TESIS
PELATIHAN INTENSITAS SEDANG, RANGSANG TITIK AKUPUNKTUR PUSAT LAPAR DAN DIET RENDAH KALORI MENURUNKAN BERAT BADAN DAN INTERLEUKIN(IL)-6 SERUM MENCIT JANTAN DENGAN OBESITAS
I MADE PURWAHANA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2010 TESIS
PELATIHAN INTENSITAS SEDANG, RANGSANG TITIK AKUPUNKTUR PUSAT LAPAR DAN DIET RENDAH KALORI MENURUNKAN BERAT BADAN DAN INTERLEUKIN(IL)-6 SERUM MENCIT JANTAN DENGAN OBESITAS
I MADE PURWAHANA NIM : 0790761019
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2010
PELATIHAN INTENSITAS SEDANG, RANGSANG TITIK AKUPUNKTUR PUSAT LAPAR DAN DIET RENDAH KALORI MENURUNKAN BERAT BADAN DAN INTERLEUKIN(IL)-6 SERUM MENCIT JANTAN DENGAN OBESITAS
Tesis untuk Memperoleh Gelas Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
I MADE PURWAHANA NIM: 0790761019
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2010
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS
Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 12 JANUARI 2011
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof.Dr.dr. J.Alex Pangkahila, M.Sc. Sp.And. NIP: 194402000111964091001
Dr.dr.Koosnadi S, Sp.Rad. NIP: 195112261981021001
Mengetahui:
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof.Dr.dr.Wimpie I.Pangkahila, Sp.And.FAACS. NIP: 194612131971071
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof.Dr.dr.A.A.RakaSudewi,Sp.S(K) NIP: 195902151985102001
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
Tesis ini telah Diuji pada Tanggal 14 Desember 2010
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No: 1830/H14.4/HK/2010, Tanggal 13 Desember 2010.
Ketua
: Prof.Dr.dr.J. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And.
Sekretaris
: Dr.dr. Koosnadi ,Sp.Rad.
Anggota
: 1. Prof.Dr.dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS
2. Prof.dr. N.T.Suryadhi, M.Ph.Phd.
3. Prof.dr.N.Agus Bagiada, Sp.Biok.
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam kesempatan ini penulis ingin memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung wara kerta nugraha-Nya, penulis dapat menyelesaikan kelayakan hasil penelitian yang berjudul ” Pelatihan Intensitas Sedang, Rangsang Titik Akupunktur Pusat Lapar Dan Diet Energi Rendah Menurunkan Berat Badan Dan Interleukin-6
Serum Pada
Mencit Jantan Dengan Obesitas” dapat
diselesaikan. Sehingga pada kesempatan ini pula perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesa-besarnya kepada: 1. Prof.Dr.dr.J. Alex Pangkahila,Sp.And,M.Sc., selaku pembimbing I yang banyak memberikan masukan, saran ilmiah dan bimbingan serta dorongan selama penulis menyelesaikan tesis ini. 2. Dr.dr.Koosnadi Saputra, Sp.Rad., selaku pembimbing II yang telah penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 3. Prof.Dr.dr.Wimpie I.Pangkahila, Sp.And,FAACS, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik yang banyak memberikan ide, masukan, saran ilmiah dan bimbingan selama penulis menyelesaikan tesis ini. 4. Prof.Dr.N.T. Suryadhi, MPH, PhD., yang telah memberikan sanggahan, masukan dan saran ilmiah yang berguna bagi penulis dalam menyusun tesis ini.
5. Prof.dr. N. Agus Bagiada Sp.Biok. sebagai penguji yang telah banyak memberikan
bimbingan,
dorongan,
saran
serta
masukan
dalam
menyelesaikan tesis ini. 6. dr. N. Sri Budayanti, Sp.Mikrob, selaku Kepala Lab/Bag Biomol FK Unud yang telah mengijinkan dan membantu untuk tempat pemeriksaan serum dalam penelitian ini. 7. Ibu Wahyu selaku tenaga/staf Lab. Biomol yang telah membantu untuk pemeriksaaan ELISA serum mencit. 8. Bapak Tunas, yang telah memberikan masukan dan saran dalam bidang statistik bagi penulis dalam menyusun tesis ini. 9.
Bapak Gde Wiranata, yang telah membantu dan membimbing penulis selama melakukan perlakuan penelitian terhadap hewan coba.
10. Bapak I Made Minggu, yang telah membantu menyediakan mencit untuk hewan coba dalam penelitian ini. Pada kesempatan ini juga penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada istri tercinta, anak-anakku (Gek Ina dan Gek Nia), kedua orang tua, termasuk teman-teman seperjuangan yang begitu kompak dan semua pihak yang telah memberikan dorongan moril dalam menyelesaikan program magister ini. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksaaan dan penyelesaian tesis ini. Denpasar,
Nopember 2010
Penulis.
ABSTRAK PELATIHAN INTENSITAS SEDANG, RANGSANG TITIK AKUPUNKTUR PUSAT LAPAR DAN DIET RENDAH KALORI MENURUNKAN BERAT BADAN DAN INTERLEUKIN – 6 SERUM MENCIT JANTAN DENGAN OBESITAS Obesitas sekarang telah menjadi masalah kesehatan yang bersifat epidemi dan sudah menjadi masalah di hampir semua negara di dunia. Wabah obesitas tidak terbatas dihadapi oleh negara-negara maju , tetapi peningkatan lebih cepat justru terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Organisasi kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2005, secara global ada sekitar 1,6 miliar orang dewasa yang overweight dan 400 juta diantaranya dikategorikan obesitas. Obesitas sering menjadi penyebab utama munculnya risiko penyakit kronis seperti diabetes tipe 2, kardiovaskuler, darah tinggi dan stroke, serta berbagai jenis kanker serta menurunkan kualitas hidup manusia. Akupunktur (tusuk jarum) merupakan konsep pengobatan dengan menggunakan tusukan jarum dari permukaan tubuh menuju organ target. Hantaran rangsang tersebut dapat melalui reaksi inflamasi lokal, refleks somato-viseral, transmisi neural dan melalui jalur meridian. Rangsangan dari titik akupunktur no. 25 dan titik telinga merupakan hantaran rangsang dari spinal menuju thalamus, yang menimbulkan rangsangan pusat kenyang VHM (ventromedial hipothalamus) selanjutnya menekan pusat lapar(lateral hipothalamus). Rangsangan titik akupunktur no. 43 merupakan hantaran rangsang pada kaki melalui jalur meridian menuju sistem pencernaan. Latihan intensitas sedang adalah latihan dengan durasi 20 menit setiap hari dengan peningkatan denyut nadi 60-70% dari normal. Diet rendah kalori adalah dengan pemberian asupan makanan tinggi serat rendah kalori. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah rangsangan pada titik akupunktur pusat lapar, latihan intensitas sedang dan diet rendah kalori dapat menurunkan berat badan dan interleukin-6 serum mencit jantan obesitas. Penelitian ini menggunakan rancangan randomized pretest-posttest control group design, dengan tiga kelompok perlakuan. Jumlah sampel adalah sebelas ekor tiap kelompok (kelompok 1= latihan intensitas sedang, kelompok 2= rangsangan akupunktur titik pusat lapar, kelompok 3= diet rendah kalori). Perlakuan kelompok 1 latihan tiap hari selama 20 menit, kelompok 2 rangsang akupunktur 3 kali seminggu selama 10 menit, kelompok 3 perlakuan tiap hari. Perlakuan diberikan selama empat minggu. Setelah empat minggu diperiksa berat badan dan kadar interleukin-6 serumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangsangan titik akupunktur pusat lapar , latihan intensitas sedang serta diet rendah kalori dapat menurunkan berat badan dan interleukin-6 serum ketiga kelompok secara bermakna (p < 0.05). Kata kunci : Akupunktur, Latihan intensitas sedang, Diet rendah kalori,Mencit, Berat badan, Interleukin-6.
ABSTRACT MEDIUM INTENSITY TRAINING, STIMULATE THE ACUPUNCTURE POINT OF HUNGER-CENTER, AND LOW CALORI DIET, REDUCE WEIGHT AND INTERLEUKIN - 6 SERUM MALE MICE WITH OBESITY Obesity has now become anepidemical health problem and has become a problem in almost countries in the world. Obesity epidemic is not limited faced by developed countries, but inreased even faster in developing countries. World Health Organization(WHO) noted in 2005, globally there are approximately 1.6 billion overweight adults and 400 million of it was classified as obese. Obesity is often a major cause of chronic disease risk such as diabetis type 2, cardiovascular disease, hypertension and stroke, and various types of cancer as well as decrease the quality of human life. Acupuncture (needling) is the concept of treatment using a needle puncture from the surface of body toward the target organ. Stimulation can be via a local inflamatory reaction, reflex somato-viseral , neural trasmission and through the meridian . Stimulation of acupuncture points No. 25 and ear points are stimulations of the spinal to the thalamus, leading to stimulation of satiety center VHM(ventromedial hypothalamus) futhermore suppress the hunger center (lateral hypothalamus). Stimulation of acupuncture point No. 43 is stimulation on foot through the meridian toward to the digestive system. Moderate intensity exercise is the exercise with a duration of 20 minute each day with an increased pulse rate 60 – 70% of normal state. Low-calori diet is giving food that has high fiber but low in calories. This study aims to prove whether the stimulation of acupuncture points on the hunger-center, moderate-intensity exercise and low calorie diet can lose weight and interleukin-6 serum male mice with obesity. This study used a blueprint randomized pretest-postest control group design, with three treatment groups. The number of samples is eleven heads of each group (group 1=moderate intensity exercise, group 2 = acupuncture stimulation of hunger centerpoints, group 3 = low calorie diet). Treatment group 1: exercise everyday for 20 minutes, group 2: acupuncture stimulation 3 times a week for 10 minutes, group 3: treatment everyday. Treatment is given for four weeks. After four weeks examination of weight and levels of interleukin-6 serum is conduct.. The research showed that acupuncture stimulation of hunger centrepoints, moderate-intensity exercise and low calorie diet can lose both weight and interleukin-6 serum of all groups significantly (p< 0.05). Key words: Acupuncture, exercise of moderate intensity, low energy diet, Mice, Weight loss, Interleukin-6.
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM ................................................................................
i
PERSYARATAN GELAR .....................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI .......................................................
iv
UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................
v
ABSTRAK ...............................................................................................
viii
ABSTRACT .............................................................................................
ix
DAFTAR ISI ............................................................................................
x
DAFTAR TABEL....................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………………..……..................................1 1.2 Rumusan Masalah………………………….….…... ..........................6 1.3 Tujuan Penelitian ……………………….…….…........................... ..7 1.3.1. Tujuan Umum … ………………….…….................................. 7 1.3.2. Tujuan Khusus …………………….…….…..................................7 1.4 Manfaat Penelitian ……………………….…….…............................7 BAB II 2.1
KAJIAN PUSTAKA Obesitas .........................................................................................9
2.1.1 Pengertian Obesitas .......................................................................9 2.1.2 Obesitas dan Inflamasi ..................................................................12
2.1.3 Metode Menentukan Obesitas.................................... . ... ............17 2.1.4
Klasifikasi Obesitas .......................... ...............................……...23
2.1.5
Faktor-faktor penyebab kegemukan/obesitas .............................24
2.1.6 Cara Menurunkan Berat Badan ....................................................26 2.2.
Energi ...........................................................................................28
2.2.1 Penggunaan Glukosa......................................................................28 2.2.2 Penggunaan Lemak .......................................................................28 2.2.3 Penggunaan Protein .....................................................................29 2.2.4 Kegunaan Energi ...........................................................................30 2.2.5 Keseimbangan Energi ...................................................................31 2.2.6 Pengeluaran Energi .......................................................................32 2.2.7 Sumber Energi ..............................................................................34 2.3
Diet Rendah Kalori ......................................................................35
2.4
Konsep Pengobatan Akupunktur .................................................36
2.4.1
Reaksi Inflamasi Lokal..................................................................39
2.4.2
Refleks Somato Viseral ...............................................................40
2.4.3
Transmisi Neural ..........................................................................41
2.4.4
Transmisi Interseluler melalui Jalur Meridian ..............................42
2.4.5
Sel Aktif Listrik tubuh ..................................................................43
2.4.6 Titik Akupunktur sebagai sel aktif listrik
.... ...........................44
2.4.7 Peranan Ion Kalsium .................... .................................................45 2.4.8 Akupunktur Telinga ......................................................................46
2.5
Akupunktur Veteriner ...................................................................49
2.6
Hewan Coba Mencit ....................................................................50
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1
Kerangka Berpikir............................ .............................................52
3.2
Kerangka Konsep Penelitian..........................................................54
3.3
Hipotesis Penelitian ......................................................................54
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1
Rancangan Penelitian ....................................................................56
4.2
Lokasi dan Waktu ........................................................................ 57
4.2.1 Sampel penelitian ........................................................................56 4.2.2 Kriteria sampel ............................................................................56 4.2.3 Besar sampel ...............................................................................56 4.3
Penentuan Sumber Data ..............................................................57
4.3.1 Sampel Penelitian ... ....................................................................57 4.3.2 Kriteria Sampel ...........................................................................57 4.3.3
Besar Sampel ............................................................................. 58
4.4 Variabel Penelitian ..........................................................................59 4.5 Materi dan Bahan ............................................................................61 4.6 Alat pengambil data ………………………........................….…...61 4.7 Tata Cara Penelitian ........................................................................62 4.8 Pengolahan dan Analisis Data ..................................................... 61 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Uji Normalitas Data …………………………………………..…...67
5.2 Uji Homogenitas Data antar kelompok…………………………...67 5.3 Berat Badan 5.3.1 Uji Komparabilitas…………………….... ……………………..67 5.3.2 Analisis efek perlakuan…………............. ……………………...68 5.3.3 Analisis komparasi antara sebelum dan sesudah perlakuan....... . 70 5.4
Interleukin-6 …………………………………………………….70
5.4.1 Uji Komparabilitas........................................................................70 5.4.2 Analisis Efek perlakuan............................... ……………………71 5.4.3 Analisis komparasi antara sebelum dan sesudah perlakuan…… 73 BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1 Subyek Penelitian ………………………………………………….75 6.2 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Badan… . ...............................75 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ................................................................. ........................ 80 7.2 Saran ................................................................................................ 81 DAFTAR PUSTAKA
............................................................................... 82
LAMPIRAN ................................................................................................ 91
DAFTAR TABEL
Judul
Hal
Tabel 5.1 Rerata Berat Badan antar kelompok sebelum perlakuan(pretest)
68
Tabel 5.2 Rerata Berat Badan antar kelompok setelah perlakuan(postest)
69
Tabel 5.3 Analisis Komparasi Berat Badan antara sebelum dan sesudah perlakuan
73
Tabel 5.4 Rerata Interleukin-6 anatar kelompok sebelum diberikan perlakuan
74
Tabel 5.5 Rerata Interleukin-6 antar kelompok sesudah diberikan perlakuan
74
Tabel 5.6 Analisis Komparasi Interleukin-6 sesudah perlakuan antar kelompok
72
Tabel 5.7 Analisis Komparasi Interleukin-6 antara sebelum dan sesudah perlakuan
74
DAFTAR GAMBAR
Judul
Hal
Gambar 2.1
Persentase penduduk Obesitas di Indonesia (Dit BGM depkes 1997)
8
Gambar 2.2
Adipositas memicu inflamasi
12
Gambar 2.3
Obesitas mengakibatkan inflamasi dan Metabolik sindrom
13
Gambar 2.4
Manfaat potensial penurunan berat badan sedang (5-10%)
16
Gambar 2.5
Tampak Migrasi aktif dari ITP.
36
Gambar 2.6
Cara kerja Rangsangan titik akupunktur
36
Gambar 2.7
Trasmisi Neural
40
Gambar 2.8
Hubungan Aurikularis dengan Otak & Organ Bagian dalam
45
Gambar 2.9
Letak titik akupunktur pada telinga mencit
48
Gambar 2.10 Letak titik Akupunktur No. 25 dan No. 43 pada mencit
49
Gambar 2.11 Skema letak titik akupunktur pada kelinci
50
Gambar 3.1
Kerangka Berpikir
53
Gambar 3.2
Bagan kerangka Konsep
54
Gambar 4.1
Skema Rancangan Penelitian
55
Gambar 4.2
Alur Penelitian
66
Gambar 5.1 Grafik Penurunan Berat Badan setelah perlakuan
68
Gambar 5.2 Grafik Rerata penurunan Interleukin-6 setelah perlakuan
71
DAFTAR LAMPIRAN
Judul
Hal
Lampiran 1. Data Berat Badan Mencit
91
Lampiran 2. Data Kadar IL-6 Mencit
92
Lampiran 3. Uji Normalitas Data
93
Lampiran 4. Deskriptif Data Penelitian Pre-test dan Post-test Berat Badan 94 Lampiran 5. Uji One Way Anova Pre-test dan Post-test Berat Badan
94
Lampiran 6. Deskriptif Data Penelitian Pre-test dan Post-test IL-6
95
Lampiran 7. Uji One Way Anova Pre-test dan Post-test IL-6
94
Lampiran 8. Uji Least Significant Difference
96
Lampiran 9. Uji Paired T-test
96
Lampiran 10. Foto-foto Penelitian
104
Lampiran 11. Surat Keterangan Kelaikan Etik
110
BAB I PENDAHULUAN
1. 1
Latar Belakang Saat ini telah terjadi peningkatan prevalensi kejadian overweight dan
obesitas di seluruh dunia sebagai dampak negatif dari meningkatnya perkembangan ekonomi di negara-negara Asia –Pasifik. Peningkatan perekonomian dan
meningkatnya taraf hidup masyarakat
menyebabkan perubahan pada perilaku atau gaya hidup masyarakat serta kondisi kurang sehat yang berakibat pada pola penyakit atau gangguan kesehatan seperti; obesitas, stroke, hipertensi, kelainan jantung, metabolik sindrom, dll.,
yang
merupakan jenis penyakit degeneratif (WHO, 2000). Sesuai data yang dirangkum oleh WHO, hampir semua negara-negara di dunia mempunyai kecenderungan adanya peningkatan jumlah penduduk dengan obesitas (WHO, 1998; Suastika, 2002). Saat ini diperkirakan
lebih dari 100 juta penduduk dunia menderita
obesitas, dan angka ini masih akan terus meningkat dengan cepat.
