RUANG UTAMA
PELAYANAN DASAR DI KABUPATEN BEKASI (Studi Rapid Appraisal pada Bidang Kesehatan Ibu dan Anak, dan Bidang Pendidikan Dasar) Yayan Rudianto Abstrak Pelayanan dasar merupakan salah satu jenis pelayanan dari pemerintah kepada masyarakat. Kendala yang terjadi pada penyedia pelayanan adalah prosedur pelayanan yang berbelit-belit, petugas yang kurang profesional, tempat pelayanan yang kurang nyaman dan kurang strategis, tarif yang masih mahal, juga pengguna jasa yang tidak peduli terhadap kualitas pelayanan secara cepat. Bagaimana pemerintah daerah menyediakan pelayanan dasar, seperti kesehatan dan pendidikan akan diteliti lebih jauh dalam hal a) ketersediaan, b) keterjangkauan, c) kesetaraan, dan d) keterlibatan pada bidang-bidang a) kesehatan ibu dan anak, dan pendidikan dasar dan menengah melalui studi rapid appraisal. Hasil studi menunjukkan bahwa pelayanan KIA tersedia hingga ke tingkat paling bawah yakni RT/RW melalui kegiatan poyandu. Posyandu melayani masyarakat tanpa memungut biaya (gratis), sementara puskesmas dengan biaya cukup murah. Hanya saja dilihat dari sisi kualitas perlu ditingkatkan karena adanya keluhan bahwa pemeriksanaan di puskesmas cenderung kurang teliti dan antriannya lama. Persoalan utama di sektor pendidikan di Kabupaten Bekasi adalah kualitas gedung SD dan jumlah/distribusi guru (khususnya untuk daerah terpencil). Rehabilitasi degung SD baru bisa dilakukan untuk 50 persen dari yang dibutuhkan. Masyarakat sendiri lebih menitikberatkan perhatian pada biaya pendidikan yang terus meningkat (mahal) daripada berpartisipasi dalam proses penentuan kebijakan daerah tentang pendidikan dasar dan menengah. Kata Kunci: Pelayanan Dasar, Kesehatan Ibu dan Anak, Pendidikan
Pendahuluan
salah
Pelayanan dasar merupakan satu jenis pelayanan dari
pemerintah kepada masyarakat. Hal ini berkaitan dengan posisi pemerintah sebagai pihak yang paling dapat diminta pertanggungjawaban
dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Walaupun agak terlambat dibandingkan dengan pembangunan bidang lain, pembangunan bidang pelayanan publik yang berkualitas di Indonesia mulai dilakukan sekitar tahun 2000-an. Hal ini merupakan rentetan perubahan paradigma pembangunan di dunia, yakni lebih berorientasi pada kepuasan masyarakat yang dipelopori Amerika Serikat pada awal tahun 90-an. Sejak itu muncul istilah-istilah yang berkaitan dengan perubahan paradigma tersebut, misalnya pembangunan pelayanan prima, pengembangan budaya kerja aparatur negara, pengukuran kinerja pelayanan, penciptaan budaya pelayanan, dan lain-lain. Perhatian lebih pemerintah terhadap sektor publik dipicu oleh sebuah kisah usang tentang perbedaan kepentingan antara pemerintah dan masyarakat. Bahwa keinginan masyarakat sektor publik itu dibangun atas dasar kontrak antara pemerintah dan masyarakat, tetapi yang terjadi justru penerapan program-program pemerintah sendiri tanpa melibatkan masyarakat dan program-program otoritatif (memaksa) lainnya. Dalam kaitan ini banyak pelayanan pemerintah akhirnya tidak melayani masyarakat seperti yang diinginkannya sebagaimana dilakukan oleh sektor swasta. Pergeseran paradigma ini semakin jelas pada pemerintahan Indonesia. Penguatan pemerintahan daerah melalui desentraliasi kekuasaan telah membuat Indonesia lebih demokratis. Kebebasan masyarakat diakui dengan memberi ruang yang lebih lebar kepada masyarakat di daerah untuk mengelola pemerintahannya sendiri. Hal ini ber-
implikasi pada pemahaman pemerintah daerah dan masyarakat mengenai arti penting penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas telah meningkat. Era kualitas pelayanan (services quality) ini muncul untuk menjawab beberapa persoalan yang terjadi di banyak negara termasuk negara maju yang kurang ramah terhadap pelayanan yang berkualitas bagi masyarakatnya. Pada awal 90-an itu birokrasi pemerintahan masih digambarkan sebagai birokrasi yang tidak efisien, organisasi yang ekspansionis, tak henti-hentinya mencari alasan untuk menambah ukuran, staf, keuangan dan lingkup operasinya, tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat (biasanya melalui akses ke parlemen) untuk menuntut atas pelayanan publik yang tidak memuaskan, produkproduk kebijakan pada akhirnya hanya lebih bersifat mengatur daripada menanyakan apakah masyarakat puas atau tidak dengan pelayanan yang diberikan pemerintah itu, dan lain-lain perilaku negatif pemerintah. Bahkan di era itu pemerintah telah cukup lama mendapatkan lebih besar bahkan lebih besar lagi kekuasaan, hukum, dan peraturan, dan departemendepartemen kecil menjelma menjadi birokrasi yang rumit. Gelombang perubahan paradigma ini telah pula dirasakan oleh negara kita. Secara politik kekuasaan telah dibagi-bagi. Tidak ada dominasi kekuasaan. Tapi tidak ada juga kekuasaan tanpa batas. Penyelenggaraan pemerintahan dibagi dalam bentuk kontinum kekuasaan di antara pusat dan daerah. Konsekuensinya terjadi pembagian 2
Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008
urusan di antara keduanya. Kejelasan pembagian urusan ini pada akhirnya merupakan momentum bagi penyelengaraan pelayanan publik yang berkualitas di Indonesia. Kebijakan desentralisasi telah membuat perubahan besar tentang bagaimana politik dan kebijakan dijalankan oleh aktor-aktor di dalamnya, terutama oleh banyak pemerintahan di daerah. Keleluasaan untuk merumuskan, melaksanakan, mengawasi, mengevaluasi kebijakan kini berada di tangan pemerintahan daerah itu sendiri. Kesenjangan antara harapan dan kenyataan tentang kebijakan publik, khususnya pelayanan publik di daerah dapat dikurangi bahkan dihilangkan. Kendala yang terjadi pada penyedia pelayanan, seperti prosedur pelayanan yang berbelit-belit, petugas yang kurang profesional, tempat pelayanan yang kurang nyaman dan kurang strategis, tarif yang masih mahal, juga pengguna jasa yang tidak peduli terhadap kualitas pelayanan secara cepat bisa diatasi. Keberhasilan pemerintahan daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam menyediakan pelayanan dasar. Bagaimanapun pemerintah daerah harus menyediakan pelayanan dasar, seperti kesehatan dan pendidikan.
