UNIVERSITAS INDONESIA
Dampak Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II terhadap Jugun Ianfu Pasca Terbebas dari Kamp Telawang
MAKALAH NON-SEMINAR
Oleh, Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen 1006776536
PROGRAM STUDI JEPANG FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA
Dampak kekalahan..., Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen, FIB UI, 2015
1 Dampak kekalahan..., Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen, FIB UI, 2015
2 Dampak kekalahan..., Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen, FIB UI, 2015
3 Dampak kekalahan..., Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen, FIB UI, 2015
Dampak Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II terhadap Jugun Ianfu Pasca Terbebas dari Kamp Telawang Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen Program Studi Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Kampus UI, Depok, 16424,Indonesia
[email protected]
ABSTRAK Tidak puas dengan konstelasi dan perjanjian internasional yang diterima pasca Perang dunia I, membuat Jepang berbalik arah menyerang pihak sekutu. Jepang pun dapat menguasai wilayah Asia pasifik, termasuk Indonesia, lalu menguras sumber daya alam dan sumber daya manunsia Indonesia. Salah satu kebijakan untuk menguras sumber daya manusia adalah dengan membangun kamp hiburan, tempat untuk memenuhi kebutuhan biologi para tentara. Kamp Hiburan diisi dengan para perempuan yang disebut jugun ianfu. Sejak kalah dalam pertempuran Laut Midway, membuat Jepang berada di posisi defensif. Hal tersebut menyebabkan Jepang harus menarik pasukannya di kawasan Asia Tenggara secara perlahan. Dan hal tersebut berpengaruh terhadap nasib para jugun ianfu. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dampak Jepang dalam Perang Dunia II terhadap Jugun Ianfu Pasca Terbebas dari Kamp Telawang. Dengan menggunakan metode pengumpulan data kualitatif dengan studi pustaka dan wawancara, didapatkan bahwa kekalahan yang dialami Jepang dalam perang dunia II tidak hanya memberikan dampak internal bagi Jepang. Disatu sisi kekalahan Jepang membawa kebebasan bagi para jugun ianfu tapi disisi lain mendantangkan dampak baru, seperti dampak fisik, psikis, kehidupan sosial, dan kesulitan ekonomi, yang masih dirasakan hingga saat ini.
The Impacts of Japan's Loss in World War II to the comfort women, after being freed from Telawang Camp ABSTRACT Being unsatisfied with the World War II constellation and International treaty post-World War II has made Japan turned their way and attacked the Allies. Japan was able to take control of Asia Pacific region, including Indonesia, and drain the natural resources and human resources in Indonesia. One of Japan's policies is to build a comfort camp, a place to served Japan's army biological needs. Comfort camp was filled with Indonesian women called jugun ianfu or comfort women. Ever since defeated in the battle of Midway Sea, Japan has changed into the defensive position. This caused Japan to gradually have to withdraw their troops in Southeast Asia, which affected the comfort women’s fate. This research aims to explain the impacts of Japan's loss in World War II to the comfort women, after being freed from Telawang Camp. By using qualitative method such as literature(gw ga yakin istilahnya) and
4 Dampak kekalahan..., Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen, FIB UI, 2015
interviews, researcher found that Japan's loss in World War II were not only affect Japan's internal (gw rada ragu dengan translatean gw yg ini. internal apa ini mksdnya?). On one side, Japan's loss has brought freedom to Indonesia’s comfort women, but on the other side, it brought new effects, such as the negative impact of physical, psychological, social, and economy. Keyword
: Coloniazation, Impacts, Jugun Ianfu, World War II
PENDAHULUAN Pasca berakhirnya perang dunia I pada tahun 1918, banyak dampak pada bidang politik, ekonomi, dan sosial, yang dirasakan masing-masing negara yang terlibat didalamnya. Selain dampak internal masing-masing negara, terdapat juga dampak menyeluruh secara global, yaitu terjadi perubahan tatanan aliansi negara-negara di dunia. Seperti yang terjadi pada Jepang, yang semula bergabung pada blok Sekutu memutuskan keluar pada tahun 1930, lalu bergabung dengan blok sentral bersama Jerman. Hasil bergabung dengan blok sentral, Jepang dan Jerman sepakat membagi dua blok kepemimpinan, yaitu kepemimpinan kawasan Eropa oleh Jerman dan kepemimpinan kawasan Asia Raya oleh Jepang. 1 Perang melawan Sekutu adalah satu-satunya cara bagi Jepang untuk melakukan ekspansi ke Asia Raya. Oleh sebab itu pada tanggal 7 Desember 1941, Jepang melakukan serangan udara ke pangkalan laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawaii.2 Serangan tersebut berhasil membuat blok Sekutu berada di posisi defensif dan tidak sanggup menyerang. Memanfaatkan keadaan tersebut, Jepang bergerak cepat dan berhasil menguasai daerah-daerah di Asia Tenggara. Dimulai dari jatuhnya Malaya pada 1941, disusul dengan dikuasainya Singapura, Filipina, dan Indonesia. Di Indonesia, daerah pertama yang berhasil direbut dari tangan Belanda adalah Tarakan, Kalimantan Timur. Setelah merebut dengan Tarakan dengan mudah, Jepang kemudian melakukan penyerbuan ke Balikpapan, hingga berhasil menduduki Balikpapan pada 20 Januari 1942. Setelah menduduki dua kota penting bagi armada perang Belanda, pada awal Maret 1942, Jepang mengerahkan 40.000 balatentara untuk menyerbu daratan Jawa. Pada tanggal 7 Maret 1942, Jepang berhasil menduduki pos-pos penting milik Belanda. Posisi Belanda yang semakin terdesak, memaksa Belanda menyerah, hingga pada akhirnya Indonesia secara penuh berada di bawah pendudukan Jepang, melalui sebuah perundingan di Bandung. Selama menjajah, Jepang menguras semua sumber daya Indonesia, sumber daya alam, maupun sumber daya manusia, untuk keperluan perang melawan Sekutu. 1
Edwin O. Reischauer, JAPAN Past and Present Third Edition, Revised, (Tokyo, 1983), hlm. 189 Ibid., hlm. 195
2
5 Dampak kekalahan..., Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen, FIB UI, 2015
Sumber daya alam Indonesia diperas melalui kewajiban rakyat menyerahkan hasil padi kepada tentara Jepang. Kewajiban tersebut bersifat resmi, karena diterapkan secara serempak di semua kerisidenan melalui dekrit. Hal tersebut berimbas pada rakyat yang menjadi kekurangan pangan. Setelah kebijakan tersebut Jepang juga memanfaatkan sumber daya manusia Indonesia melalui heiho, romusha dan jugun ianfu. Jugun Ianfu adalah sebutan bagi para perempuan lokal daerah jajahan Jepang, seperti perempuan-perempuan di Korea, Cina, Filipina, termasuk Indonesia, yang secara paksa dijadikan wanita penghibur untuk para tentara Jepang.
