PELAKSANAAN DESA SIAGA : LITERATUR REVIEW
Ani Susiani Akademi Keperawatan Saifudin Zuhri Indramayu e-mail:
[email protected]
Abstrak: Pelaksanaan Desa Siaga sebagai upaya dari pencapaian Millenium Development Goals telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Dinas Kesehatan dengan tujuan untuk memberdayakan masyarakat dalam bidang kesehatan sehingga masyarakat mampu mengenali dan memecahkan masalah kesehatan dengan menggunakan sumberdaya yang mereka miliki terutama dalam upaya untuk mengurangi angka kematian ibu dan angka kematian bayi. Tujuan pembuatan artikel ini untuk mengevaluasi pelaksanaan Desa Siaga apakah telah berjalan sesuai dengan konsep yang ada. Metode yang digunakan dalam pembuatan artikel adalah melalui penelusuran jurnal, buku dan artikel-artikel lain yang mendukung baik melalui internet maupun perpustakaan. Sumber-sumber tersebut dianalisa dan menghasilkan kesimpulan bahwa pada Desa Siaga Percontohan pelaksanaannya telah sesuai dengan petunjuk teknis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan namun perlu diperhatikan pelaksanaannya pada desa-desa terpencil yang secara geografis jauh dari jangkauan, termasuk perlunya mengkaji petugas kesehatan yang mengelola Desa Siaga tersebut. Kata Kunci: MDGs, community nursing, desa siaga, poskesdes
Abstract: The implementation of the Alert Village as an effort in achieving the Millennium Development Goals set by the government through the Health Department with the objective to empower people in the healthcare field so the communities are able to identify and solve health problems by using the resources that they have, particularly in the attempt to reduce maternal and infant mortality rate. The purpose of this article to evaluate whether the implementation of the Alert Village has aligned with the existing concepts. The method used in making the articles is through journals, books and other articles searching that support either through the internet or library. Sources are analyzed and lead the conclusion that the Implementation of the Alert Village Pilot Project are appropriate to the technical guidance provided by the Health Department, but it needs to be considered that its implementation in isolated villages that are geographically far to be reached, including the need to assess the health workers who manage the Alert Village. Keywords: MDGs, community nursing, desa siaga, poskesdes
Pendahuluan Millenium Development Goals (MDGs) yang telah ditetapkan oleh WHO bersama 189 negara anggotanya pada Bulan September 2000 merupakan tujuan pembangunan yang dimaksudkan untuk menciptakan kesejahteraan bagi umat manusia di dunia. Kesepakatan tersebut melahirkan delapan tujuan umum yang harus dicapai oleh negara-negara peserta yaitu: 1) memberantas kemiskinan dan kelaparan; 2) mencapai pendidikan dasar secara menyeluruh; 3) mendorong kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan; 4) menurunkan angka kematian anak; 5) meningkatkan kesehatan ibu; 6) memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya; 7) melestarikan lingkungan hidup; 8) mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan, yang cara pencapaiannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi negara masing-masing. Dalam bidang kesehatan, tujuan tersebut akan dicapai melalui upaya untuk menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya, menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, serta memastikan kelestarian lingkungan hidup. Salah satu upaya untuk mempercepat pencapaian tujuan tersebut pada tahun 2006 digagaslah pembentukan Desa Siaga (Kementrian Kesehatan, 2010). Desa Siaga adalah desa dimana penduduknya memiliki kesiapan, kemampuan, dan kemauan untuk menghindari terjadinya masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan serta menyelesaikan masalah-masalah tersebut
dengan menggunakan sumberdaya
yang dimilikinya
sehinggga
masyarakat desa yang sehat dapat diwujudkan (Departemen Kesehatan, 2006).
