BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Permasalahan produktivitas yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia pada saat ini adalah ketersediaan lapangan kerja, sistem pendidikan yang berorientasi pada dunia kerja industri, dan rendahnya mutu tenaga kerja yang tersedia. Salah satu faktor yang terkait dengan sistem pendidikan formal yang berorientasi pada dunia kerja, yakni belum meratanya kualitas lulusan SMK baik Negeri maupun Swasta. Kondisi belum meratanya kualitas lulusan SMK, disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: (1) Terkait dengan kompetensi guru kejuruan; (2) Terbatasnya peralatan praktik kejuruan yang sesuai dengan tuntutan teknologi industri, seperti tersedianya mesin CNC; (3) Upaya pembelajaran sistem ganda yang belum berjalan sesuai dengan harapan. Berdasarkan hasil identifikasi dari studi pendahuluan penulis, mengenai pemetaan tuntutan kurikulum berbasis kompetensi dengan model pengembangan tingkat satuan pendidikan, pada tingkat SMK program keahlian permesinan minimal mempunyai tiga kompetensi dasar. Ketiga kompetensi dasar tersebut mencakup: (1) Kode Unit Log.O007.015.00, mengeset mesin dan program mesin NC/CNC; (2) Kode Unit Log.O007.016.00, mengeset dan mengedit program mesin/proses NC/CNC; dan (3) Kode Unit Log.O007.017.00, memprogram mesin NC/CNC (Sumber silabus SMK Teknik Pemesinan).
1
Persoalan yang timbul dari ketiga tuntutan kurikulum yang sepadan dengan kebutuhan industri permesinan di Provinsi Jawa Barat, ternyata dari
2044 SMK
Negeri dan Swasta yang ada di Jawa Barat, untuk program keahlian permesinan sebanyak 112 SMK dan yang memiliki mesin NC/CNC hanya sekitar 30% atau 35 SMK. Demikian pula, ditinjau dari kompetensi guru yang telah terlatih untuk keahlian NC/CNC sangat terbatas sekali. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya perbaikan secara bertahap, baik melalui pengadaan alat atau peningkatan kerja sama industri (Dikmenti Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat,2010). Fenomena yang dikemukakan, menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara kondisi persekolahan dengan raihan perolehan kompetensi dari para lulusan SMK di Jawa Barat dengan penyerapan tenaga kerja bidang permesinan. Terutama apabila dihubungkan dengan keterserapan lulusan di industri permesinan SMK dari Jawa Barat yakni hanya sekitar 30%, dibandingkan dengan lulusan SMK provinsi lain di beberapa industri Kabupaten Bekasi. (Kuswana, studi kasus: 2007). Kondisi yang dipaparkan, tentunya sangat ironis apabila ditinjau dari kebijakan proporsi SMA dengan SMK 30:70%,
pada satu keberadaan SMK
diperbanyak, pada satu sisi lain para penyelenggara SMK terutama swasta belum mampu memenuhi kebutuhan peralatan praktek/praktikum. Implikasinya adalah akan terjadi suatu beban psikologis dan kompetensi nyata bagi para lulusan, hingga berdampak pada ketidak mampuan bersaing untuk memperoleh pekerjaan. Pemaparan yang telah dikemukakan, tampaknya perlu adanya upaya-upaya nyata yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan, baik yang dilakukan oleh pihak sekolah atau yayasan penyelenggara SMK, maupun pihak penyelenggara
2
pemerintah. Sejalan dengan hal itu, seperti yang ditunjukkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, melalui Dinas Pendidikan telah berupaya untuk mengurangi kesenjangan pelayanan pendidikan di SMK khususnya
dalam meningkatkan
