173
V.
HASIL ESTIMASI MODEL SUBSIDI HARGA BAHAN BAKAR MINYAK INDONESIA
Hasil estimasi Model Subsidi Harga Bahan Bakar Minyak Indonesia, dibahas secara rinci untuk setiap persamaan. Model yang digunakan telah mengalami beberapa kali perubahan spesifikasi, dan hasil estimasi parameter telah sesuai dengan kriteria ekonomi, statistik, dan ekonometrik. Program estimasi dan hasil estimasi model selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. 5.1.
Keragaan Umum Model
Berdasarkan kriteria ekonomi, hasil estimasi parameter setiap persamaan struktural dalam model sesuai dengan teori ekonomi yang terlihat dari tanda dan besaran hasil estimasi parameter yang menunjukkan hubungan variabel penjelas dengan variabel endogennya. Berdasarkan kriteria statistik, hasil estimasi model menunjukkan indikator statistik yang relatif baik. Nilai koefisien determinasi (R2) masing-masing persamaan struktural dalam model pada berkisar antara 0.61 – 0.99, kecuali untuk persamaan struktural subsidi harga minyak solar (SUBHSL), nilai tukar rupiah (NTUKRR), tingkat suku bunga (INTRIL), dan kemiskinan di perkotaan (JOVKOT). Dengan demikian secara umum variabel penjelas yang dimasukkan dalam persamaan struktural dalam penelitian ini mampu menjelaskan dengan cukup baik keragaman variabel endogennya. Nilai statistik uji-F pada umumnya cukup tinggi, kecuali satu persamaan yaitu persamaan kemiskinan di perkotaan yang mempunyai nilai statistik uji-F yang relatif rendah namun nyata yaitu 2.82. Dengan demikian secara keseluruhan dapat diiterpretasikan bahwa keragaman variabel dalam setiap persamaan
174 struktural secara bersama-sama dapat menjelaskan dengan baik keragaman variabel endogennya masing-masing, pada α sebesar 0.01. Hasil statistik uji-t menunjukkan bahwa terdapat beberapa variabel penjelas yang secara individu tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel endogennya apabila menggunakan taraf nyata atau α sebesar 1 persen. Namun dengan taraf nyata yang lebih fleksibel, yaitu α sebesar 20 persen, dapat dilihat bahwa sebagian besar variabel penjelas dalam setiap persamaan struktural berpengaruh secara nyata terhadap variabel endogennya masing-masing. Nilai Durbin-Watson (DW) berkisar antara 1.1324 sampai dengan 2.9790, yaitu berturut-turut pada persamaan ekspor elpiji (EKSJLGt) dan persamaan impor premium (IMPJPRt), yang mengindikasikan adanya masalah autokorelasi. Masalah ini sering ditemui pada penelitian bidang ekonomi yang disebabkan oleh keterkaitan antar variabel. Oleh karena model yang disusun dalam penelitian ini merupakan model di bidang ekonomi, maka untuk kepentingan tersebut, penelitian ini lebih difokuskan pada kriteria ekonomi dibandingkan kriteria statistik dan ekonometrik. Berdasarkan hasil estimasi parameter tersebut, maka model yang digunakan dalam penelitian ini cukup baik dalam menjelaskan perilaku pasar dan subsidi harga BBM, kinerja perekonomian, dan kemiskinan di Indonesia. 5.2.
Blok Pasar Bahan Bakar Minyak
5.2.1. Penawaran Bahan Bakar Minyak
Penawaran BBM adalah persamaan identitas yang meliputi penjumlahan dari produksi, impor, dan dikurangi ekspor. Persamaan penawaran BBM adalah: PNWJPRt
= PROJPRt + IMPJPRt - EKSJPRt
175 PNWJSLt
= PROJSLt + IMPJSLt - EKSJSLt
PNWJKRt
= PROJKRt + IMPJKRt - EKSJKRt
PNWJLGt
= PROJLGt + IMPJLGt - EKSJLGt
PNWJBMt
= PNWJPRt + PNWJSLt + PNWJKRt + PNWJBLt
5.2.2. Permintaan Bahan Bakar Minyak
Hasil estimasi persamaan permintaan BBM di sektor transportasi, industri, dan rumahtangga dan komersial, menunjukkan semua persamaan memiliki daya penjelas tinggi, terlihat dari nilai koefisien determinasi (R2) yang bernilai antara 0.86535 hingga 0.99690, artinya keragaman variabel-variabel penjelas dalam persamaan-persamaan tersebut mampu menjelaskan 86.54 hingga 99.69 persen keragaman variabel-variabel endogennya. Dilihat dari hasil statistik uji-F, semua persamaan mempunyai nilai Pr > F bernilai alpha < 0.01, yang menunjukkan bahwa pada setiap persamaan variabel penjelas secara bersama-sama dapat menjelaskan keragaman variabel endogennya secara nyata. 1.
Permintaaan Premium oleh Sektor Transportasi
Hasil estimasi parameter permintaan premium untuk sektor transportasi disajikan pada Tabel 18. Data statistik tidak membedakan antara kendaraan roda empat yang menggunakan bahan bakar bensin dan yang bermesin diesel. Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa semua kendaraan roda empat menggunakan bensin sebagai bahan bakarnya. Premium bukan substitusi minyak solar dan sebaliknya, serta penggunaannya bergantung pada jenis mesin kendaraan. Estimasi parameter harga jual eceran premium sebesar 404.767 dan mempunyai hubungan yang negatif. Namun demikian, respon permintaan premium pada sektor transportasi terhadap harga jual eceran premium bersifat
176 tidak elastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan yang dikemukakan oleh Storchmann (2005) bahwa elastisitas jangka panjang permintaan gasoline (premium) terhadap harganya berkisar antara -0.8 – -1.0, juga temuan Wheaton, 1982 dalam Storchmann, 2005 yaitu sebesar 0.74, dan temuan Johansson dan Schipper, 1997 dalam Storchmann, 2005 yaitu sebesar -0.70. Tabel 18.
Hasil Estimasi Parameter Permintaaan Premium oleh Sektor Transportasi Tahun 1986-2006 Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Parameter Estimasi
Pr > |t|
1 089 813
0.1068
-404.767
0.0912
-0.0642
-0.8775
RHJECPX (Rasio Harga Pertamax)
25 360.13
0.9132
0.0026
0.0350
KRODA6 (Kendaraan Roda Dua dan Empat)
51.52939
0.0243
0.0863
1.1803
LKOSJPRT (Lag Kons. Premium Sek.Transport.)
0.926845
<.0001
Variabel Intercept (Intersep) HJECPR (Harga Jual Eceran Premium)
Adj-R2 = 0.99690; F-hitung = 1530.79; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 1.781738
Estimasi parameter jumlah kendaraan roda dua dan empat sebesar 51.529 dan mempunyai hubungan yang searah. Variabel jumlah kendaraan roda dua dan empat berpengaruh nyata terhadap permintaan premium pada sektor transportasi dengan elastisitas jangka pendek 0.0863 dan jangka panjang 1.1803. Selain itu permintaan premium untuk sektor transportasi dipengaruhi secara nyata oleh variabel bedakalanya. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kendaraan masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena tingginya pengaruh faktor bedakala tersebut. 2.
Permintaaan Minyak Solar oleh Sektor Transportasi
Hasil estimasi parameter permintaan minyak solar untuk sektor transportasi disajikan pada Tabel 19. Estimasi parameter harga jual eceran minyak
177 solar sebesar 827.18 dan mempunyai hubungan yang negatif. Respon permintaan minyak solar pada sektor transportasi terhadap harga jual eceran minyak solar tidak elastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Estimasi parameter bedakala jumlah kendaraan niaga sebesar 266.3491 dan mempunyai hubungan yang searah. Respon permintaan minyak solar pada sektor transportasi terhadap jumlah kendaraan niaga bersifat tidak elastis dalam jangka pendek dan menjadi elastis dalam jangka panjang. Tabel 19.
Hasil Estimasi Parameter Permintaaan Minyak Solar oleh Sektor Transportasi Tahun 1986-2006 Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Parameter Estimasi
Pr > |t|
Intercept (Intersep)
892 803
0.0576
HJECSL (Harga Jual Eceran Minyak Solar)
-827.18
0.0994
-0.0987
-3.5823
LKNIAGA (Lag Kendaraan Niaga)
266.3491
0.1142
0.0739
2.6819
KRISIS (Dummy Krisis Ekonomi)
-752 422
0.0260
LKOSJSLT (Lag Kons. M. Solar Sek.Transport.)
0.972452
<.0001
Variabel
2
Adj-R = 0.98124; F-hitung = 249.50; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 1.971382
Ketika terjadi krisis ekonomi di Indonesia, permintaan minyak solar cenderung menurun sebesar 752 422 ribu liter. Hal ini dikarenakan ketika krisis ekonomi terjadi, sektor perekonomian mengalami kontraksi, tingkat konsumsi masyarakat turun, dan kegiatan produksi mengalami penurunan. Selain itu permintaan minyak solar untuk sektor transportasi dipengaruhi oleh bedakalanya dengan besaran 0.972452. 3.
Permintaaan Minyak Solar oleh Sektor Industri
Hasil estimasi parameter permintaan minyak solar untuk sektor industri disajikan pada Tabel 20. Estimasi parameter daya listrik terpasang sebesar 167.5038 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon permintaan minyak
178 solar pada sektor industri terhadap daya listrik terpasang bersifat tidak elastis dalam jangka pendek dan menjadi elastis dalam jangka panjang. Peningkatan daya listrik terpasang merupakan indikasi dari tingkat kegiatan produksi yang secara umum memerlukan tenaga listrik. Tabel 20.
