PEDOMAN UMUM PENYELENGGARAAN
SIDeKa Sistem Informasi Desa dan Kawasan
.
PEDOMAN UMUM PENYELENGGARAAN Sistem Informasi Desa dan Kawasan
Dr. Cungki Kusdarjito, dkk
Prakarsa Desa
Pedoman Umum Penyelenggaraan Sistem Informasi Desa dan Kawasan Penyusun : Dr. Cungki Kusdarjito, dkk Tata letak : Prasetyo Desain cover : Robby Eebor dan Sholeh Budi Badan Prakarsa Pemberdayaan Desa dan Kawasan (Prakarsa Desa): Gedung Permata Kuningan Lt 17 Jl. Kuningan Mulia, Kav. 9C Jakarta Selatan 12910 Jl. Tebet Utara III-H No. 17 Jakarta Selatan 10240 t/f. +6221 8378 9729 m. +62821 2188 5876 e.
[email protected] w. www.prakarsadesa.id Cetakan Pertama, 2015 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Cungki Kusdarjito (penyusun) Pedoman Umum Penyelenggaraan Cet. 1—Jakarta: 90 hal., 14 x 20 cm ISBN: 978-602-0873-07-7 © Hak Cipta dilindungi undang-undang All Rights Reserved
Pengarah: Noer Fauzi Rachman, Ph.D Budiman Sudjatmiko, M.Sc., M.Phil Semuel A Pangerapan Hilmar Farid, Ph.D Dadang Juliantara Raharja Waluya Jati
Tim Penyusun: Dr. Cungki Kusdarjito Irya Wisnubhadra, S.T, M.T Basuki Suhardiman Suharyana, S.S. Irman Meilandi Purwoko, M.Si Sobirin AT. Erik Triadi, S.IP
.
Pengantar
Latar Belakang Selama ini pemerintah sebenarnya mengakui bahwa data merupakan bahan pokok bagi perencanaan program pembangunan. Jika data lemah maka perencanaan tidak akan tepat. Lemahnya kualitas data, lemahnya keakuratan data dan penyediaan yang tidak tepat waktu menjadi permasalahan yang sering terjadi di jajaran institusi pemerintahan. Munculnya permasalahan data disebabkan oleh beberapa hal, antara lain pertama : mekanisme pengumpulan data sektoral di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sering tidak terpusat dan tidak konsisten. Kedua, belum ada format baku dalam sistem pelaporan dari setiap SKPD yang sesuai dengan kebutuhan data. Jadi sering dijumpai data yang tumpang tindih (overlap) dan tidak sinkron. Ketiga, dari sisi non teknis penyebab munculnya permasalahan data juga dipicu oleh kesadaran dan komitmen SKPD dalam pengelolaan data masih kurang. Hal ini muncul karena langkah pembinaan dan pengembangan staf pemerintahan belum mencakup pada fokus pengolahan data dan informasi. Alasan klasik yang muncul lainnya adalah vii
pedoman umum penyelenggaraan sideka
keterbatasan dana, baik untuk upaya pengembangan kapasitas staf maupun untuk pengembangan sistem informasi yang lebih baik. Keempat, belum adanya peraturan daerah yang mengatur tentang tata kelola data seperti peraturan daerah tentang statistik. Hal ini menyebabkan ketidakrapian sistem pengolahan data di jajaran institusi pemerintah kabupaten. Sejalan dengan upaya pemerintah pusat, kesadaran tentang pentingnya data pada saat yang sama juga telah berkembang di tingkat Pemerintah Daerah. Berbagai upaya dan inisiatif telah dilakukan untuk memperbaiki kinerja tata kelola pemerintahan daerah yang baik (Good Governance). Ketersediaan data yang dapat mewakili keadaan sebenarnya di lapangan disadari sebagai prasyarat penyediaan layanan dasar yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, validitas dan akurasi data menjadi prinsip yang ingin terus ditingkatkan kualitasnya. Kebutuhan akan validitas data inilah yang mendasari lahirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menyebutkan bahwa perencanaan pembangunan desa didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Keseluruhan data dan informasi tersebut haruslah terdokumentasikan dengan baik di tingkat desa, agar dapat dimanfaatkan untuk merumuskan kebijakan pembangunan desa dan kebijakan-kebijakan lainnya. Pemerintah menyadari bahwa desa sudah saatnya memiliki sistem data dan informasi yang akurat, agar mengetahui tingkat perkembangan desa dan kekayaan aset yang dimilikinya. Data dan informasi yang ada akan sangat membantu bukan hanya bagi pemerintah desa melainkan bagi pemerintah kabupaten dan pemerintah pusat viii
pengantar
dalam merumuskan berbagai kebijakan tentang desa. Pada titik inilah desa membutuhkan cara-cara baru yang secara kongkrit menjadi bagian dari penyelesaian masalahmasalah bangsa, dan sekaligus memastikan bangsa mencapai masa depannya yang lebih baik dan lebih bermakna. Bagi desa politik baru yang dimaksud tentu adalah suatu langkah pembangunan yang menempatkan desa di garis depan. Desa dalam hal ini bukanlah sekedar wilayah administratif semata, namun sebagai “aktor” (subyek), perspektif dan arena. Oleh sebab itulah desa membutuhkan cara yang sepenuhnya baru, yang di dalam hal ini, akan dikembangkan dengan sebuah sistem yang dinamai Sistem Informasi Desa dan Kawasan (SIDeKa) Sistem Informasi Desa dan Kawasan (SIDeKa) tidak bisa hanya dilihat sebagai langkah teknis dan administratif. Akses informasi harus diletakkan dalam kerangka yang lebih luas sebagai pintu yang membuka banyak kemungkinan bagi desa untuk ambil bagian dalam mengurus urusan rumah tangganya, dan pada saat yang bersamaan menjadi langkah kontribusi desa dalam ikut menjadi bagian dari penyelesaian masalah-masalah bangsa.
Maksud dan Tujuan Buku panduan ini merupakan pedoman penyelenggaraan SIDeKa dan tahapan sistematis yang harus ditempuh dan dijalankan oleh pengguna SIDeKa sebagai upaya dalam mendorong kesadaran baru, keterampilan baru, kebiasaan baru dan tata kelola baru tentang pentingnya Sistem Informasi Desa dan Kawasan. Buku panduan ini merupakan penjelasan teknis ix
pedoman umum penyelenggaraan sideka
berbagai tahapan pembangunan SIDeKa. Dalam pelaksanaannya, panduan ini tidak berdiri sendiri, tetapi menjadi bagian dari Petunjuk Teknis Operasional (PTO) SIDeKa dan Petunjuk Penggunaan Aplikasi SIDeKa. Mengacu pada peta jalan SIDeKa, tahap awal pembangunan SIDeKa dimulai dengan data dasar kependudukan serta data profil desa. Buku Panduan ini merupakan pedoman teknis di level desa serta diperuntukkan bagi perangkat desa atau tim desa yang akan menjalankan SIDeKa. Pada tingkat kabupaten dan nasional, tahap pembangunan SIDeKa akan dikembangkan sesuai kebutuhan pemerintah supra desa. Pada level ini SIDeKa akan lebih banyak berbicara tentang sistem agregasi data yang merupakan bagian integral dari rencana pembangunan di tingkat kabupaten dan nasional. Dengan demikian, tahapan pengembangan SIDeKa memerlukan pendekatan terpadu, pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, terencana dan berkesinambungan dan menuntut keterlibatan semua pihak di setiap jenjangnya.
Proses Penyusunan Kehadiran SIDeKa sendiri tidak bermaksud untuk melakukan penyeragaman semua sistem informasi yang ada di desa. SIDeKa hadir untuk berkontribusi dalam proses integrasi dan sinergi sistem pendataan di desa. Semangat yang diusung SIDeKa adalah ‘satu data’ bukan ‘satu aplikasi’. Proses penyusunan naskah ini melalui beberapa rangkaian pertemuan, workshop, diskusi maupun pelatihan baik di Yogyakarta, Jakarta, Bandung dan daerah lainnya. Pertemuan x
pengantar
tersebut antara lain Workshop Forum Desa Digital di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, pada 13 Januari 2015, Pelatihan Pendamping SIDeKa di Balai TIKNas Kominfo Jakarta, 15-18 Januari 2015, Workshop Sistem Informasi Desa dan Kawasan (SIDeKa) Intergratif di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, pada 13 Februari 2015, Diskusi Pengembangan Jurnalisme Desa di Universitas Janabadra, 17 Januari 2015, Workshop Pengembangan SIDeKa di Jakarta pada 2-4 Maret 2015, serta review pakar yang diadakan di Institut Teknologi Bandung (ITB). Atas dimungkinkannya penerbitan naskah ini, diucapkan terima kasih kepada Departement of Foreign Affairs and TradeDFAT Australia, tim dari Badan Prakarsa dan para Pandu Desa yang telah berupaya keras melahirkan pikiran dan kesaksian di lapangan, yang menjadi bahan dasar dalam penyusunan naskah ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Universitas Atmajaya Yogyakarta, Universitas Janabadra, ITB, dan Rumah Suluh, komunitas IT, teman-teman organisasi masyarakat sipil, dan para pihak lainnya. Sangat diharapkan dengan penerbitan ini akan memberikan inspirasi kepada para pekerja atau pegiat atau para Pandu Desa, untuk senantiasa mengembangkan gagasan-gagasan dan menyebarluaskan gagasan tersebut, agar menjadi bagian dari suatu arus besar memperhebat langkahlangkah memperkuat desa melalui implementasi yang benar atas UU Desa. Sekali lagi, kita berharap penerbitan naskah ini menjadi penguat bagi langkah mendasar yang mengiringi implementasi UU Desa. Semoga. Jakarta, April 2015. xi
pedoman umum penyelenggaraan sideka
xii
Kata Pengantar
Hadirnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, telah menjadi harapan baru bagi upaya pembaruan desa yang selama ini diharapkan. Berbagai pihak termasuk pemerintah desa bergerak menyongsong dan bahkan menjalankan amanat undang-undang itu dengan berbagai pilihan prioritas dan inovasi berdasarkan ruang dan kesempatan. Salah satunya adalah pengembangan gagasan Sistem Informasi Desa dan Kawasan (SIDeKa) yang sesuai dengan pelaksanaan UU Desa (Pasal 86 UU Desa 2014) dan sesuai dengan kebutuhan demokrasi desa (pemdes dan komunitas). Sistem Informasi Desa dan Kawasan (SIDeKa) tidak bisa dilihat sebagai langkah teknis dan administratif. Akses informasi harus diletakkan dalam kerangka yang lebih luas : suatu pintu yang membuka banyak kemungkinan bagi desa untuk ambil bagian dalam mengurus urusan rumah tangganya, dan pada saat yang bersamaan menjadi langkah kontribusi desa dalam ikut menjadi bagian dari penyelesaian masalah-masalah bangsa. Kehadiran SIDeKa sendiri tidak bermaksud untuk melakukan penyeragaman semua sistem informasi yang ada di xiii
pedoman umum penyelenggaraan sideka
desa. SIDeKa hadir untuk berkontribusi dalam proses integrasi dan sinergi sistem pendataan di desa. Semangat yang diusung SIDeKa adalah ‘satu data’, bukan ‘satu aplikasi’. Proses penyusunan naskah ini melalui beberapa rangkaian pertemuan, workshop, diskusi maupun pelatihan baik di Yogyakarta, Jakarta, Bandung dan daerah lainnya. Pertemuan tersebut antara lain Workshop Forum Desa Digital di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, pada 13 Januari 2015, Pelatihan Pendamping SIDeKa di Balai TIKNas Kominfo Jakarta, 1518Januari 2015, Workshop Sistem Informasi Desa dan Kawasan (SIDeKa) Intergratif di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, pada 13 Februari 2015, Diskusi Pengembangan Jurnalisme Desa di Universitas Janabadra, 17 Januari 2015, Workshop Pengembangan SIDeKa di Jakarta pada 2-4 Maret 2015, maupun diskusi-diskusi terbatas yang dilakukan secara berkala. Naskah ini sendiri disusun oleh tim dari Badan Prakarsa Pemberdayaan Desa dan Kawasan (BP2DK), dengan dukungan penuh dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Universitas Janabadra (UJB), Institut Teknologi Bandung (ITB) serta Rumah Suluh. Terima kasih Tim Penyusun
xiv
Prolog Tentang Sistem Informasi Desa dan Kawasan (SIDeKa) Cara Baru Negara Hadir
Dalam UU Desa (UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa), pada pasal 86 disebutkan bahwa desa berhak mendapatkan akses informasi dan sebaliknya pemerintah wajib mengembangkan suatu sistem informasi desa dan pembangunan kawasan pedesaan – yang dalam hal ini disebut sebagai Sistem Informasi Desa dan Kawasan (SIDEKA). Badan Prakarsa Pemberdayaan Desa dan Kawasan (BP2DK atau Badan Prakarsa Desa), bekerjasama dengan komunitas, kampus dan kementerian terkait, mengembangkan SIDeKa – sebagai upaya untuk ambil bagian dalam menjawab apa yang menjadi tantangan desa. Apa yang dikembangkan BP2DK adalah suatu sistem informasi, bukan media informasi. Sistem informasidipahami sebagai kombinasi dari manusia, fasilitas atau alat teknologi, media, prosedur dan pengendalian yang bermaksud menata jaringan komunikasi yang penting, xv
pedoman umum penyelenggaraan sideka
proses atas transaksi-transaksi tertentu dan rutin, membantu manajemen dan pemakai intern dan ekstern dan menyediakan dasar pengambilan keputusan yang tepat (John F. Nass, 1995). Ada pula yang menyebut bahwa sistem informasi adalah suatu sistem buatan manusia yang secara umum terdiri atas sekumpulan komponen berbasis komputer dan manual yang dibuat untuk menghimpun, menyimpan, dan mengelola data serta menyediakan informasi keluaran kepada pemakai (Gelinas, Oram, dan Wiggins, 1990). Pengertian tersebut hendak menegaskan bahwa sistem informasi merupakan suatu tata kerja, yang melibatkan manusia, alat-alat, prosedur-prosedur, yang bekerja menghimpun, menyimpan, mengelola dan mendayagunakan informasi, untuk suatu kepentingan tertentu, dan pada khususnya dalam kaitan dengan perencanaan, pengambilan keputusan, monitoring dan meninggikan kualitas suatu tata kelola. Dalam kerangka demokrasi dan pembangunan, suatu system informasi yang baik, akan memberi sumbangan penting dalam gerak informasi vertikal (dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas) dan horizontal, sedemikian sehingga pembangunan dan demokrasi, berjalan partisipatif dan konsisten (vertikal) dan sinergis (horizontal). Suatu media Informasi adalah alat untuk mengumpulkan dan menyusun kembali sebuah informasi sehingga menjadi bahan yang bermanfaat bagi penerima informasi, adapun penjelasan Sobur (2006) media informasi adalah “alat-alat grafis, fotografis atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual”. Dengan pengertian ini hendak ditegaskan bahwa suatu sistem informasi berbeda xvi
prolog
dengan media informasi. SIDeKa dalam hal ini adalah suatu sistem informasi, yang oleh karena keperluannya melakukan komunikasi dan penyampaian informasi kepada publik, maka pada dirinya memuat pula suatu media informasi. Sebagai suatu sistem informasi yang berbasis desa dan kawasan, dan diletakkan dalam kerangka menyokong realisasi strategi pembangunan yang mulai desa, atau strategi yang menempatkan desa sebagai subyek, maka data-data yang diinput ke SIDeKa, terutama bersumber dari desa dan kawasan. Pada pemahaman ini, SIDeKa memiliki beberapa level antar muka, yaitu : 1.
