Artikel Penelitian
Pemahaman Dokter Indonesia Mengenai Hipertensi dan Permasalahan yang Dihadapi pada Praktik Sehari-Hari
Mohammad Saifur Rohman,*, # Nani Hersunarti,*, # Arieska Ann Soenarta,*, # Suhardjono,**, # Adre Mayza,***, # Antonia Anna Lukito,****, # Adrianus Kosasih,*****, # *Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta **Departemen Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Universitas Indonesia, Jakarta, ***Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, ****Rumah Sakit Siloam Karawaci Tangerang, Banten *****Fakutas Kedokteran Universitas Trisakti, Jakarta, # Afiliasi dengan InaSH. Alamat MSR saat ini: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.
Abstrak: Angka kesakitan dan kematian penyakit yang berhubungan dengan hipertensi di seluruh dunia masih tinggi. Namun, hingga saat ini belum ada survei di Indonesia mengenai tingkat pengetahuan mengenai hipertensi di kalangan dokter/praktisi kesehatan, pemilihan obat antihiperteni serta permasalahan dan komplikasi akibat hipertensi yang dihadapi pada praktek sehari hari. Survei ini bertujuan untuk mengumpulkan data awal untuk mengetahui tingkat pemahaman dan penerapan ilmu peserta pertemuan ilmiah tahunan Indonesian Society of Hypertension (InaSH) mengenai hipertensi dan penanganan hipertensi serta permasalahannya. Penelitian ini dilaksanakan dengan cara mengumpulkan dan menganalisa hasil pengisian kuesioner selama 3 kali pertemuan dari tahun 2007-2009. Data ditampilkan dalam bentuk persentase terendah dan tertinggi. Dari analisis hasil survei dapat disimpulkan bahwa minat peserta meningkat secara bermakna selama 3 tahun pertama InaSH, dengan jumlah dokter spesialis sama dengan dokter umum. Seminar merupakan sumber informasi utama bagi responden. Sebanyak 74,5% responden melakukan pengukuran tekanan dengan benar. Pengetahuan tentang terapi hipertensi cukup baik, karena terbukti lebih dari 50% responden menjawab dengan benar seluruh pertanyaan yang diajukan. Target kerusakan organ yang paling sering, adalah: otak, jantung dan ginjal, sedangkan penyebab tersering tidak terkontrolnya tekanan darah adalah minum obat tidak teratur. Kata kunci: Pemahaman, permasalahan, hipertensi
Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 2, Februari 2011
51
Pemahaman Dokter Indonesia Mengenai Hipertensi
Indonesian Doctors Understanding on Hypertension and its Problems in Daily Practice Mohammad Saifur Rohman,* Nani Hersunarti,* Arieska Ann Soenarta,* Suhardjono,** Adre Mayza,*** Antonia Anna Lukito,**** Adrianus Kosasih,***** On behalf of Indonesian Society of Hypetension (InaSH) survey working group *Department of Cardiology and Vascular Medicine, Jakarta **Department of Internal Medicine, Jakarta ***Department of Neurology, Faculty of Medicine, University of Indonesia, Jakarta ****Siloam Hospital, Karawaci, Tangerang, Banten *****Trisakti University, Jakarta. MSR present address: Department of Cardiology and Vascular Medicine, Faculty of Medicine, Brawijaya University, Malang
Abstract: Morbidity and mortality rate of hypertension related disease remain relatively high. However, no survey had been performed in Indonesia up to now regarding the knowledge of hypertension among practitioners, how they choose antihypertensive drugs, the problems and complications due to hypertension faced in daily practice. This study aimed to collect data regarding the knowledge and its application among annual scientific meeting of Indonesian Society of Hypertension (InaSH) participants about hypertension, hypertension management and its problems. This study