TESIS
PELATIHAN LARI SIRKUIT 2 X 10 MENIT DAN PELATIHAN LARI KONTINYU 2 X 10 MENIT DAPAT MENINGKATKAN VO2 MAX TAEKWONDOIN PUTRA KABUPATEN MANGGARAI - NTT
REGINA SESILIA NOY
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 i
TESIS
PELATIHAN LARI SIRKUIT 2 X 10 MENIT DAN PELATIHAN LARI KONTINYU 2 X 10 MENIT DAPAT MENINGKATKAN VO2 MAX TAEKWONDOIN PUTRA KABUPATEN MANGGARAI – NTT
REGINA SESILIA NOY NIM : 1290361022
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
i
PELATIHAN LARI SIRKUIT 2 X 10 MENIT DAN PELATIHAN LARI KONTINYU 2 X 10 MENIT DAPAT MENINGKATKAN VO2 MAX TAEKWONDOIN PUTRA KABUPATEN MANGGARAI - NTT
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga Program Pascasarjana Universitas Udayana
REGINA SESILIA NOY NIM : 1290361022
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
ii
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL : 26 JUNI 2014
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. dr. J.Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And, AIFO NIP. 1944 0201 196409 1 001
Dr. dr. I Made Jawi, M.Kes NIP. 1958 1231 1986 011
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Dr. dr. Susy Purnawati, M.K.K, AIFO NIP. 1968 0929 199903 2 001
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S. (K) NIP. 1959 0215 198510 2 001
iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS
Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal : 26 Juni 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No : 1749/UN.14.4/HK/2014, Tanggal 16 Juni 2014
Ketua
: Prof. Dr. dr. J.Alex Pangkahila, M.Sc, Sp. And, AIFO
Anggota
:
1.
Dr. dr. I Made Jawi, M.Kes
2.
Prof. dr. N. T. Suryadhi, MPH, Ph.D
3.
dr. Ida Bagus Ngurah., M. For., AIFO
4.
Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M. Repro
iv
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS UDAYANA Kampus Bukit Jimbaran Telepon (0361) 701812, 701954, 703139, Fax, (0361)-701907,702442 Laman: www.unud.ac.id SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Regina Sesilia Noy
Nim
: 1290361022
Program Studi
: Magister Fisiologi Olahraga
Judul Tesis
: PELATIHAN LARI SIRKUIT 2 X 10 MENIT DAN PELATIHAN LARI KONTINYU 2 X 10 MENIT DAPAT MENINGKATKAN VO2 MAX TAEKWONDOIN PUTRA KABUPATEN MANGGARAI – NTT
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis* ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Denpasar, 26 Juni 2014 Pembuat Pernyataan.
( Regina Sesilia Noy ) Nim. 1290361022
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul “Pelatihan Lari Sirkuit 2 X 10 Menit Lebih Meningkatkan VO2 Max Dari Pada Pelatihan Lari Kontinyu 2 X 10 Menit Pada
Taekwondoin Putra Kabupaten
Manggarai – NTT” dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai derajat Magister Fisiologi Olahraga (M.Fis) pada Program Studi Fisiologi Olahraga Program Pascasarjana Universitas Udayana. Pertama-tama perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD, KEMD, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S. (K) dan Ketua Program Studi Pascasarjana Fisiologi Olahraga Universitas Udayana Dr. dr. Susy Purnawati, M.KK, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Pascasarjana di Universitas Udayana. Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bimbingan, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih yang tulus kepada
Prof. Dr. dr. J. Alex
Pangakahila, M.Sc, Sp.And, selaku pembimbing I, dan Dr. dr. I Made Jawi, M.Kes, selaku pembimbing II, serta Panitia Penguji, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, memotivasi, memberikan saran dan petunjuk serta telah membagikan ilmu kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Pengurus Cabang Taekwondo Kabupaten Manggarai-NTT, yang telah memberi ijin kepada penulis untuk
vi
melakuan penelitian pada taekwondoin Kabupaten Mangarai-NTT. Ucapan yang sama juga penulis sampaikan kepada Taekwondoin Putra Kabupaten ManggaraiNTT yang telah besedia menjadi sampel penelitian serta teman-teman observer (Sabeum Petrus Hasbun, Efrem Warson, dan Hendrikus Madur) yang telah ikut membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Juga terima kasih kepada semua staf dosen dan pegawai Program Magister Fisiologi Olahraga Fakultas Kedokteran Univrsitas Udayana, serta teman-teman mahasiswa yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, yang telah banyak membantu penulis selama pendidikan sampai dengan selesai penyusunan tesis ini.
Tidak lupa penulis
sampaikan juga terima kasih kepada Bapak (alm) dan Mama tercinta serta semua keluarga besar, lebih khusus suami (Sbastianus Edon) dan anak-anak (Meccy dan Nandy) tersayang yang dengan penuh pengertian dan kesabaran serta selalu setia mendukung perjuangan penulis selama ini. Penulis sadar bahwa isi dari tulisan ini masih jauh dari sempurna sehingga bila terdapat kesalahan-kesalahan dalam penulisan dan lain-lain, penulis sangat mengharapkan saran dan masukan sehingga tulisan ini menjadi lebih baik. Sebagai penutup penulis sampaikan semoga tesis ini bermanfaat bagi dunia pendidikan terutama bidang fisiologi olahraga. Denpasar,
Juni 2014
Penulis,
Regina Sesilia Noy
vii
ABSTRAK
PELATIHAN LARI SIRKUIT 2 X 10 MENIT DAN PELATIHAN LARI KONTINYU 2 X 10 MENIT DAPAT MENINGKATKAN VO2 MAX TAEKWONDOIN PUTRA KABUPATEN MANGGARAI - NTT VO2 max sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat memperlancar segala aktivitas fisik khususnya bagi atlet agar dapat meraih prestasi maksimal. Dalam upaya meningkatkan VO2 max perlu dilaksanakan pelatihan yang teratur, terukur dan terencana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan VO2 max melalui pelatihan lari sirkuit dan lari kontinyu. Sampel dalam penelitian ini adalah taekwondoin putra Kabupaten Manggarai-NTT dengan umur rata-rata 15 tahun. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan Randomized Pre and Pos Test Group Desigen. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 7 orang per kelompok. Sampel dipilih secara random. Kelompok Perlakuan 1 (KP1) diberikan pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit dan Kelompok Perlakuan 2 (KP2) diberikan pelatihan lari kontinyu 2 x 10 menit. Pelatihan dilakukan selama 6 minggu dengan frekuensi 4 kali seminggu mulai pukul 17.00 – 18.00 wita bertempat di Bandar Udara Frans Sales Lega Kabupaten Manggarai-NTT. Hasil analisis menunjukkan peningkatan VO2 max secara bermakna (p < 0,05) terhadap kedua kelompok perlakuan. Pada kelompok perlakuan 1(lari sirkuit) baik berdasarkan Pulse Oxymeter maupun Norma Cooper terjadi peningkatan VO2 max dengan nilai p < 0,05, demikian pula kelompok erlakuan 2 (lari kontinyu) baik berdasarkan Pulse Oxymeter maupun Norma Cooper terjadi peningkatan VO2 max dengan nilai p < 0,05. Hasil analisis ini berarti bahwa baik pelatihan lari sirkuit maupun pelatihan lari kontinyu dapat meningkatkan VO2 max. Berdasarkan uji komparasi data dengan independent tes sesudah pelatihan pada kedua kelompok baik berdasarkan Pulse Oxymeter maupun Norma Cooper di dapatkan nilai p > 0,05, atau tidak ada perbedaan secara signifikan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelatihan lari sirkuit dan pelatihan lari kontinyu sama-sama dapat meningkatkan VO2 max dan tidak ada perbedaan secara signifikan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan para pelatih, guru olahraga dan atlet taekwondo untuk melakukan pelatihan secara teratur dan juga diharapkan dapat dilakukan penelitian yang sejenis yang meneliti VO2 max dengan pelatihan yang berbeda. Kata Kunci : Lari sirkuit, Lari kontinyu, VO2 max
viii
ABSTRACT
CIRCUIT TRAINING RUN 2 X 10 MINUTES AND TRAINING RUN CONTINUOUS 2 X 10 MINUTES TO IMROVE DISTRICT VO2 MAX TAEKWONDOIN SON MANGGARAI –NTT
VO2 max is very important in everyday life, so as to facilitate any physical activity, specially for athletes in order to achieve maximum performance. In an effort to increase VO2 max training should be carried out regularly, measured and planned. This study aims to determine the increase in VO2 max through circuit training run and run continuously. The sample is taekwondoin son Manggarai-NTT with an average age of 15 years. This study is an experimental study with the study design used was Randomized Pre and Post Test Group desigen. With a total sample of 7 people in each group. Samples were randomly selected. Treatment group 1 (KP1) given training run circuit 2 x 10 minute and Treatment Group 2 (KP2) are given continuous training run 2 x 10 minute. Training carried out for 6 weeks with a frequency of four times a week starting at 17:00 to 18:00 pm located at Frans Sales Lega Airport Manggarai-NTT. The analysis showed an increase in VO2 max was significantly (p <0.05) against both groups fled. In both groups the circuit run by Pulse Oxymeter and Norma Cooper an increase in VO2 max with p <0.05, as well as a continuous run either by Pulse Oxymeter and Norma Cooper with an increase in VO2 max value of p <0.05. The results of this analysis means that either the training or circuit training run run continuously to improve VO2 max. Based on a comparison of test data by an independent test after training in both groups either by Pulse Oxymeter and Norma Cooper in get p values > 0.05, or there is no significant difference. Based on these results it can be concluded that the run circuit training and continuous training run together can increase VO2 max and there was no significant difference. The results of this study are expected to increase the knowledge of coaches, teachers and taekwondoin to perform training on a regular basis and are also expected to do similar research that examines VO2 max with different training. Keywords: Running circuit, Running continuous, VO2 max.
ix
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ...................................................................................................
i
PRASYARAT GELAR .............................................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................
iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI .......................................................
iv
SURAT BEBAS PLAGIAT ......................................................................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH .....................................................................................
vi
ABSTRAK................................................................................................................
viii
ABSTRACT..............................................................................................................
ix
DAFTAR ISI .............................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................
viv
DAFTAR TABEL .....................................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................
xvi
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................
8
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................................
8
1.4 Manfaat Penelitian ...............................................................................................
8
1.4.1 Manfaat Teoritis ........................................................................................
8
1.4.2 Manfaat Praktis .........................................................................................
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................... 2.1 Pola Hidup ...........................................................................................................
9 9
2.2 Sistem Kardiovaskuler ........................................................................................
10
2.2.1 Pengertian Sistem Kardiovaskuler ...................................................................
10
2.2.2 PengaruhLatihan Terhadap Kardiovaskuler ....................................................
12
2.3 Vo2 max .............................................................................................................. 2.3.1 Pengertian .........................................................................................................
15 15
x
xi 2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai VO2 max ................................... 2.3.3 Pengukuran VO2 max ....................................................................................... 2.4 Pelatihan .............................................................................................................. 2.4.1 Pelatihan fisik ................................................................................................ 2.4.2 Pelatihna Teknik ............................................................................................
19 21 23 24 26
2.4.3 Pelatihan taktik .............................................................................................
27
2.4.4 Pelatihan mental ............................................................................................
27
2.5 Tujuan Pelatihan Fisik ........................................................................................
28
2.6 Prinsip Pelatihan .................................................................................................
29
2.7 Takaran Pelatihan ...............................................................................................
32
2.7.1 Intensitas ........................................................................................................
32
2.7.2 Volume Pelatihan ......................................................................................... 2.7.3 Frekuensi Pelatihan ..................................................................................... 2.8 Pelatihan Lari Dengan Sistem Sirkuit dan Lari Kontinyu ..................................
33 34 34
2.8.1 Pelatihan Lari dengan Sistem Sirkuit ...........................................................
34
2.8.1.1 Langkah-Langkah Pelatihan Lari Dengan Sistem Sirkuit .............................
35
2.8.1.2 Tahapan Pelatihan Lari Dengan Sistem Sirkuit ...........................................
36
2.8.2 Pelatihan Lari Kontinyu ............................................................................. 2.8.2.1 Langkah-Langkah Pelatihan Lari Kontinyu .................................................
42 43
2.8.2.2 Tahapan Pelatihan Lari kontinyu .................................................................
44
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS .......................... 3.1 Kerangka Berpikir ..............................................................................................
45 45
3.2 Konsep Penelitian ...............................................................................................
47
3.3 Hipotesis Penelitian ........................................................................................... BAB IV METODE PENELITIAN........................................................................... 4.1 Rancangan Penelitian ..........................................................................................
48 49 49
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................. 4.2.1 Tempat Penelitian .......................................................................................... 4.2.2 Waktu Penelitian ........................................................................................... 4.3 Populasi dan Sampel ........................................................................................... 4.3.1 Populasi .........................................................................................................
50 50 50 50 50
xii 4.3.1.1 Populasi Terjangkau ...................................................................................
50
4.3.1.1 Populasi Target ...........................................................................................
51
4.3.2 Kriteria Sampel..............................................................................................
51
4.3.2.1 Kriteria Inklusi ........................................................................................
51
4.3.2.2.Kriteria eksklusi ......................................................................................
51
4.3.2.3.Kriteria Penguguran (drop out) ...............................................................
51
4.4 Besar Sampel .......................................................................................................
52
4.5 Teknik Penentuan Sampel ................................................................................... 4.6 Variabel Penelitian ..............................................................................................
53 53
4.7 Defenisi Operasional Variabel ............................................................................
54
4.8 Prosedur Penelitian ..............................................................................................
56
4.8.1 Persiapan .......................................................................................................
56
4.8.2 Tahap Penelitian Pendahuluan ......................................................................
56
4.8.3 Tahap Pemilihan dan Penentuan Sampel ......................................................
57
4.8.4 Tahap Pelaksanaan Penelitian .......................................................................
57
4.9 Alur Penelitian ....................................................................................................
58
4.10 Teknik Analisis Data .........................................................................................
60
BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................................
61
5.1 Karakteristik Fisik Subjek Penelitian ..................................................................
61
5.2 Karakteristik Lingukungan Penelitian .................................................................
62
5.3 Uji Normalitas dan Homogenitas data ...............................................................
63
5.4 Uji beda rerata VO2 max Kedua Kelompok Perlakuan .....................................
64
5.4.1Uji t-paired Kelompok Perlakuan 1 (paired t-test) ........................................
64
5.4.2 Uji t-paired Kelompok Perlakuan 2 (paired t-test) ..........................................
66
5.5 Uji t-test independent (Kelompok tidak berpasangan)........................................
67
BAB VIPEMBAHASAN ..........................................................................................
69
6.1 Kondisi Fisik Subjek Penelitian .........................................................................
69
6.2 Karakteristik Lingukungan Penelitian .................................................................
70
xiii 6.3 Uji Normalitas dan Homogenitas data ...............................................................
71
6.4 Uji t-paired Kelompo Perlakuan 1 (paired t-test) ..............................................
71
6.5 Uji t-paired Kelompo Perlakuan 2 (paired t-test) ..............................................
72
6.6 Uji t-test independent (Kelompok tidak berpasangan)........................................
74
6.7 Kelemahan Penelitian ..........................................................................................
77
BAB VIISIMPULAN DAN SARAN........................................................................
78
7.1 Simpulan..............................................................................................................
78
7.2 Saran ....................................................................................................................
78
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
79
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pos 1, lintas lari bolak-balik (shuttle run) ........................................................
37
Gambar 2.2 Pos 2, lintas lari cepat belak-belok (zigzag run) ...............................................
38
Gambar 2.3 Pos 3.Lintas lari cepat tepat (accurating bass/run) ..........................................
39
Gambar 2.4 Pos 4, lintas lari cepat belak-belok kiri (left zigzag run) ...................................
40
Gambar 2.5 Pos 5, lintas lari cepat olak-alik (turn around) ..................................................
41
Gambar 2.6 Pos 6. Lintas lari kelok-kelok (curve run) .........................................................
42
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ..................................................................................
47
Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penenlitian ..............................................................
49
Gambar 4.2 Alur Penelitian ......................................................................................
59
Gambar 5.1 Grafik Rerata Peningkatan VO2 Max Kelompok 1 (paired –t test) .....
65
Gambar 5.2 Grafik Rerata Peningkatan VO2 Max Kelompok 2 (paired –t test) .....
66
Gambar 5.3 Grafik Rerata Peningkatan VO2 Max Kelompok 1 & 2 (t-test independent) ...................................................
xiv
68
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penilaian Tes Lari 2,4 km Untuk Laki-laki (Cooper) ...............................
22
Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian .................................................................
61
Tabel 5.2 Hasil Pengukuran Suhu Lingkugan Penelitian ..........................................
62
Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas dan Hoogenitas VO2 Max Sebelum dan Sesudah Perlakuan ....................................................................................
63
Tabel 5.4.1 Hasil Uji Beda Rerata VO2 Max Kelompok Perlakuan 1 (Lari Sirkuit) ........................................................................
64
Tabel 5.4.2 Hasil Uji Beda Rerata VO2 Max Kelompok Perlakuan 2 (Lari Kontinyu) ....................................................................
66
Tabel 5.5 Hasil Uji Beda Rerata VO2 Max Kelompok 1 &2 setelah Perlakuan (t-test independent) ...................................................
xv
67
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat ijin penelitian ................................................................................
84
Lampiran 2 Surat selesai Penelitian ..........................................................................
85
Lampiran 3 Surat Persetujuan Subjek Penelitian ......................................................
86
Lampiran 4 Hasil analisis Karakteristik Subjek Penelitian KP 1 & KP 2 .........................................................................
87
Lampiran 5 Hasil Analisis Data Berdasarkan Pulse Oxymeter .................................
88
Lampiran 6 Hasil analisis data berdasarkan norma Cooper......................................
94
Lampiran 7 Dokumen Penelitian ..............................................................................
97
xvi
DAFTAR SINGKATAN
VO2 Max
: Volume Oksigen Maximal
O2
: Oksigen
CO2
: Karbondioksida
ATP
: Adenosin Triphosphat
ADP
: Adenosin Diphosphat
BB
: Berat Badan
TB
: Tinggi Badan
Cm
: Centi Meter
Kg
: Kilogram
Ml
: Mili Liter
Mn
: Menit
%
: Persentase
˚C
: Derajat Celsius
P
: Populasi
R
: Random
RA
: Random Alokasi
S
: Sampel
KP1
: Kelompok Perlakuan 1
KP2
: Kelompok Perlakuan 2
n
: Jumlah Sampel
SKRT
: Survey Kesehatan Rumah Tangga
xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Hidup aktif adalah kehidupan yang hampir semua orang jalani sebelum manusia mencapai keuntungan dari modernisasi industri, perkembangan teknologi, otomobil, alat-alat yang mengurangi tenaga kerja buruh, televisi dan komputer. Penemuan-penemuan yang luar biasa ini membuat orang memperkecil pengeluaran energi harian dengan menggunakan tombol, keystroke, dan komando suara untuk memenuhi tuntutan hidup, kerja, dan hiburan. Kenyataan ini menyebabkan semakin menurunnya aktivitas fisik, yang sering disebut dengan istilah pola hidup pasif. Pergeseran pola hidup dari banyak bekerja secara dinamis menjadi statis, diduga menjadi
salah
satu
penyebab
menurunnya
daya
tahan
kardiovaskular
(cardiovascular endurance).
