PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015
Direktorat Perbibitan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian-RI Jl. Harsono RM No. 3 Pasar Minggu, Gd. C Lt. 8 Telp./Fax. 021-7815781, 7811385
PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015
DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015
KATA PENGANTAR
Bibit ternak merupakan salah satu sarana produksi yang memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam usaha peternakan. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan pembenihan/pembibitan ternak lokal antara lain penyediaan bibit yang belum memenuhi kebutuhan baik dalam jumlah maupun mutu. Dalam hal usaha pembibitan yang dilakukan oleh masyarakat (swasta dan peternak/kelompok peternak) belum berkembang sesuai dengan harapan, maka peran pembibitan pemerintah perlu dioptimalkan. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-undang No. 18 tahun 2009, pasal 13 ayat (3) dalam hal usaha pembenihan dan/atau pembibitan oleh masyarakat belum berkembang, Pemerintah membentuk unit pembenihan dan/atau pembibitan. Dalam rangka mengoptimalkan pembibitan pemerintah khususnya Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pembenihan/Pembibitan diperlukan fasilitasi untuk mendukung produksi benih dan bibit ternak. Memperhatikan hal tersebut maka Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan mengalokasikan kegiatan Optimalisasi Fungsi Unit Pembibitan Daeran Tahun 2015. Diharapkan dengan adanya kegiatan tersebut ketersediaan benih dan bibit dapat terpenuhi secara berkelanjutan
Jakarta, Desember 2014 DIREKTUR JENDERALPETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
SYUKUR IWANTORO
i
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR .....................................................................
i
DAFTAR ISI .................................................................................
ii
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN ............. DAN KESEHATAN HEWAN NOMOR ……………………….…….
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL .................... PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN NOMOR ………..
1
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................. A. Latar Belakang .........................................................
iii 1 1
1
B. Maksud, Tujuan dan Sasaran ...................................
2
C. Pengertian ................................................................
2
D. Ruang Lingkup .........................................................
4
BAB II. PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN ............................…
5
A. Persiapan ..................................................................
5
B. Pelaksanaan .............................................................
5
BAB III. TATALAKSANA PEMBIBITAN/PEMBENIHAN ................
7
A. Produksi Semen ........................................................
7
B. Produksi Bibit ...........................................................
8
BAB IV. PENGENDALIAN & INDIKATOR KEBERHASILAN ......
10
A. Pengendalian ...........................................................
10
B. Indikator Keberhasilan .............................................
10
BAB V. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN .............
11
BAB VI. PENUTUP ....................................................................
12
ii
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN NOMOR : 1219/Kpts/F/12/2014
TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN, Menimbang
: a. bahwa dalam rangka penyediaan benih dan bibit ternak oleh unit pelaksana teknis daerah (UPTD), dilakukan kegiatan optimalisasi fungsi unit pembibitan daerah pada tahun 2015; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan agar dalam pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan baik, perlu menetapkan Pedoman Pelaksanaan Optimalisasi Fungsi Unit Pembibitan Daerah Pada Tahun Anggaran 2015;
Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaga Negara RI. No. 47 Tahun 2003, Tambahan Lembaran Negara RI. No. 4286); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaga Negara RI. No. 5 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara RI. No. 4355);
iii
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400); 4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 338, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5619); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5587); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2011 tentang Sumberdaya Genetik Hewan dan Perbibitan Ternak (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5260); 7. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Organisaasi Kementerian Negara; 8. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I di Lingkungan Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terkahir dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014; 9. Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman
iv
