial tanpa memberi solusi berarti hanya sekedar untuk menarik perhatian konsumen
Tipe 2 Banyak orang bekerja di bidang yang berbeda dengan latar belakang pendidikan mereka, sesuai dengan lapangan pekerjaan yang tersedia.
Masalah pengangguran dan lapangan kerja selalu menjadi isu yang hangat di negara ini, dan A Mild memanfaatkannya untuk menarik perhatian konsumen.
Mencari pekerjaan saat ini memang sulit dan saat sudah mendapatkannya, sering kali harus mengorbankan idealisme dan menghalalkan berbagai cara untuk bertahan Masyarakat Indonesia menyukai segala sesuatu yang serba instan dan cepat
Matiks 10. Pemaknaan Iklan versi ‘Mencari Celah’ oleh Pegawai
Sebagian besar pegawai memilih adegan ketika pencari kerja menawarkan remote control yang langsung menarik perhatian bapak-bapak di dalam kendaraan sebagai adegan favorit mereka. Mereka memaknai adegan tersebut sebagai simbol dari kenyataan bahwa seringkali seseorang harus mengorbankan idealisme dan latar belakang pendidikannya untuk dapat memperoleh pekerjaan tergantung pada apa yang sedang dibutuhkan oleh bursa tenaga kerja. Salah satu adegan yang
92
dianggap menarik oleh para pegawai adalah adegan ketika bapak-bapak di dalam kendaraan menjadi asyik memainkan remote control untuk mengubah-ubah lampu lalu lintas sesuai keinginannya. Hal ini menjadi simbol bahwa masyarakat Indonesia menyukai hal yang serba instan dan sesuai keinginannnya sendiri tanpa peduli pada sekitar. Pegawai yang memaknai keseluruhan rangkaian iklan A Mild berslogan ‘Tanya Kenapa?’ sebagai perwujudan kepentingan bisnis semata, menganggap isu-isu sosial yang diangkat oleh A Mild bukan sebagai bentuk kepedulian A Mild terhadap masalah-masalah tersebut. Menurut mereka itu hanya usaha untuk menarik perhatian konsumen. Usaha untuk membuat konsumen merasa bahwa A Mild peduli pada isu-isu sosial tersebut dan berada di pihak mereka, namun sesungguhnya itu hanya sebuah strategi pemasaran yang cerdik dan A Mild tidak benar-benar peduli pada masalah-masalah tersebut. Pegawai yang memaknai iklan-iklan A Mild sebagai bentuk kepedulian perusahaan akan isu-isu sosial yang ada di masyarakat berpendapat sebaliknya. Menurut mereka A Mild tidak hanya pionir dan kreatif dalam berkarya, namun juga peduli pada masalah-masalah yang menjadi perhatian publik. Dengan mengangkat isu-isu sosial, menunjukkan bahwa A Mild peduli dan mencermati kondisi dan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.
93
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.3
Kesimpulan Pembuatan iklan A Mild bertajuk ‘Tanya Kenapa?” terkait dengan
ideologi yang dianut oleh PT. HM. Sampoerna Tbk. Dari segi nilai, sembilan langkah falsafah Sampoerna memegang peranan dalam setiap kegiatan usaha Sampoerna. Meski telah beralih kepemimpinan, namun budaya kerja dan falsafah yang lama tetap dianut oleh perusahaan. Dari segi kepentingan, iklan Sampoerna terkait dengan kepentingan bisnis yaitu sebagai media komersil untuk meningkatkan penjualan produk, dan juga kepentingan sosial sebagai sebuah perusahaan besar yang mempengaruhi hidup banyak orang. Hal ini bersama dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan mempengaruhi pilihan dalam pembuatan iklan. Membuat iklan yang unik, kreatif, kritis, dan berbeda dengan iklan yang lain mencerminkan Sampoerna berusaha mengaktualisasikan seluruh potensi sesuai dengan langkah keempat dan sebagai warga negara dan warga usaha yang baik, sesuai langkah ketujuh. Iklan Sampoerna AS Mild ditargetkan kepada masyarakat dewasa awal (young adult) yang terdiri dari dua kelompok usia yaitu usia 15-19 tahun yang diwakili kalangan pelajar dan 20-24 tahun yang diwakili oleh kalangan pegawai. Dua kelompok usia juga mewakili dua status sosial yang berbeda dan memberikan pemaknaan yang berbeda, dipengaruhi oleh karakteristik masing-masing kelompok usia dan status sosialnya.
