PENYELUNDUPAN MANUSIA DAN ANCAMAN KEAMANAN MARITIM INDONESIA Agus Subagyo1 (Email:
[email protected]) & Dadang Sobar Wirasuta2 (Email:
[email protected])
Abstract - On globalizations Perspective, the problems of humans smuggling is very complexs and complicated. The human smuggling is very threated maritime security in Indonesia. As the transit state on human smuggling chains, Indonesia is very potentials that human smuggling happened and strategics routes in human smuggling. Needed the models of resolves human smuggling totally, integral, and comprehensive in Indonesia for threated maritime security in Indonesia. Keywords : Human Smuggling, Maritime Security, and Integrated Models Abstrak- Pada era globalisasi, masalah penyelundupan manusia sangat kompleks dan rumit. Penyelundupan manusia merupakan ancaman yang sangat tinggi di Indonesia. Indonesia menjadi sangat potensial terhadap penyelundupan manusia karena posisi strategisnya, sehingga memungkinkan Indonesia menjadi negara transit dalam rute perjalanan penyelundupan manusia. Dalam rangka memecahkan permasalahan tersebut, Indonesia membutuhkan model pemecahan masalah yang total, terintegrasi, dan komprehensif terhadap ancaman maritim Indonesia. Kata kunci: Penyelundupan Manusia, Keamanan Maritim, dan Model-model yang terintegrasi Pendahuluan Zona maritim Asia Tenggara adalah sebuah zona dimana kegiatan ekonomi serta kegiatan ilegal seperti human trafficking, human smugling, dan pembajakan maritim barubaru ini menunjukkan peningkatan yang signifikan. Tidak dapat dipungkiri fakta bahwa globalisasi perekonomian saat ini saling terkait, rumit dan sangat tergantung pada maritim perdagangan didalam mempertahankan pergerakan energi, bahan baku dan barang jadi. Di perairan di Asia Tenggara, sekitar sepertiga perdagangan dunia dan
1
Dr. Agus Subagyo, S.IP, M.Si, adalah Dekan FISIP UNJANI, Dosen Jurusan Hubungan Internasional FISIP UNJANI Bandung dan Dosen Non Organik Seskoad Bandung. 2 Dadang S Wirasuta adalah Laksamana Pertama TNI dengan gelar Akademik Dr. S.H., S.Sos., S.Pi, S.E., M.M., M.B.A. dengan jabatan tahun 2013 Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas pertahanan Indonesia dan Dosen Program studi Keamanan Maritim Unhan. Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 151
setengah BBM dunia transit di Selat Malaka yang memainkan peran sangat sentral dalam menghubungkan satu wilayah dengan bagian-bagian dunia lainnya.3 Negara-negara pantai Asia Tenggara mungkin yang paling khawatir terhadap gangguan pengiriman, karena akan berdampak besar bagi ekonomi mereka. Kekhawatiran seperti itu kemudian mendorong negara-negara di kawasan untuk proaktif melakukan kerjasama keamanan maritim yang lebih kuat untuk melindungi perdagangan mereka dan mencegah kegiatan ilegal. Setiap inisiatif kebijakan maritim wilayah ternyata tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas dan keamanan perairan Asia Tenggara, kecuali negara-negara Asia Tenggara secara jelas dan efektif dapat mengidentifikasi sumber-sumber ancaman dan tantangan. Keberhasilan dalam mengidentifikasi sumber-sumber ancaman pasti akan mengarah pada pemahaman tentang bagaimana mengelola kerjasama untuk mengatasi ancaman dan tantangan tertentu.4 Permasalahan yang muncul akhir-akhir ini di Indonesia dan mendapatkan sorotan dari dunia internasional adalah masalah kejahatan penyelundupan manusia (people smugling) yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Banyaknya imigran gelap yang berasal dari negara-negara Timur Tengah dan Asia Selatan dengan tujuan Australia untuk mencari suaka politik melalui wilayah perairan Indonesia yang jumlahnya ribuan orang menjadi permasalahan hukum tersendiri bagi Indonesia. Sementara itu, Austrlalia sendiri sudah kewalahan menghadapi kehadiran para imigran yang datang ke wilayah Pulau Cristmas dan Darwin, sehingga isu imigran yang mencari suaka politik ini mencari isu panas di dalam politik domestik Australia. Para imigran gelap yang sering disebut pula dengan “manusia perahu” ini terdiri dari laki-laki, perempuan, dan anak-anak mengarungi lautan dengan peralatan kapal seadanya sehingga seringkali mengalami kecelakaan di laut baik karena kapal karam maupun kapal terkena goncangan ombak sehingga banyak yang terdampar di wilayah pantai Indonesia, khususnya pantai selatan Jawa. Selain itu, terdapat para imigran ini yang memang menjadikan Indonesia sebagai wilayah transit untuk bermukim sementara
3
http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/105-september-2010/920-isu-keamanan-maritim-regional.html. Diakses pada tanggal 24 November 2013. 4
Ibid. Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 152
waktu untuk kemudian melakukan perjalanan kembali ke Australia dengan bantuan warga negara Indonesia dengan imbalan jasa uang tertentu. Penyelundupan manusia yang terjadi akhir-akhir ini seperti sudah menjadi jaringan internasional yang melibatkan para pelaku yang lintas batas negara dimana pemasoknya berasal dari negara-negara Timur Tengah dan perantaranya berasal dari negara-negara Asia Tenggara termasuk warga negara Indonesia. Kejahatan penyelundupan manusia ini merupakan tindak pidana yang harus diusut tuntas oleh aparat penegak hukum Indonesia, seperti Polri dan berbagai aparat keamanan terkait lainnya. Aparat keamanan dan aparat hukum dituntut untuk mengungkap berbagai praktek penyelundupan manusia. Mengingat praktek penyelundupan manusia merupakan sebuah jaringan kejahatan internasional yang melibatkan banyak pelaku, maka proses penanganannya tidak bisa sendirian atau hanya satu instansi saja. Pemerintah harus mendorong jalinan kerjasama dengan berbagai pihak terkait, mulai dari pihak Imigrasi, TNI, masyarakat, Pemerinta Pusat, Pemerintah Daerah, UNHCR, IOM, dan pihak terkait lainnya. Gambar 1. Penyelundupan Manusia Lewat Laut
