9
POPULASI Scaptodrosophila Duda (Diptera: Drosophilidae) PADA BUNGA JANTAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI KEBUN CIMULANG PTPN VIII BOGOR, JAWA BARAT
AYANG EKA YUROMIYATI
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ii
ABSTRAK Ayang Eka Yuromiyati. Populasi Scaptodrosophila Duda (Diptera: Drosophilidae) pada Bunga Jantan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) di Kebun Cimulang PTPN VIII Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan TARUNI SRI PRAWASTI. Scaptodrosophila (Drosophilidae) merupakan serangga pengunjung bunga jantan kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan mempelajari populasi Scaptodrosophila pada bunga jantan kelapa sawit (E. guineensis) dan unsur cuaca yang mempengaruhinya. Pengamatan populasi Scaptodrosophila dilakukan dengan scanning method pada tandan bunga jantan yang sedang antesis pada bulan April, Mei, dan Juni 2012. Pengukuran unsur cuaca, yaitu suhu udara, intensitas cahaya, dan kelembapan relatif udara dilakukan bersamaan dengan pengamatan serangga. Hubungan unsur cuaca dengan populasi Scaptodrosophila dianalisis dengan scatter plot, korelasi Pearson, dan biplot menggunakan program SPSS 16.0 dan Minitab 16. Rata-rata populasi Scaptodrosophila ditemukan tertinggi pada siang hari (102 individu/tandan) dan terendah pada sore hari (88 individu/tandan). Berdasarkan pengamatan, rata-rata populasi Scaptodrosophila tertinggi ditemukan pada bulan Juni (167 individu/tandan) dan terendah pada bulan April (16 individu/tandan). Berdasarkan unsur cuaca yang diukur, intensitas cahaya dan suhu udara berkorelasi positif terhadap populasi Scaptodrosophila. Kata kunci: Kelapa sawit, populasi, Scaptodrosophila, unsur cuaca.
ABSTRACT Ayang Eka Yuromiyati. Population of Scaptodrosophila Duda (Diptera: Drosophilidae) on Oil Palm’s male flower (Elaeis guineensis) at Plantation of PTPN VIII Cimulang, Bogor, West Java. Supervised by TRI ATMOWIDI dan TARUNI SRI PRAWASTI. Scaptodrosophila (Drosophilidae) is insect visiting male flower of oil palm. This study addressed to study population of the Scaptodrosophila in male flower of oil palm (E. guineensis) and weather elements that affected their population. Scaptodrosophila population were observed by scanning method in male flowers spikelet in April, May, and June 2012. Weather element, i.e., air temperature, light intensity, and relative humidity were measured. Relationship between weather element and Scaptodrosophila population were analyzed by scatter plot, korelasi Pearson, and biplot using SPSS 16.0 and Minitab 16. Results showed that population of Scaptodrosophila was highest at noon (102 individual/bunch) and lowest at afternoon (88 individual/bunch). In June, population of Scaptodrosophila was highest (167 individual/bunch) and lowest in April (16 individual/ bunch). Light intensity and air temperature correlated positively with population of Scaptodrosophila. Keyword: Oil palm, population, Scaptodrosophila, weather element.
