PEMBERIAN GUIDE IMAGERY RELAXATION UNTUK MENURUNKAN NYERI PADA Nn. I DENGAN KEPALA CEDERA KEPALA RINGAN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS. Dr MOEWARDI SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
RM. DWI LISTYANTO HARI KUSUMO NIM. P.12 107
PROGRAM STUDI DIII KEPEREWATAN SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
PEMBERIAN GUIDE IMAGERY RELAXATION UNTUK MENURUNKAN NYERI PADA Nn. I DENGAN KEPALA CEDERA KEPALA RINGAN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS. Dr MOEWARDI SURAKARTA Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
RM. DWI LISTYANTO HARI KUSUMO NIM. P.12 107
PROGRAM STUDI DIII KEPEREWATAN SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadurat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang Berjudul: “Pemberian Guide Imagery Relaxation Untuk Menurunkan Nyeri Kepala pada Nn.I dengan Cedera Kepala Ringan di Instalasi Gawat Darurat RS. Dr Moewardi Surakarta” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, Karya Tulis Ilmiah ini tidak dapat terselesaikan sebagai tugas akhir perguruan tinggi tingkat Diploma III. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Ibu Ns. Atiek Murhayati, S.Kep., M.Kep., Selaku Ketua Program Studi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. Ibu Ns. Mery Oktariani, S.Kep., M.Kep., selaku Sekretaris Ketua Program Studi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. 4. Ibu Ns. Intan Maharani S Batubara, S.Kep yang telah memberikan kesempatan untuk dapat membina ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta dan sebagai pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan dan arahan serta masukan dengan cermat dan perasaan yang nyaman
dalam
bimbingan,
sehingga
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
v
membantu
penulis
dalam
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER ………………………………………………..…. HALAMAN JUDUL ……………………………………………………
i
LEMBAR TIDAK PLAGIAT …………………………………………..
ii
LEMBAR PERSETUJUAN …………………………………………….
iii
HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ……………………………………………………………
vii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………
ix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………..
x
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………..
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………………………………………………
1
B. Tujuan ……………………………………………………….
4
C. Manfaat Penulisan …………………………………………..
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ……………………………………………….
6
B. Kerangka Teori ……………………………………………… 29 C. Kerangka Konsep ……………………………………………
30
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek Aplikasi Riset ………………………………………..
31
B. Tempat dan Waktu …………………………………………..
31
C. Media dan Alat ………………………………………………
31
vii
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Riset ………………………
31
E. Alat Ukur Evaluasi Berdasarkan Aplikasi Riset …………….
32
BAB IV LAPORAN KASUS A. Pengkajian ………………………………………………………
33
B. Diagnosa Keperawatan………………………………………….
37
C. Intervensi Keperawatan…………………………………………
38
D. Implementasi Keperawatan……………………………………..
39
E. Catatan Perkembangan / Evaluasi……………………………….
42
BAB V PEMBAHASAN A. Pengkajian……………………………………………………….
44
B. Diagnosa Keperawatan………………………………………….
46
C. Intervensi Keperawatan…………………………………………
48
D. Implementasi Keperawatan……………………………………...
50
E. Catatan Perkembangan / Evaluasi……………………………….
53
BAB VI KESIMPULAN dan SARAN A. KESIMPULAN…………………………………………………
56
B. SARAN…………………………………………………………
59
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pengkajian Tingkat Kesadaran …………………………..
16
Tabel 2.2 Respon Fisik Dan Perilaku Nyeri ………………………. …
24
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pathway cedera kepala ringan ………………………......
10
Gambar 2.2 Visual Analog Scale ……………………………………..
24
Gambar 2.3 Kerangka Teori …………………………………………..
29
Gambar 2.4 Kerangka Konsep ………………………………………..
30
Gambar 4.1 Genogram ……………………………………………….
34
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Usulan Judul Aplikasi Jurnal Lampiran 2 Surat Pernyataan Lampiran 3 Log Book Lampiran 4 Format Pendelegasian Pasien Lampiran 5 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Lampiran 6 Asuhan Keperawatan Lampiran 7 Jurnal Lampiran 8 Daftar Riwayat Hidup
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam data WHO (World Health Organisation) kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab kematian kesepuluh di dunia dengan jumlah kematian 1,21 juta (2,1%) sedangkan di negara berkembang menjadi penyebab kematian ketujuh di dunia dengan jumlah kematian (2,4%) (WHO, 2011). Di Indonesia cedera kepala menempati peringkat pertama pada urutan cedera yang dialami oleh korban kecelakaan lalu lintas yaitu sebesar 33,2%. Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar Riskesdas pada tahun 2007 ada sebanyak 18,9% korban kecelakaan lalu lintas yang mengalami cedera kepala (Riyadina, 2009). Pada tahun 2013 data Riskesdas negara Indonesia menunjukan prevalensi 40,6% cedera kepala akibat kecelakaan sepeda motor. Di Jawa Tengah pada tahun 2013 persentase kecelakan sepeda motor mencapai 40,1%, cedera kepala di jawa tengah juga disebabkan karena korban tidak memakai helm(Riskesdas, 2013). Di RS. Dr Moewardi Surakarta menunjukan presentase cedera kepala ringan akibat kecelakaan sebesar 153 pasien di sepanjang tahun 2014 (RSDM, 2014). Kecelakaan lalu lintas dapat mengakibatkan berbagai trauma. Trauma yang sering terjadi dan terbanyak adalah trauma karena kecelakaan lalu lintas yang dapat menyebabkan cedera kepala ringan. Keadaan ini umumnya terjadi pada para pengemudi motor yang tidak memakai helm atau yang sudah
1
2
memakai helm tetapi belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) (Depkes RI, 2009). Penyebab cedera kepala di Indonesia adalah kurang waspadanya para pengemudi motor di jalan, juga kurang diterapkannya keamanan dalam berkendara. Keamanan dalam berkendara sangat berpengaruh bagi keselamatan pengemudi. Faktor resiko kecelakaan dalam berkendara yang mana meliputi kecepatan, konsumsi alkohol, konsumsi obat, serta umur pengemudi (Musliha, 2010). Cedera kepala merupakan suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar. Cedera kepala ini menyebabkan penurunan kesadaran pasien. Tingkat kesadaran pasien yang mengalami cidera kepala yaitu diukur dalam Glascow Coma Scale. Untuk pasien dengan cedera kepala ringan yang masih dapat berkomunikasi mempunyai nilai GCS 14 sampai 15 (Brain Injury Association Of America, 2008). Nyeri yang dirasakan oleh pasien dengan cedera kepala ringan dapat dikontrol secara farmakologi atau non farmakologi. Secara farmakologi maka pasien diberikan obat-obatan anti nyeri agtau penghilang rasa sakit. Sedangkan secara non farmakologi pasien diajak untuk berlatih tehnik Guide Imagery Relaxation. Pasien dengan cedera kepala ringan jika tidak segera mendapatkan penangan keadaanya dapat bertambah menjadi buruk, pasien dapat mengalami penurunan kesadaran hingga menjadi apatis, meningkatnya metabolisme tubuh sehingga pasien dapat menjadi sesak nafas, serta keadaan emosional pasien dapat berubah menjadi tidak terkontrol (Kartikawati, 2013).
3
Peran perawat dalam penanganan secara non farmakologi adalah dengan mengguanakan tehnik Guide Imagery Relaxation. Tehnik Guide Imagery Relaxation sama halnya dengan tehnik relaksasi nafas dalam dimana pasien akan direlaksasikan sehingga nyeri dapat berkurang, akan tetapi tehnik Guide Imagery Relaxation membawa pasien kedalam keadaan yang lebih relaks serta mengajak pasien dalam keadaan yang menyenangkan, pasien diajak untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan yang kuat dalam kehidupannya sehingga setelah dilakukan Guide Imagery Relaxation nyeri kepala yang dialami pasien dapat berkurang. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Urip Rahayu,dkk pada tahun 2010 menejelaskan bahwa Guide Imageri Relaxation dapat mengurangi tingkat nyeri pasien dengan cedera kepala. Hal ini dapat dijadikan intervensi keperawatan untuk membantu pasien dalam mengurangi nyeri. Jika tehnik guide imagery ini dilakukan secara terus menerus maka hasilnya akan sangat efektif. Berdasarkan
latar
belakang
di
atas
penulis
tertarik
untuk
mengaplikasikan dan melaporkan hasil dari pemberian Guide Imageri Relaxation pada pasien dengan masalah cedera kepala ringan agar dapat dimasukan
dalam
rencana
tindakan
keperawatan
dan
implementasi
keperawatan dalam mengatasi nyeri kepala pada pasien cedera kepala ringan.
4
B. Tujuan 1. Tujuan umum Melaporkan pemberian Guide Imagery Relaxation terhadap nyeri kepala pada pasien cedera kepala ringan. 2. Tujuan Khusus a.
Penulis mampu melakukan pengkajian pasien cedera kepala ringan.
b.
Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan cedera kepala ringan.
c.
Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan dengan cedera kepala ringan.
d.
Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan dengan cedera kepala ringan.
e.
Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan dengan cedera kepala ringan.
f.
Penulis mampu menganalisa hasil pemberian Guide Imageri Relaxation terhadap penurunan nyeri kepala pada pasien dengan dengan cedera kepala ringan.
C. Manfaat Penulisan 1. Bagi pasien Sebagai referensi dalam membantu menurunkan nyeri dan memberikan pilihan dalam penangan cedera kepala ringan dengan menerapkan tehnik Guide Imagery Relaxation dalam kehidupan seharihari.
5
2. Bagi rumah sakit Sebagai referensi bahwa pemberian Guide Imagery Relaxation merupakan salah satu cara alternatif untuk menurunkan nyeri kepala yang dapat diimplementasikan pada pasien cedera kepala ringan. 3. Bagi institusi pendidikan Sebagai referensi dalam pengembangan dan peningkatan pelayanan keperawatan pre service. 4. Bagi penulis Sebagai pengalaman dalam melakukan intervensi berbasis riset di bidang Keperawatan Gawat Darurat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Cedera Kepala Ringan a.
Pengertian Cedera
kepala
adalah
adanya
deformasi
penyimpangan pada garis tengkorak, percepatan
yang
berupa
dan perlambatan
merupakan perubahan bentuk yang dipengaruhi karena adanya perubahan pada peningkatan percepatan dan faktor penurunan kecepatan, serta merupakan pergerakan notasi yang mana kepala pasien dirasakan juga oleh otak sebagai akibat dari pola tindakan pencegahan (Musliha, 2010). b.