performed by collecting and analyzing quistionnaires during annual scientific meeting of InaSH 2007 to 2009. The data presented as percentage of the lowest and the highest values. Result of survey analysis concluded that there was a significant increases in participant interest during the first three years of InaSH, with the number of general practioner as large as specialist. The scientific meeting was the major source of information for respondents. As many as 74.5% of respondents measure blood pressure properly. The knowledge about hypertension therapy is quite well, as more than 50% of respondents have addressed all question correctly.The most common target organ damage observed was brain, heart and kidney, whereas the most common cause of uncontrolled blood pressure was irregular medication. Keywords: Knowledge, Problem, hypertension
Pendahuluan Hipertensi hingga saat ini masih menjadi permasalahan utama di bidang kesehatan, tidak hanya di Indonesia namun juga di seluruh dunia. Di negara lain berbagai upaya pendeteksian, pencegahan, dan penatalaksanaan hipertensi sudah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian dasar, klinis maupun epidemiologis menjadi data dasar pengembangan strategi untuk pencegahan, pendeteksian dan pengobatan hipertensi.1 Belum ada guideline pasien hipertensi di Indonesia yang dihasilkan dari penelitian populasi Indonesia, sehingga praktisi hanya dapat berpatokan terhadap acuan dari luar negeri untuk pengobatan hipertensi. Dalam beberapa hal praktisi dapat meniru acuan dari luar negeri, namun pada banyak hal lain masih diperlukan penelitian mengenai berbagai aspek hipertensi di Indonesia; seperti kepatuhan pasien berobat, keberhasilan atau respons terapi, komplikasi serta permasalahan lain yang berkaitan dengan hipertensi, yang mungkin menggambarkan keadaan berbeda dengan data di negara lain. Data ini sangat dibutuhkan untuk
52
keberhasilan pengobatan hipertensi di Indonesia. Pemetaan permasalahan hipertensi di Indonesia penting dilakukan, salah satunya adalah dengan memanfaatkan setiap pertemuan ilmiah untuk menyebarkan angket atau kuesioner berkenaan dengan masalah hipertensi yang dihadapi serta tingkat pemahaman praktisi, sehingga di masa depan dapat dibuat langkah konkrit untuk meningkatkan keberhasilan pena-talaksanaan hipertensi sehingga pada gilirannya dapat menekan laju morbiditas dan mortalitas penyakit yang berhubungan dengan hipertensi. Survei ini bertujuan untuk mengumpulkan data awal untuk mengetahui tingkat pemahaman dan penerapan ilmu peserta InaSH mengenai hipertensi dan penanganan hipertensi serta permasalahannya pada praktik sehari-hari. Metode Penelitian ini dilaksanakan dengan cara mengumpulkan dan menganalisis hasil pengisian kuesioner yang disebar-
Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 2, Februari 2011
Pemahaman Dokter Indonesia Mengenai Hipertensi luaskan pada seluruh peserta Scientific Meeting on Hypertension Indonesian Society of Hypertension (InaSH) pertama sampai ketiga dari tahun 2007-2009. Tidak semua peserta mengisi dan mengembalikan kuesioner, dari InaSH 2007 diperoleh 357 responden,InaSH 2008 sebanyak 539, dan InaSH 2008 sebanyak 1008 responden. Kuesioner meliputi pertanyaan mengenai pengetahuan dokter spesialis/umum dan tenaga medis lain yang meng-hadiri acara ilmiah tahunan InaSH mengenai hipertensi, cara pengukuran tekanan darah yang biasa dilakukan, jumlah rata-rata pasien hipertensi yang ditemui, dan cara mereka mendapatkan informasi mengenai hipertensi serta pola pengobatan yang dipilih dan jenis obat untuk pasien hipertensi. Masalah