PEDOMAN UMUM PENGORGANISASIAN
SIDeKa Sistem Informasi Desa dan Kawasan
.
PEDOMAN UMUM PENGORGANISASIAN Sistem Informasi Desa dan Kawasan
Suharyana, S.S., dkk
Prakarsa Desa
Pedoman Umum Pengorganisasian Sistem Informasi Desa dan Kawasan Penyusun : Suharyana, S.S., dkk Tata letak : Prasetyo Desain cover : Robby Eebor dan Sholeh Budi Badan Prakarsa Pemberdayaan Desa dan Kawasan (Prakarsa Desa): Gedung Permata Kuningan Lt 17 Jl. Kuningan Mulia, Kav. 9C Jakarta Selatan 12910 Jl. Tebet Utara III-H No. 17 Jakarta Selatan 10240 t/f. +6221 8378 9729 m. +62821 2188 5876 e.
[email protected] w. www.prakarsadesa.id Cetakan Pertama, 2015 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Suharyana, S.S., dkk (penyusun) Pedoman Umum Pengorganisasian Cet. 1—Jakarta: 72 hal., 14 x 20 cm ISBN: 978-602-72556-6-1 © Hak Cipta dilindungi undang-undang All Rights Reserved
PENGANTAR
Pengembangan Sistem Informasi Desa dan Kawasan (SIDEKA) adalah langkah sejarah, dengan kandungan maksud menciptakan suatu cara baru menghadirkan negara. Konsepsi ini tentu saja bukan suatu konsepsi yang bersifat eksklusif, yang seakan-akan berdimensi “negara” (baca: pemerintah), melainkan suatu konsepsi yang di dalamnya memuat pergerakan yang mengandalkan dua jalur sekaligus, yakni jalur kemasyarakatan dan jalur kenegaraan. Yag pertama mengandalkan prakarsa dari masyarakat sipil, dan yang kedua mengandalkan kerja pemerintahan, yang dijalankan sepenuhnya dengan kaidah demokrasi, keadilan sosial dan kemajuan. Segi dasar yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana menjadikan kedua jalur tersebut menjadi satu kesatuan pergerakan dengan arah yang sama. Hal ini berarti bahwa yang diharapkan oleh masyarakat sama dan sebangun dengan apa yang dilakukan oleh negara, dan demikian sebaliknya. v
Kata kunci untuk itu semua adalah pengorganisasian. Pengalaman bangsa Indonesia sendiri mengajarkan bahwa suatu keadaan baru yang diinginkan masyarakat, hanya mungkin diwujudkan jika dan hanya jika seluruh rakyat ambil bagian dalam kancah perjuangan. Rumus ini mensyaratkan bahwa untuk mencapai maksud yang besar dan bermakna, dan memiliki dimensi perubahan mendasar, maka tiada pilihan lain, kecuali melibatkan rakyat secara keseluruhan – tentu saja dengan porsi masing-masing, atau dengan jenis sumbangan yang berbeda pada setiap elemennya. Namun, hal tersebut, tidak mengubah syarat, bahwa keterlibatan keseluruhan menjadi mutlak. Bagaimana hal tersebut dimungkinkan? Pengorganisasian adalah jawaban utamanya. Mengapa demikian? Dalam hal ini kita berurusan dengan tiga hal sekaligus, yakni: Pertama, berkait dengan pengetahuan dan kesadaran. Rakyat hanya akan dapat terlibat secara utuh, apabila terbangun suatu kesadaran baru di kalangan rakyat – bahwa tidak mungkin suatu perubahan mendasar berlangsung, apabila rakyat hanya berpangku tangan di rumah saja. Kedua, berkait dengan kemampuan dan keterlibatan kongkrit. Kesadaran yang baik dan nyata adalah kesadaran yang mendorong kemauan dan perbuatan. Dan ketiga, berkait dengan pilihan-pilihan langkah, yang secara demikian adalah suatu jenis ketrampilan untuk menyusun langkah yang sedemikian rupa sehingga seluruh warga dapat ambil bagian. Badan Prakarsa Desa sangat concern dengan bab tentang pengorganisasian. Untuk karena itu, sejumlah naskah diterbitkan, vi
dan pada khususnya penerbitan naskah perihal pengorganisasian – dalam mana pada bagian lain, diterbitkan naskah yang diposisikan sebagai Pedoman Pandu Desa. Dalam hal pengorganisasian, diterbitkan dua jenis buku – tetapi kesemuanya tetap diletakkan sebagai naskah awal, yang pada waktunya akan diterbitkan naskah yang lebih utuh, yakni naskah yang didasarkan pada riset khusus, dan dalam penulisannya melibatkan kalangan yang lebih luas. Naskah yang dimaksud adalah: Pertama, naskah yang memuat dasar-dasar pengorganisasian, dalam uraian yang lebih umum (di bawah tajuk: Pedoman Umum Pengorganisasian) dan kedua, naskah yang merupakan kumpulan tulisan dari para Pandu Desa, yang di dalamnya termuat pandangan dan rencana para Pandu dalam melakukan pengorganisasian SIDEKA. Besar harapan bahwa dengan penerbitan ini, diperoleh respon balik, dan juga pemikiran-pemikiran baru yang lebih segar, yang dengan itu, kita benar-benar akan memiliki teknik-teknik baru pegorganisasian, dan pada gilirannya hasil yang baru. Atas dimungkinkannya penerbitan naskah ini, diucapkan terima kasih kepada Departement of Foreign Affairs and Trade-DFAT Australia, dan para Pandu Desa yang telah berupaya keras melahirkan pikiran dan kesaksian di lapangan, yang menjadi bahan dasar dalam penyusunan naskah ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Universitas Atmajaya Yogyakarta, Universitas Janabadra, ITB, dan komunitas IT, teman-teman organisasi masyarakat sipil, dan para pihak lainnya. Sangat diharapkan dengan penerbitan ini akan memberikan inspirasi kepada para pekerja atau pegiat atau para Pandu Desa, untuk senantiasa vii
mengembangkan gagasan-gagasan dan menyebarluaskan gagasan tersebut, agar menjadi bagian dari suatu arus besar memperhebat langkah-langkah memperkuat desa melalui implementasi yang benar atas UU Desa. Sekali lagi, kita berharap penerbitan naskah ini menjadi penguat bagi langkah mendasar yang mengiringi implementasi UU Desa. Semoga.
Jakarta, April 2015.
. viii
Daftar Isi
Pengantar Penerbit ~~ v 0
Pengantar ~~ 1
0
Segi-segi Dasar ~~ 5
0
Tiga Kebaruan ~~ 9
0
Perihal Informasi dan Sistem Informasi ~~ 15
0
Bekerja di Tengah Masyarakat ~~ 23
0
Mengembangkan SIDeKa ~~ 28 A. B. C. D. E. F. G.
Pengantar ~~ 28 Definisi dan Karakteristik SIDeKa ~~ 30 Ruang Lingkup ~~ 34 Prinsip Kerja ~~ 35 Materi Pendampingan ~~ 38 Jenis Pelatihan ~~ 39 Tahapan Implementasi ~~ 40
Lampiran : Jurnalisme Desa ~~ 53 Piagam Pandu Tanah Air ~~ 61
ix
.
PENGANTAR Ada diantara kita yang menyorongkan pertanyaan tajam. Ke arah mana masa depan desa? Apakah terbitnya UU Desa, yakni UU No. 06 tahun 2014 tentang Desa, adalah pertanda baik? Ataukah kita masih patut untuk memandangnya dengan lebih cermat? Posisi apa yang sebaiknya diambil oleh desa, dan apa yang seharusnya dikembangkan oleh desa, kini dan di masa depan? Pertanyaan ini tentu bukan pertanyaan tanpa maksud. Pertanyaan ini, bukan suatu pertanyaan project. Pertanyaan ini hendak kita golongkan sebagai suatu pertanyaan sejarah. Jika kita tidak bisa menjawabnya, maka kelak waktu yang akan menjawabnya. Jawaban yang dimaksud, sudah tentu adalah jawaban yang bukan berupa himpunan kata, melainkan suatu jawaban yang merupakan himpunan tindakan-tindakan, yang tidak saja dilakukan oleh satu orang, melainkan melalui suatu pergerakan, yang dijalankan dalam semangat kegotongroyongan.
pedoman umum pengorganisasian
PEDOMAN UMUM Pengorganisasian Sistem Informasi Desa dan Kawasan (SIDEKA)
Mengapa kita mesti menyimpan keraguan? 1
pedoman umum pengorganisasian
Pertama, kita mulai dengan suatu kesaksian. Pada awal reformasi 1998, oleh sebab berbagai desakan perubahan yang mendasar, lahirnya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa. Hal penting yang diatur, tidak saja menyangkut hubungan pusat dan daerah, melainkan juga tentang kedudukan desa.UU tersebut hendak memulihkan posisi dan kondisi desa, dengan terlebih dahulu memberikan koreksi mendasar.Bahwa selama dua puluh tahun telah terjadi kekeliruan besar, berupa gerak keluar dari konstitusi. Koreksi yang dimaksud, dirumuskan dalam bagian menimbang UU No. 22 tahun 1999, dengan mengatakan: bahwa Undangundang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153) yang menyeragamkan nama, bentuk, susunan, dan kedudukan pemerintahan Desa, tidak sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 dan perlunya mengakui serta menghormati hak asal-usul Daerah yang bersifat istimewa sehingga perlu diganti. Kesaksian ini memperlihatkan dengan sangat jelas, suatu keadaan menyimpang yang berlangsung dalam kurun waktu yang panjang. Kedua, dinamika politik yang mudah mengubah kebijakan. Apakah terbitnya UU No. 22 tahun 1999, dengan sendirinya membawa jaminan bagi perubahan yang bersifat jangka panjang? Kita ketahui bersama bahwa UU No. 22 tahun 1999, bukan saja membuat suatu pengakuan, tetapi juga sekaligus koreksi dan pembukaan ruang kesempatan bagi daerah dan desa, untuk melakukan langkah-langkah yang didasarkan kepada keadaan
2
Apa yang kemudian berlangsung? Yakni proses yang dapat dikatakan sebagai proses pengelompokan ulang, regrouping. Arena baru, menuntut kehadiran figure-figur yang baru. Posisi kepala desa menjadi tidak lagi dominan, oleh sebab anggota BPD memiliki posisi politik yang lebih tinggi, dan dengan demikian ruang demokrasi menjadi lebih terbuka. Keadaan tersebut membuat desa menjadi lebih dinamis. Adanya kebutuhan bagi kepala daerah untuk mendapatkan dukungan dari desa, membuat suasana politik menjadi lebih terbuka. Daya tawar desa menjadi lebih baik, dan dengan begitu banyak program masuk desa dengan cara yang berbeda, yang sudah barang tentu memberi desa lebih banyak – kendati dengan muatan politik yang lebih besar. Munculnya berbagai gerakan desa, seperti gerakan pembaruan desa, berkembangnya berbagai jenis forum, asosiasi (baik BPD maupun kepala desa), memperlihatkan dengan sangat jelas hadirnya sebuah gairah baru dalam menata desa, agar lebih persis dengan keadaan, aspirasi dan nilai-nilai setempat. Apa yang terjadi selanjutnya? UU No. 22 tahun 1999 diubah menjadi UU N0. 32 tahun 2004. Ruang baru yang membawa gairah baru, tidak berumur panjang. Hanya dalam waktu lima tahun perubahan terjadi? Posisi BPD, dengan berbagai alasan dikecilnya, menjadi bagian dari pemerintah desa, yang dengan sendirinya kepala
pedoman umum pengorganisasian
alam dan aspirasi rakyat setempat, serta nilai-nilai lokal mereka. Di lapangan politik, hadir institusi baru, berupa Badan Perwakilan Desa, yang keberadaan dan fungsinya mirip dengan parlemen, namun di tingkat desa.
3
pedoman umum pengorganisasian
desa menjadi tokoh sentral, dan tendensi kearah lama kembali hadir. Apa maknanya?