Kriteria yang harus dimiliki oleh suatu desa agar disebut sebagai Desa Siaga yaitu keberadaan sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) sebagai Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) dengan kegiatan utama meliputi pengamatan dan kewaspadaan dini (surveillans penyakit, gizi, perilaku beresiko, lingkungan dan masalah kesehatan lainnya), penanganan kegawadaruratan kesehatan, dan kesiapsiagaan terhadap bencana serta pelayanan kesehatan dasar yang dilakukan oleh bidan dengan bantuan kader kesehatan meliputi: pelayanan kesehatan untuk ibu hamil,untuk ibu menyusui, untuk anak, dan penemuan serta penanganan penderita penyakit sementara kegiatan promosi kesehatan dan penyehatan lingkungan dijadikan sebagai kegiatan pengembangan Poskesdes (Departemen Kesehatan, 2006; Departemen Kesehatan RI, 2006; Kementrian Kesehatan, 2010). Upaya-upaya tersebut ternyata belum membuahkan hasil, terbukti dari belum dapat dicapainya indikator-indikator pencapaian MDGs. Survei Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 mencatat bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka kematian bayi (AKB) sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dari target MDGs tahun 2015 yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup untuk AKI dan 23 per 1000 kelahiran hidup untuk AKB. Disamping itu munculnya kembali penyakit-penyakit lama seperti malaria dan tuberculosis paru, yang diiringi dengan munculnya penyakit-penyakit baru yang bersifat pandemik seperti HIV/AIDS, SARS, dan Flu Burung, pada saat penyakit-penyakit endemis seperti diare dan demam berdarah belum mampu dihilangkan, telah membuat pemerintah melalui Kementrian
Kesehatan menyusun pedoman baru mengenai Desa Siaga. Kini tidak hanya Desa Siaga namun termasuk di dalamnya adalah Kelurahan Siaga, mengingat banyaknya desa yang sistem pemerintahannya telah berubah menjadi kelurahan. Kriteria Desa Siaga pun telah mengalami perubahan, tidak hanya terdapatnya Poskesdes namun juga meliputi : 1) kepedulian pemerintah desa atau kelurahan dan pemuka masyarakat terhadap Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang tercermin dari keberadaan dan keaktifan Forum Desa dan Kelurahan; 2) keberadaan Kader Pemberdayaan Masyarakat/kader teknis Desa dan Kelurahan Siaga Aktif; 3) kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari; 4) keberadaan
UKBM
yang dapat
melaksanakan (a) survailans berbasis masyarakat, (b) penanggulangan bencana dan kedaruratan kesehatan, (c) penyehatan lingkungan; 5) tercakupnya (terakomodasikannya)
pendanaan
untuk pengembangan Desa dan Kelurahan
Siaga Aktif dalam Anggaran Pembangunan Desa atau Kelurahan serta dari masyarakat dan dunia usaha; 6) peran serta aktif masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan kesehatan di Desa dan Kelurahan Siaga Aktif; 7) peraturan di tingkat desa atau kelurahan yang melandasi dan mengatur tentang pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif; 8) pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga di desa atau kelurahan (Kementrian Kesehatan, 2010). Upaya pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat sedapat mungkin dilakukan melalui serangkaian proses yang melibatkan berbagai elemen masyarakat desa tersebut seperti penyelenggara pemerintahan desa (Kepala Desa
beserta perangkatnya, BPD atau Badan permusyawaratan Desa), Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM), kader kesehatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya. Hal ini menjadi penting agar setiap permasalahan yang muncul di masyarakat dapat dirasakan sebagai permasalahan bersama sehingga tentu saja dalam penyelesaian masalahnya pun harus dilakukan secara bersama-sama (Kementrian Kesehatan, 2010). Apabila implementasi Desa/Kelurahan Siaga, untuk selanjutnya hanya akan disebut sebagai Desa Siaga, telah berjalan dengan baik maka pencapaian MDGs bukan lagi hal yang mustahil. Melalui pelayanan kesehatan dasar yang makin terjangkau oleh seluruh masyarakat bahkan sampai di daerah/desa terpencil akan dapat menurunkan angka kematian ibu dan bayi, melalui hidup bersih dan sehat umur harapan hidup akan meningkat, melalui kegiatan survailans berbasis masyarakat angka kejadian berbagai penyakit akan menurun dan lingkungan menjadi lebih menyehatkan. Namun dalam pelaksanaannya Desa Siaga masih banyak menghadapi kendala. Literature review ini dimaksudkan untuk membahas pelaksanaan dan hambatan yang dijumpai oleh pemerintah maupun masyarakat dalam pelaksanaan Desa Siaga.
