TEKNOLOGI BARU MEDIA DAN DEMOKRATISASI DI INDONESIA Oleh Idham Holik Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi, Sastra dan Bahasa Universitas Islam “45” Bekasi Abstract New media has transformed the politics of Indonesia from authoritarian regime to democratic regime. In the New Order, it was used as a channel for the consolidation of political movement to fight the Order. Finally in Mei 20, 1998, the movement succeeded to steping down Soeharto as the President. So, Indonesia has entered a new era of politics where the wave of democratization begins. In the democratic era, new media has been able to increase the quality of political participation where the people are more active in the public sphere and the political communication is more interactive. The political participation is the biggest political capital for the state in developing the democratic political life to be mature. Actually, the political potential is not fully supported by the democratic cyber regulation of new media . It is a threat for the future of democracy in Indonesia. Keywords: New Media, Democratic regime, Political Participation, Political Communication.
PENDAHULUAN
batas-batas bangsa; memberikan kontak global yang seketika itu juga
Media baru merupakan produk konvergensi berbagai teknologi media yang telah ada. Internet sebagai media baru menggabungkan radio, film, koran, dan televisi dan mendistribusikannya melalui ‘push’ technology. M. Poster (1999) menyatakan bahwa internet melampaui batas-batas model media cetak dan siaran yang memungkinkan many-to-many conversation; resepsi, alterasi (alteration), dan redistribusi objek kultural secara simultan; mendislokasi tindak komunikatif dari
(instantaneous global (dalam Nimmo, 2005:138).
contact)
Di tahun 2010, internet kini memasuki usianya yang ke-41 tahun. Kehadiran media baru atau internet tersebut telah merevolusi komunikasi manusia di dunia ini. Dengan kehadiran internet tersebut, apa yang telah dikatakan oleh Marshall Mcluhan (1964) menjadi kenyataan, yaitu dunia menjadi global village. Arus informasi berjalan tanpa bisa dikontrol atau disensor oleh
Jurnal Makna, Volume 1. Nomor 2. September 2010 – Pebruari 2011
41
pemerintah manapun –termasuk pemerintah komunis China yang memiliki teknologi canggih untuk meblokir atau mengontrol arus informasi. Internet membawa gelombang demokratisasi, yang tidak bisa dihindari. Melalui internet, tukar menukar ide dan gagasan tentang kehidupan politik dapat dengan mudah dilakukan. Misalnya walaupun rakyat Cina hidup dalam pemerintahan otoriter, tetapi dengan internet mereka tetap saja dengan mudah mengakses informasi, ide, dan gagasan demokrasi, hak asasi manusia, dan kebebasan. Hal ini ditegaskan oleh Schudson (2004) bahwa internet, sebagai media komunikasi dan pertukaran informasi, berpeluang merevolusi sistem, struktur, dan proses demokrasi yang selama ini kita kenal (dalam Firmanzah, 2008). Jadi internet memiliki kemampuan yang luar biasa dalam membawa perubahan politik di suatu negara –mampu merevolusi sistem politik, dari otoriter menjadi demokratis. Dalam makalah ini, penulis berusaha mendeskripsikan peran media baru (atau internet) sebagai kanal (channel) demokratisasi di Indonesia. Media Baru dan Keruntuhan Orde Baru: Gelombang Demokratisasi Dimulai Kehadiran internet dan sejarah proses demokratisasi di
Indonesia tentu saja tidak dapat pisahkan karena internet memiliki andil besar. Sejak Pemerintah Indonesia memberikan lisensi kepada RADNET (PT. Rahajasa Media Internet) sebagai ISP (Internet Service Provider) komersial pertama di Indonesia pada tahun 1996, maka internet dapat diakses oleh siapapun, mulai dari pemerintah, kalangan bisnis, media massa, aktivis reformasi, jurnalis media siaran dan cetak, dan masyarakat. Ini bisa dikatakan revolusi informasi di Indonesia. Dengan internet, Indonesia memasuki dunia informasi tanpa batas atau the global information high way. Di tahun tersebut, perusahaan-perusahaan surat kabar ternama seperti Kompas, Media Indonesia, Republika, dan Tempo Interaktif mulai memiliki website. Internet sangat mendukung penerbitan pers secara online dan memungkin diseminasi berita secara simultan ke seluruh dunia, khususnya keseluruh pelosok negeri Indonesia, sehingga berita politik atau informasi gerakan reformasi sangat cepat tersebar. Ini berdampak pada penyebarluasan gerakan reformasi politik sampai ke tingkatan daerah seluruh Indonesia. Kebebasan politik pun dimulai. Ini adalah masa awal dimana terbentuknya masyarakat informasi (the information society) Indonesia, sebagai unsur penting dalam gelombang demokratisasi menumbangkan rezim Orde Baru. Internet telah mendepowerisasi (depowerization) atau memperlemah pemerintahan