Hasil Estimasi Parameter Permintaaan Minyak Solar oleh Sektor Industri Tahun 1986-2006 Variabel
Intercept (Intersep)
Parameter Estimasi
Pr > |t|
-172 483
0.6452
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
DHJECSL (Perub. Harga Jual Eceran M. Solar)
-103.726
0.8827
-0.0019
-0.0058
LISTRK (Daya Listrik Terpasang)
167.5038
0.0928
0.4027
1.2607
KRISIS (Dummy Krisis Ekonomi)
-800 382
0.0993
LKOSJSLI (Lag Kons. M. Solar Sektor Industri)
0.680545
0.0062
2
Adj-R = 0.97189; F-hitung = 165.21; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 2.356451
Selain itu ketika terjadi krisis ekonomi di Indonesia, maka permintaan minyak solar pada sektor industri cederung menurun sebesar 800 382 ribu liter. Kejadian yang serupa terjadi pada permintaan premium, dimana permintaan premium mengalami penurunan ketika krisis ekonomi terjadi. Krisis ekonomi menimbulkan dampak kontraksi bagi perekonomian sehingga tingkat produksi pada umumnya mengalami penurunan. Permintaan minyak solar untuk sektor industri dipengaruhi secara nyata oleh variabel bedakalanya dengan besaran 0.680545. 4.
Permintaaan Minyak Solar oleh Sektor Rumahtangga dan Komersial
Hasil estimasi parameter permintaan minyak solar untuk sektor rumahtangga dan komersial disajikan pada Tabel 21. Minyak solar merupakan salah satu sumber bahan bakar kapal nelayan, selain premium dan minyak tanah. Premium dan minyak tanah umum diketahui untuk kapal nelayan kecil dengan daya jangkau sekitar pantai. Untuk kapal nelayan besar, sumber utama bahan
179 bakar utama adalah minyak solar, dengan daya jangkau ke lautan lepas. Rumahtangga nelayan memiliki kapal nelayan kecil dan kapal nelayan besar. Tabel 21.
Hasil Estimasi Parameter Permintaaan Minyak Solar oleh Sektor Rumahtangga dan Komersial Tahun 1986-2006 Variabel
Parameter Estimasi
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Intercept (Intersep)
-285 614
0.0256
HJECSL (Harga Jual Eceran Minyak Solar)
-16.9463
0.5708
0.0006
0.0014
RTIKAN (Rumahtangga Nelayan)
0.259371
0.0099
1.1052
2.6745
LKOSJSLK (Lag Kons. M. Solar RT&Komers)
0.586745
0.0002
2
Adj-R = 0.92201; F-hitung = 75.88; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 1.678387
Ketika jumlah rumahtangga nelayan meningkat sebesar 1 kepala keluarga, maka akan meningkatkan permintaan minyak solar di sektor rumahtangga dan komersial sebesar 0.259371 ribu liter, ceteris paribus. Dalam jangka pendek dan jangka panjang, permintaan minyak solar di sektor rumahtangga dan komersial responsif terhadap perubahan jumlah rumahtangga nelayan. Selain itu permintaan minyak solar untuk sektor rumahtangga dan komersial dipengaruhi secara nyata oleh variabel bedakalanya dengan besaran 0.586745. 5.
Permintaaan Minyak Tanah oleh Sektor Transportasi
Hasil estimasi parameter permintaan minyak tanah untuk sektor transportasi disajikan pada Tabel 22. Estimasi parameter harga jual eceran minyak tanah sebesar 0.23234 dan mempunyai hubungan yang negatif. Respon permintaan minyak tanah pada sektor transportasi terhadap harga jual eceran minyak tanah bersifat tidak elastis baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Ketika bedakala jumlah perahu motor tempel meningkat sebesar 1 unit, maka akan meningkatkan permintaan minyak tanah di sektor transportasi sebesar
180 0.001826 ribu liter, ceteris paribus. Dalam jangka pendek dan jangka panjang, permintaan minyak tanah di sektor transportasi tidak responsif terhadap bedakala jumlah perahu motor tempel. Selain itu, permintaan minyak tanah untuk sektor transportasi dipengaruhi secara nyata oleh variabel bedakalanya dengan besaran 0.705722. Tabel 22.
Hasil Estimasi Parameter Permintaaan Minyak Tanah oleh Sektor Transportasi Tahun 1986-2006 Parameter Estimasi
Variabel
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Intercept (Intersep)
615.0396
0.0255
HJECKR (Harga Jual Eceran Minyak Tanah)
-0.23234
0.1099
-0.0675
-0.2293
LMTIKAN (Lag Perahu Motor Tempel)
0.001826
0.1593
0.0887
0.3014
LKOSJKRT (Lag Kons. M. Tanah Sek.Transport)
0.705722
<.0001
Adj-R2 = 0.87454; F-hitung = 45.15; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 2.109878
6.
Permintaaan Minyak Tanah oleh Sektor Industri
Hasil estimasi parameter permintaan minyak tanah untuk sektor industri disajikan pada Tabel 23. Estimasi parameter bedakala kredit bank di sektor industri sebesar 0.582187 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon permintaan minyak tanah pada sektor industri terhadap bedakala jumlah kredit bank di sektor industri bersifat tidak elastis dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang. Permintaan minyak tanah untuk sektor industri dipengaruhi secara nyata oleh variabel bedakalanya dengan besaran 0.729712. 7.
Permintaaan Komersial
Minyak
Tanah
oleh
Sektor
Rumahtangga
dan
Hasil estimasi parameter permintaan minyak tanah untuk sektor rumahtangga dan komersial disajikan pada Tabel 24. Estimasi parameter harga jual eceran minyak tanah sebesar 977.029 dan mempunyai hubungan yang negatif. Respon permintaan minyak tanah pada sektor rumahtangga dan komersial
181 terhadap harga jual eceran minyak tanah bersifat tidak elastis dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang. Tabel 23.
Hasil Estimasi Parameter Permintaaan Minyak Tanah oleh Sektor Industri Tahun 1986-2006 Variabel
Parameter Estimasi
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Intercept (Intersep)
97 382.2
0.1372
HJECKR (Harga Jual Eceran Minyak Tanah)
-52.7697
0.2867
-0.0733
-0.2714
LBANKID (Lag Kredit Bank Sektor Industri)
0.582187
0.0324
0.1400
0.5179
LKOSJKRI (Lag Kons. M. Tanah Sek. Industri)
0.729712
<.0001
2
Adj-R = 0.86535; F-hitung = 41.70; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 2.06525
Tabel 24.
Hasil Estimasi Parameter Permintaaan Minyak Tanah oleh Sektor Rumahtangga dan Komersial Tahun 1986-2006 Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Parameter Estimasi
Pr > |t|
-5 600 302
0.0111
HJECKR (Harga Jual Eceran Minyak Tanah)
-977.029
0.0059
-0.0689
-0.1057
DHJECKB (Perub. Harga Jual Ec. Kayu Bakar)
637.6862
0.5323
0.0014
0.0022
RHJLGKR (Rasio H. J. Ec Elpiji dg. M. Tanah)
78 488.42
0.3387
0.0261
0.0401
POPNAS (Jumlah Penduduk Indonesia)
60 321.3
0.0028
1.3260
2.0354
LKOSJKRK (Lag Kons.M. Tanah RT&Komers.)
0.348502
0.0543
Variabel Intercept (Intersep)
2
Adj-R = 0.96916; F-hitung = 120.41; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 1.560575
Variabel jumlah penduduk Indonesia berpengaruh positif dan nyata terhadap variabel permintaan minyak tanah pada sektor rumahtangga dan komersial. Respon permintaan minyak tanah pada sektor rumahtangga dan komersial terhadap jumlah penduduk Indonesia bersifat elastis dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Permintaan minyak tanah untuk sektor rumahtangga dan komersial dipengaruhi secara nyata oleh variabel bedakalanya dengan besaran 0.348502.
182 8.
Permintaaan Elpiji oleh Sektor Industri
Hasil estimasi parameter permintaan elpiji untuk sektor industri disajikan pada Tabel 25. Estimasi parameter harga jual eceran elpiji tahun sebelumnya sebesar 32.9607 dan mempunyai hubungan yang negatif. Respon permintaan elpiji pada sektor industri terhadap harga jual eceran elpiji bersifat tidak elastis dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang. Estimasi parameter daya listrik terpasang sebesar 9.67065 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon permintaan elpiji pada sektor industri terhadap daya listrik terpasang bersifat elastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Tabel 25.
Hasil Estimasi Parameter Permintaaan Elpiji oleh Sektor Industri Tahun 1986-2006 Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Parameter Estimasi
Pr > |t|
Intercept (Intersep)
-13 861.6
0.6492
LHJECLG (Lag Harga Jual Eceran Elpiji)
-32.9607
0.1024
-0.3885
-0.8069
LISTRK (Daya Listrik Terpasang)
9.67065
0.0002
1.0030
2.0833
KRISIS (Dummy Krisis Ekonomi)
-65 665.4
0.0079
LKOSJLGI (Lag Konsumsi Elpiji Sek. Industri)
0.518545
0.0014
Variabel
2
Adj-R = 0.90485; F-hitung = 46.17; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 1.637818
Ketika krisis ekonomi di Indonesia, permintaan elpiji sektor industri cenderung menurun sebesar 65 665.4 ribu kg. Permintaan elpiji sektor industri dipengaruhi secara nyata oleh variabel bedakalanya dengan besaran 0.518545. 9.