Metode Studi ini dilakukan dengan menggunakan metode studi literatur. Literatur yang digunakan berupa jurnal kesehatan, jurnal keperawatan dan buku-buku serta artikel penunjang yang relevan dan terbit dalam satu dekade terakhir dengan kata
kunci MDGs, community nursing, desa siaga, dan poskesdes. Pencarian jurnal dilakukan melalui internet (Medline, CINAHL, Google Scholar) dan buku-buku di perpustakaan yang kemudian dilakukan analisa sesuai dengan tema artikel.
Hasil dan Pembahasan Pemerintah daerah khususnya Dinas Kesehatan memiliki peranan dalam memulai pelaksanaan Desa Siaga di wilayahnya melalui pemberian bantuan dana dan motivasi pelaksanaan kegiatan Desa Siaga seperti halnya yang terungkap melalui penelitian secara kualitatif yang dilakukan oleh Taufik Noor Azhar dkk, (2007) dan Aris Kurniawan dkk, (2007). Bantuan dukungan dana dari pemerintah daerah digunakan untuk penyediaan bangunan sebagai tempat Poskesdes (atau cikal bakal berdirinya Poskesdes seperti merevitalisasi Posyandu yang telah ada) maupun
kelengkapannya
(perlengkapan
kesehatan
termasuk
obat
dan
fperlengkapan operasional seperti meja, kursi, tempat tidur pemeriksaan) serta digunakan untuk kesejahteraan kader kesehatan dan pelatihan bidan sebagai pengelola Poskesdes, yang secara legal dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (Taufik Noor Azhar dkk, 2007; Aris Kurniawan dkk, 2007). Pemerintah daerah pun dapat memberikan dorongan bagi masyarakat desa untuk mengadakan Forum Kesehatan Desa (FKD) sebagai lembaga resmi bagi masyarakat untuk mengadakan musyawarah mengenai berbagai permasalahan kesehatan yang dialami warga mulai dari penemuan kasus, langkah-langkah yang
akan
diambil
untuk
menyelesaikan
masalah
tersebut
hingga
kegiatan
pemantauannya. Seperti yang dilakukan oleh masyarakat Desa Penolih Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga, ketika mereka mengalami masalah kesehatan berupa ketiadaan sarana mandi cuci kakus (MCK) di wilayahnya dan kemudian memusyawarahkannya melalui FKD akhirnya masalah tersebut dapat dipecahkan melalui adanya sumbangan dari golongan yang mampu secara materi di masyarakat desa tersebut. Namun, forum ini tidak dapat dilaksanakan secara teratur dan berkesinambungan karena kesibukan warga masyarakat dan ketiadaan anggaran dana bagi pelaksanaannya (Aris Kurniawan dkk, 2007). Hal yang sama terjadi pula pada pelaksanaan FKD di Ogan Ilir. Dari 25 Desa Siaga di kabupaten ini, masih terdapat 5 desa yang tidak melaksanakan FKD karena minimnya dana dan kesibukan masyarakatnya (Misnaniarti dkk, 2011). Keterlibatan kader kesehatan menjadi sangat penting saat menghadapi situasi tersebut. Sebagai bagian dari masyarakat mereka tentu memahami betul kegiatan yang biasa dijalani oleh masyarakat desanya sehingga penetapan waktu kegiatan FKD dapat dilaksanakan dengan mempertimbangkan waktu luang yang biasanya dimiliki oleh masyarakat. Kader kesehatan pun berperan sebagai pendamping bidan dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan dasar baik yang dilakukan di Pokesdes maupun Posyandu. Kader kesehatan pun berperan dalam upaya pembinaan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) dengaan melakukan kunjungan langsung ke rumah-rumah warga terutama yang memiliki masalah dengan pemenuhan gizi pada keluarganya (Aris Kurniawan dkk, 2007). Bahkan sebelum
