BUDAYA KONTEKS TINGGI: STUDI KASUS BUDAYA INDONESIA DAN CHINA Meli Universitas Sun Yat-Sen, Guangzhou, Provinsi Guangdong, China Pos-el:
[email protected] Abstrak Diberlakukannya pasar bebas menyebabkan peran komunikasi lintas-budaya sangat penting. Dunia sebagai pasar global membuat transaksi perekonomian menjadi tanpa batas ruang dan waktu. Untuk itu dibutuhkan keterampilan komunikasi lintas-budaya yang efektif untuk dapat berhasil dalam persaingan global. Perbedaan budaya memberikan tantangan yang unik dan sering mengakibatkan kesalahpahaman. Komunikasi lintas-budaya ini penting karena dalam interaksi sosial sehari-hari, paparan budaya yang berbeda tidak bisa dihindari. Di dalam komunikasi biasa antara dua orang, adalah 35% komponen verbal, sedangkan 65% terjadi secara non-verbal (Ray L. Birdwhistell, 1969) 1). Negara Indonesia dan China termasuk negara yang berbudaya konteks tinggi, namun masih saja ada beberapa faktor budaya di antara keduanya yang berbeda, yang juga menjadi ciri khas masingmasing. Dalam artikel ini akan dijelaskan beberapa budaya khas, khususnya yang berkaitan dengan komunikasi lintas budaya di antara keduanya yang memiliki persamaan ataupun perbedaan, baik verbal maupun non-verbal. Kata kunci: budaya konteks tinggi, China, Indonesia, komunikasi, lintas-budaya.
Abstract Enactment of the free market lead role of cross-cultural communication is very important. The world as a global market makes economic transactions become infinite space and time. That requires crosscultural communication skills effective to be able to succeed in global competition. Cultural differences present unique challenges and often lead to misunderstandings. Cross-cultural communication is important because in everyday social interaction, exposure to different cultures can not be avoided. In the normal communication between two people, the verbal component is 35%, while 65% occurred in non-verbal (Ray L. Birdwhistell, 1969) 1). Indonesia and China is State, including the cultural context of the high country, but still there are some cultural factors between the two are different, which is also a characteristic of each. In this article will explain some typical culture, particularly with regard to cross-cultural communication between the two which have similarities or differences, both verbal and non-verbal.
Keywords: high-context culture, China, Indonesia, communication, cross-cultural. PENDAHULUAN Kerja sama di berbagai bidang antara negara Indonesia dan China makin hari makin erat. Dalam hal penanaman modal asing, nilai investasi negara China di Indonesia semakin meningkat, pada tahun 2011 bernilai 128,2 juta dolar AS, tahun 2012 bernilai 141 juta dolar AS dan pada triwulan pertama tahun 2013 bernilai 60, 2 juta dolar AS.1 Dalam bidang pendidikan, kian banyak orang Indonesia yang ingin belajar bahasa Mandarin (lihat pertumbuhan jumlah pelajar Indonesia yang menempuh pendidikan pada tabel 1) dan 1
Sumber: http://www.kemendag.go.id/ko/news/2013/05/03/-nilai-perdagangan-ri-china-ditargetkan-usd80-miliar, diakses 16 Juni 2013. 129|
sebaliknya makin banyak orang China ingin mempelajari bahasa Indonesia. Dalam hubungan interaksi tersebut akan terjadi proses komunikasi baik verbal maupun non-verbal. Untuk dapat memahami lawan bicara, ada baiknya kita juga mempelajari budaya dari lawan bicara kita. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi atau menghindari kesalahpahaman. Tahun
Jumlah
Peringkat negara 2010 9.539 7 2011 10.957 7 2012 13.144 6 Tabel 1: Jumlah pertumbuhan pelajar Indonesia di China Tahun 2010-20122 Yang dimaksud dengan k orang China dalam tulisan di sini adalah orang China asli yang lahir dan dibesarkan di negara China, yang sebagian besar penduduknya bersuku bangsa Han. Yang dimaksud dengan kebudayaan China adalah kebudayaan China yang kebudayaannya juga terus berkembang sejalan waktu dan karena politik pintu terbukanya telah membuat sebagian kecil dari kebudayaannya mengadopsi budaya asing terutama dari barat. (tidak termasuk orang dan kebudayaan China peranakan yang sudah mengasimilisasi kebudayaan lokal Indonesia). PEMBAHASAN Budaya "Budaya" dalam bahasa inggris “culture” berasal dari kata Latin “cultura”, yang dalam arti luasnya adalah aktivitas interaksi manusia. Untuk mempelajari komunikasi lintas-budaya kita harus mempelajari pengetahuan tentang budaya, lalu menggunakannya untuk menafsirkan pengalaman perilaku sosial yang terjadi dalam masyarakat. Pengetahuan ini berbentuk nilai, perilaku yang tercipta serta pengaruh bersikap. Kebanyakan sarjana setuju dengan karakteristik budaya yang disimpulkan oleh Richard M Hodgetts dan Fred Luthans di bawah ini3: 1. Pelajaran. Budaya tidak diwariskan secara fisiologis, didapatkan dari proses belajar dan pengalaman. 2. Berbagi. Manusia adalah bagian dari suatu kelompok, organisasi atau komunitas, bukan individu tunggal tertentu. 3. Akumulasi lintas-budaya, dari generasi ke generasi. 2