Daya tahan kardiovaskular (cardiovascular edurance) merupakan komponen terpenting dari kesegaran jasmani atau kebugaran fisik. Daya tahan kardiovaskular menunjukkan kemampuan kerja jantung untuk menyediakan zat makanan dan oksigen untuk bagian-bagian tubuh yang sedang melakukan aktivitas (Adiatmika, 2002). Daya tahan kardiovaskular
(cardiovascular endurance)
memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, lebih khusus bagi atlet dalam suatu pertandingan, guna mencapai prestasi yang maksimal. Daya tahan kardiovaskular juga merupakan kesanggupan sistem jantung, paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan kerja dalam mengambil oksigen dan menyalurkannya ke jaringan yang aktif sehingga
1
2 dapat digunakan pada proses metabolisme tubuh (Adiatmika, 2002). Kemampuan daya tahan ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan fungsional dari sistem tubuh seperti kemampuan untuk menghirup, menyalurkan dan menggunakan oksigen sehingga memungkinkan atlet dapat mencapai prestasi yang lebih baik dalam bertanding. Daya tahan kardiovaskular adalah komponen terpenting dari kebugaran jasmani karena menunjukkan kemampuan untuk bekerja yang tinggi, mampu mengeluarkan sejumlah energi yang cukup besar dalam periode waktu yang lama. Kemampuan untuk menghirup, menyalurkan
dan menggunakan oksigen
dapat diukur dengan tes yang disebut maksimal pemasukan oksigen atau VO2 max (Sharkley, 2011). VO2 max merupakan
jumlah maksimal oksigen yang dapat
dikonsumsi selama aktivitas fisik yang intens sampai akhirnya terjadi kelelahan.
Vo2 max sangat penting bagi seorang atlet. Hasil wawancara sementara dengan beberapa atlet tekwondo (taekwondoin) tentang keadaan fisik saat pertandingan mengatakan bahwa pada saat pertandingan cepat terasa lelah, lebih khusus yang berhubungan dengan pernapasan. Sering pernapasan terasa berat atau terasa sesak di bagian dada. Hal ini bisa terjadi karena VO2 maxnya rendah (daya tahan kardiovaskularnya kurang bagus). Bagaimanapun juga kemampuan teknik dan taktik seorang atlet harus ditunjang oleh kondisi fisik yang prima (Wilmore and costill, 2005). Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa walaupun mempunyai teknik dan taktik yang baik, seorang taekwondoin tidak dapat bertanding sampai kepuncak prestasi, bila tidak ditunjang oleh VO2 max yang baik. Gerak
merupakan
ciri
kehidupan.
Memelihara
gerak
adalah
mempertahankan hidup, meningkatkan kemampuan gerak adalah meningkatkan kualitas hidup. Kurang bergerak diikuti dengan kelebihan lemak tubuh, dapat
3 menyebabkan berbagai masalah kesehatan dan mudah lelah serta dapat menurunkan efisiensi dan produktifitas kerja (Irianto, 2004). Bila gerakan pada semua sistem tubuh menurun, maka menyebabkan makin sedikit energi yang digunakan dan makin banyak energi yang ditimbun, demikian pula akan memberi beban pada jantung, ginjal, hati dan fungsi organ tubuh lainnya (Rahadyan, 2005). Dengan demikian kemampuan organ tubuh berfungsi pada tingkat yang kurang efisien dan tidak optimal, sehingga dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.
Kurang gerak berkaitan erat dengan risiko timbulnya penyakit tidak menular, di mana akibat kurang gerak akan terjadi penimbunan energi dalam tubuh dan akan memberi beban pada jantung, ginjal, hati dan fungsi organ tubuh lainnya, sehingga kemampuan kerja organ tubuh akan menjadi kurang maksimal, dan hal inilah yang dapat mengakibatkan timbulnya penyakit tidak menular, seperti penyakit kardiovaskular, hipertensi, diabetes mellitus, obesitas, dan lain-lain. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 1992-2001) penyakit kardiovaskular sebagai penyebab kematian meningkat dari urutan ke-11 menjadi urutan ke-3 dan penyakit kardiovaskular
menjadi penyebab kematian utama
(WHO, 1989 dalam Martono, 2009).
Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001) 27% laki-laki dan perempuan penduduk berusia 25 tahun ke atas menderita hipertensi, 3% penyakit jantung iskemik dan stroke, 1.2% diabetes mellitus, 1.3% laki-laki dan 4.6% perempuan mengalami berat badan lebih. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian terbesar pada populasi usia 65 tahun keatas dan seluruh dunia dengan jumlah kematian lebih banyak di Negara sedang berkembang, diketahui
4 terjadi 50 juta kematian tiap tahunnya di seluruh dunia, dan 39 juta kematian terdapat di Negara sedang berkembang (WHO, 1989 dalam Martono, 2009).
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan American Cillege of Sports Medicine melaporkan bahwa sebanyak 250.000 jiwa melayang setiap tahun karena gaya hidup yang pasif (Pate, 1995 dalam Sharkley, 2011). Pola hidup masyarakat zaman sekarang
yang cenderung untuk
tidak banyak melakukan
aktivitas fisik (gaya hidup pasif), dapat berpengaruh terhadap penurunan VO2 max. Penurunan VO2 max ini dapat dicegah melalui pelatihan atau olahraga. Ada berbagai alternatif latihan yang dapat meningkatkan VO2 max, diantaranya latihan sirkuit training, lari 2,4 km, lari akselerasi, latihan interval, lari kontinyu, renang, bersepeda, jogging, jalan, dan lain sebagainya.
Pelatihan merupakan suatu proses sistematis dari pengulangan suatu kinerja progresif yang juga menyangkut proses belajar serta memiliki tujuan untuk memeperbaiki sistem dan fungsi dari organ tubuh agar penampilan atlet menjadi optimal. Pelatihan olahraga ditujukan untuk meningkatkan pengembangan fisik baik menyeluruh maupun khusus, perbaikan terhadap teknik pemain, pematangan strategi dan taktik bermain sesuai dengan kebutuhan olahraganya, menanamkan kemauan dan disiplin yang tinggi, pengoptimalan persiapan tim pada olahraga beregu, meningkatkan serta memelihara derajat kesehatan dan mencegah kemungkinan terjadi cedera (Nala,
2011). Pelatihan secara teratur akan
mempengaruhi fungsi jantung di mana jantung akan mampu memompa lebih baik, dengan demikian dapat memompa lebih banyak darah dan lebih banyak oksigen sehingga dapat menurunkan frekuensi denyut jantung baik pada kondisi istirahat maupun saat latihan (Perry, 2008).
5 Minat masyarakat untuk melakukan pelatihan atau olahraga di Indonesia meningkat baik di tempat umum, di jalan raya maupun di lapangan olahraga. Selain itu bermunculan berbagai kelompok olahraga dan pusat kebugaran fisik. Olahraga merupakan salah satu bentuk upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia melalui fisiknya yang diarahkan pada pembentukan watak dan kepribadian, disiplin dan sportivitas yang tinggi, serta peningkatan prestasi yang dapat
membangkitkan
rasa
kebanggaan
nasional
(GBHN
Tap
MPR
No.II/MPR/1988 dalam Darmayanti, 2007).
Olahraga merupakan kebutuhan hidup yang tidak bisa ditinggalkan dan harus dilaksanakan secara berulang-ulang agar dapat terpelihara kesehatannya baik dalam pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani dan sosial. Olahraga adalah aktivitas fisik yang terencana, terukur, berulang dan bertujuan memperbaiki atau menjaga kesegaran jasmani (Adiwinanto, 2008), sedangkan dalam akselerasi International council of sport and physical education tentang olahraga dinyatakan bahwa olahraga adalah setiap kegiatan fisik yang bersifat permainan dan yang berupa perjuangan terhadap diri sendiri atau terhadap orang lain atau terhadap kekuatan-kekuatan alam tertentu (Darmayanti, 2007).
Olahraga akan bermanfaat bila dilakukan dengan baik, benar, terukur dan teratur. Sebaliknya bila dilakukan tidak sesuai dengan kaidah tersebut, dapat menimbulkan dampak negatif yang merugikan kesehatan seperti cedera atau gangguan/keluhan kesehatan lain. Namun saat ini pelatihan semakin hari semakin canggih berkat dukungan peralatan, sarana dan prasarana yang semakin modern, serta ditunjang oleh ilmuwan dan spesialis olahraga yang semakin banyak jumlahnya.
6 Hasil penelitian terbukti bahwa olahraga dapat meningkatkan kebugaran fisik, dan peningkatan kebugaran fisik ternyata berhubungan erat dengan penurunan risiko penyakit kardiovaskuler juga penurunan tekanan darah baik pada laki-laki maupun perempuan, seperti hasil penelitian pelatihan lari interval yang dilakukan 24 menit (3168 langkah) tiga kali seminggu selama enam minggu dapat meningkatkan perbaikan waktu tempuh lari 2,4 km sebesar 20,3% (kebugaran fisik dari kategori kurang menjadi baik) Suprapta (2008).
Pelatihan secara teratur dapat meningkatkan daya tahan tubuh, lebih khusus bagi seorang atlet, dengan pelatihan yang rutin dan teratur dapat memperbaiki sistem dan fungsi dari organ tubuh agar penampilan atlet menjadi optimal. Akibat kurangnya latihan fisik bagi seorang atlet, maka daya tahan kardiovaskularnya akan menurun sehingga VO2 max atlet menjadi rendah dan akan berpengaruh terhadap prestasi atlet tersebut, sehingga untuk meningkatkan daya tahan kardiovaskular (VO2 max), alternatif pelatihan yang dipilih adalah tipe pelatihan lari, yaitu pelatihan lari sirkuit (circuit training) pos pendek (6 pos) selama 2 x 10 menit dilakukan 4 kali seminggu selama 6 minggu, dan tipe pelatihan berikutnya adalah pelatihan lari kontinyu (continuous running) selama 2 x 10 menit dilakukan 4 kali seminggu selama 6 minggu, dan pelatihan ini dilaksanakan di Bandar Udara Frans Sales Lega Kabupaten Manggarai - NTT.
Pelatihan lari sirkuit dikatakan lebih baik dalam meningkatkan VO2 max dari pada lari kontinyu karena lari sirkuit merupakan lari pada lintasan sirkuit di mana pada lintasan lari sirkuit ini telah diletakan alat-alat rintangan sebanyak 6 pos (stasions), sehingga subjek harus berlari melewati pos-pos (rintangan) yang telah disiapkan, dan setiap pos
dengan latihan lari yang berbeda berat ringannya,
7 sedangkan pelatihan lari kontinyu merupakan pelatihan lari terus-menerus pada lintasan lari sesuai waktu yang telah ditentukan tanpa melewati rintangan. Alasan pemilihan tipe pelatihan ini, karena pelatihan ini dapat meningkatkan daya tahan kardiovaskular, dimana
dengan adanya pelatihan ini proses penyaluran dan
kembalinya
jantung
darah
ke
semakin
lancar,
sehingga
mengakibatkan
kesempurnaan proses metabolisme dalam tubuh.
Fungsi kelancaran aliran darah bukan hanya menyalurkan zat-zat makanan dan oksigen tetapi juga membantu mempertahankan temperatur tubuh dari panas yang berlebihan, maupun dari kedinginan yang berlebihan, melalui suatu proses adaptasi yang terintegritas secara baik dalam tubuh (Sajoto, 2002). Pemilihan tipe pelatihan ini juga
didasarkan atas beberapa pertimbangan yaitu : 1). mudah
dilakukan oleh setiap atlet, 2). Biayanya murah, 3). Bisa dilaksanakan dihalaman rumah, halaman kantor, halaman kampus, di lapangan dengan tidak memerlukan lahan yang terlalu luas, dapat mengurangi kelelahan karena ada istirahat aktif dan dapat mengurangi kebosanan karena menggunakan prinsip variasi dalam pelatihan. Pelatihan lari sirkuit dan lari kontinyu ini tidak menekankan pada jarak tempuh, melainkan sebagai patokan adalah waktu, dengan pertimbangan jika penelitian ini berhasil maka disarankan kepada atlet dan masyarakat, cukup menggunakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk meningkatkan VO2 max.
8 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit dan pelatihan lari kontinyu 2 x 10 menit dapat meningkatkan VO2 max
taekwondoin
putra Kabupaten
Manggarai – NTT?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pelatihan lari sirkuit 2 x 10 dan pelatihan lari kontinyu 2 x 10 menit dalam meningkatkan VO2 max taekwondoin putra Kabupaten Manggarai – NTT.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis. Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dibidang fisiologi olahraga
dalam
meningkatkan VO2 max melalui latihan fisik lari sirkuit dan lari kontinyu.
1.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat dijadikan refrensi dan dikembangkan dalam penelitian yang lebih mendalam, serta sebagai masukan informasi dikalangan pelatih, guru olahraga dan atlet, khususnya tentang manfaat pelatihan lari dengan sistem sirkuit dan pelatihan lari kontinyu terhadap peningkatan VO2 max.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pola Hidup Hidup sehat selalu berhubungan dengan faktor makanan dan aktivitas fisik seseorang. Orang sering memandang hidup sehat dan kebiasaan yang terkait sebagai siksaan terhadap tubuh. Mereka tidak rela melepaskan kebiasaan-kebiasaan yang memperkecil pengeluaran energi ataupun melepaskan kebiasaan makan makanan yang berlemak dan tidak bisa menghentikan kecanduan pada rokok, obat-obatan dan alkohol. Pola hidup seperti ini akan merusak sistem organ tubuh. Seluruh sistem organ tubuh bekerja secara terintegrasi satu sama lain untuk menentukan penampilan seseorang. Apabila salah satu dari sistem tersebut tidak berfungsi atau tidak mampu menjalankan fungsinya dengan normal maka akan berpengaruh terhadap sistem yang lainnya
(Triangto, 2005).
Aktivitas fisik sangat penting untuk menjaga kesehatan, namun akibat kemajuan ilmu dan teknologi dewasa ini memberikan kemudahan dalam aktivitas hidup manusia. Misalnya, dengan tersedianya transportasi yang memadai mengakibatkan orang memilih naik kendaraan daripada berjalan kaki walaupun pada jarak yang tidak terlalu jauh. Keadaan kurang bergerak ini akan menyebabkan berbagai masalah kesehatan dan mudah lelah serta dapat menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja (Irianto, 2004). Olahraga merupakan aktivitas fisik yang dapat memperbaiki sistem dalam tubuh,
seperti jantung, paru dan pembuluh darah. Dengan berolahraga dapat
menurunkan tekanan darah dan dapat melancarkan aliran darah lebih khusus bagi penderita sumbatan aliran darah (Triangto, 2005). Orang yang sering berolahraga 9
10 atau berlatih secara baik dan teratur akan memiliki kemampuan memompa darah semakin baik dan efisien, serta terjadi perubahan pada sistem pembuluh darah yaitu pelebaran pembuluh darah, sehingga dapat mengantarkan zat-zat gizi bagi otot yang melakukan aktivitas atau olahraga. Perubahan-perubahan ini sangat berguna bagi peningkatan daya tahan kardiovaskular, karena akan memperlancar peredaran darah (Triangto, 2005). 2.2 Sistem Kardiovaskular 2.2.1 Pengertian Sistem Kardiovaskular
Sistem kardiovaskular merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat daya tahan aerobik maksimal (VO2 max), kemudian sistem kardiovaskular ditentukan oleh kerja jantung.
Karena jantung merupakan motor
dari sistem
peredaran darah. Berguna untuk mengantarkan oksigen/zat asam dari hasil metabolisme ke seluruh organ tubuh yang vital. Selain itu, berfungsi membawa sisa metabolitan dari jaringan tubuh untuk di ekresi keluar (Triangto, 2005).
Pengendalian
sistem
kardiovaskular
ditujukan
untuk
memperlancar
metabolisme tubuh, dengan cara mempertahankan tekanan dan pembagian darah ke dalam jaringan-jaringan. Pada saat latihan berlangsung, apabila keperluan oksigen dan zat-zat makanan untuk otot bertambah besar, secara reflek akan terjadi perubahan pengaliran darah seperti timbulnya kenaikan volume darah tiap menit dan bertambahnya jumlah darah yang mengalir ke otot-otot yang lebih aktif, sementara terjadi penurunan aliran kearah jaringan-jaringan yang kurang aktif. Namun aliran darah ke daerah rawan seperti otak dan jantung sendiri, akan tetap atau meningkat (Nala, 2011).
11 Untuk mempertahankan tekanan darah dalam arteri secara sistemik dan pemenuhan kebutuhan jaringan dalam tubuh, diperlukan koordinasi dalam jantung guna memompa darah ke seluruh tubuh secara optimal. Proses ini dikerjakan secara serentak oleh saraf, mekanika biologis dan hormon-hormon yang dengan teratur mempertahankan homeostatis tubuh pada waktu istirahat maupun pada waktu bergerak, bekerja atau latihan (Nala, 2011). Selanjutnya dikatakan bahwa pada waktu aktivitas tubuh meningkat, terjadi tiga proses fisiologis dalam tubuh, yang menimbulkan penyaluran darah kearah otot-otot yang aktif (Nala, 2011) yaitu: 1. Kenaikan aliran meningkat karena kenaikan keluarnya darah dari jantung atau kenaikan volume darah tiap menit. 2. Bahwa darah diarahkan ke daerah jaringan yang aktif (dengan cara memperlebar saluran-saluran darah) yaitu yang disebut vasodilatasi. 3. Terjadinya proses vasokontriksi, yaitu darah tidak diarahkan ke daerah yang kurang aktif. Keadaan jantung mempertahankan volume denyut agar dapat membagikan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah sama atau ajeg, baik saat istirahat maupun selama aktivitas berlangsung, menimbulkan kenaikan denyut tiap menit. Kenaikan denyut seseorang dari posisi berbaring ke posisi duduk dan seterusnya berdiri, semata-mata untuk mempertahankan volume tiap menit, ini disebut cardiac output. Jantung dalam posisi tubuh bagaimanapun, akan selalu memompa darah ke seluruh tubuh melalui jalur-jalur yang disebut sistem vaskular, yaitu jalur yang terdiri dari saluran-saluran transportasi darah ke seluruh tubuh dan kembali lagi ke jantung (Nala, 2011).
