PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM GREEN CORRIDOR INITIATIVE (GCI), PT CHEVRON GEOTHERMAL
MUHAMAD RANDY WIGUNA SEMESTA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Partisipasi Stakeholder dalam Implementasi Program Green Corridor Initiative (GCI), PT Chevron Geothermal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Muhamad Randy Wiguna Semesta NIM I34100059
ii
ABSTRAK MUHAMAD RANDY WIGUNA SEMESTA Partisipasi Stakeholder dalam Implementasi Program Green Corridor Initiative (GCI), PT Chevron Geothermal. Dibawah bimbingan FREDIAN TONNY NASDIAN. Populasi hewan langka di sekitar wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) kian menurun bahkan terancam punah. Menyadari adanya masalah tersebut PT Chevron Geothermal bersama dengan para stakeholder lain membentuk program yang dinamakan program Green Corridor Initiative (GCI). Bagi PT Chevron Geothermal program ini sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis partisipasi stakeholder dalam implementasi program Green Corridor Initiative (GCI) PT Chevron Geotermal. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dan kualitatif. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui responden dan informan. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara penguatan prinsip kemitraan dengan tingkat partisipasi stakeholder, tidak adanya hubungan antara tingkat partisipasi stakeholder dengan tingkat efektivitas Pogram GCI dan adanya hubungan antara tingkat efektivitas Program GCI dengan sikap masyarakat terhadap perusahaan. Kata Kunci: partisipasi stakeholder, CSR, efektivitas CSR, prinsip kemitraan, Program GCI, partisipasi masyarakat.
iv
ABSTRACT MUHAMAD RANDY WIGUNA SEMESTA. Stakeholder Participation in the Green Corridor Implementation Program Initiative (GCI), Chevron Geothermal. Under the guidance of FREDIAN TONNY NASDIAN. The population of endangered animals around the Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) decreased even more endangered. Aware of the problem the PT Chevron Geothermal, together with other stakeholders to form a program called the Green Corridor programme Initiative (GCI). For PT Chevron Geothermal program as a form of corporate social responsibility to the environment. This research aims to analyze the participation of stakeholders in the implementation of the programme of the Green Corridor Initiative (GCI) PT Chevron Geothermal. The research method used is the quantitative and qualitative methods. The Data collected includes primary data and secondary data obtained by respondents and informants. The results showed the existence of a relationship between strengthening the principle of partnership with the level of participation of stakeholders, the absence of a relationship between the level of participation of stakeholders with the level of effectiveness of the GCI Program and the existence of a relationship between the level of effectiveness of the GCI Program with the attitude of community towards the company. Keywords: participation of stakeholders, CSR, CSR effectiveness, principles of partnership, community participation, GCI program.
PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM GREEN CORRIDOR INITIATIVE (GCI), PT CHEVRON GEOTHERMAL
MUHAMAD RANDY WIGUNA SEMESTA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
vi
Judul Skripsi Nama NIM
: Partisipasi Stakeholder dalam Implementasi Program Green Corridor Initiative (GCI), PT Chevron Geothermal : Muhamad Randy Wiguna Semesta : I34100059
Disetujui oleh
Ir Fredian Tonny Nasdian MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus: ________________
viii
PRAKATA Alhamdulillah penulis panjatkan puji syukur penulis kepada ALLAH SWT atas rahmat dan anugerah-Nya, sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah SAW sehingga pada saat ini penulis dapat menyelesaikan skipsi yang berjudul “Partisipasi Stakeholder dalam Implementasi Program Green Corridor Initiative (GCI), PT Chevron Geotermal” dapat diselesaikan tanpa hambatan dan masalah yang berarti. Pujian dan sholawat senantiasa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW, keluarga beliau, dan para sahabat hingga tabi’in dan pengikutnya hingga hari akhir. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa teruma kasih kepada: 1. Institut Pertanian Bogor, khususnya Departemen Sains Komunikasi dan Pengambangan Masyarakat yang memberi kesempatan penulis untuk banyak belajar di dikampus tercinta ini. 2. Ir Fredian Tonny Nasdian MS, dosen pembimbing skripsi yang telah banyak mencurahkan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan yang sangat berarti selama penulisan skripsi ini. 3. Ayahanda tecinta Ridwan, Ibunda Jamilah, Adik-adik tercinta Risna, Rafly, Rafika dan Ramzy, yang merupakan sumber motivasi penulis dalam segala hal. 4. Iman K Nawireja, dosen pembimbing akademik yang telah membimbing peneliti dan memberi masukan dalam hal akademik. 5. Keluarga besar Bapak H Swaroop Widodo dan khususnya Vemy Ertika Widowaty yang selalu memberikan semangat dan motivasi bagi penulis selama perkuliahan, penelitian dan penulisan skripsi. 6. Keluarga bapak Atma, teh Juju dan warga desa Purwabakti atas dukungan, kerjasama serta kebersamaan layaknya keluarga selama penelitian. 7. Bapak Dali Sadli, Muchamad Soleh, Mbak Nana dan Mas Helmi yang banyak sekali membantu penulis dalam penulisan skripsi ini. 8. Teman-teman satu bimbingan, Idah, Mahdi, Pinky dan Riky, yang saling menyemangati satu sama lain. 9. Teman seperjuangan, Zulkarnain, Ferdi, Bram, Ajron, dan Saefihim yang telah memotivasi dan membantu penulis dalam penulisan skripsi ini. 10. Teman-teman seperjuangan SKPM 47 atas semangat dan kebersamaan selama ini. 11. Dan semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga terselesaikannya penulisan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca dalam memahami lebih jauh tentang CSR. Bogor, September 2014 Muhamad Randy Wiguna Semesta
x
vi
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) Konsep Kemitraan Konsep Partisipasi Partisipasi Masyarakat Partisipasi Stakeholder dalam Bentuk Collaboratif Patnership Konsep Stakeholder (Pemangku Kepentingan) Konsep Efektivitas Konsep Sikap Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian Definisi Operasional PENDEKATAN LAPANGAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Teknik Penentuan Informan dan Responden Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan dan Analisis Data PROFIL DESA PURWABAKTI Kondisi Geografi dan Demografi Kondisi Sosial dan Ekonomi KARAKTERISTIK RESPONDEN Karakteristik Usia dan Jenis Kelamin Responden Kondisi Sosial dan Ekonomi Kondisi Pendidikan PROGRAM GREEN CORIDOR INITIATIVE (GCI) PT CHEVRON GHEOTERMAL Proses Implementasi Program GCI di Desa Purwabakti Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Keterlibatan dan Kerjasama Para Stakeholder ANALISIS HUBUNGAN PENGUATAN PRINSIP KEMITRAAN DENGAN TINGKAT PARTISIPASI STAKHOLDER Penguatan Prinsip Kemitraan Tingkat Partisipasi Stakeholder
Halaman Vi Viii Viii Xi 1 1 2 3 3 5 5 5 6 6 7 8 9 9 9 10 11 12 15 15 15 16 16 18 21 21 22 25 25 26 27 29 31 40 43 43 48
vii
Hubungan Penguatan Prinsip Kemitraan Dengan Tingkat Partisipasi Stakeholder ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DENGAN TINGKAT EFEKTIVITAS PROGRAM GCI Tingkat Efektivitas Program GCI Hubungan Tingkat Partisipasi Stakeholder Dengan Tingkat Efektivitas Program GCI ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT EFEKTIVITAS PROGRAM GCI DENGAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PERUSAHAAN Sikap Masyarakat Terhadap Perusahaan Hubungan Tingkat Efektivitas Program GCI Dengan Sikap Masyarakat Terhadap Perusahaan SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
55 59 59 64 67 67 68 71 73 75 94
viii
DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15 Tabel 16 Tabel 17 Tabel 18 Tabel 19 Tabel 20 Tabel 21 Tabel 22 Tabel 23 Tabel 24 Tabel 25 Tabel 26 Tabel 27
Jadwan pelaksanaan penelitian Tahun 2014 Jumlah dan persentase penduduk desa purwabakti kecamatan pamijahan berdasarkan pekerjaan Jumlah dan persentase penduduk desa purwabakti kecamatan pamijahan berdasarkan tingkat pendidikan Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin Jumlah dan persentase responden menurut golongan usia Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan Jumlah bibit desember 2012 – juni 2013 Jumlah pohon yang di tanam di area restorasi Jumlah dan persentase pandangan responden terkait prinsip kesetaraan Jumlah dan persentase pandangan responden terkait tingkat transparansi Jumlah dan persentase pandangan responden terkait prinsip saling menguntungkan Jumlah dan persentase pandangan responden terkait prinsip kemitraan Jumlah dan persentase pandangan responden terkait tingkat pertukaran informasi Jumlah dan persentase pandangan responden terkait resourches sharing Jumlah dan persentase pandangan responden terkait peningkatan kapasitas Jumlah dan persentase pandangan responden terkait peningkatan kepercayaan Jumlah dan persentase pandangan responden terkait tingkat partisipasi stakeholder Jumlah dan persentase responden berdasarkan penguatan prinsip kemitraan dan tingkat parisipasi stakeholder Hasil uji korelasi rank spearman penguatan prinsip kemitraan dengan tingkat partisipasi stakeholder Jumlah dan persentase tingkat efektivitas responden pada tahap perencanaan Jumlah dan persentase tingkat efektivitas responden pada tahap pelaksanaan Jumlah dan persentase tingkat efektivitas responden pada tahap evaluasi Jumlah dan persentase tingkat efektivitas responden pada tahap pelaporan Jumlah dan persentase tingkat efektivitas Program GCI Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi stakeholder dan tingkat efektivitas Program GCI Hasil uji korelasi Rank Spearman variabel tingkat partisipasi stakeholder dengan tingkat efektivitas Program GCI Jumlah dan persentase sikap responden terhadap perusahaan PT
15 22 23 25 25 27 33 34 43 45 46 48 49 50 52 53 54 55 56 60 61 62 63 63 64 65 67
ix
Tabel 28 Tabel 29
Chevron Geothermal Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat efektivitas 68 Program GCI dan sikap masyarakat terhadap perusahaan Hasil uji korelasi Rank Spearman variabel tingkat efektivitas 69 Program GCI dengan sikap masyarakat terhadap perusahaan
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10 Gambar 11 Gambar 12 Gambar 13 Gambar 14 Gambar 15 Gambar 16 Gambar 17 Gambar 18
Kerangka pemikiran Sketsa lokasi penelitian Desa Purwabakti Jumlah responden berdasarkan usia dan jenis kelamin Persentase pandangan responden terkait prinsip kesetaraan Persentase pandangan responden terkait tingkat transparansi responden Pandangan responden terkait prinsip saling menguntungkan Persentase pandangan responden berdasarkan penguatan prinsip kemitraan Persentase pandangan responden mengenai tingkat pertukaran informasi Persentase pandangan responden terkait resources sharing Persentase pandangan responden terkait peningkatan kapasitas Persentase pandangan responden terkait peningkatan kepercayaan Persentase pandangan responden terkait tingkat partisipasi stakeholder Persentase tingkat partisipasi responden dalam tahap perencanaan Persentase tingkat partisipasi responden pada tahap pelaksanaan Persentase tingkat partisipasi responden pada tahap evaluasi Persentase tingkat partisipasi responden pada tahap pelaporan Persentase tingkat partisipasi responden dalam Progam GCI Persentase sikap responden terhadap perusahaan PT Chevron Geothermal
11 21 26 43 44 46 47 48 50 51 53 54 59 60 61 62 63 67
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5
Peta overlay rencana restorasi GCI terhadap zonasi TNGHS Kerangka sampling Kuisioner Panduan pertanyaan penelitian Makalah Hasil Wawancara kepada Informan
75 76 78 83 85
PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang, masalah penelitian, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian. Latar belakang penelitian menguraikan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini yang kemudian diakhiri dengan General Research Question (GRQ). Pada bab masalah penelitian diuraikan permasalahan penelitian yang merupakan penjabaran dari General Research Question atau disebut Spesific Research Question (SRQ). Pada bab tujuan dijelaskan tujuan dari penelitian yang dilaksanakan. Sedangkan pada bab kegunaan dijelaskan kegunaan penelitian baik bagi peneliti, akademisi, perusahaan, pemerintah, dan masyarakat
Latar Belakang Populasi hewan langka di wilayah Gunung halimun salak kian menurun. Data dari TNGHS (Taman Nasional Gunung Halimun Salak) menyebutkan, populasi hewan langka di area taman nasional itu terancam punah. Macan tutul (Panthera pardus melas) tinggal berjumlah 59 ekor, elang jawa (Nisaetus bartelsi) kurang dari 25 ekor, kukang jawa (Nycticebus javanicus) 12 ekor. Penyebab berkurangnya populasi hewan-hewan tersebut disebabkan oleh banyak hal. Beberapa di antaranya disebabkan oleh pemburuan liar serta perusakan habitat hewan.1 Masalah menurunnya populasi hewan langka di wilayah Gunung Halimun Salak ini merupakan masalah yang menjadi tanggung jawab bersama. Menyadari adanya masalah tersebut PT Chevron Geotermal bersama dengan para stakeholder lain membentuk program yang dinamakan program Green Corridor Initiative (GCI). Tujuan utama program ini adalah melakukan restorasi Koridor Halimun Salak (KHS) untuk penghidupan yang berkelanjutan dengan menghubungkan dua ekosistem penting, yaitu ekosistem Gunung Salak dan ekosistem Halimun, yang merupakan habitat dan tempat perlintasan bagi tiga spesies kunci yaitu: Owa Jawa (Hylobates moloch), Macan (Panthera pardus), dan Elang Jawa (Spizaeteus bartelsi), serta menjadi bagian dari daerah tangkapan air DAS Cisadane dan DAS Citarik.2 PT Chevron Geothermal di Gunung Salak merupakan salah satu perusahaan yang mendayagunakan energi panas bumi terbesar di dunia. Sebagai bukti profesionalisme dan tanggung jawab sosial perusahaan, Perusahaan PT Chevron Geotermal menyelenggarakan program CSR (Corporate Social Responsibility). Penyelenggaraan program Green Corridor initiative (GCI) ini merupakan bagian dari salah satu program CSR (Corporate Social Responsibility) bagi PT Chevron Geotermal. Program Green Corridor Initiative (GCI) memiliki tiga unit program, diantaranya program restorasi habitat, pemberdayaan masyarakat dan komunikasi terpadu. Ketiga unit program tersebut bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan fungsi ekologis hutan koridor guna mendukung 1 2
Dikutip dari: http://www.berani.co.id/news/9/1009852/tnghs-lakukan-konservasi-satwa-langka Dikutip dari http://www.kehati.or.id/id/ekosistem-kehutanan/green-corridor-initiative.html
2
penghidupan berkelanjutan dan meningkatkan fungsi ekologis hutan koridor melalui program restorasi seluas 500 ha. Dalam implementasian program Green Corridor Initiative (GCI) membutuhkan adanya partisipasi stakeholder sehingga program akan terselenggara secara efektif. Menurut Wibisono (2007) Upaya perusahaan dalam meningkatkan peran untuk peningkatan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan membutuhkan sinergi mutipihak yang solid, baik dari pemerintah maupun komunitas atau masyarakat. Tidak mungkin persoalan – persoalan bangsa ini hanya diselesaikan oleh salah satu pihak saja. Perbedaan persepsi peran dan tanggung jawab di antara stakeholder ini merupakan masalah fundamental untuk membangun kerja sama. Mainstream yang muncul saat ini lebih menempatkan perusahaan sebagai penanggung jawab tunggal untuk mencapai keberhasilan CSR. Apapun yang terkait dengan resources untuk mendukung CSR menjadi beban perusahaan. Itu sebabnya, perusahaan akan menjadi kambing hitam jika terjadi kegagalan dalam CSR. Oleh karena itu, hal yang akan menjadi pertanyaan secara garis besar dari penjelasan diatas yakni Bagaimana partisipasi stakeholder dalam implentasi program Green Corridor Initiative (GCI)?
Rumusan Masalah Efektivitas Program GCI tergantung pada proses pengimplementasian program tersebut. Pengimplementasian program CSR merupakan sebuah proses yang tidak hanya ditinjau dari waktu pelaksanaan program saja, melainkan terdiri dari beberapa tahapan. Wibisono (2007) dalam Rosyida (2011) mengemukakan perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan CSR menggunakan tahapan implementasi CSR sebagai berikut terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, dan tahap pelaporan. Pada penelitian ini akan mendeskripsikan dan menjelaskan bagaimana pengimplementasian Program Green Corridor Initiative (GCI) baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tahap pelaporan? Untuk mencapai tujuan program diperlukan adanya partisipasi stakeholder yang dalam hal ini akan membentuk pola kemitraan. Dalam kemitraan terdapat prinsip – prinsip kemitraan yang dapat menjadi spirit kemitraan itu sendiri. Prinsip – prinsip kemitraan mencakup hal-hal mendasar yang harus dimiliki oleh setiap stakeholder dalam menjalin kerja sama dengan stakeholder yang lainnya. Oleh karena itu penting untuk dianalisis bagaimana hubungan penguatan prinsip kemitraan terhadap tingkat partisipasi stakeholders GCI ? Partisipasi stakeholder merupakan faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas program CSR, desain program yang bagus dan jumlah dana yang banyak tidak menjadi jaminan keberhasilan program jika tanpa melibatkan partisipasi dari seluruh stakeholder yang ada. Jika kita berbicara tentang efektivitas maka akan berkaitan dengan pecapaian tujuan dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program di lapangan. Semakin tinggi tingkat pencapaian tujuan dan tingkat partisipasi masyarakat maka akan semakin efektif program yang akan dilaksanakan, tentu dalam hal ini adalah program Green Corridor Initiative (GCI). Oleh karena itu penting untuk dianalisis bagaimana
3
hubungan antara tingkat partisipasi stakeholders dengan tingkat efektivitas pengimplementasian program GCI? Program Green Corridor Initiative (GCI) merupakan salah satu jenis program CSR pada dimensi lingkungan. Pada dasarnya efektivitas program GCI ini tidak dapat langsung berdampak pada profit perusahaan. Program Green Corridor ini pada dasarnya akan berdampak pada brand image perusahaan yang pada akhirnya akan berhubungan dengan sikap positif masyarakat terhadap perusahaan. Menurut Leimona dan Fauzi (2008) program CSR yang berlandaskan Contribution to environmental conservation merupakan suatu kegiatan CSR dimana perusahaan mengadakan aktivitas tambahan bagi konservasi lingkungan yang tidak secara langsung menambah profit tetapi berdampak langsung pada kenaikan “brand image”, pemasaran produk, cap: industri hijau dan periklanan. Oleh sebab itu penting untuk dianalisis bagaimana hubungan antara tingkat efektivitas program Green Corridor Initiative (GCI) dengan sikap masyarakat peserta program terhadap perusahaan?
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum menganalisis partisipasi stakeholders dalam implementasi program Green Corridor Initiative (GCI). Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan dan menjelaskan pengimplementasian Program Green Corridor Initiative (GCI) baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan. 2. Menganalisis hubungan penguatan prinsip kemitraan terhadap tingkat partisipasi stakeholders GCI. 3. Menganalisis hubungan antara tingkat partisipasi stakeholders dengan tingkat efektivitas Program GCI 4. Menganalisis hubungan antara tingkat efektivitas program Green Corridor Initiative (GCI) dengan sikap masyarakat peserta program terhadap perusahaan
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang berminat maupun yang terkait dengan masalah CSR, khususnya kepada : 1. Peneliti untuk menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai program CSR dan mampu memaknai secara ilmiah fenomena yang terlihat. 2. Civitas Akademika dapat memperoleh koleksi terbaru penelitian yang akan memperkaya perkembagan pengetahuan mengenai CSR. 3. Kalangan non akademisi, seperti perusahaan bermanfaat menjadi bahan pertimbangan dan data untuk mengevaluasi penerapan program CSR yang telah dilaksanakan guna meningkatkan efektifitas perusahaan. 4. Masyarakat, dapat memperoleh pengetahuan serta gambaran mengenai partisipasi dalam program CSR.
4
5. Pemerintah, diharapkan dapat menentukan arah kebijakan dan peraturan mengenai CSR yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.
5
PENDEKATAN TEORITIS
Bab ini terdiri atas beberapa sub bab. Sub bab pertama membahas tinjauan pustaka. Dalam sub bab tinjauan pustaka dijelaskan mengenai teori dan konsep yang dipakai dalam penelitian. Pada sub bab selanjutnya adalah kerangka pemikiran. Dilanjutkan dengan sub bab hipotesis, dan definisi operasional.
Tinjauan Pustaka
Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menghendaki adanya hubungan yang harmonis antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat (stakeholders). Masing-masing stakeholders melakukan perannya sesuai dengan kapasitas dan kompetensi yang dimiliki. Partisipasi dunia usaha dalam pembangunan berkelanjutan adalah dengan mengembangkan program kepedulian perusahaan kepada masyarakat di sekitarnya yang disebut tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) atau disingkat CSR. CSR merupakan salah satu upaya untuk menciptakan keberlangsungan usaha dalam menciptakan dan memelihara keseimbangan antara mencetak keuntungan, fungsifungsi sosial dan pemeliharaan lingkungan hidup (triple bottom line) ( Prabawati 2009). Implementasi CSR Wibisono (2007) mengemukakan perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan CSR menggunakan tahapan implementasi CSR sebagai berikut: 1. Tahap Perencanaan: Tahap ini terdiri dari tiga langkah utama, yaitu Awareness Building, CSR Assesment, dan CSR Manual Building. Awareness Building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran perusahaan mengenai arti penting CSR dan komitmen manajemen, upaya ini dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan lain-lain. CSR Assesment merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif. Pada tahap membangun, CSR manual, dilakukan melalui benchmarking, menggali dari referensi atau meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Pedoman ini diharapkan mampu memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak seluruh elemen perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang terpadu, efektif, dan efisien. 2. Tahap Pelaksanaan: Pada tahap ini terdapat beberapa poin yang harus diperhatikan seperti pengorganisasian sumber daya, penyusunan untuk
6
menempatkan orang sesuai dengan jenis tugas, pengarahan, pengawasan, pelaksanaan, pekerjaan sesuai dengan rencana, serta penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan. 3. Tahap Pemantauan dan Evaluasi: Tahap ini perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauhmana efektivitas penerapan CSR sehingga membantu perusahaan untuk memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi CSR sehingga dapat mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi. 4. Tahap Pelaporan: Pelaporan perlu dilakukan untuk membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
Konsep Kemitraan Utama (2006) mendefinisikan kemitraan sebagai jalinan kerja sama antar pihak – pihak yang terkait untuk sebuah kepentingan dan tujuan tertentu. Menurut Tennyson (1998) dalam Wibisono (2007) kemitraan adalah kesepakatan antar sektor dimana individu, kelompok atau organisasi sepakat bekerjasama untuk memenuhi sebuah kewajiban atau melaksanakan kegiatan tertentu, bersama sama menanggung resiko maupun keuntungan dan secara berkala meninjau kembali hubungan kerja sama. Prinsip Kemitraan Wibisono (2007) menjelaskan tiga prinsip dalam membentuk kemitraan diantaranya: 1. Kesetaraan atau keseimbangan (equity) Pendekatannya bukan top-down atau bottom-up, bukan pula berdasar kekuasaan semata, namun hubungan yang saling menghormati, saling menghargai dan saling percaya. Untuk menghindari antagonisme perlu dibangun rasa saling percaya. 2. Transparansi Transparansi diperlukan untuk menghindari rasa saling curiga antar mitra kerja. 3. Saling Menguntungkan Suatu kemitraan harus membawa manfaat bagi semua pihak yang terlibat.
