HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU IBU DALAM MENERAPKAN TOILET TRAINING DENGAN KEBIASAAN MENGOMPOL PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI RW 02 KELURAHAN BABAKAN KOTA TANGERANG Skripsi Diajukan Sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh : SRI FITDIYAH NINGSIH 108104000056
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H / 2012 M
i
ii
iii
iv
RIWAYAT HIDUP
Nama
: SRI FITDIYAH NINGSIH
Tempat, Tanggal Lahir
: Tangerang, 15 April 1989
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Alamat
: Jl. Perintis Kemerdekaan Gg. Teladan IV RT 003 RW 02 No. 6 Babakan – Tangerang 15118
Anak ke
: 3 dari 3 bersaudara
Telepon
: 085693641348
E-mail
:
[email protected] atau
[email protected]
Riwayat Pendidikan
:
1. TK Al- Husna Kota Tangerang
tahun 1993-1995
2. SD Negeri Tangerang 2
tahun 1995-2001
3. Madrasah At-Taqwa Tangerang
tahun 1997-2001
4. SMP Negeri 17 Tangerang
tahun 2001-2004
5. SMA Negeri 7 Tangerang
tahun 2004-2007
6. S1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2008-2012
Pengalaman Organisasi
:
1. Anggota Pramuka SMP Negeri 17 Tangerang tahun 2001-2004 2. Bendahara OSIS SMP Negeri 17 Tangerang tahun 2002-2003 3. Anggota Paskibra SMA Negeri 7 Tangerang tahun 2004-2007 4. Bendahara OSIS SMA Negeri 7 Tangerang tahun 2005-2006 5. Staf Divisi Infokom BEMJ Ilmu Keperawatan tahun 2009-2010. 6. Ketua Departemen Informasi dan Komunikasi BEMJ Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010-2012.
v
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, September 2012 Sri Fitdiyah Ningsih, NIM: 108104000056 Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training dengan Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang xxi + 110 halaman + 16 tabel + 2 gambar + 5 lampiran
ABSTRAK
Kebiasaan mengompol merupakan kondisi yang sering terjadi pada anak usia prasekolah, padahal pada usia ini anak sudah dapat mengontrol buang air kecilnya. Salah satu upaya mengatasi kebiasaan ini adalah toilet training. Agar penerapan toilet training berjalan baik, perlu adanya pemahaman dan tindakan yang nyata tentang toilet training dari orang tua terutama ibu, karena ibu adalah orang terdekat bagi anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode cross sectional. Sampel yang digunakan sebanyak 82 responden. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik total sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, kemudian data dianalisis menggunakan uji chi square dengan komputerisasi. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (p = 0,232) dan ada hubungan antara perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (p = 0,041). Agar anak dapat mengatasi kebiasaan mengompolnya maka perlu adanya penerapan toilet training yang baik oleh ibu.
Kata kunci : Anak usia prasekolah, Ibu, Kebiasaan mengompol, Pengetahuan, Perilaku, Toilet training Referensi : 42 (1997-2012)
vi
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Undergraduate Thesis, September 2012 Sri Fitdiyah Ningsih, NIM: 108104000056 The Relationship between Mother’s Knowledge and Behavior in Implementing Toilet Training with Enuresis Habit in Preschool Age Children in RW 02 Babakan Tangerang xxi + 110 pages + 16 tables + 2 pictures + 5 attachments
ABSTRACT Enuresis is the condition which is frequently happened in preschool children, where at this age children are should be able to control the urine. One of the effort to overcome this habit is toilet training. The good application of a toilet training need a real action from parents especially mother, because mother is the closest person to the child. This study aimed to determine the relationship between knowledge and behavior of mother in implementing toilet training with enuresis habit in preschool children in RW 02 Babakan Tangerang. This research is a quantitative study with cross sectional method. The sample used in this study was 82 respondent. This study was using the total sampling technique. Data collected using questionnaires, and were analyzed using chi square test with computerization. The results showed no correlation between mother knowledge about toilet training with enuresis habit in preschool age children (p = 0.232) and there was a correlation between the behavior of mother implementing toilet training with enuresis habit in preschool age children (p = 0.041). In order to overcome this enuresis habit, it is necessary for mother to implementing a good toilet training.
Key Word : Preschool age children, Mother, Enuresis Habit, Knowledge, Behavior, Toilet training Reference : 42 (1997-2012)
vii
LEMBAR PERSEMBAHAN
Skripsi ini ku persembahkan.. Untukmu… Mama, Bapak, dan Teteh Enchi khususnya kepadamu,,, Kakakku tercinta,,Indriyati,,, Ku tak dapat berkata apapun kecuali kata “Terima Kasih” Terima Kasih atas pengorbanan, ketulusan dan keikhlasanmu selama ini... Terima Kasih atas jasamu yang tak mungkin dapat ku balas,,, Terima Kasih atas kasih sayangmu kepada ku melebihi apapun..,
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb Alhamdulillahi rabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training dengan Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang”. Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan sehingga penulis tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Dalam penyelesaian skipsi, penulis sadar bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. DR (hc). Dr. Muhammad Kamil Tadjuddin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. dr. H.M. Djauhari W, AIF., PFK, selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
ix
4. Dra. Farida Hamid, Mpd, selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Ibu Tien Gartinah, MN, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Ibu Irma Nurbaeti, S.Kep, MKep, Sp.Mat, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pembimbing Akademik penulis selama perkuliahan. 7. Ibu Rita Yuliani S.Kp., M.Si. selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan masukan, nasihat, petunjuk dan arahan serta motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 8. Ibu Maulina Handayani S.Kp., M.Sc. selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan masukan, nasihat, petunjuk dan arahan serta motivasi kepada penulis dalam metodologi penyusunan skripsi ini. 9. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan dan membimbing penulis, serta staff akademik (Bapak Azib Rosyidi S. Psi dan Ibu Syamsiah) atas bantuannya yang telah memudahkan penulis dalam proses pembelajaran di PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 10. Segenap jajaran staf dan karyawan Perpustakaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN yang telah banyak membantu dalam menyediakan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.
x
11. Segenap Ketua RW dan Ketua RT Kelurahan Babakan Kota Tangerang yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian. 12. Segenap responden yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengisi kuisioner. 13. Orang tua tercinta (Bapak Uci Sanusi dan Ibu Sumaryati) yang telah memberikan kasih sayang tulus dan selalu mendoakan serta memberikan motivasi tiada hentinya kepada penulis. 14. Kakak – kakak penulis (Teteh Indriyati, Teteh Sri Budiarti dan Ka Wanto) yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil serta doa yang tiada henti. 15. Ade Sulistyawan yang telah menjadi motivator sehingga penulis selalu semangat dalam menyusun skripsi ini. 16. Keponakan penulis (Nisrina Al-Habsyi dan Irestha Felladivany) yang telah menjadi inspirasi dalam menyusun skripsi ini. 17. Teman-teman angkatan 2008 (Wensil, Nurfatimah, Selly, Novi, Pia, Sri K, Ika, Kiki dan semuanya) yang telah bersama-sama dengan penulis melewati hari-hari baik suka maupun duka dalam menyelesaikan perkuliahan di PSIK UIN Jakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang. Wassalamu’alaikum wr.wb Jakarta, September 2012
SRI FITDIYAH NINGSIH
xi
DAFTAR ISI
Halaman PERNYATAAN PERSETUJUAN ………………………………………… i LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………… ii LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………… iv RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………….. v ABSTRAK …………………………………………..……………………….. vi ABSTRACT ………………………………………………………………..... vii LEMBAR PERSEMBAHAN ………………………………………………. viii KATA PENGANTAR ……………………………………………………… ix DAFTAR ISI ………………………………………………………………… xii DAFTAR SINGKATAN …………………………………………………… xvii DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….. xviii DAFTAR TABEL ………………………………………………………...... xix DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………... xxi BAB I
PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1 A. Latar Belakang …………………………………………………… 1 B. Rumusan Masalah ………………………………………………... 7 C. Pertanyaan Penelitian …………………………………………….. 8 D. Tujuan ……………………………………………………………. 9 1. Tujuan Umum ………………………………………………... 9 2. Tujuan Khusus ……………………………………………….. 9 E. Manfaat …………………………………………………………... 10 1. Bagi Ilmu Pengetahuan ………………………………………. 10 2. Bagi Profesi Keperawatan ……………………………………. 10 3. Bagi Kelurahan Babakan Kota Tangerang ……...……………. 10 4. Bagi Peneliti ……...…………………………………………... 10 5. Bagi Peneliti Selanjutnya …………………………………….. 11 F. Ruang Lingkup Penelitian …………………………...…………… 11
xii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………. 12 A. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah …...…… 12 1. Pertumbuhan Fisik …………………………………………… 12 2. Perkembangan Motorik ………………………………………. 13 3. Perkembangan Kognitif ……...………………………………. 14 4. Perkembangan Psikoseksual …………………………………. 16 5. Perkembangan Psikososial …………………………………… 17 6. Perkembangan Moral ………………………………………… 18 B. Toilet Training …………………………………………………… 19 1. Pengertian ……………………………………………………. 19 2. Kesiapan Toilet Training …………………………………...... 19 3. Teknik Mengajarkan Toilet Training ………………………… 21 4. Hal yang perlu Diperhatikan selama Toilet Training ………… 23 5. Dampak Keberhasilan Toilet Training ……………………….. 24 6. Dampak Kegagalan Toilet Training ………………………….. 24 C. Kebiasaan Mengompol (Enuresis) ……………………………….. 25 1. Pengertian …………………………………………………….. 25 2. Penyebab …………………..…………………………………. 26 3. Jenis Enuresis ………………………………………………… 28 4. Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Mengompol (Enuresis) ………………………………………………………………… 29 5. Penatalaksanaan …………..………………………………….. 32 D. Pengetahuan ……………………………………………………… 35 1. Pengertian …………………………………………………….. 35 2. Tingkatan Pengetahuan ………………………………………. 36 3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan …………... 37 E. Perilaku …………………………………………………………... 39 1. Pengertian ……………………………………………………. 39 2. Proses Pembentukan Perilaku ………………………………... 40 3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seseorang …………….. 41 F. Penelitian Terkait ………………………………………………… 45 G. Kerangka Teori …………………………………………………... 49
xiii
BAB III KERANGKA
KONSEP,
HIPOTESIS
DAN
DEFINISI
OPERASIONAL ……………………………………………………. 50 A. Kerangka Konsep ………………………………………………… 50 B. Hipotesis ………………………………………………………….. 51 C. Definisi Operasional ……………………………………………… 52 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN …………………………………… 60 A. Desain Penelitian …………………………………………………. 60 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...………………………………....... 60 C. Populasi dan Sampel Penelitian ………………………………….. 61 D. Instrumen Penelitian ………………………………………………63 E. Uji Validitas dan Reliabilitas Penelitian …………………………. 68 1. Uji Validitas …………………………………………………. 68 2. Uji Reliabilitas ………………………………………………. 69 3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ………………………….. 70 F. Teknik Pengumpulan Data ………………………………………. 71 G. Pengolahan Data ………………………………………………… 73 H. Analisis Data …………………………………………………….. 74 1. Analisis Univariat …………………………………………… 74 2. Analisis Bivariat …………………………………………….. 75 I. Etika Penelitian ………………………………………………….. 76 BAB V HASIL PENELITIAN ………………………………………………. 79 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……………………………... 79 1. Gambaran Umum RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang ………………………………………………………………... 79 2. Gambaran Umum Karakteristik Responden …………………. 80 a) Usia Ibu ……………………………………………...…… 80 b) Tingkat Pendidikan Ibu …………………………………... 81 c) Status Pekerjaan Ibu ……………………………………… 83 d) Usia Anak ………………………………………………… 84 e) Jenis Kelamin Anak ……………………………………… 85
xiv
B. Analisis Univariat ………………………………………………… 85 1. Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training ...………. 85 2. Gambaran Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training … 89 3. Gambaran Kebiasaan Mengompol …………………………… 92 C. Analisis Bivariat ………………………………………………….. 93 1. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training dengan Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) ………………………………………………………………… 93 2. Hubungan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training dengan Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) ………………………………………………………... 94 BAB VI PEMBAHASAN …………………………………………………….. 96 A. Keterbatasan Penelitian ………………………………………….. 96 B. Gambaran Karakteristik Responden …………………………….. 97 1. Usia Ibu ……………………………………………………… 97 2. Tingkat Pendidikan Ibu ……………………………………… 98 3. Status Pekerjaan Ibu …………………………………………. 99 4. Usia Anak …………………………………………………… 100 5. Jenis Kelamin Anak ……………………………………….... 100 C. Hasil Analisis Univariat ………………………………………… 101 1. Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Toilet training ………... 101 2. Gambaran Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training …102 3. Gambaran Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) …………………………………………………. 103 D. Hasil Analisis Bivariat ………………………………………….. 103 1. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Toilet training dengan Kebiasaan Mengompol (Enuresis) pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) ………………………………………………….. 103 2. Hubungan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training dengan Kebiasaan Mengompol (Enuresis) pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) ……………………………………... 105
xv
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………… 108 A. Kesimpulan …………………………………………………….. 108 B. Saran ………………………………………………………….... 109 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xvi
DAFTAR SINGKATAN
BAB
= Buang Air Besar
BAK
= Buang Air Kecil
DSM-IV-TR = Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-IV-Text Revision RT
= Rukun Tetangga
RW
= Rukun Warga
SPSS
= Statistical Package for Social Science
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian ………………………………………. 49 Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ……………………………………. 50
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Definisi Operasional …………………………………………….. 52
Tabel 4.1
Indikator pengukuran pengetahuan ibu tentang toilet training …. 64
Tabel 5.1
Distribusi frekuensi usia ibu yang memiliki anak usia prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 …………………………………………………………………… 78
Tabel 5.2
Distribusi frekuensi ibu yang memiliki anak usia prasekolah berdasarkan tingkat pendidikan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 ……………………………………..…... 79
Tabel 5.3
Distribusi frekuensi ibu yang memiliki anak usia prasekolah berdasarkan kategori tingkat pendidikan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 ………………………….. 80
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Ibu yang Memiliki Anak Usia Prasekolah Berdasarkan Status Pekerjaan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 …………………………………………. 81
Tabel 5.5
Distribusi frekuensi ibu yang memiliki anak usia prasekolah berdasarkan kategori status pekerjaan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 ……………………………………. 82
Tabel 5.6
Distribusi frekuensi usia anak prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 …………………………. 82
Tabel 5.7
Distribusi frekuensi anak usia prasekolah berdasarkan jenis kelamin di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 ……. 83
Tabel 5.8
Distribusi frekuensi pengetahuan ibu tentang toilet training di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 ……………. 83
Tabel 5.9
Distribusi frekuensi responden berdasarkan kategori pengetahuan ibu tentang toilet training di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 ………………………………………………………. 86
Tabel 5.10
Distribusi frekuensi perilaku ibu dalam menerapkan toilet training di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 ………. 86
Tabel 5.11
Distribusi frekuensi responden berdasarkan kategori perilaku ibu dalam menerapkan toilet training di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 …………………………………….. 89
xix
Tabel 5.12
Distribusi frekuensi kebiasaan mengompol anak usia prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 ………. 89
Tabel 5.13
Hubungan pengetahuan ibu tentang toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 ……………….. 90
Tabel 5.14
Hubungan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 ……………. 91
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Permohonan Izin Pengambilan Data Lampiran 2 Surat Izin Pengambilan Data dari Kelurahan Babakan Kota Tangerang Lampiran 3 Lembar persetujuan menjadi responden penelitian (Informed consent) Lampiran 4 Kuesioner penelitian Lampiran 5 Hasil uji statistik penelitian
xxi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua istilah yang berbeda, namun keduanya tidak dapat dipisahkan dan bersifat interdependen (Potter & Perry, 2005). Pertumbuhan didefinisikan sebagai bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh seseorang karena bertambahnya jumlah dan besarnya sel secara kuantitatif, seperti pertambahan ukuran berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala. Perkembangan didefinisikan sebagai pertambahan kematangan fungsi dari masing-masing tubuh dan bersifat kualitatif, seperti kemampuan anak untuk tengkurap, duduk, berjalan, berbicara, memungut benda-benda di sekelilingnya, serta kematangan emosi dan sosial anak (Nursalam, 2008). Menurut Wong (2000 dalam Supartini 2004), perkembangan anak terdiri dari periode prenatal (mulai konsepsi sampai usia kehamilan 40 minggu), periode bayi (sejak lahir sampai usia 12 bulan), periode kanak-kanak awal (usia 1 tahun sampai 6 tahun), periode kanak-kanak pertengahan (usia 6 tahun sampai 11-12 tahun), dan periode kanak-kanak akhir (usia 11-12 tahun sampai 18 tahun). Periode kanak-kanak awal terdiri atas masa toddler, yaitu usia anak 1 sampai 3 tahun dan masa prasekolah, yaitu antara 3 sampai 6 tahun (Supartini, 2004). Pertumbuhan dan perkembangan masa kanak-kanak terjadi sangat cepat. Hal ini disebabkan karena adanya stimulus internal, yaitu dari hereditas dan temperamen maupun stimulus eksternal, yaitu dari keluarga, teman sebaya,
1
2
pengalaman hidup dan elemen dari lingkungan yang didapatkan oleh anak (Potter & Perry, 2005). Perkembangan fisik anak usia prasekolah lebih lambat dan relatif menetap. Sistem tubuh sudah matang dan keterampilan motorik seperti berjalan, berlari, melompat menjadi semakin luwes, namun otot dan tulang belum begitu sempurna, serta pada masa ini anak sudah mulai terlatih untuk toileting (Supartini, 2004). Menurut teori Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud (1905 dalam Wong, 2008) menjelaskan bahwa usia prasekolah termasuk dalam fase falik, dimana genitalia menjadi area yang menarik dan area tubuh yang sensitif. Pada fase ini anak sudah dapat melakukan buang air kecil dan buang air besar di tempatnya. Pada periode ini pula, konsep diri anak sudah mulai berkembang, terjadi peningkatan kontrol diri dan penguasaan, lebih banyak bergerak, peningkatan kemandirian dan sudah siap untuk melakukan toilet training (Potter & Perry, 2005). Toilet training merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol buang air kecil dan buang air besar (Hidayat, 2008). Latihan ini mulai dilakukan pada anak usia 1-3 tahun, karena pada usia ini kemampuan sfingter uretra untuk mengontrol rasa ingin buang air kecil mulai berkembang (Supartini, 2004). Latihan ini dapat dilakukan oleh sebagian besar anak secara mandiri pada akhir periode prasekolah (Muscari, 2005). Keberhasilan toilet training memberikan beberapa keuntungan bagi anak, seperti dapat mengontrol buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB), awal terbentuknya kemandirian sehingga anak bisa melakukan sendiri BAK atau BAB dan juga mulai mengetahui beberapa bagian tubuh dan fungsinya
3
(Warga, 2007). Toilet training juga penting dalam perkembangan kepribadian anak, karena toilet training merupakan latihan moral pertama kali yang diterima anak dan sangat berpengaruh pada perkembangan moral selanjutnya (Suherman, 2000). Faktor yang mempengaruhi keberhasilan program toilet training antara lain motivasi orang tua dan kesiapan anak secara fisik, psikologis maupun secara intelektual (Hidayat, 2008). Widayatun (1999 dalam Subagyo dkk, 2008) menjelaskan bahwa motivasi orang tua sendiri dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik merupakan dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang yaitu berupa pengetahuan, sikap, keadaan mental, dan kematangan usia sedangkan faktor ekstrinsik yaitu berupa sarana, prasarana, dan lingkungan (Subagyo dkk, 2008). Pengetahuan orang tua terutama ibu sangat berperan dalam menciptakan perilaku yang baik bagi anak-anaknya karena orang tua adalah cerminan bagi anak. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Hidayat (2010) pada 58 ibu yang memiliki anak usia prasekolah di TK Al-Azhar Medan menjelaskan bahwa gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training pada anak usia prasekolah secara umum di tempat tersebut adalah baik (60,3%). Hal ini diketahui dari kesuksesan anak dalam melakukan daytime control yaitu mampu menjaga dan mengatur BAB dan BAK di toilet sepanjang hari, tanpa menggunakan popok atau alat bantu lain. Hasil penelitian lain yang telah dilakukan oleh Nursila (2007) pada 40 orang tua yang memiliki anak berusia 3-5 tahun menjelaskan bahwa keluarga dengan pengetahuan tinggi memiliki 42,9% anak masih mengompol dan keluarga dengan pengetahuan rendah
4
memiliki 66,7% anak masih mengompol sehingga penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan pengetahuan orang tua dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah. Proses toilet training yang dilakukan oleh orang tua dapat mengalami kegagalan pada anak. Kegagalan toilet training mungkin disebabkan oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal dapat berupa abnormalitas kongenital saluran kemih, infeksi saluran kemih, poliuria atau neurogenic bladder (Hull, 2008) sedangkan faktor eksternal dapat berupa faktor keluarga terutama orang tua dimana kurangnya perhatian dan kepedulian orang tua sehingga toilet training ini terabaikan ataupun pelatihan toilet training yang terlalu dini (Aziz, 2006). Kegagalan toilet training yang disebabkan oleh toilet training yang terlalu dini dapat beresiko menimbulkan infeksi saluran kemih (ISK) (Natalia, 2006). Selain itu, kegagalan toilet training dapat menyebabkan anak kurang mandiri, memiliki sikap egois, keras kepala, kikir, cenderung ceroboh, dan seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Hidayat, 2008). Menurut Aziz (2006) kegagalan toilet training juga dapat menyebabkan anak mengalami enuresis atau mengompol. Enuresis atau mengompol adalah pengeluaran urin tanpa sengaja pada usia dimana saat pengendalian pengeluaran urin seharusnya dapat dilakukan atas kemauannya sendiri (Behrman dkk, 1999). Wong (2008) menyatakan mengompol adalah keluarnya urin yang disengaja atau tidak disengaja di tempat tidur (biasanya di malam hari) atau pada pakaian di siang hari dan terjadi pada anak-anak yang usianya secara normal telah memiliki kendali
5
terhadap kandung kemih secara sadar. Menurut Hidayat (2008) mengompol ini lebih dikenal dengan istilah Enuresis Fungsional yang merupakan gangguan dalam pengeluaran urin secara tidak sadar pada siang atau malam hari pada anak yang berusia lebih dari empat tahun tanpa adanya kelainan fisik maupun penyakit organik. Anak usia 3 tahun secara umum sudah mampu mengendalikan kandung kemih pada siang hari dan sekitar 75% anak usia 3,5 tahun ini sudah tidak mengompol pada malam hari, dikarenakan pengendalian mengompol pada malam hari biasanya tercapai pada usia 2,5 – 3,5 tahun. Pada usia 4,5 tahun, kurang lebih 88% anak sudah mampu mengendalikan kandung kemih secara adekuat dan tidak mengompol lagi saat tidur malam. Anak usia 5 tahun akan buang air kecil 5-8 kali sehari dan mereka akan menolak buang air kecil bila bukan pada tempatnya dan sekitar 98,5% pada usia ini sudah mampu mengendalikan kandung kemihnya secara sempurna (Noer, 2006). Hull (2008) menyatakan bahwa sekitar 10% anak usia 5 tahun masih mengompol dan bahkan kurang dari 5% masih mengompol pada usia 10 tahun. Behrman dkk (1999) juga menyatakan bahwa prevalensi anak yang mengompol pada usia 5 tahun adalah 7% laki-laki dan 2% wanita. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati dkk (2007) pada anak usia prasekolah (4-5 tahun) di TK Sekar Ratih Krembangan Jaya Selatan, Surabaya menyatakan bahwa terdapat 52% anak mengompol dengan frekuensi sering sekali, 4% sering, 36% jarang dan 8% sangat jarang. Kebiasaan mengompol ini apabila berlangsung lama dan panjang, akan mengganggu pencapaian tugas perkembangan anak (Hidayat, 2008).
