PERLINDUNGAN HUKUM HAK MEREK BAGI PENDAFTAR PERTAMA (first to file) DI INDONESIA (Analisis Putusan Nomor : 304 K/ Pdt.Sus-HKI/2014)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Disusun oleh : Taufikur Rohman NIM : 1112048000022
KONSENTRASI HUKUM BISNIS P R O G R A M S T U D I ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1437 H / 2016 M
ABSTRAK Taufikur Rohman, NIM 1112048000022, “PERLINDUNGAN HUKUM HAK MEREK BAGI PENDAFTAR PERTAMA (first to file) DI INDONESIA (Analisis Putusan Nomor: 304 K/ Pdt.Sus-HKI/2014)”, Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/ 2016 M, x + 70 halaman. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penegakan perlindungan hukum hak merek terhadap pendaftar pertama (first to file), dalam kaitannya dengan sengketa merek “CAMPUS dan KAMPUS” dengan merek “BMCAMPUS dan MMCAMPUS” Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian yuridis normatif dengan
menggunakan
pendekatan
perundang-undangan
(statute
approach),
pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Selanjutnya ada tiga bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini, yakni bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan putusan Mahkamah Agung No. 304 K/ Pdt.SusHKI/2014 yaitu sengketa antara Teguh Handoyo sebagai pemilik merek “CAMPUS dan KAMPUS” (Termohon Kasasi/Penggugat) melawan Tommy Sulistyo sebagai pemilik merek “BMCAMPUS dan MMCAMPUS” (Pemohon kasasi/Tergugat). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum hak merek pendaftar pertama dalam bentuk perlindungan hak eksklusif mereknya masih belum ditegakkan dengan baik. Hal tersebut disimpulkan dari pertimbangan serta putusan hakim pada putusan Mahkamah Agung No. 304 K/ Pdt.Sus-HKI/2014 yang dinilai tidak tepat. Kata Kunci
: Merek milik umum, arbitrary mark dan persamaan pada pokoknya.
Pembimbing : Drs.H.A.Basiq Djalil, SH.,MA Daftar Pustaka : Tahun 1980 s.d. Tahun 2015
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam yang hanya dengan hidayah dan nikmat dariNyalah skripsi Penulis “PERLINDUNGAN HUKUM HAK MEREK BAGI PENDAFTAR PERTAMA (first to file) DI INDONESIA (Analisis Putusan Nomor: 304 K/ Pdt.Sus-HKI/2014)” dapat terselesaikan dengan baik. Penelitian ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam semoga tetap selalu tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat. Tidak mudah bagi penulis untuk membuat karya seperti ini dikarenakan berbagai keterbatasan yang dimiliki, namun hal ini penulis jadikan sebagai motivasi rangkaian pengalaman hidup yang berharga. Selesainya penelitian ini tidak terlepas dari elaborasi keilmuan yang penulis dapatkan dari kontribusi banyak pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat : 1. Dr. Asep Saepudin Djahar, MA Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah memberikan arahan berupa saran dan masukan terhadap kelancaran proses penyusunan skripsi ini. 3. Drs.H.A.Basiq Djalil, SH.,MA. Dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan saran, arahan, masukan, dan bimbingan terhadap proses penyusunan skripsi ini. 4. Kedua Orang Tua yang sangat dicintai dan disayangi penulis, Bapak Mohammad Arifin dan Ibu Sutiah yang merupakan kedua orang tua yang selalu mendoakan, mencintai, memberi dukungan baik moril maupun materil kepada Penulis serta menjadi motivasi Penulis sekaligus menjadi inspirasi dalam kehidupan Penulis. Dan tak lupa terimakasih kepada Annisa Itaqunisa atas semangat, dukungan, doa, dan yang tak pernah lelah mendengar keluh kesah Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga segala bentuk kontribusi tersebut akan menjadi amal baik disisi Allah S.W.T. Wassalamualikum Wr. Wb. Jakarta, 16 Juni 2016
Taufikur Rohman
vii
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL SKRPSI .............................................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN PANITIA ............................................................ iii LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iv ABSTRAK ....................................................................................................... v KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................................... vii BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................. 7 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan .................................................. 8 D. Tinjauan Kajian Terdahulu ........................................................ 9 E. Kerangka Konseptual ................................................................ 11 F. Metode Penelitian ...................................................................... 14 G. Sistematika Penulisan ................................................................ 17
BAB II MEREK ............................................................................................ 19 A. Pengertian Merek ....................................................................... 19 B. Merek Yang Dapat dan Tidak Dapat Didaftarkan. .................... 21 viii
C. Landasan dan Bentuk Perlindungan Hukum Merek......................................................... ................................ 31 BAB III KASUS PUTUSAN “KAMPUS DAN CAMPUS” DENGAN “BMCAMPUS DAN MMCAMPUS” ............................................ 41 A. Posisi kasus ................................................................................ 41 B. Tampilan Merek............................................... ......................... 44 C. Pertimbangan dan Putusan Hakim Mahkamah Agung .............. 45 BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM PENDAFTAR PERTAMA HAK MEREK (Analisis Putusan Nomor: 304 K/ Pdt.Sus-HKI/ 2014) .................................. 49 A. Implementasi UU No. 15 Tahun 2001 Terhadap Sengketa Merek “KAMPUS dan CAMPUS” ............................ 49 B. Penemuan Hukum Oleh Hakim Terhadap Sengketa Merek “KAMPUS dan CAMPUS” pada Putusan MA No. 304 K/ Pdt.Sus-HKI/ 2014 .......................................... 54 C. Analisis Penulis ......................................................................... 56 BAB V PENUTUP ........................................................................................ 66 A. Kesimpulan ................................................................................ 66 B. Saran .......................................................................................... 68 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………... 69 LAMPIRAN…………………………………………………………………..71 1.
Putusan Nomor: 304 K/ Pdt.Sus-HKI/ 2014 ............................ .71 ix
DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1. Campus………………………………………………………………45 Gambar 3.2. BMcampus…………………………………………………………...45 Gambar 3.3. MMcampus…………………………………………………………..45
x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini banyak menjanjikan peluang usaha dan tantangan bisnis bagi perusahaan di Indonesia. Disisi lain hal tersebut dapat memicu adanya suatu persaingan usaha yang semakin ketat baik antar pengusaha domestik maupun dengan perusahaan asing. Fenomena persaingan tersebut memicu pengusaha atau produsen untuk selalu mengembangkan dan merebut pangsa pasar (market share), salah satu cara untuk mencapai keadaan ini adalah dengan memberikan cap atau merek (brand) pada produk mereka. Keadaan tersebut menyebabkan setiap orang atau organisasi perusahaan yang ada, akan sangat peduli akan pentingnya sebuah nama dan symbol yang digunakan dalam menjalankan bisnis dan pemasaran barang dan jasa. Simbol-simbol ini akan membantu untuk menunjukkan asal barang dan/atau jasa, serta perusahaan komersial yang bergerak dalam bidang dan menyediakan barang dan jasa.1 Merek (trademark) sebagai Hak Atas Kekayaan Intelektual pada dasarnya ialah tanda untuk mengidentifikasikan asal barang dan jasa (an indication of origin) dari suatu perusahaan dengan barang dan/atau jasa perusahaan
1
lain.
Melalui
merek,
pengusaha
dapat
menjaga
Rahmi Janed, Hukum Merek, ( Jakarta: Prenadamedia Group, 2015 ), h.3
1
dan
2
memberikan jaminan akan kualitas (a guarantee of quality) barang dan/atau jasa yang dihasilkan dan mencegah tindakan persaingan (konkurensi) yang tidak jujur dari pengusaha lain yang beritikad buruk yang bermaksud membonceng reputasinya.2 Merek juga berfungsi sebagai sarana promosi (means of trade promotion) dan reklame bagi produsen atau pengusaha-pengusaha yang memperdagangkan barang atau jasa yang bersangkutan.3Pada fungsi ini merek memberikan suatu tingkat informasi tertentu kepada konsumen mengenai barang dan/atau jasa yang dihasilkan pengusaha. Lebih-lebih dengan periklanan, baik nasional maupun internasional dewasa ini dalam rangka pendistribusian barang dan/atau jasa membuat merek semakin tinggi nilainya. Merek yang didukung dengan media periklanan membuat pengusaha memiliki kemampuan untuk menstimulasi permintaan
konsumen
sekaligus
mempertahankan
loyalitas
konsumen
(consumer’s loyalty) atas produk barang dan/atau jasa yang dihasilkannya. Inilah yang menjadikan merek sebagai suatu keunggulan kompetitif (competitive advantage) dan keunggulan kepemilikan (ownership advantages) untuk bersaing di pasar global.4
2
Rahmi Janed, Hukum Merek………., h.3
3
Muhammad Djumhana dan Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2014), h.229 4
Rahmi Janed, Hukum Merek………., h.4
3
Manfaat merek yang amat besar tersebut meningkatkan jumlah merek yang beredar, namun demikian tak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut memunculkan banyak konflik dan sengketa baik terkait barangnya maupun terkait merek itu sendiri. Pada umumnya konflik merek terjadi karena adanya pelanggaran
terhadap
merek
yang
dilakukan
dengan
motivasi
untuk
mendapatkan keuntungan secara mudah, dengan mencoba, meniru, atau memalsu merek-merek yang sudah terkenal di masyarakat.5 Perbuatan itu sangat merugikan pemilik merek. Karena akibat dari persaingan tidak jujur (pemalsuan dan peniruan merek terkenal) akan mengurangi omzet penjualan sehingga mengurangi keuntungan yang sangat diharapkan dari mereknya yang sudah terkenal tersebut. Bahkan dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap merek tersebut, karena konsumen menganggap bahwa merek yang dulu dipercaya memiliki mutu yang baik ternyata sudah mulai turun kualitasnya. 6 Bukan hanya itu saja, pelanggaran terhadap hak atas merek ini juga sangat merugikan konsumen karena konsumen akan memperoleh barang-barang atau jasa yang biasanya mutunya lebih rendah dibandingkan dengan merek asli yang sudah terkenal tersebut, bahkan adakalanya produksi palsu tersebut membahayakan kesehatan dan jiwa konsumen.
h.359
5
Muhammad Djumhana dan Djubaedillah, Hak Milik………., h.268
6
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Rajawali Pers, 2007),
4
Salah satu sengketa merek yang terjadi di Indonesia dan yang akan penulis gunakan sebagai bahan penelitian adalah sengketa merek “CAMPUS dan KAMPUS” dengan merek “BMCAMPUS dan MMCAMPUS”. Perseteruan ini berwal dari adanya gugatan Teguh Handojo sebagai pemilik merek CAMPUS dan KAMPUS terhadap Tommy Sulistyo (Tjong Kwet Khiong) sebagai pemilik BMCAMPUS dan MMCAMPUS pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Dalam gugatannya Teguh Handojo merasa keberatan dengan adanya merek BMCAMPUS dan MMCAMPUS karena menurutnya hal itu telah merugikan dirinya sebagai pendaftar pertama (first to file) hak merek dengan kata CAMPUS dan KAMPUS, karena menurutnya dengan adanya merek milik tergugat akan membingungkan masyarakat sebagai konsumen mengenai asalusul barang yang mereka beli sehingga akan membuat opini dalam masyarakat bahwa merek MMCAMPUS dan BMCAMPUS adalah variasi dari merek yang dimiliki penggugat. Dengan itu penggugat menduga bahwa adanya niat tidak baik dari tergugat dalam mendaftarkan mereknya yaitu mendompleng kepopuleran dari merek penggugat yang notabenenya adalah sebuah merek terkenal dan diketahui secara luas oleh masyarakat Indonesia.Dengan tidak hadirnya tergugat dalam persidangan, akhirnya hakim menjatuhkan putusan verstek terhadap sengketa tersebut.Dimana majlis hakim memutuskan yang pada intinya menetapkan bahwa penggugat adalah pendaftar pertama serta merupakan pemilik yang sah dan satu-satunya atas merek dagang yang mengandung kata
5
KAMPUS dan CAMPUS, serta memerintahkan Dirjen HKI untuk menghapus merek MMCAMPUS dan BMCAMPUS. Atas putusan verstek tersebut selanjutnya tergugat melakukan upaya verzet
terhadap
putusan
itu.
