Evaluasi Kebijakan Kompensasi di Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dalam Rangka Reformasi Birokrasi Padma Devi dan Defny Holidin Program Sarjana Ekstensi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Abstrak Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kebijakan kompensasi berdasarkan dimensi efektivitas, kecukupan, perataan, responsivitas, dan ketepatan di Direktorat Kepatuhan Internal dan Sumber Daya Aparatur Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka reformasi birokrasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis deskriptif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kebijakan kompensasi yang dilakukan dalam rangka reformasi birokrasi telah berjalan efektif bagi peningkatan kinerja pegawai, mencukupi kebutuhan finansial pegawai, meningkatkan responsivitas pegawai, serta tepat sesuai peraturan yang berlaku, namun kebijakan kompensasi belum dianggap merata oleh pegawai. Disarankan agar perlu adanya komponenkomponen lain yang dapat mewujudkan reformasi birokrasi baik di Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur maupun Direktorat Jenderal Pajak secara keseluruhan. Kata kunci : Evaluasi kebijakan, implementasi kebijakan, kompensasi, reformasi birokrasi, Kementerian Keuangan Abstract This research aims to evaluate policy of compensation based on dimensions of effectiveness, adequacy, equity, responsiveness, and appropriateness in the Directorate Internal Subservience and Resources Apparatus Transformation Directorate General of Tax in order to bureaucracy reform. This research use quantitative approach with descriptive analysis. The results from this research indicate that the implementation of the compensation which done in order to realize the bureaucracy reform is already effectively increase employee performance, adequately fulfill employee financial need, increase employee responsiveness, and also appropriate with valid regulation, but policy compensation is not yet equally paid by the employee. This research suggests that they need another components that can realize reform bureaucracy not only in the Directorate Internal Subservience and Resources Apparatus Transformation but also totally in the Directorate General of Tax. Key words : Policy evaluation, policy implementation, compensation, bureaucracy reform, ministry of finance
Pendahuluan Sebuah sistem administrasi yang baik tentunya memegang kunci penting bagi keberhasilan suatu negara untuk mencapai kesejahteraan masyarakatnya dan hal ini tidak dapat
Evaluasi kebijakan..., Padma Devi, FISIP UI, 2013
dilepaskan dari keberadaan pemerintah sebagai penyelenggara administrasi atau yang lebih di kenal sebagai birokrasi. Hal tersebut menjadi tujuan yang sulit untuk dicapai mengingat birokrasi yang selama ini ada telah melekat kepada stigma yang negatif dan hal ini pun didukung oleh maraknya praktik tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh para pejabat di dalam pemerintahan (Aparatur,2010). Melalui stigma yang muncul di masyarakat mengenai makin buruknya citra dari para birokrat dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat maka memunculkan konsep reformasi birokrasi dalam upaya pembenahan sistem penyelenggaraan negara. Reformasi birokrasi muncul dari adanya upaya yang dilakukan dalam melakukan perubahan di suatu organisasi terutama organisasi publik yaitu melalui adanya manajemen perubahan, seperti yang diungkapkan Pollitt dan Bouckaert (2000:8) bahwa “Public management reform consists of deliberate changes to the structures and processes of public sector organizations with the objective of getting them (in some sense) to run better”. Sejak tahun 2007 Kementerian Keuangan sebenarnya telah berupaya untuk melakukan reformasi birokrasi di instansi yang memegang peranan penting dalam pemerintahan (Rasad,2008). Salah satu fenomena penyelenggaraan reformasi birokrasi di tingkat kementerian yang belakangan ini menjadi sorotan adalah Kementerian Keuangan yang menjadi pilot project serta menjadi proyek percontohan sejak tahun 2007. Pada awal pelaksanaan sebenarnya Kementerian Keuangan merupakan proyek percontohan untuk melaksanakan reformasi birokrasi dalam hal ini berkaitan dengan kebijakan sistem penggajian dan pemberian