Devi Roza K. Kausar: Pariwisata dan Pemahaman Budaya: Studi Intensitas Pengalaman Budaya Wisatawan Indonesia di Jepang
PARIWISATA DAN PEMAHAMAN BUDAYA: STUDI INTENSITAS PENGALAMAN BUDAYA WISATAWAN INDONESIA DI JEPANG Devi Roza K. Kausar Staf Pengajar Fakultas Pariwisata, Universitas Pancasila Abstract This study done based on the premise that tourism can increase tourists understanding on culture and lifestyle of the community visited. This study focuses on the comparison between Indonesian tourists experience when they were visiting Japan by using all-inclusive tour package and by using budget tour package, which were more flexible but made them have to manage several things themselves. The aims of this study are comparing two types of tour packages from Indonesia to Japan in relation with tourists opportunity to involve or to be closer to the life of local community; and identifying how tourism can increase the understanding of Indonesian tourists toward the culture and lifestyle of the Japanese. It is concluded that the interaction with the local community who doesn’t involve in tourism is not really happen from both two tour packages. However, the tourists from budget tour package have more opportunity to see and feel a little experience of becoming a part of the local community through the activities such as using public transportation, ordering meals, even living in real Japanese house. Also it is concluded that the quality and the skill of the tourist guide are really important in facilitating the tourist to understand the local culture. Keyword: tourism, tour package, culture understanding
PENDAHULUAN Pariwisata selain sebagai suatu kegiatan ekonomi yang sering digunakan sebagai salah satu strategi pembangunan baik oleh negara maju maupun berkembang, juga memiliki kekuatan sosial karena dapat meningkatkan pemahaman lintas budaya (HigginsDesbiolles, 2006). Ketika wisatawan Indonesia berwisata, baik ke berbagai daerah di nusantara maupun ke luar negeri, tentunya mereka juga akan sedikit banyak mengenali seni budaya dan adat istiadat setempat atau bahkan gaya hidup masyarakatnya. Pengenalan wisatawan akan seni budaya, adat istiadat atau bahkan gaya hidup ma-
syarakat setempat adalah hasil dari proses mengunjungi, melihat, dan berinteraksi dengan lingkungan baru yang berbeda dengan keseharian seorang wisatawan. Urry dan Larsen (2011) mengatakan bahwa wisatawan akan ‘menatap’ (gaze) tempat yang dikunjunginya sebagai pemandangan yang berbeda, unik dan spesial karena ketika berwisata mereka melihat lingkungan yang dikunjungi dengan penuh minat dan keingintahuan. Urry dan Larsen kemudian menambahkan bahwa bagaimana seseorang ‘menatap’ sekelilingnya akan dipengaruhi oleh jenis kelamin, budaya, usia, kebangsaan dan pendidikan. 65
Jurnal Kepariwisataan IndonesiaVol. 8 No. 1 Maret 2013 Potensi pariwisata sebagai sarana pemahaman lintas budaya dan studi Urry (1990) tentang ‘tourist gaze’ atau ‘tatapan wisatawan’ memotivasi penulis untuk melakukan penelitian tentang intensitas pengalaman budaya dari aktivitas wisata. Penelitian ini mengambil studi kasus pengalaman wisatawan Indonesia di Japan dan didanai oleh hibah penelitian dari Sumitomo Foundation, Tokyo, yang diperoleh penulis untuk periode satu tahun (April 2011 – Maret 2012). Skema hibah Japan-related research atau penelitian yang berhubungan dengan Jepang yang diperoleh oleh penulis merupakan salah satu alasan mengapa penulis melakukan penelitian dengan fokus wisatawan Indonesia di Jepang. Hal ini karena penelitian-penelitian yang dananya berasal dari skema di atas harus mengambil topik yang berkaitan dengan hubungan Jepang dan Indonesia. Intensitas pengalaman budaya pada artikel ini meliputi segala aspek kegiatan wisatawan Indonesia selama berkunjung ke Jepang yang dapat memberikan gambaran tentang budaya bangsa Jepang yang meliputi objek wisata budaya dan sejarah, makanan, cinderamata, interaksi dengan masyarakat setempat dan keterangan dari pemandu. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini terutama dari sudut pandang perbedaan pengalaman berwisata wisatawan Indonesia yang bepergian dengan all-inclusive tour, di mana hampir semua aspek dari tour (termasuk makan) sudah diatur oleh penyelenggara, dan pa66
ISSN 1907-9419
ket wisata hemat yang mengharuskan wisatawan untuk lebih banyak berinteraksi dengan aspek kelokalan dari tempat yang dikunjunginya. Kedua jenis paket wisata tersebut tersedia bagi wisatawan Indonesia yang ingin berkunjung ke Jepang. Pemilihan all-inclusive tour dan paket wisata hemat untuk dibandingkan pada penelitian ini didasarkan adanya perkembangan yang menunjukkan peningkatan preferensi wisatawan untuk bepergian sebagai free independent traveler atau wisatawan yang mengatur sendiri perjalanannya (Morrison, Hsieh dan O’Leary 1994; Loker-Murphy dan Pearce, 1995). Dari hasil observasi, penulis melihat paket wisata hemat ke Jepang sebagai suatu alternatif cara bepergian yang memberikan keleluasaan bagi peserta untuk ikut aktif mengatur perjalanannya, sebagaimana fenomena yang disinggung di atas. Penjelasan mengenai perkembangan preferensi wisatawan serta uraian lebih lanjut mengenai apa dan bagaimana paket wisata hemat ke Jepang akan dibahas lebih lanjut pada paragraf-paragraf selanjutnya. Middleton (1991) mengatakan bahwa telah berkembang opini bahwa all-inclusive tour, di mana wisatawan harus mengikuti jadwal yang ketat, membatasi kesempatan wisatawan untuk berinteraksi dengan masyarakat lokal serta budaya setempat. Allinclusive tour, menurut Wong dan Kwong (2004) sering dipilih sebagai cara berwisata karena banyak wisatawan menganggap
Devi Roza K. Kausar: Pariwisata dan Pemahaman Budaya: Studi Intensitas Pengalaman Budaya Wisatawan Indonesia di Jepang
