PELAKSANAAN PEMBAYARAN NAFKAH IDDAH YANG DIAKIBATKAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA CIKARANG TAHUN 2013 Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Syarat memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
ROHMAD HERI TRICAHYO NIM : 109044100035
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM KONSENTRASI PERADILAN AGAMA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1435 H/ 2014 M
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang saya ajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah Jakarta. 2. Semua sumber yang digunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah Jakarta.
iv
ABSTRAK
ROHMAD HERI TRI CAHYO. 109044100035. Pelaksanaan Pembayaran Nafkah Iddah yang Diakibatkan Putusan Pengadilan Agama Cikarang. Peradilan Agama. Ahwal as-Syakhsiyyah. Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2014. xi+ 98+ 80. Pasal 149, Bilamana perkawinan putus karena cerai talak maka bekas suami wajib: a) Memberikan mut`ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al-dukhul; b) Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba`in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil. Banyak suami yang pergi begitu saja karena tidak mau membayar kewajiban nafkah iddah tersebut akibatnya putusan menjadi sia-sia. Pengadilan Agama sebagai lembaga yang berwenang dalam menentukan pembayaran nafkah iddah harus memberikan upaya dalam menjamin pelaksanaan pembayaran nafkah iddah yang diakibatkan putusan pengadilan tersebut agar putusan yang dikeluarkan memenuhi asas kepastian, kemanfaatan dan keadilan bagi pihak-pihak yang berperkara Tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk menjelaskan apa pertimbangan hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Cikarang dalam memutuskan perkara nafkah iddah. Kemudian untuk menjelaskan bagaimana pelaksanaan putusan dan upaya Pengadilan Agama Cikarang untuk terlaksananya pembayaran nafkah iddah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dengan jenis penelitian kualitatif atau penelitian lapangan. Sumber data untuk mendeskripsikan masalah utama adalah umber data primer (penelitian lapangan) dan sumber data sekunder (studi kepustakaan).Teknik pengumpulan data dengan cara dokumentasi, wawancara, dan observasi. Metode analisis yang diterapkan untuk mendapatkan kesimpulan Atas permasalahan yang dibahas adalah melalui Pendekatan kualitatif. Nafkah iddah adalah segala sesuatu yang diberikan oleh seorang suami kepada isteri yang telah diceraikannya untuk memenuhi kebutuhannya, baik itu berupa pakaian, makanan maupun tempat tinggal. Dasar hukum dalam penetapan nafkah iddah menggunakan pasal 149 (b) KHI, kemudian jumlah nafkah yang dikabulkan berdasarkan permintaan isteri dan kesanggupan pihak suami. Pelaksanaan putusan nafkah iddah dialakukan pada saat sidang ikrar talak. Upaya yang dilakukan Pengadilan Agama Cikarang dengan cara pendekatan persuasif dan diambil kesepakatan antara pihak yang berperkara. Kata kunci Pembimbing DaftarPustaka
: Perceraian, Putusan, Iddah, Nafkah, Pelaksanaan. : Dr. Asmawi, MA : Tahun 1969 s.d Tahun 2014
v
KATA PENGANTAR بسم اهلل الرحمن الرحيم Segala puji bagi Allah Swt yang telah mencurahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada pembimbing umat, Muhammad Rasulullah Saw, bagi keluarganya, para sahabatnya, dan pengikutnya sebagai suri tauladan yang baik bagi kita semua. Selama masa perkuliahan hingga tahap akhir penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis, juga dengan penuh kesadaran penulis menyadari bahwa skripsi yang berjudul “PELAKSANAAN PEMBAYARAN
NAFKAH
IDDAH
YANG
DIAKIBATKAN
PENGADILAN AGAMA CIKARANG TAHUN 2013”
PUTUSAN
tidak akan selesai tanpa
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Seperti juga perjalanan studi yang penulis lalui dari awal hingga akhir, tidak ada pekerjaan yang sukses dilalui dalam kesendirian. Dibalik keberhasilan selalu ada lingkaran lain yang memberikan semangat, motivasi bimbingan serta doa. Maka dalam kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Bapak Dr. H. JM. Muslimin, M.A. selaku dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Drs H. A. Basiq Djalil, SH., MA., dan Ibu Rosdiana, MA., selaku ketua dan sekretaris Program Studi Ahwal Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. vi
3. Bapak Dr. Asmawi, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar membimbing, memberikan arahan dan meluangkan waktunya kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini selesai. 4. Ketua, hakim, panitera, pegawai serta staf Pengadilan Agama Cikarang, terima kasih atas pelayanan dan bantuannya dalam memberikan data-data yang penulis perlukan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Ketua dan seluruh staf Perpustakaan Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama UIN Sayarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu dalam mendapatkan buku-buku atau referensi yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini. 6. Ibu Dewi Sukarti, MA selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis selama kuliah di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Seluruh civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Ahwal asSyakhsiyyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah banyak memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis. 8. Ayahanda tercinta Heri Santoso dan Ibunda tercinta Sulastri, terima kasih atas segala kasih sayang, perhatian dan motivasinya baik moril maupun materil, sujud abdiku kepada Ibunda atas doa dan pengorbanannya selama ini “Allahummagfirlii Waliwaalidayya Warhamhuma Kama Rabbayani shagiira”. Kepada adikku Rizal Aji Kurniawan kalian adalah motivasi dan inspirasiku. 9. Teman-teman seperjuangan PA (A/B) dan AKI angkatan 2009 terimakasih atas kebersamaannya, selama kita empat tahun kita saling mengenal dan menjalin persahabatan bahkan persaudaraan. 10. Seluruh sahabat karibku terimakasih atas kebaikan, dukungan dan semangat kalian, semoga persahabatan kita tidak akan pernah putus meskipun kita tidak bersama lagi. 11. Especially Khusushan kepada seseorang yang telah banyak membantu dan memberikan semangat kepada penulis, sehingga dapat terselesaikannya penulisan skripsi ini. vii
Mengakhiri kata pengantar ini, atas semua bantuan yang telah diberikan, penulis hanya dapat memanjatkan do’a kepada Allah Swt semoga kebaikan yang telah diberikan dapat bernilai ibadah dan dibalas oleh Allah Swt. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat kepada semua pihak yang membacanya, memperoleh ridha Allah Swt, dan menjadi penyemangat bagi penulis untuk bisa mengembangkan keilmuan pada masa-masa berikutnya di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan pesat pada era globalisasi ini.
Jakarta, 12 Mei 2014
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN PANITIAN UJIAN ........................................................... iii LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................. iv ABSTRAK ........................................................................................................................ v KATA PENGANTAR ...................................................................................................... vi DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ix BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................................... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 7 D. Tinjauan Penelitian Terdahulu .................................................................... 8 E. Metode Penelitian ........................................................................................ 9 F. Sistematika Penulisan .................................................................................. 13
BAB II
NAFKAH IDDAH MENURUT HUKUM ISLAM A. Pengertian Nafkah dan Iddah ...................................................................... 14 B. Dasar Hukum Memberi Nafkah ................................................................... 20 C. Syarat-syarat Isteri Menerima Nafkah ........................................................ 26 D. Nafkah Isteri Setelah Perceraian ................................................................. 28
ix
BAB III PENGADILAN AGAMA CIKARANG A. Profil Pengadilan Agama Cikarang ............................................................. 35 B. Tugas dan Kewenangan Pengadilan Agama Cikarang ................................ 40 C. Perkara Yang Diterima dan diputus Pengadilan Agama Cikarang 2013 .... 44 BAB IV PEMBAYARAN
NAFKAH
IDDAH
AKIBAT
PUTUSAN
PENGADILAN AGAMA CIKARANG TAHUN 2013 A. Putusan Pengadilan Agama Cikarang Tentang Nafkah Iddah .................... 45 B. Analisis Putusan Pengadilan Agama Cikarang Tentang Nafkah Iddah ...... 61 C. Pelaksanaan Putusan Nafkah Iddah di Pengadilan Agama Cikarang.......... 80 D. Upaya Pengadilan Agama Cikarang Untuk Terlaksananya Pembayaran NafkahIddah.................................................................................................. 81 E. Analisis Hukum Pelaksanaan Putusan dan Upaya Pengadilan Agama Cikarang Untuk Terlaksananya Pembayaran Nafkah Iddah.......................
86
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................................. 93 B. Saran ............................................................................................................ 94 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 95 LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Surat Bukti Wawancara 2. Hasil Wawancara 3. Putusan Nomor: 0292/Pdt.G/2013/PA.Ckr 4. Putusan Nomor: 0510/Pdt.G/2013/PA.Ckr
x
5. Putusan Nomor : 0633/Pdt.G/2013/PA.Ckr 6. Putusan Nomor: 1046/Pdt.G/2013/PA.Ckr
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ketentuan dari ketentuan-ketentuan Allah di dalam menjadikan dan menciptakan alam ini. Perkawinan bersifat umum, menyeluruh, dan berlaku tanpa terkecuali, baik bagi manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan.1 Pernikahan bagi umat manusia adalah sesuatu yang sangat sakral dan mempunyai tujuan yang sakral pula, dan tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan syariat agama. Orang yang melangsungkan sebuah pernikahan bukan semata-mata untuk memuaskan nafsu birahi yang bertengger dalam tubuh dan jiwanya, melainkan untuk meraih ketenangan, ketentraman dan sikap saling mengayomi di antara suami istri dengan dilandasi cinta dan kasih sayang.2 Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dijelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi tujuan yang hakiki dalam sebuah perkawinan
1
Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995), cet. I, h. 41.
2
Mohammad Asmawi, Nikah: Dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta: Darussalam, 2004), cet. I, h. 19.
1
2
adalah mewujudkan mahligai rumah tangga yang sakinah yang selalu dihiasi mawaddah dan rahmah. Hal ini sesuai dengan tujuan pernikahan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, adalah membentuk keluarga bahagia dan kekal, masing-masing suami istri saling membantu dan melengkapi agar masingmasing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spritual dan material.3 Memang tujuan perkawinan sering tidak tercapai secara utuh, hal tersebut dapat dilihat beberapa peristiwa yang terjadi dalam perkawinan, yaitu suami
atau
istri
tidak
melaksanakan
kewajiban-kewajiban,
sehingga
menimbulkan percekcokan dan pertengkaran dalam rumah tangga. Percekcokan dan pertengkaran antara suami istri yang tidak dapat didamaikan biasanya akan berakhir dengan jalan perceraian. Tentu tidak bisa dikatakan salah satu tujuan pokok dalam hubungan keluarga itu adalah ketenangan, ketentraman, dan komunitas (keberlangsungan). Akan tetapi tidak dapat dipungkiri jika dalam keadaan tertentu terdapat hal-hal yang menghendaki putusnya perkawinan itu dalam arti bila hubungan perkawinan tetap dilanjutkan, maka kemudharatan akan terjadi. Dalam hal ini islam membenarkan putusnya perkawinan sebagai langkah terakhir dari usaha
3
268.
A. Rofik, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), cet. IV, h.
3
melanjutkan rumah tangga. Putusnya perkawinan dengan begitu adalah sebagai suatu jalan keluar yang baik. Seandainya terjadi perceraian maka bukan berarti persoalan-persoalan rumah tangga akan berakhir begitu saja, justru dengan adanya perceraian maka akan timbul berbagai masalah yang akan diselesaikan oleh suami istri, selain permasalahan hak asuh anak, nafkah anak, harta bersama, juga akan yang tak kalah rumitnya adalah permasalahan nafkah istri dalam masa iddah beserta pengurusannya. Menurut
hukum
perkawinan
di
Indonesia,
Pengadilan
dapat
mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas istri (pasal 41 UU No.1 Th.1974). Ketentuan di atas dimaksudkan agar bekas istri yang telah diceraikan suaminya, jangan sampai menderita karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Dalam Kompilasi Hukum Islam apabila terjadi perceraian, maka mantan suami masih mempunyai kewajiban terhadap mantan istri, sebagaimana yang telah diatur pada pasal 149, Bilamana perkawinan putus karena cerai talak maka bekas suami wajib : a. Memberikan mut`ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al-dukhul;
4
b. Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba`in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil; c. Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya, dan separuh apabila qobla aldukhul; d. Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun. Ketika sebuah perkara permohonan cerai talak dikabulkan dan putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka Pengadilan Agama dapat mengadakan sidang penyaksian ikrar talak, sejak itulah perceraian terjadi dan ikatan perkawinan antara suami istri menjadi putus. Dalam penyaksian
ikrar
praktek, talak
ketika untuk
Pengadilan memberi
Agama
kesempatan
menggelar kepada
sidang
Pemohon
mengikrarkan talaknya kepada Termohon sebagaimana isi amar putusan, Termohon menyatakan dirinya siap untuk menerima talak dari Pemohon dan sekaligus meminta kepada Pemohon agar setelah ikrar talak diucapkan, Pemohon segera pula menyerahkan kepadanya semua yang menjadi haknya sebagaimana dinyatakan dalam amar putusan yaitu nafkah iddah, namun sering sekali keinginan Termohon tersebut tidak bisa dipenuhi karena Pemohon dengan berbagai alasan menyatakan dirinya belum siap memenuhi perintah putusan tersebut.
5
Tapi secara realita justru dengan ditundanya ikrar talak karena ada kewajiban suami yang harus dibayar lebih dulu, kaum wanita sangat dirugikan, banyak pembacaan ikrar talak tidak bisa dijalankan karena menunggu suami membayar nafkah iddah yang ditetapkan oleh Hakim. Apabila Pemohon beritikad buruk, meskipun ia mampu membayar sesuai dengan isi putusan, akan tetapi ia tidak mau membayar, sehingga putusan hakim banyak yang tidak dilaksanakan, pada akhirnya putusan-putusan seperti itu dianggap sebagai putusan yang tidak berguna. Banyak suami yang pergi begitu saja karena tidak mau membayar kewajiban nafkah iddah tersebut akibatnya putusan menjadi sia-sia. Pengadilan
Agama
sebagai
lembaga
yang
berwenang dalam
menentukan pembayaran nafkah iddah yang menjadi hak seorang isteri yang dicerai harus memberikan upaya dalam menjamin pelaksanaan pembayaran nafkah iddah yang diakibatkan putusan pengadilan tersebut agar putusan yang dikeluarkan memenuhi asas kepastian, kemanfaatan dan keadilan bagi pihakpihak yang berperkara. Dari latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan membuatnya dalam bentuk skripsi yang berjudul: “PELAKSANAAN DIAKIBATKAN TAHUN 2013”
PEMBAYARAN PUTUSAN
NAFKAH
PENGADILAN
IDDAH
AGAMA
YANG
CIKARANG
6
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Kewajiban suami pasca perceraian dalam pasal 149 KHI banyak sekali cakupan dan pembahasannya, agar pembahasan ini tidak melebar dan memperjelas pokok pembahasan dalam penelitian serta mengingat keterbatasan ruang lingkup objek penelitian, maka pembahasan akan difokuskan pada : a. Nafkah iddah yang dibahas dalam skripsi ini dibatasi pada kewajiban suami memberi nafkah kepada mantan isterinya yang dicerai talak. b. Pengadilan agama dalam menjamin pelaksanaan pembayaran nafkah iddah isteri dalam perkara cerai talak khususnya di Pengadilan Agama Cikarang, pada tahun 2013. 2. Rumusan Masalah Pada pasal 149 Kompilasi Hukum Islam apabila perkawinan putus karena talak maka bekas suami wajib memberikan nafkah selama masa iddah kepada mantan isterinya. Tetapi dalam kenyataannya, apabila suami beritikat buruk tidak mau membayar nafkah iddah sesuai dengan isi putusan dan istri tidak dapat menuntut haknya ketika suami sudah tidak diketahui lagi dimana keberadaanya. Sebab dengan berakhirnya proses persidangan, maka suami terlepas dari istri, sehingga tidak ada lagi pihak-pihak yang dapat menjamin hak istri. Dengan adanya kekhawatiran seperti itulah Pengadilan Agama sebagai lembaga yang berwenang dalam menentukan pembayaran nafkah iddah yang
7
menjadi hak seorang isteri yang dicerai harus memberikan upaya untuk menjamin terlaksananya pembayaran nafkah iddah yang diakibatkan putusan pengadilan agama cikarang tersebut. Agar putusan yang dikeluarkan memenuhi asas kepastian, kemanfaatan dan keadilan bagi pihak-pihak yang berperkara. Sesuai masalah tersebut diatas, maka penulis rinci dengan bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Apa pertimbangan hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Cikarang dalam memutuskan perkara nafkah iddah ? 2. Bagaimana pelaksanaan putusan dan upaya Pengadilan Agama Cikarang untuk terlaksananya pembayaran nafkah iddah ? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk menjelaskan pertimbangan hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Cikarang dalam memutuskan perkara nafkah iddah. 2. Untuk menjelaskan pelaksanaan putusan dan upaya Pengadilan Agama Cikarang untuk terlaksananya pembayaran nafkah iddah. Sedangkan manfaat penelitian ini : 1. Secara akademik dalam rangka menambah wawasan dan pengetahuan serta mengkaji UU dan fikih dalam pelaksanaan pembayaran nafkah iddah di Pengadilan Agama Cikarang.
8
2. Secara praktis dapat menghasilkan informasi sebagai rujukan dalam memahami bagaimana pelaksanaan pembayaran nafkah iddah yang diakibatkan putusan Pengadilan Agama Cikarang. D. Tinjauan Penelitian Terdahulu Sejauh ini penulis belum menemukan skripsi yang secara khusus membahas judul dan masalah yang serupa khususnya di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam karya ilmiah ini, penulis menemukan data yang berhubungan dengan bahasan “Pelaksanaan Pembayaran Nafkah Iddah Yang Diakibatkan Putusan Pengadilan Agama Cikarang Tahun 2013”, di antaranya: 1. Abrokhul Isnaini, Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam, 2012, Judul Skripsi: Jaminan Pelaksanaan Nafkah Iddah di Pengadilan Agama Jakarta Timur. Pada skripsi ini hanya membahas tentang dasar hukum dalam pelaksanaan kewajiban nafkah iddah dan langkah langkah menjamin nafkah iddah di Pengadilan Agama Jakarta Timur. Sedangkan pada skripsi ini penulis
juga
membahas bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Agama Cikarang dalam memutuskan perkara nafkah iddah dan bagaimana upaya Pengadilan Agama Cikarang agar terlaksananya pembayaran nafkah iddah. 2.
Nurul Huda Binti Abdul Razak, Nafkah Masa Iddah Menurut Prespektif Fikih dan Implementasinya dalam Enakmen Keluarga Islam (studi pada Mahkamah rendah syariah perak Malaysia), 2009. Perbedaan dengan yang dibahas oleh penulis sangat berbeda karena penulis skripsi ini hanya membahas mengenai
9
nafkah masa iddah menurut prespektif fikih dan implementasinya dalam undangundang di perak Malaysia. E. Metode Penelitian Dalam pengumpulan bahan/data penyusunan skripsi
ini
agar
mengandung suatu kebenaran yang objektif, penulis menggunakan metode penelitian ilmiah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian karya ilmiah ini, penulis menggunakan jenis penelitian lapangan (field research), studi pustaka (library research) dan menggunakan gabungan antara penelitian hukum normatif dan penelitian yuridis empiris. Penelitian hukum normatif adalah suatu penelitian hanya merupakan studi dokumen.4 dan penelitian yuridis empiris yaitu penelitian kenyataan lapangan yang bersifat das sein tidak sesuai dengan keadaan yang didambakan atau yang diharapkan yang bersifat das sollen.5 Dalam penelitian ini yang akan dicari perihal pelaksanaan pembayaran nafkah iddah di Pengadilan Agama dengan berpedoman pada aturan hukum yang berlaku.
4
Afifi Fauzi Abbas, Metodologi Penelitian (Jakarta: ADELINA Bersaudara, 2010, cet. Pertama), h. 155. 5
Tommy Hendra Purwaka, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya, 2007), h. 29.
10
2. Pendekatan Penelitian Pendekatan
yang
digunakan
adalah
pendekatan
kualitatif
yang
memusatkan perhatian kepada prinsip-prinsip umum yang mendasar perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, yaitu deskripsi berupa kata-kata, ungkapan, norma-norma atau aturan-aturan dari kasus yang diteliti, oleh karena itu penulis berupaya mencermati mengenai Pelaksanaan pembayaran nafkah iddah yang diakibatkan putusan di Pengadilan Agama Cikarang. Dilihat dari segi tujuan dalam penelitian ini termasuk dalam penelitian yang bersifat deskriptif yaitu penelitian lapangan yang menggambarkan data dan informasi di lapangan berdasarkan fakta yang diperoleh secara umum dan mendalam. Kemudian, studi kasus penelitian yang pada umumnya bertujuan untuk mempelajari secara mendalam suatu individu, kelompok, institusi atau masyarakat tertentu tentang latar belakang, kondisi, faktor-faktor atau interaksiinteraksi sosial yang ada didalamnya. 3.
Tekhnik Pengumpulan Data
a. Studi Pustaka Dalam studi kepustakaan, penulis mencari data primer yang berkaitan dengan masalah yang akan dijelaskan untuk dijadikan landasan teoritis bagi penelitian yang akan dilakukan.6 1) Sumber Primer
6
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum (Jakarta: Granit, 2010, edisi ketiga), h. 57.
11
Sumber primer yaitu data yang dikumpulkan diolah dan disajikan oleh peneliti dari sumber pertama atau sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut.7 Sumber data primer dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, Kompilasi Hukum Islam, putusan Pengadilan Agama Cikarang, Ketua/Wakil Pengadilan Agama Cikarang, para Hakim dan Panitera serta para pihak yang terkait dengan masalah ini. 2) Sumber Sekunder Data sekunder merupakan data yang mendukung data utama atau memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer.8 Data sekunder dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, buku-buku, artikel ilmiah, arsip-arsip yang mendukung atau dokumen-dokumen data perceraian yang ada di Pengadilan Agama Cikarang yang berisikan informasi tentang data primer, terutama bahan pustaka bidang hukum dari sudut kekuatan mengikatnya dan meliputi literatur lainnya yang relevan dengan judul di atas.
7
Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), h.
8
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h.
132.
195.
12
b. Wawancara (Interview) Dengan mengambil objek penelitian di Pengadilan Agama Cikarang, penulis menggunakan jenis penelitian lapangan (field research), yang bertujuan untuk memperoleh kejelasan dan kesesuaian antara teori dan praktek yang terjadi di lapangan mengenai tinjauan terhadap pelaksanaan putusan tentang nafkah iddah di Pengadilan Agama Cikaranag. Dilakukan dengan cara interview, adalah metode pengumpulan data dengan atau melalui wawancara, dimana dua orang atau lebih secara fisik langsung berhadap-hadapan yang satu dapat melihat muka yang lain dan masingmasing dapat menggunakan saluran komunikasi secara wajar dan lancar.9 4.
Tekhnik Analisis Data Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah dengan menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu setelah data terkumpul, kemudian dipilah-pilah dan dianalisa dengan menggunakan analisis deduktif. Analisis kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh informan secara tertulis serta lisan yang nyata diteliti sebagai sesuatu yang utuh.10 Metode deskriptif analisis ini akan digunakan untuk melakukan analisis terhadap wawancara hakim dan putusan Pengadilan
9
Balitbang Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah RI, Metode Peneletian Sosial (Terapan dan Kebijaksanaan) (Jakarta: Balitbang Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah RI, 2000), h. 39. 10
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1984), h. 13.
13
Agama Cikarang. Selain itu metode ini akan digunakan ketika menggambarkan kasus yang ada dalam putusan tersebut. F. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang terdiri dari sub-sub bab sebagai berikut: Bab pertama, dalam bab ini menguraikan latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan penelitian terdahulu, metode penelitian dan penulisan serta sistematika penulisan. Bab kedua, dalam bab ini memuat pengertian nafkah iddah, dasar hukum nafkah iddah, syarat-syarat istri menerima nafkah, nafkah istri setelah perceraian. Bab ketiga, dalam bab ini membahas Profil Pengadilan Agama Cikarang, Tugas dan Kewenangan Pengadilan Agama Cikarang, Perkara Yang Diterima dan Diputus Pengadilan Agama Cikarang Tahun 2013. Bab keempat, dalam bab ini berisi putusan Pengadilan Agama Cikarang tentang nafkah iddah, analisa putusan Pengadilan Agama Cikarang tentang nafkah iddah, pelaksanaan putusan nafkah iddah di Pengadilan Agama Cikarang, upaya Pengadilan Agama Cikarang untuk terlaksananya pembayaran nafkah iddah dan analisis penulis. Bab kelima, memuat kesimpulan dari seluruh pembahasan untuk kemudian penulis memberikan saran-saran yang konstruktif.
14
BAB II NAFKAH IDDAH MENURUT HUKUM ISLAM A. Pengertian Nafkah dan Iddah Nafkah secara etimologi berasal dari kata
(
) النفقة
yang berarti
“belanja”, kebutuhan pokok” dan juga berarti biaya ataupun pengeluaran uang,11 Dalam madzahib al arba‟ah disebutkan النفقة في اللغة االخراجyaitu pengeluaran.12 Sekilas bisa dipahami kalau nafkah tentu berkaitan dengan kebutuhan hidup sehari-hari bagi manusia. Sementara dalam kamus Bahasa Indonesia, nafkah adalah belanja untuk hidup (uang) pendapatan. 13 Kata nafkah adalah bentuk masdar dari kata nafaqa yang berati harta yang dinafkahkan. Bila kata nafkah dihubungkan dengan pernikahan mengandung arti: “pemberian yang wajib dilakukan oleh suami terhadap isterinya dalam masa penikahan”.14 Secara material nafkah adalah semua kebutuhan dan keperluan yang berlaku menurut keadaan dan tempat, seperti makanan, minuman, pakaian,
11
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawir, Cet-1, (Yogyakarta: upbk. PP. al-Munawir, 1987) h. 1548. 12
Al Juzairi, Fiqih Ala Madzahib Al Arba‟ah Juz IV. (Beirut: Darul Kutub Al Ilmiyah, 1990), h.
485. 13
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 679.
14
Amir Syarifudin, Hukum perkawinan Islam di Indonesia; antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 165.
14
15
rumah dan lain-lain.15 Nafkah merupakan kewajiban suami terhadap isterinya dalam bentuk materi, karena kata nafaqa itu sendiri berkonotasi materi. Sedangkan kewajiban dalam bentuk non materi, seperti memuaskan hajat seksual istri tidak termasuk dalam artian nafakah, meskipun dilakukan suami terhadap isterinya.16 Menurut Sayyid Sabiq tidak hanya hal-hal yang dapat memenuhi kebutuhan isteri yang bersifat primer akan tetapi juga sekunder sekalipun sang isteri dari keluarga yang mampu dan berkecukupan.17 Secara terminologi, Sayyid Sabiq dalam bukunya fiqh as-Sunnah menyebutkan nafkah merupakan hak isteri dan anak-anak untuk mendapatkan makanan, pakaian dan kediaman serta beberapa kebutuhan pokok lainnya dan pengobatan, bahkan sekalipun seorang isteri itu adalah wanita yang kaya.18 Sedangkan menurut Sulaiman Rasyid nafkah yaitu semua hajat dan keperluan yang berlaku menurut keadaan dan tempatnya, sehingga tidak dibatasi apakah mesti pokok, tidak pokok, ataupun kebutuhan pelengkap, sebab kewajiban nafkah menurut beliau yang dimaksud tidak terbatas pada kebutuhan pokok, sehingga jika masing-masing yang memiliki hak nafkah dan kewajiban nafkah kebutuhan pokonya sudah terpenuhi, tetap terkena kewajiban memenuhi
15
Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 2001), h. 383.
16
Amir syarifudin, Hukum perkawinan Islam di Indonesia; antara Fiqh Munakahat dan UndangUndang Perkawinan, h. 165. 17
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 8, (Bandung: PT Al Maarif, 1980), h. 147.
18
Sayyid Sabiq, Fiqh as- Sunnah, (Beirut: Dar- al Fikr, 1983), Cet. Ke-4, Jilid 9, h. 28.
16
kebutuhan meskipun kebutuhan itu tidak pokok, artinya kebutuhan itu tergantung dan sesuai dengan keadaan dan tempatnya.19 Hukum memberi nafkah untuk isteri dalam bentuk makan, minum, tempat tinggal dan pakaian, baik yang berisfat umum maupun khusus, serta saran-sarana hubungan kemasyarakatan lainnya yang diperlukan oleh isteri adalah wajib.20 Kewajiban suami memberikan nafkah terhadap isteri ini tidak memandang status sosial suami baik dia seorang yang kaya maupun miskin, atau sebaliknya. Nafkah adalah persoalan yang sangat berat dan harus ditanggung oleh laki-laki sebagai suami. Menurut hukum Islam nafkah dibagi secara global menjadi dua macam, Pertama: nafkah untuk dirinya sendiri, yakni kewajiban seseorang manusia untuk memikul beban tanggung jawab dalam rangka memenuhi kebutuhannya sendiri, untuk kesejahteraan jasmani, dan rohaninya sendiri. Kedua: nafkah untuk orang lain, tentu saja dalam hal ini adalah anak, isteri, orang tuanya dan berbagai macam tanggung jawab nafkah bagi orang-orang diluar dirinya sendiri.21 Perkawinan yang sah menyebabkan isteri mendapatkan hak-haknya dari sang suami, diantaranya itu dia berhak mendapatkan nafkah dari suaminya.
19
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Cet. 32, (Bandung: Sinar Baru, 1998), h. 390.
20
Ali Husain Muhammad Makki al-Amili, Perceraian Salah Siapa?, penerjemah Mudhor Ahmad Assegaf dan Hasan Shaleh, (Jakarta: Lentera Basritama, 2001), Cet-1, h. 216. 21
Syeikh Abdullah Ibn Hasan al-Husain, Zadu Al-Mukhtaj bi Syahri al-Minhaj, Beirut: AlMaktabah al-Isriyah, t.t, h. 563.
17
Dikarenakan isteri telah terikat dengan hak-hak suaminya yang menyebabkan seorang isteri tidak dapat mencari nafkah untuk dirinya.22 Kewajiban suami untuk meberikan nafkah kepada isteri terdapat dalam Al-Qur‟an dan al-Hadits. Ini berarti bahwa masalah nafkah memang diperhatikan dalam agama Islam. Dalil-dalil yang dijadikan dasar kewajiban memberi nafkah adalah sebagai berikut: Q.S. an-Nissa (4): 34 “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” Dari dalil-dalil diatas dapat disimpulkan bahwa Agama mewajibkan suami untuk memberikan nafkah pada isterinya karena dengan adanya ikatan perkawinan yang sah itu seorang isteri menjadi terikat semata-mata kepada
22
h. 47.
