MA
CAR
A DA N A R A KÇ
A
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Kebijakan Fiskal Gedung R.M Notohamiprodjo Lantai 6 Jl. Dr. Wahidin No. 1, Jakarta 10710 T + 62 21 344 9340 F + 62 21 386 6119 I www.skal.depkeu.go.id
Transforming Administration Strengthening Innovation (TRANSFORMASI) Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH Menara BCA Lantai 46 Jl. M. H. Thamrin 1, Jakarta 10310 T + 62 21 235 87 121/122/123 F + 62 21 235 87 120 I www.giz.de
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jl. Salemba Raya 4 Jakarta 10430 T +62 21. 3143177 F +62 21 31934310 I www.lpem.org
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
MA
CAR
A DA N A R A KÇ
A
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Kebijakan Fiskal Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara April 2015
Pengarah Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tim Penulis BKF : Noor Iskandarsyah, Aep Soleh, Yani Farida Aryani, Hesty Handayani, Joko Tri Haryanto, Eko Wicaksono, Gilang Bayu, Fitrah, Anggifa Arifany, Muhammad Olgiano LPEM-UI : Riyanto, Khoirunurrok, Surjadi, Usman, Devina Anindita, Nanda Puspita GIZ : Budi Sitepu, Sonny Syahril, Nathalia Marthaleta Didukung oleh Deutsche Gesellschaft fuer Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH Indonesian-German Development Cooperation Melalui Program Transforming Administration Strengthening Innovation (TRANSFORMASI)
Jakarta, April 2015
MA
CAR
A DA N A R A KÇ
A
201
200 OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Uraian MPV Bensin + Pick Up Bensin MPV Solar + Pick up Solar Bus Solar Truk Solar Total Emisi Emisi CO (Juta Ton) Emisi NOX (Juta Ton) Emisi HC (Juta Ton) Emisi PM (Juta Ton) 2.12
0.07
1797.4
15.73
823.9
674.4
283.4
1.73 11.82 S0
S0 0.07
0.57
4.45 11.82 S2 311.6 744.2
1097.2 16.91 2169.9
0.57
5.75 11.82 S1 334.4 784.1
1244.0 18.22 2380.7
S2 0.07
S1
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Kebijakan Fiskal Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
April 2015
744.8
312.0
4.47 11.82 S3
0.57
0.07
2173.2
16.93
1099.5
S3
750.5
315.7
4.65 11.82 S4
0.57
0.07
2204.3
17.11
1121.1
S4
756.3
319.4
4.84 11.82 S5
0.57
0.07
2236.1
17.30
1143.1
S5
762.4
323.1
5.03 11.82 S6
0.57
0.07
2268.7
17.49
1165.7
S6
ii OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN LAMPIRAN-LAMPIRAN
199
Uraian Vehicle Category MPV Bensin + Pick Up Bensin MPV Solar + Pick up Solar Bus Solar Truk Solar Emisi HC (Juta Ton) Vehicle Category MPV Bensin + Pick Up Bensin MPV Solar + Pick up Solar Bus Solar Truk Solar Emisi PM (Juta Ton) Vehicle Category
50.5
14.3
23.2
170.6 416.8
3.5
233.0
458.7 127.7
S0
S1
567.5 416.8
0.9
258.8
458.7 127.7
168.1
3.9
25.8
S2
438.7 416.8
0.9
240.7
458.7 127.7
130.0
3.9
24.0
S3
440.9 416.8
0.9
240.8
458.7 127.7
130.6
3.9
24.0
S4
458.8 416.8
0.9
244.5
458.7 127.7
135.9
3.9
24.4
S5
477.4 416.8
0.9
248.0
458.7 127.7
141.4
3.9
24.7
S6
496.6 416.8
0.9
251.4
458.7 127.7
147.1
3.9
25.1
54.9 148.0 S6
1.9
118.3
4.14 12.79 18.24
0.84
11.79
11.63
0.84
3.98 12.79 18.24
116.7
1.9
52.8 148.0 S5
11.47
0.84
3.83 12.79 18.24
115.0
1.9
50.7 148.0 S4
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas ijin-Nya laporan akhir kajian Opsi Kebijakan Subsidi BBM yang Lebih Tepat Sasaran telah berhasil disusun. Kajian ini dilakukan atas kerjasama antara Badan Kebijakan Fiskal – Kementerian Keuangan dengan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit - German International Cooperation (GIZ), dan berkerjasama dengan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM-FEUI).
11.30
0.84
3.68 12.79 18.24
113.3
1.9
48.8 148.0 S3
11.29
0.84
3.66 12.79 18.24
113.3
1.9
48.5 148.0 S2
198
12.14
0.84
4.73 12.79 18.24
121.8
1.9
62.7 148.0 S1
10.93
3.11
1.42 12.79 18.24
109.6
6.9
18.9 148.0 S0
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Uraian Vehicle Category MPV Bensin + Pick Up Bensin MPV Solar + Pick up Solar Bus Solar Truk Solar Motor Emisi CO (Juta Ton) Vehicle Category MPV Bensin + Pick Up Bensin MPV Solar + Pick up Solar Bus Solar Truk Solar Emisi NOX (Juta Ton)
S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
KATA PENGANTAR
Kajian yang dilakukan sejak September tahun 2014 pada dasarnya bertujuan untuk merumuskan opsi kebijakan BBM yang lebih tepat sasaran dan menganalisis dampak ekonomi dan sosial yang mungkin terjadi dari penerapan mekanisme tersebut, serta mengusulkan langkah-langkah mitigasinya. Diharapkan hasil kajian ini dapat ditindaklanjuti sebagai hasil yang positif dan konstruktif sehingga dapat dipakai sebagai bahan masukan bagi Pimpinan dalam merumuskan kebijakan skal ke depan terkait dengan pemberian subsidi BBM. Selesainya penulisan laporan akhir ini tidak terlepas dari peranan berbagai pihak yang telah membantu dan memberikan partisipasi selama pelaksanaan kajian ini. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih kepada GIZ yang telah mendukung seluruh kegiatan kajian ini. Juga penghargaan yang tinggi kami sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam pelaksanaan kajian, antara lain Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan, POLRI, Pertamina, Bank Rakyat Indonesia, Hiswana Migas, Pemerintah Daerah, serta berbagai asosiasi dan lembaga lainnya yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Selanjutnya, ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Tim Konsultan dari LPEM-FEUI yang telah membantu seluruh rangkaian kajian ini sehingga laporan ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Jakarta, April 2015 a an Kebijakan Fiskal ad Kepalaa B Badan
Suahasil Nazara Suahasil NIP. 197011231999031006
KATA PENGANTAR
iii
BAB 2
PENGALAMAN NEGARA LAIN DALAM REFORMASI KEBIJAKAN BAHAN BAKAR MINYAK 2.1. Subsidi harga untuk golongan tertentu oleh Pemerintah 2.2. Subsidi yang ditanggung oleh produser bahan bakar minyak 2.3. Pemotongan Pajak 2.4. Diskriminasi harga untuk warga asing 2.5. Bantuan untuk konsumen secara langsung 2.6. Menyempurnakan informasi harga bahan bakar minyak
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran 3.2. Metode Analisis 3.3. Metode Pengumpulan Data ANALISIS PENGENDALIAN KONSUMSI BBM BERSUBSIDI DENGAN RFID, SURVEY CARD DAN FUEL CARD: HASIL FGD DAN HASIL SURVEI 4.1. Gambaran Umum Konsumsi BBM di Daerah 4.2. Mekansime Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi: Hasil FGD di Jakarta 4.3. Implementasi Mekanisme Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi di Kota Batam dengan Fuel Card 4.4. Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi Di Kabupaten Belitung: Persiapan Penggunaan Survey Cards dan Fuel Cards 4.5. Persepsi dan Respons Pengguna BBM Bersubsidi Terhadap Pengendalian Konsumsi BBM: Hasil Survey Pengguna BBM Bersubsidi di Batam, Belitung dan Jabotabek
31 32 32 32 32 33 33 49 49 53 55
BAB 4
iv
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
63 63 70 72 78 85
47.80
47.48
47.48
PM
0.00595
0.68
1.216 0.924 0.0196 47.16
HC
2.125
0.51
9.044 2.816 7 46.84
S5 47.16 S4
17 17 29 30 30
46.84
V VI VIII 1 9
S3
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah 1.2. Tujuan 1.3. Output Kajian 1.4. Cakupan Kajian
II
Uraian S0 S1 S2 46.49 48.74 46.82 Dampak Lingkungan Valuation of Health Impacts o f Pollutants by Others (IDR/Tonne) Asumsi Konversi Ozone CO Nox HC PM Included Upper 112,500 906,250,000 11,250,000 2,763,750,000 Bound Best 37,500 241,637,500 10,875,000 1,842,862,500 Estimate Lower 25,000 146,250,000 3,500,000 1,353,750,000 Bound Adoptep Emission Factors (g/Lt) at 80,000 km Vehicle Year Standard CO Nox Category MPV Bensin 2005 Euro2 10.03 2.125 + Pick Up Bensin MPV Solar + 2005 Euro2 2.21 4.59 Pick up Solar Bus Solar 2005 Euro2 13.262 35.53 Truk Solar 2005 Euro2 11.572 35.86 Motor 2005 Euro2 33.04 7 Konsumsi 46.49 48.74 46.82 BBM
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI III DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN RINGKASAN EKSEKUTIF EXECUTIVE SUMMARY
S6
47.80
DAFTAR ISI
LAMPIRAN-LAMPIRAN
197
Uraian S0 S1 S2 S3 S4 S5 S6 Kebijakan Subsidi Distribusi Terbuka Tertutup Tertutup Tertutup Tertutup Tertutup Tertutup Penerima Semua Targeted Targeted Targeted Targeted Targeted Targeted Subsidi Alat Tidak ada smart card smart card smart card smart card smart card smart card Pemantau Subsidi Mekanisme Via Diskon Diskon Diskon Diskon Diskon Diskon Pemberian Pertamina Subsidi Bensin RON Kebijakan Tidak Mengambang Tetap Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional 88 Subsidi 10% 15% 20% 25% Besaran 0 3,600 1,000 1,020 1,530 2,040 2,550 (IDR/l) Minyak Solar Kebijakan Tetap Mengambang Tetap Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional Subsidi 10% 15% 20% 25% Besaran 1,000 4,200 1,000 1,060 1,590 2,120 2,650 (IDR/l) Estimasi Konsumsi (Estimasi Model Tahunan LPEM dengan Mengubah Harga jula Eceran Premium, Pertamax dan Solar) Bensin 29.17 30.38 29.53 29.54 29.71 29.87 30.03 (Juta KL) Solar (Juta 17.33 18.36 17.29 17.31 17.46 17.61 17.77 KL)
Lampiran 4.B. Worksheet Simulasi Dampak Lingkungan, Harga Eceran Non Subsidi Solar IDR 10,600 196
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
BAB 5
ANALISIS MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN 5.1. Pengertian Subsidi BBM Yang Lebih Tepat Sasaran: Penentuan Kelompok Target 5.2. Pilihan Kebijakan Besaran Subsidi: Subsidi Tetap, Subsidi Mengambang atau Subsidi Proporsional 5.3. Analisis Mekanisme Pemberian Subsidi BBM yang Lebih Tepat Sasaran
97 97 112 113
BAB 6
ANALISIS DAMPAK MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN 6.1. Metode Perhitungan Dampak Mekanisme Kebijakan Subsidi BBM 6.2. Analisis Dampak Fiskal Dari Mekanisme Kebijakan Subsidi BBM 6.3. Analisis Dampak Makro Ekonomi Dari Mekanisme Kebijakan Subsidi BBM 6.4. Analisis Dampak Lingkungan Dari Mekanisme Kebijakan Subsidi BBM 6.5. Dampak Sosial Mekanisme Kebijakan BBM Bersubsidi dan Mitigasinya 6.6. Pilihan Mekanisme Kebijakan Subsidi BBM 6.7. Alternatif Kebijakan Susbidi Bbm: Skenario Konversi BBM Ke BBG
123 123 128 132 136 140 143 145
BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan 7.2. Rekomendasi
149 149 150
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN – LAMPIRAN KUESIONER SURVEI
152 155 157
DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Jenis BBM Bersubsidi dan Penggunanya Menurut Perpres No. 15 tahun 2012 Tabel 1.2 Jenis BBM Bersubsidi (BBM Jenis Tertentu) dan Penggunanya Menurut Perpres No. 191 tahun 2014 Tabel 2.1. Kuota yang Diusulkan untuk Subsidi BBM Malaysia Tabel 2.2. Tinjauan Tindakan Kompensasi dan Perlindungan Sosial Negara-Negara di Dunia Tabel 3.1. Sebaran Sampel di Belitung, Batam, dan Jabodetabek
21 25 38 41 58
DAFTAR ISI
v
vi
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
245.899 26.852 243.583 24.537 241.396 22.349 239.325 20.279 240.805 21.759 240.466 21.420 219.047
35.00 34.59 34.20 33.84 34.09 34.09 31.99
14.87 14.60 14.34 14.10 14.28 14.18 11.32
196.02 194.38 192.83 191.37 192.42 192.19 175.73
0.014 0.014 0.013 0.013 0.013 0.013 0.012
2563.0 S6 2527.3 S5 2493.3 S4 2461.0 S3 2485.1 S2 2470.1 S1 2114.0 S0
18.99 18.77 18.56 18.36 18.50 18.50 17.36
1367.4 1342.6 1318.9 1296.4 1313.1 1303.6
804.4 798.0 792.0 796.3 795.4 727.2
1041.0
811.2
365.4 S6 361.5 S5 357.8 S4 354.2 S3 357.2 S2 352.7 S1 S0 328.4
Uraian Emisi CO (Juta Ton) Emisi NOX (Juta Ton) Emisi HC (Juta Ton) Emisi PM (Juta Ton) Valuasi Ekonomi (Triliun Rupiah) Emisi CO (IDR Triliun) Emisi NOX (IDR Triliun) Emisi HC (IDR Triliun) Emisi PM (IDR Triliun) TOTAL Tambahan Biaya Emisi dibandingkan S0
Tabel 3.2. Daftar Data Sekunder 60 Tabel 4.1. Jumlah Kendaraan di Kabupaten Belitung, Tahun 2013 64 Tabel 4.2. Konsumsi Solar dan Premium per Kapita per Tahun di Pulau Belitung 64 Tabel 4.3. Konsumsi Solar dan Premium per Kapita per Tahun di Kota Batam 66 Tabel 4.4. Konsumsi Solar dan Premium per Kapita per Tahun di Prov DKI Jakarta 68 Tabel 4.5. Hasil Wawancara SPBU di Kota Batam 76 Tabel 4.6. Perbandingan Mekanisme Kebijakan Subsidi dengan Menggunakan RFID, Survey Card dan Fuel Card 81 Tabel 4.7. Sebaran Jumlah Sampel Berdasarkan Kota dan Jenis Kendaraan 85 Tabel 4.8. Prol Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir yang Ditamatkan 86 Tabel 4.9. Rata-rata Jarak dan Waktu ke Tempat Kerja Bagi Responden Pemilik Kendaraan Pribadi 87 Tabel 4.10. Jenis Transportasi yang Sering Digunakan 88 Tabel 4.11. Kebutuhan BBM perhari Berdasarkan Jenis Kendaraan 89 Tabel 4.12. Proporsi Responden mengalami Kesulitan Membeli premium, Pertamax, dan Solar Subsidi 89 Tabel 4.13. Sebaran Jawaban Responden: Kapan Terakhir Kesulitan Bahan Bakar 90 Tabel 4.14. Bentuk Kelangkaan yang dialami 90 Tabel 4.15. Rencana jika Terjadi Kelangkaan Bahan Bakar Minyak 91 Tabel 4.16. Estimasi Jatah BBM Angkutan Umum dan Pribadi 95 Tabel 5.1. Perbandingan Konsumen yang Berhak Membeli BBM Bersubsidi Menurut Perpres No. 15 tahun 2012, Permen ESDMNo. 18 tahun 2013 dan Perpres No. 141 /2014 103 Tabel 5.2. Jumlah Angkutan Umum Tahun 2013 108 Tabel 5.3. Jumlah Truk dan Pick Up Tahun 2013 110 Tabel 5.4. Asumsi Perhitungan Subsidi untuk Angkutan Penumpang Umum danPick Up Berbahan Bakar Bensin RON 88 dan Angkutan Mobil Pribadi Berbahan Bakar Solar 111 Tabel 5.5. Kekurangan den Kelebihan Alat Kendali dan Mekanisme Pemberian Subsidi BBM 115 Tabel 5.6. Estimasi Jatah BBM Angkutan Umum dan Pribadi 119 Tabel 5.7. Skenario Mekanisme Kebijakan Susbdii BBM yang Lebih Tepat Sasaran 122 Tabel 6.1. Perbandingan Berbagai Skenario Kebijakan Mekanisme Subsidi 126 Tabel 6.2. Perbandingan Dampak Fiskal dari Berbagai Skenario Kebijakan Mekanisme Subsidi 130 Tabel 6.3. Perbandingan Dampak Makro dari Berbagai Skenario Kebijakan Mekanisme Subsidi yang lebih Tepat Sasaran 134 Tabel 6.4. Perbandingan Dampak Lingkungan dari Berbagai Skenario Kebijakan Mekanisme Subsidi yang lebih Tepat Sasaran 138
LAMPIRAN-LAMPIRAN
195
6.52 11.82 S6
0.57
0.09
642.7 416.8
0.9
306.9
458.7 127.7
190.4
6.30 11.82 S5
0.57
0.08
620.9 416.8
0.9
303.9
458.7 127.7
S6 183.9
139 142 144 147
S5
Tabel 6.5. Ringkasan Dampak terhadap Fiskal, Makro Ekonomi dan Lingkungan Tabel 6.6. Pemetaan Dampak Sosial Setiap Pilihan Kebijakan Subsidi BBM Tabel 6.7. Peringkat Pilihan Skenario Mekanisme Kebijakan BBM Bersubsidi Tabel 6.8. Analisis Perbandingan Dampak Subsidi Tetap untuk Solar dengan Konversi ke BBG dengan Subsidi Tetap
194
6.09 11.82 S4
0.57
0.08
600.4 416.8
0.9
300.8
458.7 127.7
5.89 11.82 S3
0.57
0.08
581.0 416.8
0.9
297.7
458.7 127.7
6.03 11.82 S2
0.57
0.08
594.5 416.8
0.9
300.9
458.7 127.7
6.03 11.82 S1
0.57
0.08
594.5 416.8
0.9
291.3
458.7 127.7
3.34 11.82 S0
2.12
0.08
329.3 416.8
3.5
291.3
458.7 127.7
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Gambar 1.1. Perkembangan Besaran Subsidi BBM dan LPG 3 KG 2010-2015 18 Gambar 1.2. Perkembangan Volume BBM Bersubsidi 2010-2015 19 Gambar 1.3. Ketimpangan dalam Subsidi BBM 20 Gambar 3.1. Struktur Permintaan BBM Bersubsidi 50 Gambar 3.2. Diskriminasi Harga dengan Pemisahan Pasar 51 Gambar 3.3. Tahapan Kajian 55 Gambar 4.1. Konsumsi Premium dan Solar di Pulau Belitung (KL), Tahun 2011-2013 65 Gambar 4.2. Konsumsi Premium dan Solar di Kota Batam (KL), Tahun 2011-2013 67 Gambar 4.3. Konsumsi Premium dan Solar di Prov DKI Jakarta (KL), Tahun 2011-2013 69 Gambar 4.4. Proyeksi Realisasi vs. Kuota BBM BioSolar PSO Batam 2014 83 Gambar 4.5. Realisasi Penyaluran BioSolar Subsidi di Kota Batam 2013 dan 2014 84 Gambar 4.6. Komposisi Responden Pemilik Kendaraan Pribadi Berdasarkan Jenis Pekerjaan 87 Gambar 4.7. Rata-rata Jarak ke SPBU 88 Gambar 4.8. Apakah Setuju dengan Kenaikan BBM Saat ini 92 Gambar 4.9. Bentuk Kompensasi yang Diinginkan 92 Gambar 4.10. Apakah Setuju dengan Subsidi Tetap? 93 Gambar 4.11. Apakah Pernah Mendengar RFID? 93 Gambar 4.12. Apakah Pernah Mendengar Kartu Survei? 94 Gambar 4.13. Apakah Pernah Mendengar Fuel Card? 94 Gambar 4.14. Apakah Anda Setuju Dengan “Kartu Pembatasan BBM Bersubsidi”? 95 Gambar 5.1. Perbandingan Angkutan Umum dengan Kendaraan Lainnya 109 Gambar 5.2. Perkiraan Banyaknya Angkutan Penumpang Umum dan Pick Up Berbahan Bakar BEnsin RON 88 dan Mobil Pribadi Berbahan Bakar Solar 111
Uraian MPV Solar + Pick up Solar Bus Solar Truk Solar Emisi HC (Juta Ton) Vehicle Category MPV Bensin + Pick Up Bensin MPV Solar + Pick up Solar Bus Solar Truk Solar Emisi PM (Juta Ton) Vehicle Category MPV Bensin + Pick Up Bensin MPV Solar + Pick up Solar Bus Solar Truk Solar Total Emisi
S0
97.6
S1
176.1
S2
176.1
S3
172.1
S4
177.8
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR ISI
vii
3.9
71.1 148.0 30.6
1.9
144.4
5.36 12.79 18.24
0.84
14.40
3.9
68.7 148.0 30.3
1.9
143.0
5.18 12.79 18.24
0.84
14.26
S6
3.9
66.4 148.0 30.0
1.9
141.5
5.01 12.79 18.24
0.84
14.11
S5
3.9
64.2 148.0 29.7
1.9
140.1
4.84 12.79 18.24
0.84
13.97
S4
3.9
65.7 148.0 30.0
1.9
141.6
4.96 12.79 18.24
0.84
14.12
S3
3.9
65.7 148.0 29.0
1.9
137.1
4.96 12.79 18.24
0.84
13.67
S2 S1
Gambar 5.3. Perkiraan Tambahan Subsidi Angkutan Penumpang Umum dan Pick Up Berbahan Bakar Bensin RON 88 dan Pengurangan Susbidi untuk Mobil Pribadi Berbahan Bakar Solar 112 Gambar 5.4. Persentase Tanggapan Responden terhadap Pembatasan Pembelian BBM Bersubsidi 118 Gambar 5.5. Pola Subtitusi Premium ke Pertamax 120 Gambar 5.6. Pola Subtitusi Solar Subsidi ke Solar Non Subsidi 120 Gambar 6.1. Komponen Perhitungan Analisis Dampak Fiskal, Makro, dan lingkungan dari Mekanisme Kebijakan Subsidi yang Lebih Tepat Sasaran 124 Gambar 6.2. Asumsi-Asumsi Dalam Perhitungan Dampak Mekanisme 125 Gambar 6.3. Cara Perhitungan Analisis Dampak Fiskal dari Mekanisme Kebijakan Subsidi yang Lebih Tepat Sasaran 129 Gambar 6.4. Besaran Subsidi BBM (Solar dan Bensin) dengan Berbagai Skenario Kebijakan Subsidi 132 Gambar 6.5. Cara Perhitungan Analisis Dampak Makro dari Mekanisme Kebijakan Subsidi yang Lebih Tepat Sasaran 133 Gambar 6.6. Indikator Dampak Makro Harga Eceran Non Subsidi Solar IDR 7,400/Liter 135 Gambar 6.7. Indikator Dampak Makro Harga Eceran Non Subsidi Solar IDR 10.600/Liter 135 Gambar 6.8. Cara Perhitungan Analisis Dampak Lingkungan dari Mekanisme Kebijakan Subsidi yang Lebih Tepat Sasaran 137 Gambar 6.9. Dampak Nilai Pencemaran Lingkungan pada Berbagai Mekanisme Kebijakan Subsidi BBM 137 Gambar 6.10. Kerangka Analisis Dampak Sosial 140
viii
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
14.3
36.4 148.0 29.0
6.9
2.75 12.79 18.24
3.11
13.67
137.1
196
191
Lampiran 4.B.
184
Lampiran 4.A.
177
Lampiran 3.B.
155 157
Lampiran 2. Lampiran 3.A.
Daftar Peserta yang Ikut FGD Di Jakarta,FGD Batam dan FGD Belitung Kuesioner Survei Worksheet Simulasi Dampak Fiskal dan Makro, Harga Eceran Non Subsidi Solar IDR 7,400 Worksheet Simulasi Dampak Fiskal dan Makro, Harga Eceran Non Subsidi Solar IDR 10,600 Worksheet Simulasi Dampak Lingkungan, Harga Eceran Non Subsidi Solar IDR 7,400 Worksheet Simulasi Dampak Lingkungan, Harga Eceran Non Subsidi Solar IDR 10,600
S0
Lampiran 1.
Uraian Vehicle Category MPV Bensin + Pick Up Bensin MPV Solar + Pick up Solar Bus Solar Truk Solar Motor Emisi CO (Juta Ton) Vehicle Category MPV Bensin + Pick Up Bensin MPV Solar + Pick up Solar Bus Solar Truk Solar Emisi NOX (Juta Ton) Vehicle Category MPV Bensin + Pick Up Bensin
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
193
51.63
51.30
S6
PM
0.00595
0.68
1.216 0.924 0.0196 50.98
HC
2.125
0.51
9.044 2.816 7 50.68
Uraian S0 S1 S2 Dampak Lingkungan Valuation of Health Impacts o f Pollutants by Others (IDR/Tonne) Asumsi Konversi Ozone CO Nox HC PM Included Upper 112,500 906,250,000 11,250,000 2,763,750,000 Bound Best 37,500 241,637,500 10,875,000 1,842,862,500 Estimate Lower 25,000 146,250,000 3,500,000 1,353,750,000 Bound Adoptep Emission Factors (g/Lt) at 80,000 km Vehicle Year Standard CO Nox Category MPV 2005 Euro2 10.03 2.125 Bensin + Pick Up Bensin MPV Solar 2005 Euro2 2.21 4.59 + Pick up Solar Bus Solar 2005 Euro2 13.262 35.53 Truk Solar 2005 Euro2 11.572 35.86 Motor 2005 Euro2 33.04 7 Konsumsi 50.56 50.49 50.94 BBM
S3
S4
S5
RINGKASAN EKSEKUTIF
192
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Latar Belakang Salah satu tantangan dalam menyusun strategi dan program kebijakan pemberian subsidi bahan bakar adalah persoalan ketepatan sasaran dan keadilan. Hasil kajian Bank Dunia (2010) menunjukkan bahwa 77% alokasi subsidi BBM justru dinikmati oleh kelompok 25% rumah tangga dengan penghasilan per bulan tertinggi. Sementara, 25% kelompok masyarakat dengan penghasilam terendah hanya menikmati subsidi BBM sekitar 15%. Hal ini mengindikasikan bahwa mekanisme subsidi BBM yang berjalan hingga tahun 2014 belum tepat sasaran dan cenderung tidak adil terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 yang mencabut subsidi BBM jenis bensin RON 88 dan memberikan subsidi tetap sebesar IDR 1,000 per liter untuk BBM jenis solar. Peraturan ini mulai berlaku sejak Januari 2015. Kebijakan ini memang telah berhasil mengurangi subsidi BBM secara signikan, namun bila ditelaah kebijakan subsidi ini masih belum tepat sasaran dan belum memenuhi rasa keadilan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi. Dengan kebijkan baru ini maka angkutan umum berbahan bakar bensin RON 88 tidak lagi menerima subsidi tetapi mobil pribadi berbahan bakar solar masih menerima subsidi.
1
Persoalan akan muncul jika harga minyak dunia naik, katakanlah, mencapai level seperti awal tahun 2014 yakni sekitar USD 105 per barel. Dengan kondisi demikian, Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk kembali memberikan subsidi BBM jenis bensin RON 88 dan solar dengan besaran yang lebih tinggi dari susbidi tetap saat ini untuk mengurangi dampak negatif dari kenaikan harga minyak dunia tersebut, terutama dampak terhadap makro ekonomi, seperti inasi, pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan. Dengan menerapkan pola pemberian subsidi yang sama seperti yang dilakukan sebelum diterapkannya Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 maka persoalan ketidak tepat sasaran dan ketidakadilan pemberian subsidi BBM akan terjadi kembali. Apabila subsidi meningkat maka selisih harga BBM bersusbidi dan non subsidi pun meningkat. Hal ini menyebabkan masyarakat kembali berpindah menggunakan BBM bersubsidi. Selisih harga yang besar antara BBM bersubsidi dan BBM non subsidi juga berpotensi menimbulkan penyelundupan dan penyelewengan BBM bersubsidi. Pada akhirnya jumlah total alokasi anggaran Pemerintah akan kembali membengkak.
Tujuan Kajian Sebagai antisipasi permasalahan di atas maka kajian ini bertujuan untuk menggali opsi mekanisme kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran.
2
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Uraian S0 S1 S2 S3 S4 S5 S6 Kebijakan Subsidi Distribusi Terbuka Tertutup Tertutup Tertutup Tertutup Tertutup Tertutup Penerima Semua Targeted Targeted Targeted Targeted Targeted Targeted Subsidi Alat Tidak ada smart card smart card smart card smart card smart card smart card Pemantau Subsidi Mekanisme Pemberian Via Diskon Diskon Diskon Diskon Diskon Diskon Subsidi Pertamina Bensin Kebijakan Tidak Mengambang Tetap Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional RON 88 Subsidi 10% 15% 20% 25% Besaran 0 0 1,000 660 990 1,320 1,650 (IDR/l) Minyak Kebijakan Tetap Mengambang Tetap Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional Solar Subsidi 10% 15% 20% 25% Besaran 1,000 1,000 1,000 740 1,110 1,480 1,850 (IDR/l) Estimasi Konsumsi (Estimasi Model Tahunan LPEM dengan Mengubah Harga jula Eceran Premium, Pertamax dan Solar) Bensin (Juta 31.91 31.91 32.35 32.20 32.35 32.49 32.64 KL) Solar (Juta KL) 18.65 18.59 18.59 18.47 18.64 18.81 18.99 50.56 50.49 50.94 50.68 50.98 51.30 51.63
Kebijakan untuk mencabut subsidi BBM jenis bensin RON 88 dan memberikan subsidi tetap sebesar IDR 1,000 per liter untuk BBM jenis solar saat ini memang masih bisa diterima masyarakat karena kebijakan ini bertepatan dengan momentum turunnya harga minyak dunia dari USD 105 di awal tahun 2014 hingga mencapai level USD 50-60 per barel di awal tahun 2015 sehingga harga jual eceran BBM masih terjangkau serta perbedaan harga eceran BBM bersubsidi dan non subsidi tidak terpaut terlalu besar.
Lampiran 4.A. Worksheet Simulasi Dampak Lingkungan, Harga Eceran Non Subsidi Solar IDR 7,400
Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 juga mengatur untuk diterapkannya sistem distribusi tertutup bagi BBM bersubsidi. Hal ini belum dapat diterapkan karena belum ada mekanisme kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran. Pemerintah telah memperkenalkan Sistem Monitoring dan Pengendalian Bahan Bakar Minyak (SMPBBM) dengan menggunakan Radio Frequency Identication (RFID) di Jabodetabek. Namun sistem ini tidak dapat dilanjutkan karena berbagai kendala yang dihadapi. Sementara itu Pertamina bekerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) telah memperkenalkan survey card dan kemudian ditingkatkan menjadi fuel card di Kota Batam yang bertujuan untuk memonitor dan membatasi konsumsi BBM bersubsidi. Sistem ini juga masih perlu dievaluasi bagaimana keefektifan dan keberhasilan penerapannnya.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
191
47.74 51.82 60.14
55.95
6,134 6,134 6,134
6,134
8,223 9,062 8,681 9,312 9,624 9,823
9,148 9,566
9,558 9,684 9,939
9,811
-44.46 0.17 -32.15 0.17 -7.55 0.17
-19.85 0.17
-25.19 -16.74 0.16
-8.29
-19.27 -15.42 -7.71
-11.56
17.05 S6 17.05 S5 17.05 S4 17.05
-7.56
1.11
-6.44 0.17
9,944
9,678 9,846
6,134
60.52
-27.20
-49.89
-77.09 0.17
9,304
6,954 8,419
6,134
37.26
S3 S2 17.05 17.05 S1
62.34
6,134
9,549 9,957
10,200
-1.16 0.16
-1.16
0.00
S0 17.05
Total Anggaran Subsidi Selisih antara Bensin (IDR Alokasi dengan Triliun) Kebutuhan Solar (IDR Triliun) Total Besaran Biaya smart card Alat Subsidi Dampak Makro Harga BBM Bensin Eceran (IDR/l) tertimbang Solar (IDR/l) Total Harga Eceran Bensin Tertimbang (6500) APBN 2014 Solar (5500) Persen Kenaikan (dibandingkan Asumsi APBN 2014)
Uraian
Kelompok Sasaran Subsidi BBM Untuk menentukan kelompok sasaran subsidi BBM kajian ini menganalisa peraturan-perundangan yang ada serta mempertimbangkan aspek keadilan sehingga kelompok tidak mampu masih dapat mencukupi kebutuhan dasarnya serta biaya transportasi. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka kajian ini mendenisikan kelompok target subsidi BBM yang lebih tepat sasaran yaitu usaha mikro, nelayan dengan kapal maksimal 30 GT, perikanan skala kecil, usaha pertanian skala kecil, ambulan dan kendaraan pelayanan publik lainnya, kendaraan penumpang umum plat kuning (bus kota, bus antar kota dalam provinsi, bus anta kota antar provinsi angkutan perkotaan/ perdesaan, taksi), dan kendaraan angkutan barang (pick up, box, truk). Mobil pribadi berbahan bakar solar dan sepeda motor yang saat ini masih menerima subsidi (sebagai tertuang dalam Perpres No. 191 Tahun 2014) diusulkan untuk dikeluarkan dari kelompok penerima subsidi BBM.
Evaluasi Penerapan Alat Kendali dan Monitoring Pembelian BBM Bersubsidi
190
Kajian ini melakukan analisis dan mengidentikasi kelompok target penerima mana saja yang berhak untuk menerima subsidi. Kajian ini dibatasi dengan menggali opsi mekanisme pemberian subsidi BBM pada sektor transportasi. Kajian ini juga kemudian melakukan analisa dampak terhadap skal, makro ekononomi, sosial dan lingkungan apabila opsi mekanisme tersebut diterapkan. Diharapkan kajian ini berguna bagi Pemerintah dalam memberikan opsi mekanisme subsidi BBM yang lebih tepat sasaran apabila harga minyak dunia naik kembali.
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Agar subsidi BBM terarah kepada kelompok target yang ditentukan, maka Pemerintah dapat melakukan diskriminasi harga dalam penjualan BBM. Di dalam praktek diskriminasi harga, penjual mampu menjual produk yang sama dengan harga yang berbeda pada konsumen yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan, jika penjual mampu membedakan dengan tepat konsumenkonsumennya. Praktek diskriminasi harga ini bisa berhasil jika tiap konsumen tidak dapat melakukan arbitrase harga. Agar mekanisme diskriminasi harga berhasil diterapkan, maka distribusi bahan bakar bersubsidi harus dilakukan dengan alat kendali subsidi dan diberikan kuota pembelian BBM bersubsidi bagi kelompok target. Dari studi literatur yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa hampir semua negara berkembang yang menerapkan reformasi pemberian subsidi BBM mencoba memperkenalkan mekanisme subsidi terarah kepada kelompok
RINGKASAN EKSEKUTIF
3
4
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
17.05 17.05 17.05
61.51 0.00 49.20 0.00 36.90 0.00 24.60 0.00
42.24 33.79 25.34 16.89
19.27 11.56 7.71
15.42
10,600 10,600 10,600 10,600
10,200 10,200
17.05
10,200
Bensin (IDR/ 10,200 10,200 10,200 Lt) Solar (IDR/ 10,600 10,600 10,600 Lt) Kebutuhan Subsidi Berdasarkan Estimasi Penjualan BBM Bersubsidi Bensin (IDR 0.00 27.20 7.56 Triliun) Solar (IDR 18.21 66.94 15.94 Triliun) Total Subsidi 18.21 94.14 23.49 Alokasi dari Bensin (IDR 0.00 0.00 0.00 APBN 2015 Triliun) Sebelum APBN P Solar (IDR 17.05 17.05 17.05 Triliun)
Harga Eceran Non Subsidi
10,200
7,950 8,480 9,010 9,540 9,600 6,400 9,600
7,650 8,160 8,670 9,180 9,200 6,600 10,200
Harga Eceran Bersubsidi
Bensin (IDR/ Lt) Solar (IDR/ Lt)
S6 10,600 S5 10,600 S4 10,600 S3 10,600 S2 10,600 S1 10,600 S0 10,600
Survey card adalah mekanisme yang diperkenalkan oleh Pertamina bekerjasama dengan Pemerintah Kota Batam untuk mendata dan mengendalikan penjualan solar bersubsidi. Mekanisme pembatasan solar dilakukan dengan pendataan kendaraan lewat STNK dan pemberian kertas survey card untuk setiap pembelian solar bersubsidi dengan jatah per hari tiap bulannya. Penerapan survey card di Kota Batam memiliki beberapa manfaat antara lain: Pemerintah dan Pertamina dapat mengetahui konsumsi real solar bersubsidi sehingga dapat menentukan target solar bersubsidi di Kota Batam, survey card dapat mendorong pembelian solar non bersubsidi, menghilangkan mobil pelangsir, serta menurunkan konsumsi solar bersubsidi. Dengan menerapkan survey card di Kota Batam didapat penghematan biaya subsidi BioSolar sebesar 151 Kilo Liter per hari atau sebesar IDR 330 Milyar per tahun (setara dengan IDR 906 juta perhari). Penerapan survey card juga memiliki kendala dan kelemahan antara lain: belum memiliki payung hukum yang kuat, kurangnya pemahaman petugas pelaksana di lapangan, banyaknya masyarakat yang mendaftar berkali-kali sehingga mendapatkan kartu survey ganda, kartu survey berbentuk kertas karton sehingga mudah rusak dan dapat dipalsukan. Sejauh ini survey card juga telah diterapkan di Tarakan, Bintan dan Pangkal Pinang serta pada tahapan sosialisasi di Belitung.
Solar (IDR/ Lt)
RFID adalah sistem distribusi tertutup dengan menggunakan alat kendali yang diujicobakan di Jabodetabek oleh Pertamina. Dengan sistem ini monitoring dan pengendalian BBM bersubsidi dan non-subsidi dilakukan dengan menggunakan database online yang disambungkan dengan SPBU serta kendaraan dengan menggunakan RFID tag. Uji coba alat kendali ini tidak dapat dilanjutkan karena terbentur beberapa kendala antara lain: produksi alat kendali, partisipasi masyarakat yang rendah dalam pemasangan RFID tag, dan kurangnya pemahaman petugas SPBU terhadap program RFID.
Uraian
Pemerintah telah melalukan ujicoba beberapa alat kendali dan monitoring konsumsi BBM bersubsidi di beberapa daerah. Alat kendali dan monitoring tersebut antara lain Radio Frequency Identication (RFID), survey card dan fuel card. Kajian ini juga melakukan evaluasi keberhasilan dan kendala yang dihadapi dalam pengujicobaan alat kendali dan monitoring tersebut.
sasaran. Di Filipina, Pemerintah menerapkan “Program Pantawid Pasada” yang memberikan subsidi BBM kepada transportasi publik. Di Malaysia, Pemerintah berencana menerapkan mekanisme diskon berdasarkan klasikasi kelompok pendapatan masyarakat. Sistem yang diberi nama “My Kads“ (kartu identitas dengan menggunakan chip) akan memberikan harga diskon kepada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah ketika membeli BBM.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
189
1.7 24.0 18.2 4.1
15.9 23.5 22.3
7.6
0.0
7.6
10,200
7.6
0.0
7.6
15.9 23.5 22.2
1.5 23.7 18.2 3.9
10,200
7.6
0.0
7.6
15.9 23.5 22.0
1.4 23.3 18.2 3.7
10,200
10,200
1.8 24.3 18.2 4.2
15.9 23.5 22.5
7.6
0.0
7.6
15.9 S6 15.9 S5 15.9 S4 15.9
0.0
7.6
15.9 23.5 22.0
1.4 23.3 18.2 3.7
10,200
0.0
7.6
15.9 23.5 22.8
2.4 25.2 18.2 4.6
10,200
0.0
0.0
18.2 18.2 29.2
Motor (Bensin) Bensin
Solar Total Bensin
-0.9 28.3 18.2 10.9
0.0
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Solar Total Motor MPV Bensin Pribadi Harga Dasar + Margin + Pajak Bensin (IDR/ Lt)
10,200
7.6 7.6
S3 15.9 S2 15.9 S1 18.2 S0
Uraian Total Solar Subsidi Total Bensin RON 88 Subsidi Angkutan Roda Dua Jumlah BBM Subsidi utk Transpo Per tahun (Jt kl) Jumlah BBM Non Subsidi Transp Per tahun (Jt kl) 188
Fuel card diterapkan sejak 1 November 2014 di Kota Batam sebagai kelanjutan dan penyempurnaan sistem pembatasan pembelian solar bersubsidi yang sebelumnya dilakukan dengan menggunakan survey card. Kelebihan fuel card adalah berupa kartu yang juga dapat berfungsi sebagai alat pembayaran. Hal ini dilakukan lewat kerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Sama halnya dengan survey card, fuel card juga melakukan pendataan kendaraan lewat STNK. Sebagai perbaikan sistem survey card, fuel card dapat mengurangi kemungkinan kecurangan pemalsuan kartu yang sebelumnya terjadi pada survey card, sehingga lebih jauh dapat menurunkan volume pembelian solar bersubsidi. Kendala penerapan fuel card antara lain: adanya kendala top-up yang harus dilakukan sopir (pemilik kartu), kendala deposit yang dilakukan SPBU, kendala sistem (server, mesin EDC, dan konektivitas), double-checking settlement yang perlu dilakukan dan menjadi kerja tambahan bagi SPBU. Sementara itu kelemahan sistem fuel card antara lain: sementara masih monopoli BRI (untuk 3 tahun), kartu masih dapat digunakan untuk transaksi lainnya sehingga fungsi kartu dapat menjadi rancu, dan kartu belum memiliki identitas yang dapat diperiksa karena masih menggunakan magnetic strip. Dari kajian yang dilakukan bahwa yang lebih mudah, praktis dan cukup efektif sebagai alat kendali subsidi BBM adalah fuel card. Fuel card lebih memudahkan masyarakat, karena tidak memerlukan instalasi khusus pada kendaraan. Hanya saja beberapa kendala dan kelemahannya perlu diatasi dan disempurnakan, seperti masalah top up dan pembelian BBM yang harus non tunai. Fuel card harus diberikan identitas kelompok target untuk mencegah penyalahgunaannya. Dengan mengatasi kendala yang ada pada sistem fuel card, kajian ini mengusulkan instrumen baru untuk mendiskriminasi harga BBM bersubsidi yakni dengan menggunakan smart card dan metode pemberian subsidinya dengan menggunakan sistem diskon. Agar tidak terjadi pembelian BBM subsidi yang berlebihan oleh kelompok target, maka pembelian BBM bersubsidi harus diberikan kuota per hari. Sistem yang digunakan relatif mirip dengan sistem yang digunakan oleh fuel card di Batam, yakni menggunakan sistem transaksi yang sudah digunakan oleh perbankan, tidak membangun sistem baru, tetapi agar lebih praktis smart card dirancang sedemikian rupa setiap orang bisa menggunakannya baik dengan transaksi tunai maupun non tunai.
Pilihan Kebijakan Besaran Subsidi dan Analisa Dampak Setidaknya ada tiga cara menentukan besaran subsidi yaitu subsidi mengambang, subsidi tetap, dan subsidi proporsional.
RINGKASAN EKSEKUTIF
5
6
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
0.0
0.0
0.3
2.9
0.5 2.3 12.8
353 4.7
353
269
317
0.72
0.0
0.0
0.3
2.9
0.5 2.3 12.8
353 4.7
353
269
317
S6 0.56
0.0
0.0
0.3
2.9
0.5 2.3 12.8
353 4.7
353
269
317 317
S5 0.41
0.0
0.0
0.3
2.9
0.5 2.3 12.8
353 4.7
353
269
S4 0.26 S3
d) Skenario 3: subsidi proporsional (solar dan bensin) dengan distribusi
c) Skenario 2: subsidi tetap (solar dan bensin) dengan distribusi tertutup menggunakan alat kendali smart card dengan mekanisme diskon;
b) Skenario 1: subsidi mengambang (untuk solar dan bensin) dengan distribusi tertutup menggunakan alat kendali smart card dengan mekanisme diskon;
a) Skenario 0: subsidi tetap hanya untuk solar sebesar IDR 1,000 dengan distribusi terbuka (tidak ada alat kendali) sebagaimana berjalan saat ini;
Kajian ini melakukan analisa dampak makro terhadap inasi, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, sosial dan lingkungan dari 7 (tujuh) skenario kebijakan pemberian subsidi tetap dan proporsional:
S0 S1 S2 Solar (Juta 0.28 1.31 0.24 KL) Jumlah hari Operasi dalam setahun Angkutan 317 317 317 Umum Angkutan 269 269 269 Barang Mobil 353 353 353 Pribadi Motor 353 353 353 Jumlah BBM SUBSIDI dalam Setahun Seluruh kendaraan (Juta kl) Angkutan MPV-Bensin 0.0 4.7 4.7 Umum untuk Penumpang MPV-Solar 0.5 0.5 0.5 BUS 2.3 2.3 2.3 Angkutan Truck 12.8 12.8 12.8 Barang Pick-Up0.0 2.9 2.9 Bensin Pick-Up0.3 0.3 0.3 Solar Angkutan MPV Solar 2.27 0.0 0.0 Mobil Pribadi Pribadi Angkutan MPV Bensin 0.0 0.0 0.0 Mobil Pribadi Pribadi
c) Subsidi proporsional adalah subsidi yang besarannya ditentukan secara proporsional terhadap harga BBM non subsidi, misalnya subsidi sebesar 10% dari harga BBM non subsidi. Kebijakan lain yang belum pernah dilakukan di Indonesia adalah kebijakan subsidi proporsional. Dengan kebijakan ini, dampak kenaikan harga minyak dunia akan ditanggung oleh APBN dan masyarakat secara bersama sesuai dengan besaran persentase subsidi. Jadi harga jual eceran BBM bersubsidi otomatis naik, jika harga minyak dunia naik. Besaran subsidi juga akan naik, jika harga minyak dunia naik, tetapi kenaikan subsidinya tidak akan sebesar subsidi mengambang. Kebijakan ini dinilai lebih exible untuk pengendalian dampak makro, skal, dan sosial politik.
Uraian
b) Subsidi tetap adalah subsidi yang besarannya sudah ditentukan tetap oleh Pemerintah. Kebijakan subsidi tetap mulai dijalankan di Indonesia sejak 1 Januari 2015 dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 191 Tahun 2014, di mana BBM jenis solar diberikan subsidi tetap sebesar IDR 1,000 per liter. Keuntungan kebijakan subsidi tetap adalah besaran subsidi dalam satu tahun bisa mendekati nilai yang pasti. Namun demikian, jika harga minyak dunia naik, kebijakan subsidi tetap ini berdampak terhadap meningkatnya inasi dan berpotensi menimbulkan gejolak sosial di masyarakat.
a) Subsidi mengambang adalah subsidi yang besarannya ditentukan oleh perubahan harga minyak dunia. Subsidi mengambang diterapkan oleh Pemerintah sebelum tahun 2015. Hasil analisis dari kajian ini menunjukkan bahwa kebijakan subsidi mengambang sudah harus ditinggalkan, karena risiko skalnya sangat tinggi jika harga minyak dunia naik secara tiba-tiba.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
187
0.55
17.05
47.80 29.48
17.77
30.03
0 0
0
15
15
20 40 30
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Pick-Up0 15 15 15 15 15 Bensin Pick-Up15 15 15 15 15 15 Solar Angkutan Mobil 0 0 0 0 0 0 Mobil Pribadi Bensin Mobil Solar 5 0 0 0 0 0 Motor 0 0 0 0 0 0 Estimasi Konsumsi (Estimasi Model Tahunan LPEM dengan Mengubah Harga jula Eceran Premium, Pertamax dan Solar) Bensin (Juta 29.17 30.38 29.53 29.54 29.71 29.87 KL) Solar (Juta 17.33 18.36 17.29 17.31 17.46 17.61 KL) 46.49 48.74 46.82 46.84 47.16 47.48 Kuota Volume dalam APBN P Bensin (Juta 29.48 29.48 29.48 29.48 29.48 29.48 KL) Solar (Juta 17.05 17.05 17.05 17.05 17.05 17.05 KL) Selisih Bensin (Juta -0.31 0.90 0.05 0.06 0.23 0.39 KL)
S6 20 40 30 S5 20 40 30 S4 20 40 30 S3 20 40 30 S2 20 40 30 S1 20 40 30 S0 MPV-Solar BUS Truck
Uraian Angkutan Barang 186
tertutup menggunakan alat kendali smart card dengan mekanisme diskon. e) Skenario 4, 5 dan 6: skenario yang sama seperti S3 dengan besaran proporsi subsidi yang meningkat sebesar 15%, 20% dan 25%. Dari simulasi dampak yang dilakukan terlihat bahwa secara keseluruhan kebijakan yang mempunyai peringkat terbaik adalah skenario 2 dan 3, yaitu kebijakan subsidi tetap dan proporsional dengan distribusi tertutup berkuota dengan menggunakan smart card dengan target subsidi angkutan umum dan angkutan barang, berbahan bakar bensin maupun solar, dan pemberian subsidinya melalu diskon (potongan harga terhadap kuota volume BBM bersubsidi). Kebijakan subsisidinya bisa berupa subsidi tetap atau subsidi proporsional 10%. Namun jika terjadi kenaikan harga eceran non subsidi karena harga minyak internasional meningkat, maka besaran subsidi proporsionalnya harus ditingkatkan sehingga ranking berikutnya adalah skenario 4 dan 5.
Kesimpulan 1. Target penerima subsidi BBM yang dinilai sesuai dengan amanat Undang-Undang dan prinsip keadilan adalah kelompok target yang tertuang dalam Perpres No. 191 Tahun 2014 minus kendaraan mobil pribadi plat hitam dan sepeda motor, yaitu: nelayan (kapal < 30 GT) dan usaha perikanan skala kecil; petani (lahan maksimal 2 Ha); usaha mikro; transportasi publik (plat kuning); ambulan dan pelayanan publik lainnya; serta angkutan barang (truck, pick-up, box). 2. Agar subsidi BBM dapat menjadi lebih tepat sasaran, kajian ini mengusulkan agar subsidi diberikan melalui potongan harga bagi kelompok target pada pembelian BBM dengan kuota tertentu, dengan alat kendali yang praktis dan mudah digunakan serta berbiaya murah dengan menggunakan teknologi dan sistem yang sudah biasa digunakan oleh perbankan sehingga tinggal memodikasi dan tidak perlu membangun sistem baru (smart card). Pemberian smart card bisa lebih tepat sasaran dengan mengacu data kendaraan yang ada di masing-masing kantor kepolisian daerah dan data ijin trayek. Mekanisme ini akan lebih praktis dan memudahkan masyarakat karena tidak memerlukan instalasi khusus pada kendaraan, tidak perlu top-up, serta memungkinkan pembayaran secara tunai maupun non tunai. 3. Skenario kebijakan BBM bersubsidi yang lebih tepat sasaran dengan dampak buruk yang minimal adalah subsidi tetap atau proposional (dengan penyesuaian besaran dan persentase subsidi sesuai dengan
RINGKASAN EKSEKUTIF
7
8
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
93,680,622 20 93,680,622 20 93,680,622 20 93,680,622 20 Motor 93,680,622 93,680,622 93,680,622 Jatah Liter Kendaraan Target Subsidi per hari per kendaraan Angkutan MPV-Bensin 0 20 20 Umum untuk Penumpang
118,876 118,876 118,876 118,876 118,876 118,876
118,876
2,116,841 2,377,525 1,069,886 2,116,841 2,377,525 1,069,886 2,116,841 2,377,525 1,069,886 2,116,841 2,377,525 1,069,886 2,116,841 2,377,525 1,069,886 2,116,841 2,377,525 1,069,886
2,116,841 2,377,525 1,069,886
1,288,796 11,716,324 3,379,431 1,288,796 11,716,324 3,379,431 1,288,796 11,716,324 3,379,431 1,288,796 1,288,796 11,716,324 11,716,324 3,379,431 3,379,431 1,288,796 11,716,324 3,217,046
1,288,796 11,716,324 3,379,431
10,427,528 10,427,528 10,427,528 10,427,528 10,427,528
Angkutan Mobil Pribadi MPV-Solar Total Jumlah Kendaraan yang Disubsidi Angkutan BUS Lainnya yang Truck digunakan untuk Pick UpBensin Perkebunan, Pertambangan Pick Updan Pariwisata Solar
2,377,525 792,508 2,377,525 792,508
79,251 79,251
713,257
S2 1,001,906 1,585,016
713,257
5. Agar angkutan umum mau berpindah ke BBG, Pemerintah hendaknya mengalokasikan anggaran susbidi BBG yang lebih besar, disertai dengan pemberian insentif dalam pembelian converter kits, pembangunan infrastruktur yang lebih banyak di kota-kota besar.