Jurnal Makna, Volume 1. Nomor 2. September 2010 – Pebruari 2011
42
Orde Baru, khususnya Departemen Penerangan, yaitu kehilangan kontrol atas arus informasi, padahal selama ini begitu powerful dalam mengkontrol arus informasi politik. Kehadiran internet benarbenar dimanfaatkan oleh gerakan politik reformasi, para aktivis menjadikan internet sebagai media alternatif dan saluran politik bawah tanah (underground politics). Diskusi-diskusi gerakan reformasi terjadi melalui milis. Misalnya apakabar sebagai open mailing list pertama yang sangat digandrungi. Anggota apakabar seperti PRD (Rartai Rakyat Demokratik), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Partai Demokrasi Indonesia – Megawati dan lain sebagainya. apakabar juga digunakan oleh wartawan media siaran dan cetak. Pada pertengahan 1995, apakabar digunakan oleh 13000 pengguna. apakabar menjadi tempat konsolidasi politik gerakan reformasi –yang berhasil menjatuhkan rezim Orde Baru. Satu bulan sebelum kejatuhan Suharto, pada tanggal 29 April 2008, Bangkok Post menulis berita ‘With anti-government street protests rocking Indonesia, oposition parties, students, jounalist, and nongovernmental groups have been busy posting news and spreading their views on the most important Indonesia related list, INDONESIA-L [apakabar]. (dalam Hill & Sen, 2005:41-43). Jadi internet telah berjasa dalam proses demokratisasi pada
gelombang pertama, dengan jatuhnya rezim Orde Baru. Demokratisasi di Indonesia terus berkembang sehingga Indonesia di mata dunia internasional diberi predikat sebagai negara demokrasi terbesar ketiga, setelah Amerika Serikat dan India. Masyarakat Jaringan dan Demokrasi Digital: Perspektif Partisipasi Politik Sifat media baru yang berjaring (networked) ternyata menciptakan khalayak yang berbeda dengan media lama (old media). Media lama melahirkan masyarakat massa (mass society), sedangkan internet sebagai media baru melahirkan masyarakat jaringan (network society). Dengan kehadiran media baru, media massa atau komunikasi massa mendapat kritik keras dari Steve Chaffee & Miriam Metzger (2001) yang mengatakan the end of mass communication, yang dikarenakan media baru membawa perubahan mendasar dalam bagaimana media distrukturkan, digunakan, dan dikonseptualisasikan (dalam Baran & Davis, 2003:361). Dalam mass society theory, Denis McQuail menyatakan bahwa media massa sangat dominan, dimana media sebagai faktor penyebab (a causal factor) (2005:94-95). Sifat arus informasi dalam masyarakat massa bersifat satu arah (one-way transmision). Media digunakan untuk manipulasi dan kontrol. Sedangkan masyarakat jaringan, menurut Jan van Dijk menekankan
Jurnal Makna, Volume 1. Nomor 2. September 2010 – Pebruari 2011
43
pada bentuk dan organisasi pemrosesan dan pertukaran informasi (2006:20). Selanjutnya Dijk menyatakan masyarakat jaringan dapat didefinisikan sebagai a social formation with an infrastructure of social dan media networks enabling its prime mode of organization
jaringan adalah relationship, saling terhubung satu sama lainnya. Jadi at all levels (individual, group/organizational and societal). Dijk juga mendeskripsikan tipologi masyarakat massa dan masyarakat jaringan dalam tabel berikut:
Tabel Tipologi Masyarakat Massa dan Masyarakat Jaringan Characteristics Main components
Nature of components Scale Scope Connectivity and Connectedness Density Centralization Inclusiveness Type of community Type of organization
Type of household
Mass Society Collectivies (groups, organiztions, communities) Homogeneous Extended Local High within components High High (few centres) High Physical and unitary Bureaucracy Vertically integrated Large with extended family Face-to-face
Main type of communication Kind of media
Broadcast mass media
Number of media
Low
Menurut penulis, konsep masyarakat jaringan yaitu lebih ditekankan pada interaktivitas dalam pemrosesan informasi dan penting untuk dipahami dalam masyarakat
Network Society Individuals (linked by networks) Heterogeneous Extended and reduced ‘Global’ (global & local) High between components Lower Lower (polycentric) Lower Virtual and diverse Infocracy Horizontally differentiated Small with diversity of family relations Increasingly mediated Narrowcast interactive media High
masyarakat jaringan itu memiliki sosiabilitas (sociability) yang tinggi. Kini penggunaan internet di Indonesia semakin massif, di tahun 2010, diperkirakan ada sekitar lebih
Jurnal Makna, Volume 1. Nomor 2. September 2010 – Pebruari 2011
44