Dengan
semakin majunya negara – negara berkembang, maka overweight dan obesitas juga berkembang menjadi masalah kesehatan global yang sangat penting (WHO,1998). Di Amerika berdasarkan sigi the second National Health and Nutrition Examination survey II(NHANES II), peroide 1976-1981 ditemukan bahwa 26% penduduk dewasa atau sekitar 34 juta penduduk yang berumur 20-75 tahun menderita kelebihan berat badan. Berdasarkan data NHANES III ditemukan
sekitar sepertiga (58) juta penduduk dewasa Amerika adalah obesitas ( Chua and Leibel, 1997). Telah bertahun-tahun dilaporkan bahwa adanya hubungan kuat antara DM Tipe 2, Obesitas, Aterosklerosis, Hiperlipidemia dan Hipertensi. Walaupun hubungan tersebut telah sangat akrab di telinga para dokter, namun hipotesis baru diajukan belakangan ini oleh Reaven pada tahun 1998 (disebut Sindrom X yang terdiri resistensi terhadap ambilan glukosa yang dirangsang oleh insulin, intoleransi glukosa, hiperinsulinemia, peningkatan trigeliserida-VLDL, penurunan kolesterol-HDL, dan hipertensi) oleh De Fronzo dan Ferrannini pada tahun 1991 disebut sebagai Sindrom Resistensi Insulin. Sindrom yang disebut dengan berbagai nama ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan ” Sindrom Metabolik”. Kalau melihat komponen Sindrom Metabolik, maka obesitas sentral dan resistensi insulin merupakan titik sentral dari komponen lainnya (Despres et al., 2000). Studi di Swedia menunjukkan bahwa obesitas memberikan dampak buruk terhadap kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup terutama terhadap wanita berumur 35 – 64 tahun (Larson et.al., 2002). Penurunan berat badan akan meningkatkan kualitas hidup, seperti fungsi fisik, penampilan serta kehidupan sexual ( Kolotkin et al., 2002). Dari perkiraan 210 juta penduduk Indonesia tahun 2000, jumlah penduduk overweight diperkirakan mencapai 76,7 juta ( 17,5%) dan obesitas berjumlah lebih dari 9,8 juta (4,7%). Jumlah penderita obesitas di Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Susenas(Survey Kesehatan Nasional) tahun 1989, prevalensi obesitas di Indonesia adalah 1,1 persen di kota dan 0,7 persen di
desa. Angka tersebut meningkat hampir lima kali lipat menjadi 5,3 persen dan 4,3 persen pada tahun 1999. Penelitian pada orang dewasa di Bali, prevalensi obesitas didapatkan 20,1% ( Padmiari et al., 2004). Hasil pemantauan masalah gizi lebih pada dewasa yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1997 menunjukkan prevalensi obesitas pada orang dewasa adalah 2,5 % (pria) dan 5,9 % (wanita). Prevalensi tertinggi terjadi pada kelompok wanita berumur 41-55 tahun (9,2%). Saat ini diperkirakan 10 dari setiap 100 penduduk dewasa di Jakarta menderita obesitas. Bertambahnya jumlah orang gemuk juga diindikasikan dengan maraknya pusat-pusat kebugaran yang menjanjikan penurunan berat badan ( Siagian, 2006). Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak tubuh, dan prevalensi obesitas yang meningkat dapat disebabkan oleh banyaknya jumlah makanan yang terjangkau harganya dan gaya hidup sedentary(kurang gerak). Adanya peningkatan teknologi menyebabkan makanan dapat diproduksi dalam jumlah besar dan harganya murah serta mengakibatkan banyak pekerjaan dapat dilakukan secara otomatis(inaktivitas fisik). Obesitas biasanya dinyatakan dengan Body Mass Index (BMI) yaitu berat badan (kilogram) dibagi tinggi badan dalam kuadrat (m²). BMI yang berkisar 25-29 kg/m² termasuk kriteria overweight sementara BMI ≥ 30 kg/m² termasuk kriteria obesitas. Secara klinis penentuan obesitas dapat dilakukan dengan menentukan lingkar pinggang, karena kelebihan lemak abdominal terkait erat dengan faktor risiko metabolik (Suastika, 1999). Obesitas juga berkaitan dengan kondisi inflamasi kronis derajat rendah (chronic, low grade inflammation) dimana kondisi obesitas ditandai oleh adanya
produksi sitokin abnormal, peningkatan reaktan fase akut dan aktivasi sinyal proinflamasi seperti Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), Interleukin-6 (IL-6), angiotensinogen dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) sehingga proses inflamasi akan berlangsung. Penurunan massa lemak berkorelasi dengan penurunan konsentrasi serum adipokin proinflamasi (Packer et al., 2007). Penurunan kadar PAI-1 aktif lebih berhubungan dengan penurunan berat badan ( Budiarta, 2006). Dari kajian ilmu kedokteran modern akhir-akhir ini terungkap harapan hidup mereka yang mengalami obesitas memiliki harapan hidup lebih pendek 14 tahun daripada peluang harapan hidup dengan berat badannya seimbang. Komplikasi penyakit yang timbul karena obesitas itulah yang berdasarkan kajian survey dan penelitian medis membawa pengaruh berkurangnya lama harapan hidup. Laporan WHO 2006 menunjukkan rata-rata usia harapan hidup manusia Indonesia untuk pria mencapai 65 tahun, wanitanya 68 tahun maka peluang harapan hidup penyandang obesitas lebih pendek 14 tahun ( Pangkahila, 2007). Berolah raga yang dilakukan secara teratur dengan dosis pelatihan yang tepat dapat mencapai dan mempertahankan keadaan sehat dan kebugaran fisik. Kondisi lingkungan yang memadai dan dosis/takaran pelatihan yang tepat untuk setiap individu, meliputi frekuensi, intensitas, tipe dan waktu sangat mendukung untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan resiko yang minimal pada pelatihan olah raga. Frekuensi pelatihan yang dianjurkan 3 sampai 4 kali seminggu, dengan intensitas 72-87% dari denyut jantung maksimal(220-umur) dengan variasi 10 denyut per menit. Tipe pelatihan yang dianjurkan merupakan suatu kombinasi dari
latihan aerobik dan pelatihan otot dalam waktu 30-60 menit, yang mana sebelumnya didahului oleh 15 menit pemanasan dan disusul oleh 10 menit pendinginan (Pangkahila, 2009). Olah raga yang baik adalah olah raga yang dilakukan secara teratur dengan memperhatikan kemampuan tubuh dan sesuai dengan takaran berolah raga. Olah raga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan dapat berdampak kepada kinerja fisik tubuh dan dapat mencegah penuaan dini (Adiputra, 2008). Akupunktur sebagai sebuah terapi pilihan untuk meningkatkan kesehatan untuk pengobatan sudah dilakukan sejak lama. Kemudian perkembangannya diterapkan dalam bidang estetika dan kosmetika.Dalam usaha untuk menurunkan berat badan akupunktur sudah menjadi sebuah pilihan yang dapat memberikan hasil yang nyata. Akupunktur merupakan suatu cara pengobatan yang memanfaatkan rangsangan pada titik-titik akupunktur sehingga mempengaruhi aliran bioenergi dalam tubuh. Secara tradisional sistem tersebut berdasarkan konsep kesimbangan antara permukaan tubuh dengan organ melalui sistem meridien yang spesifik (Saputra, 1999). Akupunktur dapat menurunkan berat badan dengan merangsang pusat kenyang hipothalamus dan menekan pusat lapar akan menurunkan asupan makanan sehingga mengurangi jumlah kalori yang masuk sehingga tubuh akan membakar simpanan kalori berupa lemak tubuh sebagai sumber energi. Dengan melakukan terapi akupunktur secara rutin dan teratur akan menurunkan berat
badan dan tanda inflamasi sehingga terhindar dari resiko komplikasi dari obesitas (Sutanto,2008). Diet rendah kalori adalah diet yang kandungan kalorinya di bawah kebutuhan normal, cukup vitamin dan mineral, serta banyak mengandung serat yang bermanfaat dalam proses penurunan berat badan. Diet ini membatasi makan padat energi seperti kue-kue yang banyak mengandung karbohidrat sederhana dan lemak serta goreng-gorengan (Almatsier, 2004). Cara mengatasi obesitas bisa dilakukan dengan mengubah pola hidup (life -style), mengatur pola makan atau diet , olah raga teratur, penanganan stres, tidak minum alkohol, kurangi kebiasaan kurang gerak, terapi akupunktur, obat-obatan dan pembedahan. Berdasarkan data yang diuraikan di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk menurunkan berat badan berlebih/obesitas dan tanda inflamasi serum (IL-6) melalui latihan intensitas sedang, terapi akupunktur serta diet rendah kalori. 1. 2
Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut di atas dapat disimpulkan permasalahan
sebagai berikut : 1.Apakah latihan intensitas sedang dapat menurunkan berat badan dan kadar IL-6 serum mencit jantan obesitas ? 2.Apakah perangsangan titik akupunktur pusat lapar dapat menurunkan berat badan dan kadar IL-6 serum mencit jantan obesitas ? 3.Apakah diet rendah kalori dapat menurunkan berat badan dan kadar IL-6 serum mencit jantan obesitas?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui efek dari latihan intensitas sedang dan perangsangan titik akupunktur pusat lapar
menurunkan berat badan
dan kadar
Interleukin-6 (IL-6) serum. 1.3.2
Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1.Latihan intensitas sedang menurunkan berat badan dan IL-6 mencit jantan obesitas. 2.Perangsangan titik akupunktur pusat lapar menurunkan berat badan dan IL-6 serum mencit jantan obesitas. 3.Diet rendah kalori menurunkan berat badan dan IL-6 serum mencit jantan obesitas.
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Teoritis/Ilmiah Didapatkan data penelitian bahwa dengan pelatihan intensitas sedang, perangsangan titik akupuntur pusat lapar dan diet rendah kalori dapat menurunkan berat badan berlebih dan kadar Interleukin-6 (IL-6) serum.
1.4.2
Praktis Sebagai bahan informasi dan acuan untuk masyarakat dalam memilih program yang efisien dan murah untuk menurunkan berat badan yang berlebih serta menurunkan proses inflamasi yang terjadi karena obesitas.
Sehingga tingkat kesehatan masyarakat dengan obesitas dapat lebih meningkat serta memperpanjang harapan hidup mereka.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Obesitas
2.1.1
Pengertian Obesitas Obesitas menyerang sepertiga penduduk di negara industri, dan penyakit
kronik yang dihubungkan dengan obesitas merupakan pembunuh utama di negara tersebut. Telah diketahui bahwa obesitas menyebabkan berbagai dampak tidak baik terhadap kesehatan. Beberapa penyakit utama yang banyak dihubungkan dengan obesitas adalah hipertensi, aterosklerosis, diabetes, hiperlipidemia, metabolik sindrom dan beberapa jenis kanker (WHO, 1998; Suastika, 2002 ). Hubungan obesitas dengan meningkatnya risiko penyakit kardiovaskuler telah lama diketahui. Tampaknya insulin resisten merupakan titik pusat dari hubungan di atas baik pada orang dewasa maupun pada anak-anak. Salah satu bukti penting bahaya obesitas pada anak-anak adalah meningkatnya insiden diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) pada anak-anak (Steinberger and Daniels, 2003). Obesitas memegang peranan sentral dari sindrom metabolik yang meliputi hiperinsulinemia, hipertensi, hiperlipidemia, DM Tipe 2, dan meningkatnya risiko penyakit kardiovaskuler aterosklerotik. Deri studi kohort di Amerika (The National Health and Nutrition Examination Survey I [NHANES I]) ditemukan bahwa orang dewasa dengan indeks massa tubuh di atas 27 dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner (risiko relatif 1,7) pada masa tuanya (Harris et al.,1997)
Obesitas telah diketahui sebagai salah satu faktor risiko kuat untuk terjadinya DM Tipe 2, suatu penyakit yang ditandai oleh resistensi insulin, penurunan sekresi insulin dan hiperglikemia. Suatu kenyataan bahwa sekitar 80% orang dengan DM Tipe 2 adalah obese, sebaliknya hanya sekitar 10% orang obese menderita DM Tipe 2 (Akalin, 1995). Lemak dibutuhkan oleh tubuh sebagai penyimpanan energi. Akan tetapi penimbunan lemak berlebihan membahayakan kesehatan. Obesitas merupakan kondisi dimana energi yang masuk berlebih dari energi yang dikeluarkan tubuh. Secara umum wanita memiliki lemak lebih banyak daripada laki-laki. Normalnya, persentase antara berat badan dengan lemak adalah 25 – 30 % pada wanita dan 18-23% pada pria. Bila angka tersebut berlebih, berarti mereka mengalami obesitas. Obesitas dapat digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu : Obesitas ringan ( Kelebihan BB : 20-40%), Obesitas Sedang ( kelebihan BB: 41-100%), Obesitas Berat (Kelebihan BB : > 100%), (Bray, 2004). Overweight adalah kondisi berat tubuh melebihi berat tubuh normal. Sementara obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak. Kriteria kelebihan berat badan (overweight) bila indeks masa tubuh ( IMT ) : 25 – 30, sedangkan obesitas IMT > 30 ( Rimbawan et al., 2002). Dalam masyarakat kita, masalah obesitas bukanlah merupakan hal yang baru. Bahkan 20 tahun yang lalu obesitas merupakan hal yang membanggakan dan dianggap sebagai lambang kemakmuran. Namun pandangan itu sekarang mulai berubah setelah obesitas ini tidak hanya mengganggu estetika, tetapi juga merupakan salah satu faktor terjadinya penyakit degeneratif seperti diabetes
melitus, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan sebagainya (Hendromartono, 1996). Gambar 2.1 Persentase Penduduk Obesitas di Indonesia (Dit BGM Depkes, 1997)
Dari perkiraan 210 juta penduduk Indonesia tahun 2000, jumlah penduduk yang menderita kelebihan berat badan
mencapai 76,7 juta ( 17,5 %) dan
penduduk obesitas berjumlah lebih dari 9,8 juta (4,7 %) ( SUSENAS, 1998). Dari studi yang dilakukan terhadap tiga desa di Bali yang meliputi 1070 penduduk didapatkan bahwa prevalensi obesitas dengan pengukuran Lingkar Pinggang (LP) di Desa Pedawa sebesar 12,8%, di Desa Ceningan 17,7 %, di Desa Sangsit 20,6 % dan totalnya 17,7%. Dengan pengukuran Index Massa Tubuh (IMT) didaptkan prevalensi kelebihan Berat Badan dan Obesitas di Desa Pedawa 14,6% dan 13,5 %, di Desa Ceningan 13,1% dan 12,8%, di Desa Sangsit 16,7% dan 26,4%, totalnya 15,2% dan 19,1% (Suastika et al., 2006). Kebanyakan orang mengalami kelebihan berat badan dan lemak karena usia. Perubahan ini tejadi pada orang tua karena kurang aktif bergerak serta
terjadi penurunan kadar hormon seperti growth hormon dan testosteron. Ketika kadar growth hormon dan testosteron menurun menyebabkan berkurangnya massa otot disertai peningkatan lemak tubuh. Otot membakar lebih banyak kalori dibandingkan lemak tubuh sehingga hal ini memicu peningkatan lemak tubuh (Beers et al. 2004). Dampak sosial ekonomi obesitas pada remaja sangat besar dibandingkan dengan banyak penyakit kronis. Pada remaja wanita dengan obesitas mereka menghentikan sekolahnya lebih awal, kehilangan harapan untuk menikah, penghasilan lebih rendah, tingkat kemiskinan tinggi (Gortmarker et al.,1993). 2.1.2
Obesitas dan Inflamasi Jaringan adiposa merupakan organ endokrin dinamik yang mensekresikan
adipokin yang berkontribusi pada inflamasi sistemik dan vaskuler. Beberapa adipokin yang dihasilkan oleh jaringan adiposa adalah Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), PAI-1, IL-6, Leptin, Resistin dan Angiotensinogen, dimana produksi sitokin-sitokin ini meningkat pada kondisi obesitas. Lemak organ viscera menghasilkan sitokin-sitokin ini lebih aktif bila dibandingkan dengan jaringan adiposa sub kutan, dan penurunan massa lemak berkorelasi dengan penurunan konsentrasi serum sitokin-sitokin ini. Ekspresi adipokin yang meningkat dapat memicu inflamasi yang selanjutnya akan memicu resistensi insulin dan disfungsi endotel, yang akhirnya akan menimbulkan aterosklerosis (Lyon et al., 2003). IL- 6 didapatkan 2-3 kali lipat lebih tinggi dalam jaringan lemak omentum dari pada jaringan lemak sub cutaneus (Fried et al., 1998).
Jaringan adiposa ditandai dengan inflamasi dan infiltrasi yang progresif dari makrofag yang berperan dalam patogenesis aterosklerosis. Perubahan pada adiposit mengakibatkan perubahan pada lingkungan sekitar dan modifikasi fungsi parakrin adiposit. Pada kondisi obesitas, preadiposit akan menghasilkan Monocyte Chemoattractant Protein-1 (MCP-1) sebagai respon terhadap sitokin. Terjadinya migrasi monosit merupakan awal terjadinya proses aterosklerosis. Pada awal aterosklerosis, monosit akan menempel pada endotel, bermigrasi ke dalam interstisial vaskuler dan akan memfagosit oxidized LDL membentuk sel-sel busa dan selanjutnya sel-sel busa akan terakumulasi dalam dinding pembuluh darah membentuk fatty streak.
Fatty streak akan berkembang menjadi plak
aterosklerosis lanjut yang mengandung inti lipid nekrotik yang dilapisi oleh matriks proteoglikan dan dilindungi oleh fibrous cap.
Gambar 2.2 Adipositas memicu inflamasi.
TNF-α merupakan sitokin proinflamasi yang disekresikan oleh berbagai tipe sel seperti monosit, makrofag, dan adiposit. TNF-α berperan sebagai mediator respon fase akut dan memiliki berbagai efek pada metabolisme lipid dan fungsi adiposit. Beberapa fungsi TNF-α dalam adiposit adalah stimulasi lipolisis melalui peningkatan ekspresi hormon sensitive lipase (HSL), inhibisi lipoprotein lipase, memicu apoptosis adiposit dan menginduksi resistensi insulin. Karena TNF-α meningkatkan lipolisis pada adiposit maka konsentrasi FFA plasma merupakan kandidat untuk mediator sistemik dari kerja TNF-α (Ruan et al., 2002). TNF-α juga dapat mengaktivasi NFκВ yang berperan dalam produksi faktor-faktor inflamasi. Interleukin-6 (IL-6) merupakan suatu protein terglikosilasi yang bervariasi, dengan berat molekul 22 – 27 kDa. IL-6 disintesis sebagai prekursor protein 212 asam amino, dimana 28 asam amino sebagai sekuens signal dan 184 asam amino sebagai segmen mature, IL-6 adalah anggota dari kelompok sitokin yang disebut leukaemia inhibitory factor. IL-6 diproduksi oleh banyak tipe sel, tetapi sumber utamanya in vivo adalah monosit/makrofag, fibroblast, sel endotel dan jaringan adiposa. IL-6 dalam plasma terbukti lebih tinggi dari pada individu yang obes dan pada individu dengan diabetes tipe 2. Hubungan antara IL6 dan kerja insulin tampaknya terjadi melalui adiposit (Packer et al., 2007).
Gambar 2.3 Obesitas mengakibatkan inflamasi dan Metabolik Sindrom. (Sumber: Dandona, P. et al., Circulation 111, 1448, 2005). Penurunan Berat Badan Sedang (5 – 10% dari IMT) akan memberikan dampak kesehatan yang sangat berarti. Semua sitokin menurun secara bermakna setelah penurunan berat badan sebesar 10% selama program diet, olah raga, konseling perilaku selama 1 tahun. Penurunan berat badan ini ternyata dapat menurunkan kadar Interleukin-6 (IL-6), CRP(C–reactive protein) dan Leptin, Tumor Necrosis Factor-α(TNF-α) dan Adiponektin.
