PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN KONSEP DIRI TENTANG PERANAN GENDER (Kasus Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor Tahun Ajaran 2007/2008)
Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A 14204030
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
2
RINGKASAN RESTU DIRESIKA KISWORO. PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN KONSEP DIRI TENTANG PERANAN GENDER DI KALANGAN MAHASISWA. Kasus Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor Tahun Ajaran 2007/2008 (Di bawah bimbingan SITI SUGIAH MUGNIESYAH). Ketidaksetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai dimensi kehidupan, termasuk pendidikan, diduga berhubungan dengan berbagai faktor, diantaranya ideologi gender yang terinternalisasi pada hampir semua masyarakat. Mahasiswa sebagai generasi muda nantinya akan mengisi posisi-posisi strategis dalam kelembagaan masyarakat Indonesia di masa depan, sehingga persepsi dan konsep diri mahasiswa mengenai peranan gender dalam keluarga, masyarakat, dan bernegara serta faktor-faktor yang mempengaruhinya akan menentukan keberhasilan pembangunan dalam mewujudkan KKG dalam beragam dimensi kehidupan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari mengenai : (1) persepsi identitas gender -maskulin, feminin, dan androgini- yang terinternalisasi pada mahasiswa
TPB
IPB,
serta
untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya, (2) Peranan gender -produktif, reproduktif, dan pengelolaan masyarakat dan politik- yang menjadi bagian dari konsep diri mahasiswa TPB IPB, (3) Agen sosialisasi gender di kalangan mahasiswa yang berperan mempengaruhi pembentukan identitas gender dan konsep diri peranan gender mahasiswa TPB IPB, dan (4) Stereotipe gender di kalangan mahasiswa TPB IPB serta harapan atas peranan gender mereka, khususnya ketika mereka akan memilih pasangan hidup dalam membentuk keluarga inti.
3
Penelitian ini dilakukan di lingkungan Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), Dramaga. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa IPB merupakan Perguruan Tinggi Negeri yang mampu menjangkau mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia, yang selanjutnya akan menghasilkan karakteristik mahasiswa yang beragam, dan IPB merupakan miniatur masyarakat yang multikultur, karena terdiri dari mahasiswa dengan karakteristik budaya yang berbeda-beda, sehingga diasumsikan terdapat interaksi antar etnik yang mempengaruhi persepsi identitas gender dan konsep diri peranan gender individu. Penelitian ini mengacu pada beragam konsep, teori-teori, dan metodologi berkenaan dengan komunikasi gender, khususnya tentang persepsi, konsep diri, identitas, dan peranan gender serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Di tingkat lapangan, penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Data yang diambil mencakup data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh meliputi semua data/dokumen yang mendukung analisis pada penelitian ini, khususnya data yang diperoleh dari instansi Institut Pertanian Bogor, khususnya divisi Tingkat Persiapan Bersama. Pengumpulan data dilakukan pada periode April hingga Juni 2008. Secara umum, mahasiswa laki-laki memiliki identitas gender yang maskulin dan mahasiswa perempuan memiliki identitas gender feminin. Peranan gender dalam keluarga mahasiswa, masih menunjukkan pembagian kerja yang tegas antara anggota keluarga laki-laki dan perempuan. Peranan reproduktif dominan dikerjakan oleh perempuan -ibu dan anak perempuan, sedangkan peranan produtif dan organisasi dominan dikerjakan oleh laki-laki -ayah dan anak laki-laki-. Persepsi identitas gender dan konsep diri gender diukur oleh faktor-
4
faktor, yakni karakteristik individu, keluarga, lembaga pendidikan, organisasi, dan media massa. Dari lima peubah sebagai agen sosialisasi nilai gender tersebut, yang terbukti memiliki hubungan positif dengan identitas gender mahasiswa, hanya jenis kelamin dan media massa, selanjutnya diikuti dengan peubah keluarga, teman sebaya, pengalaman organisasi. Mahasiswa TPB IPB etnik Batak, baik laki-laki maupun perempuan cenderung lebih maskulin dibandingkan dengan ketiga etnik lainnya, sedangkan mahasiswa etnik Minangkabau dan Jawa justru lebih memiliki konsep diri netral. Stereotipe mahasiswa juga menganggap etnik Batak lebih banyak memiliki sifatsifat maskulin, dan etnik Jawa lebih banyak memiliki sifat-sifat netral. Terhadap harapan-harapannya mengenai pasangan hidup, mahasiswa TPB IPB etnik Jawa cenderung menginginkan memiliki pasangan hidup yang berasal dari suku yang sama, tidak demikian dengan mahasiswa etnik Batak dan Minangkabau yang cenderung lebih netral dalam menentukan pasangan hidup. Dilihat dari tingkat pendidikan, mahasiswa laki-laki lebih menginginkan pasangannya kelak memiliki tingkat pendidikan yang setara dengannya, sedangkan mahasiswa perempuan lebih menginginkan pasangan hidup mereka memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, karena terdapat persepsi bahwa laki-laki harus mengayomi keluarga dan harus lebih pintar dari perempuan.
5
PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN KONSEP DIRI TENTANG PERANAN GENDER DI KALANGAN MAHASISWA (Kasus Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor Tahun Ajaran 2007/2008)
Oleh RESTU DIRESIKA KISWORO A 14204030
Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
6
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun: Nama
: Restu Diresika Kisworo
No. Pokok : A14204030 Judul
: Persepsi Identitas Gender dan Konsep Diri Tentang Peranan Gender di Kalangan Mahasiswa (Kasus Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor Tahun Ajaran 2007/2008)
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS. NIP. 130 779 504
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus Ujian : _____________________
7
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN KONSEP DIRI TENTANG PERANAN
GENDER
DI
KALANGAN
MAHASISWA
(KASUS
MAHASISWA TINGKAT PERSIAPAN BERSAMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN AJARAN 2007/2008)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, September 2008
Restu Diresika Kisworo A14204030
8
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 23 Juni 1986 dari Ayah bernama Thoyib Kisworo dan Ibu Titiek Mulyatieningsih. Penulis merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara dengan 2 kakak bernama Betty Arumtyasari Kisworo dan Sukma Samudro Kisworo. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar BINA INSANI Bogor pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 4 Bogor dan lulus pada tahun 2001. Selanjutnya, tahun 2001 penulis melanjutkan sekolah di SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama menempuh kegiatan akademik, penulis menjadi Asisten Mata Kuliah Komunikasi Bisnis pada semester enam tahun ajaran 2006/2007. Penulis juga aktif menjadi anggota organisasi internal dan eksternal kampus. Pada organisasi internal; Himpunan Profesi MISETA periode 2006-2007 sebagai anggota divisi Public Relation, dan aktif pada berbagai kepanitian acara, diantaranya PR in Showbiz and Mass Media (PRIZMA) pada tahun 2006 sebagai Sekretaris dan Charity and Responsibility of Environment (CARE) pada tahun 2007 sebagai Koordinator Acara, serta aktif pada organisasi eksternal; Satuan Pelajar dan Mahasiswa (SAPMA) periode 2007-sekarang, sebagai Bendahara Umum.
9
UCAPAN TERIMA KASIH Segala Puji dan Syukur hanya dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kesabaran, dan pengetahuan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan Skripsi yang berjudul “Persepsi Identitas Gender dan Konsep Diri Tentang Peranan Gender Di Kalangan Mahasiswa (Kasus Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor Tahun Ajaran 2007/2008).” Dengan segala ketulusan hati penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada: 1. Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS., selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis dari awal pembuatan Studi Pustaka hingga penyelesaian skripsi ini. 2. Ir. Rr. Melani Abdulkadir Sunito, M.Sc., selaku penguji utama yang telah memberikan masukan dalam perbaikan skripsi ini dan selaku Pembimbing Akademik yang banyak memberikan bimbingan dan nasihat selama penulis menyelesaikan perkuliahan. 3. Ir. Dwi Sadono, M.Si., selaku penguji dari Departemen KPM yang telah banyak mengkoreksi kesalahan dalam penulisan skripsi ini. 4. Keluargaku Tercinta, Papa, Mama, Kak Betty, Kak Wisnu, Nara dan Kak Sukma yang telah memberikan do’a, semangat dan dukungan tanpa mengenal lelah. 5. Teman-teman
seperjuangan
KPM
41,
khususnya
Erna
Safitri
Purwaningtyas atas kebersamaan dalam suka dan duka dari penyusunan Studi Pustaka hingga Skripsi ini selesai. Teman-teman penyemangatku, Icha, Shelvie, Firly, Mella, Yulie, Ceqko, Nessa, Disty, Momon, Yundhe, Mira atas motivasi dan kerjasamanya, serta Maharandy Fadlan Monoarfa dan keluarga, atas dukungan, motivasi, aspirasi, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis selama proses penyelesaian Skripsi ini. 6. Teh Rina Suhartini. Terima kasih atas bantuan, motivasi dan semangat dalam proses pengeditan hingga penyelesaian Skripsi ini.
10
7. Fauzi, Cici, Gilang, Ika, Egi, dan Idham, selaku Asisten Mata Kuliah Sosiologi Umum atas kesediaan waktunya membantu penulis dalam pelaksanaan survei, serta Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB Angkatan 43, khususnya kelompok A09, A12, A18, A15, A19, dan A27 atas kesediaannya sebagai responden penulis. 8. Civitas Akademis Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi IPB yang telah memberikan pengajaran yang terbaik, juga kepada seluruh staf penunjang di lingkungan KPM-FEMA, khususnya Mbak Maria dan Mbak Nisa yang telah membantu segala admistrasi selama perkuliahan, serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Bogor, September 2008
Penulis
11
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ...................................................................................................viii DAFTAR TABEL ..............................................................................................x DAFTAR GAMBAR .......................................................................................xii BAB I
PENDAHULUAN ..........................................................................1 1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah .................................................................. 6 1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................9 1.4 Kegunaan Penelitian ...............................................................10
BAB II.
PENDEKATAN TEORITIS .........................................................11 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Gender dan Tri Peranan (Tripple Roles) .....11 2.1.2 Pengertian dan Pembentukan Persepsi Identitas Gender .......................................................................... 12 2.1.3 Teori-teori Pembentukan Identitas Gender .................. 14 2.1.4 Pengertian dan Pembentukan Konsep Diri Peranan Gender ...........................................................................15 2.1.5 Konsep Psikologi Androgini ........................................16 2.1.6 Pelaku Sosialisasi Gender (Significant Others) ............18 2.1.7 Pengertian dan Teori-teori Sistem Kekerabatan ...........22 2.2 Kerangka Pemikiran ...............................................................25 2.3 Hipotesis Penelitian................................................................ 30 2.4 Definisi Operasional ...............................................................30
BAB III.
METODOLOGI PENELITIAN ...................................................37 3.1 Metode Penelitian ..................................................................37 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 37 3.3 Penentuan Populasi dan Sampel ............................................ 38 3.4 Teknik Pengumpulan Data..................................................... 39 3.5 Teknik Analisis Data ............................................................. 40
BAB IV.
PROFIL GENDER INSTITUT PERTANIAN BOGOR...............41 4.1 Profil Kampus Institut Pertanian Bogor ...............................41 4.1.1 Sejarah Singkat IPB ....................................................41 4.1.2 Profil Gender IPB .......................................................43 4.2 Tingkat Persiapan Bersama ..................................................47
12
BAB V.
PROFIL GENDER MAHASISWA TPB TAHUN AJARAN 2008/2009 ......................................................................................52 5.1 Karakteristik Individu ............................................................52 5.1.1 Jenis Kelamin ...............................................................52 5.1.2 Suku Bangsa ................................................................ 52 5.1.3 Preferensi Teman Sebaya ..............................................53 5.2 Karakteristik Keluarga ..........................................................54 5.2.1 Tingkat Pendidikan Orang Tua ....................................54 5.2.2 Status Bekerja Orang Tua............................................ 55 5.2.3 Sistem Kekerabatan .................................................... 56 5.2.4 Struktur Keluarga ........................................................57 5.3 Karakteristik Lembaga Pendidikan .......................................60 5.3.1 Tokoh Dominan Guru di Sekolah .............................. 61 5.3.2 Guru Favorit di Sekolah dan Gaya Kepemimpinannya ...............................................................................62 5.4 Karakteristik Organisasi .......................................................63 5.5 Pemuatan Nilai Gender Dalam Media Massa .......................64 5.6 Ikhtisar ..................................................................................65
BAB VI.
PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN AGEN SOSIALISASI YANG MEMPENGARUHINYA ..................................................66 6.1 Identitas Gender Mahasiswa ..................................................66 6.2 Agen Sosialisasi Yang Mempengaruhi Identitas Gender Mahasiswa ...........................................................................68 6.2.1Hubungan Karakteristik Individu Dengan Identitas Gender Mahasiswa ........................................................69 6.2.2Hubungan Karakteristik Keluarga Dengan Identitas Gender Mahasiswa ........................................................70 6.2.3Hubungan Lembaga Pendidikan Dengan Identitas Gender Mahasiswa ........................................................73 6.2.4Hubungan Karakteristik Organisasi Mahasiswa Dengan Identitas Gender Mahasiswa ............................74 6.2.5Hubungan Media Massa Dengan Identitas Gender Mahasiswa ........................................................75 6.3 Iktisar ....................................................................................77
BAB VII. KONSEP DIRI GENDER DAN STEREOTIPE MAHASISWA ...78 7.1 Konsep Diri Empat Etnik Dominan .......................................78 7.2 Stereotipe Mahasiswa .............................................................80 7.3 Hubungan Stereotipe dan Konsep Diri Mahasiswa ................83 7.4 Konsep Diri Peranan Gender .................................................84 7.4.1 Peranan Produktif ..........................................................84 7.4.2 Peranan Reproduktif .....................................................85 7.4.3 Peranan Pengelolaan Masyarakat dan Politik ...............87 7.5 Persepsi Harapan-harapan Mahasiswa Terhadap Pasangan Hidup ......................................................................................88 7.6 Persepsi Domain Program Studi Mayor-Minor di IPB ...........92 7.7 Ikhtisar .................................................................................... 94
13
BAB VIII. PENUTUP ......................................................................................96 8.1 Kesimpulan ............................................................................96 8.2 Saran .......................................................................................98 LAMPIRAN DAFTAR PUTAKA
14
DAFTAR TABEL Nomor Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17. Tabel 18. Tabel 19. Tabel 20. Tabel 21. Tabel 22.
Halaman Sebaran Mahasiswa Menurut Kelas Sosiologi Umum dan Asal Etnik (TPB 2007/2008) ................................................................ Sebaran Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Menurut Fakultas dan Jenis Kelamin, Tahun 2007 ................................................... Perkembangan Mahasiswa Baru TPB IPB Menurut Tahun Masuk dan Jenis Kelamin (dalam persen) ................................... Perkembangan Jumlah Mahasiswa TPB IPB Menurut Pulau Asal dan Tahun Masuk (dalam persen) ....................................... Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Jalur Penerimaan, Program Studi Mayor “Eksakta” dan Jenis Kelamin, Tahun 2007/2008 ..................................................................................... Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Jalur Penerimaan, Program Studi Mayor “Ilmu Sosial” dan Jenis Kelamin, Tahun 2007/2008 ............................................................................................. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Jenis Kelamin ................ Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Etnik (dalam persen) ..... Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Lokasi Asal dan Etnik (dalam persen) .............................................................................. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Preferensi Teman Sebaya (dalam persen) …………………………………………. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Tingkat Pendidikan Orang Tua (dalam persen) ……………………………………… Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Status Bekerja Orang Tua (dalam persen) ....................................................................... Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Sistem Kekerabatan (dalam persen) .............................................................................. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Pola Struktur Keluarga (dalam persen) .............................................................................. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Bentuk Perkawinan Orang Tua (dalam persen) …………………………………….... Status Perkawinan Orang Tua Mahasiswa TPB IPB Pada Saat Mahasiswa Kecil dan Pada Saat Ini (dalam persen) …………… Keberadaan Saudara Kandung Mahasiswa TPB IPB Menurut Jenis Kelamin (dalam persen) ………………………………….. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Tokoh Guru Dominan di Sekolah (dalam persen) ………………………………………… Guru Favorit Mahasiswa TPB IPB Menurut Gaya Kepemimpinan dan Jenis Kelamin Guru (dalam persen) ……… Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Pengalaman Organisasi (dalam persen) .............................................................................. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Kategori Acara Favorit Dalam Media Massa (dalam persen) ............................................ Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Identitas Gender (dalam persen) ..........................................................................................
39 45 48 48 50 51 52 52 53 54 55 56 56 57 58 59 60 61 62 63 64 68
15
Tabel 23. Sebaran Mahasiswa Menurut Preferensi Jenis Kelamin Teman Sebaya Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB Tabel 24. Sebaran Mahasiswa Menurut Sistem Kekerabatan Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB ................................... Tabel 25. Sebaran Mahasiswa Menurut Pola Struktur Keluarga Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB .................... Tabel 26. Sebaran Mahasiswa Menurut Jenis Kelamin Guru Favorit Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB …………… Tabel 27. Sebaran Mahasiswa Menurut Jenis Kelamin Guru Favorit Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB …………… Tabel 28. Sebaran Mahasiswa Menurut Pemuatan Nilai Gender Pada Media Massa Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB ………………………………………………………... Tabel 29. Konsep Diri Maskulin Pada Empat Etnik Dominan di Kalangan Mahasiswa TPB IPB Menurut Kategori Sifat Bem ..................... Tabel 30. Konsep Diri Feminin Pada Empat Etnik Dominan di Kalangan Mahasiswa TPB IPB Menurut Kategori Sifat Bem ..................... Tabel 31. Konsep Diri Netral Pada Empat Etnik Dominan di Kalangan Mahasiswa TPB IPB Menurut Kategori Sifat Bem ..................... Tabel 32. Stereotipe Sifat Maskulin Pada Empat Etnik Dominan di Kalangan Mahasiswa TPB IPB Menurut Kategori Sifat Bem (dalam persen) .............................................................................. Tabel 33. Stereotipe Sifat Feminin Pada Empat Etnik Dominan di Kalangan Mahasiswa TPB IPB Menurut Kategori Sifat Bem (dalam persen) .............................................................................. Tabel 34. Stereotipe Sifat Netral Pada Empat Etnik Dominan di Kalangan Mahasiswa TPB IPB Menurut Kategori Sifat Bem (dalam persen) .......................................................................................... Tabel 35. Aktivitas Produktif Yang Dilakukan Anggota Keluarga Lakilaki dan Perempuan di Kalangan Mahasiswa TPB IPB (dalam persen) ………………………………………………………….. Tabel 36. Aktivitas Reproduktif Yang Dilakukan Anggota Keluarga Lakilaki dan Perempuan di Kalangan Mahasiswa TPB IPB (dalam persen) ………………………………………………………….. Tabel 37. Aktivitas Kursus dan Organisasi Yang Dilakukan Anggota Keluarga Laki-laki dan Perempuan di Kalangan Mahasiswa TPB IPB (dalam persen) ……………………………………….. Tabel 38. Harapan Mahasiswa TPB IPB Terhadap Latar Belakang Suku Pasangan Menurut Asal Etnik (dalam persen) ............................. Tabel 39. Harapan Mahasiswa TPB IPB Terhadap Latar Belakang Pendidikan Menurut Asal Etnik (dalam persen) .......................... Tabel 40. Harapan Mahasiswa TPB IPB Terhadap Pelaku Aktivitas Dalam Keluarga Menurut Triple Role Moser (dalam persen) ..... Tabel 41. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Persepsi Domain Program Studi Mayor “Eksakta” IPB (dalam persen) ................. Tabel 42. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Persepsi Domain Program Studi Mayor “Ilmu Sosial” IPB (dalam persen) ............
70 71 72 73 74 76 78 79 80 81 82 83 85 86 88 89 90 91 93 94
16
DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar 1.
Halaman Diagram Hubungan Antara Variabel Bebas Dengan Variabel Tak Bebas Dalam Penelitian ...................................................
