Dasar Perizinan di bidang Lingkungan dan Kehutanan Prof. Asep Warlan Yusuf
11 Agustus 2014
Pengertian Izin • Suatu Keputusan TUN yang diberikan kepada seseorang atau badan usaha/badan hukum perdata (korporasi) untuk melakukan perbuatan hukum tertentu yang pada dasarnya dilarang oleh hukum administrasi, sehingga perbutannya tersebut menjadi sah/legal.
Tujuan Perizinan 1.
2. 3. 4.
Mengkonkretkan norma umum pada perbuatan hukum tertentu; Mengatur pada perbuatan individual; Memberikan perlindungan hukum; Melindungan kepentingan umum dan sumber daya.
Kewenangan Pemberi Izin Kewenangan di bidang perizinan sangat penting. Kewenangan untuk melarang warga agar tidak melakukan hal tertentu harus didasarkan pada aturan yang jelas dan tegas. Kewenangan yang diberikan kepada organ pemerintah harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang jelas. Kewenangan dapat bersumber pada: 1. atribusi; 2. delegasi; atau 3. mandat.
Fungsi Izin Secara Umum 1. 2. 3. 4.
Instrumen Pemerintahan Yuridis Preventif Sarana Hukum Administrasi Pengendalian (Sturen) Perilaku Masyarakat
Fungsi Izin dalam Lingkungan dan Kehutanan • Kepastian Hukum Prosedural Permohonan Izin Usaha di bidang lingkungan dan kehutanan • Instrumen pengawasan dan pengendalian sumber daya alam (semua pemegang izin diawasi dan tunduk kepada kewajiban-kewajiban pemegang izin) • Keteraturan Pembangunan dengan berdasarkan SDA dan Keberlanjutan SDA
Peraturan Perundang-Undangan di bidang Lingkungan Hidup • UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup • PP No. 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan • Permen LH No. 8 Tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin Lingkungan.
Peraturan Perundang-Undangan di bidang Kehutanan • UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan • PP No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan. • PP No. 3 Tahun 2008 tentang Perubahan PP No. 6 Tahun 2007 • PP No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan • PP No. 61 Tahun 2012 tentang Perunahan PP No.24 Tahun 2010
Perizinan di Bidang Lingkungan
• Di bidang Lingkungan Hidup dikenal 2 Jenis Izin : – Izin Lingkungan : Izin yang diterbitkan sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan – Izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH): diterbitkan sebagai persyaratan dan terintegrasi dalam izin lingkungan dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
Paragraf 7 Pasal 36
PERIZINAN LINGKUNGAN Fungsi dan proses penyelenggaraan pemerintahan
Penerbitan Izin Lingkungan
DASAR HUKUM Pasal 36 1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan. 2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 atau rekomendasi UKLUPL. 3) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL. 4) Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 37 1) (1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL. 2) (2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) dapat dibatalkan apabila: a.
b.
c.
persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi; penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau Rekomendasi UKL-UPL; atau kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 38 • Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), izin lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usaha negara.
Pasal 39 • (1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib mengumumkan setiap permohonan dan keputusan izin lingkungan. • (2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh masyarakat.
Pokok-pokok mtaeri PP 27 Tahun 2012 mengenai Izin Lingkungan
• • • • • • •
Pasal 42 – Pasal 53 (10 Pasal dari 75 Pasal) Dasar hukum PP Pasal 33, 41, dan 56 UU 32/20089 Izin Lingkungan dan Izin PPLH Kewenangan pemberi izin Pengumuman proses dan keputusan izin Perubahan Izin Tata cara diatur dalam penerbitan izin diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Jenis Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (IPPLH), a.l: • • • • • • • • • • •
Izin pembuangan limbah cair Izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah Izin penyimpanan sementara limbah B3 Izin pengumpulan limbah B3 Izin pengangkutan limbah B3 Izin pemanfaatn limbah B3 Izin pengolahan limbah B3 Izin penimbunan limbah B3 Izin pembuangan limbah B3 Izin reinjeksi ke dalam formasi Izin venting
Pasal 48 PP 27/2012 Dalam izin lingkungan mencantumkan: a. Persyaratan dan kewajiban yang termuat dalam amdal atau UKL-UPL; b. Persyaratan yang diwajibkan oleh pemberi izin lingkungan; c. jumlah dan jenis IPPLH sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
FUNGSI IZIN LINGKUNGAN
Instrumen pemerintahan
Yuridis preventif Pengendalian Koordinasi Pengawasan publik
OBJEK IZIN LINGKUNGAN
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal Pasal 36 ayat (1)
UKL-UPL Analisis risiko lingkungan hidup Pasal 47 ayat (1)
KEWENANGAN
Pemberian Izin Lingkungan
Menteri
Gubernur Bupati/walikota
PEMBATALAN IZIN LINGKUNGAN 1. 2. 3.
persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi; penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL; dan/atau kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
PERUBAHAN IZIN LINGKUNGAN
Izin lingkungan berlaku sepanjang usaha dan/atau kegiatannya tidak mengalami perubahan
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan perubahan izin lingkungan
Apabila:
a. adanya perubahan dalam penggunaan alat-alat produksi yang berpengaruh terhadap lingkungan hidup; b. penambahan kapasitas produksi; c. perubahan spesifikasi teknik yang mempengaruhi lingkungan; d. perubahan sarana usaha; e. perluasan lahan dan bangunan usaha; f. perubahan waktu atau durasi operasi usaha; dan/atau g. terjadinya kebijakan pemerintah yang ditujukan dalam rangka peningkatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Keterkaitan IZIN LINGKUNGAN
IZIN USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
Izin lingkungan merupakan prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Dalam hal izin usaha dan/atau kegiatan diterbitkan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan, izin usaha dan/atau kegiatannya dinyatakan batal demi hukum berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Perizinan di Bidang Kehutanan Terdapat 3 jenis kegiatan yang diizinkan dalam memakai kawasan hutan, antara lain : 1.Pemanfaatan hutan yaitu kegiatan kehutanan yang memanfaatkan kawasan hutan dan hasil hutan. 2.Penggunaan kawasan hutan yaitu kegiatan yang menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan pembangungan di luar kegiatan kehutanan 3.Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan yaitu kegiatan di luar kehutanan yang menggunakan kawasan hutan namun mengubah pokok fungsi kawasan hutan dan bentang alam
Izin dalam Pemanfaatan Kawasan Hutan: • • • • • •
Izin usaha pemanfaatan kawasan Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu
Izin dalam Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan • Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan diwajibkan untuk kegiatan yang menggunakan kawasan hutan namun mengubah fungsi pokok kawasan hutan seperti kegiatan perkebunan. • Terdapat 2 Izin untuk merubah peruntukan kawasan hutan yaitu : – Izin Tukar Menukar Kawasan Hutan – Izin Pelepasan Kawasan Hutan
• Untuk mendapatkan izin usaha perkebunan selain izin lingkungan, izin tukar menukar kawasan hutan/izin pelepasan kawasan hutan yang harus dipenuhi
Pelepasan Kawasan Hutan Permohon Permohon an an
DirjenPlanologi Planologi Dirjen Menelaahpermohonan permohonan Menelaah (90hari) hari) (90
Menolak Menolak
Menyetujui
Keputusan Keputusan
Sekjen Dephut
7 hari
7 hari Menhut Menhut
Surat Persetujuan Prinsip dan Peta
Dirjen Bina Usaha Hutan
7 hari
7 hari
Sekjen Sekjen Dephut Dephut
Menhut
Dirjen Planologi 30 hari
Peta hasil tata batas
Pelaksanaan tata batas (1 tahun)
Penerbitan surat pemberitahuan untuk pelaksanaan tata batas HPK
Hak Guna Usaha
Peraturan Perundang-undangan •Terkait Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) • •
•
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (“PP 40/1996”) Peraturan Menteri Agraria dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (“Permenag 9/1999”) Surat Keputusan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 364/Kpts-II/1990, 519/Kpts/Hk.050/7/1990, 23/VIII/1990 tentang Ketentuan Pelepasan Kawasan Hutan dan Pemberian Hak Guna Usaha untuk Pengembangan Usaha Pertanian (“SKB 364/1990”)
Hak Guna Usaha • Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29 UUPA guna usaha pertanian, perikanan, atau peternakan (Pasal 28 (1) UUPA). • HGU dapat dialihkan dan dapat dijadikan jaminan hutang (Pasal 28 (3) dan Pasal 33 UUPA). • Apabila HGU diberikan di dalam kawasan hutan, harus dilakukan pelepasan hutan (Pasal 4 (2) PP 40/1996). • Apabila HGU berada di atas hak atas tanah orang lain, HGU baru dapat dilaksanakan setelah pelepasan hak dibereskan (Pasal 4 (4) PP 40/1996).