12 Darah yang berada di bagian bawah tubuh akan diperlancar kembalinya kearah tubuh, karena terjadinya dua mekanisme dasar yaitu pernapasan dan kontraksi otot. Maka apabila aktivitas tubuh meningkat, latihan misalnya ; proses kembalinya darah ke jantung lebih lancar. Kelancaran proses penyaluran dan kembalinya darah ke jantung, mengakibatkan kesempurnaan proses metabolisme dalam tubuh, dan bahwa fungsi kelancaran aliran darah bukan hanya menyalurkan zat-zat makanan dan oksigen tetapi juga membantu mempertahankan temperatur tubuh dari panas yang berlebihan
maupun dari kedinginan yang berlebihan
(Sajoto, 2002). Respon kardiovaskular yang paling utama terhadap aktivitas fisik adalah peningkatan cardiac output. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan isi sekuncup jantung maupun heart rate yang dapat mencapai sekitar 95% dari tingkat maksimalnya. Karena pemakaian oksigen oleh tubuh tidak dapat lebih dari kecepatan sistem kardiovaskular menghantarkan oksigen ke jaringan, maka dapat dikatakan bahwa sistem kardiovaskular dapat membatasi nilai VO2
max
(Sarkley, 2011). 2.2.2 Pengaruh Latihan Terhadap Sistem Kardiovaskular Pengaruh latihan terhadap denyut jantung tiap menit seperti dikemukakan Wilmore and Costill
(2005),
bahwa denyut jantung adalah parameter yang
sederhana dan cukup informatif, untuk mengukur tinggi rendahnya aktivitas tubuh seseorang. Denyut jantung seseorang yang normal, dalam arti tidak mengalami kelainan, rata-rata adalah antara 60-80 kali tiap menit. Sedang denyut orang-orang yang terlatih, lebih-lebih atlet yang menggunakan edurance tinggi, seperti atlet
13 pelari jarak jauh, denyut jantungnya waktu istirahat dapat mencapai tingkat yang paling rendah, yaitu antara 28-40 kali setiap menit (Wilmore and Costill, 2005). Tingkat denyut jantung seseorang yang paling rendah, diambil pada saat terlentang dengan tenang. Dalam tingkat latihan submaksimal, dan berlangsung secara stabil, denyut jantung meningkat cepat untuk selanjutnya stabil setiap menitnya. Keadaan stabil seperti ini disebut “Stady State Heart Rate”. Yaitu suatu keadaan denyut jantung tidak lagi bertambah cepat oleh pacuan yang timbul karena latihan tersebut. Makin tepat ambang rangsang suatu program latihan edurance terhadap peningkatan kekuatan otot jantung, makin baik pula akibat latihan tersebut terhadap efisiensi kerja jantung. Sebagaimana para ahli fisiologi mengemukakan, bahwa otot jantung adalah sama dengan otot seranlintang lain, otot ini akan bertambah besar dan kuat apabila mendapat tahanan yang cukup barat dari suatu latihan (Wilmore and Costill, 2005).
.
Para ahli phisiologi olahraga mengatakan bahwa, bagian otot jantung yang lebih nampak jelas mendapat pengaruh suatu latihan endurance adalah ventricu bagian kiri. Karena dari tempat ini darah diperas keluar ke seluruh tubuh, dan bagian ini pula merupakan bagian yang berdinding paling tebal (Wilmore and Costill, 2005).
.
Pengaruh latihan terhadap sistem kardiovaskular : 1. Pengaruh terhadap volume denyut Volume denyut adalah jumlah darah yang dipompa keluar jantung setiap denyut. Volume denyut, menurut Wilmore and Costil (2005), faktor, yaitu ;
ditentukan oleh empat
14 a. Kembalinya darah venus ke jantung b. Perbedaan pengembangan kedua ventricul c. Perbadaan kontraksi kedua ventricul d. Tekanan aortic, atau pulmonary artery. Kedua faktor yang disebut lebih dulu, mempengaruhi pengisian ventricul yaitu berapa banyak jumlah darah yang dapat dimasukan, dan bagaimana mudahnya ventricul terisi dengan tekanan yang ada. Sedang kedua faktor yang disebut kemudian, mempengaruhi kemampuan ventricul mengosongkan diri yaitu suatu tenaga yang dikerahkan, untuk menekan darah supaya dapat mengalir arteri. Faktor-faktor
tesebut
mengendalikan perubahan denyut
peningkatan intensitas kerja atau latihan (Wilmore and Costill,
apabila
terjadi
2005).
2. Pengaruh terhadap volume tiap menit Karena volume tiap menit adalah hasil kali denyut tiap menit dengan volume denyut, maka apabila denyut tiap menit bertambah besar, bertambah besar pula volume tiap menit. Lebih-lebih pada saat pelatihan atau olahraga, kedua faktor tersebut akan naik lebih besar, demikian pula dengan kenaikan volume tiap menit (Wilmore and Costill, 2005).
.
3. Pengaruh terhadap aliran darah Darah yang dibagi ke jaringan-jaringan dalam tubuh, akan mengalami perubahan apabila seseorang mengubah posisi dari keadaan istirahat, kemudian melakukan aktivitas atau latihan olahraga. Darah akan dialirkan ke jaringan yang lebih banyak aktivitasnya. Pada saat istirahat hanya 15-20% darah dari seluruh volume
15 tiap menit, yang dialirkan ke otot, sementara pada waktu latihan yang cukup melelahkan, otot akan menerima 80-85% dari seluruh volume tiap menit. Keadaan seperti ini disebabkan oleh karena terjadinya pengurangan pembagian yang ditujukan ke jaringan-jaringan otak, ginjal, jantung, hati, dan lainnya (Wilmore and Costill, 2005). 4. Pengaruh latihan terhadap tekanan darah Tekanan darah systole meningkat berbanding lurus dengan kenaikan intensitas latihan, yang besarnya kurang lebih antara 120 mmHg pada waktu istirahat, bisa sampai 200 mmHg atau lebih pada suatu titik latihan yang melelahkan. Tekanan darah systole dapat mencapai 240mmHg sampai 250mmHg pada atlet yang sehat dan terlatih dengan intensitas maksimal. Kenaikan tekanan darah systole tersebut sebagai akibat langsung dari pada kenaikan volume tiap menit, yang disebabkan peningkatan kapasitas aktivitas tubuh. Sedang tekanan darah diastole, dilaporkan sangat kecil perubahannya, dan bila terjadi
bukan karena pengaruh latihan.
Kenyataan menunjukan bahwa kenaikan tekanan diastole 10mmHg atau lebih, sudah dianggap sebagai hal tidak normal. Maka latihan perlu dihentikan, dan hal ini dapat diketahui dalam suatu tes endurance (Wilmore and Costill, 2005). 2.3 VO2 max 2.3.1 Pengertian VO2 max adalah volume maksimal oksigen yang diproses oleh tubuh manusia pada saat melakukan kegiatan yang intensif. VO2 max juga merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan oksigen (O2) selama kegiatan maximal. Selain itu VO2 max adalah ukuran maksimum volume oksigen yang digunakan untuk seseorang, sehingga
dapat dikatakan bahwa VO2 max adalah jumlah
16 maximal oksigen yang dapat dihirup dari udara kemudian diangkut dan digunakan dalam jaringan tubuh (Wilmore and Costill, 2005).
Besarnya VO2 max sangat ditentukan oleh : (1), fungsi jantung, paru dan pembuluh darah; (2), proses penyampaian oksigen ke jaringan oleh eritrosit yang melibatkan fungsi jantung untuk memompa darah; (3), volume darah; dan (4), jumlah sel darah merah dalam pengalihan darah dari jaringan yang kemudian ditranspor ke otot-otot yang sedang bekerja (Sharkley, 2011). Nilai VO2 max merupakan gambaran aktivitas dari kemampuan paru dalam mengambil oksigen, kemampuan jantung memompa darah, kemampuan hemoglobin mendistribusikan oksigen, kemampuan otot mendapatkan suplai oksigen dan kemampuan mitokondria serta enzim tubuh untuk menghasilkan energi (Sharkley, 2011).
VO2 max merupakan jumlah maksimal oksigen yang dapat dikonsumsi selama aktivitas fisik yang intens sampai akhirnya terjadi kelelahan. VO2 max dapat membatasi kapasitas kardiovaskular seseorang, maka VO2 max dianggap sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik, dimana VO2 max merefleksikan keadaan paru, kardiovaskular, dan hematologik dalam pengantaran oksigen, serta mekanisme oksidatif dari otot yang melakukan aktivitas. Selama menit-menit pertama latihan, konsumsi oksigen meningkat hingga akhirnya tercapai keadaan steady state di mana konsumsi oksigen sesuai dengan kebutuhan latihan. Bersamaan dengan keadaan steady state ini terjadi pula adaptasi ventilasi paru, denyut jantung, dan cardiac output. Keadaan di mana konsumsi oksigen telah mencapai nilai maksimal tanpa bisa naik lagi meski dengan penambahan intensitas latihan, inilah yang disebut VO2 max. Konsumsi oksigen (VO2 max) lalu turun secara bertahap
17 bersamaan dengan penghentian latihan karena kebutuhan oksigen pun berkurang (Sharkley, 2011).
Orang dengan tingkat kebugaran yang baik memiliki nilai VO2 max lebih tinggi dan dapat melakukan aktivitas lebih kuat dibanding mereka yang tidak dalam kondisi baik. Dalam suatu penelitian ditemukan bahwa penurunan rata-rata VO2 max per tahun adalah 0.46 ml/kg/menit untuk pria (1.2%) dan 0.54 ml/kg/menit untuk wanita (1.7%). Penurunan ini terjadi karena beberapa hal, termasuk reduksi denyut jantung maksimal dan isi sekuncup jantung maksimal (Sharkley, 2011).
VO2 max dibatasi oleh cardiac output, kemampuan sistem respirasi untuk mengantarkan oksigen ke darah, atau kemampuan otot untuk menggunakan oksigen. Faktor fisiologis yang menentukan VO2 max yaitu, 1), teori pemanfaatan dimana VO2 max ditentukan oleh kemampuan tubuh untuk memanfaatkan oksigen yang tersedia, 2), teori presentasi yaitu kemampuan sistem kardiovaskular tubuh untuk mengantarkan oksigen ke jaringan aktif, oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pengiriman oksigen ke jaringan aktif yang merupakan faktor pembatas utama untuk VO2 max (Sharkley, 2011). Dengan begitu, VO2 max pun menjadi batasan kemampuan aerobik, maka dianggap sebagai parameter terbaik untuk mengukur kemampuan aerobik seseorang. VO2 max merupakan nilai tertinggi dimana seseorang dapat mengkonsumsi oksigen selama latihan, serta merupakan
18 refleksi dari unsur kardiorespirasi dan hematologik dari pengantaran oksigen dan mekanisme oksidatif otot (Sharkley, 2011).
Setiap sel dalam tubuh manusia membutuhkan oksigen untuk mengubah energi makanan menjadi ATP (Adenosine Triphosphate) yang siap dipakai untuk kerja tiap sel, yang paling sedikit mengkonsumsi oksigen adalah otot dalam keadaan istrahat. Sel otot yang berkontraksi membutuhkan banyak ATP. Akibatnya otot yang dipakai dalam latihan membutuhkan lebih banyak oksigen dan menghasilkan CO2. Kebutuhan akan oksigen dan menghasilkan CO2 dapat diukur melalui pernafasan kita. Dengan mengukur jumlah oksigen yang dipakai selama latihan, kita dapat mengetahui jumlah oksigen yang dipakai oleh otot yang bekerja. Makin banyak oksigen yang diasup/diserap oleh tubuh menunjukkan semakin baik kinerja otot dalam bekerja sehingga zat sisa-sisa yang menyebabkan kelelahan jumlahnya akan semakin sedikit. VO2 max diukur dalam banyaknya oksigen dalam liter per menit (l/min) atau banyaknya oksigen dalam mililiter per berat badan dalam kilogram per menit (ml/kg/min). Semakin tinggi VO2 max seseorang (atlet) maka yang bersangkutan juga akan memiliki daya tahan dan stamina yang istimewa (Wilmore and Costill, 2005).
Nilai VO2 max hasil sangat bervariasi, rata-rata adalah dekat dengan 35 ml/kg/min.
Untuk
atlet berprestasi rata-rata 70 ml/kg/min. Salah satu yang
tertinggi tercatat VO2 max hasil (90 ml/kg/menit) adalah seorang pemain ski. Pembalap sepeda Lance Armstrong's VO2 max dilaporkan pada 85 ml/kg/min. Kebanyakan atlet yang berprestasi akan memiliki nilai VO2 max lebih baik 60 ml/kg/min (Mc Ardle, et al. 2000). Data di atas menunjukan bahwa yang memiliki VO2 max tinggi adalah orang atau atlet yang terlatih,
karena latihan
19 merupakan cara yang terbaik untuk meningkatkan jumlah konsumsi oksigen untuk menghasilkan energi (Wilmore and Costill, 2005).
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai VO2 max Setiap individu mempunyai nilai VO2 max yang berbeda. Latihan menjadi faktor penentu yang membedakan nilai VO2 max. Latihan membuat otot-otot berkontrasi. Semakin banyak kontraksi otot semakin banyak pula kapasitas oksidatif. Namun unit gerak otot ini diatur secara genetik. Oleh karena itu, setiap individu mempunyai respon yang berbeda terhadap latihan (Robergs, et al. 2000). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi VO2 max adalah sebagai berikut : 1.Genetik Genetik merupakan faktor dasar yang membuat VO2 max setiap orang berbeda. Selain itu genetik juga mempengaruhi profil hematologi seseorang. Faktor yang membedakannya adalah profil hematologi. Hemoglobin setiap orang berbeda baik secara kualitas maupun kuantitas. Hemoglobin sangat mempengaruhi transpor oksigen dari paru menuju otot. Perubahan sedikit pada profil hematologi seseorang akan sangat mempengaruhi transpor oksigen. 2. Umur Pada anak-anak nilai VO2 max dibawah orang dewasa. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ-organ fital. Semakin matur organ seorang anak, nilai VO2 max juga akan semakin tinggi. Maturitas tiap individu berbeda, namun nilai VO2 max rata-rata sama pada anak laki-laki dan perempuan dibawah umur 12 tahun. Setelah umur duabelas tahun nilai VO2 max pada laki-laki meningkat sampai
20 umur 18 tahun, sedangkan nilai VO2 max pada perempuan hanya sedikit berubah setelah umur 14 tahun (Robergs, et al. 2000). Nilai VO2 max mencapai puncak pada dewasa muda sekitar umur 25-27 tahun. Seiring dengan bertambahnya umur, maka VO2 max seseorang semakin berkurang. Nilai VO2 max akan berkurang 8-10% setiap sepuluh tanun setelah umur 30 tahun (Robergs, et al. 2000). Perubahan fungsional dan struktur terjadi setara dengan perubahan atau bertambahnya usia, dan perubahan yang mencolok adalah pada kardiorespirasi. Penuaan mengakibatkan perubahan sistem kardiorespirasi. Sistem kardiorespirasi terdiri dari system kardiovaskular dan system respirasi. 2. Jenis kelamin Kemampuan aerobik wanita sekitar 20% lebih rendah dari pria pada usia yang sama. Hal ini dikarenakan perbedaan hormonal yang menyebabkan wanita memiliki konsentrasi hemoglobin lebih rendah dan lemak tubuh lebih besar. Wanita juga memiliki massa otot lebih kecil dari pada pria. Mulai umur 10 tahun, VO2 max anak laki-laki menjadi lebih tinggi 12% dari anak perempuan. Pada umur 12 tahun, perbedaannya menjadi 20%, dan pada umur 16 tahun VO2 max anak laki-laki 37% lebih tinggi dibanding anak perempuan. Rata-rata pria muda (18-25 tahun) memiliki skor 45 hingga 48 ml/kg/mn, sedangkan wanita memiliki skor 39 hingga 41 ml/kg/mn, sedangkan untuk pria aktif skor 50-an dan 60-an dan wanita aktif skor 40-an dan 50-an (Sharkey, 2011). Hal ini dapat terlihat perbedaan VO2 max antara pria dan wanita.
21 3. Keadaan latihan Latihan fisik dapat meningkatkan nilai VO2 max. Namun begitu, VO2 max ini tidak terpaku pada nilai tertentu, tetapi dapat berubah sesuai tingkat dan intensitas aktivitas fisik. Latihan fisik yang efektif bersifat endurance (daya tahan ) dan meliputi durasi, frekuensi, dan intensitas tertentu, dengan demikian dapat dikatakan bahwa kegiatan dan latar belakang latihan seorang
dapat
mempengaruhi nilai VO2 maxnya (Sharkey, 2011). 2.3.3 Pengukuran Vo2 max Untuk mengukur VO2 max, ada beberapa tes yang lazim digunakan. Tes-tes ini haruslah dapat diukur dan mudah dilaksanakan, serta membutuhkan ketrampilan khusus untuk melakukannya. Beberapa variasi dari tes ini adalah : 1) Tes laboratorium : Tes ini dengan menggunakan alat seperti Ergocycle and treadmill; 2) Tes Lapangan atau performance test ; a) tes naik turun bangku (Hardvard Step Test); b) 12 minute run; c) 1,5 mile run; dan d) 2,4 km run test. Penelitian ini dengan menggunakan 2,4 run test (tes lari 2,4 km). Tes ini sangat mudah dilakukan, karena tidak membutuhkan alat khusus dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Sampel hanya berlari di lintas lari dengan jarak yang sudah ditentukan, kemudian dicatat waktu tempuhnya dan disesuaikan dengan norma nilai VO2 max yang tedapat pada tabel (Julin, 1996).
22 Tabel 2.1 Penilaian Tes Lari 2,4 km Untuk Laki-laki (Cooper) Umur (Tahun) No
I
II
Kategori Kebugaran 13-19
20-29
30-39
40-49
50-59
60 ke atas
VO2 max
˃15˃31 ” ˃35,0
˃15˃31 ” ˃35,0
˃15˃31 ” ˃35,0
˃15˃31 ” ˃35,0
˃15˃31 ” ˃35,0
˃15˃31 ” ˃35,0
Kurang
12˃11”15˃30”
14˃01”16˃00”
14˃44”16˃30”
15˃36”17˃30”
12˃11”15˃30”
12˃11”15˃30”
35,0-38,3
33,0-36,4
31,5-35,4
30,2-33,5
26,1-30,9
20,5-26,0
10˃49”12˃10”
12˃01”14˃00”
12˃31”14˃45”
15˃01”15˃35”
14˃31”17˃00”
16˃16”19˃00”
38,4-45,1
36,5-42,4
35,5-40,9
33,6-38,9
31,0-35,7
36,1-32,2
9˃41”10˃48”
10˃46”12˃00”
11˃01”12˃00”
11˃01”13˃00”
12˃31”14˃30”
14˃00”16˃15”
45,2-50,9
42,3,46,4
41,0-44,9
39,0-43,7
35,8-40,9
32,3-36,4
8˃37”9˃40”
9˃45”10˃45”
10˃00”11˃00”
10˃30”11˃30”
11˃00”12˃30”
11˃15”13˃59”
51,0-55,9
46,5-52,4
45,0-49,4
43,8-48,0
41,0-45,3
36,5-44,2
Istimewa
˃8˃37”
˃9˃45” ˃52,5
˃10˃30 ”
˃11˃00 ”
˃11˃15 ”
VO2 max
˃56,0
˃10˃00 ” ˃49,5
˃48,1
˃45,4
˃44,3
Sangat Kurang
VO2 max III
Sedang
VO2 max IV
Baik
VO2 max V
Baik Sekali VO2 max
VI
Sumber : Julin (1996).