6
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti di Rukun Tetangga (RT) 003 Rukun Warga (RW) 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang pada tanggal 12 Februari 2012 kepada 10 orang ibu yang memiliki anak usia prasekolah (3-6 tahun) secara random, didapatkan hasil bahwa 6 orang (60%) ibu tidak mengajarkan anak pergi ke toilet dan membiarkan anaknya mengompol, 3 orang (30%) ibu telah menyuruh anaknya untuk pergi ke toilet tetapi tetap saja anaknya masih mengompol, dan hanya 1 orang (10%) ibu yang menyuruh dan mengajak anaknya pergi ke toilet dan diketahui anaknya jarang mengompol. Berdasarkan fenomena di atas dapat dilihat bahwa masih kurangnya perhatian orang tua terutama ibu terhadap proses toilet training sehingga masih banyak anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang memiliki kebiasaan mengompol di daerah tersebut, padahal pada usia 3-6 tahun ini seharusnya anak sudah dapat melakukan buang air kecil secara mandiri di tempat yang semestinya (toilet atau kamar mandi). Kurangnya perhatian ibu menunjukkan perilaku ibu yang kurang peduli terhadap proses toilet training. Perilaku tersebut mungkin disebabkan akibat rendahnya tingkat pengetahuan ibu tentang toilet training. Hal ini sesuai dengan teori Bloom yang dipaparkan oleh Notoatmodjo (1997 dalam Sunaryo, 2004) bahwa perilaku memiliki 3 domain yakni cognitive, affective dan psychomotor, dimana cognitive domain diukur dari knowledge (pengetahuan). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Sunaryo, 2004). Teori perkembangan kognitif
7
anak usia prasekolah (Piaget, 1969 dalam Wong, 2008) menunjukkan bahwa anak usia tersebut mulai berpikir praoperasional bersifat konkret dan nyata. Anak membutuhkan tindakan nyata karena mereka menginterpretasikan objek dan peristiwa dari segi hubungan mereka terhadap objek tersebut, oleh karena itu ibu harus mengajarkan toilet training kepada anak secara langsung dengan mempraktekkannya dan anak disuruh mengikuti serta memahami perilaku tersebut sehingga anak lebih termotivasi dan akhirnya anak mulai menghilangkan kebiasaan mengompol. Berdasarkan hal di atas dan dilihat pula besarnya dampak yang ditimbulkan akibat kegagalan toilet training serta belum banyaknya penelitian terkait toilet training dan kebiasaan mengompol maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training dengan Kebiasaan Mengompol Pada Anak Usia Prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang”. Penelitian ini lebih memusatkan pada salah satu rukun warga yang ada di wilayah Kelurahan Babakan Kota Tangerang karena sesuai dengan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan bahwa terdapat sekitar 60% anak masih mengompol di daerah tersebut.
B. Rumusan masalah Toilet training merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol buang air kecil dan buang air besar (Hidayat, 2008). Kegagalan toilet training dapat menyebabkan kerugian psikologis bagi anak dan dapat menyebabkan anak mengompol (Aziz, 2006). Menurut Wong (2008)
8
mengompol adalah keluarnya urin yang disengaja atau tidak disengaja di tempat tidur (biasanya di malam hari) atau pada pakaian di siang hari dan terjadi pada anak-anak yang usianya secara normal telah memiliki kendali terhadap kandung kemih secara sadar. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati dkk (2007) terhadap anak usia prasekolah (4-5 tahun) menunjukkan sebanyak 52% anak mengompol dengan frekuensi sering sekali. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti di RT 003 RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang pada tanggal 12 Februari 2012 kepada 10 orang ibu yang memiliki anak usia prasekolah (3-6 tahun), didapatkan hasil bahwa 6 orang (60%) ibu tidak mengajarkan anak pergi ke toilet dan membiarkan anaknya mengompol. Tingginya angka anak prasekolah yang masih mengompol serta masih kurangnya pengetahuan ibu tentang toilet training yang dicerminkan dari perilaku yang salah seperti kurangnya perhatian dan kepedulian ibu terhadap toilet training, membuat peneliti merumuskan masalah penelitian ini yakni adakah hubungan antara pengetahuan dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang.
C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran karakteristik responden di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang ? 2. Bagaimana gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang ?
9
3. Bagaimana gambaran perilaku ibu dalam menerapkan toilet training di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang ? 4. Bagaimana gambaran kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (36 tahun) di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang ? 5. Adakah hubungan antara pengetahuan ibu tentang toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang ? 6. Adakah hubungan antara perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang ?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui
hubungan
pengetahuan
dan
perilaku
ibu
dalam
menerapkan toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang. 2. Tujuan Khusus a. Melihat gambaran karakteristik responden di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang. b. Melihat gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang. c. Melihat gambaran perilaku ibu dalam menerapkan toilet training di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang.
10
d. Melihat gambaran kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang. e. Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang. f. Mengetahui hubungan antara perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang.
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi ilmu pengetahuan Menambah referensi tentang toilet training pada anak usia prasekolah. 2. Bagi profesi keperawatan Dapat
menjadi
bahan
referensi
untuk
pengembangan
ilmu
keperawatan, terutama pada bidang keperawatan anak terkait toilet training. 3. Bagi Kelurahan Babakan Kota Tangerang Dapat
menjadi
bahan
informasi
sehingga
dapat
memberikan
penyuluhan kesehatan pada ibu dan anak. 4. Bagi peneliti Dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang penerapan toilet training pada anak usia prasekolah yang masih mengalami kebiasaan mengompol.
11
5. Bagi peneliti selanjutnya Dapat menjadi informasi tambahan atau gambaran untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penerapan toilet training pada anak usia prasekolah. F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan desain penelitian kuantitatif-analitik, dengan metode cross sectional. Data dikumpulkan dengan cara penyebaran kuesioner terkait pengetahuan dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak usia prasekolah (3-6 tahun) di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang dengan kriteria inklusi sampel meliputi ibu yang memiliki anak prasekolah usia 3-6 tahun, bersedia menjadi responden dan bertempat tinggal di wilayah RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang. Teknik sampling yang digunakan adalah sampling jenuh (total sampling), dengan jumlah sampel sebanyak 82 responden.
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah Pertumbuhan didefinisikan sebagai bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh seseorang karena bertambahnya jumlah dan besarnya sel secara kuantitatif, seperti pertambahan ukuran berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala. Perkembangan didefinisikan sebagai pertambahan kematangan fungsi dari masing-masing tubuh dan bersifat kualitatif, seperti kemampuan anak untuk tengkurap, duduk, berjalan, berbicara, memungut benda-benda di sekelilingnya, serta kematangan emosi dan sosial anak (Nursalam, 2008). Menurut Wong (2008) Perkembangan diartikan sebagai perubahan dan perluasan secara bertahap, perkembangan tahap kompleksitas dari yang lebih rendah ke yang lebih tinggi, peningkatan dan perluasan kapasitas seseorang melalui pertumbuhan, maturasi dan pembelajaran. Anak usia prasekolah termasuk dalam masa kanak-kanak awal yang terdiri dari anak usia 3 sampai 6 tahun (Wong, 2008). Perkembangan pada masa ini sangat penting, dimana masa ini merupakan masa emas atau “golden age”. Berdasarkan beberapa teori pertumbuhan dan perkembangan anak maka pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah meliputi : 1. Pertumbuhan Fisik Secara umum anak usia prasekolah yang sehat adalah anak yang ramping, periang dan cekatan serta memiliki sikap tubuh yang baik. Pertambahan tinggi pada usia ini rata-rata adalah 6,25-7,5 cm pertahun
13
misalnya, rata-rata anak usia 4 tahun adalah 101,25 cm. Pertambahan berat badan rata-rata adalah 2,3 kg per tahun, misalnya berat badan rata-rata anak usia 4 tahun adalah 16,8 kg (Muscari, 2005). Volume berkemih pada usia ini rata-rata 500 sampai 1000 mL/hari. Anak usia prasekolah sudah mulai terlatih untuk toileting dan sudah mampu melakukan toilet training dengan mandiri pada akhir periode prasekolah. Beberapa anak mungkin masih mengompol di celana dan sebagian besar lupa untuk mencuci tangannya untuk membilas (Muscari, 2005 dan Supartini, 2004). Seorang anak tidak dapat mengontrol buang air kecilnya secara total sampai dia berusia 4 atau 5 tahun. Anak laki-laki umumnya lebih lambat mengontrol buang air kecil daripada anak perempuan. Pengontrolan berkemih di siang hari lebih mudah dicapai daripada pengontrolan berkemih di malam hari dan terjadi lebih dini pada proses perkembangan anak, biasanya pada usia 2 tahun (Potter & Perry, 2005). Anak dalam fase usia ini seharusnya sudah mampu mengenali penuhnya kandung kemih mereka, menahan urin selama 1 sampai 2 jam dan mengomunikasikan keinginannya untuk berkemih kepada orang dewasa. Anak kecil memerlukan pengertian, kesabaran dan konsistensi orang tuanya (Potter & Perry, 2005).
2. Perkembangan Motorik Perkembangan motorik dibagi menjadi 2 jenis, yaitu motorik kasar dan motorik halus. Keterampilan motorik kasar anak usia prasekolah
14
bertambah baik, misalnya anak sudah dapat melompat dengan satu kaki, melompat dan berlari lebih lancar serta dapat mengembangkan kemampuan olahraga seperti meluncur dan berenang (Muscari, 2005). Perkembangan motorik halus menunjukkan perkembangan utama yang ditunjukkan dengan meningkatnya kemampuan menggambar, misalnya pada usia 3 tahun, anak dapat membangun menara dengan 9 atau 10 balok, membuat jembatan dari 3 balok, meniru bentuk lingkaran, dan menggambar tanda silang (Muscari, 2005). Fase usia ini anak tetap beresiko pada cedera meskipun tidak terlalu rentan seperti anak toddler, namun orang tua dan orang dewasa lainnya harus tetap menekankan tindakan keamanan. Anak usia prasekolah ini mendengarkan orang dewasa, mampu memahami serta memperhatikan tindakan pencegahan karena anak usia ini merupakan pengamat yang cermat dan meniru orang lain sehingga orang dewasa perlu “melakukan apa yang mereka ajarkan” tentang masalah keamanan (Muscari, 2005).
3. Perkembangan Kognitif Perkembangan
kognitif
(berpikir)
sudah
mulai
menunjukkan
perkembangan. Anak sudah mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah, tampak sekali kemampuan anak belum mampu menilai sesuatu berdasarkan apa yang mereka lihat. Anak membutuhan pengalaman belajar dengan lingkungan dan orang tuanya (Hidayat, 2007). Berdasarkan teori Kognitif Piaget (1969 dalam Muscari, 2005) menyatakan bahwa pada usia ini anak memasuki tahap berpikir
15
praoperasional karena tahapan ini dimulai dari usia 2 tahun sampai 7 tahun. Tahapan ini memiliki dua fase yakni prakonseptual dan intuitif, yaitu : a. Fase prakonseptual (usia 2-4 tahun) yakni anak membentuk konsep yang kurang lengkap dan logis dibandingkan dengan konsep orang dewasa. Anak membuat klasifikasi yang sederhana, menghubungkan satu kejadian dengan kejadian yang simultan (penalaran transduktif misalnya semua wanita yang berperut besar pasti hamil) dan anak menampilkan pemikiran egosentrik. Wong (2008) menyatakan bahwa egosentrisme merupakan ciri yang menonjol pada tahap ini dalam perkembangan intelektual, hal ini bukan berarti egois atau berpusat pada diri sendiri, tetapi ketidakmampuan untuk menempatkan diri di tempat orang lain. Selain itu, pada usia ini pemikiran mereka didominasi oleh apa yang mereka lihat, dengar, atau alami. b. Fase intuitif (usia 4-7 tahun) yakni anak mulai menunjukkan proses berpikir intuitif (anak menyadari bahwa sesuatu adalah benar, tetapi tidak dapat mengatakan/mengetahui alasan untuk melakukannya), mampu membuat klasifikasi, menjumlahkan, menghubungkan objekobjek, dan mampu menginterpretasikan objek dan peristiwa dari segi hubungan mereka atau penggunaan mereka terhadap objek tersebut serta mulai menggunakan banyak kata yang sesuai, tetapi kurang memahami makna sebenarnya, misalnya anak usia 3 tahun rata-rata telah mengucapkan 900 kata, berbicara kalimat dengan tiga atau empat kata, dan berbicara terus menerus (Muscari, 2005 dan Wong, 2008).
16
4. Perkembangan Psikoseksual Freud (1905 dalam Wong, 2008) menyatakan bahwa anak usia prasekolah termasuk ke dalam tahap falik dimana kepuasan anak berpusat pada genitalia dan masturbasi sehingga genitalia menjadi area tubuh yang menarik dan sensitif. Anak mulai mempelajari adanya perbedaan jenis kelamin perempuan dan laki-laki dengan mengetahui adanya perbedaan alat kelamin. Anak sering meniru ibu atau bapaknya untuk memahami identitas gender, misalnya dengan menggunakan pakaian ayah dan ibunya (Supartini, 2004). Banyak anak yang melakukan masturbasi pada usia ini untuk kesenangan fisiologis dan membentuk hubungan yang kuat dengan orang tua lain jenis, tetapi mengidentifikasi orang tua sejenis. Anak usia prasekolah merupakan pengawas yang cermat tetapi kemampuan interpretasinya buruk sehingga anak dapat mengenali tetapi tidak dapat memahami aktivitas seksual. Apabila anak menanyakan tentang seks maka orang tua harus menjawab pertanyaan mengenai seks dengan sederhana dan jujur, hanya memberikan informasi yang anak tanyakan dan penjelasan lebih rincinya dapat diberikan nanti serta sebelum menjawab pertanyaan anak, orang tua harus mengklarifikasi kembali apa yang sebenarnya ditanyakan dan dipikirkan anak tentang subjek spesifik (Muscari, 2005). Anak usia prasekolah ini mengalami fase yang ditandai dengan kecemburuan dan persaingan terhadap orang tua sejenis dan cinta terhadap orang tua lain jenis, yang disebut sebagai konflik Odipus. Tahap ini
17
biasanya berakhir pada akhir periode usia prasekolah dengan identifikasi kuat pada orang tua sejenis (Freud, 1905 dalam Muscari, 2005).
5. Perkembangan Psikososial Berdasarkan teori Psikososial Erikson (1963 dalam Muscari, 2005) menyatakan bahwa krisis yang dihadapi anak usia antara 3 dan 6 tahun disebut “inisiatif versus rasa bersalah”, yakni anak berupaya menguasai perasaan inisiatif dengan dukungan orang tua dalam imajinasi dan aktivitas karena orang terdekat anak usia prasekolah adalah keluarga. Wong (2008) menyatakan bahwa tahap inisiatif ini berkaitan dengan tahap falik Freud dan dicirikan dengan perilaku yang instrusif dan penuh semangat, berani berupaya, dan imajinasi yang kuat. Anak-anak mengeksplorasi dunia fisik dengan semua indera dan kekuatan mereka. Mereka membentuk suara hati dan tidak lagi hanya dibimbing oleh pihak luar, terdapat suara dari dalam yang memperingatkan dan mengancam. Perkembangan inisiatif ini diperoleh dengan cara mengkaji lingkungan melalui kemampuan inderanya. Anak mengembangkan keinginan dengan cara eksplorasi terhadap apa yang ada disekelilingnya. Hasil akhir yang diperoleh adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu sebagai prestasi, arahan dan tujuan (Supartini, 2004 dan Wong, 2008). Perasaan bersalah akan timbul pada anak apabila anak tidak mampu berprestasi sehingga merasa tidak puas atas perkembangan yang tidak tercapai (Supartini, 2004). Perasaan bersalah pun muncul ketika orang tua membuat anak merasa bahwa imajinasi dan aktivitasnya tidak dapat
18
diterima. Ansietas dan ketakutan terjadi ketika pemikiran dan aktivitas anak tidak sesuai dengan harapan orang tua (Muscari, 2005). Hubungan anak dengan orang lain semakin meluas pada masa ini. Anak tidak saja menjalin hubungan dengan orang tua, tetapi juga dengan kakek-nenek, saudara kandung, dan guru-guru di sekolah. Anak perlu melakukan interaksi yang teratur dengan teman sebaya untuk membantu mengembangkan keterampilan sosial (Muscari, 2005).
6. Perkembangan Moral Perkembangan moral anak usia prasekolah sudah menunjukkan adanya rasa inisiatif, konsep diri yang positif serta mampu mengidentifikasi identitas dirinya (Hidayat, 2007). Supartini (2004) menjelaskan bahwa anak usia ini secara psikologis mulai berkembang superego, yaitu anak mulai berkurang sifat egosentrisnya (Supartini, 2004). Kohlberg (1968 dalam Wong, 2008) menyatakan bahwa usia ini termasuk
ke
dalam
tahap
prakonvensional,
yakni
anak-anak
mengintegrasikan label baik/buruk dan benar/salah yang terorientasi secara budaya dalam konsekuensi fisik atau konsekuensi menyenangkan dari tindakan mereka. Awalnya anak-anak menetapkan baik atau buruknya suatu tindakan dari konsekuensi tindakan tersebut. Mereka menghindari hukuman dan mematuhi tanpa mempertanyakan siapa yang berkuasa untuk menentukan bahwa perilaku yang benar terdiri atas sesuatu yang memuaskan kebutuhan mereka sendiri (dan terkadang kebutuhan orang lain). Unsur-
19
unsur keadilan, memberi dan menerima serta pembagian yang adil juga terlihat pada tahap ini, namun hal tersebut diinterpretasikan dengan cara yang sangat praktis dan konkret tanpa kesetiaan, rasa terima kasih, atau keadilan (Wong, 2008). Perasaan bersalah muncul pada tahap ini dan penekanannya adalah pada pengendalian eksternal. Standar moral anak usia ini adalah apa yang ada pada orang lain, dan anak mengamati mereka untuk menghindari hukuman atau mendapatkan penghargaan (Muscari, 2005).
B. Toilet Training 1. Pengertian Toilet training merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar (Hidayat, 2008). Menurut Suherman (2000) toilet training merupakan latihan moral yang pertama kali diterima anak dan sangat berpengaruh pada perkembangan moral anak selanjutnya. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa toilet training merupakan upaya dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar di toilet, dimana pelatihan ini dapat membentuk moral anak.