Kadar TNF-α dan IL-6
berhubungan dengan obesitas sentral (Esposito et al., 2003). Penurunan berat badan pada obesitas juga disertai perbaikan resistensi Insulin. Penurunan berat badan dengan olah raga juga memperbaiki kesegaran kardiovaskuler (peak oxygen uptake) sebesar 16% (Poss et al., 2000). Disamping perbaikan kadar sitokin penurunan berat badan pada orang obesitas juga disertai perbaikan faktor hemostasis. Dibandingkan dengan kontrol, penurunan berat badan 9,4 kg pada laki-laki dan 7,4 kg pada wanita diikuti dengan penurunan kadar plasminogen activator inhibitor (PAI)-1 (31%), antigen tissue
plasminogen activator (t-PA) sebesar 24 %, dan faktor VII (11%). Penelitian pada 21 orang laki-laki tua ditemukan bahwa penurunan berat badan sebesar 10%, penurunan massa lemak, penurunan lemak intra abdominal dan sub kutan akan diikuti oleh penurunan kadar trigeliserida, kolesterol –VLDL, apolipoprotein B dan aktivitas lipase hati; dan peningkatan kolesterol HDL2 dan sensitivitas insulin (Purnell et al., 2000). Seperti yang telah dirangkum oleh Despres et al., (2001), banyak manfaat penurunan berat badan yang sedang (5-10%) terhadap kesehatan terkait dengan sindrom metabolik ( Gambar 2.3). IL-6 (Interleukin - 6) merupakan interleukin yang berfungsi sebagai penghubung antara sejumlah jenis sel dengan cara berperan dalam mendorong proliferasi dan diferensiasi linfosit B, limfosit T, sel-sel induk darah, hepatosit. IL-6 yang juga dihasilkan oleh monosit yang disebutkan sebagai komponen mediator peradangan dan sistem imun yang utama. Disamping dihasilkan oleh makrofag, IL-6 juga dihasilkan oleh jenis sel lain, seperti limfosit T, fibroblas dan sel-sel tumor seperti glioblastoma, miksoma dan sel karsinoma kandung kencing. IL-6 punya kaitan dengan IL-1 dan TNF karena ketiga Sitokin ini dapat dihasilkan oleh monosit/makrofag secara terkoordinasi. Kaitan ketiga sitokin tersebut juga disebabkan oleh karena masingmasing dapat saling menginduksi pelepasannya; misalnya IL-1 atau TNF dapat menginduksi pelepasan IL-6, TNF menginduksi pelepasan IL-1 dan IL-6 menginduksi
IL-1.
Ketiganya
beredar
dalam
peredaran
darah
untuk
membangkitkan reaksi peradangan yang dinamakan ”respon fase akut” (Subowo, 1993; Hamblin, 1993) .
Gambar 2.4. Manfaat potensial penurunan berat badan sedang (5-10%) pada penderita dengan resiko tinggi dengan kluster aterotrombotik, kelainan metabolik proinflamasi terkait perut hipertrigliseridemik. Despres et al., 2001. BMJ 322: 716-720
2.1.3
Metode menentukan Obesitas. Ada beberapa metode yang bisa dipakai untuk menentukan apakah
seseorang tergolong obesitas atau tidak (Moehji, 2002). 2.1.3.1 Metode Broca Obesitas bila berat badan (BB) aktual mencapai kelebihan > 20% dari Berat Badan Ideal (BBI). Berat Badan Ideal (BBI) adalah tinggi badan (TB) dikurangi 100 dikurangi 10% dari nilai tersebut. BBI = (TB – 100) – 10% (dalam Kg) atau = 0,9 x (tinggi badan – 100 ). Derajat Obesitas = (BB-BBI)/BBI x 100% Berbagai Derajat Obesitas antara lain : Overweight
:
10 – 20 %
Obesitas Derajat I
:
20 – 30 %
Obesitas Derajat II
:
30 – 40 %
Obesitas Derajat III
:
40 – 50 %
Obesitas Derajat IV
:
> 50 %
Tinggi Badan
:
160 cm
Berat Badan
:
72 Kg
Berat Badan Ideal
: ( 160-100) – 10 % = 54 Kg
Derajat obesitas
: ( 72 – 54)/54 x 100% = 33,3%
Kesimpulan
: Derajat Obesitas II.
Contoh :
2.1.3.2 Persentase Lemak Tubuh Berat badan tidaklah semata-mata menggambarkan kelebihan lemak tubuh, tapi juga jaringan tubuh yang lain. Jadi persentase lemak tubuh yang tersimpan sebagai jaringan adipose terhadap berat badan keseluruhan haruslah diperhitungkan. Salah satu teknik pengukuran lemak tubuh adalah dengan mengunakan skinfold caliper. Bagian- bagian tubuh yang umumnya diukur adalah pada daerah lengan bawah , daerah lengan atas (tricep), daerah bawah bahu (sub scapula), dan daerah pinggang (supra iliaca). Lemak tubuh dapat diukur secara absolut dinyatakan dalam kilogram maupun secara relatif dinyatakan dalam persen terhadap berat tubuh total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi tergantung dari jenis kelamin dan umur. Umumnya lemak bawah kulit untuk pria 3,1 kg dan wanita 5,1 kg ( Supariasa, 2002).
Beberapa asumsi mengapa skinfold dapat digunakan untuk mengukur lemak tubuh ( Supariasa, 2002 ). 1.
Skinfold adalah pengukuran yang baik untuk mengukur lemak bawah kulit.
2.
Distribusi lemak bawah kulit adalah sama untuk semua individu termasuk jenis kelamin.
3.
Ada hubungan antara lemak bawah kulit dengan total lemak tubuh.
4.
Jumlah dari beberapa pengukuran skinfold dapat digunakan untuk memperkirakan total lemak tubuh. Pengukuran skinfold umumnya digunakan pada umur remaja ke atas.
Persentase lemak tubuh dihitung dengan memakai Rumus Siri (Gibson, 2005) sebagai berikut : Persentase lemak tubuh = { 4,950 - 4,500 } x 100 % D Densitas ( D ) untuk wanita = 1,0764 – (0,00081 x SI ) + (0,00088xT) Dimana : S I = Suprailiaka T
= Tricep
2.1.3.3 Menentukan Indeks Massa Tubuh ( IMT ) Tingkat obesitas dapat diketahui dengan menghitung indeks massa tubuh (body mass index) sebagaimana dianjurkan oleh FAO/WHO.
Indeks Massa
Tubuh (IMT) dihitung dengan cara membagi berat tubuh (kg) dengan kuadrat tinggi tubuh (m²).
BB (kg) IMT = ----------TB (m )² Contoh : Berat Badan : 74,8 Kg, Tinggi Badan : 167 cm ( 1,67 m) IMT = 74,8 : 1,67 ² = 26,8. Jadi berat badan berlebih. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh KATEGORI
IMT
BB Kurang Sekali
< 17,0
BB Kurang
17,0 – 18,4
BB Normal
18,5 – 24,9
BB Lebih
25,0 – 27,0
BB Lebih Sekali
> 27,0
Sumber : Depkes RI, Petunjuk Teknis Pengukuran Kebugaran Jasmani, 2005. IMT yang dihubungkan dengan risiko paling rendah terhadap kesehatan adalah antara 22 dan 25. Berat badan lebih adalah IMT antara 25 dan 30, sedangkan obesitas bila IMT lebih besar dari 30 ( Almatsier, 2004 ).
Tabel 2.2 Klasifikasi Obesitas menurut WHO (1998) Indeks Massa Tubuh(IMT)
Kategori
< 18.5
Berat Badan Kurang
18,5 – 24,9
Berat Badan Normal
25 - 29,9
Berat Badan Lebih
30 - 34,9
Obesitas I
35 - 39,9
Obesitas II
> 39,9
Sangat Obesitas/Obesitas III
Tabel 2.3 Co-morbiditas risk associated with different levels of BMI and
suggested waist circumference in adult Asians Classification
BMI ( kg/m²)
Risk of co-morbiditas Waist circumference < 90 cm (men) < 80 cm (women)
Underweight
< 18.5
≥ 90 cm (men) ≥ 80 cm (women)
Low (but increased risk Average of other clinical problem)
Normal range
18.5-22.9
Overweight
≥ 23
At Risk Obese I Obese II
23 – 24.5 25 – 29.9 ≥ 30
Average
Increased
Increased Moderate Severe
Moderate Severe Very severe
Dikutip dari The Asia-Pacific Perspective: Redifining obesity and its treatment ( WHO, 2000)
2.1.3.4 Pengukuran Lingkar Pinggang. Untuk menilai timbunan lemak perut dapat digunakan rasio lingkar pinggang dan pinggul (RLPP) atau mengukur lingkar pinggang saja (LP) karena lebih praktis. Obesitas pada pria umumnya seperti apel (android) lemak banyak disimpan di pinggang dan rongga perut. Sedangkan wanita menyerupai pir (gynecoid) penumpukan lemak terjadi di bagian bawah seperti pinggul, pantat dan paha. Obesitas bentuk apel lebih berbahaya dibandingkan dengan bentuk pir karena timbunan lemak di dalam rongga perut yang disebut sebagai obesitas sentral. Obesitas sentral sering dihubungkan dengan komplikasi metabolik dan pembuluh darah (kardiovaskuler), tampaknya pengukuran LP lebih memberi arti dibandingkan IMT. Dr Xavier Jouven dkk, melakukan penelitian terhadap 7.000 polisi Prancis yang meninggal antara tahun 1967-1984 dengan sebab serangan jantung . Mereka
mengukur LP dan IMT dan didapatkan bahwa pria-pria dengan perut buncit meninggal lebih cepat. Resiko meninggal mendadak itu meningkat karena kepadatan lemak di perut. Selain itu, penelitian tersebut juga mendapati bahwa ternyata orang-orang dengan IMT yang tinggi tidak beresiko meninggal usia dini kecuali mereka yang memiliki lingkar pinggang besar. Sebagai patokan, pinggang berukuran ≥ 90 cm merupakan tanda bahaya bagi pria, sedangkan untuk wanita resiko tersebut meningkat bila lingkar pinggang berukuran ≥ 80 cm (Semiardji, 2008). 2.1.3.5 Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) CT scan atau MRI dikerjakan setinggi L3/L4 dengan potongan multipel (slices) merupakan gold standard untuk pengukuran jaringan lemak viseral (Wajchemberg, 2000). Pada ras Kaukasus luas lemak viseral >130 cm² berhubungan dengan sindroma metabolik sedangkan apabila <110 cm² merupakan resiko rendah. Kedua cara ini dengan ketepatan tinggi juga dapat membedakan antara lemak visceral dengan lemak subkutan (WHO, 2000; Despres et al., 2001). 2.1.3.6 Dual- Energy X-ray scanning(DEXA) Penginderaan secara longitudinal dapat diperoleh dengan cara dual – energy X-ray scanning (DEXA). Cara ini tidak akan menghasilkan data yang tepat mengenai distribusi lemak tubuh seperti daerah abdomen. Metode ini memerlukan peralatan yang mahal dan banyak menghabiskan waktu, sehingga masih diperlukan metoda yang sederhana terutama untuk penelitian di lapangan dengan jumlah sampel yang banyak ( Heymsfield et al., 2001). 2.1.4
Klasifikasi Obesitas Berdasarkan atas :
a.
Distribusi lemak pada tubuh : Obesitas Sentral Obesitas Perifer
b.
c.
d.
Peranan sel lemak
Hipertropi
Hiperplasia
Mekanisme patogenesis
Metabolik
Regulatory
Etiologi
:
:
:
d.1.
Genetik
d.2
Neuroendokrin ; Hipotalamik Obesitas Cushings Syndrome Hypothyroidism Polycystic Ovary Syndrome Growth Hormone and Testosteron Deficiency (Hendromartono, 1996).
2.1.5
Faktor-faktor penyebab obesitas/kegemukan Beberapa faktor utama penyebab obesitas
adalah genetik, fisiologis,
hormonal, makanan, dan perilaku (gaya hidup). Dua faktor terakhir dapat dimodifikasi untuk menurunkan berat badan (Rimbawan et al., 2002)
1.
Genetik Anak yang memiliki orang tua obesitas kemungkinan menderita obesitas
lebih tinggi daripada anak yang yang orang tuanya tidak obesitas. Kemungkinan tersebut menjadi lebih besar bila kedua orang tuanya menderita obesitas. 2.
Fisiologis Hukum I Termodinamika berlaku untuk keseimbangan energi di dalam
tubuh, ” energi yang disimpan sama dengan energi yang masuk dikurangi energi yang keluar”. Pada orang yang sehat atau tidak mengalami gangguan pencernaan, efisiensi penyerapan zat gizi makro ( energi, protein dan lemak) antara satu dengan yang lain hanya berbeda sedikit. Oleh karenanya seseorang lebih gemuk dibandingkan dengan yang lainnya karena efisiensi penyerapannya lebih tinggi. Kebutuhan energi orang gemuk lebih tinggi dibandingkan orang kurus. Hal ini disebabkan orang gemuk memiliki energi metabolik basal lebih tinggi. Energi total yang dikeluarkan meliputi tiga komponen, yaitu energi metabolisme basal, energi untuk kegiatan fisik, dan energi untuk memulai proses metabolisme zat gizi. Selama kegiatan fisik (misalnya Olah raga), efisiensi energi saat otot skeletal mengubah energi makanan (ATP) menjadi energi mekanik nilainya rendah ( maksimum 25%). Hal yang menarik adalah bahwa efisiensi pengubahan energi ini sama pada orang gemuk yang melakukan olah raga dengan orang kurus yang sehat. Hal ini mengindikasikan bahwa kegemukan bukan semata-mata berkaitan dengan mekanisme penghematan energi, tetapi juga disebabkan keseimbangan energi positif (kelebihan asupan energi). 3.
Hormonal
Kebanyakan orang mengalami kelebihan berat badan dan lemak karena usia. Perubahan ini tejadi pada orang tua karena kurang aktif bergerak serta terjadi penurunan kadar hormon seperti growth hormon , testosteron dan thyroid. Ketika
kadar
growth
hormon
dan
testosteron
menurun
menyebabkan
berkurangnya massa otot disertai peningkatan lemak tubuh. Otot membakar lebih banyak kalori dibandingkan lemak tubuh sehingga hal ini memicu peningkatan lemak tubuh (Beers et al., 2004). 4.
Makanan Pola makan memberi andil yang besar terhadap obesitas. Pola makan yang
tinggi energi dan lemak menyebabkan keseimbangan energi positif (terjadi penimbunan energi dalam bentuk lemak). Mengkonsumsi energi yang lebih banyak dari pada yang dapat dibakar merupakan pemicu penambahan berat badan. Bagi kebanyakan orang, andil terbesar dari kelebihan energi berasal dari mengkonsumsi lemak terlalu banyak (Cahanar et al.,2006). Hal ini diperberat dengan kurangnya aktifitas fisik. 5.
Perilaku (gaya hidup) Kemajuan teknologi berkontribusi pada meningkatnya prevalensi obesitas.
Tersedianya sarana pengangkutan misalnya, menyebabkan orang lebih memilih naik kendaraan daripada berjalan kaki walaupun pada jarak yang tidak jauh. Orang lebih memilih naik tangga berjalan (escalator) atau lift untuk naik ke lantai yang lebih tinggi dari pada naik tangga. Selain itu diciptakannya mesin-mesin yang dapat menggantikan tugas manusia makin memanjakan manusia dan makin enggan menggunakan tenaganya. Akibatnya adalah menurunnya aktivitas fisik.
Hal ini berarti makin sedikit energi yang digunakan dan makin banyak energi yang ditimbun. 2.1.6
Cara menurunkan Berat Badan Penurunan berat badan dapat dicapai melalui kombinasi program
pengurangan energi dengan program pelatihan aerobik, terapi perilaku, dan bila diperlukan dengan obat-obatan dan pembedahan. Menjaga agar berat badan agar tetap proporsional dengan tinggi badan adalah jalan yang terbaik. Untuk menurunkan dan mempertahankan berat badan ideal, faktor yang paling mempengaruhi adalah perubahan gaya hidup termasuk memperbaiki pola makan dan melakukan pelatihan olah raga teratur. Menurut Fox et al. (1993) kontrol berat badan dapat dilakukan dengan cara : pertama, mengurangi asupan energi 500 Kkal/hari sehingga seminggu defisit energi 3500 Kkal. Kedua, melakukan aktifitas fisik selama 30 menit, 3 – 4 kali seminggu. Atau dapat dilakukan dengan kombinasi kontrol diet dan aktifitas fisik. Penurunan berat badan minimal
5 % bagi penderita kegemukan dan
obesitas sangat penting sebagai terapi dan prevensi terhadap berbagai penyakit. Penurunan berat badan yang baik sekitar 2 kg perbulan atau 0,5 kg perminggu. Penurunan berat badan yang terlalu drastis akan menimbulkan kekurangan zat gizi,
anemia,
gangguan
kerja
jantung,
hingga
mengalami
gangguan
ketidakseimbangan cairan tubuh ( Anonim, 2002). Olah Raga yang baik untuk penderita obesitas adalah aerobik, karena tubuh mengunakan lemak sebagai sumber energi. Jalan kaki atau ”reguler easy walking ” sangat baik dilakukan oleh penderita obesitas yaitu 30 menit jalan kaki,
5-6 kali perminggu. Lakukan pencatatan data seperti Berat Badan (BB), Body Mass Index (BMI), Waist Circumference (WC/Lingkar Perut), dan sangat penting adalah pengukuran Nadi Basal setiap pagi dan Tes MAF (Maximum Aerobic function test) (Kurniati, 2008). Cara lain yang sedang berkembang untuk penurunan berat badan adalah terapi komplementer seperti akupunktur (tusuk jarum). Terapi akupunktur telah diakui oleh Departemen Kesehatan yang kini semakin berkembang dan diterima oleh masyarakat Indonesia dalam bidang kesehatan dan kecantikan. Adapun cara kerja dari metode penurunan berat badan
melalui akupunktur adalah untuk
memperbaiki metabolisme sehingga seseorang lebih mudah kenyang dan menjaga agar nafsu makan tidak berlebihan ( Saputra, 1998; Idayanti, 2001). 2.2
Energi Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein. Kandungan
karbohidrat, lemak dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya. 2.2.1
Penggunaan glukosa untuk energi Karbohidrat mempunyai fungsi utama untuk menyediakan energi untuk
tubuh. Glukosa memasuki sel akan dipecah oleh enzim-enzim menjadi bagian yang lebih kecil yang pada akhirnya menghasilkan energi, karbondioksida dan air. Sebagian karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi, sebagian disimpan sebagai glikogen dalam hati dan sebagian diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi di dalam jaringan lemak.
Glikogen hati dapat memasok energi sebesar 400 – 600 Kkal. Jumlah ini hanya sanggup menyediakan energi untuk kegiatan (sedang) selama ½ hari. Karena itu kita harus mengkonsumsi makanan mengandung karbohidrat secara teratur dan yang tidak terlalu lama agar kebutuhan energi dapat terpenuhi secara konstan. Mengkonsumsi karbohidrat berlebihan akan menyebabkan kegemukan. Sistem saraf sentral dan otak sangat tergantung kepada glukosa untuk keperluan energinya ( Almatsier, 2004 ). 2.2.2
Penggunaan Lemak untuk energi Jika dibutuhkan energi oleh sel maka enzim lipase dalam sel adipose
menghidrolisis simpanan trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak serta melepasnya ke dalam pembuluh darah. Di sel -sel yang membutuhkan, komponen –komponen ini di bakar dan menghasilkan energi, CO2 dan H2O. Pada tahap akhir hidrolisis, setiap pecahan berasal dari lemak mengikat pecahan dari glukosa sebelum akhirnya dioksidasi secara komplit menjadi CO2 dan H2O. Lemak tubuh tidak dapat dihidrolisis secara sempurna tanpa kehadiran karbohidrat, karena akan terjadi hasil pembakaran lemak berupa bahan – bahan keton yang dapat menimbulkan keto-asidosis. Tubuh mempunyai kapasitas tak terhingga
untuk
menyimpan
lemak.