Permintaaan Elpiji oleh Sektor Rumahtangga dan Komersial
Hasil estimasi parameter permintaan elpiji untuk sektor rumahtangga dan komersial disajikan pada Tabel 26. Jumlah penduduk Indonesia berpengaruh positif dan nyata terhadap variabel permintaan elpiji pada sektor rumahtangga dan komersial. Respon permintaan elpiji pada sektor rumahtangga dan komersial
183 terhadap jumlah penduduk Indonesia bersifat elastis dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Permintaan elpiji untuk sektor rumahtangga dan komersial dipengaruhi secara nyata oleh bedakalanya dengan besaran 0.439191. Tabel 26.
Hasil Estimasi Parameter Permintaaan Elpiji oleh Sektor Rumahtangga dan Komersial Tahun 1986-2006 Parameter Estimasi
Variabel Intercept
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
-1 330 336
0.0010
-40.89
0.3960
-0.1957
-0.3489
DHJECKR (Perub. Harga Jual Ec. M. Tanah)
32.74244
0.6750
0.0048
0.0086
POPNAS (Jumlah Penduduk Indonesia)
8 159.952
0.0006
4.3565
7.7683
LKOSJLGK (Lag Kons. Elpiji RT&Komers.)
0.439191
0.0113
LHJECLG (Lag Harga Jual Eceran Elpiji)
Adj-R2 = 0.90835; F-hitung = 48.08; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 1.676853
10.
Permintaan Bahan Bakar Minyak
Permintaan BBM dalam jumlah adalah persamaan identitas yang diperoleh dari penambahan permintaan BBM di setiap sektor pengguna, yaitu sektor transportasi,
industri,
rumahtangga
dan
komersial,
dan
sektor
lainnya
(KOSJPRLt), (KOSJSLLt), (KOSJKRLt), dan (KOSJLGLt). Permintaan BBM dalam jumlah dikalikan dengan harga jual eceran masing-masing, maka diperoleh nilai permintaan BBM dalam rupiah. Persamaan permintaan BBM adalah: KOSJPRt = KOSJPRTt + KOSJPRLt KOSJSLt = KOSJSLTt + KOSJSLIt + KOSJSLKt + KOSJSLLt KOSJKRt = KOSJKRTt + KOSJKRIt + KOSJKRKt + KOSJKRLt KOSJLGt = KOSJLGIt + KOSJLGKt + KOSJLGLt KOSCPRt = KOSJPRt * HJECPRt KOSCSLt = KOSJSLt * HJECSLt KOSCKRt = KOSJKRt * HJECKRt
184 KOSCLGt = KOSJLGt * HJECLGt KOSCBMt = KOSCPRt + KOCRSLt + KOSCKRt + KOSCLGt + KOSCBLt 5.2.3. Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak
Persamaan harga jual eceran BBM merupakan persamaan identitas yang merupakan selisih dari harga keekonomian BBM dengan subsidi harganya masing-masing, sebagaimana disajikan berikut: HJECPRt = ((HDUSMBt*1.18*1.15*NTUKRRt)/159) - SUBHPRt HJECSLt = ((HDUSMBt*1.24*1.15*NTUKRRt)/159) - SUBHSLt HJECKRt = ((HDUSMBt*1.31*1.15*NTUKRRt)/159) - SUBHKRt HJECLGt = ((HDUSLGt*NTUKRRt)/1 000) - SUBHLGt Harga jual eceran BBM dipengaruhi oleh perubahan harga keekonomian BBM, fluktuasi nilai tukar rupiah, dan subsidi harga BBM. 5.3.
Blok Perdagangan Bahan Bakar Minyak
Hasil estimasi persamaan pada blok perdagangan BBM yang meliputi premium, minyak solar, minyak tanah, dan elpiji, menunjukkan semua persamaan memiliki daya penjelas tinggi, terlihat dari nilai koefisien determinasi (R2) yang bernilai antara 0.73965 hingga 0.98561. Dilihat dari hasil statistik uji-F, semua persamaan mempunyai nilai Pr > F bernilai alpha < 0.01. 5.3.1. Impor Bahan Bakar Minyak 1.
Jumlah Impor Premium
Hasil estimasi parameter jumlah impor premium disajikan pada Tabel 27. Estimasi parameter Indek Harga Konsumen sebesar 39 025.03 dan mempunyai
185 hubungan yang positif. Respon impor premium terhadap IHK bersifat elastis dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang. Tabel 27.
Hasil Estimasi Parameter Impor Premium Tahun 1986-2006 Variabel
Intercept (Intersep) LMOPHPR (Lag Harga Keekonomian Premium) CPINDX (Indeks Harga Konsumen)
Parameter Estimasi
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
281 000
0.7233
-812.799
0.3131
-0.5605
-7.1565
39 025.03
0.0747
1.6358
20.8852
TRENDD (Tren Waktu)
-140 012
0.2428
LIMPJPR (Lag Impor Premium)
0.921675
0.0003
Adj-R2 = 0.93940; F-hitung = 74.63; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 2.979014 Keterangan: LMOPHPR = (LHDUSMBt-1*1.18*1.15*LNTUKRRt-1)/159
Impor premium dipengaruhi secara nyata oleh variabel bedakalanya. Artinya apabila impor premium tahun lalu naik sebesar 1 ribu liter, maka impor premium pada tahun sekarang akan naik sebesar 0.921675 ribu liter. 2.
Jumlah Impor Minyak Solar
Hasil estimasi parameter jumlah impor minyak solar dapat dilihat pada Tabel 28. Estimasi parameter Indek Harga Konsumen sebesar 38 335.36 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon impor minyak solar terhadap IHK bersifat tidak elastis dalam jangka pendek mapun dalam jangka panjang. Tabel 28.
Hasil Estimasi Parameter Impor Minyak Solar Tahun 1986-2006 Variabel
Intercept (Intersep) MOPHSL (Harga Keekonomian Minyak Solar)
Parameter Estimasi
Pr > |t|
298 261
0.7217
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
-509.90
0.6438
-0.1165
-0.1569
CPINDX (Indeks Harga Konsumen)
38 335.36
0.1125
0.4580
0.6166
KNIAGA (Kendaraan Niaga)
881.1056
0.0291
0.3882
0.5226
LIMPJSL (Lag Impor Minyak Solar)
0.257180
0.3892
2
Adj-R = 0.92611; F-hitung = 60.54; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 2.216671 Keterangan: MOPHSL = (HDUSMBt*1.24*1.15*NTUKRRt)/159
186 Variabel jumlah kendaraan niaga berpengaruh nyata dengan hubungan yang positif. Artinya apabila ada kenaikan jumlah kendaraan niaga sebesar 1 ribu unit, maka akan meningkatkan impor minyak solar sebesar 881.1056 ribu liter,
ceteris paribus. Variabel jumlah kendaraan niaga mempunyai elastisitas jangka pendek sebesar 0.3882 dan jangka panjang sebesar 0.5226. 3.
Jumlah Impor Minyak Tanah
Hasil estimasi parameter jumlah impor minyak tanah disajikan pada Tabel 29. Variabel jumlah penduduk Indonesia berpengaruh positif dan nyata terhadap variabel impor minyak tanah. Artinya apabila jumlah penduduk Indonesia meningkat sebesar 1 juta jiwa, maka akan mendorong peningkatan impor minyak tanah sebesar 53 732.84 ribu liter, ceteris paribus. Respon impor minyak tanah terhadap jumlah penduduk Indonesia bersifat elastis dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Selain itu ketika terjadi pemilu di Indonesia, impor minyak tanah cenderung meningkat sebesar 366 515.2 ribu liter, ceteris paribus. Tabel 29.
Hasil Estimasi Parameter Impor Minyak Tanah Tahun 19862006 Variabel
Parameter Estimasi
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Intercept (Intersep) MOPHKR (Harga Keekonomian Minyak Tanah)
-8 404 491
0.0043
-286.025
0.2782
-0.2162
-0.2271
POPNAS (Jumlah Penduduk Indonesia)
53 732.84
0.0034
5.4461
5.7211
KRISIP (Dummy Pemilu)
366 515.2
0.1630
LIMPJKR (Lag Impor Minyak Tanah)
0.048066
0.8543
2
Adj-R = 0.73965; F-hitung = 14.49; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 1.938421 Keterangan: MOPHKR = (HDUSMBt*1.31*1.15*NTUKRR)/159
5.3.2. Ekspor Bahan Bakar Minyak
Ekspor BBM diwakili oleh jumlah ekspor elpiji. Hasil estimasi parameter jumlah ekspor elpiji disajikan pada Tabel 30. Estimasi parameter produksi elpiji
187 sebesar 1.10452 dan mempunyai hubungan yang positif. Produksi elpiji berpengaruh nyata terhadap ekspor elpiji dengan elastisitas jangka pendek dan jangka panjang masing-masing sebesar 1.4269. Tabel 30.