Konsep Partisipasi Partisipasi merupakan proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berpikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Partisipasi tersebut dapat dikategorikan: pertama, warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain. kedua, partisipasi merupakan proses pembentukan
7
kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. Titik tolak partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subyek yang sadar (Nasdian 2006). Mitchell et al. (2010) menjelaskan bahwa pendekatan partisipatif mungkin memerlukan waktu lebih lama pada tahap – tahap awal perencanaan dan analisis, di dalam proses selanjutnya, pendekatan ini akan mengurangi atau menghindari adanya pertentangan. Saat ini negara – negara demokratik dengan masalah yang semakin kompleks, lebih banyak pengelola memandang positif pendekatan ini. Law dan Hartig (1993) dalam Mitchell et al. (2010) menambahkan bahwa efektif tidaknya partisipasi tidak hanya sekedar dari jumlah kehadiran saja. Kepercayaan, komunikasi, kesempatan dan fleksibilitas merupakan elemen penting yang menentukan efektif tidaknya program-program partisipasi masyarakat. Partisipasi Masyarakat Cohen dan Uphoff (1979) dalam Rosyida dan Nasdian (2011) membagi partisipasi ke beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut: 1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud disini yaitu pada perencanaan dan pelaksanaan suatu program. Proses pengambilan keputusan bermaksud untuk melihat sejauh mana kesadaran masyarakat dalam memberikan penilaian dan menentukan pemilihan sesuai dengan kebutuhan mereka sendiri. Seringkali pengambilan keputusan yang dilakukan oleh stakeholders hanya terpusat pada orang-orang yang memiliki kekuasaan, seperti pihak perusahaan yang lebih merasa mampu dari segala bidang, sedangkan masyarakat cenderung diabaikan bahkan tidak dilibatkan dalam proses ini, padahal proses pengambilan keputusan juga sangat bergantung pada keberhasilan aktivitas kemudian. Apabila masyarakat diikutsertakan sebagai subyek dan mampu mengambil keputusan mandiri maka akan lebih baik untuk keberlanjutan programnya. 2. Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaanya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk tindakan sebagai anggota proyek. Tahap pelaksanaan juga seringkali diartikan sebagai tahap implementasi, bahwa pada tahap ini partisipasi tidak hanya bernilai sebuah tindakan nyata, namun dapat pula secara tidak langsung memberikan masukan untuk perbaikan program dan membantu melalui sumber daya. Tahap pelaksanaan partisipatif sangat berbeda dengan top down dan bottom up, namun partisipasi dapat berupa gabungan dari kedua pendekatan tersebut, seperti yang bekerja bukanlah hanya pihak perusahaan, namun bersama merumuskan kebutuhan kemudian membangun hal yang diperlukan. Seperti contoh pelaksanaan top down hanya mengikuti instruksi dari pihak tertentu baik instansi atau perusahaan tanpa secara langsung mengikuti kebutuhan dari masyarakat sehingga banyak pelaksanaan pembangunan yang menjadi sia-sia dan
8
tidak berkelanjutan. Pelaksanaan partisipatif yang diikuti oleh seluruh stakeholders akan meminimalisir kecenderungan akan pembangunan yang tidak berguna. 3. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. Evaluasi merupakan kemampuan masyarakat dalam menilai baik-buruknya, berhasil-tidak berhasil, dan efektif-tidak efektifnya suatu program. Pada tahapan ini masyarakat setingkat lebih memahami kegunaan dan kerugian dari suatu program yang diberikan sehingga mereka dapat menyusun dan mengeksekusi solusi atas penilaian mereka. Evaluasi juga dapat menilai sejauhmana keberhasilan dan keefektifan program yang mereka lakukan, sehingga mereka dapat menentukan secara mandiri dan sadar apakah mereka harus melanjutkan atau meninggalkan kegiatan tersebut. Evaluasi yang dilakukan oleh orang dalam cenderung lebih sesuai konteks dengan permulaan difasilitasi oleh orang luar. Apabila evaluasi dilakukan oleh pihak lain hal ini tentunya menunjukkan belum munculnya partisipasi dari masyarakat sendiri. 4. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. Pada tahapan ini masyarakat sudah mampu merasakan keberhasilan dari program yang telah mereka lakukan. Mereka juga dapat mengukur hasil yang mereka peroleh dengan potensi sendiri yang mereka miliki Partisipasi Stakeholder dalam Bentuk Collaboratif Patnership Menurut Nasdian (2014), dalam bentuk collaboratif patnership terdapat beberapa syarat yang dapat dijadikan indikator atau alat ukur tingkat partisipasi stakeholder itu sendiri, diantaranya: 1. Pertukaran informasi Adanya pertukaran informasi antar stakeholder yang ditandai dengan adanya komunikasi antar stakeholder mengenai pengetahuan yang dimiliki masing masing stakeholder. Misalnya para stakeholder saling bertukar informasi terkait kebutuhan dan sumberdaya yang mereka miliki untuk memenuhi tujuan bersama. 2. Resources sharing Adanya sharing akan sumberdaya misalnya pihak perusahaan sharing sumberdaya yang mereka miliki yang sering kali berbentuk material (dana) sedangkan masyarakat menyumbangkan tenaganya. 3. Meningkatkan kapasitas Adanya peningkatan kapasitas antar stakeholder, misalnya masyarakat meningkat akan pengetahuan terkait konservasi sedangkan pihak perusahaan dapat meningkatkan pengetahuan terkait konservasi yang dipadukan dengan pengetahuan nyata di lapangan.
9
4. Membangun kepercayaan Adanya kepercayaan antar stakeholder, yang diawali dengan rasa saling mengenal, percaya hingga menghormati antar stakeholder.
Konsep Stakeholder (Pemangku Kepentingan) Freeman dan Reed (1983) dalam Jalal (2011) mendefinisikan pemangku kepentingan secara sempit yaitu kelompok dan individu kepada siapa sebuah organisasi bergantung untuk mempertahankan keberadaannya. Sedangkan dalam arti luas Freeman (1984) dalam Jalal (2011) mendefinisikan pemangku kepentingan sebagai kelompok dan individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan dari sebuah organisasi. Menurut Sukada (2007) dalam Rosyida dan Nasdian (2011), pelibatan pemangku kepentingan ditentukan berdasarkan derajat relevansinya dengan keberadaan serta program yang akan diselenggarakan. Sukada juga bahwa menambahkan, semakin relevan pemangku kepentingan dengan kegiatan maupun aktivitas pengembangan masyarakat perusahaan, maka pelibatannya menjadi keharusan.
Konsep Efektivitas Menurut Barnard (2007) dalam Yulianti (2012) Efektivitas merupakan bentuk kerjasama sebagai usaha yang berhubungan dengan pemenuhan tujuan dari sistem sebagai bentuk persyaratan sistem. Yulianti (2012) menambahkan bahwa suatu program akan berjalan efektif jika program tersebut berjalan sesuai tujuan pelaksanaan program. Menurut Rihadhini (2012) efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Menurut Subagyo (2000) dalam Budiani (2009) efektivitas adalah kesesuaian antara output dengan tujuan yang ditetapkan. Mengacu pada beberapa pendapat terkait efektivitas, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas program merupakan sebuah acuan untuk mengukur tingkat pencapaian dalam memenuhi tujuan pengimplementasian program.
Konsep Sikap Menurut Berkowitz (1972) dalam Azwar (2011) sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Reaksi ini timbul karena adanya perasaan yang dimiliki dan dieskpresikan seseorang terhadap suatu objek. Sikap seseorang terhadap suatu objek selalu berperan sebagai perantara antara respon dan objek yang bersangkutan. Sikap ini merupakan kecenderungan bertindak, berpresepsi, berpikir, merasa pada suatu
10
objek tertentu. Adapun komponen sikap menurut Middlebrook (1974) dalam Sari (2013) melibatkan tiga komponen yang saling berhubungan yakni: 1. Komponen Kognitif: berupa pengetahuan, kepercayaan atau pikiran yang didasarkan pada informasi, yang berhubungan dengan obyek. Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. 2. Komponen Afektif: menunjuk pada dimensi emosional dari sikap, yaitu emosi yang berhubungan dengan objek. Objek disini dirasakan sebagai menyenangkan atau tidak menyenangkan. 3. Komponen Behavior (konatif): komponen perilaku atau konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
Kerangka Pemikiran Partisipasi stakeholder diyakini mempunyai hubungan dengan efektivitas program GCI (Green Corridor Initiative), Chevron. Tingkat Partisipasi Stakeholder akan dianalisis berdasarkan konsep kemitraan kolaboratif menurut Nasdian (2014) yaitu adanyanya pertukaran informasi, resources sharing, meningkatkan kapasitas dan membangun kepercayaan. Tingkat partisipasi stakeholder itu sendiri diyakini berhubungan dengan penguatan prinsip kemitraan menurut Wibisono (2007) diantaranya kesetaraan atau keseimbangan, transparansi dan saling menguntungkan. Sedangkan Tingkat efektivitas program Green Corridor Initiative (GCI) dianalisis berdasarkan tujuan program yaitu tingkatan partisipasi masyarakat. Selanjutnya untuk efektivitas program GCI diduga berhubungan dengan sikap masyarakat peserta program terhadap perusahaan.
11
Penguatan Prinsip kemitraan:
Tingkat Partisipasi Stakeholder: 1. 2. 3. 4.
1. Kesetaraan atau keseimbangan (equity) 2. Transparansi 3. Saling menguntungkan
Tingkat pertukaran informasi Tingkat pembagian sumberdaya Tingkat peningkatan kapasitas Tingkat pembangunan kepercayaan
Tingkat Efektivitas program GCI: Tingkat partisipasi masyarakat peserta program GCI
Sikap masyarakat peserta program terhadap perusahaan
Keterangan:
mempunyai hubungan Gambar 1 Kerangka pemikiran
Hipotesis Hipotesa Penelitian 1. Diduga terdapat hubungan antara penguatan prinsip kemitraan dengan tingkat partisipasi stakeholders 2. Diduga terdapat hubungan antara tingkat partisipasi stakeholder dengan tingkat efektivitas program GCI 3. Diduga terdapat hubungan antara tingkat efektivitas program GCI dengan sikap positif masyarakat peserta program terhadap perusahaan.
12
Definisi Operasional
Tingkat Penguatan Prinsip Kemitraan Tingkat Penguatan Prinsip Kemitraan adalah suatu pandangan responden mengenai sejauh mana prinsip kemitraan yang diterapkan dalam hubungan kemitraan diantara stakeholder. Pengukuran penguatan prinsip kemitraan menggunakan skala ordinal dan diukur melalui pernyataan berbentuk skala likert dengan kategori sebagai berikut: Sangat Setuju (5), Setuju (4), Tidak Tahu (3), Kurang Setuju (2), dan Sangat Tidak Setuju (1). 1. Kesetaraan atau keseimbangan (equity) adalah pandangan responden mengenai adanya kesamaan kesempatan, saling menghormati, saling menghargai dan saling percaya dalam hubungan kemitraan. 2. Transparansi adalah pandangan responden mengenai keterbukaan tiap – tiap stakeholder dalam memberikan informasi terkait pelaksanaan program. 3. Saling menguntungkan adalah pandangan responden mengenai manfaat dalam kemitraan yang terjalin diantara stakeholder. Keseluruhan skor akan dijumlahkan, kemudian dibagi menjadi tiga kategori: a) Kuat: skor 28 - 45 b) Lemah: skor 9 - 27
Tingkat Partisipasi Stakeholder Tingkat Partisipasi Stakeholder adalah pandangan responden mengenai sejauh mana partisipasi stakeholder yang diukur berdasarkan indikator dibawah ini. Indikator tersebut membutuhkan jenis skala data ordinal dengan skala likert sebagai alat pengukuran. Indikator untuk mengukur collaboratif patnership dari masing – masing stakeholder adalah sebagai berikut: 1. Pertukaran informasi adalah kondisi dimana masing-masing stakehoder berbagi informasi tentang perannya yang berkaitan dengan program. 2. Resources sharing adalah kondisi dimana masing-masing stakeholder berbagi sumberdaya baik material maupun non material. 3. Meningkatkan kapasitas adalah kondisi dimana masing-masing stakeholder mengalami perubahan dalam hal pengetahuan, sikap dan keterampilan. 4. Membangun kepercayaan adalah kondisi dimana masing-masing stakeholder sudah saling mengenal dengan baik satu sama lain sehingga sampai kepada kondisi yang paling tinggi, yaitu saling percaya dan penghormatan satu sama lain (mutual trust and respect). Keseluruhan skor akan dijumlahkan, kemudian dibagi menjadi tiga kategori: a) Tinggi: skor 49 - 80 b) Rendah: skor 16-48
13
Tingkat Efektivitas Program GCI Tingkat Efektivitas Program GCI merupakan tingkatan tujuan yang telah dicapai dalam pengimplementasian tujuan program GCI. Sesuai dengan tujuan program program GCI maka untuk mengukur tingkat efektivitas program GCI melalui partisipasi masyarakat. Tingkat efektivitas program GCI menggunakan skala ordinal, diukur dengan menggunakan skala Guttman. 1. Tahap Perencanaan merupakan tingkat partisipasi masyarakat dalam merumuskan, merancang penyelenggaraan program GCI baik bersifat teknis maupun nonteknis, menyangkut aspek, kehadiran, keikutsertaan dalam pengambilan keputusan dan keaktifan anggota selama proses perencanaan kegiatan, dengan skor paling tinggi 10 dan skor terendah 5. 2. Tahap Pelaksanaan merupakan tingkat partisipasi masyarakat dalam tahapan pelaksanaan kegiatan rangkaian program GCI yang menyangkut aspek kehadiran, keikutsertaan dalam pengambilan keputusan, serta keaktifan anggota selama proses kegiatan. Skor tertinggi 10 dan skor paling rendah 5 3. Tahap Evaluasi melalui tingkat partisipasi masyarakat dalam mengevaluasi kelebihan dan kekurangan dari pelaksanaan rangkaian kegiatan program GCI, meliputi keikutsertaan anggota dalam memberikan saran dan kritik, skor tertinggi 10 dan skor terendah yaitu 5 4. Tahap Pelaporan merupakan tingkat partisipasi masyarakat dalam menyusun laporan kegiatan program GCI untuk membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan, skor tertinggi 10 dan skor terendah 5 Sehingga skor keseluruhan bernilai 20 - 26 untuk kategori tingkat efektivitas rendah, skor bernilai 27 - 33 untuk kategori tingkat efektivitas sedang dan skor bernilai 34 - 40 untuk kategori tingkat efektivitas tinggi.
Sikap Masyarakat Peserta Program terhadap Perusahaan Sikap masyarakat terhadap perusahaan adalah respon evaluatif yang berakar pada nilai yang dianut dan berkaitan dengan perusahaan. Untuk mengukur sikap menggunakan komponen sikap itu sendiri sebagai indikator: 1. Komponen Kognitif: berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. 2. Komponen Afektif: menunjuk pada dimensi emosional dari sikap, yaitu emosi yang berhubungan dengan objek. Objek disini dirasakan sebagai menyenangkan atau tidak menyenangkan. 3. Komponen Behavior (konatif): komponen perilaku atau konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
14
Indikator tersebut membutuhkan jenis skala data ordinal dengan skala likert sebagai alat pengukuran. Keseluruhan skor akan dijumlahkan, kemudian dibagi menjadi tiga kategori: a) Positif: skor 33 - 45 b) Netral: skor 21 - 32 c) Negatif: skor 9 - 20
15
PENDEKATAN LAPANGAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di sekitar wilayah PT Chevron Geothermal di Desa Purwabakti Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Wilayah ini termasuk dalam wilayah operasi PT Chevron Geothermal dan sekaligus dekat dengan wilayah TNGHS. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (Sengaja). Berdasarkan hasil membaca literatur dan informasi terkait dengan keberadaan perusahaan tambang PT Chevron Geothermal adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, pengolahan minyak dan gas yang aktif melakukan berbagai program CSR, sehingga menjadi relevan terhadap penelitian partisipasi stakeholder dalam implementasi program Green Corridor Initiative (GCI) Chevron. Tabel 1 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2014 Kegiatan
Februari 1 2 3 4
1
Maret 2 3 4
1
April 2 3 4
1
Mei 2 3
4
Juni 1 2 3 4
Keter angan
Penyusunan proposal skripsi Kolokium Revisi proposal Pengambilan data lapangan Pengolahan dan analisis data Penulisan draft skripsi Sidang skripsi Perbaikan laporan penelitian
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan merupakan penelitian survei. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui pengisian kuesioner. Melalui pendekatan kuantitatif diharapkan dapat menjawab hubungan antara penguatan prinsip kemitraan dengan tingkat partisipasi stakeholder, hubungan antara tingkat partisipasi stakeholders dengan efektivitas program Green Corridor Initiative (GCI) Chevron sekitar wilayah operasi perusahaan, di daerah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan hubungan antara tingkat efektivitas program GCI dengan sikap masyarakat terhadap perusahaan. Pendekatan kualitatif bersifat explanatory
16
research, hasil uraian dijelaskan secara deskripsi namun fokus pada hubungan antar variabel untuk menguji hipotesa. Teknik Penentuan Informan dan Responden Informan adalah orang yang termasuk dalam kegiatan ini yang memberikan keterangan mengenai informasi ataupun data disekitar lingkungannya yang berhubungan dengan penelitian ini. Informan juga dikatakan sebagai pihak yang dapat mendukung keberlangsungan informasi penelitian secara lancar. Informan kunci dalam penelitian ini adalah pelaksana program Green Corridor Initiative (GCI) Chevron yang tergabung dalam bagian community development PT Chevron Geothermal. Populasi sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Purwabakti yang terlibat dalam program Green Corridor Initiative (GCI). Pemilihan responden pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu dengan cara memilih dengan sengaja seluruh anggota KTPH (Kelompok Tani Peduli Hutan) yang berjumlah 35 orang, namun dari jumlah tersebut hanya 33 orang yang dapat dijadikan responden. Unit analisis adalah individu yang terlibat dalam implementasi Program Green Corridor Initiative (GCI).
Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Perolehan data primer akan mencakup diantaranya data kuantitatif dan data kualitatif. Alat ukur yang digunakan dalam mengumpulkan data kuantitatif adalah kuesioner. Data kualitatif dari informan diperoleh melalui observasi dan wawancara. Hasil dari observasi dan wawancara di lapangan dituangkan dalam catatan harian dengan bentuk uraian rinci dan kutipan langsung. Sedangkan data sekunder akan diperoleh melalui studi literatur.
Kuesioner Terdapat dua skala yang digunakan dalam pertanyaan kuesioner yaitu skala Likert dan skala Guttman. a. Skala Likert Menurut Sugiyono (2011) skala Likert dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan presepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert , maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Dalam penelitian ini variabel yang menggunakan skala Likert pada kuesioner adalah penguatan prinsip kemitraan, tingkat partisipasi stakeholder dan sikap positif masyarakat terhadap perusahaan.
17
Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain: a) Sangat setuju dengan skor 5 b) Setuju dengan skor 4 c) Tidak tahu dengan skor 3 d) Tidak setuju dengan skor 2 e) Sangat tidak setuju dengan skor 1 b. Skala Guttman Menurut Sugiyono (2011) skala pengukuran dengan tipe ini akan didapat jawawaban yang tegas, yaitu “ya – tidak”. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau rasio dikotomi (dua alternatif). Penelitian menggunakan skala Guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan. Dalam penelitian ini variabel yang menggunakan skala Guttman pada kuesioner adalah tingkat efektivitas program GCI yang berfokuskan pada tingkat partisipasi masyarakat. Jawaban jika “Ya” akan di beri skor 2 dan jika “Tidak” akan diberi skor 1. Observasi Sutrisno Hadi (1986) dalam Sugiyono (2011) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Menurut Sugiyono (2011) dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participant observation (observasi berperanserta) dan non participant observation, selanjutnya dari segi instrumentasi yang digunakan, maka observasi dapat dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur. Dalam penelitian ini teknik observasi yang digunakan adalah observasi terstruktur. Menurut Sugiyono (2011) observasi terstruktur adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan dimana tempatnya. Observasi terstruktur dilakukan apabila peneliti telah tahu dengan pasti tentang variabel apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti menggunakan instrumen penelitian yang telah teruji validitas dan reabilitasnya. Dalam penelitian ini teknik observasi digunakan untuk menilai segala hal terkait pengimplementasian program Green Corridor Initiative (GCI) dengan mengacu pada variabel – variabel yang ada dalam penelitian. Wawancara Menurut Sugiyono (2011) wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/ kecil. Dalam penelitian ini teknik wawancara digunakan untuk menggali informasi lebih mendalam terkait implementasi program Green
18
Corridor Initiative (GCI). Wawancara dilakukan dengan mendatangi informan yaitu para stakeholder yang terlibat dalam program GCI, hasil wawancara dituangkan dalam catatan harian dengan bentuk uraian rinci dan kutipan langsung. Studi literatur Studi literatur merupakan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan informasi berupa data sekunder. Data sekunder diperoleh dengan mengkaji berbagai informasi tertulis, data-data dan literatur-literatur yang mendukung kebutuhan data mengenai fokus penelitian seperti profil perusahaan, masyarakat, partisipasi, dan kegiatan-kegiatan dalam implementasi program GCI. Selain itu, data sekunder juga berupa literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian seperti buku-buku mengenai tanggung jawab sosial perusahaan, dan literaturliteratur lainnya yang terkait.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data Kuantitatif yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan tabulasi silang dan uji Korelasi Rank Spearman untuk menjawab hubungan antara penguatan prinsip kemitraan dengan tingkat partisipasi stakeholder, hubungan antara tingkat partisipasi stakeholder dengan tingkat efektivitas program Green Corridor Initiative (GCI) dan hubungan antara tingkat efektivitas program GCI dengan sikap masyarakat terhadap perusahaan. Data Kualitatif akan dianalisis melalui metode reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Uji Korelasi Rank Spearman Uji Korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengukur tingkat keeratan hubungan antara variabel satu dengan lainnya. Khususnya data ordinal yaitu data yang mempunyai skala pengukuran berjenjang. Rumus korelasi Rank Spearman (Siegel 1992 dalam Sugiyono 2011):
𝑟𝑠 = 1 −
2 6 ∑𝑛 𝑖=1 𝑑𝑖
𝑁3 −𝑁
............................................................(1)
Keterangan: 𝑟𝑠 = koefisien korelasi N = jumlah sampel penelitian di = selisih antara rank X dan rank Y pada responden ke-i korelasi yang dihasilkan dapat berupa angka positif (+) dan negatif (-). Korelasi positif menunjukkan hubungan yang searah antara dua variabel yang diuji, yang berarti semakin tinggi variabel bebas (variabel independen) maka semakin tinggi pula variabel terikat (variabel dependen). Sementara itu, korelasi
19
negatif menunjukkan hubungan yang tidak searah, yang berarti jika variabel bebas tinggi maka variabel terikat menjadi rendah (Sugiyono 2011). Taraf kepercayaan yang digunakan dalam uji signifikasi adalah 5% sedangkan yang menjadi dasar pengambilan keputusan signifikan atau tidaknya hubungan kedua variabel adalah: Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima Jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak Reduksi Data Menurut Sugiyono (2011) reduksi data merupakan sebuah proses merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberi gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Peneliti melakukan reduksi data dengan cara membuat catatan lapang berdasarkan hasil wawancara dengan informan. Pemusatan perhatian dilakukan dengan memfokuskan pertanyaan pada pertanyaan penelitian yang ingin dijawab dalam penelitian. Penyajian Data Penyajian data dalam hal ini digambarkan dengan sekumpulan informasi tersusun yang memungkinkan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Menurut Sugiyono (2011) dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Namun yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dalam penelitian ini penyajian data disajikan dalam bentuk teks naratif berupa catatan lapang yang kemudian diperkuat dan dilengkapi dengan bentuk lainnya yaitu matriks dan bagan. Bentuk matriks dan bagan merupakan hasil gabungan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang terpadu, sehingga memudahkan untuk melihat kejadian yang terjadi. Penarikan Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori (Sugiyono 2011). Kesimpulan-kesimpulan yang didapatkan selama penelitian dihasilkan dengan cara memikir ulang selama penulisan, meninjau kembali catatan lapang harian dan bertukar pikiran dengan teman dan dosen pembimbing.
20
21
PROFIL DESA PURWABAKTI Pada bab ini diuraikan mengenai profil lengkap lokasi penelitian yang terbagi ke dalam beberapa sub bab seperti kondisi geografis, demografi,sosial ekonomi, sarana dan prasarana, struktur organisasi, dan visi misi. Kondisi Geografi dan Demografi Desa Purwabakti merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, dengan luas: 1.662 hektar, di atas permukaan laut 520 -1350 meter, dan tinggi curah hujan 120 m3, yang terbagi dalam liman dusun, 12 Rukun Warga dan 41 Rukun Tetengga. Batas wilayah Desa Purwabakti antara lain: (a) sebelah utara berbatasan dengan Desa Ciasmara; (b) sebelah timur berbatasan dengan Desa Ciasmara; (c) sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kabupaten Sukabumi; (d) sebelah barat berbatasan dengan Desa Cibunian. Sementara itu, jarak kantor desa dengan Ibukota Kecamatan Pamijahan yaitu tujuh Km, Kabupaten Bogor yaitu 35 Km, jarak dengan Provinsi Jawa Barat yaitu 142 Km, dan ibukota negara yaitu 79 Km. Dibawah ini merupakan sketsa wilayah Desa Purwabakti.
Gambar 2 Sketsa lokasi penelitian Desa Purwabakti Jumlah penduduk Desa Purwabakti sampai dengan November 2011 adalah sebanyak 7.623 jiwa terdiri dari 3.816 jiwa laki-laki dan 3807 jiwa perempuan. Sementara itu, jumlah kepala keluarga (KK) di Desa Purwabakti sebanyak 1950 KK.
