PARADIGMA DAN ORIENTASI KEBIJAKAN MARITIM INDONESIA 10 May 2011
SAUT GURNING FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER (ITS) SURABAYA Mobile Phone : 08214006-563 Email:
[email protected]
SEMINAR NASIONAL REVITALISASI MARITIM WIILAYAH TIMUR, 10 MEI 2011,
Garis Besar Presentasi • • • •
PENGERTIAN KEBIJAKAN INDIKATOR KEBIJAKAN MARITIM ISU-ISU TRANSPORTASI LAUT NASIONAL PERKEMBANGAN KEPELABUHANAN NASIONAL • PERKEMBANGAN DENGAN NEGARA LAIN • PERSPEKTIF PERKEMBANGAN MASA DEPAN • PELUANG INDONESIA TIMUR
Pengertian Kebijakan (Policy) Hogwood & Gunn (1984): a. Sebagai label dari sebuah aktivitas b. Sebagai ekspresi dari sebuah tujuan umum c. Sebagai proposal khusus d. Sebagai keputusan dari pemerintah e. Sebagai formal otorisasi f. Sebgai sebuah program g. Sebagai tujuan (target) h. Sebagai manfaat yang diinginkan i. Sebagai sebuah teori j. Sebagai sebuah proses
Strata Kebijakan Publik 1. Nasional a. Wewenang: MPR, DPR, Presiden b. Produk : UUD, UU, PERPU 2. Umum a. Wewenang: Presiden b. Produk: PP, Keppres, INPRES 3. Pelaksanaan a. Wewenang: Menteri dan Kepala LPND b. Produk: Kepmen, Keputusan Administratif
Kebijakan Maritim
Definisi: perilaku negara berkenaan dengan isu industri maritimnya. Sifat kebijakan maritim sebuah pemerintahan dapat diterapkan dalam sebuah degradasi antara ekstrim intervensi dan penerapan kebebasan ala “laissez-faire” atau berada di antara kualitas kedua set-up tersebut.
PERDAGANGAN LEWAT LAUT SEBAGI MOTIF KEBIJAKAN MARITIM
SELLER
MODES OF TRANSPORTATION
INDUSTRY OF FINANCE (BANKING SYSYEM)
REGULATION AND LAW
INFORMATION
Land Transportation / hauliers
Storage services and cargo agency,and third parties
Port Operations and derived services
CORE ACTIVITY OF TRADE BETWEEN MARKET
BUYER
Land Transportation / hauliers
MODES OF TRANSPORTATION
Storage services and cargo agency,and third parties
INDUSTRY OF FINANCE (BANKING SYSYEM)
Shipping Service
Port Operations and derived services
REGULATION AND LAW
KEBIJAKAN MARITIM DAN PROSES EKONOMI MAKRO
PERDAGANGAN LEWAT LAUT SEBAGI MOTIF KEBIJAKAN MARITIM
SELLER
MODES OF TRANSPORTATION
INDUSTRY OF FINANCE (BANKING SYSYEM)
REGULATION AND LAW
INFORMATION
Land Transportation / hauliers
Storage services and cargo agency,and third parties
Port Operations and derived services
CORE ACTIVITY OF TRADE BETWEEN MARKET
BUYER
Land Transportation / hauliers
MODES OF TRANSPORTATION
Storage services and cargo agency,and third parties
INDUSTRY OF FINANCE (BANKING SYSYEM)
Shipping Service
Port Operations and derived services
REGULATION AND LAW
CAKUPAN REGULASI DAN HUKUM INTERNASIONAL REGULASI EKONOM
REGULASI TEKNIK
REGULASI SOSIAL
UNCTADI Liner Code Registrasi pelayaran
IMO SOLAS MARPOL SCTW ISM CODE COLREG
ILO Standar gaji Sertifikat dan kompetensi
WTO Akses Pasar Kebijakan Nasional Most favourite nations (MFN) OECD EU, USA Kompetisi yang fair Anti-trust Anti-dumping REGULATOR NASIONAL
OPRC/90 / OPA 90 UNEP ISO Standar Teknis Standar Kualitas KLASIFIKASI (IACS) PORT STATE CONTROL FLAG STATES
ITF Kesejahteraan Pelaut Pembayaran minimum Standar Kerja
REGULATOR NASIONAL
CAKUPAN REGULASI SECARA NASIONAL MASUKAN SECARA INSTRUMENTAL UNDANG-UNDANG PELAYARAN, UU KETENEGAKERJAAN, UU OTODA, PERDA PERATURAN PEMERINTAH DI SEKTOR KEPELABUHANAN, BANDARA UDARA, PERDAGANGAN, DAN BEACUKAI KEBIJAKSANAAN FISKAL
SUBYEK / INSTITUSI Dept. Perhubungan Dept. Keuangan / BI Dept. perdagangan dan industri Kementrian BUMN Dept. Tenaga Kerja Kepolisian PT. Pelindo Perusahaan Pelayaran Asosiasi PBM Asosiasi TKBM Lembaga Pendidikan Pertamina dan lainnya