94
Mayoritas pelajar memaknai iklan-iklan bertajuk ‘Tanya Kenapa?’ sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap isu-isu sosial yang diangkat di dalam iklan-iklan tersebut. Dalam iklan versi ‘Mencari Celah’, seorang pelajar menyatakan iklan tersebut menunjukkan masalah pengangguran yang terjadi saat ini menyebabkan persaingan ketat sehingga para pencari kerja harus lebih kreatif untuk memperoleh pekerjaan. Namun tidak sedikit menjawab bahwa sistem simbol dalam iklan tersebut tidak lebih dari sebuah ilusi yang sengaja dibuat semenarik mungkin untuk menarik perhatian dan simpati konsumen untuk meningkatkan penjualan produk. Salah satu opini yang dikemukakan oleh seorang pegawai adalah seluruh iklan ini hanyalah sebagai strategi perusahaan untuk menarik minat konsumen. Pelajar dan pegawai yang memaknai iklan sebagai bentuk kepentingan sosial menunjukkan bahwa pihak Sampoerna berhasil menyampaikan maksudnya dengan menjadikan penonton iklan mereka memaknai iklan tersebut sesuai dengan isu yang diangkat dalam iklan. Akan tetapi pelajar dan pegawai yang menjawab iklan tersebut sebagai kepentingan bisnis menunjukkan mereka sadar bahwa iklan tersebut merupakan iklan sebuah produk perusahaan industri terkenal berskala besar sehingga mereka lebih kritis terhadap kemungkinan-kemungkinan tindakan yang diambil oleh kalangan industri untuk meningkatkan keuntungan. Terlepas dari tujuan sesungguhnya pihak A Mild membuat iklan bertajuk ‘Tanya Kenapa?”, iklan ini memang telah menjadikan penontonnya menjadi kritis, baik terhadap isu yang diangkat di dalam iklan, maupun terhadap iklan itu sendiri. Pemaknaan pelajar dipengaruhi oleh pergaulan mereka dan kebiasaan mereka melakukan kegiatan secara kolektif. Hal ini terlihat dalam jawaban
95
mereka yang cukup seragam dalam satu kelompok pergaulan. dalam pengisian kuesioner pun tidak jarang mereka bertanya kepada temannya. Ini menunjukkan bahwa pemaknaan pelajar dipengaruhi oleh pergaulan mereka. Pegawai lebih kritis dalam memaknai iklan-iklan A Mild. Beberapa pegawai cenderung skeptis. Hal ini dipengaruhi oleh pengalaman dan pengetahuan mereka. Misalnya ketika seorang pegawai memaknai iklan A Mild versi ‘Kalo Gampang Kenapa Dibuat Susah’ sebagai gambaran kondisi yang terjadi sesungguhnya. Hal ini berdasarkan pengalaman pribadinya yang mengalami kerepotan saat mengurus perpanjangan KTP. Atau ketika pegawai yang bekerja di industri bersikap skeptis pada iklan-iklan Sampoerna berdasarkan pengalamannya di tempat kerjanya yang juga merupakan perusahaan besar seperti Sampoerna. Pada akhirnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemaknaan iklan tersebut tanpa sadar mengacu pada ideologi. Dalam pemaknaannya, pelajar dan pegawai sama-sama membahas mengenai kepentingan, nilai, dan pilihan. Mereka membahas kepentingan bisnis atau sosial, nilai yang terkandung dalam iklan, dan pilihan tema isu sosial yang diangkat oleh iklan-iklan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya kesadaran akan perusahaan Sampoerna sebagai produsen A Mild.
8.4
Saran Akhir-akhir ini iklan-iklan rokok sangat kreatif dan beragam, akan tetapi
mayoritas hanya menampilkan gaya hidup dan status sosial tertentu yang akan menunjang meningkatnya pola konsumsi masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari
96
pelajar yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap lingkungan pergaulan dan tren agar tetap dianggap populer. Akan
tetapi
pemaknaan
pegawai
menunjukkan
bahwa
seiring
meningkatnya usia dan bertambahnya pengalaman, ketergantungan terhadap lingkungan pergaulan akan semakin berkurang, dan pribadi-pribadi mulai menunjukkan identitas dirinya. Meski begitu pergaulan dan gaya hidup masih memiliki pengaruh yang besar dalam karakteristik mereka yang kemudian mempengaruhi pemaknaan. Sikap kritis yang ditunjukkan oleh responden membuktikan bahwa khalayak tidak semata-mata mengamati konteks dari iklan melainkan juga asal iklan tersebut dan status yang menyertainya. Meski iklan tersebut berhasil menyampaikan tujuannya yaitu mengajak khalayak lebih kritis, namun sikap kritis itu juga menyerang Sampoerna karena beberapa responden menganggap Sampoerna tidak benar-benar peduli pada isu sosial dan hanya memanfaatkannya sebagai strategi pemasaran. Karena itu penting sekali bagi industri untuk membuat iklan tidak hanya demi kepentingan bisnis, melainkan juga atas dasar kepentingan sosial dan benarbenar peduli pada isu yang mereka angkat dalam iklan. Tidak hanya karena iklaniklan tersebut dapat membentuk opini dan menciptakan trend, namun karena industri memiliki tanggungjawab untuk membantu memberdayakan masyarakat, bukan memperdayakan masyarakat.