komitmen pemerintah daerah Kabupaten Bekasi bersikap responsif terhadap pelayanan dasar bidang kesehatan dan pendidikan, dan b) bagaimana masyarakat bertindak atas komitmen pemerintah daerah Kabupaten Bekasi dalam pelayanan dasar ini? Untuk itu akan diteliti pelayanan dasar ini dalam hal a) ketersediaan, b) keterjangkauan, c) kesetaraan, dan d) keterlibatan pada bidang-bidang kesehatan ibu dan anak, dan pendidikan dasar dan menengah. Metodologi dan Laporan Penelitian Studi ini merupakan sebuah studi rapid appraisal, sehingga studi ini tidak bisa diharapkan akan mampu memberi gambaran rinci tentang persoalan yang diteliti. Dengan kata lain yang ditampilkan dalam laporan ini lebih banyak berupa peta permasalahan tentang topik yang diteliti. Beberapa statistik ditampilkan dalam laporan ini sifatnya hanya pelengkap, sehingga tidak secara khusus dibahas. Peta permasalahan yang dimaksud berasal dari informasi yang dikumpulkan dari serangkaian wawancara dan diskusi kelompok, baik dari kalangan masyarakat maupun pemerintah daerah. Dalam banyak kasus, pemerintah daerah merupakan penyedia pelayanan, seperti untuk sektor pendidikan, kesehatan dan kependudukan, atau melalui BUMD seperti air bersih. Namun dalam kasus lain penyedia pelayanan merupakan institusi yang terpisah dengan pemerintah daerah seperti listrik, telepon, dan keamanan. Dalam kondisi demikian, perbedaan persepsi antar responden penyedia
Instrumen Penelitian Dalam pelayanan dasar, kewenangan sudah banyak yang menjadi lingkup pemerintah daerah (kabupaten/kota), sehingga pemeriksaan pada bidang-bidang seperti kesehatan dan pendidikan akan bisa memperlihatkan: a) sejauhmana 3
Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008
pelayanan, juga antara penyedia pelayanan dengan masyarakat sangat mungkin terjadi. Laporan ini tidak menyediakan bab khusus kesimpulan dan saran. Kesimpulan ditampilkan pada setiap pokok bahasan, sehingga tidak perlu menampilkannnya lagi dalam bab khusus. Sementara itu, saran kebijakan sengaja tidak disusun, dengan harapan laporan ini menjadi lentur dan bisa dipergunakan oleh siapapun yang memanfaatkannya.
kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Dari kedua program di atas yang menjadi prioritas adalah AKI dan AKB. Program tersebut merupakan program lama atau merupakan kelanjutan program sebelum otonomi daerah dan merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat. Ketersediaan petugas pelayanan KIA sangat dirasakan sudah mencukupi, hampir di tiap puskesmas terdapat dokter dan bidan. Untuk bidan ketersebarannya sudah merata hampir 90 persen, sedangkan untuk dokter masih terpusat di daerah perkotaan terutama untuk balai pengobatan swasta. Hal ini disebabkan balai pengobatan swasta ingin mendekati lokasi konsumen yang berjumlah banyak. Rasio tenaga dokter dengan jumlah penduduk sekitar 1:49.000. Ketersediaan puskesmas sudah cukup namun ketersebarannya belum
Pelayanan Dasar 1. Kesehatan Ibu dan Anak a. Ketersediaan Dinas Kesehatan berupaya menyediakan pelayanan kesehatan ibu dan anak melalui berbagai program. Program kesehatan ibu dan anak (KIA) yang ada antara lain: (a) peningkatan kualitas kesehatan keluarga, dan (b) penurunan angka
Tabel 1. Jumlah Puskesmas, Penduduk dan Rasio Penduduk/Puskesmas Kabupaten Bekasi Tahun 2001 Kecamatan Jumlah Puskesmas Jumlah Penduduk Penduduk/Puskesmas Setu 2 87.514 43.757 Cibarusah 2 77.984 38.992 Serang 2 93.787 46.894 Lemahabang 2 193.787 96.894 Cikarang 2 172.318 86.159 Kedungwaringin 2 57.440 28.720 Cibitung 4 220.753 55.188 Tambun 6 268.777 44.796 Tarumajaya 1 52.745 52.745 Babelan 2 99.728 49.864 Tambelang 2 79.307 39.654 Sukatani 2 108.687 54.344 Pebayuran 2 96.515 48.258 Cabangbungin 1 55.774 55.774 Muaragembong 1 31.309 31.309 Jumlah 33 1.696.425 51.407 Sumber: Bekasi Dalam Angka, 2006 (setelah diolah) 4 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008
merata, sedangkan kualitas pelayanan dirasakan belum mencukupi. Usaha-usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan antara lain: (a) peningkatan SDM dengan adanya pelatihan bagi pegawai puskesmas dan kesempatan untuk melanjutkan sekolah, dan (b) peningkatan kualitas fasilitas dengan mengandalkan APBD dan bantuan propinsi. Dari segi pembiayaan untuk KIA ini dirasakan oleh Dinas Kesehatan belum mencukupi. Biaya yang ada digunakan untuk pemerataan pelayanan, operasional, pemeliharaan dan pengembangan. Untuk pendanaan selain dari APBD juga melakukan kerjasama dengan LSM dan balai pengobatan swasta untuk meningkatkan pelayanan kesehatan tersebut. Dalam pandangan masyarakat, ketersediaan balai pengobatan, rumah sakit, puskesmas dan sebagainya dianggap mencukupi. Untuk hal tertentu, misalnya transportasi, pelayanan KIA telah memenuhi kebutuhan, karena akses mudah (satu kali naik angkutan umum/koasi). Untuk daerah agak ke pelosok juga masih bisa dijangkau oleh kendaraan umum. Petugas pelayanan KIA selalu ada di tempat ketika dibutuhkan. Untuk pelayanan rutin seperti penimbangan balita telah rutin dilakukan oleh para kader di RT-RT, dan untuk kegiatan khusus seperti imunisasi, pemberian vitamin A, gizi tambahan, dan sebagainya diberikan oleh petugas dari puskesmas (di samping perawat biasanya juga didampingi oleh bidan, mantri kesehatan, dokter secara bergiliran menurut jadwal yang telah disusun). Selain itu dilihat dari
sisi kualitas pelayanan KIA telah berjalan dengan relatif baik. Fasilitas yang diperlukan untuk pelayanan KIA seperti posyandu telah tersedia, dan praktis tidak ada kekurangan, karena yang dilayani hanya memerlukan fasilitas kesehatan yang sederhana. Sementara itu, pelayanan yang ada di puskesmas bersifat standar yakni ada pelayanan gizi, anak, ibu hamil, KB, persalinan, bahkan ada puskesmas melayani pemeriksaan laboratorium dan rontgen. Fasilitas swasta dinilai masyarakat sebagai alternatif pelayanan KIA jika tidak tersedia atau disediakan oleh pemerintah daerah. Selain itu, fasilitas pelayanan swasta juga menjadi alternatif bagi masyarakat yang merasa kurang puas dengan kualitas pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah. b. Keterjangkauan Penyebarluasan informasi ditangani oleh bagian promosi Dinas Kesehatan dan sasarannya tergantung tujuan program yang ada. Informasi dapat disosialisasikan melalui rapat bidan, rapat puskesmas, rapat mingguan dengan mengundang bidan/bidan desa, rapat koordinasi, majelis ta’lim, leaflet, dan radio spot. Informasi melalui leaflet ada yang berasal dari pusat, misalnya tentang kesehatan reproduksi remaja, anemia ibu hamil, kesehatan keselamatan kerja, serta penyakit manula, dan ada juga yang dari daerah, misalnya tentang kegiatan-kegiatan posyandu. Informasi melalui radio spot antara lain program gangguan akibat kekurangan yodium, HIV/AIDS, dan NAPZA. 5 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008
Tarif pelayanan KIA ditentukan berdasarkan masukan dari Kantor Cabang Dinas Kesehatan di setiap kecamatan, kemudian ke Dinas Kesehatan Kabupaten. Oleh Bupati usulan tersebut kemudian dibawa ke DPRD untuk diperdakan sehingga keluar tarif resmi yang dikenal dengan nama retribusi. Dengan pendekatan seperti ini diharapkan tarif resmi ini akan sesuai dengan aspirasi dan kemampuan masyarakat. Penentuan lokasi unit pelayanan didasarkan pada beberapa hal, seperti: (a) kepadatan penduduk, (b) sarana kesehatan yang masih kurang, (c) aspek ekonomi, menyangkut harga tanah. Pada prinsipnya keberadaan unit pelayanan kesehatan diharapkan sesuai dengan kebutuhan dan dekat dengan masyarakat yang dilayaninya. Untuk menjangkau masyarakat yang tempat tinggalnya terpencil, telah tersedia puskesmas keliling (pusling). Kendaraan operasional penggunaannya bekerjasama dengan BKKBN. Dari sisi masyarakat, mereka menyatakan bahwa informasi pelayanan KIA telah banyak diterima. Informasi ini diterima dari puskesmas, bidan, balai pengobatan, dan juga rumah sakit. Meskipun berbagai fasilitas kesehatan tersebut tidak secara aktif menyampaikan informasi tentang pelayanan yang diberikan, namun masyarakat telah mengetahuinya. Informasi ini diperoleh masyarakat dari posyandu, setiap ada kegiatan (pelayanan), atau juga melalui pengumuman di masjidmasjid. Tarif pelayanan secara umum dapat dikatakan terjangkau, namun pelayanannya perlu antri karena