yang dihadapi untuk keberhasilan terapi juga ditanyakan kepada peserta seminar untuk mengetahui penyebab rendahnya keberhasilan terapi pasien hipertensi. Kuesioner diisi dengan memintakan persetujuan kesediaan sebelumnya kepada peserta dan disetujui oleh komite etik penelitian InaSH. Data ditampilkan dalam bentuk persentase terendah dan tertinggi dari tiga kali pengumpulan kuesioner (InasH 2007-2009). Hasil Peserta InaSH Berdasarkan data dari panitia pertemuan ilmiah tahunan InaSH, peserta yang terdaftar pada tahun 2007, 2008 dan 2009 masing masing berjumlah 559, 1100 dan 1688 orang. Peningkatan jumlah peserta setiap tahunnya hampir mencapai dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Tabel 1 menunjukan persentase dokter spesialis (DS) dan dokter umum (DU) yang hadir dalam pertemuan ini seimbang. Kuesioner diisi dan dikembalikan oleh 49-63.86% dari seluruh peserta yang hadir. Untuk selanjutnya peserta yang mengisi kuesioner disebut responden dalam paper ini. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa 50,14% dari total yang mengembalikan kuesioner adalah DU, dan 45,38% DS, Tabel 1. Data Dasar Peserta Pengisi Kuesioner (Responden)
Jumlah Peserta (n) Pengisi Kuesioner* Dokter Umum Dokter Spesialis Usia >50 tahun Usia 30-50 tahun Usia <30 tahun Asal JABODETABEK#
InaSH (2007)
InaSH (2008)
InaSH (2009)
559 63,86 50,14 45,38 41,74 45,1 13,16 46,2
1100 49 50,1 47,3 32,5 55,2 12,2 54,24
1688 59,77 47,67 41,92 TD TD TD 50,72
Data ditampilkan dalam % dari peserta yang mengisi kuesioner, kecuali *Persentase dari jumlah seluruh peserta. #Persentase dari yang mengisi daerah asal, tidak semua pengisi kuesioner mencantumkan daerah asalnya TD=Tidak ditanya Jabodetabek=Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi
Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 2, Februari 2011
selebihnya adalah tenaga paramedis, mahasiswa, dan peneliti. Dari keseluruhan kuesioner yang dikembalikan didapatkan 32,5-41,74% peserta berusia di atas 50 tahun, sedangkan 45,1-55,2% berusia 31-50 tahun, dokter muda yang berusia <30 tahun mencapai 13,16-12,2%. Sebagian besar peserta berasal dari daerah sekitar tempat pelaksanaan INASH seperti Jakarta, Bogor, Depok,Tangerang, Bekasi (JABODETABEK). Metode Pengukuran Tekanan Darah Sebanyak 82,19-86,84 responden mengaku mengukur tekanan darah pasien sendiri sedangkan 18,81-13,16% diukur oleh tenaga paramedis yang membantu dokter di tempat praktek. Sebagian besar responden (94,96-96,84%) masih menggunakan manometer air raksa dalam pengukuran tekanan darah. Responden mengukur tekanan darah dengan cara yang benar yaitu pengukuran dilakukan setelah 5 menit atau lebih setelah pasien istirahat dalam keadaan tenang dengan posisi duduk atau tidur terlentang, posisi manset setinggi jantung (70,31-74,58% reponden), sedangkan sekitar 25,4-29,7% responden masih kurang tepat melakukan pengukuran tekanan darah seperti, tekanan darah diukur langsung segera setelah pasien tiba di tempat atau selain metode pengukuran tekanan darah standar diatas. Jumlah Pasien Hipertensi Perhari Sebanyak 68.91-74,1% reponden menemukan kasus hipertensi lebih dari 25% dari jumlah total pasien yang ditemui setiap harinya. Pengetahuan Responden Tentang Hipertensi Sejumlah 84,78-86,84% responden menyatakan bahwa seminar merupakan metode utama mereka untuk mendapatkan wawasan ilmu mengenai hipertensi selain metode lain seperti membaca jurnal, textbook atau informasi obat dari para medical representatif. Sebanyak 35-48,79% responden berpendapat bahwa penyebab hipertensi secara pasti belum diketahui, namun sebagian besar (91,67%) responden berpendapat bahwa kegemukan, stress, riwayat hipertensi di keluarga, dan merokok merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan Tabel 2. Persentase Responden yang Menjawab Pertanyaan dengan Benar Pertanyaan
