PEDOMAN PELAKSANAAN OPERASIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK TAHUN 2015
Direktorat Perbibitan Ternak DIREKTORAL JENderal peternakan dan kesehatan hewan Kementerian pertanian 2015
PEDOMAN PELAKSANAAN OPERASIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK TAHUN 2015
DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015
KATA PENGANTAR
Jabatan fungsional Pengawas Bibit Ternak adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggungjawab dan wewenang untuk melakukan kegiatan pengawasan bibit ternak yang diduduki oleh PNS. Dalam rangka pengawasan benih dan bibit ternak, Wasbitnak memiliki tugas, menyiapkan, melaksanakan, mengevaluasi, mengembangkan dan melaporkan kegiatan pengawasan bibit ternak dan lahirnya Permentan 42/Kepmentan/03/2014 tentang Peredaran dan Pengawasan Mutu Benih/Bibit Ternak dapat menjadi acuan dan pijakan dalam pelaksanaan tugas pengawasan di lapangan bagi para pejabat fungsional Pengawas Bibit Ternak. Selain itu, untuk menjadikan Wasbitnak yang kompeten dan profesional, perlu didukung oleh pendidikan dan pelatihan, guna membekali dan meningkatkan kompetensi sebelum menjalankan tugas-tugasnya. Pengalaman seorang Wasbitnak dilapangan diharapkan dapat mengasah ketajaman berpikir, kemampuan menganalisis masalah dan bertindak cepat dalam dalam melaksanakan tugas yang diembannya. Faktor yang terpenting adalah kemauan seorang wasbitnak untuk maju, untuk belajar, untuk memahami hal hal yang menjadi tupoksinya. Pedoman pelaksanaan ini agar dijadikan acuan bagi semua pihak yang terkait dalam pelaksanaannnya dan ditindaklanjuti dengan Petunjuk Pelaksanaan bagi Dinas Provinsi. Direktur Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan
Syukur Iwantoro
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.………………………………….…................
i
DAFTAR ISI ………….………………………...…………........……
ii
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK TAHUN 2015 .................................
1
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN OPERASIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK TAHUN 2015 ......................................................
5
BAB I. PENDAHULUAN …..........................................................
5
A. Latar Belakang …………………………..………..........…...
5
B. Maksud dan Tujuan …………………………………...........
7
C. Keluaran …………………………………………….............
8
D. Sasaran ………………………………………………..........
8
E. Pengertian …………………………………………..........…
9
F. Ruang Lingkup ………………………………………..........
11
BAB II. PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA …………...
12
BAB III. PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN KEGIATAN …..….
13
A. Persiapan ……………………………….....………….........
13
B. Pelaksanaan ..…….……………………………………......
13
BAB IV. PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN SERTA
INDIKATOR KEBERHASILAN ………..…………………......
16
A. Pengendalian dan Pengawasan ……………..…..….......
16
B. Indikator Keberhasilan .…………………………….....…..
17
BAB.V. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN ……..…
18
A. Monitoring dan Evaluasi ……………………………....….
18
B. Pelaporan …………………………………………….........
18
BAB IV. PENUTUP ....................................................................
19
ii
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN NOMOR : 1223/Kpts/F/12/2014
TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN OPERASIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Menimbang
: a. bahwa dalam rangka menjamin pelaksanaan tugas dan fungsi Pengawas Bibit Ternak lebih baik dan berkembang;
b.
bahwa agar pelaksanaan lebih terarah, dipandang perlu menetapkan Pedoman Pelaksanaan Operasional Pengawas Bibit Ternak Tahun 2015 dengan Peraturan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Mengingat
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42 Tambahan lembaran Negara Nomor 3821); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Junto Undang-undang Nomor 41 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan (Lembaran Negara Tahun 1977 nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3102); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional (Lembaran Negara
: 1.