45.000.000 pengguna internet. Tentunya ini ke depan semakin berkembang dengan pesat dikarenakan saat ini, pemerintah dan ISP (Internet Service Provider) secara ekspansif mengembangkan infrastruktur jaringan internet, terutama dengan menggunakan fiberoptik ke seluruh penjuru wilayah Indonesia. Belum diperkuat lagi dengan program penawaran akses internet murah dan penjualan bundling packet (baik dalam bentuk smartphone ataupun notebook), sehingga pengguna internet semakin bertambah banyak. Ini bisa dilihat dengan terjadinya ledakan pengguna Facebook di Indonesia. Berdasarkan data checkfacebook.com, pada tanggal 28 Mei 2009 pengguna facebook dari Indonesia sudah mencapai 3,205,660 orang, sedangkan kini di tahun 2010, berdasarkan data per tanggal 30 Juni 2010, pengguna Facebook di Indonesia sebanyak 25.912.960 –kini Indonesia berada peringkat ke-3 pengguna Facebook di dunia, setelah Amerika Serikat & Inggris. Ledakan juga terjadi pada penggunaan Twitter, saat ini semakin bertambah, yaitu sudah lebih dari 3 juta orang (pada tahun 2009 akhir), kini di 2010 bisa jadi jumlah tersebut bisa menjadi dua kali lipatnya. Ledakan penggunaan internet tersebut merupakan modal politik (the political capital) yang luar biasa bagi masa depan demokratisasi di Indonesia. Melalui akses informasi tanpa batas, maka partisipasi politik warga negara akan semakin
meningkat. Internet pun meningkatkan kualitas literasi politik warga negara, yang berdampak pada kualitas partisipasi politik. Misalnya melalui internet warga negara dapat menyampaikan aspirasi politiknya kepada pemerintah, anggota dewan, dan partai politik Selain menciptakan masyarakat jaringan dan pengembangan masyarakat informasi, media baru menciptakan demokrasi digital (digital democracy). Demokrasi berbasiskan internet. K. Hacker & Jan van Dijk mendefinisikan demokrasi sebagai “an attempt to practice democracy without the limits of time, space, other physical conditions, using digital means, as an addition, not a replacement for traditional ‘analogue’ political practices” (2000:104). Dalam demokrasi digital, ada electronic polls, electronic referenda, dan electronic voting yang menghadirkan era demokrasi langsung (direct democracy) seperti partisipasi warga negara di ruang terbuka Athena (Athenian agora) dengan piranti modern (Dijk, 2006:107). Jadi demokrasi digital merupakan komplementer dari demokrasi analog. Demokrasi ini penting sekali buat Indonesia yang wilayahnya tersebar luas yang bersifat kepulauan, dengan internet, partisipasi politik rakyat tidak dibatasi oleh hambatan waktu, ruang ataupun fisik. Dalam internet juga, warga negara dengan leluasa
Jurnal Makna, Volume 1. Nomor 2. September 2010 – Pebruari 2011
45
menyampaikan opininya melalui electronic polls, di hampir setiap portal berita polling ini ada, dan bahkan hampir di semua web site. Misalnya di tempointerktif.com atau kpu.go.id.
perwakilan, organisasi politik dan komunitas, dan warga negara 2. Demokrasi digital dan egovernment mendukung debat publik, deliberasi, dan pembentukan komunitas.
Selain definisi tersebut di atas, Thomas Zittel menyatakan bahwa istilah lain demokrasi digital adalah demokrasi elektronik. Zittel menyatakan:
3. Demokrasi digital dan egovernment meningkatkan partisipasi dalam pengambilan keputusan oleh warga negara.
“The term electronic democracy is being associated with phenomena such as party web sites, electronic voting, sending e-mails to political representatitves, political discussion fora, and even with administrative services provided over internet” (dalam Esser & Pfetsch, 2004:233).
Selain tiga hal tersebut di atas, menurut pandangan penulis, e-government sangat efektif sebagai sarana sosialisasi politik seperti program atau regulasi pemerintah. Untuk regulasi khususnya pada masa legal drafting, melalui internet, dimana warga negara dapat menyampaikan pendapat atau aspirasi politiknya atas perumusan draft regulasi/undangundang tersebut. Jadi egovernment wujudkan demokrasi partisipatoris.
Selanjutnya menurut pandangan penulis, demokrasi digital adalah demokrasi yang menggunakan internet sebagai saluran komunikasi politik bagi warga negara, lembaga politik, pejabat publik, kandidat politik, ataupun jurnalis media. Selanjutnya menurut Bryan, Tsagarousianou, & Tambini, demokrasi digital dapat diterapkan dalam e-government (dalam Dijk, 2006:104), dikarenakan yaitu: 1. Demokrasi digital dan egovernment memperbaiki pertukaran dan penerimaan informasi antara pemerintah, administrasi publik, lembaga
Di Indonesia, hampir seluruh lembaga pemerintahan baik tingkat pusat ataupun daerah yang memiliki e-government, dengan pola URL terstandarisasi yaitu www.namalembaga.go.id. Pada tahun 2002 Menteri Negara Komunikasi dan Informasi memformulasikan kerangka konseptual SISFONAS (Sistem Informasi Nasional), yang menekakan pada peran e-government (dalam Hill & Sen, 2005:91).
