OPTIMASI PROSES EKTRAKSI DAN PENGERINGAN SEMPROT PADA TEH HIJAU INSTAN
Oleh Derry Armand Sharief F24101077
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
1
OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI DAN PENGERINGAN SEMPROT PADA TEH HIJAU INSTAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : DERRY ARMAND SHARIEF F24101077
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
2
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI DAN PENGERINGAN SEMPROT PADA TEH HIJAU INSTAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh DERRY ARMAND SHARIEF F24101077 Dilahirkan pada tanggal 15 Februari 1983 Di Bandung Tanggal lulus : 1 Mei 2006 Menyetujui, Bogor, Mei 2006
Ir. Subarna, MSi Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen ITP
3
Derry Armand Sharief. F24101077. Optimasi Proses Ekstraksi dan Pengeringan Semprot Pada Teh Hijau Instan. Di bawah bimbingan. Ir. Subarna, MSi. 2006 RINGKASAN Teh hijau instan merupakan diversifikasi produk teh yang telah dikembangkan saat ini. Keunggulan teh hijau instan dibandingkan produk teh lainnya adalah lebih praktis, baik dari segi kemasan maupun penyajiannya serta teh hijau ini lebih awet karena dalam bentuk serbuk kering. Selain itu serbuk teh hijau ini dapat diaplikasikan pada pangan fungsional, ditambahkan pada produkproduk lainnya seperti pelindung kulit, sampo dll. Untuk mendapatkan produk teh hijau instan dengan mutu yang baik maka diperlukan suatu metode pengolahan yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi proses ekstraksi, pemekatan serta pengeringan teh hijau yang optimal dan menghasilkan produk dengan mutu yang baik. Selain itu, pada penelitian ini dibuat SOP (Standard Operation Procedure) pembuatan teh hijau instan agar dapat diaplikasikan pada skala industri. Penelitian yang dilakukan terdiri dari 2 tahap. Tahap pertama optimasi ekstraksi teh hijau. Tahap kedua optimasi evaporasi dan pengeringan. Pada tahap pertama kombinasi perlakuan yang diterapkan yaitu suhu ekstraksi (950C, 850C dan 750C), waktu ekstraksi (2, 4, 5, 6, 8, 10, 15 dan 20 menit) dan rasio teh dengan air (10 : 100, 15 : 100 dan 20 :100 w/v). Dari hasil analisis pada level suhu 85 dan 950C, rendemen mencapai optimal pada menit ke 8 dan tidak berbeda nyata rendemennya hingga waktu ektraksi 20 menit. Sedangkan pada level suhu 750C, rendemen mencapai optimal pada menit ke 10 dan rendemennya tidak berbeda nyata hingga waktu ekstraksi 20 menit. Pada ketiga level suhu (75, 85 dan 950C), rendemen tertinggi dihasilkan pada perlakuan rasio teh-air 10 : 100 w/v dan berbeda nyata rendemennya dengan perlakuan rasio teh-air 15 : 100 dan 20 : 100 w/v. Dari analisis aktifitas antioksidan, ketiga sampel dengan kombinasi perlakuan optimal pada setiap level suhu tidak berbeda nyata aktifitas antioksidannya. Kombinasi perlakuan optimal pada level suhu 850C, konsumsi
4
energi ekstraksinya sama dengan perlakuan ekstraksi pada level suhu 750C dan lebih hemat dibandingkan level suhu 950C. Kombinasi perlakuan yang diterapkan pada penelitian optimasi evaporasi dan pengeringan yaitu pemekatan hingga konsentrasi (30, 40 dan 500Brix) dan suhu inlet spray dryer (1200C, 1500C dan 1800C). Hasil dari pengeringan spray dryer diperoleh serbuk teh hijau instan. Berdasarkan analisis rendemen, perlakuan suhu pengeringan 1800C menghasilkan rendemen teh hijau instan tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan suhu pengeringan (120 dan 1500C). Perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 300Brix menggunakan energi paling hemat dan berbeda nyata konsumsi energinya dari perlakuan pemekatan lainnya (40 dan 500Brix). Aktifitas antioksidan sampel dengan perlakuan pemekatan 300Brix memiliki aktivitas tertinggi dan berbeda nyata aktifitasnya dengan perlakuan pemekatan 400Brix. Perlakuan pemekatan 300Brix menghasilkan nilai b teh hijau instan bubuk tertinggi dan berbeda nyata nilainya dengan perlakuan pemekatan (40 dan 500Brix). Dari analisis uji warna terhadap parameter nilai L teh hijau instan bubuk dan seduhan, nilai a teh hijau instan bubuk dan seduhan, nilai b teh hijau instan seduhan, serta uji organoleptik (warna, aroma, rasa dan keseluruhan) diperoleh hasil bahwa nilai-nilai tersebut tidak berbeda nyata. Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat dibuat Standard Operation Procedure (SOP) teh hijau instan. Meliputi proses pengecilan ukuran teh hijau jenis peko super, pengayakan hingga ukuran partikel ± 32 mesh, ekstraksi dengan kombinasi (suhu 850C, perbandingan teh-air 10 : 100 (w/v), waktu 8 menit), penyaringan, pemekatan dengan vacuum evaporator (suhu 800C) hingga konsentrasi 300Brix dan yang terakhir adalah pengeringan menggunakan spray dryer dengan suhu inlet 1800C. Teh hijau yang dihasilkan pada penelitian ini larut baik pada air panas.
5
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 15 Februari 1983, anak tunggal dari pasangan Bapak Mochtar Sharief dan Ibu Tatty Soemiyati Doedoe. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1988-1989 di TK Swandayani Bandung. Pada tahun 1989-1995, di Sekolah Dasar Priangan, Bandung. Pada tahun 1995 melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Bandung dan lulus pada tahun 1998. Pada Tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Bandung dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001 penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis juga aktif diberbagai kegiatan kepanitiaan separti Baur 2003, LLS 2003 dan sebagainya. Penulis juga aktif diberbagai kegiatan olah raga seperti Gelora-F (2003-2006), Olimpiade Mahasiswa IPB (2003-2004), LBF (Liga Basket Fakultas 2004). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Teknologi Penyimpanan Pangan, Teknologi Pengemasan Pangan dan Pengawasan Mutu Pangan. Terakhir penulis melaksanakan kegiatan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, dengan judul ”Optimasi Proses Ekstraksi dan Pengeringan Semprot Pada Teh Hijau Instan”, di bawah bimbingan Ir. Subarna, MSi.
6
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Karunia, Hidayah dan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitiannya berjudul ”Optimasi Proses Ekstraksi dan Pengeringan Semprot Pada Teh Hijau Instan”. Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan dan doa dari berbagai pihak. Semoga Allah SWT membalas budi baik pihak-pihak yang senantiasa membimbing, membantu dan mendoakan penulis dalam menyalesaikan penelitian dan penyusunan skripsinya. Amin yaa rabbal alamin. Perkenankanlah penulis untuk mengucapkan ucapan terima kasih kepada : 1.
Kedua Orangtuaku, Neneku dan Ibu Yetty C atas kasih sayang, doa, dorongan dan kesabaran yang tanpa batas kepada penulis selama menempuh pendidikan.
2.
Ir. Subarna, MSi., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan, penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3.
Ir. Sri Widowati, MAppsc, yang telah memberikan proyek penelitian ini kepada penulis serta segala bimbingan dan masukannya.
4.
Ir. Arif Hartoyo ,MSi dan Antung Sima F., STP yang telah bersedia menjadi dosen penguji.
5.
Siti Auliatunnisa Fauza, STP dan Yulita Sari Andini, SPi untuk kenangan yang pernah ada.
6.
Teman satu bimbingan Ulik dan Ami ”Journey To West Team”
7.
Keluarga
besar
pondok
AA,
Ade
”kopon”,
Pitoy
”mangap”,
Engkus”gingsul”, Amet, Pa Gendu, Solikin tempel, Bogem, Inul, Budi, Agung Kentung, Ulik bocis, ableh, Babeh Pluto. 8.
Kelompok C3, Boy Band Engkus, intan, Este, Jalu.
9.
Teman-teman satu lab Irus, Anita, Nurlina Hakim.
10.
Rekan-rekan TPG 38 (Bondan Ciok, Sidik gambil, Mat ireng, Fajri teruk, Hans & Manong, Ma Maya, Via, Ari S, Indri, Mandy, Indria, Devy, Cecep, Hadi, Lukman, Borix, Sigit, Tantri, Vica, Sanjung, Hesty, Daniel, Anwar,
7
Bro ”fat boy slim”, Udin lahang, Bule, Okta, Darta, Bernard, Ivan), TPG 37 (Acuy, Zuki, Tado, Ami dkk), TPG 36 (Gemi, Kheari, Iduy, Rinaldi), TPG 39 (Ajeng, Ulik, Deddy, Bobby, Dadik, Ajeng, Ami dan Evie) 11.
Temen-temen basket TPG dan FATETA, Deden, Owen, Gede, Zola, Arvan, Juki, Erik, Atep, Cimong, Sigit, Sandi, Johan, Ihsan, Didin, Aji, Hendy, Dadot, Budi, Dikdik, Dani, Sesar, Fahmi, Citra, Aji, Diki, Galih, Atel.
12.
Teman-teman Siva Meli, Jali, Een, The Pands, Bray, Jerry, Gaga, Fajar, Bobby, Heidi, Ipul, Nissa, Teddy, palas dkk.
13.
Teman-teman lainnya Edwin, Keni dan Yugi.
14.
Seluruh Staf, Laboran dan Teknisi TPG, Pa Wahid, Pa Rojak, Pa Koko, Pa Sidik, Pa Yahya, Pa Sobirin, Pa Gatot, Bu Rubiah, Teh Ida, Mas Edi, Mba Yane, Mba Ririn.
15.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi,
khususnya di bidang teknologi pangan. Bogor, Mei 2006 Penulis
8
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.................................................................................... iv DAFTAR ISI................................................................................................... vi DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi 1. PENDAHULUAN..................................................................................... 1 A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Tujuan .................................................................................................. 2 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3 A. TEH ...................................................................................................... 3 1. Botani dan Morfologi Teh ............................................................. 3 2. Jenis-jenis Teh................................................................................ 4 3. Teh Hijau........................................................................................ 6 B. ANTIOKSIDAN .................................................................................. 9 C. PENGECILAN UKURAN .................................................................. 11 D. EKSTRAKSI........................................................................................ 12 E. EVAPORASI ....................................................................................... 13 1. Open Pan Evaporator..................................................................... 13 2. Horisontal Tube Natural Circulation Evaporator ......................... 13 3. Vertical Natural Circulation Evaporator....................................... 14 4. Long Tube Vertical Type Evaporator ............................................ 14 5. Falling Film Type Evaporator ....................................................... 14 6. Forced Circulation Type Evaporator............................................. 15 7. Agitated Film Evaporator .............................................................. 15 F. KONSENTRAT ................................................................................... 16 G. PENGERINGAN TEH HIJAU INSTAN ............................................ 17 1. Pengeringan Semprot (Spray drying).............................................. 17 1.1 Atomizer................................................................................ 19 1.2 Ruang Pengeringan................................................................ 19
9
1.3 Kolektor Tepung ................................................................... 20 2. Pengeringan Beku (Freeze drying) ................................................ 21 3. Pengeringan vakum (Vacuum drying)............................................ 22 H. TEH INSTAN ...................................................................................... 22 3. METODOLOGI ...................................................................................... 24 A. BAHAN DAN ALAT ......................................................................... 24 1. Bahan ............................................................................................. 24 2. Alat................................................................................................. 24 B. METODE PENELITIAN..................................................................... 25 1. Penelitian Optimasi Ekstraksi Teh Hijau ....................................... 25 1.1 Rancangan percobaan............................................................ 26 2. Penelitian Optimasi Proses Evaporasi dan Pengeringan................ 27 2.1 Rancangan percobaan............................................................ 28 3. Prosedur Analisis ........................................................................... 29 3.1 Analisis Fisik......................................................................... 29 3.1.1 Total Padatan Terlarut ( hand refraktometer ) ............. 29 3.1.2 Warna ........................................................................... 30 3.1.3 TPT, Metode Oven....................................................... 30 3.1.4 Rendemen..................................................................... 31 3.2 Analisis Kimia....................................................................... 31 3.2.1 Pengujian Aktifitas Antioksidan .................................. 31 3.3 Analisis Energi. ..................................................................... 32 3.4 Uji Organoleptik ................................................................... 32 3.4.1. Uji Hedonik................................................................. 32 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 34 A. OPTIMASI EKSTRAKSI TEH HIJAU............................................... 34 1. Rendemen ekstrak teh hijau ........................................................... 36 2. Aktifitas antioksidan ...................................................................... 40 3. Perlakuan Terpilih.......................................................................... 41 B. OPTIMASI PROSES EVAPORASI DAN PENGERINGAN............. 44 1. Rendemen....................................................................................... 46 2. Konsumsi energi ............................................................................ 47
10
3. Aktifitas antioksidan ...................................................................... 50 4. Warna (Chromameter) ................................................................... 53 4.1 Nilai L (Lightness) ................................................................... 53 4.2 Nilai a ....................................................................................... 54 4.3 Nilai b....................................................................................... 56 5. Uji organoleptik ............................................................................. 57 5.1 Skor Warna............................................................................... 58 5.2 Skor Rasa ................................................................................. 59 5.3 Skor Aroma .............................................................................. 61 5.4 Skor Keseluruhan ..................................................................... 63 6. Sampel terpilih ............................................................................... 64 C. STANDARD OPERATION PROCEDURE (SOP) PEMBUATAN TEH HIJAU INSTAN.......................................................................... 66 1. Pemilihan Bahan Baku................................................................... 66 2. Pengecilan Ukuran ......................................................................... 67 3. Ekstraksi Teh Hijau........................................................................ 67 4. Penyaringan (Filtrasi) .................................................................... 68 5. Pemekatan (Concentration) ........................................................... 68 6. Pengeringan.................................................................................... 69 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 70 A. Kesimpulan ......................................................................................... 70 B. Saran ................................................................................................... 71 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 72 LAMPIRAN ................................................................................................... 77
11
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Komposisi Kimia Teh Hijau ................................................................... 7
2.
Kadar katekin dari berbagai jenis teh ..................................................... 8
12
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Diagram alir proses optimasi ekstraksi teh hijau .................................... 27
2.
Diagram alir proses optimasi pemekatan dan pengeringan ekstrak teh hijau................................................................................................... 29
3.
Grafik hubungan tpt oven dengan tpt brix dengan persamaan Regresinya............................................................................................... 36
4.
Grafik hubungan rendemen terhadap waktu ekstraksi pada suhu 950C ................................................................................................ 37
5.
Grafik hubungan rendemen terhadap waktu ekstraksi pada suhu 850C ................................................................................................ 38
6.
Grafik hubungan rendemen terhadap waktu ekstraksi pada suhu 750C ................................................................................................ 39
7.
Histogram rendemen dan aktivitas antioksidan pada setiap taraf suhu ...................................................................................... 42
8.
Histogram konsumsi energi pada proses ekstraksi.................................. 43
9.
Histogram rendemen teh hijau instan...................................................... 46
10. Histogram konsumsi energi total pembuatan teh hijau instan ................ 48 11. Histogram aktifitas antioksidan teh hijau instan ..................................... 51 12. Histogram nilai b teh hijau instan bubuk ................................................ 56
13
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Analisis ragam faktorial rendemen ekstrak teh hijau pada taraf suhu 950C........................................................................................ 77 a. Deskriptif .......................................................................................... 77 b. Anova ................................................................................................ 78 c. Uji lanjut Duncan (p = 0.05)pengaruh waktu ................................... 78 d. Uji lanjut Duncan (p = 0.05) pengaruh rasio .................................... 78
2.
Analisis ragam faktorial rendemen ekstrak teh hijau pada taraf suhu 850C........................................................................................ 79 a. Deskriptif .......................................................................................... 79 b. Anova ................................................................................................ 79 c. Uji lanjut Duncan (p = 0.05) ............................................................. 80
3.
Analisis ragam faktorial rendemen ekstrak teh hijau pada taraf suhu 750C........................................................................................ 81 a. Deskriptif .......................................................................................... 81 b. Anova ................................................................................................ 81 c. Uji lanjut Duncan (p = 0.05)pengaruh waktu ................................... 82 d. Uji lanjut Duncan (p = 0.05) pengaruh rasio .................................... 82
4.
Rendemen ekstrak teh hijau pada setiap taraf suhu ................................ 83 a. Deskriptif .......................................................................................... 83 b. Anova ................................................................................................ 83 c. Uji lanjut Duncan (p = 0.05) ............................................................. 83
5.
Aktivitas antioksidan ekstrak teh hijau pada setiap taraf suhu ............... 84 a. Deskriptif .......................................................................................... 84 b. Anova ................................................................................................ 84 c. Aktifitas antioksidan dan kurva standar Trolox pada berbagai taraf konsentrasi (metode PPH)......................................... 84 d. Nilai aktifitas antioksidan ektrak teh hijau dan contoh perhitungan............................................................................ 85
14
6.
Rendemen teh hijau instant ..................................................................... 86 a. Deskriptif .......................................................................................... 86 b. Anova ................................................................................................ 87 c. Uji lanjut Duncan (p = 0.05) ............................................................. 87
7.
Energi yang digunakan pada proses pembuatan teh hijau instant........... 88 a. Deskriptif .......................................................................................... 88 b. Anova ................................................................................................ 89 c. Uji lanjut Duncan (p = 0.05) ............................................................. 89
8.
Nilai aktifitas antioksidan teh hijau instan .............................................. 90 a. Deskriptif .......................................................................................... 90 b. Anova ................................................................................................ 90 c. Uji lanjut Duncan (p = 0.05) ............................................................. 91
9.
Nilai L sampel teh hijau instant kering ................................................... 92 a. Deskriptif .......................................................................................... 92 b. Anova ................................................................................................ 92
10. Nilai L sampel teh hijau instant seduhan ................................................ 93 a. Deskriptif .......................................................................................... 93 b. Anova ................................................................................................ 93 11. Nilai a sampel teh hijau instant kering.................................................... 94 a. Deskriptif .......................................................................................... 94 b. Anova ................................................................................................ 94 12. Nilai a sampel teh hijau instant seduhan ................................................. 95 a. Deskriptif .......................................................................................... 95 b. Anova ................................................................................................ 95 13. Nilai b sampel teh hijau instant kering.................................................... 96 a. Deskriptif .......................................................................................... 96 b. Anova ................................................................................................ 96 c. Uji lanjut Duncan (p = 0.05) ............................................................. 96 14. Nilai b sampel teh hijau instant seduhan................................................. 97 a. Deskriptif .......................................................................................... 97 b. Anova ................................................................................................ 97 15. Contoh formulir isian pada uji organoleptik teh hijau instant................. 98
15
16. Rekapitulasi nilai hedonik parameter warna teh hijau instan.................. 99 17. Rekapitulasi nilai hedonik parameter rasa teh hijau instan .................... 100 18. Rekapitulasi nilai hedonik parameter aroma teh hijau instan ................ 101 19. Rekapitulasi nilai hedonik parameter keseluruhan teh hijau instan ....... 102 20. Analisis Kruskal-Wallis parameter warna, rasa, aroma dan keseluruhan pada teh hijau instan ........................................................... 103 21. Test Statistics .......................................................................................... 104
16
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh adalah bahan minuman yang sangat bermanfaat, terbuat dari pucuk tanaman teh (Camellia sinensis (L.) 0. Kuntze) melalui proses pengolahan tertentu. Manfaat minuman teh ternyata dapat menimbulkan rasa segar dan dapat memulihkan kesehatan badan dan terbukti tidak menimbukan dampak negatif. Pengolahan daun teh segar menjadi berbagai produk menyebabkan terjadinya perubahan kimiawi yang ditandai dengan perbedaan warna, aroma dan flavor pada teh hitam, teh hijau, oolong dan pouchong. Teh mengandung flavonoid dan methylxanthine, yang merupakan komponen bioaktif yang sangat penting dalam flavor teh dan potensi peranan teh sebagai minuman yang dapat membantu mencegah penyakit kronis seperti cancer (Dreosti 1996) dan penyakit kardiovaskuler (Tijburg et al. 1997). Sifat flavonoid antara lain berfungsi sebagai antioksidan. Flavonoid dalam teh melawan spesies oksigen reaktif dan radikal bebas dengan berbagai makanisme, antara lain delokalisasi elektron dan formasi ikatan hidrogen miramolekuler. Flavonoid dalam teh juga mempunyai sifat sebagai pengkelat Cu dan Fe bebas, yang dapat mencegah reaksi oksidatif, karena logam ini diketahui sebagai katalisator pembentukan spesies oksigen reaktif secara in vivo (Balentine & Paetau-Robinson 2000). Kandungan flavonoid dari teh hijau lebih banyak dibandingkan pada teh hitam maupun teh oolong (Hartoyo, 2003) Teh hijau instan merupakan diversifikasi produk teh yang telah dikembangkan saat ini. Keunggulan teh hijau instan dibandingkan produk teh lainnya adalah lebih praktis, baik dari segi kemasan maupun penyajiannya serta teh hijau ini lebih awet karena dalam bentuk serbuk kering. Selain itu serbuk teh hijau ini dapat diaplikasikan pada pangan fungsional, ditambahkan pada produk-produk lainnya seperti pelindung kulit, sampo dll. Untuk mendapatkan produk teh hijau instan dengan mutu yang baik maka diperlukan suatu metode pengolahan yang tepat.
17
B.
TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi proses ekstraksi, pemekatan serta pengeringan teh hijau yang optimal dan menghasilkan produk dengan mutu yang baik. Selain itu, pada penelitian ini dibuat SOP (Standard Operation Procedure) pembuatan teh hijau instan agar dapat diaplikasikan pada skala industri.
18
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TEH 1. Botani dan Morfologi Teh Teh berasal dan bahasa Cina tay, dan sejak lama dianggap sebagai obat. Teh berasal dan Cina sekitar tahun 2700 sebelum Masehi. Jepang telah mulai mengembangkan penanaman teh sekitar tahun 800 sesudah Masehi dan Jepang merupakan satu-satunya negara yang mengembangkan tea ceremony dengan rnenggunakan green tea sebagai bagian dan tradisi sosial dan agama (Winarno, 1997). Sistematika tanaman teh menurut silsilah kekerabatan dalam dunia tumbuh tumbuhan adalah : Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Guttiferales
Familia
: Theaceae
Genus
: Camellia
Species
: Camellia sinensis
Tanaman teh (Camellia sinensis l ) termasuk dalam genus Camellia dan famili Theaceae. Tanaman teh dapat tumbuh di daerah tropis dan daerah sub tropis dengan curah hujan sepanjang tahun tidak kurang dari 1500 mm, memerlukan kelembahan yang tinggi dan temperatur udara berkisar antara 13-29.5 °C, sehingga tanaman ini tumbuh baik di dataran tinggi dan pegunungan yang berhawa sejuk.
