PERANAN ORANGTUA DALAM MEMBINA KECERDASAN SPIRITUAL ANAK DALAM KELUARGA DI LINGKUNGAN RT 08 RW 016 PONDOK PUCUNG- PONDOK AREN TANGERANG SELATAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh: OKI MARDIAH NINGSIH NIM: 208011000054
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/ 2014 M
ABSTRAK Peranan Orang Tua Dalam Membina Kecerdasan Spiritual Anak Dalam Keluarga Dilingkungan Rt08 Rw016 Kelurahan Pondok Pucung Kecamatan Pondok Aren Kabupaten Tangerang Selatan Kata Kunci: Peranan Orangtua Dalam Membina Kecerdasan Spiritual Anak Dalam Keluarga Penelitian ini dilaksanakan dilingkungan Rt08 Rw016 Kelurahan Pondok Pucung Kecamatan Pondok Aren Kabupaten Tangerang Selatan dari mulai bulan Januari sampai dengan Februari 2014, yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak usia 2-6 tahun yang berjumlah 30 orang. Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui peran dan strategi orangtua dalam membina kecerdasanspiritual anak dalam keluarga dilingkungan Rt08 Rw016 Kelurahan Pondok Pucung Kecamatan Pondok Aren Kabupaten Tangerang Selatan. Dan untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan dengan tehnik pengumpulan data dan angket. Didalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kuantitatif dan metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan tentang suatu variabel, gejala atau keadaan apa adanya dan tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini bahwa dilihat dari peran orangtua dalam membina kecerdasan spiritual anak dalam keluargadiketahui nilai rata-rata skor 77% termasuk kategori baik, sedangkan dilihat dari strategi orangtua dalam membina kecerdasan spiritual anak dalam keluarga diketahui nilai rata-rata skor 80% termasuk dalam kategori baik pula. Jika dilihat secara keseluruhan nilai rata-rata dari peran dan strategi orangtua dalam membina kecerdasan spiritual anak dalam keluarga termasuk kategori baik dengan nilai skor 78%. Dengan demikian terdapat hasil yang baik antara peran orangtua dan strategi orangtua dalam membina kecerdasan spiritual anak dalam keluarga dilingkungan Rt08 Rw016 Kelurahan Pondok Pucung Kecamatan Pondok Aren Kabupaten Tangerang Selatan.
OKI MARDIAH NINGSIH (PAI) 208011000054
i
KATA PENGANTAR
Al-Hamdulillah, segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas karuniaNYA yang tidak terhingga, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW. Semoga terlimpah pula pada keluarganya, para sahabatnya dan kita sebagai umatnya. Semoga kita mendapatkan syafaatnya di hari kiamat kelak. Amin ya Rabbal ‘Alamin. Dalam kesempatan yang baik ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada berbagai pihak dan instansi lainnya yang telah membantu, melancarkan dan membimbing serta memberikan saran-saran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini, semoga mereka selalu mendapat keberkahan serta rahmat yang banyak dari Allah SWT. Yaitu antara lain: 1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Ibu Nurlena Rifa`i, MA.Ph, D 2. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Bapak Dr.H.Abdul Majid Khon, M.Ag dan Sekretaris Jurusan Ibu Marhamah Saleh, Lc.MA dan seluruh staf Jurusan Pendidikan Agama Islam. 3. Ibu Dr.Sururin,M.Ag. dosen Pembimbing Skripsi, yang telah sabar membimbing penulis, memberikan motivasi, saran dan arahan serta meluangkan waktu dan tenaga serta pemikiran di sela-sela kesibukannya. 4. Ketua Rt08 Rw016 Bapak Muhidin yang telah berpartisipasi dan memberikan kontribusinya dalam berbagi informasi, juga telah meluangkan waktunya kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini. 5. Kepada orangtua tercinta Bapak H.Muhayar dan Ibu Hj.Lasminah serta Ibu Djumikem yang telah memberikan doa yang tak pernah putus, perhatian yang tak pernah surut dan kasih sayang yang setulus-tulusnya kepada penulis yang lemah ini. Semoga Allah memberikan rahmat dan ampunan kepada keduanya dan semoga mendapatkan kehormatan yang agung di sisi Allah SWT.
ii
6. Kepada Imamku, Mas Dedy Christrianto yang telah memberikan motivasi, doa dan kontribusi lainnya yang selalu mengingatkanku untuk menyelesaikan tugas-tugas hingga skripsi ini selesai. 7. Kepada segenap keluarga besarku, yang telah memberikan dukungan moral dan material, doa dan senyuman yang menyemangati penulis untuk tabah dalam menghadapi kesulitan-kesulitan selama proses pembuatan skripsi. 8. Kepada teman-teman PAI EX BONTOT angkatan 2008, yang selalu memberikan dukungan serta motivasi. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak sekali kekurangan serta kesalahan. Maka penulis mengharapkan sekali koreksi, saran dan kritik yang membangun, dengan kerendahan hati penulis terima sehingga dapat lebih baik lagi skripsi ini. Harapan penulis, mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi dan bagi siapa saja yang membacanya sebagai khazanah ilmu pengetahuan serta pendidikan. Amin....
Jakarta, 20 Agustus 2014
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK ........................................................................................... i KATA PENGANTAR ......................................................................... ii DAFTAR ISI ....................................................................................... iv DAFTAR TABEL ............................................................................... vi
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.................................................. 1 B. Identifikasi Masalah........................................................ 6 C. Pembatasan Masalah ....................................................... 6 D. Perumusan Masalah ........................................................ 7 E. Tujuan dan Manfaat Penelitian........................................ 7
BAB II
KAJIAN TEORI A. Peranan Orangtua ........................................................... 9 1. Pengertian Peranan.................................................... 9 2. Pengertian Orangtua.................................................. 9 3. Peran dan Tanggung Jawab Orangtua Terhadap Anak 11 B. Kecerdasan Spiritual ....................................................... 16 1. Pengertian Kecerdasan Spiritual ................................ 16 2. Ciri-ciri Kecerdasan Spiritual .................................... 21 3. Fungsi Kecerdasan Spiritual ...................................... 25 C. Membina Kecerdasan Spiritual Anak .............................. 26 1. Pengertian Membina ................................................. 26 2. Pengertian Anak........................................................ 29
iv
3. Periode Perkembangan Anak .................................... 31 4. Tahap Perkembangan Kecerdasan Spiritual Anak ..... 34 5. Prinsip-prinsip dalam Membina Kecerdasan Spiritual Anak ......................................................................... 39 D. Peranan Orangtua dalam Membina Kecerdasan Spiritual Pada Anak ....................................................................... 41 1. Peranan Orangtua dalam Membina Kecerdasan Spiritual Anak dalam Keluarga ................................................ 41 2. Strategi Orangtua dalam Membina Kecerdasan Spiritual Anak dalam Keluarga ................................................ 46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................... 50 B. Metode Penelitian ........................................................... 50 C. Populasi dan Sampel ...................................................... 50 D. Instrumen Penelitian ....................................................... 51 E. Teknik Pengumpulan Data .............................................. 54 F. Pengolahan Data ............................................................ 56 G. Tehnik Analisis Data ...................................................... 57 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Warga Penduduk Rt 08 ...................... 58 B. Identifikasi Responden ................................................... 59 C. Deskripsi Data ................................................................ 61 D. Analisis Data .................................................................. 62 E. Interpretasi Data ............................................................ 91 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................ 92 B. Saran .......................................................................................... 92 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 94 LAMPIRAN-LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Instrumen kisi-kisi angket peran orang tua ................................ 51 Tabel 3.2 : Instrumen kisi-kisi angket strategi orang tua ............................. 53 Tabel 4.1 : Orang tua memberikan perintah tanpa memberikan contoh ...... 62 Tabel 4.2 : Orang tua mengajarkan anak untuk tidak berbohong ................. 63 Tabel 4.3 : Orang tua marah didepan anak .................................................. 63 Tabel 4.4 : Orang tua menjadi teladan yang baik bagi anak......................... 63 Tabel 4.5 : Orang tua menerapkan disiplin dalam keluarga ......................... 64 Tabel 4.6 : Orang tua membiasakan anak berkata baik................................ 64 Tabel 4.7 : Orang tua membiasakan anak mengucapkan salam ................. 65 Tabel 4.8 : Orang tua membiasakan anak membaca do`a sebelum Beraktifitas .............................................................................. 65 Tabel 4.9 : Orang tua memberi nasehat jika anak melakukan kesalahan ...... 66 Tabel 4.10 : Orang tua menghukum anak bila melakukan kesalahan ............. 66 Tabel 4.11 : Orang tua menunjukkan sikap antusias saat anak Mengutarakan .......................................................................... 67 Tabel 4.12 : Anak protes jika orang tua terlalu sibuk bekerja ........................ 67 Tabel 4.13 : Orang tua tidak menganjurkan anak untuk belajar setiap hari .... 68 Tabel 4.14 : Orang tua mengajarkan anak melakukan suatu pekerjaan .......... 68 Tabel 4.15 : Orang tua menerima anak apa adanya ....................................... 69 Tabel 4.16 : Jika anak bersalah dan baru sekali ini dilakukannya, orang tua .................................................................................... 69 Tabel 4.17 : Anak meminta maaf jika bersalah ............................................. 70 Tabel 4.18 : Orang tua melakukan tindakan fisik jika anak sering Melakukan ................................................................................ 70 Tabel 4.19 : Orang tua mengajarkan anak membaca, menulis dan berhitung ............................................................... 71 Tabel 4.20 : Orang tua tidak memaksa anak membaca .................................. 71 Tabel 4.21 : Orang tua menceritakan kisah-kisah nabi pada anak.................. 72
vi
Tabel 4.22 : Anak bertanya tentang surga dan neraka ................................... 72 Tabel 4.23 : Melanjutkan pertanyataan 22 orang tua menjawab dan ............. 73 Tabel 4.24 : Anak mudah mengakrabkan diri dengan teman-temannya ......... 73 Tabel 4.25 : Anak sulit bersosialisasi ............................................................ 74 Tabel 4.26 : Orang tua lebih mementingkan pendidikan umum dari pada ..... 74 Tabel 4.27 : Orang tua mewajibkan anak belajar tambahan/ les di luar jam... 75 Tabel 4.28 : Orang tua memperhatikan pergaulan anak................................. 75 Tabel 4.29 : Orang tua mempertimbangkan akibat yang terjadi jika anak salah ......................................................................... 76 Tabel 4.30 : Orang tua memberikan hadiah yang diinginkan anak ................ 76 Tabel 4.31 : Orang tua mengajarkan do`a dalam setiap kegiatan ................... 77 Tabel 4.32 : Orang tua membiasakan anak ibadah bersama-sama ................. 77 Tabel 4.33 : Orang tua tidak membiasakan anak untuk berdo`a .................... 78 Tabel 4.34 : Orang tua jarang mengajak anak sholat berjamaah .................... 78 Tabel 4.35 : Orang tua marah jika anak tidak melaksanakan sholat ............... 79 Tabel 4.36 : Orang tua tidak memaksakan anak beribadah sebelum akil balig ..................................................................... 79 Tabel 4.37 : Orang tua tidak membeda-bedakan anak ................................... 80 Tabel 4.38 : Orang tua menyayangi anak yang lebih kecil dari pada ............ 80 Tabel 4.39 : Orang tua menjadi teladan yang baik untuk anak ...................... 81 Tabel 4.40 : Perilaku kurang baik orang tua ditiru anak ................................ 81 Tabel 4.41 : Orang tua tidak berkata kasar di depan anak ............................. 82 Tabel 4.42 : Orang tua membacakan cerita/ dongeng yang mendidik ............ 82 Tabel 4.43 : Anak mendengarkan dengan antusias ........................................ 83 Tabel 4.44 : Anak menirukan film yang ditontonnya .................................... 83 Tabel 4.45 : Orang tua mengajarkan anak untuk beramal .............................. 84 Tabel 4.46 : Orang tua mengajarkan anak untuk bersyukur ........................... 84 Tabel 4.47 : Orang tua mengajarkan bersikap baik kepada orang yang lebih ....................................................................... 84 Tabel 4.48 : Anak tidak sopan bila berbicara pada yang lebih tua ................. 85
vii
Tabel 4.49 : Orang tua mengajarkan anak saling menyayangi sesama ........... 85 Tabel 4.50 : Anak suka berkelahi dengan temannya ..................................... 86 Tabel 4.51 : Orang tua membiasakan anak tidak saling iri dan dengki .......... 86 Tabel 4.52 : Saat orang tua marah pada anak, orang tua menasehatinya ....... 86 Tabel 4.53 : Orang tua berkata kasar jika sedang marah ............................... 87 Tabel 4.54 : Orang tua mengajarkan anak untuk mandiri .............................. 87 Tabel 4.55 : Orang tua membiasakan anak mengaji sejak kecil ..................... 88 Tabel 4.56 : Orang tua membiasakan anak menghafal surat atau do`a pendek ............................................................................. 88 Tabel 4.57 : Orang tua membimbing anak membaca Al-Qur`an/ Iqro ........... 89 Tabel 4.58 : Orang tua melatih anak puasa ramadhan sejak kecil .................. 89 Tabel 4.59 : Orang tua membiasakan anak sahur dan buka puasa bersama ... 90 Tabel 4.60 : Orang tua tidak membiasakan anak puasa ramadhan ................ 90 Tabel 4.61 : Nilai Rata-rata Skor Penelitian .................................................. 91
viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Ketika seorang anak pertama kali lahir ke dunia, jiwanya yang masih suci dan bersih akan menerima segala bentuk apa saja yang datang mempengaruhinya. Anak akan dibentuk oleh setiap pengaruh yang datang dalam dirinya. Imam Al-Qhazali berkata: anak adalah amanat bagi orangtuanya, hatinya bersih, suci dan polos. Kosong dari segala ukiran dan gambaran. Anak akan selalu menerima segala yang diukirnya, dan akan cenderung terhadap apa saja yang mempengaruhinya. Maka apabila dia dibiasakan dan diajarkan untuk melakukan kebaikan, niscaya akan seperti itulah anak terbentuk. namun apabila anak dibiasakan untuk melakukan kejahatan dan ditelantarkan bagaikan binatang liar, sengsara dan celakalah ia.1 Rasulullah Saw. Bersabda:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci bersih, dan sesungguhnya kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai orang yahudi atau nasrani atau majusi” (HR. Muslim)2 “Anak mulai mengenal Tuhan melalui orangtua dan lingkungan keluarganya. Kata-kata, sikap, tindakan dan perbuatan orangtua sangat mempengaruhi perkembangan agama pada anak. Sebelum anak dapat bicara, ia telah lebih dulu mendengar kata-kata yang mungkin belum ada arti apa-apa baginya”.3 Betapa besar pengaruh lingkungan rumah bagi kehidupan anak, maka kedua orangtuanya memiliki kewajiban penuh dalam mempersiapkan anak dan melindunginya dari kehinaan serta mengarahkan agar tumbuh didalam jiwanya ruh agama dan kemuliaan.
1
Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, (Bandung: Al Bayan, 1997) cet.40, h.35-36. 2 Imam Muslim, Ringkasan Shahih Muslim, (Mukhtashar Shahih Muslim, 1852), h.1310. 3 Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2009), cet.17, h.70.
1 1
2
“Dalam rangka mencapai pendidikan, Islam mengupayakan pembinaan seluruh potensi manusia secara serasi dan seimbang dengan terbinanya seluruh potensi manusia secara sempurna diharapkan ia dapat melaksanakan fungsi pengabdiannya sebagai khalifah dimuka bumi’.4 “Potensi tersebut akan sangat mempengaruhi kepribadian, bahkan mungkin kegagalan atau kesuksesannya. Namun, bukan berarti proses itu semuanya telah usai, tidak dapat diubah dan tidak dapat dipengaruhi. Karena kepribadian seseorang bersumber dari bentukan-bentukan lingkungan, misalnya; keluarga pada masa kecil dan juga seseorang sejak lahir”.5 Keluarga adalah batu bata pertama bagi pembinaan setiap masyarakat. Ia adalah langkah pertama untuk membina seseorang. Karena pendidikan dalam Islam harus di mulai sejak dini sekali (sejak usia 0-5 tahun yang merupakan masa emas perkembangan anak). Pada dasarnya ia merupakan asas yang harus dipertimbangkan bagi pembinaan keluarga yang kokoh dan harmonis, yang menjamin terbentuknya seorang manusia yang sehat tubuh, akal dan jiwanya. Kajian-kajian kejiwaan dan pendidikan sepakat akan pentingnya keluarga bagi pembentukan keagamaan, semangat keagamaan itu tergambar pada kebaikan kedua orangtua, dimana mereka mau melakukan kewajiban-kewajiban agama dan mengajarkan kepada mereka prinsip-prinsip agama yang sesuai dengan perkembangan mereka dan menanamkan benih-benih keyakinan serta iman dalam jiwa mereka.6 Anak selain bagian dari keluarga, juga merupakan bagian dari masyarakat, yang dipundaknya terpikul beban pembangunan di masa mendatang dan juga sebagai generasi penerus dari sebelumnya. Oleh karena itu, orangtua harus lebih memperhatikan dan selalu membimbing serta mendidik dengan baik, sehingga tercapailah baginya kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat. Sebagaimana dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 9, Allah SWT mengingatkan kepada orangtua agar memperhatikan keturunannya.
4
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997) cet.I,
h.51. 5
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet.2, h.11. Syaikh M.Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, (Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2001) cet.1, h.91-92. 6
3
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap (kesejateraan) mereka oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar”.(Qs. An-Nisa : 9)7 Ayat diatas mengisyaratkan kepada orangtua agar tidak meninggalkan anak mereka dalam keadaan lemah. Lemah disini maksudnya adalah lemah dalam segala aspek kehidupan, seperti ; lemah mental, psikis, pendidikan, ekonomi, terutama lemah iman (spiritual). Allah SWT memerintahkan kepada setiap orangtua untuk menjadikan keturunan-keturunan mereka anak-anak yang kuat dalam berbagai aspek kehidupan terutama dalam aspek iman (spiritual). Karena sesungguhnya anak yang lemah iman akan menjadi generasi tanpa kepribadian. Dengan
demikian,
orangtua
tentu
memiliki
kewajiban
untuk
memperhatikan dan mengembangkan potensi dan kecerdasan yang ada pada anakanak mereka. Tapi, hendaknya orangtua tidak hanya mementingkan dan memperhatikan pendidikan anak hanya pada segi intelektual (IQ) atau emosionalnya (EQ) saja, lebih dari itu semua, orangtua harus memperhatikan segi spiritual (SQ) pada anak-anak mereka. Menurut Ian Marshal dan Danah Zohar, “SQ merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi manusia. Pada saat ini kita telah mengenal adanya tiga kecerdasan itu adalah kecerdasan otak (IQ), kecerdasan hati (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ)”.8
7
Abu Fathan Al-Baihaqi dan Abu Mohammad Raisah, Mushaf Al-qur’an Tafsir perkata Kode Tajwid dengan Kajian Umum Lengkap, (Depok; Nelja), h.78. 8 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ, (Jakarta; Arga, 2007) cet. Ke-40, h.13.
4
Kecerdasan spiritual merupakan landasan yang patut diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif, bahkan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan tertinggi manusia. Kecerdasan spiritual memungkinkan manusia menjadi kreatif, mengubah aturan dan situasi. Kecerdan spiritual memberi manusia kemampuan membedakan. Kecerdasan spiritual memberi manusia rasa moral, kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku dibarengi dengan pemahaman dan cinta. Manusia menggunakan kecerdasan spiritual untuk bergulat dengan ikwal baik dan buruk, bercita-cita dan mengangkat diri kita dari kerendahan.9 Setiap manusia pada prinsipnya membutuhkan kecerdasan spiritual, karena kecerdasan spiritual juga merupakan kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembangkan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama serta kebutuhan untuk mendapatkan pengampunan, mencintai, menjalin hubungan dan penuh rasa percaya pada sang penciptanya, juga menciptakan hubungan yang lebih baik dengan sesama manusia. Selain itu juga,“kecerdasan spiritual (SQ) adalah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan, serta mampu menyinergikan IQ, EQ dan SQ secara komprehensif”.10 Dapat dipahami bahwa upaya membina kecerdasan spiritual perlu mendapat perhatian yang serius dari para orangtua. Karena orangtua adalah pendidik pertama anak sebelum anaknya memasuki pendidikan formal. Bahkan orangtua adalah pendidik pertama kali yang berhak mendidik anaknya ketika anaknya dilahirkan kedunia ini. “Orangtua mempunyai posisi sebagai pemimpin keluarga atau rumah tangga. Selain itu juga, sebagai pembentuk pribadi utama dalam kehidupan anak. Kepribadian orangtua, sikap dan tata cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung yang dengan sendirinya akan masuk dalam pribadi anak yang sedang tumbuh”.11
9
Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung: Mizan, 2002), Cet.3, h.4-5. 10 Ary Ginanjar Agustian, op. cit., h.13. 11 Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet.17, h.67.
5
Selain itu,“keluarga juga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orangtua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikan, merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat”.12 Ketaatan anak pada ajaran agama merupakan kebiasaan yang menjadi milik mereka, yang dipelajari dari orangtua atau guru mereka, pengalaman awal dan emosional dengan orangtua dan orang dewasa merupakan dasar dimana hubungan keagamaan dimasa mendatang dibangun mutu efektif hubungan orang tua dan anak kerap mempunyai bobot lebih dari pada pengajaran sadar dan kognitif yang diberikan dikemudian hari. keimanan anak adalah sesuatu yang timbul dalam pelaksanaan nyata, walau dalam bentuk cakupan yang sederhana dari apa yang diajarkannya.13 Dilingkungan Rt08 banyak orangtua yang memilih sekolah yang maju dan favorit agar kecerdasan anaknya terasah dengan baik dan banyak orangtua bangga bila anaknya mencapai prestasi yang baik dalam kecerdasan intelektualnya dank arena sibuknya orangtua mereka seakan lupa masih ada kewajiban utuk mengembangkan kecerdasan yang lain dalam diri anaknya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa orangtua memiliki peran penuh dalam membangun kecerdasan spiritual pada anak. Orangtua memiliki peranan penting dalam menciptakan kecerdasan spiritual pada diri anak. Karena anak tidak akan lepas dari sikap, perkataan dan perilaku orangtuanya. Setiap anak secara tidak langsung akan meniru apa yang dilakukan dan diucapkan orangtuanya. Jika orangtua memiliki perilaku yang tidak baik, maka anak, mau tidak mau, akan terbawa perilaku tersebut. Begitupun dengan orangtua yang berperilaku baik, anaknya tentu akan memiliki perilaku yang baik. Beranjak dari apa yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dipahami bahwa membina kecerdasan spiritual anak akan menjadi sangat baik dan lebih efektif jika dilakukan dilingkungan keluarga. Berdasarkan hal tersebut, penulis
12
Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak&Remaja, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2010), cet.11, h.37. 13 Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), Cet.1, h.57.
6
tergerak dan termotivasi untuk membuat sebuah tulisan dengan judul “PERANAN
ORANGTUA
DALAM
MEMBINA
KECERDASAN
SPIRITUAL ANAK DALAM KELUARGA DILINGKUNGAN PONDOK PUCUNG RT08 RW016 PONDOK AREN-TANGERANG SELATAN”.
B. Identifikasi Masalah Dengan melihat latar belakang masalah yang telah dijelaskan oleh penulis, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah, sebagai berikut: 1. Adanya ketimpangan perilaku sosial, hal ini akibat ketiadaan atau kurangnya kecerdasan spiritual 2. Kecerdasan spiritual pada anak kurang mendapat perhatian dari orangtua karena beberapa orantua lebih mengutamakan kecerdasan intelektual.
C. Pembatasan masalah Sebagaimana identifikasi masalah yang telah terurai, maka penulis hanya akan membatasi masalah pada satu kecerdasan saja, yaitu kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient). Kecerdasan spiritual menurut Danah Zohar dan Ian Marshall yaitu “kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna di bandingkan dengan yang lain”.14 Sedangkan, “peran orangtua adalah kewajiban atau tugas utama yang harus dikerjakan oleh orang dewasa yaitu ayah dan ibu dari setiap anak, yang memikul tanggung jawab pendidikan, sebab secara alami anak berasal dari kedua orangtua”.
14
Danah Zohar dan Ian Marshal, SQ: Memanfaatkan Kecardasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung; Mizan, 2001) cet.2, h.4
7
Keluarga yang dimaksud oleh penulis adalah satu lingkungan yang terdiri dari orangtua dan anak didalam satu rumah. Sementara itu, orangtua adalah ayah dan ibu kandung dari anak-anak mereka. Dengan demikian, penulis membatasi masalah yang akan dibahas tersebut pada peranan orangtua dalam membina kecerdasan spiritual anak dalam keluarga pada anak usia dini yaitu masa kanak-kanak awal (2-6 tahun) dilingkungan Pondok Pucung Rt08 Rw016 Pondok Aren-Tangerang Selatan. Pada masa kanakkanak awal ini anak berminat kepada agama, terbukti dari keingintahuan anak yang besar terhadap agama dengan sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan Tuhan, selain itu mereka juga menunjukkan minat dalam ibadah agama. Dan dalam hal ini penulis hanya berusaha mengetahui: 1. Peranan orangtua dalam membina dan mengembangkan kecerdasan spiritual anak dalam keluarga dilingkungan Pondok Pucung Rt 08 Rw 016 Pondok Aren -Tangerang Selatan. 2. Strategi orangtua dalam membina dan mengembangkan kecerdasan spiritual anak dalam keluarga dilingkungan Pondok Pucung Rt08 Rw016 Pondok Aren- Tangerang Selatan.
D. Perumusan masalah Dari pembatasan masalah tersebut, maka masalah yang dirumuskan dan yang akan diteliti penulis adalah: 1. Bagaimana peranan orangtua dalam membina kecerdasan spiritual anak dalam keluarga di ingkungan Pondok Pucung Rt08 Rw016 Pondok Aren Tangerang Selatan? 2. Bagaimana strategi orangtua dalam membina kecerdasan spiritual anak dalam keluarga di ingkungan Pondok Pucung Rt08 Rw016 Pondok Aren Tangerang Selatan?
8
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk menjelaskan peranan orangtua dalam membina kecerdasan spiritual anak dalam keluarga. 2. Untuk menjelaskan strategi orangtua dalam membina kecerdasan spiritual anak dalam keluarga. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Orangtua, melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan membantu orangtua dalam mendidik dan mengembangkan kecerdasan spiritual anak-anak mereka menjadi lebih optimal. 2. Masyarakat, melalui penelitian ini diharapkan dapat menyadarkan pentingnya kecerdasan spiritual pada anak dan menjadi tolak ukur dalam mengembangkan kecerdasan spiritual anak.