Namun
lemak
tidak
sepenuhnya
menggantikan karbohidrat sebagai sumber energi ( Almatsier, 2004). 2.2.3
Penggunaan protein untuk energi Walaupun fungsi utama protein adalah untuk pertumbuhan, bilamana
tubuh kekurangan energi maka protein berfungsi untuk menghasilkan energi atau untuk membentuk glukosa akan didahulukan. Bila glukosa asam lemak dan
glukosa di dalam tubuh terbatas, sel terpaksa menggunakan protein untuk membentuk glukosa dan energi. Glukosa dibutuhkan sebagai sumber energi selsel otak dan sistem saraf. Pemecahan protein tubuh untuk memenuhi kebutuhanan energi dan glukosa pada akhirnya akan menyebabkan melemahnya otot –otot. Maka diperlukan konsumsi karbohidrat dan lemak yang cukup tiap hari sehingga protein dapat digunakan sesuai dengan fungsi utamanya yaitu untuk pembentukan sel-sel tubuh. Kelebihan protein dalam tubuh, setelah melepas gugus NH2 –nya melalui proses deaminasi akan memasuki jalur metabolisme yang sama dengan yang digunakan oleh karbohidrat dan lemak. Kelebihan ini disimpan di dalam tubuh. Dengan demikian, makan protein secara berlebihan dapat menyebabkan obesitas. 2.2.4
Kegunaan energi bagi tubuh Tujuan kita makan adalah untuk menghasilkan energi. Energi ada dalam
bentuk ATP(Adenosine triphosfate) dan panas. ATP diperlukan untuk kontraksi otot, konduksi saraf, transport nutrisi, sintesis hormonal dsb. Energi diperlukan tubuh untuk kebutuhan berikut ; untuk memenuhi kebutuhan energi basal, aktivitas tubuh dan keperluan khusus ( Moehji, 2002). 1.
Kebutuhan enegi basal Dalam kondisi duduk atau berbaring tidak melakukan pekerjaan apapun,
ternyata tubuh masih memerlukan sejumlah energi. Energi itu digunakan untuk terlaksananya berbagai fungsi faal alat tubuh seperti untuk gerak peristaltik usus, pemompaan darah oleh jantung, pengambilan oksigen dan pembuangan CO2 oleh paru-paru, dan sebagainya. Jumlah energi yang diperlukan untuk pelaksanaan
fungsi faal tubuh itu disebut Energi Basal Tubuh. Angka metabolisme basal dinyatakan dalam kilokalori per kilogram berat badan per jam {Kkal/kgBB/jam} (Almatsier, 2004). 2.
Kebutuhan energi untuk aktivitas fisik Jumlah energi yang diperlukan untuk berbagai jenis aktivitas fisik tidak
sama. Banyaknya energi yang dibutuhkan bergantung kepada pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat aktivitas yang dilakukan. Seorang yang gemuk menggunakan lebih banyak energi untuk melakukan suatu pekerjaan dari pada orang yang kurus, karena orang gemuk membutuhkan usaha yang lebih besar untuk menggerakkan berat badan tambahan ( Almatsier, 2004) 3.
Kebutuhan energi khusus Ada beberapa keadaan yang memerlukan tambahan energi khusus.
Keadaan tersebut misalnya wanita hamil, menyusui dan orang yang baru sembuh dari sakit. 2.2.5
Keseimbangan Energi Keseimbangan energi mengacu pada pemasukan energi yang diperoleh
dari makanan dan pengeluaran energi yang dibakar dalam aktivitas sehari-hari. Jika pemasukan lebih besar dari pengeluaran, kelebihannya akan di simpan sebagai lemak. Keseimbangan energi negatif dapat dicapai melalui aktivitas fisik yang disertai dengan kontrol makanan. Setengah kilogram lemak badan memiliki ekuivalen dengan 3500 Kkal . Dengan demikian kira-kira 3500 Kkal harus dikeluarkan (oksidasikan atau di
bakar) untuk membuang 0,5 kg simpanan lemak. Sebaliknya 3500 Kkal dari makanan akan menambah 0,5 kg berat badan ( Sharkey, 2003). Defisit energi menentukan tingkat berat badan yang berkurang. Jika defisit 100 Kkal per hari, maka akan mengurangi 0,5 kg setiap 35 hari. Jika defisit 500 Kkal perhari, maka akan mengurangi 0,5 kg setiap minggu. Defisit 1000 Kkal perhari dapat mengurangi berat badan 1 kg perminggu. Defisit sebaiknya tidak melebihi 1000 Kkal per hari. Jika defisit secara teratur melebihi 1000 Kkal maka akan terjadi kelelahan, kelesuan, dan berkurangnya kekebalan terhadap infeksi ( Sharkey, 2003 ). Menurut Clark (1996) jangan mengurangi lebih dari sepertiga kebutuhan energi. Jika dikurangi terlalu banyak mungkin akan kehilangan jaringan otot. 2.2.6
Pengeluaran energi Pengeluaran energi total dipengaruhi oleh 3 komponen, yaitu Basal
Metabolisme Rate ( BMR) , pengaruh termis makanan (Thermic Effect of Foods) atau pengaruh dinamik khusus (Specific Dynamic Action/SDA) dan Aktivitas Fisik ( Stagemen, 1981). BMR adalah pengeluaran energi yang bertujuan menjaga proses fisiologis pada keadaaan setelah pelatihan fisik. BMR sangat tergantung pada tingkat aktivitas fisik. Besar BMR kira-kira 60-70 % dari pengeluaran energi total. SDA adalah peningkatan kecepatan metabolik di atas level istirahat akibat asupan makanan. Besarnya SDA kira-kira 10% dari pengeluaran energi total. Salah satu variabel pengeluaran energi total yang baik adalah aktivitas fisik. Otototot skeletal dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Besarnya aktivitas fisik kira-kira 1530 % dari pengeluaran energi total. Pengeluaran energi pada pria biasanya lebih
besar dari pada dibandingkan dengan wanita. Hal ini disebabkan karena pria lebih banyak mengandung massa lemak bebas dibandingkan wanita ( Meirelles et al., 2005). Kita selalu mengeluarkan energi bahkan ketika sedang tidur. Energi ini adalah metabolisme dasar. Pengeluaran energi dapat bervariasi mulai 1,2 Kkal permenit saat istirahat hingga lebih dari 20 Kkal permenit dalam aktivitas berat. Energi tambahan juga dibutuhkan jika kita makan, untuk menggerakkan proses pencernaan dan penyerapan. Tapi aktivitas fisiklah yang sangat mempengaruhi pengeluaran energi. Jadi total pengeluaran energi merupakan jumlah energi yang dikeluarkan untuk percernaan makanan dan penyerapan zat gizi (specific dynamic action/SDA), dan
ditambahkan lagi dengan energi yang dikeluarkan untuk
aktivitas fisik (Almatsier, 2004). Berjalan kaki cepat mengeluarkan energi kira-kira 6 Kkal per menit, jogging membakar 10 Kkal atau lebih, dan berlari dapat mengeluarkan 15 hingga 20 Kkal per menit ( Sharkey, 2003). Gerak jalan 3,2 km perjam mengeluarkan energi 5-7,4 Kkal permenit ( Suryodibroto et al.,1981). Berjalan kaki selama 30 menit dengan menempuh jarak 3,2 km dapat membakar enegi 150 Kkal (Triangto, 2005). Dalam kondisi puasa, 12 jam setelah konsumsi makanan terakhir, lemak termasuk plasma asam lemak bebas dan trigeliserida otot, adalah sumber utama energi pada tingkat aktivitas ringan dan sedang. Pada tingkat yang lebih tinggi, karbohidrat dalam bentuk glikogen otot dan glukosa darah menjadi bahan bakar
utama. Jika ingin membakar kelebihan lemak, pertimbangkanlah latihan tingkat menengah/sedang ( lihat tabel.2.3). Tabel 2.4 Aktivitas Fisik dan Pengeluaran energi Intensitas latihan
Denyut Nadi
Ringan
Sedang/menengah
Berat
Pengeluaran (kal/menit)
< 120
<5
120 – 150
5 – 10
> 150
> 10
Contoh
Golf, bowling, berjalan, voli, hampir semua pekerjaan. Jogging, tenis, bersepeda, senam aerobik, basket, hiking, pekerjaan berat Berlari, berenang cepat, usaha intensif singkat lainnya
Sumber : Sharkey, Kebugaran Kesehatan, 2003. 2.2.7
Sumber Energi Sumber energi berkonsentrasi tinggi adalah bahan makanan sumber lemak,
seperti lemak dan minyak, kacang-kacangan dan biji-bijian. Setelah itu bahan makanan sumber karbohidrat seperti padi-padian, umbi-umbian , dan gula murni. Kandungan energi beberapa bahan makanan dapat dilihat pada tabel 2.5 Tabel 2.5 Komposisi Energi, Protein, Lemak dan Karbohidrat Bahan makanan (100 gram) Bahan Makanan
Energi
Protein
Lemak
Karbohidrat
( Kkal )
( gram )
( gram )
( gram )
Beras giling
357
8,4
1,7
77,1
Singkong
154
1,0
0,3
36,8
Roti putih
248
8
1,2
50
Ubi jalar 151 merah Kacang hijau 345
11,6
0,3
35,4
22,2
1,2
62,9
Kacang kedelai Tempe
381
40,4
16,7
24,9
149
18,3
4
12,7
Ayam
302
18,2
25
0
Telur ayam
154
12,4
10,8
0,7
Ikan segar
113
17
4,5
0
Minyak kelapa Gula pasir
870
1
98
0
364
0
0
94
Sumber : PERSAGI, Daftar Komposisi Bahan Makanan, 2005. 2.3
Diet Rendah Kalori Diet rendah kalori adalah diet yang kandungan kalorinya di bawah
kebutuhan normal, cukup vitamin dan mineral, serta banyak mengandung serat yang bermanfaaat dalam proses penurunan berat badan. Diet ini membatasi makan padat energi seperti kue-kue yang banyak mengandung karbohidrat sederhana dan lemak serta goreng-gorengan ( Almatsier, 2004) 2.3.1
Tujuan Diet Rendah Kalori 1.Mencapai dan mempertahankan status gizi sesuai dengan umur, jenis kelamin dan kebutuhan fisik.
2.Mengurangi asupan energi sehingga tecapai penurunan berat badan sebanyak 0,5 – 1,0 kg perminggu. 2.3.2
Syarat-syarat Diet Rendah Kalori untuk menurunkan Berat Badan. 1.Untuk menurunkan berat badan sebanyak 0,5 -1,0 kg perminggu, asupan energi dikurangi sebanyak 500- 1000 Kkal perhari dari kebutuhan normal. 2.Protein normal atau sedikit di atas kebutuhan normal, yaitu 1 - 1,5 g/kg berat badan/hari atau 15 - 20% dari kebutuhan normal. 3.Lemak 14-20% dari energi total. 4.Karbohidrat sedikit lebih rendah yaitu 55 – 60% dari kebutuhan energi total. Gunakan lebih banyak karbohidrat kompleks untuk memberi rasa kenyang dan mencegah konstipasi. 5.Vitamin dan mineral cukup sesuai dengan kebutuhan. 6.Dianjurkan untuk tiga kali makan utama dan 2-3 kali makan selingan. 7.Cairan cukup yaitu 8 – 10 gelas/hari. Pada penelitian ini pemberian diet rendah kalori diberikan kepada mencit
percobaan dengan dihitung komposisinya yaitu Karbohidrat 45%, Protein 20%, Lemak 15%, Serat 20% serta Vitamin dan Mineral yang cukup. 2.4
Konsep pengobatan Akupunktur Akupunktur merupakan suatu cara pengobatan yang memanfaatkan
rangsangan pada titik-titik akupunktur sehingga mempengaruhi aliran bioenergi dalam tubuh. Secara tradisional sistem tersebut berdasarkan konsep keseimbangan antara permukaan tubuh dengan organ melalui sistem meridian yang spesifik ( Saputra, 1999).
Konsep
tersebut
dalam
bahasa
kedokteran
konvensional
dapat
digambarkan sebagai konsep keseimbangan/homeostasis, dimana titik akupunktur sebagai pintu masuk rangsangan berdasarkan kualitas energi yang masuk dan diubah menjadi sinyal biologi (komunikasi elektrik dan vibrasi fisik), dilanjutkan oleh deretan yang koherensinya sama dengan titik akupunktur (meridian ) menuju organ yang dikehendaki (Saputra, 2002). Transmisi interseluler melalui jalur meridian, dimana titik akupunktur terdiri dari kumpulan sel yang relatif lebih mudah berubah pola kelistrikannya dengan pemberian rangsangan yang relatif
minimal, yang kemudian terjadi
perubahan energi kimia yaitu reaksi pembentukan ATP dari mitokondria menjadi energi listrik berupa aliran elektron kemudian didistribusikan sebagai energi intraseluler menyebabkan perubahan potensial sel aktif lainnya pada jalur meridian yang disebut bioinformasi dalam titik dan meridian akupunktur (Saputra, 1997). Saputra (1999) menggunakan ITP untuk membuktikan konsep tersebut, dimana terjadi migrasi aktif ITP dari titik akupunktur hingga mencapai organ yang dituju.
Gambar 2.5 Tampak migrasi aktif dari ITP pada Titik Akupunktur (Saputra,1993) Cara kerja rangsangan titik-titik akupunktur dalam mempengaruhi keseimbangan homeostasis dapat dijelaskan dengan empat cara yaitu : 1
Reaksi inflamasi lokal
2.
Reflek somato viseral
3.
Transmisi neural melalui jalur neuro akupunktur
4.
Transmisi interseluler melalui jalur meridian
Gambar 2.6 Cara Kerja Rangsangan Titik Akupunktur (Saputra, 2003) 2.4.1
Reaksi inflamasi lokal Penusukan jarum pada titik akupunktur akan menimbulkan mikro trauma
dan kerusakan jaringan, hal ini merangsang jaringan fibrin akan melepaskan prokursor (Fibrinogen) yang kemudian melepaskan Fibrinopeptide A, terjadi rangsangan pada Matriks Extra Seluler (ECM) , growth factor seperti; (Fibrin Growth Factor-2) FGF-2 dan (Vascular Endothelial Growth Factor)VEGF, serta
sitokin Interleukin-1. Reaksi ini kemudian merangsang proses aktivasi Interleukin- 6 dan TNF-α sebagai respon reaksi inflamasi akut (Goodman, 2008). Fibrin juga memiliki ikatan dengan sejumlah Matriks Ekstra Seluler termasuk vascular endothelial (VE)-cadherin, platelet integrin
dan leukosit
integrin (Mac-1). Semuanya mempunyai peran sangat penting untuk merangsang angiogenesis, kerja sama platelet untuk pembentukan thrombus dan mengikat monosit dan netropil dengan baik. Kemampuan transportasi sinyal antar membran sel dilakukan oleh protein yang disebut dengan ATP-binding cassette (ABC) tranporters (Griekspoor, 2000). Jenis komponen yang dikeluarkan sebagai respon dari penusukan adalah vasodilator dan atau neuromodulator. Mast cell akan melepaskan histamin, heparin dan kinin protease yang akan menimbulkan vasodilatasi. Histamin akan melepaskan nitric oxide (NO) dari vaskuler endotelium dan menyebabkan efek yang luas pada sistem kardiovaskuler, imunologi, digestif dan reproduksi. Bradikinin sebagai vasodilator akan meningkatkan permeabilitas vaskuler lokal, vasodilatasi juga diinduksi oleh substansi P dan calcitonin generalated peptide (CGRP) (Steiss, 2001; Saputra, 2003). 2.4.2
Refleks Somato Viseral Rangsangan akupunktur diketahui dari reaksi pada tempat penusukan,
rangsangan yang tepat pada titik akupunktur akan menimbulkan sensasi yang disebut Deqi, di mana sensasi tersebut tidak didapat pada rangsangan di luar titik akupunktur. Sensasi tersebut dominan disebabkan oleh stimulasi Aδ fibre, dilanjutkan oleh C fibre dan group 2 fibre memasuki trac of Lisssaure menuju
ujung dorsal medula spinalis sebelum bersinap pada motor neuron. Dalam ujung dorsal medula spinalis, visceral afferent terkonsentrasi pada lamina I dan V dan sebagian besar input dari serat afferent cutaneus. Stimulasi dari titik akupunktur akan menyebabkan refeleks arc, menimbulkan efek simpatis yang menginduksi efek viseral dan segmental ( Steiss, 2001; Saputra, 2003). . Beberapa efek akupunktur memediasi langsung sistem saraf autonom termasuk perubahan katekolamin yang dikeluarkan dari medula adrenal, kulit, perubahan tekanan darah dan peningkatan kardiovaskuler fitness ( Saputra, 2003). 2.4.3
Transmisi Neural melalui jalur Neuroakupunktur Bentuk rangsangan berupa mekanik, termik, getaran maupun tekanan akan
menginisiasi proses transduksi dengan mengubah potensial membran ujung sel saraf dan menghasilkan potensial aksi yang kemudian diteruskan ke sistem saraf pusat. Ujung nociceptor bersama-sama membentuk axon dimana badan sel berada pada ganglion radix dorsalis, berakhir di cornu posterior medulla spinalis (Steiss, 2001; Sudirman, 2005). Cornu posterior medulla spinalis terbagi menjadi lamina yang saling berhubungan dengan masing-masing fungsi dan peran yang berbeda pada proses nyeri. Lamina II (substansi gelatinosa) merupakan akhir dari serabut C, sedangkan serabut Aδ berakhir di lamina I dan IV. Hantaran rangsang tersebut diteruskan ke sentral melalui tractus ascenderen seperti tractus spinothalamicus, tractus spinoreticularis,
tractus
spinomesencephalicus.
Traktus
tersebut berjalan
menyilang linea mediana sehingga informasi sensorik yang dihantarkan menuju ke hemispher cerebri kontralateral (Sudirman, 2005).
Penusukan
yang diakibatkan oleh penusukan jarum menuju ke lamina I
dan Lamina II di medulla spinalis, neuron sekunder kemudian menuju ke berbagai nuclei thalamus yaitu nucleus ventroposterolateral (VPL), dorsomedian (DM), intralaminer (IL), dan centromedianus (CM) melalui tractus spinothalamicus, tractus spinoreticularis, tractus spinomesencephalicus. Neuron tertier akan menuju cortex sensory di gyrus postcentralis, cortex limbic, cortex laminar dan cortex prefrontalis.
Pada saat berjalan menuju thalamus terjadi kolateral yang
menuju dan berakhir pada berbagai level di batang otak dan hipothalamus. Pada level hipothalamus terdapat dua cabang yang berakhir pada nuclei hypothalamic yaitu nucleus arcuatus dan kelompok sel yang menyekresikan β endorphin (Sudirman, 2005). Rangsangan akupunktur tersebut akan menimbulkan efek langsung pada sistem parakrin dan autokrin dari steroidogenesis dengan menstimulasi produksi dan pelepasan epineprin, norepinne (NE), serotonin (5-HT), gamma amino butyric acid (GABA), dan growth factors. Epineprin, NE, GABA, 5-HT, endorphin, dopaminorepinne, glutamate, nitric oxide akan berimplikasi pada regulasi dari GnRH, dimana NE, GABA, glutamate akan menstimulasi pelepasan dari GnRH ( Lovejoy, 2005).
