TEKNIK NARASI DALAM TIGA NOVEL KARYA WILLIAM FAULKNER Oleh Rido Budiman Dosen Program Studi Sastra Inggris Fakultas Komunikasi, Sastra dan Bahasa Universitas Islam “45” Bekasi Abstract In this research I discuss the narration technique in three of William Faulkner works Absalom, Absalom!, Light in August, and As I Lay Dying. Faulkner uses multiple narrators in those three works. The aim of my thesis writing is to discuss how the narration technique with multiple narrators is used in those three novels. Faulkner applies multiple narrators in a form of narration that completes each other in certain modes of narration hence the readers could understand the story of each novel in many different point of views. There are several modes of narration that Faulkner applies such as supporting narration mode, negating narration mode, questioning narration mode, and dominance narration mode. Keywords: narration technique, multiple narrator, modes of narration PENDAHULUAN Kesusastraan Amerika Serikat mengenal William Faulkner sebagai penulis yang sering bereksperimen dalam narasi. Narator memegang peranan penting dalam proses penceritaan karena naratorlah yang menentukan bagaimana sebuah cerita ditampilkan. Narator dalam sebuah novel berfungsi sebagai juru bicara kepada pendengar atau pembacanya. Dalam novel As I Lay Dying, Light in August, dan Absalom, Absalom! karya William Faulkner narasi diceritakan oleh lebih dari satu orang narator (narator majemuk). Narator majemuk dalam ketiga novel tersebut yang pada beberapa bagian cerita juga menjadi karakter disajikan dengan beberapa cara tertentu yang
membuat narasi masing-masing narator saling melengkapi narasi yang telah ada sebelumnya. Beberapa cara penyajian narasi yang saling melengkapi dalam novel-novel tersebut antara lain dengan menghadirkan narator yang mendukung narasi dari narator sebelumnya dengan mengulang narasi, menghadirkan narator yang mendukung narasi narator sebelumnya dengan menambahkan informasi baru, dan dengan menghadirkan narator yang menegasikan narasi narator sebelumnya. Cara penyajian narator majemuk seperti ini memberikan kesan bahwa pengarang ingin membuat pembaca memahami cerita
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 1, Maret – Agustus 2010
67
dari berbagai sudut pandang yang ada dalam masing-masing novel tersebut. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan saya untuk membahas teknik narasi dalam tiga novel William Faulkner tersebut adalah dengan menggunakan teoriteori tentang teknik narasi yang dicetuskan oleh Wallace Martin. Menurut Martin narasi suatu novel dapat disampaikan oleh lebih dari seorang narator yang dalam istilah disebut narator majemuk. Dengan narator majemuk ini narasi menjadi lebih kompleks karena apabila dilihat dari sudut pandang pembaca, untuk memahami keseluruhan cerita pembaca harus memahami berbagai macam narator yang mempunyai kompleksitas sendiri-sendiri. Narator majemuk sendiri bekerja dimulai dari seorang narator yang menyampaikan narasi tulisan, ujaran, pikiran atau kombinasi dari tiga hal tersebut. Kemudian muncul satu orang narator lagi atau lebih yang mendukung, menentang, mempertanyakan, melawan, memperdebatkan dan mendominasi yang pada akhirnya menunjukan adanya ketidaklengkapan dan ketidakjelasan dari salah satu narasi sehingga diperlukan narasi-narasi dari narator lain untuk melengkapi narasi yang tidak lengkap tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan menggunakan teknik narasi narator majemuk untuk menyampaikan narasi dalam sebuah novel, “ technique is not simply an
auxiliary aspect of narration, a necessary encumbrance that the writers must use to convey meaning, but rather that the method creates the possibility of meaning ” (Martin, 1986:132). Hal ini berarti membuat hubungan antar narator penting untuk diperhatikan karena disini dapat terjadi konflik narasi yang membuat cerita novel menjadi lebih menarik untuk diikuti. Tiap narasi bisa diciptakan seakan-akan mempunyai versinya sendiri-sendiri tentang siapa yang paling benar dalam novel tersebut. Hal ini disajikan dengan menghadirkan narasi yang melawan atau menegasikan narasi yang ada sebelumnya. Konflik-konflik narasi ini kemudian dapat berujung pada dominannya salah satu narator dalam narasi yang dengan dominasinya itu seakan-akan ingin menunjukkan bahwa narasi narator yang dominan itulah yang lebih benar. Asumsi narator yang dominan ini mungkin saja dapat dimentahkan oleh narator yang narasinya lebih sedikit tetapi mempunyai pengaruh yang sangat signifikan dalam jalan cerita. Jadi menurut saya narator majemuk memang dirancang untuk saling melengkapi narasi dengan cara-cara tertentu. Salah satunya seperti yang telah saya sebutkan yaitu dengan mendukung narasi sebelumnya yaitu narator, yang pada beberapa bagian cerita dari novelnovel yang saya bahas juga menjadi karakter, membenarkan narasi narator sebelumnya dengan cara memberikan informasi cerita yang mendukung.
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 1, Maret – Agustus 2010
68
Lalu cara saling melengkapi selanjutnya adalah dengan menentang narasi sebelumnya dengan memberikan informasi cerita yang berlawanan dengan narasi sebelumnya. Ada juga narasi yang mempertanyakan narasi sebelumnya misalnya dengan mempertanyakan mengapa narator sebelumnya bersikap, berpikiran dan bertingkahlaku yang patut dipertanyakan bagi narator tersebut. Bisa juga narasi tersebut berupa pertengkaran tentang suatu hal yang kemudian dari narasi tersebut dapat dipahami oleh pembaca suatu informasi baru yang signifikan bagi jalan cerita. Dapat juga narasi saling melengkapi dengan menginterpretasikan narasi sebelumnya dengan memberikan pemahaman baru terhadap topik narasi sebelumnya. Berbagai cara narasi yang saling melengkapi ini dapat menggunakan sudut pandang narator orang ketiga ataupun narator orang pertama. Dengan banyaknya cara saling melengkapi dalam teknik narasi narator majemuk juga dapat melahirkan banyaknya plot cerita yang dibangun pada suatu novel. Dari sekian banyak plot tersebut akhirnya dapat terjadi persinggungan antar plot yang dapat melahirkan klimaks atau antiklimaks dari suatu novel yang menggunakan teknik narasi narator majemuk. Hal inilah yang menjadi daya tarik teknik narasi narator majemuk yang memungkinkan pembaca memahami cerita dari berbagai jenis narator. Jadi bisa
dikatakan narator majemuk berfungsi untuk memberikan pemahaman lebih kepada pembaca dibandingkan dengan menggunakan satu orang narator orang ketiga yang unlimited dan omniscient ataupun satu narator orang pertama. PEMBAHASAN Teknik Narasi Dalam Novel Absalom, Absalom! Dalam novel ini narasi yang digunakan adalah kombinasi antara narasi orang pertama dan narasi orang ketiga. Untuk memperkenalkan kepada para narator, Faulkner menggunakan teknik narasi orang ketiga yang unlimited dan omniscient kemudian menggunakan narasi orang pertama yang mempunyai ciri personified narrator. Narator ini kemudian mempunyai seorang narratee yang merupakan salah satu tokoh. Narator kemudian berkembang menjadi majemuk dengan munculnya narator baru yang juga merupakan salah satu tokoh cerita. Rosa Coldfield sebagai narator pertama yang muncul dalam novel ini berperan sebagai narator fondasi dari narator-narator berikutnya dan juga berperan sebagai intradiegetic narrator karena dialah satu-satunya narator yang terlibat secara langsung dengan narasinya sendiri. Narasinya dimulai dengan memberi alasan kepada Quentin sebagai narratee-nya kenapa dia bercerita tentang masa lalunya yang tidak terlepas dari Thomas Sutpen yang kemudian menjadi sumber narasi narator-narator berikutnya.