97
DAFTAR PUSTAKA
Ang, Ien. Dallas and The Ideology of Mass Culture. Dalam Oliver Boyd-Barret & Chris Newbold (ed). 1999. Approaches to Media, A Reader. London: Gray Publishing, Tunbridge Wells. Barthes, Roland. Rhethoric of The Image. Dalam Dennis McQuail (ed). 2002. McQuail s Reader in Mass Communication Theory. London: SAGE Publications Ltd. Bovée, Courtland L. & William F. Arens. 1986. Contemporary Advertising, Second Edition. Wisconsin: Richard D. Irwin, Inc. Chaney, David. Alih Bahasa: Nuraeni & Idy Subandy Ibrahim, 2003. Lifestyles, Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Bandung: Jalasutra. DeVito, Joseph A. Alih Bahasa: Agus Maulana. 1997. Komunikasi Antarmanusia, Jakarta: Professional Books. Durianto dkk. 2003. Invasi Pasar Dengan Iklan yang Efektif. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Eco, Umberto. 1979. A Theory of Semiotics. Bloomington: Indiana University Press. Faules, Don F. & Dennis C. Alexander. 1978. Communication and Social Behaviour: A Symbolic Perspective. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company. Fiske, John. Alih Bahasa: Yosal Irianta & Idy Subandy Ibrahim. 2004. Cultural and Communication Studies, Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Bandung: Jalasutra. Gouldner, Alwin W. The Communication Revolution: News, Public, and Ideology. Dalam Dennis McQuail (ed). 2002. McQuail s Reader in Mass Communication Theory. London: SAGE Publications Ltd. Harris, Alan C. 2005. Semiolinguistic Manipulation. http://www.csun.edu/~vcspc005/advertis.html Jakson, Peter. 1994. Maps of Meaning, An Introduction to Cultural Geography. New York: Roultledge.
98
Kartajaya, Hermawan. 2004. Seri 9 Elemen Marketing: On Brand. Bandung: Mizan bekerjasama dengan MarkPlus&Co. -------------, Yuswohady & Sumardy. 2005. 4-G Marketing. A 90-Year Journey of Creating Everlasting Brands. Jakarta: MarkPlus&Co. Kincaid, D. Lawrence & Wilbur Schramm. Alih Bahasa: Agus Setiadi. 1987. Asas-Asas Komunikasi Antar Manusia. Jakarta-Hawaii: LP3ES bekerjasama dengan East-West Communication Institute. Lemke, Jay J. 2005. General Semiotics. http://academic.brooklyn.cuny.edu/education/jlemke/theories.htm#Social Lippmann, Walter. The World Outside and The Pictures in Our Heads. Dalam Wilbur Schramm. 1960. Mass Communications, Second Edition. Urbana: University Of Illinois Press. McKeown, Ruth. 2005. Le Parfum de Washing Up. A Semiotics Analysis of Two Ads for Persil Liquid. http://www.csun.edu/~vcspc005/advertis.html Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remadja Rosdakarya. Nurudin. 2003. Komunikasi Massa. Malang: Cespur. Rakhmat, Jalaluddin. 2001. Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Diana Sari, 2004. Iklan Televisi Sebagai Pertimbangan Bagi Anak-Anak Dalam Pengambilan Keputusan Membeli Produk Makanan Ringan (Studi Kasus Dua Pemukiman di Desa Ciomas Rahayu, Kec. Ciomas, Kab. Bogor), Bogor: Fakultas Pertanian IPB. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2002. Psikologi Sosial, Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Singarimbun, Masri & Sofian Effendy. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Spradley, James P. Alih Bahasa: Misbah Zulfa E. & Amri Marzali. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya. Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remadja Rosdakarya. -------------. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remadja Rosdakarya.
99
Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar, Cetakan ketigapuluh tiga. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Strinati, Dominic. Alih Bahasa: Abdul Mukhid. 2003. Popular Culture, Pengantar Menuju Teori Budaya Populer. Yogyakarta: Bentang Budaya. Sulistyo, Veronica. 2005. Analisis Iklan Pemanis Rendah Kalori Tropicana Slim (Studi Semiotika Isi Pesan). Depok: Universitas Indonesia. Syaukani, Artie. 2001. Kajian Semiotika Iklan Dengan Pendekatan Emotional Selling Proposition pada Iklan Coca Cola Serial Keluarga Setiawan. Depok: Universitas Indonesia. Thibault, Paul J. 2005. Semiotics Review Books: Sosial Semiotics. http://www.univie.ac.at/Wissenschaftstheorie/srb/srb/4-3edit.html Tubbs, Stewart L. & Sylvia Moss. Alih Bahasa: Deddy Mulyana. 2001. Human Communication: Prinsip-prinsip Dasar. Bandung: PT Remadja Rosdakarya. Wibowo, Wahyu. 2003. Sihir Iklan, Format Komunikasi Mondial dalam Kehidupan Urban-Kosmopolit. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Williamson, Judith. Meaning and Ideology. Dalam Dennis McQuail. 2002. McQuail s Reader in Mass Communication Theory. London: SAGE Publications Ltd. Advertising Design http://situsnet.com/SGD/dwld/Advertising_Design.doc American Heritage Dictionary http://education.yahoo.com/reference/dictionary/entry/lifestyle Chicago University http://ssr1.uchicago.edu/PRELIMS/Theory/weber.html Communication Capstone theory Workbook http://www.uky.edu/~drlane/capstone Lifestyles Interpretation http://en.wikipedia.org/wiki/Lifestyle Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. http://www.dprin.go.id Pontianak Post Online “Iklan (harus) punya etika” http://www.pontianak_post.net
100
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita http://www.pjnhk.go.id/berita4.htm Situs Harian Surat Kabar Kompas http://www.kompas.co.id Situs Harian Surat Kabar Kaltim Post http://www.kaltimpost.web.id Situs Resmi Kota Bogor http://www.bogoronline.co.id Situs Resmi Sampoerna A Mild http://www.amild.com Situs Resmi PT HM Sampoerna Tbk http://www.sampoerna.com Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. http://www.pdpersi.co.id
101
Lampiran 1.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat, oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya pengamanan; b. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 44 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2000; c. bahwa untuk lebih mengefektifkan pelaksanaan pengamanan rokok bagi kesehatan dipandang perlu menyempurnakan pengaturan mengenai pengamanan rokok bagi kesehatan dengan Peraturan Pemerintah; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); 3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821); 4. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4252); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. 2. Nikotin adalah zat, atau bahan senyawa pirrolidin yang terdapat dalam Nikotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang bersifat adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan. 3. Tar adalah senyawa polinuklir hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik. 4. Pengamanan rokok adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka mencegah dan/atau menangani dampak
102
5.