Istilah jugun ianfu sudah
dipergunakan oleh serdadu Jepang sejak melakukan ekspansi ke Nanking, Cina pada 1932.3 Para jugun ianfu ditempatkan pada sebuah kamp, di mana keperluan logistik dan kontrol manajemen kamp tersebut berada di bawah pengawasan militer Jepang. Keputusan membuat kamp jugun ianfu diambil oleh seorang dokter tentara yang ketika itu bertugas, Dokter Aso, sebagai langkah pencegahan agar serdadu yang menderita penyakit kelamin, akibat mempunyai kecendrungan untuk memakai para perempuan lokal di tempat Jepang menjajah, tidak bertambah. 4 Dokter Aso mencetuskan ide untuk membangun kamp wanita penghibur, khusus untuk tentara, di setiap wilayah jajahan Jepang, agar kesehatan para serdadu dapat terjaga. Jugun Ianfu tidak dapat disamakan dengan wanita tuna susila, karena traksasi seksual yang terjadi, antar jugun ianfu dan serdadu Jepang, berlangsung secara paksa. Perempuanperempuan daerah jajahan, dengan rentang umur 15 hingga 25 tahun, tidak pernah memilih secara sadar untuk menjadi jugun ianfu. Para perempuan tersebut direkrut dengan cara yang berbeda-beda. Pada umumnya proses pengumpulan dilakukan militer Jepang dan dibagi dalam 2 bentuk, yaitu secara massal dan berskala kecil, satu-dua orang.5 Pengumpulan secara massal dilakukan dengan cara melibatkan aparatur pemerintahan setempat, seperti kepala desa atau lurah. Para aparatur pemerintah tersebut dipropaganda untuk mengumpulkan para perempuan di desa tersebut untuk mau bekerja bagi Jepang. Pengumpulan berskala kecil, satu-dua orang, dilakukan dengan penculikan. Namun ada juga yang dilakukan dengan cara meminta langsung perempuan tersebut untuk bekerja bagi Jepang. Pekerjaan yang dijanjikan akan diberikan tentu bukanlah sebagai jugun ianfu. Pada saat perekrutan terjadi, para perempuan tersebut diberi janji akan dipekerjakan dalam berbagai macam pekerjaan, seperti sebagai pembantu rumah tangga, perawat, bekerja di 3
Hayashi Shirou, Jugun Ianfu Mondai no Rekishitekikenkyu, (online) diakses 15 Oktober 2014 (http://wwwhou1.meijo-u.ac.jp/housei2/semi/soturon/2001soturon/individual/pdf/%E6%9E%971.pdf) hlm. 2 4 A. Budi Hartono, Dadang Juliantoro, Op. Cit., hlm. 94 5 Ibid., hlm. 92
6 Dampak kekalahan..., Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen, FIB UI, 2015
pabrik, bekerja sebagai juru masak di rumah makan dan barak tentara. 6 Terdesak dengan desakan ekonomi dan kondisi para perempuan pada daerah jajahan, yang umumnya miskin dan kurang berpendidikan, banyak yang tertipu dan pada akhirnya dipekerjakan sebagai jugun ianfu. Di Indonesia, kamp jugun ianfu terdapat dibeberapa daerah. Salah satu kamp terbesar berada di Kalimantan Timur, yang disebut Kamp Telawang. Penempatan kamp Telawang dipersiapkan dengan rapi dan tertutup. Kamp tersebut ditempatkan di tepi kota yang masih dalam satu wilayah dengan barak tentara. Pagar bangunan dibuat tinggi mengelilingi kamp dengan satu pintu masuk yang kecil, hanya bisa untuk dilalui 1 orang, Setiap kamp jugun ianfu memang terkesan tertutup, karena salah satu unsur yang diberikan kepada pada serdadu adalah kenyamanan dan privatisasi para serdadu.7 Pada setiap kamp ditempatkan satu orang sipil Jepang yang bertindak sebagai kepala Kamp, satu orang dokter tentara, dan beberapa orang warga lokal yang bertugas sebagai pembantu. Di dalam kamp, perempuan-perempuan jugun ianfu mengalami penderitaan secara fisik dan psikis. Penderitaan secara fisik kerap terjadi dalam bentuk pemukulan oleh serdadu Jepang, karena ketika melakukan pemaksaan seksual mereka berada dibawah pengaruh alkohol. Secara psikis, perempuan-perempuan tersebut dilemahkan dengan cara hidup terkurung bertahun-tahun di dalam kamp dalam pengawasan ketat dan tidak dapat bersentuhan dengan dunia di luar kamp. Para perempuan tersebut, dalam ketakutannya, semakin lama semakin hilang keinginan untuk kabur dari kamp karena kemungkinan yang sangat kecil, sehingga mereka semakin melemah secara psikis, dan memilih untuk pasrah saja menjalani kehidupan mereka. Pada tahun 1942, posisi Jepang dalam Perang Dunia II yang semula ofensif mulai berubah. Tepatnya setelah Jepang kalah dalam pertempuran Midway, pada 6 Juni 1942. Pertempuran Midway menjadi titik balik tidak hanya bagi Jepang, tetapi juga terhadap konstelasi Perang Dunia II. Blok Sekutu semakin bertambah kuat berubah menjadi berada dalam posisi ofensif. Kekalahan demi kekalahan pun mulai dirasakan Jepang. Hal tersebut menyebabkan Jepang harus menarik pasukannya di kawasan Asia Tenggara secara perlahan. Penarikan pasukan tersebut memberikan perubahan pada kehidupan di kamp Telawang. Secara perlahan jumlah tentara yang datang semakin berkurang, semakin sepi. Hingga suatu saat Kepala Kamp Telawang, pergi dari kamp tersebut. Sehingga benar-benar tidak ada serdadu Jepang di kamp Telawang. Hal tersebut, secara tidak langsung, bermakna kebebasan 6 7