Pick Up713,257 Bensin Pick Up79,251 Solar Total 2,377,525 Total Pick 792,508 Up MPV-Bensin 10,427,528
4. Dilakukan uji coba mekanisme pemberian diskon di Batam dengan sedikit mengubah mekanisme smart card.
S1 1,001,906 1,585,016
3. Pemerintah Daerah dapat berperan aktif dalam kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran melalui usulan pemberian jumlah kuota BBM untuk angkutan umum dan angkutan barang, serta dalam pengadaan dan pembagian smart card.
Total Truck
2. Untuk mitigasi (mengurangi dampak negatif) dari kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran, antara lain melalui pembangunan sistem transportasi umum yang terintegrasi antar moda, serta penguatan program pendidikan dan kesehatan gratis, serta cash transfer untuk kelompok tidak mampu.
Uraian Angkutan Barang
1. Untuk mengatur target dan mekanisme kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran, perlu dilakukan perubahan terhadap Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
S0 1,001,906 1,585,016
Rekomendasi
10,427,528
2,377,525 792,508 2,377,525 792,508 2,377,525 792,508 2,377,525 792,508
79,251 79,251 79,251 79,251
713,257 713,257 713,257 713,257
S6 1,001,906 1,585,016 S5 1,001,906 1,585,016 S4 1,001,906 1,585,016
4. Mekanisme subsidi BBM yang diusulkan sebagai hasil dari kajian ini, dapat diterapkan pula dalam kebijakan subsidi BBG, jika dikemudian hari Pemerintah memilih kebijakan konversi BBM ke BBG dan kebijakan subsidi BBG untuk kendaraan angkutan umum penumpang dan angkutan barang. Dari hasil analisis dampak, kebijakan subsidi BBG dengan menggunakan mekanisme tersebut juga layak untuk dapat dipertimbangkan. Namun, sehubungan dengan infrastuktur BBG yang masih terbatas, maka kebijakan konversi BBM ke BBG belum dapat dilaksanakan secara menyeluruh. Konversi BBM ke BBG dengan kebijakan pemberian subsidi BBG dapat dilakukan secara bertahap.
S3 1,001,906 1,585,016
harga BBM non subsidi dengan rentang persentase subsidi hingga 25%). Apabila terjadi kenaikan harga minyak dunia ke level harga minyak dunia seperti tahun 2014, maka dengan menggunakan mekanisme ini besaran subsidi yang akan diberikan oleh Pemerintah tidak akan sebesar periode sebelumnya. Mekanismenya distribusi tertutup targeted, berkuota dengan smart card, dan pemberian subsidi dengan diskon.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
185
81,991 181,991 81,991 181,991 81,991 181,991
81,991 181,991
81,991 181,991
737,923 737,923 737,923 737,923 737,923
Tetap Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional 10% 15% 20% 25% 1,000 1,060 1,590 2,120 2,650
Tetap Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional 10% 15% 20% 25% 1,000 1,020 1,530 2,040 2,550
Diskon Diskon Diskon
Diskon
smart card smart card
smart card Diskon
smart card
smart card
S6
Tertutup Targeted Tertutup Targeted Tertutup Targeted Tertutup Targeted
S5 S4 S3
Tertutup Targeted
S2
Uraian S0 S1 Kebijakan Subsidi Distribusi Terbuka Tertutup Penerima Semua Targeted Subsidi Alat Pemantau Tidak ada smart card Subsidi Mekanisme Pemberian Via Diskon Subsidi Pertamina Bensin RON 88 Kebijakan Tidak Mengambang Subsidi Besaran 0 3,600 (IDR/l) Minyak Solar Kebijakan Tetap Mengambang Subsidi Besaran 1,000 4,200 (IDR/l) Jumlah Angkutan Angkutan MPV-Bensin 737,923 737,923 Umum Orang MPV-Solar 81,991 81,991 BUS 181,991 181,991
Lampiran 3.B. Worksheet Simulasi Dampak Fiskal dan Makro, Harga Eceran Non Subsidi Solar IDR 10,600 184
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
EXECUTIVE SUMMARY
Background One of the challenges in fuel subsidy policy is the issue of fairness and how to deliver the subsidy to the right beneciaries. A World Bank Study (2010) showed that in Indonesia, 77 % of the fuel subsidies allocated benet 25 % of the households with the highest income per month, while the households with the 25 % lowest income only enjoy around 15 % of fuel subsidy allocated. This indicates that the fuel subsidy mechanism which has been implemented until 2014, has not been well targeted and has not been fair especially to low income communities. The Government issued Presidential Regulation No. 191/2014 that abolishes the subsidy for Petrol RON 88 and sets a xed subsidy of IDR 1,000 for each liter of Diesel Fuel. This regulation has been implemented since January 2015. Although the regulation has been successful in signicantly reducing the amount of the fuel subsidy, analysis shows that this policy is not yet well targeted and not yet applies the fairness principle as mandated by Law No. 30/2007 on Energy. In this new presidential regulation, while public transport using Petrol Ron 88 is no longer subsidized, private cars using diesel are still subsidized. Presidential Regulation No. 191/2014 also demands a closed distribution system for subsidized fuels. It has not yet implemented because the targeted fuel subsidy mechanism has not been developed. The Government has introduced a Monitoring and Controlling System for Subsidized Fuels
9
Fuel Subsidy Target Groups To identify the target groups of the fuel subsidy, this study analyzed the prevailing regulations, and also considered the fairness aspect, so that low income groups can still fulll their basic needs including for transportation. Based on these considerations, this study identied the following groups as
10
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
(24.37) (0.85) 1.72 4.32 6.96
6.54
7.26
6,134
4.84
6,134 6,134 6,134 6,134 6,134
4,243 4,639 5,847 6,082 6,146 6,239 6,451 6,399 6,762 6,560
6,543 6,579 6,134 6,423 6,535
6,543 6,431 6,134
4,866 6,218 6,293 6,369 6,445 6,600 6,600
Uraian Total Besaran Biaya smart card Alat Subsidi Dampak Makro Harga BBM Bensin Eceran (IDR/l) tertimbang Solar (rp/l) Total Harga Eceran Bensin Tertimbang (6500) APBN 2014 Solar (5500) Persen Kenaikan (dibandingkan Asumsi APBN 2014)
Study Objective Anticipating the above problems, this study aims to explore options for a better targeted fuel subsidy. This study analyses and identies target groups that have the rights to benet from the subsidy. The study is limited to exploring the options for a mechanism to distribute the fuel subsidy in the transportation sector. It analyses the impact on the government budget, macro economy, social and environment if such a mechanism were applied. It is expected that the government will benet from the study as it provides options for implementing a better targeted fuel subsidy in case the international oil price increases again.
6,366
S7 -6.44 0.17 S6 -24.90 0.17 S5 -16.51 0.17 S4 -8.12 0.17 S3 0.27 0.17 S2 -6.44 0.17
A problem will arise if there will be an increase of international oil price, for example to the same level as in early 2014 which was around USD 105 per barrel. Under this circumstance, the Government would need to consider to re-subsidize Petrol RON 88 and also increase the xed subsidy amount for Diesel Fuel, in order to reduce a negative impact on macro-economic indicators, such as ination, growth and poverty levels. By introducing a similar mechanism as prior to the issuance of Presidential Regulation No. 191/2014, the issue of a mistargeted policy and also fairness will reappear. There will again be a shift of consumption to subsidized fuels. The price difference between subsidized and non-subsidized fuels will potentially trigger smuggling as well as other misuse of subsidized fuels. In the end, the total government budget allocation for fuel subsidy will likely signicantly increase again.
S1 1.11 0.17
The policy to abolish the subsidy on Petrol RON 88 and to set a xed subsidy of IDR 1,000 for each liter of Diesel Fuel can so far still be accepted by citizens. This is because it coincides with the decrease of international oil price from USD 105 at the beginning of 2014 to around USD 50-60 per barrel by early 2015. This decrease has resulted in affordable retail price for fuels, and also created a narrow price difference between subsidized and non-subsidized fuel.
S0 -1.16 0.16
called Radio Frequency Identication (RFID) in Jabodetabek. The system cannot continue because of various constraints. Meanwhile Pertamina in collaboration with Bank Rakyat Indonesia (BRI) has introduced a survey card in Batam, which has now been upgraded to a fuel card System. It aims to monitor and limit the consumption of subsidized fuel. An evaluation on the effectiveness and the success of this system is still needed.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
183
1.11 -12.44 -0.64 5.26
-6.54
-7.56 -12.47 -7.48 -4.99
-9.97
17.05 17.05 17.05 17.05
17.05
17.05 17.05 17.05 17.05
17.05
0.00 0.00 0.00 0.00
0.00
23.49 41.95 25.17 16.78
33.56
15.94 29.49 17.69 11.79
23.59
0 7.56 12.47 7.48 4.99
9.97
5,100 7,400 7,400 7,400
7,400
5,100 6,600 6,600 6,600
6,600
0
4,100 5,550 6,290 6,660
5,920
S7 4,100 S6 4,950 S5 5,280 S4 5,610 S3 5,940
Uraian S0 S1 S2 Bensin 6,600 6,600 5,600 (IDR/Lt) Solar (IDR/ 6,400 6,400 6,400 Lt) Harga Eceran Non Subsidi Bensin 6,600 6,600 6,600 (IDR/Lt) Solar (IDR/ 7,400 7,400 7,400 Lt) Kebutuhan Subsidi Berdasarkan Estimasi Penjualan BBM Bersubsidi 0.00 0.00 7.56 Bensin (IDRTriliun) Solar 18.21 15.94 15.94 (IDRTriliun) Total 18.21 15.94 23.49 Subsidi Alokasi dari Bensin 0.00 0.00 0.00 APBN 2015 (IDRTriliun) Sebelum APBN P Solar 17.05 17.05 17.05 (IDRTriliun) 17.05 17.05 17.05 Total Anggaran Subsidi Selisih antara Bensin 0.00 0.00 -7.56 Alokasi (IDRTriliun) dengan Kebutuhan Solar -1.16 1.11 1.11 (IDRTriliun)
182
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
the recipients of a better targeted fuel subsidy, i.e. micro enterprises, shermen with a boat of maximum capacity of 30 GT, small scale sheries, small scale agriculture enterprises, ambulances and other public service vehicles, public transport with yellow registration numbers (city bus, inter-city bus, interprovince bus, rural area transport, and taxi), and goods transport (pick up, box, truck). Private cars using Diesel Fuel as well as motor cycles that currently benet from the subsidy (as regulated by Presidential Regulation No. 191/2014) are proposed to be excluded as target groups of the fuel subsidy.
Evaluation on the Implementation of a Controlling and Monitoring System for Purchasing Subsidized Fuels In order to set specic target groups for beneting from the fuel subsidy, the government can apply price discrimination. To practice price discrimination, the sellers can sell the same product at a different price to different buyers. This can be done if the sellers can differentiate their buyers. In order to successfully implement price discrimination, the distribution of subsidized fuels shall use a controlling system, and also there is a quota set for the purchase of subsidized fuels by the target groups. From the literature it can be concluded that nearly all developing countries that undertook fuel subsidy reform tried to introduce a targeted subsidy mechanism for specic target groups. In the Philippines, the government introduced “Pantawid Pasada Program” that subsidises public transportation. In Malaysia, the government is planning to introduce a discount mechanism based on household income group classications. The system called “My Kads (an identity card using chip technology) will provide a discounted price for low income household groups when purchasing fuels. The government has tested three controlling and monitoring tools for purchasing subsidized fuels in some regions. These controlling and monitoring tools are the Radio Frequency Identication (RFID), the survey card and the fuel card. This study analyzed the successes and constraints of the tools during the tests. RFID is a closed distribution system using a controlling tool, and tested in Jabodetabek by Pertamina. Using the tool, the consumption of subsidized and non-subsidized fuels are monitored and controlled using an online database that is connected to the petrol station and the vehicle which has installed an RFID tag. The program cannot continue because of various constraints such as: during the implementation of the tool, few people were willing to install the RFID tag, and Petrol Station Operators had a low understanding of the program. The survey card is a mechanism introduced by Pertamina in collaboration with the City of Batam Government to record and control the sale of subsidized diesel. According to the system, every vehicle is registered based EXECUTIVE SUMMARY
11
To overcome the constraints faced by fuel card, this study propose a new tool called “smart card” to target subsidized fuel better, while the method for providing the subsidy is using discount. To avoid excessive purchase of subsidized fuel by the target group, a quota per day is put in place for the purchase of subsidized fuel. The smart card uses a similar system as the one
12
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
0
5,100 7,400 7,400 7,400 7,400 7,400 7,400
7,400
0.0 0 5,100 6,600 6,600 6,600 6,600 6,600 6,600
6,600
2.6 27.4 18.2 6.6 3.1 28.1 18.2 6.8 2.9 27.8 18.2 6.7 2.7 27.5 18.2 6.6 2.5 27.2 18.2 6.4 2.6 27.0 18.2 6.1 0.4 32.3 18.2 13.7
2.6 27.4 18.2 6.6
15.9 23.5 0.0 24.8 15.9 23.5 25.1 15.9 23.5 24.9 15.9 23.5 24.8 15.9 23.5 24.6 15.9 23.5 24.3 18.2 18.2 31.9
15.9 23.5 24.8
0.0 7.6 7.6 7.6 7.6 7.6 7.6 0.0
7.6
S7 0.0 0.0 S6 0.0 S5 0.0 S4 0.0 S3 0.0 S2 0.0 S1 0.0
From the analyses it can be concluded that the fuel card is easier, more practical, and more effective as a tool for controlling fuel subsidy. The Fuel card is user friendly, because it does not need a special installation at the vehicle. Some constraints of fuel card still have to be solved and improved such as the problem of adding more money to card, and also non cash purchase of fuels. The fuel card has to include the identity of the target group in order to avoid misuse.
S0 0.0
The fuel card has been applied since 1 November 2014 in Batam as the continuation and improvement of the survey card as a system for controlling the purchasing of subsidized diesel. The advantage of the fuel card is that the card can also be used for payment. This is done in collaboration with Bank Rakyat Indonesia (BRI). Similar to the survey card, the fuel card also uses the registration of vehicles based on the vehicle registration paper (STNK). An improvement compared to the survey card, the fuel card cannot be duplicated, and therefore it has been successful to further reduce the purchase of subsidized diesel. The constraints of the application are: when the driver (card owner) adds money to the card), regarding the deposit that shall be put by the petrol station (SPBU), there is a system constraint (server, EDC machine, and connectivity), and double-checking of settlement necessary, which adds more work for the petrol station. The disadvantages of the system are: at present still a monopoly of BRI (for 3 years), the card can also be used for other transactions, and it has not included identity information of the owner because it still uses a magnetic strip.
Uraian Angkutan Motor Roda Dua (Bensin) Jumlah BBM Bensin Subsidi utk Transpo Per tahun (Jt kl) Solar Total Jumlah BBM Bensin Non Subsidi Transp Per tahun (Jt kl) Solar Total Motor MPV Bensin Pribadi Harga Eceran Non Subsidi Bensin (IDR/Lt) Solar (IDR/ Lt) Harga Eceran Bersubsidi
on the registration paper (STNK) and given a survey card for every purchase of subsidized diesel with a quota per day for each month. The testing of the survey card in Batam has showed some benets, such as: the city government and Pertamina can know the real consumption of subsidized diesel, and therefore can set the quota target for subsidized diesel in Batam, the survey card encourages the purchase of non-subsidized diesel, eliminating the possibility of commuters to buy subsidized diesel, reducing the total consumption of subsidized diesel. By using the survey card in Batam, there was a saving of subsidized solar of around 151 kilo liter per day or approximately IDR 906 million per day (equal to IDR 330 billion a year). However, the testing of the survey card also faced some constraints and weaknesses, among others: there is no umbrella law to refer to, a lack of understanding of implementing ofcers, there are cases where many people register more than once in order to get more cards, the cardstock used as the material for the survey card, which can easily get damaged and duplicated. So far the survey card has also been tested in Tarakan, Bintan, and Pangkal Pinang, and disseminated in Belitung.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
181
S7 353
353 0 0 4.7
0.5 2.3 0.0 12.8
2.9
0.3
0.0 0.0
0.0
0.0 15.9
7.6
S6 353
353 4.7
0.5 2.3 12.8
2.9
0.3
0.0
0.0
15.9
7.6
used by the fuel card in Batam, i.e. it will not require a new system, and will use the banking transaction system. As an improvement to the fuel card, the smart card will be designed so that it will enable cash and non-cash transaction.
180
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
7.6 7.6 7.6 7.6 0.0
7.6
15.9 15.9 15.9 15.9
Total Solar Subsidi Total Bensin RON 88 Subsidi
18.2
15.9
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
MPV Bensin Pribadi Angkutan Mobil Pribadi
0.0 0.0 0.0
0.3 0.3 0.3
2.9 2.9 2.9
0.5 2.3 12.8 0.5 2.3 12.8 0.5 2.3 12.8
353 4.7 353 4.7 353 4.7
Uraian S0 S1 S2 Mobil 353 353 353 Pribadi Motor 353 353 353 Jumlah BBM SUBSIDI dalam Setahun Seluruha kendaraan (Juta kl) Angkutan MPV0.0 4.7 4.7 Umum untuk Bensin Penumpang MPV-Solar 0.5 0.5 0.5 BUS 2.3 2.3 2.3 Angkutan Truck 12.8 12.8 12.8 Barang Pick-Up0.0 2.9 2.9 Bensin Pick-Up0.3 0.3 0.3 Solar Angkutan MPV Solar 2.27 0.0 0.0 Mobil Pribadi Pribadi
S3 353
S4 353
S5 353
Policy Options on the Amount of Subsidy and Impact Analyses At least, there are three ways to determine the amount of subsidy, i.e. oating, xed, and proportional subsidies. a) Floating subsidy: when the amount is set oating according to international oil price. A Floating subsidy was implemented by the government prior to 2015. This study recommends the government to abandon a oating subsidy policy, because it has high scal risks, if the international oil price rises dramatically. b) Fixed subsidy: when the amount is xed by the government. A Fixed subsidy has been implemented by the government since January 1, 2015 with the issuance of Presidential Regulation No. 191/2014. According to the regulation, diesel is subsidized by a xed amount of IDR 1,000 per liter. The advantage of a xed subsidy is that the amount of subsidy in the state budget can be calculated more precisely. However, if the international oil price rises, the xed subsidy will have a negative impact on ination and can potentially cause social upheaval. c) Proportional subsidy: when the amount is set proportionally to the non-subsidized fuel price, for example the subsidy is 10 % from the non-subsidized fuel price. Proportional subsidy has not been implemented in Indonesia. According to this policy, the impact of the international oil price increase will be borne by the state budget and target groups according to the percentage of subsidy. The retail price of subsidized fuel will increase automatically if the world oil price increases. If the international oil price increases, the amount of subsidy will increase, however the increase will not be as high as using oating subsidy. Proportional subsidy is considered more exible for controlling the impact of the international oil price increase on the macro economy, scal and socio-political factors. This study conducted impact analyses on ination, economic growth, poverty, social and environment of seven (7) scenarios of xed and proportional subsidy policies: Scenario 0: xed subsidy for diesel IDR 1000, with open distribution (without controlling system) similar to current government policy EXECUTIVE SUMMARY
13
14
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
15
0
0
15
0
5
269
0 317
1.54
0 2.87
17.05
50.94 0 29.48
0 0 32.35
Motor 0 0 0 0 0 0 0 Estimasi Konsumsi (Estimasi Model Tahunan LPEM dengan Mengubah Harga jula Eceran Premium, Pertamax dan Solar) Bensin (Juta 31.91 31.91 32.35 32.20 32.35 32.49 32.64 KL) Solar (Juta 18.65 18.59 18.59 18.47 18.64 18.81 18.99 KL) 50.56 50.49 50.94 50.68 50.98 51.30 51.63 Kuota Volume APBN P Bensin (Juta 29.48 29.48 29.48 29.48 29.48 29.48 29.48 KL) Solar (Juta 17.05 17.05 17.05 17.05 17.05 17.05 17.05 KL) Selisih Bensin (Juta 2.43 2.43 2.87 2.72 2.87 3.01 3.16 KL) Solar (Juta 1.60 1.54 1.54 1.42 1.59 1.76 1.94 KL) Jumlah hari Operasi dalam setahun Angkutan 317 317 317 317 317 317 317 Umum Angkutan 269 269 269 269 269 269 269 Barang
S1 15
Uraian Pick-UpBensin Pick-UpSolar Angkutan Mobil Mobil Pribadi Bensin Mobil Solar
1. Subsidy target groups that are considered in line with the laws and fairness principles are the target groups as stipulated in the Presidential Regulation No. 191/2014 (excluding private cars and motor cycles), i.e. shermen (with boats less than 30 GT) and small scale sheries; farmers (with max 2 ha of land); micro enterprises, public transport, ambulance cars and other public service vehicles; goods transport (truck, pick-up truck). 2. This study proposes a better targeted fuel subsidy to be provided to the target groups through a discount price and quota purchase. The system will use a practical and user friendly control tool with inexpensive technology that has normally been used by the banking sector. It can be modied and there is no need for establishing a new system for the smart card. The provision of a smart card can better reach the target groups by using the registration data that is available in each regional police ofce and also use public transport route licenses. This mechanism will be practical and easier because it will not need specic installation at the vehicle or top up, and payment can be made in cash and non-cash.
S0 0
Conclusions
18.59
0 0 0 0 0 0 0
0 0
15 15 15
0 0 0 0
From the impact analyses it can be seen that the scenarios with the highest rankings are Scenario 2 and 3: xed and proportional subsidy, closed distribution with quota, using the smart card with subsidy targets for public and goods transportation, for petrol and diesel, and provision of subsidy through discount (discount for the subsidized fuels’ quota). The subsidy can be set at a xed rate or proportionally 10 % to the price of non-subsidized fuel. However if the international oil price increases, and hence increases the fuel retail price, the amount of subsidy proportion has to be increased, and the next highest rankings would be Scenario 4 and 5.
15
Scenario 4, 5, and 6: similar to scenario 3 with bigger subsidy proportion 15 %, 20 % and 25 %.
15
15
S7 15
Scenario 3: proportional subsidy (diesel and petrol), with closed distribution, using smart card controlling system, and provision of subsidy through discount
S6 15
S5 15
Scenario 2: xed subsidy (for diesel and petrol), with closed distribution, using smart card controlling system, and provision of subsidy through discount
S4 15
S3 15
Scenario 1: oating subsidy (for diesel and petrol), with closed distribution, using smart card controlling system and provision of subsidy through discount
S2 15
LAMPIRAN-LAMPIRAN
179
20 40 30 20 40 30
93,680,622
Motor 93,680,622 93,680,622 93,680,622 Jatah Liter Kendaraan Target Subsidi per hari per kendaraan Angkutan MPV0 20 20 Umum untuk Bensin Penumpang MPV-Solar 20 20 20 BUS 40 40 40 Angkutan Truck 30 30 30 Barang
20
118,876 118,876 118,876 118,876
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
20 40 30
20 40 30
20 40 30
20 20 20
20
93,680,622 93,680,622
93,680,622 93,680,622
118,876 118,876 118,876
118,876
2,116,841 2,377,525 1,069,886 2,116,841 2,377,525 1,069,886 2,116,841 2,377,525 1,069,886 2,116,841 2,377,525 1,069,886 2,116,841 2,377,525 1,069,886 2,116,841 2,377,525 1,069,886
2,116,841 2,377,525 1,069,886
2,116,841 2,377,525 1,069,886
1,288,796 1,288,796 11,716,324 11,716,324 3,379,431 3,379,431 1,288,796 11,716,324 3,379,431 1,288,796 11,716,324 3,379,431 1,288,796 1,288,796 11,716,324 11,716,324 3,379,431 3,379,431 1,288,796 11,716,324 3,217,046
1,288,796 11,716,324 3,379,431
10,427,528 10,427,528 10,427,528 10,427,528
10,427,528
10,427,528
10,427,528 10,427,528
2,377,525 792,508 2,377,525 792,508 2,377,525 792,508 2,377,525 792,508
2,377,525 792,508
2,377,525 792,508
2,377,525 792,508
2,377,525 792,508
79,251 79,251 79,251 79,251
79,251
79,251
79,251
79,251
S7 713,257 S6 713,257 S5 713,257 S4 713,257 S3 713,257 S2 713,257 S1 713,257 S0 713,257
Uraian Pick UpBensin Pick UpSolar Total Total Pick Up Angkutan MPVMobil Pribadi Bensin MPV-Solar Total Jumlah Kendaraan yang Disubsidi Angkutan BUS Lainnya yang Truck digunakan Pick Upuntuk Bensin Perkebunan, Pertambangan Pick Updan Pariwisata Solar
178
3. The scenario of a better targeted fuel subsidy policy with minimum impact is the xed and proportional subsidy (with the adjustment of amount and percentage of subsidy based on the nonsubsidized fuels with the range of subsidy up to 25 %). If the international oil price increases to the same level as it was in 2014, and the government opts for this policy, the amount of subsidy to be provided by the government will not be as high as before. The mechanism is using targeted closed distribution, using smart card with quota, and provision of subsidy using discount. 4. The fuel subsidy that is proposed in this study can also be applied for gas subsidy policy, if the government later decides to opt for conversion from fuel to gas, and the gas subsidy policy is provided for public transport and goods transport. From the impact analysis, the gas subsidy policy could also consider to use the smart card mechanism. However, because gas infrastructure is still limited, the conversion from fuel to gas cannot be widely implemented. The conversion from fuel to gas, and the provision of subsidy for gas can be done gradually.
Recommendations 1. To regulate the targets and the mechanisms for providing a better targeted fuel subsidy, a revision to the Presidential Regulation No. 191/2014 on the Provision, Distribution, and Retail Price of Fuels is needed. 2. To mitigate (reduce the negative impact) of implementing a more targeted fuel subsidy, the government should among others develop an integrated transportation system, improve education and health service delivery, and also provide a cash transfer mechanism for the poor. 3. Local governments could actively be involved in implementing a better targeted fuel subsidy through setting a fuel quota for public transport and goods transport, and also by procuring and distributing smart cards. 4. There is a need for conducting a pilot testing in Batam by slightly changing the fuel card into a smart card, and provide the subsidy through discount. 5. In order for public transport to be willing to convert to gas, the government shall allocate a bigger subsidy to gas, it shall be accompanied by the provision of converter kits, and develop more gas infrastructures in big cities.
EXECUTIVE SUMMARY
15
16 OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN LAMPIRAN-LAMPIRAN
177
Uraian Kebijakan Subsidi Distribusi Penerima Subsidi Alat Pemantau Subsidi Mekanisme Pemberian Subsidi Bensin RON Kebijakan 88 Subsidi Besaran (IDR/l) Minyak Solar Kebijakan Subsidi Besaran (IDR/l) Jumlah Angkutan Angkutan MPVUmum Orang Bensin MPV-Solar BUS Total Angkutan Truck Barang
S1
Diskon
0
1,000 737,923 81,991 181,991 1,001,906 1,585,016
1,000 737,923 81,991 181,991 1,001,906 1,585,016
Tetap Mengambang
0
S2
Tertutup Targeted
S3
Diskon
smart card
Tertutup Targeted
S4
Diskon
smart card
Tertutup Targeted
S5
Diskon
smart card
Tertutup Targeted
Diskon
81,991 181,991 1,001,906 1,585,016
737,923
81,991 181,991 1,001,906 1,585,016
737,923
81,991 181,991 1,001,906 1,585,016
737,923
81,991 181,991 1,001,906 1,585,016
737,923
81,991 181,991 1,001,906 1,585,016
737,923
Tetap Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional 10% 15% 20% 25% 1,000 740 1,110 1,480 1,850
81,991 181,991 1,001,906 1,585,016
737,923
1,000
Tetap
1,000
Tetap
Diskon
smart card smart card
S6
S7 Konversi Gas Tertutup Tertutup Targeted Targeted
Tetap Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional 10% 15% 20% 25% 1,000 660 990 1,320 1,650
Diskon
smart card smart card
Tertutup Targeted
Tidak Mengambang
Via Pertamina
Tidak ada
Terbuka Semua
S0
Lampiran 3.A. Worksheet Simulasi Dampak Fiskal dan Makro, Harga Eceran Non Subsidi Solar IDR 7400
114. Setelah Pemerintah menaikan harga BBM menjadi IDR 8,500 dan IDR 7,500 untuk premium dan solar subsidi dan misalkan Pemerintah memberikan kompensasi bagi kalangan masyarakat yang berhak melalui kartu e-money (uang elektronik seperti kartu BRIZI, FLASH atau sejenisnya) senilai selisih harga baru dikurangi harga lama dikali kebutuhan bahan bakar per hari. Dengan cara ini, seolah-olah harga BBM bagi kalangan penerima subsidi adalah tetap IDR 6,500 (premium) atau IDR 5,500 (solar subsidi). Sebagai contoh, jika Bapak membeli 10 liter (dengan harga IDR 85,000 untuk premium atau IDR 75,000 untuk solar subsidi) maka Pemerintah akan memberi kompensasi sebesar IDR 20,000 untuk pengguna premium maupun solar subsidi, yang akan ditransfer ke dalam kartu e-money. Bagaimana pendapat Bapak ?
BAB 1
PENDAHULUAN
1) Saya akan senang dengan program tersebut Alasan: ___________________________________________________ 2) Saya menolak program tersebut Alasan: ___________________________________________________ 3) Lainnya, _____________________________________________________
1.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah VIII. Informasi Penting Lainnya Catatan Surveior : (contoh : rincian honor untuk sopir, setoran, keamanan, dan lain-lain) _____________________________________________________________________________ _____________________________________________________________________________ _____________________________________________________________________________ _____________________________________________________________________________ _____________________________________________________________________________ _____________________________________________________________________________ ------ TERIMA KASIH ATAS KERJASAMANYA ------
176
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Kebijakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) pertama kali muncul dalam Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 1977/1978. Pada awalnya kebijakan tersebut merupakan bentuk tanggung jawab Pemerintah untuk menyediakan BBM yang terjangkau oleh masyarakat. Jenis bahan bakar minyak yang disubsidi pada waktu itu ada tujuh jenis yaitu avtur, avgas, minyak bakar, minyak diesel, minyak solar, premium dan kerosene (minyak tanah). Namun sejak tahun 1999 jenis BBM bersubsidi dikurangi tinggal 5 jenis BBM yaitu minyak bakar, minyak diesel, minyak solar, premium dan minyak tanah. Melonjaknya harga minyak dunia menyebabkan makin membesarnya subsidi BBM yang terus meningkat. Jika pada tahun 2000 subsidi BBM hanya sekitar IDR 54 Triliun, maka pada tahun 2005 subsidi BBM meningkat menjadi IDR 89 Triliun. Subsidi yang pada awalnya bertujuan untuk menyediakan BBM yang terjangkau bagi masyarakat, kemudian berkembang menjadi beban anggaran negara. Hal ini mendorong Pemerintah mencabut subsidi BBM untuk sektor industri pada November tahun 2005 dengan meniadakan distribusi/penjualan minyak bakar dan minyak diesel subsidi yang biasa digunakan oleh sektor industri termasuk PLN. Sejak tahun 2005 itulah, jenis BBM bersubsidi hanya ada tiga jenis yakni premium, kerosene (minyak tanah) dan solar. Sektor industri pun dilarang menggunakan BBM bersubsidi tersebut. Sementara sektor perkebunan dan pertambangan masih belum dilarang menggunakan BBM bersubsidi. Karena makin besarnya disparitas
17
harga BBM bersubsidi dan non subsidi, terutama solar dan minyak tanah, maka sejak tahun 2005 ditemukan banyak kasus penyelewengan yakni solar dan minyak tanah yang seharusnya untuk transportasi dan rumah tangga. Penyelewengan dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab dengan cara membeli sebanyak-banyaknya BBM bersubsidi dan kemuudian menjual BBM bersubsidi tersebut untuk bahan bakar industri atau diselundupkan ke luar negeri. Akibatnya volume konsumsi BBM bersubsidi terus meningkat, terutama solar dan minyak tanah, meskipun sektor industri sebenarnya sudah dilarang menggunakan solar dan minyak tanah bersubsidi. Program konversi minyak tanah ke LPG sejak tahun 2007 telah berhasil mengurangi konsumsi minyak tanah dari sekitar 9 juta kiloliter pada tahun 2007 menjadi 0.9 juta kiloliter pada tahun 2014. Namun, meningkatnya kebutuhan masyarakat akan BBM bersubsidi terutama sektor transportasi (jenis solar dan bensin RON 88) dan LPG 3 kg, serta disparitas harga antara BBM dan LPG subsidi dan non subsidi, menyebabkan besaran subsidi untuk bahan bakar (BBM dan LPG 3 kg) terus membengkak. Jika pada tahun 2010 nilai subsidi BBM dan LPG hanya IDR 82.4 Triliun, maka pada tahun 2013 subsidi BBM dan LPG 3 kg menjadi IDR 210 Triliun. Di tahun 2014, subsidi BBM dan LPG 3 kg mencapai IDR 240 Triliun (gambar 1.1). Gambar 1.1. Perkembangan Besaran Subsidi BBM dan LPG 3 kg 2010-2015 Triliun Rp
Anggaran Subsidi Bahan Bakar (BBM dan LPG ) 276.0
300.0 211.9
250.0 200.0 150.0
210.0
246.5
240.0
165.2 82.4
100.0
64.7
50.0 0.0 2010
2011
2012
Sumber: BKF, 2014
18
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
2013
APBN-P Real 2014
APBN APBN-P 2015
2) Cukup 3) Berlebih, berapa kelebihannya? _____ liter 108. Apa yang Bapak lakukan jika jatah bahan bakar kurang dari yang diperlukan ? 1) Mengurangi rit angkutan 2) Membeli BBM non subsidi dan menaikkan tarif 3) Lainnya, ______________________________________________ 109. Apa saran atau pendapat Bapak mengenai sistem “FUEL CARD”? __________________________________________________________________________ __________________________________________________________________________ 110. Saat ini Pemerintah berencana membuat peraturan pembatasan pembelian BBM bersubsidi dalam rangka menghemat anggaran negara. Salah satu bentuk pembatasan tersebut adalah Pemerintah akan memberikan “KARTU PEMBATASAN PEMBELIAN BBM SUBSIDI”. (Petunjuk: Surveior memperlihatkan sekaligus menjelaskan contoh kartu dummy pembatasan BBM). Dari penjelasan di atas, seandainya kebijakan tersebut dijalankan dan jatah pembelian BBM subsidi yang ditetapkan kurang dari kebutuhan Bapak, langkah antisipasi apa yang akan dilakukan? (jawaban boleh lebih dari satu) 6) Mengurangi pemakaian BBM bersubsidi sesuai dengan jatah yang ditentukan 7) Mencampur BBM subsidi dengan BBM non subsidi 8) Beralih menggunakan BBM non subsidi 9) Menaikkan tarif angkutan 10) Tidak merubah pola konsumsi BBM 11) Lainnya, sebutkan ____________________________________________ 111. Apakah Bapak setuju dengan pembatasan tersebut? 3) Setuju, alasan: ________________________________________________________ 4) Tidak Setuju, alasan: __________________________________________________ 112. Berapa jatah BBM bersubsidi yang Bapak harapkan? _____ liter/hari 113. Jika ternyata jatah BBM bersubsidi yang diberikan kurang dari kebutuhan, apa yang akan Bapak lakukan? 1) Membeli BBM non subsidi 2) Membeli BBM bersubsidi di pedagang eceran 3) Lainnya: _____________________________
LAMPIRAN-LAMPIRAN
175
102. Apa yang Bapak lakukan jika jatah bahan bakar kurang dari yang diperlukan ? 1) Mengurangi rit angkutan 2) Membeli BBM non subsidi dan menaikkan tarif 3) Lainnya, ______________________________________________ 103.Apa saran atau pendapat Bapak mengenai sistem “KARTU SURVEI”? __________________________________________________________________________ __________________________________________________________________________ 104. Sebelum ini, apakah pernah mendengar “FUEL CARD”, terkait kebijakan Pemerintah untuk penghematan penggunaan BBM? 1) Ya 2) Tidak (lanjut ke pertanyaan no 46) 105. Jika Ya, apakah Bapak telah memiliki “FUEL CARD”? 1) Ya 2) Tidak (lanjut ke pertanyaan ke 45) 106. Berapa jatah solar subsidi/premium (bahan bakar) perhari yang diberikan : ________ liter 107. Menurut Bapak bagaimana jatah tersebut : 1) Kurang, berapa kekurangannya? ____ liter
174
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Solar (Juta Kl)
Minyak Tanah (juta Kl)
35 30 25 20
10
4.7
2.3
5
15.5
14.5
13
12
15
1.7
32.5
29.3
28.1
25.5
22.9
21.2
16
1.2
14.6
1.1
29.48
29.4
15.67 17.05
15.7
0.99 0.85
0.9
0 P
N AP B
15
AP BN
P
15
N 20
0.85
20
20
14
14 20
AP B
AP BN
13 20
12 20
11 20
10
0 20
100. Berapa jatah solar subsidi/premium (bahan bakar) perhari yang diberikan : ________ liter 101. Menurut Bapak bagaimana jatah tersebut : 1) Kurang, berapa kekurangannya? ____ liter 2) Cukup 3) Berlebih, berapa kelebihannya? _____ liter
Premium (Juta Kl)
09
99. Jika Ya, apakah Bapak telah memiliki “KARTU SURVEI”? 1) Ya 2) Tidak (lanjut ke pertanyaan no 39)
Gambar 1.2. Perkembangan Volume BBM Bersubsidi 2010-2015
20
97. Apa saran atau pendapat Bapak mengenai sistem RFID? __________________________________________________________________________ __________________________________________________________________________ 98. Sebelum ini, apakah Bapak pernah mendengar “KARTU SURVEI”, terkait kebijakan Pemerintah untuk penghematan penggunaan BBM? 1) Ya 2) Tidak (lanjut ke pertanyaan no 40)
Sumber: BKF, 2014
Kebijakan baru Pemerintah pada tahun 2015 yang mencabut subsidi untuk bensin RON 88 dan subsidi tetap untuk BBM jenis solar, telah berhasil membuat subsidi BBM dan LPG 3 kg dalam APBN-P 2015 menurun menjadi hanya IDR 64.7 Triliun dengan volume solar bersubsidi mencapai 17.05 juta kiloliter dan volume minyak tanah bersubsidi hanya 0.85 juta kiloliter. Subsidi BBM yang diterapkan dari dulu hingga saat ini pada dasarnya adalah subsidi harga. Dengan subsidi harga, masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi lebih tinggi menerima subsidi lebih besar seiring dengan besarnya volume BBM bersubsidi yang mereka konsumsi. Sementara itu masyarakat yang kurang atau tidak mampu akan mendapatkan subsidi BBM lebih kecil atau bahkan tidak mendapatkan subsidi BBM, karena mereka mengkonsumsi BBM dengan volume yang lebih sedikit. Dengan pola ini, maksud pemberian subsidi yang seharusnya diberikan kepada kelompok masyarakat tidak mampu, malah lebih banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat yang tidak berhak mendapatkan subsidi. Data Susenas tahun 2008 (World Bank, 2010) menunjukkan bahwa 25% rumah tangga dengan pengeluaran per bulan tertinggi menerima alokasi subsidi BBM sebesar 77%, sementara 25% rumah tangga dengan pengeluaran per bulan terendah hanya menerima sekitar 15% subsidi BBM (gambar 1.3).
BAB 1 PENDAHULUAN
19
Gambar 1.3. Ketimpangan dalam Subsidi BBM
Persentase Nilai Subsidi
100
Jika selisih harga solar subsidi dengan non subsidi
Beralih ke solar non subsidi ? 1. Ya 2. Tidak
IDR 5.000,00
75
IDR 4.000,00 IDR 3.000,00 IDR 2.000,00
50
93. Ada wacana Pemerintah akan mengambil kebijakan subsidi tetap, akibatnya harga jual di pasar/SPBU dapat berubah setiap saat mengikuti trend harga dunia. Apakah Bapak setuju dengan wacana tersebut? 3) Ya 4) Tidak
25
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
15%
Kelompok rumah tangga kumulatif (%) Sumber: Susenas 2008 dan Bank Dunia 2010
Oleh karena itulah, seiring dengan tekanan skal akibat subsidi, berkembang pemikiran agar mengurangi/mencabut subsidi BBM, dan subsidi diarahkan langsung ke masyarakat yang tidak mampu. Namun, di sisi lain Pemerintah dihadapkan pada Keputusan MK No. 1 Tahun 2005 tanggal 4 Januari 2005 yang membatalkan UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas, sehingga mengharuskan Pemerintah untuk tetap mengatur harga BBM maupun BBG. Di samping itu, Pemerintah juga terikat dengan aturan yang ada dalam UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi (Pasal 7 ayat 2) yang berbunyi “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan dana subsidi untuk kelompok masyarakat tidak mampu”. Aspek lain yang dipertimbangkan oleh Pemerintah, sehingga sulit untuk mencabut subsidi adalah pertimbangan dampak makro ekonomi dan sosial politik, jika subsidi BBM dicabut/dihilangkan pada saat harga minyak dunia yang tinggi. Akhirnya, Pemerintah melakukan langkah-langkah ad hoc dan parsial setiap tahun agar kuota BBM tidak terlampaui. Lahirlah berbagai kebijakan pembatasan konsumsi premium dan solar secara sporadik, antara lain adalah kebijakan yang mewajibkan mobil pribadi baru yang dibeli mulai tahun 2005 tidak boleh menggunakan BBM bersubsidi, karena dianggap mereka yang membeli mobil baru pada tahun 2005 adalah kelompok masyarakat yang mampu secara ekonomi. Faktanya, kebijakan ini tidak bisa diimplementasikan di lapangan. Pada tahun 2005, Pemerintah juga
20
Jika kendaraan menggunakan solar subsidi:
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
VII. Program Kebijakan Pemerintah dalam Pembatasan/Penghematan Penggunaan BBM Saat ini Pemerintah Pusat telah malaksanakan beberapa program penghematan pengunaan BBM diantaranya berupa RFID (Radio Frequency Identication), program ini berupa pemasangan alat pada kendaraan yang bisa menyimpan data konsumsi BBM dalam jangka waktu tertentu misalnya sebulan. Selain itu, Pemerintah juga telah melajalankan program “kartu survei” atau ‘FUEL CARD”, yaitu kartu untuk mencatat volume pemakaian solar subsidi. Kartu ini dimaksudkan untuk penjatahan konsumsi BBM. 94. Sebelum ini, apakah Bapak pernah mendengar RFID, terkait kebijakan Pemerintah untuk penghematan penggunaan BBM? 1) Ya 2) Tidak (lanjut ke pertanyaan no 34) 95. Jika Ya, apakah Bapak telah memasang alat RFID pada kendaraan Bapak? 1) Ya 2) Tidak (lanjut ke pertanyaan no 33) 96. Langkah apa yang akan Bapak lakukan jika diterapkan pembatasan BBM bersubsidi melalui RFID? 1) Mengurangi rit angkutan 2) membeli BBM non subsidi dan menaikkan tarif angkutan 3) Lainnya : __________________________________________________
LAMPIRAN-LAMPIRAN
173
89. Saat ini Pemerintah sudah menaikkan harga BBM bersubsidi yaitu premium menjadi IDR 8,500 dan solar Subsidi menjadi IDR 7,500. Tindakan apa yang Bapak lakukan setelah ada kenaikan ini? (jawaban boleh lebih dari satu) 1) Mengurangi pemakaian premium atau solar bersubsidi 2) Beralih ke BBM non subsidi (Pertamax, Pertamax Plus atau solar non subsidi) 3) Mencampur BBM bersubsidi dengan BBM non subsidi 4) Menaikkan tarif angkutan 5) Tidak merubah pola konsumsi 6) Lainnya : _____________________________________________________________ 90. Apakah Bapak setuju dengan kebijakan Pemerintah menaikkan harga premium dan solar subsidi saat ini? 3) Setuju. Alasan: ______________________________________________________ 4) Tidak setuju. Alasan: _________________________________________________ 91. Kompensasi apa yang Bapak inginkan akibat adanya kenaikan harga premium dan solar subsidi ini? (boleh lebih dari satu jawaban, maksimal tiga jawaban) 8) Diberi bantuan langsung tunai 9) Diberi jaminan kesehatan gratis 10) Diberi jaminan pendidikan gratis 11) Tidak perlu, karena bantuan-bantuan kompensasi selalu diberikan kepada kerbat terdekat kepala desa, RW atau RT. 12) Tidak perlu, yang penting BBM tersedia. 13) Lainnya, sebutkan ___________________________________________________ 92. Jika selisih harga BBM subsidi dengan BBM non subsidi menjadi seperti berikut, bagaimana pola konsumsi BBM Bapak?
mengeluarkan kebijakan bahwa mobil Pemerintah (pusat dan daerah) serta mobil dinas TNI, Polri, BUMN, BUMD dilarang menggunakan BBM bersubsidi. Dalam implementasinya kebijakan ini pun tidak efektif dijalankan dan hanya bersifat percobaan. Pada akhirnya, masih banyak mobil Pemerintah, TNI, Polri, BUMN dan BUMD yang masih menggunakan BBM bersubsidi. Melalui Perpres No. 15 Tahun 2012 Pemerintah juga berusaha membatasi pengendalian dan penyelewengan BBM bersubsidi dengan menentukan kelompok pengguna BBM bersubsidi sebagai tersaji pada Tabel 1.1. Secara legal, kelompok yang dicantumkan dalam Perpres No. 15 Tahun 2012 tersebut memang masih diperbolehkan membeli BBM subsidi, tetapi secara subtantif perpres tersebut belum mampu menjamin ketepatan sasaran, apalagi keadilan. Tabel 1.1. Jenis BBM Bersubsidi dan Penggunanya Menurut Perpres No. 15 tahun 2012 Jenis BBM bersubsidi Premium
Sektor Keterangan Pengguna Usaha Mikro Mesin-mesin perkakas yang motor penggeraknya menggunakan premium. Pembelian dilakukan dengan verikasi dan surat rekomendasi dari SKPD yang membidangi usaha mikro. Usaha Perikanan
Usaha Pertanian
Transportasi
Jika kendaraan menggunakan premium: Jika selisih Premium dan Pertamax :
172
Beralih ke Pertamax? 1. Ya 2. Tidak
Jika selisih Premium dan Pertamax plus:
IDR 4.000,00
IDR 5.000,00
IDR 3.000,00
IDR 4.000,00
IDR 2.000,00
IDR 3.000,00
IDR 1.000,00
IDR 2.000,00
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Beralih ke Pertamax plus? 1. Ya 2. Tidak
Pelayanan Umum
Nelayan kecil dengan motor tempel. Pembudidaya ikan skala kecil (kincir), pembelian dengan verikasi dan surat rekomendasi dari kepala SKPD kabupaten/kota yang membidangi usaha perikanan atau lurah/kepala desa. Petani/kelompok tani/ usaha pelayanan jasa alat mesin pertanian yang melakukan usaha tani tanaman pangan hortikultura, perkebunan, dengan luas maksimal 2 Ha dan peternakan. Kendaraan bermotor milik instansi Pemerintah / swasta. Kendaraan bermotor pribadi roda empat. Sepeda motor. Transportasi darat untuk kendaraan bermotor umum roda tiga atau lebih dan menggunakan plat kuning Semua jenis ambulance /mobil jenazah dan mobil pemadam kebakaran. Transportasi air yang menggunakan motor tempel untuk angkutan umum /perseorangan di sungai, danau dan penyebarangan. Krematorium dan tempat ibadah
BAB 1 PENDAHULUAN
21
Jenis BBM bersubsidi Solar
Minyak Tanah
Sektor Keterangan Pengguna Usaha Mikro Mesin-mesin perkakas yang motor penggeraknya menggunakan premium. Pembelian dilakukan dengan verikasi dan surat rekomendasi dari SKPD yang membidangi usaha mikro. Usaha Nelayan kecil yang menggunakan kapal ikan Perikanan Indonesia dengan ukuran maksimum 30 GT. Pembudidaya ikan skala kecil (kincir) Usaha Petani/kelompok tani/ usaha pelayanan jasa alat mesin Pertanian pertanian yang melakukan usaha tani tanaman pangan hortikultura, perkebunan, dengan luas maksimal 2 Ha dan peternakan dengan menggunakan mesin pertanian. Transportasi Kendaraan bermotor milik Pemerintah dan swasta. Kendaraan bermotor milik pribadi. Kendaraan umum transportasi darat. Semua jenis ambulance/mobil jenazah/ dan mobil pemadam kebakaran. Sarana transportasi laut (kapal berbendera indonesia. Sarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan (kapal berbendera indonesia ) Angkutan barang. Kapal perintis. Kereta api penumpang dan barang berdasarkan kuota. Pelayanan Krematorium dan tempat ibadah Umum Panti asuhan dan panti jompo Rumah sakit tipe C dan tipe D dan puskesmas. Rumah Untuk memasak (rumah tangga pada wilayah yang Tangga belum terkonversi LPG). Untuk penerangan (rumah tangga yang belum dialiri listrik). Usaha Mikro Di wilayah yang belum terkonversi LPG 3 Kg. Usaha Untuk memasak dan penerangan di perahu nelayan Perikanan kecil pada wilayah yang belum terkonversi LPG.