29
17
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009, pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh masih rendahnya hasil pembangunan SDM di Indonesia yang tercermin dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia. Data Indonesia Human Development Report BPSBAPENAS-UNDP 2004 melaporkan bahwa nilai IPM Indonesia pada tahun 2002 sebesar 69.2 1 , dan menempatkan Indonesia pada menempati urutan 111 dari 177 negara di dunia. Selanjutnya, pemerintah juga mengakui masih rendahnya kualitas hidup perempuan Indonesia yang ditunjukkan oleh lebih rendahnya Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia dibandingkan IPMnya serta rendahnya angka Indeks Pemberdayaan Gender atau IDG (Gender Empowerment Measurement atau GEM). Data IPG Indonesia pada tahun 2002 sebesar 59.2, sementara IDGnya sebesar 54.6. 2 Angka IDG Indonesia ini menempatkan Indonesia pada urutan ke-33 dari 71 negara yang diukur IDGnya. Lebih tingginya angka IPM dibandingkan dengan angka IPG menunjukkan bahwa keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia secara keseluruhan belum sepenuhnya diikuti
1
2
Angka IPM merupakan komposit dari Angka Harapan Hidup (66,2 tahun), Angka Melek Huruf (AMH) penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas (87,9%), Angka Partisipasi Kasar (65 %), dan Pendapatan Domestik Bruto per kapita sebesar $US3.230 (RPJMN 2004-2009: Bagian 1.1:8) Kecuali dalam hal Angka Harapan Hidup, pada variabel lainnya AMH dan APK pendidikan perempuan lebih rendah dibanding laki-laki. Dalam hal IDG, perempuan yang duduk di parlemen hanya 8,8 persen, persentase perempuan dalam posisi manajerial dan angkatan kerja berturut-turut sebesar 39,2 dan 37,5 persen (Mugniesyah, 1995)
18
dengan keberhasilan pembangunan gender. Dengan perkataan lain masih terdapat kesenjangan gender pada hasil-hasl pembangunan SDM Indonesia. Ketidaksetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam beragam dimensi kehidupan, termasuk pendidikan, menurut Mugniesyah dkk (2004) diduga berhubungan dengan berbagai faktor, diantaranya adalah ideologi gender yang terinternalisasi pada hampir semua masyarakat. Ideologi atau sistem nilai gender sebagai
bagian
dari
kebudayaan
menjadikan
individu-individu
anggota
masyarakat menafsirkan perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki menjadi seperangkat acuan sosial tentang kepantasan dalam berperilaku, yang kemudian berpengaruh kepada hak-hak, distribusi sumberdaya dan kekuasaan, baik dalam lingkup rumahtangga, masyarakat dan negara. Dari hasil studinya di Jawa Barat, Mugniesyah dkk (2004) mengemukakan masih adanya kesenjangan gender pada civitas akademik, khususnya pada kelembagaan pendidikan Perguruan Tinggi Negeri (PTN), terlihat bahwa masih rendahnya akses dan kontrol perempuan terhadap pendidikan dan dalam memperoleh manfaat untuk menduduki posisi strategis yang memfasilitasi perempuan dalam mengambil keputusan dan meningkatkan pendapatan karena adanya dominasi laki-laki sebagai penentu kebijakan dalam struktur kelembagaan di berbagai kelembagaan baik di lingkungan pemerintahan maupun nonpemerintah, termasuk sekolah dan masyarakat. Perempuan cenderung dominan dilibatkan dalam kegiatan yang berhubungan dengan peranan domestik dan administratif. Hal tersebut terjadi karena masih relatif banyaknya para penentu kebijakan dan pengambil keputusan pembangunan, terutama di bidang pendidikan, yang kurang sensitif gender dan atau memandang Kesetaraan dan
19
Keadilan Gender (KKG) tidak harus dilaksanakan melalui tindakan-tindakan afirmatif
yang
dapat
mengakselarasi
perempuan
untuk
akses,
kontrol,
berpartisipasi, dan memperoleh manfaat dari pembangunan bidang pendidikan. Kondisi tersebut di atas, menunjukkan masih belum efektifnya Instruksi presiden RI No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional. 3 Dalam RPJMN 2004-2009, pemerintah mengakui adanya kondisi yang bersifat kultural (masih kuatnya nilai-nilai budaya patriarkal) dan struktural (dimapankan oleh tatanan sosial politik yang ada) yang menyebabkan adanya kesenjangan gender dalam hasil-hasil pembangunan SDM Indonesia. Dengan perkataan lain, kondisi tersebut mencerminkan relatif masih banyaknya perilaku anggota masyarakat yang diskriminatif terhadap perempuan, padahal pemerintah Indonesia telah mestratifikasi Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) dengan menetapkan Undang-undang No. 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Sehubungan dengan itu, dalam RPJMN, khususnya pada Bab 12 tentang Peningkatan Kualitas Kehidupan Perempuan dan Perlindungan Anak, pemerintah menyatakan bahwa arah kebijakan pembangunan itu harus didukung tindakan pemihakan yang jelas dan nyata guna mengurangi kesenjangan gender di berbagai bidang pembangunan, antara lain dengan memperkuat kelembagaan, koordinasi dan jaringan PUG dalam pembangunan serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaannya. Adapun salah satu kegiatan pokok dalam rangka
3
Inpres No. 9 Tahun 2000 menginstruksikan menteri, kepala lembaga pemerintah non-departemen untuk melaksanakan pembangunan yang responsif gender, baik pembangunan nasional, daerah maupun sektoral, guna mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender (KKG) dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
20
memberdayakan SDM perempuan Indonesia tersebut adalah melalui pelaksanaan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan di tingkat nasional dan daerah. Menurut para ahli sosiologi dan komunikasi gender, terinternalisasinya sistem nilai gender yang diskriminatif terhadap perempuan terbentuk melalui proses sosialisasi oleh beragam kelembagaan masyarakat. Keluarga dianggap sebagai lembaga yang berperan sangat penting dalam proses sosialisasi sistem nilai dan peranan gender, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Kelembagaan lainnya yang juga berperan penting adalah kelembagaan pendidikan, media massa dan organisasi. Proses sosialisasi oleh beragam aktor kelembagaan tersebut membentuk persepsi dan identitas gender pada setiap individu, laki-laki dan perempuan. Menyadari masih dominannya bias gender di kalangan birokrat, teknokrat termasuk anggota lembaga legislatif -yang sebagian besar merupakan generasi terdahulu (generasi tua)- mendorong Badan Perencanaan Pembangunan Nasioal (Bappenas) RI dan Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Kantor Meneg PP) untuk mengakselerasi pelaksanaan PUG di beragam sektor atau departemen melalui program Capasity Building di beragam sektor atau departemen tersebut. Sebagaimana diakui oleh para pakar gender dan pembangunan, hasil Capasity Building di kalangan penentu kebijakan tersebut belum memberikan hasil yang memuaskan. Ini menunjukkan betapa sulitnya generasi tua merubah sistem nilai gender mereka. Permasalahannya adalah bahwa negara ini sebaiknya tidak membuang sumberdaya (dana dan waktu) untuk hanya berfokus pada generasi tua. Sejalan dengan perjalanan waktu, generasi muda
21
Indonesia akan menggantikan tanggung jawab mereka demi keberlanjutan pembangunan yang mampu mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sebagaimana diamanatkan Inpres No. 9 Tahun 2000. Dengan demikian, pelaksanaan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan menuntut partisipasi generasi muda sebagai komponen penting dalam tatanan masyarakat Indonesia. Permasalahannya
adalah
bahwa
belum
banyak
hasil
penelitian
yang
mengemukakan perihal persepsi dan identitas gender di kalangan generasi muda. Penelitian Rahasthera (2003) menemukan masih adanya bias gender pada mahasiswa-mahasiswi terhadap sifat atau karakteristik perempuan dan laki-laki. Hal ini terlihat bahwa masih tingginya persentase mahasiswa (62,2%) yang memiliki persepsi ketat, yakni masih membedakan secara tegas sifat maskulin yang lebih baik dimiliki laki-laki dan sifat feminin yang lebih baik dimiliki perempuan. Selanjutnya Rahastera melaporkan bahwa mahasiswa masih memiliki persepsi Program Studi yang dipilihnya memiliki karakter gender tertentu, baik feminin maupun maskulin. Namun demikian, temuan tersebut tidak disertai dengan penjelasan berkenaan dengan faktor-faktor yang menyebabkan bias gender di kalangan mahasiswa IPB tersebut. Selain itu, fokus penelitiannya terbatas pada pemilihan bidang studi di lingkungan Fakultas Pertanian, belum sepenuhnya mencakup peranan gender sebagaimana dikemukakan para ahli, khususnya Moser (1993). Moser mengemukakan bahwa peranan gender mencakup peranan domestik, produktif dan pengelolaan masyarakat, yang disebutnya sebagai tripple role.
22
Sehubungan dengan itu, diperlukan suatu studi lebih lanjut tentang persepsi dan konsep diri berkenaan identitas dan peranan gender di kalangan mahasiswa -generasi muda berpendidikan tinggi- dan faktor-faktor yang mempengaruhinya secara lebih holistik. Penelitian ini penting, karena mahasiwa akan mengisi posisi-posisi strategis dalam kelembagaan masyarakat Indonesia masa depan. Persepsi identitas gender dan konsep diri mereka tentang peranan gender dalam keluarga, masyarakat dan bernegara serta faktor-faktor yang mempengaruhinya
akan
menentukan
keberhasilan
pembangunan
dalam
mewujudkan KKG dalam beragam dimensi kehidupan. Pengetahuan atas faktorfaktor yang mempengaruhi persepsi identitas gender dan konsep diri gender mahasiswa diperlukan untuk menetapkan perlu tidaknya Capasity Building PUG bagi mereka, serta mempersiapkan mereka sebagai bagian dari focal point PUG diberbagai sektor pembangunan, khususnya pendidikan.
1.2 Perumusan Masalah Merujuk pendapat beberapa ahli (Verberder,1981; Applbaum dkk,1973; Louisser dan Poulos,1997 dalam Mugniesyah, 2000), persepsi adalah proses pemberian makna yang dilakukan individu terhadap stimulus (termasuk informasi), baik mengenai perilaku diri sendiri dan orang lain, yang diperoleh individu melalui
inderanya. Dalam konteks penelitian ini, persepsi tersebut
berkenaan identitas gender dan konsep peranan gender. Identitas gender adalah sejumlah aspek penampilan dan perilaku personal yang secara budaya diatributkan menjadi maskulin dan feminin. Identitas gender adalah sejumlah aspek penampilan dan perilaku personal yang secara budaya diatributkan menjadi
23
maskulin dan feminin (Children’s Health Encyclopedia, 2008). Dalam konteks tersebut,
Sandra Bem memperkenalkan apa yang dikenal sebagai konsep
psikologi androgini, yang membedakan identitas gender individu ke dalam empat kategori, diantaranya: maskulin, feminin, dan androgini. Sehubungan dengan itu, persepsi identitas gender apakah yang dimiliki mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (selanjutnya disebut mahasiswa TPB) IPB? Dalam penelitian ini konsep diri mahasiswa TPB yang dipandang penting untuk diketahui adalah konsep diri berkenaan peranan gender mereka. Karenanya pengertian gender dan peranan gender menjadi acuan penting dalam penelitian ini. Gender diartikan sebagai perbedaan-perbedaan (sifat, peranan, status) dan relasi sosial antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya, bisa dipelajari, bervariasi secara luas diantara masyarakat dan budaya, serta berubah sejalan dengan perkembangan waktu (ILO, 2000; Wood, 2001 dalam Mugniesyah, 2005). Peranan gender adalah perilaku yang diajarkan pada setiap masyarakat, komunitas dan kelompok sosial tertentu yang menjadikan aktivitas-aktivitas, tugas-tugas dan tanggung jawab tertentu dipersepsikan sebagai peranan perempuan dan laki-laki. Peranan gender tersebut dilakukan perempuan dan laki-laki sesuai status, lingkungan, budaya dan struktur masyarakatnya. Sebagaimana dikemukakan Moser (1993) dalam Mugniesyah (2005), terdapat tiga kategori peranan gender (tripple roles): produktif (productive role), reproduktif (reproductive role), dan pengelolaan masyarakat (community managing) dan politik (politic). Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, peranan gender manakah yang menjadi bagian dari konsep diri mahasiswa TPB IPB?
24
Berlo (1960) menyatakan bahwa pembentukan konsep diri pada individu berlangsung melalui proses komunikasi. Mead dalam Johnson (1981) juga mengemukakan bahwa konsep diri terdiri dari kesadaran individu mengenai keterlibatannya yang khusus dalam seperangkat hubungan sosial yang sedang berlangsung dalam suatu komunitas yang terorganisasi. Menurut Mead terdapat beberapa pelaku penting (significant others) sebagai agen sosialisasi yang berperan dalam pembentukan identitas gender dan konsep diri tersebut. Para ahli sependapat tentang adanya sejumlah aktor yang berperan sebagai agen sosialisasi yang mempengaruhi konstruksi nilai gender seorang individu, diantaranya adalah keluarga, teman sebaya (peer group), lembaga pendidikan, dan media massa (Pearson, 1985; Mugniesyah, 1995; Ivy dan Backlund, 1994 dalam Mugniesyah, 2005). Secara umum juga disepakati bahwa peranan keluarga sebagai agen penyosialisasi identitas dan peranan gender sangat utama, namun kontribusinya sebagai agen sosialisasi juga dipengaruhi oleh sistem kekerabatan di mana keluarga tersebut menjadi anggotanya. Sehubungan dengan itu siapa sajakah yang menjadi agen sosialisasi gender di kalangan mahasiswa TPB IPB? Apakah semua pihak yang disepakati para ahli tersebut -keluarga, teman sebaya, lembaga pendidikan, organisasi, media massa, dan sistem kekerabatan- berperan? Meskipun proses pembentukan identitas gender dan konsep diri tentang peranan gender
pada
individu diperoleh melalui komunikasi interpersonal,
namun Louisser dan Poulos (1997) dalam Mugniesyah (2000) beranggapan bahwa pembentukan kedua hal tersebut -identitas gender dan konsep gender- bisa dipengaruhi oleh bias yang dimiliki individu, khususnya stereotipe dan harapan. Hal itu didukung pendapat Richmond dan Robertson (1977) dalam Pearson (1985)
25
yang menyatakan bahwa stereotipe yang berlaku dalam masyarakat tentang bagaimana seharusnya individu berperilaku dapat mempengaruhi efektivitas komunikasi interpersonal antara laki-laki dan perempuan. Di pihak lain, individu mencoba untuk menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, dan menginterpretasi informasi -termasuk informasi sistim nilai gender- sesuai dengan pengalaman dan prediksi (harapan) mereka ke masa mendatang. Sehubungan dengan itu, apakah pengalaman mereka dalam melaksanakan peranan gender sebelumnya menjadi mahasiswa TPB IPB serta harapan-harapan mereka mempengaruhi identitas gender dan konsep diri peranan gender mereka?
1.3 Tujuan Penelitian Mengacu pada perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengidentifikasi persepsi identitas gender -maskulin, feminin, dan androginiyang terinternalisasi pada mahasiswa TPB IPB, serta untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhinya. 2) Mengetahui peranan gender -produktif, reproduktif, dan pengelolaan masyarakat dan politik- yang menjadi bagian dari konsep diri mahasiswa TPB IPB. 3) Mengidentifikasi agen sosialisasi gender di kalangan mahasiswa yang berperan mempengaruhi pembentukan identitas gender dan konsep diri peranan gender mahasiswa TPB IPB. 4) Mengetahui stereotipe gender di kalangan mahasiswa TPB IPB serta harapan atas peranan gender mereka, khususnya ketika mereka akan memilih pasangan hidup dalam membentuk keluarga inti.
26
1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak yang meminati kajian komunikasi gender, khususnya: 1) Bagi peneliti sendiri, pengalaman penelitian ini merupakan bagian dari proses pembelajaran dalam menyintesis beragam konsep, teori dan metodologi berkenaan komunikasi gender, khususnya tentang persepsi, konsep diri, identitas dan peranan gender serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. 2) Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dasar bagi bahan kajian lebih lanjut mengenai fenomena gender dalam kelembagaan pendidikan tinggi. 3) Bagi Institut Pertanian Bogor khususnya dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional pada umumya, penelitian ini diharapkan menjadi
informasi dasar bagi upaya-upaya
gender di lingkungan pendidikan tinggi.
pengarusutamaan
27
BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Gender dan Tri Peranan (Tripple Roles) Sebagaimana dikemukakan Mugniesyah (2005), konsep gender -dibaca jender- dalam Kamus Oxford diartikan sebagai fakta menjadi laki-laki dan perempuan serta isu-isu yang berhubungan dengan perbedaan relasi dan peranan gender. Menurut Wood (2001), Mary Wollstonecraft diakui sebagai orang pertama (1792) yang menyatakan gender sebagai suatu karakteristik sosial. Berbeda dari konsep seks atau jenis kelamin, gender diperoleh individu melalui proses interaksi dalam dunia sosial. Banyak ahli mengemukakan bahwa gender itu dikonstruksikan, karena gender bukanlah suatu fakta alamiah, akan tetapi mengambil bentuk kongkrit yang secara historis mengubah hubungan sosial. Selanjutnya dinyatakan bahwa sebagai sebuah istilah atau konsep, gender berasal dari Barat, namun sebagai suatu fakta sosial, gender merupakan fenomena yang ditemukan pada hampir semua masyarakat di dunia (Mugniesyah, 2005). Selain definisi yang telah dikemukakan di depan, pemerintah Indonesia melalui Kantor Meneg PP (2001) mengartikan gender sebagai pandangan masyarakat tentang perbedaan peranan, fungsi dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, Moser (1993) dalam Mugniesyah (2005) mengemukakan adanya tiga kategori peranan gender (triple
28
roles) yang mencakup peranan produktif, reproduktif dan pengelolaan masyarakat. Adapun pengertian masing-masing sebagai berikut: 1. Peranan produktif, yakni peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-laki untuk memperoleh bayaran/upah secara tunai atau sejenisnya (natura). 2. Peranan reproduktif, yakni peranan yang berhubungan dengan tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan tenaga. 3. Peranan Pengelolaan Masyarakat dan Politik, dibedakan ke dalam dua kategori : a. Peranan Pengelolaan Masyarakat (Kegiatan Sosial), yang mencakup semua aktivitas yang dilakukan dalam tingkat komunitas sebagai kepanjangan peranan reproduktif, bersifat volunter dan tanpa upah. b.Peranan Pengelolaan Politik (Kegiatan Politik), yakni peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik, biasanya dibayar (langsung ataupun tidak langsung), dan meningkatkan kekuasaan atau status.
2.1.2 Pengertian dan Pembentukan Persepsi Identitas Gender Menurut Verderber (1981) dalam Mugniesyah (2000), persepsi adalah proses memberikan makna terhadap informasi yang diperoleh indera kita, atau dapat dikatakan sebagai apa yang dikerjakan otak dengan informasi yang diperolehnya. Adapun menurut Applbaum dkk (1973) dan Louisser dan Poulos (1997), persepsi mengacu pada interpretasi seseorang terhadap kenyataan
29
(Mugniesyah, 2000). Ahli komunikasi lain (DeVito, 1997) mendefinisikan persepsi sebagai proses dengan mana kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita. Selanjutnya, sebagaimana dikemukakan Mugniesyah, para ahli memandang persepsi adalah proses yang dialami atau digunakan setiap individu untuk mencoba mengetahui dan memahami orang lain. Sandra Bem (1974) dalam Mugniesyah (2005) mengidentifikasikan identitas gender, diantaranya mencakup identitas maskulin, feminin, dan androgini. Identitas gender adalah sejumlah aspek penampilan dan perilaku personal yang secara budaya diatributkan menjadi maskulin dan feminin (Children’s Health Encyclopedia, 2008). Persepsi atas gender individu dipengaruhi oleh sosialisasi identitas jenis kelamin yang dimiliki individu sejak kecil dan peran yang dimainkan orang tua sesuai dengan kebudayaannya, sehingga dapat dikatakan bahwa persepsi identitas gender bisa dipengaruhi oleh jenis kelamin dan sistem kekerabatan dimana keluarga dari setiap individu menjadi anggotanya (Wood, 2001 dalam Mugniesyah, 2005). Louisser dan Poulos (1997) dalam Mugniesyah (2000) mengemukakan lima tipe/jenis bias yang mempengaruhi persepsi, dua diantaranya adalah stereotipe dan harapan. Stereotipe diartikan sebagai suatu proses penyederhanaan dan generalisasi perilaku individu-individu dari anggota kelompok tertentu (etnis, agama, suku bangsa, bangsa, jenis kelamin, gender, pekerjaan, dan lain sebagainya). Stereotipe digunakan pada saat kita sedang menilai seseorang, juga digunakan oleh individu dalam berkomunikasi dengan maksud untuk humor, perlakuan diskriminatif bahkan pelecehan, yang seluruhnya akan menghasilkan pengaruh negatif terhadap hubungan antar manusia (komunikasi interpersonal).