Sumber : China Association for International Education (CAFSA). http://www.cafsa.org.cn, diakses 16 Juni 2013. Hodgetts Richard M , Fred Luthans, " International Management: Culture Strategy and Behavior ", New York: Mc. Graw Hill, 2003- 5th ed, hal:108. 130| 3
4. Simbolis. Dasar dari budaya adalah kemampuan manusia menggunakan simbol atau sesuatu mewakili hal lainnya. 5. Ada pola. Berstruktur dan terpadu: perubahan pada satu bagian akan membawa perubahan lainnya. 6. Adaptif. Budaya didasarkan pada kemampuan manusia untuk mengubah atau menyesuaikan diri, tidak seperti proses adaptif hewan yang didorong sifat genetiknya. Pola budaya Pola budaya atau orientasi budaya pertama kali diperkenalkan Ruth Bennedict (1934), ia mencatat bahwa budaya ditampilkan sesuai dengan cara hidup manusia, melalui identitas budaya yang unik. Dia mengatakan bahwa sekelompok orang akan menciptakan konfigurasi khusus dari budaya mereka dan membuat atribut budaya yang unik. Pola budaya tidak bisa dilihat atau dialami, karena termasuk didalamnya adalah pikiran, gagasan, dan bahkan filsafat kebijaksanaan manusia. Pola budaya biasanya terbentuk dari nilai-nilai, keyakinan atau kepercayaan dan norma (aturan). Ada enam dasar perbedaan budaya menurut DuPraw (2001)4, yaitu: 1. corak komunikasi yang berbeda; 2. sikap yang berbeda terhadap konflik; 3. pendekatan yang berbeda dalam menyempurnakan tugas; 4. corak pengambilan keputusan yang berbeda; 5. sikap yang berbeda dalam menyingkap sesuatu; 6. pendekatan yang berbeda dalam mengetahui sesuatu. Keragaman budaya Ada banyak perbedaan budaya pada komunikasi budaya. Mungkin yang paling penting adalah budaya mempengaruhi pemikiran dan perilaku masyarakat. Berikut adalah beberapa contoh cara berjabat tangan di beberapa negara (Richard M Hodgetts dan Fred Luthans, hlm. 109) Amerika Serikat Asia
Inggris
kuat lembut (bagi sebagian orang, jabat tangan bukan kebiasaan yang akrab dan nyaman, pengecualian adalah negara Korea Selatan, yang biasanya memiliki jabat tangan erat) lembut
4
Liliweri, Alo, Prasangka & konflik: Komunikasi Lintas sektor masyarakat multikultur "prasangka dan konflik: masyarakat multi-budaya, komunikasi antar budaya", Yogyakarta: PT LKIS Pelangi Aksara penerbitan, 2005. Hal:376. 131|
Perancis
ringan dan cepat (tetapi tidak untuk atasan mereka), diulang pada saat kedatangan dan keberangkatan Jerman cepat dan tegas, diulang pada saat kedatangan dan keberangkatan. Amerika latin sedang; sering diulang Timur Tengah lembut; sering diulang Sekarang kita bandingkan salah satu dimensi dalam orientasi hubungan budaya “Trompenaars” yang membedakan budaya Indonesia dan China di bawah ini5: Gambar 1
Dalam dimensi budaya hubungan netral dan emosional, dipetakan bahwa orang China mempunyai orientasi yang emosional sedangkan orang Indonesia berorientasi netral. Orang yang berorientasi budaya emosional akan mengekpresikan emosinya secara terbuka dan alami, misal apabila sukses akan banyak tersenyum, berbicara keras ketika bersemangat. Seperti yang dikemukan Bo Yang (Allen & Unwin, 1992, hlm. 44-45), orang-orang China emosional, terlalu subyektif dan sering terpengaruh oleh suasana hati mereka. Orang China membuat penilaian hanya berdasarkan kesan dan pengalaman mereka sendiri. Walaupun China adalah negara besar, tapi masih banyak orang-orang China berpikiran sempit Ketika orang yang berasal dari negara berlatar belakang budaya emosional berhubungan dengan budaya netral, maka orang yang berbudaya emosional harus menyadari bahwa kurangnya ekspresi dari orang berbudaya netral tidak berarti bahwa mereka tidak tertarik atau bosan, sebaliknya yang berbudaya netral harus mencoba untuk dapat menanggapi lebih hangat ekspresi emosional dari rekan berbudaya emosional. Contoh kasus ketika di negara China dalam beberapa tahun ini mencuat kasus perebutan hak atas Pulau Diaoyu dengan Jepang, seluruh masyarakat China menunjukkan emosinya dengan sikap antipati terhadap orang Jepang, bahkan di beberapa kota terjadi penolakan dan pemukulan terhadap orang Jepang. kebencian orang China terhadap orang Jepang dipicu pula dengan peristiwa sejarah di masa lalu, di mana pada masa pendudukan Jepang tahun 1940-an terjadi pembantaian terhadap orang China. Sebaliknya jika hal ini terjadi di Indonesia,
5
Hodgetts Richard M , Fred Luthans, " International Management: Culture Strategy and Behavior ", Mc. Graw Hill, 2003- 5th ed, hal:126,128,132. 132|