Sumber : http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/13/03/06/mj8071-2-imigran-gelap-ditemukankritis-di-pulau-kaledupa (Tanggal 25 November 2013, Pukul 14.10 Wib)
Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 153
Alur Penyelundupan Manusia Migrasi bukanlah fenomena yang baru. Selama berabad-abad, manusia telah melakukan perjalanan untuk berpindah mencari kehidupan yang lebih baik di tempat yang lain. Dalam beberapa dekade terakhir ini, proses globalisasi telah meningkatkan faktor yang mendorong para imigran untuk mencari peruntungan di luar negeri. Hal ini kemudian menyebabkan meningkatnya jumlah aktivitas migrasi dari negara-negara berkembang di Asia, Afrika, Amerika Selatan dan Eropa Timur ke Eropa Barat, Australia dan Amerika Utara. Berangkat dari fenomena ini lah kemudian muncul praktek penyimpangan, yaitu melakukan aksi untuk memindahkan manusia ke negara-negara tujuan secara ilegal karena batasan dan ketidakmampuan dari para imigran dalam memenuhi syarat sebagai imigran resmi.5 People smuggling adalah sebuah kejahatan6. Dikatakan demikian karena people smuggling secara jelas melanggar ketentuan-ketentuan resmi dari negara-negara yang bersangkutan7. Telah diakui bahwa people smuggling merupakan suatu tindakan melanggar hak asasi manusia dan bentuk perbudakan kontemporer. Para imigran diperlakukan dengan tidak baik. Sangat sering kondisi perjalanan yang tidak manusiawi; ditumpuk dalam angkutan (umumnya perahu) yang penuh dan sesak, dan bahkan sering terjadi kecelakaan yang fatal. Setibanya di tempat tujuan, status ilegal mereka menyebabkan mereka terpaksa menjadi budak para penyelundup yang memaksa bekerja selama bertahun-tahun di pasar tenaga kerja ilegal. Para imigran secara tidak langsung dieksploitasi oleh pihak tertentu demi keuntungan materil8. People smuggling menjadi lahan bisnis tersendiri yang sangat menguntungkan. Diperkirakan setiap tahunnya dapat menghasilkan keuntungan sebesar lima hingga sepuluh juta dolar. Berdasarkan perkiraan tersebut, setidaknya satu juta imigran harus membayar rata-rata sebesar lima hingga sepuluh ribu dolar secara paksa ketika melintasi
5
http://manshurzikri.wordpress.com/2011/01/05/permasalahan-imigran-gelap-dan-people-smuggling-danusaha-usaha-serta-rekomendasi-kebijakan-dalam-menanggulanginya/. Diakses pada tanggal 23 November 2013. 6 Heckmann, Friedrich, (2004): Illegal Migration: What Can We Know and What Can We Explain? The Case of Germany. International Migration Review, Vol. 38, No. 3, Conceptual and Methodological Developments in the Study of International Migration (Fall, 2004), Hal.1103-1125 7 Harus dibedakan antara human traficking dan human smuggling yang sangat berbeda. Lihat dalam Martin , Philip & Mark Miller, (2000): Smuggling and Trafficking: A Conference Report. International Migration Review, Vol. 34, No. 3 (Autumn, 2000), Hal.969-975. 8 Ibid. Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 154
perbatasan antar negara. Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) mencatat bahwa penyelundupan manusia, yang merupakan “sisi gelap” dari globalisasi, adalah sebuah bisnis besar yang kian tumbuh dan berkembang. Selain itu, people smuggling juga menimbulkan masalah tersendiri bagi negara tempat mereka meminta suaka. Hal ini juga melanda negara Indonesia9. Masalah penyelundupan manusia merupakan sebuah kejahatan yang harus mendapatkan perhatian, bukannya hanya perhatian masyarakat regional, namun masyarakat internasional. Penyelundupan manusia tidak dapat diselesaikan sendiri oleh suatu negara, melainkan harus diselesaikan dengan melibatkan banyak negara, melalui berbagai koordinasi, komunikasi, negosiasi, dan regulasi bersama. Penanganan penyelundupan manusia secara bersama-sama ini sangat tepat mengingat alur penyelundupan manusia melibatkan banyak negara yang dilewatinya10. Alur penyelundupan manusia yang sekarang marak di Indonesia ini sebenarnya dapat dipetakan dalam tiga area penting, yakni negara asal, negara transit, dan negara tujuan. Ketiga area ini merupakan sebuah siklus yang perlu dicermati secara mendalam apabila ingin mencari model penanganan terpadu terhadap kejahatan penyelundupan manusia. Pertama, negara asal. Negara asal para imigran/manusia perahu ini adalah negaranegara Timur Tengah dan Asia Selatan. Banyaknya konflik dan peperangan serta kekacauan politik di sebagian besar negara-negara Timur Tengah dan Asia Selatan mendorong warga negaranya untuk lari, kabur dan meloloskan diri untuk mencari perlindungan yang aman bagi diri dan keluarganya sehingga aman dari konflik dan peperangan. Para imigran ini banyak berasal dari Irak, Iran, Mesir, Tunisia, Suriah dan Libia. Di Timur Tengah, para imigran banyak berasal dari India, Pakistan, dan Afghanistan. Sedangkan pada akhir-akhir ini, Myanmar juga menjadi negara sumber imigran dengan banyaknya penyiksaan terhadap etnis muslim Rohingnya sehingga mereka lari menyelamatkan diri keluar wilayah Myanmar dan mencari suaka politik di Australia. Kedua, negara transit. Negara transit adalah negara yang dilewati atau disinggahi sementara oleh para imigran dari negara asal. Negara transit ini kebanyakan adalah 9
Ibid.
