APLIKASI PENGGUNAAN KONSEP CUSTOMER-BASED BRAND EQUITY PADA KONSUMEN ROKOK A MILD SAMPOERNA (Studi Kasus pada Mahasiswa di Kota Bogor)
Oleh : HERIKSON SIMBOLON A14104106
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
2
RINGKASAN HERIKSON SIMBOLON. Aplikasi Penggunaan Konsep Customer-Based Brand Equity pada Konsumen Rokok A Mild (Studi Kasus pada Mahasiswa di Kota Bogor). Dibawah bimbingan YAYAH K. WAGIONO. Industri rokok memberikan kontribusi yang sangat besar dan signifikan sebagai sumber devisa negara. Penerimaan pemerintah dari cukai rokok terus meningkat, pada tahun 2000 realisasi penerimaan cukai rokok sebesar Rp 12,46 triliun dan selalu mengalami peningkatan pada tahun-tahun selanjutnya. Pada tahun 2007 penerimaan dari cukai rokok ini telah mencapai Rp 43,93 triliun (Ditjen Bea Cukai dalam Indocomercial CIC, 2008). Indonesia menempati posisi kelima dalam jumlah konsumsi rokok perkapita di dunia. Sebanyak 31,4 persen atau 62.800.000 orang dari penduduk Indonesia merokok (Koran Pembaharuan, 2006). Sementara, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 59,04 persen laki-laki perokok dan 4,83 persen perempuan perokok. Kampanye anti rokok oleh LSM-LSM merupakan usaha yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari rokok. Selain itu, beberapa peraturan dari pemerintah juga telah diterapkan. Melalui PP No 81/1999. Peraturan lainnya, adalah berupa pengharusan bagi setiap pengiklanan rokok untuk selalu menyertakan peringatan pemerintah setelah iklan rokok ditayangkan. Konsumen rokok semakin sadar akan bahaya yang timbul dalam mengkomsumsi rokok dengan kadar tar dan nikotin yang tinggi dan menginginkan adanya rokok dengan kadar tar dan nikotin yang rendah. PT HM Sampoerna melirik peluang ini dengan mengeluarkan rokok A Mild yaitu rokok yang memiliki kadar tar dan nikotin yang rendah. Kehadiran rokok A Mild dari produsen PT HM Sampoerna Tbk. tahun 1989 mengubah lanskap bisnis rokok nasional. Banyak produsen rokok ikut meramaikan persaingan di kategori rokok ringan mild. Pasar rokok mild sangat potensial, kondisi ini membuat produsen rokok menerapkan strategi yang tepat untuk memenangkan persaingan dan menjadi pemimpin pasar. Persaingan pasar yang sangat tinggi dan ancaman dari kompetitor membuat produsen A Mild membangun kekuatan merek rokok A Mild dan menjadikan rokok A Mild sebagai brand authority. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik konsumen mahasiswa A Mild Sampoerna di kota Bogor, menganalisis besarnya kontribusi masing-masing elemen penyusun brand equity terhadap nilai ekuitas merek (brand equity value) rokok A Mild Sampoerna dengan menghitung kontribusi masing-masing elemen penyusun brand equity value rokok A Mild, menganalisis brand equity value rokok A Mild Sampoerna dalam mengukur kekuatan merek rokok A Mild dibandingkan dengan pesaing. Penelitian ini dilaksanakan di kampus-kampus di kota Bogor dari bulan Mei sampai Juni 2008. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan survei dan observasi melalui hasil penyebaran kuesioner dan wawancara secara langsung dengan pihak responden. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur pada penelitian terdahulu, tulisan-tulisan yang berkaitan dengan topik yang diteliti, BPS (Badan Pusat Statistika), jurnal pemasaran, majalah, dan internet yang berhubungan dengan topik penelitian.
3
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode non probability yaitu metode purposive sampling. Metode purposive sampling merupakan metode penentuan sampel dimana sampel yang diambil berdasarkan pada pertimbangan tertentu dan didasarkan pada tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1989 dalam Fajri, 2005). Penelitian ini menggunakan analisis Structural Equation Model (SEM). Ukuran sampel yang disarankan untuk analisis SEM adalah antara 100-200 (Firdaus dan Farid, 2008). Peneliti mengambil 120 responden terpilih dengan menyebarkan 120 kuesioner. Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, dan analisis SEM. Karakteristik responden rokok A Mild Sampoerna pada penelitian ini berjenis kelamin laki-laki, usia 21-25 tahun, rata-rata uang bulanan Rp 750.000Rp 1000.000, konsumsi rokok tiap hari < 1 bungkus, rata-rata pengeluaran pembelian rokok perbulan Rp 50.000-Rp 100.000, lokasi pembelian di toko/warung terdekat, rokok A Mild menjadi top of mind bagi responden, merek rokok tetap yang dikonsumsi tiap hari yaitu rokok A Mild, frekuensi berganti merek rokok dalam sebulan 0 kali (tidak pernah). Persepsi responden terhadap elemen-elemen yang membangun brand equity, mayoritas responden menjawab setuju. Pertanyaan yang diajukan bertujuan untuk mengetahui persentase tingkat kesetujuan responden terhadap indikator-indikator elemen brand equity. Berdasarkan hasil SEM, variabel kesadaran merek (brand awareness) dan variabel program pengembangan pemasaran memiliki pengaruh tertinggi dalam membangun nilai brand equtiy rokok A Mild Sampoerna dengan nilai masingmasing sebesar 1,00. Variabel citra merek (brand image) memiliki pengaruh dalam membangun nilai brand equity dengan nilai sebesar 0,91. Variabel pemilihan elemen merek (choosing brand element) memiliki pengaruh dalam membangun nilai brand equity dengan nilai sebesar 0,85. Variabel penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder memiliki pengaruh dalam membangun nilai brand equity dengan nilai sebesar 0,97. Hasil SEM yang diperoleh untuk rokok Class Mild sebagai pembanding yang digunakan untuk mengukur brand equity rokok A Mild, diperoleh nilai untuk variabel kesadaran merek sebesar 0,80. Variabel citra merek (brand image) memiliki pengaruh dalam membangun nilai brand equity dengan nilai sebesar 0,75. Variabel pemilihan elemen merek (choosing brand element) memiliki pengaruh dalam membangun nilai brand equity dengan nilai sebesar 0,89. Variabel program pengembangan pemasaran memiliki pengaruh paling tinggi dalam membangun nilai brand equity dengan nilai sebesar 1,00. Variabel penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder memiliki pengaruh dalam membangun nilai brand equity dengan nilai sebesar 0,72. Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil analisis SEM dengan melihat perbandingan nilai antar elemen-elemen brand equity, brand equity rokok A Mild lebih baik dibanding dengan brand equity rokok Class Mild. Adapun saran yang dapat diberikan bagi pihak perusahaan rokok A Mild adalah (1) Mahasiswa sebaiknya tidak merokok di dalam kampus, dan di tempat umum. (2) Mahasiswa mengurangi seminimal mungkin konsumsi rokok setiap hari untuk menekan sekecil mungkin dapak rokok bagi kesehatan. (3) IPB sebaiknya mengeluarkan larangan merokok di dalam kampus.
4
APLIKASI PENGGUNAAN KONSEP CUSTOMER-BASED BRAND EQUITY PADA KONSUMEN ROKOK A MILD SAMPOERNA (Studi Kasus pada Mahasiswa di Kota Bogor)
Oleh : HERIKSON SIMBOLON A14104106
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
5
Judul : Aplikasi Penggunaan Konsep Customer-Based Brand Equity pada
Konsumen Rokok A Mild Sampoerna (Studi Kasus pada Mahasiswa di Kota Bogor) Nama : Herikson Simbolon
NRP : A14104106
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Yayah K. Wagiono, M.Ec NIP. 130 350 044
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan :
6
PERNYATAAN
DENGAN
INI
SAYA
MENYATAKAN
BAHWA
SKRIPSI
YANG
BERJUDUL “APLIKASI PENGGUNAN KONSEP CUSTOMER-BASED BRAND EQUITY PADA KONSUMEN ROKOK A MILD SAMPOERNA (STUDI KASUS PADA MAHASISWA DI KOTA BOGOR)” BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI TULISAN KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2008
Herikson Simbolon A14104106
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara, pada tanggal 15 Agustus 1985. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara, putra pasangan Bapak Gumanti Simbolon dan Ibu Sondang Nababan. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 019 Balam Sempurna, Kabupaten Rokan Hilir dari tahun 1991 sampai tahun 1997. Penulis melanjutkan pendidikan menengah di SLTP Katolik Yosef Arnoldi Bagan Batu, Kabupaten Rokan Hilir pada tahun 1997 hingga selesai pada tahun 2000. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan di SMU Santa Maria Medan dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan diantaranya sebagai anggota Komisi Kesenian PMK (Persatuan Mahasiswa Kristen) periode 2006-2007, Koordinator LPP ( Lembaga Pemantau Pemira) Fakultas Pertanian tahun 2007. Selain itu, penulis juga aktif di organisasi mahasiswa daerah (MARTABE) batak IPB sebagai wakil ketua. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan acara di kampus.
8
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Saat ini persaingan di industri rokok semakin tinggi, khususnya di industri rokok mild. Konsumen rokok semakin sadar akan bahaya yang besar dalam mengkomsumsi rokok dengan kadar tar dan nikotin yang tinggi. Hal ini menyebabkan semakin banyak konsumen rokok yang berganti jenis rokok dan memilih mengkomsumsi rokok jenis mild karena menganggap rokok mild lebih sehat. Potensi pangsa pasar yang besar membuat produsen-produsen rokok melirik pasar ini. rokok A Mild sebagai pionir rokok jenis mild dan pemimpin pasar menyadari ancaman yang datang dari kompetitor. Untuk menghadapi ancaman dari kompetitor A Mild melindungi produknya dengan cara membangun kekuatan merek. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, September 2008
Herikson Simbolon A14104106
9
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji syukur dan terima kasih penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan tuntunanNya dalam penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan skripsi ini baik dalam bentuk bimbingan, saran dan masukan, terutama kepada : 1. Bapa dan mama (alm) untuk semua doa, kasih sayang, bimbingan dan pengajaran yang telah diberikan. 2. Ir. Yayah K.Wagiono, M.Ec., selaku dosen pembimbing skripsi, atas semua masukan, kesabarannya. 3. Ir. Narni Farmayanti, M.Sc., selaku dosen penguji utama atas semua masukan, kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. 4. Tintin Sarianti, SP selaku dosen penguji komisi pendidikan atas segala perbaikan pada penulisan skripsi ini. 5. Dr. Ir. Henny K. Daryanto, M.Ec., selaku pembimbing akademik atas semangat, kesabaran dan masukannya kepada penulis. 6. Seluruh dosen, pengelola dan staf Program Studi Manajemen Agribisnis untuk semua ilmu dan bimbingan yang diberikan selama ini. 7. Bang Pippi, Kak Eva, dan adik-adikku tersayang (Molbinos, Wulan) yang telah menjadi motivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Kak Evelin beserta keluarga, terima kasih atas dorongan semangat dan moril selama ini.
10
9. Erika Nurmala Sari Silitonga, terima kasih atas perhatian, kasih sayang, dorongan semangat, moril yang membuat penulis mampu bertahan hingga selesainya skripsi ini. 10. Anak-anak PIM (Pondok Iona memories), Gandhi, Guntur, Aulia, Didit, wahyu, Satria, Bengbeng, dan Bli atas semua masukan, kritikan, kebersamaan, dan kekeluargaannya selama ini. 11. Teman-teman
AGB
41
lainnya,
atas
kebersamaan,
kekeluargaan,
kekompakan, dan dukungannya selama ini. 12. Teman-teman
sebimbingan
(Khrisna,
Nunik,
Qiqi)
memberitahukan jadwal untuk bertemu dengan Ibu Yayah.
yang
selalu
x 11
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN......................................................................................................i KATA PENGANTAR......................................................................................vii DAFTAR ISI ...................................................................................................... x DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................xvii I.
PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang .................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah............................................................................ 9 1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................. 11 1.4 Manfaat Penelitian............................................................................ 11 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 12
II.
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Rokok Mild....................................................................... 14 2.2 Industri Rokok Mild ......................................................................... 14 2.3 Penelitian Terdahulu......................................................................... 16
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................ 22 3.1.1 Ekuitas Merek (Brand Equity)............................................... 22 3.2 Konsep Customer-Based Brand Equity menurut Kevin. Keller ......... 24 3.2.1 Sarana dan Tujuan Membangun Merek (Brand-building Tools and Objectives)............................................................ 26 3.2.2 Efek Pengetahuan Pelanggan (Customer Konowledge Effects).................................................................................. 26 3.2.3 Manfaat yang mungkin diperoleh dengan memiliki Merek (Branding Benefits/Brand Equity) .............................. 26 3.2.4 Indikator Pengukuran Customer-Based Brand Equity............ 27 3.2.4.1 Ukuran Kesadaran Merek (Brand Awareness Measures)............................................................... 28 3.2.4.2 Ukuran Citra Merek (Brand Image Measures) ........ 29 3.2.4.3 Ukuran Pemilihan Elemen Merek (Choosing Brand Element Measures)...................... 29 3.2.4.4 Ukuran Pengintegrasian Merek ke Dalam Kegiatan Pemasaran dan Dukungan dari Program Pemasaran ......................................... 30 3.2.4.5 Ukuran Penggunaan Daya Ungkit dari Asosiasi Sekunder (Leverage of Secondary Association Measures)............................................ 30 3.3 Kerangka Pemikiran Operasional...................................................... 31
xi 12
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 33 4.2 Metode Pengumpulan Data............................................................... 33 4.3 Metode Penarikan Sampel ................................................................ 34 4.4 Metode Analisis Data ....................................................................... 36 4.4.1 Skala Likert .......................................................................... 36 4.4.2 Analisis Deskriptif ................................................................ 37 4.4.3 Structural Equation Model (SEM) ........................................ 37 4.4.3.1 Tahap-tahap dalam Structural Equation Model....... 38 4.4.3.2 Aplikasi SEM dalam pengukuran Brand Equity Value ........................................................... 44 V.
KARAKTER RESPONDEN 5.1 Jenis Kelamin ............................................................................... 47 5.2 Usia.................................................................................................. 48 5.3 Rata-rata Uang Bulanan Responden.................................................. 49 5.4 Konsumsi Rokok tiap Hari................................................................ 50 5.5 Rata-rata Pengeluaran Pembelian Rokok per Bulan .......................... 51 5.6 Lokasi Pembelian ............................................................................. 51 5.7 Top of Mind Merek rokok Mild......................................................... 52 5.8 Merek rokok Tetap yang Dikonsumsi ............................................... 53 5.9 Frekuensi Berganti Merek Rokok dalam Sebulan.............................. 54
VI. UKURAN ELEMEN ELEMEN BRAND EQUITY 6.1 Ukuran Kesadaran Merek (Brand Awareness Measures) .................. 55 6.1.1 Depth (tingkat kesadaran merek dalam level mental konsumen) ........................................................................... 55 6.1.2 Breadth (luas area jangkauan merek)..................................... 58 6.2 Ukuran Citra Merek ( Brand Image Measures) ................................. 60 6.2.1 Strong (asosiasi merek yang kuat) ......................................... 60 6.2.2 Favourable (asosiasi merek yang disukai)............................. 62 6.2.3 Unique (asosiasi merek yang unik)........................................ 63 6.3 Ukuran Pemilihan Elemen Merek (Choosing Brand Element Measures)......................................................................................... 64 6.3.1 Logo ..................................................................................... 65 6.3.2 Packaging (Kemasan) ........................................................... 66 6.3.3 Slogan................................................................................... 66 6.4 Program pengembangan Pemasaran (Developing Marketing Program).......................................................................................... 68 6.4.1 Product (Produk yang Berkualitas) ....................................... 68 6.4.2 Promotion (Program Promosi yang Efektif) .......................... 69 6.5 Ukuran Penggunaan Daya Ungkit dari Asosiasi Sekunder (Leverage of Secondary Association Measures) ................................ 70 6.5.1 Perusahaan (Company).......................................................... 71 6.5.2 Country of Origin (Identifikasi Negara Asal Produk) ............ 72 VII. NILAI EKUITAS MEREK 7.1 Analisis Model Structural Equation Model....................................... 74
xii 13
7.2 Analisis Model Structural Equation Model (SEM) Rokok A Mild .................................................................................. 75 7.2.1 Hubungan antara Kesadaran Merek (Brand Awareness) dengan Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok A Mild ............................................... 76 7.2.1.1 Depth...................................................................... 77 7.2.1.2 Breadth................................................................... 77 7.2.2 Hubungan antara Ukuran Citra Merek dengan Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok A Mild............................................................ 78 7.2.2.1 Strong (Asosiasi merek yang tinggi) ....................... 78 7.2.2.2 Favorable (Asosiasi Merek yang Disukai ............... 79 7.2.2.3 Unique ( Keunikan Merek) ..................................... 79 7.2.3 Hubungan antara Ukuran pemilihan Elemen Merek dengan Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok A Mild....................................................................... 80 7.2.3.1 Logo....................................................................... 80 7.2.3.2 Packaging (Kemasan)............................................. 81 7.2.3.3 Slogan .................................................................... 81 7.2.4 Hubungan antara Program Pengembangan Pemasaran Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok A Mild....................................................................... 82 7.2.4.1 Product (Produk yang Berkualitas)......................... 83 7.2.4.2 Promotion (Promosi) .............................................. 83 7.2.5 Hubungan antara Ukuran Penggunaan Daya Ungkit dari Asosiasi Sekunder dengan Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok A Mild......... 84 7.2.5.1 Company (Perusahan)............................................. 85 7.2.5.2 Country of Origin ................................................... 85 7.2.6 Hubungan antara Kesadaran Merek Citra Merek Ukuran pemilihan Elemen Merek Program Pengembangan Pemasaran dan Ukuran Penggunaan Daya Ungkit dari Asosiasi Sekunder terhadap Ekuitas Merek ........................... 86 7.3 Analisis Model Structural Equation Model (SEM) Rokok Class ..................................................................................... 89 7.3.1 Hubungan antara Kesadaran Merek (Brand Awareness) dengan Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok Class Mild ...................................................... 91 7.3.1.1 Depth...................................................................... 91 7.3.1.2 Breadth................................................................... 92 7.3.2 Hubungan antara Kesadaran Merek (Brand Awareness) dengan Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok Class Mild.......................................... 93 7.3.2.1 Strong (Asosiasi Merek yang Tinggi) ..................... 93 7.3.2.2 Favorable (Asosiasi Merek yang Disukai) .............. 93 7.3.2.3 Unique ( Keunikan Merek) ..................................... 94 7.3.3 Hubungan antara Ukuran pemilihan Elemen Merek dengan Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek
xiii 14
Rokok Class Mild ................................................................. 94 7.3.3.1 Logo....................................................................... 95 7.3.3.2 Packaging (Kemasan)............................................. 95 7.3.3.3 Slogan .................................................................... 95 7.3.4 Hubungan antara Program Pengembangan Pemasaran Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok Class Mild ................................................................. 96 7.3.4.1 Product (Produk yang Berkualitas)......................... 96 7.3.4.2 Promotion (Promosi) .............................................. 96 7.3.5 Hubungan antara Ukuran Penggunaan Daya Ungkit dari Asosiasi Sekunder dengan Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok Class Mild............. 97 7.3.5.1 Company (Perusahan)............................................. 97 7.3.5.2 Country of Origin ................................................... 97 7.3.6 Hubungan antara Kesadaran Merek Citra Merek Ukuran Pemilihan Elemen Merek Program Pengembangan Pemasaran dan Ukuran Penggunaan Daya Ungkit dari Asosiasi Sekunder terhadap Ekuitas Merek ........................... 98 7.4 Nilai Ekuitas Merek (Brand Equity Value)........................................ 99 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan .................................................................................... 102 8.2 Saran .............................................................................................. 103 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 105 LAMPIRAN ................................................................................................... 107
xiv 15
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Penerimaan Cukai Rokok Tahun 2000-2008................................................ 2 2. Perkembangan Konsumsi Rokok di Indonesia pada Tahun 1999-2007 ........ 4 3. Konsumsi Rokok Perkapita pada Tahun 1999-2005..................................... 5 4. Daftar Propinsi di Indonesia dengan Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun keatas Yang Merokok Tertinggi pada Tahun 2007............................ 5 5. Rokok Mild Menurut Produsennya pada Tahun 2007 .................................. 6 6. Penjualan Rokok Mild (dalam miliar batang) pada Tahun 2003-2006 .......... 7 7. Jumlah Penduduk Kota di Jawa Barat Tahun 2005 ...................................... 8 8. Proyeksi Penduduk Menurut Kota di Jawa Barat Projection of Population by Regency / Municipality in Jawa Barat (Ribu / Thousands) 2006 – 2010.................................................................. 9 9. Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 34 10. Notasi Lisrel ............................................................................................. 43 11. Goodness of fit Model rokok A Mild ......................................................... 76 12. Faktor Muatan (gamma atau ) dan nilai-t dalam Hubungan Ekuitas Merek dengan Variabel Laten ................................................................... 86 13. Goodness of fit Model rokok Class Mild.................................................... 90
xv 16
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman 1. Perkembangan Produksi Rokok Kretek dan Rokok Putih (mild) ............... 3 2. Brand Equity (Ekuitas Merek) ................................................................ 23 3. Model Customer-Based Equity menurut Kevin L. Keller ........................ 25 4. Kerangka Pemikiran Operasional ........................................................... 32 5. Tahap-tahap dalam SEM ........................................................................ 38 6. Model Persaman Struktural .................................................................... 46 7. Diagram Jenis Kelamin Responden ........................................................ 48 8. Diagram Usia Responden ....................................................................... 49 9. Diagram Rata-rata Uang Bulanan ........................................................... 50 10. Diagram Konsumsi Rokok tiap Hari (Bungkus)...................................... 50 11. Diagram Rata-rata Pengeluaran Rokok per Bulan................................... 51 12. Lokasi Pembelian ................................................................................... 52 13. Top Of Mind Rokok Mild ....................................................................... 53 14. Merek Rokok Tetap yang Dikonsumsi oleh Responden .......................... 54 15. Frekuensi Berganti Merek Rokok dalam Sebulan ................................... 54 16. Diagram Persepsi Responden terhadap Tingkat Mengenal dan Mengetahui Merek Rokok ...................................................................... 56 17. Diagram Persepsi Responden terhadap Tingkat Kemudahan Mengingat Merek Rokok........................................................................ 57 18. Diagram Persepsi Responden terhadap Kemampuan Membedakan Merek Rokok A Mild dengan Merek Rokok Lain................................... 58 19. Luas Area Jangkauan Merek Rokok A Mild dan Class Mild................... 59 20. Tingkat Pembelian Rokok A Mild dan Class Mild per Hari .................... 60 21. Persepsi Responden terhadap Kualitas Rasa/taste Rokok A Mild dan Class Mild ................................................................ 61 22. Top of Mind Responden terhadap Merek Rokok A Mild dan Merek Rokok Class Mild................................................................................... 62 23. Penerimaan Responden terhadap Cita Rasa Rokok A Mild yang Berkualitas..................................................................................... 63 24. Persepsi Responden terhadap Merek Rokok Mild Sebagai Rokok Orang Berjiwa Muda................................................................... 64
xvi 17
25. Persepsi Responden terhadap Logo Rokok A Mild dan Rokok Class Mild.................................................... 65 26. Persepsi Responden terhadap Kemasan Bungkus Rokok A Mild dan Rokok Class Mild..................................................... 66 27. Persepsi Responden terhadap Slogan Rokok A Mild dan Rokok Class Mild..................................................... 67 28. Persepsi Responden terhadap Kualitas Cita Rasa/taste Rokok A Mild dan Rokok Class Mild..................................................... 69 29. Persepsi Responden terhadap Kemudahan Menemukan Iklan Rokok A Mild dan Rokok Class Mild di Berbagai Media ...................... 70 30. Persepsi Responden terhadap Efek Langsung Citra Perusahaan terhadap Pembentukan Citra Merek Produk........................................... 72 31. Persepsi Responden terhadap Country of Origin Rokok A Mild dan Rokok Class Mild..................................................... 73 32. Path Model Nilai Ekuitas Merek (Brand Equity Value) Rokok A Mild... 75 33. Path Model SEM Rokok A Mild (T-Value)............................................ 89 34. Path Model Nilai Ekuitas Merek (Brand Equity Value) Rokok Class Mild................................................................................... 90
xvii 18
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Kuesioner Penelitian Analisis Brand Equity Rokok A Mild Sampoerna... 107 2. Persentase Mahasiswa Perokok dan Non Perokok IPB ........................... 111 3. Kondisi Mahasiswa Perokok dan non Perokok di Universitas Pakuan...... 112 4. Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Yang Merokok Sebulan Terakhir Menurut Kab/Kota.dan Beberapa Batang Dihisap Seminggu Terakhir pada Tahun 2005..................................................................................... 114 5. Hasil output LISREL A Mild dan Class Mild ......................................... 115
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Upaya pemerintah untuk membangun pertanian Indonesia menuju arah
yang lebih baik dan meningkatkan kesejahterakan masyarakat membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk merevitalisasi pertanian di segala sektor. Upaya pembangunan pertanian ini tidak terlepas dari konsep agribisnis. Hal ini disebabkan agribisnis merupakan konsep dari suatu sistem yang integratif, utuh dan komprehensif yang terdiri dari beberapa subsistem, yaitu subsistem pengadaan sarana produksi pertanian, subsistem produksi usaha tani, subsistem pengolahan dan industri hasil pertanian (agroindustry), subsistem pemasaran hasil pertanian, dan subsistem kelembagaan penunjang kegiatan pertanian. Salah satu subsistem agribisnis yang sangat berperan dalam menyokong pertumbuhan ekonomi nasional adalah subsistem industri pengolahan. Sektor ini terbukti mampu menyumbang sebesar 28,05 persen terhadap Rp 2.729,7 triliun Produk Domestik Bruto (Depperindag, 2005)1. Industri rokok merupakan salah satu contoh industri pengolahan yang memberikan kontribusi yang sangat besar dan signifikan sebagai sumber devisa negara. Penerimaan pemerintah dari cukai rokok terus meningkat, pada tahun 2000 realisasi penerimaan cukai rokok tercatat sebesar Rp 12,46 triliun dan selalu mengalami peningkatan pada tahun-tahun selanjutnya (Tabel 1). Pada tahun 2007 nilai dari penerimaan dari cukai rokok ini telah mencapai Rp 43,93 triliun. Pemerintah berkeinginan untuk terus meningkatkan penerimaan negara dari cukai rokok, yaitu dengan meningkatkan tarif cukai rokok. Tahun 2007 1
Depperin.2005. Kontribusi Cukai Rokok terhadap Produk Domestik Bruto. Jakarta (www.depprin.go.id-12 Mei 2008: 19:30:00 WIB)
2
pemerintah menaikkan cukai rokok hingga 40 persen, tahun 2008 pemerintah berencana
menaikkan
cukai
rokok
dalam
negeri
hingga
100
persen
(www.depperin.go.id, 2008) 2 . Hal ini bertujuan untuk mengurangi tingkat konsumsi rokok nasional. Tabel 1. Penerimaan Cukai Rokok, Tahun 2000-2008 Tahun Total penerimaan (Rp. Triliun)
Kenaikan (%)
2000 2001
12,46 17,60
41,3
2002 2003 2004
22,88 25,93 28,64
30,0 13,3 10,5
2005 2006
32,65 51,94
14,0 37.13
2007 2008*(triwulan I)
43,93 5,56
-18.23 -
Sumber : Ditjen Bea Cukai dalam indocomercial CIC (2008), data diolah3
Industri rokok termasuk salah satu industri yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Tidak kurang dari 20 juta penduduk Indonesia bergantung pada industri rokok. Disamping itu, industri rokok juga mampu mendorong berkembangnya industri jasa lain seperti periklanan, perdagangan, transportasi dan penelitian. Selain memiliki kemampuan dalam menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang tidak sedikit, secara sektoral industri ini juga mampu mendorong tumbuh kembangnya subsektor perkebunan (komoditas tembakau dan cengkeh).
