Pedoman
‘DIALOG PERS’
0
PENGANTAR Pers Indonesia tumbuh dan berkembang di tengah dinamika masyarakat yang heterogen. Kepentingan yang berlaku di dunia pers membentuk karakter pers yang tidak seragam, utuh. Muncul pers partisan, pers kuning, jurnalis idealis versus jurnalis pragmatis dan sebagainya. Wajah pers adalah wajah Indonesia. Bicara tentang media massa, tak lepas dari isu-isu krusial yang dihadapi oleh pekerja media. Pers dan penyiaran makin menjadi perhatian publik sejak reformasi politik tahun 1998. Peran dan posisi pers yang strategis menyebabkan pers menjadi isu krusial, buah bibir setiap warga masyarakat, dalam berbagai kesempatan, dimanapun, kapanpun. RRI sebagai media penyiaran publik berupaya memfasilitasi berbagai diskusi dan aspirasi yang berlangsung di ruang publik termasuk isu-isu pers di pusat dan daerah. Sepanjang tahun 2002 hingga 2010, telah ada siaran yang memiliki judul acara berbeda namun substansi isi serupa, terkait isuisu pers. Akan tetapi, program siaran ini diudarakan tidak permanen, insidental terutama menjelang hari pers nasional Februari. Juga dalam siaran ini tidak banyak masyarakat terlibat, karena hanya diikuti kalangan pers. Dalam beberapa tahun terakhir, agenda dan advokasi konsumen pers amat gencar dilakukan oleh aktivis sosial melalui gerakan media watch. Di samping itu, kritik tajam mengarah kepada makin kentalnya monopoli opini dan kepemilikan media penyiaran, serta rendahnya kualitas pemberitaan akibat tekanan pemodal dan kepentingan politik sesaat. Pada sektor jurnalis, terjadi demoralisasi melalui budaya amplop yang tinggi. Mencermati berbagai kondisi di atas, maka diperlukan suatu program yang permanen terkait isu-isu pers di RRI pusat dan daerah. Program ini dimaksudkan sebagai ajang kalangan pers dan publik bertemu sekaligus media pendidikan melek media. 1
Karena itulah, sebuah forum interaktif dibutuhkan untuk mempertemukan pers dan wakil publik. Selain itu, forum ini juga bisa menjadi ajang pendidikan media literacy untuk publik melalui media radio. Lewat acara seperti ini, berbagai permasalahan pers nasional bisa dibahas mendalam, sekaligus menjadikan RRI kanal informasi pers dan center point bagi komunitas pers. Selama ini, di LPP RRI sudah ada program serupa dengan beragam nama, misalnya “Press REVIEW”, “Dialog Pers”, “Pers Bicara”, dan lain-lain. Hanya saja, program-program itu belum konsisten terjadwal. Kemunculan forum seperti ini umumnya hanya menjelang hari pers nasional. Selain itu, format baku dan SOP-nya belum ada. Acara yang ada belum membahas secara mendalam dan kronologis mengenai berbagai kasus pers. Buku ini hadir untuk menjadi panduan bentuk siaran terkait pers di RRI, membangun sinergi dan kerja sama, serta memperkuat program yang sudah berjalan sebelumnya. Beberapa hal yang digali dalam buku ini adalah isu-isu krusial dalam dunia pers sejak reformasi 1998, bagaimana keterlibatan dan respon kalangan pers terhadap isu-isu tersebut, bagaimana mengupas pers dalam sebuah acara di radio agar tepat dan menarik. Materi dalam buku ini merupakan ringkasan dari workshop tentang dialog pers/pers bicara RRI yang digelar Direktorat Program dan Produksi LPP RRI, di hotel Alia Jakarta, 24-25 Maret 2011. Untuk itu ucapan terima kasih disampaikan kepada para peserta workshop dari Direktorat PP, Pusat Pemberitaan RRI, nara sumber: Ketua PWI Pusat Margiono, Komisioner KPI Pusat Iswandi Syahputera, anggota Dewan Pers Bekti Nugroho dan Pengurus Pusat Aliansi Jurnalis Independen Margiono. Selamat membaca. Jakarta, 18 April 2011 Direktur Program dan Produksi LPP RRI