Gambar 2.7 Transmisi Neural Melalui Jalur Neuroakupunktur ( Sudirman, 2005) 2.4.4
Transmisi Interseluler melalui Jalur Meridian Penelitian dengan pendekatan biomolekuler dan biofisik telah diketahui
bahwa titik akupunktur terdiri dari kumpulan sel yang relatif lebih mudah berubah pola kelistrikannya dengan pemberian rangsangan yang relatif minimal sedangkan area di luar titik akupunktur belum berubah (Saputra, 1997; Yikuan et al., 1997). Chen (1996) sukses menata sebuah model respon elektrik dari titik akupunktur antara lain konduksi elektrik, polarisasi seluler dan regulasi ion, yang secara umum dikatakan bahwa dalam titik akupunktur terjadi perubahan energi listrik berupa aliran elektron kemudian didistribusikan energi kimia yaitu reaksi pembentukan ATP dari mitokondria menjadi energi listrik berupa aliran elektron kemudian didistribusikan energi intraseluler menyebabkan perubahan potensial sel aktif lainnya, yang disebut sebagai bioinformasi dalam titik dan meridian akupunktur (Saputra, 1997; Yi et al., 1997).
2.4.5
Sel aktif listrik dalam tubuh Lieberstein (1973) mengatakan bahwa dalam tubuh banyak didapatkan sel
yang bereaksi lebih cepat di banding sekitarnya, juga memiliki karakteristik tertentu yang disebut sebagai sel aktif listrik. Pengertian secara elektro kimiawi adalah kondisi membran sel yang mudah terpolarisasi sehingga perubahan muatan transmembran mudah terjadi dan meningkatkan beda tegangan listrik. Sel aktif listrik mempunyai sifat sebagai reseptor atau modulator dan juga sebagai sel pace maker. Sel aktif listrik lebih mudah bereaksi dengan stimulus yang relatif rendah dibanding sel lainnya, di mana pembentukan
energi dalam sel aktif yang
mendapatkan stimulus akan menimbulkan energi potensial karena proses elektro kimiawi dalam sel tersebut ( Saputra, 1999). Kumpulan sel aktif selain mempunyai karakteristik aliran elektron yang cepat, ternyata juga dapat dialiri materi seperti bahan radioaktif ( Lieberstein, 1973). Pada suatu penelitian dikatakan bahwa sel dari organisme multiseluler mempunyai interkoneksi antar sel yang disebut
sebagai jembatan antar sel (gap
juction), pada mamalia yang menghubungkan antara sel-sel yang berdekatan (Potapova, 1991). Interaksi antar sel aktif melalui jembatan antar sel menganut prinsip kopling energi dan aliran ion. Materi dengan ukuran molekul relatif kecil seperti glukosa dapat melewati jembatan antar sel ini. Proses transportasi antar sel yang mengikuti pembentukan energi hampir selalu disertai Na+, K+- ATPase ( Potapova, 1991).
Hubungan antar sel aktif tersebut juga dapat mengalirkan hasil metabolit yang heterogen dan juga ion lain seperti H+, Ca2+, dan c-AMP. Pendekatan secara elektro fisiologis pada jembatan antar sel aktif dengan metode mikro spektral menjelaskan bagaimana zat warna dan isotop pelacak melalui jembatan antar sel seperti yang telah dilakukan Saputra (Saputra, 1999). 2.4.6
Titik Akupunktur sebagai sel aktif listrik Dengan
pendekatan biofisik dan biomolekuler yang berdasarkan
penelitian Kedokteran Nuklir, serta profil kelistrikan dapat membuktikan eksistensi titik akupunktur tersebut ( Saputra, 1997). Dimana pemberian bahan radioaktif teknesium perteknetat menampakkan migrasi isotop yang berbeda dengan daerah kontrol merupakan salah satu fenomena karakteristik dari titik akupunktur.Titik akupunktur merupakan kumpulan sel yang berbeda aktivitasnya dibanding dengan sel di luar titik akupunktur
dan secara listrik mempunyai
karakteristik tegangan tinggi dengan hambatan rendah dan migrasi aktif ITP (Isotop Perteknetat). Pendekatan yang dilakukan melalui dua jalur : a.
Biologi Molekuler untuk proses dalam sel morfologi fungsional
b.
Biofisika untuk proses aliran energi
Untuk pendekatan biofisika dalam masalah hiperpolarisasi adalah pembentukan
elektron dalam sel setelah rangsangan dan cara mengalirkan
rangsangan dari titik akupunktur yang tidak dapat dipisahkan dengan migrasi aktif ITP (Saputra, 1999). Menurut Lieberstein, 1973 electrically active cells mempunyai ciri-ciri : a.
Bervariasi bentuk dan fungsinya
b.
Menunjukkan sifat listrik yang mempunyai aliran divergen
c.
Terdiri dari reseptor dan modulator
d.
Merupakan pace maker cells
Titik akupunktur sebagai pusat aktif yang terdiri dari kumpulan sel aktif yang ada di permukaan tubuh yang mempunyai : a.
Sifat fisika yang dapat diatur.
b.
Kemampuan sel untuk menimbulkan sifat listrik dan sebagai elektrode mikro.
c.
Dapat menimbulkan aliran elektron pada sel yang mempunyai daya polarisasi setara.
2.4.7
Peranan Ion Kalsium dalam sel pada Titik Akupunktur Ion kalsium sebagai salah satu kation penting dari sel dan berpengaruh
pada fungsi sel terutama sebagai penentu aktivitas listrik sel. Selain itu berperan dalam hantar rangsang dari membran ke dalam sel, antara lain untuk produksi energi dari mitokondria. Pintu ion kalsium pada membran sel berfungsi mengatur keluar masuknya ion kalsium pada saat polarisasi dan depolarisasi sel, dan peristiwa ini disebut tipe Voltages Gates. Pintu ion kalsium ini juga terdapat pada sel-sel dari titik akupunktur yang diklasifikasikan sebagai sel aktif listrik. Peranan ion kalsium dalam sel pada titik akupunktur juga dinyatakan dengan adanya peningkatan konsentrasi ion kalsium di titik akupunktur dan dan meridian setelah tusukan jarum. Pada penelitian dengan pemberian Verapamil (kalsium antagonis)
pada titik akupunktur terbukti menurunkan beda tegangan listrik, hal ini membuktikan bahwa ion kalsium berperanan dalam aktivitas sel dalam titik akupunktur (Saputra, 2000; Yi et al., 1991). 2.4.8
Akupunktur Telinga. Semua mahluk vertebrae membentuk embrio berdasarkan lapisan
eksoderm – mesoderm – endoderm dan hal ini juga terjadi pada pembentukan telinga,
kemudian
diproyeksikan
dengan
asal
embrional
organ
tubuh.
Pembentukan telinga yang terdiri dari 3 lapisan embrional, juga terbentuk area persarafan spesifik di permukaan daun telinga. Oleh Bosy(1979) disusun perspektif telinga untuk lebih mudah mempelajari akupunktur telinga. Area stimulasi akupunktur telinga mulai diperkenalkan oleh DR.Paul Nogier (Perancis) sebagai model homoniculus atau embrionik terbalik yang sesuai dengan letak normal intra kurtain, juga secara embriologi telinga dibentuk oleh 3 lapisan embrional yaitu : eksoderm- mesoderm –endoderm yang disesuaikan dengan model asal persarafan. Oleh karena itu telinga adalah dunia kecil tubuh yang disebut sebagai sistem mikro akupunktur (Saputra & Andriani, 2008). Penusukan
jarum akupunktur akan menimbulkan reaksi menghambat lapar
dengan melalui hipotalamus, merangsang metabolisme dan mengaktivasi sistem endokrin melalui terapi aurikular. Daerah otak secara klasik berhubungan dengan pengaturan berat badan melalui bagian Hipotalamus Ventro Medial (VMH) yang merupakan pusat kenyang;
Hipotalamus Lateral
merupakan pusat lapar.
Stimulasi listrik pada bagian dalam telinga tikus berhubungan dengan representasi daerah gastrointestinal Aurikular yang merangsang pusat kenyang VMH tetapi
tidak pada pusat lapar LH. Terdapat hubungan neurofisiologis antara daerah Otak dengan Akupunktur Aurikularis dalam mengatur perilaku makan dan aktifitas visceral yang dipengaruhi oleh saraf Vagus Otonom. Akupunktur telinga secara selektif dapat mengubah aktifitas hipotalamik otak yang cenderung menimbulkan perangsangan pusat kenyang VMH (Ventromedial
Hipotalamus)
selanjutnya
menekan
pusat
lapar
(Lateral
Hipotalamus) (Saputra, 2007).
Gambar 2.8 Hubungan Aurikularis dengan Otak dan Organ Bagian Dalam. Pada penelitian ini dengan mencit sebagai sampel, titik akupunktur yang dipergunakan : 1. Telinga : a. Shenmen (titik ini terletak di Triangular fossa Superior). b. Lambung (titik ini terletak di Terminus dari Crus Helix) Digunakan jarum tekan (press needle). 2. Tubuh
:
a. Meridian Lambung :
- Titik St.36 (Chou-san-li) analog dengan titik No.43 untuk blok produksi asam lambung dan melancarkan aktivitas Chi (energi) lambung (Chuan, 1995). Titik ini terletak di bawah Patella, sisi luar Otot Tibialis ± 3 Cun/12 jari tikus. b. Meridian Limpa : - Titik Bl. 20 (Pi-Shu) analog dengan titik No. 25 mengendalikan
keseimbangan
fungsi
untuk
limpa/pankreas
dan
melancarkan buang air besar (Chuan, 1995). Titik ini terletak di ICS(Intercostal Space) XI,
jarak 0,5 cm/2 jari tikus dari
Vertebrae.
Gambar 2.9 Letak titik akupunktur pada telinga (Walker, 1997; Chuan, 1995)
Gambar 2.10 Letak titik akupunktur No. 25 dan 43 (Walker, 1997; Chuan, 1995) 2.5
Akupunktur Veteriner Akupunktur pada hewan mempunyai sejarah yang sangat erat dengan
akupunktur pada manusia, karena dimulai dari kuda yang berhubungan erat dengan akupunktur pada
manusia.
Terminologi sistem akupunktur
itu
dianalogikan dengan manusia meski letaknya tidak persis sama (Chuan, 1987). Prinsip penyusunan terminologi akupunktur veteriner adalah sebagai berikut (Chuan, 1987) : 1.
Nilai ambang batas kepekaan terhadap nyeri
2.
Fungsi regulasi organ viscera terhadap endokrin, insulin dan mediator
3.
Hubungan pengendalian antibodi dan anti inflamasi
4.
Hubungan dengan terapi spesifik terhadap penyakit.
Pada pengamatan pakar akupunktur China tahun 16 – 11 SM, ternyata semua hewan seperti kuda, sapi, babi, anjing dan kucing mempunyai susunan pemetaan titik akupunktur yang hampir sama. Mulai tahun 70-an secara intensif
dibentuk organisasi akupunktur veteriner untuk mamalia yang tidak sama seperti manusia , tapi tetap didasarkan pada patokan – patokan anatomis. Oleh karena pertimbangan penelitian akupunktur pada manusia banyak keterbatasannya maka digunakan hewan coba, pada saat ini yang dipakai adalah kelinci, tikus dan marmut (Saputra, 1999).
Gambar 2.11 Skema Titik Akupunktur pada Kelinci (Chuan, 1995). 2.6
Hewan Coba Mencit (Mus Musculus) Mencit merupakan salah satu hewan coba yang sering digunakan dalam
penelitian, karena secara fisiologi menyerupai manusia. Berat badan mencit bervariasi, umumnya berat mencit dewasa 35- 40 gram. Panjang badan mulai pangkal ekor sampai ujung hidung antara 8 – 10 cm. Rata-rata usia mencit tersebut adalah satu sampai dua tahun, dengan usia produktifnya (dalam reproduksi) dimulai dari usia 35 hari hingga sekitar usia sembilan bulan. Usia empat bulan tersebut dijadikan patokan mencit memasuki usia dewasa (Smith dan Mangkoewijoyo, 1988). Data Biologis mencit laboratorium adalah sebagai berikut :
Lama hidup
: 1 – 2 tahun bisa mencapai 3 tahun
Lama produksi ekonomis
: 9 bulan
Lama Bunting
: 19 - 21 hari
Kawin sesudah beranak
: 1 - 24 jam
Umur disapih
: 21 hari
Umur dewasa
: 35 hari
Umur dikawinkan
: 8 minggu
Siklus kelamin
: poliestreus
Siklus estrus (birahi)
: 4 - 5 hari
Lama estrus
: 12 - 24 jam
Ovulasi
: dekat akhir periode estrus
Berat Badan Dewasa
: 20 - 40 gr Jantan , 18 - 35 gr Betina
Jumlah anak
: rata – rata 6 ekor, bisa 15 ekor
Perkawinan kelompok
: 4 Betina dan 1 jantan
Luas Permukaan tubuh
: 10.5 (wt. In grams) 2/3
Konsumsi makanan
: 15 grm/100 grm/ hari
Konsumsi Air
: 15 grm/100 grm/hari
Temperatur badan
: 36 – 37 ° C
Denyut Nadi
: 325 – 780 /mnt
Frekuensi Nafas
: 60 – 220 /mnt
( Smith dan Mangkoewidjoyo, 1988)
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1
Kerangka Berpikir Dari rumusan masalah dan teori di atas, maka dapat disusun kerangka
konsep sebagai berikut : obesitas yang terjadi dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internal
yang
menyebabkan
terjadinya
obesitas
adalah
genetik/strain, umur, jenis kelamin, hormonal, kebugaran fisik, IMT. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi adalah gaya hidup, konsumsi makanan berlebihan, aktivitas fisik kurang, lingkungan keluarga. Obesitas
akan
berakibat
meningkatnya
resiko
akan
munculnya
kasus/penyakit degeneratif seperti Diabetes, Hipertensi, Aterosklerosis, stroke, kanker, dll. Obesitas dapat memicu peningkatan kadar sitokin Interleukin-6 serum, yang tentunya akan meningkatkan proses inflamasi dalam tubuh yang selanjutnya akan berdampak munculnya penyakit degeneratif/kronis. Penurunan berat badan dapat dilakukan dengan mengubah gaya hidup, meningkatkan latihan/olah raga sedang, pengaturan diet rendah kalori, terapi akupunktur dengan merangsang pusat lapar. Dengan perlakuan seperti ini akan menimbulkan peningkatan pembakaran sediaan kalori dalam lemak tubuh dan mengurangi asupan makan ke dalam tubuh. Dengan terjadinya penurunan berat badan sebesar 5-10% akan memberikan dampak sangat signifikan terhadap penurunan resiko
akan
munculnya
penyakit
degeratif.
Tentunya
meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan usia harapan hidup.
akan
Latihan Intensitas Sedang
Asupan O2
DietRendah Kalori
Intake Makanan berkurang
Pembakaran kalori
Katabolisme Lemak
Akupunktur Tubuh & Telinga
Rangsang pusat kenyang Menekan rasa lapar/intake //lapar/intake
Anabolisme
Katabolisme Lemak
Mencit Jantan Obesitas (BB & IL-6)
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir.
3.2
Kerangka konsep penelitian
Kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada bagan di bawah ini:
-Akupunktur -Latihan Intensitas Sedang -Diet Rendah Kalori
Faktor Internal: -
Umur Jenis kelamin IMT Kebugaran Fisik Genetik Hormonal
Faktor Eksternal: - Gaya Hidup - Konsumsi makanan - Aktivitas Fisik - Lingkungan
Obesitas Berat Badan & Kadar IL-6 serum
Gambar 3.2 Bagan Kerangka Konsep. 3.3
Hipotesis penelitian 1. Latihan intensitas sedang (LIS) dapat menurunkan berat badan yang berlebih disertai penurunan kadar IL-6 serum. 2. Rangsangan pada titik akupunktur pusat lapar dapat menurunkan berat badan berlebih disertai penurunan kadar IL-6 serum. 3. Diet rendah kalori dapat menurunkan berat badan yang berlebih disertai penurunan kadar IL-6 serum.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Rancangan Penelitian Rancangan Penelitian merupakan penelitian eksperimental dengan
rancangan pre test-post test group design ( Campbell et.al., 1963; Nazir, 2005). Skema penelitian digambarkan sebagai berikut :
P1 O2
O1 P
S
P2 O3
O5
P3
Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian
Keterangan: P
: Populasi
S
: Sampel
O1
: Observasi Kelompok1 sebelum perlakuan (LIS)
O2
: Observasi Kelompok1 setelah perlakuan (LIS)
O3
: Observasi Kelompok2 sebelum perlakuan (Akupuntur)
O4
: Observasi Kelompok2 setelah perlakuan (Akupunktur)
O5
: Observasi Kelompok3 sebelum perlakuan (Diet)
O6
: Observasi Kelompok3 setelah perlakuan (Diet)
P1
: Latihan intensitas sedang.
P2
: Akupunktur
O4
O6
P3
: Diet Rendah Kalori
4.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian
ini
dilakukan
di
Laboratorium
Farmakologi
Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, dan pemeriksaan IL-6 serum dikerjakan di Laboratorium Bio Molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar. Penelitian dilaksanakan dalam waktu 4 (empat) minggu. 4.3
Penentuan Sumber Data
4.3.1
Sampel penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah mencit (Mus Musculus)strain Balp/C
yang didapat dari Animal Unit Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran UNUD. Jenis kelamin jantan dewasa gemuk berumur sekitar empat bulan dengan berat badan berkisar 25 - 40 gram. Panjang badan mulai pangkal ekor sampai ujung hidung antara 8 – 10 cm. Mencit jantan dewasa dengan umur, berat badan dan panjang badan yang sama akan mengendalikan variabel yaitu memperkecil beda panjang kaki belakang (Smith dan Mangkoewidjoyo, 1988). 4.3.2
Kriteria Sampel
a.
Kriteria Inklusi
b.
1.
Mencit jantan dewasa berusia empat bulan
2.
Berat badan antara 25 - 40 gram ( mencit obesitas)
3.
Panjang badan antara 8 – 10 cm
4.
Sehat
5.
Satu hibrid
Kriteria Eksklusi dan drop out
1.
Mencit tidak mau makan
2.
Mencit tidak tampak aktif atau sakit
3.
Mencit mati
4.3.3 Besar Sampel Dengan menggunakan rumus Pocock (2007), maka besar sampel dapat dihitung sebagai berikut :
n =
2 σ² ____________ x f (α β ) ( μ2 - μ1 )²
Di mana : n
= besar sampel
σ
= standar deviasi
f (α, β ) = konstanta berdasarkan tabel [ f(0,05; 0,2)] μ1
= rerata berat badan sebelum perlakuan
μ2
= rerata perubahan yang diestimasi
μ2 - μ1 = rerata penurunan berat badan yang diharapkan Berdasarkan penelitian oleh Prijo Sudibyo et al., (2000) yang melibatkan 20 mahasiswi, didapatkan rerata berat badan 51,62 kg dan standar deviasinya adalah 3,13. Pada penelitian ini terjadi penurunan berat badan 10,85% setelah penelitian selama delapan minggu. Berdasarkan perhitungan dengan rumus di atas maka diperlukan n = 9,21 (dibulatkan menjadi 10 ) atau besar sampel perkelompok 10 ekor.
Untuk
mencegah kekurangan sampel akibat drop out, maka ditambah cadangan 10% sehingga menjadi 11 ekor. Penelitian ini menggunakan tiga kelompok observasi,
maka diperlukan sampel 33 ekor. Setiap kelompok terdiri dari 11 ekor mencit jantan dewasa gemuk, distribusi sebagai berikut : 1.
Perlakuan 1 (P1) :
2.
Perlakuan 2 (P2 )
Diberi latihan intensitas sedang.
: Diberi rangsangan pada titik akupunktur pusat lapar.
3. 4.4
Perlakuan 3 (P3) :
Diberi Diet Rendah Kalori.