OBYEK Pelayaran Kargo Penumpang Pelabuhan Interaksi antar pulau Export-import Rute layar Awak kapal Armada kapal Peran swasta Masyarakat
INSTRUMEN
TARGET
Deregulasi Perbaikan dunia usaha Partnership Asas cabotage Pendanaan Konsolidasi Perdagangan Dana swasta Mortgage SDM / awak Efisiensi
Peningkatan daya saing Prinsip Cabotage Fair-share antara armada nasional dan asing Jasa yg lebih cepat Lingkungan dan keselamatan Efisien Berkelanjutan Keamanan dan keselamatan negara
INPUT BERDASAR KONDISI LINGKUNGAN Praktek dan pola perjanjian maritime, perkembangan kapal dan teknologi informasi, kerjasama regional (AFTA, APEC, WTO/GATT, masukan dari universitas/akademik, media, masyarakat, regulasi beacukai, kebijakan moneter, para pengusaha, kebijakan daerah (tingkat I dan II)
PROTEKSI
PROMOSI INTERVENSI PERTUMBUHAN
PERIODE (WAKTU) PERTUMBUHAN
SIKLUS PROSES KEBIJAKAN
Indikator Kebijakan Maritim • Neraca pembayaran (Balance of Payment, BOP) • Besaran angkutan nasional (National Carriage rate, NCR) • Besaran jumlah awak kapal nasional (National Seafarer Employment rate) • Daya saing komoditas nasional (National Competitiveness rate)
ISU-ISU TRANSPORTASI LAUT INDONESIA
ISU-ISU KEBIJAKAN MARITIM NASIONAL (1936 - 20011) Lokal
Global
Penyediaan
1936 Pola dan kebijakan kolonial
1970
Kapasitas
Paknov’88
1987 1988
Penyiapan SDM Infrastruktur Dasar Jaringan Institusional Teknis Asosiasi Landasan Kebijakan
Penguasaan Asing
2000
Peningkatan kapasitas Ekspor Non-Migas Liberalisasi pelaku Kolaborasi Asing Korporatisasi
Cabotage
2005 Pembatasan Asing Penguatan Domestik Keterlibatan Daerah Partisipasi Swasta Kedaulatan dan Keamanan
Kolaborasi
2010-2011
Kebijakan terpusat Kolaborasi publik dan Swasta
INSTRUMEN KEBIJAKAN UTAMA MARITIM NASIONAL (1936 - 2008)
Sumber: Howard (2008)
PERSOALAN PELAYARAN NASIONAL RENDAHNYA DUKUNGAN FINANSIAL DOMESTIK LEMAHNYA DAYA DUKUNGAN INDUSTRI GALANGAN NASIONAL RENDAHNYA DAYA DUKUNG INDUSTRI KOMPONEN KAPAL NASIONAL KURANG BERSAINGNYA SDM DAN AWAK KAPAL PERSOALAN KEAMANAN SELAT MALAKA POLARISASI PEDIDIKAN MARITIM INDONESIA KURANGNYA DUKUNGAN POLITIK YANG MASIH BERORIENTASI KONTINEN (DARAT)
PERKEMBANGAN KEPELABUHAN INDONESIA
Fase Pengelolaan Pelabuhan Indonesia (1950-2011) 1951-1964
Pusat
1969-1983
1964-1969
1950
Perusahaan Milik Negara
Jawatan Perusahaan Negara / PN
1983-1990 / 1991
Otoritas/Adpel PN + Port Authority
1991-2010
BPP= reg + operator
2011- selanjutnya BUP Badan Usaha Pelabuhan
Cakupan Kota Anak Usaha Kendali Jasa
BUP
Otoritas Pelabuhan, OP BUP Perumpel I-IV
Perseroan/ PT
PT. PELINDO I - IV
DLKr/DLKP
Area Cabang BUP
Skala Korporasi
POLA PENGELOLAAN PELABUHAN DI INDONESIA 100%
PT.PELINDO III
PT.PELINDO IV
Terbuka untuk seluruh kargo
Dikelola Oleh Negara
Seluruh Tipe Pelayaran
Liner/Trampers
PELABUHAN NON KOMERSIAL (KANTOR PELABUHAN/KANPEL)
agi
Ca r Cu go rah
Fungsi Spesial
ng
Regulasi
Dermaga Industrial
Area
al on asi
Pelabuhan Penyeberangan
Dermaga Pertanian
ern
Dermaga Kehutanan
Dermaga Tambang
Pa ck
Nasional
Int
Pelabuhan Perikanan
Yang Dikelola Pemerintah Daerah (Propinsi, Kota/Kabupaten)
e Op Pengelolaan
Yang Dikelola oleh Pemerintah Pusat Melalui Ditjen Hubla
s ser U n
ka l
PT.PELINDO II
l cia e Sp ers Us
penguasaan pasar
PT.PELINDO I
PELABUHAN UMUM
Lo
PELABUHAN KOMERSIAL
30%
Pelayaran Idustrial
PELABUHAN KHUSUS
0%
Pengelolaan Kepelabuhanan Baru Nasional
Menteri Perhubungan
Kementrian Teknis
Perencanaan
Managing
Syahbandar
Kendali
Regulating
Pemerintah Daerah
Otoritas Pelabuhan
Pelayanan
Operating
Operator Terminal
Opr.Fasilitas
T.O
F.O.