Masduki 2
DAFTAR ISI Pengantar Daftar Isi Kebijakan Penyiaran 2010-2015 I II III
Isu-Isu Aktual Pers Indonesia Format Program Dialog Pers Mengelola Talkshow Radio
1 3 4 5 9 14
Lampiran I II
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers Daftar Alamat Penting
3
20 32
KEBIJAKAN PENYIARAN 2010-2015 1. Kegiatan penyiaran ditujukan untuk memberikan informasi, pendidikan, dan hiburan melalui berbagai program siaran yang diharapkan memperkaya wawasan dan mendorong keikutsertaan masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta menjadi wahana kontrol sosial. 2. Kegiatan siaran berita, harus menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik. 3. Kegiatan penyiaran,harus memberikan ruang kepada kelompok minoritas, kelompok khusus, perempuan dan anak. 4. Kegiatan penyiaran harus dilakukan dengan kreatif dan berkualitas tinggi. 5. Kegiatan penyiaran harus memberikan peluang bagi pengembangan kreatifitas dan inovasi masyarakat serta nilai-nilai kearifan lokal. 6. Kegiatan penyiaran harus menjadi wahana pelestarian dan pengembangan kebudayaan nasional. 7. Kegiatan penyiaran harus mendukung integrasi nasional, kedaulatan NKRI, dan menjaga citra positif bangsa di dunia internasional. 8. Kegiatan penyiaran berpedoman pada Pedoman Perilaku Penyiaran/Standar Program Siaran (P3SPS) Komisi Penyiaran Indonesia. 9. Kegiatan pengembangan siaran diarahkan untuk melayani seluruh lapisan masyarakat, demi penguatan karakter bangsa. Dewan Pengawas LPP RRI 2010-2015
4
ISU-ISU AKTUAL PERS INDONESIA Pendahuluan Kehidupan pers pada masa Orde Baru di bawah kendali sistem otoritarianisme berimplikasi pada dua hal. Pertama, pers sebagai aparat negara cenderung mengamankan seluruh kebijakan penguasa. Kedua, kontrol publik yang lemah terhadap pers sebagai institusi sosial dan ruang bersama. Implikasi pertama dapat dilihat dari materi atau isu pers saat itu. Pada masa orde baru berlaku pandangan, silakan pers beritakan apa saja asal jangan menyentuh ABC (ABRI/TNI, Birokrasi, Cendana) atau ABG (ABRI/TNI, Birokrasi, Golkar). Sedangkan implikasi kedua dapat dilihat dari banyaknya warga negara yang diam atau tidak kritis (silent majority). Hal itu terjadi karena suplai informasi yang diperoleh adalah informasi di bawah bayang-bayang kepentingan penguasa saat itu. Tahun 1998 merupakan titik balik dua implikasi tersebut. Pasca tahun 1998, kehidupan pers telah bebas, lepas dari kendali penguasa. Pers entitas sosial yang memberikan kepuasan informasi kepada publik. Implikasinya, warga negara menjadi tercerahkan dan mendapatkan akses langsung ke media massa. Panggung pers tidak lagi diisi oleh penguasa, rakyat biasa juga dapat menjadi news maker. Tapi, kondisi ini tidak berjalan lama. Sesungguhnya kondisi ini tidak serta merta membawa kehidupan pers benar-benar menjelma menjadi institusi sosial yang mengabdi pada kepentingan publik. Informasi sebagai oksigen demokrasi dikemas sedemikian rupa oleh pers menjadi komoditi yang bernilai tinggi. Nilai berita bergeser menjadi nilai komersial. Demikian juga dengan publik sebagai entitas demokrasi, tidak lagi ditempatkan sebagai komponen tegaknya negara demokratis. Publik bergeser maknanya menjadi consumer society yang dihitung head 5
per head oleh lembaga rating. Dalam konteks ini, maka pers dapat menjadi alat persaingan bisnis semata.
