KARYA ILMIAH
Peluang Bisnis Batik
Oleh M.Firdaus Pradana NIM : 11.12.5658
Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer STMIK AMIKOM Yogyakarta 2012
Daftar Isi Cover Daftar Isi ................................................................................................ i Kata Pengantar ...................................................................................... ii Bab1 Pendahuluan ................................................................................. 1
A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah
Bab II Pembahasan ................................................................................. 6 A. Sumbangsih terhadap perekonomian nasional B. Menyikapi permintaan yang meningkat C. Kendala dalam pemasaran batik D. Penyelesaian masalah
Bab III Penutup ...................................................................................... 9
A. kesimpulan
Kata Pengantar Assalamualaikum warahmatulahi wabarakatuh, Dengan rahmat Allah swt saya berusahan untuk menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai tugas akhir dari mata kuliah Lingkungan bisnis. Hal ini saya ambil mengingat permintaan masyarakat akan busana batik akhir akhir semakin meningkat. Penulis mohon maaf kiranya jika dalam penulisan karya ilmiah ini didalamnya masih banyak kekurangan yang didapat, sebuah kewajaran karena saya manusia biasa yang sedang belajar. Kritik dan saran selalu terbuka untuk diterima oleh penulis. Semoga karya ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua, amin. Wassalamuallaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Penulis
ii
1
Bab1 Pendahuluan
A. Latar belakang Zaman sekarang batik bukanlah hal yang asing lagi khusus bagi rakyat Indonesia, batik sudah tidak dipandang sesuatu yang berbau norak dan kuno bahkan sekarang batik sudah menjadi trend anak muda masa kini di Indonesia karena tidak seperti dulu corak-corak sekrang sudah bermotivasi menyesuaikan dengan kemauan masyarat. Batik Indonesia sudah dapat dikatakan mendunia, di kancah intrnasional batik sudah menjadi lirikan dunia dikarenakan warna dan motiv yang unik yang hanya di miliki oleh Indonesia yang membuat pemakai batik menjadi lebih elegan dan lebi bergaya di banding dengan pakaian-pakaiuan yang sudah membanjir di pasaran. Cara pandang masyarakat akan batik tidak seperti dulu yang memandang baik hanya untuk orang yang lanjut usia dan hanya dapat dinikmat oleh kalangan keraton atau konglomerat, seiring zaman memodern Indonesia dapat memandang bahwa batik adalah budaya asli indonesia yang harus dijaga keberadaannya dan perkembangan nya mengikuti arus globalisasi membuat batik tidak hanya untuk orang tua dan sekalangan orang kaya. Sekarang dengan harga yang terjangkau batik dapat dinikmati untuk kalangan muda sampai tua .
B. Rumusan Masalah Keinginan masyarakat untuk menggunakan batik di dalam maupun luar negri meningkat dengan pesat nya, sudah tentu permintaan untuk batik pun meningkat napun pasti ada kendalanya inilah rumusan masalah yang muncul : 1. Sumbangsihnya terhadap Perekonomian Nasional ? 2. Bagaimana menyikapi permintaan yang meningkat ? 3. Apa kendala dalam pemasaran batik ? 4. Bagaimana mengatasi masalah tersebut ?
Bab II PEMBAHASAN
A. Sumbangsihnya Terhadap Perekonomian Nasional Pada tanggal 2 oktober 2009 lalu UNESCO mendeklarasikan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia, deklarasi itu ternyata mampu membangkitkan spirit “berbatik ria” di masyarakat Indonesia. Kabarnya, penjualan batik di sejumlah gerai batik laku keras alias laris manis. Bagaimana kinerja ekspor batik nasional? Mari kita lihat realisasi ekspor batik Indonesia beberapa tahun lalu : Nilai Ekspor Batik Nasional 2004-2009 Tahun
Nilai Ekspor Batik Nasional
2004
US$ 34,41 juta
2005
US$ 12,46 juta
2006
US$ 14,27 juta
2007
US$ 20,89 juta
2008
USS 32,28 juta
Triwulan I 2009
US$ 10,86 juta
Sumber: Suara Pembaruan, 3 Oktober 2009.
Realisasi ekspor hingga semester 1 tahun 2009 baru mencapai US$ 10,86 juta. Artinya, baru mencapai 33,64% dibandingkan dengan kinerja ekspor pada 2008. Banyak yang berharap, euforia batik bakal mampu mengerek kinerja ekspor batik nasional. Sehingga
pada gilirannya akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan menyerap tenaga kerja. Pemerintah menargetkan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) – termasuk di dalamnya batik – mencapai sekitar US$11,8 miliar pada 2009. Itu sedikit meningkat dibanding proyeksi ekspor tahun 2008 sebesar US$11 miliar. Industri TPT masih menjadi salah satu industri prioritas yang akan dikembangkan karena mampu memberi kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional. Industri TPT 2006 lalu menyerap 1,2 juta tenaga kerja, tidak termasuk industri kecil dan rumah tangga. Selain itu menyumbang devisa sebesar US$9,45 miliar pada 2006 dan US$10,03 miliar pada 2007. Secara konsisten industri TPT memberi surplus (net ekspor) di atas US$5 miliar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini. Oleh karena itu, pemerintah menargetkan 2009 ekspor TPT mencapai US$11,8 miliar dengan penyerapan 1,62 juta tenaga kerja.