Syekh Muhammad bin Umar an-Nawawi, Uqudulijain, (Semarang: Pustaka Alawiyah, 1995),
18
suaminya dan tertahan sebagai miliknya, karena dia berhak menikmatinya secara terus menerus. Isteri wajib taat kepada suami, tinggal dirumahnya, mengatur rumah tangganya, memelihara dan mendidik anaknya. 23 Sedangkan bagi suami, ia wajib memenuhi kebutuhan isteri dan memberi nafkah kepadanya, selama ikatan suami isteri masih berjalan dan isteri tidak durhaka, atau ada hal-hal lain yang menghalangi penerimaan nafkah. 2. Pengertian Iddah dan Dasar Hukumnya Menurut bahasa Arab kata “iddah” masdar dari kata kerja “
عدد
“
berarti menghitung. Dalam hal ini, perempuan (isteri) menghitung hari-hari masa bersihnya setelah terjadi perceraian.24 Dalam kamus almunawir iddah berasal dari kata al-„add yang bermakna perhitungan atau sesuatu yang dihitung.25 Dalam Kamus Arab Indonesia karangan Mahmud Yunus, iddah berasal dari kata
ّ عدyang berarti menghitung.26 Dengan demikian jika ditinjau dari segi bahasa, maka kata iddah dipakai untuk menunjukkan pengertian hari-hari haid atau hari suci pada wanita.27
23
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 8, h. 147.
24
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Alih Bahasa Nur Hasanuddin. LC,MA, dkk, (Jakarta: Pena Pundi Akasara, 2006), h. 224. 25
Ahmad Warson, Kamus al-Munawir Arab-Indonesia, h. 904
26
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1997), h. 42.
27
Chuzaiman T. Yanggo dkk., Problematika Hukum Islam Kontemporer, cet. I, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994), h. 149.
19
Secara istilah iddah mengandung arti masa menunggu bagi wanita untuk melakukan perkawinan setelah terjadinya perceraian dengan suaminya, baik cerai hidup maupun cerai mati, dengan tujuan untuk mengetahui keadaan rahimnya atau untuk berpikir bagi suami. Para ulama mendefinisikan iddah sebagai waktu untuk menanti kesucian seorang isteri yang ditinggal mati atau diceraikan oleh suami, yang sebelum habis masa itu dilarang untuk dinikahkan.28 Iddah secara terminologi hukum islam adalah masa tunggu yang ditetapkan oleh hukum syara‟ bagi wanita untuk tidak melakukan akad dengan lelaki lain dalam masa tersebut, sebagai akibat ditinggal mati atau perceraian dengan suaminya itu, dalam rangka membersihkan diri dari pengaruh dan akibat hubungan dengan suaminya itu.29 Hukum iddah terdapat dalam firman Allah surat al-Baqarah (2) ayat 228: Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru' tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi para
28
Amiur Nuruddin dan Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 240. 29
Chuzaimah T. Yanggo dan Hafidz Anshory (Editor), Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), Buku I, Cet. Ke-4, hal 181.
20
suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Dari definisi nafkah dan idah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari nafkah iddah adalah segala sesuatu yang diberikan oleh seorang suami kepada isteri yang telah diceraikannya untuk memenuhi kebutuhannya, baik itu berupa pakaian, makanan maupun tempat tinggal. Sedangkan pengertian nafkah dalam perceraian sebagaimana terdapat dalam tafsir as-Sabuni, bahwa nafkah itu diartikan sebagai mut‟ah, yang berarti pemberian seorang suami kepada isterinya yang diceraikan, baik itu berupa uang, pakaian atau pembekalan apa saja sebagai bantuan dan penghormatan kepada isterinya itu serta menghindari dari kekejaman talak yang dijatuhkannya itu. 30 B. Dasar Hukum Memberi Nafkah Seorang suami ketika berkeluarga pada saat itu pula memiliki kewajiban nafkah, karena tanpa nafkah kebahagiaan keluarga tidak akan tercapai. Perkawinan yang sah menyebabkan isteri mendapatkan hak-haknya dari sang suami, diantaranya itu dia berhak mendapat nafkah dari suaminya. Dikanerakan isteri telah terikat dengan hak-hak suaminya yang menyebabkan seorang isteri tidak dapat mencari nafkah untuk dirinya.31
h.47.
30
M. Ali as-Sabuni, Rawa‟I al-Bayan, Tafsir Ayat al-Ahkam, (Makkah: Tnp, t.t.), h. 610.
31
Syekh Muhammad bin Umar an-Nawawi, Uqudulijain, (Semarang: Pustaka Alawiyah, 1995),
21
Kewajiban memberi nafkah kepada isteri merupakan kewajiban agama. Hal ini dikuatkan dengan dalil Al-Qur‟an dan al- Hadits sehingga tidak ada alasan bagi suami untuk menghindar dari kewajibannya. Kewajiban tersebut berdasarkan firman Allah dalam QS. An-Nissa (4): 34: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” Q.S. Al-Baqarah ayat 228: Artinya: “dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf” Q.S. Al-Baqarah ayat 233: Artinya: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.”
22
Menurut Muhammad Ali As-Sayis maksud pemberian dengan cara ma‟ruf ialah pemberian menurut ukuran keadaan suami, bukan berdasar pada keadaan isteri, namun hal tersebut tentu disesuaikan dengan besarnya kebutuhan hidup yang wajar bagi isteri.32 Dalil-dalil tersebut diatas merupakan dasar kewajiban nafkah secara lahiriyah (materi) yang harus diberikan oleh seorang suami (atau ayah) untuk keluarganya (istri dan anak) dengan cara yang ma‟ruf sesuai dengan kadar kemampuan yang dimilikinya. Kemudian sehubungan dengan nafkah secara bathiniyah dapat diambil dari dalil sebagai berikut: ... ... ... ... Artinya: ”... ... dan bergaullah dengan mereka secara patut ... ... (Q.S Al Nisaa‟: 19) Mengenai lafadz “Asyara” dalam bahasa arab adalah sempurna dan optimal.33 Dan juga akar kata Asyara yaitu ‟isyrah‟ ) (العشرةadalah berkumpul atau bercampur.34 Maka berkumpul disini adalah apa yang seharusnya ada pada suami istri seperti rasa saling terikat dan bertautan. Karena dalam syariat islam antara suami istri diwajibkan untuk bergaul dengan sebaik-baiknya, tidak diperbolehkan menunda hak dan kewajiban, dan juga tidak boleh saling membenci apalagi bersikap saling menyakiti sebagaimana dalam ayat tersebut. Oleh sebab itu dalam 32 33
34
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Cet. 32, (Bandung: Sinar Baru, 1998), h. 390 Syeikh Imad Zaki Al-Barudi, Tafsir Wanita, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2007). h. 327. Saleh Al Fauzan, Fiqih Sehari-hari, (Jakarta: Gema Insani, 2006). h. 682.
23
memaknai lafadz tersebut Al Qusairi menyatakan dalam tafsirnya yaitu maksudnya mempergauli istri dengan ilmu-ilmu agama dan tata cara atau adab serta akhlaq yang baik. Dibawah ini merupakan ayat Al-Qur‟an yang berkaitan dengan pemberian nafkah bagi mantan isteri setelah perceraian, Allah SWT berfirman dalam Q.S. al-Azhab ayat 49: Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuanperempuan yang beriman, Kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya.” Ayat tersebut mewajibkan pemberian nafkah terhadap setiap wanita yang diceraikan, tidak membatasi masa pemberian nafkah bagi mantan isteri yang diceraikan, demikian juga tidak disebutkan berapa besar nafkah dan jangka waktu pemberiannya.35 Q.S. Al-Baqarah ayat 241:
35
M. Ali as-Shabuni, Tafsir Ayat-ayat Hukum dalam al-Quran, penerjemah: Saleh Mahfoed, Cet1, (Bandung: al-Ma‟rif, 1994), h. 501.
24
Artinya: “Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut'ah menurut yang ma'ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orangorang yang bertakwa.” Dalam hal ini nafkah (mut‟ah) juga diartikan sebagai penghibur, nafkah sesuai dengan kemampuannya. Inti dari ayat tersebut merupakan perwujudan mendapatkan persesuaian kepada hukum Islam dalam hal ini nafkah setelah nafkah iddah habis. Mut‟ah juga berarti sesuatu yang dengannya dapat diperoleh suatu (beberapa) manfaat atau kesenangan.36 Kewajiban suami terhadap nafkah juga terdapat dalam beberapa hadits Nabi diantaranya adalah:
37
Artinya: “Dari Aisyah r.a. Hindun istri Abu Sofyan berkata pada Rosulullah, Ya Rosulallah sesungguhnya Abu Sofyan adalah lelaki yang amat bakhil, tidak memberiku nafkah yang bisa mencukupiku dan anakku kecuali apa yang kuambil hartanya tanpa sepengetahuannya, apakah hal ini dosa bagiku? Rosulullah menjawab ambillah hartanya dengan baik dan mencukupi dirimu dan anakmu dengan cara yang baik.” (HR Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Nasai‟)
36
Tim Penulis UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan,1992),
h. 707. 37
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul al-Bari, (Beirut: al-Maktabah al-Salafiyyah, 1470H), cet-III, Juz IX, h. 419-420.
25
Hadis ini menunjukkan kewajiban suami memberi nafkah kepada isterinya dan anak-anaknya. Menurut zhahirnya, sekalipun anak sudah besar. Hadis ini juga mengandung dalil bahwa yang wajib itu adalah mencukupi nafkah itu tanpa kikir.38 Menurut hukum positif di Indonesia kewajiban memberi nafkah diatur dalam Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 terdapat pada pasal 34 ayat 1 yang berbunyi: Suami wajib melindungi isterinya dan memberi segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.39 Sementara nafkah setelah perceraian terdapat dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pada pasal 41 huruf c, yaitu: Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/ atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.40 Adapun bahwa nafkah merupakan kewajiban suami ditegaskan dalam pasal 80 ayat 4 Kompilasi Hukum Islam yaitu, sesuai dengan penghasilannya suami menanggung: 1. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri. 2. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak.
38
Abu Bakar Muhammad, Terjemah Subulussalam, (Surabaya: al-ikhlas, 1995), Cet ke- 1, h.
39
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal 34.
790.
40
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal 41 huruf (c).
26
3. Biaya pendidikan bagi anak.41 Berdasarkan dalil-dalil diatas dapat disimpulkan bahwa suami wajib memberi nafkah kepada istrinya dengan jumlah yang disesuaikan dengan kadar kemampuannya. Jika suami memenuhi kewajibannya, maka istri wajib taat kepada suami. Namun jika istri telah melaksanakan kewajiban, tapi suami tetap tidak mau memberikan haknya, dalam hukum perdata, istri dapat mengajukan perkaranya ke Pengadilan Agama. C. Syarat-syarat Isteri Menerima Nafkah Pernikahan adalah satu sebab yang mewajibkan nafkah. Sebab dengan adanya ikatan perkawinan yang sah seorang wanita menjadi terikat dengan suaminya semata, dan tertahan sebagai miliknya. Hak istri memperoleh nafkah itu telah dipunyai, apakah suaminya kaya atau miskin selama istri masih terikat dengan kewajiban-kewajiban terhadap suaminya.42 Adanya ikatan perkawinan yang sah tidak berarti istri yang telah ditalak berhak atas nafkah dari mantan suaminya. Istri yang ditalak raj‟i sebelum ia menyelesaikan iddahnya, wajib diberi nafkah dari suaminya. Begitu pula istri yang ditalak bain dan sedang menjalani masa iddahnya. Jika istri dalam keadaan hamil maka harus diberi nafkah sampai ia melahirkan.
41
Tim Citra Umbara, UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 256. 42
Kamal Muchtar, 1974), h. 131.
Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,
27
Begitu pula istri yang tidak mau menyerahkan diri kepada suaminya, atau suami tidak dapat menikmati dirinya, atau istri enggan pindah ketempat yang dikendaki suami, maka dalam hal ini tidak ada kewajiban nafkah oleh suami atas isterinya. Sebab penahanan yang dimaksud sebagai dasar wajibnya nafkah tidak terwujud.43 Imam Abdurrahman al-Jaziri mengatakan bahwa syarat atau sebab diwajibkannya pemberian nafkah adalah sebagai berikut: 1. Adanya hubungan perkawinan 2. Adanya hubungan kerabat 3. Adanya kepemilikan.44 Dalam hal ini semua ahli fiqih sependapat bahwa makanan, pakaian, dan tempat tinggal itu merupakan hak istri yang wajib dibayar oleh suaminya. Hak istri terhadap nafkah itu tetap berlaku, apakah ia kaya atau miskin, selama ia masih terikat dengan kewajiban-kewajiban terhadap suaminya. Berdasarkan keterangan isteri berhak menerima nafkah dari suaminya apabila: 1. Telah terjadi akad yang sah antara suami dan istri. Bila akad nikah mereka masih diragukan keabsahannya, maka istri belum berhak menerima nafkah dari suaminya. 2. Istri telah sanggup melakukan hubungan sebagai suami-istri dengan suaminya.
553.
43
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 8, (Bandung: PT. Al Maarif, 1981), h. 149.
44
Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab Fiqh „ ala Madzhab al-Arba‟ah, Juz 4, Beirut: t. tp., 1969, h.
28
3. Istri telah terikat atau telah bersedia melaksanakan semua hak-hak suami.45 Menurut Sayyid Sabiq, untuk mendapatkan nafkah dari suami, istri harus memenuhi beberapa syarat. Jika salah satu syarat ini tidak dipenuhi, maka ia tidak wajib diberi nafkah. Syarat tersebut adalah sebagai berikut: 1. Adanya ikatan perkawinan yang sah 2. Menyerahkan dirinya kepada suami 3. Suami dapat menikmati dirinya 4. Tidak menolak apabila diajak pindah ketempat yang dikehendaki suami 5. Keduanya saling dapat menikmati. D. Nafkah Isteri Setelah Perceraian Tanggung jawab suami terhadap nafkah tidak hanya berlaku ketika ia sah menjadi suami dari seorang isteri, tetapi setelah terjadinya perceraian pun suami masih tetap bertanggung jawab terhadap isteri dan anak-anaknya dalam hal nafkah. Dalam pemberian nafkah, tidak semua isteri yang sedang menjalani masa iddah berhak mendapatkan nafkah. Berikut ini akan dijelaskan macam-macam isteri yang berhak mendapatkan nafkah dan yang tidak berhak mendapatkan nafkah.46 1. Isteri yang berhak mendapatkan nafkah iddah, adalah: 45
Departemen Agama RI, Ilmu Fiqh, Jilid II, (Jakarta: Ditjen Binbaga Islam, 1984/ 1985), h.
184. 46
Puenoh Daly, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan AhlusSunnah dan Negara-negara Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1998), Cet. I, h. 369.
29
Isteri dalam masa iddah raj‟i, para ulama telah sepakat bahwa isteri yang sedang menjalani iddah raj‟i berhak menerima nafkah lahir sepenuhnyta dari suaminya. Suami berkewajiban menjamin tempat tinggal, nafkah, pakaian dan kesehatan. Sedangkan isteri yang sedang hamil dalam masa iddah ba‟in, ulama telah sepakat bahwa isteri seperti itu berhak mendapat nafkah, tempat tinggal dan pakaian. Adapun iddah ba‟in karena suami wafat, meskipun isteri itu sedang hamil namun tidak mendapatkan nafkah, karena yang harus membiayai nafkah tersebut sudah tidak ada lagi. 2. Isteri yang sedang beriddah dan tidak mendapatkan nafkah: Isteri yang beriddah wafat suaminya, karena yang berkewajiban memberi nafkah adalah suaminya dan ia telah meninggal. Kemudian isteri yang akad perkawinannya batal dan perempuan itu sudah dicampuri atau menjadi watak syubhat, karena perkawinan dengan akad fasid tidak wajib nafkah, maka demikian pula dalam masa iddahnya. Perceraian yang terjadi karena fasakh, yaitu karena kesalahan isteri, seperti isteri berbuat maksiat, maka maksiatnya itulah yang mencegah isteri tersebut mendapat nafkah iddahnya. Kita ketahui bahwa tidak jarang ketika setelah perceraian, seorang suami salah memperlakukan isterinya dan menyengserakan hidup isterinya selama masa iddah berlangsung. Hal ini merupakan sikap keliru, karena suami pada masa tersebut tetap harus menafkahi isterinya selama masa iddah berlangsung. Perceraian yang dimaksud disini ialah perceraian talak raj‟i, karena dalam
30
keadaan ini suami masih memiliki kesempatan untuk ruju‟ kepada isterinya.47 Meskipun ruju‟ tidak dilakukan oleh suami, namun perceraian harus dilakukan secara terhormat, agar kedua belah pihak tidak memiliki dendam, sehingga tidak berimbas buruk kepada anak-anak mereka. Tanggung jawab suami tidak hanya ketika seorang wanita itu masih menjadi isterinya yang sah, akan tetapi kewajiban untuk memberikan nafkah juga pada saat perceraian, Karena hakekatnya ucapan cerai itu baru berlaku setelah habis masa iddahnya. Berkaitan dengan nafkah Allah SWT berfirman dalam Q.S. al-Baqarah ayat 233:48 Artinya: Dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. Mengenai kewajiban suami untuk tetap memberi nafkah setelah nmenceraikan isterinya diatur dalam Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 149, yang berisi sebagai berikut. Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib: a. Memberikan mut‟ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang ataupun benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul.
47
Abdur Rahman I Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Islam (Syari‟ah), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 124. 48
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Cet-1, (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), h. 83.
31
b. Memberikan nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak ba‟in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil. c. Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separuh apabila qobla al dukhul. d. Memeberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.49 Para ulama sependapat bahwa wanita yang sedang dalam masa iddah setelah terjadi talak raj‟i masih berhak mendapat nafkah dan tempat tinggal, demikian juga wanita yang ditalak ba‟in dalam keadaan hamil. 50 Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam Q.S. At-Talak ayat 6: Artinya: “Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin”. Adapun dalam talak ba‟in, para ahli fiqih berbeda pendapat tentang hak nafkah jika isteri dalam keadaan tidak hamil: Menurut Imam Malik bin Anas dan Imam Syafi‟I, mantan isteri tersebut berhak mendapat nafkah, kecuali kalau hamil. Menurut Imam Abu Hanifah, mantan isteri tersebut berhak atas nafkah dan tempat tinggal, seperti perempuan 49
Tim Citra Umbara, UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 281. 50
Mahmud Syaltut, Fikih Tujuh Mazhab, penerjemah Abdullah Zakiy Al-Kaaf, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), h. 223.
32
yang ditalak raj‟i. Karena ia wajib menghabiskan masa iddah dirumah suaminya. Sedangkan di rumah ini dia terkurung, karena suamimasih ada hak kepdanya. Nafkahnya ini dianggap sebgai hutang yang resmi sejak hari jatuhnya talak, tanpa bergantung kepada adanya persepakatan atau tidak adanya putusan pengadilan. Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, mantan isteri tersebut tidak berhak atas nafkah dan tempat tinggal, sebab nafkah hanya diberikan kepada perempuan yang suaminya mempunyai hak rujuk.51 Adapun dalam pemberian nafkah iddah, Muhammad Jawad Mughniyah mendefinisikan sebagaimana yang ada dalam beberapa mazhab, diantaranya yaitu sebagai berikut: 1. Untuk isteri yang masih kecil. Isteri yang masih kecil (belum dapat digauli) dan terjadi perceraian, maka menurut mazhab yang ada (Hanafi, Hambali, Syafi‟i) mantan isterinya tidak berhak mendapat nafkah (suami tidak berkewajiban dalam memberikan nafkah), kecuali mazhab Hanafi yang mengadakan klasifikasi lebih lanjut. a. Kecil dalam arti tidak dapat dimanfaatkan, baik untuk melayani suami, maupun bermesraan,
dan
jika
terjadi
perceraian
suami
tidak
berkewajiban
memberikannya nafkah. b. Kecil, tetapi bisa digauli, maka jika terjadi perceraian suaminya berkeajiban memberikan nafkah, kecuali terjadi cerai li‟an.
51
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jillid 8, h. 172.
33
c. Kecil dalam arti bisa diajak bermesraan, tetapi tidak bisa digauli, maka jika terjadi perceraian suami tidak berkewajiban memberikan nafkah. 2. Untuk Suami yang masih kecil. Dalam hal ini kebalikan dari kondisi di atas, jika terjadi perceraian, maka menurut mazhab Hanafi, Syafi‟i dan Hambali pemberian nafkah wajib hukumnya bagi suami tersebut. Sedangkan mazhab maliki, berpendapat tidak berkewajiban bagi suami untuk memberikan nafkah. 3. Jika isteri sakit, mandul atau mengalami kelainan pada alat seksualnya. Pada kondisi di atas, jika terjadi perceraian menurut mazhab yang ada (Hanafi, Syafi‟i, Hambali) kewajiban suami untuk memberikan nafkah tidak gugur, kecuali mazhab Maliki yang menyatakan gugur. 4. Apabila isteri murtad. Isteri yang semula muslimah, kemudian menjadi murtad dan terjadi perceraian, maka tidak ada kewajiban suami untuk memberikan nafkah. 5. Isteri yang Nusyuz. Isteri yang nusyuz atau durhaka, dan jika terjadi perceraian, maka suami tidak berkewajiban dalam memberikan nafkah. 6. Talak Li‟an. Talak li‟an atau bersumpah untuk tidak akan kawin lagi, maka pihak suami tidak berkewajiban dalam memberikan nafkah.52
52
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, h. 403-404.
34
Para fuqaha berbeda pendapat dalam pemberian nafkah (mut‟ah) bagi mantan isteri, ada fuqaha yang berpendapat bahwa nafkah (mut‟ah) itu wajib diberikan kepada isteri yang diceraikannya, apabila suami telah sempat berhubungan dengannya, baik maharnya telah ditentukan atau belum, dan juga terhadap isteri yang telah diceraikannya sebelum sempat dicampurinya apabila maharnya telah ditentukan. Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam surat alBaqarah (2) ayat 241. Persoalan mut‟ah juga dimuat dalam Kompilasi Hukum Islam antara lain pasal 158, yang menyatakan Mut‟ah wajib diberikan oleh mantan suamiu dengan syarat belum ditetapkan mahar bagi isteri bada dukhul dan perceraian itu atas kehendak suami.53 Tujuan pemberian mut‟ah seorang suami terhadap isteri yang telah diceraikannya adalah dengan adanya pemberian tersebut diharapkan dapat menghibur atau menyenangkan hati isteri yang telah diceraikan dan dapat menjadi bekal hidup bagi mantan isteri tersebut, dan juga untuk membersihkan hati kaum wanita dan menghilangkan kekhawatiran terhadap penghinaan kaum pria terhadapnya.54
53
Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakara: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 328. 54
Maulana Rasyid Ridha, Penerjemah Afif Muhammad, Panggilan Islam Terhadap Wanita, Cet1, (Bandung: al-Bayan, 1986), h. 159.
35
BAB III PENGADILAN AGAMA CIKARANG A. Profil Pengadilan Agama Cikarang Menurut Cik Hasan Bisri peradilan adalah suatu pranata (institusi) dalam memenuhi hajat hidup, anggota masyarakat untuk menegakkan hukum dan keadilan. Sedangkan pengadilan merupakan satuan organisasi (insitute) yang menyelenggarakan penegakan hukum dan peradilan tersebut.55 Dalam hukum Islam, kegiatan peradilan merupakan kegiatan muamalah, yaitu kegiatan antara manusia dalam kehidupan bersama (manusia dengan manusia/manusia dengan masyarakat).
Melaksanakan
amalan
(kegiatan)
peradilan hukumnya adalah fardhu kifayah; harus dikerjakan oleh tiap-tiap orang dalam satu kelompok masyarakat, namun kalau sudah ada satu atau beberapa orang yang mengerjakan (melaksanakan), kewajiban telah terpenuhi. Al Mawardi di dalam buku al-Ahkam as Shulthaniyah menegaskan kegiatan peradilan adalah merupakan bagian pemerintah dalam rangka bernegara.56 Selama ini sebagaimana diketahui bahwa kewenangan organisasi, administrasi dan finansial Peradilan Agama berada dibawah Departemen Agama, sedangkan kewenangan tekhnis yudisial berada di bawah Mahkamah Agung. Berdasarkan pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 55
Abdul Halim, Peradilan Agama Dalam Politik Hukum di Indonesia, dari Otoriter Konservatif Menuju Konfigurasi Demokratis-Responsif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000), h. 27. 56
Imam Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Negara Islam, (Jakarta: Darul Falah, 2000), h.142.
35
36
Tahun 1945 yang telah diamandemen dikatakan bahwa “kekuasaaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan perasilan yang ada dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh Mahkamah Konstitusi.” Dengan amandemen Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, khususnya Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 24 telah membawa perubahan penting terhadap penyesuaian tersebut, lahirlah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 jo Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman dan undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung. Berdasarkan pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa “ketentuan mengenai organisasi, administrasi dan finansial badan peradilan sebagaimana dimaksud ayat (1) untuk masing-masing lingkungan peradilan diatur dalam undang-undang sesuai dengan kekhususan lingkungan peradilan masing-masing.” Dengan demikian berdasarkan pasal tersebut, lahirlah apa yang disebut dengan peradilan satu atap. Sebagai realisasi dari pasal tersebut, lahirlah apa yang disebut dengan peradilan satu atap. Sebagai realisasi dari pasal tersebut lahirlah Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Pengadilan Agama Cikarang (selanjutnya disebut PA Cikarang) dibentuk oleh Pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 145 Tahun 1998 tentang
38
Pembentukan Pengadilan Agama Cikarang secara historis pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan pembentukan Pengadilan Agama lainnya yang ada di wilayah negara RI. Fase sebelum kemerdekaan dimana Indonesia mengalami beberapa kali masa penjajahan oleh bangsa lain seperti Belanda, Jepang, dan lain-lain mewarnai tumbuh kembang dan terbentuknya institusi Peradilan Agama di Indonesia. Peradilan Agama adalah salah satu dari tiga peradilan khusus di Indonesia. Sebagai peradilan khusus, Peradilan Agama mengadili perkaraperkara perdata tertentu dan hanya untuk orang-orang tertentu saja. Dengan perkataan lain, Peradilan Agama hanya berwenang di bidang perdata Islam tertentu saja dan hanya untuk orang-orang Islam di Indonesia. Oleh karena itu, Peradilan Agama dapat disebut sebagai peradilan Islam di Indonesia, yang pelaksanaannya secara limitatif telah disesuaikan dengan keadaan di Indonesia.59 Oleh karena Peradilan Agama itu merupakan peradilan khusus, maka cakupan wewenangnya meliputi perkara-perkara tertentu di kalangan golongan rakyat tertentu. Perkara tertentu itu adalah perkara perdata di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqah berdasarkan hukum Islam. Adapun golongan rakyat tertentu itu adalah orang-orang yang beragama Islam.
59
Roihan A. Rasjid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Rajawali Pers, 1991, h. 6.
39
Kekhususan itu meliputi unsur perkara perdata tertentu, hukum Islam dan orang Islam.60 Dengan adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo. UndangUndang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, secara formal maka keberadaan Peradilan Agama diakui, namun mengenai susunan dan kekuasaan (wewenang) masih beragam dan hukum acara yang dipergunakan adalah HIR serta peraturan-peraturan yang diambil dari hukum acara Peradilan Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, dewasa ini telah dikeluarkan UndangUndang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang mengatur: susunan, kekuasaan dan hukum acara Peradilan Agama. Undang-Undang ini kemudian mengalami perubahan pada Pasal-Pasal tertentu untuk menyesuaikan dengan perkembangan perundang-undangan yang ada maupun dengan kebutuhan di lapangan praktis dengan keluarnya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006.61 Pengadilan Agama Cikarang mempunyai dasar-dasar hukum yang sudah di atur di dalam : 1). UUD 1945 Pasal 24. 2). UU No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. 3). UU No.7 tahun 1989 tentang Pengadilan Agama. 4). UU No.3 tahun 2006 tentang Amandemen UU No.7 tahun 2006.
60
61
Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000), h. 160.
Sulaikin Lubis, Wismar „Ain Marzuki dan Gemala Dewi, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 2.
40
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, Pasal 2 menyatakan: Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam undang-undang ini. Pasal 3 Undang-Undang Peradilan Agama tersebut menyatakan : 1. Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Agama dilaksanakan oleh: a. Pengadilan Agama. b. Pengadilan Tinggi Agama. 2. Kekuasaan kehakiman di lingkungan Pengadilan Agama berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. B. Tugas dan Kewenangan Pengadilan Agama Cikarang Sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Pengadilan Agama Cikarang sebagai Pengadilan Tingkat Pertama bertugas dan berwenang menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
41
bergama islam di bidang: Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah, Ekonomi Syariah. Yang dimaksud dengan “perkawinan” adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari‟ah, antara lain:
1. Izin beristri lebih dari seorang. 2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 tahun, dalam hal orang tua atau wali atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat. 3. Dispensasi kawin. 4. Pencegahan perkawinan. 5. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah. 6. Pembatalan perkawinan. 7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau istri. 8. Perceraian karena talak. 9. Gugatan perceraian. 10. Penyelesaian harta bersama. 11. Mengenai penguasaan anak. 12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggungjawab tidak memenuhinya. 13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan auatu kewajiban bagi bekas istri.
42
14. Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak. 15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua. 16. Pencabutan kekuasaan wali. 17. Penunjukkan orang lain sebagai wali oleh Pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut. 18. Menunjukkan seorang wali dalam hal seorang yang belum cukup umur 18 tahun yang ditinggal kedua orang tuanya padahal tidak ada penunjukkan wali oleh orang tuanya. 19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali yang telah menyebabkan kerugian atas harta benda anak yang ada dibawah kekuasaannya. 20. Penetapan asal usul seorang anak. 21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran. 22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain.62 Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Pengadilan Agama Cikarang mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Memberikan pelayanan teknis yudisial dan administrasi kepaniteraan bagi perkara tingkat pertama serta penyelesaian perkara dan eksekusi.