Izin dalam Penggunaan Kawasan Hutan • Penggunaan kawasan hutan dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan • Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian Izin Pinjam Pakai. • Oleh karena itu, untuk mendapatkan prasyarat untuk mendapatkan Izin Usaha Pertambangan selain Izin Lingkungan terdapat juga Izin Pinjam Pakai
PERIZINAN DI BIDANG PERTAMBANGAN
Prosedur Perolehan Perizinan Pertambangan Sebelum dan Sesudah UU 4/2009
Sebelum UU 4/2009 • • • • • • • • • • • • •
UU 11/1967 PP 32/1969 PP 79/1992 PP 75/2001 Keppres 75/1996 Kepmentamben 134.K/201/MPE/1996 Kepmentamben 1409.K/201/MPE/1996 Kepmen ESDM 1453.K/29/MEM/2000 Permenhut P.43/MENHUT-II/2008 Keputusan DJPTU 03.K/201/DDJP/1996 Keputusan DJPTU 661.K/201/DDJP/1996 Keputusan DJPTU 54.K/201/DDJP/1997 Keputusan DJPTU 149.K/2001/DDJP/1998
Bentuk-bentuk Izin Pertambangan
Kuasa Pertambangan (KP) Jenis KP berdasarkan tahap
KP Penyelidikan Umum A
KP Eksplorasi B
KP Eksploitasi C
KP Pengolahan & Pemurnian D
KP Pengangkutan E
KP Penjualan F
Jenis KP berdasarkan subjek Surat Keputusan Penugasan Pertambangan (SKPP)
Surat Keputusan Izin Pertambangan Rakyat (SKIPR)
Penanaman modal asing: • Kontrak Karya (KK) • Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B)
Surat Keputusan Pemberian KP (SKPKP)
PINJAM PAKAI • IZIN Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU 41/1999) • Permenhut P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan (Permenhut P18/2011)
Definisi
Istilah
Definisi
Hutan
Suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan
Kawasan hutan
Wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap
Hutan produksi
Kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan
Hutan lindung
Kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah
Penggunaan kawasan hutan
Penggunaan atas sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi dan peruntukan kawasan hutan tersebut
Istilah
Definisi
Penggunaan kawasan hutan yang bersifat komersial
Penggunaan kawasan hutan yang bertujuan mencari keuntungan dan pengguna barang/jasa dikenakan tarif
Izin pinjam pakai kawasan hutan
Izin yang diberikan untuk menggunakan kawasan
Kompensasi lahan
Salah satu kewajiban pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan untuk menyediakan dan menyerahkan lahan bukan kawasan hutan atau membayar sejumlah dana yang dijadikan PNBP sebagai pengganti lahan kompensasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Kondisi calon lahan kompensasi yang tidak bermasalah di lapangan dan hukum
Kondisi calon lahan kompensasi yang telah jelas statusnya, tidak dalam sengketa, tidak dalam penguasaan pihak yang tidak berhak dan tidak dibebani hak atas tanah tertentu serta tidak dikelola oleh pihak lain
Kegiatan pengambilan contoh ruah
Kegiatan eksplorasi tambang untuk mengambil contoh mineral dan batubara
Luas efektif izin pemanfaatan hutan
Luas areal izin pemanfaatan hutan dikurangi dengan luas saarana dan prasarana serta kawasan lindung
Definisi (cont’d)
Penggunaan kawasan hutan • Hanya dapat diberikan dalam: – Kawasan hutan produksi; dan/atau – Kawasan hutan lindung • Dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan • Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan meliputi pertambangan, terdiri dari pertambangan minyak dan gas bumi, mineral, batubara, dan panas bumi termasuk sarana dan prasarana
Penggunaan Kawasan Hutan untuk • Ketentuan Dalam kawasan hutan produksi dapat dilakukan: Pertambangan • Penambangan dengan pola pertambangan terbuka; dan • Penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah
• Dalam kawasan hutan lindung hanya dapat dilakukan penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah dengan ketentuan dilarang mengakibatkan: • Turunnya permukaan tanah; • Berubahnya fungsi pokok kawasan hutan secara permanen; dan • Terjadinya kerusakan akuiver air tanah