19
2. Jenis-jenis Teh Pada prinsipnya ada tiga jenis teh yang beredar di pasaran yaitu : teh hijau (green tea), teh hitam (black tea), dan teh oolong (oolong tea) (Winarno, 1997). Teh hijau adalah teh yang berasal dari pucuk daun teh yang sebelumnya mengalami pemanasan dengan uap air untuk menonaktifkan enzim oksidase atau fenolase, sehingga oksidasi enzimatis terhadap katekin dapat dicegah (Hartoyo, 2003). Teh hitam dibuat dari pucuk daun teh segar yang dibiarkan layu sebelum digulung, kemudian daun-daun tersebut dibiarkan selama beberapa jam sebelum dipanaskan dan dikeringkan. Selama itu enzim yang terdapat di dalam daun-daun teh tersebut mengkatalisis reaksi oksidasi senyawa-senyawa yang ada di dalam teh sehingga manghasilkan perubahan warna, rasa, dan aroma. Teh hitam disebut teh fermentasi, meskipun sesungguhnya sebagian besar disebabkan oleh proses oksidasi. Sebagian besar (98%) pasaran teh dunia terdiri atas teh hitam. Teh hitam sendiri berdasarkan pengolahannya dibedakan atas dua jenis yaitu Orthodoks dan CTC (Crush, Tear, dan Curl) (Winarno, 1997). Teh oolong merupakan teh yang hanya sebagian terfermentasi. Teh oolong dihasilkan melalui proses pemanasan yang dilakukan segera setelah proses rolling/penggulungan daun, dengan tujuan untuk menghentikan proses fermentasi (Hartoyo, 2003). Meski ketiga jenis teh tersebut berasal dari tanaman yang sama yakni Camellia sinensis, namun ada perbedaan yang cukup berarti dalam kandungan polifenol, senyawa yang diyakini berkhasiat bagi kesehatan, tertinggi diperoleh pada teh hijau, kemudian teh oolong, lalu disusul teh hitam. Teh hijau mengandung lebih dari 36 persen polifenol, sekalipun jumlah ini masih dipengaruhi cuaca (iklim), varietas, jenis tanah dan tingkat kemasakan (Sibuea, 2003). Menurut Arifin et al. (1990) bahan-bahan kimia dalam daun teh dapat digolongkan dalam 4 kelompok, yaitu (1) substansi fenol, (2) substansi bukan fenol, (3) substansi aromatis, (4) enzim. Senyawa fenol terdiri dari tanin atau katekin dan flavanol. Katekin adalah senyawa paling penting dalam daun teh. Perubahan aktifitas katekin selalu dihubungkan
20
dengan sifat seduhan teh, yaitu rasa, warna dan aroma. Kandungan katekin berkisar antara 20-30% dari seluruh berat kering daun. Kunci utama khasiat teh berada pada komponen bioaktifnya, yaitu polifenol, yang secara optimal terkandung dalam daun teh yang muda dan utuh. Senyawa polifenol dapat berperan sebagai penangkap radikal bebas hidroksil (OH*) sehingga tidak mengoksidasi lemak, protein dan DNA dalam sel. Kemampuan polifenol manangkap radikal bebas, 100 kali lebih efektif dibandingkan vitamin C dan 25 kali lebih efektif dari vitamin E. Sifat fungsional teh hijau lebih tinggi dibandingkan dengan teh hitam. Ini ditunjukkan polifenol teh hijau jauh lebih berperan untuk mencegah terjadinya kanker dibandingkan polifenol teh hitam (Sibuea, 2003). Selain senyawa-senyawa kimia tersebut, terdapat senyawa bioaktif yang disebut L-teanin. L-teanin (γ-ehylamino-L-glutamic acid) adalah sebuah asam amino yang unik pada tanaman teh dan merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap exotic taste (umami). Lteanin ini terdapat dalam jumlah bebas (non protein) dan merupakan komponen asam amino utama dalam teh, dengan jumlah yang lebih dari 50% dari total asam amino bebas. L-teanin bermanfaat untuk mengurangi stress dan meningkatkan daya ingat seseorang karena mengandung efek relaksasi (Hartoyo, 2003). Berdasarkan hasil penelitian maupun bahan pustaka dari Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, dalam setiap 100 gram teh hijau terdapat 24 gram (gr) kandungan protein, sedangkan pada teh hitam dengan kuantitas yang sama mengandung 19,4 gr protein. Untuk kandungan serat, teh hijau 10,6 gr sedangkan teh hitam 10,9 gr. Sedangkan kandungan gulanya pada teh hijau 35,2 gr dan pada teh hitam 32,1 gr. Teh pun memiliki kandungan lemak, dimana untuk teh hijau mencapai 4,6 gr sedangkan teh hitam 2,5 gr (Anonim, 2005 dikutip Andamari, 2005).
21
3. Teh Hijau Teh hijau dihasilkan melalui suatu proses yang hampir sama dengan pengolahan teh hitam. Bedanya pembuatan teh hijau ini tidak melalui proses fermentasi, sehingga warnanya masih hijau dan masih mengandung tanin relatif tinggi (Anonymous, 2000). Pada umumnya di Indonesia teh hijau dihasilkan oleh pengusaha kecil (rakyat) dengan peralatan sederhana. Pada teh hijau hampir seluruh tanin terdapat dalam bentuk yang asli dan hanya sedikit tanin yang berubah selama pengolahan sebagai akibat adanya sedikit proses. Kandungan senyawa kimia yang menentukan spesifikasi kualitas teh hijau adalah polifenol, kafein, asam-asam amino dan komponen aroma (Yamanishi, 1995 dikutip Lelani, 1995). Menurut Hardjosuwito dan Husnan (1974) dikutip Kustamiyati (1989) bahwa pemanasan berpengaruh pada beberapa kandungan senyawa kimia teh hijau. Pemanasan akan menurunkan rasa mentah pada teh menjadi lunak dan rasa lunak ini disebabkan menurunnya kadar tanin, dan meningkatnya theaflavin dan thearubigin yang menentukan warna dan rasa teh. (Hardjosuwito, 1976 dikutip Kustamiyati, 1989) juga menduga bahwa pemanasan berpengaruh terhadap kemampuan adsorpsi teh hijau terhadap bau bunga. Komposisi kimia teh hijau disajikan pada Tabel 1. Teh hijau bersifat antioksidan, memiliki sifat anti kanker yang kuat, menurunkan kanker kulit, menurunkan pembentukan tumor paruparu, mencegah timbulnya kanker tenggorokan dan mengurangi gangguan kekejangan pada penderita epilepsi serta berperan dalam pertumbuhan gigi. Salah satu antioksidan dalam teh adalah katekin, Secangkir teh hijau mengandung 375 mg katekin dan secangkir teh hitam mengandung 210 mg. Jadi, minum teh seharusnya sama ampuhnya untuk melawan proses penuaan seperti halnya minum anggur merah dan lebih aman karena tidak terdapat alkohol (Carper, 1996).
22
Tabel.1. Komposisi Kimia Teh Hijau (Anthor Junzhi, 1993 dikutip Anonymous, 1995). Komposisi Kimia Teh Hijau
Kandungan
Air
3.1 g
Protein
29.1 g
Lemak
4.1 g
Karbohidrat
33.8 g
Kafein
3.5 %
Tanin
10%
Vitamin C
100-150 mg
Vitamin P
340 mg
Vitamin B1
150-600 mg
Vitamin B2
1.3-1.7 mg
Vitamin B3
1.0-2.0 mg
Vitamin B5
5.0-7.5 mg
Vitamin B6
50-76 mg
Biotin
50-80 mg
Vitamin E
30-80 mg
Vitamin K
40-80 mg
Vitamin B12
15-25 mg
Inositol
1.0 mg
Takeda (1994) dikutip Lelani, (1995), menyatakan bahwa kafein berkhasiat untuk merangsang sistem syaraf pusat sehingga dapat mengurangi rasa lelah dan memperoleh ketenangan. Menurut Miura et al., (2000), mengonsumsi 8 cangkir teh perhari (masing-masing cangkir 100 ml) sudah cukup untuk melindungi LDL dan oksidasi. Seperti diketahui. LDL
yang
sudah
teroksidasi
akan
dapat
memicu
terjadinya
artherosklerosis, dan seperti telah disebutkan di atas bahwa mengonsumsi 10 cangkir teh per hari dapat mencegah terjadinya kanker (Hartoyo, 2003).
23
Katekin teh merupakan flavonoid yang termasuk dalam kelas flavanal. Jumlah atau kandungan katekin ini bervariasi untuk masingmasing jenis teh (Tabel 2).
Adapun katekin teh yang utama adalah
epicatechin (EC), epicatechin gallate (ECG), epigallocatechin (EGC), dan epigallocatechingallate (EGCG). Katekin teh larut air, serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh. Hampir semua sifat produk teh termasuk di dalamnya rasa, warna, dan aroma secara langsung maupun tidak, dihubungkan dengan modifikasi pada katekin. Misalnya degalloasi dari katekin ester menjadi katekin non-ester dan menurunkan rasa pahit dan sepat dari teh hijau. Tabel 2. Kadar katekin dari berbagai jenis teh Teh pucuk/segar
Substansi Katekin (% berat kering) Catechin
EC
EGC ECG ECGC Total
Teh hitam orthodox
0.24
0.79
3.54
1.46
2.21
8.24
Teh hitam CMC
0.23
0.27
4.24
1.03
1.25
7.02
Teh hijau ekspor
0.10
0.54
6.35
1.08
3.53
11.60
Teh hijau lokal
0.08
0.41
6.39
0.65
3.28
10.81
Teh wangi
0.10
0.35
5.96
0.64
2.23
9.28
1) Pucuk segar GMB
0.70
2.62
2.17
1.22
7.89
14.60
2) Pucuk segar GMB
0.80
1.41
0.61
1.92
9.43
14.15
B. Sencha (Jepang)
0.07
0.41
2.96
0.26
1.36
5.06
C. Oolong (China)
0.14
0.20
2.24
0.43
3.14
6.73
D. Teh wangi (China)
0.15
0.39
3.81
0.69
2.43
7.47
A. Indonesia
Teh hijau banyak sekali manfaatnya antara lain dapat menyegarkan tubuh, kaya akan vitamin C dan vitamin B terutama tiamin dan riboflavin. Polifenol pada teh mempunyai vitamin aktif yang dapat membantu mengurangi kerapuhan dinding kapiler dan aliran darah hiperfunction dan kelenjar gondok. Teh juga memiliki kemampuan mengantisipasi pengaruh yang merugikan karena aktivitas bakteri maupun basil disentri (Nurtho’ah, 2001). Selain ditambahkan pada produk-produk pangan, ekstrak teh juga
24
dimanfaatkan dalam pembuatan produk pasta gigi serta penyegar mulut dan nafas. Seperti diketahui, katekin teh mempunyal sifat antibakteri dan efek menyegarkan. Bahkan di China, selama sepuluh tahun terakhir, ekstrak teh telah dimanfaatkan dalam shampo dan pelindung kulit. Di antara enam ribu wanita Jepang, mereka yang meminum sekurang kurangnya lima cangkir teh hijau setiap hari hanya mempunyai separuh risiko terkena stroke bila dibandingkan dengan mereka yang meminum kurang dari jumlah itu. Lebih lanjut menurut Nicolosi seorang profesor ilmu-ilmu klinis dan peneliti teh pada University of Massachusetts (Carper, 1996) teh dapat menolong melarutkan dan mencegah penggumpalan darah dan boleh jadi sama kuatnya dengan vitamin E dalam mencegah perubahan-perubahan oksidasi pada kolesterol LDL. Menurut
Affandi
(1990)
teh
hijau
mutu
ekspor
dapat
diklasifikasikan menjadi empat yaitu : 1. Peko dengan ciri-ciri daun terpilin dengan air seduhan yang bagus 2. Gun Powder dengan ciri ciri partikel daun bersih, cukup tergulung sampai tergulung bagus dan air seduhannya baik sampai memuaskan 3. Chun Mee dengan ciri-ciri daun terpilin, air seduhan dari medium sampai memuaskan 4. Sow Mee dengan ciri-ciri partikel daun dari tak rata sampai rata dan bagus, air seduhan dari medium sampai bagus.
B. ANTIOKSIDAN Antioksidan secara umum didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi lipid, Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Kochhar dan Rosseli, 1990). Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok. yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaanya secara luas
25
diseluruh dunia untuk digunakan dalam makanan adalah Butylated Hidroxyanisol (BHA), Butylated hidroxytoluene (BHT), Tert-Butylated Hidoxyquinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan tersebut merupakan antioksidan yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial (Buck. 1991). Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan. senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan serta senyawa antioksidan yang diisolasi dari alam ditambahkan
ke makanan
sebagai bahan tambahan pangan (Pratt, 1992). Ekstrak teh hijau mampu menghambat terjadinya oksidasi dalam minyak jagung, minyak kacang, dan minyak ikan, yang sangat rentan terhadap oksidasi karena mengandung asam lemak tidak jenuh yang tinggi. Selain itu, ekstrak teh hijau juga mampu mencegah terjadinya oksidasi pada daging ikan. Bahkan dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa katekin teh mempunyai aktivitas antioksidatif yang lebih tinggi dibandingkan BHT, BHA, dan TBHQ, yang merupakan antioksidan sintesis yang umum digunakan dalam industri pangan. Katekin secara langsung mencegah oksidasi produk pangan (yang berarti memperpanjang masa simpan), secara tidak langsung turut melindungi kesehatan tubuh. Karena sudah diketahui, tingginya produk oksidasi dalam pangan yang dikonsumsi seseorang akan turut memicu terjadinya berbagai penyakit. Menurut Karyadi (1997), klasifikasi lain antioksidan berdasarkan mekanisme kerja dalam tubuh dikelompokkan menjadi tiga yaitu : (1) antioksidan primer, berfungsi untuk pembentukkan senyawa radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi; (2) antioksidan sekunder, berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai; (3) antioksidan tersier, berfungsi memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Sesuai mekanisme kerjanya, antioksidan memiliki klasifikasi fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai
26
pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat nemberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, R00*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, antioksidan (A’) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibandingakan radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk Iebih stabil (Gordon. 1990). Secara umum. Menurut Coppen (1983), antioksidan diharapkan memiliki ciri-ciri sebagai berikut (a) aman dalam penggunaan, (b) tidak memberi flavour, odor dan warna pada produk. (c) efektif pada konsentrasi rendah. (d) tahan terhadap proses pengolahan produk (berkemampuan antioksidan yang baik), (e) tersedia dengan harga yang murah.
C. PENGECILAN UKURAN Pemecahan bahan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil merupakan suatu operasi yang sangat penting dalam industri pangan. Pengecilan ukuran dapat dilakukan secara basah dan kering. Tujuan proses pengecilan ukuran adalah (1) memperbesar luas permukaan bahan. Luas permukaan yang lebih besar dapat membantu kelancaran beberapa proses seperti : membantu ekstraksi suatu senyawa dengan meningkatkan luas kontak bahan dengan pelarut, mempercepat waktu pengeringan bahan, mempercepat proses pemasakan, blansir dan lain-lain. (2) Meningkatkan efisiensi proses pengadukan. (3) Pengecilan ukuran juga dilakukan untuk memenuhi standar ukuran produk tertentu, misalnya untuk gula icing (icing sugar) atau proses ”refining” pada pengolahan coklat (Wirakartakusumah et al., 1992). Salah satu alat pengecilan ukuran adalah
single disc mill. Jenis
penggiling ini adalah penggiling tipe cakram tunggal, yang memanfaatkan gaya sobek (Shear force) untuk menghasilkan penggilingan halus. Pada penggilingan ini, bahan yang akan dihancurkan lewat diantara dua cakram.
27
Cakram yang pertama berputar dan yang lain tetap ditempatnya. Efek penyobekan didapat karena adanya pergerakan salah satu cakram.
D. EKSTRAKSI Ekstraksi adalah metode pemisahan dimana komponen-komponen terlarut dari suatu campuran dipisahkan dari komponen yang tidak larut dengan pelarut yang sesuai (Brown, 1950 dikutip Leniger dan Beverloo, 1975). Metoda paling sederhana untuk mengekstraksi padatan adalah mencampurkan seluruh bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut. Ekstraksi adalah proses pemisahan bahan berupa padatan atau cairan yang dapat dilakukan dengan menggunakan bahan cair (air) atau pelarut. Proses ekstraksi dirancang untuk mengurangi konsentrasi komponen di dalam suatu aliran dan meningkatkan konsentrasi komponen tersebut di dalam aliran lainnya (Earle, 1982). Sebelum dilakukan ekstraksi maka tumbuhan dapat dikeringkan terlebih dahulu. Pengeringan tersebut harus dilakukan dalam keadaan terkontrol untuk mencegah terjadinya perubahan kimia yang terlalu banyak (Harborne, 1987). Rusdi (1988) menyatakan bahwa simplisia tumbuhan dikeringkan pada temperatur kamar dan terhindar dari sinar matahari langsung untuk selanjutnya dihaluskan sampai derajat kehalusan yang sesuai dan diekstraksi dengan pelarut organik. Persiapan bahan baku yang mencakup pengeringan bahan sampai kadar air tertentu dan penggilingan, dimaksudkan untuk mempermudah proses ekstraksi yang akan dilakukan. Bahan yang akan diekstraksi sebaiknya berukuran seragam untuk mempermudah kontak antar bahan dengan pelarut sehingga ekstraksi berjalan dengan baik (Purseglove, 1981). Simplisia tumbuhan mengandung zat aktif yang dapat larut dan yang tidak dapat larut dalam pelarut. Zat aktif tersebut misalnya alkaloid, glikosida, flavonoid, dan lain-lain (Depkes R.I., 1986). Dalam proses ekstraksi, bahan aktif dari suatu tumbuhan tergantung pada tekstur, kadar air, bahan dan jenis senyawa yang diisolasi (Harborne, 1987).
28
Menurut Pintauro (1977), penyeduhan teh dalam jumlah yang banyak tidak akan efisien karena tidak rnungkin kontak antara daun teh dan air yang terjadi dalam waktu relatif singkat dapat menghasilkan proses pemisahan yang sempurna. Nilai pH minuman teh erat kaitannya dengan kesadahan air yang digunakan untuk ekstraksi. Meskipun pemanfaatan ekstrak teh sedang menjadi perhatian banyak orang, membuat secangkir teh dengan menyeduhnya secara langsung masih menjadi cara yang umum dilakukan dalam mengkonsumsi teh. Di Jepang metode standar dalam penyiapan minuman teh adalah dengan menyeduh 10 g teh hijau dalam 430 ml air panas (900 C) selama satu menit. Dengan cara ini, sebanyak ± 280 mg katekin dapat terekstrak dalam minuman.
E. EVAPORASI Menurut Wirakartakusumah et al., (1992) di dalam evaporator, panas disuplai untuk memanasi cairan agar sebagian pelarut menguap. Panas tersebut diberikan selama kondensasi steam di dalam pipa-pipa pemanas dan penguapan terjadi pada sisi lain dari pipa. Klasifikasi evaporator utamanya didasarkan pada konfigurasi permukaan pemanas serta mekanisme sirkulasi cairan bahan pangan pada permukaan pemanas. 1. Open Pan Evaporator Jenis ini termasuk evaporator yang paling sederhana, terdiri dari ”panci/pasu terbuka” sebagai wadah untuk menempatkan cairan yang hendak diuapkan, pemanasan berlangsung dengan bantuan koil yang direndam di dalam vessel atau mantel uap. 2. Horizontal Tube Natural Circulation Evaporator Pada evaporator tipe ini bundelan (coil) pipa pemanas berfungsi sebagai heat exchanger setelah dialiri steam. Setelah memasuki pipa dan melepaskan panasnya, steam mengalami kondensasi pada satu sisi kemudian kondensat keluar pada ujung lain dari pipa pemanas. Uap yang terbentuk kemudian mengalir melalui bagian ujung evaporator. Tipe ini cocok untuk bahan likuid yang tidak terlalu kental, memiliki koefisien
29
pindah panas yang tinggi serta tidak memiliki deposit (scale) pada permukaan pemanasnya. 3. Vertical Natural Circulation Evaporator Pada evaporator ini bundelan pipa pemanas tersusun vertikal. Sirkulasi dimungkinkan oleh penurunan densitas akibat penguapan. Pada bagian pengeluaran konsentrat digunakan pipa yang besar (sekaligus berfungsi sebagai down comer ), cairan dari down comer kemudian keluar lagi dan masuk ke dalam ruang pemanas. Sirkulasi dari down comer kemudian keluar lagi dan masuk kedalam ruang pemanas. Sirkulasi natural sulit dilakukan terhadap likuid yang kekentalannya tinggi. Tipe ini juga mempunyai beberapa jenis tergantung disain permukaan pemanasnya. 4. Long Tube Vertical Type Evaporator Panjang pemanas vertikal antara 3 hingga 10 meter. Evaporator ini umumnya digunakan untuk likuid yang kental. Adanya pembentukkan uap di dalam evaporator menyebabkan terjadinya ”pemompaan” terhadap fluida. Tipe ini masih memungkinkan untuk di disain sehingga bersirkulasi natural. Meskipun demikian yang umum ditemui hanya ”single pass”, dimana kontak fluida dan permukaan pemanas hanya berlangsung sekali. Evaporator jenis ini digunakan untuk mengkonsentrasikan susu. 5. Falling Film Type Evaporator Tipe ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari ”Long Tube Vertical Evaporator”. Dalam hal ini cairan masuk melalui bagian atas tube pemanas dan mengalir melalui dinding pemanas berbentuk lapisan tipis (film) menuju ke bawah. Tipe ini sangat cocok untuk mengkonsentrasikan bahan pangan yang sensitif terhadap panas seperti juice, orange, oleh karena waktu kontak sangat rendah antara medium pemanas dengan likuid yang diuapkan (antara 5 hingga 10 detik), memungkinkan mutu juice orange yang lebih baik. Disamping itu koefisien pindah panas dapat menjadi meningkat.
30
6. Forced Circulation Type Evaporator Jika sirkulasi likuid, terutama yang viskositasnya tinggi dilakukan dengan bantuan pompa, maka disebut ” forced circulation” ,oleh karena diberi tambahan energi untuk memaksakan sirkulasi. Koefisien transfer panas dapat dinaikkan, hal ini utamanya digunakan sebagai pelengkap evaporator yang termasuk ”Long Tube Vertical Evaporator”. 7. Agitated Film Evaporator Di dalam agitated film, faktor resistensi utama terhadap transfer panas terletak pada bagian fluida bahan pangan. Untuk meningkatkan koefisien pindah panas dapat pula dilakukan dengan agitasi secara mekanik dari lapisan tipis likuid yang melalui permukaan pemanas, ini dilakukan dengan memodifikasi tipe ”Falling Film Evaporator” yaitu dilengkapi dengan agitator pada bagian tengah. Bahan pangan berbentuk cair memasuki evaporator pada bagian atas kemudian mengalir menuju ke bawah, aliran turbulen dimungkinkan oleh adanya agitator. Uap meninggalkan evaporator pada bagian atas. Tipe ini cocok untuk bahan pangan yang kental akibat sempurnanya sistem pindah panas. Juga dapat digunakan untuk mengkonsentrasikan sari jeruk. Menurut Wirakartakusumah (1989), bahan makanan yang sensitif terhadap panas, mutu produk akhirnya sangat dipengaruhi oleh proses evaporasi. Faktor evaporasi, yaitu hubungan antara suhu dan waktu akan menentukan tingkat kerusakan akibat panas. Suhu evaporasi seharusnya serendah mungkin dengan waktu evaporasi juga sesingkat mungkin. Suhu didih yang rendah dapat dicapai dengan menggunakan tekanan rendah. Pada penelitian ini jenis evaporator yang digunakan adalah Vacuum Pan Evaporator. Evaporator ini dirancang dengan kapasitas yang tidak terlalu besar tetapi dengan cara kerja yang sama dengan alat-alat yang digunakan di industri. Bagian-bagian alat ini adalah pan pemisah uap (separator) dari stainless steel, dengan mantel air panas, tutup yang mudah dilepas untuk pembersihan, ruang pemanasan, pompa untuk vakum, kondensor, vacuum gauge dan termometer.
31
Prinsip kerja dari alat evaporator vakum adalah sebagai berikut. Cairan yang akan dipekatkan dimasukkan ke dalam wadah stainless steel berbentuk bejana besar dengan kapasitas ± 40 liter yang dibawahnya terdapat ruang pemanas yang terdapat heater dan air. Pindah panas terjadi secara konveksi, uap air yang dihasilkan oleh heater akan merambat ke wadah bejana stainless steel sehingga menyebabkan suhu cairan yang dimasukkan meningkat dan terjadi penguapan. Uap dari cairan tersebut menuju kondensor dan dikondensasikan oleh air pendingin dan dipindahkan ke dalam bejana lain. Sehingga semakin, lama kandungan air yang terdapat di dalam cairan tersebut semakin berkurang. Perlengkapan lain yang digunakan untuk mengontrol operasi alat ini adalah termometer untuk mengukur suhu bahan dan termometer untuk mengukur suhu jaket uap dan vacuum gauge yang digunakan pada awal proses untuk membaca tekanan vakum dan selama proses untuk membaca tekanan uap dalam evaporator.