Pengertian “PERS” Ruang atau tempat memuat berita adalah media massa atau pers. Pengertian Press (Inggris) atau Pers (Belanda) berasal dari bahasa Latin Pressare yang berarti tekan atau cetak. Pers lalu diartikan sebagai media massa cetak (printing media). Istilah pers lazim dipakai untuk surat kabar atau majalah. Pers menurut Weiner (1990, dikutip Subur, 2001) memiliki tiga arti. Pertama, wartawan media cetak. Kedua, publisitas atau peliputan. Ketiga, mesin cetak-naik cetak. Pers telah menjadi istilah yang umum dan populer untuk menyebut media cetak, elektronik dan media online yang menjalankan fungsi dan menjadi wahana bagi kegiatan jurnalistik dalam beragam format. Berita adalah produk jurnalistik. Berita diartikan sebagai bentuk pendek sebuah cerita, cerita di halaman depan surat kabar, atau headline radio-televisi. Terlepas berbagai variasinya, setiap berita pada dasarnya ringkas dan pendek. Menurut UU No. 40/1999 tentang Pers, bab I pasal 1 : Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Bab 1 ayat 4 disebutkan bahwa wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
6
Isu Aktual Pers Setelah Tahun 1998 Setelah zaman Orde Baru, pers menghadapi beberapa isu penting yang patut dicatat. Dari segi individu jurnalis, terdapat permasalahan mengenai integritas, kompetensi, kualifikasi, kesejahteraan, keamanan. Sementara jika bicara tentang program di media pers, infotainment, kriminal (yellow journalism), dan pers partisan menjadi bahasan kontroversial. Di sisi yang lebih luas, hingga kini jurnalisme damai, jurnalisme warga, dan jurnalisme lingkungan adalah topik hangat untuk didiskusikan. Ditambah lagi dengan kampanye media literacy yang makin gencar seperti gerakan anti sinetron, ataupun monopoli dan pemusatan pemilikan TV/radio. Terdapat tiga isu penting yang menarik untuk dibahas dalam Dialog Pers/Pers Bicara: Isu Makro: Selain sebagai institusi sosial, pers juga bertindak sebagai institusi bisnis (industri). Kontrol publik lemah terhadap isi media pers. Melemahnya kontrol negara dan menguatnya kontrol pasar dalam pemberitaan pers. Pemusatan kepemilikan dan monopoli usaha penyiaran oleh seseorang atau badan hukum. Kuatnya agenda setting media besar untuk kepentingan politik di pusat dan daerah. Terabaikannya hak publik atas informasi tentang Indonesia di sejumlah daerah perbatasan. Isu Mikro: Kekerasan sebagai tontonan di televisi Pornografi sebagai hiburan di semua media 7
Peristiwa bencana alam sebagai ‘jualan’ media. Eksploitasi penderitaan korban dalam liputan bencana alam. Kekerasan terhadap wartawan meningkat Kesejahteraan wartawan yang rendah Infotainment, antara jurnalistik dan non-jurnalistik. Kontekstual: Pers kehilangan jati diri nasionalisme kebangsaan. Media literacy/pendidikan bagaimana memahami media untuk masyarakat masih terpinggirkan. Sensasi dan cepat tapi tidak akurat sering menjadi dasar dalam liputan, terutama liputan bencana alam. Rekomendasi: Pers sebagai alat perjuangan harus membentuk karakter sosial, penjaga NKRI, menumbuhkan sikap nasionalisme kebangsaan dan pemersatu bangsa. Perlu membangun profesionalisme pers melalui sertifikasi wartawan (cetak, televisi dan radio) dengan melibatkan lembaga independen seperti perguruan tinggi. RRI perlu mengembangkan media literacy, pendidikan publik bagaimana cara memahami media, jangan sampai mengkonsumsi media secara mentah dengan melibatkan LSM, akademisi komunikasi dan sebagainya, melalui siaran Dialog Pers/pers Bicara yang konsisten. Pengelola acara disarankan menggali berbagai isu dan kasus pers yang aktual dengan membuka website beberapa lembaga penting yang tercantum di halaman terakhir panduan ini. 8