Hayashi Shirou, Op.Cit., 8 Ibid., hlm. 9
7 Dampak kekalahan..., Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen, FIB UI, 2015
bagi para jugun ianfu dari tempat yang selama ini mengungkung mereka. Namun, kebebasan mendadak yang mereka alami tersebut malah membuat mereka bingung dan kehilangan arah. Terlebih juga ternyata kebebasan mendadak tersebut juga memberikan dampak negatif bagi kehidupan para eks-jugun ianfu, karena mereka dianggap bukan orang yang sama seperti sebelum mereka menjadi jugun ianfu. Penarikan pasukan Jepang Kamp Talawang untuk kebutuhan perang dan kebebasan mendadak jugun ianfu memperlihatkan bahwa posisi Jepang didalam Perang Dunia ke II, berpengaruh terhadap nasib para jugun ianfu. Berangkat dari hal tersebut, jurnal penelian ini dibuat untuk menjelaskan dampak apa yang ditimbulkan dari kekalahan Jepang, dalam Perang Dunia II, terhadap jugun ianfu, pasca terbebas dari Kamp Telawang. Secara khusus penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan kehidupan wanita-wanita Indonesia yang dipaksa menjadi jugun ianfu di Kamp Telawang, latar sejarah apa yang terjadi pada saat kepergian pasukan Jepang dari Indonesia, khususnya dari kamp Telawang, pandangan dan pemerintah masyarakat Indonesia terhadap kehadiran jugun ianfu, dan pandangan bangsa Jepang terhadap kasus tersebut. Jurnal ilmiah ini menggunakan metode penelitian sejarah berupa pengumpulan data kualitatif dengan studi pustaka dan wawancara. Metode studi pustaka dipilih karena beberapa data-data yang dibutuhkan merupakan data-data sejarah dan sudah berlalu. Jadi dibutuhkan sumber yang bisa lintas antar waktu berupa buku-buku yang secara khusus mengungkap tentang sejarah Jepang dalam Perang Dunia II dan sejarah tentang jugun ianfu. Sedangkan metode wawancara dipilih, karena dalam jurnal ini dibutuhkan pernyataan langsung mengenai pengalaman yang dirasakan langsung oleh narasumber. Selanjutnya adalah menyeleksi sumber-sumber yang dikumpulkan secara kritis untuk memperoleh fakta sejarah dan mengkomparasikan dengan hasil wawancara dengan narasumber yang kredibel sehingga dapat dianalisis ke dalam suatu uraian yang sistematis.
AKHIR KEPENDUDUKAN JEPANG DI TELAWANG AKIBAT KALAH DALAM PERANG DUNIA II
Kekalahan yang dialami pada awal perang dunia II merupakan pukulan telak bagi pihak Sekutu, terlebih setelah serangan di pangkalan laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawaii. Tidak hanya merubah posisi Sekutu menjadi defensif, tetapi blok Sekutu terpaksa melepas beberapa daerah jajahannya kepada blok sentral. Berangkat dari hal tersebut, blok Sekutu membuat taktik untuk mengalahkan blok sentral. Taktik pertama dengan membuat kebijakan 8 Dampak kekalahan..., Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen, FIB UI, 2015
untuk secara bersama-sama mengalahkan terlebih dahulu musuh yang berada di medan perang Eropa, baru setelah itu menghadapi Jepang di perang pasifik. 8 Dengan bantuan Rusia yang mulai bergabung dengan blok Sekutu pada tahun 1941, musuh di medan perang Eropa berhasil dipukul mundur dan berada dalam posisi defensif. Setelah berhasil memukul mundur musuh di medan perang Eropa, blok Sekutu mulai merubah arah serangan ke arah asia pasifik, yang dikuasai oleh Jepang. Pada tanggal 18 April 1942, pihak Sekutu mulai melakukan balasan terhadap pihak Jepang. Serangan awal yang dilakukan oleh Amerika Serikat dengan mengirimkan 16 pesawat tempur untuk melakukan pengeboman di Tokyo. Serangan singkat tersebut mengakibatkan kerusakan kecil di Tokyo, namun secara perlahan mampu mempengaruhi kekuatan Jepang dalam perang pasifik. Titik balik posisi Jepang dan blok Sekutu pada perang asia pasifik terjadi dalam pertempuran Laut Midway pada tanggal 4 Juni – 7 Juni 1942. Dalam peperangan tiga hari tersebu, Angkatan Laut dan Udara Sekutu berhasil menenggelamkan 100.000 ton kapal Jepang. Selain itu Jepang juga kehilangan total 2.800 pesawat tempur. Dari segi pasukan, menurut daftar dalam registrasi pemakaman Jepang, tercatat 110.000 tentara tewas didalam pertempuran Midway.