F. KONSENTRAT Pekatan (konsentrat) adalah sari buah atau ekstrak bahan pangan yang dipekatkan dengan cara vakum atau cara lainnya hingga mencapai kosistensi seperti sirup kental (Cruess, 1958 dikutip Firmansyah, 2003). Konsentrat merupakan cairan kental yang diperoleh melalui proses penguapan pada tekanan vakum, pada suhu rendah sehingga kerusakan-kerusakan kimiawi selama proses dapat dihindarkan. Produk konsentrat ini biasanya dikentalkan sampai mencapai 43-600 Brix (Takiyah et al., 1992). Berdasarkan kandungan padatannya Demeczky et al. (1981) membagi konsentrat menjadi tiga golongan yaitu : 1. Semi konsentrat, dengan padatan antara 24-25 % 2. Konsentrat, dengan padatan antara 25-68 % 3. Super konsentrat, dengan padatan diatas 70 % Thijssen (1974) dikutip Firmansyah (2003), menyatakan bahwa kondisi yang perlu dijaga untuk memperoleh konsentrat bermutu tinggi antara
32
lain adalah suhu proses yang rendah dan waktu kontak yang pendek khususnya pada suhu tinggi. Pada dasarnya dalam pembuatan konsentrat diusahakan tidak menghilangkan karakteristik hasil ekstraknya. Pada proses pemindahan air dari ekstrak diusahakan komponen volatil tidak ikut terbawa atau hilang. Beberapa metoda yang dapat digunakan antara lain evaporasi vakum, freeze concentration, continuous freeze concentration (Heat dan Reineccius, 1986).
G. PENGERINGAN TEH HIJAU INSTAN Pengeringan atau dehidrasi merupakan proses pengeluaran air dari bahan hasil pertanian atau bahan pangan. Pengertian pengeringan dan dehidrasi sebenarnya dapat dibedakan berdasarkan tingkat kadar air bahan yang dikeringkan. Pengeringan didefinisikan sebagai suatu metoda untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menggunakan energi panas, sehingga tingkat kadar air kesetimbangan dengan kondisi udara (atmosfir) normal atau tingkat kadar air yang setara dengan nilai aktifitas air (Aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologi, enzimatis, atau kimiawi.
Sedangkan
dehidrasi
adalah
proses
mengeluarkan
atau
menghilangkan air dengan menggunakan energi panas hingga tingkat kadar air yang sangat rendah mendekati ”bone dry”. Bone dry adalah suatu keadaan dimana seluruh air pada bahan telah dikeluarkan hingga kadar air bahan tersebut adalah nol (Wirakartakusumah, 1989). Pengeringan bahan berbentuk cair dapat dilakukan dengan menggunakan freeze drying, spray drying atau vacuum drying (j. Werkhoven, 1974). 1. Pengeringan Semprot (Spray drying) Alat pengeringan tipe semprot (spray dryer) digunakan untuk mengeringkan suatu larutan, campuran atau produk cair lainnya menjadi bentuk powder pada kadar air mendekati kesetimbangan dengan kondisi udara pada tempat produk keluar. Selain digunakan untuk mengeringkan bahan pangan juga digunakan untuk mengeringkan bahan kimia dan
33
produk farmasi. Kopi instan, teh instan dan susu bubuk umumnya dikeringkan dengan spray dryer. Menurut Wirakartakusumah (1992), spray dryer atau pengering semprot digunakan untuk menghasilkan tepung dari suspensi cairan. Seperti proses pengeringan lainnya, prinsip pengeringan semprot cukup sederhana. Cairan disemprotkan ke dalam aliran gas panas, air dalam tetesan (droplet) menguap dengan cepat meninggalkan tepung kering. Tepung dipisahkan dari udara yang mengangkutnya dengan menggunakan separator atau kolektor tepung. Walaupun suhu udara masuk ruang pengering sangat tinggi, kecepatan penguapan yang tinggi menyebabkan pendinginan yang berarti, sehingga dapat menghindarkan bahan dari pemanasan yang berlebihan, bahkan tidak ada kontak bahan basah maupun produk kering dengan medium yang panas sekali. Aliran uap air dari bahan akan menghambat difusi oksigen ke dalam bahan sehingga oksidasi yang terjadi selama pengeringan sedikit sekali. Selain fan (pompa udara ) pemanas dan pengumpan, ada tiga komponen penting dari pengering semprot, yaitu atomizer, ruang pengering dan sistem pemisah atau pengumpul produk kering. Keuntungan bahan yang dikeringkan dengan menggunakan pengering semprot yaitu akan memperkecil kerusakan bahan pangan akibat pemanasan terutama untuk bahan-bahan yang sensitif terhadap panas. Waktu kontak antara droplet bahan dengan udara panas dalam ruangan pengering berlangsung singkat, hanya beberapa detik sehingga sedikit sekali kemungkinan nutrisi terdegradasi karena panas (Master, 1979). Kelebihan dari pengering semprot dibandingkan jenis alat pengering lainnya yaitu : (1) produk akan menjadi kering tanpa bersentuhan langsung dengan permukaan logam panas, (2) suhu produk rendah meskipun suhu udara pengering yang digunakan cukup tinggi, (3) penguapan air terjadi pada permukaan yang sangat luas sehingga waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan hanya beberapa detik saja, dan (4) produk akhir yang dihasilkan berbentuk bubuk yang stabil sehingga memudahkan dalam penanganan dan transportasi.
34
1.1. Atomizer Ada dua tipe atomizer yang umum digunakan dalam spray dryer, yaitu presure swirl nozzle dan centrifugal. Dengan nozel cairan ditekan melalui lubang yang berputar dengan tekanan antara beberapa ratus sampai beberapa ribu lb per inci persegi. Ruang tempat bahan sebelum melewati nozzle didisain agar gerakan cairan berolak. Keuntungan nozel diantaranya adalah konstruksinya yang sederhana sehingga harganya murah dan mudah diganti. Kerugiannya adalah mudah mengalami penyumbatan dan nozzle menjadi aus. Dalam atomizer sentrifugal, cairan diumpan ke dalam rotor yang berputar dengan kecepatan 15000 sampai 40000 rpm. Bentukbentuk rotor yang sering digunakan antara lain, celah-celah, dengan baling-baling atau bentuk lainnya. Atomizer sentrifugal menangani padatan tersuspensi dengan mudah, dengan kisaran kapasitas yang luas. Roda atomizer berbaling-baling digerakkan dengan turbin angin hingga menghasilkan
putaran 35000 sampai 40000 rpm. Pada
kecepatan tersebut, suara desingan hampir tidak terdengar. Jika suara menunjukkan bahwa kecepatan lebih rendah dari persyaratan, pertama periksa tekanan udara yang digunakan untuk menggerakan atomizer. Jika tekanan sesuai dengan yang dibutuhkan, berarti penurunan kecepatan disebabkan friksi yang tidak normal, pelor roda aus atau poros kincir rusak atau bengkok. Karakteristik penting yang harus dimiliki atomizer adalah harus menghasilkan partikel cairan dengan ukuran kecil dan seragam. Jika ukuran partikel tidak seragam maka partikel berukuran kecil akan mengalami pemanasan yang berlebihan. 1.2. Ruang Pengeringan Fungsi ruang pengeringan adalah menjaga suspensi partikel bahan yang dikeringkan dalam aliran udara sampai partikel mengering menjadi tepung. Ruang pengering bisa vertikal ataupun horizontal, dan aliran udara bisa paralel, berlawanan atau campuran.
35
Sedangkan bentuknya ada yang berbentuk boks ada juga yang berbentuk silindris dengan alas berbentuk kerucut. Pada spray dryer horizontal selalu digunakan aliran udara dan aliran suspensi yang paralel, tepung kering akan jatuh ke lantai pangering dan secara kontinyu diangkut dengan alat pengumpul. Dalam tipe vertikal, udara masuk ruang pengering melalui dispenser, selanjutnya bersama-sama produk kering diisap melalui pipa pengangkut produk di dasar pengering, atau dengan arah sebaliknya dan udara diisap pada bagian atas. Tipe lainnya baik udara maupun bahan masuk dari bagian dasar dan semua aliran keluar dari bagian atas, atau aliran berlawanan dengan udara mengalir ke atas tepung bergerak ke bawah. Tepung harus sudah mengering sebelum dipisahkan dari aliran udara pengering. Oleh karena itu ruang pengeringan harus cukup besar untuk mencukupi tempat dan waktu yang diperlukan untuk melengkapi proses pengeringan. 1.3. Kolektor Tepung Pemisahan produk kering dari udara bisa terjadi dalam ruang pengering, karena arah aliran yang berlawanan. Siklon banyak digunakan sebagai alat separasi tepung dengan udara. Udara yang mengangkut produk kering masuk di bagian atas siklon dengan arah tangensial, tepung dilemparkan ke permukaan dalam kerucut karena gaya sentrifugal dan perputar turun kemudian masuk penampung produk di bawah kerucut siklon. Sedangkan udara naik dan keluar melalui exhauster pada tengah-tengah bagian atas siklon. Selain siklon, alat separasi yang biasa digunakan adalah filter kantong. Kantong tenunan dengan diameter sekitar 30 cm dan panjang beberapa kaki disusun untuk mencukupi kapasitas. Rangkaian filter secara otomatis bergetar dan mengeluarkan tepung dari bagian bawah.
36
2. Pengeringan Beku (Freeze drying) Pengeringan beku (frezee drying) adalah proses pengeringan yang didahului oleh proses pembekuan. Proses pengeringan beku melibatkan 3 tahap yaitu : a) tahap pembekuan; pada tahap ini bahan didinginkan hingga suhu tertentu dimana seluruh air dalam bahan manjadi beku, b) tahap pengeringan utama; disini air dan pelarut dalam keadaan beku dikeluarkan secara sublimasi, tekanan ruang harus lebih rendah atau mendekati tekanan uap kesetimbangan air dalam bahan beku, dan c) tahap pengeringan sekunder; tahap ini mencakup pengeluaran uap hasil sublimasi atau air terikat yang ada di lapisan kering serta pada tahap ini dimulai segera setelah tahap pengeringan utama berakhir (Earle, 1989). Lama pengeringan beku dipengaruhi oleh kandungan air bahan, ketebalan bahan dalam tray, suhu yang digunakan serta tekanan dalam ruang pengering. Suhu pengeringan ditetapkan pada jangkauan suhu yang dapat mencegah atau mengurangi kehilangan kandungan gula, asam dan komponen volatilnya (Desrosier, 1988). Prinsip dasar pengeringan beku adalah, bahwa air beku masih memiliki tekanan uap (133,3 – 666,5 Pa), sehingga dapat dihilangkan dari sistem melalui cara sublimasi. Pada titik tripel (0 0C, 610 Pa), terlihat bahwa fasa padat dengan gas terletak berdampingan dan berimbang. Jika tekanan dibawah 610 Pa dan suhu 0 0C akan terjadi perubahan bentuk langsung dari fasa padat (tanpa melalui fasa cair) menjadi fasa gas, artinya es tersublimasi (Voight, 1994) Panas sublimasi yang diperlukan pada pengeringan beku masuk ke dalam bahan secara konduksi melalui lapisan kering pada bahan dan kemudian uap air keluar melalui lapisan yang sama. Pada proses pengeringan beku terjadi kesetimbangan antara aliran uap yang keluar dari produk dan panas yang masuk ke dalam produk (Harper et al, dikutip Dien Rozal, 1999). Selanjutnya Heldman dan Singh (1981), menerangkan bahwa laju pembekuan yang digunakan akan menetukan porositas produk kering beku yang dihasilkan. Pembekuan cepat akan menghasilkan produk kering beku
37
yang mempunyai pori lebih kecil, karena laju perpindahan panas dari sistem berlangsung cepat sehingga dihasilkan kristal es yang kecil tersusun secara merata pada jaringan. Pembekuan lambat akan menyebabkan terbentuknya kristal es yang besar yang tersusun pada ruang antar sel dengan ukuran pori yang besar dan ukuran pori yang dihasilkan akan berbanding lurus dengan suhu yang digunakan pada proses pembekuan.
3. Pengeringan vakum (Vacuum drying) Pada pengeringan dengan vacuum dryer, kadar air bahan dikurangi dengan menguapkannya pada tekanan di bawah tekanan atmosfir. Pengeringan dengan vacuum dryer biasanya digunakan untuk bahan-bahan yang sensitif terhadap panas, seperti obat-obatan, makanan dan sebagainya. Suhu pengeringan tidak kurang dari 400C dengan sistem batch (Hall, 1979 dikutip Zumaidi 1994). Dengan keadaan yang demikian maka pengering tipe vakum ini cocok digunakan sebagai alat pengering dalam pembuatan teh hijau instan. Semua
sistem pengeringan
vakum mempunyai
4
elemen
terpenting, yaitu ruang hampa dengan konstruksi tertentu, alat-alat untuk mensuplai panas, alat-alat mempertahankan kondisi hampa dan komponen untuk mengumpulkan uap air yang dievaporasikan dari bahan pangan.
H. TEH INSTAN Teh instan merupakan hasil olahan teh yang bertujuan untuk menyederhanakan proses pembuatan seduhan teh. Selain itu pembuatan bentuk ini juga dapat meningkatkan nilai teh mutu rendah yang dihasilkan dari proses pembuatan teh hitam yang tidak mungkin di ekspor, dan merupakan hasil sampingan yang murah dipasaran lokal (Ciptadi dan Nasution, 1979). Menurut Willson and Clifford
(1992), teh instan dibuat dari konsentrat
ekstrak teh yang dikeringkan. Tahapan pembuatannya melalui proses seleksi bahan baku, ekstraksi, aroma stripping, cream processing, pemekatan dan pengeringan. Menurut Varnam dan Sutherland (1994), teh instan mulai dibuat
38
pada akhir abad 19 tetapi produksi skala besarnya baru dilakukan setelah dikembangkannya alat pengering semprot (spray dryer) yang mampu mengeringkan konsentrat teh tanpa merusak kualitas organoleptik secara signifikan.
Varnam dan
Sutherland
(1994)
menambahkan,
ekstraksi
merupakan tahap yang paling penting dalam pembuatan teh instan Pada tahap ini ekstraksi dilakukan dengan menggunakan air panas pada suhu sekitar 80900C, dengan sistem kontinyu. Setelah tahap ekstraksi maka dilakukan proses pemisahan aroma (aroma stripping) yang melibatkan inert gas seperti nitrogen. Tujuan dari pemisahan aroma ini adalah untuk menjaga kualitas teh instan yang dihasilkan karena efek pengolahan yang membuat aroma menjadi menyimpang. Pada tahapan akhir, komponen aroma akan ditambahkan kembali pada konsentrat ekstrak. Tahap ketiga adalah penghilangan krim (tea cream processing) yang bertujuan untuk menghilangkan krim yang terbentuk pada ekstrak teh karena adanya proses pendinginan, sehingga dapat membuat penampakan yang kurang diterima oleh konsumen. Tahap keempat adalah pemekatan, dimana ekstrak teh tadi dipekatkan dengan menggunakan evaporator dalam keadaan vakum untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat panas. Tahap akhir adalah pengeringan dengan menggunakan pengering semprot. Pada tahap ini kehilangan aroma akibat suhu panas dapat dikurangi dengan memekatkan teh hingga memiliki konsentrasi padatan yang cukup tinggi sehingga waktu pengeringan akan semakin singkat. Selain itu, kerusakan komponen bioaktifnya pun dapat diminimalkan karena proses pengeringannya singkat dan bahan tidak kontak langsung dengan medium pemanas dalam waktu yang lama.
39
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hijau kering jenis peko super yang diperoleh dari kebun percobaan teh dan kina Pasir Sarongge kabupaten Cianjur, akuades, DPPH (1,1-diphenyl-2-picryl hydrazil), Trolox (Aldrich), asam asetat, Na-asetat, metanol, etanol dan bahan-bahan kimia lainnya yang diperoleh dari stock room Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 2. Alat Peralatan yang digunakan untuk mengecilkan ukuran teh hijau kering pada penelitian ini adalah disc mill, ayakan 32 mesh.
Untuk
pembuatan ekstrak teh digunakan water bath, sentrifuse, penangas air, erlenmeyer 250 ml, gelas ukur 100 ml, corong plastik, kain saring, kertas saring, saringan vacuum beserta erlenmeyer 500 ml. Pada penelitian optimasi proses evaporasi dan pengeringan, alat-alat yang digunakan adalah retort untuk mengekstrak teh, ayakan 300 mesh, vacuum evaporator, spray dryer. Peralatan yang digunkan untuk analisis adalah cawan
alumunium,
oven,
desikator,
timbangan
analitik,
hand
refractometer, chromameter, gelas plastik, vorteks, gelas piala, pipet volumetrik, pipet tetes, mikro pipet, gelas ukur, tabung reaksi dan tutup, spatula, serta gelas-gelas lainnya.
40
B. METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan terdiri dari 2 tahap. Tahap pertama optimasi ekstraksi teh hijau. Tahap kedua optimasi evaporasi dan pengeringan. 1. Penelitian Optimasi Ekstraksi Teh Hijau Teh hijau kering dihancurkan dengan disc mill, kemudian diayak menggunakan ayakan goyang ukuran 32 mesh untuk mendapatkan ukuran teh hijau yang kecil dan seragam. Teh tersebut diekstrak dengan cara dilarutkan dan diaduk dalam air panas suhu 750C, 850C dan 950C dengan perbandingan masing-masing teh dan air sebesar 10 : 100, 15 : 100 dan 20 : 100 (w/v). Waktu ekstraksi yang digunakan adalah 2, 4, 6, 8, 10, 15 dan 20 menit. Teh yang telah diekstrak tersebut kemudian disaring dengan alat saring vakum untuk mendapatkan ekstrak murni teh. Ekstrak teh murni tersebut dianalisis TPT (total padatan terlarut) dengan metode oven dan metode refraktometer, kemudian TPT oven tersebut dihitung menjadi rendemen. Pada penelitian ini dianalisa rendemen dari setiap level suhu (950C, 850C dan 750C) dengan pengaruh kombinasi perlakuan waktu ekstraksi (2, 4, 5, 6, 8, 10, 15 dan 20 menit) dan rasio teh dengan air (10 : 100, 15 : 100 dan 20 :100 w/v) untuk mendapatkan kondisi rasio teh dengan air serta waktu ekstraksi optimal pada setiap level suhu. Tiga sampel dengan kombinasi optimal dari setiap taraf suhu tersebut dianalisis rendemen dan aktivitas antioksidannya dengan metode DPPH untuk mendapatkan satu kombinasi perlakuan suhu, rasio teh dengan air dan waktu ekstraksi optimal untuk digunakan pada penelitian optimasi evaporasi dan pengeringan serta penyusunan SOP (Standar Operation Procedure).
41
1.1. Rancangan percobaan Untuk menentukan rasio teh dengan air dan waktu optimal pada setiap taraf suhu dilakukan analisa data rendemen. Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk Keterangan : Yij
: Rendemen hasil pengamatan dari faktor rasio teh dengan air level ke i, faktor waktu ekstraksi level ke j.
µ
: Rataan umum
Ai
: Pengaruh rasio teh dengan air pada taraf ke i
Bj
: Pengaruh waktu ekstraksi pada taraf ke j
(AB)ij
: Pengaruh interaksi antara rasio teh dengan air dan waktu ekstraksi
εijk
: Faktor galat (sisa) Data selanjutnya diolah dengan mengunakan analisis sidik
ragam (ANOVA). Apabila terjadi beda nyata pada faktor perlakuan pada selang kepercayaan 95%, maka selanjutnya terhadap model rancangan dilakukan uji lanjut menggunakan uji Duncan. Untuk menentukan waktu ekstraksi, rasio teh dengan air dan suhu optimal dilakukan analisa data rendemen dan aktivitas antioksidan. Yij = µ + Ai + εij Keterangan : Yijk
: Nilai hasil pengamatan dari faktor A level ke-i, ulangan ke-j
µ
: Rataan umum
Ai
: Pengaruh suhu ekstraksi
εijk
: Faktor galat (sisa) Data selanjutnya diolah dengan mengunakan analisis sidik
ragam (ANOVA). Apabila terjadi beda nyata pada faktor perlakuan pada selang kepercayaan 95%, maka selanjutnya terhadap model rancangan dilakukan uji lanjut menggunakan uji Duncan.
42
Teh hijau kering ↓ Penggilingan ↓ Pengayakan ↓ Ekstraksi ↓ Penyaringan ↓ Ekstrak teh hijau Gambar 1. Diagram alir proses optimasi ekstraksi teh hijau 2. Penelitian Optimasi Evaporasi dan Pengeringan Pada penelitian ini teh hijau yang telah dihancurkan diekstrak dengan menggunakan air panas pada suhu 850C, perbandingan teh hijau dan air 10 : 100 (w/v) selama 8 menit dalam retort dan pengadukan dilakukan secara manual. Kemudian ekstrak teh hijau disaring untuk memisahkan ampas dan larutan. Larutan tersebut dipekatkan dengan vacuum pan evaporator hingga kekentalannya mencapai 30, 40 dan 500Brix. Konsentrat teh hijau yang telah dievaporasi langsung dikeringkan menggunakan spray dryer dengan suhu 1200C, 1500C dan 1800C. Hasil dari pengeringan spray dryer diperoleh serbuk teh hijau instan. Teh hijau dari beberapa kombinasi perlakuan pemekatan dan pengeringan tersebut dianalisis rendemen, kadar antioksidan, warna teh hijau bubuk dan seduhan serta energi yang diperlukan selama proses pembuatan teh instan tersebut sebagai data objektif dan uji organoleptik terhadap seduhan teh hijau instan untuk mengetahui persepsi konsumen. Data tersebut digunakan
sebagai
parameter
seleksi
untuk
mendapatkan
proses
pembuatan teh hijau instan yang optimal dan efisien sehingga dapat
43
disusun SOP (Standar Operation Procedure) untuk produksi teh hijau instan. 2.1. Rancangan percobaan Rancangan percobaan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor yaitu konsentrasi setelah pemekatan (Ai) dan pengaruh suhu pengeringan
(Bj) dengan
masing-masing
2 ulangan.
Faktor
konsentrasi setelah pemekatan terdiri dari tiga taraf yaitu (30, 40, 500Brix). Pada faktor suhu pengeringan terdiri dari tiga taraf yaitu (120, 150 dan 180 0C). Model rancangan yang dipergunakan adalah Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk Keterangan : Yijk
: Nilai hasil pengamatan dari faktor A level ke-i, faktor B level ke-j, ulangan ke-k
µ
: Rataan umum
Ai
: Pengaruh derajat pemekatan
Bj
: Pengaruh suhu pengeringan
(AB)ij
: Pengaruh interaksi antara derajat pemekatan dan suhu pengeringan
εijk
: Faktor galat (sisa) Data selanjutnya diolah dengan mengunakan analisis sidik
ragam (ANOVA). Apabila terjadi beda nyata pada faktor perlakuan pada selang kepercayaan 95%, maka selanjutnya terhadap model rancangan dilakukan uji lanjut menggunakan uji wilayah berganda Duncan dengan membandingkan nilai tengah perlakuan dengan wilayah nyata terkecil. Khusus untuk uji organoleptik, data akan diolah dengan menggunakan Kruskal-Wallis.
44
Teh hijau kering ↓ Penggilingan ↓ Pengayakan ↓ Ekstraksi ↓ Penyaringan ↓ Evaporasi ↓ Pengeringan ↓ Teh hijau instan Gambar 2. Diagram alir proses optimasi pemekatan dan pengeringan ekstrak teh
hijau
3. Prosedur Analisis 3.1. Analisis Fisik 3.1.1. Total Padatan Terlarut ( Hand Refraktometer) Prisma refraktometer dibersihkan dengan alkohol, kemudian diteteskan sampel di atas prisma pengukuran, lalu ditutup. Alat refraktometer diarahkan ke cahaya dan dibaca skalanya (0Brix).
45
3.1.2. Warna Pengukuran menggunakan
intensitas
kromameter
warna
CR-310.
dilakukan Sebelum
dengan dilakukan
pengukuran nilai L, a, dan b perlu dilakukan kalibrasi terlebih dahulu terhadap alat dengan menggunakan pelat standar warna putih (L=97.51; a=5.35; b-3.37). Setelah proses kalibrasi, dilanjutkan dengan pengukuran warna sampel. Sistem warna yang digunakan adalah sistem warna Lab.
