OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA
REKOMENDASI Nomor : Q0 1'r'/REK/0341.2012/PD-02/VI/2012 TENTANG MALADMINISTRASI DALAM PENYELENGGARAAN PEMERIKSAAN KEAMANAN TERHADAPKARGO DAN POS YANG DIANGKUT DENGAN PESAWAT UDARA OLEH REGULATED AGENT(RA) SEBAGAIMANA DIATUR DALAM SKEP 255/IV/2011 TENTANG PEMERIKSAAN KEAMANAN KARGO DAN POS YANG DIANGKUT DENGAN PESAWAT UDARA YANG KEMUDIAN DIUBAH DENGAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR KP. 152 TAHUN 2012 TENTANG PENGAMANAN KARGO DAN POS YANG DIANGKUT DENGAN PESAWAT UDARA.
n u __.._.
",o;A
v.v
r _ lQ~ Lt 5 &
7 Jakarta Selatan 12920 Telepon : (021) 52960894-95, Fax: (021) 52960907 - 08
REKOMENDASI Nomor: 00 I '{/REK/0341.2012/PD-02/VI/2012
OMBUDSMAN REPUBUK INDONESIA Berdasarkan kewenangan yang diatur dalam Pasal 7 huruf (d) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008, Ombudsman RI telah melakukan investigasi alas prakarsa sendiri terhadap Penyelenggaraan Pemeriksaan Keamanan terhadap Kargo dan Pos yang Diangkut dengan Pesawat Udara oleh Regulated Agent (RA) sebagaimana diatur dalam SKEP 255/N/2011 tentang Pemeriksaan Keamanan Kargo dan Pos yang diangkut dengan Pesawat Udara yang kemudian diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP. 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut dengan Pesawat Udara.
I. URAIAN PERMASALAHAN
1. Dalam upaya meningkatkan keamanan penerbangan, sejak tahun 2010 Pemerintah melalui Menteri Perhubungan RI telah menerbitkan beberapa ketentuan berkenaan dengan badan hukum yang diberikan kewenangan melakukan pemeriksaan kargo di bandara. Ketentuan tersebut antara lain Keputusan Menteri Perhubungan RI KM 9 Tahun 2010 tentang Program Keamanan Penerbangan Nasional, SKEP/47/N/2010 tanggal 19 April 2010 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Kargo Dan Pas Yang Diangkut Dengan Pesawat Udara Sipil Dan Tata cara Pemberian 5ertlfikat 5ebagai Regulated Agent dan SKEP/255/N/2011 tanggal 21 April 2011 tentang Pemeriksaan Keamanan Kargo dan Pas yang diangkut dengan Pesawat Udara. 2. Dalam pelaksanaan ketentuan dimaksud yaitu pemeriksaan kargo yang dilakukan oleh RA menlmbulkan kontroversi karena banyak ditemukan permasalahan. Permasalahan tersebut antara lain
peran dan fungsi RA belum mampu mendorong peningkatan
jaminan keamanan; besaran tarif yang dibebankan untuk jasa pemeriksaan oleh RA menjadi jauh lebih mahal; jumlah RA terbatas; dan mekanisme koordinasl antara RA dengan instansi pengawasan lainnya seperti Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak jelas dan tumpang tindih.
1
3. Berbagai permasalahan yang timbul tersebut dlsampalkan oleh seluruh stakeholders yang berkaitan dengan kargo dan pos. Para pengusaha selaku pengguna jasa cargo melalui Kamar Dagang Indonesia (KADIN), Asperindo, ALFI, Euro Charm, Gapeksi, PT. Pos Indonesia, Serikat Penerbit Surat Kabar dan investor asing lainnya mengeluhkan tentang tidak profesionalnya penyelenggara dan pelaksana RA dalam melakukan pemeriksaan keamanan kargo udara dan tingginya biaya pemeriksaan yang dibebankan kepada pengguna jasa. Selain Kadin, keluhan juga disampaikan oleh instansi pemerintah lainnya, seperti Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Badan Karantina Tumbuhan berkenaan dengan tumpang tindihnya fungsi RA dengan fungsi pengawasan dan keamanan yang dilakukan oleh instansi lain sesuai peraturan perundang-undangan. 4. Berkenaan
adanya
beberapa
permasalahan
yang
dikeluhkan
Kementerian
Perhubungan telah melakukan beberapa kali pertemuan pembahasan dalam rangka penyelesaian masalah yang ditindaklanjuti dengan pembentukan 2 (dua) tim keeil yaitu; Tim perumusan tarif dan Tim perumusan revisi substansi SKEP/255/IV/2011. Namun
dalam
perkembangannya
permasalahan
tersebut
belum
memperoleh
penyelesaian. 5. Kebijakan RA melalui SKEP 47/IV/2010 dan SKEP/255/IV/2011 menimbulkan : a) Ekonomi biaya tinggi karena masyarakat selaku konsumen mengeluarkan biaya tambahan yang sebenamya tidak periu dan mengaklbatkan penurunan daya saing produk-produk ekspor Indonesia. b) Ketidakpastian biaya karena penetapan tarif diserahkan sepenuhnya kepada Operator RA tanpa keteriibatan pemerintah. c) Proses pemeriksaan belum mampu meningkatkan jaminan keselamatan dan ketepatan waktu bagi pengguna jasa tersebut.