Sejak tahun 2013, usaha pengendalian konsumsi BBM bersubsidi yang dilakukan oleh BPH Migas bersama dengan Pertamina beralih menggunakan apa yang disebut sebagai Sistem Monitoring dan Pengendalian BBM (SMPBBM). Program Pengendalian BBM Bersubsidi ini menggunakan mekanisme sistem RFID yang kelak bisa digunakan untuk pembatasan konsumsi BBM bersubsidi dan menyeleksi kendaraan bermotor yang boleh dan yang tidak boleh membeli BBM bersubsidi. Program ini pun gagal dan
22
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
81. Apakah yang akan Bapak lakukan jika terjadi kelangkaan premium? 1) Mengganti dengan Pertamax 2) Membeli di sumber lain 3) Mengurangi jumlah konsumsi premium 4) Lainnya, sebutkan _______________________________________________ Pertanyaan 18-24, Jika kendaraan angkutan umum menggunakan SOLAR SUBSIDI : 82. Apakah Bapak pernah mengalami kesulitan dalam membeli solar subsidi? 1) Ya 2) Tidak (Lanjut ke pertanyaan no 25) 83. Jika ya, kapan Bapak mengalaminya? 1) Sebulan terakhir 2) Dua bulan yang lalu 3) Tiga bulan yang lalu 4) Lainnya, sebutkan _______________________________ 84. Jika ya, kesulitan apa yang Bapak hadapi? (jawaban bisa lebih dari satu) 1) Harus mengantri lama 2) Harus membayar lebih mahal dari harga resmi 3) Solar subsidi tidak tersedia sama sekali 4) Lainnya, sebutkan ___________________________________________ 85. Jika memilih 20.1 (mengantri lama), berapa menit biasanya Bapak harus mengantri untuk membeli solar subsidi? _____________ menit 86. Jika memilih 20.2 (membeli lebih mahal), berapa rupiah harga per liter solar subsidi yang harus Bapak bayar? IDR __________________ 87. Jika memilih 20.2 (membeli lebih mahal), darimana Bapak biasanya membeli solar subsidi? 1) SPBU 2) Pedagang eceran 3) Lainnya, sebutkan _________________________________________________ 88. Apakah yang akan Bapak lakukan jika terjadi kelangkaan solar subsidi? 1) Mengganti dengan solar non subsidi 2) Membeli di sumber lain 3) Mengurangi jumlah konsumsi solar subsidi 4) Lainnya, sebutkan ____________________________________________________
LAMPIRAN-LAMPIRAN
171
VI. Karakteristik Penggunaan BBM 73. Konsumsi bahan bakar rata-rata setiap kendaraan per hari No
1 2
Jenis BBM
Sumber BBM utama: 1.SPBU 2.Pengecer 3.Lainnya, …
Jika bukan SPBU, harga (IDR/Liter)
Berapa kebutuhan per hari (Liter)
Premium Solar Subsidi
74. Berapa rata-rata pengeluaran untuk bahan bakar per hari : IDR__________________________ Pertanyaan no 11-17, Jika kendaraan angkutan umum menggunakan PREMIUM: 75. Apakah Bapak pernah mengalami kesulitan dalam membeli premium? 1) Ya 2) Tidak (Lanjut ke pertanyaan no 25) 76. Jika ya, kapan Bapak mengalaminya? 5) Sebulan terakhir 6) Dua bulan yang lalu 7) Tiga bulan yang lalu 8) Lainnya, sebutkan _______________________________ 77. Jika ya, kesulitan apa yang Bapak hadapi? (jawaban bisa lebih dari satu) 1) Harus mengantri lama 2) Harus membayar lebih mahal dari harga resmi 3) Premium tidak tersedia sama sekali atau langka 4) Lainnya, sebutkan ___________________________________________ 78. Jika memilih 13.1 (harus mengantri lama), berapa menit biasanya Bapak harus mengantri untuk membeli premium? _________ menit 79. Jika memilih 13.2 (membayar lebih mahal), berapa rupiah harga per liter premium yang harus Bapak bayar? IDR_____________________ 80. Jika memilih 13.2 (membayar lebih mahal), darimana Bapak biasanya membeli premium? 1) SPBU 2) Pedagang eceran 3) Lainnya, sebutkan ___________________________________________
170
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
telah dihentikan oleh Pertamina. Akhirnya untuk mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi tahun 2014 yang diprediksi akan melebihi kuota, BPH Migas melalui surat edaran BPH migas No. 937/07/ka-bph/2014 tertanggal 24 Juli 2014, mengeluarkan aturan bahwa per 1 Agustus 2014 Pertamina tidak lagi menjual solar subsidi di Jakarta Pusat. Waktu penjualan solar bersubsidi di seluruh SPBU di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali akan dibatasi dimulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 18.00 untuk cluster tertentu. Kebijakan lainnya yang dikeluarkan oleh BPH Migas adalah bahwa mulai 6 Agustus 2014, solar dan premium (BBM bersubsidi) tidak lagi dijual di SPBU yang berada di dalam jalan tol. Kebijakan ini pun terlihat belum efektif dan tidak bisa mengatasi akar masalah yang sebenarnya. Program pengendalian BBM bersubsidi kemudian diarahkan untuk mencegah penyelewengan BBM bersubsidi di berbagai daerah. Yang relatif berhasil adalah penggunaan fuel card di Batam yang dimulai pada tanggal 18 September 2014. Program ini merupakan kerjasama Pertamina dengan BRI di Batam untuk pengendalian konsumsi solar bersubsidi, dimana pembelian solar bersubsidi harus menggunakan kartu non tunai yang disebut sebagai fuel card (kartu bahan bakar) dan satu mobil dibatasi hanya 30 liter solar per hari. Program ini merupakan pengembangan dari survey card yang dijalankan secara manual. Tujuan dari program ini adalah spesik untuk mengatasi pelangsir solar di SPBU yang kemudian menjual solar tersebut ke Industri. Program ini berhasil mengatasi penyelewengan dan penyelundupan BBM bersubsidi di Batam. Karena itulah, Pertamina berencana menerapkan survey card dan kemudian dilanjutkan dengan fuel card di beberapa tempat yang mirip dengan Batam yakni di Belitung, Tarakan, Bintan and Tanjung Pinang. Sayangnya program ini bersifat sangat lokal serta belum mempunyai payung hukum yang kuat, sehingga beberapa kepala daerah masih ragu-ragu dalam mengambil keputusan terkait dengan kebijakan BBM bersubsidi ini. Di samping itu, keberhasilan dan efektitas penerapan fuel card juga sangat ditentukan oleh program SMPBBM yang saat ini terhenti. Seiring dengan membengkaknya subsidi karena harga minyak dunia tinggi, berkembang pula wacana untuk melakukan konversi bahan bakar kendaraan bermotor dari BBM ke BBG, sebagai usaha untuk mengurangi subsidi BBM. Tetapi program ini pun belum membuahkan hasil. Keterbatasan infrastruktur gas dan mahalnya converter kits menjadi kendala utama program ini. Akhirnya, karena sulitnya mengendalikan konsumsi BBM tahun 2014, maka Pemerintah mengambil kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi pada 18 November 2014. Kebijakan tersebut memang telah berhasil mengurangi subsidi BBM sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, tetapi
BAB 1 PENDAHULUAN
23
dampak terhadap makro ekonomi dan sosial atas kebijakan tersebut sangat mengkhawatirkan. Kendati Pemerintah berdalih bahwa kenaikan harga BBM tersebut dilakukan untuk realokasi subsidi dari sektor konsumtif ke sektor produktif, namun banyak kalangan yang menentang kebijakan tersebut karena kenaikan harga BBM terjadi bersamaan dengan trend penurunan minyak mentah dunia. Sebagaimana diketahui bahwa harga minyak mentah dunia terus mengalami penurunan yang drastis kurang dari satu tahun. Jika pada awal tahun 2014 harga minyak dunia dan ICP masih di atas USD 100 per barel, maka pada bulan November 2014 harga minyak mentah dunia sudah menurun sekitar USD 70-80 per barel, dan pada akhir tahun 2014 harga minyak mentah dunia menurun menjadi USD 55-60 per barel. Akhirnya, seiring dengan momentum penurunan harga minyak mentah dunia, pada akhir Desember 2014 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 yang menetapkan bahwa subsidi bensin RON 88 dicabut dan harga eceranya menurun dari IDR 8,500 per liter menjadi IDR 7,600 per liter. Sementara untuk jenis BBM solar subsidinya diberikan dengan subsidi tetap sebesar IDR 1,000 per liter, sehingga harga ecerannya turun dari IDR 7,500 per liter menjadi IDR 7,250 per liter. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014. Dengan kebijakan tersebut, harga bensin RON 88 sudah tidak lagi disubsidi, sementara untuk jenis solar masih diberikan subsidi tetap sebesar IDR 1,000 per liter. Kemudian, dengan skema subsidi yang tetap sebagai tertuang dalam Perpres No. 191 Tahun 2014 tersebut, karena harga minyak mentah dunia terus menurun menyentuh level USD 50 per barel, maka harga eceran bensin RON 88 dan solar (subsidi) diturunkan lagi menjadi IDR 6,600 per liter dan IDR 6,400 per liter pada 19 Januari 2015. Kebijakan harga BBM yang tertuang dalam Perpres No. 191/2014 tersebut menyebabkan harga eceran BBM setiap bulan (bahkan bisa dalam dua mingguan) akan berubah mengikuti harga minyak mentah dunia, nilai tukar dan inasi. Dengan mekanisme ini, jika harga minyak mentah dunia terus menurun, maka harga solar dan bensin RON 88 juga akan turun. Demikian pula sebaliknya, jika harga minyak mentah dunia naik, maka harga bensin RON 88 dan solar juga akan naik. Faktanya, hingga awal Januari 2015, harga minyak mentah dunia terus menurun menyentuh angka di bawah USD 50 per barel. Dengan Perpres No. 191/2014 tersebut, harga bensin RON 88 dan solar subsidi diperkirakan akan turun pada awal Februari 2015. Itulah mengapa, kebijakan mencabut subsidi BBM jenis bensin RON 88 serta subsidi tetap untuk solar sebesar IDR 1,000 per liter ini tidak menimbulkan gejolak sosial di masyarakat seperti kebijakan pengurangan subsidi sebelumnya. Dengan model kebijakan ini, insentif penyelundupan dan penyelewengan bensin RON
24
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
V. Informasi Umum 65. Jenis angkutan umum : 1) Angkutan kota/angkutan desa 2) Angkutan antar kota dalam propinsi 3) Angkutan antar kota antar propinsi 66. Nama perusahaan/pemilik angkutan : __________________________ 67. Bentuk badan hukum angkutan umum : 1) PT. 2) CV 3) Perorangan 4) Lainnya _____________________ 68. Berapa banyak armada yang dimiliki perusahaan/pemilik: ________ unit 69. Alamat perusahaan/pemilik : ____________________________________________ ___________________________ Telp: _______________ 70. Pendidikan terakhir yang ditamatkan responden : 1) Tidah pernah sekolah
5) SMA atau sederajat
2) Tidak tamat SD
6) Diploma
3) SD atau sederajat
7) Sarjana (S1)
4) SMP atau sederajat
8) Pasca Sarjana (S2/S3)
71. Jabatan dalam perusahaan angkutan : 1) Pemilik 2) Pegawai Perusahaan 3) Sopir 4) Lainnya, sebutkan: ___________________________________________ 72. a. Nama trayek : ________________________ b. Berapa jarak yang ditempuh untuk satu rit (PP) : ___________ Km c. Berapa rit (PP) yang ditempuh dalam sehari: ___________ rit d. Berapa lama waktu tempuh dalam satu rit : ___________ menit
LAMPIRAN-LAMPIRAN
169
SURVEI KONSUMSI BBM KUESIONER OPERATOR KENDARAAN ANGKUTAN UMUM Tujuan Survei Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) - Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia bekerjasama dengan Badan Kebijakan Fiskal Kementrian Keuangan, sedang mengadakan penelitian mengenai pola konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bagi kendaraan bermotor. Survei ini bertujuan untuk mengetahui pola konsumsi BBM dari pemilik atau sopir kendaraan umum di Indonesia. Petunjuk Umum bagi responden
- Pertanyaan merupakan pertanyaan tertutup dengan alternatif jawaban yang telah disediakan. Responden memberikan tanda lingkaran (o) pada jawaban yang paling sesuai dengan kondisi dan pengalaman responden. - Beberapa pertanyaan disampaikan secara terbuka, yang diharapkan dapat diisi sesuai dengan kondisi dan pengalaman responden Jawaban Bapak tidak ada yang dinilai benar atau salah, melainkan diisi sesuai dengan kondisi dan pengalaman Bapak dalam hal pengeluaran untuk bahan bakar. Informasi yang didapat dari survei ini akan dijamin kerahasiaannya dan tidak disebarluaskan. Sebagai bukti keabsahan jawaban responden, kami mohon responden berkenan membubuhkan tanda tangan pada kotak yang tersedia di bawah ini. Nama Responden
:
_____________________________
Alamat
:
_____________________________ _____________________________
Telpon/Fax
:
_____________________________
Nama Surveior
:
_____________________________
Hari dan Tanggal Wawancara
:
_____________________________
Tanda Tangan/Responden
:
_____________________________
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Tabel 1.2 Jenis BBM Bersubsidi (BBM Jenis Tertentu) dan Penggunanya Menurut Perpres No. 191 tahun 2014 Jenis BBM bersubsidi Solar
Jenis pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner ini adalah sebagai berikut:
168
88 sudah tidak ada sama sekali, sehingga dengan sendirinya penyelundupan dan penyelewengan bensin RON 88 akan hilang. Sementara itu untuk solar, walaupun insentif penyelewengan/penyelundupan akan mengecil, tetapi diduga masih akan ada potensi penyelewengan/penyelundupan BBM jenis solar. Subsidi tetap sebesar IDR 1,000 per liter, diduga tetap akan memberikan insenstif penyelewengan dalam skala yang lebih kecil dibandingkan pola subsidi sebelumnya.
Sektor Pengguna
Keterangan
Usaha Mikro Mesin-mesin perkakas yang motor penggeraknya menggunakan minyak solar untuk keperluan usaha mikro. Pembelian dilakukan dengan verikasi dan surat rekomendasi dari SKPD yang membidangi usaha mikro. Usaha Nelayan kecil yang menggunakan Perikanan kapal ikan Indonesia dengan ukuran maksimum 30 GT yang terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan/SKPD dengan verikasi dan surat rekomendasi dari pelabuhan perikanan/kepala SKPD kabupaten/ kota/prov yang membidangi perikanan sesuai kewenangan masing-masing Pembudidaya ikan skala kecil (kincir) Usaha Petani/kelompok tani/ usaha Pertanian pelayanan jasa alat mesin pertanian yang melakukan usaha tani tanaman pangan hortikultura, perkebunan, dengan luas maksimal 2 Ha dan peternakan dengan menggunakan mesin pertanian dengan verikasi dan rekomendasi dari lurah/kepala desa/ kepala SKPD yang membidangi pertanian Transportasi 1. Kendaraan bermotor perseorangan untuk angkutan barang atau orang dengan tanda nomor kendaraan berwarna dasar hitam dan tulisan putih
Titik Serah Penyalur
Penyalur
Penyalur Penyalur
Penyalur
BAB 1 PENDAHULUAN
25
Jenis BBM bersubsidi
Sektor Pengguna
Keterangan
Titik Serah
2. Kendaraan bermotor umum untuk Penyalur orang atau barang dengan warna dasar kuning tulisan hitam (kecuali untuk angkutan pertambangan dan perkebunan dengan jumlah roda lebih dari enam)
Minyak Tanah
3. Semua jenis ambulance/mobil jenazah/ dan mobil pemadam kebakaran.
Penyalur
4. Sarana transportasi laut (kapal berbendera indonesia.
Penyalur/ terminal BBM /depot
5. Sarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan (kapal berbendera Indonesia) dengan kuota yang ditetapkan Badan Pengatur 6. Kapal perintis dengan kuota
Penyalur / terminal BBM/ depot
7. Kereta api penumpang dan barang berdasarkan kuota. Pelayanan 1. Krematorium dan tempat ibadah Umum 2. Panti asuhan dan panti jompo 3. Rumah sakit tipe C dan tipe D dan puskesmas Rumah Untuk memasak (rumah tangga pada Tangga wilayah yang belum terkonversi LPG). Untuk penerangan (rumah tangga yang belum dialiri listrik) Usaha Mikro Di wilayah yang belum terkonversi LPG 3 kg Usaha Untuk memasak dan penerangan di Perikanan perahu nelayan kecil pada wilayah yang belum terkonversi LPG
Sumber: Perpres No. 191 Tahun 2014
26
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Penyalur/ teminal BBM/ depot Penyalur/ terminal BBM/ depot Terminal BBM/ depot
Terminal BBM /depot Terminal BBM/ depot
Dari penjelasan di atas, seandainya kebijakan tersebut dijalankan dan jatah pembelian BBM subsidi yang ditetapkan kurang dari kebutuhan Bapak/Ibu, langkah antisipasi apa yang akan dilakukan? (jawaban boleh lebih dari satu) 1) Mengurangi pemakaian BBM bersubsidi sesuai dengan jatah yang ditentukan 2) Mencampur BBM subsidi dengan BBM non subsidi 3) Beralih menggunakan BBM non subsidi 4) Tidak merubah pola konsumsi BBM 5) Lainnya, sebutkan ____________________________________________________ 62. Apakah Bapak/Ibu setuju dengan pembatasan tersebut? 1) Setuju, alasan: ________________________________________________________ 2) Tidak Setuju, alasan: __________________________________________________ 63. Berapa jatah BBM yang Bapak/Ibu harapkan? _____ liter/hari 64. Jika ternyata jatah bahan bakar yang diberikan kurang dari kebutuhan, apa yang akan Bapak/Ibu lakukan? 1) Membeli BBM non subsidi 2) Membeli BBM bersubsidi di pedagang eceran 3) Lainnya: _____________________________ IV. Informasi Penting Lainnya Saran-saran responden terkait kebijakan penghematan pembelian BBM : _____________________________________________________________________________ _____________________________________________________________________________ _____________________________________________________________________________ _____________________________________________________________________________ _____________________________________________________________________________ _____________________________________________________________________________ ------ TERIMA KASIH ATAS KERJASAMANYA ------
LAMPIRAN-LAMPIRAN
167
1) Kurang, berapa kekurangannya? ____ liter 2) Cukup 3) Berlebih, berapa kelebihannya? _____liter 53. Jika kurang jatah bahan bakar, apa yang akan Bapak/Ibu lakukan ? 1) Menggunakan BBM non subsidi 2) Mengurangi pemakaian BBM 3) Beralih ke kendaraan umum/ jalan kaki/ kendaraan tanpa BBM 4) Lainnya, sebutkan ___________________________________________ 54. Apa saran atau pendapat Bapak/Ibu mengenai sistem “KARTU SURVEI”? _________________________________________________________________________ 55. Sebelum ini, apakah pernah mendengar “FUEL CARD” atau BRIZZI, terkait kebijakan Pemerintah untuk penghematan penggunaan BBM? 1) Ya 2) Tidak (lanjut ke No 61) 56. Jika Ya, apakah Bapak/Ibu telah memiliki “FUEL CARD” atau BRIZZI? 1) Ya 2) Tidak (lanjut ke No 60) 57. Berapa jatah solar subsidi/premium perhari yang diberikan : ______ liter 58. Menurut Bapak/Ibu bagaimana jatah tersebut : 1) Kurang, berapa kekurangannya? ____ liter 2) Cukup 3) Berlebih, berapa kelebihannya? ____ liter 59. Jika jatah tersebut kurang, apa yang Bapak/Ibu lakukan ? 1) Menggunakan BBM non subsidi 2) Mengurangi pemakaian BBM 3) Beralih ke kendaraan umum/ jalan kaki/ kendaraan tanpa BBM 4) Lainnya, sebutkan ___________________________________________ 60. Apa saran atau pendapat Bapak/Ibu mengenai sistem “FUEL CARD”? __________________________________________________________________________ 61. Saat ini Pemerintah akan membuat peraturan pembatasan BBM bersubsidi agar bisa menghemat anggaran negara. Salah satu bentuk pembatasan yang rencana akan diberlakukan adalah semacam “KARTU PEMBATASAN PEMBELIAN BBM SUBSIDI”. (Petunjuk: Surveior memperlihatkan sekaligus menjelaskan contoh dummy Kartu Pembatasan Pembelian BBM).
166
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Secara sepintas kebijakan pencabutan subsidi bensin RON 88 dan kebijakan subsidi tetap sebesar IDR 1,000 per liter untuk jenis BBM solar yang tertuang dalam Perpres No. 191 Tahun 2014 telah mengatasi masalah subsidi yang tidak tepat sasaran yang terjadi sebelumnya. Namun jika diperhatikan lebih dalam, pencabutan subsidi bensin RON 88 untuk semua penggunanya dan pemberian subsidi solar untuk semua kendaraan bermotor pengguna solar, memunculkan masalah baru dalam soal ketidakadilan dan ketidaktepatsasaran. Hal ini dikarenakan golongan masyarakat yang mampu masih dapat membeli bahan bakar bersubsidi, yakni solar. Sementara, golongan masyarakat yang tidak mampu pengguna bensin RON 88 tidak lagi menerima subsidi. Ketidakadilan ini bersumber dari mekanisme pemberian subsidinya yang masih menggunakan subsidi harga dan bukan subsidi target, yang memiliki implikasi semua pihak yang mengkonsumsi BBM bersubsidi lebih banyak, maka dialah yang paling besar dapat subsidi. Kebijakan subsidi tetap juga berpotensi membengkak ketika jumlah penggunaannya naik, seiring bertambahnya pengguna mobil pribadi berbahan bakar solar dan sistem distribusi yang terbuka. Sementara itu, pencabutan subsidi bensin RON 88 memunculkan rasa ketidakadilan, karena mobil angkutan umum harus membayar harga bensin RON 88 yang sama dengan mobil pribadi dan sepeda motor. Masalah lain yang diperkirakan dapat muncul di masa depan adalah kemungkinan besarnya beban biaya bahan bakar angkutan umum dan angkutan barang, jika harga minyak mentah dunia naik dan nilai tukar rupiah terpuruk. Hal ini akan berdampak terhadap meningkatnya inasi sebagai dampak langsung dari kenaikan minyak mentah dunia di masa mendatang. Jika dengan pola subsidi mengambang, risiko kenaikan harga minyak dunia menjadi beban skal, maka dengan pola subsidi tetap, risiko kenaikan harga minyak mentah dunia seluruhnya ditanggung oleh masyarakat dan dunia usaha. Jadi, diduga jika harga minyak mentah dunia naik dan mencapai level seperti awal tahun 2014 yakni sekitar USD 105 per barel, maka harga pasar untuk bensin RON 88 dan solar akan berkisar di atas IDR 10,000 hingga IDR 12,000 per liter. Jika kenaikannya secara betahap dalam jangka yang agak panjang, dampak sosialnya diperkirakan tidak besar, karena ada proses error learning masyarakat. Tetapi jika kenaikan harga minyak mentah dunia dari USD 50 per barel menjadi USD 105 per barel dalam tempo kurang dari satu tahun, maka diduga akan menimbulkan dampak inasi yang besar seketika dan ini akan menimbulkan gejolak sosial di masyarakat karena melemahnya daya beli secara tajam. Dalam kondisi demikian, tampaknya Pemerintah perlu mempertimbangkan memberikan subsidi untuk premium dan solar untuk mengurangi dampak negatif tersebut, dan menaikkan besaran subsidi tetapnya. Tetapi, jika hal tersebut dilakukan dan belum ada
BAB 1 PENDAHULUAN
27
mekanisme kebijakan subsidi yang terarah kepada kelompok masyarakat yang tidak mampu, maka akan terjadi masalah yang sama, yakni subsidi akan membengkak dan terjadi banyak penyelewengan BBM bersubsidi. Pengalaman negara-negara lain seperti Meksiko, India, Malaysia, Cina, dan Filipina dalam mengatasi ketidaktepatan sasaran subsidi BBM dilakukan dengan dengan menggunakan kebijakan liberalisasi sektor hilir migas yakni menyerahkan harga BBM ke dalam mekanisme pasar. Untuk melindungi masyarakat miskin akibat kenaikan harga BBM, dibuatlah kebijakan pelengkap dalam bentuk pemberian kompensasi bantuan langsung tunai, subsidi sektor pertanian, nelayan dan angkutan umum. Mekanisme pemberian subsidinya dilakukan dengan berbagia cara. Filipina, misalnya, memberikan subsidi melalui pemberian diskon. Sementara Meksiko memberikan subsidi dengan pemberian transfer uang tunai. Malaysia berencana memberikan diskon sesuai dengan tingkat pendapatan dengan menggunakan my kads (kartu identitas berchip). Indonesia sendiri juga pernah memberikan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Program Keluarga Harapan ketika menaikkan harga BBM pada tahun 2005. Kenaikan harga BBM bersubsidi 18 November 2014 juga diikuti oleh kebijakan bantuan tunai melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
Saat ini Pemerintah telah malaksanakan beberapa program penghematan pengunaan BBM diantaranya berupa RFID (Radio Frequency Identication), program ini berupa pemasangan alat pada kendaraan yang bisa menyimpan data konsumsi BBM dalam jangka waktu tertentu misalnya sebulan. Selain itu, Pemerintah juga telah melajalankan program “kartu survei” atau “FUEL CARD”, yaitu kartu untuk mencatat volume pemakaian solar subsidi. Kartu ini dimaksudkan untuk penjatahan konsumsi BBM.
Tetapi sesuai dengan amanat konstitusi bahwa pasal 33 UUD 1945 dan pembatalan pasal 28 paragraf kedua Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas yang mengatur harga migas ke dalam mekanisme pasar oleh Mahkamah Konstitusi, maka Pemerintah tidak boleh menyerahkan harga BBM melalui mekanisme pasar secara murni. Hal ini berarti BBM sebagai sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak tersebut harus memiliki mekanisme pengaturan harga oleh Pemerintah. Perpres No. 191 Tahun 2014 merupakan instrumen Pemerintah untuk mengatur harga BBM yang dimungkinkan berubah setiap bulan. Sejalan dengan itu, pasal 7 UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi diatur mengenai harga energi bahwa harga energi ditetapkan berdasarkan nilai keekonomian berkeadilan (ayat 1). Pada pasal 2 juga dikatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan dana subsidi energi untuk kelompok masyarakat tidak mampu.
47. Apa yang akan Bapak/Ibu lakukan jika diterapkan pembatasan BBM bersubsidi melalaui RFID ? 1) Menggunakan BBM non subsidi 2) Mengurangi pemakaian BBM 3) Beralih ke kendaraan umum/ jalan kaki/ kendaraan tanpa BBM 4) Lainnya, sebutkan ___________________________________________
Dengan aturan-aturan tersebut, Pemerintah berkewajiban untuk merancang mekanisme kebijakan harga BBM berdasarkan nilai keekonomian dan berkeadilan serta tidak bertentangan dengan UUD 1945. Ini artinya BBM bagi kelompok masyarakat yang tidak mampu harus tetap disubsidi dan bagi kelompok yang mampu bisa tidak disubsidi. Perpres No. 191 Tahun 2014 dalam pasal 5 mengatur bahwa penyediaan dan pendistribusian Jenis BBM tertentu yakni BBM yang disubsidi harganya oleh
28
III. Program Kebijakan Pemerintah dalam Pembatasan/Penghematan Penggunaan BBM
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
45. Sebelum ini, apakah Bapak/Ibu pernah mendengar RFID, terkait kebijakan Pemerintah untuk penghematan penggunaan BBM? 1) Ya 2) Tidak (lanjut ke No 49) 46. Jika Ya, apakah Bapak/Ibu telah memasang alat RFID pada kendaraan Bapak/Ibu? 1) Ya 2) Tidak (lanjut ke No 48)
48. Apa saran atau pendapat Bapak/Ibu mengenai sistem RFID? __________________________________________________________________________ 49. Sebelum ini, apakah pernah mendengar “KARTU SURVEI”, terkait kebijakan Pemerintah untuk penghematan penggunaan BBM? 1) Ya 2) Tidak (lanjut ke No 55) 50. Jika Ya, apakah Bapak/Ibu telah memiliki “KARTU SURVEI”? 1) Ya 2) Tidak (lanjut ke No 54) 51. Berapa jatah solar subsidi/premium perhari yang diberikan : ________ liter 52. Menurut Bapak/Ibu bagaimana jatah tersebut :
LAMPIRAN-LAMPIRAN
165
3) Diberi jaminan pendidikan gratis 4) Transportasi umum gratis 5) Tidak perlu, karena bantuan-bantuan kompensasi selalu diberikan kepada kerabat terdekat kepala desa, RW atau RT. 6) Tidak perlu, yang penting BBM tersedia. 7) Lainnya, sebutkan _____________________________ 43. Jika selisih harga BBM subsidi dengan BBM non subsidi menjadi seperti berikut, bagaimana pola konsumsi BBM Bapak/Ibu? Untuk kendaraan yang menggunakan premium: Jika selisih Premium dan Pertamax :
Beralih ke Pertamax? 1. Ya 2. Tidak
Jika selisih Premium dan Pertamax plus:
IDR 4.000,00
IDR 5.000,00
IDR 3.000,00
IDR 4.000,00
IDR 2.000,00
IDR 3.000,00
IDR 1.000,00
IDR 2.000,00
Beralih ke Pertamax plus? 1. Ya 2. Tidak
Untuk kendaraan yang menggunakan solar subsidi: Jika selisih harga solar subsidi dengan non subsidi
Beralih ke solar non subsidi ? 1. Ya 2. Tidak
IDR 5.000,00 IDR 4.000,00 IDR 3.000,00 IDR 2.000,00
44. Ada wacana Pemerintah akan mengambil kebijakan subsidi tetap, akibatnya harga jual di pasar/SPBU dapat berubah setiap saat mengikuti trend harga dunia. Apakah Bapak/Ibu setuju dengan wacana tersebut? 1) Ya 2) Tidak
Pemerintah yakni solar dan minyak tanah, dilakukan dengan sistem distribusi tertutup. Menurut Perpres tersebut yang dimaksud distribusi tertutup adalah metode pendistribusian jenis BBM tertentu untuk pengguna tertentu dan atau volume tertentu dengan mekanisme penggunaan alat kendali. Pengguna tertentu mengacu kepada kelompok yang berhak. Volume tertentu berarti volumenya dibatasi. Sementara alat kendali adalah alat yang bisa mengendalikan siapa yang berhak dan berapa volumenya. Sejauh ini, Badan Pengatur dalam hal ini BPH Migas bersama dengan Pertamina yang ditunjuk sebagai badan usaha untuk mendistribusikan jenis BBM tertentu mempunyai beberapa rencana tentang distribusi tertutup dengan alat kendali antara lain sistem RFID dan fuel card. Namun sejauh ini, kedua program tersebut belum efektif berjalan sebagai sistem distribusi tertutup. Oleh karena itulah, menjadi penting untuk mengkaji bagaimana mekanisme pemberian subsidi BBM yang lebih tepat sasaran, yakni merancang/ membuat mekanisme pemberian subsidi BBM kepada kelompok yang tidak mampu, sesuai dengan UU No. 30 Tahun 2007, tetapi tidak terjadi kebocoran subsidi BBM kepada kelompok yang tidak berhak. Disadari pula bahwa penerapan mekanisme pemberian subsidi yang lebih tepat sasaran tersebut akan menimbulkan dampak-dampak positif dan negatif, sehingga perlu juga dianalisis bagaimana dampak penerapan mekanisme kebijakan subsidi yang lebih tepat sasaran tersebut terhadap skal, perekonomian, sosial dan lingkungan. Dengan menganalisis dampak positif dan negatif tersebut diharapkan dapat dipilih mekanisme kebijakan yang manfaatnya (benet) lebih besar dibandingkan biayanya (cost), mudah diterapkan serta dapat disiapkan langkah-langkah mitigasi dampak kebijakan subsidi BBM, sehingga kebijakan baru tersebut dapat diterima semua pihak dan tidak menimbulkan keresahan masyarakat, baik ketika harga minyak mentah dunia naik maupun ketika harga minyak mentah dunia turun.
1.2. Tujuan Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan mengkaji mekanisme kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran. Secara terperinci, tujuan kajian ini adalah : 1. Menganalisis berbagai opsi (pilihan) mekanisme kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran, baik yang sedang berjalan yakni SMPBBM dengan RFID, fuel card, maupun dengan mekanisme baru yang lebih baik. 2. Menganalisis pra kondisi dan kriteria serta mekanisme penerapan dan pengawasan setiap opsi mekanisme kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran. 3. Menganalisis dampak mekanisme kebijakan subsidi BBM bersubsidi
164
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
BAB 1 PENDAHULUAN
29
yang lebih tepat sasaran terhadap skal (APBN), ekonomi (inasi, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan), sosial (daya tolak masyarakat, keresahan masyarakat dan potensi gejolak sosial) serta dampak masingmasing opsi mekanisme kebijakan subsidi yang tepat sasaran terhadap lingkungan. 4. Menganalisis mekanisme mitigasi penerapan kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran tersebut.
1.3. Output Kajian Kajian ini akan menghasilkan output sebagai berikut: 1. Denisi kebijakan subsidi BBM yang tepat sararan 2. Usulan kelompok pengguna subsidi BBM yang disebut subsidi BBM tepat sasaran 3. Usulan mekanisme kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran 4. Usulan langkah-langkah mitigasi untuk setiap opsi mekanisme kebijakan subsidi BBM yang tepat sasaran
1.4. Cakupan Kajian 1. Oleh karena besarnya konsumsi BBM bersubsidi di sektor transportasi, maka kajian ini difokuskan pada konsumsi BBM bersubsidi sektor transportasi (solar dan premium). 2. Pengguna sektor transportasi yang dikaji adalah mobil angkutan pribadi dan sepeda motor serta mobil angkutan barang dan mobil angkutan umum 3. Opsi yang dikaji adalah opsi mekanisme yang sudah ada (RFID, fuel card dll) serta kemungkinan mencari opsi baru yang lebih baik atau penyempurnaan yang sudah ada 4. Dalam desk study review, disamping me-review kajian tentang subsidi BBM di Indonesia, juga dilakukan kajian praktek subsidi tepat sasaran yang ada di negara lain sebagai referensi untuk model subsidi Indonesia
3) Solar non subsidi tidak tersedia sama sekali atau langka 4) Lainnya, sebutkan ______________________________________ 36. Jika memilih 35.1 (harus mengantri lama), berapa menit biasanya Bapak/Ibu harus mengantri untuk membeli solar non subsidi? _______________________ 37. Jika memilih 35.2 (harus membayar mahal), berapa rupiah harga per liter solar non subsidi yang harus Bapak/Ibu bayar? IDR _________________________ 38. Jika memilih 35.2 (harus membayar mahal), darimana Bapak/Ibu biasanya membeli solar non subsidi? 1) SPBU Pertamina 2) SPBU Non Pertamina 3) Lainnya, sebutkan ___________________________________________ 39. Apakah yang akan Bapak/Ibu lakukan jika terjadi kelangkaan solar non subsidi? 1) Mengganti dengan solar subsidi 2) Membeli di sumber lain 3) Mengurangi jumlah konsumsi solar non subsidi 4) Beralih ke transportasi publik 5) Lainnya, sebutkan ______________________________________________ 40. Saat ini Pemerintah sudah menaikkan harga BBM bersubsidi yaitu premium menjadi IDR 8,500 dan solar subsidi menjadi IDR 7,500. Tindakan apa yang Bapak/Ibu lakukan setelah ada kenaikan ini? (jawaban boleh lebih dari satu) 1) Mengurangi pemakaian premium atau solar bersubsidi 2) Beralih ke BBM non subsidi (Pertamax, Pertamax Plus atau solar non subsidi) 3) Mencampur BBM bersubsidi dengan BBM non subsidi 4) Tidak merubah pola konsumsi 5) Lainnya: _____________________________________________________________ 41. Apakah Bapak setuju dengan kebijakan Pemerintah menaikkan harga premium dan solar subsidi saat ini? 1) Setuju. Alasan: ________________________________________________________ 2) Tidak setuju. Alasan: __________________________________________________ 42. Kompensasi apa yang Bapak inginkan akibat adanya kenaikan harga BBM bersubsidi ini? (boleh lebih dari satu jawaban, maksimal tiga jawaban) 1) Diberi bantuan langsung tunai 2) Diberi jaminan kesehatan gratis
30
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
163
BAB 2 28. Jika ya, kesulitan apa yang Bapak/Ibu hadapi? (jawaban bisa lebih dari satu) 1) Harus mengantri lama 2) Harus membayar lebih mahal dari harga resmi 3) Solar subsidi tidak tersedia sama sekali atau langka 4) Lainnya, sebutkan ______________________________________ 29. Jika memilih 28.1 (harus mengantri lama), berapa menit biasanya Bapak/ Ibu harus mengantri untuk membeli solar subsidi? __________________ menit 30. Jika memilih 28.2 (harus membayar mahal), berapa rupiah harga per liter solar subsidi yang harus Bapak/Ibu bayar? IDR _________________________ 31. Jika memilih 28.2 (harus bayar mahal), darimana Bapak/Ibu biasanya membeli solar subsidi? 1) SPBU Pertamina 2) SPBU Non Pertamina 3) Lainnya, sebutkan ___________________________________________ 32. Apakah yang akan Bapak/Ibu lakukan jika terjadi kelangkaan solar subsidi? 1) Mengganti dengan solar non subsidi 2) Membeli di sumber lain 3) Mengurangi jumlah konsumsi solar subsidi 4) Beralih ke transportasi publik 5) Lainnya, sebutkan ______________________________________________ 33. Apakah Bapak/Ibu pernah mengalami kesulitan dalam membeli solar non subsidi? 1) Ya 2) Tidak (Lanjut ke pertanyaan no 40) 34. Jika ya, kapan Bapak/Ibu terakhir mengalami? 1) Sebulan terakhir 2) Dua bulan yang lalu 3) Tiga bulan yang lalu 4) Lainnya _____________________________________ 35. Jika ya, kesulitan apa yang Bapak/Ibu hadapi? (jawaban bisa lebih dari satu) 1) Harus mengantri lama 2) Harus membayar lebih mahal dari harga resmi
162
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
PENGALAMAN NEGARA LAIN DALAM REFORMASI KEBIJAKAN BAHAN BAKAR MINYAK
Secara umum, terdapat tiga jenis pengaturan harga bahan bakar minyak di dunia, yaitu: 1. Pengaturan harga ad hoc: pengaturan harga dengan interval panjang atau harga tetap selama beberapa tahun. Contoh: Saudi Arabia, Bolivia, Qatar, Nigeria. 2. Active price regulation: harga diregulasi dan di-review berdasarkan kriteria dan atau formula tertentu yang telah ditentukan sebelumnya dan biasanya dilakukan pada interval waktu tertentu. Contoh: Afrika Selatan, Cina, Vietnam. 3. Pasif atau tidak ada regulasi harga: Regulasi terbatas hanya untuk pajak dan kondisi komoditas (seperti kualitas bahan bakar minyak). Contoh: Jerman, USA. Jika dilihat dari kebanyakan Pemerintah di negara-negara berkembang, terdapat kecenderungan adanya campur tangan Pemerintah dengan kebijakan berbasis harga ketika harga minyak dunia naik secara signikan. Pemerintah membayar subsidi melalui transfer anggaran, penerimaan pajak yang lebih rendah yang diakibatkan dari kerugian keuangan yang diderita oleh perusahaan-perusahaan minyak, atau keduanya. Beberapa Pemerintah telah menerapkan subsidi yang ditargetkan dan pengurangan pajak untuk membantu konsumen, biasanya ditujukan untuk pertanian, transportasi penumpang umum, transportasi barang (seperti untuk industri truk), dan perikanan. Untuk membatasi desit anggaran Pemerintah, kebijakan berbasis harga bisa disertai dengan kebijakan berbasis kuantitas dalam bentuk penjatahan kuota BBM bersubsidi bagi pelanggan. Secara umum, terdapat beberapa langkah yang diambil oleh negara-negara di dunia menyangkut reformasi kebijakan harga dan subsidi untuk bahan bakar minyak: 31
2.1. Subsidi harga untuk golongan tertentu oleh Pemerintah Subsidi harga langsung memiliki risiko yang lebih besar untuk terjadinya penyelewengan. Contoh: di Negara Republik Iran, bensin regular dijual dengan dua harga yaitu IRR 4,000 (USD 0.33) per liter untuk kendaraan domestik dengan ukuran mesin 2 liter serta IRR 7,000 (USD 0.57) per liter untuk pengguna lainnya. Bahan bakar diesel juga dijual dengan dua harga yaitu IRR 1,500 (USD 0.12) per liter, untuk transportasi publik dan industri serta IRR 3,500 (USD 0.29) per liter untuk konsumen lainnya. Terdapat jatah kuota untuk bahan bakar minyak murah.
2.2. Subsidi yang ditanggung oleh produser bahan bakar minyak Di kebanyakan negara dengan subsidi bahan bakar minyak, produser bahan bakar minyak menanggung sebagian biaya karena reimbursement jarang diberikan secepatnya dan kenaikan harga bahan bakar sering tertunda. Perusahaan minyak juga seringkali diminta untuk menanggung biaya untuk mensubsidi konsumen. Contoh: Argentina memiliki peraturan yang mewajibkan perusahaan untuk memastikan keberadaan pasokan yaitu dengan Law of Supply 1974, selain itu Pemerintah Argentina juga menekan perusahaan minyak untuk tidak menaikan harga. Hal ini berujung dengan tutupnya 3,500 stasiun pengisian bensin akibat rendahnya protabilitas.
2.3. Pemotongan pajak Salah satu cara untuk mengurangi harga adalah memotong pajak dari bahan bakar yang seharusnya diterima Pemerintah. Contoh: Kenya mengurangi pajak bahan bakar diesel dan kerosene sebanyak 20% dan 30% mulai April 2011 dan menghilangkan pajak dan pungutan untuk kerosene seluruhnya pada Mei 2011.
2.4. Diskriminasi harga untuk warga asing Untuk negara yang memiliki perbatasan yang relatif mudah untuk dilewati kendaraan dari negara lain, bahan bakar minyak bersubsidi menjadi rawan untuk dieksploitasi karena perbedaan harga dan pajak antar negara. Karena hal tersebut, beberapa negara menetapkan harga berbeda untuk warga negara asing ataupun pemberlakuan akses pembelian yang terbatas. Contoh: di Bolivia untuk mencegah pembelian bahan bakar minyak dari Negara Argentina dan Chile maka sejak Desember 2011 Pemerintah memberlakukan harga sebesar tiga kali lipat untuk kendaraan dengan nomor plat asing.
32
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
20. Jika ya, kapan terakhir Bapak/Ibu mengalami? 1) Sebulan terakhir 2) Dua bulan yang lalu 3) Tiga bulan yang lalu 4) Lainnya ________________________________ 21. Jika ya, kesulitan apa yang Bapak/Ibu hadapi? (jawaban bisa lebih dari satu) 1) Harus mengantri lama 2) Harus membayar lebih mahal dari harga resmi 3) Pertamax tidak tersedia sama sekali atau langka 4) Lainnya, sebutkan ___________________________________________ 22. Jika memilih 21.1 (harus mengantri lama), berapa menit biasanya Bapak/ Ibu harus mengantri untuk membeli Pertamax? ___________________ 23. Jika memilih 21.2 (harus bayar lebih mahal), berapa rupiah harga per liter Pertamax yang harus Bapak/Ibu bayar? IDR _________________________ 24. Jika memilih 21.2 (harus bayar lebih mahal), darimana Bapak/Ibu biasanya membeli Pertamax? 1) SPBU Pertamina 2) SPBU non Pertamina 3) Lainnya, sebutkan ___________________________________________ 25. Apakah yang akan Bapak/Ibu lakukan jika terjadi kelangkaan Pertamax? 1) Mengganti dengan premium 2) Membeli di sumber lain 3) Mengurangi jumlah konsumsi Pertamax 4) Beralih ke transportasi publik 5) Lainnya, sebutkan ______________________________________________ 26. Apakah Bapak/Ibu pernah mengalami kesulitan dalam membeli solar subsidi? 1) Ya 2) Tidak (Lanjut ke pertanyaan no 33) 27. Jika ya, kapan terakhir Bapak/Ibu mengalami? 1) Sebulan terakhir 2) Dua bulan yang lalu 3) Tiga bulan yang lalu 4) Lainnya ____________________________________
LAMPIRAN-LAMPIRAN
161
12. Apakah Bapak/Ibu pernah mengalami kesulitan dalam membeli premium? 1) Ya 2) Tidak (Lanjut ke pertanyaan no 19) 13. Jika ya, kapan Bapak/Ibu terakhir mengalami? 1) 2) 3) 4)
Sebulan terakhir Dua bulan yang lalu Tiga bulan yang lalu Lainnya __________________________
14. Jika ya, kesulitan apa yang Bapak/Ibu hadapi? (jawaban bisa lebih dari satu) 1) 2) 3) 4)
Harus mengantri lama Harus membayar lebih mahal dari harga resmi Premium tidak tersedia sama sekali atau langka Lainnya, sebutkan __________________________________________
15. Jika memilih 14.1 (harus mengantri lama), berapa menit biasanya Bapak/ Ibu harus mengantri untuk membeli premium? __________________________ 16. Jika memilih 14.2 (harga lebih mahal dari IDR 8,500), berapa harga per liter premium yang Bapak/Ibu harus bayar? IDR _______________________________ 17. Jika memilih 14.2 (harga lebih mahal dari IDR 8,500), dari mana Bapak/Ibu biasanya membeli premium? 1) SPBU Pertamina 2) Pedagang eceran 3) Lainnya, sebutkan ___________________________________________ 18. Apakah yang akan Bapak/Ibu lakukan jika terjadi kelangkaan premium? 1) Mengganti dengan Pertamax 2) Membeli di sumber lain 3) Mengurangi jumlah konsumsi premium 4) Beralih ke transportasi publik 5) Lainnya, sebutkan _______________________________________________ 19. Apakah Bapak/Ibu pernah mengalami kesulitan dalam membeli Pertamax? 1) Ya 2) Tidak (Lanjut ke pertanyaan no 26)
160
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
2.5. Bantuan untuk konsumen secara langsung Untuk mencegah kebocoran dari subsidi harga bahan bakar, maka bantuan tunai yang bertarget ataupun bantuan untuk pembelian produk petroleum yang secara langsung diberikan kepada konsumen menjadi solusi. Mempromosikan kompetisi harga dengan penyempurnaan sistem informasi. Contoh: Mozambique memberikan voucher untuk transportasi publik kepada pengguna kendaraan umum.
2.6. Menyempurnakan informasi harga bahan bakar minyak Dengan harga yang tidak dikontrol oleh Pemerintah atau hanya ditentukan harga tertinggi, kompetisi harga diharapkan dapat terjadi dengan membuat informasi tersedia yang juga diikuti dengan pengawasan umum yang baik sehingga tidak menurunkan standard kualitas bahan bakar ataupun pelayanan konsumen. Contoh: Chile mengeluarkan Resolusi No. 60 pada Januari 2012 yang mengharuskan setiap pompa bensin memasukkan informasi harga terbaru di database online nasional yang diterbitkan di Komisi Energi Nasional dan tersedia sebagai aplikasi di iPhone, BlackBerry, dan Android. Perubahan harga diharuskan untuk dilaporkan 15 menit sebelum perubahan harga diterapkan. Sesuai dengan tujuan dari studi ini, fokus dari reformasi subsidi bahan bakar minyak yang ingin ditekankan adalah mekanisme subsidi yang tepat sasaran kepada target tertentu. Berikut adalah beberapa negara dengan mekanisme reformasi subsidi bahan bakar minyak yang dipelajari lebih dalam:
A. Filipina Kebijakan minyak bumi untuk pasar minyak di Filipina dibagi menjadi dua periode, yaitu: 1) Dana stabilisasi minyak Filipina (1984-1998) dan 2) Deregulasi produk hilir sawit Filipina serta subsidi bertarget (1998-sekarang dan 2010-sekarang). Pada tahun 1984, Filipina menciptakan Dana Stabilisasi Harga Minyak untuk meminimalkan uktuasi harga domestik minyak bumi. Harga ditetapkan dua bulan sekali oleh Dewan Pengaturan Energi lewat sidang umum untuk setiap penyesuaian harga. Sayangnya hal ini meningkatkan perseteruan antara produsen, konsumen dan Pemerintah sementara yang seringkali menghasilkan penyesuaian harga yang bersifat tidak signikan dan lambat selain juga dipolitisir. Dana ini pada akhirnya digunakan pada masa harga minyak yang tinggi yaitu total PHP 17.6 Miliar (sekitar USD 650 Juta) terkuras untuk subsidi Pemerintah 1990-1997 atau setara dengan 0.2% dari PDB atau 0.8% dari pusat pengeluaran pemerintah.
BAB 2 PENGALAMAN NEGARA LAIN DALAM REFORMASI KEBIJAKAN BAHAN BAKAR MINYAK
33
Pada tahun 1998, Pemerintah akhirnya melakukan deregulasi industri minyak hilir dan menghapuskan semua subsidi produk minyak bumi untuk memastikan pasar benar-benar kompetitif di bawah pengaturan harga yang sesuai, pasokan yang cukup dan berkesinambungan dengan produk minyak berkualitas tinggi dan lingkungan bebas polusi. Reformasi adalah bagian dari peraturan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas bahan bakar dan pasokan, termasuk peraturan tentang bahan bakar bio, energi terbarukan, emisi standar dan pajak Petroleum serta 12% pajak pertambahan nilai. Semua langkah-langkah ini meningkatkan bauran energi Filipina. Sejak tahun 2010 Pemerintah telah memberikan tambahan subsidi bertarget yang bersifat sementara setiap kali ada kenaikan harga minyak bumi yang curam (50% atau lebih). Hal ini dilatarbelakangi bauran energi primer dari minyak sebesar 31% yang terutama digunakan untuk sektor transportasi. Secara total, Pemerintah Filipina telah mengidentikasi tiga kelompok rentan: 1. Kelompok penyedia layanan transportasi umum, termasuk pengendara jeepney, yang berpenghasilan rata-rata USD 6 per hari. Tarif Jeepney diatur dan tidak ada penyesuaian otomatis ketika harga BBM meningkat. 2. Warga working-class, yang akan dipengaruhi oleh kenaikan tarif karena tidak ada subsidi transportasi. 3. Petani dan nelayan yang menggunakan mesin dengan bahan bakar bensin dan peralatan dan tidak menerima dukungan Pemerintah. Pemerintah menerapkan berbagai langkah-langkah mitigasi termasuk tiga strategi berikut: a) Langkah-langkah jangka pendek: Mengadakan pertemuan mingguan dengan para pemimpin angkutan umum, memberikan diskon BBM nasional pada 300 SPBU, menciptakan peraturan untuk program tanggung jawab sosial perusahaan perusahaan minyak, melaksanakan program bantuan transportasi umum dan terus kampanye konservasi energi dan esiensi. b) Langkah-langkah jangka menengah: Termasuk program bahan bakar alternatif. c) Langkah-langkah jangka panjang: Meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan dan eksplorasi minyak bumi. Khusus untuk sektor transportasi, pengendara jeepney (swasta/dioperasikan operator angkutan umum) diidentikasi sebagai kelompok rentan yang membutuhkan bantuan bertarget untuk mengatasi kenaikan harga BBM. Program Bantuan Angkutan Umum yang disediakan smart card untuk jeepney operator/pengemudi dan operator kendaraan roda tiga dengan jumlah pre-loaded kredit yang dapat digunakan untuk potongan subsidi di
34
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
1) Transportasi Umum 2) Motor pribadi 3) Mobil pribadi 4) Motor pribadi + transportasi umum 5) Mobil pribadi + transportasi umum 6) Lainnya, sebutkan __________________________________________ 10. Jarak dari rumah ke SPBU terdekat: ______ meter II. Karakteristik Penggunaan BBM 11. Data kendaraan yang dimiliki: a) Motor : Merek Jenis BBM: 1.Premium 2.Pertamax 3.Pertamax Plus
Sumber BBM utama: 1.SPBU 2.Pedagang eceran 3.Lainnya, ..
Jika bukan SPBU, harga perliter (IDR )?
Berapa Kebutuhan Utama yang per hari digunakan dibeli pd (Liter) untuk: pembelian 1.Bekerja terakhir 2.Usaha (liter) 3.Disewakan 4.Antar-jemput keluarga 5.Lainnya
Sumber BBM utama: 1.SPBU 2.Pedagang eceran 3.Lainnya, …
Jika bukan SPBU, harga perliter (IDR)?