Persentase Responden #
Pola terapi pasien pra-HT (life style changes)* Terapi HT (seumur hidup)* TDS yang perlu terapi(>140mmHg)* TDD yang perlu terapi(>90mmHg)*
45,61-56,9 68,63-78,11 77-77,4 43,42-70,91
#
Persentase yang menjawab benar dari kuesioner yang dikembalikan HT=Hipertensi, TDS=Tekanan darah sistolik, TDD=Tekanan darah diastolik
53
Pemahaman Dokter Indonesia Mengenai Hipertensi hipertensi. Berdasarkan Tabel 2 sebanyak 45,61-56,9% responden memilih modalitas terapi dengan perubahan pola hidup yang meliputi menurunkan berat badan hingga mencapai berat badan ideal, olah raga, berhenti merokok, diet rendah garam dan hindari stress, pada pasien dengan tekanan darah 120139/80-90 mmHg (prehipertensi), semua metode tersebut dilaksanakan secara bersamaan dan berkesinambungan. Sedangkan sekitar setengah dari responden masih memilih hanya salah satu modalitas diatas. Pilihan terapi medikamentosa mulai diberikan apabila modalitas terapi perubahan pola hidup tidak berhasil dan tekanan darah sistolik (TDS) masih di atas 140 mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) lebih dari 90 mmHg, pendapat tersebut dipilih oleh 70,87-77,37% responden. Terapi hipertensi ini diberikan seumur hidup (dipilih oleh 68,6378,11% responden), namun responden selebihnya masih berpendapat bahwa terapi hipertensi diberikan apabila TDS >160 mmHg atau TDD >100 mmHg, atau ada keluhan. Pertimbangan Pemilihan Obat Anti Hipertensi Sebagian besar responden (65,55%) memperhitungkan dengan seksama pemilihan obat secara medis dengan mempertimbangkan tingginya tekanan darah, komplikasi, efek samping obat serta farmakologi dari obat yang diberikan. Sedangkan sisanya masih mempertimbangkan faktor tersebut secara parsial; 3,64% hanya mempertimbangkan tingginya tekanan darah saja, komplikasinya saja (5,6%), farmakologi saja (3,92%) atau kombinasi dari dua faktor-faktor tersebut. Faktor sosial ekonomi saja merupakan pertimbangan nonmedis yang penting untuk pemilihan obat, 61-63% responden berpendapat bahwa faktor ini adalah salah satu pertimbangan pemilihan obat. Namun 23,81-30,5% dari responden berpendapat bahwa keadaan sosial ekonomi, pendidikan, usia dan ketersediaan/keterjangkauan obat merupakan faktor non medis yang secara bersama-sama perlu dipertimbangkan dalam memberikan atau memilih obat antihipertensi sesuai dengan keadaan masing-masing pasien. Prinsip pengobatan terapi saat ini dilakukan dengan pilihan obat antihipertensi dosis kecil lebih dari satu jenis obat dibandingkan dengan terapi satu obat dengan dosis besar di samping tetap diupayakan perubahan pola hidup
seperti modalitas terapi pada prehipertensi. Pilihan benar ini dipilih oleh 48,5-50,1% responden, sedang responden lainnya masih memilih terapi satu obat, atau 2-3 obat saja sampai tercapai target tekanan darah yang diinginkan tanpa perubahan pola hidup (tabel 3). Penulis bermaksud untuk memperlihatkan bagi pembaca agar mudah melihat dan memahami proporsi dari modalitas terapi hipertensi, karena dengan tabel penulis berpendapat akan lebih sulit untuk membandingkan. Pengetahuan Responden Tentang Target Tekanan Darah Sejumlah 62,93-80% responden berpendapat bahwa target tekanan darah untuk populasi pasien dengan diabetes mellitus (DM) atau gangguan fungsi ginjal lebih rendah dari populasi lain yaitu <130/80 mmHg, sedangkan responden lain masih belum benar