22
Kondisi Sosial dan Ekonomi Penduduk Desa Purwabakti seluruhnya menganut agama islam. Sementara itu, menurut data profil desa pada tahun 2011 mayoritas penduduk desa bermatapencaharian sebagai petani (pemilik/buruh), pedagang, swasta dan pegawai pabrik. jumlah dan Persentase masyarakat Desa Purwabakti berdasarkan pekerjaan akan disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2
Jumlah dan persentase penduduk Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan Jumlah Petani pemilik 781 Pedagang 747 Tani / buruh tani 538 Swasta 432 Buruh pabrik 312 Tukang bangunan 113 Sopir angkutan 45 Lain-lain 34 Tukang ojek 32 Pengrajin 15 Pegawai negeri sipil (PNS) 29 Pensiunan/purnawirawan 11 Penjahit 7 Bengkel 5 Tukang las 5 TNI / POLRI 3 Jumlah 3109 Sumber: Profil Desa Purwabakti 2011 (diolah)
Persentase (%) 25,00 24,00 17,00 13,90 10,00 3,63 1,45 1,09 1,03 0,48 0,93 0,35 0,23 0,16 0,16 0,10 100
Tabel 2 menunjukkan bahwa pertanian merupakan salah satu sektor andalan masyarakat Desa Purwabakti. Namun yang perlu diketahui, menurut pengamatan peneliti pertanian di desa purwabakti tidak hanya sebatas pertanian padi sawah. Pertanian di Desa Purwabakti mencakup sektor perikanan, peternakan dan perkebunan. Menurut pihak desa pun, mayoritas penduduk Desa Purwabakti bekerja sebagai petani, sehingga mereka sulit untuk ditemui pada pagi hari. Disisi lain untuk wilayah Desa Purwabakti wilayah Rw 08 dan 09, petani padi sawah sangat sedikit sekali. Hal ini dikarenakan lahan pertanian diwilayah tersebut semakin menyempit dan wilayah tersebut berdekatan dengan wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Keberadaan kawasan wilayah perkebunan Perhutani menjadi alternatif mata pencaharian penduduknya. Mereka memanfaatkan hasil hutan dan perkebunan untuk mencari nafkah, walaupun jumlahnya sedikit.
23
Kondisi masyarakat Desa Purwabakti berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 3. Terlihat pada Tabel 3 bahwa mayoritas masyarakat desa merupakan lulusan SD/sederajat yaitu sebanyak 1035 jiwa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat didominasi oleh tingkat pendidikan rendah. Hal ini disebabkan oleh sarana dan prasarana pendidikan yang terbatas dan akses untuk pergi ke sekolah masih belum memadai. Tabel 3
Jumlah dan persentase penduduk Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan Tamat SD/Sederajat Tamat SLTP/Sederajat Tamat SLTA/Sederajat Tidak Tamat SD/Sederajat Tamat Akademi Tamat Perguruan Tinggi/S.1 Tamat Perguruan Tinggi/S.2 Tamat Perguruan Tinggi/S.3 Jumlah Sumber: Profil Desa Purwabakti 2011 (diolah)
Jumlah 1035 784 436 334 68 9 2 0 2668
Persentase (%) 38,79 29,39 16,34 12,52 2,55 0,34 0,07 0,00 100
Secara umum kondisi sosial politik serta keamanan dan ketertiban di wilayah Desa Purwabakti cukup aman terkendali. Dalam hal ini, kehidupan politik warga masyarakat dapat tersalurkan sesuai aspirasinya, seiring dengan bergulirnya informasi dan banyaknya partai politik yang berkembang pada saat ini. Adapun jumlah anggota perlindungan masyarakat (LINMAS) sampai saat ini tercatat sebanyak 20 orang. Berkaitan dengan keberadaan dan kelembagaan Linmas, dimana saat ini sudah ada di Pemerintahan Kabupaten Bogor, adanya Kantor Kesbangpol dan Linmas yang mengatur tentang keberadaan Linmas di tingkat Kabupaten Bogor, sesuai dengan berubahnya organisasi dan tata kerja pemerintah Kabupaten Bogor. Pelapisan sosial dalam masyarakat Desa Purwabakti tidak begitu terlihat. Sebagian masyarakat hidup dalam kesederhanaan, yang disebabkan oleh keterbatasan akses dan sumberdaya manusia. Peran tokoh masyarakat, sesepuh masyarakat maupun alim ulama sudah mulai memudar, namun peran pegawai pemerintahan masih terlihat. Disisi lain forum empat desa mempunyai pengaruh yang cukup besar. Forum empat desa dibuat dengan tujuan untuk menampung aspirasi masyarakat. Namun kenyataannya berdasarkan pengakuan warga khususnya di wilayah Kampung Padajaya, forum empat desa menjadi ajang premanisme. Warga yang ingin bekerja sebagai karyawan Chevron misalnya, harus membayar kepada forum tersebut.
24
Ikhtisar Desa Purwabakti merupakan desa yang berada di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Desa ini di sebelah utara berbatasan dengan Desa Ciasmara, sebelah timur berbatasan dengan Desa Ciasmara, sebelah Selatan berbatasan dengan desa Kabupaten Sukabumi, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Cibunian. Lokasi desa yang berada diujung wilayah administrasi kabupaten, wilayah desa ini masih tertinggal jauh dibandingkan dengan desa-desa lainnya. Sebagai contoh, dalam sarana dan prasarana sekolah, desa ini hanya memiliki Sekolah Dasar sebagai tingkat institusi pendidikan tertinggi. Tidak ada SMP ataupun SMA di wilayah ini. Jarak antar dusun dan insfrastruktur yang kurang memadai menjadi kendala dalam akses ke semua aspek. Kondisi ekonomi dan sosial masyarakat desa masih banyak yang bekerja sebagai petani. Namun tidak hanya petani dalam bidang padi sawah saja, petani ikan dan perkebunan pun juga ada. Sebagian lain masyarakat menggantungkan hidupnya dengan menjadi buruh tani maupun buruh swasta, selain itu masyarakat yang bekerja sebagai peternak pun ada. Pendidikan di Desa Purwabakti masih terbilang rendah. Masyarakat Desa Purwabakti mayoritas hanya lulusan SD dan disusul dengan lulusan SMP. Berdasarkan data, selain kondisi sarana dan prasarana pendidikan yang rendah, faktor akses dan infrastruktur desa juga menjadi salah satu aspek yang menyebabkan rendahnya pendidikan di desa ini.
25
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Responden dalam penelitian ini adalah warga Kp Padajaya RT 01 dan 02 RW 09 Desa Purwabakti yang tergabung dalam Kelompok Tani Peduli Hutan (KTPH), karena hanya warga yang tergabung dalam KTPH yang dilibatkan dalam Program GCI. Jumlah anggota Kelompok Tani Peduli Hutan (KTPH) sebanyak 35 orang. Jumlah responden yang diambil adalah 33 orang, hal ini dikarenakan 2 orang responden tidak dapat ditemui oleh peneliti karena migrasi dan meninggal dunia. jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin akan disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4 jumlah responden perempuan dan laki-laki hanya berbeda satu orang, jumlah responden perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah responden laki-laki. Tabel 4 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Responden Jumlah 16 17 33
Persentase (%) 48 52 100
Karakteristik Usia dan Jenis Kelamin Responden Usia responden adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat dilaksanakannya penelitian. Usia responden bervariasi mulai dari 18 tahun hingga 72 tahun dengan rata-rata 43 tahun. Usia responden digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu usia muda (kurang dari 30 tahun), dewasa (31-50), dan tua (lebih dari 50 tahun). Jumlah dan persentase usia responden menurut golongan usia akan disajikan dalam Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 jumlah responden menurut golongan usia didominasi oleh responden yang tergolong dewasa yaitu sebesar 64% dengan jumlah sebanyak 21 orang. Tabel 5 Jumlah dan persentase responden menurut golongan usia Usia responden Muda (≤ 30) Dewasa (31-50) Tua (> 50) Jumlah
Responden Jumlah 4 21 8 33
Persentase (%) 12 64 24 100
26
Laki-laki; Perempuan; 11 10
12 10 8
Laki-laki; 5 Perempuan; 3
6 4 2
Perempuan; 3 Laki-laki; 1
0 Muda
Dewasa
Tua
Gambar 3 Jumlah responden berdasarkan usia dan jenis kelamin Berdasarkan Gambar 3, responden paling banyak adalah golongan usia dewasa dengan jenis kelamin perempuan. Walaupun demikian selisih antara dewasa laki-laki dan perempuan hanya berjumlah satu orang.
Kondisi Sosial dan Ekonomi Berdasarkan agama, responden yang tergabung dalam Kelompok Tani Peduli Hutan (KTPH) seluruhnya beragama islam. Aktivitas responden wanita pada umumnya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Mereka sebagian besar melakukan pekerjaan rumah tangga dipagi hari. Di siang hari hingga menjelang sore mereka biasa berkumpul dan berinteraksi satu sama lain. Sebagian kecil responden wanita juga membuka warung kecil di depan rumahnya untuk membantu perekonomian keluarga. Responden wanita rebih mudah ditemui karena aktivitas mereka sebagian besar disekitar rumah saja. Sedangkan responden laki-laki, pada pagi hari hingga siang sangat sulit untuk ditemui. Mereka pada umumnya berada dirumah pada sore atau malam hari. Aktivitas atau pekerjaan responden laki-laki cukup beragam diantaranya, mengambil getah karet, mencari pakan ternak untuk sendiri maupun ternak orang lain, beternak kambing, bertani kesawah, memanfatkan tanaman pekarangan, atau menjadi buruh swasta. Aktivitas atau pekerjaan tersebutlah yang membuat mereka sulit untuk ditemui pada pagi dan siang hari. Petani padi sawah jumlahnya hanya sedikit sekali, kalaupun ada letak lahannya cukup jauh dari tempat tinggal. Hal ini disebabkan oleh semakin sedikitnya lahan pertanian milik responden. Sebagian besar wilayah tempat tinggal mereka termasuk ke dalam wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Sedikitnya jumlah lahan pertanian menyebabkan mereka semakin sulit untuk mencari nafkah. Beberapa responden harus keluar desa atau kota untuk mencari pekerjaan, pekerjaannya pun sebagian besar menjadi tukang bangunan. Keberadaan kawasan perkebunan Perhutani cukup membantu perekonomian mereka, melalui kawasan tersebutlah mereka dapat memanfaatkan hasil kebun walaupun hasilnya sedikit. Kondisi sarana air bersih sangatlah terbatas, padahal sarana air bersih merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh warga padajaya khususnya
27
responden. Hal ini lah yang menjadi motivasi responden untuk ikut serta dalam proses implementasi Program Green Corridor Initiative (GCI).
Kondisi Pendidikan Tingkat pendidikan responden pada umumnya tergolong rendah. Sebagian besar responden hanya merasakan pendidikan sampai pada tingkat SD. Sebagian responden lainnya bahkan tidak bisa baca tulis. Rendahnya tingkat pendidikan responden ini disebabkan terbatasnya akses responden, terutama kondisi jalan yang berbukit/ tidak rata dan terbatasnya fasilitas sekolah. Hingga penelitian ini dilakukan jarak antara sekolah SD dengan tempat tinggal masih cukup jauh. Terlebih lagi jika harus melanjutkan sekolah pada tingkat SMP dan SMA, jarak antara fasilitas sekolah dengan tempat tinggal sangatlah jauh. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 6. Disisi lain beberapa responden mempunyai pengetahuan yang baik mengenai jenis-jenis tanaman dihutan, bahkan mereka tahu nama latin dari tanaman maupun hewan yang ada dihutan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya penelitian yang dilakukan di hutan koridor yang melibatkan responden menjadi pendamping. Mereka mengakui banyak belajar dari para peneliti, mengenai nama latin spesies tanaman maupun hewan. Tabel 6 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat pendidikan SD/ Sederajat SMP/ Sedarajat SMA/ Sederajat Jumlah
Responden Jumlah 31 2 33
Persentase (%) 94 6 100
Ikhtisar Responden merupakan anggota Kelompok Tani Peduli Hutan (KTPH) yang berjumlah 33 orang. Jenis kelamin responden perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki, walaupun hanya berbeda satu orang. Berdasarkan golongan usia, responden paling banyak pada usia dewasa yaitu dengan rentang usia 31-50 tahun. Aktivitas sehari-hari responden perempuan sebagian besar bekerja sebagai ibu rumah tangga. Sedangkan responden laki-laki sebagian besar beraktivitas diluar rumah, seperti memanfaatkan hasil kebun yang termasuk wilayah Perhutani maupun bekerja sebagai buruh. Jumlah petani padi sawah sangatlah sedikit, hal ini disebabkan jumlah lahan pertanian semakin sempit dan sebagian besar wilayah tempat tinggal responden, masuk ke dalam wilayah kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar responden berpendidikan rendah.
28
29
PROGRAM GREEN CORRIDOR INITIATIVE (GCI) PT CHEVRON GEOTHERMAL Bab ini membahas Program GCI baik dari latar belakang program, proses implementasi program (tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan) hingga para stakeholder yang terlibat dalam proses implementasi Program GCI.
Latar Belakang Program GCI Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragam hayati terluas di Pulau Jawa. TNGHS terletak di Kecamatan Sukabumi, Jawa Barat merupakan habitat bagi berbagai jenis hewan langka yang dilindungi, termasuk tiga spesies kunci, yaitu: Owa Jawa (Hylobates moloch), Harimau Jawa (Panthera pardus melas), dan Elang Jawa (Spizaetus bartelsi). TNGHS juga merupakan daerah tangkapan air dan menjadi sumber air bagi kota-kota di sekitar Jawa Barat dan Jakarta. Hutan Koridor Halimun Salak (KHS) adalah bagian penting dari ekosistem Taman Nasional Halimun Salak, karena merupakan areal hutan yang memanjang dan menghubungkan dua ekosistim pegunungan, yaitu: Gunung Halimun dan Gunung Salak. Fungsi KHS antara lain menjadi jalur perlintasan beranekaragam satwa yang hidup di wilayah TNGHS, dan menjadi tangkapan air bagi hulu Sungai Citarik dan Sungai Cisadane. Program Green Corridor Initiatives (GCI) atau Program Prakarsa Lintasan Hijau yang berjudul Restorasi Ekosistem berbasis Masyarakat dan Peningkatan Penghidupan Masyarakat sekitar Koridor Halimun Salak adalah program kerjasama selama lima tahun antara Chevron Geothermal Salak dengan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS), dan Yayasan KEHATI. Proyek ini merupakan kelanjutan dan perluasan dari kegiatan Konservasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (I3E), yang dimulai sejak 2010 oleh Yayasan Bina Usaha Lingkungan (YBUL). Program GCI dilaksanakan selama 5 tahun, dimulai pada tahun 2012 hingga tahun 2016. Program ini berupaya untuk mengintegrasikan kegiatan konservasi dengan kegiatan peningkatan pendapatan masyarakat. Tujuan utama Proyek GCI adalah melakukan restorasi hutan koridor yang berada di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Sedangkan untuk tujuan khusus ada dua , yaitu: 1. Meningkatkan partisipasi masyarakat untuk meningkatkan fungsi ekologi hutankoridor guna mendukung penghidupan berkelanjutan. 2. Meningkatkan fungsi ekologis hutan koridor melalui program restorasi hutan seluas 500 hektar yang menjadi habitat Owa Jawa, Harimau Jawa, dan Elang Jawa. Secara garis besar ruang lingkup Program Green Corridor Initiative (GCI) diantaranya: 1. Restorasi Habitat Aktivitas utama: Perencanaan, pemetahaan lahan, pengamanan penanaman & pemeliharan, supervisi, monitoring dan inventarisasi
30
Tujuan: a. Rehabilitasi hutan koridor yang kritis di TNGHS b. Mempertahankan keberlanjutan migrasi hewan (fauna) dan habitatnya di kawasan area konservasi Halimun dan Salak 2. Pemberdayaan Masyarakat Aktivitas utama: Pemetaan sosial, pendampingan, training, pemberdayaan, income generating, monitoring dan pos/ gapura Tujuan: a. Partsipasi masyarakat dalam kegiatan reforestasi hutan koridor b. Masyarakat lokal terlibat dalam perlindungan dan pelestarian hutan koridor TNGHS 3. Komunikasi Terpadu Aktivitas utama: Kemitraan, launching, GCI coffee table book, pembuatan social media, volunteer, dan publikasi/ communication utreach Tujuan: a. Menggalang dukungan dan kegiatan partisipasi publik/masyarakat luas b. Menunjukkan komitmen Chevron dalam pelestarian keanekaragaman hayati dan kemitraan multipihak: BTNGHS, Kehati dan lembaga lainnya Program GCI pada dasarnya dilaksanakan di dua tempat yaitu di wilayah Sukabumi dan di wilayah Bogor. Fokus analisis program dalam penelitian ini adalah program GCI diwilayah Bogor, yaitu Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan. Tujuan pelaksanaan program GCI, khususnya untuk wilayah Desa Purwabakti, kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut: 1. Mengembalikan fungsi kawasan mata air melalui penghijauan 100.000 bibit di area seluas 200 ha. Pada tahun pertama target penghijauan adalah seluas 40 ha dengan jumlah bibit sebanyak 20.000 bibit 2. Tercukupinya air bersih di rumah-rumah penduduk 3. Terlaksananya pemetaan partisipatif yang menunjang baseline data sekaligus media untuk membangun RTRK sebagai bentuk kesepakatan pemanfaatan ruang secara tertulis 4. Meningkatnya pengetahuan anggota kelompok tani tentang fungsi koridor melalui sekolah lapang rakyat Adapun hasil yang diharapkan dalam periode satu tahun, 3 Desember 2012 – 3 Agustus 2013 diantaranya: 1. Tertanamnya 20.000 bibit tanaman di areal seluas 40 ha 2. Tersedianya bibit 2.000 bibit tanaman untuk proses penyulaman 3. Sedikitnya 20 KK mendapatkan manfaat air bersih 4. Terbangunnya sarana air bersih di Desa Purwabhakti 5. Adanya peta partisipatif yang menjelaskan ruang restorasi 6. Terbentuknya kelembagaan lokal berupa Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)
31
Proses Implementasi Program Green Corridor Initiative (GCI), di Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Wibisono (2007) dalam Rosyida (2011) mengemukakan bahwa perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan CSR menggunakan tahapan implementasi CSR, diantaranya tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pemantauan dan evaluasi, dan tahap pelaporan.
Tahap Perencanaan Pada tahun 2012 program GCI hadir, meskipun obrolan terkait program GCI sudah dimulai pada tahun 2010. BTNGHS juga sudah sering kali berganti – ganti kepala Balai. Program GCI ini dimulai dengan kegiatan assesment pada tahun 2011, assesment ini lebih menyangkut livelihood masyarakat. Pada proses assesment belum ada kegiatan yang berinteraksi dengan masyarakat karena kegiatannya hanya memotret. Assesment untuk di wilayah Bogor dilakukan oleh RMI sedangkan untuk wilayah Sukabumi dilakukan oleh BCI. RMI juga menyesuaikan pemilihan lokasi dengan rencana aksi. Pada awalnya lokasi yang direkomendasikan ada dua yaitu Desa Purwasari, Kecamatan Leuwiliang dan Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan. Kedua desa tersebut masih dalam kawasan Bogor. Jika berbicara tentang koridor, wilayah tersebut sangat penting karena sebagai lintasan berbagai satwa. Dahulu kala sebelum menjadi wilayah taman nasional, wilayah tersebut masuk ke dalam wilayah kawasan Perum Perhutani yang merupakan hutan produksi oleh sebab itu hutannya menjadi agak gundul. Walaupun kelihatan hijau namun hanya semak belukar. Secara ekologi kondisi ini sangat berbahaya dan rawan longsor atau terjadi bencana alam. Pada saat kemarau pun air menjadi sangat sulit, kejadian tersebut memuncak pada tahun 2007. Proses assesment menyangkut empat desa, untuk wilayah Purwabakti dan Purwasari dilakukan oleh RMI sedangkan BCI di wilayah Kebandungan dan Cipeuteuy. Proses assesment tersebut dibantu oleh Bapak Haryanto dari IPB yang direkomendasikan oleh KEHATI. Selain melihat potret empat desa, assesment ini juga bertujuan untuk menentukan lokasi program GCI. Akhirnya dipilihlah desa yang paling dekat dengan koridor yaitu Desa Purwabakti dan Cipeuteuy. Selain itu juga diwilayah Purwabakti masyarakatnya sudah ada trust building dengan RMI dan di wilayah Cipeuteuy sudah ada kelompok Jamaskor. Keputusan lokasi program GCI dilakukan pada tahun 2011. Pertemuan antara KEHATI, Chevron, RMI dan BCI dilakuan sebanyak tiga kali. Pertama membicarakan hal teknis terkait kajian, kedua info update tentang kajian dan yang ketiga merupakan final. Pada tahun 2012 KEHATI meminta proposal kepada RMI secara prosedural dan disetujui oleh KEHATI pada akhir 2012.
32
Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan program, program GCI terbagi menjadi beberapa unit kegiatan diantaranya: 1. RESTORASI KAWASAN a. Pembibitan Tanaman Sejak awal proses, disepakati bahwa bibit yang akan digunakan berasal dari masyarakat setempat. Tidak bisa dipungkiri bahwa di tahun pertama tentu akan sangat sulit mendapatkan 20.000 bibit yang seluruhnya berasal dari masyarakat. Namun sejak kontrak sosial terjadi, masyarakat sudah menyanggupi sejumlah 7.000 bibit yang tersedia di wilayahnya. Kekurangan jumlah bibit kemudian dicari oleh masyarakat dengan masuk ke dalam hutan, dengan harapan mendapatkan bibit pohon asli lokal yang sesuai dengan kondisi setempat, sehingga probabilitas pertumbuhan akan semakin tinggi. Bibit masyarakat diperoleh dari hutan dekat pemukiman (Kp. Padajaya). Proses pengambilan bibit pun didampingi oleh staf Resort Gn.Butak. Bibit yang diambil dari hutan ukuran 20 – 30 cm lalu ditanam dalam polibag berisi humus sekitar 1 - 3 bulan sebelum ditanam di area restorasi. Adapula bibit berukuran lebih besar (40 – 50 cm) yang dapat langsung ditanam di area restorasi. Ketika mengambil bibit ini, masyarakat tidak mengambil seluruh calon bibit per pohon (rata-rata hanya diambil 1 – 2 bibit per pohon) sehingga tiap pohon masih ada bibit yang tertinggal. Prosentase ketersediaan bibit dari masyarakat per Juli 2013 mencapai 57%, dan sisa nya (43%) diperoleh dari staf Resort Gunung Butak, TNGHS (Bpk. Mad) yang kemudian dikelola oleh masyarakat setempat. Sedangkan untuk proses replanting pada Desember 2013 – Februari 2014 sejumlah 16.682 bibit yang ditanam; bibit sejumlah 3.300 pohon didapatkan dari swadaya masyarakat dan selebihnya merupakan kontribusi RMI. Hasil identifikasi tanaman per Januari 2014, terdapat 50 jenis pohon di blok Cimapag dan 11 jenis pohon di blok Palahlar. Untuk identifikasi jenis tanaman, ada beberapa orang dari Kp.Padajaya yang memiliki keahlian untuk mengenali jenis tanaman yaitu Pak Usi dan Pak Atma. b. Pelaksanaan Penanaman Pelaksanaan penanaman secara intensif dilakukan bulan Desember 2012 – Maret 2013. Jumlah bibit yang telah ditanam per Juli 2013 sejumlah 29.046 bibit pada lahan seluas 40,21 ha (blok Palahlar dan Cimapag) dengan jarak tanam ratarata 2 m x 3 m dan 5 x 5 m. Jumlah bibit yang ditanam per bulan akan disajikan pada table 7.
33
Tabel 7 Jumlah bibit yang ditanam periode Desember 2012 – Juni 2013 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bulan dan tahun Desember 2012 Januari 2013 Februari 2013 Maret 2013 April 2013 Mei 2013 Juni 2013 Jumlah
Jumlah bibit (pohon) 2.125 9.079 3.898 2.244 1.300 1.500 8.900 29.046
Mengacu pada Tabel 7, pelaksanaan penanaman dilakukan selama tujuh bulan, dan secara intensif dilakukan pada empat bulan pertama (Desember 2012 – Maret 2013). Namun dikarenakan proses penanaman belum mencapai 40 ha, maka dilakukan penanaman kembali pada bulan Juni 2013. Bibit-bibit yang ditanam oleh masyarakat dibeli oleh program dengan nilai Rp. 4.000/bibit, dengan komposisi Rp. 2.000 untuk bibit, dan sisanya merupakan upah untuk penyiapan lahan, termasuk membuat lubang tanam. Seluruh dana penyiapan lahan dikelola oleh kelompok, termasuk digunakan kelompok untuk pengembangan ekonomi lokal. Anggota kelompok tani yang terlibat dalam aksi tanam rata-rata sekitar 25 orang. Selain dilakukan oleh kelompok masyarakat yang tergabung ke dalam KTPH/Kelompok Tani Peduli Hutan, aksi tanam juga diikuti oleh siswa-siswi SDN Ciasmara 04 (19 Maret dan 22 Juni 2013) sebagai upaya untuk menumbuhkan kepedulian lingkungan sejak dini. Pihak BTNGHS khususnya Resort Gn.Butak juga turut serta dalam kegiatan aksi tanam yang dilakukan. Pasca monitoring dan evaluasi tim GCI Kehati sekaligus pencacahan pohon yang dilakukan pada bulan November 2013, diperoleh bahwa jumlah tanaman yang hidup di areal restorasi Kp. Padajaya hanya sejumlah 11.400 atau setara dengan 39% dari 29.046 pohon. Sehingga perlu untuk dilakukan replanting di blok Palahlar dan Cimapag sebanyak 17.646 bibit. Namun pada saat crosscheck ke lapangan pada awal Desember 2013, tim RMI dan masyarakat menemukan kembali pohon-pohon yang luput dari tim pencacah Kehati, sejumlah 975 pohon. Sehingga replanting dibutuhkan bibit sebanyak 16.671 bibit. Pelaksanaan replanting dilakukan pada bulan Desember 2013 – Februari 2014. Hasil replanting menunjukkan bahwa jumlah tanaman baru yang ditanam berjumlah 16.682 pohon (15.932 pohon di blok Cimapag dan 750 pohon di blok Palahlar). Jarak tanam disesuaikan dengan tingkat kerapatan tanaman di area restorasi. Pada areal yang terbuka jarak tanam 2 x 3 sedangkan pada areal yang cukup rapat maka jarak tanamnya 5 x 5. Pada Tabel 8 diuraikan jumlah pohon yang ditanam berikut penyulaman.