BAB II KAJIAN TEORI
A. PERANAN ORANGTUA 1. Pengertian Peranan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “peran adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat”, sedangkan “peranan adalah bagian yang dimainkan seorang pemain tindakan yang dilakukan seseorang dalam satu peristiwa”.1 Peran sangat penting sekali dalam kehidupan manusia khususnya dimasa sekarang ini, karena menurut pengertian diatas, peran harus dilaksanakan oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Seperti perlunya peran guru dalam menanggulangi kebodohan, perlunya peran orang tua dalam mendidik anak ke jalan yang benar, perlunya peran negara dalam mengentaskan kemiskinan dan begitu pula dengan perlunya peran manusia untuk menyayangi sesama manusia. Dengan peran yang baik akan terwujud kehidupan manusia yang aman dan tentram. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa peranan adalah tugas utama yang wajib dilakukan oleh orang yang memiliki peran baik dilingkungan maupun di eluarga. Peranan dapat terlaksana dengan baik, apabila si pemegang peran melakukannya dalam masyarakat atau kelompok, dengan kata lain si pemegang peran tidak bisa melakukannya secara individu. 2. Pengertian Orangtua Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian dari “orangtua adalah ayah dan ibu kandung, suami istri (seorang laki laki dan seorang perempuan) yang terikat dalam tali pernikahan, kemudian melahirkan beberapa orang anak, maka suami istri tersebut adalah orangtua bagi anak-anak mereka”.2
1 2
Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta; Gita Media Press), h.600. Ibid., h.563.
9
10
Yang disebut orangtua adalah ayah atau ibu kandung, atau orang yang dianggap orangtua atau yang dituakan (cerdik, pandai, ahli, dan sebagainya), atau orang-orang yang dihormati dan disegani di kampung. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orangtua adalah ayah dan ibu atau anggota masyarakat secara keseluruhan.3 Orangtua adalah pembina pribadi yang pertama dalam hidup anak. Kepribadian orangtua, sikap dan cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung, yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang bertumbuh itu. Perlakuan orangtua terhadap anak tertentu dan terhadap semua anaknya, merupakan unsur pembinaan lainnya dalam pribadi anak. Orangtua juga merupakan guru yang pertama bagi anak-anaknya. Katakata, perilaku, nasehat dan keseluruhan hidup orang tua adalah “kurikulum” utama bagi perkembangan spiritual, intelektual dan moralitas anak-anaknya. Jika mengharapkan anak yang memiliki integritas spiritual, intelektual dan moral yang baik, sudah seharusnya orangtua juga baik spiritual, intelektual dan moralnya. Sementara itu, keluarga menurut para pendidik merupakan lapangan pendidikan yang pertama dan pendidiknya adalah kedua orangtua. Orangtua (bapak dan ibu) adalah pendidik kodrati. Mereka pendidik bagi anak-anaknya karena secara kodrat ibu dan bapak diberikan anugrah oleh Tuhan pencipta berupa naluri orangtua. Karena naluri ini, timbul rasa kasih sayang para orangtua kepada anak-anak mereka, hingga secara moral keduanya merasa terbeban tanggung jawab untuk memelihara, mengawasi, melindungi serta membimbing keturunan mereka.4 F.J Brown berpendapat bahwa ditinjau dari sudut pandang sosiologis, keluarga dapat diartikan dua macam, yaitu dalam arti luas, keluarga meliputi semua pihak yang ada hubungan darah atau keturunan yang dapat dibandingkan dengan marga; dalam arti sempit, keluarga meliputi orang tua dan anak.5
3
Abuddin Nata dan Fuzan, Pendidikan Dalam Perspektif Hadits, (Jakarta ;UIN Jakarta Press,2005), cet.1, h.233. 4 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta; RajaGrafindo Persada, 2010) cet.14, h.294. 5 Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak&Remaja, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2010), cet.11, h.36.
11
Pembentukan sikap, pembinaan moral dan pribadi pada umumnya terjadi melalui pengalaman sejak kecil. Semua pengalaman yang dilalui oleh anak saat kecil, akan menjadi unsur penting dalam pribadinya. Sikap anak terhadap agama, dibentuk pertama kali dirumah, melalui pengalaman yang didapat dengan orangtua.6 Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat dikatakan bahwa keluarga adalah lingkungan terkecil yang terdiri dari orangtua dan anak. Sedangkan orangtua adalah ayah dan ibu kandung yang mempunyai tanggung jawab pada keluarga khususnya anak-anak, termasuk didalamnya menerima anak, mencintai anak, mendorong dan membantu anak agar aktif dan dapat menerapkan nilai-nilai moral yang diterima dari orang tua.
3. Peran dan Tanggung Jawab Orangtua Terhadap Anak Orangtua memiliki peranan yang sangat besar terhadap anaknya. Karena selama anak belum mampu mandiri, orangtualah yang berkewajiban memenuhi kebutuhannya. Dapat di atakan bahwa orang ua memiliki multi peran yang meliputi berbagai aspek kehidupan anaknya, bukan saja yang bersifat jasmaniah namun juga yang menyangkut aspek ruhaniah termasuk didalamnya aspek pendidikan. Tugas utama orangtua adalah pendidik yang bersifat kodrat karena orangtua mempunyai hubungan darah dengan anak. Orangtua harus menerima anak, mencintai anak, mendorong dan membantu anak untuk aktif, menanamkan nilai-nilai kehidupan (nilai keindahan, nilai kebenaran, nilai keagamaan), serta membina anak agar berprilaku sesuai dengan nilai-nilai itu. Oleh karena itu, orangtua disebut sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anak, terutama pada masa kanak-kanak. Perlakuan orangtua terhadap anak tertentu dan terhadap semua anaknya, merupakan unsur pembinaan lainnya dalam pribadi anak. Perlakuan keras dan
6
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : bulan Bintang, 2009), cet.17, h.74.
12
perlakuan lembut terhadap anak memiliki akibat yang berbeda terhadap perkembangan pribadi anak.7 Setiap orangtua mempunyai peran masing-masing dalam mengasuh dan mendidik anak-anak. Peran orangtua terhadap anak meliputi kasih sayang antara keduanya, keterlibatan orangtua, kontrol dan ijin yang diberikan orangtua dan anak. Disamping itu, peranan orangtua adalah melengkapi fasilitas atau sarana yang dibutuhkan serta memberikan bantuan dan arahan yang diperlukan anak. Setiap ibu bagi anak-anaknya, terutama dalam lingkungan sosial yang rusak, ibaratnya seperti menggembalakan domba dibelantara yang penuh binatang buas. Jika domba itu jauh darinya, tidak berada pada jangkauan asuhan dan pengawasannya, maka mereka akan menjadi mangsa empuk bagi binatang buas tersebut. Hal itu tidak terjadi, atau dapat diminimalisir, jika ibu dekat dengan anaknya, baik secara emosional, spiritual maupun fisik.8 Sementara itu, pada dasarnya ayah sangat berperan dalam mendidik anak. Secara sederhana saja, hal ini dapat dimulai sejak anak berusia 2 atau 3 bulan. Peran ayah semakin besar seiring dengan perkembangan anak. Sampai dia menjadi dewasa, yaitu saat ibu mulai sibuk dengan anak yang baru atau adiknya. Ibu harus berusaha mengakrabkan anak dengan ayahnya, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi rasa cemburu anak terhadap adiknya yang akan lahir.9 Kesadaran bahwa tugas utama mencerdaskan anak adalah tugas orangtua, orangtua akan memberikan pengaruh positif dalam pembentukan tanggung jawab dan pengkondisian lingkungan keluarga untuk mewujudkan anak-anak cerdas. Hal ini, karena dengan lahirnya kesadaran itu, yang semula orangtua hanya pasif bisa menjadi lebih aktif dan secara langsung memberikan motivasi belajar lebih giat lagi. Orangtua yang sadar dengan tanggung jawab pendidikan dan pencerdasan ini akan lebih arif dalam “memilihkan dan menawarkan” perangkat permainan, mengajak ke tempat rekreasi dan pembentukan lingkungan anak yang mendukung proses belajar dan pencerdasan mereka. Sebaliknya, orangtua lebih dini dan
7
Ibid., h.67. Suharsono, Mencerdaskan Anak, (Depok;Inisiasi Press, 2003) cet.3, h.34. 9 Khatib Ahmad Santhut, Menumbuhkan Sikap, Moral dan Spiritual Anak dalam Keluarga Muslim, (Yogyakarta;Mitra Pustaka,1998), cet.1, h.20. 8
13
preventif mencegah kecenderungan dan kebiasaan buruk, misalnya terlalu banyak menonton, boros dan berperilaku jelek lainnya.10 Beberapa tanggung jawab terpenting orangtua dan pendidik menurut pandangan mayoritas pendidik adalah sebagai berikut; 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tanggung jawab pendidikan iman, Tanggung jawab pendidikan moral, Tanggung jawab pendidikan fisik, Tanggung jawab pendidikan intelektual, Tanggung jawab pendidikan psikologis, Tanggung jawab pendidikan sosial, dan Tanggung jawab pendidikan seks.11 Diantara kewajiban-kewajiban orangtua terhadap anaknya selain yang
telah disebutkan diatas, ada pula beberapa kewajiban orangtua, sebagai berikut; 1. Kewajiban Orangtua Secara Agama; a. Seorang laki-laki harus memilih isteri yang akan menjadi Ibu bagi anakanaknya ketika laki-laki tersebut hendak menikah, sebab Ibu mempunyai pengaruh besar pada pendidikan anak-anak pada tingkah laku mereka, terutama pada awal masa kanak-kanak, dimana anak tidak kenal siapasiapa kecuali Ibunya yang menyediakan makanan, kasih sayang dan kecintaan. b. Bapak juga harus memilih nama yang baik bagi anaknya, terutama jika anak itu adalah seorang lelaki. Sebab nama baik itu mempunyai pengaruh positif atas kepribadian manusia, begitu juga atas tingkah laku, cita-cita dan angan-angannya. c. Memperbaiki adab dan pengajaran anak-anaknya dan menolong mereka membina aqidah yang betul dan agama yang kukuh. d. Memuliakan anak-anaknya, berbuat adil dan kebaikan diantara mereka. e. Orangtua bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain dalam masyarakat yang berusaha menyadarkan dan memelihara anak-anaknya dari segi kesehatan, akhlak dan sosial. f. Memberikan contoh yang baik dan tauladan yang saleh atas segala yang diajarkannya.12 g. Mendo‟akan anak dengan kebaikan dan keberkahan.
10
Suharsono, op. cit., h.3. Abdullah Nashih Ulwan, Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak, (Bandung;Remaja Rosdaka,1990), h.142. 12 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta;Pustaka Al-Husna,1986), cet.1, h.380-384. 13 Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Panduan Keluarga Sakinah, (Jakarta; Pustaka Imam Asy-Syafi‟i, 2012), cet.8 h.237-242. 11
14
h. Mengkhitankan anak, atau memotong kulit yang menutupi dzakar lakilaki dan memotong kulit yang menyerupai jengger ayam yang berada di atas farji perempuan. i. Aqiqah, yaitu menyembelih kambing. Dua ekor untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan.13 2.
Kewajiban Orangtua Secara Psikologi; a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
Pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya. Memberi pemenuhan kebutuhan baik fisik maupun psikis. Sumber kasih sayang dan penerimaan. Model pola perilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi anggota masyarakat yang baik. Pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku yang secara sosial dianggap tepat. Pembentuk anak memecahkan masalah yang dihadapinya dalam rangka menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan. Pemberi bimbingan dalam belajar keterampilan motorik, verbal dan sosial yang dibutuhkan untuk penyesuaian diri. Stimulator bagi pengembangan kemampuan anak untuk mencapai prestasi, baik di sekolah maupun di masyarakat. Pembimbing dalam mengembangkan aspirasi. Sumber persahabatan atau teman bermain bagi anak sampai cukup usia untuk mendapatakan teman diluar rumah.14
Didalam ajaran Islam sendiri, ada beberapa hal yang menjadi kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya, antara lain; 1. Orangtua berkewajiban untuk mendidik anak secara baik dan sabar agar mengenal dan mencintai Allah yang telah menciptakannya dan seluruh alam semesta, mengenal dan mencintai Rasulullah yang memiliki suri teladan yang mulia, serta agar mereka memahami Islam untuk diamalkan. 2. Mengajarkan kalimat-kalimat yang baik serta bacaan Al-qur‟an sejak anak berusia balita, karena Allah SWT telah memberikan manusia kemampuan menghafal yang luar biasa pada saat balita. Usaha ini harus terus dilakukan, meskipun tidak ada tempat yang mengajarkan tahfidzul Qur‟an dilingkungan tempat tinggalnya, orangtua dapat mengajarkannya di rumah. 3. Memprioritaskan perhatian pada shalat dalam pendidikannya, karena shalat merupakan tiang agama, jika seseorang melalaikannya maka
14
Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Rosda Karya, 2001), h.38.
15
4.
5.
6.
7.
agama tidak akan tegak pada dirinya. Hendaknya orangtua tidak bosan memberikan contoh untuk shalat diawal waktu atau mengajaknya berjamaah d masjid. Memperhatikan perkembangan dan pembentukan akhlak yang mulia pada anaknya. Anak harus diajarkan akhlak yang mulia, berkata jujur, baik, dan benar. Anak juga harus diajarkan berperilaku yang sopan, menyayangi yang lebih muda serta menghormati yang lebih tua. Adapun yang harus menjadi penekanan adalah masalah akhlak dan berbakti kepada orang tua, karena durhaka kepada orangtua merupakan dosa besar. Mengawasi pergaulan anak demi menjaga agamanya, juga perlu memperhatikan teman pergaulan anak. Perilaku jelek teman anak, bisa jadi mudah mempengaruhi dan berimbas pada perilaku anak. Jika hal ini terus dibiarkan, maka anak akan mudah menentang orangtua dan jauh dari agama. Berdo‟a kepada Allah untuk keluarga pada waktu yang mustajab. Disamping berikhtiar, orangtua juga harus selalu memanjatkan do‟a untuk keluarganya, anak-anaknya, meminta pada Allah SWT agar keluarganya menjadi keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah, serta anak-anaknya menjadi orang yang shalih dan shalihah. Mengajarkan do‟a-do‟a yang mudah dihafal dan digunakan dalam kegiatan sehari-hari. Serta ajarkan juga pada anak, dzikir-dzikir dari pagi hingga sore, agar mereka terbiasa berdzikir sepanjang hari. 15
Hubungan orangtua dengan anak-anaknya akan sangat mempengaruhi pertumbuhan jiwa anak. Hubungan yang serasi, penuh pengertian dan kasih sayang, akan membawa kepada pembinaan pribadi yang tenang, terbuka dan mudah dididik, karena itu memberi kesempatan yang cukup baik untuk bertumbuh dan berkembang. Dari orangtuanyalah seorang anak mulai mengenal dasar-dasar pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup. Hal ini banyak tertanam sejak anak masih berada ditengah-tengah orangtuanya. Oleh karena itu, orangtua memiliki kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi terhadap pendidikan anaknya. Anak akan menerima apa saja yang dikatakan oleh orangtua kepadanya. Dia belum mempunyai kemampuan untuk memikirkan kata-kata itu. Bagi anak, orangtuanya benar, berkuasa, pandai dan menentukan. Oleh karena itu,
15
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, op. cit., h.249-255.
16
pertumbuhan agama pada anak tidak sama antara satu dengan yang lain, karena tergantung orangtua itu sendiri.16 Selain itu, orangtua juga merupakan pemimpin dalam suatu keluarga. Oleh karenanya orangtua memiliki tanggung jawab yang besar untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Demikianlah beberapa hal yang merupakan peran orangtua dalam keluarga, hal-hal tersebut perlu mendapat perhatian dari orangtua. Sebagai wujud tanggung jawab orangtua terhadap anak-anak mereka, terutama dalam hal pendidikan, orangtua harus bisa menyadari, mengembangkan dan menjaga setiap hal yang menjadi peranannya secara terus menerus.
B. KECERDASAN SPIRITUAL 1.
Pengertian Kecerdasan Spiritual Secara konseptual kecerdasan spiritual terdiri dari gabungan kata
kecerdasan dan spiritual. Kecerdasan berasal dari kata “cerdas yaitu sempurna akal dan pikirannya”.17 Sementara “spiritual adalah hal-hal yang berkenaan dengan jiwa, berhubungan dengan rohani”.18 “Kecerdasan adalah anugrah yang sangat luar biasa yang diberikan Tuhan kepada manusia”. Anugrah ini diberikan dengan cuma-cuma alias gratis agar manusia dapat menjadi wakil-Nya atau khalifah dimuka bumi, sehingga dapat mengelola hidup dengan baik.19 Rahmat Thohir Ashari, dalam bukunya yang berjudul SEQ (Spiritual Engineering Quotient) mengatakan bahwa “Spiritual artinya rohani atau intelektuil”. Sedangkan “spiritualism ialah ilmu tentang spiritis, dan aliran filsafat
16
Zakiyah daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : bulan Bintang, 2009), cet.17,., h.70. Tim Prima Pena, op, cit ., h.188. 18 Ibid., h.718. 19 Akhmad Muhaimin Azzet, Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Bagi Anak, (Yogyakarta: katahati, 2010), cet. I, h. 15. 17
17
yang mementingkan keruhanian. Atau dalam bahasa Arab sering diartikan sebagai ruhani”.20 Pengertian kecerdasan menurut tokoh Psikologi David C. Edward sebagai berikut: Intelligence is a general capacity of behave in an adaptable and acceptable manner. Dari pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa “kecerdasan adalah kemampuan umum mental individu yang tampak dalam cara bertindak atau berbuat atau dalam memecahkan masalah (problem solving”).21 Dalam Kamus Psikologi, “spirit adalah suatu zat atau makhluk immaterial, biasanya bersifat ketuhanan menurut aslinya, yang diberi sifat dari banyak ciri karakteristik manusia, kekuatan, tenaga, semangat, vitalitas energy disposis, moral atau motivasi”. “Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik sebuah kenyataan atau kejadian tertentu”.22 Untuk lebih memfokuskan pembahasan tentang kecerdasan spiritual (SQ), penulis akan memaparkan beberapa definisi Spiritual Quotient (SQ) menurut para ahli. “Kecerdasan spiritual atau SQ adalah kecerdasan yang berkaitan dengan hal-hal transenden, hal-hal yang “mengatasi” waktu. Kecerdasan spiritual melampaui kekinia dan pengalaman manusia. Kecerdasan spiritual merupakan bagian terdalam dan terpenting dari manusia”.23 Dalam terminologi Islam, dapat dikatakan bahwa “SQ adalah kecerdasan yang bertumpu pada qalb”. Qalb inilah yang sebenarnya merupakan pusat kendali semua gerak anggota tubuh manusia. Ia adalah raja bagi semua anggota tubuh lainnya. Semua aktifitas manusia berada di bawah kendalinya. Jika qalb ini sudah
20
Rahmat Thohir Ashari, SEQ (Spiritual Engineering Quotient), (Yogyakarta: Arti Bumi Intaran, 2008), cet. II, h. 26. 21 Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta; Pedoman Ilmu Jaya, 2000), h.116. 22 Akhmad Muhaimin Azzet, op. cit., h. 31. 23 Taufiq Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ, (Bandung: Mizan Pustaka, 2008), cet.1, h.184.
18
baik, maka gerak dan aktifitas anggota tubuh yang lain akan baik pula. Demikian juga sebaliknya.24 Danah Zohar dan Ian Marshall mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna di bandingkan dengan yang lain. SQ adalah landasan yang di perlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. SQ merupakan kecerdasan tertinggi manusia. Dalam ESQ, kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku, dan kegiatan, serta mampu menyinergikan IQ, EQ, dan SQ secara komprehensif.25 Sementara menurut Khalil Khavari, “kecerdasan spiritual adalah fakultas dari dimensi non material manusia (ruh manusia)”. Inilah intan yang belum terasah yang dimiliki oleh semua manusia. Manusia harus mengenalinya seperti apa adanya, menggosoknya sehingga berkilap dengan tekad yang besar dan menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan abadi. Seperti dua bentuk kecerdasan lainnya, kecerdasan spiritual dapat ditingkatkan dan juga diturunkan. Akan tetapi kemampuannya untuk ditingkatkan tampaknya tidak terbatas.26 Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa. Ia adalah kecerdasan yang dapat membantu manusia menyembuhkan dan membangun diri manusia secara utuh. SQ adalah kecerdasan yang berada di bagian diri yang dalam, berhubungan dengan kearifan diluar ego atau pikiran sadar. SQ adalah kesadaran yang dengannya manusia tidak hanya mengakui nilai-nilai yang ada, tetapi manusia juga secara kreatif menemukan nilai-nilai baru.27 “Kecerdasan, sebagaimana dinyatakan oleh Ali Ibn Abu Thalib, adalah karunia tertinggi yang diberikan Tuhan kepada manusia, yang akan mencapai puncak aktualisasi jika diperuntukkan, sebagaimana visi keberadaannya yang ditetapkan Tuhan baginya”. Disebut sebagai kecerdasan spiritual dan bukan
24
Abdul Wahid Hasan, Aplikasi Strategi&Model Kecerdasan Spiritual (SQ) Rasulullah di Masa Kini, (Yogyakarta;IRCiSoD,2006), cet.1, h.63-64. 25 Danah Zohar dan Ian Marshal, SQ: Memanfaatkan Kecardasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung; Mizan, 2001) cet.2, h.4 26 Ibid. 27 Ibid., h.8-9
19
lainnya, karena kecerdasan ini bersumber dari fitrah manusia itu sendiri. Kecerdasan ini tidak dibentuk melalui diskursus-diskursus atau memori-memori fenomenal, tetapi merupakan aktualisasi fitrah itu sendiri.28 Muhammad Zuhri berpendapat, “kecerdasan spiritual adalah kecerdasan manusia yang digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan. Potensi kecerdasan spiritual orang sangat besar dan tidak dibatasi faktor keturunan, lingkungan atau materi lainnya”. Definisi ini menggambarkan “kecerdasan spiritual adalah kecerdasan mendasar yang tertanam dalam diri manusia secara natural dan tak teerbatas”.29 Selanjutnya Ary Ginanjar Agustian mendefinisikan bahwa “kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah pada setiap perilaku dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran tauhid (integralistik) serta berprinsip hanya karena Allah”.30 Menurut Sinetar, “kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang mendapat inspirasi, dorongan, dan efektifitas yang terinspirasi, theis-ness atau penghayatan ketuhanan yang didalamnyamanusia menjadi bagian”.31 Seperti dijelaskan oleh Daniel Goleman, kecerdasan spiritual membuat manusia bertanya apakah manusia tersebut merasa ingin berada pada satu situasi. Apakah manusia tersebut lebih suka mengubah situasi yang sedang dihadapi. Ini berarti bekerja dengan batasan situasi manusia tersebut, yang memungkinkan manusia tersebut mengarahkan situasi saat itu. Disebut sebagai kecerdasan spiritual dan bukan lainnya, karena kecerdasan ini bersumber dari fitrah manusia itu sendiri. Kecerdasan ini tidak dibentuk melalui diskursus-diskursus atau memori-memori fenomenal, tetapi merupakan aktualisasi fitrah itu sendiri. Ia “memancar” dari kedalaman diri manusia, karena dorongan-dorongan keingintahuan dilandasi kesucian, ketulusan dan tanpa pretensi egoism. Dalam bahasa yang sangat tepat, kecerdasan spiritual ini akan aktual, jika manusia hidup berasarkan
28
Suharsono, op. cit., h.50-51. Agus Ngermanto, QQ Quantum Quotient: Cara Praktis Melejitkan IQ,EQ,SQ, (Bandung ; Nuansa, 2002), Cet.4, h.117. 30 Ary Ginanjar Agustian, op. cit., h.57. 31 Agus Ngermanto, op. cit., h.117. 29
20
visi dasar dan misi utamanya, yakni sebagai „abid (hamba) dan sekaligus khalifah Allah di bumi.32 Banyak orang menyalah artikan kecerdasan spiritual dengan gambaran bahwa orang yang memiliki kecerdasan spiritual adalah orang yang rajin sholat, rajin beribadah, rajin ke masjid, atau hal lain yang berhubungan dengan agama. Sebenarnya, menurut DR. Jalaluddin Rakhmat, kecerdasan spiritual itu adalah kemampuan orang untuk memberi makna dalam kehidupannya. Kecerdasan spiritual tidak berhubungan dengan agama, tetapi berhubungan erat dengan kejiwaan seseorang. Demikianlah yang disampaikan oleh banyak ahli psikologi dalam bidang ini. Jadi, tidak benar bahwa orang yang sudah rajin sholat kemudian dikatakan memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi. Kecerdasan spiritual memang tidak berhubungan langsung dengan agama, namun bukan berarti orang yang tidak memiliki agama mampu memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi. Siapa pun dia, jika mampu menjalin hubungan baik dengan Tuhan dan agamanya, juga dapat memberikan makna dalam kehidupan sehingga jiwanya mengalami kebahagiaan, berarti dia memiliki kecerdasan spiritual.33 Dari pendapat para tokoh diatas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan yang sempurna dari perkembangan akal budi, untuk menghadapi dan memecahkan persoalan, makna dan nilai kehidupan dalam menempatkan perilaku hidup. Kemudian, kemampuan untuk memikirkan hal-hal diluar alam materi yang bersifat ke-Tuhanan yang memancarkan energi batin untuk memotivasi lahirnya ibadah dan moral. Dengan demikian berarti orang yang cerdas secara spiritual adalah orang yang mampu mengaktualisasikan nilai-nilai Illahiah sebagai manifestasi dari aktifitasnya dalam
kehidupan sehari-hari dan berupaya mempertahankan
keharmonisan dan keselarasan dalam kehidupannya, sebagai wujud dari pengalamannya terhadap tuntunan fitrahnya sebagai makhluk yang memiliki ketergantungan terhadap kekuatan yang berada diluar jangkauan dirinya yaitu Sang Maha Pencipta.
32 33
Suharsono, op. cit., h.51. Ahmad Muhaimin Azzet, op. cit., h.38.