memahami target terkanan darah untuk kedua populasi tersebut. Pengetahuan Responden Tentang Pemilihan Jenis Obat Anti Hipertensi British Hypertension Society (BHS) guideline memberikan arahan pilihan terapi hipertensi berdasarkan usia pasien (lebih atau kurang dari 55 tahun).2 Pilihan terapi untuk pasien usia tua adalah diuretik dan calcium channel blockers (CCB). Sekitar 31,1-53,32% responden menjawab pilihan terapi sesuai dengan rekomendasi BHS. Pilihan utama terapi untuk gangguan fungsi ginjal adalah penghambat Angiotensin Converting Enzymes Inhibitor (penghambat ACE) atau Angiotensin Receptor Blockers (ARB), jawaban ini dipilih oleh 38,8-60,85% responden. Sebanyak 45,8-56,4% responden memilih dengan benar bahwa penyekat beta dipakai untuk terapi pasien hipertensi disertai iskemia atau atrial fibrilasi, sedangkan CCB dipilih oleh 32,937,1 % responden. Pemakaian penghambat ACE/ARB dan penyekat beta pada pasien hipertensi dengan disfungsi ventrikel kiri dipilih masing masing oleh 54,5 % dan 12,7% Tabel.4. Persentase Pilihan Obat pada Usia Tua (>55tahun), Gangguan Fungsi Ginjal, Aritmia/Iskemik, Disfungsi Ventrikel Kiri/Gagal Jantung >55 tahun
Gangguan fungsi ginjal
Aritmia/ Iskemik
30,6-34,5
38,8-60,9
32,9
20,5-24,5
17,9-19,2
32,9-37,1
6,2-9,3
3,6-6,3 10,6-20,6
4,16-5 5,5-5,7
45,8-56,4 0,1-1,09
12,7-13,8 11,6-32,5
Tabel 3. Prinsip Pengobatan Hipertensi Menurut Responden Prinsip Pengobatan Ht
Tidak diisi 1 obat 2-3 obat 2-3 obat + perubahan pola hidup 1 atau 2-3 obat 1 atau 2-3 obat + perubahan pola hidup Semua modalitas 2-3 obat atau perubahan pola hidup
54
Persentase Responden #
10,2-12,6 14,5-14,6 48,5-50,1 4,4-4,5 2,8-7,1 5,4-6,5 5-6,7
Penghambat ACE/ARB Penyekat kanal kalsium Penyekat Beta Diuretik
Disfungsi ventrikel kiri/ Gagal Jantung 41,23-54,5
ACE=Angiotensin Converting Enzymes ARB=Angiotensn Receptor Blockers Data ditampilkan dalam % responden yang memilih obat tersebut. (terkecil-terbesar) sejak InaSH 2007-2009.
Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 2, Februari 2011
Pemahaman Dokter Indonesia Mengenai Hipertensi responden, sedangkan diuretik dipilih oleh 11,6% responden. Pasien dengan disfungsi ventrikel kiri yang disertai dengan gejala gagal jantung maka obat hipertensi yang dianjurkan adalah diuretik, penghambat ACE atau ARB, penyekat beta, pilihan benar ini dipilih oleh 32,51-54,51% responden (tabel 4). Penyebab Tidak Terkontrolnya Tekanan Darah Menurut responden penyebab paling sering tidak terkontrolnya tekanan darah adalah minum obat tidak teratur (53,2%), tidak mampu membeli obat (28,4%), serta alasan lain seperti tidak patuh perintah dokter, tidak kontrol kembali dan gabungan alasan-alasan tersebut. Komplikasi Hipertensi Komplikasi hipertensi yang ditemui responden pada praktek sehari hari adalah stroke (23,3-28,4%), gagal jantung (5,9-6,2%) atau gagal ginjal (2,6-2,8%) serta kombinasi ketiga penyakit tersebut. Diskusi Selama 3 tahun pelaksanaan InaSH didapatkan peningkatan jumlah peserta hingga mencapai 3 kali lipat pada InaSH yang ketiga dibandingkan dengan jumlah peserta pada pertemuan InaSH saat pertama kali dilaksanakan. Sebagian besar peserta dari InaSH yang kedua adalah peserta baru, hanya 15,1% yang merupakan peserta yang mengikuti InaSH sejak pertamakalinya. Pada InaSH ketiga 29,4% peserta pernah mengikuti InaSH sebelumnya, sedangkan 70,6% merupakan peserta baru. Data ini menunjukkan peningkatan minat dokter yang belum pernah mengikuti pertemuan tahunan InaSH untuk mengikuti kegiatan ilmiah ini, meskipun tidak semua peserta InaSH yang sebelumnya hadir, datang kembali pada InaSH