BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Mata berair adalah salah satu dilema yang sering dihadapi dokter mata dan dokter bedah okulofasial. Ketika pasien datang dengan keluhan air mata yang mengalir di pipi atau infeksi akut sakus lakrimalis, biasanya kita langsung dapat menegakkan diagnosis. Tetapi sering juga evaluasi dari mata berair dapat menjadi rumit dengan struktur yang tidak mudah divisualisasikan dan tes diagnostik yang sering sulit untuk menegakkan diagnosis. Pemulihan patensi sistem drainase air mata sering melibatkan intervensi (Stevenson et al., 2012). Pasien dengan penurunan drainase air mata sering datang ke dokter mata dengan keluhan mata berair. Keluhan ini dapat bilateral atau unilateral, intermiten atau konstan, terisolasi atau berhubungan dengan gejala okular lainnya. Mata berair dapat menyebabkan penglihatan kabur, kontraindikasi pada pemakaian lensa kontak, dan yang paling menjengkelkan adalah mengalirnya air mata dari pipi. Pasien mungkin juga mengeluhkan penumpukan mukopurulen di kantus medial (Stevenson et al., 2012). Penyebab obstruksi sistem drainase air mata dapatan (acquired lacrimal drainage system obstruction) bisa berupa primer maupun sekunder. Yang primer atau sering disebut Primary Acquired Nasolacrimal Duct Obstruction (PANDO) berasal dari peradangan yang tidak diketahui penyebabnya, biasanya akan menimbulkan fibrosis oklusi maupun stenosis involusional duktus nasolakrimalis pada orang lanjut usia. Insidensi dari PANDO biasanya rendah hanya sekitar 2-3%, sementara yang sekunder atau sering disebut Secondary Acquired Lacrimal Drainage Obstruction (SALDO) lebih sering ditemukan. Penyebab SALDO dibagi menjadi lima kategori: infeksi, inflamasi, neoplastik, trauma dan mekanis (Daniel, 2006; Fesharaki et al., 2006).
1
Istilah Primary Acquired Nasolacrimal Duct Obstruction (PANDO) telah dijelaskan oleh Linberg dan McCormik pada tahun 1986 sebagai inflamasi idiopatik dan fibrosis dari duktus nasolakrimal yang menyebabkan stenosis parsial atau obstruksi yang komplit, keadaaan ini lebih sering ditemukan pada usia tua. Pada pemeriksaan spesimen patologi yang didapatkan dari dacryocystorhinostomy pada kasus PANDO mengungkapkan tidak ada temuan patologi yang signifikan, tetapi ditemukan suatu proses inflamasi kronis (Ivaniševic et al.,2007). Etiologi PANDO sampai sekarang belum diketahui. Beberapa faktor predisposisi telah diusulkan termasuk merokok, fasial-sinonasal trauma, sejarah dacryocystitis dan diperkirakan tulang kanal nasolakrimal yang sempit (Shigeta et al., 2007). Penurunan drainase air mata dapat disebabkan oleh masalah pada setiap titik di sepanjang saluran drainase air mata: pungtum, kanalikuli, kanalikui komunis, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis dan katup Hasner. Dalam pengobatan mata berair, kita harus mengidentifikasi penyebabnya dengan tepat. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membedakan antara hiperlakrimasi (over produksi air mata) dan epiphora (penurunan aliran air mata) (Stevenson et al., 2012). Keluhan mata berair sering ditemukan pada pasien pasca fakoemulsifikasi, sekitar 35% pada kontrol minggu pertama dan 20% pada kontrol minggu kedua (Fesharaki et al., 2006). Penurunan drainase serta peningkatan sekresi dari air mata atau kombinasi kedua mekanisme tersebut ditengarai sebagai penyebab. Menurut Bartley proposed and etiologic classification system untuk Secondary Acquired Lacrimal Drainage Obstruction (SALDO), keluhan atau penyakit ini dapat disebabkan oleh infeksi (infectious) dan inflamasi (inflammatory) (Stevenson et al., 2012; Ivaniševic et al.,2007). Dalam pelaksanaan operasi katarak, dokter spesialis mata memasukkan spekulum antara kelopak mata atas dan bawah dari pasien, dengan lindungan anestesi lokal atau anestesi umum. Mata dan kelopak mata sangat lembut, oleh karena itu spekulum kelopak