30
Adapun harapan dipandang sebagai kunci untuk mengerti penilaian negatif individu terhadap orang lain dan emosi negatif yang menyertainya (Cohen, 1981). Dalam hal ini, setiap individu mencoba untuk menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, dan menginterpretasi informasi sesuai dengan harapannya.
2.1.3 Teori-teori Pembentukan Identitas Gender Terdapat sejumlah teori yang menjelaskan pembentukan identitas gender pada setiap individu, diantaranya adalah teori pembelajaran sosial dan teori perkembangan kognitif. Menurut teori pembelajaran sosial, anak-anak belajar perilaku yang dihubungkan dengan orangtuanya melalui observasi dan komunikasi. Anak-anak -laki-laki dan perempuan- belajar perilaku hubungan gender (gender-related behavior) dari kontak sosial, terutama dengan orangtua mereka
dan
teman
sebayanya.
Dengan perkataan lain, peranan yang
dikembangkan oleh anak laki-laki atau anak perempuan diperolehnya melalui proses belajar dari lingkungannya. Setiap individu, sejak masa anak-anak, meniru dan mengambil peran dari orang-orang yang ada di sekitarnya, mulai dari keluarga inti, keluarga besar (keluarga luas, sistem kekerabatan), hingga kemudian dalam lingkungan masyarakat dimana dia menjadi dewasa.
Selanjutnya Wood (2001) dalam
Mugniesyah (2005) menyatakan bahwa menurut teori belajar sosial individuindividu belajar menjadi maskulin dan feminim melalui komunikasi dan observasi. Melalui proses komunikasi, orang lain mengajarkan kepada setiap individu
perilaku gender yang pantas baginya. Teori perkembangan kognitif
memfokuskan pada bagaimana individu-individu belajar dari interaksi dengan
31
orang lain untuk mendefinisikan diri mereka sendiri termasuk gender mereka. Namun demikian, berbeda dari teori pembelajaran sosial, teori ini beranggapan bahwa anak-anak memainkan peranan aktif dalam mengembangkan identitas mereka sendiri. Setiap individu
juga menggunakan orang lain untuk
mendefinisikan identitas gender dan konsep diri gender mereka sendiri karena mereka dimotivasi oleh keinginan internal untuk menjadi kompeten -sesuai identitas dan konsep dirinya- sesuai budayanya.
2.1.4 Pengertian dan Pembentukan Konsep Diri Peranan Gender Konsep diri merupakan kebutuhan individu untuk mendefinisikan dirinya sendiri, khususnya dalam hubungannya dengan orang lain dimana mereka terlibat didalamnya (Johnson, 1986). Individu tidak dilahirkan dengan suatu konsep diri, karena konsep diri diperoleh individu secara bertahap dalam interaksinya dengan orang lain. Menurut Johnson (1986), pada dasarnya, konsep diri merupakan jawaban individu atas pertanyaan “Siapa Aku?”. Mead (1977) dalam Pearson (1985) dan Johnson (1986) menyatakan bahwa konsep diri merupakan kesadaran individu mengenai keterlibatannya yang khusus dalam seperangkat hubungan sosial yang sedang berlangsung atau dalam suatu komunitas yang terorganisasi. Berdasarkan teori empati yang dikemukakan Berlo (1960), seseorang membentuk konsep diri oleh dirinya sendiri, berdasarkan observasi dan interpretasi perilaku dengan berkomunikasi dengan orang lain. Terkait dengan konsep diri peranan gender, Mead dalam Johnson (1986) membedakan tiga fase dalam suatu proses dimana individu belajar mengambil perspektif orang lain dan melihat dirinya sebagai objek yang meliputi:
32
1. Tahap bermain, yaitu tahap dimana anak-anak “memainkan” peran sosial dari orang lain. 2. Tahap pertandingan (games), yaitu tahap dimana anak-anak mampu menjalankan peran dari beberapa orang lain secara serentak dan mengorganisasinya dalam suatu keseluruhan yang lebih besar. Pada tahap ini, konsep diri individu terdiri dari kesadaran subjektif individu terhadap peranan khusus dalam kegiatan bersama itu, termasuk persepsi-persepsi mengenai harapan dan respon dari orang lain. 3. Tahap dimana anak-anak mengambil peran dari apa yang disebut generalized other, anak-anak mampu mengontrol dirinya sendiri menurut peran-peran umum yang bersifat impersonal. Generalized other terdiri dari harapan-harapan dan standar-standar umum yang dipertentangkan dengan harapan-harapan individu secara khusus, menurut harapan-harapan umum ini individu merencanakan dan melaksanakan berbagai tindakan. Melalui tahapan-tahapan tersebut, anak-anak belajar mengenai melihat dirinya sendiri sesuai dengan nilai-nilai dan harapan-harapan dari masyarakat.
2.1.5 Konsep Psikologi Androgini Sandra Bem (1974) mempopulerkan suatu konsep psychology androginy yang beranggapan bahwa seseorang dapat mengombinasikan atau “melumatkan“ kedua identitas psikologis yang maskulin dan feminin. Menurut Bem, sebagaimana dikutip Mugniesyah (2005), terminologi androgini berasal dari bahasa Yunani, yaitu andros yang berarti laki-laki dan gyne berarti perempuan. Istilah androgini digunakan untuk merepresentasikan seseorang yang mempunyai sifat-sifat asertif, mandiri serta juga memiliki sifat hangat dan lemah-lembut.
33
Selanjutnya Bem menyatakan bahwa maskulinitas dan femininitas tidak menggambarkan suatu konstruk yang bipolar, akan tetapi membangun konstruk yang memungkinkan seseorang bisa menunjukkan/menampilkan karakteristik yang secara stereotipe bersifat maskulin maupun feminin. Terdapat 3 asumsi yang mendasari Teori Androgini Bem, yaitu : (1) Androgini memungkinkan seseorang untuk berperilaku lebih fleksibel (2) Fleksibilitas tersebut memungkinkan seseorang dapat beradaptasi lebih baik dalam beragam situasi sosial, dan (3) Keduanya, baik laki-laki maupun perempuan dapat mencapai fleksibilitas situasional tersebut. Selanjutnya Bem mengidentifikasi adanya empat orientasi psikologis individu, tiga diantaranya yang dominan berada pada psikologis seseorang : (a) Androgynous, berarti seseorang berasosiasi tinggi dengan kedua karakteristik stereotipe, maskulin dan feminin, seperti seseorang yang mempunyai kepemimpinan tinggi tapi dia juga sensitif terhadap kebutuhan orang lain. (b) Masculine, seseorang berasosiasi tinggi dengan karakteristik stereotipe maskulin dan berasosiasi rendah dengan karakteristik stereoripe feminin; seperti orang yang mempunyai kepribadian tinggi dan tidak memiliki sifat iba atau kasihan pada orang lain. (c) Feminine, berarti seseorang berasosiasi tinggi dengan karakteristik stereotipe feminin dan berasosiasi rendah dengan karakteristik stereoripe maskulin; seperti seseorang yang sangat penolong tapi tidak mandiri. Bem juga mengemukakan bahwa konsep androgini menawarkan suatu orientasi hidup yang lebih sehat dibandingkan dengan orientasi gender yang
34
terpolarisasi secara tradisional, karena individu yang androgini mempunyai karakteristik yang lebih luas, dan karenanya dapat beradaptasi lebih efektif terhadap lebih banyak situasi.
2.1.6 Pelaku Sosialisasi Gender (Significant Others) Sebagaimana dikemukakan di depan, terdapat sejumlah aktor atau agen sosialisasi yang mendukung konstruksi sosial budaya gender dalam masyarakat. Di bawah ini dikemukakan secara rinci masing-masing agen sosialisasi tersebut : 1. Keluarga / Rumahtangga Keluarga dianggap sebagai arena relasi gender yang utama dan dalam keluarga pula sejak masa kanak-kanak, individu disosialisasikan kepada berbagai konsep yang menunjuk pada betapa kuat dan berkuasanya laki-laki dibanding perempuan. Keluarga merupakan agen sosialisasi utama yang mempengaruhi identitas gender individu. Anak-anak belajar peran gender yang diperoleh dari beragam perilaku dan melalui pengamatan serta pemodelan lainnya. Secara tipikal, anak perempuan didorong untuk memperkuat kerjasama, tolongmenolong, pengasuhan dan perilaku-perilaku lain yang konsisten dengan makna sosial kefemininan. Pada anak laki-laki, cenderung didorong untuk berperilaku secara kompetitif, mandiri, dan asertif. Orang tua mengkomunikasikan gender melalui permainan yang diberikan kepada anak-anak. Pada saat menginjak umur enam tahun, sosialisasi ketenagakerjaan dimulai. Anak perempuan membantu ibunya dalam peran reproduktif, sedangkan anak laki-laki pada peranan produktif dan kemasyarakatan. Cara lain dalam mengkomunikasikan gender adalah melalui pemodelan orangtua, tetapi cara ini sangat bergantung dengan struktur keluarga
35
yang ada, apakah keberadaan orang tua lengkap, single parent perempuan atau laki-laki atau individu berada di lingkungan lain seperti panti asuhan (Mugniesyah, 2005). 2. Sekolah Sekolah memainkan peran yang memperkuat apa yang sudah diperoleh dari lingkungan keluarga. Di sekolah terjadi sosialisasi yang bias gender yang memandang bahwa mata ajaran ilmu-ilmu dasar hanya pantas untuk laki-laki (mata ajaran maskulin) sebaliknya ilmu-ilmu sosial termasuk bahasa dianggap pantas untuk perempuan (mata ajaran feminin). Buku-buku pelajaran sekolah dasar memuat pembagian peran yang memuat stereotipe pria dan wanita. Sekolah mempunyai kontribusi besar dalam proses pengenderan individuindividu, mulai dari kelompok bermain (playgroup) atau Taman Kanak-kanak sampai
Perguruan
Tinggi.
Komunikasi
dalam
kelembagaan
pendidikan
mereproduksi pandangan-pandangan budaya mengenai perempuan sebagai subordinat, pasif, berbeda, dan kurang berprestasi, sedangkan laki-laki dominan, bebas, dan berprestasi. Proses komunikasi yang terjadi di sekolah menyebabkan menguatnya stereotipe gender dalam pendidikan merupakan suatu proses yang tidak disadari oleh kebanyakan pendidik. Terdapat kurikulum tersembunyi yang memperkuat atau mengekalkan konsepsi seksisme -tentang perempuan dan laki-laki- mencakup organisasi kelembagaan, materi bahan ajar dan gaya mengajar yang merefleksikan stereotipe gender dan berpengaruh dalam melestarikan ketidakadilan gender (Wood dalam Mugniesyah, 2005). Wood mengemukakan bahwa sistem pendidikan (kurikulum tersembunyi) telah menjadikan siswa perempuan kurang mampu menemukan
36
potensi dirinya daripada laki-laki. Guru/dosen cenderung melanjutkan sosialisasi stereotipe gender dalam kurikulum sekolah/perguruan tinggi. 3. Grup sebaya (Peer group) Pada tingkat masyarakat, kelompok sebaya turut berperan melembagakan perilaku gender. Hasil observasi menunjukkan bahwa stereotipe gender yang dihubungkan dengan komunikasi persahabatan antara laki-laki dan perempuan relatif konsisten. Perempuan dipandang relatif lebih terbuka dan dianggap menggunakan gaya komunikator yang cenderung fasilitatif dan ekspresif, sebaliknya
laki-laki
kurang
terbuka
dan
dianggap
menggunakan
gaya
komunikator yang mengontrol dan instrumental. Teman sebaya merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembentukan perilaku
individu sesuai dengan jenis kelamin. Ketika anak
perempuan dan anak laki-laki mulai bermain dan membentuk persahabatan dengan teman sebaya dari jenis kelamin yang sama, dimulailah pembelajaran tentang jenis kelamin dan tingkah laku tertentu yang berlaku dan diharapkan oleh kelompoknya. Menurut Rawlins (1992), dalam persahabatan antara perempuan dan laki-laki, terdapat harapan-harapan budaya tentang maskulin dan feminin yang sangat menonjol. Kebanyakan perempuan dan laki-laki berlanjut memelihara peranan-peranan gender tradisional mereka terutama berhubungan dengan gaya komunikasi antara keduanya, perempuan relatif lebih terbuka dan dianggap menggunakan gaya komunikator yang cenderung fasilitatif dan ekspresif, sedangkan laki-laki kurang terbuka dan dianggap menggunakan gaya komunikator yang cenderung mengontrol dan instrumental (Mugniesyah, 2005).
37
4. Organisasi Jumlah pemimpin dan politisi perempuan lebih rendah dibanding pria. Keterwakilan perempuan dalam lembaga-lembaga baik legislatif, yudikatif maupun eksekutif sangat rendah. Menurut Wood (2001) dalam Mugniesyah (2005), karena laki-laki mendominasi kehidupan kelembagaan maka bentukbentuk maskulin dalam berkomunikasi merupakan standar atau baku dalam kebanyakan lingkungan kerja. Tempat kerja mempunyai pengaruh tergantung dari pandangan manajer di tempat individu bekerja. Pekerjaan dapat membuat individu lebih aktif, fleksibel, terbuka dan demokratis, jika manajer mempunyai pandang yang modern. Jika perempuan memiliki status yang lebih rendah daripada lakilaki dalam pekerjaan, hal ini lebih disebabkan karena kurangnya kesempatan, akibat pandangan manajer yang tradisional. 5. Media massa Media massa, baik radio, surat kabar, dan televisi gencar mempromosikan acara dan iklan yang memperkuat idiologi gender. Sebagai contoh, iklan reproduktif selalu mengambil model perempuan dan sebaliknya peran produktif dilakukan oleh laki-laki. Selain itu, iklan sering menggambarkan bahwa wanita selalu menjadi objek seksual laki-laki. Stewart dkk (1996) dan Wood (2001) dalam Mugniesyah (2005) sependapat bahwa media massa mengkomunikasikan imej/citra gender, yang banyak diantaranya justru mengekalkan persepsi stereotipe dan terbatas pada citra perempuan yang tidak realistik. Secara umum, media merepresentasikan stereotipe laki-laki dan perempuan yang membatasi persepsi individu. Media memperkuat stereotipe maskulinitas laki-laki dengan menampilkan laki-laki
38
sebagai sosok yang kuat, aktif, petualang, agresif secara seksual, dan kurang terlibat dalam hubungan atau urusan kemanusiaan. Sebaliknya, perempuan digambarkan sebagai objek seksual yang selalu tampil muda, ramping, jelita, cantik, pasif, tergantung/tidak mandiri, dan sering kali tidak kompeten dan bodoh.
2.1.7 Pengertian dan Teori-teori Sistem Kekerabatan Kekerabatan mengacu pada hubungan diantara orang tua dan anak, baik anak perempuan maupun laki-laki, dan pada jaringan-jaringan hubungan yang terbentuk dari hubungan orang tua dan anak tersebut (Keesing, 1975 dalam Tampubolon, 1985). Menurut Djojodigoeno 4 (1959) sistem kekerabatan dapat ditelaah dari segi batas lingkungan pergaulan yang dilacak secara parental (hubungan baik melalui bapak atau ibu), dan adat menetap dari individu-individu anggota kerabat setelah perkawinan (bilokal, patrilokal, matrilokal, dan sebagainya) yang berkaitan dengan usaha untuk memelihara kelangsungan hak dan kewajiban tertentu pada suatu golongan kerabat terbatas (adat penggantian kedudukan/status dalam golongan itu, adat waris, dan lain sebagainya). Sependapat dengan Djojodigoeno, Koentjaraningrat (1981) menyatakan bahwa sistem kekerabatan terbentuk berdasar perkawinan dan garis keturunan. Selanjutnya, Koentjaraningrat membedakan sistem kekerabatan menurut garis keturunan ke dalam empat tipe, yaitu: patrilineal, matrilineal, bilineal, dan bilateral. Sistem kekerabatan patrilineal menghitung hubungan kekerabatan melalui laki-laki saja, oleh karena itu mengakibatkan kaum kerabat ayah masuk di dalam batas hubungan kekerabatannya, sedangkan kaum kerabat ibu berada di
4
Djojodigoeno. Sistem Kekerabatan. Dalam Bagian Sosiologi Pedesaan. Jilid 2.
39
luar batas tersebut. Sebaliknya, sistem matrilineal menghitung hubungan kekerabatan melalui perempuan saja, sehingga kaum kerabat ibu masuk di dalam batas hubungan kekerabatannya, sedangkan kaum kerabat ayah berada di luar batas tersebut. Sistem kekerabatan bilineal menghitung hubungan kekerabatan melalui laki-laki saja untuk sejumlah hak dan kewajiban tertentu, dan melalui perempuan saja untuk sejumlah hak dan kewajiban yang lain. Sebaliknya, sistem kekerabatan bilateral menghitung hubungan-hubungan kekerabatan melalui lakilaki maupun perempuan. Levy (1949) 5 menyatakan bahwa hal yang perlu diperhatikan ketika menelaah sistem kekerabatan, diantaranya adalah : 1. Diferensiasi peranan, yaitu cara mendudukan anggota-anggota kerabat pada berbagai posisi dalam sistem kekerabatan menurut fungsinya masingmasing atas pertimbangan perbedaan umur, jenis kelamin, generasi, posisi ekonomi, dan pembagian kekuasaan. 2. Alokasi atau penempatan fungsi solidaritas, yaitu perbedaan tingkat solidaritas yang didudukan dalam berbagai hubungan antara anggotaanggota kerabat menurut makna dan kuatnya hubungan tersebut dan daya tarik timbal-balik serta sampai berapa dalam orang terlibat didalamnya. 3. Alokasi kekuasaan/kewibawaan dengan memberi kekuasaan dan tanggung jawab kepada tokoh-tokoh tertentu untuk mengontrol tindakan anggotaanggotanya. Menurut Jenkins (1997) dalam Harmita (2006), etnisitas memiliki karakteristik yang mencakup: (1) diferensiasi kultural, (2) berkaitan dengan
5
M.J. Levy. The Family Revolution of Modern China. Dalam Materi Kuliah Sosiologi Keluarga.
40
budaya -berbagai pemaknaan- yang berakar dari dan merupakan hasil interaksi sosial, (3) merupakan budaya dengan komponen atau situasi yang diproduksi dan direproduksi, (4) Etnisitas mencakup tindakan kolektif dalam interaksi sosial dan individu. Berikut pemaparan contoh kelompok etnis dengan tipe sistem kekerabatannya. Masyarakat Batak tergolong sistem kekerabatan patrilineal, dimana prinsip keturunannya disebut marga (Toba) atau merga (Karo). Dalam hal perjodohan, berlaku exogami, dimana perjodohan menjadi suatu unsur dalam perhubungan satu marga dan marga lainnya. Ketunggalan silsilah dan marga atau merga yang patrilineal berarti ketunggalan laki-laki terhadap perempuan, dimana istri akan berpindah ke dalam marga suami dan anak-anak menjadi anggota marga bapak, dan laki-laki berkuasa dan mendominasi (Djojodigoeno, 1959). Masyarakat
Minangkabau
merupakan
contoh
sistem
kekerabatan
matrilineal di Indonesia. Dalam masyarakat ini perempuan berfungsi sebagai penerus keturunan, baik dalam paruik (satu perut) maupun suku, karena anak akan mewarisi suku ibunya. Perempuan menjadi inti keluarga, dan dianggap sebagai Limpapeh Rumah nan Gadang (tiang keluarga dan sebagai pendidik anak-anak) yang merupakan lambang penerus keturunan (Rasjid Manggis, 1971 dalam Tampubolon 1985). Dalam sistem hak waris, harta keluarga berbentuk tanah/sawah dan rumah tetap berada dalam lingkungan garis keturunan ibu secara turun menurun; sementara suami (urang sumado) tidak mempunyai otoritas di rumah gadang isterinya, tetapi ia berkuasa di rumah gadang milik saudara perempuannya. Dalam masyarakat ini, perkawinan yang dianggap ideal adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan anak perempuan mamaknya atau
41
antara seorang anak laki-laki dengan anak perempuan dari saudara perempuan ayah (Tampubolon, 1985). Masyarakat Jawa dan Sunda tergolong sistem kekerabatan bilateral. Djojodigoeno (1959) menjelaskan bahwa pada masyarakat bilateral, status suami dan istri sama dan masing-masing dapat bertindak. Kekuasaan atas anak dan harta diurus dan dikelola bersama-sama sesuai dengan kesepakatan. Dalam sistem pewarisannya, anak-anak -laki-laki dan perempuan- menerima waris dari ayah dan ibu serta dari kerabat bapak dan kerabat ibu, bahkan suami-istri saling warismewaris. Pada masyarakat Jawa dan Sunda juga terdapat solidaritas yang kuat dan luas pada kerabat inti. Dalam kebudayaan Jawa, sebagai kelanjutan dari perkawinan terbentuk beberapa macam kelompok-kelompok kekerabatan, seperti keluarga batih dan keluarga luas, sanak-sadulur, dan alurwaris. Tidak berbeda jauh dengan masyarakat Jawa, masyarakat Sunda juga mempunyai beberapa istilah dalam jaringan hubungan kekerabatan, yaitu kulawarga (keluarga), warga, dulur (saudara), baraya (saudara), saderek (saudara), kulawedet, bondoroyot, golongan (Ekadjati, 1995).