bepergian dengan tour lebih aman, terjamin dan jadwal perjalanannya sudah ditentukan oleh pihak penyelenggara sehingga memudahkan wisatawan. Mengacu kepada pemikiran Eric Cohen pada tahun 1972 yang mengklasifikasikan pariwisata menjadi institutionalized tourism (pariwisata massal yang diatur oleh biro perjalanan) dan non-institutionalized tourism di mana wisatawan mengatur sendiri perjalanannya dan mempunyai sikap eksplorasi yang lebih tinggi, Loker-Murphy dan Pearce (1995) mengatakan bahwa peserta all-inclusive tour bepergian dalam suatu gelembung (environmental bubble) yang aman dan biasanya mempunyai jiwa ‘petualang’ yang lebih rendah. Di antara dua kutub yang saling berlawanan, yaitu all-inclusive tour dan free independent traveler, terdapat juga package tour yaitu suatu pengaturan perjalanan yang telah mencakup moda transportasi dan akomodasi tapi tidak didampingi oleh tour leader dan guide (Morrison, Hsieh dan O’Leary 1994). Paket wisata hemat yang dibahas dalam tulisan ini adalah paket perjalanan yang terdiri dari transportasi udara, sebagian transportasi darat, akomodasi dan kunjungan ke objek-objek wisata. Paket wisata hemat ini disusun untuk mempromosikan kunjungan ke Jepang dari Indonesia dengan harga yang lebih terjangkau namun tetap memberikan rasa aman dan mengurangi berbagai resiko ketidakpastian. Maskapai penerbangan nasional Indonesia
dan beberapa biro perjalanan di Jepang (terutama Jepang Tengah) bekerjasama untuk menyusun dan mempromosikan paket wisata tersebut. Paket wisata hemat yang sering disebut dengan “Smart Travel to Japan” ini biasanya berdurasi lebih pendek dibandingkan all-inclusive tour ke Jepang, mempunyai jadwal perjalanan yang lebih longgar, mengkombinasikan moda transportasi bis pariwisata dan kendaraan umum (khususnya kereta bawah tanah), menanggung sebagian saja dari biaya makan peserta selama di perjalanan, serta menggunakan travel partner (orang Indonesia yang tinggal di Jepang) dan bukan pemandu profesional sebagai pendamping perjalanan. Peserta paket wisata hemat dapat menegosiasikan itinerary sebelum keberangkatan sehingga paket ini dapat diselenggarakan dengan lebih taylor-made atau sesuai keinginan. Paket wisata “Smart Travel to Japan” mengandalkan promosi melalui jejaring sosial untuk memperkenalkan dan menampilkan testimonial dari peserta, road show ke kelompok-kelompok sasaran, seperti kampus dan komunitas-komunitas, dan membuat event promosi berupa talk show dan peluncuran buku tentang wisata hemat ke Jepang bekerjasama dengan penerbit dan maskapai penerbangan. Mengingat gaya perjalanan yang berbeda dan konsepsi bahwa pariwisata dapat memromosikan pemahaman lintas budaya, penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: (1) membandingkan all-inclusive tour dan 67
Jurnal Kepariwisataan IndonesiaVol. 8 No. 1 Maret 2013 paket wisata hemat dari Indonesia ke Jepang dalam kaitannya dengan kesempatan untuk terlibat atau melihat lebih dekat ke dalam kehidupan masyarakat lokal; dan (2) mengidentifikasi bagaimana berwisata dapat meningkatkan pemahaman wisatawan Indonesia terhadap budaya dan gaya hidup masyarakat Jepang. Penelitian ini dimaksudkan untuk dapat memperkaya bidang ilmu pariwisata (body of knowledge), terutama dari sisi bagaimana berwisata dapat meningkatkan pemahaman budaya. Hasil penelitian diharapkan akan memberikan informasi mengenai karakteristik dan preferensi dari dua kelompok yang berbeda sehingga dapat menjadi masukan bagi lembaga promosi pariwisata dan industri pariwisata dalam mempersiapkan strategi pemasaran dan strategi pengenalan budaya. Walaupun penelitian ini mengambil studi kasus wisatawan Indonesia di Jepang, namun demikian karakteristik umum mengenai peserta all-inclusive tour dan peserta paket wisata lain yang lebih fleksibel dapat diketahui sehingga dapat menjadi masukan bagi perkembangan pariwisata di tanah air dan juga di belahan dunia lain. Penelitian ini juga dapat memperkaya perkembangan khazanah ilmu pariwisata karena memfokuskan pada pengalaman wisatawan asal negara berkembang, dalam hal ini Indonesia, ketika berwisata ke negara maju. Sedangkan kebanyakan tulisan ilmiah yang ada tentang pariwisata dan interaksi budaya lebih banyak membahasnya dari sudut pandang 68
ISSN 1907-9419
pengalaman wisatawan asal negara Barat ketika mengunjungi negara-negara berkembang (Picard 1998; McGreggor 2000; Weaver dan Oppermann 2000). Metode Penelitian Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini lebih cenderung kepada pengumpulan data kualitatif melalui survey dan wawancara terhadap peserta all-inclusive tour dan peserta paket wisata hemat ke Jepang. Wawancara juga dilakukan terhadap pihak-pihak yang terkait penyelenggaraan tour dan promosi pariwisata Jepang. Adapun pihak-pihak ini terdiri dari dua perusahaan yang menciptakan dan memasarkan paket wisata hemat Smart Travel (PT Lynux Indonesia dan Tourcomm Nagoya) dan tiga biro perjalanan yang memasarkan all-inclusive tour ke Jepang (Bayu Buana Travel, Gogo Wisata Travel dan JALan Tour). Sedangkan pihak yang terkait dengan promosi pariwisata Jepang, khususnya Jepang Tengah adalah perwakilan dari Asosiasi Pariwisata Jepang Tengah dan manajemen Garuda Indonesia, Nagoya, Jepang. Tahap pertama adalah wawancara dengan ketiga biro perjalanan yang memasarkan all-inclusive tour ke Jepang dan wawancara dengan salah satu penyelenggara paket wisata hemat Smart Travel yaitu PT Lynux Indonesia. Wawancara dilakukan dengan membuat daftar pertanyaan kunci (Tabel 1) yang bertujuan untuk memperoleh informasi tentang profil paket wisata
Devi Roza K. Kausar: Pariwisata dan Pemahaman Budaya: Studi Intensitas Pengalaman Budaya Wisatawan Indonesia di Jepang
outbound ke Jepang, jenis kegiatan yang paling disukai oleh peserta tour, elemen-elemen budaya yang termasuk dalam jadwal
kunjungan, dan kegiatan promosi yang dilakukan oleh perusahaan itu sendiri atau oleh pemerintah Jepang untuk memromosikan
Tabel 1 Daftar Pertanyaan Kunci untuk Perusahaan Penyelenggara Tour No. 1. 2.