meskipun sebagian kecil masih terlibat konflik (missal dengan negara Malaysia), akan tetapi sebagian besar masih memegang prinsip “diam adalah emas”. Komunikasi Komunikasi adalah salah satu disiplin ilmu tertua, baru berkembang akhir-akhir ini. Orang Yunani Kuno menempatkan teori dan praktek komunikasi sebagai sesuatu yang evaluatif. Sedangkan sekarang, arti komunikasi sudah bercampur aduk menjadi sesuatu yang aktif, berkaitan dengan ilmu sosial, seni bebas dan karir. Sesuai dengan ilmu etimologi, kata komunikasi berasal dari bahasa latin “communicatus, communis” yang berarti 'berbagi' atau 'menjadi milik umum' yang berarti, tujuan komunikasi adalah kesatuan dan kesamaan. Terminologi untuk mengekspresikan komunikasi mengacu pada seseorang yang menyampaikan informasi kepada orang lain dalam suatu proses. Jadi dalam pengertian ini, komunikasi melibatkan manusia. Menurut Ruben dan Steward (1998, hlm. 16) interpretasi komunikasi interpersonal adalah "proses yang melibatkan individu-individu baik secara pribadi, dalam kelompok, organisasi, dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dan pembentukan informasi dalam rangka beradaptasi satu sama lain." Untuk memahami makna komunikasi, sarjana komunikasi sering mengutip paradigma Harold Lasswell (1948). Dalam karyanya "The structure and function of communication in society". Lasswell mengatakan, proses komunikasi sederhana adalah komunikator membuat pesan, dan melalui media, komunikan menerima pesan tersebut yang kemudian menyebabkan efek tertentu. Perkembangan teknologi informasi dan navigasi turut mendorong kemajuan pasar global modern. Zaman sekarang manusia dimungkinkan untuk melakukan segalanya tanpa batas ruang antar negara dengan cepat dan efisien. Dunia telah menjadi pasar global dengan berbagai budaya yang berbeda, Namun, budaya yang berbeda biasanya dapat menjadi penghalang. Sehingga pada era globalisasi ini, keterampilan dan pemahaman komunikasi lintas-budaya sangat penting. Komunikasi lintas-budaya adalah proses komunikasi antara manusia dalam budaya yang berbeda (baik ras, etnis, atau sosial ekonomi), SEPINTAS MENGENAI BUDAYA KONTEKS TINGKAT TINGGI DAN RENDAH HCC DAN LCC Antropolog Edward T. Hall (1976) mengusulkan sebuah teori tentang budaya konteks tinggi dan rendah. Teori ini membantu kita untuk lebih memahami pengaruh kuat dari budaya terhadap komunikasi. Menurut cara orang berkomunikasi, Hall telah membaginya menjadi budaya konteks tinggi dan budaya konteks rendah. Budaya konteks tinggi (HCC ) memiliki 133|
tingkat kesulitan yang lebih tinggi dalam menyampaikan pesan, termasuk di dalamnya adalah kebanyakan negara di Timur Tengah, Asia, Afrika, dan beberapa negara Amerika Selatan. Pada budaya konteks tinggi pesan-pesan nonverbal memainkan peranan yang penting dan kebanyakan makna sebuah pesan diinternalisasi oleh pendengar atau tergantung pada konteks. Budaya ini menganggap penting ketidaklangsungan dalam pembicaraan karena pendengar diharapkan untuk lebih tidak memerhatikan kode eksplisit dibandingkan makna yang dipahami melalui petunjuk nonverbal dan konteks. Sebaliknya, budaya konteks rendah, termasuk didalamnya sebagian besar negara-negara di Amerika Utara dan Eropa Barat, makna ditemukan dalam kode atau pesan yang eksplisit. Berbicara secara langsung dan apa adanya dianggap bernilai. Pendengar diharapkan memahami makna berdasarkan hanya pada kata-kata yang digunakan pembicara. Berikut ini adalah perbedaan latar belakang budaya yang mendasari budaya konteks tinggi dan rendah: a. Struktur masyarakat Budaya tinggi cenderung berstruktur feodal tinggi, budaya rendah mempunyai hubungan yang lebih intim dan kesetaraan. b. Penyampaian informasi Budaya tinggi biasanya menggunakan ekspresi non-verbal, seperti alegori dan metafora, memutar gaya bahasa sering tidak pada tujuannya langsung, tidak jelas. Gaya komunikasi konteks tinggi mencerminkan hirarki sosial dan gaya hidup. Berbicara yang sopan dianjurkan untuk menjaga keharmonisan masyarakat. dibandingkan budaya konteks rendah, orang dari konteks budaya tinggi jarang berbicara, seperti pepatah filsuf China Laozi ”zhizhe bu yan, yanzhe bu zhi”6 yang artinya kurang lebih adalah orang yang bijaksana tidak akan sembarangan berbicara, karena orang yang sembarangan bicara adalah orang yang tidak berwawasan. Orang-orang dari budaya konteks rendah menggunakan nilai logika, fakta, benar-benar jelas, pasti, dan hubungan kausal yang langsung sehingga mudah dimengerti, tidak menggunakan kondisi yang kompleks dan sulit dimengerti. Informasi yang disampaikan secara garis besar sudah cukup. Diam dipandang sebagai hal yang negatif, dan harus dihindari. c. Membangun hubungan antar personal Budaya tinggi bersandar pada aspek hubungan, kolektivisme, intuitif dan kontemplasi. Orang dalam budaya konteks tinggi diatur oleh intuisi dan perasaan. Kata-kata dianggap tidak begitu penting sebagai konteks, yang termasuk didalamnya adalah nada bicara, ekspresi