kompetensi lulusannya melalui pelatihan mesin CNC keliling (MTU). Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dengan mengoptimalkan unit kerja yang ada di lingkungannya, yaitu Balai Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK), telah melakukan terobosan perbaikan kualitas pendidikan SMK, khususnya bagi SMK Negeri maupun Swasta yang belum memiliki peralatan-peralatan pemesinan berbasis teknologi industri seperti mesin NC/CNC. Salah satu upayanya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, melalui pelayanan pelatihan dengan memanfaatkan metoda pelatihan keliling Mobile Training Unit (MTU) khususnya untuk keahlian NC/CNC. Secara rasional, hal ini merupakan suatu upaya yang dilakukan BPPTKPK Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat sebagai tanggung jawab institusional dalam rangka melaksanakan kebijakan dasar pendidikan. Adapun tanggung jawab kebijakan dasar pendidikan yang dimaksud, meliputi: 1. Akses dan pemerataan pendidikan kejuruan; 2. Relevansi dan mutu pendidikan kejuruan; 3. Tata kelola dan pencitraan pendidikan kejuruan. Selain dari pada itu potensi sumber daya manusia yang dimiliki sebagai tenaga pelatih yang telah mempunyai sertifikat keahlian dalam dan luar negeri, maupun peralatan-peralatan pemesinan seperti mesin-mesin CNC bubut dan mesin frais. Fasilitas penunjang lainnya dari kegiatan pelatihan dilengkapi mobil truk
3
pengangkut seluruh peralatan pelatihan ke lokasi pelatihan, dianggap cukup memadai untuk melaksanakan program kegiatan pelatihan mesin CNC. Memperhatikan rasional yang dirujuk berdasarkan fakta lapangan, yang telah dan sedang dilaksanakan oleh BPPTKPK Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, menarik perhatian penulis untuk meneliti terkait dengan pelaksanaan manajemen pelatihan model keliling melalui pelayanan MTU, terutama menyangkut fungsi manajemen pendidikan/pelatihannya.
Hal tersebut, tidak semata-mata hanya
bersifat manajerial program, akan tetapi perlu kejelasan ketercapaian dan keterkaitan antara akses dan pemerataan pencapaian kompetensi peserta didik; relevansi dan mutu proses pelatihan yang dicapai; serta tata kelola dan pencitraan pelayanan pelatihan yang diberikan oleh institusi. Berdasarkan studi pendahuluan, dalam pelaksanaan pelatihan mesin NC/CNC dengan pelayanan model keliling (MTU) dari 52 SMK masih terdapat, kesenjangan yakni: 1. Rasio pelayanan pelatihan mesin CNC MTU, terhadap jumlah SMK di setiap
Kabupaten dan Kota; 2. Rasio pelayanan pelatihan mesin CNC MTU, terhadap jumlah siswa SMK di
setiap Kabupaten dan Kota; 3. Ketersedian bahan ajar yang digunakan siswa dalam pelatihan mesin CNC
MTU; 4. Ketersediaan waktu pelaksanaan yang digunakan dalam pelatihan mesin CNC
MTU.
4
Temuan studi pendahuluan yang dilaksanakan, ditinjau dari konsep manajemen pelatihan tentunya perlu adanya kejelasan sesuai fungsi-fungsi secara terukur. Haris Mujiman (2009:16) mengungkapkan bahwa: Peran manajemen pelatihan sangat menentukan dalam keberhasilan sebuah program kerja pelatihan, secara sempit dapat diartikan bahwa manajemen pelatihan adalah pengelolaan program pelatihan, yang menyangkut aspek pengidentifikasian kebutuhan pelatihan, perencanaan disain pelatihan, penetapan metodologi pelatihan, penyusunan bahan pelatihan, pelaksanaan pelatihan dan penetapan tindak lanjut pelatihan. Selanjutnya beradasarkan konsep yang akan dicapai dalam pelatihan diantaranya memiliki tujuan dan ukuran seperti: 1. Ukuran efektifitas Sebuah program pelatihan dianggap efektif bila: a. Dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang terkait
dengan
sesuatu
kompetensi,
hal
ini
dapat
diukur
dengan
cara
membandingkan nilai pretes dan postes pelatihan; b. Sejauh mana pelatihan dapat mengubah behavoir trainees pada masa pasca
pelatihan, kearah peningkatan performa dan produktifitas, hal ini dapat diukur melalui post program evaluation, atau tracers studi. 2. Upaya meningkatkan efektifitas Berbagai usaha yang dijalankan dan kegiatan disisipkan dalam program pelatihan untuk meningkatkan keefektifitasannya. Sebagai contoh dengan melibatkan partisipan dalam penetapan tujuan pelatihan, dalam kegiatan penilaian, dengan self evaluation dan sebagainya; 3. Perlu kerangka konsep 5