3. 4.
5.
6.
7.
8. 9.
10.
11. 12.
13. 14. 15.
Pertanyaan Sejak kapan perusahaan ini berdiri, memiliki berapa cabang kantor yang tersebar? Untuk calon wisatawan yang mempercayakan perencanaan perjalanan pada biro perjalanan yang bapak/ibu pimpin, pada umumnya apakah pada group perusahaan atau individu seperti keluarga? Selain paket wisata yang telah siap ditawarkan kepada calon wisatawan, adakah paket yang diberikan sesuai dengan permintaan calon wisatwan? Selain memberikan paket wisata Jepang adakah paket wisata Outboud/Overseas ke Negara lain? Negara manakah yang menjadi minat wisatawan tertinggi di biro perjalanan bapak/ibu? Untuk paket wisata Jepang, apakah kemudahan dan kesulitan dalam menyusun perencanaan perjalanan (misal : persiapan dokumen perjalanan & penetapan tujuan atraksi? Apakah ada pengkategorian jenis kunjungan, pada satu paket wisata di Jepang dalam hal kegiatan (misal : Tour Budaya Jepang, Tour Belanja Jepang, Study Tour Jepang, Ecotourism Tour, atau 1 paket untuk semua kegiatan? Kegiatan apakah yang memiliki daya tarik tertinggi menurut wisatawan di biro perjalanan bapak/ibu (misal : Tour Budaya Jepang, Tour Belanja Jepang, Study Tour Jepang, Ecotourism Tour? Berapa lamakah rata-rata lama kunjungan wisatawan pada biro yang bapak/ibu pimpin mengunjungi Negara Jepang? Berapa lamakah rata-rata lama kunjungan wisatawan pada biro yang bapak/ibu pimpin mengunjungi Negara Jepang, pada objek yang memiliki karakteristik Kebudayaan Jepang? Apakah dalam penentuan/penetapan atraksi wisata budaya Jepang, Bapak/Ibu melakukan riset agar penyajian yang diharapkan wisatawan tercapai?atau apakah biro perjalanan yang Bapak/Ibu pimpin telah bekerja sama dengan biro yang ada di Jepang, karena di anggap lebih mengetahui kondisi kebudayaan Jepang? Dalam menentukan penetapan atraksi wisata budaya Jepang, menurut Bapak/Ibu apakah paket yang telah ada mewakili kebudayaan Jepang secara utuh? Bagaimana perkembangan kegaiatan Informasi dan promosi (apa yang dilakukan dan bagaimana hasilnya) dari tahun ke tahun, baik yang dilakukan pihak Negara Jepang maupun perusahaan Bapak/Ibu ? Kegiatan apakah yang pada umumnya dilakukan wisatawan pada atraksi budaya yang ditawarkan pada paket wisata yang Bapak/Ibu tawarkan? Menurut Bapak/Ibu, hal – hal apa yang penting dilakukan untuk mendukung upaya peningkatan kualitas atraksi wisata Budaya yang telah ada? Menurut Bapak/Ibu, hal – hal apa yang penting dilakukan untuk mengatur pola kunjungan dalam upaya mendukung kualitas kunjugan yang telah ada? Baik sebelum, saat, setelah mengunjungi atraksi yang ada pada paket.
memromosikan Jepang ke perusahaan tour dan travel di Indonesia. Wawancara dengan Bayu
Buana Travel, Gogo Wisata Travel, JALan Tour dan PT Lynux Indonesia dilakukan pada kurun 69
Jurnal Kepariwisataan IndonesiaVol. 8 No. 1 Maret 2013 waktu Juli sampai September 2011. Sedangkan wawancara dengan Tourcomm Nagoya dilakukan di kota Nagoya , Jepang, pada bulan Oktober 2011 yaitu bertepatan dengan kunjungan penulis ke Jepang untuk mewawancarai perwakilan Asosiasi Pariwisata Jepang Tengah dan manajemen Garuda Indonesia. Tahap kedua dari pengumpulan data adalah survei dan wawancara dengan peserta tour yang telah kembali ke tanah air. Pengumpulan data dilakukan pada kurun waktu Agustus sampai Desember 2011 dengan bantuan kuesioner yang didistribusikan baik melalui situs survei online maupun langsung kepada responden, dan kemudian jika memungkinkan dilanjutkan dengan wawancara lebih jauh. Penulis menemukan bahwa wawancara lebih efektif dalam memahami persepsi responden, kegiatan yang mereka sukai saat mengikuti tour ke Jepang, dan kepuasan terhadap pengaturan tour secara keseluruhan. Dari wawancara lanjutan dengan responden, penulis juga dapat memperoleh gambaran yang lebih dalam tentang bagaimana kunjungan mereka dapat meningkatkan pemahaman mereka akan budaya dan gaya hidup orang Jepang. Hal ini karena pada wawancara, responden lebih leluasa untuk mengutarakan pendapat tanpa harus terpaku pada pilihanpilihan yang telah ditentukan.