Back end, yang merupakan antarmuka untuk pengelolaan SIDeKa, terutama sebagai alat input data ke (basis data) SIDeKa. Selain sebagai alat input, back end ini akan memiliki level akses sesuai dengan kepentingan user peng-input data. Sebagai contoh, untuk data kesehatan penduduk seperti berat badan dan tinggi badan, hak akses hanya akan diberikan kepada para petugas posyandu/klinik desa/puskesmas (pembantu) di desa, tapi tidak akan diberikan hak akses kepada aparat desa yang mengurus ekonomi desa.
2.
Dashboard Desa, merupakan front end level desa untuk para pembuat kebijakan level desa (pemerintahan desa) agar bisa mengetahui kondisi tentang desanya secara spesifik dan detail, sekaligus informasi dari desa-desa tetangga terdekat, baik yang berada di satu kecamatan maupun berbeda kecamatan. xvii
pedoman umum penyelenggaraan sideka
Dengan metoda penyampaian seperti ini, diharapkan antar desa bisa saling berkoordinasi dan mengisi dalam melaksanakan program pembangunan maupun dalam mengatasi kebutuhan dasar desa. Sebagai contoh, ketika kepala desa mau melihat stok pupuk yang tersedia dan dibutuhkan oleh desanya, pada saat yang bersamaan akan ditampilkan juga kebutuhan dan ketersediaan pupuk dari desa-desa terdekat (secara berjenjang menurut jarak). Dengan demikian, kepala desa bisa melakukan koordinasi dan saling kerjasama dalam penyediaan pupuk tersebut. Hasil akhir yang diharapkan adalah jika ada kelebihan stok pupuk di desa yang lain, kepala desa bisa melakukan koordinasi untuk menggunakan kelebihan stok pupuk tersebut. Jika harus membeli, maka kepala desa juga bisa melakukan koordinasi untuk melakukan pembelian bersama, sehingga bisa didapat harga pembelian pupuk yang lebih murah karena dibeli dalam jumlah besar (grosir).Demikian juga untuk kepentingan-kepentingan yang lain. 3.
xviii
Dashboard Supra Desa level Kabupaten. Pada level ini, dashboard SIDeKa akan menampilkan data primer dan informasi olahan dari seluruh desa (dan kawasan) yang berada di dalam satu kabupaten yang sama, serta akan menampilkan informasi tematik spesif ik dengan kabupaten terdekat, seperti yang sudah digambarkan pada penjelasan dashboard desa di atas.
prolog
4.
Dashboard Supra Desa level Provinsi. Pada level ini, dashboard SIDeKa akan menampilkan data primer dan informasi olahan dari seluruh desa (dan kawasan) yang berada di dalam satu provinsi yang sama, serta akan menampilkan informasi tematik spesifik dengan provinsiprovinsi terdekat, seperti yangsudah digambarkan pada penjelasan dashboard desa di atas.
5.
Dashboard Supra Desa level Kementerian. Pada level ini, dashboard SIDeKa akan menampilkan data primer dan informasi olahan dari seluruh desa (dan kawasan) yang berada di dalam “tupoksi” kementerian yang bersangkutan, serta akan menampilkan informasi tematik spesifik dengan kementerian-kementerian terkait.
6. Dashboard Supra Desa level Kepresidenan. Pada level yang tertinggi ini, SIDeKa akan menampilkan data yang sama dengan kementerian dan provinsi. Perbedaannya adalah pada level ini, dashboard akan dilengkapi dengan alarm sistem, yaitu data yang otomatis muncul adalah informasi yang harus menjadi perhatian segera oleh pengambil keputusan tertinggi (semacam sistem alarm). 7.
Front end SIDeKa merupakan antarmuka publik SIDeKa, berbentuk website desa. Informasi yang ditampilkan di front end merupakan data-data olahan yang terfilter, dan bersifat tematik umum mengenai kondisi desa.
8. Front end SIDeKa berupa website desa ini, dibangun untuk xix
pedoman umum penyelenggaraan sideka
dapat disesuaikan tampilannya (template/themes) sesuai dengan karakter desa yang bersangkutan, layaknya website desa (.desa.id) yang dibangun dengan CMS wordpress seperti yang selama ini diinstall dan sudah online. 9. SIDeKa yang sekarang sedang diterapkan di 1.017 desa, 121 kecamatan di 8 (delapan) kabupaten di 8 (delapan) provinsi, merupakan SIDeKa v1.0, yang baru memiliki 2 level antar muka dasar, yaitu back end (level 1) dan front end publik (level 7).
Cara Baru. BP2DK berpandangan bahwa suatu cara lama tidak akan mungkin menghasilkan sesuatu yang baru. Pemerintah saat ini, telah mengatakan komitmennya untuk hadir – tentu kehadiran yang dimaksud adalah kehadiran yang kongkrit, nyata dan menjadikan negara sebagai bagian dari penyelesaian masalahmasalah rakyat dan bangsa, dan dengan tindakan dimana negara dijalankan persis seperti maksud pembentukannya.Konstitusi dengan jelas menyebutkan tujuan: (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, (2) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Oleh sebab itulah, BP2DK mengambil suatu prakarsa untuk . mempercepat hadirnya suatu sistem informasi, yang diletakkan xx
prolog
sebagai suatu cara baru kehadiran negara. Apa maksudnya? Yakni suatu cara yang mampu menggabungkan dua arus sekaligus, yakni arus atas dimana negara (pemerintahan pusat) yang berkepentingan menjalankan seluruh agenda (prioritas) pembangunan (sebagaimana yang tersusun dalam konsepsi Nawacita), dan arus bawah dimana desa yang menghendaki agar desa tidak lagi sebagai obyek, melainkan sebagai subyek dan perspektif, sebagai arena bagi warga desa sendiri. Dengan ruang kesempatan yang makin terbuka, desa tentu saja ingin lebih dari apa yang selama ini ada. Bagaimana hal tersebut dimungkinkan? BP2DK memandang bahwa salah satu faktor penting dalam proses ini adalah pengetahuan dan informasi. Mengapa? Oleh sebab kerja informasi sesungguhnya adalah kerja “otak”. Dengan informasi yang baik, yakni yang mampu menunjukan kualitas yang dekat dengan kenyataan, tentu saja akan sangat membantu dalam keseluruhan dinamika tata kelola pemerintahan, baik dalam proses perencanaan, pengambilan keputusan dan monitoring – untuk memastikan bahwa desa benar-benar sebagai pihak yang menerima manfaat. Untuk itulah SIDeKa dikembangkan. Sejak dari proses pengembangannya, SIDeKa diharapkan merupakan manifestasi dari semangat, maksud dan gagasan bersama. Adapun para pihak yang dilibatkan adalah desa, komunitas IT, kampus dan pemerintah – baik pusat, daerah, maupun pemerintah desa sendiri. Sebagaimana yang telah disinggung di atas, bahwa SIDeKa bukanlah media informasi, dan karena itu, dihindari sejauh mungkin salah pengertian, terutama pada kemungkinan terjadinya salah paham yang mengira bahwa SIDeKa adalah xxi
pedoman umum penyelenggaraan sideka
proyek penyeragaman, oleh karena “wajah depannya” yang dipandang sama. BP2DK memastikan bahwa aplikasi “wajah depan”, front end SIDeKa berupa website desa, yang dikembangkan BP2DK hanyalah salah satu dari banyak “wajah depan” yang telah dikembangkan komunitas IT atau para pengembang website. Desa dalam hal ini mempunyai kebebasan mengembangkan “wajah depannya”, tentu agar memuat lokalitas dan karakternya. Namun dari segi basis data, tentu dibangun suatu standar nasional dari struktur data, oleh sebab berkait dengan strategi pembangunan dan berbagai upaya untuk menjadikan desa sebagai subyek. Dengan sistem informasi yang diurus secara benar, partisipatif, dalam arti melibatkan seluruh elemen desa, dan memastikan agar berlangsung proses up date data yang konsisten, serta dengan suatu teknologi aliran informasi yang produktif, tentu akan dihasilkan banyak sekali perubahan di desa. Musyawarah desa akan berubah, terutama ketika mampu memberi tempat pada bentuk-bentuk musyawarah yang tidak lagi mengandalkan pertemuan f isik, proses pengambilan keputusan yang lebih luas melibatkan warga, dan berbagai bentuk inovasi dalam pengelolaan desa, baik oleh desa sendiri, ataupun oleh para pihak di atas desa, serta jaringan informasi dan komunikasi dalam sebuah kawasan. Inilah sebagian dari bentuk cara baru, yang diharapkan dapat menghasilkan banyak kebaruan di desa, dengan muaranya adalah kesejahteraan dan peningkatan kualitas kehidupan desa.
xxii
Daftar Isi
Pengantar ~~~ vii Kata Pengantar ~~~ xiii Prolog ~~~ xv Bagian 1 – Pengantar A. B. C. D.
Latar Belakang ~~~ 1 Sistem Informasi Data di Indonesia ~~~ 4 Masa Depan Desa ~~~ 9 Konsepsi Sistem Saraf Nawacita ~~~ 14
Bagian 2 – Apa Itu SIDeKa? A. B. C. D.
Definisi dan Karakteristik SIDeKa ~~~ 25 Ruang Lingkup ~~~ 29 Tujuan dan Manfaat SIDeKa ~~~ 30 Prinsip dan Cara Penyelenggaraan SIDeKa ~~~ 41 xxiii
pedoman umum penyelenggaraan sideka
Bagian 3 – Kebijakan SIDeKa A. Pengertian Data ~~~ 45 B. Data SIDeKa ~~~ 47 C. Kebijakan SIDeKa ~~~ 49
Bagian 4 – Penyelenggaraan SIDeKa A. Prasyarat Pembangunan SIDeKa ~~~ 53 B. Tahapan Implementasi ~~~ 56 C. Roadmap SIDeKa ~~~ 63
xxiv
Bagian 1
Pengantar
A. Latar Belakang Peningkatan kualitas informasi yang tersedia mempengaruhi tingkat keberhasilan program pembangunan di suatu wilayah pemerintahan. Menyadari hal tersebut, Pemerintah Indonesia terus menerus mengupayakan pengembangan basis data yang semakin baik dari waktu ke waktu. Pengambilan keputusan atau pembuatan kebijakan di tingkat pusat seringkali bersandar pada basis data yang tidak akurat dari pemerintahan yang ada di bawahnya. Oleh karena itu, Desa sebagai wilayah administrasi terdepan menjadi tumpuan utama untuk membangun basis data yang lebih akurat. Bahkan untuk memastikan pembangunan basis data tersebut Pemerintah melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 12 Tahun 2007 mengatur Pedoman Penyusunan dan Pendayagunaan Data Prof il Desa dan Kelurahan. 1
pedoman umum penyelenggaraan sideka
Ketidaktepatan sasaran program pembangunan merupakan persoalan klasik dalam potret kinerja pemerintahan di Indonesia. Kondisi tersebut masih diperparah dengan ketiadaan sistem yang efisien dan rendahnya kualitas SDM dalam birokrasi. Muara yang sudah bisa ditebak kemudian adalah buruknya kualitas layanan dasar yang tersedia untuk publik. Tekanan untuk mereformasi sistem tata kelola pemerintah (daerah) salah satunya mewujud dalam pengembangan teknologi informasi sistem pemerintahan. Secara nasional, berlandaskan UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Pemerintah meluncurkan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Melalui SIAK, antara lain, setiap orang diharapkan dapat memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) identik dan berlaku seumur hidup. Keberhasilan penerapan sistem ini akan merealisasikan harapan adanya basis data yang dapat menyajikan profil kependudukan untuk berbagai kepentingan/tema. Pembaruan tata kelola tidak hanya terjadi di tingkat Pemerintah Kota/Kabupaten, juga hingga ke tingkat desa. Ketersediaan data demografi desa yang akurat sangat penting untuk meningkatkan efektifitas berbagai program penanggulangan kemiskinan. Sebuah sistem informasi yang disebut sebagai Profil Desa kemudian diterapkan untuk memenuhi kebutuhan pemerintah desa, juga pemerintah di atasnya, akan data yang menggambarkan potensi sumber daya dan kependudukan di setiap desa. Sistem informasi Profil Desa tersebut menyediakan data dasar keluarga, data potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, kelembagaan, sarana dan prasarana, serta perkembangan kemajuan dan permasalahan yang dihadapi desa. 2
pengantar
Keberadaan Profil Desa sebagai sistem basis data yang dapat meningkatkan kualitas layanan publik dan pengambilan keputusan di wilayah pemerintahan desa masih diragukan oleh banyak pihak. Struktur modulnya yang terkunci hanya memungkinkan perangkat desa untuk meng-input data yang diminta, tanpa peluang untuk menambah atau mengolah lebih lanjut. Sebagian perangkat pemerintah desa mengeluhkan kapasitas Profil Desa dalam mendukung kerja sehari-hari mereka, karena fitur-fitur yang tersedia lebih banyak ditujukan untuk melayani pelaporan satu arah ke pemerintahan supra desa. Sementara itu hadirnya berbagai sistem informasi di tengahtengah desa telah memberi warna tersendiri bagi Pemerintahan Desa. Hadirnya sistem tersebut untuk mencoba mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi oleh desa, terutama yang belum terselesaikan oleh Sistem Informasi Profil Desa. Dengan mendasarkan diri pada kebutuhan masyarakat, berbagai sistem tersebut sedikit banyak telah membanu pemerintahan desa dalam hal pelayanan publik terhadap warganya. Catatan pendapat dari perangkat pemerintah desa yang terekam oleh Badan Prakarsa Pemberdayaan Desa dan Kawasan (BP2DK), serta masukan dari banyak pihak yang telah melakukan pendampingan tentang sistem informasi di tingkat desa selama ini, dapat digunakan sebagai titik tolak untuk menuju pada kajian tentang sistem informasi dan teknologi desa yang lebih sistematis. Inisiatif BP2DK untuk mengembangkan aplikasi dan membangun sistem informasi desa dan kawasan, yang selanjutnya disebut sebagai SIDeKa, merupakan jawaban dari 3
pedoman umum penyelenggaraan sideka
banyaknya persoalan yang dihadapi oleh Pemerintah Desa dan Pemerindah Supra Desa dalam memanfaatkan informasi tentang data-data desa.