Variabel Penelitian
4.4.1. Identifikasi Variabel Variabel penelitian yang akan diukur adalah berat badan dan kadar Interleukin-6(IL-6) sebelum dan sesudah perlakuan antara mencit yang mengalami latihan intensitas sedang, menerima rangsangan pada titik akupunktur pusat lapar dan yang mengalami diet energi rendah. 4.4.2
Klasifikasi variabel 1.
Variabel bebas adalah penusukan jarum pada titik akupunktur No. 43, No. 25, titik akupunktur telinga; shenmen, lambung dan latihan intensitas sedang serta diet rendah kalori.
2.
Variabel tergantung adalah besarnya penurunan berat badan dan kadar interleukin -6(IL-6) serum setelah perlakuan.
3.
Variabel kendali adalah Strain mencit jantan, umur, berat badan, lingkungan (suhu, kelembaban, cahaya), kesehatan mencit.
4.4.3
Definisi operasional variabel 1. Mencit jantan strain Balb-C, obesitas, usia 4 bulan yang berat badannya 25-40 gram (berat badan > 30 – 40% dari normalnya).
2. Latihan intensitas sedang meliputi; a. Renang di dalam ember berdiameter 35 cm, dengan kedalaman air 20 cm. b. Frekuensi
: setiap hari.
c. Durasi : selama 20 menit. Berdasarkan penelitian waktu latihan intensitas berat pada tikus sehingga timbul kelelahan(tenggelam) didapatkan lama waktunya 60 menit( Jawi, 2002). Untuk latihan intensitas sedang; 30% dari intensitas berat. Jadi 30% x 60 menit = 18 menit. Sehingga diperlukan sekitar 18 menit (dibulatkan 20 menit)(Pangkahila, 2009). Pada Penelitian pendahuluan untuk mencari waktu yang tepat dalam menentukan waktu latihan untuk intensitas sedang dalam percobaan mencit direnangkan didapatkan bahwa waktu latihan selama 60 menit mencit tampak mengalami kelelahan dan mau tenggelam; dalam waktu 30 menit mencit tampak mengalami kelelahan; dalam waktu 20 menit mencit masih bisa berenang tapi tidak mengalami kelelahan (Purwahana, 2010). 3. Rangsang titik akupunktur pusat lapar adalah dilakukan penusukan pada titik akupunktur badan mencit No. 25 dan No. 43 dengan jarum 38 G 7 mm selama 10 menit disertai stimulasi sebanyak tiga kali seminggu, penusukan jarum tempel (press needle) di titik akupunktur telinga; Shenmen, Lambung. 4. Diet rendah kalori adalah diet dengan komposisi Karbohidrat 45%, Protein 20%, Lemak 15%, Serat 20% serta Vitamin dan Mineral
secukupnya. Dikonsumsi
oleh sample setiap hari selama empat
minggu. 5. Penurunan berat badan adalah berkurangnya berat badan setelah diberikan
perlakuan
selama
empat
minggu,
yang
ditentukan
berdasarkan selisih berat badan setelah perlakuan dalam satuan gram BB. 6. Kadar Interleukin – 6 (IL-6) serum adalah kadar IL-6 dalam plasma yang diukur secara kuantitatif dengan teknik Sandwich Elisa dalam satuan pg/ml. 4.5
Materi dan Bahan Penelitian Bahan dan materi yang digunakan untuk penelitian ini sebagai berikut : 1. Jarum akupunktur dari baja tahan karat No. 38 G (0,02 mm) dengan ukuran panjang 7 mm, produk Hwato – China. 2. Jarum Tekan (Press Needle) dari baja tahan karat, dengan ukuran panjang 3 mm, produk Hwato-China. 3. Larutan Etanol 70 % dan kapas. 4. Timbangan untuk mencit ( Digital Scale, merk Tanita KD -160) 5. Alat latihan mencit (renang di dalam ember berisi air) 6. Stop watch
4.6
Alat Pengambil Data Alat ukur atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Menggunakan alat ukur dan instrumen dari Laboratorium Farmakologi dan Biomol FK Universitas Udayana.
2. Tabung mikrohematokrit. 3. Larutan Etanol 70% dan Kapas. 4.7
Tata Cara Penelitian
4.7.1
Persiapan Hewan Uji Mencit jantan, strain Balp-C, dipilih secara random dan masing-masing
mencit ditempatkan dalam kelompok dengan
kandang terpisah. Mencit
diadaptasikan selama satu minggu untuk mengamati tidak ada penyakit yang dapat mengganggu penelitian. Mencit diberi makanan dengan tinggi kalori (Sentrat 511/tinggi lemak) dengan komposisi; Karbohidrat 60%, Protein 10%, Lemak 25%, Serat 5% serta Vitamin dan Mineral secukupnya untuk meningkatkan berat badannya (bertambah 30-45% ) dari mencit normal. Sehingga didapatkan mencit dewasa jantan obesitas berumur 4 bulan. Selama penelitian pakan tinggi kalori ini terus diberikan secara ad libitum (Purwahana, 2010). 4.7.2
Pelaksanaan Penelitian
1.
Mencit uji kelompok 1 (Latihan Intensitas Sedang) diberikan
latihan
renang di dalam ember berisi air. Ditentukan lama waktunya yaitu 20 menit,
latihan ini diberikan setiap hari selama empat minggu. Pakan
mencit yang sama diberikan ad libitum. 2.
Mencit uji kelompok 2 (Akupunktur) diletakkan pada papan dan difiksasi dengan memasukkan mencit ke dalam rongga kecil yang terbuat dari fiber, dilakukan persiapan daerah uji dengan pembersihan bulu, disinfeksi dengan Etanol 70% kemudian ditusukkan jarum 38 G - 7 mm pada titik akupunktur No. 25 dan No.43 . Penusukan dilakukan selama 10 menit
sebanyak 3 kali seminggu. Pada titik akupunktur telinga shenmen dan lambung dipasang press needle. Pakan mencit yang sama diberikan secara ad libitum. 3.
Mencit uji kelompok 3 (Diet rendah kalori) mendapat perlakuan pakan dengan diet rendah kalori.
4.7.3
Prosedur Pengambilan Darah Mencit Pengambilan darah mencit dilakukan dengan cara; darah di ambil dari
sinus orbitalis, tanpa anestesi. Mula-mula mencit dipegang pada tengkuk dan ekornya, kemudian darah diambil dari medial canthus sinus orbitalis dengan tabung mikrohematokrit sebanyak 0,5- 1 ml. Kemudian darah ditampung dalam tabung dan diendapkan selama 30 menit, selanjutnya disentrifuse untuk mendapatkan serum darah mencit (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Kemudian sampel serum diperiksa di Lab/Bagian Bio Molekuler FK Universitas Udayana untuk diperiksa kadar IL-6 nya. 4.7.4
Prosedur Pengukuran hasil perlakuan Dilakukan pengukuran berat badan dan kadar IL-6 serum semua mencit
sebelum diberikan perlakuan. Setelah semua kelompok mencit mendapat perlakuan selama 4 minggu dilakukan pengukuran kembali terhadap berat badan dan kadar IL-6 serumnya. 4.7.5
Cara Sandwich ELISA Serum darah mencit yang akan diperiksa diencerkan dengan sampel
diluent (1:1) kemudian masing-masing sebanyak 100 ul standar yang sudah diencerkan dengan cara penipisan dimasukkan dalam microwell masing-masing
sebanyak 100 ul. Tambahkan Biotin – conjugate yang sudah diencerkan kesemua microwell, tutup dengan adhesive film dan di inkubasi di suhu ruangan selama 2 jam. Setelah 2 jam buka adhesive film dan buang cairan dalam microwell, cuci 3 kali dengan wash buffer masing-masing 400 ul, keringkan dengan tisue. Tambahklan 100 ul Streptavidin –HRP yang sudah diencerkan ke semua microwell termasuk well blanko, tutup dengan adesive film dan inkubasi dalam suhu ruangan selama 1 jam. Kemudian buka adhesive film dan buang cairan, cuci microwell 3 kali dengan wash buffer masing-masing 400 ul, keringkan dengan tissue. Tambahkan 100 ul TMB substrate solution ke semua microwell, inkubasi selama 10 menit di ruangan gelap sampai terbentuk warna biru, tambahkan lagi Stop solution kemudian akan terbentuk warna kuning. Kemudian di baca di 620 nm. Analisa data dilakukan dengan membuat kurve linier berdasarkan nilai standar yang di dapat dengan nilai standar dalam pg/ml.
Populasi (mencit/mus musculus) Kriteria inklusi Sampel (33 ekor)
Pembagian Kelompok
Klpk I Latihan Int.Sedang Renang(11 ekor)
Pengukuran Berat Badan & IL-6/Pre -test /serum/Pre-test Klpk III Diet Rendah Kalori(11 ekor)
Klpk II Akupunktur Tubuh & Telinga(11 ekor)
Data Penelitian/ Post-test Analisis Data
Penyusunan Laporan
Gambar 4.2 Alur Penelitian
4.8.0
Pengolahan dan Analisis Data Data yang didapatkan akan diproses dengan program SPSS 15.0 for
windows serta dianalisis dengan langkah – langkah sebagai berikut : 1. Analisis Deskriptif untuk menggambarkan karakteristik hewan uji (mencit).
2. Analisis Normalitas dan Homogenitas ; a. Uji Normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk. Data terdistribusi normal bila p>0,05 ( Daniel, 1999). b. Uji Homogenitas antar kelompok dengan Levene Test. Data dinyatakan homogen bila p>0,05. c. Analisis Komparasi ; Data Berdistribusi normal dan homogen, perbedaan rerata antar
kelompok dilakukan uji statistik parametrik dengan
One Way Anova. Untuk mengetahui efek ketiga perlakuan pada masing-masing kelompok, maka dibandingkan rerata penurunan berat badan dan IL-6 pre-test dan post-test masing-masing kelompok. Data yang berdistribusi normal menggunakan uji Paired Ttest.
BAB V HASIL PENELITIAN Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 33 mencit jantan dengan obesitas sebagai sampel, yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok masing-masing berjumlah 11 ekor tikus, yaitu kelompok pelatihan intensitas sedang, kelompok rangsang titik akupunktur, dan kelompok diet rendah kalori. Dalam pembahasan ini akan diuraikan uji normalitas data, uji homogenitas data, uji komparabilitas, dan uji efek perlakuan. 5.1 Uji Normalitas Data Data Berat badan dan Interleukin 6 (IL-6) baik sebelum perlakuan maupun sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Lampiran 3. 5.2 Uji Homogenitas Data antar Kelompok Data Berat badan dan Interleukin 6 (IL-6) antar kelompok baik sebelum perlakuan maupun sesudah perlakuan diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Lampiran 4 dan 5. 5.3 Berat badan 5.3.1 Uji komparabilitas Uji Komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata berat badan antar kelompok sebelum diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.1 berikut.
Tabel 5.1 Rerata Berat badan antar Kelompok Sebelum Diberikan Perlakuan Kelompok Subjek
n
Rerata Berat badan
SB
Pelatihan intensitas sedang
11
29,09
3,80
Rangsang titik akupunktur
11
27,36
3,91
Diet rendah kalori
11
29,00
5,78
F
P
0,494
0,615
Tabel 5.1 di atas, menunjukkan bahwa rerata berat badan kelompok pelatihan intensitas sedang adalah 29,093,80, rerata kelompok rangsang titik akupunktur adalah 27,363,91, dan kelompok diet 29,005,78.
rendah kalori adalah
Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan
bahwa nilai F = 0,494 dan nilai p = 0,615. Hal ini berarti bahwa ketiga kelompok sebelum diberikan perlakuan, rerata berat badannya tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05). 5.3.2 Analisis efek perlakuan Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata Berat badan antar kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.2 berikut.
Tabel 5.2 Rerata Berat badan antar kelompok sesudah diberikan perlakuan Kelompok Subjek
N
Rerata Berat badan
SB
Pelatihan intensitas sedang
11
26,18
4,07
Rangsang titik akupunktur
11
24,82
3,92
Diet rendah kalori
11
26,00
5,81
F
P
0,275
0,761
Tabel 5.2 di atas, menunjukkan bahwa rerata berat badan kelompok Pelatihan intensitas sedang adalah 26,184,07, rerata kelompok rangsang titik akupunktur adalah 24,823,92, dan kelompok diet
rendah kalori adalah
26,005,81. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 0,275 dan nilai p = 0,761. Hal ini berarti bahwa rerata berat badan pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan tidak berbeda secara bermakna.
Gambar 5.1 Grafik Penurunan Berat badan setelah Pemberian perlakuan
Gambar 5.1 di atas menggambarkan bahwa ketiga perlakuan penurunan berat badannya sama. 5.3.3 Analisis komparasi antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan Analisis komparasi diuji berdasarkan rerata berat badan antara sebelum dengan sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji tpaired disajikan pada Tabel 5.4 berikut.
Tabel 5.3 Analisis Komparasi Berat badan antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan P
Keterangan
Pelatihan intensitas sedang
Beda Rerata pre - post 2,91
0,000
Menurun
Rangsang titik akupunktur
2,55
0,000
Menurun
Diet rendah kalori
3,00
0,000
Menurun
Kelompok
Berdasarkan uji t-paired didapatkan bahwa ada penurunan berat badan pada ketiga kelompok, masing-masing untuk kelompok pelatihan intensitas sedang sebesar 2,91 g, kelompok rangsang titik akupunktur sebesar 2,55 g, dan pada kelompok diet rendah kalori sebesar 3,00. Jadi ketiga kelompok setelah diberikan perlakuan mengalami penurunan secara bermakna (p < 0,05). 5.4 Interleukin 6 (IL-6) 5.4.1 Uji Komparabilitas Uji Komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata Interleukin 6 (IL-6) antar kelompok sebelum diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan
dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.5 berikut. Tabel 5.4 Rerata Interleukin 6 (IL-6) antar kelompok sebelum diberikan perlakuan
11
Rerata Interleukin 6 (IL-6) 1682,10
1685,22
Rangsang titik akupunktur
11
1314,20
1604,77
Diet rendah kalori
11
4886,40
2719,80
Kelompok Subjek
n
Pelatihan intensitas sedang
SB
F
P
2,25
0,123
Tabel 5.5 di atas, menunjukkan bahwa rerata Interleukin 6 (IL-6) kelompok Pelatihan intensitas sedang adalah 1682,101685,22, rerata kelompok Rangsang titik akupunktur adalah 1314,201604,77, dan kelompok Diet rendah kalori adalah 488,64271,98. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 2,25 dan nilai p =0,123. Hal ini berarti bahwa rerata Interleukin 6 (IL-6) pada ketiga kelompok adalah sama (p > 0,05). 5.4.2 Analisis efek perlakuan Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata Interleukin 6 (IL-6) antar kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.6 berikut. Tabel 5.5 Rerata Interleukin 6 (IL-6) antar kelompok sesudah diberikan perlakuan
11
Rerata Interleukin 6 (IL-6) 569,73
478,33
Rangsang titik akupunktur
11
269,45
160,18
Diet rendah kalori
11
205,73
63,63
Kelompok Subjek
N
Pelatihan intensitas sedang
SB
F
P
1900
0,015
Tabel 5.6 di atas, menunjukkan bahwa rerata Interleukin- 6 (IL-6) kelompok pelatihan intensitas sedang adalah 569,73478,33, rerata kelompok Rangsang titik akupunktur adalah 269,45160,18, dan kelompok Diet rendah kalori adalah 205,7363,63. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 4,82 dan nilai p = 0,015. Hal ini berarti bahwa rerata Interleukin- 6 (IL-6) pada ketiga kelompok berbeda secara bermakna.
Gambar 5.2 Grafik Penurunan Rerata Interleukin 6 (IL-6) setelah Pemberian Perlakuan
Gambar 5.2 di atas menggambarkan bahwa pemberian pelatihan intensitas sedang dan rangsang titik akupunktur menurunkan Interleukin 6 (IL-6) lebih besar dibandingkan dengan diet rendah kalori.
Uji lanjut dengan Least Significant Difference – test (LSD) digunakan untuk mengetahui beda nyata terkecil kadar Interleukin-6 (IL-6). Hasil uji disajikan di bawah ini. Tabel 5.6 Analisis Komparasi Interleukin 6 (IL-6) Sesudah Perlakuan antar Kelompok Beda
Kelompok
p
Interpretasi
300,27
0,023
Berbeda bermakna
364,00
0,007
Berbeda bermakna
63,73
0,614
Tidak Berbeda bermakna
Rerata
Pelatihan intensitas sedang dan Rangsang titik akupunktur Pelatihan intensitas sedang dan Diet rendah kalori Rangsang titik akupunktur dan Diet rendah kalori
Hasil uji lanjutan di atas menunjukan bahwa: 1. Rerata Interleukin 6 (IL-6) kelompok pelatihan intensitas sedang berbeda bermakna dengan kelompok rangsang titik akupunktur (rerata kelompok rangsang titik akupunktur lebih rendah daripada rerata kelompok pelatihan intensitas sedang). 2. Rerata Interleukin 6 (IL-6) kelompok pelatihan intensitas sedang berbeda secara bermakna dengan kelompok diet energi rendah (rerata kelompok diet
rendah kalori
lebih rendah daripada rerata kelompok pelatihan
intensitas sedang). 3. Rerata Interleukin 6 (IL-6) kelompok rangsang titik akupunktur tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok diet
rendah kalori(rerata
kelompok rangsang titik akupunktur lebih tinggi daripada rerata kelompok diet rendah kalori). 5.4.3
Analisis komparasi antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan
Analisis komparasi diuji berdasarkan rerata Interleukin 6 (IL-6) antara sebelum dengan sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-paired disajikan pada Tabel 5.8 berikut. Tabel 5.7 Analisis Komparasi Interleukin 6 (IL-6) antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan p
Keterangan
Pelatihan intensitas sedang
Beda Rerata pre - post 1112,36
0,017
Menurun
Rangsang titik akupunktur
1044,73
0,041
Menurun
Diet rendah kalori
244,09
0,003
Menurun
Kelompok
Berdasarkan uji t-paired didapatkan bahwa ada penurunan kadar Interleukin 6 (IL-6) pada ketiga kelompok. Rerata penurunan Il-6 untuk kelompok pelatihan intensitas sedang sebesar 1112,36, untuk kelompok rangsang titik akupunktur sebesar 1044,73, dan kelompok diet rendah kalori sebesar 244,09. Ketiga kelompok mengalami penurunan secara bermakna(p < 0,05).
BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1. Subyek Penelitian Untuk menguji efek perlakuan terhadap penurunan berat badan dan kadar interleukin-6 (IL-6) pada mencit, maka dilakukan penelitian pada mencit jantan dengan obesitas yang diberikan 3 perlakuan yaitu pelatihan intensitas sedang, rangsang titik akupunktur, dan diet rendah kalori. Sebagai hewan coba digunakan mencit jantan dengan obesitas berumur 4 bulan. Mencit yang dipergunakan dalam penelitian ini berjumlah 33 ekor, dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok pelatihan intensitas sedang (P1), kelompok rangsang titik akupunktur (P2), dan kelompok diet rendah kaori (P3). Penelitian dilakukan selama 1 bulan. 6.2. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Badan Hasil penelitian dan analisis data berat badan pada kelompok pelatihan intensitas sedang, kelompok rangsang titik akupunktur, dan diet rendah kalori menunjukkan bahwa uji normalitas (Uji Shapiro Wilk) dan homogenitas (Levene test) untuk kelompok pre dan post-test masing-masing kelompok berdistribusi normal dan homogen (p > 0,05).