4
Ketiga, masalah dalam pengaturan. Tentu saja kita mengucapkan syukur dengan terbitnya UU No. 06 tahun 2014. Perubahan yang terjadi tahun 2004 telah kembali di bawa ke dalam rel yang lebih konstruktif. Terjadi perubahan yang mendasar dari segi konsepsi pembangunan, dalam mana desa secara eksplisit hendak dijadikan subyek, atau desa menjadi subyek pembangunan. Apa yang menjadi pertanyaan besar adalah apakah terbitnya kebijakan tersebut akan dengan sendirinya menggerakkan mesin perubahan? Kita dapat bercermin pada dua peristiwa utama, yakni: (1) terbitnya PP No. 43 tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Desa, yang oleh sementara kalangan dipandang tidak sejalan dengan semangat UU Desa; dan (2) masih adanya tarik ulur antara kementerian desa dan kementerian dalam negeri, yang tentu saja membuka peluang bagi keadaan-keadaan yang dapat dipandang kurang kondusif bagi percepatan pergerakan pembangunan desa yang menempatkan desa sebagai subyek. Ketiga hal tersebut tentu saja hanya sebagian dari banyak tantangan yang harus dilihat dengan kacamata yang tajam, dengan maksud melihat dengan lebih seksama, agar segala daya upaya mengawal pelaksanaan UU Desa benar-benar menghasilkan gerak langkah pembangunan, yang persis sebagaimana kehendak desa. Pada satu sisi kita melihat peluang yang terbuka, namun di sisi yang lain, kita senantiasa sadar bahwa peta politik demikian dinamis, sehingga kemungkinan terjadinya
SEGI-SEGI DASAR Kalau kita meragukan bahwa keberadaan UU Desa tidak dengan sendirinya akan menjadi “mesin” pengubah keadaan, maka pertanyaan yang lebih konstruktif yang perlu diajukan adalah apa yang sebaiknya dilakukan oleh desa dan seluruh pihak yang menginginkan perbaikan masa depan desa? Kita hendak menegaskan di sini bahwa konsep keraguan yang digunakan memandang kehadiran UU Desa, bukan jenis keraguan yang destruktif, melainkan keraguan konstruktif. Suatu keraguan yang mendorong tindakan-tindakan konstruktif, yang pada intinya adalah mengawal bagaimana UU Desa dijalankan, sedemikian rupa sehingga kualitas implementasi UU Desa persis sebagaimana harapan desa. Bagaimana hal tersebut diwujudkan?
pedoman umum pengorganisasian
perubahan yang bersifat tidak kondusif bagi desa, akan sangat besar. Oleh sebab itulah, yang dibutuhkan adalah suatu sikap ragu, namun persis bersamaan dengan itu, adalah sikap yang kaya akan inisiatif, sikap yang kaya dengan inovasi, dan sikap yang kaya dengan kerja-kerja konstruktif, yang sedemikian rupa sehingga ruang kesempatan yang ada dapat dioptimalisasi menjadi kerja-kerjanya nyata yang mendorong transformasi.
Untuk menjawab hal tersebut, kita dapat memeriksa kembali beberapa segi dasar berikut: Pertama, bahwa hadirnya UU Desa, bukan merupakan suatu kehadiran yang terpisah dari pergerakan desa dalam 5
pedoman umum pengorganisasian 6
mewujudkan masa depannya yang baru. Jejak aspirasi desa, dapat dibaca dalam bagian menimbang UU Desa, yang menyebutkan: (a) bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan (b) bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera; serta (c) bahwa Desa dalam susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan perlu diatur tersendiri dengan undang-undang. Apa yang dapat kita baca? Pada satu sisi desa memiliki kenyataankenyataannya (alam, sosial dan budaya) sendiri, yang memperlihatkan bahwa desa merupakan suatu ruang hidup yang tumbuh dinamis. Kenyataan ini tidak saja memperlihatkan keragaman, melainkan memuat suatu kenyataan akan keberadaan tata hidup dan kemampuan dalam mengelola kehidupan, sesuai dengan keadaan alam, nilai-nilai setempat dan tentu saja aspirasi warga. Terhadap kenyataan dan keadaan inilah, dibutuhkan suatu pengakuan akan keberadaan, dan di sisi yang lain, berupa jaminan bahwa hal-hal yang dapat diurus oleh desa, maka urusan tersebut tidak perlu diurus oleh supra desa. Hal ini bermakna, bahwa apa yang selama ini diperjuangkan desa agar
Kedua, bahwa secara eksplisit desa dinyatakan sebagai desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/ atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Rumusan ini sudah barang tentu membawa dampak yang sangat luas, pada khususnya jika kita melihat dari kacamata UU No. 5 tahun 1979. Di masa depan kita akan menemukan desa dengan seluruh warna keragamaannya, yang dengan demikian terdapat demikian banyak cara dalam membangun desa, yang senantiasa disesuaikan dengan kenyataan setempat, nilai-nilai dan tentu aspirasi warga. Ketiga, bahwa dalam UU Desa termuat dua ketentuan sebagai satu kesatuan yang utuh, yakni pembangunan dan pemberdayaan. Dikatakan bahwa pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesarbesarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Sedangkan pemberdayaan masyarakat desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya
pedoman umum pengorganisasian
memperoleh suatu pengakuan dan perlindungan, serta aturan yang bersifat memperkuat prakarsa desa, memperoleh respon positif, dengan terbitnya UU Desa.
7
pedoman umum pengorganisasian 8
melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. Ketentuan inilah yang kita beri makna sebagai pertemuan antara langkah yang bersifat top down dan yang merupakan prakarsa desa, yakni bottom up. Sudah barang tentu di masa depan, kita membutuhkan bentuk kongkrit dari ketentuan ini. Yang dimaksud dengan bentuk kongkrit adalah suatu cara baru mengubah wajah desa, dengan suatu kemampuan menggabungkan seluruh kekuatan yang ada. Di atas itu semua, pemerintahan saat ini, melalui dokumen rencana pembangunan telah menyatakan secara jelas bahwa pembangunan akan dijalankan dengan menempatkan desa sebagai subyek: membangun dari desa. Konsepsi ini harus dilihat sebagai political will, yang hendak mengimplementasikan UU Desa secara lurus. Kehadiran kementerian desa, dan seluruh program yang ada, dapat pula dilihat secara komitmen untuk benar-benar menjalankan apa yang menjadi perintah UU Desa. Bagi kita, masalah ini, perlu dilihat dengan sangat jeli, cermat dan kritis. Maksudnya adalah bahwa untuk memastikan keseluruhannya berjalan dengan baik, dibutuhkan lebih dari sekedar daftar rencana. Akan tetapi suatu kesungguhnya yang didasarkan pada kesediaan untuk mengubah cara berpikir, pendekatan dan seluruh bangunan rencana. Desa adalah subyek, arena dan perspektif. Perubahan ini adalah segi yang paling mendasar. Perubahan dimaksud, bukan saja harus dilakukan oleh kekuatan supra desa, melainkan seluruh elemen yang hendak terlibat, dan pada khususnya desa sendiri. Pertanyaan kita bersama adalah bagaimana mengusahakan perubahan tersebut?
Apa yang harus dilakukan desa, agar pembangunan berjalan, persis (sama dan sebangun) sebagaimana harapan warga desa? Mengapa kita harus mengatakan persis? Apa makna persis? Dan apakah kondisi persis dapat dilakukan? Jika dapat dilakukan, apa yang harus dipersiapkan desa? Syarat-syarat apa yang perlu dihadirkan? Tentu deretan pertanyaan ini tidak mudah untuk dijawab. Dan jawaban yang sesungguhnya haruslah desa sendiri, pada khususnya yang berkait dengan segala daya upaya untuk menjadikan pembangunan persis sebagaimana kenyataan dan harapan desa. Bagaimana membuat pembangunan berjalan secara persis? Kita harus menyadari bahwa keadaan persis adalah keadaan ideal. Hal mendasar yang perlu menjadi perhatian kita semua, adalah memastikan bahwa gerak pembangunan mendasarkan diri pada keadaan, kenyataan dan harapan warga. Apa artinya? Bahwa pembangunan mutlak mendasarkan diri pada pengetahuan yang lengkap atas keadaan desa. Apakah selama ini gerak pembangunan benar-benar mendasarkan diri pada pengetahuan yang lengkap atas keadaan desa? Berita tentang pemberian bantuan yang salah sasaran. Kasus-kasus seperti tingginya angka kematian ibu hamil (dengan resiko tinggi), dan berbagai masalah lainnya, pada dasarnya menjadi saksi bahwa perencanaan pembangunan, dan dengan demikian gerak pembangunan, belum sepenuhnya berdasarkan pada pengetahuan yang persis atas keadaan.
pedoman umum pengorganisasian
TIGA KEBARUAN
9
pedoman umum pengorganisasian 10
Bagaimana mendapatkan pengetahuan yang persis? Atau suatu pengetahuan yang baik atas keadaan, kenyataan dan aspirasi warga? Beberapa langah dapat ditempuh, antara lain: (1) memperkuat pertemuan-pertemuan diantara warga, baik yang bersifat langsung, tidak langsung, atau melalui upaya mengembangkan teknologi yang memungkinkan berlangsungnya komunikasi dan penghimpunan informasi dari warga; (2) bekerjasama atau secara sendiri melakukan penyelidikan, atau penelitian mengenai hal-hal yang dipandang penting dan mendesak. Misalnya tentang sebab-sebab kemiskinan warga. Dalam soal ini, bukan saja menghimpun data tentang keluarga miskin, namun juga mengetahui atau memperoleh pengetahuan tentang sebab-sebab kemiskinan warga, sehingga dengan pengetahuan tersebut akan diperoleh gambaran yang lebih baik tentang bagaimana mengatasi masalah kemiskinan di desa setempat; dan (3) mengusahakan suatu proses yang sedemikian rupa sehingga diperoleh up date, atau proses pembaruan yang bersifat rutin terhadap informasi desa. Mengapa data harus selalu diperbarui? Kita tentu menyadari sepenuhnya bahwa tanpa pengetahuan yang benar tidak akan mungkin diperoleh tindakan yang benar. Data akan menjadi pemandu yang baik, bagi tindakan-tindakan yang baik, dan menjawab apa yang menjadi tantangan di desa. Memang diakui bahwa selama ini, tindakan yang datang dari supra desa tidak mencerminkan pengetahuan atas keadaan, kenyataan dan aspirasi warga, serta dipaksakan.Desa menjad pihak yang mau tidak mau menerima. Akibatnya, tidak diperoleh alasan yang cukup untuk memperbarui data, oleh sebab data sudah pasti
Apa yang hendak kita katakan di sini bahwa sangat penting menghadapi masa depan yang baru, paska terbitnya UU Desa, dengan cara-cara yang baru: (1) dengan kesadaran baru; (2) dengan ketrampilan yang baru; dan (3) dengan kebiasaan yang baru. Cara lama yang menempatkan desa sebagai obyek, yang dengan demikian membentuk suatu kesadaran lama (kesadaran yang tidak menempatkan desa sebagai subyek, kesadaran yang tidak menempatkan data sebagai elemen penting dalam pembangunan desa, dst), ketrampilan lama (hanya menjadi pelaksanaan) dan kebiasaan lama (yang hanya menempatkan desa serba pasif, serba menunggu, atau tidak cenderung pro aktif). Dengan keseluruhan itulah, kita hendak menempatkan pentingnya data, dan dengan begitu, penting pula tentang bagaimana mencari, menghimpun dan mengelola data. Pada intinya adalah adanya kesadaran baru tentang data, sebagai basis dalam siklus pembangunan desa. Inilah segi pertama, yang perlu kita bangun bersama, yakni dasar atau landasan agar proses pembangunan berjalan persis sebagai keadaan dan kenyataan.
pedoman umum pengorganisasian
tidak digunakan.Kalaupun dibutuhkan data, maka yang diambil adalah data yang bersifat artifisial, bukan data yang benar-benar mewakili kenyataan.Dalam soal kemiskinan, misalnya, kita kerap mendengar bahwa ketika hendak mengajukan bantuan, maka jumlah keluarga miskin ditingkatkan, dan sebaliknya, jika hendak diadakan penilaian maka jumlah keluarga miskin diturunkan. Kejadian ini memperlihatkan bahwa data bukan basis dari gerak pembangunan, dan yang terjadi lebih banyak proses manipulasi.