2
D.
INVESTIGASI OMBUDSMAN RI
Ombudsman RI telah melakukan tahap-tahap investigasi dalam rangka menggali data dan informasi berkenaan dengan pelaksanaan pemeriksaan Keamanan Kargo dan Pos oleh RA:
1. Peninjauan lapangan, dengan temuan antara lain : a) Perusahaan RA yang beroperasi di Iini 2 (dua) Bandar Udara Soekamo-Hatta belum melengkapi semua infrastruktur yang diperlukan, misalnya
kapasitas
mesin X-Ray yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan terlalu kecil sehingga tidak dapat menampung kargo dalam volume besar. b) Terjadi penumpukan barang yang akan di periksa. c) Mata rantai proses pengiriman kargo yang lebih panjang dan lebih lama sehingga memerlukan biaya yang lebih besar dibanding pelaksanaan langsung pada lini 1 (satu). Adanya keharusan pelaksana RA berada di luar Iini 1 (satu) bandara sehingga menyebabkan faktor tidak efisien serta tidak menjamin keamanan. d) Proses pemeriksaan kargo dan pos melalui 2 (dua) kali tahapan, yaitu oleh perusahaan RA yang terdapat pada lini 2 (dua) kemudian dilakukan pemeriksaan ulang oleh maskapai penerbangan sendiri di Iini 1 (satu) menyebabkan peng/riman barang menjadi terlambat, termasuk resiko bagi jenis barang tertentu yang mudah rusak. e) Belum ada koordinasi yang baik dengan urusan kepabeanan dan karantina untuk jenis barang tertentu yang harus melalui Bea dan Cukai serta instansi yang mengurusi karantina menimbulkan tumpang tindih dan mata rantai proses menjadi lebih panjang.
1)
Tidak ada kejelasan tentang regulasi yang mengatur mengenai tanggung jawab masing-masing pihak yaitu perusahaan RA, maskapai penerbangan dan pemerintah sebagai regulator atas resiko keselamatan penerbangan.
2. Pada tanggal 7 Oktober 2011 Ombudsman RI melakukan pertemuan dengan
stakeholders terkait antara lain Direktur Jenderal Perhubungan Udara beserta jajaran, Tenaga Pengkaji Bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum Kepabeanan dan Cukai, Ditjen Bea dan Cukai, Balai Besar Karantina Pertanian Soekamo Hatta, Badan Karantina Ikan dan Hewan; dan Direktur Operasional Angkasa Pura II (Persero).
~
Adapun hasil yang diperoleh adalah :
3
a) Dirjen Perhubungan Udara menyatakan bahwa slstem pemeriksaan melalui RA
yang dlatur dalam SKEP/225/IV/2011 tanggal 21 April 2011 sesuai dengan persyaratan keamanan intemasional untuk penerbangan sipil sebagaimana diatur dalam ANNEX 17 of the International avil Aviation Organization (ICAO) yang telah ditetapkan oleh lCAO pada 1 Juli 2006. b) Direktur Jenderal Perhubungan Udara menyampalkan bahwa dalam rangka menindaldanjutl beberapa permasalahan yang dikeluhkan stakeholders, telah dilakukan
pembentukan
tim
keeil
guna
melakukan
kajian
terhadap
SKEP/255/IV/2011 dan besaran tarif pemeriksaan. lim dimaksud beranggotakan
stakeholdersterkait dan sampai saat Inl sedang dalam proses pembahasan. c) Menurut Perwakilan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pemberlakuan SKEP 255/IV/2011 dalam Impementasinya masih terdapat kendala karena belum ada koordinasi dengan instansi terkait lain yang juga memiliki fungsl pengawasan sepertl Dlrektorat Jenderal Bea dan Cukal yang tunduk pada ketentuan UU No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No.l0 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. d) Menurut Perwakilan Badan Karantina lkan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, dan Badan Karantina Tumbuhan, Kementerian Pertanlan RI pemberiakuan SKEP 255/IV/2011 dalam impementasinya masih terdapat kendala karena belum ada koordinasi dengan instansi terkalt lain yang juga memiliki fungsl pengawasan seperti Badan Karantina Hewan dan Tumbuhan yang tunduk pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan. e) Penjelasan Dlrektur Operasional PT. Angkasa Pura II (Persero) tarif yang berlaku untuk blaya pemeriksaan kargo dan pos sebelum SKEP/255/IV/2011 adalah sebesar Rp.60,00/kilogram secara coba-coba yang tidak didasarkan pada perhitungan bisnis yang memadai. Dalam rangka penyesuaian tarif dengan berlakunya SKEP/255/IV/2011 biaya pemeriksaan kargo dlnalkan dengan kisaran antara Rp.350,00-600,00/kilogram.