10
Friebel, Guido & Sergei Guriev, (2006): Smuggling Humans: A Theory of Debt-Financed Migration. Journal of the European Economic Association, Vol. 4, No. 6 (Dec., 2006), pp. 1085-1111 Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 155
Indonesia dan Malaysia. Para imigran ini berlayar selama sekian minggu dan kemudian singgah dan bermukim sementara di Indonesia dan Malaysia untuk kemudian bersiapsiap menempuh perjalanan ke negara Australia. Sebagai negara transit, Indonesia dijadikan sebagai persinggahan sementara oleh para imigran untuk sekedar istirahat, mengumpulkan perbekalan, dan menyiapkan tenaga untuk kembali berlayar ke Australia. Para imigran ini banyak dibantu dan difasilitasi oleh oknum yang berasal dari warga negara Indonesia. Para imigran ini biasanya dibantu oleh oknum WNI atau WNA yang ada di Indonesia seperti membantu menyiapkan semua kebutuhan dan persiapan para pencari suaka tersebut, mulai dari menentukan tempat tinggal sementara hingga menentukan lokasi pemberangkatan serta alat tranportasi yang digunakan untuk mengangkut mereka. Atas jasanya ini, para pencaari suaka ini harus membayar sejumlah uang tertentu yang jumlahnya sampai ratusan juta. Ketiga, negara tujuan. Negara tujuan adalah negara yang menjadi tempat terakhir atau tempat yang akan dituju oleh para imigran pencari suaka politik. Negara tujuan ini adalah kebanyakan negara Australia. Adapula yang bertujuan mencari suaka politik ke Selandia Baru, namun sebagian besar adalah negara Australia. Sebagai negara yang dimintakan suaka politik dan menjadi negara penampungan akhir dari para pengungsi korban konflik ini, Australia merasa kerepotan dan kewalahan karena masalah tempat penampungan yang sudah tidak ada, proses pengurusan dokumen keimigrasian yang bermasalah, sampai dengan adanya indikasi para pencari suaka politik ini ditunggangi oleh para teroris yang ingin masuk ke wilayah Australia sehingga membahayakan keamanan domestiknya.
Akar Masalah Penyelundupan Manusia Penyelundupan para imigran ini sudah menjadi persoalan Indonesia sejak lama. Perairan Indonesia merupakan salah satu yang sering dijadikan sebagai jalur menuju negara tujuan mereka, yakni Australia. Para imigran gelap ini rupanya masih memiliki kesan masuk Indonesia bisa dilakukan dengan mudah. Inilah menjadi salah satu alasan kuat bagi para imigran gelap untuk memanfaatkan Indonesia sebagai tempat batu loncatan dari tujuannya ke Australia. Alasan utama lainnya, posisi strategis Indonesia sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Australia. Untuk bisa memasuki
Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 156
Australia, rute paling memungkinkan (dari banyak kasus yang terjadi) adalah melalui darat dan laut dibandingkan lewat udara.11 Di samping itu, bentuk negara kepulauan Indonesia menjadikan para imigran dapat masuk dari berbagai pintu wilayah Indonesia. Dari kasus-kasus yang ada, para imigran yang tertangkap lebih banyak masuk ke Indonesia melalui jalur darat yaitu dari Malaysia, lalu masuk ke pulau Sumatera, ke Jawa dengan Jawa Barat bagian selatan (Serang) dan Jawa Timur bagian selatan sebagai pintu keluarnya untuk menuju Pulau Christmas. Jalur darat dan laut tersebut sering pula dikombinasikan dengan jalur udara, mengingat banyak para imigran yang tertangkap di Bandara Pulau Batam, di Propinsi Riau maupun di Surabaya. Tentang alasan para imigran memilih Australia sebagai negara tujuan, dalam sejarahnya, penduduk Australia terakumulasi dari migrasi. Sebagian besar penduduk Australia merupakan imigrasi dari berbagai negara. Penduduk aslinya suku Aborigin justru tersingkir. Kekuatan kebijakan keimigrasian, merupakan kelemahan Australia dari waktu ke waktu. Salah satu kekuatan yang dimanfaatkan oleh para imigran gelap, yang mengaku sebagai pengungsi adalah ketika Australia memberikan ruang kepada para pengungsi dengan tidak hanya memberi fasilitas penampungan namun juga kesempatan berusaha. Akar permasalahan dalam penyelundupan manusia ini adalah bahwa para pencari suaka yang berasal dari negara-negara Timur Tengah dan Asia Selatan ini sengaja diselundupkan oleh jaringan mafia internasional. Di negara asal, para pencari suaka ini dijanjikan oleh jaringan mafia ini untuk diseberangkan ke Australia dengan membayar uang dalam jumlah yang besar. Para mafia ini seperti agen tarvel/agen perjalanan yang memfasilitasi atau menyediakan jasa perjalanan dari negara asal sampai ke negara transit dan negara tujuan. Jaringan kejahatan penyelundupan manusia yang bersifat internasional dan transnasional ini tentunya sulit untuk diusut secara tuntas karena melibatkan para pelaku yang berasal dari beberapa negara, kemudian TKP nya juga terjadi di beberapa negara, dan hukum acara apa yang diberlakukan untuk menjeratnya. Yang bisa dilakukan sekarang adalah melakukan pengusutan dan pengungkapan terhadap jaringan mafia 11
http://log.viva.co.id/news/read/149226-jalur_indonesia_paling_mudah_dilalui_imigran. tanggal 20 November 2013.