banyak pasien. Selain itu ketelitian dalam memeriksa pasen dianggap kurang. Jika kurang puas masyarakat beralih ke fasilitas milik swasta seperti bidan praktik (karena tarif tetap terjangkau). Pada fasilitas milik swasta biasanya pelayanan lebih baik karena pasien tidak banyak dan biasanya buka praktik 24 jam. Selain itu masyarakat bisa juga berobat ke balai pengobatan atau rumah sakit, walaupun tarifnya relatif mahal, pelayanannya juga antri. Akan tetapi lebih memuaskan karena peralatan lengkap, ruang tunggu tertata rapih, ruang perawatan pasien lebih nyaman, serta ada pelayanan terpadu. Menurut masyarakat tidak ada keringanan biaya bagi kelompok miskin atau cacat karena biayanya sudah murah (untuk puskesmas), sedangkan pelayanan posyandu diberikan secara gratis. Lokasi pelayanan KIA mudah dijangkau, antara 10-15 menit perjalanan dengan menggunakan sepeda motor. Waktu tempuh ini merupakan ratarata lama perjalanan, karena pada beberapa kasus waktu tempuh tersebut sangat tergantung jarak rumah ke tempat pelayanan, juga jenis kendaraan yang digunakan. Berdasarkan pendapat masyarakat tersebut terlihat bahwa pemerintah daerah telah berhasil mendekatkan tempat pelayanan ke masyarakat. Hal ini sangat dirasakan terutama untuk pelayanan posyandu. c. Kesetaraan Pihak pemerintah daerah berupaya untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi semua penduduk, termasuk di dalamnya penduduk miskin dan/atau tinggal di 6
Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008
daerah terencil. Jenis-jenis pelayanan KIA pada golongan miskin dan masyarakat terpencil, antara lain: 1) Kartu sehat, masyarakat miskin bisa mendapatkan pelayanan secara gratis atau pengurangan biaya pelayanan. 2) Penanggulangan gizi buruk dengan memberikan tambahan gizi berupa makanan, susu, kacang kedele, dan vitamin secara gratis. 3) Subsidi khusus untuk biaya pelayanan KIA masyarakat miskin antara lain: Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK), Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM (PKPS-BBM); program ini langsung diberikan dari pusat ke puskesmas, kemudian puskesmas membuat perencanaan kesehatan ibu dan anak, khususnya masyarakat miskin, Deteksi Dini Risiko Tinggi; subsidi ini dari pemerintah daerah untuk mendeteksi kehamilan secara dini. Penyesuaian jadwal pelayanan dilakukan berdasarkan kebutuhan masyarakat. Misalnya, untuk posyandu, pelayanan dibuka sesuai kesepakatan masyarakat di sekitar posyandu. Sedangkan untuk puskesmas tetap membuka pelayanan sesuai waktu kerja efektif. Meskipun dari sisi pemerintah daerah diperoleh informasi bahwa ada program khusus untuk masyarakat miskin, tetapi dari sisi masyarakat tergambar bahwa tidak ada jenis pelayanan untuk golongan masyarakat miskin atau masyarakat terpencil. Posyandu dianggap bukan khusus disediakan untuk golongan masyarakat tersebut, karena golongan masyarakat yang mampu
pun banyak menggunakan fasilitas posyandu. Tidak disediakan waktu pelayanan khusus. Hal ini pendapat masyarakat yang kurang sejalan dengan pernyataan pihak penyedia pelayanan. Pelayanan KIA di posyandu-posyandu berdasarkan waktu kerja efektif dari puskesmas. Kalaupun bidan atau dokter melayani di luar waktu kerja efektif tersebut, itu pun sudah menggunakan tarif swasta dan praktiknya pun di rumah masingmasing. Mengenai kualitas pelayanan, masyarakat menilai bahwa standar pelayanan KIA sudah baik. Masyarakat juga tidak melihat adanya diskriminasi dalam melayani pasien. Sementara itu tentang keberadaan Dewan atau Komite Kesehatan, masyarakat belum pernah mendengar atau mengetahuinya. d. Keterlibatan publik Posyandu lebih banyak melibatkan perempuan, khususnya apa yang disebut sebagai “posyandu unggul”. Posyandu ini meliputi: kegiatan ekonomi mikro produktif yang kebanyakan melibatkan perempuan, pelayanan ibu hamil, bayi dan balita, dan perilaku hidup sehat. Jadi terlihat bahwa posyandu unggul tidak hanya meliputi kegiatan KIA tapi juga kegiatan lain yang terkait dengan perempuan. Sementara itu melalui Kelompok Peminat KIA (KPKIA) dan posyandu, aspirasi publik dihimpun. Keluhankeluhan menyangkut pelayanan KIA disampaikan ke posyandu, kemudian diajukan ke puskesmas, dan yang terakhir ke dinas kesehatan. KPKIA dan posyandu dengan melibatkan pembinaan dari bidan melakukan 7 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008
beberapa kegiatan seperti: latihan pra persalinan, peningkatan gizi bagi anak, dan perawatan diri yang berkaitan dengan kesehatan. Pemerintah daerah mengajak pihak swasta untuk melakukan pelayanan terhadap masyarakat tanpa membedakan status sosial. Selain itu melakukan kerjasama dengan balai pengobatan swasta dengan cara setiap satu balai pengobatan membina dua posyandu. Meskipun pemerintah sudah mencoba menampung berbagai aspirasi yang muncul di masyarakat, namun masyarakat merasa belum pernah terlibat dalam penentuan program, pembiayaan, fasilitas fisik, dan tarif. Terdapat forum rapat para kader yang memfasilitasi biasanya pengurus RT, RW, Desa, dan Puskesmas, dan pelaksanaannya cukup sering dilakukan. Sejauh ini forum seperti itu bermanfaat bagi masyarakat, meskipun baru pada taraf minimal.