2 Depperin.2008. Rencana Kenaikan Cukai Rokok oleh Pemerintah. Jakarta (www.depprin.go.id-16 Mei 2008: 19:30:00 WIB) 3 Ditjen Bea dan Cukai 2008. Peningkatan Penerimaan Pendapatan Negara dari Cukai Rokok. Jakarta (www.indocomercial.com) – 18 Mei 2008: 20:45:00
3
Pertumbuhan produksi industri rokok Indonesia tidak selamanya positif. Tiap tahun cenderung
berfluktuasi, meskipun tidak terlalu signifikan
perbedaannya. Hal ini dapat dilihat dari data berikut (Gambar 1) :
Gambar 1. Perkembangan Produksi Rokok Kretek dan Rokok Putih (mild) Sumber: www.wartaekonomi.com, 20064
Meskipun secara medis rokok dapat merugikan kesehatan, namun banyak orang yang mengabaikan bahaya yang timbul akibat rokok. Banyak faktor yang menyebabkan orang untuk tidak merokok atau untuk menghentikan kebiasaan merokok. Salah satu faktor yang paling dominan yakni untuk menenangkan pikiran atau mengurangi beban stres. Di Indonesia, terdapat dua jenis rokok yang dikenal secara umum, yaitu rokok kretek dan rokok putih (Indocomercial CIC, 2006). Kampanye anti rokok merupakan usaha yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari rokok. Selain itu, beberapa peraturan dari pemerintah juga 4
wartaekonomi.2006. Indonesia Produsen Rokok ke-5 Terbesar di Dunia (www.wartaekonomi.com-19 Mei 2008: 19:30:00 WIB)
4
telah diterapkan. Melalui PP No 81/1999, Pemerintah telah melarang produsen rokok untuk mempromosikan produknya pada anak-anak dan remaja serta melarang penanyangan iklan rokok di televisi diluar pukul 21.30-05.00. Peraturan lainnya, adalah berupa pengharusan bagi setiap pengiklanan rokok untuk selalu menyertakan peringatan pemerintah setelah iklan rokok ditayangkan. Meskipun kampanye anti rokok dan peringatan akan bahaya merokok terus dilakukan, namun konsumsi rokok nasional tetap tinggi. Dari data yang diperoleh tingkat konsumsi rokok Indonesia cenderung berfluktuasi (Tabel 2). Tabel 2. Perkembangan Konsumsi Rokok di Indonesia pada Tahun 1999-2007 Tahun Rokok Kretek Rokok mild Volume Perubahan Volume Perubahan (juta batang) (%) (juta batang) (%) 1999 196.699 28.800 2000 206.680 5,1 25.760 -10,6 2001 202.390 -2,1 24.670 -4,2 2002 187.330 -7,4 27.730 12,4 2003 179.450 -4,2 18.930 -31,7 2004 186.700 4,0 15.610 -17,5 2005 203.060 8,8 16.940 8,5 2006 199.032 -1,9 17.450 3,1 2007 185.430 -6,8 19.330 10,7
Sumber: Indocomercial CIC, 2007)5
Indonesia menempati posisi kelima dalam jumlah konsumsi rokok per kapita di dunia. Sebanyak 31,4 persen atau 62.800.000 orang dari penduduk Indonesia merokok (Koran Pembaharuan, 2006)6. Sementara, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 59,04 persen laki-laki perokok dan 4,83 persen perempuan perokok.
5 IndocomercialCIC.2007.Konsumsi Rokok yang Semakin Mengkhawatirkan (www.indocomercial.com)-24 Mei 2008:20:15:00 WIB 6 Koran Pembaharuan. 2006. Indonesia Pangsa Pasar yang Potensial bagi Industri Rokok (www.koranpembaharuan.com)- 24 Mei 2008: 22:30:00
5
Tabel 3 menjelaskan konsumsi rokok per kapita rokok kretek dan rokok mild. Kondisi konsumsi rokok per kapita berfluktuasi setiap tahun dan cenderung mengalami penurunan tingkat konsumsi rokok, baik rokok kretek maupun rokok mild. Tabel 3. Konsumsi Rokok Per kapita pada Tahun 1999-2005 Tahun Jumlah Konsumsi per kapita Penduduk Rokok Perubahan Rokok Perubaha (Jiwa) Kretek (%) mild n (%) 1999 203.828.000 965,02 141,30 2000 205.843.300 1004,06 4,0 125,14 -11,4 2001 208.436.800 970,99 -3,3 117,40 -6,2 2002 211.063.000 887,55 -8,6 131,38 11,9 2003 213.722.000 839,64 -5,4 88,57 -32,6 2004 216.415.100 862,69 2,7 72,13 -18,2 2005 219.141.800 929,08 7,7 77,30 7,2
Sumber: Indocomercial CIC, 20057
Tingkat perbandingan konsumsi merokok antar propinsi (Departemen Kesehatan berdasarkan Susenas 2003), Jumlah penduduk berumur sepuluh tahun ke atas yang merokok terbanyak berdasarkan provinsi ditempati oleh provinsi Jawa Barat dengan persentase 31,57 persen (Tabel 4). Tabel 4. Daftar Propinsi di Indonesia dengan Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun keatas yang Merokok tertinggi Tahun 2007 Propinsi Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas No. yang Merokok (%) 1 Jawa Barat 31,57 2 Lampung 30,62 3 Banten 30,26 4 Gorontalo 30,21 5 Sulawesi Utara 30,06 6 Bengkulu 29,67 7 Sumtera Selatan 29,35 8 Sulawesi Tengah 29,25 9 Riau 29,00 10 Sumatera Barat 28,41 Sumber : Departemen Kesehatan (2007), data diolah8 7
Indocomercial CIC.2005. Konsumsi Rokok per Kapita Indonesia (www.indocomercial.com)24 Mei 2008:20:15:00 WIB 8 Depkes. 2007. Indonesia Surga Produsen Rokok (www.depkes.go.id)-26 Mei 2008: 21:30
6
Industri rokok merupakan salah satu industri berskala besar di Indonesia dan menjadi ajang kompetisi sebab pasar Indonesia sangat potensial bagi industri tersebut. Berdasarkan data konsumsi rokok dengan konsumsi terbanyak, rokok kretek merupakan rokok paling banyak dikonsumsi oleh konsumen rokok (Tabel 2). Rokok kretek adalah adalah rokok khas Indonesia yang didalamnya mengandung campuran cengkeh, sehingga memiliki cita rasa dan aroma yang berbeda dengan jenis rokok putih. Di Indonesia, rokok kretek dibagi menjadi dua jenis, yaitu Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM). Keluarnya PP No. 81 tahun 1999 yang mengatur kadar maksimum tar dan nikotin pada setiap batang rokok mempengaruhi produsen rokok untuk lebih mengembangkan rokok kretek jenis mild, yaitu rokok yang memiliki kadar tar dan nikotin yang rendah. Hal ini membuat perusahaan rokok mengeluarkan produk rokok mild masing-masing untuk bersaing merebut pangsa pasar rokok jenis mild. Tabel 5. Rokok Mild Menurut Produsennya Tahun 2007 Produsen Merek Tahun PT HM Sampoerna PT Bentoel prima PT Lestari Putera Wirasejati PT Jarum PT Alam Indomegah PT Gawih Jaya PT Nojorono PT Gudang Garam PT HM Sampoerna
A Mild Bentoel Mild Star Mild
1989 1993 1997
Djarum Lights, LA Lights, The President Joker, Hulam Wismilak Lights Class Mild Signature U Mild
1986, 2000
1,5
20,0
2001 2001 2002 2002 2005
1,5 0,9 1,0 1,0 1,0
20,0 13,5 15,0 15,0 15,0
Sumber : Visidata Riset Indonesia dalam Visi Vews, 20079
9
Kandungan (mg/batang) Nikotin Tar 1.0 14,0 1,0 15,5 1,0 14,0
Visidata Riset Indonesia. 2007. Berebut Harumnya Asap Rokok (www.visinews.com)-25 Mei 2008-17:24:06 WIB
7
Kehadiran rokok A Mild dari produsen PT HM Sampoerna Tbk. tahun 1989 mengubah lanskap bisnis rokok nasional. Hampir semua produsen rokok ikut meramaikan persaingan di kategori rokok ringan mild. Perang komunikasi dan bajak-membajak tenaga kerja tidak terhindarkan. Menjelang akhir tahun 1989, industri rokok di Indonesia dikagetkan oleh langkah berani PT HM Sampoerna Tbk. (HMS). Produsen rokok kretek Dji Sam Soe meluncurkan produk terbarunya yang tergolong unik, karena produk tersebut tidak masuk dalam tiga kategori besar rokok yang ada saat itu, yaitu Sigaret Kretek Tangan (SKT), Sigaret Kretek Mesin (SKM) reguler, dan Sigaret Putih Mesin (SPM). Lewat produk yang diberi merek A Mild, PT HM Sampoerna Tbk. membuat sebuah kategori baru yakni SKM mild. Rokok mild mengalami pertumbuhan produksi yang sangat signifikan dan menunjukkan kinerja yang cukup bagus, dalam lima tahun terakhir produksi rokok mild menunjukkan peningkatan rata-rata sekitar 17,2 persen per tahun (Visi News, Juni 2005)10. Nilai penjualan rokok mild mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan oleh kenaikan tarif cukai dan harga jual eceran (HJE). Tabel 6. Penjualan Rokok Mild (dalam miliar batang) pada Tahun 2003-2006 Penjualan (miliar batang) Merek Rokok Mild 2003 2004 2005 2006 (per Juni 2006) Sampoerna A Mild 7,90 11,33 16,20 11,10 Class Mild 1,30 3,50 5,50 3,50 Star Mild 3,75 3,25 1,95 0,75 L.A Light 0,65 1,00 1,65 0,83 X Mild 0,36 0,80 0,60 U Mild 0,60 0,33 Mezzo 0,25 0,08
Sumber : SWA, 200611
10
Visidata Riset Indonesia. 2005. Pertumbuhan Produksi Rokok Mild (www.visinews.com)25 Mei 2008-17:24:06 WIB 11 SWA, 2006. Penjualan Rokok Mild Tahun 2003-2006 (www.swa.com)- 26 Mei 2008-18:30
8
Berdasarkan data SWA (2006), diketahui bahwa penjualan rokok Sampoerna A Mild terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan nilai penjualan tertinggi jika dibandingkan dengan rokok merek jenis mild. Rokok A Mild memiliki pangsa pasar tertinggi di Indonesia, tahun 2007 PT HM Sampoerna Tbk. memiliki pangsa pasar sekitar 65 persen pangsa pasar rokok mild (Majalah Marketing, 2007). Provinsi Jawa Barat menjadi salah satu pangsa pasar terbesar rokok A Mild dan menjadi target pemasaran oleh PT HM Sampoerna Tbk., karena jumlah perokok di wilayah tersebut terbanyak jika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Demikian juga dengan kota Bogor yang merupakan kota dengan penduduk terbanyak ke-4 di Jawa Barat. Tabel 7. Jumlah Penduduk Kota di Jawa Barat Tahun 2005 Kota Jumlah Penduduk Kota Bogor 749.346 Kota Sukabumi 263.365 Kota bandung 2.270.970 Kota Cirebon 271.795 Kota Bekasi 1.754.019 Kota Depok 1.021.483 Kota Cimahi 451.241 Kota Tasikmalaya 551.012 Kota Banjar 162.226
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2005
Badan pusat statistik Provinsi Jawa Barat memproyeksikan bahwa penduduk kota Bogor mengalami pertumbuhan penduduk yang meningkat setiap tahun. Setiap tahun mengalami pertumbuhan penduduk sebesar 2 persen. (Tabel 8, data diolah). Pertumbuhan penduduk yang meningkat setiap tahun akan berbanding lurus terhadap peningkatan jumlah konsumen rokok A Mild. Kota Bogor berada pada posisi keempat jumlah penduduk terbanyak kota-kota di Provinsi Jawa Barat.
9
Tabel 8. Proyeksi Penduduk Menurut Kota di Jawa Barat (Ribu) 2006 – 2010 Kota 2006 2007 2008 2009 2010 Bogor 854,15 870,99 887,05 901,50 914,10 Sukabumi 278,83 275,21 282,36 285,57 288,37 Bandung 2 269,87 2 296,54 2 311,74 2 323,27 2 331,71 Cirebon 288,53 291,05 293,48 295,61 297,42 Bekasi 2 150,60 2 236,81 2 324,33 2 410,70 2 494,90 Depok 1 572,02 1 621,93 1 420,48 1 470,25 1 521,35 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat 2008
1.2.
Perumusan Masalah Kemunculan A Mild pada tahun 1989 menimbulkan dampak yang besar
terhadap industri rokok di Indonesia serta merubah peta persaingan di industri rokok. Banyak yang mengangggap sebelah mata kemunculan rokok A Mild, bahkan sebagian kalangan menganggap rokok A Mild merupakan rokok banci karena kadar tar dan nikotinnya yang serba rendah. PT HM Sampoerna Tbk. menganggap hal tersebut sebagai tantangan dan tetap fokus untuk menggarap pangsa pasar rokok LTLN (Low Tar, Low Nikotin). Langkah PT HM Sampoerna Tbk. yang meluncurkan produk rokok mild segera diikuti oleh produsen rokok lain, karena pangsa pasar ini sangat menjanjikan. Hal ini terlihat jelas dengan semakin banyaknya produsen rokok yang masuk kedalam industri rokok mild, mengakibatkan persaingan rokok disegmen rokok rendah tar dan rendah nikotin menjadi sangat tinggi. Para produsen rokok mild menerapkan berbagai strategi untuk memenangkan persaingan. Sebagai pemimpin pasar yang menguasai 65 persen pangsa pasar pada tahun 2007, PT HM Sampoerna Tbk. harus fokus dalam mempertahankan pangsa pasar yang dimilikinya. Meskipun merupakan pemain pertama di kategori LTLN, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa A Mild juga harus bersaing dengan merek-merek lainnya dengan kadar tar dan kadar nikotin yang tergolong tinggi. Secara tidak langsung A Mild merupakan “first-within-the new-
10
category brand” sekaligus challenger brand. Beragamnya merek dan varian produk seperti komposisi tar dan nikotin yang lebih rendah, rasa, dan harga yang ditawarkan memberikan banyak pilihan bagi konsumen rokok mild untuk menentukan pilihan. Hal ini memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap penurunan penjualan rokok A Mild. Untuk menjaga loyalitas konsumen rokok A Mild dan menarik konsumen rokok baru A Mild diperlukan strategi pemasaran yang tepat. PT HM Sampoerna Tbk berusaha membangun mereknya yang tidak hanya sekedar pelopor atau pemain pertama, tetapi juga merupakan otoritas (brand authority). A Mild dikenal sebagai “the first to the market” tetapi juga dikenal sebagai “the first to the mind”, merek yang dapat mewakili personality para konsumennya (Kartajaya, 2005). Dalam membangun merek dan mempromosikan produk diperlukan karakteristik konsumen yang menjadi segmentasi pasar rokok A Mild. Segmen pasar berpengaruh terhadap pesan yang akan disampaikan dalam promosi dan melalui media promosi mana yang memiliki kemampuan dalam mempengaruhi konsumen memilih produk Sampoerna A Mild. Lokasi yang dijadikan tempat penelitian mengenai analisis brand equity rokok A Mild adalah kota Bogor, khususnya kampus IPB dan kampus Universitas Pakuan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa segmen pasar rokok A Mild adalah kaum muda khususnya mahasiswa dan kota Bogor merupakan kota dengan jumlah mahasiswa yang cukup banyak. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
11
1. Bagaimana kontribusi masing-masing elemen penyusun brand equity terhadap nilai ekuitas merek (brand equity value) rokok A Mild Sampoerna dan elemen mana yang memberikan kontribusi paling besar terhadap brand equity value rokok A Mild 2. Bagaimana kondisi brand equity value rokok A Mild Sampoerna dibandingkan dengan pesaing utama? 1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka
penelitian ini bertujuan untuk? 1. Menganalisis besarnya kontribusi masing-masing elemen penyusun brand equity terhadap nilai ekuitas merek (brand equity value) rokok A Mild Sampoerna dengan menghitung kontribusi masing-masing elemen penyusun brand equity value rokok A Mild. 2. Menganalisis brand equity value rokok A Mild Sampoerna dalam mengukur kekuatan merek rokok A Mild dibandingkan dengan kekuatan merek produk pesaing. 1.4.
Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang
berkepentingan, yaitu : 1. Sebagai masukan bagi perusahaan berupa informasi dan pertimbangan dalam mengambil keputusan bagi PT HM Sampoerna Tbk. khususnya bagian pemasaran dalam penetapan strategi promosi di wilayah kota Bogor.
12
2. Sebagai sarana pengembangan wawasan dan pengembangan kemampuan analitis. 3. Sebagai masukan bagi institusi, mahasiswa dan diharapkan dapat dijadikan studi literatur untuk penelitian lebih lanjut. 1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi oleh:
1. Produk yang diteliti adalah produk rokok mild, yang difokuskan pada merek yang menjadi pemimpin pasar, yaitu Sampoerna A Mild. Dasar dari pemilihan produk rokok A Mild adalah untuk menindaklanjuti fenomena yang terjadi di kalangan konsumen rokok mild. Dari pengamatan sehari-hari di lapangan ada kecenderungan bahwa rokok A Mild dipahami konsumen rokok sebagai rokok mild.
Konsumen
rokok
ketika
melakukan
proses pembelian
selalu
menyebutkan rokok mild sedangkan yang diinginkan atau yang dibeli adalah rokok A Mild. Ada suatu pembentukan persepsi merek di benak konsumen bahwa rokok A Mild adalah merek rokok mild. Rokok mild adalah rokok putih dengan kandungan tar dan nikotin yang tendah. Rokok mild terdiri dari beberapa merek rokok yaitu Class Mild, Star Mild, U Mild, dan X Mild. Fenomena ini mirip dengan produk air mineral dalam kemasan, dimana konsumen mengidentikkan air mineral dalam kemasan dengan merek Aqua. 2. Objek Penelitian adalah konsumen rokok mild dikalangan mahasiswa di kota Bogor. Alasan yang mendasari mengambil responden dari kalangan mahasiswa yaitu untuk mengetahui sejauh mana preferensi mahasiswa dalam mengkonsumsi
rokok
dihubungkan
dengan
hipotesa
dengan
tingkat
pendidikan dan intelektual tinggi maka seseorang akan lebih menyadari akan
13
bahaya
merokok
terhadap
kesehatan,
dan
kemungkinan
seseorang
mengkonsumsi rokok sangat kecil. Pada kasus ini hipotesa tersebut berlaku terhadap mahasiswa, dimana mahasiswa memiliki pemikiran yang rasional dan tidak bersifat emosional sehingga kemungkinan jumlah mahasiswa yang mengkonsumsi rokok tergolong rendah. Dari fakta yang diperoleh di lapangan bertolak belakang dengan hipotesa yang berlaku, jumlah mahasiswa yang merokok di Kota Bogor baik dari IPB maupun Universitas Pakuan tergolong tinggi. Responden berjumlah 120 orang. Pengambilan sampel tersebut dilakukan di kampus-kampus di Kota Bogor.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Deskripsi Rokok Mild Rokok jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) terdiri dari 2 jenis yaitu ringan
(mild) dan non ringan. Rokok kretek filter mild (Sigaret Kretek Mesin Ringan) adalah rokok kretek dengan kandungan tar dan nikotin terendah. Tampilan batang rokok slim dengan circumference (keliling lingkaran) berukuran 22 mm, total panjang produk 90 mm, dan setiap kemasan bungkus terdiri dari 16 batang. Pada umumnya konsumen rokok mengenal Sigaret Kretek Mesin Ringan dengan sebutan rokok mild12 Untuk mendapatkan rokok mild dengan kadar tar dan nikotin rendah yakni maksimal 20 mg tar dan 1,5 mg nikotin, umumnya menggunakan mesin khusus yang harganya relatif tinggi. Namun menurut hasil penelitian, untuk menurunkan kadar nikotin dan tar dapat juga dilakukan dengan berbagai cara antara lain mengurangi diameter rokok, penggunaan tembakau sintetis, menggelembungkan tembakau, penggunaan filamen yang lebih halus, dan penambahan karbon aktif13. 2.2.
Industri Rokok Mild Industri rokok pada awalnya dikuasai oleh merek-merek rokok yang
diproduksi secara konvensional, yaitu Sigaret Kretek Tangan (SKT). Akan tetapi, seiring perkembangan teknologi produksi rokok menggunakan mesin yang dikenal dengan Sigaret Kretek Mesin (SKM) yang mengandung komposisi tar dan nikotin yang cukup tinggi. Dengan penggunaan mesin dalam memproduksi rokok mengakibatkan volume produksi rokok melonjak tinggi secara drastis. 12
www.wkipedia.org.2006. Rokok (www.wikipedia.org)-26 Mei 2008 : 19:34:12 WIB Peraturan Pemerintah RI No. 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan (www.yahoo.com – 28 Mei 2008 : 20:18:00 WIB 13
15
Maraknya kampanye anti rokok yang disuarakan oleh LSM kesehatan dan masyarakat yang menuntut produksi rokok nasional segera dikurangi, karena sangat membahayakan kesehatan baik perokok aktif maupun perokok pasif. Kondisi ini membuat produsen-produsen rokok besar untuk memproduksi rokok dengan kandungan tar dan nikotin yang cukup rendah, dengan alasan bahwa rokok dengan kandungan tar dan nikotin yang rendah lebih dapat menjaga tingkat kesehatan konsumen rokok. Rokok mild yang pertama kali dipasarkan di Indonesia adalah A Mild yang diproduksi oleh PT HM Sampoerna Tbk. Rokok A Mild merupakan pionir di segmen rokok mild. Pada tahun 1989, saat awal peluncuran produk dan awal melakukan penetrasi pasar, produsen-produsen rokok menganggap bahwa langkah yang dilakukan oleh PT HM Sampoerna Tbk. merupakan langkah berani dan sangat beresiko tinggi. Pangsa pasar saat itu sangat dikuasai oleh SKT (sigaret Kretek Tangan) dan SKM (Sigaret Kretek Mesin) dengan kadar tar dan nikotin yang cukup tinggi. Masa-masa awal kemunculan A Mild mengalami tantangan yang sangat sulit. Persepsi konsumen rokok yang menganggap bahwa rokok low tar low nikotin kurang memiliki taste yang berdampak penerimaan konsumen rokok pada rokok low tar low nikotin sangat sulit. Untuk memperkenalkan produk dan menarik perhatian konsumen rokok PT HM Samporena Tbk. melakukan penetrasi pasar dengan melakukan berbagai kegiatan komunikasi pemasaran mulai dari iklan di televisi, media cetak hingga kegiatan below the line. Tema-tema kampanye iklan rokok A Mild selalu menarik, kreatif, unik, trend-setter dan mengundang perhatian dari konsumen rokok maupun
masyarakat.
Tema-tema
kampanye
ini
tidak
hanya
bertujuan
16
mengiklankan produk rokok A Mild, tetapi juga bersifat memberikan edukasi terhadap konsumen rokok maupun masyarakat. Perlahan tapi pasti pasar rokok mild semakin berkembang seiring dengan tingkat kesadaran konsumen rokok terhadap kesehatah tubuh. Berbeda dengan pertumbuhan volume penjualan rokok lainnya yang cenderung turun, rokok rendah tar dan nikotin mild menunjukkan pertumbuhan cukup baik yaitu tumbuh sekitar 31,8 persen per tahun mulai dari tahun 1998-2002 (Visi Data Riset Indonesia, 2004)14 Volume penjualan terbesar dikuasai oleh rokok A Mild produksi PT HM Sampoerna Tbk. yang kontribusinya hingga mencapai 65 persen terhadap total volume penjualan rokok mild hingga tahun 2006 (Tabel 6). Perkembangan pertumbuhan pasar rokok mild yang cukup menjanjikan dan memiliki prospek yang sangat cerah, membuat produsen rokok lain melirik pangsa produk rokok mild. Masuknya sejumlah produsen rokok besar di segmen pasar rokok mild yang dikuasai oleh PT HM Sampoerna Tbk. melalui produk A Mild membuat persaingan di segmen rokok mild sangat tinggi. Para produsen rokok yang masuk ke industri rokok dengan segmen pasar rokok mild membawa merek masingmasing antara lain: Class Mild, Star Mild, L.A. Mild, X Mild, U Mild, Djarum Light, Signature, Bentoel Light, dan Mezzo. 2.3.