62
Lihat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
43
2. Memberikan pelayanan dibidang administrasi perkara banding, kasasi dan peninjauan kembali serta administrasi peradilan lainnya. 3. Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur di lingkungan Pengadilan Agama (umum, kepegawaian dan keuangan). 4. Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam pada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta sebagaimana diatur dalam pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama. 5. Memberikan pelayanan penyelesaian permohonan pertolongan pembagian harta peninggalan diluar sengketa antara orang-orang yang beragama islam yang dilakukan berdasarkan hukum Islam sebagaimana diatur dalam pasal 107 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 6. Waarmerking akta keahliwarisan di bawah tangan untuk pengambilan deposito/ tabungan, pensiunan dan sebagainya. 7. Melaksanakan tugas penyelesaian sengketa ekonomi syari‟ah sesuai dengan pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 yang telah diperbaharui yang kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009. 8. Melaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti penyuluhan hukum, memberikan/ melaksanakan hisab rukyat dalam penentuan awal pada tahun hijriyah.
44
C. Perkara Yang Diterima dan Diputus PA Cikarang Tahun 2013 No
Jenis Perkara Sisa Akhir 2012
A.
B. C. D. E. F. G.
PERKAWINAN 1. Izin Poligami 2. Izin Kawin 3. Dispensasi Kawin 4. Pencegahan Perkawinan 5. Penolakan Perkawinan Dari PPN 6. Pembatalan Perkawinan 7. Kelalaian Atas Kewajiban Suami/Isteri 8. Cerai Talak 9. Cerai Gugat 10. Harta Bersama 11. Penguasaan Anak/ Hadhanah 12. Nafkah Anak Oleh Ibu 13. Hak-hak Bekas Isteri 14. Pengesahan Anak 15. Perwalian 16. Pencabutan Kekuasaan Orang Tua 17. Penetapan Ahli Waris 18. Penunjukan Orang Lain Sebagai Wali 19. Ganti Rugi Terhadap Wali 20. Asal Usul Anak 21. Penolakan Kawin Campuran 22. Istbat Nikah 23. Wali Adhol KEWARISAN WASIAT HIBAH WAKAF SHODAQOH LAIN-LAIN 24. Pengangkatan Anak JUMLAH
Keadaan Perkara Perkara Jumlah Perkara Diterima Putus 2013
Sisa
-
11 2 -
11 2 -
9 2 -
2 -
1 -
3 -
4 -
3 -
1 -
130 236 3 -
578 912 7 4 4 -
708 1148 7 7 4 -
558 866 3 6 3 -
150 282 4 1 1 -
7 -
21 -
28 -
22 -
6 -
174 1 1 553
785 1 1 2 3 2334
959 2 2 2 3 2887
904 1 2 2 2381
55 1 2 1 506
45
BAB IV PEMBAYARAN NAFKAH IDDAH AKIBAT PUTUSAN PENGADILAN AGAMA CIKARANG A. Putusan Pengadilan Agama Cikarang Tentang Nafkah Iddah 1. Putusan Nafkah Iddah Istri Nusyuz Putusan Nomor: 0292/Pdt.G/2013/PA.Ckr Pada perkara ini pihak Pemohon adalah Muhamad Yunus bin Sulemi, umur 38 tahun, agama Islam, pekerjaan Karyawan Swasta, tempat tinggal di Kampung
Sempu
Jalan
Pasir
Gombong
RT.03
RW.03 No.14
Desa
Pasirgombong, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi melawan Sri Tati binti Sriyanto, umur 41 tahun, agama Islam, pekerjaan Karyawati Swasta, tempat tinggal di Perumahan Telaga Pesona Jalan Raya Telaga Pesona Blok M.3 RT.10 RW.17 No.05 Desa Telagamurni, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, selanjutnya disebut sebagai: “Termohon”. Duduk perkara perkara ini adalah bahwa Pemohon berdasarkan surat permohonannya tertanggal 01 Maret 2013 telah mengajukan permohonan cerai talak yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Cikarang pada tanggal tersebut dengan register Nomor : 0292/Pdt.G/2013/PA.Ckr telah mengajukan hal-hal sebagai berikut : Bahwa pada tanggal 05 Oktober 1999, Pemohon dengan Termohon melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Banjarharja, Brebes Jawa Tengah sebagaimana 45
46
ternyata dalam Buku Kutipan Akta Nikah Nomor : 807/32/X/1999 tanggal 05 Oktober 1999; Bahwa selama berumah tangga antara Pemohon dengan Termohon telah dikaruniai
1
orang anak bernama : DAFFA YUNUS
ALFARIDZI, lahir tanggal 05 Oktober 2000. Bahwa rumah tangga
Pemohon dengan
Termohon
pada awalnya
berjalan rukun dan harmonis, akan tetapi sejak Juni 2006 mulai tidak rukun karena terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran. Bahwa sebagai penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran Pemohon dengan Termohon disebabkan masalah: 1. Antara Pemohon dan Termohon sudah tidak ada komunikasi yang baik lagi; 2. Termohon tidak menghargai Pemohon sebagai kepala rumah tangga; 3. Termohon kurang menerima penghasilan Pemohon; 4. Termohon tidak taat dan tidak patuh kepada Pemohon, bila diberi saran atau nasehat selalu melawan; Pemohon
pernah
mengajukan
perkara
dengan
Nomor
:
1351/Pdt.G/2012/PA.Ckr, dan perkara tersebut dicabut pada tanggal 18 Desember 2012 dengan upaya untuk rukun kembali akan tetapi keharmonisan tersebut tidak ada. Karena terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran, maka sejak September 2012 Pemohon dengan Termohon tidak tinggal bersama lagi atau terjadi pisah tempat tinggal dimana Pemohon tinggal di Kontrakan Bapak Enok di Pasir Gombong, sedangkan Termohon tinggal di Perumahan Telaga Pesona, Telaga Murni.
47
Tentang hukumnya Hakim menimbang, bahwa pada pokoknya Pemohon mendalilkan bahwa pada awalnya rumah tangga Pemohon dengan Termohon berjalan rukun dan harmonis, namun sejak bulan Juni 2006 rumah tangga Pemohon dan Termohon mulai dirasakan tidak rukun karena sering terjadi perselisihan dan pertengkaran disebabkan karena antara Pemohon dengan Termohon sudah tidak ada komunikasi yang baik lagi dan Termohon tidak menghargai Pemohon sebagai kepala rumah tangga serta Termohon kurang menerima penghasilan Pemohon dan Termohon sering menolak diajak berhubungan suami isteri, maka sejak September 2012 antara Pemohon dengan Termohon telah pisah rumah. Menimbang, bahwa dari jawab menjawab ternyata Termohon mengakui dan membenarkan dalil-dalil permohonan Pemohon dan Termohon tidak keberatan bercerai dengan Pemohon, namun dalam hal perceraian Pemohon tetap dibebani untuk membuktikannya. Menimbang. bahwa oleh karena itu permohonan Pemohon telah terbukti serta memenuhi alasan perceraian sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam sehingga patut untuk dikabulkan. Pertimbangan hukum dalam menetapkan nafkah iddah. Menimbang, bahwa terhadap tuntutan tersebut Pemohon dalam repliknya menyatakan tidak keberatan anak diasuh oleh Termohon dan juga Pemohon menyanggupi akan
48
memberikan nafkah untuk anak setiap bulan sebesar Rp. 900.000, diluar biaya pendidikan dan kesehatan, dan mengenai nafkah iddah dan mut‟ah akan memberikan berupa uang sebesar Rp. 1.000.000,- dan Termohon dalam dupliknya menerima sesuai denan yang akan diberikan Pemohon. Menimbang, bahwa dengan telah dikabulkannya permohonan Pemohon untuk menceraikan isterinya dan berdasarkan pada pasal 149 huruf a dan b Kompilasi Hukum Islam, maka bekas suami wajib memberikan mut‟ah dan nafkah selama masa iddah terhadap Termohon, dan Pemohon telah menyatakan di dalam repliknya akan memberikan nafkah selama masa iddah dan mut‟ah sebesar Rp. 1.000.000, terhadap Termohon, maka berdasarkan kesanggupan tersebut Majelis Hakim menetapakan menghukum Pemohon untuk membayar nafkah selama masa iddah tiga bulan dan mut‟ah sebesar Rp. 1.000.000, kepada Termohon. Menimbang, bahwa mengenai nafkah anak berdasarkan pada pasal 105 huruf (c) ditanggung oleh ayahnya dan Pemohon sebagai ayah dari anak tersebut telah menyatakan akan memberikan nafkah terhadap anaknya setiap bulan sebesar Rp. 900.000, sesuai dengan tuntutan Termohon diluar biaya pendidikan dan kesehatan, maka oleh karena itu Majelis Hakim menetapkan menghukum Pemohon untuk membayar nafkah anak setiap bulan sebesar Rp. 900.000, kepada Termohon. MENGADILI 1. Mengabulkan permohonan Pemohon;
49
2. Memberi izin kepada Pemohon ((MUHAMAD YUNUS bin SULEMI) untuk menjatuhkan talak satu raj‟i terhadap Termohon (SRI TATI binti SRIYANTO) didapan sidang Pengadilan Agama Cikarang,3. Menghukum Pemohon untuk membayar nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 600.000, dan mut‟ah sebesar Rp. 400.000, kepada Termohon,4. Menetapkan hak asuh anak yang bernama Daffa Yunus Alfaridzi, berada pada Termohon,5. Menghukum Pemohon untuk membayar nafkah anak setiap bulanya sebesar Rp. 900.000,- kepada Termohon,6. Menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 261.000, (dua ratus enam puluh satu ribu rupiah). Putusan Nomor: 1046/Pdt.G/2013/PA.Ckr Agus Sofyan Hadi bin Enceng Supriatna, Umur 28 tahun, Agama Islam pekerjaan Karyawan Swasta, tempat tinggal di Kampung Blok Situ Jalan Neglasari Rt. 21 Rw. 05 Desa Purwadadi Barat, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang Jawa Barat, sebagai Pemohon, melawan G. Indri Megawati binti Haryono, Umur 28 tahun, Agama Islam, pekerjaan ibu rumah tangga, tempat tinggal di Perumahan Griya Husada Asri Blok C.11 Rt.04 Rw.04 No.15 Desa Cijengkol, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, sebagai Termohon. Tentang
duduk
perkarannya
yaitu
Pemohon
berdasarkan
surat
permohonannya tanggal 10 September 2013 yang telah terdaftar di Kepaniteraan
50
Pengadilan Agama Cikarang pada tanggal tersebut dengan Register perkara Nomor : 1046/Pdt.G/2013/PA.Ckr telah mengajukan hal-hal sebagai berikut : Bahwa pada tanggal 01 Mei 2010, Pemohon dengan Termohon melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Mustikajaya Kota Bekasi sebagaimana ternyata dalam Buku Kutipan Akta Nikah Nomor : 297/04/V/2010 tanggal 01 Mei 2010. Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon membina rumah tangga di Perumahan Griya Husada Asri Blok C.11 Rt.04 Rw.04 No.15 Desa Cijengkol, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, sebagai tempat tinggal bersama. Bahwa selama berumah tangga antara Pemohon dengan Termohon telah dikaruniai 1 orang anak bernama KEANU GAGAS ALRASKA, anak laki-laki, umur 9 bulan. Bahwa rumah tangga Pemohon dengan Termohon pada awalnya berjalan rukun dan harmonis, akan tetapi sejak tahun 2011 mulai tidak rukun karena terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran. Bahwa sebagai penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran Pemohon dengan Termohon disebabkan masalah: a. Termohon pernah minta cerai pada Pemohon; b. Termohon pernah mencoba akan bunuh diri; c. Termohon pernah menampar wajah Pemohon; Bahwa karena terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran, maka sejak
bulan Maret 2012 Pemohon dengan Termohon pisah rumah. Bahwa
dengan keadaan rumah tangga
Pemohon dan
Termohon sebagaimana
51
digambarkan diatas, maka tujuan perkawinan untuk membentuk rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah sebagaimana dikehendaki Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak diwujudkan dan Pemohon tidak sanggup lagi untuk tetap melanjutkan dan mempertahankan rumah tangga dengan Termohon, sehingga apabila tetap dipertahankan hanya akan menimbulkan kemudharatan yang berkepanjangan. Tentang Hukumnya: Menimbang, bahwa Pemohon pada pokoknya mendalilkan bahwa rumah tangganya dengan Termohon semula rukun dan harmonis akan tetapi kurang lebih sejak tahun 2011 Pemohon merasakan rumah tangga sudah tidak rukun dan harmonis lagi, sering terjadi perselisihan dan pertengkaran disebabkan Termohon pernah minta cerai pada Pemohon dan Termohon pernah mencoba akan bunuh diri serta Termohon pernah menampar wajah Pemohon, karena terus menerus terjadi perselisihan maka akibatnya sejak bulam Maret 2012 Pemohon dengan Termohon pisah rumah. Menimbang, bahwa dari jawabannya ternyata Termohon telah mengakui dan membenarkan bahwa rumah tangganya dengan Pemohon sudah tidak rukun dan harmonis dan telah terjadi perselisihan dan pertengkaran dan telah pisah rumah sejak bulan Maret 2012 hingga sekarang tidak pernah kumpul lagi dan Termohon tidak keberatan diceraikan oleh Pemohon. Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil-dalil permohonannya tersebut, Pemohon telah mengajukan bukti-bukti sebagaimana telah disebutkan di
52
atas, dan bukti-bukti tersebut secara formal maupun material telah memenuhi persyaratan pembuktian sehingga patut dipertimbangkan. . Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas maka Majelis Hakim berpendapat, bahwa permohonan Pemohon telah memenuhi unsur pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 jo pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam yang mengisaratkan bahwa antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Tentang hukum dalam menetapkan putusan nafkah iddah adalah Menimbang, bahwa Penggugat dalam jawabannya menuntut nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp.1.000.000, dan mut‟ah sebesar Rp. 500.000, sertas nafkah seorang anak setiap bulan sebesar Rp. 1.500.000,-sedangkan Tergugat dalam repliknya menyatakan sanggup untuk memberikan nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 1.000.000, dan mut‟ah sebesar Rp. 500.000, sedangkan mengenai nafkah anak Tergugat hanya sanggup memberi setiap bulan sebesar Rp.500.000, dengan alasan bahwa Penghasilan setiap bulan dari gaji sebesar Rp. 2.000.000, maka dalam hal ini Majelis Hakim mempertimbangkan berdasarkan dari jawab menjawab dipersidangan bahwa perceraian ini merupakan keinginan dari Tergugat sendiri dan permohonan Pemohon dalam konvensi telah dikabulkan maka berdasarkan pada pasal 149 huruf (a) dan (b) Kompilasi Hukum Islam bekas suami wajib memberikan mut‟ah, nafkah iddah, maka berdasarkan hal tersebut Majelis Hakim dapat menetapkan mut‟ah, nafkah iddah, sesuai
53
dengan kesanggupan Tergugat yang dianggap wajar dan patut serta tidak memberatkan kepada Tergugat sebagai berikut: a. Mut‟ah, sebesar Rp. 500.000,b. Nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 1.000.000.Menimbang, bahwa berdasarakan pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim menghukum Tergugat untuk membayar Nafkah Iddah,Mut‟ah, seluruhnya sebesar Rp. 1.500.000,- terhadap Penggugat,MENGADILI DALAM KONVENSI 1. Mengabulkan Permohonan Pemohon 2. Memberi izin kepada Pemohon (AGUS SOFYAN HADI bin ENCENG SUPRIATNA) untuk menjatuhakan Thalaq satu Raj‟i terhadap Termohon (G. INDRI MEGAWATI binti HARYONO ) didepan sidang Pengadilan Agama Cikarang,DALAM REKONVENSI 1. Mengabulkan gugatan Penggugat,2. Menghukum Tergugat untuk membayar Nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 1.000.000,- dan mut‟ah, sebesar Rp. 500.000, terhadap Penggugat,3. Menghukum Tergugat untuk membayar nafkah seorang anak setiap bulan sebesar Rp.750.000, (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
54
2.
Putusan Nafkah Iddah Istri Tidak Nusyuz Putusan Nomor: 0510/Pdt.G/2013/PA.Ckr Pihak yang berpakara adalah Mu‟min Bahrul Alam bin Maman, umur 29 tahun, agama Islam, pekerjaan Pegawai Swasta, tempat tinggal di Jalan Alternatif Kawasan MM 2100 Kampung Mariuk RT.02 RW.06 Desa Gandasari, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, sebagai Pemohon. Melawan Atikah Dewi binti Ahmada Agus, umur 24 tahun, agama Islam, pekerjaan ibu rumah tangga, tempat tinggal di Jalan Alternatif Kawasan MM 2100 Kampung Mariuk RT.02 RW.06 Desa Gandasari, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, sebagai Termohon. Adapun
duduk
perkaranya
adalah
Pemohon
berdasarkan
surat
permohonannya tertanggal 22 April 2013 telah mengajukan permohonan cerai talak yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Cikarang pada tanggal tersebut dengan register Nomor : 0510/Pdt.G/2013/PA.Ckr telah mengajukan hal-hal sebagai berikut : Bahwa pada tanggal 05 Juni 2009, Pemohon dengan Termohon melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Cikarang Barat Kabupaten Bekasi sebagaimana ternyata dalam Buku Kutipan Akta Nikah Nomor : 495/23/VI/2009 tanggal 05 Juni 2009. Setelah menikah Pemohon dan Termohon membina rumah tangga di Jalan Alternatif Kawasan MM 2100 Kampung Mariuk RT.02 RW.06 Desa Gandasari, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, sebagai tempat tinggal bersama.
55
Bahwa selama berumah tangga antara
Pemohon dengan
Termohon telah
dikaruniai 1 orang anak bernama : MUHAMMAD YAHYA AL-BUKHORI, Laki-laki, umur 1,5 Tahun. Bahwa rumah tangga
Pemohon dengan
Termohon
pada awalnya
berjalan rukun dan harmonis, akan tetapi sejak 05 Juni 2012 mulai tidak rukun karena terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran. Bahwa sebagai penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran Pemohon dengan Termohon disebabkan masalah: a. Termohon tidak taat dan tidak patuh kepada Pemohon,b. Termohon suka berkata kasar kepada Pemohon c. Antara Pemohon dan Termohon memiliki sifat egois dan keras kepala; Tentang Hukumnya yaitu, menimbang, bahwa pada pokoknya Pemohon mendalilkan bahwa pada awalnya rumah tangga Pemohon dengan Termohon berjalan rukun dan harmonis, namun sejak bulan Juni 2012 rumah tangga Pemohon dan Termohon mulai dirasakan tidak rukun karena sering terjadi perselisihan dan pertengkaran disebabkan karena Termohon tidak taat dan patuh kepada Pemohon dan termohon suka berkata kasar antara Pemohon dengan Termohon memiliki sifat egois dan keras kepala, akibatnya sejak September 2012 Pemohon dengan Termohon pisah ranjang. Menimbang, bahwa dari jawab menjawab ternyata Termohon membantah bukan penyebab perselisihan karena Termohon tidak taat dan patuh kepada Pemohon yang menjadi penyebab terjadinya perselisihan itu karena Pemohon
56
pacaran lagi dengan wanita lain, tapi mengakui dan membenarkan bahwa sering terjadi perselisihan antara Pemohon dan Termohon dan Termohon tidak keberatan bercerai dengan Pemohon, namun dalam hal perceraian Pemohon tetap dibebani untuk membuktikannya. Tentang hukum dalam hal nafkah iddah. Menimbang, bahwa Termohon Konpensi/Penggugat Rekonpensi dalam jawabannya menuntut nafkah iddah selama 3 bulan sebesar Rp. 2.100.000, dan mut‟ah berupa cincin emas 24 karat seberat 4 gram, dan juga menuntut hak asuh anak ada pada Termohon dan tuntutan nafkah untuk anak setiap bulan Rp. 1.000.000, diluar pendidikan dan kesehatan. Menimbang, bahwa dengan telah dikabulkannya permohonan Pemohon untuk menceraikan isterinya dan berdasarkan pada pasal 149 huruf a dan b Kompilasi Hukum Islam, maka bekas suami wajib memberikan mut‟ah dan nafkah selama masa iddah terhadap Termohon, dan Pemohon telah menyatakan di dalam repliknya akan memberikan nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 2.100.000, dan mut‟ah berupa cincin emas 24 karat seberat 4 gram kepada Termohon Konpensi/ Penggugat Rekonpensi, maka berdasarkan kesanggupan tersebut Majelis Hakim menetapakan menghukum Pemohon Konpensi/ Tergugat Rekonpensi untuk membayar nafkah selama masa iddah tiga bulan sebesar Rp. 2.100.000, dan mut‟ah berupa cincin emas 24 karat seberat 4 gram, kepada Termohon Konpensi/ Penggugat Rekonpensi,MENGADILI
57
Dalam Konpensi. 1. Mengabulkan permohonan Pemohon; 2. Memberi izin kepada Pemohon (MU.MIN BAHRUL. ALAM bin MAMAN) untuk menjatuhkan talak satu raj‟i terhadap Termohon (ATIKAH DEWI binti AHMAD AGUS) didapan sidang Pengadilan Agama Cikarang,Dalam Rekonpensi. 1. Mengabulkan gugatan Penggugat.2. Menghukum Tergugat untuk membayar uang iddah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 2.100.000, dan Mut‟ah berupa cincin emas 24 karat seberat 4 gram kepada Penggugat,3. Menetapakan seorang anak yang bernama Muhammad yahya Al-Bukhori dibawah asuhan Penggugat,4. Menghukum Tergugat untuk membayar nafkah anak tersebut diatas sebesar Rp. 1.000.000, setiap bulan kepada Penggugat,Putusan Nomor : 0633/Pdt.G/2013/PA.Ckr Pihak yang berperkara adalah Suryono bin Hadi Sarjono, Umur 57 tahun, Agama Islam pekerjaan tidak bekerja, tempat tinggal di Gang Ikrar I Kampung Legon Jalan Toyogiri II Rt. 03 Rw. 04 Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, sebagai Pemohon. Melawan Suwanti binti Karto Lesono, Umur 52 tahun, Agama Islam, pekerjaan ibu rumah tangga, tempat tinggal di Jalan Toyogiri II Kampung Legon Rt. 03 Rw.03 Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, sebagai Termohon.
58
Kemudian duduk perkaranya adalah Pemohon berdasarkan surat permohonannya tanggal 21 Mei 2013 yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Cikarang pada tanggal tersebut dengan Register perkara Nomor : 633/Pdt.G/2013/PA.Ckr telah mengajukan hal-hal sebagai berikut : Bahwa pada tanggal 08 Agustus 2005, Pemohon dengan Termohon melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi sebagaimana ternyata dalam Buku Kutipan Akta Nikah Nomor : 1359/80/VIII/2006 tanggal 08 Agustus 2005 ; Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon membina rumah tangga di Kampung Legon Jalan Toyogiri II Rt. 03 Rw. 04 Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, sebagasi tempat tinggal bersama. Bahwa selama berumah tangga antara Pemohon dengan Termohon telah berhubungan sebagaimana layaknya suami isteri namun belum dikaruniai keturunan. Bahwa rumah tangga
Pemohon dengan
Termohon
pada awalnya
berjalan rukun dan harmonis, akan tetapi sejak tanggal 13 Maret 2011 mulai tidak rukun karena terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran. Bahwa sebagai penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran Pemohon dengan Termohon disebabkan masalah: a. Termohon tidak taat dan tidak patuh kepada Pemohon, bila di beri saran atau nasehat selalu melawan;
59
b. Termohon pernah memfitnah Pemohon; c. Termohon mempunyai hutang piutang tanpa sepengetahuan Pemohon; TENTANG HUKUMNYA: Menimbang, bahwa Pemohon pada pokoknya mendalilkan bahwa rumah tangganya dengan Termohon semula rukun dan harmonis akan tetapi kurang lebih sejak tanggal 13 Maret 2011 Pemohon merasakan rumah tangga sudah tidak rukun dan harmonis lagi, sering terjadi perselisihan dan pertengkaran disebabkan Termohon tidak taat dan tidak patuh kepada Pemohon, bila diberi saran atau nasehat selalu melawan dan Termohon pernah memfitnah Pemohon serta Termohon punya hutang piutang tanpa sepengetahuan Pemohon, karena terus menerus terjadi perselisihan maka akibatnya sejak tanggal 13 Agustus 2011 Pemohon dengan Termohon pisah rumah. Menimbang, bahwa dari jawabannya ternyata Termohon telah mengakui dan membenarkan bahwa rumah tangganya dengan Pemohon sudah tidak rukun dan harmonis dan telah terjadi pertengkaran tapi penyebabnya bukan dari Termohon tapi dari Pemohon sendiri dimana Pemohon pamit mau ke Solo dan dari Solo Pemohon tidak pulang lagi ke rumah Termohon tapi pulang kerumah anaknya, dan sampai sekarang pisah rumah selama 3 tahun. Tentang hukumnya dalam kasus nafkah iddah adalah Menimbang, bahwa Penggugat dalam jawabannya menuntut nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp.30.000.000, dan mut‟ah sebesar Rp. 30.000.000, sedangkan Tergugat dalam repliknya menyatakan sanggup untuk memberikan nafkah selama masa
60
iddah 3 bulan sebesar Rp. 1.500.000, dan mut‟ah sebesar Rp. 1.500.000, dalam hal ini Majelis Hakim mempertimbangkan berdasarkan dari jawab menjawab dipersidangan bahwa perceraian ini merupakan keinginan dari Tergugat sendiri dan permohonan Pemohon dalam konvensi telah dikabulkan maka berdasarkan pada pasal 149 huruf (a) dan (b) Kompilasi Hukum Islam bekas suami wajib memberikan mut‟ah, nafkah iddah, maka berdasarkan hal tersebut Majelis Hakim dapat menetapkan mut‟ah, nafkah iddah, yang dianggap wajar dan patut serta tidak memberatkan kepada Tergugat sebagai berikut: a. Mut‟ah, sebesar Rp. 1.500.000,b. Nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 3.000.000.Menimbang, bahwa berdasarakan pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim menghukum Tergugat untuk membayar Nafkah Iddah,Mut‟ah, seluruhnya sebesar Rp. 4.500.000,- terhadap Penggugat,MENGADILI DALAM KONVENSI 1. Mengabulkan Permohonan Pemohon 2. Memberi izin kepada Pemohon (SURYONO bin HADI SARJONO) untuk menjatuhakan Thalaq satu Raj‟i terhadap Termohon (SUWANTI binti KARTO LESONO ) didepan sidang Pengadilan Agama Cikarang,DALAM REKONVENSI 1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian,-
61
2. Menghukum Tergugat untuk membayar nafkah madiyah sejak Juli 2011 hingga Juli 2013 sebesar Rp. 3.600.000, (tiga juta enam ratus ribu rupiah) kepada Penggugat,3. Menghukum Tergugat untuk membayar Nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 3.000.000,- dan mut‟ah, sebesar Rp. 1.500.000, terhadap Penggugat,4. Menyatakan gugatan Penggugat untuk selebihnya tidak dapat diterima,B. Analisis Putusan Pengadilan Agama Cikarang Tentang Nafkah Iddah. Tujuan pihak-pihak yang berperkara menyelesaikan perkara perdatanya kepada pengadilan adalah untuk menyelesaikan perkara mereka secara tuntas dengan putusan pengadilan. Tapi adanya putusan pengadilan saja belum berarti sudah menyelesaikan perkara mereka secara tuntas, melainkan kalau putusan tersebut telah dilaksanakan.63 Ketika perkara perceraian diajukan oleh pihak suami maka hukum mengartikulasikannya dengan sebutan cerai talak dan manakala pihak istri yang mengajukan perkara perceraian hukum mengartikulasikannya dengan cerai gugat. Karena antara suami dan isteri sama di mata hukum dan mempunyai prakarsa secara bebas untuk dapat menjaga keberlangsungan rumah tangganya atau tidak dengan alasan-alasan yang dibenarkan menurut hukum.64
63
Ridwan Syahrani, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), h. 151. 64
Arso Sastroatmodjo dan A. Wasit Auliawi, Hukum Perkawinan di Indonesia, ( Jakarta: Bulan Bintang, 2002), h. 55.
62
Nafkah iddah merupakan kewajiban dari mantan suami kepada isteri yang telah diceraikan, hal ini merupakan suatu etika karena pada cerai talak pihak suami yang berkeinginan untuk bercerai atau putus perkawinan dengan isterinya. sehingga sebagai penghargaan atau imbalan walaupun belum cukup sebagai pengobat kekecewaan, akan tetapi nafkah iddah bisa sedikit meringankan beban hidup ketika menjalani masa iddah dan bisa menjadi penggembira bagi isteri yang diceraikan. Dengan merujuk pada kepentingan nafkah bagi isteri yang sedang menjalani masa iddahnya, maka tepat kiranya dalam sistem hukum perkawinan di Indonesia, jika suami akan menceraikan isterinya ia harus membayar sejumlah uang sebagai wujud pemberian nafkah, maskan dan kiswah isteri. Pemberian ini diwajibkan dengan atau tanpa adanya permintaan dari pihak isteri. Putusan cerai talak seharusnya selalu diikuti dengan kewajiban suami untuk memberikan nafkah iddah terhadap isteri yang telah diceraikan, hal ini dikarenakan hakim diberikan kewenangan oleh undang-undang menghukum suami untuk memberikan nafkah iddah terhadap isteri akibat permohonan cerainya, itu artinya hakim karena jabatannya dapat menentukan nafkah iddah dan nafkah sesuai keadilan, sedangkan apabila terjadi perselisihan berkaitan besaran jumlah nafkah iddah hakim dapat menentukan jumlahnya. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/ atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri. Hal ini termuat dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pada pasal 41 huruf c.
63
Perceraian yang terjadi karena adanya talak dari suami terhadap isterinya, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 41 (c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban suami kepada mantan isterinya. Pasal ini menentukan kewajiban dari mantan suami yang berupa mut‟ah, nafkah iddah (bila isterinya tidak nusyuz) dan nafkah untuk anak-anak. Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Agama Cikarang dalam memutus perkara cerai talak tidak hanya berdasarkan unsur-unsur perceraian, tetapi juga berdasar pada keadilan dan keberlangsungan kehidupan kedua belah pihak yang bercerai, karena jika diceraikan akan lebih mengurangi madharat. Meski Majelis Hakim memutus akan lebih baik jika bercerai, hakim selalu berusaha agar terjadi perdamaian di antara para pihak, tidak terkecuali tentang bentuk dan jumlah nafkah iddah yang harus diberikan suami kepada isteri yang ditalak, hal ini menjadi penting karena untuk melindungi hak-hak isteri yang diceraikan.65 Nafkah iddah ditetapkan dalam putusan yang bukan verstek karena tidak adanya perlawanan dari pihak termohon yang tidak hadir. Walaupun ada perlawanan verstek melalui verzet, tetapi belum ada putusan verstek di Pengadilan Agama Cikarang mengenai nafkah iddah yang diverzet. Untuk
65
Wawancara penulis dengan Dr. Assadurrahman, MH, Cikarang, 15 Januari 2014.