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4214); 10. Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 11. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014, tentang Pembentukan Kabinet Kerja; 12. Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor
35/
Permentan /OT. 140/8/2006 tentang Pedoman Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Ternak; 13. Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor:
56/
Permentan/ OT. 140/10/2006 tentang Pedoman Pembibitan Kerbau Yang Baik; 14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 61/ Permentan /OT.140 /10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian; 15. Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor:
64/
Permentan/OT.140/11/ 2012 tentan Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 48/ Permentan/OT.140/7/ 2011 tentang Pewilayahan Sumber Bibit; 16. Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor
75/
Permentan/OT. 140/11/2011 tentang Lembaga Sertifikasi Produk Bidang Pertanian; 17. Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor:
79/
Permentan/ OT.140/6/2014 tentang Pedoman Pembibitan Ayam Asli dan Ayam Lokal Yang Baik;
v
18. Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor:
99/
Permentan/OT.140 /7/2014 tentang Pedoman Pembibitan Itik Lokal Yang Baik; 19. Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor:
100/
Permentan/OT.140/7 /2014 tentang Pedoman Pembibitan Sapi Perah Yang Baik; 20. Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor:
101/
Permentan/OT.140/7 /2014 tentang Pedoman Pembibitan Sapi Potong Yang Baik; 21. Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor:
102/
Permentan/OT.140/7 /2014 tentang Pedoman Pembibitan Kambing dan Domba Yang Baik;
vi
MEMUTUSKAN: Menetapkan :
PEDOMAN
PELAKSANAAN
OPTIMALISASI
FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 . Pasal 1 Pedoman Pelaksanaan Optimalisasi Fungsi Unit Pembibitan Daerah Tahun Anggaran 2015, seperti tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Pasal 2 Pedoman
Pelaksanaan
Optimalisasi
Fungsi
Unit
Pembibitan
Daerah Tahun Anggaran 2015, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sebagai dasar bagi para pemangku kepentingan dalam melaksanakan kegiatan Optimalisasi Fungsi Unit Pembibitan Daerah Tahun Anggaran 2015. Pasal 3 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal : 12 Desember 2014 DIREKTUR JENDERAL, SYUKUR IWANTORO
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth : 1. Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian; 2. Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
vii
LAMPIRAN
: KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
NOMOR
: 1219/Kpts/F/12/2014
TANGGAL
: 12 Desember 2014 PEDOMAN PELAKSANAAN
OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan agrobisnis disektor pertanian, pemerintah telah menetapkan kegiatan perbenihan dan atau perbibitan sebagai salah satu kegiatan yang mendapat prioritas. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa melalui perbibitan yang tangguh akan berdampak pada terwujudnya usaha budidaya berdaya saing.
Penyediaan benih dan bibit ternak, menjadi tanggung jawab pemerintah, sesuai dengan yang diamanahkan dalam UU No. 18 tahun 2009, tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yaitu pasal 13 ayat (3), dinyatakan bahwa dalam hal usaha pembenihan dan/atau pembibitan oleh masyarakat belum berkembang maka pemerintah membentuk unit pembenihan dan/atau pembibitan. Penyediaan benih dan bibit ternak oleh pemerintah dilakukan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat dan Unit Pelaksana Teknis daerah (UPTD). Dalam pelaksanaannya UPTD yang memproduksi benih/bibit dilakukan oleh Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) dan UPTD Pembibitan Ternak. UPTD dan UPT Pusat harus saling bersinergi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan benih dan bibit ternak.
Pedoman Pelaksanaan Optimalisasi Fungsi Unit Pembibitan Daerah Tahun Anggaran 2015
1
Dalam rangka mendukung pelestarian dan pemanfaatan sumber daya genetik ternak lokal maka BIBD harus mengutamakan produksi semen ternak lokal, dan UPTD mengembangkan ternak lokal baik ternak ruminansia maupun non ruminansia. Untuk mendukung ketersediaan benih dan bibit ternak berkualitas dalam jumlah yang cukup, mudah diperoleh
dan
dijangkau
serta
terjamin
kontinuitasnya
dengan
mengoptimalkan sumberdaya lokal, maka perlu dilakukan kegiatan Optimalisasi Fungsi Unit Pembibitan Daerah. B. Maksud ,Tujuan Dan Keluaran 1. Maksud
Maksud ditetapkannya pedoman pelaksanaan Optimalisasi Fungsi Unit Pembenihan/Pembibitan Daerah yaitu sebagai acuan bagi pelaksana dalam melaksanakan kegiatan.
2. Tujuan Kegiatan Mengoptimalkan fungsi Unit Pembibitan Daerah (BIBD/UPTD) dalam penyediaan benih dan atau bibit ternak berkualitas dengan menerapkan prinsip-prinsip perbibitan. 3. Keluaran Tersedianya bibit ternak ruminansia dan non ruminansia di Unit Pembibitan Daerah (BIBD/UPTD) C. Pengertian
Dalam Pedoman Pelaksanaan ini, yang dimaksud dengan : 1. Pembibitan adalah kegiatan budidaya untuk menghasilkan bibit ternak untuk keperluan sendiri atau untuk diperdagangkan. 2. Bibit ternak adalah ternak yang mempunyai sifat unggul dan mewariskan serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembang biakkan.