2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian berjudul Persepsi Identitas dan Konsep Diri Tentang Peranan Gender di kalangan Mahasiswa TPB IPB ini mengacu pada hasil sintesis beragam konsep dan teori yang telah dikemukakan di depan. Dengan mengacu pada pengertian, teori persepsi dan teori pembentukan identitas gender, serta konsep Sandra Bem, persepsi identitas gender mahasiswa TPB diukur dengan variabel Kategori Psikologi Androgini (Y1). Selain itu, dalam konteks pendidikan tinggi,
42
dimana ada gender dalam konteks bidang-bidang ilmu, persepsi identitas gender tersebut juga diukur
melalui variabel Persepsi Mahasiswa TPB IPB tentang
domain program-program studi di lingkungan IPB (Y2). Dalam penelitian ini, identitas gender itu melekat pada diri individu mahasiswa TPB
dianggap akan digunakan oleh individu mahasiswa tersebut dalam
berkomunikasi interpersonal untuk mengembangkan konsep dirinya, khususnya berkenaan peranan gender mereka.
Selanjutnya, konsep diri peranan gender
mahasiswa TPB IPB tersebut akan diukur dengan peranan dan relasi gender yang dikembangkan mahasiswa dalam konteks tri peranan (triple roles) yang dikemukakan Moser (1993). Terdapat lima variabel yang diukur, yaitu variabelvariabel Konsep Diri Dalam Peranan Reproduktif (Y3), Konsep Diri Dalam Peranan Produktif (Y4), Konsep Diri Dalam Peranan Berorganisasi (Y5), Pola Relasi Kekuasaan Dalam Kegiatan Reproduktif (Y7), Pola Relasi Kekuasaan Dalam Kegiatan Produktif dan Pola Relasi Kekuasaan dalam Kegiatan Berorganisasi (Y8). Dalam penelitian ini, semua variabel yang mengukur persepsi identitas gender dan konsep diri peranan gender tersebut merupakan variabelvariabel tidak bebas (dependent variables). Mengacu pada teori perkembangan kognitif dari Wood (2001) dalam Mugniesyah
(2005),
setiap
individu
mahasiswa
TPB
dipandang
aktif
mengembangkan persepsi identitas gendernya sejalan dengan perkembangan kognitif mereka sejak kanak-kanak hingga menjadi dewasa dan menjadi mahasiswa. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, karakteristik individu mahasiswa TPB IPB diduga mempengaruhi variabel-varibel tidak bebas di atas. Lebih lanjut, mengingat persepsi atas identitas gender individu dipengaruhi oleh
43
sosialisasi berkenan identitas jenis kelamin dan peran yang dimainkan orang tua sesuai dengan kebudayaannya, maka karakteristik individu yang diduga mempengaruhi identitas dan konsep peranan gender adalah variabel-variabel Orientasi Jenis Kelamin (X1) dan Suku Bangsa (X2) dari mahasiswa TPB IPB. Selanjutnya, mengacu pada pendapat Louisser dan Poulos (1997) dalam Mugniesyah (2000), variabel-variabel persepsi identitas gender juga dipengaruhi oleh stereotipe, pengalaman, harapan individu atas identitas gender mereka. Oleh karena itu, variabel-variabel tidak bebas tersebut di atas diduga dipengaruhi oleh variabel-variabel bebas yang terdiri atas: Stereotipe Gender (X3), Keragaman Lingkungan Pergaulan Menurut Etnik (X4), dan Preferensi Teman Menurut Jenis Kelamin (X5). Adapun persepsi identitas gender terhadap domain program studi, diduga dipengaruhi oleh variabel Motivasi Mahasiswa dalam memilih program studi Mayor-Minor di IPB (X6). Sebagaimana dikemukakan sebelumnya gender merupakan hasil konstrusi sosial budaya, yang diperoleh individu melalui proses sosialisasi. Mengacu pada pendapat para ahli, dalam penelitian ini keluarga dan sistem kekerabatan merupakan agen sosialisasi atau significant others yang dipandang dominan mempengaruhi persepsi dan konsep diri peranan gender mahasiswa TPP IPB, Sehubungan dengan itu, dalam penelitian ini variabel-variabel pada keluarga dan sistem kekerabatan yang diduga berpengaruh adalah Tingkat Pendidikan Orangtua (X7), Tipe Sistem Kekerabatan (X8), Status Bekerja Orangtua (X9), Status Perkawinan (X10), Pola Sub-Struktur dalam Keluarga (X11), Tokoh Dominan Dalam Keluarga (X12) dan Pola Pembagian Kerja (X13), serta Spesifikasi Jenis Permainan (X14).
44
Selain orang tua, lembaga pendidikan mempunyai kontribusi pembentukan identitas dan konsep diri gender. pendidikan mereproduksi dan
dalam
Secara umum Lembaga
mengekalkan pandangan-pandangan budaya
mengenai perempuan sebagai subordinat, pasif, berbeda, dan kurang berprestasi, sedangkan
laki-laki
dominan,
bebas,
dan
berprestasi;
serta
cenderung
mengekalkan ketimpangan gender, khususnya dalam menduduki posisi pemimpin dalam organisasi. Sehubungan dengan itu, dalam penelitian ini variabel-variabel pada lembaga pendidikan yang diduga berpengaruh adalah: Tokoh Dominan di Sekolah TK-SMU (X15), Gaya kepemimpinan Guru Laki-Laki (X16), dan Gaya Kepemimpinan Guru Perempuan (X17). Dengan mempertimbangkan bahwa setiap individu mahasiswa TPB IPB juga menjadi anggota dari beragam kelompok/organisasi sosial. Sehubungan dengan itu, variabel-variabel bebas dari karakteristik organisasi yang diduga berpengaruh terhadap persepsi identitas gender dan konsep diri peranan gender adalah Tokoh Dominan dalam Organisasi (X18), Gaya Kepemimpinan Tokoh Laki-laki dalam Organisasi (X19), dan Gaya Kepemimpinan Tokoh Perempuan dalam Organisasi (X20). Lebih lanjut, dengan mempertimbangkan bahwa media massa juga berperan sebagai agen sosialisasi gender, dalam penelitian ini variabel Penilaian Muatan Nilai Gender dalam Media Massa (X21)
juga diduga
berpengaruh terhadap persepsi identitas gender dan konsep diri gender. Berdasar pada penjelasan tersebut di atas, hubungan antar variabel-variabel bebas dengan
tidak bebas dalam penelitian ini dituangkan ke dalam suatu
diagram sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.
45
Gambar 1. Diagram Hubungan Antara Variabel Bebas dengan Variabel Tidak Bebas dalam Penelitian
Karakteristik Individu X1. Jenis Kelamin X2. Suku Bangsa X3. Stereotipe Gender X4. Keragaman Lingkungan Pergaulan Menurut Etnik X5. Preferensi Teman Menurut Jenis Kelamin X6. Motivasi
Karakteristik Keluarga X7. Tingkat Pendidikan Orang Tua X8. Tipe Sistem Kekerabatan X9. Status Bekerja Orang Tua X10. Status Perkawinan X11. Pola Sub-struktur Dalam Keluarga X12. Tokoh Dominan Dalam Keluarga X13. Pola Pembagian Kerja X14. Spesifikasi Jenis Permainan
Peranan Media Massa Persepsi Identitas Gender Y1. Kategori Psikologi Androgini Y2. Persepsi Mahasiswa TPB IPB Tentang Domain Program Studi Mayor-Minor IPB
Konsep Diri Tentang Peranan Gender Y3. Peranan Dalam Kegiatan Reproduktif Y4. Peranan Dan Kegiatan Produktif Y5. Peranan Dan Kegiatan Berorganisasi Y6. Pola Relasi Kekuasaan Dalam Kegiatan Reproduktif Y7. Pola Relasi Kekuasaan Dalam Kegiatan Produktif Y8. Pola Relasi Kekuasaan Dalam Kegiatan Berorganisasi
X21. Penilaian Muatan Gender Dalam Media Massa
Karakteristik Organisasi X18. Tokoh Dominan Dalam Organisasi X19. Gaya Kepemimpinan Tokoh Laki-laki Dalam Organisasi X20. Gaya Kepemimpinan Tokoh Perempuan Dalam Organisasi
Karakteristik Lembaga Pendidikan X15. Tokoh Dominan di Sekolah TK-SMU X16. Gaya Kepemimpinan Guru Lakilaki X17. Gaya Kepemimpinan Guru Perempuan
46
2.3 Hipotesa Penelitian 1) Karakteristik individu berhubungan positif dengan persepsi identitas gender dan konsep diri peranan gender mahasiswa TPB IPB. 2) Karakteristik Keluarga berhubungan positif dengan pembentukan persepsi identitas gender dan konsep diri peranan gender mahasiswa TPB IPB. 3) Karakteristik lembaga pendidikan berhubungan positif dengan persepsi identitas gender dan konsep diri peranan gender mahasiswa TPB IPB. 4) Karakteristik organisasi berhubungan positif dengan persepsi identitas gender dan konsep diri peranan dan relasi gender mahasiswa TPB IPB. 5) Media massa berhubungan positif dengan
persepsi identitas gender dan
konsep diri peranan gender mahasiswa TPB IPB.
2.9 Definisi Operasional Definisi operasional variabel-variabel pada penelitian ini sebagai berikut : 1) Kategori psikologi androgini (Y1) adalah preferensi sifat-sifat psikologi gender di kalangan mahasiswa, yang dibedakan ke dalam tiga kategori: maskulin, feminin, dan androgini berdasar hasil pengukuran skor Bem dengan menggunakan rumus tes androgini menurut Bem, dimana : sifat maskulin-sifat feminin= skor Bem
Berdasarkan hasil skor Bem yang diperoleh mahasiswa, identitas gender mahasiswa dibedakan ke dalam (1) feminin, jika nilai skor Bem ≤-20, (2) androgini, jika skornya antara -9 sampai dengan +9, dan (3) maskulin jika mencapai skor Bem ≥ +20.
47
2) Persepsi Mahasiswa TPB IPB tentang domain program studi di IPB (Y2) adalah preferensi mahasiswa TPB IPB dalam menentukan kepantasan mahasiswa untuk memasuki program studi di lingkungan menurut jenis kelaminnya; dibedakan ke dalam tiga kategori dengan memodifikasi konsep Bem :
(1) maskulin, jika
mahasiswa cenderung menilai program studi
tertentu sebagai lebih pantas bagi laki-laki dari pada perempuan, (2) feminin, jika mahasiswa cenderung menilai program studi tertentu sebagai lebih pantas bagi perempuan dari pada laki-laki, dan
(3) androgini, jika mahasiswa
cenderung menilai program studi tertentu sebagai pantas bagi perempuan dan laki-laki. 3) Peranan dalam kegiatan reproduktif (Y3) adalah aktivitas yang dikerjakan individu laki-laki dan perempuan dalam domain domestik (kegiatan rumahtangga), dengan pemberian skor satu untuk setiap aktivitas; dibedakan ke dalam tiga kategori : (a) rendah, untuk total skor 1- 8; (b) sedang jika skor 9-17, (c) tinggi, untuk total skor 18-25. 4) Peranan dalam kegiatan produktif (Y4) adalah aktivitas yang dikerjakan mahasiswa (laki-laki dan perempuan) dalam kegiatan-kegitan di sektor publik yang menghasilkan pendapatan (upah/bayaran) , dengan pemberian skor satu untuk setiap aktivitas; dibedakan ke dalam tiga kategori : (a) rendah, untuk total skor 1- 5; (b) sedang jika skor 6-10, (c) tinggi, untuk total skor 11-15. 5) Peranan dalam kegiatan berorganisasi (Y5) adalah aktivitas yang dikerjakan mahasiswa (laki-laki dan perempuan) dalam kegiatan-kegitan organisasi dan kelembagan masyarakat, dengan pemberian skor satu untuk setiap aktivitas;
48
dibedakan ke dalam tiga kategori : (a) rendah, untuk total skor 1-15, (b) sedang jika skor 16-30, (c) tinggi, untuk total skor 31-45. 6) Pola relasi kekuasaan dalam kegiatan reproduktif (Y6) adalah kewenangan yang dimiliki anggota keluarga
mahasiswa TPB IPB, laki-laki dan
perempuan dalam pengambilan keputusan yang
menentukan partisipasi
individu mahasiswa dalam melakukan kegiatan domestik; dibedakan ke dalam tiga kategori: (a) rendah jika hanya melibatkan tokoh laki-laki atau perempuan saja, (b) sedang, jika melibatkan tokoh laki-laki dan perempuan, namun ada dominasi dari salah satunya, dan (c) tinggi, jika melibatkan laki-laki dan perempuan secara setara. 7) Pola relasi kekuasaan dalam kegiatan produktif (Y7) adalah pengambilan keputusan dominan antara perempuan dan laki-laki dalam keluarga untuk menentukan/mengikuti kegiatan yang menghasilkan upah/bayaran; dibedakan ke dalam tiga kategori: (a) rendah jika hanya melibatkan tokoh laki-laki atau perempuan saja, (b) sedang, jika melibatkan tokoh laki-laki dan perempuan, namun ada dominasi dari salah satunya, dan (c) tinggi, jika melibatkan lakilaki dan perempuan secara setara. 8) Pola relasi dalam kegiatan berorganisasi (Y8) adalah pengambilan keputusan dominan
antara
perempuan
menentukan/mengikuti/menjadi
dan bagian
laki-laki dari
dalam
keluarga
kelembagaan
untuk
masyarakat;
dibedakan ke dalam tiga kategori: (a) rendah jika hanya melibatkan tokoh laki-laki atau perempuan saja, (b) sedang, jika melibatkan tokoh laki-laki dan perempuan, namun ada dominasi dari salah satunya, dan (c) tinggi, jika melibatkan laki-laki dan perempuan secara setara
49
9) Jenis kelamin (X1) adalah karakteristik biologis individu berdasar genital eksternal, yang dibedakan ke dalam (a) laki-laki dan (b) perempuan. 10) Suku bangsa (X2) adalah preferensi etnik mahasiswa TPB IPB yang “diwarisi” dari etnik dari salah satu atau kedua orangtuanya, dibedakan ke dalam kategori: Batak, Minangkabau, Jawa, Sunda, Tionghoa, dan etnik lainnya. 11) Stereotipe gender (X3) adalah generalisasi yang dilakukan mahasiswa TPB IPB dalam menilai karakteristik identitas gender individu dengan kategori etnik yang berbeda dari mereka dan dibedakan ke dalam: feminin, maskulin dan androgini. 12) Keragaman lingkungan pergaulan menurut etnik (X4) adalah preferensi individu mahasiswa dalam memilih teman bergaul interaksi dengan individu lain di luar etniknya sendiri. Pengukuran terlihat dari nilai skor tertinggi yang diperoleh dari kumulatif jawaban responden mengenai sifat yang diangap khas yang dimiliki oleh suatu etnis tertentu. 13) Preferensi teman menurut jenis kelamin (X5) adalah kecenderungan yang dilakukan mahasiswa TPB IP dalam memilih individu lain , baik laki-laki dan/atau perempuan sebagai sahabat dan ”tempat” berbagi perasaan; dibedakan kedalam tiga kategori (a) tinggi, jika responden bermain dengan teman sesama jenis, (b) rendah jika responden bermain dengan teman berbeda jenis dan bermain dengan kedua jenis kelamin. 14) Motivasi (X6) adalah alasan yang melatarbelakangi responden memilih program studi mayor-minor di IPB.
50
15) Tingkat pendidikan orang tua (X7) adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang telah ditempuh kedua orang tua responden; dibedakan ke dalam tiga kategori: (a) tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah, SD/setara), (b) sedang (SLTP/setara, SMU/setara), dan (c) tinggi (Diploma, dan Sarjana). 16) Tipe sistem kekerabatan (X8) mengacu pada kategori hubungan baik secara parental (suami-isteri), hubungan orang tua dan anak, dan hubungan saudara yang menghubungkan darah mereka; dibedakan ke dalam tiga kategori: (a) patrilineal, (b) matrilineal, dan (c) bilateral. 17) Status bekerja orang tua (X9) adalah kondisi bekerja yang dilakukan ayah dan atau ibu yang dikategorikan menjadi (a) rendah, jika baik ayah maupun ibu tidak bekerja, (b) sedang, jika diantara ayah atau ibu saja yang bekerja tetapi dominan salah satunya, dan (c) tinggi, jika baik ayah maupun ibu, keduanya bekerja. 18) Status perkawinan orang tua (X10) adalah kondisi individu dalam perkawinan yang dilihat dari bentuk dan pengalaman perkawinannya. Bentuk perkawinan, dibedakan menjadi monogami dan poligami, sedangkan pengalaman perkawinan dikategorikan menjadi 4 kategori : (a) bercerai, (b) tidak cerai, (c) single parent perempuan, dan (d) single parent laki-laki. 19) Pola sub-struktur dalam keluarga (X11) mengacu pada tipe keluarga dimana individu dominan dibesarkan pada kategori (a) keluarga inti, (b) keluarga inti dan kakek-nenek, dan (c) keluarga inti dan kerabat dari pihak orang tua. Keberadaan saudara kandung, dikategorikan menjadi (a) hanya laki-laki saja, (b) hanya perempuan saja, (c) terdapat saudara dari kedua jenis kelamin, dan (d) anak tunggal.
51
20) Tokoh dominan dalam keluarga (X12) adalah aktor agen sosialisasi dalam dalam lingkungan keluarga menurut jenis kelaminnya, dikategorikan ke dalam (a) dominan laki-laki, (b) dominan perempuan, dan (c) dominan laki-laki dan perempuan keduanya. 21) Pola pembagian kerja (X13) adalah aktivitas yang dilakukan oleh anggota keluarga, terdiri dari pekerjaan domestik, produktif, organisasi, dan kursus yang dikategorikan menjadi : (a) tinggi, jika pekerjaan domestik, produktif, organisasi dilakukan oleh laki-laki dan perempuan setara, (b) sedang jika lakilaki dan perempuan tetapi salah satu diantaranya dominan, dan (c) rendah jika laki-laki dan perempuan saja yang melakukan. 22) Spesifikasi jenis permainan (X14) adalah pengalaman responden dalam melakukan aktivitas-aktivitas yang meliputi kegiatan bermain, kelompok belajar, dan kegiatan olahraga. Pengukuran spesifikasi jenis permainan menjadi : (a) tinggi, jika responden melakukan <4 aktivitas pada masingmasing kategori, (b) sedang jika responden melakukan 4-8 aktivitas pada masing-masing kategori, dan (c) rendah jika responden hanya melakukan >8 aktivitas. 23) Tokoh dominan di sekolah SD-SMU (X15) adalah individu antara perempuan dan laki-laki yang menduduki posisi/jabatan tertentu di sekolah yang menjadi favorit dan mempengaruhi responden, dikategorikan menjadi (a) dominasi laki-laki dan (b) dominasi perempuan. 24) Gaya kepemimpinan guru laki-laki (X16) adalah peranan guru laki-laki dalam mempengaruhi perilaku responden. Pengukuran dikategorikan menjadi (a)
52
gaya kepemimpinan otoriter, (b) gaya kepemimpinan demokratis, dan (c) gaya kepemimpinan masa bodoh/bebas. 25) Gaya kepemimpinan guru perempuan (X17) adalah peranan guru perempuan dalam mempengaruhi perilaku responden. Pengukuran dikategorikan menjadi (a) gaya kepemimpinan otoriter, (b) gaya kepemimpinan demokratis, dan (c) gaya kepemimpinan masa bodoh/bebas. 26) Tokoh dominan dalam organisasi (X18) adalah individu antara perempuan dan laki-laki
yang
menduduki
posisi/jabatan
tertentu
dalam
organisasi,
dikategorikan menjadi (a) dominasi laki-laki, (b) dominasi perempuan. 27) Gaya kepemimpinan tokoh laki-laki dalam organisasi (X19) adalah peranan tokoh laki-laki dalam mempengaruhi perilaku mahasiswa dalam suatu organisasi, dikatgorika menjadi (a) gaya kepemimpinan otoriter, (b) gaya kepemimpinan demokratis, dan (c) gaya kepemimpinan masa bodoh/bebas. 28) Gaya kepemimpinan tokoh perempuan dalam organisasi (X20) adalah kecenderungan perilaku tokoh perempuan dalam mempengaruhi perilaku mahasiswa dalam suatu organisasi. Pengukuran dikategorikan menjadi (a) gaya kepemimpinan otoriter, (b) gaya kepemimpinan demokratis, dan (c) gaya kepemimpinan masa bodoh/bebas. 29) Penilaian muatan nilai gender dalam media massa (X21) dikategorikan menjadi (a) menyukai acara yang mengandung nilai maskulin saja, (b) menyukai acara yang mengandung nilai feminin saja, (c) menyukai acara yang mengandung nilai gender, maskulin dan feminin.