Dalam
eksepsinya
tergugat
menyatakan
bahwasannya pendaftaran merek BMCAMPUS dan MMCAMPUS yang diajukan tergugat telah sesuai dan tidak bertentangan dengan ketentuan pasal 4, 5 dan 6 ayat (1) UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek. Dan menyatakan bahwasannya merek milik penggugat adalah kata-kata yang bersifat umum sehingga tidak boleh dimonopoli oleh perseorangan atau klompok. Selanjutnya hakim memutuskan yang pada intinya menguatkan putusan verstek Nomor: 33/Pdt.Sus-Merek/2013/PN.Niaga. Jkt.Pst tanggal 11 September 2013. Merasa tidak puas dengan putusan hakim tergugat mengajukan kasasi, dalam eksepsi kasasi tergugat menyatakan bahwasannya judex facti tidak menerapkan beban pembuktian secara berimbang, yaitu dengan tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh tergugat. Selain itu juga judex
facti
telah
salah
dalam
pertimbangan
hukumnya
dengan
mempertimbangkan unsur kata dan bunyi kampus yang sudah menjadi milik umum sebagai dasar adanya persamaan pada pokoknya dengan merek BMCAMPUS dan MMCAMPUS karana pada dasarnya kata kampus adalah milik umum sehingga tidak dapat dimonopoli oleh seseorang ataupun kelompok. Selanjutnya Mahkamah Agung memutuskan membatalkan putusan Nomor:
6
33/Pdt.Sus-Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 11 September 2013 dan menyatakan
bahwa
pendaftaran
merek
dagang
BMCAMPUS
dan
MMCAMPUS adalah sah dan memiliki kekuatan hukum. Keputusan hakim tersebut menjadi masalah karena bertentangan dengan UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek pada pasal 6 ayat (1) huruf a yang mengatur bahwa permohonan suatu merek harus ditolak oleh Direktoral Jenderal apabila
merek
tersebut
mempunyai
persamaan
pada
pokoknya
atau
keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis. Dimana merek kedua belah pihak mengandung kata “campus” sebagai main brand-nya yang dalam bahasa inggris berarti perkampungan pada perguruan tinggi, dalam kamus penyebutan kata “campus” adalah /ˈkæmpəs/7, namun orang Indonesia biasa menyebut dengan “kampus”. Sehingga seharusnya dapat dikatakan bahwa merek kedua belah pihak
memiliki
persamaan
pada
pokoknya.
Berdasarkan
pemaparan
permasalahan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam skripsi dengan
judul
“PERLINDUNGAN
HUKUM
HAK
MEREK
BAGI
PENDAFTAR PERTAMA (first to file) DI INDONESIA.” (Analisis Putusan Nomor: 304 K/ Pdt.Sus-HKI/2014)
7
John M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.95
7
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Pada penelitian ini, penulis membatasi penelititian yang akan dilakukan dengan hanya membahas bagaimana penerapan perlindungan hukum terhadap pendaftar pertama (first to file) hak merek dalam kaitannya dengan kasus sengketa merek antara merek“CAMPUS dan KAMPUS” dengan merek “BMCAMPUS dan MMCAMPUS” yang telah diputus oleh Mahkamah Agung dalam putusan Nomor: 304 K/ Pdt.Sus-HKI/2014. 2. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah pada UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek dinyatakan bahwa merek yang memiliki persamaan baik secara keseluruhan atau pada pokoknya dengan merek yang telah terdaftar tidak dapat didaftarkan. Apabila ada merek yang memiliki persamaan namun tetap terdaftar maka merek bersangkutan dapat dibatalkan. Sedangkan pada kenyataannya ada merek yang memiliki persamaan dengan merek yang telah terdaftar terlebih dahulu dapat didaftarkan. Bahkan pendaftarannya diperkuat dengan putusan Mahkamah Agung. Rumusan tersebut di atas penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
8
a.
Bagaimana implementasi ketentuan UU No. 15 tahun 2001 Tentang Merek dalam sengketa merek antara merek “KAMPUS dan CAMPUS” dengan merek “BMCAMPUS dan MMCAMPUS”?
b.
Bagaimana metode penemuan hukum oleh hakim terhadap sengketa merek antara merek “KAMPUS dan CAMPUS” dengan merek “BMCAMPUS dan MMCAMPUS”?
c.
Bagaimana analisis penulis terhadap perlindungan hukum hak merek bagi pendaftar pada sengketa merek antara merek “KAMPUS dan CAMPUS” dengan merek “ BMCAMPUS dan MMCAMPUS”?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah: a. Untuk mengetahui implementasi ketentuan UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek dalam sengketa merek antara merek “KAMPUS dan CAMPUS” dengan merek “BMCAMPUS dan MMCAMPUS”. b. Untuk mengetahui metode penemuan hukum oleh hakim terhadap sengketa merek antara merek “KAMPUS dan CAMPUS” dengan merek “BMCAMPUS dan MMCAMPUS”.
9
c. Untuk mengetahui analisis penulis terhadap perlindungan hukum hak merek bagi pendaftar pada sengketa merek antara merek “KAMPUS dan CAMPUS” dengan merek “ BMCAMPUS dan MMCAMPUS”. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Praktis Penelitian ini dibuat sebagai syarat untuk mendapatkan gelar starata satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. b. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan hukum hak kekayaan intelektual, khususnya dalam bidang merek. D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu Untuk menghindari kesamaan judul dalam penelitian ini, penulis telah melakukan penelusuran studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini di beberapa perpustakaan. Penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Judul: “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENIRUAN MEREK HELM INK OLEH MEREK HELM INX” skripsi ini disusun oleh Dwi Anto, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2014. Skripsi ini membahas sengketa peniruan merek antara merek INK dengan merek INX dengan meganalisis putusan nomor: 68/ Merek/ 2012/ PN.Niaga.Jkt.Pst. perbedaan peneletian ini dengan penelitian yang akan
10
penulis lakukan berada pada sengketa yang akan dianalisis dimana penulis akan menganalisis sengketa merek yang terjadi antara merek “KAMPUS dan CAMPUS” dengan merek “ BMCAMPUS dan MMCAMPUS”. Perbedaan selanjutnya terletak pada peraturan dari UU Merek yang digunakan sebagai alat analisis. Dimana penelitian ini berfokus pada pasal 6 (1) huruf c tentang persamaan suatu merek dengan merek yang sudah terkenal. Sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan berfokus pada pasal 6 (1) huruf c tentang persamaan suatu merek dengan merek yang telah terdaftar terlebih dahulu. 2. Judul; “PENERAPAN PRINSIP FIRST TO FILE DALAM RANGKA PERLINDUNGAN
HUKUM
TERHADAP
PEMILIK
MEREK
BERDASARKAN UU No. 15 TAHUN 2001”, skripsi ini disusun oleh Hairudin Sugianto, Fakultas Hukum Universitas Mataram 2014, membahas tentang penerapan prinsip first to file dalam Undang-Undang Merek di Indonesia serta perlindungan hukum terhadap merek yang telah terdaftar dan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pemilik merek apabila digunakan oleh orang lain tanpa ada izin dari pemilik merek. Perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah penulis akan hanya fokus pada bagaimana penerapan perlindungan hukum terhadap pendaftar pertama (first to file) hak merek dalam kaitannya pada sengketa merek antara merek “CAMPUS dan KAMPUS” dengan
11
merek “BMCAMPUS dan MMCAMPUS” sehingga pembahasan lebih mengarah pada perlindungan hak merek secara represif. 3. Judul; “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS MEREK TERHADAP PERBUATAN PELANGGARAN MEREK” Penelitian dalam jurnal Mimbar Keadilan Universitas Tujuh Belas agustus Surabaya ini disusun oleh Fajar Nurcahya Dwi Putra, S.H., membahas tentang bagaimana perlindungan hukum pemegang hak atas merek baik secara perdata maupun pidana. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah penelitian di atas tidak memfokuskan penelitiannya pada suatu kasus, sedangkan penulis akan melakukan penelitian yang berfokus pada sengketa merek antara merek “CAMPUS dan KAMPUS” dengan merek “BMCAMPUS dan MMCAMPUS” dalam lingkup perdata. E. Kerangka Konseptual Dalam pembahasan konseptual, akan diuraikan beberapa konsep-konsep terkait terhadap beberapa istilah yang akan sering digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Merek, dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna,
12
atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.8 2. Merek yang telah menjadi umum, dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan merek yang telah menjadi milik umum contohnya seperti tanda tengkorak di atas dua tulang yang bersilang, yang secara umum telah diketahui sebagai tanda bahaya. Tanda seperti itu adalah tanda yang bersifat umum dan telah menjadi milik umum. Oleh karena itu, tanda itu tidak dapat digunakan sebagai merek.9 3. Interpretasi hukum adalah metode penemuan hukum yang dilakukan apabila terdapat ketentuan undang-undang yang secara langsung dapat ditetapkan pada kasus konkret yang dihadapi, atau metode ini dilakukan dalam hal peraturannya sudah ada, tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwa konkret atau mengandung arti pemecahan atau penguraian akan suatu makna ganda, norma yang kabur (vage normen), konflik antarnorma hukum (antinomy normen), dan ketidakpastian dari suatu peraturan perundang-undangan.10 4. konstruksi hukum adalah metode penemuan hukum yang digunakan oleh hakim pada saat ia dihadapkan pada situasi adanya kekosongan hukum (recht 8
OK. Saidin, Aspek Hukum ………., h.343
9
OK. Saidin, Aspek Hukum…………, h.350
10
Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum, Teori Penemuan Hukum Barudengan Interpretasi Teks, (Yogyakarta: UII Pers, 2005), h.52
13
vacuum) atau kekosongan undang-undang (wet vacuum), karena pada prinsipnya, hakim tidak boleh menolak perkara untuk diselesaikan dengan dalih hukumnya tidak ada atau belum mengaturnya (asa ius curia novit).11 5. Interpretasi gramatikal adalah menafsirkan kata-kata dalam undang-undang sesuai kaidah bahasa dan kaidah hukum tata bahasa.12 6. Interpretasi Historis adalah penafsiran hukum dengan menelusuri sejarah latar belakang sampai disusunnya suatu aturan perundang-undangan, hakim dapat mengetahui maksud pembuatnya, dan oleh karena itu hakim harus menafsirkan dengan jalan meneliti sejarah kelahiran pasal tertentu itu dirumuskan. Pikiran yang mendasari metode interpretasi historis ini adalah ingin menyimak kehendak pembentuk undang-undang yang tercantum dalam teks undang-undang.13 7. Interpretasi sistematis adalah metode yang menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan, artinya tidak satu pun dari peraturan perundang-undangan tersebut, dapat ditafsirkan seakan-akan berdiri sendiri, tetapi harus selalu dipahami dalam kaitannya dengan jenis peraturan yang lainnya.14
11
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.74
12
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum ………., h.63
13
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum ……….., h.65
14
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum……….., h.66-67
14
8. Interpretasi teologis/sosiologis adalah suatu interpretasi untuk memahami suatu peraturan hukum, sehingga peraturan hukum tersebut dapat diterapkan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat.15 F. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten, metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.16Sedangkan penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan. Penelitian ini mengacu pada putusan Mahkamah Agung sebagai putusan yang dianalisis dan dikaitkan dengan landasan norma hukum yang berlaku dan termaktub dalam peraturan perundang-undangan maka dari itu
15
16
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum ………., h.68
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, Universitas Indonesia Press, cet-III 1986), h.42
15
menggunakan library research dengan metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan terkait perlindungan hukum bagi pendaftar pertama atas suatu merek. 2. Bahan Hukum a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer meliputi perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim.17 Dalam penelitian ini yang termasuk dalam bahan hukum primer adalah Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, Putusan Mahkamah Agung Nomor: 304 K/ Pdt.Sus-HKI/2014 dan aturan perundang-undangan lain yang terkait dengan pokok permasalah penelitian ini. b. Bahan hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan berkaitan dengan merek. c. Bahan non-hukum adalah bahan diluar bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang dipandang perlu. Bahan non-hukum dapat berupa
17
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, cet-IV 2010) h.141
16
buku-buku mengenai Ilmu Ekonomi, Sosiologi, Filsafat atau laporanlaporan penelitian non-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Bahan-bahan non-hukum tersebut dimaksudkan untuk memperkaya dan memperluas wawasan peneliti. 3. Tehnik Pengumpulan Data Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).
