BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 2.1.1. Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah Menurut Saifuddin (2001), Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2,500 gram (sampai dengan 2,499 gram). Menurut Depkes RI (1996), bayi berat lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan 2,500 gram atau kurang tanpa memerhatikan usia kehamilan (Syafrudin & Hamidah, 2009). Berat lahir yang rendah telah lama digunakan sebagai indikator kesehatan masyarakat yang penting. Secara global, indikatornya adalah baik ringkasan ukuran kesehatan masyarakat multifaset masalah yang mencakup kekurangan gizi ibu jangka panjang, kesehatan yang buruk, kerja keras dan perawatan kesehatan kehamilan yang buruk. 2.1.2. Klasifikasi BBLR Secara khusus, BBLR memiliki pengelompokan sendiri. Ada beberapa cara pengelompokkan BBLR, yaitu (Usman, 2008 ; Proverawati, 2010 dalam Cendekia, 2012). BBLR dapat dikelompokkan menurut harapan hidup seperti bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) yaitu bayi dengan berat lahir 1,500-2,500 gram, bayi dengan berat lahir sangat rendah (BBLSR) yaitu bayi dengan berat lahir 1,0001,500 gram, dan bayi dengan berat badan ekstrim rendah (BBLER) yaitu bayi yang berat lahirnya kurang dari 1,000 gram. BBLR juga dapat dikelompokkan menurut masa gestasinya yaitu prematuritas murni yang merupakan bayi yang masa gestasinya yang kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasinya atau bisa juga disebut sebagai neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan
Universitas Sumatera Utara
retardation (IUGR) dan merupakan bayi yang kecil untuk masa gestasinya (Usman, 2008: Proverawati, 2010 dalam Cendekia, 2012).
2.1.3. Faktor-faktor Penyebab BBLR Penyebab utama dari BBLR adalah kelahiran prematur (kelahiran sebelum umur kehamilan 37 minggu). Bayi yang dilahirkan lebih awal memiliki waktu yang terbatas di dalam rahim ibu untuk tumbuh dan berkembang. Berat badan bayi lebih banyak terjadi pada akhir masa kehamilan (Lucile Packard Children’s Hospital, 2013). Penyebab lain adalah intrauterine growth retardation (IUGR). Hal ini terjadi ketika bayi tidak bisa tumbuh dengan baik selama kehamilan karena adanya masalah dengan plasenta, kesehatan ibu, atau cacat lahir. Seorang bayi dapat memiliki IUGR dan dilahirkan pada usia kehamilan penuh (37-41 minggu). Bayi dengan IUGR yang lahir pada usia kehamilan penuh mungkin matang secara fisik tetapi lemah. Bayi prematur juga dapat memiliki IUGR dan bayi ini adalah sangat kecil dan secara fisik belum matang (Lucile Packard Children’s Hospital, 2013). Berikut adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan bayi BBLR secara umum: a.
Usia ibu Usia reproduksi yang optimal bagi seorang wanita adalah 20-35 tahun
karena pada usia tersebut, rahim sudah bersiap menerima kehamilan dan mentalnya juga sudah matang dan mampu merawat bayi dan dirinya (Draper, 2001 dalam Cendekia, 2012). Pada usia kurang dari 20 tahun, organ –organ reproduksi belum berfungsi dengan sempurna, rahim dan panggul ibu belum tumbuh mencapai ukuran dewasa sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan, ibu hamil tersebut lebih rentan mengalami komplikasi manakala, pada usia lebih dari 35 tahun, terjadi penurunan kesehatan reproduksi karena proses degeneratif sudah mulai muncul. Salah satu efek dari proses degeneratif adalah sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan arteriol miometrium sehingga ini menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata dan tidak maksimal. Hal tersebut dapat
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi penyaluran nutrisi dari ibu hamil ke janin dan memyebabkan gangguan
pertumbuhan
janin
dalam
rahim
(Cunningham
et
al.,2005:
Prawirohardjo, 2008 dalam Cendekia, 2012) b.