53
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana metode yang digunakan adalah survei. Metode survai digunakan dengan pertimbangan bahwa metode ini berguna untuk pencarian fakta baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, yang hasilnya dapat dijadikan dasar untuk melakukan generalisasi terhadap perilaku atau fenomena yang sedang dipelajari sepanjang sampelnya dapat mewakili seluruh populasi (Singarimbun dan Effendi, 1989). Pengumpulan data dalam metode survei ini dilaksanakan dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang didalamnya memuat sejumlah pertanyaan yang ditujukan untuk mengumpulkan data/informasi kualitatif yang dibutuhkan untuk memperoleh informasi yang mampu menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel dalam penelitian ini.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lingkungan Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), Dramaga. Pemilihan lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan beberapa pertimbangan, antara lain : Pertama, karena mahasiswa TPB yang dipilih sebagai responden masih dikategorikan sebagai mahasiswa baru dan diduga masih belum terdedah kuliah mata ajaran Gender dan Pembangunan. Kedua, IPB merupakan Perguruan Tinggi Negeri yang mampu menjangkau mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia, sehingga diharapkan studi ini
54
mampu menjaring mahasiswa dengan latar belakang karakteristik pribadi dan keluarga yang beragam pula. Ketiga, IPB merupakan miniatur masyarakat yang multikultur, karena terdiri dari mahasiswa dengan karakteristik budaya yang berbeda, sehingga diasumsikan terdapat interaksi antar etnik yang mempengaruhi persepsi identitas gender dan konsep diri peranan gender individu. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada periode April-Juni, 2008. Dalam kurun waktu tersebut dilakukan kegiatan survei, editing data yang terkumpul, pengolahan datanya, diikuti dengan analisis data guna mengetahui berbagai hal sebagaimana dikemukakan dalam tujuan penelitian.
3.3 Penentuan Populasi dan Sampel Sesuai dengan kepentingan penelitian, maka penelitian ini mengambil sejumlah responden dimana populasi terdiri dari seluruh mahasiswa TPB-IPB Tahun Ajaran 2007/2008 yang mengambil mata kuliah Sosiologi Umum pada semester genap dan yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah empat kelas Sosiologi Umum mahasiswa TPB, yaitu kelas A-12, A-15, A-19, dan A-27. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu, baik mahasiswa maupun mahasiswi. Pemilihan sampel individu diambil dengan teknik cluster random sampling, dimana dari populasi dikelompokkan ke dalam gugus. Gugus-gugus ini merupakan satuan-satuan dimana sampel diambil. Sampel dimana setiap kelas Sosiologi Umum yang merupakan gugus penelitian, diasumsikan telah dipilih secara acak oleh pihak IPB. Kemudian, ditentukan empat gugus diatas, dengan pertimbangan penyesuaian jam kuliah dengan lama pengisian kuesioner. Total
55
responden dalam penelitian ini sejumlah 186 mahasiswa, dengan rincian sebagai berikut (Tabel 1).
Tabel 1. Sebaran Mahasiswa Menurut Kelas Sosiologi Umum dan Asal Etnik (TPB 2007/2008) Asal Etnik Minangkabau Batak Kelas n % n % A-12 6 3.2 5 2.7 A-15 5 2.7 6 3.2 A-19 10 5.4 2 1.1 A-27 8 4.3 3 1.6 Total 29 15.6 16 8.6
Jawa Sunda n % n % 14 7.5 6 3.2 8 4.3 7 3.7 13 6.9 10 5.4 20 10.7 16 8.6 55 29.6 39 20.9
Tionghoa n % 3 1.6 1 0.5 0 0 0 0 4 2.1
Total Lainnya n % n % 11 5.9 45 24.2 11 5.9 38 20.4 8 4.3 43 23.1 13 6.9 60 32.2 43 23.1 186 100.0
Keterangan : n : Jumlah (Jiwa) %: Persentase Berdasarkan Tabel 1 diatas, diketahui persentase tertinggi adalah mahasiswa yang berasal dari Jawa, diikuti oleh mereka yang berasal dari Sunda. Sedangkan untuk etnik lainnya merupakan pengkategorian mahasiswa yang berasal dari etnik Betawi, Bali, Ternate, Makasar, Aceh, Bugis, Melayu, Minahasa, Muna, Bima, Maluku, Manado, Lampung, Serawa, dan Madura.
3.4 Teknik Pengumpulan Data Keseluruhan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari mahasiswa dan mahasiswi TPB-IPB yang menjadi responden. Pengumpulan data dilakukan untuk data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner terstruktur. Kuesioner ini diberikan kepada responden dengan membagi menjadi empat tahap pengisian. Kuesioner A mencakup identitas mahasiswa TPBIPB. Selanjutnya, kuesioner mencakup persepsi mahasiswa terhadap sifat laki-laki
56
dan perempuan pada suatu etnik, dan persepsi mahasiswa mengenai domain jenis kelamin pada suatu Program Studi Mayor-Minor di IPB, serta kuesioner B yang mencakup pengalaman hidup serta harapan masa depan mahasiswa. Data sekunder diperoleh meliputi semua data/dokumen yang mendukung analisis pada penelitian ini, khususnya data yang diperoleh dari instansi Institut Pertanian Bogor, khususnya divisi Tingkat Persiapan Bersama.
3.5 Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil kuesioner kemudian diolah dan dianalisis menggunakan tabel frekuensi dan tabulasi silang mengacu pada konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa data primer kemudian diuji dengan uji statistik sesuai dengan jenis data untuk melihat hubungan positif antara beberapa variabel. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan perangkat lunak SPSS 13. Khususnya, untuk variabel Kategori Psikologi Androgini yang digunakan untuk mengetahui identitas gender mahasiswa (responden) dianalisis dengan mengacu pada Tes Androgini Bem, tetapi kategori sifat yang disajikan dimodifikasi sesuai dengan karakteristik subjek penelitian.
57
BAB IV PROFIL LEMBAGA DAN GENDER DI INSTITUT PERTANIAN BOGOR
4.1 Profil Kampus Institut Pertanian Bogor 4.1.1 Sejarah Singkat IPB Estafet sejarah perkembangan Institut Pertanian Bogor dimulai dari tahapan embrional (1941-1963), tahapan pelahiran dan pertumbuhan (1963-1975), tahapan pendewasaan (1975-2000), tahapan implementasi otonomi IPB (20002005) dan menuju tahap IPB berbasis Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang dimulai pada tahun 2006. Pada tahun 2007 secara embrional IPB dipersiapkan menjadi universitas riset. Pada tahap embrional, perkembangan IPB diawali dengan adanya lembaga-lembaga pendidikan menengah dan tinggi pertanian dan kedokteran hewan yang dimulai pada abad ke-20 di Bogor. Lembaga-lembaga tersebut dikenal dengan nama Middelbare Landbouw School, Middelbare Bosbouw School dan Nederlandsch Indiche Veeartsen School. Pada tahun 1940, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Lembaga Pendidikan Tinggi Pertanian di Bogor dengan nama Landbouw Hogeschool yang pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), lembaga pendidikan tersebut ditutup. Pada tahun 1947 Landbouw Hogeschool dibuka kembali dengan nama menjadi Faculteit Voor Landbouw Wetenschappen sebagai kelanjutan Landbouw Hogeschool yang mempunyai jurusan pertanian dan kehutanan. Bersamaan dengan itu, dibentuk Faculteit der Diengeneeskunde yang sebelumnya adalah Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan (PLTKH). Kedua faculteit ini bernaung di bawah Universiteit Van Indonesie yang kemudian berubah nama menjadi
58
Universitas
Indonesia.
Pada
tahun
1950,
Faculteit
Voor
Landbouw
Wetenschappen berubah nama menjadi Fakultas Pertanian dengan tiga jurusan, yaitu Sosial Ekonomi, Pengetahuan Alam, dan Kehutanan, kemudian pada tahun 1957 dibentuk jurusan Perikanan Darat. Faculteit der Diengeneeskunde berubah nama menjadi Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, selanjutnya pada tahun 1962 berubah nama menjadi Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan Universitas Indonesia. Tahap pelahiran dan pertumbuhan ditandai dengan berdirinya IPB pada tanggal 1 September 1963 berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) No.91 tahun 1963, Fakultas Pertanian dan Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan Universitas Indonesia melepaskan diri menjadi Institut Pertanian Bogor dan disahkan oleh Presiden RI dengan keputusan No.279/1965. Pada saat itu, dua fakultas di Bogor yang berada dalam naungan UI berkembang menjadi 5 fakultas, yaitu Fakultas Pertanian, Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas Perikanan, Fakultas Peternakan dan Fakultas Kehutanan. Pada tahun 1964, IPB berkembang menjadi enam fakultas dengan didirikannya Fakultas Teknologi dan Mekanisasi Pertanian (FATEMETA), pada tahun 1968 fakultas ini berubah menjadi Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian dan dari tahun 1981 sampai saat ini bernama Fakultas Teknologi Pertanian. Pada tahap pendewasaan, pada tahun 1978, IPB mengembangkan kerjasama tahap pertama (1979-1983) dengan University Wiscouncin di bidang peningkatan kemampuan tanaga pengajar, khususnya di bidang ilmu-ilmu lingkungan dan ilmu gizi, sehingga pada tahun 1981 lahir Fakultas Politeknik Pertanian. IPB memperkuat kompetensinya di bidang pertanian dalam arti yang
59
seluas-luasnya dan menjadi lembaga pendidikan tinggi pertanian terkemuka di Indonesia. Pada periode tahun 1996-1998, IPB telah memiliki 144 Program Studi (PS), yang terdiri dari 30 PS untuk Program Diploma, 39 Program Studi untuk Program Sarjana, 51 PS untuk Program Magister dan 25 PS Program Doktor yang tersebar di delapan Fakultas dan Program Sarjana. Keberadaan program studi ini juga didukung dengan adanya 25 pusat studi dan pusat pengembangan. Tada tahun 1981, IPB mendirikan Fakultas Sains, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (sekarang FMIPA). Fakultas ini merupakan gabungan dari Departemen Ilmu Pengetahuan, Departemen Botani, Departemen Statistika dan Komputansi Fakultas Pertanian IPB. Tahun 2000, IPB mendirikan Fakultas Ilmu Ekonomi dan Manajemen (FEM) dengan dua jurusan, yaitu Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan dan Jurusan Manajemen. Pada tanggal 26 Desember 2001, melalui Peraturan Pemerintah No.154, IPB telah ditetapkan menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan bersifat Otonom. Selanjutnya, fakultas terakhir yang baru dibentuk IPB adalah Fakultas Ekonomi Manusia (FEMA).
Fakultas
ini
memiliki
tiga
jurusan,
yaitu
Komunikasi
dan
Pengembangan Masyarakat, Ilmu Keluarga dan Konsumen, dan Gizi Masyarakat.
4.1.2 Profil Gender IPB Institut Pertanian Bogor (IPB) memiliki lima Kampus yang tersebar di beberapa lokasi, yaitu: (a) Kampus IPB Dramaga dengan luas sekitar 276 Ha sebagai kantor rektorat dan pusat kegiatan belajar-mengajar S1, S2, dan S3, (b) Kampus IPB Baranangsiang seluas 11,5 Ha sebagai pusat kegiatan penelitian dan pemberdayaan masyarakat serta pendidikan pascasarjana eksekutif, (c) Kampus
60
IPB Gunung Gede seluas 14,5 Ha sebagai pusat kegiatan pendidikan manajemen dan bisnis yang akan dilengkapi dengan Techno-Park, (d) Kampus IPB Cilibende seluas 3,2 Ha sebagai pusat kegiatan pendidikan vokasional diploma, dan (5) Kampus IPB Taman Kencana seluas 3,4 Ha direncanakan untuk pendirian Rumah Sakit Hewan Internasional. IPB memiliki jalur penerimaan mahasiswa baru yang berbeda dengan Perguruan Tinggi Negeri lainnya, karena proporsi mahasiswa baru IPB lebih banyak melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dibandingkan dengan jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Keistimewaan tersebut membuat IPB menjadi salah satu Perguruan Tinggi Negeri yang mampu menjangkau mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia. Sesuai dengan PP No.154 tahun 2000, organisasi IPB terdiri dari Majelis Wali Amanat, Senat Akademik, Dewan Audit, Rektor, Wakil Rektor, Dekan, Wakil Dekan, Ketua Lembaga, Sekretaris Lembaga, Direktur dan Kepala Subdirektorat. Diketahui bahwa di kalangan penentu kebijakan IPB, yaitu dari 21 orang yang menjabat sebagai Direktur dan Kepala Kantor, hanya terdapat dua orang perempuan (9.5 persen) yang menjabat direktur, yakni pada Pengkajian dan Pengembangan Akademik dan Direktur Sumber Daya Manusia. Sejarah kepemimpinan IPB dari masa ke masa hingga saat ini selalu dijabat oleh laki-laki, baik Kepala Presidium, Rektor, dan Wakil-wakil Rektor IPB. Berdasarkan data tahun 2008, IPB saat ini memiliki sembilan Fakultas dan 36 Departemen Program Studi Mayor-Minor. Setiap fakultas dipimpin oleh seorang Dekan yang keseluruhannya pada saat ini, dipegang oleh laki-laki. Selanjutnya, untuk kepala Departemen dari 36 Departemen Mayor-Minor yang
61
ada di IPB, sebagian besar dipimpin oleh laki-laki dan hanya tujuh orang saja Kepala Departemen berjenis kelamin perempuan, yaitu di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Biokimia, Kimia, Matematika, Ilmu Ekonomi, dan Gizi Masyarakat. Hal ini berarti persentase Kepala Departeman (Kadep) perempuan hanya sekitar 19 persen dari total keseluruhan jumlah kadep dari 36 Departemen di IPB. Dengan demikian, terdapat kesenjangan gender di lingkungan jabatan struktural atau penentu kebijakan di IPB. Data profil gender civitas akademika IPB, khususnya yang berstatus staf pengajar akademik disajikan pada Tabel 2. Sebagaimana terlihat pada tabel, dari total sebanyak 1.196 orang dosen di IPB, sebanyak 70.2 persen diantaranya berjenis kelamin laki-laki.
Tabel 2. Sebaran Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Menurut Fakultas dan Jenis Kelamin, Tahun 2007
Fakultas Pertanian Perikanan dan Ilmu Kelautan Teknologi Pertanian Matematika dan IPA Kedokteran Hewan Peternakan Kehutanan Ekonomi dan Manajemen Ekologi Manusia Total jumlah dosen
Laki-laki n % 148 76.3 121 75.6 129 78.7 108 61.7 75 67.0 53 63.9 97 74.6 61 64.9 47 56.0 839 70.2
Perempuan n % 46 23.7 39 24.4 35 21.3 67 38.3 37 33.0 30 36.1 33 25.4 33 35.1 37 44.0 357 29.8
Sumber : Buku Telepon Institut Pertanian Bogor Tahun 2007 yang telah dikroscek dengan pihak Prohumasi IPB
Menurut fakultasnya, diketahui belum adanya kesetaraan gender di hampir semua fakultas di lingkungan IPB. Selain itu, diduga ada hubungan antara
62
persepsi gender dan domain fakultas dengan persentase dosen perempuan di dalamnya. Hal ini didukung data bahwa persentase dosen perempuan tertinggi dijumpai pada FEMA, karena tiga departemen yang ada di fakultas ini tergolong disiplin ilmu-ilmu sosial yang dipersepsikan sebagai domain feminin. Demikian pula pada Fakultas Matematika dan IPA, diduga adanya Departemen Kimia dan Biologi di Fakultas tersebut, yang dipersepsikan sebagai lebih berdomain feminin dibanding Departemen Fisika, menyebabkan persentase perempuan di FMIPA menempati urutan kedua. Di lain pihak, terdapat empat fakultas dimana persentase dosen laki-lakinya di atas 70 persen, yakni Fakultas Pertanian, Perikanan dan Ilmu Kelautan, Kehutanan, dan Teknologi Pertanian. Hal ini dimungkinkan karena tampaknya keempat fakultas tersebut tergolong berdomain maskulin, karena sebagian besar mata kuliah pada keempat fakultas tersebut dominan tergolong ilmu-ilmu dasar atau eksakta. Fenomena tersebut di atas mencerminkan masih adanya bias gender dalam rekrutmen dosen di lingkungan IPB dan memperkuat stereotipi gender dalam mempersepsikan domain disiplin ilmu-ilmu sebagaimana dikemukakan para ahli komunikasi gender (Pearson, 1985, Stewart dkk dalam Mugniesyah,2005; Wood dalam Mugniesyah, 2005). Akan tetapi, secara keseluruhan persentase dosen perempuan mendekati jumlah kuota 30% perempuan, sehingga dapat dikatakan tidak seluruhnya kebijakan yang telah ditetapkan IPB tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah mengenai Kesenjangan dan Ketidaksetaraan Gender (KKG), yaitu kuota perempuan untuk mengatasi diskriminasi perempuan dalam suatu institusi.
63
4.2 Tingkat Persiapan Bersama Program Tingkat Persiapan Bersama (TPB) merupakan suatu program akademik bagi mahasiswa IPB selama tahun pertama. Program TPB dibentuk pada tahun 1973 sebagai wujud kepedulian IPB terhadap pembangunan bangsa yang dilakukan melalui penerimaan mahasiswa baru dengan undangan ke sekolah di seluruh pelosok Indonesia. Sebelum tahun 1993, pemilihan Program Studi dilakukan setelah mahasiswa lulus TPB dengan mata kuliah seragam. Namun, sejak tahun 1993, pemilihan Program Studi sudah dilakukan sejak mendaftar di IPB. Perubahan sistem pendidikan TPB mulai berubah pada tahun 1995, mahasiswa tidak lagi mendapat mata kuliah seragam, namun sesuai dengan kebutuhan mereka sesuai dengan Program Studi yang mereka pilih. Pada tahun 2005, IPB memberlakukan kurikulum Mayor-Minor, yang memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk memilih Program Studi Mayor (selanjutnya PSM) sebagai keahlian utama mereka setelah lulus TPB. Kemudian perubahan terjadi kembali pada tahun 2007, pemilihan Mayor dilakukan sejak mendaftar di IPB. Perkembangan mahasiswa TPB dari tahun ke tahun memperlihatkan jumlah yang meningkat tetapi tidak terlalu signifikan. Berdasar data
TPB Dalam Angka Tahun Ajaran 2006/2007, dapat dilihat bahwa
perkembangan jumlah mahasiswa baru TPB IPB menunjukkan dominasi mahasiswa perempuan (Tabel 3).