FORMAT PROGRAM DIALOG PERS Tujuan Dialog Pers (atau apapun nama acaranya) diselenggarakan sebagai wujud apresiasi RRI terhadap keberadaan media yang saat ini dihadapkan dengan berbagai persoalan. Karena itu program ini diselenggarakan dengan tujuan: 1. Memberi ruang insan pers untuk mendekatkan diri kepada publik pendengar, pembaca, dan pemirsanya. 2. Menguatkan partisipasi publik terhadap pengembangan pers agar lebih kuat dalam menjalankan fungsi: informasi, pendidikan, hiburan dan sosial kontrol. 3. Mengembangkan sikap profesional pers dengan melakukan auto-kritik dan atau kritik yang berasal dari kalangan diluar pers termasuk media watch. 4. Lebih mempertajam fungsi pers dalam konteks framing content dengan seluas-luasnya menerima masukan dari publik, sehingga tidak ada lagi agenda tersembunyi yang dimainkan oleh pers. 5. Menjadikan pers Indonesia berwawasan Nasionalisme kebangsaan dan pemersatu bangsa serta senantiasa berlandaskan pada jati diri bangsa. Karena itu, sebuah siaran yang interaktif dibutuhkan untuk mempertemukan pers dan wakil publik. Acara ini juga bisa menjadi ajang pendidikan media literacy untuk publik melalui media radio. Permasalahan pers dibahas mendalam, menjadikan RRI kanal informasi pers dan center point komunitas pers.
Standar Program Program “Dialog Pers’ atau “Pers Bicara” tidak harus hanya diselenggarakan oleh RRI, akan tetapi diharapkan melibatkan dan 9
atas kerja sama RRI dengan Dewan Pers, Komisi Penyiaran Daerah, PWI, AJI, stakeholder media, pihak terkait lainnya. 1. Format program: Dialog Interaktif Mempertemukan beberapa narasumber (cover all sides) dengan topik aktual seputar pers dan mengundang atau menghadirkan publik secara interaktif. Penamaan acaranya diserahkan ke Satker setempat dengan mempertimbangkan masukan stakeholders sehingga mudah diingat dan menjadi acara ‘milik bersama’. 2. Penyelenggaraan: Harus diawali dengan rapat produksi yang dihadiri oleh RRI, Dewan Pers, KPI, PWI, dan AJI. Rapat perencanaan produksi dilakukan minimal sekali dalam setahun untuk menentukan topic-topik, kemasan acara dan sebagainya. 3. Teknik penyajian: Dinamis, atraktif, fun, ringan, dipandu seorang host. Host adalah pemandu utama acara. Ia bisa berasal dari SDM RRI atau tokoh pers setempat.
Topik/Konten Dalam satu tahun, perlu strategi pengembangan konten yang lebih variatif dan melingkupi semua kebutuhan. Konten program Pers Bicara merupakan kombinasi dari dua pendekatan yang prosentasinya seimbang, yaitu: 1. Komunitas Pers membahas isu-isu pers melibatkan publik. 2. Komunitas Pers membahas isu-isu aktual di luar isu pers melibatkan publik. 10
Adapun topik yang direkomendasikan dibahas dalam acara Dialog Pers/Pers Bicara, terkait: 1. Pemahaman regulasi di bidang media/pers, seperti bahasan undang-undang pers, kode etik jurnalistik, hak jawab, sengketa pers, hari pers nasional, hak cipta, fungsi kontrol sosial, kesejahteraan, pers diplomasi, dan sebagainya. 2. Kejadian atau peristiwa yang berkaitan langsung media lokal dan nasional. Topiknya disesuaikan dengan agenda/isu yang dimuat oleh media dan agenda publik. 3. Publik bicara tentang pers atau pendidikan media. Topiknya seputar bagaimana memahami konstelasi media, kekuatan dan kelemahan media, pelanggaran kode etik jurnalistik, dampak negatif media sosial, berita sepihak, dan lain-lain.