21
2. Ciri-ciri Kecerdasan Spiritual Menurut pakar otak dari Amerika, Tony Buzan, ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan spiritual diantaranya adalah; 1. Senang berbuat baik 2. Senang menolong orang lain 3. Telah menemukan tujuan dalam hidupnya 4. Merasa memikul sebuah misi yang mulia dan merasa terhubung dengan sumber kekuatan di alam semesta (Tuhan atau apapun yang diyakininya) 5. Memiliki sense of humor yang baik. Allen E Bergin dalam tulisannya yang berjudul Psychoteraphy and Religious Values pada Journal of Consulting and Clinical Psychology, menjelaskan beberapa karakteristik orangtua yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, sebagai berikut; 1. Keyakinan bahwa Tuhanlah yang tertinggi. 2. Keyakinan bahwa identitas diri bersifat sementara serta berasal dari Tuhan, dan kualitas hubungan/kedekatan manusia dengan Tuhan menentukan nilai diri. 3. Meyakini kebaikan kontrol diri dalam kerangka nilai-nilai mutlak. Menjunjung tinggi moralitas secara ketat dan memahami makna etika secara universal. 4. Keyakinan bahwa cinta, kasih sayang dan self-transendensi adalah hal utama/mulia, sehingga pengabdian dan pengorbanan diri kepada Tuhan diyakini sebagai sumber pertumbuhan diri yang optimal. 5. Komitmen terikat pada keluarga, ketaatan dan kesetiaan menjadi utama, penekanan pada prokreasi dan kehidupan keluarga sebagai faktor-faktor integratif dalam kehidupan. 6. Sikap bertanggung jawab atas tindakan yang buruk, penerimaan rasa bersalah, penderitaan dan perasan berdosa sebagai kunci untuk proses perubahan kualitas diri. 7. Sikap memaafkan dan mau meminta maaf sebagai landasan utama dalam pola hubungan keluarga. 8. Keyakinan bahwa pengetahuan didasarkan pada keyakinan dan usaha diri. Arti dan tujuan hidup secara keseluruhan berasal dari insight
22
spiritual. Sehingga pengetahuan intelektual pengetahuan emosional dan spiritual.34
tidak
terlepas
dari
Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal, setidaknya ada 9 tanda orang yang mempunyai kecerdasan spiritual, yaitu: 1. Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif). Orang yang mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi ditandai dengan hidupnya yang fleksibel dan luwes dalam menghadapi persoalan. Fleksibel di sinibukan berarti bermuka dua atau munafik, juga bukan berarti tidak memiliki pendirian. Fleksibel ini berarti mudah menyesuaikan diri dalam berbagai situasi dan kondisi. Orang yang fleksibel karena kecerdasan spiritual yang tinggi tidak akan memaksakan kehendaknya, tapi juga tidak mudah mengalah dengan orang lain. Namun demikian, orang-orang ini akan menerima kenyataan dengan hati yang lapang. 2. Tingkat kesadaran diri yang tinggi. Orang yang mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi berarti mampu mengenal dirinya sendiri dengan baik. Orang-orang ini akan mudah mengendalikan diri dan emosi. Orang yang memiliki tingkat kesadaran diri yang tinggi akan mudah memahami diri orang lain. Mereka tidak akan putus asa dan terhindar dari kemarahan. Orang-orang seperti ini juga akan disenangi oleh banyak orang. 3. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan. Pada umumnya, ketika manusia dihadapkan dengan penderitaan, mereka akan mengeluh, kesal, marah, bahkan putus asa. Tapi, bagi orang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi akan mempunyai kemampuan yang baik dalam menghadapi penderitaan. Mereka menyadari bahwa penderitaan yang dialami adalah ujian untuk menjadikannya manusia yang lebih kuat. Mereka juga akan menyadari bahwa masih banyak orang yang jauh lebih menderita dari mereka. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi akan menemukan hikmah dan makna hidup dari penderitaan yang sedang dialami. 4. Kemampuan untuk menghadapi rasa takut. Setiap manusia pasti memiliki rasa takut, entah sedikit atau banyak. Takut terhadap apa saja. Untuk menghadapi rasa takut ini, tidak sedikit manusia yang menjadi khawatir berkepanjangan. Padahal, yang ditakutkan itu belum tentu akan terjadi. Di sinilah kecerdasan spiritual sangat dibutuhkan. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual akan menghadapi dan mengelola rasa takut itu dengan baik, dengan sabar dan tidak berlebihan. Hal ini terjadi karena orang yang memiliki kecerdasan
34
Triantoro Safaria, SPIRITUAL INTELLIGENCE Metode Pengembangan Kecerdasan Spiritual Anak, (Yogyakarta;Graha Ilmu, 2007), cet.1, h.73-75.
23
5.
6.
7.
8.
9.
spiritual merasa bahwa mereka memiliki sandaran yang kuat dan juga tempat untuk berserah yaitu Tuhan. Kualitas hidup yang di ilhami oleh visi dan nilai. Tanda orang yang memiliki kecerdasan spiritual adalah hidupnya berkualitas karena diilhami oleh visi dan nilai. Visi dan nilai adalah hal yang bernilai mahal dalam hidup seseorang. Tidak sedikit orang yang mudah terbujuk karena memang tidak memiliki visi dan nilai dalam hidupnya. Visi dan nilai dapat bersandar pada keyakinan terhadap Tuhan, atau berdasarkan pengalaman dalam hidup. Seseorang yang memiliki visi dan nilai, hidupnya akan terarah, tidak mudah goyah dalam menghadapi cobaan, dan lebih mudah dalam meraih kebahagiaan. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual yang baik akan menolak untuk mengambil keputusan yang menyebabkan kerugian. Hal ini terjadi karena mereka akan lebih selektif dalam mempertimbangkan segala hal. Berpikir selektif dan menghasilkan langkah yang efektif penting dalam kehidupan, karena dapat menghemat banyak hal. Ini akan sangat disukai banyak orang karena tidak menyebabkan kerugian yang tidak seharusnya. Orangorang seperti ini akan mempertimbangkannya dengan kekayaan jiwa yang mereka miliki berdasarkan kecerdasan spiritual yang baik yang telah tertanam dalam diri mereka. Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal. Agar keputusan yang diambil seseorang dapat menghasilkan keberhasilan, perlu ada kemampuan melihat keterkaitan berbagai hal. Agar hal yang sedang dipertimbangkan itu menghasilkan kebaikan, sangat perlu melihat keterkaitan antara berbagai hal dalam sebuah masalah. Inilah yang disebut cara pandang holistik. Tidak semua orang bisa melihat keterkaitan antara berbagai hal, hanya orang-orang yang memiliki kecerdasan spiritual yang baik yang mampu melakukannya. Dengan demikian, orang tersebut akan tampak lebih matang dan berkualitas di berbagai hal dalam kehidupannya. Cenderungan bertanya “mengapa” atau “bagaimana jika” untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar. Pertanyaan mengapa dan bagaimana jika biasanya digunakan untuk mencari jawaban yang paling mendasar. Inilah tanda bagi orang yang mempunyai kecerdasan spiritual yang baik. Mereka tidak dapat memahami masalah dengan baik, tidak secara parsial, dan dapat mengambil keputusan dengan baik pula. Pertanyaan seperti ini sangat penting agar seseorang tidak terjebak dalam satu masalah dan sebagai jalan keluar dalam menghadapi satu masalah. Ini sangatlah penting agar seseorang bisa merencanakan tujuan dengan baik demi mencapai sebuah keberhasilan. Pemimpin yang bertanggung jawab dan penuh pengabdian. Jika mencari seorang pemimpin, maka carilah yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi. Sebab, orang yang memiliki kecerdasan spiritual
24
yang tinggi akan menjadi pemimpin yang penuh pengabdian dan bertanggung jawab.35 Seseorang yang tinggi SQ nya juga cenderung menjadi seorang pemimpin yang penuh pengabdian yaitu seseorang yang bertanggung jawab untuk membawakan visi dan nilai yang lebih tinggi kepada orang lain dan memberikan petunjuk penggunaannya.36 Dari berbagai ciri kecerdasan spiritual menurut para pakar diatas, penulis dapat mengambil delapan ciri manusia yang memiliki kecerdasan spiritual, antara lain: 1. Manusia dengan kecerdasan spiritual memiliki lebih banyak pengaruh positif dalam hidup, karena merasa dekat dengan Tuhan dan mengakui kekuasaan Tuhan. 2. Manusia dengan kecerdasan spiritual akan mudah beradaptasi dengan lingkungan
sekitar.
Mereka
dapat
menempatkan
diri
dengan
lingkungannya secara baik. 3. Manusia dengan kecerdasan spiritual mampu melewati berbagai macam cobaan dan ujian dalam hidup, karena mereka mempercayai dan meyakini pertolongan dari sang Pencipta. 4. Manusia dengan kecerdasan spiritual akan lebih mengasihi dan menyayangi sesama. Mereka akan terbiasa dengan tenggang rasa dan tidak memiliki sifat egois. 5. Manusia dengan kecerdasan spiritual mampu memaafkan orang lain dan mau meminta maaf jika melakukan kesalahan tanpa rasa dendam dan benci. 6. Manusia dengan kecerdasan spiritual memiliki kesadaran yang tinggi dengan hal-hal yang ada disekitarnya. Mereka akan lebih peduli dan memiliki empati yang tinggi dari pada manusia lain yang tidak memiliki dasar kecerdasan spiritual.
35 36
Azzet, op. cit., h. 42-48. Danah Zohar dan Ian Marshal, op.cit., h.14.
25
7. Manusia dengan kecerdasan spiritual akan lebih berhati-hati dalam perkataan dan tindakannya. Mereka akan lebih memikirkan akibat yang akan terjadi jika melakukan kesalahan dalam tindakan dan perkataannya. 8. Manusia dengan kecerdasan spiritual akan lebih menghargai hidup dan akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai apa yang menjadi tujuan hidupnya.
3. Fungsi Kecerdasan Spiritual SQ secara harfiah untuk menumbuhkan otak manusiawi semua manusia. SQ telah “menyalakan” manusia untuk menjadi seperti adanya sekarang dan memberi manusia potensi untuk “menyala lagi” untuk tumbuh dan berubah, serta menjalani lebih lanjut evolusi potensi manusiawi setiap manusia. Beberapa fungsi kecerdasan spiritual (SQ), antara lain ; 1. Manusia menggunakan SQ untuk menjadi kreatif. 2. Manusia menggunakan SQ untuk berhadapan dengan masalah-masalah eksistensial, membuat manusia mampu mengatasi dan berdamai dengan masalah tersebut. 3. Manusia menggunakan SQ untuk menjadi lebih cerdas secara spiritual dalam beragama. 4. SQ memungkinkan manusia untuk menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri dan orang lain. 5. Manusia menggunakan SQ untuk mencapai perkembangan diri yang lebih utuh karena manusia memiliki potensi untuk itu. 6. Manusia dapat menggunakan SQ untuk berhadapan dengan masalah baik dan jahat, hidup dan mati, dan asal usul sejati dari penderitaan dan keputus asaan manusia. 37 Selain fungsi SQ diatas, dapat dirangkum sebagai berikut: 1. Manusia dapat menciptakan bahasa, 2. Manusia dapat menciptakan pola dan aturan yang baru, 3. Manusia dapat mencari makna akan sesuatu hal, dan
37
Ibid., h. 12
26
4. Manusia dapat menangkap satu situasi yang terjadi dan mengetahui reaksi yang akan dilakukan. C. Membina Kecerdasan Spiritual Anak 1. Pengertian Membina Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “membina berasal dari kata bina yang artinya membangun, mendirikan, yaitu mengusahakan supaya lebih baik (maju, sempurna)”.38 Apabila diperhatikan perjalanan sejarah kehidupan manusia, akan ditemukan sebuah pola yang tidak akan pernah berubah dalam hal metode pembentukan manusia sempurna ini, walaupun sebagian manusia lainnya berusaha mengubahnya dengan segala cara. Yaitu pola yang telah diterapkan oleh umat beriman sejak Nabi Adam AS, hingga akhir zaman. Pola yang tidak akan mengalami perubahan lingkungan luar selama dia memiliki kekuatan. Kekuatan yang tidak akan terbentuk tanpa melewati sebuah pembinaan, dan pembinaan ini tidak akan didapat tanpa diawali dengan sistem pendidikan yang matang. Masa terpenting untuk sebuah pendidikan adalah masa kanak-kanak yang merupakan masa terpanjang dalam kehidupan manusia. Usia anak ini memiliki beberapa kelebihan yang tidak di miliki pada masa sesudahnya, saat itu jiwanya masih bersih sesuai dengan fitrah Allah, lahir dalam keadaan suci. Pada masa itulah seorang pendidik memiliki peluang sangat besar dalam membentuknya. oleh karena itu orang tua selaku pendidik pertama memiliki peran yang sangat menentukan.39 Hendaknya setiap pendidik menyadari bahwa dalam pembinaan pribadi anak sangat di perlukan pembiasaan-pembiasaan dan latihan-latihan yang cocok dan sesuai dengan perkembangan jiwanya.40 Adapun pembinaan kepribadian anak yaitu : a. Pembinaan Akidah Dasar pembinaan akidah seperti membacakan kalimat tauhid pada anak, menanamkan kecintaan mereka pada Allah dan rasullah, mengajarkan Alqur`an dan menanamkan nilai perjuangan serta pengorbanan pada mereka. oleh karena itu kewajiban orangtua adalah mengarahkan kembali fitrah 38
39
Tim Prima Pena, op. cit., h.146.
Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, (Bandung,:albayan,1997) cet.I, h.107. 40 Zakiah Daradjat, op. cit., h.73.
27
b.
c.
d.
e.
pengabdian anak pada sang khaliq yang telah tertanam sejak ditiupkannya ruh Allah padanya ketika masih berada di dalam kandungan ibunya. Apabila fitrah tersebut dapat diarahkan dengan benar, anak akan terbentuk dengan memiliki akidah yang kukuh.41 Pembinaan Ibadah Pembinaan anak dalam beribadah dianggap sebagai penyempurna dari pembinaan akidah. pembinaan dalam seperti pembinaan shalat, pembinaan mengenai ibadah puasa, pembinaan mengenai ibadah haji dan pembinaan ibadah zakat.42 Pembinaan Mental Bermasyarakat Tujuan pembinaan kemasyarakatan anak adalah agar anak dapat mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. dan agar anak tidak mempunyai perasaan rendah diri yang cukup berpengaruh buruk bagi kejiwaannya. diharapkan anak dapat bersikap benar dalam pergaulannya dengan orangorang disekitarnya.43 Pembinaan Akhlak Akhlak adalah perangai atau sikap yang dapat dibina dan diciptakan dalam diri masing-masing pribadi. untuk mewujudkannya membutuhkan kerja keras serta kesabaran orang tua selaku pendidik. ada lima dasar dari pembinaan akhlak kepada anak yaitu pembinaan budi pekerti dan sopan santun, pembinaan bersikap jujur, pembinaan menjaga rahasia, pembinaan menjaga kepercayaan, dan pembinaan menjauhi sifat dengki.44 Pembinaan Perasaan dan Kejiwaan Seorang anak memiliki peluang cukup besar untuk di bina perasaannya, yang akan berpengaruh dalam pembentukan jiwa dan kepribadiannya. apabila orangtua mampu membinanya dengan seimbang anak akan terbentuk menjadi manusia yang memiliki keseimbangan dalam bertindak dan dalam kehidupannya sehari-hari.45 Menurut Prof. Dr. H. Abuddin Nata dalam bukunya “Pendidikan Spiritual
Dalam Tradisi keIslaman” bahwa tanggung jawab untuk membina kehidupan umat beragama di Indonesia dan juga pada sebagian Negara Islam lainnya seperti tradisi Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Idul Adha, dan yang lainnya di yakini bahwa seluruh ajaran Islam mengandung pesan spiritual yang agung, mulia, dan luhur yang tetap relevan untuk membawa umat Islam menjadi umat yang paling baik dan menjadi contoh bagi umat lainnya dalam berbagai kehidupan.
41
Muhammad Nur Abdul Hafizh, op. cit., h.109 Ibid., h.150 43 Ibid., h. 169 44 Ibid., h. 178 45 Ibid., h. 191 42
28
Dilihat dari segi pendidikan spiritual yaitu pendidikan yang menekankan pada semangat dan kecintaan pada agama, tampak bahwa seluruh tradisi tersebut sangat penuh dengan muatan pendidikan spiritual yang amat di perlukan bagi kehidupan manusia. pendidikan spiritual yang terdapat dalam Hari Raya Idul Fitri adalah semangat membangun masa depan yang lebih baik dengan modal iman, kesucian batin, silaturahmi dan keadilan sosial. kemudian dalam perayaan Hari Raya Idul Adha terdapat pendidikan spiritual berupa keimanan yang kokoh kepada Allah SWT, persatuan umat, kemanusiaan, akhlak yang mulia, dan kerelaan berkorban di jalan Allah. selanjutnya dalam peringatan Nuzulul Qur`an terdapat pendidikan spiritual berupa perlunya kembali pada ajaran al-qur`an yang pada intinya akhlak mulia yang tertumpu pada keimanan yang kokoh kepada Allah dan keadilan sosial. selanjutnya dalam peringatan halal bihalal terdapat pendidikan spiritual berupa sikap lapang dada, saling memaafkan, perlunya menjalin hubungan sosial dengan sesama manusia yang lain, dan senantiasa menginsafi atas segala dosa dan kesalahan baik terhadap tuhan maupun terhadap sesama manusia. demikian pula dalam perayaan Isra Mi`raj terdapat pendidikan spiritual berupa keharusan melakukan kemajuan dan peningkatan dalam kebaikan dengan bertumpu pada keimanan yang kokoh, memanfaatkan sarana yang strategis seperti masjid, menggalang hubungan dengan orang lain dalam rangka mencari pengalaman guna membangun masa depan, serta keyakinan bahwa setiap perjuangan yang baik akan mendapat pertolongan dari Tuhan.46 Ariani Syurfah dalam bukunya yang berjudul Multiple Intelligences for Islamic Teaching, memadukan antara Metode Active Learning dengan Multiple Intelligence (kecerdasan majemuk) yaitu kecerdasan verbal, spasial, logis, musikal, kinestetik, interpersonal, intrapersonal dan naturalis, jika dalam Islam orang
tua
atau
pendidik
menggunakan
sebuah
metode
yang
dapat
mengembangkan minimal empat dari delapan kecerdasan dasar yang di miliki anak dengan penekanan kecerdasan spiritual, orang tua atau pendidik dapat mengembangkan metode dan pemikirannya sekreatif dan seluas mungkin. metode yang di gunakan misalnya diskusi, Tanya jawab, presentasi, tadabur alam, studi kasus, baca tartil, dan muhasabah. materi yang di gunakan misalnya tentang
46
Abuddin Nata, Pendidikan Spiritual dalam Tradisi Keislaman (Bandung; Angkasa, 2003) cet.I, h.123
29
mengenal Allah, Malaikat Allah, kitab-kitab Allah, Rasul-rasul Allah, Hari Akhir, Qadha dan Qadar, Syahadatain, Shalat, Zakat, Puasa, Haji, dan Berwudhu.47
2. Pengertian Anak Manusia lahir sebagai anak manusia atau manusia kecil dalam keadaan fitrah. Belum memiliki kecendrungan apapun. Keluarga dan lingkungan yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian, perilaku, dan kecendrungan anak sesuai dengan bakat yang ada dalam dirinya. Tetapi, pengaruh yang kuat dan cukup langgeng adalah kejadian dan pengalaman pada masa kecil sang anak yang tumbuh dari suasana keluarga yang ia tempati.48 Bayi yang baru lahir merupakan makhluk yang tidak berdaya, namun ia dibekali oleh berbagai kemampuan yang bersifat bawaan.49 Dalam pembahasan lain dikatakan bahwa anak, hakekatnya seperti lautan yang dalam. Pengetahuan tentang anak tak ubahnya pengetahuan tentang lautan. Meskipun manusia tinggal di tepi pantai, tetapi buta mungkin hanya bisa merasakan percikan-percikan air dari deburan ombak lautan yang dalam. Jika dapat “melihat secara visual” akan diketahui gelombang atau ombak lautannya. Untuk mengetahui kedalamannya dan apa saja kandungan di dalamnya, manusia tak cukup hanya berdiri ditepi pantai. Karena eksistensi noumenal bukan terletak pada ombak atau pecikan airnya.50 Disisi lain dikatakan bahwa dalam pandangan Islam, anak adalah “amanah” yang harus dijaga dan dirawat dengan baik oleh orangtua, yakni perawatan dan penjagaan yang sesuai dengan kehendak pemberi amanah, yakni Allah SWT.51 Anak sama hal-nya dengan harta yang dititipkan oleh Allah SWT kepada orangtua. Sebagaimana dalam Al-Qur‟an disebutkan:
47
Aryani Syurfah, Multiple Intelligences for Islamic Teaching, Publishing, 2007) h.vii 48 Abuddin Nata dan fuzan, op. cit., h.229. 49 Jalaluddin, op.cit., h.291. 50 Suharsono, op. cit., h.82. 51 Ibid., h.115.
(Bandung;Syaamil
30
" Harta dan anak-anak adalah perhiasan dunia tetapi amal kebajikan yang terus menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan" (QS Al-Kahfi: 46)52 Dalam pengertian lain dikatakan bahwa anak adalah manusia kecil yang telah memiliki sebentuk kepribadian atau karakteristik yang telah mulai terbentuk sebagai hasil pengasuhan dalam keluarga.53 Abul „Ala berkata dalam syairnya; Akan tumbuh dan berkembang seorang anak, sebagaimana perlakuan dan pembiasaan orang tuanya terhadapnya. Anak tidak akan mungkin menjadi hina dan tercela dengan tiba-tiba, tapi orang-rang terdekatnyalah akan menjadikannya hina dan tercela.54 Anak memiliki dunianya sendiri, Hal itu ditandai dengan gerak, penuh semangat, suka bermain pada setiap waktu dan tempat, tidak mudah letih dan bosan. Mereka menyukai keadaan alamiyah, mereka juga hanya memikirkan halhal untuk masa kini, sehingga tidak memikirkan masa depan atau masa lalu. Anak-anak bukanlah orang dewasa, mereka memiliki sifat yang khas.55 Sesungguhnya, anak bukan hanya titipan semata untuk orangtua, tapi anak juga merupakan ujian dan cobaan untuk kedua orangtuanya. Orangtua memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak-anak mereka. Jika orangtua tidak bisa mendidik anak-anak mereka dengan benar, maka mereka telah gagal menjadi orangtua. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa anak merupakan buah hati, titipan dari Allah SWT untuk para orang tua yang dihendaki-Nya. Anak 52
Abu Fathan Al-Baihaqi dan Abu Mohammad Raisah, Mushaf Al-qur‟an Tafsir perkata Kode Tajwid dengan Kajian Umum Lengkap, (Depok; Nelja), h. 299. 53 Nusa Putra dan Ninin Dwilestari, Penelitian Kualitatif PAUD, (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2012), h.34. 54 M. Nur Abdul Hafizh, op. cit., h.36. 55 Abuddin Nata dan fuzan, op. cit., h.232.
31
merupakan rahmat yang harus dididik dan disayangi para orangtua. Anak juga ujian bagi orangtua, yang jika mereka mampu menjaga anak-anak mereka teguh dalam ajaran Islam, maka mereka adalah orangtua yang berhasil. Sebaliknya, orangtua juga dapat dikatakan gagal jika tidak bisa mendidik anak-anak mereka. Karena anak bisa membawa orangtuanya ke surga, namun juga bisa menjerumuskan orangtuanya ke dalam neraka.
3. Periode Perkembangan Anak “Perkembangan adalah serangkaian perubahan progresif yang terjadi akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Perkembangan bukan hanya sekedar perubahan beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang, melainkan proses integrasi dari banyak struktur fungsi yang kompleks”.56 Dalam rentang kehidupan terdapat beberapa tahap perkembangan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ada lima tahap perkembangan pada anak, antara lain; 1. Umur 0 sampai 3 tahun, periode vital atau menyusuli. 2. Umur 3 sampai 6 tahun, periode estetis atau masa mencoba dan masa bermain. 3. Umur 6 sampai 12 tahun, periode intelektual (masa sekolah).57 Menurut Elizabeth B. Hurlock dalam bukunya Child Development, perkembangan secara umum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Terjadinya perubahan dalam a) aspek fisik ; perubahan tinggi, berat badan, organ dalam dan sekelilingnya, b) aspek psikis/mental ; semakin bertambahnya memori, penalaran, persepsi, dan imajinasi kreatif. 2. Terjadinya perubahan dalam proporsi : a) aspek fisik ; proporsi tubuh anak berubah sesuai dengan fase perkembangannya dan pada usia remaja proporsi tubuh anak mendekati proporsi usia remaja, b) aspek psikis; perubahan imajinatif anak berkembang lebih baik dari pada penalarannya.
56 57
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, ( Jakarta;RajaGrafindo Persada,2004), cet.1, h.45. Ibid., h.45-46.
32
3. Hilangnya ciri lama: a) tanda-tanda fisik; hilangnya kelenjar thymus (kelenjar kanak-kanak) yang terletak pada bagian dada, kelenjar pineal pada bagian bawah otak, rambut-rambut halus dan gigi susu, b) tandatanda psikis; lenyapnya masa mengoceh (meraban), bentuk gerak-gerik kanak-kanak (seperti merangkak) dan perilaku impulsive (dorongan untuk bertindak sebelum berfikir). 4. Mendapatkan ciri baru: a) tanda-tanda fisik;pergantian gigi, dan karakteristik jenis kelamin pada usia remaja, baik primer (menstruasi pada anak wanita, dan mimpi „‟basah‟‟ pada anak pria), b) tanda-tanda psikis; seperti berkembangnya rasa ingin tahu terutama yang berhubungan dengan seks, standar moral, dan keyakinan beragama58. Seperti diketahui, bahwa dalam keadaan yang ideal, pertumbuhan seseorang menjadi sosok yang memiliki kepribadian terintegritasi dalam berbagai aspek, mencakup fisik, psikis, moral dan spiritual.59 “Masa kritis atau sensitif bagi pertumbuhan atau perkembangan anak adalah saat mereka berusia 0 sampai 5 tahun. Jika pada masa ini anak tidak mendapatkan pengasuhan, perangsangan, intervensi, perhatian, dan aktifitas yang tepat dan bermakna, maka akan terjadi banyak masalah pada tahap perkembangan selanjutnya”.60 Berpacu pada pernyataan diatas, penulis juga menemukan beberapa tahap perkembangan yang terjadi pada seseorang, yaitu; 1. Perkembangan fisik. Perkembangan fisik seseorang meliputi perubahan postur tubuh dan tinggi badan, perubahan suara dan perubahan hormon yang menjadi lebih aktif. 2. Perkembangan emosi. Seseorang yang sedang tumbuh biasanya juga mengalami perubahan pada emosinya. Seperti perasaan yang mudah meledak-ledak saat mengalami hal buruk dihidupnya, atau perasaan suka dan tertarik pada lawan jenisnya. 3. Perkembangan kecerdasan. Setiap anak yang berkembang mengalami perkembangan kecerdasan. Semakin dewasa usia seseorang dan semakin luas wawasan seseorang,
58
Elizabeth B. Hurlock, Child Development, Sixth Edition, Alih Bahasa Oleh Med. Meitasari Tjandra dan Muslich Zarkasih, (Jakarta: Erlangga), Jilid 1, h. 24. 59 Jalaluddin, op. cit., h.298. 60 Nusa Putra dan Ninin Dwilestari, op. cit., h.7.