iii
POPULASI Scaptodrosophila Duda (Diptera: Drosophilidae) PADA BUNGA JANTAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI KEBUN CIMULANG PTPN VIII BOGOR, JAWA BARAT
AYANG EKA YUROMIYATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
iv
Judul
: Populasi Scaptodrosophila Duda (Diptera: Drosophilidae) pada Bunga Jantan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Kebun Cimulang PTPN VIII Bogor, Jawa Barat : Ayang Eka Yuromiyati : G34080101
Nama NIM
Disetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Tri Atmowidi, M.Si NIP 196708271993031003
Dra. Taruni Sri Prawasti, M.Si NIP 195511301983032003
Mengetahui: Ketua Departemen Biologi
Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena NIP 196410021989031002
Tanggal Lulus:
v
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Populasi Scaptodrosophila Duda (Diptera: Drosophilidae) pada Bunga Jantan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Kebun Cimulang PTPN VIII Bogor, Jawa Barat”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan banyak terima kasih khususnya kepada Bapak Dr. Tri Atmowidi, M.Si. dan Ibu Dra. Taruni Sri Prawasti, M. Si. selaku pembimbing yang selalu memberikan pengetahuan yang bermanfaat, semangat dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Aris Tri Wahyudi selaku penguji wakil Komisi Pendidikan Departemen Biologi yang telah banyak memberi masukan untuk naskah ini. Terima kasih juga kepada Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII, Afdeling (AFD) II, Kebun Cimulang atas bantuan lokasi penelitian. Terima kasih khusus kepada kedua orang tua penulis atas doa, dukungan, semangat, dan kasih sayangnya yang selalu diberikan selama ini. Juga tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada adik penulis yang banyak menolong dalam menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Tini, Agus Supriadi, Fanny Soraya, Oktan Dwi Nurhayat, Ikra Nugraha, Nurul Fitria, dan Dini Dafamukti atas kerjasama selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga untuk rekan-rekan BIOLOGI 45, teman kost Wisma Ayu, serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis cantumkan satu persatu atas bantuan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Akhir kata penulis sangat mengharapakan adanya masukan dan saran untuk perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
Bogor, Oktober 2012
Ayang Eka Yuromiyati
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Juli 1989 dari ayah Syahroni dan ibu Muryanti. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di SDN 011 Pekayon, lulus pada tahun 2001, kemudian penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SLTP Negeri 91 Jakarta, lulus pada tahun 2004, dan SMUN 99 Jakarta, lulus pada tahun 2007. Setahun setelah itu, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN) IPB pada Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di beberapa kegiatan yang diadakan oleh kampus IPB seperti Lomba Cepat Tepat Biologi dan Biologi Interaktif. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Avertebrata pada tahun 2012 dan Fisiologi Tumbuhan pada tahun 2012 di Departemen Biologi FMIPA IPB. Penulis berkesempatan melakukan Praktik Kerja Lapang di RESEARCH AND DEVELOPMENT PT PERTAMINA PERSERO Jakarta dari bulan Juli sampai Agustus 2011 dengan judul Sintesis Emulsifier “Litium Stearat” Sebagai Zat Aditif pada Pembuatan Oil Base Mud.
vii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................................vii PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1 Latar Belakang .......................................................................................................................... 1 Tujuan ...................................................................................................................................... 2 BAHAN DAN METODE .............................................................................................................. 2 Waktu dan Tempat .................................................................................................................... 2 Bahan ....................................................................................................................................... 2 Metode...................................................................................................................................... 2 HASIL ........................................................................................................................................... 3 Morfologi Scaptodrosophila ..................................................................................................... 3 Populasi Scaptodrosophila pada Bunga Jantan Kelapa Sawit .................................................... 3 Populasi Scaptodrosophila dalam Kaitannya dengan Unsur Cuaca ............................................ 3 PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 5 SIMPULAN .................................................................................................................................. 6 SARAN ......................................................................................................................................... 6 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 6 LAMPIRAN .................................................................................................................................. 9