Pelaksana Program Dialog Pers/Pers Bicara minimal melibatkan empat pihak: (1) Produser yang merangkap sebagai pengarah acara, (2) host atau pemandu acara, (3) operator yang merangkap penerima dan pencatat interaktif dan (4) Nara sumber. Nara sumber harus selalu kombinasi antara wakil publik, tokoh publik, akademisi, dan praktisi pers yang tampil secara bergiliran sesuai kondisi setempat.
Format Program Nama Acara
:
Durasi
:
Dialog Pers/Pers Bicara Media dan Masyarakat Pers Bicara, Bicara Pers Suara Pers 60 menit 11
Waktu siaran
:
Frekuensi Tempat
: :
Narasumber
:
Wilayah Topik
:
Format acara
:
Air personality host
:
Tentatif disesuaikan stasiun masingmasing 1 minggu sekali Studio/Outdoor. Sangat dianjurkan untuk menggelar Dialog Pers dilaur studio minimal sekali dalam sebulan Tokoh atau praktisi pers/stakeholder media/akademisi Komunikasi Mengangkat isu seputar pers Isu aktual yang disoroti oleh media Talkshow (melibatkan narasumber dan audiens di dalam/luar studio, didahului dengan vox pop testimonial/suara publik terkait pers dan atau resume berita media cetak lokal dan nasional sebagai ‘pemicu’ awal dialog) Dialog interaktif (melibatkan narasumber dan audiens melalui telepon/SMS/media sosial) Host harus memiliki pengetahuan yang cukup memadai tentang isu pers yang akan dibahas. Pembawaan host harus dinamis, komunikatif dan menjaga interaktivitas dengan narasumber maupun audiens. Host adalah ‘wakil pendengar’ yang ingin tahu banyak hal. 12
Layout program “Dialog Pers/Pers Bicara” adalah: Waktu 00.00 - 00.05 00.05 - 00.10 00.10 - 00.25
Kegiatan OBB Vox Pop Running dialog
00.25 - 00.35
Respons audiens/ pendengar
00.35 – 00.45
Tanggapan narasumber
00.45 – 00.55
Lanjutan running dialog
00.55 – 00.58
Resume dialog CBB
* Catatan
Durasi Keterangan 5’ Presenter membuka acara 5’ Berkaitan dengan topik 15’ Untuk 2-3 narasumber Melalui telepon atau di lokasi (diutamakan 10’ partisipasi audiens yang ada di lokasi) Presenter membagi porsi 10’ jawaban masing-masing narasumber Presenter bisa membuka kesempatan audiens 10’ untuk bertanya atau melanjutkan dialog dengan narasumber Presenter menyampaikan 3’ benang merah dan menutup acara
: Layout ini adalah standar pelaksanaan acara “Dialog Pers/Pers Bicara”, dan tetap membuka kemungkinan kreativitas masing-masing pelaksana di daerah.