6
Sumber: Kitab Dao De, Bab 56 (道德经,第五十六章:知者不言,言者不知) 134|
wajah, gerak tubuh, postur tubuh bahkan sejarah dan status keluarga. Bahasa yang beretorika dan rendah hati serta sering meminta maaf adalah tipe orang dari budaya ini. Ini berarti bahwa orang dalam budaya ini menekankan hubungan interpersonal. Mengembangkan kepercayaan merupakan langkah penting yang pertama dalam setiap komunikasi dan hubungan. Budaya konteks rendah lebih logis, linier, individualis, dan berorientasi pada tindakan. d. Masalah legal dan etika yang berbeda Budaya tinggi lebih menitikberatkan perhatian pada perjanjian lisan, sedangkan budaya rendah pada kesepakatan tertulis. Dalam budaya konteks tinggi orang dinyatakan bersalah sejak dari penangkapan oleh polisi sampai proses di pengadilan, sementara dalam budaya rendah sebelum hakim di pengadilan menyatakan bersalah maka status hukum orang tersebut tidak diumumkan. e. Perbedaan dalam aspek-aspek sosial Berdasarkan aspek sosial, dibagi menjadi empat bagian, yaitu: konsep materi, peran dan status, kesopanan, serta konsep waktu, seperti di bawah ini: a) Konsep materi. Budaya konteks tinggi: mendapat pekerjaan lebih penting daripada bekerja secara efektif. Budaya konteks rendah: berorientasi tujuan, materi berasal dari kemampuan individu. b) Karakter dan status Pada budaya konteks tinggi, menyapa atasan atau orang yang berkedudukan lebih tinggi harus dengan hormat. Status sosial sangat penting, bahkan dalam hubungan di dalam dan di luar pekerjaan. Hubungan antara atasan dan bawahan harus jelas, sering kali ada jarak. Pada budaya konteks rendah, menyapa atasan tidak perlu dengan hormat, hubungan antara atasan dan bawahan terbuka, tidak ada perbedaan. Di luar jam kerja, atasan dan bawahan tidak membawa status pekerjaan mereka, bahkan bisa menjadi teman baik. c) Kesopanan Budaya konteks tinggi, mengirim hadiah kepada istri teman dianggap tidak pantas, tidak sopan, apalagi bila mencium istri teman, akan dianggap sebagai hal yang buruk. Budaya konteks rendah, hadiah kepada istri teman dianggap normal, beradab. mencium istri teman dianggap sebagai ekspresi dari semangat dan persahabatan, adalah sesuatu yang wajar dan normal. d) Konsep waktu Budaya konteks tinggi, sering tidak memandang pentingnya waktu, sehingga terlambat adalah hal yang biasa.
135|
Budaya konteks rendah, waktu direncanakan sedemikian rupa agar bekerja secara efektif. Waktu adalah hal yang sangat berharga. KOMUNIKASI LINTAS-BUDAYA ANTARA INDONESIA DAN CHINA Berdasarkan uraian di atas, maka sangatlah jelas bahwa konteks budaya Indonesia dan China termasuk dalam negara yang berbudaya konteks tinggi, ada banyak komunikasi nonverbal menjadi karakteristik kedua negara ini. Selain itu, ada efek yang berbeda pada budaya dan kebiasaan masing-masing negara. Kita diharapkan menyadari kesamaan dan perbedaan budaya dan adat istiadat dari kedua negara, sehingga hubungan komunikasi budaya antara keduanya tidak akan menyebabkan benturan-benturan. Berikut ini akan dibahas beberapa persamaan dan perbedaan tersebut: a. Hubungan antara manusia Ada banyak persamaan dalam aspek hubungan antar manusia dalam kebudayaan China dan Indonesia. Ajaran Konfusiusme atau konghucu berasal dari Cina, adalah Konfusius (551479 SM) yang menyebarkannya. Konfusius mengajarkan sistem moral dan etika dalam membangun hubungan yang ideal dengan keluarga dan negara. Sifat hubungan adalah hubungan antara: a. b. c. d. e.
orang tua dan anak; yang tua dan yang muda; suami dan istri; teman; pemerintah dan warga. Ajaran Konghucu berfokus pada kesetiaan kepada raja dan negara, moral dan berbakti
kepada orang tua. Selain itu, menekankan pada perilaku apa yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti pembentukan masyarakat dan bagaimana metode pendidikan yang baik. Indonesia adalah negara yang bersahabat. Masyarakat Indonesia (pernah mendapatkan ajaran Budha dan Hindu kuno) bertutur kata lembut dan berbicara dengan sopan. Dalam nilai-nilai tata kontrol ada banyak kesamaan, status manusia berdasarkan usia, status/kelas sosial, dengan kata lain hubungan komunikasi manusia adalah vertikal. Selain itu masyarakat Konghucu China dan tradisi budaya Indonesia sangat menganggap penting keluarga. Meskipun dalam kondisi yang sulit, mereka tidak akan lupa berbakti pada orang tua. Ada ungkapan bahasa Jawa yang mengatakan: mangan ora mangan ngumpul, yang berarti bahwa beban kebahagiaan dan kesulitan ditanggung bersama-sama. Intinya di sini adalah kebersamaan untuk menghadapi semua masalah kehidupan.