Penyebab Menurut Ginsberg (2007) penyebab Cedera kepala ringan dapat disebabkan karena: 1) Kecelakaan lalu lintas 2) Jatuh 3) Trauma benda tumpul 4) Kecelakaan kerja 5) Kecelakaan rumah tangga 6) Trauma tembak dan pecahan bom
6
7
c.
Tanda dan Gejala Menurut Rendy (2007) Tanda gejala yang ditunjukan pasien cedera
kepala ringan, sebagai berikut: 1) Pasien menunjukan sakit kepala, berat atau hanya pusing. 2) Keinginan untuk muntah proyektil atau pasien mengalami muntah proyektil setelah mendapatkan trauma kepala. 3) Kesadaran pasien semakin menurun. 4) Tekanan darah pasien menurun (hipotensi), serta bradikardi adalah dimana jantung berdenyut lambat kurang dari 60 kali permenit. 5) Mengalami hipertermi. d.
Pemeriksaan Diagnostik Beberapa pemeriksaan dignostik untuk memperkuat dignosa cedera kepala ringan, meliputi: 1) CT-Scan: digunakan untuk melihat adanya lesi, perdarahan dan perubahan jaringan otak. Dapat juga digunakan untuk mengetahui jika terjadi infark atau iskemia. 2) MRI: alat yang mempunyai kegunaan seperti CT.Scan yang menggunakan atau tanpa dengan radio aktif. 3) Cereberal angiography: pemeriksaan yang akan menunjukan adanya perubahan jaringan otak sekunder karena udema, perdarahan yang di akibatkan karena trauma. 4) EEG: dengan pemeriksaan EEG akan dapat menunjukan perkembangan gelombang yang patologis karena trauma.
8
5) X.Ray: berguna untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang kepala berdasarkan struktu garis dan fragmen tulang. 6) BAER(Brain Audiometri Evoked Response): pemeriksaan yang digunakan untuk mengoreksi batas fungsi antara corteks dan otak kecil. 7) PET
(Positron
Emission
Tomography):
digunakan
untuk
mendeteksi adanya perubahan aktivitas metabolik pada otak. 8) CSF (Cerebrospinal Fluid): pemeriksaan ini dilakukan jika diduga adanya perdarahan pada subarachnoid. 9) ABGs (Artery Blood Gases): pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi keberadaan ventilasi atau adanya oksigenasi jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial. 10) Kadar elektrolit: pemeriksaan yang digunakan untuk mendekteksi keseimbangan kadar elektrolit dalam otak sebagai akibat dari peingkatan tekanan inrakranial. 11) Screen toxiologi: pemeriksaan yang berguna untuk mendeteksi adanya pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran (Musliha, 2010). e.
Patofisiologi Pasien dengan cedera kepala bermula dari sebuah benturan yang secara tiba tiba yang dapat menyebabkan edema pada serebri sehingga tekanan intrakranial menjadi meningkat. Gangguan perfusi jaringan serebral menyebabkan hipoksia yang mana terjadi perubahan
9
metabolisme aerob menjadi anaerob maka asam laktat dalam otak menjadi meningkat. Peningkatan
asam
laktat
dan
tekanan
intrakranial
menyebabkan nyeri di kepala pada pasien cedera kepala. Vasodilatasi pembuluh darah otak menjadikan peningkatan sereberal blood flow yang mana otak mengalami peningkatan suplai oksigen. Pengeluaran hormon endokrin yang berlebihan akibat dari pusat pengendalian pernafasan dikorteks sereberi yang memacu kerja aktivitas saraf simpatis dan parasimpatis menyebabkan penurunan metabolisme sehingga pasien mengalami penuruan kebutuhan oksigen dalam otak (Tarwoto, 2011).
10
f.
Pathway Cedera Kepala Ringan Edema Serebri Peningkatan Intrakranial Gangguan Perfusi Jaringan Sereberal Hipoksia Sereberal Perubahan Metabolisme Aerob
Anaerob
Peningkatan Asam Laktat Otak Penurunan Kebutuhan Oksigen Peningkatan
Nyeri Kepala
Konsumsi Oksigen Menurun
Suplai Oksigen
Metabolisme Menurun
Sereberal Blood Flow Vasodilatasi Pembuluh Darah Otak
OtakAktivitas simpatis Aktivitas parasimpatis Pengeluaran Hormon Endorphin Pusat Pengendalian Pernafasan Di Korteks Serebri Terganggu (Tarwoto, 2011)
Gambar 2.1 Pathway Cedera Kepala Ringan 2. Asuhan Keperawatan Cidera Kepala Ringan a.
Pengkajian Hal hal yang perlu dikaji untuk pasien yang mengalami cedera kepala ringan adalah: 1) Identitas pasien dan keluarga atau penanggung jawab meliputi: Nama, umur, jenis kelamin, agama/suku, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penanggung jawab.
11
2) Pengkajian Primer a) Airway Kaji kepatenan jalan nafas, observasi adanya lidah jatuh, adanya benda asing pada jalan nafas (bekas muntahan, darah, sekret yang tertahan), adanya edema pada mulut, faring laring, disfagia,
suara
stridor,
gurgling,
atau
wheezing
yang
menandakan adanya masalah pada jalan nafas. b) Breathing Kaji
keefektifan
pola
nafas,
Respiratory
Rate,
abnormalitas pernafasan, polanafas dan bunyi nafas tambahan, penggunaan otot bantu nafas, adanya nafas cuping hidung, saturasi oksigen. c) Circulation Kaji heart rate, terkanan darah, kekuatan nadi, capillary refill, akral suhu tubuh, warna kulit, kelembaban, perdarahan eksternal jika ada. d) Disability Berisi pengkajian kesadaran dengan GCS atau AVPU (Awake Verbal Pain Unresponsive), ukuran dan reaksi pupil. e) Exposure Berisi pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau kelainan lain. Atau kondisi lingkungan yang ada di sekitar pasien. (Kartikawati, 2013)
12
3) Pengkajian Sekunder a) Subjektif Berisi keluhan utama yang dirasakan pasien b) Alergi Berisi tentang alergi yang dialami oleh pasien baik makanan ataupun obat. c) Medikasi Kaji penggunaan obat yang sedang atau pernah dikonsumsi d) Last Meal Berisi hasil pengkajian makanan atau minuman yang terakhir dikonsumsi oleh pasien sebelum datang ke IGD atau kejadian. e) Event Leading Berisi kronologi kejadian, lamanya gejala yang dirasakan, penangan yang telah dilakukan, gejala lain yang dirasakan, lokasi nyeri atau keluhan lain yang dirasakan. 4) Pemeriksaan Fisik a) Kepala meliputi bentuk kepala, keadaan klit kepala dan keadaan rambut. b) Muka meliputi dari: i.
Pemeriksaan mata: bagaimana keadaan konjungtiva apakah anemis atau tidak, sklera apakah ikterik atau non ikterik, keadaan pupil, dan apakah pasien memakai alat banru penglihatan.
13
ii.
Pemeriksaan hidung : kesimetrisan, ada tidaknya polip, ada tidaknya nafas cuping hidung,
iii.
Pemeriksaan mulut : kesimetrisan mulut dan ada tidaknya stomatitis.
iv.
Pemeriksaan gigi : kebersihan gigi, keadaan gusi, apakah gigi masih lengkap atau ada yanhg tanggal.
v.
Pemeriksaan telinga : kesimetrisan telinga kanan dan kiri dan ada tidaknya serumen.
c) Leher meliputi ada tidaknya pembesaran kelenjar tyroid, ada tidaknya pendengaran vena jugularis. d) Dada i. Paru paru : Inspeksi yang diperiksa meliputi kersimetrisan, ada tidaknya jejas luka, kesimetrisan ekspansi paru. Palpasi yang diperiksa meliputi kesamaan vokal vremitus paru kanan
dan
kiri
di
seluruh
lapang
paru.
Perkusi
pemeriksaannya meliputi suara sonor ataukah pekak. Auskultasi pemeriksaannya meliputi ada tidaknya bunyi nafas tambahan (gargling, stridor, wheezing, rhonchi). ii. Jantung : Inspeksi meliputi bentuk dada, kenampakan ictus cordis. Palpasi meliputi perabaan letak ictus cordis. Perkusi meliputi suara yang dihasilkan apakah sonor atau pekak. Auskultasi meliputi apakah bunyi jantgung 1 dan 2 murni dan reguler.
14
e) Pemeriksaan abdomen meliputi : Inspeksi pada abdomen apakah ascites dan apakah ada pembesaran hepar. Auskultasi memeriksa jumlah bising usus selama ±60 detik. Palpasi untuk menandakan apak pasien ada nyeri tekan di kuadran I, II, III atau IV. Pada pemeriksaan perkusi untuk menunjukan bagaimana bunyi pada kuadran I dan kuadran II, III, IV. f) Pemeriksaan Genetalia meliputi kebersihan daerah genetalia dan apakah pasien terpasang Catetter. g) Pada pemeriksaan Rectum meliputi kebersihan rectum dan apakah ada pembesaran kelenjar prostat. h) Pemeriksaan ektremitas i. Ekstremitas atas: bagaimana warna kulit kedua tangan, adakah deformitas tulang, adakah edema pada salah satu tangan, bagimana CRT (Capillary Refill Time), periksa kemampuan pasien untuk fleksi dan ekstensi, kaji kemampuan menggenggam. ii. Ekstremitas bawah: palpasi pada kedua kaki apakah ada edema, kaji adanya luka atau bekas luka, kaji keuatan otot kaki, apakah ada deformitas tulang, bagaimana CRT (Capillary Refill Time). (Debora, 2013) i) Aspek neurologis Secara fisik pasien dengan cedera kepala ringan dikaji tingkat kesadaran pasien kurang dari 15.
15
Tingkat kesadaran pasien cidera kepala dikaji secara teratur dengan GCS (Glascow Coma Scale):
EYE OPENING (Membuka Mata) MOTOR RSPONSE (Respons Motorik)
VERBAL RESPONSE (Respon Verbal)
SKOR
DESKRIPSI
4 3 2 1 6 5 4 3 2 1
Spontan Mengikuti Perintah Rangsang Nyeri Tidak Ada Respon Sesuai Perintah Melokalisir Nyeri Fleksi Normal Fleksi Abnormal Ekstensi Abnormal Tidak Ada Respon Terdapat Kesadaran Dan Orientasi Disorientasi Berkata Tanpa Arti Hanya Suara (mengerang) Tidak Ada Respon
5 4 3 2 1
Tabel 2.1 Pengkajian Tingkat Kesadaran Keterangan : Cedera kepala ringan dengan GCS 14 – 15 Cedera kepala sedang dengan GCS 9 – 13 Cedera kepala berat dengan GCS kurang dari 8
(Rahmi, 2013) j) Aspek Kardiovaskuler Pada pasien dengan cedera kepala ringan terdapat perubahan tekanan darah yaitu menurunnya tekanan darah (hipotensi), jika pasein mengalami peningkatan tekanan intrakanial maka pasien mengalami tekanan darah yang meningkat, serta denyut nadi bradikardi kemudian takikardi atau irama jantungnya tidak teratur. Pasien juga dikaji jika adanya keluaran cairan dari mulut, hidung atupun mulut.