13
MENGELOLA TALKSHOW RADIO Talkshow sebagai Ruang Publik Talkshow merupakan perpaduan antara seni panggung dan teknik wawancara jurnalistik. Talkshow dapat dijadikan mata acara tetap, tetapi dapat pula dijadikan acara khusus bagi sebuah statisun radio. Pertanyaan diajukan secara santai, tetapi tetap berbobot. Oleh karena itu, pembawa acara talkshow juga harus memiliki keterampilan jurnalistik khususnya teknik berwawancara. Program talkshow berpotensi diminati pendengar karena disiarkan secara interaktif dan atraktif. Talkshow tidak melulu berisi perbincangan antara dua orang atau lebih, bahkan ada yang menyebut setiap siaran kata adalah talkshow, karena mengacu pada arti katanya sendiri yaitu talk (obrolan) dan show (gelaran). Talkshow dapat dimasukkan ke dalam kategori program spesial atau program wawancara sebagai acara. Namun talkshow berbeda dengan wawancara berita. Perbedaan paling penting antara talkshow dan wawancara berita adalah sifat dinamis, tidak terpaku pada aktualitas topik perbincangan, jam siarnya fleksibel. Talkshow merupakan salah satu ajang interaksi yang mencerdaskan dan menjadikan radio sebagai ‘ruang publik’. Inilah alasan mengapa talkshow disebut sebagai ruang publik di radio. Talkshow pada umumnya bertujuan untuk: (i) memastikan kebenaran dan aktualitas fakta; (ii) memperoleh pernyataan resmi langsung dari sumbernya; (iii) menggali titik pandang/opini; (iv) memformulasikan suatu masalah; (v) memperoleh suara yang mewakili masyarakat; (vi) menciptakan gaya berita bercerita; (vii) meningkatkan citra pribadi anchor; (viii) memperkuat kredibilitas media. Secara spesifik, talkshow dihadirkan untuk mengungkap apa yang INGIN diketahui pendengar/pemirsa serta menggali apa yang HARUS diketahui pendengar/pemirsa. 14
Talkshow pada dasarnya adalah kombinasi antara "seni berbicara" dan "seni wawancara”. Setiap orang pasti bisa berbicara dan setiap broadcaster tentunya adalah "pembicara yang andal". Mayoritas talkshow dikelola oleh seorang pemandu (host) bersama satu atau lebih tamu pembicara mendiskusikan sebuah topik yang sudah dirancang sebelumnya. Akan tetapi, tidak semua broadcaster pandai berwawancara apalagi menggabungkan keterampilan berbicara dengan berwawancara. Seorang pembawa acara harus memiliki brain, nalar yang bagus, wawasan yang luas tidak cukup hanya punya keterampilan mengelola pitch (tinggi-rendah nada dasar), speed (cepat-lambat ucapan), power (kuat-lemah daya vokal). Pembawa acara harus memiliki keahlian memadukan ketiganya dalam suatu inflection (perubahan tinggi rendah suara) yang seirama dengan daya pikir. Talkshow memberi kesempatan untuk menguJi kemampuan tersebut. Dengan kualifikasi keahlian tersebut berarti tidak semua pembawa acara mampu menjadi host talkshow, idealnya hanya yang memenuhi kualifikasi di atas yang layak membawakan talkshow. Selain itu, melalui talkshow, radio dapat mempertunjukkan kepada pendengar bahwa stasiun tersebut memiliki tenaga broadcaster terlatih yang tidak hanya mampu berbicara tapi juga mampu mengupas topik tentang isu yang penting maupun topiktopik yang dimaksudkan untuk kepentingan hiburan semata. Pada akhirnya, membangun citra positif di benak pendengar bahwa stasiun radio tersebut peduli pada perkembangan yang terjadi dalam kehidupan pendengarnya. Program acara talkshow dapat memperoleh tekanan yang berbeda. Pertama, tekanan pada aspek show-nya. Misalnya puncak peringatan hari Pers Nasional dimeriahkan pertunjukan orkestra Erwin Gutawa. Diskusi mengenai lagu/musik orkestrasi di Indonesia dikaitkan dengan dunia pers. Erwin Gutawa selaku narasumber yang diundang berdiskusi dengan wakil pers. Pembicaraan terkait pers 15
dan musik sekaligus. Format program dapat berselang-seling antara diskusi dengan pagelaran musik orkestra. Kedua, tekanan pada talk-nya. Show hanya sebagai ilustrasi saja atau daya tarik. Dalam program ini, pembicaraan tidak begitu terikat oleh show. Isi pembicaraan sangat dipentingkan. Bentuk lain program acara talkshow dapat pula menyatukan dua gagasan itu atau pembicaraan murni. Pembicaraan murni itu sendiri merupakan sebuah show karena daya tariknya terletak pada permasalahan, tokoh, presenter, dan seluruh sajian. Talkshow selalu berdasarkan: (1) Isu-isu lokal, (2) Kajian terhadap sebuah berita aktual, dan (3), Program sindikasi. Tiga bentuk talkshow yang populer di radio yaitu : 1. One on one show: Pewawancara dan narasumber mendiskusikan topik dengan dua posisi mikrofon terpisah di ruang studio yang sama. 2. Panel Discussion (multiperson discussion): Pewawancara sebagai moderator hadir bersama sejumlah narasumber. 3. Call in show : Program perbincangan yang hanya melibatkan telepon pendengar. Seringkali topik call in show ditentukan lebih dahulu oleh pemandu di studio, kemudian ditawarkan untuk direspon pendengar. Akan tetapi bisa juga topiknya ditentukan pendengar saat acara berlangsung. Apa yang diusulkan dan disuarakan oleh pendengar tidak semuanya layak siar sehingga perlu ada gatekeeper: petugas operator telepon/SMS yang menyeleksi setiap interaktif yang diterima sebelum diudarakan. Penting! Untuk memperkaya wawasan, pengelola program diminta membaca berbagai referensi terkait talkshow radio.