Hasil Estimasi Parameter Ekspor Elpiji Tahun 1986-2006 Variabel
Parameter Estimasi
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Intercept (Intersep)
-255 591
0.0511
LHDUHLG (Lag Harga Dunia Elpiji)
137.9002
0.0973
0.0932
0.0933
1.4269
1.4269
PROJLG (Produksi Elpiji)
1.10452
<.0001
TRENDD (Tren Waktu)
-58 639.1
<.0001
KRISIP (Dummy Pemilu)
-27 176.7
0.5870
LEKSJLG (Lag Ekspor Elpiji)
0.000699
0.9909
2
Adj-R = 0.98561; F-hitung = 261.24; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 1.132411
Estimasi parameter bedakala harga dunia elpiji sebesar 137.9002 dan mempunyai hubungan yang positif. Bedakala harga dunia elpiji berpengaruh secara nyata terhadap ekspor elpiji dengan elastisitas jangka pendek 0.0932 dan jangka panjang 0.0933. Tren waktu berpengaruh negatif terhadap ekspor elpiji. Artinya dengan waktu yang berjalan, ekspor elpiji mempunyai kecenderungan menurun sebesar 58 639.1 ribu kg, ceteris paribus. 5.3.3. Ekspor Bersih Bahan Bakar Minyak
Nilai ekspor BBM merupakan persamaan identitas yang hanya terdiri dari nilai ekspor elpiji (EKSRLGt), yang diperoleh dari hasil perkalian antara jumlah ekspor elpiji dengan harga internasional elpiji, yaitu: EKSRLGt = EKSJLGt * HDUSLG Nilai impor BBM adalah persamaan identitas yang diperoleh dari penjumlahan nilai impor premium (IMPRPRt), minyak solar (IMPRSLt), minyak tanah (IMPRKRt), elpiji (IMPRLGt), dan BBM lainnya (aviation turbine, aviation
gasoline, minyak diesel, dan minyak bakar) (IMPBBLt). Nilai impor masing-
188 masing jenis BBM diperoleh dari perkalian antara jumlah impor dengan harga dunia masing-masing BBM, yaitu: IMPRPRt = IMPJPRt *1.18*HDUSMB*NTUKRR/159/1000000 IMPRSLt = IMPJPRt *1.24*HDUSMB*NTUKRR/159/1000000 IMPRKRt = IMPJKRt *1.31*HDUSMB*NTUKRR/159/1000000 IMPBBMt = IMPRPRt + IMPRSLt + IMPRKRt +IMPRLGt+ IMPBBLt Ekspor bersih BBM (BOTBBMt) adalah persamaan identitas yang merupakan hasil pengurangan dari ekspor BBM (EKSRLGt) dengan impor BBM (IMPBBMt), yaitu: BOTBBMt = EKSRLGt - IMPBBMt 5.4.
Blok Fiskal
Hasil estimasi persamaan pada blok fiskal yang meliputi subsidi harga premium, minyak solar, minyak tanah, dan elpiji, belanja pemerintah non-subsidi BBM, dan penerimaan pajak, menunjukkan semua persamaan memiliki daya penjelas tinggi, terlihat dari nilai koefisien determinasi (R2) yang bernilai antara 0.54872 hingga 0.94376. Dilihat dari hasil statistik uji-F, semua persamaan mempunyai nilai Pr > F bernilai alpha < 0.01. 5.4.1
Subsidi Harga Bahan Bakar Minyak
1.
Subsidi Harga Premium
Hasil estimasi parameter subsidi harga premium disajikan pada Tabel 31. Estimasi parameter harga dunia premium sebesar 19.2383 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon subsidi harga premium terhadap harga dunia premium bersifat elastis, dalam jangka pendek sebesar 13.2903 dan dalam jangka panjang sebesar 19.8224.
189 Selain itu estimasi parameter nilai tukar rupiah sebesar 0.165753 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon subsidi harga premium terhadap nilai tukar rupiah bersifat elastis, dalam jangka pendek sebesar 13.88849 dan dalam jangka panjang sebesar 20.7093. Tabel 31.
Hasil Estimasi Parameter Subsidi Harga Premium Tahun 19862006 Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Parameter Estimasi
Pr > |t|
-1 674.94
0.005
19.2383
0.076
13.2903
19.8224
NTUKRR (Nilai Tukar Rp/US$)
0.165753
0.005
13.8849
20.7093
REVDDN (Penerimaan Dalam Negeri)
-0.00025
0.880
-0.6272
-0.9354
LSUBHPR (Lag Subsidi Harga Premium)
0.329533
0.088
Variabel Intercept (Intersep) MOPSPR (Harga Dunia Premium)
Adj-R2 = 0.76550; F-hitung = 16.51; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 1.845917 Keterangan: MOPSPR = (HDUSMBt*1.18) (dalam US$/barrel)
Subsidi harga premium dipengaruhi secara nyata oleh variabel bedakalanya. Artinya apabila subsidi harga premium tahun lalu naik sebesar Rp. 1 per liter, maka subsidi harga premium akan naik sebesar Rp. 0.329533 per liter pada tahun sekarang. 2.
Subsidi Harga Minyak Solar
Hasil estimasi parameter subsidi harga minyak solar disajikan pada Tabel 32. Estimasi parameter nilai tukar rupiah sebesar 0.132112 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon subsidi harga minyak solar terhadap nilai tukar rupiah bersifat elastis, dalam jangka pendek sebesar 3.1730 dan dalam jangka panjang sebesar 3.9914. 3.
Subsidi Harga Minyak Tanah
Hasil estimasi parameter subsidi harga minyak tanah disajikan pada Tabel 33. Estimasi parameter harga dunia minyak tanah sebesar 27.50348 dan
190 berhubungan positif. Respon subsidi harga minyak tanah terhadap harga dunia minyak tanah bersifat elastis, dalam jangka pendek sebesar 2.4153 dan dalam jangka panjang sebesar 2.8076. Tabel 32.
Hasil Estimasi Parameter Subsidi Harga Minyak Solar Tahun 1986-2006 Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Parameter Estimasi
Pr > |t|
Intercept (Intersep)
-765.783
0.0795
MOPSSL (Harga Dunia Minyak Solar)
8.272682
0.3509
1.7401
2.1889
NTUKRR (Nilai Tukar Rp/US$)
0.132112
0.0121
3.1730
3.9914
DREVDDN (Perub. Penerimaan Dalam Negeri)
0.001276
0.6396
0.9178
1.1545
LSUBHSL (Lag Subsidi Harga Minyak Solar)
0.205053
0.3392
Variabel
2
Adj-R = 0.54872; F-hitung = 6.78; Pr > F bernilai 0.0025; DW = 1.673092 Keterangan: MOPSSL = (HDUSMBt*1.24) (dalam US$/barrel)
Tabel 33.
Hasil Estimasi Parameter Subsidi Harga Minyak Tanah Tahun 1986-2006 Variabel
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Parameter Estimasi
Pr > |t|
Intercept (Intersep)
-1 506.28
<.0001
MOPSKR (Harga Dunia Minyak Tanah)
27.50348
0.0014
2.4153
2.8076
0.18639
0.0002
1.7659
2.0527
0.000998
0.4704
0.2832
0.3291
0.13972
0.3236
NTUKRR (Nilai Tukar Rp/US$) REVDDN (Penerimaan Dalam Negeri) LSUBHKR (Lag Subsidi Harga Minyak Tanah) 2
Adj-R = 0.86408; F-hitung = 31.20; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 1.943414 Keterangan: MOPSKR = (HDUSMBt*1.31) (dalam US$/barrel)
Estimasi parameter nilai tukar rupiah sebesar 0.18639 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon subsidi harga minyak tanah terhadap nilai tukar rupiah bersifat elastis, dalam jangka pendek sebesar 1.7659 dan dalam jangka panjang sebesar 2.0507. 4.
Subsidi Harga Elpiji
Hasil estimasi parameter subsidi harga elpiji disajikan pada Tabel 34. Estimasi parameter harga dunia elpiji sebesar 2.47841 dan mempunyai hubungan
191 yang positif. Respon subsidi harga elpiji terhadap harga dunia elpiji bersifat tidak elastis, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Tabel 34.
Hasil Estimasi Parameter Subsidi Harga Elpiji Tahun 1986-2006 Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Parameter Estimasi
Pr > |t|
-1 808.81
0.0695
HDUSLG (Harga Dunia Elpiji)
2.47841
0.0445
0.5133
0.7611
NTUKRR (Nilai Tukar Rp/US$)
0.13000
0.0333
0.7337
1.0878
RREVDDN (Rasio Penerimaan Dalam Negeri)
153.1878
0.8201
0.1467
0.2174
LSUBHLG (Lag Subsidi Harga Elpiji)
0.325504
0.1167
Variabel Intercept (Intersep)
2
Adj-R = 0.61762; F-hitung = 8.67; Pr > F bernilai 0.0008; DW = 1.816376 Keterangan: HDUSLG = Harga ekspor LPG Indonesia (dalam US$/000 kg) = Harga dunia elpiji
Estimasi parameter nilai tukar rupiah sebesar 0.13000 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon subsidi harga elpiji terhadap nilai tukar rupiah bersifat tidak elastis dalam jangka pendek dan menjadi elastis dalam jangka panjang dengan koefisien elastisitas sebesar 1.0878. Subsidi harga elpiji dipengaruhi secara nyata oleh variabel bedakalanya. Artinya apabila subsidi harga elpiji tahun lalu naik sebesar Rp. 1 per kg, maka subsidi harga elpiji pada tahun sekarang akan naik sebesar Rp. 0.325504 per kg. 5.
Subsidi Bahan Bakar Minyak Nilai subsidi merupakan persamaan identitas berupa penjumlahan nilai
subsidi premium (SUBRPRt), subsidi minyak solar (SUBRSLt), subsidi minyak tanah (SUBRKRt), subsidi elpiji (SUBRLGt), dan subsidi BBM lainnya (SUBBBLt), yang tersaji berikut ini: SUBRPRt =
SUBHPRt * HJECPRt
SUBRSLt =
SUBHSLt * HJECSLt
SUBRKRt = SUBHKRt * HJECKRt SUBRLGt =
SUBHLGt * HJECLGt
192 SUBBBMt = SUBRPRt + SUBRSLt + SUBRKRt + SUBRLG + SUBBBLt 5.4.2. Penerimaan Dalam Negeri Pemerintah 1.
Penerimaan Pajak
Hasil estimasi parameter nilai penerimaan pajak disajikan pada Tabel 35. Nilai penerimaan pajak dipengaruhi secara nyata oleh variabel bedakalanya, yaitu apabila penerimaan pajak tahun lalu naik sebesar Rp. 1 miliar, maka penerimaan pajak tahun sekarang akan naik sebesar Rp. 0.929618 miliar. Tabel 35.