Kedua, tidak cukup hanya mengandalkan data yang baik, kini 11
pedoman umum pengorganisasian 12
dan akurat, diperlukan juga suatu proses yang dapat memastikan bahwa pembangunan berjalan sebagaimana harapan warga, dan tidak sekedar menjadi suatu project yang menjauh dari aspirasi warga. Bagaimana mengawal hal tersebut? Dalam UU Desa telah disebutkan pentingnya suatu musyawarah. Dikatakan bahwa musyawarah desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis. Pasal 54 menegaskan bahwa Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Adapun hal yang bersifat strategis adalah: penataan Desa; perencanaan Desa; kerja sama Desa; rencana investasi yang masuk ke Desa; pembentukan BUM Desa; penambahan dan pelepasan Aset Desa; dan kejadian luar biasa. Apa maknanya? Bahwa regulasi telah mengatur tentang keharusan diadakannya musyawarah, tentang bagaimana dijalankan dan tentang elemen-elemen yang ambil bagian dalam proses musyawarah tersebut. Apakah ini sudah cukup memadai? Tentu saja tidak. Pengalaman selama ini memperlihatkan bahwa suatu proses musyawarah, atau suatu jenis pertemuan yang melibatkan, senantiasa mudah terjebak dalam formalitas. Maksudnya, pertemuan-pertemuan tersebut, hanya menjadi sekedar pertemuan formal, yang tidak menghasilkan sesuatu yang punya makna besar. Mereka yang hadir, umumnya
Tantangan ke depan adalah bagaimana menjadikan musyawarah menjadi ajang musyawarah yang sebenar-benarnya? Kita berpandangan ada tiga hal yang harus betul-betul dipersiapkan: (1) sebelum acara berlangsung. Para pihak, harus dipastikan adalah pihak yang terkait, berkepentingan, dan memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Perlu ditemukan teknologi yang dapat memastikan bahwa mereka yang akan hadir dalam pertemuan benar-benar mempersiapkan segala sesuatu yang akan dibahas dalam musyawarah. Pun dari pihak penyelenggara, harus dipastikan bahwa bahan yang akan menjadi materi pembahasan, sejauh mungkin harus dapat diakses oleh para peserta. Teknologi informasi barangkali dapat menjadi salah satu solusinya;
pedoman umum pengorganisasian
mengambil posisi sebagai undangan biasa, dalam arti tidak secara khusus (semata-mata) mempersiapkan bahan-bahan yang hendak dibahas dalam pertemuan tersebut. Atau tidak jarang bahwa pertemuan tersebut hanya sekedar menjadi forum yang mengsahkan atau memberi legitimasi pada keputusan yang sebetulnya sudah diambil sebelumnya. Apa yang hendak kita tegaskan? Bahwa suatu musyawarah desa, pada umumnya, belum menjadi ajang msyawarah dalam makna yang sebenarbenarnya.
(2) selama acara. Apa yang kerap kali tidak muncul adalah suatu proses musyawarah, dimana para peserta dapat aktif ambil bagian, dan bukan sekedar datang, duduk, diam dan kemudian pulang. Mulai dari susunan tempat duduk, 13
pedoman umum pengorganisasian
pembawa acara, sampai dengan seluruh dinamika musyawarah, tentu perlu dipersiapkan dengan seksama. Agar dihasilkan proses yang baik, partisipatif dan produktif; dan
14
(3) setelah acara. Perlu dipastikan adanya kawalan, agar hasil musyawarah menjadi dokumen yang dirujuk, baik untuk urusan supra desa maupun dalam kerangka pembangunan desa sendiri. Inti dari kesemuanya adalah perlunya suatu pembaruan dalam musyawarah desa. Inilah kebaruan kedua yang harus dihadirkan. Ketiga, apakah hasil musyawarah akan benar-benar membawa makna, dan sekaligus memberikan panduan bagi gerak langkah pembangunan desa? Usaha pembaruan atas musyawarah merupakan kesaksian bahwa masalahnya memang tidak sederhana. Pada titik inilah dibutuhkan suatu sikap dan tindakantindakan baru. Sikap yang dimaksud adalah suatu sikap warga dan seluruh elemen desa, yang menempatkan pembangunan desa merupakan “agenda bersama” (agenda seluruh elemen desa), bukan sekedar agenda dari pemerintah desa. Dengan kesadaran dan sikap yang demikian ini, maka seluruh persoalan desa akan senantiasa menjadi perhatian warga, dan demikian pula dengan gerak pembangunan desa. Keadaan ini pada gilirannya akan membentuk suatu jenis konfigurasi politik yang baru, sedemikian rupa sehingga pemerintah desa senantiasa membuka ruang bagi partisipasi, dan partisipasi warga tidak bersifat formalistik, akan tetapi merupakan partisipasi yang asli,
substansial dan konstruktif. Pada intinya adalah hadirnya suatu jenis kebaruan dalam tata kelola desa.
Ruang kesempatan yang lebih besar bagi desa untuk memperkembangkan dan menjalankan pembangunan yang sesuai dengan kenyataan, keadaan dan aspirasi warga, tentu saja harus dioptimalisasi dengan sebaik-baiknya. Kunci utama keberhasilan dalam mengoptimalisasi ruang kesempatan yang ada adalah keterlibatan warga desa, dalam menggerakkan pembangunan: memastikan seluruh gerak langkah pembangunan sejalan dengan harapan warga, dan menjadi bagian yang kongkrit dari upaya menyelesaikan masalah-masalah desa. Pertanyaan besarnya adalah bagaimana mengusahakan agar seluruh warga desa ambil bagian? Mengapa seluruhnya? Oleh sebab hanya dengan kekuatan penuh, maka segala segi yang menjadi beban dan masalah desa, akan dapat diselesaikan dengan baik. Apa yang harus dilakukan agar seluru warga bersedia terlibat aktif dalam gerak membangun desa?
pedoman umum pengorganisasian
PERIHAL INFORMASI DAN SISTEM INFORMASI
Sementara ini terdapat beberapa pandangan yang berusaha menjawab pertanyaan tersebut, yakni: (1) jawaban yang bersifat pesimis, yang mengatakan bahwa sangat sulit mengajak warga desa untuk ambil bagian dalam usaha bersama membangun desa. Warga desa dianggap berada dalam sikap yang pasif, bahkan cenderung apatis; dan (2) jawaban yang bersifat pragmatik, yang mengatakan bahwa warga desa hanya bersedia 15
pedoman umum pengorganisasian
ikut ambil bagian, apabila mendapatkan gambaran yang kongkrit mengenai manfaat yang diperoleh ketika terlibat. Cerita tentang money politic dalam pemilu, adalah sebuah contoh, dari cara pandang ini. Yang intinya hendak mengatakan bahwa warga desa sesungguhnya telah kehilangan jati dirinya, dan berada dalam suasana pramatik-transaksional. Benarkah demikian? Kita tentu punya pandangan yang berbeda. Bagi kita: (i) bahwa warga desa, sebagaimana telah disebutkan dalam konstitusi, adalah pihak yang berhak atas keadaan yang lebih baik dan lebih bermakna. Adalah hal yang wajar jika warga desa menghendaki suatu kejelasan ketika menghadapi kehadiran program pembangunan. Sejauh warga punya hak untuk bersuara, maka tentu saja mereka akan bersuara dan menyatakan sikapnya – apakah mendukung ataukah tidak mendukung. Manakala pemerintah menutup pintu, maka warga umumnya memilih bersikap pasif, dan pada tingkat tertentu suatu sikap kritis akan muncul; dan (ii) bahwa warga desa, dan warga pada umumnya, sesungguhnya memiliki suatu sikap yang konstruktif. Yang dimaksud adalah suatu sikap yang akan ambil bagian manakala diperoleh kejelasan atas apa yang ditawarkan kepada mereka. Di sinilah tantangan bagi mereka yang bekerja dalam skema pemberdayaan masyarakat. Kejelasan menjadi kata kunci: jelas dalam maksud, jelas dalam bentuk dan jelas dalam hasil. Apa yang hendak kita katakan di sini? Bahwa tekad untuk melibatkan seluruh warga desa untuk ambil bagian secara konstruktif dalam membangun desanya, akan sangat dimungkinkan, sejauh langkah-langkah yang dilakukan adalah 16
Marilah kita meninjau masalah ini dengan lebih seksama, dan meletakkannya dalam kerangka pembangunan desa yang lebih menyeluruh [suatu proses yang merupakan gabungan antara prakarsa desa, langkah supra desa, dan interaksi antar desa]. Kita mulai dengan menilik apa yang terjadi pada periode sebelumnya. Apakah gerak pembangunan senantiasa mengandalkan data yang baik? Bagaimana data dihimpun dan dikelola? Dari pengalaman banyak desa, dan kesaksian mereka yang ambil bagian dalam gerak langkah pembangunan desa, diperoleh pengetahuan sebagai berikut: (1) bahwa kualitas data yang tersedia kurang memadai untuk suatu maksud pembangunan yang benar-benar membawa perubahan besar bagi desa; (2) bahwa terdapat kenyataan dimana akses data tidak mudah didapat, dan termasuk adanya kesulitan untuk mendapatkan kembali data yang telah tersimpan di rak-rak penyimpanan di kantor desa; (3) bahwa masalah-masalah berkait
pedoman umum pengorganisasian
langkah benar. Mengapa? Karena, sebagaimana uraian di atas, kita percaya bahwa warga desa sesungguhnya ingin desa mereka bergerak lebih maju, dan oleh sebab itu pula, warga desa sesungguhnya adalah pihak yang berkepentingan membangun desa mereka sendiri. Jika demikian halnya, maka yang pertamatama harus ditemukan adalah cara yang baik dan benar. Dalam soal ini, kita bersetuju dengan rumus: hasil baru tidak akan mungkin dicapai dengan cara lama. Hasil baru harus diusahakan dengan cara baru. Pun cara baru, adalah cara yang dilahirkan melalui pergulatan dengan realitas dan mengerti secara persis keadaan dan kenyataan desa tersebut. Di sinilah pentingnya informasi dan suatu sistem informasi.