ISSN 1907-9419
Responden kategori peserta all-inclusive tour berjumlah 20 orang, sedangkan peserta paket wisata hemat berjumlah 30 orang. Kuesioner yang diisi sendiri oleh responden mencakup komponen sebagai berikut: informasi umum tentang peserta, pengalaman bepergian sebelumnya, dan kegiatan-kegiatan yang diminati saat berwisata. Kuesioner disusun dengan mengacu kepada kuesioner dan daftar pertanyaan kunci yang digunakan pada penelitian Geva dan Goldman (1991), Wang, Hsieh, Chou dan Lin (2007) dan Wong dan Lee (2012), yaitu mencakup pertanyaan mengenai kepuasan akan pengaturan akomodasi dan transportasi, jadwal tour, alokasi waktu (untuk agenda yang dijadwalkan dan waktu luang), pelayanan, dan keahlian pemandu. Pada penelitian ini pertanyaan kemudian dikembangkan sehingga mencakup juga pertanyaan mengenai informasi pra-keberangkatan yang diberikan oleh operator tour/maskapai penerbangan, persepsi mengenai Jepang, dan pertanyaan mengenai intensitas pengalaman budaya atau interaksi dengan atribut-atribut budaya lokal yang berupa benda, seperti: bangunan, makanan, pakaian, kerajinan, kehidupan lokal dan teknologi, agama dan sejarah (Tabel 2).
Tabel 2 Survei terhadap Peserta Tour yang Telah Kembali
No. 70
Pertanyaan dan Pilihan Jawaban
Devi Roza K. Kausar: Pariwisata dan Pemahaman Budaya: Studi Intensitas Pengalaman Budaya Wisatawan Indonesia di Jepang 1-5 6.
7.
8.
9
10.
11.
12.
Karakteristik responden Frekuensi bepergian ke luar negeri setiap tahunnya: -Belum tentu satu kali dalam setahun -Dua sampai tiga kali dalam setahun -Paling tidak satu kali dalam setahun -Empat kali atau lebih dalam setahun Apakah kunjungan responden ke Jepang dengan paket tour yang dimaksud dalam survey ini adalah kunjungan ke luar negeri yang pertama kali: Ya Tidak Ketika bepergian ke luar negeri untuk berlibur, apakah responden mengatur sendiri perjalanannya atau mengikuti paket tour: -Lebih sering mengatur sendiri -Selalu ikut paket tour -Lebih sering ikut paket tour -Mengatur sendiri jika tempat atau negara yang dituju sudah sering dikunjungi -Selalu mengatur sendiri Alasan memilih produk tour ini: -Harga paket yang cocok -Itinerary yang menarik -Lainnya: Untuk peserta paket wisata hemat, sumber informasi pertama mengenai paket budget “Smart Travel” ke Jepang: -Dari keluarga/teman -Dari event promosi “Smart Travel” yang terbuka untuk umum (talk show, bedah buku, dll) -Dari facebook -Dari staf “Smart Travel” yang datang berpromosi ke perusahaan, organisasi anda -Dari Garuda Indonesia -Lainnya: Untuk peserta all-inclusive tour, sumber informasi pertama mengenai paket tour Jepang yang diikuti: -Menanyakan langsung ke biro perjalanan anda -Diajak keluarga atau teman -Melihat iklan di media cetak -Lainnya -Browsing di internet Aktivitas yang disukai ketika mengikuti tour ke Jepang (responden dapat memilih lebih dari satu) -Mengunjungi tempat peninggalan -Menyaksikan suatu pertunjukan atau bersejarah dan budaya mengikuti upacara tradisional Jepang -Mengunjungi theme park -Mencoba pakaian tradisional -Mengunjungi museum - Belanja -Mengunjungi objek wisata alam -Mencoba makanan setempat - Berjalan-jalan di daerah perkotaan -Lainnya Tingkat pemahaman akan berbagai wujud budaya Jepang sebagai hasil dari proses mendengarkan penjelasan guide atau travel partner, maupun dari proses mencoba langsung. *Skala: 1 = tidak paham, 2 = kurang paham, 3 = paham, 4 = sangat paham -Kuil (Buddha dan/atau Shinto) -Onsen (pemandian air panas) -Istana atau castle -Kimono -Geisha atau maiko -Makanan tradisional -Ryokan (hotel tradisional Jepang) -Kerajinan tradisional -Ofuro (bak mandi khas Jepang)
71
Jurnal Kepariwisataan IndonesiaVol. 8 No. 1 Maret 2013 13.
14.
ISSN 1907-9419
Pendapat responden mengenai interaksi budaya selama perjalanan tour. *Skala: 1 = tidak setuju, 2 = kurang setuju, 3 = setuju, 4 = sangat setuju. -Objek wisata yang dikunjungi cukup edukatif dan informatif dalam penyajiannya -Guide/travel partner juga memberikan informasi lain mengenai Jepang atau kehidupan masyarakatnya, yang tidak selalu terkait dengan tempat-tempat yang dikunjungi -Ada interaksi antara wisatawan asing dengan masyarakat lokal Jepang di luar pelaku pariwisata, seperti pedagang, juru foto, petugas Tourist Information Center, local guide. -Perjalanan anda dengan paket tour ini telah meningkatkan pemahaman anda akan kebudayaan Jepang. Satu atau beberapa hal mengenai Jepang yang mewakili persepsi responden tentang negara tersebut: -Teknologi canggih -Biaya hidup yang tinggi/mahal -Modern -Negara industri -Disiplin tinggi/teratur -Alam yang indah -Kebudayaannya yang menarik -Lainnya
15. Tingkat kepuasan responden terhadap komponen tour. *Skala: 1 = tidak memuaskan; 2 = kurang memuaskan; 3 = memuaskan; 4 = sangat memuaskan. -Akomodasi yang digunakan selama -Pengaturan transportasi tour -Itinerary atau program tour -Kemampuan guide/ travel partner dalam memberikan penjelasan mengenai tempattempat yang dikunjungi -Alokasi waktu pada setiap tempat -Kemampuan guide/ travel partner dalam yang dikunjungi memimpin perjalanan dan/atau menyelesaikan masalah yang timbul selama perjalanan -Alokasi waktu bebas (free time)
Sumber: Penulis
Diskusi dan Pembahasan Bagian ini terbagi menjadi dua bagian besar. Bagian pertama berisi uraian tentang perkembangan pariwisata di Jepang yang diperoleh dari kajian pustaka. Bagian kedua merupakan pembahasan hasil penelitian yang diperoleh dari survei dan wawancara seperti telah dijelaskan pada bagian Metode Penelitian. 1) Perkembangan Pariwisata di Jepang Jepang selalu menjadi tujuan wisata menarik karena citranya sebagai negara berteknologi maju, namun masih mempertahankan nilai-nilai tradisional. Na72
mun, citra Jepang yang potensial untuk menarik wisatawan mancanegara tersebut sering tertutupi oleh citra Jepang sebagai tujuan wisata yang mahal. Setiap tahun jumlah orang Jepang yang pergi ke luar negeri untuk liburan (outbound) melebihi jumlah orang asing yang mengunjungi Jepang (inbound) (Soshiroda 2005). Perkembangan ekonomi yang terjadi di kawasan Asia Pasifik telah meningkatkan jumlah masyarakat kelas menengah ke atas di berbagai negara Asia, sehingga membuat mereka menjadi pasar potensial bagi industri pariwisata Jepang. Tambahan lagi, kawasan Asia.