6.
7.
8.
9.
10. 11.
12. 13.
penggunaan rokok baik langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan. Produksi adalah kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, menghasilkan, mengemas, mengemas kembali dan/atau mengubah bentuk bahan baku menjadi rokok. Iklan rokok, selanjutnya disebut Iklan, adalah kegiatan untuk memperkenalkan, memasyarakatkan dan/atau mempromosi-kan rokok dengan atau tanpa imbalan kepada masyarakat dengan tujuan mempengaruhi konsumen agar menggunakan rokok yang ditawarkan. Label rokok, selanjutnya disebut Label, adalah setiap keterangan mengenai rokok yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada rokok, dimasukkan ke dalam, ditempatkan pada, atau merupakan bagian kemasan rokok. Tempat umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh Pemerintah, swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. Angkutan umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa kendaraan darat, air dan udara. Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan/atau penggunaan rokok. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan. BAB II PENYELENGGARAAN PENGAMANAN ROKOK Bagian Pertama Umum Pasal 2
Penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan bertujuan untuk mencegah penyakit akibat penggunaan rokok bagi individu dan masyarakat dengan : a. melindungi kesehatan masyarakat terhadap insidensi penyakit yang fatal dan penyakit yang dapat menurunkan kualitas hidup akibat penggunaan rokok; b. melindungi penduduk usia produktif dan remaja dari dorongan lingkungan dan pengaruh iklan untuk inisiasi penggunaan dan ketergantungan terhadap rokok; c. meningkatkan kesadaran, kewaspadaan, kemampuan dan kegiatan masyarakat terhadap bahaya kesehatan terhadap penggunaan rokok. Pasal 3 Penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan dilaksanakan dengan pengaturan : a. kandungan kadar nikotin dan tar; b. persyaratan produksi dan penjualan rokok; c. persyaratan iklan dan promosi rokok; d. penetapan kawasan tanpa rokok.
103
Bagian Kedua Kandungan Kadar Nikotin dan Tar Pasal 4 1)
2)
Setiap orang yang memproduksi rokok wajib melakukan pemeriksaan kandungan kadar nikotin dan tar pada setiap hasil produksinya. Pemeriksaan kandungan kadar nikotin dan tar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan di laboratorium yang sudah terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 5 Setiap orang yang memproduksi rokok wajib memberikan informasi kandungan kadar nikotin dan tar setiap batang rokok yang di produksinya.
1)
2)
Bagian Ketiga Keterangan pada Label Pasal 6 Setiap orang yang memproduksi rokok wajib mencantumkan informasi tentang kandungan kadar nikotin dan tar setiap batang rokok, pada label dengan penempatan yang jelas dan mudah dibaca. Pencantuman informasi tentang kandungan kadar nikotin dan tar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditempatkan pada salah satu sisi kecil setiap kemasan rokok, dibuat kotak dengan garis pinggir 1 (satu) mm, warna kontras antara warna dasar dan tulisan, ukuran tulisan sekurang-kurangnya 3 (tiga) mm, sehingga dapat jelas dibaca.
Pasal 7 Selain pencantuman kandungan kadar nikotin dan tar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, pada kemasan harus dicantumkan pula: a. kode produksi pada setiap kemasan rokok; b. tulisan peringatan kesehatan pada label di bagian kemasan yang mudah dilihat dan dibaca. Pasal 8 1) Peringatan kesehatan pada setiap label harus berbentuk tulisan. 2) Tulisan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin . Pasal 9 (1) Tulisan peringatan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dicantumkan dengan jelas pada label di bagian kemasan yang mudah dilihat dan dibaca. (2) Tulisan peringatan kesehatan dicantumkan pada salah satu sisi lebar setiap kemasan rokok, dibuat kotak dengan garis pinggir 1 (satu) mm, warna kontras antara warna dasar dan tulisan, ukuran tulisan sekurang-kurangnya 3 (tiga) mm, sehingga dapat jelas dibaca. Bagian Keempat Produksi dan Penjualan Rokok Pasal 10 Setiap orang yang memproduksi rokok wajib memiliki izin di bidang perindustrian.