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 1, Maret – Agustus 2010
69
Alasan Rosa menceritakan masa lalunya itu adalah agar Quentin nanti dapat menuliskannya dalam sebuah buku karena dia mengetahui bahwa Quentin akan kuliah di Harvard. Rosa memulai narasinya dengan bercerita tentang kedatangan Sutpen ke kota Jefferson. Sutpen kemudian membuat reputasi sebagai orang yang kasar dan liar dengan tingkah lakunya yang suka berkelahi dan berjudi. Untuk memperbaiki reputasinya, Sutpen menikahi kakak Rosa yang bernama Ellen. Mereka kemudian tinggal di sebuah rumah mewah seluas 100 acre bernama Sutpen’s Hundred dan mempunyai sepasang anak Henry dan Judith yang usianya hanya beberapa tahun lebih tua dari Rosa. Rosa kemudian menceritakan bagaimana Sutpen tetap kasar dan liar meskipun dia menikahi seorang Kristen Metodis yang taat seperti Ellen. Dia menganggap Sutpen sebagai “… not even a gentlemen. Marrying Ellen or marrying ten thousand Ellens could not have made him one “ (Faulkner,1986:11). Dari sini mulai terlihat bagaimana Rosa membenci Sutpen sehingga narasinya menjadi lebih subjektif. Rosa menganggap Sutpen sebagai orang yang menghancurkan kehidupan keluarganya dan juga kehidupan dirinya. Di sinilah terlihat peran lain dari narasi Rosa yaitu sebagai pengisi emosi dari novel ini karena tidak ada narator lain selain Rosa yang juga berada di dalam narasinya sendiri. Tetapi dengan adanya emosi dalam narasi Rosa menyebabkan timbulnya
ketidakjelasan dan ketidaklengkapan dari narasi tersebut. Peran untuk mengisi kejelasan dan kelengkapan cerita ini kemudian diambil oleh Mr. Compson, Quentin, dan Shreve. Quentin sebagai narratee, menurut saya menganggap Rosa sebagai pusat dari narasi karena pada saat Rosa menyampaikan narasinya dia tidak berusaha untuk bertanya atau mengomentari narasi Rosa. Quentin menganggap semua yang dikatakan Rosa adalah benar tetapi semua itu berubah ketika Quentin mendengarkan narasi Mr. Compson yang berlawanan dengan narasi Rosa. Mr. Compson sebagai narator berusaha untuk melengkapi bahkan mengkoreksi narasi dari Rosa. Lebih lanjut narasi lebih banyak diceritakan Mr Compson dibandingkan dari ketiga narator lainnya yaitu Rosa, Quentin dan Shreve. Disini menurut saya terjadi apa yang disebut Michel Foucault sebagai the battle of truth yaitu berusaha mempengaruhi Quentin agar menerima salah satu dari narasi mereka. Mereka berdua, Compson dan Rosa, berusaha memproduksi truth untuk kepentingannya masing-masing. Kepentingan Rosa dalam hal ini adalah agar Quentin menulis ceritanya tersebut ke dalam sebuah buku sehingga ada orang yang mengingat dan mengenangnya. Dari narasi Mr. Compson terlihat bahwa Rosa sepanjang hidupnya merasa telah tersia-siakan dengan meninggalnya ibunya ketika sedang mengandung dirinya dan fakta bahwa sepanjang hidupnya dia selalu
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 1, Maret – Agustus 2010
70
sendiri tanpa seorang suami atau kekasih juga sikap ayahnya yang kurang memperhatikannya hingga dia bunuh diri. Akumulasi kesedihan ini hanya dapat terhapuskan dengan bercerita kepada Quentin. Kepentingan Mr. Compson sendiri bila ditelusuri ternyata tidak jelas, perannya di dalam novel ini hanya seperti tukang dongeng yang bercerita kepada anak-anak. Menurut saya Mr.Compson bisa dianggap sebagai proyeksi dari diri sang pengarang. Hal ini dapat terlihat pada bab 2 dan 3 yang pada kedua bab ini narasi Mr. Compson tidak memakai tanda kutip lagi sehingga seolah-olah dia sudah melebur menjadi satu dengan sang pengarang. Sebagai contoh pada bab 2 pertama-tama sang pengarang dengan narasi orang ketiga bercerita tentang cuaca di tempat tinggal Mr. Compson kemudian narasi tiba-tiba berubah menjadi narasi Mr. Compson yang sedang bercerita kepada Quentin tentang cuaca ketika Thomas Sutpen pertama kali datang ke Jefferson. Narasi Mr. Compson kemudian berubah menjadi narasi ujaran Mr. Compson kepada Quentin . Narasi ini dimulai dengan” “ [t]hen one day he quitted Jefferson for the second time,” Mr. Compson told Quentin.”(Faulkner,1986:33) Perubahan posisi narator ini menurut saya merupakan sebagian usaha Mr. Compson memproduksi truth agar Quentin yang menjadi narratee yang dilihat pembaca lebih mempercayai Mr. Compson sebagai seorang narator. Usaha Mr. Compson
membuat narasinya dianggap sebagai pemegang yang dalam istilah Foucault regime of truth dalam novel ini. Mr. Compson kemudian melanjutkan narasinya dengan menceritakan kemunculan kembali Sutpen ke kota Jefferson setelah sempat menghilang dengan membawa barang-barang mewah seperti kristal, permadani, dan kayu mahoni. Penduduk kota mulai curiga tentang asal-usul kekayaannya karena tiba-tiba saja dia mendapatkannya. Mereka curiga dia terlibat perampokan kapal-kapal di Sungai Mississippi yang pada saat itu sering terjadi. Kecurigaan itu mereka lampiaskan dengan mengikuti Sutpen dan menangkapnya setelah dia keluar dari rumah Mr. Coldfield untuk melamar Ellen. Mr. Coldfield dan Jenderal Compson, ayah dari Mr. Compson dan kakek Quentin, kemudian membebaskan Sutpen dengan membayar jaminan. Dua bulan kemudian Sutpen dan Ellen menikah. Dari narasi di atas dapat menunjukkan bahwa narasi Mr. Compson lebih lengkap dan lebih detail, karena disebutkan hal-hal yang tidak tercantum pada narasi Rosa. Bahasa yang digunakan juga lebih tenang dan langsung dengan narasi yang linear sehingga mudah dimengerti oleh pembaca seperti ditunjukkan dalam kutipan berikut ini: “ it was in June of 1838, almost five years to the day from that Sunday morning when he rode into town on