3. Ombudsman RI menerima surat Kepala Badan Karantina lkan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Nomor: 360/BKIPM/X/2011 Tanggal 11 Oktober 2011. Surat disampalkan menanggapi hasil
4
~
pertemuan dl Kantor Ombudsman RI pada tanggal 7 Oktober 2011 yang pada intinya; a) Untuk menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan surat keputusan dimaksud perlu segera ditindaklanjuti. b) Pemeriksaan barang-barang khusus (komoditi perikanan) yang masuk RA wajib dilengkapi 5ertifikat Kesehatan Ikan sebelum diberi label pemeriksaan keamanan. c) Perlu ada SOP terhadap pemeriksaan barang-barang kemasan dengan sanksi terhadap Regulated Agent apabila tidak memenuhi standar tersebut d) Khusus untuk komoditi perikanan yang hidup, pemeriksaan barang tidak dilakukan melalui X-Ray, hal tersebut untuk menghindari terjadinya perubahan sifat-sifat genetik pada ikan yang dilalulintaskan. e) Perlu adanya
team wo'*yang melibatkan seluruh instansi terkait di bandara.
4. Pada tanggal 12 Oktober 2011, Ombudsman RI mengirimkan surat kepada Direktur Jenderal
Perhubungan
340/SRT/ORI/Xl2011. Perhubungan
Udara
Udara,
5elanjutnya
Kementerian
Perhubungan
RI
pada
21
2011,
menyampaikan
tanggal tanggapan
Oktober melalui
surat
Nomor: Dirjen Nomor:
AU/11892/KUM.253/X/2011 yang antara lain menyatakan: a. Pemberlakuan
SKEP/255/IV/2011
tldak meniadakan
peraturan
perundang-
undangan sektor lain (UU 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan serta Badan Karantina Hewan dan Tumbuhan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan). Implementasi pelaksanaan pemeriksaan keamanan kargo dan pas yang akan diangkut dengan pesawat udara dapat dilakukan secara bersamaan sebelum kargo dan pos tersebut diangkut ke Bandar udara atau di Bandar udara sebelum dimuat ke pesawat udara. Sedangkan Regulated Agentharus memahami ketentuan terkait dimaksud.
b. Keterlibatan pemerintah dalam penentuan tarif berkenaan dengan tarif jasa penerbangan, Pemerintah hanya menetapkan pedoman penetapan tarif dalam bentuk struktur dan golongan tarif serta mekanisme penetapan tarif. Sedangkan besaran tarif dilakukan sendlrl oleh Operator Penerbangan (penyelenggara Angkutan Udara "Ail1in£!' dan Penyelenggara Bandar Udara "Airport'). Keglatan pemeriksaan keamanan kargo dan pos yang dilakukan oleh 5
Regulated Agent
~
merupakan pelimpahan keglatan Operator Penerbangan. Dengan kata lain
Regulated Agent melakukan pemeliksaan keamanan kargo dan pos bertindak untuk dan atas nama operator Penerbangan. Oengan demlkian talif yang dikenakan tersebut dapat merupakan bagian dali talif angkutan udara dan/atau tarif penanganan kargo dan pos di Bandar udara. Memperhatikan hal di atas dapat disampaikan bahwa terhadap talif atas pemeliksaan keamanan kargo dan pos yang dilakukan RA ditetapkan oleh penyedla jasa dengan berpedoman pada struktur dan
golongan talif serta
mekanisme penetapan talif yang ditetapkan oleh pemelintah. c. Mekanisme pembelian ijin RA diatur dalam SKEP/255/IV/2011 dengan mengacu pada ketentuan intemasional yaitu standard 4.6.2, lCAO Annex 17 Edisi 9 Amandemen 12, yang ber1aku mulai 1 Juli 2011, antara lain; 1) Persyaratan sebagal Regulated Agent: a) Memiliki struktur Organisasl b) Memiliki personil; c) Memiliki
atau
menguasai fasilitas/peralatan;
ruang
atau
bangunan,
peralatan pengawasan, peralatan pemeliksaan, kendaraan dan label pemeliksaan. d) Memiliki dokumen : •
Standar operasi prosedur dalam bentuk program keamanan Regulated
Agent yang disahkan oleh Oirjen Perhubungan Udara; •
5ertifikat keamanan pengiliman (consignment security certificate/CSC);
•
Barang berbahaya (dangerous goods document); dan
•
Lain yang terkalt pengiliman kargo dan pos.