2. Kesiapan Toilet Training Ada beberapa kesiapan anak yang perlu dikaji baik kesiapan fisiologis maupun kesiapan psikologis sebelum anak memulai toilet training (Wong, 2008). Adapun kesiapan yang perlu dikaji adalah sebagai berikut :
20
a. Kesiapan fisik 1) Kontrol volunter sfingter anal dan uretral, biasanya pada usia 18 sampai 24 bulan. 2) Mampu tidak mengompol selama 2 jam, jumlah popok yang basah berkurang, tidak mengompol selama tidur siang. 3) BAB teratur. 4) Keterampilan motorik kasar yaitu duduk, berjalan, dan berjongkok. 5) Keterampilan motorik halus yaitu membuka pakaian. b. Kesiapan Mental 1) Mengenali urgensi BAB atau BAK. 2) Keterampilan
komunikasi
verbal
atau
nonverbal
untuk
menunjukkan saat basah atau memiliki urgensi BAB atau BAK. 3) Keterampilan kognitif untuk menirukan perilaku yang tepat dan mengikuti perintah. c. Kesiapan Psikologis 1) Mengekspresikan keinginan untuk menyenangkan orang tua. 2) Mampu duduk di toilet selama 5 sampai 10 menit tanpa bergoyang atau terjatuh. 3) Keingintahuan mengenai kebiasaan toilet orang dewasa atau kakak. 4) Ketidaksabaran akibat popok yang kotor oleh feses atau basah; ingin untuk segera diganti. d. Kesiapan Orang tua 1) Mengenali tingkat kesiapan anak. 2) Berkeinginan untuk meluangkan waktu untuk toilet training.
21
3) Ketiadaan stress atau perubahan keluarga, seperti perceraian, pindah rumah, sibling baru, atau akan bepergian.
3. Teknik Mengajarkan Toilet Training Berikut ini beberapa teknik yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam melatih anak buang air kecil dan buang air besar setelah orang tua mengetahui tanda-tanda kesiapan anak melakukan toilet training yaitu : a. Teknik Lisan Teknik lisan merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan instruksi pada anak dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang air kecil dan besar. Teknik lisan ini mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk buang air kecil atau buang air besar, dimana dengan lisan ini persiapan psikologis pada anak akan semakin matang dan akhirnya anak mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil dan buang air besar (Hidayat, 2008). b. Teknik Modelling Teknik modelling merupakan usaha melatih anak dalam melakukan buang air kecil atau buang air besar dengan memberikan contoh, seperti menggunakan boneka (Hidayat, 2008 dan Warner, 2006). Teknik ini memiliki kekurangan yakni apabila contoh yang diberikan salah sehingga akan dapat diperlihatkan pada anak akhirnya anak juga mempunyai kebiasaan yang salah (Hidayat, 2008). Untuk itu, berikanlah contoh yang benar pada anak.
22
c. Teknik pemilihan tempat duduk untuk eliminasi, misalnya : 1) Tempat duduk berlubang (potty chair) dan/atau penggunaan toilet. Tempat duduk berlubang untuk eliminasi yang tidak ditopang oleh benda lain memungkinkan anak merasa aman (Stark, 1994 dalam Wong, 2008). 2) Tempat duduk portable yang diletakkan di atas toilet biasa, yang memudahkan transisi dari kursi berlubang untuk eliminasi ke toilet biasa dan menempatkan bangku panjang yang kecil di bawah kaki untuk membantu menstabilkan posisi anak (Wong, 2008). 3) Menempatkan kursi berlubang untuk eliminasi di kamar mandi dan membiarkan anak mengamati ekskresinya ketika dibilas ke dalam toilet untuk menghubungkan aktivitas ini dengan praktik yang biasa (Wong, 2008). d. Teknik yang lain adalah : 1) Menghadapkan anak ke tangki toilet memberi dukungan tambahan. Anak lelaki biasa memulai toilet training dalam posisi berdiri atau duduk di kursi berlubang untuk eliminasi di toilet. Anak meniru perilaku ayahnya dalam BAK selama masa prasekolah merupakan dorongan motivasi yang sangat kuat bagi anak untuk melakukan toilet training (Wong, 2008). 2) Melakukan observasi pada saat anak merasakan BAK dan BAB. 3) Ajak anak ke kamar mandi. 4) Ingatkan pada anak bila akan melakukan BAK dan BAB.
23
5) Dudukkan anak di atas pispot atau orang tua duduk atau jongkok dihadapannya sambil mengajak bicara atau bercerita. 6) Berikan pujian jika anak berhasil, namun apabila gagal jangan disalahkan dan dimarahi. 7) Biasakan akan pergi ke toilet pada jam-jam tertentu. 8) Beri anak celana yang mudah dilepas dan dipasangkan kembali (Hidayat, 2008). Sesi latihan ini harus dibatasi 5 sampai 10 menit, orang tua harus menunggu anaknya dalam melakukan toilet training dan kebiasaan sanitasi harus dilakukan setiap kali selesai eliminasi (Wong, 2008). Teknik-teknik di atas merupakan bentuk nyata dari perilaku orang tua dalam melatih anak buang air kecil maupun buang air besar secara mandiri di toilet atau kamar mandi.
4. Hal yang perlu Diperhatikan Selama Toilet Training Menurut Hidayat (2008) dalam melakukan pengkajian kebutuhan buang air kecil dan besar, terdapat beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan selama toilet training, diantaranya : a. Hindari pemakaian popok sekali pakai atau diaper dimana anak akan merasa aman. b. Ajari anak mengucapkan kata-kata yang berhubungan dengan buang air besar, misalnya “pup” dan buang air kecil, misalnya “pipis”. c. Mendorong anak melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci muka saat bangun tidur, cuci tangan, cuci kaki dan lain-lain.
24
d. Jangan marah bila anak gagal dalam melakukan toilet training.
5. Dampak Keberhasilan Toilet Training Seorang anak yang berhasil melakukan toilet training memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut : a. Anak memiliki kemampuan mengontrol BAK dan BAB. b. Anak memiliki kemampuan menggunakan toilet pada saat ingin BAK atau BAB. c. Toilet training menjadi awal terbentuknya kemandirian anak secara nyata sebab anak sudah bisa melakukan sendiri hal-hal seperti BAB atau BAK. d. Toilet training membuat anak dapat mengetahui bagian-bagian tubuh serta fungsinya (Warga, 2007).
6. Dampak Kegagalan Toilet Training Kegagalan dalam melakukan toilet training ini memiliki dampak yang kurang baik pada anak seperti anak akan terganggu kepribadiannya, misalnya anak cenderung bersifat retentive dimana anak cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir. Sikap tersebut dapat disebabkan oleh sikap orang tua yang sering memarahi anak pada saat buang air besar atau buang air kecil atau melarang anak saat bepergian. Apabila orang tua santai dalam memberikan aturan dalam toilet training maka anak akan dapat mengalami kepribadian eksprensif dimana anak lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara, emosional dan seenaknya
25
dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Hidayat, 2008). Kegagalan toilet training pun akan menyebabkan anak mengalami enuresis atau mengompol (Aziz, 2006).
C. Kebiasaan Mengompol 1. Pengertian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2008) kebiasaan adalah sesuatu yang biasa dikerjakan dan dilakukan secara berulang untuk hal yang sama. Mengompol dalam istilah medis disebut enuresis (Aziz, 2006). Enuresis atau mengompol adalah pengeluaran urin tanpa sengaja pada umur dimana saat pengendalian pengeluaran urin seharusnya dapat dilakukan atas kemauannya sendiri (Behrman dkk, 1999). Wong (2008) enuresis adalah keluarnya urin yang disengaja atau tidak disengaja di tempat tidur (biasanya di malam hari) atau pada pakaian di siang hari dan terjadi pada anak-anak yang usianya secara normal telah memiliki kendali terhadap kandung kemih secara sadar. Menurut Hidayat (2008) mengompol ini lebih dikenal dengan istilah Enuresis Fungsional yang merupakan gangguan dalam pengeluaran urin yang involunter pada siang atau malam hari pada anak yang berumur lebih dari empat tahun tanpa adanya kelainan fisik maupun penyakit organik. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-IV (DSMIV) (American Psychiatric Assosiation (APA), 1994 dalam Daulay, 2008) diagnosa enuresis fungsional dapat ditegakkan apabila :
26
a. Buang air kecil yang berulang pada siang dan malam hari di tempat tidur atau pakaian. b. Buang air kecil yang sebagian besar tidak disengaja, tetapi kadangkadang disengaja. Sekurang-kurangnya terjadi 2 kali dalam 1 minggu selama ≥ 3 bulan, atau harus menyebabkan kesulitan yang signifikan di bidang sosial, akademik atau fungsi penting lainnya. c. Anak tersebut harus mencapai usia dimana berkemih secara normal seharusnya telah dicapai, yaitu usia kronologis paling sedikit 5 tahun sedangkan pada anak dengan keterlambatan perkembangan, usia mental paling sedikit 5 tahun. d. Enuresis yang terjadi pada anak tidak berhubungan dengan efek fisiologis dari suatu zat atau kondisi kesehatan secara umum Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kebiasaan mengompol (enuresis) merupakan perilaku atau tindakan yang sering dilakukan anak dalam pengeluaran urin dengan sengaja atau tidak sengaja tanpa adanya latihan buang air kecil meskipun secara normal telah memiliki kendali terhadap kandung kemih dan tanpa adanya gangguan organik.
2. Penyebab Berikut ini adalah penyebab yang mengakibatkan timbulnya masalah mengompol yakni : a. Faktor organik, termasuk gangguan struktural saluran kemih, infeksi saluran kemih, defisit neurologis, gangguan yang meningkatkan
27
haluaran urin, seperti pada gagal ginjal kronis atau penyakit sel sabit. Volume kandung kemih anak berkisar antara 300 sampai 350 ml adalah cukup untuk menahan urin pada malam hari. Kapasitas kandung kemih anak dapat ditentukan dengan cara meminta anak untuk berkemih di dalam gelas ukur setelah menahan urin selama mungkin. Kapasitas kandung kemih normal (dalam ons) adalah usia anak ditambah 2, misalnya kapasitas normal kandung kemih anak berusia 6 tahun adalah 8 ons (Wong, 2008). b. Faktor emosional. Menurut Aziz (2006) gangguan emosional dapat muncul di rumah atau sekolah, akibatnya anak merasa tidak nyaman dan mengalami ketegangan yang tinggi sehingga dapat memicu anak mengompol. c. Faktor keluarga. Enuresis memiliki kecenderungan keluarga yang kuat (Wong, 2008). d. Pelatihan buang air (toilet training) yang tidak tepat, misalnya orang tua yang terlalu cepat memberikan pelatihan buang air kecil dapat menyebabkan anak mengalami gangguan mengompol atau orang tua yang mengabaikan toilet training, misalnya kurang perhatian dan kepedulian
pada
anak
sehingga
menyebabkan
anak
menjadi
mengompol karena mereka merasa mendapat perhatian walaupun sebentar (Aziz, 2006). Menurut Behrman dkk (1999) salah satu contoh toilet training yang tidak tepat misalnya, orang tua yang menuntut secara paksa anak dilatih buang air segera dapat menimbulkan respons marah dan anak secara tidak sadar menentangnya dengan mengompol.
28
Namun, orang tua yang tidak cukup dekat pada kebutuhan anak untuk memberikan dukungan secara tepat latihan buang air juga dapat mengurangi upaya anak untuk menahan kencing. e. Stres psikologis kronik. Keadaan ini tidak terkait dengan pengalaman pelatihan buang air tapi terjadi selama periode anak belajar berjalan, juga dapat mengganggu kemampuan anak untuk mengontrol BAK (Behrman dkk, 1999). f. Stres sosial, seperti kepadatan penghuni yang berlebihan, imigrasi, ketidakberuntungan sosioekonomi, dan kondisi psikopatologi keluarga (Behrman dkk, 1999).
3. Jenis Enuresis Enuresis dapat dibagi menjadi 2 tipe, yakni : a. Menetap (atau enuresis primer), yakni pada malam hari anak tidak pernah kering (selalu mengompol) (Behrman, 1999). Menurut Aziz (2006) bahwa tipe ini disebut enuresis nokturnal (mengompol yang terjadi di malam hari). Enuresis tetap pada malam hari ini sering akibat pelatihan buang air tidak tepat atau tidak memadai. Enuresis nokturnal terbukti terjadi pada seluruh siklus tidur. Enuresis nokturnal biasanya berhenti pada usia antara 6 dan 8 tahun, walaupun kadang-kadang mengompol ini berlanjut sampai masa remaja (Wong, 2008). b. Regresif (atau enuresis sekunder), yakni anak yang telah dapat mengendalikan untuk sekurang-kurangnya 1 tahun mulai mengompol lagi (Behrman, 1999). Menurut Aziz (2006) bahwa tipe ini disebut
29
enuresis diurnal (mengompol yang terjadi di siang hari). Tipe ini dipercepat oleh peristiwa-peristiwa lingkungan yang penuh tekanan, seperti pindah ke rumah baru, konflik perkawinan, kelahiran saudara kandung, atau kematian dalam keluarga. Mengompol demikian adalah sebentar-sebentar (intermitten) dan sementara; prognosisnya lebih baik dan
penatalaksanaannya
lebih
mudah
daripada
anak
dengan
mengompol primer (Behrman dkk, 1999).
4. Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Mengompol Adapun
faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi
kebiasaan
mengompol pada anak adalah sebagai berikut : a. Faktor biologis Faktor
biologis
keturunan/genetik.
ini Faktor
meliputi organik
faktor
organik
misalnya
dan
kerusakan
faktor saraf
kongenital, masalah struktural pada sistem genitourinari, infeksi saluran kemih atau kandung kemih dan beberapa penyakit kronik seperti diabetes, kejang atau penyakit sel sabit “sickle cell disease” dapat menyebabkan anak mengalami enuresis (Walker, 1995 dalam Schroeder, 2002). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa ahli menunjukkan bahwa enuresis primer bisa terjadi akibat faktor keturunan. Apabila kedua orang tua mempunyai riwayat enuresis maka 77% kemungkinan anak mereka mengalami hal yang sama. Apabila hanya salah satu orang tua yang mengalami enuresis, maka terdapat
30
sekitar 44% kemungkinan anak akan terpengaruh. Namun, apabila tidak ada satupun orang tua yang pernah mengalami enuresis, maka kemungkinan anak terkena enuresis hanya 15% (Baldew, 1984 dalam Kurniawati dkk, 2007). Berdasarkan penelitian lain, anak beresiko mengalami enuresis secara genetik dikarenakan adanya mutasi gen pada kromosom 13 (DSM-IV-TR, 2000).
b. Faktor psikologis Enuresis merupakan hasil dari gangguan emosi, konflik psikologis atau ansietas (Pierce, 1971 dalam Schroeder, 2002). Menurut Tambunan (2005 dalam Daulay, 2008) bahwa enuresis sekunder sering dihubungkan sebagai akibat stres psikologik sedangkan pada enuresis primer peranan psikologik sangat kecil. Stres psikologik dapat berupa pindah ke rumah baru, konflik perkawinan, kelahiran saudara kandung, atau kematian dalam keluarga (Aziz, 2006). Peranan enuresis sebagai penyebab gangguan emosi pada anak telah terbukti melalui berbagai penelitian. Anak dengan enuresis merasa harga dirinya berkurang dan kurang percaya diri terutama pada anak yang sudah besar dan anak perempuan. Menurunnya rasa percaya diri pasien enuresis dapat diperberat oleh sikap orang tua yang kurang toleran terhadap keadaan anaknya (Tambunan, 2005 dalam Daulay, 2008).
31
c. Faktor keluarga Perkembangan intelektual anak yang berjalan dengan pesat pada masa usia prasekolah akan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Hurlock, 1974 dalam Sulistyaningsih, 2005). Keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi anak, terutama orang tua khususnya ibu (Muscari, 2005). Ibu berperan sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga sehingga ibu perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan agar mengerti dan terampil dalam melaksanakan pengasuhan anak sehingga dapat bersikap positif dalam membimbing tumbuh kembang anak secara baik dan sesuai dengan tahap perkembangannya (Soendjajo, 2003 dalam Dwijayanti, 2008). Pengetahuan yang dimiliki oleh ibu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003) Faktor tingkat pendidikan orang tua merupakan sesuatu yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak (Hurlock, 1974 dan Haditono, 1979 dalam Sulistyaningsih, 2005). Tingkat pendidikan orang tua ini berkorelasi positif dengan cara mereka mengasuh anak, sementara pengasuhan anak berhubungan dengan perkembangan anak. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua akan semakin baik pula cara pengasuhan anak, dan akibatnya perkembangan anak terpengaruh berjalan secara positif. Sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan orang tua akan kurang baik dalam mengasuh anak,
32
sehingga perkembangan anak berjalan kurang menguntungkan (Sulistyaningsih, 2005). Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa ibu dengan cukup usia memiliki tingkat kematangan dalam berpikir dan bekerja (Hurlock, 1998 dalam Nursalam dan Pariani, 2001). Selain itu, tingkat pendidikan mempengaruhi seberapa besar pengetahuan ibu dalam hal ini adalah penerapan toilet training dalam upaya mengatasi kebiasaan mengompol anak. Menurut DSM IV orang tua yang memiliki anak yang mengompol biasanya kurang memperhatikan proses toilet training, bahkan cenderung menyalahkan anaknya jika anak mengompol sehingga semakin membuat anak menjadi tertekan, bahkan anak berusaha menyembunyikan celana atau linennya jika anak mengompol, karena takut dimarahi atau disalahkan (DSM-IV-TR, 2000).
5. Penatalaksanaan Berikut ini beberapa cara untuk menghilangkan atau mengatasi kebiasaan mengompol adalah sebagai berikut : a. Obat-obatan, misalnya : 1) Obat antidepresan trisiklik imipramin (Tofranil) digunakan untuk menghambat urinasi, 2) Obat antikolinergik lain, yaitu oksibutinin, mengurangi kontraksi kandung kemih yang bebas hambatan dan mungkin membantu bagi anak-anak yang sering berkemih di siang hari.
33
3) Desmopresin nasal semprot (DDAVP), analog dengan vasopressin, mengurangi haluaran urin di malam hari sampai volume yang kurang dari kapasitas kandung kemih fungsional (Wong, 2008). b. Pelatihan kandung kemih, sebaiknya jangan dilakukan terlalu dini tetapi tidak mengabaikan toilet training juga (Aziz, 2006). c. Pembatasan atau eliminasi cairan setelah makan malam (Wong, 2008). d. Bangun di malam hari untuk berkemih. Cara ini perlu diperhatikan karena
membangunkan
anak
secara
berulang-ulang
untuk
mengantarkannya ke kamar mandi adalah berguna hanya pada beberapa
anak
dan
lebih
lanjut
dapat
menimbulkan
dan
membangkitkan amarah pada anak atau orang tua. Agar dapat menghindari masalah tersebut dapat dilakukan dengan cara mengontrol buang air kecil anak dengan lebih baik, misalnya dalam waktu-waktu tertentu, setiap jarak berapa jam membangunkan anak untuk diantar ke kamar mandi (Aziz, 2006). e. Beberapa jenis peralatan elektrik yang dirancang untuk membuat respon refleks yang dapat dikondisikan guna membangunkan anak pada saat mulai berkemih (Wong, 2008). f. Pemberian hadiah/imbalan pada anak untuk tidak mengompol pada malam hari, misalnya orang tua memberikan hadiah kecil untuk anak yang
tidak
mengompol
pada
satu
atau
dua
malam;
jika
keberhasilannya semakin meningkat maka hadiah yang lebih besar dapat diberikan (Behrman dkk, 1999).
34
g. Hukuman atau penghinaan terhadap anak oleh orang tua atau orang lain harus benar-benar dihindari (Behrman dkk, 1999). Cara ini harus dihindari karena orang tua yang menghukum dan memarahi anak jika anak mengompol tidak akan memperbaiki keadaan karena akan membuat anak merasa cemas dan merasa bersalah, akibatnya muncul ketegangan sehingga anak megalami kebiasaan mengompol (Aziz, 2006). h. Mengajak bicara anak bahwa mengompolnya bukanlah suatu penyakit, tetapi hanya kebiasaan anak kecil yang dapat diperbaiki jika anak mau berusaha. Apabila anak sudah dapat diajak bicara, akan lebih mempermudah penanganannya karena kunci untuk menyelesaikan semua masalah adalah pada cara mengomunikasikan masalah itu sendiri. Orang tua harus mampu mengomunikasikan kebiasaan buruk anak ini dengan penuh kasih sayang dan perhatian sehingga anak memiliki hasrat yang kuat untuk keluar dari kebiasaan itu (Aziz, 2006). i. Mencari sumber stres anak. Tindakan ini dilakukan apabila semua tindakan sudah dilakukan. Apabila sudah ditemukan sumber stres anak maka tindakan orang tua dan guru adalah menurunkan tingkat stres anak. Untuk itu, diperlukan kedekatan dengan anak (Aziz, 2006). j. Memberikan kasih sayang dan ketenangan anak sebelum tidur. Berbincang-bincang atau mendongeng akan membuat anak merasa nyaman dan tidur dengan perasaan santai dan senang (Aziz, 2006). k. Pemberlakuan konsekuensi untuk anak yang sudah cukup mampu mencuci pakaiannya sendiri atau menjemur kasur sebagai bentuk
35
tanggung jawab atas perbuatannya, harus dilakukan tanpa anak merasa ditekan dan tertuduh seolah melakukan kesalahan yang sangat besar (Aziz, 2006). l. Anak yang sebentar-sebentar BAK dapat dicoba dengan dilatih menahan secara bertahap, misalnya jika anak BAK dalam jarak sekitar 5 menit, ajarkan untuk menahan 2 menit lagi dan meningkat jarak waktunya dengan terus memberikan latihan. Tentunya ini hanya dapat dilakukan di siang hari atau malam sebelum tidur (Aziz, 2006). m. Konsultasikan
kepada
dokter
ahli
urologi
apabila
kebiasaan
mengompol pada anak terus berlanjut (Aziz, 2006).
D. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil tahu dan hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui
pancaindera
manusia,
yakni
indera
penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2007).
36
2. Tingkatan Pengetahuan Menurut Bloom (1956 dalam Notoatmodjo, 2003) bahwa pengetahuan tercakup dalam domain kognitif yang mempunyai 6 tingkatan yaitu : a. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Keadaan pengetahuan yang termasuk ke dalam tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, misalnya ibu mengetahui pengertian toilet training. b. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang dapat diketahui dan dapat diinterpretasikan materi tersebut itu secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari, misalnya ibu menjelaskan tentang toilet training. c. Aplikasi
(Application)
diartikan
sebagai
kemampuan
untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain, misalnya ibu mengajarkan anaknya melakukan toilet training. d. Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di
37
dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain, misalnya
ibu
dapat
menjelaskan
keuntungan
dan
kerugian
melaksanakan toilet training. e. Sintesis (Syntesis) adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya ibu menggunakan metode – metode lain dalam mengajarkan anak toilet training untuk mengatasi kebiasaan mengompol anak. f. Evaluasi (Evaluation) ini berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan pada suatu kriteria yang ditemukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada, misalnya ibu mengevaluasi setiap metode toilet training yang dilakukan demi mengatasi kebiasaan mengompol anak.
3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut
Notoatmodjo
(2003),
Nursalam
dan
Pariani
(2001)
pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : a. Usia Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Usia seseorang semakin bertambah maka daya tangkap dan pola pikirnya semakin berkembang, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Menurut Hurlock (1998 dalam Nursalam dan Pariani, 2001) semakin cukup usia seseorang maka
38
tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. b. Pengalaman Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi di masa lalu. c. Tingkat Pendidikan Pendidikan
dapat
menambah
wawasan
atau
pengetahuan
seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. d. Pekerjaan Pekerjaan adalah jenis kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh penghasilan (Notoatmodjo, 1997). Menurut KBBI (2008) pekerjaan adalah sesuatu yang dapat dikerjakan/dilakukan, sementara bekerja adalah melakukan suatu pekerjaan. e. Keyakinan Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya
pembuktian
terlebih
dahulu.
Keyakinan
ini
dapat
mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu bersifat positif maupun negatif.
39
f. Fasilitas Fasilitas-fasilitas
sebagai
sumber
informasi
yang
dapat
mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku. g. Penghasilan Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan individu. Apabila penghasilan individu cukup besar maka individu tersebut akan mampu menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi. h. Sosial Budaya Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
E. Perilaku 1. Pengertian Perilaku adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri (Notoatmodjo, 1993 dalam Sunaryo, 2004). Menurut Kwick (1974 dalam Sunaryo, 2004) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari, sedangkan menurut Sunaryo (2004) perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.
40
2. Proses Pembentukan Perilaku Menurut Sunaryo (2004) perilaku manusia terbentuk karena adanya : a. Kebutuhan Maslow menyatakan bahwa manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu : 1) Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan pokok utama, yaitu O2, H2O, cairan elektrolit, makanan dan seks. 2) Kebutuhan
rasa
aman,
misalnya
terhindar
dari
konflik,
perampokan, sakit dan penyakit. 3) Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya mendambakan kasih sayang/cinta kasih orang lain baik dari orang tua, saudara, teman, kekasih, dan lain-lain. 4) Kebutuhan harga diri, misalnya ingin dihargai dan menghargai orang lain. 5) Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita. b. Motivasi Motivasi adalah dorongan penggerak untuk mencapai tujuan tertentu, baik disadari ataupun tidak disadari. Motivasi dapat timbul dari dalam diri individu atau datang dari lingkungan. Motivasi yang terbaik adalah motivasi yang datang dari dalam diri sendiri (motivasi intrinsik), bukan pengaruh lingkungan (motivasi ekstrinsik) (Sunaryo, 2004).
41
c. Sikap dan Kepercayaan Sikap seseorang sangat mempengaruhi perilaku baik sikap positif maupun negatif, misalnya sikap ibu terhadap pentingnya toilet training bagi anak (sikap positif) atau sebaliknya (sikap negatif). Kepercayaan pun dapat mempengaruhi perilaku seseorang, misalnya kepercayaan seseorang bahwa perbuatan yang baik akan memperoleh pahala di kemudian hari (sikap positif) (Sunaryo, 2004).
3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seseorang Menurut Sunaryo (2004) terdapat 2 faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang yakni : a. Faktor genetik atau faktor endogen (faktor yang berasal dari dalam diri individu), antara lain : 1) Jenis ras, setiap ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik misalnya ras kulit kuning atau ras Mongoloid dengan ciri – ciri fisik seperti berkulit kuning, berambut lurus dan bermata coklat maka perilaku yang dominan adalah keramahtamahan, suka bergotong royong, tertutup dan senang dengan upacara ritual. 2) Jenis kelamin, perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari. 3) Sifat fisik, jika kita amati perilaku individu akan berbeda-beda karena sifat fisiknya, misalnya perilaku individu yang pendek dan gemuk berbeda dengan individu yang memiliki fisik tinggi kurus.
42
4) Sifat kepribadian. Menurut Maramis (1999 dalam Sunaryo, 2004) bahwa kepribadian adalah keseluruhan pola pikiran, perasaan, dan perilaku yang sering digunakan oleh seseorang dalam usaha adaptasi yang terus menerus terhadap hidupnya. Sifat kepribadian tersebut contohnya, pemalu, pemarah, peramah, pengecut dan sebagainya. Perilaku individu tidak ada yang sama karena adanya perbedaan kepribadian yang dimiliki individu yang dipengaruhi oleh aspek kehidupan, seperti pengalaman, usia, watak, tabiat, sistem norma, nilai dan kepercayaan yang dianutnya. 5) Bakat pembawaan. Bakat merupakan interaksi dari faktor genetik dan lingkungan serta bergantung pada adanya kesempatan untuk pengembangan, misalnya individu yang berbakat seni lukis, perilaku seni lukisnya akan cepat menonjol apabila mendapat latihan dan kesempatan dibandingkan individu lain yang tidak berbakat. 6) Inteligensi. Menurut Terman dalam Sunaryo (2004) bahwa inteligensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak. Inteligensi dapat berpengaruh terhadap perilaku individu, misalnya individu dengan inteligensi tinggi dalam mengambil keputusan dapat bertindak tepat, cepat, dan mudah sedangkan individu yang memiliki inteligensi rendah dalam mengambil keputusan akan bertindak lambat.
43
b. Faktor eksogen atau faktor dari luar individu, antara lain : 1) Lingkungan, meliputi segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik fisik, biologis maupun sosial. Lingkungan ini sangat berpengaruh terhadap perilaku individu karena lingkungan merupakan lahan untuk perkembangan perilaku. 2) Pendidikan. Pendidikan sangat berpengaruh terhadap perilaku karena tujuan pendidikan adalah agar terjadinya perubahan perilaku seseorang dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan dari tidak dapat menjadi dapat. 3) Agama. Agama merupakan suatu keyakinan hidup dalam kepribadian seseorang sehingga agama dapat berpengaruh dalam cara berpikir, bersikap, bereaksi, dan berperilaku individu, misalnya seseorang yang mengerti dan rajin melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan, akan berperilaku dan berbudi luhur sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya. 4) Sosial ekonomi. Sosial ekonomi ini dapat berpengaruh terhadap perilaku seseorang, sebagai contoh keluarga yang status sosial ekonominya berkecukupan, akan mampu menyediakan segala fasilitas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini akan berpengaruh terhadap perilaku individu-individu yang ada di dalam keluarga tersebut sedangkan keluarga dengan sosial ekonomi rendah, akan mengalami kesulitan di dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan untuk itu mereka berusaha
44
memenuhinya,
misalnya
dengan
cara
meminjam
uang,
menggadaikan barang, dan lain-lain. 5) Kebudayaan. Kebudayaaan merupakan keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, serta dari hasil budi dan karyanya itu. Kebudayaan ini dapat mempengaruhi perilaku manusia, sebagai contoh kebudayaan Jawa akan mempengaruhi perilaku masyarakat Jawa pada umumnya dan orang Jawa pada khususnya. 6) Faktor – faktor lain seperti : (a) Susunan saraf pusat merupakan sarana untuk memindahkan energi yang berasal dari stimulus melalui neuron ke simpul saraf tepi di otak dan setelah disadari melalui persepsi maka individu akan berperilaku. (b) Persepsi merupakan proses diterimanya rangsang melalui pancaindera, yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya. Perubahan perilaku seseorang dapat diketahui melalui persepsi. (c) Emosi. Menurut Maramis (1999 dalam Sunaryo, 2004) bahwa emosi adalah manifestasi perasaan atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama. Perilaku individu dapat dipengaruhi emosi, misalnya perilaku individu yang sedang marah, kelihatan mukanya merah.
45
F. Penelitian Terkait Berikut ini beberapa penelitian terkait yang dapat mendukung penelitian ini, yakni : 1. Nursila, R (2007) yang meneliti tentang hubungan pola asuh dan pengetahuan orang tua dengan anak usia prasekolah terhadap kebiasaan mengompol. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskritifkorelatif dengan jumlah sampel sebanyak 40 responden yakni orang tua yang memiliki balita, khususnya berusia 3-5 tahun di RW 012 Kelurahan Kemiri Muka Depok. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Hasil penelitian ini menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan orang tua terkait tumbuh kembang anak usia prasekolah dengan kebiasaan mengompol (p value > α, dimana p value sebesar 0,301). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada variabel independen yang diteliti, teknik sampling yang digunakan, lokasi penelitian dan responden yang diteliti. Pada penelitian yang akan dilakukan, variabel independen yang diteliti adalah pengetahuan dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan menggunakan teknik sampling jenuh (total sampling). Lokasi penelitian akan dilaksanakan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang dengan responden yakni ibu yang memiliki anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang tidak mengalami gangguan sistem perkemihan. 2. Subagyo, Sulasih, A dan Widajati, S (2008) yang meneliti tentang hubungan antara motivasi stimulasi toilet training oleh ibu dengan keberhasilan toilet training pada anak prasekolah. Penelitian ini bertujuan
46
untuk mengetahui hubungan antara motivasi stimulasi toilet training oleh ibu dengan keberhasilan toilet training, dengan menggunakan desain penelitian analitik yang bersifat cross sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah Simple Random Sampling dengan 32 responden (orang tua) di TK Pertiwi dan RA Desa Plosoharjo Kecamatan Pace Kabupaten Nganjuk. Hasil penelitian ini menyatakan ada hubungan antara motivasi stimulasi toilet training oleh ibu dengan keberhasilan toilet training pada anak prasekolah, dimana p ≤ 0,05 dan 84,4% menunjukkan motivasi stimulasi toilet training oleh ibu adalah baik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada variabel independen yang diteliti, teknik sampling yang digunakan dan lokasi penelitian. Pada penelitian yang akan dilakukan, variabel independen yang diteliti adalah pengetahuan dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training, dimana perilaku terbentuk karena adanya motivasi dari dalam diri seseorang dan pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk membentuk perilaku terbuka karena perilaku yang dipengaruhi oleh pengetahuan akan bersifat langgeng. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling. Lokasi penelitian akan dilaksanakan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang. 3. Kurniawati dkk (2007) yang meneliti tentang kejadian “Enuresis (Mengompol)” berdasarkan faktor psikologis & keturunan pada anak usia prasekolah (4-5 Tahun). Penelitian ini dilakukan di TK Sekar Ratih Krembangan Jaya Selatan Surabaya dan merupakan jenis penelitian deskritif dengan desain cross sectional dan teknik sampling yakni
47
purposive sampling. Penelitian ini hanya meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi enuresis yakni keturunan dan psikologis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 52% anak usia prasekolah masih mengalami enuresis. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada variabel independen yang diteliti, jenis penelitian, teknik sampling yang digunakan, lokasi penelitian dan responden yang diteliti. Penelitian yang akan dilakukan merupakan jenis penelitian kuantitatifanalitik, dimana variabel independen yang diteliti adalah pengetahuan dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan menggunakan teknik total sampling. Lokasi penelitian akan dilaksanakan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang dengan responden yakni ibu yang memiliki anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang tidak mengalami gangguan sistem perkemihan. Penelitian ini menjadi data dasar penelitian yang akan dilakukan dalam mengetahui besarnya anak usia prasekolah yang masih mengalami enuresis. 4. Hidayat, I.H (2010) yang meneliti tentang gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training pada anak usia prasekolah/TK. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional dengan tujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training pada anak usia prasekolah. Sampel pada penelitian ini sebanyak 58 responden di TK Al-Azhar Medan dengan teknik total sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training pada anak usia prasekolah di TK Al-Azhar Medan adalah baik (60,3%). Penelitian ini hanya melihat gambaran
48
pengetahuan ibu tentang Toilet Training. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada jenis penelitian, variabel independen yang diteliti dan lokasi penelitian. Penelitian yang akan dilakukan merupakan jenis penelitian kuantitatif-analitik, dimana variabel independen yang diteliti adalah pengetahuan dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training. Lokasi penelitian akan dilaksanakan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang. 5. Soetjiningsih & Windiani (2008) yang meneliti tentang prevalensi dan faktor risiko enuresis pada anak taman kanak-kanak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko enuresis pada anak TK di wilayah Kotamadya Denpasar dengan menggunakan teknik observasional potong lintang dan subjek penelitian dipilih secara purposive random sampling sehingga sampel yang diperoleh sebanyak 326 anak. Hasil penenlitian ini diperoleh bahwa prevalensi enuresis pada anak TK sebanyak 36 (10,9%), terdiri dari 21 (58,3%) perempuan dan laki-laki 15 (41,7%). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada teknik sampling yang digunakan, variabel independen yang diteliti dan lokasi penelitian. Penelitian yang akan dilakukan menggunakan teknik total sampling, variabel independen yang diteliti adalah pengetahuan dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training serta lokasi penelitian akan dilaksanakan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang dengan responden yakni ibu yang memiliki anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang tidak mengalami gangguan sistem perkemihan.
49
G. Kerangka Teori Kerangka teori penelitian ini merupakan hasil ringkasan dari teori-teori tentang pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah (3-6 tahun), toilet training dan dampak kegagalan toilet training yakni enuresis atau mengompol. Pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah (3-6 tahun) :
-
Pertambahan BB dan TB Berlari Melakukan toilet training secara mandiri
-
Menggambar Fase Praoperasional Inisiatif vs Bersalah Tahap Prakonvensional
-
Faktor – faktor yang mempengaruhi:
- Usia - Pengalaman - Tingkat pendidikan - Pekerjaan - Keyakinan - Fasilitas sebagai sumber informasi - Penghasilan - Sosial Budaya
Berhasil
Penyebab lain : Gagal Kebiasaan Mengompol (Enuresis)
Kurangnya kepedulian orang tua terutama Ibu
Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training
a. Faktor Organik b. Faktor Emosional c. Faktor Keluarga d. Stres Psikologis kronik e. Stres Sosial
Perilaku yang salah dalam menerapkan Toilet Training oleh Ibu
Faktor - faktor yang mempengaruhi :
a. Faktor endogen - Jenis kelamin - Sifat fisik - Inteligensi - Bakat - Kepribadian b. Faktor eksogen - Lingkungan - Pendidikan - Sosial ekonomi - Susunan saraf pusat - Agama - Persepsi - Emosi - Kebudayaan
Gambar 2.1 Kerangka Teori Pengetahuan dan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training dengan Kebiasaan Mengompol (Enuresis) pada Anak Usia Prasekolah (Wong, 2008; Behrman dkk, 1999, Notoatmodjo, 2003; Sunaryo, 2004; Muscari, 2005; dan Aziz, 2006 )
50
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Variabel Independen
Variabel Dependen
Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep ini menjelaskan faktor-faktor yang diteliti berdasarkan kerangka teori dalam tinjauan pustaka. Peneliti meneliti pengetahuan dan perilaku ibu sebagai variabel independen dan kebiasaan mengompol sebagai variabel dependen, dikarenakan faktor-faktor tersebut saling berhubungan dan berdasarkan studi kepustakaan diketahui berpengaruh terhadap pelaksanaan toilet training, dimana ketidakberhasilan dalam pelaksanaan toilet training dapat mempengaruhi seorang anak mengalami kebiasaan mengompol dan faktor-faktor tersebut dapat diamati sedangkan faktor-faktor lain tidak diamati karena keterbatasan waktu, dana dan lain-lain.
51
B. Hipotesis 1. Ada hubungan pengetahuan ibu tentang toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun). 2. Ada hubungan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun).
52
C. Definisi Operasional Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur suatu variabel, sehingga definisi operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang akan membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Setiadi, 2007). Adapun definisi operasional setiap variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : No. 1.
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Variabel
Pengetahuan adalah
Penyebaran kuesioner, Kuesioner B
1 = Baik, jika nilai Ordinal
Independen
suatu pemahaman ibu
dimana
responden dengan total 12
jawaban
Pengetahuan
tentang toilet training
diminta
menjawab item pernyataan
benar ≥ 8 (nilai
meliputi :
pernyataan
-
Pengertian toilet
kuesioner B kemudian pernyataan positif
0 = Kurang Baik,
training
dihitung hasil jawaban (seperti nomor
jika nilai jawaban
Kesiapan anak
dari responden.
yang benar < 8
-
untuk toilet training
dalam yang terdiri dari 7
2,3,4,6,8,9, dan 11) dan 5
yang
mean)
53
-
-
Teknik yang
pernyataan negatif
digunakan dalam
(seperti nomor
toilet training
1,5,7,10 dan 12).
Dampak
Kuesioner B ini
keberhasilan dan
menggunakan
kegagalan toilet
skala Guttman,
training
dimana responden hanya menjawab benar atau salah. Jika jawaban responden benar diberi skor 1 dan salah diberi skor 0 (Djaali dan Muljono, 2007).
54
2.
Perilaku
Suatu tindakan yang
Penyebaran kuesioner, Kuesioner C
1 = Baik, jika nilai Ordinal
dilakukan oleh ibu
dimana
responden dengan total 11
jawaban responden
dalam melatih anaknya
diminta
menjawab item pertanyaan
≥ 44 (nilai mean)
untuk buang air kecil di
pertanyaan
dalam yang terdiri dari 5
0 = Kurang Baik,
toilet atau kamar
kuesioner C kemudian pertanyaan positif
jika nilai jawaban
mandi.
dihitung hasil jawaban (seperti nomor
responden < 44
dari responden.
2,3,5,9 dan 10) dan 6 pertanyaan negatif (seperti nomor 1,4,6,7,8 dan 11). Kuesioner C ini menggunakan skala Likert, dimana responden
55
menjawab sesuai dengan pendapatnya. Pertanyaan positif diberi skor : 5 = selalu, 4 = sering, 3 = kadang-kadang, 2 = jarang dan 1 = tidak pernah; sedangkan pertanyaan negatif diberi skor : 5 = tidak pernah, 4 = jarang,
56
3 = kadangkadang, 2 = sering dan 1 = selalu (Hidayat, 2008) 3.
Usia Ibu
Usia responden (Ibu
Penyebaran kuesioner, Kuesioner A
yakni wanita yang
dimana
sudah menikah dan
diminta untuk mengisi
memiliki anak usia
kuesioner
prasekolah) terhitung
demografi).
Dalam tahun
Rasio
1 = Tinggi (SMA
Ordinal
responden
A
(data
dari tanggal lahir hingga penelitian ini dilakukan. 4.
Tingkat
Jenjang pendidikan
Penyebaran kuesioner, Kuesioner A
Pendidikan
terakhir yang diperoleh
dimana
responden (Ibu)
diminta untuk mengisi
responden
sampai Perguruan
57
kuesioner
A
(data
Tinggi)
demografi).
0 = Rendah (Tidak Sekolah sampai SMP) (UU No. 20 Tahun 2003)
5.
Status
Jenis kegiatan yang
Penyebaran kuesioner, Kuesioner A
1=Bekerja
Pekerjaan
dilakukan oleh
dimana
wiraswasta,
responden (Ibu) di luar
diminta untuk mengisi
karyawan dan lain-
pekerjaan rumah
kuesioner
lain)
tangga dan
demografi).
responden
A
(data
0=Tidak
memperoleh
(PNS, Nominal
bekerja
(Ibu rumah tangga)
penghasilan 6.