23 2.4 Pelatihan Pelatihan adalah suatu proses yang sistematis dari suatu latihan atau kerja yang berulang-ulang dengan penambahan beban latihan dan pekerjaan secara progresif (Nala, 2011). Pelatihan juga merupakan suatu gerakan fisik atau aktivitas mental yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang (repetisi) dalam jangka waktu (durasi) lama, dengan pembebenan yang dapat ditingkatkan secara progresif dan individual. Pelatihan adalah kegiatan yang dilakukan dalam jangka waktu lama serta sistematis dan progresif sesuai dengan tingkat kemampuan individu, bertujuan untuk meningkatkan fungsional tubuh sehingga dapat melakukan kegiatan olahraga secara optimal (Anonim, 2007). Nala (2011), mengatakan bahwa pelatihan merupakan suatu gerakan fisik atau aktivitas mental yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang (repetitif) dalam jangka waktu (durasi) lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progresif dan individu, yang bertujuan untuk memperbaiki sistem serta fungsi fisiologis dan psikologis tubuh agar dapat mencapai penampilan yang optimal, sehingga dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan suatu aktivitas fisik yang harus dlilakukan berulang-ulang (repetisi) dan dalam jangka waktu yang lama (durasi) serta secara terus menerus, sistematis, dan disertai peningkatan beban sesuai dengan tahapan perkembangan atlet yang bersangkutan, dengan tujuan untuk memperbaiki sistem serta fungsi fisiologis dan psikologis tubuh agar dapat mencapai penampilan yang optimal. Pelatihan yang optimal adalah pelatihan yang dilakukan sesuai dengan prinsip
pelatihan.
Prinsip
ini
dilakukan
dengan
sungguh-sungguh
yang
24 memungkinkan pelatih terbiasa dengan teknik pelatihan sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan olahragawan/atlet (Nala, 2012). Berdasarkan acuan di atas dapat dikatakan bahwa setiap pelatihan harus direncanakan secara detail dan teratur (sistematis), ada unsur repetisi yaitu pengulangan gerakan yang sama lebih dari satu kali dan penambahan beban diberikan secara progresif atau bertahap yang disesuaikan dengan kemampuan subjek (individual), serta durasi atau lamanya pelatihan yang harus dilakukan dalam satu session, seperti dalam pelatihan ini
mulai pemanasan, pelatihan inti (lari
sirkuit dan lari kontinyu) dan diakhiri dengan pendinginan. Dalam suatu pelatihan diperlukan 4 aspek untuk meningkatkan penampilan seseorang (atlet). Pelatihan itu menyangkut : pelatihan fisik, pelatihan teknik, pelatihan taktik dan pelatihan mental (Anonim, 2007). 2.4.1 Pelatihan Fisik Pelatihan fisik merupakan suatu aktivitas yang memberikan tekanan atau beban fisik pada tubuh secara teratur, sistematis, berkesinambungan sehingga kinerja dapat ditingkatkan (Nala, 2011). Pelatihan fisik yang teratur, sistematis dan berkesinambungan merupakan suatu proses yang mempersiapkan organ tubuh secara sistematis untuk mencapai prestasi maksimal dengan pemberian beban fisik serta mental secara teratur, meningkat dan berulang-ulang. Selanjutnya dikatakan bahwa pelatihan fisik yang teratur, sistematis
dan berkesinambungan yang
dituangkan dalam suatu program pelatihan jika dilakukan secara sembarangan, tidak teratur, dan tidak sistematis akan merusak orang/atlet yang melakukan pelatihan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pelatihan fisik dilakukan secara teratur, sistematis dan berkesinambungan yang dituangkan dalam
25 program pelatihan akan meningkatkan kemampuan fisik secara nyata akan tetepi tidak tampak bila dilakukan secara tidak teratur (Nala, 2012). Pelatihan fisik dapat juga dikatakan sebagai suatu aktivitas komplek atau suatu kinerja dari atlet yang dilakukan secara sistematis dalam durasi yang panjang, progresif dan berjenjang secara individual. Pelatihan fisik tersebut pengertiannya disempurnakan lagi menjadi suatu peroses sistematis dari pengulangan suatu kinerja progresif yang juga menyangkut proses belajar. Sejalan dengan pengertian tersebut pelatihan fisik dapat diartikan sebagai suatu proses yang terencana untuk mengembangkan kinerja olahragawan yang komplek, berisikan metode dan pengorganisasian dengan tujan yang diharapkan (Bompa, 2000). Pelatihan
fisik
bertujuan
untuk
meningkatkan
fungsi
potensial
mengembangkan kemampuan biomotoriknya sehingga mencapai suatu standar tertentu. Pelatihan fisik dapat berlangsung efektif, mencapai hasil maksimum sesuai sasaran dan tanpa menimbulkan cedera, maka perlu diperhatikan beberapa hal : beban pelatihan yang sesuai dengan kemampuan masing-masing individu, pemilihan tipe pelatihan secara bertingkat (progresif), setelah melakukan skativitas perlu diikuti dengan istirahat atau waktu pemulihan (Nala, 2002). Pemanasan perlu dilakukan sebelum melakukan pelatihan inti, karena pemanasan merupakan syarat umum dan harus dijadikan bagian dari pelatihan, di mana atlet dapat mempersiapkan fisik dan mental untuk mencapai tujuan pelatihan berikutnya. Caranya adalah dengan kalistenik, peregangan dan pelemasan gerakan tubuh secara umum yang berhubungan dengan aktivitas syaraf otot untuk mengantisipasi gerakan berikutnya (Bompa, 2000).
26 Pelatihan fisik merupakan faktor utama dan terpenting sebagai unsur yang diperlukan dalam pelatihan untuk mencapai prestasi yang tinggi serta dalam setiap pengaturan program pelatihan fisik harus dikembangkan sacara bertahap yaitu : pelatihan fisik umum, pelatihan fisik khusus, dan pelatihan komponen biomotorik (Anonim, 2007). Pelatihan fisik yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit dan pelatihan lari kontinyu 2 x 10 menit. Sebelum melakukan pelatihan inti, terlebih dahulu akan dilakukan pemanasan selama 10-15 menit sampai denyut nadi meningkat menjadi 40 denyut dari denyut nadi istirahat (awal). Pelatihan inti terdiri dari 2 set dan istirahat antara set adalah 1 menit (denyut nadi kembali ke keadaaan semula. Setelah selesai melakukan pelatihan inti dilanjutkan dengan pendinginan (pemulihan) selama 10-15 menit atau denyut nadi kembali kekeadaan semula (Nala, 2011). 2.4.2 Pelatihan Teknik Pelatihan teknik adalah gerakan yang diperlukan untuk mempermahir teknik gerakan untuk dapat melaksanakan cabang olahraga tertentu. Pelatihan teknik merupakan pelatihan yang khusus untuk membentuk dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan motorik atau perkembangan neuromuscular. Kesempurnaan teknik dasar dari setiap gerakan sangat penting oleh karena akan menentukan gerak keseluruhan . Sehingga setiap gerakan-gerakan dasar harus dapat dilatih dan dikuasai sacara sempurna (Sukadiyanto, 2005).
27 2.4.3 Pelatihan Taktik Pelatihan taktik atau siasat adalah cara-cara yang diperlukan untuk memenangkan suatu pertandingan secara sportif sesuai dengan peraturan yang berlaku (Sukadiyanto, 2005). Persiapan taktik adalah persiapan yang berhubungan dengan kemungkinan adanya pola bertahan dan menyerang untuk memenuhi tujuan olahraga (Anonim, 2007). Tujuan pelatihan taktik adalah untuk mengembangkan kemampuan interpretasi atau daya tafsir pada atlet. Teknik gerakan yang sudah dikuasai dengan baik harus dituangkan dan diorganisir dalam sertiap tahap pelatihan. 2.4.4 Pelatihan Mental Pelatihan mental atlet juga sangat penting diperhatikan dibandingkan dengan pelatihan lainnya dan harus dilakukan pelatihan, karena walaupun sempurna perkembangan fisik, teknik dan taktik apabila mentalnya tidak turut dikembangkan, pretasi maksimal tidak mungkin akan tercapai. Pelatihan mental menekankan pada perkembangan kedewasaaan atlet serta penekanan emosi serta implusif, misalnya : semangat bertanding, sikap pantang menyerah, keseimbangan emosi walaupun berada
pada
keadaan
tertekan
sportivitas,
percaya
diri
dan
kejujuran
(Sukadiyanto, 2005). Pelatihan mental adalah gerakan fisik atau aktivitas mental yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang dalam jangka waktu lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progresif dan individual yang bertujuan untuk memperbaiki sistem serta fungsi fisiologis dan psikologis tubuh melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai penampilan yang (Nala, 2008).
agar saat optimal
28 2.5 Tujuan Pelatihan Fisik Setiap pelatihan fisik tentu mempunyai tujuan. Bila tidak ditetapkan terlebih dahulu tujuan setiap pelatihan, akan menyulitkan dalam menyusun program pelaksanaan pelatihannya. Tujuan pelatihan berbeda dengan tujuan berolahraga. Tujuan berolahraga adalah untuk rekreasi, pendidikan, kesehatan, kebugaran fisik dan prestasi, sedangkan tujuan pelatihan fisik adalah untuk meningkatkan kapasitas fungsional tubuh dan penyesuaian diri terhadap pembebanan sehingga tercapai kinerja yang lebih tinggi (Nala, 2011). Pelatihan olahraga mempunyai tujuan sebagai berikut (Bompa, 2000) : 1. Mengembangkan komponen fisik umum atau multilateral, yang meliputi pengembangan komponen biomotorik secara umum. 2. Mengembangkan komponen fisik khusus. Pengembangan komponen biomotorik ini disesuaikan tipe atau spesialisasi olahraga yang ditekuninya. 3. Memperbaiki teknik atau keterampilan sesuai dengan tipe atau spesialisasi olahraga yang ditekuni. Pelatihan ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhinya. 4. Memperbaiki strategi dan teknik bermain. Dalam hal ini diperhitungkan juga kekuatan dan kelemahan serta watak dari lawan yang dihadapi sehingga strategi dapat dipersiapkan dengan matang. 5. Meningkatkan persiapan dan kerja sama tim. Pelatihan ini lebih banyak menyangkut pelatihan mental.
29 6. Meningkatkan persiapan dan kerjasama tim. Pelatihan ini untuk cabang olahraga beregu, sehingga membutuhkan kerja sama dan saling pengertian yang baik antara sesama pemain. 7. Meningkatkan kesehatan atlet, melalui pemberian takaran dan peningkatan sesuai dengan kemampuan atlet, yang disertai dengan pemberian gizi yang seimbang. 8. Mencegah cedera dengan cara melakukan pemanasan sebelum pelatihan inti, yang bretujuan untuk meningkatkan kelentukan, kekuatan otot, tendon dan ligamentum terlebih dahulu bagi atlet pemula. 9. Memperkaya pengetahuan teori, terutaama tentang fisiologi dan psikologi dasardasar pelatihan, perencanaan, gizi dan regenerasi. 2.6 Prinsip Pelatihan Pelatihan olahraga merupakan suatu pelatihan dalam upaya untuk meningkatkan fungsi sIstem organ tubuh agar mampu memenuhi kebutuhan tubuh secara optimal ketika berolahraga. Agar pelatihan olahraga mencapai hasil yang maksimal, harus memiliki prinsip pelatihan. Prinsip pelatihan adalah suatu petunjuk dan peraturan yang sistematis dengan pemberian beban yang ditingkatkan secara progresif, yang harus ditaati dan dilaksanakan agar tercapai tujuan pelatihan (Nala, 2011). Tanpa adanya prinsip atau patokan yang harus diikuti oleh semua pihak yang terkait, terutama pelatih dan atlet, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluai pelatihan akan sulit untuk mencapai hasil yang maksimal. Prinsip dasar pelatihan merupakan langakah awal dalam menyusun program pelatihan yang optimal dan efektif untuk dapat diaplikasikan (Anonim, 2007).
30 Pelatihan ditentukan juga oleh berbagai faktor lainnya, seperti umur, berat badan, jenis kelamin, faktor lingkungan fisik, sosial budaya, kesungguhan atau motivasi dari setiap orang ketika berlatih dan lain-lain. Berdasarkan pemikiran ini dan berbagai alasan lainnya Bompa dari Departemen pendidikan jasmani Universitas York di Canada (1983) dalam
Nala (2011) menyusun dasar-dasar
pelatihan umum. Dasar pelatihan yang telah disusunnya amat perlu diketahui para pelatih dan juga atlet, sehingga lebih memudahkan dalam menyusun program pelatihan yang tepat dan berhasil. Dasar pelatihan itu mengandung 7 prinsip yaitu: prinsip aktif dan bersungguh-sungguh, prinsip pengembangan multilateral, prinsip spesialisasi, prinsip individualisasi, prinsip keserbaragaman, prinsip model proses pelatihan, prinsip peningkatan beban progresif (Bompa dalam Nala, 2011) : 1. Prinsip aktif dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti pelatihan Prinsip ini bertujuan untuk mencapai hasil yang maksimal dalam suatu pelatihan sehingga atlet ditunut untuk selalu bertindak aktif dan mengikuti pelatihan dengan bersungguh-sungguh tanpa ada paksaan. Atlet tidak hanya aktif berlatih ketika ada pelatih. Partisipasi dan kesungguhan dalam berlatih harus sudah tertanam dalam diri atlet untuk dapat mencapai prestasi maksimal. Atlet harus mengambil inisiatif sendiri untuk melakukan berbagai jenis pelatihan yang dianggap cocok untuk memenuhi kebutuhan dan menunjang aktivitas tubuhnya. 2. Prinsip Pengembangan Multilateral Sebelum pelatihan diarahkan kepada spesifikasi olahraga yang digeluti, hendaknya dibekali terlebih dahulu dengan pelatihan dasar-dasar kebugaran badan (health related physical fitness = kesegaran jasmani kesehatan) dan komponen biomotorik yang mampu menunjang pelatihan berikutnya. Selain itu dikembangkan pula
31 seluruh organ dan sistem yang ada dalam tubuh, baik yang menyangkut proses fisiologis maupun psikologisnya. 3. Prinsip Spesialisasi Setelah pelatihan pengembangan multilateral dilatih, dianjurkan dengan pengembangan khusus atau spesialisasi sesuai dengan cabang olahraga yang digeluti. Prinsip pada pelatihan ini, jika menyangkut anak-anak, maka masalah umur anak amat perlu diperhatikan. Pelatihan spesialisasi baru dimulai setelah disesuaikan dengan umur yang cocok untuk cabang olahraga yang dipilih oleh anak atau atlet yang bersangkutan. 4. Prinsip Individualisasi Setiap orang mempunyai kemampuan, potensi, karakter belajar dan spesifikasi dalam olahraga, yang berbeda satu sama lainnya, oleh karena itu, cara pelatihannyapun akan berbeda pula. Tidak semua jenis pelatihan dapat disamaratakan atau diseragamkan untuk seluruh atlet. 5. Prinsip Variasi dan Keserbaragaman Berlatih sehari dalam beberapa jam, beberapa kali dalam seminggu dan seterusnya dalam bulanan serta tahunan, cukup membosankan, bila pelatihannya bersifat monoton. Artinya macam dan jenis pelatihannya yang itu-itu saja, sehingga perlu dicarikan variasi pelatihan agar atlet bergairah. Variasi pelatihan yang dipilih harus tetap mengacu pada tujuan pelatihan. Bila variasi pelatihan yang diberikan menyimpang dari tujuan pelatihan, maka hasil yang dicapai tentunya berbeda dari apa yang diharapkan.
32 6. Prinsip Mempergunakan Model Proses Pelatihan Arti sebenarnya dari model adalah imitasi, suatu simulasi dari kenyataan yang dibuat dari elemen atau unsur spesifik dari fenomena yang dicari atau diamati serta mendekati keadaan sebenarnya. Saat meciptakan model, yang terpenting dipikirkan adalah hipotesis untuk dianalisis hasilnya. Misalnya gerakan-gerakan yang dilakukan harus seolah-olah gerakan yang sesungguhnya sesuai cabang olahraga yang digeluti. 7. Prinsip Peningkatan Beban Progresif dalam Pelatihan Tanpa adanya peningkatan beban pelatihan, tentu bukan pelatihan namanya. Beban Pelatihan dimulai dengan beban awal yang ringan, kemudian ditingkatkan secara bertahap, sedikit demi sedikit sesuai kemampuan atlet bersangkutan, makin lama bebannya makin berat. Dapat pula diawali dengan gerakan sederhana kemudian ditingkatkan menjadi gerakan yang semakin rumit. 2.7 Takaran Pelatihan Pelatihan akan membuahkan hasil yang baik, bila disusun berdasarkan atas kemampuan awal atlet. Dengan berpedoman pada kemampuan awal maka disusun takaran pelatihan yang tepat. Secara umum takaran suatu pelatihan mengandung 3 unsur pokok yakni intensitas, volume dan frekuensi (Nala, 2011). 2.7.1 Intensitas Intensitas merupakan ukuran terhadap aktivitas atau kerja yang dapat dilakukan dalam satu kesatuan waktu. Kualitas suatu intensitas yang menyangkut daya tahan aerobik ditentukan oleh besar kecilnya persentase (%) dari kemampuan
33 maksimal. Tingkat intensitas dari yang terendah sampai yang tertinggi (Bompa dalam Nala, 2011): a. Intensitas rendah
: 30 – 50 % dari kemampuan maksimal
b. Intermedium
: 50 – 70 % dari kemamapuan maksimal
c. Medium
: 70 – 80 % dari kemampuan maksimal
d. Submaksimal
: 80 -90 % dari kemampuan maksimal
e. Maksimal
: 90 – 100 % dari kemampuan maksimal
f. Super maksimal
: 100 -105 % dari kemampuan maksimal
Bompa dalam Nala (2011), membagi intensitas selama kerja, yakni intensitas sedang, tinggi dan maksimal, dan sebagai patokan ukuran adalah denyut nadi atau denyut jantung. Sedangkan yang digunakan sebagai takaran intensitas dalam pelatihan taekwondoin putra Kabupaten Manggarai - NTT dalam meningkatkan VO2 max adalah berdasarkan persentase denyut nadi maksimal. 2.7.2 Volume Pelatihan Volume pelatihan merupakan jumlah seluruh aktivitas yang dilakukan selama pelatihan. Unsur volume ini merupakan takaran kuantitatif yakni satu kesatuan yang dapat diukur banyakanya, berupa lama, banyak, jauh, tinggi atau jumlah suatu aktivitas. Volume pelatihan yang diberikan pada
taekwondoin putra Kabupaten
Manggarai – NTT, terdiri dari : a. Durasi atau lama pelatihan
: dalam satuan menit
b. Jumlah repetisi, set
: ditetapkan dalam beberapa kali ulangan
34 2.7.3 Frekuensi Pelatihan Mengenai frekuensi pelatihan tiap minggu menurut pelatih dewasa ini pada umumnya setuju untuk menjalankan program pelatihan 3-4 kali/minggu agar tidak terjadi kelelahan yang kronis (Nala, 2008). Frekuensi pelatihan untuk individu dengan tingkat kebugaran yang rendah, 3-4 kali/minggu pada hari yang bergantian sudah cukup untuk meningkatkan kesehatan. Tetapi jika intensitas dan durasi latihan bertambah, frekuensi juga harus ditambah jika peningkatan ingin diteruskan. Dalam penelitian ini frekuensi pelatihan sebanyak 4 kali/minggu, yaitu setiap hari : senin, rabu, jumat dan minggu 2.8 Pelatihan Lari Dengan Sistem Sirkuit dan Lari Kontinyu 2.8.1 Pelatihan Lari dengan Sistem Sirkuit Pelatihan sirkuit sebagai latihan yang terdiri dari beberapa bentuk latihan, yang dimaksudkan adalah untuk berbagai komponen kondisi fisik secara serempak (Soekarman dalam Nugroho, 2007). Lebih lanjut diuraikan bahwa setiap komponen fisik haruslah dilatih seoptimal mungkin agar kelak dapat memberikan sumbangan bagi prestasi yang optimal dalam cabang olahraganya. Circuit training (pelatihan sirkuit) didasarkan pada asumsi bahwa seorang atlet akan dapat mengembangkan kekuatan, daya tahan, kelincahan dan total fitness, dengan jalan : a. Melakukan sebanyak mungkin pekerjaan dalam suatu jangka waktu tertentu. b. Melakukan suatu jumlah pekerjaan atau latihan dalam waktu yang sesingkatsingkatnya.