remunerasi. Tujuan dari kebijakan sistem penggajian atau kompensasi di Kementerian Keuangan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 289/KMK.01/02007 adalah untuk meningkatkan pengamanan terhadap penerimaan dan pengeluaran keuangan negara serta memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, selain untuk mengamankan keuangan negara, pemberian kompensasi tersebut dilakukan sebagai upaya preventif terhadap tindakan-tindakan pegawai yang tidak disiplin, maupun mencegah terjadinya tindakan korupsi atau penyelewengan. Reformasi birokrasi dalam bidang penggajian ini, dilakukan oleh seluruh unit yang berada di bawah Kementerian Keuangan. Salah satu unit yang memberikan kontribusi besar dalam penerimaan negara yaitu Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak), hampir 80% APBN (Triyanto,2011) berasal dari penerimaan pajak setiap tahunnya. Kompensasi yang diberikan kepada pegawai di lingkungan Ditjen Pajak memiliki perbedaan jika dibandingkan dengan unit lain yang berada di bawah Kementerian Keuangan, selain TKPKN pegawai di lingkungan Ditjen
Evaluasi kebijakan..., Padma Devi, FISIP UI, 2013
Pajak menerima Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT) serta Imbalan Prestasi Kerja (IPK) yang besarannya rata-rata mencapai 1,5 juta perbulan (Setagu,2011) sehingga perhitungan penghasilan atau THP (take home pay) pegawai negeri sipil di lingkungan Ditjen Pajak digambarkan sebagai berikut: THP : Gaji + TPKN + TKT + IPK
Gambar 1.1 Take Home Pay (THP) Pegawai, Sumber: Setagu 2011 Ditjen Pajak tengah berupaya dalam mewujudkan reformasi birokrasi salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan dibentuknya tiga Direktorat baru di dalam struktur organisasi Ditjen Pajak yang berkaitan dengan tranformasi dalam bidang sumber daya manusia, teknologi, dan proses bisnis. Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (Dit. KITSDA) memiliki tugas untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standar teknis di bidang kepatuhan internal dan transformasi sumber daya aparatur. Kompensasi di Ditjen Pajak memegang peranan penting, dan salah satu unit yang memiliki peranan dalam penyiapan bahan perancangan dan pelaksanaan uji coba terkait dengan kompensasi di Ditjen Pajak yaitu Dit. KITSDA. Dit. KITSDA merancang pelaksanaan kompensasi ke dalam beberapa komponen. Komponen kompenasi yang ada di Ditjen Pajak meliputi Pay for Person atau gaji pokok pegawai sebagai pegawai negeri sipil, Pay for Position atau tunjangan jabatan berdasarkan grade yang dimiliki, Pay for Performance atau tunjangan kinerja berdasarkan adanya penilaian kinerja, serta benefits berupa mobil dinas, rumas dinas, tabungan pegawai, asuransi kesehatan, maupun benefits dalam bentuk lainnya, yang digambarkan sebagai berikut. Pay For Person (Govt. Employee) Compensation Components (3P+B)
Pay For Position Pay For Performance Benefits
Gambar 1.2. Compensation Components, Sumber: Dit. KITSDA Melalui beberapa permasalahan yang muncul terkait dengan kebijakan kompensasi yang dilakukan oleh Ditjen Pajak, maka perlu dilakukan evaluasi apakah pelaksanaan kompensasi
Evaluasi kebijakan..., Padma Devi, FISIP UI, 2013
tersebut dilakukan dalam rangka reformasi birokrasi. Sehingga penelitian ini memiliki fokus yaitu pelaksanaan kebijakan kompensasi atau dalam rangka reformasi birokrasi. Sebagai Direktorat yang memegang peranan penting dalam melakukan transformasi di bidang sumber daya manusia tentunya Dit. KITSDA merupakan Direktorat yang memahami apakah kemudian pelaksanaan kebijakan kompensasi telah sesuai dan dilakukan dalam rangka reformasi birokrasi serta mengetahui apakah pelaksanaannya telah berjalan dengan baik, apakah sesuai dengan peraturan yang berlaku, jika dilihat dari adanya TKPKN, tunjangan kegiatan tambahan, dan indeks prestasi kerja serta tunjangan lain dalam bentuk non-finansial seperti rumah dinas dan kendaraan dinas. Oleh sebab itu pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah evaluasi kebijakan kompensasi di Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dalam rangka reformasi birokrasi? Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kebijakan kompensasi di Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dalam rangka reformasi birokrasi.