Pedoman Pelaksanaan Operasional Pengawas Bibit Ternak Tahun 2015
1
Tahun 2000 Nomor 299, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737); 7. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 35/Permentan/ OT.140/ 8/2006 tentang Pedoman Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Ternak 8. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 36/Permentan/ OT.140/ 8/2006 tentang Sistem Perbibitan Ternak Nasional; 9. Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2011 tentang Sumber Daya Genetik Hewan dan Perbibitan Ternak (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5260); 10. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; 11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 58/ Permentan/ OT.140/8/2007 tentang Pelaksanaan Sistem Standarisasi Nasional dibidang Pertanian; dan 12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/ Permentan/ OT.140 /10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian. 13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/ OT.140/3/2012 tentang Persyaratan Mutu Benih, Bibit Ternak, dan Sumber Daya Genetik Hewan. 14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42/Permentan/ OT.140/ 4/2014 tentang Peredaran dan Pengawasan Mutu Benih / Bibit Ternak. 15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/ Permentan/OT.140/ 2/2008 tentang Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Ternak; 16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/ OT.140/ 10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian; 17. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/ OT.140/ 9/2011 juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64/Permentan/ OT.140/9/2012 tentang Pewilayahan Sumber Bibit; 2
MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
KESATU
: Memberlakukan Pedoman Pelaksanaan Operasional Pengawas Bibit Ternak Tahun 2015 sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan ini.
KEDUA
: Pedoman Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU merupakan acuan bagi dinas yang melaksanakan fungsi peternakan provinsi/kabupaten/kota dalam pelaksanaan Operasional Pengawas Bibit Ternak Tahun 2015.
KETIGA
: keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan Pada tanggal
: Di Jakarta : 12 Desember 2014
Direktur Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan
Syukur Iwantoro Salinan ini disampaikan kepada Yth : 1. Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian; 2. Sekretaris dan Para Direktur lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan; 3. Kepala Dinas yang membidangi fungsi Peternakan di Provinsi pelaksana;
Pedoman Pelaksanaan Operasional Pengawas Bibit Ternak Tahun 2015
3
4
Lampiran : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN
KESEHATAN HEWAN
Nomor
: 1223/Kpts/F/12/2014
Tanggal
: 12 Desember 2014 PEDOMAN PELAKSANAAN
OPERASIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK TAHUN 2015
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka efesiensi pelaksanaan tugas, peningkatan produktifitas pembinaan teknis, peningkatan pengawasan peredaran bibit/benih di tingkat lapangan, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Petugas Teknis perbibitan dalam suatu proses produksi atau peredaran benih dan bibit yang meliputi persiapan, pelaksanaan, evaluasi, pengembangan, pengawasan, monitoring, evaluasi dan pelaporan, dalam menunjang kariernya untuk mewujudkan profesionalisme. Hal tersebut sejalan dengan tuntutan terhadap peningkatan populasi dan produksi ternak. Petugas teknis diharapkan memiliki kinerja, keterampilan, kedisiplinan diri, motivasi kerja, kemandirian, kemampuan kerjasama, dan akses kapada sumber informasi pengembangan peternakan sehingga meningkatkan fungsi pengawasan peredaran benih dan bibit di lapangan. Tantangan yang dihadapi dibidang peternakan adalah kesiapan dan keterbatasan Sumber Daya Manusia perbibitan yang membidangi fungsi-fungsi pengawasan terutama untuk peredaran benih dan bibit di lapangan, oleh sebab itu diperlukan upaya peningkatan kapasitas dan kompetensi kerja dalam melaksanakan tugas dibidang pengawan Pedoman Pelaksanaan Operasional Pengawas Bibit Ternak Tahun 2015
5