Paritas Paritas menunjukkan jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang
wanita. Paritas merupakan faktor risiko penting dalam menentukan nasib ibu baik selama kehamilan maupun persalinan (Mochtar, 1998 dalam Cendekia, 2012). Menurut Manuaba (1998) yang dikutip dari Nasution (2011) dari sudut kematian maternal, paritas terbagi atas: (a) Paritas 1( tidak aman), (b) Paritas 2–3(aman untuk hamil dan bersalin) dan (c) Paritas yang lebih dari 3 (tidak aman). Bila seorang wanita terlalu sering melahirkan, rahimnya akan menjadi semakin melemah karena jaringan parut uterus akibat kehamilan berulang. Jaringan parut ini akan menyebabkan kekurangan persediaan darah ke plasenta sehingga plasenta tidak mendapat aliran darah yang mencukupi untuk menyalurkan nutrisi ke janin, dan sebagai akibatnya, pertumbuhan janin bisa terganggu (Depkes RI, 2004 dalam Cendekia, 2012). Ibu hamil yang telah memiliki anak lebih dari empat orang perlu diwaspadai, karena semakin banyak anak yang dilahirkan, rahim ibu pun semakin melemah (Depkes RI, 2004 dalam Silangit, 2013). c.
Jarak antara kehamilan yang singkat (kurang dari dua tahun ) Jarak antara kehamilan yang kurang dari dua tahun dapat menyebabkan
pertumbuhan janin yang kurang baik, persalinan yang lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik dari kehamilan yang sebelumnya (Kliegman et al., 2007 dalam Cendekia, 2012). d.
Riwayat persalinan sebelumnya Riwayat persalinan abnormal yang pernah dialami oleh ibu hamil seperti
perdarahan, abortus, prematuritas dan BBLR merupakan faktor risiko yang tinggi bagi persalinan yang seterusnya. Keadaan-keadaan ini perlu diwaspadai karena adanya kemungkinan ibu hamil tersebut akan mengalami kesulitan saat persalinan berikutnya (Pincus, 1998 dalam Cendekia, 2012).
Universitas Sumatera Utara
e.
Komplikasi saat kehamilan Komplikasi langsung dari kehamilan seperti anemia (kurang dari 11 g/dl
pada trimester pertama dan ketiga dan kurang dari 10,5 g/dl pada trimester kedua), preeklamsia, hipertensi, ketuban pecah dini dan keadaaan lain bisa mengganggu kesehatan ibu hamil dan juga pertumbuhan janin dalam kandungan sehingga meningkatkan
resiko
kelahiran
bayi
BBLR
(Cunningham
et
al.,2005:
Prawirohardjo, 2008 : Manuaba, 2010 dalam Cendekia, 2012). f.
Infeksi pada kehamilan Infeksi seperti Rubella, cytomegalovirus, Human Immunodeficiency Virus
(HIV), Hepatitis B dan lain lagi bisa menjadi suatu faktor resiko yang menghambat
pertumbuhan
janin.
Infeksi
menyebabkan
gangguan
pada
pertumbuhan dan jika pada infeksi akut, ibu hamil tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat, infeksi dapat menjalar ke plasenta dan bisa terjadi kerusakan plasenta yang menyebabkan gangguan aliran sirkulasi melalui darah ke janin. Infeksi juga bisa menyebar ke sirkulasi janin dan merusak sel-sel tubuh janin (Prawirohardjo, 2008 dalam Cendekia, 2012). g.
Keadaan sosial ekonomi Sosial ekonomi masyarakat sering dinyatakan dengan pendapatan keluarga,
mencerminkan kemampuan masyarakat dari segi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan, kesehatan dan pemenuhan gizi. Kejadian BBLR tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Selain itu, kondisi sosial ekonomi seseorang mempengaruhi kemampuan untuk mendapat pelayanan kesehatan yang memadai misalnya, kemampuan untuk melakukan kunjungan prenatal untuk memastikan ada gangguan pada janin dan adanya komplikasi yang terjadi pada kehamilan (Cendekia, 2012). Wanita pada tingkat sosial ekonomi (pekerjaan dan pendidikan) rendah mempunyai kemungkinan 50 % lebih tinggi mengalami kelahiran kurang bulan yang menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah. Frekuensi persalinan kurang bulan juga dua kali lipat lebih besar pada buruh kasar, yang mengerjakan aktivitas lebih berbanding golongan yang terpelajar (Jusuf, 2008 dalam Cendekia, 2012).