16
Tips Mengelola Talkshow Sebagai suatu program radio, talkshow didefinisikan sebagai keterampilan menyajikan perbincangan bertopik serius. Konsep talkshow mengandung kriteria sebagai berikut: 1. Topik yang dipilih aktual, sedang menjadi sorotan. 2. Bersifat analitis, tidak sekadar uraian masalah. 3. Terjadi interaksi seimbang di antara narasumber, tidak dimonopoli satu orang atau satu sudut pandang. 4. Terjadi kontroversi atau perdebatan pro-kontra. 5. Ada solusi terbuka pada akhir perbincangan. Kemudian komponen yang harus selalu ada dalam program talkshow adalah: 1. Topik dirumuskan dalam bentuk pertanyaan. 2. Narasumber sebaiknya lebih dari satu orang. 3. Seorang pemandu sebagai pengelola dinamika dibantu oleh seorang operator. 4. Musik dan lagu sebagai selingan dan backsound. 5. Suara suasana lokasi talkshow (Jika diadakan di luar studio sertakan atmosfir lokasi acara pada saat, sebelum, dan sesudah talkshow). Adapun tahapan dalam talkshow adalah sebagai berikut: 1. Pembukaan yang berisi pengenalan acara, pemandu, narasumber, dan topik yang akan diperbincangkan. Bisa pula diuraikan latar belakang mengapa topik itu dipilih. 2. Diskusi utama yang berisi pertanyaan awal, biasanya bersifat terbuka (membutuhkan penjelasan), tanggapan dari narasumber, pendengar dan pengembangan pertanyaan lanjut atas tanggapan-tanggapan itu. 17
3. Penutup yang berisi kesimpulan, ucapan terima kasih, dan salam penutup termasuk informasi program berikutnya. 4. Kesimpulan tidak harus berupa resume perbincangan, bisa juga analisis singkat, pertanyaan terbuka untuk memancing reaksi pendengar di acara serupa minggu berikutnya. 5. Seluruh struktur perbincangan diselingi berbagai ilustrasi musik yang dipilih sesuai karakter perbincangan dan selera di radio setempat. Agar host memandu talkshow dengan tidak membosankan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1. Buatlah question route/outline (butir-butir pertanyaan) bukan question list (daftar pertanyaan)
pokok
2. Jangan ikuti rencana daftar pertanyaan anda bila talkshow berjalan baik. Ikuti jawaban narasumber. 3. Jangan ‘membaca’ outline, tapi ‘suarakan’, seakan tanpa naskah. Jangan memberitahu pertanyaan kepada narasumber karena akan kehilangan spontanitas. 4. Boleh memberitahu ‘wilayah’ yang akan ditanyakan kepada narasumber, tapi tidak perlu terlalu spesifik. 5. Hindari mengajukan pertanyaan ganda (keep your question brief). Pertanyaan harus pendek dan jelas. 6. Hindari pertanyaan yang jawaban dari nara sumber hanya soal “ya” dan ‘tidak”. Penting! Setiap program Dialog/Pers Bicara hendaknya didokumentasikan dalam CD/bentuk penyimpanan lainnya sehingga di masa mendatang ia akan menjadi kekayaan dokumentasi RRI tentang isu-isu pers di Indonesia.