18
Pendekatan perundang-undangan
dilakukan untuk meneliti aturan-aturan berkaitan dan terkait undang-undang merek dan semua regulasi dan peraturan hukum lainnya yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap pendaftar pertama atas suatu merek. Pendekatan kasus pada penelitian ini akan menggunakan Putusan Mahkamah Agung No. 304 K/ Pdt.Sus-HKI/2014 antara Teguh Handoyo sebagai pemilik merek “CAMPUS dan KAMPUS” (Termohon Kasasi/Penggugat) melawan Tommy
Sulistyo
sebagai
pemilik
merek
“BMCAMPUS
dan
MMMCAMPUS” (Pemohon kasasi atau Tergugat). Sedangkan pendekatan konseptual dipakai untuk memahami segala hal yang belum atau tidak ada aturan hukum terhadap masalah yang dihadapi.
18
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum………., h.133
17
4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun sumber nonhukum yang telah didapatkan itu kemudian dikumpulkan berdasarkan rumusan masalah dan diklasifikasikan menurut sumber dan hierarkinya. 5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi. 19 Selanjutnya setelah bahan hukum diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum tersebut yang akhirnya akan diketahui penerapan perlindungan hukum terhadap pendaftar pertama (first to file) hak merek dalam kaitannya sengketa merek antara merek “CAMPUS dan KAMPUS” dengan merek “BMCAMPUS dan MMCAMPUS”. G. Sistematika Penulisan Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Atas Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012” dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab 19
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang, Bayumedia Publishing, Cet-II 2006). h. 393
18
terdiri atas sub bab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai berikut: Bab pertama berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang penelitian, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan (Review) kajian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, kerangka konseptual memuat definisi dari aturan terkiat, metode penelitian dalam penelitian, dan sistematika penulisan sebagai rancangan penelitian. Bab kedua berisi tentang merek yang meliputi pengertian merek, merek yang dapat dan tidak dapat didaftarkan dan landasan dan perlindungan hukum. Bab ketiga berisi tentang kasus putusan “KAMPUS dan CAMPUS” DENGAN “BMCAMPUS dan MMCAMPUS” yang meliputi posisi kasus, tampilan merek dan pertimbangan dan putusan hakim Mahkamah Agung. Bab keempat berisi tentang analisis perlindungan hukum pendaftar pertama hak merek (Analisis Putusan Nomor: 304 K/ Pdt.Sus-HKI/ 2014) yang meliputi implementasi UU No.15 tahun 2001 tentang merek terhadap kasus sengketa merek “CAMPUS dan KAMPUS” dengan “BMCAMPUS dan MMCAMPUS”, penemuan hukum oleh
hakim terhadap kasus tersebut dan
analisis penulis terhadap kasus tersebut. Bab kelima berisi tentang penutup yang meliputi kesimpulankesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian.Dilengkapi juga dengan saransaran yang dapat membantu dan memberikan masukan terhadap penerapan perlindungan hukum bagi pendaftar pertama hak merek.
BAB II MEREK A. Pengertian Merek Merek secara etimologis berasal dari bahasa Inggris yaitu trade mark yang dalam Black’s Law Dictionary diartikan sebagai1: “A word, phrase, logo, or other graphic symbol used by a manufacturer or seller to distinguish its product or products from those of others”. (Suatu kata, susunan kata, lambang atau gambar yang digunakan oleh pabrik atau penjual untuk membedakan produk mereka dengan produk lainnya). Definisi merek berdasarkan perspektif hukum yang disepakati secara internasional adalah: “tanda atau serangkaian tanda yang menyatakan asal produk atau jasa dan membedakannya dari para pesaing” (Kapferer, 2008). 2 Definisi serupa juga tertera pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 yang mendefinisikan merek sebagai tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. 1
Venantria Sri Hadiarinanti, Hak Kekayaan Intelektual Merek & Merek Terkenal, (Jakarta: Unika Atmajaya, 2009), h.7 2
Casavera, 8 Kasus Sengketa Merek di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h.8
19
20
Menurut H.M.N. Purwo Sutjipto, Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis 3 . Pendapat H.M.N. Purwo Sutjipto, lebih menekankan pada suatu tanda tertentu yang dimonopoli dengan tujuan membedakan satu benda dengan benda lainnya yang sejenis. Menurut Iur Soeryatin Suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya oleh karena itu, barang yang bersangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai; tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya
4
. Pendapat Iur Soeryatin lebih menekankan
bahwasannya merek digunakan sebagai pembeda satu barang dengan barang lainnya, sehingga memberikan informasi tanda asal dan nama suatu barang serta dapat memberikan jaminan mutu terhadap barang tersebut. Dari pendapat-pendapat sarjana tersebut, maupun dari peraturan merek itu sendiri, secara umum dapat disimpulkan bahwa yang diartikan dengan perkataan merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang atau jasa sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau kelompok orang atau badan hukum dengan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai
3
H.M.N. Purwo Sutjipto, Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1984), h.82 4
Suryatin, Hukum Dagang I dan II, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1980), h. 84
21
jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.5 B. Merek Yang Dapat dan Tidak Dapat Didaftarkan. Sebuah merek dapat disebut merek bila memenuhi syarat mutlak berupa adanya daya pembeda yang cukup (capable of distinguishing). Maksudnya, tanda yang dipakai (sign) tersebut mempunyai kekuatan untuk membedakan barang atau jasa yang diproduksi sesuatu perusahaan dari perusahaan lainnya.Untuk mempunyai daya pembeda ini, merek harus dapat memberikan penentuan (individualisering) pada barang atau jasa yang bersangkutan.6 Tidak semua tanda yang memenuhi daya pembeda dapat didaftar sebagai sebuah merek. Permohonan pendaftaran merek yang diajukan pemohon yang beritikad tidak baik tidak dapat didaftar. Pasal 4 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 menyatakan bahwa merek yang tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Pemilik merek yang beritikad baik adalah pemilik yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa apa pun untuk membonceng, meniru atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian
5
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Rajawali Pers, 2007),
h.345 6
Muhammad Djumhana dan R.Djubaedilah, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), h. 156
22
pada pihak lain menimbulkan persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen7. Pasal 5 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek menyatakan, merek tidak dapat didaftar apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini: 1.
Bertentangan
dengan
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku,
moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum. Tanda-tanda yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku tidak dapat diterima sebagai merek, karenanya tidak dapat didaftar. Hanya tanda-tanda yang tidak bertentangan dengan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dapat diterima sebagai merek, selanjutnya dapat didaftar. Demikian pula dilarang pemakaian tandatanda yang menurut pandangan masyarakat umum maupun golongan masyarakat tertentu bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum, terutama tanda-tanda yang dapat menimbulkan salah paham di kalangan pembeli. Dalam pengertian bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum adalah apabila penggunaan tanda tersebut dapat menyinggung perasaan, kesopanan,
7
Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, (Bandung: PT Alumni, 2003), h. 326
23
ketentraman, dan keagamaan dari khalayak umum atau dari golongan masyarakat tertentu. Misalnya penggunaan nama Allah dan Rasul-Nya.8 2.
Tidak memiliki daya pembeda. Tanda-tanda yang tidak mempunyai daya pembeda atau yang dianggap kurang kuat dalam pembedaannya tidak dapat dianggap sebagai merek. Sebagai contoh misalnya dapat diberi tahukan disini; lukisan sepeda untuk barang-barang sepeda.9 Tanda dengan daya pembeda untuk dapat dilindungi sebagai merek secara teoritis dapat dikategorikan: Inherently distinctive: eligible for immediate protection upon use.
a.
(Tanda yang secara inheren memiliki daya pembeda, segera mendapat perlindungan melalui penggunaan).10 Tanda ini meliputi: 1) Fanciful words (kata khayalan yang unik menarik) Fanciful words (kata khayalan yang unikmenarik) merupakan sebuah kata-kata temuan (invented word) atau kata yang tidak ada dalam kamus, hal tersebut menjadi sangat baik untuk dijadikan merek karena tidak saja baru, tetapi juga secara subtansi jelas berbeda dengan kata yang digunakan pada umumnya, contohnya: 8
Rachmadi Usman, Hukum Hak ………., h. 328
9
OK. Saidin, Aspek Hukum ………., h.350
10
Rahmi Janed, Hukum Merek, ( Jakarta: Prenadamedia Group, 2015 ), h. 65
24
Kodak untuk camera, Exxon untuk produk migas dan Coppertone untuk produk cream pelindung sinar matahari.11 2) Arbitrary (berubah-ubah tidak berkaitan) Arbitrary (berubah-ubah tidak berkaitan) merupakan kata yang secara kasat mata bagi konsumen tidak memiliki kaitan dengan produknya secara inheren memiliki daya pembeda, contoh Apple untuk Computer, Golf dan Jaguar untuk mobil. Hal ini mengingat jika konsumen melihat kata Apple pada computer atau kata Golf atau Jaguar untuk mobil pada saat pertama kali, tentunya konsumen tidak akan berpikir bahwa kata itu sekadar hiasan seperti kata Amsterdam pada T’shirt. Tentunya kata Apple dan Jaguar membimbing konsumen kepada produsen sebagai indikasi sumber produk atau produsen dan mengesampingkan semua hal yang berhubungan antara hewan jaguar sesungguhnya dengan produk mobil dan mengesampingkan semua hal yang menghubungkan buah apel sesungguhnya dengan produk computer.12 3) Suggestive (memberi kesan) Merek yang bermaksud memberikan kesan (suggestive) dikaitkan dengan imajinasi konsumen untuk menterjemahkan 11
Rahmi Janed, Hukum Merek………. , h. 72
12
Rahmi Janed, Hukum Merek ………., h. 72
25
informasi yang disampaikan melalui merek dan kebutuhan pesaing untuk menggunakan kata yang sama, contohnya World Book untuk encyclopedia, Liquuid Papper untuk penghapus tinta cair dan Bufferin untuk pil sejenis aspirin. Dapat dikatakan bahwa merek yang memberi sugesti memberikan gambaran akan produk barang dan/atau jasa atau bisnisnya bukan semata-mata dilihat dari mereknya.13 Capable of becoming distinctive:eligible for protection only after
b.