B. Sistem Informasi Data di Indonesia Pemerintahan Desa di masa Orde Baru dapat dianggap sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat pada level paling bawah, dimana sistem terpusat mengakibatkan dibatasinya pengelolaan desa secara mandiri. Ini dapat dijelaskan dengan mendalami substansi UU Nomor 5 Tahun 1979 yang menempatkan desa dalam pengertian administratif sehingga berakibat pada sistem pemerintahan desa dengan karakteristik sebagai berikut: 1.
2.
3.
4
Penyeragaman struktur pemerintahan desa. Hal ini merupakan strategi dari Orde Baru untuk memberikan legitimasi yang kuat dalam hal kontrol negara terhadap desa. Pengintegrasian struktur pemerintahan desa pada pemerintah pusat. Hal ini menghasilkan pemerintahan desa sebagai rantai terakhir dan paling bawah dari sistem birokrasi pemerintah yang terpusat. Ini sekedar menjadikan pemerintahan desa sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Praktek penghapusan lembaga perwakilan desa dan sentralisasi kekuasaan desa hanya kepada Kepala Desa sebagai bagian dari upaya pengendalian pengelolaan tokoh/aktor desa.
pengantar
Munculnya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang selanjutnya diganti oleh UU Nomor 32 Tahun 2004, telah mampu melakukan sebuah perombakan tentang eksistensi dan posisi desa, dimana wacana otonomi desa mulai dikembangkan meski disisi lain masih banyak regulasi yang ternyata tidak berpihak pada semangat tersebut. Regulasi yang dibuat untuk pemerintahan desa masih diselimuti dengan asumsi bahwa pemerintahan desa dianggap sebagai pemerintahan dengan segala kekurangan sehingga diperlukan banyak hal kebijakan untuk membantunya, tetapi itu malahan memberikan rintangan baru terhadap otonomi permerintahan desa. Pelayanan publik di tingkat desa diberlakukan sejak adanya UU Nomor 32 Tahun 2004. Namun karena titik berat otonomi daerah berada pada level pemerintah kabupaten/kota, maka sumber daya lebih terkonsentrasi pada pemerintahan kabupaten/kota. Hal ini menyebabkan pembinaan pemerintahan kabupaten terhadap desa menjadi tidak optimal. Pengaturan yang demikian juga akan dapat menghilangkan otonomi desa yang dalam kapasitas tertentu dapat mengarahkan pemerintahan desa menjadi satuan pemerintah administratif, yang bertugas melayani pemerintah kabupaten. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terpenting adalah bagaimana pemerintahan desa mampu meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat desa, dan mampu meningkatkan 5
pedoman umum penyelenggaraan sideka
daya saing desanya. Hal tersebut hanya mungkin terwujud apabila urusan yang menjadi kewenangan desa dapat terlaksana dengan baik. T idak dapat dipungkiri, bahwa dalam implementasinya terdapat berbagai permasalahan yang langsung maupun tidak langsung menghambat pelaksanaan urusan urusan pemerintahan tersebut. Kapasitas yang masih rendah merupakan bagian dari permasalahan yang ditunjukkan di lapangan. Di antaranya masih belum optimalnya aspek kelembagaan, sumberdaya manusia, maupun manajemen pemerintahan desa. Oleh karena itu, sebagai unit pelayanan publik, pemerintahan desa menghadapi keterbatasan kapasitas manajemen administratif (kualitas dan kuantitas sumber daya manusia aparatur desa yang berpengaruh pada produktivitas dan kreativitas aparatur desa). Sebagai unit representasi negara, pemerintahan desa menghadapi keterbatasan kemandirian dalam pendanaan untuk memelihara eksistensi pemerintahan di wilayahnya. Kurangnya sarana dan prasarana menjadi penghambat dalam menunjang pelaksanaan pelayanan administrasi di desa, disamping masih minimnya pengetahuan dalam mengurus kelengkapan administratif sesuai ketentuan yang ada. Yang tak kalah penting berpengaruh terhadap aksesibilitas dan kualitas pelayanan adalah medan (geograf is) yang sulit dijangkau dan pola hidup masyarakat yang masih tradisional terhadap informasi dan pelayanan yang disiapkan pemerintah. Penguatan otonomi desa (kewenangan, perencanaan dan keuangan) sebenarnya ditujukan untuk kesejahteraan, atau 6
pengantar
memberi tanggungjawab dan peran besar kepada desa untuk agenda penanggulangan kemiskinan dan pembangunan kesejahteraan. Dalam hal ini desa mengelola sumberdaya lokal, mengelola perencanaan dan anggaran serta unit-unit usaha lokal dimaksudkan untuk membiayai dan menyelenggarakan pelayanan publik yang berskala lokal desa. Ini dilakukan oleh pemerintah desa dan lembaga-lembaga kemasyarakatan.1 Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 dan PP Nomor 72 Tahun 2005, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup: 1.
Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa. Asal-usul bisa disebut sebagai hak bawaan atau hak asli (indigenous rights) yang sudah ada dan dimiliki desa sebelum ada Republik Indonesia. Contohnya adalah hak ulayat di Sumatera, tanah adat di Kalimantan dan Papua, tanah pecatu di Bali dan NTB, tanah bengkok di Jawa. Contoh yang lain: desa membentuk susunan asli, menyelenggarakan peradilan adat, dan melenyelenggarakan kegiatan budaya dan adat istiadat. Negara prinsipnya melakukan penghormatan dan pengakuan terhadap hak asal-usul ini.
2.
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa. Kewenangan ini diatur lebih lanjut dalam Permendagri Nomor 30 Tahun 2006 tentang Tatacara Penyerahan Urusan dari Kabupaten/kota ke Desa. Tetapi 7
pedoman umum penyelenggaraan sideka
pada umumnya pemerintah kabupaten/kota belum membuat Perda tentang penyerahan urusan ini kepada desa. 3.
Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Tugas pembantuan ini sebenarnya bukan termasuk dalam kewenangan karena desa hanya menjalankan tugas dari pemerintah. Dalam PP Nomor 72 Tahun 2005 ditegaskan Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Desa wajib disertai dengan dukungan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia. Dalam pasal 10 ayat 3 ditegaskan bahwa Desa berhak menolak melaksanakan tugas pembantuan yang tidak disertai dengan pembiayaan, prasarana dan sarana, serta sumber daya manusia.
Di zaman reformasi, UU Nomor 32 Tahun 2004 dan PP Nomor 72 Tahun 2005 telah disempurnakan kembali dengan diterbitkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Gerak langkah desa dan seluruh pihak yang berkepentingan dengan desa (Pemerintah Desa, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat) semakin terbuka peluang lebar sejak lahirnya Undang-undang ini. Pada bagian menimbang UU Desa, telah dengan sangat jelas merumuskan dalih: (a) bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara 8
pengantar
Republik Indonesia Tahun 1945; (b) bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera; dan (c) bahwa Desa dalam susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan perlu diatur tersendiri dengan undang-undang.
C. Masa Depan Desa UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dapat dibaca sebagai upaya memperkuat apa yang telah berkembang di awal reformasi, melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (yang menggantikan UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah) dan UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. UU Nomor 22 Tahun 1999 secara vulgar memberikan kesaksian, sebagaimana termuat dalam bagian menimbang, huruf (d) dan (e), yang menyatakan: bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037) tidak sesuai lagi dengan prinsip penyelenggaraan Otonomi Daerah dan perkembangan keadaan, sehingga perlu diganti; dan (e) bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 9
pedoman umum penyelenggaraan sideka
tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 56; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153) yang menyeragamkan nama, bentuk, susunan, dan kedudukan pemerintahan Desa, tidak sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 dan perlunya mengakui serta menghormati hak asalusul Daerah yang bersifat istimewa sehingga perlu diganti. Pengakuan akan keragaman dieksplisitkan dalam rumusan tentang desa, yang disebut: Pertama, Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Sedangkan Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan. Selanjutnya UU Nomor 6 Tahun 2014, lebih mempertegas dengan rumusan: bahwa desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedua, perlindungan dan sekaligus menempatkan desa sebagai subyek. Ekspresi dari posisi ini dapat dilihat pada pasal 4, yang 10
pengantar
menguraikan bahwa pengaturan desa bertujuan untuk: 1)
2) 3)
4)
5)
memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia (pasal 4 ayat (b)); melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa (pasal 4 ayat (c)); mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama (pasal 4 ayat (d)); meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional (pasal 4 ayat (g)); dan memperkuat masyarakat Desa sebagai subyek pembangunan (pasal 4 ayat (i)).
Ekspresi ayat-ayat pasal 4 UU Nomor 6 Tahun 2014 tersebut di atas memposisikan pembangunan desa tidak lagi sekedar sebagai alas dari pembangunan nasional, melainkan sudah memposisikan pembangunan nasional yang berfokus pada desa. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Terang bagi kita, bahwa tekad dan posisi baru ini, membutuhkan lebih dari sekedar kemauan, namun juga suatu langkah-langkah kongkrit sedemikian rupa sehingga dari waktu ke waktu, desa 11
pedoman umum penyelenggaraan sideka
makin meningkat kesadaran dan kemampuan, dalam menggerakkan seluruh sumberdaya yang dimilikinya, demi mewujudkan makna desa sebagai subyek, yang dengan demikian akan lebih terjamin hadirnya suatu tata hidup yang dalam setiap seginya menyelamatkan desa. Dan ketiga, pemberdayaan. Posisi desa sebagai obyek, atau sebagai “alas kaki” dari suatu rejim (untuk periode yang panjang), tentu saja menempatkan desa dalam posisi dan kondisi yang kurang menguntungkan. Keadaan inilah yang membuat desa tidak akan dapat dengan serta merta berubah, kendati telah terjadi perubahan kebijakan. Hendak dikatakan di sini bahwa dengan terbitnya UU Desa bukan berarti desa dengan sendirinya berubah. Kebijakan tersebut memberikan kerangka kerja legal bagi desa untuk mengubah diri. Dalam kerangka inilah dibutuhkan suatu kerja pemberdayaan. UU Desa memberikan landasan dengan menyebutkan pemberdayaan masyarakat desa sebagai upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. Kerja pemberdayaan dapat dikatakan punya tiga dimensi utama, yakni: (i) peningkatan kapasitas politik; (ii) peningkatan kapasitas sosialekonomi; dan (iii) peningkatan pengetahuan (suatu kemampuan untuk mengerti secara persis realitas desa, dan dapat mengelola segala sumberdaya desa untuk sebesar-besar kemakmuran desa). 12
pengantar
Di sisi yang lain, desa seringkali diibaratkan sebagai negara kecil, yang dilekatkan kewenangan distributive, dimana ada banyak urusan yang dilimpahkan ke desa, di antaranya berupa pendataan, pencatatan, hingga pengolahan dan penyajian data. Pemerintah menyadari bahwa desa sudah saatnya memiliki sistem data dan informasi yang akurat, agar mengetahui tingkat perkembangan desa dan kekayaan aset yang dimilikinya. Data dan informasi yang ada akan sangat membantu bukan hanya bagi pemerintah desa melainkan bagi pemerintah kabupaten dan pemerintah pusat dalam merumuskan berbagai kebijakan tentang desa. Kebutuhan akan kolekting dan integrasi data inilah yang mendasari lahirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menyebutkan bahwa perencanaan pembangunan desa didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Keseluruhan data dan informasi tersebut haruslah terdokumentasikan dengan baik di tingkat desa, agar dapat dimanfaatkan untuk merumuskan kebijakan pembangunan desadan kebijakan-kebijakan lainnya.