bibit ternak, salah satu upaya peningkatan kompetensi, keterampilan dan pengetahuan adalah melalui pendidikan dan pelatihan bagi para pejabat fungsional Wasbitnak dengan tujuan untuk membekali mereka sebelum menjalankan tugas-tugasnya. Untuk peningkatan kompetensi, keterampilan dan pengetahuan tersebut
diaharapakan
pejabat
fungsional
wasbitnak
dapat
mengikuti diklat seperti diklat dasar Wasbitnak, bimbingan teknis, inseminator, pemeriksaan kebuntingan, selektor, PPNS dan diklat lain yang mendukung. Selain itu, untuk mengasah ketajaman berpikir, kemampuan menganalisis masalah dan bertindak cepat dalam dalam melaksanakan tugas yang diembannya maka seorang Wasbitnak harus memiliki pengalaman dilapangan. Pengalaman tersebut dapat diperoleh melalui magang, Training of Trainer (TOT), tugas dinas pengawasan dilapangan dan keterlibatannya kepada peternakan diwilayah kerjanya serta pembinaan penerapan prinsip-prinsip perbibitan. Wasbitnak yang profesional harus menjadi agen perubahan dan pembaharuan sosial di lingkungan kerja dan masyarakat, khususnya bidang
perbibitan
ternak,
sebagai
organisator
dan
fasilitator
pembelajaran masyarakat tani, bertanggungjawab secara profesional dan terus menerus meningkatkan kompetensi/kecakapan baik substansive metodologis maupun sosial melalui pendidikan teknis/ fungsional. Peran peran ini harus dimiliki oleh seorang Wasbitnak. Seorang Wasbitnak haruslah memiliki keberanian, kemauan dan kemampuan. Berani menyampaikan ide, berkata benar, bertindak cepat. Mau untuk maju, untuk berubah kearah yang lebih baik lagi, mau untuk belajar. Mampu dalam hal keilmuan yang mumpuni, pengetahuan yang luas, dan analisis yang mampu membaca masalah dan dapat menyelesaikan masalah dengan cepat dan benar. Sebagai salah satu langkah dalam meningkatkan profesionalisme wasbitnak yaitu dengan melaksanakan kerjasama yang baik antara Wasbitnak di Pusat dengan Daerah, ataupun antar daerah, pengawasan 6
kepada kelompok pembibit dan UPTD/BIBD serta peningkatan skill Wasbitnak dengan pendidikan dan latihan, selain itu keberhasilan pengawasan sangat terkait erat dengan kinerja para pejabat fungsional Pengawas Bibit Ternak. Sehingga diperlukan pengawas bibit ternak yang kompeten dan profesional dalam bekerja. Upaya untuk mewujudkan peningkatan fungsi pengawasan bibit ternak dan peningkatan pengetahuan serta keterampilan sumberdaya manusia perbibitan tersebut, maka pada tahun anggaran 2015 telah di alokasikan anggaran Pengawas Bibit Ternak Perbibitan Daerah. Agar pelaksanaan kegiatan ini berjalan dengan baik dan lancar maka disusun Pedoman Pelaksanaan Pengawas Bibit Ternak sebagai upaya peningkatan Pengawasan, Pengetahuan dan Keterampilan Sumber Daya Manusia, sebagai acuan bagi Dinas Provinsi yang membidangi Peternakan dalam melaksanakan kegiatan tersebut. B. Maksud Dan Tujuan 1. Maksud Maksud pedoman ini sebagai acuan dalam melaksanakan operasional Pengawas Bibit Ternak sesuai tugas dan fungsinya. 2. Tujuan
a. Meningkatkan kompetensi pengetahuan, keterampilan dan sikap Pengawas Bibit Ternak.
b. Meningkatkan koordinasi Pengawas Bibit Ternak di daerah dengan pusat maupun antar provinsi dengan Kab/Kota;
c. Meningkatkan tugas dan fungsi Pengawas Bibit Ternak di lapangan dalam hal pengawasan penerapan prinsip-prinsip perbibitan (Pedoman Pembibitan yang Baik
dan Standar
Nasional Indonesia) di Dinas, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD/BIBD) Perbibitan dan kelompok pembibit; Pedoman Pelaksanaan Operasional Pengawas Bibit Ternak Tahun 2015
7
d. Meningkatkan fungsi pengawasan bibit ternak di daerah terutama untuk peredaran bibit dan benih ternak di lapangan, menjamin ketersediaan dan kontinyuitas bibit di tingkat lapangan, keamanan bibit yag beredar, serta monitoring dan evaluasi.
e. Sebagai acuan Dinas Provinsi dalam melaksanakan peningkatan fungsi pengawasan bibit ternak di lapangan. C. Keluaran
1. Meningkatnya kompetensi, pengetahuan, keterampilan dan sikap Pengawas Bibit Ternak
2. Meningkatkan fungsi pengawasan bibit ternak di daerah terutama untuk peredaran bibit dan benih ternak di lapangan, menjamin ketersediaan dan kontinyuitas bibit di tingkat lapangan, keamanan bibit yag beredar, serta monitoring dan evaluasi.