16
k) Aspek Sistem Pernafasan Pasien dengan cedera kepala ringan biasanya terjadi perubahan pola nafas dengan frekuensi yang relatif cepat dan dangkal, baik dilihat dari segi irama, irama pola pernafasan pasien cedera kepala ringan tidak teratur. Adanya bunyi nafas tambahan seperti Ronchi, wheezing, stridopr juga termasuk dalam pengkajian sistem pernafasan pasien. l) Aspek Eliminasi Buang air besar atau kecil pasien juga menjadi sistem pengkajian pada pasien dengan cedera kepala ringan, baik dilihat dari sebelum pasien masuk rumah sakit dan pada saat pasien masuk rumah sakit. m) Aspek Psikologis Pasien dengan cedera kepala ringan yang mana pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran, aspek psikologis pasien belum dapat dinilai karena pasien mangalami gangguan emosional, perubahan tingkah laku, apatis, pasien dalam keadaan yang masih bingung (Rendy, 2010). 5) Data Spiritual Pasien dikaji terkait dengan adanya ketaatan pada agama atau keyakinannya. Data dapat diambil langsung jika pasien dalam keadaan sadar. b. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi 1) Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik (00132)
17
Tujuan dan kriteria hasil: setelah dilalukan tindkan keperawatan selama …. X 24jam maka diharapkan : pasien mampu mengenali penyebab nyeri, tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernafasan, melaporkan pola istirahat yang baik, nyeri berkurang hingga berangsur hilang. Intervensi : a) Kaji pola nyeri dengan PQRST Rasional: Untuk mengetahui seberapa parah nyeri yang dirasakan pasien b) Observasi tanda-tanda vital Rasional: Untuk mengetahui keadaan umum pasien c) Ajarkan tehnik nonfarmakologis (relaksasi nafas dalam atau Guide Imagery Relaxation) Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien d) Berikan informasi tentang nyeri Rasional: Agar pasien tahu tentang nyeri yang di alamai e) kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik atau obat anti nyeri Rasional: Agar nyeri pasien dapat berkurang 2) Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak berhubungan dengan Trauma Kepala
18
Tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24jam, maka diharapakan pasien tidak mengalami sakit kepala, mempunyai sistem saraf pusat dan perifer yang utuh, terbebas dari aktifitas kejang Intervensi : a) Pantau tanda-tanda vital. Rasional: agar tahu keadaan pasien secara umum. b) Kaji adanya tekanan intrakranial. Rasional: Untuk mengetahui adanya tekanan intrakranial c) Atur posisi pasien (semi fowler 450) Rasional: Menjaga kenyamanan pasien d) Berikan edukasi tentang trauma kepala Rasional: Agar pasien dan keluarga tahu tentang sebab dan akibat dari trauma kepala e) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat saraf Rasional : Untuk menjaga kenormalan saraf pasien. 3) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ansietas (00032) Tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24jam, maka diharapakan pasien dapat
19
menunjukan pola pernafasan yang efektif, menunjukan tidak adanya gangguan status pernafasan, tidak menggunakan otot bantu pernafasan, menunjukan adanya kepatenan jalan nafas. Intervensi : a) Fasilitasi kepatenan jalan nafas Rasional : Agar pasien dapat bernafas dengan nyaman dan transpor oksigen ke seluruh tubuh dan otak dapat lancar. b) Pantau tingkat pernafasan Rasional Mengetahui kelancaran jalan nafas pasien. c) Posisikan pasien dengan posisi yang nyaman Rasional: Agar paru-paru atau dada dapat mengembang dengan maksimal. d) Edukasi pada keluarga agar segera memberi tahu perawat jika terjadi ketidak efektifan pola nafas Rasional : Membantu dalam kepatenan jalan nafas. e) Konsultasikan dengan ahli terapi atau dokter untuk memastikan keadekuatan fungsi ventilator. Rasional: Membantu pasien untuk memperoleh kepatenan jalan nafas.
20
3. Nyeri Kepala a. Pengertian Nyeri merupakan suatu rangsangan atau stimulus yang subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan serta berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial yang dirasakan oleh seseorang dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (IASP, 2007). Nyeri kepala adalah perasaan tidak enak di kepala yang terletak di bagian tertentu atau bahkan menyeluruh, dapat menjalar hingga ke wajah, mata, gigi, rahang bawah dan leher (Padila, 2012). b. Faktor – faktor yang mempengaruhi nyeri Menurut Kartikawati (2011) menjelaskan bahwa ada 4 faktor yang mempengaruhi nyeri diantaranya meliputi: 1) Jenis Kelamin Menyebutkan bahwa sebagian besar wanita memiliki sensivitas yang lebih tinggi terhadap nyeri dari pada para pria. Maka dalam hal ini dapat menyebabkan adanya ciri genetik tertentu yang mana sesuai dengan jenis kelamin dan perubahann hormonal dapat menyebabkan atau mempengaruhi nyeri. Dilihat dari segi psokologis juga berpengaruh, dimana para pria tidak menunjukan nyeri. 2) Umur Dijelaskan bahwa otak mengalami degeneratif yang mana seiring dengan adanya pertambahan umur baik pria ataupun wanita.
21
Maka dapat disimpulkan bahwa orang yang tergolong sudah berusia lanjut mempunyai ambang nyeri yang lenih rendah karena kebanyakan seorang usia lanjut mengalami penurunan sensasi nyeri. 3) Kelelahan Seorang individu yang sedang mengalami gangguan tidur, stres, dan kelelahan sering merasakan nyeri yang secara tiba – tiba dapat muncul dimanapun tempatnya. 4) Memori Faktor memori seseorang yang pernah mengalami nyeri, akan dirasakan kembali dan mempunyai pengaruh pada neural seseorang karena stimulus ini berasal dari sistem limbik. c. Pemeriksaan Nyeri Pemeriksaan nyeri pasien dapat dilakukan segera setelah pasien mengalami benturan dikepala. Ketika pasien sampai di Unit Gawat Darurat, pemeriksaan nyeri akan memudahkan perawat untuk menyusun rencana penangan terhadap nyeri pasien. Setiap pasien harus diperiksa karena bertujuan untuk mengetahui penyebab nyeri dan bukan hanya terpusat pada rasa nyeri yang dirasakan pasien. Pemeriksaan nyeri dengan PQRST dibuat untuk membantu perawat ketika pemeriksaan terhadap nyeri pasien dan dapat secara rutin digunakan karena akan memudahkan perawat dalam menyusun rencana tindakan atau asuhan keperawatan. Adapaun PQRST dapat dijabarkan sebagai berikut:
22
P (palliative/provoking): Merupakan penyebab nyeri muncul dan usaha pengobatan yang sudah dilakukan untuk menyembuhkan nyeri Q (quality) : Kualitas nyeri R (region) : Daerah nyeri dan penyebarannya S (severe) : Tingkat keparahan nyeri T (time)
: Waktu dan penyebab nyeri (ketika rasa nyeri itu muncul
berapa lama berlangsungnya dan apakah pernah terjadi sebelumnya) (Kartikawati, 2013). Pasien dengan nyeri akut biasanya bermula dari suatu kejadian dari dalam atau dari luar yang muncul secara tiba-tiba dalam kurun waktu yang kurang dari 6 bulan. Pada area atau bagian tubuh yang sakit dapat teridentifikasi dengan baik karena tanda-tandanya jelas terlihat dan dalam area atau bagian tertentu. Pada pasien dengan nyeri akut biasanya dilakukan tindakan untuk mengurangi nyeri baik secara farmakologi atau non farmakologi agar nyeri dapat segera berkurang hingga hilang. Respon fisik dan perilaku terhadap Nyeri Kronis dan Nyeri Akut:
Jenis nyeri
Akut
Kronis
Tabel 2.2 Respon Fisik dan Perilaku Nyeri Respon fisik Respon perilaku 1. Perubahan tanda 1. Gelisah tanda vital dapat 2. Tidak 2. Bola mata membesar berkonsentrasi 3. Frekuensi 3. Apprehension pernafasan 4. Stres. meningkat 1. Tekanan darah 1. Tidak dapat normal bergerak bebas 2. Denyut jantung 2. Menarik diri dari normal pergaulan 3. Pernafasan normal 3. Putus asa 4. Bola mata normal
23
5. Kulit kering Keterangan :Pemeriksaan nyeri harus segera dilakukan pada kondisi sebagai berikut. 1) Sebelum dan sesudah pemberian analgesik. 2) Sebelum dan sesudah tindakan non farmakologis. 3) Pada saat pasien merasa tidak nyaman. 4) Dilakukan secara rutin (Kartikawati, 2013).
d. Alat Ukur Nyeri Dalam jurnal penulis yang dipakai sebagai acuan Karya Tulis Ilmiah ini menyebutkan bahwa untuk mengukur tingkat nyeri kepala adalah menggunakan Visual Analog Scale :
Gambar 2.2 Visual Analog Scale
Keterangan : 0 1-3 4-6
7-9
10
: Pasien tidak mengalami nyeri. : Nyeri ringan (secara obyektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik dan jelas). : Nyeri sedang (dimana secara obyektif pasien hanya dapat mendesis atau menyeringai, pasien dapat menunjukkan lokasi nyeri, dan mendeskripsikannya, serta pasien bisa mengikuti perintah perawat dengan baik). : Nyeri berat (secara obyektif pasien tidak dapat mengikuti perintah perawata tetapi pasien masih dapat merespon terhadap tindakan, pasien dapat menunjukkan lokasi nyeri, tetapi tidak dapat mendeskripsikannya, serta nyeri pasien tidak dapat diatasi dengan alih posisi, relaksasi nafasataupun distraksi). : Nyeri sangat berat (Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi) (Yohanes, 2011).
e. Penatalaksanaan Nyeri Penatalaksanaan nyeri non farmakologi dapat diterapkan pada pasien dengan cedera kepala ringan sebagai metode terapi yang berguna
24
untuk menurunkan tingkat nyeri yang dirasakan pasien. Contoh dari tindakan non farmakologi adalah sebagai berikut: 1) Lakukan relaksasi agar pasien dapat senyaman mungkin. 2) Jangan gerakkan area yang nyeri untuk meminimalkan rasa nyeri. 3) Pusatkan perhatian pasien pada hal-hal lain, misalnya dengan mengajak mendengarkan musik, melihat video, menceritakan cerita, dan bercakap-cakap. 4) Buatlah alat-alat yang dapat mengalihkan perhatian anak dari rasa sakitnya, misal: tongkat sihir, bola, mainan berbentuk hewan, gelembung udara. 5) Majalah, film, permainan, televisi dan puzzle adalah alat yang digunakan efektif pada anak maupun dewasa. 6) Perhatikan hipnotis, guide imagery, dan relaksasi. 7) Guide
Imagery
Relaxation
dapat
membantu
pasien
untuk
membayangkan hal-hal yang menyenangkan yang berhubungan dengan ketenangan. 8) Relaksasi dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik untuk mengurangi kekhawatiran. Menarik napas dalam adalah salah satu teknik yang dapat diajarkan dengan cepat di UGD. 9) Terapi kutaneus menstimulus kulit agar terasa ringan. 10) Menyalurkan panas buatan, misalkan dengan menyalurkan kompres hangat. 11) Menyalurkan dingin buatan (kantong es) dapat diterapkan pada fraktur atau sprains yang dapat meringankan nyeri, serta bengkak.