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3 4 5 6
Perkebunan kelapa sawit Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII, Afdeling (AFD) II, Kebun Cimulang Bogor ....................................................................... Bunga jantan kelapa sawit yang digunakan untuk pengamatan populasi Scaptodrosophila Morfologi Scaptodrosophila: kepala, torak, sayap, dan abdomen ................................... Rata- rata jumlah individu Scaptodrosophila pada bunga jantan kelapa sawit di setiap bulan dan pada setiap blok waktu ………………………………....................................... Scatter plot jumlah individu Scaptodrosophila dalam kaitannya dengan suhu udara, kelembapan relatif, dan intensitas cahaya ………………………………………………... Biplot hasil PCA antara jumlah individu Scaptodrosophila dengan suhu, intensitas cahaya, dan kelembapan relatif……………………………………………………………
2 2 3 3
4 4
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa nonmigas (BPS 2009) yang sangat menguntungkan Indonesia (Sargeant 2001). Tanaman ini termasuk dalam ordo Arecales, famili Arecaceae, dan genus Elaeis. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah berkembang ke berbagai daerah, seperti Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sunarko 2007). Kelapa sawit adalah tanaman berumah satu atau monoecious, yang berarti dalam satu pohon terdapat bunga jantan dan betina. Bunga jantan dan betina kelapa sawit terdapat pada tandan yang berbeda (bunga uniseksual) dan kematangan (antesis dan receptive) terjadi pada waktu yang berbeda. Perbedaan waktu mekar bunga jantan dan betina kelapa sawit menyebabkan tanaman tersebut memerlukan penyebukan silang. Pada bunga jantan, bunga mekar ditandai dengan aroma khas dan pelepasan serbuk sari. Aroma ini juga dikeluarkan oleh bunga betina yang merupakan salah satu strategi alami untuk menarik serangga penyerbuk (Tandon et al. 2001). Bunga jantan yang antesis memilki aroma yang lebih kuat dibandingkan dengan bunga betina. Bunga jantan menghasilkan senyawa volatil lebih banyak dibandingkan bunga betina (Free 1993). Lajis et al. (1985) melaporkan senyawa volatil yang dihasilkan oleh bunga kelapa sawit selama antesis ialah 1-metoksi-4-(2-propenil) benzene atau disebut estragol. Menurut Kusumawardhani (2011), bunga jantan kelapa sawit di kebun Cikasungka dikunjungi oleh tiga ordo serangga, yaitu Diptera (famili Drosophilidae dan Calliphoridae), Dermaptera (famili Pygidicranidae dan Forficulidae), dan Hymenoptera (famili Formicidae). Serangga pengunjung bunga jantan kelapa sawit didominasi oleh Hymenoptera (5 genus), Diptera (2 genus), dan Dermaptera (2 genus). Jumlah individu serangga yang paling banyak berkunjung ke bunga jantan kelapa sawit ialah Scaptodrosophila. Scaptodrosophila merupakan lalat anggota famili Drosophilidae yang berkerabat dekat dengan lalat buah, Drosophila. Scaptodrosophila merupakan anggota kingdom Animalia, filum Arthropoda, kelas
Insecta, dan ordo Diptera (Pechenik 2005). Genus Scaptodrosophila pada awalnya adalah Pholadoris yang merupakan subgenus dari Drosophila (Sturtevant 1939). Bock (1978) membagi tiga subgenus utama Drosophila yaitu, Sophophora, Hirtodrosophila, dan Scaptodrosophila serta beberapa subgenus minor. Grimaldi (1990) secara resmi menyatakan bahwa Scaptodrosophila menjadi genus yang terpisah dari genus Drosophila. Laporan tentang biologi dan ekologi Scaptodrosophila masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan genus Drosophila. Scaptodrosophila berukuran kecil (panjang 17 mm), berwarna coklat gelap, metamorfosis sempurna (Richard 2004), memiliki sepasang seta prescutellar, satu seta propleural, dan tiga seta subequal sternopleural besar (Bock 1978). Banyak spesies Scaptodrosophila memiliki prescutellar acrostichal setulae dan juga memiliki empat acrostichal setae yang membesar pada baris paling posterior atau disebut juga dengan prescutellar setae (Markow 2006). Scaptodrosophila menyebar di Asia tropik dan yang terluas berada di Asia Tenggara, New Guinea, Australia, dan Afrika. Beberapa spesies ditemukan di utara dan selatan Amerika dan Eropa (Bock 1978). Genus ini juga dilaporkan di New Zealand (Parsons 1980). Di Autralia, beberapa spesies Scaptodrosophila berkembang biak pada bunga Hibiscus (Barker 2005). Genus ini makan dan berkembang biak pada getah tumbuh-tumbuhan, cendawan, buah, bunga, dan daun. Larva dari salah satu spesies Scaptodrosophila merupakan pembentuk puru (gall) pada jaringan tumbuhan (Bock 1978). Drosophillidae membutuhkan karbohidrat, lipid, protein, air, dan vitamin untuk dapat bertahan hidup (Jacome et al. 1995). Beberapa substrat yang menyediakan nutrisi bagi lalat dewasa di alam ialah jus buah, eksudat extrafloral glandular, nektar dari bunga, bubuk polen, bakteri, feses burung, dan cendawan (Hagen 1958). Sedikitnya informasi ekologi Scaptodrosophila menyebabkan keterbatasan pemahaman hubungan antara struktur dan perubahan ukuran populasi dengan faktor abiotik, seperti cuaca pada suatu relung ekologi. Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan populasi Scaptodrosophila pada bunga jantan kelapa sawit dan keterkaitan antara suhu udara, kelembapan relatif, dan intensitas cahaya dengan populasi Scaptodrosophila.