3.1.3. TPT, Metode Oven (Apriyantono et al, 1989) Cawan kosong dikeringkan dalam oven 1000C selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang ( a gr, untuk cawan alumunium didinginkan selama 10 menit dan cawan porselin didinginkan selama 20 menit). Kemudian sampel yang telah dihomogenkan dengan cawan ditimbang dengan neraca analitik (x gr) dengan cepat. Cawan beserta isinya ditempatkan di dalam oven selama 6 jam. Kontak antar cawan dengan dinding oven dihindarkan. Cawan dipindahkan ke dalam deksikator untuk didinginkan, setelah dingin ditimbang kembali ( y gr). Kemudian, dikeringkan kembali ke dalam oven sampai diperoleh berat yang tetap (konstan). Perhitungan : TPT (%bk) = y – a / x a = berat cawan kosong kering (g) x = berat sampel awal (g) y = Berat cawan + sampel kering
46
3.1.4. Rendemen Besarnya rendemen ekstraksi dihitung berdasarkan persentase berat padatan kering dibagi berat teh hijau kering yang diekstrak. Berat padatan kering diperoleh melalui hasil kali berat ekstrak murni teh dengan tpt oven (total padatan terlarut). Rendemen ditentukan dengan rumus : Rendemen = a/b x 100 % Keterangan : a = Berat padatan kering = berat ekstrak x Tpt oven b = berat sampel teh hijau Untuk rendemen teh hijau instan dihitung berdasarkan berat teh instan yang dihasilkan dari proses pengeringan dibagi berat teh hijau kering.
3.2. Analisis Kimia
3.2.1. Pengujian Aktifitas Antioksidan ( Kubo et al., 2002) Buffer asetat 100 mM 1 ml ( pH 5.5), 1.87 ml etanol dan 0.1 ml radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picryl hydrazyl) 3 mM dalam metanol dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Kemudian
sebanyak
0.03
ml
larutan
sampel
ditambahkan ke dalam tabung tersebut dan diinkubasi 250C selama 20 menit. Absorbansi yang dihasilkan dibaca pada 517 nm. Penurunan absorbansi menunjukkan adanya aktifitas scavenging atau aktifitas antioksidan. Untuk pembuatan kurva standar digunakan Trolox ®, sehingga satuannya dinyatakan dalam TEAC (Trolox Equivalen Antioxidant Capacity).
47
3.3. Analisis Energi Analisis energi bertujuan untuk menghitung jumlah energi yang digunakan dalam setiap tahap didalam suatu sistem produksi. Analisis energi ini dapat digunakan untuk memahami dan memperbaiki bagaimana, di mana dan bila energi digunakan secara efektif dan efisien (Kamaruddin et al., 1989). Pada penelitian ini analisis energi yang dipakai adalah anlisis proses. Analisis ini merupakan identifikasi jaringan kerja dan proses yang harus diikuti untuk memperoleh produk akhir. Setiap tahapan proses dianalisis untuk mengukur masukan sehingga akan diketahui kebutuhan energinya. Rumus E = P x t Keterangan : E = Energi P = Daya (Watt) t = waktu
3.4. Uji Organoleptik Uji Organoleptik merupakan uji dengan menggunakan indera manusia sebagai instrumennya. Uji organoleptik yang akan dilakukan adalah
uji
penerimaan
mengemukakan
tanggapan
dimana
setiap
pribadinya
panelis
terhadap
diharuskan
produk
yang
disajikan. 3.4.1. Uji Hedonik (Poste et al., 1991) Tujuan dari uji penerimaan ini adalah untuk mengetahui apakah teh hijau instan seduhan ini disukai. Uji penerimaan yang dilakukan adalah uji hedonik yang dilakukan di Laboratorium PAU Pangan dan Gizi IPB dengan menggunakan 30 panelis
tidak terlatih. Pada uji ini panelis diminta
mengungkapkan tanggapan pribadinya terhadap warna, rasa dan aroma dari sampel minuman teh hijau instan yang diberikan. Tanggapan tersebut dapat berupa tanggapan suka
48
ataupun ketidaksukaan. Skala hedonik yang digunakan adalah 1-5, dimana angka 5 = sangat suka, 4 = suka, 3 = netral, 2 = tidak suka, 1 = sangat tidak suka. Data yang diperoleh, ditabulasikan dan dianalisis dengan Kruskal- Wallis.
49
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. OPTIMASI EKSTRAKSI TEH HIJAU Untuk memanfaatkan komponen bioaktif dalam teh dan memperluas aplikasinya, maka diperlukan suatu bentuk produk yang mudah digunakan. Adapun bentuk teh yang praktis tersebut adalah ekstrak teh (Hartoyo, 2003). Teh yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis peko super. Jenis teh ini adalah teh hijau yang partikelnya tergulung padat terpilin, berwarna hijau sampai hijau kehitaman, sangat sedikit tercampur tulang (SNI 01-3945-1995). Pada penelitian optimasi ekstraksi teh hijau ini, teh hijau kering diperkecil dahulu ukuran partikelnya dengan cara digiling kemudian teh yang telah hancur diayak dengan ayakan goyang ukuran 32 mesh. Tujuan dari pengecilan ukuran adalah untuk mengurangi sifat kamba dari bahan dan membantu penentrasi pelarut ke dalam sel tumbuhan sehingga mempercepat pelarutan komponen bioaktif dan meningkatkan rendemen ekstraksi. Semakin kecil ukuran bahan maka luas permukaan bahan yang melakukan kontak dengan pelarut semakin besar. Sedangkan tujuan pengayakan adalah untuk memperoleh partikel bahan dengan ukuran yang kecil dan seragam. Menurut Purseglove et al. (1981), partikel bahan setelah pengecilan sebaiknya berukuran seragam untuk mempermudah difusi pelarut ke dalam bahan. Bila ukurannya tidak seragam maka butir-butir yang lebih halus dapat masuk ke dalam celah-celah butir yang lebih kasar, sehingga kontak antara pelarut dengan bahan yang diekstrak menjadi berkurang dan rendemen yang dihasilkan semakin kecil. Bahan yang terlalu halus juga dapat menggumpal sehingga sukar ditembus pelarut. Oleh karena itu, ukuran partikel yang baik untuk proses ekstraksi adalah serbuk dengan ukuran mendekati 0,5 mm (Bombardelli, 1991). Teh hijau jenis peko super yang telah diperkecil dan diayak tersebut kemudian diekstrak dengan air panas menggunakan waterbath goyang agar teh dan pelarut lebih cepat bercampur. Kombinasi perlakuan ekstraksi yang diterapkan adalah suhu (750C, 850C dan 950C), perbandingan (10 : 100, 15 : 100 dan 20 : 100 w/v) dan waktu ekstraksi (2, 4, 6, 8, 10, 15 dan 20 menit).
50
Air digunakan sebagai pelarut karena selain murah dan mudah didapat, air tidak mengandung efek samping. Selain itu, menurut Stahl (1969) senyawa polifenol teh hijau bersifat larut dalam air sehingga dengan menggunakan air ekstrak teh tersebut sudah mengandung polifenol teh hijau yang memiliki aktifitas antioksidan. Ekstrak teh hijau disaring dengan menggunakan saring vakum untuk memisahkan ekstrak dengan ampas, proses ini bisa juga dilakukan dengan vacuum filter. Sebelum disaring vakum, ekstrak teh disentrifuse untuk memisahkan filtrat dengan endapan. Dengan proses sentrifugasi, padatan yang tekandung dalam larutan diputar dengan kecepatan tinggi, sehingga padatan yang terkandung dalam larutan akan mengendap dan terpisah dari cairan (Jackson A.T. 1991). Ekstrak teh yang telah disaring dianalisa tpt (total padatan terlarut), kemudian dihitung menjadi rendemen. Rendemen ekstraksi akan semakin bertambah hingga mencapai titik jenuhnya (Suryani, 1981). Keadaan dimana rendemen telah mencapai optimum adalah parameter yang menunjukkan kondisi efisien dari proses ekstraksi. Cara menghitung rendemen pada penelitian ini adalah dengan menghitung berat padatan kering yang diperoleh dibagi dengan berat teh yang diekstrak dikali seratus persen. Pengukuran tpt pada penelitian ini dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan metode oven dan hand refraktometer. Menurut Nielsen (1996), refraktometer adalah alat untuk mengukur total padatan terlarut pada buah, produk olahan buah dan larutan sukrosa (gula). Tetapi kini refraktometer sering juga digunakan untuk memonitor proses pembuatan larutan di industri, seperti industri susu dan sari buah. Nielsen (1996) menambahkan, bahwa pembacaan yang dilakukan oleh refraktometer adalah indeks refraksi dari makanan yang mengandung karbohidrat seperti sirup gula, produk buah dan tomat. Refraktometer menggunakan satuan 0Brix yang setara dengan persen (g sukrosa/ 100 g sampel) untuk larutan sukrosa murni. Untuk sampel ekstrak teh hijau, karena sampel ini non-sukrosa maka perlu dilakukan kalibrasi dengan hasil pengukuran menggunakan metode oven. Regresi hubungan tpt oven dan refraktometer disajikan pada gambar 3. Pada proses selanjutnya pengukuran total padatan terlarut cukup menggunakan refraktometer.
51
tpt brix Line Fit Plot
tpt oven
8 6 4 2 0 0
2
4 tpt brix
6
8
y = 0.7076x + 0.5056 R2 = 1
Gambar 3. Grafik hubungan tpt oven dengan tpt brix dengan persamaan regresinya Dari persamaan di atas kita dapat menghitung nilai tpt oven dengan memasukkan nilai refraktometer yang diperoleh ke dalam persamaan regresi tersebut. Y menunjukan tpt oven dan x menunjukkan tpt brix, jadi seandainya pembacaan tpt dengan refraktometer menunjukkan angka nol maka nilai tpt ovennya 0,5056.
1. Rendemen ekstrak teh hijau Rendemen merupakan parameter yang penting dalam proses ekstraksi. Perhitungan rendemen pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui waktu ekstraksi yang menghasilkan rendemen optimal dengan kombinasi perlakuan waktu ekstraksi dan rasio teh hijau dengan air pada setiap taraf suhu yang dilakukan (95,85 dan 750C). Hasil rendemen dalam bentuk grafik dapat dilihat pada gambar 4, 5 dan 6. Dari hasil penelitian pada setiap level suhu, terlihat kecenderungan bahwa semakin lama waktu ekstraksi, maka rendemen yang dihasilkan semakin bertambah hingga terjadi kesetimbangan konsentrasi dalam larutan yang dinamakan titik jenuh. Pada grafik di atas secara umum terlihat laju ekstraksi akan menurun seiring dengan banyaknya komponen yang terekstrak dari dalam bahan, dan akan minimum nilainya apabila kesetimbangan konsentrasi antara bahan dan pelarut tercapai. Hal ini
52
ditandai oleh kecenderungan grafik dari meningkat menjadi landai/konstan pada suatu titik dengan bertambahnya waktu ekstraksi. 0
Rendemen terhadap waktu ekstraksi pada level suhu 95 C 23 21
Rendem en (%)
rasio teh-air 10 : 100 (w/v) rasio teh-air 15 : 100 (w/v) rasio teh-air 20 : 100 (w/v) prediksi rasio tehair 10 : 100 (w/v) prediksi rasio tehair 15 : 100 (w/v) prediksi rasio tehair 20 : 100 (w/v)
y = 0,7277Ln(x) + 18,881 R2 = 0,9385
19
y = 1,1951Ln(x) + 13,079 R2 = 0,8562
17 15
y = 0,6192Ln(x) + 9,6097 R2 = 0,8861
13 11 9 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
Waktu (menit)
Gambar 4. Grafik hubungan rendemen terhadap waktu ekstraksi pada suhu 950C Hasil analisis ragam faktorial pada taraf suhu 950C (lampiran 1b) menunjukkan bahwa perlakuan waktu ekstraksi (2, 4, 6, 8, 10, 15, 20 menit) dan rasio teh dengan pelarut (10 : 100, 15 : 100, 20 : 100 w/v) menghasilkan rendemen yang berbeda nyata (sig<0.05), sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen (sig>0.05), berarti tren pengaruh waktu ekstraksi pada setiap rasio teh dengan air cenderung sama. Dari hasil uji lanjut menggunakan metode Duncan (lampiran 1c) terlihat rendemen yang dihasilkan pada waktu ekstraksi 2 menit sebesar 14,41 % kemudian meningkat jumlahnya menjadi 14,90 % setelah ekstraksi berlangsung selama 4 menit dan tidak berbeda nyata rendemennya hingga waktu ekstraksi mencapai 6 menit. Setelah 8 menit rendemen yang dihasilkan meningkat dan tidak berbeda nyata hingga ekstraksi berlangsung selama 20 menit. Hasil uji lanjut mengggunakan metode Duncan pengaruh rasio teh-pelarut (lampiran 1d) terhadap rendemen menunjukkan rendemen paling tinggi dihasilkan pada rasio tehpelarut 10 : 100 (w/v) dengan rata-rata rendemen sebesar 20,33%. Hasil ini
53
berbeda nyata rendemennya dengan pengaruh rasio teh-pelarut 15 : 100 (w/v) dan 20 : 100 (w/v). Maka dari hasil uji statistik terlihat, rendemen mencapai optimum pada menit ke 8 dengan rasio teh-pelarut 10 : 100 (w/v). 0
Rendemen terhadap waktu ekstraksi pada level suhu 85 C
Rendemen (%)
20
y = 1,2823Ln(x) + 16,578 2
R = 0,9059
y = 1,1233Ln(x) + 12,539
18
2
R = 0,833
16 14
y = 0,3945Ln(x) + 10,277 2
R = 0,7637
12 10 0
2
4
6
rasio teh-air 10 : 100 (w/v) rasio teh-air 15 : 100 (w/v) rasio teh-air 20 : 100 (w/v) prediksi rasio teh-air 10 : 100 (w/v) prediksi rasio teh-air 15 : 100 (w/v) prediksi rasio teh-air 20 : 100 (w/v)
8 10 12 14 16 18 20 22 Waktu (menit)
Gambar 5. Grafik hubungan rendemen terhadap waktu ekstraksi pada suhu 850C Hasil analisis ragam faktorial pada taraf suhu 850C (lampiran 2b) menunjukkan pengaruh perlakuan waktu ekstraksi (2, 4, 6, 8, 10, 15, 20 menit), perlakuan rasio teh dengan pelarut (10 : 100, 15 : 100, 20 : 100 w/v), dan interaksi keduanya berpengaruh nyata (sig<0.05) terhadap rendemen. Uji
lanjut
menggunakan
metode
Duncan
(lampiran
2c)
menunjukkan kombinasi perlakuan waktu ekstraksi 8 menit dengan rasio teh dan air 10 : 100 w/v adalah kondisi ekstraksi yang paling optimal pada taraf suhu 850C. Perlakuan tersebut menghasilkan rendemen yang tidak berbeda nyata dengan rendemen hasil perlakuan waktu ekstraksi 10, 15 dan 20 menit pada perlakuan rasio teh dengan air 10 : 100 w/v. Sedangkan rendemen sampel dengan perlakuan waktu ekstraksi 20 menit dan rasio 10 : 100 (w/v) merupakan rendemen tertinggi pada taraf suhu 850C.
54
0
Rendemen terhadap waktu ekstraksi pada level suhu 75 C 21
y = 1,3813Ln(x) + 14,846 R2 = 0,9409
Rendemen (%)
19
y = 0,9897Ln(x) + 13,585 R2 = 0,9046
17 15
y = 0,7302Ln(x) + 9,584 R2 = 0,9544
13 11 9 0
2
4
6
8
rasio teh-air 10 : 100 (w/v) rasio teh-air 15 : 100 (w/v) rasio teh-air 20 : 100 prediksi rasio tehair 10 : 100 (w/v) prediksi rasio tehair 15 : 100 (w/v) prediksi rasio tehair 20 : 100 (w/v)
10 12 14 16 18 20 22
Waktu (menit)
Gambar 6. Grafik hubungan rendemen terhadap waktu ekstraksi pada suhu 750C Hasil analisis ragam faktorial pada taraf suhu 750C (lampiran 3b) menunjukkan bahwa perlakuan waktu ekstraksi (2, 4, 6, 8, 10, 15, 20 menit) dan perlakuan rasio teh dengan pelarut (10 : 100, 15 : 100, 20 : 100 w/v) berpengaruh nyata (sig<0.05) terhadap rendemen, sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen (sig>0.05). Hal ini menunjukkan tren pengaruh waktu ekstraksi pada setiap rasio teh dengan air cenderung sama. Dari hasil uji lanjut menggunakan metode Duncan (lampiran 3c) terlihat rendemen yang dihasilkan pada waktu ekstraksi 2 menit sebesar 13,47 % dan rendemennya tidak berbeda nyata hingga waktu ekstraksi 4 menit. Setelah ekstraksi berlangsung selama 6 menit rendemen meningkat jumlahnya menjadi 13,92 % dan rendemennya tidak berbeda nyata hingga ekstraksi berlangsung selama 10 menit. Ketika waktu ekstraksi mencapai 10 menit, rendemen yang dihasilkan tidak berbeda nyata hingga waktu ekstraksi berlangsung selama 20 menit. Hasil uji lanjut, pengaruh rasio teh-pelarut (lampiran 3d) terhadap rendemen menunjukkan rendemen paling tinggi dihasilkan dari rasio teh-pelarut 10 : 100 (w/v). Ketiga perlakuan rasio teh-pelarut menghasilkan rendemen yang berbeda nyata.
55
Maka dari hasil uji statistik terlihat, rendemen mencapai optimum pada menit ke 10 dengan rasio teh-pelarut 10 : 100 (w/v). Dari hasil penelitian dan uji statistik pada setiap taraf suhu terlihat bahwa perlakuan rasio teh hijau dengan air 10 : 100 (w/v) selalu menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dari perlakuan rasio yang lain (15 : 100 dan 20 : 100 w/v). Hal ini karena perbandingan bahan dengan pelarut menentukan banyaknya komponen bioaktif yang dapat terlarut. Bila perbandingan bahan dengan pelarut semakin kecil, atau semakin banyak jumlah pelarut yang ditambahkan, maka kemampuan pelarut untuk melarutkan komponen bioaktif dalam bahan akan bertambah, sehingga rendemen hasil ekstraksi juga akan meningkat (Supriadi, 2002). Selain pengaruh dari perbandingan bahan dengan pelarut, lama ekstraksi juga berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan. Dari hasil penelitian terlihat semakin lama waktu ekstraksi maka rendemen yang dihasilkan akan semakin besar sampai rendemen mencapai titik jenuhnya. Bombardelli (1991) menyatakan bahwa lama ekstraksi menentukan jumlah komponen yang dapat diekstraksi dari bahan. Semakin lama waktu ekstraksi maka kesempatan untuk bersentuhan antara bahan dengan pelarut semakin besar sehingga komponen bioaktif dalam larutan akan meningkat yang ditandai dengan meningkatnya rendemen hingga larutan mencapai titik jenuhnya (Suryandari, 1981). Tiga sampel yang terpilih dari tiga level suhu (95, 85 dan 750C) akan dianalisa aktifitas antioksidannya dan dibandingkan rendemennya untuk memperoleh satu kombinasi perlakuan terbaik untuk dipakai pada penelitian optimasi evaporasi dan pengeringan. Ketiga kombinasi perlakuan tersebut adalah rasio teh dengan air 10 : 100 w/v , (suhu 950C, waktu ekstraksi 8 menit), (suhu 850C, waktu ekstraksi 8 menit) dan (suhu 750C, waktu ekstraksi 10 menit). 2. Aktifitas antioksidan Aktifitas antioksidan pada penelitian ini diukur menggunakan metode DPPH (1,1-diphenyl-2-pycryl hydrazil). DPPH merupakan
56
senyawa radikal bebas stabil. Sebagai standar digunakan Trolox 0, 1.25, 2.5,
5.0
mM
(Lampiran
5c).
Trolox
(6-hydroxy-2,
5,
7,
8-
tetramethylchroman-2-carboxylic acid) merupakan analog vitamin E yang larut air. Dengan demikian, satuan pengukuran dinyatakan sebagai TEAC (Trolox Equivalent Antioxidant Capacity). Semakin tinggi aktifitas antioksidan, semakin tinggi selisih nilai absorbansi blanko dengan sampel. Blanko merupakan larutan dimana terdapat sejumlah DPPH tanpa sampel dan berwarna ungu tua. Tingginya aktifitas antioksidan ditunjukkan oleh banyaknya DPPH yang direduksi, terlihat dari semakin pudarnya warna ungu. Pada ketiga sampel terpilih (lampiran 5a), diperoleh nilai rata-rata aktifitas antioksidan yang berkisar antara 9.42 – 9.48 TEAC. Sampel dengan perlakuan ekstraksi suhu 950C, waktu 8 menit dan perbandingan 10 : 100 (w/v) menunjukkan nilai TEAC sebesar 9,42 TEAC. Angka ini menunjukkan sampel tersebut dengan konsentrasi 0.1 g/ml memiliki aktivitas antioksidan yang sama dengan Trolox 9,42 mM. Untuk sampel dengan perlakuan ekstraksi suhu 850C, waktu 8 menit dan perbandingan 10 : 100 (w/v) menunjukkan nilai TEAC sebesar 9,48 TEAC. Sedangkan aktitifitas antioksidan sampel dengan perlakuan ekstraksi suhu 750C, waktu 15 menit dan perbandingan 10 : 100 (w/v) menunjukkan nilai TEAC sebesar 9,43 TEAC. 3. Perlakuan terpilih Berdasarkan hasil uji sidik ragam (lampiran 5b), perlakuan suhu ekstraksi tidak berpengaruh nyata (sig>0.05) terhadap aktifitas antioksidan dari ketiga sampel tersebut. Maka dari ketiga sampel tersebut dapat dipilih secara bebas karena aktifitas antioksidannya tidak berbeda nyata. Oleh karena itu, maka pemilihan perlakuan yang diterapkan sebagai pengendalian lokal pada penelitian evaporasi dan pengeringan berdasarkan parameter rendemen dan konsumsi energi ekstraksi. Histogram rendemen dan aktivitas antioksidan pada setiap taraf suhu dapat dilihat pada gambar
57
7. Untuk histogram konsumsi energi ekstraksi pada setiap level suhu dapat dilihat pada gambar 8. Nilai rendemen dan aktifitas antioksidan pada berbagai taraf suhu
Rendemen (%) dan TEAC
25 20
ab
b a
15
a a
a
10
Rendemen (%) TEAC
5 0 75
85
95
Suhu (0C)
Gambar 7. Histogram rendemen dan aktivitas antioksidan pada setiap taraf suhu. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh nilai rata-rata rendemen ekstrak teh hijau berkisar antara 18,83-20,63 %. Sedangkan aktifitas antioksidan nilai rata-ratanya berkisar antara 9,42-9,48 TEAC. Dari hasil penelitian terlihat kecenderungan bahwa semakin tinggi suhu, maka rendemen yang dihasilkan semakin besar. Hal ini diduga karena pengaruh suhu ekstraksi yang semakin tinggi mempercepat laju difusi komponen bioaktif dari teh hijau ke pelarut. Selain itu, laju reaksi pelarutan dari komponen bioaktif teh berjalan semakin cepat sehingga memudahkan komponen tersebut larut ke dalam air. Menurut Winarno (1997) pemanasan air dapat mengurangi daya tarik-menarik antara molekulmolekul air dan memberikan cukup energi kepada molekul-molekul air itu, sehingga dapat mengatasi daya tarik-menarik antarmolekul bahan pangan. Oleh karena itu daya kelarutan pada bahan yang melibatkan ikatan hidrogen seperti komponen-komponen bioaktif dalam teh hijau, akan meningkat dengan meningkatnya suhu.