2
3. Rumpun adalah segolongan ternak dari suatu spesies yang mempunyai ciri-ciri fenotipe yang khas dan dapat diwariskan pada keturunannya. 4. Pemuliaan ternak adalah rangkaian kegiatan untuk merubah frekwensi gen/genotipe pada sekelompok ternak dari satu rumpun atau galur guna mencapai tujuan tertentu. 5. Seleksi adalah kegiatan memilih tetua untuk menghasilkan keturunannya
melalui
pemeriksaan
dan
atau
pengujian
berdasarkan kriteria dan tujuan tertentu dengan menggunakan metoda atau teknologi tertentu. 6. Recording/pencatatan adalah suatu kegiatan yang meliputi identifikasi,
pencatatan
silsilah,
pencatatan
produksi
dan
reproduksi, pencatatan manajemen pemeliharaan dan kesehatan ternak dalam populasi terpilih. 7. Pengawasan Bibit adalah proses pengawasan mutu bibit yang dilakukan oleh petugas pemerintah yang memenuhi syarat untuk melaksanakan pengawasan bibit ternak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. 8. Petugas adalah orang yang diberi kewenangan untuk melakukan tindak medis kehewanan atau teknis peternakan lainnya. 9. Standar Nasional Indonesia bibit ternak adalah spesifikasi teknis bibit ternak yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait. 10. Dinas adalah instansi yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi/kabupaten/kota. 11. Produktivitas
adalah
kemampuan
seekor
ternak
untuk
menghasilkan produksi yang optimal per satuan waktu
Pedoman Pelaksanaan Optimalisasi Fungsi Unit Pembibitan Daerah Tahun Anggaran 2015
3
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pedoman Pelaksanaan ini meliputi : 1. Persiapan dan pelaksanaan 2. Tatalaksana Pembibitan/Pembenihan 3. Pengendalian dan Indikator Keberhasilan 4. Monitoring, evaluasi dan pelaporan 5. Penutup.
4
BAB II PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN
Kegiatan Optimalisasi Fungsi Unit Pembenihan/Pembibitan Daerah Tahun 2015, dilaksanakan sebagai berikut: A. Persiapan 1. Perencanaan Operasional
Perencanaan operasional Optimalisasi Fungsi Unit Pembenihan/ Pembibitan Daerah Tahun 2015 dituangkan ke dalam Pedoman Pelaksanaan yang disusun oleh Pusat. Selanjutnya Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) disusun oleh Dinas Provinsi mengacu kepada pedoman pelaksanaan dan disesuaikan dengan kondisi spesifik daerah.
2. Sosialisasi Kegiatan Sosialisasi kegiatan Optimalisasi Fungsi Unit Pembenihan/ Pembibitan Daerah Tahun 2015 dilakukan oleh pusat kepada provinsi dan UPTD Pembibitan/Pembenihan. B. Pelaksanaan
Dana Optimalisasi Fungsi Unit Pembenihan/Pembibitan Daerah Tahun 2015 dialokasikan dalam bentuk dana Tugas Pembantuan DIPA Satuan Kerja Dinas Peternakan Provinsi tahun 2015. Tata cara pengajuan, penyaluran, penggunaan dan pertanggungjawaban dana dilakukan berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku. 1. Penggunaan Dana
Penggunaan Dana Optimalisasi Fungsi Unit Pembenihan/Pembibitan Daerah Tahun 2015 meliputi fasilitasi penyediaan bibit ternak dan operasional pembibitan di UPTD Pembenihan/Pembibitan secara rinci dituangkan dalam POK.
Pedoman Pelaksanaan Optimalisasi Fungsi Unit Pembibitan Daerah Tahun Anggaran 2015
5
2. Lokasi Pelaksanaan Kegiatan Optimalisasi Fungsi Unit Pembenihan/Pembibitan Daerah Tahun 2015 dilaksanakan di UPTD di 15 Provinsi .