e) Memiliki asuransi pemeliksaan keamanan kargo dan pas 2) Permohonan RA diajukan secara tertulis kepada Olrjen Perhubungan Udara dengan melampirkan : a) Akta pendilian badan usaha Indonesia yang usahanya bergerak dibidang pemeliksaan keamanan dan disahkan oleh Menteli yang berwenang; b) Izin usaha perusahaan;
6
c) Nomor pokok wajib pajak (NPWP) d) Surat domisili yang diterbltkan oleh instansl yang berwenang; e) Daftar personii; f)
Daftar fasiiitas/peralatan; dan
g) Standar operasl prosedur. 3) Terhadap permohonan tersebut, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara melakukan evaluasi, verifikasi dan survey ke lapangan, balk secara administrasi maupun teknls operasional. Berdasarkan hasH evaluasi, verifikasi dan survei ke lapangan, apabiia memenuhi persyaratan dan dinyatakan layak, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara menerbitkan ijin. 5.
Pada tanggal 12 Oktober 2011, Ombudsman RI mengirim surat kepada
Direktur
Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI Nomor:342/SRT/ORI/X/2012, yang ditanggapi dengan surat Nomor: 5-285/AG/2012 tanggal 8 Februari 2012 kepada Ombudsman RI. Pada intinya menyampaikan bahwa : a) Berdasarkan Bab V Pasal 10 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan mengatur bahwa penerbangan dikuasai oleh Negara dan pembinaannya
dilakukan
oleh
pemerintah
dalam
bentuk
pengaturan,
pengendalian dan pengawasan. b) Berkaitan dengan fungsi pembinaan yang dHakukan pemerintah diatur dalam Pasal 323, Pasal 325, Pasal 327, Pasal 329, Pasal 331 ayat 2. c) Pengenaan biaya jasa pemeriksaan kargo dan pos yang dHakukan RA bukan merupakan PNBP karena : •
Pemeriksaan fisik kargo dan pos yang dHakukan RA bukan merupakan pelaksanaan layanan yang menjadi fungsi dan kewajiban oleh Kementerian Perhubungan selaku instansl pemerintah tetapl merupakan pelaksanaan tanggung jawab yang seharusnya dUaksanakan oleh AiipOrtdan Airline.
•
RA bertindak untuk dan atas nama Operator Penerbangan. Dengan demikian, biaya atau jasa pemeriksaan kargo merupakan hubungan bisnis mumi antara penyedia jasa dan penerima jasa.
7
Dalam pelaksanaan keglatan pemeriksaan kargo dan pos, RA tidak menggunakan fasilitas Barang Milik Negara ataupun memperkerjakan personel Pemerintah. d) Penentuan besaran biaya jasa pemeriksaan kargo dan pos adalah kewenangan kedua belah pihak antara Operator Penerbangan sebagai pengguna jasa dan RA sebagai penyedia jasa. Namun penentuan besaran tarif harus tetap berpedoman pada struktur dan golongan tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah c.q Kementerian Perhubungan. e) Biaya pemeriksaan kargo dan pas yang dilakukan oleh RA bukan termasuk PNBP, maka pengaturan besaran tarif pemeriksaan kargo dan pos dapat diatur khusus sesuai dengan kewenangan Kementerian Perhubungan. 6.
Pada 14 Oktober 2011 Ombudsman RI melakukan pertemuan dengan stakeholders terkait, antara lain Kadin, pengusaha kawasan berikat, PT. PaS Indonesia, Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia (Asperindo), serta Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALA). Adapun hasil pertemuan antara lain : a) RA adalah agen inspeksi yang melakukan pemeriksaan keamanan kargo dan pos yang diangkut dengan penerbangan sipil bertujuan untuk meningkatkan keamanan pengangkutan barang pada penerbangan sipi!. b) Pemberlakuan RA menjadikan biaya pemeriksaan keamanan barang semakin mahal. Hal ini menjadikan usaha di bidang kargo udara Indonesia tidak kompetitif. c) Jumlah RA yang ada saat ini tidak sanggup menangani lalu Iintas cargo di Bandara Udara Soekamo-Hatta yang jumlahnya mencapai 900 (5embilan ratus) ton/hari. Hal ini didasarkan pada kecilnya kapasitas gudang dari masingmasing regulated agen dan kecilnya mesin X-Ray yang akan digunakan untuk melakukan pemeriksaan. d) Belum lengkapnya infrastruktur yang diperiukan dalam rangka memberikan pelayanan pemeriksaan. Seperti sarana transportasi untuk mengangkut barang, karena terbatasnya jumlah sarana transportasi menjadikan lamanya proses pengiriman barang setelah pemeriksaan. Sebagai contoh, PT. Pos Indonesia (Perserol dalam melakukan pengiriman barang ke Regulated Agent atau ke lini 1 (satu) setelah proses pemeriksaan oleh Regulated Agent
---
menggunakan sarana transportasi PT. Pas Indonesia (Perserol.