• Bagi 13 izin/perjanjian di bidang pertambangan sebagaimana ditetapkan dalam Keppres 41/2004 sesuai dengan UU 19/2004 dapat dilakukan tambang terbuka di hutan lindung
Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan di • Ketentuan Pada provinsi yang luas kawasan hutannya bawah 30% dari luas daerah aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi dengan kompensasi lahan: • Ratio 1:1 untuk non-komersial ditambah dengan luas rencana areal terganggu dengan kategori L3; • Ratio 1:2 untuk komersial ditambah dengan luas rencana areal terganggu dengan kategori L3; dan • Jika realisasi L3 lebih luas dari rencana L3 sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2, maka luas kompensasi ditambah dengan luas perbedaan dari selisih antara rencana L3 dengan realisasi L3
• Ketentuan Pada provinsiIzin yangPinjam luas kawasan di atas 30% dari luas Pakaihutannya Kawasan Hutan (cont’d) daerah aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi, dengan kompensasi membayar PNBP Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai, dengan ketentuan: • Penggunaan untuk non-komersial dikenakan kompensasi membayar PNBP Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai dengan ratio 1:1; • penggunaan untuk komersial dikenakan kompensasi membayar PNBP Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai dengan ratio 1:1 ditambah dengan luas rencana areal terganggu dengan kategori L3.
•
Izin Pinjam Pakai tanpa kompensasi lahan atau tanpa kompensasi membayar PNBP Penggunaan Kawasan Hutan, salah satunya adalah untuk kegiatan survei dan eksplorasi
Luas Izin Pinjam Pakai di Kawasan Hutan Produksi • Luas izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan pada kawasan hutan produksi yang dibebani izin pemanfaatan hutan dapat dipertimbangkan paling banyak seluas 10% (sepuluh perseratus) dari luas efektif setiap izin pemanfaatan hutan. Definisi dari ‘luas efektif’ ini masih menimbulkan kebingungan. • Dalam hal kawasan hutan produksi yang dimohon untuk kegiatan pertambangan tidak dibebani izin pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), luas izin pinjam pakai kawasan hutan yang dapat dipertimbangkan paling banyak 10% (sepuluh perseratus) dari luas kawasan hutan produksi kabupaten yang tidak dibebani izin pemanfaatan hutan.
Tata Cara Permohonan Izin Pinjam Pakai Pemohon • • • • •
Menteri/pejabat setingkat menteri; Gubernur; Bupati/walikota; Pimpinan badan usaha; atau Ketua yayasan.
Permohonan • Administrasi • Teknis
Menteri • Menolak • Menerima
Persyaratan Administrasi • • •
•
•
Surat permohonan yang dilampiri dengan peta lokasi kawasan hutan yang dimohon; IUP Eksplorasi/IUP Operasi Produksi atau perizinan/perjanjian lainnya yang telah diterbitkan oleh pejabat sesuai kewenangannya, kecuali untuk kegiatan yang tidak wajib memiliki perizinan/perjanjian; Rekomendasi: – gubernur untuk pinjam pakai kawasan hutan bagi perizinan di luar bidang kehutanan yang diterbitkan oleh bupati/walikota dan Pemerintah; atau – bupati/walikota untuk pinjam pakai kawasan hutan bagi perizinan di luar bidang kehutanan yang diterbitkan oleh gubernur; atau – bupati/walikota untuk pinjam pakai kawasan hutan yang tidak memerlukan perizinan sesuai bidangnya; dan Pernyataan bermeterai cukup yang memuat: – kesanggupan untuk memenuhi semua kewajiban dan kesanggupan menanggung seluruh biaya sehubungan dengan permohonan; – semua dokumen yang dilampirkan dalam permohonan adalah sah; dan – belum melakukan kegiatan di lapangan dan tidak akan melakukan kegiatan sebelum ada izin dari Menteri. Rekomendasi gubernur atau bupati/walikota sebagaimana dimaksud di atas memuat persetujuan atas penggunaan kawasan hutan yang dimohon, berdasarkan pertimbangan teknis Kepala Dinas Provinsi atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi Kehutanan dan Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan setempat.