34
Tabel 8 Jumlah pohon yang ditanam di area restorasi No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7
Uraian Hasil Pencacahan tim Kehati di Blok Palahlar & Cimapag Temuan Hasil Perawatan RMI & Masyarakat Tanam Baru di Blok Cimapag Tanam baru di Blok Palahlar Jumlah (tanpa sulaman) Penyulaman di Blok Palahlar Jumlah (berikut sulaman)
Jumlah(Pohon) 11.400 975 15.932 750 29.057 300 29.307
Sebagai penciri tanaman, tanaman baru maupun penyulaman dilengkapi dengan ajir yang dicat merah di ujungnya. Tinggi tanaman yang ditanam berkisar antara 50 – 100 cm dan terdiri dari 50 jenis tanaman di Blok Cimapag dan 11 jenis tanaman di Blok Palahlar. c. Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan idealnya dilakukan setiap bulan. Namun karena kondisi lapangan yang cukup subur dan masih sangat baik, maka disarankan oleh Pak Ismayadi bahwa pemeliharaan awal pasca penanaman bisa dilakukan 4-6 bulan kemudian. Kegiatan pemeliharaan meliputi: pembersihan gulma (termasuk tanaman merambat), pemberian pupuk, pengecekan kondisi pohon, dan lain-lain. Pemeliharaan dilakukan oleh KTPH dengan mekanisme pembagian berdasarkan wilayah blok pemeliharaan yang telah disepakati. Terbagi menjadi 5 blok pemeliharaan dengan masing-masing penanggung jawab. Pembagian tugas untuk pemeliharaan ini tidak berjalan baik. Terbukti di lapangan, ketika proses pencacahan oleh tim Kehati dan penghitungan ulang oleh tim RMI bersama masyarakat pada Desember 2013, sebagian besar tanaman tidak terawat dengan baik (tanaman pengganggu / semak belukar menutupi bibit yang sudah ditanam). Maka pada bulan Desember 2013 hingga Januari 2014 dilakukan pembersihan gulma / semak belukar, sebelum ditanam ulang. 2. Membangun Rencana Tata Ruang Kesepakatan (RTRK) a. Pemetaan area restorasi Kegiatan pemetaan area restorasi dilakukan pada Februari-Juli 2013. Proses pemetaan partisipatif melalui beberapa tahapan, diantaranya : i. Pelatihan teknis pemetaan partisipatif. Pada pelatihan ini dilakukan pada tanggal 29 Februari 2013 yang difasilitasi oleh tim RMI. Materi yang disampaikan lebih memperdalam masyarakat untuk menggunakan GPS. Untuk teknis pengambilan titik di lapangan, masyarakat kemudian membagi ke dalam dua kelompok dengan pembagian areal pengambilan titik. Kelompok 1 bertugas mengambil titik koordinat pada batas wilayah antara Kabupaten Bogor dengan Kabupaten Sukabumi yang berada di dalam kawasan TNGHS. Sedangkan kelompok 2
35
bertugas mengabil titik koordinat pada batas antara PTPN dengan TNGHS. ii. Pengambilan Titik Koordinat. Pengambilan titik dilakukan pada tanggal bulan Maret – April 2013. Namun sehubungan dengan data yang diperoleh belum mencapai 40 ha, maka proses pengambilan titik kembali dilakukan pada bulan Juni-Juli 2013. Pada proses pengambilan titik batas memang hanya dilakukan oleh tim kelompok yang sudah terbentuk serta RMI. Sementara Pemerintah Desa Purwahakti, PTPN Cianten dan BTNGHS (Resort Gunung Butak) belum bisa turut serta dikarenakan kesibukan masing-masing. Namun proses koordinasi tetap berjalan. Pada Desember 2013, dilakukan kembali pengambilan titik koordinat dengan GPS untuk memperjelas tata batas area restorasi seluas 40 ha. Tiap jarak 50 m dipasang patok dengan cat merah. iii. Proses overlay peta. Proses overlay dilakukan beberapa kali, tergantung pada ketersediaan data lapangan yang diperoleh. Titik koordinat yang diperoleh pada bulan Maret-April 2013 dioverlay oleh JKPP dan BTNGHS (diperoleh 13 ha). Sementara pada bulan April-Mei 2013, proses input data dan overlay peta seluas 24,4 ha dilakukan oleh JKPP dan pada bulan JuniJuli 2013 input data dan proses overlay dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB dengan luas mencapai 40,21ha. Mengacu pada peta yang tersedia, areal restorasi berada pada titik koordinat: 677500 BB – 679000 BT dan 9253000 LS – 9254500 LU. Hasil overlay peta dengan zonasi TNGHS, areal restorasi masuk ke dalam zona Rimba dan Zona Rehabilitasi, namun terdapat beberapa wilayah yang masuk ke dalam zona khusus dan zona tradisional masyarakat. Masih perlu dikomunikasikan kepada masyarakat terkait zonasi ini. 3. Penguatan Kelembagaan Lokal a. SLR (Sekolah Lapang Rakyat) Sejak Januari 2013 hingga Juli 2013 ada enam kali kegiatan SLR yang telah dilakukan yaitu: i.
ii.
Pada 28 Januari 2013 diadakan SLR topik ‘Penguatan Kelompok Tani’ yang membahas antara lain soal aturan kelompok, difasilitasi oleh Maesaroh dan Asep Suryana. Peserta yang hadir 18 orang (10 laki-laki dan 8 perempuan). Diskusi membangun kelembagaan kelompok masih harus diulang kembali agar semua anggota kelompok memahami pentingnya berkelompok dan membangun kelompok yang solid. Sementara ini yang dilakukan oleh tim lapang lebih banyak diskusi informal untuk memperkuat anggota kelompok yang aktif seperti kelompok perempuan di Kp.Padajaya 1 dan 2. SLR topik ‘Pemetaan Partisipatif’ pada 21 Februari 2013 yang membahas lebih banyak pada teknis pemetaan partisipatif,
36
iii.
iv.
v.
vi.
difasilitasi oleh Asep Suryana. Sayangnya peserta yang hadir hanya sedikit (10 orang, terdiri atas 6 laki-laki dan 4 perempuan) sehingga SLR topic ini masih harus diulang dan dipertajam pada aspek membangun tata ruangnya. Pada 20 Maret 2013 diadakan SLR topik ‘Restorasi dan Aspek Pemeliharaan Tanaman’ dengan narasumber Bapak Ismayadi Samsoedin, PhD (Puslitbanghut) dan Ibu Ika (Urusan KKH BTNGHS). Pada SLR bulan Maret ini dihadiri oleh 28 peserta (18 laki-laki dan 10 perempuan). Kepala dan staf baru Resort Gn.Butak pun turut hadir sekaligus silaturahmi pada masyarakat Kp.Padajaya. Pada SLR ini membahas tentang pentingnya fungsi koridor, pemahaman tentang restorasi dan pemeliharaan tanaman (pengetahuan tentang kompos dan mengidentifikasi bahan-bahan yang ada di Kp.Padajaya yang dapat dijadikan kompos). SLR topik ‘Pemetaan Partisipatif dan Tata Ruang Kesepakatan’ diadakan pada 11 April 2013 yang dihadiri oleh 18 peserta (11 laki-laki dan 7 perempuan). Narasumber pada SLR kali ini yaitu Imam Hanafi (JKPP-Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif) dan Iwan Ridwan (Urusan KK BTNGHS). Bapak Imam Hanafi menjelaskan mengenai latar belakang munculnya pemetaan partisipatif, pentingnya melakukan pemetaan dan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pemetaan partisipatif. Sedangkan Bapak Iwan lebih menjelaskan mengenai pola tata ruang kawasan Taman Nasional (zonasi). Pada 16 Mei 2013 diadakan SLR dengan topic ‘Pembelajaran Dalam Membangun RTRK’ dengan narasumber Bapak Atim Haetami dan Ahmad Rizky dari Kp.Nyungcung Desa Malasari Kab.Bogor yang dihadiri oleh 38 peserta (16 laki-laki dan 22 perempuan). Masyarakat Kp.Nyungcung pada tahun 2003 telah memiliki pengalaman dalam membangun RTRK melalui konsep KDTK (Kampung Dalam Tujuan Konservasi) dengan difasilitasi oleh RMI dan pada tahun 2010 dibangun nota kesepakatan antara masyarakat dengan BTNGHS untuk mengelola lahan garapan di zona khusus. Pengalaman inilah yang dapat dijadikan pembelajaran bagi masyarakat Kp.Padajaya ketika akan membangun RTRK. Pembelajaran antar masyarakat (petani) seperti ini dirasakan cukup efektif dalam membangun pemahaman bersama dan rasa solidaritas. Topik ‘Olah Limbah Kreatif’ disampaikan pada 6 Maret dan 10 April 2013 yang dihadiri oleh 21 peserta (7 laki-laki dan 14 perempuan). Bahan yang digunakan untuk membuat kerajinan yaitu sampah plastik kemasan (bekas kemasan kopi, mie, dll) dan karung goni. Sampah plastic dibuat kerajinan antara lain bentuk dompet dan tas, sedangkan karung goni dibuat rompi dan tas. Narasumber untuk praktek yaitu Mulya dan Laode (Saung Tinta). Bentuk kerajinan tangan seperti ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternative pendapatan masyarakat yang dapat dikembangkan lebih lanjut.
37
4. Penguatan Ekonomi Lokal a. Pembangunan Sarana Air Bersih (SAB) Sebagai persiapan dan mematangkan rencana, tim GCI melibatkan pakar sarana air bersih yang pernah aktif di WASPOLA Indonesia – Water Supply and Sanitation Policy Formulation and Action Planning (Pak Agus dan Edy). Dalam prosesnya, terdapat tiga tahapan yang perlu dicermati, yaitu tahap pra pembangunan SAB, tahap pelaksanaan pembangunan SAB dan tahap pasca pembangunan SAB. Berikut adalah keterangan tentang proses yang masih berjalan, yaitu tahap pra Pembangunan SAB. I.
3.
Pra Pembangunan SAB. Pada tahap ini diperlukan terlebih dahulu mengetahui lokasi mata air yang akan menjadi pusat aliran air. Dari hasil turun lapang bersama tim pakar, direkomendasikan mata air Cisaladah (Rasamala-Gorowong) sebagai sumber air masyarakat dengan debit air adalah 0,5 liter per detik. Pengukuran jarak dan berbeda tinggi yang melibatkan tim IPB dengan menggunakan teodolit dihasilkan jarak mata air ke pemukiman terdekat (RT 01) sejauh 2.200 meter. Posisi mata air lebih rendah 11 m dari pemukiman terdekatnya (RT 01), namun pada jarak 1.800 m dari sumber air, pemukiman berada 40 m lebih tinggi dari sumber mata air. Pada tahap pra pembangunan dilakukan rancang model pembangunan fisik maupun jalur pipa. Jalur pipa direncanakan akan melalui melalui jalan perkebunan teh Cianten. Hal ini diperlu ditindaklanjuti dengan proses diskusi ke pihak-pihak terkait. Untuk rancangan biaya pembangunan sarana air bersih, berdasarkan perhitungan Pak Edy (pakar) dibutuhkan biaya total sekitar Rp 278.260.500 yang diharapkan dari pihak donor Rp 242.537.000 dan masyarakat Rp 35.723.500. Hal lain yang perlu dirumuskan sebelum masuk ke tahap pembangunan adalah merumuskan aturan pengelolaan SAB, termasuk kelembagaan yang akan mengelolanya. Kesepakatan-kesepakatan diantara pengguna air sangat penting dilakukan untuk menjaga fungsi keberlanjutan SAB yang sudah dibangun. Kegiatan Penunjang Lainnya
Pada tahap perencanaan terdapat usulan untuk membangun PSP (Permanent Sample Plot) seluas 1 ha di area koridor Halimun-Salak sebagai ‘scientific model’ sekaligus sumber bibit. Namun hingga berakhirnya periode program ini, kegiatan ini belum terealisasi. Pada 14 Juni 2013 diadakan diskusi di BTNGHS terkait dengan hasil investigasi pembalakan pohon di wilayah Garehong. Hadir dalam diskusi yaitu RMI, Kehati, dan perwakilan masyarakat Kp.Padajaya. Hal penting yang disepakati dalam diskusi bahwa perlu keterbukaan informasi semua dan antar pihak khususnya yang berada di wilayah koridor Halimun-Salak.
38
Pada Juni 2013 juga diadakan pertemuan antara RMI dengan BTNGHS untuk mengkoordinasikan kegiatan yang dilakukan RMI di wilayah HalimunSalak. Dalam pertemuan ini juga sekaligus perkenalan formal dengan Kepala Resort Gunung Butak yang baru (per 1 Juni 2013). Hasil pertemuan ini akan ditindaklanjuti dengan diskusi penyusunan rencana kerja antara BTNGHS dengan RMI di wilayah Halimun-Salak agar kerja-kerja kegiatan dapat lebih sinergis. Namun diskusi ini belumterlaksana sehubungan dengan adanya pergantian Kepala BTNGHS per akhir Juli 2013 dan akhirnya pertemuan ini terlaksana pada tanggal 25 Sepetember 2013 di Kantor BTNGHS Kabandungan. Ada inisiasi usaha budidaya jamur tiram yang dilakukan secara swadaya oleh masyarakat Kp.Padajaya yang dimulai sejak akhir Juli 2013. Masyarakat secara swadaya membuat saung (rumah jamur) yang terbuat dari bilik bambu. Baglog (media untuk menumbuhkan jamur tiram) dari campuran limbah serbuk gergaji, dedak dan kapur pertanian. Sayangnya, usaha budidaya jamur tiram ini belum berjalan baik karena ternyata butuh keahlian khusus (pengalaman) untuk merawat jamur ini dan budidaya jamur ini baru pertama kalinya dilakukan oleh masyarakat. Tahap Pemantauan dan Evaluasi Tahap ini perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauhmana efektivitas penerapan CSR sehingga membantu perusahaan untuk memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi CSR sehingga dapat mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi. Monitoring dan evaluasi pernah dilakukan oleh tim GCI Kehati sekaligus pencacahan pohon yang dilakukan pada bulan November 2013, diperoleh bahwa jumlah tanaman yang hidup di areal restorasi Kp. Padajaya hanya sejumlah 11.400 atau setara dengan 39% dari 29.046 pohon. Sehingga perlu untuk dilakukan replanting di blok Palahlar dan Cimapag sebanyak 17.646 bibit. Namun pada saat crosscheck ke lapangan pada awal Desember 2013, tim RMI dan masyarakat menemukan kembali pohon-pohon yang luput dari tim pencacah Kehati, sejumlah 975 pohon. Tahap evaluasi dilakukan beberapa kali, evaluasi biasanya dilakukan pada saat pelaksanaan program telah selesai dilakukan. Pihak yang hadir diantaranya masyarakat, RMI, Cevron, KEHATI dan BTNGHS. Hasil evaluasi menghasilkan pembelajaran dan tantangan untuk implementasi program GCI pada tahun berikutnya. hasil evaluasi tersebut diantaranya : 1. Tantangan dan Kendala Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan yaitu: a. Komunikasi multipihak untuk menyamakan persepsi bukanlah hal yang mudah. Menyatukan pemahaman dan perbedaan memang biasa, namun menjadi tantangan tersendiri bagi tim untuk menemukenali dan membaca karakter penerima manfaat secara langsung (masyarakat) serta pihak pendukung lainnya, seperti BTNGHS, Resort Gunung Butak, Pemerintah Desa Purwabhakti.
39
b.
c.
d.
e.
f.
Koordinasi multipihak secara intensif dan efektif tetap harus dijaga. Mengingat menguatnya informasi sepihak yang diterima masyarakat dari pihak tertentu yang terkait dengan besaran dana pembiayaan proyek tanpa diimbangi dengan informasi yang utuh. Informasi yang tidak utuh, holistic dan logis akan berpengaruh terhadap pelaksanaan proyek. Di dalam internal tim kerja, rasa tidak percaya diantara tim, turunnya semangat dan motivasi diri menjadi tantangan dan kendala yang cukup berpengaruh terhadap perjalanan program. Menjaga kepercayaan serta berbagi tugas dengan baik untuk menjalankan kesepakatan menjadi tantangan yang dihadapi tim. Mendorong dan memperkuat masyarakat dalam mengelola area restorasi terutama agar masyarakat pun memiliki posisi tawar yang kuat mengingat mereka sudah tinggal di wilayah kampungnya sejak lama dan membutuhkan penghidupan yang lebih baik di masa mendatang. Kesepakatan dengan BTNGHS (termasuk Resort Gn.Butak) pada Juni 2013 akan menyusun agenda bersama terkait kerja di area koridor Halimun-Salak agar dapat bersinergi secara lebih baik. Adanya pergantian personel yang cepat, terutama di Resort Gn.Butak memberikan tantangan tersendiri bagi tim (Kepala BTNGHS juga mengalami pergantian per Agustus 2013). Komitmen dukungan Pemerintah Desa belum terealisasi dengan baik. Proses komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah desa pun harus diperbaiki.
2. Pembelajaran dan Rekomendasi Pembelajaran dalam proses kegiatan ini yaitu: a. Mempertajam substansi tentang konsep restorasi menjadi penting bagi seluruh stakeholder dalam program GCI ini, misalnya perbedaan konsep jarak tanam dan proses pemeliharaan tanaman. Hal ini penting sebagai bentuk peningkatan kapasitas tim kerja. b. Pemetaan area restorasi semestinya dilakukan sebelum kegiatan penanaman sehingga plot area restorasi sudah jelas dan disepakati bersama dengan pihak lain (terutama BTNGHS). Hal ini untuk menghindari kesulitan koordinasi untuk overlay peta, selain itu untuk memudahkan bagi masyarakat ketika ingin menyusun rencana pemeliharaan dan pengelolaannya. c. Kombinasi kegiatan teknis dan non teknis dapat dimanfaatkan secara sinergis dalam mencapai tujuan bersama. Penanaman, pengadaan air bersih, pemetaan, kerajinan tangan merupakan kegiatan teknis yang dapat menyeimbangkan kegiatan pengkayaan wawasan (non teknis) seperti dalam SLR dan penyusunan konsep RTRK. d. Berhadapan dengan masyarakat perlu ketegasan dan ‘tidak romantis’. Perlu ada sinergis yang baik dan contoh perilaku yang konsisten dari pendamping masyarakat pada kelompok masyarakat yang didampingi. e. Di tingkat tim kerja GCI (RMI dan KEHATI) perlu bersama-sama membangun kesepakatan mekanisme dan etika berkomunikasi, baik di tim maupun di lapangan (masyarakat), serta tetap menjaga kepercayaan
40
dan kerjasama untuk saling memperkuat substansi dan teknis serta polapola pemberdayaan masyarakat. Tahap Pelaporan Pelaporan perlu dilakukan untuk membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. RMI membuat laporan implementasi program GCI dan diserahkan kepada KEHATI. Sedangkan KEHATI membuat laporan yang kemudian diserahkan kepada pihak Chevron dan BTNGHS.
Keterlibatan dan Kerjasama Para Stakeholder Dalam implementasi program, keberhasilan atau pun kegagalan tergantung pada pengelolaannya. Keterlibatan dan kerjasama berbagai pihak tentunya diharapkan dapat membantu keberhasilan proyek dengan sangat baik. Proses Implementasi program GCI yang berjalan di Desa Purwabakti tidak dipungkiri melibatkan banyak pihak yang mendukung dalam prosesnya. Stakeholder kunci dalam proses implementasi program GCI diantaranya: 1. PT Chevron Geothermal Chevron berperan besar dalam menyumbangkan material (dana) untuk pelaksanaan program GCI. Sekitar 80% dana pada Program GCI disumbangkan oleh Chevron. Selain itu untuk program komunikasi sendiri, dikelola oleh Chevron bekerjasama dengan Nasional geografi. 2. BTNGHS dan Resort Gn. Butak Peran BTNGHS sangat penting untuk menjaga harmonisasi kerjasama yang dibangun bersama masyarakat konservasi. Penyedia informasi tentu dibutuhkan dari pihak BTNGHS, untuk itu BTNGHS pernah menyampaikan informasi tentang zonasi dalam media SLR. Selain itu BTNGHS juga bekerjasama untuk menampilkan lokasi areal restorasi (urusan KK dan KKH) melalui visualisasi peta - dengan mengoverlay peta partisipatif masyarakat. Dalam kerangka implementasi proyek, tentu saja dukungan Resort Gn. Butak sangat diperlukan, seperi dalam hal penanaman, pengambilan titik, SLR, dan pengambilan bibit, dll. 3. KEHATI KEHATI merupakan Grand making Institution yaitu lembaga yang mengelola program dan memastikan program berjalan dengan baik. Koordinasi dan komunikasi antar stakeholder merupakan salah satu peran KEHATI. 4. RMI RMI berperan sebagai implementor dalam artian pendamping masyarakat. RMI mendampingi masyarakat dari tahap perencanaan hingga membuat pelaporan.
41
5. KTPH ( Kelompok Tani Peduli Hutan) Masyarakat yang terlibat dalam proses implementasi program GCI termasuk ke dalam anggota kelompok KTPH. Kelompok ini dibentuk setelah dilakukannya SLR. Selain adanya pihak kunci yang berperan penting dalam proses implementasi program GCI ada juga pihak pembantu yang ikut serta dalam proses implementasi program GCI. Pihak-pihak tersebut diantaranya: 1. Puslitbang Kehutanan Puslitbang Kehutanan (Bapak Ismayadi) mendukung dalam pemberian input pelaksanaan restorasi, termasuk sharing pengetahuan bagi masyarakat terkait restorasi. 2. Fakultas Kehutanan IPB Mahasiswa Kehutanan membantu dalam kegiatan pengukuran ketinggian sumber air dan titik sepanjang jalur pipa yang direncanakan. Selain itu juga membantu digitasi peta. 3. Eksperties Air (Waspola) Waspola mendukung dalam penyusunan desain dan rancangan biaya sarana air bersih di Kp.Padajaya termasuk pemberian input dalam persiapan non teknis dengan masyarakat. 4. JKPP (Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif) JKPP mendukung dalam kegiatan pemetaan partisipatif secara substantive dan teknis (digitasi peta). 5. Saung Tinta Saung Tinta mendukung dalam kegiatan ketrampilan dari karung goni dan bekas kemasan plastik. Ikhtisar Program GCI didasarkan oleh kepedulian Chevron terhadap kondisi masyarakat dan kondisi wilayah corridor Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Proses implementasi program GCI melibatkan kerja sama multistakeholder. Masing – masing stakeholder menjalankan peran sesuai dengan tupoksinya masing – masing. Awal mula program GCI ditandai dengan kontrak kerja sama antara Chevron dengan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS). Sebelum pelaksanaan program dilakukan terlebih dahulu assesmen untuk mengetahui livelihood Asset masyarakat sekaligus penentuan lokasi. Pada pelaksanaan program terdapat beberapa perubahan yang tidak sesuai dengan rencana. Tujuan yang telah dicapai pun dalam program GCI masih belum semuanya terpenuhi. Program GCI yang baru dilaksanakan pada tahun pertama ini cukup menjadi pelajaran dan tantangan untuk pelaksanaan program GCI pada tahun mendatang.