Penelitian Terdahulu Daruwahyudi (2005) melakukan Penelitian Mengenai Analisis Ekuitas
Merek Margarin Konsumen pada Tingkat Rumah Tangga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh langsung dari masing-masing elemen ekuitas merek Simas terhadap ekuitas merek, dengan menggunakan teknik Structural 14
Visidata Riset Indonesia. 2004. Berebut Harumnya Asap Rokok (www.visinews.com)- 3 juni 2008-18:34:06 WIB
17
Equition Model (SEM), yakni kesadaran merek sebesar 66 persen, asosiasi merek sebesar 90 persen, persepsi kualitas sebesar 78 persen, dan loyalitas merek sebesar 75 persen, dimana pengaruh tersebut dinilai cukup besar terhadap ekuitas merek Simas. Simas memiliki tingkat asosiasi merek sangat kuat yaitu sebesar 90 persen, sedangkan nilai pengaruh dari persepsi kualitas yang juga cukup tinggi dapat dijadikan rujukan bahwa Simas di mata penggunanya memiliki kesan yang cukup baik. Nilai ekuitas merek Simas yakni sebesar 1,0026 menunjukkan Simas memiliki peluang yang
besar untuk merebut pangsa pasar dan menggeser
kepemimpinan Blue Band yang memiliki nilai ekuitas merek sebesar 1,2999. Hal ini terjadi karena Simas memiliki nilai indikator yang cukup baik pada elemen kesadaran merek, persepsi kualitas merek dan loyalitas merek. Ramadhani (2005) menganalisis Hubungan Faktor-faktor dalam Sistem Penilaian Karyawan dan Budaya Perusahaan terhadap Pengembangan Sumber Daya Manusia. Penelitian tersebut bertujuan menganalisis sejauh mana penerapan sistem
penilaian
kinerja
karyawan
dan
pengaruh
budaya
perusahaan
mempengaruhi pengembangan sumberdaya manusia dengan menggunakan teknik Structural Equition Model (SEM). Variabel yang diamati untuk mengukur penerapan sistem penilaian kinerja karyawan ada delapan. Variabel tersebut yaitu kemampuan penilaian, sikap penilai, sikap dan perilaku karyawan, bias penilaian, uraian pekerjaan, pengakuan prestasi kerja, keterbukaan antar penilai dan karyawan, dan analisis jabatan. Kedelapan variabel tersebut dapat diterima sebagai pembentuk penerapan sistem penilaian kinerja karyawan karena mempunyai nilai t diatas 1,96 (tingkat signifikan 5 persen). Variabel analisis jabatan mempunyai pengaruh paling besar
18
yaitu 47,8 persen dan
sebesar 1,00, sedangkan variabel sikap penilai dengan
sebesar 0,31 memiliki pengaruh terendah yaitu lima persen. Pada budaya perusahaan, variabel yang memiliki pengaruh terbesar yaitu norma perusahaan sebesar 47 persen dan gaya kepemimpinan ( =0,77) sebagai variabel dengan pengaruh terendah yaitu 30 persen. Sedangkan variabel indikator yang paling mempunyai pengaruh terhadap pembentukan pengembangan sumber daya manusia adalah penilaian desain pekerjaan yaitu sebesar 32 persen dengan sebesar 1,00. Penilaian proses recruitment dan seleksi karyawan dengan
sebesar
0,62 sebagai variabel indikator dengan kontribusi terendah. Pratiwi (2006) meneliti tentang Analisis Nilai Bagi pelanggan dan Loyalitas
konsumen
Macaroni
Panggang.
Penelitian
ini
bertujuan
mengidentifikasi karakteristik konsumen, serta menganalisis nilai bagi pelanggan Macaroni Panggang dan loyalitas konsumen Macaroni Panggang. Peubah laten pelayanan, karyawan dan citra memiliki nilai peubah manifest yang positif dan sama besar dengan koefisien masing-masing sebesar 1,00. setiap penguatan tawaran pelayanan, karyawan, dan citra sebesar satu unit akan menguatkan manfaat yang diharapkan pelanggan sebesar 1,00. Faktor lain yang memiliki kontribusi nilai peubah manifest sebesar 0.14 untuk pengalaman konsumen dan 0,005 untuk kinerja pesaing dan memiliki pengaruh positif. Pengaruh positif dalam hal ini adalah peningkatan pengalaman konsumen dan kinerja pesaing sebesar 1 unit akan meningkatkan loyalitas konsumen sebesar 0,14 dan 0,05. peran kinerja pesaing yang relatif kecil ini disebabkan karena peubah kinerja pesaing tida berpengaruh secara langsung terhadap loyalitas konsumen.
19
Penelitian Saputro (2005) dengan judul skripsi Analisis Sikap Konsumen dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian Rokok Kretek Mild (Studi Kasus konsumen Kota Bogor) bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam proses keputusan pembelian produk rokok, menganalisis atribut-atribut yang dianggap penting oleh konsumen pada produk rokok kretek mild, dan mengidentifikasi sikap konsumen terhadap berbagai atribut produk rokok kretek mild. Dengan menggunakan analisis faktor dari 15 variabel yang diteliti menunjukkan adanya lima faktor utama yang terbentuk yaitu faktor pribadi, faktor kenyamanan, faktor pengetahuan, faktor kesehatan, dan faktor nilai yang dipersepsikan sedangkan hasil analisis Fishbein menunjukkan bahwa semua atribut dipertimbangkan oleh konsumen. Berdasarkan urutan kepentingannya, atribut terpenting yang dipertimbangkan oleh konsumen adalah cita rasa, aroma, dan kemudahan memperoleh. Kemudian atribut yang berada pada urutan terakhir adalah atribut promosi. Susanto (2003) menganalisis perbandingan elemen-elemen ekuitas merek pada jamu kemasan di kota Semarang. Penelitian dilakukan pada tiga merek jamu kemasan yang paling banyak dikonsumsi oleh responden, yaitu Nyonya Meneer, Sido Muncul dan Jamu Jago. Responden berjumlah 100 orang dengan teknik pemilihan sampel judgement sampling yaitu pemilihan sampel dengan karakteristik konsumen berusia 20-25 tahun, berdomilisi di Semarang, dan pernah menggunakan produk jamu kemasan bermerek serta mempunyai pengalaman menggunakannya. Alat analisis yang digunakan adalah skala likert, median, dan kuartil, analisi deskriptif, diagram-performance, dan analisis proporsi.
20
Hasil yang diperoleh adalah merek Nyonya Meneer mendapat posisi yang lebih baik pada elemen kesadaran merek dibanding Sido Muncul dan Jamu Jago. Asosiasi pembentuk citra merek (brand image) pada merek Sido Muncul yaitu harga yang terjangkau, kualitas produk tinggi, merek sudah terkenal dan berkualitas, khasiatnya cepat terasa, dan aman bagi kesehatan. Asosiasi pada merek Jamu Jago yaitu berkualitas produk tinggi, mereknya sudah terkenal dan berkualitas, khasiatnya cepat terasa, dan aman bagi kesehatan. Asosiasi pada merek Nyonya Meneer yaitu rasa yang khas, khasiatnya cepat terasa, dan aman bagi kesehatan. Merek Nyonya Meneer memperlihatkan persepsi kualitas yang lebih bagus dibandingkan merek yang lainnya. Sido Muncul menjadi loyalitas merek dengan persentase switcher terkecil dibanding yang lain, kemudian disusul Nyonya Meneer dan Jamu Jago. Merek dengan ekuitas terkuat adalah Nyonya Meneer yang bersaing kuat dengan Sido Muncul. Nyonya Meneer lebih baik dalam elemen kesadaran merek, persepsi kualitas dan jumlah pengguna yang lebih banyak. Sido Muncul lebih baik dalam elemen asosiasi dan loyalitas. Jamu Jago belum mempunyai kekuatan yang bagus dibandingkan Nyonya Meneer dan Sido Muncul. Wulandari (2003) berjudul Mengetahui Elemen-elemen Ekuitas Merek Mie Instan. Sesuai dengan judulnya, penelitian Wulandari bertujuan untuk mengetahui elemen-elemen
ekuitas merek dari produk mie instan. Lokasi
penelitian adalah kompleks Perumahan Cimanggu Permai, Kelurahan Kedung Badak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan responden dilakukan dengan metode non probability sampling yaitu convenience sampling, berdasarkan kesediaan menjadi responden. Sampel diambil sebanyak 200 orang.
21
Analisis tentang elemen-elemen ekuitas merek diolah secara deskriptif, uji asosiasi Cochran, diagram Cartesius performance-importance, dan brand switching pattern matrix. Hasilnya, sebanyak 195 responden (95 persen) menggunakan hanya satu merek sisanya, 10 orang atau 5 persen responden mengkomsumsi lebih dari satu merek. Merek Indomie mendapat posisi yang lebih baik pada elemen kesadaran merek. Sarimi dan Supermi unggul pada elemen asosiasi merek. Supermi mempunyai persepsi kualitas yang lebih baik dibandingkan merek lainnya. Pada elemen loyalitas merek, Indomie mempunyai kondisi yang paling baik dengan tingkat perpindahan merek yang kecil, kemudian disusul merek Sarimi dan Supermi.
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Ekuitas Merek (Brand Equity) Menurut Durianto, et al (2004) brand equity adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa baik pada perusahaan maupun pelanggan. Ekuitas merek dapat dikelompokkan dalam lima kategori (Aaker, 2001) yaitu : 1. Brand Awareness (kesadaran merek), menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. 2. Brand Association (asosiasi merek), mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya, hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain. 3. Perceived Quality (persepsi kualitas), menceminkan
persepsi pelanggan
terhadap keseluruhan kualitas/keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenan dengan maksud yang diharapkan. 4. Brand Loyality (loyalitas merek), mencerminkan tingkat ketertarikan konsumen dengan suatu merek produk. 5. Other propietary brand asset ( aset-aset merek lainnya).
23
Persepsi Kualitas Kesadaran Merek
Loyalitas Merek
Asosiasi Merek
BRAND EQUITY Nama Simbol
Memberikan nilai pada pelanggan dengan menguatkan : Interpretasi/proses informasi Rasa percaya diri dalam keputusan pembelian Pencapain kepuasan dari pelanggan
Aset-aset Merek
Memberikan nilai bagi perusahaan dengan menguatkan Efisiensi dan efektifitas program pemasaran Loyalitas merek Harga/laba Perluasan merek Peningkatan perdagangan Keuntungan kompetitif
Gambar 2. Brand Equity (Ekuitas Merek) Sumber : Aaker (2001)
Empat elemen brand equity (ekuitas merek) diluar aset-aset merek lainnya dikenal dengan elemen-elemen brand equity (ekuitas merek) yaitu brand awareness (kesadaran merek), brand association (asosiasi merek), perceived quality (persepsi kualitas), brand loyality (loyalitas merek). Aset-aset merek lainnya secara langsung akan dipenuhi oleh kualitas dari empat elemen utama tersebut. Aset-aset brand equity memberikan keuntungan kompetitif yang seringkali menghadirkan rintangan nyata terhadap kompetitor.
24
Menurut UU Merek No. 15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan atau jasa. Definisi ini memiliki kesamaan dengan definisi versi American Marketing Association yang menekankan peranan merek sebagai identifer dan differentiator. Berdasarkan kedua defenisi ini, secara teknis apabila seorang pemasar membuat nama, logo atau simbol baru untuk sebuah produk baru, maka telah menciptakan merek. Pengertian merek menurut Aaker (2001) adalah nama atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu. Bagi Keller (2003), merek adalah suatu produk yang telah ditambahkan dengan dimensi-dimensi lainnya yang membuat produk tersebut berbeda dibandingkan produk lainnya yang sama-sama dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama. Jadi, suatu merek dapat membedakannya dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh kompetitor. Kartajaya (2005) lebih mendefenisikan merek sebagai “value indicator”, yaitu indikator yang menggambarkan seberapa kokoh dan solidnya nilai (value) yang ditawarkan perusahaan kepelanggan. Merek dapat dijadikan sebagai alat kunci bagi pelanggan dalam menetapkan pilihan pembelian dan merupakan payung yang melingkupi keseluruhan strategi pemasaran yang dijalankan oleh perusahaan. 3.2.
Konsep Customer-Based Brand Equity Keller (2003) mengemukakan suatu model untuk membangun brand
equity dalam rangka menciptakan suatu merek yang dapat disadari pelanggan dan
25
mempunyai asosiasi merek yang kuat, disukai, dan unik. Customer-based Brand Equity (CBBE) didefenisikan sebagai efek diferensial yang dimiliki dari pengetahuan tentang merek (brand knowledge) kepada respon konsumen dalam menanggapi stimulus pemasaran. Suatu merek, menurut Kelller (2003), dikatakan memiliki Customer-Based Brand Equity yang tinggi jika konsumen memberikan reaksi yang menguntungkan kepada produk dan bagaimana suatu produk dipasarkan jika diberikan merek dibandingkan jika produk tersebut tidak memiliki merek. Suatu produk dengan Customer-Based Brand Equity yang tinggi dapat memberikan manfaat seperti meningkatnya loyalitas konsumen, lebih tidak sensitifnya konsumen terhadap kenaikan harga, lebih sensitifnya konsumen terhadap penurunan harga, dan efek lainnya. Hubungan antara elemen brand equity dalam model Keller ditunjukkan oleh Gambar 3. Leverage of Secondary Association
Brand Image
Developing Marketing Progamme
BRAND EQUITY/BRAND BENEFITS Brand Awareness
Choosing Brand Element
Gambar 3. Model Customer-Based Equity menurut Kevin L. Keller Sumber : Keller (2003) Dalam model yang dikemukakan Keller, elemen-elemen Brand Equity terdiri dari “Brand-Building Tools and Objectives” membentuk “Customer Knowledge Effects” yang lalu membentuk “Branding Benefits/Brand Equity”
26
3.2.1. Sarana dan Tujuan Membangun Merek (Brand-building Tools and Objectives) Dalam membangun brand equity, dibutuhkan suatu merek yang disadari konsumen dan memiliki asosiasi merek yang kuat, disukai, dan unik. Dalam model Customer-Based Brand Equity, pengetahuan konsumen terhadap merek (brand knowledge) dibangun dari tiga elemen utama, yaitu : 1. Pemilihan elemen merek (Choosing Brand Element) 2. Membangun program pemasaran (Devoloping Marketing Program) 3. Daya ungkit dari asosiasi sekunder (Leverage of Secondary Association) 3.2.2. Efek Pengetahuan Pelanggan (Customer Konowledge Effects) Customer Knowledge Effects sering disebut sebagai sumber dari brand equity. Consumer-Based Brand Equity terjadi saat pelanggan mempunyai tingkat kesadaran merek yang tinggi dan akrab dengan merek tersebut serta mempunyai asosiasi merek yang kuat, disukai dan unik di dalam ingatannya (Keller, 2003). Dua faktor utama dari pelanggan (Consumer Knowledge Effects) yaitu: 1. Kesadaran terhadap merek (brand awareness) 2. Gambaran tentang merek (brand image). Dalam model seharusnya adalah brand association tetapi karena dalam penelitian ini yang dicari bukan dari sisi perusahaan melainkan dari sisi konsumen maka yang dipakai adalah brand image. 3.2.3. Manfaat yang mungkin diperoleh dengan memiliki merek (Branding Benefits/Brand Equity) Suatu merek dikatakan memiliki nilai positif jika pelanggan memberikan reaksi yang menyenangkan terhadap suatu produk dan memberikan dampak yang terbaik ketika produk itu sukses dipasaran. Sebaliknya suatu merek dikatakan
27
tidak memberikan manfaat jika pelanggan tidak peduli terhadap apa yang disediakan oleh produk tersebut. Manfaat yang mungkin diperoleh perusahaan dengan memiliki merek yang kuat antara lain: 1. Brand loyality merupakan respon yang tidak acak yang terlihat seiring berjalannya waktu melalui sejumlah unit pengembalian keputusan dengan memperhatikan satu/lebih alternatif merek di luar merek yang dipelajari dan merupakan fungsi kinerja psikologis. 2. Lebih tidak mudah diserang oleh aktifitas pemasaran pesaing dan krisis. 3. Tanggapan yang lebih elastis terhadap penurunan harga. 4. Tanggapan yang lebih inelastis terhadap kenaikan harga. 5. Greater trade cooperation and support. 6. Efisiensi dan efektifitas program pemasaran. 7. Brand extension. 3.2.4. Indikator Pengukuran Customer-Based Brand Equity Indikator yang dijadikan ukuran dalam penelitian ini adalah ukuran kesadaran terhadap merek (brand awareness) dengan indikatornya yakni depth (kesadaran dalam tingkat pengenalan dan daya ingat terhadap merek) dan breadth (luas jangkauan merek); ukuran gambaran terhadap merek (brand image) yang terdiri dari kekuatan merek (strong), tingkat kesukaan terhadap merek (favourable), dan keunikan merek (unique), ukuran pemilihan elemen merek (choosing brand element) dengan indikatornya logo merek, nama merek (brand names), kemasan (packaging), dan slogan dari merek. Ukuran pengintegrasian merek ke dalam kegiatan pemasaran dan dukungan dari program pemasaran
28
(integrating the brand into marketing activities and supporting marketing program) dengan indikator produk (product), harga (price), saluran distribusi (distribution channel), dan promosi (promotion); dan ukuran penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder (leverage of secondary association) yang meliputi pengaruh perusahaan (company), identifikasi negara asal produk (country of product), dan merek lainnya (other brand). Adapun dari masing-masing indikator tersebut dapat dijelaskan pada sub bagian berikut. 3.2.4.1.Ukuran Kesadaran Merek (Brand Awareness Measures) Kesadaran terhadap merek dibagi menjadi dua bagian, yaitu depth dan breadth. Depth merupakan tingkat kesadaran merek dalam level mental konsumen. Hal ini ditentukan bagaimana tingkat pengenalan terhadap merek (brand recognition) dan tingkat kemampuan mengingat ulang merek (brand recall). Brand recognition menggambarkan bagaimana kemampuan konsumen untuk mengkonfirmasi perkenalannya terhadap suatu merek di masa lampau dengan memberikan merek sebagai kunci. Dengan kata lain, dalam brand recognition dilihat bagaimana suatu pelanggan dapat membedakan suatu merek sebagai sesuatu yang pernah dilihat atau didengar. Brand recall menggambarkan kemampuan pelanggan untuk menyebut suatu merek yang diingat saat diberikan suatu kategori produk, pembelian, cara pembelian, atau penggunaan. Dengan kata lain, dalam brand recall dilihat bagaimana pelanggan dapat mengingat suatu merek secara tepat saat diberikan informasi tertentu. Breadth sebaliknya lebih praktikal dibandingkan depth. Semakin tinggi tingkat dari breadth akan mendorong lebih banyaknya tingkat
29
penggunaan produk baik dalam bentuk pembelian (purchase) maupun konsumsi (consumption) karena luasnya jangkauan merek ke berbagai daerah. Pada akhirnya, semakin tinggi breadth akan mendorong peningkatan market share. 3.2.4.2.Ukuran Citra Merek (Brand Image Measures) Sebenarnya yang ada di dalam model bukanlah brand image melainkan brand association. Bila brand association dilihat dari sisi manajemen, brand image dilihat dari sisi konsumen. Seharusnya brand association sama dengan brand image, tetapi pada prakteknya terjadi gap sehingga bagi manajemen, salah satu hal yang penting untuk meneliti dari sisi konsumen maka yang dipilih adalah brand image. Brand image berhubungan dengan persepsi yang paling baru dan berfluktuasi seiring berjalannya waktu. Brand image yang positif diperoleh melalui program pemasaran yang menghubungkan asosiasi merek yang kuat (strong) yang dilihat dari keterkaitan dan konsistensi kualitas, disukai (favourable) yang dilihat dari keinginan dan kemudahan membeli, dan unik (unique) yang dilihat dari poin-poin kesamaan dan perbedaan produk ke dalam memori pelanggan. Di luar hal ini masih ada cara lain terbentuknya brand image, seperti pengalaman langsung, informasi tidak langsung tentang merek, word of mouth, pengaruh dari merek itu sendiri, atau dari hubungan suatu merek dengan suatu perusahaan, negara, saluran distribusi, tempat, atau acara. 3.2.4.3 Ukuran Pemilihan Elemen Measures)
Merek
(Choosing
Brand
Element
Elemen dari merek merupakan informasi visual atau verbal yang digunakan untuk mengidentifikasi atau membedakan suatu produk. Elemen merek yang paling umum adalah nama merek, logo simbol, karakter, kemasan
30
(packaging), dan slogan. Salah satu tolak ukur bagaimana peranan pemilihan elemen merek terhadap upaya membangun merek adalah apakah pelanggan mengetahui tentang suatu produk atau jasa jika mereka hanya mengetahui nama merek, logo yang mengiringinya, dan seterusnya. Oleh sebab itu, elemen-elemen memiliki berbagai keunggulan, maka sebagian besar atau bahkan seluruh bagian dari elemen merek biasanya digunakan. 3.2.4.4.Ukuran Pengintegrasian Merek ke dalam Kegiatan Pemasaran dan Dukungan dari Program Pemasaran (Integrating the brand into Marketing Activities and the Supporting Marketing Program Measures) Walaupun pemilihan elemen merek yang tepat dapat memberikan peranan yang besar terhadap upaya membangun brand equity, input utama datangnya dari kegiatan pemasaran yang berhubungan dengan merek. Kegiatan pemasaran tersebut mencakup keempat komponen dari marketing mix, yaitu produk yang berkualitas (product), harga yang pantas (price), saluran distribusi yang efisien (distribution channel), dan program promosi yang efektif (programme). 3.2.4.5.Ukuran Penggunaan Daya Ungkit dari Asosiasi Sekunder (Leverage of Secondary Association Measures) Merupakan cara ketiga untuk membangun brand equity adalah dengan meningkatkan asosiasi sekunder. Asosiasi sekunder biasanya dihubungkan dengan entitas lain yang mempunyai asosiasinya sendiri, dengan kata lain asosiasi merek dapat diciptakan dengan menghubungkan suatu merek dengan bentuk informasi di dalam memori yang memberikan makna tersendiri bagi konsumen. Contohnya, suatu merek dapat dihubungkan dengan suatu sumber tertentu, misalnya pengaruh perusahaan (melalui strategi merek), negara atau wilayah geografis lainnya (melalui identifikasi asal dari produk), saluran distribusi, atau merek lainnya (melalui co-branding), karakter, tokoh yang terkait dengan merek
31
(melalui endorsement), acara olahraga/budaya (melalui sponsorships), atau penilaian dari pihak lain (melalui pemberian penghargaan). 3.3.
Kerangka Pemikiran Operasional Semakin berkembangnya pangsa pasar rokok mild, serta penerimaan
konsumen rokok bahwa rokok mild sebagai rokok yang lebih sehat dibanding rokok lain menyebabkan pasar rokok mild sebagai pasar yang sangat potensial untuk digarap. Kondisi ini menyebabkan produsen-produsen rokok lain masuk ke industri rokok mild dengan mengeluarkan merek masing-masing. Hal ini mengakibatkan persaingan di dalam industri rokok mild meningkat. Penelitian ini berpedoman pada tingginya brand share produk PT HM Sampoerna Tbk. Yaitu produk rokok dengan merek A Mild. A Mild menguasai pangsa pasar hingga 65 persen. A Mild sebagai pemimpin pasar di kategori ini, siklus produk (cycle product)nya berada pada kondisi stable maturity yang tingkat penjualannya tertinggi dibanding merek lain, tetapi mengalami kejenuhan pasar karena peningkatan persaingan merek. Pada akhirnya, banyak merek pesaing yang masuk pasar akan mempengaruhi dalam penilaian brand equity-nya dalam jangka panjang, khususnya rokok mild merek Class Mild sebagai pesaing utama yang sangat gencar melakukan promosi dengan mengikuti strategi promosi yang dilakukan oleh A Mild. Penelitian mengenai brand equity bertujuan untuk mengetahui nilai brand equity secara menyeluruh. Penelitian mengenai brand equity ini dilakukan dengan cara mengukur elemen-elemen brand equity yaitu kesadaran merek (brand awareness), citra merek (brand image), asosiasi merek, dan loyalitas merek.
32 Pionir dan Pemimpin Pasar pada Industri Rokok Mild (low tar, low nikotin) di Indonesia
Berbagai Merek Rokok Jenis Mild Bermuncukan Membanjiri Pasar Rokok Indonesia
A Mild Sampoerna
Persaingan Industri Rokok Jenis mild Sangat Tinggi
Mempertahankan Eksistensi Perusahaan dengan Memperbesar Market Share dan Mempertahankan Posisi Sebagai Market Leader pada Kategori Rokok jenis Mild dengan Membangun Kekuatan Merek Analisis Brand Equity (ekuitas merek) Rokok A Mild Sampoerna
Karakteristik Responden Jenis Kelamin, Usia, Ratarata Uang Bulanan, Konsumsi Rokok Setiap Hari, Rata-rata Pengeluaran Pembelian Rokok per Bulan, Lokasi Pembelian, Top of Mind Merek Rokok Mild, Merek Rokok Tetap yang Dikonsumsi, Frekuensi Berganti Merek Rokok yang Dikonsumsi dalam Sebulan
Analisis Deskriptif
Kesadaran Merek
Citra Merek
Depth Breadth
Strong Favourable Unit
Choosing Brand Element
Development MarketingProgram
Logo, Kemasan, Slogan
Product Promotion
Ukuran Penggunaan Daya Ungkit dari Asosiasi Sekunder Perusahaan, dan negara asal produk
Brand Equity (ekuitas merek)
SEM
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional
33
IV. METODE PENELITIAN 4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada sebagian penduduk kota Bogor, khususnya
mahasiswa. Lokasi penelitian yaitu di kampus perguruan tingi yang ada di Kota bogor yaitu IPB dan Universitas Pakuan. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Pertimbangan yang diambil adalah bahwa kedua perguruan tinggi tersebut dapat merepresentasikan perguruan tinggi yang ada di Kota Bogor. IPB sebagai salah satu perguruan tinggi negeri terkemuka di Indonesia memiliki mahasiswa dalam jumlah yang besar. Universitas Pakuan sebagai salah satu universitas swasta yang berkualitas di Kota Bogor memiliki jumlah mahasiswa yang cukup besar dengan mayoritas mahasiswa berasal dari Kota Bogor dan sekitarnya. Bogor merupakan kota berkembang, dengan kemudahan akses ke Ibukota Negara. Kota Bogor juga memiliki jumlah penduduk yang cukup besar, sangat potensial sebagai konsumen rokok mild. Penelitian di lapang dilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juni 2008. 4.2.
Metode Pengumpulan data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data kualitatif yang dikuantitatifkan dengan menggunakan skala yang diperoleh dengan survei dan observasi melalui hasil penyebaran kuesioner dan wawancara secara langsung dengan pihak konsumen. Penyusunan model kuesioner berdasakan penyesuaian dari setiap pertanyaan dalam model kuesioner penelitian yang telah diuji secara statistik oleh Jouhary (2005) dan berpatokan pada unsur-unsur yang ada dalam konsep Customer Brand
34
Equity. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur pada penelitian terdahulu, perpustakaan, dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan topik yang diteliti, BPS (Badan Pusat Statistika), jurnal pemasaran, buku-buku literatur, majalah, dan internet yang berhubungan dengan topik penelitian. Tabel 9. Jenis dan Sumber Data No Jenis data 1.
2.
Data Primer Pengukuran elemen-elemen Customer-Based Brand Equity (Kesadaran Merek, Citra Merek, Pemilihan Elemen Merek, Pengembangan Program Pemasaran, Penggunaan Daya Ungkit dari Asosiasi Sekunder)
Eksternal
Data Sekunder Gambaran Umum perusahaan
Eksternal (Data dan Informasi dari Penelitian Terdahulu,bukubuku literatur. Majalah marketing, internet, BPS, jurnal pemasaran, dan berbagai literatur yang mendukung topik penelitian
Penelitian Kepustakaan
4.3.