Berapa Kebutuhan Utama yang per hari digunakan dibeli pd (Liter) untuk: pembelian 1.Bekerja terakhir 2.Usaha (liter) 3.Disewakan 4.Antarjemput keluarga 6.Lainnya
1. 2. 3.
c)
Mobil :
Merek Jenis BBM: 1.Premium 2.Pertamax 3.Pertamax plus 4.Solar subsidi 5.Solar non subsidi 1. 2. 3.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
159
Tipe Responden Rumah Tangga (DIISI OLEH SURVEYOR): 1. Pemilik Mobil Pribadi
2. Pemilik Motor
I. Informasi Umum 1. Pendidikan terakhir yang ditamatkan : 1) Tidak pernah sekolah
5) SMA atau sederajat
2) Tidak tamat SD
6) Diploma
3) SD atau sederajat
7) Sarjana (S1)
4) SMP atau sederajat
8) Pasca Sarjana (S2/S3)
2. Berapa usia Bapak/ibu : _______ tahun 3. Jenis Pekerjaan : 1) Pegawai Negeri Sipil / TNI / POLRI 2) Pegawai Swasta 3) Wiraswasta 4) Sopir 5) Lainnya, sebutkan
:
___________________________
4. Jarak rumah ke tempat kerja: _______ Km 5. Berapa lama waktu tempuh untuk sampai ke tempat bekerja? __ menit 6. (Pertanyaan ini hanya untuk survei di wilayah JABODETABEK!) Berapa kali Bapak/ibu dalam sebulan terakhir bepergian ke luar JABODETABEK menggunakan kendaraan pribadi? _____ kali 7. Rata-rata pengeluaran per bulan : 1) < 2,5 juta
4) > 10 juta – 15 juta
2) 2,5 juta – 5 juta
5) > 15 juta – 20 juta
3) > 5 juta – 10 juta
6) > 20 juta
8. Jumlah Kendaraan yang dimiliki : I. Sepeda Motor
: _____ buah
II. Mobil
: _____ buah
9. Jenis transportasi yang sering digunakan saat pergi ke tempat kerja :
158
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
SPBU. Tahap pertama dari program ini menghabiskan biaya sekitar PHP 450 Juta (USD 11 Juta), dengan rincian PHP 1,050 (USD 25) per unit yang diberikan kepada 220,000 pengendara jeepney dan PHP 150 (USD 3.60) per unit yang diberikan kepada 1 juta operator kendaraan roda tiga melalui 1.22 juta smart card untuk jeepney dan becak motor. Badan Informasi Filipina ditugaskan untuk berkoordinasi dengan Pemerintah lokal untuk menginformasikan tentang Executive Order No. 32 tentang Program Pantawid Pasada yang dikeluarkan oleh Presiden Benigno Aquino tanggal 1 April 2011. Presiden Aquino mengeluarkan aturan ini untuk memberikan bantalan sementara dari dampak tingginya harga bahan bakar minyak untuk sektor transportasi publik terutama untuk jeepney dan pengemudi becak motor yang telah melakukan penolakan atas Peraturan Deregulasi Bahan Bakar Minyak dan peraturan atas pajak pertambahan nilai untuk produk petroleum. Dengan program Pantawid Pasada, pengendara jeepney dapat memperoleh PHP 25 per hari dan pengendara becak motor memperoleh PHP 5 per hari untuk subsidi bahan bakar. Dimulai dari tanggal 1 Juni 2011, pengendara kendaraan umum diwajibkan untuk memperlihatkan kartu untuk mendapatkan subsidi di pengisian pompa bensin. Hanya pemilik kendaraan umum jeepney dengan waralaba yang diakui sah secara hukum per 31 Maret 2011 oleh Badan Pengatur Transportasi Darat dan Waralaba serta mendaftar di Kantor Transportasi Darat berhak menggunakan Kartu Pantawid Pasada. Untuk memperoleh kartu ini, pemilik waralaba diminta untuk menunjukan bukti registrasi, bukti pembayaran pajak komunitas dan SIM. Selain itu dalam memastikan bahwa hanya pemilik kendaraan umum jeepney yang boleh menggunakan kartu, SPBU diikutsertakan untuk membantu verikasi nomor plat dari jeepney yang ada pada kendaraan dengan nomor plat kendaraan yang ada di kartu. Apabila nomor tersebut tidak sesuai dengan nomor yang ada di kartu, maka SPBU berhak menolak penggunaan kartu untuk pembelian bahan bakar. Untuk tahap kedua program Pantawid Pasada PHP 450 Juta (USD 11 Juta) dana subsidi bahan bakar yang dialokasikan untuk Program Bantuan Transportasi Publik, PHP 300 Juta (USD 8 Juta) dialokasikan untuk pengendara jeepney dan PHP 150 Juta (USD 3 Juta) untuk pengendara becak motor. Program Pantawid Pasada menyediakan subsidi PHP 1,200 untuk jeepney dibandingkan dengan PHP 1,050 yang diberikan untuk tahap pertama pada tahun 2011, walaupun sebenarnya jumlah ini masih terlalu kecil. Pengendara jeepney dinilai belum tentu menjadi penerima dari subsidi ini dan mereka tetap harus membayarkan setoran harian apabila mereka bukan pemilik jeepney yang mereka kendarai. Sedangkan pemilik tidak akan menghitung PHP 1,200 ke dalam pemasukan karena jumlah ini akan hanya senilai pendapatan pemilik dua hari dalam satu bulan. Estimasi konsumsi harian untuk bahan bakar diesel mencapai PHP 1,443, sedangkan isi dari kartu Pantawid Pasada bertotal PHP 1,200 untuk periode 3 bulan dalam setahun.
BAB 2 PENGALAMAN NEGARA LAIN DALAM REFORMASI KEBIJAKAN BAHAN BAKAR MINYAK
35
Terdapat beberapa saran untuk pendekatan yang lebih efektif dalam subsidi di Filipina adalah: 1. Pengaturan sistem ID yang akan memungkinkan pengemudi jeepney, bukan pemilik dan operator, untuk mengklaim PHP 1,200 untuk diri mereka sendiri; dan 2. Memperbaharui subsidi setiap tiga bulan apabila harga minyak terus meningkat. Saat ini, program ini memakan biaya USD 125 Juta dari Pemerintah untuk satu kali pemberian kartu Pantawid Pasada yang hanya berlangsung untuk periode 3 bulan. Peningkatan biaya program hingga PHP 500 Juta untuk menutupi empat periode dalam satu tahun tidak akan menempatkan tekanan terlalu besar pada Pemerintah, mengingat bahwa ada dana Pemerintah yang belum belum dimanfaatkan dari penghematan yang berasal dari pemotongan subsidi.
B. Cina Sementara itu, studi kasus lain subsidi yang ditargetkan pada angkutan umum di Cina, di mana Beijing telah menyediakan subsidi BBM untuk pengemudi taksi dari tahun 2005 dengan tambahan subsidi untuk setiap kenaikan tajam harga BBM. Sebagai contoh, setelah kenaikan harga BBM pada November 2007, sopir taksi menerima tambahan subsidi sebesar CNY 110 (USD 15) per bulan, yang kemudian meningkat menjadi bantuan subsidi sementara bulanan CNY 525 (USD77) menyusul kenaikan harga BBM pada Juni 2008. Namun dalam kasus ini, kebijakan tersebut sebenarnya tidak dipikirkan dengan baik karena masalah utama justru tidak terselesaikan, yaitu tidak berubahnya tarif taksi sejak tahun 2006. Hal ini umumnya sepakat bahwa pemberian subsidi sementara untuk pengemudi taksi ini tidak akan memberi insentif bagi supir taksi untuk mengubah perilaku mereka agar pergi keluar dan mencari penumpang. Selain kebijakan ini, kementerian juga memberikan subsidi untuk nelayan dan petani industri, operator transportasi jalan di daerah pedesaan, penyedia angkutan umum perkotaan, dan masyarakat berpenghasilan rendah untuk kenaikan harga bahan bakar dari November 2007.
C. Malaysia Sejak tahun 1983, harga pasar untuk komoditas bensin dan solar di Malaysia telah ditentukan oleh sistem Automatic Pricing Mechanism (APM) Pemerintah. Sistem APM ini menetapkan harga eceran untuk bensin dan solar di mana uktuasi biaya produksi tidak mempengaruhi harga eceran. APM memastikan perbedaan tetap antara harga eceran dan harga riil sehingga membatasi jumlah subsidi. Harga akhir sudah memperhitungkan harga bahan bakar di stasiun pompa, dan margin untuk pengecer. Hanya saja karena kenaikan harga BBM pada tahun 2008, Pemerintah Malaysia telah mulai melakukan deregulasi subsidi BBM pada awal Mei dengan meningkatkan harga RON 95 ke MYR 2.10 per liter. Sedangkan total subsidi untuk tahun 2013 sendiri mencapai MYR 28.9 Milyar naik dari MYR 27.9 miliar di tahun 2012. 36
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Lampiran 2. Kuesioner Survei
KUESIONER SURVEI SURVEI KONSUMSI BBM KUESIONER RUMAH TANGGA PEMILIK MOBIL ATAU MOTOR Tujuan Survei Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) - Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia bekerjasama dengan Badan Kebijakan Fiskal Kementrian Keuangan, sedang mengadakan penelitian mengenai pola konsumsi bahan bakar minyak bagi pengguna kendaraan bermotor. Survei ini bertujuan untuk mengetahui pola konsumsi BBM dari pemilik kendaraan bermotor di Indonesia. Petunjuk Umum bagi responden Jenis pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner ini adalah sebagai berikut: - Pertanyaan merupakan pertanyaan tertutup dengan alternatif jawaban yang telah disediakan. Responden memberikan tanda lingkaran (o) pada jawaban yang paling sesuai dengan kondisi dan pengalaman responden. - Beberapa pertanyaan disampaikan secara terbuka, yang diharapkan dapat diisi sesuai dengan kondisi dan pengalaman responden Jawaban Bapak/Ibu tidak ada yang dinilai benar atau salah, melainkan diisi sesuai dengan kondisi dan pengalaman Bapak/Ibu dalam hal pengeluaran untuk bahan bakar. Informasi yang didapat dari survei ini akan dijamin kerahasiaannya dan tidak disebarluaskan. Sebagai bukti keabsahan jawaban responden, kami mohon responden berkenan membubuhkan tanda tangan pada kotak yang tersedia di bawah ini. Nama Responden
:
_____________________________
Alamat
:
_____________________________ _____________________________
Telpon/Fax
:
_____________________________
Nama Surveior
:
_____________________________
Hari dan Tanggal Wawancara
:
_____________________________
Tanda Tangan/Responden
:
_____________________________
LAMPIRAN-LAMPIRAN
157
DAFTAR PESERTA YANG HADIR PADA FGD DI BELITUNG a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
Kantor Pemasaran Pertamina Regional II Sumbagsel Kepala Cabang BRI Kab Belitung Dinas Perhubungan Kab Belitung Bagian Ekonomi Sekertariat Daerah Kab Belitung Dinas Pertambangan dan Energi Bagian Ekonomi Sekertariat Daerah Kab Beltim Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kapolres Kab. Belitung Organda Kab Belitung Hiswana Migas Kab Belitung
DAFTAR PESERTA YANG HADIR PADA FGD DI BATAM a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Kantor Pemasaran Pertamina Batam Kepala Cabang BRI Kota Batam Dinas Perhubungan Kota Batam Bagian Ekonomi Sekertariat Daerah Kota Batam Dinas Perindustrian, Perdagangan, Energi, dan Sumber Daya Dinas Pendapatan Daerah Kota Batam Kapolres Kota Batam Organda Kota Batam Hiswana Migas Kota Batam
Diesel di Malaysia disubsidi, ritel di MYR 1.8 (USD 0.58) per liter sejak Desember 2010. Perahu nelayan dan kategori kendaraan tertentu yang digunakan untuk menikmati subsidi tambahan. Hingga Juli 2011, ketika praktek itu dihentikan, diesel untuk digunakan dalam perahu nelayan dijual dengan diskon dari MYR 0.50-0.55 (USD 0.17-0.18) per liter. Perahu sungai penumpang dan kendaraan tertentu menikmati diskon harga sekitar MYR 0.30 (USD 0.10) per liter. Penghapusan sembilan kategori kendaraan dari kelayakan pada Juni 2011 meninggalkan kendaraan sebagian besar angkutan umum penumpang, ambulans, dan pemadam kebakaran menerima potongan harga. Bensin untuk digunakan oleh kapal nelayan tetap bersubsidi (Malaysia 2012b). Kenaikan harga terakhir yang dilaporkan di situs web Pemerintah untuk kapal nelayan adalah MYR 1.25 (USD 0.41) per liter di Juli 2011 (Malaysia 2011), terhadap harga bensin dengan angka oktan riset (RON) dari 95-oktan terendah tersedia di Malaysia-sejak Desember 2010 untuk semua konsumen lain MYR 1.90 (USD 0.63). Kedua MYR 1.25 dan MYR 1.90 lebih rendah dari harga FOB patokan di Singapura sebesar USD 0.77 per liter. Saat ini, warga dapat memperoleh subsidi dengan menggesekkan my kads di SPBU dan masih mendapatkan cash back pada harga MYR 1.80 per liter. Pemerintah Malaysia kini aktif mencari untuk menemukan cara untuk menerapkan mekanisme penetapan harga multi-tier untuk kelompok sasaran yang sesuai dengan tujuan subsidi dengan beberapa skema yang diusulkan. Penerapan subsidi sesuai dengan tingkat standar tertentu dirasakan sebagai mekanisme ideal selama pengeluaran subsidi untuk kalangan berpenghasilan rendah tidak melebihi dana yang dihemat dari pemotongan subsidi untuk kalangan berpenghasilan tinggi. Pemerintah Malaysia mempertimbangkan untuk memberikan subsidi bertarget dalam bentuk persen potongan dari harga pasar bahan bakar sesuai dengan tingkatan kelompok pendapatan rumah tangga. Di Malaysia pendapatan keluarga dibagi menjadi tiga kelompok yaitu 40% terbawah, 40% menengah dan 20% teratas dengan kartu identitas berchip Malaysia, my kads. Dengan inilah, pembagian subsidi menurut pendapatan keluarga dimungkinkan dan kelompok berpendapatan rendah dapat memperoleh tingkat subsidi dan kuota bensin bulanan yang lebih tinggi. Skema pertama adalah untuk membedakan subsidi BBM berdasarkan tingkat pendapatan, sebagai berikut: 1. Pembelian bensin tak terbatas bagi mereka dengan penghasilan MYR 5,000 (USD 1,500) atau lebih rendah serta bagi pemilik kendaraan pribadi dengan kapasitas mesin kurang dari 2,000 cc. 2. Adanya kuota bulanan atau mingguan untuk pembelian bensin bersubsidi bagi mereka dengan penghasilan antara MYR 5,000 (USD 1,500) dan MYR 10,000 (USD 3,100) per bulan. Pembelian bensin over-the-limit tambahan dijual dengan harga non-subsidi. 3. Warga dengan gaji bulanan di atas MYR 10,000 (USD 3,100) dan orang asing yang tinggal di Malaysia dan mobil pribadi sendiri terdaftar tidak memenuhi syarat untuk mendapat subsidi bensin.
156
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
BAB 2 PENGALAMAN NEGARA LAIN DALAM REFORMASI KEBIJAKAN BAHAN BAKAR MINYAK
37
Alternatif lain adalah untuk subsidi bensin yang diberikan melalui sistem kuota berdasarkan jenis kendaraan dan kapasitas mesin yang tidak menjatahkan subsidi untuk kendaraan dengan kapasitas mesin tertentu atau yang berasal dari negara lain. Pembagian ini dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:
LAMPIRAN – LAMPIRAN
Tabel 2.1. Kuota yang Diusulkan untuk Subsidi BBM Malaysia Golongan 1 2 3 4
Motor <125 cc 125-250 cc >250 cc Kendaraan Asing
Kuota (liter) 8 10 NA NA
Mobil <1500 cc 1500cc-1800cc >1800 cc Kendaraan Asing
Kuota (liter) 28 40 NA NA
Pemerintah Malaysia juga mengusulkan kompensasi tunai untuk mengimbangi sebagian dari perbedaan antara harga diesel lama dan baru untuk nelayan dan pemilik kapal dalam bentuk pembayaran tunai bulanan sebesar MYR 200 (USD 61) untuk setiap pemilik dan awak anggota kapal milik Malaysia yang terdaftar pada Dinas Perikanan dan pembayaran insentif kepada pemilik kapal dan MYR 0.1 dan USD 0.03 per kilogram ikan yang berasal dari kapal penangkap ikan dan diterima di pusat-pusat penjualan ikan di Malaysia. Uniknya, Pemerintah Malaysia juga mencoba untuk berkomunikasi dalam Open Day Lab Rasionalisasi Subsidi untuk menemukan kesamaan antara pendapat penduduk Malaysia atas rasionalisasi subsidi BBM. Dari acara ini, disepakati bahwa subsidi BBM akan harus diregulasi dan itu harus dilakukan dalam hal 3-5 tahun untuk menjamin dampak minimal terhadap perekonomian. Walaupun pada akhirnya melihat kesempatan dari turunnya harga dunia dan arah kebijakan Pemerintah Indonesia yang mencabut subsidi untuk RON 88 dan menggantinya dengan mekanisme subsidi tetap, Pemerintah Malaysia turut mencabut sistem subsidinya sejak 1 Desember 2014 sedangkan mekanisme subsidi bahan bakar bertarget untuk kalangan tertentu sekarang masih dalam tahap proposal.
D. Meksiko Pemerintah Meksiko menetapkan harga bensin dan solar eceran setiap bulan dengan memakai rumus dengan komponen perkiraan biaya produksi, distribusi dan biaya ritel, tetapi Pemerintah dapat menetapkan harga yang berbeda jika memang diinginkan. Harga eceran dapat diatur di atas cost (konsumen pada dasarnya membayar pajak atas bahan bakar) atau di bawah cost (konsumen menerima subsidi). Kenaikan harga minyak mentah dalam beberapa tahun terakhir telah meningkatkan biaya produksi untuk bensin dan solar, sedangkan harga eceran Meksiko tidak mengalami perubahan yang sesuai dengan kenaikan harga yang membuat penjualan bensin dan
38
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Lampiran 1.
Daftar Peserta yang Ikut FGD Di Jakarta, FGD Batam dan FGD Belitung
DAFTAR PESERTA YANG HADIR PADA FGD DI JAKARTA Kelompok Regulator a. b. c. d. e. f.
Ditjen Migas, Kementrian ESDM (Nara Sumber) BPH Migas (Nara Sumber) Kementerian Perhubungan (Partisipan) Kementerian Kelautan dan Perikanan (Partisipan) Kepolisian Republik Indonesia (Nara Sumber) Dinas Pendapatan Daerah DKI Jakarta (Partisipan)
Kelompok Operator a. b. c. d. e.
PT. PERTAMINA (Nara Sumber : FUEL CARD dan RFID) HISWANA Migas (Partisipan) Bank BRI (Nara Sumber) ORGANDA (Partisipan) Kepolisian daerah DKI Jakarta (Nara Sumber)
155
solar yang sebelumnya menjadi sumber pajak sebelum tahun 2006 menjadi sumber pengeluaran subsidi. Subsidi bensin per tahun rata-rata mencapai MXN 1.2 per liter sejak tahun 2006 (sekitar 40 sen dolar AS per galon) dan MXN 1.8 per liter untuk diesel (59 sen per galon). Data menunjukkan bahwa 97% dari subsidi diterima oleh 80% kelompok berpenghasilan atas di Meksiko, sedangkan kelompok pendapatan 20% terbawah sendiri hanya mengkonsumsi 3% dari keseluruhan penjualan bensin dan solar pada tahun 2010. Pemerintah Meksiko telah memiliki kebijakan kenaikan harga eceran secara bertahap setiap bulan dalam jumlah kecil sejak tahun 2010 yang bertujuan untuk akhirnya menghapus subsidi. Untuk subsidi bertarget, Pemerintah Meksiko menggunakan transfer uang tunai untuk rumah tangga berpenghasilan rendah menerapkan subsidi ke seluruh populasi adalah salah satu metode yang disukai. Meksiko, pada kenyataannya, bisa menerapkan reformasi seperti melalui program anti kemiskinan yang sudah berjalan sebelumnya, Oportunidades. Program ini telah beroperasi sejak tahun 1997 dan secara khusus diarahkan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat Meksiko termiskin. Penggunaan transfer tunai yang bukan merupakan subsidi BBM langsung dibenarkan secara teori karena transfer tidak seperti subsidi BBM yang menurunkan harga BBM secara artisial. Dengan transfer tunai rumah tangga bebas untuk menggunakan pendapatan tambahan untuk membeli apa yang mereka paling butuhkan dibanding subsidi BBM yang hanya terbatas untuk membeli bahan bakar lebih banyak. Dengan metode ini, masyarakat tetap dapat membeli bahan bakar, tetapi mereka juga mungkin menghabiskan penghasilan tambahan pada barang/jasa lainnya yang memiliki utilitas lebih tinggi bagi mereka seperti makanan atau pakaian. Dengan tidak mempengaruhi harga bahan bakar, transfer tunai dapat menghindari implikasi negatif lain dari subsidi BBM, termasuk dampak lingkungan. Sejauh ini, pengalaman dan kebijakan Filipina dan Meksiko untuk reformasi subsidi BBM merupakan yang paling relevan dengan apa yang Indonesia. Berdasarkan pengalaman Filipina, solusi pertama yang terbaik untuk harga energi adalah diberlakukan deregulasi harga (menghapus harga bahan bakar ad hoc) untuk mengatasi kekakuan harga yang disebabkan oleh pengaruh politik. Namun dalam proses menuju kebijakan tersebut golongan yang tidak mampu masih diberikan subsidi dengan mekanisme diskon. Pemberlakuan harga bahan bakar sesuai harga pasar dan masih memberikan subsidi bagi golongan masyarakat tidak mampu di Filipina telah memberikan dampak positif pada konservasi energi, pengembangan bahan bakar alternatif, dan perlindungan lingkungan.
154
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
BAB 2 PENGALAMAN NEGARA LAIN DALAM REFORMASI KEBIJAKAN BAHAN BAKAR MINYAK
39
Sementara itu, reformasi harga BBM di Meksiko dilakukan melalui proses pemberian subsidi kepada kelompok yang tidak mampu melalui cash transfer ke rumah tangga berpenghasilan rendah. Untuk pengalaman Meksiko, transfer tunai untuk keluarga miskin memang memiliki keunggulan dalam hal pengalokasian sumber daya yang lebih efektif dan pencapaian utilitas yang lebih tinggi untuk peningkatan kesejahteraan. Kebijakan Malaysia dengan subsidi bertarget dengan pemberlakukan kuota, sebenarnya mirip dengan konsep Indonesia dengan instalasi RFID di setiap kendaraan untuk pengawasan dan pengendalian BBM bersubsidi secara elektronik, hanya saja untuk RFID memang memakan biaya yang jauh lebih tinggi. Untuk Indonesia dengan orang-orang yang sangat beragam dari latar belakang ekonomi, pendidikan dan budaya dan juga dengan ruang lingkup yang lebih besar dari setiap daerahnya dibandingkan dengan Malaysia akan lebih sulit dalam menciptakan pemahaman yang sama tentang aplikasi teknologi tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga apabila akan diterapkan sistem dengan teknologi tinggi, diperlukan periode waktu yang signikan dalam mensosialisasikan prosedur program tersebut.
& Makroekonomi Edisi Ketiga, Jakarta. Fakultas Ekonomi Univeitas Indonesia. Silverio , Ina Alleco R. “Malacañang’s Pantawid Oil Subsidies Program, A Deception Says Lawmaker”. 15 April 2011.http://bulatlat.com/main/2011/04/15/ malacanang%E2%80%99s-pantawid-oil-subsidies-program-a-deceptionsays-lawmaker/#sthash.gjT7JC7S.dpuf Varian, Hal R. 1999. Intermediate Microeconomics : A Modern Approach. Fifth Edition. WW Norton and Company. New York. Veerbeek, Marno. 2000. A Guide to Modern Econometrics. JohnWiley and Sons, Ltd. New York.
Fokus terhadap transportasi umum dan angkutan barang diakibatkan karena di negara-negara berkembang di mana harga bahan bakar dikendalikan oleh Pemerintah dan jarang dilakukan penyesuaian, peningkatan tarif angkutan dan harga bahan bakar sering bersamaan. Masyarakat kemudian cenderung percaya bahwa semua tarif transportasi meningkat dan peningkatan berikutnya dalam harga barang penting lainnya adalah sepenuhnya karena kenaikan harga BBM, memberikan efek yang terlalu negatif dari reformasi harga BBM. Walaupun pada kenyataannya biaya bahan bakar hanya sebagian dari total biaya operasi dan hanya bagian kecil dalam perhitungan biaya modal, kenaikan tarif dalam hal persentase bisa lebih tinggi daripada kenaikan harga BBM secara persentase. Dicontohkan dalam kasus Bangladesh ketika harga solar dinaikan sebesar 11% pada September 2011 di Bangladesh, salah satu perusahaan truk menaikkan tarif sebesar 22% (Financial Express, 2011) dan penjual sayur mengklaim bahwa biaya transportasi telah naik lebih dari 30% (New Nation, 2011). Dari hasil kajian mekanisme subsidi beberapa negara tersebut terlihat kecenderungan umum bahwa susbidi BBM diberikan dengan target kelompok masyarakat yang tidak mampu. Mekanisme kebijakan subsidinya bisa dengan transfer cash (seperti di Meksiko) atau transfer non-cash atau dengan mekanisme persen potongan harga (diskon) dengan menggunakan kartu kendali, seperti yang berlaku di Malaysia dan Filipina. Tabel 2.2 berikut memberikan gambaran tindakan pemberian kompensasi dan perlindungan sosial negara-negara di dunia terkait dengan kebijakan harga BBM (GIZ,2013).
40
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Call E:/1data/2015a/BBM BERSUBSIDI/[4 Februari 2015] Draft Laporan Akhir Kajian BBM-1.doc Set: ma/04/02/2015/3:14
153
Daftar Pustaka
Tabel 2.2. Tinjauan Tindakan Kompensasi dan Perlindungan Sosial Negara-Negara di Dunia Negara
Barbier, E.B. Acreman, M.C and Knowler, D. 1996. Economic Valuation of Wetlands : A Guide for Policy Makers and Planners. Ramsar Convention Bureu, Gland, Switzerland.
Kompensasi + Perlindungan Sosial
Argentina
Friedman, David. 1990. Price Theory : An Intermediate Text. South-Western Publishing Co. GIZ. 2013. Indonesia Subsidies. PART 1 : Compensation and Social Protection Measures & PART 2 : Subsidies Measurement and Subsidies Reforms GIZ. 2013. International Fuel Price Just, et al. 1982. Applied Welfare Economics and Public Policy. Prentice-Hall, Inc. Englewodd Cliffs, N. J. Lancaster, K.J. 1966. A New Approach to Consumer Theory. Journal of Political Economy 74: 132-157 LPEM FEUI. 2005. Kerangka Ekonomi untuk Melengkapi Sistem Audit Bagi BBM Bersubsidi, tahun 2005, kerjasama LPEM FEUI dengan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) LPEM FEUI.2005. Analisis Perubahan Sistem Distribusi BBM dari Depot ke SPBU, tahun 2006, kerjasama LPEM FEUI dengan HISWANA MIGAS. LPEM FEUI. 2007. Kontribusi dan Dampak Ekonomi Sektor ESDM terhadap Penerimaan Negara LPEM FEUI. 2007. Pengembangan Gas Bumi di Indonesia Sebagai Salah Satu Sumber Energi Alternatif Selain BBM LPEM FEUI. 2009. Studi Proyeksi Pasar dan Pangsa Pasar BBM/BBK dan LPG di Indonesia, tahun 2009, kerjasama LPEM FEUI dengan PT. Pertamina. LPEM FEUI. 2011. Kajian Pengawasan Pengaturan BBM Subsidi, Tahun 2011, Ditjen Migas LPEM FEUI. 2012. Pengembangan Model Proyeksi Volume BBM BersubsidiBerdasarkan Konsumen Pengguna dan Wilayah, tahun 2009, kerjasama LPEM FEUI dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF).
Bangladesh Cina
Tindakan Tambahan Untuk merespon adanya pembelian oleh turis negara asing: harga yang berbeda untuk plat kendaraan asing dari Brazil Menekan perusahaan minyak untuk mengurangi harga Memakai pajak ekspor untuk menurunkan harga domestic
Memberikan subsidi uang tunai kepada petani untuk irigasi yang memakai mesin diesel 2009: Pemerintah mengunmumkan bahwa transportasi public, perikanan dan perusahaan perhutanan yang dimiliki negara akan disubsidi saat harga ex-renery yang ditentukan Pemerintah untuk bensin dan diesel melebihi CNY 4,400 (USD 700 atau USD 0.94/liter) dan CNY 3,870 (USD 615, atau USD 0.73/liter) per ton, untuk masing-masing jenis bahan bakar. Pemerintah Pusat akan membayar semua biaya bahan bakar yang melebihi batas harga yang sudah ditentukan untuk nelayan perseorangan atau perusahaan nelayan dan juga perusahaan perhutanan milik negara dan perusahaan transportasi publik perkotaan serta, setengah dari biaya suplus untuk jalanan di pedesaan dan perusahaan pengangkut air serta perusahaan nelayan laut saat harga exrenery di antara CNY 4,400 dan 5,480 (USD 870) per ton dan untuk diesel di antara CNY 3,870 dan CNY 5,070 (USD 805). Di atas harga-harga ini, Pemerintah Pusat membayar seluruh kelebihan biaya.
Pemerintah menerapkan pelarangan sementara untuk ekspor diesel pada tahun 2011.
Prayoga, Ayudha D, et al. 2000. Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia. Jakarta : ELIPS Project Rahardja, P., & Manurung, M. (2008). Pengantar Ilmu Ekonomi: Mikroekonomi
152
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
BAB 2 PENGALAMAN NEGARA LAIN DALAM REFORMASI KEBIJAKAN BAHAN BAKAR MINYAK
41
Negara
Costa Rica
Republik Dominika
El Salvador
42
Kompensasi + Perlindungan Sosial 2012: Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional yang bertugas untuk menentukan harga bahan bakar minyak memberikan subsidi bulanan sekitar CNY 300 (USD 48) kepada supir taksi di seluruh Cina untuk mengkompensasi kenaikan harga bensin. Sementara itu Kementrian Keuangan mengatakan bahwa CNY 67.4 Milyar (USD 11 Milyar) telah dijatahkan untuk subsidi bahan bakar untuk perikanan, perhutanan, transportasi public dan taksi serta CNY 24.3 Milyar (USD 3.9 Milyar) untuk pertanian yang bertujuan untuk memastikan bahwa pendapatan petani tidak terpengaruh secara negatif dengan adanya kenaikan harga minyak dan kemungkinan kenaikan harga untuk bahan-bahan agrikultural di tahun itu. Sejak tahun 2012, perahu nelayan menerima total USD 112 Juta untuk bahan bakar bersubsidi (yang telah ditambah pajak) dalam tujuh tahun terakhir. 2008: subsidi harga untuk LPG dihilangkan dan digantikan dengan skema perlindungan social diamana 730,000 bonogas cards diberikan kepada keluarga miskin yang merupakan potongan harga bulanan sebesar DOP 228 (USD 6.30 pada saat itu) untuk pembelian LPG. Transportasi publik disubsidi berdasarkan proporsi harga bahan bakar minyak, walaupun permasalahan skal membuat pemberian subsidi sulit untuk dilakukan dan di tahun 2012 Pemerintah mempertimbangan pemotongan subsidi sampai 40%. Pemberian transfer tunai sebesar USD 9.10 per bulan kepada masyarakat miskin dan institusi yang melayani masyarakat miskin untuk kompensasi harga LPG. Mulai Agustus 2011, penerima subsidi dapat memilih untuk menerima subsidi dengan pemotongan rekening tagihan listrik.
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Tindakan Tambahan
a) Usulan jumlah kuota BBM untuk angkutan umum dan angkutan barang. Dengan memberikan wewenang kepada daerah untuk mengusulkan penentuan kuota BBM di masing-masing Kabupaten/ Kota atau Propinsi, diharapkan penentuan kuota BBM bersubsidi bagi angkutan umum dan angkutan barang dapat dilakukan secara cermat, tepat dan telah dikomunikasikan (disosialisasikan) kepada seluruh stakeholders sehingga tidak terjadi gejolak sosial. Penetapan kuota ditetapkan oleh Pemerintah atau instansi pembina yang mengeluarkan izin trayek angkutan umum atau angkutan barang. b) Pengadaan dan pembagian smart cards bekerja sama dengan kepolisian daerah dan perbankan, karena Pemda-lah yang dianggap lebih tahu untuk membagikan smart cards 4. Uji coba mekanisme pemberian diskon dapat dilakukan di Batam dengan sedikit mengubah mekanisme fuel card yang bisa digunakan sebagai penanda diskon dan pembayaran bisa dilakukan dengan non tunai. 5. Agar angkutan umum mau berpindah ke BBG, Pemerintah hendaknya mengalokasikan anggaran susbidi BBG secara lebih luas yang disertai dengan pemberian insentif dalam pembelian converter kits. Selain itu, infrastruktur BBG harus lebih banyak lagi disediakan di kota-kota besar. Untuk itu, program konversi BBM ke BBG hendaknya dilakukan secara bertahap dengan semakin memperluas cakupan daerah.
BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
151
a) Subsidi proposional atau subsidi tetap (dengan penyesuaian besaran dan persentase subsidi sesuai dengan harga BBM non subsidi dengan rentang persentase subsidi hingga 25%). Apabila terjadi kenaikan harga minyak dunia ke level harga minyak dunia seperti tahun 2014, maka dengan menggunakan mekanisme ini besaran subsidi yang akan diberikan oleh Pemerintah tidak akan sebesar periode sebelumnya. b) Mekanismenya: distribusi tertutup targeted, berkuota dengan smart card, dan pemberian subsidi dengan diskon. 4. Mekanisme subsidi BBM yang terdapat pada kesimpulan poin (2) di atas, dapat diterapkan pula dalam kebijakan subsidi BBG, jika di kemudian hari Pemerintah memilih kebijakan konversi BBM ke BBG dan kebijakan subsidi BBG untuk kendaraan angkutan umum penumpang dan angkutan barang. Dari hasil analisis dampak, kebijakan subsidi BBG dengan menggunakan mekanisme tersebut juga layak untuk dapat dipertimbangkan. Namun, sehubungan dengan infrastuktur BBG yang masih terbatas, maka kebijakan konversi BBM ke BBG belum dapat dilaksanakan secara menyeluruh. Konversi BBM ke BBG dengan kebijakan pemberian subsidi BBG dapat dilakukan secara bertahap.
Negara India
Iran
2. Untuk mitigasi (mengurangi dampak negatif) dari kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran, antara lain melalui:
Tindakan Tambahan Penjatahan bahan bakar minyak bersubsidi: Kerosene bersubsidi diberikan kuota.
Pada tahun 2011, Pemerintah membayar IRR 455,000 (USD 43 dengan kurs 2011) sebulan untuk semua penduduk Iran (sekitar 73 juta penerima), jumlah total yang melebihi dana yang dihemat dari kenaikan harga dan tarif mencapai IRR 30 Triliun.
7.2. Rekomendasi 1. Untuk mengatur target dan mekanisme kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran, perlu dilakukan perubahan terhadap Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Target penerima subsidi BBM yang dinilai lebih tepat sasaran adalah : (i) nelayan (kapal < 30 GT) dan usaha perikanan; (ii) petani (lahan < 2 ha); (iii) usaha mikro; (iv) transportasi publik (plat kuning); (v) ambulan dan pelayanan publik lainnya; dan (vi) angkutan barang (truck, pick-up, dan box).
Kompensasi + Perlindungan Sosial 2006 dan 2008: mengalihkan subsidi kerosene ke transfer tunai untuk keluarga miskin. Di tahun 2011, proposal lain diajukan, yaitu mengalihkan subsidi harga menjadi transfer tunai bulanan sebesar INR 300 (about USD 6.50) yang diberikan kepada wanita. Pemerintah menggunakan hingga 50% dari dana yang dihemat dengan pemotongan subsidi untuk transfer tunai dan in-kind kepada keluarga yang membutuhkan dari tingkat pendapatannya. Sedangkan untuk sistem perlindungan sosial, 30% dari dana yang dihemat dijadikan untuk pinjaman lunak dan kredit untuk industri dan sisa 20% diberikan untuk program Pemerintah lainnya serta investasi infrastuktur.
Pada tahun 2012 Parlement meningkatkan alokasi untuk transfer tunai kepada keluarga dari 50% menjadi 80%. Kazakhstan
Menggunakan larangan ekspor untuk menurunkan harga domestik.
a) Pembangunan sistem transportasi angkutan umum yang terintegrasi antar moda (antar angkutan penumpang umum jalan raya-kereta api-angkutan laut, dan angkutan udara) yang esien sehingga biaya mobilitas orang maupun barang semakin esien. b) Penguatan program pendidikan dan kesehatan gratis, serta cash transfer untuk kelompok tidak mampu. 3. Pemerintah Daerah dapat berperan aktif dalam kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran melalui:
150
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
BAB 2 PENGALAMAN NEGARA LAIN DALAM REFORMASI KEBIJAKAN BAHAN BAKAR MINYAK
43
Negara
Kompensasi + Perlindungan Sosial
Kenya
Mozambique Transportasi publik di perkotaan mendapatkan reimburse untuk perbedaan harga antara harga diesel yang berlaku dengan standar MZN 31 (USD 1.03)/liter. Pada bulan Maret 2011, Pemerintah mengumumkan sebuah program subsidi yang menargetkan 1.8 juta orang miskin di 11 ibukota provinsi yang termasuk tiket bus langganan untuk pekerja, siswa sekolah dan lanjut usia. Voucher untuk transportasi perkotaan diterbitkan di tahun 2011. Nigeria Program Subsidies Reinvestment and Empowerment (SURE). Terdapat 3 tujuan dari program SURE: untuk memitigasi efek langsung dari penghapusan subsidi, mempercepat transformasi ekonomi lewat investasi pada infrastuktur kritikal dan menetapkan pondasi untuk program jaringan pengaman nasional. Mekanisme perlindungan sosial di bawah SURE termasuk untuk pelayanan kesehatan maternal dan anak, pekerjaan publik untuk wanita dan pemuda, perkembangan transportasi perkotaan dan pelatihan kejuruan. Anggaran 2013 mengalokasikan NGN 273.5 Milyar (USD 1.7 milyar) untuk program SURE.
44
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Tindakan Tambahan Respon untuk penyelewengan untuk tujuan komersil: semua all bahan bakar yang ditujukan untuk ekspor (kecuali bahan bakar jet) dan kerosene untuk bahan bakar penerangan yang dijual di Kenya ditandai secara kimiawi 2009: Pemerintah memulai inspeksi wajib untuk semua bahan bakar minyak yang diperjualbelikan di Mombasa.
BAB 7
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
7.1. Kesimpulan 1. Target subsidi BBM yang dinilai sesuai dengan UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi dan sesuai dengan prinsip keadilan adalah kelompok target yang tertuang dalam Perpres No. 191 Tahun 2014 minus kendaraan mobil pribadi plat hitam dan sepeda motor, yaitu (1) Nelayan (kapal < 30 GT) dan usaha perikanan skala kecil; (2) Petani (lahan max 2 ha); (3) Usaha mikro (4) Transportasi publik (plat kuning); (5) Ambulan dan pelayanan publik lainnya; (6) Angkutan barang (truck, pick-up, box). 2. Agar subsidi BBM dapat menjadi lebih tepat sasaran, maka subsidi diberikan melalui potongan harga bagi kelompok target pada pembelian BBM dengan kuota tertentu, dengan alat kendali yang praktis (mudah digunakan) serta berbiaya murah (menggunakan teknologi dan sistem yang sudah biasa digunakan oleh perbankan, sehingga tinggal memodikasi dan tidak perlu membangun sistem baru) yaitu smart card. Pemberian smart card bisa lebih tepat sasaran dengan mengacu data kendaraan yang ada di masing-masing kantor kepolisian daerah dan data ijin trayek. Mekanisme ini akan lebih praktis dan memudahkan masyarakat karena tidak memerlukan instalasi khusus pada kendaraan, tidak perlu top-up, serta memungkinkan pembayaran secara tunai maupun non tunai. 3. Skenario kebijakan BBM bersubsidi yang lebih tepat sasaran dengan dampak buruk yang minimal adalah:
149
Negara Peru
Filipina
Rusia
148
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Kompensasi + Perlindungan Sosial
Tindakan Tambahan
Di tahun 2010, Dinas Perpajakan Peru menyetujui pemotongan hingga 30% untuk pajak konsumsi tertentu untuk diesel yang digunakan kendaraan berpenumpang untuk tiga tahun. Hanya perusahaan transportasi yang beroperasi dengan dokumentasi dan ijin yang lengkap yang dinyatakan berhak untuk mendapatkan potongan ini, tindakan ini sekaligus membantu perusahaan resmi dalam persaingan dengan operator ilegal. Pada tahun 2011, peraturan Pemerintah mewajibkan penetapan Program Bantuan Transportasi Publik dan mengalokasikan PHP 450 Juta (USD 10 Juta) untuk dana kompensasi menggunakan smart cards yang diberikan kepada supir jeepney dan becak motor yangt teregistrasi. Dengan jatah PHP 1,050 (USD 24) per jeepney, hanya 95,000 kartu yang diklaim dari 150,000 kartu dicetak untuk jeepney, menyebabkan Pemerintah untuk menawarkan kenaikan kompensasi menjadi sebesar PHP 1,200 (USD 28) per kendaraan di tahun 2012. Pemerintah membatalkan rencana untuk skema subsidi bahan bakar minyak untuk pertanian dan perikanan pada Mei 2011 dengan alasan kesulitan dalam identikasi penerima bantuan. Menggunakan pajak ekspor dan cara lain untuk menurunkan harga-harga: Pemerintah menggunakan pajak ekspor pada produk petroleum dan cara lainnya untuk mempengaruhi harga bahan bakar minyak domestik.
BAB 2 PENGALAMAN NEGARA LAIN DALAM REFORMASI KEBIJAKAN BAHAN BAKAR MINYAK
45
Negara
Kompensasi + Perlindungan Sosial
Senegal
Sri Lanka
Syria
46
Tindakan Tambahan Terdapat program penanda kimiawi untuk mengecek percampuran dari bahan bakar diesel dengan kerosene ataupun jenis bahan lainnya yang merupakan bagian dari penyelewengan komersil.
Mengikuti kenaikan harga 37%, Pemerintah pada Februari 2012 setuju untuk menyediakan 50 liter bahan bakar minyak per hari untuk bis dengan jarak tempuh dekat dan 80 liter untuk bis jarak jauh dengan harga diesel yang lama. Sebagai tambahn, LKR 1,550 (USD 13) akan diberikan untuk setiap bis jarak dekat pribadi dan LKR 2,480 (USD 21) untuk setiap pemilik bis pribadi jarak jauh. Pemerintah juga memberikan subsidi per liter masing-masing LKR 25 (USD 0.21) dan LKR 12 (USD 0.10) untuk kapal nelayan yang menggunakan kerosene dan diesel. Program pengentasan kemiskinan nasional, Samurdhi, memberikan anggaran bulanan untuk kerosene bagi rumah tangga yang tidak memiliki akses listrik, mulai dari LKR 100 (USD 0.85) sampai LKR 200 (USD 1.71) di Februari 2012. Setiap rumah tangga menerima kupon untuk membeli 1,000 liter diesel dengan harga SYP 9 (USD 0.19)/liter saat Pemerintah menaikan harga diesel nyaris tiga kali lipat pada April 2008. Pemerintah di Januari 2011 menaikan jatah minyak untuk pemanas untuk 2 juta pekerja public dan pensiunan hingga 72% menjadi sekitar SYP 1,500 (USD 32) per bulan.
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Tabel 6.8. Analisis Perbandingan Dampak Subsidi Tetap untuk Solar dengan Konversi ke BBG dengan Subsidi Tetap Faktor yang Dipertimbangkan
Dampak skal (APBN P 2015, Triliun Rupiah ) Harga bahan bakar tertimbang tahun 2014 (IDR per liter) Harga tertimbang bahan bakar angkutan (IDR per Liter) Kenaikan/penurunan harga bahan bakar kendaraan dibanding harga 2014 Dampak terhadap inasi: perubahan inasi (%) Dampak terhadap kemiskinan: perubahan kemiskinan (%) Dampak terhadap pertumbuhan ekonomi: perubahan pertumbuhan ekonomi (%)
Subsidi BBM Subsidi BBG tetap Bantuan tetap sebesar Sebesar IDR 1,000 per pembelian IDR 1,000 per liter, dengan harga converter liter, harga solar V-Gas IDR 5,100 per kits untuk non subsidi liter setara premium, angkutan IDR 7,500 per untuk angkutan umum liter (kebijakan umum penumpang penumpang subsidi Perpres dan barang, baik sebanyak No. 191/2014: berbahan bakar solar 1,001,905 unit Hanya solar maupun bensin kendaraan @ yang disubsidi) IDR 12 Juta 17.05 23.49 12.02 6,134
6,134
6,535
4,639
6.54
-24.37
0.87
-3.25
0.55
-2.06
-0.48
1.79
BAB 6 ANALISIS DAMPAK MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
147
Jika konversi dari BBM ke BBG untuk angkutan umum dan angkutan barang berhasil, maka mobil pribadi (mobil plat hitam) mungkin tertarik untuk menggunakan BBG, apalagi jika harga BBM naik. Namun demikian, harga BBG untuk mobil pribadi sebaiknya tidak disubsidi (analoginya sama dengan LPG 12 kg dan 50 kg), sementara itu harga BBG untuk mobil angkutan umum dan angkutan barang disubsidi (analoginya sama dengan LPG 3 kg). Agar subsidi BBG tepat sasaran (untuk angkutan penumpang umum dan angkutan barang), maka mekanisme subsidi BBM yang menggunakan targeted subsidies menggunakan smart card dengan metode diskon dan diberikan kuota dapat diterapkan untuk memberikan subsidi BBG untuk angkutan umum dan angkutan barang tersebut. Jadi di SPBG hanya akan ada satu harga, yakni harga non subsidi untuk BBG, tetapi untuk angkutan umum yang memilik smart card akan memperoleh harga diskon untuk pembelian BBG sejumlah volume tertentu. Hasil perbandingan analisis dampak penggunaan BBG yang dibandingkan dengan subsidi tetap sebagaimana situasi saat ini (S0) pada Table 6.8, maka terlihat bahwa penggunaan BBG bersifat superior dan menunjukkan nilai indikator makro yang jauh lebih baik dan positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
146
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Negara Thailand
Kompensasi + Perlindungan Sosial
Tindakan Tambahan
Pemerintah telah berulang kali memperpanjang program subsidi utilitas untuk rumah tangga berpendapatan rendah yang pertama diperkenalkan di tahun 2008 seiring dengan kenaikan harga minyak dunia: listrik gratis untuk rumah tangga yang mempergunakan hanya sampai 90 kWh per bulan, yang kemudian dikurangi menjadi hingga 50 kWh pada November 2011, dan tumpangan gratis untuk bis umum yang tidak memakai AC serta kereta ekonomi.
Potongan pajak : Pada 2011, cabinet telah menyetujui potongan untuk bea cukai diesel dari THB 5.31 (USD 0.18)/liter menjadi THB 0.005 (USD 0.0002) efektif mulai April 21 sampai September 30 untuk menjaga agar harga diesel tetap di bawah atau sama dengan THB 30 (sekitar USD 1)/liter. Pada Juli 2011, Departemen Bea dan Cukai mengatakan bahwa keputusan tersebut telah menyebabkan konsumsi diesel yang lebih tinggi dan Pemerintah telah mengalami kerugian THB 9 Milyar (USD 300 Juta) per bulan. Pemerintah pada bulan Agustus 2011 menghentikan kontribusi dari RON 91 dan 95 gasoline serta diesel ke Dana Bahan Bakar Minyak. Pemerintah mengirimkan pejabat ke 18,000 pompa pengisian untuk mengecek jumlah stok sebelum harga baru dinyatakan efektif berlaku;Pemerintah kemudian menyisihkan sekitar THB 3 Milyar (USD 100 Juta) untuk mengkompensasi retailer untuk persediaan. Sebagai tambahan, biofuels mendapatkan potongan pajak yang cukup besar.
BAB 2 PENGALAMAN NEGARA LAIN DALAM REFORMASI KEBIJAKAN BAHAN BAKAR MINYAK
47
Negara
Kompensasi + Perlindungan Sosial
Vietnam
Sumber : GIZ, 2013
Tindakan Tambahan Total potongan pajak dan biaya pada E10 untuk gasoline dengan RON 91 sebesar USD 0.63 per liter campuran ethanol pada Feb 2007. Pada pertengahan 2008, total potongan mencapai USD 2 per liter untuk campuran ethanol, dan tetap mencapai lebih dari USD 2 pada 2012, atau tiga kali lipat harga FOB dari tingkat gasoline yang sama di Singapore. Potongan pajak: Tarif impor untuk gasoline dan bahan bakar jet dihapuskan pada Februari 2012 dan untuk diesel serta kerosene pada Maret 2012. Pemerintah telah menyesuaikan tarif impor secara teratur untuk meratakan harga retail.
6.7. Alternatif Kebijakan Susbidi BBM: Skenario Konversi BBM ke BBG Terkait dengan pengendalian tingkat konsumsi BBM, Pemerintah dapat menempuh kebijakan lain selain membereikan subsidi ke transportasi umum yaitu mendorong penggunaan Bahan Bakar Gas (BBG) untuk transportasi umum dengan beberapa alasan sebagai berikut: a) Harga BBG lebih murah dari BBM, sebagai contoh V –Gas harganya sekitar IDR 5,100 per liter setara premium dan CNG: IDR 3,100 per liter setara premium. Dengan harga tersebut, tentunya biaya operasional kendaraan akan menjadi lebih murah dan akan menurunkan biaya transportasi sehingga akan dapat menekan Inasi dan meningkatkan tingkat akses transportasi umum bagi masyarakat tidak mampu sehingga secara relatif angka kemiskinan dapat menurun. b) Jika angkutan barang (truk dan pick up) masuk dalam program konversi ke BBG, maka biaya distribusi barang akan menjadi lebih murah sehingga permintaan barang dan jasa meningkat dan akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. c) Penurunan tingkat konsumsi BBM yang menurun akan mengkibatkan impor BBM juga turun sehingga neraca perdagangan akan membaik. d) Penggunaan BBG tentu akan lebih ramah lingkungan dibandingkan BBM. Namun demikian, terdapat beberapa kendala terkait dengan konversi BBM ke BBG untuk angkutan umum yaitu: a) Ketersediaan pasokan BBG dan instalasi infrastrukturnya dimana saat ini SPBG yang masih terbatas. b) Harga converter kit yang relatif mahal (IDR 12 Juta - 15 Juta per unit) c) Harga mobil berbahan bakar gas masih lebih mahal d) Pengetahuan menggunakan bahan bakar gas yang masih rendah à Persepsi keamanan menggunakan gas. Mengingat potensi penggunaan BBG bagi angkutan umum, maka Pemerintah perlu menyediakan insentif untuk mendorong angkutan umum mau berpindah menggunakan BBG, yakni dengan: a) Memberikan converter kit (gratis atau subsidi) sebagaimana telah menjadi program Pemerintah untuk membagikan convertir kit gratis (294 ribu unit alat konversi , Tahun Anggaran 2014) b) Memberikan subsidi BBG, misal dengan subsidi tetap atau persentase.