Tinjauan Teoritik Sebuah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah harus dapat dilakukan mekanisme pengawasan yang disebut sebagai evaluasi kebijakan. Evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauh mana kefektifan kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya (Nugroho,2008:471). Dunn (2003:608) berpendapat bahwa istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating), dan penilaian (assessment). Dunn (1999:610) menggambarkan kriteria-kriteria dari evaluasi kebijakan publik yang terdiri dari beberapa kriteria seperti dalam tabel berikut: Tabel. 2.2. Kriteria Evaluasi Kebijakan Publik Menurut Dunn Tipe Kriteria
Pertanyaan
Efektivitas
Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai?
Efisiensi
Seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan?
Kecukupan
Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah?
Perataan
Apakah biaya manfaat didistribusikan dengan merata kepada kelompokkelompok yang berbeda?
Evaluasi kebijakan..., Padma Devi, FISIP UI, 2013
Responsivitas
Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok tertentu?
Ketepatan
Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai?
Sumber : William N. Dunn, 2003, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Edisi Kedua, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press Hal. 610 Berbicara mengenai evaluasi kebijakan, kebijakan yang dilakukan dalam upaya reformasi birokrasi yaitu berkaitan dengan kebijakan kompensasi atau dikenal juga dengan remunerasi. Kompensasi menurut Milkovich dan Newman (2002:6) adalah “compensation is all forms of financial returns and tangible services and benefits employees receive as part of an employment relationships”. Kompensasi sendiri terdiri dari kompensasi finansial dan kompensasi nonfinansial, kompensasi finansial (Rivai,2005:357) terdiri dari kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung. Kompensasi langsung terdiri dari pembayaran karyawan dalam bentuk upah, gaji, bonus, atau komisi. Sedangkan, kompensasi tidak langsung atau benefit terdiri dari semua pembayaran yang tidak tercakup kedalam kompensasi finansial langsung yang meliputi liburan, berbagai macam asuransi, jasa seperti perawatan anak atau kepedulian keagamaan, dan sebagainya. Terdapat pula kompensasi non finansial seperti pujian, menghargai diri sendiri, dan pengakuan yang dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan, produktivitas, dan kepuasan. Kebijakan kompensasi dalam rangka reformasi birokrasi dikaitkan dengan reformasi birokrasi bidang sumber daya manusia, dalam konteks administrasi negara hal ini dilakukan dalam upaya meningkatkan kualitas dan kinerja dari pegawai negeri sipil karena pendapatan pegawai negeri sipil di Indonesia dinilai terbilang masih rendah, seperti yang diungkapkan oleh Pramusinto (2010:70) bahwa, “Di Indonesia, rendahnya gaji pegawai negeri sipil menjadi isu yang sangat menonjol dan selalu dikaitkan dengan berbagai isu lain seperti: rendahnya produktivitas kerja, buruknya pelayanan publik dan terjadinya korupsi di dalam tubuh birokrasi” Reformasi administrasi mengandung arti sebagai penggunaan kekuasaan dan pengaruh untuk menerapkan ukuran-ukuran baru pada suatu sistem administrasi guna mengubah tujuan, struktur
ataupun
prosedur
dengan
maksud
meningkatkannya
untuk
maksud-maksud
pembangunan (Nasucha,2004:42). Sistem penggajian merupakan salah satu aspek yang menjadi perhatian dalam melakukan reformasi di bidang kepegawaian (civil service reform) dalam upaya meningkatkan kemampuan, produktivitas, serta memberikan motivasi terhadap pegawai agar
Evaluasi kebijakan..., Padma Devi, FISIP UI, 2013
dapat
memberikan
pelayanan
yang
lebih
baik
kepada
masyarakat.