Devi Roza K. Kausar: Pariwisata dan Pemahaman Budaya: Studi Intensitas Pengalaman Budaya Wisatawan Indonesia di Jepang
Pasifik adalah kawasan yang mengalami pertumbuhan paling pesat pada jumlah kedatangan wisatawan mancanegara yang dipicu terutama oleh perjalanan intra-Asia (WTO 2011). Dengan perkembangan ini, Jepang menjadi destinasi yang semakin terjangkau bagi warga negara Asia lainnya, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, Jepang menerima 8,6 juta wisatawan asing, dengan 10 negara yang berada di peringkat teratas adalah Korea Selatan, Cina, Taiwan, Amerika Serikat, Hong Kong, Thailand, Inggris, Singapura, Kanada, dan Perancis (JNTO 2011). Sedangkan jumlah kedatangan warga Indonesia ke Jepang pada tahun 2010 adalah 80.632 orang, atau naik 26.7% dibanding tahun sebelumnya (JNTO 2011). Pasca bencana gempa bumi dan tsunami yang menimpa utara Pulau Honshu Jepang pada Maret 2011, jumlah kedatangan wisatawan asing ke Jepang mengalami penurunan yang luar biasa. Jumlah kedatangan wisatawan asing ke Jepang pada bulan April 2011 turun 60% dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya (Roberts dan Hudson 2011). Sedangkan jumlah kedatangan wisatawan asing sepanjang tahun 2011 turun 28% dibandingkan jumlah kedatangan pada tahun 2010 (Millar 2012). Bencana gempa bumi dan tsunami terbesar yang pernah terekam dalam sejarah Jepang ini diikuti oleh krisis pada reaktor nuklir Fukushima yang mengalami kerusakan akibat bencana tersebut. Namun demikian, ketika krisis
pada reaktor nuklir Fukushima dapat diatasi, masih terdapat ketakutan akan radiasi nuklir, termasuk adanya kesan bahwa seluruh Jepang telah terpapar radiasi (Birmingham 2011). Rumor yang tidak berdasar tersebut tentunya berdampak buruk bagi pariwisata Jepang. Jumlah kedatangan wisatawan asing mulai menunjukkan peningkatan kembali pada bulan September 2011, walaupun jumlahnya masih 25% lebih rendah dibandingkan pada bulan yang sama tahun sebelumnya (Birmingham 2011). Berbagai strategi dilakukan untuk memulihkan jumlah kedatangan wisatawan asing ke Jepang. Promosi pariwisata Jepang misalnya difokuskan ke negaranegara Asia Timur lainnya dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Indonesia, menurut Asosiasi Pariwisata Jepang Tengah (Chubu Tourism Association), termasuk negara yang menjadi prioritas promosi pariwisata Jepang pasca bencana gempa dan Tsunami tahun 2011. Strategi pemasaran pariwisata yang dilakukan untuk pasar Indonesia adalah melalui familiarization tour untuk insan pers, road show tour operator, dan khusus untuk Jepang Tengah, promosi paket-paket tour yang menggunakan Chubu International Airport sebagai pintu masuk maupun keluar. Japan National Tourism Organization (JNTO) mencatat kenaikan jumlah wisatawan Indonesia ke Jepang pada bulan Agustus 2012 dibandingkan bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Menurut data JNTO, jumlah wisatawan Indonesia 73
Jurnal Kepariwisataan IndonesiaVol. 8 No. 1 Maret 2013 mengalami peningkatan dari 5.317 orang pada Agustus 2011, menjadi 12.500 orang pada Agustus 2012. 2) Analisis Hasil Survei dan Wawancara Beberapa hal yang dapat dicermati dari data karakteristik umum responden adalah: (1) persentase responden kelompok usia 17 – 24 tahun lebih tinggi pada kelompok peserta paket wisata hemat. Hal ini dapat merupakan indikasi bahwa paket wisata hemat ke Jepang diminati oleh pelajar/mahasiswa sebagai kelompok konsumen yang ditargetkan da-
ISSN 1907-9419
lam pemasaran Smart Travel; (2) responden dengan penghasilan kurang dari Rp 1.000.000,- lebih tinggi persentasenya pada kelompok peserta paket wisata hemat. Kelompok yang mempunyai penghasilan terendah. Bagian ini akan diawali dengan pembahasan mengenai karateristik umum responden (Tabel 3) sebelum masuk ke pembahasan hasil survei. ini adalah pelajar/ mahasiswa; (3) responden yang memiliki penghasilan tinggi lebih besar persentasenya pada kelompok peserta all-inclusive tour. Hal ini relevan dengan harga penawaran allinclusive tour yang biasanya lebih tinggi.