8
e) Pemeriksaan oleh RA dilakukan di luar IIni 1 (satu), hal tersebut akan semakln mengurangi tingkat keamanan barang karena tidak ada jaminan atas barang yang dikirim selama perjalanan dari gudang ke RA serta menuju Iini 1 (satu). 7. Pada tanggal 3 November 2011 Ombudsman RI melakukan pertemuan dengan Ketua Gabungan Perusahaan Export Indonesia. Para pengusaha pada intinya mengeluhkan ; a) Tingginya tarif pemeriksaan keamanan kargo dan pos yang dikenakan oleh pihak RA yang mengakibatkan semakin tingginya biaya produksi dan mengurangi daya saing usaha dengan negara kompetitor, dan yang dampaknya akan secara langsung memotong upah buruh atau mengakibatkan terjadinya PHK. b) salah satu perusahaan RA, yaitu PT. FAS memanfaatkan ijin RA tersebut untuk memberlakukan tarif berupa biaya sertifikat khusus untuk kawasan berikat, yaitu kawasan berikat dikenakan biaya Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta) pertahun dan Rp.300,00/kilogram pemeriksaan kargo dan pos. 8. Pada tanggal 2 Desember 2011, Ombudsman RI mengirimkan surat kepada Dnjen Perhubungan Udara Nomor: 546/0RI-SRT/XII/2011 perihal Permintaan penundaan sementara pemberlakuan RA dl Bandar Udara Intemasional Soekamo-Hatta. Atas hal tersebut Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerlan Perhubungan RI melalui surat Nomor: AU.206/1/2/DRJU-2012 tanggal 25 Januari 2012 memberikan penjelasan antara lain; a) Peraturan
Direktur
Jenderal
Perhubungan
Udara
Nomor
SKEP/255/IV/2011
merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 9 Tahun 2010 sebagai tindaklanjut amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009. Pelaksanaan SKEP/255/IV/2011 tidak mengesampingkan ketentuan perundangundangan yang berlaku pada instansi lain. b) Proses pemberian ijin badan hukum sebagai RA diatur dalam SKEP/255/IV/2011 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SE.027 tanggal 9 Nopember 2011, dimana setiap badan hukum yang bergerak di bidang Bandar udara, angkutan udara dan pengiriman kargo dan pas dapat diberikan ijin setelah memenuhi persyaratan. Sejak penetapan SKEP/255/IV/2011 badan hukum yang teiah mendapat ijin menjadi RA sebanyak 6 (enam) badan hukum, yang sedang dalam proses perijinan sebanyak 2 (dua) badan hukum dan yang dinyatakan belum memenuhi syarat sebanyak 12 (dua belas).
9
c) Pengenaan tarif telah sesuai dengan I<etentuan UU No. 1 Tahun 2009 tentang
penerbangan yang menyatakan bahwa jasa penanganan kargo dan pos merupakan bagian dari kegiatan pelayanan operasi pesawat udara di Bandar udara yang dikelompokan ke dalam pelayanan jasa terkait Bandar udara dan terhadap pelayanan jasa terkait Bandar udara dapat dikenakan tarif sesuai dengan jasa yang disediakan dan besaran tarif ditetapkan oleh penyedia jasa berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa. Berkenaan tarif dimaksud, Dirjen Perhubungan Udara telah menyampaikan surat kepada Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Udara RI Nomor: AU/14418/DKP.1317/XII/2011 tanggal 23 Desember 2011 guna meminta saran dan masukan. d) Pemeriksaan kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat udara dilakukan oleh 6 (enam) badan hukum yang telah memiliki ijin RA dengan mengoperasikan 31 (tiga puluh satu) mesin X-Ray yang dapat melayani pemeriksaan kargo dan pos dengan volume lebih kurang 1450 ton/hari. 9. Pada tanggal 8 Maret 2012, Ombudsman RI melakukan diskusi dan mengundang ahli kebijakan publik. Adapun hasil pertemuan antara lain ; a) Kebijakan SKEP/255/IV/2011 tidak melalui proses konsultasi publik pada hal suatu kebijakan publik yang baik idealnya membutuhkan konsultasi untuk memperoleh masukan dar! stakeholders dalam jangka waktu antara 6-24 bulan. b) Proses pembuatan suatu kebijakan harus dilakukan secara komperhensif dengan mengacu pada peraturan yang belaku. c) Suatu kebijakan yang sudah ditetapkan membutuhkan sosialisasi dan uji coba pelaksanaan, sehingga dapat memperoleh masukan bilamana terdapat kekurangan. d) Pelaksanaan kebijakan tersebut perlu dilkuti monitoring dan evaluasi secara berkala. 10. Pertemuan Ombudsman RI dengan The European Chambers Of Commerse (Euro Cham) pada tanggal 15 Maret 2012, yang pada intlnya memberikan masukan: a)
Bahwa Euro Cham sangat menghargai upaya pemerintah Indonesia dalam meningkatkan efisiensi sektor transportasi dan logistik demi keunggulan kompetitif Indonesia, tanpa mengabaikan standar keselamatan penerbangan kelas dunia.