ORIENTASI KARGO
T.O.
F.O.
LEMAHNYA INDUSTRI PELAYARAN
KONTRAPRODUKTIF NYA DAYA DUKUNG REGIONAL INDUSTRI HINTERLAND
OVERLAPPING INSTITUSI
TERBATASNYA KEUANGAN
DIKOTOMI REGULATOR OPERATOR KINERJA TEKNIS
LEMAHNYA PRASARANA SARANA
BIAYA PRODUKSI
UNSUR SDM / TKBM
SECURITY & SAFETY
PEMASARAN
MEKANISME TARIF DAN KOMPETISI
OTONOMI DAERAH / DESENTRALISASI
LEMAHNYA DAYA SAING PELABUHAN
RELATIF RENDAHNYA Kualitas Jasa Daya dukung logistik Daya Kembang Kredibilitas Kapasitas industri maritim
EFISIENSI OPERASI PELABUHAN (2010) Singapore Hong Kong China Canada Japan New Zealand Australia Malaysia Taiwan Eropa
Vietnam Korea Mexico Russia USA Indonesia Peru Philippines Chile
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
PERBANDINGAN DENGAN NEGARA LAIN
Komparasi Kebijakan Maritim Indonesia (Li and Cheng 2007)
Komparasi Jumlah Awak Kapal Indonesia (Li and Cheng 2007)
Komparasi Jumlah Angkutan laut nasional Indonesia (Li and Cheng 2007, Oanh 2010)
NCR > 1 : Maju NCR = 1 : Netral NCR < 1: Proteksi
Perspektif Perkembangan Maritim Ke Depan
Perubahan struktural pelayaran berbasis Manajemen rantai suplai • Economies of scale
• • • • • • •
Standarisasi Berorientasi kuantitas Panjangnya siklus Berpola satu moda Terpusat & Regional Dukungan pemerintah Pengembangan kota
Fordism
• • • • • • • • •
Economies of scope Fleksibilitas Berorientasi kualitas Pendeknya siklus Berpola Multi-modal Operasi global Outsourcing Jasa nilai tambah Kluster kawasan
Post-Fordism
Perubahan strategik sektor kepelabuhanan
POLA OPERASI YANG DIINGINKAN PENGGUNA JASA KE DEPAN POLA DAN KEBUTUHAN
Traditional Servis
Berbasis Integrasi Logistik
Order Jasa
Dapat Diprediksi
Variabel
Siklus Waktu Order
Mingguan
Harian atau jam
Konsumen
Strategis
Cakupan Luas
Keinginan Layanan
Reaktif dan Kaku
Responsif dan Fleksibel
Penggantian / Klaim
Terencana
Real-time
Model Distribusi
Supply-driven (didorong)
Demand-driven (tarik)
Permintaan
Stabil, Konsisten
Lebih Siklus
Tipe Shipment
Bulk
Parsel Kecil
Tujuan
Konsentrasi
Dispersif
Rekonfigurasi Pergudangan
Mingguan dan Bulanan
Kontinu, Berdasarkan Regulasi
Kebutuhan Perdagangan Internasional
Manual
Automatik
PELUANG INDONESIA TIMUR • • • • • •
Kondisi geografis maritim yang kuat Investasi infrastruktur & suprastruktur Supply part of port services : Kluster Kawasan industri – Perdagangan Aliansi dengan investor domestik + asing Pengembangan kekuatan bahan-bahan mentah • Pengembangan industri nilai tambah
POTENSI JALUR PELAYARAN
Sumber : Gurning and Cahoon (2009)
Paradigma Pemda Paradigma Non-kooperatif • Pendekatan konflik; • Orientasi take over aset /bisnis BUMN pelabuhan; • Fokus pada income, kurang pada liability, contoh : pemkab Gresik; • Tidak concern pada resiko pengelolaan pelabuhan yang tinggi;
Paradigma Koperatif • Pendekatan sinergis; • Kompetisi sehat + pelayanan yg lebih baik; • Peningkatan ekonomi daerah; • Aliansi strategis; • Keseimbangan antara hak dan kewajiban; • Pemberdayaan SDM daerah
Kesimpulan • Bagaimana dengan prinsip mengelola maritim Indonesia? • Apakah asas cabotage masih perlu dipertahanankan? • Bagaimana dengan peran dan partisipasi daerah • Bentuk partisipasi publik dan swasta ? • Potensi Indonesia Bagian Timur?