D. Konsepsi Sistem Saraf Nawacita Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa sistem adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas; susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas, dsb; metode. Wikipedia2 menyebutkan bahwa sistem berasal dari bahasa Latin (systçma) dan bahasa 13
pedoman umum penyelenggaraan sideka
Yunani (sustçma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai suatu tujuan. Sistem dengan demikian, dapat kita katakan sebagai suatu kesatuan dari elemen-elemen yang saling terhubung satu sama lain, melalui sejumlah prosedur, mekanisme atau tata aturan tertentu, sesuai dengan tujuan pembentukannya (keberadaannya). Apakah maksud dari sebutan saraf? Apa makna sistem saraf? Kalau kita mengggunakan pandangan dalam ilmu hayat, maka saraf yang dimaksudkan adalah suatu jaringan; koneksi; suatu saluran dari segala jenis rangsangan (informasi) dan respon (perintah), dari pusat (sistem saraf pusat) ke seluruh bagian tubuh. Oleh karena yang bekerja adalah “informasi” (pesan), maka kerja saraf pada dasarnya adalah kerja “otak”. Secara demikian, sistem saraf tidak lain dari suatu perangkat yang terdiri dari otak, sumsum tulang belakang dan jaringan sel-sel saraf yang sangat kompleks – dengan fungsi dan karakteristiknya tersendiri. Sistem inilah yang mengurus proses pengiriman informasi (pesan), menerima (rangsang, dalam ataupun luar) dan sekaligus mengolahnya sedemikian rupa sehingga muncul suatu respon yang tepat (bersifat menjaga, melindungi atau mencapai suatu keadaan tertentu). Konsepsi pembentukan, pertumbuhan dan perkembangan, membuka ruang kesempatan bagi kita untuk memikirkan suatu sistem saraf yang bekerja dalam kerangka Nawacita (Trisakti), dengan keutamaan membangun dari desa, atau desa sebagai 14
pengantar
garis depannya, sebagai subyek dari pembangunan. Arah tersebut membutuhkan beberapa hal pokok, yakni: (1) badan, atau organ kerja; (2) jelas apa yang hendak dilakukan, atau apa yang hendak dikerjakan; dan (3) pengendalian, suatu mekanisme yang mengontrol dan memastikan seluruh proses berjalan sebagaimana maksudnya: keputusan dari atas sama dan sebangun dengan apa yang diinginkan atau yang menjadi kebutuhan di bawah; sebaliknya aspirasi arus bawah kongruen dengan keputusan politik yang diambil di tingkat pusat (atas); yang bottom up sama dan sebangun dengan top down, pun sebaliknya. Kesemuanya itu, tidak saja melibatkan pergerakan barang dan jasa, tetapi juga pergerakan informasi. Bagi kita, pergerakan informasi adalah pergerakan otak, pergerakan sistem saraf. Dalam kerangka kerja Nawacita, maka dapat dikatakan bahwa pencapaian perwujudan Nawacita akan sangat bergantung pada kemampuan “pemerintahan yang mendasarkan diri pada ajaran Trisakti”, dalam memberikan respon dan menyesuaikan diri, dengan harapan, kenyataan-kenyataan sosial-ekologi, dan sejumlah kejadian yang langsung atau tidak langsung, berpengaruh dalam langkah-langkah pembangunan. Dalam konteks desa, dapat dikatakan bahwa segala usaha desa untuk menggerakkan suatu pembaruan desa, akan sangat bergantung pada kemampuan desa untuk memahami kenyataan-kenyataan sosio-ekologi, memahami kemampuan atau daya dukung lingkungan, memahami sumberdaya yang tersedia, dan memahami harapan dan partisipasi warga. Lebih dari sekedar memahami adalah kemampuan dalam memberikan respon serta 15
pedoman umum penyelenggaraan sideka
secara cepat menyesuaikan diri dengan semua kenyataan tersebut, sedemikian sehingga dihasilkan suatu jenis kinerja yang baik dan bermakna. Dengan cara berpikir yang demikian ini, kita hendak menegaskan tentang pentingnya suatu Sistem Saraf Nawacita (SSN), yang diperkuat dengan subsistem yang bekerja di desa dan kawasan, yang merupakan wujud dari langkah membangun dari desa. Bagaimana susunan dari SSN? Oleh sebab kita “meniru” kinerja dari sistem saraf pada manusia, maka kita sebenarnya juga berharap bahwa dengan sistem ini, maka kemampuan kerja-kerja mewujudkan Nawacita (dengan desa sebagai garis depannya), akan lebih tinggi, terutama yang ditunjukan oleh kemampuannya dalam bertindak, mendengar, merasakan, dan berpikir (secara cepat dan benar), sehingga menghasilkan rangkaian perbuatan yang menggambarkan langkah pencapaian Nawacita. Pembangunan (dari nasional sampai ke desa, dan demikian sebaliknya), membutuhkan informasi dan pengetahuan khusus. Ada informasi yang kita himpun, sedemikian rupa sehingga ketika dibutuhkan dapat tersedia dengan cepat dan mudah. Ada informasi yang tidak kita butuhkan, dan karenanya akan diblok, agar tidak mengganggu kerja-kerja produktif, atau tidak membuat distorsi yang tidak diinginkan. Arahnya agar penyelenggaraan negara benar-benar punya kemampuan bereaksi secara benar, tepat dan fleksibel. Tentu hal ini hanya dapat diwujudkan jika negara dilengkapi dengan sistem saraf dengan dukungan teknologi koneksi yang tinggi (tepat guna), agar punya daya dalam mendistribusikan informasi secara cepat dan tepat. 16
pengantar
Oleh sebab itulah susunan SSN, secara umum mengikuti kerangka berpikir sistem saraf manusia, yang berarti: (1) memiliki apa yang disebut sebagai sistem saraf pusat (SSP); dan (2) memiliki sistem saraf depan (SSD, diambil dari pikiran bahwa Desa Garis Depan Nawacita). SSP adalah pusat “pikiran” dan “kendali”. SSD mengurus dua soal sekaligus: (i) kendali internal – kesiapan diri dalam menghadapi dinamika internal dalam rangka menghadapi situasi eksternal; dan (ii) interaksi eksternal, baik dalam kerangka menerima segala hal yang berasal dari luar, maupun penyampaian respon yang diberikan atas situasi eksternal yang berkembang. SSD berada di desa, yang dalam hal ini, akan mengambil posisi ganda, pada satu sisi menjadi SSP (sejalan dengan konsep otonomi desa), dan di sisi yang lain akan menjadi SSD (lihat UU Desa). 17
pedoman umum penyelenggaraan sideka
SSN pada dasarnya adalah produk pertemuan dua arus utama, yakni arus dimana makin dibutuhkan kemampuan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih dari apa yang kini berjalan, dan arus dimana teknologi makin mampu mengatasi kelemahan-kelemahan biologis manusia, seperti kapasitas dalam menyimpan informasi, kecepatan kerja, dan lain-lain. Kita dapat membayangkan suatu keadaan dimana kerja otak (dari suatu tim, atau dari suatu birokrasi pemerintahan) dapat dihimpun sedemikian rupa sehingga seluruh pikiran yang berkembang, bukan hanya terekam dengan baik, namun juga terkoneksi (terhubung) satu sama lain, sehingga membentuk jaringan pikiran dan aktivitas yag dinamis. Dengan sistem saraf tersebut, maka berbagai operasi dasar pemerintahan atau layanan publik, akan mendapatkan umpan balik dari publik, dan kemudian diolah oleh piranti yang tersedia (piranti keras, yang telah dilengkapi piranti lunak), sedemikian diperoleh informasi yang memberikan dasar bagi tindakan respon yang lebih cepat dan tepat. Kita tentu akan membayangkan suatu jenis kualitas kerja baru dari pelayanan publik, dan berbagai tugas pemerintahan, yakni suatu kualitas yang didukung oleh suatu sistem yang membantu dalam mensinkronisasi proses pengambilan dengan realitas yang berkembang secara dinamis – sebagai konsekuensi dari proses demokrasi, dan keterbukaan informasi. Di masa depan, sistem ini tentu akan semakin canggih dan kompleks, terutama jika telah dikembangkan kemampuan dalam mengolah citra, wajah manusia, ekspresi, nuansa, dan lain-lain, sehingga kecerdasan sistem akan semakin meningkat. Peningkatan ini akan menjadi keniscayaan, mengingat sistem ini pada dasarnya adalah 18
pengantar
kombinasi antara kecerdasan individu, kecerdasan komunitas, dan kemajuan dalam teknologi informasi. [lihat bagan berikut].
Sistem Saraf Sistem Infromasi Depan: SSD, SistemDesa Infromasi dan SIDeKa SistemDesa Infromasi dan Kawasan SistemDesa Infromasi dan Kawasan Desa dan Kawasan Kawasan
Sistem Respon Internal Keadaan Positif sistem saraf kendali (ke dalam) Sistem Respon Internal Problem
Sistem Saraf Pusat (SSP)
Sistem Infromasi Sistem Infromasi Desa dan Sistem Infromasi Desa dan Sistem Infromasi Kawasan Desa dan Saraf Sistem Kawasan Desa dan Kawasan Depan: SSD, Kawasan SIDeKa
Sistem Saraf Depan: SSD, SIDeKa
Sistem Penyerapan Informasi Sistem saraf interaksi (ke luar) Sistem Output (respon ke luar)
Konsepsi tentang sistem saraf (SSN) dengan sendirinya menempatkan SIDeKa, sebagai sistem saraf depan (SSD) dan sekaligus sub-sistem dari SSP. Konsepsi ini dikembangkan sebagai respon terhadap: Pertama, kenyataan dimana kemajuan ICT telah demikian pesat, dan bergerak eksponensial – suatu perkembangan yang belum pernah terduga dan cepat. Desa adalah juga sasaran atau obyek pergerakan kemajuan ICT. Internet masuk desa, merupakan salah satu aspek dari banyak aspek dan layanan yang berkembang. Penggunaan IT dalam mengelola pemerintahan desa, mulai dan terus berkembang. Tuntutan untuk transparansi, partisipasi dan akuntabilitas, dalam batas tertentu terjawab dengan e-gov di tingkat desa. Dengan 19
pedoman umum penyelenggaraan sideka
berbagai aplikasi yang telah berkembang, layanan publik dimudahkan, dan keterlibatan publik makin besar, yang secara demikian akan meningkatkan kualitas layanan publik. Dengan kenyataan tersebut : (1) pemerintah pusat dan atau pemerintahan supra desa, mengalami kesulitan untuk menyusun suatu rencana pembangunan yang persis sebagaimana yang dibutuhkan dan didasarkan pada kenyataan setempat, oleh sebab tidak tersedia data yang cukup, dan tidak tersedia saluran yang memadai yang dapat memberikan gambaran persis mengenai apa yang menjadi harapan rakyat desa; (2) pemerintahan desa dan komunitas, yang jika mengandalkan data desa sebagaimana yang termuat dalam profil desa, tentu juga akan kesulitan dalam mengembangkan rencana kerja kongkrit yang menjadi tantangan desa, oleh karena tidak tersedia data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Desa mengakui bahwa data yang tersedia, bukan saja kurang mencerminkan kenyataan, namun juga sangat sulit untuk “dipanggil” (menemukan data secara cepat dan dalam kondisi baik), oleh sebab sistem dokumentasi data tidak memadai, dan cenderung merusak data. Keadaan ini sudah barang tentu menyulitkan keinginan untuk mengembangkan suatu proses pengambilan keputusan yang demokratik dan tepat. Di sisi yang lain, desa juga kehilangan kesempatan untuk mengkonsolidasi pengetahuan yang mereka kembangkan, untuk membangun apa yang layak disebut sebagai kecerdasan desa. Dalam upaya negara mengentaskan kemiskinan, kita hendak menekankan tentang pentingnya kebijakan satu data, dengan 20
pengantar
kualitas data yang baik, akurat dan mutakhir – serta tepat, karena didasarkan pada indikator yang dekat dengan kenyataan. Kita menyadari sepenuhnya bahwa tanpa adanya data yang baik, maka pelaksanaan program pengentasan kemiskinan sangat sulit diukur tingkat keberhasilannya secara baik. Baik menyangkut ketepatan sasaran program, maupun dalam pembelanjaan. Oleh sebab itulah, kehadiran suatu sistem informasi, sebagaimana SIDeKa dimaksudkan, akan sangat mendukung upaya pengentasan kemiskinan, pada khususnya memperkuat basis bagi kebijakan satu data dalam program pengentasan kemiskinan. Desa sendiri dalam hal ini sangat berkepentingan, baik dalam soal menyusun data yang dimaksud, maupun dalam mengakses informasi mengenai program pengentasan kemiskinan, agar desa dapat ambil bagian sejak dalam proses perencanaannya. Sebagai sebuah sistem saraf Nawacita, SIDeKa tentu tidak hanya dilengkapi dengan aplikasi yang diperuntukkan bagi peningkatan layanan pemerintah desa, seperti aplikasi kependudukan, keuangan desa, dan berbagai aplikasi untuk layanan dasar, namun juga dengan suatu sistem yang mengintegrasikan desadesa dalam suatu jaringan, yang terkoneksi dengan baik, mengintegrasikan desa-desa dengan sistem di atasnya, yakni kabupaten, propinsi dan pusat. Sistem yang dimaksud, tidak hanya peduli dengan pencarian atau penghimpunan, serta penyimpanan data, melainkan juga sistem yang meningkatkan “kepekaan” desa, dan sekaligus meningkatkan “kecerdasan desa” – yang secara demikian memuat pula semacam “aplikasi kecerdasan buatan”, yang mendukung seluruh pergerakan informasi tersebut. 21
pedoman umum penyelenggaraan sideka
Oleh karena kita tidak ingin desa hanya menjadi penonton, maka dibutuhkan empat jenis kebaruan yang mendesak dimiliki desa, yakni: a.