3. Terkumpulnya Data Pengawas Bibit Ternak di setiap daerah. 4. Meningkatnya kelompok pembibit dan UPTD/BIBD di setiap provinsi yang menerapkan prinsip-prinsip perbibitan.
5. Terbentuknya satu kelompok pembibit yang dapat menghasilkan bibit ternak dan dapat menerapkan GBP yang dipersyaratkan.
6. Meningkatnya jumlah bibit ternak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan. D. Sasaran
Sasaran kegiatan operasional Pengawas Bibit Ternak yaitu: 1. Meningkatnya pengetahuan, kompetensi, keterampilan dan fungsi pengawasan, Wasbitnak. 2. Pengawas Bibit Ternak di Provinsi/Kab/Kota
8
3. Pembibitan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD/BIBD) 4. Kelompok pembibit
E. Pengertian Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan : a.
Pejabat Fungsional Pengawas Bibit Ternak yang selanjutnya disebut Pengawas Bibit Ternak adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan benih dan bibit ternak.
b.
Bibit Ternak adalah ternak yang mempunyai sifat unggul dan mewariskan sifat unggul serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan
c.
Benih Ternak adalah bahan reproduksi ternak yang berupa mani, seltelur, telur bertunas dan embrio.
d.
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD/BIBD)
adalah Unit
Pelaksana Teknis pembibitan yang mempunyai tugas pokok dan fungsi melaksanakan pemuliaan, produksi, pemasaran dan pengembangan pembibitan ternak yang dimiliki daerah. e.
Dinas adalah satuan kerja perangkat daerah yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi/kabupaten/kota.
f. Peternak adalah perorangan warga Negara Indonesia atau korporasi yang melakukan usaha peternakan. g.
Pengawasan Benih atau Bibit adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menjaga terpenuhinya persyaratan mutu benih atau bibit.
Pedoman Pelaksanaan Operasional Pengawas Bibit Ternak Tahun 2015
9
h.
Produksi Benih atau Bibit adalah kegiatan menghasilkan benih dan/atau bibit ternak di dalam negeri melalui pemuliaan, dan/atau pelepasan rumpun dan/atau galur baru
i.
Peredaran Benih atau Bibit adalah serangkaian kegiatan untuk menyalurkan benih atau bibit yang berasal dari produksi dalam negeri.
j.
Persyaratan Teknis Minimal yang selanjutnya disingkat PTM adalah batasan terendah dari spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metoda yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya yang ditetapkan oleh Menteri.
k.
Pemasukan benih dan/atau bibit ternak adalah kegiatan memasukan benih dan/atau bibit ternak dari luar daerah ke dalam daerah,
l. Pengeluaran benih dan/atau bibit ternak adalah kegiatan mengeluarkan benih dan/atau bibit ternak dari daerah ke luar daerah. m. Persyaratan mutu benih dan/atau bibit ternak adalah criteria teknis yang dipersyaratkan pada benih dan/atau bibit ternak untuk diedarkan n.
Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disebut SNI adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tatacara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait.
10
o.
Ternak Asli adalah ternak yang kerabat liarnya berasal dari Indonesia, dan proses domestikasinya terjadi di Indonesia.
p.
Ternak Lokal adalah ternak hasil persilangan atau introduksi dari luar negeri yang telah dikembangbiakkan di Indonesia sampai generasi kelima atau lebih yang telah beradaptasi pada lingkungan dan/atau manajemen setempat
q.