Hasil Estimasi Parameter Penerimaan Pajak Tahun 1986-2006 Variabel
Parameter Estimasi
Intercept (Intersep)
Pr > |t|
-105.437
0.9909
0.01561
0.3707
KRISIP (Dummy Pemilu)
-1 982.86
0.7835
LREVTAX (Lag Penerimaan Pajak)
0.929618
<.0001
LGDPNAS (Lag GDP Nasional)
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang 0.1544
2.1944
2
Adj-R = 0.94376; F-hitung = 107.27; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 2.673793
2.
Penerimaan Dalam Negeri Pemerintah
Persamaan penerimaan dalam negeri pemerintah (REVDDNt) adalah penjumlahan dari penerimaan pajak (REVTAXt) dengan penerimaan diluar pajak (REVNTXt), yaitu: REVDDNt = REVTAXt + REVNTXt 5.4.3. Gap Fiskal
Persamaan gap fiskal dalam negeri (FISCGPt) adalah persamaan identitas yang merupakan hasil pengurangan dari penerimaan dalam negeri pemerintah (REVDDNt) dengan belanja pemerintah atau anggaran belanja negara (GOVEXPt), yaitu: FISCGPt = REVDDNt - GOVEXPt
193 5.5.
Blok Permintaan Agregat
Hasil estimasi persamaan pada blok permintaan agregat yang meliputi konsumsi non-BBM, investasi migas, investasi non-migas, ekspor non-BBM, impor non-BBM, menunjukkan semua persamaan memiliki daya penjelas tinggi, terlihat dari nilai koefisien determinasi (R2) yang bernilai antara 0.82190 hingga 0.99114. Dilihat dari hasil statistik uji-F, semua persamaan mempunyai nilai Pr > F bernilai alpha < 0.01. 5.5.1. Konsumsi Nasional 1.
Konsumsi Non-Bahan Bakar Minyak
Hasil estimasi parameter nilai konsumsi non-BBM disajikan pada Tabel 36. Nilai konsumsi non-BBM dipengaruhi secara nyata oleh variabel tingkat inflasi dengan hubungan yang negatif. Artinya apabila terjadi peningkatan tingkat inflasi sebesar 1 persen, maka nilai konsumsi nasional non-BBM akan menurun sebesar Rp. 14 969 miliar, ceteris paribus. Baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, variabel ini bersifat inelastis. Tabel 36.
Hasil Estimasi Parameter Konsumsi Non-Bahan Bakar Minyak Tahun 1986-2006 Variabel
Parameter Estimasi
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Intercept (Intersep)
-705 965
0.1744
INFLSI (Tingkat Inflasi)
-14 969.3
0.0067
-0.2642
-0.6047
INTRIL (Tingkat Suku Bunga)
-15 241.7
0.0058
-0.1547
-0.3541
1.9716
4.5129
POPNAS (Jumlah Penduduk Indonesia)
6 422.242
0.0420
KRISIS (Dummy Krisis Ekonomi)
99 778.84
0.0419
0.56312
0.0044
LKOSNBM (Lag Kons. Non-BBM) 2
Adj-R = 0.99114; F-hitung = 426.28; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 2.180638
Estimasi parameter tingkat suku bunga sebesar 15 241.7 dan mempunyai hubungan yang positif. berpengaruh nyata secara statistik dengan hubungan yang
194 negatif. Respon nilai konsumsi non-BBM terhadap tingkat suku bunga bersifat inelastis, baik jangka panjang dan jangka pendek. Estimasi parameter jumlah penduduk Indonesia sebesar 6 422.242 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon nilai konsumsi non-BBM terhadap jumlah penduduk Indonesia bersifat elastis, baik dalam jangka panjang dan jangka pendek. Ketika terjadi krisis ekonomi di Indonesia, nilai konsumsi non-BBM cenderung meningkat sebesar Rp. 99 778.84 miliar. Tampaknya fenomena ini terjadi karena inflasi yang tinggi, sehingga nilai konsumsi non-BBM dalam rupiah meningkat, meskipun konsumsi non-BBM dalam jumlah ternyata berkurang. Bedakala nilai konsumsi non-BBM berpengaruh nyata dengan besaran 0.56312. 2.
Konsumsi Nasional
Nilai konsumsi nasional adalah penjumlahan dari nilai konsumsi BBM dan nilai konsumsi non-BBM. Persamaan nilai konsumsi nasional menjadi adalah: KOSNASt = KOSCBMt + KOSNBMt 5.5.2. Investasi Nasional 1.
Investasi Minyak dan Gas Bumi
Hasil estimasi parameter nilai investasi migas disajikan pada Tabel 37. Estimasi parameter perubahan tingkat suku bunga sebesar 413.781 dan mempunyai hubungan yang negatif. Respon nilai investasi migas terhadap perubahan tingkat suku bunga bersifat tidak elastis dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang. 2.
Investasi Non-Minyak dan Gas Bumi
Hasil estimasi parameter nilai investasi non-migas disajikan pada Tabel 38. Estimasi parameter bedakala tingkat suku bunga sebesar 3 677.4 dan
195 mempunyai hubungan yang negatif. Respon nilai investasi non-migas terhadap bedakala tingkat suku bunga bersifat inelastis dalam jangka pendek dan menjadi elastis dalam jangka panjang. Tabel 37.
Hasil Estimasi Parameter Investasi Minyak dan Gas Bumi Tahun 1986-2006 Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Parameter Estimasi
Pr > |t|
Intercept (Intersep)
-60 545.3
0.6440
DINTRIL (Perub. Tingk. Suku Bunga)
-413.781
0.0011
-0.0013
-0.0020
RFDINVS (Rasio FDI dg. Lag FDI)
199.603
0.5084
0.0120
0.0177
POPNAS (Jumlah Penduduk Indonesia)
400.891
0.6067
2.6925
3.9740
5 799.113
0.2486
TRENDD (Tren Waktu)
74.53277
0.9736
LINVRMG (Lag Invest. Minyak dan Gas Bumi)
0.322453
0.2347
Variabel
KRISIS (Dummy Krisis Ekonomi)
2
Adj-R = 0.91069; F-hitung = 33.29; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 1.858617
Tabel 38.
Hasil Estimasi Parameter Investasi Non-Minyak dan Gas Bumi Tahun 1986-2006 Variabel
Intercept (Intersep)
Parameter Estimasi
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
138 173.5 0.0005
LINTRIL (Lag Tingkat Suku Bunga)
-3 677.4 0.0010
-0.1224
-4.1740
LNTUKRR (Lag Nilai Tukar Rp/US$)
-16.4365 0.0043
-0.4970
-16.9480
TRENDD (Tren Waktu)
430.3034 0.7431
KRISIS (Dummy Krisis Ekonomi)
-93 414.8 0.0013
LINVNMG (Lag Invest.Non-Minyak&Gas Bumi)
0.970674 <.0001
2
Adj-R = 0.89292; F-hitung = 32.69; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 2.460511
Estimasi parameter bedakala nilai tukar rupiah sebesar 16.4365 dan mempunyai hubungan yang negatif. Respon investasi non-migas terhadap bedakala nilai tukar rupiah bersifat tidak elastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Selain itu dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, maka nilai investasi non-migas akan cenderung menurun sebesar Rp. 93 414.8 miliar. Nilai
196 investasi non-migas dipengaruhi secara nyata oleh variabel bedakalanya dengan besaran 0.970674. 3.
Investasi Nasional
Nilai investasi nasional adalah persamaan identitas yang diperoleh dari penjumlahan nilai investasi migas dan nilai investasi non-migas. INVESTt
= INVRMGt + INVNMGt
5.5.3. Belanja Pemerintah 1.
Belanja Pemerintah Non-Subsidi Bahan Bakar Minyak
Hasil estimasi parameter belanja pemerintah non-subsidi BBM disajikan pada Tabel 39. Estimasi parameter penerimaan dalam negeri pemerintah sebesar 0.993385 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon belanja pemerintah non-subsidi BBM terhadap penerimaan dalam negeri pemerintah bersifat tidak elastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Tabel 39.
Hasil Estimasi Parameter Belanja Pemerintah Non-Subsidi Bahan Bakar Minyak Tahun 1986-2006 Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Parameter Estimasi
Pr > |t|
Intercept (Intersep) REVDDN (Penerimaan Dalam Negeri Pemerintah)
21 295.93
0.4847
0.993385
0.0008
0.9193
1.0333
INFLSI (Tingkat Inflasi)
2 183.588
<.0001
0.1248
0.1403
TRENDD (Tren Waktu)
-4 583.55
0.2063
LGOVENS (Lag Blnja Pemerintah Non-BBM)
0.110305
0.5063
Variabel
2
Adj-R = 0.89218; F-hitung = 40.31; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 1.163919
Hasil estimasi parameter tingkat inflasi sebesar 2 183.588 dan dengan hubungan yang positif. Respon belanja pemerintah non-subsidi BBM terhadap tingkat inflasi bersifat tidak elastis, baik dalam jangka pendek mapun dalam jangka panjang.
197 2.
Belanja Pemerintah
Persamaan nilai belanja pemerintah atau anggaran belanja negara adalah: GOVEXPt = GOVENSt + SUBBBMt 5.5.4. Impor Nasional 1.