33
maka kecerdasannya akan semakin bertambah. Mereka akan lebih demokratis dan lebih kritis dalam menghadapi masalah. 4. Perkembangan sosial. Perkembangan sosial ini menyangkut dengan kesadaran diri bahwa setiap anak membutuhkan lingkungannya. Mereka memiliki rasa ingin berteman dengan teman di sekitarnya, juga rasa butuh terhadap orangtua dan keluarganya semakin bertambah. 5. Perkembangan agama. Setiap anak perlu mengembangkan keagamaannya, karena disaat mereka menghadapi masalah yang rumit atau mengalami guncangan dalam hidup, kekuatan agama dan iman diperlukan. Sehingga perkembangan agama sangat diperlukan bagi mereka.61 Dalam pembahasan lain disebutkan bahwa tahap perkembangan terdiri dari tiga macam, sebagai berikut ; 1. Mulai perkembangan sampai usia 5 tahun merupakan fase yang banyak berkaitan dengan kewibawaan dan kekuasaan. Pada fase ini inti dari penghargaan diri dan sikap mengenai aturan yang diterjemahkan dalam bentuk gambaran diri diarahkan kepada apa yang diharapkan oleh tokoh-tokoh terdekat yang menguasainya. 2. Masa anak-anak dan masa remaja, merupakan masa yang sebagian besar diarahkan pada persoalan hubungan dengan teman sebayanya. Pada masa ini mereka mengembangkan penghargaannya terhadap harapan orang lain serta menaruh perhatian terhadap perilaku jujur, keadilan dan sikap bersedia membalas jasa orang lain. 3. Fase mulai berkeluarga. Pada masa ini seseorang menentukan corak kepribadian yang diharapkan dengan cara mengembangkan suatu “pola umum gambaran dirinya, mereka mulai merintis tujuan hidupnya serta merencanakan strategi yang akan ditempuhnya dalam mengejar tujuan hidup yang dipilihnya.62 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa masa pertumbuhan dan perkembangan anak saling berkaitan satu sama lain. Pada usia 0-5 tahun, anak harus mendapat perhatian yang lebih, karena saat itulah tahapan emas dalam perkembangan. Jika anak tidak mendapat cukup perhatian pada tahapan awal,
61
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta:Ruhama,1995), cet.II, h.87-92. 62 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta:PT Bumi Aksara, 2008), cet.II, h.2223.
34
maka tahapan selanjutnya dalam masa perkembangan dan pertumbuhannya akan mengalami banyak masalah dan kesulitan.
4. Tahap Perkembangan Kecerdasan Spiritual Anak Menurut para ahli psikologi “anak usia 2-3 tahun merupakan proses awal tumbuh kembang anak. Dan di Indonesia anak usia prasekolah/ usia dini 3-6 tahun merupakan periode sulit”.63 Mengingat pada usia ini proses pembentukkan sedang terjadi pada diri anak. Periode ini disebut dengan periode emas (the golden age), sehingga pola asuh orang tua dan pendidik sangat menentukan perkembangan anak selanjutnya. Ada banyak istilah yang biasa diberikan kapada anak usia dini, antara lain: usia prakelompok, usia sulit, penjelajah, mainan, meniru dan usia bertanya. Disebut sebagai usia pra kelompok karena pada usia ini anak mempelajari perilaku sosial sebagai persiapan bagi kehidupan sosial yang lebih tinggi. Usia penjelajah, karena usia ini anak menjelajahi lingkungan karena dorongan ingin tahu terhadap alam sekitar.64 Inilah yang menyebabkan anak usia dini sering melontarkan berbagai pertanyaan kepada orangtuanya. Sementara penyebutan masa sulit karena ada anggapan pada usia tersebut terlampau sulit bagi orangtua, untuk melakukan proses pendidikan anak lebih senang bermain daripada belajar. Menurut penelitian Ernest Harms, perkembangan agama pada anak-anak itu melalui beberapa fase (tingkatan). Dalam bukunya The Development of Religious Children, beliau mengatakan bahwa perkembangan agama pada anakanak itu melalui tiga tingkatan, yaitu;65 1.
The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng) Ini merupakan tingkatan pada anak usia 3 – 6 tahun. Dalam tahapan ini, anak mulai mempelajari agama dengan fantasia atau khayalan. Hal ini
63
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1990), h. 108 64 Ibid, h. 109. 65 Jalaluddin, op. cit., h. 66.
35
dianggap wajar, karena pada dasarnya konsep keagamaan cukup rumit untuk dipahami oleh anak dengan usia tersebut. Pada usia ini, anak akan lebih tertarik pada tokoh agama, atau tokok-tokoh dalam cerita agama, bukan pada isi ajarannya. Mereka akan lebih tertarik jika cerita-ceritanya berhubungan dengan masa anak-anak karena sesuai dengan jiwanya. 2.
The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan) Tahap ini dimulai pada usia anak yang mulai memasuki sekolah dasar hingga menuju usia adolescence. Pada tahap ini, anak-anak mulai menilai Tuhan dengan realistis. Mereka mulai tertarik dengan lembaga-lembaga keagamaan dan kegiatan keagamaan yang dilakukan orang dewasa di sekitar
mereka.
Mereka
mulai
mengikuti
kegiatan-kegiatan
dan
mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan keagamaan dengan penuh minat. 3.
The Individual Stage (Tingkat Individu) Pada tahapan ini, anak mulai memasuki tingkat kepekaan emosi yang tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep individualis ini dibagi menjadi tiga golongan; a. Konsep ke-Tuhanan yang konservatif dan konvensional dengan masih dipengaruhi oleh beberapa fantasi yang disebabkan pengaruh luar. b. Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan). c. Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistik. Konsep ini menjelaskan bahwa agama telah menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan pada setiap tingkatan dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern. Selain penjelasan pembagian tahap perkembangan kecerdasan spiritual
pada anak di atas, Sururin, pada bukunya Ilmu Jiwa Agama, menjelaskan bahwa Imam Bawani membagi fase perkembangan tersebut menjadi empat bagian, antara lain;
36
1. Fase dalam Kandungan Untuk memahami perkembangan agama pada masa ini sangatlah sulit, apalagi yang berhubungan dengan psikis ruhani. Mseki demikian perlu dicatat bahwa perkembangan agama bermula sejak Allah SWT meniupkan ruh pada bayi, tepatnya ketika terjadinya perjanjian manusia atas Tuhannya. 2. Fase Bayi Pada fase kedua ini juga belum banyak diketahui perkembangan agama seorang anak. Namun isyarat pengenalan ajaran agama banyak ditemukan dalam hadits, seperti memperdengarkan adzan dan iqamat saat kelahiran anak. Bayi yang baru lahir memang belum mengerti arti kata-kata tauhid dalam adzan tersebut, namun dasar-dasar keimanan dan ke-Islam-an sudah masuk ke dalam hatinya. 3. Fase Kanak-kanak Masa ketiga tersebut merupakan saat yang tepat untuk menanamkan nilai keagamaan. Pada fase ini anak sudah mulai bergaul dengan dunia luar. Banyak hal yang ia saksikan ketika berhubungan dengan orang-orang di sekelilingnya. Ia melihat perilaku orang yang mengungkapkan rasa kagumnya pada Tuhan. Anak pada usia kanak-kanak belum mempunyai pemahaman dalam melaksanakan ajaran agama Islam, akan tetapi disinilah peran orangtua dalam memperkenalkan dan membiasakan anak dalam melakkukan tindakan-tindakan agama sekalipun sifatnya hanya meniru. Tindakan demikian sangat penting guna perkembangan agama pada masa selanjutnya. 4. Masa Anak Sekolah Seiring dengan perkembangan aspek-aspek jiwa lainnya, perkembangan agama juga menunjukkan perkembangan yang semakin realistis. Hal ini berkaitan dengan perkembangan intelektualitasnya yang semakin berkembang. 66 Dari keempat fase diatas, fase dalam kandungan dan fase bayi merupakan fase yang paling penting dalam perkembangan anak. Orangtua, baik Ibu atau Bapak, dapat mulai memperkenalkan apa yang merupakan kebutuhan spiritual anak. Orangtua bisa mendengarkan bacaan Al-qur‟an saat anak masih dalam kandungan atau ketika bayi. Orangtua juga bisa menyanyikan lagu-lagi Islami, atau bersholawat. Dengan demikian, anak akan terbiasa dengan pengetahuan mendasar akan agamanya yang secara tidak langsung akan membawanya lebih jauh untuk mengenal agamanya.
66
57.
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta :PT RajaGrafindo Persada, 2004), cet.1, h. 55-
37
Ketika anak dalam kandungan, ia sudah membuat janji dengan Allah SWT. Artinya anak sudah lebih dulu mengenal Tuhannya saat masih berada dalam rahim Ibunya. Maka bukan hal sulit bagi otangtuanya untuk mengembangkan pengetahuan anak tentang Allah SWT, Rasulullah, dan agama Islam. Ketika anak sudah memiliki pengetahuan tentang itu semua, maka anak akan memiliki kecerdasan spiritual yang dapat membawanya menjadi pribadi yang lebih baik. “Anak-anak sangat perlu dikenalkan dengan agama sejak usianya masih kecil. Meskipun saat itu anak-anak belum bisa memahami agama dengan baik, pembiasaan ini sangat penting agar jiwa anak-anak dekat dengan Tuhannya. Seiring pertambahan usia, orangtua dapat memberikan pemahaman sedikit demi sedikit tentang agama dan Tuhan kepada anak-anak”.67 Dalam membahas beberapa tahapan perkembangan kecerdasan spiritual pada anak, penulis juga akan mengemukakan beberapa teori mengenai pertumbuhan agama pada anak, antara lain; 1. Rasa Ketergantungan (Sense of Depend) Teori ini dikemukakan oleh Thomas melalui teori Four Wishes. Menurutnya, manusia dilahirkan ke dunia ini memiliki empat keinginan, yaitu; keinginan untuk perlindungan (security), keinginan akan pengalaman baru (new experience), keinginan untuk mendapat tanggapan (response), dan keinginan untuk dikenal (recognition). Berdasarkan kenyataan dan kerja sama dari keempat keinginan itu, maka sejak bayi dilahirkan hidup dalam ketergantungan, melalui pengalaman-pengalaman yang diterimanya dari lingkungan itu kemudian terbentuklah rasa keagamaan pada diri anak. 2. Insting Keagamaan Menurut Woodworth, bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa insting diantaranya insting keagamaan. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya insting itu belum sempurna.68 Selain teori tentang pertumbuhan anak, penulis juga akan membahas kebutuhan ruhaniah seorang anak, yang antara lain;
67 68
Ahmad Muhaimin Azzet, op. cit., h. 40. Jalaluddin, op. cit., h. 65-66.
38
1. Kebutuhan akan agama Sejak bayi, sebenarnya anak membutuhkan agama. Itulah mengapa sesaat setelah lahir, ayah dari si bayi harus segera mengumandangkan adzan ke telinganya. Karena pada dasarnya manusia sudah membutuhkan agama sejak lahir ke bumi. 2. Kebutuhan akan kasih sayang Kasih sayang merupakan kebutuhan yang paling pokok bagi anak. Seorang anak yang kekurangan kasih sayang dari orangtuanya akan menderita batinnya, kesehatannya mudah terganggu, kecerdasannya berkurang, kelakuannya nakal dan keras kepala. 3. Kebutuhan akan rasa aman Kebutuhan akan rasa aman mendorong anak untuk berusaha mencari nilainilai kehidupan. Dalam perlakuan yang diterima, dilihat, dan didengar oleh anak yang masih dalam tahap pertumbuhan hendaknya si anak merasa aman, tidak terancam oleh tindakan keras, marah, membentak, suara keras, menghardik, memukul, mencubit, dan menjentik. 4. Kebutuhan akan harga diri Orang dewasa kadang tidak menyadari bahwa anak kecil juga memiliki harga diri. Karena pada dasarnya harga diri tumbuh sejak kecil. Seperti saat anak menangis, orang tuanya datang menghampiri dan menenangkannya, maka anak akan merasa bahagia. Seperti itulah harga diri bagi anak. 5. Kebutuhan akan rasa bebas Kebebasan ini adalah kebebasan dalam batas wajar dan tidak berbahaya. Misalnya si anak diberikan kebebasan untuk mengutarakan perasaannya dalam do‟a pada Allah SWT. Orangtua perlu untuk mengajarkan anak untuk mengutarakan keinginan atau perasaannya dengan cara yang baik. 6. Kebutuhan akan rasa sukses Anak selalu ingin merasa berhasil atau sukses. Seperti saat anak bisa memakai baju atau sepatu sendiri, atau ketika anak bisa menghabiskan makanannya sendiri. Seberapa pun kecilnya keberhasilan anak, orangtua harus menyadari bahwa anak memiliki rasa ingin dihargai, walau pun hanya dengan senyuman atau tepuk tangan. 7. Kebutuhan akan pengenalan Anak memiliki rasa ingin tahu yang besar. Pada dasarnya rasa ini adalah karena kebutuhan anak akan mengenal segala sesuatu. Anak selalu ingin mengenal hal-hal baru yang belum pernah dilihat, didengar, atau dirasakannya. Setiap anak pada intinya memiliki kebutuhan yang tak terhingga, yang harus dipenuhi orangtua sebagai pemegang peran. Orangtua harus selalu siap dan mampu untuk memenuhi setiap kebutuhan anak.69
69
Zakiah Daradjat, op. cit., h. 22-33.
39
5. Prinsip-prinsip dalam Membina Kecerdasan Spiritual Anak Prinsip bukanlah sebuah nilai, tapi prinsip adalah pedoman untuk berperilaku yang bersifat dasar. Prinsip merupakan realita objektif yang tidak dapat disangkal karena dengan sendirinya sudah jelas. Prinsip juga bukan suatu praktik arena prinsip memiliki aplikasi universal. Prinsip selalu berlaku bagi setiap individu, perkawinan, keluarga, dan organisasi. Sebelum membahas beberapa prinsip yang ada untuk membina kecerdasan spiritual pada anak, penulis akan terlebih dahulu menjelaskan tentang prinsipprinsip yang dimiliki anak dalam masa pertumbuhannya. Sesuai dengan prinsip pertumbuhannya, seorang anak menjadi dewasa memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yang dimilikinya, yaitu;70 1. Prinsip biologis Secara fisik, anak yang baru dilahirkan dalam keadaan lemah. Dalam segala gerak dan tindak tanduknya, ia selalu memerlukan bantuan dari orang-orang dewasa di sekelilingnya. Dengan kata lain, ia belum dapat berdiri sendiri karena manusia bukanlah makhluk instingtif. Keadaan tubuhnya belum tumbuh secara sempurna untuk difungsikan secara maksimal. 2. Prinsip tanpa daya Sejalan dengan belum sempurnanya pertumbuhan fisik dan psikisnya, maka anak yang baru dilahirkan hingga menganjak usia dewasa selalu mengharapkan bantuan dari orang tuanya. Ia sama sekali tidak berdaya untuk mengurus dirinya sendiri. 3. Prinsip eksplorasi Kemantapan dan kesempurnaan perkembangan potensi manusia yang dibawanya sejak lahir, baik jasmani maupun rohani memerlukan pengembangan melalui pemeliharaan dan latihan. Jasmaninya baru akan berfungsi secara sempurna jika dipelihara dan dilatih. Akal dan fungsi
70
Jalaluddin, op. cit., h. 63-64.
40
mental lainnya pun baru akan menjadi baik dan berfungsi jika kematangan dan pemeliharaan serta bimbingan dapat diarahkan kepada pengeksplorasian perkembangannya. Dalam membina kecerdasan spiritual pada anak dibutuhkan beberapa prinsip, sebagai berikut; 1. Kebenaran Kebenaran adalah sesuatu yang paling nyata. Setiap hati kita berhadapan dengan kebenaran. Karena begitu dekatnya kita dengan kebenaran, kadang-kadang seseorang tidak merasakan keberadaannya. Kita mesti hidup selaras dengan prinsip kebenaran. Hidup berdasarkan kebenaran akan menuntun kita kea rah kesempurnaan. Kita tidak mungkin merusak prinsip kebenaran, prinsip kebenaran pasti berlaku. Mungkin seseorang dapat melanggar prinsip kebenaran, tapi prinsip kebenaran tidak rusak, bahkan orang tersebut yang dapat menjadi rusak karena telah melanggarnya. Kejujuran, kesabaran, konsistensi adalah beberapa contoh kebenaran manusia. Orang yang jujur, jati dirinya benar-benar riil. Tetapi orang yang tidak jujur merusak jati dirinya. Mungkin badannya seperti manusia, tetapi karakternya seperti binatang. Semakin orang melanggar kejujuran, ia semakin kehilangan jati diri kemanusiaannya terutama secara spiritual. Kebohongan tidak menghasilkan apa-apa kecuali menghilangkan jati diri sendiri. 2. Keadilan Keadilan adalah memberikan sesuatu sesuai dengan haknya. Prinsip keadilan adalah prinsip yang paling mendasar dalam sistem kehidupan. Hidup selaras dengan prinsip keadilan berarti konsisten melangkah di jalan kebenaran. Keadilan menjamin: Barang siapa melakukan kebenaran ia pasti secara adil mendapatkan hasilnya. Dalam beberapa peristiwa, kadang-kadang kebenaran “tampak” dengan samar-samar. Dengan konsistensi, kebenaran tampak menjadi lebih jelas. 3. Kebaikan Kebaikan adalah memberikan lebih dari haknya. Kebaikan adalah prinsip yang penting dalam kehidupan, tentu saja harus selaras dengan prinsip kebenaran dan keadilan. Kebaikan dapat menutupi atau malah melupakan keadilan, tapi keadilan justru akan membuka peluang untuk terciptanya kebaikan.71
71
Agus Ngermanto, op. cit., h. 126-128.
41
Selain prinsip-prinsip di atas, ada beberapa prinsip yang juga penting dalam membina kecerdasan spiritual pada anak, antara lain;72 1. Setiap usaha pencerdasan selalu berpijak pada pandangan-pandangan filosofis tentang manusia. Orangtua perlu mengetahui perubahanperubahan zaman, masyarakat dan kecenderungan-kecenderungan yang terjadi di sekitar. Jangan sampai pola asuh orangtua sama saat ini masih disamakan dengan pola asuh terdahulu. 2. Hindari proses pencerdasan anak dari pemaksaan dan ambisi pribadi atau trauma-trauma yang dialami. Ada potensi-potensi atau kelemahankelamahan yang berbeda pada tiap pribadi. Hal-hal yang menurut oran gtuanya tepat dan baik, belum tentu akan baik untuk anak dan hidupnya. Jika ada proses pemaksaan atau pembebanan, sesungguhnya telah berarti menutup peluang terhadap berbagai kemungkinan potensial dan kemampuan anak di kemudian hari. 3. Mengenal secara baik potensi anak agar tidak terjadi salah asuh apalagi eksploitasi. Orangtua harus mengetahui sejak dini “siapa” sesungguhnya anaknya sebelum membahas persoalan kewajiban dan hak-haknya terhadap anak. Dari kesadaran dan pengetahuan inilah orangtua mulai berkomunikasi, bersikap dan tentunya berupaya mencerdaskan anaknya sebaik mungkin.
D. PERANAN
ORANGTUA
DALAM
MEMBINA
KECERDASAN
SPIRITUAL PADA ANAK 1. Metode Peran Orangtua dalam Membina Kecerdasan Spiritual Anak dalam Keluarga Orangtua memiliki peranan penting dalam membina kecerdasan spiritual anak-anaknya. Seperti yang sebelumnya telah dibahas, keluarga adalah lingkungan yang memberikan pengaruh paling besar dalam perkembangan anak.
72
Suharsono, op. cit., h. 68.
42
Terutama orang tua yang memegang kendali dalam keluarga tersebut. Orangtua harus memperhatikan dan terus mengembangkan kecerdasan spiritual anakanaknya. Keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan pusat pendidikan. Namun, keluargalah yang memberikan pengalaman pertama kali. Keluarga merupakan pusat pendidikan yang paling berpengaruh dibandingkan yang lain, karena seorang anak masuk Islam sejak awal kehidupannya, dan dalam keluargalah ditanamkan benih-benih pendidikan.73 Setiap orangtua pasti memiliki keinginan untuk memiliki anak yang bertingkah laku baik. Bukan hanya itu, orangtua juga pasti menginginkan anakanaknya tumbuh menjadi pribadi yang baik dalam tutur katanya, baik dalam pola pikirnya, baik dalam pergaulannya dan baik dalam ibadahnya. Dengan
demikian,
anak
membutuhkan
peran
orangtua
dalam
perkembangannya. Untuk memiliki kebaikan yang disebutkan tadi, anak-anak harus memiliki kecerdasan spiritual yang dapat membantu mereka menjadi pribadi seperti yang diinginkan. Ada beberapa metode yang dapat dilakukan dan dapat menjadi peranan orang tua dalam membina kecerdasan spiritual pada anak dalam keluarga, antara lain sebagai berikut; a. b. c. d. e. f. g. h.
Metode “keteladanan” Metode “pembiasaan” Metode “nasihat” Metode “motivasi” Metode “hukuman” Metode “persuasi” Metode “pengetahuan teoritis” Metode “pertimbangan”74 Untuk mengetahui lebih jelas metode peran orang tua dalam membina
kecerdasan spiritual anak dalam keluarga penulis akan menjelaskannya satupersatu.
73
Ahmad Sanut, Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral dan Spiritual Anak dalam Keluarga Muslim, (Yogyakarta;Mitra Pustaka, 1998), cet.1, h.16. 74 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Ciputat;Logos Wacana Ilmu, 1999), cet.1, h. 178207.
43
a. Metode “keteladanan” Pendidikan dengan teladan berarti pendidikan dengan member contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berpikir, dan sebagainya. Banyak ahli pendidikan yang berpendapat bahwa pendidikan dengan teladan merupakan metode yang paling berhasil. Didalam Al-Qur‟an terdapat banyak ayat yang menunjukkan kepentingan penggunaan teladan dalam pendidikan. Salah satu teladan yang paling baik adalah Rasulullah SAW, seperti yang dijelaskan dalam ayat Al-Qur‟an berikut;
ل “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, (yaitu) bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Q.S. Al-Ahzab 33:21)75 Dalam psikologi, kepentingan penggunaan keteladanan sebagai metode pendidikan didasarkan atas adanya insting untuk beridentifikasi dalam diri manusia, yaitu dorongan untuk menjadi sama (identik) dengan tokoh identifikasi. b. Metode “pembiasaan” Pembiasaan merupakan metode yang sangat penting, terutama bagi anakanak. Mereka belum menginfasi apa yang disebut baik dan buruk dalam arti susila. Demikian pula mereka belum mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan seperti pada orang dewasa. Pembiasaan hendaknya selalu disertai dengan usaha membangkitkan kesadaran atau pengertian terus-menerus akan maksud dari tingkah laku yang dibiasakan. Sebab, pembiasaan digunakan bukan untuk memaksa peserta didik agar melakukan sesuatu secara otomatis seperti robot,
75
Abu Fathan Al-Baihaqi dan Abu Mohammad Raisah, Mushaf Al-qur‟an Tafsir perkata Kode Tajwid dengan Kajian Umum Lengkap, (Depok; Nelja), h. 420.
44
melainkan agar ia dapat melaksanakan segala kebaikan dengan mudah tanpa merasa susah atau berat hati. c. Metode “nasihat” Yang dimaksud nasihat adalah penjelasan tentang kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang dinasihati dari bahaya serta menunjukkannya ke jalan yang mendatangkan kebahagiaan dan manfaat. Memberi nasihat merupakan salah satu metode penting dalam pendidikan. Dengan metode ini, orangtua dapat menanamkan pengaruh baik kedalam jiwa apabila digunakan dengan cara yang dapat mengetuk relung jiwa melalui pintunya yang tepat. Cara yang dimaksud adalah hendaknya nasihat lahir dari hati yang tulus. Artinya, oran tua menimbulkan kesan pada anaknya bahwa ia adalah orang yang memiliki niat baik dan sangat peduli terhadap kebaikan anaknya. d. Metode “motivasi” Metode motivasi telah dilakukan masyarakat secara luas : orangtua terhadap anaknya, pendidik terhadap murid, bahkan masyarakat luas dalam interaksi sesamanya. Motivasi digunakan sesuai dengan perbedaan tabiat dan kadar kebutuhan manusia terhadap prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah Islam, sebab pengaruh yang dihasilkan tiap-tiap metode itu tidaklah sama. Penggunaan metode motivasi sejalan dengan apa yang dalam psikologi belajar disebut sebagai law of happiness, prinsip yang mengutamakan suasana menyenangkan dalam belajar. Dalam pelaksanaanya, hendaknya orang tua tanngap akan adanya berbagai kondisi yang dihadapi anaknya. e. Metode “hukuman” Hukuman merupakan metode terburuk, tetapi dalam kondisi tertentu harus digunakan. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang hendaknya diperhatikan pendidik dalam menggunakan hukuman :
45
1. Hukuman dilakukan untuk memperbaiki anak yang melakukan kesalahan dan memelihara anak yang lainnya. Orangtua hendaknya tidak menjatuhkan hukuman dalam keadaan marah. 2. Hukuman baru dilakukan apabila metode lain tidak berhasil dilakukan untuk memperbaiki anak. 3. Sebelum memberi hukuman, anak hendaknya lebih dahulu diberi kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki diri. 4. Hukuman yang dijatuhkan hendaknya dapat dimengerti oleh anak. 5. Hukuman psikis lebih baik dari pada hukuman fisik. 6. Hukuman hendaknya disesuikan dengan latar belakang anak, karena kesiapan tiap-tiap anak berbeda. 7. Hendaknya memperhatikan prinsip logis dalam menjatuhkan hukuman. 8. Tidak mengeluarkan ancaman hukuman yang tidak mungkin dilakukan oleh orangtua. f. Metode “persuasi” Yang dimaksud dengan metode persuasi adalah dengan meyakinkan anak tentang suatu ajaran dengan kekuatan akal. Penggunaan metode ini didasarkan atas pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang berakal. Dengan metode persuasi, pendidikan Islam menekankan pentingnya memperkenakan dasar-dasar rasional dan logis segala persoalan yang diajukan pada anak. Mereka dihindarkan dari meniru segala pengetahuan secara buta tanpa memahami hakikatnya atau pertaliannya dengan realitas, baik individu maupun sosial. g. Metode “pengetahuan teoritis” Metode ini merupakan metode paling umum digunakan dalam pendidikan. Pengetahuan teoritis itu penting karena ia mengembangkan akal pikiran manusia dan membantunya untuk membentuk latar belakang kultural yang memungkinkannya untuk berinteraksi dengan masyarakat dan membantunya dalam menjalankan peranan sebagai masyarakat yang baik.