berikutnya, hanya sekitar 29% dari mereka yang pernah menghadiri InaSH sebelumnya ikut berpartisipasi lagi pada tahun berikutnya. Pada kuesioner yang disebarkan tidak ditanyakan lebih lanjut ketertarikan mengikuti InaSH, sehingga tidak dapat dianalisis lebih lanjut. Pada ketiga pertemuan ilmiah InaSH tersebut jumlah dokter spesialis (DS) yang mengembalikan kuesioner hampir sama jumlahnya dengan dokter umum (DU), proporsi DS dan DU yang mengembalikan kuesioner sama dengan proporsi kehadiran seluruh peserta DS dan DU pada pertemuan ilmiah ini. Mengingat perbandingan dokter spesialis (DS) yang jauh lebih kecil dibandingkan dokter umum di seluruh Indonesia, maka sebenarnya persentasi DS yang hadir dibandingkan dengan total populasi lebih tinggi daripada persentasi DU yang hadir per total populasi DU. Data ini menunjukkan besarnya minat para dokter spesialis terhadap hipertensi. Masih perlu diteliti lebih lanjut apakah minat DU terhadap hipertensi lebih rendah atau kesempatan mengikuti seminar yang lebih kecil dibandingkan DS. Banyaknya peserta dan tingginya minat para dokter dari segenap lapisan usia merupakan fakta yang sangat baik. Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 2, Februari 2011
Kenyataan ini mungkin berhubungan dengan besarnya pasien hipertensi pada praktik dokter sehari-hari, sehingga menjadi kebutuhan bagi para dokter untuk melengkapi dirinya dengan pengetahuan hipertensi terkini. Sebanyak 68,9174,1% reponden menemukan kasus hipertensi lebih dari 25% dari jumlah total pasien yang ditemui setiap harinya. Dengan dukungan data bahwa cara pemeriksaan tekanan darah dari sebagian besar responden sudah benar (70,31-74,58%), maka estimasi angka yang ditemukan pada praktik sehari-hari mendekati kebenaran dalam mendeteksi hipertensi. Data ini menunjukkan bahwa sekitar 3 dari 4 responden menemukan minimal 1 penderita hipertensi pada setiap 4 pasien yang dijumpainya. Data ini secara kasar menunjukkan bahwa permasalahan hipertensi dijumpai setiap hari bagi dokter yang mempunyai pasien lebih dari 4. Mengingat komposisi responden yang sama jumlahnya antara dokter spesialis dan dokter umum, mungkin fakta ini juga ditemui tidak hanya pada praktik spesialis, namun juga dijumpai pada praktik dokter umum. Data ini juga menggambarkan cukup tingginya prevalensi hipertensi di daerah urban mengingat peserta sebagian besar datang dari JABOTABEK dan kota besar lainnya. Namun belum bisa digambarkan prevalensi dari daerah kota kecil lainnya. Data dari Joint National Committee (JNC) VI menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di masyarakat jauh lebih besar daripada pasien yang sadar untuk berobat ke dokter.3 Diperlukan penelitian epidemiologi lebih lanjut untuk mengetahui prevalensi hipertensi di Indonesia. Seminar Sebagai Sarana Utama Informasi Tentang Hipertensi Hasil analisis dari kuesioner yang diterima menunjukkan 84,78-86,84% responden menyatakan bahwa seminar merupakan sarana mereka untuk mendapatkan wawasan ilmu mengenai hipertensi di samping metode lain seperti membaca jurnal, textbook atau informasi obat dari medical representatif. Hal ini dapat dimaklumi karena seminar merupakan cara yang paling mudah dan praktis serta komprehensif karena telah disarikan oleh para narasumber yang kompeten dibidangnya. Usaha aktif dari responden untuk menggali ilmu dari sumbernya juga tampak dari besarnya responden (sekitar 40-51%) yang menjadikan jurnal dan atau textbook sebagai bahan informasi tentang hipertensi. Penyebab Hipertensi Menurut Responden Sebanyak 35-48,79% responden berpendapat bahwa penyebab hipertensi secara pasti belum diketahui, meskipun sebagian dari responden masih belum bisa membedakan antara penyebab hipertensi dan faktor risiko terjadinya hipertensi, sehingga sebagian berpendapat bahwa obesitas, stres atau penuaan atau kombinasi antara ketiganya menjadi penyebab hipertensi. Hal itu dapat dimaklumi karena hingga saat ini memang belum diketahui secara pasti penyebab hipertensi, dan hubungan di antara faktor faktor tersebut 55