35 Latihan yang diberikan pada penelitian ini
adalah pelatihan lari pada
lintasan lari sirkuit yang telah diletakan alat-alat rintangan sebanyak 6 pos (stasions). Takaran pelatihan : a. Intensitas : 85% dari kemampuan maksimal. b. Durasi
: pemanasan 10-15 menit, gerakan inti 2 x 10 menit dan pendinginan 10-15 menit.
c. Frekuensi : 4 kali seminggu selama 6 minggu. 2.8.1.1 Langkah-Langkah Pelatihan Lari Dengan Sistem Sirkuit Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam melakukan pelatihan dengan sistem sirkuit yaitu : 1.Setelah lapangan dan alat-alat yang akan dipergunakan untuk pelatihan sirkuit disiapkan, setiap atlet diberi penjelasan mengenai bagaimana setiap bentuk latihan di setiap pos akan dilakukan, demikian pula beberapa ulangan atau berapa kali setiap bentuk latihan tersebut harus dilakukan. Setiap bentuk latihan haruslah diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Bagi atlet-atlet muda (pemula) atau atlet yang belum memahami betul akan maksud dan tujuan pelatihan sirkuit biasanya mempunyai kecendrungan untuk tergesa-gesa menyelesaikan setiap latihan di setiap pos, sehingga beberapa atau setiap latihan sering kali dilakukan dengan tidak sempurna, namun dalam penelitian ini waktu pelatihan untuk menyelesaikan satu sirkuit sudah ditentukan yaitu 10 menit. Sebelum pelatihan sirkuit dilakukan, setiap atlet haruslah diberikan penjelasan yang betul akan maksud serta tujuan yang sebenarnya dari bentuk latihan.
36 2. Selesai memberikan penjelasan mengenai bagaimana setiap bentuk latihan itu harus dilakukan, kemudian setiap atlet disuruh mencoba melakukan setiap bentuk latihan tersebut di setiap pos, agar dengan demikian mereka lebih mengenal setiap bentuk latihan, sehingga kesalahan dalam melaksanakannya dapat dihindari atau dikurangi. 3. Setelah melakukan percobaan, setiap atlet kemudian mulai melakukan sirkuit tersebut sesuai dengan urutan nomor dada yang telah dibagi dan berusaha sebaikbaiknya untuk menyelesaikan sirkuit itu sesuai dengan waktu yang telah ditentukan yaitu atlet melakukan lari satu sirkuit (6 pos) selama 10 menit kemudian istirahat aktif 1 menit, selanjutnya ulangi satu sirkuit lagi dengan waktu yang sama, yaitu 20 menit (2 x 10 menit). 2.8.1.2 Tahapan Pelatihan Lari Dengan Sistem Sirkuit Pada pelatihan lari sirkuit ini terdiri dari sirkuit pendek (6 pos), dengan cara melakukannya adalah atlet berada dibelakang garis awal (star) lintasan lari, setelah aba-aba “siap” dan “ya”, satu persatu atlet yang sudah diberi nomor urut melakukan lari secepat-cepatnya melalui 6 pos selama 10 menit, kemudian istirahat 1 menit (istirahat aktif) dan melakukan lagi gerakan yang sama selama 10 menit sehingga atlet melakukan latihan lari sirkuit selama 2 x 10 menit (20 menit) dan istirahat antar pos 1 dengan pos berikutnya 15-20 detik. Pos-pos latihan lari sirkuit sebagai berikut :
37 1. Lari cepat bolak-balik (shuttle run) adalah salah satu model pelatihan yang dilakukan dengan cara berlari bolak-balik pada garis lurus dari titik A ke titik B sejauh 5 meter (pergi-pulang), dilakukan sebanyak 8 kali. Tujuan pelatihan ini selain
untuk
meningkatkan
daya
tahan
kardiovaskular
juga
melatih
keseimbangan dan kelincahan atlet dalam menggangu konsentrasi lawan sehingga atlet punya kesempatan untuk memukul dan menendang lawan.
Gambar 2.1. Pos 1, lintas lari bolak-balik (shuttle run) Sumber : Womsiwor (2011).
2.Lari cepat belak-belok (zigzag run) adalah salah satu model pelatihan yang dilakukan dengan cara berlari secepatnya berbelak-belok melewati beberapa objek atau tiang yang terpancang dalam satu garis lurus dengan jarak dan jumlah tiang yang sudah ditentukan dan disesuaikan dengan tujuannya. Tiang yang dipancangkan untuk pelatihan lari belak-belok tersebut sebanyak 4 buah yang
38 tingginya adalah 182,5 cm, jarak antara tiang A, B, C dan D adalah 1 meter. Tujuan pelatihan lari belak-belok (zigzag) disela-sela tiang ini adalah untuk menghindari pukulan dan tendangan lawan dan teknik ini juga bila ada kesempatan, maka atlet dapat menendang dan memukul balik lawannya.
Gambar 2.2. Pos 2, lintas lari cepat belak-belok (zigzag run) Sumber : Womsiwor (2011).
3. Lari cepat tepat (accurating bass/run) adalah salah satu model pelatihan daya tahan yang dilakukan dengan cara berlari secepat mungkin dengan langkah panjang atau luas dan tepat pada objek atau rintangan gelang-gelang (modified bass) yang diletakan dalam suatu area tidak beraturan dengan jarak tertentu dari titik A, B, C dan D. Luas/lingkar gelang 125,6 cm, jarak antara rintangan A, B, C dan D adalah 1,50 x 3 = 4,5 m. Perluasan kaki (footwork) dimaksudkan untuk merubah ukuran tendangan. Hal itu akan terjadi ketika atlet akan menendang lawan dengan posisi yang agak jauh, sehingga kaki perlu dibuka lebih luas/lebar (selebar mungkin).
39
Gambar 2.3.Pos 3. lari cepat tepat (accurating bass/run) Sumber : Womsiwor (2011).
4. Lari belak-belok kiri (left zigzag run) adalah salah satu model latihan daya tahan yang dalam pelaksanaannya atlet berlari cepat belak -belok melewati setiap tiang yang terpancang dalam garis lurus ke depan sebanyak 3 tiang selanjutnya berubah arah tujuan lari secara tiba-tiba kearah kiri melewati 3 buah tiang lagi yang masing-masing berjarak 1 meter. Tinggi tiang adalah 182,5 cm. Atlet harus dilatih untuk lari zigzag, membelok tajam, menyudut dalam berbagai jalur sesuai dengan tiang yang membentuk huruf L, dengan tujuan untuk menghindari serangan lawan yang lebih ketat dengan pertahanan yang menyeluruh (total defense).
40
Gambar 2.4. Pos 4, lintas lari cepat belak-belok kiri (left zigzag run) Sumber : Womsiwor (2011).
5. Lari cepat olak-alik (turn around) adalah salah satu model pelatihan untuk meningkatkan daya tahan kardiovaskuler, dimana atlet berlari secapat-cepatnya ke berbagai arah tujuan yang berliku-liku dan bertele-tele sepanjang lintasan, melewati beberapa objek atau cone’s yang diletakan pada suatu area yang jaraknya sudah ditentukan serta jumlah rintangan yang
disesuaikan dengan
tujuan pelatihan tersebut. Banyaknya objek atau con’s pada pos tersebut adalah 8 buah
dengan
jarak
secara
keseluruhannya,
yaitu
19,2
meter.
Dalam
pelaksanaannya atlet berlari secepet-cepatnya dari titik A ke B selanjutnya berubah arah tujuan lari pada lintasan diagonal ke titik C dimana pada titik tersebut atlet lari belak-belok ke titik D, berputar kembali dan lari belak-belok lagi ke titik C, selanjutnya dari titik tersebut atlet berlari pada lintasan diagonal ke titik E dan berputar ke titik F hingga mencapai garis akhir lintasan sirkuit. Tinggi con’s yang dugunakan dalam pelatihan ini adalah 30 cm. Tujuan pelatihan lari
41 olak-alik (turn around) adalah untuk menghindari pukulan dan tendangan lawan dan harus punya peluang untuk membalasnya.
Gambar 2.5. Pos 5, lintas lari cepat olak-alik (turn around) Sumber : Womsiwor (2011).
6. Lari kelok-kelok (curve run) adalah salah satu model pelatihan untuk meningkatkan daya tahan yang dalam pelaksanaannya atlet berlari secepat-cepatnya dengan berubah-ubah arah (dodging) baik pada lintasan lari lurus (linear) yaitu dari titik A ke B, lari diagonal ke titik C dan G kembali ke D, selanjutnya atlet melewati titik E ke D, selanjutnya atlet melewati lintasan diagonal ke titik akhir yaitu H. Jadi pada pos ini atlet melewati 8 tiang atau titik rintangan (obstacle course) yang di pancangkan secara tidak teratur pada lintasan yang berliku-liku dan bertele-tele. Tinggi tiang 182,5 cm. Jarak antara tiang baik untuk lintasan lari lurus, balik dan diagonal seluruhnya adalah 17,8 meter. Tujuan pelatihan lari kelok-kelok adalah
42 untuk mengganggu konsentrasi lawan selanjutnya berbalik arah dan menyerang lawan dengan tiba-tiba.
Gambar 2.6. Pos 6. Lintas lari kelok-kelok (curve run) Sumber : Womsiwor (2011).
2.8.2 Pelatihan Lari Kontinyu Pelatihan ini merupakan pelatihan lari dengan aktivitas berkelanjutan, tanpa istirahat dengan takarannya sebagai berikut : a. Intensitas : 85% dari kemampuan maksimal. b. Durasi
: pemanasan 10-15 menit, gerakan inti 2 x 10 menit (20 menit dengan istirahat aktif; jogging atau jalan ) dan pendinginan 10-15 menit.
c. Frekuensi : 4 kali seminggu selama 6 minggu.
43 2.8.2.1 Langkah-Langkah Pelatihan Lari Kontinyu Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelatihan ini tidak jauh berbeda dengan langkah-langkah pada pelatihan lari sirkuit : 1. Setelah lapangan dan alat-alat yang akan dipergunakan untuk pelatihan lari kontinyu disiapkan, setiap atlet diberi penjelasan mengenai bagaimana setiap bentuk latihan akan dilakukan. Bentuk latihan ini haruslah diselesaikan dengan sebaik-baiknya dalam waktu yang sudah ditentukan yaitu 2 x 10 menit. Karena pelatihan ini adalah pelatihan lari kontinyu atau aktivitas berkelanjutan, maka atlet harus melakukan pelatihan lari selama 20 menit (2 X 10 menit) tanpa atau dengan istirahat aktif (jogging atau jalan). Sebelum pelatihan dilakukan, setiap sampel haruslah diberikan penjelasan yang betul akan maksud serta tujuan yang sebenarnya dari bentuk latihan. 2. Selesai memberikan penjelasan mengenai bagaimana setiap bentuk latihan itu harus dilakukan, kemudian setiap sampel diberi kesempatan untuk
mencoba
melakukan pelatihan ini, agar dengan demikian mereka lebih mengenal setiap bentuk latihan, sehingga kesalahan dalam melaksanakannya dapat dihindari atau dikurangi. 3. Setelah melakukan percobaan, setiap sampel kemudian mulai melakukan lari kontinyu tersebut sesuai dengan urutan nomor dada yang telah dibagi dan berusaha sebaik-baiknya untuk melakukan pelatihan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan yaitu 2 x 10 menit tanpa istirahat atau dengan istirahat aktif yaitu joging atau jalan.
44 2.8.2.2 Tahapan Pelatihan Lari kontinyu Pada pelatihan lari kontinyu ini atlet melakukan lari dengan cara : atlet berada dibelakang garis awal (star) lintasan lari, setelah aba-aba “siap” dan “ya”, taekwondoin yang sudah diberi nomor urut melakukan lari selama 20 menit, tanpa istirahat atau dengan istirahat aktif (jogging atau jalan).
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Berpikir Berdasarkan permasalahan dan kajian teoritis, seperti yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya bahwa kondisi fisik memegang peranan penting dalam program pelatihan. Program pelatihan harus dilakukan secara terencana, teratur, terarah, sistematis dan berkelanjutan. Sebelum memilih tipe pelatihan yang akan digunakan, perlu ditentukan terlebih dahulu unsur biomotorik mana yang lebih dominan dalam cabang olahraga yang dilatih. Dalam cabang olahraga bela diri taekwondo ada beberapa unsur biomotorik yang begitu dominan seperti daya tahan, kekuatan, kecepatan, daya ledak, kelentukan, reaksi, keseimbangan dan koordinasi. Namun kehebatan seorang taekwondoin dikatakan tidak akan sempurna bila tidak memiliki salah satu unsur biomotorik yang paling dominan, yaitu daya tahan kardiovaskular (cardiovascular edurance). Unsur biomotorik daya tahan ini erat sekali kaitannya dengan beberapa unsur lain seperti kecepatan, kelincahan, keseimbangan, reaksi dan koordinasi. Dengan demikian untuk mendapatkan daya tahan yang baik maka unsur-unsur tersebut di atas harus baik pula. Daya tahan (edurance) adalah kemampuan tubuh dalam melakukan aktivitas terus-menerus yang berlangsung cukup lama. Dalam penelitian ini dicoba dua tipe pelatihan yaitu lari sirkuit 2 x 10 menit dan latihan lari kontinyu 2 x 10 menit yang bertujuan untuk meningkatkan VO2 max atlet taekwondo. Pelatihan dilakukan selama 6 minggu dengan dosis atau takaran masing-masing pelatihan adalah 2 kali pengulangan (repetisi), sedangkan frekuensi 45
46 pelatihannya 4 kali seminggu, yaitu pada setiap hari ; senin, rabu, jumat dan minggu.
Alasan pemilihan tipe pelatihan ini, karena pelatihan ini dapat meningkatkan daya tahan kardiovaskular, dimana dengan adanya pelatihan ini proses penyaluran dan kembalinya darah ke jantung semakin lancar, sehingga mengakibatkan kesempurnaan proses metabolisme dalam tubuh. Fungsi kelancaran aliran darah bukan hanya menyalurkan zat-zat makanan dan oksigen tetapi juga membantu mempertahankan temperatur tubuh dari panas yang berlebihan, maupun dari kedinginan yang berlebihan, melalui suatu proses adaptasi yang terintegritas secara baik dalam tubuh (Sajoto, 2002), juga didasarkan atas beberapa pertimbangan yaitu : 1). mudah dilakukan oleh setiap atlet; 2). Biayanya murah; 3). Bisa dilaksanakan dihalaman rumah, halaman kantor, halaman kampus, di lapangan dengan tidak memerlukan lahan yang terlalu luas, dan dapat mengurangi kelelahan karena ada istirahat aktif serta dapat mengurangi kebosanan karena menggunakan prinsip variasi dalam pelatihan.
47 3.2 Konsep Penelitian Berdasarkan permasalahan dan tinjauan pustaka yang telah diuraikan di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini sebagai berikut :
Pelatihan -Lari sirkuit 2 x 10 menit -Lari kontinyu 2 x 10 menit
Faktor eksternal
Faktor internal -Umur
-Suhu lingkungan
-Jenis kelamin
-Kelembaban relatif udara
-Berat badan -Tinggi badan -IMT Taekwondoin
VO2 max
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
48 3.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konsep tersebut di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai jawaban sementara dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit dan pelatihan lari kontinyu 2 x 10 menit dapat meningkatkan VO2 max taekwondoin putra Kabupaten Manggarai – NTT.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Pre and Pos Tes Control Group Design (Poccok, 2008). Masing-masing kelompok yang terdiri dari 7 orang, dan semua kelompok diberikan tes awal. Penelitian ini dengan melakukan pelatihan terhadap kelompok eksperimen. Kepada tiap kelompok eksperimen dikenakan perlakuan tertentu dengan kondisi-kondisi yang dapat di kontrol. Kontrol berarti peneliti dapat memunculkan atau tidak memunculkan apa yang diinginkannya dalam penelitian. Kontrol penelitian menyangkut variabel bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian ini
antara perlakuan satu dan perlakuan dua diberikan pelatihan bersamaan, dengan jenis pelatihan yang berbeda kemudian masing-masing perlakuan diobservasi. Rancangan penelitian pre and pos tes control group design sebagai berikut :
R
P
RA
01
KP1
02
03
KP2
04
S
Gambar 4.1. Bagan Rancangan Penelitian Keterangan: P
= Populasi
R
= Randomisasi
49
50 S
= Sampel
RA
= Random Alokasi
KP1
= Kelompok Perlakuan 1 (Pelatihan lari sirkuit)
KP2
= Kelompok Perlakuan 2 (Pelatihan lari kontinyu)
O1
= Observasi VO2 max (KP 1) sebelum pelatihan
O2
= Observasi VO2 max (KP 1) setelah pelatihan
O3
= Observasi VO2 max (KP 2) sebelum pelatihan
O4
= Observasi VO2 max (KP 2) setelah pelatihan
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Bandar Udara Frans Sales Lega
Kabupaten
Manggarai - NTT. 4.2.2 Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 minggu, yaitu pada bulan Januari – Februari 2014. 4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi 4.3.1.1 Populai Terjangkau Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah semua Kabupaten Manggarai – NTT yang berjumlah 50 orang.
taekwondoin
51
4.3.1.2 Populasi Target Populasi target adalah taekwondoin Putra Kabupaten Manggarai – NTT yang berumur 14-17 tahun. 4.3.2 Kriteria Sampel Sampel diambil dari populasi penelitian yang memenuhi kriteria. Kriteria yang ditetapkan untuk dapat dipilih sebagai sampel adalah sebagai berikut ; 4.3.2.1 Kriteria Inklusi a.Bersedia mengikuti pelatihan sampai akhir pelatihan b.Sehat jasmani dan rohani menurut keterangan dokter c.Jenis kelamin laki-laki d.Umur 14-17 tahun 4.3.2.2.Kriteria eksklusi : a. Atlet yang sudah terlatih b. Merokok c. Peminum alkohol 4.3.2.3.Kriteria Pengguguran (drop out) a. Menderita sakit atau cedera pada saat pelatihan b. Tiga kali berturut-turut tidak mengikuti pelatihan.