104
Pasal 11 (1) Setiap orang yang memproduksi rokok dilarang menggunakan bahan tambahan dalam proses produksi yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan. (2) Ketentuan lebih lanjut tentang bahan tambahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Pasal 12 Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian berkewajiban menggerakkan, mendorong dan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan produk tanaman tembakau dengan risiko kesehatan seminimal mungkin. Pasal 13 Menteri yang bertanggungjawab di bidang perindustrian berkewajiban menggerakkan, mendorong dan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam proses produksi rokok untuk menghasilkan produk rokok dengan risiko kesehatan seminimal mungkin. Pasal 14 Produk rokok yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 11. Pasal 15 (1) Penjualan rokok dengan menggunakan mesin layan diri hanya dapat dilakukan di tempat-tempat tertentu. (2) Ketentuan lebih lanjut tentang tempat-tempat tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
Bagian Kelima Iklan dan Promosi Pasal 16 (1) Iklan dan promosi rokok hanya dapat dilakukan oleh setiap orang yang memproduksi rokok dan/atau yang memasukkan rokok ke dalam wilayah Indonesia. (2) Iklan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan di media elektronik, media cetak atau media luar ruang. (3) Iklan pada media elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dilakukan pada pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat. Pasal 17 Materi iklan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) dilarang : a. merangsang atau menyarankan orang untuk merokok; b. menggambarkan atau menyarankan bahwa merokok memberikan manfaat bagi kesehatan; c. memperagakan atau menggambarkan dalam bentuk gambar, tulisan atau gabungan keduanya, bungkus rokok, rokok atau orang sedang merokok atau mengarah pada orang yang sedang merokok;
105
d.
ditujukan terhadap atau menampilkan dalam bentuk gambar atau tulisan atau gabungan keduanya, anak, remaja, atau wanita hamil; e. mencantumkan nama produk yang bersangkutan adalah rokok; f. bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Pasal 18 (1) Setiap iklan pada media elektronik, media cetak dan media luar ruang harus mencantumkan peringatan bahaya merokok bagi kesehatan. (2) Pencantuman peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus ditulis dengan huruf yang jelas sehingga mudah dibaca, dan dalam ukuran yang proporsional disesuaikan dengan ukuran iklan tersebut.
Pasal 19 Setiap orang yang memproduksi rokok dan/atau memasukkan rokok kedalam wilayah Indonesia dilarang melakukan promosi dengan memberikan secara cuma-cuma atau hadiah berupa rokok atau produk lainnya dimana dicantumkan bahwa merek dagang tersebut merupakan rokok.
Pasal 20 Kegiatan sponsor dalam rangka iklan dan promosi yang dilakukan oleh setiap orang yang memproduksi rokok dan/atau yang memasukkan rokok ke dalam wilayah Indonesia, hanya dapat dilakukan dengan tetap mengikuti ketentuan periklanan dan promosi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 21 (1) Setiap orang yang memproduksi rokok dan/atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia dalam melakukan iklan dan promosi rokok pada suatu kegiatan harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 , Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 dan Pasal 20. (2) Pimpinan atau penanggung jawab suatu kegiatan berkewajiban menolak bentuk promosi rokok yang tidak memenuhi Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 dan Pasal 20. Bagian Keenam Kawasan Tanpa Rokok Pasal 22 Tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok. Pasal 23 Pimpinan atau penanggungjawab tempat umum dan tempat kerja yang menyediakan tempat khusus untuk merokok harus menyediakan alat penghisap udara sehingga tidak mengganggu kesehatan bagi yang tidak merokok. Pasal 24 Dalam angkutan umum dapat disediakan tempat khusus untuk merokok dengan ketentuan :
106
a.
lokasi tempat khusus untuk merokok terpisah secara fisik/tidak bercampur dengan kawasan tanpa rokok pada angkutan umum yang sama; b. dalam tempat khusus untuk merokok harus dilengkapi alat penghisap udara atau memiliki sistem sirkulasi udara yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang perhubungan. Pasal 25 Pemerintah Daerah wajib mewujudkan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, di wilayahnya.
tanpa
rokok
BAB III PERAN MASYARAKAT Pasal 26 Masyarakat termasuk setiap orang yang memproduksi rokok dan/atau yang memasukkan rokok ke dalam wilayah Indonesia, memiliki kesempatan untuk berperan seluas-luasnya dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal melalui terbentuknya kawasan tanpa rokok. Pasal 27 Peran masyarakat diarahkan untuk meningkatkan dan mendayagunakan kemampuan yang ada pada masyarakat dalam rangka penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan.
Pasal 28 Peran masyarakat dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok, badan hukum atau badan usaha, dan lembaga atau organisasi yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Peran a.
Pasal 29 masyarakat dilaksanakan melalui :
pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijaksanaan dan/atau pelaksanaan program pengamanan rokok bagi kesehatan;
b. penyelenggaraan, pemberian bantuan dan/atau kerjasama dalam kegiatan penelitian dan pengembangan penanggu-langan bahaya merokok terhadap kesehatan; c. pengadaan dan pemberian bantuan sarana dan prasarana bagi penyelenggara pengamanan rokok bagi kesehatan; d. keikutsertaan dalam pemberian bimbingan dan penyuluhan serta penyebarluasan informasi kepada masyarakat berkenaan dengan penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan; e. kegiatan pengawasan dalam rangka penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan. Pasal 30 Peran masyarakat dalam rangka penyelenggaraan upaya pengamanan rokok bagi kesehatan dilaksanakan berpedoman kepada kebijaksanaan pemerintah dan/atau ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
107
Pasal 31 Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, Menteri bekerja sama dengan instansi terkait lainnya menyebarluaskan informasi dan pengertian penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan.
BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Pertama Pembinaan Pasal 32 Menteri, Menteri terkait dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan atas pelaksanaan pengamanan rokok bagi kesehatan dengan mendorong dan menggerakkan : a. produk rokok yang memiliki risiko kesehatan seminimal mungkin; b. terwujudnya kawasan tanpa rokok; c. berbagai kegiatan untuk menurunkan jumlah perokok. Pasal 33 Pembinaan atas penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan dilaksanakan melalui pemberian informasi dan penyuluhan, dan pengembangan kemampuan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat. Pasal 34 (1) Menteri dan Menteri terkait dalam melakukan pembinaan penyelenggaraan upaya pengamanan rokok bagi kesehatan dapat : a. secara sendiri atau bekerja sama menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk pembinaan dalam penyeleng-garaan upaya pengamanan rokok bagi kesehatan; b. bekerja sama dengan badan atau lembaga internasional atau organisasi kemasyarakatan untuk menyelenggara-kan pengamanan rokok bagi kesehatan; c. memberikan penghargaan kepada orang atau badan yang telah berjasa dalam membantu pelaksanaan pengamanan rokok bagi kesehatan. (2) Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian, mendorong dilaksanakan diversifikasi tanaman tembakau ke jenis tanaman lain. (3) Menteri yang bertanggung jawab di bidang perindustrian mendorong dilaksanakan diversifikasi usaha industri rokok ke industri lain. Bagian Kedua Pengawasan Pasal 35 (1) Menteri dan Menteri terkait melakukan pengawasan atas pelaksanaan upaya pengamanan rokok bagi kesehatan. (2) Dalam rangka pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Menteri dan Menteri terkait dapat mengambil tindakan administratif terhadap pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masingmasing. (3) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. penghentian sementara kegiatan;
108
d.
pencabutan izin industri. Pasal 36 (1) Pengawasan terhadap produk rokok yang beredar dan iklan dilaksanakan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2) Dalam rangka pengawasan produk rokok yang beredar dan iklan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dapat memberikan teguran lisan, teguran tertulis dan/atau membuat rekomendasi untuk melakukan penghentian sementara kegiatan atau pencabutan izin industri kepada instansi terkait.
BAB V KETENTUAN PIDANA Pasal 37 Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 14, Pasal 15 ayat (1), Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 ayat (2) dipidana dengan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 38 (1) Produk lain yang mengandung Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya dan/atau hasil olahannya termasuk pembuatan sintetis yang jenis dan sifatnya sama atau serupa dengan yang dihasilkan oleh Nicotiana spesiesnya termasuk dalam ketentuan Peraturan Pemerintah ini. (2) Produk lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 39 Setiap orang yang memproduksi rokok dan/atau memasukkan rokok ke dalam wilayah Indonesia harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini paling lambat dalam waktu 1 (satu) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini ditetapkan. Pasal 40 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2000 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 41 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2000, dinyatakan tidak berlaku.
109
Pasal 42 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Maret 2003 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Maret 2003 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG KESOWO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN Salinan sesuai dengan aslinya Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang-undangan,
Lambock V. Nahattands
2003
NOMOR
36
110
Lampiran 2.
KUESIONER Nama Responden
:
Tanggal Lahir
:
Jenis Kelamin
:
Status Perkawinan
:
Perusahaan/Sekolah*
:
Jabatan/Kelas*
:
Ijazah terakhir (untuk pegawai)
:
Uang saku/ Pendapatan per bulan*
:
Tinggal dengan
: orangtua/wali/sendiri
Apakah anda memiliki dua sumber penghasilan? (misalnya orangtua dan beasiswa atau dua pekerjaan) * coret yang tidak perlu
GAYA HIDUP (KONSUMERISME) Bagian I (curahan uang) 1. Berapa jumlah uang yang anda keluarkan dalam sebulan untuk seluruh keperluan di luar keperluan primer anda (termasuk untuk bergaul, menjaga penampilan, olahraga, dan komunikasi)? a. < Rp 500.000,-