Diakses
pada
Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 157
penyelundupan manusia yang ada di wilayah Indonesia. Polri sebagai aparat penegak hukum harus dapat memetakan jaringan penyelundupan manusia di Indonesia sebagai negara transit sehingga dapat menekan berbagai penyelundupan manusia yang datang ribuan orang setiap tahunnya. Gambar 2. Peta Route Penyeberangan Penyelundupan Manusia Lewat Laut dari Indonesia-Australia
Sumber : http://1.bp.blogspot.com/_6RPgNTUdZtw/TQkVPav0NVI/AAAAAAAADZo/aP3VZMjHzAA/s1600/MapChristmas-Island-loca-001.jpg (Tanggal 25 November 2013, Pukul 15.10 Wib)
Kondisi Maritim Indonesia Letak geografis serta konfigurasi alamiah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), telah mengharuskan Indonesia memiliki kepentingan yang sangat besar dalam masalah keamanan maritim. Hal-hal mendasar dalam kaitan ini adalah bahwa NKRI dibentuk oleh 17.499 buah pulau besar dan kecil, luas wilayah 2.7 (+3.1) juta km2, berbatasan laut dengan 10 sepuluh negara tetangga dan hanya berbatasan dengan darat dengan tiga negara, memiliki panjang pantai kira-kira 81.000 km, tiga buah alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) utara-selatan, serta beberapa buah chokepoints (alur pelayaran yang sempit dan penting) sebagai jalan masuk dan keluar. Dapat dipahami dengan kondisi negara seperti ini, menuntut Indonesia memiliki sejumlah besar aset Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 158
dengan biaya operasional yang besar terkait dengan keamanan maritim. Aset yang dimaksud mempunyai pengertian yang luas, tidak hanya mencakup perangkat keras berupa alat utama sistem senjata dan pendanaan, tetapi juga meliputi kebijakan pemerintah, strategi, managemen, tatanan hukum dan peraturan serta penyiapan sumber daya manusia.12 Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan duapertiga wilayahnya merupakan laut, sudah barang tentu laut memiliki arti penting bagi bangsa dan Negara Indonesia. Minimal terdapat empat faktor penting yaitu: Laut sebagai sarana pemersatu wilayah NKRI, Laut sebagai sarana transportasi dan komunikasi, Laut sebagai sumberdaya alam untuk pembangunan ekonomi, dan Laut sebagai medium pertahanan (untuk proyeksi kekuatan). Oleh karena itu Indonesia memiliki kepentingan yang sangat besar dalam hal keamanan maritim yang tujuannya harus diarahkan untuk mencapai serta untuk menciptakan kondisi yang : Aman dari ancaman pelanggaran wilayah dari pihak luar, Aman dari bahaya navigasi pelayaran, Aman dari eksploitasi illegal sumber daya alam serta pencemaran lingkungan, dan Aman dari tindakan pelanggaran hukum.13 Dari sudut pandang ekonomi, terdapat beberapa fakta empiris yang menjadi perhatian khusus berkaitan dengan keamanan yaitu: Alur pelayaran transit Selat Malaka dewasa ini dilewati oleh 60.000 kapal berbagai jenis per tahun, merupakan sepertiga volume perdagangan dunia dengan jumlah US$ 390 milyar, Selat Lombok, dilewati 3.900 kapal per tahun dengan nilai US$ 40 milyar, Selat Sunda dilintasi 3.500 kapal per tahun dengan nilai US$ 5 milyar, Jika seandainya ketiga selat ini ditutup, kerugian akibat pengalihan rute akan mencapai US$ 8 milyar per tahun, Tahun 2015 ekonomi China, India, dan Jepang akan sebesar dua kali Amerika Serikat dan empat kali Eropa (US$ 19,8 trilyun, US$ 14 trilyun dan US$ 11,6 trilyun), dan Tahun 2050 ekonomi Cina, India, dan Jepang akan sebesar dua kali AS dan empat kali Eropa.14 Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia belum mampu memberdayakan
potensi
ekonomi
maritim.
Negeri
ini
juga
belum
mampu
mentransformasikan sumber kekayaan laut menjadi sumber kemajuan dan kemakmuran
12
Willy F. Sumakul, “Fenomena Baru Ancaman Terhadap Keamanan http://www.fkpmaritim.org/?p=351. Diakses pada tanggal 26 November 2013. 13
Ibid.
14
Ibid.