World
Bank
(Pramusinto,2010:70) sejak tahun 1980-1997 yang memberikan penegasan bahwa civil service reform sangat diperlukan untuk dapat mengatasi permasalahan dalam sistem kepegawaian negara misalnya disfungsi birokrasi di dalam pemerintah. Reformasi dalam bidang kompensasi berkaitan dengan merit pay yaitu pemberian kompensasi berdasarkan kinerja atau disebut sebagai pay-forperformance systems to reward individual performance (Cayer dan Parkes,2001:189). Hipotesis kerja dalam penelitian ini adalah Kebijakan Kompensasi di Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan telah sesuai dalam rangka reformasi birokrasi. Fokus dari penelitian ini yaitu evaluasi kebijakan kompensasi di Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dalam rangka reformasi birokrasi. Secara teori William Dunn menerangkan konsep mengenai kriteria dalam evaluasi kebijakan, yang meliputi enam dimensi yaitu efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas, dan ketepatan. Namun, dalam penelitan ini, peneliti tidak mempergunakan dimensi efisiensi karena indikator dari efisiensi berkaitan dengan nilai atau hasil output yang dilihat dari hasil input sebelumnya, dan hal tersebut biasanya berkaitan dengan besaran biaya yang dikeluarkan dan dalam penelitian ini berkaitan dengan kompensasi kepada pegawai dan bukan merupakan layanan yang memerlukan input dengan besaran biaya tertentu. Berikut merupakan operasionalisasi konsep dalam penelitian ini. Tabel 2.3. Operasionalisasi Konsep Penelitian Konsep
Variabel
Kategori
Dimensi
Indikator
Evaluasi Kebijakan
Evaluasi Kebijakan Kompensasi
- Sangat Tidak Sesuai - Tidak Sesuai - Sesuai - Sangat Sesuai
Efektivitas (effectiveness)
1. Adanya peningkatan disiplin pegawai. 2. Mencegah terjadinya perpindahan pegawai. 3. Adanya kepuasan kerja karyawan. 4. Adanya peningkatan tanggung jawab pegawai. 5. Pegawai yang lebih kompetitif. 6. Peningkatan kualitas pegawai. 7. Terwujudnya
Evaluasi kebijakan..., Padma Devi, FISIP UI, 2013
Kecukupan (adequacy)
Perataan (equity)
Responsivitas (responsiveness)
profesionalitas pegawai. 8. Meningkatnya produktivitas pegawai. 9. Terciptanya kerjasama tim (teamwork) antar pegawai. 1. Kebutuhan dasar finansial perseorangan Pegawai terpenuhi. 2. Kecukupan akan pemenuhan kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier. 3. Kompensasi yang diberikan dibandingkan dengan kebutuhan yang harus dipenuhi setiap bulan. 1. Penerimaan kompensasi dibanding dengan instansi pemerintah lainnya. 2. Penerimaan kompensasi dibanding dengan senioritas dalam kepegawaian 3. Penerimaan kompensasi berdasarkan level (grade) yang dimiliki 4. Penerimaan kompensasi berdasarkan pengalaman yang dimiliki 5. Pemberian kompensasi dalam bentuk benefit berdasarkan jabatan yang dimiliki. 1. Peningkatan daya tanggap terhadap keluhan dari atasan. 2. Penyelesaian keluhan yang dilakukan oleh atasan. 3. Penyelesaian terhadap keluhan pekerjaan dilakukan secara tepat dan
Evaluasi kebijakan..., Padma Devi, FISIP UI, 2013
cepat. 4. Daya tanggap dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Ketepatan 1. Prinsip keadilan dalam (appropriateness) pemberian kompensasi. 2. Pemberian kompensasi sesuai dengan peraturan yang berlaku. 3. Pemberian kompensasi yang tepat waktu. 