c. > Rp 1.000.000 – Rp 1.500.000,-
b. Rp 500.000 – Rp 1.000.000,-
d. > Rp 1.500.000,-
2. Berapa jumlah uang yang anda habiskan setiap bulannya untuk hangout? a. < Rp 100.000,-
c. > Rp 500.000 – Rp 1.000.000,-
b. Rp 100.000 – Rp 500.000,-
d. < Rp 1.000.000,-
3. Berapa jumlah uang yang anda belanjakan dalam sebulan untuk berbelanja fashion? a. < Rp 100.000,-
c. > Rp 500.000 – Rp 1.000.000,-
b. Rp 100.000 – Rp 500.000,-
d. < Rp 1.000.000,-
4. Berapa jumlah uang yang anda habiskan setiap bulannya untuk perawatan di salon/spa? a. < Rp 100.000,-
c. > Rp 500.000 – Rp 1.000.000,-
b. > Rp 100.000 – Rp 500.000,-
d. > Rp 1.000.000,-
5. Berapa jumlah uang yang anda habiskan setiap bulannya untuk menghadiri acara musik dan menonton film di bioskop? a. < Rp 100.000,-
c. > Rp 500.000 – Rp 1.000.000,-
b. Rp 100.000 – Rp 500.000,-
d. < Rp 1.000.000,-
111
6. Berapa pengeluaran anda setiap bulan untuk membiayai kebutuhan komunikasi anda? a. < Rp 100.000,-
c. > Rp 500.000 – Rp 1.000.000,-
b. > Rp 100.000 – Rp 500.000,-
d. > Rp 1.000.000,-
7. Berapa banyak pengeluaran anda setiap bulannya untuk membeli buku/majalah? a. < Rp 100.000,-
c. > Rp 500.000 – Rp 1.000.000,-
b. > Rp 100.000 – Rp 500.000,-
d. > Rp 1.000.000,-
8. Berapa banyak pengeluaran anda setiap bulannya untuk membeli DVD/VCD/kaset/CD/MP3/Game PS/PC? a. < Rp 100.000,-
c. > Rp 500.000 – Rp 1.000.000,-
b. > Rp 100.000 – Rp 500.000,-
d. > Rp 1.000.000,-
9. Berapa besar biaya yang anda keluarkan setiap bulannya untuk kebutuhan informasi anda? a. < Rp 100.000,-
c. > Rp 500.000 – Rp 1.000.000,-
b. > Rp 100.000 – Rp 500.000,-
d. > Rp 1.000.000,-
10. Berapa besar biaya yang anda keluarkan untuk menunjang kegiatan berolahraga anda? (mencakup biaya keanggotaan – bila terdaftar sebagai anggota klub olahraga tertentu – dan alat-alat penunjang) a. < Rp 100.000,-
c. > Rp 500.000 – Rp 1.000.000,-
b. Rp 100.000 – Rp 500.000,-
d. < Rp 1.000.000,-
Bagian II (Jenis Kegiatan) 11. Sebagian besar waktu luang anda dihabiskan untuk... a. Merawat diri dan berbelanja
c. Olahraga
b. Buku, musik, film, & main game
d. Hiburan (Hangout/menonton)
12. Berapa kali dalam sebulan anda menghabiskan waktu untuk hangout (nongkrong)? a. Tidak pernah
c. 10 – 20 kali
b. < 10 kali
d. > 20 kali
13. Berapa kali dalam sebulan anda berbelanja untuk keperluan berbusana? a. Tidak pernah
c. 10 – 20 kali
b. < 10 kali
d. > 20 kali
14. Berapa kali dalam sebulan anda menghadiri acara musik (konser/live music/dugem) atau pergi ke bioskop? a. Tidak pernah
c. 10 – 20 kali
b. < 10 kali
d. > 20 kali
15. Berapa jam dalam sebulan anda melakukan koneksi ke internet? a. Tidak pernah
c. 10 – 20 jam
b. < 10 jam
d. > 20 jam
112
16. Berapa kali dalam sebulan anda membeli buku/majalah? a. Tidak pernah
c. 10 – 20 kali
b. < 10 kali
d. > 20 kali
17. Berapa kali dalam sebulan anda membeli DVD/VCD/kaset/compact disc/mp3/Game PS/PC? a. Tidak pernah
c. 10 – 20 kali
b. < 10 kali
d. > 20 kali
18. Berapa kali dalam sebulan anda berolahraga? a. Tidak pernah
c. 10 – 20 kali
b. < 10 kali
d. > 20 kali
19. Berapa kali dalam sebulan anda melakukan perawatan tubuh di salon/spa? a. Tidak pernah
c. 10 – 20 kali
b. < 10 kali
d. > 20 kali
20. Berapa kali dalam sebulan anda bermain game PS/PC? a. Tidak pernah
c. 10 – 20 kali
b. < 10 kali
d. > 20 kali
Bagian III (Interaksi dengan individu lain) 21. Pada waktu luang anda, anda lebih sering menghabiskannya bersama... a. Sendiri
c. Pasangan
b. Keluarga
d. Teman
22. Dengan siapa anda paling sering menghabiskan waktu untuk hangout? a. Sendiri
c. Pasangan
b. Keluarga
d. Teman
23. Dengan siapa anda biasa berbelanja? a. Sendiri
c. Pasangan
b. Keluarga
d. Teman
24. Dengan siapa anda pergi untuk perawatan tubuh di salon/spa? a. Sendiri
c. Pasangan
b. Keluarga
d. Teman
25. Dengan siapa anda pergi menonton acara musik/ke bioskop? a. Sendiri
c. Pasangan
b. Keluarga
d. Teman
26. Dimana anda biasa melakukan koneksi internet? a. Mobile (melalui handphone)
c. Kantor/sekolah
b. Rumah
d. Warung internet
113
27. Sebagian besar pulsa anda habis untuk... a. Pekerjaan/Tugas
c. Pasangan
b. Keluarga
d. Teman
28. Siapa yang paling mempengaruhi anda hingga anda tertarik untuk membaca suatu buku? a. Sendiri
c. Pasangan
b. Keluarga
d. Teman
29. Dengan siapa anda biasa berolahraga? a. Sendiri
c. Pasangan
b. Keluarga
d. Teman
30. Dimana anda melakukan olahraga? a. Rumah
c. Fitness center
b. Sekitar rumah