9
Hal tersebut memaksa Jepang mulai menarik
pasukannya dari beberapa kawasan di Asia Pasifik, sehingga posisi penjagaan Jepang terhadap kawasan jajahannya melemah. Menghadapi kondisi Jepang yang melemah, blok Sekutu mengeluarkan taktik perang loncat katak, yaitu strategi pertempuran yang digagas oleh Jendral dari Amerika Serikat, Dougals McArthur untuk mengalahkan Jepang di kawasan Asia yang berbentuk kepulauan. Dimana pasukan Sekutu memukul mundur pasukan Jepang dengan menyerang dari satu pulau ke pulau berikutnya. Menghadapi serangan laut dan udara Sekutu yang bertubi-tubi, Jepang mengeluarkan kebijakan kamikaze, yaitu melakukan serangan bunuh diri dengan cara menambrakkan pesawat ke arah kapal perang dan pesawat tempur musuh. Sampai akhir peperangan tercatat 1.900 pesawat dan awak yang dikerahkan oleh Jepang untuk menyerang Sekutu.10 Serangan bertubi-tubi dari pihak Sekutu pada pertempuran laut Midway membuat Jepang terpaksa berubah menjadi dalam posisi defensif yang sangat lemah. Puncak kekalahan Jepang adalah serangan bom atom dari pihak Sekutu ke kota Hiroshima, pada tanggal 6 Agustus 1945, dan pada kota Nagasaki, pada tanggal 9 Agustus
8
Dwight D. Eisenhower, Crusade in Erope, (New York, 1948), hlm. 55 Peng Koen Auwjong ; editor, R.B. Sugiantoro, Perang pasifik, (Jakarta, 2001) hlm. 154 10 Perang Jaman Dulu: Pertempuran Midway, (online), Op., Cit 9
9 Dampak kekalahan..., Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen, FIB UI, 2015
1945, yang menewaskkan 340.000 penduduk Jepang.11 Dua kota tersebut merupakan 2 kota penting bagi Jepang. Hiroshima adalah pusat industri di Jepang, termasuk didalamnya terdapat industri militer dan logistik perang. Sedangkan Nagasaki adalah kota pelabuhan dimana dijadikan tempat berlabuh kapal-kapal perang. Oleh sebab itu, lumpuhnya kota tersebut membawa kehancuran total bagi militer Jepang. Pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang pun menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Penyerahan diri tersebut kemudian dikukuhkan melalui perjanjian damai dengan pihak Sekutu di atas kapal milik Amerika Serikat, Kapal Missouri, pada tanggal 2 September 1945. Kebutuhan Jepang akan sumber daya manusia, baik untuk melaksakan kebijakankebijakan dalam perang sebagai tentara maupun sebagai pilot kamikaze, memaksa Jepang menarik pasukannya dari kawasan Asia Pasifik, termasuk dari Telawang. Pernarikan pasukan dilakukan secara perlahan dari kamp Telawang. Hal itu bermula ketika pihak Sekutu telah mengetahui bahwa terdapat kamp militer Jepang di Telawang, sehingga pihak Sekutu pun mulai melacarkan serangan di Telawang. Jepang pun semakin mendekati ujung kependudukannya di Telawang. Setelah terjadi beberapa pengeboman di daerah sekitar kamp, jumlah serdadu di Telawang semakin berkurang, karena ada serdadu yang meninggal dan juga ada yang ditarik untuk berperang di kawasan lain. Hingga akhirnya setelah penyerahan diri Jepang terhadap Sekutu, serdadu Jepang secara menyeluruh pergi dari Telawang.
DAMPAK KEPERGIAN JEPANG DARI TELAWANG TERHADAP JUGUN IANFU
Kebijakan penarikan pasukan dari kawasan Asia Pasifik, dapat dirasakan langsung oleh para jugun ianfu di Kamp Telawang. Semakin lama jumlah tentara yang berkunjung ke kamp Telawang semakin berkurang. Meskipun para jugun ianfu tidak tahu alasan berkurangnya jumlah tentara yang berkunjung karena selama di kamp mereka terputus akses dengan dunia luar, sehingga tidak tahu berita kekalahan Jepang. Berkurangnya tentara yang datang justru membuat para jugun ianfu senang karena beban pekerjaan mereka berkurang. Selain itu, perubahan juga terjadi pada sistem manajemen di Telawang. Semakin lama kondisi kamp semakin tidak terawat, karena kepala kamp Telawang dan dokter tentara telah pergi dan digantikan oleh bawahannya, yang tidak peduli dengan kondisi kamp. Pada awal mereka dipekerjakan secara paksa, Jepang menerapkan sistem karcis yang dijanjikan dapat ditukar dengan uang, sebagai upah mereka. 12 Pembayaran dilakukan tidak 11 12
Peng Koen Auwjong ; editor, R.B. Sugiantoro, Perang pasifik, (Jakarta, 2001) hlm. 263 A. Budi Hartono, Dadang Juliantoro, Op. Cit., hlm. 101
10 Dampak kekalahan..., Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen, FIB UI, 2015
langsung kepada jugun ianfu. Jadi, para serdadu yang ingin menggunakan jasa jugun ianfu harus menghadap ke’kasir’ yang terletak di kantor utama kamp. Lalu, para serdadu akan mendapatkan karcis dan alat pengaman. Karcis tersebut kemudian diberikan kepada jugun ianfu sebagai tanda berapa lama jasa mereka akan dipakai. Kepala kamp menjanjikan bahwa karcis itu dapat ditukar dengan uang, sehingga ketika mereka tidak bekerja sebagai jugun iainfu, uang tersebut dapat digunakan sebagai ongkos pulang ke kampung halaman mereka.13 Namun, kepergian kepala kamp secara mendadak membuat para jugun ianfu tidak sempat mengurus keuangan mereka karena lebih fokus pada pelarian diri mereka dari kamp Telawang. Para jugun ianfu di kamp Telawang pun membubarkan diri tanpa komando, dan mengungsi ke tempat yang berbeda-beda. Tidak ada harta benda yang dibawa, selain baju yang melekat ditubuh, termasuk karcis-karcis yang dapat seharusnya ditukar dengan uang pun tidak dibawa, karena mereka yakin tidak ada juga kesempatan untuk menukarnya.