status sosial, secara alamiah pelayanan yang murah dan/atau gratis dinikmati oleh golongan masyarakat berpenghasilan rendah, meskipun beberapa kasus juga dinikmati oleh golongan masyarakat mampu. Keterlibatan masyarakat sangat menonjol dalam pelayanan posyandu, sedangkan dalam pengambilan keputusan masih sangat minim. 2. Pendidikan Dasar dan Menengah a. Ketersediaan Fokus utama program pendidikan dasar dan menengah pemerintah daerah Kabupaten Bekasi terkait dengan penuntasan program wajib belajar 9 tahun. Upaya yang dilakukan adalah (1) pemerataan kesempatan belajar dengan membuka kelas jauh, membuat SMP baru, SMP terbuka, kejar paket B, juga rehabilitasi gedung sekolah dan tambahan lokal, (2) beasiswa bagi siswa yang kurang mampu berupa reksadana yaitu beasiswa dari propinsi yang disalurkan melalui kepala desa untuk kategori desa tertinggal, (3) peningkatan mutu melalui pelatihan kurikulum berbasis kompetensi untuk guru SMP dan MTs, pemberdayaan gugus sekolah (terdiri dari 3-8 sekolah) di tiap kecamatan, dan (4) peningkatan kesejahteraan guru dengan cara memberikan insentif/honor untuk kelebihan jam mengajar (KJM). Dari keempat program ini yang menjadi prioritas adalah pemerataan kesempatan belajar karena masih sangat jauh dari yang dibutuhkan (jumlah maupun kualitasnya). Ketersediaan guru masih kurang. Terdapat tiga macam guru yaitu guru bantuan propinsi, guru daerah,
e. Kesimpulan Pelayanan KIA tersedia hingga ke tingkat paling bawah yakni RT/RW melalui kegiatan posyandu. Selain tersedia dalam jumlah yang cukup dan tersebar hampir merata di setiap kecamatan, pelayanannya juga terjangkau dari jarak dan tarif. Posyandu melayani masyarakat tanpa memungut biaya (gratis), sementara puskesmas dengan biaya cukup murah. Hanya saja dilihat dari sisi kualitas perlu ditingkatkan karena adanya keluhan bahwa pemeriksaan di puskesmas cenderung kurang teliti dan antriannya lama. Berdasarkan gender, pelayanan KIA ini memang untuk perempuan, sehingga tidak masalah. Sementara dilihat dari sisi kesetaraan antar 8 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008
dan guru sukarelawan. Rasio jumlah guru dan murid sebesar 1600:4000. Ketersebarannya masih belum merata. Hal ini disebabkan guru yang diangkat sudah mengajar lama di wilayah tersebut sehingga keberatan untuk dipindahkan/ditempatkan di wilayah lain. Ketersediaan fasilitas masih kurang. Baru 50 persen gedung sekolah yang direhabilitasi (300 dari 600 gedung yang rusak). Usahausaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas fasilitas adalah dengan mendapatkan bantuan dari Bank Dunia berupa proyek peningkatan pendidikan dasar dan bantuan pemerintah daerah berupa alat peraga, buku paket, maupun tambahan lokal dan re-
habilitasi gedung. Ketersediaan pembiayaan sekolah dasar dan menengah masih belum cukup. Biaya tersebut digunakan untuk memperbaiki pelayanan. Untuk mengatasi kekurangan pembiayaan dilakukan kerjasama dengan beberapa perusahaan, antara lain Mattel, Samsung, dan Delta. Selain itu mengajukan proposal ke pemerintah Belanda dan Jepang melalui pemerintah pusat dengan persetujuan bupati. Masyarakat tidak tahu alokasi anggaran untuk sektor pendidikan, juga tidak tahu tentang prioritas anggaran daerah. Program wajib belajar banyak diketahui masyarakat, tetapi kurang dipahami apa makna sebenarnya, karena meskipun ada
Tabel 2. Jumlah Sekolah, Guru dan Murid Menurut Kecamatan dan Status Sekolah Kabupaten Bekasi 2001 Negeri Swasta Sekol ah
Guru
Setu
64
304
19.511
305
64
Cibarusah
71
345
16.251
229
47
Serang
69
405
19.950
289
49
Kecamatan
Lemahabang
Murid
Murid/ Sekolah
Murid/ Guru
Sekol ah
Guru
Murid
Murid/ Sekolah
Murid/ Guru
111
520
19.687
177
38
8
68
911
114
13
Cikarang
88
435
27.873
317
64
1
5
94
94
19
Kedungwaringin
49
242
12.653
258
52
Cibitung
133
736
38.576
290
52
Tambun
144
936
61.653
428
66
12
164
3.423
285
21
Tarumajaya
44
247
14.291
325
58
Babelan
75
344
21.121
282
61
Tambelang
60
226
17.094
285
76
Sukatani
77
413
22.233
289
54
Pebayuran
82
317
18.711
228
59
2
6
141
71
24
Cabangbungin
60
226
12.484
208
55 53
53
243
4.622
193
Muaragembong Jumlah
28
122
7.051
252
58
1
1.155
5.818
329.139
285
57
24
Sumber : Bekasi Dalam Angka, 2006 (setelah diolah)
9 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008
19
program wajib belajar, biaya sekolah tetap mahal. Untuk SD sudah dirasakan manfaat wajib belajar ini, tetapi untuk SLTP masih kurang dirasakan. Pendidikan merupakan kebutuhan masyarakat yang sangat mendasar, sehingga setiap program untuk pendidikan akan sangat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sekarang ini cukup banyak gedung sekolah (terutama SD) yang direhabilitasi oleh pemerintah, namun tetap saja banyak SD Negeri yang kondisinya rusak. Gedung SD Negeri cukup, tetapi kualitasnya kurang baik. Untuk SLTP rata-rata gedungnya cukup baik, tetapi jumlahnya cenderung kurang. Sebagai contoh, SLTPN di Tambun Selatan kurang padahal jumlah penduduknya paling padat, karena yang ada hanya 2 SLTPN. Sementara itu yang dibangun malah SLTPN baru di Tambun Utara padahal warga setempat menolak siswa dari luar daerahnya. Telah tersedia guru tetapi ada kelas pagi dan siang. Hal ini terjadi kemungkinan karena kelebihan siswa. Kualitas kerja guru dinilai bagus oleh Cabang Dinas Pendidikan Nasional. Tapi banyak yang mendengar bahwa untuk daerah terpencil jumlah gurunya sedikit.