Tabel 3 Karakteristik Umum Responden Klasifikasi Demografi
Kelompok Responden Paket Wisata All-inclusive Hemat (n = Tour (n = 30) 20) 32% 55% 68% 45%
Jenis kelamin
Pria Wanita
Usia
17 – 24 tahun 25 – 30 tahun 31 – 40 tahun 41 – 50 tahun 51 – 60 tahun 60 tahun ke atas
22% 11% 15% 23% 29% 24%
16% 16% 44% 2% 57%
Penghasilan
Kurang dari Rp 1.000.000,Rp 1.000.000,- - Rp 2.000.000 Rp 2.000.000,- - Rp 5.000.000,Rp 5.000.000,- - Rp 10.000.000,Lebih besar dari Rp 10.000.000,-
24% 12% 17%
15% -
23%
28%
24%
57%
74
Devi Roza K. Kausar: Pariwisata dan Pemahaman Budaya: Studi Intensitas Pengalaman Budaya Wisatawan Indonesia di Jepang
Pembahasan hasil penelitian dapat dikategorikan ke dalam dua kategori, yaitu: (1) perbandingan produk tour dan (2) perbandingan dari dua kelompok responden. All-inclusive tour lebih menargetkan konsumen yang mempunyai penghasilan lebih tinggi (highend customers) dengan jangkauan tour yang lebih luas dan mencakup lebih banyak objek wisata. Dalam menyusun paket tour ke Jepang, penyelenggara tour mengombinasikan beragam objek wisata (budaya, alam, belanja) sehingga dapat memuaskan seluruh peserta. Penyelenggara tour yang diwawancarai untuk kepentingan penelitian ini juga mengatakan bahwa banyak di antara konsumen yang membeli paket tour ke Jepang adalah konsumen yang sudah pernah mengunjungi destinasi lain di dunia (misalnya Asia Tenggara, Australia dan Eropa). Jepang masih jarang menjadi prioritas pertama konsumen untuk liburan ke luar negeri karena citranya sebagai destinasi yang mahal. Penyelenggara allinclusive tour ke Jepang mengharapkan agar pemerintah Jepang lebih aktif memberikan insentif berupa penawaran - penawaran menarik untuk meningkatkan minat kunjungan ke Jepang. Jadwal perjalanan (itinerary) all-inclusive tour dirancang oleh tour operator lokal yang telah menjadi mitra dan umumnya mengikuti rute 'Golden Route' (mulai dari Tokyo di Utara dan kembali ke tanah air dari Osaka di Selatan, atau sebaliknya). Pemandu all-inclusive tour adalah guide profesional yang berbicara
bahasa Indonesia atau Inggris. Guide profesional ini bisa berkebangsaan Jepang, atau orang Indonesia bahkan Malaysia yang tinggal di Jepang. Allinclusive tour ke Jepang secara tipikal dapat diklasifikan menjadi institutionalized tourism seperti yang dinyatakan oleh Cohen dalam Loker-Murphy dan Pearce (1995). Di sisi lain, paket wisata hemat menarik peserta muda, beberapa dari mereka bahkan melakukan perjalanan ke luar negeri pertama kali dengan paket tour tersebut. Menurut beberapa responden dari kelompok ini, bepergian ke Jepang dengan paket wisata hemat Smart Travel membuat mereka seakan tengah melakukan perjalanan individual namun dilakukan dalam sebuah kelompok kecil. Hal ini karena jumlah peserta yang lebih sedikit dan adanya keleluasaan pada jadwal perjalanan. Di samping itu, karena paket wisata hemat dirancang agar mempunyai harga yang ekonomis, paket ini ternyata memberikan lebih banyak kesempatan bagi pesertanya untuk merasakan sendiri hal-hal yang biasa dilakukan orang Jepang dalam keseharian mereka, seperti: naik kereta bawah tanah, memilih dan memesan makanan di restoran, atau bahkan tinggal bersama keluarga Jepang (dalam paket homestay). Beberapa peserta paket wisata hemat Smart Travel menyatakan ketertarikan mereka adalah karena harga paket yang relatif lebih murah, namun tetap dapat memberikan rasa aman dari ketidakpastian dan resiko-resiko yang 75
Jurnal Kepariwisataan IndonesiaVol. 8 No. 1 Maret 2013 mungkin terjadi disebabkan kesulitan bahasa dan belum ada pengalaman bepergian ke Jepang sebelumnya. Namun demikian, bagi peserta yang biasa bepergian dengan cara backpacking, kunjungan ke Jepang dengan Smart Travel dirasakan terlalu singkat dan kurang bisa memberikan waktu untuk bereksplorasi seperti yang biasa dilakukan oleh para backpacker. Hal ini dinyatakan oleh beberapa orang peserta yang sering menjadi ‘backpacker’ tetapi saat itu memilih pergi dengan paket wisata hemat karena khawatir akan keselamatan mereka pasca bencana gempa, tsunami dan krisis nuklir Jepang pada tahun 2011. Memilik dari berbagai alasan tersebut dan dihubungkan dengan teori Cohen, maka paket semacam Smart Travel dapat merupakan gambaran dari modifikasi institutionalized tourism yang memberikan kesempatan eksplorasi lebih banyak namun tetap memberikan rasa aman karena berbagai pengaturan yang telah disediakan penyelenggara. Dalam membandingkan pendapat responden mengenai kegiatan yang disukai saat bepergian ke Jepang, disimpulkan bahwa mayoritas peserta dari kedua kelompok mempunyai minat yang sama yaitu: mengunjungi monumen budaya dan sejarah, mengunjungi objek wisata alam, mencoba makanan lokal, mengunjungi daerah pusat kota, dan belanja. Wisatawan Indonesia, menurut penyelenggara tour ke Jepang, baik tour all-inclusive maupun paket hemat, memang mempunyai minat yang tinggi 76
ISSN 1907-9419