Impor Non-Bahan Bakar Minyak
Pada Tabel 40 disajikan hasil estimasi parameter impor non-BBM. Estimasi parameter tingkat inflasi sebesar 2 088.257 dan berhubungan positif. Baik dalam jangka pendek dan jangka panjang, respon impor non-BBM terhadap tingkat inflasi bersifat tidak elastis. Tabel 40.
Hasil Estimasi Parameter Impor Non-Bahan Bakar Minyak Tahun 1986-2006 Parameter Estimasi
Pr > |t|
Intercept (Intersep)
-901 589
0.0628
CPINDS (Indeks Harga Konsumen Dunia)
-3 010.86
0.5401
INFLSI (Tingkat Inflasi)
Variabel
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang -1.3252
-1.4347
2 088.257
0.1495
0.1151
0.1246
LNTUKRR (Lag Nilai Tukar Rp/US$)
-13.7374
0.0668
-0.3898
-0.4220
POPNAS (Jumlah Penduduk Indonesia)
7 165.514
0.1259
6.8705
7.4383
KRISIS (Dummy Krisis Ekonomi)
-8 795.08
0.8915
LIMPNBM (Lag Impor Non-BBM)
0.076328
0.7804
2
Adj-R = 0.82190; F-hitung = 15.61; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 1.613397
Estimasi parameter bedakala nilai tukar rupiah sebesar 13.7374 dan mempunyai hubungan yang negatif. Respon nilai impor non-BBM terhadap bedakala nilai tukar rupiah
bersifat tidak elastis, baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Estimasi parameter jumlah penduduk Indonesia sebesar 7 165.514 dan mempunyai hubungan yang positif. Baik dalam jangka pendek dan panjang, respon nilai impor non-BBM terhadap jumlah penduduk Indonesia bersifat elastis.
198 2.
Impor Nasional
Nilai impor nasional merupakan persamaan identitas yang berasal dari penjumlahan nilai impor BBM dan nilai impor non-BBM. IMPORTt = IMPBBMt + IMPNBMt 5.5.5. Ekspor Nasional 1.
Ekspor Non-Bahan Bakar Minyak
Hasil estimasi parameter nilai ekspor non-BBM disajikan pada Tabel 41. Estimasi parameter nilai tukar rupiah sebesar 45.68434 dan dengan hubungan yang positif. Baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, variabel ini bersifat tidak elastis. Tabel 41.
Hasil Estimasi Parameter Ekspor Non-Bahan Bakar Minyak Tahun 1986-2006 Variabel
Intercept (Intersep) INFLSS (Tingkat Inflasi Dunia)
Parameter Estimasi
Pr > |t|
-142 862
0.0967
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
11 213.69
0.2245
0.1090
0.4842
CPINDX (Indeks Harga Konsumen)
-221.617
0.7067
-0.0517
-0.2296
DNTUKRR (Perubahan Nilai Tukar Rp/US$)
45.68434
<.0001
0.0428
0.1901
PNWJBM (Penawaran BBM)
0.004252
0.0449
0.6573
2.9207
LEKSNBM (Lag Ekspor Non-BBM)
0.774934
<.0001
Adj-R2 = 0.97361; F-hitung = 141.21; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 2.422699
Estimasi parameter penawaran BBM sebesar 0.004252 dengan hubungan yang positif. Respon ekspor non-BBM terhadap penawaran BBM bersifat tidak elastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Hal ini sejalan dengan temuan Siddiqui (2004) yang mengatakan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara ketersediaan energi dengan kapasitas intensitas kegiatan ekonomi. Peningkatan ketersediaan energi akan cenderung merangsang kegiatan ekonomi pada tingkat yang lebih tinggi, termasuk kegiatan ekspor.
199 Nilai ekspor non-BBM dipengaruhi secara nyata oleh variabel bedakalanya. Apabila nilai ekspor non-BBM tahun lalu naik sebesar Rp. 1 miliar, maka nilai ekspor non-BBM pada tahun sekarang akan naik Rp. 0.774934 miliar. 2.
Ekspor Nasional
Nilai ekspor nasional merupakan persamaan identitas yang terdiri dari nilai ekspor BBM dan nilai ekspor non-BBM. Persamaan nilai ekspor BBM hanya meliputi nilai ekspor elpiji, karena ekspor premium, minyak solar, dan minyak tanah pada periode tahun 1986-2006 sangat kecil dan dapat diabaikan. EKSPORt = EKSRLGt + EKSNBMt 5.5.6. GDP Nasional
Nilai Gross Domestic Product (GDP) nasional adalah persamaan identitas, yang merupakan penjumlahan dari konsumsi nasional, investasi nasional, belanja pemerintah, ekspor nasional, dan dikurangi dengan impor nasional, yaitu: GDPNASt = KOSNASt + INVESTt + GOVEXPt + NETEKSt 5.6.
Blok Moneter
Hasil estimasi persamaan pada blok moneter yang meliputi penawaran uang, permintaan uang, nilai tukar rupiah, indek harga konsumen, dan tingkat suku bunga, menunjukkan semua persamaan memiliki daya penjelas tinggi, terlihat dari nilai koefisien determinasi (R2) yang bernilai antara 0.51186 hingga 0.99299. Dilihat dari hasil statistik uji-F, semua persamaan mempunyai nilai Pr > F bernilai alpha < 0.01. 1.
Penawaran Uang
Hasil estimasi parameter penawaran uang disajikan pada Tabel 42. Estimasi parameter tingkat suku bunga sebesar 2 571.971 dan mempunyai
200 hubungan yang positif. Respon penawaran uang terhadap tingkat suku bunga bersifat tidak elastis baik dalam jangka pendek maupun dalam panjang. Estimasi parameter GDP nasional sebesar 0.332875 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon penawaran uang terhadap GDP nasional bersifat tidak elastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Tabel 42.
Hasil Estimasi Parameter Penawaran Uang Tahun 1986-2006 Variabel
Intercept (Intersep)
Parameter Estimasi
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
-144 069
0.0020
INTRIL (Tingkat Suku Bunga)
2 571.971
0.0113
0.0323
0.1100
GDPNAS (GDP Nasional)
0.332875
0.0012
0.8186
2.7840
BANKTL (Total Kredit)
0.187252
<.0001
0.1341
0.4562
KRISIS (Dummy Krisis Ekonomi)
-27 775.3
0.3431
TRENDD (Tren Waktu)
-15 802.2
0.0070
LMONEYS (Lag Penawaran Uang)
0.705972
<.0001
2
Adj-R = 0.99299; F-hitung = 449.42; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 2.626985
Estimasi parameter total kredit bank sebesar 0.187252 dan mempunyai hubungan yang positif. Baik dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang, respon penawaran uang terhadap variabel ini bersifat tidak elastis. Seiring dengan berjalannya waktu penawaran uang cenderung menurun sebesar Rp. 15 802.2 miliar. Penurunan jumlah penawaran uang tampaknya bukan disebabkan oleh penurunan kapasitas kegiatan ekonomi, tapi oleh semakin luasnya penggunaan uang “plastik” berupa kartu kredit atau kartu debit. Sistem perbankan yang semakin maju dan berkembang memberi peluang bagi masyarakat untuk tidak memegang uang “cash” seperti biasa, namun tetap dapat melakukan transaksi dan kegiatan bisnis lainnya. Penawaran uang dipengaruhi secara nyata oleh variabel bedakalanya dengan besaran 0.705972.
201 2.
Permintaan Uang
Hasil estimasi parameter permintaan uang disajikan pada Tabel 43. Estimasi parameter tingkat suku bunga sebesar 2 904.01 dan mempunyai hubungan yang negatif. Respon permintaan uang terhadap tingkat suku bunga bersifat tidak elastis, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Tabel 43.
Hasil Estimasi Parameter Permintaan Uang Tahun 1986-2006 Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Parameter Estimasi
Pr > |t|
Intercept (Intersep)
139 390.8
0.0205
INTRIL (Tingkat Suku Bunga)
-2 904.01
0.1917
-0.0352
-0.0420
NTUKRR (Nilai Tukar Rp/US$)
-31.9808
0.0049
-0.3641
-0.4352
MONEYS (Penawaran Uang)
1.025931
0.0044
0.9877
1.1805
LMONEYD (Lag Permintaan Uang)
0.163295
0.6067
Variabel
2
Adj-R = 0.96411; F-hitung = 128.60; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 1.949389
Estimasi parameter nilai tukar rupiah sebesar 31.9808 dan mempunyai hubungan yang negatif. Respon permintaan uang terhadap nilai tukar rupiah bersifat tidak elastis, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Estimasi parameter penawaran uang sebesar 1.025931 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon permintaan uang terhadap penawaran uang bersifat tidak elastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. 3.
Nilai Tukar Rupiah
Hasil estimasi parameter nilai tukar rupiah disajikan pada Tabel 44. Estimasi parameter FDI sebesar 0.16761 dan mempunyai hubungan yang negatif. Respon nilai tukar rupiah terhadap nilai FDI bersifat tidak elastis, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Estimasi parameter perubahan cadangan devisa sebesar 0.20648 dan mempunyai hubungan negatif. Respon nilai
202 tukar rupiah terhadap perubahan cadangan devisa bersifat inelastis, baik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Tabel 44.