Pemahaman Dokter Indonesia Mengenai Hipertensi sangat kompleks, sehingga 38-40% dari responden menjawab kombinasi antara penyebab tidak diketahui dengan faktor obesitas atau stress serta penuaan merupakan penyebab hipertensi. Terapi Hipertensi Menurut Responden Sebanyak 68,63-78,43% responden berpendapat bahwa terapi hipertensi diperlukan seumur hidup, namun sebanyak 2,8% masih berpendapat bahwa terapi hipertensi diberikan bila ada keluhan, dan 14% masih menjawab bila tekanan darah >140/90 mmHg, artinya apabila sudah <140/90 mmHg terapi dihentikan. Dengan memperhatikan pilihan responden terhadap pertanyaan ini, terlihat bahwa di kalangan dokter sendiri (minimal 1/6 responden) masih didapatkan anggapan bahwa terapi hipertensi diberikan apabila ada keluhan atau tekanan darah >140/90 mmHg. Sekitar 12-13% dari responden berpendapat bahwa terapi hipertensi dimulai saat tekanan darah >160 atau >100 mmHg. Diharapkan para dokter mengetahui kapan obat hipertensi dimulai dan harus diberikan seumur hidup, meskipun target tekanan darah sudah tercapai. Sebagian responden berpendapat bahwa keadaan sosial ekonomi (sosek), pendidikan, usia dan ketersediaan/keterjangkauan obat merupakan faktor nonmedis yang secara bersama-sama perlu dipertimbangkan dalam memberikan atau memilih obat hipertensi sesuai dengan keadaan masingmasing pasien. Secara kumulatif faktor ketersedian merupakan pilihan dari sekitar 58-60% responden dalam pemilihan obat. Dari aspek ini terlihat pentingnya distribusi obat yang memadai pada setiap daerah sehingga obat yang baik sesuai indikasi didapatkan dengan mudah. Faktor sosek merupakan pertimbangan penting lainnya untuk pemilihan obat, 61-63% responden berpendapat bahwa sosek adalah salah satu pertimbangan nonmedis pemilihan obat. Keterjangkauan harga merupakan hal yang patut dipikirkan bersama baik oleh dokter maupun perusahaan farmasi demi pencapaian target tekanan darah yang diinginkan. Pemilihan Jenis dan Kombinasi Antihipertensi Sebanyak 10,2-12,6% masih memilih satu jenis obat sampai tercapai target tekanan darah, hal ini berbeda dengan prinsip pengobatan terkini untuk hipertensi yang menekankan kombinasi terapi dengan dosis kecil. Namun 48,4650,1% responden sudah menjawab pertanyaan tersebut dengan benar yaitu pemberian 2-3 obat disertai perubahan pola hidup untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan. Sekitar 24-25% responden memilih pengobatan dengan satu atau kombinasi obat tanpa disertai perubahan pola hidup. Kemudian 62,93-80% responden memilih tekanan darah seharusnya lebih rendah bagi penderita DM atau kelainan ginjal daripada pasien hipertensi tanpa DM atau kelainan ginjal. Selebihnya menganggap bahwa pasien HT dengan DM mempunyai target tekanan darah yang sama atau bahkan lebih tinggi dari nonDM. Joint Nasional Committe VII merekomendasikan 56