2
mata harusnya ringan dan memiliki tepi yang tumpul agar tidak merusak. Secara garis besar spekulum kelopak mata dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok utama, sesuai kegunaannya. Salah satunya adalah spekulum kawat, yang terdiri dari kawat fleksibel yang dapat menahan kelopak mata tetap terbuka, tapi kelemahan spekulum ini tidak dapat disetel sesuai individu. Yang lainnya adalah spekulum kaku, yang memiliki jangkauan pembuka yang dapat diatur dan dikunci oleh sekrup, spekulum jenis ini sangat berguna ketika berhadapan dengan berbagai kelopak mata. Spekulum dapat berupa reusable (digunakan kembali) atau berupa disposable (sekali penggunaan). Umumnya, sebuah spekulum kelopak mata terbuat dari logam seperti baja, karena plastik gampang patah dan merusak permukaan mata (Grounauer, 1991; Sunalp, 1995). Dalam praktek sehari-hari, kami melakukan teknik operasi fakoemulsifikasi menggunakan spekulum berkunci, ternyata dalam pengamatan kami banyak pasien mengeluh mata berair pasca operasi. Hal ini tentu sangat mengganggu tingkat kepuasan pasien terhadap tindakan operasi yang dilakukan. Kami menduga ada hubungan antara pemakaian jenis spekulum yang kami pakai dengan kejadian mata berair. Pemakaian spekulum berkunci kami tengarai menyebabkan inflamasi, perubahan laksitas, trauma operasi, serta penurunan kekuatan berkedip yang berujung pada kelemahan pompa lakrimal. Faktor-faktor ini akan menyebabkan gangguan drainase air mata akibat pemakaian spekulum berkunci. Dari penelitian yang ada sebelumnya, telah membuktikan adanya hubungan penurunan drainase air mata dengan operasi katarak. Namun belum ada yang meneliti perbedaan kejadian mata berair dengan jenis spekulum yang dipergunakan selama operasi. Oleh karena itu, kami merasa sangat perlu untuk meneliti kemungkinan keterkaitan jenis spekulum terhadap penurunan drainase air mata pasca fakoemulsifikasi.
3
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perbedaan proporsi penurunan drainase air mata pasca fakoemulsifikasi antara kelompok spekulum berkunci dan tidak berkunci. B. Pertanyaan Penelitian Dari latar belakang tersebut diatas, maka diajukan pertanyaaan penelitian; Apakah terdapat perbedaan proporsi penurunan drainase air mata pasca fakoemulsifikasi antara kelompok yang menggunakan spekulum berkunci dengan kelompok spekulum tidak berkunci? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui perbedaan proporsi penurunan drainase air mata pasca fakoemulsifikasi antara kelompok yang menggunakan spekulum berkunci dengan spekulum tidak berkunci. D. Manfaat Penelitian Sebagai asupan kepada para ahli bedah katarak dalam rangka mengurangi angka kejadian penurunan drainase air mata pasca operasi katarak, serta menjadi acuan buat penelitian berikutnya. E. Keaslian Penelitian Fesharaki et al.(2006) menyatakan bahwa pasien tua mempunyai sistem drainase air mata yang rentan terhadap gangguan fungsional. Penelitian ini dilakukan di negara Iran dari bulan September sampai Desember 2004 untuk mengevaluasi efek penurunan drainase air mata dari operasi fakoemulsifikasi pada pasien katarak senilis. Penelitiannya menggunakan studi kohort pada 110 pasien dengan katarak senilis yang menjalani fakoemulsifikasi dan
posterior chamber lens (PCL) pada satu mata dengan
anestesi topikal. Kriteria inkusi yang digunakan adalah pasien dengan Dye Disappearance Test (DDT) dan taste test ≤ 5,5 menit pada kedua mata sebelum operasi. Tes fungsi drainase
4
air mata diulang pada satu minggu dan satu bulan setelah operasi. Penelitian ini mendapatkan penurunan drainase air mata sebesar 35% pada satu minggu pasca operasi dan 20% pada satu bulan pasca operasi operasi. Sampai saat ini belum ada laporan tentang hubungan pemakaian spekulum berkunci dan spekulum tidak berkunci terhadap penurunan drainase air mata, sehingga perlu kiranya untuk meneliti keterkaitan tersebut.
5