Uji
perbandingan
sebelum
perlakuan
antara
ketiga
kelompok
menggunakan uji One Way Anova. Rerata berat badan kelompok pelatihan intensitas sedang adalah 29,093,80, rerata kelompok rangsang titik akupunktur adalah 27,363,91, dan kelompok diet rendah kalori adalah 29,005,78. Rerata Interleukin-6
(IL-6)
1682,101685,22,
kelompok
rerata
Pelatihan
kelompok
Rangsang
intensitas titik
sedang
adalah
akupunktur
adalah
1314,201604,77, dan kelompok diet energi rendah adalah 488,64271,98. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunkan uji One Way Anova didapatkan bahwa baik berat badan maupun kadar interleukin 6 antar kelompok sebelum perlakuan tidak berbeda ( p > 0,05). Hal ini berarti bahwa berat badan dan kadar interleukin 6 (IL-6) pada ketiga kelompok adalah sama atau dengan kata lain ketiga kelompok sebelum diberikan perlakuan tidak berbeda (p > 0,05). 6.3
Pengaruh perlakuan terhadap Interleukin-6. Uji
perbandingan
sesudah
diberikan
perlakuan
antar
kelompok
menggunakan One Way Anova. Rerata berat badan kelompok pelatihan intensitas sedang adalah 26,184,07, rerata kelompok rangsang titik akupunktur adalah 24,823,92, dan kelompok diet
rendah kalori adalah 26,005,81 dan rerata
Interleukin 6 (IL-6) kelompok pelatihan intensitas sedang adalah 569,73478,33, rerata kelompok rangsang titik akupunktur adalah 269,45160,18, dan kelompok diet rendah kalori adalah 205,7363,63 . Uji perbandingan post test antara ketiga kelompok dengan One Way Anova menunjukkan bahwa untuk berat badan tikus tidak terdapat perbedaan antara
ketiga kelompok perlakuan (p > 0,05). Sedangkan untuk kadar interleukin-6 terdapat perbedaan antara ketiga kelompok perlakuan (p < 0,05). Sedangkan untuk mengetahui penurunan berat badan dan kadar interleukin -6 pada masing-masing kelompok perlakuan di analisis dengan uji t-paired. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa kelompok yang diberikan perlakuan berupa pelatihan intensitas sedang mengalami penurunan berat badan sebesar 2,91 g dan penurunan kadar interleukin-6 sebesar 1112,36. Kelompok mencit yang diberikan perlakuan berupa rangsangan pada titik akupunktur mengalami penurunan berat badan sebesar 2,55 g dan penurunan kadar interleukin-6 sebesar 1044,73. Kelompok mencit yang diberikan perlakuan berupa diet rendah kalori mengalami penurunan berat badan sebesar 3,00 g dan penurunan kadar interleukin -6 sebesar 282,91. Hasil penelitian ini terjadi penurunan Interleukin -6 sebagai akibat dari penurunan berat badan sebesar ± 10% sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Despres et al., (2001) bahwa penurunan berat badan akan menyebabkan penurunan PAI-1(plasminogen activator inhibitor-1), kadar sitokin (interleukin-6) IL-6 dan C-reactive protein (CRP). Penelitian yang dilakukan oleh Bastard et al.,(2000), menunjukkan bahwa penurunan berat badan dan massa lemak tubuh dengan pemberian diet kalori sangat rendah pada wanita obesitas ditemukan adanya perbaikan sensitivitas insulin karena perbaikan sitokin IL-6 , Leptin dan CRP. Berdasarkan hasil analisis dengan uji t-paired didapatkan bahwa baik berat badan maupun kadar interleukin-6 terjadi penurunan secara bermakna pada ketiga
kelompok (p<0,05). Hal ini disebabkan karena pelatihan dengan intensitas sedang yaitu renang dapat membantu mengurangi lemak dalam tubuh, karena diubah menjadi energi (Kurniati, 2008). Menurut Mc. Ardle et al. (1986) serta Wilmore & Costil (1994) ada perbedaan sumber energi yang dipakai pada berbagai jenis senam aerobik. Pada senam aerobik intensitas sedang sumbe energinya adalah karbohidrat dan lemak secara seimbang. Dari penelitian Ziccardi et al. (2002) ditemukan bahwa dibandingkan dengan wanita bukan obesitas , wanita obesitas mempunyai kadar basal yang tinggi dari TNF-α, IL-6. P-selektin, ICAM-1,VCAM-1. Kadar TNF-α dan IL-6 mempunyai hubungan dengan obesitas viseral. Semua sitokin menurun secara bermakna setelah penurunan berat badan sebesar 10% selama program (diet, olah raga, konseling perilaku) selama 1 tahun. Sedangkan pada kelompok rangsang titik akupunktur, terjadi penurunan berat badan karena terapi komplementer ini mampu memperbaiki metabolisme sehingga lebih mudah kenyang dan menjaga agar nafsu makan tidak berlebihan (Saputra, 1998; Idayanti, 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Khoo, (1998) pada grup pasien akupunktur dibandingkan dengan grup latihan dan diet selama lima minggu didapatkan bahwa terjadi penurunan berat badan rata-rata 4,8 Kg pada kelompok akupunktur dengan diet & latihan , penurunan rata-rata 2,4 Kg pada kelompok diet & latihan tanpa akupunktur.
Demikian juga pada kelompok diet rendah kalori terjadi penurunan berat badan karena diet ini membatasi makan padat energi seperti kue-kue yang banyak mengandung karbohidrat sederhana dan lemak (Almatsier, 2004). Pada penelitian yang dilakukan oleh Heilborn et al. (2001) didapatkan perbaikan sitokin dan perbaikan faktor hemostasis pada penurunan berat badan dibandingkan dengan kontrol, dengan diet rendah kalori dan diet rendah lemak. Penurunan berat badan 9.4 Kg pada laki-laki dan 7.6 Kg pada wanita diikuti dengan penurunan kadar PAI-1(30%), antigen tissue-plasminogen activator(t-PA) (24%) dan faktor VII (11%).
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada mencit jantan dengan obesitas dengan pelatihan intensitas sedang, rangsang titik akupunktur, dan diet energy rendah selama 30 hari didapatkan simpulan sebagai berikut: 1. Pemberian pelatihan intensitas sedang dapat menurunkan berat badan mencit jantan dengan obesitas sebesar 10,00% dan menurunkan kadar IL-6 sebesar 66,13%. 2. Pemberian Rangsang titik akupunktur dapat menurunkan berat badan mencit jantan dengan obesitas sebesar 9,30% dan menurunkan kadar IL-6 sebesar 79,50%. 3. Pemberian diet rendah kalori dapat menurunkan berat badan mencit jantan dengan obesitas sebesar 10,34% dan menurunkan kadar IL-6 sebesar 57,90%. 4. Pemberian program latihan, diet kalori rendah dan terapi akupunktur dapat menurunkan berat badan serta kadar Interleukin-6 sebagai tanda proinflamasi sehingga dengan demikian akan menurunkan faktor resiko terjadinya inflamasi. Dengan demikian akan menurunkan faktor yang memicu proses penuaan, selanjutnya akan memperpanjang umur harapan hidup dan mencapai kondisi hidup yang lebih sehat dan lebih berkualitas. Atau dengan kata lain meningkatkan kualitas hidup dalam usia yang bertambah akan tercapai. 7.2 Saran Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:
1. Disarankan kepada orang yang mengalami obesitas untuk memilih salah satu kegiatan yang dapat menurunkan berat badan seperti pelatihan dengan intensitas sedang seperti renang, aerobik, jalan kaki; dan bisa juga melakukan terapi komplementer yaitu tusuk jarum (akupunktur) pada titik rangsang yang terkait dengan proses pencernaan, dan dapat juga melakukan diet rendah kalori. 2. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih nyata dan signifikan perlu dilakukan penelitian lanjutan terutama untuk pengukuran kadar Interleukin -6 pada sampel dengan manusia. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam tentang proses inflamasi sistemik yang terjadi oleh karena reaksi penusukan jarum akupunktur yang bersifat reaksi inflamasi lokal pada titik akupunktur. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dapat membuat sebuah model yang menggabungkaan jenis terapi Diet Kalori rendah dan Akupunktur serta Latihan sehingga dapat dibuat sebuah matriks yang bisa dijadikan acuan dalam penanganan kasus obesitas ini.
DAFTAR PUSTAKA Adiputra, N. 2008. Kesehatan Olah Raga. Available from: http://www.balihesg.org/index.php?option=com content&task=view&id= 360& itemid=28. Accesed : Februari 19th. 2009 Akalin, N.S., 1995.The Overweight Diabetic-or the Diabesityn Syndrome. Dialogue. First Quarter : 11-14. Anonymous. 1975. Hand Book on Chinese Veterinary. David CC. and WC. Dorothy. The Principle of Chinese Acupunctur Medicine Life Science Medical Laboratory, Hongkong. Almatsier, S. 2004. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Anonim. 2000. Ancaman Kesehatan di Balik Kegemukan, [cited 2002 May 31]. Available at : http:/www.infokes.co…/artikelview.htm. Anonim. 2000. Obesitas Merupakan Kondisi Medis Serius,[cited 2002 April 28]. Available at: http:/www.gizi.net. Anonim, 2000. The Asia-Pacific Perspective : Obesity and Its Treatment. Health Communications Australia Pty Limited. 2000. Anonim. 2008. Obesitas lebih berbahaya dari terorisme. Available at :
http://www.kompas.com/data/photo/2008/Q2/16/002701p.jpg> Accessed: February 25, 2008. Anonim. 2006. Acupunture Enhances effects of Diet and Exercise in Treating Obesity. Acupunture Today , May , 2006, Vol. 07, Issue 05. Available at www.Acupunturecouncil.com. Accessed: February 2, 2009. Anonim. 2006. Treating Obesity With Acupuncture. Published by Healthy News Service, Availble at www.pacificCollege.edu Accessed : Februari 13, 2009.
Bastard, J.P., Jardel, C., Bruckert,E., 2000. Elevated Levels of Interleukin 6 are Reduced in Serum and Subcutaneous AdiposeTissue of Obese Women after Weight Loss. J Clin Endocrinol Metab 85: 3338-3342. Beers, Mark, H. 2004. The Merck Manual of Health & Aging. Ballantine Books. New York.USA. Berger, R.A. 1982. Applied Exercise Physiology. Philadelpia: Lea and Febiger. Bray, G.A. et al., 1989. The Medical Clinics of North America Volume73/Number 1, W.B. Saunders Company. USA. Bray, G.A. et al., 2004. Hand Book of Obesity Clinical Aplications, Second Edition. Marcel Dekker, Inc. USA. Brick, L. 2001. Bugar dengan Senam Aerobik. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada. Budiarta, A.A. 2006. “Peran Tumor Necrosis Factor-α, Insulin dan Transforming Growth Factor-β1 terhadap peningkatan kadar Plasminogen Activator Inhibitor-1 pada Obesitas Abdominal” (Disertasi). Denpasar: Universitas Udayana. Cahanar, P., Suhanda, I. 2006. Makan Sehat Hidup Sehat. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara. Caterson, I. et al. 2000. The Asia Pacific Perpective: Redefining Obesity and Its Treatment.
World
Health
Organization,
Published
By
Health
Communications Australia Pty Limited. Chua, S. and Leibil, R.L., 1997. Obesity Genes: Molecular and Metabolic Mechanism. Diabetes Rev 5: 2-7. Clark, N. 1996. Petunjuk Gizi untuk Setiap Cabang Olah Raga. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada. Chuan, Y. 1987. Origin and Development of The traditional Chinese Veterinary Acupuncture and Its Therapeutic Effect. International Conference on Veterinary Acupuncture. Beijing-China. Beijing Agriculture university. May : 15 – 18. Chuan, Y. 1995. Traditional Chinese Veterinary Acupuncture and Moxibustion. First Edition. China Agriculture Press.
Davis, R.J. et al. 1994. Physical Education and The Study of Sport. Second Edition, Published by Mosby, London. Despres, J.P. 2001. Health Consequences of Visceral Obesity . Ann Med 33: 541543. Despres, J.P., Couillard, C., Gagnon, J., 2000. Race Visceral Adipose Tissue, Plasma Lipids, and Lipoprotein Lipase Activity in Men and Women. The Health, Risk Factor, Exercise Training, and Genetics (HERITAGE) Family Study. Arterioscler Thromb Vacs Biol 20: 1932-1938. Dinata, M. 2004. Padat Berisi dengan Aerobik. Jakarta : Cerdas Jaya. Esposito, K., Pontilo, A., Di Palo, C.,Giugliano, G., Masella, M., 2003. Effect of Weight Loss and Lifestyle Changes on Vascular Inflammatory Marker in Obese Women. JAMA 289: 1799-1804. Faigin, R. 2000. Meningkatkan Hormon Secara Alami. Edisi I, PT Raja Grafindo Persada 2001. Jakarta. Fox, E.L. 1984. Sport Physiology. Philadelphia :W.B. Saunders Company. Fox, E.L., Bowers, R.W., and Foss, M.L. 1993. The Physiologycal Basis for Exercise and Sport. New York: Brown & Benchmark Publishers. Fried, S.K., Bunkin, D.A., Greenberg, A.S. Omental and Subcutaneous Adipose Tissues of Obese Subjects Release Interleukin-6. J Clin Endocrinol Metab 1998; 83; 847-850. Gibson, R.S., 2005. Principles of Nutritional Assesment. New York: Oxford University Press. Giriwijoyo, S. dan Muchtamadji, M.Ali. 2005. Ilmu Faal Olahraga. Bandung. Goodman, R.S., 2008. Medical Cell Biology. Third Edition. Elsevier Inc. Texas. Gortmarker, S.L., Must, A.,Perrin, J.M., Sobol, A.M., Dietz, W.H.Social and Economics Consequences of Overweight in Adoslescence and Young Adulthood. N Engl J Med 1993; 329; 1008-1012. Griekspoor, A.C., 2000. Molecular Mechanism of ABC-transporter functioning. The Netherland Cancer Institute Div of Tumor Bilogy. Amsterdam. Hamblin, A.S. 1993. Cytokines and Cytokine Receptors. Oxford University Press Inc. New York.
Hendromartono. 2002. Akupunktur pada Penanggulangan Obesitas. Meridian Vol IX. No. 2.PAKSI DPD Jawa Timur.Surabaya. Hairy, J. 1989. Fisiologi Olahraga. Jakarta: Departemen pendidikan dan Kebudayaan. Harris, T.B., Launer, L.J., Madans, J., Feldmen, J.J., 1997. Cohort Study of Effect of being Overweight and Change in Weight on Risk of coronary Heart Dissease in Old Age. BMJ 314; 1791. Heilbronn, L.K., Noakes, M., Clifton, P.M., 2001. Energy Restriction and Weight Loss on Very Low Fats Diet Reduce C-Reactinve Protein Concentration in Obese, Healthy Women. Arterioscler Thromb Vac Biol 21: 968-970. Heymsfield, S.B., Hoffman, D.J., Testolin , C and Wang, Z.M., 2001. Evaluation of Human Adiposity. In: International Texbook of Obesity. Edited by Per Bjorntop. New York: John Wili & Son Ltd, p 85-97. Jawi, M. 2002. “ Waktu Pemulihan Tiga Hari setelah Pemberian Beban Aktivitas Fisik Maksimal Dapat mengembalikan Keadaan Normal dari Gambaran Histologis Lien dan Limfosit Darah pada Tikus Putih” (Tesis). Denpasar; Universitas Udayana. Khoo, K.K. 1998. Acupuncture Treatment for Obesity: a randomized controlled trial. Medical Acupuncture 2006; 17 (2): 33-35. Klide, A.M., Kung, S.H. 1977. Veterinary Acupuncture. University of Pennsylvania Press. New York. Kolotkin, R.L., Crosby, R.D., William, G.R., Hartey, G.G, Nicol, S. The Relationship between Health Quality of Life and Weight Loss. Obe Res 2002; 9: 564-571. Kuruvila, A. 2008. Acupuncture for Obesity. Available at http//www.medical acupuncture.org/aama_marf/journal/vol.14_2/article/6.html. Accessed : Pebruari 13, 2009. Kurniati, T. I., 2008. Latihan dan Aktivitas Fisik untuk Menurunkan Berat Badan. Available from http://www.obesitas .web.id. Accessed: August 7,2008.
Meirelles, C.M. and P.S.C Gomes , 2005. Acute effect of Resistence Exercise on Energy Expenditure Revisiting the Training Variable.(cited 2008 January 7). Available from : http://www.nutrition.com. Layman, D.K., Ellen Evans, Jaime I. Baum, Jennifer Seyler, Donna J Erickson, and Richard A Boileu, 2005. Dietray Protein and Exercise Have Additive Effect on Body composition during Weight Loss in Adult Women.(cited 2008 January 7). Available from: http://www.nutrition.com Larson, U. Karlson, J.,Sullivan, M. Impact of Overweight and Obesity on Health Related Quality of Life-A Swedish Population Study. Int J Obe Rel Meta Disord 2002; 26: 417-424. Liang, L. 2003. Acupuncture and IVF. Increase IVF Succes by 40 – 60% Baltimore Western Ave. Blue Poppy Press. Lina, T. 2002. Pengaruh Diet Rendah Kalori Seimbang dan Olah Raga Erobik terhadap Berat Badan Berlebih dan Profil Lipid Penderita Berat Badan Berlebih. Program Pendidikan Pasca Sarjana Fak. Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Available from : www.digitlib.litbang.depkes.go.id. Accessed : August 7, 2008. Lina, Y.,Wijaya. 2007. Hubungan Antara Free Fatty Acid (FFA), Fatty Acid Binding Protein (FABP) dan Adiponektin dengan Inflamasi pada Obesitas Sentral.Forum Diagnosticum No. 6/2007. Lovejoy,
D.A. 2005. Reproduction . In: Neuroendocrinology an Integrated
Approach. London.John Wiley & Sons, Ltd. Marinusa, M., Kastono, R.1999. Mechanism of Acupuncture in Treating Obesity. Cermin Dunia Kedokteran No. 123, hal: 12 – 16. Jakarta. Mc Ardle, W.D., Katch, K.I., Katch, V.L. 1986. Exercise Physiology: Energy, Nutrition, and Human performance.2nd. Ed. Lea & Febiger, Philadelphia. Moehji, S. 2002. Ilmu Gizi. Jakarta: PT Bharatara Niaga Media. Nala, N. 1986. Kesegaran Jasmani. Denpasar: Yayasan Ilmu Faal Widhya Laksana. Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Packer, L., Sies, H. 2007. Oxidative Stress And Inflammatory Mechanism in Obesity, Diabetes, and the Metabolic Syndrome. CRC Press. NW.USA. Padmiari, I.A., Kayanaya, Antarini, Gumala dan Arsana. 2004. Pemantauan Indeks Massa Tubuh Orang Dewasa Kawasan Perkotaan di Propinsi Bali (Laporan, Penelitian). Denpasar: Dinkes Propinsi Bali. Pangkahila, W. 2007. Anti- Aging Medicine ; Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup. Penerbit Buku Kompas. November 2007. Pangkahila, A. 2009. Pelatihan Fisik Menurunkan Proses Penuaan. Naskah Lengkap Seminar Nasional Anti Aging Medicine. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Februari, 24th 2009. PERSAGI. 2005. Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Jakarta: PERSAGI. Pocock, S.J. 1986. Clinical Trials, A Practical Approach. New York: A Willey Medical Publication. Potapova, T.V. 1991. Energetic Functions of permeable Intercellular Junctions. Intercellular Communication. Menchester University Press: 143-154. Poss, R., Dagnone, D., Jones, P.J.H., Smith, H., Paddage, A., Hudson, R., and Janssen, I.