52
4.4 Besar Sampel Besar sampel
yang dipergunakan dalam penelitian ini berdasarkan
penelitian pendahuluan terhadap 24 atlet karate. Berdasarkan hasil tes terhadap 24 atlet tersebut didapatkan hasil perhitungan rerata sebelum pelatihan (pre-test) sebesar 38,78 dan hasil perhitungan data setelah pelatihan (post-test) sebesar 55,50. Untuk penelitian ini peningkatan VO2 max diharapkan 10%. Berdasarkan data diatas, maka besar sampel (n) dihitung dengan menggunakan rumus Poccok ( 2008) sebagai berikut :
n=
2𝜎² 𝑥 𝑓 (𝛼, 𝛽) (µ2 − µ1)²
dimana : n
= besar sampel
𝛼
= 0,05
𝛽
= 0,1
µ1
= rata-rata sebelum latihan (38,78)
µ2
= Asumsi rata-rata setelah pelatihan (55,50)
f (𝛼, 𝛽)
= nilai yang ada pada tabel (10,05)
σ
= Nilai standar deviasi (8,629)
maka perhitungan besar sampel adalah : n
=
2. (8,629)² 𝑥 10,5 (55,50 − 38,78)² = 5,59 (dibulatkan menjadi 6)
53 Jadi jumlah sampel yang diperlukan dibulatkan menjadi 6 orang. Untuk mengatasi kriteria drop out maka ditambah 20% menjadi 7 orang perkelompok. Untuk 2 kelompok observasi dipilih sampel sebanyak 14 orang. 4.5 Teknik Penentuan Sampel Penentuan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Populasi taekwondoin Kabupaten Manggarai – NTT, yang berjumlah 50 orang, kemudian dilakukan pemilihan sejumlah sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. 2. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi ditentukan dengan acak sederhana untuk mendapatkan banyaknya sampel sesuai dengan hasil perhitungan dengan rumus Poccok (2008). 3. Melakukan pembagian kelompok sebanyak dua kelompok dengan masingmasing kelompok berjumlah 7 orang taekwondoin. Pembagian kelompok dilakukan dengan cara acak sederhana, selanjutnya kelompok satu diberikan latihan lari sirkuit dan kelompok dua diberikan latihan lari kontinyu. 4.6 Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel bebas yaitu pelatihan lari dengan sistem sirkuit 2 x 10 menit dan pelatihan lari kontinyu 2 x 10 menit. 2. Variabel terikat yaitu VO2 max. 3. Variabel kontrol meliputi umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan IMT.
54 4. Variabel rambang yaitu suhu lingkungan dan kelembaban udara. 4.7 Definisi Operasional Variabel 1. Pelatihan lari sistem sirkuit adalah pelatihan lari pada lintasan sirkuit selama 2 x 10 menit, dimana pada lintasan lari sirkuit telah diletakan alat-alat rintangan sebanyak 6 pos (stasions) yang berjarak 3 meter antara satu pos dengan pos yang lain, demikian pula jarak antara garis start dengan pos 1 dan pos 6 dengan garis finish masing-masing 3 meter dan istirahat antar set 1 menit (istirahat aktif) serta istirahat antar pos 1 dengan pos berikutnya 15-20 detik. . Takaran pelatihan : a. Intensitas : 85% dari kemampuan maksimal. b. Durasi
: pemanasan 10-15 menit, gerakan inti 2 x 10 menit dan pendinginan 10-15 menit.
c. Frekuensi : 4 kali seminggu selama 6 minggu. 2. Pelatihan lari kontinyu adalah lari secara terus menerus tanpa istirahat atau dengan istirahat aktif ( jogging atau jalan) selama 2 x 10 menit. Takaran pelatihan : a. Intensitas : 85% dari kemampuan maksimal. b. Durasi
: pemanasan 10-15 menit, gerakan inti 2 x 10 menit dan pendinginan 10-15 menit.
c. Frekuensi : 4 kali seminggu selama 6 minggu. 3. Nilai Vo2 max adalah nilai volume maksimal oksigen yang diproses oleh tubuh sebelum dan setelah melakukan pelatihan lari sirkuit dan lari kontinyu selama 6 minggu pada masing-masing kelompok, yang diukur dengan tes lari 2,4 km, bertempat di Bandar Udara Frans Sales Lega Kabupaten Manggarai – NTT, dan
55 setelah tes lari 2,4 km VO2 maxnya diukur dengan dua cara yaitu pertama diukur langsung dengan menggunakan alat Pulse Oxymeter dan kedua dicatat waktu tempuhnya dan disesuaikan dengan tabel penilaian tes lari 2,4 km untuk laki-laki sesuai norma Cooper umur 14 - 17 tahun. Semakin pendek waktu tempuh, semakin bagus VO2 maxnya. 4. Umur adalah usia yang ditentukan atas dasar tanggal, bulan, tahun kelahiran pada akte kelahiran sampel penelitian. 5. Jenis kelamin adalah jenis kelamin berdasarkan pada akte kelahiran sampel penelitian. 6. Berat badan adalah berat tubuh yang diukur menggunakan timbangan berat badan merek Trups, menggunakan pakaian seminimal mungkin, dengan satuan kg dan tingkat ketelitian 0,1 kg. 7. Tinggi badan adalah tinggi badan yang diukur dari dasar telapak kaki sampai ubun-ubun (vertex), diukur dengan sikap berdiri tegak dan sikap siap, pandangan lurus ke depan, garis yang melalui sudut mata sejajar lantai. Tumit, punggung, dan belakang kepala posisinya lurus. Pengukuran dengan anthropometer super dengan tingkat ketelitian 0,1 cm, serta satuannya sentimeter (cm). 8. Indeks Masa Tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang, yang sering digunakan sebagai indikator kesehatan umum. 9. Suhu udara adalah suhu kering rata-rata yang diukur setiap kali pelatihan dengan thermometer elektrik merek “Extecth” buatan Jerman, dengan ketelitian 0,1˚C.
56 10. Kelembaban relatif udara adalah persentase uap air dalam udara yang ditentukan berdasarkan nilai suhu basah dan suhu kering dengan menggunakan Psychometric Chart dinyatakan dalam satuan persen. 4.8 Prosedur Penelitian 4.8.1 Persiapan 1. Studi kepustakaan dari buku, jurnal, proseding, internet dan lain-lain yang relevan dengan topik penelitian 2. Menyelesaikan administrasi yang berhubungan dengan ijin penelitian 3. Meminta persetujuan penelitian kepada pelatih
taekwondoin Kabupaten
Manggarai. 4. Mengadakan pelatihan dengan teman-teman yang terlibat dalam penelitian untuk menyamakan persepsi. 5. Membuat jadwal penelitian dan jadwal yang tepat untuk pengukuran, sehingga tidak mengganggu jadwal latihan taekwondoin. 6. Menyiapkan alat-alat ukur yang baku dan punya ketelitian yang dapat dipercaya dan diakui secara alamiah. 7. Mengukur pos-pos dan lintas lari. 8. Melakukan uji coba tempat pelatihan. 4.8.2 Tahap Penelitian Pendahuluan 1. Memberikan penjelasan tentang pelaksanaan penelitian 2. Menentukan subjek yang akan dilibatkan dalam penelitian
57 3. Melakukan pengukuran pada beberapa variabel (berat badan, tinggi badan). 4. Mengolah hasil penelitian pendahuluan untuk menentukan sampel dalam penelitian selanjutnya. 4.8.3 Tahap Pemilihan dan Penentuan Sampel 1. Taekwondoin yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai sampel diberi nomor urut yang berbeda 2. Selanjutnya sampel dipilih secara acak sederhana dengan menggunakan teknik undian kemudian dibagi menjadi 2 kelompok dengan masing-masing kelompok berjumlah 7 orang. 4. 8. 4 Tahap Pelaksanaan Penelitian 1. Menjelaskan pelaksanaan penelitian kepada sampel tentang : tujuan dan manfaat penelitian, jadwal dan tempat penelitian, tatalaksana penelitian, dan hak-hak subjek dalam pelaksanaan penelitian. 2. Mengukur suhu kering lingkungan tempat penelitian (pengumpulan data) dalam satuan derajat (˚C), dan mengukur kelembaban relative udara. 3. Subjek datang ke tempat penelitian 10-15 menit sebelum pelatihan dimulai, setelah istirahat selama 10 menit dilakukan pengukuran denyut nadi istirahat dengan menggunakan alat
Pulse
Oxymeter, subjek dalam keadaan duduk
relaksasi. 4. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok sesuai dengan kelompok yang sudah dipilih secara acak sederhana.
58 5. Melakukan pemanasan selama 10-15 menit secara dinamis dan statis yaitu dengan cara berjalan keliling lapangan satu putaran dilanjutkan dengan peregangan pada otot tungkai. 6. Mengukur waktu tempuh (pre-test) dengan tes lari 2,4 km, untuk mengetahui vo2max taekwondoin. 7. Memberikan pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit dan lari kontinyu 2 x 10 menit selama 6 minggu. 8. Mengukur waktu tempuh (pos-test) dengan tes lari 2,4 km, untuk mengetahui peningkatan VO2 max taekwondoin. 4.9 Alur Penelitian Alur penelitian pada penelitian ini dijelaskan bahwa dari populasi yang berjumlah 50 orang diambil 14 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi seperti yang telah ditentukan. Sampel tersebut dibagi menjadi 2 kelompok dengan acak sederhana
( kelompok 1 pelatihan lari sirkuit dan kelompok 2 pelatihan lari
kontinyu). Setelah itu dilakukan tes pada masing-masing kelompok sebelum pelatihan berlangsung. Tes yang diberikan adalah tes lari 2,4 km, selanjutnya masing-masing kelompok diberikan pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit dan pelatihan lari kontinyu 2 x 10 menit selama 6 minggu. Tes akhir dilakukan setelah pelatihan 6 minggu yang sama seperti tes awal (sebelum pelatihan) yaitu dengan tes lari 2,4 km. Data hasil tes baik tes awal (Pre tes) maupun tes akhir (Pos tes)
dianalisi menggunakan program SPSS 16.00.
Setelah mendapatkan hasil analisis, maka dilanjutkan dengan penyusunan tesis. Alur penelitian tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :
59
Populasi
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Acak Sederhana
Sampel
Tes Awal
Alokasi Acak Sederhana
Kelompok 1
Kelompok 2
Lari Sirkuit
Lari Kontinyu
Tes Akhir (setelah pelatihan)
Analisis Data
Penyusunan Tesis
Gambar 4.2. Alur Penelitian.
60 4.10 Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Statistik Deskriptif untuk mendeskripsikan karakteristik fisik umur, tinggi badan, berat badan, IMT, yang datanya diambil sebelum tes awal dilakukan. 2. Uji Normalitas dengan Shapiro-wilk test dan Uji homogenitas dengan Levene’s Test, untuk menguji distribusi data hasil tes VO2 max, sebelum dan sesudah pelatihan dengan batas kemaknaan p>0,05, jika nilai p>0,05 maka data berdistribusi normal dan homogen, sehingga data diuji dengan uji parametrik. 4. Uji Komparatif, menggunakan uji parametrik dengan uji t-dependent
untuk
menguji VO2 max kelompok berpasangan, dan uji t-independent untuk menguji VO2 max kelompok tidak berpasangan, dengan batas kemaknaan 0,05. Jika nilai p<0,05 maka hasil penelitian berbeda bermakna dan sebaliknya jika nilai p>0,05 maka hasil penelitian tidak berbeda bermakna.
BAB V HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Bandar Udara Frans Sales Lega Kabupaten Manggarai NTT selama 6 minggu. Subjek penelitian berjumlah 14 orang laki-laki yang dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok berjumlah 7 orang. Kelompok perlakuan 1 diberikan pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit dan kelompok perlakuan 2 diberikan pelatihan lari kontinyu 2 x 10 menit. Tujuan kedua jenis pelatihan ini adalah untuk meningkatkan VO2 max. 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik subjek penelitian yang meliputi : umur, berat badan, tinggi badan, IMT pada kedua kelompok dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Pada Dua Kelompok Perlakuan Kelompok 1
Kelompok 2
Karakteristik n
Rerata
SB
n
Rerata
SB
Umur (th)
7
15,71
1.380
7
15,71
1.380
Berat Badan (kg)
7
55.00
6.271
7
54,14
7.690
Tinggi Badan (m)
7
1.55
8.355
7
1,54
7.674
IMT (kg/m²)
7
22,79
0.878
7
22,62
1.344
Keterangan: n
: Sampel
SB
: Simpangan Baku
61
62 Th
: Tahun
Cm
: Centi meter
Kg/m² : Kilogram IMT
: Index Massa Tubuh
Kelompok 1 : Pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit Kelompok 2 : Pelatihan lari kontinyu 2 x 10 menit Tabel
5.1
menunjukkan
bahwa
karakteristik
subjek
pada
kedua
kelompok perlakuan dari segi rerata umur, rerata berat badan, tinggi badan dan Index Massa Tubuh berdistribusi normal. 5.2
Karakteristik Lingkungan Penelitian Kondisi lingkungan yang diukur selama pelaksanaan penelitian adalah suhu
udara kering dan suhu udara basah dalam satuan ºC, serta kelembaban relatif disesuaikan dengan Tabel psychometrik chart dalam satuan %. Hasil pengukuran suhu lingkungan penelitian selama pelatihan seperti pada Tabel 5.2 Tabel 5.2 Hasil Pengukuran Suhu Lingkungan Penelitian Keadaan Lingkungan
Rerata
Minimum
Suhu Kering (ºC)
25
24
Suhu Basah (ºC)
23,75
23
Kelembaban (%)
78
76
Maksimum
26 24,5 80
63 Keterangan : ºC : Celcius % : Persen Berdasarkan hasil pengukuran suhu dan kondisi lingkungan penelitian selama pelatihan dan pengukuran dapat diadaptasi oleh sampel, karena sampel tinggal dekat tempat pelaksanaan penelitian, dengan demikian kondisi lingkungan tidak mempengaruhi pelaksanaan penelitian atau nyaman untuk pelaksanaan pelatihan. 5.3 Uji Normalitas dan Homogenitas Data Hasil uji normalitas dan homogenitas data dapat dilihat pada tabel 5.3. Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas VO2 max sebelum dan sesudah perlakuan Variabel
p. Normalitas
p. Homogenitas
(Shapiro – waalk Test)
(Levene Test)
Kelompok 1
Kelompok 2
Pre_Tes
0.873
0.752
0 .760
Pos_Tes
0.086
0.062
0.547
Pre Tes
0.145
0.134
0.135
Pos Tes
0.747
0.462
0.059
Pulse Oxymeter :
Norma Cooper :
Keterangan: p
: Nilai Probabilitas
Kelompok 1
: Pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit.
Kelompok 2
: Pelatihan lari kontinyu 2 x 10 menit.
64 Berdasarkan hasil uji normalitas data (Shapiro-walk test)
pada VO2 max
sebelun dan sesudah pelatihan baik berdasarkan Pulse Oxymeter maupun berdasarkan norma Cooper menunjukan bahwa data pada kedua kelompok menunjukan p lebih besar dari 0,05 (p˃0,05), sehingga dinyatakan data berdistribusi normal. Demikian pula hasil uji homogenitas
(Levene Test)
menunjukkan bahwa data pada kedua kelompok perlakuan baik berdasarkan Pulse Oxymeter maupun berdasarkan norma Cooper berdistribusi homogen karena p lebih besar dari 0,05 (p > 0,05), sehingga data dapat diuji dengan menggunakan uji parametrik. 5.4 Uji Beda Rerata VO2 max Kedua Kelompok berpasangan (paired-t test) 5.4.1 Uji t-paired (paired-t test), untuk membandingkan rerata VO2 max sebelum dan sesudah pelatihan pada kelompok 1, berdasarkan pulse oxymeter dan norma cooper dengan batas kemaknaan 0,05. Data dapat dilihat pada Tabel 5.4.1 berikut ini:
Tabel 5.4.1 Hasil Uji Beda Rerata VO2 max Kelompok Perlakuan 1 Pre_Tes Perlakuan
Pos_Tes
Rerata
Rerata SB
Beda
t
p
SB
Pulse Oxymeter
95.1429
1.34519
98.2857
0.75593
3.14
12.050
0,000
Norma Cooper
44,4286
4.72077
53,4286
1.90238
9.00
5,833
0,001
65
Keterangan: SB
: Simpangan Baku
p
: Nilai Probabilitas
Untuk lebih jelas rerata kelompok berpasangan pada kelompok perlakuan 1 dapat dilihat pada grafik berikut :
Pulse Oxymeter
Norma Cooper
99
98,28
60
98
50
97
40
96
30
95,14
95
20
94
10
93
0 pre tes
53,42 44,42
Pos tes
pre tes
Pos tes
Gambar 5.1 Grafik rerata peningkatan VO2 max kelompok 1 Keterangan: Kelompok 1
: Pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit.
Berdasarkan tabel dan grafik di atas menunjukkan bahwa perbedaan rerata VO2 max sebelum dan sesudah perlakuan baik berdasarkan alat ukur pulse oxymeter maupun berdasarkan norma Cooper menunjukan nilai p lebih kecil dari 0,05 (p< 0,05). Sehingga nilai tersebut menyatakan secara signifikan pelatihan lari sirkuit dapat meningkatkan VO2 max.
66 5.4.2
Uji t-paired (paired-t test), untuk membandingkan rerata VO2 max sebelum dan sesudah pelatihan pada kelompok 2, berdasarkan pulse oxymeter dan norma cooper dengan batas kemaknaan 0,05. Data dapat dilihat pada Tabel 5.4.2 berikut ini: Tabel 5.4.2 Hasil Uji Beda Rerata VO2 max Kelompok Perlakuan 2 Pre_Tes
Perlakuan
Pos_Tes
Rerata
Beda
Rerata SB
t
P
SB
Pulse Oxymeter
95,0000
1,41421
98,1429
0.89974
3.14
12,050
0,000
Norma Cooper
43,4286
3,35942
51,0000
4,32049
7,57
5,124
0,002
Keterangan: SB
: Simpangan Baku
p
: Nilai Probabilitas
Untuk lebih jelas rerata kelompok berpasangan pada kelompok perlakuan 2 dapat dilihat pada grafik kerikut:
Pulse Oxymeter 99
Norma Cooper 98,14
98 97 96
95
95 94 93 pre tes
Pos tes
52 50 48 46 44 42 40 38
51
43,42
pre tes
Pos tes
Gambar 5.2 Grafik rerata peningkatan VO2 max kelompok 2
67 Keterangan: Kelompok 2
: Pelatihan lari kontinyu 2 x 10 menit.
Hasil uji beda rerata VO2 max pada kelompok perlakuan 2 (lari kontinyu) sebelum dan sesudah perlakuan baik berdasarkan alat ukur pulse oxymeter maupun berdasarkan norma Cooper memerlihatkan
nilai
p < 0,05. Nilai tersebut
menyatakan secara signifikan pelatihan lari kontinyu dapat meningkatkan VO2 max.