Hasil Estimasi Parameter Nilai Tukar Rupiah Tahun 1986-2006 Parameter Estimasi
Pr > |t|
Intercept (Intersep)
5 270.346
0.0025
CPIN_2 (Rasio IHK dg. IHK Dunia)
1 450.247
0.2163
Variabel
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang 0.1769
0.1854
FDINVS (Foreign Direct investment)
-0.16761
0.0996
-0.0703
-0.0737
DDEVISS (Perubahan Cadangan Devisa)
-0.20648
0.0518
-0.0388
-0.0407
0.04588
0.8572
LNTUKRR (Lag Nilai Tukar Rp/US$) 2
Adj-R = 0.57913; F-hitung = 7.54; Pr > F bernilai 0.0015; DW = 1.771635
4.
Indeks Harga Konsumen
Hasil estimasi parameter indeks harga konsumen disajikan pada Tabel 45. Estimasi parameter harga tertimbang premium, minyak tanah, dan minyak solar sebesar 0.007563 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon indeks harga konsumen terhadap harga tertimbang premium, minyak tanah, dan minyak solar bersifat tidak elastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Tabel 45.
Hasil Estimasi Parameter Indeks Harga Konsumen Tahun 19862006 Variabel
Intercept (Intersep) HTMCPK (Harga Rata-rata Tertimbang Premium, Minyak Solar, dan Minyak Tanah) LMONEYS (Lag Penawaran Uang) LCPINDX (Lag Indeks Harga Konsumen)
Parameter Estimasi
Pr > |t|
-11.8457
0.0593
0.007563 0.000037 0.897738
0.1431 0.0069 <.0001
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
0.1088 0.2433
1.0635 2.3791
Adj-R2 = 0.98814; F-hitung = 528.80; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 1.717795
Estimasi parameter bedakala penawaran uang sebesar 0.000037 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon indeks harga konsumen terhadap bedakala penawaran uang bersifat tidak elastis dalam jangka pendek dan elastis
203 dalam jangka panjang. Di samping itu indeks harga konsumen dipengaruhi secara nyata oleh variabel bedakalanya dengan besaran 0.897738. 5.
Tingkat Suku Bunga
Hasil estimasi parameter tingkat suku bunga disajikan pada Tabel 46. Apabila terjadi krisis ekonomi, maka tingkat suku bunga akan cenderung turun sebesar 21.304 persen, ceteris paribus. Tabel 46.
Hasil Estimasi Parameter Tingkat Suku Bunga Tahun 1986-2006 Variabel
Intercept (Intersep) MONEYS (Penawaran Uang) RMONEYD (Rasio Permint Uang thd. Lag-nya) DINVEST (Perubahan Investasi) KRISIS (Dummy Krisis Ekonomi)
Parameter Estimasi
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
1.203584 -6.16E-06 9.420449 3.68E-06 -21.304
0.9537 0.4659 0.5818 0.9538 0.0071
-0.4898 1.5295 0.0050
-
Adj-R2 = 0.51186; F-hitung = 5.98; Pr > F bernilai 0.0044; DW = 2.451757
5.7.
Blok Pasar Tenaga Kerja
Hasil estimasi persamaan pada blok pasar tenaga kerja yang meliputi penawaran dan permintaan tenaga kerja dan upah tenaga kerja, menunjukkan semua persamaan memiliki daya penjelas cukup tinggi, terlihat dari nilai koefisien determinasi (R2) yang bernilai antara 0.61627 hingga 0.98295. Dilihat dari hasil statistik uji-F, semua persamaan mempunyai nilai Pr > F bernilai alpha < 0.01. 1.
Penawaran Tenaga Kerja
Hasil estimasi parameter penawaran tenaga kerja disajikan pada Tabel 47. Estimasi parameter jumlah penduduk Indonesia sebesar 0.382762 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon penawaran tenaga kerja terhadap jumlah penduduk Indonesia mempunyai nilai elastisitas jangka pendek sebesar 0.8434 dan jangka panjang sebesar 1.6439. Selain itu penawaran tenaga kerja dipengaruhi secara nyata oleh variabel bedakalanya dengan besaran 0.48698.
204 Tabel 47.
Hasil Estimasi Parameter Penawaran Tenaga Kerja Tahun 1986-2006 Elastisitas
Parameter Estimasi
Pr > |t|
-29.896
0.0574
UMRNAS (Upah Tenaga Kerja)
0.002136
0.4811
POPNAS (Jumlah Penduduk Indonesia)
0.382762
0.0523
0.8434
1.6439
DGOVENS (Perub. Belanja Pem. Non-BBM)
5.67E-06
0.4628
-0.0055
-0.0108
0.48698
0.0657
Variabel Intercept (Intersep)
LLABORS (Lag Penawaran Tenaga Kerja)
Jangka Pendek
Jangka Panjang
0.0141
0.0275
2
Adj-R = 0.98295; F-hitung = 274.86; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 2.176923
2.
Permintaan Tenaga Kerja
Hasil estimasi parameter permintaan tenaga kerja disajikan pada Tabel 48. Estimasi parameter GDP nasional sebesar 6.68 x 10-6 dan mempunyai hubungan positif. Respon permintaan tenaga kerja terhadap GDP nasional mempunyai nilai elastisitas jangka pendek sebesar 0.1013 dan jangka panjang sebesar 0.2640. Permintaan tenaga kerja dipengaruhi secara nyata oleh variabel bedakalanya dengan besaran 0.616336. Tabel 48.
Hasil Estimasi Parameter Permintaan Tenaga Kerja Tahun 1986-2006 Elastisitas
Parameter Estimasi
Pr > |t|
Intercept (Intersep)
25.24131
0.1024
LUMRNAS (Lag Upah Tenaga Kerja)
-0.00058
GDPNAS (GDP Nasional) LLABORD (Lag Permintaan Tenaga Kerja)
Variabel
Jangka Pendek
Jangka Panjang
0.8659
-0.0039
-0.0101
6.68E-06
0.1576
0.1013
0.2640
0.616336
0.0188
2
Adj-R = 0.95585; F-hitung = 138.13; Pr > F bernilai < 0.0001; DW = 2.751762
3.
Upah Tenaga Kerja
Hasil estimasi parameter upah tenaga kerja disajikan pada Tabel 49. Estimasi parameter bedakala penawaran tenaga kerja sebesar 31.8223 dan mempunyai hubungan yang negatif. Respon upah tenaga kerja terhadap bedakala
205 penawaran tenaga kerja bersifat elastis, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Seiring dengan berjalannya waktu, upah tenaga kerja meningkat sebesar Rp. 62.27182 per bulan. Upah tenaga kerja dipengaruhi secara nyata oleh variabel bedakalanya dengan besaran 0.721639. Tabel 49.
Hasil Estimasi Parameter Upah Tenaga Kerja Tahun 1986-2006 Variabel
Intercept (Intersep)
Parameter Estimasi
Pr > |t|
2 247.657
0.0417
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
LLABORS (Lag Penawaran Tenaga Kerja)
-31.8223
0.0538
-4.5350
-16.2916
DLABORD (Perub. Permintaan Tenaga Kerja)
2.084503
0.8463
0.0165
0.0592
KRISIP (Dummy Pemilu)
53.38795
0.2271
TRENDD (Tren Waktu)
62.27182
0.0560
LUMRNAS (Lag Upah Tenaga Kerja)
0.721639
0.0002
Adj-R2 = 0.61627; F-hitung = 7.10; Pr > F bernilai 0.0017; DW =1.864732
5.8.
Blok Kinerja Perekonomian
1.
Jumlah Pengangguran
Persamaan pengangguran di Indonesia (UNEMPLt) adalah: UNEMPLt = LABORSt - LABORDt 2.
Tingkat Inflasi Domestik
Persamaan tingkat inflasi domestik (INFLSIt) adalah: INFLSIt = (CPINDXt - CPINDXt-1) / CPINDXt-1 * 100 3.
Ekspor Bersih
Persamaan ekspor bersih atau Balance of Trade (NETEKSt) adalah: NETEKSt = EKSPORt - IMPORTt 4. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
Persamaan pertumbuhan ekonomi Indonesia (GROWTHt) adalah:
206 GROWTHt 5.9.
= (GDPNASt - GDPNASt-1 ) / GDPNASt-1 * 100
Blok Kemiskinan
Hasil estimasi persamaan pada blok kemiskinan yang meliputi kemiskinan di perdesaan dan perkotaan, menunjukkan semua persamaan memiliki daya penjelas cukup tinggi, terlihat dari nilai koefisien determinasi (R2) yang bernilai antara 0.36550 hingga 0.64139. Dilihat dari hasil statistik uji-F, persamaan kemiskinan di perdesaan mempunyai nilai Pr > F bernilai alpha < 0.01 dan persamaan kemiskinan di perkotaan mempunyai nilai Pr > F bernilai alpha > 0.01. 1.
Kemiskinan di Perdesaan
Hasil estimasi parameter jumlah penduduk miskin di perdesaan disajikan pada Tabel 50. Estimasi parameter tingkat inflasi sebesar 0.133437 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon kemiskinan di perdesaan terhadap tingkat inflasi mempunyai nilai elastisitas jangka pendek sebesar 0.0548 dan jangka panjang sebesar 0.1379. Tabel 50.