48
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
BAB 6 ANALISIS DAMPAK MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
145
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Catatan : Proporsional artinya proporsional terhadap harga jual eceran non subsidi Sumber: Hasil Perhitungan, 2015
Kebijakan Subsidi S0 S1 S2 S3 S4 S5 S6 Distribusi Terbuka Tertutup Tertutup Tertutup Tertutup Tertutup Tertutup Penerima subsidi Semua Targeted Targeted Targeted Targeted Targeted Targeted Perpres 191/2014 Perpres 191/2014, tetapi mobil pribadi dan motor tidak disubsidi Alat pemantau subsidi Tidak ada smart card smart card smart card smart card smart card smart card Mekanisme pemberian subsidi Via Pertamina Diskon Diskon Diskon Diskon Diskon Diskon Bensin Kebijakan subsidi Tidak Mengambang Tetap Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional RON 88 10% 15% 20% 25% Minyak Kebijakan subsidi Tetap Mengambang Tetap Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional solar 10% 15% 20% 25% Kesesuaian dengan UU Energi * 7 4 4 4 4 4 4 Keadilan 7 4 4 4 4 4 4 Harga Dasar + Margin + Pajak Solar = IDR 7,400/Liter Fiskal (IDR Triliun) 3 1 4 2 5 6 7 Makro (%) 5 7 4 6 3 2 1 Lingkungan (IDR 1 3 4 2 5 6 7 Triliun) Harga Dasar + Margin + Pajak Solar = IDR 10,600/Liter Fiskal (IDR Triliun) 1 7 2 3 4 5 6 Makro (%) 7 1 6 5 4 3 2 Lingkungan (IDR 1 7 2 3 4 5 6 Triliun) Ranking dampak 7 4 5 6 3 2 1 sosial Total ranking (Fis 39 38 35 35 36 37 38 kal+Makro+Lingku ngan+Sosial+ Adil+ UU Energi) Ranking pilihan 7 5 1 1 3 4 5
Tabel 6.7. Peringkat Pilihan Skenario Mekanisme Kebijakan BBM Bersubsidi 144
BAB 3
Secara teoritis, kebijakan subsidi BBM bersubsidi membuat tingkat konsumsinya (penjualan BBM bersubsidi) akan lebih besar dari yang dibutuhkan oleh masyarakat, karena penetapan harga BBM bersubsidi yang lebih rendah dari harga keekonomiannya. Hal tersebut bisa terjadi karena beberapa hal, yaitu: (1) disparitas harga BBM bersubsidi dan non subsidi mendorong penyelewengan BBM bersubidi ke pengguna yang tidak berhak, (2) disparitas harga BBM bersubsidi dengan harga BBM di luar negeri yang makin besar, akan makin mendorong (memberikan insentif) terjadinya penyelundupan (LPEM FEUI dan BKF, 2012). Untuk menghindari kelangkaan, Pertamina yang ditugasi oleh Pemerintah untuk mendistribusikan BBM bersubsidi harus memasok (menjual) lebih banyak BBM bersubsidi walaupun sebenarnya pasokan tersebut jauh di atas konsumsi rill dalam negeri. Hal ini terjadi di beberapa daerah seperti di Batam dan Belitung. Berapapun banyaknya BBM bersubsidi dipasok ke SPBU selalu akan habis. Pada Gambar 3.1 terlihat bahwa konsumsi rill sebenarnya sebesar Qx, namun yang dipasok Pertamina (Pemerintah) jauh di atasnya yaitu sebesar Qs, mengikuti kurva permintaan dalam negeri ditambah untuk yang diselundupkan dan yang diselewengkan. Jadi, Pertamina bersedia menjual sebesar Qs dengan harga subsidi (Ps) dan Pemerintah harus memberikan subsidi sebesar luas segi empat PmPsCD. Bila konsumsi riil masyarakat adalah sebesar Qx, subsidi yang mestinya ditanggung oleh Pemerintah lebih rendah, yaitu sebesar hasil kali konsumsi riil (OQx) dikalikan dengan selisih antara Pm dan Ps, atau sama dengan luas segi empat PmBEPs. Dengan demikian ada penggunaan BBM bersubsidi oleh yang tidak berhak sebanyak Qs dikurang Qx, sehingga jumlah subsidi yang lari ke luar sistem (spill over) dan dinikmati oleh penyelundup dan orang di luar negeri serta pengguna yang tidak berhak lainnya sebesar BCDE.
49
Dengan menggunakan kerangka analisis tersebut, ketika Pemerintah melalui Pertamina membatasi konsumsi BBM karena kuota di APBN, maka saat itu pula akan terjadi kelangkaan BBM bersubsidi, terjadi antrian di SPBU dan masyarakat yang berhak memperoleh BBM bersubsidi malah tidak bisa memperoleh BBM bersubsidi. Hal ini terutama terjadi di daerah-daerah yang penyelewengan BBM bersubsidinya tinggi yakni daerah yang ada aktivitas perkebunan, pertambangan dan industri, karena BBMbersubsidi dibeli secara besar-besaran oleh apa yang disebut sebagai pelangsir (seperti yang terdapat di Batam) atau pengerit (seperti yang terjadi di Belitung). Terdapatnya larangan bagi sektor pertambangan, perkebunan dan industri menggunakan BBM bersubsidi dimanfaatkan oleh pelangsir atau pengerit untuk mengeruk keuntungan dengan membeli BBM bersubsidi di SPBU dan dijual ke pertambangan, perkebunan atau industri. Semakin besar disparitas harga BBM subsidi dengan non subsidi makin besar pula insentif untuk pelangsir/pengerit melakukan hal tersebut. Gambar 3.1. Struktur Permintaan BBM Bersubsidi Harga
A
Pm
B
6.6. Pilihan Mekanisme Kebijakan Subsidi BBM Berdasarkan hasil pembahasan pada bagian sebelumnya, maka dapat disusun ranking pilihan kebijakan mekanisme subsidi yang tepat sasaran berdasarkan kombinasi penilaian terhadap dampak skal, makro ekonomi, lingkungan, dan sosial serta mempertimbangkan aspek keadilan, alat kendali dan mekanisme pemberian subsidinya. Hasil pemberian peringkat pilihan kebijakan diberikan pada Tabel 6.7. di bawah ini. Berdasarkan hasil pada Tabel 6.7 tersebut terlihat bahwa secara keseluruhan kebijakan yang mempunyai peringkat terbaik adalah Skenario 2 dan 3, yaitu kebijakan subsidi proporsional dengan distribusi tertutup berkuota dengan menggunakan smart card dengan target subsidi angkutan umum dan angkutan barang, berbahan bakar bensin maupun solar, dan pemberian subsidinya melalu diskon (potongan harga terhadap kuota volume BBM bersubsidi). Kebijakan subsisidinya bisa berupa subsidi tetap atau subsidi proporsional 10%. Namun jika terjadi kenaikan harga eceran non subsidi karena harga minyak internasional meningkat, maka besaran subsidi proporsionalnya harus ditingkatkan sehingga ranking berikutnya adalah skenario 4 dan 5.
C
D
Ps
F
E
Demand and + Penyelundupan/Penyelewengan dupan/P Demand em ema
O
Qs
Kuantitas
Sebagai monopolis, Pertamina atau sebenarnya dalam hal ini Pemerintah, dapat menentukan harga bahkan melakukan diskriminasi harga untuk keperluan mengarahkan subsidi secara tepat. Di dalam praktek diskriminasi harga, penjual/monopolis mampu menjual produk yang sama dengan harga yang berbeda pada tiap konsumen yang berbeda. Hal ini mungkin dilakukan jika produsen mampu membedakan dengan tepat konsumenkonsumennya. Praktek diskriminasi harga ini bisa berhasil jika tiap konsumen tidak dapat melakukan arbitrase harga. Arbitrase harga adalah praktek menjual kembali produk yang dibeli oleh konsumen yang membeli dengan
50
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
BAB 6 ANALISIS DAMPAK MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
143
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Gambar 3.2. Diskriminasi Harga dengan Pemisahan Pasar P
P1 P2 MC D1
Catatan: Proporsional artinya proporsional terhadap harga jual eceran non subsidi Sumber: Hasil Analisis, 2015
5 4 3 2 Potensi gejolak sosial moderat dan bisa dikendalikan melalui persentase subsidi 6 Besar
1 6.37 4.03 -3.50 2 6.91 4.38 -3.80 3 7.46 4.73 -4.10 6 8.02 5.08 -4.41 4 8.07 5.11 -4.44
0.65 0.41 -0.35
Tetap
Diskon Diskon Diskon Diskon Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional 10% 15% 20% 25% Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional 10% 15% 20% 25% 0.93 0.58 0.23 -0.11 0.59 0.37 0.15 -0.07 -0.51 -0.32 -0.13 0.06
smart card smart card smart card smart card
smart card Diskon Tetap
Alat pemantau smart card subsidi Mekanisme pemberian subsidi Via Pertamina Diskon Bensin RON Kebijakan Tidak Mengambang 88 subsidi Tetap Mengambang Minyak solar Kebijakan subsidi Harga Dasar + Margin + Pajak Solar = IDR 7,400/Liter Makro (%) ∆ Inasi 0.87 0.97 ∆ Kemiskinan 0.55 0.61 ∆ Pertumbuhan -0.48 -0.53 ekonomi Ranking 5 7 Harga Dasar + Margin + Pajak Solar = IDR 10,600/Liter Makro (%) ∆ Inasi 8.32 4.97 ∆ Kemiskinan 5.26 3.15 ∆ Pertumbuhan -4.57 -2.73 ekonomi Ranking 7 1 Dampak sosial (potensi Besar Bisa dikendalikan, munculnya gejolak sosial, jika melalui besaran harga minyak dunia naik ) kenaikan harga BBM bersubsidi
Perpres 191/2014 Tidak ada
Perpres 191/2014, Tetapi Mobil Pribadi dan Motor tidak disubsidi
S6 Tertutup Targeted S5 Tertutup Targeted S4 Tertutup Targeted S3 Tertutup Targeted S2 Tertutup Targeted S1 Tertutup Targeted S0 Terbuka Semua
Kebijakan Subsidi Distribusi Penerima subsidi
Tabel 6.6. Pemetaan Dampak Sosial Setiap Pilihan Kebijakan Subsidi BBM 142
harga murah kepada konsumen lain yang dikenakan harga lebih mahal. Bila konsumen bisa melakukan praktek arbitrase harga, maka diskriminasi pasar tidak akan ada gunanya. Mekanisme praktek diskriminasi harga dengan pemisahan pasar tergambar pada Gambar 3.2. berikut.
D2 MR1
Kuantitas Pasar 1 Q1
MR2 Q2 Kuantitas Pasar 2
Secara teoritis, diskriminasi harga dimaknai sebagai strategi produsen menetapkan harga yang berbeda untuk barang/jasa yang sama, sehingga pembeli (konsumen) yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang/jasa yang sama tersebut. Ada tiga jenis tingkatan diskriminasi harga, di mana setiap tingkatan menuntut informasi yang berbeda mengenai konsumen yaitu : 1. Diskriminasi harga sempurna, di mana produsen akan menetapkan harga yang berbeda untuk setiap konsumen. Setiap konsumen akan dikenakan harga tertinggi yang sanggup dibayarnya. Dengan menerapkan strategi ini, produsen akan menyerap seluruh surplus konsumen, sehingga dapat mencapai laba tertinggi. Strategi ini hanya dapat diterapkan pada kasus tertentu saja, karena menuntut produsen untuk mengetahui dengan tepat berapa jumlah maksimum yang ingin dibayarkan oleh konsumen untuk jumlah barang yang ditawarkan. 2. Diskriminasi harga tingkat dua, yaitu produsen menetapkan harga yang berbeda untuk setiap pembelinya berdasarkan jumlah barang yang dibeli. Pembeli yang bersedia membeli barang lebih banyak diberikan harga per unit yang lebih murah. Makin sedikit barang yang dibeli, harga per unitnya semakin mahal. 3. Bentuk terakhir diskriminasi harga umumnya diterapkan produsen yang mengetahui bahwa permintaan atas produk mereka beragam secara sistematik berdasarkan karakteristik konsumen dan kelompok demogras. Pada kondisi ini, produsen dapat memperoleh keuntungan BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
51
yang lebih tinggi dengan mengenakan tarif yang berbeda untuk setiap kelompok konsumen yang berbeda (Prayoga, et al, 2000). Untuk kasus diskriminasi harga BBM yang digunakan sebagai mekanisme pemberian subsidi BBM, diskriminasi harga yang diberlakukan berdasarkan perbedaan permintaan (kebutuhan) atas BBM karena faktor karakteristik konsumen. Pemberlakukan harga jual eceran BBM yang berbeda-beda antar kelompok konsumen,bisa saja dilakukan, tetapi tidak akan efektif untuk pemberian subsidi kepada kelompok target karena harga yang lebih murah karena disubsidi memicu terjadinya arbitrase harga. Sinyalemen adanya praktek arbitrase harga terjadi di pasar BBM dalam negeri sangat kuat. Pemerintah mengenakan harga yang sangat jauh berbeda untuk produk sejenis pada dua konsumen yang berbeda, misalnya antara masyarakat yang berhak menerima subsidi dan industri. Hal ini memberikan insentif yang besar bagibeberapa pihak untuk melakukan arbitrase harga dalam penjualan dan pembelian produk BBM bersubsidi yang diperuntukkan bagi masyarakat dengan menjualnya kepada pelaku industri, pertambangan atau perkebunan. Harga yang dijual memang di bawah harga yang ditetapkan Pemerintah akan tetapi sangat jauh di atas harga subisidi yang dikenakan kepada masyarakat yang berhak. Hal ini jelas merugikan Pemerintah dan masyarakat yang berhak mendapat susbsidi. Sebagai contoh, untuk produk yang sama, misalnya solar. Pemerintah membedakan harga jual (melakukan diskriminasi harga) solar transportasi dan solar untuk industri. Keberhasilan diskriminasi harga tentunya sangat dipengaruhi oleh kemampuan Pertamina dan Pemerintah untuk menyekat kedua pasar secara sempurna, sehingga tidak terjadi penyimpangan dimana solar bersubsidi (yang lebih murah harganya) yang seharusnya untuk sektor transportasi dijual ke industri (yang seharusnya membeli dengan harga lebih tinggi). Segmentasi pasar sepertinya cukup berhasil pada saat disparitas harga solar transportasi dan solar industri tidak terlalu besar seperti pada periode sebelum tahun 2005 dan subsidi tetap sebesar IDR 1,000 per liter. Namun pada saat disparitas keduanya cukup besar mulai pertengahan 2005 hingga sebelum kenaikan BBM pada tanggal 18 November 2014, berbagai penyimpangan terjadi. Tidak saja solar untuk transportasi dijual ke industry,tetapi juga diselundupkan ke luar negeri. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan yang besar antara konsumsi riil solar oleh pengguna yang berhak dengan penjualan solar yang tercatat di Pertamina. Dalam kerangka itulah, maka Sistem Monitoring dan Pengendalian Bahan Bakar Minyak (SMPBBM) dengan RFID di Jabodetabek, fuel card di Batam, dan survey card yang akan diberlakukan di beberapa daerah digunakan untuk mencegah pelangsir/pengerit dalam menyelewengkan BBM bersubsidi. Di samping itu, untuk meningkatkan ketepatansasaran dan keadilan dalam
52
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
hanya sebesar IDR 6,600/liter tanpa susbidi. Namun jika harga minyak dunia, katakanlah naik menjadi USD 105 per barel, maka dengan subsidi tetap jenis solar sebesar IDR 1,000/liter, harga eceran solar subsidi akan mencapai IDR 10,600/liter dan harga eceran bensin RON 88 tanpa subsidi akan mencapai IDR 10,800/liter. Oleh karena itu, jika harga minyak dunia sudah mencapai USD 105 per barel, perlu dilakukan mitigasi dampak sosial ini dengan berbagai cara. Cara yang paling cepat adalah dengan menambah subsidi tetap, sehingga kenaikan harga eceran BBM tidak terlalu tinggi, sehingga dampak inasinya terkendali. Mitigasi lain dapat dilakukan dengan pengendalian inasi, melalui subsidi tarif angkutan umum penumpang dan angkutan barang, agar biaya distribusi barang terutama sembako terkendali. Mengenai subsidi tariff angkutan umum dan angkutan barang perlu dilakukan kajian untuk mencari cara subsidi tarif yang tepat. Mitigasi lainnya, untuk kelompok yang tidak mampu bisa dilakukan dengan pemberian jaminan pendidikan dan kesehatan gratis (Hasil Survey, 2015), transfer non cash dengan menggunakan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang sudah beroperasi sejak kenaikan BBM November 2014. Pilihan kebijakan yang membagi risiko dampak yang harus ditanggung masyarakat dan Pemerintah, karena kenaikan harga minyak dunia, adalah kebijakan subsidi proporsional yakni skenario 3, 4, 5, dan 6. Walaupun berpotensi menimbulkan gejolak sosial, jika harga minyak dunia naik, tetapi potensi gejolak sosial yang timbul tidak sebesar jika dibandingkan dengan kebijakan subsidi tetap. Dari sisi sosial, kebijakan subsidi mengambang lebih kecil atau bahkan tidak ada potensi gejolak sosialnya, jika harga minyak dunia naik, karena harga eceran dibuat tetap dan subsidinya otomatis akan bertambah. Di sisi lain, kebijakan ini berpotensi terjadinya penyelundupan dan peenyelewengan yang besar seiring besarnya disparitas harga BBM subsidi dan harga BBM non subsidi, jika harga minyak dunia naik. Dan selama ini, telah terbukti bahwa mekanisme kebijakan ini malah menimbulkan kerawanan sosial, karena antrian pembelian BBM. Dengan melihat dampak sosial yang muncul, tampaknya kebijakan subsidi proporsional akan lebih kecil dampak sosialnya dibandingkan dengan subsidi tetap dan pilihan jatuh pada skenario 5 dan 6 dengan proporsi subsidi yang disesuaikan dengan kenaikan harga minyak mentah dunia.
BAB 6 ANALISIS DAMPAK MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
141
6.5. Dampak Sosial Mekanisme Kebijakan BBM Bersubsidi dan Mitigasinya Dengan melihat dampak makro ekonomi yang telah dibahas yakni dampak inasi, pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan, maka dapat dipetakan dampak sosial dari masing-masing mekanisme kebijakan BBM bersubsidi. Dampak sosial diukur dengan menilai potensi gejolak sosial yang muncul akibat dampak dari makro ekonomi terutama inasi. Selain itu ketepatan sasaran menjadi isu penting dalam meredam potensi gejolak sosial sebagaimana kerangka analisis pada Gambar 6.10. Gambar 6.10. Kerangka Analisis Dampak Sosial Regulasi: UU,Perpres Permen,dll
Masyarakat
Tanpa Subsidi Mampu: kend. pribadi, angk.tarif tak diatur,dll
Subsidi Kuarang Mampu: UKM,kend.umum, angk.barang,dll
Kebijakan subsidi BBM yang tepat sasaran dan tetap menjaga keharmonisan sosial masyarakat
Dari Tabel 6.6. terlihat bahwa kebijakan subsidi tetap (S0 dan S2) sangat berpotensi menimbulkan gejolak sosial yang lebih besar, jika harga minyak dunia meningkat. Makin tinggi harga minyak dunia makin besar gejolak sosial yang akan muncul. Kondisi saat ini, dengan kebijakan tetap jenis solar sebesar IDR 1,000 per liter pencabutan bensin RON 88, tidak banyak menimbulkan gejolak sosial, karena harga minyak mentah dunia sedang menurun mencapai level USD 50 per barel sehingga harga eceran solar subsidi menjadi hanya sebesar IDR 6,400/liter dan harga bensin RON 88
140
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
pemberian subsidi, kajian ini akan mengevaluasi dan memilih mekanisme diskriminasi harga BBM agar subsidi BBM lebih tepat sasaran dan adil yakni dengan hilangnya penyelewengan penyelundupan BBM bersubsidi dengan tetap memberikan subsidi BBM bagi kelompok masyarakat tidak mampu. Hasil kajian dari negara lain, melalui pemberian transfer cash atan non-cash untuk membantu kelompok target juga harus dipertimbangkan. Disamping itu, pemberian subsidi melalui potongan harga atau diskon (baik xed maupun persentase) kepada kelompok penerima subsidi juga merupakan mekanisme pemberian subsdi melalui diskriminasi harga yang bisa dipilih.
3.2. Metode Analisis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka untuk merumuskan mekanisme kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran, pada tahap awal dilakukan desk study untuk menggali pelajaran-pelajaran penting pengalaman negara lain dalam mengambil kebijakan subsidi BBM. Analisis terhadap regulasi kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran dikaitkan dengan teori subsidi juga akan dilakukan untuk menentukan siapa sejatinya yang berhak menerima subsidi BBM. Analisis desk study juga diarahkan untuk menginventarisasi pilihan-pilihan mekanisme kebijakan subsidi yang lebih tepat sasaran. Tahap kedua kajian ini adalah mengidentikasi dan menentukan pilihanpilihan mekanisme kebijakan subsidi BBM kepada target yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya. Identikasi dan penentuan mekanisme kebijakan BBM bersubsidi tersebut dilakukan dengan metode Focused Group Discussion (FGD)di tingkat pusat maupun di daerah. FGD di tingkat daerah digunakan untuk mengidentikasi kendala-kendala dan masalah-masalah yang muncul serta dampak yang ditimbulkan dalam penerapan mekanisme pemberian subsidi BBM yang telah diimplementasikan. FGD juga digunakan untuk merumuskan penyempurnaan mekanisme yang ada, agar kendalakendala, masalah-masalah serta dampak-dampak negatifnya bisa diatasi. Dengan mempertimbangkan berbagai aspek, FGD dan survei lapangan dilakukan di Kota Batam, Kabupaten Belitung, dan Wilayah Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi). Batam dipilih sebagai daerah industri dan rawan adanya penyelundupan. Disampaing itu, Batam merupakan daerah yang pertama menerapkan fuel card untuk solar subsidi dengan penjatahan 30 liter per mobil per hari. Daerah lain yang menjadi lokasi studi adalan Kabupaten Belitung yang karakteristiknya mirip Batam dengan dominasi daerah pertambangan dan berencana menerapkan survey card sebagai persiapan sebelum menerapkan fuel card. Jabodetabek dipilih sebagai lokasi studi karena berkumpulnya pengambilan keputusan di tingkat pusat. Di Jabodetabek juga sedang diterapkan SMPBBM dengan RFID.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
53
54
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
28.2 26.2 24.2 22.0
236.6
35.7
22.2
229.1 227.1 225.1 222.9
4.97 3.15 -2.73
223.1
6.37 4.03 -3.50 6.91 4.38 -3.80 7.46 4.73 -4.10 8.07 5.11 -4.44
94.1 -77.09
8.02 5.08 -4.41
26.85 61.5 -44.46 24.54 49.2 -32.15 22.35 36.9 -19.85 21.76 23.5 -6.44 21.42
20.28 24.6 -7.55
245.90 243.58 241.40 240.81 240.47
239.33
-0.11 -0.07 0.06 0.23 0.15 -0.13 0.58 0.37 -0.32 0.65 0.41 -0.35 0.97 0.61 -0.53
0.93 0.59 -0.51
23.5 -6.4 15.9 1.1
BAB 6 ANALISIS DAMPAK MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Catatan: Proporsional artinya proporsional terhadap harga jual eceran non subsidi
Kebijakan subsidi Minyak solar
Harga Eceran Solar Non Subsidi = IDR 7,400/Liter Fiskal (IDR Triliun) Kebutuhan Subsidi 18.2 Selisih dengan -1.2 alokasi APBN Makro (%) ∆ Inasi 0.87 ∆ Kemiskinan 0.55 ∆ Pertumbuhan -0.48 ekonomi Lingkungan (IDR Valuasi ekonomi 219.05 Triliun) ∆ Biaya Emisi dari S0 0.00 Harga Eceran Solar Non Subsidi = IDR 10,600/Liter Fiskal (IDR Triliun) Kebutuhan Subsidi 18.2 Selisih dengan -1.16 alokasi APBN Makro (%) ∆ Inasi 8.32 ∆ Kemiskinan 5.26 ∆ Pertumbuhan -4.57 ekonomi Lingkungan (IDR Valuasi ekonomi 200.9 Triliun) ∆ Biaya Emisi dari S0 0.0
Kebijakan subsidi Bensin RON 88
Tetap
Mengambang
Tetap
Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional 10% 15% 20% 25% Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional 10% 15% 20% 25% 16.8 25.2 33.6 42.0 0.3 -8.1 -16.5 -24.9
S4 Tertutup Targeted smart card Diskon S3 Tertutup Targeted smart card Diskon S2 Tertutup Targeted smart card Diskon
S0 S1 Terbuka Tertutup Semua Targeted Tidak ada smart card Via Diskon Pertamina Tidak Mengambang Kebijakan Subsidi Distribusi Penerima subsidi Alat pemantau subsidi Mekanisme pemberian subsidi
Analisis dampak terhadap inasi dilakukan dengan alur bahwa dengan subsidi BBM yang hanya diberikan kepada kelompok tertentu dengan sistem distribusi tertutup dan penjatahan, berarti secara rata-rata harga BBM akan naik dan hal itu akan menyumbang inasi. Metode yang digunakan untuk menganalisis hal ini adalah model inasi LPEM FE UI dan BKF (2012) yang memperoleh koesien hubungan antara kenaikan harga BBM dengan Inasi. Hasil Estimasi LPEM FEUI dan BKF (2012) menunjukkan bahwa untuk setiap 1% kenaikan harga BBM, inasi akan naik 0.133394%. Selanjutnya dengan kenaikan inasi ini akan berpotensi meningkatkan angka kemiskinan. Untuk mengukur dampak terhadap kemiskinan juga digunakan model ekonometrika yang telah dikembangkan oleh LPEM FEUI dan BKF (2012) yakni model regressi data panel. Hasil estimasi model tersebut menunjukkan bahwa untuk setiap kenaikan harga BBM sebesar 1%, maka angka kemiskinan akan bertambah sebesar 0.0844%. Dengan model yang sama, dampak kenaikan harga BBM sebesar 1%, akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.073%.
Tabel 6.5. Ringkasan Dampak terhadap Fiskal, Makro Ekonomi dan Lingkungan
Tentu saja penerapan mekanisme kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran tersebut akan mendapat penolakan dari mereka yang dirugikan oleh kebijakan ini. Itulah mengapa perlu dilakukan analisis dampak sosial. Di samping itu, penerapan kebijakan tersebut juga akan berdampak terhadap inasi karena diduga secara rata-rata harga BBM akan naik. Mekanisme kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran ini juga akan berdampak terhadap besaran susbidi, pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Terakhir, dengan kebijakan subsidi yang tepat sasaran ini diduga akan terjadi penghematan konsumsi BBM pada kendaraan pribadi, sehingga akan berdampak terhadap lingkungan yang lebih bersih karena berkurangnya (menurunnya) emisi gas buang dari kendaraan bermotor. Oleh karena itulah, pada tahap selanjutnya, kajian ini akan menganalisis dampak-dampak tersebut.
S5 Tertutup Targeted smart card Diskon
Di samping FGD, kajian ini juga melakukan survei lapangan dengan kuesioner ke konsumen pengguna BBM bersubsidi dan juga in-depth interview dengan pengelola SPBU di daerah penelitian. Sementara, survei ke konsumen dilakukan untuk mengetahui pola konsumsi BBM bersubsdi serta persepsi mereka terhadap kebijakan pengendalian BBM bersubsidi melalui SMPBBM (dengan sistem RFID), fuel card, dan survey card. Ada 300 responden pengguna BBM bersubsidi yang akan disurvei. Sementara itu in-depth interview ke SPBU untuk memotret masalah-masalah, kendala, dan persiapan pengelolaan jika diberlakukan pengendalian BBM bersubsidi melalui RFID dan fuel card.
Tetap
S6 Tertutup Targeted smart card Diskon
Beberapa stakehoder pusat yang dilibatkan dalam FGD adalah Kementrian ESDM, BKF, BPH Migas, Pertamina, Gaikindo, Hiswana Migas dan juga BRI.
139
Pra Kondisi dan kriteria yang perlu dan cukup
28.23 26.16 22.22 21.99
Denisi Subsidi BBM yang tepat sasaran
Mekanisme Kebijakan Subsidi BBM yang Tepat Sasaran Opsi 1
Catatan: Proporsional artinya proporsional terhadap harga jual eceran non subsidi Sumber: Hasil Simulasi, 2015
Bensin RON 88
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Gambar 3.3. Tahapan Kajian
24.16
229.15 227.08 222.91
223.14
225.08
245.90 26.85 2,269 243.58 24.54 2,236 240.81 21.76 2,170
239.33 20.28 2,173
241.40 22.35 2,204
2,563 2,527 2,485
2,461
2,493
HC PM 10,875,000 1,842,862,500
1,000
Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional 10% 15% 20% 25% 740 1,110 1,480 1,850 Tetap
1,000
Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional 10% 15% 20% 25% 660 990 1,320 1,650 Tetap
Kebijakan subsidi Besaran (IDR/ 0 0 liter) Minyak solar Kebijakan Tetap Mengambang subsidi Besaran (IDR/ 1,000 1,000 liter) Valuasi ekonomi dari dampak polusi CO Nox Nilai estimasi biaya kesehatan (IDR/ 37,500 241,637,500 Ton) Sumber : Beer (2002), in Coffey,2005 Harga Dasar + Margin + Pajak Solar = IDR 7,400/Liter Total emisi: CO, NOX, HC, dan PM (Juta 2,114 2,470 Ton) Valuasi ekonomi (Triliun Rupiah) 219.05 240.47 Tambahan biaya emisi dibandingkan S0 21.42 Harga Dasar + Margin + Pajak Solar = IDR 10,600/Liter Total emisi: CO, NOX, 1,797 2,381 HC, dan PM (Juta Ton) valuasi ekonomi 200.92 236.58 (Triliun Rupiah) Tambahan biaya emisi 35.66 dibandingkan S0 (Triliun Rupiah)
S6 Tertutup Targeted smart card Diskon S5 Tertutup Targeted smart card Diskon S4 Tertutup Targeted smart card Diskon S3 Tertutup Targeted smart card Diskon S2 Tertutup Targeted smart card Diskon
S0 S1 Terbuka Tertutup Semua Targeted Tidak ada smart card Via Diskon Pertamina Tidak Mengambang Kebijakan Subsidi Distribusi Penerima subsidi Alat pemantau subsidi Mekanisme pemberian subsidi
Tabel 6.4. Perbandingan Dampak Lingkungan dari Berbagai Skenario Kebijakan Mekanisme Subsidi yang lebih Tepat Sasaran 138
Akhirnya, kajian ini akan membuat analisis dampak dengan menggunakan berbagai skenario untuk melihat manfaat dan biaya dari setiap pilihan mekanisme kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran dengan memanfaatkan data-data yang dperoleh dari FGD, survey lapangan, indepth interview, dan analisis dampak dengan data sekunder. Tahapan kajian selengkapnya disajikan pada Gambar 3.3.
Opsi 2
Opsi 3
......
Opsi k
Dampak-Dampak Penerapan Mekanisme Kebijakan Subsidi yang tepat sasaran Fiskal (APBN)
Ekonomi
Sosial
Lingkungan
Desk Study Review
Desk Study Review dan FGD
FGD, Model Ekonometrika dan Matematika, serta Survei
3.3. Metode Pengumpulan Data Sesuai dengan kerangka pikir dan metode penelitian yang digunakan, data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui FGD dan survey. Sementara data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti BPS, BI dan Pertamina serta BKF Kementerian Keuangan dan sumber lain, CEIC data base. Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilaksanakan di daerah yang sedang mengimplementasikan kebijakan pengendalian BBM bersubsidi yaitu Kota Batam, Pulau Belitung yang terdiri dari Kabupaten Belitung dan Belitung Timur, serta daerah Jabodetabek yang terdiri dari Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Kota Bogor, Kota Tangerang Selatan dan Kota Bekasi. Kota Batam dipilih karena kota ini sudah mengimplementasikan sistem kartu survei (survey card) dan kemudian ditingkatkan menjadi fuel card - BRIZI. Pulau Belitung dipilih karena akan menerapkan sistem kartu survei seperti di Kota Batam. Kota Batam dan Pulau Belitung ada daerah yang berbentuk pulau yang terpisah dari daerah lainnya sehingga jika ada pengendalian pemakaian
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
55
BBM diharapkan lebih mudah pengendaliannya. Sedangkan wilayah Jabodetabek dipilih karena sudah menerapkan kebijakan penghematan BBM melalui sistem RFID meskipun belum efektif berjalan.
Gambar 6.8. Cara Perhitungan Analisis Dampak Lingkungan dari Mekanisme Kebijakan Subsidi yang Lebih Tepat Sasaran Proses Perhitungan
3.3.1. Pelaksanaan FGD Pada tahap awal penelitian ini menggali informasi dari stakeholder terkait melalui diskusi terarah atau disebut focus group discussionterkait mekanisme pengendalian BBM bersubsidi dengan RFID di Jabodetabek, fuel card di Batam dan rencana penerapan survey card di Belitung. Narasumber FGD adalah stakeholder yang punya kepentingan terhadap penetapan kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran serta pelaksana mekanisme pemberian subsidi. Secara umum terkait dengan kebijakan subsidi terarah, stakeholder terkait dengan subsidi BBM adalah Pemerintah Pusat dan daerah, swasta, dan masyarakat. Pihak dari Pemerintah Pusat meliputi Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepolisian Republik Indonesia dan Kepolisian Daerah DKI Jakarta, dan Badan Pelaksana Hilir Minyak dan Gas (BPH) Migas. Di tingkat Pemerintahan daerah, pihak yang terkait adalah Bagian Ekonomi Sekretariat Daerah, Dinas Perhubungan, Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya, Dinas Perindustrian, Energi, dan Sumber Daya, Dinas Pendapatan Daerah, serta Kepolisian Daerah. Sedangkan dari swasta adalah PT. PERTAMINA dan PT. BRI. Sementara itu dari masyarakat diwakili oleh Organisasi Angkutan Daarat (ORGANDA) dan Himpunan pengusaha minyak dan gas (Hiswana Migas). FGD dilakukan untuk menggali pandangan stakeholder tentang kebijakan subsidi yang tepat sasaran, mendapatkan pandangan terhadap pilihanpilihan kebijakan alternatif terkait kebijakan subsidi serta srategi untuk implementasinya. FGD dilaksanakan tiga kali, dengan rincian satu kali tingkat pusat dan dua kali di tingkat daerah yaitu di Belitung dan Batam.
Komposisi Kendaran BB Bensin dan Solar per Tipe
Jumlah Hari Operasi (Hari)
Jumlah Kendaraan X Target Subsidi per Tipe dan Jenis BBM
Rata-rata Jarak Jumlah tempuh Setahun Per Kendaraan Non Tipe (SwissContact Target Subsidi X , 2000) per Tipe dan Jenis BBM Esiensi Bahan Bakar per Tipe
Output Jumlah Emisi Polutan dari BBM (Nox , CO, HC, PM)(Ton)
Catatan: Faktor Konversi ke Emisi dan Valuasi Ekonomi Bersumberkan dari Beer (2002), in Coffey,2005
Valuasi Ekonomi dari Emisi Polutan (Nox , CO, HC dan PM )(IDR Triliun)
Gambar 6.9. Dampak Nilai Pencemaran Lingkungan pada Berbagai Mekanisme Kebijakan Subsidi BBM Tambahan Biaya Emisi dibandingkan S0 (Triliun Rupiah) 40.00 35.00
35.66
30.00 25.00
A. FGD Jakarta
10.00
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Kuota Subsidi X per Jenis Kendaraan (Lt)
Jumlah Konsumsi BBM (Klt)
1. FGD pertama dilakukan pada tanggal 3 November 2014 di Jakarta. 2. FGD kedua dilakukan pada Kamis, 17 November 2014 di Belitung 3. FGD kedua dilakukan pada Kamis, 20 November 2014 di Batam
20.00
21.42
21.99 21.76
24.16 22.22 22.35 20.28
26.16 24.54
28.23 26.85
15.00 5.00 _H S1 E74 _ 0 S1 HE7 0 _H 40 E1 0 06 00 S2 _H S2 E7 _H 40 E1 0 06 00 S3 _H S3 E7 _H 40 E1 0 06 00 S4 _H S4 E7 _H 40 E1 0 06 00 S5 _H S5 E7 _H 40 E1 0 06 00 S6 _H S6 E7 _H 40 E1 0 06 00
0.00
S0
Kegiatan FGD ini melibatkan pemangku kepentingan di Pemerintahan tingkat pusat dan Pemerintah Daerah di DKI Jakarta. Disamping itu, FGD ini mengundang pihak swasta dan organisasi atau kelompok masyarakat yang berhubungan kebijakan subsidi di tingkat nasional. Secara detil, tujuan dilakukannya FGD di tingkat pusat adalah adalah:
56
Estimasi Jumlah Kendaran per Tipe (MPV, Bus, Truk , Pick-up, Motor)
BAB 6 ANALISIS DAMPAK MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
137
6.4. Analisis Dampak Lingkungan dari Mekanisme Kebijakan Subsidi BBM Selain melihat dari aspek skal dan makroekonomi, sebuah kebijakan seyogyanya juga mempertimbangkan aspek kesinambungan pembangunan melalui kebijakan yang mendukung pengurangan emisi termasuk gas karbon. Pengurangan subsidi yang akan mempengaruhi harga eceran di konsumen dan pada akhirnya akan mengurangi jumlah konsumsi BBM tentunya akan membantu pengurangan jumlah emisi dari BBM. Sebaliknya, jika subsidi meningkat, maka harag eceran BBM akan turun dan konsumsi BBM meningkat, yang pada akhirnya jumlah emisi meningkat. Gambar 6.8. dibawah ini menunjukkan alur perhitungan dampak lingkungan yang diawali dengan estimasi jumlah kendaraan sampai pada akhirnya mengestimasi jumlah konsumsi BBM dari semua kendaraan, baik kendaraan yang disubsidi (angkutan orang dan barang) dan juga kendaraan pribadi. Dengan memanfaatkan studi oleh Coffey di tahun 2005 yang mengutip Beer (2002), jumlah emisi dan nilai valuasinya dapat dihitung untuk polutan NOx,CO, HC, dan PM. Rincian perhitungannya diberikan pada Lampiran, sementara hasil ringkasnya diberikan pada Tabel 6.4. Hasil pada Tabel 6.4 dan Gambar 6.9 menunjukkan bahwa skenario mekanisme kebijakan BBM yang dampak pencemaran lingkungan terkecil adalah S2 dan S3. Jika mempertimbangkan alat kendali dan mekanisme kemudahan pemberian subsidi, maka pilihan terbaik dalah S2, yaitu mekanisme kebijakan berupa mekanisme dengan distribusi tertutup, penerima subsidi tertarget , besaran subsidi tetap untuk solar dan bensin Ron 88 tidak disubsidi, serta alat kendali subsidinya melalui smart card dengan pemberian subsidi melalui diskon. Secara umum Tabel 6.5 merangkum dampak dari berbagai skenario kebijakan dari aspek skal, makro, dan lingkungan.
1. Mengidentikasi opsi-opsi dari Sistem Monitoring dan Pengedalian Bahan Bakar Minyak (SMPBBM) termasuk RFID, fuel card, e-STNK. 2. Menguraikan pra kondisi dan kriteria untuk setiap opsi yang ada 3. Mendiskusikan dampak dan kerugian dari masing-masing opsi dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. 4. Melakukan penilaian terhadap status impementasi masing-masing opsi (terutama RFID dan fuel card) dan mengidentikasi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan, serta mencarai alternatif opsi lainnya jika diperlukan . 5. Mendiskusikan mekanisme pengawasan di lapangan serta mekanime koordinasi antar pihak terkait. Dalam pelaksanaannya, topik bahasan FGD akan dibagi menjadi tiga topik besar sebagai berikut: Pengendalian BBM bersubsidi lewat RFID, Pengendalian BBM bersubsidi lewat fuel card, dan Pengendalian BBM bersubsidi lewat e-STNK.Untuk memfokuskan arah diskusi, peserta dikelompokkan sesuai perannya dalam mekanisme pengendalian BBM ini yaitu sebagai regulator dan operator. Pelaksanaan FGD dilakukan dalam dua tahap: Untuk FGD kelompok regulator akan diadakan di Jakarta (Gedung BKF Kementerian Keuangan RI Lantai 6) pada tanggal 3 November 2014 pukul 09:00 -12:00 Untuk FGD kelompok operator akan diadakan di Jakarta (Gedung BKF Kementerian Keuangan RI lantai 6) pada tanggal 3 November 2014 pukul 13:00 -16:00
B. FGD Belitung dan Batam Tujuan dilakukannya Focused Group Discussion (FGD) di Kabupaten Belitung dan Kota Batam lebih spesik untuk menilai tahapan dan rencana implementasi kebijakan pengendalian BBM bersubsidi di daerah tertutup. Secara khusus FGD bertujuan untuk: 1. Melakukan penilaian terhadap status impementasi survey card dan fuel card dan mengidentikasi kesuksesan dan hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya. 2. Mendiskusikan proses dan strategi implementasi meliputi penentuan target atau sasaran penerima kebijakan, penetapan besaran kuota yang diterima, serta proses sosialisasi kepada masyarakat termasuk penerapan Sistem Layanan BBM Bersubsidi dengan non cash (cashless). 3. Mendiskusikan keuntungan dan kerugian impementasi survey card dan fuel card dari aspek Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan. 4. Mendikusikan mekanisme pengawasan di lapangan serta mekanime koordinasi antar pihak terkait.
136
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
57
FGD di Belitung telah diadakan di Hotel Aston Belitung pada tanggal 18 November 2014 pukul 09:00 12:00, sedangkan FGD di Kota Batam telah diadakan di Swiss Bell Harbour Hotel di Batam pada tanggal 23 November 2014 pukul 09:00 -12:00
Gambar 6.6. Indikator Dampak Makro Harga Eceran Non Subsidi Solar IDR 7,400/Liter 1.00
0.97
0.87
0.80
3.3.2. Pelaksanaan Survei Setelah FGD kedua dan ketiga, pada tanggal 18-19 November 2014 di Belitung dan tanggal 20-22 November di Batam, tim peneliti melakukan observasi lapangan untuk mengetahui kondisi riil implementasi kebijakan pembatasan pembelian solar bersubsidi. Di samping itu peneliti juga melakukan wawancara mendalam (indepth interview) kepada pengelola SPBU atau manager SPBU untuk menggali informasi lebih jauh tentang dampak dari kebijakan pembatasan solar bersubsidi.Disamping observasi ke SPBU, juga dilakukan survey dengan kuesioner. Jumlah sampel dan penyebarannya
0.60
0.61
0.55
0.65
0.59
0.41
0.40
0.58 0.37 0.23 0.15
0.20
0.06
0.00 -0.07 -0.11
-0.20 -0.40 -0.60
Jumlah sampel yang diambil dalam studi ini adalah sebanyak 300 responden, yang terdiri dari 90 responden di Kota Batam, 90 responden di Pulau Belitung, dan 120 responden di Jabodetabek. Responden terdiri dari rumah tangga peilik mobil, rumah tangga pemilik motor, dan sopir/pemilik angkutan umum dan barang. Selengkapnya sebaran sampel dapat dilihat pada Tabel 3.1.
0.93
-0.35 -0.48 S0
-0.53 S1
S2
S3
-0.13
-0.32
-0.51
S4
S5
S6
Gambar 6.7. Indikator Dampak Makro Harga Eceran Non Subsidi Solar IDR 10,600/Liter
Tabel 3.1. Sebaran Sampel di Belitung, Batam, dan Jabodetabek Jenis Transportasi
Belitung
Batam
Jakarta
Total
Mobil Pribadi - Bensin - Solar
31 13 18
35 17 18
45 20 25
106
Angkutan Umum & Barang - Angk Umum Bensin - Angk Barang Bensin - Angk Umum Solar - Angk Barang Solar Motor Total
46 8 12 8 18 13 90
45 10 8 14 13 10` 90
50 10 10 15 15 25 120
126
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
7.00
5.26
8.07 4.97
8.02
5.11
7.46
5.08
5.00
6.91
4.73
6.37
4.38
4.03
3.15
3.00 1.00 -1.00
68 300
Sebelum melaksanakan survei ke lapangan, terlebih dahulu disiapkan hal-hal yang diperlukan agar pelaksanaannya efektif dan efesien. Berikut adalah halhal yang dipersiapkan, diantaranya:
58
8.32
-3.00
-2.7 73
-5.00 S0
in asi (%)
-4.41
-4.44
-4.57 S1
S2
S3
Kemiskinan (%)
-4.10 S4
-3.80 S5
-3.50 S6
Pertumbuhan Ekonomi (%)
BAB 6 ANALISIS DAMPAK MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
135
47.7 6.37 4.03 -3.50 51.8 6.91 4.38 -3.80 37.3 4.97 3.15 -2.73
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Catatan: Proporsional artinya proporsional terhadap harga jual eceran non subsidi Sumber: Hasil Simulasi, 2015
60.1 8.02 5.08 -4.41 60.5 8.07 5.11 -4.44
56.0 7.46 4.73 -4.10
-0.11 -0.07 0.06 0.23 0.15 -0.13 0.93 0.59 -0.51 0.65 0.41 -0.35 0.97 0.61 -0.53
Perubahan inasi (%) 0.87 Perubahan kemiskinan (%) 0.55 Perubahan pertumbuhan -0.48 ekonomi (%) Harga Eceran Solar Non Subsisi = IDR 10,600/Liter Persen kenaikan (dibandingkan asumsi APBN 2014) Harga tertimbang 62.3 Perubahan inasi (%) 8.32 Perubahan kemiskinan (%) 5.26 Perubahan pertumbuhan -4.57 ekonomi (%)
0.58 0.37 -0.32
-0.85 1.72 4.32 0.0844 -0.0733 6.96 = = 4.84 Elastisitas kemiskinan terhadap harga BBM (LPEM, 2012) Elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap harga BBM (LPEM,2012) Harga Eceran Solar Non Subsidi = IDR 7,400/Liter Persen kenaikan (dibandingkan asumsi APBN 2014) Harga tertimbang 6.54 7.26
0.1334 = Elastisitas inasi terhadap harga BBM (LPEM, 2012)
Asumsi parameter
Minyak solar
Kebijakan subsidi
Tetap
Mengambang
Tetap
S3 S4 S5 S6 Tertutup Tertutup Tertutup Tertutup Targeted Targeted Targeted Targeted smart card smart card smart card smart card Diskon Diskon Diskon Diskon Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional 10% 15% 20% 25% Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional 10% 15% 20% 25% S2 Tertutup Targeted smart card Diskon Tetap S1 Tertutup Targeted smart card Diskon Mengambang S0 Terbuka Semua Tidak ada Via Pertamina Tidak Kebijakan Subsidi Distribusi Penerima subsidi Alat pemantau subsidi Mekanisme pemberian subsidi Bensin RON 88 Kebijakan subsidi
Tabel 6.3. Perbandingan Dampak Makro dari Berbagai Skenario Kebijakan Mekanisme Subsidi yang lebih Tepat Sasaran
134
a) Persiapan dasar, pengkajian data dan informasi dari studi sebelumnya atau literature yang telah ada yang berkaitan dengan studi kebijakan penghematan BBM. Tahapan ini sudah dilaksanakan sejak awal Oktober s.d awal bulan November 2014. b) Pilot survei Draft kuesioner yang sdh dibuat diujicobakan untuk mengetahui apakah kuesioner sudah bisa menangkap semua informasi yang dibutuhkan atau belum, dan apakah pertanyaan dalam kuesioner bisa dimengerti oleh responden. Jika masih ditemukan kekurangan maka menjadi masukkan untuk penyempurnaan kuesioner. Tahapan ini sudah dilaksanakan juga pada tanggal 10 – 14 November 2014. c) Mempersiapkan Instrumen survei Setelah kuesioner sempurna maka dipersiapkan instrument survei berupa: Kuesioner dan panduan kuesioner Susunan jadwal survei Intrumen dan peralatan lainnya d) Brieng dan training kuesioner bagi supervisor dan surveyor Hal yang penting dalam tahapan survei adalah mentransfer maksud dan tujuan survei yang terangkum dalam kuesioner kepada para pelaksana survei yaitu yang terdiri dari supervisor dan surveyor. Olehkarena itu dibutuhkan brieng dan training kuesioner yang sudah dibuat agar mereka bisa mengerti bagaimana data dikumpulkan melalui kuesioner. Tahapan ini sudah dilaksanakan pada tanggal 16 – 21 November 2014. e) Kegiatan Survei Setelah para supervisor dan surveyor memperoleh brieng dan training, kegiatan berikutnya adalah pelaksanaan survei. Kegiatan survei dilaksanakan selama 2 minggu yaitu sejak tanggal 29 November s.d 14 Desember 2014. f) Monitoring Satu minggu setelah pelaksanaan survei, dilaksanakan monitoring. Yang dilakukan saat monitoring adalah verikasi jawaban dalam kuesioner serta validasi data. Hal ini diperlukan untuk memastikan surveyor dan supervisor menjalankan tugasnya sesuai instruksi, memastikan bahwa mereka mengisi kuesioner seperti yang diinginkan, serta memastikan bahwa data diambil dari responden yang benar. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 8 – 13 Desember 2014. g) Editing jawaban kuesioner h) Entry data,
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
59
2012, maka akan diperoleh output perhitungan berupa perubahan kenaikan inasi, penurunan pertumbuhan ekonomi, dan kenaikan angka kemiskinan.
i) Cleaning data j) Pengolahan data Hasil yang diharapkan adalah tersimpannya data survei yang sudah valid dalam bentuk elektronik data le sehingga dapat diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, diagram, atau hitungan-hitungan lain yang perlukan dalam analisis.
3.3.3. Pengumpulan Data Sekunder Selain data primer, dilakukan juga pengumpulan data sekunder. Data ini sangat dibutuhkan terutama untuk kajian yang sifatnya makro. Pengumpulan data sekunder ini dilakukan melalui beberapa kegiatan berikut: 1. Studi literatur 2. Pengumpulan data makro. Data makro yang dibutuhkan diantaranya: perkembangan PDRB daerah, perkembangan jumlah kendaraan setiap daerah, rata-rata konsumsi rumah tangga untuk BBM dan lain-lain. Sumber data ini diambil dari BPS pusat maupun daerah, serta instansiinstansi terkait. Tabel 3.2. berikut adalah daftar data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini : Tabel 3.2. Daftar Data Sekunder
60
No
Nama Variabel
1.
Subsidi BBM dalam triliun rupiah
Periode 2010-2015
2.
volume BBM bersubsidi 2009-2014 untuk setiap jenis bahan bakar
3.
Konsumsi subsidi BBM per kelompok rumah tangga
2008
4.
Jumlah kendaraan bermotor Kab Belitung
5.