Kesadaran baru – suatu kesadaran yang menempatkan informasi sebagai titik penting dalam keseluruhan pergerakan desa untuk membangun. b. Ketrampilan baru – pada khususnya dalam menghimpun, mengolah, mengelola dan menggunakan informasi, termasuk penggunaan teknologi informasi. c. Kebiasaan baru. Apa yang paling utama dari hal yang terakhir ini adalah bahwa soalnya bukan terletak pada sekedar penghimpunan informasi, melainkan pada kemampuan untuk menatanya menjadi sumber informasi yang akurat, berdaya guna dan memberi dasar benar bagi usaha mengubah kondisi dan posisi desa. d. Tata kelola baru – yakni sistem bernegara yang menempatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menjadi perilaku masyarakat dalam kehidupan tata pemerintahan nasional
Catatan Akhir
22
1
Sutoro Eko, Otonomi Desa: Kebijakan, Pengalaman dan Perspektif,
2
Lihat: http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem
Bagian 2
Apa itu SIDeKa ?
A. Definisi dan Karakteristik SIDeKa a) Definisi SIDeKa SIDeKa (Sistem Informasi Desa dan Kawasan) merupakan pengembangan dari beberapa sistem yang telah ada sebelumnya baik dari lembaga pemerintah, swadaya masyarakat masyarakat masyarakat desa. SIDeKa dikembangkan untuk mewujudkan desa mandiri yang demokratis, transparan, akuntabel. SIDeKa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan desa dalam mengelola aset, merencanakan dan melakukan penganggaran APBDes yang dihasilkan melalui proses partisipatif serta mampu memanfaatkan potensi wilayah dan kawasan di sekitarnya. SIDeka bersifat bottom up untuk mengakomodir kebutuhan data yang bersifat lokal. SIDeka dalam batas tertentu bersifat 23
pedoman umum penyelenggaraan sideka
top-down karena mensyaratkan beberapa data yang harus masuk dalam sistem. Meskipun demikian, kebutuhan data yang bersifat top down diharapkan sejauh mungkin dapat di-inklusikan dan diakomodir oleh SIDeKa. Kemanfaatan SIDeKa minimal meliputi Tata Kelola Informasi dan Tata Kelola Sumber Daya. Tata kelola Informasi menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat desa, dengan menggunakan media yang telah tersedia di desa, misalnya : web desa, radio komunitas, jurnalisme warga, SMS gateway. Tata kelola sumberdaya meliputi pemnafaatan sumberdaya yang ada di desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melalui SIDeKa diharapkan desa mempunyai kemampuan membuat perencanaan pembangunan, meningkatnya kualitas pelayanan publik, meningkatnya partisipasi masyarakat desa, meningkatnya transparansi dan akuntabilitas keuangan desa. Selain itu, desa diharapkan mampu menyelesaikan persoalan kemiskinan, kesehatan, dan peningkatan produktivitas perekonomian desa. b) Karaktersitik SIDeKa SIDeKa didasarkan pada beberapa karakteristik, di antaranya: a.
24
SIDeKa mendasarkan pada kearifan lokal. SIDeKa dirancang agar kearifan lokal yang ada dapat terakomodasi dalam sistem yang dikembangkan, baik dalam proses pengembangan, pendataan, maupun
apa itu sideka
pemanfaatan data yang ada. b. SIDeKa bersifat partisipatif dan melibatkan masyarakat. SIDeKa dibuat dan dikelola masyarakat bersama-sama dalam suatu forum komunikasi. Oleh karena itu, SIDeKa dirancang agar tidak membebani pemerintah desa tetapi merupakan cerminnan kebutuhan masyarakat Desa. Sebagai contoh, data pertanian dan akan dikelola oleh kelompok tani, demikian pula dengan peternakan, perikanan, nelaya, kesehatan dan lainnya yang mungkin bersifat spesifik untuk suatu Desa. Meskipun bersifat partisipatif, SIDeKa mendasarkan pada acuan-acuan pokok yang telah ditetapkan, khususnya dalam penyediaan data dasar, seperti data kependudukan. c.
SIDeKa mendorong masyarakat desa memiliki kedaulatan data. Karena SIDeKa disusun bersama masyarakat, informasi yang ada dalam SIDeka dapat digunakan sebaik-baiknya oleh masyarakat Desa. Desa mempunyai hak untuk memanfaatkan dan mengakses informasi yang mereka miliki. Desa juga memiliki hak untuk menentukan data yang bersifat spesifik untuk wilayah tersebut. Hal ini berbeda dengan kondisi saat ini karena informasi menjadi milik instansi berwenang dan Desa tidak dapat mengakses dengan mudah data yang sebenarnya telah mereka berikan kepada instansi tersebut.
25
pedoman umum penyelenggaraan sideka
d. SIDeKa mengakomodir kepentingan desa. SIDeKa dikembangkan untuk mengakomodir kepentingan desa, baik dari segi pengumpulan informasi, data yang dikumpulkan untuk tujuan tertentu (misalnya perbaikan pelayanan) maupun kondisi wilayah serta infrastruktur yang tersedia. SIDeKa bersifat modular, adaptif dan partisipatif. e. SIDeKa memberi masukan mengenai Potensi Desa dan Kawasan (kelompok marjinal, indigenous people, potensi konflik, mitigasi bencana, penyakit, lembaga/ kelompok eksisting seperti posyandu). f.
26
SIDeKa dikembangkan untuk membantu masyarakat desa mengenali kondisi wilayahnya, baik yang dapat menghambat kemajuan maupun dapat mendorong perkembangan desa. SIDeKa diharapkan dapat memberikan informasi mengenai masyarakat yang terpinggirkan, masyarakat yang tidak mempunyai kemampuan mandiri dan harus dibantu, penyakit infeksi yang merebak, perpindahan penduduk, hasil panen, komoditas unggulan, harga komoditas pertanian yang diterima masyarakat, hama yang menyerang tanaman dan mitigasi bencana. Melalui informasi pada SIDeKa diharapkan masyarakat desa dapat menyusun rencana pembangunan desa beserta pengelolaan dana, mampu memperoleh gambaran lebih awal mengenai potensi masalah yang muncul atau peluang yang ada. Pada tahap yang lebih lanjut, SIDeKa diharapkan mampu memberikan
apa itu sideka
gambaran potensi desa secara lebih komprehensif, seperti kemampuan lahan, kesesuaian lahan, jenis tanah yang merupakan integrasi dari beberapa peta tematik.
B. Ruang Lingkup SIDeKa dirancang untuk dapat mengintegrasikan data nasional dengan data desa. Melalui SIDeKa diharapkan berbagai survei yang dilakukan berkali-kali oleh berbagai instansi dapat dikurangi dan data dapat diambil dari SIDeKa. Data dibedakan menjadi data statis dan data dinamis. Data statis bersifat jangka panjang dan tidak akan berubah dalam jangka pendek seperti jumlah rumah sakit, pasar, bank, terminal, kantor pos dan beberapa infrastruktur lainnya sedangkan data dinamis akan berubah nilainya setiap saat sehingga data perlu diperbarui setiap saat. Data statis dapat diambilkan dari data BPS dan diintegrasikan ke dalam SIDeKa sehingga beban desa tidak terlalu berat. Oleh karena itu diperlukan adanya standarisasi data utama. Validitas data diharapkan cukup tinggi dan merupakan sensus karena dilakukan sendiri oleh masyarakat desa untuk setiap individu di desa. Data dasar, seperti data kependudukan harus selalu tersedia karena terkait langsung dengan pelayanan desa, khususnya yang terkait dengan pemberian identitas hukum, seperti data KK, usia anggota keluarga, surat keterangan. SIDeKa mendasarkan data pada kepala keluarga, sesuai dengan identitas pada Kartu Keluarga, bukan pada rumah tangga. 27
pedoman umum penyelenggaraan sideka
Pembaruan data idealnya bersifat real-time. Meskipun demikian akan terdapat kendala karena ketersediaan infrastruktur yang belum merata di pedesaan Indonesia. Oleh karena itu, pemasukan data yang bersifat tunda masih dimungkinkan dalam SIDeKa. Untuk meningkatkan akuntabilitas dan pertanggungjawaban, beberapa data harus tersedia versi cetaknya.
C. Tujuan dan Manfaat SIDeKa 1. SIDeKa sebagai Cara Baru Menghadirkan Negara Pemerintahan Desa (Pemdes) sebagai struktur pemerintahan terbawah dalam tata pemerintahan di Indonesia selama ini seringkali mengeluhkan soal pelayanan, baik yang bersifat struktural kepada pemerintahan supra desa, maupun pelayanan publik kepada warganya. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki, baik orang maupun kepasitas keuangan desa tidak jarang membuat desa harus memberikan pelayanan yang seadanya kepada pihak luar. Sadar akan berbagai kelemahan inilah yang mendorong pemerintah desa mencoba untuk melakukan percepatan dalam mewujudkan good governance dan otonomi desa melalui berbagai upaya penataan, baik di level sistem, kelembagaan maupun individu dari perangkat desa. Permasalahan yang demikian membutuhkan dukungan sistem pendataan desa berupa Sistem Informasi Desa dan Kawasan 28
apa itu sideka
(SIDeKa). SIDeKa diharapkan menjadi wadah data dan informasi tentang desa dan dapat menjadi basis data untuk melakukan pengembangan desa. Basis data SIDeKa yang baik pada level sistem dapat dikembangkan dalam bentuk memperbaiki metode pengembangan kawasan desa dan sekitarnya. Pada level organisasi akan memberikan peningkatan manajemen pemerintahan desa melalui penguatan SDM dan penguatan kerjasama antar desa dalam bidang ekonomi dan berbagai pelayanan publik, peningkatan sarana dan prasarana pemerintahan desa, dan mekanisme akuntabilitas desa. Strategi yang dapat dikembangkan berikutnya adalah peningkatan manajemen desa yang mencakup penyusunan APBDesa, Pengelolaan ADD, Pengelolaan Kekayaan Desa, Pengelolan BUMDes. Selain itu sosialisasi peraturan kebijakan keuangan desa melalui pendampingan maupun fasilitasi, misalnya dalam pendirian BUMDes, dan sebagainya tentunya akan lebih mudah. Pada dasarnya data SIDeKa akan memudahkan dalam penyusunan kebijakan desa, terutama strategi utama pengembangan kawasan desa. Kemudahan lain adalah perumusan pembagian kerja yang jelas antara antar lembaga dalam kebijakan desa sehingga mendukung manajemen pelayanan desa, sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan pemerintahan desa dalam bidang pelayanan. Selain itu peningkatan kemampuan dalam mengelola pelayanan termasuk pengetahuan teknis administratif (format pelayanan administrasi) dan kemampuan memahami petunjuk maupun peraturan undang-undang yang mendukung aparatur desa dalam memberikan pelayanan. 29
pedoman umum penyelenggaraan sideka
Salah satu cita-cita pemerintah desa adalah memperbaiki sistem informasi di tingkat desa, mengingat adanya berbagai masalah yang terkait dengan data, antara lain: 1.
Dokumen-dokumen desa banyak yang tidak terselamatkan pada saat bencana, sehingga ada kebutuhan untuk mengubah bentuk arsip dari hardcopy menjadi softfile. 2. Ada kebutuhan untuk memanggil/menemukan data secara cepat. 3. Beberapa desa sudah pernah memulai dengan menggunakan sistem yang berbayar, namun hal tersebut dirasa membebani keuangan desa dan memiliki ketergantungan yang tinggi dengan perusahaan penyedia jasa. 4. Banyaknya permintaan dari pemerintahan supra desa yang meminta data ke desa, namun tidak bisa dipenuhi dalam waktu yang cepat. Kenyataan bahwa sistem informasi yang ada selama ini di desa masih digunakan untuk melayani pemerintahan yang lebih tinggi merupakan bentuk pengabaian terhadap desakan untuk memperbaiki fungsi demokrasi yang diimpikan oleh era reformasi. Seluruh aspek yang dapat mendorong aksesibilitas rakyat desa terhadap data dan informasi terkait diri mereka sendiri harus dibuka seluas-luasnya. Perspektif kemiskinan tidak boleh berhenti pada angka dan sistem pengumpulan dan penyimpanannya. Terlebih lagi ketika angka-angka tersebut digunakan sebagai acuan untuk memperbaiki standar hidup masyarakat serta mengurangi kemiskinan. Dengan perkataan 30
apa itu sideka
lain, sistem basis data dasar hanya dapat dikatakan berdayaguna ketika rakyat miskin dapat, atau diizinkan, turut serta dalam proses memahami dan menganalisanya, dan sistem tersebut memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam penyusunan dan pengambilan keputusan tentang rencana dan anggaran pembangunan komunitasnya serta dalam pelaksanaan mereka dapat mengusulkan dan merekomendasikan penyaluran dana bantuan yang dikelola oleh berbagai program pengentasan kemiskinan, mengkoreksi kebijakan yg ada dan menggunakan basis data tersebut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi komunitasnya. Pada titik inilah desa membutuhkan cara-cara baru, atau cara tentang bagaimana negara hadir di tengah kehidupan bangsa, hadir secara kongkrit menjadi bagian dari penyelesaian masalahmasalah bangsa, dan sekaligus memastikan bangsa mencapai masa depannya yang lebih baik dan lebih bermakna. Bagi desa politik baru yang dimaksud tentu adalah suatu langkah pembangunan yang menempatkan desa di garis depan. Desa dalam hal ini bukanlah suatu lokasi, namun sebagai “aktor” (subyek), perspektif dan arena. Oleh sebab itulah desa membutuhkan cara yang sepenuhnya baru, yang didalam hal ini, akan dikembangkan dengan sebuah sistem yang dinamai SIDeKa, yang akan menjadi cara baru negara hadir. 2. Tujuan dan Manfaat SIDeKa a.