2
Tujuan Penelitian ini bertujuan mempelajari populasi Scaptodrosophila pada bunga jantan kelapa sawit (E. guineensis Jacq) di kebun Cimulang, Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Afdeling II, Bogor.
dengan bunga pada pengamatan sebelumnya selama bunga tersebut masih antesis. Jika bunga tersebut sudah lewat antesis, maka pengamatan dilakukan pada bunga jantan dari pohon yang lain. Beberapa individu Scaptodrosophila dikoleksi untuk identifikasi.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari hingga Juni 2012 di perkebunan kelapa sawit Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII, Afdeling (AFD) II, Kebun Cimulang Bogor (Gambar 1, Lampiran 1). Identifikasi spesimen lalat dilakukan di Bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, Fakultas MIPA, IPB.
Gambar 2 Bunga jantan kelapa sawit yang digunakan untuk pengamatan populasi Scaptodrosophila. Pengukuran Unsur Cuaca
Gambar 1 Perkebunan kelapa sawit Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII, Afdeling (AFD) II, Kebun Cimulang Bogor. Bahan Bahan yang digunakan ialah bunga jantan kelapa sawit dan alkohol 70%. Alat yang digunakan yaitu tangga, gunting, tabung koleksi, pinset, kertas label, kamera, kuas, cawan petri, digital 4 in 1 (luxmeter, termohigrometer, termometer), plastik, alat tulis, dan mikroskop stereo. Metode Pengukuran Populasi Scaptodrosophila Pengamatan populasi Scaptodrosophila pada bunga jantan kelapa sawit dilakukan dengan scanning method selama sekitar sepuluh menit yang dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari, yaitu pukul 08:30, 10:30, 12:30, 14:30, dan 16:30. Pengamatan dilakukan selama tiga bulan, yaitu April, Mei, dan Juni 2012 dan tiap bulannya diamati selama empat hari. Selama pengamatan, dicatat jumlah individu serangga yang mengunjungi bunga jantan kelapa sawit pada satu tandan bunga yang sedang antesis (Gambar 2). Pengamatan pada hari berikutnya digunakan tandan bunga jantan yang sama
Pengukuran unsur cuaca, meliputi suhu udara, kelembapan relatif, dan intensitas cahaya dilakukan pada waktu bersamaan dengan pengukuran populasi Scaptodrosophila. Pengukuran ketiga unsur cuaca tersebut dilakukan dengan digital 4 in 1 (luxmeter, termohigrometer, termometer). Pengukuran unsur cuaca ini dilakukan di bawah kanopi kelapa sawit. Identifikasi Scaptodrosophila Identifikasi Scaptodrosophila dilakukan di Laboratorium Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, Fakultas MIPA, IPB, Bogor. Identifikasi serangga berdasarkan Wheeler (1982) dan Oosterbroek (1998). Karakter yang digunakan untuk identifikasi pada tingkat famili menurut Oosterbroek (1998) yaitu: ukuran sayap, ukuran antena, ada tidaknya lunula di atas pangkal antena dan celah ptilinal, cabang pada arista, panjang tarsomer, venasi sayap, seta pada kepala dan antena, dan cell cup dan cell bm pada sayap. Karakter yang digunakan untuk identifikasi pada tingkat genus menurut Wheeler (1982) yaitu: ada tidaknya garis dorsal pada Arista, arah seta anterior orbital, ada tidaknya seta prescutellar acrostichal, ukuran spesies, ukuran antena, keadaan scutum, pigmentasi pada sayap, dan warna kepala dan torak. Analisis Data Data populasi Scaptodrosophila disajikan dalam bentuk grafik batang dan
3
scatter plot. Hubungan antara populasi lalat dengan unsur cuaca dianalisis dengan korelasi Pearson menggunakan program SPSS versi 16.0 dan dianalisis dengan PCA (Principle Component Analysis) menggunakan program Minitab versi 16. HASIL Morfologi Scaptodrosophila Berdasarkan pengamatan, morfologi Scaptodrosophila pengunjung bunga jantan kelapa sawit di PTPN VIII dengan ciri-ciri: ukuran tubuh relatif kecil (panjang sekitar 1,5 mm), berwarna kehitaman, sayap hyalin atau tanpa pigmentasi, antena pendek, kepala dan toraknya tidak terdapat daerah berwarna putih, arista dengan beberapa garis dorsal, scutum dengan garis-garis memanjang berselangseling, sepasang seta anterior orbital proclinate atau mengarah ke anterior, dan terdapat seta prescutellar acrostichal (Gambar 3). Berdasarkan ciri-ciri tersebut, maka spesimen tersebut ialah Scaptodrosophila (Oosterbroek 1998).