64
Tabel 3. Perkembangan Mahasiswa Baru TPB IPB Menurut Tahun Masuk dan Jenis Kelamin (dalam persen) Tahun Masuk Jenis Kelamin 2001 2002 2003 2004 2005 Laki-laki 43.9 44.8 44.2 60.1 44.2 Perempuan 56.1 55.2 55.8 79.8 55.8 Total (%) 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 Total (n) 2.805 2.789 2.726 2.005 2.868 Sumber : TPB dalam Angka Tahun 2007
2006 43.1 56.9 100.0 2.887
2007 39.5 60.5 100.0 3.01
Iinsititut Pertanian Bogor (IPB) merupakan Perguruan Tinggi Negeri (Selanjutnya PTN) yang menerima mahasiswa baru dari berbagai daerah di Indonesia, melalui berbagai jalur penerimaan mahasiswa, yakni: Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), Beasiswa Utusan Daerah (BUD), dan mahasiswa asing. Jumlah penerimaan mahasiswa dari berbagai daerah dilakukan sesuai dengan jumlah mahasiswa yang mendaftar dan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh IPB. Perkembangan mahasiswa TPB IPB menurut pulau asal dan tahun masuk disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Perkembangan Jumlah Mahasiswa TPB IPB Menurut Pulau Asal dan Tahun Masuk (dalam persen) Tahun Kategori 2001 2002 2003 2004 Pulau 15.0 15.0 13.0 16.0 Pulau Sumatera 82.0 83.0 85.0 80,0 Pulau Jawa dan Bali 1.0 1.0 1.0 1.0 Pulau Kalimantan 1.0 1.0 1.0 2.0 Pulau Sulawesi 0 0 0 1.0 Pulau Papua Total (%) 100.0 100.0 100.0 100.0 Total (n) 2.805 2.89 2.726 2.805 Sumber : TPB dalam Angka Tahun 2007
2005 16.0 80,0 1.0 1.0 0
2006 17.0 79.0 1.0 2.0 1.0
2007 21.0 76.0 1.0 2.0 1.0
100.0 2.868
100.0 100.0 2.887 2.987
65
Berdasarkan data TPB Dalam Angka Tahun Ajaran 2006/2007 (Tabel 4) dapat dilihat bahwa pada periode 2001-2007, mahasiswa TPB IPB dominan berasal dari Pulau Jawa dan Bali; diikuti oleh mereka yang berasal dari Sumatera. Adapun dari pulau-pulau lainnya tampaknya sangat kecil (satu persen). Hal ini diduga berhubungan dengan tersediannya PTN di masing-masing wilayah yang mampu menyerap minat mahasiswa daerah dari pulau-pulau selain Jawa dan Sumatera. Selain itu diduga bahwa tingginya biaya transportasi ke Bogor dan biaya hidup di Bogor yang relatif tinggi menyebabkan menurunnya animo menempuh studi di IPB. Tabel 5 menyajikan data mahasiswa TPB IPB menurut jalur penerimaan dan program mayor eksakta dan jenis kelamin. Dapat dilihat pada tabel bahwa secara umum persentase mahasiswa TPB IPB, baik laki-laki maupun perempuan yang masuk jalur USMI lebih tinggi dibanding dua jalur lainnya. Lebih lanjut, karena yang masuk TPB IPB juga dominan perempuan, maka persentase mahasiswi TPB dominan di hampir semua PSM Eksakta dibandingkan laki-laki, kecuali hanya pada PSM Teknologi Pangan. Sementara mahasiswa TPB IPBnya, hanya lebih dominan pada sekitar 10 PSM Eksakta, yakni: Arsitektur Lanskap, Proteksi Tanaman, Kedokteran Hewan, Ilmu Teknik Kelautan, Teknologi dan Manajemen Teknik Perikanan Tangkap, Teknologi Hasil Hutan, Silvikultur, Biokimia, Fisika, Matematika dan Statistik.
66
Tabel 5. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Jalur Penerimaan, Program Studi Mayor “Eksakta” dan Jenis Kelamin, Tahun 2007/2008
Program Studi Agronomi dan Hortikultura Arsitektur Lanskap Proteksi Tanaman Kedokteran Hewan Ilmu Teknologi Kelautan Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Teknologi Hasil Perairan Peternakan Teknologi Hasil Hutan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Silvikultur Teknologi Pangan Teknik Pertanian Teknologi Industri Pertanian Biokimia Kimia Fisika Meteorologi Terapan Ilmu Komputer Biologi Matematika Statistika Total (%) Total (n)
USMI L P
SMPB L P
BUD L
Total P
L
P
55.3 77.3 64.3 67.7
88.5 76.7 83.7 70.1
31.6 18.2 28.6 16.9
7.2 20.9 13.9 20.7
13.1 4.5 7.1 15.4
4.2 2.3 2.3 9.2
43.9 33.8 39.4 41.6
55.5 66.1 60.6 55.8
64.8
85.7
27.0
10.7
8.1
3.6
56.9
43.1
71.4
86.9
25.0
13.0
3.6
0
54.9
45.1
47.4 48.0 61.4
77.9 77.7 81.5
36.8 45.3 31.8
16.9 19.8 3.7
15.8 6.6 6.8
5.1 2.4 14.8
24.3 38.3 61.9
75.6 61.7 38.0
52.3 68.0 56.1 62.7
74.6 87.5 53.2 75.6
31.8 28.0 41.5 29.8
11.1 12.5 41.8 9.7
15.9 4.0 2.4 7.5
14.3 0 5.1 14.6
40.7 51.0 33.6 62.0
58.3 48.9 64.7 37.9
56.1 91.8 70.4 78.4 40.0 75.5 61.5 77.7 50.0 84.0 52.4 67.6 58.1 75.0 64.2 76.1 60.7 70.0 57.5 76.3 703 1.384
29.2 29.6 56.6 30.8 32.1 42.8 32.2 17.8 25.0 33.7 390
14.7 18.9 20.4 18.5 8.0 23.5 17.6 15.2 20.0 17.8 322
14.6 0 3.3 7.7 17.8 4.8 9.6 17.8 14.3 8.7 101
9.8 2.7 4.1 3.7 8.0 8.8 7.3 8.7 10.0 5.9 107
36.6 42.2 37,9 4.9 52.8 63.6 31.3 37.8 41.2 100.0 1.194
54.4 57.8 62.0 50.9 47.2 34.3 68.7 62.2 58.8 100.0 1.813
Sumber : TPB Dalam Angka Tahun 2007
Pada Tabel 6 disajikan data mahasiswa TPB IPB menurut jalur penerimaan dan program mayor ilmu sosial dan jenis kelamin.
67
Tabel 6. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Jalur Penerimaan, Program Studi Mayor “Ilmu Sosial” dan Jenis Kelamin, Tahun 2007/2008
Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan Manajemen Budidaya Perikanan Manajemen Sumberdaya Perairan Manajemen Hutan
USMI L P
SMPB L P
BUD
Total
L
P
L
P
53.5
86.8
27.9
2.6
18.6
10.5
53.1
46.9
41.9
65.9
27.9
20.4
6.9
13.6
55.8
57.1
66.7 56.8
75.0 87.7
33.4 39.2
21.8 10.5
0 3.9
3.1 1.7
50.7 47.2
49.2 52.7
30.8 41.4
18.8 20.2
0 0
0 2.7
27.1 27.8
71.9 71.1
37.0 30.9 17.6
20.3 21.9 16.2
3.7 2.4 23.5
0 5.5 10.1
29.7 36.5 14.6
70.3 63.5 85.3
33.3
24.4
0
7.3
6.8
93.2
47.0 33.7 390
21.9 17.8 322
5.8 8.7 101
4.4 5.9 107
15.7 100.0 1.194
84.2 100.0 1.813
Ekonomi dan Studi 69.2 81.1 Pembangunan Manajemen 58.6 77.0 Ekonomi Sumberdaya 59.2 79.7 dan Lingkungan Agribisnis 66.6 72.6 Ilmu Gizi 58.8 73.7 Ilmu Keluarga 6.7 68.3 Konsumen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat 47.0 73.6 Total (%) 57.5 76.3 Total (n) 703 1.384 Sumber : TPB Dalam Angka Tahun 2007
Berdasarkan Tabel 6 diketahui mahasiswa yang masuk melalui jalur USMI, mahasiswa dominan di hampir semua PSM Ilmu Sosial, sementara mahasiswa hanya dominan pada enam PSM, yakni Manajemen Sumberdaya Perairan, Ekonomi dan Studi Pembangunan, Agribisnis dan Ilmu Keluarga Konsumen. Khusus pada jalur SPMB, kesenjangan gender dalam arti persentase perempuan jauh lebih rendah dibanding laki-laki dijumpai pada PSM Manajemen Sumberdaya Lahan. Adapun pada jalur BUD, mahasiswa lebih dominan pada PSM Manajemen Sumberdaya Lahan dan Ilmu Gizi, sementara perempuan dominan pada PSM Manajemen Sumberdaya Lahan.
68
BAB V PROFIL GENDER DAN AGEN SOSIALISASI MAHASISWA TPB TAHUN AJARAN 2007/2008
5.1 Karakteristik Individu 5.1.1 Jenis Kelamin Komposisi mahasiswa TPB IPB menurut jenis kelamin disajikan pada Tabel 7. Seperti dapat dilihat pada tabel, persentase mahasiswa perempuan lebih tinggi sekitar 17 persen dibanding mahasiswa laki-laki. Kecenderungan ini mengikuti pola pada total populasi mahasiswa TPB IPB Tahun Ajaran 2007/2008.
Tabel 7. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Jiwa (n) Laki-laki Perempuan Total Sumber : Survei yang dilakukan penulis Tahun 2008
Persen (%) 77 109 186
41,4 58,6 100,0
5.1.2 Suku Bangsa Pada penelitian ini karakteristik individu juga diukur dengan melihat suku bangsa (etnik) mahasiswa TPB IPB. Sebaran mahasiswa menurut etnik dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Etnik (dalam persen) Etnik Batak (n=28) Minangkabau (n=17) Jawa (n=56) Sunda (n=40) Lainnya (n=45) Total (%) Total (n)
Laki-laki
Perempuan 46.4 47.1 41.1 35.0 42.2 41.4 77
53.6 52.9 58.9 65.0 57.8 58.6 109
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 186
69
Sebagaimana yang telah dikemukakan di depan, etnik lainnya mencakup etnik Tionghoa, Betawi, Bali, Ternate, Makasar, Aceh, Bugis, Melayu, Minahasa, Muna, Bima, Maluku, Manado, Lampung, Serawa, dan Madura. Tampak pada Tabel 8 bahwa sebagian besar mahasiswa TPB berasal dari etnik Jawa dan Sunda. Faktor etnik ini berkaitan dengan lokasi asal dimana mahasiswa dominan tinggal. Lokasi asal ini dibedakan menjadi desa dan kota, dengan asumsi kehidupan kota sedikit banyaknya merubah tatanan/norma etnik dalam suatu keluarga. Berikut disajikan data sebaran mahasiswa TPB IPB menurut lokasi asal dan etnik (Tabel 9). Tampak pada Tabel 9 bahwa saat ini sebagian besar mahasiswa TPB IPB sudah tinggal di kota dibandingkan dengan di desa.
Tabel 9. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Lokasi Asal dan Etnik (dalam persen) Batak Minangkabau Jawa Sunda Lainnya Lokasi Asal L P L P L P L P L P Desa 4.5 7.5 7.5 7.5 10.4 20.9 13.4 14.9 4.5 9.0 Kota 8.4 8.4 2.5 3.4 13.4 16.0 4.2 13.4 13.4 16.8 Total (%) 7.0 8.1 4.3 4.8 12.4 17.7 7.5 14.0 10.2 14.0 Total (n) 13 15 8 9 23 33 14 26 19 26
Total 100.0 100.0 100.0 186
5.1.3 Preferensi Teman Sebaya Menurut Jenis Kelamin Menurut wood (2001) sebagaimana dikutipoleh Mugniesyah (2005) bahwa setiap individu memiliki hubungan personal yang berlangsung dalam waktu lama dan setiap partisipan terdapat saling ketergantungan satu dengan lainnya untuk beragam hal. Karakteristik sosial dan individu seperti jenis kelamin dan umur akan memperngaruhi jenis pertemanan/persahabatan sesorang. Ketika masih pada umur anak-anak, individu cenderung berteman dengan sesama jenis, kemudian
70
ketika beranjak remaja, individu mengembangkan pola persahabatannya dengan berbeda jenis kelamin. Pada Tabel 10 disajikan sebaran mahasiswa menurut preferensi mereka terhadap jenis kelamin teman sebaya.
Tabel 10. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Preferensi Teman Sebaya (dalam persen) Preferensi Jenis Kelamin Teman Sebaya Laki-laki saja Perempuan saja Laki-laki dan Perempuan Tidak Ada Total (%) Total (n)
Laki-laki
Perempuan 95.8 28.6 36.2 0 41.4 77
4.2 71.4 68.8 100.0 58.6 109
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Pada Tabel 10 tampak bahwa sebagian besar mahasiswa laki-laki berteman dengan teman laki-laki. Sebaliknya, mahasiswa perempuan lebih menjalin persahabatan baik dengan sesama jenis kelamin maupun berbeda jenis kelamin.
5.2 Karakteristik Keluarga 5.2.1 Tingkat Pendidikan Orang Tua Dalam keluarga, pemodelan orang tua dominan mempengaruhi dan membentuk konstruksi peranan, relasi, dan nilai gender pada setiap individu. Tingkat pendidikan orang tua ditentukan dari tingkat pendidikan formal yang telah ditempuh oleh kedua orang tua mahasiswa TPB IPB, baik ayah maupun ibu. Sebatan mahasiswa TPB IPB menurut tingkat pendidikan orang tua dapat dilihat pada Tabel 11.
71
Tabel 11. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Tingkat Pendidikan Orang Tua (dalam persen) Tingkat Pendidikan Orang Tua Tidak Sekolah SD/setara SLTP/setara SMU/setara Diploma dan Sarjana Total (%) Total (n)
Laki-laki 100.0 50.0 40.0 49.2 35.4 41.4 77
Perempuan 0 50.0 60.0 50.8 64.6 58.6 109
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Dilihat dari tingkat pendidikannya, orang tua mahasiswa TPB tampaknya berada pada kategori tingkat tinggi. Mayoritas tingkat pendidikan orang tua mahasiswa adalah Diploma dan Sarjana, hal ini tampaknya memperkuat dugaan bahwa tingginya pendidikan orang tua mempengaruhi perspektif mereka untuk memberikan pendidikan tertinggi bagi anaknya.
5.2.2 Status Bekerja Orang Tua Status bekerja kedua orang tua dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan bekerja atau tidaknya ayah dan ibu mahasiswa, yaitu kedua orang tua bekerja, salah satu antara hanya ayah atau ibu saja yang bekerja, dan keduanya tidak bekerja. Berdasarkan kategori ini, sebaran mahasiswa TPB IPB menurut status bekerja oran tua dapat dilihat pada Tabel 12. Tampak pada tabel, mayoritas kedua orang tua mahasiswa TPB berstatus bekerja, baik ayah maupun ibu. Hal ini memperkuat dugaan bahwa curahan waktu orang tua yang diberikan kepada anakanak semakin berkurang.
72
Tabel 12. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Status Bekerja Orang Tua (dalam persen) Status Bekerja Orang Tua Keduanya tidak bekerja Salah satu bekerja Keduanya bekerja Total (%) Total (n)
Laki-laki 16.7 41.7 43.0 41.4 77
Perempuan 83.3 58.3 57.0 58.6 109
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 186
5.2.3 Sistem Kekerabatan Sebaran mahasiswa TPB IPB menurut sistem kekerabatannya dapat dilihat pada Tabel 13. Seperti diketahui Koentjaraningrat (1981) membedakan sistem kekerabatan menurut garis keturunan ke dalam empat kategori, diantaranya yaitu patrilineal, matrilineal, dan bilateral. Ketiga tipe sistem kekerabatan ini merupakan sistem kekerabatan dominan pada struktur kebudayan masyarakat Indonesia.
Tabel 13. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Sistem Kekerabatan (dalam persen) Tipe Sistem Kekerabatan Laki-laki Perempuan Patrilineal (n=73) 43.8 56.2 Matrilineal (n=17) 47.1 52.9 Bilateral (n=96) 38.5 61.5 Total (%) 41.4 58.6 Total (n) 77 109 Sumber : Survei yang dilakukan penulis Tahun 2008
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan persentase mahasiswa TPB IPB yang memiliki sistem kekerabatan bilateral lebih tinggi
73
dibandingkan dengan kedua sistem kekerabatan lainnya. Hal ini berkaitan dengan jalur penerimaan mahasiswa baru IPB yang lebih mengutamakan mahasiswa baru melalui jalur USMI, dan biasanya proporsi penerimaan tersebut lebih banyak diberikan kepada SMU yang berasal dari daerah Jawa, khususnya Jawa Barat. Jalur penerimaan USMI IPB juga menjangkau mahasiswa baru dari berbagai daerah, sehingga dapat terlihat bahwa sistem kekerabatan patrilineal dan matrilineal juga mempunyai jumlah persentase yang tidak jauh berbeda.
5.2.4 Struktur Keluarga Pemodelan orang tua dalam keluarga bergantung dengan struktur keluarga yang ada, apakah keberadaan orang tua lengkap, single parent perempuan atau laki-laki atau individu berada di lingkungan lain, seperti panti asuhan (Mugniesyah, 2005). Struktur keluarga dalam hal ini, dilihat dari pola struktur keluarga dimana mahasiswa dominan dibesarkan, bentuk perkawinan orang tua, status perkawinan orang tua pada waktu kecil dan masa sekarang, dan keberadaan saudara kandung. Pada Tabel 14 disajikan data mahasiswa TPB IPB menurut pola struktur keluarga.
Tabel 14. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Pola Struktur Keluarga (dalam persen) Pola Struktur Keluarga Keluarga Inti (n=65) Keluarga Inti, kakek, nenek (n=12) Keluarga Inti dan kerabat dari Orang Tua (n=5) Total (%) Total (n)
Laki-laki 39.0 59.1 40.0 41.4 77
Perempuan 61.0 40.9 60.0 58.6 109
Total 100.0 100.0 100.0 100 186
74
Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa sebagian besar mahasiswa TPB IPB berada pada lingkungan keluarga inti, yaitu keluarga dua generasi terdiri dari ayah, ibu, anak-anak -laki-laki saja, perempuan saja, laki-laki dan perempuan-. Lebih lanjut, diteliti terhadap bentuk perkawinan orang tua mahasiswa sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Bentuk Perkawinan Orang Tua (dalam persen) Bentuk Perkawinan Orang Tua Monogami (n=184) Poligami (n=2) Total (%) Total (n)
Laki-laki 41.3 50.0 41.4 77
Perempuan 58.7 50.0 58.6 109
Total 100.0 100.0 100.0 186
Seperti dapat dilihat pada Tabel 15, secara umum orang tua mahasiswa TPB IPB mayoritas memiliki bentuk perkawinan monogami, ini berarti mahasiswa
dibesarkan
hanya
dengan
-sepasang
suami/ayah;
isteri/ibu-.
Selanjutnya, untuk mengetahui karakteristik keluarga secara lengkap, maka diteliti mengenai status perkawinan orang tua mahasiswa TPB IPB sejak kecil hingga saat ini. Tabel 16 menyajikan data mahasiswa menurut status perkawinan orang tua pada saat mahasiswa kecil. Seperti diketahui pada tabel, mahasiswa TPB IPB mayoritas memiliki struktur keluarga dengan orang tua lengkap (tidak cerai) pada saat mahasiswa kecil hingga pada saat ini, maka diduga curahan waktu ayah dan ibu yang diberikan kepada anak-anaknya mempengaruhi pembentukan perilaku gender mahasiswa.
75
Mugniesyah (2005) juga menyatakan bahwa hasil pengamatan yang dilakukan anak-anak terhadap orang tua mempengaruhi pandangan mereka tentang mana yang akan dominan lebih dihayati untuk diinternalisasikan dalam diri mereka. Lebih lanjut diketahui bahwa pada saat kecil, mahasiswa laki-laki lebih banyak yang memiliki orang tua single parent perempuan, dan pada saat ini mahasiswa perempuan lebih banyak yang memiliki orang tua single parent lakilaki. Hal ini jelas mempengaruhi pemodelan orang tua oleh mahasiswa, karena jika individu memiliki orang tua single parent perempuan maka individu hanya melakukan pengamatan pada model ibu saja dan ibu dominan memperngaruhi perilaku gendernya, demikian sebaliknya pada orang tua single parent laki-laki.