Sumber data
Kuesioner
Metode Pengumpulan Data Survei dan observasi melalui penyebaran kuesioner dan wawancara langsung dengan konsumen
Studi Literatur
Metode Penarikan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode non
probability yaitu metode purposive sampling. Metode purposive sampling merupakan metode penentuan sampel dimana sampel yang diambil berdasarkan pada pertimbangan tertentu dan pertimbangan itu didasarkan pada tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1989 dalam Fajri, 2005). Tujuan dari
35
pemilihan metode tersebut adalah mempermudah pengambilan sampel karena tidak semua konsumen menyukai dan mengetahui karakteristik dari rokok A Mild, sehingga hasil yang diperoleh dalam menganalisa brand equity merek yang diteliti dapat dipercaya. Pengambilan sampel dilakukan di kampus IPB dan kampus Universitas Pakuan. Pada penelitian ini, jumlah sampel yang digunakan berjumlah 120 responden dengan pertimbangan nilai covarience cukup besar yang dapat dilihat dari Correlation Matrix of ETA and KSI . Hal ini sesuai dengan ukuran sampel yang disarankan untuk analisis SEM adalah antara 100-200 (Firdaus dan Farid, 2008) yang merekomendasikan sedikitnya 100 responden, dan akan lebih baik jika sebesar 200 responden. Kuesioner yang diberikan kepada responden berisikan pertanyaan tertutup dan terbuka. Pertanyaan tertutup berupa pertanyaan alternatif dimana jawaban telah disediakan, sehingga responden hanya memilih salah satu alternatif jawaban yang menurutnya paling sesuai. Pertanyaan terbuka pada kuesioner adalah pertanyaan yang memberikan kebebasan kepada responden untuk menjawab. Responden diambil dari orang-orang yang pernah mengkomsumsi rokok merek mild dengan tujuan bahwa responden yang penah mengkosumsi rokok mild telah mengenal dan mengetahui jenis-jenis rokok mild serta dapat membedakan jenis-jenis rokok mild baik dari segi rasa, merek, logo, dan kemasan. Sebaran responden yaitu 60 responden dari mahasiswa IPB dan 60 responden dari mahasiswa Pakuan. Sebagai pembanding, dipilih rokok Class Mild dengan pertimbangan bahwa merek tersebut merupakan pesaing utama rokok A Mild.
36
4.4.
Metode Analisis Data Metode dan analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif
(descriptive analysis), skala likert, dan SEM. Data kuantitatif yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2003. Untuk analisis data dengan teknik Structural Equation Model (SEM) digunakan program khusus yakni LISREL 8.30. 4.4.1. Skala Likert Skala Likert adalah skala yang dapat memperlihatkan tanggapan konsumen terhadap suatu produk. Pada penelitian ini, skala Likert yang digunakan untuk mengukur citra merek, pengembangan program pemasaran, pemilihan elemen merek, dan penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder. Jumlah Skala Likert yang digunakan adalah 4 skala dengan menghilangkan unsur keragu-raguan dalam setiap pertanyaannya. Penggunaan jumlah skala likert tidak selalu 5, hal ini dibuktikan dengan adanya penelitian yang menggunakan jumlah skala 7 (Customer-Based Brand Equity menurut Netemeyer, et al., 2004 dalam Ghozali dan Fuad, 2005) dan 11 (Utilitas Merek bagi konsumen menurut Vasquez, Rio & Iglesias, 2002 dalam Ghozali dan Fuad, 2005). Nilai rata-rata dari pengukuran dengan skala ini dapat dipetakan pada rentang skala sebagai berikut : 1 : sangat tidak setuju 2 : tidak setuju 3 : setuju 4 : sangat setuju
37
4.4.2. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir, 2003). Analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini meliputi karakteristik responden yang terdiri dari jenis kelamin, usia, rata-rata uang bulanan responden, konsumsi rokok tiap hari, rata-rata pengeluaran pembelian rokok per bulan, lokasi pembelian, top of mind rokok mild, dan merek rokok tetap yang dikonsumsi responden. 4.4.3. Structure Equation Model (SEM) Metode ini digunakan untuk menganalisis depth (tingkat kedalaman pengenalan dan daya ingat terhadap merek, breadth (luas jangkauan merek), kekuatan merek (strong), tingkat kesukaan terhadap merek (favourable), keunikan merek (unique), logo merek, nama merek (brand names), slogan dari merek, produk (product), harga (price), saluran distribusi (distribution channel), promosi (promotion), dan merek lainnya (others brand) untuk menentukan brand equity value secara menyeluruh. Structure equation model (SEM) adalah sekumpalan teknik-teknik stastika yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif rumit secara simultan. Hubungan yang rumit itu dapat dibangun antara satu atau beberapa variabel independen. Masing-masing variabel dependen dan independen dapat berbentuk faktor atau konstruksi yang dibangun dari beberapa variabel indikator. Analisis SEM dapat disebut sebagai confirmatory factor analysis, maksudnya model SEM yang digunakan telah disusun sebelumnya dan lebih bersifat teoritis serta apakah sesuai dengan data yang
38
diperoleh daripada mencari model yang sesuai dengan data yang diperoleh (Myers dan Mullet, 2003). 4.4.3.1. Tahap-tahap dalam Structural Equation Modelling (SEM) Proses Structural Equation Model mencakup beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan. Langkah-langkah pada model Structural Equation Model digambarkan secara berurutan dalam gambar 5. Konseptualisasi model Penyusunan diagram alur (path diagram) Spesifikasi model Identifikasi model Estimasi parameter Penilaian model fit Modifikasi model Validasi silang mode Gambar 5. Tahap-tahap dalam SEM 1.
Konseptualisasi model. Tahap ini berhubungan dengan pengembangan hipotesis sebagai dasar dalam menghubungkan variabel laten dengan variabel laten lainnya, dan juga indikator-indikatornya. Dengan kata lain, model yang dibentuk adalah persepsi kita mengenai bagaimana variabel laten dihubungkan berdasarkan teori dan bukti yang kita peroleh dari disiplin ilmu kita. Konseptualisasi model ini juga harus merefleksikan pengukuran variabel laten melalui berbagai indikator yang dapat diukur. Berdasarkan pada penjelasan yang terdapat pada bab kerangka pemikiran maka indikator pada model penelitian
brand equity ini adalah depth (kedalaman dalam tingkat
39
pengenalan dan daya ingat terhadap merek), breadth (luas jangkauan merek), kekuatan merek (strong), tingkat kesukaan terhadap merek (favourable), keunikan merek (unique), logo merek, nama merek (brand names), kemasan (packaging), slogan dari merek, produk (product), harga (price), saluran distribusi (distribution channel), promosi (promotion), pengaruh perusahaan (company), dan merek lainnya (other brands) 2. Penyusunan diagram alur (path diagram construction). Penyusunan diagram alur ini akan memudahkan kita dalam menvisualisasikan hipotesis dalam konseptualisasi model diatas. Visualisasi model akan mengurangi tingkat kesalahan kita dalam pembangunan suatu model dengan menggunakan program tertentu, dimana dalam penelitian ini digunakan program LISREL 8.30. 3.
Spesifikasi model. Spesifikasi model menggambarkan sifat dan jumlah parameter yang diestimasi. Analisis data tidak dapat dilakukan sampai tahap ini selesai.
4.
Identifikasi model. Informasi
yang diperoleh dari data diuji untuk
menentukan apakah cukup untuk mengestimasi parameter dalam model. Pada tahap ini kita harus memperoleh nilai yang unik untuk keseluruhan parameter dari data yang kita peroleh. Jika hal ini tidak dapat dilakukan, maka modifikasi model mungkin harus dilakukan untuk dapat diidentifikasi sebelum melakukan estimasi.parameter. 5. Estimasi parameter. Setelah model struktural dapat diidentifikasi, maka estimasi parameter dapat diketahui. Pada tahap ini, estimasi parameter untuk suatu model diperoleh dari data dengan menggunakan program LISREL 8.30
40
sehingga, menghasilkan matriks kovarians berdasarkan model (model-based covariance matrix) yang sesuai dengan kovarians matriks sesungguhnya (observed covariance matrix). Uji signifikansi dilakukan dengan menentukan apakah parameter yang dihasilkan secara signifikan berbeda dari nol. 6.
Penilaian model fit. Suatu model dikatakan fit apabila kovarians matriks suatu model (model-based covariance matrix) adalah sama dengan kovarians data (observed). Menurut Hair et al., (1998) dalam penetapan kesesuain model (Goodness of fit) diperiksa adanya offending estimate atau dugaan yang tidak wajar. Adapun ukuran yang umum digunakan menurut Hair et al., (1998) sebagai berikut:
a. P adalah probabilitas untuk memperoleh penyimpangan (deviasi) besar sebagaimana ditunjukkan oleh nilai Chi-square. Sehingga nilai Chi-square yang signifikan (kurang dari 0,05) menunjukkan bahwa data empiris yang diperoleh memiliki perbedaan dengan teori yang telah dibagun berdasarkan structural equation model. Sedangkan nilai probabilitas yang tidak signifikan adalah yang diharapkan, yang menunjukkan bahwa yang dinginkan adalah menerima hipotesis dimana nilai P yang diharapkan lebih besar dari 0,05 b. RMSE (Root Means Square Error of Approximation) adalah indeks untuk mengkompensasi Chi-square dalam contoh besar menunjukkan kesesuain yang diharapkan bila model diestimasi. Syarat agar model menunjukkan close fit adalah RMSE
0,08.
c. GFI (Goodness of Fit = R2 dalam regresi) dan AGFI (Adjusted R2) adalah rentang ukuran antara 0 (poor fit) sampai dengan 1 (perfect fit) yang memperhitungkan proporsi tertimbang dari varian dalam sebuah matriks
41
kovarian contoh. Nilai GFI dan AGFI diantara 0,80
0,90 menunjukkan good fit (baik), jika
GFI dan AGFI < 0,90 menunjukkan marjinal fit (sedang).
d. RMR (Root Mean Square Residual) merupakan salah satu ukuran yang tergolong ukuran kebaikan absolute fit measure. Ukuran RMR sebenarnya merupakan ukuran ketidakcocokan model dengan data, sehingga nilai RMR diharapkan kecil. Nilai RMR yang disarankan adalah
0,01.
7. Modifikasi model. Setelah melakukan penilaian model fit, maka model penelitian diuji untuk menentukan apakah modifikasi model diperlukan karena tidak fitnya hasil yang diperoleh pada tahap keenam. Namun harus diperhatikan, bahwa segala modifikasi (walaupun sangat sedikit), harus berdasarkan teori yang mendukung. Dengan kata lain, modifikasi model seharusnya tidak dilakukan hanya semata-mata untuk mencapi model fit. 8. Interpretasi model. Setelah model yang didapatkan sudah fit, maka model tersebut dapat digunakan menerangkan data. Dalam proses interpretasi, terdapat variabel yang dijadikan patokan
(pembanding) dengan cara
memberikan nilai 1,00 untuk nilai λ yang tertinggi. Variabel indikator yang lain dalam SEM bersifat bebas /free (tidak ditetapkan suatu nilai tertentu pada variabel tersebut). Prosedur yang dilakukan dengan menambah perintah VA pada
yang ingin dijadikan pembanding pada sintax, sehingga akan
dihasilkan nilai
yang telah dibakukan. Hal ini bertujuan untuk
mempermudah dalam interpretasi model (Ghozali dan Fuad, 2005). Nilai untuk model struktural (hubungan antar variabel laten) tidak dapat dibakukan (fixed), karena memiliki keragaman data yang berbeda.
42
Abbas (2001) menyatakan bahwa variabel didalam SEM terdiri dari variabel manifest dan variabel laten.Variabel manifest adalah variabel yang dapat diamati dan diukur langsung, sedangkan variabel laten adalah variabel yang tidak dapat diamati dan diukur langsung, tetapi dapat dibangun atau dibentuk oleh variabel lain yang dapat diukur. Variabel laten diberi simbol (ksi). Variabel yang digunakan untuk membangun variabel laten disebut variabel indicators dan diberi simbol x atau y. Pengaruh dari variabel laten terhadap variabel indicators disebut factor loading yang diberi simbol (lambda). Selanjutnya Joreskog dan Sorbom (1996) menambahkan bahwa variabel laten tak bebas dan variabel laten bebas mempunyai hubungan linear struktural sebagai berikut: =
+
+
dimana: = matriks koefisien variabel laten tidak bebas berukuran m x m = matriks koefisien variabel laten bebas berukuran m x n = vektor variabel laten tak bebas berukutan m x 1 = vektor variabel laten bebas berukuran n x 1 = vektor sisaan acak berukuran m x 1 Terdapat dua persamaan matriks yang digunakan untuk menjelaskan model pengukuran. Namun dalam penelitian ini menggunakan satu persamaan untuk variabel penjelas tidak bebas : X= x + Dimana: X = vektor variabel penjelas tidak bebas yang berukuran q x 1 x = matriks kofisien yang mengindikasikan pengaruh variabel laten bebas terhadap variabel penjelas bebas yang berukuran q x n = vektor variabel laten tidak bebas yang berukuran n x 1 = vektor kesalahan pengukuran variabel penjelas tidak bebas yang berukuran q x1
43
Model SEM dinyatakan juga dalam bentuk diagram lintas. Keuntungan dari diagram lintas adalah mempermudah dalam memahami hubungan antar peubah baik dalam model pengukuran maupun model struktural. Analisis SEM yang digunakan dalam penelitian ini adalah Secondary Confirmatory factor Analysis. Secara umum, analisis SEM merupakan First Order Confirmatory Analysis, dimana satu faktor laten memiliki beberapa indikator, dimana indikator-indikator tersebut dapat dikur secara langsung. Tetapi apabila indikator-indikator tersebut tidak dapat diukur secara langsung maka memerlukan beberapa indikator lain yang disebut Second Order Confirmatory Factor Analysis. Namun, untuk teknik interpretasi hasil data tetap sama dengan teknik interpretasi First Order Confirmatory Analysis. Tabel 10. Notasi Lisrel Notasi Keterangan (ksi) Variabel laten bebas, digambarkan sebagai lingkaran pada model struktural SEM (eta) Variabel laten tidak bebas (variabel laten tidak bebas dan juga dapat menjadi variabel laten bebas pada persamaan lain) (gama) Koefisien korelasi variabel laten bebas terhadap variabel laten tidak bebas X Indikator variabel laten bebas (lambda) Koefisien korelasi antara variabel laten bebas terhadap indikator-indikatornya (delta) Kesalahan pengukuran dari indikator variabel laten bebas
4.4.3.2. Aplikasi SEM dalam pengukuran Brand Equity Value 1. Membentuk path diagram (diagram jalur) Membentuk sebuah gambar yang menampilkan hubungan (relationship) yang lengkap dari sekelompok konstruk (construct) yang berbentuk oval dan sekelompok indikator/observasi yang berbentuk persegi (dalam SEM). Garis lurus
44
dengan panah menunjukkan bahwa variabel sumber panah adalah variabel independen dan variabel yang dikenai panah adalah variabel dependen. 2. Menterjemahkan Diagram Jalur (Path Diagram) ke dalam Persamaan Secara umum, teknik di dalam pembentukan persamaan dalam model SEM terbagi menjadi dua, yaitu : a. Mengestimasi beberapa persamaan yang saling berhubungan secara simultan (Structural Model) Ada dua jenis sifat dalam structural model, yaitu : 1.
Variabel Eksogen (Exogenous Variable), adalah variabel konstruk (construct) yang menjadi variabel independen, yaitu variabel yang tidak diprediksi oleh variabel konstruk (construct) yang lain.
2.
Variabel Endogen (Endogenous Variable), adalah variabel konstruk (construct) yang menjadi variabel independen, yang diprediksi oleh variabel konstruk yang lain. Variabel konstruknya adalah brand equity/brand benefits, brand awareness, brand image, choosing brand element, developing marketing program, dan leverage of secondary association.
b. Mempresentasikan variabel kontruk (construct) berdasarkan variabel observasi (Measurement Model) Berdasarkan indikator-indikator yang telah disebutkan diatas, maka dapat diperoleh nilai presentase (bobot nilai) dari setiap variabel observasi yang mempengaruhi setiap variabel konstruk. Pada akhirnya akan didapat bobot nilai dari setiap variabel konstruk yang merupakan elemen-elemen utama dalam customer-based brand equity pembentuk brand equity value.
45
λ11x Brand Awareness
λ12x
x λ21 x λ 22
Brand Image
γ
x λ 23
γ
γ
Brand Equity Value
x λ31 x λ32
Choosing Brand Element
λ
ξ1
X11
δ11
X12
δ 12
X21
δ 21
X22
δ 22x
X23
δ 23x
X31
δ 31
X32
δ 32
X33
δ 33
x 33
γ γ
Development Marketing Programme
Leverage of Secondary Association
x λ41
X41 x λ42
λ
x 51 x λ52
Gambar 6. Model Persaman Struktural
X42
δ 41 δ 42
X51
δ 51
X52
δ 52
46
Keterangan : Variabel Brand Equity (ekuitas merek) terdiri dari lima variabel Laten: 1.
2.
3.
Kesadaran Merek (Brand Awareness) terdiri atas dua variabel indikator. X11
= Depth
X12
= Breadth
Citra Merek (Brand Image) terdiri atas tiga variabel indikator. X21
= Strong
X22
= Favourable
X23
= Unique
Ukuran pemilihan Elemen Merek (Choosing Brand element Measures) terdiri atas tiga variabel indikator.
4.
X31
= Logo
X32
= Packaging
X33
= Slogan
Program Pengembangan Pemasaran (Development Marketing Program) terdiri atas dua variabel indikator.
5.
X41
= Product
X42
= Promotion
Ukuran Penggunaan Daya Ungkit dari Asosiasi Sekunder (Leverage Of Secondary Asosiaciation Measures) terdiri atas dua variabel indikator. X51
= Company
X52
= Country of origin
47
V. KARAKTERISTIK RESPONDEN Penelitian ini bertujuan membandingkan Brand equity dari rokok A Mild Sampoerna yang diproduksi oleh PT HM Sampoerna dengan rokok Class Mild yang diproduksi oleh PT Nojorono. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 120 orang yang masih berstatus mahasiswa dan telah menjadi perokok dalam tiga bulan terakhir serta pernah mengkonsumsi rokok jenis mild. Responden terdiri dari mahasiswa dari dua perguruan tinggi yakni IPB dan Universitas Pakuan. Secara umum jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan persyaratan jumlah sampel dalam analisis model persamaan struktural. 5.1.
Jenis Kelamin Jenis kelamin seseorang mempunyai pengaruh dalam gaya hidup dan
kebiasaan seseorang, yang pada akhirnya berpengaruh juga kepada keputusan pembelian. Dalam penelitian jumlah responden pria perokok sebesar 95,8 persen dan wanita yang mengkonsumsi rokok sebesar 4,17 persen. Besarnya persentase responden jenis kelamin pria disebabkan merokok bagi kalangan pria sudah merupakan hal yang wajar, adanya stigma dikalangan perokok pria bahwa merokok mengambarkan sifat “laki-laki sejati”, menunjukkan kedewasaan, dan dengan merokok mendapatkan lebih banyak teman. Kecilnya jumlah responden wanita karena mengkonsumsi rokok bagi wanita masih merupakan hal yang tabu dalam norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan masih melekatnya image negatif terhadap wanita perokok. Responden wanita sebagian besar masih menutupi identitas dirinya sebagai perokok, biasanya wanita merokok pada kesempatan dan tempat tertentu saja seperti di kost-kost, klub malam, dan cafe-
48
cafe sehingga sangat sulit menemukan responden wanita yang merokok. Hal ini berdampak pada sedikitnya responden wanita yang diperoleh.
Je nis Ke lamin
4.17% Jenis Kelamin Laki-laki Jenis Kelamin Perempuan
95.83%
Gambar 7. Diagram Jenis Kelamin Responden 5.2.
Usia Pada Gambar 8 menunjukkan bahwa konsumen rokok didominasi oleh
responden yang berusia 21-25 tahun yaitu sebesar 68,33 persen. Hal ini disebabkan pada selang usia inilah tahap pencarian jati diri, intensitas bersosialisasi dengan teman sangat tinggi, serta kesadaran akan bahaya mengkonsumsi rokok masih rendah. Pada umumnya responden pada selang usia ini merupakan responden yang telah lama menjadi perokok yang disebabkan faktor kebiasaan, serta untuk berhenti mengkonsumsi rokok menjadi sangat sulit. Responden mahasiswa terdiri dari mahasiswa D3, mahasiswa S1 dan mahasiswa S2. Responden terbanyak berasal dari mahasiswa D3 baik dari responden pria maupun responden wanita.
49
USIA 7.50%
24.17% Usia 15-20 tahun Usia 21-25 tahun Usia 26-30 tahun
68.33%
Gambar 8. Diagram Usia responden 5.3.
Rata-rata Uang Bulanan Responden Karakteristik dari produk rokok adalah merupakan produk kebutuhan
sekunder artinya bukan kebutuhan utama (primer), produk yang tergolong mahal. Rata-rata uang bulanan menjadi salah satu faktor utama responden dalam melakukan keputusan dalam pembelian rokok. Artinya semakin besar jumlah uang bulanan semakin besar kemungkinan menjadi pengkonsumsi rokok serta jumlah rokok yang dikonsumsi perhari. Responden terbanyak adalah responden dengan uang bulanan Rp 750.001- Rp 1000.000 sebanyak 67.50 persen. Mayoritas responden mendapat kiriman uang bulanan dari orang tua sebesar Rp 750.000-Rp 100.000. Hal ini menggambarkan bahwa mayoritas responden mahasiswa berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah. Rokok merupakan produk yang dapat dikonsumsi oleh siapa saja dan bukan merupakan produk eksklusif yang hannya dapat dikonsumsi oleh masyarakat ekonomi kelas atas. Besaran uang bulanan mahasiswa bukan merupakan faktor yang menyebabkan mahasiswa menjadi konsumen rokok. Akan tetapi, besaran uang bulanan berbanding lurus terhadap jumlah rokok yang dikonsumsi oleh responden.
50
Rata-rata Uang Bulanan (Rp)
8.33%
7.50%
Rata-rata Uang Bulanan 750000-1000000 Rata-rata Uang Bulanan 1000001-1250000
16.67%
Rata-rata Uang Bulanan 1250001-1500000 Rata-rata Uang Bulanan 1500001-1750000 67.50%
Gambar 9. Diagram Rata-rata Uang Bulanan 5.4.
Konsumsi Rokok per Hari (Bungkus) Responden terbanyak adalah responden dengan tingkat konsumsi rokok
tiap hari <1 bungkus sebesar 48,33 persen, sedangkan konsumsi rokok tiap hari satu bungkus sebesar 36,67 persen, konsumsi rokok tiap hari satu hingga dua bungkus sebesar 14,17 persen, dan konsumsi rokok tiap hari >2 bungkus sebesar 0,83 persen. Dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden bukanlah perokok berat bila dilihat dari sisi jumlah rokok yang dikonsumsi tiap hari. Konsumsi Rokok Tiap Hari (Bungkus)
14.17%
0.83%
Konsumsi Rokok Tiap Hari (Bungkus) <1
48.33%
36.67%
Konsumsi Rokok Tiap Hari (Bungkus) 1 Konsumsi Rokok Tiap Hari (Bungkus) (1-2) Konsumsi Rokok Tiap Hari (Bungkus) >2
Gambar 10. Diagram Konsumsi rokok Tiap Hari (Bungkus)
51
5.5.
Rata-rata Pengeluaran Pembelian Rokok per Bulan Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa jumlah responden terbanyak adalah
responden yang memiliki rata-rata pengeluaran pembelian rokok per bulan Rp 50.000-Rp 100.000 sebesar 36,67 persen. Jika melihat dari konsumsi rokok tiap hari, hal ini berbanding lurus. Responden pada konsumsi rokok tiap hari <1 bungkus sebesar 48,33 persen, jika dikonversikan dalam bentuk rupiah maka pengeluaran per bulan jika mengkosumsi rokok per hari <1 bungkus sebesar Rp 50.000-Rp 100.000. Jika dihubungkan dengan rata-rata uang bulanan responden, rata-rata responden mengeluarkan 10,7 persen dari uang bulanan yang dimiliki untuk pembelian rokok. Responden yang memiliki uang bulanan paling rendah yaitu Rp 750.000-Rp 1000.000 mengeluarkan biaya pengeluaran pembelian rokok per bulan < Rp 50.000 dan pengeluaran pembelian rokok per bulan Rp 50.000-Rp 100.000. Rata-rata Pengeluaran Pembelian Rokok per Bulan
14.17%
24.17%
12.50%
12.50% 36.67%
Rata-rata Pengeluaran Pembelian Rokok per Bulan <50.000 Rata-rata Pengeluaran Pembelian Rokok per Bulan 50.000-100.000 Rata-rata Pengeluaran Pembelian Rokok per Bulan 100.001-150.000 Rata-rata Pengeluaran Pembelian Rokok per Bulan 150.001-200.000 Rata-rata Pengeluaran Pembelian Rokok per Bulan >200.000
Gambar 11. Diagram Rata-rata Pengeluaran Rokok per Bulan 5.6.
Lokasi Pembelian Berdasarkan lokasi pembelian rokok mild, sebanyak 86,67 persen
responden membeli rokok di warung/toko terdekat. Hal ini disebabkan oleh
52
keinginan konsumen rokok untuk mendapatkan merek rokok yang diinginkan secara mudah dan cepat diperoleh. Kondisi ini dimanfaatkan oleh produsen rokok dengan mendistribusikan produknya di warung/toko pinggir jalan yang dekat dengan pemukiman penduduk. Sebanyak 11,67 persen responden membeli rokok di Minimarket, dan 1,67 persen responden melakukan pembelian rokok di supermarket. Perbedaan harga antara rokok mild yang dijual di supermarket atau minimarket dengan harga rokok mild yang dijual di warung/toko terdekat berkisar antara Rp 200-Rp 300. Harga rokok yang tidak berbeda jauh menyebabkan konsumen lebih memilih membeli rokok di warung/toko terdekat serta lebih efisien dan mudah memperolehnya. Lokasi Pembelian 11.67% 1.67%
Lokasi Pembelian Minimarket Lokasi Pembelian Supermarket Lokasi Pembelian Warung/Toko Terdekat
86.67%
Gambar 12. Lokasi Pembelian 5.7.
Top Of Mind Merek Rokok Mild Berdasarkan data yang diperoleh dari jawaban responden terhadap
pertanyaan kuesioner mengenai merek rokok mild yang paling diingat maka diperoleh rokok A Mild Sampoerna menempati urutan teratas dalam Top Of Mind yaitu sebesar 66,67 persen dari jumlah responden. Rokok Class Mild menempati urutan kedua dalam Top of Mind yaitu sebesar 24,17 persen, rokok U Mild
53
sebesar 5 persen, rokok Star Mild sebesar 2,5 persen, dan rokok lainnya/non Mild sebesar 1,67 persen. Top of mind menggambarkan merek rokok mild yang paling diingat oleh responden atau merek rokok mild yang paling melekat di benak responden. Top Of Mind Merek Rokok Mild
Top Of Mind Merek Rokok Mild A Mild Sampoerna
2.50% 5.00% 1.67%
Top Of Mind Merek Rokok Mild Class Mild
24.17%
66.67%
Top Of Mind Merek Rokok Mild Star Mild Top Of Mind Merek Rokok Mild U Mild Top Of Mind Merek Rokok Mild Lainnya/non Mild
Gambar 13. Top Of Mind Rokok Mild 5.8.