c b a
d
Populasi Scaptodrosophila pada Bunga Jantan Kelapa Sawit Hasil pengamatan populasi Scaptodrosophila pada bunga jantan kelapa sawit bervariasi pada setiap bulan dan waktu pengamatan. Populasi Scaptodrosophila tertinggi didapatkan pada bulan Juni (3.340 individu/tandan dengan rata-rata 167 individu/tandan) dan terendah pada bulan April (320 individu/tandan dengan rata-rata 16 individu/tandan). Berdasarkan waktu pengamatan, jumlah individu Scaptodrosophila tertinggi terjadi pada pukul 12.30 (1.224 individu/tandan dengan rata-rata 102 individu/tandan) dan terendah pada pukul 16.30 (1.056 individu/tandan dengan rata-rata 88 individu/tandan) (Gambar 4). Populasi Scaptodrosophila dalam Kaitannya dengan Unsur Cuaca Dari hasil pengukuran didapatkan suhu udara tertinggi terjadi pada bulan Juni (31,310C) dan terendah pada bulan April (30,450C). Suhu udara berkisar antara 25,3034,300C dengan rata-rata 30,760C. Kelembapan relatif udara tertinggi terjadi pada bulan Juni (73,32%) dan terendah bulan Mei (72,56%). Kelembapan relatif udara berkisar antara 60,40-85,90% dengan rata-rata 72,83%. Intensitas cahaya tertinggi terjadi pada bulan Juni (5261,20 lux) dan terendah bulan April (2807,40 lux). Intensitas cahaya berkisar antara 0-19190 lux dengan rata-rata 4026,28 lux (Tabel 1).
1mm Gambar
Gambar 4
3
Morfologi Scaptodrosophila: kepala (a), torak (b), sayap (c), dan abdomen (d).
(a) (b) Rata-rata jumlah individu Scaptodrosophila pada bunga jantan kelapa sawit pada setiap bulan pengamatan (a) dan pada setiap blok waktu (b). Standar error ditunjukkan pada setiap bar.
4
Tabel 1 Rerata unsur cuaca di lokasi pengamatan pada bulan April, Mei, dan Juni 2012. Unsur cuaca
April 2012
Mei 2012
Ratarata
Juni 2012
Suhu udara (˚C)
30,45 (26,3-33,2)
30,53 (25,3-33,9)
31,31 (28,7-34,3)
30,76
Kelembapan relatif (%)
72,61 (60,4-83,3)
72,56 (60,6-82,4)
73,32 (61,3-85,9)
72,83
Intensitas cahaya (lux)
2807,40(0-10.550)
4010,25 (448-13890)
5261,20(719-19190)
4026,28
Keterangan: Angka di dalam kurung merupakan nilai minimum dan maksimum. Jumlah Scaptodrosophila paling banyak terdapat pada kisaran suhu udara 3034 °C, kelembapan relatif udara 60-70%, dan intensitas cahaya 10.000-14.000 lux (Gambar 5). Intensitas cahaya berkorelasi positif secara signifikan dengan jumlah individu Scaptodrosophila (r = 0,431; P = 0,001). Hal tersebut juga ditunjukkan oleh hasil PCA, yaitu dari sudut yang terbentuk diantara kedua
(a)
variabel paling kecil dengan garis vektor yang terletak searah (Gambar 6). Suhu udara berkorelasi positif secara signifikan dengan jumlah individu Scaptodrosophila (r = 0,34; P = 0,008). Sedangkan, kelembapan relatif udara tidak berkorelasi dengan jumlah Scaptodrosophila (r = - 0,162; P = 0,216).