Hasil Estimasi Parameter Kemiskinan di Perdesaan Tahun 19862006 Variabel
Parameter Estimasi
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Intercept (Intersep)
8.885239
0.3401
INFLSI (Tingkat Inflasi)
0.133437
0.0132
0.0548
0.1379
-0.000020
0.2829
-0.1442
-0.3629
UNEMPL (Jumlah Pengangguran)
0.356018
0.2702
0.0699
0.1758
HJECKB (Harga Jual Eceran Kayu Bakar)
0.002710
0.6439
0.0751
0.1888
LJOVDES (Lag Jumlah Penduduk Miskin Desa)
0.602540
0.0014
LGOVEXP (Lag Belanja Pemerintah)
Adj-R2 = 0.64139; F-hitung = 7.80; Pr > F bernilai 0.0011; DW = 1.922797
Di dalam penelitian ini, inflasi merupakan pertumbuhan dari Indeks Harga Konsumen yang salah satunya dipengaruhi oleh harga tertimbang dari premium, minyak solar, dan minyak tanah. Seperti yang dinyatakan oleh Hasan, Sugema,
207 dan Ritonga (2005) bahwa kenaikan harga BBM meskipun diikuti dengan program kompensasi dengan efektivitas sebagaimana yang terekam dari data SUSENAS tahun 2004, tidak mengakibatkan penurunan tingkat kemiskinan. Selain itu jumlah penduduk miskin di perdesaan dipengaruhi secara nyata oleh variabel bedakalanya dengan besaran 0.602540. 2.
Kemiskinan di Perkotaan
Hasil estimasi parameter jumlah penduduk miskin di perkotaan disajikan pada Tabel 51. Estimasi parameter tingkat inflasi sebesar 0.135014 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon kemiskinan di perkotaan terhadap inflasi bersifat tidak elastis dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Tabel 51.
Hasil Estimasi Parameter Kemiskinan di Perkotaan Tahun 19862006 Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Parameter Estimasi
Pr > |t|
Intercept (Intersep)
12.30025
0.0205
INFLSI (Tingkat Inflasi)
0.135014
0.0103
0.1247
0.1446
GOVEXP (Belanja Pemerintah)
-0.00002
0.2929
-0.3528
-0.4092
UMRNAS (Upah Tenaga Kerja)
-0.00260
0.5581
-0.1252
-0.1452
LUNEMPL (Lag Jumlah Pengangguran)
0.354592
0.3572
0.1399
0.1623
LHJECLG (Lag Harga Jual Eceran Elpiji)
0.000068
0.9651
0.0098
0.0114
LJOVKOT (Lag Jumlah Penduduk Miskin Kota)
0.137808
0.5766
Variabel
2
Adj-R = 0.36550; F-hitung = 2.82; Pr > F bernilai 0.0551; DW = 2.208122
3.
Tingkat Kemiskinan
Persamaan
tingkat
kemiskinan
adalah
persamaan
identitas
yang
merupakan hasil operasi matematika dari jumlah kemiskinan di perdesaan, jumlah kemiskinan di perkotaan, dan jumlah penduduk Indonesia. POVERTt = (JOVDESt + JOVKOTt) / POPNASt x 100
208 5.10. Diskusi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran, Permintaan, Subsidi, dan Harga Bahan Bakar Minyak di Indonesia
Produksi BBM pada periode tahun 1995 sampai 2005 relatif stabil dan merupakan variabel eksogen. Ekspor BBM dilakukan secara sporadis dan dalam jumlah yang kecil, sehingga dapat diabaikan. Karena produksi relatif konstan, maka untuk memenuhi peningkatan konsumsi BBM dalam negeri, pemerintah mengimpor BBM. Khusus elpiji, produksinya sebagian besar diekspor karena keterbatasan daya serap konsumen dalam negeri. Impor elpiji baru dimulai pada tahun 2003 setelah kebutuhan konsumsi dalam negeri semakin meningkat. Penawaran premium, minyak solar, dan minyak tanah adalah persamaan yang identitas yang merupakan penjumlahan dari produksi ditambah impor dikurangi ekspor, dimana produksi dianggap tetap dan ekspor sangat kecil sehingga diabaikan dan karena itu penawarannnya dipengaruhi oleh impor sebagai persamaan struktural. Penawaran elpiji adalah persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari produksi ditambah impor dikurangi ekspor, dimana produksi dianggap tetap dan impor sangat kecil sehingga diabaikan dan karena itu penawarannya dipengaruhi oleh ekspor sebagai persamaan struktural. Impor premium, minyak solar, dan minyak tanah dipengaruhi oleh kemampuan daya serap pasar. Daya serap pasar premium ditunjukkan oleh indek harga konsumen, daya serap minyak solar ditunjukkan oleh indek harga konsumen dan jumlah kendaraan niaga, daya serap pasar minyak tanah ditunjukkan oleh jumlah penduduk karena 92.52 persen minyak tanah digunakan untuk memasak rumahtangga dan komersial. Sementara ekspor elpiji dipengaruhi secara nyata oleh produksi, harga dunia elpiji atau harga ekspornya, dan kecenderungan ekspor yang telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
209 Permintaan BBM di sektor transportasi pada hakikatnya mencerminkan tingkat kegiatan usaha perekonomian nasional. Sebanyak 96.65 persen premium diserap oleh sektor transportasi. Karena itu sesuai dengan kenyataan, permintaan premium secara nyata dipengaruhi oleh harga jual eceran premium dan jumlah kendaraan roda dua dan roda empat. Respon permintaan premium terhadap jumlah kendaraan roda dua dan empat di dalam negeri bersifat elastis dalam jangka panjang. Sebanyak 44.91 persen dan 38.61 persen minyak solar diserap berturutturut oleh sektor transportasi dan industri. Sesuai dengan kenyataan, permintaan minyak solar oleh sektor transportasi dipengaruhi secara nyata oleh harga jual eceran minyak solar dan jumlah kendaraan niaga. Respon permintaan minyak solar terhadap harga jual eceran dan kendaraan niaga bersifat elastis dalam jangka panjang. Permintaan minyak solar oleh sektor industri dipengaruhi oleh jumlah industri, dengan respon elastis dalam jangka panjang. Sebanyak 92.52 persen minyak tanah dikonsumsi oleh sektor rumahtangga dan komersial. Permintaan minyak tanah dipengaruhi secara nyata oleh harga jual eceran minyak tanah dan jumlah penduduk. Karena itu jumlah penduduk mempengaruhi perilaku permintaan minyak tanah di sektor rumahtangga dan komersial dengan respon yang elastis dalam jangka pendek dan panjang. Sebanyak 71.74 persen elpiji dikonsumsi oleh sektor rumahtangga dan komersial. Permintaan elpiji dipengaruhi secara nyata oleh jumlah penduduk dengan respon yang elastis baik jangka pendek maupun jangka panjang. Meskipun subsidi harga BBM merupakan kebijakan fiskal dan proses penetapannya cenderung mengikuti dialektika politik, namun berdasarkan temuan
210 estimasi model, ada beberapa variabel yang mempengaruhi perilaku subsidi harga BBM, yaitu harga dunia BBM, nilai tukar rupiah, penerimaan dalam negeri pemerintah, dan bedakala subsidi harganya masing-masing. Harga dunia BBM mempengaruhi subsidi harga BBM, kecuali minyak solar. Selain itu respon subsidi harga premium, minyak solar, dan minyak tanah terhadap harga dunia BBM bersifat elastis, baik dalam jangka pendek dan jangka panjang; kecuali subsidi elpiji yang inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa pergerakan harga dunia BBM mempengaruhi secara dominan perubahan subsidi harga premium, minyak solar, dan minyak tanah. Harga jual eceran BBM menjadi sinyal bagi produsen untuk berproduksi dan bagi konsumen untuk menentukan jumlah konsumsinya. Persamaan harga jual eceran BBM adalah persamaan identitas yang merupakan pengurangan dari harga keekonomian BBM dengan subsidi harga BBM. Harga jual eceran BBM merupakan pencerminan dari besaran subsidi harga BBM. Kebijakan subsidi harga BBM merupakan faktor yang mendistorsi keseimbangan permintaan dan penawaran BBM di dalam negeri. Subsidi harga BBM dipengaruhi secara nyata oleh nilai tukar rupiah dan bersifat elastis dalam jangka pendek dan panjang, kecuali elpiji yang hanya elastis untuk jangka panjang. Hal ini terjadi karena Indonesia mengimpor BBM untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Fluktuasi nilai tukar rupiah menentukan besaran harga keekonomian BBM dalam rupiah, besaran harga jual eceran BBM, dan besaran subsidi harganya. Hal ini menunjukkan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah mempengaruhi secara dominan perubahan besaran subsidi harga premium, minyak solar, minyak tanah, dan elpiji.
211 Penerimaan dalam negeri pemerintah ternyata tidak mempengaruhi subsidi harga BBM secara nyata. Karena pertimbangan ekonomi tidak dapat menjelaskan hubungan antara penerimaan dalam negeri pemerintah dengan subsidi harga BBM, tampaknya hubungan itu dapat dijelaskan dengan pertimbangan nonekonomi, seperti sosial politik. Proses penentuan besaran subsidi BBM lebih banyak diwarnai oleh proses politik antara pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat RI yang kemudian dituangkan dalam dokumen UU APBN. Proses politik ini didasarkan pada kesepakatan asumsi-asumsi makro seperti nilai tukar rupiah, harga dunia minyak mentah, besaran inflasi mendatang, produksi minyak mentah, tingkat buku bunga Sertifikat Bank Indonesia, dan target pertumbuhan ekonomi. Termasuk dalam proses politik tersebut adalah kesepakatan harga jual eceran BBM dalam tahun anggaran berjalan dan tahun depan. Terkait dengan besaran belanja yang menjadi kesepakatan politik, pemerintah diberikan keleluasaan untuk memperoleh sumber-sumber penerimaan negara. Sumber penerimaan negara terutama berasal dari penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, penjualan obligasi pemerintah, hibah dan bantuan asing. Penerimaan pajak dan bukan pajak biasanya masuk dalam kategori penerimaan dalam negeri pemerintah.