Merek Rokok Tetap yang Dikonsumsi Oleh Responden Berdasarkan Gambar 14 diperoleh jumlah responden terbanyak yaitu
responden yang mengkonsumsi rokok A Mild sampoerna sebagai rokok tetap sebesar 51,67 persen, merek rokok Class Mild berada pada urutan kedua sebesar 26,67 persen, merek rokok Star Mild sebesar 5,83 persen, merek rokok LA Light sebesar 1,67 persen, dan merek rokok non mild sebesar 14,17 persen. Mayoritas responden memilih rokok A Mild sebagai rokok tetap disebabkan karena kualitas rasa yang ditawarkan oleh rokok A Mild. Responden merasa lebih cocok dengan rasa yang dimiliki oleh rokok A Mild dan lebih percaya terhadap kualitas rasa rokok A Mild.
54
Merek Rokok Tetap yang Dikonsumsi Oleh Responden 14.17% 1.67% 5.83%
51.67% 26.67%
Merek Rokok Tetap yang Dikonsumsi Responden A Mild Sampoerna Merek Rokok Tetap yang Dikonsumsi Responden Class Mild Merek Rokok Tetap yang Dikonsumsi Responden Star Mild Merek Rokok Tetap yang Dikonsumsi Responden LA Light Merek Rokok Tetap yang Dikonsumsi Responden Non Mild
Gambar 14. Merek Rokok Tetap yang Dikonsumsi oleh Responden 5.9.
Frekuensi Berganti Merek Rokok dalam Sebulan Berdasarkan Gambar 15 dapat diketahui bahwa sebanyak 51,67 persen
responden tidak pernah berganti merek rokok dalam sebulan. Responden yang berganti merek rokok dalam sebulan sebanyak satu kali sebesar 31,67 persen, responden yang berganti merek rokok dalam sebulan sebanyak dua kali sebesar 10 persen, dan responden yang berganti merek rokok dalam sebulan sebanyak 3 kali sebesar 6,67 persen. Dari penjelasan di atas, mayoritas responden memiliki loyalitas terhadap merek rokok tetap yang dikonsumsinya. Frekuensi Berganti Merek Rokok Dalam Sebulan
10.00%
31.67%
Frekuensi Berganti Merek Rokok Dalam Sebulan 0 kali
6.67%
Frekuensi Berganti Merek Rokok Dalam Sebulan 1 kali 51.67%
Frekuensi Berganti Merek Rokok Dalam Sebulan 2 kali Frekuensi Berganti Merek Rokok Dalam Sebulan 3 kali
Gambar 15. Frekuensi Berganti Merek Rokok dalam Sebulan
55
VI. UKURAN ELEMEN-ELEMEN BRAND EQUITY 6.1.
Ukuran Kesadaran Merek (Brand Awareness Measures) Penelitian ini menggunakan dua indikator untuk mengukur komponen
merek (brand awareness) menurut Keller (2003), yaitu depth yang mencakup kedalaman dalam tingkat pengenalan merek (brand recognation) maupun daya ingat terhadap merek (brand recall) dan juga breadth yang merupakan luas jangkauan merek. 6.1.1. Depth (tingkat kesadaran merek dalam level mental konsumen) Hal ini ditentukan bagaimana tingkat kemampuan mengingat ulang merek (brand recall) dan tingkat pengenalan terhadap merek (brand recognation). Brand recall mencerminkan merek-merek apa yang diingat oleh responden setelah menyebutkan merek yang pertama kali disebut. Pengingatan kembali terhadap merek ini dilakukan tanpa bantuan (unaided recall). Brand recognation adalah tingkat minimal kesadaran merek, dimana pengenalan terhadap suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali dengan bantuan (aided recall). Untuk mengetahui nilai depth yaitu dengan menggunakan beberapa indikator yaitu tingkat pengenalan dan pengetahuan terhadap merek yang diujikan, tingkat kemudahan mengingat merek, tingkat kemampuan responden membedakan antar merek. Pengujian dilakukan dengan membandingkan antara merek rokok A Mild Sampoerna dengan merek rokok Class Mild, hasil pengujian dapat dilihat dari jawaban masing-masing responden.
56
70
60.8 53.4
60
45
counnt
50
Persentase rokok Mild
40 30
19.2
20 10
0.8 1.7
18.3
Persentase rokok Cass Mild
0.8
0 sangat tidak setuju
tidaksetuju
setuju
sangat setuju
Kategori
Gambar 16. Diagram Persepsi Responden terhadap Tingkat Mengenal dan Mengetahui Merek Rokok A Mild dan Class Mild Berdasarkan Gambar 16 dapat diketahui bahwa sebanyak 53,4 persen responden menjawab setuju telah mengenal dan mengetahui merek rokok A Mild, sebanyak 45 persen menjawab sangat setuju telah mengenal dan mengetahui merek rokok A Mild. Pada merek rokok Class Mild diketahui bahwa sebanyak 60,8 persen responden menjawab setuju, 18,3 persen menjawab sangat setuju telah mengenal dan mengetahui merek rokok Class Mild. Dari hasil diagram persepsi responden terhadap tingkat mengenal dan mengetahui merek rokok dapat diambil kesimpulan bahwa merek rokok A Mild lebih dikenal dan diketahui oleh responden. Untuk mengetahui nilai depth yang bertujuan mengetahui seberapa besar brand awareness responden terhadap merek rokok tersebut, maka dalam hal ini tingkat kemudahan mengingat merek rokok juga harus diketahui. Pada Gambar 17 dapat diketahui bahwa sebanyak 50 persen responden menjawab setuju mudah mengingat merek rokok A Mild, sebanyak 42,5 persen responden menjawab sangat setuju mudah mengingat merek rokok tersebut. Sedangkan untuk merek rokok Class Mild sebanyak 57,5 persen responden menjawab setuju mudah
57
mengingat merek rokok tersebut, dan sebanyak 23,3 persen menjawab sangat setuju mudah mengingat merek rokok Class Mild. Berdasarkan diagram persepsi responden terhadap tingkat kemudahan mengingat merek rokok dapat diambil kesimpulan bahwa responden lebih mudah mengingat merek rokok A Mild. 70
57.5
60
50
count
50
42.5
40
Persentase rokok Mild
30
19.2
20 10 0
23.3
0.8
0
sangat tidak setuju
Persentase rokok Cass Mild
6.7 tidaksetuju
setuju
sangat setuju
Kategori
Gambar 17. Diagram Persepsi Responden terhadap Tingkat Kemudahan Mengingat Merek Rokok Faktor kemudahan membedakan antara merek produk merupakan salah satu indikator dalam mengukur nilai depth dari brand awareness. Dalam Gambar 18 dapat diketahui bahwa kemudahan membedakan merek rokok A Mild dan merek rokok Class Mild memiliki nilai yang hampir sama, tetapi yang membedakan keduanya yaitu pada kategori sangat memuaskan. Merek rokok A Mild lebih unggul dari merek rokok Class Mild. Pada merek rokok A Mild terdapat sebanyak 40 persen responden menjawab sangat setuju dapat membedakan dengan mudah merek rokok tersebut dengan merek rokok yang lain. Sedangkan merek rokok Class Mild responden yang menjawab sangat setuju sebesar 21,7 persen.
58
70 60
53.3
60
count
50
40
40
Persentase rokok A Mild
30
16.7
20 10
21.7
1.7 1.7
Persentase rokok Cass Mild
5
0 sangat tidak setuju
tidaksetuju
setuju
sangat setuju
Kategori
Gambar 18. Diagram Persepsi Responden terhadap Kemampuan Membedakan Merek Rokok A Mild dengan Merek Rokok Lain 6.1.2. Breadth (luas area jangkauan merek) Semakin tinggi tingkat dari breadth akan mendorong lebih banyaknya tingkat penggunaan produk baik dalam bentuk pembelian (purchase) maupun konsumsi (consumption) karena luasnya jangkauan merek ke berbagai daerah. Pada akhirnya, semakin tinggi breadth akan mendorong peningkatan market share. Dari Gambar 19 dapat diketahui luas area jangkauan merek rokok yaitu dengan indikator kemudahan menemukan rokok tersebut di berbagai toko, warung, dan supermarket. Dari jawaban responden diketahui 40 persen responden setuju bahwa merek rokok A Mild dapat dengan mudah ditemukan di berbagai toko, warung, dan supermarket, 55,8 persen responden menjawab sangat setuju. Untuk merek rokok Class Mild, 52,5 persen responden menjawab setuju dan 30,8 persen responden menjawab sangat setuju menemukan rokok tersebut di berbagai toko, warung, dan supermarket. Hal ini menunjukkan bahwa merek rokok A Mild memiliki nilai breadth yang lebih besar dibandingkan dengan merek rokok Class Mild.
59
60
52.5
count
50
55.8
40
40
30.8
30
10 0
Rokok Class Mild
16.7
20 0
0
sangat tidak setuju
Rokok A Mild
4.2 tidak setuju
setuju
sangat setuju
Kategori
Gambar 19. Luas Area Jangkauan Merek Rokok A Mild dan Class Mild Nilai breadth merek rokok A Mild lebih besar dari merek rokok Class Mid didukung oleh data tingkat pembelian rokok A Mild lebih tinggi dibanding tingkat pembelian rokok Class Mild. Dari 120 responden yang diteliti sebanyak 62 responden adalah pembeli setia (konsumen tetap) rokok A Mild, 32 responden pembeli setia rokok Class Mild ( konsumen tetap), dan 26 responden konsumen tetap merek rokok lain yang pernah mengkomsumsi rokok jenis mild. Berdasarkan Gambar 20 dapat diketahui, sebanyak 33,4 persen dari 62 responden melakukan pembelian < 1 bungkus rokok A Mild setiap hari, sebanyak 37,5 persen dari 62 responden melakukan pembelian satu bungkus rokok A Mild setiap hari, dan sebesar 20,3 persen dari 62 responden melakukan pembelian (1-2) bungkus rokok A Mild setiap hari. Untuk rokok Class Mild sebesar 63,5 persen dari 32 responden melakukan pembelian < 1 bungkus rokok Class Mild setiap hari, 20,7 persen dari 32 responden melakukan pembelian 1 bungkus rokok Class Mild setiap hari, dan sebesar 15,8 persen melakukan pembelian (1-2) bungkus rokok Class Mild setiap hari.
60
70
63.5
Rokok A Mild
percentage
60
Rokok Cass Mild
50 40
33.4
30
37.5 20.7
20.3
20
15.8
10
0.8 0
0 < 1 bungkus
1 bungkus
(1-2) bungkus
>2 bungkus
Kategori
Responden A Mild = 62 Responden Class Mild = 32 Responden lain = 26 Total responden = 120
Gambar 20. Tingkat Pembelian Rokok A Mild dan Class Mild perhari 6.2.
Ukuran Citra Merek ( Brand Image Measures) Penelitian ini menggunakan tiga indikator untuk mengukur komponen
citra merek (brand image) menurut Keller (2003), yaitu asosiasi merek yang kuat (strong) yang dilihat dari keterkaitan dan konsistensi kualitas, disukai (favourable) yang dilihat dari keinginan dan kemudahan membeli, dan unik (unique) yang dapat dilihat dari poin-poin kesamaan dan perbedaan produk ke dalam memori konsumen. 6.2.1. Strong (asosiasi merek yang kuat) Variabel ini mencakup keterkaitan (relevance) dan konsistensi dari kualitas kedua merek. Unsur keterkaitan merupakan hubungan yang sangat erat antara jenis produk dengan merek tertentu, sehingga dengan menyebutkan nama merek tertentu sudah dapat mendeskripsikan jenis produk yang diinginkan. Unsur konsistensi dari kualitas suatu merek menggambarkan seberapa teguhnya konsumen menilai kualitas suatu merek. Berdasarkan
Gambar 21 dapat diketahui bahwa sebesar 51,7 persen
responden menjawab setuju merek rokok A Mild memiliki kualitas rasa/taste yang baik, dan sebesar 38,3 persen responden menjawab sangat setuju bahwa merek
61
rokok A Mild memiliki kualitas rasa/taste yang baik. Untuk merek rokok Class Mild sebanyak 63,3 persen responden menjawab setuju bahwa merek rokok Class Mild memiliki kualitas rasa/taste yang baik, dan 7,5 persen responden menjawab sangat setuju bahwa merek rokok Class Mild memiliki kualitas rasa/taste yang baik. Untuk kategori
sangat tidak setuju dan setuju responden lebih banyak
memilih merek rokok Class Mild yaitu sebesar 2,5 persen dan 26,7 persen, sedangkan untuk rokok A Mild responden yang menjawab sangat tidak setuju sebesar 0,8 persen dan untuk kategori tidak setuju sebesar 9,2 persen. Hal ini menunjukkan bahwa rokok A Mild memiliki kualitas rasa/taste yang lebih baik dibandingkan rokok Class Mild. 70
63.3
60
51.7
percent
50
38.3
40 20 10
Rokok A Mild
26.7
30
0.8
2.5
Rokok Class Mild
9.2
7.5
0 sangat tidak setuju
tidaksetuju
setuju
sangat setuju
Kategori
Gambar 21. Persepsi Responden terhadap Kualitas Rasa/taste Rokok A Mild dan Class Mild Indikator yang digunakan untuk mengetahui top of mind responden adalah merek rokok mild yang pertama terlintas dibenak responden jika mendengar, melihat, dan membicarakan tentang merek rokok mild. Berdasarkan Gambar 22 dapat diketahui bahwa sebesar 9,2 persen responden tidak setuju bahwa rokok A Mild menjadi top of mind bagi responden, sebesar 35 persen setuju rokok A Mild menjadi top of mind bagi responden, dan sebesar 54,2 persen sangat setuju rokok A Mild merupakan top of mind bagi responden. Untuk merek rokok Class Mild
62
sebesar 5 persen responden sangat tidak setuju rokok Class Mild merupakan top of mind, sebesar 43,3 persen responden tidak setuju rokok Class Mild merupakan top of mind bagi responden, sebesar 44,2 persen responden menjawab setuju bahwa rokok Class Mild merupkan top of mind bagi responden, dan sebesar 7,5 persen responden menjawab sangat setuju bahwa rokok Class Mild merupakan top of mind. Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan keterangan dari Gambar 23 adalah merek rokok A Mild memiliki asosiasi merek yang kuat (strong) yang lebih tinggi dibandingkan dengan asosiasi merek yang kuat (strong) yang dimiliki oleh merek rokok Class Mild. 60
54.2
percent
50
44.2
43.3 35
40
Rokok A Mild
30
Rokok Class Mild
20 10
1.7
5
9.2
7.5
0 sangat tidak setuju
tidaksetuju
setuju
sangat setuju
Kategori
Gambar 22. Top of Mind Responden terhadap Merek Rokok A Mild dan Merek Rokok Class Mild 6.2.2. Favourable (asosiasi merek yang disukai) Variabel favourable dilihat dari keinginan (desirable) dan kemudahan (deliverable) dalam membeli, yang merupakan keinginan konsumen dalam membeli rokok mild karena telah menyukai citra merek rokok mild yang memberikan cita rasa lebih. Konsumen rokok sangat sensitif terhadap cita rasa rokok yang dikonsumsinya. Cita rasa yang memberikan kenikmatan tersendiri akan menjadikan konsumen rokok memiliki loyalitas yang tinggi terhadap merek rokok yang dikonsumsinya. Berdasarkan Gambar 23 dapat diketahui bahwa
63
sebesar 50,8 persen responden menjawab setuju rokok A Mild menyukai cita rasa yang diberikan oleh rokok A Mild, 34,2 persen menjawab sangat setuju bahwa responden menyukai cita rasa yang dimiliki oleh rokok A Mild. Hal ini berbeda dengan merek rokok Class Mild, sebesar 43,3 persen responden menjawab tidak setuju terhadap cita rasa yaang dimiliki oleh rokok Class Mild, 44,2 persen menjawab setuju bahwa rokok Class Mild memberikan cita rasa yang berkualitas, dan sebesar 8,3 persen menjawab sangat setuju. Dapat diambil kesimpulan bahwa merek rokok A Mild memiliki nilai favourable yang lebih tinggi dibandingkan merek rokok Class Mild.
60
50.8
percent
50
43.3
44.2
40
34.2
Rokok A Mild
30 20 10
Rokok Class Mild
13.3 1.7
8.3
4.4
0 sangat tidak setuju
tidak setuju
setuju
sangat setuju
Kategori
Gambar 23. Penerimaan Responden terhadap Cita Rasa Rokok A Mild yang Berkualitas 6.2.3. Unique (asosiasi merek yang unik) Untuk mengetahui nilai keunikan suatu merek produk dapat dilihat dari poin-poin kesamaan (points of parity) dan perbedaan (point of difference) produk kedalam memori pelanggan. Untuk mengukur indikator unique (asosiasi merek yang unik) dari merek rokok A Mild dan Class Mild yaitu menggunakan statement yang selama ini beredar dikalangan konsumen rokok mild bahwa rokok mild merupakan rokoknya orang berjiwa muda.
64
Berdasarkan Gambar 24 dapat diketahui bahwa sebesar 43,3 persen responden setuju rokok mild merupakan rokoknya orang berjiwa muda, 40 persen responden sangat setuju bahwa rokok mild merupakan rokoknya orang berjiwa muda. Untuk merek rokok Class Mild hasil yang diperoleh sangat berbeda dengan A Mild, terdapat 43,3 persen responden tidak setuju bahwa rokok Class Mild merupakan rokoknya orang berjiwa muda, sebesar 35,8 setuju , dan 3,3 persen sangat setuju. Berdasarkan jawaban responden dapat diambil kesimpulan merek rokok A Mild memiliki nilai unique yang lebih tinggi dari nilai unique rokok
percent
Class Mild. 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
43.3
43.3
40.8 35.8 Rokok A Mild
12.5
Rokok Class Mild
13.3 3.3
2.5 sangat tidak setuju
tidak setuju
setuju
sangat setuju
Kategori
Gambar 24. Persepsi Responden terhadap Merek Rokok Mild Sebagai Rokok Orang Berjiwa Muda. 6.3.
Ukuran Pemilihan Elemen Measures)
Merek
(Choosing
Brand
Element
Untuk mengetahui nilai ukuran pemilihan elemen merek (choosing brand element measure) dapat menggunakan empat indikator menurut Keller (2003), yaitu nama merek, logo, kemasan (packaging), dan slogan. Keempat indikator tersebut dapat mengidentifikasi atau membedakan suatu merek rokok mild tertentu dengan merek lainnya. Pada ukuran pemilihan elemen merek, indikator brand
65
names tidak diikutsertakan, karena brand names dapat diwakili oleh variabel brand awareness. 6.3.1. Logo Indikator ini mencakup kemampuan disukai (likability), kemampuan mengingat (memorability), kedalaman makna (meaningfullness), dan kemampuan beradaptasi terhadap waktu (adaptability) dari bentuk logo suatu merek. Setiap perusahaan berusaha mendesain merek produknya melalui logo untuk dapat menarik perhatian konsumen, mudah diingat, dan menjadi salah satu strategi dalam pemasaran untuk meningkatkan penjualan produk. Logo dapat menjadi ajang untuk menggambarkan dan menjelaskan karakteristik dari produk. Berdasarkan Gambar 25 dapat diketahui bahwa sebesar 39,2 persen responden menjawab setuju logo rokok A Mild disukai, mudah diingat, dan dapat menggambarkan karakteristik dari rokok A Mild. Sebesar 48.3 persen responden menjawab sangat setuju dengan logo rokok A Mild. Untuk logo rokok Class Mild mayoritas responden yaitu sebesar 54.2 persen menjawab tidak setuju terhadap logo rokok Class Mild, artinya responden tidak begitu mengenal dan mengingat logo dari rokok Class Mild. Bila dilihat dari persentasenya, logo rokok A Mild lebih diterima dengan lebih baik oleh konsumen dibandingkan logo Class Mild. 60
54.2
percent
50
48.3 39.2 38.3
40
Rokok A Mild
30
Rokok Clas s Mild
20 10
10.8 1.7
5.8
1.7
0 s angat tidak s etuju
tidak s etuju
s etuju
s angat s etuju
Kategori
Gambar 25. Persepsi Responden terhadap Logo Rokok A Mild dan Rokok Class Mild
66
6.3.2. Packaging (kemasan) Indikator ini menilai tanggapan konsumen mengenai tampilan kemasan bungkus yang digunakan baik oleh rokok A Mild maupun rokok Class Mild. Indikator ini diukur dari menarik atau tidaknya kemasan bungkus rokok mild suatu merek tertentu oleh konsumen. Berdasarkan Gambar 26 dapat diketahui bahwa sebanyak 18,3 persen responden menjawab tidak setuju mengenai kemasan bungkus rokok A Mild yang menarik, untuk kategori setuju mayoritas responden yaitu sebanyak
55 persen
menjawab kemasan rokok A Mild menarik, dan
sebanyak 24,2 persen responden menjawab sangat setuju. Untuk rokok Class Mild mayoritas responden juga menjawab setuju yaitu sebanyak 53.3 persen. Untuk indikator kemasan (packaging) tidak ada perbedaan yang cukup signifikan antara rokok A Mild dengan rokok Class Mild. Hal ini karena kemasan kedua rokok tersebut memiliki kemiripan, baik dalam ukuran kemasan, isi rokok per bungkus, dan warna bungkus kemasan yang sama yaitu berwarna putih. 55 53.3
60
percent
50 36.7
40 30
18.3
20 10
Rokok A Mild
24.2
Rokok Class Mild 6.7
2.5 3.3
0 sangat tidak setuju
tidak setuju
setuju
sangat setuju
Kategori
Gambar 26. Persepsi Responden terhadap Kemasan Bungkus Rokok A Mild dan Rokok Class Mild 6.3.3. Slogan Slogan merupakan salah satu bahasa pengiklanan produk yang bertujuan untuk mengkomunikasikan dan memperkenalkan produknya kepada konsumen.
67
Kalimat-kalimat yang ada pada slogan didesain menjadi alat komunikasi yang menarik dan selalu mengundang diskusi banyak orang. Persaingan yang tinggi dalam memperebutkan pangsa pasar dikategori rokok mild membuat pihak produsen berlomba-lomba mengiklankan produknya dengan slogan dan tema kampanye yang menjadi ciri khasnya di berbagai media. Produsen rokok A Mild dan rokok Class Mild ikut serta mengiklankan produk masing-masing dengan slogan-slogan yang menarik perhatian banyak orang. Rokok A Mild terkenal dengan slogan yang provokatif dan edukatif yang mengundang perhatian banyak orang. “How Low Can You Go, Bukan Basa Basi, dan Others Can Only follow” merupakan slogan yang sangat terkenal dari rokok A Mild. Berdasarkan Gambar 27 dapat diketahui sebanyak 54,2 persen responden menjawab setuju, 31,7 persen menjawab sangat setuju bahwa rokok A Mild memiliki slogan yang provokatif, edukatif, dan menarik perhatian. Hal ini berbeda dengan rokok Class Mild, mayoritas responden yaitu sebanyak 67,8 persen menjawab tidak setuju bahwa rokok Class Mild memiliki slogan yang provokatif, edukatif dan menarik perhatian. Untuk indikator slogan rokok A Mild memiliki keunggulan yang cukup signifikan dibandingkan slogan yang dimiliki rokok Class
percent
Mild. 80 70 60 50 40 30 20 10 0
67.8 54.2 Rokok A Mild
31.7 10
13.3
5
0.8 sangat tidak setuju
tidak setuju
Rokok Class Mild
17.2
setuju
sangat setuju
Kategori
Gambar 27. Persepsi Responden terhadap Slogan Rokok A Mild dan Rokok Class Mild
68
6.4.
Program Pengembangan Pemasaran (Developing Marketing Program) Sebuah sarana dalam membangun pengetahuan konsumen terhadap merek
(consumer knowledge effects) dengan menyusun berbagai kegiatan pemasaran yang berhubungan dengan merek. Dalam mengukur variabel yang keempat ini, indikator yang digunakan adalah produk yang berkualitas (product) dan program promosi yang efektif (promotion). Entitas harga tidak dimasukkan karena perbedaan harga produk yang tidak signifikan. Untuk kategori produk rokok mild harga bukan faktor utama dalam mengambil keputusan pembelian maupun menjadi konsumen merek rokok tertentu. Sedangkan untuk entitas distribution channel tidak dimasukkan karena daerah tempat tinggal responden relatif sama yaitu di daerah sekitar kampus. 6.4.1. Product (produk yang berkualitas) Indikator ini menilai manfaat berwujud (tangible benefit) maupun tak berwujud (intangible benefit) yang terdapat dalam suatu produk. Manfaat suatu produk tersebut sering disebut kualitas. Dalam produk jenis rokok termasuk rokok mild, kualitas yang dinilai oleh konsumen rokok adalah kualitas cita rasa/taste yang diperoleh oleh konsumen. Berdasarkan Gambar 28 dapat diketahui bahwa sebanyak 54,2 persen responden rokok A Mild menjawab setuju, artinya mayoritas responden menerima bahwa produk rokok A Mild memiliki kualitas cita rasa yang baik. Sebanyak 31,7 persen responden menjawab sangat setuju. Untuk rokok Class Mild sebanyak 46,7 persen responden menjawab tidak setuju bahwa rokok Class Mild memiliki kualitas cita rasa yang baik, sebanyak 46,7 persen responden menjawab setuju rokok Class Mild memiliki kualitas cita rasa yang baik. Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan data dari jawaban
69
responden, rokok A Mild memiliki kualitas cita rasa/taste yang lebih baik dibandingkan rokok class Mild. 54.2
60 46.7
percent
50
46.7
40
31.7
Rokok A Mild
30 20 10
Rokok Class Mild
13.3 4.2
0.8 2.5
0 sangat tidak setuju
tidak setuju
setuju
sangat setuju
Kategori
Gambar 28. Persepsi Responden terhadap Kualitas Cita Rasa/taste Rokok A Mild dan Rokok Class Mild 6.4.2. Promotion (program promosi yang efektif) Indikator ini ditentukan oleh keefektifan program promosi yang mencakup bauran promosi (promotion mix) dan kecocokan program promosi yang dijalankan terhadap respon positif dari konsumen (match). Untuk kategori rokok mild, salah satu promotion mix yang efektif adalah menjadi sponsor event-event olahraga, musik. Untuk promosi melalui media iklan di televisi kurang efektif karena adanya larangan dari pemerintah untuk tidak menayangkan iklan rokok pada jam tayang yang dilarang oleh pemerintah. Sementara unsur match diukur dari kemudahan konsumen menemukan iklan rokok mild dalam berbagai kesempatan dan juga daya tarik yang ditimbulkan dari iklan rokok mild tersebut kepada konsumen. Berdasarkan Gambar 29 dapat diketahui sebanyak 47,5 persen responden rokok A Mild menjawab setuju mengenai kemudahan responden menemukan iklan rokok A Mild dalam berbagai media yaitu papan reklame (bilboard), spanduk, dan media televisi. Sebanyak 48,3 persen responden
70
menjawab sangat setuju mengenai kemudahan responden menemukan iklan-iklan A Mild di berbagai media terutama di event-event olahraga dan musik. Sedangkan untuk rokok Class Mild sebanyak 39,2 persen responden menjawab tidak setuju mengenai kemudahan menemukan iklan rokok tersebut dalam berbagai media. Sebanyak 43,3 persen responden menjawab setuju mengenai kemudahan menemukan iklan rokok Class Mild dalam berbagai media. Hal ini menunjukkan bahwa iklan A Mild sangat mudah ditemukan di berbagai media dan kesempatan. 60 47.5
percent
50
39.2
40
43.3
48.3
Rokok A Mild
30
Rokok Class Mild
20 10
14.2 1.7 3.3
2.5
0 sangat tidak setuju
tidak setuju
setuju
sangat setuju
Kategori
Gambar 29. Persepsi Responden terhadap Kemudahan Menemukan Iklan Rokok A Mild dan rokok Class Mild dalam Berbagai Media 6.5.