Maritim”,
dalam
Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 159
rakyat Indonesia. Indonesia bagaikan negara raksasa yang masih tidur. Indonesia juga memiliki posisi strategis, antar benua yang menghubungkan Negara negara ekonomi maju, posisi geopolitis strategis tersebut memberikan peluang Indonesia sebagai jalur ekonomi, misalnya beberapa selat strategis jalur perekonomian dunia berada di wilayah NKRI yakni Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, Selat Makasar dan Selat OmbaiWetar. Potensi geopolitis ini dapat digunakan Indonesia sebagai kekuatan Indonesia dalam percaturan politik dan ekonomi antar bangsa15. Indonesia
ibarat
raksasa
yang
tertidur.
Negeri
ini
belum
dapat
mentransformasikan potensi ekonomi maritim menjadi sumber kemakmuran, kemajuan, dan kedaulatan bangsa. Dari 114 pelabuhan umum, tidak satu pun memenuhi standar pelayanan internasional. Selama Orde Baru, kredit untuk sektor ekonomi kelautan kurang dari 15 persen dan untuk sektor perikanan hanya 0,02 persen dari total kredit. Wajar jika hingga kini kontribusi ekonomi kelautan hanya 30 persen PDB. Padahal, negara-negara dengan potensi laut yang jauh lebih kecil, seperti Jepang, Korea Selatan, Thailand, China, Islandia, dan Norwegia, sumbangan ekonomi kelautannya terhadap PDB mereka rata-rata mencapai 40 persen16.
Ancaman Keamanan Maritim Indonesia Ancaman keamanan maritim di Indonesia sangatlah banyak, mulai dari ancaman tradisional sampai dengan ancaman non tradisional. Ancaman tradisonal mencakup ancaman yang bersifat militer, seperti agresi dan invasi dari negara-negara lain yang menyerang melalui wilayah laut Indonesia. Sedangkan ancaman non tradisional adalah ancaman non militer yang menguat di era globalisasi sekarang ini, seperti human trafficking, human smuggling, illegal fishing, illegal mining, illegal logging, drugs trafficking, terorisme, perompakan, pembajakan, dan ancaman lain di laut. Dewasa ini ancaman terhadap good order at sea meliputi ancaman terhadap perkapalan seperti serangan teroris, ancaman terhadap cargo, illegal migrant dan perdagangan obat-obatan (drugs trade)17. Ancaman ini tentunya sangat penting untuk dicermati dan diwaspadai
15
http://indomaritimeinstitute.org/2011/03/584/. Diakses pada tanggal 26 November 2013.
16
Ibid. Till Geoffrey, Sea Power a guide for the twenty first century, London, Frank Cass 2004 hal 315-324.
17
Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 160
mengingat wilayah Indonesia sebagian besar adalah wilayah perairan dan lautan dan menjadi salah satu lalu lintas perdagangan internasional. Sebagai contoh, lalu lintas perdagangan dan pelayaran internasional di Selat Malaka yang merupakan salah satu rute pelayaran tersibuk sehingga banyak sekali berbagai ancaman maritime, mulai dari bajak laut, perompakan, dan berbagai aksi kriminalitas di laut lainnya. Hal ini tentuny menjadi tugas dari TNI, khususnya TNI AL untuk mendeteksi, menangkal, dan menangani berbagai ancaman maritime agar supaya tercipta rasa aman dan nyaman di wilayah maritim Indonesia. Tugas berat dipikul oleh TNI AL dalam mempertahankan wilayah Indonesia di laut sehingga diperlukan wawasan maritim yang mumpuni dan luas untuk menangani berbagai permasalahan dan kompleksitas ancaman di wilayah perairan Indonesia. Ancaman penyelundupan manusia merupakan salah satu ancaman keamanan maritim. Berbagai mafia jaringan penyelundupan manusia menggunakan laut sebagai daerah pergerakan dan mobilitas rute pengiriman para manusia dari wilayah Timur Tengah dan Asia Tengah ke Australia melalui wilayah perairan Indonesia. Perairan Indonesia dianggap oleh sindikat penyelundupan manusia secara internasional sebagai perairan yang relatif bebas dan lemah dari pengawasan aparat penegak hukum di laut. Hal ini tentunya sangat menganggu keamanan maritim Indonesia karena menganggu kedaulatan wilayah laut Indonesia sehingga harus dicarikan upaya penanganannya yang cepat, tepat dan terencana.
Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 161
Gambar 3. Konstelasi geografi NKRI
Sumber: Seminar Strategi dan Kampanye Militer tahun 2013 oleh Laksamana TNI Dr. Marsetio, “pemilihan Strategi Perang dalam Mengatasi Masalah Bidang Pertahanan guna meningkatkan Pertahanan Negara”. Sebagai negara kepulauan dengan garis pantai kedua terpanjang di dunia, dan tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI: PP No 37/2002), ancaman terhadap keamanan maritim Indonesia cukup banyak dan beragam. Ancaman bisa dari dalam dan luar, seperti perompakan, terorisme, penyelundupan, pencurian ikan dan kekayaan laut lainnya. Salah satu tolok ukur dari kekuatan maritim Indonesia adalah penguasaan terhadap ALKI I (Selat Malaka-Karimata-Sunda), ALKI II (Selat Makassar-Lombok), dan ALKI III (Selat LetiOmbai). Setiap tahun, Selat Malaka dilalui 60.000 lebih kapal, mengangkut seperempat perdagangan dunia. Selat ini juga dilalui muatan strategis berupa 15 juta barrel minyak per hari, memasok energi ke negara-negara maju Asia Timur seperti China, Korea Selatan, dan Jepang.18 Karena perannya yang strategis, keberadaan ALKI dapat dijadikan bargaining chip dalam diplomasi. Ini bisa terwujud jika didukung kekuatan maritim yang tangguh. Namun, di kawasan Asia Tenggara sendiri masih ada perbedaan cara pandang terkait keamanan maritim bersama. Indonesia dan Malaysia menolak kehadiran kekuatan asing menjaga Selat Malaka, sedangkan Singapura mengharapkan Jepang atau Amerika ikut campur 18
Herman Agustiawan, “Pasokan Energi dan Kekuatan Maritim”, dalam http://regional.kompas.com/read/2012/10/17/04323817/twitter.com. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 162
dalam penanganan keamanan selat ini. Ada dugaan, jika suhu geopolitik di kawasan Asia Tenggara memanas, Selat Malaka berpeluang jadi ajang kekuatan negara- negara besar. Artinya, peningkatan kekuatan maritim di ketiga ALKI merupakan unavoidable destiny.19 Hal ini mengingat pada masa lampau pengembangan TNI belum sepenuhnya untuk kekuatan maritim. Menurut ICC International Maritime Bureau (2012), jumlah pembajakan, termasuk percobaan, di Asia Tenggara terus meningkat, terutama di perairan Indonesia, yaitu 21 pada 2011 dan 32 pada 2012. Ke depan, peluang ancaman terorisme terhadap tanker BBM dan LNG/LPG di kawasan Selat Malaka masih terbuka, baik dengan cara memasang bom di kapal atau langsung menabrakkan tanker ke target.20
Model Penanganan Terpadu Dalam menegakan hukum terhadap para pelaku penyelundupan manusia yang marak akhir-akhir ini, maka pemerintah harus membuat model penanganan terpadu terhadap penyelundupan manusia. Model penanganan terpadu ini sangat diperlukan mengingat para pelaku berasal dari beberapa negara, para korban / pencari suaka jelas bukan berasal dari WNI, dan adanya indikasi jaringan mafia internasional dalam kejahatan penyelundupan manusia ini. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama, kemitraan, dan sinergitas dari berbagai pihak, yang meliputi : UNHCR, IOM, AFP, Imigrasi, Kejaksaan, Pengadilan, Polri, TNI AL, TNI AD, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Pusat. Melalui ASEAN, Indonesia berinisiatif meluncurkan ide ASEAN Security Comminity (ASC) sebagai salah satu pilar ASEAN melalui Bali Concord II.21 Dengan telah berlakunya ASEAN Charter yang pada Desember 2008, kini ASEAN telah mempunyai wadah resmi kerjasama keamanan maritim kawasan. Mengacu pada ASEAN Security Community Action Plan di bidang keamanan maritim, dalam waktu dekat akan dibentuk ASEAN Maritime Security Cooperation. Dalam ASEAN Maritime Security Cooperation, bentuk kerjasamanya adalah (i) mendirikan ASEAN Maritime Forum dan (ii) membentuk ASEAN Joint Maritime Safety and Surveillance Mechanism. Adapun isu-isu yang akan menjadi materi kerjasama dalam ASEAN Maritime Forum yaitu (i) Cooperation on Security Matters, (ii) Cooperation on 19
Ibid.
20
Ibid.
21
Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II). Jakarta: ASEAN Secretariat, November 2006. Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 163
Safety of Navigation and Sea Lanes of Comminication, (iii) Cooperation on Maritime Environmental Protection dan (iv) Cooperation on Merine resources management. Gambar 4. Perbatasan laut Indonesia dengan Sepuluh Negara
Sumber: Seminar Strategi dan Kampanye Militer tahun 2013 oleh Laksamana TNI Dr. Marsetio, “Pemilihan Strategi Perang dalam Mengatasi Masalah Bidang Pertahanan guna Meningkatkan Pertahanan Negara”. ASEAN Regional Forum juga mengembangkan kerjasama keamanan maritim yang mana Indonesia terlibat aktif di dalamnya. Sampai saat ini, ARF merupakan satu-satunya wadah negara-negara di kawasan Asia Pasifik untuk duduk bersama membahas tentang situasi keamanan kawasan. Walaupun ARF merupakan forum yang longgar karena tidak memiliki mekanisme yang legally binding, wadah ini mampu mengajak duduk bersama beberapa actor kawasan yang selama ini bermusuhan. Dan dalam perkembangan terakhir, ARF telah melangkah maju dengan melaksanakan latihan antar Angkatan Laut negara-negara anggota untuk menghadapi ancaman perompakan dan pembajakan di laut.
Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 164
Gambar 5. Armada Maritim Siaga
Sumber: Seminar Strategi dan Kampanye Militer tahun 2013 oleh Laksamana TNI Dr. Marsetio, “Pemilihan Strategi Perang dalam Mengatasi Masalah Bidang Pertahanan guna Meningkatkan Pertahanan Negara”. Disamping mengembangkan kerjasama dalam lingkup ASEAN, Indonesia juga mengembangkan kerjasama keamanan maritime secara bilateral dan multilateral. Kerjasama keamanan maritim bilateral dan multilateral lebih ditekankan pada negaranegara di sekitar Indonesia, termasuk dengan India. Bentuk kerjasama itu di antaranya adalah officer exchange visit, naval combined exercise, coordinated patrol dan information sharing. Pencapaian dari beragam kerjasama yang telah dilaksanakan antara lain dapat dilihat dari kondisi keamanan maritime di selat Malaka yang mengalami kemajuan drastic dalam beberapa tahun terakhir. Selain ASEAN, terdapat beberapa wadah kerjasama keamanan maritime lainnya di kawasan Asia Pasifik, di antaranya adalah Western Pacific Naval Symposium (WPNS). WPNS selain merupakan wadah bagi Angkatan Laut negara-negara Asia Pasifik untuk bertukar pikiran tentang keamanan maritim di kawasan, juga merupakan tempat untuk meningkatkan interoperability antar Angkatan Laut melalui naval combined exercise. Interoperability merupakan salah satu kunci dalam melaksanakan kerjasama keamanan maritim antar Angkatan Laut di kawasan Asia Pasifik.
Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 165
Sebagai salah satu lokomotif ekonomi dunia, kawasan Asia pasifik memiliki wadah kerjasama dalam bentuk Asia Pacifik Economic Cooperation (APEC). Karena ada keterkaitan erat antara isu ekonomi dengan keamanan maritim, APEC sejak beberapa tahun lalu telah meluncurkan inisiatif seperti APEC Counter-Terrorism Plan dan APEC Port Security Plan. Mengingat roda ekonomi kawasan Asia Pasifik sangat tergantung pada domain maritim, merupakan kewajiban bagi semua negara anggota APEC, termasuk Indonesia untuk menjamin keamanan maritim, termasuk di dalamnya compliance terhadap International Ship and Port Facility Code (ISPS Code). Berikut ini uraian tugas antar instansi dalam mencegah dan menindak kejahatan penyelundupan manusia, sebagai wujud penanganan terpadu dengan pemerintah pusat sebagai ujung tombak penanganannya. NO 1
INSTANSI UNHCR
2
IOM
3
AFP
4
Imigrasi
URAIAN TUGAS Melakukan koordinasi dengan Polri untuk mengurus para pencari suaka yang telah tertangkap di Indonesia. Melakukan koordinasi dengan Polri untuk membantu para pencari suaka yang terdampar dan kapalnya tenggelam di Indonesia Melakukan koordinasi dengan Polri untuk mengembalikan para pencari suaka ke negara asal dengan jaminan perlindungan dan keamanan yang terjamin Memberikan data kepada Polri tentang jaringan mafia penyelundupan manusia Melakukan koordinasi dengan Polri dalam menyelenggarakan pendampingan dan advokasi terhadap para pencaari suaka yang transit dan tertangkap di wilayah Indonesia Melakukan koordinasi dengan Polri untuk memberikan fasilitas fisik dan psikologis terhadap para pencaari suaka yang terdampar di Indonesia. Memberikan data kepada Polri tentang para pelaku dan modus operandi kejahatan penyelundupan manusia Melakukan koordinasi dengan Polri terhadap para anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang tertangkap di Australia karena mengantarkan para pencari suaka ke Australia. Melakukan komunikasi dengan Polri untuk menyelenggarakan operasi bersama penanganan penyelundupan manusia di Indonesia. Membantu Polri dalam mendeteksi dan mengendus praktek penyelundupan manusia di Indonesia. Membantu Polri untuk mengecek dokumen keimigrasian dari
Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 166
5
Kejaksaan
6
Pengadilan
7
TNI AL
8
TNI AD
9
Pempus (Kemlu)
para pencari suaka yang ditangkap oleh Polri. Menyediakan fasilitas penampungan sementara / tempat karantina bagi para pencari suaka yang ditangkap oleh Polri. Memberikan data kemigrasian dari para pencari suaka kepada Polri untuk bahan penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut. Memproses secara cepat terhaadap para pelaku penyelundupan manusia yang telah di BAP oleh penyidik Polri Berkoordinasi dengan Polri dalam hal penuntutan agar supaya hukuman bagi pelaku bersifat berat sehingga menimbulkan efek jera. Memberikan vonis yang berat kepada para pelaku penyelundupan manusia supaya menimbulkan efek jera. Memanggil penyidik Polri sebagai saksi sebagai bahan pengambilan vonis pengadilan. Melakukan koordinasi dengan Polri, khususnya Polairud dalam menangkap para pencari suaka yang berada di wilayah perairan Indonesia Memberikan informasi, data dan barang bukti yang valid kepada Polri terhadap penangkapan para pencari suaka. Menyerahkan kepada Polri terhadap setiap pelaku, korban dan barang bukti ketika TNI AL melakukan penangkapan di laut Melakukan koordinasi dengan Polri apabila menemukan adanya indikasi penampungan para imigran gelap di tengah masyarakat Menyerahkan kepada Polri baik pelaku, korban, dan barang bukti ketika TNI AD menangkap para imigran gelap Melakukan koordinasi dengan Polri untuk mengembalikan para pencari suaka yang ada di Indonesia Membantu Polri dalam memproses para imigran ini untuk kembali ke daerah asalnya. Membantu Polri untuk menghubungkan dengan pihak-pihak luar negeri dalam proses hukum terhadap para pelaku WNA dalam kejahatan penyelundupan manusia.