Administrasi kependudukan Keberadaan SIDeKa memang memberikan manfaat yang 31
pedoman umum penyelenggaraan sideka
luar biasa bagi pemerintah desa, mengingat dengan adanya sistem ini, desa memiliki data dan informasi yang lengkap dan dengan menggunakan sistem komputerisasi, maka pelayanan yang diberikan kepada masyarakat pun menjadi jauh lebih cepat daripada sebelumnya. SIDeKa memudahkan kepada siapa saja perangkat desa untuk bisa memberikan pelayanan, sehingga tidak ada lagi kendala yang biasa ditemui masyarakat seperti petugas pemberi layanan sedang tidak di tempat. Dengan sistem ini, siapa saja bisa memberikan pelayanan dengan catatan sesuai dengan SOP yang berlaku. Apabila dulu data dan informasi desa masih bersifat manual, kecenderungan yang terjadi hanya segelintir orang saja yang bisa memberikan pelayanan, karena hanya petugasnya yang mengetahui keberadaan data serta mengetahui cara mengisi form, tetapi dengan SIDeKa, hanya dengan mengetik nama atau nomor register penduduk, maka secara otomotis form akan terisi dengan lengkap, dan tinggal sekali tekan pada kolom “print” maka surat yang dibutuhkan masyarakat pun sudah tercetak. Salah satu tujuan utama dari SIDeKa yang menjadi harapan pemerintah desa selama ini yaitu memperbaiki kualitas pelayanan publik yang bisa diukur dengan adanya kepastian dan kecepatan layanan. b. Meningkatkan partisipasi rakyat SIDeKa memang bukan satu-satunya program yang mampu mewadahi database kependudukan maupun 32
apa itu sideka
aset-aset yang dimiliki oleh desa, baik pemerintah desa maupun warganya. Di luar sana masih terdapat beberapa program yang dikembangkan dalam rangka memenuhi kebutuhan pengadministrasian pemerintah desa, baik yang sifatnya berbayar maupun program yang sudah disiapkan oleh pemerintah pusat seperti Profil Desa. Ada peluang dan potensi yang perlu dikembangkan sebagai sebuah prasyarat dalam replikasi SIDeKa bagi desadesa lainnya. Secara umum, SIDeKa memang dirasakan lebih “membumi” bagi pemerintah desa dibandingkan program-program sejenisnya. SIDeKa dinilai mampu menjawab kebutuhan desa, dan lebih luas lagi SIDeKa bisa dimanfaatkan untuk melihat berbagai potensi desa yang nantinya akan diolah dan dimanfaatkan oleh seluruh komponen yang ada di desa juga oleh Pemerintahan Supra Desa. Harapannya SIDeKa bisa bermanfaat bagi semua elemen masyarakat dan tidak terbatas bagi pemerintah desa saja. SIDeKa yang kelahirannya diinisiasi oleh pemerintah desa dan masyarakat merupakan salah satu bentuk emansipasi lokal dalam rangka memperbaiki kualitas pelayanan publik di desa. Pada prinsipnya, SIDeKa adalah sistem yang mampu mengumpulkan, mengolah maupun menyajikan data sesuai dengan kebutuhan masyarakat, baik terkait dengan akurasi data, pemanfaatan data serta kecepatan dalam memanggil data.
33
pedoman umum penyelenggaraan sideka
Sistem ini dikembangkan dengan prinsip-prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dalam upaya mendorong pemberdayaan masyarakat serta mewujudkan nilai-nilai demokratisasi di desa. Dimulai dari tahap perencanaan, pengumpulan data, pengolahan hingga pemanfaatan data, semua dilakukan oleh pemerintah desa bersama dengan masyarakat secara terbuka. SIDeKa memiliki manfaat yang cukup besar bagi pembangunan di desa, antara lain: Pertama, mendorong terciptanya pelayanan publik di desa yang lebih cepat dengan dukungan data yang akurat. Kedua, optimalisasi pemanfaatan local asset dengan tujuan utama yaitu mengatasi persoalan kemiskinan di desa yang mampu dijadikan pedoman dalam kebijakan pembangunan desa. Pemerintah kabupaten bahkan pusat sudah sepatutnya melihat SIDeKa sebagai sebuah inovasi desa yang layak mendapat apresiasi dan merekognisi dalam betuk regulasi agar terlembagakan sebagai sebuah sistem yang bisa dikembangkan dalam rangka mendorong proses perencanaan pembangunan yang berkualitas di tingkat desa. Ke depan, SIDeKa akan mampu membangkitkan semangat membangun desa yang mandiri dan otonom dengan memanfaatkan seluruh kekayaan yang ada di desa, sehingga mampu berkontribusi terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Dengan 34
apa itu sideka
kata lain, SIDeKa terbuka untuk direplikasi oleh desa-desa lain yang tertarik untuk mengembangkan sistem ini. c.
Memperkuat akuntabilitas pemerintah desa Pemerintah desa memang selama ini dikenal sebagai ujung tombak pelayanan publik, ada banyak urusan yang diserahkan kepada Pemerintah Desa, terutama terkait dengan pelayanan administrasi kependudukan. Penyerahan berbagai urusan tersebut sayangnya seringkali tidak dibarengi dengan upaya peningkatan kapasitas dan fasilitasi kepada pemerintah desa, agar mampu optimal dalam memberikan pelayanan publik. Walhasil, tidak sedikit pemerintah desa yang memberikan pelayanan “seadanya” kepada masyarakat, dengan segala keterbatasan yang dimiliki, baik dari sisi pengetahuan, keterampilan, maupun anggaran. Kegelisahan inilah yang melandasi lahirnya SIDeKa yakni suatu sistem yang bisa mempercepat proses pelayanan publik, sehingga pelayanan tidak lagi dilakukan secara tradisional dan tidak pasrah dengan keterbatasan sumber daya. Hal ini tentunya sejalan pula dengan visi dan misi kepala desa yang tertuang dalam RPJMDes, dan dirasa perlu untuk segera ditindaklanjuti sebagai bentuk komitmen pemerintah desa terhadap masyarakat dan pembangunan desa. 35
pedoman umum penyelenggaraan sideka
Setidaknya ada 2 alasan utama pemerintah desa ingin membuat sistem data dan informasi desa, antara lain: 1. Keinginan untuk mewujudkan partisipasi, transparansi dan akuntabilitas pemerintahan desa 2. Banyaknya data-data desa yang berserakan dan tidak terkumpul secara rapi di arsip pemerintahan desa Format SIDeKa yang akan dibangun di masa mendatang, kesemuanya itu harus mengarah pada satu tujuan utama yaitu upaya peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan kualitas pelayanan ini bisa terkait dengan pelayanan yang semakin cepat dan semakin murah. Artinya semakin terjangkau untuk semua lapisan masyarakat dengan mengedepankan prinsip akuntabilitas dan transparansi. Dengan kata lain, pengembangan SIDeKa harus diarahkan untuk : 1. Meningkatkan kualitas pelayanan 2. Mengembangkan standarisasi pelayanan 3. Meningkatkan efisiensi pelayanan 4. Membuat pelayanan lebih terjangkau oleh semua pihak 5. Memperbarui data sesuai kebutuhan masyarakat Ada beberapa prinsip utama yang perlu menjadi rujukan. Pertama, SIDeKa harus didasarkan pada kepentingan bersama dari para pihak yang membutuhkan. Hal ini akan berimplikasi pada proses pembentukan SIDeKa yang bersifat partisipatif, melibatkan semua pihak secara setara yang pada gilirannya melahirkan komitmen. Kedua, karena 36
apa itu sideka
jenis kepentingan para pihak tidak sepenuhnya sama, maka kejelasan transaksi atau take and give merupakan substansi komitmen yang harus ada. Ketiga, SIDeKa harus bersifat fleksibel sehingga peluang perubahan selalu terbuka. Namun demikian, fleksibilitas ini harus tetap mengedepankan kepatuhan kepada sistem informasi yang diakui oleh pemerintah daerah maupun nasional dengan berasaskan keberlanjutan. Oleh karena itu format SIDeKa perlu dikembangkan secara bertahap sebagai bentuk daya tanggap terhadap dinamika kebutuhan. Sangat dimungkinkan konten SIDeKa yang berbeda walaupun formatnya sama karena desa-desa yang akan mereplikasi mempunyai karakteristik yang berbeda juga. d. Menyelesaikan persoalan rakyat (kemiskinan, kesehatan, peningkatan produktifitas, dll) Layaknya sistem yang lain, SIDeKa sesuai dengan tujuannya harus memberikan banyak manfaat bagi desa, tidak hanya di level pemerintahan saja, melainkan seluruh komponen yang ada di desa juga pemerintahan supra desa. Dalam tataran ideal SIDeKa akan bermanfaat secara menyeluruh, tidak hanya bagi pemdes semata namun juga bermanfaat bagi masyarakat secara lebih luas. Pendataan merupakan cara menggali masalah dari banyak aspek di suatu desa. Data-data sosial, kesehatan, ekonomi, populasi, tanaman, bentang desa, infrastruktur, dan sebagainya akan menjadi kekuatan desa dalam melakukan kerja pembangunan. Data tunggal memang akan 37
pedoman umum penyelenggaraan sideka
memberikan sudut pandang tidak lengkap, oleh karena itu dibutuhkan sebuah integrasi data untuk menghasilkan kesempurnaan data sebagai materi dalam deskripsi masalah untuk mengarahkannya menjadi sebuah analisis masalah yang berujung pada sistem pengambilan keputusan di pemerintahan desa. Lebih lanjut SIDeKa harus mampu menyajikan angka kemiskinan di level desa, selanjutnya angka-angka ini akan diintegrasikan dengan data yang dimiliki oleh pemda/ instansi terkait. Data-data inilah yang akan menjadi rujukan dalam proses pembangunan di tingkat desa. Data yang disajikan oleh SIDeKa haruslah sesuai dengan kebutuhan desa dan disajikan dengan tampilan yang lebih menarik dan selalu diperbaharui. Dalam proses selanjutnya SIDeKa dan profil desa adalah dua hal yang saling melengkapi, bukan sesuatu yang harus dipertentangkan sehingga data profil desa bisa dipakai sebagai data awal di dalam SIDeKa. Akhirnya pengembangan SIDeKa lebih ditekankan kepada kepentingan ketersediaan data dan informasi tentang desa dalam upaya meningkatan kualitas pelayanan publik. Lebih lanjut dengan adanya SIDeKa pengelolaan seluruh potensi desa bisa dilakukan dengan lebih mudah dan partisipatif. Halhal inilah yang akan mendorong partisipasi, transparansi dan akuntabilitas warga desa yang pada gilirannya akan memperkuat modal sosial yang ada di dalam masyarakat. 38
apa itu sideka
Pengembangan SIDeKa dalam lingkup yang lebih luas harus memperhitungkan beberapa variabel empiris yaitu kondisi terkini peta interaksi di sebuah ranah pemerintahan (politik, hukum, administratif dan ekonomi). Oleh karena itu tawaran model pengembangan SIDeKa ini merupakan kombinasi dari pendekatan bottom up dan strategi regulasi Pemda yang bersifat top down.
D. Prinsip dan Cara Penyelenggaraan SIDeKa 1. Prinsip-prinsip penyelenggaraan SIDeKa Penyelenggaraan SIDeKa didasarkan pada prinsip-prinsip berikut: a.
Bersifat adaptif, dalam arti dapat menyesuikan kebutuhan masyarakat dan kondisi yang ada di pedesaan. b. Dapat dijalankan dan diintegrasikan di beberapa perangkat (komputer, tablet, cellular phone) ataupun sarana komunikasi yang sudah ada (SMS, radio komunitas dan radio komunikasi, web jurnalisme desa). c. Dapat menjamin keamanan data dan rahasia pribadi seseorang. d. Dapat digunakan sebagai media komunikasi antar para pihak sebagai ruang publik. e. Mudah dipelajari dan dioperasikan (user friendly). f. Bersifat informatif, yaitu data data dapat disajikan dalam bentuk tabel, grafik, peta sebagai pendukung pengambil 39
pedoman umum penyelenggaraan sideka
keputusan – (Decision Support Systems). g. Mudah dikembangkan dan bersifat modular. h. Mempergunakan peralatan yang murah, mudah didapat dan tidak memerlukan spesifikasi perangkat keras yang sangat tinggi. i. T idak melanggar hak cipta dalam pembuatan dan penyusunan SIDeKa. j. Terdapat pengelola SIDeKa di desa, dan dapat menjadi bagian KAUR umum atau membentuk KAUR khusus yang bertugas untuk mengelola SIDeKa. 2. Penyelenggaraan SIDeKa SiDeKa diselenggarakan oleh masyarakat dan pemerintah desa karena mereka adalah yang paling mengetahui kondisi wilayahnya. Karena skala data dan jangkauan geografis relatif sempit, data yang ada diharapkan mempunyai keabsahan data yang tinggi dan dapat diandalkan. Data SIDeKa dirancang untuk dapat di-update dengan mudah dan cepat setiap ada perubahan status. SIDeKa pada aras terbawah bersifat lokal. Meskipun demikian, untuk membuat SIDeKa untuk wilayah yang sangat beragam bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu diperlukan indikator pengukuran yang bersifat universal meskipun data diperoleh dari pedesaan dengan kondisi geografis dan sosial-ekonomi yang berbeda. Indikator yang digunakan harus mempunyai daya ungkit tinggi, dapat diterapkan dengan mudah dan dapat diamati perubahan yang terjadi (YDSM, 2015), sebagai contoh upaya 40
apa itu sideka
pengurangan tingkat kemiskinan, kehadiran anak usia sekolah di sekolah, perbaikan kesehatan ibu hamil. Sistem Informasi Desa dan Kawasan (SIDeKa) dirancang untuk dapat dioperasikan dengan mudah di pedesaan dengan kebutuhan perangkat yang murah dan tersedia di pedesaan. Meskipun demikian, SIDeKa harus mampu memberikan data dasar yang diperlukan di pedesaan sehingga dapat dimanfaatkan untuk perbaikan pelayanan publik di pedesaan, pemetaan kondisi sosial ekonomi masyarakat seperti kemiskinan, kondisi kesehatan masyarakat, mengetahui produk unggulan di suatu desa yang selanjutnya dapat diarahkan untuk mewujudkan one village one product, pemasaran produk unggulan desa. Selain itu, SIDeKa juga dapat dikembangkan untuk mitigasi dampak bencana (gempa bumi, banjir, gagal panen karena cuaca dan hama) dan antisipasinya, menyajikan data pertanian (data usaha tani, komoditas, pergiliran tanaman, lokasi lahan pertanian) misalnya untuk asuransi pertanian, data kehutanan dan jenis pengelolaannya (hutan rakyat, hutan produksi), data pesisir dan laut, data perikanan, data cuaca, data lahan dan sebagainya. Dalam penerapannya, wilayah pedesaan di pedalaman akan berbeda dengan pedesaan di wilayah pantai. Wilayah pertanianpun akan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh, desa dengan komoditas utama tanaman pangan akan berbeda dengan desa di wilayah perkebunan. Oleh karena itu, beberapa fungsi dalam SIDeKa dapat diaktifkan dan di 41
pedoman umum penyelenggaraan sideka
nonaktifkan sesuai dengan kondisi desa tersebut. Agar mempunyai manfaat bagi pengembangan kawasan, maka diperlukan adanya penyajian data secara spasial dalam bentuk Sistem Informasi Geografis (Geographical Information Systems), seperti data lokasi pemukiman, data tempat tinggal keluarga miskin, data jaringan irigasi, data penggunaan lahan. Selanjutnya, untuk memperoleh data yang lebih komprehensif data yang diperoleh harus dapat digabungkan dengan data yang lain, misalnya data jenis tanah, data kemampuan lahan, data penggunaan lahan (land use), data cuaca. Meskipun demikian, penyajian data spasial memerlukan keahlian tersendiri sehingga harus diintegrasikan dengan aparat di tingkat kabupaten. Dengan terkumpulnya data dari berbagai wilayah diharapkan dapat diperoleh data warehouse di tingkat propinsi (regional) dan nasional dan data tersebut selanjutnya dapat diolah lebih lanjut (datamining) oleh pengambil kebijakan, lembaga perencanaan, lembaga penelitian, maupun perguruan tinggi. Dalam penyelenggaraannya, SIDeKa mendasarkan diri pada azas: a. kedaulatan sumber daya dalam negeri; b. optimalisasi; c. interoperabilitas; d. akuntabilitas; e. profesionalitas; f. partisipatif; dan g. keberlanjutan.