development of consumer association (secondary meaning). (Tanda yang memiliki kemampuan untuk menjadi pembeda, dapat dilindungi hanya setelah pengembangan asosiasi konsumen yang disebut pengertian kedua).14 Tanda ini meliputi: 1) Descriptive Merek yang menggambarkan produknya (descriptive), meski tidak secara inheren memiliki daya pembeda dapat menjadi memiliki daya pembeda sebagai hasil penggunaan dan perspektif konsumen akan terarah pada asal produsen barang dan/atau jasa tersebut. Konsumen yang dimaksud dalam hal ini adalah konsumen dengan jumlah yang signifikan (“a significant number”) atau
13
Rahmi Janed, Hukum Merek,………., h.73
14
Rahmi Janed, Hukum Merek………...,h. 65
26
jumlah yang berharga (appreciale number) sebagai pembeli atau konsumen
yang
relevan
dapat
menunjukkan
asal
barang
merupakann sumber yang unik tunggal, contohnya merek Aqua yang berarti air atau barang cair yang tidak berwarna dan tidak berbau (primary meaning) tetapi melalui penggunaan lebih dahulu dikenal sebagai produk air mineral dari PT Golden Missisippi yang sekarang sudah diambil alih oleh Danone (secondary meaning). Hal yang sama juga dapat dilihat pada merek Supermie berarti mie dengan
kualitas
super
(primary
meaning),
tetapi
melalui
penggunaan dikenal sebagai merek mi produksi PT Indofood Sukses Makmur Tbk.15 2) Deceptive misdescriptive Merek yang tidak akurat atau memberikan penggambaran yang keliru (misdescriptive) tentang karakter, kualitas fungsi, komposisi atau penggunaan produk atau bahkan dengan tata bahasa yang salah, masih dapat didaftar dengan membangun secondary meaning mengakibatkan konsumen percaya bahwa merek tersebut menggambarkan produk, contohnya, Baby Dry untuk produk diapers bayi, Citi Bank untuk jasa perbankan.16
15
Rahmi Janed, Hukum Merek………., h. 76-77
16
Rahmi Janed, Hukum Merek………., h. 78
27
3) Personal names Nama pribadi (personal name) meski dalam beberapa hal daya pembedanya rendah, namun dapat didaftarkan jika membangun secondary meaning melalui penggunaan. Penggunaan untuk mencapai daya pembeda (acquiring distinctiveness through use) guna membangun presepsi konsumen disebut juga secondary meaning. Merek yang merupakan nama orang lazimnya digunakan untuk produk jasa, seperti merek salon dan spa Martha Tilaar, merek restoran ayam goreng Suharti, merek konsultan manajemen Price Water House Cooper, merek konsultan hukum Markus Sajogo.17 Incapable of becoming distinctive:not eligible for trademark protection
c.
regardless of length of use. (Tanda yang tidak memiliki kemampuan untuk membedakan tidak dapat dilindungi sebagai merek meskipun dalam waktu yang panjang telah digunakan).18 Tanda ini meliputi: 1) Generic term Merek yang memakai istilah umum (generic term) merupakan tanda yang menggambarkan genus dari produknya Generic term adalah diterapkan pada produk dan bukan sekadar pada
17
Rahmi Janed, Hukum Merek………., h. 79
18
Rahmi Janed, Hukum Merek………., h. 65
28
terminology yang digunakan yang sekadar bersifat menggambarkan (descriptive) produk. Setiap klaim atas generic term untuk memperoleh hak eksklusif merek harus ditolak karena pengaruhnya akan memberikan hak monopoli tidak hanya pada tanda yang digunakan sebagai merek, tetapi juga pada produk. Hal ini membuat merek tersebut tidak berdaya saing untuk dapat secara efektif memberi nama pada produk yang diusahakan untuk penjualnya. Contoh di Indonesia merek yang bersifat generic term adalah Kopi untuk kopi, Gula untuk gula, Beras untuk beras, Roti untuk roti.19 2) Deceptive Adapula
merek
yang
menyesatkan
(deceptive)
dalam
menggambarkan ciri, kualitas, fungsi, komposisi atau penggunaan dari
produk.
Dengan
penggambaran
yang
salah
tersebut
menyesatkan prospektif konsumen yang mempercayai bahwa produk sesuai penggambarannya. Tanda juga bersifat menyesatkan jika tanda menjadi hal yang bersifat materiel bagi konsumen untuk memutuskan dalam membelinya, contoh, Lamb Skin untuk cover seat jok mobil yang tidak terbuat dari bulu domba, Glass Wax untuk pembersih kaca yang tidak berisi wax dan Eco Clean untuk
19
Rahmi Janed, Hukum Merek………., h. 81-82
29
sabun detergen yang limbahnya pasti yang mencemarkan lingkungan. Merek seperti ini harus tidak diterima pendaftarannya, meski berupaya membangun secondary meaning karena dianggap menipu konsumen.20 3) Geographically deceptively misdecriptive Merek yang menyesatkan secara geografis (geographically deceptively misdescriptive), contohnya, produk buatan Indonesia yang dibubuhi label negara lain. Merek seperti ini harus tidak diterima pendaftarannnya, meski berupaya membangun secondary meaning karena dianggap menipu konsumen.21 3.
Telah menjadi milik umum Tanda-tanda yang karena telah dikenal dan dipakai secara luas serta bebas dikalangan masyarakat tidak lagi cukup untuk dipakai sebagai tanda pengenal bagi keperluan pribadi dari orang-orang tertentu. Misalnya disimpulkan dalam kategori ini tanda lukisan mengenai “ tengkorak manusia dengan dibawahnya ditaruhnya tulang bersilang”, yang secara umum dikenal dan juga dalam dunia internasional sebagai tanda bahaya racun.22
20
Rahmi Janed, Hukum Merek………., h. 83-84
21
Rahmi Janed, Hukum Merek………., h. 84
22
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak ………., h.350
30
4.
Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Sebuah merek yang berisikan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang akan dimohonkan pendaftarannya juga tidak dapat diterima untuk didaftar sebagai merek, karena keterangan tersebut tidak mempunyai daya pembeda. Misalnya merek kopi atau gambar kopi untuk jenis barang kopi atau untuk produk kopi.23 Kedua pasal di atas merupakan alasan absolute (Absolute Grounds) tidak
dapat diterimanya pendaftaran suatu merek. Sedangkan alasan relatif (relative ground) di Indonesia diatur pada pada pasal 6 UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek sebagai berikut:24 1.
Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut: a.
Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan atau jasa yang sejenis.
b.
Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenis.
23
Rachmadi Usman, Hukum Hak ………., h. 329
24
Rahmi Janed, Hukum Merek………., h. 110-111
31
c.
Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Indikasi Geografi yang sudah dikenal.
2.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dapat pula diberlakukan terhadap barang atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
3.
Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jendral apabila merek tersebut: a.
Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, merek, dan nama badan hukum yang dimiliki orang lain yang sudah terkenal, kecuali atas persetujuan tertulis yang berhak.
b.
Merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama bendera, lambang, nasional maupun internasional kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
c.
Merupakan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
C. Landasan dan Bentuk Perlindungan Hukum Merek. 1.
Landasan Perlindungan Hukum Merek Menurut M. Hadjon, perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat dan pengakuan terhadap hak asasi manusia yang
32
dimiliki oleh subyek hukum dalam negara hukum dengan berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut guna mencegah terjadinya kesewenang-wenangan. Perlindungan hukum itu pada umumnya berbentuk suatu peraturan tertulis, sehingga sifatnya lebih mengikat dan akan mengakibatkan adanya sanksi yang harus dijatuhkan kepada pihak yang melanggarnya.25 Perlindungan hukum dalam bidang merek di Indonesia pertama kali diatur dalam UU No. 21 Tahun 1961 Tentang Merek Dagang dan Merek Perniagaan. Selanjutnya diubah dengan UU No. 19 Tahun 1992 Tentang Merek, Selanjutnya dalam rangka penyesuaian terhadap ketentuan Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade in Counterfeit Goods (TRIPs) dilakukan penyempurnaan ketentuan UU No. 19/ 1992 melalui UU No. 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan UU Merek, yang dimuat dalam Lembaran Negara (LN) No. 31/ 1997 dan Memori Penjelasannya dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara (TLN) No. 3681/ 1997 serta dinyatakan berlaku efektif tanggal 7 Mei 1997, Namun pengaturan merek berikut penyempurnaan aturannya sangat tidak praktis.26
25
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: Bina Ilmu, 1987), h. 205 26
Rahmi Janed, Hukum Merek……….., h. 15-16
33
Selanjutnya untuk penyempurnaan dan kepraktisannya dibuat single text melalui UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Adapun yang menjadi pertimbangannya adalah sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia, maka dirasakan peranan merek menjadi sangat penting terutama untuk menjaga persaingan usaha yang sehat di era perdagangan bebas. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang memadai tentang merek guna memberikan peningkatan pelayanan bagi masyarakat.27 2.
Bentuk Perlindungan Hukum Merek Menurut Philipus M. Hadjon, dibedakan dua macam perlindungan hukum yaitu:28 a.
Perlindungan hukum yang preventif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya permasalahan atau sengketa.
b.
Perlindungan hukum yang represif yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang timbul. Sesuai dengan teori tersebut perlindungan hukum merek juga dibagi
menjadi dua yaitu perlindungan hukum yang bersifat preventif dan perlindungan hukum yang bersifat represif. a.