5.5 Uji beda rerata VO2 max kelompok berpasangan
(t-Test independent),
dengan batas kemaknaan 0,05. Data dapat dilihat pada Tabel 5.5 Tabel 5.5 Hasil Uji Rerata VO2 max Antar Kedua Kelompok Perlakuan (Kelompok 1 pelatihan lari sirkuit dan Kelompok 2 pelatihan lari kontinyu) sesudah Pelatihan Perlakuan
Kelompok 1 ± SB
Kelompok 2 ± SB
t
P
Pulse Oxymeter: Pos_Tes
98.2857 ± 0.75593
98,1429 ± 0.89974
0,322
0,753
53,4286 ± 1,90238
51,0000 ± 4,32049
1,361
0,198
Norma Cooper
Pos_Tes
Keterangan: SB
: Simpangan Baku
p
: Nilai Probabilitas
Kelompok 1 : Pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit. Kelompok 2 : Pelatihan lari lari kontinyu 2 x 10 menit. Untuk lebih jelas rerata kelompok tidak berpasangan sesudah perlakuan dapat dilihat pada grafik berikut:
68
Pulse Oxymeter 98,3
Norma Cooper
98,28
54
98,25
53,42
53
98,2
98,14
98,15
52
98,1
50
98,05
49 KP 1
51
51
KP 2
KP 1
KP 2
Gambar 5.4 Grafik rerata peningkatan VO2 max setelah perlakuan KP 1 dan KP 2
Keterangan: KP
: Kelompok Perlakuan
Kelompok 1 : Pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit. Kelompok 2 : Pelatihan lari lari kontinyu 2 x 10 menit. Hasil uji beda rerata VO2 max
(t-Test independent) sesudah perlakuan
berdasarkan Pulse Oxymeter dan norma Cooper
menunjukkan rerata selisih
peningkatan VO2 max antara kedua kelompok pelatihan didapatkan hasil p lebih besar dari 0,05 (p > 0.05).
Hal ini berarti bahwa antara kelompok perlakuan 1 dan
kelompok perlakuan 2 baik berdasarkan Pulse Oxymeter maupun berdasarkan norma Cooper setelah diberi pelatihan sama-sama meningkatkan VO2 max dan tidak ada perbedaan yang signifikan.
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Fisik Subjek Penelitian Subjek penelitian berjumlah 14 orang yang sehat dan berasal dari taekwondoin putra Kabupaten Manggarai – NTT. Sampel ini adalah berasal dari jumlah seluruh populasi yang berjumlah 50 orang. Umur taekwondoin yang terlibat sebagai subjek penelitian pada kedua kelompok pelatihan adalah antara 14-17 tahun. Rerata umur untuk kelompok 1, = 15,71 ± 1.380 tahun dan kelompok 2, 15,71 ± 1.380 tahun. Hal ini berarti bahwa kondisi subjek penelitian antara kelompok 1 dan kelompok 2 dalam kondisi yang sama. Pelatihan spesialisasinya untuk cabang olahraga taekwondo sudah biasa diberikan, sehingga pelatihan yang diberikan tidak berpengaruh buruk terhadap struktur dan fungsi tubuh.
Rerata berat badan subjek penelitian pada kelompok perlakuan 1 antara 55,00 ± 8.355 kg dan pada kelompok perlakuan 2 antara 54,14 ± 7.674 kg. Rerata berat badan subjek berada pada nutrisi normal untuk atlet umur 14- 17 tahun yang diambil pada persentil ke-50 standar WHO (Martono dan Pranaka, 2009), dengan demikian,
kedua kelompok perlakuan tidak ada kekurangan nutrisi, sehingga
aktivitas pelatihan dapat dilakukan dan dikembangkan dengan baik.
Rentang tinggi badan subjek penelitian pada kelompok 1 antara 7.674 ± 7.674 cm, dan kelompok 2 antara 154,2 ± 7.690cm. Subjek berada pada nutrisi normal standar WHO (Martono dan Pranaka, 2009), sehingga pelatihan aman dilakukan.
69
70 Subjek penelitian ditinjau dari IMT (Indeks Masa Tubuh) pada kelompok-1 berkisar antara 22,79 ± 0.878 kg/m² dan kelompok-2 antara22,62 ± 1.344 kg/m². IMT menggambarkan status gizi seseorang, dengan demikian berdasarkan rerata indeks masa tubuh pada kedua kelompok pelatihan menunjukkan bahwa status gizi subjek penelitian berada pada status gizi normal (Adiatmika, 2002). Rerata nilai VO2 max subjek penelitian sebelum pelatihan berdasarkan Pulse Oxymeter pada kelompok 1 : 95.1429 ± 1.34519, dan pada kelompok 2 : 95,0000 ±
1,41421,
dan berdasarkan norma Cooper pada kelompok 1 antara 44,4286 ±
4,72077, dan pada kelompok 2 antara 43,4286 ± 3,3594. Nilai rerata VO2 max tersebut pada kedua kelompok menunjukan bahwa VO2 max subjek penelitian berada pada kategori sedang sampai baik untuk usia 14 - 17 tahun (Adiatmika, 2002). Pemilihan subjek dengan VO2 max sedang dengan pertimbangan subjek penelitian diasumsikan mampu mengikuti pelatihan yang akan diterapkan. 6.2 Karakteristik Lingkungan Penelitian Pelatihan dilaksanakan di Bandar udara Frans Sales Lega
Kabupaten
Manggarai – NTT pukul 17 ; 00 – 18 ; 00 WIT. Berdasarkan Tabel 5.2 dapat dilihat rentang suhu kering reratanya 25 yaitu berkisar antara 24°C–26°C, rerata suhu basah 23,75 yaitu berkisar antara 23°C–24,5°C dan rerata kelembaban 78% yaitu berkisar antara 76% - 80%. Kondisi lingkungan selama pelatihan dan pengukuran dapat diadaptasi oleh subjek, karena subjek tinggal dekat tempat pelaksanaan penelitian, dan batas kenyamanan bagi orang Indonesia berkisar antara 70-80% (Gabriel, 2001), dengan demikian kondisi lingkungan tidak mempengaruhi pelaksanaan pelatihan.
71 6.3 Uji Normalitas dan Homogenitas Data Distribusi data hasil tes VO2 max pada tabel 5.3 sebelum dan sesudah perlakuan pada kedua kelompok perlakuan dilakukan uji normalitas dengan Shapiro-walk Test. Berdasarkan alat ukur Pule Oxymeter nilai p pada kelompok 1 sebelum perlakuan sebesar 0.873 dan setelah perlakuan sebesar 0.086, sedangkan kelompok perlakuan 2 sebelum perlakuan sebesar 0.752 dan setelah perlakuan sebesar 0.062. Berdasarkan
norma Cooper kelompok perlakuan 1 sebelum
perlakuan sebasar 0.145, setelah perlakuan sebesar 0.747, sedangkan kelompok perlakuan 2 sebelum perlakuan sebesar 0.134, setelah perlakuan sebesar 0.462. Varians data sebelum dan sesudah perlakuan antara kedua kelompok di uji dengan Levene Test. Berdasarkan alat ukur Pule Oxymeter nilai p sebelum perlakuan sebesar 0.760 dan setelah poerlakuan sebesar 0.574. Berdasarkan norma Cooper sebelum perlakuan sebasar 0.135, setelah perlakuan sebesar 0.059. Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas di atas diperoleh nilai p lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Dengan demikian data hasil tes VO2 max kedua kelompok perlakuan berdistribusi normal dan homogen, sehingga data dapat diuji dengan uji parametrik. 6.4 Hasil Uji Beda Rerata VO2 Max Kelompok Perlakuan 1 (lari sirkuit 2 x 10 menit) Berdasarkan hasil analisis VO2 max dengan menggunakan uji paired t-test (sampel berpasangan) pada kelompok perlakuan 1 (lari sirkuit) seperti tertera pada tabel 5.4.1, didapatkan rerata sebelum perlakuan berdasarkan Pulse Oxymeter sebesar, 95,14 ± 1.34
dan sesudah perlakuan 98,28 ± 0.75, dengan p < 0,05,
sedangkan berdasarkan norma Cooper sebelum perlakuan sebesar, 44,42 ± 4.72
72 dan sesudah perlakuan sebasar 53,42 ± 1.90, dengan p < 0,05, maka pelatihan lari sirkuit pada kelompok perlakuan 1 secara signifikan dapat meningkatkan VO2 max. Pelatihan lari sirkuit yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pelatihan sirkuit pendek (6 stasiun atau 6 pos) dan pelatihan dilaksanakan 4 kali seminggu selama 6 minggu. Tujuan pelatihan ini untuk meningkatkan VO2 max, karena dengan adanya latihan yang teratur dengan penambahan beban latihan akan memungkinkan meningkatnya pemakaian oksigen per menit, sampai tercapai suatu angka maksimal, dan hal ini terjadi karena perubahan fungsi kardiorespirasi, seperti denyut nadi, isi sekuncup jantung, tekanan darah, selisih oksigen arteri-vena dan ventilasi paru, sehingga
unsur penggunaan
oksigen pada latihan adalah salah satu faktor yang menentukan karena keunggulan seorang atlet terletak pada kemampuan menyediakan oksigen sesuai keperluannya (Wilmore and Costill 2005). Peningkatan VO2 max pada kelompok 1 diakibatkan oleh pelatihan yang diterapkan selama 6 minggu dengan frekuensi 4 kali seminggu, hal ini dipertegas Nala, (2008) bahwa pelatihan yang diberikan dalam jangka waktu 6-8 minggu dengan frekuensi 3-4 kali seminggu akan menghasilkan peningkatan yang berarti. 6.5 Hasil Uji Beda Rerata VO2 Max Kelompok Perlakuan 2 (lari kontinyu 2 x 10 menit) Berdasarkan hasil analisis VO2 max dengan menggunakan uji paired t-test (sampel berpasangan) pada kelompok perlakuan 2 (lari kontinyu) seperti tertera pada
tabel 5.4.2, menunjukan
rerata sebelum perlakuan
berdasarkan Pulse
Oxymeter sebesar, 95,00 ± 1,41 dan sesudah perlakuan 98,14 ± 0.89, dengan p lebih kecil dari 0,05 ( p < 0,05), sedangkan berdasarkan norma Cooper sebelum
73 perlakuan sebesar, 43,42 ± 3,35 dan sesudah perlakuan sebasar 51,00 ± 4,32, dengan
lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05), maka pelatihan lari kontinyu pada
kelompok perlakuan 2 secara signifikan dapat meningkatkan VO2 max. Hal ini dipertegas pula oleh Riwidikdo (2012), bahwa jika nilai p < 0.05 maka kedua sampel tersebut memiliki varian yang tidak sama, sehingga dapat dikatakan bahwa pelatihan lari kontinyu dapat meningkatkan VO2 max. Meningkatnya latihan fisik akan menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen maksimal, dan akan terjadi keadaan stabil (plateu). Terjadinya plateu tersebut menunjukkan bahwa akan terjadi kelelahan (sesak napas atau nyeri dada) karena suplai oksigen tidak dapat memenuhi kebutuhan, dengan demikian dapat dikatakan bahwa VO2 max membatasi aktivitas kerja atau latihan fisik (Willmore and Costill, 2005). Hasil analisis data terlihat bahwa pelatihan pada kelompok perlakuan 2 (lari kontinyu)
baik berdasarkan Pulse Oxymeter maupun berdasarkan norma
Cooper menunjukkan peningkatan VO2 max secara signifikan, hal ini disebabkan karena pelatihan fisik yang diterapkan secara teratur dan terukur dengan takaran dan waktu yang cukup, sehingga menyebabkan perubahan fisiologis dalam tubuh seperti: 1) Peningkatan denyut nadi; denyut nadi akan meningkat pada saat setelah latihan diakibatkan kebutuhan penyediaan darah yang lebih banyak pada waktu latihan; 2) Peningkatan stroke volume; stroke volume adalah jumlah darah yang dipompakan oleh jantung dalam satu kali denyutan, stroke volume ini dipengaruhi oleh jumlah darah yang kembali ke jantung; 3) Peningkatan cardiac output; dengan meningkatnya stroke volume dan denyut nadi maka cardic output akan meningkat; 4) Peningkatan VO2 max; ketika beban kerja meningkat konsumsi
74 oksigen juga akan meningkat pada saat tersebut ambilan oksigen akan mencapai nilai maksimal (Willmore and Costill, 2005). 6.6 Hasil Uji Beda Rerata VO2 Max Kelompok tidak berpasangan (t-Test independent) Berdasarkan
hasil
analisis
VO2
max
sesudah
perlakuan
dengan
menggunakan uji t-Test independent (kelompok tidak berpasangan) pada kedua kelompok perlakuan
seperti tertera pada tabel 5.5, didapatkan rerata VO2 max
setelah perlakuan antara kelompok 1 dan kelompok 2
baik berdasarkan Pulse
Oxymeter maupun norma Cooper, menunjukan p lebih besar dari 0,05 (p > 0,05), maka pelatihan lari sirkuit dan pelatihan lari kontinyu baik berdasarkan pulse oxymeter maupun berdasarkan norma Cooper sama-sama meningkatkan VO2 max dan tidak ada perbedaan secara signifikan. Hasil penelitian di atas pelatihan kelompok perlakuan 1
menunjukan bahwa tidak ada perbedaan antara dan pelatihan kelompok perlakuan 2, hal ini
disebabkan karena pemberian latihan kurang sesuai dengan ketentuan “FITT” (Frekuensi, Intensitas, Tipe, dan Time). Frekuensi, intensitas dan tipe dalam pelatihan ini sudah memenuhi ketentuan yaitu frekuensi 4 kali seminggu, intensitas 85% dari denyut nadi maksimal dan tipe (pelatihan lari sirkuit dan pelatihan lari kontinyu), sedangkan yang belum memenuhi ketentuan adalah time atau waktu (2 x 10 menit), selain itu jarak tempuh untuk pelatihan lari sirkuit masih sangat rendah. Kurangnya waktu dan jarak tempuh
inilah yang menyebabkan kedua
pelatihan ini tidak berbeda bermakna. Keperluan oksigen dan zat-zat makanan untuk otot bertambah besar pada saat latihan berlangsung dan secara reflek akan terjadi perubahan pengaliran darah
75 seperti timbulnya kenaikan volume darah tiap menit dan bertambahnya jumlah darah yang mengalir ke otot-otot yang lebih aktif, sementara terjadi penurunan aliran darah kearah jaringan-jaringan yang kurang aktif, namun aliran darah ke daerah rawan seperti otak dan jantung sendiri, akan tetap atau meningkat (Nala, 2011). Respon kardiovaskular yang paling utama terhadap aktivitas fisik adalah peningkatan cardiac output. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan isi sekuncup jantung maupun heart rate yang dapat mencapai sekitar 95% dari tingkat maksimalnya. Pemakaian oksigen oleh tubuh tidak dapat lebih dari kecepatan sistem kardiovaskular menghantarkan oksigen ke jaringan, sehingga
sistem
kardiovaskuler dapat membatasi nilai VO2 max. Pelatihan secara teratur akan mempengaruhi fungsi jantung di mana jantung akan mampu memompa lebih baik, dengan demikian dapat memompa lebih banyak darah dan lebih banyak oksigen sehingga dapat menurunkan frekuensi denyut jantung baik pada kondisi istirahat maupun saat latihan (Perry, 2008). Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa olahragawan yang sukses dalam nomor endurance secara tetap menunjukkan nilai VO2 max yang tinggi. Nilai VO2 max tertinggi dicapai pada olahraga yang memerlukan penggunaan energi yang relatif sangat besar dalam jangka waktu yang lama. Penelitian lain telah mengamati hubungan yang erat antar VO2 max dan prestasi olahraga nomor
endurance seperti lari jarak jauh, renang dan
bersepeda (Wilmore and Costill, 2005). Pelatihan dapat meningkatkan kebugaran fisik, dan peningkatan kebugaran fisik ternyata berhubungan erat dengan penurunan risiko penyakit kardiovaskular
76 (Wilmore and Costill, 2005), oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pelatihan secara teratur dapat meningkatkan daya tahan tubuh, lebih khusus bagi seorang atlet, dengan pelatihan yang rutin dan teratur dapat memperbaiki sistem dan fungsi organ tubuh atau dapat disimpulkan bahwa dengan adanya latihan fisik yang teratur bagi seorang atlet, maka daya tahan kardiovaskularnya akan meningkat sehingga VO2 maxnyapun meningkat dan atlet dapat meraih prestasi maksimal. Untuk orang awan, atlet maupun seorang pelatih yang ingin meningkatkan daya tahan (endurance) harus mengetahui bahwa yang perlu ditingkatkan
adalah
daya
tahan
kardiovaskular. Jika
daya
tahan
kardiovaskularnya baik, sudah tentu VO2 maxnyapun baik, karena dengan VO2 max yang baik kebutuhan biologis tubuh pada waktu kerja akan lancar. Kelancaran tersebut dimungkinkan apabila alat-alat peredaran darah yang mengalirkan darah sebagai media
penghantar untuk memberikan zat-zat
makanan dan oksigen (O2) yang diperlukan jaringan tubuh, dapat menjalankan fungsinya dengan sempurna. Daya tahan kardiovaskular menunjukan kemampuan kerja jantung untuk menyediakan zat makanan dan oksigen untuk bagian-bagian tubuh yang sedang melakukan aktivitas,
oleh karena itu, daya tahan kardivaskular memegang
peranan penting dalam kehidupan sehari-hari dalam melakukan aktivitas fisik, lebih khusus bagi atlet dalam suatu pertandingan, guna mencapai prestasi maksimal (Purba, 2006). .
77
6.7 Kelemahan Penelitian Peneliti menyadari bahwa penelitian yang telah dilakukan masih banyak kelemahanya, diantaranya adalah : 1. Sedikitnya jumlah subjek, hal ini karena jumlah populasi dalam penelitian ini sangat terbatas serta pemilihan subjek terikat kriteria yang telah ditentukan sebelum penelitian. 2. Kondisi dan aktivitas subjek di luar waktu pelatihan sulit dipantau/dikontrol, peneliti hanya dapat memberikan saran agar subjek tidak melakukan aktivitas fisik yang dapat meningkatkan VO2 max di luar waktu pelatihan seperti melakukan perjalanan atau lari jarak jauh. 3. Kurangnya waktu (time) dan kurangnya jarak tempuh pada pelatihan lari sirkuit, sehingga kedua pelatihan tidak berbeda bermakna.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1
Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat dismpulkan
bahwa pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit dan pelatihan lari kontiyu 2 x 10 menit, 4 kali seminggu selama 6 minggu dapat meningkatkan VO2 max taekwondoin putra Kabupaten Manggarai - NTT. 7.2
Saran Berdasarkan simpulan penelitian, disarankan beberapa hal yang berkaitan
dengan peningkatan VO2 max : 1. Untuk orang awam, pembina, pelatih dan guru olahraga serta atlet yang ingin memperbaiki dan meningkatkan VO2 max, harus mengetahui bahwa yang perlu ditingkatkan adalah kemampuan daya tahan sistem kardiovaskuler. Dengan sistem kardiovaskuler yang baik, maka segala aktifitas fisik akan lancar. 2. Untuk memperoleh peningkatan VO2 max, lakukanlah latihan selama 6 minggu dengan frekuensi latihannya 3-4 kali dalam seminggu. 3. Bagi para peneliti diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman atau acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya waktu dan jarak tempuh dalam pelatihannya.