Kesimpulan Dalam era globalisasi sekarang ini, proses migrasi penduduk merupakan permasalahan global yang sangat komplek dan beragam. Migrasi manusia dari satu negara ke negara lain sebenarnya merupakan hal yang biasa dan diatur dalam aturan internasional. Yang menjadi persoalan adalah adanya migrasi ilegal yang tidak sesuai dengan ketentuan internasional. Migrasi penduduk dari satu negara ke negara lain karena negara asal nya mengalami konflik, kekerasan, dan peperangan merupakan Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 167
persoalan pelik yang sulit untuk ditangani karena migrasi nya berlangsung secara besarbesaran. Maraknya migrasi ilegal atau sering disebut human smuggling atau penyelundupan manusia di wilayah Asia Tenggara, terutama Indonesia banyak terjadi, khususnya para imigran yang berasal dari Timur Tengah dan negara-negara Indo Cina yang menyebrang mengarungi lautan dan perairan Indonesia untuk menuju ke Australia. Fenomena yang lazim di sebut sebagai “manusia perahu” ini menginginkan tinggal di Australia dengan melewati wilayah kedaulatan Indonesia, khususnya wilayah laut dan wilayah perairan sehingga menimbulkan ancaman keamanan maritim. Diperlukan mekanisme penanganan terpadu dalam mencegah dan menegakkan hukum terhadap kejahatan penyelundupan manusia yang tentunya melibatkan jaringan, mafia, atau sindikat penyelundupan manusia secara internasional. Kerjasama antar berbagai
pihak
sangat
diperlukan
mengingat
keamanan
maritim
merupakan
tanggungjawab berbagai pihak, khususnya TNI AL dan Polairud. Terlebih lagi, diperlukan kerjasama regional dengan memberdayakan Asean Maritime Forum (AMF), dan kerjasama internasional, dengan memberdayakan UNHCR. Adanya ancaman keamanan maritime Indonesia hendaknya mendorong Negaranegara kawasan yang secara ekonomi lebih mampu agar senantiasa membantu Indonesia untuk meningkatkan kapasitasnya di bidang keamanan maritim. TNI Angkatan Laut sebagai aktor keamanan maritime di Indonesia sangat terbuka untuk menjalin kerjasama dengan pihak-pihak lain, khususnya dari constituents of sea power. Terjaminnya keamanan maritim di era globalisasi hanya dapat diwujudkan melalui kerjasama antar semua pihak yang berkepentingan dan tidak dapat dibebankan sepenuhnya kepada negara pantai. Menyangkut domain kerjasama yang bisa dijalin dari perspektif Indonesia, di antaranya adalah intelligence sharing dan bantuan teknis. Intelligence sharing sangat penting karena terkait dengan upaya bersama untuk mewujudkan maritime domain awareness. Oleh sebab itu, Indonesia mengharapkan adanya peningkatan kerjasama intelligence sharing dari negara-negara di kawasan Asia Pasifik, khususnya antar Angkatan Laut. Kerjasama bantuan teknis adalah bentuk kerjasama lainnya yang diyakini akan mampu meningkatkan kapasitas Indonesia dalam mencipkan maritime domain awareness Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 168
guna mewujudkan keamanan maritim dan stabilitas kawasan. Sejauh ini, bantuan teknis seperti Integrated Maritime Surveillance System Program dari Amerika Serikat dalam bentuk bantuan radar pengamatan maritim di Selat Malaka dan Selat Makassar sangat bermanfaat bagi Indonesia. Kerjasama antar institusi pertahanan (Defense to Defense Cooperation) seperti itu merupakan contoh yang bagus dalam kolaborasi antar Negara untuk keamanan maritime. Selain dengan Amerika Serikat, Indonesia terbuka untuk menjalin kerjasama serupa dengan Negara-negara lain di kawasan, baik kawasan Laut Cina Selatan, kawasan Samudra Hindia, kawasan Asia Pacifik dan kawasan ASEAN yang merupakan zona maritim dengan berpegang pada prinsip “Lending Hands but not Step in”.
Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 169
Daftar Pustaka Buku Till Geoffrey, Sea Power a guide for the twenty first century, London, Frank Cass 2004 hal 315-324. Jurnal Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II). Jakarta: ASEAN Secretariat, November 2006. Friebel, Guido & Sergei Guriev, (2006): Smuggling Humans: A Theory of Debt-Financed Migration. Journal of the European Economic Association, Vol. 4, No. 6 (Dec., 2006) Heckmann, Friedrich, (2004): Illegal Migration: What Can We Know and What Can We Explain? The Case of Germany. International Migration Review, Vol. 38, No. 3, Conceptual and Methodological Developments in the Study of International Migration (Fall, 2004) Martin , Philip & Mark Miller, (2000): Smuggling and Trafficking: A Conference Report. International Migration Review, Vol. 34, No. 3 (Autumn, 2000) Website Herman
Agustiawan,
“Pasokan
Energi
dan
Kekuatan
Maritim”,
http://regional.kompas.com/read/2012/10/17/04323817/twitter.com.
Diakses
dalam pada
tanggal 26 November 2013 http://indomaritimeinstitute.org/2011/03/584/. Diakses pada tanggal 26 November 2013 http://log.viva.co.id/news/read/149226jalur_indonesia_paling_mudah_dilalui_imigra http://manshurzikri.wordpress.com/2011/01/05/permasalahan-imigran-gelap-dan-peoplesmuggling-dan-usaha-usaha-serta-rekomendasi-kebijakan-dalammenanggulanginya/ http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/105-september-2010/920-isu-keamananmaritim-regional-.html Willy F. Sumakul, “Fenomena Baru Ancaman Terhadap Keamanan Maritim”, dalam http://www.fkpmaritim.org/?p=351. Diakses pada tanggal 26 November 2013.
Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 170