Perlindungan hukum atas merek secara preventif
27
Rahmi Janed, Hukum Merek………., h. 16
28
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum ………., h. 117
34
Perlindungan hukum preventif
merupakan sebuah bentuk
perlindungan yang mengarah pada tindakan yang bersifat pencegahan. Tujuannya adalah meminimalisasi peluang terjadinya pelanggaran merek dagang. Langkah ini difokuskan pada pengawasan pemakaian merek, perlindungan terhadap hak eksklusif pemegang hak atas merek dagang terkenal asing, dan anjuran-anjuran kepada pemilik merek untuk mendaftarkan mereknya agar haknya terlindungi.29 Dalam kepustakaan dikenal dua macam sistem (stelsel) pendaftaran merek, yaitu sistem konstitutif (atributif) dan sistem deklaratif. Dalam sistem konstitutif, hak atas merek diperoleh melalui pendaftaran, artinya hak eksklusif atas suatu merek diberikan karena adanya pendaftaran (required by registration). Dengan ungkapan lain, pada sistem konstitutif pendaftaran merek merupakan hal yang mutlak dilakukan. Merek yang tidak didaftar, otomatis tidak akan mendapat perlindungan hukum.30 Sedangkan pada sistem deklaratif, pendaftaran merek tidak merupakan keharusan, jadi tidak ada wajib daftar merek. Pendaftaran hanya untuk pembuktian, bahwa pendaftaran merek adalah pemakai
Jisia Mamahit, “Perlindungan Hukum Atas Merek Dalam Perdagangan Barang dan Jasa” Lex Privatum, I, 3 (Juli, 2013), h.97 29
30
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas ………., h. 331
35
pertama dari merek yang bersangkutan. Pendaftaran itu bukanlah menerbitkan
hak,
melainkan
hanya
memberikan
dugaan
atau
presumption iuris yaitu bahwa pihak yang mereknya terdaftar itu adalah pihak yang berhak atas merek tersebut dan sebagai pemakai pertama dari merek yang didaftarkan.31 Indonesia menganut sistem konstitutif dalam sistem pendaftaran mereknya, sehingga yang berhak atas suatu merek adalah pihak yang telah mendaftarkan mereknya. Pendaftaran itu menciptakan suatu hak atas merek tersebut, pihak yang mendaftarkan dialah satu-satunya yang berhak atas suatu merek dan pihak ketiga harus menghormati haknya pendaftar sebagai hak mutlak.32 Sistem konstitutif dipilih karena dirasa lebih menjamin kepastian hukum dari pada sistem deklaratif.33 Hal tersebut timbul dari fungsi pendaftaran merek yaitu:34 1) Sebagai alat bukti kepemilikan hak atas merek yang didaftarkan
31
Muhammad Djumhana dan R.Djubaedilah, Hak Milik ………., h. 255
32
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas ………., h. 332
33
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas ………., h. 333
34
Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, (Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I, 2013), h. 28
36
2) Sebagai dasar penolakan terhadap merek yang sama pada keseluruhannya atau sama pada pokoknya yang dimohonkan pendaftaran oleh orang lain untuk barang atau jasa sejenisnya 3) Sebagai dasar untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama pada keseluruhannya atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk barang atau jasa sejenisnya. Fungsi pendaftaran merek di atas menunjukkan hak eksklusif yang timbul karena adanya pendaftaran merek. Hak eksklusif penggunaan merek tersebut berfungsi seperti suatu monopoli, hanya berlaku untuk barang atau jasa tertentu. Oleh karena suatu merek memberi hak eksklusif pada yang bersangkutan, maka hak itu dapat dipertahankan terhadap siapa pun. 35 Termasuk terhadap permohonan pendaftaran merek oleh orang lain yang sama secara keseluruhan atau pada pokoknya. Pemegang hak merek sebagai pendaftar pertama (first to file) dapat menolak adanya pendaftaran merek tersebut karena lebih dahulu mendaftarkan mereknya. Merek yang telah terdaftar lebih dahulu disebut merek senior (senior mark). Senior mark adalah salah satu alasan relatif (relative ground) ditolaknya pendaftaran merek yang didaftarkan kemudian (junior mark). Seseorang bisa mengklaim merek senior jika yang
35
Muhammad Djumhana dan Djubaedillah, Hak Milik ………., h. 232
37
bersangkutan dapat memastikan bahwa yang bersangkutan adalah benar sebagai pemilik merek dan produsen barang atau jasa, serta tanda yang digunakan sebagai merek sama dengan pendaftarannya.36 Merek senior menetapkan hak mendahulu (droit de preference/ rechts beneficum) bagi pemegang haknya. Kecuali terbukti adanya itikad buruk pada saat pendaftarannya atau merek seyogianya tidak terdaftar karena bertentangan dengan alasan relative dan alasan absolute.37 b.
Perlindungan hukum atas merek secara represif Pengertian perlindungan hukum represif adalah perlindungan yang dilakukan untuk menyelesaikan atau menanggulangi suatu peristiwa atau kejadian yang terjadi, yaitu berupa pelanggaran hak atas merek. Tentunya dengan demikian peranan lebih besar berada pada lembaga peradilan dan aparat penegak hukum lainnya seperti kepolisian, Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dan kejaksaan untuk melakukan penindakan terhadap pelanggaran merek.38 Dalam perlindungan hukum yang sifatnya represif, maka pemberian sanksi yang jelas dan tegas bagi pelaku pelanggaran merek 36
Rahmi Janed, Hukum Merek………., h.235
37
Rahmi Janed, Hukum Merek………., h.236
38
Jisia Mamahit, “Perlindungan Hukum………., h.98
38
sesuai dengan Undang-undang Merek yang berlaku, juga harus dilaksanakan oleh aparat penegak hukum secara konsisten. Ini akan memberikan jaminan kepastian hukum khususnya bagi pemegang hak atas merek dagang terkenal asing di Indonesia.39 Perlindungan hukum atas merek secara represif dapat dilakukan melalui tiga jenis penanganan, yaitu: 1) Penanganan melalui hukum perdata Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap orang atau badan hukum yang menggunakan mereknya; yang mempunyai persamaan;
baik pada pokoknya ataupun pada
keseluruhannya secara tanpa hak, berupa permohonan ganti rugi dengan penghentian pemakaian merek tersebut [Pasal 76 ayat (1) b UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek]. Gugatan ini diajukan melalui pengadilan niaga.40 2) Penanganan melalui hukum pidana Di dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai perbuatan-perbuatan yang dilarang berhubungan dengan merek, diantaranya, diatur dalam pasal 253 – 262 KUHP.41 39
Hery Firmansyah, Perlindungan Hukum Terhadap merek, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011), h. 70 40
Muhammad Djumhana dan R.Djubaedilah, Hak Milik ………., h.270
41
Muhammad Djumhana dan R.Djubaedilah, Hak Milik………., h. 272
39
Ketentuan sanksi pidana yang mengatur khusus tindakan pelanggaran merek, diatur pula dalam UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek, yaitu pada Bab XIV, Pasal 90 – 95. Ketentuan khusus ini sesuai dengan asas hukum “lex specialis” dapat mengesampingkan ketentuan yang termuat dalam KUHP terhadap aturan yang memiliki kesamaan. Ketentuan Pasal 90 mengancam setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.,00, adapun pasal 91 memuat ketentuan bahwa
setiap orang yang dengan
sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk arang dan atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00.42
42
Muhammad Djumhana dan R.Djubaedilah, Hak Milik………., h. 274
40
3) Penanganan melalui administrasi negara Apabila terjadi pelanggaran terhadap hak intelektual, negara bisa juga menggunakan kekuasaannya untuk melindungi pemilik hak yang sah. Penggunaan kekuasaan negara tersebut melalui kewenangan administrasi negara, di antaranya, melalui pabean, standar industry, kewenangan pengawasan badan penyiaran, dan kewenangan pengawasan standar periklanan.43
43
Muhammad Djumhana dan R.Djubaedilah, Hak Milik ………., h. 276
BAB III KASUS PUTUSAN “KAMPUS DAN CAMPUS” DENGAN “BMCAMPUS DAN MMCAMPUS” A. Posisi Kasus Dalam putusan ini merupakan kasus antara Teguh Handojo yang bertempat tinggal di jalan Ledoksari Lor Nomor 19-27 Surakarta, Jawa Tengah melawan Tommy Sulistyo yang bertempat tinggal di jalan Taman Palem Mutiara Blok E1/66 Rt. 012, Rw. 010, Kelurahan Cengkareng Timur, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat. Dalam hal ini Tommy Sulistyo sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat dan Teguh Handojo sebagai Termohon Kasasi dahulu Penggugat. Teguh Handojo sebagai pemilik merek KAMPUS dan CAMPUS telah mendaftarkan mereknya pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sejak tanggal 19 Oktober 1980, yakni antara lain: 1.
Merek dagang KAMPUS daftar No. 150341 tanggal 20 Oktober 1980, yang diperpanjang dibawah Daftar No. 266434 tanggal 13 Mei 1991, dan diperpanjang kembali dibawah Daftar No. IDM00300138 tanggal 13 Mei 2011.
41
42
2.
Merek dagang CAMPUS daftar No. 172697 tanggal 18 Mei 1983 yang diperpanjang dibawah Daftar No. 313885 tanggal 18 Mei 1993, dan diperpanjang kembali dibawah Daftar No. 535424 tanggal 18 Mei 2003, dan telah diperpanjang kembali dibawah Daftar No. IDM000379477 tanggal 18 Mei 2013.
Keduanya didaftarkan untuk perlindungan jenis barang kelas 16. Jenis barang kelas 16 adalah kertas, karton dan barang-barang yang terbuat dari bahan-bahan ini, yang tidak termasuk kelas-kelas lain; barang-barang cetakan; bahan-bahan untuk menjilid buku; potret-potret; alat tulis-menulis perekat untuk keperluan alat tulis-menulis atau rumah tangga alat-alat kesenian kwas untuk cat mesin tik dan keperluan kantor (kecuali perabot kantor); bahan pendidikan dan pengajaran (kecuali aparat-aparat); bahan-bahan plastik untuk membungkus (yang tidak termasuk kelas-kelas lain), kartu-kartu main; huruf-huruf cetak; klise-klise.1 Tommy
Sulistyo
sebagai
pemilik
merek
BMCAMPUS
dan
MMCAMPUS telah mendaftarkan mereknya pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan data sebagai berikut: 1.
Merek dagang BMCAMPUS dibawah Nomor Pendaftaran IDM000275181 tanggal 14 Oktober 2010 untuk melindungi jenis barang yang termasuk kelas 16 1
Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, (Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I, 2013), h.38
43
2.
Merek dagang BMCAMPUS dibawah Nomor Pendaftaran IDM000275181 tanggal 14 Oktober 2010 untuk melindungi jenis barang yang termasuk kelas 16 Atas data tersebut menjadi alasan bagi penggugat merasa bahwa dirinya
adalah pendaftar pertama (first to file) hak merek dengan kata KAMPUS dan CAMPUS. Dan dengan terdaftarnya merek BMCAMPUS dan MMCAMPUS milik tergugat pada Direjen HKI membuat penggugat merasa dirugikan karena menurutnya ada kesamaan baik secara keseluruhan atau pada pokoknya anatara merek yang dimiliki penggugat dan tergugat. Hal ini yang selanjutnya menjadi dugaan penggugat atas adanya itikad buruk atas pendaftaran merek milik tergugat, yaitu mendompleng ketenaran dari merek penggugat dimana penggugat telah melakukan berbagai kegiatan promosi dalam berbagai skala dalam aktivitas usahanya. Atas alasan tersebut penggugat memohon pada Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat untuk mengadili dengan menyatakan bahwa penggugat adalah pendaftar pertama (first to file) hak merek dengan kata KAMPUS dan CAMPUS. Serta membatalkan pendaftaran merek dagang BMCAMPUS dan MMCAMPUS dengan alasan ada itikad tidak baik dalam pendaftaran kedua merek tersebut karena merupakan hasil peniruan atau jiplakan dari merek dagang milik penggugat.
44
B. Tampilan Merek Kemiripan antara merek satu dengan yang lain ini dikarenakan adanya unsur-unsur yang menonjol dari merek-merek tersebut. Unsur-unsur yang menonjol itu berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang 15 Tahun 2001 Tentang Merek terdiri dari nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut. Persamaan pada pokoknya pada suatu merek hanya hampir sama atau serupa bentuknya. Jadi semua elemen pada merek tidak harus tuntas sama atau bukan sama persis ataupun sama secara utuh.2 Pada penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek hanya menyebutkan unsur-unsur tersebut dikatakan menonjol apabila menimbulkan kesan adanya persamaan pada bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut. Maka dikatakan dalam “persamaan pada pokoknya” kemiripan itu bersifat substansial, yaitu meskipun merek-merek tersebut tidak sama persis, namun perbedaannya masih dapat dilacak, dan persamaan yang muncul dari merek-merek itu hanya berupa “kesan” dan tidak ada persamaan secara utuh antara merek-merek tersebut. Dengan kata lain merek-merek tersebut menurut pandangan umum terkesan mirip.