136|
Dalam hubungan pertemanan juga ada kesamaan, orang China dan Indonesia memandang hubungan pertemanan lebih tinggi daripada negara-negara barat, ada pepatah mengatakan “Di rumah Anda bersandar pada orang tua, dalam masyarakat Anda bersandar pada teman-teman” Selain itu ada kesamaan dalam hal cara pandang terhadap posisi perempuan. Dalam masyarakat Konfusius China, istri atau perempuan masih dianggap orang luar. Di Indonesia juga, peran istri berada setelah teman. Dalam pekerjaan, masih banyak perusahaan yang lebih mementingkan mencari pegawai pria daripada perempuan. Dalam hal keturunan juga demikian, banyak pasangan lebih menginginkan anak laki-laki daripada perempuan. Perbedaannya, hal ini di China diperburuk lagi dengan kebijakan satu anak dari pemerintah. Hal ini menimbulkan banyaknya praktek aborsi. Mengetahui dan memberitahukan jenis kelamin janin yang dikandung adalah hal yang ilegal dan melanggar hukum di China. Ada perbedaan dalam membangun hubungan pertemanan yang baru. seperti yang dikatakan Bo Yang (Allen & Unwin, 1992, hlm. 55), orang-orang China bersikap cemas, mudah terpancing emosi, dan paranoid bahwa orang lain akan mengambil keuntungan dari mereka. Hal ini membuat orang-orang China terlalu berhati-hati, defensive, dan waspada terhadap orang lain. Berbeda dengan orang Indonesia yang bersifat terbuka terhadap orang baru. b. Etiket di tempat umum Dalam hal ini, ada banyak perbedaan di antara keduanya. Di Indonesia, meludah di depan umum, kentut, bahkan menguap adalah perilaku yang dinilai tidak tepat dan tidak sopan. Di China hal ini dianggap biasa dan pemandangan ini sering terlihat. Ada fenomena di China, jika ada pria dan wanita dewasa saling memegang tangan, berpelukan bahkan berciuman, itu adalah wajar dan normal. Di Indonesia, sepasang kekasih yang berangkulan atau berciuman di tempat umum akan dianggap masyarakat tidak sopan, bertentangan dengan aturan umum. Di China, di banyak tempat ramai saling mendorong biasa terjadi. Namun, jika ini terjadi di Indonesia, bisa menyebabkan kerusuhan. Orang China terkenal paling berisik sedunia, adakalanya kita berpikir mereka sedang bertengkar. Orang China berbicara dengan keras termasuk di tempat umum, hal ini dikarenakan orang China secara alami merasa tidak aman, sehingga berprinsip makin keras berbicara menunjukkan eksistensi dan kebenaran. Berbeda halnya dengan orang Batak Indonesia, orang Batak berbicara keras dikarenakan sejarah faktor geografi tempat tinggalnya di daerah pegunungan dan perumahan yang jauh satu sama lainnya, mengharuskan mereka berbicara keras supaya terdengar, dan ini menjadi kebiasaan sampai sekarang. 137|
c. Cara makan Pada umumnya, cara makan di keluarga Indonesia dan China dapat dikatakan hampir sama. Saat makan, kita tidak boleh terlalu banyak bercakap-cakap, saat mengunyah tidak mengeluarkan suara, berusaha untuk tidak membuat makanan di piring atau mangkuk menjadi berantakan. Di China, setiap orang menggunakan sumpit untuk makan, bisa menggunakan sumpit mereka sendiri untuk mengambil lauk pauk ke piring makannya. Setelah selesai makan, sendok dan sumpit ditaruh rapi di sisi mangkuk, jika sendok dan sumpit masih pada mangkuk nasi atau sup, maka dianggap belum selesai. Orang Cina tidak akan mengubur sumpit atau sendok ke dalam nasi, karena hal ini seperti memberikan hidangan kepada orang mati (dalam keluarga Tionghoa Indonesia yang masih memasang dan menyembayangi leluhurnya, kita dapat melihat adanya hidangan yang ditusukkan dupa). Jika tamu melakukan hal ini maka akan dianggap tidak menghormati tuan rumah. Di Indonesia, cara makan ada dua, pertama menggunakan sendok dan garpu, kedua menggunakan tangan. Di Indonesia, orang menggunakan sendok untuk makan, di setiap piring hidangan akan tersedia sendok khusus untuk mengambil hidangan ke piring makan, kurang lebih sama dengan aturan makan kebiasaan negara barat, akan tetapi bila sudah selesai makan, sendok dan garpu diletakkan terbalik menyilang di piring. Kebiasaan undangan makan di China, pengundang akan datang dan duduk terlebih dahulu untuk menunggu. Tamu penting akan dipersilakan duduk di tempat yang menghadap pintu masuk. Tuan rumah biasanya akan mempersilakan tamu untuk memulai, seringkali pengundang atau orang yang kedudukannya lebih rendah mengambilkan makanan untuk tamunya. Di Indonesia, ada kebiasaan istri melayani suaminya sewaktu makan, seperti mengambilkan nasi dan lauk. Jamuan makan diselingi acara bincang-bincang sehingga biasanya memakan waktu yang sangat lama. Saling mengundang makan sering dilakukan, sebagai bentuk untuk mempererat persahabatan bahkan hubungan kerja. Tuan rumah berusaha semaksimalnya menjamu dan menemani tamu makan. Makanan yang disediakan selalu berlebih, misal jumlah tamu lima orang, maka tuan rumah akan menyediakan enam macam masakan ditambah sejenis sup (sebagai pembuka atau penutup). Walaupun tuan rumah sudah merasa kenyang, tapi akan tetap menemani bersantap dan tidak akan menaruh sumpitnya terlebih dahulu. Bila jamuan berakhir maka sebaiknya salah seorang tamu mengakhirinya dengan mengangkat gelas minuman dan mengajak bersama-sama semua