42
Bagian 3
Kebijakan SIDeKa
A. Pengertian Data Secara harfiah data berasal dari kata “datum”. Sebuah kata dari bahasa latin yang memiliki arti “sesuatu yang diberikan” 1. Pendapat lain juga mengatakan bahwa data bisa berarti kumpulan fakta. Dalam pandangan awan, data bisa berupa kumpulan fakta yang didapatkan melalui sebuah penelitian atau pengukuran yang bisa berupa angka, kata ataupun gambar. Dalam konteks ilmu pengetahuan, berbagai data yang telah dikumpulkan dalam berbagai bentuk ini akan diolah kembali untuk disajikan dalam bentuk yang lebih jelas kepada mereka yang tidak melihat atau terlibat langsung dengan fakta-fakta tersebut. Oleh karena itu, kumpulan fakta ini juga dapat dikelompokkan dalam bentuk yang lebih detail. 43
pedoman umum penyelenggaraan sideka
Karena data ini berbentuk angka, kata dan gambar mentah, maka data belum memiliki makna apapun dan hanya sekedar fakta mentah. Agar data ini memiliki makna, maka data tersebut harus dikelompokkan, diatur dan diolah sedemikian rupa dan disajikan dalam bentuk deskripsi yang lebih jelas dan dapat diterima oleh masyarakat dan pengguna data lainnya. Menurut Hoffer, Prescott dan Mc Fadden, 2005, data adalah sesuatu yang mewakilkan obyek atau peristiwa yang memiliki arti yang sangat penting bagi pemakai atau user. Sedangkan menurut Navathe dan Elmasri 2000, data yaitu fakta yang dapat disimpan dan memiliki arti. Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa data adalah deskripsi dari suatu kejadian yang kita hadapi. Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka data adalah fakta yang telah terjadi, memiliki arti dan dapat disimpan serta dapat diatur sedemikian rupa sehingga dapat menjadi sebuah informasi yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan, misalnya data untuk penelitian, data pemasaran, data untuk pengetahuan atau data untuk mengambil keputusan2. Dalam hubungannya dengan informasi, data dianggap sangat penting. Data dapat diartikan sebagai salah satu dokumen penting yang didalamnya ada sekumpulan informasi tentang penggambaran sesuatu. Data juga dapat berupa kumpulan tabel/ angka yang disusun secara logis sehingga menjadi informasi yang bernilai guna dalam pengambilan keputusan. Sebagai sebuah dokumen, data sering dipakai sebagai bahan pertimbangan atau rujukan untuk membuat perencanaan. Dengan data, semua fakta akan terungkap, dengan data semua hal bisa digambarkan 44
kebijakan sideka
dan diinformasikan, dengan data bisa dijadikan media untuk mengambil keputusan.
B. Data SIDeKa SIDeKa diharapkan menjadi wadah data dan informasi tentang Desa. Data yang ada dalam SIDeKa harus menjadi pedoman bagi penataan terhadap desa, baik dari sisi kewenangan, pejabat/ perangkat pemdes dan BPD, kelembagaan, hingga perencanaan dan keuangan desa serta pengambilan kebijakan lainnya. SIDeKa menjadi dasar dalam perencanaan pembangunan desa yang didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. SIDeKa diharapkan menjadi wadah cakupan data pada SIDeKa meliputi : 1. Data Level 1 adalah Profil Desa meliputi : a. Data dasar kependudukan Identitas Hukum (KK, KTP, akte kelahiran, akta perkawinan, akta perceraian, jumlah kepala keluarga perempuan-KKP). b. Status kesehatan (berkaitan dengan data depkes) Ibu hamil beresiko tinggi, angka kematian ibu melahirkan, angka kematian bayi, balita dan anak gizi buruk, penyakit, gol darah (impor data dari dinas kesehatan). c. Status pendidikan formal/ non-formal Data melek huruf, PAUD, lulusan SD/SMP/SMA/Diploma/ 45
pedoman umum penyelenggaraan sideka
Sarjana, putus sekolah per jenjang, anak berkebutuhan khusus, kejar paket. d. Angkatan kerja Jenis dan jumlah pekerjaan (petani, nelayan, PNS, buruh migran, karyawan, buruh, bidan, dukun bayi, pekerja rumahtangga, TNI/ Polri, guru). e. Data sosial Disabilitas, angka kriminalitas, bencana alam, kemiskinan (definisi kemiskinan sesuai konteks desa dan kondisi tempat tinggal), penerima bantuan sosial. 2. Data Level 2 adalah Data Pembangunan Desa, meliputi: a. Data Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) 5 tahun. b. Data Rencana Kerja Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDes) 1 tahun. c. Data Anggaran dan Belanja Desa (APBDesa). 3. Data Level 3 adalah Data Kawasan Pedesaan, meliputi: a. Data pertanian. b. Data pengelolaan sumber daya alam. c. Data pelayanan jasa pemerintahan. d. Data pelayanan sosial. e. Data kegiatan ekonomi. 4. Data level 4 yaitu Informasi lain yang berkaitan pembangunan desa dan pembangunan kawasan pedesaan.
46
kebijakan sideka
C. Kebijakan SIDeKa Kebijakan umum SIDeKa antara lain: 1.
Kebijakan Sistem Informasi Desa dan Kawasan (SIDeKa) merupakan pengaturan mengenai sistem tata kelola pemerintahan desa yang memanfaatkan teknologi informasi secara menyeluruh dan terpadu dalam pelaksanaan administrasi pemerintahan dan penyelenggaraan pelayanan publik pada pemerintahan desa.
2.
Infrastruktur Teknologi Informasi, selanjutnya disebut Infrastruktur, adalah piranti keras, piranti lunak, jaringan komunikasi data dan fasilitas pendukung lainnya, yang ketika digunakan bersama menjadi pondasi dasar untuk mendukung penyelenggaraan SIDeKa.
3.
Aplikasi adalah komponen sistem informasi yang digunakan untuk menjalankan fungsi, proses, dan mekanisme kerja yang mendukung pelaksanaan Sistem Informasi Desa dan Kawasan (SIDeKa).
4. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah, yang memiliki arti 47
pedoman umum penyelenggaraan sideka
atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. 5.
Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
6. Keamanan Informasi adalah proteksi informasi dan sistem informasi dari akses, penggunaan, penyebaran, pengubahan, penggangguan, atau penghancuran oleh pihak yang tidak berwenang. 7.
Audit adalah pemeriksaan terhadap Teknologi Informasi dan Tata Kelola dalam rangka untuk memastikan keabsahan, kehandalan, dan kesesuaian dengan ketentuan yang berlaku.
8. Nama Domain adalah alamat internet seseorang, perkumpulan, organisasi, badan usaha, atau Badan Pemerintahan yang dapat digunakan untuk berkomunikasi melalui internet yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik. 9. Tata Kelola Teknologi Informasi adalah kerangka kerja akuntabilitas untuk mendorong perilaku yang diinginkan dalam penggunaan Teknologi Informasi, yang melingkupi perencanaan, manajemen belanja/investasi, realisasi, pengoperasian, dan pemeliharaan sistem. 48
kebijakan sideka
Lebih lanjut SIDeKaharus dapat menyediakan data dan informasi untuk pengambilan keputusan yang baik dan akurat di tingkat desa, tingkat kabupaten, tingkat propinsi, dan tingkat pusat. SIDeKa dirancang sebagai sistem terbuka dengan menggunakan aplikasi berbasis opensource, dan mudah dikembangkan dan digunakan, namun untuk menjaga validitas data, akuntabilitas data, keamanan data dan sistem, SDM yang ditugaskan sebagai admin SIDeKa harus memiliki kualifikasi khusus berstandar nasional. Untuk menghasilkan SDM yang berkualifikasi khusus berstandar nasional, akan diadakan pendidikan/pelatihan untuk mendidik SDM tersebut. Pendidikan SDM dapat dilakukan dengan membangun Akademi Komunitas di tingkat desa atau kabupaten, sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku, terutama UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Pemanfaatan data dan informasi SIDeKa wajib diatur berdasarkan tingkatan kewenangan pengguna dan penyuplai data/informasi, walaupun tetap mengacu pada kaidah open data dan kedaulatan data. Keabsahan informasi elektronik dan dokumen elektronik yang dihasilkan oleh SIDeKa berpegang pada dasar hukum yang sudah diatur dan ditetapkan melalui UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sebagai sistem informasi berbasis partisipatif, maka SIDeKa membutuhkan kekuatan komitmen multi stakeholder untuk memberikan data yang objektif, akurat, reliabel (sahih) dan valid, agar kebijakan yang didasarkan pada SIDeKa dapat tepat sasaran 49
pedoman umum penyelenggaraan sideka
dan bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan para stakeholder tersebut. Kebijakan SIDeKa secara umum ini akan mengikuti kebijakan perundang-undangan yang berlaku di wilayah NKRI. Dalam penyusunannya kebijakan SIDeKa dilakukan melalui pengharmonisan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sistem informasi oleh Pemerintah Desa. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota akan diberi kewenangan untuk melakukan pengembangan kebijakan tentang SIDeKa. Sedangkan Pemerintah Desa akan melakukan pengelolaan kebijakan tersebut yang sudah dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan SIDeKa oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Catatan Akhir 1 2
50
Lihat: http://id.wikipedia.org/wiki/Data Lihat: http://dilihatya.com/pengertian data
Bagian 4
Penyelenggaraan SIDeKa
A. Prasyarat Pembangunan SIDeKa Tahap pembangunan SIDeKa tidaklah dimulai dari nol. SIDeKa lahir sebagai bentuk penyempurnaan dari berbagai sistem informasi desa yang telah ada sekaligus menjawab kebutuhan pemerintah supra desa. Dalam pelaksanaan SIDeKa dibutuhkan tiga prasyarat dasar dalam pembangunannya. Tiga prasyarat tersebut antara lain : 1. Kebijakan tentang SIDeKa (Regulasi) Status legal ini menyangkut tentang dasar hukum yang melandasi konsep besar SIDeKa. Seberapa tinggi status hukum dan seberapa kuat kebijakan yang ada menjadi inti kajian kebijakan ini. Eksistensi SIDeKa menjadi kuat jika secara formal yuridis mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan kuat serta 51
pedoman umum penyelenggaraan sideka
mengikat para pihak yang terlibat di dalamnya. Kebijakan tentang SIDeKa sangat diperlukan mulai awal pembangunannya hingga terjadi relasi dan agregasi data antar desa maupun dengan pemerintahan supra desa. 2. Sumber Daya Manusia (SDM) Kesiapan sumber daya manusia sangatlah penting dalam membangun SIDeKa. Prasyarat dasar berupa kebijakan yang mendukung SIDeKa belumlah cukup jika SDM yang mengoperasikan SIDeKa belum siap atau belum memiliki kemampuan yang memadai. Terkait dengan kesiapan SDM, terdapat dua bagian SDM yang akan berperan penting, yaitu: 1.
2.
DM non-TIK, yaitu sumber daya manusia yang akan bertanggung jawab atas ketersediaan data. Mulai dari proses pencarian data, kemampuan verifikasi data, input data dan kemampuan optimalisasi pemanfaatan data. DM TIK, yaitu sumber daya manusia yang bertanggung jawab terhadap pengoperasian aplikasi SIDeKa. Perlu dipahami bahwa SIDeKa adalah aplikasi komputer, oleh karena itu pelaku operasional SIDeKa wajib memiliki pengetahuan dasar tentang computer.
3. Perangkat Keras, perangkat lunak dan jaringan Ada tiga komponen dasar yang dimaksud, yakni :
52
penyelenggaraan sideka
1.