14
Kebebasan mendadak yang mereka alami tidak sepenuhnya membawa pengaruh baik bagi jugun ianfu. Tiga tahun dibawah tekanan dan direndahkan secara martabat membuat para jugun ianfu mendapat dampak-dampak dalam berbagai aspek pasca terbebas dari Kamp Telawang. Dampak pertama adalah dampak terhadap fisik para jugun ianfu. Praktik jugun ianfu sejak awal perekrutan sudah terdapat kasus kekerasan fisik. 15 Dalam perekrutan terdapat metode penculikan, dan kekerasaan dipakai sebagai upaya menundukan dan melemakan para perempuan yang akan dijadikan jugun ianfu. Selain itu, selama berada didalam kamp, para jugun ianfu juga kerap mendapat penyiksaan seksual, seperti kesaksian dari Mardiyem, jugun ianfu asal Yogyakarta : “Yang paling menyakitkan kalau harus melayani serdadu Jepang pangkat rendah. Sering sekali mereka datang ke kamar dalam keadaan mabuk. Sehingga permintaan mereka aneh-aneh. Tidak jarang mereka menampari wajahku, sebelum berhubungan seksual”.16
Kesaksian serupa juga diungkapkan beberapa jugun ianfu lainya, karena rata-rata jugun ianfu mengalami kejadian yang sama. Sehingga ketika terbebas dari kamp, para jugun ianfu pergi membawa luka fisik. Seperti yang dialami Mardiyem, akibat kekerasan yang dialaminya, ia memiliki kaki yang tumbuh tidak seimbang, yaitu yang satu besar dan lainnya kecil, akibat 13
Ibid., hlm .102 Ibid., hlm. 150 15 Jaringan Advokasi Jugun Ianfu Indonesia (JAJI), Menggugat Negara Indonesia Atas Pengabaian Hak-hak Asasi Indonesia, (Jakarta, 2010) hlm. 45 16 JAJI, Op., Cit., 46 14
11 Dampak kekalahan..., Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen, FIB UI, 2015
tendangan dari serdadu Jepang sehingga tulang kaki Mardiyem mengalami pergeseran. Selain itu, beberapa jugun ianfu juga mendapat luka fisik permanen pada rahim. 17 Akibat hal tersebut, banyak eks-jugun ianfu yang setelah bebas dan berkeluarga tidak dapat mengandung dan melahirkan. Dampak kedua adalah dampak psikis. Luka yang dirasakan para jugun ianfu tidak hanya luka fisik, melainkan juga luka batin yang terus ada disepanjang hidup mereka. Tidak mudah bagi mereka melupakan peristiwa yang telah membuat mereka merasa direndahkan dan kehilangan hak atas tubuhnya. Dampak psikis yang timbul adalah berupa rasa trauma, perasaan rendah diri, dan rasa berdosa terhadap diri sendiri yang teramat dalam. Dalam rangka memperdalam penelitian tentang dampak psikis, penulis melakukan wawancara terhadap dua orang eks-jugun ianfu yang berdomisili di Jakarta Pusat, yaitu Aini (91) dan Tjarmah (80). Keduanya terdaftar sebagai eks-jugun ianfu, dalam daftar yang dibuat oleh Forum Pusat Komunikasi Ex-Heiho dan Ex-Jugun Ianfu Indonesia pada tahun 2011. Proses wawancara terkendala pada kondisi narasumber yang sudah renta, seperti Aini yang sudah pikun, susah bicara dan susah pendengaran, sehingga kesaksian dari Aini mengenai trauma pun tidak dapat diperloleh. Namun penulis tetap mendapat contoh trauma yang dirasakan eks-jugun ianfu, dalam wawancara yang dilakukan pada Tjarmah di Kampung Rawa, Jakarta Pusat, dengan proses wawancara dibantu oleh Sumadi, putra pertama Tjarmah. Dari hasil wawancara tersebut diperoleh kesaksian : “Setelah bebas dari ianjo, saya lari dari sana ke Jakarta. Sudah tidak peduli lagi dengan semua harta benda yang ada. Saya tinggalin rumah dan kebon. Saya sudah merasa tidak aman dikampung halaman sendiri.”18
Terlihat bahwa pengalaman Tjarmah, sebagai perempuan yang dipaksa menjadi jugun ianfu pada usia belia, meninggalkan luka batin yang mendalam sehingga menimbulkan trauma berupa rasa tidak aman terhadap kampung halamannya sendiri. Contoh trauma lain yang juga dirasakan oleh para eks-jugun ianfu adalah trauma terhadap perawakan orang tertentu. Seperti Mardiyem yang trauma dengan serdadu yang pertama kali memperkosanya, sehingga ia menjadi benci kepada setiap orang yang memiliki brewok. Selain trauma terhadap pelaku, beberapa eks-jugun ianfu mengalami trauma seksual dan menganggap seksualitas sebagai
17 18
Budi Hartono, Op., Cit., 145 Wawancara dengan Tjarmah (80 tahun), Jakarta, 29 November 2014
12 Dampak kekalahan..., Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen, FIB UI, 2015
sesuatu yang menyakitkan. 19 Sehingga pasca terbebas dari kamp, ada yang memilih untuk tidak menikah karena menghindar dari kehidupan seksual suami-istri. Dampak psikis kedua adalah perasaan rendah diri. Rasa rendah diri itu timbul akibat terlalu lama hidup dibawah tekanan dan direndahkan martabatnya oleh bangsa lain di tanah air sendiri. Bentuk perendahan martabat yang dilakukan selain pemerkosaan adalah dengan mengganti nama para jugun ianfu. Ketika para perempuan tersebut dimasukkan kedalam kamp, mereka harus mengganti nama mereka dengan nama Jepang. Seperti nama Mardiyem jadi Momoye, Wagimin jadi Sakura, Harti jadi Masako, dan sebagainya. 