6
1)
Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat;
2)
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bengkulu;
3)
Dinas Peternakan dan Kesehatan Provinsi Lampung;
4)
Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat;
5)
Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah;
6)
Dinas Peternakan Provinsi Banten;
7)
Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur;
8)
Dinas Peternakan Provinsi Bali;
9)
Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Kalimantan Timur;
10)
Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan;
11)
Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Barat;
12)
Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan;
13)
Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara;
14)
Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat;
15)
Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Papua
BAB III TATALAKSANA PEMBIBITAN/PEMBENIHAN
Sebagai
unit pembibitan daerah, BIBD harus mengutamakan produksi
semen dari pejantan asli/ lokal, sedangkan UPTD mengembangkan dan memproduksi bibit ternak lokal. A.
Produksi Semen
Untuk memproduksi semen berkualitas, BIBD harus memenuhi persyaratan antara lain: 1. Pejantan/Bull memenuhi persyaratan, sebagai berikut: a. Rumpun mengutamakan ternak jantan ruminansia lokal dan/atau asli dalam memproduksi semen beku ; b. Teknis - lulus dari evaluasi kemampuan mengawini; - silsilah yang jelas, untuk ternak lokal paling sedikit satu generasi dan ternak introduksi paling sedikit dua generasi; - sertifikat bibit untuk ternak introduksi dan sertifikat bibit atau surat keterangan layak bibit untuk ternak lokal; - tidak memiliki cacat pada alat kelamin dan kelenjar tambahannya; - sehat dan bebas dari segala cacat fisik; - penjantan semen beku belum digunakan untuk kawin alam c. Reproduksi - memiliki libido tinggi; - kesanggupan melayani/mengawini (serving ability)tinggi; - warna semen putih susu atau kekuning-kuningan; - lingkar scrotum sesuai dengan standar berdasarkan rumpun pejantan;
Pedoman Pelaksanaan Optimalisasi Fungsi Unit Pembibitan Daerah Tahun Anggaran 2015
7
- persentase motilitas sperma ≥70%, derajat gerakan individu spermatozoa minimal 2, gerakan massa minimal ++ dan abnormalitas ≤ 20 %. d. Selain
memenuhi
Persyaratan
rumpun,
teknis
dan
reproduksi, pejantan harus lolos persyaratan kesehatan hewan 2. Persyaratan Mutu Semen Semen yang di produksi harus memenuhi persyaratan sesuai dengan SNI. 3. Peredaran Semen Semen yang akan di edarkan harus dilakukan pengujian di Laboratorium yang telah menerapkan ISO 17025:2008 sedikitnya 1 kali dalam satu tahun. B. Produksi Bibit
Untuk memproduksi bibit ternak, harus menerapkan prinsip-prinsip perbibitan mengacu pada GBP antara lain: 1. Penyediaan Bibit:
Ternak yang dipilih untuk dikembangbiakan harus memenuhi persyaratan mutu dan kesehatan hewan.
2. Pengaturan Perkawinan
Sistem perkawinan dilakukan dengan IB dan Kawin alam. Pengaturan perkawinan dengan memperhatikan: a) Satu rumpun b) Ratio jantan dan betina (kawin alam) c) Rotasi pejantan dan pengaturan semen untuk menghindari in breeding khususnya untuk ternak ruminansia
8
3. Rekording Pencatatan atau rekording a) Untuk ternak ruminansia antara lain : catatan rumpun, nomor identitas, silsilah, perkawinan (tanggal kawin, pejantan, kode semen), tanggal lahir, bobot badan, panjang badan, tinggi pundak, lingkar dada, lingkar scrotum (pejantan). Secara rinci untuk pencatatan mengacu kepada panduan rekording ternak ruminansia. b) Untuk ternak (unggas) antara lain: bobot DOC/DOD, bobot badan dan umur pertama bertelur, produksi telur, produksi telur tetas, fertilitas dan daya tetas, produksi DOC/DOD yang layak di distribusi, persentase kematian anak ayam sampai dewasa, program vaksinasi, jenis penyakit dan penanggulangan, pemasukan bibit (tanggal, asal, jumlah jantan dan betina) c) Untuk ternak babi antara lain: catatan rumpun, nomor identitas, silsilah, perkawinan ( tanggal kawin, pejantan, kode semen), liiter size, tanggal lahir, bobot badan, tebal lemak punggung. 4. Seleksi
Untuk mendapatkan bibit yang sesuai standar perlu dilakukan seleksi secara terus menerus sesuai tujuan produksi.