17
pedoman umum pengorganisasian
dengan kesatuan data, keamanan datan, dan laian-lain, masih menjadi pertanyaan di depan, dan belum ada jawaban yang memadai. Gambar singkat yang bersifat umum ini pada dasarnya menjelaskan bahwa bekerja dengan data yang baik, akurat dan terkini, belum menjadi bagian dari pergerakan pembangunan desa. Keadaan yang demikian sudah barang tentu menjadi tantangan tersendiri. Untuk memasuki suatu cara baru, maka sudah barang tentu gerak pembangunan desa yang tidak mengandalkan data, harus dapat diubah, dan digantikan dengan kerja-kerja yang mengandalkan data, atau kerja-kerja yang benarbenar didasarkan pada kepahamanan yang sungguh-sungguh atas kenyataan, keadaan dan harapan masyarakat. Bagaimana mengusahakan hal tersebut? Apakah yang disediakan sekedar suatu informasi? Ataukah lebih dari itu? Bagaimana mengorganisasikan informasi dan sistem informasi, sedemikian rupa sehingga keberadaannya membawa dampak yang luas, seperti: (i) peningkatan kualitas layanan dasar; (ii) peningkatan kualitas kinerja aparat desa, yang lebih mengedepankan prinsipprinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik; dan (iii) meningkatkan kemampuan desa dalam menggerakkan gotong royong seluruh warga desa, untuk secara bersama-sama membangun desa. Suatu sistem informasi kita pahami secara awam sebagai pengelolaan informasi dengan menggunakan peralatan tertentu. Kita ketahui bersama bahwa masyarakat atau warga desa, sesungguhnya telah mengembangkan banyak cara dalam 18
Bagaimana dengan pembangunan sistem informasi ke depan? Bagi kita terdapat beberapa yang perlu mendapatkan perhatian, yakni: (1) tentang kesiapan social; (2) tentang kesiapan pemerintahan desa dan supra desa; (3) tentang kesiapan regulasi; dan (4) tentang kesiapan teknologi. Apa makna dari masingmasingnya? Dan bagaimana sistem informasi diletakkan dalam keseluruhan pergerakan membangun desa? Sebelum kita membahas masalah tersebut secara lebih rinci, baiklah kita tegaskan kembali tentang posisi penting informasi dan sistem informasi dalam keseluruhan gerak langkah desa dalam membangun wilayahnya. Rumus kita sangat sederhana, bahwa pembangunan desa akan menjadi jawaban atas masalah-masalah desa, manakala diadakan dan dijalankan dengan didasarkan pengetahuan yang baik atas kenyataan, keadaan dan harapan
pedoman umum pengorganisasian
mengelola informasi, mulai dari menghimpun, memobilisasi sampai dengan mempergunakannya dalam proses pengambilan keputusan tertentu. Berbagai jenis pertemuan di desa, dalam batas-batas tertentu kita dapat beri makna sebagai suatu cara yang dikembangkan warga, dalam rangka melakukan “up date” atas informasi yang berkembang untuk suatu kurun waktu tertentu, dan sekaligus menjadikannya sebagai ajang untuk mengklarifikasi (untuk melakukan uji kualitas informasi), menyebarkan (menjadi ajang sosialisasi) dan menjadikannya sebagai dasar dalam mengambil sikap. Kesepakatan warga tentang bunyi-bunyian tertentu, yang dijadikan penanda atas suatu keadaan tertentu, adalah contoh lain dari cara-cara yang secara asli dikembangkan oleh warga, guna menjawab tantangan yang berkembang.
19
pedoman umum pengorganisasian
warga desa. Tidak dapat diabaikan bahwa pembangunan desa, tidak dapat dilepaskan atau tidak dapat dipisahkan dari strategi nasional pembangunan, yang secara demikian, membangun desa adalah langkah membangun bangsa mulai dari bawah. Oleh sebab itulah informasi menjadi sangat penting. Letak pentingnya terletak pertama-tama pada keakuratan dan kekiniannya. Marilah kita sedikit mengulang apa yang telah dibahas di muka, tentang gerak yang lalu, dimana desa belum melengkapi diri dengan data yang akurat dan terkini. Seperti kita ketahui bersama bahwa pihak supra desa, senantiasa mengambil data dari desa. Baik pemerintah nasional (melalui kementerian), maupun pemerintah diatasnya, mulai dari kecamatan, kabupaten sampai propinsi. Umumnya desa menjadi pihak layaknya responden yang menjawab pertanyaan pengumpul informasi, tanpa tahu persis untuk apa data dihimpun. Tidak jarang desa harus mengisi, atau meng-up date informasi dalam jumlah yang besar, sehingga menyita banyak waktu aparat desa. Masing-masing pihak yang mengambil data dari desa, umumnya tidak saling terkait satu sama lain. Hal ini yang kerap membuat desa harus bekerja berulang untuk urusan yang sama. Pertanyaan besarnya: mengapa tidak dilakukan suatu mekanisme satu pintu dan satu data? Mengapa tidak dilakukan pengintegrasian, sedemikian sehingga dibangun pengintegrasian sistem informasi? Pengintegrasian informasi dan sistem informasi, merupakan kebutuhan masa depan. Mengapa?Kita harus mulai punya imajinasi, atau gambaran tentang masa depan dengan suatu tata 20
Bagaimana kesemuanya itu dimungkinkan untuk diwujudkan? Tentu saja pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang harus dijawab oleh pihak supra desa. Soal kita sendiri, bukan terletak pada jawaban atas pertanyaan tersebut, melainkan: dapatkah desa menjadi pihak yang mengambil inisiatif sedemikian rupa sehingga masalah-masalah yang bersifat strategis dapat dimulai dari desa? Atau, dapatkah desa menjadi pihak yang ikut mendorong berlangsungnya suatu
pedoman umum pengorganisasian
kelola atau pengelolaan pemerintahan yang lebih efektif dengan mengggunakan teknologi informasi. Jika kita mampu membuat suatu sistem data yang baik, maka penghimpunan data dapat dilakukan secara terintegrasi. Bidang kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan lain-lain, tidak perlu menghimpun data secara terpisah satu sama lain. Sudah saatnya pemerintah, dari desa sampai pusat, memiliki satu sistem data terpadu, dan dengan demikian proses penghimpunannya dilakukan dengan form-form yang standar, dan kemudian dicatat dalam pangkalan data yang terintegrasi satu-sama lain. Masing-masing bidang dalam pemerintahan, tidak perlu berjalan sendiri-sendiri, dan tidak perlu menghimpun data secara sendiri. Dengan model integrasi ini, maka komunikasi data akan lebih mudah dan cepat. Apa yang kita bayangkan adalah bahwa data yang dipakai desa dan data yang dipakai supra desa, serta data yang dipakai kawasan, adalah data yang sama, atau data yang dihimpun dengan form dan metode yang sama. Model ini, bukan saja memurahkan penghimpunan dan up date data, namun juga akan memudahkan komunikasi, klarifikasi dan dengan sendirinya memperluas akses informasi masyarakat terhadap data yang baik, akurat dan terkini.
21
pedoman umum pengorganisasian 22
pengintegrasian suatu sistem informasi, dan pada nantinya ikut mendorong hadirnya kebijakan “satu data”? Hal ini tentu saja membutuhkan banyak syarat yang harus mulai dikembangkan di desa. Penguasaan desa akan informasi dan sistem informasi, akan menjadi syarat mutlak. Oleh sebab itulah, kesiapan social desa menjadi sangat penting. Mereka yang akan terjun ke lapangan memperkuat desa dalam membangun sistem informasi desa dan kawasan (SIDeKa), sudah barang tentu harus membekali diri dengan kemampuan-kemampuan dasar bekerja di tengah masyarakat, selain tentu saja dasar-dasar SIDeKa, dari segi keteknikan.
BEKERJA DI TENGAH MASYARAKAT Sebagaimana di jelaskan di depan, bahwa dalam UU Desa, termuat rumusan tentang pemberdayaan, yang dinyatakan sebagai: Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraanmasyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran,serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampinganyang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. Apa maknanya? Kalau kita mengacu kepada konsep pemberdayaan, maka sangat jelas bahwa konsepsi ini merupakan bagian dari kesaksian atas keadaan yang tidak berdaya. Pemberdayaan adalah proses “memperkuat” daya, yang ujungnya adalah meningkatnya kemampuan dan daya tawar. Bagaimana proses ini dilakukan? Siapakah yang menjadi
Dari rumusan tersebut, setidaknya ada empat tindakan, yakni: (1) kebijakan; (2) program; (3) kegiatan dan (4) pendampingan. Mereka yang telah punya pengalaman bekerja di tengah masyarakat tentu akan mengerti makna kongkrit dari keempat tindakan tersebut. Tindakan pertama sampai dengan ketiga, dapat merupakan satu kesatuan, sedangkan tindakan keempat (pendampingan), merupakan jenis tindakan yang punya maksud dan makna yang berbeda. Apa itu pendampingan? Apa syarat dilakukannya pendampingan? Apa saja langkah yang harus dikembangkan, agar gerak langkah pendampingan berjalan sesuai dengan maksud utamanya, yakni membangun keberdayaan dan kemandirian, dan bukan sebaliknya. Apakah konsep “pendampingan” merupakan konsep yang bersifat umum? Ataukah suatu konsepsi yang bersifat unik? Ataukah suatu konsep yang memiliki segi-segi umum dan sekaligus segi-segi khusus, dalam mana setiap lokasi akan mensyaratkan keunikan tersendiri, yang sesuai dengan lokalitas masing-masing. Di bawah suatu rejim otoriter, atau rejim yang tidak membuka ruang bagi demokrasi, suatu langkah pendampingan adalah langkah membuka ruang demokrasi. Di hadapan rejim, mereka yang bekerja dalam skema pendampingan, akan mudah dicap sebagai subversi, atau dapat dipandang sebagai ancaman, dan bukan tidak mungkin kegiatan
pedoman umum pengorganisasian
pihak penyelenggara atau yang bekerja dalam skema pemberdayaan? Apakah dari desa ataukah dari luar desa, atau dalam suatu kombinasi tertentu – yang bersifat unik, dimana tiap desa memiliki cara yang berbeda?
23
pedoman umum pengorganisasian
pendampingan menjadi dasar bagi suatu vonis di meja hijau. Di bawah rejim demokrasi, proses pendampingan dapat diberi makna sebagai proses pendalaman demokrasi, yakni suatu proses yang membuat demokrasi lebih dari sekedar demokrasi prosedural. Bagaimana praktek kongkritnya? Terbitnya UU Desa, dapat kita jadikan dasar, bahwa yang kini bekerja adalah suatu rejim demokrasi. Yang oleh sebab itulah, gerak langkah pendampingan merupakan suatu proses pendalaman demokrasi. Apa yang perlu mendapatkan perhatian? Pertama, bahwa sangat perlu dipastikan berlangsungnya peningkatan kapasitas demokrasi di kalangan masyarakat desa.Yakni keadaan dimana masyarakat desa menyadari sepenuhnya hak dan tanggungjawabnya sebagai warga desa, dan kedudukannya sebagai pemegang kedaulatan.Kemajuan desa sangat ditentukan oleh masyarakat desa. Untuk karena itulah, masyarakat secara keseluruhan, mesti mendapatkan ruang kesempatan belajar dan saling belajar, terutama melalui praktek demokrasi desa. Kedua, bahwa sangat perlu dipastikan suatu relasi yang demokratik, antara masyarakat desa dan pemerintahan (dari desa sampai pusat). Relasi ini ditunjukkan dengan praktek kontrol sosial, sistem perencanaan, dan ruang partisipasi yang lebih luas dan dilindungi. Dan ketiga, bahwa sangat perlu dipastikan kualitas layanan yang baik dari pemerintahan desa. Kualitas ini hanya dapat dijamin melalui regulasi yang mencerminkan kekuasaan diposisikan sebagai abdi dari masyarakat. Apakah ketiga keadaan tersebut akan dengan sendirinya hadir 24
Bagaimana hal tersebut dilakukan? Dimana posisi informasi pada nantinya, dan apa yang harus dilakukan desa untuk mengelola informasi dalam sebuah sistem, sehingga menjadi kekuatan penting dalam memastikan gerak langkah pembangunan (baik yang dilakukan oleh desa, maupun supra desa), sesuai dengan kenyataan, keadaan dan harapan rakyat. Sesuai dengan rumusan tersebut, maka yang pertama-tama harus dilakukan adalah langkah memahami kenyataan-kenyataan desa, sebagaimana adanya. Tentu saja kerja ini merupakan kerja yang sangat besar, bukan kerja orang per orang, melainkan harus merupakan kerja bersama, yang melibatkan elemen masyarakat dan pemerintahan desa, serta para pihak di luar desa, yang memiliki komitmen memperkuat desa. Siapakah mayarakat desa yang
pedoman umum pengorganisasian
dengan munculnya sejumlah kebijakan, seperti UU Desa? Ataukah ketiganya sangat bergantung kepada daya upaya, yang sedemikian rupa sehingga ketiganya dapat diwujudkan? Kita kembali kepada pertanyaan dasar: Apa yang harus dilakukan? Dari mana memulainya? Dalam soal ini, kita berangkat dari rumus sederhana: (1) suatu pekerjaan besar hanya akan dapat dicapai jika didasarkan kepada pengetahuan yang lengkap mengenai apa yang harus dilakukan, mengapa harus dilakukan, dan rincian atas tindakan-tindakan yang hendak dilakukan; dan (2) pekerjaan yang berat akan dapat lebih mudah diatasi dengan kerjasama yang baik, yakni suatu kerjasama dengan tujuan yang jelas dan semua elemen mendapatkan tugas dan tanggungjawab sesuai dengan kemampuannya. Pada yang pertama, bicara tentang data dan pengetahuan. Dan kedua, bicara tentang organisasi, dengan seluruh langkahnya dalam rangka mencapai tujuan bersama.