42
43
ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT PENGUATAN PRINSIP KEMITRAAN DENGAN TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER Tingkat Penguatan Prinsip Kemitraan Program GCI dalam pelaksanaannya membutuhkan kerja sama antar pihak. Prinsip kemitraan yang dimiliki dalam hubungan kerja sama antar stakeholder menjadi sangat penting untuk menilai kerja sama antar pihak. Dalam penelitian ini prinsip kemitraan yang di analisis dalam kerja sama antar stakeholder pada Program GCI di antaranya adalah adanya kesetaraan atau keseimbangan, transparansi dan saling menguntungkan. Kesetaraan atau keseimbangan (equity) Prinsip kesetaraan dalam penelitian ini merupakan pandangan responden mengenai adanya kesamaan kesempatan, saling menghormati, saling menghargai dan saling percaya dalam hubungan kemitraan. Tingkat kesetaraan atau keseimbangan menjadi salah satu aspek yang sangat penting dalam bentuk kerja sama. Hasil penelitian terkait pandangan responden mengenai adanya prinsip kesetaraan atau keseimbangan dalam implementasi Program GCI akan disajikan dalam Gambar 4. Rendah 3%
Tinggi 97%
Gambar 4 Persentase pandangan responden terkait prinsip kesetaraan Gambar 4 menunjukkan bahwa dari 33 responden, 97% persen menganggap prinsip kesetaraan tinggi, dan 3% rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat penguatan prinsip kesetaraan didominasi oleh kategori tinggi. Rincian jumlah responden terkait prinsip kemitraan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9
Jumlah dan persentase pandangan responden terkait prinsip kesetaraan
Prinsip kesetaraan Tinggi Rendah Total
Jumlah responden (n) 32 1 33
Persentase (%) 97 3 100
44
Pada Program GCI semua pihak yang terlibat saling dilibatkan dalam pengambilan keputusan, dan keputusan yang dibuat didiskusikan secara bersama. Dalam rapat koordinasi antar pihak yang melibatkan Chevron, KEHATI, RMI, BTNGHS dan masyarakat, setiap pihak diberikan kesempatan untuk berpendapat. Pendapat yang dikemukakan oleh suatu pihak akan di hargai oleh pihak lain. Seperti halnya dalam rapat yang membicarakan masalah teknis penanaman, masing – masing pihak seperti BTNGHS dan KEHATI memiliki cara penentuan jarak tanam yang berbeda. Dalam rapat didiskusikan bersama, hingga mencapai hasil kesepakatan bersama. Hal ini menggambarkan bahwa terdapat kesetaraan dalam mengemukakan pendapat. Hal tersebut menjadi poin penting sebagai alasan tingginya pandangan responden terait prinsip kesetaraan. Berikut hasil wawancara kepada informan terkait prinsip kesetaraan: “...Setiap kesepakatan yang dibuat berdasarkan keputusan bersama, seperti halnya pihak Chevron tidak dapat membuat keputusan sendiri tanpa adanya persetujuan dari pihak BTNGHS...” Bapak WS (Lampiran 5) “...Masing-masing pihak yang terlibat dalam Program GCI, mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang setara sesuai dengan tupoksinya masing – masing...” Bapak DS (Lampiran 5) Transparansi Prinsip transparansi dalam penelitian ini merupakan pandangan responden mengenai keterbukaan tiap – tiap stakeholder dalam memberikan informasi terkait pelaksanaan Program GCI. Hasil penelitian terkait pandangan responden mengenai adanya prinsip transparansi dalam Program GCI akan disajikan dalam Gambar 5. Tinggi 24%
Rendah 76%
Gambar 5 Persentase pandangan responden terkait tingkat trasparansi stakeholder Gambar 5 menunjukkan bahwa dari 33 responden, paling banyak responden menganggap tingkat transparansi stakeholder yaitu dalam kategori rendah sekitar 76%. Sedangkan responden dengan kategori prinsip transparansi tinggi sekitar 24%. Merujuk pada Gambar 5 dapat disimpulkan bahwa prinsip
45
transparansi menurut pandangan responden paling banyak dalam kategori rendah. Rincian pandangan responden terkait prinsip transparansi dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Jumlah dan transparansi Prinsip transparansi Tinggi Rendah Total
persentase
pandangan
responden
Jumlah responden (n) 8 25 33
terkait
tingkat
Persentase (%) 24 76 100
Tingkat transparansi sering kali diidentikkan dengan masalah keuangan. Dana Program GCI dari Chevron di berikan kepada KEHATI untuk dikelola. KEHATI sendiri mengakui sudah bertindak transparan dan laporan terkait dana sudah diberikan, terutama kepada Chevron. “...Apakah harus setransparan itu, apakah harus diperlihatkan kepada semua pihak?.. Apakah boleh orang melihat pembukuan kita?”. Setiap tahun KEHATI pun di audit dan nilainya juga tidak menjadi masalah. Dalam transparansi juga ada batasan, dan dapat ditujukan pada tingkat mana. Kewajiban KEHATI sendiri memberikan report kepada Chevron, tentu dengan format yang berbeda untuk laporan kepada yang lainnya...” Bapak MS (Lampiran 5) Masyarakat peserta program merasa sebaliknya, masyarakat menganggap tidak mengetahui secara persis dana yang dianggarkan baik oleh RMI maupun KEHATI sendiri. Masyarakat tidak dilibatkan dalam perencanaan anggaran, mereka menerima dana yang sudah dianggarkan. “...Kalau masalah dana kita (masyarakat) enggak tahu yang diberikan kepada RMI berapa.. kita pernah menanyakannya.. mereka (RMI) bilang dana yang dikeluarkan juga banyak buat ini itu.. tapi tidak pernah disebutkan persisnya berapa...” Ibu J (Lampiran 5) “...Pada perancangan biaya awal masyarakat tidak dilibatkan karena jika masyarakat tahu nanti orientasinya akan berubah lebih berfokus pada uang bukan kemandirian, terlebih lagi dana yang dianggarkan sangat besar.. Transparan tidak mesti telanjang...” Bapak WS (Lampiran 5) Di sisi lain, masyarakat sendiri kurang transparan dalam masalah bibit, bibit yang ditanam tidak sesuai dengan perencanaan pada awalnya. RMI mengakui bahwa kondisi pendamping pada saat itu kurang memungkinkan untuk terlibat langsung pada waktu penanaman. Pada akhirnya hal tersebut menjadi persoalan yang berakibat dilakukannya penanaman ulang. Penanaman ulang tersebut menggunakan dana RMI sebagai bukti tanggung jawab RMI itu sendiri.
46
“...Kesalahan tersebut (hilangnya bibit) mungkin juga terjadi karena masyarakat baru pertama kali menerima uang besar sehingga terlihat agak “main – main”.. Namun sekarang sudah dapat dipastikan jumlah pohon sesuai dengan data sekarang.. Karena kondisi pendamping yang kurang memungkinkan sehingga terjadi kejadian tersebut, biasanya RMI ikut mendampingi pada saat penanaman bahkan ikut serta menanam...” Ibu N (Lampiran 5) Dalam hal ini transparansi masih dibilang perlu ditingkatkan karena masih terdapat kecurigaan antar pihak yang mungkin diakibatkan oleh komunikasi dan penyampaian informasi yang kurang baik. Saling Menguntungkan Prinsip saling menguntungkan merupakan pandangan responden mengenai manfaat dalam kemitraan yang terjalin di antara stakeholder terutama dalam proses implementasi program GCI. Hasil penelitian terkait pandangan responden mengenai adanya prinsip saling menguntungkan dalam proses implementasi program GCI akan disajikan dalam gambar 6. Rendah 9%
Tinggi 91%
Gambar 6 Pandangan responden terkait prinsip saling menguntungkan Gambar 6 menunjukkan dari 33 responden, 91% responden menyatakan bahwa prinsip saling menguntungkan dalam kategori tinggi. Sedangkan 9% responden menyatakan prinsip saling menguntungkan dalam kategori rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pandangan responden terkait prinsip saling menguntungkan paling banyak pada kategori tinggi. Rincian pandangan responden terkait prinsip saling menguntungkan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Jumlah dan persentase pandangan responden terkait prinsip saling menguntungkan Prinsip saling menguntungkan Tinggi Rendah Total
Jumlah responden (n) 30 3 33
Persentase (%) 91 9 100
47
Pihak yang terlibat dalam program GCI pada umumnya sudah merasakan manfaat dari pelaksanaan program GCI. Hal ini membuat kerja sama antar pihak yang dapat dikatakan baik. Masyarakat sendiri merasakan manfaat baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Manfaat jangka pendek yang diterima dan diakui oleh masyarakat yaitu adanya manfaat ekonomi baik dari hasil penjualan bibit maupun upah penanaman dan perawatan. Sedangkan untuk jangka panjang masyarakat sendiri mengakui program GCI bermanfaat untuk kelestarian hutan, yang pada akhirnya berguna bagi anak cucu mereka. “...Untuk manfaat Alhamdulillah ada, karena kalau dibiarkan saja gunung akan gundul. Kemanfaatannya untuk masa depan, apalagi jika pertumbuhan kayunya bagus, tapi itu semua tergantung perawatan.. bapak sendiri merasakan manfaatnya baik jangka pendek, untuk makan sehari – hari dan apalagi untuk masa depannya, lumayan untuk anak cucu...” Bapak U (Lampiran 5)
RMI, KEHATI dan BTNGHS juga merasakan manfaat pelaksanaan program GCI yaitu sebagai pencapaian visi dan misi organisasi mereka. Sedangkan untuk Chevron sendiri manfaatnya adalah untuk kelanjutan perusahaan Chevron sendiri karena dengan dilakukannya penanaman hutan akan semakin baik, hutan yang bagus akan menghasilkan geotermal yang lebih baik. Di samping itu, program GCI juga bermanfaat untuk meningkatkan citra perusahaan. Tingkat Penguatan Prinsip Kemitraan Berikut hasil penelitian tingkat penguatan prinsip kemitraan dalam pengimplementasian program GCI (Green Corridor Initiative), setelah melakukan penelitian untuk mengetahui jumlah dan Persentase tingkat penguatan prinsip kemitraan yang akan disajikan dalam Gambar 7. rendah 9%
Tinggi 91%
Gambar 7 Persentase pandangan responden berdasarkan tingkat penguatan prinsip kemitraan
48
Berdasarkan Gambar 7, di peroleh data bahwa pandangan responden terhadap penguatan prinsip kemitraan 91% dalam kategori kuat, sedangkan untuk kategori lemah sekitar 9%. Pandangan responden terkait penguatan prinsip kemitraan yang sebagian besar dalam kategori kuat disebabkan oleh tingginya pandangan responden tentang adanya prinsip kesetaraan dan prinsip saling menguntungkan. Rincian pandangan responden terkait prinsip transparansi dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Jumlah dan persentase pandangan responden terkait penguatan prinsip kemitraan Penguatan prinsip kemitraan Kuat Lemah Total
Jumlah responden (n) 30 3 33
Persentase (%) 91 9 100
Tingkat Partisipasi Stakeholder Menurut Nasdian (2014), dalam bentuk collaboratif patnership terdapat beberapa syarat yang dapat dijadikan indikator atau alat ukur tingkat partisipasi stakeholder itu sendiri, yaitu adanya pertukaran informasi, resources sharing, meningkatkan kapasitas, dan membangun kepercayaan. Pertukaran Informasi Pertukaran informasi dalam penelitian ini merupakan pandangan responden terkait adanya pertukaran informasi antar stakeholder yang ditandai dengan adanya komunikasi antar stakeholder terutama mengenai peran dan pengetahuan yang dimiliki masing - masing stakeholder. Misalnya para stakeholder saling bertukar informasi terkait kebutuhan dan sumberdaya yang mereka miliki untuk memenuhi tujuan bersama. Hasil penelitian terkait pandangan responden mengenai adanya pertukaran informasi dalam proses implementasi Program GCI akan disajikan dalam Gambar 8.
Rendah 36%
Tinggi 64%
Gambar 8 Persentase pandangan responden terkait tingkat pertukaran informasi
49
Gambar 8 menunjukkan bahwa dari 33 responden, 64% responden memandang tingkat pertukaran informasi dalam program GCI termasuk ke dalam kategori tinggi dan 36% dalam kategori rendah. Merujuk pada Gambar 8 dapat disimpulkan bahwa pandangan responden terkait adanya pertukaran informasi dalam proses implementasi program GCI paling banyak dalam kategori sedang. Rincian pandangan responden terkait tingkat pertukaran informasi dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13
Jumlah dan persentase pandangan responden terkait tingkat pertukaran informasi
Pertukaran informasi Tinggi Rendah Total
Jumlah responden (n) 21 12 33
Persentase (%) 64 36 100
Pertukaran informasi atau koordinasi antar stakeholder sering kali menjadi kendala dalam suatu kerja sama antar pihak. Seperti halnya dalam pelaksanaan Program GCI ini, koordinasi menjadi kendala dan sekaligus menjadi tantangan untuk pelaksanaan program GCI pada tahun berikutnya. Contohnya pihak BTNGHS merasa KEHATI kurang koordinasi dengan langsung ke masyarakat tanpa berkoordinasi dengan pihak BTNGHS. “...Dalam pelaksanaan terdapat kendala, namun tidak signifikan.. Kendala yang dirasakan adalah terkait komunikasi, pada aspek tertentu terdapat “miss” antar pihak. Seperti halnya KEHATI kadang langsung terjun kemasyarakat tanpa melibatkan BTNGHS...” Bapak WS (Lampiran 5) “...Komunikasi dengan pihak balai terkadang stuck, dan pergantian kepala balai menjadi salah satu yang menjadi kendala. Dengan adanya pergantian kepala balalai memerlukan audiensi kembali.. Dalam program ini mungkin KEHATI kurang koordinasi dengan pihak balai, akhibatnya program menjadi freezing dan perlu dibicarakan kembali.. Taman nasional menginginkan “hal yang lebih” karena tahu aliran dana yang cukup besar...” Ibu N (Lampiran 5) “...Untuk LSM KEHATI sempat dengar tapi belum tahu dengan pasti...” Bapak AS (Lampiran 5) “...Dalam pelaksanaan program, KEHATI berkomunikasi dengan seluruh pihak, tergantung pada konteksnya...” Bapak MS (Lampiran 5) Dalam internal RMI juga terjadi kurangnya koordinasi, yaitu pendamping masyarakat yang tidak mendampingi masyarakat pada waktu penanaman. Di Desa Purwabakti sendiri RMI menempatkan dua orang pendamping, pendamping
50
tersebut bertugas untuk mendampingi masyarakat dalam proses implementasi program GCI. Pada saat penanaman, kedua orang tersebut tidak dapat mendampingi pada saat penanaman, karena yang satu sedang hamil dan satu lagi sedang ada tugas di lain tempat, sehingga mereka tidak dapat terlibat langsung pada saat penanaman. Proses pertukaran informasi antar masyarakat dapat dibilang berjalan dengan lancar. Hal ini disebabkan masyarakat yang terlibat menjadi peserta program masih terikat kekeluargaan, dan jarak antar penerima program pun masih dibilang dekat, sehingga informasi terkait proses implementasi program mudah untuk disampaikan. Mudahnya masyarakat untuk memperoleh informasi dari masyarakat lain inilah yang menyebabkan responden menganggap tingkat pertukaran informasi dalam kategori tinggi, walaupun realitanya pertukaran informasi antar stakeholder lain masih menjadi kendala. Resources Sharing Resources sharing dalam penelitian ini merupakan pandangan responden mengenai adanya sharing akan sumberdaya yang dimiliki oleh suatu stakeholder terhadap stakeholder lainnya, khususnya dalam proses implementasi program GCI. Hasil penelitian terkait pandangan responden mengenai adanya resources sharing dalam proses implementasi program GCI disajikan dalam Gambar 9. Rendah 0%
Tinggi 100%
Gambar 9 Persentase pandangan responden terkait resources sharing Gambar 9 menunjukkan bahwa seluruh responden memandang bahwa resources sharing dalam pengimplementasian program GCI termasuk ke dalam kategori tinggi. Rincian pandangan responden terkait prinsip resources sharing dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14
Jumlah dan persentase pandangan responden terkait resources sharing
Resources sharing Tinggi Rendah Total
Jumlah responden (n) 33 33
Persentase (%) 100 100
51
Dalam pelaksanaan program GCI masing – masing pihak saling berbagi akan sumberdaya yang dimilikinya. Kontribusi Chevron dalam proses implementasi program GCI berbentuk dana, dana yang dialokasikan untuk proses implementasi program GCI bisa dibilang besar. “...Kita (Chevron) melakukan GCI sejalan atau mendukung rencana aksi.. kolaborasi Chevron dengan KEHATI untuk mendukung GCI itu sekitar 80% lebihnya didanai oleh Chevron sisanya KEHATI.. untuk yang sifatnya Monitoring dan pendampingan itu Taman Nasional...” Bapak DS (Lampiran 5) Masyarakat menyumbangkan tenaga dan pengetahuan lokalnya, RMI dan KEHATI menyumbangkan pengetahuan dan tenaga untuk mengelola program, sedangkan BTNGHS memediasi, menyumbangkan pengetahuan dan memberikan izin dalam pelaksanaan program. “...Peran RMI sudah jelas yaitu implementor dalam artian pendamping masyarakat, sedangkan KEHATI sebagai bridging yang menjembatani antar pihak seperti antara kita (RMI) dengan Chevron...” Ibu N (Lampiran 5) “...KEHATI merupakan Grand Making Institution yaitu sebagai pengelola dan menyalurkan program kepada mitra serta memastikan berjalannya program dengan baik...” Bapak MS (Lampiran 5) Meningkatkan Kapasitas (Capacity Building) Meningkatkan kapasitas (capacity Building) dalam penelitian ini merupakan pandangan responden terkait adanya peningkatan kapasitas antar stakeholder, khususnya dalam proses implementasi program GCI. Hasil penelitian terkait peningkatan kapasitas akan disajikan dalam Gambar 10. Rendah 15%
Tinggi 85%
Gambar 10 Persentase pandangan responden terkait peningkatan kapasitas
52
Gambar 10 menunjukkan bahwa dari 33 responden, 85% diantaranya menganggap peningkatan kapasitas dalam kategori tinggi dan 15% dalam kategori rendah. Merujuk pada Gambar 9 dapat disimpulkan bahwa pandangan responden terkait peningkatan kapasitas antar stakeholder didominasi oleh kategori tinggi. Rincian pandangan responden terkait peningkatan kapasitas dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15
Jumlah dan persentase pandangan responden terkait resources sharing
Peningkatan kapasitas Tinggi Rendah Total
Jumlah responden (n) 28 5 33
Persentase (%) 85 15 100
Program GCI sebenarnya memiliki manfaat yang salah satunya yaitu meningkatkan kapasitas para pihak yang terlibat dalam program. Para stakeholder yang terlibat menganggap program GCI khususnya pada tahun pertama, menghasilkan pembelajaran bagi mereka. Bagi masyarakat melalui SLR, pengetahuan mereka meningkat terutama terkait restorasi dan kepedulian terhadap hutan. “...Karena mungkin mereka (masyarakat) juga baru kenal istilah restorasi itu ya di sini (melalui SLR).. sebelumnya ya nanem aj.. penanaman lahan kritis.. atau mungkin mereka kenal adopsi pohon namun untuk mengenal restorasi ya di sini..” Ibu N (Lampiran 5) “...Leweung hejo masyarakat ngejo, leuweng rusak masyarakat belangsak.. jika kekurangan air maka ditambah lagi (penanaman) jika ditanami lagi mudah – mudahan airnya banyak lagi.. bapak tahunya itu ya dari SLR...” Bapak AM (Lampiran 5) Bagi RMI sendiri, program GCI menjadi pelajaran yang bagus. Pelajaran yang bagus tersebut terutama pada kejadian hilangnya bibit. Peristiwa hilangnya bibit karena RMI merasa terjadi koordinasi yang kurang baik di dalam internal RMI sendiri. “...Hal ini (hilangnya bibit) menjadi pelajaran bagus bagi kami (RMI) dan kami baru pertama kali mengalami kejadian begini.. karena kami baru kali ini ada program nanem yang memang ada uangnya.. karena biasanya kami nanem ya nanem secara swadaya...” Ibu N (Lampiran 5) Selain itu bagi Chevron sendiri, terkait koordinasi dan komunikasi menjadi bahan evaluasi di tahun 2013 yang sekaligus menjadi pembelajaran dan tantangan untuk pelaksanaan program GCI ditahun kedepannya. Program yang dijalankan dengan bermitra bersama pihak ketiga, cenderung pihak ketiganya tersebut yang
53
lebih dikenal. Kondisi seperti ini menjadikan pembelajaran bagi Chevron, dan pada tahun selanjutnya akan dilakukan pendekatan yang berbeda. Masyarakat setelah adanya program GCI pun memandang terjadi perubahan pada pendekatan BTNGHS. Pihak BTNGH setelah adanya program GCI menjadi lebih besahabat dengan masyarakat. Pendekatan yang dilakukan oleh BTNGHS yang dulunya cenderung kaku dan keras, sekarang menjadi lebih lunak namun tetap tegas. Pembangun Kepercayaan (Trust Building) Pembangunan kepercayaan dalam penelitian ini merupakan pandangan responden mengenai adanya kepercayaan antar stakeholder, yang diawali dengan rasa saling mengenal, percaya hingga menghormati antar stakeholder. Hasil penelitian terkait pembangunan kepercayaan dalam proses implementasi program GCI akan disajikan dalam Gambar 11.
Rendah 30%
Tinggi 70%
Gambar 11 Persentase pandangan responden terkait peningkatan kepercayaan Gambar 11 menunjukkan bahwa dari 33 responden, 70% diantaranya menganggap peningkatan kepercayaan dalam kategori tinggi dan 30% menganggap rendah. Merujuk pada Gambar 10 dapat disimpulkan bahwa menurut pandangan responden pembangunan kepercayaan yang terjadi dalam proses implementasi program GCI paling banyak responden dalam kategori tinggi. Rincian pandangan responden terkait peningkatan kepercayaan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16
Jumlah dan persentase pandangan responden terkait peningkatan kepercayaan
Peningkatan kepercayaan Tinggi Rendah Total
Jumlah responden (n) 23 10 33
Persentase (%) 70 30 100
Kepercayaan merupakan hal yang fundamental dalam suatu kerja sama, kepercayaan sering kali mempengaruhi kinerja dan hubungan antar pihak.
54
Kepercayaan antar pihak yang terlibat dalam Program GCI masih perlu dibagun dan dijaga dengan sebaik–baiknya. Kejadian hilangnya bibit atau ketidaksesuaian bibit yang tersedia dengan bibit yang ditanam mempengaruhi dinamika kepercayaan antara KEHATI, RMI dan masyarakat. Di sisi lain cepatnya pergantian kepala BTNGHS juga mewarnai kepercayaan antar stakeholder yang terlibat dalam Program GCI. “...Kalau berbicara institusi, secara formal kepercayannya tinggi.. pergantian kepala balai itu berarti merubah warna Taman Nasional secara tidak langsung yang pada akhirnya memberikan persepsi para mitranya.. mengenai apakah Taman Nasional mendukung atau tidak, membantu atau tidak.. jika dikaitkan dengan kepercayaan atau komunikasi sebetulnya bukan tidak ada kepercayaan namun mempengaruhi dinamika dan mewarnai tingkat kepercayaan...” Bapak DS (Lampiran 5) Tingkat Partisipasi Stakeholder Berikut tingkat partisipasi stakeholder dalam pengimplementasian Program GCI (Green Corridor Initiative), setelah melakukan penelitian untuk mengetahui jumlah dan Persentase tingkat partisipasi stakeholder yang akan disajikan dalam Gambar 12. Rendah 22%
Tinggi 78%
Gambar 12 Persentase pandangan responden terkait tingkat partisipasi stakeholder Berdasarkan Gambar 12 dari jumlah 33 responden, 78% diantaranya menganggap tingkat partisipasi stakeholder dalam kategori tinggi dan 22% menganggap rendah. Merujuk pada Gambar 12 dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi stakeholder menurut pandangan responden didominasi oleh kategori tinggi. Rincian pandangan responden terkait tingkat partisipasi stakeholder dapat dilihat pada tabel 17. Tabel 17
Jumlah dan persentase pandangan responden terkait tingkat partisipasi stakeholder
Tingkat partisipasi stakeholder Tinggi Rendah Total
Jumlah responden (n) 25 7 33
Persentase (%) 78 22 100
55
Tingkat partisipasi stakeholder yang didominasi oleh kategori tinggi tersebut menurut peneliti disebabkan oleh kecenderungan pandangan responden terhadap indikator–indikator yang terdapat pada tingkat partisipasi stakeholder yang tergolong tinggi. Tingkat partisipasi stakeholder yang tergolong tinggi ini merupakan awal yang baik dalam proses implementasi Program GCI. Tingkat partisipasi stakeholder yang tinggi mencerminkan bentuk pola kemitraan atau kerja sama yang sudah kolaboratif.