2
Emmy Yuhassarie, Hak Kekayaan Intelektual dan Perkembangannya, (Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum, 2005), h. 184. 52
45
Berdasarkan teori
tersebut,
penulis
menganggap
penting untuk
menunjukkan secara gamblang tampilan merek dari kedua belah pihak yang menjadi sengketa pada kasus ini. Agar selanjutnya dapat terlihat persamaan dan perbedaan dari merek kedua belah pihak. Berikut adalah tampilan merek kedua pihak: 1.
Merek milik penggugat.
Gambar 3.1 Campus 2.
Merek milik tergugat.
Gambar 3.2 BMcampus
Gambar 3.3 MMcampus
C. Pertimbangan dan Putusan Hakim Mahkamah Agung Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di samping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga
46
pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat. 3 Pada kasus ini Majelis Hakim Mahkamah Agung telah memberikan pertimbangan sebagai berikut: 1.
Bahwa Termohon Kasasi/ Terlawan semula Penggugat telah mendalilkan bahwa
pihak
Pemohon
Kasasi/Pelawan
semula
Tergugat
telah
mempergunakan merek yang sama dengan merek milik Termohon Kasasi/ Terlawan semula Penggugat yang sudah terkenal yaitu merek dagang KAMPUS dan CAMPUS, sedangkan sebaliknya menurut Pemohon Kasasi/ Pelawan semula Tergugat antara kedua merek yang terdaftar dengan etiket merek yang dipakai oleh Pemohon Kasasi/ Pelawan semula Tergugat yang juga telah terdaftar adalah tidak sama yakni merek dagang barang sejenis BMCAMPUS dan MMCAMPUS; 2.
Bahwa ternyata kata KAMPUS ataupun CAMPUS merupakan kata tunggal yang merupakan kata yang sudah biasa/umum dipakai untuk mengartikan perguruan tinggi, suatu tempat belajar tingkat sarjana dan siapapun dapat mempergunakannya seperti halnya penggunaan kata “WARUNG KOPI” (tempat minum kopi) atau kata “SEKOLAH”/”SCHOOL” (tempat melakukan kegiatan belajar mengajar) dan sebagainya;
3.
Bahwa adanya penambahan huruf BM atau MM pada merek dagang BMCAMPUS 3
dan
MMCAMPUS
yang
dimiliki
oleh
Pemohon
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h.140
47
Kasasi/Pelawan semula Tergugat mempunyai cirri pembeda dari kata umum daripada merek dagang KAMPUS dan CAMPUS milik Termohon Kasasi/ Terlawan semula Penggugat sehingga tidak melanggar ketentuan pasal 6 ayat (1) huruf a dan b UU Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. 4.
Bahwa oleh karena putusan Judex Facti dalam perkara ini telah bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Tommy Sulistyo patut dikabulkan. Berdasarkan pertimbangan tersebut Majelis Hakim Mahkamah Agung
memberikan keputusan sebagai berikut: 1.
Mengadili: a.
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: TOMMY SULISTYO tersebut;
b.
Membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 33/ Pdt.Sus-Plw.Merek/ 2013/ PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 14 Februari 2014
2.
Mengadili sendiri: a.
Dalam eksepsi: 1) Menolak eksepsi pelawan
b.
Dalam pokok perkara: 1) Menyatakan Pelawan adalah Pelawan yang baik; 2) Mengabulkan perlawanan (verzet) Pelawan untuk sebagian;
48
3) Menolak gugatan Terlawan (dahulu Penggugat) dalam perkara Nomor
33/
Pdt.Sus-Merek/
2013/
PN.Niaga.Jkt.Pst
untuk
seluruhnya; 4) Menyatakan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 33/ Pdt.Sus-Merek/ 2013/ PN.Niaga.Jkt.Pst batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum; 5) Menyatakan Pendaftaran merek dagang BMCAMPUS di bawah nomor
Pendaftaran:
IDM000275181
dan
merek
dagang
MMCAMPUS di bawah nomor Pendaftaran: IDM000275182 adalah sah dan memiliki kekuatan hukum; 6) Menolak perlawanan pelawan untuk selain dan selebihnya;
BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM PENDAFTAR PERTAMA HAK MEREK (Analisis Putusan Nomor: 304 K/ Pdt.Sus-HKI/ 2014) A. Implementasi UU No. 15 Tahun 2001 Terhadap Sengketa Merek “KAMPUS dan CAMPUS” Berdasarkan posisi kasus yang penulis tampilkan pada bab sebelumnya, penulis menyimpulkan ada dua pokok permasalahan yang dapat diidentifikasi, yaitu: 1.
apakah ada persamaan antara merek kedua belah pihak?
2.
Siapa pihak yang merupkan pendaftar pertama (first to file) hak merek yang menggunakan kata “campus” pada mereknya? Perlu diketahui bahwasannya prinsip perlindungan merek di Indonesia
adalah memberikan perlindungan atas merek terdaftar dengan itikad baik (good faith). 1 Untuk memastikan hal tersebut maka telah diatur dalam UU Merek prihal persyaratan subtantif dalam pendaftaran merek yang diatur pada pasal 4, 5 dan 6 UU Merek, yang merupakan alasan absolut dan alasan relatif tidak dapat diterimanya pendaftaran suatu merek. Alasan absolut terdapat pada pasal 5 sedangkan alasan relatif diatur pada pasal 6 UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek.2 1 2
Rahmi Janed, Hukum Merek, ( Jakarta: Prenadamedia Group, 2015 ), h.94 Rahmi Janed, Hukum Merek………., h.110
49
50
Alasan relatif ditolaknya pendaftaran suatu merek yang tercantum pada pasal 6 ayat (1) huruf a UU Merek mengatur bahwasannya merek yang hendak didaftarkan
tidak
boleh
mempunyai
persamaan
pada
pokoknya
atau
keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa sejenis. Selanjutnya dijelaskan dalam penjelasan UU Merek bahwasannya yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dan merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut. Berdasarkan aturan tersebut, penulis membandingkan merek kedua belah pihak dengan memperhatikan tampilan merek masing-masing pihak yang penulis tampilkan pada bab sebelumnya dan mendapatkan bahwasannya: 1.
Merek kedua belah pihak memiliki perbedaan bentuk dalam tampilan huruf mereknya
2.
Merek kedua belah pihak memiliki persamaan pada penempatan mereknya yaitu diletakkan pada tengah-tengah cover, dihapit oleh motif kotak-kotak berwarna merah dan hitam, dan ditempatkan dalam sebuah persegi panjang berwarna hitam sebagai latar merek.
51
3.
Merek kedua belah pihak memiliki persamaan dalam penulisan kata “campus” yaitu terdiri dari huruf “C-A-M-P-U-S”. Hanya saja ada penambahan huruf “BM” dan “MM” pada merek tergugat.
4.
Merek kedua belah pihak memiliki persamaan dalam kombinasi unsur-unsur merek yang ada, yaitu pada gambar motif kotak-kotak berwarna merah dan hitam pada cover, serta persegi panjang berwarna hitam sebagai latar merek dan sama-sama mengandung kata “campus” sebagai main brand-nya. Hanya saja ada penambahan huruf “BM” dan “MM” pada merek tergugat
5.
Merek kedua belah pihak memiliki persamaan fonetik pada kata “campus” yang dalam bahasa inggris berarti perkampungan pada perguruan tinggi, dalam kamus penyebutan kata “campus” adalah /ˈkæmpəs/3, namun orang Indonesia biasa menyebut dengan “kampus”. Hasil perbandingan tersebut menunjukkan banyak kesamaan antara
merek kedua belah pihak diantaranya: motif kotak-kotak dengan warna merah dan hitam yang menghapit merek, persegi panjang dengan latar hitam yang dijadikan latar merek, sama-sama mengandung kata “campus” sebagai main brand-nya dan memiliki bunyi yang sama pada penyebutan kata “campus” yaitu “kampus”. Sedangkan yang membedakan hanya penambahan kata “BM” dan “MM” serta bentuk tulisan yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut penulis
3
John M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.95
52
menyimpulkan bahwa merek kedua belah pihak memiliki persamaan pada pokoknya. Masalah selanjutnya adalah “siapakah pihak yang merupkan pendaftar pertama (first to file) hak merek yang menggunakan kata “campus” pada mereknya?”. Menurut Rahmi Janed pendaftaran merek junior yang memiliki kesamaan pada pokoknya atau persamaan secara keseluruhan dengan merek senior harus ditolak oleh Ditjen HKI.4Jadi dapat disimpulkan bahwa merek yang harus dihapuskan adalah merek yang paling akhir didaftarkan (merek junior). Berdasarkan data yang penulis tampilkan pada bab sebelumnya dapat dipastikan bahwa merek penggugatlah yang terlebih dahulu didaftarkan sehingga menjadikan penggugat sebagai pendaftar pertama (first to file) hak merek yang menggunakan kata “campus” pada kasus ini. Penggugat telah mendaftarkan mereknya pada: 1.
Merek dagang KAMPUS daftar No. 150341 tanggal 20 Oktober 1980, yang diperpanjang dibawah Daftar No. 266434 tanggal 13 Mei 1991, dan diperpanjang kembali dibawah Daftar No. IDM00300138 tanggal 13 Mei 2011.
2.
Merek dagang CAMPUS daftar No. 172697 tanggal 18 Mei 1983 yang diperpanjang dibawah Daftar No. 313885 tanggal 18 Mei 1993, dan diperpanjang kembali dibawah Daftar No. 535424 tanggal 18 Mei 2003, dan
4
Rahmi Janed, Hukum Merek………., h.236
53
telah diperpanjang kembali dibawah Daftar No. IDM000379477 tanggal 18 Mei 2013. Sedangkan tergugat mendaftarkan mereknya pada: 1.
Merek dagang BMCAMPUS dibawah Nomor Pendaftaran IDM000275181 tanggal 14 Oktober 2010 untuk melindungi jenis barang yang termasuk kelas 16
2.
Merek dagang BMCAMPUS dibawah Nomor Pendaftaran IDM000275181 tanggal 14 Oktober 2010 untuk melindungi jenis barang yang termasuk kelas 16 Adanya persamaan pada pokoknya antara merek kedua belah pihak serta
lebih
dahulunya
penggugat
dalam
mendaftarkan
mereknya
sehingga
menjadikannya sebagai pendaftar pertama (first to file) hak merek yang menggunakan kata “campus” menjadi dasar alasan pembatalan merek tergugat yaitu “BMCAMPUS” dan “MMCAMPUS”. Pembatalan merek tergugat harus dilakukan demi menjaga hak eksklusif penggugat sebagai pendaftar pertama (first to file) hak merek dengan kata “campus” yaitu hak dalam menggunakan merek dagang “CAMPUS” dan “KAMPUS” di Indonesia agar dapat membedakan hasil-hasilnya dari pihak lain sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan pasal 3 UU Merek.