138|
yang hadir untuk bersulang sambil mengucapkan sepatah dua kata ucapan terima kasih atau harapan. d. Undangan bertamu Di China, jika orang diundang untuk mengunjungi rumah seseorang, maka orang tersebut akan membawa bingkisan untuk dihadiahkan kepada tuan rumah, dan pada akhir kunjungan tuan rumah juga akan memberikan sesuatu sebagai jawaban atas hadiah tersebut. Di Indonesia, para tamu tidak ada keharusan membawa bingkisan, kalaupun membawa, tuan rumah tidak perlu untuk memberi bingkisan balasan. Lain halnya, Ketika pesta ulang tahun atau pernikahan ada kebiasaan pada orang Indonesia untuk memberikan kenang-kenangan atau souvenir. Ketika bertamu, orang Indonesia memiliki kebiasaan melepas alas kaki, terutama jika Anda mengunjungi rumah yang terlihat sangat bersih, melepas alas sepatu berarti kita menghormati perjuangan tuan rumah membuat rumahnya bersih. Di China, pemilik akan memberikan alas kaki khusus untuk digunakan di dalam rumah, sehingga kaki tidak kotor. e. Kebiasaan dengan orang yang kedudukannya lebih tua atau lebih tinggi Hubungan kekeluargaan di antara rakyat Indonesia dan China memiliki konsep yang sama, hubungan vertikal. Dalam hubungan kakak beradik, yang muda harus memanggil yang lebih tua dengan sebutan kak, mas, mbak, kang, atau jie, ge7. Selain itu, saudara kembar mempunyai kedudukan yang tidak sama, yang lahir pertama adalah kakak, mempunyai status yang lebih tinggi daripada adik. Hubungan orang-orang dalam masyarakat dipandang sebagai hubungan keluarga. Kita bisa melihat bahwa orang akan dipanggil kak, dik, kakek, nenek, paman, bibi, atau yeye, popo, shushu, a yi8. Baik orang Indonesia maupun orang-orang China sangat menghormati orang tua atau orang yang kedudukannya lebih tinggi. Kita tidak bisa bicara sambil menatap langsung mata orang tua kita, karena hal tersebut tidak sopan, dianggap sebagai suatu perlawanan atau tantangan. Ketika kita ingin memberikan orang yang dituakan sesuatu atau hadiah, kita harus menggunakan kedua tangan kita. Di China, dalam hal menjabat tangan, orang-orang muda harus menunggu dulu undangan jabat tangan dari orang yang lebih tua atau yang berkedudukan lebih tinggi. Sementara di Indonesia, yang jauh lebih muda menjulurkan tangan terlebih dahulu. Kemudian, ketika orang-orang Indonesia berjalan mendahului orang yang
7 8
jie (Bahasa Mandarin): panggilan untuk yang dianggap sebagai kakak perempuan, ge: kakak laki-laki. yeye (Bahasa Mandarin): kakek, popo: nenek , shushu: paman, a yi: bibi 139|
lebih tua maka biasanya orang yang lebih muda akan mengungkapkan rasa hormat tersebut dengan membungkukkan badan. f. Kebiasaaan dalam perilaku non-verbal 1) mengungkapkan perasaan Ada kesamaan dalam pendekatan hubungan sosial orang Indonesia dan China, orang akan berpura-pura menyukai hal-hal yang sebenarnya tidak disukainya. Dalam menanggapi pembicaraan, orang Indonesia dan orang China sering mengatakan "ya" atau “’em”, namun itu tidak selalu berarti persetujuan, tetapi hanya mengacu pada "Saya mengerti situasi Anda, saya mengerti apa yang Anda katakan, silakan lanjutkan ..." . Dalam hal pola atau cara bepikir dan bercerita, terdapat perbedaan antara orang Indonesia dan orang China. Orang Indonesia dalam bercerita atau menjelaskan sesuatu hal cenderung menyukai beranjak dari hal-hal yang kecil berlanjut ke hal-hal yang lebih luas dan umum, berawal dari masalah individu masing-masing kemudian berkembang pada isu-isu negara dan nasional. Namun, orang-orang China tidak sama, kebalikannya yaitu dari hal-hal yang umum menuju ke hal-hal yang khusus. Hal ini dapat terlihat pula dari kebiasaaan orang di kedua negara ini dalam menuliskan alamat. Orang China menulis alamat, didahului nama negara, provinsi, kabupaten/kota, nama jalan, nomor rumah, namun, di Indonesia, kita akan menulis terlebih dahulu nama jalan, nomor rumah, kota, provinsi dan nama negara. Kita mengakui bahwa warna merah mempunyai arti kekuasaan dan keberanian, tapi bagi orang China selain arti di atas, warna merah mempunyai makna kehangatan, keuletan, kekuatan, keberuntungan, cinta dan sebagainya. Untuk ini dalam berbagai acara formal maupun non formal orang China suka menggunakan warna tersebut, contoh dalam acara seminar atau jamuan pernikahan, orang China akan menaplaki meja dengan warna merah, dalam menyambut tamu, akan dipasang banner/spanduk dengan warna dasar merah. Penyambut tamu menggunakan baju nasional qipao yang berwarna merah juga. Bagi orang China nama keluarga atau marga menjadi lebih penting, ini dapat terlihat dari penulisan nama lengkapnya, diawali dengan nama marga, lalu nama khusus. Sedangkan bagi kebanyakan orang Indonesa nama khusus lebih dikedepankan, dan ada kalanya hanya mencantumkan nama saja sudah cukup, nama khusus ini bisa terdiri dari satu kata, dua bahkan lebih dari tiga. Ketika pertama kali bertemu, orang China akan bertanya: Nin gui xing? Mingzi zenme chenghu? (Marga Anda apa? Bagaimana cara saya memanggil Anda?) Biasanya kita cukup mengetahui nama marga dari lawan bicara kita lalu menambahkan kata