Konsumsi solar dan premium Provinsi Bangka Belitung
Sumber BKF, 2014
Ket 2014 dan 2015 masih dalam bentuk RAPBN
BKF, 2014
Susenas 2008 dan Bank Dunia 2010
2013
Dinas Perhubungan Kab Belitung
2007-2011
PT. Pertamina
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Lembar perhitungan secara rinci ada di Lampiran dan hasil ringkasnya ada di Tabel 6.3. Perlu diberikan catatan bahwa, dampak makro ekonomi, terutama dampak terhadap pertumbuhan ekonomi yang dihitung dalam kajian ini belum memperhitungan dampak alokasi dana subsidi untuk infrastruktur. Tentu saja, jika hasil penghematan subsidi dialokasikan untuk investasi Pemerintah, maka akan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, sehingga angka penurunan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kemiskinan yang dihitung dalam simulasi ini sebagai akibat dampak negatif kenaikan harga BBM dapat lebih kecil. Hasil perhitungan yang ditunjukkan oleh Tabel 6.3, terlihat bahwa jika asumsi harga eceran non subsidi solar sebesar IDR 7,400 per liter dan bensin RON 88 harganya IDR 6,600 per liter (setara dengan ICP USD 60 per barel), maka skenario terbaik adalah skenario 5 dan 6. Sementara itu jika harga minyak internasional naik menjadi USD 105 per barel (setara dengan harga keekonomian solar IDR 10,600 dan bensin IDR 10,200 per liter), maka skenario yang dipilih adalah skenario 1 (lihat Gambar 6.6 dan 6.7). Secara keseluruhan, penelitian ini menganggap bahwa skenario 6 adalah yang terbaik dengan mengacu kepada ketiga indikator makro, yaitu mekanisme dengan distribusi tertutup, penerima tertarget, besaran subsidi per liter proporsional baik solar maupun bensin RON 88, serta mekanisme pemberian subsidinya lewat smart card dengan cara pemberian subsidinya melalui diskon. Gambar 6.5. Cara Perhitungan Analisis Dampak Makro dari Mekanisme Kebijakan Subsidi yang Lebih Tepat Sasaran Proses Perhitungan Harga BBM Eceran tertimbang (IDR/Lt)
Output
Harga Eceran Tertimbang APBN 2015 (IDR/Lt)
-
X Kenaikan Harga tertimbang dibandingkan Asumsi APBN 2015 (%) X
X
Elastisitas Inasi Terhadap Harga BBM: 0.13 (LPEM, 2012)
Perubahan Inasi (%)
Elastisitas Kemiskinan Terhadap Harga BBM: 0.084 (LPEM, 2012)
Perubahan Kemiskinan (%)
Elastisitas Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Harga BBM: -0.073 (LPEM, 2012)
Perubahan Pertumbuhan Ekonomi (%)
BAB 6 ANALISIS DAMPAK MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
133
Gambar 6.4. Besaran Subsidi BBM (Solar dan Bensin) dengan Berbagai Skenario Kebijakan Subsidi
100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00
Subsidi 25% bensin Subsidi 20% dan 94.1 solar, Subsidi Subsidi 15% bensin targeted, mengambang dan bensin distribusi solar dan bensin solar, dan Subsidi targeted, dist. targeted, tertutup tetap, Subsidi 10% solar, tertutup bensin targeted, distribusi bensin 61.5 dan distribusi tertutup dan solar, tertutup solar, 49.2 targeted, targeted, 42.0 distribusi distribusi Saat ini, dist. 36.9 tertutup tertutup terbuka 33.6
18.2 18.2 15.9 20.00 17.05
23.5 5
23.5
24.6
25.2
16.8
10.00
Al
ok
as
iA
PB N S1 -H S0 E7 -H 40 E1 0 06 00 S1 -H S1 E7 -H 40 E1 0 06 00 S2 S2 HE7 -H 40 E1 0 06 00 S3 S3 HE -H 74 E1 00 06 00 S4 -H S4 E7 -H 40 E1 0 06 00 S5 -H S5 E7 -H 40 E1 0 06 00 S6 S6 HE7 -H 40 E1 0 06 00
0.00
6.3. Analisis Dampak Makro Ekonomi dari Mekanisme Kebijakan Subsidi BBM Gambar 6.5. berikut ini menggambarkan cara perhitungan dampak makro dari mekanisme kebijakan subsidi BBM. Sebagai implikasi dari penetapan besaran subsidi perliter oleh Pemerintah dalam berbagai skenario, maka harga eceran yang diterima oleh konsumen akan sangat tergantung dari selisih antara harga eceran non subsidi (harga keekonomian) yang terdiri dari harga dasar ditambah margin dan pajak. Selain itu, bersama dengan harga eceran yang diterima konsumen, siapa yang menerima subsidi juga akan menentukan besaran harga tertimbang yang diterima oleh konsumen secara keseluruhan.
No
Nama Variabel
6.
Populasi Prov. Babel
Periode 2007-2014
BPS
Sumber
Ket
7.
PDRB HK 2000 Prov. Babel
2007-2012
BPS
8.
Konsumsi solar dan premium Prov. Kepulauan Riau
2008-2011
PT. Pertamina
9.
Populasi Prov. Kepulauan Riau
2007-2014
BPS
10. PDRB HK 2000 Prov. Kepulauan Riau
2007-2012
BPS
11. Konsumsi solar dan premium Prov. DKI Jakarta
2008-2011
PT. Pertamina
12. Populasi Prov. DKI Jakarta
2007-2014
BPS
13. PDRB HK 2000 Prov. DKI Jakarta
2007-2012
BPS
14. Jumlah angkutan umum (bus kecil, bus sedang, bus besar, mobil penumpang umum) per provinsi
2013
Dirjen Perhubungan Darat
15. Jumlah truk/pick-up per provinsi
2013
CEIC (BPS)
Prov Sulawesi Selatan dan Barat digabung, Prov Papua dan Papua Barat digabung
16. Jumlah penjualan mobil
2000-2014
CEIC (Gaikindo dan PT. ASTRA)
Selanjutnya dengan membandingkan antara harga BBM eceran tertimbang dengan harga eceran tertimbang yang ditentukan di APBN 2015, maka akan dapat dihitung prosentase kenaikan harga tertimbang dibandingkan dengan harga eceran tertimbang menurut asumsi APBN 2015. Sesuai dengan teori ekonomi, maka setiap kenaikan harga BBM akan berpengaruh terhadap ukuran-ukuran makro dan kesejahteraan sepeti inasi, pertumbuhan ekonomi, dan kemiskinan. Dengan mengalikan prosentase kenaikan harga diatas dengan parameter koesien elasitisitas kenaikan harga BBM terhadap inasi, pertumbuhan ekonomi, dan angka kemiskinan yang diperoleh dari studi LPEM FE UI untuk Badan Kebijakan Fiskal Kementrian Keuangan tahun
132
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
61
62 OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN BAB 6 ANALISIS DAMPAK MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
131
S4 17.7 25.2 -8.12 11.6
25.3 36.9 -19.85
S3 11.8 16.8 0.27 7.7
16.9 24.6 -7.55 Catatan: Proporsional artinya proporsional terhadap harga jual eceran non subsidi Sumber: Hasil Simulasi, 2015
Kebijakan Subsidi S0 S1 S2 Solar (IDR 18.2 15.9 15.9 Triliun) Total 18.2 15.9 23.5 Selisih antara alokasi dengan kebutuhan Total -1.16 1.11 -6.44 Harga Dasar + Margin + Pajak Solar = IDR 10,600/Liter Kebutuhan subsidi berdasarkan estimasi penjualan BBM bersubsidi Bensin 0.0 27.2 7.6 (IDR Triliun) Solar (IDR 18.2 66.9 15.9 Triliun) Total 18.2 94.1 23.5 Selisih antara alokasi dengan kebutuhan Total -1.16 -77.09 -6.44
49.2 -32.15
33.8
33.6 -16.51 15.4
S5 23.6
61.5 -44.46
42.2
42.0 -24.90 19.3
S6 29.5
130
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
12.5 10.0 7.6
5.0
7.5
ANALISIS PENGENDALIAN KONSUMSI BBM BERSUBSIDI DENGAN RFID, SURVEY CARD DAN FUEL CARD: HASIL FGD DAN HASIL SURVEI
4.1. Gambaran Umum Konsumsi BBM di Daerah
Bensin (IDR Triliun)
0.0
0.0
4.1.1. Gambaran Umum Penggunaan BBM di Pulau Belitung Pulau Belitung merupakan salah satu pulau di Provinsi Bangka Belitung. Terdapat dua kabupaten di pulau ini yaitu Kabupaten Belitung dan Kabupaten Belitung Timur dengan penduduk tercatat pada tahun 2013 adalah masingmasing 171,144 jiwa dan 116,705 atau total sebesar 287.848 jiwa. Pulau Belitung ini dikenal daerah pertambangan yaitu diantaranya yang sangat besar adalah timah. Kabupaten Belitung dan Belitung Timur terus berkembang dan mulai menjadi tujuan wisata. Seiring dengan perkembangan daerah, jumlah pengguna kendaraan sebagai alat transportasi juga bertambah. Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Kabupaten Belitung jumlah kendaraan dari berbagai jenis ada total sebanyak 179,426 kendaraan. Yang paling tinggi adalah sepeda motor. Selengkapnya data ini dapat dilihat pada Tabel 4.1. Di Kabupaten Belitung Timur berdadasarkan data Daerah Dalam Angka, jumlah kendaraan roda empat pada tahun 2013 diperkirakan sebanyak 77,514 dan roda dua sebanyak 5,546 kendaraan.
17.05 17.05 17.05
17.05
17.05 17.05 17.05
17.05
0.00 0.00 0.00 0.00
Bensin 0.00 0.00 0.00 (IDR Triliun) Solar (IDR 17.05 17.05 17.05 Triliun) Total 17.05 17.05 17.05 Harga Dasar + Margin + Pajak Solar = IDR 7,400/Liter Kebutuhan subsidi berdasarkan estimasi penjualan BBM bersubsidi
1,000
Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional 10% 15% 20% 25% 740 1,110 1,480 1,850 Tetap
1,000
Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional 10% 15% 20% 25% 660 990 1,320 1,650 Tetap
S4 Tertutup Targeted smart card Diskon S3 Tertutup Targeted smart card Diskon S2 Tertutup Targeted smart card Diskon
Kebijakan Subsidi S0 S1 Distribusi Terbuka Tertutup Penerima subsidi Semua Targeted Alat pemantau subsidi Tidak ada smart card Mekanisme pemberian Via Diskon subsidi Pertamina Bensin RON 88 Kebijakan Tidak Mengambang subsidi Besaran 0 0 (IDR/lt) Minyak solar Kebijakan Tetap Mengambang subsidi Besaran 1,000 1,000 (IDR/lt) Alokasi dari APBN 2015 sebelum APBN P
Tabel 6.2. Perbandingan Dampak Fiskal dari Berbagai Skenario Kebijakan Mekanisme Subsidi
S5 Tertutup Targeted smart card Diskon
S6 Tertutup Targeted smart card Diskon
BAB 4
63
Tabel 4.1. Jumlah Kendaraan di Kabupaten Belitung, Tahun 2013 Jenis Kendaraan
Kepemilikan Bukan Umum/ Perseorangan
Jumlah
Umum Perusahaan
Pemerintah
6,692
1,042
335
8,069
60
101
23
184
Mobil Barang
5,451
1,990
209
7,650
Sepeda Motor
155,698
-
7,782
163,480
-
5
38
43
167,901
3,138
8,387
179,426
Mobil Penumpang Mobil Bus
Kendaraan Khusus JUMLAH
DAMPAK FISKAL
Sumber: Dinas Perhubungan Kabupaten Belitung
Sebagai sebuah kabupaten sesungguhnya jumlah penduduk ini tergolong relatif kecil. Namun demikian konsumsinya premium dan solar bersubsidinya sangat besar dan dari tahun ke tahun meningkat terus, Berdasarkan data PT. Pertamina konsumsi premium dan solar bersubsidi untuk penduduk Pulau Belitung di tahun 2013 adalah masing-masing sebesar sebesar 54 ribu kiloliter dan 48 ribu kiloliter. Tabel 4.2. Konsumsi Solar dan Premium per Kapita per Tahun di Pulau Belitung Tahun
Populasi
Konsumsi Premium (KL)
Konsumsi Solar (KL)
Kons Premium Perkapita (Liter)
Kon Solar Perkapita (Liter)
2011
270,678
48,425
50,905
179
188
2012
279,350
52,705
52,828
189
189
2013
287,849
54,004
47,984
188
167
Sumber: PT Pertamina dan BPS
Berdasarkan data dari PT. Pertamina tersebut, ditemukan bahwa konsumsi BBM bersubsidi khususnya solar perkapita sangat besar di Pulau Belitung, yaitu untuk premium sebesar 188 liter/kapita/tahun dan untuk solar 166 liter/kapita/tahun. Meskipun jumlah konsumsi solar tahun 2013 tercatat turun namun rata-rata konsumsi solar perkapita masih tinggi. Hal ini mengindikasikan adanya penyelewengan penggunaan BBM bersubsidi.
64
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Gambar 6.3. Cara Perhitungan Analisis Dampak Fiskal dari Mekanisme Kebijakan Subsidi yang Lebih Tepat Sasaran
Proses Perhitungan
Output
Estimasi Jumlah Kendaran Target Subsidi Angkutan Orang dan Angkutan Barang per Tipe (MPV, Bus, Truk , Pick-up) Komposisi Kendaran BB Bensin dan Solar per Tipe Jumlah Hari X Operasi (Hari)
Harga Dasar+ Margin + Pajak (IDR/Lt)
Kuota Subsidi per Jenis Kendaraan (Lt)
-
Alokasi dari APBN 2015 Sebelum APBN-P (IDR Trilun)
-
Besaran Subsidi Setahun (IDR Trilun) Harga Eceran (IDR/Lt)
= Penghematan Anggaran (IDR Trilun)
: Jumlah Kuota Subsidi per Kendaraan Setahun (KLt)
X
Jumlah Kendaraan per X Tipe dan Jenis BBM
= Besaran Subsidi Setahun (IDR Triliun)
Kebijakan Besaran Subsidi (IDR/Lt)
Besaran Biaya Alat Subsidi (IDR Trilun)
= Rasio Manfaat terhadap Biaya
Hasil perhitungan simulasi dari dampak skal sebagaimana ditunjukkan di Tabel 6.2, menunjukkan bahwa skenario 1 adalah yang terbaik jika harga eceran non subsidi untuk solar adalah IDR 7,400 per liter dan skenario 2 dan 3 adalah yang terbaik ketika terjadi kenaikan harga eceran non subsidi menjadi IDR 10,600 per liter. Penilaian tersebut didasarkan kepada pertimbangan skenario yang memberikan besaran kebutuhan subsidi yang paling kecil dan potensi penghematan anggaran yang terbesar sebagaiamana ditunjukkan oleh Gambar 6.4. Jika dipertimbangkan alat kendali dan mekanisme subsidi, maka kebijakan yang paling optimal dari sisi besaran subsidi adalah distribusi tertutup, penerima tertarget, besaran subsidi per liter tetap untuk solar dan bensin RON 88 tidak disubsidi, serta mekanisme pemberian subsidinya lewat smart card dengan diskon. Namun demikian kebijakan ini dinilai masih kurang adil, karena angkutan umum dengan bahan bakar bensin RON 88 tidak menerima subsidi.
BAB 6 ANALISIS DAMPAK MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
129
Selanjutnya, potensi penghematan anggaran dapat dihitung dengan membandingkan angka subsidi per tahun dengan alokasi APBN 2015 untuk subdidi BBM bensin dan solar. Untuk membuat perbandingan dengan lebih baik antar skenario, perhitungan rasio manfaat dan biaya dilakukan dengan membandingkan antara manfaat berupa potensi penghematan anggaran subsidi dengan estimasi biaya penerapan alat pemantauan subsidi seperi RFID dan smart card. Alur perhitungan dapat dilihat di Gambar 6.3. Sebagaimana penilaian atas perbandingan alat kendali subsidi BBM, maka penelitian ini mengusulkan penggunaaan smart card. Berdasarkan pengalaman penerapan fuel card di Batam yang merupakan kerjasama PT. Pertamina dan BRI dengan biaya pengadaan fuel card diasumsikan sebesar IDR 20,000 per kendaraan, maka penelitian ini mengasumsikan pengadaan smart card adalah IDR 50,000 per kendaraan.
128
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
2011
2012
Konsumsi Premium (KL) 54,000 53,000 52,000 51,000 50,000 49,000 48,000 47,000 46,000 45,000
2013
190 188 186 184 182 180 178 176 174
Kons Premium Perkapita (Liter) 195 190 185 180 175 170 165 160 155
2011
2012
Konsumsi Solar (KL)
Liter
55,000 54,000 53,000 52,000 51,000 50,000 49,000 48,000 47,000 46,000 45,000
Liter
Untuk mendapatkan besaran angka subsidi per tahun, maka perlu diasumsikan jumlah hari operasi dalam setahun dari setiap jenis angkutan serta jatah kuota pertahun sebagaimana dijelaskan di Gambar 6.2. Sebagai contoh, untuk angkutan umum dan barang diasumsikan bahwa akan beroperasi selama 317 hari dalam setahun, namun kendaraan pribadi diasumsikan dioperasikan selama 353 hari. Sedangkan jatah liter untuk angkutan barang MPV diasumsikan menerima jatah liter per hari sebanyak 20 liter, bus menerima 40 liter per hari, truk menerima 30 liter perhari, dan pick up mendapatkan jatah sehari sebanyak 15 liter. Dari kedua informasi tersebut jumlah kuota subsidi per kendaraan per tahun dapat dihitung. Dengan mengalikannya tehadap jumlah kendaraan yang telah diestimasi untuk tahun 2015 dan besaran subsidi per liter, maka akan didapatkan besaran subsidi per tahun.
Kilo Liter
Proses perhitungan dampak dampak skal sebagaimana terlihat pada Gambar 6.3 diawali dengan melakukan estimasi perhitungan jumlah kendaraan bermotor yang akan menjadi target subsidi. Kalau misalnya ditetapkan bahwa penerima subsidi adalah semua maka estimasi dilakukan terhadap semua kendaraan bermotor. Sedangkan apabila ditetapkan yang menerima adalah tertarget, maka estimasi hanya dilakukan terhadap kendaraan yang merupakan angkutan umum orang dan barang. Setelah menentukan jumlah kendaraan, maka tahapan berikutnya adalah memperkirakan komposisi kendaraan berdasarkan bahan bakar yang digunakan (bensin atau solar) untuk setiap jenis kendaraan (MPV dan pick-up). Lembar perhitungan secara terinci diberikan pada Lampiran.
Gambar 4.1. Konsumsi Premium dan Solar di Pulau Belitung (KL), Tahun 2011-2013
Kilo Liter
6.2. Analisis Dampak Fiskal Dari Mekanisme Kebijakan Subsidi BBM
2013 Kon Solar Perkapita (Liter)
Sumber: PT Pertamina dan BPS
Berdasarkan hasil observasi di lapangan antrian kendaraan bermotor di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) kini menjadi pemandangan sehari-hari di Kabupaten Belitung. Para pengemudi angkutan umum mengaku dirugikan karena harus antre berjam-jam di SPBU di wilayah itu. Bahkan tak jarang persediaan BBM habis, sebelum mereka mendapatkan giliran. Kelangkaan itu diduga karena kebutuhan BBM masyarakat digunakan untuk keperluan penambangan pasir timah ilegal yang marak di wilayah ini. Penambangan tak berizin itu ternyata membeli BBM di SPBU. Dengan demikian kebijakan pembatasan BBM di Pulau Belitung sangat diperlukan.
BAB 4 ANALISIS PENGENDALIAN KONSUMSI BBM BERSUBSIDI DENGAN RFID, SURVEY CARD DAN FUEL CARD: HASIL FGD DAN HASIL SURVEI
65
Kons Solar Perkapita (Liter)
2011
995,164
193,360
88,051
194
88
2012
1,090,955
214,791
88,592
197
81
2013
1,150,379
235,528
116,497
205
101
Sumber: PT Pertamina dan BPS
Kebijakan Subsidi Minyak Kebijakan solar subsidi Besaran (IDR/lt) Harga eceran bersubsidi Bensin (IDR/lt) Solar (IDR/lt) Harga eceran non subsidi Bensin (IDR/lt) Solar (IDR/lt)
Berdasarkan data tersebut, ditemukan bahwa konsumsi BBM bersubsidi perkapita sangat besar sekali di Kota Batam termasuk di dalamnya, yaitu untuk premium sebesar 205 liter/kapita/tahun dan untuk solar 101 liter/ kapita/tahun. Hal ini mengindikasikan adanya penyelewengan penggunaan BBM bersubsidi.
66
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Catatan: Proporsional artinya proporsional terhadap harga jual eceran non subsidi
Kons Premium Perkapita (Liter)
1,000 9,200 9,600 10,200 10,600
Konsumsi Solar (KL)
4,200 6,600 6,400 10,200 10,600
Konsumsi Premium (KL)
1,000 10,200 9,600 10,200 10,600
Populasi
S3 S4 S5 S6 Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional 10% 15% 20% 25% 1,060 1,590 2,120 2,650 9,180 8,670 8,160 7,650 9,540 9,010 8,480 7,950 10,200 10,200 10,200 10,200 10,600 10,600 10,600 10,600
Tabel 4.3. Konsumsi Solar dan Premium per Kapita per Tahun di Kota Batam
S2 Tetap
Sebagai sebuah kota yang sedang berkembang, penggunaan atau konsumsi BBM terus bertambah. Konsumsi premium dan solar bersubsidi nya sangat besar dan dari tahun ke tahun meningkat terus. Berdasarkan data tahun 2013 dari PT. Pertamina tercatat konsumsi solar bersubsidi adalah 116 ribu kilolitter, dan premium adalah sebesar 236 ribu kilolitter (tabel 4.3).
S1 Mengambang
Kota Batam merupakan salah satu kota di Provinsi Kepulauan Riau, dengan penduduk tercatat pada tahun 2013 adalah sebesar 1.15 juta jiwa. Kota ini dikenal sebagai kota industri yang awalnya dikembangkan dengan tujuan untuk menyaingi Singapura. Dengan letak pulau yang berbatasan dengan negara luar, disatu sisi dapat memberi potensi yang berorientasi ekspor. Namun disisi lain, adanya perbedaan harga BBM dapat menimbulkan penyelewengan.
S0 Tetap
4.1.2. Gambaran Umum Penggunaan BBM di Kota Batam
BAB 6 ANALISIS DAMPAK MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
127
126 OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Harga eceran bersubsidi Bensin (IDR/lt) 6,600 6,600 Solar (IDR/lt) 6,400 6,400 Harga eceran non subsidi Bensin (IDR/lt) 6,600 6,600 Solar (IDR/lt) 7,400 7,400 Harga Dasar + Margin + Pajak Solar = IDR 10,600/Liter Bensin Kebijakan Tidak Mengambang RON 88 subsidi Besaran (IDR/lt) 0 3,600
Kebijakan Subsidi S0 S1 Distribusi Terbuka Tertutup Penerima subsidi Semua Targeted Alat pemantau subsidi Tidak ada smart card Mekanisme pemberian Via Diskon subsidi Pertamina Harga Dasar + Margin + Pajak Solar = IDR 7.400/Liter Bensin Kebijakan Tidak Mengambang RON 88 subsidi Besaran (IDR/lt) 0 0 Minyak Kebijakan Tetap Mengambang solar subsidi Besaran (IDR/lt) 1,000 1,000
S4 Tertutup Targeted smart card Diskon
S5 Tertutup Targeted smart card Diskon
S6 Tertutup Targeted smart card Diskon
250,000 200,000
150,000
100,000 50,000 2011 Konsumsi Premium (KL)
2011
Konsumsi Solar (KL)
2012
2012
2013 Kons Premium Perkapita (Liter)
140,000 120
120,000
100,000
100
80,000
80
60,000
60
40,000 40
20,000 20
2013 Liter
Kilo Liter
5,940 5,610 5,280 4,950 6,660 6,290 5,920 5,550 6,600 6,600 6,600 6,600 7,400 7,400 7,400 7,400 Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional 10% 15% 20% 25% 1,020 1,530 2,040 2,550
Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional 10% 15% 20% 25% 660 990 1,320 1,650 Proporsional Proporsional Proporsional Proporsional 10% 15% 20% 25% 740 1,110 1,480 1,850
S3 Tertutup Targeted smart card Diskon
Kilo Liter
1,000
5,600 6,400 6,600 7,400 Tetap
1,000
1,000 Tetap
Tetap
S2 Tertutup Targeted smart card Diskon
Tabel 6.1. Perbandingan Berbagai Skenario Kebijakan Mekanisme Subsidi
206 204 202 200 198 196 194 192 190 188 Liter
Gambar 4.2. Konsumsi Premium dan Solar di Kota Batam (KL), Tahun 2011-2013
0
Kons Solar Perkapita (Liter)
Sumber: PT Pertamina dan BPS
Oleh karena itu di Kota Batam telah diterapkan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi khususnya jenis solar. Diharapkan setelah diterapkan pengendalian BBM, konsumsi BBM di Kota Batam turun. Penerapan kartu survei yang dilanjutkan dengan survey card BRIZI berdasarkan informasi sudah cukup berhasil menekan konsumsi solar di Kota Batam.
BAB 4 ANALISIS PENGENDALIAN KONSUMSI BBM BERSUBSIDI DENGAN RFID, SURVEY CARD DAN FUEL CARD: HASIL FGD DAN HASIL SURVEI
67
4.1.3. Gambaran Umum Penggunaan BBM di Provinsi Jakarta DKI Jakarta merupakan ibukota negara, dengan penduduk tercatat pada tahun 2013 adalah sebesar 10.1 juta jiwa. Kota ini selalu menjadi daya tarik orang untuk datang sehingga pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta cukup tinggi. Sebagai kota metropolitan dengan mobilitas yang sangat tinggi, sudah sewajarnya penggunaan atau konsumsi BBM di kota ini sangat tinggi. Hingga tahun 2013 tercatat konsumsi premium bersubsidi mencapai 2,2 juta kiloliter, sedangkan solar bersubsidi sebesar 894 ribu kiloliter (lihat Tabel 4.4). Tabel 4.4. Konsumsi Solar dan Premium per Kapita per Tahun di Prov DKI Jakarta Tahun
Populasi
Konsumsi Premium (KL)
Konsumsi Solar (KL)
Kons Premium Perkapita (Liter)
Kon Solar Perkapita (Liter)
2011
9,711,206
2,003,042
868,862
206
89
2012
9,859,210
2,171,832
865,136
220
88
2013
10,008,318
2,163,610
894,364
216
89
Sumber: PT Pertamina dan BPS
Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa penggunaan BBM bersubsidi perkapita pada tahun 2011 khususnya untuk jenis premium di DKI Jakarta sangat tinggi yaitu 216 liter per kapita pertahun. Sedangkan untuk konsumsi solar masih terlihat wajar sebesar 89 liter per kapita pertahun. Sehingga dari temuan ini dapat dikatakan bahwa di wilayah DKI Jakarta ada pemborosan penggunaan premium yang sangat besar. Oleh karena itu program pembatasan atau penghematan untuk BBM bersubsidi sangat diperlukan agar tidak membebani subsidi dari anggaran negara. Program seperti RFID diharapkan bisa menjadi solusi.
inasi, potensi penurunan pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan angka kemiskinan sebagai akibat dari kenaikan harga BBM secara tertimbang. Sementara itu dari dampak lingkungan akan dinilai dengan menghitung potensi emisi yang tercipta dari konsumsi BBM terutama emisi dalam bentuk nitrooksida (NOx) dan karbonmonoksida (CO). Selanjutnya dengan memanfatkan informasi dari literatur, emisi tersebut dapat dikonversi untuk mendapatkan valuasi dari nilai emisi tersebut dalam nilai uang. Sebelum dilanjutkan ke proses perhitungan, kajian ini terlebih dahulu menentukan asumsi-asumsi dasar bagi proses simulasi perhitungan seperti jumlah hari operasi kendaraan untuk setiap jenis angkutan, besaran kuota jatah liter per jenis angkutan, biaya alat subsidi, dan nilai konversi valuasi ekonomi dari setiap jenis emisi. Gambar 6.2 dibawah ini menjelaskan besaran masing-masing asumsi yang digunakan. Gambar 6.2. Asumsi-Asumsi Dalam Perhitungan Dampak Mekanisme
Jumlah Hari Operasi Kendaraan dalam Setahun • Angkutan Umum = 317 Hari • Angkutan barang = 269 Hari • Angkutan Pribadi = 353 Hari
Biaya Alat Subsidi • RFID = IDR 0,1 atau 10 sen per liter dari BBM yang dipantau • Fuel card = IDR 20.000 per kendaraan • Smart card = IDR 50.000 per kendaraan
Jatah Liter angkutan umum dan barang Per Hari • MPV = 20 Lt • Bus = 40 Lt • Truk = 30 Lt • Pick-up = 15 Lt
Valuasi Ekonomi Emisi Lingkungan (Beer (2002), in Coffey,2005) • CO = IDR 37500/Ton • Nox = IDR 241 Juta/ton • HC = IDR 10,87 Juta/ton • PM = IDR 1,84 Milyar/Ton
Pada Tabel 6.1 disampaikan secara detil tentang masing-masing skenario mekanisme kebijakan subsidi BBM. Secara umum, semua skenario akan dilakukan dalam kondisi harga minyak dunia diasumsikan sebesar USD 50-60 perbarel dan USD 105 per barel. Skenario 3 sampai dengan skenario 6 merupakan skenario dengan mekanisme kebijakan subsidi melalui pemberian diskon dengan persentase yang berbeda yakni dari diskon 10% sampai dengan diskon 25% dengan kenaikan 5%.
68
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
BAB 6 ANALISIS DAMPAK MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
125
Cara Distribusi Penerima Subsidi Pemantau Subsidi
Kebijakan Besarn Subsidi Mekanisme Pemberian Subsidi
Terbuka Tertutup Target Semua
Variabel
Dampak Perubahan
Jumlah Kendaraan Bermotor Jumlah Konsumsi BBM
RFID smart card Mengambang Tetap Proporsional Transfer Non Cash Diskon
Harga BBM Subsidi Jumlah BBM Subsidi
Dampak Fiskal • Kebutuhan Subsidi (IDR Triliun) • Potensi Penghematan (IDR Triliun) • Rasio Manfaat terhadap Biaya Dampak Ekonomi • Kenaikan Inasi(%) • Kenaikan Angka Kemiskinan(%) • Penurunan Pertumbuhan Ekonomi(%) Dampak Lingkungan • Pengurangan Biaya Emisi (RP Triliun)
Dari berbagai macam kombinasi jawaban pertanyaan diatas, maka penelitian ini membuat 6 skenario yang terdiri dari skenario 0 sebagai basis dan 5 skenario alternatif (skenario 1-5).
2,200,000
225
2,150,000
220
2,100,000
215
2,050,000
210
2,000,000
205
1,950,000
200
1,900,000
195 2011
2012
Konsumsi Premium (KL)
Kilo Liter
Kebijakan Subsidi
Kilo Liter
ANALISIS DAMPAK MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
900,000 895,000 890,000 885,000 880,000 875,000 870,000 865,000 860,000 855,000 850,000
Liter
Gambar 4.3. Konsumsi Premium dan Solar di Prov DKI Jakarta (KL), Tahun 2011-2013
2013 Kons Premium Perkapita (Liter)
90 90 89 89 88
Liter
Gambar 6.1. Komponen Perhitungan Analisis Dampak Fiskal, Makro, dan lingkungan dari Mekanisme Kebijakan Subsidi yang Lebih Tepat Sasaran
88 87 2011 Konsumsi Solar (KL)
2012
2013
87
Kon Solar Perkapita (Liter)
Sumber: PT Pertamina dan BPS
Dengan mengetahui pilihan-pilihan mekanisme kebijakan, komponen berikutnya adalah menentukan variabel-variabel yang relevan, yang akan berguna untuk membuat perbandingan antar skenario. Variabel utama yang penting adalah jumlah kendaraan bermotor yang akan menentukan berapa jumlah konsumsi BBM. Selanjutnya harga BBM bersubsidi yang dijual secara eceran (sesuai dengan kebijakan subsidinya) akan menentukan besaran subsidi per liter dari BBM dan jumlah BBM yang harus disubsidi oleh Pemerintah. Sedangkan komponen analisis yang terakhir adalah perhitungan ketiga dampak. Dampak skal terkait dengan besaran subsidi yang harus disediakan oleh Pemerintah dan potensi penghematan APBN serta rasio biaya dan manfaat. Sedangkan dampak makro terkait dengan potensi kenaikan
124
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
BAB 4 ANALISIS PENGENDALIAN KONSUMSI BBM BERSUBSIDI DENGAN RFID, SURVEY CARD DAN FUEL CARD: HASIL FGD DAN HASIL SURVEI
69
BAB 6 4.2. Mekansime Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi: Hasil FGD Di Jakarta Sebelum penerapan survey card, fuel card, dan RFID, BPH Migas telah pernah melaksanakan uji coba sistem tertutup untuk transportasi darat dengan Kartu fasilitas (sistem pengaturan dan pengawasan volume/Simturwasvol). Kartu fasilitas ini digunakan untuk memonitor pola konsumsi BBM sesuai kebutuhan, dimana di dalam kartu tersebut berisi data nomor plat kendaraan. Sistem ini dapat memonitor transaksi penyaluran BBM namun karena tidak adanya peraturan reward dan punishment serta kendala biaya operasional maka sistem ini tidak dapat berjalan maksimal dan kurang mendapat dukungan partisispasi masyarakat. Untuk memperbaiki sistem yang ada, BPH Migas menerapkan Simturwasvol Non Tunai pada tahun 2013. Dalam penerapannya, konsep ini telah disosialisasikan namun tetap menghadapi kendala terkait dengan belum adanya perangkat aturan serta biaya pembangunan sistem non tunai di seluruh SPBU terlalu besar. Jika pembiayaan operasional dan perawatan sistem informasi non tunai serta pengadaan kartu baru menggunakan dana dari APBN, maka hal ini akan cukup memberatkan bagi keuangan negara. Disamping itu sistem ini belum mempunyai koneksi dengan perbankan sehingga akan membutuhkan waktu yang cukup lama dalam penerapan sistem ini. Secara umum sistem Simturwasvol ini belum berjalan efektif. Dalam upaya pengaturan—subsidi langsung atau tidak langsung— dan agar dapat menjamin setiap masyarakat dapat membeli BBM subsidi, beberapa strategi lain telah dilakukan agar subsidi BBM yang tepat sasaran dapat dilakukan dengan baik antara lain penerapan survey card , fuel card, dan RFID. a) Kartu survei (survey card) pertama kali diterapkan di Batam. Kebijakan di Batam ini adalah inisiatif pro aktif dari Pemerintah kota Batam yang mengacu pada Perpres No. 15/2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna BBM Tertentu dan Permen ESDM No. 1/2013 tentang Pengendalian Penggunaan BBM. Payung hukum ini melahirkan kesepakatan Pemkot Batam dengan PT. Pertamina (Persero) serta pihak-pihak terkait lainnya sehingga sejak 2011 sudah dimulai inisiatif Pemkot Batam, yaitu melalui Surat Edaran Walikota Batam No. 562/2011 untuk membuat kriteria kendaraan yang boleh menggunakan BBM bersubsidi. Surat Edaran ini diperbarui dengan Surat Edaran Walikota Batam No. 61 tahun 2013. Kendaraan dihimbau untuk membatasi konsumsi BBM bersubsidi tiap harinya. Namun tidak ada sistem distribusi tertutup yang dijalankan, sehingga Surat Edaran tersebut tidak efektif. Kelangkaan BBM bersubsidi (terutama
70
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
ANALISIS DAMPAK MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
6.1. Metode Perhitungan Dampak Mekanisme Kebijakan Subsidi BBM Bab ini membahas tentang cara perhitungan dan analisis dampak dari pilihanpilihan kebijakan sebagai acuan di dalam penentuan kebijakan subsidi BBM agar lebih tepat sasaran. Adapun dampak-dampak yang akan dilihat adalah dampak terhadap skal, perekonomian makro, dan lingkungan. Gambar 6.1 menjelaskan alur perhitungan analisis ketiga dampak tersebut yang dapat di uraikan dalam tiga bagian komponen perhitungan yaitu kebijakan subsidi, variabel yang digunakan, dan yang terakhir adalah dampak yang ditimbulkan. Dari gambar tersebut, komponen pertama yang menentukan hasil perhitungan dampak adalah skenario mekanisme kebijakan subsidi yang terdiri dari beberapa kombinasi pilihan kebijakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: a) Bagaimana cara distribusi BBM (terbuka atau tertutup), b) Siapa penerima subsidi (tertarget atau semua), c) Bagaimana cara memantau pemberian BBM bersubsidi (RFID atau smart card), dan d) Bagaimana kebijakan pemberian subsidinya (mengambang, tetap, atau proporsional) e) Bagaimana cara pemberian subsidinya (non cash transfer, diskon atau proporsional)
123
Proporsional 25%
Sesuai
Sesuai
Proporsional 20%
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai Sesuai Belum adil
Tidak tepat sasaran
Tidak ada biaya
Keadilan
Ketepatan sasaran
Biaya implementasi
Kurang sesuai Kesesuain dengan UU energi
Sesuai
Sesuai Kesesuain dengan keputusan MK
Sesuai
Sesuai
Adil
Proporsional 15% Proporsional 10% Tetap Mengambang Tetap Kebijakan subsidi minyak solar
Lebih murah dan biaya ditanggung oleh penyedia smart card (perbankan). Untuk kasus kota batam biaya fuel card IDR 20.000 per kartu
Proporsional 25% Proporsional 20% Proporsional 15% Proporsional 10% Tetap Tidak Kebijakan subsidi bensin RON 88
Mengambang
Bisa Lebih Tepat Sasaran
Diskon Diskon Diskon
Diskon
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Diskon
smart card
smart card
Diskon Via Pertamina Mekanisme pemberian subsidi
smart card smart card Tidak ada Alat pemantau subsidi
smart card
Dengan Kuota Tidak ada Kuota
smart card
Perpres 191/2014, Tetapi Mobil Pribadi dan Motor tidak disubsidi
Targeted
Perpres 191/2014
Tertutup
Targeted Targeted
Tertutup Tertutup
Targeted Targeted Semua Penerima subsidi
Targeted
Tertutup Terbuka Distribusi
Tertutup
Tertutup
S6 S5 S4 S3 S1 S0
S2
Skenario Mekanisme Subsidi
Tabel 5.7. Skenario Mekanisme Kebijakan Susbdii BBM yang Lebih Tepat Sasaran 122
solar) terus terjadi. Barulah pada 1 Februari 2014 diterbitkan Surat Edaran Walikota Batam yang disertai sistem distribusi tertutup. Peran Pemerintah Daerah memegang peranan mengatur konsumsi volume BBM agar didaerahnya tidak terjadi kekurangan BBM. Evaluasi dari kebijakan ini menunjukkan penurunan konsumsi BBM khususnya solar yang signikan pada Maret 2014 dari Oktober 2013 sehingga diperkirakan dapat menghemat IDR 223 Miliar setahun dengan asumsi pengurangan 102 kiloliter/hari. b) Sementara itu pelaksanaan fuel card sebagai hasil kerjasama Pertamina dengan BRI mulai diperkenalkan pada 18 September 2014. Sebelumnya dilakukan pula konferensi pers melibatkan media lokal, serta pemasangan baliho di tiap SPBU. Fuel card ini adalah e-money BRI yaitu Brizzi yang berlogo khusus. Prosedur pembelian solar adalah: tapping fuel card terlebih dulu oleh petugas SPBU, bila saldo memungkinkan, barulah pembelian dilayani. Kartu fuel card yang tidak mencantumkan nomor polisi masih mengandung risiko kartu orang lain bisa dipinjam untuk membeli solar. Selama ini penentuan mereka yang berhak mendapat fuel card berdasarkan data nomor polisi. c) SMPBBM (Sistem Monitoring dan Pengendalian Bahan Bakar Minyak) mewajibkan setiap SPBU yang ingin menjual BBM Subsidi wajib menggunaakan SMPBBM. RFID sebagai bagian dari program SMPBBM telah jalankan/dipasang di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dengan target secara nasional adalah 11 juta mobil. Sistem ini merekam data transaksi pembelian BBM oleh pengguna kendaraan dan data penjualan BBM di setiap SPBU. Pada pelaksanaanya, alat RFID ditempel di mulut tangki pengisian bahan bakar kendaraan. Nozzle reader di SPBU akan menidentikasi apakah kendaraan tersebut masih memiliki hak untuk pengisian BBM bersubsidi. Sampai saat ini, progres dari seluruh SPBU di Jakarta, yang sudah terinstal adalah 255 dan RFID yang sudah terpasang pada mulut tangki kendaraan berjumlah 363431 di seluruh Jabodetabek. Namun pemasangan RFID saat ini terhenti karena masih belum ada kesepakatan antara kontraktor (PT. INTI) dengan Pertamina terkait dengan membengkaknya biaya instalasi seiring dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollaryang mempengaruhi harga komponen RFID yang sebagian besar diimpor. Secara keseluruhan ketiga strategi diatas mempunyai kelebihan dan kekurangan yang akan dibahas dengan lebih mendalam kemudian. Dalam diskusi dengan regulator dan operator yang di lakukan di Jakarta, peserta diskusi menilai bahwa pemberian subsidi BBM yang lebih tepat sasaran melalui pemberian transfer non-cash untuk kendaraan umum adalah
BAB 4 ANALISIS PENGENDALIAN KONSUMSI BBM BERSUBSIDI DENGAN RFID, SURVEY CARD DAN FUEL CARD: HASIL FGD DAN HASIL SURVEI
71
pilihan kebijakan yang tepat. Dan apabila kebijakan ini dikombinasikan dengan penerapan e-STNK, maka dinilai akan menjadi solusi yang dapat meningkatkan efektitas dalam kebijakan pengaturan konsumsi BBM bersubsidi.Kebijakan ini akan menerapkan kebijakan harga tunggal untuk setiap jenis BBM di SPBU (single price policy), namun untuk setiap kelompok atau target yang berhak menerima subsidi akan diberikan kartu yang akan menampung dana transfer dari Pemerintah untuk membeli BBM. Pemberian transfer tersebut melalui sebuah kartu yang dicetak berdasarkan nomor kendaraan bermotor yang juga berfungsi sebagai STNK. Penerbitan e-STNK dapat dimulai ketika kendaraan umum melakukan pembayaran pajak kendaraan bermotor tiap tahunnya. Penerapan e-STNK ini tidak hanya berguna bagi kebijakan pengaturan subsidi namun juga akan membantu Pemerintah Daerah untuk penerimaan pajak kendaraan bermotor (PBBKB) yang masih sekitar 70% realisasi dari target. Konsep e-STNK yang berfungsi juga sebagai fuel card dirasakan akan efektif namun membutuhkan koordinasi dengan Samsat dan Kepolisian terutama terkait dengan data kepemilikan kendaraan. Namun demikian secara keseluruhan masih perlu ditemukan cara untuk mengedukasi masyarakat untuk tidak menggunakan BBM bersubsidi bagi yang tidak berhak dan harus diupayakan bahwa tidak ada anggaran dari APBN tapi bisa melalui bentuk kerjasama Pertamina dengan pihak ketiga. Tiga hal penting yang perlu dispersiapkan dengan e-STNK dan transfer noncash adalah penentuan siapa yang menjadi target penerima subsidi, besaran volume kuota konsumsi per hari, dan kesiapan database kendaraan bemotor dan transaksi, serta sistem informasi teknologi pendukung seperti jaringan dan server. Khusus untuk e-STNK membutuhkan persiapan instalasi sistem e-STNK mulai dari pencetakan dan pengoperasian penggunaan e-STNK di setiap kantor pembayaran pajak kendaraan bermotor daerah di seluruh Indonesia dan di setiap SPBU. Dalam jangka pendek e-STNK ini sulit terwujud, karena persiapan sistemnya sendiri bisa memakan waktu satu tahun dan proses penggantian STNK menjadi e-STNK paling cepat juga selesai dalam satu tahun. Sehingga untuk program e-STNK bisa beroperasi dengan baik, proses implementasinya setidaknya akan memakan waktu dua tahun.
5.3.4. Skenario-Skenario Mekanisme Kebijakan Subsidi BBM yang Lebih Tepat Sasaran Berdasarkan hasil analisis yang diuraikan di atas dapat dirumuskan bahwa agar lebih tepat sasaran mekanisme pemberian subsidi BBM dilakukan dengan smart card melalui pemberian potongan harga (diskon) dan diberikan kuota BBM per hari. Oleh karena mekanisme tersebut bisa dioperasikan pada kebijakan subsidi mengambang, tetap atau proporsional, maka untuk menentukan mekanisme dan kebijakan mana saja yang akan dipilih dikembangkan beberapa skenario. Kebijakan yang dipertimbangan adalah (S0) subsidi tetap hanya untuk solar sebesar IDR 1,000 dengan distribusi terbuka (tidak ada alat kendali) sebagaimana berjalan saat ini; (S1) subsidi mengambang (untuk solar dan bensin) dengan distribusi tertutup menggunakan alat kendali smart card dengan mekanisme diskon; (S2) subsidi tetap (solar dan bensin) dengan distribusi tertutup menggunakan alat kendali smart card dengan mekanisme diskon; (S3) subsidi proporsional (solar dan bensin) dengan distribusi tertutup menggunakan alat kendali smart card dengan mekanisme diskon. Sementara itu, untuk S4 hingga S6 adalah skenario yang mirip dengan S3 dengan besaran proporsi subsidi yang meningkat (Lihat Tabel 5.7). Dilihat dari sisi regulasi, keadilan dan ketapatan sasaran, skenario S1 hingga S6 merupakan skenario yang memenuhi kriteria sesuai dengan regulasi, dan dinilai memenuhi rasa keadilan dan tepat sasaran. Namun, skenario-skenario tersebut akan punya dampak yang berbeda terhadap inasi, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan lingkungan. Skenario lain bisa dibandingkan dengan S0-S6 adalah skenario kebijakan konversi BBM ke BBG dan memberikan subsidi BBG untuk angkutan umum dan angkutan barang. Hanya saja masih terbatasnya dan banyaknya kendala dalam infrastruktur BBG, skenario konversi BBM ke BBG bagi angkutan umum tidak bisa segera dilakukan. Oleh karena itulah, untuk memilih skenario mana yang terbaik, akan dilakukan simulasi analisis dampak dari setiap skenario tersebut,termasuk skenario kebijakan konversi BBM ke BBG untuk angkutan penumpang umum dan angkutan barang, sebagaimana akan dijelaskan pada Bab VI.
4.3. Implementasi Mekanisme Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi di Kota Batam dengan Fuel Card Ide pembatasan volume konsumsi BBM khususnya solar subsidi di Batam dimulai sejak awal tahun 2012. Dasar penerapan kuota tersebut adalah seringnya Kota Batam mengalami kehabisan pasokan BBM terutama solar. Sebelum tahun 2012, jatah 16 kiloliter per hari untuk solar bagi sebuah SPBU akan habis kurang dari 4 jam. Hal itu terjadi karena pada saat itu jam
72
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
BAB 5 ANALISIS MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
121
Gambar 5.5. Pola Subtitusi Premium ke Pertamax 41.61
Total
58.39
Batam
71.11
28.89
Belitung
43.48
56.52 0%
20%
Setuju Tidak
60
40
Jabotabek
40%
60%
80%
100%
Sumber: Hasil survei, diolah
Gambar 5.6. Pola Subtitusi Solar Subsidi ke Solar Non Subsidi 41.61
Total
58.39
40
Jabotabek Batam
71.11
28.89
Belitung
56.52 0%
20%
Setuju Tidak
60
43.48 40%
60%
80%
100%
Sumber: Hasil survei, diolah
5.2.3. Sosialisasi Hasil FGD dan survey di Jakarta, Batam dan Belitung menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen belum mengetahui tentang survey card, fuel card dan RFID, sebagaimana telah dijelaskan pada Bab IV. Oleh karena itu, untuk suksesnya mekanisme kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran sosialiasasi kebijakan subsidi dan mekanisme harus dilakukan dengan intens dengan bekerjasama dengan beberapa stakeholder penting seperti Pemerintah Daerah, Organda, Pertamina dan juga perbankan. Aspek yang harus dijelaskan adalah yang dapat subsidi siapa saja, bagaimana membeli BBM subsidi dengan alat kendali yang digunakan, berapa jatahnya, serta bagaimana menggunakan smart card .
120
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
operasional penjualan solar juga tidak dibatasi, tapi tergantung kebijakan masing-masing SPBU. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah kota mengeluarkan Surat Edaran Walikota Batam yang membatasi volume pembelian BBM dalam setiap kali pengisian terutama bagi kendaraan besar atau mobil lorry. Dalam Surat Edaran 2012 juga dibuat peraturan dimana mobil pengecor jalan, kendaraan alat berat, kendaraan untuk industri tidak diperbolehkan untuk membeli BBM bersubsidi. Selain itu, jam penjualan juga ditentukan menjadi dari jam 8 pagi hingga jam 5 sore. Pada pembatasan awal, kuota yang ditetapkan sebesar 20 liter per hari, namun hal tersebut dikeluhkan oleh Organda sebagai wakil dari pemilik angkutan umum yang memerlukan lebih dari 20 liter solar per hari. Dampak dari Surat Edaran tersebut adalah pada periode tahun 2012-2013 tidak ada kelangkaan lagi walaupun Pemerintah Daerah pernah akan digugat oleh Organda akibat pembatasan tersebut. Untuk menanggulanginya hal ini, maka pihak Pemerintah Daerah merevisi batasan untuk kendaraan plat kuning menjadi 30 liter per hari setelah hasil negosiasi dengan Organda sedangkan kendaraan plat hitam tetap dengan kuota 20 liter. Pembatasan yang dilakukan dengan Surat Edaran tersebut juga hanya bersifat batasan dalam sekali isi, artinya pada saat itu, kendaraan masih bisa membeli di SPBU lainnya dengan kuota yang sama (pembelian berganda). Setelah adanya Surat Edaran ini baru bermunculan mobil-mobil pelangsir. Jika sebelumnya mobil lorry berkapasitas besarlah yang menjadi penyebab habisnya pasokan BBM bersubsidi setiap harinya karena dalam sekali pengisian lorry menghabiskan 100 liter stok solar, namun setelah adanya pembatasan dan pelarangan pembelian BBM bersubsidi maka mobil pelangsirlah yang menjadi penghabis pasokan BBM. Sebelum tahun 2014, ada situasi bahwa harga solar bersubsidi dengan solar non subsidi (untuk industri) berbeda cukup jauh, sehingga ada aktivitas penimbunan untuk dijual kepada industri ataupun kapal-kapal di perairan Kepulauan Riau. Hal tersebut dikenal dengan nama mobil langsiran yaitu mobil yang menjadi pengumpul solar bersubsidi melalui pembelian di SPBU. Mobil jenis ini biasanya berkapasitas tangki bahan bakar besar karena dimodikasi. Keberadaan mobil langsiran ini menyebabkan antrian panjang di SPBU dan sering habisnya presediaan solar. Atas inisiatif Pertamina wilayah setempat yang didukung bersama (Pemerintah Kota, Pertamina, Hiswana Migas, Organda), sejak 10 Maret 2014 diterapkan kartu survai untuk solar. Dengan meniru ide mekanisme pembelian solar oleh para nelayan yang harus menunjukan kartu untuk membeli BBM bersubsidi. Setiap pembelian solar bersubsidi di SPBU maka harus menunjukkan kartu survei tersebut yang
BAB 4 ANALISIS PENGENDALIAN KONSUMSI BBM BERSUBSIDI DENGAN RFID, SURVEY CARD DAN FUEL CARD: HASIL FGD DAN HASIL SURVEI
73
kemudian akan disobek dan disimpan oleh SPBU. Selain itu juga ditetapkan bahwa layanan SPBU juga dibatasi dari jam 9 sampai jam 5 sore. Survey card yang merupakan mekanisme awal yang mengharuskan pemilik kendaraan bermotor mendaftar agar diperbolehkan membeli solar bersubsidi. Kartu survei hanya berlaku dalam periode tertentu sehingga dalam setiap periode harus mengurus lagi untuk kartu survei tersebut. Dalam setiap bulan harus mendaftar ulang sehingga mendapat fungsi yang real. Sifat manual kertas sebelumnya membuat rawan dipalsukan sehingga harus diganti desainnya untuk setiap bulan. Kuota antara kendaraan umum dan pribadi juga ditetapkan berbeda. Untuk kendaraan umum diberi jatah 30 liter per hari dan 20 liter solar untuk kendaraan pribadi. Kuota tersebut berdasarkan perhitungan Bidang ESDM Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan ESDM Kota Batam dan tidak dihasilkan melalui suatu perhitungan khusus tetapi berdasarkan perkiraan kewajaran penggunaan untuk di Kota Batam. Tambahan untuk kendaraan umum didasari atas adanya keberatan-keberatan dari perwakilanperwakilan pemilik kendaraan umum serta tetap mewaspadai agar tidak ada insentif bagai para sopir kendaraan umum untuk turut menimbun solar. Pada awalnya kartu survei hanya direncanakan akan berjalan selama 3 bulan hanya untuk melihat konsumsi real dari pembeli BBM bersubsidi. Selama periode 2013-2014 pengendalian kartu survei terbukti tidak efektif karena masih mudahnya kartu surveidipalsukan, bahkan banyak pelangsir yang sudah mendapat kartu survei terbaru yang palsu sebelum diterbitkan. Pemalsuan kartu dan kartu ganda merupakan permasalahan utama untuk kartu survei. Kartu survei terlalu sulit diatur keasliannya karena petugas di SPBU mengalami kesulitan dalam memeriksa keaslian kartu. Kartu ganda didapat dengan mengaku hilang dan mendapat kartu lain. Untuk mengatasi hal tersebut, kerjasama dengan Pemerintah Kota Batam, Pertamina, Hiswana Migas, dan pihak bank yaitu BRI untuk membuat pola pengendalian yang lebih efektif, dengan menggunakan modikasi dari kartu BRIZZI yaitu fuel card. Sebelum fuel card, semua kendaraan diperbolehkan untuk memiliki kartu survei namun setelah adanya fuel card hanya kendaraan yang sudah diuji kelayakannya yang diperbolehkan untuk menerima fuel card. Mobil pelangsir sendiri pada umumnya merupakan mobil yang sudah tidak layak lagi sehingga tidak diberikan kartu fuel card. Setelah itu baru sekitar 40% dari keseluruhan penjualan solar bersubsidi dapat berkurang.fuel card ini adalah e-money BRI yaitu BRIZZI yang berlogo khusus. Prosedur pembelian solar adalah dengan tapping fuel card terlebih dahulu oleh petugas SPBU. Bila saldo memungkinkan, barulah pembelian dilayani. Untuk isi ulang saldo fuel
74
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Tabel 5.6. Estimasi Jatah BBM Angkutan Umum dan Pribadi Jenis Kendaraan
Kendaraan angkutan umum untuk …
Kendaraan milik pribadi
Berapa jatah bahan bakar yang diharapkan (Liter)?