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 1, Maret – Agustus 2010
71
the roan horse. It (the wedding) was in the same Methodist church where he saw Ellen for the first time, according to Miss Rosa. The aunt had even forced or nagged (not cajoled: that would not have done it) Mr. Coldfield into allowing Ellen to wear powder on her face for the occasion. The powder was to hide marks of tears. But before the wedding was over the powder was streaked again, caked and channelled.” (Faulkner,1986:37) Dengan menggunakan bahasa yang lebih tenang dan langsung serta narasi yang linear, narasi Mr. Compson lebih tampak dipercayai baik oleh Quentin maupun pembaca karena perannya sebagai seorang extradiegetic narrator. Hal ini semakin diperkuat oleh pernyataan Mr. Compson bahwa dia mendengar cerita mengenai Sutpen melalui cerita kakek Quentin Jenderal Compson yang merupakan teman baik Sutpen. Meskipun demikian ada beberapa bagian narasi Mr. Compson yang sedikit bersifat spekulatif seperti yang terlihat dalam kutipan berikut tentang alasan Mr. Coldfield tidak mau lagi datang ke Sutpen’s Hundred: “ Perhaps he felt, now that the grandchildren were grown, that the draft on his conscience had been discharged what with Henry away at the State University at Oxford and Judith gone
even further than that: — into that transition stage between childhood and womenhood where she was even more inaccesible to the grandfather of whom she had seen but little during her life and probably cared less anyway— that state where, though still visible, young girls appear as though seen through glass and where even the voice cannot reach them;” (Faulkner,1986: 52-53) Dari narasi di atas terlihat bahwa Mr. Compson hanya berandaiandai tentang alasan ketidakbersediaan Mr. Coldfield mengunjungi Sutpen’s Hundred. Quentin sebagai narratee yang berwenang untuk mengecek kebenaran dari narasi ini seperti tenggelam ke dalam truth yang disajikan oleh ayahnya karena tidak ada reaksi dari Quentin untuk mencari apa yang bisa dianggap truth dalam novel ini. Pada saat ayahnya menjadi narator, Quentin banyak mengiyakan dan hanya berkomentar dalam pikirannya yang disajikan dalam teknik stream of conciousness. Hal ini semakin menunjukkan bahwa Quentin menerima Mr. Compson sebagai pemegang regime of truth. Narasi Mr.Compson banyak dipicu oleh pertanyaan Quentin tentang Rosa dan pertanyaan tentang cerita Sutpen seperti ketika ia menanyakan mengapa Rosa menceritakan kejadian yang memalukan baginya yaitu ketika Sutpen membatalkan pertunangannya
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 1, Maret – Agustus 2010
72
dengan Rosa. Quentin mengatakan: “[i]f he threw her over, I wouldn’t think she told anybody about it ….”(Faulkner,1986: 46) Mr.Compson menjawab pertanyaan Quentin dengan menceritakan masa lalu Rosa, sesuatu yang tidak diceritakan Rosa kepada Quentin, dan menganggap keputusan Rosa untuk menikahi Sutpen adalah sebuah usaha untuk mengontrol Sutpen dari kehidupannya yang menurut Rosa liar dan kasar. Pada bab I novel ini Quentin bertanya kepada Mr. Compson tentang alasan Rosa bercerita. Pertanyaan ini dijawab dengan sebuah narasi singkat yang berupa pendapat Mr. Compson bahwa Rosa menganggap Quentin merupakan seorang gentlemen yang akan menuruti segala permintaannya dan berharap Quentin tahu sesuatu yang dia tidak ketahui tentang Sutpen karena Quentin adalah cucu dari sahabat karib Sutpen. Rosa juga menganggap Quentin “partly responsible through heredity for what happened to her and her family” (Faulkner,1986: 8) karena pertemanan Sutpen dengan Jenderal Compson menyebabkan Sutpen menetap di Jefferson dan menikahi Ellen. Bila diamati sejak bab 2, Mr. Compson diberi kesan sebagai seorang narator yang reliable karena narasi yang digunakan lebih authorial dari Rosa dan informasi cerita Sutpen didapat langsung dari Jenderal Compson yang mendapat informasi langsung dari Sutpen sendiri. Tetapi kemudian narasinya berubah menjadi
lebih subjektif seperti terlihat dalam bab 4 dimana Mr. Compson beberapa kali menggunakan ungkapan ‘I can imagine’, salah satunya pada saat menyajikan pertengkaran Sutpen dengan Henry di perpustakaan rumah mereka. Bahkan ungkapan ini dipakai tiga kali pada hal 86. Lalu bab 4 diakhiri dengan imajinasi Quentin bahwa ia bisa melihat pada saat Henry menembak mati Charles Bon di gerbang Sutpen’s Hundred. Imajinasi ini berkembang menjadi narasi yang interpretatif ketika Quentin menjadi narator pada bab 6 hingga bab 9. Pada bab 5 Rosa kembali menjadi narator dengan Quentin kembali sebagai narratee. Mereka berdua sedang dalam perjalanan menuju Sutpen’s Hundred. Dalam narasinya Rosa bercerita saat dia memutuskan tinggal di Sutpen’s Hundred setelah kematian Charles Bon. Dia bermaksud untuk tinggal disana, meskipun harus hidup dengan serba kekurangan karena kaburnya para budak dari perkebunan setelah peristiwa itu, hingga Sutpen pulang dari berperang. Di sini juga diceritakan bagaimana Rosa sampai dilamar dan bagaimana lamaran tersebut tidak sampai ke pernikahan karena Rosa merasa terhina dengan persyaratan Sutpen yang hanya ingin menikah jika terlebih dahulu Rosa melahirkan seorang anak laki-laki. Dalam narasi Rosa kali ini terjadi perubahan yaitu narasinya menjadi tanpa tanda kutip tetapi pada akhir narasi Quentin sebagai narratee ternyata tidak mendengarkan
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 1, Maret – Agustus 2010
73