140|
panggilan internasional Mr./Mrs. atau panggilan pak/ibu, misal Mr. Li, Pak Wang dan lainlain. Masih ada kaitannya dengan nama, yaitu tanda tangan. Di Indonesia, hal resmi terutama yang berkaitan dengan masalah bisnis dan hukum, tanda tangan mempunyai kekuatan hukum untuk digunakan. Tanda tangan ini harus sama. Banyak orang yang membuat tanda tangan berasal dari akronim nama mereka atau menggunakan gaya penulisan yang unik dan dapat membedakannya dengan kepunyaan orang lain. Tanda tangan ini juga tercantum dalam paspor. Namun, setelah tiba di China, tanda tangan ini tidak penting. Di China tanda tangan tidak memiliki kekuatan formal, kita hanya perlu menuliskan nama lengkap kita. Jika ingin lebih mempunyai kekuatan hukum, orang-orang China yang berbisnis biasanya mempunyai stempel nama. Dalam bertegur sapa, orang china mempunyai kebiasaan ketika bertemu akan bertanya chifan le ma? (Sudah makan?) Ini bukan berarti mereka ingin tahu kegiatan Anda atau meremehkan keadaan ekonomi lawan bicara. Negara China sejak dulu merupakan negara agrikultur,
namun
sering
tertimpa
bencana
dan
masalah
panen
sulit
terjamin
berkesinambungan. Oleh karena itu, sejak dulu masalah “perut” bagi orang China merupakan masalah besar sehingga bila bertegur sapa, masalah “perut” ini menjadi hal penting untuk ditanyakan, ini berarti menunjukkan perhatian. Sedangkan kebanyakan orang Indonesia khususnya kaum muslim mengadopsi kebudayaan Arab. Padang pasir yang sulit air sebagai tempat tinggal orang Arab, serta keluarga dan suku menjadi hal yang utama, namun sering terjadi perang untuk memperebutkan sumber air tersebut. Jadi yang menjadi perhatian adalah lingkungan yang aman dan damai. Oleh karena itu, kita sering mendengar kalimat sapaan Assalam mualaikum salam damai dan dijawab wa’alaykum salam damai besertamu juga. b) dalam bentuk perilaku non-verbal menggunakan tangan Perilaku nonverbal orang Indonesia dan China memiliki persamaan dan perbedaan adalah sebagai berikut: 1) Di Indonesia dan di China, jari jempol yang menunjuk ke atas berarti 'baik' atau 'sudah terlaksana' dan jempol yang menunjuk ke bawah, bila di China berarti 'menuju ke bawah' atau ‘ada di bawah’ sedangkan di Indonesia berarti “gagal”. 2) Di Indonesia dan China dalam penggunaan jari tengah berkonotasi seksual dan hal yang tabu. 3) Di Indonesia penggunaan tangan kiri dalam segala hal berkonotasi tidak sopan, tidak demikian halnya di China. 141|
4) Orang Indonesia menggunakan keseluruhan jari dan dua tangan dalam merepresentasikan angka satu sampai sepuluh, sedangkan orang China hanya menggunakan satu tangan saja (ada banyak versi, tapi tetap menggunakan satu tangan). Berikut ini adalah salah satu versi gambar ilustrasi angka 1 sampai 10 dengan menggunakan satu tangan (gambar 2), perhatikan terutama untuk angka 6 sampai 10. Gambar 2
5) Jari telunjuk ke atas, di China berarti “satu”, juga bisa berarti “satunya” sepuluh, seratus, seribu, dan seterusnya, Di Indonesia hanya berarti satu. 6) Jari kelingking, di China berarti “kecil”, “terburuk”, sedangkan di Indonesia selain berarti ‘keci”l, jika dua orang mengulurkan jari kelingking, ini berarti undangan “perdamaian” atau “pertemanan” bahkan “perjanjian” 7) Jari yang melambangkan angka 9 di China ketika di Indonesia mempunyai arti “hati orang yang bengkok” atau “pelit” 8) Jari yang melambangkan angka 3 atau nol di China, ketika di Indonesia mempunyai arti“OK”,”baik”,”setuju” (ini mendapat pengaruh dari kebudayaaan barat) 9) Di China memanggil orang adalah dengan menggunakan tangan dengan sisi telapak kanan menghadap ke bawah lalu jari-jari tangan digerakkan ke depan dan ke belakang ini sama dengan cara orang Indonesia memanggil. Akan tetapi jika telapak kanan menghadap ke atas maka ini adalah cara untuk memanggil hewan atau anak kecil. 10) Di Indonesia, secara umum menunjuk sesuatu biasanya dengan menggunakan jari telunjuk. Khususnya suku jawa, orang akan menunjuk dengan menggunakan ibu jari yang sisi telapak tangannya menghadap ke atas, ke empat jari lainnya dilipat, suku betawi menggunakan mulut yang agak dimonyongkan dan gerakan mata yang menuju arah yang di maksud, sedangkan di China menggunakan jari telunjuk. 142|