25
pedoman umum pengorganisasian
dimaksud, dan dengan cara apa langkah memahami tersebut dilakukan? Bagi kita, langkah memahami kenyataan-kenyataan desa adalah langkah penyelidikan atau langkah penelitian. Yang diteliti bukan saja kenyataan-kenyataan alam, dan kekayaan desa, melainkan juga keadaan penduduk (termasuk masalah kemiskinan, dan sebab-sebab terjadinya kemiskinan penduduk), jenis-jenis pekerjaan, pemerintahan, dan lain-lain. Adalah ideal jika yang menjalankan penyelidikan desa adalah warga desa setempat, yang sudah barang tentu bersama pemerintah desa, dan atau sebaliknya. Di sinilah pentingnya keberadaan komunitas-komunitas penggerak desa. Yakni, suatu kelompok warga yang menghimpun diri dalam suatu organisasi, yang punya tujuan membawa desa kepada masa depan yang lebih baik. Elemen dari komunitas adalah pribadi-pribadi, warga desa, yang telah memiliki kesadaran, kemampuan dan kejelasan mengenai arah masa depan desa, serta cara mencapai masa depan tersebut. Inilah tantangan bagi mereka yang harus bekerja di desa, bekerja di tengah masyarakat. Salah satu kewajiban pokoknya adalah menemukan elemen-elemen terbaik desa, yang nantinya akan menjadi pandu-pandu desa, belajar bersama mereka dan membangun kesadaran bersama mengenai apa yang harus diperbuat untuk desa. Pekerjaan ini adalah pekerjaan pengorganisasian. Suatu jenis pekerjaan yang mengandalkan visi kemasyarakatan, integritas dan dedikasi yang penuh. Syarat dasar dalam kerja ini adalah watak yang baik, selebihnya adalah pelengkap. Kerja dasar pengorganisasian dalam kerangka membangun 26
MENGEMBANGKAN SIDEKA A. Pengantar Sistem Informasi Desa dan Kawasan (SIDeKa) yang kelahirannya diinisiasi oleh Badan Prakarsa Pemberdayaan Desa dan Kawasan (BP2DK) merupakan sebuah sistem informasi yang mampu mengumpulkan, mengolah maupun menyajikan data sesuai dengan kebutuhan Pemerintah Desa maupun Pemerintah Supra Desa. SIDeKa didesain dalam hal akurasi data untuk mewujudkan desa mandiri yang demokratis, transparan dan akuntabel. Harapannya desa mampu berperann dalam mengurus rumah tangganya yang pada saat bersamaan menjadi langkah kontribusi desa dalam ikut menyelesaikan masalah-masalah bangsa.
pedoman umum pengorganisasian
suatu sistem daya dukung, yang dalam hal ini adalah sistem informasi desa dan kawasan (SIDeKa), adalah: (1) mempersiapkan dengan seksama komunitas yang akan menjadi penggerak utama; (2) ikut memperkuat pemerintahan desa, sehingga dari regulasi, program dan SDM, telah dapat dipenuhi, sehingga sistem dapat bekerja dengan baik; dan (3) ikut membantu mengadakan sistem yang dimaksud; serta (4) ikut membantu memastikan sistem dapat dijalankan dengan baik. Apa langkah lanjut dalam mengorganisasi SIDeKa, yang merupakan penguat kinerja pemerintahan desa, dan sekaligus merupakan arena bagi desa untuk saling belajar dan membangun kegotongroyongan membangun desa.
27
pedoman umum pengorganisasian
Sistem informasi ini dikembangkan dengan prinsip-prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dalam upaya mendorong pemberdayaan masyarakat serta mewujudkan nilainilai demokratisasi di tingkat desa. Dimulai dari tahap perencanaan, penggumpulan data, pengolahan hingga pemanfaatan data, semua dilakukan oleh pemdes bersama dengan masyarakat secara terbuka. Dalam hal penyelenggaraannya, SIDeKa dirancang sebagai sebuah sistem informasi yang tumbuh dari bawah dan dibantu dengan pengaturan kelembagaan dan kebijakan dari atas. Kerjasama dari berbagai pihak akan sangat penting dan perlu ditata dengan baik agar efektif dan sistematis. BP2DK mengambil prakarsa membangun Sistem Informasi Desa dan Kawasan (SIDeKa) dengan kesadaran untuk membantu warga dan pemerintah desa dalam mengelola pengetahuan yang diperlukan dalam menjalankan pembangunan di tingkat desa, sekaligus menghubungkan himpunan desa atau kawasan (tidak hanya dalam pengertian administratif) dengan jenjang kekuasaan yang lebih tinggi. Sistem informasi ini sekaligus akan berperan sebagai alat pengawasan dan penilaian dari kinerja desa dan kawasan (monitoring pembangunan). Dalam implementasi SIDeKa, peran pandu desa sangatlah penting. Fungsi dan tugas seorang pandu desa merupakan salah satu kunci utama keberhasilan implementasi SIDeKa. Sehubungan dengan hal itu, dibutuhkan perhatian khusus pada proses rekruitmen, peningkatan kapasitas melalui proses pelatihan serta monitoring/evaluasi kegiatan di lapangan
28
Peran pelatihan dalam pelaksanaan SIDeKa merupakan salah satu kegiatan yang penting untuk dilakukan. Melalui kegiatan ini pengembangan pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan para pandu desa dapat ditingkatkan. Meningkatnya pemahaman dan kemampuan Pandu Desa dapat mendorong percepatan proses pembelajaran dalam implementasi SIDeKa. Panduan pengorganisasian ini dimaksudkan untuk dapat dijadikan pedoman teknis pelaksanaan bagi pandu desa dalam melakukan tugas-tugas pendampingan. Harapannya dengan adanya panduan ini penyelenggaraan SIDeKa dapat dilaksanakan secara tepat, efisien dan berkelanjutan. Panduan pengorganisasian ini berisi penjelasan tentang definisi dan karakteristik SIDeKa dan peran para pelaku, terutama perangkat pemerintah desa dalam pelaksanaan SIDeKa disertai dengan prosedur pelaksanaannya. Panduan ini tetap membuka kesempatan luas untuk melakukan pengembangan dan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan, sejauh tidak menyimpang dari koridor yang telah ditetapkan.
pedoman umum pengorganisasian
sehingga dapat mengefektifkan tugas-tugas pemberdayaan masyarakat.
B. Definisi dan Karakteristik SIDeKa a) Definisi SIDeKa SIDeKa (Sistem Informasi Desa dan Kawasan) merupakan 29
pedoman umum pengorganisasian
pengembangan dari beberapa sistem yang telah ada sebelumnya baik dari lembaga pemerintah, swadaya masyarakat masyarakat masyarakat desa. SIDeKa dikembangkan untuk mewujudkan desa mandiri yang demokratis, transparan, akuntabel. SIDeKa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan desa dalam mengelola aset, merencanakan dan melakukan penganggaran APBDes yang dihasilkan melalui proses partisipatif serta mampu memanfaatkan potensi wilayah dan kawasan di sekitarnya. SIDeKa bersifat bottom up untuk mengakomodir kebutuhan data yang bersifat lokal. SIDeKa dalam batas tertentu bersifat top-down karena mensyaratkan beberapa data yang harus masuk dalam sistem. Meskipun demikian, kebutuhan data yang bersifat top down diharapkan sejauh mungkin dapat di-inklusikan dan diakomodir oleh SIDeKa. Kemanfaatan SIDeKa minimal meliputi Tata Kelola Informasi dan Tata Kelola Sumber Daya. Tata kelola Informasi menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat desa, dengan menggunakan media yang telah tersedia di desa, misalnya : web desa, radio Komunitas, jurnalisme warga, SMS gateway. Tata kelola sumberdaya meliputi pemanfaatan sumberdaya yang ada di desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melalui SIDeKa diharapkan desa mempunyai kemampuan membuat perencanaan pembangunan, meningkatnya kualitas pelayanan publik, meningkatnya partisipasi masyarakat desa, meningkatnya transparansi dan akuntabilitas keuangan desa. Selain itu, desa diharapkan mampu menyelesaikan persoalan 30
kemiskinan, kesehatan, dan peningkatan produktivitas perekonomian desa.
b) Karaktersitik SIDeKa
a.
SIDeKa Mendasarkan pada Kearifan Lokal. SIDeKa dirancang agar kearifan lokal yang ada dapat terakomodasi dalam sistem yang dikembangkan, baik dalam proses pengembangan, pendataan, maupun pemanfaatan data yang ada.
b. SIDeKa bersifat Partisipatif dan Melibatkan Masyarakat. SIDeKadidesain dan dikelola masyarakat bersama-sama dalam suatu forum komunikasi. Oleh karena itu, SIDeKa dirancang agar tidak membebani pemerintah desa tetapi merupakan cerminan kebutuhan masyarakat Desa. Sebagai contoh, data pertanian dan akan dikelola oleh kelompok tani, demikian pula dengan peternakan, perikanan, nelayan, kesehatan dan lainnya yang mungkin bersifat spesifik untuk suatu Desa. Meskipun bersifat partisipatif, SIDeKa mendasarkan pada acuan-acuan pokok yang telah ditetapkan, khususnya dalam penyediaan data dasar, seperti data kependudukan. c.
pedoman umum pengorganisasian
SIDeKa didasarkan pada beberapa karakteristik, di antaranya:
SIDeKa mendorong masyarakat desa memiliki kedaulatan data. Karena SIDeKa disusun bersama masyarakat, informasi 31
pedoman umum pengorganisasian
yang ada dalam SIDeKa dapat digunakan sebaik-baiknya oleh masyarakat Desa. Desa mempunyai hak untuk memanfaatkan dan mengakses informasi yang mereka miliki.Desa juga memiliki hak untuk menentukan data yang bersifat spesifik untuk wilayah tersebut.Hal ini berbeda dengan kondisi saat ini karena informasi menjadi milik instansi berwenang dan Desa tidak dapat mengakses dengan mudah data yang sebenarnya telah mereka berikan kepada instansi tersebut. d. SIDeKaMengakomodir KepentinganDesa SIDeKa dikembangkan untuk mengakomodir kepentingan desa, baik dari segi pengungumpulan informasi, data yang dikumpulkan untuk tujuan tertentu (misalnya perbaikan pelayanan) maupun kondisi wilayah serta infrastruktur yang tersedia.SIDeKa bersifat modular, adaptif dan partisipatif. e. SIDeKa memberi masukan mengenai Potensi Desa dan Kawasan (kelompok marjinal, indigenous people, potensi konflik, mitigasi bencana, penyakit, lembaga/ kelompok eksisting seperti posyandu) f.
32
SIDeKa dikembangkan untuk membantu masyarakat desa mengenali kondisi wilayahnya, baik yang dapat menghambat kemajuan maupun dapat mendorong perkembangan desa. SIDeKa diharapkan dapat memberikan informasi mengenai masyarakat yang terpinggirkan, masyarakat yang tidak mempunyai
C. Ruang Lingkup 1. Lingkup pekerjaan Ø Ø Ø Ø Ø
Pembentukan tim Pelatihan tim Pelaksanaan pendampingan Pengendalian Evaluasi
pedoman umum pengorganisasian
kemampuan mandiri dan harus dibantu, penyakit infeksi yang merebak, perpindahan penduduk, hasil panen, komoditas unggulan, harga komoditas pertanian yang diterima masyarakat, hama yang menyerang tanaman dan mitigasi bencana. Melalui informasi pada SIDeKa diharapkan masyarakat desa dapat menyusun rencana pembangunan desa beserta pengelolaan dana, mampu memperoleh gambaran lebih awal mengenai potensi masalah yang muncul atau peluang yang ada. Pada tahap yang lebih lanjut, SIDeKa diharapkan mampu memberikan gambaran potensi desa secara lebih komprehensif, seperti kemampuan lahan, kesesuaian lahan, jenis tanah yang merupakan integrasi dari beberapa peta tematik.
2. Pembagian tugas Tim pendampingadalah individu terpilih yang mempunyai kemampuan baik teknis maupun non teknis dalam strategi pendampingan SIDeKa. Tim pendamping terdiri dari dua unsur 33
pedoman umum pengorganisasian
yakni pandu desa dan PendampingTIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Baik Pandu Desa maupun pendamping TIK diupayakan berasal dari orang-orang setempat yang dipilih secara partisipatif dan transparan. Untuk tahap awal pembangunan SIDeKa, Pandu Desa adalah tokoh lokal (local leader) yang mempunyai ketrampilan dalam hal pemberdayaan masyarakat, sedangkan pendamping TIK adalah mahasiswa tingkat akhir jurusan Teknologi Informasi dan Komunikasidari Universitas terkemuka di Indonesia. Dalam pengembangan ke depan, strategi pendampingan SIDeKa dalam aspek teknis, dirancang melalui program KKN alternative dari universitas yang ada di setiap propinsi di mana pelaksanaan SIDeKa diterapkan. Dalam pelaksanaannya setiap kabupaten/kota akan dikoordinir oleh satu orang coordinator yang akan membawahi beberapa Pandu Desa dan pendamping TIK. Masing-masing Pandu desa dan pendampingTIK nantinyaakan mendampingi 1-10 desa berdasarkan kondisi geografis dan karakteristik yang ada di setiap kabupaten. Tugas dan tanggung jawab : · Pandu desa adalah orang yang bertanggung jawab dalam penerapan SIDeKa di setiap jenjang (desa-kabupaten, propinsi, nasional). · Masing-masing jenjang terdapat satu orang coordinator. · Koordinator Kabupaten akan bertanggung jawab untuk mengorganisir pelaksanaan SIDeKa di satu kabupaten. 34
·
·
·
Koordinator Kabupaten akan menetapkan (berdasarkan kesepakatan bersama) desa mana saja yang akan menjadi tanggungjawab masing-masing Pandu Desa dan Pendamping TIK. Seluruh Pandu Desa dan PendampingTIK harus memiliki dokumen rencana kerja,jadwal pelaksanaan dan hasil kegiatan dalam bentuk laporan tertulis yang harus disampaikan kepada Koordinator Kabupaten secara berkala. Setiap Pandu Desa dan Pendamping TIK harus memiliki tanggung jawab untuk mensosialisasikan hasil pelaksanaan SIDeKa kepada SKPD terkait atau Pemerintahan Supra Desa. Setiap Pandu Desa harus bekerja sama dengan para pendamping TIK dalam menjalankan tugasnya.
D. Prinsip Kerja Dalam menjalankan tugasnya, para pandu desa akan membentuk tim di setiap jenjangnya (desa-kabupaten, propinsi, nasional). Tim inilah yang akan bertanggungjawab dalam penerapan SIDeKa di masing-masing jenjang. Prinsip-prinsip yang menjadi acuan dalam pembentukan TIM SIDeKa adalah antara lain : · · · · ·
pedoman umum pengorganisasian
·
Prinsip Kerjasama Prinsip Keberlanjutan Prinsip Keswadayaan Prinsip Belajar Menemukan Sendiri Prinsip Interdependensi 35
1. Prinsip Kerjasama
pedoman umum pengorganisasian
Dengan bekerjasama, tim SIDeKa tumbuh dari, oleh dan untuk kepentingan mereka sendiri. Selain dengan anggota kelompoknya sendiri, kerjasama juga dikembangkan antar tim SIDeKa, dan mitra kerja lainnya agar menghasilkan manfaat bagi masyarakat.
36
Prinsip kerjasama adalah : a. Keserasian. Anggota Tim SIDeKa terdiri dari warga yang saling mengenal, saling mempercayai dan mempunyai kepentingan yang sama, sehingga tumbuh tim SIDeKa yang kompak dan serasi. b. Kesetaraan. Bebas dari segala motif dan bentuk pembedabedaan dan diskriminasi baik secara gender, agama, ras, suku dan golongan. Penghormatan terhadap perbedaan dan pluralitas (keragaman) sebagai suatu kekayaan bersama. c. Paritisipatif. Proses pengambilan keputusan yang melibatkan seluruh anggota tim SIDeKa, mendorong dan memberi tempat prakarsa-prakarsa dari setiap anggota kelompok. d. Kepemimpinan dari mereka sendiri. Pengurus timSIDeKadipilih dari dan ditentukan oleh mereka sendiri. Pemimpin dari kalangan mereka sendiri lebih memahami masalah serta keinginan anggota tim SIDeKa dari pada pemimpin dari luar timSIDeKa. e. Akuntabilitas. Sistem pertanggungjawaban yang jelas dan transparan terhadap segala sesuatu yang harus
dipertanggungjawabkan dan dilaporkan kepada seluruh anggota tim SIDeKa.
Seluruh pelaksanaan SIDeKa diorientasikan pada terciptanya sistem dan mekanisme yang mendukung pemberdayaan rakyat secara berkelanjutan. Berbagai pelayanan dan intervensi yang dilakukan merupakan jenis pelayanan dan intervensi yang memiliki potensi untuk berlanjut dikemudian hari ketika program sudah selesai.
3. Prinsip Keswadayaan Sejak awal pembentukannya, Tim SIDeKa sudah dimotivasi dan didorong untuk berusaha atas dasar kemauan dan kemampuan mereka sendiri dan tidak selalu tergantung kepada bantuan atau pertolongan dari luar.
4. Prinsip Belajar Menemukan Sendiri (Discovery Learning) Tim SIDeKatumbuh dan berkembang atas dasar kemauan dan kemampuan mereka untuk belajar menemukan sendiri apa yang mereka butuhkan dan apa yang akan mereka kembangkan, termasuk upaya untuk menggali potensi pemanfaatan SIDeKa.
pedoman umum pengorganisasian
2. Prinsip Keberlanjutan
5. Prinsip Interdependensi Sesuatu yang menyeluruh (holistik) akan memberikan hasil yang 37
pedoman umum pengorganisasian
lebih besar. Dengan bersinergi,timSIDeKa akan menghasilkan manfaat yang lebih besar. Oleh karena itu tim SIDeKadidorong mengembangkan diri untuk mampu membangun kerja-kerja kolaborasi dengan berbagai pihak (lembaga) baik pemerintah daerah maupun non pemerintah agar dapat menghasilkan manfaat sosial yang lebih luas.
E. Materi Pendampingan Materi dalam pendampingan SIDeKa antara lain : 1. Apa itu SIDeKa Materi ini berisipengertian tentang konsep SIDeKa sebagai sebuah sistem informasi dalam arti yang luas, bukan sekedar SIDeKa dalam ari sebuah aplikasi semata. 2.
Pemilihan pelaku kegiatan Mengulas kriteria pelaku kegiatan di setiap jangang yang akan didampingi melalui pendekatan kepada Pemdes,Pemda, Pemerintah Nasionalhingga prakondisi wilayah untuk persiapan pelaksanaan SIDeKa.
3.
Pendampingan Membahas mengenai tahapan pendampingan yang harus dilakukan terhadap pemerintahan Desa (perangkat desa dan warganya) juga mensinergikan dengan Pemerintahan Supra Desa.
4. Kelembagaan SIDeKa Dibahas mengenai SDM dan deskripsi tanggung jawab 38
yang harus dilakukan, administrasi kelembagaan serta potensi pengembangannya.
F. Jenis Pelatihan
Pelatihan Dasar ini lebih bersifat pelatihan penyadaran (awareness training) dengan penekanan: · ·
Re-orientasi sikap dan pola pikir tim SIDeKa dalam memahami konsep Sistem Informasi Desa dan Kawasan. Pengenalan dan pemahaman dasar-dasar pendampingan yang melibatkan masyarakat desa sebagai pelaku utama melalui proses pemberdayaan.
b. Pelatihan keterampilan khusus Pelatihan ini lebih bersifat pelatihan ketrampilan (skill training) khusus yang akan diadakan secara bertahap berdasarkan kebutuhan yang berorientasi kepada pemecahan masalah di lapangan: ·
·
pedoman umum pengorganisasian
a. Pelatihan Dasar
Meningkatkan kemampuan tim SIDeKadalam melaksanakan tahapan penyelenggaraan SIDeKa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Meningkatkan ketrampilan tim SIDeKa dalam metode dan teknik-teknik Instalasi SIDeKa.
39
G. Tahapan Implementasi 1. Level Kabupaten
pedoman umum pengorganisasian
a.
Pra kondisi Kabupaten, hingga melakukan percepatan MOU dengan Bupati atau pejabat yang diberi kewenangan. b. Melakukan konsolidasi untuk pendaftaran nama domain desa.id. Sesuai Permen Komunikasi dan Informatika, Nomor 5 tahun 2015 tentang Register Nama Domain Instansi Penyelenggara Negara, yang melakukan pendaftaran adalah kabupaten. Kabupaten juga dapat melakukan penyeragamaan format nama domain desa. oleh karena itu diperlukan komunikasi dan koordinasi dengan kabupaten. c. Melakukan konsolidasi untuk mendapatkan data dasar kependudukan desa-desa di kabupaten tersebut. Data kependudukan tersebut diharapkan didapatkan dari dinas kependudukan dan catatan sipil (Dukcapil) kabupaten. Dari data tersebut akan diimput ke SIDeKa sebagai data awal yang nantinya akan diverifikasi dan ditambahkan dengan data-data lain yang dibutuhkan.
2. Level desa a) Pra kondisi Dilakukan di awal program dimaksudkan sebagai upaya menghimpun kebutuhan-kebutuhan pemerintah desa maupun komunitas dalam arti luas, agar bisa dijadikan 40
b) Sosialisasi tingkat desa Dilakukan kepada seluruh masyarakat, bisa menggunakan media pertemuan warga, radio komunitas, papan pengumuman, dan media-media komunitas lainnya. Kegiatan ini dimaksudkan agar warga bisa turut berpartisipasi dalam proses pembangunan sistem ini, dan partisipasi yang minimal bisa dilakukan adalah membantu memberikan data. Sosialisasi adalah serangkaian diseminasi, lokakarya, dan membangun kesadaran (kepedulian) dari semua pelaku kegiatan (pemerintah daerah Kabupaten/Kota, organisasi masyarakat sipil/Pemerintahan Desa dan para pihak terkait) c) Pembentukan Tim Desa Dilakukan dari hasil musyawarah dengan pemerintah desa dan beberapa stakeholders desa. Tim yang terdiri dari beberapa orang ini, diantaranya adalah perwakilan dari tiap-tiap dusun dan dipimpin oleh seorang koordinator tim desa yaitu Kepala Desa.
pedoman umum pengorganisasian
konten dalam sistem. Diskusi ini biasanya akan menghasilkan list daftar kebutuhan serta metode yang akan digunakan dalam pelaksanaan program, dari kegiatan pendataan hingga tahap implementasi maupun publikasi kepada masyarakat luas.
d) Training kepada tim Desa Dilakukan sebagai upaya memahami konsep SIDeKa 41
pedoman umum pengorganisasian
sekaligus memperkenalkan software yang ada kepada tim desa, untuk mendapat masukan atau penambahan konten serta perkenalan awal tentang manfaat serta teknik pengaplikasian.