B. Menyikapi Permintaan Yang Meningkat Untuk menyikapi besarnya minat masyarakat terhadap busana batik maka pengusaha batik banyak melakukan inovasi inovasi guna menyiasati pasar agar tetap setia untuk menggunakan produk batik sebagai warisan para leluhur ini. Inovasi tersebut diantaranya adalah : 1. Inovasi terhadap motif batik, motif batik yang dikenal masyarakat selama ini hanya itu itu saja, monoton dan tidak banyak perkembangan. Maka memperbanyak motif dengan berbagai jenis motif batik adalah solusi tepat untuk menarik minat dan menjaga minat masyarakat untuk tetap mengenakan dan berbusana batik. 2. Inovasi bidang pemasaran dan promosi, salah satunya adalah promosi busana batik dengan cara memasarkannya dengan online sehingga masyarakat luas tidak harus bersusah payah baik untuk mencari tahu informasi tentang batik ataupun cara pemesanannya.
C. Apa kendala Dalam Pemasaran Batik Tantangan yang dihadapi industri batik itu antara lain mengenai Sumber Daya Manusia (SDM). Misalnya, generasi pembatik umumnya sudah berusia relatif lanjut, sehingga perlu upaya khusus untuk menggugah minat kalangan muda untuk terjun ke usaha batik. Masalah lain yang harus diatasi adalah masalah pendanaan, ketenagakerjaan, dan penanganan penyelundupan. Saat ini industri TPT diakui juga menghadapi masalah daya saing terkait usia mesin industri tersebut yang sebagian besar (sekitar 75%) berusia sekitar 20 tahun sehingga membutuhkan peremajaan mesin baru untuk bersaing di pasar internasional dan domestik yang semakin ketat. Dari sisi teknologi, para pengusaha industri batik umumnya belum melakukan perbaikan sistem dan teknik produksi agar lebih produktif dan mutunya bisa sama untuk setiap lembar kain batik. Itu belum termasuk pemakaian zat warna alam yang masih belum mendapat hasil stabil satu sama lain. Dilihat dari sisi ketersediaan bahan baku sutera, jumlahnya masih kurang dari permintaan pasar. Selain itu, serat dan benang sutera umumnya masih impor. Dari sisi pemasaran, adalah tantangan dari negara pesaing yang semakin meluas antara lain dari Malaysia, Thailand, Singapura, Vietnam, Afrika Selatan dan Polandia. Segi pemasaran batik Indonesia juga belum fokus untuk mengangkat batik Indonesia sebagai high fashion dunia. Terkait masalah Hak Kekayaan Intelektual (HKI), ditengarai bahwa motif-motif batik tradisional, belakangan ini banyak ditiru oleh para perajin dari negara-negara lain. Kondisi tersebut terjadi karena usaha perlindungan HKI di negara ini belum maksimal. Dalam kaitan tersebut, sesungguhnya kegiatan dokumentasi motif batik sudah banyak dilakukan oleh masyarakat, bahkan Departemen Perindustrian telah mendokumentasi sebanyak 2.788 motif batik dan tenun tradisional dalam bentuk CD (Compact Disc).
D. Penyelesaian Masalah Bagaimana kiat untuk mendongkrak batik secara ekonomis? Pertama, pemerintah sebagai komandan pertumbuhan perekonomian nasional selayaknya segera ”menabuh gong” pemberdayaan batik nasional. Caranya? Semua pegawai negeri yang berjumlah sekitar 4 juta orang wajib memakai batik setiap Jumat. Ini termasuk semua pejabat tertinggi negara dan tinggi negara. Sejak tahun 1980-an, karyawan bank pelat merah memakai batik setiap akhir pekan. Kedua, pemerintah juga perlu mewajibkan semua pelajar untuk mengenakan batik setiap Senin. Kewajiban ini sudah dijalankan oleh beberapa sekolah namun belum merata. Pemberdayaan model ini sesungguhnya merupakan edukasi pragmatis bagi generasi mendatang dalam mengembangkan produk dalam negeri. Ketiga, peserta seminar, workshop dan pelatihan wajib mengenakan pakaian batik pada pembukaan acara tersebut, termasuk dalam sidang wakil rakyat. Acara ini patut dianggap sebagai momen penting untuk mengembangkan produk dalam negeri.
Pemberdayaan tersebut mampu membawa implikasi ekonomis bagi pengembangan batik, bahkan bagi ekonomi sekaligus industri kreatif. Pemerintah telah mencanangkan 2009 sebagai Tahun Indonesia Kreatif. Industri kreatif mampu menyumbang 6,3% dari produk domestik bruto (PDB), menyerap 5,4% tenaga kerja dan berkontribusi 9% dari total nilai ekspor nasional (Kompas, 25 Juni 2009). Suatu kontribusi yang tidak kecil.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan. Kita ikut merasakan kemajuan dan perkembangan teknologi informasi secara nyata dan disisi lain kita membantu pemerintah dalam membudayakan batik, sedangkan aspek yang dirasakan sangat penting adalah kita juga dapat berbisnis sehingga dapat menghasilkan materi yang berguna bagi kehidupan kita serta dapat menyerap tenaga kerja. Prospek batik sangat bagus. Apalagi jika melihat ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) – termasuk batik -- terus meningkat dalam empat tahun terakhir dengan rata-rata pertumbuhan 8,4 % per tahun. Meskipun saat ini, kontribusi ekspor batik yang tercatat hanya US$10-15 juta. Namun, jumlah tersebut belum termasuk ekspor yang dilakukan oleh turis asing yang membawanya lewat koper
Referansi : www.google.com www.kapanlagi.com www.kompas.com