terhadap aktivitas belanja. Kedua kelompok responden secara umum juga memiliki persepsi yang sama tentang Jepang setelah berkunjung ke negara tersebut. Beberapa kata yang sering muncul adalah Jepang sebagai negara yang mahal, modern, berteknologi tinggi, mempunyai kebudayaan yang menarik, memiliki alam yang indah dan masyarakatnya mempunyai sikap disiplin yang tinggi. Ketika diminta untuk memberi contoh sikap disiplin yang dimaksud, responden dari kedua kelompok memberi contoh bagaimana kebersihan selalu terjaga di manapun. Di samping itu, kelompok responden dari kelompok paket wisata hemat juga dapat melihat bentuk kedisiplinan masyarakat Jepang ketika naik kendaraan umum. Sikap disiplin juga tercermin pada petugas yang memberikan pelayanan prima di restoran maupun toko dengan kualitas pelayanan yang tampaknya sudah terstandar. Temuantemuan lain yang akan dibahas berkenaan dengan intensitas pengalaman budaya dan faktorfaktor yang mempengaruhi pengalaman interaksi budaya yang dialami kedua kelompok responden adalah interaksi dengan penduduk lokal dan wilayah, intensitas pengalaman dan peran pemandu dalam meningkatkan pemahaman peserta tour. Mayoritas peserta dari kedua jenis paket wisata mengatakan bahwa selain dari interaksi dengan orang-orang yang terlibat dalam pariwisata, mereka tidak berinteraksi secara intens dengan masyarakat setempat, kecuali pa-
Devi Roza K. Kausar: Pariwisata dan Pemahaman Budaya: Studi Intensitas Pengalaman Budaya Wisatawan Indonesia di Jepang
da peserta paket homestay. Namun demikian, peserta paket wisata hemat mempunyai lebih banyak kesempatan untuk merasakan kehidupan sehari-hari penduduk setempat melalui naik kendaraan umum, memesan makanan di restoran, dan eksplorasi saat ‘free time’. Beberapa peserta paket wisata hemat juga berkesempatan untuk mencoba pakaian tradisional Jepang. Di lain pihak, peserta all-inclusive tour memiliki kesempatan untuk mengunjungi lebih banyak objek wisata sejarah dan budaya karena cakupan tour yang lebih luas. Tingkat pemahaman kedua kelompok responden akan apa dan bagaimana atribut-atribut budaya Jepang yang disebutkan pada kuesioner adalah sebagai berikut: (1) mayoritas peserta all-inclusive tour maupun paket wisata hemat memilih tingkat “paham” untuk kuil, istana, geisha/maiko, kimono, makanan dan kerajinan tradisional, serta ofuro. Pada atribut budaya kimono, peserta paket wisata hemat mempunyai lebih banyak kesempatan untuk mencoba mengenakan kimono, khususnya ketika berada di kota Kyoto, karena pengaturan waktu tour yang lebih fleksibel; (2) persentase peserta all-inclusive tour yang memilih “paham” untuk ryokan atau akomodasi tradisional Jepang, lebih tinggi dibanding peserta paket wisata hemat. Hal ini karena itinerary all-inclusive tour umumnya meliputi acara menginap di ryokan, sedangkan pada paket wisata hemat hal ini sulit dilakukan karena biaya untuk menginap di ryokan cukup
mahal; (3) mayoritas responden dari kedua kelompok mengaku kurang memahami onsen atau pemandian air panas. Walaupun sebagian besar paham arti dari kata onsen, namun mereka kurang dapat memahami alasan di balik aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh pengguna onsen. Pemahaman budaya sesungguhnya adalah suatu kondisi yang lebih kompleks daripada pengategorian dalam skala tidak paham, kurang paham, paham dan sangat paham seperti pada penelitian ini. Pemahaman budaya, utamanya lintas budaya, meliputi pemahaman dan kesadaran akan adanya perbedaan budaya, yang mencakup antara lain adat istiadat dan kebiasaan. Pada penelitian ini, responden diberikan penjelasan bahwa paham berarti mereka mengetahui nama dan cerita yang diperoleh dari kunjungan maupun penjelasan guide mengenai benda yang termasuk atribut budaya tersebut. Namun demikian, keterbatasan dari penelitian ini adalah kemungkinan adanya perbedaan makna di balik skala yang dipilih oleh responden. Sebagai contoh, responden yang sama-sama memilih kategori “paham” untuk menunjukkan tingkat kepahamannya akan suatu atribut budaya, belum tentu benar-benar mempunyai tingkat kepahaman yang sama persis antara satu responden dengan responden lainnya. Kemudian, seperti telah disinggung pada awal tulisan, pemandu adalah salah satu komponen yang penting dalam menciptakan kepuasan peserta tour. Penelitian ini menemukan 77
Jurnal Kepariwisataan IndonesiaVol. 8 No. 1 Maret 2013 bahwa tingkat kepuasan terhadap pemandu lebih tinggi pada peserta all-inclusive tour dibandingkan dengan tingkat kepuasan peserta paket wisata hemat. Besar kemungkinan hal ini adalah karena pemandu pada all-inclusive tour adalah guide profesional, sedangkan pada paket wisata hemat, peserta dipandu oleh travel partner yaitu tidak memiliki latar pendidikan dan pengalaman guiding. Satu lagi hal yang menarik dari hasil penelitian ini adalah adanya saran yang cukup menarik yang berasal dari beberapa peserta paket wisata hemat. Mereka menyarankan agar itinerary atau jadwal perjalanan yang disusun tidak terlalu banyak mengalokasikan untuk waktu bebas atau free time. Hal ini berbeda dengan beberapa hasil penelitian terdahulu yang mengatakan bahwa wisatawan masa sekarang lebih menyukai jika diberikan keleluasaan untuk eksplorasi melalui waktu bebas (Middleton, 1991, Morrison, Hsieh dan O’Leary, 1994). Pada kasus wisatawan Indonesia yang mengikuti paket wisata hemat, waktu bebas menjadi hal yang tidak begitu penting karena setiap peserta ingin memperoleh yang sebanyak-banyaknya dari penyelenggara tour. KESIMPULAN Akhirnya penelitian ini menyimpulkan bahwa interaksi dengan masyarakat setempat selain mereka yang terlibat dalam pariwisata tidak benar-benar terjadi di kedua jenis tour, baik allinclusive maupun paket wisata hemat. Hal ini tampaknya 78