Kerangka konsep yang dimaksud adalah Self motivated learning-based Training Management atau Manajemen Pelatihan Berbasis Belajar Mandiri, diantaranya yaitu: a. Kegiatan efektif adalah kegiatan belajar yang didorong oleh motif untuk
menguasai sesuatu kompetensi guna mengatasi masalah; b. Motivasi belajar akan tumbuh bila partisipan pelatihan meyakini bahwa
pelatihan itu akan dapat memenuhi kebutuhannya, bahwa ia memiliki kemampuan untuk melakukan kegiatan pelatihan dan senang melakukannya; c. Program pelatihan harus mampu menumbuhkan motivasi dengan cara
membuat pelatihan menarik, memperhitungkan kebutuhan partisipan, tidak sulit dilaksanakan, menyenangkan dan hasilnya akan memberikan kepuasan kepada partisipan. Perencanaan sebuah kegiatan pelatihan merupakan rangkaian yang sangat strategis dalam penentuan keberhasilan dari kegiatan yang akan dilaksanakan. Sejalan dengan itu (Pont, 1991:46) menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan pelatihan merupakan siklus kegiatan berkelanjutan yang terdiri atas: 1. Analisis kebutuhan pelatihan, maksudnya dalam menentukan kebutuhan
pelatihan perlu diperhatikan beberapa aspek diantaranya: a. Siapa yang dilatih; b. Apa tujuan pelatihan; c. Kebutuhan siapa pelatihan itu dilakukan; d. Siapa penyelenggara pelatihan; e. Berapa biaya anggaran pelatihan dan f. Bagaimana bahan pelatihannya; 2. Perencanaan program pelatihan, hal ini merupakan kegiatan merencanakan
program pelatihan secara menyeluruh/komprehensiv. Rencana pelatihan di-
6
review berulangkali dengan melibatkan nara sumber, baik pada tataran substantif maupun teknis penyelenggaraan pelatihan; 3. Penyusunan bahan pelatihan, didalamnya termasuk tujuan belajar dan silabus,
bahan ajar/handout atau modul, perangkat mobil MTU beserta perlengkapan pendukung lainnya seperti mesin-mesin, bahan benda kerja serta alat potong; 4. Pelaksanaan pelatihan, setelah melalui suatu kajian yang mendalam seperti
analisa kebutuhan terhadap pendidikan dan pelatihan yang akan diselenggarakan, proses selanjutnya penyelenggara pelatihan mulai melakukan unjuk kerja. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan mesin CNC Mobile Training Unit (MTU) didukung oleh beberapa komponen yang dapat diukur diantaranya: a. Unit kendaraan/mobil MTU yang dilengkapi dengan fasilitas pemesinan
CNC dan perlengkapannya; b. Sekolah tujuan yang akan jadi sasaran penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan; c. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal ini guru pengajar/ instruktur,
asisten/teknisi dan sopir. Peranan guru sangat menentukan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan dan pelatihan. Untuk itu guru sebagai agen pembelajaran
dituntut
untuk
mampu
menyelenggarakan
proses
pembelajaran dengan sebaik-baiknya dalam kerangka pembangunan pendidikan secara utuh. Berdasarkan uraian tersebut kompetensi guru dalam meningkatkan mutu pendidikan yang dimaksud dalam pengkajian ini adalah seperangkat karakteristik umum dari kinerja seseorang guru dalam bentuk
7
pelaksanaan prosedur pembelajaran dalam menyajikan bahan ajar yang bersifat mendasar dan umum; d. Partisipan peserta pendidikan dan pelatihan, dalam hal ini adalah siswa
SMK binaan pada BPPTKPK DISDIK Propinsi Jawa Barat; e. Pelaksanaan evaluasi kegiatan belajar, untuk mengetahui sejauh mana
dampak dari segala rangkaian kegiatan pelatihan terhadap perubahan sikap dan peningkatan hasil belajar siswa. 5. Sasaran evaluasi merupakan bagian rangkaian kegiatan yang tidak dapat terpisahkan dalam sebuah pelatihan, meliputi: partisipan pelatihan/siswa, guru pelatih/instruktur, penyelenggara pelatihan, bahan pelatihan, alat bantu belajar dan program pelatihan. Melalui sasaran evaluasi ini akan dapat diketahui hasil belajar/pelatihan siswa yang telah mengikuti program kegiatan tersebut. Pembelajaran di SMK, mempunyai karakteristik yang berorientasi pada keluaran (outcome) selaras dengan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan industri.