42
e) Penyiapan data desa Dilakukan dalam rangka mengisi kontenSIDeKa. Data yang dimasukkan bisa berupa data yang memang sudah tersedia di pemerintahan desa, namun bisa pula dilakukan pendataan baru agar data yang diperoleh bisa lebih kaya dan valid. Proses ini bisa dilakukan oleh perangkat desa melalui struktur pemerintahan yang ada di desa, namun bisa juga dilakukan oleh masyarakat dengan metode yang sudah disepakati bersama, misalnya memanfaatkan media-media pertemuan warga yang ada di masing-masing dusun. f)
Pembangunan website dan data base desa (1) Pendaftaran nama domain desa Langkah pertama dalam proses pembangunan website dan data base desa adalah menentukan nama domain dan hosting. Domain name digunakan untuk memanggil alamat website yang dituju, agar pengguna lebih mudah untuk melakukan akses ke server. Domain name disebut juga sebagai alamat website yang harus didaftarkan terlebih dahulu, sebab tidakada satupun nama domain yang sama atau nama domain hanya bisa dimiliki oleh satu orang saja. Nama domain bisa dibeli pada penyedia reseller nama
pedoman umum pengorganisasian
domain. Untuk tahap awal pembangunanSIDeKa, pendaftarandomain desa akan difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten. Hal ini sesuai dengan Permen Komunikasi dan Informasi , Nomer 5 tahun 2015 tentang Registrasi nama domain instantsi penyelenggara Negara. Format nama domain adalah (.desa.id.). Dalam pelaksanaannya Pemerintah Kabupaten juga dapat melakukan penyeragamaan format nama domain desa.Misal, Desa Sendangsari Kec. Pengasih Kab. Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakartadidaftarkan dengan nama (sendangsari.desa.id). Jika nama sendangsari sudah dipakai oleh desa lain, maka ditambahkan nama kabupaten di belakangnya. Misal: (sendangsarikabupaten.desa.id). Pendaftaran nama domain dapat dilakukan secara kolektif, baik dalam sebuah pertemuan di tingkat kecamatan maupun di tingkat kabupaten, disesuaikan dengan kondisi disetiap daerah. Untuk mencapai kesepakatan tersebut diperlukan komunikasi dan koordinasi dengan kabupaten 2) Pendaftaran hosting Sama seperti nama domain, pendaftaran hosting juga harus dilakukan kepada penyedia layanan jasa. Hosting adalah tempat untuk menyimpan aplikasi website agar dapat ditampilkan ke pengguna internet yang lain.Oleh karena SIDeKa merupakan aplikasi dari sebuah institusi pemerintah, maka hostingnya
43
pedoman umum pengorganisasian
hendaknya berada di wilayah Indonesia, tidak ditempatkan di luar negeri. SIDeKa diharapkan menggunakan hosting yang dimiliki oleh pemerintah kabupaten. Pada fase awal ini, apabila kabupaten masih kesulitan memfasilitasi, maka BP2DK akan menyiapkan perangkat tersebut. 3) Instalasi (disesuaikan dengan karakteristik desa) Proses ini akan dijelaskan secara terpisah dalam dokumen pedoman penggunaan manual aplikasi SIDeKa. g) Input data desa Dilakukan oleh tim desa atau yang ditunjuk oleh kepala desa dari orang-orang yang memiliki kapasitas dan pengetahuan yang cukup dibidang komputer. h) Uji coba dan perbaikan Merupakan tahapan pengoperasian program SIDeKapada tahap awal. Memastikan sistem ini bekerja dengan baik adalah langkah selanjutnya agar sistem ini dapat bekerja sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa. i)
44
Pemantauan Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sejak awal dipantau terus menerus untuk melihat apakah rencana yang telah disusun bersama dilaksanakan dan hambatan-hambatan yang terjadi pada saat pelaksanaan. Penyimpangan yang terjadi pada saat pelaksanaan dipelajari dan diperbaiki agar
j)
Evaluasi tingkat desa Proses evaluasi terus dilakukan dalam rangka melengkapi maupun memperbaiki SIDeKayang sudah ada. Proses evaluasi dan penyempurnaan tidak terbatas pada hal-hal yang bersifat teknis, namun juga harus mencakup subtansipenyelenggaraan SIDeKa, misalnya pemanfaatan data oleh pemdes dan supra desa, maupun metode yang bisa digunakan untuk memaksimalkan manfaat dari SIDeKa.
pedoman umum pengorganisasian
tetap dapat mencapai tujuan akhir dari pelaksaaan SIDeKa yang diinginkan. Monitoring ini bertujuan untuk menilai apakah implementasi SIDeKa memang berjalan pada arah yang benar, mengidentifikasi permasalahan dalam pelaksanaan program dan kegiatan, memperkirakan antisipasi yang dibutuhkan untuk menjaga alur pelaksanaan SIDeKa.
45
CAPAIAN
Pra kondisi Kabupaten
Melakukan konsolidasi untuk pendaftaran nama domain desa.id
2.
Adanya kesepakatan dengan kabupaten untuk memfasilitasi desa dalam melakukan pendaftaran nama domain (.desa.id)
Adanya kesepahaman dengan Kabupaten tentang implementasi SIDeKa, hingga ditandatanganinya MoU.
LEVEL KABUPATEN
AKTIVITAS
1.
NO.
-
Mengecek nama domain yang tersedia untuk desa-desa di lokasi. Memberikan alternatif nama domain apabila nama desa tersebut sudah digunakan.
Melakukan pendekatan dengan kabupaten agar tercapai kesepakatan untuk fasilitasi desa-desa mendaftar nama domain.
TENAGA TI
Melakukan pendekatan dengan kabupaten. Mengatur pertemuan hingga ditandatanganinya MOU.
FASILITATOR
Tahapan Kerja Implementasi SIDeKa Fasilitator dan Tenaga TI
· Laptop · Jaringan internet · Dokumen kesepakatan dengan kabupaten
· Kontak pemerintah daerah · Draf MoU · Kehadiran BP2DK · Dokumentasi pertemuan notulensi, foto, absensi
KEBUTUHAN
Sesuai Permen Komunikasi dan Informatika, Nomor 5 tahun 2015 tentang Registrar Nama Domain Instansi Penyelenggara Negara, yang melakukan
KETERANGAN
3.
Melakukan konsolidasi untuk mendapatkan data dasar kependudukan desa-desa di kabupaten tersebut.
Mendapatkan data kependudukan di kabupten tersebut sehingga bisa di input ke SIDeKa
Membuat kesepakatan dengan kabupaten dan desa-desa untuk melakukan pendaftaran nama domain secara kolektif.
Melakukan pendekatan kepada pimpinan kabupaten dan dinas kependudukan dan catatan sipil (Disdukcapil) sehingga mendapat data tersebut.
Pendekatan dilakukan ke leading sektor yang ada di kabupaten tersebut, bisa BPMPD, Dinas Kominfo, atau lainnya sesuai kesepakatan di kabupaten.
Melakukan pemilahan data berdasarkan desa, kemudian disesuaikan sehingga bisa masuk ke SIDeKa.
· Flash disk/CD
Data kependudukan tersebut diharapkan didapatkan dari dinas kependudukan dan catatan sipil (Dukcapil) kabupaten. Dari data tersebut akan diimput ke SIDeKa sebagai data awal yang nantinya akan diverifikasi dan ditambahkan
pendaftaran adalah kabupaten. Kabupaten juga dapat melakukan penyeragamaan format nama domain desa. Oleh karena itu diperlukan komunikasi dan koordinasi dengan kabupaten.
2.
1.
Sosialisasi kepada desa
Pra kondisi
LEVEL DESA
· Adanya pertemuan di desa atau desadesa di level kecamatan atau kabupaten. · Adanya penjelasan mengenai SIDeKa · Adanya kesepahaman
Informasi tentang desa-desa yang ada lokasi program. ·
Memberikan penjelasan mengenai SIDeKa.
Melakukan assesmen awal terhadap kondisi serta kebutuhankebutuhan yang ada di desa-desa. Menjelaskan segisegi teknis terkait “teknologi” SIDeKa.
Melakukan assesment mengenai jaringan dan perangkat keras yang ada di desa-desa lokasi program. · Tempat pertemuan · Bahan-bahan sosialisasi · Dokumentasi pertemuan: absensi, foto, notulensi
· Observasi lapangan
Dilakukan kepada masyarakat, menggunakan media pertemuan warga, radio komunitas, papan pengumuman, dan media-media komunitas lainnya. Kegiatan ini dimaksudkan agar warga bisa turut berpartisi-
dengan data-data lain yang dibutuhkan.
Melakukan fasilitasi pembentukan tim desa.
Mengkondisikan tim desa yang akan dan penyiapkan
Ada tim di desa yang menangani pelaksanaan SIDeKa.
· Tim desa dapat mengoperasikan aplikasi SIDeKa
Pembentukan Tim Desa
Training kepada tim Desa
3.
4.
akan pentingnya implementasi SIDeKa di desa. · Keikutsertaan desa dalam SIDeKa
Membantu mengkondisikan desa, menyiapkan
-
Dilakukan dari hasil musyawarah dengan pemerintah desa dan beberapa stakeholders desa. Tim yang terdiri dari beberapa orang ini, diantaranya adalah perwakilan dari tiap-tiap dusun dan dipimpin oleh seorang koordinator tim desa yaitu Kepala Desa. Pelatihan dapat dilakukan secara serentak se
· Draf SK Kepala Desa
· Bahan-bahan pelatihan · Tempat
pasi dalam proses pembangunan sistem ini, dan partisipasi yang minimal bisa dilakukan adalah membantu memberikan data.
Penyiapan data desa
Pembangunan website dan data base desa a.Pendaftaran nama domain desa
5.
6.
· Terdaftarnya nama domain desa · Konfirmasi dari pengelola nama domain atas nama domain desa yang diajukan.
Tersedianya data desa yang dapat diinput dalam SIDeKa
· Tim desa dapat memperoleh, mengelola dan memanfaatkan data
Mengirim dan mengkonfirmasi pendaftaran nama domain desa ke pengelola nama domain.
Menyiapkan jenis data apa saja yang dibutuhkan dalam SIDeKa
Mendampingi tim desa dalam pengumpulan data desa.
Mengorganisir pertemuan desadesa untuk melakukan pendaftaran nama domain desa secara kolektif, dapat di level
acara dan memberikan materi tentang teknologi informasi
acara saat pelaksanaan, serta memberikan materi mengenai SIDeKa
Untuk efektifitas dan efesiensi kerja, pendaftaran nama domain dapat dilakukan secara kolektif atau bersama-sama dalam satu tempat.
Data desa tidak hanya data statistik desa tetapi juga dalam bentuk naskah, misalnya profil desa, lembaga desa, berita-berita, regulasi desa dan lainnya. · Form pengumpulan data · Rapat-rapat tim
· Surat permohonan nama domain .desa.id · Fotocopy kepala desa/sekretaris desa · Nama-nama domain yang
kabupaten.
pertemuan · Dokumentasi pelatihan (absensi, foto dan notulensi)
Input data desa
Uji coba dan perbaikan
7.
8.
b.Instalasi (disesuaikan dengan karakteristik desa) Mendampingi tim desa untuk menginput data ke SIDeKa
Mendampingi proses uji coba dan perbaikan.
Tidak adanya error dalam aplikasi SIDeKa
-
Semua data yang dibutuhkan dalam SIDeKa terisi.
SIDeKa online
kecamatan atau kabupaten.
Bersama masyarakat desa melakukan uji coba dan perbaikan software dan instalasi apabila terjadi kesalahan.
· Komputer/laptop · Jaringan internet
· Laptop/komputer · Jaringan internet · Data siap input
Mendampingi tim desa untuk menginput data ke SIDeKa. Mengatasi masalah apabila ada persoalan teknis pada software
Laptop/komputer Jaringan internet Software Konfirmasi nama domain
· · · ·
Menginstal SIDeKa sehingga online serta versi desktop di komputer desa
akan didaftarkan
Pemantauan
10. Evaluasi tingkat desa
9.