sebagian besar cerita Rosa. Hal ini menandakan Quentin semakin tidak mempercayai narasi Rosa setelah Quentin mendengarkan narasi Mr. Compson. Narasi Rosa ini tetap disampaikan dengan penuh kebencian terhadap Sutpen, terutama setelah Rosa menolak lamaran Sutpen yang sempat diterimanya dan juga muncul rasa cemburu terhadap Judith karena Judith bisa merasakan jatuh cinta dan hampir menikah. Dari sini semakin jelas bahwa Rosa sengaja ditempatkan oleh Faulkner sebagai narator yang hanya dapat bercerita hal-hal yang dialami, dilihat, dan didengarkannya sendiri. Saya juga melihat Faulkner sebagai orang yang terjebak dalam stereotip bahwa perempuan adalah manusia yang sensitif dan emosional yang tidak bisa hidup tanpa laki-laki. Mungkin saja ini karena pengaruh dari zaman dimana sang pengarang hidup. Dari pemaparan diatas dan sebelumnya saya berkesimpulan bahwa para narator dalam Absalom, Absalom! memiliki suatu pola dalam melengkapi narasinya. Pola tersebut yaitu dengan mengulangi narasi oleh narator sebelumnya dan berusaha untuk mengembangkan narasi sehingga mereka dapat memahami narasi sebelumnya. Para narator berusaha untuk memahami kisah Sutpen menurut keinginan mereka masing-masing sehingga truth yang mereka hasilkan sebenarnya adalah hasil dari rekayasa masing-masing dalam usaha mereka memegang regime of truth.
Teknik Narasi dalam Light in August Dalam Light in August Faulkner kembali menggunakan narasi dengan narator majemuk. Penggunaan narator majemuk dalam novel ini tidak terlalu dominan karena sebagian besar narasi diceritakan oleh seorang unpersonified narrator yang bisa dikatakan sebagai sang pengarangnya sendiri. Narator orang ketiga ini juga unlimited dan omniscient seperti dalam Absalom, Absalom! yang kemudian dilengkapi dengan beberapa orang personified narrator seperti Byron Bunch dan seorang penjual furnitur anonim yang bercerita dalam narasi orang pertama. Namun narator orang ketiga ini memiliki ciri yang tidak biasa yaitu narasinya dapat berpindah ke sudut pandang beberapa tokoh. Narasi narator orang ketiga biasanya hanya terfokus pada sudut pandang satu tokoh utama. Hal ini saya amati terdapat pada tiga bab awal dimana narator orang ketiga pertama-tama menyampaikan narasi dari sudut pandang Lena Grove. Lena adalah seorang perempuan yang mengembara dalam keadaan mengandung untuk mencari ayah dari anak yang dikandungnya yang bernama Lucas Burch. Pengembaraan ini membawa Lena ke Jefferson, Mississippi setelah orang yang ditemuinya di perjalanan mengatakan di kota tersebut ada orang yang bernama mirip dengn Burch yaitu Bunch yang bekerja di sebuah tempat
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 1, Maret – Agustus 2010
74
pembuatan tepung. Lena yakin Lucas Burch juga bekerja ditempat itu tetapi yang dia temukan hanyalah Byron Bunch. Dalam narasi dari sudut pandang Lena Grove narator mempunyai akses ke pikiran sadar dan tidak sadar dari tokoh ini. Untuk membedakan antara narasi pikiran yang sadar dan tidak sadar digunakan huruf cetak miring untuk narasi pikiran yang tidak sadar yang dalam istilah Hawthorn dikenal dengan nama stream of conciousness dan tanda kutip pada narasi pikiran yang sadar. Sebagai contoh dapat saya tunjukkan dalam kutipan berikut ini: “ Sitting beside the road, watching the wagon mount the hill toward her, Lena thinks, ‘I have come from Alabama: a fur piece.’ Thinking although I have not been quite a month on the road I am already in Mississippi, further from home than I have ever before. I am now further from Doanne’s Mill than I have been since I was twelve years old.” (Faulkner,1932: 5) Lalu pada bab kedua tiba-tiba narator mengubah sudut pandangnya pada seorang tokoh bernama Byron Bunch untuk menceritakan kedatangan seorang pria misterius bernama Joe Christmas ke kota Jefferson. Byron menggambarkan pria itu sebagai “looked like a tramp, yet not like a tramp either” (Faulkner,1932: 25). Joe Christmas ini kemudian berteman dengan seorang pria pendatang bernama Joe
Brown yang merupakan nama alias dari Lucas Burch. Mereka berdua kemudian mempunyai usaha sambilan yaitu menjual minuman keras ilegal. Kemudian pada bab ketiga sudut pandang berubah kembali kali ini dari seorang pendeta bernama Gail Hightower. Tidak seperti narasi Lena Grove, narasi Bunch dan Hightower tidak mempunyai akses ke pikiran kedua tokoh tersebut. Mereka berdua hanya menceritakan apa yang pernah mereka alami selama di Jefferson serta “what [they] heard and watched as it came to [their] knowledge” .(Faulkner,1932: 28) Narator orang ketiga ini juga mendominasi sebagian besar narasi dalam novel ini. Meskipun ada narator-narator lain yang menggunakan narasi narator orang pertama, mereka hanya berfungsi melengkapi hal-hal yang tidak dijelaskan narator orang ketiga secara detail. Salah satu narator orang pertama dalam novel ini adalah Byron yang mempunyai peran ganda yaitu sebagai narator dan tokoh. Sebagai narator Byron bercerita kepada Hightower yang juga berperan ganda yaitu sebagai tokoh dan narratee. Narasi Byron bercerita tentang kedatangan Lena ke tempat kerjanya di sebuah tempat penggergajian kayu untuk mencari Lucas Burch. Lena sempat menyangka Byron adalah Burch karena ada orang yang mengatakan bahwa ada yang bernama Burch di tempat itu. Setelah Lena berkata
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 1, Maret – Agustus 2010
75