d. Gelanggang Olahraga (outdoor)
ROKOK DAN MINUMAN 1. Apakah anda merokok? Ya/tidak 2. Apakah merokok merupakan bagian dari lingkungan pergaulan anda? Ya/Tidak 3. Siapa/apa yang mendorong anda hingga anda tertarik merokok? a. Rekan kerja/Teman sekolah
c. Pasangan
b. Keluarga
d. Keinginan sendiri
4. Berapa banyak biaya yang anda habiskan dalam sebulan untuk membeli rokok? a. < Rp 100.000,-
c. > Rp 500.000 – Rp 1.000.000,-
b. > Rp 100.000 – Rp 500.000,-
d. > Rp 1.000.000,-
5. Berapa banyak rokok yang anda habiskan dalam sehari? a. < 5 batang
c. satu bungkus
b. 5 – 15 batang
d. > 1 bungkus
6. Apakah anda mengkonsumsi alkohol? Ya/Tidak 7. Apakah mengkonsumsi alkohol merupakan bagian dari lingkungan pergaulan anda? Ya/Tidak 8. Siapa/Apa yang mendorong anda hingga anda tertarik untuk mengkonsumsi alkohol? a. Teman/Rekan kerja
c. Pasangan
b. Keluarga
d. Keinginan sendiri
9. Berapa biaya yang anda habiskan setiap bulannya untuk mengkonsumsi minuman beralkohol? a. < Rp 100.000,-
c. > Rp 500.000 – Rp 1.000.000,-
b. > Rp 100.000 – Rp 500.000,-
d. > Rp 1.000.000,-
114
10. Berapa banyak gelas minuman yang anda habiskan dalam sebulan? a. < 5 gelas
c. 16 – 25 gelas
b. 5 – 15 gelas
d. > 25 gelas
PERTANYAAN TAMBAHAN: 1. Apa alasan utama anda untuk melakukan kegiatan hangout? a. Agar menjadi populer/tidak kuper
c. Karena suka
b. Supaya mendapat banyak teman
d. Untuk memperoleh banyak wawasan
2. Apa pendapat anda mengenai perawatan diri dan fashion? a. Mengenai pakaian yang dikenakan
b. Cara menunjukkan identitas diri
3. Informasi macam apa yang biasa anda akses di internet? a. Informasi aktual dll
c. Informasi mengenai artis, friendster,
4. Mengapa anda berolahraga? a. Agar badan menjadi lebih sehat (kurus, berotot, dsb)
d. Agar badan menjadi lebih menarik
5. Apa yang mendasari pilihan anda membeli barang elektronik (handphone, MP3 Player, handycam, dll) a. Fungsinya yang menunjang kebutuhan b. Penampilannya yang menarik 6. Jenis buku apa yang anda baca? a. Self help dan pengembangan diri
c. Sastra
b. Chicklit dan Teenlit (populer)
d. Religi
7. Mengapa anda membaca buku tersebut? a. Karena bagus dan menarik
b. Disarankan teman
8. Jenis musik apa yang anda dengarkan? a. RnB & Hip-Hop
c. Rock dan alternatif
b. Techno & electric
d. Pop
9. Mengapa anda mendengarkan musik tersebut? a. Karena enak didengar
c. Karena melodi dan liriknya bagus
b. Karena sedang populer tampan)
d. Karena artisnya menarik (cantik atau
10. Mengapa anda menghadiri acara musik/konser tertentu? a. Karena artisnya menarik
c Diajak oleh teman-teman
b. Karena musiknya enak didengar perkembangan musik
d. Agar tetap up-to-date pada
115
Lampiran 3.
PANDUAN PERTANYAAN
1. Apa pendapat anda mengenai iklan-iklan Sampoerna A Mild? 2. Apakah anda menyukai iklan-iklan Sampoerna A Mild? Yang mana yang paling anda sukai dan kenapa? 3. Apa pendapat anda mengenai iklan versi ‘Mau Pintar Kok Mahal’? 4. Apakah anda menyukai iklan tersebut? 5. Menurut anda apakah iklan tersebut berhasil menggambarkan realita yang terjadi? 6. Menurut anda apa latar belakang Sampoerna membuat iklan tersebut? 7. Apa pendapat anda mengenai iklan versi ‘Koboi versus Indian’? 8. Apakah anda menyukai iklan tersebut? 9. Menurut anda apakah iklan tersebut berhasil menggambarkan realita yang terjadi? 10. Menurut anda apa latar belakang Sampoerna membuat iklan tersebut? 11. Apa pendapat anda mengenai iklan versi ‘Banjir’? 12. Apakah anda menyukai iklan tersebut? 13. Menurut anda apakah iklan tersebut berhasil menggambarkan realita yang terjadi? 14. Menurut anda apa latar belakang Sampoerna membuat iklan tersebut? 15. Apa pendapat anda mengenai iklan versi ‘Harusnya Gampang Dibikin Susah’? 16. Apakah anda menyukai iklan tersebut? 17. Menurut anda apakah iklan tersebut berhasil menggambarkan realita yang terjadi? 18. Menurut anda apa latar belakang Sampoerna membuat iklan tersebut? 19. Apa pendapat anda mengenai iklan versi ‘Mencari Celah’? 20. Apakah anda menyukai iklan tersebut? 21. Menurut anda apakah iklan tersebut berhasil menggambarkan realita yang terjadi? 22. Menurut anda apa latar belakang Sampoerna membuat iklan tersebut?
116
Lampiran 4
GAMBAR-GAMBAR PENUNJANG
Gambar 16. Logo PT HM Sampoerna Tbk
Gambar 17. Logo Sampoerna A Mild
Gambar 18. Kemasan dan Produk Sampoerna A Mild
117
Gambar 19. Iklan Sampoerna A Mild Tema How Low Can You Go?
Gambar 20. Iklan Sampoerna A Mild Tema Other Can Only Follow dan Go With The Real Low