58
Konsumsi energi pada proses ekstraksi
Enrgi (kWh)
a 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
b
75
b
85
95 0
Suhu C
Gambar 8. Histogram konsumsi energi pada proses ekstraksi Hasil uji statistik ragam faktorial terhadap rendemen (lampiran 4b), menunjukkan bahwa perlakuan suhu ekstraksi (75, 85 dan 950C) pada rasio teh dengan air 10 : 100 (w/v) berpengaruh nyata (sig<0.05) terhadap rendemen. Berdasarkan uji lanjut Duncan (lampiran 4c), ternyata rendemen dari perlakuan suhu ekstraksi
950C berbeda nyata dengan
rendemen yang dihasilkan dari perlakuan suhu ekstraksi 750C. Rendemen dari perlakuan suhu ekstraksi 850C tidak berbeda nyata dengan perlakuan suhu ekstraksi 750C dan 950C. Karena pada perlakuan suhu ekstraksi 950C menghasilkan nilai rendemen tertinggi, serta nilai rendemen dengan perlakuan suhu ekstraksi 850C tidak berbeda nyata dengan suhu 950C, maka kombinasi perlakuan suhu ekstraksi 850C, waktu ekstraksi 8 menit dan rasio teh hijau dengan air 10 : 100 (w/v) terpilih untuk dipakai pada penelitian optimasi evaporasi dan pengeringan. Selain itu, pertimbangan lain adalah pemakaian suhu ekstraksi 850C lebih efisien penggunaan energinya karena konsumsi energinya lebih rendah daripada menggunakan suhu ekstraksi 950C yaitu sebesar 2,7 kWh sedangkan dengan menggunakan suhu ekstraksi 950C membutuhkan energi sebesar 3,45 kWh. Untuk konsumsi energi ekstraksi dengan suhu 750C tidak berbeda jumlahnya dengan konsumsi energi ekstraksi pada suhu 850C yaitu sebesar 2,7 kWh. Menurut Fulder (2004) hindarilah menyeduh teh dengan menggunakan air yang baru saja mendidih dan sebaiknya suhu yang digunakan untuk menyeduh teh berkisar antara 80-90 derajat Celsius, karena dapat mempertahankan antioksidan teh agar tidak rusak.
59
B. OPTIMASI PROSES EVAPORASI DAN PENGERINGAN Teh instan merupakan salah satu diversifikasi produk teh yang telah mengalami beberapa tahapan proses pengolahan yaitu pemilihan bahan baku, ekstraksi, aroma stripping, cream processing, pemekatan, dan pengeringan (Willson and Clifford, 1992). Pada penelitian optimasi proses evaporasi dan pengeringan ini, kombinasi perlakuan terpilih dari penelitian optimasi ekstraksi diproses menjadi teh instan dengan melalui tahapan pemekatan dan pengeringan. Variabel proses pembuatan teh hijau instan ini adalah pemekatan ekstrak teh hingga mencapai konsentrasi 30, 40 dan 500Brix dan suhu inlet spray dryer 1200C, 1500C dan 1800C. Semua teh hijau instan dianalisis untuk mendapatkan satu kombinasi perlakuan terbaik dan efisien jika diterapkan dalam produksi skala besar. Analisis yang dipakai untuk seleksi yaitu analisa rendemen, konsumsi energi, aktivitas antioksidan, warna dan organoleptik, Pada tahap pertama teh hijau kering jenis peko super dihancurkan dengan disc mill, kemudian diayak seperti pada tahap penelitian ekstraksi teh hijau. Teh hijau yang telah direduksi dan diayak tersebut diekstrak dalam retort dengan suhu 850C, selama 8 menit, perbandingan 10 : 100 (w/v) sambil diaduk menggunakan pengaduk kayu manual agar teh bercampur baik dengan air. Menurut Supriadi (2002) proses pengadukan larutan merupakan salah satu faktor penting dalam proses ekstraksi untuk mempercepat pelarutan zat padat dan meningkatkan laju difusi bahan terlarut. Pergerakan pelarut di sekitar bahan akibat pengadukan dapat mempercepat kontak antara bahan dengan pelarut dan memindahkan komponen dari permukaan bahan ke dalam larutan dengan jalan membentuk suspensi serta melarutkan komponen tersebut ke dalam media pelarut (Larian, 1959 dikutip Supriadi, 2002). Selanjutnya dilakukan proses penyaringan untuk memisahkan ekstrak teh dan ampas dengan menggunakan saringan 300 mesh. Ekstrak teh hijau tersebut kemudian dipekatkan dengan menggunakan vacuum evaporator pada suhu 800C sampai konsentrasi mencapai 30, 40 dan 500Brix. Tujuan dari pemekatan adalah untuk keperluan proses pengeringan. Alasan pemakaian suhu 800C pada pemekatan karena dikhawatirkan komponen bioaktif dari teh hijau yaitu katekin akan rusak jika menggunakan suhu evaporasi di atas 800C,
60
berhubung bahan kontak langsung dengan medium pemanas pada proses evaporasi. Pada kondisi bahan dengan total padatan yang tinggi sekitar 30400Brix, proses pengeringan dapat berlangsung lebih cepat dan degradasi karena panas dapat dikurangi (Master, 1979). Tahapan akhir dari proses pembuatan teh instan adalah pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan suatu alat pengering antara lain spray dryer, freeze dryer dan vacuum dryer. Penggunaan alat tersebut tergantung dari bahan yang akan dikeringkan dan tujuan dari pengeringan (Winarno, 1997). Menurut Willson dan Clifford (1992), pembuatan teh instan dapat dilakukan dengan freeze dryer dan spray dryer. Namun spray dryer merupakan alat pengering yang banyak digunakan pada proses pembuatan teh instan. Pada penelitian ini, ketiga sampel yang telah dipekatkan, dikeringkan dengan kombinasi suhu inlet spray dryer 1200C, 1500C dan 1800C. Menurut Mujumdar (1995), suhu inlet spray dryer yang digunakan untuk membuat teh instan yaitu sebesar 1900-2500C. Sedangkan menurut Rohdiana (2004) suhu inlet yang digunakan untuk membuat teh hijau instan granul yaitu sebesar 1050C. Dipilihnya kombinasi suhu 1200C, 1500C dan 1800C pada penelitian ini karena jika suhu inlet terlalu rendah maka akan lama proses pengeringannya dan banyak cairan yang menempel pada dinding ruang pengering spray dryer. Sedangkan jika suhu terlalu tinggi maka dikhawatirkan khasiat antioksidan dari teh hijau yang terdapat pada senyawa katekin akan rusak walaupun kontak antara droplet dan gas panas terjadi dalam waktu singkat. Dalam optimasi pembuatan teh hijau instan, dibuat sembilan kombinasi perlakuan yaitu (1) teh instan dengan perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 300Brix dan suhu inlet pengeringan spray dryer 1200C, (2) teh instan dengan perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 300Brix dan suhu inlet pengeringan spray dryer 1500C, (3) teh instan dengan perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 300Brix dan suhu inlet pengeringan spray dryer 1800C, (4) teh instan dengan perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 400Brix dan suhu inlet pengeringan spray dryer 1200C, (5) teh instan dengan perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 400Brix dan suhu inlet pengeringan spray dryer
61
1500C, (6) teh instan dengan perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 400Brix dan suhu inlet pengeringan spray dryer 1800C, (7) teh instan dengan perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 500Brix dan suhu inlet pengeringan spray dryer 1200C, (8) teh instan dengan perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 500Brix dan suhu inlet pengeringan spray dryer 1500C, (9) teh instan dengan perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 500Brix dan suhu inlet pengeringan spray dryer 1800C. Dari sembilan kombinasi perlakuan tersebut dipilih satu yang paling optimal berdasarkan parameter rendemen, uji aktivitas antioksidan, uji warna, uji organoleptik dan energi yang dipakai selama proses.
1. Rendemen Pada penelitian ini teh hijau instan yang diperoleh dihitung rendemennya. Rendemen dihitung dengan cara membagi berat produk teh instan dengan berat teh hijau awal. Histogram rendemen teh hijau instan yang dihasilkan dilihat pada gambar 9. Rendemen teh hijau instan
a b
Rendemen (%)
15 10
c
5 0 120
150 Suhu
0
180 C
Gambar 9. Histogram rendemen teh hijau instan Berdasarkan analisis ragam (lampiran 6b) dapat diketahui bahwa perlakuan suhu inlet pengering spray dryer (120, 150 dan 1800C) berpengaruh nyata (sig<0.05) terhadap rendemen teh hijau instan. Sedangkan perlakuan pemekatan tidak berpengaruh nyata (sig>0.05) terhadap rendemen teh hijau instan yang dihasilkan. Interaksi antara perlakuan pemekatan dengan perlakuan suhu inlet spray dryer tidak berpengaruh nyata (sig>0.05) terhadap rendemen teh hijau instan.
62
Hasil uji lanjut menggunakan metode Duncan (lampiran 6c) menunjukkan semua perlakuan suhu inlet spray dryer memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil rendemen teh hijau instan. Dari uji Duncan tersebut terlihat perlakuan suhu inlet spray dryer 1800C menghasilkan rendemen teh hijau instan tertinggi dengan nilai rata–rata rendemen sebesar 14,97%, perlakuan suhu inlet spray dryer 1500C menghasilkan nilai rata-rata rendemen sebesar 11,17 %. Sedangkan nilai rata-rata rendemen teh hijau instan terendah dihasilkan pada teh hijau instan dengan perlakuan suhu inlet spray dryer 1200C yaitu sebesar 8,1 %. Maka dilihat dari parameter rendemen dapat dipilih perlakuan pemekatan hingga 300 Brix dan perlakuan suhu inlet spray dryer 1800C. Dipilihnya perlakuan pemekatan 300Brix dikarenakan perlakuan pemekatan tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen maka pilih perlakuan dengan konsentrasi pemekatan paling rendah konsentrasinya sehingga lebih hemat energi. Dari hasil penelitian nilai rata-rata rendemen teh hijau instan yang dihasilkan berkisar antara 6,92-15,65 %. Pada penelitian ini, perlakuan suhu inlet spray dryer 1200C dan 1500C tidak menghasilkan rendemen yang baik karena menghasilkan produk yang lengket sehingga banyak sampel yang menempel pada dinding ruang pengering dari spray dryer. Dari
kejadian
tersebut,
maka
suhu
1200C
dan
1500C
tidak
direkomendasikan untuk digunakan pada pengolahan teh instan yang menggunakan spray dryer sebagai alat pengeringnya. Untuk data lengkapnya tentang berat ekstrak, konsentrat serta teh instan yang dihasilkan selama proses optimasi dapat dilihat pada lampiran 6a. 2. Konsumsi energi Analisis energi bertujuan untuk menghitung energi yang digunakan dalam setiap tahapan didalam suatu sistem produksi secara keseluruhan. Analisis energi ini dapat digunakan untuk memahami dan memperbaiki bagaimana, dimana dan bila energi digunakan secara efektif dan efisien (Kamarudin et al., 1989).
63
Menurut Chapman (1974) dan Pimentel (1974) dikutip Alifah (1994), analisis energi suatu industri tergantung pada tujuan yang akan dicapainya. Tiga metode analisis yang dikemukakan adalah : 1. Analisis statistik Menentukan energi tersimpan per satuan waktu luaran atau output dengan menggunakan data statistik 2. Analisis Input-Output Menganlisis secara langsung atau tidak langsung terhadap aliran bahan yang masuk ke dalam sistem untuk menghasilkan bahan luaran tertentu. 3. Analisis Proses Merupakan identifikasi jaringan kerja atau proses yang harus diikuti untuk memperoleh produk akhir. Setiap tahapan proses atau kerja dianalisis untuk menentukan masukkan sehingga akan diperoleh kebutuhan energinya. Pada penelitian ini, dianalisis energi yang dibutuhkan untuk membuat teh hijau instan dengan menggunakan metode analisis proses. Analisis ini
dapat memberikan gambaran aliran energi berdasarkan
tahapan proses, sehingga dapat dipilih proses produksi yang hemat energi. Histogram energi total yang dibutuhkan untuk membuat teh hijau instan dapat dilihat pada gambar 10, data lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7a. Konsumsi energi pembuatan teh hijau instan
a
Enargi (kWh)
20 15
b
c
10 5 0 30
40
50
Derajat brix
Gambar 10. Histogram konsumsi energi pada proses pembuatan teh hijau instan 64
Hasil uji sidik ragam (lampiran 7b), menunjukkan bahwa perlakuan tingkat pemekatan (30, 40, dan 500Brix) berpengaruh nyata (sig<0.05) terhadap konsumsi energi. Sedangkan perlakuan suhu inlet spray dryer dan interaksi antara perlakuan pemekatan dengan suhu inlet spray dryer tidak berpengaruh nyata (sig>0.05) terhadap konsumsi energi. Hasil uji lanjut menggunakan metode Duncan menunjukkan bahwa semua perlakuan pemekatan memberikan hasil yang berbeda terhadap konsumsi energi total proses pembuatan teh hijau instan. Dari uji lanjut ini terlihat perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 300Brix membutuhkan energi paling rendah dalam proses pembuatan teh hijau instan dengan ratarata konsumsi energi sebesar 9,23 kWh. Untuk proses pembuatan teh hijau instan
dengan
perlakuan
pemekatan
hingga
konsentrasi
400Brix
membutuhkan energi rata-rata sebesar 11,24 kWh. Sedangkan pada proses pembuatan teh hijau instan dengan perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 500Brix membutuhkan energi lebih tinggi dari perlakuan pemekatan yang lain (30 dan 400Brix) dengan jumlah konsumsi rata-rata energi sebesar 15,15 kWh. Dari parameter konsumsi energi dapat disimpulkan bahwa teh hijau instan dengan kombinasi perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 300Brix dan suhu inlet spray dryer 1800C merupakan kombinasi perlakuan terpilih. Berdasarkan hasil penelitian (lampiran 7a) terlihat kecenderungan bahwa semakin tinggi konsentrasi pemekatan yang dilakukan, maka energi yang dibutuhkan semakin tinggi. Semakin tingginya konsumsi energi dikarenakan untuk membuat konsentrasi ekstrak teh menjadi lebih pekat dibutuhkan waktu evaporasi yang semakin lama, sehingga energi yang dibutuhkan untuk memekatkan juga menjadi semakin tinggi. Semakin kental konsentrasi larutan yang dipekatkan (total padatan semakin meningkat), maka titik didih cairan akan meningkat sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menguapkan air dalam cairan akan semakin lama (Wirakartakusumah, 1992). Keadaan ini mengakibatkan konsumsi energi pada proses evaporasi akan meningkat pula.
65
3. Aktifitas antioksidan Pengukuran aktifitas antioksidan dengan menggunakan DPPH harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena DPPH dapat dihancurkan oleh cahaya atau singlet oksigen. Reduksi DPPH oleh antioksidan atau oleh spesies radikal menghasilkan berkurangnya absorbansi. Senyawa DPPH ini jika disimpan dalam keadaan kering dan kondisi penyimpanan yang baik akan tetap stabil selama bertahun-tahun (Larson, 1997). H• adalah atom hidrogen yang mengandung satu proton dan satu elektron yang merupakan contoh paling sederhana dari radikal bebas, dan dalam hal ini berasal dari senyawa perendam radikal bebas. Terjadinya reaksi diatas menyebabkan radikal bebas DPPH menjadi DPP Hidrazin yang stabil. Sebaliknya, perendam radikal bebas yang kehilangan H• akan menjadi radikal baru yang reaktif. Banyak senyawa yang mampu merendam radikal bebas, tetapi suatu senyawa dapat digunakan sebagai perendam radikal bebas yang bermanfaat jika setelah bereaksi dengan radikal bebas akan menghasilkan radikal baru yang stabil atau senyawa bukan radikal. Pada radikal bebas, stabilitasnya dapat disebabkan oleh pengaruh resonansi, halangan ruang maupun oleh besarnya molekul (Larson, 1997). Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 517 nm. Derajat kehilangan warna dari larutan mengindikasikan efisiensi penangkapan dari bahan yang ditambahkan (Martinez et al., 2002). Sebagai standar digunakan Trolox 0, 1.25, 2.5, 5.0 mM (Lampiran 5c). Trolox (6-hydroxy2, 5, 7, 8-tetramethylchroman-2-carboxylic acid) merupakan analog vitamin E yang larut air. Dengan demikian, satuan pengukuran dinyatakan sebagai TEAC (Trolox Equivalent Antioxidant Capacity). Sebelum dianalisis sampel terlebih dahulu dilarutkan dengan akuades. Histogram aktifitas antioksidan teh hijau instan dapat dilihat pada gambar 11.
66
Aktivitas antioksidan teh hijau instan
9.4
TEAC
a
ab
b 9.2
9 30
40
50
Derajat brix
Gambar 11. Histogram aktivitas antioksidan teh hijau instan. Hasil uji sidik ragam (lampiran 8b) menunjukkan bahwa perlakuan tingkat pemekatan (30, 40 dan 500Brix) berpengaruh nyata (sig<0.05) terhadap aktifitas antioksidan teh hijau instan. Sedangkan perlakuan suhu inlet spray dryer tidak berpengaruh nyata (sig>0.05) terhadap aktifitas antioksidan teh hijau instan, begitu juga dengan interaksi antara perlakuan tingkat pemekatan dengan perlakuan suhu inlet spray dryer tidak berpengaruh nyata (sig>0.05) terhadap aktifitas antioksidan teh hijau instan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pemekatan mempengaruhi nilai aktifitas antioksidan dari teh hijau instan. Hasil uji lanjut menggunakan metode Duncan (lampiran 8c) menunjukkan bahwa nilai aktifitas antioksidan dengan perlakuan tingkat pemekatan hingga konsentrasi 500Brix tidak berbeda nyata dengan perlakuan tingkat pemekatan lainnya (30 dan 400Brix). Sedangkan nilai aktifitas antioksidan dengan perlakuan tingkat pemekatan hingga konsentrasi 300Brix berbeda nyata dengan perlakuan tingkat pemekatan hingga konsentrasi 400Brix. Perlakuan dengan tingkat pemekatan hingga 300Brix merupakan perlakuan terbaik dengan nilai rata-rata aktifitas antioksidan sebesar 9,27 TEAC. Hal tersebut, diduga terjadi karena dengan semakin meningkatnya konsentrasi, maka waktu evaporasi akan semakin lama sehingga kontak bahan dengan medium panas dari evaporator
semakin
lama,
hal
tersebut
mengakibatkan
senyawa
67
antioksidan teh hijau yaitu katekin akan semakin terdegradasi dan aktifitasnya semakin menurun. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata aktivitas antioksidan teh hijau instan berkisar antara 9.11 – 9.29 TEAC (lampiran 8a). Dari dua data deskriptif hasil penelitian (lampiran 5a dan 8a), nilai TEAC rata-rata aktifitas antioksidan ekstrak teh hijau terpilih pada optimasi ekstraksi berkisar antara 9,37-9.49 TEAC, sedangkan setelah mengalami perlakuan pemekatan dan pengeringan nilai aktivitas antioksidan teh hijau instan yang telah diseduh berkisar 9.11-9.29 TEAC. Dari dua lampiran tersebut terlihat secara umum terjadi penurunan aktivitas antioksidan sampel setelah mengalami perlakuan pemekatan dan pengeringan, tetapi penurunan yang terjadi nilainya tidak terlalu besar. Hal tersebut diduga karena perlakuan pemekatan yang dilakukan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi (800C) dan dalam keadan tekanan vakum serta tidak terkena cahaya, maka kerusakan-kerusakan kimiawi selama proses dapat dihindarkan. Setelah dikeringkan dengan spray dryer ternyata aktifitas antioksidan dari seluruh sampel tersebut tidak turun secara signifikan. Dari hasil tersebut dapat dilihat, walaupun suhu udara yang masuk ruang pengering sangat tinggi, kecepatan penguapan yang tinggi menyebabkan pendinginan yang berarti, sehingga dapat menghindarkan bahan dari pemanasan yang berlebihan (Wirakartakusumah et al., 1992). Oleh karena itu komponen katekin dari teh hijau tidak rusak oleh perlakuan tersebut. Menurut Master (1979), waktu kontak antara droplet bahan dengan udara panas dalam ruang pengering berlangsung singkat, hanya beberapa detik sehingga sedikit sekali kemungkinan nutrisi terdegradasi karena panas. Dari parameter aktifitas antioksidan dapat diambil kesimpulan bahwa perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 300Brix dengan suhu inlet spray dryer 1800C menghasilkan sampel terbaik dengan nilai aktifitas antioksidan tertinggi sebesar 9.29 TEAC.