64
putusan cerai talak yang tidak verstek baik secara ex officio majelis hakim menanyakan kepada pemohon dan termohon, maupun dalam gugatan balik melalui rekonvensi amar putusan tentang kewajiban pemberian nafkah iddah selalu ada, selain adanya indikasi termohon tersebut nusyuz.66 Dalam memutuskan perkara kewajiban memberikan nafkah iddah kepada isteri yang dicerai talak, Majelis Hakim Pengadilan Agama Cikarang menimbang bahwa dengan telah dikabulkannya permohonan Pemohon untuk menceraikan isterinya dan berdasarkan pada pasal 149 huruf a dan b Kompilasi Hukum Islam, maka bekas suami wajib memberikan mut‟ah dan nafkah selama masa iddah. Mengenai kewajiban suami untuk tetap memberi nafkah setelah menceraikan isterinya Majelis Hakim Pengadilan Agama Cikarang menggunakan dasar hukum yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 149, yang berisi sebagai berikut. Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib: a. Memberikan mut‟ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang ataupun benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul. b. Memberikan nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak ba‟in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.
66
Wawancara penulis dengan Dr. Assadurrahman, MH, Cikarang, 15 Januari 2014.
65
c. Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separuh apabila qobla al dukhul. d. Memeberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.67 Pasal di atas menunjukkan akibat dari talak suami wajib memberikan mut‟ah yang layak kepada bekas istrinya, memberi nafkah, maskan dan kiswah selama dalam iddah, melunasi mahar yang masih terhutang dan memberikan biaya hadlanah. Dalam pasal 149 huruf (b) jelas bahwa apabila telah jatuh talak ba‟in maka bekas suami tidak wajib memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama dalam iddah. Pada saat pemeriksaan perkara perceraian sedang berjalan, isteri sebagai termohon dapat mengajukan permohonan kepada hakim agar selama proses pemeriksaan perkara berlangsung lebih dulu ditetapkan nafkah iddah yaitu melalui gugatan rekonvensi atau gugatan balik, gugatan rekonvensi tersebut terletak di dalam eksepsi atau jawaban termohon. Rekonvensi yang diajukan isteri sebagai pihak termohon dalam perkara cerai talak diperbolehkan dan tidak menyalahi aturan hukum karena selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat, Pengadilan Agama dapat menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami, menentukan hal-hal yang perlu untuk
67
Tim Citra Umbara, UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 281.
66
menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak, menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama.68 Pemeriksaan yang dilakukan hakim Pengadilan Agama Cikarang terhadap rekonvensi istri pun telah sesuai dengan aturan yang ada. Majelis hakim tidak begitu saja mengabulkan tuntutan istri sebagaimana dalam permohonannya sebelum mendengar keterangan dari pihak suami (termohon) sebagai jawaban atas gugatan istri tersebut. Hal ini didasarkan pada pasal 136 ayat (2) KHI jo pasal 24 ayat (2) PP Nomor 9 Tahun 1975 yang berbunyi: “selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat, Pengadilan Agama dapat: a. Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami. b. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak. c. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama”.69 Dan sesuai dengan aturan pasal 123 (a-b) HIR, rekonvensi diajukan bersama-sama dengan jawaban atas permohonan dari pihak termohon, dan diajukan secara lisan ataupun tulisan, keduanya diperbolehkan yang menjadi inti adalah isi gugatan rekonvensi masih dalam lingkup wewenang Peradilan Agama.
68
69
Wawancara penulis dengan Dr. Assadurrahman, MH, Cikarang, 15 Januari 2014.
Tim Citra Umbara, UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 275.
67
Jadi sebelum pokok perkara diputus, hakim menetapkan lebih dulu berapa nafkah iddah yang harus dibayar suami kepada isteri setiap bulan. Putusan yang seperti ini dapat dijatuhkan hakim mendahului putusan pokok perkara, dan putusan ini mempunyai kekuatan mengikat kepada kedua belah pihak sampai putusan pokok perkara mempunyai kekuatan hukum tetap, hal ini dilakukan hakim untuk menjamin pembayaran nafkah iddah harus diberikan oleh suami. Dalam hal jumlah besarnya nafkah iddah yang harus diberikan memang tidak ada ketentuan yang baku baik dalam hukum Islam maupun hukum perdata di Indonesia yang memuat aturan Undang-undang Perkawinan di Indonesia. Oleh sebab itu dalam menentukan besarnya jumlah nafkah iddah, para hakim Pengadilan Agama Cikarang berbeda-beda putusan antara perkara beda dengan kasus yang sama.70 Cara yang ditempuh oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Cikarang dalam menetukan nafkah iddah adalah dengan menanyakan kepada para pihak yang berperkara. Karena tidak semua pihak sepakat mengenai jumlah besarnya nafkah iddah tersebut, apabila pihak isteri meminta nafkah iddah dengan jumlah yang cukup besar, akan tetapi pihak suami tidak menyanggupi sehingga sudah menjadi hak hakim untuk menentukan jumlah nafkah yang harus dibayarkan oleh suami kepada isteri yang telah diceraikan. Hakim mengambil pertimbangan sesuai dengan kepatutan penghasilan suami, karena tidak mungkin membebankan
70
Wawancara penulis dengan Drs. M. Effendy. H.A, Cikarang, 21 Januari 2014.
68
nafkah iddah isteri yang telah diceraikan kepada suami melebihi kemampuan suami tersebut.71 Langkah yang ditempuh Majelis Hakim Pengadilan Agama Cikarang melihat kemampuan suami melalui pekerjaan dan penghasilan suami setiap harinya yang diperoleh dari pengakuan suami (pemohon), isteri (termohon), dan para saksi yang telah diambil sumpahnya terlebih dahulu. Selain itu hakim dapat meminta suami untuk menunjukan berapa besar penghasilan yang didapat oleh suami dan kemampuan suami dalam memberikan nafkah iddah melalui alat bukti yaitu kuitansi gaji suami tersebut yang dikeluarkan oleh perusahaan dimana tempat ia bekerja. Akan tetapi kemudian dari para pihak dalam perkara ini bersepakat mengenai jumlah nafkah iddah untuk mempercepat proses perkara, sehingga hakim dalam memutus mengenai nafkah iddah berdasarkan kesepakatan para pihak.72 Besarnya nafkah yang dikabulkan oleh Majelis Hakim tergantung pada faktor
permintaan
istri
dan
pertimbangan
kemampuan
suami
dalam
memenuhinya, yang terpenting nafkah tersebut tidak terlalu sedikit, karena akan menyengsarakan istri namun juga tidak terlalu banyak sehingga memberatkan suami. Hakim tidak akan membebani para pihak diluar batas kemampuannya Hukum Islam hanya mengenal konsep ma‟ruf dalam penetapan jumlah nafkah
71
Wawancara penulis dengan Dr. Assadurrahman, MH, Cikarang, 15 Januari 2014.
72
Wawancara penulis dengan Dr. Assadurrahman, MH, Cikarang, 15 Januari 2014.
69
iddah yang harus dibayar suami. Agar dapat menghasilkan putusan tentang besar kecilnya nafkah iddah sesuai dengan konsep ma‟ruf dalam hukum Islam, maka tepatlah langkah hakim Pengadilan Agama Cikarang menggunakan berbagai pertimbangan. Disamping pertimbangan kedua belah pihak, hakim juga mempertimbangkan lokasi tempat tinggal isteri selama masa iddahnya nanti, sebab nafkah iddah adalah tergantung belanja hidup di suatu tempat dengan tempat lain berbeda sehingga keadaan dan kebiasaan yang berlaku di suatu masyarakat menjadi faktor pertimbangan.73 1.
Analisis Putusan Nafkah Iddah Istri Nusyuz Putusan Nomor: 0292/Pdt.G/2013/PA.Ckr Setelah melihat, menimbang dan memeriksa perkara ini, bahwa selama proses pemeriksaan perkara ini berlangsung baik Pemohon maupun Termohon menunjukkan sikap tidak mau lagi untuk melanjutkan dan membina rumah tangga mereka kembali, oleh karena itu Majelis Hakim menetapkan memberi izin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj‟i terhadap Termohon di depan sidang Pengadilan Agama Cikarang. Majelis Hakim mengabulkan permohonan cerai talak Pemohon dengan berpandangan bahwa telah terbukti serta memenuhi alasan perceraian sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam.
73
Wawancara penulis dengan Drs. M. Effendy, H.A, Cikarang, 15 Januari 2014.
70
Dasar hukum yang digunakan hakim dalam menetapkan pemberian nafkah iddah adalah KHI pasal 149 huruf a dan b yang berbunyi: “Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib: a) Memberikan mut‟ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang ataupun benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul. b) Memberikan nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak ba‟in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.” Dalam duduk perkara yang diajukan oleh Pemohon bahwa penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran diantaranya karena Termohon tidak taat dan tidak patuh kepada Pemohon bila diberi saran atau nasehat selalu melawan. Menurut penulis hal ini merupakan indikasi bahwa istri tersebut nusyuz. Nusyuz dapat diartikan sebagai pembangkangan dalam kewajiban terhadap pasangan, dalam makna kedurhakaan yang dilakukan seorang isteri terhadap suaminya, dapat terjadi dalam bentuk penyelewengan dan hal-hal lain yang dapat mengganggu keharmonisan dalam rumah tangga. Dalam proses persidangan pada pokoknya Pemohon mendalilkan bahwa pada awalnya rumah tangga Pemohon dengan Termohon berjalan rukun dan harmonis, namun sejak bulan Juni 2006 rumah tangga Pemohon dan Termohon mulai dirasakan tidak rukun karena sering terjadi perselisihan dan pertengkaran disebabkan karena antara Pemohon dengan Termohon sudah tidak ada komunikasi yang baik lagi dan Termohon tidak menghargai Pemohon sebagai kepala rumah tangga serta Termohon kurang menerima penghasilan Pemohon
71
dan Termohon sering menolak diajak berhubungan suami isteri, maka sejak September 2012 antara Pemohon dengan Termohon telah pisah rumah. Hal tersebut juga dikuatkan oleh keterangan dua orang saksi dalam persidangan. Bahwa jawab menjawab dalam proses persidangan ternyata Termohon mengakui dan membenarkan dalil-dalil permohonan Pemohon dan Termohon tidak keberatan bercerai dengan Pemohon. Tetapi Hakim dalam memeriksa perkara ini beranggapan bahwa tidak terjadi nusyuz yang dilakukan oleh Termohon, sehingga Termohon tetap mendapatkan haknya dalam kewajiban pemberian nafkah iddah. Kemudian
Pemohon telah menyatakan di dalam repliknya akan
memberikan nafkah selama masa iddah dan mut‟ah sebesar Rp. 1.000.000, terhadap Termohon, maka berdasarkan kesanggupan tersebut Majelis Hakim menetapakan menghukum Pemohon untuk membayar nafkah selama masa iddah tiga bulan dan mut‟ah sebesar Rp. 1.000.000, kepada Termohon. Bahwa dalam jawaban secara tertulis, Termohon meminta uang iddah selama masa iddah dan mut‟ah berupa uang sedangkan besarannya diserahkan pada Pemohon saja, karena Pemohon punya gaji Rp.1.300.000,/bulan diluar bonus marketing. Kemudian bahwa terhadap jawaban Termohon tersebut Pemohon telah menyampaikan replik secara lisan yang pada pokoknya Pemohon tetap pada permohonan dan Pemohon sanggup dan akan memberikan nafkah iddah kepada Termohon selama masa iddah 3 bulan sesuai kesanggupan sebesar Rp. 600.000, dan mut‟ah sebesar Rp. 400.000.
72
Pertimbangan Hakim dalam menetapkan besarnya nafkah iddah menurut penulis sudah tepat. Hakim menetapkan Pemohon untuk membayar nafkah selama masa iddah sebesar Rp. 600.000, jumlah tersebut dirasa sanggup dipenuhi oleh Pemohon yang sehari-hari bekerja sebagai karyawan swasta yang berpenghasilan sebesar Rp. 1.300.000 setiap bulannya. Nafkah iddah tersebut juga tidak terlalu kecil jumlahnya, karena jika terlalu kecil jumlahnya maka akan menyengsarakan mantan isteri dalam memenuhi
kebutuhannya setelah
perceraian. Dalam putusannya majelis hakim Memberi izin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj‟i terhadap Termohon didepan sidang Pengadilan Agama Cikarang dan menghukum Pemohon untuk membayar nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 600.000, dan mut‟ah sebesar Rp. 400.000, kepada Termohon. Putusan Nomor: 1046/Pdt.G/2013/PA.Ckr Dalam memeriksa perkara ini Majelis Hakim berpendapat, bahwa permohonan Pemohon telah memenuhi unsur pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 jo pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam yang mengisaratkan bahwa antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Oleh karena itu Majelis Hakim menetapkan memberi izin kepada Pemohon untuk menjatuhkan thalaq satu Raj‟i terhadap Termohon didepan sidang Pengadilan Agama Cikarang.
73
Dalam duduk perkara yang diajukan oleh Pemohon bahwa penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran disebabkan karena Termohon kurang menghargai Pemohon sebagai suami dan Termohon pernah berani menampar wajah Pemohon serta Termohon pernah mencoba mau bunuh diri. Menurut penulis hal ini merupakan indikasi bahwa istri tersebut nusyuz. Nusyuz ialah suatu sikap dimana isteri merasa dirinya lebih tinggi dari suami, sehingga ia tidak menunaikan kewajibannya, dan keduanya saling membenci. Kemudian Nusyuz dapat diartikan sebagai pembangkangan dalam kewajiban terhadap pasangan, dalam makna kedurhakaan yang dilakukan seorang isteri terhadap suaminya, dapat terjadi dalam bentuk penyelewengan dan hal-hal lain yang dapat mengganggu keharmonisan dalam rumah tangga. Tetapi Hakim dalam memeriksa perkara ini beranggapan bahwa tidak terjadi nusyuz yang dilakukan oleh Termohon, sehingga Termohon tetap mendapatkan haknya dalam kewajiban pemberian nafkah iddah. Padahal dalam proses persidangan dari jawabannya ternyata Termohon telah mengakui dan membenarkan bahwa rumah tangganya dengan Pemohon sudah tidak rukun dan harmonis dan telah terjadi perselisihan dan pertengkaran dan telah pisah rumah sejak bulan Maret 2012 tidak pernah berkumpul lagi dan Termohon tidak keberatan diceraikan oleh Pemohon. Pada Rekonvensi, Penggugat dalam jawabannya menuntut nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp.1.000.000, dan mut‟ah sebesar Rp. 500.000, sertas nafkah seorang anak setiap bulan sebesar Rp. 1.500.000, sedangkan
74
Tergugat dalam repliknya menyatakan sanggup untuk memberikan nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 1.000.000, dan mut‟ah sebesar Rp. 500.000, sedangkan mengenai nafkah anak Tergugat hanya sanggup memberi setiap bulan sebesar Rp.500.000, dengan alasan bahwa Penghasilan setiap bulan dari gaji sebesar Rp. 2.000.000, maka dalam hal ini Majelis Hakim mempertimbangkan berdasarkan dari jawab menjawab dipersidangan bahwa perceraian ini merupakan keinginan dari Tergugat sendiri dan permohonan Pemohon dalam konvensi telah dikabulkan maka berdasarkan pada pasal 149 huruf (a) dan (b) Kompilasi Hukum Islam bekas suami wajib memberikan mut‟ah, nafkah iddah, maka berdasarkan hal tersebut Majelis Hakim dapat menetapkan mut‟ah, nafkah iddah, sesuai dengan kesanggupan Tergugat yang dianggap wajar dan patut serta tidak memberatkan kepada Tergugat sebagai berikut: Mut‟ah,
sebesar Rp. 500.000, Nafkah selama masa iddah 3 bulan
sebesar Rp. 1.000.000. Bahwa inti
putusan perkara ini yaitu dalam konpensi memberi izin
kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj‟i terhadap Termohon didepan sidang Pengadilan Agama Cikarang. Dan dalam putusan rekonvensi yaitu menghukum Tergugat untuk membayar Nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 1.000.000,- dan mut‟ah, sebesar Rp. 500.000, terhadap Penggugat. Pertimbangan Hakim dalam menetapkan besarnya nafkah iddah menurut penulis sudah tepat. Hakim menetapkan Pemohon untuk membayar nafkah selama masa iddah sebesar Rp. 1.000.000, jumlah tersebut dirasa sanggup
75
dipenuhi oleh Pemohon yang dalam pengakuannya Pemohon sehari-hari bekerja sebagai karyawan swasta yang berpenghasilan sebesar Rp. 2.000.000 setiap bulannya. Nafkah iddah tersebut juga tidak terlalu kecil jumlahnya, karena jika terlalu kecil jumlahnya maka akan menyengsarakan mantan isteri dalam memenuhi kebutuhannya setelah perceraian. 2.
Analisis Putusan Nafkah Iddah Isteri Tidak Nusyuz Putusan: Nomor : 0510/Pdt.G/2013/PA.Ckr Dalam memeriksa perkara ini, bahwa selama proses pemeriksaan perkara ini berlangsung baik Pemohon maupun Termohon menunjukkan sikap tidak mau lagi untuk melanjutkan dan membina rumah tangga mereka kembali oleh karena itu Majelis Hakim menetapkan memberi izin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj‟i terhadap Termohon di depan sidang Pengadilan Agama Cikarang. Majelis Hakim mengabulkan permohonan cerai talak Pemohon dengan berpandangan bahwa telah terbukti serta memenuhi alasan perceraian sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam. Dalam duduk perkara yang diajukan oleh Pemohon bahwa penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran diantaranya karena Termohon tidak taat dan tidak patuh kepada Pemohon dan Termohon suka berkata kasar kepada Pemohon serta antara Pemohon dan Termohon memiliki sifat egois dan keras kepala. Memang hal ini merupakan indikasi bahwa istri tersebut nusyuz. Nusyuz
76
dapat diartikan sebagai pembangkangan dalam kewajiban terhadap pasangan, dalam makna kedurhakaan yang dilakukan seorang isteri terhadap suaminya, dapat terjadi dalam bentuk penyelewengan dan hal-hal lain yang dapat mengganggu keharmonisan dalam rumah tangga. Tetapi setelah diadakan pemeriksaan dalam persidangan ternyata Termohon membantah bukan penyebab perselisihan karena Termohon tidak taat dan patuh kepada Pemohon yang menjadi penyebab terjadinya perselisihan itu karena Pemohon pacaran lagi dengan wanita lain, tapi mengakui dan membenarkan bahwa sering terjadi perselisihan antara Pemohon dan Termohon dan Termohon tidak keberatan bercerai dengan Pemohon. Penulis beranggapan bahwa pertengkaran dan perselisihan terjadi disebabkan karena dari pihak Pemohon (suami) yang selingkuh dan mempunyai wanita idaman lain. Maka menurut penulis pertimbangan Hakim sudahlah tepat untuk memberikan hak nafkah iddah kepada Termohon karena tidak adanya indikasi nusyuz yang dilakukan oleh Termohon. Bahwa dengan telah dikabulkannya permohonan Pemohon untuk menceraikan isterinya dan berdasarkan pada pasal 149 huruf a dan b Kompilasi Hukum Islam, maka bekas suami wajib memberikan mut‟ah dan nafkah selama masa iddah terhadap Termohon, dan Pemohon telah menyatakan di dalam repliknya akan memberikan nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 2.100.000, dan mut‟ah berupa cincin emas 24 karat seberat 4 gram kepada Termohon Konpensi/ Penggugat Rekonpensi, maka berdasarkan kesanggupan
77
tersebut Majelis Hakim menetapakan menghukum Pemohon Konpensi/ Tergugat Rekonpensi untuk membayar nafkah selama masa iddah tiga bulan sebesar Rp. 2.100.000, dan mut‟ah berupa cincin emas 24 karat seberat 4 gram, kepada Termohon Konpensi/ Penggugat Rekonpensi. Pada inti putusan majelis hakim dalam perkara ini adalah dalam konpensi yaitu memberi izin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj‟i terhadap Termohon didepan sidang Pengadilan Agama Cikarang. Dan dalam Rekonpensi yaitu menghukum Tergugat untuk membayar uang iddah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 2.100.000, dan Mut‟ah berupa cincin emas 24 karat seberat 4 gram kepada Penggugat. Pertimbangan Hakim dalam menetapkan besarnya nafkah iddah menurut penulis sudah tepat. Hakim menetapkan Pemohon untuk membayar nafkah selama masa iddah sebesar Rp. 2.100.000, jumlah tersebut dirasa sanggup dipenuhi oleh Pemohon. Dalam bukti surat (P.3) yaitu foto copy penghasilan Payslip & Confidenti atas nama Pemohon take home pay atau penghasilan Pemohon sebesar Rp. 2.521.548 setiap bulannya. Nafkah iddah tersebut juga tidak terlalu kecil jumlahnya, karena jika terlalu kecil jumlahnya maka akan menyengsarakan mantan isteri dalam memenuhi
kebutuhannya setelah
perceraian. Putusan Nomor : 0633/Pdt.G/2013/PA.Ckr Dalam memeriksa perkara ini Majelis Hakim berpendapat, bahwa permohonan Pemohon telah memenuhi unsur pasal 19 huruf (f) Peraturan
78
Pemerintah No. 9 tahun 1975 jo pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam yang mengisaratkan bahwa antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Dalam duduk perkara yang diajukan oleh Pemohon bahwa penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran diantaranya karena Termohon tidak taat dan tidak patuh kepada Pemohon, bila diberi saran selalu melawan dan termohon pernah memfitnah Pemohon. Menurut penulis hal ini merupakan indikasi bahwa istri tersebut nusyuz. Tetapi dalam proses persidangan melalui jawabannya ternyata Termohon telah mengakui dan membenarkan bahwa rumah tangganya dengan Pemohon sudah tidak rukun dan harmonis dan telah terjadi pertengkaran tapi penyebabnya bukan dari Termohon tapi dari Pemohon sendiri dimana Pemohon pamit mau ke Solo dan dari Solo Pemohon tidak pulang lagi ke rumah Termohon tapi pulang kerumah anaknya, dan sampai sekarang pisah rumah selama 3 tahun. Menurut Penulis pertimbangan Hakim sudah tepat dalam memberikan hak Termohon untuk mendapatkan nafkah selama masa iddah sebegai konsekuensi dikabulkannya permohonan cerai talak oleh Pemohon. Hakim dalam memeriksa perkara ini beranggapan bahwa tidak terjadi nusyuz yang dilakukan oleh Termohon, dan dalam persidangan tidak terbukti semua tuduhan untuk Termohon, sebab perselisihan dan pertengkaran diawali oleh sikap Pemohon,
79
sehingga Termohon tetap mendapatkan haknya dalam kewajiban pemberian nafkah iddah. Bahwa Penggugat dalam jawabannya menuntut nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp.30.000.000, dan mut‟ah sebesar Rp. 30.000.000, sedangkan Tergugat dalam repliknya menyatakan sanggup untuk memberikan nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 1.500.000, dan mut‟ah sebesar Rp. 1.500.000, dalam hal ini Majelis Hakim mempertimbangkan berdasarkan dari jawab menjawab dipersidangan bahwa perceraian ini merupakan keinginan dari Tergugat sendiri dan permohonan Pemohon dalam konvensi telah dikabulkan maka berdasarkan pada pasal 149 huruf (a) dan (b) Kompilasi Hukum Islam bekas suami wajib memberikan mut‟ah, nafkah iddah, maka berdasarkan hal tersebut Majelis Hakim dapat menetapkan mut‟ah, nafkah iddah, yang dianggap wajar dan patut serta tidak memberatkan kepada Tergugat sebagai berikut: Mut‟ah, sebesar Rp. 1.500.000, Nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 3.000.000. Dalam perkara ini Majelis Hakim pada intinya memutuskan dalam konpensi yaitu memberi izin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj‟i terhadap Termohon didepan sidang Pengadilan Agama Cikarang. Dan dalam putusan rekonpensi Menghukum Tergugat untuk membayar Nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 3.000.000,- dan mut‟ah, sebesar Rp. 1.500.000, terhadap Penggugat.
80
C. Pelaksanaan Putusan Nafkah Iddah di Pengadilan Agama Cikarang Prosedur paling akhir dari suatu perkara di Pengadilan Agama adalah pelaksanaan putusan, karena setiap perkara yang masuk ke pengadilan mempunyai tujuan mendapatkan putusan yang seadil-adilnya. Tidak terkecuali perkara yang mengandung unsur nafkah iddah juga menginginkan keadilan, karena perceraian yang terjadi akibat adanya talak dari suami terhadap isterinya, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 41 (c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban suami kepada mantan isterinya, hal ini karena setiap manusia membutuhkan biaya untuk hidup tidak terkecuali isteri yang sedang menjalani masa iddah, sehingga kebutuhan akan hidup itu harus tetap terjamin. Adapun cara pembayaran nafkah iddah setelah putusan Pengadilan Agama, menganut dua cara yaitu secara sukarela dimana pihak yang dibebani kewajiban membayar nafkah iddah bersedia melaksanakan putusan Pengadilan Agama tanpa paksaan, hal ini akan memudahkan semua pihak, terutama pihak isteri yang mempunyai hak nafkah iddah, dan yang kedua dengan cara paksa memalui proses eksekusi oleh pengadilan.74 Pelaksanaan putusan nafkah iddah yaitu dengan cara pembayaran nafkah iddah dilakukan di depan persidangan, yaitu pada saat sidang ikrar talak suami. 74
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan agama, Cet-3 (Jakarta: Kencana, 2005), h. 314.
81
Sebelum suami mengucapkan ikrar talaknya di depan sidang Pengadilan, suami terlebih dahulu harus memenuhi kewajibannya terhadap nafkah iddah bagi isteri yang ditalaknya. D. Upaya Pengadilan Agama Cikarang Untuk Terlaksananya Pembayaran Nafkah Iddah. Upaya yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Cikarang untuk terlaksananya pembayaran nafkah iddah dilakukan dengan upaya pendekatan baik-baik sesuai kesepakatan para pihak yang berperkara, agar tidak memberatkan salah satu pihak sehingga akan tercipta rasa keadilan dan untuk menjamin pelaksanaan Peradilan yang seadil-adilnya. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Cikarang dengan mengadakan pendekatan persuasif akibat belum dipenuhinya kewajiban nafkah iddah, tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan apapun.75 Adapun upaya yang dilakukan oleh Majelis Hakim yang bertujuan untuk menjamin kepastian pembayaran nafkah iddah yang merupakan hak-hak isteri setelah dikabulkannya talak suami, upaya tersebut dilakukan sebelum suami mengucapkan ikrar talaknya terhadap isteri di Pengadilan Agama. Hak ex officio yang diberikan pada hakim Pengadilan Agama, merupakan lex specialis dari asas peradilan perdata yang melarang hakim menjatuhkan putusan atas hal yang tidak dituntut, atau memberikan lebih dari yang diminta, sebagaimana yang diatur
75
Wawancara penulis dengan Dr. Assadurrahman, MH, Cikarang, 15 Januari 2014.
82
dalam pasal 178 ayat (3) HIR. Ketentuan ini dimaksudkan untuk terwujudnya perceraian yang adil dan ikhsan dan agar mantan isteri yang akan diceraikan suaminya jangan sampai menderita karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya setelah perceraian. Dalam wawancara kepada Hakim Pengadilan Agama Cikarang, bahwa upaya hakim untuk memberikan perlindungan kepada isteri terhadap kewajiban pembayaran nafkah iddah oleh suami yaitu dengan cara pembayaran nafkah iddah dilakukan di depan persidangan, yaitu pada saat sidang ikrar talak suami. Sebelum suami mengucapkan ikrar talaknya di depan sidang Pengadilan, suami terlebih dahulu harus memenuhi kewajibannya terhadap nafkah iddah bagi isteri yang ditalaknya. Kemudian prakteknya kewajiban pemohon tersebut ada yang ditunaikan sebelum atau sesaat setelah sidang pengucapan ikrar talak.76 Upaya sebelum ikrar talak suami di depan sidang pengadilan, yaitu dilakukan dengan cara pembayaran nafkah iddah di depan persidangan atau menitipkan pada kasir Pengadilan Agama untuk diserahkan kepada pihak isteri. Apabila suami (pemohon) belum bisa membayar atau menunda pembayaran nafkah iddah maka Majelis Hakim dapat menunda sidang pengucapan ikrar talak.77
76
Wawancara penulis dengan Dr. Assadurrahman, MH, Cikarang, 15 Januari 2014.
77
Wawancara penulis dengan Drs. M. Effendy,H.A. Cikarang, 21 Januari 2014.
83
Ketika sebuah perkara permohonan cerai talak dikabulkan dan putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka Pengadilan Agama dapat mengadakan sidang penyaksian ikrar talak, sejak itulah perceraian terjadi dan ikatan perkawinan antara suami istri menjadi putus. Dalam praktek, ketika Pengadilan Agama menggelar sidang penyaksian ikrar talak untuk memberi kesempatan kepada Pemohon mengikrarkan talaknya kepada Termohon sebagaimana isi amar putusan tersebut, Termohon menyatakan dirinya siap untuk menerima talak dari Pemohon dan sekaligus meminta kepada Pemohon agar setelah ikrar talak diucapkan, Pemohon segera pula menyerahkan kepadanya semua yang menjadi haknya sebagaimana dinyatakan dalam amar putusan tersebut, namun sering sekali keinginan Termohon tersebut tidak bisa dipenuhi karena Pemohon dengan berbagai alasan menyatakan dirinya belum siap memenuhi perintah putusan tersebut. Pada waktu sidang ikrar talak, apabila suami masih belum mampu melunasi seluruh kewajibannya, maka hakim meminta pendapat istri. Jika istri tidak keberatan ikrar talak diucapkan walaupun haknya belum diterima, maka ikrar talak dilaksanakan. Sedangkan jika istri keberatan, maka sidang ditunda untuk memberi jeda waktu (kesempatan) suami memenuhi kewajibanya.78 Lama penundaan persidangan sesuai dengan kesediaan suami dengan syarat tidak melebihi tempo enam bulan. Jika tenggang waktu enam bulan hampir habis dan suami belum melaporkan diri ke kepaniteraan, maka pihak 78
Wawancara penulis dengan Dr. Assadurrahman, MH, Cikarang, 15 Januari 2014.