Hal itu, sejalan dengan Robert M. Gagne seperti yang dikutip dari
Hasibuan (2009:5) mengelompokkan kedalam lima macam kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar, yaitu: 1. Keterampilan intelektual, hal ini merupakan hasil belajar terpenting dari sistem
lingkungan skolastik; 2. Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berpikir seseorang didalam arti
yang seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah, sebagai contoh misalnya membuat program pada mesin CNC;
8
3. Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta. Seperti halnya
bagaimana seseorang dapat melakukan komunikasi dengan baik serta berinteraksi dengan yang lain; 4. Keterampilan motorik, keterampilan ini diperoleh dari hasil pelatihan yang
diselenggarakan termasuk diantaranya; memasang benda kerja, menyetel posisi alat potong, mengetik program pada keyboard mesin, melakukan simulasi program dan ujicoba benda kerja serta menggunakan alat ukur persisi; 5. Sikap dan nilai, maksudnya adalah yang berhubungan dengan arah serta
intensitas emosional yang dimiliki. Lebih jelas artinya mampu mengendalikan diri dari melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan norma-norma kesusilaan dan dapat mengontrol tingkat emosional. Bertolak dari paparan yang telah dikemukakan, menarik perhatian penulis untuk melakukan penelitian berkenaan dengan kontribusi manajemen pelatihan mesin CNC Mobile Training Unit (MTU), dan proses pelatihan terhadap hasil belajar siswa SMK binaan BPPTKPK Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. B. Identifikasi Masalah Beradasarkan pada latar belakang, maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah: 1. Manajemen pelatihan merupakan proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengawasan antar anggota organisasi dengan menggunakan seluruh sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Stoner AF (1998) dikutip dari Mulyono (2008:24).
9
2. Proses pelatihan, dalam hal pelaksanaan analisis kebutuhan pelatihan CNC
Mobile Training Unit (MTU), belum dilakukan berdasarkan pemetaan wilayah secara optimal. Adapun yang dimaksud analisis kebutuhan, mencakup: a. Pemetaan SMK Binaan; b. Penetapan jumlah siswa peserta pelatihan; c. Penetapan guru yang terlibat di SMK; d. Penetapan guru/instruktur dari BPPTKPK; e. Penetapan waktu pelatihan. 3. Pelaksanaan pelatihan CNC Mobile Training Unit (MTU), belum dilakukan
berdasarkan estimasi kebutuhan secara optimal.
Adapun yang dimaksud
dengan estimasi kebutuhan, mencakup: a. Silabus pelatihan; b. Bahan ajar yang dipersiapkan bagi peserta pelatihan; c. Jumlah alat yang digunakan. 4. Estimasi waktu pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan CNC Mobile Training
Unit (MTU), belum dilakukan berdasarkan pencapaian kompetensi secara optimal.
Adapun yang dimaksud dengan estimasi waktu pelatihan dalam
pencapaian kompetensi, mencakup: a. Jumlah jam pelatihan berdasarkan proses; b. Jumlah jam untuk kegiatan evaluasi; c. Standar penilaian yang digunakan; d. Pelaksanaan remedial.