Persyaratan Teknis •
•
•
•
•
Rencana kerja penggunaan kawasan hutan dilampiri dengan peta lokasi skala 1:50.000 atau skala terbesar pada lokasi tersebut dengan informasi luas kawasan hutan yang dimohon; Citra satelit terbaru dengan resolusi detail 15 (lima belas) meter atau resolusi lebih detail dari 15 (lima belas) meter dan hasil penafsiran citra satelit dalam bentuk digital dan hard copy yang ditandatangani oleh pemohon dengan mencantumkan sumber citra satelit dan pernyataan bahwa citra satelit dan hasil penafsiran benar; AMDAL yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang, kecuali untuk kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL, sesuai peraturan perundang-undangan atau dokumen lingkungan sesuai peraturan perundang-undangan dan disahkan oleh instansi yang berwenang; dan Pertimbangan teknis Direktur Jenderal yang membidangi Mineral Batubara dan Panas Bumi pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk perizinan kegiatan pertambangan yang diterbitkan oleh gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangannya, memuat informasi antara lain bahwa areal yang dimohon di dalam atau di luar WUPK yang berasal dari WPN dan pola pertambangan. Untuk kegiatan eksplorasi dan survei, persyaratan teknis tidak meliputi citra satelit dan AMDAL
Kewajiban Pemegang Persetujuan Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan
• • •
•
•
Melaksanakan tata batas kawasan hutan yang disetujui, dengan supervisi dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan; Melakukan inventarisasi tegakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan supervisi dari Dinas Provinsi yang membidangi Kehutanan; Membuat pernyataan dalam bentuk akta notaris yang memuat kesanggupan: – melaksanakan reklamasi dan reboisasi pada kawasan hutan yang sudah tidak dipergunakan tanpa menunggu selesainya jangka waktu izin pinjam pakai kawasan hutan; – melaksanakan perlindungan hutan sesuai peraturan perundang-undangan; – memberikan kemudahan bagi aparat kehutanan baik pusat maupun daerah pada saat melakukan monitoring dan evaluasi di lapangan; – menanggung seluruh biaya sebagai akibat adanya pinjam pakai kawasan hutan; – membayar: • penggantian nilai tegakan dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) pada hutan tanaman dari hasil tanaman dari IUPHHK-HT dan PSDH, Dana Reboisasi (DR) dan penggantian nilai tegakan dari bukan hasil tanaman IUPHHK-HT sesuai peraturan perundang-undangan; atau • PSDH, DR dan penggantian nilai tegakan, dan kewajiban keuangan lainnya pada hutan alam dari IUPHHK-HA, sesuai peraturan perundang-undangan; atau • PSDH, DR dan penggantian nilai tegakan, dan kewajiban keuangan lainnya pada hutan alam di luar areal IUPHHK-HA/HT, sesuai peraturan perundang-undangan. Membayar PNBP Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai dalam hal kompensasi berupa pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai Dalam hal kawasan hutan yang disetujui berada pada areal yang telah dibebani izin pemanfaatan hutan, mengganti: – biaya investasi pengelolaan/pemanfaatan hutan sesuai dengan luas areal pinjam pakai kawasan hutan kepada pengelola/pemegang izin pemanfaatan hutan, sesuai peraturan perundang-undangan; dan – iuran izin yang telah dibayarkan oleh pemegang izin pemanfaatan berdasarkan luas areal yang digunakan sesuai peraturan perundang-undangan.
•
•
Untuk persetujuan prinsip dengan kewajiban menyediakan lahan kompensasi, selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada penjelasan sebelumnya, pemegang persetujuan prinsip wajib: – menyediakan dan menyerahkan lahan kompensasi yang tidak bermasalah di lapangan (de facto) dan hukum (de jure) untuk ditunjuk menjadi kawasan hutan dengan ratio sesuai ketentuan dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a; – melaksanakan tata batas lahan kompensasi yang telah ditunjuk menjadi kawasan hutan; dan – melakukan penanaman dalam rangka reboisasi lahan kompensasi yang telah ditunjuk menjadi kawasan hutan. Untuk persetujuan prinsip dengan kewajiban membayar PNBP Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai, selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menyampaikan baseline penggunaan kawasan hutan.