4. Terdapat pola pelaksanaan kompensasi berdasarkan kinerja (sistem merit pay). Sumber: Hasil Olahan Penelitian, Juli 2012 Metode Penelitian Dalam penelitian mengenai “Evaluasi Kebijakan Kompensasi di Direktorat Kepatuhan Internal dan Sumber Daya Aparatur Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dalam Rangka Reformasi Birokrasi” penulis menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data secara kuantitatif meliputi data primer dan data sekunder sehingga teknik pengumpulan data yang digunakan terdiri dari data primer berupa survei kepada pegawai di Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur Direktorat Jenderal Pajak dan wawancara mendalam, serta data sekunder berupa studi kepustakaan dan sumber internet. Populasi yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu populasi heterogen, yakni pegawai pada unit Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur sebanyak 182 orang pegawai yang terdiri lima SubDirektorat yaitu Sub-Direktorat Kepatuhan Internal, Sub-Direktorat Investigasi Internal, SubDirektorat Transformasi Organisasi, Sub-Direktorat Pengembangan Manajemen Kepegawaian, Sub-Direktorat Kompetensi dan Pengembangan Kapasitas Pegawai yang mengatur kepatuhan internal dan transformasi dalam bidang sumber daya manusia di Direktorat Jenderal Pajak. Dari Populasi yang ada di Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur Direktorat Jenderal Pajak tersebut akan ditentukan besaran sampel dengan menggunakan rumus Slovin (Prasetyo dan Jannah,2011:137). Dengan besaran populasi pada unit Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur Direktorat Jenderal
Evaluasi kebijakan..., Padma Devi, FISIP UI, 2013
Pajak berjumlah 182 pegawai dengan nilai kritis sebesar 5%, maka total sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu 125 dengan proporsi dari masing-masing Sub-Direktorat berdasarkan teknik acak terlapis. Dalam pengumpulan data dengan mempergunakan kuisioner, dimana jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 125 orang pegawai yang tersebar di empat Sub-Direktorat, namun jumlah sampel yang bersedia menjadi responden yaitu sebanyak 99 orang pegawai dengan persentase sebesar 79.2% dari total keseluruhan sampel. Penyebaran kuisioner dilakukan dengan cara teknik penarikan sampel aksidental (Prasetyo dan Jannah,2011:135), hal ini disebabkan karena peneliti tidak dapat terjun langsung dalam penyebaran kuisioner dan terdapatnya kebijakan dilingkungan Dit. KITSDA yang mengharuskan kuisioner yang diisi oleh pegawai diberikan kepada Sub. Direktorat Bagian Umum untuk kemudian disebarkan kepada pegawai yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu univariat karena hanya mempergunakan satu variabel saja, yaitu evaluasi kebijakan kompensasi. Data yang dikumpulkan merupakan data kuantitatif yang kemudian diolah dengan menggunakan software SPSS (Statistical Package for Social Sciences) 17 for windows untuk memperoleh analisis data deskriptif. Data utama mengenai dimensi evaluasi yang terdiri dari efektivitas, kecukupan, perataan, responsivitas, dan ketepatan, analisis deskriptif yang dihasilkan berupa distribusi frekuensi dan persentase dari masing-masing variabel. Selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan rentang skala atau rentang kriteria untuk dapat melihat apakah pelaksanaan kompensasi dalam rangka reformasi birokrasi telah berjalan sesuai atau belum dengan melihat dimensi-dimensi yang terdapat dalam evaluasi kebijakan. Rentang skala dari tiap kriteria yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabel 3.2. Rentang Skala Rentang Skala
Kriteria
99 – 173
Sangat Tidak Sesuai
174 – 247
Tidak Sesuai
248 – 321
Sesuai
322 – 395
Sangat Sesuai
Sumber: Hasil Olahan Penelitian
Evaluasi kebijakan..., Padma Devi, FISIP UI, 2013
Hasil Penelitian dan Pembahasan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai evaluasi kebijakan kompensasi di Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dalam rangka reformasi birokrasi dan berdasarkan kriteria dalam evaluasi kebijakan maka hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut.