46
h. Metode “pertimbangan” Metode pertimbangan sangat diperlukan sebelum orangtua melakukan satu metode dalam mendidik atau membina anaknya. Orangtua harus memikirkan faktor-faktor yang terkait dengan metode-metode tersebut. Orangtua memiliki peranan penting dalam memilih metode yang akan ia gunakan dalam pendidikan atau pembinaan anaknya.
2.
Strategi Orangtua dalam Membina Kecerdasan Spiritual Anak dalam Keluarga
Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan yang digunakan manusia dalam menghadapi masalah, pemahaman akan kehidupan dan hal-hal lain yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan IQ dan EQ semata. Karena kecerdasan spiritual adalah penopang kecerdasan lainnya, seperti IQ dan EQ. Pada dasarnya, kecerdasan spiritual dapat dikembangkan pada anak sejak mereka masih dalam kandungan hingga beranjak dewasa. Karena saat dewasa, anak akan menjalankan kehidupan pribadinya sendiri, tanpa membutuhkan bantuan orangtua lagi. Di itulah peranan orangtua dibutuhkan, yaitu saat anak masih belum bisa melakukan semuanya sendiri. Berikut ini adalah beberapa strategi yang dapat dilakukan orangtua untuk menumbuhkan dan membina kecerdasan spiritual anak dalam keluarga; a.
Melalui doa dan ibadah Doa dan ibadah dapat membimbing jiwa anak menuju pencerahan spiritual. Orangtua diharapkan mampu mengingatkan anak tentang pentingnya berdoa dan beribadah dengan khusuk. Sebab sebagai makhluk spiritual, anak memiliki potensi kebutuhan dasar spiritual yang harus dipenuhinya, yang akan menumbuhkan kesadaran spiritual yang tinggi dan meningkatkan pemahaman spiritual anak akan adanya hubungan dirinya dengan tuhan. Orangtua perlu mengajarkan pada anak doa-doa yang harus dipanjatkannya sesuai dengan situasi yang sedang dihadapinya. Untuk memudahkan anak dalam prakteknya, orangtua bisa mengajarkan anak doa dengan bahasa yang mudah dipahami anak. Karena dengan memahami kalimat doa yang dipanjatkannya maka penghayatan doa tersebut akan lebih tinggi. Dibandingkan jika misalnya mengucapkan doa dalam bahasa Arab yang tidak dimengerti anak.
47
b.
c.
d.
Pada dasarnya, beberapa doa bisa diucapkan dalam bahasa yang dimengerti anak. Artinya, tidak semua doa harus dibacakan dengan bahasa Arab. Walaupun ada doa-doa tertentu yang wajib diucapkan dalam bahasa Arab (bahasa Al-Qur‟an). Untuk itu, anak perlu diajarkan arti dan makna dari doa-doa yang berbahasa Al-Qur‟an tersebut, sehingga anak betul-betul memahami dan menghayatinya secara mendalam. Melalui cinta dan kasih sayang Sikap cinta dan kasih sayang dari orang tua yang cukup, merupakan sumber utama bagi berkembangnya kecerdasan spiritual dalam diri anak. Cinta merupakan sumber kehidupan bagi anak. Cinta memberikan rasa damai dan aman yang memungkinkan mereka untuk tumbuh dan berkembang. Tentu saja cinta dan kasih dari orang-orang di sekeliling anak, terutama orang tua, akan sangat berarti bagi anak. Orangtua yang mencintai dan meyayangi anaknya dengan sepenuh hati akan membiarkan mereka tumbuh dan berkembang menurut kehendaknya sendiri. Orangtua tidak boleh merampas kebebasan dan kemerdekaannya. Orangtua juga wajib memberikan lingkungan yang positif. Memberi dorongan untuk sukses. Dengan cinta dan kasih sayang yang sepenuh hati dari orangtua, anak akan merasa nyaman dan perkembangan kecerdasannya tidak akan terganggu. Melalui keteladanan orangtua Keteladanan orangtua menjadi sarana yang tepat untuk membimbing anak meningkatkan kebermaknaan spiritualnya. Orangtua menjadi contoh bagi anak, karena orangtua adalah figur yang terdekat dengan anak. Jika orangtua rajin beribadah, maka anaknya akan mengikutinya rajin beribadah. Jika orangtua melakukan perbuatan buruk, maka anak pun lama kelamaan akan meniru perbuatan tersebut. Dalam membimbing anak, orangtua tidak boleh hanya mengatakannya saja, namun juga harus menunjukkannya dengan perbuatan. Sehingga apa yang dikatakan orangtua memiliki kekuatan pengaruh besar, karena terwujud dalam tindakan orangtua sehari-hari. Sangat disayangkan, karena saat ini banyak orangtua yang tidak bisa menjadi teladan yang baik bagi anaknya sehingga anak kehilangan figur yang positif untuk dicontohnya. Anak menjadi bingung dengan dirinya sendiri, dan berusaha mencari identitas diri di luar rumah yang tentu saja tidak bisa dipertanggungjawabkan. Karena dirumah anak tidak bisa menemukan figur orang ua yang positif untuk diidolakannya. Melalui cerita atau dongeng yang mengandung hikmah spiritual Kecerdasan spiritual anak juga dapat ditingkatkan melalui cerita (dongeng) yang disampaikan orangtua pada anaknya. Dengan dongeng, orangtua dapat menanamkan nlai-nilai dan makna spiritual dalam diri anak. Tentu saja melalui cerita (dongeng) yang mendidik serta berisikan makna-makna spiritual. Orangtua wajib memilihkan dongeng-dongeng yang menstimulasi kecerdasan spiritual anak. Orangtua juga perlu membiasakan anak untuk
48
e.
f.
g.
membaca cerita-cerita yang mendidik, yang menambah pencerahan bagi jiwa anak, yang memperkaya makna-makna spiritual dalam diri anak sehingga anak mendapatkan manfaat yang besar dari kegiatan membaca cerita (dongeng). Salah satu contoh dongeng yang masih sangat terkenal dan memiliki makna dalam adalah kisah „malin kundang‟. Cerita ini mengisahkan tentang anak yang durhaka kepada ibunya dan akhirnya dikutuk menjadi batu. Cerita-cerita seperti itu yang dapat dikatakan memiliki nilai untuk dikisahkan pada anak. Cerita (dongeng) yang dapat disampaikan pada anak harus cerita yang penuh nilai, seperti kisah para Nabi dan Rasul. Membentuk kebiasaan dalam bertindak kebajikan Orangtua juga bisa mendorong anaknya untuk membiasakan diri bertindak kebajikan. Jika anak mampu memunculkan tindakan yang baik maka kemudian orangtua memujinya dan memberinya hadiah yang disukai. Orangtua juga menunjukkan pada anak bahwa mereka juga membiasakan diri untuk bertindak dalam kebajikan, sehingga anak semakin termotivasi untuk menirunya dan membiasakan dirinya bertindak dalam kebajikan. Melalui pembiasaan diri untuk bertindak kebajikan maka anak telah menghayati serta menginternalisasi nilai-nilai spiritual yang luhur. Anak akan menjadi pribadi-pribadi yang cerdas secara spiritual. Karena didalam dirinya telah terbentuk bibit-bibit serta cahaya kebajikan yang mapan. Anak yang memiliki kecerdasan spiritual akan menunjukkan perilakuperilaku yang luhur, mampu membiasakan diri bertindak benar, serta mampu membiasakan diri bertindak benar, serta mampu menahan dari dorongan hawa nafsu yang menjerumuskan anak dalam kemungkaran. Mengasah dan mempertajam hati nurani Hati nurani anak perlu diasah, karena hati nurani anak akan terhambat untuk berkembang secara optimal jika anak masih dikuasai oleh hawa nafsu sendirinya. Jika jiwa anak dikuasai oleh rasa benci dan marah yang akan menghambat berkembangnya hati nurani anak. Anak akan melampiaskan kemarahan dan dendamnya tanpa rasa bersalah. Sehingga anak tidak mampu merasakan penderitaan orang lain. Anak yang hati nuraninya tertutup akan menjadi pribadi yang keras hati, membenci dirinya sendiri dan orang lain, serta cenderung akan menjadi anak yang memiliki kepribadian antisosial. Diri anak akan dikuasai oleh dorongan untuk menyakiti orang lain. Menerapkan pola asuh yang positif dan konstruktif Seringkali orangtua memperlakukan anaknya sesuka hati mereka. Orangtua memaksakan anaknya untuk mengikuti kehendak orangtua dan tidak mempedulikan keinginan anaknya sama sekali. Akibatnya, anak menderita lahir dan batin, jiwanya merasa hampa dan merasa dirinya tidak berharga sama sekali dalam keluarganya. Orangtua harus menerapkan beberapa pola asuh yang mampu meningkatkan kecerdasan spiritual anak. Orangtua harus mau mendengarkan anak, mengutamakan kebutuhan dan kepentingan anak,
49
h.
mendorong anak untuk mandiri, mempercayai anak, dan yang terakhir orangtua harus menghargai dan menerima anak tanpa syarat. Kecerdasan spiritual akan sulit dicapai jika anak hidup dalam dunia sandiwara yang palsu dan melelahkan. Kecerdasan spiritual hanya akan tumbuh ketika anak menjadi dirinya sendiri dan memiliki kemerdekaan untuk mengoptimalkan potensi positif yang dimilikinya, tanpa terpenjara dalam pemaksaan dan eksploitasi dari orang tuanya. Oleh karena itulah orangtua memiliki kewajiban untuk mendorong anak mengambil keputusan dalam hidupnya dan bertanggung jawab sepenuhnya atas hidupnya sendiri. Menciptakan iklim religius dan kebermaknaan spiritual dalam keluarga Penciptaan iklim religius dan kebermaknaan spiritual dalam keluarga merupakan salah satu cara paling efektif untuk mempercepat tumbuhnya kecerdasan spiritual dalam diri anak. Melalui iklim religius dan kebermaknaan spiritual dalam keluarga akan mendorong timbulnya kecerdasan spiritual yang optimal pada anak. Anak akan sadar bahwa dia memiliki Tuhan yang menciptakan alam semesta ini, juga sadar bahwa dirinya adalah makhluk spiritual. Iklim religius dan kebermaknaan spiritual dalam keluarga akan membentuk hati nurani yang memiliki prinsip kebenaran dalam diri anak. Yang akhirnya akan membentuk kecerdasan spiritual yang kokoh sebagai landasan tumbuhnya pemahaman spiritual dalam diri anak.76 Itulah beberapa strategi atau cara yang dapat dilakukan oleh orangtua
untuk mengembangkan kecerdasan spiritual (SQ) anak usia dini. Dibutuhkan kesabaran dalam membina dan mengembangkan kecerdasan spiritualnya.
76
Triantoro Safaria, op. cit., h. 92-119.
50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini adalah dilingkungan Pondok Pucung Rt08 Rw016 Pondok Aren - Tangerang Selatan dan Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 22 Januari- 10 Februari 2014.
B. Metode Penelitian Didalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif. Penelitian yang menggambarkan tentang suatu variabel, gejala atau keadaan “apa adanya”, dan tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu.1
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian.2 Populasi atau objek yang menjadi pusat dalam penelitian ini adalah orang tua yang yang mempunyai anak usia 2-6 tahun yang berada di lingkungan Pondok Pucung Rt08 Rw016 Pondok Aren - Tangerang Selatan, yang berjumlah 30. 2.
Sampel Sampel adalah sebagian/wakil dari keseluruhan populasi yang diteliti.3
Selanjutnya Suharsimi Arikunto mengatakan jika populasi yang kurang dari seratus sebaiknya diambil semua sehingga disebut penelitian populasi.4 Sampel dalam penelitian ini adalah semua orangtua yang memiliki anak usia 2-6 tahun
1
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta. 2009), Cet.10,
2
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta:CV. Rineke Cipta, 1993), cet.9,
3
Ibid,. h.174 Ibid., h.174
h.234. h.173 4
49
50
51
yang berjumlah 30 dari 65 kepala keluarga yang berada di lingkungan Pondok Pucung Rt08 Rw016 Pondok Aren – Tangerang Selatan.
D. Instrumen Penelitian Instrumen adalah alat yang digunakan oleh peneliti pada waktu penelitian menggunakan sesuatu metode.5 Berikut adalah tabel instrumen kisi-kisi penelitian peranan dan strategi orangtua dalam membina kecerdasan spiritual anak dalam keluarga. TABEL 3.1 Instrumen Kisi-kisi Angket Pokok Pertanyaan : Peranan Orangtua dalam Membina Kecerdasan Spiritual Anak dalam Keluarga Variabel
Dimensi
Indikator
Peran Orangtua
Melalui keteladanan
Memberikan contoh perilaku baik pada anak
Melalui pembiasaan
Melalui nasihat
5
Ibid., h.192.
Peryataan Positif Negatif 2 1
Jumlah + ∑ 1 1 2
Menjadi teladan dalam keluarga
4
3
1
1
2
Membiasakan anak melakukan hal-hal baik
5,6
-
2
-
2
Anak terbiasa membaca doa sebelum beraktifias
7,8
-
2
-
2
Menjadikan nasihat hal utama ketika anak melakukan kesalahan
9
10
1
1
2
Mau menerima pendapat anak
11,12
-
2
-
2
52
Melalui motivasi
Melalui hukuman
Melalui persuasi
Mendorong anak menjadi dirinya sendiri tanpa paksaan apa pun
14
13
1
1
2
Menerima anak tanpa syarat
15
-
1
-
1
Memberikan hukuman jika anak melakukan kesalahan berulang kali setelah diberikan nasihat
16,17
-
2
-
2
Tidak menerapkan hukuman fisik (memukul, menampar, memaki, dll)
-
18
-
1
1
Mengajarkan anak tentang berbagai ilmu pendidikan
19
20
1
1
2
-
3
-
3
Memberi penjela- 21,22, san pada anak 23 tentang hal-hal gaib (surga, neraka, nabi, rasul, dll ) Melalui pengetahuan teoritis
Mengajarkan anak cara bersosialisasi yang baik dalam masyarakat
24
25
1
1
2
Mementingkan pendidikan anak
27
26
1
1
2
53
Melalui pertimbangan
Mempertimbang kan semua hal yang akan diberikan pada anak
28
30
1
1
2
Selalu memikirkan faktor-faktor dan kemungkinan yang terjadi sebelum memberikan satu pengajaran pada anak
29
-
1
-
1
21
9
30
Jumlah pernyataan
TABEL 3.2 Instrumen Kisi-kisi Angket Pokok Pertanyaan : Strategi Orangtua dalam Membina Kecerdasan Spiritual Anak dalam Keluarga Peryataan Variabel Strategi Orangtua
Dimensi
Indikator
Jumlah
Positif
Negatif
+
-
∑
1
3
1
1
2
2,5
4,6
2
2
4
7
8
1
1
2
menjadi dalam perilaku
9,11
10
2
1
3
Melalui Menceritakan cerita atau kisah-kisah para dongeng Nabi,Rasul, dan
12,13
-
2
-
2
Melalui Mengajarkan anak doa dan untuk berdoa dalam ibadah setiap kegiatan yang dilakukannya Mengajarkan anak pentingnya ibadah Melalui Mencintai dan mecinta dan ngasihi anak dalam kasih kadar yang sama sayang Melalui Orangtua keteladana teladan n orangtua setiap anak
54
yang men- kisah para Agung gandung lainnya hikmah spiritual Membentuk kebiasaan dalam bertindak kebajikan
Membiasakan anak melakukan hal-hal yang sesuai dengan nilai kebajikan sejak dini
15,16
14
2
1
3
Mengasah dan mempertajam hati nurani
Mendidik anak untuk menyayangi dan mengasihi sesama
17,19
18,20
2
2
4
Menjauhkan anak dari perasaan iri dan dengki
21
-
1
-
1
Menerapkan pola asuh yang positif dan konstruktif
Tidak memaki anak dengan kata-kata yang negatif yang dapat menyakiti perasaannya
22,24
23
2
1
3
Menciptakan iklim religius dan kebermakna an spiritual dalam keluarga
Mengajak anak 25,26, untuk sholat ber27 jamaah dan mengaji di rumah
-
3
-
3
30
2
1
3
20
10
30
Melaksanakan sahur dan buka puasa bersama saat ramadhan
Jumlah pernyataan
28,29
E. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini bersifat deskriptif yang dimaksud untuk memberikan deskriptif tentang bagaimana peranan orangtua dalam membina kecerdasan
55
spiritual anak dalam keluarga dilingkungan Pondok Pucung Rt08 Rw016 Pondok Aren - Tangerang Selatan. Data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan beberapa teknik yaitu: 1. Observasi Observasi adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan secara langsung terhadap gejala objek yang diteliti, baik pengamatan itu dilakukan dalam situasi yang sebenarmya maupun situasi khusus. 6 Penulis melakukan observasi untuk mengetahui kecerdasan spiritual anak dengan cara mengamati mereka secara langsung. 2. Wawancara Wawancara merupakan salah satu tehnik pengumpulan data dengan cara tanya jawab baik secara langsung ataupun dengan sumber data.7 Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewer). Dalam wawancara, penulis menggunakan komunikasi secara langsung dengan ketua Rt08 dilingkungan Pondok Pucung Rt08 Rw016 Pondok Aren Tangerang Selatan, untuk mendapatkan data mengenai masalah yang dijadikan sebagian objek penelitian. 3. Angket Angket merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
pertanyaan
atau
pernyataan
tertulis
kepada
responden untuk
dijawabnya.8 Tehnik ini di tujukan kepada para orangtua yang dijadikan sebagai responden dan digunakan untuk mendapatkan data dan informasi yang berhubungan dengan pembinaan orangtua terhadap kecerdasan spiritual anak di Pondok Pucung Rt08 Rw016 Pondok Aren - Tangerang Selatan. Angket tersebut berupa pertanyaan sebanyak jumlah yang ditentukan.
6
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D, (Bandung: Alfabeta,
2012),h.145 7 8
Ibid., h.137 Ibid., h.142
56
F. Pengolahan Data Setelah data yang diperlukan terkumpul, langkah selanjutnya adalah mengolah data. Mengolah data merupakan suatu cara yang digunakan untuk menguraikan data yang diperoleh agar dapat dipahami bukan hanya oleh orang yang meneliti, tetapi juga oleh orang lain yang ingin mengetahui hasil penelitian. Untuk mengolah data dalam penelitian ini penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Editing Dalam mengolah data, yang harus dilakukan pertama kali adalah melakukan editing. Pada tahap ini dilakukan pengecekan terhadap pengisian kuisioner. Setiap kuisioner diteliti satu persatu mengenai kelangkapan, kejelasan dan kebenaran pengisian angket tersebut agar terhindar dari kesalahan atau kekeliruan dalam mendapatkan informasi sehingga dapat diperoleh data yang akurat. 2) Koding Setelah data di editing, langkah selanjutnya adalah koding, koding yaitu usaha mengklasifikasikan jawaban-jawaban para responden menurut macammacamnya. Didalam penelitian ini ada 4 macam alternative jawaban, yaitu a. selalu b. sering c. kadang-kadang d. tidak pernah. 3) Skoring Skoring merupakan tahap pemberian skor terhadap butir-butir pertanyaan yang terdapat dalam angket dan setiap pertanyaan dalam angket terdapat empat butir jawaban yang harus dipilih responden. Dan untuk menentukan skor hasil penelitian ditetapkan bahwa untuk jawaban item positif diberi skor : Selalu
=4
Sering
=3
Kadang-kadang = 2 Tidak pernah
=1
Sedangkan untuk jawaban item negative diberi skor: Selalu
=1
Sering
=2
57
Kadang-kadang = 3 Tidak pernah
=4
G. Teknik Analisis data Dalam setiap penelitian, data yang terkumpul merupakan data mentah dari lapangan yang harus diolah terlebih dahulu. Sehingga dapat disajikan dan dianalisa. Rumus yang digunakan untuk mengolah data yang telah terkumpul adalah sebagai berikut : P = F/N x 100% keterangan P = Presentase F = Frekuensi N = Jumlah Responden.9
9
Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. 22, h. 43.
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Warga Penduduk Rt 08 Rw 016 Lingkungan Rt08 Rw016 Kelurahan Pondok Pucung Kecamatan Pondok Aren Kabupaten Tangerang Selatan, diketuai oleh bapak Muhidin, beliau orang asli lingkungan tersebut. Letak Rt08 Rw016 cukup strategis yang berada di daerah Pondok Pucung kecamatan Pondok Aren tepatnya dekat dengan perumahan Bintaro sektor 9. Kondisi lingkungan Rt08 cukup bagus dan ramai yang terdiri dari 60 kepala keluarga, dalam lingkungan Rt08 lokasi dekat dengan mall yang ada di Bintaro yaitu Giant Bintaro, Carefour Bintaro, Lotte Mart Bintaro,Pasar Modern Bintaro, Selain itu dekat juga dengan Stasiun sudimara dan Pasar Jombang. Sarana dalam lingkungan Rt08 ada Masjid yaitu masjid Miftahul Jannah, Sekolah TK, SD, SMP Dahlia, TPA yaitu Taman Pendidikan Al-Qur`an AlIkhlas. Sarana tersebut lokasinya berada ditengah-tengah pemukiman warga Rt08. Rt08 Rw016 pada awalnya merupakan bagian dari Rt011 bertambahnya jumlah penduduk meluas hingga membagi Rt011 menjadi 2 yaitu Rt07 dan Rt08, hingga saat ini tahun 2014 jumlah penduduk Rt08 berjumlah 60 orang. Kondisi sosial ekonomi warga Rt08 dapat dikategorikan tingkat menengah kebawah, sedangkan tingkat pekerjaan warga Rt08 sangat beragam ada PNS, Polisi, pegawai swasta dan wiraswasta. Corak warga Rt08 sangat heterogen, mulai dari bentuk rumah pribadi hingga rumah kontrakan. Perlu dipaparkan bahwa para penghuni Rt08 mayoritas beragama Islam. Bagi umat Islam melaksanakan ibadah adalah suatu kebutuhan penting karena hal itu merupakan sarana peribadatan kepada Allah SWT, Oleh karena itu keberadaan masjid sangat di perlukan. Sedangkan untuk kegiatan keislaman dilingkungan Rt08 dikelola dengan baik dan jadwal kegiatannya, seperti: a. Pengajian umum kaum bapak setiap hari selasa ba`da isya b. Pengajian umum kaum ibu setiap hari rabu ba`da dzuhur c. Pengajian kaum remaja setiap hari jum`at ba`da isya 5857
59
d. Menyelenggarakan hari besar Islam e. Memberikan santunan kepada anak yatim dan kaum dhuafa f. Menyelenggarakan Taman Pendidikan Alqur`an (TPA) setiap senin sampai jum`at Selain kegiatan keislaman diatas ada juga kegiatan lainnya, seperti: a. Kegiatan kerja bakti setiap satu bulan sekali b. Kegiatan posyandu yang dikelola oleh para ibu-ibu setiap satu bulan sekali c. Iuran bulanan yang dikenakan kepada seluruh warga Rt08 satu bulan sebesar Rp. 5000.1
B. Identifikasi Responden Klasifikasi jenis kelamin anak Jenis Kelamin
Frekuensi
Presentase
Laki-laki Perempuan
17 13
56,7% 43,3%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel diatas dapat diuraikan bahwa anak responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 17 orang atau 56,7%, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 13 orang atau 43,3%. Jadi jumlah anak responden dapat diketahui bahwa jumlah anak laki-laki dilingkungan Rt08 lebih banyak dibanding jumlah responden anak perempuan. Klasifikasi usia anak
1
Usia
Frekuensi
Presentase
2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun
3 5 7 6 9
10% 16,7% 23,3% 20% 30%
Jumlah
30
100%
Hasil wawancara penulis dengan ketua Rt 08 Rw 016 Pondok Pucung. Rabu, 22 Januari 2014 Pukul 19:15- 21:00 Wib dirumah Ketua Rt Bapak Muhidin.
60
Data pada tabel ini menunjukkan bahwa tingkat usia responden dilingkungan Rt08, anak usia 2 tahun sebanyak 3 orang atau 10%, usia 3 tahun sebanyak 5 orang atau 16,7%, usia 4 tahun sebanyak 7 orang atau 23,3%, usia 5 tahun 6 orang atau 20%, dan anak usia 6 tahun sebanyak 9 orang atau 30% lebih banyak. Klasifikasi usia responden Usia
Frekuensi
Presentase
20-25 Tahun 25-30 Tahun 35-40 Tahun
9 13 8
30% 43,3% 26,7%
Jumlah
30
100%
Data pada tabel ini menunjukkan bahwa tingkat usia responden dilingkungan Rt08, orangtua usia 20-25 tahun sebanyak 9 orang atau 30%, usia 25-30 tahun sebanyak 13 orang atau 43,3%, usia 35-40 tahun sebanyak 8 orang atau 26,7%. Jadi usia responden pada tabel diatas lebih banyak yaitu usia 25-30 tahun. Klasifikasi Tingkat Pendidikan responden Tingkat Pendidikan
Frekuensi
Presentase
SD SLTP SLTA Diploma Sarjana
0 4 18 5 3
0% 13,3% 60% 16,7% 10%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel diatas dapat dikemukakan bahwa tingkat pendidikan orang tua yang berpendidikan SD tidak ada atau 0%, SLTP sebanyak 4 orang atau 13,3%, SLTA sebanyak 18 orang atau 60% lebih banyak, Diploma sebanyak 5 orang atau 16,7%, dan Sarjana sebanyak 3 orang atau 10%.
61
Klasifikasi Pekerjaan Responden Pekerjaan
Frekuensi
Presentase
PNS TNI/ Polisi Peg.Swasta Wiraswasta
3 1 15 11
10% 3,3% 50% 36,7%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel diatas dapat diuraikan bahwa tingkat pekerjaan responden bermacam-macam, PNS sebanyak 3 orang atau 10%, polisi sebanyak 1 orang atau 3,3%, pegawai swasta sebanyak 15 orang atau 50% lebih banyak dan wiraswasta sebanyak 11 orang atau 36,7%. Dengan demikian tingkat pendidikan dan pekerjaan responden jika dilihat dari sumber daya manusianya cukup memungkinkan dapat membangun wilayahnya lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
C. Deskripsi Data Didalam mengumpulkan data, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, diantaranya angket dan wawancara. Angket diberikan atau disebarkan kepada orangtua dilingkungan Pondok Pucung Rt08 Rw016 Pondok Aren-Tangerang Selatan. Angket atau kuesioner yang disebar terdiri dari 60 pertanyaan. Hasil angket yang telah disebar kemudian dipresentasikan dengan menggunakan rumus presentase atau frekuensi relative. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh dapat dipahami dan dianalisis dengan mudah untuk kemudian dijelaskan. Sedangkan, wawancara dilakukan kepada pihak terkait untuk mencari informasi dalam penelitian ini, yaitu bapak Muhidin selaku ketua Rt08 Pondok Pucung, Pondok Aren-Tangerang Selatan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini, karena walau bagaimanapun warga dan ketua Rt memiliki kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan untuk menciptakan lingkungan yang bersahaja dan nyaman.
62
D. Analisis Data Dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis kepada orangtua dilingkungan Pondok Pucung Rt08 Rw016 Pondok Aren-Tangerang Selatan. Penulis melakukan analisis data yang merupakan bagian penting dalam metode ilmiah untuk menjawab masalah penelitian. Dalam menganalisa data, penulis memberikan nilai berupa presentase jawaban dari angket yang telah disebar kepada 30 orangtua dilingkungan Pondok Pucung Rt08 Rw016 Pondok ArenTangerang Selatan, mengenai peranan orangtua dalam membina kecerdasan spiritual anak dalam keluarga. Berikut ini presentase hasil angket atau kuesioner tersebut, berdasarkan setiap pertanyaan dan jawaban yang diberikan responden.
1. Peranan Orangtua dalam Membina Kecerdasan Spiritual Anak dalam Keluarga. 1.1 Melalui keteladanan Tabel 4.1 Orangtua memberikan perintah tanpa memberikan contoh pada anak Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu
7 17 3 3
23,3% 56,7% 10% 10%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.1 orangtua memberikan perintah tanpa memberikan contoh pada anak 23,3% menjawab tidak pernah,56,7% orang tua yang menjawab kadang-kadang, 10% yang menjawab selalu dan 10% yang menjawab sering. Hal ini menandakan orangtua yang sudah memahami bahwa memberikan contoh kepada anak sebelum memerintahkan sesuatu itu penting.
63
Tabel 4.2 Orangtua mengajarkan anak untuk tidak berbohong Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu
23
76,7%
Sering
4
13,3%
Kadang-kadang
2
6,7%
Tidak pernah
1
3,3%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa orangtua mengajarkan anak untuk tidak berbohong 76,7% orangtua menjawab selalu, 13,3% sering, 6,7% kadang-kadang dan 3,3% orangtua menjawab tidak pernah. Hal ini menunjukkan bahwa orangtua sebagian besar mengajarkan anak untuk selalu tidak berbohong. Tabel 4.3 Orangtua marah didepan anak Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Tidak pernah
3
10%
Kadang-kadang
21
70%
Sering
6
20%
Selalu
0
0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.3 bahwa orangtua marah didepan anak yang menjawab tidak pernah 10%, Orangtua menjawab kadang-kadang 70%, Orangtua yang menjawab sering 20% dan selalu 0%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar kadang-kadang orangtua marah didepan anak-anaknya. Tabel 4.4 Orangtua menjadi teladan yang baik bagi anak Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu
23
76,7%
Sering
7
23,3%
Kadang-kadang
0
0%
Tidak pernah
0
0%
Jumlah
30
100%
64
Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa orangtua dilingkungan Pondok Pucung Rt08 Rw016 Pondok Aren-Tangerang Selatan, menjadi teladan yang baik bagi anaknya 76,7% orangtua yang menjawab selalu, 23,3% orangtua yang menjawab sering, 0% yang menjawab kadang-kadang dan 0% yang menjawab tidak pernah. Ini berarti keinginan semua orangtua adalah menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. 1.2 Melalui pembiasaan Tabel 4.5 Orangtua menerapkan disiplin dalam keluarga Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
19 8 3 0
63,3% 26,7% 10% 0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.5 berkaitan dengan orangtua menerapkan disiplin dalam keluarga 63,3% orangtua yang menjawab selalu, 26,7% orangtua menjawab sering, 10% orangtua menjawab kadang-kadang dan 0% orangtua yang menjawab tidak pernah. dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar orangtua di Pondok Pucung Rt08 Rw016 Pondok Aren-Tangerang Selatan sudah mengerti pentingnya menerapkan disiplin dalam keluarga. Tabel 4.6 Orangtua membiasakan anak berkata baik Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
25 5 0 0
83,3% 16,7% 0% 0%
Jumlah
30
100%
65
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diambil kesimpulan bahwa lebih banyak orangtua dilingkungan Pondok Pucung Rt08 Rw016 Pondok Aren-Tangerang Selatan yang membiasakan anak berkata baik. Dari 30 responden, 83,3% di antaranya menjawab selalu 16,5% menjawab sering, 0% menjawab kadangkadang dan 0% menjawab tidak pernah. Hal ini menunjukkan bahwa seluruhnya orangtua membiasakan anaknya untuk berkata baik. Tabel 4.7 Orangtua membiasakan anak mengucapkan salam Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
20 7 3 0
66,7% 23,3% 10% 0%
Jumlah
30
100%
Dari hasil tabel 4.7 dapat terlihat bahwa hampir seluruh orangtua dilingkungan Pondok Pucung Rt08 Rw016 Pondok Aren-Tangerang Selatan selalu berusaha membiasakan anak mereka untuk mengucapkan salam. 66,7% responden menjawab selalu, 23,3% responden yang menjawab sering, 10% responden yang menjawab kadang-kadang dan 0% yang menjawab tidak pernah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar orangtua dilingkungan Pondok Pucung membiasakan anak-anak mereka untuk mengucapkan salam. Tabel 4.8 Orangtua membiasakan anak membaca do`a sebelum beraktifitas Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
14 9 7 0
46,7% 30% 23,3% 0%
Jumlah
30
100%
66
Berdasarkan tabel 4.8 dapat disimpulkan bahwa ada 46,7% orangtua dilingkungan Pondok Pucung Rt08 Rw016 Pondok Aren-Tangerang Selatan yang mengakui bahwa membiasakan anak mereka membaca do`a sebelum beraktifitas, 46,7% menjawab selalu, 30% yang menjawab sering, 23,3% yang menjawab kadang-kadang dan0% yang menjawab tidak pernah. Hal ini menandakan bahwa hampir seluruh orangtua dilingkungan pondok pucung membiasakan anak membaca do`a sebelum beraktifitas. 1.3 Melalui nasihat Tabel 4.9 Orangtua memberi nasehat jika anak melakukan kesalahan Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu
25
83,3%
Sering
5
16,7%
Kadang-kadang
0
0%
Tidak pernah
0
0%
Jumlah
30
100%
Dari tabel 4.9 dapat diambil kesimpulan bahwa orangtua dilingkungan Pondok Pucung Rt08 Rw016 Pondok Aren-Tangerang Selatan mengerti bagaimana menghadapi anak yang melakukan kesalahan dengan memberikan nasehat. Terbukti dengan jumlah responden yang menjawab selalu sebanyak 83,3%, 16,7% menjawab sering, 0% yang menjawab kadang-kadang dan 0% tidak pernah . Artinya sudah banyak orangtua yang menyadari bahwa jika anak melakukan kesalahan tidak menghukum tetapi memberikan nasihat, agar anak mengerti kesalahan yang dilakukannya. Tabel 4.10 Orangtua menghukum anak bila melakukan kesalahan Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Tidak pernah
6
20%
Kadang-kadang
15
50%
Sering
6
20%
Selalu
3
10%
Jumlah
30
100%
67
Berdasarkan tabel 4.10 dapat disimpulkan bahwa orangtua menghukum anak bila melakukan kesalahan sebanyak 20% tidak pernah, 50% kadang-kadang, 20% sering dan 10% selalu. Hal ini menandakan masih ada orangtua yang memberikan hukuman kepada anaknya bila melakukan kesalahan yaitu jika anak susah dinasehati maka orangtua menghukumnya. Tabel 4.11 Orangtua menunjukkan sikap antusias saat anak mengutarakan citacitanya Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
20 6 4 0
66,7% 20% 13,3% 0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.11 dapat daimbil kesimpulan bahwa orangtua dilingkungan pondok pucung Rt08 Rw016 mengerti bagaimana menghadapi sikap anak yang mengutarakan cita-citanya. Terbukti dengan jumlah responden yang menjawab 66,7% selalu, 20% yang menjawab sering, 13,3% yang menjawab kadang dan 0% yang menjawab tidak pernah. Artinya sudah banyak orangtua yang menyadari bahwa anak akan merasa sangat dihargai ketika orangtua bersikap antusias saat mendengar anak mengutarakan cita-citanya. Tabel 4.12 Anak protes jika orangtua terlalu sibuk bekerja Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
3 7 17 3
10% 23,3% 56,7% 10%
Jumlah
30
100%
68
Dari tabel 4.12 dapat kita simpulkan bahwa sebagian besar orangtua dilingkungan Pondok Pucung Rt08 Rw016 Pondok Aren-Tangerang Selatan bahwa jika orangtua terlalu sibuk maka anak akan protes, 10% yang menjawab selalu, 23,3% yang menjawab sering, 56,7% yang menjawab kadang-kadang dan 10% yang menjawab tidak pernah. Ini menandakan bahwa setiap orangtua yang terlalu sibuk anak akan protes karena anak membutuhkan perhatian orangtua dalam kehidupannya sehari-hari. 1.4 Melalui motivasi Tabel 4.13 Orangtua tidak menganjurkan anak untuk belajar setiap hari Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu
15 10 2 3
50% 33,,3% 6,7% 10%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.13 dapat disimpulkan bahwa orangtua tidak menganjurkan anak belajar setiap hari sebanyak 50% tidak pernah, 33,3% kadangkadang, 6,7% sering dan 10% selalu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap orangtua menganjurkan anak mereka untuk belajar karena orangtua lebih senang anaknya belajar dari pada bermain. Tabel 4.14 Orangtua mengajarkan anak melakukan suatu pekerjaan dengan sendirinya Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
9 8 10 3
30% 26,7% 33,3% 10%
Jumlah
30
100%
69
Dari tabel 4.14 dapat disimpulkan bahwa orangtua mengajarkan anak melakukan pekerjaan dengan sendiri. 30% orangtua yang menjawab selalu, 26,7% orangtua yang menjawab sering, 33,3% orangtua yang menjawab kadang-kadang dan 10% orangtua yang menjawab tidak pernah. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa orangtua mengajarkan anak melakukan sesuatu dengan sendirinya agar anak bisa mandiri dan ada sebagian anak yang memang sudah mampu melakukannya sendiri. Tabel 4.15 Orangtua menerima anak apa adanya Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
25 0 3 2
83,3% 0 10% 6,7%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.15 dapat ditarik kesimpulan bahwa hampir keseluruhan responden yang menjadi objek penelitian orangtua menerima anak apa adanya tanpa syarat apapun dan tidak peduli dengan kondisi apapun yang terjadi pada anak mereka. Sebayak 83,3% orangtua yang menjawab selalu, 0% yang menjawab sering, 10% yang menjawab kadang-kadang dan 6,7% yang menjawab tidak pernah. 1.5 Melalui hukuman Tabel 4.16 Jika anak bersalah dan baru sekali ini dilakukannya, orangtua memarahinya Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu
15
50%
Sering
5
16,7%
Kadang-kadang Tidak pernah
10 0
33,3% 0%
Jumlah
30
100%
70
Berdasarkan tabel 4.16 bahwa orangtua dilingkungan Rt08 Rw016 dari 30 responden, 50% menjawab selalu, 16,7% menjawab sering, 33,3% menjawab kadang-kadang dan 0% menjawab tidak pernah. Hal ini dikarenakan memarahi anak, terlebih untuk kesalahan yang baru pertama kali dilakukan bukanlah satu penyelesaian yang baik. Anak tidak akan begitu saja dengan dimarahi atau dihukum. Tabel 4.17 Anak meminta maaf jika bersalah Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
10 5 13 2
33,3% 16,7% 43,3% 6,7%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.17 dapat disimpulkan bahwa masih ada sebagian kecil dari anak-anak dilingkungan tersebut yang belum mengerti tentang rasa bersalah dan permintaan maaf. Terbukti dengan jumlah 33,3% menjawab selalu, 16,7% menjawab sering, 43,3% menjawab kadang-kadang dan 6,7% menjawab tidak pernah. Tabel 4.18 Orangtua melakukan tindakan fisik jika anak sering melakukan kesalahan Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Tidak Pernah Kadang-kadang Sering Selalu
16 12 2 0
53,3% 40% 6,7% 0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.18 orangtua yang melakukan tindakan fisik jika anak sering melakukan kesalahan, Sebagian orangtua yang menjawab tidak pernah 53,3%, 40% yang menjawab kadang-kadang , 6,7% yang menjawab sering dan
71
0% yang menjawab selalu. Hal ini menandakan bahwa orangtua yang melakukan tindakan fisik tidak akan membuat anak jera tetapi akan menimbulkan kekerasan terhadap anak. 1.6 Melalui persuasi Tabel 4.19 Orangtua mengajarkan anak membaca, menulis dan berhitung Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
14 10 6 0
46,7% 33,3% 20% 0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.19 dapat disimpulkan bahwa semua responden memperhatikan betul anak mereka untuk belajar membaca, menulis dan berhitung. Terbukti 46,7% yang menjawab selalu, 33,3% yang menjawab sering, 20% yang menjawab kadang-kadang dan 0% yang menjawab tidak pernah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orangtua mengajarkan anak membaca, menulis dan berhitung karena penting sekali untuk persiapan anak memasuki pendidikan dasar. Tabel 4.20 Orangtua tidak memaksa anak membaca Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Tidak Pernah Kadang-kadang Sering Selalu
12 13 2 3
40% 43,3% 6,7% 10%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.20 dapat disimpulkan bahwa sebagian responden tidak memaksakan anak mereka untuk membaca. 40% responden yang menjawab tidak pernah, 43,3% responden yang menjawab kadang-kadang, 6,7% yang menjawab
72
sering dan 0% yang menjawab selalu. Hal ini menandakan sebagian orangtua tidak memaksakan anak mereka untuk belajar membaca karena tergantung dengan kemauan dan kemampuan anaknya. Tabel 4.21 Orangtua menceritakan kisah-kisah nabi pada anak Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
4 3 15 8
13,3% 10% 50% 26,7%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.21 orang tua menceritakan kisah-kisah nabi pada anak hanya sebagian besar saja ini terbukti responden yang menjawab selalu 13,3%, 10% yang menjawab sering, 50% yang menjawab kadang-kadang dan 26,7% yang menjawab tidak pernah. Tabel 4.22 Anak bertanya tentang surga dan neraka Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
2 7 12 9
6,7% 23,3% 40% 30%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.22 anak bertanya tentang surga dan neraka dapat diambil kesimpulan bahwa 6,7% menjawab selalu, 23,3% menjawab sering, 40% menjawab kadang-kadang dan 30% menjawab tidak pernah.
73
Tabel 4.23 Melanjutkan pertanyataan 22 orangtua menjawab dan menjelaskannya Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
8 6 7 9
26,7% 20% 23,3% 30%
Jumlah
30
100%
Berdasar tabel 4.23 melanjutkan pernyataan no 22 hanya sebagian orangtua yang menjawab dan menjelaskan kepada anak tentang surga dan neraka. Hal ini dapat dibuktikan dengan jawaban responden 26,7% yang menjawab selalu, 20% yang menjawab sering, 23,3% yang menjawab kadang-kadang dan 30% yang menjawab tidak pernah. 1.7 Melalui pengetahuan teoritis Tabel 4.24 Anak mudah mengakrabkan diri dengan teman-temannya Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
10 4 14 2
33,3% 13,3% 46,7% 6,7%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.24 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden memiliki anak yang mudah menyesuaikan diri dan cepat akrab dengan teman atau lingkungan yang baru mereka temui. Terbukti dengan jawaban responden yang menjawab selalu 33,3% , 13,3% yang menjawab sering, 46,7% yang menjawab kadang-kadang dan 6,7% yang menjawab tidak pernah.
74
Tabel 4.25 Anak sulit bersosialisasi Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu
7 15 5 3
23,3% 50% 16,7% 10%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.26 dapat disimpulkan bahwa sebanyak 23,3% tidak pernah, 50% yang menjawab kadang-kadang, 16,7% yang menjawab sering dan 10% yang menjawab selalu. Hal ini sebagian besar responden mengakui bahwa anak mereka merupakan anak yang tidak sulit untuk bersosialisasi dengan lingkungan. Tabel 4.26 Orangtua lebih mementingkan pendidikan umum dari pada pendidikan agama Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu
18 6 4 2
60% 20% 13,3% 6,7%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.26 orangtua lebih mementingkan pendidikan umum dari pada pendidikan agama, responden yang menjawab 60% tidak pernah, 20% kadang-kadang, 13,3% sering, dan 6,7% yang menjawab selalu. Dapat disimpulkan bahwa orangtua dilingkungan Rt08 Rw016 dalam pendidikan seimbang antara pendidikan umum dan pendidikan agama, karena keduanya sama-sama penting untuk anak mereka.
75
Tabel 4.27 Orangtua mewajibkan anak belajar tambahan/ les di luar jam sekolah Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
8 2 7 13
26,7% 6,7% 23,3% 43,3%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.27 bahwa orangtua yang mewajibkan anak mereka les ada 26,7% yang menjawab selalu, 6,7% yang menjawab sering, 23,3% yang menjawab kadang-kadang dan 43,3% yang menjawab tidak pernah, Hal ini karena anak mereka belum membutuhkan pelajaran tambahan sebab anak mereka masih masa bermain. 1.8 Melalui pertimbangan Tabel 4.28 Orangtua memperhatikan pergaulan anak Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
25 5 0 0
83,3% 16,7% 0% 0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.28 dapat disimpulkan bahwa semua responden memperhatikan betul pergaulan anak mereka. Dengan jumlah 83,3% yang menjawab selalu, 16,7% yang menjawab sering dan 0% yang menjawab kadangkadang dan tidak pernah.
76
Tabel 4.29 Orangtua mempertimbangkan akibat yang terjadi jika anak salah pergaulan Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
25 5 0 0
83,3% 16,7% 0% 0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.29 dapat disimpulkan bahwa semua responden akan memperhatikan dan mempertimbangkan akibat yang terjadi jika anak mereka salah pergaulan. terbukti dengan jawaban responden sebanyak 83,3% yang menjawab selalu, 16,7% yang menjawab sering dan 0% yang menjawab kadangkadang serta tidak pernah. Tabel 4.30 Orangtua memberikan hadiah yang diinginkan anak Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu
3 14 6 7
10% 46,7% 20% 23,3%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.30 bahwa orangtua memberikan hadiah yang diinginkan anak 10% yang menjawab tidak pernah, 46,7% yang menjawab kadang-kadang, 20% yang menjawab sering dan 23,3% yang menjawab selalu. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian orangtua menuruti keinginan anak mereka untuk memberikan hadiah. Jika orangtua selalu menuruti keinginan anak, itu akan membuat anak melakukan sesuatu karena hadiah.
77
2. Strategi Orangtua dalam Membina Kecerdasan Spiritual Anak dalam Keluarga 2.1 Melalui do`a dan ibadah Tabel 4.31 Orangtua mengajarkan do`a dalam setiap kegiatan Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
13 9 8 0
43,3% 30% 26,7% 0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.31 dapat diambil kesimpulan bahwa hampir seluruh responden mengajarkan anak mereka untuk berdo’a dalam setiap kegiatan. Terbukti dengan jumlah responden yang menjawab selalu sebanyak 43,3%, yang menjawab sering sebanyak 30%, yang menjawab kadang-kadang 26,7% dan tidak pernah 0%. Hal ini menunjukkan bahwa oran tua dilingkungan Pondok Pucung Rt08 Rw016 Pondok Aren-Tangerang Selatan memahami bahwa mengajarkan kebiasaan baik seperti berdo’a dalam setiap kegiatan pada anak sejak dini akan membuat mereka lebih terbiasa daripada mengajarkan mereka setelah masuk usia yang seharusnya sudah mampu menjadikan hal itu satu kebiasaan tanpa harus diperintah
lagi.
Meskipun
diusia
kecil,
anak
masih
belum
mampu
mengucapkannya dengan benar. Setidaknya mereka tahu bahwa ada yang harus dilakukan dalam setiap kegiatan. Tabel 4.32 Orangtua membiasakan anak ibadah bersama-sama Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
15 9 6 0
50% 30% 20% 0%
Jumlah
30
100%
78
Berdasarkan tabel 4.32 dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar responden membiasakan anak mereka untuk melakukan ibadah bersama-sama. Terbukti dengan jumlah responden yang menjawab selalu sebanyak 50%, yang menjawab sering sebanyak 30%, yang menjawab kadang-kadang 20% dan yang menjawab tidak pernah 0%. Tabel 4.33 Orangtua tidak membiasakan anak untuk berdo`a Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu
25 5 0 0
83,3% 16,7% 0% 0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.33 dapat diambil kesimpulan bahwa orangtua tidak membiasakan anak untuk berdo`a. 83,3% responden menjawab tidak pernah, 16,7% yang menjawab kadang-kadang dan 0% yang menjawab sering/ selalu. hampir keseluruhan dari responden membiasakan anak mereka untuk selalu berdo`a sejak dini. Tabel 4.34 Orangtua jarang mengajak anak sholat berjamaah di masjid/ rumah Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu
10 12 6 2
33,3% 40% 20% 6,7%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.34 dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar responden mengajak anak mereka sholat berjamaah dimasjid/ dirumah. 33,3% menjawab tidak pernah, 40% menjawab kadang-kadang, 20% menjawab sering dan 6,7% menjawab selalu. orang tua mengakui bahwa sholat berjamaah dirumah/
79
dimasjid bersama anak akan menambah kedekatan dan kebersamaan antara orangtua dengan anak serta lingkungan. Tabel 4.35 Orangtua marah jika anak tidak melaksanakan sholat Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
9 5 12 4
30% 16,7% 40% 13,3%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.35 dapat diambil kesimpulan bahwa orangtua marah jika anak tidak melaksanakan sholat. Sebanyak 30% responden yang menjawab selalu, 16,7% yang menjawab sering, 40% yang menjawab kadang-kadang dan 13,% yang menjawab tidak pernah. Tabel 4.36 Orangtua tidak memaksakan anak beribadah sebelum akil balig Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu
9 16 2 3
30% 53,3% 6,7% 10%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.36 dapat diambil kesimpulan bahwa oran tua yang tidak memaksakan anak untuk beribadah sebelum akil balig. Sebanyak 30% yang menjawab tidak pernah, 53,3% yang menjawab kadang-kadang, 6,7% yang menjawab sering dan 10% yang menjawab selalu. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa oran tua tidak memaksakan anak beribadah sebelum akil balig karena pada usia dini anak beribadah hanya ikut-ikutan saja atau karena mood nya si anak.
80
2.2 Melalui cinta dan kasih sayang Tabel 4.37 Orangtua tidak membeda-bedakan anak Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
24 3 3 0
80% 10% 10% 0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.37 dapat diambil kesimpulan bahwa oran tua yang tidak membeda-badakan anak sebanyak 80% responden mengatakan selalu, 10% responden yang mengatakan sering, 10% responden yang mengatakan kadangkadang dan 0% responden yang mengatakan tidak pernah. Hal ini membuktikan bahwa orangtua selalu menyayangi anak-anak mereka tanpa membedabedakannya. Tabel 4.38 Orangtua menyayangi anak yang lebih kecil dari pada yang besar Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu
24 4 2 0
80% 13,3% 6,7% 0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.28 dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar responden menyayangi anak yang lebih kecil dari pada yang besar 80% yang menjawab tidak pernah, 13,3% yang menjawab kadang-kadang, 6,7% yang menjawab sering dan 0% yang menjawab selalu. Dengan demikian sebagian orangtua menyayangi anak mereka dalam kadar yang sama tidak membedakan antara yang lebih kecil atau yang besar.
81
2.3 Melalui keteladanan orangtua Tabel 4.39 Orangtua menjadi teladan yang baik untuk anak Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
17 9 4 0
56,7% 30% 13,3% 0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.29 dapat disimpulkan bahwa orangtua menjadi teladan yang baik untuk anak. 56,7% yang menjawab selalu, 30% yang menjawab sering, 13,3% yang menjawab kadang-kadang dan 0% yang menjawab tidak pernah. Ini berarti setiap orangtua pasti ingin menjadi teladan bagi anak mereka. Tabel 4.40 Perilaku kurang baik orangtua ditiru anak Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu
8 19 2 1
26,7% 63,3% 6,7% 3,3%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.30 dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku kurang baik orangtua ditiru anak. 26,7% yang menjawab tidak pernah, 63,3% yang menjawab kadang-kadang, 6,7% yang menjawab sering dan 3,3% yang menjawab selalu. Dengan demikian perilaku orangtua yang dilihat dan didengar anak akan ditirunya.
82
Tabel 4.41 Orangtua tidak berkata kasar di depan anak Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
9 5 9 7
30% 16,7% 30% 23,3%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.41 dapat diambil kesimpulan bahwa orang tua tidak berkata didepan anak yang menjawab selalu sebanyak 30%, sering 16,7%, kadang-kadang 30% dan tidak pernah 23%. ini hampir semua orangtua jika sedang marah suka berkata kasar kepada anak, padahal apa yang diucapkan orang tua dicontoh anak. 2.4 Melalui cerita atau dongeng yang mengandung hikmah spiritual Tabel 4.42 Orangtua membacakan cerita/ dongeng yang mendidik Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
4 4 14 8
13,3% 13,3% 46,7% 26,7%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.42 dapat diambil kesimpulan sebagian besar responden suka membacakan cerita/ dongeng yang medidik. Hal ini dapat dibuktikan dengan jumlah responden yang menjawab selalu sebanyak 13,3% , serng 13,3%, kadangkadang 46,7% dan tidak pernah 26,7%.
83
Tabel 4.43 Anak mendengarkan dengan antusias Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
5 7 13 5
16,7% 23,3% 43,3% 16,7%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.43 dapat disimpulkan bahwa anak mendengarkan cerita dengan antusias sebanyak 16,7% responden yang menjawab selalu, 23,3% menjawab sering, 43,3% menjawab kadang-kadang dan 16,7% yang menjawab tidak pernah. Kebanyakan dari anak mereka akan melontarkan sejumlah pertanyaan atau meminta orangtua untuk mengulang cerita tersebut. 2.5 Membentuk kebiasaan dalam bertindak kebajikan Tabel 4.44 Anak menirukan film yang ditontonnya Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu
5 14 7 4
16,7% 46,7% 23,3% 13,3%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.44 dapat diambil kesimpulan bahwa anak menirikan film yang ditontonnya sebanyak 16,7% menjawab Tidak pernah, 46,7% menjawab kadang-kadang 23,3% yang menjawab sering dan 13,3% yang menjawab selalu. Hal ini menandakan sebagian anak kadang-kadang menirukan film yang ditontonnya, untuk itu orangtua harus selalu mendampingi anak menonton tv dan menjelaskan apa yang dilihatnya tidak boleh ditiru jika yang ditontonnya kurang baik.
84
Tabel 4.45 Orangtua mengajarkan anak untuk beramal Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu
21
70%
Sering
9
30%
Kadang-kadang
0
0%
Tidak pernah
0
0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.47 dapat diambil kesimpulan bahwa hampir seluruh responden mengajarkan anak mereka untuk beramal. Hal ini menunjukkan sebanyak 70% yang menjwab selalu, 30% yang menjawab sering, 0% yang menjawab kadang-kadang dan 0% yang menjawab tidak pernah. Tabel 4.46 Orangtua mengajarkan anak untuk bersyukur Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu
18
60%
Sering
7
23,3%
Kadang-kadang
5
16,7%
Tidak pernah
0
0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.51 bahwa hampir semua orangtua mengajarkan anak mereka untuk selalu bersyukur. Ini terbukti 60% responden menjawab selalu, 23,3% responden menjawab sering, 16,7% responden menjawab kadang-kadang dan 0% responden menjawab tidak pernah. 2.6 Mengasah dan mempertajam hati nurani Tabel 4.47 Orangtua mengajarkan bersikap baik kepada orang yang lebih tua Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu
25
83,3%
Sering
5
16,7%
Kadang-kadang
0
0%
Tidak pernah
0
0%
Jumlah
30
100%
85
Berdasarkan tabel 4.45 dapat diambil kesimpulan bahwa beberapa orangtua mengajarkan anaknya bersikap baik kepada orang yang lebih tua. Sebanyak 83,3% yang menjawab selalu, 16,7% yang menjawab sering dan 0% yang menjawab kadang-kadang/ tidak pernah. Ini menunjukkan bahwa semua responden sangat memperhatikan tentang pendidikan sikap untuk anak dan mengajarkan anak mereka untuk selalu bersikap baik kepada yang lebih tua. Tabel 4.48 Anak tidak sopan bila berbicara pada yang lebih tua Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu
18 12 0 0
60% 40% 0% 0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.46 dapat diambil kesimpulan bahwa anak tidak sopan bila bebicara pada yang lebih tua. Sebanyak 60% yang menjawab tidak pernah, 40% yang menjawab kadang-kadang dan 0% yang menjawab sering dan selalu. Tabel 4.49 Orangtua mengajarkan anak saling menyayangi sesama saudaranya Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
27 3 0 0
90% 10% 0% 0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.48 dapat diambil kesimpulan bahwa seluruh orangtua mengajarkan anak mereka saling menayangi sesama. Terbukti sebanyak 90% menjawab selau, 10% menjawab sering dan 0% yang menjawab kadang-kadang dan tidak pernah.
86
Tabel 4.50 Anak suka berkelahi dengan temannya Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Tidak pernah
8
26,7%
Kadang-kadang
19
63,3%
Sering
2
6,7%
Selalu
1
3,3%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.49 dapat diambil kesimpulan bahwa anak suka berkelahi dengan temannya sebanyak 26,7% menjawab tidak pernah, 63,3% menjawab kadang-kadang, 6,7% menjawab sering dan 3,3% yang menjawab selalu. Tabel 4.51 Orangtua membiasakan anak tidak saling iri dan dengki Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu
17
56,7%
Sering
10
33,3%
Kadang-kadang
3
10%
Tidak pernah
0
0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.50 dapat diambil kesimpulan bahwa beberapa orangtua membiasakan anak mereka tidak saling iri dan dengki dengan saudara/ temannya 56,7% menjawab selalu, 33,3% menjawab sering dan 10% menjawab kadang-kadang dan 0% yang menjawab tidak pernah. 2.7 Menerapkan pola asuh yang positif dan kontruktif Tabel 4.52 Saat orangtua marah pada anak, orang tua menasehatinya Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu
17
56,7%
Sering
10
33,3%
Kadang-kadang
3
10%
Tidak pernah
0
0%
Jumlah
30
100%
87
Berdasarkan tabel 4.52 dapat diambil kesimpulan bahwa saat orangtua marah pada anak, maka orangtua menasehatinya. Hal ini banyak orangtua yang menjawab selalu sebanyak 56,7%, yang menjawab sering 33,3%, yang menjawab kadang-kadang 10% dan yang tidak pernah 0%. Tabel 4.53 Orangtua berkata kasar jika sedang marah Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu
13 15 2 0
43,3% 50% 6,7% 0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.53 dapat disimpulkan bahwa orangtua berkata kasar jika sedang marah. Sebanyak 43,3% yang menjawab tidak pernah, 50% yang menjawab kadang-kadang, 6,7% yang menjawab sering dan 0% yang menjawab selalu. Hal ini menandakan bahwa ada sebagian orangtua yang berkata kasar jika sedang marah didepan anak mereka, padahal apa yang diucapkan orangtua akan ditiru oleh anak. Tabel 4.54 Orangtua mengajarkan anak untuk mandiri Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
18 9 3 0
60% 30% 10% 0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.54 dapat diambil kesimpulan bahwa beberapa orangtua membiasakan anak mereka untuk mandiri agar anak mereka tidak bergantung kepada orangtuanya. Ini terbukti sebagian besar responden menjawab selalu
88
sebanyak 60%, 30% yang menjawab sering, 10% yang menjawab kadang-kaang dan 0% yang menjawab tidak pernah. 2.8 Menciptakan iklim religius dan kebermaknaan spiritual dalam keluarga Tabel 4.55 Orangtua membiasakan anak mengaji sejak kecil Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
22 8 0 0
73,3% 26,7% 0% 0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.55 dapat diambil kesimpulan bahwa seluruh oran tua menyadari membiasakan anak mereka untuk mengaji sejak kecil adalah kewajiban. Hal ini banyak responden yang menjawab selalu sebanyak 73,3% dan yang menjawab sering sebanyak 26,7%, sedangkan yang menjawab kadangkadang/ tidak pernah 0%. Tabel 4.56 Orangtua membiasakan anak menghafal surat atau do`a pendek Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
12 10 8 0
40% 33,3% 26,7% 0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.56 dapat diambil kesimpulan bahwa orangtua yang membiasakan anak mereka untuk menghafal surat dan do`a pendek sebanyak 40% orangtua yang menjawab selalu, 33,3% orang tua yang menjawab sering dan 26,7% orangtua yang menjawab kadang-kadang sedangkan yang menjawab tidak pernah 0%.
89
Tabel 4.57 Orangtua membimbing anak membaca Al-Qur`an/ Iqro Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
16 9 5 0
53,3% 30% 16,7% 0%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.57 dapat diambil kesimpulan bahwa orangtua yang membimbing anak mereka membaca Al-qur`an/ iqro. Sebanyak 53,3% yang menjawab selalu, 30% yang menjawab sering, 16,7% yang menjawab kadangkadan dan 0% yang menjawab tidak pernah. Hal ini bahwa banyak yang menyadari betapa penting bagi orangtua membimbing anak mereka untuk membaca Al-qur`an/ Iqro, Agar anak terbiasa membaca Alqur`an.
Tabel 4.58 Orangtua melatih anak puasa ramadhan sejak kecil Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
8 10 7 5
26,7% 33,3% 23,3% 16,7%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.58 dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar orangtua mengajarkan dan melatih anak untuk melakukan puasa sejak kecil. Terbukti sebanyak 26,7% yang menjawab selalu dan 33,3% yang menjawab sering, Sedangkan yang menjawab kadang-kadang 23,3% dan tidak pernah sebanyak 16,7%. Agar anak terbiasa puasa mulai sejak dini.
90
Tabel 4.59 Orangtua membiasakan anak sahur dan buka puasa bersama Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
7 8 10 5
23,3% 26,7% 33,3% 16,7%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.59 dapat diambil kesimpulan bahwa oran tua yang membiasakan anak sahur dan buka puasa bersama sebanyak 23,3% yang menjawab selalu, 26,7% yang menjawab sering, 33,3% yang menjawab kadangkadang dan 16,7% yang menjawab tidak pernah. Dengan membiasakan anak sahur dan buka bersama menanamkan anak menjalankan kewajibannya sebagai umat islam dan menanamkan kebersamaan dalam keluarga. Tabel 4.60 Orangtua tidak membiasakan anak puasa ramadhan Pilihan Jawaban
Frekuensi
Presentase
Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu
7 15 5 3
23,3% 50% 16,7% 10%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4.60 dapat diambil kesimpulan bahwa beberapa orangtua tidak membiasakan anak mereka puasa ramadhan alasannya takut anak merasa lapar dan lelah lalu sakit. Untuk itu responden yang menjawab tidak pernah sebanyak 23,3%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 50%, yang menjawab sering 16,7% dan yang menjawab selalu 10%.
91
E. Interpretasi Data Dari beberapa data yang merupakan hasil perhitungan stastisik deskriptif, yang perlu dibahas adalah nilai mean atau nilai rata-ratanya. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi dan gambaran masing-masing aspek yang diteliti berdasarkan tanggapan responden. Untuk memberikan interprestasi atau nilai rata-rata yang diperoleh digunakan pedoman interprestasi sebagaimana yang dikemukakan suharsimi Arikunto, Sebagai berikut :2 1. Baik, jika nilai yang diperoleh berada pada interval lebih dari 75% 2. Cukup, Jika nilai yang diperoleh berada pada interval 60-75% 3. Kurang, Jika nilai yang diperoleh kurang dari 60% Untuk menentukan persentase, digunakan perhitungan sederhana dengan langkah-langkah sebagai berikut:3 1. Menentukan nilai Harapan (NH). Nilai dapat diketahui dengan mengkalikan jumlah item pertanyaan dengan skor tertinggi. 2. Menghitung Nilai Skor (NS). Nilai ini merupakan nilai rata-rata sebenarnya yang diperoleh dari hasil penelitian Menetukan kategorinya, yaitu dengan menggunakan rumus : NS X 100 % NH
3.
Berdasarkan skor penelitian yang ada, maka dapat disajikan analisis deskriptif sebagai berikut: TABEL 4.61 Nilai Rata-rata Skor Penelitian Dimensi Variabel
Skor
Nilai Harapan (NH)
Nilai Skor (NS)
Peranan Orangtua Strategi Orangtua Jumlah
2793
30 x 4 = 120
2793 : 30 = 93
(93:120)x100 % = 77 %
Baik
2884
30 x 4 = 120
2884 : 30 = 96
(96:120)x100% = 80%
Baik
5677
240
2
NS X 100 % NH
5677 : 30 = 189 (189:240)x100% =78%
Kategori
Baik
Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek (Jakarta : Rineka Cipta, 2010) , Cet.14, hal .387. 3 Ibid., hal .285.
92
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan pembahasan yang telah dipaparkan penulis pada bab sebelumnya, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa: Dilihat dari Peran orangtua dalam membina kecerdasan spiritual anak dalam keluarga diketahui nilai rata-rata skor 77%, termasuk kategori baik, sedangkan dilihat dari strategi orangtua dalam membina kecerdasan spiritual anak dalam keluarga diketahui nilai rata-rata skor 80% termasuk kategori baik pula. Jika dilihat keseluruhan nilai rata-rata dari peran dan strategi orangtua dalam membina kecerdasan spiritual anak dalam keluarga, keduanya termasuk kategori baik dengan nilai skor 78% . Dengan demikian terdapat hasil yang baik antara peran orangtua dengan strategi orangtua dalam membina kecerdasan spiritual anak dalam keluarga dilingkungan Rt08 Rw016 Pondok Pucung- Pondok Aren, Tangerang Selatan.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas dan untuk mengakhiri penulisan skripsi ini, maka penulis memberikan saran-saran antara lain: 1. Kepada orangtua, terutama yang sibuk bekerja, sebaiknya luangkan waktu berkualitas untuk anak agar orangtua dapat mendidik dan membimbing anak-anak dirumah. Dan walau bagaimanapun kasih sayang dan perhatian orantua sangat dibutuhkan oleh anak, sangat disayangkan jika fase-fase penting dalam perkembangan anak orang tua tidak memperhatikannya bahkan tidak tau apa yang harus dilakukannya untuk mengembangkan potensi anaknya, terutama kecerdasan spiritualnya. kebiasaan-kebiasaan baik perlu ditanamkan sejak dini karena pada usia inilah anak sedang berkembang dan tumbuh dan segala hal yang ditanamkan kepada anak akan menjadi dasar atau pondasi ketika mereka sudah dewasa.
92
93
2. Kepada lingkungan sekitar, kerjasama yang baik antara lingkungan keluarga dengan lingkungan rumah lebih ditingkatkan kearah yang lebih maju, walaupun usaha selama ini yang mereka tempuh sudah cukup bagus, tetapi tidak berarti lingkungan keluarga dan lingkungan rumah cukup sampai disitu. Dengan mengadakan kegiatan atau program yang positif dan Islami serta ditangani kedua belah pihak dalam lingkungan sekitar, insya Allah kerjasama tersebut akan sangat dirasakan oleh orangtua dan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ, Jakarta: Arga, Cet. 40, 2007. Al-Baihaqi, Abu Fathan dan Abu Mohammad Raisah, Mushaf Al-qur’an Tafsir Perkata Kode Tajwid dengan Kajian Umum Lengkap, Depok: Nelja. Aly, Hery Noer, Ilmu Pendidikan Islam, Ciputat: Logos Wacana Ilmu, Cet. 1, 1999. Arikunto, Suharsimi, Manajemen penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 10, 2009. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 9, 1993. Ashari, Rahmat Thohir, SEQ (Spiritual Engineering Quotient), Yogyakarta: Arti Bumi Intaran, Cet. 2, 2008. Azzet, Akhmad Muhaimin, Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Bagi Anak, Yogyakarta: Katahati, Cet. 1, 2010. Daradjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. 17, 2010. Daradjat, Zakiah, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: Ruhama, Cet. 2, 1995. Hafizh, Muhammad Nur Abdul, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, Bandung: Al-bayan, Cet. 1, 1997. Hasan, Abdul Wahid, Aplikasi Strategi&Model Kecerdasan Spiritual (SQ) Rasulullah di Masa Kini, Yogyakarta: IRCiSoD, Cet. 1, 2006. Hurlock, Elizabeth B, Developmental pshychology, Fifth Edition, Alih Bahasa Istiwidayati, Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang, Rentang Kehidupan, Jakarta: Erlangga, 1990. , Child Development, Sixth Edition, Alih Bahasa Oleh Med. Meitasari Tjandro dan Muslich Zarkasih, Jakarta: Erlangga, Jilid I. Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. 14, 2010. Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al-Husna, Cet. 1, 1986.
94
95
LN, Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Rosda Karya, 2001. Mahfuzh, M. Jamaluddin, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, Jakarta: Pustaka Al-kautsar, Cet. 1, 2001. Muslim, Imam, Ringkasan Shahih Muslim, Mukhtashar Shahih Muslim, Jakarta: Pustaka As-Sunnah, Cet. 1, 2009. Nata, Abuddin dan Fuzan, Pendidikan Dalam Perspektif Hadits, Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. 1, 2005. Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. 1, 1997. Nata, Abuddin, Pendidikan Spiritual dalam Tradisi Keislaman Bandung: Angkasa, Cet. 1, 2003. Ngermanto, Agus, QQ Quantum Quotient: Cara Praktis Melejitkan IQ,EQ,SQ, Bandung: Nuansa, Cet. 4, 2002. Pasiak, Taufiq, Revolusi IQ/EQ/SQ Menyikap Rahasia Kecerdasan Berdasarkan Al-Qur`An Dan Neurosains Mutakhir, Bandung: Mizan Pustaka, Cet. 1, 2008. Putra, Nusa dan Ninin Dwilestari, Penelitian Kualitatif PAUD, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012. Sabri, Alisuf, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2000. Safaria, Triantoro, SPIRITUAL INTELLIGENCE Metode Pengembangan Kecerdasan Spiritual Anak, Yogyakarta: Graha Ilmu, Cet. 1, 2007. Salam, Syamsir dan Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. 1, 2006. Santhut, Khatib Ahmad, Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral dan Spiritual Anak dalam Keluarga Muslim, Yogyakarta: Mitra Pustaka, Cet. 1, 1998. Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, Jakarta: PT Bumi Aksara, Cet. 2, 2008. Sudjono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. 22, 2004
96
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D, Bandung: Alfabeta, Cet. 15, 2012 Suharsono, Mencerdaskan Anak, Depok: Inisiasi Press, Cet. 3, 2003. Sururin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. 1, 2004. Syantut, Khalid Ahmad, Melejitkan Potensi Moral dan Spiritual Anak, Bandung: Syamil, Cet. I, 2007 Syurfah, Aryani, Multiple Intelligences for Islamic Teaching, Bandung: Syaamil Publishing, 2007. Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gita Media Press. Ulwan, Abdullah Nashih, Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak, Bandung: Remaja Rosdaka, 1990. Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Panduan Keluarga Sakinah, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Cet. 8, 2012. Zohar, Danah dan Ian Marshal, SQ: Memanfaatkan Kecardasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, Bandung: Mizan, Cet. 2, 2001.
Lampiran 1
ANGKET Peranan Orangtua Dalam Membina Kecerdasan Spiritual Anak Dalam Keluarga
Pengantar Dalam rangka pengumpulan data bahan penyusunan skripsi, saya mengharapkan bantuan Bapak/Ibu untuk menjawab pertanyaan saya. Dalam hal ini, tidak ada jawaban yang benar ataupun salah, tetapi jawaban-jawaban yang paling baik adalah apabila Bapak/Ibu memilih jawaban sesuai dengan yang Bapak/Ibu rasakan.
Petunjuk Pengisian Angket
Bacalah Basmalah sebelum mengisinya
Bacalah pertanyaan dengan teliti
Berilah tanda (√) pada pilihan yang sesuai dengan keadaan anda
Alternatif jawaban:
SL
: Selalu
SR
: Sering
KD
: Kadang-kadang
TP
: Tidak pernah
Terima kasih atas bantuannya.
A. Identitas Responden Nama Responden
: ……………………………..
Jenis Kelamin/Umur : Lk / Pr / …..... Tahun Pekerjaan
: ……………………………...
Pendidikan Terakhir : …………………………....... Nama Anak
: ……………………………...
Usia Anak
: ………………………………
B. Pernyataan Peran Orangtua dalam Membina Kecerdasan Spiritual Anak dalam Keluarga No
Pernyataan
1 2
Jika saya memberikan perintah pada anak untuk melakukan sesuatu tanpa memberikan contoh padanya Saya mengajarkan anak untuk tidak berbohong
3
Saya suka marah-marah didepan anak saya
4
Saya berusaha untuk menjadi teladan yang baik untuk anak saya Saya membiasakan anak untuk menerapkan disiplin dalam keluarga Saya membiasakan anak untuk berkata baik
5 6 7 8 9 10 11
Saya membiasakan anak untuk mengucapkan salam ketika masuk rumah Saya membiasakan anak untuk membaca doa sebelum beraktifitas Saya memberikan nasehat jika anak saya melakukan kesalahan Saya menghukum anak apabila melakukan kesalahan
12
Ketika anak saya mengutarakan cita-citanya, saya menunjukkan sikap antusias Anak saya protes jika saya terlalu sibuk bekerja
13
Saya tidak menganjurkan anak untuk belajar setiap hari
14
Saya mengajarkan anak untuk melakukan suatu pekerjaan dengan sendirinya Jika anak saya berbeda dengan anak-anak yang normal saya akan menerima apa adanya Jika anak saya melakukan kesalahan saya tidak menghukumnya tetapi memberikan nasihat Apabila anak saya melakukan kesalahan dia meminta maaf dengan rasa bersalah Saya melakukan tindakan fisik jika anak saya sering melakukan kesalahan
15 16 17 18
SL
SR
KD
TP
19
21
Saya mengajarkan anak membaca, menulis, dan berhitung Saya tidak memaksakan anak untuk menulis dan membaca Saya suka menceritakan kisah-kisah Nabi kepada anak
22
Anak saya suka bertanya tentang surga dan neraka
23
27
Melanjutkan pertanyaan no. 22 saya menjawab dan menjelaskannya Saat anak saya baru masuk sekolah dia mudah bersosialisasi dengan teman-temannya Anak saya termasuk yang sulit bersosialisasi dengan orang lain Saya lebih mementingkan pendidikan umum walaupun pendidikan agama juga perlu Saya mewajibkan anak les diluar jam sekolah
28
Saya sangat memperhatikan pergaulan anak
29
Saya sangat mempertimbangkan akibat yang terjadi jika anak salah pergaulan Jika anak saya berprestasi saya memberikankan hadiah yang diinginkannya
20
24 25 26
30
C. Pernyataan Strategi Orangtua dalam Membina Kecerdasan Spiritual Anak dalam Keluarga No
Pernyataan
1
Saya mengajarkan anak untuk berdoa dalam setiap kegiatan Saya membiasakan anak untuk melakukan ibadah bersama-sama Saya tidak membiasakan anak untuk berdo`a
2 3 4 5
Saya jarang mengajak anak untuk sholat berjamaah baik dirumah/masjid Saya marah jika anak saya tidak melaksanakan sholat
SL
SR
KD
TP
6 7 8 9 10
Saya tidak memaksakan anak beribadah sebelum akil baliq Jika anak saya lebih dari satu saya tidak membedakannnya Saya lebih menyayangi anak yang lebih kecil dari pada yang besar Saya menjadi teladan yang baik untuk anak saya
11
Perilaku kurang baik saya terkadang suka ditiru oleh anak Saya tidak berkata kasar didepan anak
12
Saya suka membacakan cerita/dongeng yang mendidik
13
15
Jika saya bercerita anak saya mendengarkan dengan antusias Anak saya suka menirukan film super hero yang sering ditontonnya Saya mengajarkan anak untuk beramal
16
Saya mengajarkan anak untuk selalu bersyukur
17
20
Saya mengajarkan anak untuk bersikap baik kepada orang yang lebih tua Anak saya tidak sopan bila berbicara kepada yang lebih tua Saya mengajarkan anak untuk selalu saling menyayangi sesama saudaranya Anak saya suka berkelahi dengan temannya
21
Saya membiasakan anak agar tidak saling iri dan dengki
22
ketika saya marah pada anak, saya menasihatinya
23
Saya suka berkata kasar jika saya sedang marah
24
Saya mengajarkan anak untuk mandiri
25
Saya membiasakan anak mengaji sejak kecil
26
Saya membiasakan anak untuk menghafal surat dan do`a pendek
14
18 19
27 28
Saya membimbing anak untuk membaca Iqro/ AlQur’an Saya melatih anak untuk berpuasa Ramadhan sejak kecil
29
saya membiasakan anak buka puasa dan sahur bersama
30
Saya tidak memaksakan anak untuk berpuasa di bulan Ramadhan
_Terima Kasih _
Lampiran 2
Peran Orangtua Dalam Membina Kecerdasan Spiritual Anak Dalam Keluarga
No pernyataan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Jawaban responden Selalu
%
Sering
%
3 23 23 19 25 20 14 25 3 20 3 3 9 25 15 10 14 3 4 2 8 10 3 2
10% 76,7% 0% 76,7% 63,3% 83,3% 66,7% 46,7% 83,3% 10% 66,7% 10% 10% 30% 83,3% 50% 33,3% 0% 46,7% 10% 13,3% 6,7% 26,7% 33,3% 10% 6,7%
3 4 6 7 8 5 7 9 5 6 6 7 2 8 5 5 2 10 2 3 7 6 4 5 4
10% 13,3% 20% 23,3% 26,7% 16,7% 23,3% 30% 16,7% 20% 20% 23,3% 6,7% 26,7% 0% 16,7% 16,7% 6,7% 33,3% 6,7% 10% 23,3% 20% 13,3% 16,7% 13,3%
KadangKadang 17 2 21 3 3 7 15 4 17 10 10 3 10 13 12 6 13 15 12 7 14 15 6
% 56,7% 6,7% 70% 0% 10% 0% 10% 23,3% 0% 50% 13,3% 56,7% 33,3% 33,3% 10% 33,3% 43,3% 40% 20% 43,3% 50% 40% 23,3% 46,7% 50% 20%
Tidak Pernah 7 1 3 6 3 15 3 2 2 16 12 8 9 9 2 7 18
Jumlah responden
%
30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
% 23,3% 3,3% 10% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 20% 0% 10% 50% 10% 6,7% 0% 6,7% 53,3% 0% 40% 26,7% 30% 30% 6,7% 23,3% 60%
Jenis pernyataan Positif ( + ) Negatif ( - ) + + + + + + + + + + + + + + + + + + -
Lampiran 2
27 28 29 30
8 25 25 7
26,7% 83,3% 83,3% 23,3%
2 5 5 6
6,7% 16,7% 16,7% 20%
7 14
23,3% 0% 0% 46,7%
13 3
43,3& 0% 0% 10%
30 30 30 30
100% 100% 100% 100%
+ + + -
Lampiran 2
Strategi Orangtua Dalam Membina Kecerdasan Spiritual Anak Dalam Keluarga
No pernyataan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Jawaban responden Selalu
%
Sering
%
13 15 2 9 3 24 17 1 9 4 5 4 21 25 27 1 17 17 18 22 12
43,3% 50% 0% 6,7% 30% 10% 80% 0% 56,7% 3,3% 30% 13,3% 16,7% 13,3% 70% 0% 83,3% 0% 90% 3,3% 56,7% 56,7% 0% 60% 73,3% 40%
9 9 6 5 2 3 2 9 2 5 4 7 7 9 5 5 3 2 10 10 2 9 8 10
30% 30% 0% 20% 16,7% 6,7% 10% 6,7% 30% 6,7% 16,7% 13,3% 23,3% 23,3% 30% 16,7% 16,7% 0% 10% 6,7% 33,3% 33,3% 6,7% 30% 26,7% 33,3%
KadangKadang 8 6 5 12 12 16 3 4 4 19 9 14 13 14 7 12 19 3 3 15 3 8
% 26,7% 20% 16,7% 40% 40% 53,3% 10% 13,3% 13,3% 63,3% 30% 46,7% 43,3% 46,7% 0% 23,3% 0% 40% 0% 63,3% 10% 10% 50% 10% 0% 26,7%
Tidak Pernah 25 10 4 9 24 8 7 8 5 5 18 18 8 13 -
Jumlah responden
%
30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
% 0% 0% 83,3% 33,3% 13,3% 30% 0% 80% 0% 26,7% 23,3% 26,7% 16,7% 16,7% 0% 60% 0% 60% 0% 26,7% 0% 0% 43,3% 0% 0% 0%
Jenis pernyataan Positif ( + ) Negatif ( - ) + + + + + + + + + + + + + + +
Lampiran 2
27 28 29 30
16 8 7 3
53,3% 26,7% 23,3% 10%
9 10 8 5
30% 33,3% 26,7% 16,7%
5 7 10 15
16,7% 23,3% 33,3% 50%
5 5 7
0% 16,7% 16,7% 23,3%
30 30 30 30
100% 100% 100% 100%
+ + + -
Lampiran 3
Hasil Wawancara dengan Ketua RT08 RW016 Desa Pondok Pucung Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan
Nama Responden
: Bapak Muhidin
Jabatan
: Ketua Rt08 Rw016
Waktu Wawancara
: 25 Januari 2014, Pukul 10.00 wib s/d selesai
Tempat
: Di kediaman Bapak Muhidin Rt08 Rw016
Pertanyaan 1. Sejak kapan Bapak menjabat sebagai ketua Rt 08? Saya menjabat sebagai ketua Rt 08 sejak 4 tahun yang lalu. 2. Apakah
Bapak
memberikan
fasilitas
untuk
anak-anak
mengembangkan
kecerdasan spiritualnya? Alhamdulillah di lingkungan Rt 08 sudah ada fasilitas sebelum saya menjabat sebagai ketua Rt yaitu masjid sebagai tempat ibadah maupun tempat menuntut ilmu seperti pengajian untuk anak-anak, remaja,dan orang tua. 3. Apakah ada pendidikan untuk anak-anak di lingkungan Rt 08 yang disediakan? Alhamdulilah untuk pendidikan formal di lingkungan saya di Rt 08 sudah ada yaitu pendidikan anak usia dini (PAUD) yang di kelola oleh tenaga pengajar. 4. Apakah Bapak mendukung sistem pendidikan yang ada di lingkungan Rt 08, baik itu sekolah, pengajian, atau pendidikan lainnya? Saya sangat mendukung sekali dengan adanya sistem pendidikan yang ada di lingkungan Rt 08 sebab dapat dijangkau oleh anak-anak dan dengan adanya sistem pendidikan tersebut dapat membantu orang tua untuk mengajarkan anakanaknya. 5. Apakah ada kasus orang tua yang melakukan kekerasan pada anaknya di lingkungan Rt 08 dan diadukan pada Bapak? Alhamdulillah sampai saat ini belum ada laporan dari masyarakat/ warga tentang kasus orang tua yang melakukan kekerasan pada anaknya, saya berharap tidak akan terjadi di lingkungan Rt 08.