· Adanya refleksi bersama pelaksanaan SIDeKa · Adanya rekomendasi untuk perbaikan pelaksanaan SIDeKa
· Mengindentifikasi hambatan yang dihadapi · Melihat apakah pelaksanaan SIDeKa sudah berjalan sesuai dengan yang direncanakan. · Observasi lapangan secara terus menerus
· Pertemuan · Perlengkapan pertemuan · Dokumentasi pertemuan (absensi, foto dan notulensi)
Bersama tim desa melakukan pemantauan pelaksanaan SIDeKa
Bersama pandu desa dan tim desa melakukan evaluasi pelaksanaan SIDeKa
Mendampingi desa dalam proses pemantauan pelaksanaan SIDeKa
Melakukan fasilitasi dalam evaluasi
Lampiran
Kalau kita menyorongkan konsepsi jurnalisme desa, tentu hal ini bukan lantaran suatu jenis kelatahan dalam penyebutan, melainkan suatu kebutuhan. Sebagai suatu istilah, jurnalisme desa, tentu tidak memuat segi-segi yang baru, pada khususnya dari segi keteknikan jurnalistik. Apa yang berbeda dan terasa mendesak untuk dimajukan adalah soal substansi, soal perspektif, dan soal bagaimana menempatkan (realitas) desa (dan seluruh dinamika yang ada didalamnya), dalam kerja-kerja jurnalistik.
pedoman umum pengorganisasian
Jurnalisme Desa
Apa yang ada didalam benak kita ketika kata desa muncul, baik dalam tulisan atau dalam pembahasan-pembahasan, atau sekedar dalam obrolan santai? Kita masih ingat ungkapan ndeso, yang bernada nyinyir, atau mencemooh. Mereka yang diberi lebel ndeso, adalah pihak yang dipandang terbelakang, bodoh dan sejenisnya. Kenyataan ini sekedar memberikan gambar awal, bahwa desa (dan atau dengan nama lain), bukanlah arena yang 53
pedoman umum pengorganisasian
diperlakukan secara “adil”. Apakah ini sekedar suatu kesan, atau sebuah proses yang sesungguhnya merepresentasikan kerjakerja konstruksi untuk suatu kepentingan tertentu?
54
Dalam hal pemberitaan, cara pandang atau cara menempatkan desa (: yang ndeso), tentu saja ikut memberi pengaruh dalam sudut pandang, pilihan berita atau informasi, dan cara penyajiannya [segi-segi apa yang ditonjolkan, dan segi-segi apa yang tidak ditampilkan, alias dimangkirkan]. Cerita-cerita yang aneh, unik, sensasional, adalah bahan yang seringkali muncul, ketimbang masalah-masalah yang lebih kongkrit menyangkut hidup dan kehidupan desa. Seperti misalnya cerita tentang kambing berkaki tiga, bebek menjadi induk dari anak ayam, pohon pisang berbuah sampai ke tanah, dan lain-lain. Kesemuanya tidak menonjolkan apa yang mestinya penting untuk diangkat, seperti misalnya, informasi tentang jalan desa, irigasi yang tidak baik, harga kebutuhan pokok, sampai kepada kualitas layanan kesehatan, air bersih dan pendidikan. Keadaan yang demikian, bukan saja membuat desa makin tidak tampak penting, namun juga semakin mengaburkan dan semakin memperdalam cara pandang yang tidak menempatkan desa sebagai suatu subyek. Maka tidak heran jika desa mudah ditempatkan menjadi obyek, atau sekedar menjadi sasaran dari berbagai pemikiran, project, riset-riset dan seterusnya. Dari waktu ke waktu, datang dan pergi mereka yang memberikan perhatian ke desa. Para pelajar pergi ke desa, yang semula dimaksudkan untuk menjadi bagian dari upaya pemberdayaan, dalam kenyataan hanya menempatkan desa sebagai lokasi yang
Apa yang belum kita lihat adalah suatu cara pandang yang menempatkan desa, dan seluruh dinamika yang ada didalamnya sebagai subyek penting. Terbitnya UU Desa (2014), yang didalamnya memuat pandangan-pandangan baru yang penting. Dalam bagian menimbang dari UU dikatakan: (a) bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan (b) bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
pedoman umum pengorganisasian
wajib didatangi, oleh karena tugas kuliah, dan setelahnya tidak ada makna apa-apa kecuali bahwa dia pernah hadir ke desa untuk memenuhi tugas perkualiahan. Oleh sebab itulah, ketika hadir gelombang partisipasi dan terjadinya perubahan kebijakan yang menempatkan desa sebagai subyek, maka segera saja ditemukan sejumlah kekikukan, dan di sini yang lain, muncul pula kreativitas jenis baru. Apakah desa sendiri telah mempersiapkan diri sepenuhnya untuk benar-benar dapat bertindak sebagai subyek pembangunan?
Pada bagian lain dikatakan bahwa pengaturan desa (ps. 3) berasaskan: rekognisi; subsidiaritas; keberagaman; kebersamaan; kegotongroyongan; kekeluargaan; musyawarah; 55
pedoman umum pengorganisasian
demokrasi; kemandirian; partisipasi; kesetaraan; pemberdayaan; dan keberlanjutan. Adapun tujuannya (ps. 4) adalah: (a) memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; (b) memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia; (c) melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa; (d) mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama; (e) membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab; (f) meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum; (g) meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional; (h) memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan (i) memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan. Berbagai segi pengaturan dan tujuan pengaturan tersebut, memperlihatkan dengan sangat jelas bahwa suatu cara pandang baru, cara pandang yang menempatkan desa sebagai subyek, cara pandang yang menempatkan desa sebagai bagian dari actor strategis, baik dalam kerangka mengorganisasi kehidupan mereka sendiri, maupun dalam kerangka ikut menjalankan misi
56
Sebagaimana kita ketahui bahwa pers, memiliki peran, antara lain: (a) memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; (b) menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan; (c) mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar; (d) melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap halhal yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan (e) memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Peran ini, jika kita kaitan dengan kebutuhan untuk menggerakkan pembangunan desa secara lebih adil, dengan menempatkan warga desa sebagai subyek, maka setidak-tidaknya ada tiga hal yang penting untuk menjadi perhatian, yakni perihal kepemerintahan desa, gerak membangun, dan upaya-upaya memperkuat partisipasi masyarakat.
pedoman umum pengorganisasian
negara, dalam rangka mewujudkan apa yang menjadi cita-cita proklamasi kemerdekaan. Apa yang hendak dikatakan di sini, bahwa sejak kini dan ke depan, dibutuhkan tidak saja cara pandang baru (yang dalam hal ini telah dimulai secara legal oleh kebijakan desa, UU Desa), namun juga praktek-praktek kongkrit, baik dalam konteks kerja-kerja kepembangunan di tingkat desa, maupun dalam konteks kerja-kerja jurnalistik.
Dari segi kepemerintahan, berarti membuka ruang akses yang luas kepada masyarakat, untuk dapat mengetahui secara persis apa yang sedang dikerjakan oleh pemerintah desa, dan mengetahui mengapa hal tersebut dilakukan, apa tujuan dan bagaimana operasionalisasinya. Pengetahuan yang utuh dari 57
pedoman umum pengorganisasian 58
masyarakat tentu akan punya dampak yang berbeda, mengingat jarak geografi yang dekat, sehingga kehadiran fisik masyarakat atau warga desa, sangat dimungkinkan. Oleh sebab itulah, yang dibutuhkan adalah suatu informasi yang berkualitas, agar informasi menjadi pendorong kerja-kerja konstruktif, bukan pendorong konflik yang tidak perlu. Dengan kemajuan di bidang informasi dan komunikasi, tentu saja akan semakin terbuka ruang kesempatan warga, dan oleh sebab itu pula, pemerintah desa, perlu mendapatkan sokongan yang dibutuhkan, terutama untuk senantiasa bekerja berdasarkan mandate, aturan dan nilai-nilai keutamaan. Dari segi pembangunan, berarti bahwa masyarakat atau warga desa, mendapatkan informasi yang memadai mengenai berbagai gerak langkah pembangunan desa, termasuk kebijakan mengenai bagaimana sumber-sumber ekonomi desa didistribusikan, atau digunakan untuk keperluan kegiatan ekonomi. Investasi yang masuk di desa, harus dilihat dari sudut pandang yang adil, baik dalam kerangka menggerakkan ekonomi desa, namun juga dari sudut menjaga lingkungan desa, agar tetap sehat dan nyaman, serta tetap berkemampuan dalam menyangga kebutuhan desa. Pembangunan infrastruktur, harus dilihat sebagai suatu langkah yang kompleks, dan oleh sebab itu, selain langkah-langkah kesegeraannya, juga perlu diperhatikan dampak-dampak ke depan, yang sejak kini perlu mendapatkan perhatian. Pada intinya adalah bahwa warga desa harus dapat melihat dengan sejelas-jelasnya, ke arah mana gerak pembangunan berpihak, dan di sisi yang lain, warga desa mendapatkan pengetahuan yang memadai, mengenai apa yang
Dari segi pemberdayaan dan upaya-upaya memperkuat partisipasi warga desa, berarti bahwa warga desa dapat mengakses informasi, baik menyangkut segi-segi yang paling mungkin dilakukan, maupun dalam kerangka mengakses pengetahuan yang diproduksi oleh desa sendiri. Apa yang hendak kita katakan bahwa desa perlu mendapatkan ruang yang memadai, untuk juga menjadi bagian dari pergerakan memproduksi pengetahuan. Kehidupan desa yang kaya dan kompleks, tentu memuat berbagai jenis prakarsa dan penemuanpenemuan. Ruang bagi warga desa untuk menyebarluaskan informasi dan pengetahuan harus dibuka seluas mungkin, sedemikian rupa sehingga berkembang berbagai jenis kreatifitas dan inovasi. Kita percaya bahwa dari desa akan banyak dihasilkan pengetahuan-pengetahuan baru, yang bukan saja dapat diandalkan, namun juga memuat kebijakan-kebijakan, yang bersumber pada kearifan lokal. Ketiga segi tersebut, tentu hanya sebagian dari arena dan atau segi-segi yang harus menjadi perhatian, di dalam kita memperkembangkan jurnalisme desa. Tentu saja kita berharap agar konsep jurnalisme desa diperkembangkan, dan pada gilirannya menjadi “bidang baru”, dalam kerja-kerja jurnalistik. Sebagai suatu “bidang baru”, tentu perlu dikembangkan mata keahlian khusus, di luar berbagai teknik yang selama ini telah menjadi standar baku keahlian jurnalistik. Bagaimana memungkinkan hal ini? Undangan kita sampaikan kepada para
pedoman umum pengorganisasian
harus mereka lakukan, untuk bersama-sama membangun demi kesejahteraan bersama.
59
pedoman umum pengorganisasian
pekerja media, dan semua pihak yang memiliki kepedulian dan komitmen memperkuat desa, dalam membangun jalan sejarahnya. Apa yang sangat perlu segera dikembangkan?
60
Bagi kita ada banyak arena yang perlu segera diurus. Sebagai contoh adalah tentang bagaimana warga desa ambil bagian secara konstruktif dalam penyusunan RAPB Desa, atau suatu situasi dimana warga desa secara aktif dalam musyawarah pembangunan desa, musrenbang. Keterlibatan yang perlu dipikirkan ke depan adalah bukan jenis keterlibatan konvensional, melainkan keterlibatan yang telah sepenuhnya mengandalkan teknologi informasi, seperti system informasi desa dan kawasan (SIDEKA). Pada sisi yang lain, desa perlu segera mengembangkan diri, dan pada giliranya mengembangkan konsepsi tersendiri tentang apa yang disebut dengan jurnalisme desa. Kita ingin agar konsepsi jurnalisme desa pada gilirannya adalah arena yang dibangun sendiri oleh warga desa, dan bukan menjadi arena baru dari kekuatan supra desa. Pendidikan kejurnalistikan mendesak untuk diadakan dan dipermaju. Segi-segi dasar ini akan sangat membantu desa dalaam memperkembangkan diri, dan pada gilirannya menjadi pihak yang benar-benar berdaulat atas bumi air, ruang dan dunia informatika. (24/11/2014)
Buku-buku lain:
1.
Panggilan Tanah Air
2.
Pedoman Umum Penyelenggaraan SIDeKa
3.
Petunjuk Penggunaan Aplikasi
4.
Lagu Kebangsaan dan Nasionalisme
5.
Konsep Rancangan Peraturan Presiden
6.
Desa Garis Depan Nawacita