Tabel. 4.1. Evaluasi Kebijakan Kompensasi di Direktorat Kepatuhan Internal dan Sumber Daya Aparatur Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dalam Rangka Reformasi Birokrasi Dimensi
Skala Penilaian
Kriteria
329.2
Sangat Sesuai
Kecukupan (adequacy)
293
Sesuai
Perataan (equity)
239
Tidak Sesuai
Responsivitas (responsiveness)
305.83
Sesuai
Ketepatan (appropriateness)
279.88
Sesuai
Efektivitas (effectiveness)
Jumlah Skor
1446.91
Skala Penilaian
1446.91 = 289.3 5 Sesuai
Sumber: Hasil Olahan Penelitian, Juli 2012 Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa kebijakan kompensasi yang diberikan kepada pegawai di lingkungan Dit. KITSDA dalam rangka reformasi birokrasi memberikan dampak yang sangat efektif bagi peningkatan kualitas pegawai, tingkat disiplin pegawai, peningkatan terhadap kepuasan kerja pegawai, meningkatkan produktivitas, serta menjadikan pegawai mampu bersaing dengan pegawai lain baik yang bersifat internal maupun eksternal. Berikutnya diketahui bahwa kompensasi yang diberikan kepada pegawai setiap bulannya telah dapat memebuhi kebutuhan finansial pegawai Dit. KITSDA, baik dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan lain seperti primer, sekunder, dan tersier. Kebijakan kompensasi yang berjalan di Dit. KITSDA dalam rangka reformasi birokrasi memberikan dampat yang positif bagi peningkatan responsivitas pegawai, responsivitas pegawai mengalami peningkatan bahwa pegawai dapat bertindak responsif terhadap keluhan, maupun
Evaluasi kebijakan..., Padma Devi, FISIP UI, 2013
masukan yang diberikan atasan kepada mereka, serta dapat menyelesaikan setiap pekerjaan yang dibebankan kepada mereka. Kebijakan kompensasi yang terdapat di Dit. KITSDA dalam rangka reformasi birokrasi dinilai sudah tepat oleh pegawai sesuai dengan peraturan yang berlaku bagi pegawai negeri sipil, peraturan yang berlaku bagi pegawai di bawah Kementerian Keuangan, dan pemberian kompensasi diberikan tepat waktu setiap bulannya. Namun kebijakan kompensasi yang berjalan di Dit. KITSDA dalam rangka reformasi birokrasi dinilai oleh pegawai belum dapat dilakukan secara merata bahwa masih terdapat pegawai yang memiliki anggapan bahwa kompensasi yang diberikan kepada mereka tidak dipengaruhi oleh lama mereka bekerja, tidak sesuai dengan beban kerja yang mereka lakukan, maupun dengan pengalaman yang mereka miliki, dan hal ini perlu menjadi pertimbangan bagi atasan agar kemudian pegawai dapat meningkatkan kinerjanya. Pelaksanaan kebijakan kompensasi yang berjalan di Dit. KITSDA secara keseluruhan telah sesuai dan dilakukan dalam rangka reformasi birokrasi, namun tentunya hal tersebut harus kita lihat dari sudut pandang yang berbeda seperti yang diungkapkan oleh akademisi bidang kompensasi, akademisi bidang reformasi birokrasi, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) berikut ini. “Level kompensasi tidak bisa dijadikan tolak ukur keberhasilan gitu ya. Karena, tolak ukur keberhasilan ini sebetulnya, adalah kemulusan proses pekerjaan atau misalnya bisa dikatakanlah itu bisa menjadi salah satu faktor dari ini dari eee apa country competitiveness adalah salah satunya misalnya adalah waktu yang diperlukan untuk memberikan perijinan untuk membuka usaha nah itu kalau keberhasilan, tolak ukur keberhasilan reformasi birokrasi ya bisa dilihat dari situ, dari apa namanya dari tolak ukur yang paling gampang diukur” (Bpk. Ir. Aryana Satrya MM. Ph. D, Akademisi Bidang Kompensasi, Mei 2012) Akademisi bidang kompensasi menilai bahwa level kompensasi tidak dapat dijadikan tolak ukur dalam keberhasilan reformasi birokrasi, karena tolak ukur keberhasilan yang sebenarnya yaitu kemulusan proses pekerjaan, misalnya menjadi salah satu faktor dari country competitiveness. Akademisi menilai bahwa kompensasi merupakan aspek yang lemah untuk itu agar suatu pelaksanaan reformasi birokrasi dapat mencegah tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme diperlukan adanya budaya kerja, budaya kerja dapat ditinjau dari tiga aspek, yang pertama berkaitan dengan simbol-simbol, artifak, perilaku, dan yang sifatnya terlihat. Kedua yaitu tingkat yang lebih dalam berkaitan dengan nilai-nilai atau value yang tumbuh dalam suatu instansi. Ketiga berkaitan dengan asumsi dasar atau underline assumption, mengenai mengapa suatu nilai-nilai itu diciptakan. Dalam hal budaya kerja, atasan memiliki peran dalam membentuk