25
12) Stimulasi saraf elektrik transkuntaneous kadang-kadang di gunakan di UGD. Prosedur ini membutuhkan pengetahuan sebelum dan sesudah tindakan (Kartikawati, 2013).
4. Guide Imagery Relaxation Relaksasi merupakan keadaan dimana seseorang terbebas dari tekanan yang membuatnya berada dalam kecemasan atau kembalinya keseimbangan (equilibrium) setelah terjadinya gangguan. Tujuan dari teknik relaksasi adalah mencapai keadaan relaksasi menyeluruh, yang mana telah mencakup keadaan relaksasi secara fisiologis, yaitu secara kognitif, dan secara behavioral. Secara fisiologis, keadaan relaksasi dapat ditandai
dengan adanya penurunan kadar epinefrin dan non epinefrin
dalam darah, penurunan frekuensi denyut jantung (sampai mencapai 24 kali per menit), penurunan tekanan darah, penurunan frekuensi nafas (sampai 4-6 kali per menit), penurunan ketegangan otot, metabolisme menurun, vasodilatasi
dan
peningkatan
temperatur pada extremitas
(Rahmayati, 2010). Guide Imagery Relaxation adalah metode relaksasi yang berguna untuk mengkhayalkan tempat serta kejadian yang mana dibuat untuk merelaksasi pasien. Khayalan-khayalan tersebut dibuat agar pasien dapat direlaksasi dan dapat masuk dalam pengalamanpengalaman yang menyenangkan. Guide Imagery Relaxation dibuat secara imajinatif agar seseorang dapat masuk dalam afek yang positif,
26
serta pasien dapat masuk dalam gambaran mental dirinya sendiri (Smeltzer, 2002 dalam Mariyam, 2011). Dalam aplikasi Guide Imagery Relaxation pada pasien dengan cedera kepala ringan yang laksanakan oleh Urip Rahayu dkk, penggunaan Guide Imagery Relaxation dapat mengurangi tingkat nyeri pada pasien, hal ini dapat dijadikan intervensi keperawatan untuk membantu pasien cedera kepala ringan dalam mengontrol tingkat nyerinya. Walaupun pasien belum terbebas dari rasa nyeri tersebut maka tindakan Guide Imagery Relaxation akan efektif jika dipraktekan secara terus menerus. Manfaat dari Guide Imagery Relaxation dapat digunakan dalam relaksasi pasien atau dapat juga digunakan sebagai implementasi keperawatan yang mana dapat menurunkan nyeri pada pasien cedera kepala ringan, seperti yang dijelaskan dalam penelitian Urip Rahayu,dkk pada tahun 2010, dengan jumlah pasien sebanyak 15pasien dan didapatkan hasil rerata skala sebelum dilakukan teknik Guide Imagery Relaxation yaitu 8,66 kemudian setelah dilakukan teknik Guide Imagery Relaxation didapatkan hasil rerata yaitu 7,66. Maka dengan hasil dari penelitian Urip Rahayu dkk, menunjukan bahwa Guide Imagery Relaxation efektif untuk dijadikan intervensi keperawatan.
27
B. Kerangka Teori
a. b. c. d. e. f. g.
Etiologi: Kecelakaan lalu lintas Jatuh Trauma benda tumpul Kecelakaan kerja Kecelakaan rumah tangga Kecelakaan rumah tangga Trauma tembak dan pecahan bom
a. Dapat menurunkan nyeri yang dirasakan pasien cedera kepala, b. Sebagai cara untuk mengontrol nyeri saat nyeri tersebut muncul
Manifestasi klinis: a. Sakit kepala b. Muntah proyektil c. Penurunan kesadaran d. Hipotensi, bradikardi, hipertermi
Nyeri
Terapi non farmakologi: GUIDE IMAGERY RELAXATION
Terapi farmakologi: Dengan obat obat analgetik dan antipiretik
Gambar 2.3 Kerangka Teori
28
C. Kerangka Konsep Guide Imagery
NYERI
Relaxation
CEDERA KEPALA RINGAN
Gambar 2.4 Kerangka Konsep
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset Subjek aplikasi riset adalah pasien yang mengalami Cedera Kepala Ringan. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di RS Dr. Moewardi Surakarta Ruang Instalasi Gawat Darurat pada tanggal 16 Maret 2015 sampai dengan tanggal 21 Maret 2015. C. Media dan Alat yang Digunakan Penelitian ini menggunakan alat ukur : Visual Analog Scale D. Presedur Tindakan Berdasarkan Riset 1. Fase Orientasi a. Menyapa pasien dan keluarga pasien. b. Meminta persetujuan tindakan. c. Menjelaskan langkah prosedur. d. Menanyakan kesiapan pasien. 2. Fase kerja a. Melihat keadaan umum pasien. b. Mengukur skala nyeri dengan visual analog scale. c. Melakukan Guide Imagery Relaxation.
29
30
1) Pastikan keadaan atau lingkungan di sekitar pasien dalam keadaan yang tenang. 2) Memakaikan selimut pasien. 3) Pasien diminta untuk memejamkan mata sambil menarik nafas panjang dan dalam secara perlahan hingga relaks. 4) Melakukan
tehnik
Guide
Imagery
Relaxation
dengan
membawa pasien ke dalam keadaan yang tenang dan damai sampai pasien terelaksasi. 5) Menyuruh pasien untuk menarik nafas dalam lagi. 6) Memberikan stimulus dengan rangsangan yang menyenangkan pasien berupa pengalaman yang menyenangkan atau cita cita pasien. 7) Mengembalikan pasien kedalam keadaan semula yang tenang. 3. Fase Terminasi a. Mengevaluasi pasien dengan mengukur skala nyeri dengan Visual Analog Scale dan mendokumentasikan kegiatan. b. Berpamitan. E. Alat Ukur Evaluasi dari Aplikasi Berdasarkan Riset Alat ukur dari aplikasi tindakan Guide Imagery Relaxation adalah lembar observasi dan Visual Analog Scale.
BAB IV LAPORAN KASUS
Pada bab ini berisi tentang laporan asuhan keperawatan yang dilakukan pada Nn. I dengan nyeri kepala pada cedera kepala ringan selama di Instalasi Gawat Darurat pada tanggal 18 Maret 2015 di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Adapun lapran kasus yang akan dikemukakan pada bab ini meliputi pengkajian
keperawatan
diagnosa
keperawatan,
intervensi
keperawatan,
implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan. A. Pengkajian Pengkajian pada tanggal 18 Maret 2015 jam 14.10 WIB yang dilakukan dengan metode alloanamnesa dan autoanamnesa, didapatkan hasil pasien dengan nama Nn. I, umur 16 tahun, agama Islam, pasien seorang pelajar SMP, pasien beralamatkan di Karangwaru, Plupuh, Sragen. Penanggung jawab pasien adalah ayah pasien yang bernama Tn.K, umur 49 tahun, pendidikan terakhir SD, pekerjaan Swasta. Pada pengkajian primer pasien didapatkan hasil adanya kepatenan jalan nafas, tidak ada lidah jatuh, tidak ada benda asing pada jalan nafas, tidak ada edema pada mulut pasien serta tidak ada bunyi nafas tambahan. Pasien menunjukan adanya ketidakefektifan pola nafas karena pasien menggunakan otot bantu pernafasan dengan Respirasi 28x/menit, serta pasien mendapatkan terapi oksigenasi 2 liter per menit. Perabaan akral pasien hangat, dengan warna kulit sawo matang, capilary refill < 2 detik, serta tidak ada perdarahan eksternal. Kesadaran pasien 14 dengan GCS: E = 3 M = 6 V = 5. Pasien juga
31
32
mengeluhkan nyeri di kepala karena ada benjolan di temporo parietal dextra. Didapatkan tanda-tanda vital pasien: Blood Presurre=
110
/70mmHg, Heart
Rate= 82x/menit, Respirasi= 28x/menit, Temperature= 36,70C, Saturasi Oksigen= 95%. Pada pengkajian sekunder pasien mengeluhkan pusing, mual dan nyeri kepala pada temporo parietal dextra. Pasien tidak ada alergi terhadap makanan ataupun obat. Pasien mengatakan bahwa sedang tidak mengkonsumsi obat sejak kecelakaan dan dibawa ke puskesmas pada tanggal 17 Maret 2015. Keluarga pasien mengatakan bahwa terakhir pasien makan bubur dengan sayur terik tahu dan minum segelas teh hangat pada pagi hari tanggal 18 Maret 2015. Keluarga pasien juga menjelaskan bahwa tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menurun seperti Hipertensi, Diabetes Melitus, HIV AIDS dan Tuberculosis. Genogram:
Nn. I (16 tahun) (CKR) Gambar 4.1 Genogram Keterangan: = laki – laki = perempuan = meninggal = garis keturunan = pasien - - - -- = tinggal dalam satu rumah Pasien menceritakan kejadian semula bahwa pada tanggal 17 Maret 2015 sekitar jam 10.00 WIB pasien mengalami kecelakaan kepala pasien terbentur
33
tembok gapura. Pasien dibawa ke Puskesmas Plupuh dengan tidak sadar selama ± 1jam, setelah pasien bangun pasien mengeluh nyeri di temporo parrietal dextra, pasien juga mengalami muntah taktil < 3 kali. Selama di Puskesmas Plupuh pasien hanya mendapatkan terapi infus NaCl 0,9% dengan kecepatan 20 tpm. Pada tanggal 18 Maret 2015 pasien dirujuk ke Rumah Sakit PKU Muhamadiyah Surakarta, pasien mendapatkan foto CT Scan kepala. Karena keterbatasan ruang di Rumah Sakit PKU Muhamadiyah Surakarta maka pasien dirujuk ke Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Pasien sampai di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta dengan keadaan yang masih lemas dan lemah. Pada pemeriksaan fisik kepala didapatkan bentuk kepala pasien mesosepal dengan hematome di temporo parietal dextra serta kulit kepala kotor dan rambut kotor. Pada mata pasien tidak mengguanakan alat bantu penglihatan atau normal, palpebra tidak ada edema, konjungtiva anemis, sclera non ikterik, pupil isokor dengan kelebaran ka/ki +2mm, reflek cahaya didapatkan positif serta keadaan mata yang simetris. Pada leher pasien tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada deviasi trakea serta tidak ada nyeri saat menelan. Pada pemeriksaan dada jantung didapatkan dengan bentuk dada yang simetris, ictus cordis tidak tampak, tidak ada jejas atau bekas luka. Ictus cordis teraba di SIC 5 mid clavicula sinistra, terdengar bunyi pekak, dan bunyi jantung I murni dan II reguler. Pemeriksaan dada paru didapatkan hasil vokal vremitus kanan dan kiri sama, suara perkusi yang sonor dan tidak ada bunyi nafas tambahan.
34
Pemeriksaan abdomen pasien didapatkan bahwa abdomen tidak asites serta tidak ada pembesaran hepar. Bising usus 10x/menit, tidak ada nyeri tekan dengan perkusi kwadran I pekak kwadran II, III, IV suara tympani. Pasien tidak terpasang DC atau selang kateter, serta tidak ada hemoroid. Pada pemeriksaan ekstremitas atas didapatkan pada tangan kanan pasien terpasang infus NaCl 0,9%, posisi tangan lurus dengan pergerakan yang sedikit (kekuatan otot tangan kanan 3 dan tangan kiri 5), tidak ada luka dan edema pada tangan kanan dan kiri, perabaan akral yang hangat dengan capilary refill < 2 detik. Pada ektremitas bawah pasien kaki kanan dan kiri tidak ada luka atau jejas, pada kaki kanan pergerakannya hanya sedikit sedangkan kaki kiri dapat bergerak lancar (kekuatan otot kaki kanan 3 dan kaki kiri 5), perabaan akral yang hangat dengan capilary refill < 2 detik. Pemeriksaan penunjang dilakukan di laboratorium pada tanggal 18 Maret 2015 didapatkan hasil yaitu hemoglobin 12,4 g/dl (nilai normal 12,3 – 15,3), hematokrit 37% (nilai normal 33 – 45), leukosit 15,6 14.5), trombosit 395
ribu
ribu
/ul (nilai normal 4.5 –
/ul (nilai normal 150 – 450), eritrosit 4,26
juta
/ul (nilai
normal 3.80 – 5.80), golongan darah B, HbsAg Non Reactive. Hasil pemeriksaan CT Scan pasien pada tanggal 18 Maret 2015 di Rumah Sakit PKU Muhamadiyah Surakarta yaitu dilakukan CT Scan kepala intra cerebral potongan 10mm, tampak lesi hiperdens di temporo parrietal dextra, tidak tampak mid line deviasi, system ventrikel tidak melebar, Gyri dan Sulci baik, pada window tulang tidak tampak fraktur calvari, kesan: epidural haematoma di temporo parrietal dextra.
35
Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta pasien mendapatkan terapi cairan infus NaCl 0,9% golongan elektrolit dan nutrisi dengan tetesan 20tpm. Obat parenteral Novalgin 500mg golongan analgesik non narkotik dengan kandungan metampiron 500mg sebagai indikasi untuk pengobatan nyeri berat terkait dengan nyeri kepala, sakit gigi, paska kecelakaan, paska operasi. Pasien juga mendapatkan terapi Ranitidin 25mg golongan saluran cerna dengan kandungan ranitidine 25mg/amp sebagai indikasi untuk mengibati jangka pendek tukak duodenum aktif, tukak lambung aktif, mengurangi refluks esofagitis.
B. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan hasil pengkajian, penulis melakukan analisa data dengan data fokus dan data subyektif. Didapatkan bahwa pasien mengatakan sesak nafas dengan data obyektif tingkat respirasi 28x/menit, saturasi oksigen 95%, serta tampak penggunaan otot bantu pernafasan, pasien tampak gelisah, kawatir. Masalah keperawatan yang utama adalah ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Nyeri. Data subyektif yang kedua didapatkan hasil provoking/palliative nyeri pada temporo parrietal dextra karena benturan saat kecelakaan, pasien mengatakan bahwa ia hanya memejamkan mata untuk mengurangi nyeri. Quality seperti ditusuk – tusuk dan cekot cekot. Region di temporo parietal dextra dengan skala nyeri 6. Time nyeri terus menerus dengan durasi 5 sampai 10 menit yang timbul ketika pasien menggerakkan kepalanya. Data obyektif yang kedua yang didapat penulis saat pengkajian yaitu pasien meringis
36
kesakitan, dengan GCS 14, Blood Pressure
100
/70mmHg, Heart Rate 82 x/menit ,
respirasi 28x/menit, temperature 36,70C, saturasi oksigen 95%. Maka masalah keperawatan yang kedua adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
C. Intervensi Keperawatan Prioritas masalah keperawatan yang utama adalah ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri pada Nn.I , maka penulis rencana dan tujuan kriteria hasil yang mana setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8jam, pasien menunjukan pola pernafasan yang efektif, menunjukan tidak adanya gangguan status pernafasan, tidak menggunakan otot bantu pernafasan, serta menunjukan adanya kepatenan jalan nafas, jumlah respirasi normal yaitu 16-24x/menit. Intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan yaitu fasilitasi kepatenan jalan nafas dan pantau tingkat pernafasan, rasionalnya agar pasien dapat bernafas dengan nyaman dan transpor oksigen ke seluruh tubuh dapat lancar. Posisikan pasien dengan posisi semi fowler dan konsultasi dengan tenaga ahli atau terapi atau dokter untuk memastikan kepatenan jalan nafas, rasionalnya agar paru-paru dapat mengembang dengan maksimal. Edukasikan pada keluarga agar segera memberitahu perawat jika terjadi ketidakfektifan pola nafas. Masalah keperawatan yang kedua adalah nyeri akut yang berhubungan dengan agen cedera fisik, maka penulis akan membahas rencana dan tujuan kriteria hasil yang mana setelah dilakukan tindakan keperawatan selan 1 x
37
8jam, pasien tidak merasakan nyeri atau skala nyeri berkurang menjadi 1, pasien melaporkan bahwa dapat beristirahat dengan baik dan efektif. Intervensi atau rencana keperawatan yang kedua yaitu, kaji pola nyeri dengan P,Q,R,S,T dan obervasi tanda-tanda vital rasionalnya untuk mengetahui tingkat nyeri pasien dan keadaan umum pasien. Ajarkan relaksasi nafas dalam kemudian lanjutkann dengan tehnik Guide Imagery Relaxation, rasionalnya untuk mengurangi nyeri. Berikan informasi tentang nyeri pada keluarga dan pasien serta kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik atau anti nyeri, rasionalnya agar keluarga tahu tentang nyeri yang di alami oleh pasien.
D. Implementasi Keperawatan Tindakan yang dilakukan pada hari rabu tanggal 18 Maret 2015 pada jam 14.10 WIB adalah memfasilitasi kepatenan jalan nafas dan memantau tingkat pernafasan pasien, pasien mengatakan sesak nafas didapatkat data bahwa respirasi 28x/menit, saturasi oksigen 95%, ada penggunaan otot bantu pernafasan, pasien diberikan terapi oksigen 2 liper per menit. Jam 14.15 WIB mengkaji pola nyeri dengan PQRST didapatkan hasil Provoking/Palliative bahwa nyeri yang dirasakan pasien karena benturan saat kecelakaan, Quality tertusuk-tusuk, Region di temporo parrietal dextra, Scale nyeri skala 6, Time durasi nyeri 5 sampai 10 menit timbul ketika pasien menggerakkan kepala. Data obyektif yang didapat, pasien meringis menahan sakit, GCS 14 dengn E3 M6 V5. Jam 14.18 WIB, pasien dilakukan pemantauan tanda-tanda vital. Pasien mengatakan bersedia untuk dipantau tanda-tanda vitalnya, yang didapatkan
38
hasil Blood Pressure
110
/70mmHg, Heart Rate 82x/menit, Respirasi 28x/menit,
Temperature 36,70C serta Saturasi Oksigen 95%. Jam 14.23 WIB penulis memposisikan pasien dengan posisi yang nyaman. Pasien bersedia untuk diposisikan dengan posisi yang nyaman agar ekspansi paru dapat mengembang dengan maksimal, yaitu dengan menaikan penyangga pada bed pasien ±300. Pada jam 14.25 WIB, penulis mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam kepada pasien. Pasien mengatakan bahwa pasien bersedia untuk di ajarkan relaksasi, maka didapatkan data obyektif bahwa pasien mampu untuk mengikuti aba-aba dan saat dilakukan relaksasi pasien tampak lebih tenang serta nyaman. Maka pada jam 14.27 WIB penulis melanjutkan tindakan dengan memberikan Guide Imagery Relaxation dengan khayalan tentang cita-cita Nn. I. Setelah pasien mendapatkan tindakan guide imagery relaxation keadaan pasien terlihat lebih rileks. Karena didapatkan hasil yang efektif pada tindakan Guide Imagery Relaxation yang pertama, maka penulis melakukan Guide Imagery Relaxation kembali pada jam 15.15 WIB. Didapatkan hasil bahwa pasien tampak lebih tenang dan rileks hasilnya skala nyeri berkurang menjadi skala 5. Saat jam 15.18 WIB, penulis melakukan edukasi pada pasien dan keluarga pasien yaitu tentang nyeri yang dirasakan pasien. Maka didapatkan hasil obyektif bahwa pasien dan keluarga paham tentang nyeri yang dirasakan oleh pasien adalah akibat dari benturan yang cukup keras sehingga dapat membuat pasien kehilangan kesadaran sementara, mengakibatkan oedema pada temporo parrietal dextra yang mana membuat pasien merasakan nyeri yang mempunyai skala 6.
39
Dilanjutkan pada jam 15.25 WIB, penulis juga mengedukasikan kepada keluarga agar ikut serta dalam pengawasan jalan nafas pasien yaitu dengan cara apabila terjadi sesak nafas pada pasien, keluarga segera memberitahu perawat atau dokter. Karena keefektifan pola nafas sangat penting bagi pasien yang mana bertujuan untuk melancarkan sirkulasi oksigen ke seluruh tubuh dan otak serta agar nyeri yang dirasakan pasien dapat berkurang. Didapatkan hasil bahwa keluarga paham dan mengerti tentang edukasi yang diberikan oleh penulis. Pada jam 15.45 WIB, penulis melakukan pengkajian kembali tentang pola nyeri dengan PQRST. Provoking/palliative pasien mengatakan nyeri karena benturan sudah berkurang dengan tehnik Guide Imagery Relaxation, Quality masih tertusuk-tusuk, Region di temporo parietal dextra, Scale berkurang menjadi 5, Time nyeri muncul ketika pasien menggerakan kepala tetapi dengan durasi yang lebih pendek yaitu ± 5 sampai 8 menit. Maka didapatkan data obyektif bahwa pasien masih merintih kesakitan tetapi tampak lebih tenang. Pasien mendapatkan terapi injeksi atau secara parenteral, yaitu pada jam 16.00 WIB pasien mendapatkan terapi Ranitidin 30mg dan Novalgin 500mg.
E. Catatan Perkembangan / Evaluasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 2,5jam yang di lakukan pada hari rabu 18 Maret 2015, maka hasil evaluasi yang di dapat pada jam 16.22 WIB yaitu dengan metode SOAP dimana didapatkan hasil Subyektif bahwa pasien mengatakan sesak nafasnya sudah berkurang tetapi masih merasa
40
terengah-engah. Obyektif bahwa keadaan pasien lebih tenang, tingkat respirasi pasien 26 x/menit dan pengguanaan otot bantu pernafasan nampak sudah berkurang. Assessment masalah telah teratasi sebagian. Planing yaitu untuk melanjutkan intervensi yang diantaranya yaitu fasilitasi kepatenan jalan nafas dengan memberikan oksigen 2liter/menit, pantau tingkat pernafasan pasien, berikan posisi yang nyaman, kemudian edukasikan pada keluarga pasien agar segera memberitahu perawat jika terjadi ketidakefektifan pola nafas. Catatan perkembangan pada masalah keperawatan yang kedua adalah hasil pengkajian nyeri setelah pasien dilakukan Guide Imagery Relaxation. maka didapatkan hasil bahwa Provoking/Palliative bahwa nyeri kepala pasien sudah berkurang setelah mengikuti Guide Imagery Relaxation. Quality nyeri seperti tertusuk-tusuk. Region di temporo parrietal dextra. Scale nyeri berkurang menjadi 5. Time nyeri muncul ketika pasien menggerakan kepalanya, dengan durasi yang berkurang yaitu 5 sampai 8 menit. Data obyektif yang didapat adalah pasien sudah terlihat lebih tenang dan lebih rileks. Assessment dari masalah keperawatan nyeri telah teratasi sebagian. Planning lanjutan untuk masalah keperawatan nyeri yaitu kaji pola nyeri dengan PQRST, observasi tanda – tanda vital pasien, ajarkan kembali tehnik relaksasi nafas dalam dan untuk berkolaborasi dengan tenaga medis lain seperti dokter dalam pemberian anti nyeri atau analgesik.
BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang proses keperawatan pada asuhan keperawatan Nn.I yang mana telah dilakukan pada tanggal 18 Maret 2015 di Intalasi Gawat Darurat RS. Dr. Moewardi Surakarta. Dengan memperhatikan aspek kehidupan dalam proses keperawatan yang mana menjadi prinsip dari pembahasan asuhan keperawatan Nn.I yang terdiri dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap pertama atau primer yang dilakukan penulis untuk menentukan diagnosa keperawatan dan intervensi sehingga dapat dilakukan tindakan keperawatan atau implementasi yang kemudian pasien mendapatkan peningkatan status kesehatan. Pengkajian yang dilakukan secara fokus dan berkesinambungan akan menghasilkan data yang akurat yang mana akan dibutuhkan perawat untuk menentukan diagnosa keperawatan dan implementasi keperawatan. Tujuan dari pengkajian adalah untuk memberikan paduan dari hasil pengkajian yang telah diperoleh agar dapat menentukan diagnosa keperawatan serta tindakan atau implementasi keperawatan (Kartikawati, 2011). Pengkajian yang dilakukan oleh penulis yaitu dengan Primary Survey, yaitu merupakan penilaian awal pasien trauma dimana menggunakan metode
41
42
pendekatan yang ditujukan untuk menentukan masalah-masalah yang mengancam nyawa yang mana diantaranya terkait jalan nafas, sirkulasi, dan status kesadaran yang dilakukan dalam hitungan menit sejak pasien datang di Instalasi Gawat Darurat (Kartikawati, 2011). Keluhan utama pada Nn. I dengan cedera kepala ringan adalah rasa nyeri. Pada pengkajian nyeri didapatkan bahwa provoking/palliative nyeri pada temporo parrietal dextra karena benturan saat kecelakaan, pasien mengatakan bahwa ia hanya memejamkan mata untuk mengurangi nyeri. Quality seperti ditusuk-tusuk dan cekot-cekot. Region di temporo parietal dextra dengan skala nyeri 6. Time nyeri terus menerus dengan durasi 5 sampai 10 menit yang timbul ketika pasien menggerakkan kepalanya. Hal ni sesuai dengan teori Andra Saferi (2013) yang menjelaskan bahwa rasa nyeri kepala yang dirasakan pasien dengan cedera ringan tersebut karena adanya hematom epidural sehingga
menyebabkan
peningkatan
tekanan
intrakranial
sehingga
mengakibatkan gangguan pernafasan dan penurunan tekanan darah. Pasien dengan cedera kepala ringan selain dengan keluhan nyeri, pasien juga mengeluh mual dan muntah. Hal ini diakibatkan karena adanya tekan intrakranial yang sebelumnya telah terjadi benturan sehingga mendorong saraf yang mengakibatkan pasien menjadi penurunan kesadaran sementara dan setelah sadar pasien muntah proyektil yang kemudian menjadikan pasien gelisah atau ansietas (Padila, 2012). Keluhan lain yang dirasakan pasien dengan cedera ringan adalah sesak nafas. Dalam pengkajian pasien mengatakan sesak nafas dengan data obyektif tingkat respirasi 28x/menit, saturasi oksigen 95%, serta tampak penggunaan otot
43
bantu pernafasan, pasien tampak gelisah, kawatir. Terjadinya sesak nafas pada pasien cedera kepala ringan adalah akibat dari peningkatan tekanan intrakranial yang menyebabkan sistim pernafasan yang membawa O2 dari alveoli menjadi difusi yang masuk kedalam darah dan menembus membran alveolokapiler. Oksigen yang berikatan dengan hemoglobin menjadi semakin kecil sehingga larut dalam plasma darah. Gangguan oksigenasi atau pernafasan disebabkan karena berkurangnya kadar oksigen dalam darah (hipoksemia) yang selanjutkan akan menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam jaringan (hipoksia) (Padila, 2012).
B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan hasil tentang keputusan respon secara individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan yang aktual dan berpotensi sehingga dapat diperoleh intervensi untuk setiap permasalahan yang muncul (Dermawan, 2012). Berdasarkan data yang diperoleh pada saat pengkajian Didapatkan bahwa pasien mengatakan sesak nafas dengan data obyektif tingkat respirasi 28x/menit, saturasi oksigen 95%, serta tampak penggunaan otot bantu pernafasan, pasien tampak gelisah, kawatir. Masalah keperawatan yang utama adalah ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Nyeri. Terjadinya sesak nafas pada pasien cedera kepala ringan adalah akibat dari peningkatan tekanan intrakranial yang menyebabkan sistim pernafasan yang membawa O2 dari alveoli menjadi difusi yang masuk kedalam darah dan menembus membran alveolokapiler. Oksigen yang berikatan dengan hemoglobin menjadi
44
semakin kecil sehingga larut dalam plasma darah. Gangguan oksigenasi atau pernafasan disebabkan karena berkurangnya kadar oksigen dalam darah (hipoksemia) yang selanjutkan akan menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam jaringan (hipoksia) sehingga untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh pasien berupaya dan menggunakan otot bantu pernafanan untuk mencapai oksigenasi, pasien merasakan kekawatiran yang berlebihan akibat berkurangnya asupan oksigen dalam tubuh (Padila, 2012). Penulis mendapatkan data yang kedua yaitu bahwa Nn. I mengalami nyeri pada kepala karena benturan tembok gapura. Pada mekanisme nyeri yang di alami pada pasien cedera kepala ringan, rangsangan nyeri dihantarkan melalui serabut saraf kecil. Rangsangan pada serabut saraf kecil tersebut dapat menghambat substansi gelatinosa sehingga membuat mekanisme yang mengkativasikan sel T yang selanjutnya menghantarkan rangsangan nyeri (Lyndon, 2013). Pengkajian nyeri yang digunakan penulis adalah dengan pendekatan PQRST. Dimana P: provoking/palliative adalah merupakan penyebab nyeri dan upaya untuk mengurangi nyeri yang telah dilakukan pasien, Q: Quality merupakan karakter nyeri yang seperti apa yang dirasakan oleh pasien misal seperti ditusuk, tersayat, terkena api, terindih benda berat, R: Region adalah daerah yang terjadi nyeri, S: scale merupakan tingkat keparahan nyeri, T: Time adalah waktu dan penyebab nyeri ketika nyeri itu muncul dan berapa durasi nyeri yang dialami oleh pasien (Kartikawati, 2011). Maka
dapat
dilihat
dari
hasil
pengkajian
nyeri
yaitu
provoking/palliative nyeri pada temporo parrietal dextra karena benturan saat
45
kecelakaan, pasien mengatakan bahwa ia hanya memejamkan mata untuk mengurangi nyeri. Quality seperti ditusuk-tusuk dan cekot cekot. Region di temporo parietal dextra dengan skala nyeri 6. Time nyeri terus menerus dengan durasi 5 sampai 10 menit yang timbul ketika pasien menggerakkan kepalanya. Data obyektif yang kedua yang didapat penulis saat pengkajian yaitu pasien meringis kesakitan, dengan GCS 14, Blood Pressure
100
/70mmHg, Heart Rate
82 x/menit , respirasi 28x/menit, temperature 36,70C, saturasi oksigen 95%. Maka masalah keperawatan yang kedua adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
C. Intervensi Intervensi adalah merupakan rencana tindakan yang utama dalam keputusan awal yang akan dilakukan yang menyakut tentang siapa, kapan, dan bagaimana untuk melakukan tindakan keperawatan (Dermawan, 2012). Dalam pengambilan keputusan pemecahan masalah keperawatan hendaknya sesuai dengan NIC (Nursing Interventions Classification) dan NOC (Nursing Outcomes Classifications) sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan jelas (spesific), dapat diukur (measurable), acceptance, rasional, dan timming (Perry & Potter, 2005) Prioritas masalah keperawatan yang utama adalah ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Nyeri pada Nn.I , maka penulis akan membahas rencana dan tujuan kriteria hasil yang mana setelah dilakukan tindakan keperawatan selan 1 x 8jam, pasien menunjukan pola pernafasan yang efektif,
46
menunjukan tidak adanyan gangguan status pernafasan, tidak menggunakan otot bantu pernafasan, serta menunjuakn adanya kepatenan jalan nafas. Intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan yaitu fasilitasi kepatenan jalan nafas dan pantau tingkat pernafasan, rasionalnya agar pasien dapat bernafas dengan nyaman dan transpor oksigen ke seluruh tubuh dapat lancar. Posisikan pasien dengan posisi semi fowler dan konsultasi dengan tenaga ahli atau terapi atau dokter untuk memastikan kepatenan jalan nafas, rasionalnya agar paru-paru dapat mengembang dengan maksimal. Edukasikan pada keluarga agar segera memberitahu perawat jika terjadi ketidakfektifan pola nafas. Masalah keperawatan yang kedua adalah nyeri akut yang berhubungan dengan agen cedera fisik, maka penulis akan membahas rencana dan tujuan kriteria hasil yang mana setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8jam, pasien tidak merasakan nyeri atau skala nyeri berkurang, pasien melaporkan bahwa dapat beristirahat dengan baik dan efektif. Intervensi atau rencana keperawatan yang kedua yaitu, kaji pola nyeri dengan P,Q,R,S,T dan obervasi tanda-tanda vital rasionalnya untuk mengetahui tingkat nyeri pasien dan keadaan umum pasien. Ajarkan relaksasi nafas dalam kemudian lanjutkann dengan tehnik Guide Imagery Relaxation, rasionalnya untuk mengurangi nyeri. Berikan informasi tentang nyeri pada keluarga dan pasien serta kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik atau anti nyeri, rasionalnya agar keluarga tahu tentang nyeri yang di alami oleh pasien.
47
D. Implementasi Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan untuk pasien yang bertujuan agar masalah keperawatan pada pasien dapat teratasi. Dengan masalah keperawatan yang utama adalah ketidakefektifan pola nafas dan pada saat pasien datang pasien menunjukan tingkat respirasi 28x/menit dengan saturasi oksigen 95% serta tampak adanya otot bantu pernafasan. Maka tindakan keperawatan yang pertama dilakukan penulis adalah memfasilitasi kepatenan jalan nafas dengan cara memberikan oksigen tambahan melalui selang nassal kanul karena berkurangnya kadar oksigen dalam darah (hipoksemia) yang selanjutkan akan menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam jaringan (hipoksia) bahkan dapat menyebabkan kematian jaringan pada otak (Padila, 2012). Tindakan keperawatan kedua yang dilakukan oleh penulis adalah mengkaji pola nyeri dengan PQRST didapatkan hasil Provoking/Palliative bahwa nyeri yang dirasakan pasien karena benturan saat kecelakaan, Quality tertusuk-tusuk, Region di temporo parrietal dextra, Scale nyeri skala 6, Time durasi nyeri 5 sampai 10 menit timbul ketika pasien menggerakkan kepala. Data obyektif yang didapat, pasien meringis menahan sakit, GCS 14 dengn E3 M6 V5. Dengan pendekatan PQRST maka pasien dapat mengutarakan keluhan nyeri yang dirasakan pasien. Tindakan keperawatan yang ketiga dilakukan pemantauan tanda-tanda vital. Didapatkan hasil Blood Pressure
110
/70mmHg, Heart Rate 82x/menit,
Respirasi 28x/menit, Temperature 36,70C serta Saturasi Oksigen 95%. Kemudian penulis memposisikan pasien dengan posisi yang nyaman. agar ekspansi paru
48
dapat mengembang dengan maksimal, yaitu dengan menaikan penyangga pada bed pasien ±300. Setelah mengetahui gambaran nyeri pada pasien maka tindakan keperawatan yang keempat adalah penulis mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam kepada pasien. Pada saat pasien mampu untuk mengikuti aba-aba dan saat dilakukan relaksasi pasien tampak lebih tenang serta nyaman. Maka penulis melanjutkan tindakan dengan memberikan Guide Imagery Relaxation. Teknik Guide Imagery Relaxation mempunyai mekanisme yang efektif dalam menurunkan intensitas nyeri yaitu dengan cara mengajak pasien untuk berkomunikasi dan masuk kedalam hal-hal yang menyenangkan berupa khayalan-khayalan tentang kejadian yang menyenangkan dan pernah dialami oleh pasien atau tentang cita-cita pasien, sehingga pasien akan mendapatkan efek positif dari Guide Imagery Relaxation. Efek positif tersebut akan menuju sensor thalamus yang akan ditransmisikan oleh amigdala dan hipokampus, sehingga terbentuklah analgesik alami dari tubuh secara alami yang disebut dengan Endorhphin. Endorhphin adalah neohormonal alami dari tubuh yang mana dapat meningkat akibat dari rangsangan atau sensasi yang menyenangkan dan dalam keadaan yang rileks dan tenang (Rahayu, 2010). Pemberian Guide Imagery Relaxation bukan untuk menghilangkan nyeri tetapi bertujuan untuk mengajarkan pasien untuk mengontrol nyeri. Teknik Guide Imagery Relaxation yang dilakukan penulis kepada Nn. I adalah dengan cara merelaksasi pasien dengan mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam. Setelah pasien tampak tenang dan lebih nyaman maka penulis
49
melanjutkan untuk memberikan teknik Guide Imagery Relaxation, yaitu dengan cara mengajak pasien untuk memejamkan mata dan menarik nafas secara perlahan secara dalam dan meminta pasien untuk mengeluarkan lewat mulut kemudian penulis mengajak Nn. I untuk masuk kedalam keadaan dimana Nn. I dapat membayangkan hal-hal yang menyenangkan serta dapat membuat Nn.I tenang dan damai. Penulis kembali mengkaji nyeri yang dialami oleh pasien setelah ±90menit setelah pemberian teknik Guide Imagery Relaxation, penulis melakukan pengkajian kembali tentang pola nyeri dengan PQRST. Provoking/Palliative pasien mengatakan nyeri karena benturan sudah berkurang dengan tehnik guide imagery relaxation, Quality masih tertusuktusuk, Region di temporo parietal dextra, Scale berkurang menjadi 5, Time nyeri muncul ketika pasien menggerakan kepala tetapi dengan durasi yang lebih pendek yaitu ± 5 sampai 8 menit. Maka didapatkan hasil bahwa tehnik Guide Imagery Relaxation dapat menurunkan intensitas nyeri kepala dan dapat digunakan untuk mengontrol nyeri. Untuk membantu pasien dalam mengurangi mual muntah dan menurunkan tekan intrakranial pasien mendapatkan terapi Ranitidin 300mg dan Novalgin 500mg. Obat injeksi Ranitidin berfungsi untuk mengobati tukak lambung dan duodenum akut, refluks esofagitis dan keadaan hipersekresi patologis (Kasim, 2013). Pada pasien cedera kepala ringan yang mengalami mual bahkan muntah dapat diberikan obat Ranitidin untuk mencegah pasien untuk muntah kembali serta obat Ranitidin dapat menetralkan asam lambung.
50
Obat injeksi Novalgin berfungsi untuk mengatasi nyeri berat pada kepala, sakit gigi dan paska kecelakaan (Kasim, 2013). Pada pasien cedera kepala ringan merasakan nyeri kepala dari ringan bahkan dapat menjadi berat. Nyeri berat pada pasien cedera kepala ringan di akibatkan adanya tekanan intrakranial dan adanya hematom epidural (Saferi, 2013). Untuk mencegah agar nyeri kepala tidak bertambah berat maka pasien diberikan obat Novalgin.
E. Evaluasi Evaluasi merupakan tujuan akhir dari rencana asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan dalam tindakan keperawatan yang mana menyangkut perkembangan pasien kesehatan pasien dan nilai efektifitas dalam tindakan keperawatan (Dermawan, 2012). Evaluasi yang digunakan sesuai teori yaitu SOAP (Subyektif, Obyektif, Assessment, Planning)yang mana terdiri dari Subyektif adalah pernyataan dari pasien atau keluarga pasien tentang perkembangan kesehatan pasien, Obyektif adalah data yang didapat atau hasil dari pemberian tindakan keperawatan kepada masalah kesehatan pasien, Assessment merupakan kesimpulan dari tindakan keperawatan yang dilakukan, Planning adalah rencana selanjutnya untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien. Hasil perkembangan dari diagnosa keperawatan yang pertama adalah Subyektif bahwa pasien mengatakan sesak nafasnya sudah berkurang tetapi masih merasa terengah-engah. Obyektif bahwa keadaan pasien lebih tenang, tingkat respirasi pasien 26x/menit, saturasi oksigen 99% dan pengguanaan otot bantu pernafasan nampak sudah berkurang. Assessment masalah telah teratasi sebagian.
51
Planing yaitu untuk melanjutkan intervensi yang diantaranya yaitu fasilitasi kepatenan jalan nafas, pantau tingkat pernafasan pasien, berikan posisi yang nyaman, kemudian edukasikan pada keluarga pasien agar segera memberitahu perawat jika terjadi ketidakefektifan pola nafas. Catatan perkembangan pada masalah keperawatan yang kedua adalah hasil pengkajian nyeri setelah pasien dilakukan Guide Imagery Relaxation. maka didapatkan hasil bahwa Provoking/Palliative bahwa nyeri kepala pasien sudah berkurang setelah mengikuti guide imagery relaxation. Quality nyeri seperti tertusuk-tusuk. Region di temporo parrietal dextra. Scale nyeri berkurang menjadi 5. Time nyeri muncul ketika pasien menggerakan kepalanya, dengan durasi yang berkurang yaitu 5 sampai 8 menit. Data obyektif yang didapat adalah pasien sudah terlihat lebih tenang dan lebih rileks. Assessment dari masalah keperawatan nyeri telah teratasi sebagian. Planing lanjutan untuk masalah keperawatan nyeri yaitu kaji pola nyeri dengan PQRST, observasi tanda-tanda vital pasien, ajarkan kembali tehnik relaksasi nafas dalam dan untuk berkolaborasi dengan tenaga medis lain seperti dokter dalam pemberian anti nyeri atau analgesik. Masalah keperawatan nyeri pada cedera kepala yang di alami oleh Nn.I belum teratasi dikarenakan waktu yang kurang pada saat Nn.I di IGD maka rencana tindak lanjut untuk melaksanakan proses keperawatan khususnya pada implementasi untuk mengontrol dan mengurangi nyeri pasien secara non farmakologi dapat dilaksanakan di ruangan atau kamar bangsal yang Nn.I tempati.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Hasil pengkajian yang dilakukan terhadap Nn. I didapatkan pasien mengatakan sesak nafas dengan data obyektif tingkat respirasi 28x/menit, saturasi oksigen 95%, serta tampak penggunaan otot bantu pernafasan, pasien tampak gelisah, kawatir. Data yang ke dua didapatkan hasil provoking/palliative nyeri pada temporo parrietal dextra karena benturan saat kecelakaan, pasien mengatakan bahwa ia hanya memejamkan mata untuk mengurangi nyeri. Quality seperti ditusuk-tusuk dan cekot cekot. Region di temporo parietal dextra dengan skala nyeri 6. Time nyeri terus menerus dengan durasi 5 sampai 10 menit yang timbul ketika pasien menggerakkan kepalanya. Data obyektif yang kedua yang didapat penulis saat pengkajian yaitu pasien meringis kesakitan, dengan GCS 14, Blood Pressure
100
/70mmHg, Heart Rate 82 x/menit , respirasi 28x/menit, temperature
36,70C, saturasi oksigen 95%. 2. Diagnosa yang muncul pada Nn. I yang didapat saat pengkajian adalah ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Nyeri dan Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik. 3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8jam, pasien menunjukan pola pernafasan yang efektif, menunjukan tidak adanya gangguan status pernafasan, tidak menggunakan otot bantu pernafasan, serta menunjuakn adanya kepatenan jalan nafas.
52
53
Intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan yaitu fasilitasi kepatenan jalan nafas dan pantau tingkat pernafasan, rasionalnya agar pasien dapat bernafas dengan nyaman dan transpor oksigen ke seluruh tubuh dapat lancar. Posisikan pasien dengan posisi semi fowler dan konsultasi dengan tenaga ahli atau terapi atau dokter untuk memastikan kepatenan jalan nafas, rasionalnya agar paru-paru dapat mengembang dengan maksimal. Edukasikan pada keluarga agar segera memberitahu perawat jika terjadi ketidakfektifan pola nafas. Masalah keperawatan yang kedua adalah nyeri akut yang berhubungan dengan agen cedera fisik, maka rencana dan tujuan kriteria hasil yang mana setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8jam, pasien tidak merasakan nyeri atau skala nyeri berkurang, pasien melaporkan bahwa dapat beristirahat dengan baik dan efektif. Intervensi atau rencana keperawatan yang kedua yaitu, kaji pola nyeri dengan P,Q,R,S,T dan obervasi tanda-tanda vital rasionalnya untuk mengetahui tingkat nyeri pasien dan keadaan umum pasien. Ajarkan relaksasi nafas dalam kemudian lanjutkann dengan tehnik Guide Imagery Relaxation, rasionalnya untuk mengurangi nyeri. Berikan informasi tentang nyeri pada keluarga dan pasien serta kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik atau anti nyeri, rasionalnya agar keluarga tahu tentang nyeri yang di alami oleh pasien. 4. Implementasi yang dilakukan oleh penulis terhadap Nn. I pada tanggal 18 Maret 2015 adalah memfasilitasi jalan nafas, mengkaji pola nyeri dengan PQRST, memantau tanda tanda vital, memposisikan pasien dalam posisi
54
yang nyaman, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, mengajarkan mengontrol nyeri dengan Guide Imagery Relaxation. 5. Evaluasi yang didapat dari pasien pada tanggal 18 Maret 2015, Subyektif bahwa pasien mengatakan sesak nafasnya sudah berkurang tetapi masih merasa terengah-engah. Obyektif bahwa keadaan pasien lebih tenang, tingkat respirasi pasien 26 x/menit dan pengguanaan otot bantu pernafasan nampak sudah berkurang. Assessment masalah telah teratasi sebagian. Planing yaitu untuk melanjutkan intervensi yang diantaranya yaitu fasilitasi kepatenan jalan nafas, pantau tingkat pernafasan pasien, berikan posisi yang nyaman, kemudian edukasikan pada keluarga pasien agar segera memberitahu perawat jika terjadi ketidakefektifan pola nafas. Catatan perkembangan pada masalah keperawatan yang kedua adalah hasil pengkajian nyeri setelah pasien dilakukan Guide Imagery Relaxation maka didapatkan hasil bahwa Provoking/Palliative bahwa nyeri kepala pasien sudah berkurang setelah mengikuti guide imagery relaxation. Quality nyeri seperti tertusuk-tusuk. Region di temporo parrietal dextra. Scale nyeri berkurang menjadi 5. Time nyerin muncul ketika pasien menggerakan kepalanya, dengan durasi yang berkurang yaitu 5 sampai 8 menit. Data obyektif yang didapat adalah pasien sudah terlihat lebih tenang dan lebih rileks. Assessment dari masalah keperawatan nyeri telah teratasi sebagian. Planing lanjutan untuk masalah keperawatan nyeri yaitu kaji pola nyeri dengan PQRST, observasi tanda-tanda vitap pasien, ajarkan kembali tehnik relaksasi nafas dalam dan untuk berkolaborasi dengan tenaga medis lain seperti dokter dalam pemberian anti nyeri atau analgesik.
55
6. Analisa ketidakefektifan pola nafas yaitu sesak nafas Nn. I sudah berkurang tetapi masih merasa terengah-engah. Obyektif bahwa keadaan pasien lebih tenang, tingkat respirasi pasien 26 x/menit dan pengguanaan otot bantu pernafasan nampak sudah berkurang. Analisa pemberian guide imagery relaxation terhadap penurunan nyeri pada pasien cedera kepala ringan menjukan keefektifan karena nyeri yang dialami oleh Nn. I berkurang yang awalnya dengan skala 6 menjadi 5. Hal ini sesuai dengan teori (Rahayu, 2010) bahwa Guide Imagery Relaxation mempunyai efek positif dalam mengontrol nyeri untuk menurunkan tingkat nyeri dengan cara pengalihan perhatian dengan cara menstimulus pasien dengan stimulus-stimulus yang menyenangkan.
B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala ringan, penulis memberikan saran antara lain: 1. Bagi Pasien Saran bagi pasien cedera kepala ringan untuk melakukan perawatan dan pengobatan yang tepat dan secara kontinyu dalam mencegah terjadinya komplikasi penyakit akibat dari cedera kepala ringan. Untuk mengatasi atau mengontrol nyeri saat nyeri muncul yaitu dapat dengan cara relaksasi nafas dalam secara mandiri serta dapat meminta bantuan pada petugas untuk memandu dalam teknik Guide Imagery Relaxation. 2. Bagi Rumah Sakit
56
Nyeri kepala merupakan masalah yang rentan dialami oleh pasien cedera kepala ringan, sehingga perawat perlu mengidentifikasi dini untuk mencegah peningkatan nyeri kepala akibat penekan pada intrakranial maka untuk mengaplikasikan tindakan non farmakologi Guide Imagery Relaxation di ruangan IGD dapat disediakan ruangan khusus agar pasien lebih fokus dan relaks. 3. Bagi Institusi Pendidikan Aplikasi riset ini dapat menjadi bahan referensi bagi institusi pendidikan tentang penerapan Guide Imagery Relaxation pada pasien cedera kepala ringan yang mengalami nyeri kepala. 4. Bagi Penulis Sebaiknya dilakukan modifikasi tindakan lain seperti memodifikasi ruangan agar tenang sehingga pasien dapat beristirahat. Selain itu pula penulis diharapkan dapat melibatkan keluarga dalam upaya perawatan pada pasien cedera kepala ringan pada penerapan aplikasi ini selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta Clevo Rendy. M. 2010. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.
Damanik R.P. 2011. Karakteristik Penderita Cedera Kepala Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Darat.Sumatra Utara
Dermawan, Deden. 2012. Proses Penerapan dan Kerangka Kerja. Gosyen Publising. Yogyakarta
Dewi Kartikawati. 2013. Dasar – Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Salemba Medika Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2013. Buku Saku Kesehatan Tahun 2013. Semarang Ginsberg, L. (2007). Lecture Notes : Neurology 9th edition. West Sussex: Blackwell Publishing Ltd
Grace, Price.A . 2006. Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga.
Lahdimawan I. T. F. dkk. 2013. Hubungan Penggunaan Helm Dengan Beratnya Cedera Kepala Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Darat Di Rsud Ulin Bulan Mei - Juli 2013. Vol. 10 (No. 2)
Lyndon, Helms. 20013. Physiology and treatment of pain. Critical Care Nurse.
Mariyam. 2011. Pengaruh Guided Imagery Terhadap Tingkat Nyeri Anak Usia 7 -13 Tahun Saat Dilakukan Pemasangan Infus Di RSUD Kota Semarang. Tesis. Program Pasca Sarjana. Semarang
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat.Yogyakarta: Nuha Medika.
57
58
Ns Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika. Nurdiana, I. 2012. Pengaruh Guide Imagery Relaxation Terhadap Nyeri Kepala Pada Pasien Cedera Kepala Ringan. Prosiding Neurobehaviour II. STIKes Hang Tuah. Surabaya
Oda Debora. 2013. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta. Salemba Medika
Patasik C. K. dkk. 2013. Efektifitas Teknik Relaksasi Nafas Dalam Dan Guided Imagery Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesare. Vol. 1 (No. 1). Manado
Putri A. L. 2014. Hubungan Trauma Kepala Ringan Sampai Sedang Dengan Vertigo. Skripsi. Program Pasca Kedokteran. Surakarta
Rahmayati, Yeni Nur. 2010. Pengaruh Guided Imagery Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Skizoafektif Di RSJD SURAKARTA. http://etd.eprints.ums.ac.id/9482/1/J210060060.pdf
Rendy, Clevo M. 2010. Keperawatan Medikal bedah. Jakarta. EGC
Ria Rahmi. 2013. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien Cedera Kepala Di RSUP Fatmawati. Skripsi. Program Pasca Sarjana. Depok.
Smeltzer, Bare, Mariyam. 2011. Pengaruh Guided Imagery Terhadap Tingkat Nyeri Anak Usia 7 -13 Tahun Saat Dilakukan Pemasangan Infus Di RSUD Kota Semarang. Tesis. Program Pasca Sarjana. Semarang
Tarwoto dkk. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC Urip Rahayu. Dkk. 2010. Pengaruh Guide Imagery Relaxation Terhadap Nyeri Kepala Pada Pasien Cedera Kepala Ringan. Laporan Akjhir Penelitian. Disertasi. Bandung Yessie M, Andra Saferi. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.