Variabel
Perilaku atau tindakan
Penyebaran kuesioner,
Kuesioner D
1 = Tidak
Dependen
yang sering dilakukan
dimana responden
dengan total 5
mengompol jika
Ordinal
58
Kebiasaan
anak tanpa adanya
diminta menjawab
pertanyaan dan 1
responden
Mengompol
latihan buang air kecil
pertanyaan dalam
pertanyaan
menjawab “tidak”
(Enuresis)
meskipun secara
kuesioner D kemudian
terbuka. Kuesioner
pada pertanyaan
normal telah memiliki
dihitung hasil jawaban
D ini
nomor 1 sampai
kendali terhadap
dari responden dan
menggunakan
nomor 5.
kandung kemihnya
dikategorikan.
skala Guttman,
0 = Mengompol
dengan kriteria :
dimana responden
jika responden
1. Anak mengompol ≥
hanya menjawab
menjawab “ya”
ya atau tidak.
pada pertanyaan
(Djaali dan
nomor 1 dan
Muljono, 2007).
menjawab “ya”
2x dalam 1 minggu 2. Anak mengganti diaper ≥ 3x dalam sehari
minimal 2 pertanyaan setelah menjawab “tidak” pada pertanyaan
59
nomor 1. 7.
Usia Anak
Usia anak terhitung
Penyebaran kuesioner,
dari tanggal lahir
dimana responden
hingga penelitian ini
diminta untuk mengisi
dilakukan
kuesioner A (data
Kuesioner A
Dalam bulan
Rasio
Kuesioner A
1 = Perempuan
Nominal
demografi). 8.
Jenis kelamin Identitas gender pada anak.
Penyebaran kuesioner, dimana responden diminta untuk mengisi kuesioner A (data demografi).
Tabel 3.1 Definisi Operasional
0 = Laki-laki
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan deskritif analitik. Penelitian analitik adalah suatu bentuk penelitian yang mencoba mencari hubungan antar variabel dengan cara pengumpulan data, kemudian data tersebut dianalisis untuk mencari seberapa besar hubungan antar variabel yang ada (Setiadi, 2007). Penelitian ini menggunakan studi cross sectional, dimana variabel sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur dan dikumpulkan secara simultan, sesaat atau satu kali saja dalam satu kali waktu (dalam waktu yang bersamaan) serta pada studi ini tidak ada follow up (Setiadi, 2007).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang. 2. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal 30 Juni – 2 Juli 2012.
60
61
C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti (Notoatmodjo, 1993 dalam Setiadi 2007). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak usia prasekolah (3-6 tahun) di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang dengan jumlah 106 orang.
2. Sampel Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 1993 dalam Setiadi, 2007). Penelitian ini memiliki dua kriteria sampel yakni kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Sampel pada penelitian ini adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut : a. Ibu yang memiliki anak dengan kriteria anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang tidak memiliki gangguan sistem perkemihan. b. Ibu yang tinggal serumah dengan anaknya. c. Bersedia menjadi responden. d. Dapat membaca dan menulis. e. Bertempat tinggal di wilayah RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang. Adapun kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak usia prasekolah (3-6 tahun) dengan kriteria : a. Mengalami gangguan sistem perkemihan. b. Mendapat terapi yang mempengaruhi proses berkemih.
62
Peneliti menentukan besar sampel dengan melakukan proses skrining terhadap 106 orang ibu yang memiliki anak usia prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang secara door to door. Skrining dilakukan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sampel penelitian, instrumen yang digunakan dalam proses skrining adalah kuesioner. Kuesioner digunakan karena sifatnya yang mudah diaplikasikan. Setelah dilakukan proses skrining diperoleh hasil sebagai berikut, dari 106 orang ibu yang memiliki anak usia prasekolah, hanya 82 orang diantaranya yang memenuhi kriteria untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Hasil skrining tersebut menyebar secara tidak merata di setiap RT, dilihat dari gambaran penyebaran responden pada tiap RT sebagai berikut : RT 001 sebanyak 7 responden, RT 002 sebanyak 15 responden, RT 003 sebanyak 15 responden, RT 004 sebanyak 37 responden dan RT 005 sebanyak 8 responden. Jumlah responden di RT 004 terlihat jauh lebih banyak dibanding jumlah responden di RT lainnya. Metode pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik sampling jenuh (total sampling). Sampling jenuh (total sampling) adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel dikarenakan jumlah populasi relatif kecil dan penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil (Sugiyono, 2009). Total sampling digunakan pada penelitian ini karena penyebaran jumlah responden di populasi yang tidak merata dan cakupan wilayah yang tidak terlalu luas sehingga tidak menyulitkan peneliti untuk mengambil data dari semua sampel. Teknik ini juga
63
digunakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bias, karena dengan teknik ini data diambil dari semua sampel yang memenuhi kriteria.
D. Instrumen Penelitian Penelitian
ini
menggunakan kuesioner
sebagai
instrumen dalam
pengambilan data. Kuesioner dibagi menjadi 4 bagian yakni kuesioner data demografi, kuesioner pengetahuan ibu tentang toilet training, kuesioner perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dan kuesioner kebiasaan mengompol. Pada kuesioner pengetahuan ibu tentang toilet training dan kuesioner perilaku ibu dalam menerapkan toilet training menggunakan rumus mean dalam menentukan nilai kategorinya dikarenakan rumus mean dapat mewakili nilai responden secara keseluruhan. Mean (rata-rata) adalah nilai rata-rata dari observasi suatu variabel dan merupakan jumlah semua observasi dibagi jumlah observasi (Istijanto, 2005). Rumus mean sebagai berikut :
Keterangan : ̅ = mean atau rata - rata
̅
= jumlah data semua responden
64
Berikut adalah gambaran atau penjelasan dari ke-4 bagian kuesioner penelitian ini : 1. Kuesioner A ( kuesioner data demografi ) Kuesioner ini untuk mengetahui karakteristik responden yang terdiri dari 2 pertanyaan yakni : a. Identitas responden (Ibu yang memiliki anak usia prasekolah) meliputi umur, pendidikan terakhir, pekerjaan ibu dan status hubungan ibu dengan anak. b. Identitas anak usia prasekolah meliputi tanggal lahir, umur, jenis kelamin anak dan 2 pertanyaan skrining untuk mengetahui anak mengalami gangguan sistem perkemihan atau tidak, seperti di bawah ini : 1) Apakah anak ibu sedang menderita penyakit saluran kemih seperti kelainan ginjal atau infeksi pada alat kelaminnya saat ini ? 2) Apakah anak ibu sedang menjalankan pengobatan terhadap penyakitnya tersebut saat ini ? 2. Kuesioner B (Kuesioner pengetahuan ibu tentang toilet training) Kuesioner ini menggunakan skala Guttman, dimana skala ini menginginkan tipe jawaban tegas seperti jawaban benar-salah, ya-tidak, pernah-tidak pernah, positif-negatif, tinggi-rendah, baik-buruk, dan seterusnya (Djaali dan Muljono, 2007). Penelitian ini menggunakan tipe jawaban benar-salah untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan ibu tentang toilet training.
65
Kuesioner dibuat dalam bentuk daftar checklist dan total pertanyaan berjumlah 12 pernyataan yang terdiri dari 2 pernyataan yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif. Apabila jawaban responden benar diberi skor 1 dan apabila jawaban responden salah diberi skor 0 sehingga skor maksimum adalah 12 dan skor minimum adalah 0. Pernyataan positif terdiri dari 7 item seperti nomor 2,3,4,6,8,9, dan 11 dengan penskorannya sebagai berikut : a. Jika responden menjawab benar diberi skor 1 b. Jika responden menjawab salah diberi skor 0 Pernyataan negatif terdiri dari 5 item seperti nomor 1,5,7,10 dan 12 maka penskorannya sebagai berikut : a. Jika responden menjawab benar diberi skor 0 b. Jika responden menjawab salah diberi skor 1 Indikator – indikator yang diukur dalam variabel pengetahuan ibu tentang toilet training adalah sebagai berikut : Nomor Item Pernyataan Jumlah Positif Negatif 1. Pengertian toilet training 3,4 2 2. Kesiapan anak untuk 8,11 1,7 4 toilet training 3. Teknik yang digunakan 2 5,10,12 4 dalam toilet training 4. Dampak keberhasilan 9 1 toilet training 5. Dampak kegagalan toilet 6 1 training Jumlah Item 7 5 12 Tabel 4.1 Indikator pengukuran pengetahuan ibu tentang toilet training No.
Indikator
66
Kategori pengetahuan ibu tentang toilet training dibagi menjadi dua kategori yakni Baik dan Kurang Baik. Pengkategorian pengetahuan ini menggunakan nilai mean dikarenakan data pengetahuan berdistribusi normal. Nilai mean pengetahuan ibu tentang toilet training adalah 8, maka dapat disimpulkan bahwa : a. Baik apabila nilai jawaban yang benar ≥ 8 dan b. Kurang baik apabila nilai jawaban yang benar < 8. 3. Kuesioner C (kuesioner perilaku ibu dalam menerapkan toilet training) Kuesioner ini menggunakan skala Likert dengan 2 bentuk pertanyaan yakni pertanyaan positif dan pertanyaan negatif (Djaali dan Muljono, 2007). Skala Likert digunakan untuk mengetahui perilaku ibu dalam menerapkan toilet training. Kuesioner dibuat dalam bentuk daftar checklist dan terdiri dari 11 pertanyaan dengan skor maksimum 55 dan skor minimum adalah 11. Pertanyaan positif terdiri dari 5 pertanyaan seperti nomor 2,3,5,9 dan 10 dengan nilai : 1 = Tidak pernah 2 = Jarang 3 = Kadang – kadang 4 = Sering 5 = Selalu Pertanyaan negatif terdiri dari 6 pertanyaan seperti nomor 1,4,6,7,8 dan 11 dengan nilai : 1 = Selalu 2 = Sering
67
3 = Kadang – kadang 4 = Jarang 5 = Tidak Pernah Adapun kategori perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dibagi menjadi dua kategori yakni baik dan kurang baik. Pengkategorian perilaku menggunakan nilai mean dalam menentukan kategori tersebut dikarenakan data perilaku berdistribusi normal sehingga nilai mean perilaku ibu dalam menerapkan toilet training adalah 44, maka dapat disimpulkan bahwa : a. Baik, apabila jawaban responden ≥ 44, dan b. Kurang baik, apabila jawaban responden < 44 4. Kuesioner D (kuesioner kebiasaan mengompol) Kuesioner ini menggunakan skala Guttman dengan jawaban ya atau tidak, dikarenakan peneliti menginginkan jawaban tegas apakah anak masih memiliki kebiasaan mengompol atau tidak. Kuesioner dibuat dalam bentuk daftar checklist yang terdiri dari 5 pertanyaan tertutup dan 1 pertanyaan terbuka. Hasil pengukuran kuesioner ini dikategorikan menjadi dua kategori yakni mengompol dan tidak mengompol. a. Dinyatakan mengompol, apabila : 1. Responden menjawab “ya” pada pertanyaan “apakah anak anda masih mengompol?”, kemudian di crosscheck dengan pertanyaan “berapa kali anak anda mengompol dalam seminggu?” jika responden menjawab ≥ 2x dalam 1 minggu maka termasuk ke dalam kategori ini.
68
2. Responden menjawab “tidak” pada pertanyaan “apakah anak anda masih
mengompol?”,
kemudian
responden
diminta
untuk
melanjutkan menjawab pertanyaan berikutnya dan apabila responden menjawab “ya” minimal 2 pertanyaan maka termasuk ke dalam kategori ini. b. Dinyatakan tidak mengompol, apabila responden menjawab “tidak” pada pertanyaan “apakah anak anda masih mengompol?”, kemudian responden
diminta
untuk
melanjutkan
menjawab
pertanyaan
berikutnya dan apabila responden hanya menjawab “ya” pada 1 pertanyaan atau menjawab “tidak” pada seluruh pertanyaan berikutnya maka termasuk ke dalam kategori ini.
E. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen 1. Uji Validitas Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benarbenar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Arikunto (2010) mengatakan bahwa sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat, Uji validitas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan rumus “Pearson Product Moment”yakni :
√[
][
]
69
Keterangan :
= Koefisien korelasi = Jumlah skor item = Jumlah skor total (item) n
= Jumlah responden
Kemudian hasil
diuji menggunakan uji t dan dilihat penafsiran
dari indeks korelasinya (Hidayat, 2008). Rumus uji t sebagai berikut :
Keterangan :
√ √
t = Nilai thitung r = Koefisien korelasi hasil r hitung n = Jumlah responden
2. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan sehingga bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan alat ukur yang sama maka hasil pengukuran itu tetap konsisten (Notoatmodjo, 2010). Teknik uji reliabilitas ini menggunakan rumus Alpha Cronbach ( ), dimana r hasil adalah alpha. Apabila r alpha > r tabel maka dikatakan reliabel, sebaliknya bila r alpha < r tabel maka dikatakan tidak reliabel (Hidayat, 2008).
70
3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas dan reliabilitas kuesioner penelitian ini dilakukan pada tanggal 18 Juni 2012 di Posyandu Anggrek RW 03 Kelurahan Babakan Kota Tangerang dengan melibatkan 30 responden dikarenakan wilayah tersebut memiliki karakteristik yang sama dengan sampel di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang dan memenuhi kriteria inklusi serta eksklusi pada penelitian ini. Pelaksanaan uji validitas ini dibantu oleh kader posyandu di RW 03 untuk memberikan kepercayaan kepada ibu-ibu yang memiliki anak usia prasekolah di wilayah setempat. Uji validitas ini digunakan untuk menguji kuesioner pengetahuan ibu tentang toilet training dan kuesioner perilaku ibu dalam menerapkan toilet training. Pada kuesioner pengetahuan ibu tentang toilet training dari 14 pertanyaan terdapat 2 pertanyaan yang tidak valid dikarenakan nilai r hitung < rtabel yakni pertanyaan nomor 4 (rhitung = 0,160 < 0,361) dan nomor 5 (rhitung = 0,275 < 0,361). Pada kuesioner perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dari 14 pertanyaan terdapat 3 pertanyaan yang tidak valid, yakni pertanyaan nomor 6 (rhitung = 0,215 < 0,361), nomor 9 (rhitung = 0,074 < 0,361), dan nomor 11 (rhitung = 0,212 < 0,361). Beberapa pertanyaan yang tidak valid tersebut akan di-drop out atau dihapuskan dikarenakan tidak mengurangi indikator yang akan diukur dan telah terwakilkan oleh beberapa pertanyaan yang valid dan pertanyaan yang valid akan ditetapkan untuk dipakai (Djaali dan Muljono, 2007) sehingga kuesioner yang disebarkan kepada 82 responden berjumlah 12
71
pertanyaan untuk kuesioner pengetahuan ibu tentang toilet training dan 11 pertanyaan untuk kuesioner perilaku ibu dalam menerapkan toilet training. Hasil uji reliabilitas kuesioner penelitian ini dilihat dari nilai Alpha Cronbach ( ) seperti pengetahuan ibu tentang toilet training sebesar 0,866 dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training sebesar 0,828. Nilai tersebut menunjukkan ralpha > rtabel berarti pertanyaan yang berada dalam kuesioner pada masing-masing variabel ini dapat dikatakan reliabel.
F. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam penelitian (Nursalam, 2008). Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Pengumpulan data dilaksanakan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang. Adapun tahapan pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut : 1. Mengajukan surat permohonan izin untuk melakukan penelitian kepada Kelurahan Babakan Kota Tangerang, RW dan RT setempat. 2. Setelah mendapatkan izin dari pihak berwenang setempat, peneliti melakukan pendataan untuk pengambilan sampel. Data diperoleh dari posyandu Mawar dan data setiap RT di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang untuk data anak usia 3-5 tahun dan melakukan pendataan kembali untuk memperoleh data anak usia 5-6 tahun secara door to door. 3. Setelah mendapatkan data anak usia prasekolah (3-6 tahun), peneliti melakukan skrining sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian
72
dengan menyebarkan kuesioner skrining sehingga jumlah responden yang sesuai sebanyak 82 responden. 4. Meminta bantuan kepada kader dan ibu RT setempat dalam penyebaran kuesioner dan memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian, manfaat penelitian dan tata cara pengisian kuesioner kepada kader dan ibu RT setempat untuk menyamakan persepsi sehingga tidak menimbulkan bias bagi responden dalam mengisi kuesioner. 5. Memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan menjamin kerahasiaan jawaban yang diberikan dalam kuesioner kepada calon responden dari sampel yang telah terpilih tersebut. 6. Memberikan lembar persetujuan (informed consent) untuk ditandatangani oleh calon responden, apabila calon responden bersedia menjadi responden. 7. Memberikan penjelasan tentang cara pengisian kuesioner. 8. Memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya tentang hal-hal yang tidak dipahami dan tidak jelas di dalam kuesioner. 9. Memberikan kesempatan kepada responden untuk mengisi kuesioner sekitar 10-15 menit. 10. Setelah kuesioner terisi, responden menyerahkan kuesioner kepada peneliti. 11. Peneliti mengecek kembali isian jawaban apakah sudah lengkap atau belum. Jika belum lengkap, maka peneliti meminta responden untuk melengkapi jawabannya, namun apabila sudah lengkap maka kuesioner dikumpulkan kepada peneliti.
73
12. Peneliti mengelompokkan data yang sudah terkumpul sesuai dengan variabel penelitian.
G. Pengolahan Data Penelitian ini menggunakan program Statistical Package for Social Science (SPSS) dalam proses pengolahan datanya. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data dengan komputer adalah sebagai berikut : 1. Editing Editing adalah kegiatan untuk pengecekan atau perbaikan isian formulir atau kuesioner. Editing (penyuntingan) dilakukan setelah penyebaran kuesioner untuk melihat apakah jawaban sudah lengkap atau belum. 2. Coding Coding atau pengkodean adalah kegiatan mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan, misalnya 0 = lakilaki, 1 = perempuan. Kegiatan ini dilakukan setelah semua kuesioner sudah diedit atau disunting. 3. Data entry atau Processing Data entry adalah kegiatan memasukkan data (jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) ke dalam program SPSS. 4. Cleaning Cleaning
adalah
kegiatan
kemungkinan-kemungkinan
mengecek
adanya
kembali
untuk
melihat
kesalahan-kesalahan
kode,
74
ketidaklengkapan, dan sebagainya, yang kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Cara yang dilakukan dalam proses ini adalah membuat distribusi frekuensi masing-masing variabel untuk mengetahui adanya data yang hilang (missing) dan mendeteksi apakah data yang dimasukkan benar atau salah.
H. Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis univariat merupakan analisis tiap variabel yang dinyatakan dengan menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel atau grafik (Setiadi, 2007). Análisis ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010). Data univariat yang dianalisis pada penelitian ini berupa data berskala numerik dan data berskala kategorik. Data berskala numerik seperti usia ibu dan usia anak akan dinyatakan sebagai rerata dan SD (standar deviasi). Data berskala kategorik seperti tingkat pendidikan, status pekerjaan, jenis kelamin anak, pengetahuan ibu tentang toilet training, perilaku ibu dalam menerapkan toilet training, dan kebiasaan mengompol (enuresis) pada anak usia prasekolah akan dinyatakan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabelnya.
75
2. Analisis Bivariat Análisis bivariat merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yang bersangkutan (variabel independen dan variabel dependen). Análisis bivariat ini digunakan untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang toilet training (variabel independen) terhadap kebiasaan mengompol (enuresis) pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) (variabel dependen) dan hubungan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training (variabel independen) dengan kebiasaan mengompol (enuresis) pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) (variabel dependen). Análisis bivariat ini menggunakan program SPSS versi 19. Teknik yang digunakan adalah uji Chi Square pada 5% dengan derajat kepercayaan 95%, sehingga jika nilai p < 0.05, berarti perhitungan statistik bermakna (signifikan) atau menunjukkan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Pada program SPSS apabila tabel yang digunakan 2x2 dan tidak ada nilai E < 5, maka uji yang dipakai adalah ”continuity correction (α)” untuk memberikan kesimpulan perhitungannya (Amran, 2012). Uji chi square di atas hanya dapat melihat ada perbedaan proporsi antar kelompok. Untuk melihat derajat hubungan maka dipakai ukuran nilai Odds Ratio (OR) karena desain penelitian ini adalah cross sectional (Amran, 2012). Pengujian tes hipotesis terhadap nilai OR dengan cara menentukan confidence interval. Interpretasi OR bila nilai : OR = 1, diperkirakan tidak ada asosiasi antara faktor risiko dan penyakit
76
OR > 1, diperkirakan terdapat asosiasi positif antara faktor risiko dan penyakit OR < 1, diperkirakan terdapat asosiasi negatif antara faktor risiko dan penyakit (Chandra, 2009)
I. Etika Penelitian Secara umum prinsip etika dalam penelitian dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek, dan prinsip keadilan. Prinsip etika ini sangat penting diperhatikan dan dilaksanakan karena subjek penelitian yang akan digunakan adalah manusia, maka apabila tidak dilaksanakan, peneliti akan melanggar hak-hak (otonomi) manusia yang kebetulan sebagai klien (Nursalam, 2008). Berikut prinsip - prinsip etika penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1. Prinsip manfaat a. Bebas dari penderitaan Penelitian ini dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada responden. b. Bebas dari eksploitasi. Partisipasi responden dalam penelitian harus dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan. Peneliti memberikan penjelasan bahwa partisipasi responden dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan responden.