(b)
(c)
Gambar 5 Scatter plot jumlah individu Scaptodrosophila dalam kaitannya dengan suhu udara (a), kelembapan relatif (b), dan intensitas cahaya (c).
0
Suhu
0,2
Second Component
0,0
0 Intesitas cahaya
-0,2 -0,4 Kelembaban -0,6 -0,8
Scaptodrsopila
-1,0 -0,50
-0,25
0,00 First Component
0,25
0,50
Gambar 6 Biplot hasil PCA antara jumlah individu Scaptodrosophila dengan suhu, intensitas cahaya, dan kelembapan relatif.
5
PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan, jumlah Scaptodrosophila yang mengunjungi bunga jantan kelapa sawit tertinggi pada bulan Juni (3.340 individu/tandan dengan rata-rata 167 individu/tandan) dan terendah pada bulan April (320 individu/tandan dengan rata-rata 16 individu/tandan). Perbedaan populasi Scaptodrosophila tersebut kemungkinan karena perbedaan nilai unsur cuaca dan perbedaan musim diantara bulan April, Mei, dan Juni. Selama pengamatan, pada bulan April terjadi tiga kali hujan deras pada sore hari sehingga kemungkinan menyebabkan populasi Scaptodrosophila pada bunga jantan saat itu mengalami penurunan. Pengamatan pada bulan Mei, terjadi dua kali hujan yang tidak deras pada sore hari. Pengamatan pada bulan Juni tidak terjadi hujan. Berdasarkan penelitian Wibowo (2010), jumlah kumbang Elaeidobius kamerunicus pada bunga jantan kelapa sawit terendah pada bulan Mei (25.000 individu/tandan). Kharmila (2005) melaporkan bahwa rata-rata curah hujan tahunan di daerah Cimulang adalah 30004000 mm per tahun dengan jumlah bulan kering 2-3 bulan. Berdasarkan waktu pengamatan, populasi Scaptodrosophila tertinggi terjadi pada pukul 12.30 (1.224 individu/tandan dengan rata-rata 102 individu/tandan). Jumlah individu terendah terjadi pada pukul 16.30 (1.056 individu/tandan dengan rata-rata 88 individu/tandan). Berdasarkan penelitian Komal (2011), rata-rata frekuensi kunjungan kumbang Elaeidobius kamerunicus pada bunga betina kelapa sawit tertinggi pada pagi hari (130 individu/tandan) dan terendah pada siang hari (28 individu/tandan). Sedangkan berdasarkan penelitian Mandiri (2010), populasi E. kamerunicus pada bunga jantan kelapa sawit tertinggi pada pagi menjelang siang hari pukul 10.01-12.00 (11.000 individu/tandan) dan terendah pada sore hari pukul 14.01-16.00 (5.000 individu/tandan). Populasi serangga dapat berubah dalam periode waktu yang relatif singkat (Schowalter 2006). Serangga sangat sensitif terhadap perubahan suhu, intensitas cahaya, dan beberapa unsur cuaca lainnya. Serangga termasuk hewan poikilotermik, dimana suhu tubuhnya dipengaruhi oleh suhu lingkungannya (Speight et al. 1999). Berdasarkan Varley et al. (1973), cuaca dan iklim mempengaruhi fisiologi, perilaku, dinamika, reproduksi, ketahanan hidup, dan perkembangan dari populasi serangga. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa fluktuasi populasi Scaptodrosophila pada bunga jantan kelapa sawit berkaitan dengan faktor lingkungan. Berdasarkan analisis, suhu dan intensitas cahaya memiliki korelasi positif sedangkan kelembapan relatif memiliki korelasi negatif terhadap populasi Scaptodrosophila. Meningkatnya intensitas cahaya menyebabkan peningkatan secara signifikan jumlah individu Scaptodrosophila (r = 0,431; p = 0,001). Pengaruh intensitas cahaya juga dilaporkan oleh Klein et al. (2004) pada perilaku dan pola aktivitas terbang mencari makan lebah madu. Lebah Heriades fulvescens dan lebah predator (Rhynchium haemorrhoidale dan Auplopus