bahwa “he have a little white scar right here by his mouth” (Faulkner,1932: 62) barulah Byron tahu bahwa yang dimaksud adalah Joe Brown. Byron berjanji untuk mengantarnya menemui Burch tetapi ia tidak berani mengatakan bahwa Burch sedang dipenjara karena terlibat pembunuhan seorang perempuan tua bernama Joanna Burden. Dari narasi Byron inilah mulai timbul konflik yang mengaitkan semua tokoh yaitu pembunuhan Joanna oleh Joe Christmas. Byron mencintai Lena tetapi Lena masih mengharapkan Joe Brown yang terjebak di penjara karena keterkaitannya dengan Joe Christmas. Sedangkan Hightower pada bab-bab akhir terkait dengan Christmas karena kakek dan nenek Christmas memintanya untuk membuat alibi yang akan membebaskan Christmas. Narasi Byron ini dapat dikatakan sebagai narasi yang memicu konflikkonflik yang akan terjadi (Martin,1986: 131) dalam novel Light in August. Selanjutnya narasi Byron tidak berlanjut kembali. Setelah narasi Byron kembali narator orang ketiga bercerita kali ini melalui sudut pandang Joe Christmas. Pada mulanya narasi bercerita tentang malam sebelum pembunuhan terhadap Joanna terjadi. Kemudian berubah menjadi kilas balik masa lalu Christmas yang kelam dimulai dari masa kecilnya di panti asuhan. Narator memulainya dengan narasi: “Memory believes before knowing remembers. Believes
longer than recollects, longer than knowing even wonders. Knows remembers believes a corridor in a big long gabled cold echoing building of dark red black sootbleakened by more chimneys than its own, set in a grassless cinderstrewnpacked compound surrounded by smoking factory purlieus and enclosed by a ten foot steeland-wire fence like a penitentiary or a zoo, where in random erratic surges, with sparrowlike childtrebling, orphans in identical and uniform blue denim in and out of remembering but in knowing constant as the bleak walls, the bleak windows where in rain soot from the yearly adjecenting chimneys streaked like black tears.” (Faulkner,1932: 91) Dari narasi ini terlihat bahwa narator ingin membangun suasana kelam yang mendominasi sebagian besar narasi Byron. Hal ini juga semakin mengkokohkan posisi narator orang ketiga sebagai center dari novel ini karena ia mampu masuk ke berbagai sudut pandang tokoh-tokoh yang ada untuk menciptakan interest dan konflik yang membangun novel ini. Tetapi posisi center ini hanya dalam banyaknya narasi yang disampaikan oleh narator orang ketiga ini. Ada bagian-bagian yang tidak bisa diceritakan oleh narator ini seperti pada narasi Byron yang menceritakan
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 1, Maret – Agustus 2010
76
kedatangan Joe Christmas dan Joe Brown ke kota Jefferson. Jadi dalam novel Light in August ini narasi saling melengkapi dalam tiga cara. Pertama yaitu dengan dominasi banyaknya narasi dari narator orang ketiga, kedua dengan mendukung narasi sebelumnya yaitu dengan cara menambahkan informasi cerita yang baru, dan yang terakhir dengan melawan narasi sebelumnya seperti yang dilakukan dalam narasi Gavin Stevens. Lewat ketiga cara itulah narator-narator Light in August saling melengkapi. Teknik Narasi As I Lay Dying Berbeda dengan Absalom, Absalom! dan Light in August, dalam As I Lay Dying sama sekali tidak digunakan narator orang ketiga walaupun masih menggunakan narator majemuk. Narasi narator orang pertama disajikan oleh serangkaian personified narrator yang silih berganti menyampaikan cerita dan saling melengkapi cerita. Narator tidak hanya sekali bercerita kemudian digantikan oleh narator lain, tetapi dapat muncul kemudian sampai berkali-kali untuk melengkapi narasinya. Semua narator disajikan berkali-kali bergantung kepada situasi bagaimana dia dapat bercerita dalam narasi apakah dia hadir dalam narasinya itu sehingga dia dapat bercerita. Dari 14 orang narator yang ada dalam novel ini hampir semua narator adalah intradiegetic narrator karena narator-narator tersebut terlibat langsung dalam narasi yang
diceritakannya kecuali salah satu narator bernama Darl Bundren yang selain intradiegetic juga extradiegetic sehingga dapat bercerita meskipun dia tidak terlibat dalam narasinya. Darl Bundren adalah narator pertama yang muncul dalam novel As I Lay Dying yang bercerita tentang perjalannya bersama adik lakilakinya bernama Jewel di ladang kapas dekat rumah mereka. Ketika mereka sampai pada sebuah mata air, Darl memperkenalkan kakaknya yang bernama Cash kepada pembaca dengan kalimat “ I pass him [Jewel] and mount the path, beginning to hear Cash’s saw ” (Faulkner,1985: 4). Darl lalu menjelaskan bahwa Cash sedang membuat sebuah peti mati untuk ibu mereka yang bernama Addie Bundren. Narasi kemudian berpindah kepada seorang perempuan bernama Cora yang merupakan tetangga keluarga Bundren. Dari narasi Cora diketahui bahwa “the eternal and the everlasting salvation and grace is not upon her [Addie] “ (Faulkner,1985: 8) sehingga Addie Bundren tinggal menunggu saja hari kematiannya. Informasi lainnya yaitu bahwa mereka merupakan keluarga miskin yang hidup di pedesaan. Informasi ini didapat dari kalimat Kate anak dari Cora yang mengeluh tentang tidak jadinya seorang penduduk kota yang kaya membeli kue buatan ibunya dengan kalimat “ those rich ladies can change their minds. Poor folks cant ” (Faulkner, 1985: 7). Narasi Cora ini bisa dikatakan melengkapi narasi Darl dengan menambahkan
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 1, Maret – Agustus 2010
77