Evaluasi kebijakan..., Padma Devi, FISIP UI, 2013
budaya kerja karena penyebarluasan dan sosialisasi dari budaya kerja itu sendiri berasal dari atasan karena bawahan tidak memiliki power untuk menciptakan budaya kerja sendiri. Dalam upaya mewujudkan reformasi birokrasi maka Kementerian Keuangan memiliki core values yaitu Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan, serta Kesempurnaan yang menjadi acuan pegawai dalam berperilaku. “Oww itu iya, jelas kalo itu, tapi yang jelas bahwa tidak cukup mengatasi eee potensi pegawai melakukan penyelewengan hanya dengan meningkatkan gajinya atau tunjangannya atau take home pay-nya sehingga reformasi birokrasi tidak hanya remunerasi. Remunerasi hanya bagian kecil dari reformasi birokrasi” (Ah Maftuchan, LSM Perkumpulan Prakarsa, Juni 2012) Sementara LSM menilai bahwa pemberian remunerasi atau kompensasi yang dapat dikatakan sebagai take home pay ini belum dapat diidentifikasikan sebagai upaya dalam melaksanakan reformasi birokrasi atau dengan kata lain ini hanya merupakan salah satu bentuk dari reformasi birokrasi karena reformasi birokrasi tidak hanya remunerasi, remunerasi hanya sebagian kecil dari reformasi birokrasi. Untuk itu hal yang paling utama untuk diperbaiki yaitu mengenai sistem kepegawaian secara menyeluruh yaitu merit system. Merit system yaitu antara beban kerja dengan jumlah pegawai ditata, dan antara struktur dengan fungsi ditata, kemudian beban kerja dengan reward disesuaikan, lalu terdapat punishment yang secara cepat dapat dikenakan jika terdapat pegawai yang melanggar. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa dalam upaya memperbaiki kinerja pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan maka dibuatlah Keputusan Menteri Keuangan No. 454/KMK.01/2011 Tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan yang melakukan penilaian berbasis kinerja kepada pegawai. “Remunerasi itu menurut saya membuat kompleksnya masalah kompensasi, suatu kompensasi yang baik gaji pokok itu lebih besar daripada tunjangan dan lain-lain, di Indonesia udah terbalik, remunerasi itu bisa-bisa 10 kali tunjangan, 20 kali gaji pokok, 30 kali gaji pokok, secara konsep itu nggak betul. Itu bukan suatu perubahan yang sistematik, itu tambal sulam karena sistem gaji yang jelek sistem gaji yang jelek dipertahankan dibikin remunerasi. Jadi kesimpulannya gini, reformasi itu masih parsial karena masalah yang dihadapi oleh Indonesia itu adalah demokrasinya itu bermasalah sangat besar, sistem politiknya dalam arti kata belum menerapkan good governance dan sistem hukumnya itu masih berbenturan” (Prof. Dr. Azhar Kasim MPA, Ph.D, Akademisi Bidang Reformasi Birokrasi, Oktober 2012). Sementara akademisi bidang reformasi birokrasi juga memiliki penilaian yang hampir serupa dengan LSM, bahwa akademisi menilai bahwa remunerasi hanya membuat kompleksnya masalah kompensasi, suatu kompensasi yang baik gaji pokok itu lebih besar daripada tunjangan dan lain-lain, sementara di Indonesia hal ini terjadi sebaliknya bahwa remunerasi dapat mencapai
Evaluasi kebijakan..., Padma Devi, FISIP UI, 2013
10 kali tunjangan, 20 atau 30 kali gaji pokok dan secara konsep hal itu tidak benar. Remunerasi dalam bagian kompensasi bukan suatu perubahan yang sistematik, itu merupakan tambal sulam karena sistem gaji yang buruk, kemudian sistem gaji yang buruk tadi dipertahankan dibuatlah remunerasi, akademisi juga menilai bahwa remunerasi merupakan hal yang tidak adil, karena instansi lain yang pekerjaannya sama gajinya berbeda dengan instansi yang dianggap sudah reformasi. Jadi, reformasi itu masih bersifat parsial karena masalah yang dihadapi oleh Indonesia itu masih sangat besar, masalah tersebut bukan hanya bersumber dari birokrasi tetapi juga dari sistem hukum, sistem politik yang belum menerapkan good governance dan sistem hukum yang masih berbenturan, untuk itu perlu dilakukan perbaikan pada sistem hukum serta penerapan prinsip good governance dalam sistem penyelengaraan negara.