Total
Belitung
Batam
Jabotabek
1.Barang – Bensin
15
14
26
18
2 Barang – Solar
28
22
41
29
3 Orang – Bensin
16
22
24
21
4 Orang – Solar
19
51
45
42
1. Bensin
12
12
11
12
2. Solar
14
17
9
13
3. Motor Total
4
4
3
3
16
22
19
19
Sumber: Survey Pengguna BBM, 2014
Hasil servei juga menunjukkan, sepanjang perbedaan harga subsidi dan non subsidi tidak terlalu besar, maka sebagian besar pengguna BBM bersubsidi mau membeli BBM non subsidi, jika BBM bersubsidi langka. Jika selisih harga bensin RON 88 (premium) dengan pertamax hanya sebesar IDR 1,000 per liter, maka 42.4% pengguna premium berganti menggunakan pertamax. Sementara bagi pengguna solar subsidi, jika selisih harganya dengan solar non subsidi sebesar IDR 2,000 per liter, maka 23.67% pengguna solar subsidi beraalih menggunakan solar non subsidi. Hal ini menunjukkan bahwa jika kuota harian yang diberikan telah habis digunakan dan mereka masih butuh BBM pada hari itu, maka sebagian besar mau membeli BBM non subsidi, asalkan rentang perbedaan harga BBM subsidi dan non subsidi berkisar IDR 1,000 - IDR 2,000 per liter. Oleh karena itu, di samping untuk meminimumkan terjadinya penyelewengan, selisih harga BBM subsidi dengan non subsidi sebesar IDR 1,000 – IDR 2,000 juga membuat pengguna BBM bersubsidi tidak khawatir dengan kuota, karena kalaupun kuotanya sudah habis digunakan pada hari itu, mereka merasa tidak terlalu mahal jika membali BBM non subsidi.
BAB 5 ANALISIS MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
119
tersebut, wewenang penentuan kuota ini dapat diputuskan dengan tingkatan yang berbeda. Untuk angkutan perkotaan/angkutan perdesaan/angkutan sejenis, keputusan tentang kuota BBM bersubsidi dikeluarkan oleh Bupati/ Wali Kota setelah musyawarah dengan stakeholder, terutama Organda. Sementara untuk angkutan antar kota dalam provinsi, keputusan besaran kuota BBM bersubsidi menjadi wewenang Gubernur setelah memperhatikan masukan atau musyawarah dengan Organda. Sementara, untuk kuota BBM bersubsidi bagi angkutan antar kota antar provinsi menjadi wewenang Menteri Perhubungan. Sekedar untuk memberikan gambaran tentang pemberian kuota dan berapa kuota yang diinginkan oleh mereka yang akan menjadi target BBM bersubsidi, berikut diberikan hasil survei di Jabotabek, Batam dan Belitung. Gambar 5.4. berikut menjelaskan bahwa sebagian besar repsonden tidak setuju dilakukan pembatasan pembelian BBM bersubsidi. Khusus untuk respoden di Belitung, 56% setuju dilakukan pembatasan. Tampaknya, karena di Belitung sering terjadi kelangkaan dan antrian yang panjang ketika membeli BBM bersubsidi, maka mereka akan lebih senang jika pembelian dibatasi, agar semua pengguna dapat bagian BBM bersubsidi. Gambar 5.4. Persentase Tanggapan Responden terhadap Pembatasan Pembelian BBM Bersubsidi 58.39
41.61
Total
Batam
71.11
28.89
Belitung
43.48
56.52 0%
20%
Setuju Tidak
60
40
Jabotabek
40%
60%
80%
100%
Sumber: Hasil Survei
Dari hasil survei sebagai mana tersaji pada Tabel 5.6, terlihat bahwa kendaraan angkutan barang di Jabotabek memintah kuota yang lebih tinggi dibandingkan di Batam atau Belitung. Hal ini, karena mobilitas untuk angkutan barang di Jabotabek sangat luas, sementara Belitung dan Batam, karena kepualauan yang kecil, sehingga permintaan jatah kuotanya tidak sebesar di Jabotabek.
118
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
card bisa dengan banyak cara (termasuk top-up secara langsung di SPBU). Jatah tiap mobil pribadi sekarang naik dari IDR 165,000 menjadi IDR 225,000 (sesuai harga BioSolar saat ini.) Namun fuel card masih mempunyai kelemahan karena Kartu fuel card tidak mencantumkan nomor polisi sehingga ada risiko kartu orang lain bisa dipinjam untuk membeli solar. Disamping itu saat ini BRI masih gunakan pihak ketiga untuk jaringan internet fuel card sedangkan Electronic Data Capture (EDC) menggunakan jaringan internet di masing-masing SPBU. Akibatnya sering terjadi gagal koneksi sehingga transaksi gagal terjadi. Selain itu minimnya perangkat EDC di SPBU mengakibatkan tidak adanya back up sistem jika terjadi kegagalan di salah satu EDC. Saat ini teknologi yang diterapkan di kartu masih menggunakan magnet stripe belum menggunakan chip yang dapat menyimpan identitas dengan lebih lengkap dengan tingkat keamanan yang lebih tinggi. Sementara itu, terhadap wacana /ide penerapan e-STNK yang dapat berfungsi juga sebagai fuel card dinilai peserta sebagai ide yang sangat baik, tidak hanya bagi pengaturan konsumsi BBM dan pemberian subsidi yang tepat sasaran, namun juga berguna bagi pengecekan pembayaran pajak. Namun perlu dilakukan identikasi mobilitas kendaraan sendiri sehingga dapat diketahui berapa kali keluar masuk suatu daerah. Dengan kombinasi e-STNK dan fuel card ini juga dapat digunakan untuk mengecek status kendaraan karena banyak mobil yang sudah mati atau belum membayar pajak kendaraan bermotor,sehingga pemberian subsidijuga terkait dengan kewajiban pemilik kendaraan dan dengan status kendaraan yang telah membayar pajak. Hasil wawancara di 5 SPBU di Kota Batam dirangkum dalam Tabel 5.4 di bawah. Secara keseluruhan SPBU mendukung kebijakan pembatasan volume konsumsi BBM bersubsidi karena mereka telah merasakan ketidaknyamanan dengan adanya proses antrian dan ketidakcukupan stok akibat adanya mobil pelangsir yang menyebabkan terjadinya kelangkaan solar. Namun demikian, dari 5 SPBU yang diwawancarai, 3 SPBU kurang mendukung teknis pembatasan. Disamping itu, SPBU menuntut adanya sistem insentif bagi SPBU yang melaksanakan kebijakan fuel card karena adanya penurunan prot yang signikan seiring dengan menurunnya penjualan solar bersubsidi. Disamping itu dari aspek teknis, SPBU masih terlalu sering merasakan putusnya koneksi dengan server BRI yang mengakibatkan gagalnya transaksi. Selain itu, proses komputerisasi dalam transaksi ternyata tidak mengurangi proses manual untuk memeriksa kembali hasil print out dari sistem karena masih sering terjadinya duplikasi pencatatan.
BAB 4 ANALISIS PENGENDALIAN KONSUMSI BBM BERSUBSIDI DENGAN RFID, SURVEY CARD DAN FUEL CARD: HASIL FGD DAN HASIL SURVEI
75
Pro
v v v
v
Kontra
v v v v
v
SPBU 5 2005 Pertamax + 1 x 20kl; Premium 2 x 30 kl; BioSolar 2 x 30 kl; solar non subsidi 1 x 30 kl Turun (sekitar Turun 40% 16 kl total dari (biosolar), 25% seluruh penjualan) (premium), naik 10% ( Pertamax) Ya Ya SPBU 4 COCO 2005 Pertamax+ 1 x 30 kl; Premium 2 x 45 kl; Biosolar 1 x 45kl
v v v v v
v
v v -
v
6
5
v
v v v
6. Koneksi jaringan
Kontra
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Kontra
Pernah mengalami kelangkaan/ antrian? Pro atau kontra dengan metode pembatasan Permasalahan: 1. Mobil pelangsir 2. Ancaman sik 3. Teknis BRIZI 4.Top up 5. Mesin BRIZI 4
Pro
Tidak
Turun Penjualan pre dan post 3
Ya, sebelum survey Ya card dan fuel card
SPBU 3 2005 Pertamax 1 x 30 kl; Premium 2 x 45 kl; BioSolar 1x 45 kl; solar non subsidi 1 x 45 kl Turun (biosolar dari 10 kl menjadi 5 kl) SPBU 1 2011 Pertamax 1 x 31 ton; Premium 2 x 31 ton; BioSolar 45 ton
SPBU 2 2008 Pertamax 1 x 30 kl; Premium 1 x 60 kl; BioSolar 1 x 30 kl; solar non Subsidi 1 x30 kl Tidak ada perubahan
Smart card tidak boleh diperjualbelikan dan dipindahtangankan, tanpa terjadinya jula beli/pindah tangan kendaraan angkutan umum atau angkutan barang. Jika mobil angkutan umum atau angkutan barang sudah tidak beroperasi secara tetap, maka smart card otomatis tidak berlaku lagi. Jika mobil angkutan umum atau barang pindah tangan dan masih sebagai angkutan umum atau angkutan barang, maka smart card akan mengikuti mobil tersebut layaknya STNK, karena smart card melekat pada STNK dan kendaraan. Smart card merupakan perlengkapan di jalan yang wajib dibawa, seperti halnya STNK.
5.3.2. Analisis Kuota
No Uraian 1 Tahun berdiri 2 Kapasitas SPBU
Tabel 4.5. Hasil Wawancara SPBU di Kota Batam 76
Sementara itu, untuk pengguna sektor tarnsportasi laut, nelayan, petani dan usaha mikro, pembagian smart card kepada pengguna yang berhak mengacu pada surat rekomendasi dari SKPD atau instansi yang berwenang. Pengambilan smart card untuk kelompok ini dilakkan dengan melakukan verikasi surat rekemendasi dari SKPD atau instansi yang berwenang.
Agar tidak terjadi pembelian BBM subsidi yang berlebihan oleh kelompok target, maka pembelian BBM bersubsidi harus diberikan kuota per hari. Jadi, mekanisme kebijakan subsidinya adalah bahwa nantinya di SPBU hanya ada satu harga BBM (harga non subsidi), dan kelompok target dengan penanda smart card akan memperoleh potongan harga per liter BBM ketika membeli BBM sebanyak kuota yang diberikan per hari dengan cara “menggesek”smart card tersebut dalam sistem penjualan BBM di SPBU. Kelompok target masih boleh membeli lebih dari kuota, tetapi yang diberikan diskon adalah volume pembelian sebanyak kuota yang ditentukan. Kelebihan pembelian dari kuota tidak diberikan diskon (tidak mendapat subsidi). Oleh karena itu, sistem smart card yang akan diterapkan harus mampu mendeteksi banyaknya pembelian konsumsi BBM per hari yang dilakukan dengan menggunakan smart card tersebut, di manapun smart card itu digunakan. Besaran kuota BBM bersubsidi untuk kelompok target akan bervariasi antar daerah. Bagi daerah yang mobilitas angkutan umum dan angkutan barangnya tinggi, tentu kuota BBM bersubsidi untuk kelompok target akan lebih tinggi dibandingkan dengan angkutan umum dan barang di suatu daerah yang mobilitasnya rendah. Oleh karena keputusan tentang kuota BBM bersubsidi ini sangat krusial, maka sebaiknya dilakukan survei dan musyawarah di masing-masing daerah untuk menentukan kuota BBM bersubsidi bagi angkutan penumpang umum dan angkutan barang di masing-masing daerah tersebut. Pengalaman di Kota Batam, penentuan kuota BBM bersubsidi dilakukan dengan sosialisasi dan musyawarah dengan stakeholder dan dituangkan dalam SK Wali Kota. Berdasarkan pengalaman
BAB 5 ANALISIS MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
117
116
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
-
v
9. Cashow
Saran
7
Harus adanya peraturan yang lebih mengikat daripada surat edaran seperti Peraturan Daerah
-
Sistem fuel card masih harus diperbaiki, terutama untuk jaringannya karena dapat menimbulkan kerugian bagi SPBU
v Penjualan voucher solar jadi 0 v Hanya bisa melakukan deposit untuk top-up sekitar 5-10 juta Untuk sistem kuota, Server masih dirasakan cukup terdapat di memberatkan Jakarta dan hal dari segi prot ini berpengaruh dan kurangnya terhadap support dari BRI pelaksanaan selain dari adanya operasional fuel permasalahan card. jaringan. v Penjualan solar menurun -
v
SPBU 3
v
SPBU 4 COCO
v
SPBU 5
8. Protability
Mekanisme pembagian smart card dilakukan berdasarkan STNK yang terdaftar di Kepolisian sesuai dengan jenis kendaraan yang BBM-nya disubsidi. Smart card tersebut berpasangan satu-satu dengan STNK, sehingga untuk setiap kendaraan hanya ada satu kartu. Selanjutnya semua kendaraan yang berhak menggunakan BBM bersubsidi mengambil smart card tersebut di tempat yang ditentukan (misal di Samsat) daerah masing-masing dengan menunjukkan STNK dan ijin trayek bagi angkutan umum atau dapat pula digunakan Kartu Tanda Anggota (KTA) yang dikeluarkan oleh Organda. Pemberian smart card dengan mengacu data STNK di Kepolisian memiliki akurasi yang cukup tinggi di kepolisian, sehingga salah sasarannya bisa diminimumkan.
5.3.1. Pembagian Smart Card agar Tepat kepada Kelompok Target
SPBU 2 v Selisih settlement
Sistem smart card dengan memberikan diskon bagi pemegang smart card ini, relatif mirip dengan sistem yang digunakan oleh fuel card di Batam, yakni menggunakan system transaksi yang sudah digunakan oleh perbankan, dan tidak perlu membangun system baru, tetapi agar lebih praktis smart card dirancang sedemikian rupa setiap orang bisa menggunakannya baik dengan transaksi tunai maupun non tunai. Bahkan, sistem ini juga dapat digunakan jika suatu saat Pemerintah mengkonversi bahan bakar kendaraan umum dari BBM ke bahan bakar gas dan memberikan subsidi gas untuk kendaraan umum.
SPBU 1 v Selisih settlement-tambahan pekerjaan v Penjualan solar menurun, margin menipis -
Sumber: Hasil Analisis
Meminta kebijakan pembagian margin dari Pertamina yang dianggap harus menyesuaikan dengan adanya penurunan prot dan program Pasti Pas serta UMK yang selalu naik tiap tahun Untuk penerapan Diharapkan SPBU ingin Perlu penyeragaman fuel card secara kebijakan bisa lebih mendapatkan tentang peraturan nasional sebagai eksibel agar tidak presentase deposit dan top up kebijakan energi merugikan SPBU keuntungan dalam dari Pemerintah perlu dilihat kuota pemberlakuan fuel dan sistem yang card karena selama akan diberlakukan ini dinilai telah merugikan
Kelebihan
Pencetakan dan pendistribusian smart card lebih cepat Kerjasama dengan bank sehingga Pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya alat kendali Jaminan sampai ke sopir lebih besar Tidak harus top-up Transaksi bisa dengan uang tunai Biaya penerapan mahal dan Jaminan ketepatan sasaran butuh waktu lama atau lebih besar paling cepat satu tahun Ada manfaat lainnya Perlu mengubah peraturan disamping subsidi, tetapi lalu lintas tentang STNK bisa untuk mengontrol pembayaran pajak kendaraan bermotor
No Uraian 7. Settlement
Subsidi harga tidak langsung melalui e-STNK dengan mekanisme transfer non cash atau diskon
Kekurangan
Harus diciptakannya prosedur penggunaan pembayaran manual apabila koneksi atau mesin terganggu tanpa sanksi
Mekanisme Subsidi harga tidak langsung dengan smart card melalui mekanisme diskon
BAB 4 ANALISIS PENGENDALIAN KONSUMSI BBM BERSUBSIDI DENGAN RFID, SURVEY CARD DAN FUEL CARD: HASIL FGD DAN HASIL SURVEI
77
4.4. Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi di Kabupaten Belitung: Persiapan Penggunaan Survey Cards dan Fuel Cards Berdasarkan hasil FGD dan in-depth interview yang dilakukan selama di Belitung, kondisi terkini yang terjadi adalah adanya tingkat kelangkaan yang sangat tinggi untuk bahan bakar, khususnya solar, yang diakibatkan oleh alokasi dari Pemerintah yang menurun dari tahun ke tahun. Untuk menanggulangi hal tersebut, Pertamina sudah melakukan berbagai upaya, yaitu: a) Mengalokasikan kuota BBM subsidi per kabupaten/kota. Penyaluran ke SPBU atau ke lembaga penyalur dibatasi sesuai kuota yang Pemerintah tugasi, bukan berdasarkan kebutuhan sehingga ada gap antara kebutuhan dan suplai. b) Pembatasan pembelian sejak tahun 2011 untuk roda empat sebesar 40 liter dan untuk roda lebih dari empat sebesar 60 liter. c) Penyaluran pada hari libur/tanggal merah tidak ada untuk solar dan pada hari minggu sudah tidak ada penyaluran BBM bersubsidi. Dengan adanya sistem pembatasan tersebut, antrian pembelian bahan bakar makin marak terjadi. Bahkan antrian sudah ada sejak pukul 4 dini hari. Bahan bakar solar pun biasanya telah habis sekitar pukul 11 siang. Menurut Kapolres dan perwakilan Pemerintah Daerah, selama setahun bisa terjadi 2-3 unjuk rasa mengenai BBM. Unjuk rasa tersebut dikarenakan tidak tersedianya bahan bakar akibat kurang atau terlambatnya suplai dari Pertamina. Salah satu yang paling terkena dampak adalah para sopir angkutan pelabuhan karena sudah menandatangani perjanjian pembelian bensin dengan DPR dan pengusaha SPBU. Akibat adanya pembatasan BBM ini, kuota yang diizinkan semakin dikurangi dan tidak mencukupi kebutuhan. Padahal mereka termasuk sebagai pelaku sektor ekonomi vital yang mengatur barang-marang yang masuk keluar pelabuhan. Selain akibat pembatasan, masalah yang sering muncul adalah akibat adanya disparitas harga solar subsidi dan nonsubsidi yaitu para pengerit. Mereka sering melakukan pembelian berulang kali menggunakan mobil-mobil kecil seperti panther untuk membeli solar subsidi hingga 40 liter/hari. solar tersebut selanjutnya dijual kepada para pengepul yang kemudian dilanjutkan kembali kepada industri dengan harga yang lebih mahal. Hal tersebut diakui oleh dinas pertambangan yang menyatakan bahwa banyak pertambangan yang memperoleh bahan bakar bukan dari SPBU, namun melalui pihak-pihak yang sampai sekarang belum diketahui siapa saja. Untuk kasus ekstrim, para pengerit ini beberapanya adalah para preman. Tidak jarang terjadi tindakan 78
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
sehingga jatah BBM per hari masih bisa diperkirakan. Namun, untuk daerah yang bersifat terbuka dan mobilitas kendaraan umum yang menjadi target subsidi sangat bervariasi, maka membutuhkan perhitungan jatah BBM perhari yang lebih kompleks. Dari hasil in-depth interview dan observasi langsung di lapangan terlihat bahwa yang lebih mudah, praktis dan cukup efektif sebagai alat kendali subsidi BBM adalah fuel card. Fuel card lebih memudahkan masyarakat, karena tidak memerlukan instalasi khusus pada kendaraan. Hanya saja beberapa kendala dan kelemahannya perlu diatasi dan disempurnakan, seperti masalah top up dan pembelian BBM yang harus non tunai. Fuel card harus diberikan identitas kelompok target untuk mencegah penyalahgunaannya. Hasil analisis perbandingan berbagai alat kendali dan mekanisme pemberian subsidi BBM sebagaimana disajikan pada Tabel 5.5. menunjukkan bahwa subsidi harga tidak langsung melalui smart card (modikasi fuel card) dengan subsidi BBM diberikan melalui potongan harga atau diskon memiliki kelebihan dibandingkan alat kendali dan cara pemberian subsidi yang lain. Oleh karena itulah, kajian ini mengusulkan alat kendali untuk mendiskriminasi harga BBM bersubsidi adalah dengan menggunakan smart card dan metode pemberian subsidinya dengan menggunakan sistem diskon (Lihat perbandingan alat kendali dan metode pemberian subsidi pada Tabel 5.5). Tabel 5.5. Kekurangan den Kelebihan Alat Kendali dan Mekanisme Pemberian Subsidi BBM Mekanisme
Kekurangan
Kelebihan
Subsidi harga langsung dengan RFID
Pemasangan lama & mahal Partisipasi Rendah dan belum ada aturan yang memaksa Berisiko tidak digunakan untuk membeli BBM bersubsidi dan untuk kendaraan umum/ angkutan barang, bisa tidak sampai ke sopir/ dikuasai oleh pemilik mobil Harus melakukan Top-up Banyak sopir yang masih gagap dengan teknologi pembayaran non cash
Data transaksi BBM bersubsidi terekam dengan akurasi yang tinggi Pengendalian handal Pencetakan dan Pendistribusian smart card lebih cepat Kerjasama dengan bank sehingga Pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya alat kendali Teknologi lebih murah dibandingkan dengan RFID
Subsidi harga tidak langsung melalu transfer non cash dengan smart card
BAB 5 ANALISIS MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
115
dilakukandengan distribusi tertutup, sehingga hanya pengguna yang berhak yang ditentukan dalam Perpres tersebutlah yang berhak menerima subsidi. Disamping itu, distribusi tertutup digunakan untuk mengendalikan volume pembelian agar pengguna yang berhak tidak membeli secara berlebihan untuk disalahgunakan dengan menjualnya ke sektor industri, ke sektor pertambangan atau ke sektor perkebunan. Sejak tahun 2013, BPH Migas bersama dengan Pertamina telah mencoba beberapa mekanisme distibusi BBM bersubsidi secara tertutup dengan berbagai cara. Terakhir yang dikembangkan dalam sistem distribusi tertutup adalah pengedalian BBM bersusidi menggunakan survey card, fuel card di Batam dan sitem RFID di Jabodetabek, sebagaimana telah dibahas pada Bab IV. Beberapa catatan untuk perbaikan terhadap mekanisme kebijakan subsidi BBM yang dilakukan dengan RFID dan fuel card adalah sebagai berikut : a) Sistem SMPBBM dirasakan banyak menemui kendala dilapangan. SMPBBM melalui RFID yang dijalankan di Jabodetabek saat ini terhenti dan sedang menunggu perbaikan kontrak antara PT. INTI (pelaksana pemasangan sistem RFID pada kendaraan dan SPBU di Jabodetabek) dengan Pertamina. Disamping itu, sistem ini memberlakukan pemasangan alat RFID pada semua kendaraanyang waktu tahun 2013-2014 masih berhak membeli BBM bersubsidi, sehingga biayanya mahal, karena cakupannya sangat besar dan proses teknisnya juga rumit. Di samping hambatan dana dan teknis, program SMPBBM dengan sistem RFID masih dilakukan secara parsial dan lambat, kurang sosialisasi sehingga banyak pemilik kendaraan cenderung kurang antusias untuk berpartisipasi dalam program tersebut. Karena kendala-kendala inilah diskriminasi harga dan pembatasan pembelian BBM bersubsidi belum bisa dilakukan, sampai akhirnya Pemerintah mencabut subsidi BBM bensin RON 88. b) Sementara itu, untuk mekanisme pengendalian BBM bersubsidi dengan fuel card (e-money) memang berhasil mencegah penyelewengan dari pelangsir BBM bersubsidi (kasus di Batam). Namun, agar tidak menimbulkan masalah-masalah sebagaimana telah dibahas pada Bab IV, maka perlu dilakukan penyempurnaan mekanisme dan teknologinya. Masalah yang paling krusial dalam sistem fuel card adalah penentuan dan pembagian fuel card, mekanisme pemberian subsidinya, besarnya jatah BBM per hari bagi pemegang kartu bahan bakar tersebut, dan dukungan kepala daerah karena kebijakan ini masih bersifat lokal. Disamping itu masih diperlukan payung hukum yang kuat yang tidak hanya sekedar surat edaran. Fuel card mungkin efektif untuk daerah yang bersifat tertutup
114
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
anarkis dari para preman ini seperti memanjat pagar, merusak fasilitas SPBU, bahkan hingga mengancam rela mati. Para polisi yang ada pun seperti tidak bisa menangani tindakan preman yang sangat anarkis. Hal tersebut pula yang menyebabkan beberapa SPBU enggan untuk menjual solar bersubsidi. Preman-preman tersebut muncul karena banyaknya pengangguran di Belitung. Penambang timah banyak yang ditangkap bahkan penebang kayu pun banyak yang digelandang. Sulitnya lowongan pekerjaan di Belitung menyebabkan munculnya pengerit-pengerit bensin ini. Walau banyak juga dari para pengerit ini yang melakukannya karena membutuhkan uang untuk berjudi, mabuk-mabukan, dan lain-lain. Di samping banyaknya para pengerit, Belitung juga memiliki banyak pengecer bensin. Masih belum adanya penyaluran ke daerah pelosok dengan baik, dimanfatkan oleh para pengecer. Pemerintah Daerah sudah melakukan pendataan banyaknya pengecer di lima kecamatan yaitu berjumlah sekitar 2000 pengecer. Banyak masyarakat yang lebih memilih membeli bahan bakar di pengecer terdekat walaupun dengan harga yang lebih mahal dari yang ditetapkan karena Pemerintah Belitung belum berani menetapkan harga tertinggi untuk pengecer. Pemerintah Daerah sebenarnya sudah membentuk tim pemantauan dan evaluasi BBM, dan sudah berjalan 4-5 tahun, namun masih sulit dalam melakukan pemantauan karena keterbatasan tenaga kerja sedangkan alokasi APMS, SPBU, dan lain-lain cukup banyak. Dari pihak SPBU sendiri melakukan solusi secara independent seperti membatasi pembelian bahan bakar untuk kendaran tertentu dan atau membatasi jam pembelian untuk para pengecer. Pihak Pertamina mengakui bahwa sedang menyosialisasikan penggunaan kartu survei. Sebenarnya sekitar tahun 2010 sudah pernah dilakukan uji coba oleh BPH migas menggunakan kartu. Namun tidak jalan juga. Menurut Pertamina, kendala-kendala yang ada dalam penggunaan kartu survei yaitu : 1. Masih mudah dipalsukan karena tidak menggunakan hologram dan penanda khusus dan masih berupa print-an. 2. Persyaratan pemilik kartu survei masih berupa kepemilikan kendaraan yang menggunakan solar dan memiliki STNK asli. Akibatnya, orang yang memilik STNK yang sudah mati tetap dapat memiliki kartu survei. 3. Ketika direalisasikan, banyak kendaraan yang tidak memiliki STNK, mengganti plat baru, atau memiliki plat mobil dan STNK daerah lain. Dengan kata lain masih belum ada SOP yang jelas. 4. Masih banyak yang mendaftar kartu survei berkali-kali. Ada beberapa STNK yang sama, plat kendaraan sama, namun nama pemilik berbeda dan kombinasi lainnya 5. Kartu survei masih terlalu manual sehingga mudah rusak. BAB 4 ANALISIS PENGENDALIAN KONSUMSI BBM BERSUBSIDI DENGAN RFID, SURVEY CARD DAN FUEL CARD: HASIL FGD DAN HASIL SURVEI
79
Mengingat masih adanya kekurangan infrastruktur pada kartu survei, menurut perwakilan Bagian Ekonomi Sekretariat Daerah Belitung dan Pertamina, sebenarnya bisa saja penggunaan kartu survei dilewat dan langsung menggunakan fuel card namun sebelumnya perlu ada pondasi dan aturan jelas tentang masyarakat yang berhak memilikinya karena sampai saat ini masih belum ada payung hukum dari Pemerintah Daerah mengenai pembatasan BBM. Menurut Pertamina, apabila fuel card menggunakan dasar STNK, selain seperti masalah pada kartu survei, kelemahan lainnya adalah tidak bisa dilihatnya kegunaan dari kendaraan seperti kendaraan untuk perkebunan, angkutan umum, tambang, dan lain-lain. Jenis kendaraan memang terlihat. Namun jika kendaraan tersebut kadang-kadang mengangkut barang-barang pupuk subsidi, batu bara, timah, maka ketika pengisian bahan bakar sedang tidak membawa apa-apa akan ada kemungkinan dilarang melakukan pengisian dari pihak SPBU. Ada beberapa pendapat apabila kartu survei atau fuel card dilaksanakan. Menurut Bagian Ekonomi Sekretariat Daerah, kartu survei sulit digunakan di daerah pelosok, karena hanya terdapat APMS atau SPBN dan mayoritas di daerah terpencil adalah pengecer. Jika fuel card diterapkan, setidaknya yang layak mendapatkannya adalah yang memiliki surat rekomendasi dari bupati yaitu usaha mikro, perikanan, pertanian, dan pelayanan umum. Menurut Kapolres, pambatasan BBM seperti fuel card memang dapat mengurangi jumlah pengerit, namun juga mengurangi jumlah pengecer. Akibatnya daerah pelosok akan kekurangan BBM yang kemudian akan timbul masalah mengenai keamanan juga. Masyarakat sulit menerima hal-hal baru, khususnya sesuatu yang merepotkan. Masyarakat sudah terbiasa dengan kondisi sekarang asalkan BBM selalu tersedia. Hal serupa juga diutarakan oleh pengusaha SPBU. Ketidaksesuaian operator bank yang digunakan dianggap akan mempersulit penggunaan fuel card. Apabila dilihat dari sudut pandang sopir angkutan pelabuhan, kartu survei sudah bagus untuk diterapkan, namun kuota yang diberikan untuk angkutan pelabuhan harus sesuai kebutuhan. Sedangkan untuk fuel card dianggap sulit jika diterapkan di pelabuhan karena masyarakat umumnya ingin yang praktis dan mudah seperti menggunakan uang tunai. Untuk kompensasi dari Pemerintah, sebaiknya tidak perlu dimasukkan ke dalam kartu fuel card, namun dimasukkan ke dalam kas negara untuk membantu kesehatan dan lainnya dan juga harga BBM lebih baik dibuat setara yang penting pengawasan oleh aparat ditingkatkan. Dari penjelasan hasil FGD tentang pengedalian BBM bersubsidi di atas dapat diringkas progress dan kendalakendala yang dihadapi dalam implementasi program pengendalian BBM bersubsidi dengan RFID, survey card, fuel card dalam Tabel 4.6 berikut :
80
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
dunia naik, kebijakan subsidi tetap ini berdampak terhadap meningkatnya inasi dan berpotensi menimbulkan gejolak sosial di masyarakat. Kebijakan besaran subsidi yang dapat menjadi alternatif bagi Pemerintah disamping kebijakan subsidi tetap adalah kebjakan subsidi proporsional, yakni besaran subsidi diberikan sebesar persentase tertentu dari harga jual BBM non subsidi. Misalnya subsidi yang diberikan adalah 15% dari harga jual BBM non subsidi. Dengan kebijakan ini, dampak kenaikan harga minyak dunia ditanggung oleh APBN dan masyarakat sesuai dengan besaran persentase subsidi. Jadi harga jual eceran BBM bersubsidi otomatis naik, jika harga minyak dunia naik. Besaran subsidi juga akan naik, jika harga minyak dunia naik, tetapi kenaikan subsidinya tidak akan sebesar subsidi mengambang. Kebijakan ini dinilai lebih exible untuk pengendalian dampak makro, skal, dan sosial politik. Dari hasil analisis di atas terlihta bahwa, ke depan pilihan besaran subsidi BBM yang lebih baik adalah subsidi tetap atau subsidi proporsional. Untuk mengetahui mana yang terbaik, dampak dari kebijakan tersebut akan dianalisis melalui simulasi dengan membuat berbagai skenario yang akan dijelaskan pada Bab VI.
5.3. Analisis Mekanisme Pemberian Subsidi BBM yang Lebih Tepat Sasaran Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, bahwa sejak tahun 2009, Pemerintah sudah memikirkan bagaimana agar pemberian subsidi BBM lebih tepat sasaran. Muncullah ide distribusi tertutup dengan alat kendali yang bertujuan untuk melakukan diskriminasi harga atau untuk menyeleksi pengguna yang berhak serta mengendalikan volume pembelian oleh pengguna yang berhak. Hal ini dilakukan karena setiap tahun konsumsi BBM bersubsidi terus meningkat dan konsumsi BBM melebihi kuota APBN setiap terjadi disparitas harga yang sangat besar antara harga BBM subsidi dan non subsidi, terutama antara solar subsidi dengan solar non subsidi untuk industri, tambang dan pekebunan. Di beberapa daerah perbatasan, serta di daerah yang banyak aktivitas industri, tambang dan perkebunan seperti di Batam dan Belitung, penjualan BBM bersubsidinya dari tahun ke tahun terus melebihi kebutuhan yang sebenarnya. Ini menandakan adanya penyelewengan dan penyelundupan BBM bersubsidi. Kendati saat ini, subsidi solar diberikan secara tetap dengan besaran yang hanya IDR 1,000 hal ini masih memungkinkan terjadinya penyelewengan dan penyelundupan. Terlebih lagi untuk minyak tanah, yang subsidi per liternya masih cukup besar, sehingga potensi penyelewengan minyak tanah sangat mungkin terjadi di daerah-daerah yang belum terkonversi LPG. Itulah mengapa dalam Perpres No.191 Tahun 2014 masih mengatur bahwa distribusi solar dan minyak tanah
BAB 5 ANALISIS MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
113
4.000 3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 0.500 0.000
112
3.509
1.919 2.275
Pick Up Bensin yang perlu diberi Subsidi
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Angkutan Umum Berbahan Bakar bensin yang perlu disubsidi Mobil Pribadi Berbahan bakar Solar
5.2. Pilihan Kebijakan Besaran Subsidi: Subsidi Tetap, Subsidi Mengambang atau Subsidi Proporsional
Dalam penetapan kebijakan besaran subsidi, setidaknya ada tiga cara menentukan besaran subsidi yakni subsidi mengambang, subsidi tetap, dan subsidi proporsional. Kebijakan subsidi mengambang dilakukan dengan menetapkan secara xed harga jual eceran BBM, sehingga besaran subsidi BBM per liter akan berubah-ubah mengikuti harga minyak dunia. Kebijakan ini berisiko membengkaknya subsidi, jika harga minyak dunia naik. Potensi penyelundupan dan penyelewengan terjadi jika gap harga subsidi dan non subsidi sangat besar. Keuntungan kebijakan ini adalah bisa dikendalikannya inasi. Era subsidi ini telah dialami sebelum kebijakan subsidi tahun 2015. Dengan mempertimbangkan dampak negative yang ditimbulkan, maka seyogyanya kebijakan ini sudah harus ditinggalkan.
Beralih dari kebijakan subsidi mengambang, Pemerintah mengambil kebijakan subsidi tetap yaitu besaran subsidi BBM per liter ditentukan xed dengan nilai tertentu, misalnya IDR 1,000 per liter sebagaiman kebijakan subsidi solar yang mulai berlaku per 1 Januari 2015. Keuntungan kebijakan subsidi tetap adalah besaran subsidi dalam satu tahun bisa mendekati nilai yang pasti dan akan terjadi mekanisme penggunaan BBM yang lebih esen mana kala harga minyak dunia naik. Namun demikian, jika harga minyak • Belum diimplementasikan
Manfaat
Progress/ pencapaian
Mekanisme monitoring dan pengendalian penjualan BBM baik subsidi dan non-subsidi dengan penggunaan database online yang disambungkan dengan SPBU serta kendaraan dengan menggunakan RFID tag
Deskripsi
• 255 dari 276 SPBU telah terinstall peralatan RFID • Per 27 Oktober 2014 terpasang 363.441 pcs RFID tag • Kegiatan Sosialisasi RFID yang dilakukan di 5 SPBU dan 6 area komunitas
Pada awalnya masa pembangunan SMPBBM untuk seluruh Indonesia (± 5000 SPBU dan ± 100 juta kendaraan) adalah selama ± 8 bulan, dari 1 April 2013 s.d. 31 Desember 2013
RFID
• Berjalannya program sejak 1 November 2014 • Penurunan lebih lanjut dari konsumsi BBM bersubsidi • Sosialisasi di seluruh SPBU Kota Batam
• Melanjutkan pembatasan kuota BBM bersubsidi survey card • Mengurangi kemungkinan kecurangan di kartu survei dengan pembatasan dalam sistem • Menurunkan konsumsi BBM
• Penentuan target BBM bersubsidi • Mendorong pembelian BBM non subsidi • Mengetahui konsumsi real BBM bersubsidi (solar) dan karakteristik konsumen BBM bersubsidi • Menghilangkan mobil pelangsir • Menghilangkan antrian SPBU • Penurunan konsumsi BBM bersubsidi • Persiapan untuk fuel card • Batam : Sukses dan sudah beralih menjadi fuel card. Penghematan biaya subsidi BioSolar di Kota Batam sebesar 151 KL/hari, kurang lebih IDR 330 Miliar/tahun atau setara dengan IDR 906 juta/hari • Belitung : tahap sosialisasi (Des 2014) • Tarakan, Bintan, Pangkal Pinang : sudah dilaksanakan
Mekanisme pembatasan kuota BBM bersubsidi dengan pendataan kendaraan lewat STNK dan pemberian fuel card sebagai metode pembayaran dan pembatasan penjualan BBM bersubsidi (solar)
Fuel Card Mekanisme pembatasan kuota BBM bersubsidi dengan pendataan kendaraan lewat STNK dan pemberian kertas survey card untuk setiap pembelian BBM bersubsidi (solar) dengan jatah per hari tiap bulannya
Survey Card
Biaya Subsidi per Tahun (Triliun Rupiah)
Mekanisme pengendalian
Tabel 4.6. Perbandingan Mekanisme Kebijakan Subsidi dengan Menggunakan RFID, Survey Card dan Fuel Card
Gambar 5.3. Perkiraan Tambahan Subsidi Angkutan Penumpang Umum dan Pick Up Berbahan Bakar Bensin RON 88 dan Pengurangan Susbidi untuk Mobil Pribadi Berbahan Bakar Solar
BAB 4 ANALISIS PENGENDALIAN KONSUMSI BBM BERSUBSIDI DENGAN RFID, SURVEY CARD DAN FUEL CARD: HASIL FGD DAN HASIL SURVEI
81
Tabel 5.4. Asumsi Perhitungan Subsidi untuk Angkutan Penumpang Umum dan Pick Up Berbahan Bakar Bensin RON 88 dan Angkutan Mobil Pribadi Berbahan Bakar Solar Asumsi Perhitungan Jenis Angkutan dan Bahan Bakarnya Kuota BBM Pick up bensin yang perlu diberi 10 subsidi Angkutan umum berbahan bakar 15 bensin yang perlu disubsidi Mobil pribadi berbahan bakar solar 5 Sumber: Hasil Indepth Interview dan Hasil FGD, diolah
• Monopoli oleh BRI untuk sementara waktu (3 tahun) • Kartu masih bisa dipergunakan untuk transaksi lainnya sehingga fungsi kartu dapat menjadi rancu • Kartu belum memiliki identitas yang dapat diperiksa karena masih menggunakan magnetic strip • Harus mendaftar ulang tiap bulan • Mudah dipalsukan karena tidak menggunakan hologram atau penanda khusus • Sulit diperiksa keasliannya • Manual berbentuk kertas karton sehingga mudah rusak • Biaya pengadaan barang untuk RFID • Server penyimpan data yang sangat rentan
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Kelemahan
• Permasalahan top-up. Kendala baik dari SPBU (deposit) dan supir (mekanisme top-up). • Permasalahan server, mesin EDC dan konektivitas (sistem) • Double-checking settlement oleh SPBU diperlukan • Belum memiliki payung hukum yang kuat • Risiko ancaman sik masih besar • Masalah petugas pelaksana dalam pelaksanaan • Banyak yang mendaftar kartu survei berkali-kali sehingga terdapat kartu ganda • Masih belum ada SOP yang jelas • PT INTI mengalami kendala nansial (perubahan nilai tukar, inasi dan BI rate) dan mengajukan permohonan Addendum (jangka waktu pembangunan, penghapusan denda, keterlambatan, penyesuaian throughout fee, perpanjangan masa pengoperasian sampai akhir 2019) • Partisipasi masyarakat rendah untuk pemasangan RFID tag • Pemahaman setiap petugas SPBU atas program masih belum tersosialisasikan dengan sempurna Kendala Internal & Eksternal
Fuel Card Survey Card RFID Mekanisme pengendalian 82
Terkait dengan usulan untuk memberikan subsidi untuk angkutang umum berbahan bakar bensin RON 88 (angkutan perkotaan dan angkutan perdesaan), serta usulan untuk mencabut subsidi solar untuk mobil penumpang pribadi, maka dapat diberikan penjelasan sebagai berikut. Berdasarkan Gambar 5.2 dan Gambar 5.3 yangmemberikan gambaran jumlah angkutan umum penumpang dan pick up berbahan bakar bensin, serta jumlah mobil pribadi berbahan bakar solar dan mengacu pada asumsi yang tertera pada Tabel 5.4, maka kebijkan subsidi tetap sebesr IDR 1,000 per liter angkutan penumpang umum dan pick up berbahan bakar bensin RON 88 memerlukan tambahan subsidi IDR 5.4 Triliun. Sementara pencabutan subsidi solar untuk kendaraan mobil pribadi akan mengurangi subsidi BBM sebesar IDR 2.275 Triliun, sehingga tambahan subsidi BBM yang diperlukan jika kebijakan tersebut diterpakan sekitar IDR 3.125 Triliun.
Hari Operasi dalam Setahun 269 317 353
Gambar 5.2. Perkiraan Banyaknya Angkutan Penumpang Umum dan Pick Up Berbahan Bakar BEnsin RON 88 dan Mobil Pribadi Berbahan Bakar Solar 1,400,000
Jumlah Angkutan (Unit)
1,288,796
1,200,000 1,000,000 800,000
713,257
737,923
600,000 400,000 200,000 0
Pick Up Bensin yang perlu diberi Subsidi
Angkutan Umum Berbahan Bakar bensin yang perlu disubsidi
Mobil Pribadi Berbahan bakar Solar
BAB 5 ANALISIS MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
111
9.
Bangka Belitung
10.
Kepulauan Riau
37,071
11.
DKI Jakarta
834,348
12.
Jawa Barat
566,729
13.
Jawa Tengah
507,224
Dari ketiga mekanisme tersebut terlihat bahwa mekanisme RFID memiliki kelemahan yang paling sedikit, hanya saja gabungan kendala untuk mekanisme RFID terkait dengan kontraktor dan partisipasi masyarakat sangat menghambat penerapan mekanisme ini. Selain itu biaya dari penyediaan peralatan dan perlengkapan RFID termasuk cukup besar. Di sisi lain, mekanisme kartu survei dan fuel card telah berhasil secara efektif untuk memotong realisasi BBM di bawah kuota yang telah ditetapkan oleh Pertamina seperti terlihat pada Gambar 4.4. dan Gambar 4.5 dimana realisasi BioSolar bersubsidi Kota Batam tahun 2013 mencapai 101,508 kiloliter yang merupakan 20% lebih rendah dibandingkan kuota solar 2013. Sedangkan di tahun 2014 terjadi penurunan realisasi BioSolar bersubsidi di tahun 2014 yang bertambah untuk wilayah Batam yaitu mencapai 84,536 kiloliter. Dari grak realisasi penyaluran BioSolar bersubsidi di Kota Batam 2013 dan 2014 terlihat bahwa terjadi perubahan pola konsumsi BioSolar Subsidi di Kota Batam antara tahun 2013 dan 2014, di mana trend sebelumnya cenderung naik hingga Oktober 2013 sekarang berubah menjadi trend menurun sampai dengan data September 2014 .
14.
DI. Yogyakarta
130,679
15.
Jawa Timur
510,413
Gambar 4.4. Proyeksi Realisasi vs. Kuota BBM BioSolar PSO Batam 2014
16.
Banten
89,962
14,000
17.
Bali
254,078
12,000
18.
NTB
72,137
19.
NTT
56,823
10,000
20.
Kalimantan Barat
139,931
8,000
21.
Kalimantan Tengah
90,162
22.
Kalimantan Selatan
182,379
23.
Kalimantan Timur
274,684
24.
Sulawesi Utara
51,834
25.
Sulawesi Tengah
123,553
26.
Sulawesi Selatan & Sulawesi Barat
308,142
27.
Sulawesi Tenggara
47,231
28.
Gorontalo
13,091
29.
Maluku
20,567
30.
Maluku Utara
2,164
31.
Papua & papua barat
Tabel 5.3. Jumlah Truk dan Pick Up Tahun 2013 No
Provinsi
Truk /Pick Up
1.
Nanggroe Aceh D.
104,442
2.
Sumatera Utara
272,586
3.
Sumatera Barat
152,805
4.
Riau
168,043
5.
Jambi
242,525
6.
Sumatera Selatan
131,329
7.
Bengkulu
52,362
8.
Lampung
116,607 35,263
JUMLAH
6,000 4,000 2,000 -
Jan Feb Maret AprM ei Jun Jul AgsS ep Okt Nov Des Jan 14 Feb 14 Realisasi Bio Solar Subsidi batam 2013
Kuota BPH Migas 2014
Sumber: Pertamina, 2014
26,330 5,477,178
Sumber: CEIC. Dirjen Perhubungan Darat, 2014
110
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
BAB 4 ANALISIS PENGENDALIAN KONSUMSI BBM BERSUBSIDI DENGAN RFID, SURVEY CARD DAN FUEL CARD: HASIL FGD DAN HASIL SURVEI
83
Gambar 4.5. Realisasi Penyaluran BioSolar Subsidi di Kota Batam 2013 dan 2014 12000
11018
10000 6420
6000
4660
6882
6690
5490
10562
8946 8930
8050
8000
12546 11314
Dari Tabel 5.2 tersebut terlihat bahwa, kendaraan umum yang berhak memperoleh subsidi mulai dari kendaraan angkutan kota atau angkutan perdesaan (mobil penumpang umum) berbahan bakar bensin RON 88 atau solar, Bus Kecil (BK), Bus Sedang (BS) dan Bus Besar (BB) dengan bahan bakar solar. Sementara taxi berbahan bakar bensin atau gas. Total angkutan umum tahun 2013 tidak sampai satu juta unit, hanya sekitar 870,111 unit kendaraan. Jika dilihat persentasenya tidak sampai 1% dibandingkan total seluruh kendaraan bermotor. Sementara jika dibandingkan dengan kendaraan penumpang pribadi, persentase kendaraan umum tidak lebih dari 10% (Lihat Gambar 5.1). Gambar 5.1. Perbandingan Angkutan Umum dengan Kendaraan Lainnya
4000 2000 2 270 166
0
1 177 22 23 26 60
22 29 28 89 28 88 36 67
405 37 77 34 41
104,118,969
120,000,000 100,000,000 80,000,000
Realisasi Bio Solar Subsidi Kodaya Batam Rata-rata realisasi harian Bio Solar Subsidi Kodaya batam
60,000,000 40,000,000
14,000 12,000
12,546 11,314
10,000
20,000,000
8,106 8,002 7,930 7,530
Angkutan Umum 7,290 7447 7086 6022 022
6,000 224
3775
4,000 2,000
4 405
3 377
3 341 325
290 258 2 26 64 24 43
243 24 40
22 29
20 01
Realisasi Bio Solar Subsidi Kota Batam Rata-rata realisasi harian Bio Solar Subsidi Kota Batam Sumber: Pertamina, 2014
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
14
14 p-
g-
Se
Au
14 l-1 4
n-
Ju
-1
4
Ju
ay
4
14 M
r-
-1
Ap
ar
b-
14 M
3
14
Fe
n-
-1
Ja
3
D
ov
-1
-1 N
ct O
ec
3
0
84
11,484,514
-
10,567 10,090
8,000
870,111
Mobil Penumpang Pribadi
Total kendaraan Bermotor
Sumber: Dirjen Perhubungan Darat, 2014 (Diolah)
Sementara untuk jumlah truk dan pickup yang diusulkan untuk diberikan subsidi terdapat pada Tabel 5.3. Banyaknya kendaraan angkutan barang ini mencapai 5,477,178 unit. Untuk trukseluruhnya menggunakan solar, dan untuk pick up sebagian besar menggunakan bensin RON 88. Sayangnya data yang diperoleh dalam penelitian ini tidak rinci berapa sebenarnya jumlah mobil pick-up yang menggunakan bensin atau solar. Di samping itu, jumlah truk dan pick-up yang sekitar 5.5 juta unit tersebut, tidak semua untuk angkutan barang. Sebagian dari truk dan pick-up tersebut digunakan di sektor perkebunan dan pertambangan yang telah dilarang menggunakan BBM bersubsidi. Oleh karena itu, agar kuota BBM bersubsidi terutama solar dapat dihitung, maka diperlukan asumsi persentase truk dan pick-up yang digunakan untuk angkutan barang dil luar angkutan pertambangan dan perkebunan.