84
Pengadilan mengirimkan surat panggilan sidang kepada kedua pihak dengan jadwal yang ditentukan Pengadilan.79 Untuk menghindari terjadinya penundaan pengucapan ikrar talak dari Pemohon terhadap Termohon akibat ketidaksiapan Pemohon membayar/ melunasi kewajiban materinya terhadap Termohon maka majelis hakim yang menangani perkara tersebut sejak awal proses persidangan perkara ini harus aktif mengingatkan kepada Pemohon tentang adanya kewajiban yang lahir sebagai konsekuensi hukum akibat permohonan talak yang dia ajukan, majelis hakim wajib menjelaskan kepada Pemohon tentang hal tersebut hingga pelaksanaan kewajiban tersebut kelak akan dilaksanakan Pemohon dengan kesadaran sendiri dan sukarela atas dasar perintah agama, bukan dipaksakan. Adalah lebih baik jika kuantitas/besaran
uang
yang
menjadi
kewajiban
Pemohon
sudah
dimusyawarahkan dan atau disepakati oleh para pihak yang berperkara hingga tidak memberatkan bagi pihak suami.80 Ketika Termohon tetap bersikukuh menuntut agar haknya segera dipenuhi oleh Pemohon segera setelah ikrar diucapkan atau menunda dulu pelaksanaan ikrar talak dari Pemohon, maka pengadilan biasanya tetap memberikan kesempatan kepada Pemohon mengikrarkan talaknya terhadap Termohon dengan
79
Wawancara penulis dengan Dr. Assadurrahman, MH, Cikarang, 15 Januari 2014.
80
Wawancara pribadi dengan Drs. M. Effendy, H.A, Cikarang, 21 Januari 2014.
85
dalih sesuai ketentuan hukum acara hak Termohon tersebut dapat diajukan secara tersendiri melalui lembaga eksekusi. Disaat Pemohon telah diberi kesempatan untuk menggunakan haknya mengikrarkan talak terhadap Termohon maka keduanya (Pemohon dan Termohon) telah menemukan kepastian hukum bagi status perkawinan mereka dan Pemohon telah pula memperoleh keadilan karena haknya telah terpenuhi, namun bagi Termohon putusan dianggap belum bermanfaat dan tidak adil karena dirinya belum memperoleh haknya sebagaimana dinyatakan dalam putusan tersebut. Apabila Pemohon beritikat buruk meskipun ia mampu membayar sesuai dengan isi putusan tersebut, akan tetapi ia tidak mau membayar, sehingga putusan hakim banyak yang tidak dilaksanakan, pada akhirnya putusan-putusan seperti itu dianggap sebagai putusan yang tidak berguna. Secara yuridis, Termohon belum kehilangan haknya sama sekali untuk memperoleh haknya atas nafkah iddah sebagaimana disebut dalam putusan, terbuka kesempatan baginya untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan agar dilakukan eksekusi terhadap Pemohon. Namun dalam prakteknya hal ini amat jarang dilakukan oleh Termohon karena beberapa sebab diantaranya: 81 1. Eksekusi memerlukan posedur yang cukup rumit dan waktu yang relatif lama. 2. Eksekusi memerlukan biaya yang relatif besar.
81
Wawancara penulis dengan Dr. Assadurrahman, MH, Cikarang, 15 Januari 2014.
86
3. Sering ditemukan nilai nominal uang/benda yang akan dieksekusi dianggap kurang ekonomis dibanding waktu dan biaya yang digunakan untuk memperolehnya. E. Analisis Hukum Pelaksanaan Putusan dan Upaya Pengadilan Agama Cikarang Untuk Terlaksananya Pembayaran Nafkah Iddah Pelaksanaan pembayaran nafkah isteri oleh mantan suami, dilakukan setelah ada putusan sebab putusan mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dapat dijalankan atau dilaksanakan. Kekuatan tersebut ada berdasarkan kepala putusan yang berbunyi:”demi keadilan berdasarkan keTuhanan Yanga Maha Esa”. Apabila tidak dicantumkan kata-kata tersebut maka putusan yang dijatuhkan oleh hakim itu tidak dapat dilaksanakan eksekusinya seperti yang termuat dalam pasal 4 ayat 1 undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 jo pasal 57 ayat 1 Undang-undang nomor 7 Tahun 1989.82 Hal ini tidak berarti pihak pengadilan melarang suami membayar kewajibannya sebelum ada putusan yang sah namun secara logika seseorang belum mengetahui berapa yang harus dibayar sebelum ada keputusan yang pasti.83 Pelaksanaan putusan nafkah iddah yaitu dengan cara pembayaran nafkah iddah dilakukan di depan persidangan, yaitu pada saat sidang ikrar talak suami. 82
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2008) Cet-5, h. 310. 83
205.
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Yogyakarta: Liberti, 1998), h.
87
Sebelum suami mengucapkan ikrar talaknya di depan sidang Pengadilan, suami terlebih dahulu harus memenuhi kewajibannya terhadap nafkah iddah bagi isteri yang ditalaknya. Dalam prakteknya kewajiban pemohon tersebut ada yang ditunaikan sebelum atau sesaat setelah sidang pengucapan ikrar talak, hal ini dilakukan untuk menjamin hak-hak perempuan. Secara yuridis dapat dipahami bahwa isi putusan konpensi tentang ikrar talak eksekusinya adalah dengan cara membuka sidang ikrar talak. Sedangkan isi putusan rekonpensi eksekusinya adalah dengan cara eksekusi pembayaran sejumlah uang sebagaimana diatur dalam pasal 196 HIR/208 RBg. Dengan demikian putusan konpensi dan putusan rekonpensi dapat dipahami sebagai isi putusan yang masing-masing berdiri sendiri, apabila tidak ada klausula yang mengaitkan kedua isi putusan tersebut, maka keduanya tetap berdiri sendiri. Maka dengan tidak dipenuhinya isi putusan rekonpensi tidak dapat menghalangi pelaksanaan isi putusan konpensi. Penundaan sidang ikrar talak yang dilakukan majelis hakim Pengadilan Agama Cikarang jika istri keberatan di talak sebelum menerima hak nafkah iddahnya, maka hal tersebut sudah sesuai dengan UU No. 7 Tahun 1989. Sebab sidang ikrar talak sebagai perwujudan eksekusi ikrar talak, boleh dilakukan kapanpun selama tidak lebih dari enam bulan semenjak putusan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap. Sebagaimana dalam pasal 70 ayat (6) UU No.7 Th.1989 yang berbunyi: “Jika suami dalam tenggang waktu enam bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak, tidak menghadap sendiri atau
88
tidak mengirimkan wakilnya meskipun telah mendapatkan panggilan secara sah dan patut, maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.”84 Pihak yang dirugikan apabila putusan Pengadilan Agama tidak dilaksanakan dalam hal ini adalah isteri karena nafkah iddahnya tidak dibayarkan oleh suami, sehingga nafkah iddah tersebut dapat dimohonkan eksekusi, adapun jenis eksekusi yang berkaitan pembayaran mut‟ah dan nafkah iddah adalah eksekusi pembayaran sejumlah uang, yang dasar hukumnya adalah Pasal 197200 HIR dan Pasal 208-218 R.Bg. Apabila amar putusan berisi penghukuman pembayaran sejumlah uang, berarti tergugat dipaksa untuk melunasi sejumlah uang kepada Penggugat dengan jalan menjual lelang harta kekayaan Tergugat. 85 Eksekusi pembayaran nafkah iddah di Pengadilan Agama akan melalui beberapa tahapan yaitu: Permohonan eksekusi, membayar biaya eksekusi, aanmaning (sidang teguran), penetapan sita eksekusi, penetapan perintah eksekusi, pengumuman lelang, permintaan lelang, pendaftaran permintaan lelang, penetapan hari lelang, penetapan syarat lelang dan floor price, tata cara penawaran, pembeli lelang dan menentukan pemenang, pembayaran harga lelang barang hasil sita eksekusi mut‟ah dan nafkah iddah. Tata cara tersebut dilakukan agar sesuai peraturan yang ada sehingga tidak melanggar hukum serta lebih 84
A. Basiq Djalil, Peradilan Agama di indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 207. 85
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2005) Cet-3, hal. 314.
89
memudahkan dan mampu memenuhi hak-hak isteri yang telah diceraikan berupa mut‟ah dan nafkah iddah.86 Upaya pendekatan persuasif yang dilakukan oleh pihak Pengadilan akibat belum dipenuhinya kewajiban nafkah istri, tidak berdasarkan peraturan tertulis apapun, baik perundang-undangan, SK Mahkamah Agung, SK Pengadilan Tinggi Agama, maupun SK Pengadilan Agama. Apa yang dilakukan oleh hakim tersebut tidak bertentangan dengan hukum. Sebab pada asasnya seorang hakim harus membantu para pihak karena dalam perkara perdata Pengadilan membantu para pencari keadilan, dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala rintangan dan hambatan, untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, yang didasarkan pada pasal 5 ayat (2) Undang-undang No.14 Th.1970 jo pasal 58 ayat (2) Undang-undang no.7 Th.1989. Hal ini tidak bertentangan dengan aturan perundang-undangan di Indonesia yang menganut aliran Rechtvinding, yang berarti bahwa hakim dalam memutuskan sesuatu disamping berpegangan pada Undang-undang juga pada hukum lain yang berlaku dimasyarakat. Aliran ini berpandangan bahwa: a. Undang-undang tidak dapat menyelesaikan tiap permasalahan yang timbul, sebab Undang-undang tidak dapat terperinci (mendetail) melainkan hanya memberikan algemeene rehhtlijnen (pedoman umum) saja. b. Undang-undang tidak dapat sempurna.
86
Musthofa, Kepaniteraan Peradilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2005) Cet-1, hal. 112.
90
c.
Undang-undang tidak dapat lengkap dan tidak dapat mencakup segala-galanya, di sana-sini selalu ada leemten (kekosongan dalam undang- undang).87 Secara hukum tidak ada aturan yang mengharuskan adanya pembayaran nafkah iddah secara tunai. Apabila suami yang tidak mau membayar secara keseluruhan kewajiban memberi nafkahnya, kemudian ia meminta keringanan kepada pihak Pengadilan agar dapat dibayarkan dengan cara dicicil, hal ini diperbolehkan sebab pertimbangan lain karena nafkah biasanya dibayar secara berkala untuk jangka waktu tertentu, seperti dalam jangka sebulan sekali atau satu minggu sekali sehingga pembayaran nafkah iddah untuk tiga bulan sewajarnya tidak sekaligus dibayar. Untuk membuktikan pembayaran nafkah iddah petugas keuangan atau kasir di Pengadilan Agama Cikarang mendapat tugas tambahan selain yang diatur dalam pola Bindalmin (Pembinaan dan Pengendalian Administrasi Pengadilan Agama), yaitu menerima pembayaran nafkah iddah oleh suami, selanjutnya setalah itu akan diberikan lagi kepada pihak isteri pada saat sidang ikrar talak. Apabila pihak suami sudah membayarkan kewajiban nafkah iddahnya maka dicatat dengan kuitansi sebagai tanda terimanya.88 Tugas seperti ini walaupun tidak diatur dalam Undang-undang tetapi juga tidak menyalahinya.
87
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), h. 89-90.
88
Wawancara penulis dengan R. Jaya Rahmat, S.Ag, M.Hum. Cikarang, 15 Januari 2014.
91
Faktor
ekonomi
pihak
suami
berpengaruh
dalam
terlaksananya
pembayaran kewajiban nafkah iddah kepada pihak isteri. Apabila mantan suami mempunyai penghasilan yang cukup, maka pembayaran nafkah iddah dapat berjalan dengan lancar. Sebaliknya apabila mantan suami berpenghasilan hanya sedikit pembayaran kewajiban nafkah iddah sulit untuk dilaksanakan ditambah lagi oleh faktor suami sudah mempunyai isteri lagi.89 Jika melihat suami yang tidak bisa membayar nafkah iddah secara keseluruhan, kemudian sudah habis jangka waktu yang diberikan dan ia tetap tidak dapat melunasi nafkah iddah tersebut, maka solusinya yang dapat diambil adalah hakim akan melakukan pendekatan secara baik-baik dengan pihak pemohon menanyakan apa pekerjaannya dan berapa penghasilannya, apabila mantan suami masih belum sanggup membayar dengan alasan tidak mempunyai uang, maka hakim akan meminta mantan suami untuk mengeluarkan dompetnya di hadapan sidang dan menanyakan berapa jumlah uang yang ada di dompetnya sekarang dan setelah itu hakim meminta mantan suami untuk mengeluarkan uangnya serta memberikan uang tersebut kepada mantan isterinya, memang tidak semua hakim melakukan hal tersebut namun hal tersebut jika sangat terpaksa dapat digunakan. Hal tersebut diatas dilakukan tentunya atas persetujuan kedua
89
Wawancara penulis dengan Dr. Assadurrahman, MH, Cikarang, 15 Januari 2014.
92
belah pihak dan tidak ada paksaan dan biasanya isteri sudah dapat menerima dengan penuh pengertian dan keikhlasan.90 Memang tidak ada peraturan yang mengatur sanksi hukum bagi suami yang enggan membayar nafkah isteri sebagai kompensasi dikabulkannya permohonan izin mentalak isteri. Jika kemudian suami tidak mau memenuhi kewajibannya, maka menurut madzhab Syafi‟i nafkah tersebut menjadi hutang suami yang harus dipertanggung jawabkan. Hutang nafkah tersebut adalah hutang yang sah, tidak akan gugur kecuali kalau telah dilunasi atau dibebaskan.91 Upaya dan langkah-langkah yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Cikarang untuk terlaksananya pembayaran nafkah iddah dianggap sudah efektif. Sebab sampai penulis melakukan penelitian ini, belum ada pengajuan permohonan eksekusi yang diajukan oleh mantan isteri terhadap nafkah iddah yang belum dibayarkan oleh pihak pemohon dalam hal ini mantan suami.
90
91
Wawancara pribadi dengan R. Jaya Rahmat, S.Ag, M.Hum, Cikarang, 21 Januari 2014.
Sayyid Abiq, Fikih Sunnah Jilid 8, (Bandung: PT. Al-Maarif, 1980), h. 160.
93
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Agama Cikarang dalam putusan perkara nafkah iddah yaitu menggunakan dasar hukum KHI pasal 149 huruf a dan b yang berbunyi: “Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib: a) Memberikan mut‟ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang ataupun benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul. b) Memberikan nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak ba‟in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.” Mengenai jumlah besarnya nafkah iddah yang harus diberikan memang tidak ada ketentuan yang baku baik dalam hukum Islam maupun hukum perdata di Indonesia yang memuat aturan Undang-undang Perkawinan di Indonesia. Oleh sebab itu dalam menentukan besarnya jumlah nafkah iddah, para hakim Pengadilan Agama Cikarang berbeda-beda putusan antara perkara beda dengan kasus yang sama. Besarnya nafkah yang dikabulkan oleh Majelis Hakim tergantung pada faktor permintaan istri dan pertimbangan kemampuan suami dalam memenuhinya. 2. Pelaksanaan putusan Pengadilan Agama terkait nafkah iddah menganut dua cara yaitu: secara sukarela pada saat sidang ikrar talak dan yang kedua dengan cara paksa memalui proses eksekusi oleh pengadilan. Pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi apabila putusan Pengadilan Agama tidak 93
94
dilaksanakan. Jika suami tidak menjalankan atau membayar hak isteri berupa nafkah iddah, maka suami dipaksa untuk membayar sebelum pengucapan ikrar talak. Upaya Pengadilan Agama Cikarang untuk terlaksananya pembayaran nafkah iddah adalah dengan cara pendekatan baik-baik kepada para pihak agar tidak memberatkan salah satu pihak sehingga akan tercipta rasa keadilan dan untuk menjamin pelaksanaan Peradilan yang seadil-adilnya. Dan upaya tersebut tidak berdasarkan peraturan tertulis apapun, baik perundang-undangan, SK Mahkamah Agung, SK Pengadilan Tinggi Agama, maupun SK Pengadilan Agama. B. Saran 1. Hendaklah langkah-langkah hukum yang dilakukan adalah langkah-langkah yang efektif dan efisien serta memberi keadilan kepada semua pihak. Sebab upaya hukum pengajuan eksekusi bagi istri untuk menuntut hak nafkahnya dari suami setelah perceraian dalam prakteknya tidak mungkin untuk dilaksanakan karena beberapa hal. 2. Hendaknya dibuat suatu peraturan yang mengatur sanksi hukum bagi suami yang enggan membayar nafkah istri sebagai kompensasi dikabulkannya permohonan izin mentalak istri, sebab perangkat hukum yang ada sekarang ini masih belum dapat memberikan jaminan terpenuhinya hak istri setelah ia diceraikan suaminya. Dalam kasus perceraian, istri berada dalam posisi yang lemah, sebab ia harus menaggung akibat hukum putusnya perceraian seperti menjalani iddah.
95
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Al Karim A. Rasjid, Roihan. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: Rajawali Pers, 1991. Adi, Rianto. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, edisi III. Jakarta: Granit, 2010. Al Fauzan, Saleh. Fiqih Sehari-hari. Jakarta: Gema Insani, 2006. Al Juzairi. Fiqih Ala Madzahib Al Arba‟ah Juz IV. Beirut: Darul Kutub Al Ilmiyah, 1990. Al-Barudi, Syeikh Imad Zaki. Tafsir Wanita. Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2007. al-Husain, Abdullah Ibn Hasan. Zadu Al-Mukhtaj bi Syahri al-Minhaj. Beirut: Al-Maktabah al-Isriyah, t.t. Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum, cet.II. Jakarta: Sinar Grafika, 2010. Al-Jaziri, Abdurrahman. Kitab Fiqh „ ala Madzhab al-Arba‟ah, Juz 4, Beirut: t. tp., 1969. an-Nawawi, Muhammad bin Umar, Uqudulijain. Semarang: Pustaka Alawiyah, 1995. Artho, Mukti. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. Asmawi, Mohammad. Nikah: Dalam Perbincangan dan Perbedaan. cet. I. Yogyakarta: Darussalam, 2004. as-Sabuni, M. Ali, Rawa‟I al-Bayan, Tafsir Ayat al-Ahkam. Makkah: Tnp, t.t. -------------, M. Ali, Tafsir Ayat-ayat Hukum dalam al-Quran, penerjemah: Saleh Mahfoed, Cet-1. Bandung: al-Ma‟rif, 1994. Ayyub, Hasan. Fikih Keluarga. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001.
96
Balitbang Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah RI, Metode Peneletian Sosial (Terapan dan Kebijaksanaan). Jakarta: Balitbang Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah RI, 2000. Bisri, Cik Hasan. Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000. Daly, Puenoh. Hukum Perkawinan Islam: Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan Ahlus-Sunnah dan Negara-negara Islam. Cet. I. Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1998. Departemen Agama RI. Ilmu Fiqh. Jilid II. Jakarta: Ditjen Binbaga Islam, 1984/ 1985. Djalil, Ahmad Basiq. Peradilan Agama di indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006 Fauzi Abbas, Afifi. Metodologi Penelitian, cet. I. Jakarta: Adelina Bersaudara, 2010. Halim, Abdul. Peradilan Agama Dalam Politik Hukum di Indonesia, dari Otoriter Konservatif Menuju Konfigurasi Demokratis-Responsif. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000. I Doi, Abdur Rahman. Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Islam (Syari‟ah). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002. Imam
Al-Mawardi. Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Negara Islam. Jakarta: Darul Falah, 2000.
Lubis, Sulaikin, Wismar „Ain Marzuki dan Gemala Dewi. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2008. Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan agama. Cet-3. Jakarta: Kencana, 2005. ---------, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Cet. Ke-5. Jakarta: Kencana, 2008. ----------, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta: Yayasan al-Hikmah, 2000.
97
Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata di Indonesia. Yogyakarta: Liberti, 1998. Muchtar, Kamal. Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan Bintang, 1974. Muhammad Makki al-Amili, Ali Husain. Perceraian Salah Siapa?, penerjemah Mudhor Ahmad Assegaf dan Hasan Shaleh. Cet-1. Jakarta: Lentera Basritama, 2001. Muhammad, Abu Bakar. Terjemah Subulussalam. Cet ke- 1. Surabaya: al-ikhlas, 1995. Musthofa. Kepaniteraan Peradilan Agama. Cet-1. Jakarta: Kencana, 2005. Nuruddin, Amiur dan Tarigan, Akmal. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media, 2004. Purwaka, Tommy Hendra. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya, 2007. Qadir Djaelani, Abdul. Keluarga Sakinah, cet. I. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995. Rasyid, Sulaiman. Fiqh Islam. Cet. 32. Bandung: Sinar Baru, 1998. Ridha, Maulana Rasyid. Penerjemah Afif Muhammad. Panggilan Islam Terhadap Wanita. Cet-1. Bandung: al-Bayan, 1986. Rofik, A. Hukum Islam Di Indonesia, cet. IV. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000. Rosyada, Dede. Hukum Islam dan Pranata Sosial, Cet-1. Jakarta: Rajawali Pers, 1991. Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah Jilid 8. Bandung: PT Al Maarif, 1980. --------, Sayyid. Fiqh as- Sunnah. Cet. Keempat. Beirut: Dar- al Fikr, 1983. Jilid 9. ---------, Sayyid. Fiqh Sunnah. Alih Bahasa Nur Hasanuddin. LC,MA, dkk. Jakarta: Pena Pundi Akasara, 2006. Sastroatmodjo, Arso dan A. Wasit Auliawi. Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang, 2002.
98
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1984. Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 1996. Summa, Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakara: PT. Raja Grafindo Persada, 2004. Syahrini, Ridwan. Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000. Syaltut, Mahmud. Fikih Tujuh Mazhab. penerjemah Abdullah Zakiy Al-Kaaf. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000. Syarifudin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Prenada Media, 2006. Tim Citra Umbara, UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Citra Umbara, 2010. Tim Penulis UIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992. Wawancara Pribadi Dengan, Dr. Asadurrahman, MH, Wawancara Pribadi Dengan, Drs. M. Efendy, H.A Warson Munawwir, Ahmad. Kamus al-Munawir, Cet. 1 Yogyakarta: upbk. PP. al- Munawir, 1987. Yanggo, Chuzaimah T. dan Anshory, Hafidz (Editor), Problematika Hukum Islam Kontemporer. Buku I, Cet. Ke-4. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002. Yanggo, Chuzaimah T. dkk. Problematika Hukum Islam Kontemporer. cet. I. Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994. Yunus, Mahmud. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: Hida Karya Agung, 1997. http://www.pa-cikarang.go.id/yuridiksi-pa
HASIL WAWANCARA
1. Dalam menetapkan nafkah iddah, apa yang dijadikan dasar hukum oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Cikarang ? Pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Agama Cikarang dalam putusan perkara nafkah iddah yaitu menggunakan dasar hukum KHI pasal 149 huruf a dan b yang berbunyi: “Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib: a) Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang ataupun benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul. b) Memberikan nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.” ( Dr. Assadurrahman, MH / Hakim dan Wakil Ketua PA Cikarang )
2. Apakah isteri yang dicerai talak oleh suaminya pasti mendapatkan nafkah iddah ? Nafkah iddah ditetapkan dalam putusan yang bukan verstek karena tidak adanya perlawanan dari pihak termohon yang tidak hadir. Walaupun ada perlawanan verstek melalui verzet, tetapi belum ada putusan verstek di Pengadilan Agama Cikarang mengenai nafkah iddah yang di verzet. Untuk putusan cerai talak yang tidak verstek baik secara ex officio majelis hakim menanyakan kepada pemohon dan termohon, maupun dalam gugatan balik melalui reconvensi amar putusan tentang kewajiban pemberian nafkah iddah selalu ada, selain adanya indikasi termohon tersebut nusyuz. ( Dr. Assadurrahman, MH)
3. Syarat apa yang diperlukan istri untuk mendapatkan nafkah iddah ? Istri yang ditalak raj’i dan tidak ada indikasi isteri tersebut berbuat nusyuz. Pengadilan Agama dapat menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami, menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak, menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barangbarang yang menjadi hak bersama. ( Dr. Assadurrahman, MH)
4. Apa yang jadi pertimbangan Hakim dalam menentukan besarnya nafkah iddah yang diberikan kepada pihak isteri ?
Mengenai jumlah besarnya nafkah iddah yang harus diberikan memang tidak ada ketentuan yang baku baik dalam hukum Islam maupun hukum perdata di Indonesia yang memuat aturan Undang-undang Perkawinan di Indonesia. Oleh sebab itu dalam menentukan besarnya jumlah nafkah iddah, para hakim Pengadilan Agama Cikarang berbeda-beda putusan antara perkara beda dengan kasus yang sama. Besarnya nafkah yang dikabulkan oleh Majelis Hakim tergantung pada faktor permintaan istri dan pertimbangan kemampuan suami dalam memenuhinya. menetukan nafkah iddah adalah dengan menanyakan kepada para pihak yang berperkara. Karena tidak semua pihak sepakat mengenai jumlah besarnya nafkah iddah tersebut, apabila pihak isteri meminta nafkah iddah dengan jumlah yang cukup besar, akan tetapi pihak suami tidak menyanggupi sehingga sudah menjadi hak hakim untuk menentukan jumlah nafkah yang harus dibayarkan oleh suami kepada isteri yang telah diceraikan. Hakim mengambil pertimbangan sesuai dengan kepatutan penghasilan suami, karena tidak mungkin membebankan nafkah iddah isteri yang telah diceraikan kepada suami melebihi kemampuan suami tersebut. (Drs. M. Effendy. H.A. Hakim PA Cikarang)
5. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Cikarang untuk terlaksananya pembayaran nafkah iddah ? Dilakukan dengan upaya pendekatan baik-baik sesuai kesepakatan para pihak yang berperkara, agar tidak memberatkan salah satu pihak sehingga akan tercipta rasa keadilan dan untuk menjamin pelaksanaan Peradilan yang seadiladilnya. ( Dr. Assadurrahman, MH)
6. Bagaimana pelaksanaan putusan pembayaran nafkah iddah di Pengadilan Agama Cikarang ? Dengan cara pembayaran nafkah iddah dilakukan di depan persidangan, yaitu pada saat sidang ikrar talak suami. Sebelum suami mengucapkan ikrar talaknya di depan sidang Pengadilan, suami terlebih dahulu harus memenuhi kewajibannya terhadap nafkah iddah bagi isteri yang ditalaknya. Dalam prakteknya kewajiban pemohon tersebut ada yang ditunaikan sebelum atau sesaat setelah sidang pengucapan ikrar talak. dilakukan dengan cara pembayaran nafkah iddah di depan persidangan atau menitipkan pada kasir
Pengadilan Agama untuk diserahkan kepada pihak isteri. Apabila suami (pemohon) belum bisa membayar atau menunda pembayaran nafkah iddah maka Majelis Hakim dapat menunda sidang pengucapan ikrar talak, hal ini dilakukan untuk menjamin hak-hak perempuan. ( Dr. Assadurrahman, MH)
7. Bagaimana jika suami belum sanggup melaksanakan isi putusan nafkah iddah ? Pada waktu sidang ikrar talak, apabila suami masih belum mampu melunasi seluruh kewajibannya, maka hakim meminta pendapat istri. Jika istri tidak keberatan ikrar talak diucapkan walaupun haknya belum diterima, maka ikrar talak dilaksanakan. Sedangkan jika istri keberatan, maka sidang ditunda untuk memberi jeda waktu (kesempatan) suami memenuhi kewajibanya. Lama penundaan persidangan sesuai dengan kesediaan suami dengan syarat tidak melebihi tempo enam bulan. Jika tenggang waktu enam bulan hampir habis dan suami
belum
melaporkan
diri
kepaniteraan,
maka
pihak
Pengadilan
mengirimkan surat panggilan sidang kepada kedua pihak dengan jadwal yang ditentukan Pengadilan. (Drs. M. Effendy. H.A)
8. Upaya yang dilakukan hakim untuk menjamin hak istri mendapatkan nafkah iddah ? Sejak awal proses persidangan perkara ini harus aktif mengingatkan kepada Pemohon tentang adanya kewajiban yang lahir sebagai konsekuensi hukum akibat permohonan talak yang dia ajukan, majelis hakim wajib menjelaskan kepada Pemohon tentang hal tersebut hingga pelaksanaan kewajiban tersebut kelak akan dilaksanakan Pemohon dengan kesadaran sendiri dan sukarela atas dasar
perintah
kuantitas/besaran
agama,
bukan
dipaksakan.
uang
yang
menjadi
Adalah
kewajiban
lebih
baik
Pemohon
jika sudah
dimusyawarahkan dan atau disepakati oleh para pihak yang berperkara hingga tidak memberatkan bagi pihak suami. (Drs. M. Effendy. H.A)
9. Apakah bisa diajukan eksekusi apabila suami belum melaksanakan isi putusan nafkah iddah ? Terbuka kesempatan untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan agar dilakukan eksekusi terhadap Pemohon. Namun dalam prakteknya hal ini amat jarang dilakukan oleh Termohon karena beberapa sebab diantaranya:
1. Eksekusi memerlukan posedur yang cukup rumit dan waktu yang relatif lama. 2. Eksekusi memerlukan biaya yang relatif besar. 3. Sering ditemukan nilai nominal uang/benda yang akan dieksekusi dianggap kurang ekonomis dibanding waktu dan biaya yang digunakan untuk memperolehnya. ( Dr. Assadurrahman, MH)
10. Faktor apa saja yang menyebabkan suami tidak menjalankan dan membayar nafkah iddah kepada isteri ? Faktor ekonomi pihak suami berpengaruh dalam terlaksananya pembayaran kewajiban nafkah iddah kepada pihak isteri. Apabila mantan suami mempunyai penghasilan yang cukup, maka pembayaran nafkah iddah dapat berjalan dengan lancar. Sebaliknya apabila mantan suami berpenghasilan hanya sedikit pembayaran kewajiban nafkah iddah sulit untuk dilaksanakan ditambah lagi oleh faktor suami sudah mempunyai isteri lagi. ( Dr. Assadurrahman, MH)
11.