Universitas Sumatera Utara
h.
Pemeriksaan antenatal Pelayanan antenatal bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan selama kehamilan sesuai dengan
kebutuhan sehingga
dapat
menyelesaikan kehamilannya dengan baik dan melahirkan bayi yang sehat. Secara operasionalnya Depkes RI (2008) menentukan pelayanan antenatal dengan standard pelayanan yang mencakup minimal : (a) Penimbangan berat dan tinggi badan, (b) Pengukuran tekanan darah, (c) Skrining status imunisasi tetanus (dan pemberian Tetanus Toxoid), (d) Pengukuran tinggi fundus uteri, (e) Pemberian tablet besi (90 tablet selama kehamilan), (f) Temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling), dan (g) Pemeriksaan laboratorium sederhana (Hb, protein urin) dan atau berdasarkan indikasi (HbsAg, Siflis, HIV, Malaria dan TBC). Ibu hamil harus mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standard paling minimal empat kali yaitu satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga umur kehamilan (Depkes RI, 2008). Penelitian Nell (1991) dalam Ginting (2004) menunjukkan bahwa kejadian BBLR 1,5-5 kali lebih tinggi pada ibu hamil yang jarang atau tidak melakukan pemeriksaan kehamilan atau memulainya lebih lambat dibandingkan dengan mereka yang sering melakukan dan memulai pemeriksaan kehamilan lebih awal. Selain itu, kesimpulan yang dihasilkan oleh Setyowati (1996) dalam Ginting (2004) ,yang menggunakan data SDKI 1994 adalah bahwa pelayanan antenatal khususnya frekuensi pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali dapat menurunkan risiko kejadian BBLR. Hasil critical assesment dan meta analysis terhadap berbagi literaturliteratur medis berbahasa Inggris dan Perancis yang diterbitkan dari tahun 19701984 yang dilakukan oleh Kramer (1987), mendapatkan 43 determinan potensial berat badan lahir rendah yaitu: (a) Faktor genetik dan bawaan (jenis kelamin bayi, suku, tinggi badan ibu hamil, berat badan ibu sebelum hamil, hemodinamik ibu hamil, tinggi dan berat badan bapak dan lain lagi), (b) Faktor demografik dan psikososial (umur ibu saat hamil, status sosial ekonomi seperti pendidikan dan pekerjaan, status perkawinan, faktor kejiwaan ibu hamil), (c) Faktor obstetrik
Universitas Sumatera Utara
(paritas, interval melahirkan anak, kegiatan seksual, pertumbuhan janin dan umur kelahiran
anak
sebelumnya,
pengalaman
abortus
spontan
sebelumnya,
pengalaman induced abortion, pengalaman lahir mati atau kematian neonatal sebelumnya, pengalaman tidak subur sebelumnya dan paparan janin terhadap diethylstilbestrol), (d) Faktor gizi (pertambahan berat badan ibu selama kehamilan, asupan energi, aktivitas fisik, asupan protein, zat besi dan anemia, asam folat dan vitamin B12, seng dan tembaga, kalsium, fosfor dan vitamin D, vitamin B6 serta vitamin yang lain), (e) Faktor morbiditas ibu saat hamil (morbiditas umum, penyakit episodik, malaria, infeksi saluran kemih dan infeksi saluran kelamin), dan (f) Faktor paparan zat racun (asap rokok, alkohol, kafein, marijuana dan lain lagi) serta perawatan antenatal yang meliputi kunjungan antenatal pertama, jumlah kunjungan dan mutu pelayanan antenatal.
Universitas Sumatera Utara