Ukuran Penggunaan Daya Ungkit dari Asosiasi Sekunder (Leverage Of Secondary Asosiaciation Measures) Meningkatkan asosiasi sekunder terhadap merek merupakan salah satu
cara dalam membangun pengetahuan konsumen terhadap merek (customer knowledge effects). Asosiasi sekunder tersebut dihubungkan dengan suatu entitas tersendiri seperti peruasahaan (melalui strategi merek), negara atau wilayah geografis lainnya (melalui identifikasi asal dari produk), saluran distribusi, tokoh yang terkait dengan merek (melalui endoserment), dan acara olahraga/budaya (melalui sponsorship).
71
Untuk kategori rokok mild, ada 2 entitas yang berpengaruh terhadap pembangunan customer knowledge effects, yaitu pengaruh perusahaan (company), identifikasi negara asal produk (country of origin) dalam hal ini, produk tersebut merupakan produk nasional atau tidak. 6.5.1. Perusahaan (Company) Citra perusahaan memiliki efek persepsi konsumen terhadap citra produk yang dihasilkan. Perusahaan yang memiliki citra yang baik di mata konsumen akan memberikan efek yang yang baik terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Pengaruh perusahaan dalam membangun customer knowledge effects sangat besar terhadap pembentukan citra merek. Berdasarkan Gambar 30 dapat diketahui mayoritas responden yaitu sebanyak 53,8 persen menjawab sangat setuju bahwa PT H.M Sampoerna sebagai produsen rokok A Mild merupakan perusahaan besar yang memberikan efek langsung pada pembentukan citra merek yang baik terhadap rokok A Mild. Untuk rokok Class Mild sebanyak 43,8 persen responden tidak setuju bahwa PT Nojorono dapat memberikan efek langsung terhadap pembentukan citra merek rokok Class Mild. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen lebih menyadari eksistensi perusahaan penghasil rokok A Mild serta citra perusahaan tersebut lebih kokoh di mata konsumen dibandingkan perusahaan yang memproduksi rokok Class Mild. Berdasarkan jawaban responden dilapangan, mayoritas responden menjawab tidak mengetahui siapa produsen rokok Class Mild. Dalam hal ini perusahaan rokok Class Mild lebih mengutamakan memperkenalkan dan mendekatkan produknya kepada konsumen daripada nama perusahaan.
72
60
53.8
percent
50
43.8
40
38.4 40.9 Rokok A Mild
30
Rokok Class Mild
20 10
8.4 0.8
7.1
7.1
0 sangat tidak setuju
tidak setuju
setuju
sangat setuju
Kategori
Gambar 30. Persepsi Responden Mengenai Efek Langsung Citra Perusahaan terhadap Pembentukan Citra Merek Produk 6.5.2. Country of Origin (identifikasi negara asal produk) Indikator ini mengidentifikasi negara asal suatu produk yang dapat mempengaruhi consumer knowledge effects-nya. Dengan mengetahui informasi negara asal produk maka konsumen dapat lebih menyesuaikan karakteristik dari merek tersebut yang cocok dengan kepribadian, daya beli, dan kebutuhannya. Merek impor pada umumnya memiliki kualitas dan harga yang lebih tinggi dibandingkan merek lokal. Kedua merek rokok mild yang diteliti merupakan produk asli buatan Indonesia. Pengukuran terhadap indikator ini menekankan kepada konsumen mengenai sejauh mana pengetahuan responden terhadap negara asal kedua merek yang diteliti. Berdasarkan data dari jawaban responden, mayoritas mengetahui bahwa kedua merek rokok mild tersebut merupakan produk asli buatan Indonesia. Akan tetapi, rokok A Mild merupakan produk nasional yang lebih banyak diketahui dan dikenal oleh konsumen rokok dibandingkan rokok Class Mild. Sebesar 46,7 persen responden setuju telah mengetahui bahwa rokok A Mild merupakan produk asli Indonesia dan jawaban sangat setuju sebesar 40,8 persen.
73
60 46.7
percent
50 40
40.8
29.2
30 20 10
50.8
Rokok A Mild 16.7
11.7
Rokok Class Mild
0.8 3.3
0 sangat tidak setuju
tidak setuju
setuju
sangat setuju
Kategori
Gambar 31. Persepsi Responden terhadap Country of Origin Rokok A Mild dan Rokok Class Mild
74
VII. NILAI EKUITAS MEREK 7.1.
Analisis Model Structural Equation Modelling Model yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari lima variabel laten
dan 12 variabel indikator. Variabel laten dalam model SEM digambarkan dalam bentuk oval. Sedangkan variabel indikator digambarkan dalam bentuk kotak. Variabel laten tidak bebas dilambangkan dengan huruf yunani “ksi” ( ) dan variabel laten bebas dilambangkan dengan “eta” ( ). Besarnya loading antara variabel indikator dan variabel laten digambarkan dengan “lambda” ( ). merupakan koefisien yang menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel indikator dalam membangun atau membentuk variabel laten. Nilai
yang paling
besar menunjukkan bahwa variabel indikator tersebut merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam membentuk variabel laten. Variabel laten kesadaran merek (brand awareness) dibangun oleh variabel indikator depth dan breadth. Variabel laten citra merek (brand image) dibangun oleh variabel indikator strong, favourable, dan unique. Variabel laten choosing brand element dibangun oleh variabel indikator logo, packaging, dan slogan. Variabel laten program pengembangan pemasaran (development marketing program) dibangun oleh variabel indikator product dan promotion. Sedangkan variabel laten leverage of secondary association dibangun oleh variabel indikator company dan country of origin. Variabel-variabel diatas dioperasikan dengan menggunakan program Lisrel 8.30, sehingga diperoleh path model nilai ekuitas merek (brand equity value) rokok A Mild dan rokok Class Mild seperti pada Gambar 32.
75
7.2.
Analisis Model Structural Equation Modeling (SEM) Rokok A Mild
0.18
BA
BI
0.91 1.00
0.97
BREA TH
0.92
STRONG
0.53
FAVORABL
0.45
UNI QUE
0.54
LOGO
0.82
PACKAQI N
0.63
SLOGAN
0.77
PRODUCT
0.68
PROMOTIO
0.73
COMPA NY
0.83
COUNTRY
0.78
0.27
0.69 1.00
DEPTH
0.74 0.68
BEV 0.85
CBE
0.42 0.61
1.00
0.48 0.97
DMP 0.56 0.52
LSA 0.41 0.47
Chi-Square=54.35, df=51, P-value=0.34798, RMSEA=0.024
Gambar 32. Path Model Nilai Ekuitas Merek (brand equity value) rokok A Mild Keterangan gambar: •
BA
= Brand Awareness
•
BI
= Brand Image
•
CBE = Choosing Brand Element
•
DMP = Development Marketing Promotion
•
LSA = Leverage of Seecondary Association
76
Path model yang diperoleh memiliki ukuran kebaikan model (goodness of fit) yang cukup baik untuk menjelaskan data. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10. Pada Tabel 10, terlihat empat kriteria goodness of fit model yang sesuai dengan nilai yang disarankan untuk model fit dan satu kriteria goodness of fit model belum berada pada nilai yang disarankan untuk model fit. Nilai degree of fredom model sebesar 51. Nilai ini sesuai dengan nilai yang disarankan untuk model fit. Nilai RMSE model sebesar 0,024 yang berada pada nilai yang disarankan untuk model fit. Nilai RMR sebesar 0.059 yang berada pada nilai yang disarankan untuk model fit. Nilai GFI model sebesar 0,93 yang berada pada nilai yang disarankan untuk model fit. Sedangkan nilai AGFI model sebesar 0,89. Nilai ini tidak berada pada nilai yang disarankan untuk model fit. Tabel 11. Goodness of fit Model rokok A Mild No Kriteria Hasil Uji 1 DF 51 2 RMSE 0,024 3 RMR 0,059 4 5
GFI AGFI
0,93 0,89
Nilai yang disarankan + 0,08 0.1 0,9 0,9
7.2.1. Hubungan antara Kesadaran Merek (Brand Awareness) dengan Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok A Mild Variabel yang diamati untuk mengukur kesadaran merek ada dua, yaitu depth dan breadth. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh bahwa breadth memiliki nilai
tertinggi, yang artinya bahwa luas area jangkuan merek
mempunyai pengaruh yang tertinggi dalam membangun kesadaran merek (brand awareness). Sedangkan depth (tingkat kesadaran merek dalam level mental konsumen) memiliki kontribusi terendah, berarti depth memiliki kontribusi
77
terendah dalam membangun kesadaran merek (brand awareness). Berikut ini merupakan uraian secara rinci mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran merek. 7.2.1.1. Depth Depth adalah tingkat kemampuan mengingat ulang merek (brand recall) dan tingkat pengenalan terhadap merek (brand recognation). Brand recall mencerminkan
merek-merek
apa
yang
diingat
oleh
responden
setelah
menyebutkan merek yang pertama kali disebut. Brand recognation adalah tingkat minimal kesadaran merek, dimana pengenalan terhadap suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali dengan bantuan (aided recall). Depth merupakan variabel yang memiliki nilai dengan nilai -nya sebesar 0.18 dibandingkan dengan nilai
yang paling rendah yang dimiliki oleh
indikator breadth. Berdasarkan sebaran responden terhadap tingkat mengenal dan mengetahui merek rokok A Mild dan Class Mild (Gambar 18), jawaban responden terhadap depth memiliki variasi jawaban yang tinggi. Secara umum jawaban responden terhadap variabel indikator depth berada pada kategori setuju. Persentase
kesadaran merek
(brand awareness) untuk indikator
depth
menunjukkan bahwa responden sangat setuju 45 persen dan setuju sebesar 53,4 persen. Sedangkan responden yang sangat tidak setuju dan tidak setuju masingmasing 0,8 persen dan 1,7 persen. 7.2.1.2. Breadth Breadth (luas area jangkauan merek) diukur dengan indikator kemudahan menemukan rokok tersebut diberbagai toko, warung, dan supermarket. Semakin tinggi breadth akan mendorong lebih banyaknya tingkat penggunaan produk baik
78
dalam bentuk pembelian (purchase) maupun konsumsi (consumption) karena luasnya jangkauan merek ke berbagai daerah. Pada akhirnya, semakin tinggi breadth akan mendorong peningkatan market share. Variabel breadth (luas area jangkauan merek) memiliki nilai
sebesar
0,27. Variabel ini mempunyai pengaruh paling tinggi dalam membangun nilai kesadaran merek (brand awareness). Berdasarkan sebaran responden terhadap tingkat kemudahan menemukan rokok A Mild di toko, warung, dan supermarket rokok (Gambar 18), jawaban responden terhadap depth memiliki variasi jawaban yang rendah. Secara umum jawaban responden terhadap variabel indikator depth berada pada kategori sangat setuju. Persentase responden pada kategori sangat setuju sebesar 55,8 persen, dan yang setuju sebesar 52,5 persen. Sedangkan untuk yang sangat tidak setuju dan tidak setuju masing-masing sebesar 0 persen, 4,2 persen. 7.2.2. Hubungan antara Ukuran Citra Merek (Brand Image Measures) dengan Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok A Mild Variabel indikator yang diamati untuk mengukur citra merek ada tiga yaitu strong (asosiasi merek yang kuat), favourable (asosiasi merek yang disukai), dan unique (asosiasi merek yang unik). Berikut ini merupakan uraian secara rinci mengenai faktor yang yang membangun citra merek. 7.2.2.1. Strong ( asosiasi merek yang kuat) Variabel ini mencakup keterkaitan (relevance) dan konsistensi dari kualitas kedua merek. Unsur keterkaitan merupakan hubungan yang sangat erat antara jenis produk dengan merek tertentu, sehingga dengan menyebutkan nama merek tertentu sudah dapat mendeskripsikan jenis produk yang diinginkan. Unsur
79
konsistensi dari kualitas suatu merek menggambarkan seberapa teguhnya konsumen menilai kualitas suatu merek. Variabel strong memiliki nilai
sebesar 0,69. Variabel ini memiliki
pengaruh yang cukup besar dalam membangun nilai brand image (asosiasi citra merek). Mayoritas responden menjawab sangat setuju yaitu sebesar 54,2 persen bahwa rokok A Mild menjadi rokok yang pertama terlintas di benak responden, artinya merek rokok A Mild telah menjadi top of mind. 7.2.2.2. Favourable (asosiasi merek yand disukai) Variabel
ini
dilihat
dari
keinginan
(desirable)
dan
kemudahan
(deliverable) dalam membeli, dalam hal ini adalah keinginan membeli rokok mild karena telah menyukai citra merek rokok mild yang memberikan cita rasa lebih. Konsumen rokok sangat sensitif terhadap cita rasa rokok yang dikonsumsinya. Cita rasa yang memberikan kenikmatan tersendiri akan menjadikan konsumen rokok memiliki loyalitas yang tinggi terhadap merek rokok yang dikonsumsinya. Asosiasi merek yang disukai memiliki nilai
sebesar 0,74. Variabel ini memiliki
pengaruh tertinggi dalam membangun brand image (asosiasi citra merek). Hal ini didukung oleh persentase konsumen yang menjawab setuju dan sangat setuju dengan indikator rokok A Mild memberikan cita rasa yang lebih baik dibandingkan rokok mild lainnya yaitu sebesar 50,8 persen dan 30,2 persen (Gambar 23). 7.2.2.3. Unique (asosiasi merek yang unik) Untuk mengetahui nilai keunikan suatu merek produk dapat dilihat dari poin-poin kesamaan (points of parity) dan perbedaan (point of difference) produk kedalam memori pelanggan. Untuk mengukur indikator unique (asosiasi merek
80
yang unik) dari merek rokok A Mild dan Class Mild yaitu menggunakan statement yang beredar di kalangan konsumen rokok mild bahwa rokok A Mild merupakan rokoknya orang berjiwa muda. Unique (asosiasi merek yang unik) memiliki nilai
sebesar 0,68. Berdasarkan Gambar 24, secara umum responden
menilai setuju dengan statement yang beredar di kalangan konsumen rokok mild bahwa rokok A Mild merupakan rokoknya orang berjiwa muda. Persentase responden menjawab setuju sebesar 43,3 persen dan menjawab sangat setuju sebesar 40,0 persen. 7.2.3. Hubungan antara Ukuran Pemilihan Elemen Merek (Choosing Brand element Measures) dengan Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok A Mild Variabel
yang diamati untuk mengukur nilai dari ukuran citra merek
(brand image measures) ada 3 yaitu logo, packaging, dan slogan. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh bahwa packaging memiliki pengaruh tertinggi dalam membangun ukuran citra merek, yang artinya bahwa kemasan bungkus yang menarik mempunyai pengaruh yang besar dalam membangun ukuran citra merek. Rokok A Mild memiliki strategi tersendiri dalam membuat kemasan untuk menarik perhatian konsumen yaitu dengan membuat tulisan kalimat yang bersifat kritikan sosial yang provokatif. 7.2.3.1. Logo Setiap perusahaan berusaha mendesain logo merek produknya untuk dapat menarik perhatian konsumen, mudah diingat, dan menjadi salah satu strategi dalam pemasaran untuk meningkatkan penjualan produk. Logo dapat menjadi ajang untuk menggambarkan dan menjelaskan karakteristik dari produk. Logo memiliki nilai
sebesar 0,42. Variabel ini memiliki pengaruh kedua tertingi
81
dalam membangun ukuran citra merek (brand image measures). Berdasarkan Gambar 25, secara umum responden setuju dengan logo rokok A Mild yang mudah diingat, dan memiliki ciri khas tersendiri yaitu huruf “A” berwarna putih yang dikelilingi oleh kotak segi empat berwarna merah. Persentase responden yang tidak setuju, setuju, dan sangat setuju masing-masing sebesar 10,8 persen, 39,2 persen dan 43,2 persen. Responden yang tidak setuju disebabkan karena logo tidak menjadi faktor penting dalam melakukan keputusan pembelian rokok. 7.2.3.2. Packaging (kemasan) Indikator ini menilai tanggapan konsumen mengenai tampilan kemasan bungkus yang digunakan baik oleh rokok A Mild maupun rokok Class Mild. Indikator ini diukur dari menarik atau tidaknya kemasan bungkus rokok mild suatu merek tertentu oleh konsumen. Packaging (kemasan) memiliki nilai sebesar 0,61. Variabel ini memiliki nilai tertinggi dalam membangun nilai ukuran citra merek. Hal ini didukung oleh persentase jawaban responden yang mayoritas menjawab setuju yaitu sebesar 55,0 persen bahwa rokok A Mild memiliki kemasan yang menarik. Responden yang menjawab sangat setuju sebesar 24,2 persen, dan yang tidak setuju sebesar 18,3 persen (Gambar 26). 7.2.3.3. Slogan Slogan merupakan salah satu bahasa pengiklanan produk yang bertujuan untuk mengkomunikasikan dan memperkenalkan produknya kepada konsumen. Kalimat-kalimat yang ada pada slogan didesain menjadi alat komunikasi yang menarik dan selalu memancing diskusi banyak orang. Persaingan yang tinggi dalam memperebutkan pangsa pasar dikategori rokok mild membuat pihak produsen berlomba-lomba mengiklankan produknya dengan slogan dan tema
82
kampanye yang menjadi ciri khasnya diberbagai media. Produsen rokok A Mild ikut serta mengiklankan produk-nya dengan slogan-slogan yang menarik perhatian banyak orang. Rokok A Mild terkenal dengan slogan yang provokatif dan edukatif yang mengundang perhatian banyak orang. “How Low Can You Go, Bukan Basa Basi, dan Others Can Only follow” merupakan slogan yang sangat terkenal dari rokok A Mild. Slogan memiliki nilai
sebesar 0,48. Berdasarkan Gambar 27, secara
umum responden menilai setuju dengan variabel slogan rokok A Mild dalam membangun ukuran citra merek (brand image measures). Persentase responden untuk slogan yang dimiliki oleh rokok A Mild sebesar 54,2 persen dan sangat puas sebesar 31,7 persen. 7.2.4. Hubungan antara Program Pengembangan Pemasaran (Development Marketing Program) dengan Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok A Mild Variabel yang diamati untuk mengukur program pengembangan pemasaran (development marketing program) ada dua yang diurutkan berdasarkan pengaruh tertingi sampai pengaruh terendah dalam membangun nilai program pengembangan pemasaran (development marketing program), yaitu product (produk yang berkualitas) dan promotion (program promosi yang efektif). Berdasarkan hasil analisis data, didapatkan bahwa produk memiliki nilai tertinggi, yang artinya bahwa product (produk yang berkualitas) mempunyai pengaruh yang tertinggi dalam membangun program pengembangan pemasaran. Sedangkan promotion (program promosi yang efektif) memiliki pengaruh terendah dalam membangun program pengembangan pemasaran. Berikut ini
83
merupakan uraian secara rinci mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi program pengembangan pemasaran. 7.2.4.1. Product (produk yang berkualitas) Indikator ini menilai manfaat berwujud (tangible benefit) maupun tak berwujud (intangible benefit) yang terdapat dalam suatu produk. Manfaat suatu produk tersebut sering disebut kualitas. Dalam produk jenis rokok termasuk rokok mild, kualitas yang dinilai oleh konsumen rokok adalah kualitas cita rasa/taste yang diperoleh oleh konsumen. Kualitas cita rasa yang dimaksud adalah kecocokan rasa yang ditawarkan oleh rokok yang dikonsumsi dengan rasa yang diinginkan oleh konsumen. Secara umum rokok terdiri dari tembakau yang dicampur dengan nikotin dan tar dalam kadar yang rendah. Akan tetapi, setiap merek rokok memiliki komposisi kandungan bahan-bahan yang berbeda yang menghasilkan rasa yang berbeda. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh product (produk yang berkualitas) memiliki nilai
sebesar 0,56. Variabel product
memiliki pengaruh tertinggi dalam membangun nilai program pengembangan produk. Berdasarkan Gambar 28 menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab setuju produk rokok A Mild memiliki kualitas cita rasa yang baik. Persentase responden yang menjawab setuju sebesar 54,2 persen, sangat setuju sebesar 31,7 persen, dan untuk jawaban responden yang tidak setuju sebesar 13,3 persen. 7.2.4.2. Promotion (promosi) Indikator ini ditentukan oleh keefektifan program promosi yang mencakup bauran promosi (promotion mix) dan kecocokan program promosi yang dijalankan terhadap respon positif dari konsumen (match). Untuk kategori rokok mild, salah
84
satu promotion mix yang efektif adalah menjadi sponsor event-event olahraga, musik. Untuk promosi di media iklan di televisi kurang efektif karena adanya larangan dari pemerintah untuk tidak menayangkan iklan rokok pada jam tayang yang dilarang oleh pemerintah. Sementara unsur match diukur dari kemudahan konsumen menemukan iklan rokok mild dalam berbagai kesempatan dan juga daya tarik yang ditimbulkan dari iklan rokok mild tersebut kepada konsumen. Promosi memiliki nilai
sebesar 0,52. Secara umum kemudahan
konsumen menemukan iklan rokok A Mild dalam berbagai kesempatan dan daya tarik yang ditimbulkan dari iklan rokok A Mild terhadap konsumen berada pada kategori setuju. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 29, sebesar 47,5 persen responden menjawab setuju dan sebesar 48,3 persen menjawab sangat setuju. 7.2.5. Hubungan antara Ukuran Penggunaan Daya Ungkit dari Asosiasi Sekunder (Leverage Of Secondary Association Measures) dengan Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok A Mild Variabel yang diamati untuk mengukur penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder (leverage of secondary association measures) ada dua yang diurutkan berdasarkan pengaruh tertingi sampai pengaruh terendah dalam membangun nilai ukuran penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder (leverage of secondary asosiaciation measures)
yaitu country of origin (negara asal
produk) dan company (perusahaan). Berdasarkan hasil analisis data, didapatkan bahwa country of origin (negara asal produk) memiliki nilai
tertinggi, yang artinya bahwa country of
origin (negara asal produk) mempunyai pengaruh yang tertinggi dalam membangun ukuran penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder (leverage of
85
secondary association measures). Sedangkan company (perusahaan) memiliki pengaruh terendah dalam membangun ukuran penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder (leverage of secondary association measures). Berikut ini merupakan uraian secara rinci mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder (leverage of secondary association measures). 7.2.5.1. Company (perusahaan) Citra perusahaan memiliki efek terhadap persepsi konsumen terhadap citra produk yang dihasilkan. Perusahaan yang memiliki citra yang baik di mata konsumen akan memberikan efek yang yang baik terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Pengaruh perusahaan dalam membangun customer knowledge effects sangat besar terhadap pembentukan citra merek. Perusahaan yang memproduksi rokok A Mild merupakan perusahaan besar dengan nama besar yang disandangnya dapat memberikaan pencitraan langsung terhadap roduk yang dihasilkannya.Variabel indikator company (perusahaan) memiliki nilai sebesar 0,41. Berdasarkan Gambar 30 dapat diketahui, jawaban responden untuk kategori sanaga setuju dan setuju masing-masing sebesar 53,8 dan 38,4. 7.2.5.2. Country of Origin (negara asal produk) Indikator ini mengidentifikasi negara asal suatu produk yang dapat mempengaruhi consumer knowledge effects-nya. Dengan mengetahui informasi negara asal produk maka konsumen dapat lebih menyesuaikan karakteristik dari merek tersebut yang cocok dengan kepribadian, daya beli, dan kebutuhannya. Indikator yang digunakan adalah pengetahuan konsumen tentang rokok A Mild merupakan rokok yang dihasilkan oleh perusahaan nasional. Country of origin
86
(negara asal produk memiliki nilai
sebesar 0,47. Variabel country of origin
memiliki pengaruh tertingi dalam membangun ukuran penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder (leverage of secondary asosiaciation measures). 7.2.6 Hubungan antara Kesadaran Merek (brand awareness), Citra Merek (brand image), Ukuran pemilihan Elemen Merek (Choosing Brand element Measures), Program Pengembangan Pemasaran (development marketing program), dan Ukuran Penggunaan Daya Ungkit dari Asosiasi Sekunder (Leverage Of Secondary Association Measures) terhadap Ekuitas Merek. Ekuitas merek rokok A Mild dianalisis berdasarkan model struktural yang terdapat pada Gambar 6 yang merupakan model yang dapat diterima secara empiris. Ekuitas merek (brand equity) dipengaruhi oleh variabel laten yaitu kesadaran merek (brand awareness), citra merek (brand image), ukuran pemilihan elemen merek (choosing brand element measures), program pengembangan pemasaran (development marketing program), dan ukuran penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder (leverage of secondary association measures). Tabel 12. Faktor Muatan (gamma atau ) dan nilai-t dalam Hubungan Ekuitas Merek dengan Variabel Laten Variabel laten Faktor muatan T-value (gamma atau ) Kesadaran merek (brand awareness) 1,00 1,72 Citra merek (brand image) 0,91 2,35 Ukuran pemilihan elemen merek 0,85 2,28 Program pengembangan pemasaran 1,00 5,90 Ukuran penggunaan daya ungkit dari 0,97 0,29 asosiasi sekunder Berdasarkan hasil olahan data dengan menggunakan program software Lisrel 8.30 diperoleh hasil koefisien dari masing-masing variabel laten yang disimbolkan dengan gamma atau . Kesadaran merek dan program pengembangan pemasaran memperoleh nilai tertinggi yaitu masin-masing 1,00.