Tipologi Pelanggaran Perizinan Lingkungan dan Kehutanan Beberapa jenis pelanggaran perizinan lingkungan dan kehutanan : 1.Kegiatan usaha berlangsung tanpa adannya izin usaha 2.Pelanggaran prosedur perizinan, Izin Usaha terbit tanpa memenuhi kelengkapan persyaratan seperti rekomendasi gurbenur, pertimbangan teknis, izin lokasi, dan jika berada dalam kawasan hutan tidak memiliki izin pinjam pakai dan izin pelepasan kawasan hutan. 3.Izin usaha terbit tanpa izin lingkungan, dokumen amdal, ataupun UKL/UPL serta Izin PPLH 4.Memanfaatkan dan menebang kayu tanpa adanya izin dari pejabat yang berwenang 5.Izin pinjam pakai diberikan di kawasan hutan konservasi (izin pinjam pakai hanya dapat diberikan di kawasan hutan lindung dan hutan produksi)
Pengertian Penegakan Hukum
•
Penegakan hukum merupakan upaya untuk menerapkan hukum dalam situasi yang konkrit baik dilakukan melalui proses peradilan maupun di luar peradilan, sehingga dapat ditetapkan tingkat ketaatan terhadap hukum.
Penegakan Hukum Lingkungan
•
Penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum lingkungan yang berlaku secara umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan sanksi administrasi, kepidanaan dan gugatan keperdataan.
Penegakan Hukum Administrasi Lingkungan • Penegakan hukum administrasi lingkungan bersifat preventif (pengawasan) dan represif (sanksi administrasi) untuk menegakkan peraturan perundang-undangan lingkungan. Penegakan hukum lingkungan administrasi dapat diterapkan terhadap kegiatan yang melanggar persyaratan perizinan dan peraturan perundangundangan.
• Prosedur sanksi administrasi dilakukan secara langsung oleh pemerintah, tanpa melalui peradilan (preventif-represif nonjustisial), sedangkan prosedur penerapan sanksi pidana harus melalui proses peradilan (justisial).
Apakah Faktor-faktor Penegakan Hukum Administrasi Lingkungan – –
– – – –
izin yang didayagunakan sebagai perangkat pengawasan dan pengendalian; persyaratan dalam izin dengan merujuk pada AMDAL, UKL-UPL, standar baku mutu lingkungan, peraturan perundang-undangan; mekanisme pengawasan penaatan; keberadaan pejabat pengawas (PPLH/D) – kuantitas dan kualitas yang memadai; Dana dan sarana prasarana yang memadai; dan sanksi administrasi.
Pasal 109 • Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 111 • (1) Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). • (2) Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 112 • Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundangundangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 73 ayat (1) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (7), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 73 ayat (2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.
Wassalam, Terima kasih
Prof. Dr. ASEP WARLAN YUSUF, SH.,MH Tempat/tanggal lahir : Bandung, 9 Juli 1960 Alamat Rumah : Jln. Solo No. 38 Antapani Bandung Tlp/Fax. (022) 7204775 HP: 0816.62.4195 E-mail:
[email protected] Alamat Kantor : Kampus Pascasarjana Unpar Jalan Merdeka No. 30 Bandung, 40117 Pangkat/Jabatan Akademik: IV/E - Guru Besar 11/08/2014
Asep Warlan Yusuf
62
PENDIDIKAN Doktor Ilmu Hukum (S-3) : Universitas Indonesia, lulus 2002 Magister Hukum (S-2) : Universitas Padjadjaran, lulus 1990 Sarjana Hukum (S-1): Universitas Katolik Parahyangan, lulus 1984 Course on Legal Drafting, Indonesia-Netherlands Cooperation, 1986; Course on Decentralization in Planning and Organization, IndonesiaNetherlands Cooperation, 1989; Course on Adiministrative Law Enforcement: A Study Comparative between Netherlands and Indonesia, 1995; Course on Environmantal Law and Administration, VROM Ministry of Netherlands - Leiden University, Den Haag Netherlands 1998; Training on Environmental Law and Enforcement, AUS-Aid - MA - ICEL, 2000.
11/08/2014
Asep Warlan Yusuf
63