Jurnal Makna, Volume 1. Nomor 2. September 2010 – Pebruari 2011
46
Contoh e-government, misalnya Mahkamah Konstitusi memiliki website (www.mahkamahkonstitusi.go.id) yang menyediakan forum bagi para penggunjung untuk berdiskusi seputar tema konstitusi dan permasalahannya. Lembaga DPR memiliki website (www.dpr.go.id) yang memuat fasilitas “aspirasi”, dimana penggunjung dapat menuliskan aspirasi politiknya terhadap lembaga tersebut. Untuk e-government daerah, saat ini semua pemerintah daerah kebupaten/kota ataupun provinsi sudah punya website. Dalam rangka menstimulasi peningkatan kualitas website pemerintah daerah tersebut, Warta Ekonomi membuat program Warta Ekonomi e-Government Award. Untuk tahun 2009 ini, award tersebut diberikan kepada Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang. memperoleh dua penghargaan sekaligus yakni penerapan e-Government dan website provinsi terbaik se-Indonesia (www.pemda-diy.go.id). Yogyakarta adalah contoh provinsi yang konsisten menerapkan e-government dalam pemberian pelayanan yang terbaik untuk masyarakat. Yogyakarta memiliki program unggulan seperti aplikasi Pendidikan Berbasis Online, Blue Print eGovernment, Digital Government Services (DGS), dan pengembangan jaringan internet sejak tahun 2002, kini sudah tersambung sebanyak 1.294 komputer.
Jadi dalam proses demokratisasi, e-government sangat penting posisinya dalam proses deliberasi komunikasi politik, dimana warga negara dapat menyatakan pendapat tentang kepemerintahan. Warga negara dapat memberikan penilain, kritik (atau penolakan) atau dukung atas program pembangunan atau rancangan peraturan/regulasi yang dibuat oleh pemerintah. egovernment sangat mendukung bagi terciptanya transparansi dalam praktek kepemerintahan, apalagi di pertengahan 2010 besok rencananya Pemerintah akan menerapkan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Transpransi Informasi Publik. Di masa mendatang, menjadi tugas penting Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) adalah untuk mengembangkan infrastruktur jaringan internet, agar semua warga negara dapat mengakses egovernment –Depkominfo jangan terjebak pada content media baru, apalagi negara Indonesia sebagai negara kepulauan sangat luas. Internet menghilangkan kendala jarak dan waktu, sehingga proses komunikasi warga negara menjadi lebih aktif, efisien dan efektif. [[
Bicara demokrasi digital tentunya tidak selama dalam tataran positif, tetapi juga menjadi negatif, ketika internet dimanfaatkan oleh kelompok atau organisasi yang mengancam keamanan negara, seperti teroris atau gerakan separatis
Jurnal Makna, Volume 1. Nomor 2. September 2010 – Pebruari 2011
47
(misalnya, dahulu pernah terjadi di Aceh). Sudah terbukti, para teroris atau separatis menggunakan internet, baik melalui e-mail ataupun blog page, sebagai saluran komunikasi politiknya. Di internet, para teroris secara terang-terangan mendiseminasikan pesan-pesan idelogisnya ke masyarakat jaringan. Dalam konteks ini, sebaiknya pemerintah dapat mengeluarkan cyber regulations (peraturan internet) untuk membatasi aktivitas tersebut, yang membahayakan kemanan Negara. Komunikasi Politik Interaktif Berbasiskan Media Baru Dengan fasilitas seperti messenger, mailing list (milis), VoIP (Voice of Internet Protocol), dan social network portals, internet menjadi media yang semakin interatif. Ron Rice mengatakan “new media as ‘those communication technologies, typically involving computer capabilities (microprocessor or mainframe), that allow or facilitate interactivity among users or between users and information’(1984). Tentang interaktivitas, M. Lynne Markus (1990) menyatakan “interactivity is a characteristic of technologies that enables multidirectional communication” (dalam Mc.Millan, 2006:207a). Dalam pandangan penulis, interaktivitas adalah karekateristik pertukaran pesan bersifat resiprokal diantara komunikator dan komunikate politik
atau diantara pengguna media baru yang bersifat many-to-many. Dengan interaktivitas tersebut umpan balik (feedback) dapat langsung dirasakan. Bagi penulis, interaktivitas ini bisa menjadi sebuah kritik konstruktif bagi model komunikasi Wesley dan MacLean, dimana dalam model tersebut umpan balik dalam komunikasi massa bersifat tertunda (delay feedback) (McQuail & Windahl, 1992:38). Dengan interaktivitas tersebut, media baru mampu menghadirkan immediate feedback (umpan balik yang bersifat segera) atau kontak seketika (instantaneous contact). Dalam perspektif komunikasi politik, interaktivitas menjadikan proses komunikasi di dalam politik menjadi tidak terbatas, bersifat langsung, dan interaktif. Inilah yang disebut komunikasi politik interaktif, dimana komukatror dan komunikate politik dapat saling bertukar pesan tanpa ada yang membatasi. Interaktivitas juga menciptakan komunikasi politik antara pejabat publik, kandidat (atau politisi), aktivis, dan publik menjadi bersifat personal. Sifat interaktivitas dan personal tersebut menjadikan komunikasi politik lebih persuasif. Interaktivitas komunikasi politik juga meningkatkan kualitas wacana politik (political discource). Pemanfaatan internet dalam kampanye Pemilu sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 1997 misalnya pada tanggal 25 April 2007.