77
2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity) a. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self determination) Responden mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi responden ataupun tidak, tanpa adanya sangsi apa pun. b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right to full disclosure) Peneliti memberikan penjelasan secara rinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada responden. c. Informed consent Peneliti memberikan lembar persetujuan kepada calon responden setelah calon responden mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan untuk ditandatangani apabila bersedia menjadi responden. Responden mempunyai hak pula untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden. 3. Prinsip keadilan (right to justice) a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment) Responden harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian. b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy) Responden mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan sehingga kuesioner yang diberikan tidak
78
perlu mencantumkan nama atau tanpa nama (anonymity) dan bersifat rahasia (confidentiality).
79
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Gambaran Umum RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Kelurahan Babakan merupakan salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Tangerang Kota Tangerang. Kelurahan Babakan berbatasan langsung dengan Kelurahan Sukasari (sebelah utara), Sungai Cisadane (sebelah barat), Kelurahan Buaran Indah (sebelah timur) dan Kelurahan Kelapa Indah (sebelah selatan). Luas wilayah Kelurahan Babakan adalah 104 ha/m2. Kelurahan Babakan memiliki 8 Rukun Warga (RW) dan 39 Rukun Tetangga (RT). Fasilitas kesehatan yang terdapat di wilayah Kelurahan Babakan Kota Tangerang adalah puskesmas, posyandu di setiap RW, apotek dan praktek dokter umum. Fasilitas tersebut dapat dijangkau oleh masyarakat dengan mudah walau hanya dengan berjalan kaki, karena akses jalan yang menghubungkan tempat tinggal warga dengan fasilitasfasilitas kesehatan tersebut dapat dikatakan sudah memadai. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kelurahan Babakan Kota Tangerang, tepatnya di RW 02. RW 02 memiliki letak yang strategis karena berada di wilayah pusat Kota Tangerang. RW ini berbatasan dengan RW 03 di sebelah selatan, RW 01 di sebelah utara, LP wanita Tangerang di sebelah timur, dan Sungai Cisadane di sebelah barat. RW 02 terdiri dari 5 RT dengan kondisi umum lingkungan termasuk padat
80
penduduk. Tipe rumah di RW 02 sebagian besar adalah kontrakan petak dan rata-rata satu rumah dihuni oleh lebih dari 1 kepala keluarga (KK) serta jarak antar rumah kurang dari 1 m. Saluran pembuangan limbah rumah tangga di RW ini juga kurang memadai, seperti saluran/got yang macet karena sampah, serta kurangnya jumlah WC atau toilet di setiap tempat tinggal, yakni rata-rata satu rumah hanya memiliki satu toilet. Toilet merupakan sarana utama dalam proses pembelajaran toilet training. Fasilitas kesehatan yang terdapat di wilayah ini adalah posyandu (Posyandu Mawar), klinik dokter umum, praktek kebidanan dan apotek.
2. Gambaran Umum Karakteristik Responden Responden pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak usia prasekolah (3-6 tahun) dengan kriteria tidak mengalami gangguan sistem perkemihan. Jumlah ibu yang memiliki anak usia prasekolah tersebut di wilayah RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang yang menjadi sampel penelitian adalah 82 orang setelah dilakukan proses skrining dengan menggunakan kuesioner. Berikut hasil analisis karakteristik responden penelitian ini yakni : a) Usia Ibu Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Usia Ibu yang Memiliki Anak Usia Prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 Variabel
Mean
SD
Min-Maks
Usia Ibu (tahun)
32,88
6,470
21-53
81
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa rata-rata usia ibu yang memiliki anak usia prasekolah (3-6 tahun) adalah 32,88 atau 33 tahun dengan standar deviasi sebesar 6,470. Usia minimal ibu yang memiliki anak usia prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang yaitu 21 tahun dan usia maksimal yaitu 53 tahun.
b) Tingkat Pendidikan Ibu Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Ibu yang Memiliki Anak Usia Prasekolah Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 Variabel
Kategori
n
%
Tingkat
-
Tidak Sekolah
0
0,0
pendidikan
-
SD
11
13,4
-
SMP
25
30,5
-
SMA
40
48,8
-
Perguruan Tinggi
6
7,3
82
100
Total
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar tamatan tingkat pendidikan terakhir ibu adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 40 orang (48,8%), tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 25 orang (30,5%), tamatan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 11 orang (13,4%), tamatan Perguruan Tinggi sebanyak 6 orang (7,3%) dan tidak ada ibu yang tidak sekolah. Tingkat pendidikan dikategorikan menjadi 2 kategori, yaitu Rendah (Tidak Sekolah hingga SMP) dan Tinggi (SMA hingga
82
Perguruan Tinggi). Pengkategorian ini didasarkan pada pandangan bahwa SMA dan Perguruan Tinggi merupakan tingkat pendidikan lanjutan dari pendidikan dasar (SD hingga SMP) sehingga tingkatan pendidikannya lebih tinggi daripada pendidikan dasar (UU No. 20 Tahun 2003). Pembagian tersebut dapat dilihat pada tabel 5.2.1 berikut ini : Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Ibu yang Memiliki Anak Usia Prasekolah Berdasarkan Kategori Tingkat Pendidikan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 Variabel
Kategori
n
%
Tingkat Pendidikan
Rendah (Tidak Sekolah - SMP)
36
43,9
Tinggi (SMA - Perguruan Tinggi)
46
56,1
Total
82
100
Pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu dengan tingkat pendidikan tinggi sebanyak 46 orang (56,1%) sedangkan ibu dengan tingkat pendidikan rendah sebanyak 36 orang (43,9%).
83
c) Status Pekerjaan Ibu Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Ibu yang Memiliki Anak Usia Prasekolah Berdasarkan Status Pekerjaan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 Variabel Status Pekerjaan
Kategori
n
%
-
Ibu Rumah Tangga
57
69,5
-
Karyawan
17
20,7
-
Wiraswasta
3
3,7
-
PNS
2
2,4
-
Dan lain-lain
3
3,7
Total
82
100
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu mempunyai status pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebanyak 57 orang (69,5%), 17 orang (20,7%) sebagai karyawan, 3 orang (3,7%) sebagai wiraswasta, 2 orang (2,4%) sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan lain-lain sebanyak 3 orang (3,7%). Status pekerjaan dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu Tidak Bekerja (Ibu Rumah Tangga) dan Bekerja (Karyawan, Wiraswasta, PNS dan lain-lain). Pembagian tersebut dapat dilihat pada tabel 5.3.2 berikut ini :
84
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Ibu yang Memiliki Anak Usia Prasekolah Berdasarkan Kategori Status Pekerjaan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 Variabel
Kategori
n
%
57
69,5
Wiraswasta, 25
30,5
82
100
Status Pekerjaan Tidak Bekerja (Ibu Rumah Tangga) Bekerja
(Karyawan,
PNS dan lain-lain ) Total
Pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu mempunyai status pekerjaan tidak bekerja sebanyak 57 orang (69,5%) sedangkan ibu yang mempunyai status pekerjaan bekerja sebanyak 25 orang (30,5%).
d) Usia Anak Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Usia Anak Prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 Variabel Usia Anak (bulan)
Mean 52,72
SD 12,600
Min-Maks 36-72
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa rata-rata usia anak prasekolah (dalam bulan) adalah 52,72 atau 53 bulan (4 tahun 5 bulan) dengan standar deviasi sebesar 12,600. Usia minimal anak prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang yaitu 36 bulan (3 tahun) dan usia maksimal yaitu 72 bulan (6 tahun).
85
e) Jenis Kelamin Anak Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Anak Usia Prasekolah Berdasarkan Jenis Kelamin di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 Variabel
Kategori
n
%
Jenis Kelamin
Laki-laki
44
53,7
Perempuan
38
46,3
Total
82
100
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa sebagian besar jenis kelamin anak usia prasekolah (3-6 tahun) adalah laki-laki sebanyak 44 anak (53,7%) sedangkan jenis kelamin perempuan hanya 38 anak (46,3%).
B. Analisis Univariat 1. Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training Gambaran karakteristik pengetahuan ibu tentang toilet training dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu kurang baik dan baik. Pembagian tersebut dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut ini : Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 Variabel Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training
Kategori
n
%
Kurang Baik
31
37,8
Baik
51
62,2
Total
82
100
86
Tabel 5.8 menunjukkan sebagian besar ibu memiliki pengetahuan baik tentang toilet training sebanyak 51 ibu (62,2%) sedangkan ibu yang memiliki pengetahuan kurang baik tentang toilet training sebanyak 31 Ibu (37,8%). Pengkategorian tersebut secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut ini : Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 No. 1.
2.
Pengetahuan Ibu tentang toilet training
Jawaban Responden Benar % Salah %
Pengertian Toilet training a. Latihan buang air kecil 77 disebut pula dengan istilah toilet training. b. Toilet training adalah 78 usaha untuk melatih anak melakukan buang air kecil secara mandiri ke toilet. Kesiapan anak untuk toilet training a. Mengompol pada anak 39 usia prasekolah (3-6 tahun) masih dianggap sebagai hal yang wajar. b. Anak usia 3-6 tahun 57 belum mampu menahan buang air kecil selama 2 jam. c. Anak usia 3-6 tahun 81 sudah dapat mengatakan “pipis” jika ingin buang air kecil. d. Anak usia 3-6 tahun 80 sudah mampu membuka pakaiannya sendiri ketika ingin buang air kecil
Total
%
93,9
5
6,1
82
100
95,1
4
4,9
82
100
47,6
43
52,4
82
100
69,5
25
30,5
82
100
98,8
1
1,2
82
100
97,6
2
2,4
82
100
87
No. 3.
4.
5.
Pengetahuan Ibu tentang toilet training
Jawaban Responden Benar % Salah %
Teknik yang digunakan dalam toilet training a. Mengompol dapat 80 97,6 diatasi dengan latihan buang air kecil secara teratur sejak usia 1-6 tahun 66 80,5 b. Saya mulai melatih anak saya untuk pergi ke toilet saat anak berusia 3-4 tahun 48 c. Saya tidak harus 58,5 menunggui anak saya dalam melakukan buang air kecil di toilet 51 d. Saya melatih anak buang 62,2 air kecil di toilet lebih dari 10 menit Dampak keberhasilan toilet training a. Keuntungan latihan 75 91,5 buang air kecil ini dapat membuat anak mengetahui fungsi alat kelaminnya Dampak kegagalan toilet training a. Kegagalan toilet training 48 58,5 dapat menyebabkan gangguan psikologis pada anak seperti keras kepala
Total
%
2
2,4
82
100
16
19,6
82
100
34
41,5
82
100
31
37,8
82
100
7
8,5
82
100
34
41,5
82
100
Hasil tabel 5.9 menunjukkan bahwa ibu mengetahui tentang pengertian toilet training, dilihat dari ibu yang menyatakan latihan buang air kecil disebut dengan istilah toilet training sebanyak 77 orang (93,9%) dan toilet training adalah usaha untuk melatih anak melakukan buang air kecil secara mandiri ke toilet sebanyak 78 orang (95,1%). Pengetahuan ibu tentang kesiapan anak untuk toilet training dapat dilihat dari sebagian besar ibu yang menyatakan mengompol pada anak
88
usia prasekolah (3-6 tahun) masih dianggap sebagai hal yang wajar sebanyak 43 orang (52,4%), ibu yang menyatakan anak usia 3-6 tahun belum mampu menahan buang air kecil selama 2 jam sebanyak 25 orang (30,5%), ibu yang menyatakan anak usia 3-6 tahun sudah dapat mengatakan “pipis” jika ingin buang air kecil sebanyak 81 (98,8%) dan ibu yang menyatakan anak usia 3-6 tahun sudah mampu membuka pakaiannya sendiri ketika ingin buang air kecil sebanyak 80 orang (97,6%). Pengetahuan ibu tentang teknik yang digunakan dalam toilet training dapat dilihat dari sebagian besar ibu yang menyatakan mengompol dapat diatasi dengan latihan buang air kecil secara teratur sejak usia 1-6 tahun sebanyak 80 orang (97,6%), ibu yang menyatakan mulai melatih anaknya untuk pergi ke toilet saat anak berusia 3-4 tahun sebanyak 66 orang (80,5%), ibu yang menyatakan tidak harus menunggui anaknya dalam melakukan buang air kecil di toilet sebanyak 34 orang (41,5%) dan ibu yang menyatakan melatih anaknya buang air kecil di toilet lebih dari 10 menit sebanyak 31 orang (37,8). Pengetahuan ibu tentang dampak toilet training dapat dilihat dari sebagaian besar ibu yang menyatakan keuntungan latihan buang air kecil ini dapat membuat anak mengetahui fungsi alat kelaminnya sebanyak 75 orang (91,5%) dan ibu yang menyatakan dampak kegagalan toilet training dapat menyebabkan gangguan psikologis pada anak seperti keras kepala sebanyak 48 orang (58,5%)
89
2. Gambaran Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training Gambaran karakteristik perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu kurang baik dan baik. Pembagian tersebut dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut ini : Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 Variabel Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training
Kategori
n
%
Kurang Baik
35
42,7
Baik
47
57,3
Total
82
100
Tabel 5.10 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu memiliki perilaku baik dalam menerapkan toilet training sebanyak 47 ibu (57,3%) sedangkan ibu yang memiliki perilaku kurang baik dalam menerapkan toilet training sebanyak 35 ibu (42,7%). Pengkategorian tersebut secara lebih rinci dapat dilihat dari tabel 5.11 berikut ini : Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 No
1.
Perilaku Ibu dalam menerapkan toilet training Ibu membiarkan anak mengompol di malam hari karena kasihan jika dibangunkan
Selalu n 3
% 3,7
Sering n 7
% 8,5
Kadangkadang n % 1 20,7 7
Jarang n 9
% 11,0
Tidak Pernah n % 4 56,1 6
Jumlah n 8 2
% 100
90
No
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Perilaku Ibu dalam menerapkan toilet training Ibu mengajari anak untuk berkata “pipis” jika ingin buang air kecil Ibu menggunakan media seperti boneka untuk melatih anak buang air kecil di toilet Ibu memarahi anak jika ketahuan mengompol di tempat tidur Ibu mengajak anak ke toilet jika ingin buang air kecil Ibu memakaikan celana yang sulit dilepas kepada anak seperti celana jeans, celana ketat dll Ibu membiarkan anak mengompol karena menganggap bahwa mengompol adalah hal yang wajar Ibu membiarkan anak buang air kecil bukan di toilet Ibu mengingatkan anak pergi ke toilet jika ingin melakukan buang air kecil Ibu menyuruh anak melakukan rutinitas seperti cuci tangan, cuci kaki, cuci muka saat bangun tidur dll di kamar mandi Ibu tetap memakaikan popok/diapers setiap hendak tidur
Selalu
Sering
n 66
% 80,5
N 13
% 15,9
Kadangkadang n % 2 2,4
Jarang
4
4.9
5
6,1
6
7,3
3
3,7
64
78,0
82
100
9
11,0
8
9,8
36
43,9
5
6,1
24
29,3
82
100
59
72,0
10
12,2
4
4,9
7
8,5
2
2,4
82
100
8
9,8
4
4,9
22
26,8
21
25,6
27
32,9
82
100
4
4,9
4
4,9
10
12,2
14
17,1
50
61,0
82
100
0
0
3
3,7
10
12,2
12
14,6
57
69,5
82
100
61
74,4
17
20,7
2
2,4
0
0
2
2,4
82
100
55
67,1
14
17,1
11
13,4
1
1,2
1
1,2
82
100
3
3,7
2
2,4
13
15,9
4
4,9
60
73,2
82
100
n 0
% 0
Tidak Pernah n % 1 1,2
Jumlah n 82
% 100
91
meskipun usianya sudah lebih dari 4 tahun, karena ibu enggan melihat anak mengompol
Hasil tabel 5.11 menunjukkan bahwa perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dapat dilihat dari sebaian besar ibu tidak pernah membiarkan anaknya mengompol di malam hari karena kasihan jika dibangunkan sebanyak 46 orang (56,1%), ibu selalu mengajari anaknya untuk berkata “pipis” jika ingin buang air kecil sebanyak 66 (80,5%), ibu yang selalu menggunakan media seperti boneka untuk melatih anak buang air kecil di toilet hanya sebanyak 4 orang (4,9%), ibu kadang-kadang memarahi anak jika ketahuan mengompol di tempat tidur sebanyak 36 orang (43,9%), ibu selalu mengajak anak ke toilet jika ingin buang air kecil sebanyak 59 orang (72%), dan ibu tidak pernah memakaikan celana yang sulit dilepas kepada anak seperti celana jeans, celana ketat dll sebanyak 27 orang (32,9%). Perilaku ibu dalam menerapkan anak toilet training juga dapat dilihat dari ibu yang tidak pernah membiarkan anaknya mengompol karena menganggap bahwa mengompol adalah hal yang wajar sebanyak 50 orang (61%), ibu tidak pernah membiarkan anaknya buang air kecil bukan di toilet sebanyak 57 orang (69,5%), ibu selalu mengingatkan anak pergi ke toilet jika ingin melakukan buang air kecil sebanyak 61 orang (74,4%), ibu selalu menyuruh anak melakukan rutinitas seperti cuci tangan, cuci kaki, cuci muka saat bangun tidur dll di kamar mandi sebanyak 55 orang (67,1%) dan ibu tidak pernah memakaikan popok/diapers setiap hendak
92
tidur meskipun usianya sudah lebih dari 4 tahun, karena ibu enggan melihat anak mengompol sebanyak 60 orang (73,2%).
3. Gambaran Kebiasaan Mengompol Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Mengompol Anak Usia Prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 Variabel Kebiasaan Mengompol
Kategori
n
%
Mengompol
42
51,2
Tidak Mengompol
40
48,8
Total
82
100
Tabel 5.12 menunjukkan sebagian besar anak usia prasekolah memiliki kebiasaan mengompol sebanyak 42 (51,2%) dan hanya 40 anak usia prasekolah (48,8%) sudah tidak mengompol.
93
C. Analisis Bivariat 1. Hubungan
Pengetahuan
Ibu
tentang
Toilet Training
dengan
Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Tabel 5.13 Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training dengan Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 Kebiasaan mengompol
Pengetahuan Ibu tentang Toilet
Mengompol
Total
Tidak
OR (95% CI)
Mengompol
Training
n
%
n
%
n
%
Kurang Baik
19
61,3
12
38,7
31
100,0
Baik
23
45,1
28
54,9
51
100,0
1,928 (0,777-4,784)
Total
42
51,2
40
48,8
82
100,0
Berdasarkan tabel 5.13 di atas diketahui bahwa dari 31 ibu yang memiliki pengetahuan kurang baik terdapat 19 anak usia prasekolah (61,3%) mengompol dan hanya 12 anak (38,7%) tidak mengompol sedangkan dari 51 ibu yang memiliki pengetahuan baik terdapat 23 anak (45,1%) masih mengompol dan 28 anak (54,9%) tidak mengompol. Hasil uji statistik ini memperoleh nilai probabilitas sebesar 0,232 dilihat dari nilai Continuity Correction pada uji Chi-Square dengan CI 95% dan α 5% berarti p-value > α yang artinya Ho diterima, berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) (p > 0,05). Hal ini didukung pula oleh nilai Odds Ratio (OR) sebesar 1,928 (0,777-4,784), menunjukkan bahwa apabila nilai OR = 1
Pvalue
0,232
94
diperkirakan tidak ada asosiasi antara faktor resiko dan penyakit (Chandra, 2009), berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang toilet training dan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah.
2. Hubungan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training dengan Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Tabel 5.14 Hubungan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training dengan Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 Kebiasaan Mengompol
Perilaku Ibu dalam Menerapkan
Mengompol
Total
Tidak
OR (95% CI)
Mengompol
Toilet Training
n
%
n
%
n
%
Kurang Baik
23
65,7%
12
34,3%
35
100,0
Baik
19
40,4%
28
59,6%
47
100,0
2,825 (1,138-7,011)
Total
42
51,2
40
48,8
82
100,0
Berdasarkan tabel 5.14 di atas diketahui bahwa dari 35 ibu yang memiliki perilaku kurang baik dalam menerapkan toilet training terdapat 23 anak usia prasekolah (65,7%) mengompol dan hanya 12 anak (34,3%) tidak mengompol sedangkan dari 47 ibu yang memiliki perilaku baik dalam menerapkan toilet training terdapat 19 anak (40,4%) mengompol dan 28 anak (59,6%) tidak mengompol. Hasil uji statistik ini memperoleh nilai probabilitas sebesar 0,041 dilihat dari nilai Continuity Correction pada uji Chi-Square dengan CI 95% dan α 5%. Hal ini berarti p-value < α sehingga Ho ditolak, berarti ada
Pvalue
0,041
95
hubungan yang bermakna antara perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) (p < 0,05). Nilai OR pada analisis ini diketahui sebesar 2,825 (1,138-7,011) berarti bahwa ibu yang memiliki perilaku kurang baik dalam menerapkan toilet training memiliki peluang sebesar 2,8 atau 3 kali lebih besar anaknya mengompol daripada ibu yang memiliki perilaku baik dalam menerapkan toilet training.