Hubungan Tingkat Penguatan Prinsip Kemitraan dengan Tingkat Partisipasi Stakeholder Tingkat penguatan prinsip kemitraan dan tingkat partisipasi stakeholder merupakan dua variabel yang berhubungan, setelah penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data secara kualitatif dan kuantitatif diperoleh data yang disajikan dalam Tabel 18. Tabel 18
Tingkat penguatan prinsip kemitraan Kuat Lemah
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat penguatan prinsip kemitraan dan tingkat partisipasi stakeholder Tingkat partisipasi stakeholder Tinggi Rendah
Total
N
%
N
%
N
25 1
83 33
5 2
17 67
30 3
% 100 100
Berdasarkan Tabel 18 dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat penguatan prinsip kemitraan dengan tingkat partisipasi stakeholder. Semakin kuat tingkat penguatan prinsip kemitraan maka semakin tinggi tingkat partisipasi stakeholder. Semakin lemah tingkat penguatan prinsip kemitraan maka semakin rendah tingkat partisipasi stakeholder. Pada tingkat penguatan prinsip kemitraan lemah ditunjukkan dengan tingkat partisipasi stakeholder rendah yaitu sebesar 67%, sedangkan pada tingkat penguatan prinsip kemitraan kuat ditunjukkan dengan tingkat partisipasi stakeholder tinggi pula yaitu sebesar 83%. Peneliti kemudian untuk memperjelas kasus ini menggunakan perangkat lunak SPSS melalui uji statistik non-parametik melakukan uji Rank Spearman pada variabel tingkat penguatan prinsip kemitraan dengan variabel tingkat partisipasi stakeholder. Hasil uji Rank Spearman akan disajikan dalam Tabel 19. Berdasarkan Tabel 19 didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,352 dengan sig (0,045). Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang moderat. Aturan nilai dalam menentukan nilai adalah sebagai berikut: 0,00 (tidak ada hubungan), 0,01-0,09 (hubungan kurang berarti), 0,10-0,29 (hubungan lemah), 0,30-0,49 (hubungan moderat), 0,50-0.69 (hubungan kuat), 0,70-0,89 (hubungan sangat kuat), > 0,9 (hubungan mendekati sempurna). Setelah mengetahui nilai korelasi, maka untuk menguji hipotesis yang ada, maka hasil dapat dijelaskan seperti dibawah ini:
56
H0: Tidak terdapat hubungan antara penguatan prinsip kemitraan dengan tingkat partisipasi stakeholder H1: Terdapat hubungan antara penguatan prinsip kemitraan dengan tingkat partisipasi stakeholder. Tabel 19
Hasil uji korelasi rank spearman penguatan prinsip kemitraan dengan tingkat partisipasi stakeholder Correlations Tingkat penguatan prinsip kemitraan
Spearman's rho
Tingkat Penguatan prinsip kemitraan Tingkat partisipasi stakeholder
Correlation coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation coefficient Sig. (2-tailed)
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)
Tingkat partisipasi stakeholder
1,000
0,352*
.
0,045
33
33
0,352*
1,000
0,045
.
33
33
Hipotesis tersebut diuji dengan melihat nilai signifikansi hasil pengujian dengan analisis Rank Spearman. Kriteria pengujian hipotesis dengan uji statistik Rank Spearman adalah jika signifikansi > 0.05 maka terima H0, dan jika nilai signifikansi < 0.05 maka tolak H0 dan terima H1. Berdasarkan hasil uji statistik Rank Spearman dalam Tabel 16 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi hubungan variabel penguatan prinsip kemitraan dengan tingkat partisipasi stakeholder sebesar 0.045. Nilai signifikansi 0.045 < 0.05, yang berarti bahwa tolak H0 dan terima H1. Penelitian ini menunjukan bahwa adanya hubungan yang moderat antara variabel penguatan prinsip kemitraan dengan tingkat partisipasi stakeholder. Menurut peneliti sesuai dengan hasil penelitian, prinsip kemitraan merupakan hal dasar yang harus dipenuhi untuk menciptakan hubungan kemitraan yang baik antar stakeholder. Melalui hubungan kemitraan yang baik tersebut maka tingkat partisipasi stakeholder akan baik pula, sehingga akan tercipta bentuk kemitraan kolaboratif. Pada prinsip kemitraan terdapat indikator diantaranya prinsip kesetaraan atau keseimbangan, transparansi dan saling menguntungkan. Indikator-indikator tersebutlah yang mempengaruhi para stakeholder untuk saling rela bertukar informasi, berbagi akan sumberdaya, meningkatkan kapasitas dan membangun kepercayaan. Pada proses implementasi Program GCI dengan adanya tingkat kesetaraan atau keseimbangan yang tinggi akan menciptakan kesempatan yang
57
sama antar stakeholder untuk dapat berbagi informasi, meningkatkan kapasitas dan berbagi akan sumberdaya. Kemudian kesempatan tersebut didukung oleh tingkat saling menguntungkan yang tinggi sehingga para stakeholder tersebut rela untuk mewujudkannya menjadi sebuah tindakan terutama dalam bertukar informasi dan berbagi akan sumberdaya. Sebagai contoh kasus, masyarakat peserta program mungkin tidak akan mau terlibat dalam proses implementasi Program GCI jika mereka menganggap Program GCI ini tidak menguntungkan bagi mereka, begitupun dengan stakeholder lainnya. Selanjutnya tingkat transparansi pada proses implementasi Program GCI menjadi salah satu dasar untuk membangun kepercayaan, tingkat transparansi yang tinggi akan mempermudah suatu stakeholder untuk membangun kepercayaan dengan stakeholder lainnya.
Ikhtisar Prinsip Kemitran merupakan hal penting yang dapat menjadi dasar dalam suatu bentuk kemitraan. Kemitraan yang terdapat dalam program GCI menurut pandangan responden didominasi oleh kategori kuat. Kuatnya prinsip kemitraan disebabkan oleh tingginya prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan dalam proses implementasi program GCI. Selanjutnya untuk menciptakan kemitraan yang kolaboratif dibutuhkan tingkat partisipasi stakeholder yang tinggi. Tingkat partisipasi stakeholder dalam penelitian ini didominasi oleh tingkat partisipasi dalam kategori tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa partisipasi stakeholder dalam proses implementasi Program GCI sudah terlihat kolaboratif. Penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan yang moderat antara variabel tingkat penguatan prinsip kemitraan dengan tingkat partisipasi stakeholder. Semakin kuat tingkat penguatan prinsip kemitraan maka semakin tinggi tingkat partisipasi stakeholder. Semakin lemah tingkat penguatan prinsip kemitraan maka semakin rendah tingkat partisipasi stakeholder. Menurut peneliti sesuai dengan hasil penelitian, prinsip kemitraan merupakan hal dasar yang harus dipenuhi untuk menciptakan hubungan kemitraan yang baik antar stakeholder. Melalui hubungan kemitraan yang baik tersebut maka tingkat partisipasi stakeholder akan baik pula, sehingga akan tercipta bentuk kemitraan kolaboratif. Pada prinsip kemitraan terdapat indikator diantaranya prinsip kesetaraan atau keseimbangan, transparansi dan saling menguntungkan. Indikator-indikator tersebutlah yang mempengaruhi para stakeholder untuk saling rela bertukar informasi, berbagi akan sumberdaya, meningkatkan kapasitas dan membangun kepercayaan.
58
59
ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DENGAN TINGKAT EFEKTIVITAS PROGRAM GCI Tingkat Efektivitas Program GCI Tingkat efektivitas dalam penelitian ini merupakan tingkat pencapaian tujuan yang telah dicapai dalam proses implementasi program GCI. Salah satu tujuan yang paling penting dalam proses implementasi program GCI adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses implementasi program GCI. Tingkat partisipasi masyarakat dilihat dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi maupun pelaporan. Tahap Perencanaan Tingkat Efektivitas program GCI pada tahap perencanaan dalam penelitian ini merupakan tingkat partisipasi masyarakat dalam merumuskan, merancang penyelenggaraan program GCI baik bersifat teknis maupun nonteknis, menyangkut aspek, kehadiran, keikutsertaan dalam pengambilan keputusan dan keaktifan anggota selama proses perencanaan kegiatan. Hasil penelitian terkait tingkat efektivitas responden pada tahap perencanaan akan disajikan pada Gambar 13.
tinggi 21%
rendah 18%
sedang 61% Gambar 13 Persentase tingkat efektivitas responden dalam tahap perencanaan Gambar 13 menunjukkan bahwa Persentase tingkat efektivitas responden pada tahap perencanaan paling banyak dalam kategori sedang yaitu sebesar 61%. Sedangkan responden pada tingkat efektivitas tinggi sebesar 21% dan untuk kategori rendah sebesar 18%. Merujuk pada Gambar 13 dapat dikatakan bahwa efektivitas program GCI yang diukur berdasarkan tingkat partisipasi masyarakat, pada tahap perencanaan tergolong dalam kategori sedang. Rincian tingkat efektivitas program GCI pada tahap perencanaan dapat dilihat pada Tabel 20.
60
Tabel 20
Jumlah dan persentase perencanaan
Tahap perencanaan Tinggi Sedang Rendah Total
tingkat efektivitas responden pada tahap
Jumlah responden (n) 7 20 6 33
Persentase (%) 21 61 18 100
Masyarakat peserta program pada dasarnya diberi kesempatan dalam setiap rapat koordinasi untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat. Namun masih banyak yang enggan berbicara ketika rapat koordinasi dilakukan. Sebagian besar hanya mengikuti keputusan yang dibuat dalam rapat. Hal ini disebabkan oleh kapasitas masyarakat yang masih kurang memadai. Di sisi lain beberapa masyarakat sudah ada yang berani untuk mengemukakan pendapatnya dalam rapat koordinasi, namun jumlahnya masih sedikit. “...Proses perencanaan yang masih tidak pasti itu akan berbahaya, masyarakat akan dilibatkan dalam perencanaan jika programnya sudah ada.” Seperti halnya saya punya ini dan mau diapakan oleh masyarakat...” Bapak MS (Lampiran 5) “...Pada perancangan biaya awal masyarakat tidak dilibatkan karena jika masyarakat tahu nanti orientasinya akan berubah lebih berfokus pada uang bukan kemandirian, terlebih lagi dana yang dianggarkan sangat besar...” Bapak WS (Lampiran 5) Tahap Pelaksanaan Program Tingkat efektivitas program GCI pada tahap pelaksanaan program dalam penelitian ini merupakan tingkat partisipasi masyarakat dalam tahapan pelaksanaan kegiatan rangkaian program GCI yang menyangkut aspek kehadiran, keikutsertaan dalam pengambilan keputusan, serta keaktifan anggota selama proses kegiatan. Hasil penelitian terkait tingkat efektivitas pada tahap pelaksanaan akan disajikan pada Gambar 14. rendah 3%
tinggi 55%
sedang 42%
Gambar 14 Persentase tingkat efektivitas responden pada tahap pelaksanaan
61
Gambar 14 menunjukkan bahwa dari 33 responden, 55% responden dalam kategori efektivitas tinggi, 42% dalam kategori sedang dan 3% dalam kategori rendah. Merujuk pada Gambar 14 dapat disimpulkan bahwa tingkat efektivitas responden pada tahap pelaksanaan, yang diukur berdasarkan tingkat partisipasi masyarakat didominasi oleh kategori tinggi. Rincian pandangan responden terkait tingkat efektivitas program GCI pada tahap pelaksanaan dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21
Jumlah dan persentase tingkat efektivitas responden pada tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan Tinggi Sedang Rendah Total
Jumlah responden (n) 19 13 1 33
Persentase (%) 58 39 3 100
Tingginya tingkat efektivitas pada tahap pelaksanaan disebabkan oleh tingginya partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan. Tingginya tingkat partisipasi masyarakat pada tahap ini disebabkan oleh pandangan responden yang menganggap tahap pelaksanaanlah yang lebih mudah dilaksanakan, karena mereka lebih suka kegiatan yang terjun langsung kelapangan. Khususnya untuk kegiatan penanaman pohon, kegiatan ini merupakan hal yang menurut mereka sudah biasa dan pengalaman mereka sudah dapat dibilang baik. Hal ini juga disebabkan karena profesi mereka pada umumnya masih berkecimpung di bidang pertanian. Tahap Evaluasi Tingkat efektivitas responden pada tahap evaluasi dalam penelitian ini diukur melalui tingkat partisipasi masyarakat dalam mengevaluasi kelebihan dan kekurangan dari pelaksanaan rangkaian kegiatan program GCI, meliputi keikutsertaan anggota dalam memberikan saran dan kritik. Hasil penelitian terkait tingkat partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi akan disajikan pada Gambar 15. tinggi 18%
sedang 27%
rendah 55%
Gambar 15 Persentase Tingkat Efektivitas Responden Pada Tahap Evaluasi
62
Gambar 15 menunjukkan bahwa dari 33 responden, 55% tingkat efektivitas responden tergolong rendah, 27% tergolong sedang dan 18% tergolong tinggi. Merujuk pada Gambar 15 dapat disimpulkan bahwa tingkat efektivitas responden pada tahap evaluasi didominasi oleh responden dengan kategori tingkat efektivitas rendah. Rendahnya tingkat efektivitas responden pada tahap evaluasi menurut peneliti disebabkan oleh rendahnya tingkat partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi. Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat disebabkan oleh sikap masyarakat yang cenderung malu untuk mengemukakan pendapat mereka, baik berupa kritik maupun saran. Hal ini juga disebabkan oleh kapasitas masyarakat yang masih perlu ditingkatkan. Rincian pandangan responden terkait tingkat efektivitas program GCI pada tahap evaluasi dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22
Jumlah dan persentase tingkat efektivitas responden pada tahap evaluasi
Tahap evaluasi Tinggi Sedang Rendah Total
Jumlah responden (n) 6 9 18 33
Persentase (%) 18 27 55 100
Tahap Pelaporan Tingkat efektivitas responden pada tahap pelaporan dalam penelitian ini merupakan tingkat partisipasi masyarakat dalam menyusun laporan kegiatan program GCI. Hasil penelitian terkait tingkat efektivitas responden pada tahap pelaporan akan disajikan pada Gambar 16. tinggi 0%
sedang 0%
rendah 100% Gambar 16 Persentase tingkat efektivitas responden pada tahap pelaporan Gambar 16 menunjukkan bahwa tingkat Efektivitas Responden pada tahap pelaporan tergolong rendah. Hal ini disebabkan karena pada tahap pelaporan, masyarakat tidak dilibatkan sama sekali. Kapasitas masyarakat terutama dalam hal pelaporan menjadikan masyarakat tidak dilibatkan dalam tahap pelaporan. Pelaporan kegiatan yang telah dilakukan diserahkan kepada RMI dan KEHATI.
63
Rincian pandangan responden terkait tingkat efektivitas program GCI pada tahap pelaporan dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23
Jumlah dan persentase tingkat efektivitas responden pada tahap pelaporan
Tahap pelaporan Tinggi Sedang Rendah Total
Jumlah responden (n) 0 0 33 33
Persentase (%) 0 0 100 100
Tingkat Efektivitas Program GCI Berikut tingkat efektivitas responden dalam proses implementasi program GCI, setelah melakukan penelitian untuk mengetahui jumlah dan Persentase tingkat efektivitas responden yang akan disajikan dalam Gambar 17. tinggi 21%
rendah 36%
sedang 43% Gambar 17 Persentase tingkat efektivitas program GCI Gambar 17 menunjukkan bahwa dari 33 responden, 43% tingkat efektivitas responden tergolong sedang, 36% tergolong rendah dan 21% tergolong tinggi. Merujuk pada Gambar 17 dapat disimpulkan bahwa tingkat efektivitas responden didominasi oleh kategori sedang. Tingkat efektivitas responden yang tergolong sedang disebabkan oleh tingkat efektivitas responden yang hanya tergolong tinggi pada tahap pelaksanaan. Sedangkan pada tahap perencanaan tergolong sedang dan pada tahap evaluasi dan pelaporan tergolong rendah. Rincian jumlah dan persentase pandangan responden terkait tingkat efektivitas Program GCI dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Jumlah dan persentase tingkat efektivitas program GCI Tingkat efektivitas Program GCI Tinggi Sedang Rendah Total
Jumlah responden (n) 7 14 12 33
Persentase (%) 21 42 36 100
64
Efektivitas Program GCI ini masih perlu ditingkatkan kembali, mengingat hasil penelitian menunjukkan efektivitas Program GCI masih tergolong sedang. Pada bab sebelumnya yaitu bab Program Green Corridor Initiative (GCI) telah disebutkan bahwa beberapa program seperti pembangunan sarana air bersih dan pemetaan secara partisipatif belum terlaksana dengan baik. Hal ini menjadi penguat bahwa efektivitas program GCI masih perlu ditingkatkan. “...Program GCI ini yang sudah berjalan merupakan tahun pertama, pada tahun pertama ini berkisar 20 – 30% restorasi berjalan. Program GCI ditargetkan untuk berjalan selama lima tahun. Kondisi program yang sedang freeze tentunya akan memiliki dampak yaitu pertambahan waktu. Program yang sedang freeze bukan berarti tidak ada sama sekali kegiatan, untuk di wilayah Cipeuteuy khususnya kegiatan pembibitan tetap berjalan...” Bapak MS
Hubungan Tingkat Partisipasi Stakeholder dengan Tingkat Efektivitas Program GCI Variabel tingkat partisipasi stakeholder dengan tingkat efektivitas Program GCI dalam penelitian ini yaitu pada proses implementasi Program GCI merupakan dua variabel yang tidak berhubungan. Setelah penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data secara kualitatif dan kuantitatif diperoleh data yang disajikan dalam Tabel 25. Tabel 25
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi stakeholder dan tingkat efektivitas Program GCI.
Tingkat partisipasi stakeholder Tinggi Rendah
Tingkat efektivitas Program GCI Tinggi Sedang Rendah N % N % N % 2 19 12 46 9 35 2 29 2 29 3 43
Total N 7 26
% 100 100
Tabel 25 menunjukkan tidak adanya hubungan antara variabel tingkat partisipasi stakeholder dengan tingkat efektivitas Program GCI. Pada tingkat partisipasi stakeholder rendah ditunjukkan dengan tingkat efektivitas Program GCI rendah juga yaitu sebesar 43%. Walaupun demikian, pada tingkat partisipasi stakeholder tinggi hanya sebesar 19% tingkat efektivitas Program GCI yang tergolong dalam kategori tinggi. Tingginya tingkat partisipasi stakeholder tidak cenderung menjadikan tingkat efektivitas Program GCI meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak adanya hubungan antara variabel tingkat partisipasi stakeholder dengan tingkat efektivitas Program GCI. Peneliti kemudian untuk memperjelas kasus ini menggunakan perangkat lunak SPSS melalui uji statistik non-parametik melakukan uji Rank Spearman pada variabel tingkat partisipasi stakeholder dengan variabel tingkat efektivitas program. Hasil uji rank spearman tersebut akan disajikan dalam Tabel 26.
65
Tabel 26
Hasil uji korelasi rank spearman variabel tingkat partisipasi stakeholder dengan tingkat partisipasi masyarakat Correlations Partisipasi Partisipasi stakeholder masyarakat Partisipasi stakeholder
Spearman's rho Partisipasi masyarakat
Correlation coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation coefficient Sig. (2-tailed) N
1,000
0,004
.
0,982
33
33
0,004
1,000
0,982
.
33
33
Berdasarkan Tabel 23 didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,004 dengan sig (0,982). Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang kurang berarti. Aturan nilai dalam menentukan nilai adalah sebagai berikut: 0,00 (tidak ada hubungan), 0,01-0,09 (hubungan kurang berarti), 0,10-0,29 (hubungan lemah), 0,30-0,49 (hubungan moderat), 0,50-0.69 (hubungan kuat), 0,70-0,89 (hubungan sangat kuat), > 0,9 (hubungan mendekati sempurna). Setelah mengetahui nilai korelasi, maka untuk menguji hipotesis yang ada, maka hasil dapat dijelaskan seperti dibawah ini: H0: Tidak terdapat hubungan antara tingkat partisipasi stakeholder dengan tingkat efektivitas program GCI. H1: Terdapat hubungan antara tingkat partisipasi stakeholder dengan tingkat efektivitas program GCI Hipotesis tersebut diuji dengan melihat nilai signifikansi hasil pengujian dengan analisis Rank Spearman. Kriteria pengujian hipotesis dengan uji statistik rank spearman adalah jika signifikansi > 0.05 maka terima H0, dan jika nilai signifikansi < 0.05 maka tolak H0 dan terima H1. Berdasarkan hasil uji statistik Rank Spearman dalam Tabel 23 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi hubungan variabel tingkat partisipasi stakeholder dengan tingkat efektivitas program GCI sebesar 0.012. Nilai signifikansi 0.982 > 0.05, yang berarti bahwa tolak H1 dan terima H0. Penelitian ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel tingkat partisipasi stakeholder dengan tingkat efektivitas program GCI. Menurut peneliti sesuai dengan hasil penelitian, tingginya tingkat partisipasi stakeholder tidak menjamin akan tingginya tingkat efektivitas Program GCI. Selain itu efektivitas Program GCI yang tergolong sedang tidak disebabkan oleh tingginya tingkat partisipasi stakeholder. Dalam hal ini tingkat efektivitas Program GCI
66
yang tergolong sedang disebabkan oleh faktor lain selain tingkat partisipasi stakeholder. Jika melihat kembali pada alat ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat efektivitas yaitu tingkat partisipasi masyarakat, maka tingkat partisipasi masyarakat perlu untuk ditingkatkan untuk meningkatkan efektivitas Program GCI. Ikhtisar Pada bab sebelumnya telah dibahas terkait tingkat partisipasi stakeholder, tingkat partisipasi stakeholder pada proses implementasi Program GCI dalam penelitian ini tergolong tinggi. Tingkat partisipasi stakeholder yang tergolong tinggi, tidak sejalan dengan tingkat efektivitas Program GCI yang masih tergolong dalam kategori sedang. Tingkat efektivitas Program GCI masih dalam kategori sedang, hal ini disebabkan oleh pencapaian tujuan Program GCI yang masih perlu untuk ditingkatkan terutama dalam hal tingkat partisipasi masyarakat. faktor lain seperti pembuatan sarana air bersih dan pemetaan secara partisipatif yang belum tercapai menjadi faktor penguat tingkat efektivitas yang masih tergolong sedang. Hasil uji tabulasi silang dan uji statistik Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara variabel tingkat partisipasi stakeholder dengan tingkat efektivitas program GCI. Tingkat partisipasi stakeholder yang tinggi tidak menjamin akan tingginya tingkat efektivitas Program GCI.
67
ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT EFEKTIVITAS PROGRAM GCI DENGAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PERUSAHAAN Sikap Masyarakat Peserta Program terhadap Perusahaan Sikap masyarakat terhadap perusahaan pada penelitian ini merupakan respon evaluatif masyarakat yang berakar pada nilai yang dianut dan berkaitan dengan Chevron. Hasil penelitian terkait sikap masyarakat terhadap Chevron dalam proses implementasi Program GCI akan disajikan pada Gambar 18. positif 12% negatif 39%
netral 49% Gambar 18 Persentase sikap responden terhadap perusahan PT Chevron Geothermal Gambar 18 menunjukkan bahwa dari 33 responden, 49% responden bersikap netral terhadap perusahaan. Disisi lain responden dengan sikap negatif berkisar 39%, sedangkan yang bersifat positif berkisar 12%. Dengan demikian sikap responden terhadap Chevron didominasi oleh sikap masyarakat yang bersifat netral. Rincian Sikap Responden Terhadap Perusahan PT Chevron Geothermal dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27
Jumlah dan persentase sikap responden terhadap perusahan PT Chevron Geothermal
Sikap masyarakat Positif Netral Negatif Total
Jumlah responden (n) 4 16 13 33
Persentase (%) 12 48 39 100
Responden yang bersikap netral, disebabkan oleh pengetahuan mereka akan peran Chevron terhadap mereka. Chevron pernah membantu untuk pembangunan madrasah yang berguna untuk sarana pendidikan. Namun belum merasakan
68
manfaat langsung dari keberadaan perusahaan Chevron, sehingga mereka memilih untuk bersifat netral. Responden yang bersikap positif disebabkan oleh pengetahuan mereka akan peran Chevron. Sebagian besar mereka yang bersikap positif adalah responden yang berstatus karyawan Chevron atau yang pernah bekerja di perusahaan Chevron.
Hubungan Tingkat Efektivitas Program GCI Dengan Sikap Masyarakat Terhadap Perusahaan Tingkat efektivitas Program GCI dengan sikap masyarakat terhadap perusahaan merupakan dua variabel yang saling berhubungan, setelah penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data secara kualitatif dan kuantitatif diperoleh data yang disajikan dalam Tabel 28. Tabel 28
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat efektivitas program GCI dan sikap masyarakat terhadap perusahaan
Tingkat efektivitas program gci Tinggi Sedang Rendah
Sikap masyarakat terhadap perusahaan Positif Netral Negatif N % N % N % 4 57 3 43 0 0 1 7 13 93 0 0 0 0 0 0 12 100
Total N 7 14 12
% 100 100 100
Berdasarkan Tabel 28 dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara variabel tingkat efektivitas Program GCI dengan sikap masyarakat. semakin rendah tingkat efektivitas Program GCI maka negatif sikap masyarakat terhadap Chevron. Semakin tinggi tingkat efektivitas Program GCI maka semakin positif sikap masyarakat terhadap Chevron. Pada tingkat efektivitas Program GCI rendah ditunjukkan dengan negatifnya sikap masyarakat terhadap Chevron yaitu sebesar 100%, artinya ketika efektivitas Program GCI rendah seluruh masyarakat bersikap negatif. Sedangkan pada tingkat efektivitas Program GCI tinggi ditunjukkan dengan positifnya sikap masyarakat terhadap Chevron yaitu sebesar 57%. Peneliti kemudian untuk memperjelas kasus ini menggunakan perangkat lunak SPSS melalui uji statistik non-parametik melakukan uji Rank Spearman pada variabel tingkat efektivitas program GCI dengan variabel sikap masyarakat terhadap perusahaan. Hasil uji rank spearman tersebut akan disajikan dalam Tabel 26. Berdasarkan Tabel 29 didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,914 dengan sig (0,000). Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang mendekati sempurna. Aturan nilai dalam menentukan nilai adalah sebagai berikut: 0,00 (tidak ada hubungan), 0,010,09 (hubungan kurang berarti), 0,10-0,29 (hubungan lemah), 0,30-0,49 (hubungan moderat), 0,50-0.69 (hubungan kuat), 0,70-0,89 (hubungan sangat kuat), > 0,9 (hubungan mendekati sempurna).