Jurnal Makna, Volume 1. Nomor 2. September 2010 – Pebruari 2011
48
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) telah meluncurkan websitenya www.ppp.or.id. Trend lembaga politik memiliki website pun, di tahun 2008 & 2009, terus berkembang seperti amanat.org (PAN), pkb.org. (PKB), megawati.forpresident.com, dll. Kampanye politik menjadi langsung dan bersifat interaktif –tidak seperti di dalam media lama. Ini lah babak baru Indonesia memasuki online campaign atau cyber campaign. Hal ini juga, pada waktum, bisa dikatakan bahwa Indonesia sedang memasuki americanization of political communication. Interaktivitas komunikasi politik semakin terasa, ketika ada ledakan penggunaan situs jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, dsb. Ledakan tersebut mulai terjadi sejak terinspirasi oleh kemenangan Barack Obama pada Pemilu Amerika 2008 yang menggandalkan situs jejaring sosial seperti Facebook dan Myspace. Banyak politisi atau kandidat politik menggunakan portal jejaring sosial sebagai saluran komunikasi politik. Misalnya pada Pemilu 2009, baik di dalam pemilu legislatif ataupun presiden, caleg ataupun calon presiden/wakil presiden secara aktif menggunakan Facebook dan
Twitter –walaupun kebanyakan mereka memperkerjakan administrator untuk secara aktif mengoperasikan jejaring sosial tersebut. Contoh calon presiden/wakil presiden yang menggunakan Facebook sebagai sarana kampanyenya misalnya Soesilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarno Putri, Yusuf Kalla, dan Prabowo Subianto. Hal ini ditegaskan Girish J. Gulati, et al yaitu: “At present, the internet’s most important campaign role has been in helping candidates mobilize the supporters they already have. Candidates and political parties have used e-mail lists to customize their appeals for funds and organize participation in live campaign events.” ((2004:246). Komunikasi politik berbasiskan media baru berdampak pada partisipasi politik. Dengan karakteristik media baru yang bersifat langsung dan interaktif, kualitas partisipasi politik dengan media baru jauh lebih berkualitas. Penulis mengungkapkan hal tersebut, berdasarkan hasil komparasi komunikasi politik yang menggunakan media lama dengan media baru yang digambarkan dalam bagan berikut:
Jurnal Makna, Volume 1. Nomor 2. September 2010 – Pebruari 2011
49
Bagan Perbandingan Pola Komunikasi Politik dalam Media Lama dan Media Baru
“One- to- many” model
Old Media
Ordinary Passive pattern of political communication
Media Use
New Media
Quality of participation
Interactive pattern of political communication Better
“Many-to-many” model
Dari Ruang Publik Menuju Aksi Politik Internet menghadirkan ruang publik bebas (free public sphere) kepada warga negara (publik). Dalam The Structural Transformation of the Public Sphere: An Inquiry into a Category of Bourgeois Society, Jurgen Habermas (1962/1989) mengemukakan konsep publik sphere (Öffentlichkeit). Ruang publik merupakan tempat tersedianya informasi ada dan komunikasi terjadi serta tempat diskusi dan deliberasi publik yang didalamnya dibahas persoalan-persoalan publik. Akses ke ruang publik ini bersifat bebas,
karena ini merupakan tempat kebebasan untuk berkumpul (the freedoms of assembly), sehingga asosiasi dan ekspresi dijamin. Ini merupakan tempat komunikasi ideal (an idealized communication venue). Keputusan keputusan kewarganegaraan diputuskan melalui proses diskusi, inilah yang menjadikan ruang publik menjadi aspek fundamental dalam sistem demokrasi (Schuler & Peter, 2004:34; McQuail, 2005:181). Jadi ruang publik itu tidak bisa dipisahkan dari kehidupan demokrasi. Tidak ada demokrasi tanpa ruang publik. Denis McQuail menyatakan bahwa ruang publik merupakan
Jurnal Makna, Volume 1. Nomor 2. September 2010 – Pebruari 2011
50
tempat dimana civil society berkembang. Ruang publik berada diantara negara dan privat untuk pembentukan sosial (social formation) dan aksi voluntir (voluntary action). Di ruang tersebut, civil society memiliki kebebasan tanpa ancaman serta mereka dapat menentang masyarakat otoriter (authoritarian society), --menurut penulis, ini maksudnya negara (McQuail, 2005:182). Dalam demokratisasi, ruang publik dapat berfungsi sebagai stimulator perwujudan demokrasi deliberatif . Demokrasi deliberatif adalah demokrasi yang dibangun berdasarkan pada penilaian politik yang ‘rasional’. Menurut Claus Offe dan Ulrich Preuss, ada tiga kriteria bagi keputusan politik yang rasional yaitu mengedepankan fakta, berorientasi pada`masa depan, dan mempertimbangkan kepentingan banyak orang (dalam Held, 2006:273). Jadi demokrasi deliberatif mensyaratkan partisipasi yang berkualitas, bukan yang emosional. Demokrasi deliberatif mendorong keterbukaan dan kritisisme dalam proses politik. Dalam situs portal berita, seperti kompas.com, tempointeraktif.com, mediaindonesia.com, republika.co.id, dan lain sebagianya, bukan hanya dapat mengakses infromasi politik terkini, tetapi juga masyarakat diberikan kesempatan untuk mengomentari materi pemberitaan dan sekaligus menjadi anggota forum diskusi.