Sertifikasi Benih atau Bibit adalah serangkaian kegiatan untuk penerbitan sertifikat benih atau bibit
F. Ruang Lingkup Ruang lingkup Pedoman Pelaksanaan Opersional Pengawas Bibit Ternak tahun 2015 meliputi : 1. Peningkatan SDM, 2. Persiapan dan Pelaksanaan, 3. Pengawasan dan pemantauan, 4. Pengendalian dan Indikator Keberhasilan, 5. Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan.
Pedoman Pelaksanaan Operasional Pengawas Bibit Ternak Tahun 2015
11
BAB II PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA
Pengembangan SDM para pejabat fungsional pengawas bibit ternak diarahkan kepada suatu profesionalisme dalam memenuhi kebutuhan dalam pengembangan kompetensi serta mampu berkompetisi secara sehat dan lokasi pelaksanaan pelatihan dilaksanakan atas kerjasama dengan Badan Sumber Daya Manusia (SDM) Kementerian Pertanian, Dinas dan UPT/D Perbibitan. Peningkatan sumber daya manusia ini bertujuan antara lain untuk membangun kemampuan dan profesionalitas sumber daya manusia di bidang pengawasan, sertifikasi dan akreditasi profesi bagi masing-masing pejabat fungsional wasbitnak serta standardisasi kompetensi sumber daya manusia dibidang pengawasan benih dan bibit ternak. Untuk itu diperlukan suatu pengaturan sumberdaya manusianya sebagai pelaku dari seluruh kegiatan. Adapun pengaturan yang dimaksud adalah meliputi standardisasi kemampuan, pengembangan kemampuan hingga optimalisasi pemanfaatan sumber daya manusianya. Dalam pengembangan infrastruktur peran tenaga terdidik dan terlatih merupakan hal yang sangat penting, tenaga tersebutlah yang akan mengembangkan sekaligus menjaga kesinambungan operasionalisasi infrastruktur. Program pembangunan peningkatan sumber daya manusia bagi para pejabat fungsional Wasbitnak perlu menetapkan kerangka dalam pengembangan keahlian dan kompetensi dari sumberdaya manusia yang diperlukan dalam pengembangan infrastruktur data spasial dengan menyertakan lembaga lembaga pendidikan dan pelatihan.
12
BAB III PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN KEGIATAN A. Persiapan 1. Perencanaan operasional Perencanaan operasional pengawas bibit ternak tahun 2015 dituangkan dalam pedoman pelaksanaan yang disusun oleh tim pusat, Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) yang disusun oleh tim Pembina Provinsi (dalam bentuk Rencana Kerja Tahunan) mengacu pada pedoman Pelaksanaan. 2. Sosialisasi Kegiatan Sosialisasi kegiatan disampaikan kepada Dinas yang terkait dan dilaksanakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sosialisasi secara langsung dilaksanakan melalui rapat koordinasi secara intensif dan berjenjang mulai dari pusat ke provinsi. Sosialisasi secara langsung dilaksanakan oleh Tim Pusat dan Tim Pembina Provinsi, sosialisasi secara tidak langsung dilaksanakan melalui bahan publikasi. B. Pelaksanaan 1. Peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap Peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap dilakukan melalui: a. Pendidikan dan pelatihan (diklat), bimbingan teknis (bimtek) serta seminar/workshop, dengan cara mengirimkan para pejabat fungsional Wasbitnak untuk mengikuti kegiatan Diklat yang diadakan oleh Badan SDM / UPT Terknis; b. Melalui magang di UPT/D Teknis perbibitan c. Penyelenggaraan kegiatan secara mandiri.