69
Tabel 29
Hasil uji korelasi rank spearman variabel tingkat partisipasi masyarakat dengan sikap masyarakat terhadap perusahaan Correlations Tingkat Sikap efektivitas masyarakat Program GCI
Correlation 1,000 Tingkat efektivitas coefficient Program GCI Sig. (2-tailed) . N 33 Spearman's rho Correlation 0,914** coefficient Sikap masyarakat Sig. (2-tailed) 0,000 N 33 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
0,914** 0,000 33 1,000 . 33
Setelah mengetahui nilai korelasi, maka untuk menguji hipotesis yang ada, maka hasil dapat dijelaskan seperti dibawah ini: H0: Tidak terdapat hubungan antara tingkat efektivitas program GCI dengan sikap masyarakat terhadap perusahaan H1: Terdapat hubungan antara tingkat efektivitas program GCI dengan sikap masyarakat terhadap perusahaan Hipotesis tersebut diuji dengan melihat nilai signifikansi hasil pengujian dengan analisis rank spearman. Kriteria pengujian hipotesis dengan uji statistik rank spearman adalah jika signifikansi > 0.05 maka terima H0, dan jika nilai signifikansi < 0.05 maka tolak H0 dan terima H1. Berdasarkan hasil uji statistik rank spearman dalam Tabel 26 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi hubungan variabel tingkat efektivitas program GCI dengan sikap masyarakat terhadap perusahaan sebesar 0.012. Nilai signifikansi 0.000 < 0.05, yang berarti bahwa tolak H0 dan terima H1. Penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan yang mendekati sempurna antara hubungan variabel tingkat efektivitas program GCI dengan sikap masyarakat terhadap perusahaan. Menurut peneliti sesuai dengan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tingkat efektivitas Program GCI menjadi hal yang penting untuk menentukan sikap masyarakat terhadap Chevron. Sikap positif masyarakat terhadap Chevron akan positif jika tingkat efektivitas program GCI tinggi. Pada kenyataannya tingkat efektivitas program GCI masih tergolong sedang dan masyarakat pun cenderung bersikap netral. Sarana air bersih merupakan hal yang penting bagi masyarakat, kebutuhan akan sarana air bersih menjadi motivasi masyarakat untuk terlibat dalam Program GCI. Sarana air bersih juga menjadi salah satu program kerja dalam Program GCI, namun pewujudan atau pengadaan air bersih ini belum terlaksana, faktor inilah yang sangat memungkinkan untuk menjadi pengungkit tingkat efektivitas Program GCI. Demi mewujudkan adanya sarana air bersih masyarakat rela berkontribusi semaksimal mungkin, namun realitanya pengadaan sarana air bersih
70
baru sampai pada tahap perencanaan dan masyarakat pun belum terlibat. Jika pembangunan sarana air bersih dilaksanakan maka tingkat efektivitas Program GCI akan meningkat yang pada akhirnya akan menjadikan masyarakat peserta program semakin bersikap positif. Dengan demikian pengadaan sarana air bersih akan mampu meningkatkan efektivitas Program GCI dan dapat dilihat melalui dua sisi. Satu sisi melalui pengadaan air bersih tingkat partisipasi masyarakat akan meningkat dan secara langsung akan meningkatkan efektivitas Program GCI karena partisipasi masyarakat sebagai alat ukur tingkat efektivitas. Disisi lain pembangunan sarana air bersih sebagai pencapaian salah satu program kerja Program GCI yang jika tercapai, efektivitas pun akan meningkat. Semakin tinggi tingkat efektivitas program GCI maka semakin positif sikap masyarakat terhadap Chevron.
Ikhtisar Sikap masyarakat terhadap Chevron, didominasi oleh sikap masyarakat yang tergolong dalam kategori netral. Netralnya sikap masyarakat karena sebagian besar masyarakat mengetahui akan peran dan keberadaan Chevron. Namun mereka belum merasakan manfaat langsung dari keberadaan perusahaan Chevron, sehingga mereka memilih untuk bersifat netral. Variabel tingkat efektivitas program GCI dengan sikap masyarakat mempunyai hubungan yang mendekati sempurna. Tingkat efektivitas program GCI menjadi hal yang penting untuk menentukan sikap masyarakat terhadap Chevron. Sikap positif masyarakat terhadap Chevron akan terwujud jika tingkat efektivitas program GCI tinggi.
71
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Berdasarkan hasil deskripsi profil desa, profil program GCI, analisis hubungan penguatan prinsip kemitraan dengan tingkat partisipasi stakeholder, analisis hubungan tingkat partisipasi stakeholder dengan tingkat partisipasi masyarakat dan analisis hubungan tingkat partisipasi masyarakat dengan sikap masyarakat terhadap perusahaan maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Proses Implementasi program GCI pada tahun pertama belum berjalan secara efektif. 2. Terdapat hubungan antara variabel tingkat penguatan prinsip kemitraan dengan tingkat partisipasi stakeholder. 3. Tidak Terdapat hubungan antara variabel tingkat partisipasi stakeholder dengan tingkat efektivitas Program GCI. 4. Terdapat hubungan antara variabel tingkat efektivitas Program GCI dengan sikap masyarakat terhadap perusahaan.
Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan masukan atau saran diantaranya sebagai berikut: 1. Program GCI harus tetap dijaga keberlanjutannya, karena para stakeholder yang terlibat merasakan manfaatnya. 2. Komunikasi dan koordinasi menjadi hal yang penting untuk ditingkatkan dalam proses implementasi program GCI pada tahun berikutnya. 3. Frekuensi pihak Chevron untuk turun kemasyarakat perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih mengenal dan mempengaruhi sikap masyarakat. 4. Kapasitas masyarakat perlu ditingkatkan, mengingat kapasitas masyarakat yang masih belum mandiri. 5. Baik pemerintah, LSM dan perusahaan diharapkan dapat memperhatikan kondisi di wilayah ini mengingat minimnya sarana dan prasarana yang ada, khususnya sarana air bersih. 6. Pembangunan sarana air bersih perlu dilakukan mengingat dapat meningkatkan efektivitas Program GCI dan mempengaruhi sikap positif masyarakat terhadap Chevron.
72
73
DAFTAR PUSTAKA
Azwar S. 2011. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar Budiani NW. 2009. Efektivitas Program Penanggulangan Pengangguran Karang Taruna “Eka Taruna Bhakti” Desa Sumerta Kelod Kecamatan Denpasar Timur Kota Denpasar.Jurnal Ekonomi dan Sosial. 2(1). [internet]. [6 Maret 2014]. Dapat diunduh dari: http://ojs.unud.ac.id/index.php/input/article/download/3191/2288 Jalal. 2011. Konsep Dan Teori Pemangku Kepentingan.Bogor (ID): CSR Indonesia. Leimona B, Fauzi A. 2008. Corporate Social Responsibility dan Pelestarian Lingkungan. Jakarta (ID): Indonesia Business Link Mitchell B, Setiawan B, Rahmi DH. 2010. Pengelolaan Sumber daya dan Lingkungan.Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Nasdian FT. 2006. Pengembangan Masyarakat (Community Development). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nasdian FT. 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta (ID):Yayasan Obor Rakyat. Prabawati I. 2009. Dampak Operasi Perusahaan dalam Pelaksanaan CORPORATE SOSIAL RESPONSIBILITY. Jurnal Unesa. 3(2). [Internet]. [27 November2013]. Dapat diunduh dari: http://academia.edu/4482881/DAMPAK_OPERASI_PERUSAHAAN_DALAM_ PELAKSANAAN_CORPORATE_SOCIAL_RESPONSIBILITY_Oleh_Indah_Pr abawati Rihadhini M. 2012. Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Pada Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (PNPM MP SPP) Di Kecamatan Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan Propinsi Sulawesi Tenggara Pada Periode 2010. [Tesis]. Universitas Hasanuddin. Dapat diunduh dari: http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/1672 Rosyida I, Nasdian FT. 2011. Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya Terhadap Komunitas Pedesaan. Jurnal Sodality. [Internet]. [27 November 2013]. 5(1). Dapat diunduh dari http://jurnalsodality.ipb.ac.id /jurnalpdf/4%20Isma%20Rosyida.pdf Sari YD. 2013. Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Sikap Komunitas pada Program Perusahaan. Jurnal Ilkom. [Internet]. [27 November 2013]. Dapat diunduh dari http://jurnalilkom.uinsby.ac.id/index.php/jurnalilkom/article/view/41/35
74
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.Bandung (ID): ALFABETA, cv Utama CA. 2006. LSM vs LAZ Bermitra atau Berkompetisi? (Mencari Model Kemitraan Bagi Optimalisasi Potensi Filantropi Menuju Keadilan Sosial. Depok (ID): Piramedia. Wibisono Y. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Gresik (ID): Fascho Publishing Yulianti D. 2012. Efektiitas Program PTPN 7 Peduli di PTPN VII (Persero) Lampung. (Suatu Evaluasi atas Program CSR). Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan. 3(1). [Internet].[21 November 2013]. Dapat diunduh dari: http://fisip.unila.ac.id/jurnal/files/journals/3/articles/112/public/112-353-1-PB
75
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta Overlay Rencana Restorasi GCI terhadap Zonasi TNGHS
76
Lampiran 2 Kerangka Sampling
No 1
Nama Pak Atma
Jabatan Ketua Kelompok
2
Juarsih
3
Ibu Entit
Sekretaris dan bendahara Anggota
4
Anita
Anggota
5
Sairin
Anggota
6
Ika
Anggota
7
Urji
Anggota
8
Ayub
Anggota
9
Sarta
Anggota
10
Ibu Nermi
Anggota
11
Pohom
Anggota
12
Risa
Anggota
13
Sarah
Anggota
14
Diding
Anggota
15
Apisah
Anggota
16
Umi Wati
Anggota
17
Asep
Anggota
18
Lita P
Anggota
19
Ibu Lilim
Anggota
20
Yayan Maryani
Anggota
21
Ibu Kokoy
Anggota
Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti
Alamat RT.02 RW.09 Desa RT.02 RW.09 Desa RT.03 RW.09 Desa RT.01 RW.09 Desa RT.02 RW.09 Desa RT.02 RW.09 Desa RT.02 RW.09 Desa RT.01 RW.09 Desa RT.02 RW.09 Desa RT.01 RW.09 Desa RT.01 RW.09 Desa RT.01 RW.09 Desa RT.01 RW.09 Desa RT.01 RW.09 Desa RT.01 RW.09 Desa RT.01 RW.09 Desa RT.01 RW.09 Desa RT.01 RW.09 Desa RT.01 RW.09 Desa RT.01 RW.09 Desa RT.02 RW.09 Desa
77
22
Elom
Anggota
23
Ibu Marsih
Anggota
24
Usi Sanusi
Anggota
25
Ibu Anah
Anggota
26
Daden
Anggota
27
Junaedi
Anggota
28
M Enoh
Anggota
29
Pena
Anggota
30
Juli
Anggota
31
Misubandi
Anggota
32
Haman
Anggota
33
Uda
Anggota
34
Urip
Anggota
35
Sarmin
Anggota
Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti Kp.Padajaya Purwabakti
RT.02 RW.09 Desa RT.03 RW.09 Desa RT.01 RW.09 Desa RT.02 RW.09 Desa RT.02 RW.09 Desa RT.02 RW.09 Desa RT.01 RW.09 Desa RT.02 RW.09 Desa RT.01 RW.09 Desa RT.01 RW.09 Desa RT.01 RW.09 Desa RT.01 RW.09 Desa RT.02 RW.09 Desa RT.02 RW.09 Desa
78
Lampiran 3 Kuisioner KUISIONER Partisipasi Stakeholder dalam Implementasi Program Green Corridor Initiative (GCI), PT CHEVRON GEOTHERMAL Peneliti bernama Muhamad Randy Wiguna Semesta, merupakan mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Saat ini sedang menyelesaikan skripsi sebagai syarat kelulusan studi. Peneliti berharap Bapak/Ibu dan Saudara/i menjawab kuesioner ini dengan lengkap dan jujur. Identitas dan jawaban dijamin kerahasiannya dan semata-mata hanya akan digunakan untuk kepentingan penulisan skripsi. Terima kasih atas bantuan dan partisipasi Bapak/Ibu dan Saudara/i untuk menjawab kuesioner ini.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
KARAKTERISTIK RESPONDEN Nama : ……………………………………………...…… Jenis Kelamin* :L/P Usia : …………tahun Alamat : …………………………………………………... No. HP/Telp. : …………………………………………………... Jabatan : ............................................................................... * Lingkari salah satu jawaban yang sesuai! PETUNJUK PENGISIAN : 1. Isilah sesuai dengan pertanyaan dan pernyataan yang diajukan! 2. Beri tanda silang (X) pada kolom yang disediakan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya 3. Dalam menjawab pertanyaan dan pernyataan, tidak ada jawaban yang salah. Oleh sebab itu, usahakan agar tidak ada jawaban yang dikosongkan. A. Penguatan Prinsip Kemitraan A. Penguatan Prinsip Kemitraan Alternatif Jawaban Responden 5 = Sangat Setuju; 4 = Setuju; 3 = Tidak Tahu; 2 = Kurang Setuju; 1 = Sangat Tidak Setuju
No
Pernyataan
Tingkat Kesetaraan atau Keseimbangan (equity) Pihak pemerintah, LSM, perusahaan dan masyarakat peserta program GCI memiliki 1 kesempatan yang sama dalam mengemukakan pendapat. 2 Pihak pemerintah, LSM, perusahaan dan
Alternatif Keterangan Jawaban* 1 2 3 4 5
79
masyarakat peserta program GCI saling menghargai setiap pendapat yang diungkapkan oleh pihak lain yang terlibat dalam program GCI. Setiap keputusan yang dibuat terkait program GCI dinegosiasikan secara bersama oleh pihak pemerintah, LSM, perusahaan dan masyarakat peserta program Tingkat Transparansi Pihak pemerintah, LSM, perusahaan dan masyarakat peserta program saling berbagi informasi dalam menjalankan peran masing – masing. Pihak pemerintah, LSM, perusahaan dan masyarakat peserta program dapat dengan mudah memperoleh informasi dan data terkait program GCI Dalam setiap tahap pelaksanaan program GCI tidak pernah ada kecurigaan antar pihak - pihak yang terlibat baik pihak pemerintah, LSM, perusahaan maupun masyarakat peserta program. Saling menguntungkan Sebagai peserta program, saya merasa diuntungkan dengan adanya program GCI Melalui program GCI perusahaan dapat menjalankan tanggung jawab sosialnya dan meningkatkan Citra perusahaan Melalui program GCI pemerintah dan LSM merasa diuntungkan karena dapat melaksanakan kewajibannya
3
4
5
6
7 8
9
B. Tingkat Partisipasi Stakeholder Alternatif Jawaban Responden 5 = Sangat Setuju; 4 = Setuju; 3 = Tidak Tahu; 2 = Kurang Setuju; 1 = Sangat Tidak Setuju
no
Pernyataan
Pertukaran Informasi Melalui program GCI baik pihak pemerintah, LSM, 10 perusahaan maupun masyarakat peserta program GCI dapat saling mengenal Melalui program GCI baik pihak pemerintah, LSM, perusahaan maupun masyarakat peserta program 11 GCI dapat dengan mudah memperoleh informasi terkait program GCI
Alternatif keterangan Jawaban* 1 2 3 4 5
80
12
13
14 15 16 17
18 19
20
21
22
23
24
25
Melalui program GCI baik pihak pemerintah, LSM, perusahaan maupun masyarakat peserta program GCI dapat saling berkomunikasi terkait setiap tahap pelaksanaan program GCI Melalui program GCI baik pihak pemerintah, LSM, perusahaan maupun masyarakat peserta program GCI dapat saling berkomunikasi terkait kendala dalam pelaksanaan program GCI Resources Sharing PT Chevron Geotermal menyumbangkan dana yang besar demi pelaksanaan program GCI Masyarakat peserta program rela menyumbangkan tenaga dan informasi terkait pelaksanaan program GCI Pihak LSM ikut serta dalam menyumbangkan dana dan informasi terkait pelaksanaan program GCI Pihak pemerintah mendukung pelaksanaan program GCI Meningkatkan Kapasitas Sebagai peserta program, saya menjadi lebih mengerti tentang restorasi Melalui program GCI pihak perusahaan dapat meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan program CSR dengan mengetahui realitas yang ada Melalui program GCI pihak pemerintah dapat meningkatkan kinerja lebih tepat dalam menentukan regulasi Melalui program GCI pihak LSM dapat meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan program restorasi dengan mengetahui realitas yang ada Membangun Kepercayaan Melalui program GCI kepercayaan antar pihak pemerintah, LSM, perusahaan, dan masyarakat peserta program GCI semakin terbangun Melalui program GCI pihak pemerintah, LSM, perusahaan dan masyarakat peserta program GCI semakin mudah berbagi informasi yang dimiliki Melalui program GCI pihak pemerintah, LSM, perusahaan dan masyarakat peserta program GCI semakin menghormati satu sama lain Melalui program GCI pihak pemerintah, LSM, perusahaan dan masyarakat peserta program GCI semakin menghargai satu sama lain
81
C. Tingkat Efektivitas Program GCI (Beri tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai dengan keadaan anda) No 28 29 31
34
35
36
37 38
39 40
41 42 43 44
45
46
Tingkat Partisipasi Masyakat Tahap Perencanaan Apakah anda pernah mengikuti pengenalan yang dilakukan oleh pembuat program GCI? Apakah menurut anda program GCI sesuai dengan kebutuhan anda? Apakah anda terlibat dalam memberikan gagasan dalam menjalankan program Green Corridor Initiative (GCI)? Apakah anda ikut serta dalam menentukan rancangan pembiayaan program Green Corridor Initiative (GCI)? Apakah anda ikut serta dalam pembentukan Kelompok Peduli Hutan (KTPH)? Tahap Pelaksanaan Program Apakah menurut anda Program Green Corridor Initiative (GCI) sesuai dengan rencana yang telah dibuat sebelumnya? Apakah anda mengetahui tugas anda dalam pelaksanaan program GCI? Apakah anda selalu turut serta dalam pelaksanaan Program Green Corridor Initiative (GCI)? Apakah anda pernah mengajak orang lain untuk mengikuti program GCI ini ? Apakah anda pernah membantu anggota yang dalam pelaksanaan program GCI ini? Tahap Evaluasi Program apakah anda hadir dalam evaluasi program GCI? Apakah anda sudah dapat menilai keberhasilan anda dalam program ini? Apakah anda sudah dapat menilai kerugian dan kesalahan anda dalam program ini? Apakah anda pernah memberikan saran dan kritik kepada pihak yang terlibat dalam program GCI? Apakah menurut anda penyelenggaraan program GCI sudah tepat sasaran? Tahap Pelaporan Apakah anda turut serta dalam menyusun laporan hasil penyelengaraan program Green Corridor Initiative (GCI)?
Pilihan Jawaban
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
keterangan
82
47 48
49 50
Apakah anda mengetahui konten yang terdapat dalam laporan program? Apakah anda telah dapat membuat kesimpulan dan rekomendasi dari pelaksanaan program GCI? Apakah anda memberikan pendapat dalam proses pelaporan program? Apakah anda mampu memberikan laporan tersebut kepada pihak-pihak lain yang dapat membantu mengembangkan program ini?
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
D. Sikap Masyarakat terhadap Perusahaan Alternatif Jawaban Responden 5 = Sangat Setuju; 4 = Setuju; 3 = Tidak Tahu; 2 = Tidak Setuju; 1 = Sangat Tidak Setuju
No
51 52
53
54 55 56
57 58 59
Pernyataan Komponen kognitif Saya mengenal bisnis usaha yang dijalankan Chevron Perusahaan PT Chevron Geotermal memiliki reputasi yang baik sebagai perusahaan yang bergerak dibidang energi Green Coridor Initiative Program merupakan salah satu program unggulan PT Chevron Geothermal sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan sekitar Komponen afektif Saya senang mengikuti program Green Corridor Initiative (GCI) Saya senang bertemu dengan karyawan PT Chevron Geotermal Saya senang ketika PT Chevron Geotermal memberikan bantuan Komponen behavior (konatif) Saya ingin bekerja sebagai karyawan PT Chevron Geotermal jika ada kesempatan Saya akan membantu PT Chevron Geotermal jika perusahaan membutuhkan bantuan Ketika perusahaan membutuhkan dukungan saya akan memberikan dukungan
Alternatif keterangan Jawaban* 1 2 3 4 5
83
Lampiran 4 Panduan Pertanyaan Penelitian PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA Partisipasi Stakeholder dalam Implementasi Program Green Corridor Initiative (GCI), PT CHEVRON GEOTHERMAL Tujuan
:
Informan
:
Hari/ Tanggal Wawancara Lokasi Wawancara Nama dan Umur Informan Jabatan Pertanyaan Penelitian
Menggali informasi dari informan dan responden sebagai tambahan informasi di luar kuesioner. Stakeholders yang terlibat dalam program GCI (pemerintah, perusahaan, LSM, dan masyarakat)
: .................................................................................. : .................................................................................. : .................................................................................. : ..................................................................................
1. Bagaimana latar belakang terbentuknya program Green Corridor Initiative? Siapa yang menginisisasi dan apa yang menjadi tujuan utama program GCI ini? 2. Bagaimana proses implementasi program Green Corridor Initiative? (baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan) 3. Siapa sajakah stakeholder yang terlibat dalam proses implementasi program Green Corridor Initiative? 4. Bagaimana peran stakeholder dalam proses implementasi program Green Corridor Initiative?? 5. Apakah setiap stakeholder telah menjalankan perannya dengan baik? 6. Apa manfaat yang diterima oleh masing – masing stakeholder/ pihak yang terlibat dalam program ini? 7. Berapa banyak anggota yang terlibat dalam program ini? Dan bagaimana struktur kepengurusan program ini? 8. Siapakah stakeholder/pihak yang bertanggung jawab memonitoring program GCI? 9. Terkait pengambilan keputusan, siapakah stakeholder/ pihak yang paling berwenang dalam menentukan keputusan yang dibuat? 10. Apakah terdapat kendala dalam penyelenggaraan program Green Corridor Initiative (GCI)? 11. Bagiamana proses penyelesaian masalah dalam program GCI ini? 12. Bagaimana perkembangan program GCI ini sejak pertama kali terbentuk hingga saat ini? 13. Dalam pengimplementasian program GCI, apakah sering terjadi pertukaran informasi antar stakeholder? Informasi apasaja yang sering dipertukarkan antar stakeholder/ pihak – pihak yang terlibat? 14. Apakah sering terjadi pertukaran sumberdaya antar stakeholder? Sumberdaya apasaja yang sering dipertukarkan antar stakeholder/ pihak – pihak yang terlibat? 15. Setelah adanya program GCI apakah terjadi peningkatan kapasitas antar stakeholder/ pihak yang terlibat?
84
16. Apakah hubungan antar stakeholder semakin erat dengan adanya program GCI ini? 17. Apakah dengan adanya program ini kepercayaan antar stakeholder semakin terbangun? 18. Apakah program ini sudah berhasil? (terutama dikaitkan dengan tujuan utama) 19. Apa harapan bapak untuk kedepannya terutama terkait program GCI?