2000. Reduction in Obesity and Related Comorbid Conditions
after Diet-Induced Weight Loss or Exercise-Induced Weight Loss in Men. Ann Intern Med 133: 92-103. Purnell, J.Q., Khan, S.E.,Albers, J.J.,Nevin, D.N.,Brunzell J.d., 2000. Effect of Weight Loss with Reduction of Intraabdominal Fat on lipid Metabolism in Older Men. J. Clin Endocrinol Metab 85: 977-982. Rasmussen, H. 1980. The Cycling of Calcium an Intra Cellular Messenger. Sci Am. October : 66 – 73. Rimbawan dan Siagian, A. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Jakarta: Penebar Swadaya. Ruan, H., Hacohen, N., Golub, T.R., Paris, L.V., Lodish, H.F., 2002. Tumor Necrosis Factor –α Supresses Adipocyte-Specific Genes and Activities Expression of Oreadipocyte Genes in 3T3-L1 Adipocyte: Nuclear Factor – κβ Activation by TNF-α is Obligatory. Diabetes 2002.
Saputra, K. 1992. Acupoints Scintigraphy. Tracing Meridian Acupuncture Corresponding Organ by Radionucleide Technique. Bali. AAR VII, September. Saputra, K. 1994. Penelitian Ilmiah Akupunktur untuk Menunjang Konsep Bio Energi dalam Pengembangan Teknologi Kedokteran. Majalah Kedokteran Indonesia. 44: 45-50. Saputra, K. 1997. Titik Akupunktur sebagai Kumpulan Sel Aktif Listrik. Meridian 4: 80-87. Saputra, K. 1998. Eksistensi Titik Akupunktur. Meridian 5 : 2-7. Saputra, K. 1999. Profil Transduksi Rangsangan Titik Akupunktur Oryctolangus Cuniculus. Disertasi. Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga. Surabaya. Saputra, K. dkk. 2000. Penelitian Faal Akupunktur, dalam Akupunktur dalam Pendekatan Ilmu Kedokteran. Airlangga Univercity Press. Surabaya. Saputra, K. dkk. 2002. Dasar Pemikiran Fenomena Keseimbangan Akupunktur dalam Dunia Kedokteran. Dalam Akupunktur Klinik. Airlangga Univercity Press. Surabaya. Saputra, K., Suyanto, E., Sutanto, D.S., Rubiyanto A. 2004. Pelatihan Akupunktur Laser. LP3A-Puslitbang Yantekkes Depkes RI. Surabaya. Saputra, K., Sudirman S. 2009. Akupunktur untuk Nyeri dengan Pendekatan Neurosain. CV Sagung Seto. Jakarta. Saputra,K., Andriani. 2008. Akupunktur Telinga Dan Neuro Endokrin. Meridian Volume XV Nomor 1, April 2008. Surabaya. Saputra, K. et al. 2008. Akupunktur untuk Olah Raga. Seminar & Workshop. LP3A, AAS, Himpunan Dokter Akupunktur Medik Indonesia. Surabaya. Semiardji,G. 2008. Lingkar Pinggang: Barometer Kesehatan Anda. Available from http://www.obesitas .web.id. Accessed: August 7,2008 Siregar, E. 2004. Pengaruh Satu Sesi Latihan Fisik Aerobik Intermiten Intensitas Sedang terhadap Profil Lipid Darah Tenaga Kesehatan Perempuan dengan Berat Badan Berlebih dan Obesitas. Badan Litbang Kesehatan , FK
Universitas Indonesia, Available from : www.digitlib.litbang.depkes.go.id. Accessed : August 7, 2008. Saputra, K. 2005. Pendekatan Ilmiah Akupunktur pada Nyeri. Dalam Penanganan Nyeri dengan Neuro Akupunktur. LP3A-Puslitbang Yantekkes Depkes RI. Surabaya. Schoen, A.M. 2001. Veterinary Acupuncture; Ancient Art to Modern Medicine. Second Edition. Mosby Inc. St. Louis, Missouri. Schoen, A.M. 1992. Problems in Veterinary Medicine. J.B. Lippincott Company, Philadelphia. Smith, J.B., Mangkoewidjoyo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta. UI Press : 85110. Steiss, J.E. 2001. The Neurophysiology of Acupuncture. In: Veterinary Acupuncture Ancient Art to Modern Medicine, Allen M. Schoen. Second Edition. London. Mosby. Sharkey, B.J. 2003. Kebugaran dan Kesehatan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Sooerjodibroto, Mukawi, W., Azis dan D. Moeloek, 1982. Diet dan Latihan Fisik dalam Program Penurunan Berat Badan pada Obesitas. Naskah Lengkap Prosiding Seminar Sports Medicine Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Jakarta : Depdikbud, Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi. Stegemann, J. 1981. Exercise Physiology. New York: Georg Thieme Verlag Stuttgart. Steinberger, J. and Daniels, S.R., 2003. Obesity, Insulin Resistance, diabetes, and Cariovasculer Risk in Children. An American Heart Asociation Scientific Statement from The Atherosclerosis, Hypertension and Obesity in the Young Committee. Circulation 107: 1448-1453. Stux, G. 2000. Clinical Acupuncture Scientific Basis. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. New York. Sudibjo, P., Prakoso, D. dan Soebijanto. 2001. Pengaruh Senam Aerobik Intensitas Sedang dan Intensitas Tinggi terhadap Persentase Lemak Badan dan Lean Body Weight, Sains Kesehatan, Vol. 14 Nomer 3, hal. 231-232.
Sudirman, S. 2005. Neuro Fisiologi Nyeri. Dalam Penanganan Nyeri dengan Neuro Akupunktur. LP3A-Puslitbang Yantekkes Depkes RI. Surabaya.The Fourteen Meridians. Suastika, K. 2003. Peranan Penurunan Berat Badan terhadap perbaikan Sindrom Metabolik pada Obesitas, Kumpulan Naskah Ilmiah. Udayana University Press. 2008. Suastika, K. 2002. Obesitas Masalah Kesehatan Masyarakat Global, Upaya Pencegahan dan Pengelolaan, serta Tantangan di Masa Mendatang. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran UNUD. Denpasar: Tanggal 6 Juli 2002. Subowo. 1993. Imunobiologi. Penerbit Angkasa, Bandung. Supariasa, I.D.N., Bakri B., I. Fajar, 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: ECG. SUSENAS. 1998. Data Hasil Survei Kesehatan Nasional 1998. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Sutanto, S. 2008. Akupunktur untuk Obesitas melalui pendekatan Neuro-endokrin. Meridian Volume XV Nomor 2, Agustus 2008; hal. 86-96. Triangto, M., 2005. Jalan Sehat dengan Sports Therapy. Seri Intisari Kesehatan. Jakarta: PT Intisari Mediatama. Walker, W.F. 1997. Anatomy and Dissection of The Rat. Third Edition. W.H. Freeman and Company. New York. Wajchenberg, B.L. 2000. Subcutaneous and Visceral Adipose Tissue: Their Relation to The Metabolic Syndrome. Endocrine Reviews. 21: 697-738. Wilmore, J.H. & Costill, D.L. 1994. Physiology of Sport and Exercise. Champain. Human Kinetic Publissher Inc. WHO. 1998. Obesity Preventing and Managing The Global Epidemic. Report of a WHO Consultation on Obesity. Geneva, 3-5 June 1997. Yin, G., Liu, Z. 2000. The Acupoints of The Fourteen Meridians and Extraordinary Points. In: Advanced Modern Chinese Acupuncture Therapy. First Edition. New World Press. Yi, G., Tangping, X., Yanjun, X., 2001. A Study on Correlation Between Meridian Activity and Ca in Peripheral Meridian Line. Qi Reaching to The
Affected Treatment. Abstract . Beijing-China. Academic Conference 10th Anniversary of WFAS: 362. Ziccardi, P., Nappo, F., Giugliano, G., Esposito, K., 2002. Reduction of Inflammatory Cytokine Concentration and Im[rovemnet of Endothelial Fundtions in Obese Women after Weight Loss Over One Year. Circulation 105: 804-809.
Lampiran 1. Data Berat Badan Mencit HASIL BERAT BADAN MENCIT OBESITAS NO.
KODE SAMPEL
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L10 L11 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 D10 D11
PRE TEST grm 33 29 28 31 29 30 29 32 27 29 34 27 25 28 25 28 27 27 28 37 28 30 28 30 29 25 26 27 35 34 34 38 28
POST TEST grm 30 26 26 27 27 27 26 30 23 26 31 23 22 26 23 26 24 25 26 34 25 27 25 27 26 22 22 24 32 31 31 35 25
Lampiran 3 Uji Normalitas Data
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Kelompok berat_badan_pr Latihan intensitas e sedang Akupunktur Diet energi rendah berat_badan_po Latihan intensitas st sedang Akupunktur Diet energi rendah IL_6_pre Latihan intensitas sedang Akupunktur Diet energi rendah IL_6_post Latihan intensitas sedang Akupunktur Diet energi rendah a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Statisti c
df
Sig.
Shapiro-Wilk Statisti c
df
Sig.
.218
11
.151
.916
11
.290
.253
11
.087
.877
11
.096
.170
11
.200 *
.943
11
.554
.300
11
.066
.861
11
.059
.200
11
.200 *
.916
11
.286
.169
11
.200 *
.956
11
.718
.250
11
.053
.801
11
.070
.308
11
.055
.687
11
.057
.174
11
.200 *
.890
11
.139
.301
11
.086
.817
11
.066
.324
11
.062
.617
11
.071
.304
11
.065
.730
11
.068
Lampiran 4
Deskriptif Data Penelitian Pre-test dan Post-test Berat Badan...
95% Confidence Interval for Mean N berat_bada Latihan intensitas n_pre sedang
Std. Mean Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
11 29.0909
3.80669 1.14776
26.5335
31.6483
Akupunktur
11 27.3636
3.90571 1.17761
24.7397
29.9875
Diet energi rendah
11 29.0000
5.77927 1.74252
25.1174
32.8826
33 28.4848
4.51471
.78591
26.8840
30.0857
11 26.1818
4.06984 1.22710
23.4477
28.9160
11 24.8182
3.91965 1.18182
22.1849
27.4514
11 26.0000
5.81378 1.75292
22.0943
29.9057
33 25.6667
4.57347
24.0450
27.2884
Total berat_bada Latihan intensitas n_post sedang Akupunktur Diet energi rendah Total
.79614
Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic berat_badan_pre berat_badan_post Lampiran 5
2.092 1.776
df1
df2 2 2
Sig. 30 30
.141 .187
Uji One Way Anova Pre-test dan Pos-test Berat Badan. ANOVA
Sum of Squares berat_badan_pre Between Groups Within Groups Total berat_badan_post Between Groups Within Groups Total
Lampiran 6
df
Mean Square
20.788
2
10.394
631.455
30
21.048
652.242 12.061 657.273 669.333
32 2 30 32
6.030 21.909
F .494
.615
.275
.761
Deskriptif Data Penelitian Pre-test dan Post-test IL-6. 95% Confidence Interval for Mean N
IL_6_pre Latihan intensitas sedang Akupunktur Diet energi rendah Total IL_6_post Latihan intensitas sedang Akupunktur Diet energi rendah Total
Mean
Std. Deviation Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
11 1.6821E3
1685.2255 5.08115E 549.9410 2814.2409 9 2
11 1.3142E3
1604.7728 4.83857E 236.0808 2392.2829 1 2
11 4.8864E2 271.98025 82.00513 305.9175 33 1.1616E3
671.3552
1404.3496 2.44466E 663.6756 1659.5971 7 2 1.44221E 248.3839 2
891.0707
11 2.6945E2 160.17888 48.29575 161.8449
377.0642
11 2.0573E2
63.63190 19.18574 162.9788
248.4758
33 3.4830E2 326.74173 56.87843 232.4455
464.1606
11 5.6973E2 478.32543
. Test of Homogeneity of Variances
Sig.
Levene Statistic IL_6_pre IL_6_post
df1
4.370 18.239
df2 2 2
Sig. 30 30
.062 .054
Lampiran 7 Uji One Way Anova Pre-test dan Post-test IL-6. ANOVA Sum of Squares IL_6_pre Between Groups 8217792.54 5 Within Groups
5.489E7
Total 6.311E7 IL_6_pos Between Groups 831309.879 t Within Groups 2585015.09 1 Total 3416324.97 0
Lampiran 8
Mean Square
df
2 4108896.273
F
Sig.
2.246
.123
4.824
.015
30 1829751.436 32 2 415654.939 30
86167.170
32
Uji Least Significant Difference
Multiple Comparisons LSD
Dependent (I) Variable Kelompok IL_6_post Latihan intensitas sedang
95% Confidence Interval
Mean Difference (I-J) Std. Error
Upper (J) Kelompok Sig. Bound Akupunktur 555.897 300.27273* 1.25167E2 .023 44.6478 7
Diet energi rendah Akupunktur Latihan intensitas sedang
364.00000* 1.25167E2 1.25167E2 300.27273*
Lower Bound
108.375 619.625 0 0 .023 555.897 44.6478 7 .007
Diet energi rendah Diet energi Latihan rendah intensitas sedang Akupunktur
63.72727 1.25167E2 1.25167E2 364.00000* -63.72727 1.25167E2
319.352 .614 191.897 2 7 .007 619.625 108.375 0 0 191.897 .614 319.352 7 2
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 9 Uji Paired T-test. T-Test Kelompok = Diet energi rendah Paired Samples Statisticsa Mean Pair 1
berat_badan_pre
N
Std. Error Mean
Std. Deviation
29.0000
11
5.77927
1.74252
berat_badan_post 26.0000 a. Kelompok = Diet energi rendah
11
5.81378
1.75292
Paired Samples Correlationsa N Pair 1
berat_badan_pre & berat_badan_post
Correlation 11
.997
Sig. .000
Paired Samples Correlationsa N Pair 1
berat_badan_pre & berat_badan_post a. Kelompok = Diet energi rendah
Correlation 11
Sig.
.997
.000
Paired Samples Testa Paired Differences Std. Std. Deviatio Error Mean n Mean Pair 1 berat_badan_pr e
3.000 00
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
.44721 .13484 2.69956 3.30044
berat_badan_po st a. Kelompok = Diet energi rendah
t 22.24 9
df
Sig. (2tailed)
10
Kelompok = Akupunktur Paired Samples Statisticsa Mean
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
.000
Pair 1
berat_badan_pre
berat_badan_post a. Kelompok = Akupunktur
27.3636
11
3.90571
1.17761
24.8182
11
3.91965
1.18182
Paired Samples Correlationsa N Pair 1
berat_badan_pre & berat_badan_post a. Kelompok = Akupunktur
Correlation 11
Sig.
.991
.000
Paired Samples Testa Paired Differences 95% Confidence Interval of the Std. Difference Std. Error Mean Deviation Mean Lower Upper Pair 1 berat_badan_pre – 2.545 45 berat_badan_post a. Kelompok = Akupunktur
.52223 .15746 2.19461 2.89630
t 16.16 6
df 10
Sig. (2tailed) .000
Kelompok = Latihan intensitas sedang Paired Samples Statisticsa Mean Pair 1
berat_badan_pre
N
Std. Error Mean
Std. Deviation
29.0909
11
3.80669
1.14776
berat_badan_post 26.1818 a. Kelompok = Latihan intensitas sedang
11
4.06984
1.22710
Paired Samples Correlationsa N Pair 1
berat_badan_pre & berat_badan_post a. Kelompok = Latihan intensitas sedang
Correlation 11
Sig.
.986
.000
Paired Samples Testa Paired Differences 95% Confidence Interval of the Std. Difference Mea Std. Error n Deviation Mean Lower Upper Pair 1 berat_badan_pre 2.909 berat_badan_pos 09 t a. Kelompok = Latihan intensitas sedang
.70065 .21125 2.43839 3.37979
t 13.7 71
df 10
Sig. (2tailed) .000
T-Test Kelompok = Diet energi rendah Paired Samples Statisticsa Mean Pair 1
IL_6_pre
N
4.8864E2
IL_6_post 2.0573E2 a. Kelompok = Diet energi rendah
Std. Deviation
Std. Error Mean
11
271.98025
82.00513
11
63.63190
19.18574
Paired Samples Correlationsa N Pair 1 IL_6_pre & IL_6_post a. Kelompok = Diet energi rendah
Correlation 11
Sig.
.533
.092
Paired Samples Testa Paired Differences 95% Confidence Interval of the Std. Std. Difference Deviatio Error Mean n Mean Lower Upper
t
df
Pair 1 IL_6_pre - 2.829 244.095 73.597 118.923 446.894 3.844 IL_6_post 09E2 25 49 67 51 a. Kelompok = Diet energi rendah
Sig. (2tailed)
10
Kelompok = Akupunktur Paired Samples Statisticsa Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
IL_6_pre
1.3142E3
11
1604.77281
483.85721
IL_6_post
2.6945E2
11
160.17888
48.29575
.003
Paired Samples Statisticsa Mean Pair 1
IL_6_pre
N
Std. Error Mean
Std. Deviation
1.3142E3
11
1604.77281
483.85721
IL_6_post 2.6945E2 a. Kelompok = Akupunktur
11
160.17888
48.29575
Paired Samples Correlationsa N Pair 1 IL_6_pre & IL_6_post a. Kelompok = Akupunktur
Correlation 11
Sig.
.823
.002
Paired Samples Testa Paired Differences Std. Deviatio Mean n
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
t
df
Pair 1 IL_6_pre 1.044 1475.739 444.952 53.3119 2036.14 2.348 IL_6_po 73E3 62 24 1 264 st a. Kelompok = Akupunktur
Sig. (2tailed)
10
Kelompok = Latihan intensitas sedang Paired Samples Statisticsa Mean Pair 1
IL_6_pre
N
1.6821E3
Std. Deviation
Std. Error Mean
11
1685.22559
508.11463
IL_6_post 5.6973E2 11 a. Kelompok = Latihan intensitas sedang
478.32543
144.22054
Paired Samples Correlationsa N
Correlation
Sig.
.041
Pair 1 IL_6_pre & IL_6_post 11 a. Kelompok = Latihan intensitas sedang
.878
.000
Paired Samples Testa Paired Differences Std. Std. Error Mean Deviation Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
t
Pair 1 IL_6_pre 1.1123 1285.6097 387.625 248.679 1976.048 – 2.870 6E3 6 93 25 02 IL_6_post a. Kelompok = Latihan intensitas sedang
df 10
Sig. (2tailed) .017
Lampiran 10
Foto-foto Penelitian.
Gambar 6. Mencit coba sedang ditimbang berat badannya.
Gambar 7. Mencit jantan obese usia 4 bulan di kandangnya.
Gambar 8. Pengambilan darah mencit di ambil dari sinus Orbitalis.
Gambar 9. Pengumpulan darah mencit dengan pipet kapiler hematokrit non heparin di simpan dalam tabung Evendorf.
Gambar 10. Mencit coba sedang direnangkan/latihan.
Gambar 11. Posisi jarum di titik Akupunktur No. 43.
Gambar 12. Posisi jarum tekan(press needle) di titik akupunktur telinga mencit
Gambar 13. Posisi mencit di letakkan berjajar selama perlakuan
Gambar 14. Jarum Tekan(press needle) dan Jarum Akupunktur 38 G, 7 mm.
Gambar 15. Petugas sedang mempersiapkan mencit utk diberi perlakuan
Gambar 16. Kit Sandwich ELISA untuk pemeriksaan IL-6 mencit.
Gambar 17. Serum mencit yang sedang diperiksa di laboratorium