informasi cerita yang baru yang mendukung narasi Darl. Cora dalam narasinya saling melengkapi dengan narasi Jewel tetapi dengan menentang narasi Jewel dengan menganggap Jewel sebagai “[a] Bundren through and through, loving nobody, caring for nothing except how to get something with the least amount of work ” (Faulkner,1985: 22). Padahal sebelumnya dalam narasi Jewel sebelumnya tampak bahwa sebenarnya dia sayang terhadap ibunya dan dia ingin “it would be just her [Addie] and me [Jewel] on a high hill… until she was quiet and not that goddamn [Cash’s] adze going One lick less “ (Faulkner,1985: 15). Cora tentu akan berpendapat lain bila mengetahui hal ini tetapi sepanjang novel ini keduanya tidak pernah berdialog karena Jewel mempunyai karakter yang tertutup dan pendiam. Dia lebih suka mengurus kuda kesayangannya daripada bersosialisasi. Narasi novel ini juga saling melengkapi melalui pertengkaran yang dilakukan oleh para tokoh. Hal ini salah satunya terjadi dalam salah satu narasi Darl yang berupa pertengkaran antara Darl, Jewel, dan Vernon dengan Anse yang merupakan kepala keluarga Bundren tentang haruskah Darl dan Jewel pergi mengantarkan kayu milik Vernon untuk mendapatkan uang tiga dolar. Anse berpendapat bahwa “if she [Addie] don’t last until you get back… she will be disappointed “(Faulkner,1985, 17). Sedangkan
Darl berkata “[w]e’ll need that three dollars”(1985: 17) dan Jewel mendukungnya dengan berkata “ [m]a aint that sick.”(1985: 17) kemudian dari narasi Darl akhirnya diketahui bahwa sebenarnya Anse hanya bersikap munafik karena sebenarnya dia juga menginginkan uang tiga dollar itu. Satu-satunya anak perempuan dalam keluarga Bundren bernama Dewey Dell juga menjadi narator. Dalam narasi Dewey Dell diketahui bahwa dia sebenarnya tengah hamil di luar nikah. Dewey Dell tidak berani mengatakan hal ini kepada anggota keluarga lainnya tetapi Darl mengetahui hal ini meskipun Dewey Dell tidak mengatakannya. Narasi Dewey Dell ini melengkapi narasinarasi sebelumnya dengan mendukung narasi sebelumnya yang secara tidak langsung menyatakan bahwa keluarga Bundren sebagai keluarga yang penuh masalah. Narasi Dewey Dell ini juga kemudian dilengkapi oleh narasi Darl dengan menambahkan informasi bahwa Dewey Dell “ want her [Addie] to die so you [Dewey Dell] can get to town …” (Faulkner,1985: 39-40) untuk melakukan aborsi. Saat-saat kematian Addie Bundren sendiri disampaikan oleh dua orang narator yaitu Peabody yang merupakan seorang dokter dan Darl yang menarasikan peristiwa itu meskipun dia sedang mengantar kayu milik Vernon Tull, suami dari Cora, bersama Jewel. Dalam narasi Peabody diceritakan bagaimana dokter itu tidak dapat menyelamatkan
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 1, Maret – Agustus 2010
78
Addie kemudian narasi Darl melengkapi narasi Peabody dengan menceritakan detail peristiwa saatsaat terakhir Addie dan bagaimana reaksi anggota keluarga Bundren yang lain pada saat itu. Dewey Dell langsung menangis histeris dan Vardaman, anak bungsu keluarga Bundren, lari ketakutan. Vardaman tidak bisa menerima kematian ibunya itu seperti yang dinyatakan dalam narasinya bahwa “my mother is a fish”(Faulkner,1985:84) yang Vardaman tangkap sebelum kematian Addie. Narasi Vardaman ini dilengkapi oleh narasi Peabody dan Darl yang juga menyatakan bahwa Vardaman tidak bisa menerima kematian ibunya. Sedangkan reaksi Anse tentang kematian Addie seperti tidak menunjukkan ekspresi kesedihan yang terlihat dari perkataannya bahwa “ God’s will be done…[n]ow I can get them teeth ”(Faulkner,1985: 52). Selanjutnya narasi berlanjut saling melengkapi oleh berbagai narator seperti Darl, Cash, dan Tull tentang persiapan mereka untuk membawa mayat Addie ke Jefferson. Alasan mengapa keluarga Bundren membawa mayat Addie ke Jefferson diceritakan dalam narasi Cora yang menyebutkan bahwa menurut Anse, Addie ingin dikuburkan bersama keluarganya yang telah meninggal di Jefferson, tetapi menurut Cora keluarga Bundren “ refusing to let her die in the same earth with those Bundrens ”(Faulkner,1985: 23). Sedangkan apabila dilihat dari reaksi keluarga Bundren terhadap kematian
Addie, semua anggota keluarga tidak ingin melakukan perjalanan itu kecuali Anse yang tampak bersemangat untuk melakukannya seperti terlihat dengan tingkah lakunya yang menyuruh Cash segera menyelesaikan peti mati dan perkataan Anse bahwa dia akan segera mendapat gigi baru. Jadi hampir semua narasi yang disampaikan keluarga Bundren yang menceritakan reaksi mereka atas kematian Addie menyajikan narasi yang menentang narasi Cora. Dalam narasi Tull diceritakan bagaimana dia dan Cora tahu Addie sudah meninggal dan bagaimana reaksi Vardaman tentang peristiwa itu. Vardaman datang ke rumah mereka pada saat badai sedang berlangsung dan berkata hal-hal yang Tull tidak mengerti seperti dalam kutipan berikut: “You was there. You seen it laying there. Cash is fixing to nail her up, and it was alaying right there on the ground. You seen it. You seen the mark in the dirt. The rain never come up till until I was a-coming here. So we can get back in time.”(Faulkner,1985: 70) Narasi Tull ini melengkapi narasi Vardaman sebelumnya dengan mendukung narasi Vardaman yang mengindikasikan bahwa dia tidak bisa menerima kematian Addie. Tull juga menceritakan bagaimana Vardaman melubangi peti mati Addie yang telah selesai dibuat Cash. Setelah Cash memperbaiki kerusakan
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 1, Maret – Agustus 2010
79
tersebut dan Darl dan Jewel telah kembali dari perjalanan mengantar kayu, keluarga Bundren disertai oleh Tull pergi mengantar mayat Addie ke Jefferson meskipun Pendeta Whitfield mengatakan bahwa jembatan menuju kota itu telah hanyut terbawa banjir yang terjadi akibat badai. Narasi juga disampaikan oleh Cash yang banyak bercerita tentang peti mati yang dibuatnya, kenapa dia membuat desain khusus peti mati itu, dan kenapa peti mati yang telah diisi Addie tidak seimbang ketika akan ditempatkan di pedati. Dari narasi Cash, tampak narasi ini hanya terfokus pada peti mati Addie tetapi pada bagian akhir As I Lay Dying, Cash menarasikan bagaimana akhir dari novel ini. Hal ini membuat narasi Cash saling melengkapi dengan cara mendukung narasi narator lain terutama dengan menambahkan informasi cerita yang tidak diceritakan narator lain seperti tentang detail alasan pembuatan peti mati ‘on the bevel’ dan bagaimana akhir dari kisah ini. Narasi Cash juga didukung oleh narator lain misalnya Darl yang membenarkan narasi Cash bahwa peti mati Addie tidak seimbang ketika akan ditempatkan di pedati. Hal ini mengindikasikan bahwa narasi Darl juga dilengkapi oleh narasi lain. Narasi tentang perjalanan keluarga Bundren menuju Jefferson dideskripsikan oleh narasi Darl, Vardaman, Tull, Dewey Dell, Anse dan Samson. Dalam perjalanan itu mereka menghadapi banyak kendala