20 Penggantian nama tersebut dimaksudkan agar para tentara merasa seakan-akan ‘menggauli’ perempuan dari bangsa sendiri. Karena dengan mengganti nama diharapkan akan membentuk para perempuan pribumi tersebut menjadi memiliki citra perempuan Jepang. Dampak rendah diri yang dirasakan para eks-jugun ianfu juga merupakan akibat hilangnya keperawanan mereka secara paksa. Gambaran sebagai wanita ideal, yang seharusnya masih memiliki keperawanan, membuat para eks-jugun ianfu yang merasa rendah diri dan malu akan tubuhnya, walaupun mereka juga sadar itu bukan sepenuhnya salah mereka. Oleh sebab itu, rasa rendah diri akan hilangnya keperawanan juga menjadi satu alasan para eks-jugun ianfu memilih untuk tidak menikah pasca terbebas dari kamp. Dampak psikis ketiga yang timbul adalah rasa berdosa terhadap diri sendiri yang teramat dalam. Rasa berdosa tersebut muncul karena ketika menjadi jugun ianfu, para perempuan yang hamil, dipaksa untuk menggugurkan kandungan mereka. Bagi masyarakat Indonesia, menggugurkan janin adalah hal yang tabu, dan dianggap berdosa bagi orang-orang beragama, karena menggugurkan janin sama saja dengan membunuh bayi tersebut. Seperti yang terjadi pada Mardiyem. Meskipun ia sadar bahwa hal tersebut bukan mutlak kesalahannya, karena ia sendiri dipaksa untuk menggugurkan, Mardiyem tetap merasa berdosa seumur hidupnya, setelah melihat janin yang telah berbentuk, digugurkan dari kandungannya. 21 Dampak ketiga yang dialami para eks-jugun ianfu adalah dampak terhadap kehidupan sosial berupa pengucilan dan kemiskinan. Pasca terbebas, mereka kesulitan untuk bersosialisai dengan masyarakat umum mendapat stigmatisasi sebagai ‘ransum Jepang’ atau ‘pelacur’. Kurangnya pengetahuan tentang apa itu jugun ianfu membuat masyarakat awam tidak mengerti bahwa jugun ianfu bukanlah pelacur. Seperti yang terjadi pada masyarakat
19
JAJI, Op., Cit.,63 Budi Hartono, Op., Cit., 135 21 Budi Hartono, Op., Cit., 143 20
13 Dampak kekalahan..., Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen, FIB UI, 2015
sekitar kamp Telawang, yang bersikap acuh karena menganggap para perempuan di dalam kamp adalah pelacur, dan kamp Telawang adalah lokalisasi. 22 Sehingga meskipun tinggal tidak terlalu jauh, masyarakat sekitar kamp tidak ada usaha untuk menolong para jugun ianfu. Selain itu, pengucilan juga datang dari kalangan ibu rumah tangga, yang takut keberadan eks-jugun ianfu dapat merusak rumah tangga mereka. Berangkat dari hal tersebut, beberapa jugun ianfu memilih untuk menyembunyikan masa lalunya dan pindah ke daerah lain, agar dapat diterima ditengah masyarakat.23 Seperti yang terjadi pada Aini dan Tjarmah, yang merupakan narasumber dalam penelitian ini. Keduanya merupakan jugun ianfu asal Jawa Barat yang pindah ke Jakarta. Aini dan Tjarmah tercatat dalam daftar korban perang dunia II, sebagai eks-jugun ianfu, dalam daftar yang dibuat oleh Forum Pusat Komunikasi ExHeiho dan Ex-Jugun Ianfu Indonesia. Namun, ketika dikonfimasi pada pihak keluarga, melalui wawancara pada 29 November 2014, terhadap Sumadi, putra pertama dari Tjarmah dan Husni, putra pertama Aini, pihak keluarga mengaku tidak tahu apa itu jugun ianfu dan seperti apa kehidupan masa lalu anggota keluarga mereka tersebut. Sumadi dan Husni mengaku baru tahu tentang jugun ianfu setelah Forum Pusat Komunikasi Ex-Heiho dan ExJugun Ianfu Indonesia mengadakan pendataan pada tahun 2011 lalu. Menanggapi reaksi keluarga korban yang tidak mengetahui tentang masa lalu para eks-jugun ianfu tersebut, Sapardi (53), pengurus Forum Pusat Komunikasi Ex-Heiho dan ExJugun Ianfu Indonesia cabang Jakarta Pusat, yang turut membantu dalam proses wawancara terhadap dua narasumber menyatakan :
Sebagian besar mereka, kalau yang jugun ianfu menganggap kalau masa lalu mereka itu aib. Makanya, bahkan keluarga pun tidak tahu menahu tentang masa lalu Nyak Ini (panggilan akrab Aini). Yang keluarga tahu, mereka itu korban kekerasan Jepang, udah itu aja.24
Dengan menutupi masa lalunya, kedua eks-jugun ianfu tersebut terbebas dari stigmatisasi dari masyarakat sekitar dan tidak mengalami pengucilan sosial. Dampak kehidupan sosial lain adalah kemiskinan. Pasca terbebas dari kamp, kehidupan para eks-jugun ianfu erat kaitannya dengan kemiskinan, seperti yang dialami oleh kedua narasumber dalam penelitian ini, Aini dan Tjarmah. Setelah terbebas dan melarikan diri
22
Ibid., hlm. 132 Ibid., hlm. 151 24 Wawancara dengan Sapardi (61 tahun), Jakarta, 29 November 2014 23
14 Dampak kekalahan..., Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen, FIB UI, 2015
ke Jakarta, Aini bekerja sebagai kuli cuci, sedangkan Tjarmah menjadi penjual kue serabi.25 Melalui pekerjan dengan penghasilan minim tersebut, Aini dan Tjarmah hanya bisa tinggal di kawasan kumuh Jakarta, dan hidup dibawah garis kemiskinan seumur hidupnya. Kemiskinan yang dialami pada eks-jugun ianfu terjadi karena para perempuan Indonesia tersebut diambil secara paksa pada usia sekolah dan usia produktif. Perempuan pada zaman pendudukan dan berdomisili di desa pada dasarnya memang tidak mendapat pendidikan akademis. Namun, ketika diambil pada usia 15 – 25 tahun, dikurung didalam kamp dengan jangka waktu satu sampai tiga tahun, dan tidak memiliki kegiatan selain melayani para serdadu, membuat mereka kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan bekerja mereka. Selain itu, terlalu lama terkurung dan mengalami siksaan fisik membuat mereka kehilangan cita-cita hidup.26 Terlebih janji upah dari Jepang tidak pernah mereka dapatkan, oleh sebab itu, setelah terbebas dari kamp, para eks-jugun ianfu kesulitan untuk mencari pekerjaan dan mengalami kesulitan ekonomi. Dampak-dampak dalam berbagai aspek yang dialami jugun ianfu pasca terbebas dari kamp Telawang, tidak terlepas juga merupakan akibat dari beragam pandangan dan reaksi sosial masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat berpandangan bahwa para eks-jugun ianfu adalah korban perang yang kehilangan hak ekonomi, budaya, dan sosial, sehingga perlu diperjuangkan tuntutan pertanggungjawaban dari bangsa Jepang. Seperti pandangan dari para akademisi dan dari perkumpulan orang-orang yang tergabung dalam Jariangan Advokasi Jugun Ianfu Indonesia (JAJI) dan Forum Pusat Komunikasi Ex-Heiho dan Ex-Jugun Ianfu Indonesia. Sisanya, sebagaian besar masyarakat umum di Indonesia, masih acuh terhadap kasus jugun ianfu karena kurangnya pengetahuan masyarakat. Hal tersebut terjadi akibat dari tiga penyebab. Pertama, kurikulum pendidikan Sejarah di Indonesia belum memuat materi yang cukup tentang jugun ianfu.27 Sehingga pengetahuan generasi muda akan jugun ianfu menjadi kurang. Penyebab kedua adalah akibat dari para eks-jugun Ianfu sendiri yang tidak bercerita banyak tentang masa lalu mereka, bahkan kepada keluarga dan anak cucu mereka, karena mereka mengangap masa lalu mereka adalah aib. Penyebab ketiga adalah kurangnya media ekspose terhadap kasus jugun ianfu itu sendiri. Sampai penelitian ini dibuat, pengetahuan akan jugun ianfu masih terbatas dikalangan aktivis, pemerintah, pelajar, dan sedikit masyarakat umum saja. Kurangnya pengetahuan akan jugun ianfu, berdampak pada sepinya dukungan 25
Wawancara dengan Sumadi dan Husni, Jakarta, 29 November 2014 Budi Hartono, Op., Cit., 146 27 JAJI, Op., Cit.,5 26
15 Dampak kekalahan..., Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen, FIB UI, 2015
dalam negeri terhadap tuntunan pertanggungjawaban Jepang. Padahal dukungan masyarakat yang begitu besar dapat memberi kekuatan politik terhadap tuntutan yang diajukan. 28 Selain itu, luasnya dukungan publik dan berkurangnya pandangan miring terhadap jugun ianfu dapat membuat para eks-jugun ianfu merasa didukung secara moril sehingga membantu mereka mengobati luka masa lalu. Selain tidak terlepas dari beragam pandangan dan reaksi sosial masyarakat Indonesia, dampak-dampak yang telah dipaparkan, khususnya dampak kesulitan ekonomi erat kaitannya dengan minimnya peran pemerintah Indonesia. Pemerintah sebagai
lembaga
resmi
yang
seharusnya melindungi masyarakatnya tidak banyak membantu dalam pemecahan kasus jugun ianfu. Dalam penanganan awal kasus jugun ianfu, Pemerintah Indonesia melalui Wakil Ketua Komisi III DPR RI, SK Effensi S.H, pada tahun 1993, menyatakan bahwa kasus jugun ianfu cukup ditangani oleh pihak swasta saja. 29 Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan pemerintah Korea yang menganggap kasus jugun ianfu adalah masalah serius dan perlu keterlibatan DPR dalam proses penyelesaiannya. Ketidakseriusan pemerintah Indonesia dalam pemecahan kasus jugun ianfu semakin terlihat, ketika pada tahun 2010, Departemen Sosial menganggap permasalahan jugun ianfu sudah selesai dengan diterimanya dana bantuan dari Pemerintah Jepang melalui Asia Women’s Fund (AWF), yaitu suatu lembaga yang didirikan oleh pemerintah Jepang pada tahun 1995 dalam upaya menyelesaikan masalah jugun ianfu. Natalius Pigai, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam wawancara yang dilakukan pada 23 Noveber 2014 menyatakan : “Waktu itu, Mentri Sosial Inten Suweno, menyetujui penerimaan dana kompensasi jugun ianfu tanpa berdiskusi dengan pihak advokad maupun pihak jugun infunya sendiri. Dana sudah turun, dan katanya akan digunakan untuk membangun panti jompo, tapi sampai sekarang belum ada realisasinya. Itu yang sedang kami perjuangkan kembali.”30
Pernyatan tersebut menunjukan bahwa pemerintah Indonesia, selain tidak serius terhadap kasus jugun ianfu, juga turut mengabaikan hak-hak jugun ianfu sebagai warga negara, dengan mengabaikan tuntutan para korban. Kehadiran mereka sebagai korban perang yang perlu mendapat perhatian, dianggap hanya sebagai bagian dari sejarah. Sampai penelitian ini dibuat, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), bersama Jariangan Advokasi Jugun Ianfu Indonesia (JAJI) dan Forum Pusat Komunikasi Ex-Heiho dan Ex-Jugun Ianfu Indonesia 28
Budi Hartono Op., Cit., 181 Ibid., hlm. 183 30 Wawancara dengan Natalius Pigai (39 tahun), Depok, 23 November 2014 29
16 Dampak kekalahan..., Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen, FIB UI, 2015