96
BAB VI PEMBAHASAN
Bab VI ini membahas atau menjelaskan hasil penelitian tentang hubungan pengetahuan dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah yang dilakukan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang. Pembahasan yang dijelaskan meliputi keterbatasan penelitian, gambaran karakteristik responden, hasil analisis univariat dan hasil analisis bivariat dari variabel independen terhadap variabel dependen penelitian.
A. Keterbatasan Penelitian 1. Desain penelitian yang digunakan adalah desain cross sectional yang hanya mengukur satu kali dalam satu kali waktu sehingga tidak diketahui secara pasti apakah ibu benar-benar mengetahui tentang toilet training dan mempraktikkan toilet training kepada anaknya secara baik dan benar. 2. Penelitian ini hanya melihat hubungan pengetahuan ibu tentang toilet training dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training tanpa melihat sarana dan prasarana yang ada dalam mendukung anak melakukan toilet training sehingga hal ini dapat mempengaruhi jawaban ibu dalam mengisi kuesioner. 3. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Keuntungan menggunakan kuesioner adalah dapat memperoleh data yang banyak dalam waktu yang singkat, namun penggunaan kuesioner ini memiliki kelemahan yakni tidak dapat mengukur secara pasti tentang
97
perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dikarenakan jawaban pada kuesioner merupakan pendapat Ibu dan cenderung ibu mengisi jawaban yang terbaik menurutnya.
B. Gambaran Karakteristik Responden 1. Usia Ibu Usia adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun (Harlock, 2004). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang diketahui rata-rata usia ibu yang memiliki anak usia prasekolah (3-6 tahun) adalah 33 tahun dengan usia termuda yaitu 21 tahun dan usia tertua yaitu 53 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hidayat (2010) yang meneliti gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training bahwa usia ibu yang memiliki anak usia prasekolah terdapat pada kelompok usia 31-40 tahun (55,2%). Menurut Levison (1978 dalam Potter & Perry, 2005) bahwa usia 33 tahun termasuk ke dalam masa dewasa awal, yakni masa tenang. Masa tenang merupakan masa ketika seseorang mengalami stabilitas yang lebih besar. Tugas perkembangan masa ini sudah mulai membentuk keluarga, memilih menjadi orang tua dan mengasuh anak karena secara mental ibu sudah siap memiliki anak dan dapat bertanggungjawab (Potter & Perry, 2005). Pada usia ini pula, tingkat berpikir ibu sudah cukup matang sesuai dengan pendapat Nursalam dan Pariani (2001) yang menyatakan bahwa semakin cukup usia seseorang maka tingkat kematangan dalam berpikir lebih matang. Hal ini dapat diasumsikan bahwa ibu dapat menerima
98
informasi terkait toilet training dengan baik dikarenakan usia ibu yang sudah cukup matang dalam berpikir.
2. Tingkat Pendidikan Ibu Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan perilaku seseorang. Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah seseorang menerima informasi dan semakin banyak pengetahuan yang diperoleh sehingga terjadi perubahan perilaku. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu mengubah perilaku seseorang dari tidak melakukan sesuatu menjadi melakukan sesuatu (Sunaryo, 2004). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang diperoleh bahwa sebagian besar ibu mempunyai tingkat pendidikan tinggi sebanyak 46 orang Ibu (56,1%) dengan sebagian besar tamatan SMA sebanyak 40 orang Ibu (48,8%). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Soetjiningsih dan Windiani (2008) tentang prevalensi dan faktor risiko enuresis pada anak taman kanak-kanak bahwa pendidikan terakhir ibu paling banyak adalah SMA (52,8%). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Hidayat (2010) yang meneliti gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training bahwa pendidikan terakhir ibu paling banyak adalah Sarjana (55,2%). Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan karena tempat penelitian ini berada di lingkungan perumahan yang padat penduduk,
99
dimana rata-rata ibu di wilayah RW 02 setelah tamat SMA langsung menikah dan tidak melanjutkan ke perguruan tinggi.
3. Status Pekerjaan Ibu Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang diperoleh hasil sebanyak 57 orang ibu (69,5%) sebagai ibu rumah tangga. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hidayat (2010) yang menyatakan bahwa ibu dengan anak usia prasekolah memiliki status pekerjaan paling banyak sebagai ibu rumah tangga (46,6%). Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Soetjiningsih dan Windiani (2008) tentang prevalensi dan faktor risiko enuresis pada anak taman kanak-kanak bahwa paling banyak status pekerjaan ibu sebagai pegawai swasta (38,9%). Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan karena rata-rata usia ibu di wilayah RW 02 adalah 33 tahun, dimana pada usia tersebut ibu lebih memilih untuk mengurusi anak dan menjadi ibu rumah tangga. Menurut Nursalam dan Pariani (2001) bahwa ibu yang tidak bekerja memiliki waktu luang yang cukup banyak sehingga menurut peneliti, ibu dapat memanfaatkan waktu tersebut untuk membesarkan anak dan berkumpul dengan orang banyak sehingga dapat berbagi pengalaman dalam membesarkan anak dan informasi yang diperoleh ibu semakin banyak.
100
4. Usia Anak Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang diketahui bahwa rata-rata usia anak prasekolah di wilayah tersebut adalah 52,72 bulan atau 53 bulan (4 tahun 5 bulan) dengan usia minimal 36 bulan (3 tahun) dan usia maksimal yaitu 72 bulan (6 tahun). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Soetjiningsih dan Windiani (2008) yang menyatakan bahwa rata-rata usia anak prasekolah adalah 4 tahun 7 bulan yang mengalami enuresis dan 5 tahun 7 bulan yang tidak mengalami enuresis. Pada rata-rata usia tersebut, anak seharusnya sudah tidak mengalami kebiasaan mengompol. Penelitian ini juga didukung oleh Noer (2006) bahwa usia 4,5 tahun anak sudah mampu mengendalikan kandung kemih secara adekuat dan tidak mengompol saat tidur malam. Menurut Potter & Perry (2005) dan Muscari (2005) bahwa anak usia 3-6 tahun sudah dapat menahan urin selama 1 atau 2 jam, mengkomunikasikan keinginan untuk BAK kepada orang tua dan menirukan perilaku orang tua baik ayah maupun ibu.
5. Jenis Kelamin Anak Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang didapatkan bahwa anak usia prasekolah di wilayah tersebut berjenis kelamin laki-laki sebanyak 44 orang anak (53,7%) dan hanya 38 orang anak (46,3%) berjenis kelamin perempuan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Behrman dkk (1999) menyatakan bahwa anak laki-laki memiliki prevalensi lebih
101
besar (7%) daripada anak perempuan (2%). Menurut Potter & Perry (2005) anak laki-laki umumnya lebih lambat dalam mengontrol BAK daripada anak perempuan.
C. Hasil Analisis Univariat 1. Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Toilet training Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang diperoleh hasil sebanyak 31 orang ibu (37,8%) berpengetahuan kurang baik dan sebanyak 51 orang ibu (62,2%) berpengetahuan baik. Hal ini berarti gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training di wilayah tersebut adalah berpengetahuan baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2010) terhadap 58 ibu yang memiliki anak usia prasekolah menyatakan bahwa gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training adalah baik (60,3%). Pengetahuan ibu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan (Notoatmodjo, 2003). Pada penelitian ini, rata-rata usia ibu adalah 33 tahun dengan tingkat pendidikan paling banyak adalah SMA, yang termasuk kategori pendidikan tinggi dan status pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Rata-rata usia Ibu 33 tahun menunjukkan bahwa ibu sudah memasuki masa dewasa awal, dimana ibu sudah siap menjadi orang tua dan memiliki tingkat kematangan dalam berpikir (Potter & Perry, 2005 dan Nursalam & Pariani, 2001). Hal ini dapat diasumsikan bahwa ibu dapat menerima informasi terkait toilet
102
training, dikarenakan usia ibu yang sudah cukup matang dalam berpikir, tingkat pendidikan ibu yang tinggi dan memiliki waktu luang yang banyak sehingga kesempatan mencari informasi lebih besar dan waktu kebersamaan bersama anak lebih banyak (Nursalam dan Pariani, 2001).
2. Gambaran Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang terhadap 82 ibu yang memiliki anak usia prasekolah diperoleh hasil sebanyak 35 orang Ibu (42,7%) berperilaku kurang baik dan sebanyak 47 orang ibu (57,3%) berperilaku baik dalam menerapkan toilet training sehingga gambaran perilaku ibu dalam menerapkan toilet training di wilayah tersebut adalah berperilaku baik. Perilaku ibu ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah tingkat pendidikan (Sunaryo, 2004). Pada penelitian ini, paling banyak ibu memiliki tingkat pendidikan tinggi yakni SMA, dimana SMA merupakan tingkat pendidikan lanjutan dari pendidikan dasar (SD-SMP) (UU No. 20 tahun 2003) sehingga pada masa pendidikan ini lebih banyak informasi yang diberikan daripada pendidikan dibawahnya dan ibu lebih mudah menerima informasi yang ada. Selain itu, perilaku ibu dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya misalnya pengalaman ibu dalam membesarkan
anak
karena
lingkungan
merupakan
lahan
untuk
perkembangan perilaku seseorang dan sangat berpengaruh terhadap perubahan perilaku (Sunaryo, 2004).
103
3. Gambaran Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang diperoleh hasil sebanyak 42 anak usia prasekolah (51,2%) masih mengompol dan hanya 40 anak (48,8%) yang sudah tidak mengompol. Hal ini berarti bahwa anak usia prasekolah di wilayah tersebut masih banyak yang mengompol. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Kurniawati dkk (2007) bahwa anak usia prasekolah masih mengalami enuresis dengan frekuensi sering sekali sebesar 52%. Hasil tersebut juga mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia anak dan jenis kelamin anak. Pada penelitian ini, diketahui rata-rata usia anak prasekolah yaitu 4 tahun 5 bulan dan sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 44 orang anak (53,7%). Menurut Behrman dkk (1999) prevalensi anak yang mengompol lebih banyak adalah laki-laki (7%). Selain itu, anak laki-laki umumnya lebih lambat mengontrol buang air kecil daripada anak perempuan dan seorang anak tidak dapat mengontrol buang air kecilnya secara total sampai dia berusia 4 atau 5 tahun. (Potter & Perry, 2005)
D. Hasil Analisis Bivariat 1. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Toilet training dengan Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Hasil penelitian pada tabel 5.13 menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,232 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu
104
tentang toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Nursila (2007) terhadap 40 responden yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan orang tua terkait tumbuh kembang anak usia prasekolah dengan kebiasaan mengompol (p value = 0,301), walaupun pengetahuan ibu tentang toilet training lebih banyak pada kategori baik tetapi masih banyak ibu yang memiliki pengetahuan baik, anaknya mengompol pula. Kebiasaan mengompol pada anak bukan hanya disebabkan oleh faktor pengetahuan ibu saja, namun banyak faktor yang mempengaruhi anak mengalami kebiasaan mengompol. Menurut Walker (1995 dalam Schroeder, 2002) bahwa anak mengompol disebabkan karena faktor organik misalnya kerusakan saraf kongenital, masalah struktural pada sistem genitourinari, infeksi saluran kemih atau kandung kemih dan beberapa penyakit kronik seperti diabetes, kejang atau penyakit sel sabit “sickle cell disease”. Beberapa ahli berpendapat
bahwa
faktor
keturunan/genetik
mempengaruhi
anak
mengalami kebiasaan mengompol seperti menurut Baldew (1984 dalam Kurniawati dkk, 2007) yang menyatakan bahwa apabila kedua orang tua mempunyai riwayat enuresis maka 77% kemungkinan anak mereka mengalami hal yang sama. Sekitar 44% kemungkinan anak mengompol juga apabila hanya salah satu orang tua yang mengalami enuresis, namun, apabila tidak ada satupun orang tua yang pernah mengalami enuresis, maka kemungkinan anak terkena enuresis hanya 15%. Menurut Pierce
105
(1971 dalam Schroeder, 2002) bahwa enuresis merupakan hasil dari gangguan emosi, konflik psikologis atau ansietas. Pengetahuan
ibu
tentang
toilet
training
ini
diukur
dengan
menggunakan kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebany ak 12 pernyataan. Hasil kuesioner yang terdiri dari 12 pernyataan menunjukkan bahwa ternyata ibu di wilayah tersebut memiliki pengetahuan tentang pengertian toilet training, dampak keberhasilan dan kegagalan toilet training, tetapi banyak ibu yang belum mengetahui tentang kesiapan dan teknik mengajarkan anaknya melakukan toilet training dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan ibu tentang toilet training dapat disimpulkan bahwa tingkatan pengetahuan ibu di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang berada pada tingkatan paling rendah yakni tahu (know), dimana tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya dan keadaan pengetahuan yang termasuk ke dalam tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima (Bloom, 1956 dalam Notoatmodjo, 2003).
2. Hubungan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training dengan Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Hasil uji statistik pada tabel 5.14 menunjukkan nilai p-value = 0,041 (p-value < α) berarti ada hubungan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang. Hasil ini juga menunjukkan ada
106
pengaruh perilaku ibu terhadap kebiasaan mengompol pada anak, yaitu dari 35 ibu yang berperilaku kurang baik terdapat 23 anak (65,7%) masih mengompol dan hanya 12 anak (34,3%) yang sudah tidak mengompol sedangkan dari 47 ibu yang berperilaku baik terdapat 19 anak (40,4%) mengompol dan 28 anak (59,6%) sudah tidak mengompol. Menurut mempengaruhi
Sunaryo perilaku
(2004)
ada
ibu
seperti
beberapa
faktor
lingkungan
dan
yang
dapat
pendidikan.
Lingkungan keluarga sangat berpengaruh kepada perilaku ibu yang mempengaruhi perilaku anak pula karena keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi anak, terutama ibu (Muscari, 2005). Ibu berperan sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga sehingga ibu perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan agar mengerti dan terampil dalam melaksanakan pengasuhan anak sehingga dapat bersikap positif dalam membimbing tumbuh kembang anak secara baik dan sesuai dengan tahap perkembangannya (Soendjajo, 2003 dalam Dwijayanti, 2009). Selain itu, perilaku ibu dapat dicontoh oleh anak karena pada usia prasekolah ini anak sudah dapat menirukan perilaku ibu dan anak merupakan pengamat yang baik sehingga apabila contoh yang diberikan salah maka anak dapat berperilaku yang salah pula (Muscari, 2005 dan Supartini, 2004). Faktor tingkat pendidikan orang tua merupakan sesuatu yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak (Hurlock, 1974 dan Haditono, 1979 dalam Sulistyaningsih, 2005). Tingkat pendidikan orang tua ini berkorelasi positif dengan cara mereka mengasuh anak, sementara pengasuhan anak berhubungan dengan perkembangan anak. Pada
107
penelitian ini, tingkat pendidikan ibu adalah tinggi. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua akan semakin baik pula cara pengasuhan anak, dan akibatnya perkembangan anak berjalan secara positif (Sulistyaningsih, 2005). Jadi, dapat disimpulkan bahwa ibu di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang dapat memberikan pengasuhan yang baik kepada anaknya, dalam hal ini adalah mengajarkan toilet training untuk mengatasi kebiasaan mengompol. Pada penelitian ini, mayoritas ibu mengajarkan toilet training dengan menggunakan teknik lisan yakni memberikan instruksi pada anak dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang air kecil (Hidayat, 2008). Hasil kuesioner perilaku ibu dalam menerapkan toilet training yang terdiri dari 11 pertanyaan yang diajukan menunjukkan sebagian besar ibu lebih banyak mengajarkan kata “pipis” (80,5%) dibandingkan mengajarkan toilet training dengan menggunakan tempat duduk anak/pispot untuk BAK atau media lain seperti boneka (78%). Menurut Hidayat (2008) bahwa teknik lisan ini mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk BAK, dimana dengan teknik ini persiapan psikologis pada anak akan semakin matang dan akhirnya anak mampu dengan baik dalam melaksanakan BAK. Hal ini dapat diasumsikan bahwa apabila penerapan toilet training baik oleh ibu maka anak dapat menerapkan toilet training dengan baik pula sehingga kebiasaan mengompolnya dapat teratasi, begitupun sebaliknya.
108
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menyimpulkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan di bab sebelumnya, serta saran yang dapat digunakan oleh pemerintah wilayah setempat dan peneliti selanjutnya.
A. Kesimpulan 1. Gambaran karakteristik responden yakni Ibu yang memiliki anak usia prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang adalah : a. Rata-rata usia Ibu adalah 33 tahun dengan rata-rata usia anak prasekolah yaitu 4 tahun 5 bulan dan jenis kelamin paling banyak adalah laki-laki. b. Tingkat pendidikan terakhir paling banyak adalah SMA c. Status pekerjaan ibu paling banyak adalah Ibu rumah tangga. 2. Gambaran umum pengetahuan ibu tentang toilet training di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang adalah berpengetahuan baik (62,2%). 3. Gambaran umum perilaku ibu dalam menerapkan toilet training di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang adalah berperilaku baik (57,3%). 4. Gambaran umum kebiasaan mengompol pada anak prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang menunjukkan masih banyak anak usia prasekolah yang mengompol (51,2%).
109
5. Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang (p=0,232). 6. Ada hubungan antara perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang (p=0,041).
B. Saran 1. Profesi Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk pengembangan keperawatan, khususnya di bidang keperawatan anak dan diharapkan agar calon perawat dapat langsung terjun ke masyarakat memberikan penyuluhan berupa seminar dan/atau workshop tentang toilet training meliputi kesiapan toilet training dan teknik mengajarkan toilet training. 2. Kelurahan Babakan Kota Tangerang Hasil penelitian ini diharapkan pemerintah setempat dapat melakukan skrining lebih lanjut tentang anak-anak yang masih mengompol dan memberikan pelayanan kesehatan seperti konseling kepada ibu-ibu yang memiliki anak usia prasekolah sehingga kebiasaan mengompol anak usia prasekolah di wilayah RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang dapat menurun.
110
3. Peneliti Selanjutnya a) Diharapkan peneliti selanjutnya meneliti variabel lain yang dapat mempengaruhi kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah seperti faktor psikologis anak, faktor emosional anak dan faktor keluarga. Pada faktor keluarga ini diharapkan tidak hanya meneliti ibu tetapi angota keluarga lainnya seperti ayah, saudara kandung, kakeknenek ataupun pengasuh anak. b) Diharapkan peneliti selanjutnya, apabila ingin meneliti tentang perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dapat menggunakan desain
penelitian
memebrikan
yang
perlakuan
lain terlebih
seperti dahulu
quasi-experiment, kemudian
yakni
diobservasi
perkembangan anaknya sehingga memberikan hasil yang lebih bermakna.
DAFTAR PUSTAKA Amran, Y. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang Kesehatan. Jakarta : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012. Arikunto, S. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik, ed.rev., cet.14. Jakarta: Rineka Cipta, 2010. Aziz, R.U. Jangan Biarkan Anak Kita Tumbuh dengan Kebiasaan Buruk, cet.1. Solo: Tiga Serangkai, 2006. Behrman, R.E. dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, vol.1, ed.15. Jakarta: EGC, 1999. Chandra, B. Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. Jakarta: EGC, 2009. Daulay, R.S. “Enuresis.” Skripsi S1 Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara Medan, 2008. Depdiknas. UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS. Jakarta: Depdiknas, 2003. Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2008. Diagnostic and statistical manual of mental disorders Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR). Elimination Disorders : Enuresis/Encopresis. Washington DC: American Psychiatric Association (APA), 2000. Artikel diakses pada 14 Maret 2012 dari http://www.enursecareplan.com/2012/01/elimination-disorders.html Djaali dan Muljono, P. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grasindo, 2007. Dwijayanti, A. “Hubungan Pengetahuan dan Stimulasi Bahasa oleh Ibu dengan Perkembangan Bahasa Pada Anak Usia Toddler (1-3 Tahun) di Desa Wonokerto Kecamatan Karangtengah Kabupaten Demak.” Skripsi S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Semarang, 2008. Hidayat, A.A.A. Seri Problem Solving Tumbuh Kembang Anak : Siapa Bilang Anak Sehat pasti Cerdas 6 Kunci Sukses Mempersiapkan Anak Tumbuh Sehat dan Cerdas. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2007.