b)
Implementasi kebijakan Kementerian Perhubungan RI (pemeriksaan keamanan dilakukan oleh RA berdasarkan SKEP 47/IV/2010 dan SKEP 255/IV/2011) menimbulkan keprihatinan karena :
10
1. Standar keamanan jUstru, menjadl berkurang, karena tidak adanya jaminan
kualitas pemerlksaan. Diketemukan di lapangan bahwa para Operator RA tidak memilikl keahlian yang memadai dan dl/aksanakan oleh tenaga out sourching yang tidak layak mendapatkan tanggung jawab besar.
2. Penambahan RA di luar Iini 1 (satu), secara nyata justru menjadikan pemeriksaan menjadi tidak handal dan mengakibatkan beberapa maskapai penerbangan tidak mempercayai RA,
yang kemudian mereka melakukan
pemeriksaan ulang melalui X Ray di Iini 1 sebelum kargo dan pos dimuat di pesawat mereka. 3. Khusus untuk kargo dan pos intemasional pada saat ini justru kembali kepada situasi sebelum implementasi SKEP 255/IV/2011, kecuali tarif yang naik beberapa kali Iipat. 4. Hilangnya kewajlban negara dalam mensupervisi keberadaan RA di Indonesia. Sebagai contoh di Malaysia dan Singapora tugas supervisi RA dilakukan oleh polisi
bandara. Akibatnya maskapai dan perusahaan kargo menjadi satu
satunya pemilik kewajiban untuk memastikan keamanan kargo dan pos yang mereka angkut, dimana dalam hal ini tidak ada konsekuensi apapun terhadap RA yang melakukan pemeriksaan. 5. Peningkatan tarlf yang sangat tajam darl Rp.60/Kg menjadi Rp.350-450/kg tanpa peningkatan kualitas keamanan dan pelayanan sangat membebani eksportir dari kalangan pengusaha karena volume ekspor mereka yang sangat tinggi melalui udara. 11. Berkenaan beberapa hal di atas, Ombudsman RI juga telah menerima salinan rekomendasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor : 167/K/VIII/2011 tanggal 18 Agustus 2011 yang intinya meminta Menterl Perhubungan untuk : 1. Merevisi SKEP 255/IV/2011 dengan mengadopsi definisi regulated agent
berdasarkan pengaturan ICAO dan lATA yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia. 2. Mengatur standar minimum pelayanan regulated agent yang bersifat wajib untuk dipenuhi oleh para pengusaha regulated agent 3. Mengatur
tarlf
batas
atas
pelayanan
mempertimbangkan struktur biaya, 11
regulated
kebutuhan
agent,
pendanaan
serta
dengan tingkat
keuntungan yang wajar. 5elain itu, Pemerintah per1u membandingkan harga untuk jasa sejenis yang dilakukan oleh Negara tetangga atau Iingkup terdekat. 4. Mempertimbangkan kembali rencana Pemerintah untuk mengatur kuota dan alokasl penggunaan x ray terhadap regulated agent karena dikhawatirkan akan terjadi praktek kartel dan penyalahgunaan posisi dominan.
5. Melakukan koordinasl dengan Direktorat Bea Cukai terkait pelaksanaan pemeriksaan, sehingga kegiatan pemeriksaan untuk pengiriman barang melalui transportasi udara bisa berjalan dengan efislen. 12. Dalam perkembangannya Direktur Jenderal Perhubungan Udara telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara NO.KP. 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo dan Pos yang diangkut dengan Pesawat Udara sebagai pengganti Surat Keputusan SKEP 255/'N/2011 tentang 2011 tentang Pemeriksaan Keamanan Kargo dan Pos yang diangkut dengan Pesawat Udara.