seperti hanyutnya jembatan, bau busuk mayat Addie yang mengundang burung bangkai (buzzard) untuk mendekat, hampir hanyutnya peti mati Addie ketika keluarga Bundren menyeberangi sungai, hanyutnya bagal-bagal yang menarik pedati, dan patahnya kaki Cash ketika berusaha menyelamatkan peti mati Addie. Narasi Darl, Vardaman,Dewey Dell, Anse, dan Tull masing-masing saling melengkapi untuk menceritakan detail peristiwa-peritiwa tersebut dengan cara mendukung narasi lainnya. Selain terdapat narasi yang saling melengkapi dengan cara mendukung dan melawan narasi lain, muncul juga dalam novel ini narasi yang menimbulkan pertanyaan seperti misalnya dalam salah satu narasi Darl. Dalam narasinya itu, Darl menjelaskan bahwa semasa Addie masih hidup dia mempunyai perhatian lebih kepada Jewel dibandingkan terhadap anak-anak lainnya. Lalu Darl mengakhiri narasinya dengan kalimat-kalimat yang menimbulkan pertanyaan yaitu ” [a]nd then I knew that I knew. I knew that as plain on that day as I knew about Dewey Dell on that day ”(Faulkner,1985: 136). Narasi Darl ini kemudian dijawab oleh narasi Addie yang menjelaskan bahwa sebenarnya Jewel adalah anak hasil perselingkuhannya dengan Pendeta Whitfield. Kemudian narasi Addie ini dilengkapi oleh narasi Pendeta Whitfield yang merasa berdosa akan peristiwa itu dan ingin memberitahu
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 1, Maret – Agustus 2010
80
keluarga Bundren tentang hal itu, tetapi Whitfield membatalkan niatnya begitu mengetahui bahwa Addie telah tiada. Dari seluruh narator yang ada dalam As I Lay Dying, hanya narasi Darl yang paling dominan dalam jumlah banyaknya narasi. Dengan dominasinya ini merupakan salah satu cara bagaimana teknik narasi narator majemuk yang saling melengkapi bekerja. Meskipun Darl pada akhir cerita dibawa ke Jackson untuk dimasukkan ke rumah sakit jiwa, narasinya sebelum peristiwa itu ‘lebih objektif’ dibandingkan dengan narator lain yang banyak melibatkan perasaan mereka masing-masing bila dilihat dari gaya bahasa narasinya. Secara garis besar ada empat cara teknik narasi narator majemuk yang saling melengkapi dalam As I Lay Dying. Pertama adalah dengan mendominasi banyaknya narasi, kedua mendukung narasi narator lain seperti yang banyak terjadi dalam novel ini, ketiga dengan melawan narasi narator lain, dan keempat adalah dengan menciptakan narasi menimbulkan pertanyaan yang kemudian dijawab oleh narasi narator lain. Dengan keempat cara ini mungkin akan membingungkan pembaca karena mereka dipaksa memahami begitu banyak narator yang menyajikan narasinya dengan berbagai cara tetapi sekaligus pembaca diuntungkan dapat memahami cerita dari berbagai sudut pandang.
SIMPULAN Ada beberapa simpulan yang dapat saya ambil setelah menelaah tiga novel karya William Faulkner yaitu Absalom, Absalom!, Light in August, dan As I Lay Dying. Pertama adalah teknik narasi dalam ketiga novel tersebut yang menggunakan narator majemuk memang disajikan untuk saling melengkapi dengan beberapa cara. Cara yang pertama yaitu dengan menyajikan suatu narasi yang mendukung narasi dari narator sebelumnya dengan melalui media ujaran, tulisan, dan pikiran. Melalui tiga media tersebut narator mendukung narasi narator sebelumnya dengan membenarkan dan mengulang informasi cerita narator sebelumnya dan juga menambah informasi baru sehingga terjadi kelanjutan cerita. Hal ini terlihat dalam Absalom, Absalom! melalui narator-narator seperti Mr. Compson, Quentin, dan Shreve. Sebagai narator Mr. Compson membenarkan, mengulang cerita, dan menambahkan informasi cerita baru terhadap narasi dari narator yang bernama Rosa. Selanjutnya Quentin melakukan hal yang sama terhadap narasi Rosa dan narasi Mr. Compson dan Shreve melakukannya juga terhadap narasi Quentin. Dalam Light in August hal yang sama juga terjadi kali ini terhadap seorang unpersonified narrator yang bercerita sebagai narator orang ketiga. Narasi narator orang ketiga ini dilengkapi oleh narasi tokoh yang bernama Byron, Gavin, dan seorang penjual
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 1, Maret – Agustus 2010
81
furnitur dengan mendukung narasi narator orang ketiga melalui cara menambahkan informasi cerita yang baru. Dalam As I Lay Dying, narasi yang mendukung narasi sebelumnya adalah narasi dari tokoh-tokoh bernama Darl, Jewel, Cora, Anse, Tull,Cash, Dewey Dell, dan banyak lagi sehingga total ada 14 orang narator dalam novel ini yang secara bergantian membenarkan dan menambah informasi cerita baru terhadap narasi sebelumnya. Cara kedua yang digunakan untuk menyajikan narasi yang saling melengkapi adalah dengan menentang atau melawan narasi sebelumnya melalui media tulisan, ujaran, dan pikiran narator. Dengan ketiga media ini seorang narator seperti Mr. Compson dalam Absalom, Absalom! menentang narasi dari Rosa dengan tidak membenarkan sebagian narasi Rosa dan menceritakan kebenaran menurut versi Mr. Compson sendiri. Narasi Mr. Compson ini bila dihubungkan dengan teori Michel Foucault dikenal dengan istilah sebagai pemegang regime of truth yaitu seseorang yang bisa menciptakan kebenaran yang bisa dipercaya oleh orang lain dalam hal ini adalah Quentin yang lebih mempercayai narasi Mr. Compson daripada narasi Rosa. Dalam Light in August narasi yang menentang narasi sebelumnya salah satunya adalah narasi Gavin yang menentang narasi narator orang ketiga dengan memberikan alasan yang berbeda tentang kepergian seorang tokoh bernama Christmas ke rumah tokoh