Tabel 16. Status Perkawinan Orang Tua Mahasiswa TPB IPB Pada Saat Mahasiswa Kecil dan Pada Saat Ini (dalam persen) Pasa Saat Kecil Kategori Status Perkawinan L P Bercerai 50.0 50.0 Tidak Bercerai 40.6 59.4 Single Parent Perempuan 60.0 40.0 Single Parent Lali-laki 50.0 50.0 Total (%) 41.4 58.6 Total (n) 77 109 Keterengan : L : Laki-laki P: Perempuan
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100 186
Pada Saat ini L P 34.8 65.2 40.4 59.6 46.4 53.6 25.0 75.0 41.4 58.6 77 109
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100 186
Mugniesyah (2005) juga menyatakan bahwa dalam keluarga, aktor utama yang pertama berkomunikasi dengan individu adalah orang tua dan saudara sekandung (jika ada). Pola komunikasi saudara kandung juga mempengaruhi pembentukan dan perkembangan perilaku gender individu, maka perlu ditelusuri
76
keberadaan saudara kandung mahasiswa TPB IPB menurut jenis kelaminnya (Tabel 17). Tabel 17. Keberadaan Saudara Kandung Mahasiswa TPB IPB Menurut Jenis Kelamin (dalam persen) Jenis Kelamin Saudara Kandung Laki-laki Saja (n=46) Perempuan Saja (n=52) Laki-laki dan Perempuan (n=84) Tidak ada (tunggal) (n=4) Total (%) Total (n)
Laki-laki 34.8 40.4 46.4 25.0 41.4 77
Perempuan 65.2 59.6 53.6 75.0 58.6 109
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100 186
Secara umum diketahui bahwa mahasiswa TPB IPB mayoritas memiliki saudara kandung, yang terdiri atas laki-laki dan perempuan. Dengan demikian, mahasiswa berkomunikasi tidak dengan satu jenis kelamin tertentu, dan interaksi gender ini mempengaruhi bagaimana mereka dapat mereproduksi nilai maskulin dan feminin sebagai identitas mereka.
5.3 Karakteristik Lembaga Pendidikan Kelembagaan pendidikan memainkan peran yang memperkuat apa yang sudah diperoleh dari lingkungan keluarga. Kelembagaan pendidikan mempunyai kontribusi besar dalam proses pengenderan individu, mulai dari kelompok bermain (play group) atau TK sampai Perguruan Tinggi. Tokoh penting dalam kelembagaan pendidikan adalah guru (pendidik). Mugniesyah (2005) menyatakan bahwa proses komunikasi yang terjadi di sekolah
menyebabkan
menguatnya
stereotipe
gender
dalam
pendidikan
merupakan suatu proses yang tidak disadari oleh kebanyakan pendidik. Guru berkontribusi terhadap bagian dari harapan-haraopan budaya dan mengerahkan
77
generasi baru -mahasiswa- dalam masyarakat sehingga mereka mengerti bagaiman berpartisipasi dalam dunia sosial bersama. 5.3.1 Tokoh Dominan Guru di Sekolah Tokoh dominan guru di sekolah merupakan guru antara laki-laki dan perempuan yang menduduki posisi atau jabatan tertentu di sekolah dan dikategorikan menjadi dominan laki-laki dan dominan perempuan. Untuk melihat variasi tokoh dominan di sekolah maka dibedakan menjadi dominan guru di TKSD, SLTP, dan SMU. Berdasarkan ini, sebaran data tokoh dominan guru di TKSD dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Tokoh Guru Dominan di Sekolah (dalam persen) Guru Dominan Guru Laki-laki Guru Perempuan Guru Laki-laki Guru Perempuan Guru Laki-laki Guru Perempuan Total (%) Total (n)
Laki-laki TK-SD 53.1 37.2 SLTP 49.3 37.0 SMU 43.4 39.8 41.4 77
Perempuan
Total
46.9 62.8
100.0 100.0
50.7 63.0
100.0 100.0
56.6 60.2 58.6 109
100.0 100.0 100 186
Dapat dilihat pada Tabel 18 bahwa guru laki-laki sebanding dengan guru perempuan, kecuali pada jenjang pandidikan TK-SD persentase guru perempuan lebih tinggi dibandingkan guru laki-laki. Hal ini memperkuat teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli yang menyatakan perempuan lebih baik dalam berkomunikasi
(komunikatif)
dan
cenderung
lebih
baik
dalam
78
menginterpretasikan
ekspresi
sehingga
anak-anak
mudah
mengerti
dan
menangkap informasi apa yang disampaikan.
5.3.2 Guru Favorit di Sekolah dan Gaya Kepemimpinannya Pada Tabel 19 disajikan data mengenai pilihan guru yang difavoritkan oleh mahasiswa pada saat SD sampai dengan Perguruan Tinggi (Tingkat Persiapan Bersama) berdasarkan gaya kepemimpinan dan jenis kelamin guru.
Tabel 19. Guru Favorit Mahasiswa TPB IPB Menurut Gaya Kepemimpinan dan Jenis Kelamin Guru (dalam persen) Gaya Kepemimpinan Otoriter (n=19) Demokratis (n=149) Masa bodoh/cuek (n=8) Total (%) Total (n)
Guru Favorit Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan 15.8 21.1 31.6 31.6 18.8 22.1 20.1 38.9 16.7 16.7 27.8 38.9 22.0 22.6 19.4 36.0 41 42 36 67
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Berdasarkan tabel di atas, secara keseluruhan mahasiswa TPB IPB lakilaki cendeurng mefavoritkan guru laki-laki dan mahasiswa perempuan menfavoritkan guru perempuan. Lebih lanjut, guru laki-laki difavoritkan oleh mahasiswa karena dianggap memiliki gaya kepemimpinan yang otoriter, sedangkan guru perempuan difavoritkan karena dianggap memiliki gaya kepemimpinan yang lebih demokratis. Hal ini memperkuat dugaan, mahasiswa laki-laki mempelajari perilaku maskulin dengan melihat pemodelan guru laki-laki, demikian pula sebaliknya, mahasiswa perempuan mendapatkan perilaku feminin dari guru perempuan.
79
5.4 Karakteristik Organisasi Organisasi merupakan suatu kelompok formal, yaitu kelompok yang mempunyai struktur dan peraturan tertulis. Stereotipe gender dalam lingkungan organisasi bersifat dinamis. Pengalaman organisasi tersebut terkadang cenderung menunjukkan bahwa perempuan dianggap lemah dalam menjalankan perannya dalam organisasi sedangkan laki-laki dianggap lebih dapat mengabdikan sebagian besar enerjinya bagi perkembangan organisasi (Mugniesyah, 2005). Pengalaman organisasi mahasiswa ditentukan dari jumlah organisasi yang pernah dimasuki oleh mahasiswa. Jika mahasiswa memasuki 1-2 organisasi, maka pengalaman mahasiswa akan dikategorikan sebagai kategori rendah. Jika 3-4 organisasi, maka pengalaman mahasiswa ini termasuk ke dalam kategori sedang. Demikian pula dengan mahasiswa yang mempunyai pengalaman pernah atau masih mengikuti lebih dari empat organisasi, maka termasuk ke dalam kategori pengalaman organisasi tinggi. Berdasarkan kategori tersebut, maka data sebaran pengalaman organisasi mahasiswa dapat terlihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Pengalaman Organisasi (dalam persen) Pengalaman Organisasi 1-2 Organisasi (n=110) 3-4 Organisasi (n=67) >4 Organisasi (n=9) Total (%) Total (n)
Laki-laki 40.9 43.3 33.3 41.4 77
Perempuan 59.1 56.7 66.7 58.6 109
Total 100.0 100.0 100.0 100 186
Mahasiswa TPB IPB mayoritas hanya mengikuti 1-2 organisasi saja, maka pengalaman organisasi mereka termasuk pada kategori rendah. Selanjutnya,
80
tampak bahwa mahasiswa perempuan lebih banyak yang mengikuti suatu organisasi.
5.5 Pemuatan Nilai Gender Dalam Media Massa Media massa saat ini gencar mempromosikan acara dan iklan yang memperkuat nilai gender. Penilaian muatan gender dalam media massa ditentukan kategori acara yang memuat nilai-nilai gender didalamnya, misal untuk acara seperti berita, jelajah, film laga, film komedi, sains, horor/misteri, acara sport, dan acara musik dikategorikan sebagai acara maskulin. Infotainment, realiti show, kuliner, rohani, sinetron, film fiksi, film romantis, dan acara kuis dikategorikan menjadi acara feminin. 6 Pada Tabel 21 disajikan data sebaran mahasiswa menurut kategori gender pada acara dalam media massa yang mereka favoritkan.
Tabel 21. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Kategori Acara Favorit Dalam Media Massa (dalam persen) Pemuatan Nilai Gender Acara Media Massa Acara Maskulin Acara Feminin Acara Maskulin dan Feminin Total (%) Total (n)
Laki-laki 58.0 14.0 19.4 41.4 77
Perempuan 42.0 86.0 80.6 58.6 109
Total 100.0 100.0 100.0 100 186
Mahasiswa TPB IPB laki-laki cenderung menyukai kategori acara maskulin. Kacenderungan lainnya, yakni mahasiswa perempuan lebih menyukai acara feminin, diikuti dengan kategori acara yang memuat kedua nilai gender. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mugniesyah (2005), media massa 6
Pengkategorian dilakukan berdasarkan hasil diskusi penulis dengan dosen pembimbing.
81
seharusnya berperan merubah stereotipe citra gender dalam budaya kita, namun, diketahui bahwa saat ini media massa terkait erat dengan bisnis yang berorientasi pada keuntungan semata. Kebanyakan acara TV justru ditampilkan tidak sesuai dengan realita atau setara gender. Hal ini di duga mempengaruhi perilaku gender mahasiswa atas perilaku maskulinitas dan femininitas.
5.6 Ikhtisar Penelitian dilakukan pada 186 responden mahasiswa TPB IPB Tahun Ajaran 2007/2008, terdiri dari 41,4 persen laki-laki dan 58,6 persen perempuan. Sistem kekerabatan mahasiswa TPB tergolong tipe sistem kekerabatan bilateral. Hal ini terlihat dari mayoritas jumlah mahasiswa yang berasal dari etnik Jawa dan Sunda. Terkait dengan hal ini, sebagian besar mahasiswa sudah berdomisili di kota, sehingga di duga mempengaruhi sosialisasi nilai gender dalam keluarga. Dilihat dari tingkat pendidikan dan status bekerja orang tua, orang tua mahasiswa mayoritas berpendidikan tinggi -diploma; sarjana- dan memiliki status keduanya bekerja. Lebih lanjut, diketahui bahwa berdasarkan struktur keluarga, sebagian besar mahasiswa TPB IPB dominan dibesarkan dalam keluarga inti dengan status perkawinan orang tua yang lengkap (utuh/tidak bercerai) dan bentuk perkawinan monogami. Keberadaan saudara kandung dalam keluarga juga terdiri atas laki-laki dan perempuan. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa struktur keluarga tersebut menanamkan perilaku androgini pada mahasiswa.
82
BAB VI PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN AGEN SOSIALISASI YANG MEMPENGARUHINYA
6.1 Identitas Gender Mahasiswa Sub-bab ini bertujuan menjawab salah satu tujuan penelitian, yaitu untuk mengidentifikasi identitas gender -maskulin, feminin, dan androgini- di kalangan mahasiswa TPB IPB. Dengan menggunakan kriteria yang diungkapkan Bem (1974), terdapat tiga puluh sifat yang ditanyakan untuk mengetahui sifat-sifat yang dimiliki mahasiswa sebagai identitas gender mereka, yang diduga selanjutnya identitas tersebut akan membentuk konsep diri. Tiga puluh sifat yang ditanyakan untuk mengetahui persepsi mengenai apakah sifat-sifat yang ditanyakan tersebut dimiliki oleh laki-laki dan atau perempuan baik sifat maskulin, feminin, atau netral. Ketiga puluh sifat tersebut sebelumnya telah dipilih berdasarkan karakteristik sifat yang mengacu pada Tes Androgini Bem (1974), dimana ketiga puluh sifat ini terbagi menjadi tiga kategori karakter sifat, yaitu : 1. Sifat maskulin sebanyak sepuluh sifat yang terdiri dari : kompetitif, ambisius, dominan, berani, rasional, bertindak sebagai pemimpin, asertif, analitis, individual, dan agresif. 2. Sifat feminin sebanyak sepuluh sifat yang terdiri dari : ulet, pengertian, setia, holistik, sabar, kreatif, lemah-lembut, kekanak-kanakan, pemalu, dan hangat.
83
3. Sifat netral 7 sebanyak sepuluh sifat yang terdiri dari : mudah berteman, sombong, pencemburu, jujur, tulus hati, serius, tidak berpendirian tetap, teliti, penolong, dan mudah beradaptasi. Identitas gender mahasiswa TPB diukur berdasarkan pemberian skor pada setiap sifat yang ditanyakan. Sifat-sifat tersebut telah dikategorikan berdasarkan kriteria sifat-sifat maskulin, feminin, dan netral. Kemudian, hasil skoring dikategorikan mengacu pada Tes Androgini Bem dengan rumus berikut. skor maskulin-skor feminin= skor Bem
Pengkategorian diberikan berdasarkan rentang nilai skala yang telah ditetapkan Bem, yaitu rentang nilai skala androgini : ≤-20 termasuk individu feminin, -9-+9 androgini (sifat maskulin dan feminin tinggi), ≥ termasuk individu yang maskulin. Setiap sifat baik maskulin, feminin, dan androgini diberi rentang skor 1 sampai dengan 7 yang menunjukkan dominan sifat pada diri individu (mahasiswa). Keterangan definisi skor-skor tersebut, yaitu skor 7 adalah selalu dan hampir selalu benar sifat tersebut ada dalam diri individu, skor 6 adalah biasanya benar, skor 5 adalah sering benar adanya, skor 4 adalah adakalanya benar sifat tersebut ada, skor 3 adalah terkadang tetapi jarang benar sifat tersebut ada, skor 2 adalah biasanya tidak benar, dan skor 1 adalah tidak atau hampir selalu tidak benar sifat tersebut ada pada diri individu. Berdasarkan skor kumulatif sifat maskulin seperti kompetitif, ambisius, dominan, berani, rasional, memimpin, asertif, analitis, individual, dan agresif diperoleh skor maskulin. Skor kumulatif sifat feminin seperti ulet, pengertian, setia, holistik, sabar, kreatif, lemah-lembut, kekanak-kanakan, pemalu, dan hangat 7
Sifat netral mempunyai arti yang berbeda dengan androgini. Sebagaimana dikemukakan di depan bahwa androgini dimana individu mempunyai karakter maskulin dan feminin yang sama-sama tinggi, sedangkan sifat netral adalah sifat-sifat yang tidak terasosiasi dalam sifat gender maskulin dan feminin.
84
diperoleh skor feminin. Kemudian, selisih antara skor maskulin dan skor feminin diperoleh skor Bem, yang selanjutnya dikategorikan berdasarkan rentang nilai skala yang telah dijelaskan di atas. Hasil pengukuran ini terlihat pada Tabel 22. Tabel 22. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Identitas Gender (dalam persen) Identitas Gender Maskulin (n=40) Feminin (n=64) Androgini (n=82) Total (%) Total (n)
Laki-laki 57.5 15.6 53.7 41.4 77
Perempuan 42.5 84.4 46.3 58.6 109
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa mahasiswa laki-laki cenderung memiliki identitas gender maskulin, sedangkan mahasiswa perempuan memiliki identitas gender feminin. Hal ini tampaknya memperkuat dugaan bahwa laki-laki dianggap sebagai individu yang maskulin, sebaliknya perempuan sebagai individu yang feminin, dan membuktikan perbedaan jenis kelamin biologis mempengaruhi pembentukan identitas gender seseorang.
Namun, mahasiswa baik laki-laki
maupun perempuan juga memiliki persentase yang tinggi pada identitas gender androgini. Temuan ini berkaitan dengan domisili mahasiswa TPB IPB yang mayoritas dibesarkan di kota, mahasiswa sudah berada dalam lingkungan keluarga yang lebih terbuka (modern). Menurut Mugniesyah (2005), keluarga modern cenderung menanamkan perilaku yang androgini pada anak-anaknya.
6.2 Agen Sosialisasi Yang Mempengaruhi Identitas Gender Mahasiswa Pada hipotesis penelitian sebagaimana yang telah dikemukakan di depan bahwa diduga terdapat hubungan positif antara beberapa agen sosialisasi (significant others) dengan pembentukan identitas gender mahasiswa TPB IPB.
85
Hubungan ini diuji dengan menggunakan menggunakan tabel tabulasi silang dan didukung dengan uji statistik kai-kuadrat (chi-square) dengan taraf kepercayaan 5%, dan untuk beberapa variabel diuji dengan taraf kepercayaan 30% 8 . Adapun variabel-variabel pada setiap faktor tersebut mengacu pada Gambar 1.
6.2.1 Hubungan Karakteristik Individu Dengan Identitas Gender Mahasiswa Terhadap karakteristik individu, khususnya faktor jenis kelamin sebagaimana dikemukakan di atas bahwa terbukti perbedaan jenis kelamin biologis, laki-laki dan perempuan, mempengaruhi pembentukan identitas gender mahasiswa TPB IPB. Selanjutnya, untuk melihat hubungan positif antara keduanya dilakukan pengujian statistik. Hasil pengujian diperoleh, berbeda nyata antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan nilai pearson kai-kuadrat sebesar 26,879 dan signifikan dengan peluang kesalahan sebesar 0.000 yang lebih kecil dari nilai alfa 0,05. Sehingga, hal ini membuktikan ada hubungan positif antara kedua variabel dan hipotesis penelitian diterima. Selain jenis kelamin, preferensi jenis kelamin teman sebaya mahasiswa juga diduga menjadi faktor internal mahasiswa TPB IPB yang mempengaruhi pembentukan identitas gender mereka. Pada Tabel 23 disajikan hubungan antara preferensi jenis kelamin teman sebaya mahasiswa dengan identitas gendernya.
8
Menurut Tjondronegoro yang dikemukakan secara lisan oleh Mugniesyah (2008) bahwa pada penelitian sosial pengujian kai-kuadrat dapat diuji dengan taraf kepercayaan sampai dengan 30%.
86
Tabel 23. Sebaran Mahasiswa Menurut Preferensi Jenis Kelamin Teman Sebaya Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB
Identitas Gender Maskulin (n=40) Feminin (n=64) Androgini (n=82) Total (%) Total (n)
Laki-laki saja L P 22.5 0 7.4 0 12.2 1.2 12.4 0.5 23 1
Preferensi Teman Sebaya Perempuan Laki-laki dan saja Perempuan L P L P 7.5 15.0 27.5 27.5 3.7 38.9 7.4 59.3 13.4 15.9 28.0 29.3 8.6 21.5 20.4 36.0 16 40 38 67
Tidak Ada L P 0 0.0 0 1.9 0 0.0 0 0.5 0 1
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Mahasiswa TPB IPB cenderung memiliki teman sebaya yang terdiri dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Selanjutnya, dilihat pada tabel bahwa mahasiswa maskulin cenderung memiliki teman sebaya laki-laki, sedangkan mahasiswa perempuan feminin lebih memilih teman sebaya perempuan. Hal ini mengindikasikan bahwa mahasiswa TPB IPB cenderung berteman dengan sesama jenis kelamin, yang berarti bahwa preferensi jenis kelamin teman sebaya memiliki korelasi dengan identitas gender mereka. Hasil uji pearson kai-kuadrat yang dilakukan memiliki nilai sebesar 8,510 dan signifikan dengan peluang kesalahan sebesar 0,203. Jika diuji dengan taraf kepercayaan 5%, disimpulkan bahwa preferensi teman sebaya tidak memiliki hubungan positif dengan identitas gender mahasiswa. Namun, pada taraf kepercayaan 30%, terbukti terdapat hubungan positif antara preferensi jenis kelamin teman sebaya dengan identitas gender mahasiswa TPB IPB.
6.2.2
Hubungan Karakteristik Mahasiswa
Keluarga
Dengan
Identitas
Gender
Karakteristik keluarga mahasiswa diukur dengan melihat hubungan positif antara dua peubah, yaitu sistem kekerabatan dan tipe keluarga dimana mahasiswa
87
TPB IPB dominan dibesarkan. Keluarga diduga memiliki peranan penting dalam pembentukan identitas gender seseorang. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 24, disajikan data mengenai hubungan sistem kekerabatan dengan identitas gender mahasiswa TPB IPB.