program Desa Siaga digulirkan kader kesehatan telah berperan dalam pelaksanaan Warung Obat Desa (WOD) sebagai implementasi UKBM sebagimana yang terungkap melalui penelitian kualitatif mengenai WOD yang dilaksanakan di 7 Provinsi meliputi: Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, NTB, Sulawesi Tenggara, dan Bali (Raharni & Sudibyo Supardi, 2010). Mengingat pentingnya peran kader kesehatan dalam pelaksanaan Desa Siaga tersebut, perlu dilakukan pembinaan oleh Dinas Kesehatan berupa pelatihan-pelatihan yang mampu meningkatkan kemampuan para kader dalam melaksanakan perannya. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aris Kurniawan dkk, (2007) di Purbalingga dan Marwan Polisiri, (2007) di Kota Tidore, materi-materi yang diberikan dalam pelatihan tersebut tidak disesuaikan dengan permasalahan-permasalahan yang dijumpai oleh para kader dalam pelaksanaan Desa Siaga di daerahnya sehingga mereka mengalami kesulitan dalam menerapkan hasil pelatihan yang telah didapatkan untuk mengatasi masalah kesehatan yang dialami masyarakat desanya (Aris Kurniawan dkk, 2007; Marwan Polisiri, 2007). Padahal, seperti yang terungkap melalui penelitian yang dilakukan di Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen, dengan uji statistik didapatkan hasil π = 0,00 dengan signifikansi 0,000 (P<0,05) menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keaktifan kader kesehatan dengan pengembangan program Desa Siaga, (Arva Rochmawati, 2010). Keberadaan bidan sebagai tenaga kesehatan yang setiap harinya memberikan pelayanan di Poskesdes telah dimanfaatkan oleh masyarakat dalam usaha mencari pertolongan persalinan untuk ibu melahirkan maupun pelayanan
kesehatan dasar lainnya seperti yang terjadi di Desa Penolih Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga. Masyarakat Desa Penolih lebih memilih memanfaatkan layanan kesehatan di Poskesdes yang berada di desa daripada harus mencari pertolongan kesehatan ke Puskesmas Kaligondang yang jaraknya lebih jauh . Apalagi para bidan desa tersebut telah dibekali dengan berbagai pelatihan mengenai teknik asuhan persalinan normal, komunikasi dengan warga, pelayanan kegawatdaruratan obstetric neonatal, pengorgannisasian masyarakat, dan pelatihan lain yang dapat menunjang peran dan fungsinya sebagaimana yang didapatkan oleh bidan-bidan desa di Purwakarta.
Namun melalui penelitian
mengenai pemilihan penolong persalinan yang dilakukan di Kabupaten Garut, Ciamis, dan Sukabumi Provinsi Jawa Barat oleh Christiana R Titaley et.al, (2010), terungkap bahwa bidan desa yang tidak tinggal menetap di desa tersebut serta keterbatasan jumlah bidan bila dibandingkan dengan jumlah masyarakat yang harus dilayani, menyebabkan masih adanya ibu hamil yang melahirkan dengan bantuan dukun beranak. Kondisi yang sama terjadi pula pada pelaksanaan Desa Siaga di Desa Loa Tebu Kecamatan Tenggarong Kabupaten Kutai Kertanegara, melalui penelitian yang dilakukan oleh Emmy DA Dasimah, (2010), akibat bidan desa yang tidak tinggal menetap dan keadaan geografis penduduk yang tinggal saling berjauhan menyebabkan masih banyaknya pertolongan persalinan oleh dukun kampung (Taufik Noor Azhar dkk, 2007 ; Aris Kurniawan dkk, 2007; Christiana R Titaley et.al, 2010; Emmy DA Dasimah, 2010). Hal-hal tersebut di atas menyebabkan penurunan AKI dan AKB secara nasional tidak berlaku merata di seluruh daerah (Departemen Kesehatan, 2009).
Seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Batang, melalui penelitian yang dilakukan oleh Nani Mursidah, (2011), selain AKI dan AKB yang masih tinggi, Kunjungan 4 kali ibu hamil (K4), kunjungan neonatal, deteksi resiko tinggi ibu hamil oleh masyarakat pun masih belum mencapai target nasional yang disebabkan karena kinerja bidan yang belum optimal. Masih dijumpai adanya bidan
yang
tidak
membuat
perencanaan
program
kegiatan,
belum
mengembangkan UKBM surveilans, ambulans desa, tabulin, dan bank darah, belum melakukan pembinaan kepada kader kesehatan secara rutin dan belum memiliki format pencatatan dan pelaporan Desa Siaga. (Nani Mursidah, 2011). Kerjasama antar tenaga kesehatan yang berada di Puskesmas dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut, dianntaranya melalui kerjasama antara bidan dan perawat. Penelitian yang dilakukan oleh Peggy Strass & Ellen Billay, (2008) dan Shawn M, et al, 2011. Proses keperawatan yang dilakukan oleh perawat-perawat komunitas di Alberta dan Florida mampu mengatasi masalah-masalah kesehatan masyarakat di daerah tersebut, khususnya ibu hamil dan keluarga miskin sebagai klien, yang dibuktikan dengan terjadinya peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang kesehatan serta mendekatkan klien pada sumber pelayanan kesehatan primer dan rujukan yang diperlukan (Peggy Strass & Ellen Billay, 2008; Shawn M, et al, 2011) Pemberdayaan masyarakat sebagai tulang punggung pelaksanaan Desa Siaga terlihat dari terbentuknya UKBM. Berdasarkan peneitian yang dilakukan di Purwakarta, Purbalingga dan Kota Tidore, UKBM yang dilakukan adalah pelaksanaan Posyandu baik yang khusus diperuntukan bagi anak balita maupun
lanjut usia, Polindes, WOD, Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) yang dalam pelaksanaannya berada dalam koordinasi Poskesdes, Fokus kegiatan UKBM ini adalah
survailans
berbasis
masyarakat,
kedaruratan
kesehatan
dan
penanggulangan bencana, serta penyehatan lingkungan. Namun umumnya, berdasarkan penelitian-penelitian tersebut di atas, dari sekian banyak UKBM yang ada yang pelaksanaannya dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan adalah Posyandu balita. Sementara itu, kegiatan survailans berbasis masyarakat masyarakat belum dilaksanakan dengan baik karena adanya keterbatasan pengetahuan masyarakat mengenai gan survailans dan bagaimana kegiatan survailans tersebut harus dilakukan. Demikian juga untuk kegiatan yang berhubungan dengan kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana, masyarakat masih belum mengetahui apa yang harus mereka lakukan akibat kurangnya pengetahuan mengenai hal tersebut. (Departemen Kesehatan RI, 2006; Taufik Noor Azhar dkk, 2007; Aris Kurniawan dkk, 2007; Marwan Polisiri, 2007; Kementrian Kesehatan, 2010). Pengelolaan dana masyarakat dalam Desa Siaga dapat berupa Tabungan Ibu Bersalin (tabulin), Dana Sosial Bersalin (Dasolin), sumbangan dalam bentuk beras
yang
tentu
saja
jumlah
nominal
dan
sistem
pemanfaatannya
dimusyawarahkan bersama oleh masyarakat melalui FKD. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Purwakarta oleh Taufik Noor Azhar dkk, (2007) , di Desa Cilandak setiap ibu hamil mengumpulkan uang sebesar Rp. 8.500 per minggu dalam bentuk tabulin dan setiap kepala keluarga mengumpulkan uang sebesar Rp. 500 per minggu dalam bentuk dasolin, untuk kemudian tiap ibu hamil yang akan
menjalani persalinan mendapatkan bantuan sebesar Rp. 300.000. Sementara masyarakat di Desa Cibatu, Cibukamanah, Karyamekar, dan Desa Ciparungsari, setiap kepala keluarga menyumbangkan 1 cangkir beras per harinya dan kepada setiap ibu yang akan bersalin akan mendapatkan bantuan sebesar Rp. 100.000. Bahkan di Desa Cilandak, aparat pemerintah desa dan kader kesehatan yang ada mampu menggerakan pihak pengusaha/swasta yang berada di wilayah desa tersebut untuk turut berpartisipasi dalam usaha mewujudkan Desa Siaga karena dukungan pendanaan dari pemerintah pada awal-awal pembentukan Desa Siaga hanya sebatas katalisator. Selain hal-hal tersebut masyarakat pun terlibat dalam pemetaan ibu hamil yang memiliki resiko tinggi, bersedia terdaftar sebagai calon donor darah apabila suatu saat diperlukan, bahkan warga yang memiliki kendaraan baik roda dua maupun roda empat dapat berperan serta melalui penyediaan kendaraan yang mereka miliki sebagai ambulan desa yang fungsinya sebagai alat transportasi apabila dibutuhkan sebagai angkutan bersalin maupun keadaan darurat lainnya (Taufik Noor Azhar dkk, 2007).