68
4. Warna (Chromameter) 4.1. Nilai L (Lightness) Nilai L merupakan atribut nilai yang menunjukkan tingkat kecerahan suatau sampel. Nilai L memiliki kisaran 0 (hitam) – 100 (putih). Nilai L yang mendekati nol menunjukkan sampel memiliki kecerahan rendah (gelap). Sedangkan nilai L yang mendekati 100 menunjukkan sampel memiliki kecerahan tinggi (terang). Semakin tinggi nilai L, warna produk semakin cerah. Hasil uji sidik ragam (lampiran 9b) menunjukkan bahwa perlakuan pemekatan, suhu inlet spray dryer dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata (sig>0.05) terhadap nilai L teh hijau instan bubuk. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tingkat pemekatan, suhu inlet spray dryer dan interaksi keduanya tidak mempengaruhi nilai L teh hijau instan bubuk. Hasil uji sidik ragam (lampiran 10b) menunjukkan bahwa pemekatan, suhu inlet spray dryer dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata (sig>0.05) terhadap nilai L teh hijau instan seduhan. Dari dua data hasil penelitian (lampiran 9a dan 10a) terlihat terjadi penurunan nilai L sampel teh hijau instan setelah diseduh. Hal ini kemungkinan disebabkan pengaruh pengenceran oleh pelarut air sehingga dari hasil pengukuran dengan kromameter intensitas kecerahannya tidak sesensitif pengukuran pada sampel bubuknya. Hal ini dikarenakan setelah diseduh maka serbuk teh hijau instan akan terdistribusi ke dalam air sehingga intensitas kecerahannya tentu akan berkurang. Dari hasil penelitian (lampiran 9) terlihat kecenderungan semakin tinggi konsentrasi pemekatan dan suhu pengeringan maka kecerahan dari sampel teh hijau instan bubuk semakin berkurang. Hal ini diduga akibat pengaruh kontak ekstrak teh hijau dengan medium pemanas pada evaporator ditambah dengan perlakuan suhu inlet spray dryer yang relatif tinggi mengakibatkan polifenol teh hijau
69
instan (katekin) teroksidasi menjadi substansi theaflavin dan tearubigin walaupun jumlahnya tidak besar. Theaflavin dan tearubigin hasil oxidasi polifenol kemungkinan terdegradasi menjadi turunannya karena semakin lama waktu evaporasi dan semakin tinggi suhu pengeringan maka senyawa tersebut semakin terdegradasi walaupun jumlahnya tidak signifikan. Karena proses evaporasi dilakukan pada suhu dibawah titik didih (800C) dan dalam keadaan vakum, begitu juga dengan pengaruh suhu pengeringan karena kontak antara bahan dengan udara panas hanya terjadi dalam waktu yang relatif singkat maka penurunan tidak terjadi secara signifikan. Menurut Arifin (1994) senyawa katekin dan turunannya sensitif terhadap panas, selain itu teaflavin dan tearubigin merupakan senyawa yang berkontribusi dalam brightness dari teh. 4.2. Nilai a Nilai a yang semakin positif menunjukkan derajat kemerahan yang semakin tinggi. Nilai a yang semakin negatif menunjukkan derajat kehijauan yang semakin tinggi. Nilai a positif dari 0 sampai 100 untuk merah dan nilai a negatif dari 0 sampai – 100 untuk warna hijau. Nilai a negatif menunjukkan sampel memiliki derajat kehijauan. Teh hijau memiliki klorofil yang merupakan pigmen hijau sehingga memiliki nilai a negatif. Berdasarkan uji sidik ragam (lampiran 11b) perlakuan tingkat pemekatan sampai konsentrasi 30, 40 dan 500Brix, suhu inlet spray dryer 120, 150 dan 1800C dan interaksi keduanya menghasilkan derajat warna hijau teh instan bubuk yang tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tingkat pemekatan, suhu inlet spray dryer dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata (sig>0.05) terhadap nilai a teh hijau instan bubuk. Berdasarkan uji sidik ragam (lampiran 12b) menunjukkan bahwa perlakuan tingkat pemekatan sampai konsentrasi 30, 40 dan 500Brix, suhu inlet spray dryer 120, 150 dan 1800C dan interaksi
70
keduanya menghasilkan derajat warna hijau teh instan yang diseduh dengan air tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tingkat pemekatan, suhu inlet spray dryer dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata (sig>0.05) terhadap nilai a teh hijau instan seduhan. Dari hasil penelitian (lampiran 11a) terlihat kecenderungan semakin tinggi konsentrasi pemekatan dan suhu pengeringan maka warna hijau dari sampel teh hijau instan bubuk semakin berkurang. Hal ini diduga akibat pengaruh kontak ekstrak teh hijau dengan medium pemanas pada evaporator, ditambah dengan perlakuan suhu inlet spray dryer yang relatif tinggi mengakibatkan klorofil yang berwarna hijau berubah menjadi hijau kecoklatan. Semakin lama waktu evaporasi maka kontak antara bahan dengan medium pemanas semakin lama sehingga mengakibatkan terjadinya oksidasi katekin walaupun tidak banyak
karena suhu
evaporasi tidak terlalu tinggi (800C) dan dalam keadaan vakum. Begitu juga dengan efek pengeringan, karena kontak bahan dengan medium panas terjadi dalam waktu singkat maka oksidasi tidak terjadi secara signifikan. Menurut Arifin (1994), pada oksidasi katekin
klorofil
menjadi
tidak
nampak
karena
mengalami
pembongkaran menjadi feofitin yang berwarna hitam. Hasil penelitian terhadap sampel teh hijau instan yang telah diseduh (lampiran 12a) menunjukkan kecenderungan derajat warna hijau sampel
naik dan turun Hal ini kemungkinan disebabkan
pengaruh pengenceran oleh pelarut air sehingga dari hasil pengukuran dengan kromameter derajat warna hijau sampel tidak sesensitif pengukuran pada sampel bubuknya. Dari dua data hasil penelitian (lampiran 11a dan 12a) terlihat terjadi penurunan nilai a sampel teh hijau instan setelah diseduh. Hal ini dikarenakan setelah diseduh maka terjadi pengenceran dimana serbuk teh hijau instan akan terdistribusi ke dalam air sehingga intensitas warna hijaunya tentu akan berkurang. Selain itu dikarenakan air merupakan asam lemah,
71
maka ion Mg yang ada di dalam klorofil akan disubstitusi oleh ion H+ yang akan menyebabkan warna hijau menjadi coklat yaitu warna feofitin (Hutchings, 1994 dalam Hakim 2005). 4.3. Nilai b Nilai b merupakan atribut nilai yang menunujukkan derajat kekuningan atau kebiruan suatu sampel. Semakin positif nilai b menunjukkan sampel memiliki derajat kekuningan yang tinggi. Sedangkan semakin negatif nilai b menunjukkan sampel memiliki derajat kebiruan yang tinggi. Nilai b positif dari 0 sampai + 70 untuk warna kuning dan b negatif 0 sampai – 70 untuk warna biru. Histogram nilai b teh hijau instan bubuk dapat dilihat pada gambar 12. Nilai b teh hijau instan bubuk
a 47.2
nilai b
47 46.8
b
b
46.6 46.4 46.2 46 30
40
50
Derajat brix
Gambar 12. Histogram nilai b teh hijau instan bubuk Hasil uji sidik ragam (lampiran 13b) menunjukkan bahwa tingkat pemekatan mempengaruhi derajat kekuningan teh hijau instan bubuk. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tingkat pemekatan berpengaruh nyata (sig<0.05) terhadap nilai b teh hijau bubuk. Sedangkan perlakuan suhu inlet spray dryer dan interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata (sig>0.05) terhadap nilai b teh hijau instan bubuk. Hasil uji lanjut menggunakan metode Duncan (lampiran 13c) menunjukkan bahwa nilai b teh hijau instan bubuk dengan perlakuan
72
pemekatan hingga 300Brix berbeda nyata dengan perlakuan tingkat pemekatan lainnya (400Brix dan 500Brix). Sedangkan nilai b teh hijau instan bubuk dengan perlakuan tingkat pemekatan hingga konsentrasi 500Brix tidak berbeda nyata dengan perlakuan tingkat pemekatan hingga konsentrasi 400Brix. Perlakuan dengan tingkat pemekatan hingga 300Brix merupakan perlakuan terbaik dengan nilai b rata-rata sebesar 47,17. Dari data tersebut dapat disimpulkan teh hijau instan bubuk dengan kombinasi perlakuan tingkat pemekatan hingga 300Brix dan perlakuan suhu inlet spray dryer 1800C (penggunaan suhu pengeringan lainnya menghasilkan produk yang lengket) merupakan kombinasi perlakuan terbaik pada parameter ini. Nilai rata-rata b tertinggi dimiliki oleh teh hijau instan bubuk dengan pengaruh perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 300Brix diduga karena senyawa karotenoid (pigmen yang berwarna kuning) semakin lama kontak dengan medium panas maka warnanya akan semakin pudar karena terdegradasi. Oleh karena itu, nilai b teh hijau bubuk dengan perlakuan pemekatan lainnya (40 dan 500Brix) lebih rendah dari perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 300Brix. Berdasarkan uji sidik ragam (lampiran 14b) menunjukkan bahwa perlakuan pemekatan, suhu inlet spray dryer dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata (sig>0.05) terhadap nilai b teh hijau instan seduhan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pemekatan, suhu inlet spray dryer dan interaksi keduanya tidak mempengaruhi nilai b teh hijau instan yang telah diseduh dengan air. Dari hasil penelitian terlihat bahwa teh hijau instan seduhan dengan perlakuan tingkat pemekatan hingga 400Brix dan perlakuan suhu inlet spray dryer 1200C memiliki derajat kekuningan tertinggi dengan nilai b sebesar 28,940. Dari dua data deskriptif penelitian (lampiran 13a dan 14a) terlihat terjadi penurunan derajat warna kuning sampel teh hijau instan setelah diseduh. Hal ini diduga akibat pengaruh pengenceran yang terjadi oleh pelarut air dimana serbuk teh hijau instan akan
73
terdistribusi ke dalam air sehingga intensitas derajat kekuningannya tentu akan berkurang.
5. Uji organoleptik Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik (kesukaan) pada sembilan sampel teh hijau instan seduhan dari perlakuan evaporasi dan pengeringan. Uji organoleptik ini dilakukan untuk mengetahui tanggapan kesukaan panelis terhadap warna, rasa dan aroma. Format penilaian uji hedonik dapat dilihat pada lampiran 15. Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis dengan Berdasarkan tes Kruskal-Wallis pada uji mutu hedonik. 5.1. Skor Warna Skor warna digunakan dalam pengujian organoleptik karena warna mempunyai peranan penting terhadap tingkat penerimaan produk secara visual. Rekapitulasi nilai hedonik terhadap skor warna dapat dilihat pada lampiran 16. Warna merupakan parameter yang menentukan mutu suatu bahan pangan (deMan, 1989). Hasil analisis organoleptik terhadap warna teh hijau instant berkisar antara 4,27 sampai 4,63. Tes Kruskal-Wallis pada uji mutu hedonik terhadap warna menunjukkan bahwa semua sampel teh hijau instan hasil kombinasi perlakuan pemekatan dan suhu pengeringan tidak berbeda nyata (lampiran 20a) (P>0,05) yang berarti bahwa perlakuan pemekatan dan pengeringan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penilaian panelis pada warna teh hijau instan. Berdasarkan rangkingnya diketahui bahwa penilaian tertinggi diberikan pada teh hijau instan dengan kombinasi perlakuan tingkat pemekatan hingga 500Brix dan perlakuan suhu pengeringan 1800C yang memiliki skor rata-rata 4.63. Sedangkan penilaian terendah dengan skor rata-rata 4.27 diberikan panelis pada teh hijau instant dengan kombinasi perlakuan tingkat pemekatan hingga 300Brix dan perlakuan suhu pengering 1200C.
74
Dari hasil penelitian (lampiran 16) terlihat bahwa rata-rata panelis memberikan nilai yang bervariasi dengan kisaran nilai 4.274.63. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa panelis tidak dapat membedakan warna antar sampel. Berarti dari kisaran nilai tersebut, secara umum panelis menyukai warna dari sembilan sampel yang disajikan. Hal ini terjadi diduga karena perlakuan pemekatan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi (800C) dibawah suhu ekstraksi, sehingga walaupun perlakuan pemekatan hingga konsentrasi lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama, komponen katekin teh hijau dan pigmen klorofil yang berkontribusi terhadap warna tidak rusak/terdegradasi secara signifikan pada semua perlakuan. Pengaruh suhu pengeringan (120, 150 dan 1800C) juga tidak mengakibatkan perbedaan warna dari sampel, karena kontak bahan dengan udara panas pada setiap level suhu pengering terjadi dalam waktu yang sangat cepat sehingga komponen katekin dan pigmen klorofil tidak rusak/terdegradasi secara signifikan pada semua perlakuan suhu pengeringan. Katekin
dan
klorofil
langsung
atau
tidak
langsung
perubahannya selalu dihubungkan dengan sifat teh yaitu warna (Arifin, 1994). Dari hasil uji warna objektif dengan chromameter, ternyata nilai b teh hijau instan bubuk dengan perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 300Brix menghasilkan derajat kekuningan teh hijau instan tertinggi sebesar 47.17. Tetapi berdasarkan data subjektif dengan uji organoleptik terhadap parameter warna, panelis tidak dapat membedakan warna teh hijau instan tersebut. 5.2 Skor Rasa Rasa merupakan parameter yang digunakan untuk menilai cita rasa dari suatu produk pangan. Menurut Nasution (1980) dikutip Andamari (2005), rasa dapat dinilai dengan adanya tanggapan kimiawi oleh indera pencicip (lidah). Penginderaan rasa terbagi menjadi empat rasa utama yaitu manis, asin, pahit dan asam. Menurut
75
Winarno (1997) penerimaan panelis terhadap rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Apabila suatu produk rasanya tidak enak, maka produk tersebut tidak akan diterima oleh konsumen walaupun warna, aroma dan teksturnya baik. Oleh karena itu, rasa merupakan faktor penting dalam keputusan terakhir konsumen untuk menolak atau menerima suatu produk.. Rekapitulasi nilai hedonik terhadap skor rasa minuman teh hijau instan dapat dilihat pada lampiran 17. Hasil pengujian organoleptik terhadap rasa teh hijau instan berkisar antara 1.93 sampai 2.10. Berdasarkan tes Kruskal-Wallis terhadap rasa teh hijau instan dapat diketahui bahwa semua sampel teh hijau instan hasil kombinasi perlakuan pemekatan dan suhu pengeringan tidak berbeda nyata (lampiran 20a) (P>0,05) yang berarti bahwa perlakuan pemekatan dan suhu pengeringan tidak memberikan pengaruh terhadap penilaian konsumen pada rasa teh hijau instan. Berdasarkan rangkingnya, panelis memberikan nilai yang lebih tinggi yaitu skor rata-rata 2.10 pada teh hijau instan dengan kombinasi perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 300Brix dan perlakuan suhu pengeringan 1200C serta teh hijau instan dengan kombinasi perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 400Brix dan perlakuan suhu pengeringan 1800C. Sedangkan nilai yang paling rendah yaitu skor rata-rata 1.93 diberikan oleh panelis pada teh hijau instan dengan kombinasi perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 500Brix dan perlakuan suhu pengeringan 1200C. Dari hasil penelitian (lampiran 17) terlihat bahwa rata-rata panelis memberikan nilai yang bervariasi dengan kisaran nilai 1,932,10 (sangat tidak suka hingga tidak suka). Dari nilai tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa selain tidak dapat membedakan rasa antar sampel, panelis juga tidak suka dengan rasa dari teh hijau instan tersebut. Hal ini dikarenakan rasa sepat dan pahit dari teh hijau instan tidak disukai oleh panelis yang terbiasa dengan minuman teh yang
76
ditambahkan gula pada saat penyajian. Rasa sepat dan pahit yang timbul dari semua sampel diakibatkan oleh komponen bioaktif teh hijau yaitu katekin. Katekin teh memiliki sifat tidak berwarna, larut air, serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh (Hartoyo, 2003). Pengaruh pengolahan yaitu pemekatan dengan suhu 800C dan waktu evaporasi yang semakin lama dengan semakin tingginya konsentrasi yang diinginkan dalam proses (30, 40 dan 500Brix) ternyata tidak mempengaruhi penilaian rasa oleh panelis terhadap semua sampel teh hijau instan. Hal ini diduga karena suhu yang digunakan pada proses pemekatan tidak terlalu tinggi (800C) dan lama dari kombinasi waktu pemekatan antar semua sampel yang tidak terlalu jauh (lampiran 7) maka komponen katekin yang terkandung dalam semua kombinasi sampel tidak berubah/terdegradasi secara signifikan. Pengaruh perlakuan suhu pengeringan (120, 150 dan 1800C) juga tidak mengakibatkan perbedaan terhadap rasa dari sampel, karena kontak bahan dengan udara panas pada setiap level suhu pengering terjadi dalam waktu yang sangat cepat sehingga komponen katekin tidak rusak/terdegradasi secara signifikan pada semua perlakuan level suhu pengeringan. 5.3. Skor Aroma Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tecium oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung ketika makanan masuk ke dalam mulut (Pecham, 1969 dikutip Andamari 2005). Menurut Winarno (1997), bau makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut. Dalam hal ini bau lebih banyak sangkut pautnya dengan alat panca indera penghidung. Keterangan mengenai jenis bau yang keluar dari makanan dapat diperoleh melalui epitel olfaktori, yaitu suatu bagian yang berwarna kuning kira-kira sebesar perangko yang terletak pada bagian atap dinding rongga hidung di atas tulang turbinate. Manusia mempunyai
77
10-20 juta sel olfactori (kelinci 100 juta) dan sel-sel ini terletak pada epitel olfactori tersebut (Bucle et al., 1987). Aroma makanan banyak menentukan kelezatan suatu makanan (Winarno, 1997). Rekapitulasi nilai hedonik terhadap skor aroma minuman teh hijau instan dapat dilihat pada lampiran 18. Hasil pengujian organoleptik terhadap aroma teh hijau instan berkisar antara 3,6 sampai 3,9. Berdasarkan tes Kruskal-Wallis terhadap aroma teh hijau instan dapat diketahui bahwa semua sampel teh hijau instan hasil kombinasi perlakuan pemekatan dan suhu pengeringan tidak berbeda nyata (lampiran 20a) (P>0,05), yang berarti bahwa perlakuan pemekatan dan suhu pengeringan tidak memberikan pengaruh terhadap penilaian konsumen pada aroma teh hijau instan. Berdasarkan rangkingnya (lampiran 18), panelis memberikan nilai yang lebih tinggi pada teh hijau instan yang mengalami kombinasi perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 300Brix dengan suhu pengeringan (120, 150 dan 1800C) dengan skor 3.90, serta teh hijau instan dengan kombinasi perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 500Brix dan suhu pengeringnya 1200C. Sedangkan nilai yang paling rendah diberikan oleh panelis pada teh hijau instan dengan kombinasi perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 400Brix dan suhu pengeringnya 1800C. Dari hasil penelitian (lampiran 18) terlihat bahwa rata-rata panelis memberikan nilai yang bervariasi dengan kisaran nilai 3.63.9. Dari data tersebut kita dapat lihat ternyata panelis tidak dapat membedakan aroma antar sampel teh hijau instan. Berarti dari kisaran secara umum panelis kurang mampu menilai aroma dari sembilan sampel teh hijau instan yang disajikan. Rata-rata panelis memiliki persepsi netral hingga suka terhadap aroma teh hijau instan. Hal ini terjadi diduga karena perlakuan evaporasi yang menyebabkan zat-zat volatil yang berkontribusi terhadap aroma menguap selama proses penguapan sehingga aromanya tidak tajam yang mengakibatkan panelis beberapa menilai netral terhadap aroma dari semua sampel teh
78
hijau instan tersebut. Menurut Willson dan Clifford (1992), pada proses pembuatan teh instan komponen volatil dari teh hijau akan hilang akibat proses evaporasi, sehingga untuk mengatasi hal tersebut dilakukan proses aroma stripping (pemisahan aroma) sebelum proses evaporasi dilakukan. Pengaruh variabel suhu pengeringan (120, 150 dan 1800C) diduga tidak mengakibatkan hilangnya komponen aroma karena kontak bahan dengan udara panas pada setiap level suhu pengering terjadi dalam waktu yang sangat cepat sehingga komponen volatil tidak rusak/terdegradasi secara signifikan pada semua perlakuan suhu pengeringan. Sedangkan komponen katekin yang juga berkontribusi terhadap aroma dari teh hijau instan tidak rusak/terdegradasi secara signifikan oleh perlakuan pemekatan dan suhu pengeringan karena beberapa panelis menyukai aroma dari teh hijau instan tersebut. Katekin dari teh hijau berkontribusi terhadap aroma dari teh hijau (Hartoyo, 2003). 5.4. Skor Keseluruhan Hasil pengujian organoleptik terhadap parameter keseluruhan teh hijau instan berkisar antara 3.20 sampai 3.37 (antara netral sampai suka).
Berdasarkan
tes
Kruskal-Wallis
terhadap
parameter
organoleptik keseluruhan dari teh hijau instan diketahui perlakuan pemekatan dan suhu pengeringan tidak berbeda nyata (lampiran 20a) (P>0,05), yang berarti bahwa perlakuan pemekatan dan suhu pengeringan
tidak
memberikan
pengaruh
terhadap
penilaian
konsumen secara keseluruhan terhadap teh hijau instan. Berdasarkan rangkingnya (lampiran 19), panelis memberikan nilai yang lebih tinggi pada teh hijau instan dengan kombinasi perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 300Brix dan suhu pengeringan 1800C serta teh hijau instan dengan kombinasi perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 500Brix dan suhu pengeringan 1200C yang memiliki skor rata-rata 3.37. Sedangkan nilai yang paling rendah diberikan oleh
79
panelis pada teh hijau instan dengan kombinasi perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 400Brix dan suhu pengeringan 1200C yang memiliki skor rata-rata 3.20. Rekapitulasi nilai hedonik terhadap skor keseluruhan minuman teh hijau instan dapat dilihat pada lampiran 19. Dari hasil uji organoleptik terhadap 4 parameter di atas, yaitu parameter warna, rasa, aroma dan keseluruhan (overall), dapat kita ambil kesimpulan bahwa penilaian dari panelis tidak berbeda nyata antar sampel teh hijau instan dengan kombinasi perlakuan pemekatan hingga konsentrasi (30, 40 dan 500Brix) dan suhu pengeringan (120, 150 dan 1800C). Karena berdasarkan tes Kruskal-Wallis pengaruh perlakuan pemekatan dan pengeringan tidak berpengaruh nyata (p > 0.05) terhadap semua parameter organoleptik, maka berdasarkan hasil organoleptik semua sampel dapat dipilih sebagai sampel terbaik. Untuk memilih satu produk terpilih digunakan parameter lain sebagai acuan. Pada proses pembuatan teh hijau instan ini, dikarenakan kondisi vakum, tekanan serta suhu rendah dan pengaruh spray dryer dimana tidak ada kontak dengan medium yang sangat panas pada waktu yang lama, sehingga kemungkinan variasi antar kombinasi perlakuan tersebut tidak membuat perbedaan yang nyata terhadap kandungan katekin dari semua sampel. Menurut Harler (1963), katekin merupakan komponen yang penting dari teh dan berperan terhadap warna, rasa getir (purgency) dan karakteristik rasa seduhan. Katekin berkontribusi pada semua sifat produk teh termasuk didalamnya rasa, warna dan aroma (Hartoyo, 2003).
6. Perlakuan terpilih Dari analisis terhadap parameter rendemen, konsumsi energi, aktivitas antioksidan, warna dan organoleptik serta pembahasan 1 – 5 dapat dirangkum hasilnya seperti yang tertera pada tabel di bawah ini.
80
P
R
E
A
W
O
L1
L2
a1
a2
b1
b2
W
Ar
Ra
K
A1
a
1
2
a
a
a
a
2
a
a
a
a
a
A2
a
2
1
a
a
a
a
1
a
a
a
a
a
A3
a
3
1,2
a
a
a
a
1
a
a
a
a
a
B1
1
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
B2
2
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
B3
3
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
Tabel pengaruh dari kombinasi perlakuan terhadap semua parameter Keterangan : P Perlakuan, R : rendemen, E : Energi A : Aktivitas antioksidan, W : Warna, O : Organoleptik Ar : Aroma, Ra : Rasa, K : Keseluruhan L1 : Nilai L teh hijau instan bubuk L2 : Nilai L teh hijau instan seduhan a1 : Nilai a teh hijau instan bubuk a2 : Nilai a teh hijau instan seduhan b1 : Nilai b teh hijau instan bubuk b2 : Nilai b teh hijau instan seduhan A1 : Pemekatan hingga konsentrasi 300Brix A2 : Pemekatan hingga konsentrasi 400Brix A3 : Pemekatan hingga konsentrasi 500Brix B1 : Suhu pengeringan 1200C B2 : Suhu pengeringan 1500C B3 : Suhu pengeringan 1800C Huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata Rangking semakin besar semakin tinggi nilainya
Dari tabel di atas, untuk parameter rendemen terlihat bahwa perlakuan suhu pengeringan 1800C menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dari perlakuan suhu pengering lainnya (120 dan 1500C). Sedangkan perlakuan pemekatan menghasilkan rendemen teh hijau instan yang tidak berbeda nyata. Untuk parameter konsumsi energi terlihat bahwa perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 300Brix menghasilkan konsumsi energi
81
lebih rendah dari perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 40 dan 500Brix karena memiliki rangking terendah yaitu 1. Sedangkan perlakuan suhu pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi energi teh hijau instan. Dari parameter aktifitas antioksidan terlihat bahwa perlakuan pemekatan hingga 300Brix memiliki rangking 2 yang berarti menghasilkan sampel dengan aktifitas antioksidan paling besar, sedangkan perlakuan pemekatan hingga 500Brix tidak berbeda nyata aktifitas antioksidannya dengan perlakuan pemekatan hingga 400Brix dan 300Brix karena memiliki rangking 1 dan 2. Perlakuan suhu pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap aktifitas antioksidan teh hijau instan. Dari parameter nilai b teh hijau instan bubuk terlihat bahwa perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 300Brix memiliki rangking 2 yang berarti menghasilkan sampel dengan nilai b lebih tinggi dari perlakuan pemekatan hingga 40 dan 500Brix (rangking 1), sedangkan perlakuan suhu pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap derajat kekuningan teh hijau instan. Dari parameter uji warna terhadap parameter nilai L teh hijau instan bubuk dan seduhan, nilai a teh hijau instan bubuk dan seduhan, nilai b teh hijau instan seduhan, serta uji organoleptik (warna, aroma, rasa dan keseluruhan) ternyata perlakuan tingkat pemekatan dan suhu pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap atribut teh hijau instan tersebut. Berdasarkan tabel di atas dan pembahasan 1-5 dapat diambil kesimpulan bahwa kombinasi perlakuan pemekatan hingga 300Brix dan suhu inlet spray dryer 1800C merupakan kombinasi perlakuan terbaik untuk produksi teh hijau instan.
C. STANDARD OPERATION PROCEDURE (SOP) PEMBUATAN TEH HIJAU INSTAN
1. Pemilihan Bahan Baku Pemilihan bahan baku merupakan proses yang sangat penting dalam pengolahan berbagai bahan pangan dan produk-produk pertanian.
82
Pada pembuatan teh instan, pemilihan bahan baku juga sangat penting karena akan menentukan mutu produk akhir yang dihasilkan. Pada proses pengolahan teh instan, bahan baku yang digunakan biasanya pucuk daun teh segar, menurut Hartoyo (2003) jumlah katekin dari pucuk daun teh segar lebih tinggi dari teh hijau yang sudah jadi. Namun dikarenakan daun teh segar harus segera diproses atau diinaktifkan enzim fenolasenya untuk menghentikan oksidasi terhadap komponen polifenol, maka bahan baku ini kurang efisien jika letak pabrik pengolahan teh hijau instan berada jauh dari perkebunan. Oleh pertimbangan tersebut, maka teh hijau kering lebih baik untuk digunakan. Teh hijau yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis peko super, teh ini adalah teh hijau yang partikelnya tergulung padat terpilin, berwarna hijau sampai hijau kehitaman, sangat sedikit tercampur tulang (SNI 01-3945-1995). Dipilihnya teh jenis peko super karena teh jenis ini merupakan teh dengan mutu nomor satu di Indonesia (Arifin, 1994). 2. Pengecilan Ukuran Teh hijau sebelum diekstrak sebaiknya dikecilkan dahulu ukuran partikelnya, karena dengan direduksi ukurannya maka luas permukaan bahan per satuan berat menjadi lebih luas dan kontak yang terjadi dengan pelarut akan semakin efisien (Wirakartakusumah et al, 1992). Alat yang digunakan untuk mengecilkan ukuran pada penelitian ini adalah disc mill. Alasan digunakan alat ini, karena bahan yang dikecilkan masih memiliki partikel yang cukup kasar sehingga dalam proses penyaringan ekstrak tidak memakan waktu yang lama. Pada proses ini teh hijau kering akan mengalami penyobekan yang diakibatkan oleh adanya pergerakan salah satu cakram. Setelah diperkecil ukurannya teh hijau tadi diayak dengan ukuran ayakan 32 mesh, agar ukuran partikel seragam dan tidak terlalu halus. Bahan yang akan diekstraksi sebaiknya berukuran seragam untuk mempermudah kontak antar bahan dengan pelarut sehingga ekstraksi berjalan dengan baik (Purseglove, 1981).