levicarinatus) memiliki durasi terbang dan densitas individu di sarang yang berkorelasi positif dengan intensitas cahaya. Namun, aktivitas tawon predator laba-laba, A. levicarinatus berkorelasi negatif terhadap intensitas cahaya. Hal ini disebabkan karena laba-laba menyukai lingkungan yang gelap. Intensitas cahaya juga memiliki korelasi positif dengan suhu udara (Gambar 6). Besarnya intensitas cahaya mempengaruhi besarnya suhu udara, karena partikel-partikel udara menyerap energi dari cahaya matahari sehingga meningkatkan suhu udara. Cahaya merupakan faktor penting bagi serangga dalam mekanisme termoregulasi suhu tubuh (Ward 1992 ). Suhu udara berkorelasi dengan jumlah individu Scaptodrosophila (r = 0,34; p = 0,008). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Kusumawardhani (2011) yang melaporkan bahwa suhu tidak berkorelasi dengan jumlah serangga pada bunga jantan kelapa sawit (r = 0,209; p = 0,03). Serangga memiliki kisaran suhu optimum untuk dapat beraktivitas (Schowalter 2006). Berkaitan dengan suhu udara, beberapa spesies serangga dapat bertahan hidup dalam kelompok pada suhu 40-500C (Whitford 1992), tergantung pada kemampuan adaptasi. Chapman (1982) melaporkan bahwa, larva dari kelompok Chironomid hidup pada sumber mata air panas dengan suhu 49-510C. Laju metabolisme serangga meningkat dengan meningkatnya suhu lingkungannya. Ketika suhu sekelilingnnya rendah, serangga cenderung tidak mencari pakan. Pada saat suhu lingkungannya naik, serangga beraktivitas normal dalam mencari pakan sebagai sumber energinya (Speight et al. 1999). Casey (1988) melaporkan bahwa, beberapa spesies serangga melakukan
6
termoregulasi untuk menghasilkan panas dari tubuhnya, seperti mengepakkan sayap dan menggerakkan abdomen. Secara umum, serangga dapat beraktivitas terbang dengan baik saat suhu toraknya sekitar 30°C (Barth 1991). Menurut Heinrich (1993), serangga melakukan aktivitas terbang pada saat suhu torak diatas suhu ambien. Manduca sexta memiliki suhu torak 260C diatas suhu ambiennya yaitu 120C dan memiliki suhu torak 130C diatas suhu ambiennya yaitu 300C (Heinrich 1993). Kelembapan relatif udara didefinisikan sebagai jumlah kadar air yang ada di udara dibandingkan dengan daya angkut air maksimal udara pada suhu tertentu (Richard 2004). Berdasarkan analisis, kelembapan udara berkorelasi negatif dengan jumlah individu Scaptodrosophila. Pada penelitian ini, kelembapan relatif tidak berkorelasi dengan populasi Scaptodrosophila. SIMPULAN Scaptodrosophila merupakan anggota Diptera yang mengunjungi bunga jantan kelapa sawit di kebun Cimulang Bogor. Populasi Scaptodrosophila tertinggi pada bunga jantan kelapa sawit terjadi pada bulan Juni (167 individu/tandan) dengan aktivitas tertinggi terjadi pada siang hari (102 individu/tandan). Berdasarkan analisis, intensitas cahaya dan suhu udara merupakan unsur cuaca yang berkorelasi positif secara signifikan terhadap populasi Scaptodrosophila. Suhu udara dan kelembapan relatif tidak berkorelasi terhadap populasi Scaptodrosophila. SARAN Pengamatan populasi Scaptodrosophila sebaiknya dilakukan pada saat hari cerah sehingga data yang didapatkan mendekati populasi yang terdapat di alam. DAFTAR PUSTAKA Barker JSF. 2005. Population structure and host-plant specialization in two Scaptodrosophila flowerbreeding species. Heredity 94: 129-138. Barth FG. 1991. Insects and Flowers: The Biology of Partnership. New Jersey: Princeton Univ Pr.