III. PENDAPAT OMBUDSMAN RI DAN BENTUK MALADMINISTRASI Ombudsman melakukan telaah leblh lanjut terhadap substansi permasalahan dengan mempertimbangkan peraturan
keterangan
perundang-undangan
dan
pihak-pihak terkait,
terkait,
maka
telaah
Ombudsman
dokumen
Republlk
serta
Indonesia
berpendapat bahwa :
A. Pendapat Ombudsman RI Pada prinsipnya Ombudsman RI memandang bahwa keamanan dan keselamatan penerbangan merupakan kewajiban Negara. 5ehingga diperiukan sebuah protokol atau prosedur pemenksaan terhadap muatan kargo dan pos yang mampu menjamin keselamatan penerbangan dengan mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang beriaku secara nasional dan intemasional Namun, Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP. 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo dan Pos yang dlangkut dengan Pesawat Udara, sebagai pengganti SKEP 255/'N/2011, maslh terdapat beberapa permasalahan, yaitu :
12
1. Pasal 1 angka 20 menyatakan bahwa "Regulated Agent adalah Badan Hukum
Indonesia yang melakukan keglatan usaha dengan Badan Usaha Angkutan Udara yang memperoleh izin dari Olrektur Jenderal untuk melaksanakan pemeriksaan keamanan terhadap kargo dan pos". Akan tetapi ketentuan Perdlrjen Hubud tersebut tldak mengatur tentang hubungan tanggung jawab yang terkalt dengan hak dan kewajiban antara Regulated Agent (selaku pihak pemeriksa) dengan Badan Usaha Angkutan Udara (selaku pengangkut kargo dan pos). 2. Terkait dengan permasalahan pada angka 1, Pasal 33 menyatakan bahwa "Badan Hukum Indonesia pemegang izin Regulated Agent atau pemegang sertifikat Pengirim Pabrikan (known shipper/known consignor) sebagaimana dimaksud Pasal 24 merupakan perwakilan/bertindak untuk dan atas nama Badan Usaha Angkutan Udara". Ketentuan Ini menimbulkan ketldakjelasan hubungan antara pemegang Izin RA atau pemegang sertifikat penglriman pabrikan dengan Badan Usaha Angkutan Udara. Ketidakjelasan hubungan inl mengaklbatkan pemegang izin RA atau pemegang sertifikat pengirim pabrikan tidak bertanggung jawab terhadap keselamatan penerbangan yang diselenggarakan oleh BUAU apabila mereka meloloskan barang Berbahaya yang seharusnya diperiksa dan diamankan sebelum sampai ke Pesawat Udara. 3. Pasal 3 Perdirjen Hubud menyebutkan bahwa "Badan Usaha Angkutan Udara bertanggung jawab terhadap keamanan pengangkutan kargo dan pos"; hal ini menunjukkan bahwa pemeriksaan kargo dan pos dilakukan oleh RA, akan tetapi tanggung jawab kesalahan berada di pihak BUAU. Hal inl berpotensi menimbulkan permasalahan besar, yaitu apablla RA lalai meloloskan barang berbahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan pesawat udara maka tanggung jawab kejadian tersebut tetap berada dl BUAU. Oalam Peraturan Olrjen Hubud tersebut hanya diatur mengenai sanksi administratif dan denda kepada RA (Pasal 29), namun tidak secara tegas mengatur tanggung jawab RA sebagai pelaksana pemeriksa keamanan kargo dan pos. 4. Pasal 19 ayat (1) menyatakan antara lain bahwa Pemeriksaan kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat udara dapat dilakukan dl luar kawasan Bandar Udara, yang berpotensi menimbulkan permasalahan baru, antara lain : b. Reslko keamanan penerbangan semakin tidak terjamin, karena hanya akan mengandalkan pada penggunaan kuncl Plastik Solid sebagalmana dimaksud
~
Pasal 20 ayat 4, sementara kunci plastlk solid dlmaksud sangat mudah dltiru dan dipalsukan. c. Resiko keamanan sebagaimana dimaksud hurut a, menimbulkan keraguan bagi BUAU terhadap hasil pemeriksaan RA. Akibatnya BUAU terpaksa melakukan pemeriksaan ulang dengan peralatan
scanner yang terletak di Iini 1 (satu)
tidak hanya terhadap barang sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat 3 Perdirjen Hubud tetapi terhadap seluruh barang walaupun secara acak. d. Proses pemeriksaan memerlukan waktu lebih panjang dan tidak pasti yang berpotensi menimbulkan beban biaya tambahan yang tidak ramah investasi. 5. Ketentuan Pasal 24 ayat 1 menyatakan antara lain bahwa "Pemeriksaan keamanan kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat udara dapat dilakukan oleh Badan Hukum Indonesia selain Badan Usaha Angkutan Udara setelah memiliki izin regulated agent dan sertifikat." Bahwa pasal ini sangat multi tafsir, yaitu penggunaan kata "dapat" dan "selain" dalam ketentuan tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum karena bisa ditafsirkan : a. pemeriksaan kargo dan pas dilakukan oleh Badan Hukum Indonesia (RA) dan Badan Usaha Angkutan Udara (airline yang sudah memiliki izin RA). b. Pemeriksaan kargo dan pos bisa cukup dilakukan oleh BUAU sendiri yang sudah memiliki izln RA tanpa melalui Badan Hukum Indonesia (RA). c. Pemerlksaan kargo dan pos tidak boleh dilakukan oleh BUAU. 6. Pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa "Biaya pemeriksaan keamanan kargo dan . pos yang diangkut dengan pesawat udara disesuaikan dengan jasa yang diberikan dan besaran tarit ditetapkan oleh penyedia jasa terkait berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa". Artlnya bahwa Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara ini membatasi kewenangan pemerintah untuk mengatur penetapan besaran golongan tarit RA, sehingga pemerintah tidak memllikl kesempatan untuk mengontrol dampak ekonoml biaya tinggl yang tidak ramah investasi dan melemahkan daya saing investasi Indonesia.