pemilihan jenis obat hipertensi tertentu pada kondisi tertentu sesuai dengan compling indication, seperti pada hipertensi dengan DM, gagal jantung, gangguan fungsi ginjal, aritmia dan lain sebagainya. Pilihan utama terapi untuk gangguan fungsi ginjal adalah penghambat ACE atau ARB, 38,8-60,85% menjawab sesuai arahan JNC VII. Pasien hipertensi disertai iskemia atau atrial fibrilasi dianjurkan memakai penyekat beta, sedangkan pada pasien hipertensi dengan disfungsi ventrikel kiri dinjurkan memakai penghambat ACE/ARB dan penyekat beta. Pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri disertai gagal jantung, obat hipertensi yang dianjurkan adalah diuretik, penghambat ACE atau ARB, penyekat beta.4 Pilihan benar ini dipilih oleh 32,51-54,51% responden. Komplikasi terbanyak yang ditemui pada pasien hipertensi adalah gabungan antara strok, gagal jantung dan penyakit ginjal kronis 39-47,4%. Sedangkan komplikasi strok mencapai 23,3-28,4%, gagal jantung 5,9-6,2% dan penyakit ginjal 2,6-2,8%. Angka komplikasi yang cukup tinggi hingga saat ini masih menjadi permasalah yang berat dan harus dimulai dengan penatalaksanaan hipertensi yang benar. Kegagalan terapi juga biasa ditemui di masyarakat, dari kuesioner ini didapatkan bahwa faktor ketidakmampuan membeli obat mencapai 6,16%, artinya 1 dari 15 pasien hipertensi tidak mampu membeli obat. Secara kumulatif faktor ketidakmampuan merupakan 28,4-50% penyebab gagalnya terapi. Perlu kajian lebih jauh tentang keterjangkaan obat bagi pasien hipertensi. Hal ini juga menjadi bahan pertimbangan para dokter dalam memilih obat, perusahaan farmasi dalam menentukan harga dan pemerintah dalam pengadaan dan bantuan untuk obat antihipertensi pada semua kalangan. Ketidakteraturan dan ketidakpatuhan yang mencapai lebih dari 48-53,2% merupakan masalah tersendiri, pemilihan dan sediaan obat yang rumit atau penjelasan dan edukasi yang kurang dipahami dari pihak dokter merupakan faktor yang mungkin menjadi sebab hal tersebut, perlu penelitian lebih lanjut tentang penyebab rendahnya kepatuhan pasien minum obat. Dari data terlihat bahwa kegagalan terapi karena ketidak mampuan atau ketidak patuhan memberikan andil besar terhadap gagalnya pencapaian target tekanan darah. Kesimpulan Dari analisis hasil survei selama tiga tahun berturut turut pelaksanaan pertemuan ilmiah tahunan InaSH dapat disimpulkan bahwa seminar merupakan sumber info utama bagi responden. Terdapat responden yang menggunakan cara pengukuran tekanan darah yang kurang tepat. namun secara umum pengetahuan tentang terapi hipertensi cukup baik, karena terbukti lebih dari 50% menjawab semua pertanyaan dengan benar. Ucapan Terima Kasih Terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang mendukung terkumpulnya kuesioner ini dan pengurus InaSH maupun mitra dari farmasi yang telah membantu terlaksanya Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 2, Februari 2011
Pemahaman Dokter Indonesia Mengenai Hipertensi pertemuan ilmiah tahunan InaSH.
3.
Daftar Pustaka
4.
1.
2.
World Health Organization, International Society of Hypertension Writing Group. 2003 World Health Organization (WHO)/ International Society of Hypertension (ISH) statement on management of hypertension. J Hypertens. 2003;21:1983-92. Williams B, Poulter NR, Brown MJ, Davis M, McInnes GT, Potter JF, et al. British Hypertension Society guidelines for hypertension management 2004 (BHS-IV): summary. BMJ. 2004;328:634-40.
Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 2, Februari 2011
Muntner P, He J, Roccella EJ, Whelton PK. The impact of JNCVI guidelines on treatment recommendations in the US population. Hypertension. 2002;39:897-902. Aram V. Chobanian, George L. Bakris, Henry R. Black, William C. Cushman, Lee A. Green, Joseph L. Izzo, et al. The seventh report of the Joint National Committee on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. Hypertension. 2003;42:1206-52. YDB
57