78
dengan menambah
79 DAFTAR PUSTAKA Adiatmika, I.P.G. 2002. Asupan Tambahan Magnesium Oral Fisiologis Sebagai Salah Satu Usaha Meningkatkan Daya Tahan Umum Pelari 5000 meter Siswa Militer SPK KESDAM IX/Udayana Denpasar (Tesis.). Universitas Udayana Denpasar. Adiwinanto, W. 2008. Pengaruh Olahraga di Sekolah terhadap Indeks Masa tubh dan Tingkat Kesegaran Kardiorespirasi Pada Remaja Obesitas. Semarang: (Tesis) Universitas Diponegoro. Amstrong,
N. 2006. Aerobic Journal de pediatria 82.
Fitness
of
Childreen
and
Adolescent.
Anonim, 2000. Pedoman dan Modul Pelatihan Kesehatan Olahraga Bagi Pelatih Olahragawan Pelajar. Jakarta: Depdiknas Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani. Anonim, 2005. Penetapan Parameter Tes pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pelajar Sekolah Khusus Olahragawan. Jakarta ; Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga RI. Anonim, 2007. Dasar-Dasar Kepelatihan Pada Olahraga Profesional. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pengawasan Olahraga Profesional Indonesia Anonim, 2010. Teknik-teknik Atletik dan Langkah-langkah Menuju Juara. Jakarta: PB PASI Astrand, P.D.,Rodahl, K, 2003. Texbook of Work Physiological Basic of Exercise. New York: Mc.Graw Hill Brooks Company. Bawono, M.N. 2008. Adaptasi latihan aerobic terhadap stress oksidatif dan antioksidan. Jurnal Ilmu Keolahragaan. 5(2): 102-110. Bell, R.C. 2002. The exploration of Taekwondo training on personality traits. the sport journal vol.5 no.3 , 1. Bemstein, D. 2003. Exercise Assessment of Transgenic Models of Human Cardiovascular Disease. Physiol Genomics ; 13 : 217 – 26. Bompa, T.O. 2000. Total Training For Young Champions. Campaign: Human. Boreham, C.A.G, A, B, C and D. 2006. The Physiology of Training. Philadelphia : Churchil Livingstone Elsevier. Dahlan, S.M.2008. Statistik Untuk Kedokteran (Plus Aplikasi SPSS). Jakarta : PT. Arkans.53-65. Darmawan. 2012. Pengaruh Latihan Interval dan Continuous Running terhadap Peningkatan VO2 max pada Tim Sepakbola SMA Negeri Ajibarang Tahun 2011. Under Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang.
80 Darmayanti, S. 2007. Pengaruh Latihan Tai Chi Chuan Terhadap Peningkatan Kebugaran Pada Manula. Skripsi. 20. Gabriel, J. F. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Hipokrates Gilang, M . 2007. Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan. Bandung: Ganeca exact. Giriwijiyo, S. 2007. Ilmu Faal Olahraga. Bandung : Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan UPI. Giriwijiyo, S., H. Muchtamaji. 2005. Ilmu Faal Olahraga. Fungsi Tubuh Manusia Pada Olahraga. Bandung : Fakultas Ilmu Olahraga. Guyton, H. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta ; EGC. 92 Guyton, H. 2007. Texbook of Medical Physiology. 11th edition. Elsevier Saundiers, Philadelphia, Pensylvania ; 79-82;530;1056-60. Hairy, 2009. Dasar-Dasar Kesehatan Olahraga. Jakarta: Universitas Hairy, J. 2005. Fisiologi Olahraga. Jakarta: Dirjendikti Hoeger, W. W. 2010. Principles and labs for fitness and wellness 3th edition. United States of America: Irfan, M. 2011. Pedoman olahraga yang menyehatkan. Unimed Journal vol.17 no.65 . Irianto, J. P. 2004. Pedoman Praktis Berolahraga untuk Kebugaran dan Kesehatan. Yogyakarta : Penerbit Andi. Irwansyah, 2007. Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan. Bandung: PT. Grafindo Media Pratama. Julin, E. M. 1996. Fhysical Fitness. Laboratorium Ilmu Faal dan Olahraga FK UNSRAT Manado. Karim, F. 2002. Panduan Kesehatan Olahraga Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta : Depeartemen Kesehatan Republik Indonesia. Karim, F. 2003. Materi Advokasi Kesehatan Olahraga. Jakarta ; Departemen Kesehatan RI. Kinetics, Champaign. Kim, J. W. 2010. Taekwondo Student manual. South Yosemite Street: Available at : www.jwkimtkd.com [Cited 2013 Oktober 5]. Kordi, R. E. 2009. Combat sport medicine. New Jersey: Springer. Lawrensen, D. 2008. The Super Toning Trainning Routine. [cited: 2011 Juni 15]. Available from http://www.muscleanstrength.com.
81 Mackenzie, B. 2005. 101 Performance Evaluation Tests. London ; Electric Word Plc. Maqsalmina, M. 2007. Pengaruh Latihan Aerobik terhadap Perubahan VO2max pada Siswa Sekolah Sepak Bola Tugu Muda Semarang Usia 12-14 Tahun. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang Martono, H.H., Pranaka K. (Eds). 2009. Buku Ajar Boedhi – Darmojo : Geriatri. Edisi Ke -4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Mc Ardle., A, B and C. 2000. Essentials of Exercise Physiology. 2nd ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. Mukholid,
A. 2007. Pendidikan Jasmani Olahraga dan kesehatan. Jakarta: Yudhistira.
Nala, I. G. N. 2002. Kumpulan Tullisan Olahraga. Denpasar ; Monograf yang diperbanyak oleh KONI Bali. Nala, I. G. N. 2008. Pemberdayaaan Dokter/Pelatih/Guru Olahraga dalam Meningkatkan Kesehatan dan kebugaran Fisik (seminar). Denpasar : Program Pascasarjana Universitas Udayana. Nala, I. G. N. 2011. University
Prisip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar; Udayana Press. 26 - 29.
Nala, I. G. N. 2012. Prisip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar; Komite Olahraga Nasional Indonesia Daerah Bali Nawawi, U. 2007. Diktat Fisiologi Olahraga. Padang : Universitas Negeri Padang New York: McGraw-Hill Companies inc: 513 - 561. Nugroho, S. 2007. Pengaruh Latihan Sirkuit (Circuit Training) Terhadap Daya Tahan Aerobik (Vo2 Max) Mahasiswa PKO Fakultas Ilmu Keolahragan Universitas Negeri Yogyakarta Pahalawidi, C. 2007. Pembinaan Olahraga Prestasi Cabang Atletik Usia Dini. Jurnal Olahraga Prestasi Volume 3, Nomor 1 Pangkahila, J. A. 2013. Buku Ajar Pedoman Praktis Ringkasan Analisis Data. Program Pascasarjana Kedokteran : Pusat Studi Andrologi dan Seksiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar. 17, 18. Pardjiono,
2008. Hipertropi otot keolahragaan.5(2):111-119
skelet
pada
olahraga.
Jurnal
ilmu
Pearce, E. C. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. PT.Gramedia Perry,
S. 2008. Improving Cardiovasculer Health and Fitness. Available at : www.FreeEngineering.com [Cited 2013 April 21].
Poccok, 2008. Clinical Trials A Practical Aproach. New York : A Willey Medical Publication. Pustaka Utama. 121 - 129.
82 Purba, A. 2006. Kardiovaskuler dan faal olahraga. Bandung : Fakultas Kedokteran Uviversitas Padjadjaran. Hal. 8-13. Rahadyan, 2005. Berat Badan Berlebihan yang Selalu Jadi Problem. Denpasar : Bali Post. Hal. 7,30 Januari. Rahim, A. A. 2011. Aplikasi Pendekatan Latihan Interval Teratur Dalam Meningkatkan Kemampuan Kecepatan Nomor Lari 100 dan 200 Meter pada Siswa SMP. Jurnal ILALA, Volume 11, Nomor 1. Riwidikdo, 2012. Statistik Kesehatan. Belajar Mudah Teknik Analisis data dalam Penelitian Kesehatan (Plus Aplikasi Software SPSS). 49, 55, 60, 70. Robergs, R., A, B, C and D. 2000. Incidence of the Oxygen Plateauat VO2 max during Exercise Testing to Volitional Fatigue. Journal of The American Society of Exercise Physiologists. Ronny, 2009. Fisiologi Kardiovaskular : Berbasis Masalah Keperawatan. Jakarta ; EGC. Sajoto, 2002. Peningkatan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik dalam Olah Raga. Semarang: Dohara Prise. 83. Saktiyono, 2006. IPA Biologi SMP dan MTs Untuk Kelas VIII. Jakarta: Esis Saladin, K . 2007. Anatomy and physiology the unity of form and function. 4th ed. Sandi, N. 2013. Program Olahraga dan Pelatihan Fisik. Denpasar: S2 Fisiologi Olahraga UNUD 2013. Sharkley, 2011. Kebugaran dan Kesehatan. Rajawali Sport, Devisi Buku Olahraga & Kesehatan. PT. Raja Grafindo Persada. 75 – 85. Sherwood L, 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, alih bahasa Brahm U. Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.34. Sidik, A dan B. 2013. Jurnal Iptek Olahraga, Volume I| No. 1. ISSN: 1411-0016 Siregar, Y. I. 2010. Peranan kebugaran jasmani dalam meningkatkan kinerja. Unimed Journal Vol.16 No.60 Thn.XVI , 77 - 83. Sudarsono, S. 2011. Penyusunan Program Pelatihan Berbeban untuk Meningkatkan kekuatan. Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN: 1411-8319 No 3 Sukadiyanto, 2005. Penghantar Teori dan Metodologi Melatih Fisik. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY.35. Suprapta, 2008. Pelatihan Lari Interval Lebih Meningkatkan Kebugaran Fisik dan Daya Tahan Otot dibandingkan dengan pelatihan lari kontinyu pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi IKIP Saraswati Tabanan.(Tesis). Denpasar ; Universitas Udayana.
83 Swadesi, I. K. I. 2007. Pengaruh Pelatihan Sirkuit Periode Istirahat 30 detik dan 60 detik Terhadap Kecepatan, Kelincahan dan Volume Oksigen Maksimal Pada Pemain Bola Basket. JPPSH: Lembaga Penelitian Undiksha Triangto,
M. 2005. Jalan Sehat dengan Sports Therapy. Jakarta : Intisari. Universitas Indonesia Terbuka Departemen Pendidikan Nasional
Wahjoedi, 2001. Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani, PT. Grafindo Persada, Jakarta. Wilmore, J. H., Costill, 2005. Training For Sport and Activity. Win C. " Brown Publisher, Dubuque, Lowa. Wilmore, J. H., Costill, 2005. Athletic Training and Psysical Fitness. Boston, Sidney : Allyn and Bacon. Womsiwor, D. 2011. Pelatihan Lari dengan Sistem Sirkuit Haluan Kiri Lebih Baik dari pada Haluan Kanan pada pemain sepak bola. (Tesis). Denpasar ; Universitas Udayana.
84 LAMPIRAN : Karakteristik Subjek Penelitian Kedua Kelompok Perlakuan
Descriptive Statistics Kelompok 1 N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Umur
7
14.00
17.00
15.7143
1.38013
BB
7
48.00
65.00
55.0000
6.27163
TB
7
146.00
169.00
1.5514E2
8.35521
IMT
7
21.49
24.00
22.7929
.87808
Valid N (listwise)
7
Descriptive Statistics Kelompok 2 N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Umur
7
14.00
17.00
15.7143
1.38013
BB
7
43.00
66.00
54.1429
7.69044
TB
7
145.00
168.00
1.5429E2
7.67494
IMT
7
20.45
24.03
22.6257
1.34415
Valid N (listwise)
7
85 LAMPIRAN : Hasil Analisis Data Berdasarkan Pulse Oxymeter 1. Uji Normalitas Kedua Kelompok Perlakuan Tests of Normality kelompok 1 Kolmogorov-Smirnova Statistic VO2_Max_Pre_Tes
VO2_Max_Pos_Tes
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.172
7
.200*
.967
7
.873
.256
7
.182
.833
7
.086
Tests of Normality Kelompok 2 Kolmogorov-Smirnova Statistic VO2_Max_Pre_Tes
VO2_Max_Pos_Tes
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.189
7
.200*
.952
7
.752
.258
7
.174
.818
7
.062
86 2. Uji t-paired (paired-t test), untuk membandingkan rerata vo2 max sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan pada kelompok berpasangan T-Test Kelompok 1 Paired Samples Statistics
Mean Pair 1
Std. Deviation
N
Std. Error Mean
VO2_Max_Pre_Tes
95.1429
7
1.34519
.50843
VO2_Max_Pos_Tes
98.2857
7
.75593
.28571
Paired Samples Correlations N Pair 1
VO2_Max_Pre_Tes & VO2_Max_Pos_Tes
Correlation 7
Sig.
.937
.002
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair VO2_Max 1 _Pre_Tes -3.14286 VO2_Max _Pos_Tes
Std. Std. Error Deviation Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
t
.69007 .26082 -3.78106 -2.50465 -12.050
Sig. (2taile df d)
6 .000
87 Kelompok 2 Paired Samples Statistics
Mean Pair 1
Std. Deviation
N
Std. Error Mean
VO2_Max_Pre_Tes
95.0000
7
1.41421
.53452
VO2_Max_Pos_Tes
98.1429
7
.89974
.34007
Paired Samples Correlations N Pair 1
VO2_Max_Pre_Tes & VO2_Max_Pos_Tes
Correlation 7
.917
Sig. .004
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair VO2_Max_ 1 Pre_Tes -3.14286 VO2_Max_ Pos_Tes
Std. Std. Error Deviation Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
t
.69007 .26082 -3.78106 -2.50465 -12.050
Sig. (2taile df d)
6 .000
88 3. Uji beda rerata vo2 max dengan t-Test independent, KP 1 dan KP 2 sebelum dan sesudah perlakuan. T-Test Group Statistics
Kelompok
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
VO2_Max_Pre_Tes Kelompok 1
7 95.1429
1.34519
.50843
Kelompok 2
7 95.0000
1.41421
.53452
VO2_Max_Pos_Tes Kelompok 1
7 98.2857
.75593
.28571
Kelompok 2
7 98.1429
.89974
.34007
89
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances
F
Sig.
t-test for Equality of Means
t
VO2_Max Equal _Pre_Tes variances .098 .760 .194 assumed Equal variances not assumed
Lower
Upper
12 .850 .14286 .73771 -1.46448 1.75019
.194 11.970 .850 .14286 .73771 -1.46492 1.75064
VO2_Max Equal _Pos_Tes variances .334 .574 .322 assumed Equal variances not assumed
df
Sig. Std. (2- Mean Error taile Differ Differ d) ence ence
95% Confidence Interval of the Difference
12 .753 .14286 .44416
-.82489 1.11060
.322 11.654 .753 .14286 .44416
-.82809 1.11380
90 LAMPIRAN : Hasil analisis data berdasarkan norma Cooper
1. Uji Normalitas Kedua Kelompok Perlakuan
Tests of Normality Kelompok 1 Kolmogorov-Smirnova Statistic
df
Sig.
Shapiro-Wilk Statistic
df
Sig.
VO2_Max_Pre_Tes
.254
7
.190
.858
7
.145
VO2_Max_Pos_Tes
.224
7
.200*
.854
7
.134
Tests of Normality Kelompok 2 Kolmogorov-Smirnova Statistic VO2_Max_Pre_Tes
VO2_Max_Pos_Tes
df
Sig.
Shapiro-Wilk Statistic
df
Sig.
.177
7 .200*
.952
7
.747
.185
7 .200*
.919
7
.462
91 2.
Uji t-paired (paired-t test), KP 1 dan KP 2 sebelum dan sesudah perlakuan.
T-Test Kelompok 1 Paired Samples Statistics
Mean Pair 1
Std. Deviation
N
Std. Error Mean
VO2_Max_Pre_Tes
44.4286
7
4.72077
1.78429
VO2_Max_Pos_Tes
53.4286
7
1.90238
.71903
Paired Samples Correlations N Pair 1
VO2_Max_Pre_Tes & VO2_Max_Pos_Tes
Correlation 7
Sig.
.514
.238
Paired Samples Test Paired Differences
Mean
Std. Std. Error Deviation Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
t
Sig. (2tailed df )
Pair VO2_Max_ 1 Pre_Tes -9.00000 4.08248 1.54303 -12.77567 -5.22433 -5.833 6 .001 VO2_Max_ Pos_Tes
92 Keompok 2 : Paired Samples Statistics
Mean Pair 1
N
VO2_Max_Pre_Tes
VO2_Max_Pos_Tes
Std. Deviation
51.0000
Std. Error Mean
7
3.35942
1.26974
7
4.32049
1.63299
Paired Samples Correlations N Pair 1
VO2_Max_Pre_Tes & VO2_Max_Pos_Tes
Correlation 7
.505
Sig. .247
Paired Samples Test Paired Differences
Mean
Std. Std. Deviatio Error n Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
t
Pair VO2_Max_ 1 Pre_Tes -7.57143 3.90969 1.47773 -11.18729 -3.95556 -5.124 VO2_Max_ Pos_Tes
Sig. (2df tailed)
6
.002
93
3. Uji beda rerata vo2 max t-Test independent, antar KP 1 dan KP 2 sebelum dan setelah pelatihan. T-Test Group Statistics
Kelompok
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
VO2_Max_Pre_Tes Kelompok 1
7 44.4286
4.72077
1.78429
Kelompok 2
7 43.4286
3.35942
1.26974
VO2_Max_Pos_Tes Kelompok 1
7 53.4286
1.90238
.71903
Kelompok 2
7 51.0000
4.32049
1.63299
94
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F
Sig.
t
VO2_Max Equal _Pre_Tes variances 2.570 .135 .457 assumed Equal variances not assumed
Upper
12 .656 1.00000 2.18996 -3.77151 5.77151
.457 10.837 .657 1.00000 2.18996 -3.82895 5.82895
VO2_Max Equal _Pos_Tes variances 4.358 .059 1.361 assumed Equal variances not assumed
df
Sig. Std. (2- Mean Error taile Differen Differen d) ce ce Lower
12 .198 2.42857 1.78429 -1.45905 6.31619
1.361 8.242 .210 2.42857 1.78429 -1.66504 6.52219
95 LAMPIRAN : Alur Pelatihan Lari Sirkuit
Gambar 1. Alur Pelatihan Lari Sirkuit
96 LAMPIRAN : Dokumen Penelitian:
Gambar 1. Peneliti Bersama Observer Sedang Mengukur Berat Badan, Tinggi Badan dan Tekanan Darah.
Gambar 2 : Peneliti sedang memberikan penjelasan kepada subjek
97
Gambar 3 : Subjek sedang melakukan pemanasan dan pendinginan
Gambar 4 : Tes lari 2,4 km sebelum dan setelah pelatihan
98
Gambar 5 : Peneliti bersama observer sedang mengukur VO2 Max sebelum dan sesudah pelatihan dengan menggunakan Pulse Oxymeter
99
Gambar 6 : Pelatihan lari sirkuit dan lari kontinyu