Perangkat keras (hardware)
Perangkat keras yang dimaksud di sini ialah personal computer (PC) maupun laptop, modem untuk akses internet, kamera, dan lainnya. Prinsip terkait perangkat keras dalam SIDeKa ialah menggunakan apa yang ada serta tidak memaksakan untuk mengadakan peralatan-peralatan yang dapat memberatkan keuangan desa. 2.
Perangkat lunak (software)
53
pedoman umum penyelenggaraan sideka
Perangkat lunak atau software merupakan sekumpulan data elektronik yang disimpan dan diatur oleh komputer. Data elektronik tersebut dapat berupa program atau instruksi yang akan menjalankan suatu perintah. Dengan perangkat lunak inilah komputer dapat menjalankan suatu perintah. Perangkat lunak SIDeKa ini akan membantu kita dalam melakukan pengolahan data base yang ada di desa. 3.
Jaringan Jaringan yang dimaksud ialah jaringan internet, sehingga data dan informasi yang ada di desa dapat diakses oleh pihak lain, baik masyarakat desa sendiri, pemerintah kabupaten, provinsi hingga nasional, serta pihak-pihak lain. Jaringan internet ini didapatkan melalui operator seluler maupun penyedia jasa internet lainnya.
B. Tahapan Implementasi Sistem Informasi Desa dan kawasan (SIDeKa) diselenggarakan secara berjenjang dan dikembangkan secara bertahap. Untuk penerapan SIDeKa di pedesaan dilakukan melalui beberapa tahap yang dikenal dengan nama Empat Tahapan Penyelenggaraan SIDeKa, yakni:
54
penyelenggaraan sideka
Skema EmpatTahapan Penyelenggaraan SIDeKa 1. Persiapan Tahap persiapan SIDeKa meliputi : a.
Sosialisasi SIDeKa Sosialisasi dimaksudkan untuk memberikan pemahaman akan arti penting Sistem Informasi Desa dan Kawasan (SIDeKa) bagi masyarakat dan pemerintah desa. Sosialisasi dapat diberikan oleh pemerintah kabupaten, pendamping desa, maupun pihak lain yang akan berpartisipasi dalam proses implementasi SIDeKa. Pemahaman akan arti penting SIDeKa bagi masyarakat dan pemerintah desa sangat penting agar dalam proses implementasi tahap demi tahap SIDeKa masyarakat dapat berpartisipasi, sebut saja dalam proses pencarian dan pengumpulan data. 55
pedoman umum penyelenggaraan sideka
Warga desa tentunya akan menjadi pihak yang diwawancarai dan dikumpulkan datanya. Apabila ada kesepahamanan bersama, warga dapat memberikan data dan informasi dengan terbuka dan jujur. b. Pembentukan Tim Desa SIDeKa tentu saja tidak dapat dilaksanakan oleh seorang diri, baik di pemerintah desa maupun masyarakat, oleh karena itu dibutuhkan sebuah tim dalam implementasinya. Pembentukan tim hendaknya memperhatikan beberapa hal, pertama adanya perwakilan dari pemerintah desa serta warga desa. Kedua, memperhatikan keterwakilan baik wilayah maupun sektoral yang ada di desa. Perwakilan wilayah misalnya dari dusun atau hingga RT. Kemudian keterwakilan sektoral dari kelompok-kelompok petani, nelayan, pedagang dan lainnya. Ketiga, tim yang akan dibentuk hendaknya memperhatikan kemampuan anggotanya yang nantinya akan dibagi dalam beberapa tugas, antara lain yang bertugas pendataan, input data, maupun operator sistem. c.
56
Pelatihan Tahapan selanjutnya dari implementasi SIDeKa di desa ialah pelatihan. Pelatihan diberikan kepada tim SIDeKa seperti yang telah diuraikan di atas. Beberapa materi pelatihan yang diberikan antara lain pelatihan pendataan, pelatihan input data, pelatihan pemetaan data spasial, pelatihan operator sistem, pelatihan menulis (jurnalisme desa), dan lainnya apa bila dianggap perlu. Tujuan dari pelatihan ini
penyelenggaraan sideka
untuk meningkatkan kapasitas pelaku SIDeKa agar proses implementasi dapat dijalankan dengan baik. Kapasitas yang tinggi diharapkan juga dapat menjamin keberlanjutan SIDeKa di desa apabila proses pendampingan telah selesai. 2. Perancangan Tahap perancangan SIDeKa meliputi : a.
Penyusunan Rencana Bersama Tahap selanjutnya adalah penyusunan rencana bersama. Penyusunan rencana dilakukan oleh tim SIDeKa desa yang sudah terbentuk sebelumnya. Rencana yang disusun akan mengikuti proses tahapan implementasi SIDeKa, terutama pada proses pendataan yang menjadi tahap paling penting.
b. Proses Pendataan Proses pendataan merupakan tahap paling penting dalam implementasi SIDeKa. Sebab di tahapan inilah kita akan mendapatkan data yang nantinya akan menjadi dasar dalam analisis serta hasilnya menjadi informasi sebagai rujukan pengambilan keputusan di desa. Apabila data yang didapatkan tidak sesuai dengan kenyataan sesungguhnya, keputusan yang dihasilkan (karena merujuk data yang salah) di desa pun bisa jadi keliru. Dalam proses pendataan, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yakni: 57
pedoman umum penyelenggaraan sideka
Skema Proses Pendataan a.
Musyawarah Perencanaan Pendataan Musyawarah di tingkat desa ini dimaksudkan untuk merumuskan dan memutuskan data apa saja yang dibutuhkan oleh desa, sehingga nantinya akan dikumpulkan dan diolah dengan SIDeKa. Hal ini dilakukan karena tiap desa bisa jadi membutuhkan data yang berbeda-beda. Misalnya desa pesisir dengan desa yang bertumpu pada pertanian, tentu data yang dibutuhkan tidak semuanya sama.
b. Pengumpulan Data Proses pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yakni menggunakan data yang telah ada di desa 58
penyelenggaraan sideka
maupun supra desa (kecamatan atau kabupaten) serta mencari data yang benar-benar baru ke lapangan. Data yang sudah ada, misalnya dapat diambil dari data profil desa, data kependudukan dari Kartu Keluarga, dan lainnya. Sedangkan pencarian data yang benar-benar baru, memerlukan tim sensus yang akan datang ke tiap rumah melakukan wawancara. Oleh karena itu, dibutuhkan pelatihan serta simulasi dalam proses wawancara. c.
Verifikasi Data Tahapan selanjutnya ialah proses verifikasi data, untuk melihat apakah data yang sudah didapatkan telah sesuai dengan kenyataan di lapangan. Verifikasi dapat dilakukan dengan musyawarah yang mengundang perwakilan-perwakilan warga, kepala dusun maupun RT, untuk melihat data-data yang didapatkan sudah benar atau belum.
d. Input Data Setelah proses mengambilan dan verifikasi data sudah diselesaikan, tahapan selanjutnya ialah input data. Input data merupakan memasukkan (entri) data ke sistem. Oleh karena itu dibutuhkan operator yang memiliki kemampuan komputer yang cukup. Sehingga pelatihan bagi operator menjadi penting.
59
pedoman umum penyelenggaraan sideka
e. Update Data Proses update atau memperbarui data harus dilakukan secara berkala. Sebab data merupakan hal yang dinamis, dapat berubah-ubah dengan cepat. Sebut saja misalnya data tentang jumlah penduduk, dalam satu bulan bisa saja terjadi penambahan karena adanya kelahiran baru, maupun pengurangan karena adanya kematian. Begitu pula dengan data kesehatan, pendidikan dan lainnya tentu dalam waktu-waktu tertentu dapat berubah. Apabila tidak dilakukan pembaruan data dalam jangka waktu yang lama, maka dikhawatirkan data sudah kadaluarsa dan tidak bisa lagi menjadi rujukan dalam pengambilan kebijakan pemerintah desa maupun supra desa. Oleh karena itu, pemerintah desa harus memastikan keberlanjutan data dan SIDeKa, tentunya dengan strategi yang tidak harus sama antara satu desa dengan desa lainnya. 3. Penerapan Tahapan penerapan dilakukan dengan menggunakan SIDeKa untuk melakukan pelayanan administrasi kemasyarakatan, serta menggunakan data dan peta desa untuk berbagai kebutuhan pemerintah desa. Misalnya dalam proses perencanaan desa hendaknya merujuk pada data yang sudah dibuat. Pemerintah desa dapat pula menggunakan data tersebut untuk membuat keputusan-keputusan yang menjadi kewenangannya sehingga 60
penyelenggaraan sideka
persoalan-persoalan di desa dapat diselesaikan. 4. Penyelenggaraan Tahapan penyelenggaraan SIDeKa pemaknaan sistem dalam arti yang luas, dimana SIDeKa tidak sekedar dimaknai dalam arti sempit sebagai sebuah aplikasi semata. Dalam tahap ini masyarakat dan pemerintah telah merasakan manfaat dari SIDeKa. Dalam tahapan ini juga sudah dipastikan keberlanjutan data (updating data) serta keberlanjutan sistem itu sendiri.
C. Roadmap SIDeKa Peta jalan SIDeKa adalah tahapan perkembangan SIDeKa. Tahapan ini merupakan siklus pemanfaatan data yang dimulai dari level yang paling mendasar hingga pengintegrasian data ditingkat nasional. Pemanfaatan data ini didasarkan pada tingkat kerumitan pengembangan dan fasilitas yang disediakan untuk melayani kepentingan masyarakat, pemerintah desa, pemerintah daerah maupun pemerintah nasional. Pada tahap awal pengembangan SIDeKa akan diterapkan di 8 (delapan) kabupaten/kota, yaitu : 1. 2. 3.
Kabupaten Belitung Timur Provinsi Bangka Belitung Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Kabupaten Kulon Progo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 61
pedoman umum penyelenggaraan sideka
4. 5. 6. 7. 8.
Kabupaten Gianyar Provinsi Bali Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa Tengah Kota Gorontalo Provinsi Gorontalo Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo
Pada tahap ini proses pembangunan SIDeKa diharapkan mampu mendorong munculnya kesadaran masyarakat akan pentingnya data dan informasi. Suatu jenis kebaruan yang menempatkan informasi sebagai titik penting dalam keseluruhan pergerakan desa dalam membangun desanya. Tahap selanjutnya adalah munculnya keterampilan baru dalam hal menghimpun, mengolah, mengelola dan menggunakan informasi, termasuk penggunaan teknologi informasi. Tahap ketiga adalah kebiasaan baru, yakni kemampuan masyarakat untuk menata data menjadi sumber informasi yang akurat, berdaya guna dan memberi dasar benar bagi usaha mengubah kondisi dan posisi desa. Tahapan selanjutnya adalah munculnya kebaruan dalam hal tata kelola bagi para penyelenggara Negara dan warganya dalam memanfaatkan data dan informasi untuk kesejahteraan dan kemakmuran Negara. Secara sistematis, peta jalan ini akan menjelaskan kepada kita tentang empat tingkatan pemanfaatan yang dirasakan oleh masyarakat, pemerintahan desa dan pemerintahan supra desa. Empat tingkatan tersebut, antara lain :
62
penyelenggaraan sideka
1. Tingkat informasi Konsepsi data pada level ini dimaknai sebagaimedia informasi bagi pemerintah nasional, pemerintah daerah, pemerintah desa dan masyarakatnya. Bagi pemerintah nasional, Pemerintah Daerah maupun pemerintah desa, konten SIDeKa yang berupa data kependudukan, data kelembagaan, data potensi sumber daya alam bisa digunakan untuk menyusun dan mengkaji dokumen-dokumen perencanaan dan penganggaran pusat dan daerah (RPJPN/D, RPJMN/D, RKP/RKD) maupun perencanaan pembangunan desa (RPJMDesa, RKPDesa, APBDesa). Dalam hal ini pemerintah supra desa menjadikan konten SIDeKa sebagai pedoman dalam menyusun kebijakan pembangunan. Sedangkan bagi masyarakat, SIDeKa mampu menjadi basis data atau sumber pengetahuan dan informasi terhadap pembangunan di desanya. Dalam tahap ini data lebih banyak dipergunakan untuk meningkatkan pelayanan publik. 2. Tingkat interaksi Pada level ini konten data SIDeKa sudah mampu menjadi sarana untuk interaksi dua arah bahkan lebih antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, maupun pemerintah nasional dengan warga negaranya. Di tingkat daerah SIDeKa mampu menjembatani relasi antara Satuan Kerja Pemerintahan Daerah (SKPD) dengan masyarakat dengan difasilitasi oleh Pemerintah Desa. Respon warga akan terfasilitasi dengan adanya SIDeKa. Warga negara dengan mudah melakukan interaksi dengan pemerintah atau sebaliknya dalam hal penggunaan layanan 63
pedoman umum penyelenggaraan sideka
publik, misalnya dalam bentuk sarana untuk menampung aspirasi/keluhan, forum diskusi, atau hotline nomor telepon dan media monitoring pembangunan secara partisipatif. 3. Tingkat transaksi Konten data pada level ini sudah mampu menyediakan sarana untuk bertransaksi bagi masyarakat dalam menggunakan layanan publik, yakni transaksi yang melahirkan kesepakatan yang dapat disertai dengan pembayaran sebagai akibat dinikmatinya layanan publik yang telah digunakan. Misalnya, transaksi untuk pembayaran pajak atau retribusi serta bentukbentuk perizinan lainnya. 4. Tingkat integrasi Kondisi dimana semua pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah baik yang disediakan secara konvensional juga disediakan secara online melalui pemerintahan elektronik. Pada tahap ini data dari semua desa akan mengalami agregasi mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten/kota, propinsi maupun nasional. Konsep integrasi data inilah yang menjadi tujuan akhir dari pembangunan SIDeKa, yang pada gilirannya menghasilkan “data tunggal” di setiap jenjangnya. Prinsip SIDeKa adalah optimalisasi pelayanan publik untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi agar lebih bermanfaat.
64
penyelenggaraan sideka
65