5. Replacement
Agar produksi bibit dapat dijaga kontiniutasnya maka perlu dilakukan replacement dengan memperhitungkan keseimbangan ternak dalam suatu populasi.
Pedoman Pelaksanaan Optimalisasi Fungsi Unit Pembibitan Daerah Tahun Anggaran 2015
9
BAB IV PENGENDALIAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN A. Pengendalian
Pengendalian kegiatan dilakukan oleh SKPD yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi. Pengawasan fungsional kegiatan dilaksanakan oleh Aparat Pengawas Fungsional. Pengawasan dan pengendalian dapat dilakukan setiap saat selama kegiatan.
Dalam rangka pelaksanaan Optimalisasi Fungsi Unit Pembenihan/ Pembibitan Daerah Tahun 2015, terdapat 5 (lima) tahapan kritis yang perlu diperhatikan, yaitu : 1. Penyusunan
Pedoman
Pelaksanaan,
Petunjuk
Pelaksanaan
(JUKLAK). 2. Sosialisasi yang dilakukan oleh Pusat ke Provinsi dan UPTD Pembibitan/ Pembenihan. 3. Penyediaan dan penyerahan bibit dan sarana pendukung. 4. Pelaksanaan pembibitan oleh UPTD Pembibitan/Pembenihan. 5. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan. B. Indikator Keberhasilan 1. Indikator Input
Tersedianya dana yang dialokasikan pada masing-masing satker provinsi untuk kegiatan Optimalisasi Fungsi Unit Pembenihan/ Pembibitan Daerah Tahun 2015,
2. Indikator Output a. Tersedianya bibit di UPT Pembibitan/Pembenihan b. UPTD Pembibitan/Pembenihan yang menerapkan prinsipprinsip pembibitan 3. Indikator Outcome Tersedianya bibit di UPT Pembibitan/Pembenihan secara berkelanjutan. 10
BAB V MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
A. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan, dimaksudkan untuk mengetahui realisasi fisik dan keuangan serta perkembangan pelaksanaan kegiatan. Disamping itu untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan mulai dari tingkat pusat, provinsi dan UPTD/BIBD serta memberikan saran alternatif pemecahan masalah.
Monitoring dan evaluasi dilakukan secara intensif dan berjenjang. Hasil monitoring dan evaluasi disusun dalam bentuk laporan, yang memuat data dan informasi penting sebagai bahan kebijakan selanjutnya.
B. Pelaporan
Pelaporan diperlukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan. Untuk itu perlu ditetapkan mekanisme pelaporan sebagai berikut: 1. UPTD/BIBD wajib membuat laporan pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Dinas provinsi setiap bulan; 2. Kepala Dinas Provinsi melaporkan perkembangan kegiatan setiap 3 bulan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan c.q. Direktur Perbibitan Ternak.
Pedoman Pelaksanaan Optimalisasi Fungsi Unit Pembibitan Daerah Tahun Anggaran 2015
11
BAB VI PENUTUP
Pedoman Pelaksanaan ini disusun sebagai acuan bagi pelaksana kegiatan Optimalisasi Fungsi Unit Pembibitan Daerah Tahun 2015. Hal-hal yang bersifat spesifik dan belum diatur dalam pedoman ini dituangkan lebih lanjut di dalam petunjuk pelaksanaan yang disusun oleh Dinas Provinsi dengan memperhatikan potensi dan kondisi masingmasing UPTD/BIBD
. DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN,
SYUKUR IWANTORO NIP. 19590530 198403 1 001
12
Catatan :
Pedoman Pelaksanaan Optimalisasi Fungsi Unit Pembibitan Daerah Tahun Anggaran 2015
13
Catatan :
14
NAANASKALEP NAMODEP HAREAD NATIBIBMEP TINU ISGNUF ISASILAMITPO 5102 NUHAT
kanreT natibibreP tarotkeriD naweH naPerbibitan taheseK naTernak d nakanreteP laredneJ tarotkeriD Direktorat IR-nainatJenderal reP nairPeternakan etnemeK dan Kesehatan Hewan Direktorat Kementerian 5831187 ,18Pertanian-RI 75187-120 .xaF/.pleT 8 .tL C .dG ,uggniM rasaP 3 .oN MR onosraH .lJ Jl. Harsono RM No. 3 Pasar Minggu, Gd. C Lt. 8 Telp./Fax. 021-7815781, 7811385
16