54
B. Penemuan Hukum Oleh Hakim Terhadap Sengketa Merek “KAMPUS dan CAMPUS” pada Putusan MA No. 304 K/ Pdt.Sus-HKI/ 2014 Tugas pokok hakim adalah menerima, memeriksa, dan memutus serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di suatu sidang pengadilan, dengan menjatuhkan suatu putusan, yang disebut dengan putusan hakim. 5 Dalam hal menjalankan tugas pokok hakim tersebut pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menentukan bahwa: “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Selanjutnya dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan: “Ketentuan ini dimaksudkan agar putusan hakim dan hakim konstitusi sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat”. Dari ketentuan di atas, tersirat secara juridis maupun filosofis, hakim mempunyai kewajiban atau hak untuk melakukan penemuan hukum agar putusan yang diambilnya dapat sesuai dengan hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat.6 Penemuan hukum adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberikan tugas melaksanakan hukum atau menerapkan peraturan hukum umum terhadap peristiwa hukum yang konkret. 5
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.52
6
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum ………., h.27
55
Lebih konkret lagi dapat dikatakan bahwa penemuan hukum merupakan proses konkretisasi, kristalisasi dan individualisasi peraturan hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkret (das sein).7 Ada dua teori penemuan hukum yang dapat dilakukan oleh hakim dalam praktik peradilan, yaitu melalui metode interpretasi atau penafsiran dan melalui metode konstruksi.8 Sesuai dengan kerangka konseptual yang penulis paparkan pada bab sebelumnya penulis mengidentifikasi bahwa majelis hakim mengunakan metode interpretasi gramatikal, yaitu dengan menafsirkan kata-kata dalam UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek sesuai kaidah bahasa dan kaidah hukum tata bahasa. Hal tersebut dimulai dari pertimbangan hakim yang menyatakan “Bahwa ternyata kata KAMPUS ataupun CAMPUS merupakan kata tunggal yang merupakan kata yang sudah biasa/umum dipakai untuk mengartikan perguruan tinggi, suatu tempat belajar tingkat sarjana dan siapapun dapat mempergunakannya seperti halnya penggunaan kata “WARUNG KOPI” (tempat minum kopi) atau kata “SEKOLAH”/”SCHOOL” (tempat melakukan kegiatan belajar mengajar) dan sebagainya”. Pada pertimbangan tersebut majelis hakim mengintrepretasikan secara gramatikal pasal 5 huruf c Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek terhadap merek penggugat dan
7
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2007), h.37 8
Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), h.167
56
menyimpulkan bahwa merek penggugat adalah merek yang telah menjadi milik umum. Selanjutnya hakim menginterpretasi secara gramatikal pasal 6 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek dalam pertimbangannya yang menyatakan “Bahwa adanya penambahan huruf BM atau MM pada merek dagang BMCAMPUS dan MMCAMPUS yang dimiliki oleh Pemohon Kasasi/Pelawan semula Tergugat mempunyai ciri pembeda dari kata umum daripada merek dagang KAMPUS dan CAMPUS milik Termohon Kasasi/ Terlawan semula Penggugat sehingga tidak melanggar ketentuan pasal 6 ayat (1) huruf a dan b UU Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek”. Pada pertimbangan tersebut majelis hakim menyimpulkan bahwa adanya penambahan huruf BM dan MM pada merek tergugat sudah menjadi daya pembeda yang cukup sehingga tidak menyerupai merek penggugat dan juga tidak melanggar ketentuan pasal 6 ayat (1) huruf a dan b UU Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. C. Analisis Penulis Majelis Hakim pada Putusan Nomor: 304 K/ Pdt.Sus-HKI/ 2014 memiliki dua pertimbangan utama dalam menjatuhkan putusannya, yaitu: 1.
Menyatakan bahwa merek pengguagat yaitu “KAMPUS dan CAMPUS” merupakan milik umum, sehingga tidak boleh dimonopoli oleh siapapun.
2.
Menyatakan bahwa merek milik tergugat yaitu “BMCAMPUS dan MMCAMPUS” telah memiliki daya pembeda yang cukup yaitu dengan
57
penambahan huruf BM dan MM pada mereknya, sehingga tidak menyerupai merek milik penggugat. Pada pertimbangan yang pertama hakim menyatakan “Bahwa ternyata kata KAMPUS ataupun CAMPUS merupakan kata tunggal yang merupakan kata yang sudah biasa/umum dipakai untuk mengartikan perguruan tinggi, suatu tempat belajar tingkat sarjana dan siapapun dapat mempergunakannya seperti halnya penggunaan kata “WARUNG KOPI” (tempat minum kopi) atau kata “SEKOLAH”/”SCHOOL” (tempat melakukan kegiatan belajar mengajar) dan sebagainya”. Sebagaimana penulis sampaikan sebelumnya, bahwa pada pertimbangan ini hakim menginterpertasikan ketentuan pasal 5 huruf c UU Merek yang menyatakan “merek tidak dapat didaftar apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini: (c) telah menjadi milik umum. Selanjutnya dalam penjelasan ketentuan tersebut dinyatakan “salah satu contoh merek seperti ini adalah tanda tengkorak di atas dua tulang yang bersilang, yang secara umum telah diketahui sebagai tanda bahaya. Tanda seperti itu adalah tanda yang bersifat umum dan telah menjadi milik umum. Oleh karena itu, tanda itu tidak dapat digunakan sebagai merek. Menurut kepada ketentuan tersebut maka seharusnya merek penggugat yang dinyatakan sebagai merek dengan kata milik umum oleh hakim diputus untuk dibatalkan atau dihapuskan. Namun pada kenyataanya dalam putusannya hakim Mahkamah Agung tidak memutus pembatalan terhadap merek penggugat. Hal tersebut selanjutnya menjadi
58
masalah karena bagaimana merek yang masih terdaftar tidak mendapat hak eksklusif yang menjadi salah satu fungsi pendaftaran merek. Apabila melihat yurisprudensi yang ada, pada putusan Mahkamah Agung No. 178K/Sip/1973, tanggal 9 April 1973. Yang memutus sengketa antara PT MEGA RUBBER FACTORY sebagai pemilik merek “Cap Kampak dan Cap Jempol” (penggugat) dengan Paulus Suryatika selaku Direktur PT. Progolan sebagai pemilik merek “Cap Raja Kampak dan Cap Jempol” (tergugat). Dimana majelis hakim pada putusan ini dalam pertimbangannya telah menyatakan “Bahwa “Jempol” walaupun merupakan kata-kata yang dimiliki oleh umum sehingga sebenarnya tidak boleh dipakai sebagai merek. Berdasarkan yurisprudensi adakalanya suatu kata yang bersifat umum dapat menjadi merek juga yaitu dalam hal pemakaian yang sangat lama, kata tersebut oleh khalayak ramai sudah dianggap sebagai berasal dari suatu pabrik tertentu (berkomst aanduiding) dan diakui sebagai merek. 9 Berdasarkan yurisprudensi tersebut ditegaskan bahwa merek dengan kata yang merupakan milik umum dapat dijadikan merek dengan syarat telah lama digunakan. Dalam kaitannya dengan kata campus yang menjadi merek penggugat dapat dikatakan bahwa kata campus telah lama digunakan oleh penggugat untuk dijadikan merek yang membimbing konsumen kepada produknya. Hal tersebut dapat dilihat dari jangka waktu didaftarkannya merek campus oleh penggugat hingga perkara ini diajukan. 9
h.410
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Rajawali Pers, 2007),
59
Dimana penggugat mendaftarkan mereknya pada 19 Oktober 1980 dan perkara ini pertama kali diajukan pada sekitar 11 September 2013, jadi kurang lebih sekitar 33 tahun lamanya penggugat menggunakan kata campus sebagai merek dari produk yang dihasilkannya. Dengan jangka waktu yang begitu lama tersebut seharusnya menjadi pertimbangan hakim untuk menyatakan bahwasannya merek campus layak menjadi merek dan harus mendapatkan perlindungan hukum. Hal tersebut di atas diperkuat dengan adanya dogma tentang arbitrary meaning pada merek. Menurut Rahmi Janed Arbitrary (berubah-ubah tidak berkaitan) merupakan kata yang secara kasat mata bagi konsumen tidak memiliki kaitan dengan produknya secara inheren memiliki daya pembeda, contoh Apple untuk Computer, Golf dan Jaguar untuk mobil. Hal ini mengingat jika konsumen melihat kata Apple pada computer atau kata Golf atau Jaguar untuk mobil pada saat pertama kali, tentunya konsumen tidak akan berpikir bahwa kata itu sekadar hiasan seperti kata Amsterdam pada T’shirt.Tentunya kata Apple dan Jaguar membimbing konsumen kepada produsen sebagai indikasi sumber produk atau produsen dan mengesampingkan semua hal yang berhubungan antara hewan jaguar sesungguhnya dengan produk mobil dan mengesampingkan semua hal yang menghubungkan buah apel sesungguhnya dengan produk computer.10
10
Rahmi Janed, Hukum Merek………., h. 72
60
Hal tersebut juga kita dapati pada kata campus pada merek penggugat. Dimana kata campus pada merek penggugat ditujukan untuk menjadi tanda yang merujuk atas produk penggugat yaitu segala macam kertas kertas lembaran, gulungan, bentuk lain sebagai bahan baku; kertas tebal lembaran, gulungan, bentuk lain sebagai bahan baku; kertas dan karton bergelombang; alat-alat penjilid buku; barang-barang cetakan, buku-buku; buku komik; buku bacaan; buku cerita; majalah; blok note; buku-buku administrasi perkantoran; map-map; ordner; amplop segala ukuran; segala macam album; alat-alat tulis menulis; perekat (lem) kertas/-karton/-tulis menulis; pinsil; pena; tangkai pena; mata pena; huruf cetak; klise; stip (penghapus); penghapus cair; paper clips; penahan buku; stofmap; tempat pensil/pena/alat-alat tulis; staples; kertas karbon; penghapus papan tulis; tempat surat; bantalan stempel; penggaris-penggaris; pelbagai macam buku tulis/ buku gambar; writing block; kertas untuk menggambar/melukis; kertas HVS segala ukuran; kertas doorslag berbagai warna; kertas bergaris dan polos untuk mengetik/menulis, hechtmachine; sampul-sampul buku; pembuka amplop. Sehingga kata campus pada merek penggugat tidak memiliki kaitan secara langsung dengan arti kata campus yang lazim digunakan oleh masyarakat untuk menunjuk sebuah perguruan tinggi. Dapat disimpulkan bahwa kata campus merupakan jenis Arbitrary Mark sama halnya seperti kata apple, jaguar dan office dimana semua kata tersebut digunakan untuk membimbing konsumen pada suatu produk dari suatu produsen
61
tertentu dimana produk tersebut tidak memiliki kaitan dengan arti kata yang lazim digunakan oleh mstarakat, sehingga secara inheren memiliki daya pembeda dan layak untuk dijadikan sebagai sebuah merek. Pertimbangan
yang
selanjutnya
hakim
menyatakan
“Bahwa
adanya
penambahan huruf BM atau MM pada merek dagang BMCAMPUS dan MMCAMPUS yang dimiliki oleh Pemohon Kasasi/Pelawan semula Tergugat mempunyai cirri pembeda dari kata umum daripada merek dagang KAMPUS dan CAMPUS milik Termohon Kasasi/Terlawan semula Penggugat sehingga tidak melanggar ketentuan pasal 6 ayat (1) huruf a dan b UU Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek”. Sebagaimana penulis sampaikan sebelumnya, bahwa pada pertimbangan ini hakim menginterpretasikan ketentuan pasal 6 ayat (1) huruf a UU Merek yang menyatakan “permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jendral apabila merek tersebut: (1) huruf a. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan atau jasa yang sejenis. Menurut penulis hakim telah salah dalam pertimbangannya dengan menyatakan bahwa penambahan huruf BM dan MM pada merek tergugat sebagai ciri pembeda yang cukup. Dengan pernyataannya itu secara tidak langsung hakim mengatakan bahwa asal ada perbedaan antara merek satu dengan merek lainnya maka merek itu berbeda. Padahal dalam ketentuan pasal 6 ayat (1) huruf a juga mengatur perihal larangan atas pendaftaran merek yang
62
mempunyai persamaan pada pokoknya. Dimana di penjelasan UU Merek dijelaskan bahwasannya yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dan merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut. Berdasarkan ketentuan tersebut, hendaknya hakim membandingkan merek kedua belah pihak untuk menentukan ada tidaknya persamaan pada pokoknya sesuai apa yang ditentukan dalam UU Merek. Sebagai mana yang telah penulis lakukan pada sub bab sebelumnya, penulis membandingkan merek kedua belah pihak dan mendapatkan bahwasannya: 1.