Bock IR, Parsons PA. 1978. The subgenus Scaptodrosophila (Diptera: Drosophilidae). Syst Entomol 3: 91-102. Casey TM. 1988. Thermoregulation and heat exchange. Insect Physiol 20: 119-146. Chapman RF. 1982. The Insect: Structure and Function. Cambridge: Harvard Univ. Pr. Free JB. 1993. Insect Pollination of Crops. London: Academic Press. Grimaldi DA. 1990. a Phylogenetic, Revised Classification of Genera in the Drosophilidae (Diptera). Ithac: Cornell University Press. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Luas tanaman perkebunan besar menurut jenis tanaman [terhubung berkala]. http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&t abel=1&daftar=1&id_subyek=54¬ab= 1 [5 Juli 2012]. Hagen KS. 1958. Honeydew as an adult fruit fly diet affecting reproduction. In Proceeding, 10th International Congress of Entomology (E.C. Becker, ed.), pp. 2530. Mortimer, Ottawa. Heinrich B. 1993. The Hot-blooded Insects: Strategies and Mechanisms of Thermoregulation. Cambridge: Harvard Univ. Press. Jacome I., Aluja M., Liedo P., Nestel D. 1995. The influence of adult diet and age on lipid reserve in the tropical fruit fly Anastrepha serpentina (Diptera: Tephritidae). J Insect Physiol 41: 10791086. Kharmila SH. 2005. Pengelolaan air dengan teknologi DAM parit untuk keperluan irigasi bagi tanaman kelapa sawit di PTPN Cimulang Bogor. Agro Hidro 2: 25-34. Klein AM, Dewenter IS, Tscharntke T. 2004. Foraging trip duration and density of megachilid bees, eumid wasps and pompilid wasps in tropical agroforestry sytems. An Ecol 73: 517-525. Komal. 2011. Frekuensi kunjungan kumbang penyerbuk Elaeidobius kamerunicus pada bunga betina tanaman kelapa sawit di perkebunan PTPN VIII Cimulang, Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Kusumawardhani G. 2011. Keragaman serangga pengunjung bunga jantan kelapa sawit (Elaeis guineesis Jacq.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
7
Lajis NH, Hussein MY, Toia RF. 1985. Extraction and identification of the main compound present in Elaeis guineensis flower volatiles. Pertanika 8: 105-108. Mandiri TL. 2010. Populasi kumbang penyerbuk Elaeidobius kamerunicus Faust pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) umur enam tahun [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Markow TA. 2006. Drosophila: a Guide to Species Identification and Use. London: Academic Press. Oosterbroek P. 1998. The Families of Diptera of the Malay Archipelago. Boston: Brill. Parsons PA. 1980. A widespread Australian endemic Drosophila spesies in New Zealand. Search 11: 60-259. Pechenik JA. 2005. Biology of Invertebrates. New York: McGraw-Hills. Richard JE.2004. Fundamental of Entomology. New Jersey: Pearson Prentice hall. Sargeant HJ. 2001. Vegetation Fires In Sumatra Indonesia, Oil Palm Agriculture In The Wetlads of Sumatra: Destruction or Development. Palembang: FFPCP. Schowalter TD. 2006. Insect Ecology: An Ecosystem Approach 3rd Edition. San Diego: Academic Press. Speight MR, Hunter MD, Watt AD. 1999. Ecology of Insect. UK: Blackwell Science.
Sturtevant AH. 1939. On the Subdivision of the Genus Drosophila. USA: Proc.Natl. Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budi Daya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta: Agromedia Pustaka. Tandon R, Manohara TN, Nijalingappa BHM, Shivanna KR. 2001. Pollination and pollen-pistil interaction in oil palm, Elaeis guineensis. Ann Bot 87: 831-838. Varley CG, Gradwell GR, Hassel MP. 1973. Insect Population Ecology. Los Angeles: Univ. of California Press. Ward JV. 1992. Aquatic Insect Ecology. New York: John Wiley & Sons. Wheeler, MR. 1982. The Genetic and Biology of Drosophila. London: Academic Press. Whitford WG. 1992. Effects of climate change on soil biotic communities and soil processes. In Global Warming and Biological Diversity, pp. 124–136. Yale University Press, New Haven, CT. Wibowo ES. 2010. Dinamika populasi kumbang Elaeidobius kamerunicus (Curculionidae: Coleoptera) sebagai penyerbuk kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) umur enam tahun [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
9
LAMPIRAN
9
Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian : Perkebunan kelapa sawit milik PTPN VIII AFD II Cimulang, Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor.