PEMBERIAN ELEVASI EKSTREMITAS BAWAH TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN ULKUS DIABETIK PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn.S DENGAN DIABETES MELLITUS DI BANGSAL MELATI 1 RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA
DI SUSUN OLEH
DWI MARTA NINGSIH NIM : P.12 078
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
PEMBERIAN ELEVASI EKSTREMITAS BAWAH TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN ULKUS DIABETIK PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn.S DENGAN DIABETES MELLITUS DI BANGSAL MELATI 1 RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA Karya Tulis Ilmiah Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Tugas Akhir Pendidikan Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH
DWI MARTA NINGSIH NIM : P.12 078
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
i
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama
: Dwi Marta Ningsih
NIM
: P 12 078
Program Studi
: D III Keperawatan
Judul
: PEMBERIAN ELEVASI EKSTREMITAS BAWAH TERHADAP
PROSES
PENYEMBUHAN
ULKUS
DIABETIK PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S DENGAN DIABETES MELLITUS DI BANGSAL MELATI
1
RUMAH
SAKIT
Dr.
MOEWARDI
SURAKARTA.
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
Ditetapkan di : Surakarta Hari / Tanggal : 23 Mei 2015
Pembimbing : S. Dwi Sulisetyowati, S.Kep., Ns., M.Kep. ( NIK.200984041
iii
)
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “PEMBERIAN ELEVASI EKSTREMITAS BAWAH TERHADAP
PROSES
PENYEMBUHAN
ULKUS
DIABETIK
PADA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DI BANGSAL MELATI 1 RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA” Dalam penyusunan Karya Tulis banyak mendapat bmbingan dan dukungan dari pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekretaris Program studi D III Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. S. Dwi Sulisetyowati, S.kep.,Ns.,M.Kep. selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat, member masukanmasukan, inspirasi, perasaan nyaman dengan bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanyastudi kasus ini. 4. Joko Kismanto S.Kep., Ns selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 5. Annisa Cindy N.A S.kep,. Ns., M.Kep selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
v
6. Semua dosen Program studi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 7. Teman-teman Mahasiswa Program Studi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin
Surakarta, 23 Mei 2015
Penulis
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati Karya Tulis Ilmiah ini saya persembahkan untuk orang-orang yang kusayang. Orang tuaku Ibu Wiwik Arenasari dan bapak Joko Kristanto, Terima kasih kepada kedua orang tuaku untuk setiamu, semangatmu dan motivasimu yang tak pernah henti engkau berikan kepadaku, tak lupa untuk setiap doa yang engkau panjatkan setiap saat untukku. Dan untuk kakakku Candra Handhika, yang menjadi penyemangat tanpa henti yang memberi kasih tanpa ada batasnya. Dan untuk para sahabatku yang setia menemani dan membantu untuk kalian Bellinda, Muz dalifah, Peni, Lussyanawati dan Vira, terimakasih untuk semangat dan dukungannya sahabat.
vii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................
iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………….
vii
DAFTAR ISI .................................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………
x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………..
xi
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………..
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang........................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ....................................................................
4
C. Manfaat Penulisan ..................................................................
5
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Definisi Diabetes Mellitus ...............................................
7
2. Ulkus Diabetik .................................................................
32
3. Elevasi ekstremitas bawah ..............................................
33
B. Kerangka Teori .......................................................................
34
C. Kerangka Konsep ...................................................................
35
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek aplikasi riset ................................................................
36
B. Tempat dan waktu ..................................................................
36
C. Media dan alat yang digunakan ..............................................
36
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset .........................
36
E. Alat ukur evaluasi ...................................................................
38
viii
BAB IV LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien ......................................................................
39
B. Pengkajian .............................................................................
39
C. Diagnosa keperawatan ............................................................
45
D. Perencanaan Keperawatan ......................................................
47
E. Implementasi Keperawatan ...................................................
49
F. Evaluasi keperawatan .............................................................
53
BAB V PEMBAHASAN A. Pengkajian .............................................................................
61
B. Diagnosa keperawatan ............................................................
63
C. Perencanaan Keperawatan ......................................................
67
D. Implementasi Keperawatan ...................................................
69
E. Evaluasi keperawatan .............................................................
73
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN .....................................................................
76
B. SARAN ..................................................................................
80
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 2
Asuhan keperawatan
Lampiran 3
Jurnal Aplikasi Riset
Lampiran 4
Lembar Observasi
Lampiran 5
Log Book Kegiatan Harian
Lampiran 6
Lembar Pendelegasian Pasien
Lampiran 7
Usulan Judul Jurnal Dalam Pengelolaan Asuhan Keperawatan Pada Klien
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tes Toleransi Glukosa ………………………………….
xi
18
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1 Kerangka Teori ………………………………………
35
2. Gambar 2.2 Kerangka Konsep ……..……………………………..
36
3. Gambar 4.1 Genogram ……………………………………………
40
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai
oleh
kenaikan
kadar
glukosa
dalam
darah
atau
hiperglikemia,pada diabetes mellitus kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin (Brunner dan Suddrath, 2001 dalam Wijaya dan Putri, 2013). Diabetes melitus 8yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan berbagai komplikasi salah satunya yaitu ulkus diabetikum, Ulkus diabetikum merupakan luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam dermis (Waspadji, 2006 dalam Ferawati, 2014). Laporan statistik dari Internasional Diabetes Federation (IDF) menyebutkan, bahwa sekarang ada sekitar 230 juta penderita diabetes.Angka ini terus bertambah hingga 3% atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Dengan demikian jumlah penderita diabetes diperkirakan akan mencapai 350 juta pada tahun 2025 dan setengah dari angka tersebut berada di Asia, terutama India, Pakistan, Indonesia (Tandra, 2007). Di Indonesia berdasarkan penelitian epidemiologis didapatkan prevalensi Diabetes mellitus sebesar 1,5 – 2,3% pada penduduk yang usia lebih 15 tahun,bahkan di daerah urban prevalensi DM sebesar 14,7% dan daerah
rural
sebesar7,2%.
Prevalensi
1
tersebut
meningkat
2-3
kali
2
dibandingkan dengan negara maju, sehingga diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yangserius. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa, makapada tahun 2003 diperkirakan terdapat penderita DM di daerah urban sejumlah 8,2 juta dan di daerah rural sejumlah 5,5 juta. Selanjutnya berdasarkan polapertambahan penduduk diperkirakan pada tahun 2030 akan terdapat 194 jutapenduduk yang berusia di atas 20 tahun maka diperkirakan terdapat penderitasejumlah 12 juta di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural (Hastuti,2008). Penderita diabetes mellitus lebih berisiko terjadi komplikasi ulkus diabetika.Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan adanya makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati.Ulkus diabetika mudah berkembang menjadi infeksi karena masuknya kuman atau bakteri dan adanya gula darah yang tinggi menjadi tempat yang strategis untuk pertumbuhan kuman. Ulkus diabetika kalau tidak segera mendapatkan pengobatan dan perawatan, maka akan mudah terjadi infeksi yang segera meluas dan dalam keadaan lebih lanjut memerlukan tindakan amputasi. Ulkus diabetika merupakan komplikasi menahun yang paling ditakuti dan mengesalkan bagi penderita DM, baik ditinjau dari lamanya perawatan, biaya tinggi yang diperlukan untuk pengobatan yang menghabiskan dana 3 kali lebih banyak dibandingkan tanpa ulkus (Hastusi, 2008).
3
Kaki diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan destruksijaringan ikat dalam yang berhubungan dengan neuropatidan penyakit vaskuler perifer pada tungkai bawah.Hiperglikemia pada DM yang tidak dikelola dengan baik akanmenimbulkan berbagai komplikasi kronis yaitu neuropatiperifer dan angiopati. Dengan adanya angiopati perifer danneuropati, trauma ringan dapat menimbulkan ulkus padapenderita DM. Ulkus DM mudah terinfeksi karena respons
kekebalan
tubuh
pada
penderita
DM
biasanya
menurun.Ketidaktahuan pasien dan keluarga membuat ulkusbertambah parah dan menjadi gangren yang terinfeksi (Declori,2008). Ulkus diabetikum adalah kaki pada pasien dengan diabetes melitus yang mengalami perubahan patologis akibat infeksi, ulserasi yang berhubungan dengan abnormalitas neurologis, penyakit vaskular perifer dengan derajat bervariasi dan komplikasi metabolik dari diabetes pada ekstremitas bawah.Ulkus diabetes disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu neuropati, trauma, deformitas kaki, tekanan tinggi pada telapak kaki dan penyakit vaskuler perifer.Pemeriksaan dan klasifikasi ulkus diabetes yang menyeluruh dan sistematik dapat membantu memberikan arahan perawatan yang adekuat(Wesnawa,2013). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang pemberian tindakan elevasi ekstremitas bawah terhadap proses penyembuhan ulkus diabetik pada pasien diabetes mellitus, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :hasil penelitian menunjukan rerata proses perkembangan ulkus diabetik pada kelompok intervensi lebih tinggi sebesar 0,213. Pelaksanaan
4
elevasi ekstremitas bawah menunjukan hasil yang signifikan (P value 0,003) terhadap proses penyembuhan luka. Prevalensi diabetes mellitus di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta didapatkan data pada tahun 2013 berkisar 5 orang dan mengalami peningkatan pada tahun 2014 berkisar 13 orang. Salah satu tindakan keperawatan untuk mempercepat proses penyembuhan pada pasien adalah dilakukan elevasi ekstremitas bawah. Elevasi ekstremitas bawah bertujuan agar sirkulasi perifer tidak menumpuk diarea distal ulkus sirkulasi dapat dipertahankan (Frykberg,2002 dalam Wulandari,2010).Tindakan elevasi ekstremitas bawah pada pasien diabetes mellitus dengan ulkus setiap kali pasien melakukan mobilisasi >15 menit, elevasi dapat dilakukan dengan alat bantal atau selimutuntuk menopang pangkal paha.Melakukan tindakan elevasi pada ekstremitas bawah yang mengalami ulkus diabetik selama 10 menit setiap pasien melakukan aktivitas >15 menit. Berdasarkan
latar
belakang
diataspenulis
tertarik
melakukan
implementasi terkait riset tentang “Pemberian tindakan Elevasi Ekstremitas bawah terhadap proses penyembuhan ulkus diabetik” di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Untuk mengaplikasikan tindakan elevasi ekstremitas bawah terhadap proses penyembuhan ulkus diabetik pada Tn. S diabetes mellitus.
5
2. Tujuan khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn. S diabetes melitus dengan ulkus diabetik. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa padaTn. Sdiabetes melitus dengan ulkus diabetik. c.
Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Tn. S diabetes melitus dengan ulkus diabetik.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn. Sdiabetes melitus dengan ulkus diabetik. e. Penulis mampu melakukan pemberiantindakan evaluasi pada Tn. S ulkus diabetik. f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian elevasi ekstremitas bawah terhadap proses penyembuhan ulkus diabetik.
C. Manfaat Penulisan 1. Bagi IImu Pengetahuan Sebagai bahan pertimbangan dan sumber data untuk study selanjutnya tentang ulkus diabetik. 2. Bagi Pasien Pasien mendapatkan perawatan penyembuhan ulkus diabetik. 3. Bagi Penulis Sebagai proses belajar dan mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat dibangku kuliah dan dapat mengembangkan kemampuan penulis
6
tentang pengaruh elevasi ekstremitas bawah terhadap proses penyembuhan ulkus diabetik. 4. Bagi Institusi a. Rumah Sakit Memberi data dan bahan masukan pengetahuan untuk melakukan keperawatan khusunya pada tindakan elevasi ekstremitas bawah terhadapproses penyembuhan ulkus diabetik. b. STIKes Kusuma Husada Surakarta Hasil karya tulis dapat digunakan sebagai referensi dan sumber bacaan tentang pengaruh elevasi ekstremitas bawah terhadap proses penyembuhan ulkus diabetik.
BAB II LANDASANTEORI
A. Tinjauan Teori 1. Diabetes Mellitus a. Definisi Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner dan Suddarth, 2002 dalam Padila, 2012). Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun relative (Arjatmo, 2002 dalam Padila, 2012). b. Tipe-Tipe 1) Diabetes tipe I (IDDM / Insulin Dependent Diabetes Mellitus): a) Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewaris diabetes tipe I itu sendiri
tetapi
mewarisi
suatu
predisposisi
atau
kecenderungan genetik kearah terjadinya DM tipe I. kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
7
8
b) Faktor –faktor imunologi Adanya respon otoimun yang merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin endogen. c) Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta (Padila, 2012) 2) Diabetes tipe II (NIDDM / non-insulin dependent diabetes mellitus) Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko : a) Usia Resiko bertambah sejalan dengan usia. Insidens DM tipe 2 bertambah sejalan dengan bertambahnya usia (jumlah sel β
yang prokduktif berkurang seiring
bertambahnya usia). Upayakan memeriksa gula darah
9
puasa jika usia telah diatas 45 tahun atau segera jika ada faktor resiko lain b) Obesitas Mungkin kegemukan ini adalah faktor resiko yang paling penting untuk diperhatikan.Sebab melonjaknya angka kejadian diabetes tipe II sangat terkait dengan obesitas. Penurunan berat badan bukan sekedar tentang diet, tetapi juga menyangkut perubahan gaya hidup, olahraga, meninggalkan hidup santai. Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe II adalah kegemukan. Semakin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan semakin resisten terhadap kerja insulin (insulin resistance) terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul didaerah sentral atau perut (central obesity). c) Riwayat keluarga Orang tua atau saudara kandung mengidap diabetes mellitus sekitar 40 % diabetes terbukti lahir dari keluarga yang juga mengidap diabetes mellitus dan lebih-kurang 60-90 %kembar identik merupakan penyandang Diabetes Mellitus (Arisman, 2011). 3) Diabetes Mellitus Malnutrisi Kategori ini dimasukan oleh WHO karena kasusnya banyak sekali ditemukan di negara-negara sedang berkembang,
10
terutama di wilayah tropis. Diabetes ini biasanya menunjukan gejalanya pada usia muda antara 10-30 tahun (lazimnya dibawah 30 tahun). Sebagian pasien mengalami nyeri perut hingga menjalar ke punggung (pola jalaran ini mirip dengan pola jalaran nyeri akibat pankreatitis).Ciri lainnya ialah hiperglisemia derajat sedang hingga berat, cenderung tidak berkembang kearah ketosis dan adanya riwayat malnutrisi saat bayi atau anak (Arisman, 2011). 4) Diabetes mellitus tipe Lain Diabetes ini sering disebut diabetes sekunder, etiologi diabetes jenis ini meliputi : a) Penyakit pada pancreas yang merusak sel β, seperti hemokromatosis, pankreatitis, fibrosis kistik. b) Sindrom
hormonal
yang
mengganggu
sekresi
atau
insulin
atau
menghambat kerja insulin, seperti akromegali. c) Obat-obat
yang
mengganggu
kerja
menghambat kerja insulin. d) Kondisi tertentu yang jarang terjadi, seperti kelainan pada reseptor insulin. e) Sindrom genetik (Arisman, 2011).
11
c. Etiologi 1) Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewaris diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya DM tipe I. kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA. 2) Faktor –faktor imunologi Adanya respon otoimun yang merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin endogen. 3) Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta (Padila, 2012). 4) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun) 5) Obesitas 6) Riwayat keluarga 7) Nutrisi 8) Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
12
d. Patofisiologi Insulin merupakan suatu hormon yang dihasilkan oleh sel beta pankreas yang berfungsi untuk mengatur kadar glukosa darah. Secara fisiologis, insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada membran sel sehingga menimbulkan reaksi. Reaksi yang dihasilkan oleh adanya ikatan antara reseptor dengan insulintersebut adalah uptake glukosa oleh insulin dan terjadinya metabolisme glukosa dalam sel (Guyton, 2007 dalam Yuanita,2013) Resistensi insulin yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan karena fungsi fisiologis insulin terganggu, yaitu menurunnya kemampuan insulin dalam berikatan dengan reseptor sehingga jumlah glukosa yang dimetabolisme didalam sel berkurang. Gangguan sekresi insulin yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh menurunnya kemampuan sel beta dalam mensekresikan insulin. Dampak yang diakibatkan dari adanya resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin adalah meningkatnya kadar glukosa darah karena glukosa tidak mengalami metabolisme di dalam sel (Price dan Wilson, 2005 dalam Yuanita,2013). Cara untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa
dalam
darah
adalah
harus
terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.Jika semakin banyak glukosa yang tidak dapat dimetabolisme dan digunakan oleh jaringan, maka kebutuhan jaringan terhadap glukosa semakin
13
meningkat. Hal tersebut mengakibatkan meningkatnya proses pemecahan lemak dan protein atau sering disebut dengan glukoneogenesis. Proses glukoneogenesis menghasilkan produk sampingan lemak dan protein yang berupa asam lemak dan badan keton. Produk sampingan ini akan menumpuk di dalam pembuluh darah sehingga mengakibatkan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis). Penyempitan pembuluh darah juga diakibatkan oleh kerusakan sel endotel pembuluh darah karena kadar glukosa darah yang meningkat. Penyempitan pembuluh darah tersebut mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke jaringan sehingga jaringan mengalami iskemik dan nekrosis serta memicu terjadinya berbagai
komplikasi
(Smeltzer
dan
Bare,
2001
dalam
Yuanita,2013).
e. Manifestasi Klinis Keluhan umum pasien DM, yaitu : 1) Poliuria (peningkatan peneluaran urine) karena air mengikuti glukosa yang keluar melalui urin. 2) Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel. 3) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian sel untuk menggunakan glukosa
14
sebagai energi, aliran darah yang buruk pada pasien diabetes kronis juga berperan menyebabkan kelelahan. 4) Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pasca absortif yang kronis, katabolisme protein dan lemak, dan kelaparan relatif sel, sering terjadi penurunan berat badan tanpa terapi (Corwin, 2009). Pada pasien diabetes dengan adanya gangren diabetik akibat mikroangiopatik disebut juga ganggren panas karena walaupun nekrosis daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan,
dan
biasanya
teraba
pulsasi
arteri
dibagian
distal.Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki. Proses makroangiopati
menyebabkan
sumbatan
pembuluh
darah,
sedangakan secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 5P,yaitu : 1) Pain (Nyeri) 2) Paleness (kepucatan) 3) Paresthesia (parestesia atau kesemutan) 4) Pulselessness (denyut nadi hilang) 5) Paralysis (lumpuh) (Wijaya dan Putri,2013). Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine : 1) Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan) 2) Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
15
3) Stadium III : timbul nyeri saat istirahat 4) Stadium IV : terjadi kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)(Brunner dan Suddrarth, 2005 dalam Wijaya dan Putri, 2013). Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM pada usia lanjut dapat berubah tibatiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relative sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan keringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak. Pada usia lanjut reaksi vegetative dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan
gangguan
metabolisme
serebral
tampak
lebih
jelas.(Padila,2012). Rata-rata penderita mengetahui adanya DM pada saat kontrol yang kemudian ditemukan kadar glukosa yang tinggi pada diri mereka. Berikut beberapa gambaran laboratorium yang menunjukan adanya tanda-tanda DM yaitu: 1) Gula darah sewaktu > 200 mg/dl
16
2) Gula darah puasa > 126 mg/dl (puasa = tidak ada masukan makanan/kalori sejak 10 jam terakhir) 3) Glukosa plasma dua jam > 200 mg/dl setelah beban glukosa 75 grm (Saifunurmazah,2013).
f. Komplikasi Komplikasi yang dapat disebabkan oleh diabetes yaitu : 1) Penderita diabetes mellitus jika tidak dikelola dengan baik, komplikasi jangka panjang yang akan dialami adalah serangan jantung dan stroke.
Kerusakan pembuluh darah mata akan
menyebabkan gangguan penglihatan mata. 2) Kerusakan
pada
saraf
menyebabkan
kulit
lebih
sering
mengalami cidera. 3) Berkurangnya aliran darah ke kulit dapat menyebabkan ulkus dan semua penyembuhan luka menjadi lambat. Ulkus di kaki dapat sangat dalam dan mengalami infeksi serta masa penyembuhan lama sehingga tungkai harus diamputasi (Ratna, 2013). Terdapat beberapa pengklasifikasian ulkus diabetik yaitu : 1) Wagner di kutip oleh Waspadji .S membagi gangrene kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu :
17
Derajat 0 =
tidak ada lesi yang terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan
disertai
kelainan
bentuk kaki seperti “callus” Derajat I = terdapat ulkus superficial, hanya pada kulit. DerajatIII=
abses
dalaam,
dengan
atau
tanpa
osteomielitis. Derajat IV = gangren jari kaki atau bagian distal kaki, dengan atau tanpa selulitis (infeksi jaringan) Derajat V = gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah. 2) Menurut Brand dan ward membagi menjadi dua golongan : a) Kaki Diabetik akibat Iskemia (KDI) Disebabkan penurunan aliran darah ketungkai akibat adanya makroangiopati (arterosklerosis) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama didaerah betis. Gambaran klinis KDI : (1) Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat. (2) Pada perabaan terasa dingin. (3) Pulsasi pembuluh darah kurang kuat. (4) Didapatkan ulkus sampai ganggren. b) Kaki Diabetik akibat Neuropati (KDN) Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi.Klinis dijumpai kaki
18
yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pembuluh darah kaki teraba baik (Waspadji, 2005 dalam Wijaya dan Putri, 2013).
g. Pemeriksaan Penunjang 1) Glukosa darah sewaktu 2) Kadar glukosa darah puasa 3) Tes toleransi glukosa Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl) Tabel 2.1 Tes Toleransi Glukosa Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Kadar gula darah sewaktu - Plasma vena <100 - Darah kapiler <80
100-200 80-100
>200 >200
Kadar gula darah puasa - Plasma vena - Darah kapiler
110-120 90-110
>126 >110
<110 <90
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus sedikitnya 2 kali pemeriksaan : 1) Glukosa plasma sewaktu >200mg/dl (11,1 mmol/L) 2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
19
3) Glukosa plasma dari sample yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkomsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial(pp) >200 mg/dl) (Padila, 2012). h. Penatalaksanaan Tujuan
utama
diabetes
mellitus
adalah
mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar gula darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap diabetes mellitus adalah mencapai kadar gula darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes : 1) Diet Syarat diet diabetes mellitus hendaknya dapat : a) Memperbaikki kesehatan umum penderita b) Mengarahkan pada berat badan yang normal c) Menormalkan pertumbuhan diabetes mellitus anak dan diabetes mellitus dewasa muda d) Mempertahankan kadar gula darah normal e) Menekan dan menunda timbulnya penyakit agiopati diabetik f) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita g) Menarik dan mudah diberikan
20
Prinsip diet diabetes mellitus adalah : a) Jumlah sesuai kebutuhan b) Jadwal diet ketat c) Jenis : boleh dimakan atau tidak. 2) Latihan Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita diabetes mellitus, adalah : a) Meningkatkan kepekaan insulin apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya. b) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore c) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen d) Meningkatkan kadar kolesterol-hing density lipoprotein e) Kadar glukosa otot dan hati berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru f) Menurunkan kolestrol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik (Rendy dan Margareth, 2012). 3) Pemantauan Pemantauan bagi penderita diabetes sangat penting untuk menjaga kadar glukosa dalam darah supaya tetap berada dalam
21
batas
normal.
Penderita
wajib
melakukan
pemeriksaan
kandungan glukosa dalam darah secara rutin untuk mencegah terjadinya peningkatan glukosa dalam darah.Dan bermanfaat untuk merubah pola hidup. 4) Terapi (jika diperlukan) Intervensi farmakologis meliputi pemberian obat-obatan kepada pasien DM tipe 2.Obat-obatan yang diberikan dapat berupa obat oral dan bentuk suntikan. Obat dalam bentuk suntikan meliputi pemberian insulin dan agonis 5) Pendidikan kesehatan Tujuan penyuluhan yaitu meningkatkan pengetahuan diabetisi tentang penyakit dan pengelolaannya dengan tujuan dapat merawat sendiri sehingga mampu mempertahankan hidup dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Penyuluhan meliputi : a) Penyuluhan untuk pencegahan primer Ditujukan untuk kelompok risiko tinggi. b) Penyuluhan untuk pencegahan sekunder Ditujukan pada diabetes terutama pasien yang baru. Materi yang diberikan meliputi : pengertian Diabetes, gejala, penatalaksanaan diabetes mellitus, mengenal dan mencegah komplikasi akut dan kronik, perawatan pemeliharaan kaki, dll. c) Penyuluhan untuk pencegahan tersier
22
Ditujukan pada diabetik lanjut dan materi yang diberikan meliputi :cara perawatan dan pencegahan komplikasi, upaya untuk rehabilitasi,dll (Padila, 2012). Bagi penderita Diabetes Mellitus yang sudah terdapat Ulkus Diabetik, penatalaksanaan yang dapat dilakukan sebagai berikut : 1) Pengobatan Pengobatan dari gangren diabetik sangat dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus, apabila dijumpai ulkus yang dalam harus dilakukan pemeriksaan yang seksama untuk menentukan kondisi ulkus dan besar kecilnya debridement yang harus dilakukan. Dari penatalaksanaan perawatan luka diabetik ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, antara lain : a) Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab b) Optimalisasi suasana lingkungan luka dalam kondisi lembab. c) Dukungan kondisi klien atau host (nutrisi, kontrol diabetes dan kontrol faktor penyerta) d) Meningkatkan edukasi klien dan keluarga 2. Perawatan luka diabetik a) Mencuci luka Merupakan
hal
pokok
untuk
meningkatkan,
memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan terjadinya infeksi. Proses
23
pencucian luka bertujuan untuk membuang nekrosis, cairan luka yang berlebihan, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolik tubuh pada permukaan luka. Cairan yang terbaik dan teraman untuk mencuci luka adalah yang non toksik pada proses penyembuhan luka misalnya NaCL 0,9%. Penggunaan hidrigenperoxida, hypoclorite solution dan beberapa cairan debridement lainnya, sebaliknya hanya digunakan pada jaringan nekrosis atau slough dan tidak pada jaringan granulasi.Cairan antiseptik
seperti
provine
iodine
sebaiknya
hanya
digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada saat penurunan imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan kembali dengan saline (Wijaya dan Putri, 2013). b) Debridement Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis atau slough pada luka. Debridement dilakukan bertujuan untuk menghindari infeksi atau selulitis, karena jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan adanya peningkatan jumlah bakteri. Setelah debridement, jumlah bakteri akan menurun dengan sendirinya yang diikuti dengan kemampuan tubuh secara efektif melawan infeksi. Secara alami dalam keadaan lembab tubuh akan membuang sendiri jaringan nekrosis atau slough yang menempel pada luka (peristiwa autolysis).
24
Autolysis adalah peristiwa pecahnya atau rusaknya jaringan nekrotik oleh leokosit dan enzim lyzomatik. Debridement dengan system autolysis dengan menggunakan occlusive dressing merupakan cara teraman dilakukan pada klien dengan lukadiabetik. Terutama untuk menghindari resiko infeksi (Gitarja W, 1999 dalam Wijaya dan Putri, 2013). c) Terapi antibiotika Pemberian antibiotik biasanya diberikan peroral yang bersifat untuk menghambat kuman gram positif dan gram negative.Apabila tidak dijumpai perbaikan pada luka tersebut,
maka
perparenteral
terapi
antibiotik
yang sesuai
dengan
dapat
diberikan
kepekaan
kuman
(Sutjahyo, 1998 dalam Wijaya dan Putri, 2013). d) Nutrisi Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam penyembuhan luka (Tjokroprawiro, 2001 dalam Wijaya dan Putri, 2013). e) Pemilihan jenis balutan Tujuan pemilihan jenis balutan adalah memilih jenis balutan yang dapat mempertahankan suasana lingkungan luka dalam dalam keadaan lembab, mempercepat proses penyembuhan hingga 50%, absorbsi eksudat atau cairan luka yang keluar berlebihan, membuang jaringan nekrosis
25
atau slough (support autolysis), kontrol terhadap infeksi atau terhindar dari kontaminasi, nyaman digunakan dan menurunkan rasa sakit saat mengganti balutan dan menurunkan jumlah biaya dan waktu perawatan (cost effective). Jenis balutan :absorbent dressing, hydroactive gel, hydrocoloi. Selain
pengobatan dan perawatan, diperlukan juga
pemeriksaan Hb dan albumin minimal satu minggu sekali, karena adanya anemia dan hipoalbumin akan sangat berpengaruh pada penyembuhan luka. Diusahakan agar Hb lebih 12 g/dl dan albumin darah dipertahankan lebih 3,5 g/dl. Dan perlu dilakukan juga monitor gulkosa secara ketat, karena bila didapatkan peningkatan glukosa darah yang sulit dikendalikan, ini merupakan salah satu tanda memburuknya infeksi yang ada sehingga luka sukar sembuh (Gitarja W, 1999 dalam Wijaya dan Putri, 2013) Untuk
mencegah
timbulnya
gangren
diabetik
dibutuhkan kerja sama antara dokter, perawat dan penderita sehingga tindakan pencegahan, deteksi dini beserta terapi yang rasional bisa dilaksanakan dengan harapan biaya yang besar, morbiditas penderita gangren dapat ditekan serendahrendahnya. Upaya untuk pencegahan dapat dilakukan
26
dengan cara penyuluhan dimana masing-masing profesi mempunyai peranan yang saling menunjang. f) Gunakan sepatu yang pas dan kaos kaki yang bersih setiap saat berjalan dan jangan terlanjang kaki saat berjalan : (1) Cucilah kaki setiap hari dan keringkan dengan baik serta memberikan perhatian khusus pada daerah selasela jari kaki. (2) Janganlah mengobati sendiri apabila terdapat kalus, tonjolan kaki atau jamur pada kuku kaki. (3) Suhu air yang diginakan untuk mencuci kaki antara 29,5oC - 30oC dan diukur dulu dengan thermometer. (4) Janganlah menggunakan alat pemanas atau botol diisi air panas. (5) Langkah-langkah
yang
membantu
meningkatkan
sirkulasi pada ekstremitas bawahyang harus dilakukan yaitu : hindari kebiasaan merokok, hindari bertumpang kaki duduk, lindungi kaki dari kedinginan, hindari merendam kaki dengan air dingin, gunakan kaos kaki atau stoking yang tidak menyebabkan tekanan pada tungkai atau daerah tertentu, periksalah kaki setiap hari dan laporkanlah jika ada luka, bullae atau kemerahan atau tanda-tanda radang, sehingga segera dilakukan
27
tindakan awal dan jika kulit kaki kering gunakan pelembab atau kream (Wijaya dan Putri, 2013).
i. Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Mellitus 1) Pengkajian a) Riwayat kesehatan keluarga Adakah keluarga yang mempunyai riwayat penyakit seperti klien. b) Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya Berapa
lama
klien
menderita
DM,
bagaimana
penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya. c) Aktivitas/ istirahat Letih, lemah, sulit bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun. d) Sirkulasi Adakah
riwayat
kesemutan
pada
hipertensi, ekstermitas,
AMI, ulkus
klaudikasi, pada
kaki
kebas, yang
penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah. e) Intensitas Ego Stress, ansietas. f) Eliminasi
28
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, auria ), diare. g) Makanan / Cairan Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik. h) Neurosensori Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan. i) Nyeri / kenyamanan Abdomen tegang, nyeri (sedang/berat) j) Pernapasan Batuk dengan / tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak). k) Keamanan Kuit kering, gatal, ulkus kulit. 2) Masalah Keperawatan a) Resiko tinggi gangguan nutrisi : kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. b) Kekerangan volume cairan c) Gangguan integritas kulit d) Nyeri akut e) Resiko injury
29
3) Intervensi a) Resiko tinggi gangguan nutrisi : kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak. Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam
diharapkan
kebutuhan
nutrisi
pasien
terpenuhi.Dengan Kriteria hasil : Pasien dapat mencerna jumlah kebutuhan nutrient yang tepat, berat badan stabil atau penambahan kearah rentang biasanya, mual dan muntah pasien berkurang sampai hilang, gula darah dalam batas normal dan terkontrol, tanda-tanda vital dalam keadaan normal, ansietas menurun. Intervensi : (1) Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab / dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala. (2) Timbang berat badan setiap hari sesuai indikasi. (3) Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral. (4) Kolaborasi dengan ahli Gizi
30
b) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
kebutuhan cairan atau hidrasi pasien
terpenuhi. Dengan kriteria hasil : Pasien menunjukan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda tanda vital yang stabil, nadi perifer dapat teraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, keluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal. Intervensi : (1) Obsevasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB (2) Pertahankan untuk pemberian cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung. (3) Pantau input dan output (4) Kolaborasi pemberian terapi cairan c) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer) Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan integritas kulit berkurang dan menunjukan penyembuhan. Dengan kriteria hasil:kondisi luka adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi Intervensi :
31
(1) Observasi nyeri dan infeksi. (2) Lakukan perawatan luka dengan teknik steril. (3) Pantau luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, adanya pus, edema, dan discharge. (4) Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi d) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang. Dengan kriteria hasil :Pasien dapat meperlihatkan pengendalian nyeri, pasien dapat menunjukan tingkatan nyeri. Intervensi : (1) Kaji lokasi nyeri, skala nyeri, intensitas nyeri (2) Ajarkan relaksasi nafas dalam (3) Pantau nyeri pasien (4) Kolaborasi pemberian terapi farmakologi e) Resiko injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien tidak mengalami injury. Dengan kriteria hasil :Pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury Intervensi : (1) Orientasikan klien dengan waktu, tempat dan ruangan.
32
(2) Gunakan bed yang rendah (3) Hindari lantai yang licin (4) Motivasi klien untuk menggunakan alat bantu atau penyanggah tubuh ketika berjalan (Padila, 2012).
2. Ulkus Diabetik Ulkus diabetikum adalah kaki pada pasien dengan diabetes melitus yang mengalami perubahan patologis akibat infeksi, ulserasi yang berhubungan dengan abnormalitas neurologis, penyakit vaskular perifer dengan derajat bervariasi, dan atau komplikasi metabolik dari diabetes pada ekstrimitas bawah.Ulkus diabetes disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu neuropati, trauma, deformitas kaki, tekanan tinggi pada telapak kaki dan penyakit vaskuler perifer.Pemeriksaan dan klasifikasi ulkus diabetes yang menyeluruh dan sistematik dapat membantu memberikan arahan perawatan yang adekuat (Wesnawa, 2013). Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasife kuman saprofit.Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah saju gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer. Ulkus diabetik dikenal dengan istilah gangrene didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah berhenti. Dapat
33
terjadi sebagai proses inflamasi yang memanjang, perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja atau terbakar), proses degenerative (arteriosklerosis) atau gangguan metabolik diabetes mellitus. Ganggren diabetik adalah nekrosis jaringan pada bagian tubuh perifer
akibat
penyakit diabetes mellitus. Biasanya ganggren tersebut terjadi pada daerah tungkai.Keadaan ini ditandai dengan pertukaran sekulitis dan timbulnya vesikula atau bula yang hemoragik kuman yang biasa menginfeksi pada ganggren diabetik adalah streptococcus (Wijaya dan Putri, 2013).
3. Elevasi ekstremitas bawah Elevasi ekstremitas bawah bertujuan agar sirkulasi perifer tidak menumpuk diarea distal ulkus sirkulasi dapat dipertahankan.Elevasi ekstremitas bawah dilakukan setelah pasien dilakukan setelah pasien beraktivitas atau turun dari tempat tidur.Saat turun dari tempat tidur meskipun kaki tidak dijadikan tumpuan namun akibat efek gravitasi menyebabkan aliran darah cenderung menuju perifer terutama kaki yang mengalami ulkus (Frykberg,2002 dalam Wulandari, 2010).
34
B. Kerangka Teori faktor resiko : a. Faktor genetik b. Faktor imunologi c. Faktor lingkungan
Diabetes Mellitus
d. Usia e. Obesitas f. Riwayat keperawatan
Ulkus Diabetik
Penatalaksanaan : a. Terapi Farmakologi b. Terapi Non Farmakologi : 1. Elevasi Ekstremitas Bawah 2. Diet 3. Latihan 4. Pemantauan 5. Pendidikan Kesehatan
Proses penyembuhan ukus diabetik
Gambar : 2.1 Kerangka Teori. (Sumber : Alvinda,2013 ;Wulandari,2010)
35
C. Kerangka Konsep Pemberian elevasi ekstremitas bawah
Proses penyembuhan ulkus diabetik
Gambar 2.2 Kerangka Konsep (Sumber :Wulandari, 2010)
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset Penderita ulkus diabetik yang dirawat di Bangsal Melati 1Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.
B. Tempat/Waktu 1. Tempat aplikasi riset Penelitian ini dilakukan di Bangsal Melati 1. 2. Waktu aplikasi riset Prosedur elevasi ekstremitas bawah dilakukan setelah selama 10 menit setelah pasien melakukan aktivitas > 15 menit ,dilakukan selama 6 hari.
C. Media dan Alat yang digunakan 1. Media yang digunakan Tumpukan bantal atau selimut untuk menopang pangkal paha. 2. Alat yang digunakan Bantal, selimut(Wulandari,2010).
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset Melakukan tindakan elevasi ekstremitas bawah pada pasien diabetes melitus dengan ulkus selama 10 menit setiap kali pasien mobilsiasi >15
36
37
menit.Elevasi dapat dilakukan dengan alat khusus elevasi ekstremitas bawah atau menggunaan sumber daya yang ada seperti tumpukan bantal atau selimut untuk menopang pangkal paha. Stardart Operating Sistem a. Fase Orientasi 1. Mengucapkan salam 2. Memperkenalkan diri 3. Menjelaskan tujuan 4. Menjelaskan langkah prosedur 5. Menanyakan kesiapan klien b. Fase Kerja 1. Mencuci tangan 2. Memakai handscoon 3. Menyiapkan alat 4. Mengatur posisi terlentang klien supaya nyaman 5. Meletakan tumpukan bantal di pangkal paha klien selama 10 menit 6. Merapikan alat dan klien 7. Mencuci tangan c. Fase Terminasi 1. Melakukan evaluasi 2. Menyampaikan tindak lanjut 3. Berpamitan
38
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset Menurut Bozan et al 2006 dalam Wulandari (2010) Pengukuran kemajuan proses penyembuhan ulkus dapat dilakukan dengan menggunakan healing index yaitu dengan membandingkan hasil pengukuran hari pertama dengan hari berikutnya yang diikut selama proses penyembuhan ulkus terjadi.
BAB IV LAPORAN KASUS
Pada bab ini dibahas tentang hasil pemberian tindakan elevasi ekstermitas bawah terhadap proses penyembuhan ulkus diabetik pada asuhan keperawatan Tn.S dengan diabetes mellitus di bangsal Melati 1 Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta pengkajian dilakukan pada tanggal 16 Maret 2015 pukul 11.00. A. Identitas Klien Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 46 tahun dengan inisial Tn. S, beragama Islam bertempat tinggal di Kampung Sewu, Surakarta, pekerjaan swasta. Dengan diagnose medis Ulkus Diabetes Mellitus. Pasien masuk pada tanggal 15 Maret 2015. Selama dirumah sakit yang bertanggung jawab atas nama Ny. S berusia 43 tahun beragama Islam bertempat tinggal di Kampung Sewu, Surakarta, hubungan dengan pasien adalahistri.
B. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 16 Maret 2015 pukul 11:00 WIB dengan metode pengkajian autoanamnesa dan alloanamnesa.Keluahan utama yang dirasakan pasien adalahpasien mengatakan nyeri pada kaki kanan 1/3 distal. Riwayat penyakit sekarang adalah Tn. S mengatakan 4 minggu yang lalu, kaki kanan bengkak selama 2 minggu dan kemudian pecah selama 2 minggu luka dirawat sendiri oleh keluarga namun tidak lekas sembuh dan luka semakin meluas. Kemudian oleh keluarga, Tn. S dibawa ke IGD Rumah
39
40
Sakit Dr. Moewardi Surakarta pada tanggal 15 Marat 2015.Dari IGD Tn. S mendapatkan terapi infus RL 20 tpm.Kemudian dari IGD dipindah ke Bangsal Melati 1 pada tanggal 15 Maret 2015. Riwayat penyakit dahulu
pasien mengatakan mempunyai riwayat
penyakit gagal ginjal 5 bulan yang lalu. Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan atau makanan. Riwayat kesehatan keluarga, pasien merupakan anak ke 1 dari 3 bersaudara, pasien mengatakan dari keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit diabetes mellitus dan ketika ada anggota keluarga yang sakit segera dibawa ke rumah sakit. Riwayat kesehatan lingkungan, keluarga mengatakan tinggal di perkampungan dan lingkungan yang bersih. Genogram :
Tn. S, 46th
Gambar 4.1 Genogram Keterangan : : laki-laki : peremuan ------------ : tinggal satu rumah : garis keturunan : pasien
41
Pengkajian pola kesehatan fungsional menurut gordon, pada pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien mengatakan kesehatan itu penting dan ingin segera sembuh. Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit pasien makan 3 kali sehari dengan jenis nasi, sayur, lauk makan habis 1 porsi dan tidak ada keluhan sehabis atau sesudah makan. Sebelum sakit pasien minum sebanyak 6 sampai 7 gelas (@250cc) dengan jenis air putih dan teh tidak ada keluhan. Selama sakit pasien makan 3 kali sehari dengan jenis nasi, sayur,lauk dan buah, makan habis 1 porsi tidak ada keluhan sehabis atau sesudah makan dan selama sakit pasien minum ± 1200 liter air putih tidak ada keluhan. Pola eliminasi, sebelum sakit pasien mengatakan buang air besar 1 sampai 2 kali setiap pagi dengan konsistensi lunak, warna kuning, tidak ada keluhan. Dan buang air kecil 5 samapi 6 kali dalam sehari ± 1200cc warna kuning,tidak ada keluhan. Selama sakit pasien mengatakan buang air besar 1 kali sehari dengan konsistensi lunak, warna kuning tidak ada keluhan.Dan buang air kecil memakai kateter ± 1500 liter warna kuning, tidak ada keluhan. Pola
aktivitas
dan
latihan,
sebelumsakit
pasien
mengatakan
melakukan aktivitas secara mandiri dan tidak ada masalah. Selama sakit pasien mengatakan makan atau minum dibantu orang lain, toileting dibantu orang lain dan alat, berpakaian dibantu orang lain, mobilitas ditempat tidur dibantu orang lain, berpindah dibantu orang lain dan ambulasi rom dibantu orang lain.
42
Pola istirahat tidur, sebelum sakit pasien mengatakan mulai tidur pukul 23:00 WIB sampai 07:00 WIB.Jadi pasien tidur selama 8 jam.Selama sakit pasien mengatakan tidur pukul 21:00 WIB sampai 05:00 WIB, terkadang tidur siang dan sering terbangun. Pola kognitif perseptual, sebelum sakit pasien mengatakan tidak ada gangguan
rasa
nyaman,
tidak
ada
penurunan
pada
pendengaran,
penglihatan,penciuman dan komunikasi. Selama sakit pasien mengatakan Provoking (P) nyeri timbul saat digunakan bertumpu, Quality (Q) nyeri seperti disayat-sayat, Region (R) pada kaki kanan 1/3 distal, scale (S) nyeri 5, Time (T) nyeri dirasakan sering ketika terlalu lama digunakan bertumpu. Pola persepsi konsep diri, sebelum sakit pasien mengatakan identitas diri pasien adalah seorang laki-laki yang merupakan kepala keluarga.Peran diri, pasien adalah kepala keluarga yang mempunyai 1 orang anak.Harga diri, pasien mengatakan dirinya merasa dihargai oleh anggota keluarga.Ideal diri, pasien mengatakan ingin menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab.Gambaran diri, pasien mengatakan bahwa dirinya mensyukuri seluruh anggota tubuhnya.Selama sakit, identisas diri pasien adalah seorang laki-laki yang merupakan kepala keluarga dan saat ini dirawat di bangsal Melati 1 Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.Ideal diri, pasien mengatakan ingin segera sembuh supaya dapat beraktivitas seperti biasa.Harga diri pasien mengatakan dirinya masih dihargai oleh anggota keluarga.Peran diri pasien mengatakan
saat
ini
tidak
bisa
memenuhi
kewajibannya
karena
43
sakit.Gambaran diri pasien mengatakan merasa sedih dengan keadaannya saat ini. Pola seksual reproduksi pasien mengatakan sudah menikah dan sudah memiliki 1 orang anak.Selama sakit pasien mengatakan tidak dapat berhubungan seksual dengan istrinya karena sakit. Pola mekanisme koping sebelum sakit pasien mengatakan bila ada masalah pasien bermusyawarah dengan istrinya.Selama sakit pasien mengatakan masih bermusyawarah jika ada masalah. Pola nilai dan keyakinan sebelum sakit pasien mengatakan beragama islam. Selama sakit pasien megatakan melakukan sholat dengan semampunya ditempat tidur. Pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan data pasien bahwa kesadaran composmentis dan GCS : E 4, M 6, V 5, tanda-tanda vital : tekanan darah 130/80 mmHg, suhu 36,5oC, respirasi 20 x/menit, nadi 92 x/menit. Bentuk kepala pasien mesocepal kulit kepala bersih rambut beruban. Keadaan mata pasien palbebra tidak ada lingkaran hitam, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterus, pupil isocor diameter kanan-kiri simetris kanan-kiri, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Hidung bentuk simetris, tidak ada polip, pernapasan teratur tidak ada sekret.Mulut tidak ada stomatitis, gigi tidak ada caries.Telinga simetris kanan-kiri, tidak ada sekret, tidak ada gangguan pendengaran.Leher tidak ada kaku kuduk, tidak ada gangguan menelan. Pemeriksaan dada, pada paru-paru inspeksi bentuk thorak simetris, pernapasan teratur.Palpasi tidak ada benjolan abnormal.Perkusi paru-paru
44
sonor kanan-kiri, tidak ada pembesaran paru.Auskultasi vasikuler pada paruparu kanan kiri.Pada pemeriksaan didapatkan data saat inspeksi tidak ada jejas, ictus cordis tidak tampak.Palpasi ictus cordis teraba di ics 5, perkusi redup, auskultasi normal. Pemeriksaan fisik abdomen : inspeksi asites,tidak ada jejas, tidak ada benjolan. Auskultasi peristaltik usus 20 x/menit. Perkusi tymphani pada kuadran 2,3,4. Palpasi tidak ada nyeri tekan.Genetalia terpasang cateter. Pada pemeriksaan ekstremitas atas kekuatan otot kanan-kiri 4/5, ROM kanan-kiri aktif, capillary revil : < 2 detik, perabaan akral hangat, tidak ada perubahan bentuk tulang. Pada ekstremitas bawab kekuatan otot kanan-kiri 3/5, ROM kanan kiri aktif, capillary revil :< 2 detik, perabaan akral hangat, tidak ada perubahan bentuk tulang. Terdapat luka ulkus di kaki kanan 1/3 distal dengan hasil
klasifikasi PEDIS pada tanggal 16 Maret 2015, didapatkan data
gangguan perfusi, penyakit arteri perifer tetapi tidak parah. Dalamnya luka pada kaki sampai dibawah dermis meliputi fasia, otot atau tendon.Infeksi dengan manifestasi demam leukositosis dan hipotensi. Status infeksi dolor : nyeri pada jaringan yang mengalami infeksi. Kalor: rasa hangat saat diraba. Tumor : ekstremitas bawah dextra tampak oedema. Rubor : tampak kemerahan pada sekitar area ulkus dan terdapat pus berwarna kuning. Fusio laesa: ekstremitas bawah dextra kurang berfungsi dengan baik. Hasil pemeriksaan radiologi-radiodiagnostik, foto pedis kanan A.P lateral.Didapatkan hasil dengan kesimpulan vulnus diregio cruris kanan 1/3 tenga distal tanpa mendestruksi tulang di sekitarnya.
45
Hasil pemeriksaan penunjang pada laboratorium pada tanggal 17 Maret 2015 meliputi hemoglobin 11,2 g/dl (nilai normal 13,5-17,5), hematokrit 36 % (nilai normal 33-36), leukosit 7,9 ribu/ul (nilai normal 4,511,0), trombosit 203 ribu/ul (nilai normal 150-40), eritrosit 403 juta/ul (nilai normal 450-590), HbA1C 6,7% (nilai normal 4,8-5,9), glukosa darah puasa 124 mg/dl (nilai normal 70-110), albumin 3,1 g/dl (nilai normal 3,5- 5,2), creatinene 1,9 mg/dl (nilai normal 0,9 -1,3), ureum 111 mg/dl (nilai normal < 50), natrium 133 mmol/L (nilai normal136-145), kalsium 3,0 mmol/L (nilai normal 3,3-5,1), calcium ion 1,03 mmol/L (nilai normal1,17-1,29) Progam terapi yang didapat pasien pada tanggal 16 Maret 2015, infuse RL, infuse kidmin, furosemide 3 x 40mg (injeksi IV), clindamycin 300mg (injeksi IV), Metronidazole 500mg.
C. Diagnosa Keperawatan Setelah dilakukan analisa data pada tanggal pengkajian 16 Maret 2015 ditemukan masalah keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (ulkus diabetik). Dengan data subyektif pasien mengatakn nyeri, P : nyeri saat digunakan bertumpu, Q : seperti disayat-sayat, R : kaki kanan 1/3 distal, S : skala nyeri 5, T : sering. Data obyektif yang diperoleh tanda-tanda vital : Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi : 92 x/menit, respirasi : 20 x/menit, suhu : 36,5oC, pasien tampak meringis. Ditemukan masalah keperawatan kerusakan intregritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (luka terbuka ulkus diabetik).Dengan
46
data subyektif pasien mengatakan luka dikaki semakin meluas dan dalam. Data obyektif terdapat ulkus pada ekstremitas bawah dextra 1/3 distal.Hasil pemeriksaan radiologi pada tanggal 17 Maret 2015, vulnus di region cruris kanan 1/3 tengah hingga distal tanpa mendestruksi tulang sekitar.Pada tanggal 16 Maret 2015 di dapatkan hasil tanda-tanda infeksi dolor : nyeri pada jaringan yang mengalami infeksi. Kalor: rasa hangat saat diraba. Tumor : ekstremitas bawah dextra tampak edema. Rubor : tampak kemerahan pada sekitar area ulkus dan terdapat pus berwarna kuning. Fusio laesa: ekstremitass bawah dextra kurang berfungsi dengan baik. Didapatkan
masalah
keperawatan
gangguan
berhubungan dengan fisik tidak bugar. Dengan data
mobilitas
fisik
subyektif pasien
mengatakan mudah lelah karena hanya berbaring dan kurang aktivitas. Data obyektif pasien berbaring , tidak banyak melakukan aktivitas. Kemampuan perawatan diri selama sakit pasien mengatakan makan atau minum dibantu orang lain, toileting dibantu orang lain dan alat, berpakaian dibantu orang lain, mobilitas ditempat tidur dibantu orang lain, berpindah dibantu orang lain dan ambulasi rom dibantu orang lain. Ekstremitas atas 5/4, ekstremitas bawah 5/3. Ditemukan masalah keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang privasi.Dengan data subyektif pasien mengatakan sering terbangun saat tidur. Data obyektif selama sakit pasien mengatakan tidur pukul 21:00 WIB sampai 05:00 WIB, terkadang tidur siang dan sering
47
terbangun, pasien tampak lesu,tampak tidak segar, pasien mengatakan tidak puas tidur. Berdasarkan data tersebut dapat ditegakan diagnosa keperawatan yang pertama adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (ulkus diabetik).Diagnosa yang kedua kerusakan intregritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (luka terbuka ulkus diabetik).Diagnosa yang ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fisik tidak bugar.Diagnosa yang ke empat gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang privasi.
D. Perencanaan keperawatan Perencanaan dari masalah keperawatan diatas pada tanggal 16 Maret 2015 penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan diangnosa keperawatan yang pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan masalah nyeri berkurang dengan kriteria hasil mampu mengenali nyeri (skala, lokasi dan frekuensi nyeri), mampu mengontrol nyeri, mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang, skala nyeri berkurang dari 5 menjai 2. Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa yang pertama yaitu kaji nyeri (skala, lokasi dan frekuensi nyeri), ajarkan teknik non farmakologi yaitu relaksasi nafas dalam, anjurkan mengurangi faktor persipitasi,kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik.
48
Diagnosa yang kedua adalah berhubungan
dengan
faktor
kerusakan intregritas jaringan
mekanik.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan intergritas jaringan membaik dengan kriteria hasil tidak ada tanda-tanda infeksi, menunjukan terjadinya proses penyembuhan luka, menunjukan pemahamam proses perbaikan jaringan dan mencegah terjadinya cidera berulang. Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa yang kedua adalah observasi luka (lokasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi), lakukan teknik perawatan luka steril, lakukan elevasi ekstremitas bawah, kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet. Diagnosa yang ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fisik tidak bugar. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan hambatan mobilitas fisik berkurang dengan kriteria hasil ada peningkatan dalam aktivitas fisik, dapat melakukan aktivitas secara bertahap. Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa yang ketiga adalah kaji kemampuan pasien dalam aktivitas, latih klien dalam pemenuhan kebutuhan diri secara mandiri, anjurkan keluarga mendampingi dalam melakukan aktivitas, dukung latihan rom aktif atau pasif. Diagnosa yang keempat adalah gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang privasi. Setelah dilakukan tindakan keperawata selama 3 x 24 jam diharapkan masalah gangguan pola tidur berkurang dengan kriteria hasil jumlah tidur dalam batas normal 6-8 jam. Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat. Mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur. Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa ke empat adalah
49
observasi jam tidur pasien, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat, ciptakan lingkungan yang nyaman, kolaborasi pemberian obat tidur.
E. Implementasi keperawatan Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 16 maret 2015 pada pukul 11:00 WIBadalah mengobservasi keadaan pasien.Respon subyektif pasien mengatakan nyeri pada kaki kanan. Respon obyektif provoking (P) nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q) seperti disayatsayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal , scale (S) skala 5, time (T) sering, pasien tampak meringis. Pada pukul 11:30 WIB melakukan vital sign, respon subyektif pasien bersedia untuk dilakukan memeriksaan tekanan darah, suhu dan respirasi.Respon obyektif didapatkan hasil tekanan darah 130/80 mmHg, suhu 36,5oC, respirasi 20x/menit, nadi 92x/menit.Pada pukul 13:30 WIB dilakukan tindakan mengubah posisi, respon subyektif pasien mengatakan merasa lebih nyaman.Respon obyektif pasien tampak lebih rileks, klien miring ke kiri. Kemudian paada tanggal 17 Maret 2015 pukul 09:15 WIB mengobservasi keadaan pasien dan memberikan obat furosemide 40mg, metronidazole 500mg, respon subyektif pasien mengatakan semalam tidur tidak nyenyak sering terbangun dan merasa kurang puas tidur. Respon obyektif pasien tampak lesu, pasien tampak tidak segar, obat sudah masuk melalui intravena. Pada pukul 11:00 WIB melakukan medikasi luka, respon subyektif pasien bersedia luka dibersihkan. Respon obyektif pasien tampak
50
meringis, pencetus (P) nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q) seperti disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 5, time (T) sering.Pada pukul 11:45 WIB melakukan vital sign, respon subyektif pasien bersedia
untuk
dilakukan
memeriksaan
tekanan
darah,
suhu
dan
respirasi.Respon obyektif didapatkan hasil tekanan darah 130/90 mmHg, suhu 36oC, respirasi 18x/menit, nadi 96x/menit.Pada pukul 13:00 WIB melakukan aktivitas
selama
15
menit,
respon
subyektif
pasien
bersedia
melakukan.Respon obyektif pasien menggerakan kaki-kakinya, pasien pindah duduk ke ditempat duduk.Pada pukul 13:15 WIB melakukan tindakan elevasi ekstremitas
bawah
respon
subyektif
pasien
bersedia
dilakukan
tindakan.Respon obyektif pasien merasa lebih nyaman dan pasien tampak lebih rileks. Pada tanggal 18 Maret 2015 pukul 08:40 WIB mengobservasi keadaan pasien, respon subyektif pasien mengatakan nyeri sudah berkurang. Respon obyektif provoking (P) nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q) seperti disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal , scale (S) skala 4, time (T) sering. Pada pukul 09:30 WIB dilakukan tindakan medikasi luka, respon subyektif pasien mengatakan bersedia luka dilakukan perawatan.Respon obyektif pus sudah berkurang, jaringan granulasi mulai tumbuh.Pukul 10:30 WIB melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, respon subyektif pasien bersedia dilakukan pemeriksaan.Respon obyektif didapatkan hasil tekanan darah 135/90 mmHg, suhu 36,5oC, respirasi 20x/menit, nadi 94x/menit.Pada pukul 11:00 WIB melatih aktivitas, respon subyektif pasien bersedia melatih
51
aktivitas. Respon obyektif pasien makan dengan mandiri, pasien berusaha duduk di kursi dengan bantuan orang lain. Pada pukul 11 30 WIB melakukan tindakan elevasi ekstremitas bawah selama 10 menit, respon subyektif pasien bersedia dilakukan tindakan dan pasien mengatakan rasa lelah hilang setelah dilakukan tindakan. Respon obyektif pasien tampak rileks, pasien tampak nyaman. Pada pukul 13:00 WIB memberikan lingkungan nyaman, respon subyektif pasien mengatakan ingin tidur siang.Respon obyektif menutup tirai, pasien tampak mengantuk. Pada tanggal 19 Maret 2015 pukul 08:30 WIB mengobservasi keadaan klien, respon subyektif pasien mengatakan semalam bisa tidur. Respon subyektif pasien tampak lebih segar.Pukul 09:00 WIB melakukan perawatan luka, respon subyektif pasien mengatakan nyeri berkurang.provoking (P) nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q) seperti disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal , scale (S) skala 4, time (T) kadang-kadang.Pada pukul 10:00 WIB mengajarkan merubah posisi, respon subyektif pasien bersedia melakukan rubah posisi.Respon obyektif pasien posisi semi fowler, pasien tampak rileks.Pukul 11:30 WIBmelakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, respon subyektif pasien bersedia dilakukan pemeriksaan.Respon obyektif didapatkan hasil tekanan darah 120/90 mmHg, suhu 36,8oC, respirasi 19x/menit, nadi 90x/menit.Pada pukul 13:30 WIB melakukan tindakan elevasi ekstremitas bawah selama 10 menit, respon obyektif pasien bersedia dilakukan tindakan. Respon obyektif pasien tampak rileks, pasien tampak nyaman.
52
Pada tanggal 20 Maret 2015 pukul 09:15 WIB mengobservasi keadaan pasien, respon pasien mengatakan nyeri sudah berkurang. Respon obyektif provoking (P) nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q) seperti disayatsayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 3, time (T) kadangkadang.Pukul 09:45 WIB melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, respon subyektif pasien bersedia. Respon Obyektif :tekanan darah 110/90 mmHg, suhu 36,8oC, nadi 88x/menit, respirasi 20x/menit. Pada pukul 10:00WIB melakukan
medikasi
luka,
respon
subyektif
pasien
bersedia
luka
dibersihkan.Respon obyektif pasien tampak meringis, tampak pemulihan ada luka.Pada pukul 13:00WIBmelatih aktivitas, respon subyektif pasien bersedia melakukan.Respon obyektif pasien menggerakan kaki-kakinya, pasien makan dengan mandiri.Pada pukul 13:15 WIB melakukan tindakan elevasi ekstremitas
bawah
respon
subyektif
pasien
bersedia
dilakukan
tindakan.Respon obyektif pasien merasa lebih nyaman. Pada tanggal 21 Maret 2015 pada pukul 08:00 WIBmengobservasi keadaan pasien respon subyektif pasien mengatakan semalam bisa tidur. Respon obyektif pasien tampak lebih segar. Pada pukul 09:00WIB melakukan injeksi forusemide 40mg, respon subyektif pasien bersedia di berikan obat.Respon obyektif obat sudah masuk melalui intravena, infus RL lancar.Pukul 10:00 WIBmelakukan medikasi luka, respon subyektif pasien mengatakan bersedia dilakukan tindakan perawatan luka. Respon obyektif pasien tampak meringis, luka tampak mengeluarkan darah segar saat di nekrotomi, tampak peningkatan proses penyembuhan,Kalor: rasa hangat saat
53
diraba.Tumor :ekstremitas bawah dextra tidak edema.Rubor : tidak terdapat pus di ulkus diabetik. Fusio laesa: ekstremitas bawah dextra ada peningkatan aktivitas.Provoking(P) nyeri saat dilakukan perawatan, quality (Q) seperti disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 3, time (T) kadang-kadang. Pada pukul 11:30 WIB melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, respon subyektif pasien bersedia dilakukan pemeriksaan.Respon obyektif didapatkan hasil tekanan darah 110/95 mmHg, suhu 36,5oC, respirasi 18x/menit, nadi 82x/menit.Pukul 12:30 WIB melatih aktivitas, respon obyektif pasien mengatakan bersedia makan mandiri. Respon obyektif pasien makan dan minum secara mandiri, pasien ganti baju di bantu orang lain, pasien duduk dikursi. Pada pukul 13:00 WIB melakukan tindakan elevasi ekstremitas
bawah
respon
subyektif
pasien
bersedia
dilakukan
tindakan.Respon obyektif pasien merasa lebih nyaman, rasa lelah berkurang.
F. Evaluasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan, setiap hari di lalukan evaluasi dengan SOAP (subyektif, obyektif, analisa, planning). Evaluasi pada tanggal 16 Maret 2015 pukul 14:00 WIBhasil evaluasi diagnosa pertama adalah subyektif: pasien mengatakan nyeri pada kaki kanan, provoking(P) nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q) seperti disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 5, time (T) sering. Obyektif : tandatanda vital : tekanan darah 130/80 mmHg, suhu 36,5oC, respirasi 20x/menit, nadi 92x/menit. Analisa : masalah belum teratasi. Planning: lanjutkan
54
intervensi, ajarkan kurangi faktor presipitasi nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik. Hasil evaluasi diagnosa kedua , subyektif: pasien mengatakan luka dikaki semakin luas dan dalam. Obyektif: terdapat ulkus diabetik pada kaki kanan 1/3 distal. Analisa : masalah belum teratasi. Planning: lanjukkan intervensi, lakukan teknik perawatan luka steril, lakukan elevasi ekstremitas bawah, anjurkan keluarga menjaga kebersihan. Evaluasi diagnosa ketiga, subyektif: pasien mengatakan mudah lelah karena hanya berbaring ditempat tidur. Obyektif : pasien tampak berbaring dan pasien tidak banyak melakukan aktivitas. Analisa :masalah belum teratasi. Planning : lanjutkan intervensi, latih pasien dalam pemenuhan ADL (activity daily living) / aktivitas sehari-hari, anjurkan keluarga mendampingi pasien saat beraktivitas. Evaluasi diagnosa keempat, subyektif: pasien mengatakan sering terbangun saat tidur. Obyektif: pasien mulai tidur pukul 21:00-05:00 WIB terkadang tidur siang namun sering terbangun, pasien tampak lesu, pasien tampak tidak segar, pasien tidak puas tidur. Analisa:masalah belum teratasi.Planning : lanjutkan intervensi, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat, ciptakan lingkungan yang nyaman, kolaborasi pemberian terapi farmakologi. Evaluasi pada hari kedua tanggal 17 Maret 2015 pukul 14:00 WIB hasil evaluasi diagnosa pertama adalah subyektif: pasien mengatakan nyeri pada kaki kanan, provoking(P) nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q)
55
seperti disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal,scale (S) skala 5, time(T) sering. Obyektif : tekanan darah 130/90 mmHg, suhu 36oC, respirasi 18x/menit, nadi 96x/menit, pasien tampak meringis. Analisa : masalah belum teratasi. Planning: lanjutkan intervensi, ajarkan kurangi faktor presipitasi nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik. Hasil evaluasi diagnosa kedua, subyektif: pasien mengatakan luka rasanya seperti disayat-sayat. Obyektif:sudah dilakukan medikasi, jaringan nikrotik sudah di nekrotomi. Analisa : masalah teratasi sebagian. Planning: lanjutkan intervensi, lakukan teknik perawatan luka steril, lakukan elevasi ekstremitas bawah, anjurkan keluarga menjaga kebersihan. Evaluasi diagnosa ketiga, subyektif:pasien mengatakan sudah makan sediri. Obyektif :pasien mengatakan secara mandiri, pasien beraktivitas secara bertahap. Analisa : masalah teratasi sebagian. Planning : lanjutkan intervensi, latih pasien dalam pemenuhan ADL (Activity Daily Living) / aktivitas sehari-hari, anjurkan keluarga mendampingi pasien saat beraktivitas. Evaluasi diagnosa keempat, subyektif:pasien mengatakan merasa kurang puas tidur. Obyektif:pasien tampak kurang segar. Analisa : masalah belum teratasi. Planning : lanjutkan intervensi, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat, ciptakan lingkungan yang nyaman, kolaborasi pemberian terapi farmakologi. Evaluasi hari ketiga pada tanggal 18 Maret 2015 pada pukul 14:00 WIB hasil evaluasi diagnosa pertama adalah subyektif: pasien mengatakan
56
nyeri nyeri berkurang, provoking (P) nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q) seperti disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 4, time (T) sering. Obyektif :tekanan darah 135/90 mmHg, suhu 36,5oC, respirasi 20x/menit, nadi 94x/menit. Analisa :masalah belum teratasi. Planning: lanjutkan intervensi, ajarkan kurangi faktor presipitasi nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik. Hasil evaluasi diagnosa kedua, subyektif: pasien mengatakan kaki kanan merasa lebih nyaman. Obyektif:jaringan granulasi sudah tumbuh, dilakukan medikasi setiap hari, bau sudah berkurang, merasa nyaman dilakukan tindakan elevasiekstremitas bawah. Analisa: masalah teratasi sebagian. Planning: lanjukan intervensi, lakukan teknik perawatan luka steril, lakukan elevasi ekstremitas bawah, anjurkan keluarga menjaga kebersihan. Evaluasi diagnosa ketiga, subyektif:pasien bersedia melatih aktivitas. Obyektif :pasien makan dengan mandiri, pasien berusaha duduk
dikursi
dengan bantuan orang lain. Analisa : masalah teratasi sebagian. Planning : lanjutkan intervensi, latih pasien dalam pemenuhan ADL / aktivitas seharihari, anjurkan keluarga mendampingi pasien saat beraktivitas. Evaluasi diagnosa keempat, subyektif:pasien mengatakan ingin tidur siang. Obyektif: menjaga privasi pasien, mengurangi kebisingan lingkungan. Analisa : masalah teratasi sebagian.Planning: lanjutkan intervensi, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat, ciptakan lingkungan yang nyaman, kolaborasi pemberian terapi farmakologi.
57
Evaluasi pada hari keempat pada tanggal 19 Maret 2015 pada pukul 14:00 WIB hasil evaluasi diagnosa pertama adalah
subyektif: pasien
mengatakan nyeri berkurang, provoking(P) nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q) seperti disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 4, time (T) kadang-kadang. Obyektif :tekanan darah 120/90 mmHg, suhu 36,8oC, respirasi 19x/menit, nadi 90x/menit. Analisa :masalah belum teratasi. Planning: lanjutkan intervensi, ajarkan kurangi faktor presipitasi nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik. Hasil evaluasi diagnosa kedua, subyektif:pasien mengatakan bersedia dilakukan tindakan elevasi ekstremitas bawah. Obyektif: jaringan granulasi sudah tumbuh, dilakukan medikasi setiap hari, nyaman dilakukan tindakan elevasiekstremitas bawah. Analisa: masalah teratasi sebagian. Planning: lanjukan intervensi, lakukan teknik perawatan luka steril, lakukan elevasi ekstremitas bawah, anjurkan keluarga menjaga kebersihan. Evaluasi diagnosa ketiga, subyektif:pasien bersedia melakukan rubah posisi. Obyektif :pasien posisi semi fowler, pasien tampak rileks. Analisa : masalah teratasi sebagian. Planning : lanjutkan intervensi, latih pasien dalam pemenuhan ADL (Activity Daily Living) / aktivitas sehari-hari, anjurkan keluarga mendampingi pasien saat beraktivitas. Evaluasi diagnosa keempat, subyektif: pasien mengatakan semalam bisa tidur Obyektif: pasien tampak lebih segar. Analisa:
masalah
58
teratasi.Planning: lanjutkan intervensi, ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang. Evaluasi pada hari kelima pada tanggal 20 maret 2015, evaluasi diagnosa pertama adalah subyektif: pasien mengatakan nyeri sudah berkurang, provoking(P) nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q) seperti disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 3, time (T) kadang-kadang. Obyektif: tekanan darah 110/90 mmHg, suhu 36,8oC, nadi 88x/menit, respirasi 20x/menit.Analisa: masalah teratasi sebagian. Planning: lanjutkan intervensi, ajarkan kurangi faktor presipitasi nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik Evaluasi diagnosa kedua, subyektif: pasien bersedia luka dibersihkan. Obyektif : tampak meringis, tampak ada peningkatan perbaikan luka, dilakukan tindakan elevasi ekstremitas bawah.Analisa : masalah teratasi sebagian. Planning: lanjukan intervensi, lakukan teknik perawatan luka steril, lakukan elevasi ekstremitas bawah, anjurkan keluarga menjaga kebersihan. Evaluasi diagnosa ketiga, subyektif: pasien mengatakan melatih aktivitas mandiri. Obyektif : pasien makan dan minum secara mandiri, menggerakan kaki dan tangan, duduk dikursi dengan bantuan orang lain. Analisa : masalah teratasi sebagian. Planning : lanjutkan intervensi, latih pasien dalam pemenuhan ADL (Activity Daily Living) / aktivitas sehari-hari, anjurkan keluarga mendampingi pasien saat beraktivitas. Evaluasi diagnosa keempat, subyektif: pasien mengatakan sudah bisa tidur tidak sering terbangun. Obyektif: pasien tampak segar tidak lesu.Analisa
59
:masalah teratasi. Planning : lanjutkan intervensi, ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang. Evaluasi pada hari keenam tanggal 21 Maret 2015 pada pukul 14:00 WIBevaluasi diagnosa pertama, subyektif: pasien mengatakan lebih merasa nyaman. Provoking (P) nyeri saat dilakukan perawatan luka, quality (Q) seperti disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 3, time (T) kadang-kadang. Obyektif: tekanan darah 110/90 mmHg, suhu 36,5oC, respirasi 18x/menit, nadi 88x/menit, pasien tampak meringis.Analisa : masalah teratasi sebagian. Planning: lanjutkan intervensi, ajarkan kurangi faktor presipitasi nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik. Evaluasi diagnosa kedua, subyektif: pasien mengatakan bersedia dilakukan tindakan perawatan luka. Obyektif: pasien tampak meringis obyektif luka tampak mengeluarkan darah segar saat di nekrotomi, tampak peningkatan proses penyembuhan, Kalor: rasa hangat saat diraba. Tumor :ekstremitas bawah dextra tidak edema. Rubor : tidak terdapat pus di ulkus diabetik.
Fusio
laesa:
ekstremitas
bawah
dextra
ada
peningkatan
aktivitas.Analisa : masalah teratasi sebagian. Planning: lanjukan intervensi, lakukan teknik perawatan luka steril, lakukan elevasi ekstremitas bawah, anjurkan keluarga menjaga kebersihan. Evaluasi diagnosa ketiga, subyektif: pasien mengatakan bersedia melatih aktivitas. Obyektif:pasien makan dan minum secara mandiri, duduk di kursi dibantu orang lain. Analisa : masalah teratasi sebagian. Planning :
60
lanjutkan intervensi, latih pasien dalam pemenuhan ADL (Activity Daily Living) / aktivitas sehari-hari, anjurkan keluarga mendampingi pasien saat beraktivitas. Evaluasidiagnosa keempat, subyektif: pasien mengatakan semalam bisa tidur. Obyektif:
pasien tampak lebih segar. Analisa :masalah
teratasi.Planning: lanjutkan intervensi, ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini akan membahas tentang pemberian elevasi ekstremitas bawah terhadap proses penyembuhan ulkus diabetik pada asuhan keperawatan Tn.S dengan Diabetes Mellitus di Bangsal Melati 1 Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Pengkajian dilakukan pada tanggal 16 maret 2015. Pembahasan ini tentang proses asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi. Disamping itu penulis juga akan membahas tentang kesesuaian dan kesenjangan antara teori dan kenyataan. A. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan. Diagnosis yang diangkat akan menentukan disain perencanaan yang ditetapkan. Selanjutnya, tindakan keperawatan dan evaluasi mengikuti perencanaan yang dibuat.Oleh karena itu, pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga seluruh kebutuhan perawataan pada pasien dapat diidentifikasi (Rohmah dan Walid,2012). Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 16 Maret 2015 pukul 11:00 WIB. Keluhan utama pada saat dikaji adalah nyeri pada kaki kanan disebabkan oleh karena adanya luka robekan pada kaki kanan dan sudah 2
61
62
minggu, didapatkan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital : tekanan darah 130/80 mmHg, suhu 36,5oC, respirasi 20x/menit, nadi 90x/menit.Provoking (P) nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q) seperti disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 5, time (T) sering, pasien tampak meringis.Hal sesuai dengan teori pada pengkajian keluhan pasien yaitu nyeri pada kaki kanan 1/3 distal. Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subyektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut (Long, 1996 dalam Mubarak, 2008).Nyeri yang terjadi pada Tn. S dikarenakan adanya agen cidera fisik yaitu ulkus pada kaki kanan 1/3 distal.Ulkus diabetik adalah luka yang terjadi pada pasien diabetik yang melibatkan gangguan pada saraf peripheral dan autonomik, luka yang terjadi karena adanya kelainan saraf, kelainan pembuluh darah dan kemudian adanya infeksi. Bila infeksi tidak diatasi dengan baik hal itu akan berlanjut menjadi pembusukan bahkan dapat diamputasi (Suryadi, 2004 dalam Wijaya dan Putri, 2013). Pada pemeriksaan fisik didapat adanya kerusakan intregritas jaringan di kaki kanan 1/3 distal,tanda-tanda infeksi dolor : nyeri pada jaringan yang mengalami infeksi. Kalor: rasa hangat saat diraba. Tumor : ekstremitas bawah dextra tampak edema. Rubor : tampak kemerahan pada sekitar area ulkus dan terdapat pus berwarna kuning. Fusio laesa : ekstremitas bawah dextra kurang berfungsi dengan baik.Pengkajian ini sesuai dengan teori pada pasien diabetik dengan ulkus yaitu terjadinya
63
kerusakan intregritas kulit atau jaringan.Kerusakan intregritas jaringan merupakan kerusakan jaringan membrane mukosa, kornea, integumen atau subkutan (Nanda, 2010). Pada pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh pasien secara keseluruhan atau hanya beberapa bagian saja yang dianggap perlu oleh dokter yang bersangkutan (Mubarak, 2008). Hasil pemeriksaan kemampuan perawatan diri selama sakit pasien mengatakan makan atau minum dibantu orang lain, toileting dibantu orang lain dan alat, berpakaian dibantu orang lain, mobilitas ditempat tidur dibantu orang lain, berpindah dibantu orang lain dan ambulasi rom di bantu orang lain. Ekstremitas atas kiri-kanan : 5/4, ekstremitas bawah kiri-kanan : 5/3. Penurunan kekuatan otot pada Tn. S disebabkan karena gangguan mobilisasi adalah ketidakmampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat (Mubarak, 2008). Pada saat dilakukan pengkajian didapatkan gangguan pada pola istirahat dan tidur.Selama sakit pasien mengatakan tidur pukul 21:00 WIB sampai 05:00 WIB, terkadang tidur siang dan sering terbangun.Gangguan pola tidur merupakan gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor ekstrenal (Nanda, 2010).
B. Diagnosa Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respons manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi actual atau
64
potensial) dari individu atau kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atau meencegah perubahan (Rohmah dan Walid, 2012). Diagnosa yang muncul pada pasien yang pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (ulkus diabetik).Kedua kerusakan intregritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (luka terbuka ulkus diabetik).Ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fisik tidak bugar.Keempat gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang privasi (ruangan kelas III, banyak pasien dan pengunjung). Berikut diagnosa yang telah diangkat penulis berserta analisanya : 1. Diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (ulkus diabetik) (Nanda,2010). Masalah keperawatan yang diambil Penulis untuk diagnosa yang pertama, yaitu nyeri.Batasan karakteristk nyeri yaitu mengespresikan perilaku (merengek dan menangis), masker wajah (meringis, tampak kacau, mata kurang bercahaya), gangguan tidur, melaporkan nyeri secara verbal, perubahan posisi untuk menghindari nyeri (Nanda, 2010). Pada Tn. S didapatkan hasil pengkajian dengan data subyektif pasien mengatakan nyeri P : nyeri saat digunakan bertumpu, Q : seperti disayat-sayat, R : kaki kanan 1/3 distal, S : skala nyeri 5, T : sering. Pasien tampak meringis.Yang dialami oleh pasien sudah sesuai dengan
65
batasan karakteristik dalam Nanda (2010), hal ini dikarenakan pasien melaporkan nyeri secara verbal. Nyeri menjadi diangnosa pertama karena dalam prioritas kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow, manusia membutuhkan keselamatan dan rasa aman salah satu dari rasa aman yaitu terhindar dari rasa nyeri (Mubarak, 2008). 2. Diagnosa keperawatan kerusakan intregritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (luka terbuka ulkus diabetik) Masalah yang diambil pada diagnosa yang kedua yaitu kerusakan intregritas jaringan sesuai dengan Nanda (2010). Batasan karakteristik kerusakan intregritas jaringan yaitu kerusakan jaringan (misalnya kornea, membran mukosa, integumen, atau subkutan) Pada Tn. S didapatkan hasil pengkajian dengan data subyektif pasien mengatakan luka pada kaki kanan semakin meluas dan dalam.Yang dialami pasien sesuai dengan batasan karakteristik dalam Nanda (2010), karena pasien mengalami kerusakan jaringan pada kaki kanan 1/3 distal. Kerusakan intregritas jaringan menjadi diangnosa kedua karena dalam kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow, manusia membutuhkan keselamatan dan rasa aman salah satu dari rasa aman yaitu terhindar dadi infeksi (Mubarak, 2008). 3. Diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik behubungan dengan fisik tidak bugar.
66
Masalah yang diambil penulis hambatan mobilitas fisik.Batasan karakteristik mobilitas fisik yaitu kesulitan membolak-balik posisi, pergerakan lambat,
keterbatasan kemampuan untuk
melakukan
ketrampilan motorik halus, keterbatasan kemampuan untuk melakukan ketrampilan motorik kasar (Nanda, 2010). Pada Tn. S didapatkan hasil pengkajian data subyektif pasien mengatakan pasien mengatakan mudah lelah karena hanya berbaring dan kurang aktivitas Ekstremitas atas kanan-kiri : 4/5, ekstremitas bawah kanan-kiri : 3/5. ADL dibantu dengan orang lain. Yang dialami pasien sudah sesuai dengan batasan karakteristik dalam Nanda (2010), hal ini dikarenakan dalam kebutuhan aktivitas dibantu oleh orang lain dan alat. Hambatan mobilitas fisik menjadi diagnosa yang ketiga karena pada pasien diabetes mellitus, terjadi rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi, aliran darah yang buruk pada pasien diabetes kronis juga berperan menyebabkan kelelahan (Corwin, 2009). 4.
Diagnosa keperawatan
gangguan pola tidur berhubungan dengan
kurang privasi. Masalah keperawatan yang diambil penulis gangguan pola tidur.gangguan pola tidur yaitu gangguan kualitas tidur dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal (Nanda, 2010).
67
Pada Tn. S didapatkan hasil pengkajian dengan data subyektif pasien mengatakan pasien mengatakan tidur pukul 21:00 WIB sampai 05:00 WIB, terkadang tidur siang dan sering terbangun,merasa lesu tidak puas tidur.Yang dialami pasien sudah sesuai dengan batasan karakteristik Nanda (2010), hal ini karena dalam istirahat tidur pasien mengalami sering terbangun dan tidak puas tidur.Gangguan pola tidur menjadi diagnosa yang keempat karena pola tidur pasien kurang terpenuhi berhubungan dengan kurang privasi. Berdasarkan diagnosa yang diambil diatas, penulis mengambil 3 diagnosa yang sesuai dari konsep asuhan keperawatan secara teori pada pasien diabetes mellitus. Dalam diagnosa diatas penulis menambahkan 1 diagnosa yaitu gangguan pola tidur yang berhubungan dengan kurang privasi, alasan diagkatnya diagnosa tersebut karena pasien dirawat di kelas tiga dan dalam 1 ruangan terdapat 8 pasien dan diruangan tersebut banyak pengunjung pasien.
C. Intervensi Perencanaan adalah pegembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi mesalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan. Desain perencannaan menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien (Nikmatur dan saiful, 2012). Pembahasan dari intervensi yang meliputi tujuan, kriteria hasil dan tindakan yaitu pada diagnosa keperawatan :
68
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. Pada kasus Tn. S penulis melakukan rencana tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan maasalah nyeri berkurang dengan kriteria hasil mampu mengenali nyeri (skala, lolasi dan frekuensi nyeri), mampu mengontrol nyeri, mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang, skala nyeri berkurang dari 5 menjadi 2. Intervensi yang dilakukan yaitu untuk mengatasi diagnosa yang pertama yaitu mengkaji nyeri (skala, lokasi dan frekuensi nyeri) dengan rasional untuk mengetahui status perkembagan (skala, lokasi daan frekuensi nyeri),ajarkan teknik non farmakologi yaitu relaksasi nafas dalam dengan rasional untuk membantu mengurangi nyeri secara non farmakologi, anjurkan mengurangi faktor persipitasi dengan rasional untuk mengurangi timbulnya nyeri,kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik dengan rasional untuk memberikan terapi farmakologi. 2. Kedua kerusakan intregritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik. Pada kaasus Tn.S penulis melakukan rencana tindakan keperawtan selama 3 x 24 jam diharapkan intergritas jaringan membaik dengan kriteria hasil tidak ada tanda-tanda infeksi, menunjukan terjadinya proses penyembuhan luka, menunjukan pemahamam proses perbaikan jaringan dan mencegah terjadinya cidera berulang. Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa yang kedua adalah observasi luka (lokasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi) dengan rasional untuk mengetahui keadaan luka, lakukan teknik perawatan luka
69
sterildengan rasional untuk menghindari penyebaran virus, lakukan elevasi ekstremitas bawah dengan rasional untuk meningkatkan proses penyembuhan , kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet dengan rasional untuk membantu pemulihan. 3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fisik tidak bugar. Pada kaasus Tn.S penulis melakukan rencana tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan hambatan mobilitas fisik berkurang dengan kriteria hasil ada peningkatan dalam aktivitas fisik, dapat melakukan aktivitas secara bertahap.Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa yang ketiga adalah kaji kemampuan pasien dalam aktivitas dengan rasional untuk mengetahui kemampuan aktivitas, latih klien dalam pemenuhan kebutuhan diri secara mandiridengan rasional untuk meningkatkan aktivitas klien, anjurkan keluarga mendampingi dalam melakukan aktivitas dengan rasional untuk menjaga klien saat beraktivitas, dukung latihan rom aktif atau pasif dengan rasional untuk meningkatkan kemampuan dan member motivasi. 4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang privasi. Pada kasus Tn. S penulis melakukan rencana tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Setelah dilakukan tindakan keperawata selama 3 x 24 jam diharapkan masalah gangguan pola tidur berkurang dengan kriteria hasil jumlah tidur dalam batas normal 6-8 jam. Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat. Mampu menidentifikasi hal-hal yang menningkatkan tidur.Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa ke empat
70
adalah observasi jam tidur pasien dengan rasional untuk mengetahui pola tidur klien, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat dengan rasional untuk memberikan pengetahuan pentingnya tidur yang efektif, ciptakan lingkungan yang nyaman dengan rasional untuk meningkatkan waktu tidur klien, kolaborasi pemberian obat tidur untuk membantu memenuhi kebutuhan tidur.
D. Implementasi Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
telah
ditetapkan.Kegiatan
dalam
pelaksanaan
juga
meliputi
pengumpulan databerkelanjutan, mengobservasi respon pasien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah dan Walid, 2012). Diagnosa yang pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (ulkus diabetik) implementasi yang dilakukan penulis sesuai yang sudah dirumuskan dari (Nurarif dan Kusuma, 2013). Dengan hasil pada saat pengkajian pada tanggal 16 Maret 2015 didapatkan data subyektif provoking (P) nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q) seperti disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 5, time (T) sering, pasien tampak meringis. Hasil perubahan data subyektif yang didapat pada hari terakhir implementasi tanggal 21 Maret 2015 terdapat perubahan data subyektif didapatkan provoking (P) nyeri saat dilakukan perawatan, quality (Q) seperti
71
disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 3, time (T) kadang-kadang. Diagnosa
yang
kedua
yaitu
kerusakan
intregritas
jaringan
berhubungan dengan faktor mekanik (luka terbuka ulkus diabetik) implementasi yang dilakukan penulis sesuai yang dirumuskan dari (Amin dan Hardhi, 2013).Dan ditambahkan tindakan tindakan elevasi ekstremitas bawah.Didapatkan data subyektif pada tanggal 16 Maret 2015 yaitu terdapat ulkus pada ekstremitas bawah dextra 1/3 distal. Didapatkan hasil tanda-tanda infeksi dolor : nyeri pada jaringan yang mengalami infeksi. Kalor: rasa hangat saat diraba. Tumor : ekstremitas bawah dextra tampak oedema. Rubor : tampak kemerahan pada sekitar area ulkus dan terdapat pus berwarna kuning. Fusio laesa: ekstremitass bawah dextra kurang berfungsi dengan baik. Hasil perubahan data subyektif yang didapat pada hari
terakhir implementasi
tanggal 21 Maret 2015 terdapat perubahan data subyektif didapatkan jaringan granulasi tumbuh dengan baik, hasil tanda-tanda infeksi Kalor: rasa hangat saat diraba. Tumor : ekstremitas bawah dextra tidak odema. Rubor : tidak terdapat pus di ulkus diabetik. Fusio laesa: ekstremitass bawah dextra ada peningkatan aktivitas. Penulis berusaha menerangkan implementasi tentang pemberian tindakan elevasi ekstremitas bawah sesuai dengan hasil riset yang terdapat dalam
jurnalWulandari (2010). Elevasi ekstremitas bawah
merupakan salah satu bentuk intervensi keperawatan ditetapkan untuk proses penyembuhan ulkus diabetik pada ekstrimitas bawah yang paling sering ditemukan pada pasien diabetes mellitus, bertujuan untuk agar sirkulasi
72
perifer tidak menumpuk diarea distal ulkus sirkulasi yang dipertahankan. Elevasi ekstremitas bawah berguna untuk mengembalikan aliran darah dan mengurangi tekanan di bagian distal ekstremitas.Aktivitas > 15 menit dapat meningkatkan tekanan ke distal 20% sehingga meningkatkan resiko terjadinya edema perifer sebagian besar dapat menghambat penyembuhan ulkus.Respon pasien saat dilakukan tindakan elevasi ekstremitas bawah pasien kooperatif dan pemberian tindakan elevasi ekstremitas bawah satu kali selama penulis melakukan shift, tetapi penulis juga menganjurkan keluarga untuk melakukan tindakan elevasi ekstremitas bawah saat penulis sedang tidak shift. Tindakan elevasi ekstremitas bawah dilakukan selama 10 menit setalah pasien melakukan aktivitas > 15 menit. Diagnosa yang ketiga yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fisik tidak bugar.Implementasi yang dilakukan penulis sesuai dengan yang sudah dirumuskan dari (Amin dan Hardhi, 2013).Didapatkan data subyektif pada tanggal 16 Maret 2015 yaitu pasien mudah lelah karena hanya berbaring dan kurang aktivitas, tidak banyak melakukan aktivitas.kemampuan perawatan diri selama sakit pasien mengatakan makan atau minum di bantu orang lain, toileting dibantu orang lain dan alat, berpakaian di bantu orang lain, mobilitas di tempat tidur dibantu orang lain, berpindah dibantu orang lain dan ambulasi rom di bantu orang lain. Ekstremitas atas 5/4, ekstremitas bawah 5/3.Hasil perubahan data subyektif yang didapat pada hari terakhir implementasi tanggal 21 Maret 2015 yaitu : pasien makan dan minum secara
73
mandiri, duduk dikursi dibantu orang lain, toileting masih dibantu orang lain dan alat. Diagnosa keempat yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang privasi.Implementasi yang dilakukan penulis sesuai dengan yang dirumuskan dari (Nurarif dan Kusuma, 2013). Didapatkan data subyektif pada tanggal 16 Maret 2015 yaitu pasien mengatakan sering terbangun saat tidur, merasa tidak puas tidur, tampak lesu dan tidak segar. Hasil perubahan data subyektif yang didapat pada hari terakhir implementasi tanggal 21 Maret 2015 yaitu semalam bisa tidur, tampak segar dan merasa puas tidur. Selama dilakukan implementasi pasien kooperatif, jadi selama dilakukan
implementasi
penulis
tidak
mengalami
masalah
dalam
implementasi.
E. Evaluasi Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah dan Walid, 2012). Evaluasi diagnosa pertama nyeri akut data subyektif: pasien mengatakan lebih merasa nyaman, provoking (P) nyeri saat dilakukan perawatan, quality (Q) seperti disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 3, time (T) kadang-kadang. Data obyektif :tekanan darah 110/90 mmHg, suhu 36,5oC, respirasi 18x/menit, nadi 88x/menit. Hasil analisa untuk masalah nyeri akut masalah teratasi sebagian dan intervensi
74
dilanjutkan yaitu ajarkan kurangi faktor presipitasi nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik. Evaluasi untuk masalah kerusakan intregritas jaringan data subyektif pasien mengatakan bersedia dilakukan tindakan perawatan luka.Data obyektif pasien tampak meringis luka tampak mengeluarkan darah segar saat di nekrotomi, tampak peningkatan proses penyembuhan, hasil tanda-tanda infeksi Kalor: rasa hangat saat diraba. Tumor : ekstremitas bawah dextra tidak odema. Rubor : tidak terdapat pus di ulkus diabetik. Fusio laesa: ekstremitass bawah dextra ada peningkatan aktivitas.Hasil analisa untuk masalah kerusakan intregritas jaringan masalah teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan yaitu lakukan teknik perawatan luka steril, lakukan elevasi ekstremitas bawah, anjurkan keluarga menjaga kebersihan. Evaluasi untuk masalah hambatan mobilitas fisik data
subyektif
pasien mengatakan bersedia duduk dikursi. Data obyektif pasien makan dan minum secara mandiri, duduk di kursi dibantu orang lain.Hasil analisa untuk maasalah hambataan mobilitas fisik masalah teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan yaitu latih pasien dalam pemenuhan ADL / aktivitas sehari-hari, anjurkan keluarga mendampingi pasien saat beraktivitas. Evaluasi untuk masalah keperawayan gangguan pola tidur data subyektif pasien mengatakan semalam bisa tidur.Data obyektif pasien tampak lebih segar. Hasil analisa untuk masalah gangguan pola tidur masalah teratasi dan intervensi dilanjutkan yaitu ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
75
Dalam melakukan evaluasi ini didapatkan 1 diagnosa masalah keperawatan yang teratasi yaitu, gangguan pola tidur berhubungan dengan kerang privasi (dirawat dikelas tiga, pasien dan pengunjung banyak).Terdapat 3 diagnosa keperawatan yang masih teratasi sebagian yaitu : nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (ulkus diabetik), kerusakan intregritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (luka terbuka ulkus diabetik), hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fisik tidak bugar. Alasannya karena penulis kekurangan waktu, waktu yang diberikan selama 6 hari.
76
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, menentukan diagnosa, intervensi melakukan implementasi dan evalusi serta mengaplikasikan
pemberian
elevasi
ekstremitas
bawah
terhadap
proses
penyembuhan ulkus diabetik pada asuhan keperawatan Tn. S di Bangsal Melati 1 Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta secara metodestudi kasus, maka dapat ditarik kesimpulan. A. Kesimpulan Dari uraian bab pembahasan maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Pengkajian Pengkajian pada Tn. S diperoleh data nyeri pada kaki kanan, tampak meringisluka dikaki semakin luas dan dalam, mudah lelah karena hanya berbaring, saat tidur sering terbangun. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn. S adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (ulkus diabetik), kerusakan intregritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (luka terbuka ulkus diabetik), hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fisik tidak bugar, gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang privasi. 3. Intervensi
77
Intervensi untuk diagnosa pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka ulkus)yaitu :kaji nyeri skala, lokasi dan frekuensi nyeri), ajarkan teknik non farmakologi yaitu relaksasi nafas dalam, anjurkan mengurangi faktor persipitasi,kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik. Intervensi diagnosa yang kedua adalah
kerusakan intregritas
jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (luka terbuka ulkus diabetik) yaitu : observasi luka (lokasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi), lakukan teknik perawatan luka steril, lakukan elevasi ekstremitas bawah, kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet. Intervensi diagnosa yang ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fisik tidak bugaryaitu : kaji kemampuan pasien dalam aktivitas, latih klien dalam pemenuhan kebutuhan diri secara mandiri, anjurkan keluarga mendampingi dalam melakukan aktivitas. dukung latihan rom aktif atau pasif. Intervensi diagnosa yang keempat adalah gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang privasi (dirawat di kelas III, bayak pasien dan pengunjung)yaitu :observasi jam tidur pasien, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat, ciptakan lingkungan yang nyaman, kolaborasi pemberian obat tidur. 4. Implementasi Implementasi yang dilakukan perawat sesuai dengan intervensi yang sudah dibuat perawat.Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa
78
pertama yaitu : mengkaji nyeri
(skala, lokasi dan frekuensi nyeri),
mengajarkan teknik non farmakologi yaitu relaksasi nafas dalam, menganjurkan mengurangi faktor persipitasi,kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik. Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa kedua untuk mengatasi masalah kerusakan intregritas jaringan, yaitu : mengobservasi luka (lokasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi), melakukan teknik perawatan luka steril, melakukan elevasi ekstremitas bawah, kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet. Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa ketiga untuk mengatasi hambatan mobilitas fisik, yaitu : mengkaji kemampuan pasien dalam aktivitas, melatih klien dalam pemenuhan kebutuhan diri secara mandiri, menganjurkan keluarga mendampingi dalam melakukan aktivitas, mendukung latihan rom aktif atau pasif. Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa yang keempat, yaitu :mengobservasi jam tidur pasien, menjelaskan pentingnya tidur yang adekuat, menciptakan lingkungan yang nyaman, kolaborasi pemberian obat tidur.
79
5. Evaluasi Evaluasi dari tindakan yang sudah dilakuan pada tanggal 16 Maret sampai 21 Maret 2015 hasil terakhir didapatkan skala nyeri sudah turun menjadi 3 dan nyeri timbul kadang-kadang. Maka masalah teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan.Hasil evaluasikerusakan intregritas jaringan,
didapatkan
hasil
terakhir
adanya
peningkatan
proses
penyembuhan,ekstremitas bawah dextra tidak edema, tidak terdapat pus di ulkus
diabetik.
Maka
masalah
teratasi
sebagian
dan
intervensi
dilanjutkan.Untuk hasil evaluasi hambatan mobilitas fisik adanya peningkatan aktivitas dan memenuhi kebutuhan diri secara bertahap.Maka masalah teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan.Hasil evaluasi gangguan pola tidur, pasien mengatakan semalam bisa tidur, merasa puas tidur.Jadi masalahsudah teratasi dan intervensi dilanjutkan. 6. Analisa Didalam pengaplikasian pemberian tindakan elevasi ekstremitas bawah selama 6 hari.Hasil dari aplikasi penulis yang didapatkan hasil adanya peningkatan penyembuhan pada ulkus diabetik, tidak ada pus diulkus, tidak terjadi edema pada kaki dextra, adanya pertumbuhan jaringan granulasi yang meningkat. Hasil yang didapatkan sesuai dalam jurnal dasar, akan tetapi waktu yang didapat penulis untuk melakukan tindakan elevasi ekstremitas bawah hanya dalam 6 hari.
80
B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan ulkus diabetik, penulis akan memberikan usulan dan masukan positif, khususnya dibidang keperawatan antara lain : 1. Bagi Rumah Sakit Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerja sama yang baik antara tim kesehatan dan pasien, diharapkan rumah sakit juga memberikan informasi lebih lanjut tentang elevasi ekstremitas bawah kepada para perawat sehingga dapat meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien diabetes mellitus dengan terjadinya ulkus diabetik. 2. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang lebih berkualitas dan profesional untuk menciptakan perawat-perawat yang professional, tanggung jawab, handal dan ulet.Dan mampu memberikan asuhan keperawatan efektifitas elevasi ekstremitas bawah secara kooperatif pada pasien diabetes mellitus dengan terjadinya ulkus diabetik. 3. Bagi Perawat Hendaknya para perawat memiliki tanggung jawab untuk selalu memperbaharui pengetahuan serta keterampilannya, guna meningkatkan pelayanan kepada pasien. Pemberian tindakan elevasi ekstremitas bawah benar juga diterapkan dalam asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami ulkus diabetik.
81
4. Bagi Penulis Setelah diakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan ulkus diabetik diharapkan penulis dapat lebih mengetahui cara tindakan elevasi ekstremitas bawah yang baik dan benar pada penyakit diabetes mellitus dengan ulkus diabetik. 5. Bagi Pembaca Diharapkan memberikan kemudahan bagi paa pembaca untuk sarana dan prasarana dalam pengembangan ilmu keperawatan diharapkan setalah membaca dapat mengetahui tentang tindakan elevasi ekstremitas bawah.
82
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. 2011. Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas, Diabetes Mellitus dan Dislipidemia. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Corwin.E.J. 2009.Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 . Alih Bahasa Oleh Subekti ,N.B. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Decroli E, Karini J, Manaf A, Syahbuddin S. 2008. Profil Ulkus Diabetik pada Penderita Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUP.Dr.Mdjamil Padang. Artikel Penelitian.http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/art icle/download/561/557.20 februari 2015 (11:00). Ferawati,I.2014. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Ulkus Diabetikum pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di RSUD Prof.Dr.Margono Soekarjo Purwokerto.Skripsi. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Jurusan Keperawatan Purwokerto. Purwokerto Hastuti,R.T. 2008.Faktor-faktor Resiko Ulkus Diabetik pada Penderita DiabetesMellitus. Tesis.Program Studi Magister Epidemologi Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang. Semarang. Herdman, T.Heather. 2010. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Jamilah , A.S. 2013. Catatan Ringkas Kebutuhan Manusia. Bina Rupa Aksara. Tangerang Selatan Misnadiarly. 2006.Diabetes Popular Obor. Jakarta.
Mellitus:
Gangren,Ulcer,Infeksi.Pustaka
Mubarak, W.I. dan Chayatin, N. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Manusia : Teori dan Aplikasi Dalam Praktik. Penerbit Buku kedokteran EGC. Jakarta. Nurarif, A.H dan Kusuma, H. 2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda NIC-NOC.Med Action. Yogyakarta. Padila.2012. Buku Ajar:Keperawatan Medika.Yogyakarta.
Medikal
Bedah.Nuha
83
Pudiastuti, R.D. 2013.Penyakit-Penyakit Yogyakarta.
Mematikan.Nuha
Medika.
Rendi,M.C. dan TH, Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Dan Penyakit Dalam. Nuha Medika. Yogyakarta. Rohmah, N. dan Walid, S. 2012. Proses Keperawatan Teori Dan Aplikasi.Ar-ruzz media.Yogyakarta. Saifurnurmazah,D. 2013. Kepatuhan Penderita Diabetes Mellitus Dalam menjalani Terapi Olahraga Dan Diet.Skipsi.Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Semarang. . Tandra,hans. 2007. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes.Gramedia Pustaka Utama.Jakarta
Wesnawa,M.A. 2013. Debridement Sebagai Tatalaksana Ulkus Kaki Diabetik.http://download.portalgaruda.org/article.php?article=133 193&val=970.20 Februari 2015 (11:00). Wijaya, A.S. dan Putri, Y.M. 2013.KMB 2 Keperawatan MediKal Bedah Keperawatan Dewasa Teori Dan Contoh Asuhan Keperawatan. Nuha Medika. Yogyakarta. Wulandari I, YettiK, Hayati R.S. 2010. Pengaruh Elevasi Ekstremitas Bawah Terhadap Proses Penyembuhan Ulkus Diabetik.https://lp3msht.files.wordpress.com/2013/01/pdf-jurnal-7.pdf .17 Februari 2015 (16:00). Yuanita, A. 2013. Pengaruh Diabetes Self Management Education (DSME) Terhadap Resiko Terjadinya Ulkus Diabetik Pada Pasien Rawat Jalan Dengan Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 di RSD dr. SoebandiJember.Program Studi Ilmu Keperawatan Jember. Skripsi.Jember.