Pedoman Pelaksanaan Operasional Pengawas Bibit Ternak Tahun 2015
13
2. Koordinasi a. Pertemuan Pertemuan dalam hal ini dilakukan dengan memenuhi undangan yang berkaitan dengan Wasbitnak (mengirimkan Wasbitnak), dan menyelenggarakan kegiatan pertemuan di provinsi dengan kabupaten/kota. b. Koordinasi dalam rangka pengumpulan data Koordinasi dalam hal ini dilakukan dengan cara aktif berkomunikasi kepada setiap kabupaten/kota di Provinsi untuk mendapatkan data Wasbitnak yang mencakup nama, pangkat, golongan, NIP, nilai Dupak terakhir, instansi, Status (aktif/ berhenti sementara), TMT pangkat dan TMT Golongan. 3. Persyaratan Pengawasan Persyaratan peningkatan fungsi pengawas bibit ternak ini di tujukan kepada seluruh pejabat fungsional pengawas bibit ternak terutama di daerah dengan tujuan agar terjaminnya kemanan, ketersediaan dan kontinyuitas dari bibit ternak yang ada dengan mengacu kepada GBP (Good Breeding Practice) dan
SNI
(Standar Nasionak Indonesia)/PTM dari setiap produk yang telah di tetapkan. 4. Prasarana Sarana Pengawasan a. Identifikasi i. Identifikasi terhadap kelompok pembibit yang akan dibina dilakukan dengan cara pendataan identitas kelompok pembibit, evaluasi potensi wilayah, SDM dan permasalahan. ii. Identifikasi
terhadap
UPTD/BIBD
dilakukan
melalui
pendataan evaluasi potensi, SDM dan permasalahan.
14
b. Kunjungan dan Pembinaan Kunjungan terhadap kelompok pembibit dan/atau UPTD/BIBD dilakukan secara terencana dan kontinyu untuk memberikan pemahaman dalam penerapan prinsip-prinsip perbibitan. c. Prasarana dan Sarana Menyediakan bahan pengawasan seperti alat pelindung diri, alat ukur, dan buku rekording.
Pedoman Pelaksanaan Operasional Pengawas Bibit Ternak Tahun 2015
15
BAB IV PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN SERTA INDIKATOR KEBERHASILAN A. Pengendalian dan Pengawasan Peningkatan SDM Persyaratan peningkatan fungsi pengawas bibit ternak ini di tujukan kepada seluruh pejabat fungsional pengawas bibit ternak terutama di daerah dengan tujuan agar para pejabat fungsional/calon pejabat fungsional pengawas bibit ternak (Wasbitnak) dapat meningkatkan kompetensinya dengan diklat antara lain meliputi Diklat Dasar Pengawas Bibit Ternak, Pelatihan Rekorder, Selektor Bibit Ternak Ruminansia, Pengawasan Mutu Benih, Pengawasan Mutu Bibit Ternak Ruminansia, Pengawasan Mutu Produksi dan Peredaran DOC, Pengawasan Produksi Peredaran Benih, Pengawasan Produksi Peredaran Bibit Ternak, Bull Master, Transfer Embrio, Petugas Pengambil Contoh, Manajemen Pembibitan Ruminansia, Manajemen Kelembagaan Pembibitan Ternak (Kelompok/Pemerintah), Laboran Semen Beku. Pendataan jumlah Pengawas Bibit Ternak bertujuan untuk mengetahui secara pasti jumlah para pejabat fungsional yang ada dan benar-benar aktif pada saat sekarang ini, baik yang berada di pusat dan UPT teknis pusat serta di dinas-dinas yang membidangi fungsi-fungsi peternakan dan kesehatan hewan. Pengadaan prasarana sarana pendukung kegiatan Wasbitnak mutlak diperlukan hal tersebut berkaitan dengan fungsi-fungsi pengawasan yang dilakukan oleh para pejabat fungsional pengawas bibit ternak sesuai dengan peraturan yang ada dan pengadaan tersebut diharapkan akan memudahkan dalam pelaksanaan tugas kesehariannya. prasarana dan sarana yang diperlukan diantaranya kelengkapan administrasi 16
pengawasan (identitas diri), pita ukur, tongkat ukur dan peralatan lainnya yang mendukung dalam kegiatan pengawasan di lapangan. B. Indikator Keberhasilan 1. Terpenuhinya jumlah Pengawas Bibit Ternak yang telah mengikuti pendidikan dan latihan. 2. Terdatanya jumlah Wasbitnak secara berkelanjutan. 3. Meningkatnya fungsi pengawasan bibit ternak di lapangan/ di dinas yang membidangi fungsi-fungsi peternakan. 4. Terpenuhinya satu kelompok yang menerapkan prinsip-prinsip perbibitan. 5. Terpenuhinya prasarana dan sarana pengawasan.