14
• B. Bentuk Maladministrasi
Berdasarkan hasH pemeriksaan, penelitian dokumen dan peraturan perundangundangan serta mendengarkan keterangan pihak-pihak terkait dan hasil investigasi lapangan,
Direktur
Jenderal
Perhubungan
Udara
telah
melakukan
tindakan
maladministrasi berupa: a. Melakukan pengabaian tanggung jawab dalam
menjamin
keamanan
dan
keselamatan penerbangan berupa : 1) Pelimpahan tanggung jawab hasH pemeriksaan Kargo dan Pos yang dilakukan oleh RA kepada BUAU. 2) memberikan izin untuk dilakukan pemeriksaan Kargo dan Pos di luar Lini 1. d. Kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dengan tanpa memberikan kepastian tarif jasa pemeriksaan kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat udara sehingga berpotensi menimbulkan praktek kartel dan melemahkan control Negara untuk mencegah ekonomi biaya tinggi yang berdampak melemahkan daya saing Investasi Indonesia.
IV. SARAN DAN REKOMENDASI 1.
saran
Ombudsman menyampaikan saran kepada Menteri Perhubungan RI agar:
1.
Membatalkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan udara Nomor KP. 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut dengan Pesawat Udara serta seluruh peraturan pelaksanaannya.
2.
Menerbitkan
Peraturan
Menteri
Perhubungan
RI
tentang
mekanisme
penyelenggaraan dan pelaksanaan pemeriksaan kargo dan pos udara yang lebih baik lagi yang setidaknya mengatur tentang: a. Tanggung jawab RA dalam menjamin keamanan penerbangan; b. Standar pelayanan publik dan standar keselamatan penerbangan dalam hal pelaksanaan pemeriksaan kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat udara yang diselenggarakan dan dilaksanakan oleh RA sesuai ketentuan
lCAO;
15
•
c. Struktur,
golongan
dan
mekanlsme
penetapan
tarif
yang
lebih
mengedepankan kepentlngan nasional dalam hal pertumbuhan investasi dan ekonomi Indonesiai d. Pengawasan pelaksanaan RA dengan melibatkan instansi kepolisian dan atau keamanan penerbangan (Aviation Security) yang memiliki kewenangan untuk menindak sesuai hukum yang bertaku apabila terjadi kelalaian dari pelaksanaan kewajiban RAi e. Perbaikan kriteria perusahaan swasta dan atau BUMN yang mendapatkan ijin sebagai RA sesuai ketentuan lCAO. 3.
Berkoordinasi secara intensif dengan Kementerian dan Lembaga Negara yang lain, serta melibatkan
pemangku
kepentingan terkait dalam
menyusun
Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada poin 2 (dua). 4. Melaksanakan Rekomendasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor: 167/K/VIII/2011 tanggal 18 Agustus 2011.
2.
Rekomendasi Ombudsman menyampaikan Rekomendasi kepada Menteri Perhubungan RI untuk: a. Memperhatikan benar-benar standar keselamatan penerbangan dan kepentingan Negara Republik Indonesia dalam menciptakan iklim Investasi yang kondusif demi peningkatan pertumbuhan ekonomi, yaitu : 1)
Memperjelas hubungan antara RA dengan BUAU berkenaan dengan tanggung jawab terhadap hasil pemeriksaan Kargo dan Pos yang diangkut oleh pesawat yang dilakukan oleh RA.
2)
Bahwa pemeriksaan kargo dan pos hanya dilakukan di Lini 1 atau setidaknya dilakukan dalam area terbatas kawasan Bandar Udara.
b. Menetapkan batas atas tarif jasa pemeriksaan kargo dan pos yang dilakukan oleh RA berdasarkan perhitungan struktur biaya yang wajar dan jelas dengan melibatkan dan memperhatikan pendapat para pemangku kepentingan demi mencegah ekonomi biaya tinggi.
16