Pemberian komentar atau keterlibatan dalam forum diskusi tersebut memiliki dampak pada kristalisasi sikap dan perilaku politik masyarakat (warga negara). Melalui internet, masyarakat dapat mengorganisir diri dalam formasi atau pembentukan dalam atau menjadi anggota cyber interest groups (kelompok kepentingan maya) dalam suatu jenis mailing list (milis), web site, blog page, ataupun situs jejaring sosial. Di dalam situs cyber interest groups tersebut, masyarakat dapat saling berinteraksi dan berkomunikasi membahas pertanyaan atau materi diskusi yang menjadi fokus pembicaraan, biasanya tema diskusi berkaitan dengan perkembangan semua aspek atau isuisu kehidupan keseharian, terutama biasanya perkembangan politik terkini. Atau di dalam situs tersebut anggota situs dapat mempsoting opini individual, video, foto dan file yang diajadikan bahas diskusi. Untuk kategori blog bersama Kopasiana.com adalah salah satu contoh yang baik. Internet mampu membentuk demokrasi dialogis dengan landasan kebebasan berpendapat dan berekspresi. Internet juga meningkatkan kesetaraan komunikan politik (komunikator dan komunikate). Di Indonesia, pengguna internet, khususnya jejaring sosial, begitu powerful dalam meberdayakan ruang publik, sehingga berwujud menjadi gerakan politik (political movement). Dalam makalah ini
Jurnal Makna, Volume 1. Nomor 2. September 2010 – Pebruari 2011
51
penulis ingin mendeskripsikan contoh kasus dari ruang publik maya (cyber public sphere) menjadi aksi politik. Pertama, sejak Prita Mulysari ditahan di LP Wanita Tanggerang akibat menulis surat keluhan di internet atas layanan RS Omni Internasional Alam Sutra, sebuah group yang dibuat oleh Ika Ardina yang bernama “Dukungan Bagi Ibu Prita Mulyasari, Penulis Keluhan Melalui Internet Yang Ditahan” mendapat sambutan yang luar biasa 385, 945 anggota. Berawal dari Facebook, dukungan buat Prita semakin meluas, terlebih-lebih sejak tanggal 9 Desember 2009 Pengadilan Negeri Tangerang menjatuhkan hukuman denda Rp 204 juta dan pidana penjara 6 bulan pada Prita. Publik menggalang “Koin Keadilan untuk Prita”. Program koin tersebut mendapat dukungan yang luar biasa, sampai bisa terkumpul uang koin sejumlah lebih dari Rp 825 juta. Kedua, facebooker memberikan aksi dukungan terhadap dua pimpinan KPK (nonaktif), Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah yang ditahan polisi. Di facebook, setidaknya ada enam grup. Grup paling besar adalah grup yang dibuat oleh dosen Universitas Bengkulu, Usman Yasin. Grup yang diberi nama Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad Rianto, dengan jumlah anggota sebanyak lebih dari 1,2 juta anggota. Gerakan facebooker selanjutnya tidak hanya sebatas di
dunia maya, tetapi dalam bentuk aksi politik. Pada hari Minggu, 8 Nopember 2009, ribuan facebookers melakukan mimbar bebas di Bundaran HI. Mereka menyatakan dukungannya terhadap KPK dan menolak jika dilakukan kriminalisasi terhadap KPK sebagai institusi penegak hukum. Dan ketiga, setelah kasus peledakan bom bunuh diri di hotel JW Marriot dan Ritz Carlton, Iqbal Prakasa, seorang IT developer, membuat “#indonesiaunite” untuk menggalang dukungan “Gerakan Indonesia Melawan Teror”. Di Twitter mendapat dukungan lebih dari 3000 orang dan di Facebook lebih dari 66 ribu orang. Selain di dunia maya #indonesiaunite juga melakukan kampanye langsung dengan cara penyebarluasan T-shirt bertema “Indonesia Unite”. Masih banyak contoh-contoh kasus lainnya, dimana facebook dijadikan sarana diskusi publik dan konsolidadi kekuatan gerakan politik. Fenomena ini mungkin yang pertama di dunia. Jejaring sosial telah mentransformasi bentuk konsolidasi gerakan politik. Ancaman Dan Masa Depan Demokratisasi Berbasiskan Media Baru Perkembangan demokratisasi dan penggunaan internet di Indonesia, ternyata tidak sepenuhnya didukung oleh regulasi atau aturan hukum yang mendukung kebebasan
Jurnal Makna, Volume 1. Nomor 2. September 2010 – Pebruari 2011
52