yang bernama Hightower. Sedangkan dalam As I Lay Dying salah satu narasi yang menentang narasi lain adalah narasi tokoh yang bernama Jewel yang menentang narasi tokoh yang bernama Cora yang menyatakan bahwa tingkah laku Jewel menunjukkan bahwa dia tidak menyayangi ibunya. Dalam narasinya Jewel menyatakan sebaliknya dengan apa yang dinyatakan dalam narasi Cora. Cara yang ketiga yang digunakan untuk menyajikan narasi yang saling melengkapi adalah dengan meyajikan narasi yang mempertanyakan narasi sebelumnya. Hal ini disajikan dalam Absalom, Absalom! melalui salah satu narasi Quentin yang mempertanyakan alasan Rosa bernarasi menceritakan masa lalunya dengan seorang tokoh bernama Thomas Sutpen. Narasi Quentin ini kemudian menciptakan suatu narasi jawaban yang disampaikan oleh narator lain bernama Mr. Compson. Dalam Light in August, narator orang ketiga melalui sudut pandang penduduk kota Jefferson mempertanyakan alasan kenapa tokoh yang bernama Christmas lari ke tempat tinggal seorang tokoh bernama Hightower. Selain mempertanyakan narasi ini juga memberikan jawaban atas pertanyaannya sendiri tetapi dengan cara yang tidak menyakinkan. Narasi jawaban yang lebih menyakinkan disajikan oleh seorang narator yang bernama Gavin. Sedangkan dalam As I Lay Dying, narasi yang berjenis mempertanyakan disajikan oleh
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 1, Maret – Agustus 2010
82
seorang narator bernama Darl yang mempertanyakan mengapa ibunya yang bernama Addie mempunyai perhatian lebih kepada adik Darl yang bernama Jewel. Darl mengakhiri narasinya dengan menyatakan bahwa dia sebenarnya tahu apa yang sebenarnya terjadi tetapi dia tidak secara detail menceritakan hal apa yang sebenarnya dia ketahui. Jawaban atas teka-teki ini disampaikan oleh Addie sendiri yang kemudian juga menjadi narator. Melalui dominasi banyaknya narasi adalah cara keempat yang digunakan William Faulkner dalam ketiga novelnya yaitu Absalom, Absalom!, Light in August, dan As I Lay Dying untuk menyajikan teknik narasi narator majemuk yang saling melengkapi. Dengan adanya dominasi salah satu narator, naratornarator lain dalam ketiga novel tersebut seakan-akan diciptakan sebagai pelengkap dari narasi-narasi yang tidak dapat diceritakan oleh narator yang dominan. Dalam Absalom, Absalom!, Mr. Compson merupakan narator yang dominan dalam banyaknya narasi tetapi narasi menjadi tidak lengkap seiring munculnya narator-narator lain seperti Quentin dan Shreve yang menarasikan hal-hal yang tidak terdapat dalan narasi Mr. Compson. Dalam Light in August, dominasi banyaknya narasi dilakukan oleh narator orang ketiga yang kemudian dilengkapi oleh narator-narator lain seperti Byron, Gavin, dan penjual furnitur. Sedangkan dalam As I Lay
Dying, Darl merupakan narator yang dominan dalam banyaknya narasi dibandingkan 13 narator lainnya meskipun narasinya dibuat menjadi tidak bisa dipercaya oleh narator bernama Cash yang menyatakan dalam narasinya pada akhir novel ini bahwa Darl akhirnya menjadi sakit jiwa. Hal lain yang dapat saya simpulkan adalah bahwa dengan menyajikan teknik narasi narator majemuk yang saling melengkapi pembaca dapat memahami cerita ketiga novel William Faulkner tersebut dari berbagai sudut pandang. Pembaca dipaksa untuk memahami setiap sudut pandang sebelum akhirnya mengambil satu pemahaman atau lebih terhadap cerita masingmasing novel, suatu cara yang mungkin sedikit rumit dan sedikit membingungkan bagi pembaca yang terbiasa dengan novel dengan satu sudut pandang. DAFTAR PUSTAKA Bonheim, Helmut. 1982. The Narrative Modes Technique of the Short Story. Woodbridge Suffolk: D. S Brewer Elliot, Emory.(ed).1988. Columbia Literary History of United States. New York: Columbia University Press Faulkner, William. 1986. Absalom, Absalom! New York: Vintage International
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 1, Maret – Agustus 2010
83
_______________ 1985. As I Lay Dying New York: Vintage International _______________ 1932. Light in August Harmondsworth Middlesex, England: Penguin Books Ltd.
Minneapolis: University of Minnesota Press. Van Spanckeren, Katherine. 1990. Survey of American Literature. United States Information Service
Foucault, Michel. 1992. Truth and Power. In H. Adams Critical Theory since Plato. Harcourt Brace Jovanovich Inc. Hawthorn, Jeremy. 1985a. Narrative From Malory to Motion Pictures. London: Edward Arnold (Publisher) Ltd. _______________ 1985b. Studying the Novel: An Introduction. London: Edward Arnold (Publisher) Ltd. Lodge,
David.(ed).1988. Modern Criticism and Theory. New York: Longman Inc.
Lothe, Jakob. 1985. Repetition and Narrative Method. In Hawthorn, Jeremy(ed). Narrative From Malory to Motion Pictures. London: Edward Arnold (Publisher) Ltd. Martin,
Wallace. 1986. Recent Theories of Narrative. Ithaca and London: Cornell University Press.
Selden, Raman. 1985. A Reader’s Guide to Contemporary Literary Criticism. Lancaster: Harvester Wheatsheaf. Van
O’Connor, William
William. 1959. Faulkner.
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 1, Maret – Agustus 2010
84