ISSN 1907-9419
merupakan konsekuensi kedua jenis tour sebagai suatu bentuk institutionalized tourism atau mass organized tourism seperti yang telah dinyatakan para ahli sebelumnya. Meskipun demikian peserta paket wisata hemat memiliki lebih banyak kesempatan untuk merasakan keseharian masyarakat Jepang, justru karena sifat paket wisata tersebut yang 'ekonomis’ dan mengharuskan pesertanya untuk berperan aktif dalam produksi jasa tour tersebut. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa kualitas dan keahlian pemandu memainkan peranan besar dalam memfasilitasi peserta tour dalam memahami budaya lokal. Di lain pihak, alokasi waktu luang dalam pelaksanaan tour ternyata tidak begitu penting bagi orang-orang yang telah memutuskan untuk melakukan perjalanan dalam kelompok atau paket tour (baik all-inclusive tour maupun paket wisata hemat). Hal ini disebabkan karena setiap peserta ingin memperoleh yang sebanyakbanyaknya dari penyelenggara tour. Penelitian ini lebih lanjut menyarankan industri dan otoritas pariwisata Jepang untuk bekerja sama secara aktif memromosikan Jepang ke pasar Indonesia, terutama orang-orang usia muda melalui paket tour yang lebih murah tetapi menggunakan pemandu yang lebih berpengetahuan dan berpengalaman sehingga dapat memfasilitasi pemahaman budaya. Adapun pada konteks pariwisata Indonesia, pengembangan paket wisata hemat yang serupa dengan yang dibahas pada tulisan
Devi Roza K. Kausar: Pariwisata dan Pemahaman Budaya: Studi Intensitas Pengalaman Budaya Wisatawan Indonesia di Jepang
ini dapat dilakukan untuk menarik pasar wisatawan yang karakteristiknya berada di tengah-tengah mass tourists dan independent tourists. Keunggulan yang dapat ditonjolkan adalah rasa aman yang tetap dapat ditawarkan di samping kesempatan untuk melakukan eksplorasi untuk meningkatkan pemahaman akan budaya Indonesia. PENUTUP: Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada the Sumitomo Foundation, Tokyo, Jepang, yang telah mendanai penelitian ini melalui skema Japan-related Research for Individual Researcher periode April 2011 – Maret 2012. DAFTAR PUSTAKA Birmingham, L. (2011). Is PostFukushima Japan Safe for Tourists? Time World, November 10, 2011. Tersedia online: http://www.time.com/tim e/world/article/0,8599,2099119,0 0.html. Diakses 29 Oktober, (2012). Geva, A. dan Goldman, A. (1991). Satisfaction Measurement in Guided Tours. Annals of Tourism Research 18, 177 – 185. Higgins-Desbiolles, F. (2006). More than an “Industry”: The Forgotten Power of Tourism as a Social Force. Tourism Management 27, 1192 – 1208. JNTO (2011). Japan National Tourism Organization Tourism Statistics. Loker-Murphy, L. dan Pearce, P. (1995) Young Budget Travelers: Backpackers in Australia. Annals of Tourism Research 22(4), 819 – 843.
McGregor, A. (2000). Dynamic Texts and Tourist Gaze: Death, Bones and Buffalo. Annals of Tourism Research 27(1), 27 – 50. Middleton, V.T.C. (1991). Wither the Package Tour. Tourism Management, September edition, 185 – 192. Millar, K. (2011). Japan Tourism Still Suffering One Year on from Earthquake. Agence France Presse, March 11, 2012. Available online at http://news info.inquirer.net/159713/japantourism-still-suffering-one-yearon-from-quake. Accessed on October 29, 2012. Morrison, A., Hsieh, S. dan O’Leary, J. (1994). A Comparison of the Travel Arrangements of International Travelers from France, Germany and UK. Tourism Management 15(6), 451 – 463. Picard, M. (1998). Bali: Cultural Tourism and Touristic Culture. Singapore: Archipelago Press. Reissinger, Y. dan Turner, L. (1997). Cross-cultural Differences in Tourism: Indonesian Tourists in Australia. Tourism Management 18(3), 139 – 147. Robert, C. and Hudson, A. (2011). Quake-hit Japan Entices Tourists Back. BBC Fast:Track, November 2, 2011. Available online at http://news.bbc.co.uk/2/hi/prog rammes/fast_track/9628697.stm. Accessed on October 29, 2012. Soshiroda, A. (2005). Inbound Tourism Policies in Japan from 1859 to 2003. Annals of Tourism Research 32(4), 1100 – 1120. Urry, J. (1990) The Tourist Gaze: Leisure and Travel in Contemporary Societies. Sage Publications, Newbury Park, CA. Urry, J. and Larsen, J. (2011) The Tourist Gaze 3.0. Sage Publications, London.
79
Jurnal Kepariwisataan IndonesiaVol. 8 No. 1 Maret 2013 Wang, K.C., Hsieh, A.T., Chou, S.H., dan Lin, Y.S. (2007) GPTCCC: An Instrument for Measuring Group Package Tour Service. Tourism Management 27, 361-371. Weaver, D dan Oppermann, M. (2000) Tourism Management. Queensland: John Wiley & Sons Inc. Wong, C.S. and Kwong, W.Y. (2004). Outbound Tourists’
80
ISSN 1907-9419
Selection Criteria for Choosing All-inclusive Package Tours. Tourism Management 25, 581592. Wong, J.Y. dan Lee, W. H. (2012). Leadership through Service: An Exploratory Study of the Leadership Styles of Tour Leaders. Tourism Management 33, 11121121. WTO (2011). UNWTO Tourism Highlights 2011 Edition.***