berpendapat. Regulasi tersebut yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi & Transaksi Elektronik. Kedua aturan tersebut memuat pasal-pasal karet yang sangat mengancam kebebasan berpendapat. Dalam KUHP, ada 7 pasal karet atau multitafsir yaitu Pasal 310 (pencemaran nama baik), Pasal 311 (fitnah), Pasal 315 (penghinaan ringan), Pasal 317 (pengaduan fitnah), Pasal 318 (persangkaan palsu), dan Pasal 320 (pencemaran nama baik orang mati). Dan dalam UU No.11 Tahun 2008 yaitu Pasal 27 ayat 3, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik". Dengan pasal 27 ayat 3 UU ITE, RS Omni Internasional menuntut dan mempidanakan Prita Mulyasari atas kasus pencemaran nama baik melalui e-mail di mailing list-nya. Pada tanggal 9 Desember 2009, Pengadilan Negeri Tanggerang menjatuhkan hukuman ganti rugi sebesar Rp 204 juta dan pidana hukuman penjara enam bulan pada Prita. Realitas tersebut merupakan paradoks demokrasi, yang jika dibiarkan akan mengacam keberlangsungan demokratisasi di Indonesia, bisa jadi kedepan lebih banyak korban akibat UU tersebut, termasuk sekarang kasus Luna Maya yang disomasi oleh Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) Jaya (Jakarta). Dengan menggunakan pasal yang sama dengan tuntutan Prita Mulyasari, Luna dituntut akibat menulis isi hatinya (curhat) di Twitter tentang perilaku wartawan yang lebih hina dari pelacur. Dalam kasus ini, Pemerintah, terutama Departemen Komunikasi dan Informasi, bersama DPR dituntut memiliki political will untuk segera merevisi pasal-pasal tersebut dan semua peraturan yang sekiranya akan mengancam kebebasan berpendapat di internet. Jika tidak ini menjadi presenden buruk demokratisasi di Indonesia Selanjutnya tentang masa depan peran internet dalam memantapkan proses demokratisasi di Indonesia semakin strategis. Sejak kini internet sudah menjadi life style bagi sebagian besar warga negara Indonesia. Selain proliferasi penggunaan internet yang diakibatkan pengembangan ekspansif infrastruktur jaringan dan gadget dan tarif yang murah yang disediakan oleh ISP (Internet Service Provider), Pemerintah menyatakan bahwa pada tahun 2010 program internet masuk desa sudah dapat direalisasikan, dengan 32 ribu jaringan dari 72 ribu desa. Pemerintah ingin mewujudkan desa pintar. Dengan infrastruktur jaringan internet yang semakin tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia, pemerintah diharapkan di pemilupemilu mendatang dapat menerapkan
Jurnal Makna, Volume 1. Nomor 2. September 2010 – Pebruari 2011
53
electroning voting, seperti di Amerika. Gagasan ini menurut pandangan penulis tidak utopis, dikarenakan literasi penggunaan internet warga negera terus semakin membaik. Ini artinya tinggal political will pemerintah, apakah mau memodernisasi sistem pemilu atau tidak. Dengan kekuatan yang ada, sepertinya di masa akan mendatang, keinginan Indonesia untuk dapat memasuki tahap pematang demokrasi dapat segera terwujud. Internet hadir dengan membawa misi peningkatan literasi atau pendidikan politik yang mampu membentuk well-informed citizen, sehingga warga negara dapat terlibat lebih aktif dalam ruang publik politik. SIMPULAN Di Indonesia, media baru atau internet telah menghadirkan gelombang demokratisasi, yang tidak bisa dikendalikan oleh rezim Orde Baru. Internet digunakan sebagai saluran komunikasi politik para aktivis gerakan reformasi, yang mengkristal pada gerakan penjatuhan rezim Orde Baru. Sejak tahun 1997, internet sudah digunakan sebagai saluran online campaign dan terus berkembang, seiring terjadinya amerikanisasi komunikasi politik. Dengan internet komunikasi politik menjadi lebih interaktif dan tidak dibatasi lagi oleh hambatan seperti waktu dan tempat. Hal ini semakin
terasa di tahun 2008 atau pada saat Pemilu 2009, banyak komunikator politik yang menggunakan situs jejaring sosial sebagai saluran komunikasi politiknya. Gelombang demokratisasi berbasiskan media baru terus berkembang seiring dengan penggunaan situs jejaring sosial, dimana dimulai dari ruang publik menjadi aksi politik. Ini merupakan wujud dari kebebasan politik dan komunikasi yang terkristalisasi dalam wujud nyata yaitu aksi politik. Modal politik (the political capital) yang besar ini, sebaiknya terus dijaga oleh pemerintah dengan cara menghapus semua peraturan yang sekiranya dapat membatasi kebebasan politik dan di masa mendatang pemerintah dapat merumuskan regulasi media baru yang lebih baik seiring dengan semangat demokratisasi (the spirit of democratization). Dengan hal itu semua, keyakinan penulis, di masa mendatang Indonesia akan jadi negara demokrasi yang lebih besar lagi, kalau perlu setara dengan negara-negara maju seperti Amerika. DAFTAR PUSTAKA Baran, Stanley J & Dennis K. Davis (2003). Mass Communication Theory, Foundation, Ferment, and Future. Third Edition. Belmont, USA: Wadsworth/Thomson Learning.