83
3. Ekstraksi Teh Hijau Teh hijau yang telah mengalami proses pengecilan ukuran dan diayak kemudian diekstrak. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan alat ekstraktor, suhu pelarut 850C, perbandingan teh dan pelarut 10 : 100 (w/v) serta waktu ekstraksi 8 menit. Kombinasi suhu, perbandingan teh-air serta waktu mengacu pada hasil penelitian optimasi ekstraksi teh hijau. Menurut Pintauro (1997) penyeduhan teh dalam jumlah yang terlalu banyak tidak efisien, karena tidak mungkin kontak antara daun teh dengan air yang terjadi dalam waktu yang relatif singkat dapat menghasilkan proses pemisahan yang sempurna. Menyeduh teh dengan air mendidih harus dihindari, suhu yang baik untuk menyeduh teh berkisar antara 80-90 derajat Celsius, karena dapat mempertahankan antioksidan teh agar tidak rusak (Fulder, 2004). Pintauro (1997) menambahkan bahwa waktu ekstraksi yang terlalu lama akan melarutkan tanin dalam jumlah berlebih dan dapat menimbulkan rasa sepat pada minuman teh. Pelarut yang digunakan untuk mengekstrak pada penelitian ini adalah air biasa, karena pelarut air selain murah dan mudah didapat, air tidak mengandung efek samping dan tidak perlu ada penambahan perlakuan penguapan seperti ekstraksi dengan pelarut etanol dan pelarut polar lainnya. Selain itu, menurut Stahl (1969) senyawa polifenol teh hijau bersifat larut dalam air sehingga dengan menggunakan air ekstrak teh tersebut sudah mengandung polifenol teh hijau yang memiliki aktivitas antioksidan. 4. Penyaringan (Filtrasi) Pada tahap ini teh yang telah diekstrak disaring dengan menggunakan saringan ukuran 300 mesh. Tujuan dari penyaringan ini adalah untuk memisahkan ampas (komponen tidak larut air) dengan filtrat, karena pada tahap selanjutnya yang digunakan adalah filtrat ekstrak teh hijau. Digunakan saringan 300 mesh agar ampas yang memiliki partikel halus dapat tepisah dari filtrat. Namun pada prakteknya masih terdapat sebagian kecil partikel halus yang tidak tersaring sehingga harus di sentrifuse untuk memisahkan komponen yang tidak larut air dengan filtrat.
84
5. Pemekatan (Concentration) Tahapan selanjutnya adalah pemekatan dengan menggunakan vacuum evaporator. Berdasarkan penelitian ini pemekatan cukup dilakukan hingga konsentrasi ekstrak teh hijau mencapai 300Brix. Tujuan dipekatkan adalah untuk keperluan proses pengeringan dengan spray dryer. Menurut Master (1979), bahan yang akan dikeringkan dengan menggunakan alat pengering semprot diusahakan mengandung total padatan yang tinggi sekitar 30-40 % dengan kandungan air sekitar 60-70 %. Pada kondisi yang demikian, proses pengeringan dapat berlangsung lebih cepat dan degradasi karena panas dapat dikurangi. Suhu evaporasi yang digunakan adalah 800C, untuk menghindari kerusakan katekin akibat suhu yang terlalu tinggi. Selain itu, karena pada proses evaporasi bahan kontak langsung dengan medium panas dalam waktu yang cukup lama maka dihawatirkan jika suhu terlalu tinggi katekin akan rusak. 6. Pengeringan Tahapan proses pada pembuatan teh hijau instan setelah proses pemekatan adalah proses pengeringan. Menurut Winarno (1997), pengeringan adalah suatu metode untuk menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkan air tersebut dengan bantuan energi panas. Keuntungan dari proses pengeringan adalah bahan menjadi awet dan volume bahan menjadi lebih kecil. Pada penelitian ini konsentrat teh hijau dengan konsentrasi 300Brix dikeringkan menggunakan spray dryer dengan suhu inlet 1800C dan suhu outlet 800C. Alasan digunakan spray dryer karena ini lebih ekonomis jika diterapkan di industri dan kemungkinan kerusakan komponen penting teh hijau akibat terdegradasi karena panas sedikit sekali. Menurut Earle (1982) pada spray dryer, bahan cair disemprotkan dalam bentuk tebaran halus ke dalam aliran udara panas. Proses pengeringan terjadi sangat cepat sehingga cocok diterapkan pada bahan yang mudah rusak bila dipanaskan dalam waktu yang relatif lama. Suhu inlet spray dryer 1800C merupakan suhu
85
yang menghasilkan serbuk teh hijau instan terbaik pada penelitian utama, karena pada perlakuan dengan suhu 1200C dan 1500C menghasilkan produk yang lengket. Hal ini juga terjadi pada penelitian Daryanti (1995), dimana pengeringan menggunakan spray dryer dengan suhu inlet di bawah 1600C menghasilkan produk teh instan yang lengket. Pengeringan dengan suhu diatas 1800C tidak dilakukan dengan pertimbangan suhu yang terlalu tinggi dapat merusak komponen katekin teh. Selain itu karena menurut Foruya (1967) dikutip Daryanti (1995), suhu tinggi dalam pengeringan dapat menyebabkan perubahan rasa dan aroma teh hijau instan yang dihasilkan.
86
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian optimasi ekstraksi teh hijau, diperoleh hasil analisis pada level suhu 85 dan 950C, rendemen mencapai optimal pada menit ke 8 dan tidak berbeda nyata rendemennya hingga waktu ektraksi 20 menit. Sedangkan pada level suhu 750C, rendemen mencapai optimal pada menit ke 10 dan rendemennya tidak berbeda nyata hingga waktu ekstraksi 20 menit. Pada ketiga level suhu (75, 85 dan 950C), rendemen tertinggi dihasilkan pada perlakuan rasio teh-air 10 : 100 w/v dan berbeda nyata rendemennya dengan perlakuan rasio teh-air 15 : 100 dan 20 : 100 w/v. Dari analisis aktifitas antioksidan, ketiga sampel dengan kombinasi perlakuan optimal pada setiap level suhu tidak berbeda nyata aktifitas antioksidannya. Kombinasi perlakuan optimal pada level suhu 850C, konsumsi energi ekstraksinya tidak berbeda dengan perlakuan ekstraksi pada level suhu 750C dan lebih hemat dibandingkan level suhu 950C, sehingga dari segi biaya produksi penggunaan suhu 850C lebih hemat. Penelitian optimasi evaporasi dan pengeringan dilakukan dengan menggunakan kombinasi perlakuan terpilih dari penelitian optimasi ekstraksi teh hijau. Berdasarkan analisis rendemen, perlakuan suhu pengeringan 1800C menghasilkan rendemen teh hijau instan tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan suhu pengeringan (120 dan 1500C), sedangkan perlakuan pemekatan menghasilkan rendemen teh hijau instan yang tidak berbeda nyata. Perlakuan pemekatan hingga konsentrasi 300Brix menggunakan energi paling hemat dan berbeda nyata konsumsi energinya dari perlakuan pemekatan lainnya (40 dan 500Brix), sedangkan konsumsi energi untuk berbagai perlakuan suhu pengeringan tidak berbeda nyata. Teh hijau instan dengan perlakuan pemekatan 300Brix memiliki aktifitas antioksidan tertinggi dan berbeda nyata aktifitasnya dengan perlakuan pemekatan
400Brix,
sedangkan
perlakuan
variasi
suhu
pengeringan
menghasilkan teh hijau instan dengan aktifitas antioksidan yang tidak berbeda nyata. Perlakuan pemekatan 300Brix menghasilkan nilai b teh hijau instan
87
bubuk tertinggi dan berbeda nyata nilainya dengan perlakuan pemekatan (40 dan 500Brix), sedangkan perlakuan variasi suhu pengeringan menghasilkan teh hijau instan dengan nilai b yang tidak berbeda nyata. Dari analisis uji warna terhadap parameter nilai L teh hijau instan bubuk dan seduhan, nilai a teh hijau instan bubuk dan seduhan, nilai b teh hijau instan seduhan, serta uji organoleptik (warna, aroma, rasa dan keseluruhan) diperoleh hasil bahwa nilai-nilai tersebut tidak berbeda nyata. Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat dibuat Standard Operation Procedure (SOP) teh hijau instan. Meliputi proses pengecilan ukuran teh hijau jenis peko super, pengayakan hingga ukuran partikel ± 32 mesh, ekstraksi dengan kombinasi (suhu 850C, perbandingan teh-air 10 : 100 (w/v), waktu 8 menit), penyaringan, pemekatan dengan vacuum evaporator (suhu 800C) hingga
konsentrasi
300Brix
dan
yang
terakhir
adalah
pengeringan
0
menggunakan spray dryer dengan suhu inlet 180 C. Teh hijau yang dihasilkan pada penelitian ini larut baik pada air panas dengan suhu diatas 800C, tetapi jangan dalam keadaan mendidih.
B. SARAN Perlu dicoba membuat teh instan tanpa adanya pengecilan ukuran atau ukuran pengecilan yang lebih besar dari 32 mesh, karena
pertimbangan
kesulitan memisahkan ampas dengan filtrat.
88
DAFTAR PUSTAKA Affandi, A. D. 1990. Prinsip-Prinsip Pengolahan Teh Hijau Mutu Ekspor. Warta Teh dan Kina,januari-Maret, 1(1). 12-13. Alifah. 1994. Audit Energi dan Penentuan Efisiensi Energi Dalam Proses Produksi Susu Bubuk dan Susu Evaporasi Di PT ULTRINDO, Jakarta. FATETA. IPB, Bogor. Andamari, W. Formulasi dan evaluasi Mutu Minuman Fungsional Teh Hijau-Jahe Selama Penyimpanan. Skripsi Sarjana Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Anonymous. 2000. Teh Makin Bereputasi Jaga Kesehatan. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0006/25/iptek/tehm 15. htm. (25 Juni 2000). Apriantono, A. dkk 1989. Analisisi Pangan, IPB Press. Bogor. Arifin, S. M., K. Bambang, A. Dharmadi, J. Santoso, S. Adimulyo, F. A. Suryatmo, A. D. Affandi, F. A. S. Sumantri, E. A. L. Heksana, D. A. Purnama, Sudfomo, Sulistiy T. Suhartika, Tepani, dan B. Samudi. 1994. Petunjuk Teknis Pengolahan Teh. Pusat Penelitian Teh dan Kina. Gambung, Bandung. Balentine DA, Paetau-Robinson I. 2000. Tea as a Source of Dietary Antioxidants with a Potential Role in Prevention of Chronic Diseases. Di dalam: Mazza G, Oomah BD, editor. Herbs, Botanicals & Teas. Pennsylvania, USA: Technomic Pub. Corn. Inc. hlm. 265-287. Bombardelli, E. 1991. Technologies for Teh Processing if Medicinal Plants. Dikutip R. O. B. Wijesekera. Teh Medicinal Plant Industry. CRC Press, Boca Raton. Buck . D. F. 1991. Antioksidan Di dalam : J Smith. Editor. Food Additive User’s Handbook. Blakie Academic & Profesional. Glasgow-UK. Buckle, K. A., R. A. Edward, G. H. Fleet, dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan. UI Press. Jakarta. Carper, J. 1996. Stop Aging Now. Grarnedia Pustaka Utama. Jakarta. Ciptadi, W. dan M.Z. Nasution. 1987. Mempelajari Cara Pemanfaatan Teh hitam Mutu Rendah Untuk Pembuatan Teh Dadak. IPB, Bogor.
89
Daryanti, 1995. Pengaruh Penambahan Bahan Pengisi Terhadap Mutu Teh Instan Dari Teh Cyclone-ducting. FATETA. IPB, Bogor. Departemen Kesehatan RI. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Direktorat Jendral POM, Jakarta. Dien Rozal. 1999. Mempelajari Kinerja Mesin Pengering Beku dan Pengaruh Suhu Kontrol Permukaan Bahan Terhadap Waktu Pengeringan Beku Pasta Jahe Putih Kecil (Zingiber offcinale var. amarum). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dreosti IE. 1996. Bioactive ingiredients: Antioxidants and polyphenols in tea. Nutrition Rev 54:S51-S58. Desrosier, NW. 1988. The Tecnology of Food Preservation Terjemahan lM, Muljoharjo. 1988. UI-Press. Earle, R L. 1982. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan. Terjemahan Sastra Hudaya, Jakarta. Earle, 1969. Satuan Operasi dalam pengolahan pangan. Terjemahan M. Z. Nasution. 1989. Sastra Hudaya Perkasa, Jakarta. Eden, T. 1976. Tea. Longman Group Limited, New York. Fulder, S. 2004. Khasiat Teh Hijau. Prestasi Pustaka, Jakarta. Gordon, MH. 1990. The mechanism of antioxidant action in vitro. Di dalam : B.J.F. Hudson. Editor. Food Antioxidant. Elsifier Applied Science, London. Hakim, N. 2005. Evaluasi Sifat Fisiko-Kimia dan Mikrobiologis Ekstrak Daun Suji (Pleomele angustifolia, N.E.Brown) Selama Penyimpanan Pada Suhu Rendah. Skripsi Sarjana Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Harborne J. B. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan (Terjemahan Padmawinata dan I. Soediro). Penerbit ITB, Bandung Harler, C. R. 1963. Tea Manufacture. Oxford University Press. New York dan Toronto.
90
Hartoyo, A. 2003. Teh dan Khasiatnya Bagi Kesehatan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Heldman, DR. dan R.P Singh. 1981. Food Process Engineering. 2 ed. Avi Publishing Company, Inc. Wesport., Conecticut, USA. Jackson. A. T. Process Engineering in Biotechnologies. Pretice Hall Publishing Company,Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. USA. Kamaruddin Abdullah, A. M. Syarief, E. A. Nugroho dan D. Subekti. 1989. Teknik Pengolahan Hasil Pertanian Pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kobo, I., N. Masuoka, P. Xiao., dan H. Haraguchi. 2002. Antioxidant Actifity of Dodecyl Gallate. J. Agric. Food Chem. 50 : 3533-3539. Larson, R. A. 1997. Naturally Occuring Antioxidant. Di dalam Windono dkk. Uji Perendaman Radikal Bebas Terhadap 1,1-Diphenyl-2-Picryhydrazil (DPPH) dari Ekstrak Kulit Buah dan Biji Anggur (Vitis vinifera L.) Probolinggo Biru dan Bali. Artocarpus, Surabaya. Vol. 1 : 34-43. Leniger, H.H. dan W.A. Beverloo. 1975. Food Process Engineering. D. Reidel Publ. Co. Boston. Karyadi. E. 1997. Antioksidan. Resep Sehat dan Umur Panjang. http://www. Indomedia. Com/intisari/1997/Juni/antioksidan. Htm. Kustamiyati, B. 1993. Minum Teh Tidak Mengganggu Penyerapan Zat Besi Dalarn Tubuh. Warta Teh dan Kina, Januari-Juni. 4(1/2), hlm 29-30. Lelani, Y.R. 1996. Optimasi Kondisi Ekstraksi Teh Wangi pada Industri Teh Botol. Skripsi Sarjana Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Masters, K. 1979. Spray Drying Handbook. John Wiley and Sons, New York. Mujumdar, A. S. 1995. Handbook of Industrial Drying. Marcell Dekker, inc. New York
91
Nielsen, S. S. Food Analysis. 3 ed. Kluwer Academic/ Plenum. Publisher, New York. USA Nurtho’ah, E. S. 2001. Pengaruh Penambahan Teh Hijau dan Jahe Instan Terhadap Umur Simpan Susu Skim (Skim Milk) dan Susu Penuh (Whole Milk) Pasteurisasi. Skripsi Sarjana Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Pintauro, N. D. 1977. Tea and Soluble Tea Products Manufacture. Noyes Data Coorperation, New Jersey, USA. Poste, L. M., D. A. Mackie, G. Butler, dan E. Larmond 1991. Laboratory Methods for Sensory Analysis of Food. Researc Branc Agriculture Canada, Canada. Pratt. DE, Hudson BJF. 1990. Natural Antioxidant From Plant Material. Di dalam : MT. Huang. C. T. Hp dan C.Y. Lee. Editor. Phenolic Coumpounds in Food and Their Effects on Healty H. American Society. Washington DC. Purseglove, J.W., E.G. Brown, CL. Green dan S.R.L. Robbins. 1981. Spices, Vol. 2. Longman mc, New York. Rohdiana, D. 2004b. Manufacturing of Green Tea Effervescent Tablet. Proceeding of The International Conference on O-CHA(Tea) Culture and Science. November 4-6 Shizuoka Japan. Rusdi.
1988. Tetumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Penelitian Universitas Andalas, Padang.
Sibuea,
P. 2003. Minuman Teh dan Khasiatnya bagi Kesehatan. http://www. sinar harapan. Co. id/iptek/kesehatan/2004/0528/kes2.html.
Stahl. 1969. The Chemistry of tea and soluble tea and soluble tea manufacturing. Mc. Cormick and Co., Inc., Baltimore, Maryland. Sutherland P. J. and Varnam A. H. 1994. Beverages Technology, Chemistry and Microbiology. Chapman & Hall, London. Supriadi, 2002. Optimalisasi Ekstraksi Komponen Bioaktif Daun Tabat Barito (Ficus deltoidea). Skripsi Sarjana Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
92
Suryandari, S. 1981. Pengambilan Oleoresin Jahe dengan Cara Solvent Extraction. BPIHP, Bogor. Tijburg LBM, Mattern T, Folts ID, Eisgerber UM, Katan MB. 1997. Tea flavonoids and cardiovascular diseases [A Review]. Crit. Rev. Food Sci. Nutr. 37:771-785. Voight. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Terjemahan Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Werkhoven. J. 1974. Tea Processing. Royal Tropical Institute Amsterdam. Food and Agriculture Organization of The United Nations, Rome. Willson, K.C. dan M.N. Clifford. 1992. Tea Cultivation to Consumption. Chapman and Hall, London. Winarno, F. G. 1997. Jakarta.
Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama,
Wirakartakusumah, dkk. 1989. Prinsip Teknik Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wirakartakusumah, M. A., dkk. 1992. Peralatan Dan Unit Proses Industri Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
93
Lampiran 1. Analisis ragam faktorial rendemen ekstrak teh hijau pada taraf suhu 950C a. Deskriptif Waktu (menit) 2 4 6 8 10 15 20
Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Rasio teh dengan air (w/v) 10 : 100 15 : 100 20 : 100 19.37 13.78 10.04 19.28 14.18 9.84 20.05 14.31 10.84 19.98 14.25 9.94 19.94 15.18 10.89 19.98 14.92 10.54 20.69 16.38 11.25 20.57 15.65 10.99 20.45 16.85 11.44 20.68 15.91 11.09 20.65 16.71 11.45 20.97 15.78 11.09 20.87 16.59 11.33 21.17 15.98 11.09
b. Anova Source of Variation Waktu ekstraksi Rasio teh dengan air Interaksi sisa Total
SS
df
MS
F
P-value
F crit
17.51376
6
2.91896
27.19045 7.25E-09
2.572712
630.2844 2.303857 2.2544 652.3564
2 12 21 41
315.1422 2935.586 1.97E-26 0.191988 1.788392 0.117508 0.107352
3.466795 2.25036
94
c. Uji lanjut Duncan (p = 0.05) pengaruh waktu Waktu (menit) 2 4 6 8 10 15 20 Sig.
Subset N 6 6 6 6 6 6 6
1 14.4150
2
3
14.8950 15.2417
1.000
.081
15.9217 16.0700 16.1083 16.1717 .239
d. Uji lanjut Duncan (p = 0.05) pengaruh rasio Rasio teh pelarut 20:100 15:100 10:100 Sig.
N 14 14 14
1 10.8443
Subset 2
3
15.4621 1.000
1.000
20.3321 1.000
78 95
Lampiran 2. Analisis ragam faktorial rendemen ekstrak teh hijau pada taraf suhu 850C a. Deskriptif Waktu (menit) 2 4 6 8 10 15 20
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Rasio teh dengan air (w/v) 10 : 100 15 : 100 20 : 100 16.88 13.84 10.34 17.27 13.25 10.54 18.27 14.25 11.14 18.66 13.79 10.89 19.29 14.11 10.99 18.97 14.38 10.94 20.07 14.51 11.04 19.45 14.12 10.69 20.06 15.58 11.53 19.07 16.05 11.33 20.47 15.46 11.44 19.08 15.72 11.34 20.26 15.91 11.44 20.08 15.93 11.24
SS
df
20.31329
6
3.385548 27.73578 6.05E-09
2.572712
456.9129 5.963995 2.56335 485.7535
2 12 21 41
228.4564 1871.608 2.18E-24 0.497 4.071622 0.002441 0.122064
3.466795 2.25036
Ulangan
b. Anova Source of Variation Waktu ekstraksi Rasio teh dengan air Interaksi sisa Total
MS
F
P-value
F crit
96
c. Uji lanjut Duncan (p = 0.05) Duncan Interaksi A1B3 A4B3 A3B3 A2B3 A7B3 A6B3 A5B3 A1B2 A2B2 A3B2 A4B2 A6B2 A5B2 A7B2 A1B1 A2B1 A3B1 A5B1 A4B1 A6B1 A7B1 Sig.
Keterangan :
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 10.4400 10.8650 10.9650 11.0150
2
3
Subset for alpha = .05 4 5
6
7
8
10.8650 10.9650 11.0150 11.3400 11.3900 11.4300 13.5450 14.0200 14.2450 14.3150 15.5900 15.8150 15.9200 17.0750 18.4650 19.1300
.145
.166
.055
.383
1.000
.071
19.1300 19.5650 19.7600 19.7750 .104
19.5650 19.7600 19.7750 20.1700 .126
A1 = waktu ekstraksi 2 menit A2 = waktu ekstraksi 4 menit A3 = waktu ekstraksi 6 menit A4 = waktu ekstraksi 8 menit A5 = waktu ekstraksi 10 menit A6 = waktu ekstraksi 15 menit A7 = waktu ekstraksi 20 menit B1 = rasio teh dengan air 10 : 100 (w/v) B2 = rasio teh dengan air 15 : 100 (w/v) B3 = rasio teh dengan air 20 : 100 (w/v)
80 97
Lampiran 3. Analisis ragam faktorial rendemen ekstrak teh hijau pada taraf suhu 750C a. Deskriptif Waktu (menit) 2 4 6 8 10 15 20
Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Rasio teh dengan air (w/v) 10 : 100 15 : 100 20 : 100 15.29 13.52 10.24 16.59 15.18 9.99 15.48 14.05 11.09 17.28 15.25 10.39 17.57 15.11 10.79 17.39 15.32 10.74 17.38 15.52 11.39 17.68 16.25 10.79 17.88 16.19 11.19 18.78 16.25 10.94 18.38 16.31 11.54 19.27 16.31 11.69 18.26 16.37 11.59 19.17 16.18 12.19
b. Anova Source of Variation Waktu ekstraksi Rasio teh dengan air Interaksi sisa Total
SS
df
MS
F
P-value
F crit
24.4231
6
4.070516 12.52017 5.34E-06
2.572712
315.5366 2.86429 6.82745 349.6514
2 12 21 41
157.7683 485.2667 2.64E-18 0.238691 0.73417 0.704821 0.325117
3.466795 2.25036
98
c. Uji lanjut Duncan (p = 0.05) pengaruh waktu Waktu (menit) 2 4 6 8 10 15 20 Sig.