kantor kecamatan setiap bulan pada minggu kedua. Jenis iuran pendidikan yang harus dibayar berupa sumbangan Komite Sekolah (dulu BP3). Mekanismenya adalah kepala sekolah beserta pengawas membuat Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (APBS) menyangkut 6 hal seperti yang tercantum dalam Surat Keputusan Bupati yaitu: (1) peningkatan kegiatan belajar mengajar, (2) kegiatan pembinaan kesiswaan, (3) kesejahteraan pelajar/kesra, (4) sarana dan prasarana, (5) rumah tangga sekolah dan komite sekolah, dan (6) pembinaan, pelaporan, dan evaluasi. Terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan lokasi sekolah, yaitu: letak geografis, tingkat kepadatan penduduk, kebutuhan masyarakat, dan aspek ekonomi menyangkut harga tanah. Sebagian besar siswa menggunakan kendaraan umum untuk menjangkau sekolah atau menggunakan kendaraan milik pribadi. Ada juga transportasi khusus yang tersedia untuk menuju sekolah, yaitu: antar jemput yang diadakan oleh Komite Sekolah, transportasi air yakni perahu untuk daerah antara Bebelan dan Muaragembong. Ada beberapa program bantuan beasiswa, baik yang sifatnya beasiswa untuk anak yang berasal dari keluarga kurang mampu ataupun beasiswa yang merupakan penghargaan bagi siswa yang berprestasi. Beasaiswa-beasiswa yang diberikan antara lain: Beasiswa Bantuan Khusus Murid (BKM) dan Bantuan Khusus Sekolah (BKS), beasiswa untuk siswa yang terancam Drop Out
b. Keterjangkauan Mekanisme penyebarluasan informasi dilakukan dengan mengundang pengawas dan kepala sekolah di tingkat kecamatan untuk sosialisasi informasi yang menyangkut program dan fasilitas wajib belajar 9 tahun. Media lain adalah melalui rapat dinas pengawas dan 10 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008
(DO), Beasiswa Bakat Prestasi yang berasal dari pusat yang disalurkan melalui propinsi kemudian ke daerah, Beasiswa dari BBM/dana kompensasi BBM yang disalurkan langsung dari pusat. Banyak informasi yang diterima oleh masyarakat, terutama mengenai wajib belajar 9 tahun. Informasi tersebut diperoleh dari televisi, radio. Menurut masyarakat, informasi tersebut bermanfaat karena menyadarkan betapa pentingnya pendidikan. Informasi tentang program rehabilitasi sekolah diberikan oleh sekolah kepada orang tua murid. Banyak yang mempersepsikan kalau wajib belajar seharusnya merupakan pendidikan gratis. Pungutan bagi setiap orang tua murid dirasakan terjangkau, atau terpaksa harus membayar (mau tidak mau) karena takut anaknya dikeluarkan dari sekolah. Sebagian mengeluh dengan pungutan pendidikan yang mahal, misalnya uang bangunan untuk pagar sekolah, walaupun orang tua/wali murid menyadari bahwa SD tersebut termasuk berprestasi. Jika biaya tetap mahal, mereka memilih SD di perkampungan dengan kualitas lebih rendah, karena sekolah tersebut lebih murah, masalah kualitas adalah nomor ke sekian. Keinginan membayar dengan cara mencicil ada, tapi tetap tidak ada keringanan biaya. Ada sekolah yang mengatakan “kalau tidak mampu bayar di sini, cari saja sekolah lain…”. Banyak orang tua/wali murid yang mengeluh, “Mengapa sih kalau sekolah bagus pasti bayarannya mahal?”. Untuk SD, lokasi sekolah mudah dijangkau (untuk siswa di dalam