Hidayat, A.A.A. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, cetakan ketiga. Jakarta: Salemba Medika, 2008. ______________. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data, cetakan kedua. Jakarta: Salemba Medika, 2008. Hidayat, I.H. “Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training pada Anak Usia Prasekolah/TK di TK Al-Azhar Medan tahun 2010.” Skripsi S1 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, 2010. Hull, D. Dasar-dasar Pediatri. Editor Bahasa Indonesia : Yusna, Daulika dan Hartanto, Huriawati, ed.3. Jakarta: EGC, 2008. Istijanto. Riset Sumber Daya Manusia : Cara Praktis Mendeteksi DimensiDimensi Kerja Karyawan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005. Kurniawati, Farida dkk. Kejadian “Enuresis (Mengompol)” berdasarkan faktor Psikologis & Keturunan Pada Anak Usia Prasekolah (4-5 tahun) di TK Sekar Ratih Krembangan Jaya Selatan Surabaya. 2007. Jurnal dalam Buletin Penelitian RSU Dr Soetomo Vol 10, No 2, Juni 2008. Muscari, M.E. Panduan belajar : keperawatan pediatrik, ed.3. Jakarta: EGC, 2005. Natalia, S. “Pengaruh “Toilet Training” terhadap Kejadian ISK Berulang pada Anak Perempuan Usia 1-5 Tahun”. Tesis S2 Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Kesehatan Anak Universitas Diponegoro Semarang, 2006. Noer, M.S. Naskah lengkap Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita selekta ilmu kesehatan anak VI Kuliah Enuresis. Divisi Nefrologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr.Soetomo Surabaya. 2006. Notoatmodjo, S. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta, 1997. ______________. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 2003. ______________. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan, ed.rev. Jakarta: Rineka Cipta, 2010. Nursalam. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawatan dan Bidan). Jakarta: Salemba Medika, 2008. ________. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika, 2008. Nursalam & Pariani, S. Metodologi riset Keperawatan. Jakarta: Infomedika, 2001. Potter, P.A & Perry, A.G. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik, edisi 4, volume 1. Alih Bahasa: Yasmin Asih, dkk. Jakarta: EGC, 2005. Nursila, R. “Hubungan Pola Asuh dan Pengetahuan Orang tua dengan Anak Usia Prasekolah terhadap Kebiasaan Mengompol di RW 012 Kelurahan Kemiri Muka Depok.” Skripsi S1 Fakultas Keperawatan, Universitas Indonesia Jakarta, 2007. Schroeder, C.S. Assessment and treatment of childhood problems : a clinician’s guide, 2nd ed. New York : The Guilford Press, 2002. Setiadi. Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007. Soetjiningsih & Windiani, I.G.A.T. Prevalensi dan Faktor Risiko Enuresis pada Anak Taman Kanak-Kanak di Kotamadya Denpasar. Jurnal Penelitian Sari Pediatri, Vol. 10, No. 3, Oktober 2008 diakses pada tanggal 27 Agustus 2012 dari http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/10-3-2.pdf Subagyo, Sulasih, A dan Widajati, S. Hubungan antara Motivasi Stimulasi toilet training oleh Ibu dengan Keberhasilan toilet training pada anak prasekolah tahun 2008. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes Vol.I No.2 April 2010 diakses pada tanggal 17 November 2011 dari http://www.scribd.com/doc/95136398/Hubungan-Antara-Motivasi-StimulasiToilet-Training Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2009. Suherman. Buku Saku Perkembangan anak. Jakarta: EGC, 2000.
Sulistyaningsih, W. Kesiapan Bersekolah Ditinjau Dari Jenis Pendidikan Prasekolah Anak dan Tingkat Pendidikan Orang tua. Jurnal. Medan: Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 2005. diakses pada tanggal 6 Mei 2012 dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15709/1/psi-jun2005%20(1).pdf Sunaryo. Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC, 2004. Supartini, Y. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC, 2004. Warner, P. Mengajari anak pergi ke toilet. Editor edisi bahasa Indonesia, Surya Satyanegara. Jakarta: Arean, 2006. Warga, W. Toilet Training. Student of Journalism Universitas Gunadarma, 2007. diakses pada tanggal 17 November 2011 dari http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/toilet-training-pada-anak Wong, D.L. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong, edisi 6. Jakarta: EGC, 2008.
LAMPIRAN
Lembar Persetujuan Menjadi Responden Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training dengan Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Kepada Yth, Ibu responden di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Assalamu’alaikum Wr. Wb., Saya Sri Fitdiyah Ningsih mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, akan melakukan penelitian tentang Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training dengan Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang tahun 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan kebiasaan mengompol (enuresis) pada anak usia prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang. Serta sebagai data untuk penyusunan skripsi dan persyaratan tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (S.Kep). Untuk keperluan tersebut saya harap dengan segala kerendahan hati agar kiranya ibu bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan, dan diharapkan semua pernyataan dan pertanyaan dijawab semua. Kerahasiaan jawaban ibu akan dijaga dan hanya diketahui oleh peneliti. Atas perhatian dan bantuan ibu sebagai responden saya ucapakan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Apakah ibu bersedia menjadi responden? YA / TIDAK Tertanda
(Responden)
Kuesioner Penelitian
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU IBU DALAM MENERAPKAN TOILET TRAINING DENGAN KEBIASAAN MENGOMPOL PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI RW 02 KELURAHAN BABAKAN KOTA TANGERANG
Tujuan : Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang.
Petunjuk Pengisian : Berilah tanda checklist ( √ ) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan jawaban Anda.
A. Identitas/Data Demografi 1. Identitas Orang Tua No. Responden
:
Usia
: …… tahun
Pendidikan
:
Pekerjaan
:
(dikosongkan)
Perguruan Tinggi
SMP
Tidak Sekolah
SMA
SD
PNS
Wiraswasta
Karyawan
Ibu Rumah Tangga
dll (……………………………) Status
: Apa hubungan Anda dengan anak ? Ibu Kandung
Wali
2. Identitas Anak Tanggal Lahir
:
Usia
: …… bulan
Jenis Kelamin
:
Laki-laki
Perempuan
Pengasuh
Sebelum Anda mengisi kuesioner, jawablah pertanyaan di bawah ini : 1. Apakah anak ibu sedang menderita penyakit saluran kemih seperti kelainan ginjal atau infeksi pada alat kelaminnya saat ini ? Ya
Tidak
2. Apakah anak ibu sedang menjalankan pengobatan terhadap penyakitnya tersebut saat ini ? Ya
Tidak
B. Pengetahuan tentang Toilet Training Petunjuk Pengisian : Berilah tanda checklist ( √ ) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan jawaban Anda. Contoh : Benar
Bukan
Salah
Benar
√
Salah
X
Diisi No.
Pernyataan
Benar Salah
oleh peneliti
B.1.
Mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) masih dianggap sebagai hal yang wajar.
B.2.
Mengompol dapat diatasi dengan latihan buang air kecil secara teratur sejak usia 1-6 tahun.
B.3.
Latihan buang air kecil disebut pula dengan istilah toilet training.
B.4.
Toilet training adalah usaha untuk melatih anak melakukan buang air kecil secara mandiri ke toilet.
B.5.
Saya mulai melatih anak saya untuk pergi ke toilet saat anak berusia 3-4 tahun.
B.6.
Kegagalan
toilet
training
dapat
menyebabkan
gangguan
psikologis pada anak seperti keras kepala. B.7.
Anak usia 3-6 tahun belum mampu menahan buang air kecil selama 2 jam.
Diisi No.
Pernyataan
Benar Salah
oleh Peneliti
B.8.
Anak usia 3-6 tahun sudah dapat mengatakan “pipis” jika ingin buang air kecil.
B.9.
Keuntungan latihan buang air kecil ini dapat membuat anak mengetahui fungsi alat kelaminnya.
B.10.
Saya tidak harus menunggui anak saya dalam melakukan buang air kecil di toilet.
B.11.
Anak usia 3-6 tahun sudah mampu membuka pakaiannya sendiri ketika ingin buang air kecil.
B.12.
Saya melatih anak buang air kecil di toilet lebih dari 10 menit.
C. Perilaku Dalam Menerapkan Toilet Training Petunjuk Pengisian : Berilah tanda checklist ( √ ) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan pendapat Anda.
No.
C.1.
Pernyataan
Apakah anda membiarkan anak anda mengompol di malam hari karena kasihan jika dibangunkan ?
C.2.
Apakah anda mengajari anak anda untuk berkata “pipis” jika ingin buang air kecil ?
C.3.
Apakah anda menggunakan media seperti boneka untuk melatih anak anda buang air kecil di toilet ?
Selalu
Sering
Kadang -kadang
Jarang
Tidak Pernah
Diisi oleh peneliti
No.
C.4.
Pernyataan
Selalu
Apakah anda memarahi anak anda jika
ketahuan
mengompol
di
tempat tidur ? C.5.
Apakah anda mengajak anak anda ke toilet jika ingin buang air kecil ?
C.6.
Apakah anda memakaikan celana yang sulit dilepas kepada anak anda seperti celana jeans, celana ketat dll ?
C.7.
Apakah anda membiarkan anak anda mengompol karena anda menganggap bahwa mengompol adalah hal yang wajar ?
C.8.
Apakah anda membiarkan anak anda buang air kecil bukan di toilet ?
C.9.
Apakah anda mengingatkan anak anda pergi ke toilet jika ingin melakukan buang air kecil ?
C.10
Apakah anda menyuruh anak anda
.
melakukan rutinitas seperti cuci tangan, cuci kaki, cuci muka saat bangun tidur dll di kamar mandi ?
C.11
Apakah anda tetap memakaikan
.
popok/diapers setiap hendak tidur meskipun usianya sudah lebih dari 4 tahun, karena anda enggan melihat dia mengompol ?
Sering
Kadang -kadang
Jarang
Tidak Pernah
Diisi oleh peneliti
D. Kebiasaan Mengompol Petunjuk Pengisian : Berilah tanda checklist ( √ ) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan jawaban Anda.
1. Apakah saat ini anak anda masih mengompol ? Ya
Tidak
Jika menjawab “YA”, silahkan menjawab pertanyaan ini : Berapa kali anak anda mengompol dalam seminggu ? ….. x/minggu Jika menjawab “TIDAK”, silahkan melanjutkan menjawab pertanyaan di bawah ini !
Dalam 6 bulan terakhir, apakah anak anda : 2. Pada malam hari, anak mengompol karena tidurnya terlalu pulas sehingga sulit dibangunkan ? Ya
Tidak
3. Apakah selain malam hari, anak anda mengompol pada siang hari ? Ya
Tidak
4. Apakah anak anda memakai popok/diapers ? Ya
Tidak
5. Apakah anda menjumpai seprai kasur basah oleh genangan air kencing anak setelah anak bangun tidur ? s
Ya
Tidak
Hasil Pengolahan Data Responden di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang
A. Karakteristik Responden 1. Usia Ibu Frequencies Usia Ibu
Valid
21
Frequency 1
22
2
2.4
2.4
3.7
23
1
1.2
1.2
4.9
24 25 26
5 2 2
6.1 2.4 2.4
6.1 2.4 2.4
11.0 13.4 15.9
27 28 29 30 31
3 3 2 8 6
3.7 3.7 2.4 9.8 7.3
3.7 3.7 2.4 9.8 7.3
19.5 23.2 25.6 35.4 42.7
32 33 34
10 5 4
12.2 6.1 4.9
12.2 6.1 4.9
54.9 61.0 65.9
35
6
7.3
7.3
73.2
36
3
3.7
3.7
76.8
37 38
1 3
1.2 3.7
1.2 3.7
78.0 81.7
39
4
4.9
4.9
86.6
41
2
2.4
2.4
89.0
42
3
3.7
3.7
92.7
43 45 52
1 3 1
1.2 3.7 1.2
1.2 3.7 1.2
93.9 97.6 98.8
53
1
1.2
1.2
100.0
82
100.0
100.0
Total
Percent Valid Percent 1.2 1.2
Cumulative Percent 1.2
Statistics Usia Ibu N
Valid
82
Missing
0 32.88 32.00 32 6.470 32 21 53
Mean Median Mode Std. Deviation Range Minimum Maximum
Case Processing Summary Cases Valid N Usia Ibu
Missing
Percent 82
N
100.0%
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 82
100.0%
Statistic
Std. Error
Descriptives
Usia Ibu
Mean
32.88
95% Confidence Interval for
Lower Bound
31.46
Mean
Upper Bound
34.30
5% Trimmed Mean
32.60
Median
32.00
Variance Std. Deviation
41.861 6.470
Minimum
21
Maximum
53
Range
32
Interquartile Range
.714
7
Skewness
.690
.266
Kurtosis
.814
.526
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic Usia Ibu
.103
df
Shapiro-Wilk
Sig. 82
Statistic
.031
df
.962
Sig. 82
.016
a. Lilliefors Significance Correction
2. Tingkat Pendidikan Ibu Frequencies Statistics Tingkat Pendidikan N
Valid Missing
82 0
Tingkat Pendidikan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
SD
11
13.4
13.4
13.4
SMP
25
30.5
30.5
43.9
SMA
40
48.8
48.8
92.7
6
7.3
7.3
100.0
82
100.0
100.0
Perguruan Tinggi Total
Tingkat Pendidikan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Rendah
36
43.9
43.9
43.9
Tinggi
46
56.1
56.1
100.0
Total
82
100.0
100.0
3. Status Pekerjaan Ibu Frequencies Statistics Status Pekerjaan N
Valid
82
Missing
0
Status Pekerjaan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Ibu Rumah Tangga
57
69.5
69.5
69.5
Karyawan
17
20.7
20.7
90.2
Wiraswasta
3
3.7
3.7
93.9
PNS
2
2.4
2.4
96.3
Dan lain-lain
3
3.7
3.7
100.0
82
100.0
100.0
Total
Status Pekerjaan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak Bekerja
57
69.5
69.5
69.5
Bekerja
25
30.5
30.5
100.0
Total
82
100.0
100.0
4. Usia Anak Usia Anak Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
36
16
19.5
19.5
19.5
37
1
1.2
1.2
20.7
38
2
2.4
2.4
23.2
41
1
1.2
1.2
24.4
42
3
3.7
3.7
28.0
43
2
2.4
2.4
30.5
48
14
17.1
17.1
47.6
53
3
3.7
3.7
51.2
54
3
3.7
3.7
54.9
55
2
2.4
2.4
57.3
56
3
3.7
3.7
61.0
57
1
1.2
1.2
62.2
58
2
2.4
2.4
64.6
60
9
11.0
11.0
75.6
61
1
1.2
1.2
76.8
63
1
1.2
1.2
78.0
64
1
1.2
1.2
79.3
65
1
1.2
1.2
80.5
68
2
2.4
2.4
82.9
72
14
17.1
17.1
100.0
Total
82
100.0
100.0
Statistics Usia Anak N
Valid Missing
82 0
Mean
52.72
Median
53.00
Mode Std. Deviation
36 12.600
Range
36
Minimum
36
Maximum
72
Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
Usia Anak
82
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 82
100.0%
Descriptives Statistic Usia Anak
Mean
Std. Error
52.72
95% Confidence Interval for
Lower Bound
49.95
Mean
Upper Bound
55.49
5% Trimmed Mean
52.58
Median
53.00
Variance
1.391
158.748
Std. Deviation
12.600
Minimum
36
Maximum
72
Range
36
Interquartile Range
19
Skewness Kurtosis
.144
.266
-1.207
.526
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic Usia Anak
df
.122
a. Lilliefors Significance Correction
Shapiro-Wilk
Sig. 82
.004
Statistic .905
df
Sig. 82
.000
5. Jenis Kelamin Anak Statistics Jenis Kelamin Anak N
Valid Missing
82 0
Jenis Kelamin Anak Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Laki-laki
44
53.7
53.7
53.7
Perempuan
38
46.3
46.3
100.0
Total
82
100.0
100.0
B. Hasil Analisis Univariat 1. Pengetahuan Ibu tentang Toilet training Statistics Pengetahuan Ibu tentang Toilet training N
Valid
82
Missing
0
Mean
8.12
Median
8.00
Mode
7
Std. Deviation
1.477
Range
8
Minimum
3
Maximum
11
Pengetahuan Ibu tentang Toilet training Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
3
1
1.2
1.2
1.2
5
1
1.2
1.2
2.4
6
5
6.1
6.1
8.5
7
24
29.3
29.3
37.8
8
18
22.0
22.0
59.8
9
19
23.2
23.2
82.9
10
9
11.0
11.0
93.9
11
5
6.1
6.1
100.0
82
100.0
100.0
Total
Case Processing Summary Cases Valid N Pengetahuan Ibu tentang Toilet training
Missing
Percent 82
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 82
100.0%
Descriptives Statistic
Std. Error
Pengetahuan Ibu tentang
Mean
8.12
Toilet training
95% Confidence Interval for
Lower Bound
7.80
Mean
Upper Bound
8.45
5% Trimmed Mean
8.13
Median
8.00
Variance
2.182
Std. Deviation
1.477
Minimum
3
Maximum
11
Range
8
Interquartile Range
2
Skewness Kurtosis
.163
-.215
.266
.762
.526
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic Pengetahuan Ibu tentang Toilet training a. Lilliefors Significance Correction
.154
df
Shapiro-Wilk
Sig. 82
.000
Statistic .936
df
Sig. 82
.001
Pengetahuan Ibu tentang Toilet training Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Kurang Baik
31
37.8
37.8
37.8
Baik
51
62.2
62.2
100.0
Total
82
100.0
100.0
2. Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
33
1
1.2
1.2
1.2
34
1
1.2
1.2
2.4
35
1
1.2
1.2
3.7
36
2
2.4
2.4
6.1
37
5
6.1
6.1
12.2
38
1
1.2
1.2
13.4
39
1
1.2
1.2
14.6
40
3
3.7
3.7
18.3
41
10
12.2
12.2
30.5
43
10
12.2
12.2
42.7
44
5
6.1
6.1
48.8
45
4
4.9
4.9
53.7
46
4
4.9
4.9
58.5
47
15
18.3
18.3
76.8
48
5
6.1
6.1
82.9
49
5
6.1
6.1
89.0
50
3
3.7
3.7
92.7
51
4
4.9
4.9
97.6
52
2
2.4
2.4
100.0
82
100.0
100.0
Total
Statistics Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training N
Valid
82
Missing
0
Mean
44.24
Median
45.00
Mode
47
Std. Deviation
4.542
Range
19
Minimum
33
Maximum
52
Case Processing Summary Cases Valid N Perilaku Ibu dalam
Missing
Percent 82
N
100.0%
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 82
100.0%
Menerapkan Toilet training
Descriptives Statistic
Std. Error
Perilaku Ibu dalam
Mean
44.24
Menerapkan Toilet training
95% Confidence Interval for
Lower Bound
43.25
Mean
Upper Bound
45.24
5% Trimmed Mean
44.38
Median
45.00
Variance Std. Deviation
20.631 4.542
Minimum
33
Maximum
52
Range
19
Interquartile Range
.502
6
Skewness
-.460
.266
Kurtosis
-.459
.526
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic Perilaku Ibu dalam
df
.143
Shapiro-Wilk
Sig. 82
Statistic
.000
df
.961
82
Menerapkan Toilet training a. Lilliefors Significance Correction
Statistics Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training N
Valid
82
Missing
0
Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Sig.
Percent
Kurang Baik
35
42.7
42.7
42.7
Baik
47
57.3
57.3
100.0
Total
82
100.0
100.0
.015
3. Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah Statistics Kebiasaan Mengompol Anak N
Valid Missing
82 0
Kebiasaan Mengompol Anak Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Mengompol
42
51.2
51.2
51.2
Tidak Mengompol
40
48.8
48.8
100.0
Total
82
100.0
100.0
C. Hasil Analisis Bivariat 1. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Toilet training dengan Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
Pengetahuan Ibu tentang
82
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 82
100.0%
Toilet training * Kebiasaan Mengompol Anak
Pengetahuan Ibu tentang Toilet training * Kebiasaan Mengompol Anak Crosstabulation Kebiasaan Mengompol Anak Tidak Mengompol Pengetahuan Ibu
Kurang Baik
Count
tentang Toilet
% within Pengetahuan Ibu
training
tentang Toilet training Baik
Count % within Pengetahuan Ibu
Mengompol
Total
19
12
31
61.3%
38.7%
100.0%
23
28
51
45.1%
54.9%
100.0%
42
40
82
51.2%
48.8%
100.0%
tentang Toilet training Total
Count % within Pengetahuan Ibu tentang Toilet training
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig.
sided)
sided)
(1-sided)
a
1
.155
1.427
1
.232
2.037
1
.154
2.023 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.178 1.999
1
.157
82
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.12. b. Computed only for a 2x2 table
.116
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Pengetahuan
Lower
Upper
1.928
.777
4.784
1.359
.900
2.052
.705
.424
1.172
Ibu tentang Toilet training (Kurang Baik / Baik) For cohort Kebiasaan Mengompol Anak = Mengompol For cohort Kebiasaan Mengompol Anak = Tidak Mengompol N of Valid Cases
82
2. Hubungan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training dengan Kebiasaan Mengompol (Enuresis) pada Anak Usia Prasekolah Case Processing Summary Cases Valid N Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training * Kebiasaan Mengompol Anak
Missing
Percent 82
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 82
100.0%
Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training * Kebiasaan Mengompol Anak Crosstabulation Kebiasaan Mengompol Anak Tidak Mengompol Perilaku Ibu dalam
Kurang Baik
Count
Menerapkan Toilet
% within Perilaku Ibu dalam
training
Menerapkan Toilet training Baik
Count % within Perilaku Ibu dalam
Mengompol
Total
23
12
35
65.7%
34.3%
100.0%
19
28
47
40.4%
59.6%
100.0%
42
40
82
51.2%
48.8%
100.0%
Menerapkan Toilet training Total
Count % within Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig.
sided)
sided)
(1-sided)
a
1
.023
4.173
1
.041
5.202
1
.023
5.135 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.028
Linear-by-Linear Association
5.072
N of Valid Cases
1
.024
82
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.07. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Perilaku Ibu
Lower
Upper
2.825
1.138
7.011
1.626
1.066
2.478
.576
.344
.964
dalam Menerapkan Toilet training (Kurang Baik / Baik) For cohort Kebiasaan Mengompol Anak = Mengompol For cohort Kebiasaan Mengompol Anak = Tidak Mengompol N of Valid Cases
82
.020