Jurnal Makna, Volume 1. Nomor 2. September 2010 – Pebruari 2011
54
Dijk, Jan van (2006). The Network Society. Second Edition. London: SAGE Publication, Ltd Firmanzah, Ph.D (2008). Marketing Politik – Antara Pemahaman dan Realitas. Edisi Revisi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Gulati, Girish J, Marion R. Just & Ann N. Crigler (2004). News Coverage of Political Campaigns. In Lynda Lee Kaid. Handbook of Political Communication Research. New Jersey, USA: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Held, David (2006). Models of Democracy. Edisi Ketiga. Jakarta: The Akbar Tanjung Institute. Hill, David T. & Krishna Sen (2005). The Internet in Indonesia’s New Democracy. London: Routledge. Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone (2006). Introduction to the Update Student Edition. In Leah A. Lievrouw & Sonia Livingstone (Edts.). Hanbook of New Media, Social Shaping and Social Consequences of ICTs.
Updated Student Edition. London: SAGE Publications Ltd., p.205-229. McMillan, Sally (2006). Exploring Models of Interactivity from Multiple Research Traditions: Users, Documents and Systems. In Leah A. Lievrouw & Sonia Livingstone (Edts.). Hanbook of New Media, Social Shaping and Social Consequences of ICTs. Updated Student Edition. London: SAGE Publications Ltd., p.205-229. McQuail, Denis & Sven Windahl (1992). Communication Models for the Study of Mass Communication. Second Edition. London: Longman. McQuail, Denis (2005). McQuail’s Mass Communication Theory. Fifth Edition. London: SAGE Publications. Schuler, Douglas & Peter Day (2004). Shaping the Network Society: Opportunity and Challenges. In Douglas Schuler & Peter Day (Edts.). Shaping the Network Society, The New Role of Civil Society in Cyberspace. USA: The MIT Press. p.2-16
Jurnal Makna, Volume 1. Nomor 2. September 2010 – Pebruari 2011
55
Zittel,
Thomas (2004). Political Communication and Electronic Democracy, American Exceptionalism or Global Trend?. In Frank Esser & Barbara Pfetsch. Comparing Political Communication, Theories, Cases, and Challenges. UK: Cambridge University Press.
Referensi Tambahan Berita, dan Data): Antara
(Regulasi,
News. 20 Juni 2009. Pemerintah Targetkan 2010 Internet Masuk Desa Tuntas dalam http://www.antaranews.com/v iew/?i=1245494164
Apjii.or.id. Statistik APJII Updated Desember 2007 http://www.apjii.or.id/dokume ntasi/statistik.php?lang=ind (diakses tanggal 20 Desember 2009) Checkfacebook.com. Percentage of Online population http://www.checkfacebook.co m/ (update tanggal 28 Mei 2009 dan 30 Juni 2010) Kitab
Undang-Undang Pidana
Hukum
Kompas.com. 3 Juni 2009. Dukungan terhadap Prita Mengalir di Facebook
http://www.kompas.com/read/ xml/2009/06/03/09241833/du kungan.terhadap.prita.mengali r.di.facebook Kompas.com. 26 Oktober 2009. 40 Tahun Internet, http://tekno.kompas.com/read/ xml/2009/10/26/06074856/40. Tahun.Internet Kompas.com. 7 Nopember 2009. Gerakan Sejuta Facebookers Penuhi Target http://nasional.kompas.com/re ad/xml/2009/11/07/08455686/ gerakan.sejuta.facebookers.pe nuhi.target Kompas. com. 8 Nopember 2009. Dukung KPK, Ribuan Facebookers Serbu Bundaran HI, http://nasional.kompas.com/re ad/xml/2009/11/08/09072833/ Dukung.KPK..Ribuan.Facebo okers.Serbu.Bundaran.HI KOMPAS.com. 9 Desember 2009. Jaksa: Prita Terbukti Bersalah! http://www.kompas.com/read/ xml/2009/12/09/16133849/jak sa.prita.terbukti.bersalah. Tempointeraktif.com. 26 Juli 2009. Gerakan Indonesia Melawan Teror Mendunia http://www.tempointeraktif.co m/hg/it/2009/07/26/brk,20090 726-189130,id.html
Jurnal Makna, Volume 1. Nomor 2. September 2010 – Pebruari 2011
56
Tempointeraktif.com. 18 Desember 2009. Website Pemerintah Yogyakarta Terbaik se Indonesia. http://tempointeraktif.com/hg/ nusa/2009/12/18/brk,2009121 8-214517,id.html Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Jurnal Makna, Volume 1. Nomor 2. September 2010 – Pebruari 2011
57