komplek ditempuh dalam waktu 5 menit, untuk siswa di luar komplek sekitar 10 menit, jika mereka samasama berjalan kaki). Untuk SLTP, rata-rata harus menggunakan angkutan umum atau naik sepeda. Paling lama menempuh penjalanan 20-30 menit, yang agak lama adalah menunggu angkutan umum terutama pada pagi dan siang hari. Dari sisi jarak/waktu tempuh terjangkau, dan dari sisi sarana transportasi telah tersedia (rute sekolah dilewati angkutan umum). Sedikit masyarakat yang mengetahui tentang program regrouping. c. Kesetaraan Terdapat perhatian khusus kepada kelompok miskin dan masyarakat terpencil. Untuk tenaga pengajar diberi bantuan berupa uang sebesar Rp 500.000,00 per tahun, dan bantuan berupa pakaian, radio, dan baterai. Untuk sekolah diberi bantuan berupa uang. Tidak ada penyesuaian jadwal sekolah atas pelajar miskin dan pelajar yang tinggal di tempat terpencil. Kemudahan yang ada adalah dari sisi biaya. Untuk siswa yang kurang mampu diberi bantuan dengan melampirkan persyaratan yang telah ditetapkan dalam program Jaring Pengaman Sosial (JPS), missalnya menyerahkan surat keterangan tidak mampu dari RT/RW. Tidak ada perbedaan kesempatan bagi guru. Semua guru mendapatkan hak yang sama untuk mengikuti pendidikan baik secara fungsional maupiun struktural. Untuk murid juga demikian, tidak ada perbedaan untuk anak laki-laki dan perempuan. 11 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008
Program beasiswa yang ada yaitu BKM dan BKS. Program beasiswa dari kompensasi BBM penyalurannya langsung dari pusat. Program beasiswa berprestasi (setiap 6 bulan sesuai juknisnya) disalurkan dari pusat ke propinsi kemudian ke daerah. Pemberian beasiswa ini dilakukan berdasarkan usulan dari pihak sekolah. Pihak-pihak yang terlibat dalam pembentukan komite sekolah dan dewan pendidikan adalah pengawas, kepala sekolah, orang tua/wali murid, perwakilan dinas pendidikan nasional, tokoh masyarakat, perangkat desa dan dunia usaha. Dalam kepengurusan komite sekolah tidak memandang gender, namun yang duduk di komite sekolah kebanyakan perempuan. Terdapat program beasiswa untuk anak kurang mampu. Menurut catatan masyarakat bahwa ada program JPS, namun informasi ini agak meragukan, karena semestinya program JPS sudah tidak ada lagi. Prioritas penyaluran dana JPS adalah SD, caranya untuk pembangunan fisik pihak SD mengisi formulir atau membuat proposal untuk mengajukan anggaran perbaikan atau panambahan lokal sekolah. Masyarakat tidak tahu apakah ada perlakuan khusus untuk masyarakat terpencil (jauh dari kota-kota kecamatan). Menurut pengamatan masyarakat kebanyakan guru SD adalah perempuan begitu juga untuk guru bantu. Sedangkan kepala sekolah kebanyakan laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa ada indikasi masalah gender, paling tidak itulah pendapat masyarakat. Sebenarnya masyarakat tidak tahu persis bagaimana prosedur perbaikan gedung sekolah. Tetapi
sejauh yang diketahui oleh masyarakat yang mendapat prioritas adalah SD. Cara untuk mendapatkan dana perbaikan sekolah adalah dengan mengisi formulir atau membuat proposal perbaikan atau penambahan lokal sekolah. Fasilitas yang tersedia bagi murid yang berasal dari keluarga tidak mampu adalah beasiswa. Ada kesempatan mendapatkan beasiswa bagi siswa yang berprestasi. Pemilihannya tidak memandang apakah siswa tersebut berasal dari keluarga tidak mampu atau dari daerah terpencil. Informasi mengenai prosedur pemberian beasiswa ini kurang lebih sama dengan informasi yang disampaikan oleh pemerintah daerah. Sebenarnya ada sekolah-sekolah yang kualitasnya bagus yaitu sekolah-sekolah favorit dan unggulan. Sekolah-sekolah ini bayarannya mahal, juga persyaratan nilainya tinggi. (Catatan: sekolah favorit di wilayah Kabupaten Bekasi biasanya merupakan sekolah negeri, ini berbeda dengan di Kota Bekasi. Meskipun ada sekolah Pelita Harapan, tetapi kelihatannya hanya bersifat lokal atau hanya dimanfaatkan oleh masyarakat di perumahan Lippo Cikarang, tidak diakses secara luas oleh masyarakat). Keterlibatan masyarakat khususnya orang tua adalah dalam bentuk keanggotaan dalam Komite Sekolah. Mereka yang terlibat dalam pembentukan komite sekolah adalah tokoh masyarakat, orang tua/wali murid, perwakilan guru. Prosesnya melalui musyawarah dalam rapat orang tua/wali murid.
