KONSEP DIRI DALAM IKLAN ROKOK A MILD (Analisis Semiotika Tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild Versi “Cowok Blur” Go Ahead 2011) Fachrial Daniel Abstrak Penelitian ini menggunakan analisis semiotika Roland Barthes, untuk mengetahui makna konsep diri dalam iklan A mild versi “cowok blur” Go Ahead 2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran konsep diri dalam iklan A mild versi “cowok blur” Go Ahead 2011 di masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis semiotika dengan menggunakan analisis Roland Barthes. Dalam penelitian ini di analisis adalah pada penanda dan petanda, gambar, tanda dan simbol, mitos yang terdapat didalamnya, desain dari iklan komposisi warna, teknik pengambilan gambar serta sasaran iklan rokok tersebut. Teknik pengumpulan data menggunakan pengamatan langsung dengan sumber yang relevan dan di dukung dengan penelitian kepustakaan. Hasil dari penelitian ini membuktikan gambaran konsep diri yang terjadi dalam iklan A Mild versi “ cowok blur” Go Ahead 2011 mempunyai banyak makna yang nyata, bahwa rokok merupakan barang yang sangat mempengaruhi konsep diri anak muda di zaman modern dan menjadi sebuah gaya hidup perkotaan, namun di balik itu semua, iklan rokok hanya semata-mata menjual produk rokoknya dengan iklan yang menarik dan mengesampingkan kesehatan anak muda sebagai pembeli utama rokok A mild Kata kunci : Konsep diri, analisis semiotika, rokok A mild PENDAHULUAN Televisi merupakan media yang memiliki kekuatan audiovisual, sisi kreasi dan kekuatan persuasif. Dengan kekuatan tersebut, televisi dapat dengan mudah mempengaruhi emosi khalayak. Iklan adalah bentuk komunikasi yang digunakan untuk membujuk audiens (pemirsa, pembaca atau pendengar) untuk mengambil beberapa tindakan sehubungan dengan produk, ide atau jasa. Paling umum, hasil yang diinginkan adalah untuk mengarahkan perilaku konsumen sehubungan dengan suatu penawaran komersial.
1
Informasi yang persuasif dalam proses komunikasi yang diwakili oleh iklan menunjukkan adanya garis hubungan antara seseorang atau kelompok orang membutuhkan produk itu, yang mana dalam proses komunikasi itu juga harus mengandung daya tarik dan menggugah suatu perasaaan tertentu dengan cara menggunakan teknik persuasi yang bisa menggoda dan bisa meluluhkan hati konsumennya (Liliweri, 2001: 20). Pesan yang terdapat dalam iklan di televisi terdiri atas tanda verbal dan nonverbal. Kemampuan kita dalam membaca bahasa tersebut (tanda verbal dan nonverbal) merupakan sebuah proses berpikir berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Dalam penelitian ini iklan yang diangkat adalah iklan “A Mild”. Iklan tersebut adalah A Mild Go Ahead versi “cowok blur “2011, yang selalu mengisi pariwara iklan di televisi pada bulan Agustus 2011 jam 22.00 WIB. Iklan tersebut menceritakan tentang seorang pria yang kehilangan kepercayaan diri dalam hidupnya,
dalam
iklan
tersebut
pemeran
pria
terlihat
kabur
(blur),
menggambarakan dirinya orang yang selalu kesepian dan sulit beradaptasi kepada lingkungan sekitarnya, iklan tersebut penuh dengan tanda dan simbol yang melukiskan konsep diri pria tersebut dan kaitannya dengan tokoh lainya, secara tidak langsung berhubungan dengan rokok A mild. Iklan A mild versi “cowok blur” Go Ahead 2011 ini, tidak terdengar suara antar pemeran si tokoh pria dengan pemeran lainnya mereka seperti pantomim, diiringi oleh backsound yang terdengar aneh dan ada beberapa tempat yang didatangi oleh peran Pria
itu yang kesemua tempat itu menggambarkan
kesendirian si pria, lalu pada akhir iklan ada seorang wanita yang merasakan kehadiran si pria tersebut, melihat si pria dengan pandangan mata telanjang terlihat kabur dan ketika memakai kaca mata 3D (dimensi) menjadi kelihatan jelas, si wanita merasakan adanya ketertarikan kepada pria tersebut, kemudian salah seorang teman si pria dan menemaninya hingga rasa kesendirian si pria berakhir dan si pria merasa bahagia karena si pria menjadi nyata kembali. (http:// www.amild.com).
2
KERANGKA TEORI Semotika Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai sesuatu hal yang menunjuk adanya hal lain. Contohnya asap menandaai adanya api, sirine mobil yang keras meraung-raung menandai adanya kebakaran di sudut kota (Wibowo, 2011: 5). Secara terminologis, semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas dari objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Pada dasarnya, analisis semiotika merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi/ wacana tertentu. Analisisnya bersifat paradigmatic (Wibowo, 2011: 5).
Analisis Semiologi Roland Barthes Kancah penelitian semiotika tak bisa begitu saja melepaskan nama Roland Barthes (1915-1980), ahli semiotika yang mengembangkan kajian yang sebelumnya punya warna kental dalam strukturalisme semiotika teks. Sebagai pengikut Saussurean yang berpandangan bahwa sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Semiotik, atau dalam istilah Barthes semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity ) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify ) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate) (Sobur, 2004: 128). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak dikomunikasikan, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. Salah satu wilayah penting yang
3
dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (The reader ). Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara lugas mengulas apa yang sering disebutnya sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya (Danesi, 2010:28). Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam buku Mythologiesnya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama.Dalam bukunya Barthes selalu membuat judul yang aneh dan beberapa dari bukunya tersebut menjadi rujukan penting untuk studi semiotika, Barthes berpendapat bahwa kode ini terangkai dalam kode rasionalisasi suatu proses yang mirip dengan yang terlihat dalam retorika tentang tanda mode (Sobur, 2004: 65). kodenya yaitu: hermenutik, semik, simbolik, proaretik, gnomik. Iklan Untuk mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, kita bisa mengkajinya lewat sistem tanda dalam iklan. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang, baik yang verbal maupun yang berupa ikon. Iklan juga menggunakan tiruan indeks, terutama dalam iklan radio, televisi dan film (Sobur, 2004:116). Fenomena-fenomena sosial-budaya seperti fashion, makanan, furni-tur, arsitektur, pariwisata, mobil, barang-barang konsumer, seni, desain dan iklan dapat dipahami berdasarkan model bahasa (Piliang, 2003: 27). Komposisi Warna Warna memegang peranan penting dalam sebuah iklan, yakni untuk mempertegas dan memperkuat kesan atau tujuan iklan tersebut. Warna juga mempunyai fungsi untuk memperkuat aspek identitas menurut pakar Psikologi, J. Linschoeten dan Mansyur (dalam Kasali, 1992 : 87).
4
Liliweri, Alo. 2001. Dasar-dasar komunikasi periklanan.Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Matinya Makna,Yogyakarta dan Bandung:Jalasutra.
Atas
Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi komunikasi. Bandung:PT Remaja Rosdakarya. Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. 2011. Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media. Sumber Lain: http://andriew.blogspot.com/2011/05/bab-i-pendahuluan-iklan-selalu hidup.html15:00 di akses pada 10 agustus 2011. http:// www.amild.com, diakses pada tanggal 1 september 2011.
12