Merek kedua belah pihak memiliki perbedaan bentuk dalam tampilan huruf mereknya
2.
Merek kedua belah pihak memiliki persamaan pada penempatan mereknya yaitu diletakkan pada tengah-tengah cover, dihapit oleh motif kotak-kotak berwarna merah dan hitam, dan ditempatkan dalam sebuah persegi panjang berwarna hitam sebagai latar merek.
3.
Merek kedua belah pihak memiliki persamaan dalam penulisan kata “campus” yaitu terdiri dari huruf “C-A-M-P-U-S”. Hanya saja ada penambahan huruf “BM” dan “MM” pada merek tergugat.
63
4.
Merek kedua belah pihak memiliki persamaan dalam kombinasi unsur-unsur merek yang ada, yaitu pada gambar motif kotak-kotak berwarna merah dan hitam pada cover, serta persegi panjang berwarna hitam sebagai latar merek dan sama-sama mengandung kata “campus” sebagai main brand-nya. Hanya saja ada penambahan huruf “BM” dan “MM” pada merek tergugat
5.
Merek kedua belah pihak memiliki persamaan fonetik pada kata “campus” yang dalam bahasa inggris berarti perkampungan pada perguruan tinggi, dalam kamus penyebutan kata “campus” adalah /ˈkæmpəs/11, namun orang Indonesia biasa menyebut dengan “kampus”. Hasil perbandingan tersebut menunjukkan banyak kesamaan antara
merek kedua belah pihak diantaranya: motif kotak-kotak dengan warna merah dan hitam yang menghapit merek, persegi panjang dengan latar hitam yang dijadikan latar merek, sama-sama mengandung kata “campus” sebagai main brand-nya dan memiliki bunyi yang sama pada penyebutan kata “campus” yaitu “kampus”. Sedangkan yang membedakan hanya penambahan kata “BM” dan “MM” serta bentuk tulisan yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut penulis menyimpulkan bahwa merek kedua belah pihak memiliki persamaan pada pokoknya. Berdasarkan penjabaran diatas penulis menyimpulkan bahwa Majelis Hakim pada Putusan Nomor: 304 K/ Pdt.Sus-HKI/ 2014 telah melakukan
11
John M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris………., h.95
64
pertimbangan yang tidak tepat. Hal tersebut berdampak pada putusan hakim yang penulis nilai juga tidak tepat, karena dalam putusannya hakim memutuskan bahwa pendaftaran merek dagang BMCAMPUS di bawah Nomor Pendaftaran: IDM000275181 dan merek dagang MMCAMPUS di bawah Nomor Pendaftaran: IDM000275182 adalah sah dan memiliki kekuatan hukum. Apabila disesuaikan dengan apa yang penulis telah jabarkan, dimana merek penggugat dengan kata “campus” merupakan jenis Arbitrary Mark dimana kata campus yang digunakan tidak memiliki hubungan dengan arti kata yang lazim digunakan masyarakat untuk menunjuk suatu perguruan tinggi dan juga penggunaan merek yang sudah lama oleh penggugat membuat mereknya yaitu “CAMPUS dan KAMPUS” layak untuk menjadi merek dan mendapatkan perlindungan hukum. selanjutnya fakta yang penulis temukan bahwasannya merek kedua belah pihak memiliki kesamaan pada pokoknya, sehingga merek dari salah satu pihak harus dihapuskan. Menurut Rahmi Janed pendaftaran merek junior yang memiliki kesamaan pada pokoknya atau persamaan secara keseluruhan dengan merek senior harus ditolak oleh Ditjen HKI. 12 Jadi dapat disimpulkan bahwa merek yang harus dihapuskan adalah merek yang paling akhir didaftarkan (merek junior). Berdasarkan data yang penulis sampaikan pada bab sebelumnya, maka dapat dipastikan bahwa merek tergugat yaitu “BMCAMPUS dan MMCAMPUS” merupakan merek junior pada kasus ini.
12
Rahmi Janed, Hukum Merek………., h.236
65
Karena merek penggugat didaftarkan pada 19 Oktober 1980 sedangkan merek tergugat didaftarkan pada 14 Oktober 2010. Sehingga seharusnya hakim dalam putusannya memutus untuk tetap menghapus pendaftaran merek dagang BMCAMPUS di bawah Nomor Pendaftaran: IDM000275181 dan merek dagang MMCAMPUS di bawah Nomor Pendaftaran: IDM000275182. Penghapusan merek tergugat pada kasus ini menjadi sangat penting, demi mewujudkan perlindungan hukum terhadap penggugat sebagai pendaftar pertama. Dimana pendaftaran suatu merek menimbulkan hak eksklusif bagi pemilik merek. Hak eksklusif penggunaan merek tersebut berfungsi seperti suatu monopoli, hanya berlaku untuk barang atau jasa tertentu. Oleh karena suatu merek memberi hak eksklusif pada yang bersangkutan, maka hak itu dapat dipertahankan terhadap siapa pun. 13 Termasuk terhadap merek yang memiliki kesamaan pada pokoknya atau persamaan secara keseluruhan milik orang lain.
13
Muhammad Djumhana dan R.Djubaedilah, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), h. 232
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan
uraian
yang
telah
dikemukakan
pada
bab-bab
sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Pada sengketa merek antara merek “KAMPUS dan CAMPUS” dengan merek “BMCAMPUS dan MMCAMPUS”. Implementasi Undang-undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek terletak pada pasal 6 ayat (1) huruf a. dimana berdasarkan ketentuan tersebut merek junior yang memiliki persamaan dengan merek senior tidak layak didaftarkan. Sehingga apabila ada dua merek yang memiliki persamaan, maka merek yang terakhir didaftarkan (merek junior) dapat dibatalkan demi menjaga hak eksklusif dari pendaftar pertama atas merek yang bersangkutan.
2.
Metode penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim pada sengketa merek antara merek “KAMPUS dan CAMPUS” dengan merek “BMCAMPUS dan MMCAMPUS” adalah interpertasi gramatikal, yaitu dengan menafsirkan kata-kata dalam UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek sesuai kaidah bahasa dan kaidah hukum tata bahasa.
3.
Majelis Hakim Mahkamah Agung telah tidak tepat dalam pertimbangannya, dimana hakim menyatakan bahwa kata campus adalah kata tunggal yang
66
67
sudah umum sehingga tidak dapat dimonopoli oleh siapa pun. Merek campus merupakan Arbitrary Mark sehingga walaupun kata campus merupakan kata yang sudah umum, namun dalam penggunaanya merek campus milik penggugat tidak memiliki kaitan dengan makna kata campus yang lazim digunakan oleh masyarakat untuk menunjuk sebuah perguruan tinggi. Disamping itu penggunaan kata campus oleh penggugat dalam waktu yang lama sebagai merek dari produknya menjadikan kata campus layak untuk digunakan sebagai merek dan mendapatkan perlindungan hukum. Selanjutnya Majelis Hakim Mahkamah Agung juga telah tidak tepat dalam pertimbangannya, dimana hakim menyatakan bahwa penambahan huruf BM dan MM pada merek “BMCAMPUS dan MMCAMPUS” mempunyai daya pembeda dari merek penggugat. Pada pertimbangan ini hakim tidak tepat karena tidak memperhatikan ketentuan bahwa merek tidak boleh memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek milik orang lain yang terlebih dahulu didaftarkan. Setelah penulis teliti secara saksama, penulis menyimpulkan bahwa merek kedua belah pihak memiliki persamaan pada pokoknya. Pertimbangan yang tak tepat tersebut mempengaruhi putusan hakim yang menurut penulis tidak tepat, dimana hakim memutuskan pendaftaran merek dagang BMCAMPUS di bawah Nomor Pendaftaran: IDM000275181 dan merek dagang MMCAMPUS di bawah Nomor Pendaftaran: IDM000275182 adalah sah dan memiliki kekuatan hukum.
68
Dimana berdasarkan penjabaran penulis seharusnya merek “BMCAMPUS dan MMCAMPUS” dihapuskan demi menjaga hak eksklusif penggugat sebagai pendaftar pertama (first to file) hak merek dengan kata campus. B. SARAN 1.
Penulis menyarankan agar diadakan sosialisasi prihal merek kepada masyarakat umum melalui seminar-seminar umum agar masyarakat tahu merek apa saja yang dapat dan tidak dapat didaftarkan sebagai merek.
2.
Penulis menyarankan agar diadakan amendemen terhadap UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek dengan memberikan ketentuan yang lebih rinci lagi perihal merek yang sudah menjadi milik umum dan standar penilaian yang terukur serta mengikat setiap pihak dalam menetukan persamaan suatu merek, sehingga peraturan tersebut dapat dengan mudah mengidentifikasi apakah merek yang bersangkutan layak atau tidak untuk didaftarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adisumitro, Harsono, Hak Milik Perindustrian, Jakarta: Akademika Pressindo, 1990 Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis) Arto, Mukti, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004 Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual,Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I, 2013 Casavera, 8 Kasus Sengketa Merek di Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009 Djumhana, Muhammad, Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2014 Firmansyah, Hery, Perlindungan Hukum Terhadap merek, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011 Gautama, Sudargo, Pembaharuan Hukum Merek Indinesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997 (
), Rizwanto Winata, Komentar Asas UU No. 19/1992 dan Peraturan Peraturan Pelaksanaannya,Bandung: Alumni, 1994
Hadjon, Philipus M., Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: Bina Ilmu, 1987 Hamidi, Jazim, Hermeneutika Hukum, Teori Penemuan Hukum Barudengan Interpretasi Teks, (Yogyakarta: UII Pers, 2005) Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia Publishing, Cet-II 2006 Janed, Rahmi ,hukum merek, Jakarta: Prenadamedia group, 2015 Margono, Suyud, Hak Milik Industri: Pengaturan dan Praktik di Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2011
69
70
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, cet-IV 2010 Mertokusumo, Sudikno, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar,Yogyakarta: Liberty, 2007 Mulyadi, Kartini dan Gunawan Widjaya, Kebendaan Pada Umumnya: Seri Hukum Harta Kekayaan, Jakarta: Prenada Media Group, 2003 OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: Rajawali Pers, 2007 Putra, Syopiansyah Jaya, Etika Bisnis dan Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009 Raharjo, Satijipto, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000 Rifai, Ahmad, Penemuan Hukum oleh Hakim: Dalam Prespektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika, 2011 S, Salim H dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2008 Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UII-Press, 2008 Soekardono, R, Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Dian Rakyat Cet. VIII, 1983 Suryatin, Hukum Dagang I dan II, Jakarta: Pradnya Paramita, 1980 Suryodiningrat, R.M, Aneka Hak Milik Perindustrian, Bandung: Tarsito, 1981 Sutedi, Adrian, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta: Sinar Grafika, 2013 Sutjipto, H.M.N. Purwo, Pengertiah Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1984 Syahraini, Riduan, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung: Alumni, 2004 Usman, Rachmadi, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, Bandung: Alumni, 2003 Yuhassarie,Emmy, Hak Kekayaan Intelektual dan Perkembangannya,(Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum, 2005 PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99