12 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008
d. Keterlibatan publik Dilihat dari partisipasi mereka yang duduk di komite sekolah lebih banyak perempuan. Namun dalam hal partisipasi penentuan ketersediaan, keterjangkauan, dan kesetaraan yang lebih berperan adalah Badan Perwakilan Desa (BPD) yang anggotanya lebih dominan laki-laki. Aspirasi-aspirasi masyarakat dihimpun dalam komite sekolah. Pihak sekolah mengundang orang tua/wali murid pada awal tahun ajaran untuk membicarakan masalah-masalah yang ada di sekolah. Pemerintah daerah meminta pihak pengembang untuk membangun atau memberikan fasilitas sekolah di setiap perumahan yang akan dikembangkan. Di luar pembangunan gedung sekolah dan fasilitasnya tidak ada kebijakan atau program pemerintah daerah yang mendorong peran swasta dalam penyediaan pendidikan. Pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi melibatkan stakeholder dalam memberikan informasi tentang program dan biaya pendidikan kepada masyarakat melalui Rapat Minggon yang diselenggarakan setiap hari Rabu yang dihadiri oleh camat, kepala desa, RT dan RW. Di masa yang akan datang Dewan Pendidikan diharapkan lebih aktif dan memberikan masukan bidang pendidikan kepada pemerintah daerah. Masyarakat merasa tidak terlibat dalam penentuan program, pembiayaan, fasilitas fisik, dan pungutan pendidikan. Pungutan pendidikan ditentukan oleh sekolah, orang tua/wali murid mau tidak mau harus setuju. Memang di dalam rapat ditawarkan, tetapi pada praktiknya selalu disetujui. Uang untuk kegiatan
sekolah maupun ekstrakurikuler juga banyak dikeluhkan oleh masyarakat, tetapi sekolah tetap jalan terus. Masyarakat juga merasa tidak dilibatkan oleh pemerintah daerah dalam penentuan anggaran dan program pendidikan. Urusan anggaran dianggap merupakan urusan pemerintah. Jadi masyarakat tidak merasa keberatan meskipun tidak dilibatkan dalam proses penetapan anggaran dan program ini. Terdapat forum tersendiri dalam membicarakan masalah pendidikan dasar yakni forum yang dihadiri oleh kepala sekolah, perwakilan orangtua/ wali murid, dan tokoh masyarakat. Pertemuan jarang dilakukan (biasanya di awal tahun ajaran baru). Forum ini berguna, namun kurang membawa aspirasi orang tua/wali murid. Perempuan sebagai orang tua/wali murid menyampaikan keluhan secara langsung kepada Kepala Sekolah. Kebanyakan yang mengurus pendidikan anak (sering datang ke sekolah mengurus persoalan anaknya) justru perempuan. (Catatan: keterlibatan orang tua/wali murid di SD cederung tinggi, terutama bila dibandingakan dengan SLTP). e. Kesimpulan Persoalan utama di sektor pendidikan di Kabupaten Bekasi adalah kualitas gedung SD dan jumlah/distribusi guru (khususnya untuk daerah terpencil). Dengan sumber daya yang ada, rehabilitasi gedung SD baru bisa dilakukan untuk 50 persen dari yang dibutuhkan. Masalah kualitas menjadi perhatian, tetapi belum yang utama. Masyarakat sendiri juga lebih menitikberatkan perhatian pada biaya pendidikan yang terus meningkat 13 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008
(mahal). Pendidikan memang terjangkau, tetapi pendidikan yang berkualitas praktis hanya bisa dijangkau oleh mereka yang mampu membayar. Untuk SLTP, kebutuhan akan gedung sekolah dirasakan oleh masyarakat, khususnya di wilayah yang penduduknya relatif banyak, meskipun pemerintah daerah sudah mencoba mengatasinya dengan membangun gedung sekolah baru, SMP Terbuka, Kejar Paket B, dan sebagainya. Partisipasi masyarakat terutama dalam bentuk sumbangan kepada sekolah atau pendirian sekolah swasta, tetapi sangat minim dalam proses penentuan kebijakan daerah. Untuk masalah anggaran, wacana yang berkembang adalah kewenangannya ada pada pihak pemerintah daerah sehingga tidak perlu “dicampuri” oleh masyarakat.
Toronto: D.C. Company.
and
Hardjosoekarto, Sudarsono. 1994. Beberapa Perspektif Pelayanan Prima. Bisnis & Birokrasi. No. 3/Vol.II/September. Lovelock, Christhoper H. 1998. Managing Service: Marketing, Operations and Human Resources. USA: A Simon and Schuster Company. ---------------. 1994. Product Plus: How Product + Service = Competitive Advantage. Singapore: Mc. Graw-Hill Books Co. Rahayu, Amy Y.S.1997. Fenomena Sektor Publik dan Era Service Quality (Serqual). Bisnis & Birokrasi. No. 1/Vol.III/April. Sugiyono. 1997. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta
Daftar Pustaka Cohen, Steven and Ronald Band. 1993. Total Quality in Government: A Practical Guide for the Real World. San Fransisco: Jossey-Bass, Publisher. Gore, Al. 1997. Businesslike Government. National Performance Review. Oktober.
Taylor, Linda King. 1992. Quality: Total Customer Service. London: Century Business. Zeithaml, Valarie, A., Parasuraman, dan Leonard L. Berry. 1990. Delevering Quality Service: Balancing Customer Perceptions and Expectations. New York: The Free Press A Division of Macmillan, Inc.
Dunleavy, Patrick. 1991. Democracy, Bureaucracy, & Public Choice. Hemel Hempstead: Simon & Schuster Intenational Group.
Dokumen-dokumen: Undang-undang. 2004. Nomor 32. Pemerintahan Daerah. Republik Indonesia.
Gronroos, Christian. 1990. Service Management and Marketing. Lexington, Masschusetts/
Instruksi Presiden. 1995. Nomor 1. Perbaikan dan Peningkatan 14
Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008
Heath
Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah. Republik Indonesia. Keputusan Menpan. 1993. Nomor 81. Pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum. Republik Indonesia. Kabupaten Bekasi Dalam Angka 2001. Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Bekasi dan Bapeda Kabupaten Bekasi.
15 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008