Kesimpulan Melalui evaluasi kebijakan, pelaksanaan kompensasi yang diberikan kepada pegawai di Dit. KITSDA telah hampir seluruhnya dilakukan sebagai bentuk reformasi birokrasi. Pegawai menganggap bahwa pelaksanaan kebijakan kompensasi yang mereka terima memberikan dampak efektif bagi pelaksanaan reformasi birokrasi. Kompensasi yang diberikan kepada mereka telah dianggap cukup dalam memenuhi kebutuhan finansial pegawai , meningkatkan responsivitas pegawai dalam bekerja, dan pemberian kompensasi yang berjalan dinilai sudah tepat sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, kompensasi yang diberikan kepada mereka belum dianggap merata oleh sebagian pegawai karena pemberian kompensasi belum berdasarkan lama bekerja, maupun pengalaman yang dimiliki pegawai.
Saran Dari evaluasi yang telah dilakukan mengenai pelaksanaan kompensasi dalam rangka reformasi birokrasi yang berjalan di Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur dengan menggunakan dimensi efektivitas, kecukupan, perataan, responsivitas, dan ketepatan, saran yang dapat dikemukakan yaitu bahwa kompensasi yang diberikan kepada pegawai juga harus memperhatikan aspek pengalaman, memperhatikan risiko kerja, tanggung jawab, dan beban kerja. Penilaian kinerja yang diberikan pun harus sesuai dengan kinerja yang dihasilkan dan bertindak objektif dalam melakukan penilaian kinerja. Pelaksanaan kompensasi merupakan sebagian kecil upaya yang dilakukan dalam rangka mewujudkan reformasi birokrasi
Evaluasi kebijakan..., Padma Devi, FISIP UI, 2013
untuk itu harus terdapat pendekatan lain seperti reward dan punishment agar dapat memperbaiki struktur dalam kepegawaian dan menunjang pelaksanaan reformasi birokrasi di masa mendatang.
Daftar Referensi Cayer, N. Joseph dan Sandra J. Parkes. Human Resource Management Change in State and Local Government dalam Handbook of Public Management Practice and Reform Editor Kuotsai Tom Liou. USA : Marcel Dekker Inc. 2001 Dunn, William N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2003 Milkovich, George T. dan Jerry M. Newman. Compensation. New York: McGraw-Hill. 2002 Nasucha, Chaizi. Reformasi Administrasi Publik: Teori dan Praktik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. 2004 Nugroho, Riant. Public Policy. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2008 Pollitt, Christopher dan Geert Bouckaert. Public Management Reform : A Comparative Analysis. Oxford University Press. 2000 Pramusinto, Agus. Beberapa Catatan Tentang Sistem Penggajian PNS di Indonesia dalam Reformasi Aparatur Negara Ditinjau Kembali Editor Wahyudi Kumorotomo dan Ambar Widaningrum. Yogyakarta: Gava Media. 2010 Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2005 Rivai, Veithzal. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2005 Umar, Husein. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2008 Aparatur. Ihwal Reformasi Birokrasi. 17 Desember http://aparaturnegara.bappenas.go.id/?p=534. Diakses 9 Maret 2012
2010.
Fajar, Triyanto. Reformasi Birokrasi Direktorat Jenderal Pajak Itu Ada. 1 Maret 2012. http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/03/01/reformasi-birokrasi-direktoratjenderal-pajak-itu-ada/. Diakses 15 Maret 2012 Rasad,
Fauziah. Reformasi Birokrasi Tak Sekedar Renumerasi. 1 Juli 2008. http://bungaislam.com/journal/item/77/Reformasi_Birokrasi_Tak_Sekedar_Renumerasi. Diakses 1 Mei 2012
Evaluasi kebijakan..., Padma Devi, FISIP UI, 2013
Setagu.
Tabel Tunjangan Tambahan Pegawai Dirjen Pajak. 4 Februari 2011. http://setagu.net/kementerianlembaga/tabel-tunjangan-tambahan-pegawai-dirjen-pajak. Diakses 30 April 2012
Evaluasi kebijakan..., Padma Devi, FISIP UI, 2013