Mengenai pembayaran nafkah iddah, apakah ada bukti apabila kewajiban nafkah iddah tersebut sudah dilaksanakan ? membuktikan pembayaran nafkah iddah petugas keuangan atau kasir di Pengadilan Agama Cikarang mendapat tugas tambahan selain yang diatur dalam pola Bindalmin (Pembinaan dan Pengendalian Administrasi Pengadilan Agama), yaitu menerima pembayaran nafkah iddah oleh suami, selanjutnya setalah itu akan diberikan lagi kepada pihak isteri pada saat sidang ikrar talak. Apabila pihak suami sudah membayarkan kewajiban nafkah iddahnya maka dicatat dengan kuitansi sebagai tanda terimanya. (R. Jaya Rahmat, S.Ag, M.Hum. Panitera/ Sekretaris PA Cikarang)
1
PUTUSAN Nomor : 0292/ Pdt.G/ 2013/PA. Ckr BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Cikarang yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara tertentu pada tingkat pertama dalam persidangan Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan sebagai berikut, dalam perkara cerai talak antara : MUHAMAD YUNUS bin SULEMI, umur 38 tahun, agama Islam, pekerjaan Karyawan Swasta, tempat tinggal di Kampung Sempu Jalan Pasir Gombong RT.03 RW.03 No.14 Desa Pasirgombong, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, selanjutnya disebut, sebagai: “Pemohon”; LAWAN SRI TATI binti SRIYANTO, umur 41 tahun, agama Islam, pekerjaan Karyawati Swasta, tempat tinggal di Perumahan Telaga Pesona Jalan Raya Telaga Pesona Blok M.3 RT.10 RW.17 No.05 Desa Telagamurni, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten
Bekasi,
selanjutnya
disebut
sebagai:
“Termohon”; Pengadilan Agama tersebut; Telah mempelajari berkas perkara; Telah mendengar Pemohon dan Termohon serta keterangan saksi-saksi; TENTANG DUDUK PERKARANYA Menimbang,
bahwa
Pemohon
berdasarkan
surat
permohonannya
tertanggal 01 Maret 2013 telah mengajukan permohonan cerai talak yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Cikarang pada tanggal tersebut dengan
2
register Nomor : 0292/Pdt.G/2013/PA.Ckr telah mengajukan hal-hal sebagai berikut : 1. Bahwa pada tanggal 05 Oktober 1999, Pemohon dengan Termohon melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Banjarharja, Brebes Jawa Tengah sebagaimana ternyata dalam Buku Kutipan Akta Nikah Nomor : 807/32/X/1999 tanggal 05 Oktober 1999; 2.
Bahwa selama berumah tangga antara Pemohon dengan Termohon telah dikaruniai 1 orang anak bernama : DAFFA YUNUS ALFARIDZI, lahir tanggal 05 Oktober 2000,-
4. Bahwa rumah tangga Pemohon dengan Termohon pada awalnya berjalan rukun dan harmonis, akan tetapi sejak Juni 2006 mulai tidak rukun karena terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran; 5. Bahwa sebagai penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran Pemohon dengan Termohon disebabkan masalah: 1. Antara Pemohon dan Termohon sudah tidak ada komunikasi yang baik lagi; 2. Termohon tidak menghargai Pemohon sebagai kepala rumah tangga; 3. Termohon kurang menerima penghasilan Pemohon; 4. Termohon tidak taat dan tidak patuh kepada Pemohon, bila diberi saran atau nasehat selalu melawan; 6. Bahwa
Pemohon
pernah
mengajukan
perkara
dengan
Nomor
:
1351/Pdt.G/2012/PA.Ckr, dan perkara tersebut dicabut pada tanggal 18 Desember 2012 dengan upaya untuk rukun kembali akan tetapi keharmonisan tersebut tidak ada; 7. Bahwa karena terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran, maka sejak September 20129Pemohon dengan Termohon tidak tinggal bersama lagi atau
3
terjadi pisah tempat tinggal dimana Pemohon tinggal di Kontrakan Bapak Enok di Pasir Gombong, sedangkan Termohon tinggal di Perumahan Telaga Pesona, Telaga Murni,-
;
8. Bahwa dengan keadaan rumah tangga Pemohon dan Termohon sebagaimana digambarkan diatas, maka tujuan perkawinan untuk membentuk rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah sebagaimana dikehendaki Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak diwujudkan dan Pemohon tidak sanggup lagi untuk tetap melanjutkan dan mempertahankan rumah tangga dengan
Termohon, sehingga apabila tetap dipertahankan hanya akan
menimbulkan kemudharatan yang berkepanjangan; Berdasarkan
alasan/dalil-dalil
diatas,
Pemohon
mohon
agar
Ketua
Pengadilan Agama Cikarang C.q. Majelis Hakim berkenan menerima, memeriksa dan mengadili perkara ini, selanjutnya menjatuhkan putusan sebagai berikut: 1. Mengabulkan permohonan Pemohon; 2. Memberi ijin kepada Pemohon (MUHAMAD YUNUS bin SULEMI) untuk menjatuhkan talak satu raj'i terhadap Termohon (SRI TATI binti SRIYANTO) di depan sidang Pengadilan Agama Cikarang; 3. Membebankan biaya perkara sesuai hukum; Atau : Apabila Pengadilan Agama Cikarang berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya; Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang telah ditentukan Pemohon dan Termohon datang dan hadir sendiri dalam persidangan, selanjutnya untuk mendamaikan kedua belah pihak berperkara Majelis Hakim menunjuk Drs. Sartino, SH, sebagai Mediator untuk melakukan mediasi terhadap pihak-pihak berperkara serta melaporkan hasil mediasinya kepada Majelis Hakim,Menimbang, bahwa berdasarkan laporan Mediator bahwa mediasi telah dilaksanakan akan tetapi tidak berhasil, kemudian dibacakanlah permohonan
4
Pemohon yang mana isi dan maksudnya tetap dipertahankan oleh Pemohon dengan mengajukan tambahan mengenai sebab terjadinya perselisihan antara Pemohon dengan Termohon yaitu Termohon sering menolak apabila diajak untuk berhubungan suami isteri,Menimbang, bahwa atas permohonan Pemohon tersebut Termohon telah memberikan jawaban secara tertulis yang pada pokonya mengakui dan membenarkan dalil-dalil permohonan Pemohon, dan Termohon juga tidak keberatan untuk diceraikan oleh Pemohon dengan syarat sebagai berikut : a) Saya minta dengan hormat kepada Majelis Hakim untuk memberikan hak asuh anak yang bernama Daffa Yunus Alfaridzi diberikan kepada saya,b) Sandang Pangan dan papan untuk buah hati kami yaitu Daffa Yunus Alfaridzi minta dipenuhi setiap harinya, sebesar Rp. 30.000, dan dibayarkan setiap akhir bulan pada tanggal 29,c) Bahwa saya setuju seluruh biaya tersebut akan berakhir manakala Daffa Yunus Alfaridzi dewasa,Menimbang
bahwa
Termohon
dalam
persidangan
telah
juga
menambahkan jawabannya secara lisan sebagai berikut : a) Bahwa anak hasil perkawinan antara Pemohon dan Termohon akan diasuh oleh Termohon hingga anak dewasa,b) Bahwa saya mohon agar Pemohon memberikan biaya hidup kepada anaknya tersebut setiap bulannya sebesar Rp. 900.000, diluar biaya pendidikan dan kesehatan hingga anak dewasa,c) Bahwa saya juga minta uang iddah selama masa iddah dan mut’ah berupa uang sedangkan besarannya diserahkan pada Pemohon saja, karena Pemohon punya gaji Rp.1.300.000,/bulan diluar bonus marketing,-
5
Menimbang, bahwa terhadap jawaban Termohon tersebut Pemohon telah menyampaikan replik secara lisan yang pada pokoknya Pemohon tetap pada permohonan dan Pemohon sanggup dan akan memberikan nafkah iddah kepada Termohon selama masa iddah 3 bulan sesuai kesanggupan sebesar Rp. 600.000, dan mut’ah sebesar Rp. 400.000, sedangkan nafkah anak saya sanggup dan akan memberikan nafkah terhadap anak setiap bulan sebesar Rp. 900.000, sesuai dengan permintaan Termohon, dan menganai pemeliharan anak saya tidak keberatan anak tersebut tetap diasuh oleh Termohon sebagai ibu kandungnya,Menimbang, bahwa terhadap replik Pemohon tersebut Termohon telah memberikan dupliknya secara lisan yang pada pokoknya menerima terhadap kesanggupan Pemohon untuk memberikan hak pemeliharan anak kepada Termohon dan akan memberikan nafkah anak setiap bulan sebesar Rp. 900.000, dan memberikan nafkah iddah dan mut’ah sebesar Rp. 1.000.000,Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil-dalil permohonannya tersebut Pemohon telah mengajukan bukti surat sebagai berikut: 1. Surat Keterangan Domisili atas nama Pemohon yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Pasirgombong, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, (P.1),2. Foto copy Kutipan Akta Nikah Nomor : 807/32/X1999 tanggal 05 Oktober 1999 atas nama Pemohon dan Termohon yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Banjarharja, Kabupaten Berebes, (P.2),Menimbang, bahwa selain bukti surat tersebut diatas, Pemohon telah mengajukan 2 (dua) orang saksi dan keduanya telah memberikan keterangan dibawah sumpahnya masing-masing yang pada pokoknya sebagai berikut; 1. FIRMANSYAH bin KASIM menerangkan dihadapan Majelis Hakim sebagai berikut:
6
- Bahwa saksi sebagai teman kerja Pemohon dan saksi kenal dengan Termohon namanya Sri Tati isteri Pemohon, bahwa Pemohon dan Termohon sebagai suami isteri dan telah dikaruniai anak 1 orang,- Bahwa setahu saksi keadaan rumah tangga Pemohon dan Termohon pada awalnya rukun dan harmonis, tapi saat ini saksi dengar curhat Pemohon kepada saksi bahwa rumah tangganya dengan Termohon sudah tidak rukun dan malah katanya telah terjadi perselisihan dari sejak bulan September 2012 yang lalu, dan Termohon suka marah kepada Pemohon dan katanya isterinya sudah tidak suka lagi dengan Pemohon, dan juga karena masalah penghasilan Pemohon kurang dan tidak mencukupi dan yang saksi tahu sekarang ini antara Pemohon dengan Termohon sudah pisah rumah sejak dari bulan September 2012 dimana Pemohon sejak bulan September itu ngontrak sendirian dirumah dekat rumah kontrakan saksi, dan tidak pernah Pemohon kumpul lagi dengan Termohon dan atas keterangan saksi tersebut Pemohon Termohon membenarkannya,2.
WARSITO bin ABDUL DARUS, menerangkan dihadapan Majelis Hakim sebagai berikut: - Bahwa saksi paman Pemohon dan saksi kenal dengan Termohon isterinya Pemohon, bahwa Pemohon dan Termohon sebagai suami isteri dan telah dikaruniai anak 1 orang dan saat ini ikut dengan Termohon,- Bahwa rumah tangga mereka saat ini tidak rukun dan telah terjadi pertengkaran hal ini saksi tahu sejak bulan September 2012 yang lalu dimana Pemohon sering telpon kepada saksi dan cerita bahwa rumah tangganya tidak rukun lagi, tapi penyebabnya saksi tidak tahu karena Pemohon tidak cerita secara jelas hanya katanya isterinya suka marah dan sudah tidak suka lagi dengan Pemohon, dan mereka sat ini telah pisah rumah sejak dari September 2012 hingga sekarang ini Pemohon ngontrak
7
rumah sendirian, dan setahu saksi pihak keluarga telah mengupayakan untuk rukun lagi tapi tidak berhasil, dan atas keterangan saksi tersebut Pemohon dan Termohon membenarkannya,Menimbang, bahwa Majelis Hakim juga telah mendengar 2 orang saksi keluarga dari Terrmohon dan telah memberikan keterangannya dibawah sumpahnya masing-masing yang pada pokoknya sebagai berikut : WASTINI binti KARGA, menerangkan sebagai berikut : - Bahwa saksi ibu kandung dari Termohon dan saksi kenal dengan Pemohon sebagai menantu saksi, bahwa mereka suami isteri dan selama berumah tangga telah dikaruniai 1 orang anak ikut dengan Termohon,- Bahwa setahu saksi keadaan rumah tangga mereka tidak ada masalah tapi tahu-tahu sekarang ada masalah, dan yang saksi dengar sejak bulan Pebruari 2013 tidak rukun saksi tahu hal itu karena Termohon telpon kepada saksi katanya suaminya akan menceraikan karena Pemohon sudah tidak suka sama Termohon dan sudah tidak ada kecocokan penyebabnya katanya Termohon tidak menerima penghasilan suami padahal Termohon menerima saja penghasilan suami, dan saksi pernah menasehati tapi tidak berhasil, dan sekarang ini setahu saksi antara Pemohon dengan Termohon sudah pisah rumah selama 5 bulan,TARJANI. AS bin WASTONI, menerangkan sebagai berikut, - Bahwa saksi sebagai paman Termohon dan kenal dengan Pemohon suami Termohon, mereka suami isteri dan selama rumah tangga sudah punya anak 1 orang ikut dengan Termohon,- Bahwa rumah tangga Pemohon dengan Termohon yang saksi dengar saat ini tidak rukun dan telah terjadi pertengkaran, padahal sebenarnya Pemohon dari sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2006 tidak bekerja
8
terkena PHK, namun hal itu tidak menyebabkan terjadi ribut dan Termohon daapat menerima, dan pertengkaran yang saksi tahu sejak dari 6 bulan yang lalu karena Termohon telpon ke saksi bahwa suaminya akan meceraikan dan yang menjadi penyebabnya karena Pemohon ada cewe lagi/WIL yang baru dari situlah awal mulai mereka berdua ribut,- Bahwa sejak Termohon telpon saksi lalu meenasehati mereka berdua agar rukun namun dari Pemohon hanya diam saja, dan sejak 7 bulan lalu Pemohon mengontrak rumah sendirian dengan meninggalkan anak dan isterinya, dan sekarang ini mereka sudah pisah rumah selama 7 bulan,Menimbang, bahwa atas keinginan keluarga Termohon untuk berusaha mendamaikan Pemohon dengan Termohon, maka Majelis Hakim memberikan kesempatan waktu kepada keluarga kedua belah pihak untuk mendamaikan, dan setelah kesempatan tersebut diberikan ternyata keluarga kedua belah pihak menyatakan bahwa telah diupayakan perdamaian antar keluaraga sebanyak tiga kali pertemuan, namun ternyata Pemohon dengan Termohon sudah tidak bisa untuk dirukunkan lagi dan oleh karenanya keluarga kedua belah pihak menyerahkan semuanya kepada putusan majelis Hakim,Menimbang, bahwa untuk selanjutnya Pemohon tidak menyampaikan sesuatu tanggapan apapun dan hanya menyampaikan kesimpulan secara lisan yang pada pokoknya Pemohon tetap pada permohonan dan mohon putusan, begitu juga Termohon tidak menyampaikan sesuatu tanggapan apapun dan hanya menyampakan kesimpulan tidak keberatan diceraikan dan mohon putusan,-
Menimbang, bahwa untuk mempersingkat uraian putusan ini ditunjuk kepada hal-hal sebagaimana tersebut dalam Berita Acara perkara ini, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam putusan ini;
9
TENTANG HUKUM Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah sebagaimana yang telah diuraikan diatas ; Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah berusaha maksimal baik langsung maupun melalui penunjukkan Mediator untuk berusaha mendamaikan Pemohon dengan Termohon agar rukun kembali membina rumah tangga, akan tetapi tidak berhasil; Menimbang, bahwa perkara a quo adalah sengketa di bidang perkawinan dan domisili Pemohon sebagaimana bukti P.1 berada diwilayah hukum Pengadilan Agama Cikarang, dan didasarkan kepada ketentuan pasal 49 ayat (1) hurup a jo pasal 66 ayat (2) Undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 03 tahun 2006 dan Undang-undang nomor 50 tahun 2009, selama tidak ada eksepsi kewenangan, maka Pengadilan Agama Cikarang berwenang menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara ini,Menimbang, bahwa pada pokoknya Pemohon mendalilkan bahwa pada awalnya rumah tangga Pemohon dengan Termohon berjalan rukun dan harmonis, namun sejak bulan Juni 2006 rumah tangga Pemohon dan Termohon mulai dirasakan tidak rukun karena sering terjadi perselisihan dan pertengkaran disebabkan karena antara Pemohon dengan Termohon sudah tidak ada komunikasi yang baik lagi dan Termohon tidak menghargai Pemohon sebagai kepala rumah tangga serta Termohon kurang menerima penghasilan Pemohon dan Termohon sering menolak diajak berhubungan suami isteri, maka sejak September 2012 antara Pemohon dengan Termohon telah pisah rumah,Menimbang, bahwa dari jawab menjawab ternyata Termohon mengakui dan membenarkan dalil-dalil permohonan Pemohon dan Termohon tidak
10
keberatan bercerai dengan Pemohon, namun dalam hal perceraian Pemohon tetap dibebani untuk membuktikannya,Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil-dalil permohonannya tersebut Pemohon telah mengajukan bukti-bukti sebagaimana telah diuraikan diatas, bukti-bukti tersebut secara formal maupun materiil telah memenuhi persyaratan pembuktian sehingga patut dipertimbangkan; Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.2 berupa foto copy Kutipan Kutipan Akta Nikah yang dikeluarkan serta ditanda tangani oleh Pejabat yang berwenang untuk itu dan pengakuan Termohon serta keterangan saksi, maka harus dinyatakan telah terbukti dengan syah antara Pemohon dan Termohon adalah sebagai suami isteri yang pernikahannya dilangsungkan pada tanggal 05 Oktober 1999,Menimbang, bahwa Pemohon dan Termohon selama berumah tangga pernah hidup rukun dan harmonis dan telah bergaul sebagaimana layaknya suami isteri dan telah dikaruniai 1 orang anak bernama : DAFFA YUNUS ALFARIDZI, lahir tanggal 05 Oktober 2000; Menimbang, bahwa para saksi telah memberikan keterangan dibawah sumpah yang pada pokoknya bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon sudah tidak rukun dan harmonis dan sekarang antara Pemohon dan Termohon sudah tidak hidup serumah lagi dan mereka telah pisah rumah selama kurang lebih 5 bulan,Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan para saksi tersebut diatas dan dihubungkan dengan pengakuan Termohon merupakan indikasi bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon sudah tidak harmonis dimana antara Pemohon dan Termohon telah terjadi perselisihan dan pertengkaran dan telah pisah rumah selama 5 bulan dan hal ini tidaklah mungkin bisa terjadi kalau dalam rumah tangga tersebut penuh mawaddah dan rahmah, serta merupakan bukti bahwa telah
11
terjadi adanya perselisihan antara Pemohon dan Termohon yang terus menerus, maka berdasarkan pertimbangan tersebut Majelis Hakim berpendapat bahwa perkawinan antara Pemohon dan Termohon telah pecah, sehingga untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan sejahtera sebagaimana yang dikehendaki oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak mungkin terwujud, dan apabila kondisi rumah tangga seperti ini masih tetap dipertahankan tidak akan membawa kemaslahatan bagi kedua belah pihak tapi malah akan mendatangkan kemadharatan yang lebih besar bagi keduanya,Menimbang. bahwa oleh karena itu permohonan Pemohon telah terbukti serta memenuhi alasan perceraian sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam sehingga patut untuk dikabulkan ; Menimbang, bahwa selama proses pemeriksaan perkara ini berlangsung baik Pemohon maupun Termohon menunjukkan sikap tidak mau lagi untuk melanjutkan dan membina rumah tangga mereka kembali oleh karena itu Majelis Hakim menetapkan memberi izin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon di depan sidang Pengadilan Agama Cikarang sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 227 :
Artinya :
Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka
sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (Q.S. 2. 227); Menimbang, bahwa Termohon dalam jawabannya menuntut hak asuh anak ada pada Termohon dan tuntutan nafkah untuk anak setiap bulan Rp. 900.000, diluar pendidikan dan kesehatan serta juga menuntut nafkah iddah dan mut’ah besarannya terserah kepada Pemohon,-
12
Menimbang, bahwa terhadap tuntutan tersebut Pemohon dalam repliknya menyatakn tidak keberatan anak diasuh oleh Termohon dan juga Pemohon menyanggupi akan memberikan nafkah untuk anak setiap bulan sebesar Rp. 900.000, diluar biaya pendidikan dan kesehatan, dan mengenai nafkah iddah dan mut’ah akan memberikan berupa uang sebesar Rp. 1.000.000,- dan Termohon dalam dupliknya menerima sesuai denan yang akan diberikan Pemohon,Menimbang, bahwa dengan telah dikabulkannya permohonan Pemohon untuk menceraikan isterinya dan berdasarkan pada pasal 149 huruf a dan b Kompilasi Hukum Islam, maka bekas suami wajib memberikan mut’ah dan nafkah selama masa iddah terhadap Termohon, dan Pemohon telah menyatakan di dalam repliknya akan memberikan nafkah selama masa iddah dan mut’ah sebesar Rp. 1.000.000, terhadap Termohon, maka berdasarkan kesanggupan tersebut Majelis Hakim menetapakan menghukum Pemohon untuk membayar nafkah selama masa iddah tiga bulan dan mut’ah sebesar Rp. 1.000.000, kepada Termohon,Menimbang, bahwa mengenai tuntutan hak asuh anak kepada Termohon tenyata Pemohon tidak keberatan anaknya untuk diasuh oleh Termohon dan pada kenyataannya sekarang anak tersebut sudah ada dan diasuh oleh Termohon, maka dalam hal ini Majelis Hakim menetapakan hak asuh anak yang bernama : DAFFA YUNUS ALFARIDZI, ada pada Termohon,Menimbang, bahwa mengenai nafkah anak berdasarkan pada pasal 105 huruf (c) ditanggung oleh ayahnya dan Pemohon sebagai ayah dari anak tersebut telah menyatakan akan memberikan nafkah terhadap anaknya setiap bulan sebesar Rp. 900.000, sesuai dengan tuntutan Termohon diluar biaya pendidikan dan kesehatan, maka oleh karena itu Majelis Hakim menetapkan menghukum Pemohon untuk membayar nafkah anak setiap bulan sebesar Rp. 900.000, kepada Termohon,-
13
Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 89 ayat (1) UU No 7 Tahun 1989, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama maka biaya perkara dibebankan kepada Pemohon; Mengingat, segala ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku serta hukum syara yang berkaitan dengan perkara ini;
MENGADILI 1. Mengabulkan permohonan Pemohon; 2. Memberi izin kepada Pemohon ((MUHAMAD YUNUS bin SULEMI) untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon (SRI TATI binti SRIYANTO) didapan sidang Pengadilan Agama Cikarang,3. Menghukum Pemohon untuk membayar nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 600.000, dan mut’ah sebesar Rp. 400.000, kepada Termohon,4. Menetapkan hak asuh anak yang bernama Daffa Yunus Alfaridzi, berada pada Termohon,5. Menghukum Pemohon untuk membayar nafkah anak setiap bulanya sebesar Rp. 900.000,- kepada Termohon,6. Menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 261.000, (dua ratus enam puluh satu ribu rupiah),Demikian putusan ini dijatuhkan dalam permusyawaratan Majelis Hakim pada hari Selasa tanggal 18 Juni 2013 M, bertepatan dengan tanggal 09 Sya’ban 1434 H, oleh kami Drs. M. Effendy, HA sebagai Ketua Majelis, serta Drs. H. Chalid, L.MH dan Drs M. Nur Sulaeman, MHI masing-masing sebagai Hakim Anggota. Putusan mana pada hari itu juga diucapakan oleh Ketua Majelis tersebut
14
dalam persidangan terbuka untuk umum, dengan dibantu oleh Drs. H. Shodiqin, sebagai Panitera Pengganti yang dihadiri oleh Pemohon dan Termohon,Ketua Majelis, ttd ttd Drs. M. Effendy, HA Hakim Anggota,
Hakim Anggota,
ttd
ttd
Drs. H. Chalid, L.MH
Drs M. Nur Sulaeman, MHI Panitera Pengganti, ttd
Drs. H. Shodiqin, Perincian Biaya Perkara: 1. Biaya Pendaftaran
Rp. 30.000,-
2. Biaya Proses
Rp
3. Biaya Panggilan
Rp 170.000,-
4. Redaksi
Rp.
5.000,-
5. Materai
Rp
6.000,-
Jumlah
50.000,-
Rp 261.000,(dua ratus enam puluh satu ribu rupiah),-
Putusan ini berkekuatan hukum tetap sejak tanggal ; Untuk salinan yang sama bunyinya oleh : Panitera Pengadilan Agama Cikarang
R. Jaya Rahmat, S.Ag, M.Hum
15
1
PUTUSAN Nomor : 0510/ Pdt.G/ 2013/PA. Ckr BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Cikarang yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara tertentu pada tingkat pertama dalam persidangan Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan sebagai berikut, dalam perkara cerai talak antara : MU’MIN BAHRUL ALAM bin MAMAN, umur 29 tahun, agama Islam, pekerjaan Pegawai Swasta, tempat tinggal di Jalan Alternatif Kawasan MM 2100 Kampung Mariuk RT.02 RW.06 Desa Gandasari, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten
Bekasi,
selanjutnya
disebut,
sebagai:
“Pemohon”; LAWAN ATIKAH DEWI binti AHMAD AGUS, umur 24 tahun, agama Islam, pekerjaan ibu rumah tangga, tempat tinggal di Jalan Alternatif Kawasan MM 2100 Kampung Mariuk RT.02 RW.06 Desa
Gandasari,
Kabupaten
Bekasi,
Kecamatan selanjutnya
Cikarang disebut
Barat, sebagai:
“Termohon”; Pengadilan Agama tersebut; Telah mempelajari berkas perkara; Telah mendengar Pemohon dan Termohon serta keterangan saksi-saksi; TENTANG DUDUK PERKARANYA Menimbang,
bahwa
Pemohon
berdasarkan
surat
permohonannya
tertanggal 22 April 2013 telah mengajukan permohonan cerai talak yang terdaftar
2
di Kepaniteraan Pengadilan Agama Cikarang pada tanggal tersebut dengan register Nomor : 0510/Pdt.G/2013/PA.Ckr telah mengajukan hal-hal sebagai berikut : 1. Bahwa
pada
tanggal
05
Juni
2009,
Pemohon
dengan
Termohon
melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Cikarang Barat Kabupaten Bekasi sebagaimana ternyata dalam Buku Kutipan Akta Nikah Nomor : 495/23/VI/2009 tanggal 05 Juni 2009,2.
Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon membina rumah tangga di Jalan Alternatif Kawasan MM 2100 Kampung Mariuk RT.02 RW.06 Desa Gandasari, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, sebagai tempat tinggal bersama,-
3. Bahwa selama berumah tangga antara Pemohon dengan Termohon telah dikaruniai 1 orang anak bernama : MUHAMMAD YAHYA AL-BUKHORI, Laki-laki, umur 1,5 Tahun; 4. Bahwa rumah tangga Pemohon dengan Termohon pada awalnya berjalan rukun dan harmonis, akan tetapi sejak 05 Juni 2012 mulai tidak rukun karena terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran; 5. Bahwa sebagai penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran Pemohon dengan Termohon disebabkan masalah: a. Termohon tidak taat dan tidak patuh kepada Pemohon,b. Termohon suka berkata kasar kepada Pemohon c. Antara Pemohon dan Termohon memiliki sifat egois dan keras kepala; 6. Bahwa karena terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran, maka sejak September 20129Pemohon dengan Termohon pisah ranjang,7. Bahwa dengan keadaan rumah tangga Pemohon dan Termohon sebagaimana digambarkan diatas, maka tujuan perkawinan untuk membentuk rumah tangga
3
yang sakinah, mawaddah warahmah sebagaimana dikehendaki Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak diwujudkan dan Pemohon tidak sanggup lagi untuk tetap melanjutkan dan mempertahankan rumah tangga dengan Termohon, sehingga apabila tetap dipertahankan hanya akan menimbulkan kemudharatan yang berkepanjangan; Berdasarkan
alasan/dalil-dalil
diatas,
Pemohon
mohon
agar
Ketua
Pengadilan Agama Cikarang C.q. Majelis Hakim berkenan menerima, memeriksa dan mengadili perkara ini, selanjutnya menjatuhkan putusan sebagai berikut: 1. Mengabulkan permohonan Pemohon; 2. Memberi ijin kepada Pemohon (MU.MIN BAHRUL. ALAM bin MAMAN) untuk menjatuhkan talak satu raj'i terhadap Termohon (ATIKAH DEWI binti AHMAD AGUS) di depan sidang Pengadilan Agama Cikarang; 3. Membebankan biaya perkara sesuai hukum; Atau : Apabila Pengadilan Agama Cikarang berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya; Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang telah ditentukan Pemohon dan Termohon datang dan hadir sendiri dalam persidangan, selanjutnya untuk mendamaikan kedua belah pihak berperkara Majelis Hakim menunjuk Drs. Esib Jaelani, MH, sebagai Mediator untuk melakukan mediasi terhadap pihak-pihak berperkara serta melaporkan hasil mediasinya kepada Majelis Hakim,Menimbang, bahwa berdasarkan laporan Mediator bahwa mediasi telah dilaksanakan akan tetapi tidak berhasil, kemudian dibacakanlah permohonan Pemohon yang mana isi dan maksudnya tetap dipertahankan oleh Pemohon dengan mengajukan perbaikan mengenai nama Pemohon dimana tertulis Mu’min B. Alam yang benar adalah Mu’min Bahrul Alam,Menimbang, bahwa atas permohonan Pemohon tersebut Termohon telah memberikan jawaban secara lisan yang pada pokonya membenarkan bahwa
4
Pemohon dengan Termohon sebagai suami isteri dan telah punya anak satu orang, dan benar telah terjadi percekcokan dalam rumah tangga tapi sebabnya bukan karena Termohon tapi karena Pemohon sendiri telah pacaran dengan wanita lain yang bernama Mila, dan benar telah pisah rumah namun hal ini bukan kemauan dari Termohon melainkan karena Termohon diantar pulang oleh Pemohon dan tidak benar jika Termohon tidak taat pada suami itu hanya untuk mengalihkan masalah dari WILnya dengan Mila, dan jika Pemohon tetap pada pendiriannya untuk menceraikan maka Termohon menuntut sebagai berikut : a) Menuntut uang iddah selama 3 bulan sebesar Rp. 2.100.000,b) Mut’ah berupa cincin emas 24 karat seberat 4 gram,c) Anak diasuh oleh Termohon,d) Nafkah untuk anak setiap bulan sebesar Rp. 1.000.000,Menimbang, bahwa terhadap jawaban Termohon tersebut Pemohon telah menyampaikan replik secara lisan yang pada pokoknya Pemohon tetap pada permohonan dan Pemohon sanggup dan akan memberikan nafkah iddah kepada Termohon selama masa iddah 3 bulan sesuai dengan tuntutan Termohon sebesar Rp. 2.100.000, dan mut’ah berupa cincin emas 24 karat seberat 4 gram, serta tidak keberatan anak diasuh oleh Termohon, dan akan memberikan nafkah kepada anak setiap bulan sebesar Rp. 1.000.000,Menimbang, bahwa terhadap replik Pemohon tersebut Termohon telah memberikan dupliknya secara lisan yang pada pokoknya menerima terhadap apa yang diberikan Pemohon seperti nafkah iddah dan mut’ah serta nafkah anak dan tidak keberatan cerai,Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil-dalil permohonannya tersebut Pemohon telah mengajukan bukti surat sebagai berikut:
5
1. Foto copy Kartu Tanda Penduduk atas nama Pemohon yang dikeluarkan oleh Camat, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, (P.1),2. Foto copy Kutipan Akta Nikah Nomor : 495/23/VI/2009 tanggal 05 Juni 2009 atas nama Pemohon dan Termohon yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Cikarang Barat Kabupaten Bekasi, (P.2),3. Foto copy penghasilan Payslip Private & Confidenti atas nama Pemohon take Home Pay sebesar Rp. 2.521.548, (P.3),Menimbang, bahwa selain bukti surat tersebut diatas, Pemohon telah mengajukan 2 (dua) orang saksi dan keduanya telah memberikan keterangan dibawah sumpahnya masing-masing yang pada pokoknya sebagai berikut; 1. ARIMIN bin MAMAN menerangkan dihadapan Majelis Hakim sebagai berikut: - Bahwa saksi sebagai kakak kandung Pemohon dan saksi kenal dengan Termohon sebagai adik ipar, bahwa Pemohon dan Termohon sebagai suami isteri dan telah dikaruniai anak 1 orang,- Bahwa setahu saksi keadaan rumah tangga Pemohon dan Termohon pada awalnya rukun dan harmonis, tapi saat ini sudah tidak rukun terjadi percekcokan dalam rumah tangganya yang menjadi penyebabnya yang saksi tahu karena Termohon merasa cemburu kepada Pemohon pacaran lagi dengan wanita lain, dan saksi tahu hal ini karena Termohon lapor kepada saksi bahwa Pemohon suaminya pacaran lagi, dan gara-gara itu mengakibatkan mereka berdua sering ribut, dan dari seringnya mereka ribut akhirnya Termohon pergi dari rumah sejak 2 bulan yang lalu dan keluarga pernah merukunkan tapi tidak berhasil, dan atas keterangan saksi tersebut Pemohon membenarkannya sedangkan Termohon tidak dapat didengar tanggapanya karena tidak hadir,-
6
2.