87
Kesadaran merek (brand awareness) memiliki nilai
sebesar 1,00. Hal ini
berarti kesadaran merek memiliki pengaruh yang sangat tinggi (pengaruh maksimal) dalam membangun nilai ekuitas merek rokok A Mild. Namun setelah dilakukan uji signifikan nilai-t untuk kesadaran merek ternyata nilai-t < 1,96 pada taraf nyata lima persen. Maka dapat disimpulkan bahwa walaupun kesadaran merek memiliki pengaruh yang sangat tinggi tetapi tidak signifikan. Citra merek (brand image) memiliki nilai
sebesar 0,91. Hal ini berarti
citra merek (brand image) memiliki pengaruh yang besar dalam membangun nilai ekuitas merek rokok A Mild. Rokok A Mild sukses membangun citra merek-nya yang membuat rokok A Mild memiliki kekuatan merek yang lebih baik dari pesaing. Uji signifikan memperlihatkan nilai-t > 1,96 pada taraf nyata lima persen. Maka dapat
disimpulkan citra merek memiliki pengaruh yang besar dan
signifikan. Ukuran pemilihan elemen merek memiliki nilai
sebesar 0,85. Hal ini
berarti ukuran pemilihan elemen merek memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membangun nilai ekuitas merek. Variabel ini memiliki nilai
terendah.
Berdasarkan wawancara langsung dengan sebagian besar responden, secara umum responden tidak begitu mengenal dan mengetahui logo rokok A Mild secara detail, sebagaian responden berpendapat bahwa kemasan rokok jenis mild memiliki kemiripan kemasan dan warna kemasan, dan sebagian responden mengetahui slogan rokok A Mild tetapi tidak mengingatnya. Uji signifikan memperlihatkan nilai-t > 1,96 pada taraf nyata lima persen. Maka dapat disimpulkan ukuran pemilihan elemen merek memiliki pengaruh yang signifikan.
88
Program pengembangan pemasaran memiliki nilai
sebesar 1,00. Hal ini
berarti program pengembangan pemasaran memiliki pengaruh yang sangat tinggi (pengaruh maksimal) dalam membangun nilai ekuitas merek rokok A Mild. Mayoritas jawaban responden menjawab setuju dengan kualitas rasa yang diperoleh konsumen dan kemudahan menemukan iklan rokok A Mild diberbagai kesempatan (Gambar 28 dan Gambar 29). Hal ini dapat dijadikan rujukan bahwa rokok A Mild di mata konsumen memiliki pengembangan program pemasaran yang baik dengan mengeluarkan produk yang unggul dan promosi yang mengena di masyarakat. Uji signifikan memperlihatkan nilai-t > 1,96 pada taraf nyata lima persen. Maka dapat disimpulkan citra merek memiliki pengaruh yang besar dan signifikan. Ukuran penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder memiliki nilai sebesar 0,97 dalam membangun nilai ekuitas merek. Variabel ini memiliki pengaruh yang besar dalam membangun ekuitas merek Uji signifikan memperlihatkan nilai-t < 1,96 pada taraf nyata lima persen. Maka dapat disimpulkan citra merek memiliki pengaruh yang besar tetapi tidak signifikan. Path model SEM rokok A Mild (t-value) berfungsi untuk uji signifikan elemen-elemen yang membangun ekuitas merek rokok A Mild. Berdasarkan Gambar 33 dapat diketahui elemen brand image, choosing brand element, development marketing program memiliki t-value > 1,96 artinya ketiga elemen tersebut memenuhi uji signifikan. Elemen ekuitas merek rokok A Mild yang tidak memenuhi uji yaitu elemen brand awareness dan elemen leverage of secondary association yang memiliki t-value < 1,96.
89
BA
BI
2.35 0.00
7.64
BREA TH
7.54
STRONG
5.99
FA VORA BL
5.31
UNIQUE
6.08
LOGO
6.94
PA CKA QIN
5.27
SLOGA N
6.62
PRODUCT
6.67
PROMOTIO
6.89
COMPA NY
6.47
COUNTRY
5.67
1.47
2.69 1.72
DEPTH
2.69 2.68
BEV 2.28
CBE
2.37 2.49
5.90
2.46 0.29
DMP 4.25
LSA 0.29 0.29
Chi-Square=54.35, df=51, P-value=0.34798, RMSEA=0.024
Gambar 33. Path Model SEM Rokok A Mild (T-Value) 7.3.
Analisis Model Structural Equation Modeling (SEM) Rokok Class Mild Path model yang diperoleh memiliki ukuran kebaikan model (goodness of
fit) yang cukup baik untuk menjelaskan data. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10. Pada Tabel 10, terlihat empat kriteria goodness of fit model yang sesuai dengan nilai yang disarankan untuk model fit dan satu kriteria goodness of fit model belum berada pada nilai yang disarankan untuk model fit. Nilai degree of fredom model sebesar 49. Nilai ini sesuai dengan nilai yang disarankan untuk
90
model fit. Nilai RMSE model sebesar 0,00 yang berada pada nilai yang disarankan untuk model fit. Nilai RMR sebesar 0.056 yang berada pada nilai yang disarankan untuk model fit. Nilai GFI model sebesar 0,94 yang berada pada nilai yang disarankan untuk model fit. Sedangkan nilai AGFI model sebesar 0,90. Nilai ini tidak berada pada nilai yang disarankan untuk model fit. Tabel 13. Goodness of fit Model Rokok Class Mild No Kriteria Hasil Uji 1 DF 49 2 RMSE 0,00 3 RMR 0,056 4 5
GFI AGFI
Nilai yang disarankan + 0,08 0.1
0,94 0,90
0,9 0,9
0.55
BA
BI
0.75 1.00
0.70
BREA TH
0.76
STRONG
0.40
FA VORA BL
0.39
UNI QUE
0.59
LOGO
0.77
PA CKA QI N
0.61
SLOGA N
0.76
PRODUCT
0.76
PROMOTI O
0.56
COMPA NY
0.59
COUNTRY
0.62
0.49
0.78 0.80
DEPTH
0.78 0.64
BEV 0.89
CBE
0.48 0.62
1.00
0.49 0.72
DMP 0.49 0.66
LSA 0.64 0.62
Chi-Square=48.72, df=49, P-value=0.48431, RMSEA=0.000
Gambar 34. Path Model Nilai Ekuitas Merek (Brand Equity Value) Rokok Class Mild
91
Keterangan gambar: •
BA
= Brand Awareness
•
BI
= Brand Image
•
CBE = Choosing Brand Element
•
DMP = Development Marketing Promotion
•
LSA = Leverage of Seecondary Association
7.3.1. Hubungan antara Kesadaran Merek (Brand Awareness) dengan Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok Class Mild Varabel yang diamati untuk mengukur kesadaran merek ada dua, yaitu depth dan breadth. Berdasarkan hasil analisis data, didapatkan bahwa depth memiliki nilai
tertinggi, yang artinya tingkat kesadaran merek dalam mental
konsumen memiliki kontribusi tertinggi dalam membangun kesadaran merek (brand awareness). Sedangkan breadth (luas jangkauan area merek) memiliki kontribusi terendah, berarti breadth memiliki kontribusi terendah dalam membangun kesadaran merek (brand awareness). Berikut ini merupakan uraian secara rinci mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran merek. 7.3.1.1. Depth Depth adalah tingkat kemampuan mengingat ulang merek (brand recall) dan tingkat pengenalan terhadap merek (brand recognation). Brand recall mencerminkan
merek-merek
apa
yang
diingat
oleh
responden
setelah
menyebutkan merek yang pertama kali disebut. Brand recognation adalah tingkat minimal kesadaran merek, dimana pengenalan terhadap suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali dengan bantuan (aided recall). Depth merupakan variabel yang mempunyai nilai tertinggi dibandingkan dengan nilai indikator breadth sebesar 0,55. Berdasarkan sebaran responden terhadap tingkat mengenal dan mengetahui merek Class Mild (Gambar 17), jawaban responden
92
terhadap depth memiliki variasi jawaban yang rendah. Secara umum jawaban responden terhadap variabel indikator depth berada pada kategori setuju. Persentase
kesadaran merek
(brand awareness) untuk indikator
depth
menunjukkan bahwa responden sangat setuju 18,3 persen dan setuju sebesar 60,8 persen. Sedangkan responden yang sangat tidak setuju dan tidak setuju masingmasing 3,3 persen dan 29,2 persen. 7.3.1.2. Breadth Breadth (luas area jangkauan merek) diukur dengan indikator kemudahan menemukan rokok tersebut diberbagai toko, warung, dan supermarket. Semakin tinggi breadth akan mendorong lebih banyak tingkat penggunaan produk baik dalam bentuk pembelian (purchase) maupun konsumsi (consumption) karena luasnya jangkauan merek ke berbagai daerah. Pada akhirnya, semakin tinggi breadth akan mendorong peningkatan market share. Variabel breadth (luas area jangkauan merek) memiliki nilai
sebesar
0,49. Variabel ini mempunyai pengaruh paling rendah dalam membangun nilai kesadaran merek (brand awareness). Berdasarkan sebaran responden terhadap tingkat kemudahan menemukan rokok Class Mild di berbagai toko, warung, dan supermarket (Gambar 19), jawaban responden terhadap depth memiliki variasi jawaban yang tinggi. Secara umum jawaban responden terhadap variabel indikator depth berada pada kategori setuju. Persentase responden pada kategori sangat setuju sebesar 30,8 persen, dan yang setuju sebesar 52,5 persen. Sedangkan untuk yang sangat tidak setuju dan tidak setuju masing-masing sebesar 0 persen, dan 16,7 persen.
93
7.3.2. Hubungan antara Ukuran Citra Merek (Brand Image Measures) dengan Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok Class Mild Variabel indikator yang diamati untuk mengukur citra merek ada tiga yaitu strong (asosiasi merek yang kuat), favorable (asosiasi merek yang disukai), dan unique (asosiasi merek yang unik). Berikut ini merupakan uraian secara rinci mengenai faktor yang yang membangun citra merek. 7.3.2.1. Strong ( asosiasi merek yang kuat) Variabel ini mencakup keterkaitan (relevance) dan konsistensi dari kualitas kedua merek. Unsur keterkaitan merupakan hubungan yang sangat erat antara jenis produk dengan merek tertentu, sehingga dengan menyebutkan nama merek tertentu dapat mendeskripsikan jenis produk yang diinginkan. Unsur konsistensi dari kualitas suatu merek menggambarkan seberapa teguhnya konsumen menilai kualitas suatu merek. Variabel strong memiliki nilai
sebesar 0,78. Variabel ini memiliki
pengaruh yang cukup besar dalam membangun nilai brand image (asosiasi citra merek). Responden yang menjawab sangat setuju yaitu sebesar 7,5 persen, setuju 44,2 persen. Hal ini berarti bahwa rokok Class Mild merupakan the second top of mind dikategori rokok mild. 7.3.2.2. Favourable (asosiasi merek yand disukai) Variabel
ini
dilihat
dari
keinginan
(desirable)
dan
kemudahan
(deliverable) dalam membeli, dalam hal ini adalah keinginan membeli rokok mild karena telah menyukai citra merek rokok mild yang memberikan cita rasa lebih. Konsumen rokok sangat sensitif terhadap cita rasa rokok yang dikonsumsinya. Cita rasa yang memberikan kenikmatan tersendiri akan menjadikan konsumen
94
rokok memiliki loyalitas yang tinggi terhadap merek rokok yang dikonsumsinya. Asosiasi merek yang disukai memiliki nilai
sebesar 0,78. Variabel ini memiliki
pengaruh yang sama dengan indikator strong dalam membangun brand image (asosiasi citra merek). Persentase konsumen yang menjawab setuju dan sangat setuju dengan indikator rokok Class Mild memberikan cita rasa yang lebih baik dibandingkan rokok mild lainnya yaitu sebesar 44,2 persen dan 8,3 persen (Gambar 23). 7.3.2.3. Unique (asosiasi merek yang unik) Untuk mengetahui nilai keunikan suatu merek produk dapat dilihat dari poin-poin kesamaan (points of parity) dan perbedaan (point of difference) produk kedalam memori pelanggan. Untuk mengukur indikator unique (asosiasi merek yang unik) dari merek rokok Class Mild yaitu menggunakan statement yang beredar di kalangan konsumen rokok mild merupakan rokoknya orang berjiwa muda. Unique (asosiasi merek yang unik) memiliki nilai
sebesar 0,64.
Berdasarkan Gambar 24, secara umum responden menilai tidak setuju dengan statement yang beredar di kalangan konsumen rokok mild bahwa rokok Class Mild merupakan rokoknya orang berjiwa muda. Persentase responden menjawab, tidak sangat setuju 12,5 persen, tidak setuju sebesar 43,3 persen, dan menjawab setuju sebesar 35,8 persen. 7.3.3. Hubungan antara Ukuran pemilihan Elemen Merek (Choosing Brand element Measures) dengan Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok Class Mild Variabel
yang diamati untuk mengukur nilai dari ukuran citra merek
(brand image measures) ada 3 yaitu logo, packaging, dan slogan. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh bahwa packaging memiliki pengaruh tertinggi dalam
95
membangun ukuran citra merek, yang artinya bahwa kemasan bungkus yang menarik mempunyai pengaruh yang besar dalam membangun ukuran citra merek 7.3.3.1. Logo Setiap perusahaan berusaha mendesain logo merek produknya untuk dapat menarik perhatian konsumen, mudah diingat, dan menjadi salah satu strategi dalam pemasaran untuk meningkatkan penjualan produk. Logo dapat menjadi ajang untuk menggambarkan dan menjelaskan karakteristik dari produk. Logo memiliki nilai
sebesar 0,48 sehingga variabel ini memiliki pengaruh paling
rendah dalam membangun ukuran citra merek (brand image measures). Berdasarkan Gambar 25, secara umum responden setuju dengan logo rokok Class Mild yang mudah diingat, dan memiliki ciri khas tersendiri. Persentase responden yang tidak setuju, setuju, dan sangat setuju masing-masing sebesar 52,2 persen, 38,2 persen dan 5,8 persen. 7.3.3.2. Packaging (kemasan) Indikator ini menilai tanggapan konsumen mengenai tampilan kemasan bungkus yang digunakan baik oleh rokok Class Mild. Indikator ini diukur dari menarik atau tidaknya kemasan bungkus rokok mild suatu merek tertentu oleh konsumen. Packaging (kemasan) memiliki nilai
sebesar 0,62. Variabel ini
memiliki nilai tertinggi dalam membangun nilai ukuran citra merek. 7.3.3.3. Slogan Salah
satu
bahasa
pengiklanan
produk
yang
bertujuan
untuk
mengkomunikasikan dan memperkenalkan produknya kepada konsumen adalah slogan. Kalimat-kalimat yang ada pada slogan didesain menjadi alat komunikasi yang menarik dan selalu memancing diskusi banyak orang. Persaingan yang
96
tinggi dalam memperebutkan pangsa pasar dikategori rokok mild membuat pihak produsen berlomba-lomba mengiklankan produknya dengan slogan dan tema kampanye yang menjadi ciri khasnya dalam berbagai media. Slogan memiliki nilai sebesar 0,49. 7.3.4. Hubungan antara Program Pengembangan Pemasaran (Development Marketing Program) dengan Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok Class Mild Variabel yang diamati untuk mengukur program pengembangan pemasaran (development marketing program) terdiri dari dua variabel, yang diurutkan berdasarkan pengaruh tertinggi sampai pengaruh terendah dalam membangun nilai program pengembangan pemasaran (development marketing program), yaitu product (produk yang berkualitas) dan promotion (program promosi yang efektif). 7.3.4.1. Product (produk yang berkualitas) Dalam produk jenis rokok termasuk rokok mild, kualitas yang dinilai oleh konsumen rokok adalah kualitas cita rasa/taste yang diperoleh oleh konsumen. Kualitas cita rasa yang dimaksud adalah kecocokan rasa yang ditawarkan oleh rokok yang dikonsumsi dengan rasa yang diinginkan oleh konsumen. Secara umum rokok terdiri dari tembakau yang dicampur dengan nikotin dan tar dalam kadar yang rendah. Akan tetapi, setiap merek rokok memiliki komposisi kandungan bahan-bahan yang berbeda yang menghasilkan rasa yang berbeda. Product (produk yang berkualitas) memiliki nilai sebesar 0,49. 7.3.4.2. Promotion Promotion diukur dari kemudahan konsumen menemukan iklan rokok mild dalam berbagai kesempatan dan juga daya tarik yang ditimbulkan dari iklan
97
rokok mild tersebut kepada konsumen. Promotion memiliki nilai
sebesar 0,66.
Variabel promotion merupakan variabel yang memiliki pengaruh paling besar dalam membangun nilai program pengembangan pemasaran. 7.3.5. Hubungan antara Ukuran Penggunaan Daya Ungkit dari Asosiasi Sekunder (Leverage Of Secondary Association Measures) dengan Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok Class Mild Variabel yang diamati untuk mengukur penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder (leverage of secondary association measures) ada dua yang diurutkan berdasarkan pengaruh tertingi sampai pengaruh terendah dalam membangun nilai ukuran penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder (leverage of secondary association measures) yaitu country of origin (negara asal produk) dan company (perusahaan). 7.2.5.1. Company (perusahaan) Citra perusahaan memiliki efek persepsi konsumen terhadap citra produk yang dihasilkan. Perusahaan yang memiliki citra yang baik di mata konsumen akan memberikan efek yang yang baik terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Pengaruh perusahaan dalam membangun customer knowledge effects sangat besar terhadap pembentukan citra merek perusahaan memiliki nilai sebesar 0,64. Variabel promotion memiliki pengaruh paling besar dalam membangun nilai ukuran penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder (Leverage Of Secondary Asosiaciation Measures). 7.3.5.1. Country of Origin (negara asal produk) Indikator yang digunakan adalah pengetahuan konsumen bahwa rokok A Mild merupakan rokok yang dihasilkan oleh perusahaan nasional. Country of
98
origin (negara asal produk memiliki nilai
sebesar 0,62. Variabel country of
origin memiliki pengaruh terendah dalam membangun ukuran penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder (leverage of secondary asosiaciation measures). 7.3.6 Hubungan antara Kesadaran Merek, Citra Merek, Ukuran pemilihan Elemen Merek, Program Pengembangan Pemasaran, dan Ukuran Penggunaan Daya Ungkit dari Asosiasi Sekunder terhadap Brand Equity Berdasarkan hasil olahan data dengan menggunakan program software Lisrel 8.30 didapatkan hasil koefisien dari masing-masing variabel laten yang disimbolkan dengan gamma atau
. Program pengembangan pemasaran
memperoleh nilai tertinggi yaitu masing-masing 1,00. Tabel 14. Faktor Muatan (gamma atau ) dan nilai-t dalam Hubungan Ekuitas Merek dengan Variabel Laten Variabel laten Faktor muatan T-value (gamma atau ) Kesadaran merek (brand awareness) 0,80 2,02 Citra merek (brand image) 0,75 4,29 Ukuran pemilihan elemen merek 0,89 1,92 Program pengembangan pemasaran 1,00 0,06 Ukuran penggunaan daya ungkit dari 0,72 3,24 asosiasi sekunder Program pengembangan pemasaran memiliki nilai sebesar 1,00. Program Pengembangan pemasaran memiliki pengaruh terbesar dalam membangun nilai ekuitas merek rokok Class Mild. Uji signifikan memperlihatkan nilai-t < 1,96 pada taraf nyata lima persen. Maka dapat disimpulkan citra merek memiliki pengaruh yang besar tetapi tidak signifikan. Ukuran pemilihan elemen merek memiliki nilai
sebesar 0,89. Hal ini
berarti ukuran pemilihan elemen merek memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membangun nilai ekuitas merek. Uji signifikan memperlihatkan nilai-t <
99
1,96 pada taraf nyata lima persen. Maka dapat disimpulkan ukuran pemilihan elemen merek memiliki pengaruh yang tidak signifikan. Ukuran penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder memiliki nilai gamma atau
terkecil dibandingkan dengan nilai gamma yang dimiliki oleh
variabel yang lain, hal ini disebabkan oleh sebagian besar responden menjawab PT Nojorono sebagai produsen rokok Class Mild merupakan perusahaan kecil dan tidak dikenal secara luas oleh masyarakat. Secara umum responden tidak mengetahui bahwa PT Nojorono adalah perusahaan yang memproduksi rokok Class Mild. 7.4.
Nilai Ekuitas Merek (Brand Equity Value) Untuk mengetahui nilai ekuitas merek yang tertinggi, maka dilakukan
perbandingan antar elemen-elemen yang menjadi indikator dalam mengukur nilai dari ekuitas merek. Nilai ekuitas merek suatu produk diperoleh dari kontribusi masing-masing elemen yang membangun ekuitas merek. Untuk nilai ekuitas merek rokok A Mild diperoleh dengan melihat nilai elemen ekuitas merek. Tabel 15. Perbandingan Elemen-elemen Ekuitas Merek Rokok A Mild dengan Rokok Class Mild Elemen-Elemen
Kesadaran merek (brand awareness) Citra merek (brand image) Ukuran pemilihan elemen merek Program pengembangan pemasaran Ukuran penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder
Rokok A Mild Faktor muatan T-value (gamma atau ) 1,00
Rokok Class Mild Faktor T-value muatan (gamma atau ) 1,72 0,80 2,02
0,91 0,85 1,00
2,35 2,28 5,90
0,75 0,89 1,00
4,29 1,92 0,06
0,97
0,29
0,72
3,24
100
Berdasarkan Tabel 15, dapat diketahui elemen-elemen penyusun ekuitas merek rokok A Mild yaitu elemen ukuran pemilihan elemen merek memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan nilai
yang dimiliki oleh elemen penyusun
ekuitas merek Class Mild. Kesadaran merek (brand awareness) pada nilai ekuitas merek rokok A Mild memiliki nilai
sebesar 1,00, sedangkan kesadaran merek pada nilai ekuitas
merek rokok Class Mild memiliki nilai
sebesar 0,80. Hal ini menunjukkan
bahwa konsumen rokok mild lebih mengenal dan mengetahui rokok A Mild. Nilai sebesar 1,00 yang dimiliki oleh elemen kesadaran merek pada ekuitas merek A Mild berarti setiap konsumen rokok mild telah mengenal dan mengetahui rokok A Mild. Citra merek (brand image) pada ekuitas merek rokok A Mild memiliki nilai
sebesar 0,91, lebih tinggi sebesar 0,16 dari nilai
yang dimiliki elemen
brand awareness pada ekuitas merek rokok Class Mild. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen rokok mild memiliki penilaian yang lebih baik mengenai citra merek rokok A Mild dibandingkan dengan citra merek yang dimiliki rokok Class Mild. Ukuran pemilihan merek pada kedua ekuitas merek baik rokok A Mild dan rokok Class Mild memiliki nilai
yang tidak jauh berbeda. Nilai
yang dimiliki
oleh ukuran pemilihan merek rokok A Mild sebasar 0,85 dan nilai yang dimiliki oleh ukuran pemilihan merek rokok Claa Mild sebesar 0.89. Ukuran pemilihan merek rokok Class Mild lebih unggul dari rokok A Mild. Program pengembangan pemasaran pada ekuitas merek rokok A Mild dan Class Mild
memiliki nilai
yang sama yaitu
sebesar 1,00. Hal ini berarti
101
konsumen menilai kedua produsen rokok tersebut memiliki komitmen menghasilkan produk yang berkualitas dan meningkatkan kualitas produk. Dari segi
promosi
memperkenalkan
kedua
produsen
produk
bersaing
masing-masing
dalam kepada
mempromosikan konsumen
dan dalam
memperebutkan pangsa pasar. Ukuran penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder pada ekuitas merek rokok A Mild memiliki nilai
sebesar 0,97, sedangkan ukuran daya ungkit dari
asosiasi sekunder rokok Class Mild memiliki nilai perbedaan nilai
sebesar 0,72. Terdapat
yang cukup besar antara rokok A Mild dengan rokok Class
Mild. Hal ini disebabkan konsumen atau responden lebih mengenal dan mengetahui produsen rokok A Mild, sehingga lebih mengetahui bahwa produsen rokok A Mild merupakan perusahaan asli Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh baik dari jawaban responden maupun melalui
pengolahan data statistik dengan menggunakan metode SEM, hasil
analisis yang didapat bahwa rokok A Mild memiliki ekuitas merek (brand equity) yang lebih kuat
dari ekuitas merek yang dimiliki oleh rokok Class Mild.
Penelitian menunjukkan bahwa rokok Class Mild menjadi ancaman yang nyata bagi rokok A Mild. Hal ini dapat dilihat dari nilai elemen ekuitas merek Class Mild tidak berbeda jauh dengan nilai elemen ekuitas merek rokok A Mild, dan apabila A Mild tidak mengelola brand equity-nya secara tepat, posisinya sebagai market leader dapat diambil oleh rokok Class Mild.
102
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka penelitian ini dapat disimpulkan
sebagai berikut: 1.
Elemen ekuitas merek rokok A Mild mencakup komponen kesadaran merek (brand awareness), citra merek (brand image), ukuran pemilihan elemen
merek
(choosing
brand
element
measures),
program
pengembangan pemasaran (Development Marketing Program), dan ukuran penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder. Elemen yang memiliki pengaruh terbesar terhadap ekuitas merek adalah kesadaran merek dan program pengembangan pemasaran masing-masing memiliki nilai sebesar 1,00 artinya jika dikonversi menjadi persentase kedua elemen tersebut 100 persen memberikan pengaruh dalam membangun ekuitas merek. Namun setelah dilakukan uji signifikansi nilai-t untuk elemen kesadaran merek ternyata < 1,96 pada taraf nyata lima persen hasilnya tidak signifikan. Elemen citra merek memiliki nilai sebesar 0,91, ukuran pemilihan elemen merek memiliki nilai
sebesar
0,86, dan
penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder memiliki nilai
ukuran sebesar
0,97. 2.
Elemen program pengembangan pemasaran pada ekuitas merek rokok Class Mild memiliki nilai
tertingi. Hal ini disebabkan produsen rokok
Class Mild berusaha mendekatkan produk kepada konsumen dengan cara meningkatkan promosi. Produsen rokok Class Mild berusaha meniru cara promosi yang dilakukan oleh A Mild yaitu dengan menjadi sponsor event-
103
event musik, langkah ini diikuti karena A Mild sukses melakukan promosi untuk mendekatkan dan memperkenalkan produknya kepada kawula muda. 3.
Ekuitas merek (brand equity) rokok A Mild lebih kuat dibandingkan ekuitas merek (brand equity) rokok Class Mild. Akan tetapi, perbedaan kekuatan ekuitas merek kedua rokok tersebut tidak begitu signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa rokok Class Mild menjadi ancaman yang nyata bagi rokok A Mild.
8.2.
Saran
1.
Mahasiswa sebagai kaum intelektual hendaknya menyadari bahaya yang ditimbulkan dari mengkonsumsi rokok baik untuk diri sendiri, orang lain dan lingkungan dengan tidak merokok di tempat umum yang dapat membahayakan kesehatan orang lain.
2.