11) Di Indonesia, jari telunjuk yang diletakkan di dahi menunjukkan “gila", tidak ada simbol ini di China 12) Orang Indonesia akan menunjuk dirinya dengan meletakkan tangan di dada atau telunjuk menunjuk ke dada, sedangkan orang-orang China akan menunjukkan jari telunjuk ke hidung 13) Orang China jika ingin mengekpresikan tidak ada cukup uang maka akan menempatkan jari telunjuk dan atau jari tengah dan ibu jari yang digesek-gesekan, sementara orang Indonesia akan berpikir bahwa perilaku seperti ini adalah suatu penghinaan, memanggil hewan seperti burung atau ayam. atau hal-hal yang dirasakan sangat sederhana. 14) Dalam hal berjabat tangan di Indonesia dan China mengandung arti keramahan dan antusiasme. Selain berjabat tangan, di Indonesia kadang-kadang akan disertai mencium atau menempelkan pipi. Ada kalanya di Indonesia, karena mayoritas penduduknya Muslim, tidak diijinkan jika dua orang yang berbeda jenis kelamin saling bersentuhan termasuk jabat tangan; mengangukkan kepala sudah cukup. Kadang-kadang setelah berjabat tangan, beberapa orang menaruh tangannya di dada, atau di dahinya, ini sebagai ungkapan rasa tulus, tidak hanya dari luar tapi juga dari hati. 15) Dalam berpamitan, pada umumnya orang China dan Indonesia akan melambaikan tangan ke atas. Sering terlihat anak-anak di Indonesia berpamitan dengan orang tua, guru dengan mencium punggung tangan orang tua dan gurunya.
SIMPULAN Komunikasi antar manusia, dalam banyak hal, menekankan atau meniadakan kata-kata cukup untuk mengungkapkan apa yang dimaksudkan. Kita belajar mengerti informasi yang berbeda tersebut berdasarkan pengalaman. Yang kita bahas di atas adalah budaya Indonesia dan China, walaupun sebagai negara-negara yang dikategorikan budaya konteks tinggi, kedua negara memiliki kebiasaan dan adat istiadat yang sama dan berbeda. Juga dipaparkan adalah mungkin terjadi jika kedua negara memiliki kebiasaan yang sama namun mengandung perbedaan makna yang sangat jauh. Setiap orang mungkin merasa kebiasaan dan kebiasaan negara lain lebih rendah atau aneh. Namun, di dunia ini tidak ada standar budaya, juga tidak ada standar ras, atau standar bahasa. Nilai-nilai dasar kehidupan di mana pun adalah sama. Mengapa kebiasaan dan adat istiadat bisa berbeda? Ini dikarenakan cara manusia mengekspresikan dan mengungkapkan ide-idenya menggunakan metode yang berbeda-beda. Jadi jika dalam berkomunikasi terjadi kesalahpengertian, tidaklah penting untuk mencari siapa yang benar atau siapa yang salah, 143|
tetapi cobalah untuk mengerti satu sama lain, karena sebagian besar kesalahpahaman itu timbul dari perbedaan budaya, atau karena kurangnya pemahaman budaya negara lain, dan bukan karena unsur kesengajaan. Pepatah dalam bahasa Indonesia mengingatkan kita akan hal ini: “Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikan”. Dengan tulisan ini diharapkan dalam hubungan personal antara orang Indonesia dan orang China, melalui pemahaman akan budaya kedua belah pihak, kerja sama di antara keduanya dapat lebih dipererat dan lebih harmonis. DAFTAR PUSTAKA Birdwhistell, R. (1970). Kinesics in context. Philadelphia: University of Pennsylvania Press. Bo Yang. (1992). The ugly chinaman and the crisis of chinese culture. In Renditions : A Chinese English Translation Magazine, NO. 23 Spring 1985 published by the Chinese Universityof Hong Kong. North Sydney : Allen & Unwin. Hodgetts Richard M. & Fred Luthans. (2003). International management: culture Strategy and behavior. New York: Mc. Graw Hill:. Liliweri, Alo. (2005). Prasangka & konflik: komunikasi lintas sektor masyarakat multikultur "prasangka dan konflik: masyarakat multi-budaya, komunikasi antar budaya. Yogyakarta: PT LKIS Pelangi Aksara penerbitan. Mulyana, Deddy. (2005). Ilmu komunikasi suatu pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. West, Richard & Lynn H. Turner. (2008). Pengantar teori komunikasi analisis dan aplikasi (introducing communication theory: analysis and application). Edisi 3, Jakarta: Penerbit Salemba Humanika. Zhu, Licai. (1999). Aspect of intercultural communication – proceeding of china’s 2nd conference on intercultural communication (Beijing languange and culture university)”. expressions of social interaction in Chinese and Arabic - A comparative approach edited by Hu Wenzhong. Beijing: Foreign Language Teaching and Research Press. 胡文仲著《跨文化交际学概论》,北京:北京外语教学与呀牛出版社,2008。 http://zh.scribd.com/doc/32240065/Communicating-Across-Cultures, (Communicating Across Cultures oleh I Gede Putu Anggara Diva, Bakrie School of Management) diakses 16 Juni 2013. http://www.027art.com/fanwen/gonguanliyi/438788_2.html (中国与外国手势含义有哪些不同) diakses 2 Juni 2013. http://www.cnblogs.com/mymma/archive/2013/02/11/2910125.html (指尖上的数学) diakses 2 Juni 2013. 144|