10
Untuk kepentingan pendekatan dalam penelitian ini, selanjutnya teori tersebut akan diaplikasikan dengan menggunakan sumber rujukan yang telah dimodifikasi sesuai dengan fokus permasalahan. Jadi, identifikasi masalahnya adalah: manajemen pelatihan dan proses pelatihan terhadap hasil belajar siswa. C. Pembatasan Masalah Agar penelitian yang akan dikerjakan terfokus pada inti pokok masalah maka penelitian ini perlu dibatasi kepada hal-hal yang berhubungan dengan: 1. Manajemen pelatihan yang dimaksud adalah manajemen yang diselenggarakan
oleh bagian bidang kegiatan peningkatan mutu dan daya saing SMK di BPPTKPK DISDIK JABAR, yang menyangkut; analisis kebutuhan pelatihan, perencanaan program pelatihan, penyusunan bahan ajar/pelatihan, pelaksanaan pelatihan dan sasaran evaluasi; 2. Pelaksanaan pelatihan untuk 25 Kabupaten dan Kota se Jawa Barat, peneliti
akan mengambil sampel penelitian pada 6 sekolah yang terdapat di wilayah penelitian yang dijadikan target penelitian; 3. Pengambilan sampel penelitian dari 6 sekolah yang dimaksud, dikelompokkan
kedalam 3 kategori yaitu: a. Sekolah kecil sebanyak 2 sekolah; b. Sekolah sedang sebanyak 2 sekolah; c. Sekolah besar sebanyak 2 sekolah; 4. Penentuan sekolah kecil, sedang dan besar berdasarkan kepada jumlah siswa
yang terdapat pada sekolah tersebut; 5. Hasil belajar siswa yang dimaksud adalah; hasil usaha dari proses belajar yang
diperoleh siswa setelah selesai mengikuti pelatihan mesin CNC, khusus untuk
11
mata pelajaran praktek mesin CNC dasar yang dilayani melalui pelatihan mesin CNC Mobile Training Unit (MTU). D. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Bertolak dari latar belakang, identifikasi dan batasan masalah, maka perumusan masalahnya adalah “Bagaimana kontribusi manajemen pelatihan, proses pelatihan, terhadap hasil belajar CNC bagi siswa SMK Binaan BPPTKPK Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat”. Untuk lebih terfokusnya permasalahan yang dikemukakan, maka dirinci menjadi pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Sejauh mana manajemen pelatihan mesin CNC MTU memberikan kontribusi
terhadap hasil belajar siswa? 2. Sejauh mana proses pelatihan CNC MTU berkontribusi terhadap peningkatan
hasil belajar siswa SMK? 3. Bagaimana hubungan antara manajemen pelatihan dengan proses pelatihan
CNC MTU? 4. Sejauh mana manajemen pelatihan dan proses pelatihan secara bersama-sama
berkontribusi terhadap hasil belajar siswa setelah mereka selesai mengikuti pelatihan CNC MTU? E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk mengkesplorasi dan menganalisis kontribusi manajemen pelatihan, proses pelatihan, terhadap hasil belajar CNC MTU pada SMK binaan BPPTKPK Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
12
Secara khusus bertujuan untuk menganalisis dan menginterpretasi: 1. Gambaran manajemen pelatihan, proses pelatihan dan hasil belajar siswa; 2. Kontribusi manajemen pelatihan CNC MTU terhadap hasil belajar siswa SMK
binaan BPPTKPK; 3. Hubungan proses pelatihan CNC MTU dengan hasil belajar siswa SMK binaan
BPPTKPK; 4. Kontribusi manajemen pelatihan dan proses pelatihan secara simultan terhadap
hasil belajar siswa setelah mengikuti pelatihan CNC MTU. F. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini, secara teoritis adalah untuk memberikan sumbangsih pada pengembangan konsep efisiensi manajemen pelatihan khususnya dalam model pelatihan keliling (MTU), sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan pada SMK di Jawa Barat. Adapun secara praktis manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan: 1. Pengambil keputusan dalam peningkatan mutu pendidikan pada SMK yang
tersebar di Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat; 2. Bagi instansi Dinas Pendidikan Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat
untuk dapat mengadopsi peningkatkan mutu pendidikan melalui model pelatihan keliling; 3. Masukan bagi para pengelola program peningkatan mutu SMK di BPPTKPK
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat;
13
4. Bahan masukan bagi guru tenaga pengajar/instruktur pelatihan dalam
melaksanakan proses belajar mengajar; 5. Bagi peminat yang akan meneliti dibidang pengembangan manajemen pelatihan
di Sekolah Menengah Kejuruan.
14