85
Lampiran 5 Makalah Hasil Wawancara kepada Informan Proses Implementasi Program GCI Latar Belakang dan Proses Awal Program GCI Program GCI merupakan bentuk kepedulian Chevron kepada wilayah Taman Nasional. Sebelum tahun 2004 kawasan tersebut belum menjadi wilayah taman nasional, akan tetapi masuk ke dalam wilayah hutan lindung. Setelah tahun 2004 wilayah kawasan tersebut berubah menjadi wilayah kawasan Taman Nasional. Kondisi dan kebijakan menjadi berubah terkait pengolahan hutan. Masyarakat disuruh untuk keluar yang pada akhirnya memunculkan potensi konflik. Potensi konflik tersebut tentu yang paling utama adalah karena faktor ekonomi, masyarakat kesulitan untuk mencari pendapatan. Selain adanya potensi konflik, di wilayah TNGHS pun cukup banyak terdapat areal kritis. “...Dahulu kala sebelum menjadi wilayah taman nasional, wilayah tersebut masuk ke dalam wilayah kawasan Perum Perhutani yang merupakan hutan produksi oleh sebab itu hutannya menjadi agak gundul. Walaupun kelihatan hijau namun hanya semak belukar. Secara ekologi kondisi ini sangat berbahaya dan rawan longsor atau terjadi bencana alam. Pada saat kemarau pun air menjadi sangat sulit, kejadian tersebut memuncak pada tahun 2007...” Ibu N Pada tahun 2002 riset sudah mulai dilakukan dan pada tahun 2009 baru ada pilot project. Setelah itu pada tahun 2011 lahirlah program GCI yang direncanakan hingga tahun 2016. Program GCI berawal dari kesepakatan kerja sama antara pihak BTNGHS dengan pihak Chevron pada tahun 2011 yang ditandai dengan adanya penandatanganan nota kerja sama antara kedua belah pihak. Program GCI mengadopsi dari rencana aksi yang dibuat oleh Multi stakeholder pada tahun 2008. Rencana aksi ini dibuat secara partisipatif, yang di dalamnya berisi perencanaan dalam jangka waktu 2009-2013. Dalam pengimplementasianya rencana aksi ini sempat vakum. Melalui program GCI perencanaan yang belum terlaksana dilaksanakan kembali. “...Buat apa membuat perencanaan baru kembali yang membutuhkan biaya dan waktu lama padahal di dalam rencana aksi sudah ada dan perencanaannya juga telah disepakati oleh berbagai pihak...”, Bapak WS. “...Kita melaksanakan program GCI sejalan dengan rencana aksi...” Bapak DS Selanjutnya Chevron mencari mitra yang membantu Chevron untuk berhubungan dengan BTNGHS, dan di pilihlah KEHATI. Dipilihnya KEHATI merupakan sebuah proses yaitu melalui partner selection, awalnya ada empat
86
LSM, namun yang paling pas adalah KEHATI. Seleksi dilakukan oleh Chevron dan dikonsultasikan kepada BTNGHS. “...Setiap kesepakatan yang dibuat berdasarkan keputusan bersama, seperti halnya pihak Chevron tidak dapat membuat keputusan sendiri tanpa adanya persetujuan dari pihak BTNGHS...” Bapak WS Keterlibatan dan Peran Stakeholder Adapun mitra yang terlibat dalam program GCI yang paling utama adalah KEHATI, LSM lokal seperti BCI dan RMI, Kelompok Swadaya Masyarakat yaitu KTPH dan Jamaskor, terdapat juga Pemda dan Media. Media juga bahkan diajak untuk menanam bersama yaitu dari Sukabumi, Bogor dan Nasional.. Kontribusi Chevron dalam proses implementasi program GCI berbentuk dana, dana yang dialokasikan untuk proses implementasi program GCI bisa dibilang besar. “...Kita (Chevron) melakukan GCI sejalan atau mendukung rencana aksi.. kolaborasi Chevron dengan KEHATI untuk mendukung GCI itu sekitar 80% lebihnya didanai oleh Chevron sisanya KEHATI.. untuk yang sifatnya Monitoring dan pendampingan itu Taman Nasional...” Bapak DS Masyarakat menyumbangkan tenaga dan pengetahuan lokalnya, RMI dan KEHATI menyumbangkan pengetahuan dan tenaga untuk mengelola program, sedangkan BTNGHS memediasi, menyumbangkan pengetahuan dan memberikan izin dalam pelaksanaan program. “...Peran RMI sudah jelas yaitu implementor dalam artian pendamping masyarakat, sedangkan KEHATI sebagai bridging yang menjembatani antar pihak seperti antara kita (RMI) dengan Chevron...” Ibu N “...KEHATI merupakan Grand Making Institution yaitu sebagai pengelola dan menyalurkan program kepada mitra serta memastikan berjalannya program dengan baik...” Bapak MS KEHATI merupakan implementing partner walaupun pada hakekatnya KEHATI bukan implementor. KEHATI lebih dikenal sebagai Grand making institution mereka bertugas mengatur blok (mengelola program). Dalam pelaksanaannya KEHATI bermitra dengan BCI dan RMI, kedua LSM tersebut memiliki peran diantaranya sebagai engagement dengan masyarakat, pembentukan kelompok, penguatan masyarakat dan pelaksanaan di lapangan. “...Masing-masing pihak yang terlibat dalam program GCI, mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang setara sesuai dengan tupoksinya masing-masing...” Bapak DS
87
Tujuan Program GCI Tujuan Chevron melalui program GCI adalah untuk penanaman areal kritis. Pada tahun pertama 40ha di Bogor dan 50ha di Sukabumi, dengan total penanaman dalam jangka waktu lima tahun mencapai 500ha. Zona kritis yang ada diwilayah Sukabumi lebih besar dibandingkan Bogor, walaupun demikian kondisi di Bogor meskipun termasuk ke dalam zona rimba namun tetap kritis dan harus ditanami. Tujuan RMI sendiri bukan hanya soal penanaman, namun juga mendorong masyarakat untuk dapat membuat kesepakatan dengan taman nasional dalam membuat peta zona tata ruang. Hal tersebut juga karena masyarakat sudah terlanjur tinggal di wilayah kawasan taman nasional. Pada intinya RMI ingin membangun kapasitas masyarakat agar lebih mandiri dan terorganisir dengan demikian mampu mempunyai posisi tawar dengan taman nasional. RMI menggunakan program GCI sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut dan tentunya butuh proses. Tujuan utama GCI itu intinya ingin merestorasi 500ha hutan melalui partisipasi masyarakat dan mengembangkan lifelihood untuk meningkatkan perekonomian. KEHATI sendiri dalam melaksanakan program memilih dan berfokus pada satu kelompok (benefesieries) dengan tujuan untuk menjadikan kelompok atau desa percontohan. Tahapan implementasi program GCI Program GCI ini dimulai dengan kegiatan Assesment pada tahun 2011, Assesment ini lebih menyangkut livelihood masyarakat. Pada proses Assesment belum ada kegiatan yang berinteraksi dengan masyarakat karena kegiatannya hanya memotret. Di wilayah Bogor Assesment dilakukan oleh RMI sedangkan untuk wilayah Sukabumi dilakukan oleh BCI. “...Proses Assesment menyangkut empat desa, untuk wilayah Purwabakti dan Purwasari dilakukan oleh RMI sedangkan BCI di wilayah Kebandungan dan Cipeuteuy. Proses Assesment tersebut dibantu oleh Bapak Haryanto dari IPB yang direkomendasikan oleh KEHATI. Selain melihat potret empat desa, Assesment ini juga bertujuan untuk menetukan lokasi program GCI. Akhirnya dipilihlah desa yang paling dekat dengan koridor yaitu Desa Purwabakti dan cipeuteuy. Selain itu juga di wilayah Purwabakti masyarakatnya sudah ada Trust Building dengan RMI dan di wilayah Cipeuteuy sudah ada kelompok Jamaskor. Keputusan lokasi program GCI di lakukan pada tahun 2011...” Ibu N Setelah proses Assesment dilakukan, baik BCI maupun RMI di tugaskan oleh KEHATI untuk menyusun proposal program kerja terkait GCI. Pada waktu itu secara struktural BCI tidak beres – beres, sehingga pada akhirnya KEHATI menggunakan dua proses yang berbeda. Untuk di wilayah Purwabakti KEHATI
88
bekerjasama dengan RMI dan RMI bekerjasama dengan KTPH (Kelompok Tani Peduli Hutan). Sedangkan untuk wilayah Cipeuteuy, KEHATI bekerjasama dengan JAMASKOR (Jaringan Masyarakat Koridor) dan ditempatkannya TA (Technical Assistan). Dalam kasus ini KEHATI tetap tidak bisa langsung terjun kemasyarakat atau sebagai implementor karena sudah ada aturannya sendiri yaitu sebagai Grand Making Institution. Jamaskor itu sendiri merupakan kelompok swadaya masyarakat dan merupakan kelompok bentukan pada I3e Project. “...Dalam setahun kemarin direncanakan penanaman sekitar 20.000 pohon dalam 40 ha.” Dalam program GCI ini terdapat tiga fokus kegiatan utama, pertama penguatan kapasitas yaitu untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat. “mereka kenal restorasi dari program ini, yaitu melalui SLR kembali”. Narasumbernya juga variatif ada dari taman nasional, Networks RMI dan bahkan masyarakat itu sendiri. Kedua, pemetaan wilayah yaitu mereka belajar hal teknis untuk menentukan titik kordinat, namun belum bisa dikatakan partisipatif. Ketiga, pembuatan sarana air bersih. Untuk menangani hal ini diundanglah Waspola yang sudah biasa mengurus sanitasi air yang juga pernah kerja sama dengan RMI dan juga pernah menangani kasus seperti di Desa Purwabakti. Setelah dilakukan segala usaha, ternyata terkendala oleh dana, sehingga untuk kemarin belum terlaksana. Khusus untuk air belum berjalan dan hanya sampai pada tahap perencanaan...”Ibu N Masyarakat lebih dilibatkan dalam merencanakan implementing. “...Proses perencanaan yang masih tidak pasti itu akan berbahaya, masyarakat akan dilibatkan dalam perencanaan jika programnya sudah ada.” Seperti halnya saya punya ini dan mau diapakan oleh masyarakat...” Bapak MS “...Pada perancangan biaya awal masyarakat tidak dilibatkan karena jika masyarakat tahu nanti orientasinya akan berubah lebih berfokus pada uang bukan kemandirian, terlebih lagi dana yang dianggarkan sangat besar...” Bapak WS “..Program GCI ini yang sudah berjalan merupakan tahun pertama, pada tahun pertama ini berkisar 20 – 30% restorasi berjalan. Program GCI ditargetkan untuk berjalan selama lima tahun. Kondisi program yang sedang freeze tentunya akan memiliki dampak yaitu pertambahan waktu. Program yang sedang freeze bukan berarti tidak ada sama sekali kegiatan, untuk di wilayah Cipeuteuy khususnya kegiatan pembibitan tetap berjalan...” Bapak MS Pengumuman di bekukannya program juga hanya secara lisan, tidak ada surat resmi.Pada pelaporan program, pihak RMI dan Jamaskor membuat dan melaporkan kegiatan kepada KEHATI dan KEHATI melaporkannya kepada Chevron dan BTNGHS. Manfaat program GCI bagi KEHATI sendiri adalah
89
terdukungnya visi dan misi KEHATI oleh program GCI. Sedangkan bagi Chevron, untuk meningkatkan Citra Perusahaan.
Tantangan dan Kendala Problem yang ada dalam program yang pertama adalah terkait pemetaan. Pemetaan dilakukan di akhir setelah penanaman, hal ini disebabkan karena adanya tututan untuk menanam. Setelah dioverlay ternyata ada wilayah penanaman yang termasuk ke dalam zona khusus yang masih bisa dinegosiasikan untuk masyarakat. setelah ditelusuri, ternyata dahulunya itu memang tanah garapan namun sudah tidak digarap lagi. hal tersebut karena letaknya jauh, sumber mata air dan ada hal mistis juga. RMI menyadari untuk pemetaan merupakan kesalahan RMI. Selanjutnya adalah terkait penanaman, penanaman di targetkan 500 pohon/ha mungkin untuk mempermudah perhitungan namun untuk diaplikasikannya tidak bisa seperti itu, penanaman pada akhirnya mencapai 29.000 pohon. Di lapangan terdapat juga kesalahan. Kesalahan tersebut diakibatkan oleh pendamping yang tidak dapat mendampingi masyarakat pada saat penanaman dan sistem komunikasi yang kurang baik. Akibatnya pada saat penanaman sudah selesai, jumlah pohon yang ditanam tidak sampai separuhnya. Akhirnya, penanaman digantikan kembali (penanaman ulang) yang ditanggung oleh RMI sebagai bukti tanggung jawab. Kesalahan tersebut mungkin juga terjadi karena masyarakat baru pertama kali menerima uang besar sehingga terlihat agak “main – main”. Namun sekarang sudah dapat dipastikan jumlah pohon sesuai dengan data sekarang. “karena kondisi pendamping yang kurang memungkinkan sehingga terjadi kejadian tersebut, biasanya RMI ikut mendampingi pada saat penanaman bahkan ikut serta menanam”. “...Lokasi penanaman sebenarnya agak menguntungkan karena wilayah tersebut top soilnya cukup tebal sehingga lebih subur, namun untuk penanaman tahun kedua baru harus diberi perawatan...” Ibu N Untuk tahun kedua, di desa purwabakti akan lebih difokuskan ke RKT dan pengadaan air bersih. Untuk penanaman mungkin akan dilanjutkan ke kampung lain, karena pastinya lebih jauh dari masyarakat purwabakti dan lebih dekat dekat kampung lain yaitu cimapak. Untuk laporan masyarakat hanya menginformasikan jumlah dan sebagainya. pada tahap evaluasi masyarakat juga dilibatkan. Pada saat evaluasi di masyarakat pihak yang hadir diantaranya RMI, KEHATI, masyarakat dan Taman Nasional. Sedangkan evaluasi yang dilakukan di kantor RMI yaitu RMI, Chevron dan KEHATI (evaluasi internal tim) Kondisi program GCI sedang dalam “Post pone” dan perlu dibicarakan kembali. Mungkin Taman Nasional merasa KEHATI kurang transparan, karena peran Taman Nasional juga belum clear dan hanya sekedar izin, dalam hal ini terjadi lost Control dan komunikasi. RMI juga merasa program GCI menjadi sebuah pelajaran, karena ada kejadian – kejadian yang jadi pembelajaran. Untuk
90
dana, diberikan KEHATI pertermin. GCI menjadi brand, karena dana yang dikeluarkan juga besar. “...Komunikasi dengan pihak balai terkadang stuck, dan pergantian kepala balai menjadi salah satu yang menjadi kendala. Dengan adanya pergantian kepala balalai memerlukan audiensi kembali.. Dalam program ini mungkin KEHATI kurang koordinasi dengan pihak balai, akhibatnya program menjadi freezing dan perlu dibicarakan kembali.. Taman nasional menginginkan “hal yang lebih” karena tahu aliran dana yang cukup besar...” Ibu N Program GCI pada saat ini sedang di review kembali, salah satu penyebabnya adalah pergantian kepala BTNGHS yang begitu cepat. Jika berbicara institusi kepercayaan tinggi. namun dengan adanya pergantian balai mewarnai dinamika berjalannya program dan tingkat kepercayaan. “...Kalau berbicara institusi, secara formal kepercayannya tinggi.. pergantian kepala balai itu berarti merubah warna Taman Nasional secara tidak langsung yang pada akhirnya memberikan persepsi para mitranya.. mengenai apakah Taman Nasional mendukung atau tidak, membantu atau tidak.. jika dikaitkan dengan kepercayaan atau komunikasi sebetulnya bukan tidak ada kepercayaan namun mempengaruhi dinamika dan mewarnai tingkat kepercayaan...” Bapak DS Sesuai tujuan untuk penanaman pohon program ini sudah berhasil sesuai rencana, ketika terdapat kendala langsung ada solusinya. Dalam pelaksanaan terdapat kendala, namun tidak signifikan. “...Dalam pelaksanaan terdapat kendala, namun tidak signifikan.. Kendala yang dirasakan adalah terkait komunikasi, pada aspek tertentu terdapat “miss” antar pihak. Seperti halnya KEHATI kadang langsung terjun kemasyarakat tanpa melibatkan BTNGHS...” Bapak WS Selain itu Monitoring dan evaluasi juga kadang tidak efektif, hal ini sudah menjadi masalah umum pelaksanan program. “...Untuk LSM KEHATI sempat dengar tapi belum tahu dengan pasti...” Bapak AS “...Dalam pelaksanaan program, KEHATI berkomunikasi dengan seluruh pihak, tergantung pada konteksnya...” Bapak MS “...Kendala yang paling utama adalah koordinasi antar pihak, kemauan masyarakat dan kapabilitas mitra. Hal terpenting adalah masyarakat disadarkan terlebih dahulu tentang pentingnya hutan...”Bapak DS
91
Komunikasi juga menjadi tantangan, hal ini menjadi salah satu evaluasi Chevron pada tahun 2013. Frekuensi pihak Chevron untuk terjun kemasyarakat masih harus ditingkatkan kembali. Selanjutnya yang menjadi evaluasi juga program yang cenderung menggunakan pihak ketiga, pihak ketiga tersebutlah yang lebih terkenal. Strategi dari Chevron sendiri antuk program yang rawan/ tingkat kegagalannya tinggi kita mendahulukan pihak ketiga. Jika Chevron terjun langsung takutnya tidak tepat sasaran dan masyarakat hanya berorientasi pada project. Program GCI merupakan program yang berdurasi lima tahun, sasaran dan target penerima program merupakan KK. Namun realitanya sistem perekrutannya masih berbasis pada sistem referensi yang cenderung kepada orang yang paling mereka kenal yaitu keluarga atau ikatan kekerabatan. Tantangan selanjutnya adalah dalam program pemberdayaan ekonomi kesiapan atau pengorganisasian masyarakat masih lemah. Seperti halnya kebutuhan akan air bersih itu merupakan hal yang lebih krusial namun sistem pengolahan dan pembagiannya belum terbangun sehingga belum dapat dilaksanakan. Untuk masalah air sudah disetujui oleh Chevron namun yang diperlukan adalah desain dari masyarakatnya itu seperti apa dan harus dibuat secara swadaya (pelembagaan). Chevron sendiri dalam menjalankan program CSR lebih sering bermitra dengan pihak ke tiga. Ada pandangan bahwa jika Chevron turun langsung ke lapang maka akan diperas. Pendekatan yang dimiliki perusahaan terdahulu adalah mengobati. Jika ada yang berdemo baru diberikan bantuan. Komunikasi yang dilakukan antar pihak tidak semudah yang dibayangkan, banyak terjadi dinamika. Untuk pertukaran informasi seperti halnya transparansi sering kali dikonotasikan dalam keuangan. Transparansi tergantung pada kepada siapa informasi itu harus ditujukan dan sejauh mana. “...Apakah harus setransparan itu, apakah harus diperlihatkan kepada semua pihak?””Apakah boleh orang melihat pembukuan kita?”. Setiap tahun KEHATI pun di audit dan nilainya juga tidak menjadi masalah. Dalam transparansi juga ada batasan, dan dapat ditujukan pada tingkat mana. Kewajiban KEHATI sendiri memberikan Report kepada Chevron, tentu dengan format yang berbeda untuk laporan kepada yang lainnya...” Bapak MS Aspek kepercayaan terutama kepada masyarakat dapat dilihat dari output, kejadian yang cukup menyesakkan kemarin menurunkan kepercayaan KEHATI kepada RMI dan masyarakat desa Purwabakti. Dampak bagi masyarakat juga salah satunya akan ketersediaan air bersih, walaupun sampai sekarang belum tercapai khususnya wilayah desa purwabakti. Masalah air bersih sebenarnya sudah mau didukung, namun setelah adanya kejadian tersebut kepercayaan KEHATI menjadi menurun. Untuk masalah dana sebenarnya masih bisa di negosiasikan.
92
Mafaat Program GCI Ada pun manfaat yang diperoleh masyarakat diantaranya meningkatkan kapasitas masyarakat khususnya dalam restorasi, serta berperan dalam bidang perekonomian. Sedangkan dampak program bagi BTNGHS yaitu tertutupnya lahan kritis. “…Sejelek-jeleknya program GCI di mata taman nasional namun tetap saja program tersebut menjadi salah satu program unggulan mereka…” Bapak MS “...Untuk manfaat Alhamdulillah ada, karena kalau dibiarkan saja gunung akan gundul. Kemanfaatannya untuk masa depan, apalagi jika pertumbuhan kayunya bagus, tapi itu semua tergantung perawatan.. bapak sendiri merasakan manfaatnya baik jangka pendek, untuk makan sehari – hari dan apalagi untuk masa depannya, lumayan untuk anak cucu...” Bapak U “...Manfaat program GCI bagi Chevron sendiri adalah meningkatnya reputasi, legitimasi (acceptence) dan yang paling utama geothermal memerlukan hutan yang bagus...” Bapak DS Bagi masyarakat melalui SLR, pengetahuan mereka meningkat terutama terkait restorasi dan kepedulian terhadap hutan. “...karena mungkin mereka (masyarakat) juga baru kenal istilah restorasi itu ya di sini (melalui SLR), sebelumnya ya nanem ajah, penanaman lahan kritis, atau mungkin mereka kenal adopsi pohon namun untuk mengenal restorasi ya di sini...” Ibu N “...leweung hejo masyarakat ngejo, leuweng rusak masyarakat belangsak.. jika kekurangan air maka ditambah lagi (penanaman) jika ditanami lagi mudah-mudahan airnya banyak lagi.. bapak tahunya itu ya dari SLR...” Bapak AM Bagi RMI sendiri, program GCI menjadi pelajaran yang bagus. Pelajaran yang bagus tersebut terutama pada kejadian hilangnya bibit. Peristiwa hilangnya bibit karena RMI merasa terjadi koordinasi yang kurang baik di dalam internal RMI sendiri. “...hal ini (hilangnya bibit) menjadi pelajaran bagus bagi kami (RMI) dan kami baru pertama kali mengalami kejadian begini.. karena kami baru kali ini ada program nanem yang memang ada uangnya.. karena biasanya kami nanem ya nanem secara swadaya...” Ibu N Manfaat program GCI bagi Chevron sendiri adalah meningkatnya reputasi, legitimasi (acceptence) dan yang paling utama geothermal memerlukan hutan yang bagus.
93
Masyarakat setelah adanya program GCI pun memandang terjadi perubahan pada pendekatan BTNGHS. Pihak BTNGH setelah adanya program GCI menjadi lebih besahabat dengan masyarakat. Pendekatan yang dilakukan oleh BTNGHS yang dulunya cenderung kaku dan keras, sekarang menjadi lebih lunak namun tetap tegas. “...Hubungan BTNGHS dengan masyarakat sudah membaik, terutama setelah adanya program GCI. Dengan adanya program GCI interaksi BTNGHS dengan masyarakat menjadi lebih sering, yang tadinya tidak kenal menjadi kenal. hal ini dapat dikatakan sebagai proses membangun kepercayaan...” Bapak WS
94
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Muhamad Randy Wiguna Semesta. Penulis dilahirkan di Tangerang 15 Januari 1993 dari Bapak Drs. Ridwan dan Ibu Jamilah. Penulis adalah putra pertama dari lima bersaudara. Penulis menamatkan sekolah di TK Islam Hadiqotunnajah pada tahun periode 1997 – 1998, SDN Jurang Mangu Timur 01 pada tahun periode 1998 – 2004, MTs Darunnajah Ulujami pada tahun periode 2004 - 2007, dan SMA Darunnajah Ulujami pada tahun priode 2007 – 2010. Pada masa SMA penulis aktif dalam organisasi maupun kepanitiaan. Organisasi yang diikuti penulis pada masa SMA diantaranya pembina pramuka Gudep 10.161 (2008 – 2009), pengurus konsulat Tangerang (2008), pengurus JRM (Jamiatul Raasail Muhadoroh) (2008 – 2009), dan pengurus OSDN (Organisasi Santri Darunnajah) sebagai bagian penerimaan tamu (2009 – 2010). Sedangkan kepanitiaan yang pernah diikuti penulis pada masa SMA diantaranya panitia perayaan 17 agustus (2008), panitia PERKHUTCY (2009), dan panitia PORSEKA (Pekan Olahraga Seni dan Pramuka) XXXIII Darunnajah (2009). Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Darunnajah Ulujami dan pada tahun yang sama melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selain kuliah penulis juga aktif dalam berorganisasi di antaranya IPB Polictical School (IPS) divisi Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa (PSDM) (2011), pengurus BEM FEMA IPB dalam divisi PSDM (Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa) (2011 – 2012) dan UKM Taekwondo IPB (2011 – 2014). Sedangkan kepanitiaan yang pernah diikuti selama kuliah di IPB diantaranya kepanitiaan upgrading BEM FEMA sebagai ketua acara (2012), kepanitiaan MPD sebagai staf acara (2012), kepanitiaan MPF sebagai koordinator PDD (2012), dan kepanitiaan Cikajang EXPO selaku ketua pelaksana (2013). Selain itu penulis juga pernah menjadi koordinator tingkat kecamatan dalam pelaksanaan KKP/KKBM (Kuliah Kerja Profesi/ Kuliah Kerja Bersama Masyarakat) 2013. Di tingkat internasional penulis pernah berkesempatan menjadi delegasi IPB bersama tim penulis dalam mempresentasikan paper di Shanghai, China pada tahun 2011, dalam acara 2nd International Conference on Environmental Engineering and Application (ICEAA), Shanghai, China, dengan paper yang berjudul Plastic Chips as an Alternative Plastic Waste Community Treatment – Based in Galuga Landfills, Bogor District.