BAB 5 ANALISIS MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
109
Tabel 5.2. Jumlah Angkutan Umum Tahun 2013 NO
PROVINSI
Banyaknya Angkutan Umum Tahun 2013 (unit) Bus Bus Bus Taxi Mobil Total Besar Sedang Kecil Penumpang Umum 1. Nanggroe Aceh D. 0 1,940 626 54 7,719 10,339 2. Sumatera Utara 2,086 2,919 19,225 860 48,988 74,078 3. Sumatera Barat 211 208 1,422 530 4,858 7,229 4. Riau 941 1,201 0 472 2,602 5,216 5. Jambi 3,655 0 2,516 30 2,173 8,374 6. Sumatera Selatan 3,188 403 147 114 7,379 11,231 7. Bengkulu 164 204 1,590 0 505 2,463 8. Lampung 0 0 68 15 10,271 10,354 9. Bangka Belitung 0 0 0 14 0 14 10. Kepulauan Riau 675 13 0 2,938 1,653 5,279 11. DKI Jakarta 2,809 7,821 26,002 26,667 2,576 65,875 12. Jawa Barat 9,485 4,801 718 9,743 22,207 46,954 13. Jawa Tengah 5,855 11,498 20,300 1,664 360,203 399,520 14. DI. Yogyakarta 956 1,882 1,136 768 1,354 6,096 15. Jawa Timur 16,199 3,220 5,348 4,972 44,695 74,434 16. Banten 276 349 30 7,197 6,231 14,083 17. Bali 688 778 346 2,705 4,721 9,238 18. NTB 1,014 22 633 401 1,737 3,807 19. NTT 319 460 2,252 50 73 3,154 20. Kalimantan Barat 0 0 200 121 40 361 21. Kalimantan Tengah 0 0 0 43 1,420 1,463 22. Kalimantan Selatan 12 0 0 199 3,192 3,403 23. Kalimantan Timur 773 970 0 443 11,938 14,124 24. Sulawesi Utara 141 0 110 210 4,587 5,048 25. Sulawesi Tengah 0 0 0 55 1,971 2,026 26. Sulawesi Selatan & 865 2,429 5,111 1,434 125,580 135,419 Sulawesi Barat 27. Sulawesi Tenggara 0 212 900 219 762 2,093 28. Gorontalo 0 0 110 0 0 110 29. Maluku 0 172 0 49 2,780 3,001 30. Maluku Utara 0 0 0 50 1,680 1,730 31. Papua & papua 0 48 348 0 5,216 5,612 barat JUMLAH 50,312 41,550 89,138 62,017 689,111 870,111
4.5. Persepsi dan Respons Pengguna BBM Bersubsidi Terhadap Pengendalian Konsumsi BBM: Hasil Survey Pengguna BBM Bersubsidi di Batam, Belitung dan Jabotabek Pengumpulan data primer dilakukan di tiga daerah yang sedang mengimplementasikan kebijakan pengendalian BBM bersubsidi yaitu Kota Batam, Pulau Belitung yang terdiri dari Kabupaten Belitung dan Belitung Timur, serta daerah Jabotabek yang terdiri dari Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Kota Bogor, Kota Tangerang Selatan dan Kota Bekasi. Ada sebanyak 95 responden dari Pulau Belitung, 94 responden dari Kota Batam, dan 120 dari wilayah Jabotabek sehingga total jumlah responden yang diwawancarai adalah 309, lebih tinggi dari jumlah responden yang ditargetkan sebesar 300 responden. Dari 309 kuesioner yang disebarkan terdiri dari dua jenis, yaitu kuesioner rumah tangga pemilik kendaraan pribadi dan kuesioner operator kendaraan angkutan umum, yang masing-masing sebanyak 161 dan 152 responden. Dibuat dua kuesioner karena beberapa hal memiliki karakteristik tersendiri sehingga perlu dipisahkan, namun untuk banyak hal yang lain sama. Oleh sebab itu dalam pembahasan ada variabel yang dijelaskan secara terpisah namun variabel yang lain digabungkan. Berikut adalah sebaran jumlah responden berdasarkan kota dan jenis responden: Tabel 4.7. Sebaran Jumlah Sampel Berdasarkan Kota dan Jenis Kendaraan Jenis Kendaraan Kendaraan milik Pribadi
Kendaraan Angkutan Umum
Jenis BBM
Kota
1. Bensin
Total
Belitung
Batam
Jabotabek
15
16
19
50
2. Solar
18
17
25
60
3. Motor
13
12
26
51
1.Barang –Bensin
13
8
10
31
2 Barang – Solar
21
13
11
45
3 Orang – Bensin
8
14
10
32
4 Orang – Solar
7
14
19
40
95
94
120
309
Total Sumber: Survey Pengguna BBM 2014
Sumber: Dinas Perhubungan
108
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
BAB 4 ANALISIS PENGENDALIAN KONSUMSI BBM BERSUBSIDI DENGAN RFID, SURVEY CARD DAN FUEL CARD: HASIL FGD DAN HASIL SURVEI
85
4.5.1. Profil Responden Dari sisi pendidikan terakhir yang paling banyak adalah SMA atau sederajat yaitu sebanyak 134 orang atau 43.9%. Demikian juga di setiap kota, kelompok ini adalah yang paling dominan (lihat Tabel 4.8). Berikutnya yang cukup banyak kelompok berpendidikan SMP atau sederajat sebesar 64 responden atau 21.0%. Kelompok berpendidikan diploma dan sarjana jika digabung ada sebanyak 70 responden atau 22.2%. Tabel 4.8. Profil Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir yang Ditamatkan Pendidikan Kota Jumlah Kota Jumlah Terakhir Belitung Batam JaboBelitung Batam Jaboyang tabek tabek Ditamatkan N N N N % % % % 1. Tidak pernah sekolah 2. Tidak tamat SD 3. SD atau sederajat 4. SMP atau sederajat 5. SMA atau sederajat 6. Diploma 7. Sarjana (S1) 8. Pasca Sarjana (S2/S3) Total
1
1
0
2
1.1
1.1
0.0
0.7
1
5
1
7
1.1
5.3
0.8
2.3
9
6
7
22
9.8
6.4
5.9
7.2
23
11
30
64
25.0
11.7
25.2
21.0
34
53
47
134
37.0
56.4
39.5
43.9
14 9
9 9
15 14
38 32
15.2 9.8
9.6 9.6
12.6 11.8
12.5 10.5
1
0
5
6
1.1
0.0
4.2
2.0
92
94
119
305
100.0
100.0
100.0
100.0
Sumber: Survey Pengguna BBM 2014
Komposisi jumlah responden rumah tangga pemilik kendaraan pribadi berdasarkan jenis pekerjaan, yang paling banyak adalah wiraswasta sebesar 40%, diikuti pegawai swasta sebesar 33%, dan yang paling kecil adalah yang berprofesi sebagai sopir (lihat Gambar 4.6).
86
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
tidak disubsidi. Berdasarkan road map Kementerian ESDM juga dinyatakan bahwa truk dan pick-up termasuk kelompok yang harus disubsidi. Berdasarkan hasil analisis di atas, kajian ini merekomendasikan kelompok masyarakat yang berhak menggunakan BBM bersubsidi adalah : a) b) c) d) e) f)
Nelayan (dengan kapal tangkap dibawah 30 GT) Petani dengan luas lahan maksimal 2 Ha Usaha mikro Kendaraan untuk transportasi publik (plat kuning) Ambulan dan pelayanan publik lainnya Angkutan barang yakni truk dan pick-up
Jadi subsidi BBM dikatakan tepat sasaran jika subsidi diterima oleh enam kelompok tersebut dan tidak ada kelompok di luar enam kelompok tersebut yang menggunakan BBM bersubsidi. Sebenarnya enam kelompok tersebut sudah ada dalam Perpres No. 191 Tahun 2014, tetapi kendaraan mobil pribadi dan sepeda motor harus dikeluarkan dari kelompok pengguna BBM bersubsidi. Catatan lain dari kebijakan subsidi tetap untuk solar yang diterapkan sejak 1 Januari 2015 dinilai masih merupakan kebijakan subsidi yang tidak tepat sasaran dan belum berkeadilan. Sementara pencabutan subsidi BBM jenis bensin RON 88 untuk semua kendaraan, termasuk kendaraan angkutan umum (dalam hal ini, angkutan umum yang masih banyak menggunakan bensin RON 88 adalah angkutan perkotaan dan angkutan perdesaan) dinilai juga tidak adil dan berpotensi melanggar Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi, khususnya pasal 7 ayat 2 yang mengatur bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan dana subsidi energi untuk kelompok masyarakat tidak mampu. Dalam konteks aturan tersebut dan best practice yang berlaku, angkutan umum yang menggunakan bensin RON 88 juga seharusnyajuga masih perlu disubsidi.
Analisis Kelompok Target Subsidi BBM Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kajian ini mengusulkan kelompok pengguna BBM bersubsidi seperti dalam Perpres No. 191/2014, kecuali untuk mobil penumpang (angkutan orang) dengan plat nomor dengan warna dasar hitam dan tulisan putih serta sepeda motor. Sementara untuk kendaraan angkutan barang yakni truk dan pick-up diusulkan masih diberikan subsidi. Kajian ini juga mengusulkan bahwa angkutan umum (pada umumnya angkutan kota dengan minibus dan angkutan barang (pick-up) menggunakan bensin RON 88 juga disubsidi. Mengacu pada data tahun 2013, maka jika semua kendaraan umum diberikan subsidi BBM, maka jumlah kendaraan yang disubsidi hanya berkisar 900 ribu unit (lihat Tabel 5.2). Diperkirakan banyaknya angkutan umum tahun 2015 mencapai sekitar 1 juta unit.
BAB 5 ANALISIS MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
107
Penjualan BBM bersubsidi di SPBU hanya dilayani pada pukul 08.00 s.d. 17.00 WIB. Khusus untuk solar bersubsidi, berdasarkan Surat Edaran ini dijalankan sistem distribusi tertutup berupa kartu survei (sejak Maret 2014) dan fuel card (sejak 1 November 14). Sistem fuel card, meskipun masih menemui sejumlah kendala, secara umum dianggap cukup efektif untuk mencegah kelangkaan solar bersubsidi. Fuel card berhasil mencegah pelangsir membeli BBM bersubsidi berulang-ulang setiap harinya. Berdasarkan tinjauan regulasi, subsidi BBM yang tepat sasaran diarahkan sesuai dengan UU No. 30 Tahun 2007 yakni dengan kebijakan harga BBM yang ditentukan secara keekonomian berkeadilan, dimana Pemerintah/ Pemerintah Daerah masih memberikan subsidi bagi golongan masyarakat yang tidak mampu. Jadi subsidi BBM dikatakan tepat sasaran jika subsidi tersebut diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu. Sampai pada titik ini, menjadi sangat krusial adalah penentuan siapa yang disebut sebagai golongan masyarakat yang tidak/belum mampu. Dalam konteks regulasi dan praktek yang sudah berlangsung di Kota Batam, golongan masyarakat yang tidak/belum mampu dapat merujuk kepada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 6 Tahun 2014, yangmenetapkan lima kelompok penerima subsidi BBM yang termasuk dalam golongan masyarakat yang belum/tidak mampu, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Nelayan (dengan kapal tangkap dibawah 30 GT) Petani dengan luas lahan maksimal 2 ha Usaha mikro Transportasi publik (angkutan kota, angkutan desa, AKDP, AKAP) Ambulan dan pelayanan publik lainnya
Dari lima kelompok tersebut, kelompok pengguna BBM bersubsidi yang berasal dari kelompok kendaraan untuk angkutan umum adalah kelompok vital yang harus diberikan subsidi, karena daya beli masyarakat yang tidak mampu akan sangat terpengaruh oleh meningkatnya inasi sebagai akibat kenaikan ongkos angkutan umum. Dalam konteks inilah pemberian subsidi BBM untuk angkutan umum dapat digunakan sebagai instrumen meredam gejolak kenaikan ongkos angkutan umum, ketika harga minyak dunia naik. Oleh karena itu, subsidi untuk angkutan umum harus diikuti oleh kebijakan di tingkat pusat maupun daerah untuk memastikan bahwa angkutan umum di daerah masing-masing tidak mengalami kenaikan, walaupun harga BBM non subsidi naik. Kelompok lain yang perlu diberikan subsidi BBM, karena secara tidak langsung berpengaruh terhadap golongan masyarakat yang tidak mampu adalah kelompok angkutan barang yakni truk dan pick-up. Subsidi terhadap kelompok ini diperlukan untuk mengendalikan inasi sebagai akibat kenaikan ongkos transport barang-barang kebutuhan pokok, jika harga BBM
Gambar 4.6. Komposisi Responden Pemilik Kendaraan Pribadi Berdasarkan Jenis Pekerjaan Sopir 6%
Lainnya 15%
Wiraswasta 40%
PNS/TNI/ POLRI 6%
Pegawai Swasta 33%
Sumber: Survey Pengguna BBM 2014
Tingkat kedinamisan mobilitas masyarakat dapat dilihat dari rata-rata jarak responden ke tempat bekerja. Dari hasil survey diperoleh informasi bahwa untuk wilayah Pulau Belitung rata-rata jarak ke tempat bekerja adalah 5 kilometer. di Kota Batam rata-ratanya adalah 12 kilometer, dan di Jabotabek sebesar 17 kilometer. Kota Belitung dan Kabupaten Belitung berada dalam satu pulau yang tidak terlalu besar sehingga rata-rata jarak ke tempat bekerja tidak terlalu jauh. Demikian juga dari rata-rata jarak tempuhnya relatif sebentar yaitu 13.8 menit. Kota Batam juga merupakan pulau namun lebih luas dan sudah lebih berkembang dibandingkan dengan Belitung sehingga terlihat rata-rata jarak ke tempat bekerja lebih besar, begitu juga waktu tempuhnya relatif lebih lama yaitu sebesar 22 menit. Sementara wilayah Jabotabek adalah yang paling jauh dan paling lama yaitu rata-rata waktunya 37.4 menit. Tabel 4.9. Rata-rata Jarak dan Waktu ke Tempat Kerja Bagi Responden Pemilik Kendaraan Pribadi Kota Belitung
Rata2 Jarak ke Tempat Kerja (Km) 5.9
Rata2 Waktu ke Tempat Kerja (Menit) 13.8
Batam Jabotabek
12.3 17.0
22.0 37.4
All
12.4
26.1
Sumber: Survey Pengguna BBM 2014 106
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
BAB 4 ANALISIS PENGENDALIAN KONSUMSI BBM BERSUBSIDI DENGAN RFID, SURVEY CARD DAN FUEL CARD: HASIL FGD DAN HASIL SURVEI
87
Kasus Kota Batam Di tengah pengaturan yang semakin ketat dan bahkan penerapan sistem distribusi tertutup untuk BBM bersubsidi, terdapat inisiatif Kota Batam dalam menciptakan sistem distribusi tertutup untuk solar bersubsidi. Sejak tahun 2011 sudah dimulai inisiatif Pemerintah Kota Batam, yaitu melalui Surat Edaran Walikota Batam No. 562 Tahun 2011 untuk membuat kriteria kendaraan yang boleh menggunakan BBM bersubsidi. Surat Edaran ini diperbarui dengan Surat Edaran Walikota Batam No. 61 Tahun 2013. Kendaraan dihimbau untuk membatasi konsumsi BBM bersubsidi tiap harinya. Namun tidak ada sistem distribusi tertutup yang dijalankan, sehingga Surat Edaran tersebut tidak efektif. Kelangkaan BBM bersubsidi (terutama solar) terus terjadi.
Kilometer
Gambar 4.7. Rata-rata Jarak ke SPBU 4.0 3.5 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.5 0.0
3.91 Belitung
.5 Batam
1.0 Jabodetabek
2.0 Total
Sumber: Survey Pengguna BBM 2014
Tabel 4.10. Jenis Transportasi yang Sering Digunakan Jenis Transportasi
Transportasi yang sering digunakan
Total
Belitung
Batam
Jabotabek
%
%
%
%
0.0
0.0
1.4
0.6
Transportasi Umum Motor pribadi
40.0
31.1
51.4
42.5
Mobil pribadi
46.7
68.9
40.0
50.0
Motor pribadi & trans umum
0.0
0.0
2.9
1.3
Mobil pribadi & trans umum
0.0
0.0
1.4
0.6
Lainnya
13.3
0.0
2.9
5.0
TOTAL
100
100
100
100
Sumber: Survey Pengguna BBM 2014
4.5.2. Karakteristik Penggunaan BBM Kebutuhan bahan bakar perhari di setiap kota berdasarkan jenis kendaraan dapat dilihat pada Tabel 4.10. Kebutuhan bahan bakar perhari untuk motor adalah rata-rata sebesar 1.5 liter, dimana jika dilihat berdasarkan wilayah, Pulau Belitung adalah yang relatif tinggi. Kebutuhan bahan bakar untuk mobil secara keseluruhan rata-rataadalah 8 liter perhari. Meskipun demikian jika dilihat berdasarkan wilayah, di Jabotabek ternyata rata-ratanya hanya 5 liter per hari. 88
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Barulah pada 1 Februari 2014 diterbitkan Surat Edaran Walikota Batam yang disertai sistem distribusi tertutup. Surat Edaran ini mengacu ke UU No. 22/2001 tentang Migas, PP No. 36/2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas, Perpres No. 45/2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian BBM Tertentu, Perpres No. 15/2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna BBM Tertentu dan Permen ESDM No. 1/2013 tentang Pengendalian Penggunaan BBM serta kesepakatan Pemkot Batam dengan PT. Pertamina (Persero) serta pihak-pihak terkait lainnya. Surat Edaran Walikota Batam No. 18/2014 yang menentukan bahwa konsumen yang berhak membeli BBM bersubsidi jenis bensin premium RON 88 dan minyak solar adalah: a) b) c) d) e) f) g)
Usaha mikro Usaha perikanan rakyat Usaha pertanian rakyat Usaha perkebunan rakyat (skala usaha kurang dari 25 hektar) Pertambangan rakyat (komoditas bantuan) Transportasi umum darat Transportasi umum laut (kapal penumpang dan kapal barang perintis dan pelayaran rakyat) yang telah mendapat rekomendasi SKPD terkait h) Kendaraan milik pribadi dengan kapasitas mesin di bawah 2000 cc Kendaraan yang dilarang membeli BBM bersubsidi antara lain: a) Alat-alat berat untuk kegiatan industri dan pertambangan b) Kendaraan dinas milik Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kota Batam (kecuali ambulance, mobil jenazah, mobil pemadam kebakaran, mobil pengangkut sampah), TNI/Polri, instansi vertikal BUMN, BUMD c) Kendaraan pribadi dengan kapasitas mesin di atas 2000 cc d) Kendaraan yang tangki bahan bakarnya sudah dimodikasi sehingga tidak sesuai dengan spesikasi aslinya Mereka yang berhak membeli BBM bersubsidi dihimbau untuk membatasi pembeliannya sesuai ketentuan: a) Kendaraan pribadi (plat hitam) maksimal 20 liter per hari b) Kendaraan umum roda empat (plat kuning) maksimal 30 liter per hari c) Kendaraan umum roda enam (plat kuning) maksimal 50 liter per hari BAB 5 ANALISIS MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
105
104 OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN BAB 4 ANALISIS PENGENDALIAN KONSUMSI BBM BERSUBSIDI DENGAN RFID, SURVEY CARD DAN FUEL CARD: HASIL FGD DAN HASIL SURVEI
89
1.2 1.5
Jabotabek Rata-rata
8
5.3
10.7
8.8
Mobil
6.5
8.4
6.1
4.9
Angk Umum Bensin
Kebutuhan perhari (liter)
17.6
24.7
17.8
10.2
Angk Umum Solar
Perpres 191/2014 Transportasi : Kendaraan bermotor perseorangan untuk angkutan barang atau orang dengan tanda nomor kendaraan berwarna dasar hitam dan tulisan putih Kendaraan bermotor umum untuk orang atau barang dengan warna dasar kuning tulisan hitam (kecuali untuk angkutanpertambangan dan perkebunan dengan jumlah roda lebih dari enam) Semua Jenis ambulance/ mobil jenazah/ dan mobil pemadam kebakaran. Sarana transportasi laut (kapal berbendera Indonesia. Sarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan (kapal berbendera Indonesia) dengan kuota yang ditetapkan Badan Pengatur Kapal perintis dengan kuota Kereta api penumpang dan barang berdasarkan kuota.
76.5 100
All
100
74.5
25.5
%
100
77.2
22.8
%
Total
100
97.8
2.2
%
Belitung
100
93.3
6.7
%
100
97.1
2.9
%
100
96.3
3.7
%
Batam Jabotabek Total
Pernah kesulitan beli Pertamax?
100
60.8
39.2
%
Belitung
100
42.5
57.5
%
Batam
100
85.2
14.9
%
Jabotabek
100
65.3
34.7
%
Total
Pernah kesulitan beli solar subsidi?
Mengenai kapan terjadi kesulitan, paling banyak menjawab sebulan terakhir. Untuk premium ada sebanyak 20 responden menjawab sebulan terakhir. Untuk pertamax sangat sedikit yang menjawab, hal in bisa disebabkan sebenarnya jarang terjadi kesulitan memperoleh bahan bakar pertamax. Sedangkan untuk solar ada sebanyak 39 responden menjawab memperoleh kesulitan dalam satu bulan terakhir (lihat Tabel 4.14). Kesulitan membeli solar sering terjadi di Belitung dan Batam.
100
79.3
20.7
%
Batam Jabotabek
Sumber: Survey Pengguna BBM 2014
23.5 Tidak
%
Belitung
Pernah kesulitan beli premium?
Ya
Tabel 4.12. Proporsi Responden mengalami Kesulitan Membeli premium, Pertamax, dan Solar Subsidi
Dalam hal ketersediaan bahan bakar dari jenis premium, pertamax dan solar subsidi, dari hasil survey diperoleh data bahwa semua pernah terjadi kesulitan bahan bakar. Kesulitan paling banyak dianggap pada bahan bakar solar dimana ada 38% responden menjawab pernah kesulitan membeli solar. Untuk premium, sebanyak 22.8 liter.
Sumber: Survey Pengguna BBM 2014
2.4 1.2
Batam
Motor Belitung
Wilayah
Tabel 4.11. Kebutuhan BBM perhari Berdasarkan Jenis Kendaraan
Permen ESDM No. 18/2013 Transportasi Kendaraan bermotor perseorangan di jalan untuk angkutan orang atau barang dengan tanda nomor kendaraan berwarna dasar hitam dengan tulisan putih kecuali kendaraan dinas dan mobil barang yang diatur dalam Permen ESDM No. 1/2013 Kendaraan bermotor umum di jalan untuk angkutan orang atau barang dengan tanda nomor kendaraan berwarna dasar kuning dengan tulisan hitam Semua jenis ambulance, mobil jenasah, pemadam kebakaran, pengangkut sampah Transportasi air yang menggunakan motor tempel dan diusahakan oleh WNI/Badan Hukum Indonesia untuk angkutan umum/perorangan dengan rekomendasi SKPD setempat Sarana transportasi laut berupa kapal berbendera Indonesia dengan trayek dalam negeri berupa angkutan umum penumpang berdasarkan kuota Badan Pengatur Sarana transportasi angkutan umum berupa kapal berbendera Indonesia untuk angkutan sungai, danau dan penyeberangan berdasarkan kuota Badan Pengatur Sarana transportasi angkutan umum berupa kapal pelayaran rakyat/perintis berdasarkan kuota Badan Pengatur Sarana transportasi darat berupa kereta api umum penumpang dan barang berdasarkan kuota yang ditetapkan oleh Badan Pengatur.
Konsumen Perpres No. 15 Tahun 2012 dan Permen ESDM No. 18/2013 dan Perpres 191/2014 Usaha mikro untuk mesin produksi setelah mendapat rekomendasi SKPD setempat Usaha kecil perikanan untuk mesin kapal dan kincir setelah mendapat rekomendasi SKPD setempat Usaha pertanian skala kecil untuk mesin pertanian setelah mendapat rekomendasi SKPD setempat Pelayanan umum (krematorium, panti asuhan, rumah sakit tipe C dan D, puskesmas, setelah mendapat rekomendasi SKPD setempat
Minyak Perpres No. 15/2012 Solar Transportasi: Kendaraan bermotor milik instansi Pemerintah/swasta Kendaraan bermotor milik pribadi Sarana transportasi darat berupa kendaraan bermotor umum Semua jenis kendaraan ambulance, mobil jenazah, dan mobil pemadam kebakaran Sarana transportasi laut berupa kapal berbendera Indonesia dengan trayek dalam negeri berupa angkutan umum penumpang Sarana transportasi angkutan umum berupa kapal berbendera Indonesia untuk angkutan sungai, danau dan penyeberangan Sarana transportasi angkutan umum barang berupa kapal berbendara kuota yang ditetapkan oleh Badan Pengatur dan penggunaannya diatur oleh Kementerian Perhubungan Sarana transportasi angkutan umum berupa kapal pelayaran rakyat/perintis Sarana transportasi darat berupa kereta api umum penumpang dan barang berdasarkan kuota yang ditetapkan oleh Badan Pengatur.
Jenis BBM
90 OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN BAB 5 ANALISIS MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
103
3 0 1 11
Dua bulan yang lalu Tiga bulan yang lalu Lainnya Total
13
1
4
4
4
17
3
1
4
9
41
5
5
11
20
1
0
0
0
1
3
0
2
1
0
2
0
0
0
2
6
0
2
1
3
29
2
1
2
24
Belitung
42
2
5
26
9
Batam
14
1
1
6
6
Jabotabek
85
5
7
34
39
Total
Kapan terakhir kesulitan solar Subsidi?
6 0
Bayar lbh mahal BBM langka Lainnya
0
4
2
12
Batam
2
17
8
27
Total 0
0
1
0
0
2
1
2
Batam
0
0
0
2
Jabotabek
0
3
1
4
Total
Bentuk Kelangkaan Pertamax Belitung
4
2
4
24
2
5
2
42
Batam
0
7
1
7
Jabotabek
Konsumen Perpres No. 15/2012, Permen ESDM No. 18/2013 dan Perpres No. 141/2014 Rumah tangga, usaha mikro, usaha perikanan di wilayah yang belum terkonversi LPG dan/atau mendapat aliran listrik. Usaha mikro untuk mesin produksi setelah mendapat rekomendasi SKPD setempat Bensin Usaha kecil perikanan untuk mesin kapal dan kincir setelah mendapat rekomendasi SKPD setempat Ron 88 Usaha pertanian skala kecil untuk mesin pertanian setelah mendapat rekomendasi SKPD setempat (Premium) Pelayanan umum (krematorium dan tempat ibadah untuk pembakaran dan/atau penerangan setelah mendapat rekomendasi SKPD setempat Perpres No. 15/2012 Permen ESDM No. 18/2013 Perpres No. 141 /2014 Transportasi: Transportasi: Semua pengguna tidak Kendaraan bermotor perseorangan di jalan Kendaraan bermotor milik disubsidi untuk angkutan orang atau barang dengan instansi Pemerintah atau swasta tanda nomor kendaraan berwarna dasar hitam Kendaraan bermotor pribadi Bensin RON 88 disebut dengan tulisan putih kecuali kendaraan dinas roda empat sebagai Jenis Bahan Bakar yang diatur dalam Permen ESDM No. 1/2013 Sepeda motor Minya Khsusus Penugasan Sepeda motor, kecuali kendaraan dinas yang Transportasi darat untuk diatur dalam Permen ESDM No. 1/2013 kendaraan bermotor umum Tahun 2015 Pertamina Kendaraan bermotor umum di jalan untuk roda tiga atau lebih dan ditunjuk sebagai satauangkutan orang atau barang dengan tanda menggunakan pelat kuning satunya badan usaha yang nomor kendaraan berwarna dasar kuning Semua jenis ambulance, mobil mendistribusikan dengan tulisan hitam jenazah dan mobil pemadam Semua jenis ambulance, mobil jenasah, kebakaran Wilayah penugasan seluruh pemadam kebakaran, pengangkut sampah wilayah NKRI, kecuali Transportasi air yang Transportasi air yang menggunakan motor Wilayah DKI Jakarta, Provinsi menggunakan motor tempel tempel dan diusahakan oleh WNI/Badan Banten, Provinsi Jawa Barat, dan diusahakan oleh WNI/ Hukum Indonesia untuk angkutan umum/ Provinsi JAwa Tengah , Badan Hukum Indonesia perorangan dengan rekomendasi SKPD Provinsi DI Yogyakarta, untuk angkutan umum/ setempat Provinsi Jawa Timur dan perorangan di sungai, danau, Provinsi Bali dan penyeberangan
Minyak Tanah
Jenis BBM
6
14
7
73
Total
Bentuk Kelangkaan solar Subsidi Belitung
Tabel 5.1. Perbandingan Konsumen yang Berhak Membeli BBM Bersubsidi Menurut Perpres No. 15 Tahun 2012, Permen ESDM No. 18 Tahun 2013 dan Perpres No. 141 /2014
2
7
1
11
Jabotabek
Sumber: Survey Pengguna BBM 2014
4 5
Antri lama
Belitung
Bentuk Kelangkaan Premium
Tabel 4.14. Bentuk Kelangkaan yang dialami
Bentuk kesulitan yang dialalami pada umumnya adalah harus antri lama di SPBU. Dari hasil observasi di lapangan terutama di Kota Belitung, setiap hari SPBU tempat pengisian solar selalu terjadi antrian, bahkan agar memperoleh jatah lebih awal harus antri dari pukul 4 pagi. Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh dari survey. Terlihat di Tabel 4.14, untuk solar sering terjadi antri lama.
Sumber: Survey Pengguna BBM 2014
7
Sebulan terakhir
Total
Kapan terakhir kesulitan Pertamax? Belitung Batam Jabotabek
Total
Kapan terakhir kesulitan Premium? Belitung Batam Jabotabek
Tabel 4.13. Sebaran Jawaban Responden: Kapan Terakhir Kesulitan Bahan Bakar
102
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
100 Sumber: Survey Pengguna BBM 2014
12.2 8.3
100 100
19.5 3.5
100 100
0.0 0.0
100 100
0.0 0.0
100 100
7.5 6.7
100 All
100
0.0
100
Lainnya
14.3
8.5 8.3 7.3 10.3 33.3 0.0 33.3 100.0 12.5 0.0 9.1 Mengurangi vol BBM
28.6
50.0 72.7 Membeli sumber lain
7.1
26.7
32.5
0.0
0.0
0.0
0.0
75.9
29.3
58.3
29.3 25.0 43.9 10.3 66.7 100.0 66.7 0.0 47.5 66.7 50.0 18.2 Mengganti dengan Pertamax/ plus
%
Total Jabotabek
% % % %
Total Belitung Batam Jabotabek
% % % %
Total Belitung Batam Jabotabek
% % %
Belitung Batam
Jika solar subsidi langka? Jika Pertamax langka? Jika premium langka?
Secara ringkas Tabel 5.1 berikut memberikan perbandingan konsumen yang berhak membeli BBM bersubsidi menurut Perpres No. 15 Tahun 2012, Permen ESDM No. 18 Tahun 2013 dan Perpres No. 191/2014.
Tabel 4.15. Rencana jika Terjadi Kelangkaan Bahan Bakar Minyak
Dalam Perpres No. 191/2014 juga mengatur bahwa bahwa distribusi Jenis BBM tertentu yang diberikan subsidi yakni minyak tanah dan solar, dilakukan dengan mekanisme distribusi tertutup secara bertahap dengan alat kendali. Walaupun secara eksplisit tidak menyebutkan pembatasan konsumsi, tetapi dengan distribusi tertutup, Badan Pengatur yang ditunjuk dalam Perpres tersebut (dalam hal ini BPH Migas) dapat menentukan pengguna tertentu dan/atau volume tertentu dengan menggunakan alat kendali. Dengan aturan ini, BPH migas bisa membatasi pembelian BBM jenis solar dan minyak tanah. Jika tidak dibatasi, pengguna BBM bersubsidi bisa membeli secara berlebihan dengan motif untuk dijual ke industri atau pengguna lain. Selisih harga sebesar IDR 1,000 per liter masih memberikan insentif penyelewengan atau penyelundupan. Dalam konteks inilah perlu dirancang mekanisme pendistribusian BBM bersubsidi agar tepat sasaran dan tidak ada kebocoran solar dan minyak tanah bersubsidi kepada yang tidak berhak.
Untuk mengetahui perilaku pengguna kendaraan jika terjadi kelangkaan bahan bakar, maka ditanyakan hal apa yang akan dilakukan jika bahan bakar tidak ada. Bagi pengguna premium paling banyak menjawab “mengganti degan pertamax/pertamax plus. Demikian juga dengan pengguna pertamax paling banyak menjawab akan mengganti dengan pertamax plus. Sedangkan bagi pengguna solar, pada umumnya menjawab akan mencari dari sumber lain.
harga minyak dunia ditanggung oleh APBN, sementara untuk subsidi solar, risiko kenaikan harga minyak dunia tidak ditanggung oleh APBN, tetapi ditanggung oleh pengguna solar bersubsidi.
BAB 4 ANALISIS PENGENDALIAN KONSUMSI BBM BERSUBSIDI DENGAN RFID, SURVEY CARD DAN FUEL CARD: HASIL FGD DAN HASIL SURVEI
91
Terkait dengan kondisi saat ini dimana belum lama Pemerintah menaikkan harga BBM, maka ditanyakan kepada responden apakah mereka setuju dengan kenaikkan ini. Hasilnya 57% tidak setuju sedangkan sisanya setuju. Gambar 4.8. Apakah Setuju dengan Kenaikan BBM Saat ini Total
57.0
43.0
Jabotabek Batam
20.4
79.6 67.0
Belitung 0%
Setuju Tidak
58.3
41.7
20%
33.0 40%
60%
80%
100%
Sumber: Survey Pengguna BBM 2014
Mengenai kompensasi yang diinginkan, sebanyak 29.7% responden menginginkan jaminan pendidikan gratis, 29% lainnya menyatakan untuk jaminan kesehatan gratis. Ada 14% yang menyatakan tidak perlu kompensasi, yang penting BBM selalu tersedia (gambar 4.9) Gambar 4.9. Bentuk Kompensasi yang Diinginkan Diberi jaminan pendidikan gratis
29.7
Diberi jaminan kesehatan gratis
29.0 14.4
Tidak perlu, yang BBM tersedia Diberi bantuan lansung tunai
14.1 6.0
Lainnya Transportasi umum gratis Tidak perlu, karena tidak tepat sasaran
4.9 1.8 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 Persen
Sumber: Survey Pengguna BBM 2014
Responden ditanyakan juga mengenai wacana Pemerintah untuk membuat kebijakan subsidi tetap. Hasilnya 51.8% responden tidak setuju dan 48.2% setuju (lihat Gambar 4.10).
92
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
sedangkan Permen ESDM No. 18/2013 membolehkan dengan menggunakan denisi “kendaraan bermotor perseorangan di jalan untuk angkutan orang atau barang dengan tanda nomor kendaraan berwarna dasar hitam dengan tulisan putih”. Permen ESDM mengatur dengan lebih rinci para konsumen yang boleh membeli BBM bersubsidi. Pada Perpres No. 15/2012 dan Permen ESDM No. 18/2013 jenis BBM yang disubsidi adalah minyak tanah (untuk daerah yang belum tekonversi ke LPG), solar dan bensin RON 88. Pada Perpres dan Permen ESDM tersebut distribsi BBM bersubsidi dilakukan dengan distribusi tertutup dengan pembatasan menggunakan alat kendali secara bertahap. Selanjutnya, pada akhir tahun 2014, dengan momentum penurunan harga minyak mentah dunia, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 191/2014. Perpres ini membagi jenis BBM menjadi tiga kategori yakni: Jenis BBM Tertentu, Jenis BBM Khusus Penugasan dan Jenis BBM Umum Dalam Perpers tersebut jenis BBM tertentu (yakni minyak tanah dan solar) akan diberikan subsidi, sementara jenis BBM khusus penugasan (bensin RON 88) dan BBM umum tidak disubsidi (bensin RON 92 (pertamax) dan RON 95 (pertamax plus). Jadi, dengan Perpres No. 191 /2014 bensin RON 88 tidak lagi disubsidi. Sementara minyak tanah dan solar yang masuk dalam jenis BBM tertentu masih diberikan subsidi. Untuk minyak tanah masih diberikan subsidi mengambang, yakni subsidi per liter yang merupakan pengeluaran negara (APBN) yang dihitung dari selisih kurang antara harga jual eceran per liter minyak tanah (kerosene) setelah dikurangi pajak-pajak, dengan harga dasar minyak tanah per liter. Sementara untuk minyak solar diberikan subsidi tetap dari selisih kurang antara harga antara harga jual eceran solar bersubsid per liter dengan harga dasar solar per liter setelah ditambah pajakpajak (pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB). Harga dasar terdiri atas biaya perolehan, biaya distribusi serta biaya margin. Sebagai contoh, misalnya untuk subsidi minyak tanah. Harga dasar minyak tanah adalah IDR 7,000 per liter (tidak termasuk PPN dan PBBKB) dan Pemerintah menetapkan harga eceran minyak tanah adalah IDR 2.500 per liter, maka subsidi Pemerintah adalah sebesar IDR 4,500 per liter. Jika suatu saat harga dasar naik, akibat kenaikan harga minyak mentah dunia atau ICP, misalnya harga dasar naik jadi IDR 8,000 per liter, sementara harga jual eceran tetap sebesar IDR 2,500 per liter, maka subsidi akan sebesar IDR 5,500 per liter. Sementara, untuk solar subsidinya ditentukan secara tetap, sebesar IDR 1,000 per liter. Misal, pada saat harga dasar di tambah dengan PPN dan PBBKB adalah 8,250 per liter, maka dengan subsidi sebesar IDR 1,000 per liter, harga eceran solar bersubsidi per liter adalah IDR 7,250. Jika suatu saat harga dasar ditambah PBBKB naik menjadi IDR 9,000 per liter, dengan subsidi tetap sebesar IDR 1,000 per liter, maka harga jual eceran solar bersubsidi otomatis naik dari IDR 7,250 per liter menjadi IDR 8,000 per liter. Hal ini menjelaskan bahwa untuk subsidi minyak tanah, risiko kenaikan
BAB 5 ANALISIS MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
101
mendenisikan sistem pendistribusian tertutup jenis BBM tertentu adalah metode pendistribusian jenis BBM tertentu untuk pengguna tertentu dan/ atau volume tertentu dengan mekanisme penggunaan alat kendali. Dengan demikian ditetapkan bahwa yang subsidi BBM hanya bisa dinikmati oleh mereka yang berhak melalui sistem distribusi tertutup. Namun Pemerintah menyadari pula bahwa penerapan sistem distribusi tertutup untuk BBM bersubsidi tidaklah mudah. Oleh karena itu pada Perpres No. 45/2009 terdapat:
Gambar 4.10. Apakah Setuju dengan Subsidi Tetap?
Batam
1. Penyediaan dan pendistribusian Jenis BBM Tertentu sebagairnana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dilaksanakan dengan Sistem Pendistribusian Tertutup Jenis BBM Tertentu. 2. Sistem Pendistribusian Tertutup Jenis BBM Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap meliputi konsumen pengguna, wilayah, harga jual eceran dan volume tertentu. Beberapa tahun selanjutnya sistem distribusi tertutup ini juga belum berjalan efektif. Pada tahun 2012 terbit Perpres No. 15/2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna BBM Tertentu. Pasal 5 Perpres ini menyatakan: 1. Penggunaan jenis BBM tertentu oleh pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 secara bertahap dilakukan pembatasan. 2. Pentahapan pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri ESDM berdasarkan hasil rapat koordinasi yang dipimpin oleh Menko Bidang Perekonomian. Mengikuti amanat Perpres ini terbitlah Peraturan Menteri ESDM No. 1/2013 tentang Pengendalian Penggunaan BBM yang dalam Pasal 2 menyatakan: Pelaksanaan pengendalian penggunaan BBM dilaksanakan dengan: a) Pentahapan pembatasan penggunaan jenis BBM tertentu untuk transportasi jalan; b) Pembatasan penggunaan jenis BBM tertentu untuk transportasi laut.
30.9
69.2
Belitung
56.0
44.0 0%
Setuju Tidak
65.5
34.5
Jabotabek
Pasal 10A
51.8
48.2
Total
20%
40%
60%
80%
100%
Sumber: Survey Pengguna BBM 2014
Kebijakan pemghematan BBM (RFID, kartu survei, dan fuel card) yang sudah dilaksanakan oleh Pemerintah perlu dievaluasi bagaimana keberhasilannya di lapangan. Hasil survey menyatakan bahwa hanya 24.35% dari semua responden yang pernah mendengar RFID. Sementara di wilayah Jabotabek dimana RFID ini dijalankan, ada sebanyak 46.67% responden yang pernah mendengar. Artinya sosialisasi RFID di Jabotabek masih belum berhasil. Gambar 4.11. Apakah Pernah Mendengar RFID? 24.35
Total
88.3
11.7
Belitung 8.51 0%
Ya Tidak
53.33
46.67
Jabotabek Batam
75.65
91.49 20%
40%
60%
80%
100%
Sumber: Survey Pengguna BBM 2014
Selain RFID, ada pula program kartu survei yang sudah diterapkan di Kota Batam. Untuk Kota Batam sendiri hanya 46.2% responden yang pernah mendengar. Selain di Batam, penerapan kartu survei akan dilaksakan di Kota Belitung. Hasil survei memperlihatkan di Kota Belitung masih sangat sedikit yang pernah mendengan kartu survei.
Selain itu terbit pula Peraturan Menteri ESDM No. 18/2013 tentang Harga Jual Eceran Jenis BBM Tertentu untuk Konsumen Pengguna Tertentu yang menentukan siapa saja konsumen yang berhak membeli BBM bersubsidi. Apabila kita cermati untuk transportasi ternyata Perpres No. 15/2012 membolehkan “kendaraan bermotor milik pribadi” membeli BBM bersubsidi
100
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
BAB 4 ANALISIS PENGENDALIAN KONSUMSI BBM BERSUBSIDI DENGAN RFID, SURVEY CARD DAN FUEL CARD: HASIL FGD DAN HASIL SURVEI
93
Gambar 4.12. Apakah Pernah Mendengar Kartu Survei? 17.92
Total
82.08 Ya Tidak
92.5
Jabotabek 7.5
53.76
46.24
Batam Belitung .199
96.81
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Sumber: Survey Pengguna BBM 2014
Fuel card adalah bentuk penyempurnaan dari kartu survei yang penerapannya sudah dilakukan di Kota Batam. Dari hasil survei diperoleh data bahwa ada sebesar 75.27% responden di Kota Batam pernah mendengar (lihat Gambar 4.13). Gambar 4.13. Apakah Pernah Mendengar Fuel Card? 28.34
Total
71.66 88.33
Jabotabek 11.67 Batam
24.73
75.27
Belitung .19 0%
Ya Tidak
96.81 20%
40%
60%
80%
100%
Sumber: Survey Pengguna BBM 2014
Untuk menjalankan program baru diperlukan pengujian lapangan untuk melihat respon masyarakat dalam hal kesiapan menjalankan program tersebut. Hasil survey memperlihatkan secara keseluruhan yang menyatakan setuju adalah sebesar 41.01%, sedangkan yang tidak setuju 58.39%. Lebih rinci mengenai tanggapan ini bisa dilihat pada Gambar 4.14.
a) Bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan negara yang semakin berat dalam penyediaan dan pengadaan bahan bakar minyak di dalam negeri, perlu adanya pengurangan subsidi secara bertahap terhadap bahan bakar minyak dalam negeri. b) Bahwa untuk melaksanakan pengurangan subsidi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu dilakukan penyesuaian atas harga jual eceran bahan bakar minyak dalam negeri dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat kurang mampu, melalui berbagai program peningkatan kesejahteraannya. Perpres No. 22 Tahun 2005 ini menyatakan bahwa “masyarakat kurang mampu” akan mendapat kompensasi atas kenaikan harga BBM tersebut melalui sejumlah program. Juga diatur bahwa “usaha kecil” (yang desininya mengacu ke UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil) dapat membeli BBM bersubsidi untuk penggunaan mesin produksinya setelah mendapat persetujuan dari PT. Pertamina. Dari waktu ke waktu terbit Peraturan Presiden yang merevisi ketentuan-ketentuan tentang harga BBM yang menentukan besarnya subsidi yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah serta juga kriteria mereka yang berhak membeli BBM bersubsidi. Misalnya pada Perpres No. 55 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran BBM Dalam Negeri ditetapkan kriteria konsumen yang dapat menggunakan minyak tanah, premium dan solar terdiri dari: a) Usaha kecil setelah diverikasi instansi berwenang dapat diberikan kebutuhan BBM paling banyak 8 kiloliter/bulan/unit usaha kecil b) Nelayan yang mengkonsumsi minyak solar dengan menggunakan kapal maksimum 30 GT yang mengkonsumsi minyak solar paling banyak 25 kiloliter/bulan. Regulasi yang dibuat oleh Pemerintah dianggap belum mampu mencegah pembelian BBM bersubsidi oleh mereka yang sebenarnya tidak berhak memperoleh subsidi. Oleh karenanya pada tahun 2009, untuk pertama kalinya dalam regulasi tentang BBM digunakan istilah “tepat sasaran” untuk penyediaan dan pendistribusian BBM bersubsidi. Bagian “Menimbang” Perpres No. 45 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian BBM Tertentu (revisi Pepres No. 71 Tahun 2005) huruf (b) menyatakan: “bahwa dalam rangka terciptanya pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian jenis BBM tertentu dalam negeri yang tepat sasaran, perlu dilakukan pengaturan kebijakan penyediaan dan pendistribusian Jenis BBM tertentu melalui penerapan sistem pendistribusian tertutup jenis BBM tertentu.” Perpres No. 45 Tahun 2009 ini bahkan menetapkan bahwa BBM bersubsidi hanya dapat didistribusikan secara tertutup. Pasal 1 ayat (7) Perpres ini
94
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
BAB 5 ANALISIS MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
99
menimbulkan perbedaan harga antar daerah/pulau sehingga dapat menimbulkan kecemburuan sosial bahkan disintegrasi bangsa. Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa campur tangan Pemerintah dalam kebijakan penentuan harga haruslah menjadi kewenangan yang diutamakan untuk cabang produksi yang penting dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak. Jadi bukan persaingan usaha yang diutamakan. Sementara itu frasa “tanggung jawab sosial Pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu” dalam ayat (3) secara implisit menyatakan bahwa Pemerintah harus memberikan subsidi BBM kepada kelompok masyarakat tertentu. Namun Undang-Undang ini tidak mengatur kemungkinan diperlukannya subsidi akibat perbedaan kondisi antar daerah/pulau. Akhirnya Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 33, sehingga harus direvisi. Pemerintah menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi ini dengan tetap menetapkan harga yang sama di seluruh Indonesia untuk BBM tertentu (misalnya jenis olar) yang mengandung unsur subsidi, serta tidak mengatur harga BBM lainnya (misalnya pertamax dan pertamina plus). Hal ini mengandung implikasi bahwa Pemerintah masih harus memberikan subsidi atas BBM tertentu dan subsidi diberikan kepada produk BBM-nya (subsidi harga) sehingga bisa dinikmati oleh siapa saja yang mengkonsumsinya. Pada tahun 2007, terbit Undang-Undang Energi No. 30 Tahun 2007 yang mengatur tentang subsidi BBM. Pasal 7 UU ini menyatakan: 1. Harga energi ditetapkan berdasarkan nilai keekonomian berkeadilan. 2. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan dana subsidi untuk kelompok masyarakat tidak mampu. 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai harga energi dan dana subsidi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal ini menegaskan adanya subsidi untuk BBM (sebagai salah satu bentuk energi) yang diberikan untuk “kelompok masyarakat tidak mampu”. Dana subsidi disediakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sejak 2005, Pemerintah mulai menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang harga BBM (saat itu minyak tanah masih disubsidi) sebagai upaya untuk mengurangi beban subsidi yang harus dikeluarkan. Sejak itulah, harga BBM untuk industri tidak lagi disubsidi. Perpres pertama yang diterbitkan adalah Perpres No. 22 Tahun 2005 tentang Harga Jual BBM Dalam Negeri. Bagian “Menimbang” dalam Perpres ini menyatakan:
98
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Gambar 4.14. Apakah Anda Setuju Dengan “Kartu Pembatasan BBM Bersubsidi”? Total Jabotabek Batam
41.61
58.39
40
60 71.11
28.89
Belitung
43.48
56.52 0%
Setuju Tidak
20%
40%
60%
80%
100%
Sumber: Survey Pengguna BBM 2014
Jika akan ada pembatasan maka perlu mengetahui kebutuhan rata-rata para pengguna kendaraan terhadap kebutuhan bahan bakar per hari. Hal ini sangat penting agar kebijakan yang diterapkan tidak merugikan siapapun baik masyarakat maupun keuangan negara. Survey ini menanyakan kepada responden yang menggunakan berbagai jenis kendaraan, tentang jatah bahan bakar yang diharapkan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.16, untuk angkutan umum barang bensin dibutuhkan rata-rata 18 liter per hari. Untuk kendaraan angkutan umum barang solar kebutuhannya lebih tinggi, jatah yang diharapkan adalah sebesar 29 liter per hari. Lebih lengkap mengenai kebutuhan bahan bakar ini dapat di lihat pada Tabel 4.16. Tabel 4.16. Estimasi Jatah BBM Angkutan Umum dan Pribadi Jenis Kendaraan
Kendaraan Angkutan Umum untuk …
Kendaraan milik Pribadi
Berapa jatah bahan bakar yang diharapkan (Liter)?
Total
Belitung
Batam
Jabotabek
1.Barang – Bensin
15
14
26
18
2. Barang – Solar
28
22
41
29
3. Orang – Bensin
16
22
24
21
4. Orang – Solar
19
51
45
42
1. Bensin
12
12
11
12
2. Solar
14
17
9
13
3. Motor TOTAL
4
4
3
3
16
22
19
19
Sumber: Survey Pengguna BBM, 2014
BAB 4 ANALISIS PENGENDALIAN KONSUMSI BBM BERSUBSIDI DENGAN RFID, SURVEY CARD DAN FUEL CARD: HASIL FGD DAN HASIL SURVEI
95
BAB 5
ANALISIS MEKANISME KEBIJAKAN SUBSIDI BBM YANG LEBIH TEPAT SASARAN
Beberapa aspek yang perlu ditentukan dalam mekanisme kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran yaitu penentuan kelompok target yang berhak menerima subsidi BBM dan mekanisme kebijakan pemberian subsidi BBM agar lebih tepat sasaran, termasuk penentuan alat kendali untuk mendiskriminasi harga, kebijakan besaran subsidi dan mekanisme pemberian subsidi. Bab ini akan membahas siapa kelompok target penerima subsidi BBM dan bagaimana mekanisme kebijakan pemberian subsidi BBM agar lebih tepat sasaran.
5.1. Pengertian Subsidi BBM Yang Lebih Tepat Sasaran: Penentuan Kelompok Target Terkait dengan kebijakan harga BBM, Undang-undang Minyak dan Gas (UU No. 22 Tahun 2001) Pasal 28 menyatakan bahwa: 1. Bahan bakar minyak serta hasil olahan tertentu yang dipasarkan di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat wajib memenuhi standar dan mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah. 2. Harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. 3. Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak mengurangi tanggung jawab sosial Pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu. Mahkamah Konstitusi (dalam Keputusan No. 1 Tahun 2005 yang diterbitkan pada 4 Januari 2005) menafsirkan bahwa ayat (2) Pasal 28 tersebut berisiko
96
OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) YANG LEBIH TEPAT SASARAN
97