18
LAMPIRAN Dialog Pers antara Direktur Utama LPP RRI dan Direktur Utama LKBN Antara seusai Penandatanganan MOU antara RRI-LKBN Antara, Kamis 14 April 2011
19
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapata sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin; b. bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa; c. bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun; 20
d. bahwa pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial; e. bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman; f.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan e, perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers;
Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia;
Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERS BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan: 21
1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. 2. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi. 3. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi. 4. Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. 5. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. 6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia. 7. Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan asing. 8. Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
22
9. Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum. 10. Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya. 11. Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. 12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. 13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan. 14. Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.
BAB II ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN, DAN PERANAN PERS Pasal 2 Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
23
Pasal 3 (1) Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. (2) Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.
Pasal 4 (1) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. (2) Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. (3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. (4) Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Pasal 5 (1) Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. (2) Pers wajib melayani Hak Jawab. (3) Pers wajib melayani Hak Koreksi.
Pasal 6 Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut: (1) memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
24
(2) menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan; (3) mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar; (4) melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; (5) memperjuangkan keadilan dan kebenaran;
BAB III WARTAWAN Pasal 7 (1) Wartawan bebas memilih organisasi wartawan. (2) Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Pasal 8 Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
BAB IV PERUSAHAAN PERS Pasal 9 (1) Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers. (2) Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia. 25
Pasal 10 Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.
Pasal 11 Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.
Pasal 12 Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamt dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.
Pasal 13 Perusahaan pers dilarang memuat iklan: (1) yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antarumat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat; (2) minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; (3) peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
26
Pasal 14 Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.
BAB V DEWAN PERS Pasal 15 (1) Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen. (2) Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut: a. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain; b. melakukan pengkajian kehidupan pers;
untuk
pengembangan
c. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik; d. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasuskasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers; e. mengembangkan komunikasi masyarakat, dan pemerintah; f.
antara
pers,
memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
g. mendata perusahaan pers; (3) Anggota Dewan Pers terdiri dari : 27
a. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan; b. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers; c. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers; (4) Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota. (5) Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (6) Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya. (7) Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari: a. organisasi pers; b. perusahaan pers; c. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.
BAB VI PERS ASING Pasal 16 Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
28
BAB VII PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 17 (1) Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa: a. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers; b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.
BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 18 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah). (2) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
29
(3) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).
BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 19 (1) Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang pers yang berlaku serta badan atau lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan undangundang ini. (2) Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini, wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam waktu selambatlambatnya 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undangundang ini.
BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Pada saat undang-undang ini mulai berlaku: (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2815) yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers 30
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia); (2) Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin, suratsurat kabar harian, majalah-majalah, dan penerbitanpenerbitan berkala; dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 21 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta Pada tanggal 23 September 1999 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd
BACHARUDIN JUSUF HABIBIE
31
DAFTAR ALAMAT PENTING DEWAN PERS. Sekretariat Gedung Dewan Pers Lantai VII Jl. Kebon Sirih No.32-34 Jakarta 10110. Telepon: 0213521488, www.dewanpers.org Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Gedung Sekretariat Negara Lantai VI Jl.Gajah Mada No.8, Jakarta 10120 Indonesia. Telp. 021-6340713 Fax. 021-6340667, 6340679 www.kpi.go.id Aliansi Jurnalis Independen Pusat Jl. Kembang Raya No. 6, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat 10420. Telepon: (6221) 3151214 / (6221) 3151261 www.ajiindonesia.org Persatuan Wartawan Indonesia Jalan Kebon Sirih 34, 10110, Jakarta t: +62 21 345 3131 f: +62 21 345 3175 http://pwi.or.id Editor: Iwan Awaluddin Yusuf dan Masduki Jakarta, April 2011
32
SEKALI DI UDARA TETAP DI UDARA
33