M. KOSIM bin SARIH, menerangkan dihadapan Majelis Hakim sebagai berikut: - Bahwa saksi saudara sepupu Pemohon dan saksi kenal dengan Termohon isterinya Pemohon, bahwa Pemohon dan Termohon sebagai suami isteri dan telah dikaruniai anak 1 orang dan saat ini ikut dengan Termohon,- Bahwa keadaan rumah tangga Pemohon dan Termohon pada awalnya rukun dan harmonis, tapi saat ini sudah tidak rukun terjadi percekcokan dalam rumah tangganya yang menjadi penyebabnya yang saksi tahu karena Termohon merasa cemburu kepada Pemohon pacaran lagi dengan wanita lain, dan gara-gara itu mengakibatkan mereka berdua sering ribut, dan dari seringnya mereka ribut akhirnya Termohon pergi dari rumah sejak 2 bulan yang lalu dan keluarga pernah merukunkan tapi tidak berhasil, dan atas keterangan saksi tersebut Pemohon membenarkannya sedangkan Termohon tidak dapat didengar tanggapanya karena tidak hadir,Menimbang, bahwa untuk selanjutnya Pemohon tidak menyampaikan
sesuatu tanggapan apapun dan hanya menyampaikan kesimpulan secara lisan yang pada pokoknya Pemohon tetap pada permohonan dan mohon putusan, sedangkan Termohon tidak dapat didengar kesimpulannya karena tidak hadir dipersidangan tanpa alasan yang syah,Menimbang, bahwa untuk mempersingkat uraian putusan ini ditunjuk kepada hal-hal sebagaimana tersebut dalam Berita Acara perkara ini, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam putusan ini; TENTANG HUKUM Dalam Konpensi.
7
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah sebagaimana yang telah diuraikan diatas ; Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah berusaha maksimal baik langsung maupun melalui penunjukkan Mediator untuk berusaha mendamaikan Pemohon dengan Termohon agar rukun kembali membina rumah tangga, akan tetapi tidak berhasil; Menimbang, bahwa perkara a quo adalah sengketa di bidang perkawinan dan domisili Pemohon sebagaimana bukti P.1 berada diwilayah hukum Pengadilan Agama Cikarang, dan didasarkan kepada ketentuan pasal 49 ayat (1) hurup a jo pasal 66 ayat (2) Undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 03 tahun 2006 dan Undang-undang nomor 50 tahun 2009, selama tidak ada eksepsi kewenangan, maka Pengadilan Agama Cikarang berwenang menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara ini,Menimbang, bahwa pada pokoknya Pemohon mendalilkan bahwa pada awalnya rumah tangga Pemohon dengan Termohon berjalan rukun dan harmonis, namun sejak bulan Juni 2012 rumah tangga Pemohon dan Termohon mulai dirasakan tidak rukun karena sering terjadi perselisihan dan pertengkaran disebabkan karena Termohon tidak taat dan patuh kepada Pemohon dan termohon suka berkata kasar antara Pemohon dengan Termohon memiliki sifat egois dan keras kepala, akibatnya sejak September 2012 Pemohon dengan Termohon pisah ranjang,Menimbang, bahwa dari jawab menjawab ternyata Termohon membantah bukan penyebab perselisihan karena Termohon tidak taat dan patuh kepada Pemohon yang menjadi penyebab terjadinya perselisihan itu karena Pemohon pacaran lagi dengan wanita lain, tapi mengakui dan membenarkan bahwa sering terjadi perselisihan antara Pemohon dan Termohon dan Termohon tidak keberatan
8
bercerai dengan Pemohon, namun dalam hal perceraian Pemohon tetap dibebani untuk membuktikannya,Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil-dalil permohonannya tersebut Pemohon telah mengajukan bukti-bukti sebagaimana telah diuraikan diatas, bukti-bukti tersebut secara formal maupun materiil telah memenuhi persyaratan pembuktian sehingga patut dipertimbangkan; Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.2 berupa foto copy Kutipan Kutipan Akta Nikah yang dikeluarkan serta ditanda tangani oleh Pejabat yang berwenang untuk itu dan pengakuan Termohon serta keterangan saksi, maka harus dinyatakan telah terbukti dengan syah antara Pemohon dan Termohon adalah sebagai suami isteri yang pernikahannya dilangsungkan pada tanggal 05 Juni 2009,Menimbang, bahwa Pemohon dan Termohon selama berumah tangga pernah hidup rukun dan harmonis dan telah bergaul sebagaimana layaknya suami isteri dan telah dikaruniai 1 orang anak bernama : MUHAMMAD YAHYA ALBUKHORI, Laki-laki, umur 1,5 Tahun; Menimbang, bahwa para saksi telah memberikan keterangan dibawah sumpah yang pada pokoknya bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon sudah tidak rukun dan harmonis dan sekarang antara Pemohon dan Termohon sudah tidak hidup serumah lagi dan mereka telah pisah rumah selama kurang lebih 2 bulan,Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan para saksi tersebut diatas dan dihubungkan dengan pengakuan Termohon merupakan indikasi bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon sudah tidak harmonis dimana antara Pemohon dan Termohon telah terjadi perselisihan dan pertengkaran dan telah pisah rumah selama 2 bulan dan hal ini tidaklah mungkin bisa terjadi kalau dalam rumah tangga tersebut penuh mawaddah dan rahmah, serta merupakan bukti bahwa telah
9
terjadi adanya perselisihan antara Pemohon dan Termohon yang terus menerus, maka berdasarkan pertimbangan tersebut Majelis Hakim berpendapat bahwa perkawinan antara Pemohon dan Termohon telah pecah, sehingga untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan sejahtera sebagaimana yang dikehendaki oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak mungkin terwujud, dan apabila kondisi rumah tangga seperti ini masih tetap dipertahankan tidak akan membawa kemaslahatan bagi kedua belah pihak tapi malah akan mendatangkan kemadharatan yang lebih besar bagi keduanya,Menimbang. bahwa oleh karena itu permohonan Pemohon telah terbukti serta memenuhi alasan perceraian sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam sehingga patut untuk dikabulkan ; Menimbang, bahwa selama proses pemeriksaan perkara ini berlangsung baik Pemohon maupun Termohon menunjukkan sikap tidak mau lagi untuk melanjutkan dan membina rumah tangga mereka kembali oleh karena itu Majelis Hakim menetapkan memberi izin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon di depan sidang Pengadilan Agama Cikarang sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 227 :
Artinya :
Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka
sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (Q.S. 2. 227); Dalam Rekonpensi. Menimbang, bahwa dengan adanya gugatan balik (rekonpensi) dari Termohon maka sebutan setatus para pihak berubah Pemohon Konpensi menjadi Tergugat Rekonpensi dan Termohon Konpensi menjadi Penggugat Rekonpensi,-
10
Menimbang, bahwa Termohon Konpensi/Penggugat Rekonpensi dalam jawabannya menuntut nafkah iddah selama 3 bulan sebesar Rp. 2.100.000, dan mut’ah berupa cincin emas 24 karat seberat 4 gram, dan juga menuntut hak asuh anak ada pada Termohon dan tuntutan nafkah untuk anak setiap bulan Rp. 1.000.000, diluar pendidikan dan kesehatan,Menimbang, bahwa terhadap tuntutan tersebut Pemohon Konpensi/ Tergugat Rekonpensi dalam repliknya menyatakn tidak keberatan terhadap semua tuntutan Termohon Konpensi/Penggugat
Rekonpensi
tersebut
dan
akan
memberikan semua yang dituntut oleh Penggugat dan juga anak diasuh oleh Termohon Konpensi/Penggugat Rekonpensi,Menimbang, bahwa dengan telah dikabulkannya permohonan Pemohon untuk menceraikan isterinya dan berdasarkan pada pasal 149 huruf a dan b Kompilasi Hukum Islam, maka bekas suami wajib memberikan mut’ah dan nafkah selama masa iddah terhadap Termohon, dan Pemohon telah menyatakan di dalam repliknya akan memberikan nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 2.100.000, dan mut’ah berupa cincin emas 24 karat seberat 4 gram kepada Termohon Konpensi/ Penggugat Rekonpensi, maka berdasarkan kesanggupan tersebut Majelis Hakim menetapakan menghukum Pemohon Konpensi/ Tergugat Rekonpensi untuk membayar nafkah selama masa iddah tiga bulan sebesar Rp. 2.100.000, dan mut’ah berupa cincin emas 24 karat seberat 4 gram, kepada Termohon Konpensi/ Penggugat Rekonpensi,Menimbang, bahwa mengenai tuntutan hak asuh anak kepada Termohon Konpensi/ Penggugat Rekonpensi ternyata Pemohon Konpensi / Tergugat Rekonpensi tidak keberatan anaknya untuk diasuh oleh Termohon Konpensi / Penggugat Rekonpensi dan pada kenyataannya sekarang anak tersebut sudah ada dan diasuh oleh Termohon Konpensi / Penggugat Rekonpensi, maka dalam hal ini Majelis Hakim menetapakan hak asuh anak yang bernama : MUHAMMAD
11
YAHYA AL-BUKHORI, Laki-laki, umur 1,5 Tahun ada pada Termohon Konpensi / Penggugat Rekonpensi; Menimbang, bahwa mengenai nafkah anak berdasarkan pada pasal 105 huruf (c) ditanggung oleh ayahnya dan Pemohon Konpensi / Tergugat Rekonpensi sebagai ayah dari anak tersebut telah menyatakan akan memberikan nafkah terhadap anaknya setiap bulan sebesar Rp. 1.000.000, sesuai dengan tuntutan Termohon Konpensi / Penggugat Rekonpensi diluar biaya pendidikan dan kesehatan, maka oleh karena itu Majelis Hakim menetapkan menghukum Pemohon untuk membayar nafkah anak setiap bulan sebesar Rp. 1.000.000, kepada Termohon Konpensi / Penggugat Rekonpensi,Dalam Konpensi dan Rekonpensi. Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 89 ayat (1) UU No 7 Tahun 1989, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.3 tahun 2006, dan Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009, tentang Peradilan Agama, maka biaya perkara dibebankan kepada Pemohon Konpensi / Tergugat Rekonpensi; Mengingat, segala ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku serta hukum syara yang berkaitan dengan perkara ini; MENGADILI Dalam Konpensi. 1. Mengabulkan permohonan Pemohon; 2. Memberi izin kepada Pemohon (MU.MIN BAHRUL. ALAM bin MAMAN) untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon (ATIKAH DEWI binti AHMAD AGUS) didapan sidang Pengadilan Agama Cikarang,Dalam Rekonpensi. 1. Mengabulkan gugatan Penggugat.-
12
2. Menghukum Tergugat untuk membayar uang iddah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 2.100.000, dan Mut’ah berupa cincin emas 24 karat seberat 4 gram kepada Penggugat,3. Menetapakan seorang anak yang bernama Muhammad yahya AlBukhori dibawah asuhan Penggugat,4. Menghukum Tergugat untuk membayar nafkah anak tersebut diatas sebesar Rp. 1.000.000, setiap bulan kepada Penggugat,Dalam Konpensi dan Rekonpensi. Menghukum Pemohon Konpensi / Tergugat Rekonpensi untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 346.000, (tiga ratus empat puluh enam ribu rupiah),Demikian putusan ini dijatuhkan dalam permusyawaratan Majelis Hakim pada hari Selasa tanggal 25 Juni 2013 M, bertepatan dengan tanggal 16 Sya’ban 1434 H, oleh kami Drs. M. Effendy, HA sebagai Ketua Majelis, serta Drs. H. Chalid, L.MH dan Drs M. Nur Sulaeman, MHI masing-masing sebagai Hakim Anggota. Putusan mana pada hari itu juga diucapakan oleh Ketua Majelis tersebut dalam persidangan terbuka untuk umum, dengan dibantu oleh Drs. H. Shodiqin, sebagai Panitera Pengganti yang dihadiri oleh Pemohon diluar hadirnya Termohon,Ketua Majelis, ttd ttd Drs. M. Effendy, HA Hakim Anggota,
Hakim Anggota,
ttd
ttd
Drs. H. Chalid, L.MH
Drs M. Nur Sulaeman, MHI
13
Panitera Pengganti, ttd
Drs. H. Shodiqin, Perincian Biaya Perkara: 1. Biaya Pendaftaran
Rp. 30.000,-
2. Biaya Proses
Rp
3. Biaya Panggilan
Rp 255.000,-
4. Redaksi
Rp.
5.000,-
5. Materai
Rp
6.000,-
Jumlah
50.000,-
Rp 346.000,(tiga ratus empat puluh enam ribu rupiah),-
Putusan ini berkekuatan hukum tetap sejak tanggal ; Untuk salinan yang sama bunyinya oleh : Panitera Pengadilan Agama Cikarang
R. Jaya Rahmat, S.Ag, M.Hum
1
PUTUSAN Nomor : 633/Pdt.G/2013/PA.Ckr BISMILLAHIR RAHMANIR RACHIEM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Cikarang yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama dalam persidangannya Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan dalam perkara cerai talak antara : SURYONO bin HADI SARJONO, Umur 57 tahun, Agama Islam pekerjaan tidak bekerja, tempat tinggal di Gang Ikrar I Kampung Legon Jalan Toyogiri II Rt. 03 Rw. 04 Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, selanjutnya disebut sebagai PemohonLAWAN SUWANTI binti KARTO LESONO, Umur 52 tahun, Agama Islam, pekerjaan ibu rumah tangga, tempat tinggal di Jalan Toyogiri II Kampung Legon Rt. 03 Rw.03 Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, selanjutnya disebut sebagai Termohon,-
Pengadilan Agama tersebut; telah mempelajari berkas perkara; telah mendengar kedua belah pihak berperkara dan keterangan saksi-saksi. TENTANG DUDUK PERKARANYA Menimbang, bahwa Pemohon berdasarkan surat permohonannya tanggal 21 Mei 2013 yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Cikarang pada tanggal tersebut dengan Register perkara Nomor : 633/Pdt.G/2013/PA.Ckr telah mengajukan hal-hal sebagai berikut : 1. Bahwa pada tanggal 08 Agustus 2005, Pemohon dengan Termohon melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi sebagaimana
2
ternyata dalam Buku Kutipan Akta Nikah Nomor : 1359/80/VIII/2006 tanggal 08 Agustus 2005 ;
2. Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon membina rumah tangga di Kampung Legon Jalan Toyogiri II Rt. 03 Rw. 04 Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, sebagasi tempat tinggal bersama,3. Bahwa selama berumah tangga antara Pemohon dengan Termohon telah berhubungan sebagaimana layaknya suami isteri namun belum dikaruniai keturunan,4. Bahwa rumah tangga Pemohon dengan Termohon pada awalnya berjalan rukun dan harmonis, akan tetapi sejak tanggal 13 Maret 2011 mulai tidak rukun karena terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran; 5. Bahwa sebagai penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran Pemohon dengan Termohon disebabkan masalah: a. Termohon tidak taat dan tidak patuh kepada Pemohon, bila di beri saran atau nasehat selalu melawan; b. Termohon pernah memfitnah Pemohon; c. Termohon mempunyai hutang piutang tanpa sepengetahuan Pemohon;
6. Bahwa karena terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran, maka sejak tanggal 13Agustus 20119Pemohon dengan Termohon pisah rumah,-
7. Bahwa dengan keadaan rumah tangga Pemohon dan Termohon sebagaimana digambarkan diatas, maka tujuan perkawinan untuk membentuk rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah sebagaimana dikehendaki Pasal 1 Undang Undang
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak dapat
diwujudkan dan Pemohon tidak sanggup lagi untuk tetap melanjutkan dan mempertahankan rumah tangga dengan
Termohon, sehingga apabila tetap
dipertahankan dalam kondisi rumah tangga seperti ini tidak akan ada maslahatnya bagi kedua belah pihak malah hanya akan menimbulkan kemudharatan yang berkepanjangan;
3
Berdasarkan alasan/dalil-dalil diatas, Pemohon mohon agar Ketua Pengadilan Agama Cikarang C.q. Majelis Hakim berkenan menerima, memeriksa dan mengadili perkara ini, selanjutnya menjatuhkan putusan sebagai berikut: 1. Mengabulkan permohonan Pemohon; 2. Memberi ijin kepada Pemohon (SURYONO bin HADI SARJONO ) untuk menjatuhkan talak satu raj'i terhadap Termohon (SUWANTI binti KARTO LESONO ) di depan sidang Pengadilan Agama Cikarang; 3. Membebankan biaya perkara sesuai hukum; Atau : Apabila Pengadilan Agama Cikarang berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya; Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang telah ditetapkan Pemohon hadir sendiri dan Termohonpun hadir sendiri, selanjutnya untuk mendamaikan kedua belah pihak berperkara Majelis Hakim menunjuk Drs. Sartino, SH sebagai Mediator untuk melakukan mediasi terhadap pihak-pihak berperkara serta melaporkan hasil mediasinya kepada Majelis Hakim.Menimbang, bahwa berdasarkan laporan Mediator bahwa Mediasi telah dilaksanakan akan tetapi tidak berhasil, kemudian dibacakanlah permohonan Pemohon yang mana isi dan maksudnya tetap dipertahankan oleh Pemohon dengan tidak merubah atau menambah permohonanya tersebut.Menimbang, bahwa atas permohonan Pemohon tersebut Termohon telah memberikan jawaban secara lisan yang pada pokoknya sebagai berikut : -
Bahwa benar sebagai suami isteri perkawinan antara duda dengan janda dan belum mepunyai anak, dan benar antara Pemohon dengan Termohon telah terjadi pertengkaran namun penyebabnya bukan dari Termohon tapi dari Pemohon sendiri yang pamit mau ke Solo tapi setelah pulang dari Solo Pemohon tidak mau pulang ke rumah Termohon lagi,-
-
Bahwa setelah beberapa lama Pemohon tinggal di rumah anaknya, Pemohon datang ke rumah Termohon minta surat Nikah dengan alasan katanya untuk mengurus pensiunan tapi ternyata untuk permohonan cerai,
4
bahwa Termohon merasa keberatan untuk perceraian ini, tapi jika Pemohon tetap mau menceraikan Termohon, maka Termohon dengan ini menuntut hak Termohon berupa nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 30.000.000, dan mut’ah sebesar Rp. 30.000.000, serta menuntut nafkah lampau dari bulan Juli 2011 s/d Juli 2013 sebesar Rp. 36.000.000, dan Pemohon agar mengembalikan sepeda motor yang telah diberikan kepada anak dan saat ini motor dibawa lagi oleh Pemohon,Menimbang, bahwa atas jawaban Termohon tersebut Pemohon telah menyampaikan Repliknya secara lisan yang pada pokoknya sebagai berikut: -
Bahwa Pemohon tetap pada permohonan dan Pemohon tidak sanggup atas tuntutan Termohon yang menuntut nafkah iddah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 30.000.000, dan Pemohon hanya sanggup memberikan nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 1.500.000,-
-
Bahwa Pemohon juga tidak sanggup untuk memberikan mut’ah kepada Termohon sebesar Rp. 30.000.000, dan Pemohon hanya sanggup untuk memberikan mut’ah sebesar Rp. 1 500.000,-
-
Bahwa untuk tuntutan nafkah lampau dari bulan Juli 2011 s/d bulan Juli 2013 Termohon tidak sanggup untuk memberikannya karena Pemohon sudah tidak punya penghasilan lagi,Menimbang, bahwa Termohon juga telah menyampaikan Duplik secara
lisan yang pada pokoknya duplik tersebut tetap pada jawaban dan gugatan balik tersebut diatas,Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil permohonannya tersebut Pemohon telah mengajukan bukti surat berupa : 1. Foto Copy Kartu Tanda Penduduk atas nama Pemohon yang dikeluarkan oleh Camat Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. (P.1),2. Foto copy buku kutipan Akta Nikah Nomor : 1359/80/VIII/2006 tanggal 08 Agustus 2005 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan
Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi,(P.2),-
5
Menimbang, bahwa selain bukti surat tersebut di atas Pemohon juga telah mengajukan 2 (dua) orang saksi, dan kedua saksi tersebut telah memberikan keterangan di bawah sumpahnya masing-masing yang pada pokoknya sebagai berikut : 1. SURYANTO bin HADI SARJONO menerangkan : Bahwa saksi adik kandungnya Pemohon dan saksi kenal dengan Termohon isteri Pemohon, bahwa Pemohon dan Termohon suami isteri mereka menikah atas dasar suka sama suka antara duda dengan janda dan selama berumah tangga belum dikaruniai keturunan, Bahwa setahu saksi setelah menikah Pemohon dan Termohon tinggal bersama dirumah Termohon, dan pada awalnya rumah tangga Pemohon dan Termohon rukun dan harmonis, namun saat ini sudah tidak rukun dan telah terjadi pertengkaran sejak 2 tahun yang lalu dan saksi tahu dari cerita Pemohon kepada saksi namun saksi tidak tahu penyebabnya dan yang saksi tahu bahwa antara Pemohon dengan Termohon telah pisah rumah selama 2 tahun dan tidak pernah kumpul kembali, bahwa Pemohon sekarang ini sudah tidak bekerja karena telah pensiun dari Suzuki,2. DENI ISKANDAR bin PURNOMO menerangkan :
Bahwa saksi teman Pemohon sejak 2010 tapi saksi tidak kenal dengan Termohon tapi saksi tahu dari cerita Pemohon bahwa Pemohon sudah punya isteri lagi yaitu Termohon dan katanya juga selama rumah tangga dengan Termohon belum punya anak,-
Bahwa saksi tahu sebatas cerita dari Pemohon bahwa rumah tangganya dengan Termohon sudah tidak rukun dan telah terjadi pertengkaran dan sudah tidak ada kecocokan adapaun penyebabnya Pemohon tidak pernah cerita jadi saksi tidak tahu penyebab mereka berselisih, dan yang saksi tahu saat ini Pemohon dengan Termohon telah pisah rumah sejak 1 tahun yang lalu, dan sekarang ini Pemohon sudah tidak bekerja dan tidak punya penghasilan,-
6
Menimbang, bahwa untuk selanjutnya Pemohon tidak mengajukan sesuatu tanggapan apapun dan hanya menyampaikan kesimpulan secara lisan yang pada pokoknya Pemohon tetap pada permohonannya dan mohon putusan begitu juga Termohon telah menyampaikan kesimpulan secara lisan yang pada pokoknya tetap pada jawaban dan gugatan baliknya dan tidak keberatan bercerai asal tuntutannya dikabulakan serta mohon putusan yang seadil-adilnya,Menimbang, bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ditunjuk kepada hal-hal sebagaimana tersebut dalam berita acara persidangan perkara ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam putusan ini,TENTANG HUKUMNYA DALAM KONVENSI. Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah sebagaimana telah terurai di atas,Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah berusaha maksimal baik langsung maupun melalui penunjukan Mediator untuk mendamaikan Pemohon dengan Termohon agar rukun kembali membina rumah tangga dengan baik dan harmonis, akan tetapi tidak berhasil,Menimbang, bahwa perkara a quo adalah sengketa di bidang perkawinan dan domisili Pemohon sebagaimana bukti P.1 berada diwilayah hukum Pengadilan Agama Cikarang, dan didasarkan kepada ketentuan pasal 49 ayat (1) hurup a jo pasal 73 ayat (1) Undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 03 tahun 2006 dan Undang-undang nomor 50 tahun 2009, maka Pengadilan Agama Cikarang berwenang menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara ini,Menimbang, bahwa Pemohon pada pokoknya mendalilkan bahwa rumah tangganya dengan Termohon semula rukun dan harmonis akan tetapi kurang lebih sejak tanggal 13 Maret 2011 Pemohon merasakan rumah tangga sudah tidak rukun dan harmonis lagi, sering terjadi perselisihan dan pertengkaran disebabkan
7
Termohon tidak taat dan tidak patuh kepada Pemohon, bila diberi saran atau nasehat selalu melawan dan Termohon pernah memfitnah Pemohon serta Termohon punya hutang piutang tanpa sepengetahuan Pemohon, karena terus menerus terjadi perselisihan maka akibatnya sejak tanggal 13 Agustus 2011 Pemohon dengan Termohon pisah rumah,Menimbang, bahwa dari jawabannya ternyata Termohon telah mengakui dan membenarkan bahwa rumah tangganya dengan Pemohon sudah tidak rukun dan harmonis dan telah terjadi pertengkaran tapi penyebabnya bukan dari Termohon tapi dari Pemohon sendiri dimana Pemohon pamit mau ke Solo dan dari Solo Pemohon tidak pulang lagi ke rumah Termohon tapi pulang kerumah anaknya, dan sampai sekarang pisah rumah selama 3 tahun,Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil-dalil permohonannya tersebut, Pemohon telah mengajukan bukti-bukti sebagaimana telah disebutkan di atas, dan bukti-bukti tersebut secara formal maupun material telah memenuhi persyaratan pembuktian sehingga patut dipertimbangkan; Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.2 berupa Foto Copy kutipan Akta Nikah yang merupakan akta Autentik dan pengakuan Termohon harus dinyatkan telah terbukti bahwa Pemohon dengan Termohon berkedudukan sebagai suami isteri yang sah yang pernikahannya dilaksanakan pada tanggal 08 Agustus 2005,Menimbang, bahwa selama rumah tangga antara Pemohon dan Termohon meskipun sekarang ini sudah tidak rukun dan harmonis lagi, namun sebelumnya telah merasakan kehidupan rumah tangga yang rukun dan bahagia serta telah bergaul sebagaimana layaknya suami isteri namun belum dikaruniai keturunan,Menimbang, bahwa para saksi Pemohon telah memberikan keterangan di bawah sumpahnya yang pada pokoknya bahwa rumah tangga Pemohon dengan Termohon sudah tidak rukun dan harmonis namun para saksi tidak mengetahui penyebabnya dan yang saksi ketahui bahwa Pemohon dengan Termohon telah pisah rumah selama kurang lebih 2 tahun dan tidak pernah kumpul lagi,-
8
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan para saksi dihubungkan dengan jawab menjawab antara Pemohon dengan Termohon mengindikasikan sudah tidak adanya keharmonisan dalam rumah tangga Pemohon dan Termohon dimana sejak dari bulan Agustus 2011 antara Pemohon dengan Termohon sudah pisah rumah hingga sekarang dan tidak pernah kumpul kembali, hal tersebut membuktikan adanya perselisihan antara Pemohon dan Termohon secara terus menerus karena tidaklah mungkin Pemohon dan Termohon pisah selama 3 tahun tanpa kumpul kembali kalau dalam rumah tangga tersebut bahagia dan sejahtera penuh perasaan mawaddah warohmah,Menimbang, bahwa Majelis Hakim dalam hal ini tidak melihat masalah apa dan siapa yang menjadi penyebab timbulnya perselisihan dan pertengkaran antara Pemohon dan Termohon, tapi Majelis Hakim melihat masih bisakah rumah tangga tersebut dirukunkan dan didamaikan, tapi pada kenyataannya meskipun telah diupayakan perdamaian melalui mediasi Pengadilan ternyata sulit dan sudah tidak bisa lagi untuk berdamai,Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas maka Majelis Hakim berpendapat, bahwa permohonan Pemohon telah memenuhi unsur pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 jo pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam yang mengisaratkan bahwa antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga,Menimbang, bahwa suatu perkawinan apabila salah satu pihak telah bersikeras untuk bercerai maka hal tersebut merupakan indikasi bahwa perkawianan
itu
telah
pecah,
sehingga
apabila
dipaksakan
untuk
mempertahankannya akan menimbulkan Mafsadat (kerusakan) yang lebih besar dari pada Maslahatnya maka oleh karena itu Majelis Hakim berpendapat bahwa permohonan Pemohon sudah sepatutnya untuk dikabulkan, sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 227 :
9
Artinya : “Dan jika mereka berazam (berketapan hati untuk) thalaq maka sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha mengetahui “ (QS. 2 : 227) Menimbang, bahwa selama proses pemeriksaan Pemohon menunjukan sikap dan keinginan bahwa ia tidak akan mempertahankan perkawinannya dengan Termohon,Menimbang, bahwa oleh karena itu Majelis Hakim menetapkan memberi izin kepada Pemohon untuk menjatuhkan thalaq satu Raj’i terhadap Termohon didepan sidang Pengadilan Agama Cikarang,DALAM REKONVENSI Menimbang, bahwa dalam jawabanya Termohon mengajukan tuntutan (gugatan Rekonvensi) oleh karenanya Majelis Hakim menyatakan kedudukan pihak-pihak bahwa Pemohon Konvensi menjadi Tergugat Rekonvensi dan Termohon Konvensi menjadi Penggugat Rekonvensi dengan pertimbangan sebagai berikut : Menimbang, bahwa Penggugat dalam jawabannya menuntut nafkah yang lampau (madiyah) sejak bulan Juli 2011 sampai dengan Juli 2013 sebesar Rp. 36.000.000, (tiga puluh enam juta rupiah) dan atas tuntutan tersebut Tergugat membenarkan bahwa selama pisah rumah dengan Penggugat sejak Juli 2011 sampai dengan Juli 2013 tidak memberikan nafkah lahir, tapi Tergugat menyatakan kalau untuk membayar nafkah madiayah selama itu sebesar Rp. 36.000.000,
tidak
sanggup
dan
Tergugat
tidak
menyatakan
berapa
kesanggupannya dengan alasan bahwa Tergugat sekarang ini tidak punya Penghasilan, maka dalam hal ini Majelis mempertimbangkan bahwa selama isteri tidak nusuz maka nafkah suami terhadap isteri merupakan kewajiban yang harus dipenuhi namun berdasarkan kesanggupan, dan oleh karena Tergugat tidak menyatakan kesanggupannya, dan Tergugat telah terbukti lalai terhadap
10
kewajibannya meskipun menurut keterangan saksi bahwa Tergugat sudah tidak bekerja dan tidak punya penghasilan, namun nafkah terhadap isteri sudah merupakan kewajiban yang harus dipenuhi dan isteri menuntut hal tersebut, maka Majelis Hakim perlu menetapkan berdasarkan anggapan bahwa Tergugat mampu untuk memberikan nafkah madiyah ( nafkah lampau ) kepada Penggugat setiap bulan sebesar Rp. 100.000, sejak bulan Juli 2011 sampai dengan bulan Juli 2013 selama 36 bulan sebesar Rp. 3.600.000, (tiga juta enam ratus ribu rupiah), maka oleh karena itu Majelis menghukum Tergugat untuk membayar nafkah madiyah sebesar Rp. 3.600.000, (tiga juta enam ratus ribu rupiah),Menimbang, bahwa Penggugat dalam jawabannya menuntut nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp.30.000.000, dan mut’ah sebesar Rp. 30.000.000, sedangkan Tergugat dalam repliknya menyatakan sanggup untuk memberikan nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 1.500.000, dan mut’ah sebesar Rp. 1.500.000, dalam hal ini Majelis Hakim mempertimbangkan berdasarkan dari jawab menjawab dipersidangan bahwa perceraian ini merupakan keinginan dari Tergugat sendiri dan permohonan Pemohon dalam konvensi telah dikabulkan maka berdasarkan pada pasal 149 huruf (a) dan (b) Kompilasi Hukum Islam bekas suami wajib memberikan mut’ah, nafkah iddah, maka berdasarkan hal tersebut Majelis Hakim dapat menetapkan mut’ah, nafkah iddah, yang dianggap wajar dan patut serta tidak memberatkan kepada Tergugat sebagai berikut,a. Mut’ah, sebesar Rp. 1.500.000,b.
Nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 3.000.000.Menimbang, bahwa berdasarakan pertimbangan tersebut di atas Majelis
Hakim menghukum Tergugat untuk membayar Nafkah Iddah,Mut’ah, seluruhnya sebesar Rp. 4.500.000,- terhadap Penggugat,-
Menimbang, bahwa tuntutan agar Tergugat mengembalikan motor yang telah diberikan kepada anak yang saat ini telah dibawa Tergugat, maka dalam hal
11
ini Majelis Hakim berpendapat bahwa tuntutan tersebut bukan merupakan wewenang Pengadilan Agama untuk mengadilinya oleh karenanya tuntutan tersebut tidak dapat diterima,DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 89 ayat 1 undang-undang No. 7 tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No. 3 tahun 2006 dan Undang-Undang No.50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama maka semua biaya yang timbul dalam perkara ini dibebakan kepada Pemohon Konvensi / Tergugat Rekonvensi,Mengingat, segala peraturan perundang-undangan yang berlaku serta hukum syara yang berkaitan dengan perkara ini. MENGADILI DALAM KONVENSI 1. Mengabulkan Permohonan Pemohon 2. Memberi izin kepada Pemohon (SURYONO bin HADI SARJONO) untuk menjatuhakan Thalaq satu Raj’i terhadap Termohon (SUWANTI binti KARTO LESONO ) didepan sidang Pengadilan Agama Cikarang,DALAM REKONVENSI 1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian,2. Menghukum Tergugat untuk membayar nafkah madiyah sejak Juli 2011 hingga Juli 2013 sebesar Rp. 3.600.000, (tiga juta enam ratus ribu rupiah) kepada Penggugat,3. Menghukum Tergugat untuk membayar Nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 3.000.000,- dan mut’ah, sebesar Rp. 1.500.000, terhadap Penggugat,4. Menyatakan gugatan Penggugat untuk selebihnya tidak dapat diterima,DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI Menghukum Pemohon Konvensi / Tergugat Rekonvensi untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 346.000,- (tiga ratus empat puluh enam ribu rupiah),-
12
Demikian putusan ini dijatuhkan di Cikarang pada hari Selasa tanggal 29 Oktober 2013 M, bertepatan dengan tanggal 24 Dzulhijjah 1434 H, oleh kami Drs. M. Effendy HA sebagai Ketua Majelis dan Drs. H. Chalid, L.MH serta Drs. M. Nur Sulaeman, MHI masing-masing sebagai Hakim Anggota serta Drs. H. Shodiqin sebagai Panitera Pengganti dan putusan mana pada hari itu juga diucapkan oleh Ketua Majelis tersebut dalam persidangan yang terbuka untuk umum dengan dihadiri oleh Pemohon dan Termohon,Ketua Majelis ttd Drs. M. Effendy, HA Hakim Anggota
Hakim Anggota
ttd
ttd
Drs. H. Chalid, L.MH,
Drs. M. Nur Sulaeman, MHI Panitera Pengganti ttd Drs. H.Shodiqin,
Perincian Biaya Perkara 1. Biaya pendaftaran
Rp. 30.000,-
2. Biaya proses
Rp. 50.000,-
3. Pemanggilan
Rp. 255.000,-
4. Redaksi
Rp.
5000,-
5. Materai
Rp.
6000,-
JUMLAH
Rp. 346.000,-
Catatan : - Putusan ini telah berkekuatan hukum tetap - Salinan Putusan ini dikeluarkan atas permintaan Pemohon Cikarang, 23 Desember 2013 Untuk salinan yang sama bunyinya, oleh : PENGADILAN AGAMA CIKARANG a.n. Panitera u.b. Panitera Muda Hukum
ADAM ISKANDAR, S.Ag.
1
PUTUSAN Nomor : 1046/Pdt.G/2013/PA.Ckr BISMILLAHIR RAHMANIR RACHIEM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Cikarang yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama dalam persidangannya Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan dalam perkara cerai talak antara : AGUS SOFYAN HADI bin ENCENG SUPRIATNA, Umur 28 tahun, Agama Islam pekerjaan Karyawan Swasta, tempat tinggal di Kampung Blok Situ Jalan Neglasari Rt. 21 Rw. 05 Desa Purwadadi Barat, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang Jawa Barat, selanjutnya disebut sebagai PemohonLAWAN G. INDRI MEGAWATI binti HARYONO, Umur 28 tahun, Agama Islam, pekerjaan ibu rumah tangga, tempat tinggal di Perumahan Griya Husada Asri Blok C.11 Rt.04 Rw.04 No.15 Desa Cijengkol, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, selanjutnya disebut sebagai Termohon,-
Pengadilan Agama tersebut; telah mempelajari berkas perkara; telah mendengar kedua belah pihak berperkara dan keterangan saksi-saksi. TENTANG DUDUK PERKARANYA Menimbang, bahwa Pemohon berdasarkan surat permohonannya tanggal 10 September 2013 yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Cikarang
pada
tanggal
tersebut
dengan
Register
perkara
Nomor
:
1046/Pdt.G/2013/PA.Ckr telah mengajukan hal-hal sebagai berikut : 1. Bahwa
pada
tanggal
01
Mei
2010,
Pemohon
dengan
Termohon
melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Mustikajaya Kota Bekasi sebagaimana ternyata
2
dalam Buku Kutipan Akta Nikah Nomor : 297/04/V/2010 tanggal 01 Mei 2010 ; 2.
Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon membina rumah tangga di Perumahan Griya Husada Asri Blok C.11 Rt.04 Rw.04 No.15 Desa Cijengkol, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, sebagai tempat tinggal bersama,-
3. Bahwa selama berumah tangga antara Pemohon dengan Termohon telah dikaruniai 1 orang anak bernama KEANU GAGAS ALRASKA, anak lakilaki, umur 9 bulan; 4. Bahwa rumah tangga Pemohon dengan Termohon pada awalnya berjalan rukun dan harmonis, akan tetapi sejak tahun 2011 mulai tidak rukun karena terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran; 5. Bahwa sebagai penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran Pemohon dengan Termohon disebabkan masalah: a. Termohon pernah minta cerai pada Pemohon; b. Termohon pernah mencoba akan bunuh diri; c. Termohon pernah menampar wajah Pemohon; 6. Bahwa karena terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran, maka sejak bulan Maret 20129Pemohon dengan Termohon pisah rumah,7. Bahwa dengan keadaan rumah tangga Pemohon dan Termohon sebagaimana digambarkan diatas, maka tujuan perkawinan untuk membentuk rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah sebagaimana dikehendaki Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak diwujudkan dan Pemohon tidak sanggup lagi untuk tetap melanjutkan dan mempertahankan rumah tangga dengan
Termohon, sehingga apabila tetap dipertahankan hanya akan
menimbulkan kemudharatan yang berkepanjangan; Berdasarkan
alasan/dalil-dalil
diatas,
Pemohon
mohon
agar
Ketua
Pengadilan Agama Cikarang C.q. Majelis Hakim berkenan menerima, memeriksa dan mengadili perkara ini, selanjutnya menjatuhkan putusan sebagai berikut: 1. Mengabulkan permohonan Pemohon;
3
2. Memberi ijin kepada Pemohon (AGUS SOFYAN HADI bin ENCENG SUPRIATNA) untuk menjatuhkan talak satu raj'i terhadap Termohon (G. INDRI MEGAWATI binti HARYONO) di depan sidang Pengadilan Agama Cikarang; 3. Membebankan biaya perkara sesuai hukum; Atau : Apabila Pengadilan Agama Cikarang berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya; Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang telah ditetapkan Pemohon hadir sendiri dan Termohonpun hadir sendiri, selanjutnya untuk mendamaikan kedua belah pihak berperkara Majelis Hakim menunjuk Drs. Esib Jaelani, MH sebagai Mediator untuk melakukan mediasi terhadap pihak-pihak berperkara serta melaporkan hasil mediasinya kepada Majelis Hakim.Menimbang, bahwa berdasarkan laporan Mediator bahwa Mediasi telah dilaksanakan akan tetapi tidak berhasil, kemudian dibacakanlah permohonan Pemohon yang mana isi dan maksudnya tetap dipertahankan oleh Pemohon dengan tidak merubah atau menambah permohonanya tersebut.Menimbang, bahwa atas permohonan Pemohon tersebut Termohon telah memberikan jawaban secara lisan yang pada pokoknya sebagai berikut : -
Bahwa benar sebagai suami isteri dan dari pernikahan tersebut telah dikaruniai satu (1) orang anak,-
-
Bahwa tidak benar sejak tahun 2011 rumah tangga Pemohon dan Termohon sudah tidak harmonis, yang sebenarnya perselisihan dan pertengkaran sering terjadi sejak Maret 2012,-
-
Bahwa benar antara Pemohon dan Termohon sudah tidak ada kecocokan dalam membina rumah tangga,-
-
Bahwa benar Termohon pernah meminta cerai kepada Pemohon karena berawal dari sifat dan karakter Pemohon sendiri yang menyebabkan Termohon berbuat seperti itu, dan benar Termohon pernah mencoba akan bunuh diri, karena Pemohon mengancam akan meninggalkan Termohon
4
dalam keadaan sedang hamil 2 bulan, dan benar Termohon pernah menampar wajah Pemohon karena sebenarnya Termohon yang teraniaya dimana Pemohon memukul duluan terhadap Termohon sehingga Termohon membalasnya dengan tamparan juga, dan Termohon tidak keberatan diceraikan oleh Pemohon namun Termohon menuntut nafkah iddah selama 3 bulan sebesar Rp.1.000.000, (satu juta rupiah) dan mut’ah sebesar Rp.500.000, (lima ratus ribu rupiah), serta nafkah anak setiap bulannya sebesar Rp.1.500.000,-(satu juta lima ratus ribu rupaiah),Menimbang, bahwa atas jawaban Termohon tersebut Pemohon telah menyampaikan Repliknya secara lisan yang pada pokoknya sebagai berikut: -
Bahwa Pemohon tetap pada permohonan dan Pemohon menyanggupi untuk nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp.1.000.000, (satu juta rupiah) dan mut’ah sebesar Rp. 5.00.000, (lima ratus ribu rupiah), namun mengenai nafkah anak setiap bulan hanya sanggup memberi sebesar Rp. 500.000, (lima ratus ribu rupiah) dengan alasan penghasilan Pemohon dari gaji setiap bulan hanya sebesar Rp.2.000.000, (dua juta rupiah),Menimbang, bahwa Termohon juga telah menyampaikan Duplik secara
lisan yang pada pokoknya bahwa Termohon keberatan kalau nafkah anak hanya sebesar Rp.500.000, dan Termohon tetap menuntut untuk nafkah anak setiap bulan sebesar Rp.1.500.000, (satu juta lima ratus ribu rupiah),-
Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil permohonannya tersebut Pemohon telah mengajukan bukti surat berupa : 1. Foto Copy Kartu Tanda Penduduk atas nama Pemohon
NIK
3213060808850002 tertanggal 08-07-2013, yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Kabupaten Subang. (P.1),2. Foto copy buku kutipan Akta Nikah Nomor : 197/04/V/2010 tanggal 03 Mei 2010 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Mustika
Jaya Kota Bekasi,(P.2),-
5
Menimbang, bahwa selain bukti surat tersebut di atas Pemohon juga telah mengajukan 2 (dua) orang saksi, dan kedua saksi tersebut telah memberikan keterangan di bawah sumpahnya masing-masing yang pada pokoknya sebagai berikut : 1. LILIS QURAESIN SADELI bin SADELI menerangkan : Bahwa saksi kakak seibu dengan Pemohon dan saksi kenal dengan Termohon isteri Pemohon namanya Indri Megawati, bahwa Pemohon dan Termohon suami isteri mereka menikah bulan Mei 2010, dan selama berumah tangga telah dikaruniai 1 orang anak, Bahwa setahu saksi setelah menikah Pemohon dan Termohon tinggal bersama dirumah orang tua Termohon di Perumahan Griya Husada Asri Blok C.11 Rt.04 Rw.04 No.15 Desa Cijengkol, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, dan pada awalnya rumah tangga Pemohon dan Termohon baik dan rukun, namun sejak awal tahun 2012 yang lalu terjadi perselisihan dan pertengkaran penyebabnya yang saksi tahu karena Termohon kurang menghargai Pemohon sebagai suami dan Termohon pernah berani menampar wajah Pemohon serta Termohon pernah mencoba mau bunuh diri kalau lagi kondisi kesal dan sejak bulan Maret 2012 terjadi perselisihan yang mengakibatkan antara Pemohon dan Termohon pisah rumah hingga sekarang kurang lebih 1 tahun dan tidak pernah kumpul lagi,2. M. YUSUP bin SODIKIN menerangkan :
Bahwa saksi tetangga Pemohon sejak 1998 yang lalu dan saksi kenal dengan Termohon isterinya Pemohon namanya Indri Megawati dan selama berumah tangga telah dikaruniai anak 1 orang,-
Bahwa saksi setelah menikah Pemohon dan Termohon tinggal bersama dirumah orang tua Termohon di Perumahan Griya Husada Asri Blok C.11 Rt.04 Rw.04 No.15 Desa Cijengkol, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, dan pada awalnya rumah tangga Pemohon dan Termohon baik dan rukun,
6
namun sejak awal tahun 2012 yang lalu terjadi perselisihan dan pertengkaran penyebabnya yang saksi tahu karena Termohon kurang menghargai Pemohon sebagai suami dan Termohon pernah mencoba mau bunuh diri dan sejak bulan Maret 2012 terjadi perselisihan yang mengakibatkan antara Pemohon dan Termohon pisah rumah hingga sekarang kurang lebih 1 tahun dan tidak pernah kumpul lagi,Menimbang, bahwa untuk selanjutnya Pemohon tidak mengajukan sesuatu tanggapan apapun dan hanya menyampaikan kesimpulan secara lisan yang pada pokoknya Pemohon tetap pada permohonannya dan mohon putusan begitu juga Termohon telah menyampaikan kesimpulan secara lisan yang pada pokoknya tetap pada jawaban dan tidak keberatan bercerai serta mohon putusan yang seadil-adilnya,Menimbang, bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ditunjuk kepada hal-hal sebagaimana tersebut dalam berita acara persidangan perkara ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam putusan ini,TENTANG HUKUMNYA DALAM KONVENSI. Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah sebagaimana telah terurai di atas,Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah berusaha maksimal baik langsung maupun melalui penunjukan Mediator untuk mendamaikan Pemohon dengan Termohon agar rukun kembali membina rumah tangga dengan baik dan harmonis, akan tetapi tidak berhasil,Menimbang, bahwa perkara a quo adalah sengketa di bidang perkawinan dan domisili Pemohon sebagaimana bukti P.1 berada diwilayah hukum Pengadilan Agama Cikarang, dan didasarkan kepada ketentuan pasal 49 ayat (1) hurup a jo pasal 73 ayat (1) Undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 03 tahun 2006 dan Undang-undang nomor 50 tahun 2009, maka Pengadilan Agama
7
Cikarang berwenang menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara ini,Menimbang, bahwa Pemohon pada pokoknya mendalilkan bahwa rumah tangganya dengan Termohon semula rukun dan harmonis akan tetapi kurang lebih sejak tahun 2011 Pemohon merasakan rumah tangga sudah tidak rukun dan harmonis lagi, sering terjadi perselisihan dan pertengkaran disebabkan Termohon pernah minta cerai pada Pemohon dan Termohon pernah mencoba akan bunuh diri serta Termohon pernah menampar wajah Pemohon, karena terus menerus terjadi perselisihan maka akibatnya sejak bulam Maret 2012 Pemohon dengan Termohon pisah rumah,Menimbang, bahwa dari jawabannya ternyata Termohon telah mengakui dan membenarkan bahwa rumah tangganya dengan Pemohon sudah tidak rukun dan harmonis dan telah terjadi perselisihan dan pertengkaran dan telah pisah rumah sejak bulan Maret 2012 hingga sekarang tidak pernah kumpul lagi dan Termohon tidak keberatan diceraikan oleh Pemohon,Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil-dalil permohonannya tersebut, Pemohon telah mengajukan bukti-bukti sebagaimana telah disebutkan di atas, dan bukti-bukti tersebut secara formal maupun material telah memenuhi persyaratan pembuktian sehingga patut dipertimbangkan; Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.2 berupa Foto Copy kutipan Akta Nikah yang merupakan akta Autentik dan pengakuan Termohon harus dinyatkan telah terbukti bahwa Pemohon dengan Termohon berkedudukan sebagai suami isteri yang sah yang pernikahannya dilaksanakan pada tanggal 01 Mei 2010,Menimbang, bahwa selama rumah tangga antara Pemohon dan Termohon meskipun sekarang ini sudah tidak rukun dan harmonis lagi, namun sebelumnya telah merasakan kehidupan rumah tangga yang rukun dan bahagia serta telah bergaul sebagaimana layaknya suami isteri dan telah dikaruniai anak 1 orang bernama Keanu Gagas Alraska, umur 9 bulan,-
8
Menimbang, bahwa para saksi Pemohon telah memberikan keterangan di bawah sumpahnya yang pada pokoknya bahwa rumah tangga Pemohon dengan Termohon sudah tidak rukun dan harmonis karena Termohon kurang menghargai Pemohon sebagai suami dan Termohon pernah berani menampar wajah Pemohon serta Termohon pernah mencoba mau bunuh diri dan yang saksi ketahui bahwa Pemohon dengan Termohon telah pisah rumah sejak buylan Maret 2012 dan tidak pernah kumpul lagi,Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan para saksi dihubungkan dengan jawab menjawab antara Pemohon dengan Termohon mengindikasikan sudah tidak adanya keharmonisan dalam rumah tangga Pemohon dan Termohon dimana sejak dari bulan Maret 2012 antara Pemohon dengan Termohon sudah pisah rumah hingga sekarang dan tidak pernah kumpul kembali, hal tersebut membuktikan adanya perselisihan antara Pemohon dan Termohon secara terus menerus karena tidaklah mungkin Pemohon dan Termohon pisah rumah sejak bulan Maret 2012 tanpa kumpul kembali kalau dalam rumah tangga tersebut bahagia dan sejahtera penuh perasaan mawaddah warohmah,Menimbang, bahwa Majelis Hakim dalam hal ini tidak melihat masalah apa dan siapa yang menjadi penyebab timbulnya perselisihan dan pertengkaran antara Pemohon dan Termohon, tapi Majelis Hakim melihat masih bisakah rumah tangga tersebut dirukunkan dan didamaikan, tapi pada kenyataannya meskipun telah diupayakan perdamaian melalui mediasi Pengadilan ternyata sulit dan sudah tidak bisa lagi untuk berdamai,-
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas maka Majelis Hakim berpendapat, bahwa permohonan Pemohon telah memenuhi unsur pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 jo pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam yang mengisaratkan bahwa antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga,-
9
Menimbang, bahwa suatu perkawinan apabila salah satu pihak telah bersikeras untuk bercerai maka hal tersebut merupakan indikasi bahwa perkawianan
itu
telah
pecah,
sehingga
apabila
dipaksakan
untuk
mempertahankannya akan menimbulkan Mafsadat (kerusakan) yang lebih besar dari pada Maslahatnya maka oleh karena itu Majelis Hakim berpendapat bahwa permohonan Pemohon sudah sepatutnya untuk dikabulkan, sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 227 :
Artinya : “Dan jika mereka berazam (berketapan hati untuk) thalaq maka sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha mengetahui “ (QS. 2 : 227) Menimbang, bahwa selama proses pemeriksaan Pemohon menunjukan sikap dan keinginan bahwa ia tidak akan mempertahankan perkawinannya dengan Termohon,Menimbang, bahwa oleh karena itu Majelis Hakim menetapkan memberi izin kepada Pemohon untuk menjatuhkan thalaq satu Raj’i terhadap Termohon didepan sidang Pengadilan Agama Cikarang,DALAM REKONVENSI Menimbang, bahwa dalam jawabanya Termohon mengajukan tuntutan (gugatan Rekonvensi) oleh karenanya Majelis Hakim menyatakan kedudukan pihak-pihak bahwa Pemohon Konvensi menjadi Tergugat Rekonvensi dan Termohon Konvensi menjadi Penggugat Rekonvensi dengan pertimbangan sebagai berikut : Menimbang, bahwa Penggugat dalam jawabannya menuntut nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp.1.000.000, dan mut’ah sebesar Rp. 500.000, sertas nafkah seorang anak setiap bulan sebesar Rp. 1.500.000,sedangkan Tergugat dalam repliknya menyatakan sanggup untuk memberikan nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 1.000.000, dan mut’ah sebesar Rp.
10
500.000, sedangkan mengenai nafkah anak Tergugat hanya sanggup memberi setiap bulan sebesar Rp.500.000, dengan alasan bahwa Penghasilan setiap bulan dari gaji sebesar Rp. 2.000.000, maka dalam hal ini Majelis Hakim mempertimbangkan berdasarkan dari jawab menjawab dipersidangan bahwa perceraian ini merupakan keinginan dari Tergugat sendiri dan permohonan Pemohon dalam konvensi telah dikabulkan maka berdasarkan pada pasal 149 huruf (a) dan (b) Kompilasi Hukum Islam bekas suami wajib memberikan mut’ah, nafkah iddah, maka berdasarkan hal tersebut Majelis Hakim dapat menetapkan mut’ah, nafkah iddah, sesuai dengan kesanggupan Tergugat yang dianggap wajar dan patut serta tidak memberatkan kepada Tergugat sebagai berikut,a. Mut’ah, sebesar Rp. 500.000,b.
Nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 1.000.000.Menimbang, bahwa berdasarakan pertimbangan tersebut di atas Majelis
Hakim menghukum Tergugat untuk membayar Nafkah Iddah,Mut’ah, seluruhnya sebesar Rp. 1.500.000,- terhadap Penggugat,Menimbang, bahwa Penggugat menuntut nafkah seorang anak setiap bulan sebesar Rp. 1.500.000, (satu juta lima ratus ribu rupiah), dan dalam replik/jawaban rekonvensi Tergugat menyatakan hanya sanggup memberikan nafkah untuk anak sebasar Rp. 500.000, (lima ratus ribu rupiah) setiap bulan dengan alasan bahwa penghasilan Tergugat dari gaji yang diterima setiap bulan sebesar Rp. 2.000.000, (dua juta rupiah), maka dalam hal ini Majelis mempertimbangkan bahwa nafkah terhadap anak merupakan kewajiban yang harus diberikan oleh ayah terhadap anaknya berdasarkan kesanggupan dan kemampuan serta tidak memberatkan Tergugat dengan penghasilan Tergugat setiap bulan sebesar Rp. 2.000.000, kalau dibebani untuk membayar nafkah anak sebesar yang dituntut Penggugat Rp. 1.500.000, (satu juta lima ratus ribu rupiah) setiap bulan maka akan sangat memberatkan Tergugat, maka dianggap wajar dan tidak memberatkan apabila Majelis Hakim menghukum Tergugat berdasarkan penghasilannya setiap bulan Rp. 2.000.000, (dua juta rupiah) untuk memberikan
11
nafkah terhadap anaknya setiap bulan sebesar Rp. 750.000, (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah),DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 89 ayat 1 undang-undang No. 7 tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No. 3 tahun 2006 dan Undang-Undang No.50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama maka semua biaya yang timbul dalam perkara ini dibebakan kepada Pemohon Konvensi / Tergugat Rekonvensi,Mengingat, segala peraturan perundang-undangan yang berlaku serta hukum syara yang berkaitan dengan perkara ini. MENGADILI DALAM KONVENSI 1. Mengabulkan Permohonan Pemohon 2. Memberi izin kepada Pemohon (AGUS SOFYAN HADI bin ENCENG SUPRIATNA) untuk menjatuhakan Thalaq satu Raj’i terhadap Termohon (G. INDRI MEGAWATI binti HARYONO ) didepan sidang Pengadilan Agama Cikarang,DALAM REKONVENSI 1. Mengabulkan gugatan Penggugat,2. Menghukum Tergugat untuk membayar Nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 1.000.000,- dan mut’ah, sebesar Rp. 500.000, terhadap Penggugat,3. Menghukum Tergugat untuk membayar nafkah seorang anak setiap bulan sebesar Rp.750.000, (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah),DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI Menghukum Pemohon Konvensi / Tergugat Rekonvensi untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 351.000,- (tiga ratus lima puluh satu ribu rupiah),Demikian putusan ini dijatuhkan di Cikarang pada hari Selasa tanggal 21 Januari 2014 M, bertepatan dengan tanggal 19 Robi’ul Awal 1435 H, oleh
12
kami Drs. M. Effendy HA sebagai Ketua Majelis dan Drs. H. Chalid, L.MH serta Drs. M. Nur Sulaeman, MHI masing-masing sebagai Hakim Anggota serta Adam Iskandar, S.Ag, sebagai Panitera Pengganti dan putusan mana pada hari itu juga diucapkan oleh Ketua Majelis tersebut dalam persidangan yang terbuka untuk umum dengan dihadiri oleh Pemohon diluar hadir Termohon,Ketua Majelis ttd
Drs. M. Effendy, HA Hakim Anggota
Hakim Anggota
ttd
ttd
Drs. H. Chalid, L.MH,
Drs. M. Nur Sulaeman, MHI Panitera Pengganti ttd
Adam Iskandar, S.Ag, Perincian Biaya Perkara 1. Biaya pendaftaran
Rp. 30.000,-
2. Biaya proses
Rp. 50.000,-
3. Pemanggilan
Rp. 260.000,-
4. Redaksi
Rp.
5000,-
5. Materai
Rp.
6000,-
JUMLAH
Rp. 351.000,-
Catatan : - Putusan ini telah berkekuatan hukum tetap sejak tanggal. Untuk salinan yang sama bunyinya, oleh : PENGADILAN AGAMA CIKARANG a.n. Panitera u.b. Panitera Muda Hukum
ADAM ISKANDAR, S.Ag.