6. Apa yang Bapak lakukan jika ada kasus kekerasan dalam keluarga di lingkungan Rt 08? Jika ada kasus kekerasan dalam keluarga di lingkungan Rt 08, pertama saya akan panggil keluarga tersebut dengan cara bermusyawarah mencari jalan keluar yang terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut dan mencoba mendamaikannya. kedua memberikan nasihat kepada keluarga yang bermasalah tersebut bahwa kekerasan yang di lakukan tidak dibenarkan baik dari segi agama maupun dari segi hukum. 7. Apakah Bapak memberikan solusi pada keluarga-keluarga yang bermasalah? Ya, jika ada keluarga yang bermasalah saya pasti akan memberikan solusi pada keluarga- keluarga yang bermasalah untuk hidup rukun baik hubungan antara suami dan istri atau sebaliknya orang tua dengan anaknya dan memberikan nasihat kepada keluarga-keluarga yang bermasalah tidak mengulanginya lagi dimasa yang akan datang. 8. Apa kegiatan yang dilakukan warga Rt 08 untuk mempererat rasa saling menyayangi dan menghormati antar sesama warga? Kegiatan yang dilakukan warga Rt 08 untuk mempererat rasa saling menyayangi dan menghormati antar sesama warga yaitu diadakannya pengajian-pengajian rutin di masjid setiap minggu baik itu bapak-bapak, ibu-ibu, maupun para remaja. Lalu mengajak warga untuk kerja bakti setiap bulan membersihkan lingkungan sekitar setiap bulan. 9. Tanpa disadari, Bapak telah menjadi sosok yang dicontoh oleh warga. Bagaimana cara Bapak untuk menjadi sosok yang tepat dan baik untuk dicontoh? Untuk menjadi sosok yang tepat dan baik untuk dicontoh sangat sulit, tapi saya berusaha untuk menjalankan tugas saya sesuai dengan fungsinya dan saya berusaha menjadi teladan yang baik bagi warga saya. 10. Bagaimana tanggapan Bapak terhadap keluarga-keluarga yang bermasalah? Menurut saya jika ada keluarga yang bermasalah saya berusaha untuk mendatangi keluarga tersebut agar dapat hidup rukun dan damai saling menyayangi dan menghormati baik dalam keluarga maupun antar warga dilingkungan saya.
I
* Itt
Nama
: Oki Mardiah Ningsih
IYIM
:208011000054
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Semester
: 12 @ua Belas)
,
IIIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 NO
JUDUL BT]KU
2
Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rasululla\, @andung:Al Bayan,lg97\ cet.40,h.35-36. Imam Muslim, Ringlmsan Shahih Muslim, (Mukhtasliiar lhahib Muslim,1852),h.1310.. ZakiyahDaradjat,IImu Jiwa Agama, (Jakarta:Bulan Bintang, 2009),cet.l7,h.70.
HAL
PARAF'
BAB I
3 4 5 6 .I
8
9
l0 ll
l2
r3 t4
T
Abuddin Nata" Filsafat Pendiditran Islam, (Jakarta: Logos Wacanallmu, 1997)cet.I.h.51.
Sjarkawi, PembentukanKepribadian Anah (Jakarh, Bumi Aksara,2008),cet.2,h.11. Syaikh M.JamaluddinMahftzh, Psikologi Anak dan Renaia Mutliry, (Jakarta:PustakaAl-kautsar,2001)cet.l, h.9l-92. Abu FathanAl-Baihaqi dan Abu Mohammaddalsan,Uusnaf Al-qur'an Tafsir perkata Kode Tajwid denganKajian (Jmum Lengkap,Qepok; Nelja), h.78. Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sulrses Membangun KecerdasanEmosi dnn Spiritual ESQ, (Jakarta;Argq 2007) cet.Ke4Q,h.13. Danah Zohar dan Ian Marshall, Set Memanfoailmn Kecerdasanspiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk MemaknaiKehidupan,(Bandung:Mizan, 2002), cet.3, h.4-5. Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sulrses Membangun KecerdasanEmosi dan Spiritual ESQ, (Jakarta;Atgq 2007) cet.Ke-40.h.13. Zakiah Darajat, IImu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005)g , el.l7,h.6l. Syamsu Yusuf LN, Psikologi PerkembanganAnak&Remoji, (Bandung : Remaja Rosdakarya,2010), cet.I l, h.37. Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persad420A4),cet.1,h.57.
Danah Zohar dan Ian Marshal, Se, Memaffialkan Kecardasanspiritual dalamBerfikir Integralistik dan Holistik untuk MemaknaiKehidupan,(Bandung;Mizan, 2001) cet.2, h.4
1 I 1
2 2 a
J
a J
4
4
4 5 5 5
6
.*-
!?1
BAB 2 I
2 3 4 )
6 7
Tim Prima Pena,Kamus Besar Bohasa Indonesia. (Jakart4 Gita Media Press),h.600 Tim Prima Penq Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta; Gita MediaPress),h.563. Abuddin Nata dan Fuzan, Pendidikan Dalam Perspeloif Hadits,(Jakarta;tlIN JakartaPress.200$.cet.l. h.233. Jalaluddin,PsikalogiAgama, (Jakarta;RajaGrafindoPersada" 2010)cet.14,h.294. SyamsuYusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak&Remaja" (Bandung: RemaiaRosdakarya2010).cet.l l. h.36. Zakiah Daradjat,IImu Jiwa Agama, (Jakarta: bulan Bintang, 20A9),cet.l7,h.74. Zakiah Daradjat, IImu Jiwo Agama, (Jakarta : bulan Bintang, 2009\, cet.l7,h.67.
Suharsono,MencerdasksnAnah (Depok;InisiasiPress,2003) cet.3,h.34. Khatib Ahmad Santhut, MenumbuhlcanSikap, Moral dan 9 Spiritual Anak dalam Keluarga Muslim, (Yogyakarta;Mita Pustak4l998),cet.l, h.20. Suharsono, Mencerdaslmn Anah (Depok;InisiasiPress,2003) 10 cet.3.h.3 8
ll
t2 13
t4 15 l6
t7 t8 l9
20 2l
22
Abdullah Nashih Ulwan, Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak, (Bandung;RemajaRosdaka I 990), h.142 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta;PustakaAl-Husna, I 986), cet.I h.380-384.
Yazid bin Abdul Qadir Jawas,Panduan Keluarga Sakinah, (Jakuta;PustakaImamAsy-Syaf i.2012). cet.8h.237-242. Syamsu Yusuf LN, Psikologi PerkembanganAnak dan Remaia,(Bandune: RosdaKarya.200l).h.38. Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Panduan Keluarga Sakinah, (Jakarta;PustakaImam Asy-Syaf i.2012\. cet.8. h.249-255. Zakiyah daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: bulan Bintang 2009\, cet.l7 , h.70.
Tim Prima Pena"Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta; GitaMediaPress),h.188. Tim Prima Pena"Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta; Gita MediaPress),h.7 I 8. Akhmad Muhaimin Azzet, Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Bagi Analc, (Yogyakarta: katahati, 2010), cet. I, h. 15. Rahmat Thohir Ashari, SEQ $piritual Engineering Quotie'nt), (Yogyakarta:Arti Bumi Intaran,2008),cet.II, h.26. Alisuf Sabri, Psikalogi Pendidikan. (Jakarta; Pedoman Ilmu Jaya,2000), h.116. Akhmad Muhaimin Azzet, Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Bagi Anak, (Yogyakarta: katahati, 2010), cet. I, h.
31.
9
--]
l0 l0 l0 ll ll
t2 12 t2 t3 l3
t4
t-.-
l4
(,
l5
t6 l6
t7 l7
t7 t1 l8
18 )
r 23 24
25
TaufiqPasialqRevolusile/Ee/9d,@ 2008),cet.1,h-184. AD0UI Wahid Hasan, Aplikasi Strategi&Model Kecerdasan Spiritual (SQ Rasulullah di Mosa Kini. (Yogyakarta;IRCiSoDl006),cet.l, h.63-64. Danah zolw dan Ian MNsffiM Kecmdasanspiritual dalam Berfikir Integraristik dan Holistik untuk Memabtai Kehidupan,'(Bandungi-Mrizaa 200I cet.2, ) h.4
l8
<1
I
t8
19-
Danah zorw dan Ian MnW 26
27
28 29
30
3l
Kecardasanspiritual dalam Berfikir Integrattsttkdan Hotistik untuk MemaknaiKehidupan, @andung; Mizan,200l) cet.2, h.4 Danah zohar dan Ian u*s@ Kecardasanspiritual dalam Berfikir Integralistik dan Hotistik untuk MemalmaiKehi&tpan, @andung; Mizaa 2001) cet.2, h.8-9 Suharsono,Mencerdaslcan,l cet.3,h.50-51.
l9
AgusNgermanto, Qe euannmeiffi lut{{ttran h.l17.
IQ,EQISQ, @andung; Nuansa, 2002), cet.4,
20
Agustian, nahas@ {"y 9in*j* Kecerdasan Emosidan SpiritualESe, eakafia;Argq ZOOII 20 cet.Ke-40.h.57. Agus Ngermanto,QQ euantum euotteii-Eara Frah! Melejitkan IQ,EQ,SQ,@andung; Nuans4 2002), cet.4, 20 h.117.
32
20
33
Akhmad Muhaimin Azzet, Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Bagi Anak, (Yogyakartq: katahati,2Ot0), cet. I, h.3g.
21
35
36
3',l
Triantoro Safaria" SPIMTUAL INIELUGENCE Metode Pengembangan Kecerdasan Spiritual Anah (Yogyakarta;Gratra Ilmu, 2007\,cet.I, h.73-7S. Akhmad Muhaimin Azze SpiritualBagi Anak,(Yogyakarta:katahati,lOtOl, cet.l,h. 4248. Lranan Lonar dan tan Mmshal, Se: Memanfaatkan Kecardasan spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memakttai Kehidupan, (Bandung; Mizan, 2001) cet.2, h.l4. uanan Lonar dan lan Marshal, Se: Memanfaatkan Kecardasanspiritual dalam Berfikir Integralistik dan'Hotistik untuk MemalcnaiKehidupan, (Bandung; Mizan, 2001) cet.2, h.12. rrm rnma
38
I
t9
Suharsono,Mencerdas*anena cet.3,h.51.
34
.4
19
23
25
25
27
yena" Komus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta;
GitaMediaPress),h.146.
27
I
i
I
j
\k. d
ir
t,
Muharnmad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersat?,a Rasulullah,(Ban&ng: Al Bayan, 1997)cet.40,h. I 07 Z^kiahDarcdjat, Ilmu Jiwa Agama, (j@ 40 2009),cet.l7,h.73 Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik inak Aersana 4l Rasilillah, (Ban4vrrg:Al Bayan,1997\cet.40,h.109 42_ Muhammad Nur Abdul Hafizh, Aendidik ,Enak Bersama Rasulullah-,(Bandung: Al Bayan,l9g7) cet.40,h.150 Muhammad Nur Abdul Haflzjr,, Mendidik Anak Birsamo 43 Rasulullah,(Bandtmg:AlBayan, 1997\ cet.40,h.169 Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama 44 Rasulullah,(Ban&mg:Al Bayan,lg97) cet.40,h. 178 Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersa*s 45 Rasulullah,(Bqrrtdung: Al Bayan, 1997\ eet.Al,h. l9l Abuddin Nata PendidilranSpiritual aatam fraaXt Xehtaman 46 (Bandung;Angkasa,2003)cet.I,h.I 23 Aryani Syurfah,Multiple Intelligencesfoi islarnic feachtng, 47 (Bandung;Syaamil Publishing,2007)h.vii Abuddin Nata dan Fuzan, Pendidikan Dalam Ferspew 48 Hadirs,(Jakarta;UIN J€kartapress,2005), cet.l, h.Z2g. Jalaluddin,Psilalogi Agama,(fakarti;@ 49 ?Q!q ceLl4,h.29l. Suharsono, Mencerdaskon Anak, (Depoklnisiasifress, 200, 50 cet.3,h.82. Suharsono,MencerdaskanAnak, lDepo@ 51 cet.3,h.l15. Abu tathan Al-Baihaqi dan Abu MohammadRaisalr,Mushaf 52 Al-qur'an Tafsir perknta Kode Tajwid denganKajian llmum Lengkap,(Depok;Nelja),h. 299. NusaPutradan Ninin Dwilestari,penelttnn Kualinttf pAW, 53 (Jakarta:RajaGrafindoPerkasa,2012\,h.34. Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Beriima 54 4asulullah,(Btgn&rng:al-bayan,1997)cet.I,h.36. Abuddin Nata dan Fuzan, pendidikonW 55 Iladrl$ (Jakarta;UIN JakartaPress,2005), cet.l, h.232. Sururin, Ilmu Jiwa Agama, ( Jakarta;Raja Grafindo 56 Persa4a,2004), cet.1,h.45. Sururin, Ilmu Jiwa Agama, ( Jakarta$. 57 Persada2004), ceJ.l, h.45-46. ElizabethB. Hurlock, Child DevelopmeiW 5 8 Bahasaoleh Med MeitasariTjandradan Muslich Zarkasih, (Jakarta: Erlangga), Jilid l, h- 24. 39
59 60 6l
Jalaluddin,Psikologi Agama, (Jakarta;nuja Cran"do eersaAu, 2 0 1 0 )c e t . l 4 .h . 2 9 8 . Nusa Putra dan Ninin Dwilestari, @, (Jakarta:Raja GrafindoPerkasa,2012),h3. Zakiah Daradjat, Pendidikon Islam @ Sekolah, (Jakarta:Ruh ama,l995), cet.II, h.B7-92.
28 28 29 29 29 29 29 30 3l 31 3l
32 32 32 32 32 32 33 JJ
34 34 _24
35
l-
:v l
62 63
64 65 66 67 68 69 70 7l
72 73 74 75
76
a
J
4
5
Sjmkawi, PembentukanKepribadian Anak, (Jakarta:PTBuml Aksarq 2008),cet.Il, h.22-23. Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perlymbangan: Suatu Pendelratan Sepanjang rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlanssa 1990)"h. 108 Elizabeth B. Hrrlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekntan Sepanjang rentang Kehidupan (Jakarta: Erlansaa 1990). h. 199. Jalaluddin,PsikologiAgama,(Jakarta;Raja Grafindo Penada" 2010)cet.l4.h.66 Snrurin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persad42004),cet.l, h. 55-57. Akhmad Muhaimin Azzet, MengembangkanKecerdasan Spiritual Bagi Anak, (Yogyakarta: katahati, 2010), cet. I, h. 40. Jalaluddin,PsikologiAgama,(Jakarta;Raja Grafindo Persada" 2010)cet.14.h. 65-66 Zaktah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Selalah, (Jakarta:RuhamaI 995), cet.Il, h. 22-33.
Jalaluddin,PsiknlogiAgama,(Jakarta;Raja Grafindo Persada, 2010)cet.l4,h.63-64. Agus Ngermanto, QQ Quantum Quotient: Cara Prahis Melejitkan IQ,EQ,SQ, (Bandung; Nuansa, 2002), cet.4, h. 126-128. Suharsono,MencerdaslcanAnah (Depok;Inisiasi Press, 20A3) cet.3.h. 68. Ahmad Sanut, Menumbuhkan Silap Sosial, Moral dan Spiritual Anak dalam Keluarga Muslim, (Yogyakarta;Mitra Pustaka,1998),cet.l, h.16.
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Ciputat;Logos WacanaIlmu, 1999),cet.l, h. 178-207. Abu FathanAl-Baihaqi dan Abu MohammadRaisall Mushaf Al-qur'an Tafsir perkata Kode Tajwid denganKajian Umum (Depok:Nelia).h.420. Lensl@p. Triantoro Safaria, SPIRITUAL NTELLIGENCE Metode Anah Pengembangan Kecerdasan Spiritual (Yogyakarta;Graha Ilmu, 2007),cet.1, h. 92-l 19 BAB 3 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta. 2009),cet.l0, h.234. Syamsir Salam dan Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial.$akarta: UIN JakartaPress.2006). cet.1. h.4. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta:CV. RinekaCipta,2010),cet.14,h.173 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta:CV. RinekaCipta,20i0),cet.i4,h.174 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta:CV. Rineka Cipta, 2010), cet.l4, h.l7 4
36 36
37 37
39
l.
39 ).
40 42 42 44 44 45 46 46
53
54 54 55 55 55
L4
lr
I |
..
o
6 7 8 9
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelition, (Jakarta:CV. Rineka Cipta,2010) cet 14,h.l92 Sugionq Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif, R&D, @andung:Alfabeta 2012\,h.145 Sugionq Metode Penelitian Kuontitatif Kualitatif, R&D, (Bandrmg:Alfabeta,2012)"h.137 Sugronq Mgtode Penelitian. Kuantitatif, Knlitatif, R&D, @an4rrng:Alfabetq 20l2\,h.142
55
I
59
rI
59 60'
10
Suharsimi Arikunto, Prosedur penelition suatu pendekatan pyghek (Jakarta : Rineka Cipta2O I 0\ h.2t4-285
6r
11
Anas Sudjono,Pengantar StatistikPendidiknn,(Jakarta:pT. Raja GrafindoPersada,2004\, Cet.22, h.43
61
,I
t
BAB 4 1
2 3
t
,4
Hasil wawancarapenulis denganketua Rt 08 Rw 016 Pondok Pucung. Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian suatu pendekatan prahek (Jakaxta: RinekaCipta2010)cet.l4. ha1.387 Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian suatu pendekatan plglaek (Jakaila: RinekaCipta,20l0)cet,l4, hal.285
63 97 98
-l
I
KEMENTERIAN AGAMA UINJAKARTA FITK
No.Dokumenffi
FORM(FR)
No.Revisi:
Jl. h. H. JueMa No 95 Ciputat 15412 lndonesla
: :
1 Maret 2010 01
SURATBIMBINGAN SKRIPSI Nomor: Un.o1/F.UKM.01.3 /.lglg,/zTtz Lar^p. : Hal : BimbinganSkripsi
Jakarta,21 iuni2012
KepadaYth. Ibu Dr.Sururin,MA PembimbingSkripsi Fakultasllmu TarbiyahdanKeguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Assalamu'alaikumwr.wb. Dengan ini diharapkankesediaanSaudarauntuk menjadi pembimbingVII (mater/teknis)penulisanskripsimahasiswa: Nama
Oki MardiahNingsih
NIM
208011000054
Jurusan
PAIA{on Reguler
Semester
VIII
JudulSkripsi
Perananorang Tua DalamMembinaKecerdasan spirituarAnak Didalam Keluarga
Judul tersebuttelah disetujui oleh Jurusanyang bersangkutanpada tanggal 2l Juni 2012, abstraksi/oatlineterlampir. Saudaradapat melakukan perubalian redafJional pada judul tersebut.Apabila perubahansubstansialdianggapperlu, mohon pembimbing menghubungi Jurusanterlebih dahulu. B-imbingan skripsi ini diharapkan selesai dalam rvaktu 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjangselama6 (enam) bulan berikutnyatanpa surat perpanjungun. Atas perhatiandan kerja samaSaudara,karni ucapkanterima kasih. lVassal amu' al a i kum wr.w b.
#ffi
o'4"
.
D,<\
i;* 5i:$) ". \'1 t_iil.i: i )r.-,,Fu,tu t)Tembusan: l. DekanFITK 2. Mahasiswa ybs.
,l
"
TNIP
!dikan Agama Islam
im, M:Ag
9680307199803I 002
r UII{ JAXARTA FITK Jf- ,r" f. J&fda
r0Rn tFR)
lfo
,
Fl fK-Flt-AKu.USl
No. Dokumen
.
Tgl"Terbit
:
1 Maret 2010
No. Revisi: llal
:
02
1t1
SURATPERMOHOI*AI*}Z}I* PEI*E}-}TTAI* J.al€rta,12 l*lovember2013
11KM.01.3/.. ......12-01fi Namor: Un.01/F. Lamp. : Outline/Proposal Hal : Pernrohonanlzin Penalitian KepadaYth. BapakKetuaRt 008Rw016 di Tempat Assa/amu'al aikumwr"wb. bahwa, Denganhormatkamisampaikan Nama
: OkiMardiah Ningsih
NIM
: 208011000054
Jurusan
Agamalslam : Pendidikan : Xl (sebelas)
Semester
JudulSkripsi : PerananOrangTua DalamMembinaKecerdasan$piritualAnak Rt 008Rw016PondokAren di Lingkungan DalamKeluarga TangerangSelatan. FakultasllmuTarbiyahdan KeguruanUINJakartayang adalahbenarmahasiswa/i sedangmeny.usunskripsi,dan akan mengadakanpenelitian(riset) di lingkungan yangSaudarapirnpin. Untuk itu kami mohon Saudara dapat mengizinkanmahasiswatersebut penelitiandimaksud. melaksanakan Atasperhatian dankerjasamaSaudara,kamiucapkanterimakasih. Wa*salam u'alaikumwr.wb. a.n.Dekan ikanAgamaIslam
Tembusan: 1. DekanFffK 2. FembantuDekanBidangAkademik 3. Mahasiswayang bersangkutan
tlt I
PENGURUS RT. ('8 / Ryl|.O{G PD. PUGUNG PD. AREN TANGERANG-SELATAN Jt. Kalimantan,Kaip. Rawa,Pond.Pucung, Pond.Aren,15229
ST]RAT KETERANGAN Nomor:Ml IVlRTOS/ 16l SPI2Ol4
Yang bertandatangandi bavrahini Ketua Rt 08 Rw 016 KelurahanPondok PucungKecamatan Pondok Aren KabupatenTangerangSelatan bahwa:
NamaMahasiswa
Oki MardiahNingsih
Tempat/Tgl.I^ahir
Tangerang,23 O*ilober1980
NIM
208011000054
Semester
XII fDuaBelas)
Junrsan/Prodi
Pendidikm AgamaIslam
Fakultas
Itmu TarbiyahdanKeguruanUIN Syarif Hidayatullatr Jakarta
t
Mahasiswatersebut benar telah melaksanakanPenelitian di Lingkungan PondokPucungRt 08 PondokAren pada taaggal22 Januari- 10 Februari 2014 d'lam rangkapenyusuun Skripsi denganjudul : *PERANAN ORANG TAA DAI-IIM MEMBINA KECEWASAW SPIRITUAL ANAK DAI-AM KELAARGA DI LINGK(NGAN PON,€.X PACWG RT 08 RW 016 PONDOK AREN-TANGEtr,/'NGSEIATAN' Demikian surat keiaangan ini kami buat, agar dapat digunakan mestinyasebagairyana PondokPucimg,15Agustus2014 KetuaRt08 Rw016PondokPucung
:: ;;
MTJHII}IN