N
Subset
6 6 6 6 6 6 6
1 2 3 4 13.4683 13.9233 13.9233 14.4867 14.4867 14.8350 15.2050 15.2050 15.5833 15.6267 .181 .102 .050 .239
d. Uji lanjut Duncan (p = 0.05) pengaruh rasio Rasio tehpelarut 20:100 15:100 10:100 Sig.
N 14 14 14
1 11.0400
Subset 2
3
15.5579 1.000
1.000
17.6000 1.000
82 99
Lampiran 4. Rendemen ekstrak teh hijau pada setiap taraf suhu a. Deskriptif Suhu (0C) 95
Ulangan 1 2 1 2 1 2
85 75
Rasio teh dengan air (w/v) 10 : 100 10 : 100 10 : 100 10 : 100 10 : 100 10 : 100
Rendemen (%) 20.69 20.57 20.07 19.45 18.38 19.27
b. Anova Sum of Squares 3.259 .595 3.855
Suhu ekstraksi Sisa Total
df 2 3 5
Mean Square 1.630 .198
F 8.211
Sig. .061
c. Uji lanjut Duncan (p = 0.05)
suhu 75.00 85.00 95.00 Sig.
N 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 2 18.8250 19.7600 19.7600 20.6300 .127 .146
100
Lampiran 5. Aktivitas antioksidan ekstrak teh hijau pada setiap taraf suhu a. Deskriptif Suhu (0C) 95
Ulangan 1 2 1 2 1 2
85 75
Rasio teh dengan air (w/v) 10 : 100 10 : 100 10 : 100 10 : 100 10 : 100 10 : 100
TEAC 9.4607 9.3726 9.4917 9.4762 9.4399 9.4296
b. Anova Suhu Ekstraksi Sisa Total
Sum of Squares .005 .004 .009
df 2 3 5
Mean Square .002 .001
F 1.795
Sig. .307
c. Aktifitas antioksidan dan kurva standar Trolox pada berbagai taraf konsentrasi (metode DPPH) Δ Absorbansi (Abs. Blanko* - Abs. Sampel)
Nilai Absorbansi sampel (λ =517nm) 1 2 Rata-rata
[Trolox] (mM) 0.00 1.25 2.50 5.00
0.9940 0.9800 0.8130 0.5550
1.0230 0.9740 0.7990 0.5470
1.0085 0.9770 0.8060 0.5510
0.0000 0.0315 0.2025 0.4575
* Nilai absorbansi blanko = 1.0085 0.5
Delta Absorbansi
0.4575
y = 0.0966x - 0.0384 R2 = 0.9679
0.4 0.3
0.2025
0.2 0.1 0.0315
0
0 0
1
2
3
4
5
6
-0.1 [Trolox] (mM)
101
d. Nilai aktifitas antioksidan ektrak teh hijau dan contoh perhitungan Suhu 950C 850C 750C
U 1 2 1 2 1 2
Abs 1 0.1040 0.1140 0.1010 0.1030 0.1090 0.1080
Abs 2 0.1070 0.1140 0.1040 0.1050 0.1060 0.1090
Rata2 0.1055 0.1140 0.1025 0.1040 0.1075 0.1085
Kadar (TEAC) 9.4607 9.3726 9.4917 9.4762 9.4399 9.4296
Absorbansi blanko : 0.9850 dan 0.9770 Rata-rata absorbansi Sampel : 0.981 Keterangan : U : ulangan Abs : Absobansi Contoh perhitungan : Y : Abs Blanko – Abs Sampel Untuk suhu 950C = Y :0.9810 – 0.10550 = 0.8755 Y = 0.8755 Y : 0.0966x- 0.0384 Untuk suhu 950C = 0.8755 = 0.0966x – 0.0384 X = Kadar (TEAC) = 9.4607 (TEAC) Artinya : kadar antioksidan dari sampel dengan suhu ekstraksi 950C setara dengan aktivitas antioksidan Trolox 9.4607 mM
102
Lampiran 6. Rendemen teh hijau instan a. Deskriptif Derajat 0 Brix 30
40
50
U 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Suhu spray dryer (0C) 120 150 180 120 150 180 120 150 180
Waktu spray dryer (menit) 27 25 24 41 25 38 40 45 23 30 38 40 32 32 28 30 24 27
Berat Ekstrak (g) 3568.5 3568.5 3568.5 3821.7 3568.5 3821.7 3278.5 3567.3 3190.8 3346.4 3324.8 3346.4 3268.7 3176.7 3688.3 3941.7 3457,4 3890,5
Berat ekstrak Waktu evaporasi Berat sampel evaporasi (g) (menit) Teh instan (g) 424.6 20 46.2 413.4 20 44.7 431.8 20 50.1 620.3 22 57.6 408.5 20 70.6 611.5 22 73.6 389.3 30 31.6 428.1 30 37.6 298.0 25 53.7 398.3 28 58.5 397.3 25 77.2 401.3 28 71.3 276.5 41 43.2 278.3 41 39.7 336.4 44 51.6 378.4 50 63.7 331.9 44 75.4 378.9 50 81.1
Rendemen (%) 9.24 8.94 10.02 11.52 14.12 14.72 6.32 7.52 10.74 11.70 15.44 14.26 8.64 7.94 10.32 12.74 15.08 16.22
86 103
b. Anova terhadap Rendemen teh hijau instan Source of Variation Derajat brix Suhu Interaksi Sisa Total
SS
df
2.051244 142.2562 4.908622 7.05 156.266
2 2 4 9 17
MS
F
1.025622 1.309305 71.12809 90.80182 1.227156 1.566582 0.783333
P-value
F crit
0.316882 1.08E-06 0.264052
4.256492 4.256492 3.63309
c. Uji lanjut Duncan (p = 0.05) Suhu (0C) 120 150 180 Sig.
N 6 6 6
Subset for alpha = .05 1 2 3 8.1000 11.1733 14.9733 1.000 1.000 1.000
104
Lampiran 7. Energi yang digunakan pada proses pembuatan teh hijau instan a. Deskriptif Derajat 0 Brix
U
Suhu spray dryer (0C)
30
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
120
40
50
150 180 120 150 180 120 150 180
Waktu Ekstraksi (menit) 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18
Energi Ekstraksi (Wm) 162000 162000 162000 162000 162000 162000 162000 162000 162000 162000 162000 162000 162000 162000 162000 162000 162000 162000
Waktu evaporasi (menit) 20 20 20 22 20 22 30 30 25 28 25 28 41 41 44 50 44 50
Energi evaporasi (Wm) 295000 295000 295000 324500 295000 324500 442500 442500 368750 413000 368750 413000 604750 604750 649000 737500 649000 737500
Waktu spray dryer (menit) 27 25 24 41 25 38 40 45 23 30 38 40 32 32 28 30 24 27
Energi Spray dryer (Wm) 78300 72500 69600 118900 72500 110200 116000 130500 66700 87000 110200 116000 92800 92800 81200 87000 69600 78300
Energi Total (kWh) 8.922 8.825 8.777 10.090 8.825 9.945 12.008 12.25 9.958 11.033 10.683 11.527 14.326 14.326 14.870 16.442 14.677 16.297
88 105
b. Anova Source of Variation SS Derajat brix 108.9531
df 2
Suhu
0.142224
2
Interaksi
5.065346
4
Sisa Total
5.004943 119.1656
9 17
MS 54.4765 6 0.07111 2 1.26633 6 0.55610 5
F
P-value
F crit
97.96095
7.8E-07
4.256492
0.127875
0.881534
4.256492
2.277154
0.140375
3.63309
c. Uji lanjut Duncan (p = 0.05) Derajat BRIX 30 40 50 Sig.
N 6 6 6
Subset for alpha = .05 1 2 3 9.23067 11.24317 15.15300 1.000 1.000 1.000
106
Lampiran 8. Nilai aktifitas antioksidan teh hijau instan a. Deskriptif Derajat 0 Brix 30
Suhu Spray Dryer (0C) 120 150 180
40
120 150 180
50
120 150 180
U
Absorbansi 1
Absorbansi 2
Rata2 Absorbansi
Kadar (TEAC)
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
0.097 0.093 0.098 0.096 0.094 0.100 0.102 0.107 0.118 0.117 0.095 0.112 0.119 0.099 0.105 0.102 0.097 0.102
0.100 0.096 0.108 0.105 0.097 0.103 0.102 0.105 0.112 0.108 0.102 0.107 0.108 0.106 0.108 0.106 0.096 0.100
0.099 0.095 0.103 0.100 0.096 0.102 0.102 0.106 0.115 0.113 0.099 0.110 0.114 0.103 0.107 0.104 0.097 0.101
9.269 9.311 9.228 9.259 9.300 9.238 9.238 9.197 9.104 9.124 9.269 9.155 9.114 9.228 9.186 9.217 9.290 9.248
P-value
F crit
b. Anova Source of Variation Derajat brix Suhu Interaction Sisa Total
SS
df
0.022801 0.012416 0.013377 0.018684 0.067279
2 2 4 9 17
MS
F
0.011401 5.491798 0.02761 0.006208 2.990526 0.10096 0.003344 1.610994 0.253343 0.002076
4.256492 4.256492 3.63309
107
c. Uji lanjut Duncan (p = 0.05) Derajat BRIX 40 50 30 Sig.
N 6 6 6
Subset for alpha = .05 1 2 9.181167 9.223833 9.223833 9.267500 .216 .206
108
Lampiran 9. Nilai L Sampel teh hijau instant kering a. Deskriptif Derajat Brix U 30 40 50
1200C 1 2 1 2 1 2
Suhu Spray Dryer 1500C 1800C
57.86 60.58 58.69 58.64 57.01 58.33
58.37 60.26 58.65 58.29 57.11 58.20
58.58 58.60 58.99 57.65 58.10 57.97
b. anova Source of Variation Brix Suhu Interaksi Sisa Total
SS 4.745144 0.140078 0.785889 7.923 13.59411
df 2 2 4 9 17
MS F P-value F crit 2.372572 2.695084 0.121003 4.256495 0.070039 0.07956 0.924165 4.256495 0.196472 0.223179 0.918715 3.633089 0.880333
109
Lampiran 10. Nilai L Sampel teh hijau instant seduhan a. Deskriptif Derajat Brix 30 40 50
U 1 2 1 2 1 2
1200C 32.81 29.96 35.01 31.80 29.57 32.12
Suhu Spray Dryer 1500C 1800C 30.45 34.56 31.06 28.09 30.88 34.61 33.38 36.10 30.49 34.66 35.12 36.65
b. Anova Source of Variation Brix Suhu Interaction
SS 20.38854 19.78868 14.64756
df 2 2 4
MS F P-value 10.19427 1.816276 0.217461 9.894339 1.762838 0.225936 3.661889 0.652425 0.639624
Sisa Total
50.5146 105.3394
9 17
5.612733
F crit 4.256495 4.256495 3.633089
110
Lampiran 11. Nilai a sampel teh hijau instant kering a. Deskriptif Derajat Brix 30 40 50
U 1 2 1 2 1 2
1200C -7.69 -8.90 -8.80 -6.49 -8.44 -6.43
Suhu Spray Dryer 1500C 1800C -8.59 -8.67 -8.77 -8.70 -9.04 -9.06 -7.23 -6.85 -8.42 -6.17 -6.28 -6.17
b. Anova Source of Variation Brix Suhu Interaction Within Total
SS 7.460233 0.617633 1.828233 11.8067 21.7128
df 2 2 4 9 17
MS F P-value 3.730117 2.84339 0.110388 0.308817 0.235404 0.794968 0.457058 0.348406 0.838835 1.311856
F crit 4.256495 4.256495 3.633089
111
Lampiran 12. Nilai a sampel teh hijau instant seduhan a. Deskriptif Derajat Brix 30 40 50
U 1 2 1 2 1 2
1200C -0.44 -4.08 -2.27 -2.15 -3.22 -2.08
Suhu Spray Dryer 1500C 1800C -5.69 -5.39 -2.40 -3.40 -2.61 -3.62 -1.58 -2.83 -4.30 -4.20 -2.51 -3.24
b. Anova Source of Variation Brix Suhu Interaction Sisa Total
SS 3.543233 5.980233 2.020733 17.57925 29.12345
df 2 2 4 9 17
MS F P-value 1.771617 0.90701 0.437672 2.990117 1.530842 0.267766 0.505183 0.258637 0.897171 1.95325
F crit 4.256495 4.256495 3.633089
112
Lampiran 13. Nilai b Sampel teh hijau instant bubuk a. Deskriptif Derajat Brix 30 40 50
U
Suhu Spray Dryer 1500C 1800C 1200C +47.00 +46.82 +46.75 +47.91 +47.81 +46.73 +47.06 +46.52 +46.76 +46.90 +46.00 +45.88 +46.16 +46.16 +46.62 +46.84 +46.58 +46.51
1 2 1 2 1 2
b. Anova Source of Variation Brix Suhu Interaction Sisa Total
SS 1.805278 0.621911 0.630222 1.76495 4.822361
df 2 2 4 9 17
MS 0.902639 0.310956 0.157556 0.196106
F 4.602822 1.585654 0.803422
P-value 0.041992 0.257083 0.552768
F crit 4.256495 4.256495 3.633089
c. Uji lanjut Duncan (p = 0.05) Derajat BRIX 50 40 30 Sig.
N 6 6 6
Subset for alpha = .05 1 2 46.4783 46.5200 47.1700 .874 1.000
113
Lampiran 14. Nilai b sampel teh hijau instan seduhan a. Deskriptif Derajat Brix 30 40 50
U 1 2 1 2 1 2
Suhu Spray Dryer 1500C 1800C 1200C +26.86 +21.42 +24.28 +23.19 +24.40 +20.33 +32.59 +23.32 +24.85 +25.29 +26.95 +25.94 +22.21 +22.31 +23.83 +25.58 +25.06 +25.55
b. Anova Source of Variation Brix Suhu Interaction Sisa Total
SS 31.36751 15.09631 12.26132 63.7423 122.4674
df 2 2 4 9 17
MS F P-value 15.68376 2.214445 0.165162 7.548156 1.065751 0.384237 3.065331 0.432805 0.781992 7.082478
F crit 4.256495 4.256495 3.633089
114
Lampiran 15. Contoh formulir isian pada uji organoleptik teh hijau instan Uji organoleptik Nama : Tanggal : Sampel : Teh hijau
Panelis No :
Cicipi sampel, tahan 3 detik di mulut baru ditelan. Sebelum mencicipi sampel berikutnya, netralkan terlebih dahulu dengan air putih. Jangan membandingkan antar sampel. Nyatakan penilaian anda dan berikan tanda silang (x) pada pernyataan yang sesuai. Atribut yang dinilai : Warna Hasil Penilaian 849 914 Sangat suka suka Netral Tidak suka Sangat tidak suka Atribut yang dinilai : Aroma Hasil Penilaian 849 914 Sangat suka suka Netral Tidak suka Sangat tidak suka Atribut yang dinilai : Rasa Hasil Penilaian 849 914 Sangat suka suka Netral Tidak suka Sangat tidak suka
337
993
Kode sampel 459 325
614
771
244
337
993
Kode sampel 459 325
614
771
244
337
993
Kode sampel 459 325
614
771
244
993
Kode sampel 459 325
614
771
244
Atribut yang dinilai : Keseluruhan Hasil Penilaian 849 914 337 Sangat suka suka Netral Tidak suka Sangat tidak suka
Terima kasih
115
Lampiran 16. Rekapitulasi nilai hedonik parameter warna teh hijau instan Panelis A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 1 4 4 3 2 4 5 4 3 4 2 4 5 4 3 4 5 3 3 5 3 4 5 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 5 4 5 4 4 4 5 4 4 5 6 4 5 4 4 5 5 4 4 5 7 4 4 5 5 5 4 5 5 4 8 4 4 4 4 5 4 5 5 4 9 4 4 5 4 5 4 4 4 5 10 4 5 5 4 5 4 4 4 5 11 4 4 4 4 5 4 4 4 4 12 4 5 4 4 4 4 4 4 5 13 5 5 5 5 5 5 5 5 5 14 4 5 4 5 5 5 4 5 5 15 5 5 5 5 5 5 5 5 5 16 4 5 5 5 5 5 5 5 4 17 4 5 5 5 5 5 5 5 5 18 4 5 4 5 5 5 5 5 5 19 4 5 5 5 5 5 5 5 5 20 5 5 4 5 5 5 5 4 5 21 4 4 4 4 4 4 5 5 5 22 4 4 5 5 5 5 4 5 5 23 5 4 5 5 5 5 4 4 5 24 5 4 5 5 4 4 4 4 4 25 4 4 4 4 5 5 5 5 5 26 5 4 5 3 2 2 4 2 3 27 5 4 4 4 5 5 5 4 5 28 4 5 5 5 4 5 5 5 4 29 4 4 4 4 4 5 5 5 5 30 5 4 4 4 5 5 5 4 4 ratarata 4.27 4.50 4.40 4.30 4.53 4.60 4.47 4.33 4.63 Keterangan : A1 = Pemekatan hingga konsentrasi 300Brix A2 = Pemekatan hingga konsentrasi 400Brix A3 = Pemekatan hingga konsentrasi 500Brix B1 = Suhu inlet spray dryer 1200C B2 = Suhu inlet spray dryer 1500C B3 = Suhu inlet spray dryer 1800C
116
Lampiran 17. Rekapitulasi nilai hedonik parameter rasa teh hijau instan Panelis A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 4 3 2 2 2 2 2 2 2 2 5 2 2 2 2 2 2 2 2 2 6 2 2 2 2 2 2 2 2 2 7 2 2 2 2 2 3 2 3 2 8 3 2 3 2 2 2 2 2 2 9 2 3 2 2 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 2 2 2 3 11 2 2 2 3 2 3 2 2 3 12 2 2 2 2 2 3 2 2 2 13 2 2 1 2 2 2 2 2 2 14 2 2 2 2 2 2 2 2 2 15 2 2 2 2 2 2 2 2 2 16 2 2 1 2 2 2 2 2 2 17 2 1 2 2 2 1 2 2 2 18 3 2 2 3 2 2 1 2 2 19 2 2 2 2 1 2 2 3 2 20 2 2 2 2 2 3 1 2 2 21 2 2 2 1 2 2 2 2 2 22 2 2 2 2 2 1 2 2 2 23 2 2 2 2 2 2 3 2 2 24 2 2 3 2 3 2 2 2 2 25 2 2 3 3 2 2 2 2 2 26 2 2 2 2 3 2 2 2 2 27 2 2 2 3 1 2 2 2 2 28 2 2 2 1 3 2 2 2 2 29 2 2 2 2 3 2 1 2 2 30 2 2 3 2 2 3 2 2 2 ratarata 2.10 2.00 2.03 2.07 2.07 2.10 1.93 2.07 2.07 Keterangan : A1 = Pemekatan hingga konsentrasi 300Brix A2 = Pemekatan hingga konsentrasi 400Brix A3 = Pemekatan hingga konsentrasi 500Brix B1 = Suhu inlet spray dryer 1200C B2 = Suhu inlet spray dryer 1500C B3 = Suhu inlet spray dryer 1800C
117
118
Lampiran 18. Rekapitulasi nilai hedonik parameter aroma teh hijau instan Panelis A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 1 4 4 3 4 4 4 4 3 4 2 4 4 4 4 3 4 5 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 5 4 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 6 4 3 4 4 4 3 4 4 3 7 4 4 4 4 4 3 4 4 3 8 4 4 4 4 4 3 4 4 4 9 4 4 4 4 4 3 4 3 4 10 4 4 4 4 3 4 4 4 4 11 4 4 4 4 3 4 4 4 5 12 4 4 5 4 3 4 4 4 4 13 4 4 4 4 4 3 4 3 4 14 4 4 4 3 4 4 3 4 4 15 4 4 5 4 5 4 4 4 4 16 4 4 4 4 5 3 4 4 3 17 4 4 3 4 4 3 4 4 4 18 4 4 4 4 4 4 3 4 4 19 3 3 3 3 3 4 3 3 3 20 4 4 4 4 4 4 4 4 4 21 4 3 4 4 4 3 3 3 4 22 4 4 4 4 3 3 4 3 4 23 4 4 4 3 4 3 4 4 4 24 4 4 3 4 4 4 4 4 4 25 4 4 4 3 4 4 4 3 4 26 4 4 3 4 4 4 4 4 3 27 3 4 4 4 3 4 4 4 4 28 4 4 4 4 4 3 4 3 4 29 4 4 4 3 4 3 4 4 4 30 4 4 4 4 3 4 4 4 4 ratarata 3.90 3.90 3.90 3.83 3.83 3.60 3.90 3.73 3.87 Keterangan : A1 = Pemekatan hingga konsentrasi 300Brix A2 = Pemekatan hingga konsentrasi 400Brix A3 = Pemekatan hingga konsentrasi 500Brix B1 = Suhu inlet spray dryer 1200C B2 = Suhu inlet spray dryer 1500C B3 = Suhu inlet spray dryer 1800C
119
Lampiran 19. Rekapitulasi nilai hedonik parameter keseluruhan teh hijau instan panelis A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 1 3 3 4 3 3 4 3 3 3 2 4 3 4 4 4 5 4 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 5 3 3 4 3 3 3 4 3 3 6 3 3 3 3 3 4 3 4 3 7 3 3 3 2 3 3 4 3 3 8 3 3 4 3 4 3 4 3 3 9 3 4 3 4 3 3 3 4 4 10 3 4 4 4 4 4 4 4 4 11 4 4 4 4 4 3 4 3 3 12 3 3 3 4 3 3 3 3 3 13 4 4 4 3 4 3 3 3 3 14 3 3 4 3 3 3 4 4 3 15 3 3 4 3 3 4 3 3 3 16 3 3 3 3 4 3 3 3 3 17 4 3 3 2 3 2 3 3 3 18 3 3 3 4 3 3 3 3 3 19 3 4 3 4 4 4 4 3 3 20 3 3 3 2 2 3 3 4 3 21 3 3 3 4 3 3 3 3 4 22 3 3 3 2 3 2 3 3 3 23 3 3 3 3 2 3 3 3 3 24 3 2 3 3 3 3 3 2 3 25 3 4 4 3 4 3 4 4 4 26 4 4 3 4 4 4 3 4 3 27 4 4 3 4 3 3 4 3 4 28 4 3 3 3 3 3 3 4 4 29 4 3 4 3 3 4 3 4 4 30 4 4 3 3 3 3 4 3 3 ratarata 3.33 3.27 3.37 3.20 3.23 3.30 3.37 3.30 3.27 Keterangan : A1 = Pemekatan hingga konsentrasi 300Brix A2 = Pemekatan hingga konsentrasi 400Brix A3 = Pemekatan hingga konsentrasi 500Brix B1 = Suhu inlet spray dryer 1200C B2 = Suhu inlet spray dryer 1500C B3 = Suhu inlet spray dryer 1800C
120
Lampiran 20a. Analisis Kruskal-Wallis parameter warna, rasa, aroma dan keseluruhan pada teh hijau instan warna
rasa
aroma
overall
sampel A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Total A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Total A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Total A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Total
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 270 30 30 30 30 30 30 30 30 30 270 30 30 30 30 30 30 30 30 30 270 30 30 30 30 30 30 30 30 30 270
Mean Rank 107.40 137.50 126.75 122.25 150.20 156.65 135.35 126.55 156.85 141.80 129.22 133.92 138.18 137.97 142.23 121.12 137.53 137.53 145.40 145.40 143.87 136.67 134.37 106.10 144.63 122.80 140.27 139.67 132.32 143.98 127.53 129.28 135.07 143.98 136.63 131.03
121
b. Test Statistics warna ChiSquare df Asymp. Sig.
rasa
aroma
overall
14.174
4.499
12.884
2.050
8
8
8
8
.077
.810
.116
.979
Keterangan : A1 = Pemekatan hingga konsentrasi 300Brix A2 = Pemekatan hingga konsentrasi 400Brix A3 = Pemekatan hingga konsentrasi 500Brix B1 = Suhu inlet spray dryer 1200C B2 = Suhu inlet spray dryer 1500C B3 = Suhu inlet spray dryer 1800C
122