Pedoman Pelaksanaan Operasional Pengawas Bibit Ternak Tahun 2015
17
BAB V MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN A. Monitoring dan Evaluasi
1. Dinas merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan peningkatan pengawasan bibit ternak untuk rencana pengembangan selanjutnya.
2. Pusat melakukan
monitoring, pemantauan dan evaluasi hasil
pelaksananan kegiatan untuk rencana pengembangan selanjutnya. B. Pelaporan 1. Dinas melaporkan hasil kegiatan kepada Direktur Perbibitan Ternak dikirim ke Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Jl. Harsono RM No.3 Kantor Pusat Kementerian Pertanian Gedung C, lantai 8, Jakarta Selatan. 2. Pengawas Bibit Ternak yang melaksanakan kegiatan Operasional Wasbitnak wajib membuat dan menyampaikan laporan secara tertulis kepada Koordinator Wasbitnak atau penanggung jawab kegiatan di Provinsi paling lambat 7 (tujuh) hari setelah kegiatan. 3. Koordinator Pengawas Bibit Ternak atau penanggung jawab kegiatan di Provinsi menyampaikan laporan hasil kegiatan kepada Kepala Dinas Provinsi tiap 2 (dua) bulan. 4. Kepala Dinas Provinsi melaporkan kegiatan Operasional Wasbitnak ke Direktur Perbibitan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tiap 4 (empat) bulan.
BAB VI 18
PENUTUP
Pedoman Pelaksanaan kegiatan pengawas bibit ternak dengan dana Dekonsentrasi Tahun 2015 merupakan pedoman kegiatan yang harus diacu dan dipedomani oleh Dinas yang menangani fungsi peternakan dan kesehatan hewan provinsi yang mendapatkan dana APBN agar kontrak kinerja Direktur Perbibitan Ternak sebagai penanggung jawab kegiatan peningkatan SDM perbibitan dapat tercapai.
Dengan diterbitkannya Pedoman ini diharapkan semua pelaksanaan kegiatan Operasional
Wasbitnak dapat berhasil sesuai tujuan,
kegiatan-kegiatan yang difasilitasi melalui dana Dekonsentrasi dapat berjalan selaras antara program yang dicanangkan oleh Pusat dengan pelaksanaan didaerah. Dengan mengacu pada pedoman ini diharapkan.
JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
SYUKUR IWANTORO
Pedoman Pelaksanaan Operasional Pengawas Bibit Ternak Tahun 2015
19
Lampiran 1. Lokasi Provinsi
PELAKSANA OPERASIONAL WASBITNAK
NO
20
PROVINSI
Rp.
1
Aceh
30.000.000
2
Sumatera Utara
25.000.000
3
Sumatera Barat
75.000.000
4
Riau
30.000.000
5
Jambi
30.000.000
7
Sumatera Selatan
75.000.000
7
Bangka Belitung
50.000.000
8
Bengkulu
50.000.000
9
Lampung
30.000.000
10
Banten
50.000.000
11
Jawa Barat
75.000.000
12
Jawa Tengah
13
Daerah Istimewa Yogyakarta
14
Jawa Timur
15
Bali
25.000.000
16
Nusa Tenggara Timur
75.000.000
17
Nusa Tenggara Barat
50.000.000
18
Kalimantan Barat
50.000.000
19
Kalimantan Timur
75.000.000
100.000.000 50.000.000 100.000.000
20
Sulawesi Tengah
75.000.000
21
Sulawesi Selatan
75.000.000
22
Sulawesi Utara
75.000.000
23
Sulawesi Barat
30.000.000
24
Gorontalo
75.000.000
25
Maluku
50.000.000
26
Papua
75.000.000
Kanpus Kementerian Gd. C Lt. 8, Jl. RM Harsono No.3 Ragunan Pasar Minggu Jakarta Selatan 12550 Telp. +62.21.7815781 Fax. +62.21.7811385