Mahasiswa perokok sebaiknya mengurangi seminimal mungkin konsumsi rokok tiap hari dan mengalokasikan uang yang digunakan untuk konsumsi rokok dengan kebutuhan lain yang lebih berguna.
3.
Mahasiswa yang tidak merokok sebaiknya jangan pernah mencoba untuk merokok, karena sekali mencoba mengkonsumsi rokok akan menyebabkan ketagihan dan untuk berhenti merokok sangat sulit.
4.
IPB sebagai institusi pendidikan terkemuka sebaiknya memberikan pendidikan yang bersifat persuasif dengan memasukkan mata kuliah bahaya mengkonsumsi rokok sebagai mata kuliah wajib dan memberikan larangan merokok di dalam kampus.
104
5.
IPB sebaiknya melakukan penelitian yang kontinu setiap tahun mengenai jumlah mahasiswa yang merokok dan dampak yang ditimbulkan terhadap nilai akademik mahasiswa
6.
Penelitian selanjutnya sebaiknya menganalisis dampak kekuatan merek rokok A Mild terhadap preferensi mahasiswa mengkonsumsi rokok A Mild.
105
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, David. 2001. Managing Brand Equity : Capitalizing on the Value of a Brand Name. New York: The Free Press. Abbas, G. 2001. Tinjauan Metodologi: Structural Equation Modelling dan Penerapannya dalam Pendidikan. http://www.depdiknas.go.id Anonymous. 2007. Majalah Marketing. Edisi Juni 2007. PT HM Sampoerna Merajai Pangsa Pasar Rokok Mild. Jakarta: PT Indomedia. Badan Pusat Statistik. 2005. Kabupaten Bogor dalam Angka 2005/2006. Bogor. Daruwahyudi. 2005. Analisis Ekuitas Merek Margarin Konsumen pada Tingkat Rumah Tangga. Skripsi. Bogor: Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Durianto D, Sugiarto, Sitinjak. 2004. Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Fajri, Khairul. 2005. Analisis Brand Equity terhadap Merek-merek Sosis di Supermarket pada CV. Fiva Food and Meat Supply, Bekasi. Skripsi Sarjana Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Firdaus, M. dan Farid. 2008. Aplikasi Metode Kuantitatif Terpilih Untuk Manajemen dan Bisnis. Bogor: IPB Press. Ghozali, Imam. dan Fuad. 2005. Structural Equation Modeling, teori, Konsep dan Aplikasi dengan Program LISREL 8.54. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hair, Anderson, Tatham, Black. 1998. Multivariate Data Analysis Fifth Edition. USA: Prentice Hall. Jouhary, Jemmy. 2005. Analisis Faktor yang Membangun Branding Benefit dalam Model Customer-based Brand Equity pada Kasus Bank Central Asia. Tesis Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Joreskog, K.G. dan D. Sorbom. 1996. LISREL 8 User Reference Guide. http://www.ssicentral/SEM/reference.htm. 20 February 2008 Kartajaya, Hermawan. dkk. 2005. A 90-Year Journey of Creating Everlasting Brands. Jakarta: MarkPlus&Co.
106
Kartajaya, Hermawan. 2006. Integrating Sales and Marketing : Jurus Ampuh Mendongkrak Penjualan Menggunakan Strategi Pemasaran. Jakarta. MarkPlus&Co. Keller, Kevin. 2003. Strategic Brand Management: Building, Measuring, and Managing Brand equity. New Jersey: Prentice Hall. Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Pratiwi, N.A.H. 2006. Analisis Nilai dan Loyalitas Pelanggan Macaroni Panggang. Skripsi. Bogor: Program sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Ramadhani, Y. 2005. Analisis Structural Equation Modeling (SEM) pada FaktorFaktor dalam Sistem Penilaian Kinerja Karyawan dan Budaya Perusahaan terhadap Pengembangan Sumberdaya Manusia. Skripsi. Bogor: Departemen Teknologi Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor. Saputro. 2005. Analisis Sikap Konsumen dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian Rokok Kretek Mild (Studi Kasus konsumen Kota Bogor). Skripsi. Bogor: Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Susanto. 2005. Analisis Perbandingan Elemen-elemen Ekuitas Merek pada Jamu Kemasan di Kota Semarang. Skripsi. Bogor: Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Wulandari, Dwi Sayekti. 2003. Analisis Elemen-Elemen Ekuitas Merek (brand equity) Produk Mie Instan. Skripsi. Bogor: Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
107
LAMPIRAN
108
Lampiran 1. Kuesioner Ekuitas Merek (Brand Equity) Nama No Kuesionner
: :
KUESIONER APLIKASI PENGGUNAAN KONSEP CUSTOMER-BASED BRAND EQUITY PADA KONSUMEN ROKOK A MILD SAMPOERNA
(Studi Kasus pada Mahasiswa di Kota Bogor) Herikson Simbolon (A 14104106), Mahasiswa Program Sarjana Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PENYARINGAN. Petunjuk : berilah tanda silang “X” pada jawaban yang sesuai dengan pilihan Anda 1. Jenis kelamin
: a. Laki-laki
2. Usia
:
a. 15-20 tahiun b. 21-25 tahun c. 26-30 tahun
3. Pekerjaan
: a. Mahasiswa
b. Perempuan
b. Pekerjaan sampingan…………….
4. Apakah Anda perokok dalam 3 bulan terakhir ini? a. Ya
b. Tidak
Jika jawaban Anda tidak, Anda tidak perlu menjawab pertanyaan selanjutnya. 5. Apakah Anda pernah mengkomsumsi salah satu dari merek rokok Mild ( A Mild, Class Mild, U Mild, X Mild, Star Mild)? a. Ya
b. Tidak
Jika jawaban Anda tidak, Anda stop mengisi pertanyaan sampai disini. 6.Berapa rata-rata uang bulanan yang diberikan oleh orang tua Anda? a. Rp 750.000-Rp 1.000.000 b. Rp 1000.001-Rp 1.250.000 c. Rp 1.250.001-Rp 1.500.000 d. Rp 1.500.001-Rp 1.750.000 7. Rata-rata pengeluaran per bulan untuk pembelian rokok : a. < Rp. 50.000 b. Rp. 50.001-Rp.100.000 c. Rp. 100.001- Rp. 150.000 d. Rp. 150.001- Rp. 200.000 e.>Rp.200.000
109
8 Berapa bungkus rokok yang anda beli setiap hari? a. < 1 bungkus b. 1 bungkus c. (1-2) bungkus d. >2 bungkus 9.Dimana biasanya Anda membeli rokok? a. Mini market b. Hiper market
c. Toko/warung terdekat d. Tempat lainnya, sebutkan……………….
DAFTAR PERTANYAAN Perilaku Konsumen 1. Merek rokok mild apa yang paling anda ingat?........................................................... 2. Selain merek yang Anda sebutkan, merek rokok mild apa lagi yang Anda ingat ? (boleh lebih
dari
satu)…………………………………………………………………………… 3. Merek apa yang Anda konsumsi sekarang? (sebutkan satu saja) …………………………………………………………………… 4. Mengapa Anda mengkomsumsi merek tersebut? ( Beri tanda ‘ ’ pada kotak di depan atribut-atribut yang Anda setujui. Anda boleh memilih lebih dari satu jawaban) o
Produknya mudah diperoleh
o
Memiliki taste/rasa yang pas
o
Memiliki gengsi tersendiri/prestise tersendiri
o
Kemasannya menarik
o
Terkenal
o
Image/citranya sesuai dengan saya
o
Harganya murah
5. Apakah Anda setuju bahwa alasan membeli merek rokok yang Anda konsumsi adalah karena kebiasaan ? a. sangat tidak setuju b. Tidak setuju
c. biasa saja
d. setuju
e.
sangat setuju 6. Seberapa besar kepuasan Anda dalam mengkomsumsi merek tersebut ? (jawaban No.3) a. sangat tidak puas
b. tidak puas
c.biasa saja
d. puas
e. sangat puas
d. suka
e. sangat suka
7. Seberapa besar kesukaan Anda pada merek tersebut ? a. sangat tidak suka
b. tidak suka
c. biasa saja
110
8.Seberapa sering Anda menyarangkan/mempromosikan merek tersebut pada orang lain ? a. tidak pernah
b. jarang
c. kadang-kadang
d. sering
e. selalu
9. Jika merek yang Anda sukai tidak tersedia, apakah Anda tetap membeli rokok mild? a. Ya, saya tetap membeli rokok mild lain meskipun berbeda merek b. Tidak, saya berhenti merokok sementara sampai merek rokok yang saya inginkan tersedia. 10. Seberapa sering Anda berganti/beralih ke merek lain dalam sebulan? a. 0 kali
b. 1 kali
c. 2 kali
d. 3 kali
11. Apa yang membuat Anda beralih merek ? (beri tanda ‘ ’ pada bulatan yang menurut Anda paling sesuai dengan alasan Anda. Anda boleh memilih lebih dari satu alasan) o
Rokok tersebut lagi tidak ada
o
Mutunya menurun
o
Coba-coba (tergantung suasana hati)
o
Kondisi keuangan tidak cukup membeli merek rokok tersebut
o
Rasa merek lain lebih sesuai selera
o
Kemasan merek lain lebih menarik
o
Merek lain lebih terkenal
o
Citra merek lain lebih tepat mencerminkan saya
o
Lainnya, sebutkan……..
12. Biasanya Anda beralih kemerek apa ?... a. A Mild
b. Class Mild
c. Star Mild
d. X Mild
e. U Mild
111
Lampiran 2. Persentase Mahasiswa Perokok dan non Perokok Di IPB Keterangan Mahasiswa IPB Kampus Kampus D3 Kampus Darmaga BS+Ekstensi Mahasiswa non 86 24 29 perokok Mahasiswa perokok 23 21 16 mild Mahasiswa Perokok 7 4 3 non mild Total 120 50 50 Penelitian ini jumlah mahasiswa yang diajukan pertanyaan sebesar 250 orang. Dari 250 orang yang diajukan pertanyaan tidak semua responden perokok. Ada 139 responden tidak merokok, 60 responden pernah mengkonsumsi rokok mild, dan 14 responden tidak pernah mengkonsumsi rokok mild. Responden yang diberikan kuesioner berjumlah 60 orang yaitu responden yang memenuhi persyaratan yaitu telah menjadi perokok dalam 3 bulan terakhir dan pernah mengkonsumsi rokok mild.
persentase Mahasiswa Perokok dan Non perokok IPB
34.74%
kategori Mahasisw a non perokok kategori Mahasisw a perokok 65.26%
112
Jenis Kelamin mahasiswa Perokok IPB
7.73% kategori Mahasisw a Laki-laki kategori Mahasisw a perokok 92.27%
Lampiran 3. Kondisi Mahasiswa Perokok dan non Perokok di Universitas Pakuan Keterangan Jumlah Mahasiswa non perokok 44 Mahasiswa perokok mild 60 Mahasiswa Perokok non mild 21 Total 125 Pada Penelitian ini jumlah mahasiswa yang diajukan pertanyaan sebesar 125 orang. Dari 125 orang yang diajukan pertanyaan tidak semua responden perokok. Ada 44 responden tidak merokok, 60 responden pernah mengkonsumsi rokok mild, dan 21 responden tidak pernah mengkonsumsi rokok mild. Responden yang diberikan kuesioner berjumlah 60 orang yaitu responden yang memenuhi persyaratan yaitu telah menjadi perokok dalam 3 bulan terakhir dan pernah mengkonsumsi rokok mild.
113
persentase Mahasiswa Perokok dan Non Perokok Pakuan
35.20%
kategori Mahasisw a non perokok kategori Mahasisw a perokok
64.80%
Jenis kelamin mahasisw a perokok Pakuan
11% kategori Mahasisw a Laki-laki kategori Mahasisw a perempuan 89%
114
Lampiran 4 Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Yang Merokok Sebulan Terakhir Menurut Kab/Kota. Dan Beberapa Batang Dihisap Seminggu Terakhir pada Tahun 2005
KAB/KOTA
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
BANYAKNYA ROKOK YANG DIHISAP SEMINGGU TERAKHIR
BANYAKNYA ROKOK YANG DIHISAP SEMINGGU TERAKHIR
<7
7-24
25+
JUMLAH
<7
7-24
25+
JUMLAH
01. BOGOR
48 305
106 399
825 930
980 634
1 431
5 077
22 113
28 621
02. SUKABUMI
39 016
191 870
413 058
643 944
3 557
10 163
1 254
14 974
03. CIANJUR
50 432
46 941
490 235
587 608
1 781
369
1 806
3 956
139 450
87 574
849 860
1 076 884
5 694
4 229
6 344
16 267
05. GARUT
23 710
87 554
427 001
538 265
4 041
3 255
7 547
14 843
06. TASIKMALAYA
33 530
23 861
367 606
424 997
5 213
1 874
4 519
11 586
07. CIAMIS
32 603
50 970
316 366
399 939
1 287
4 878
6 857
13 022
08. KUNINGAN
27 597
53 594
234 902
316 093
753
2 524
1 986
5 263
09. CIREBON
29 413
36 871
380 293
446 577
123
1 738
588
2 449
10. MAJALENGKA
26 199
35 896
232 771
594 866
130
1 622
838
2 590
11. SUMEDANG
30 615
38 283
196 507
265 405
902
1 019
3 676
5 597
12. INDRAMAYU
54 628
28 316
366 085
449 029
1 052
181
3 931
5 164
13. SUBANG
19 205
7 403
298 722
325 330
1 427
1 230
3 642
6 299
14. PURWAKARTA
15 838
7 549
158 056
181 443
339
1 764
4 678
6 781
15. KARAWANG
34 286
36 285
404 529
475 100
3 034
3 425
21 998
28 457
16. BEKASI
31 767
27 111
445 432
504 310
2 789
3 999
20 012
26 800
17.KOTA BOGOR
16 119
11 960
146 571
174 650
1 841
1 084
8 325
11 250
18. SUKABUMI
2 795
8 479
25 663
36 937
770
1 622
2 084
4 476
19. BANDUNG
65 615
62 468
415 493
543 573
2 254
12 787
13 646
28 687
3 786
5 837
27 755
37 378
385
988
1 192
2 565
21. BEKASI
48 083
81 548
290 840
420 471
4 362
1 756
582
6 700
22. DEPOK
21 269
15 556
182 118
218 943
115
1 371
813
2 299
23. CIMAHI
6 212
20 137
65 469
91 818
199
1 652
2 133
3 984
17 903
14 181
108 895
140 979
315
496
1 552
2 363
1 766
1 879
13 126
16 771
203
647
492
1 342
820 139 1 088 522 7 683 283
9 591 944
43 997
69 750
142 608
256 335
04. BANDUNG
20. CIREBON
24. TASIKMALAYA 25. BANJAR JUMLAH
Sumber : Badan Pusat Statistik regional Jawa Barat, 2005
115
Lampiran 5. Hasil Output LISREL A Mild dan Class Mild DATE: 7/31/2007 TIME: 15:07 L I S R E L 8.30 BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Chicago, IL 60646-1704, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-99 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file C:\LISREL83\DATA.SPJ: MODEL ROKOK A MILD SAMPOERNA OBSERVED VARIABLES DEPTH BREATH STRONG FAVORABL UNIQUE LOGO PACKAQIN SLOGAN PRODUCT PROMOTIO COMPANY COUNTRY CORRELATION MATRIX FROM FILE D:\CLASS\KORELASI.COR SAMPLE SIZE 120 LATENT VARIABLES BEV BA BI CBE DMP LSA RELATIONSHIPS DEPTH BREATH = BA STRONG FAVORABL UNIQUE = BI LOGO PACKAQIN SLOGAN = CBE PRODUCT PROMOTIO = DMP COMPANY COUNTRY = LSA BA BI CBE DMP LSA = BEV OPTIONS ME = ML AD=OFF SET THE ERROR VARIANCE OF BA EQUAL TO 0
116
SET THE ERROR VARIANCE OF DMP EQUAL TO PATH DIAGRAM END OF PROBLEM Sample Size = 120
Correlation Matrix to be Analyzed Correlation Matrix to be Analyzed DEPTH BREATH STRONG FAVORABL UNIQUE LOGO -------- -------- -------- -------- -------- -------DEPTH 1.00 BREATH -0.02 1.00 STRONG 0.09 0.14 1.00 FAVORABL 0.26 0.17 0.48 1.00 UNIQUE 0.14 0.12 0.50 0.51 1.00 LOGO 0.06 0.20 0.18 0.23 0.10 1.00 PACKAQIN 0.07 0.17 0.34 0.35 0.28 0.25 SLOGAN 0.02 0.21 0.31 0.35 0.20 0.24 PRODUCT -0.05 0.20 0.39 0.38 0.40 0.17 PROMOTI 0.15 0.09 0.36 0.32 0.30 0.34 COMPANY 0.00 0.10 0.24 0.21 0.17 0.22 COUNTRY 0.13 0.12 0.21 0.42 0.30 0.07
Correlation Matrix to be Analyzed PACKAQIN
SLOGAN
PRODUCT PROMOTIO
-------- -------- -------- -------- -------- --------
COMPANY COUNTRY
PACKAQIN
1.00
SLOGAN
0.28
1.00
PRODUCT
0.26
0.24
1.00
PROMOTIO
0.31
0.18
0.21
1.00
COMPANY
0.24
0.01
0.29
0.33
1.00
COUNTRY
0.27
0.11
0.26
0.19
0.19
1.00
117
Number of Iterations = 19 LISREL Estimates (Maximum Likelihood) DEPTH = 0.18*BA, Errorvar.= 0.97 , R² = 0.031 (0.13) 7.64 BREATH = 0.27*BA, Errorvar.= 0.92 , R² = 0.075 (0.19) (0.12) 1.47 7.54 STRONG = 0.69*BI, Errorvar.= 0.53 , R² = 0.47 (0.26) (0.088) 2.69 5.99 FAVORABL = 0.74*BI, Errorvar.= 0.45 , R² = 0.55 (0.28) (0.084) 2.69 5.31 UNIQUE = 0.68*BI, Errorvar.= 0.54 , R² = 0.46 (0.25) (0.089) 2.68 6.08 LOGO = 0.42*CBE, Errorvar.= 0.82 , R² = 0.18 (0.18) (0.12) 2.37 6.94 PACKAQIN = 0.61*CBE, Errorvar.= 0.63 , R² = 0.37 (0.25) (0.12) 2.49 5.27 SLOGAN = 0.48*CBE, Errorvar.= 0.77 , R² = 0.23 (0.19) (0.12) 2.46 6.62 PRODUCT = 0.56*DMP, Errorvar.= 0.68 , R² = 0.32 (0.10) 6.67 PROMOTIO = 0.52*DMP, Errorvar.= 0.73 , R² = 0.27 (0.12) (0.11) 4.25 6.89 COMPANY = 0.41*LSA, Errorvar.= 0.83 , R² = 0.17 (1.40) (0.13) 0.29 6.47 COUNTRY = 0.47*LSA, Errorvar.= 0.78 , R² = 0.22
118
(1.62) 0.29
(0.14) 5.67
BA = 1.00*BEV,, R² = 1.00 (0.58) 1.72 BI = 0.91*BEV, Errorvar.= 0.18, R² = 0.82 (0.39) 2.35 CBE = 0.85*BEV, Errorvar.= 0.29, R² = 0.71 (0.37) 2.28 DMP = 1.00*BEV,, R² = 1.00 (0.17) 5.90 LSA = 0.97*BEV, Errorvar.= 0.061, R² = 0.94 (3.35) 0.29 Correlation Matrix of Independent Variables BEV -------1.00 Covariance Matrix of Latent Variables
BA BI CBE DMP LSA BEV
BA BI CBE DMP LSA BEV -------- -------- -------- -------- -------- -------1.00 0.91 1.00 0.85 0.77 1.00 1.00 0.91 0.85 1.00 0.97 0.88 0.82 0.97 1.00 1.00 0.91 0.85 1.00 0.97 1.00
119
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 51 Minimum Fit Function Chi-Square = 53.94 (P = 0.36) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 54.35 (P = 0.35) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 3.35 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 25.30) Minimum Fit Function Value = 0.45 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.028 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.21) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.024 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.065) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.82 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.91 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.88 ; 1.09) ECVI for Saturated Model = 1.31 ECVI for Independence Model = 2.63 Chi-Square for Independence Model with 66 Degrees of Freedom = 288.92 Independence AIC = 312.92 Model AIC = 108.35 Saturated AIC = 156.00 Independence CAIC = 358.37 Model CAIC = 210.62 Saturated CAIC = 451.42 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.059 Standardized RMR = 0.059 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.93 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.89 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.61 Normed Fit Index (NFI) = 0.81 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.98 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.63 Comparative Fit Index (CFI) = 0.99 Incremental Fit Index (IFI) = 0.99 Relative Fit Index (RFI) = 0.76 Critical N (CN) = 171.73 The Problem used
28808 Bytes (= 0.0% of Available Workspace)
Time used: 0.016 Seconds
120
Hasil output LISREL Class Mild DATE: 7/31/2007 TIME: 15:25 L I S R E L 8.30 BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Chicago, IL 60646-1704, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-99 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file D:\CLASS\DATA.SPJ: MODEL ROKOK CLASS MILD OBSERVED VARIABLES DEPTH BREATH STRONG FAVORABL UNIQUE LOGO PACKAQIN SLOGAN PRODUCT PROMOTIO COMPANY COUNTRY CORRELATION MATRIX FROM FILE D:\CLASS\KORELASI.COR SAMPLE SIZE 120 LATENT VARIABLES BEV BA BI CBE DMP LSA RELATIONSHIPS DEPTH BREATH = BA STRONG FAVORABL UNIQUE = BI LOGO PACKAQIN SLOGAN = CBE PRODUCT PROMOTIO = DMP COMPANY COUNTRY = LSA BA BI CBE DMP LSA = BEV OPTIONS ME = ML AD=OFF PATH DIAGRAM
121
END OF PROBLEM Sample Size = 120 Correlation Matrix to be Analyzed DEPTH BREATH STRONG -------- -------- -------- -------- -------DEPTH 1.00 BREATH 0.27 1.00 STRONG 0.25 0.12 1.00 FAVORABL 0.34 0.13 0.64 UNIQUE 0.18 0.12 0.48 LOGO 0.19 0.14 0.13 PACKAQIN 0.26 0.32 0.34 SLOGAN 0.16 0.27 0.19 PRODUCT 0.13 0.32 0.33 PROMOTIO 0.29 0.24 0.32 COMPANY 0.21 0.10 0.28 COUNTRY 0.10 0.24 0.18
FAVORABL UNIQUE LOGO --------
1.00 0.46 0.22 0.31 0.24 0.32 0.33 0.28 0.31
1.00 0.34 0.38 0.28 0.35 0.39 0.29 0.32
1.00 0.27 0.35 0.14 0.34 0.20 0.28
Correlation Matrix to be Analyzed PACKAQIN SLOGAN PRODUCT PROMOTIO COMPANY COUNTRY -------- -------- -------- -------- -------- -------PACKAQIN 1.00 SLOGAN 0.26 1.00 PRODUCT 0.26 0.20 1.00 PROMOTIO 0.35 0.32 0.33 1.00 COMPANY 0.26 0.08 0.23 0.35 1.00 COUNTRY 0.28 0.15 0.13 0.29 0.39 1.00
Number of Iterations = 17 LISREL Estimates (Maximum Likelihood) DEPTH = 0.55*BA, Errorvar.= 0.70 , R² = 0.30 (0.25) (0.14) 2.19 5.15 BREATH = 0.49*BA, Errorvar.= 0.76 , R² = 0.24 (0.22) (0.13) 2.23 6.01 STRONG = 0.78*BI, Errorvar.= 0.40 , R² = 0.60 (0.12) (0.081) 6.23 4.92 FAVORABL = 0.78*BI, Errorvar.= 0.39 , R² = 0.61
122
(0.13) 6.25
(0.081) 4.78
UNIQUE = 0.64*BI, Errorvar.= 0.59 , R² = 0.41 (0.12) (0.091) 5.57 6.45 LOGO = 0.48*CBE, Errorvar.= 0.77 , R² = 0.23 (0.24) (0.11) 2.05 6.75 PACKAQIN = 0.62*CBE, Errorvar.= 0.61 , R² = 0.39 (0.30) (0.11) 2.07 5.49 SLOGAN = 0.49*CBE, Errorvar.= 0.76 , R² = 0.24 (0.24) (0.11) 2.05 6.72 PRODUCT = 0.49*DMP, Errorvar.= 0.76 , R² = 0.24 (8.00) (0.11) 0.062 6.75 PROMOTIO = 0.66*DMP, Errorvar.= 0.56 , R² = 0.44 (10.72) (0.12) 0.062 4.64 COMPANY = 0.64*LSA, Errorvar.= 0.59 , R² = 0.41 (0.16) (0.13) 3.92 4.71 COUNTRY = 0.62*LSA, Errorvar.= 0.62 , R² = 0.38 (0.16) (0.12) 3.95 5.04 BA = 0.80*BEV, Errorvar.= 0.36, R² = 0.64 (0.39) 2.02 BI = 0.75*BEV, Errorvar.= 0.43, R² = 0.57 (0.17) 4.39 CBE = 0.89*BEV, Errorvar.= 0.21, R² = 0.79 (0.46) 1.92 DMP = 1.00*BEV, Errorvar.= 0.0071, R² = 0.99 (16.18) 0.062 LSA = 0.72*BEV, Errorvar.= 0.48, R² = 0.52
123
(0.22) 3.24 Correlation Matrix of Independent Variables BEV -------1.00 Covariance Matrix of Latent Variables BA BI CBE DMP LSA BEV -------- -------- -------- -------- -------- -------BA 1.00 BI 0.60 1.00 CBE 0.71 0.67 1.00 DMP 0.80 0.75 0.89 1.00 LSA 0.58 0.55 0.64 0.72 1.00 BEV 0.80 0.75 0.89 1.00 0.72 1.00 Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 49 Minimum Fit Function Chi-Square = 50.03 (P = 0.43) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 48.72 (P = 0.48) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 0.0 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 20.25) Minimum Fit Function Value = 0.42 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.0 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.17) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.0 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.059) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.89 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.90 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.90 ; 1.07) ECVI for Saturated Model = 1.31 ECVI for Independence Model = 3.11 Chi-Square for Independence Model with 66 Degrees of Freedom = 346.05 Independence AIC = 370.05 Model AIC = 106.72 Saturated AIC = 156.00 Independence CAIC = 415.50 Model CAIC = 216.56
124
Saturated CAIC = 451.42 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.056 Standardized RMR = 0.056 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.94 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.90 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.59 Normed Fit Index (NFI) = 0.86 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 1.00 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.64 Comparative Fit Index (CFI) = 1.00 Incremental Fit Index (IFI) = 1.00 Relative Fit Index (RFI) = 0.81 Critical N (CN) = 179.21
The Modification Indices Suggest to Add the Path to from Decrease in Chi-Square New Estimate UNIQUE CBE 9.0 0.50 The Problem used
29992 Bytes (= 0.0% of Available Workspace)
Time used: 0.012 Seconds