Simpulan dan Saran Pelaksanaan Desa Siaga sebagai upaya pencapaian MDGs pada beberapa desa percontohan memang telah berjalan sesuai dengan petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan . Namun perlu dilakukan pembinaan yang terus menerus oleh instansi terkait terutama pada desa-desa lain yang secara geografis jauh dari jangkauan pemerintah. Usaha untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat pun perlu digalakan melalui pertemuan-pertemuan
rutin tidak hanya dengan para kepala desa maupun aparatnya tapi juga dengan masyarakat desa secara umum, untuk dapat memotivasi masyarakat untuk lebih mengaktifkan kegiatan UKBM-UKBM lainnya, selain Posyandu. Keberadaan bidan sebagai petugas kesehatan yang hanya seorang diri pun perlu dikaji ulang mengingat peran dan fungsinya yang cukup berat. Adanya kerjasama interdisiplin tenaga kesehatan yang dilibatkan perlu dipikirkan dengan seksama, mengingat kegiatan kesehatan yang dilakukan di Desa Siaga tidak hanya sebatas tindakan kuratif namun juga promotif, preventif, dan rehabilitatif.
Daftar Pustaka Azhar, Taufik Noor., Setiawan, Eunice., Marhaeni, Dewi., Hasanbasri, Mubasysyir. 2007. Pelaksanaan Desa Siaga Percontohan di Cibatu, Purwakarta. Working Paper Series No. 19. Melalui
[10/7/2012]. DA Dasimah, Emmy (2010) Peranan Bidan Desa Terhadap Keberhasilan Program Pengembangan Desa Siaga Di Desa Loa Tebu Kec. Tenggarong Kab. Kutai Kartanegara. Masters thesis, Universitas Sebelas Maret. Melalui [5/8/2013]. Departemen Kesehatan. 2006. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga. Jakarta: Departemen Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 2006. Petunjuk Teknis Pengembangan dan Penyelenggaraan Pos Kesehatan Desa. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Kementrian Kesehatan. 2010. Pedoman Umum Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan.
Kneipp, Shawn M., John A. Kairalla, Barbara J. Lutz, Deidre Pereira, Allyson G. hall, Joan Flocks, JD, Linda Beeber, and Todd Schwartz. 2011. Public Health Nursing Case Management for Women Receiving Temporary Assistance for Needy Families: A Randomized Controlled Trial Using Community-Based Participatory Research. Melalui http://search.proquest.com [25/02/2013]. Kurniawan, Aris., Widodo, Haris Budi., Nurhayati, Siti. 2007. Analisis Keberhasilan Proses Program Desa Siaga di Desa Penolih, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga. Jurnal Pembangunan Pedesaan Vol. 7 No. 3 hal.183-192. Melalui [18/7/2012]. Misnaniarti., Ainy, Asmaripa., Fajar, Nur Alam. 2011. Kajian Pengembangan Desa Siaga di Kabupaten Ogan Ilir. Jurnal Manajemen pelayanan Kesehatan Volume 14 No. 02 tahun 2011. Melalui [5/8/2013]. Mursidah, Nani. 2011. Evaluasi Pelaksanaan Program Desa Siaga dalam Menurunkan Angka Kematian Ibu di Kabupaten Batang Tahun 2011. Tesis Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro. Polisiri, Marwan. 2007. Implementasi desa siaga di Kota Tidore Kepulauan Propinsi Maluku Utara. Melalui [6/8/2013]. Raharni, Sudibyo Supardi. 2010. Kajian Implementasi Kebijakan Warung Obat Desa (WOD): Faktor Pendukung dan Penghambat. Media Litbang Kesehatan Volume XX Nomer 3. Melalui [10/7/2012]. Rochmawati , Arva. 2010. Hubungan Antara Keaktifan Kader Kesehatan Dengan Pengembangan Program Desa Siaga Di Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen. Melalui < http://eprints.uns.ac.id/4197/> [6/8/2013]. R Titaley, Christiana., L Hunter, Cyntiana., J Dibley, Michael., Heywood, Peter. 2010. Why Do Some Women Still Prefer Tradisional Birth Attendents and Home Delivery ? : A Qualitative Study on Delivery Care Services in West Java Province, Indonesia. BMC Pregnancy and Childbirth,10:433 doi: 10.1186/14712393-10-43 Melalui [10/7/2012]. Strass, Peggy., and Ellen Billay. (2008). A Public health Nursing Initative to Promote Antenatal Health. Diakses melalui http://web.ebscohost.com [11/10/2012].