bersama masih dalam proses memperjuangkan tuntutan para eks-jugun ianfu melalui gerakan ‘menggugat negara indonesia atas pengabaian hak-hak asasi manusia: (pembiaran) jugun ianfu sebagai budak seks militer dan sipil jepang 1942-1945’. Pihak jugun ianfu sendiri menuntut tiga hal dari pemerintah Jepang. 31 Tuntutan pertama adalah permintaan maaf dari pemerintah Jepang. Melalui dua kali sidang Tribunal di Tokyo, dinyatakan bahwa Kaisar Hirohito bersalah, dan harus melakukan permintaan maaf secara terbuka kepada semua jugun ianfu. Namun, Jepang tidak mengakui adanya pengadilan rakyat tersebut, dan tetap belum meminta maaf secara terbuka dari Kaisar, permintaan maaf yang pernah dilakukan hanya diwakilkan, seperti permintaan maaf yang diwakilkan oleh Sekretaris Kabinet Negara, Yohei Kono, pada tahun 1993.32 Tuntutan kedua adalah tuntutan untuk memasukan fakta-fakta tentang jugun ianfu di dalam kurikulum pendidikan sejarah di Indonesia dan Jepang. Tuntutan ini dimaksudkan sebagai upaya pelurusan sejarah, bahwa jugun ianfu tidak sama dengan pelacur, dan upaya pengakuan bahwa jugun ianfu juga merupakan bagian dari sejarah bangsa Indonesia. Tuntutan ketiga adalah tuntutan perbaikan hak-hak dasar sebgai warga negara, yaitu hak restitusi, hak kompensasi, dan terutama hak rehabilitasi.33 Ketiga tuntutan dasar tersebut tidak didengarkan dengan baik oleh pemerintah Indonesia, sehingga kompensasi yang diberikan oleh pemerintah Jepang menjadi tidak tepat sasaran dan masalah jugun ianfu masih belum terselesaikan. PENUTUP Kekalahan demi kekalahan yang dialami Jepang dalam perang dunia II memaksa Jepang untuk melakukan penarikan pasukan Jepang dari Kamp Talawang untuk kebutuhan sumber daya manusia untuk berperang baik sebagai tentara maupun sebagai pilot kamikaze. Hal tersebut tidak hanya memiliki dampak internal pada negara Jepang sendiri. Melainkan menimbulkan juga masalah-masalah berkepanjangan pada daerah jajahannya. Seperti yang terjadi pada perempuan-perempuan di Indonesia yang dipaksa menjadi jugun ianfu. Kekalahan Jepang disatu sisi membawa kebebasan bagi para jugun ianfu dari tempat yang selama ini mengkungkung mereka. Tetapi disisi lain, kebebasan tersebut mendatangkan dampak baru yang berpengaruh secara luas dan berkepanjagan terhadap kehidupan para eksjugun ianfu, seperti dampak-dampak negatif pada fisik, psikis, kehidupan sosial, dan kesulitan ekonomi. Dampak-dampak tersebut masih dirasakan oleh para eks-jugun ianfu hingga diusia
31
JAJI, Op., Cit.,8 Ibid., hlm. 3 33 Ibid., hlm. 6 32
17 Dampak kekalahan..., Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen, FIB UI, 2015
tua mereka, seperti yang terjadi pada Aini dan Tjarmah, dua orang eks-jugun ianfu yang menjadi narasumber dalam penelitian ini. Semua dampak yang dirasakan oleh para eks-jugun ianfu merupakan akibat dari kurangnya pengetahuan masyarakat Indonesia akan jugun ianfu dan juga kurang serius perhatian pemerintah Indonesia dalam menangani kasus jugun ianfu. Sepinya dukungan membuat tuntutan yang diajukan para eks-jugun ianfu kurang memiliki kekuatan politik dalam pengadilan Internasional, sehingga kasus ini pun semakin lama terselesaikan. Bahkan di usia kemerdekaan Indonesia yang menginjak angka 69 tahun,
kasus jugun ianfu belum
menemukan titik akhir, karena sampai saat ini belum dipenuhi tiga tuntutan inti para eks-jugun ianfu.
DAFTAR ACUAN Auwjong, Peng Koen ; editor, R.B. Sugiantoro, 2001. Perang pasifik, Jakarta, Kompas Gramedia. Hartono, A. Budi, Juliantoro, Dadang, 1997, Derita Paksa Perempuan: Kisah Jugun Ianfu pada Masa Pendudukan Jepang, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan. Hick, George L., 1995, The Comfort Woman: Sex Slaves of the Japanese Imperial Force, New South Wales, Yenbooks. Jaringan Advokasi Jugun Ianfu Indonesia (JAJI), 2010, Menggugat Negara Indonesia Atas Pengabaian Hak-hak Asasi Indonesia: (Pembiaran) Jugun Ianfu sebagai Budak Seks Militer dan Sipil Jepang 1942 – 1945, Jakarta, KOMNASHAM Reischauer, Edwin O., 1983, JAPAN Past and Present Third Edition, Revised, Tokyo, Kodansha. Reischauer, Edwin O., 1970, JAPAN The Story of a Nation, Revised, Tokyo, Kodansha. Surajaya, I Ketut. 1996. Pengantar Sejarah Jepang I: Depok : Universitas Indonesia
Wawancara dengan Aini (91 tahun), eks-jugun ianfu, Jakarta, 29 November 2014. Proses wawancara dibantu oleh Husni, Putra Pertama Aini. Wawancara dengan Sapardi (61 tahun), Pengurus Forum Pusat Komunikasi Ex-Heiho dan Ex-Jugun Ianfu Indonesia cabang Jakarta Pusat. Wawancara dengan Tjarmah (80 tahun), eks-jugun ianfu, Jakarta, 29 November 2014. Proses wawancara dibantu oleh Sumadi, putra pertama Tjarmah.
18 Dampak kekalahan..., Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen, FIB UI, 2015
Wawancara dengan Natalius Pigai (39 tahun), Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Depok, 23 November 2014
Aizawa, Kiyoshi, The Shock of the First World War: Japan and Total War, (online) diakses 23 November 2014 (http://www.nids.go.jp/english/event/symposium/pdf/1999/sympo_e1999_2.pdf) 林史郎, 従軍慰安婦問題の歴史的研究, (online) diakses 15 Oktober 2014 (http://wwwhou1.meijou.ac.jp/housei2/semi/soturon/2001soturon/individual/pdf/%E6%9E%971.pdf)
Perang Jaman Dulu: Pertempuran Midway, (online) diakses pada 19 Desember 2014 (http://www.asonk.com/catatan/catatan-08.htm)
19 Dampak kekalahan..., Maria Cherry Rondang Cattleya Ndoen, FIB UI, 2015