Tabel 24. Sebaran Mahasiswa Menurut Sistem Kekerabatan Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB
Identitas Gender Maskulin (n=40) Feminin (n=64) Androgini (n=82) Total (%) Total (n)
Patrilineal L P 30.0 7.5 7.4 44.4 19.5 17.1 17.2 22.0 32 41
Sistem Kekerabatan Matrilineal L P 5.0 10.0 1.9 1.9 6.1 4.9 4.3 4.8 8 9
Bilateral L P 22.5 25.0 9.3 53.7 28.0 24.4 19.9 31.7 37 59
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Berdasarkan Tabel 24 diatas, dapat dilihat bahwa identitas maskulin cenderung dimiliki oleh mahasiswa patrilineal laki-laki, identitas feminin cenderung dimiliki oleh mahasiswa perempuan bilateral, sedangkan untuk identitas androgini seimbang dimiliki oleh mahasiswa laki-laki dan perempuan yang berasal dari sistem kekerabatan bilateral. Dengan demikian, data di atas menunjukkan adanya hubungan positif antara sistem kekerabatan dengan identitas gender. Pengujian kai-kuadrat terhadap kedua variabel diperoleh nilai pearson sebesar 5,019 dan signifikansi dengan peluang kesalahan sebesar 0,285. Jika diuji pada taraf kepercayaan 5%, tidak terbukti adanya hubungan positif antara kedua variabel. Namun, pada taraf kepercayaan 30%, disimpulkan peubah sistem kekerabatan memiliki hubungan positif dengan identitas gender mahasiswa TPB IPB.
88
Faktor lain pada karakteristik keluarga yang diduga mempengaruhi identitas gender mahasiswa adalah tipe keluarga dimana mahasiswa TPB IPB dominan dibesarkan. Menurut Mead dalam Mugniesyah (2005), keluarga merupakan sumber utama dalam berkembangnya identitas gender. Berikut disajikan tabulasi silang antara pola struktur keluarga mahasiswa dengan identitas gender mahasiswa (Tabel 25).
Tabel 25. Sebaran Mahasiswa Menurut Pola Struktur Keluarga Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB
Identitas Gender Maskulin (n=40) Feminin (n=64) Androgini (n=82) Total (%) Total (n)
Keluarga Inti L P 42.5 32.5 16.7 92.6 41.5 37.8 32.3 50.5 60 94
Pola Struktur Keluarga Keluarga Inti, Keluarga Inti dan Kakek, Nenek Kerabat dari Orang Tua L P L P 10.0 7.5 5.0 2.5 1.9 3.7 0 3.7 9.8 4.9 2.4 3.7 7.0 4.8 2.2 3.2 13 9 4 6
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa mahasiswa TPB IPB dominan dibesarkan pada keluarga inti, pada Tabel 25 tampak bahwa mahasiswa laki-laki yang dibesarkan pada keluarga inti cenderung lebih dididik menjadi individu yang maskulin, sebaliknya mahasiswa perempuan lebih dididik menjadi individu yang feminin. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa tipe keluarga dimana mahasiswa TPB IPB dominan dibesarkan memiliki hubungan positif dengan pembentukan identitas gendernya. Melalui hasil uji statistik, diperoleh nilai kai-kuadrat 6,510 dan signifikansi dengan peluang kesalahan 0,164. Nilai ini lebih besar dari nilai alfa 0,05, sehingga disimpulkan tidak ada hubungan antara kedua variabel tersebut.
89
Namun, pada taraf kepercayaan 30% hasil pengujian ini membuktikan adanya hubungan positif antara tipe keluarga dengan identitas gender.
6.2.3 Hubungan Lembaga Pendidikan Dengan Identitas Gender Mahasiswa Mugniesyah
(2005)
mengemukakan
lembaga
pendidikan/sekolah
merupakan agen sentral yang mensosialisasikan nilai-nilai gender. Sekolah merupakan perpanjangan tangan dari keluarga. Selain keluarga, khususnya orang tua, anak-anak memperoleh perilaku gender dari guru di sekolah. Anak perempuan cenderung mengamati perilaku feminin dari guru perempuannya, sebaliknya anak laki-laki juga mengamati dan mengikuti perilaku maskulin dari guru laki-laki. Sehingga diduga jenis kelamin guru favorit di sekolah mempengaruhi identitas gender mahasiswa TPB IPB, tabulasi silang kedua variabel ini dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Sebaran Mahasiswa Menurut Jenis Kelamin Guru Favorit Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB
Identitas Gender Maskulin (n=40) Feminin (n=64) Androgini (n=82) Total (%) Total (n)
Guru Favorit Guru Laki-laki Guru Perempuan L P L P 30.0 22.5 27.5 20.0 9.3 37.0 9.3 63.0 29.3 15.9 24.4 30.5 22.0 22.6 19.4 36.0 41 42 36 67
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Tampak pada Tabel 26, terdapat kecenderungan guru laki-laki lebih banyak difavoritkan oleh mahasiswa laki-laki dengan identitas gender maskulin, sebaliknya mahasiswa permepuan dengan identitas feminin juga lebih banyak memfavoritkan guru perempuan. Demikian pula dengan mahasiswa yang
90
memiliki identitas androgini. Dengan melihat nilai persentase di atas, di duga jenis kelamin guru favorit memiliki hubungan positif dengan identitas gender mahasiswa TPB IPB. Namun, hasil pengujian statistik kai-kuardrat dengan nilai pearson sebesar 1,813 dan signifikan peluang kesalahan sebesar 0,404 tidak menunjukkan adanya hubungan positif antara kedua variabel, baik diuji dengan tafar kepercayaan 5% maupun 30%.
6.2.4 Hubungan Karakteristik Organisasi Dengan Identitas Gender Mahasiswa Sesuai dengan hipotesis penelitian bahwa karakteristik organisasi berhubungan positif dengan identitas gender mahasiswa. Karakteristik organisasi ini dilihat dari pengalaman organisasi yang pernah diikuti oleh mahasiswa TPB IPB. Pada Tabel 27 disajikan tabulasi silang untuk membuktikan adanya hubungan positif antara pengalaman organisasi mahasiswa dengan identitas gendernya.
Tabel 27. Sebaran Mahasiswa Menurut Jenis Kelamin Guru Favorit Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB
Identitas Gender Maskulin (n=40) Feminin (n=64) Androgini (n=82) Total (%) Total (n)
Pengalaman Organisasi 1-2 Organisasi 3-4 Organisasi >4 Organisasi L P L P L P 25.0 15.0 27.5 25.0 5.0 2.5 11.1 72.2 7.4 24.1 0 3.7 35.4 24.4 17.1 18.3 1.2 3.7 24.2 34.9 15.6 20.4 1.6 3.2 45 65 29 38 3 6
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Sebagaimana yang telah dikemukakan di depan bahwa mahasiswa TPB IPB memiliki pengalaman organisasi rendah, yakni hanya mengikuti 1-2
91
organisasi saja. Pada Tabel 11 tampak mahasiswa TPB yang memiliki identitas maskulin, persentase laki-laki selalu lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Sebaliknya, pada identitas gender feminin, persentase mahasiswa perempuan lebih besar. Namun, pada identitas androgini, persentase mahasiswa menunjukkan jumlah yang sebanding antara keduanya. Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif antara pengalaman organisasi mahasiswa dengan identitas gendernya. Hasil penelitian di atas didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Wood (2001) dalam Mugniesyah (2005) bahwa laki-laki cenderung mendominasi dalam kehidupan organisasi, dan bentuk-bentuk maskulin dalam berkomunikasi merupakan standar atau baku pada kebanyakan lingkungan organisasi, sehingga perempuan/gaya feminin menjadi berbeda dan inferior. Hasil pengujian kai-kuadrat diperoleh nilai pearson sebesar 9,243 dan signifikan dengan peluang kesalahan sebesar 0.051. Dilihat bahwa nilai signifikansi kesalahan, baik pada taraf 5% dan 30% terbukti bahwa ada hubungan positif antara pengalaman organisasi mahasiswa dengan idenitas gender. Sehingga dapat disimpulkan, hipotesis penelitian diterima.
6.2.5 Hubungan Media Massa Dengan Identitas Gender Mahasiswa Media massa telah mempengaruhi perilaku dan budaya, termasuk menyangkut sosialisasi gender. Wood (2001) dalam Mugniesyah (2005) menyatakan bahwa media secara umum merepresentasikan stereotipe laki-laki dan perempuan, media memperkuat stereotipe maskulinitas laki-laki dengan menampilkan laki-laki sebagai sosok yang kuat, aktif, petualang, agresif, dan kurang terlibat dalam hubungan kemanusiaan (individual). Sejalan denga
92
kebudayaan gender, media juga menampilkan perempuan sebagai objek seksual yang selalu tampil cantik, jelita, pasif, tergantung/tidak mandiri, dan seringkali ditampilkan sebagai individu yang tidak kompeten dan bodoh. Karakteristik media massa pada penelitian ini diukur dari pemuatan nilai gender pada kategori acara dalam media massa. Faktor ini diduga mempengaruhi pembentukan identitas gender mahasiswa TPB IPB. Tabulasi silang yang menunjukkan hubungan antara variabel pemuatan nilai gender dan identitas gender mahasiswa ini dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Sebaran Mahasiswa Menurut Pemuatan Nilai Gender Pada Media Massa Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB
Pemuatan Nilai Gender Pada Media Massa Acara Maskulin Acara Maskulin Acara Feminin dan Feminin Identitas Gender L P L P L P Maskulin (n=40) 50.0 22.5 5.0 12.5 2.5 7.5 Feminin (n=64) 16.7 35.2 1.9 40.7 0.0 24.1 Androgini (n=82) 43.9 23.2 3.7 12.2 6.1 11.0 Total (%) 34.9 25.3 3.2 19.9 3.2 13.4 Total (n) 65 47 6 37 6 25
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Tampak pada Tabel 12 bahwa secara keseluruhan, mahasiswa TPB dengan identitas gender -maskulin, feminin, dan androgini- cenderung lebih menyukai kategori acara yang maskulin. Namun, ada perbedaan dimana mahasiswa laki-laki lebih banyak yang menyukai kategori acara maskulin, sebaliknya perempuan lebih banyak menyukai acara yang tergolong feminin. Hal ini mengidikasikan bahwa ada hubungan antara pemuatan nilai gender pada media massa yang direprestasikan dengan acara yang difavoritkan oleh mahasiswa TPB dengan identitas gender mereka.
93
Hasil pengujian kai-kuadrat diperoleh nilai pearson sebesar 13,077 dan nilai signifikansi dengan peluang kesalahan 0,01. Nilai ini lebih kecil dari nilai alfa 0,05 pada taraf kepercayaan 50%, sehingga membuktikan adanya hubungan positif antara pemuatan nilai gender pada media massa dengan identitas gender mahasiswa TPB IPB dan memperkuat dugaan bahwa mahasiswa laki-laki memperoleh sifat kemaskulinannya dengan melihat sosok laki-laki yang ditampilkan pada media massa, demikian pula sebaliknya dengan mahasiswa perempuan yang memperoleh sifat feminin sebagaimana sosok perempuan yang ditampilkan pada media massa.
6.3 Ikhtisar Mengacu pada skor Tes Androgini Bem diketahui bahwa mahasiswa TPB IPB laki-laki cenderung memiliki identitas gender maskulin, sedangkan mahasiswa perempuan memiliki identitas gender feminin. Hal ini membuktikan dugaan bahwa perbedaan jenis kelamin secara biologis mempengaruhi pembentukan identitas gender mahasiswa. Dari lima peubah yang diduga mempengaruhi pembentukan identitas gender pada mahasiswa, terdapat dua peubah yaitu jenis kelamin dan media massa dengan taraf kepercayaan 5% yang terbukti memiliki hubungan positif dengan identitas gender mahasiswa. Sementara peubah keluarga, teman sebaya, pengalaman organisasi berhubungan positif pada taraf kepercayaan dengan nilai alfa sebesar 30%.
94
BAB VII KONSEP DIRI GENDER DAN STEREOTIPE MAHASISWA
7.1 Konsep Diri Empat Etnik Dominan Menurut Johnson (1986), konsep diri merupakan kebutuhan individu untuk mendefinisikan siapa dirinya sendiri, khususnya hubungannya dengan orang lain dimana mereka terlibat didalamnya. Konsep diri gender mahasiswa TPB diukur berdasarkan persepsi mereka terhadap sifat-sifat gender dan netral yang dimiliki baik laki-laki maupun perempuan pada etnik mereka sendiri. Mahasiswa yang berasal dari etnik Batak menilai sifat-sifat gender dan netral yang dimiliki oleh etnik Batak, begitupun pada ketiga etnik dominan lainnya. Sebaran mahasiswa menurut konsep diri pada empat etnik dominan berdasarkan kategori sifat Bem dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29. Konsep Diri Maskulin Pada Empat Etnik Dominan di Kalangan Mahasiswa TPB IPB Menurut Kategori Sifat Bem Batak MASKULIN Kompetitif Ambisius Dominan Berani Rasional Memimpin Asertif Analitis Individual Agresif
L 96 96 89 100 89 96 96 75 39 79
P 86 64 50 75 61 39 57 64 36 43
Minangkabau L P 94 69 69 56 56 56 106 56 81 63 106 44 94 69 75 63 38 19 44 31
Jawa L 75 53 69 64 69 80 60 60 20 24
P 53 38 40 22 49 24 15 45 9 16
Sunda L P 67 67 31 21 44 28 59 33 69 46 67 18 56 21 38 38 28 23 36 33
Sebagaimana dilihat pada Tabel 29 di atas, mahasiswa etnik Batak memiliki konsep diri maskulin lebih dominan dibandingkan dengan ketiga etnik
95
lainnya. Mahasiswa etnik Batak pada laki-laki maupun perempuan memiliki sifatsifat maskulin kompetitif, ambisius, berani, rasional, dan analitis. Terhadap etnik Minangkabau, mahasiswa baik laki-laki maupun perempuan cenderung memiliki sifat maskulin kompetitif, rasional, asertif, dan analitis. Sebaliknya, pada etnik Jawa tidak memiliki sifat-sifat maskulin. Demikian halnya dengan etnik Sunda, kecuali sifat kompetitif. Namun, yang menarik adalah sifat kompetitif, dominan, berani, rasional, memimpin, asertif, dan analitis dimiliki oleh hanya mahasiswa laki-laki etnik Jawa, tidak demikian dengan perempuannya.
Tabel 30. Konsep Diri Feminin Pada Empat Etnik Dominan di Kalangan Mahasiswa TPB IPB Menurut Kategori Sifat Bem Batak FEMININ Ulet Pengertian Setia Holistik Sabar Kreatif Lemah-lembut Kekanak-kanakan Pemalu Hangat
L
P 57 57 82 54 21 64 11 4 4 71
79 86 75 64 57 64 36 11 14 86
Minangkabau L P 88 69 44 75 81 100 69 69 75 81 75 81 31 69 13 19 13 81 69 81
Jawa L 82 100 82 45 84 69 80 11 58 76
P 84 93 89 49 95 76 102 42 89 98
Sunda L P 49 67 87 90 74 90 49 41 79 92 62 59 77 97 26 46 59 87 87 100
Berdasarkan Tabel 30 dapat dilihat kecenderungan bahwa mahasiswa lakilaki dan perempuan etnik Minangkabau, Jawa, dan Sunda lebih memiliki konsep diri feminin dibandingkan dengan mahasiswa etnik Batak. Yang menarik mahasiswa etnik Batak, baik laki-laki maupun perempuan memiliki sifat setia dan hangat. Kecenderungan lainnya, sifat-sifat feminin lebih banyak melekat pada etnik Jawa baik pada mahasiswa laki-laki maupun perempuan. Konsep diri sifat netral empat etnik dominan pada mahasiswa TPB IPB dapat dilihat pada Tabel 31.
96
Tabel 31. Konsep Diri Netral Pada Empat Etnik Dominan di Kalangan Mahasiswa TPB IPB Menurut Kategori Sifat Bem NETRAL Mudah berteman Sombong Pencemburu Jujur Tulus hati Serius Tidak berpendirian tetap Teliti Penolong Mudah beradaptasi
Batak L P 89 86 46 18 61 54 57 75 57 79 100 68 18 14 64 64 86 89 96 93
Minangkabau L P 81 88 25 38 50 75 88 81 75 94 75 75 19 13 75 88 75 88 100 69
Jawa L P 96 93 18 11 36 45 78 91 75 85 69 60 15 33 60 69 96 89 91 89
Sunda L P 97 92 15 8 56 62 56 62 79 87 44 51 46 59 44 56 82 90 87 79
Selain sifat-sifat maskulin dan feminin, Identitas Psikologi Androgini Bem juga ditujukan dapat mengukur penilaian apakah sifat-sifat yang “netral” itu dimiliki setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan. Tampak pada Tabel 31, mahasiswa etnik Minangkabau dan Jawa baik laki-laki maupun perempuan, keduanya merupakan individu yang mudah berteman, jujur, tulus hati, serius, teliti, penolong, dan mudah beradaptasi. Mahasiswa etnik Minangkabau dan Jawa lebih banyak memiliki sifat-sifat netral dibandingkan dengan mahasiswa etnik Batak dan Sunda, meskipun mahasiswa etnik Batak memiliki beberapa sifat netral seperti mudah berteman, serius, teliti, dan mudah beradaptasi. Terhadap etnik Sunda, mahasiswa memiliki sifat mudah berteman, tulus hati, penolong, dan mudah beradaptasi.
7.2 Stereotipe Mahasiswa Louisser dan Poulos (1997) dalam Mugniesyah (2000) mengemukakan stereotipe diartikan sebagai generalisasi perilaku individu-individu dari anggota kelompok tertentu (etnik, agama, bangsa, jenis kelamin, gender, pekerjaan, dan
97
lain sebagainya). Stereotipe mahasiswa pada penelitian ini adalah pendapat atau penilaian mahasiwa terhadap laki-laki dan perempuan pada suatu etnik tertentu. Stereotipe ini merupakan sifat-sifat gender dan netral menurut kategori sifat Sandra Bem (1974) pada empat etnik dominan berikut (Tabel 32).
Tabel 32. Stereotipe Sifat Maskulin Pada Empat Etnik Dominan di Kalangan Mahasiswa TPB IPB Menurut Kategori Sifat Bem (dalam persen) Batak 9 MASKULIN Kompetitif Ambisius Dominan Berani Rasional Memimpin Asertif Analitis Individual Agresif
L 86.7 83.5 72.2 89.2 56.3 77.2 77.2 38.6 48.7 75.3
P 79.1 69.6 43.0 75.3 46.8 37.3 70.3 33.5 41.8 57.6
Minang 10 L P 66.3 63.3 56.2 52.1 33.7 44.4 53.3 45.6 50.3 40.2 37.9 30.2 49.1 37.9 30.8 31.4 33.7 29.6 37.3 36.1
Jawa 11 L 68.5 53.8 50.8 50.8 53.8 66.9 49.2 40.0 26.9 36.9
P 52.3 28.5 28.5 24.6 41.5 20.0 23.1 34.6 23.8 23.8
Sunda 12 L P 61.6 41.1 36.3 18.5 45.2 30.1 41.8 15.8 49.3 38.4 41.8 6.8 29.5 17.1 30.1 28.1 24.7 19.9 29.5 21.2
Menurut mahasiswa TPB IPB, mahasiswa etnik Batak baik pada laki-laki maupun perempuan dianggap memiliki sifat-sifat maskulin kompetitif , ambisius, berani dan asertif. Ada penilaian yang berbeda untuk sifat-sifat maskulin dominan, memimpin, dan agresif. Hanya laki-laki Batak yang dianggap dominan, mampu memimpin, dan agerif, tidak demikian untuk perempuannya. Namun demikian, baik laki-laki maupun perempuan Batak ternyata dianggap kurang/tidak memiliki sifat maskulin yang tergolong rasional, analitis dan individual. Terhadap etnik Minangkabau, mahasiswa TPB IPB tampaknya cenderung menganggap bahwa etnik Minangkabau tidak memiliki sifat-sifat maskulin, 9
Stereotipe etnik Batak yang dinilai oleh mahasiswa etnik Minangkabau, Jawa, Sunda, dan etnik lainnya. Stereotipe etnik Minangkabau yang dinilai oleh mahasiswa etnik Batak, Jawa, Sunda, dan etnik lainnya. 11 Stereotipe etnik Jawa yang dinilai oleh mahasiswa etnik Batak, Minangkabau, Sunda, dan etnik lainnya. 12 Stereotipe etnik Sunda yang dinilai oleh mahasiswa etnik Batak, Minangkabau, Jawa, dan etnik lainnya. 10
98
kecuali sifat kompetitif. Demikian pula halnya terhadap etnik Jawa dan Sunda. Temuan di atas tampaknya memperkuat dugaan bahwa etnik Batak memiliki sistem kekerabatan patrilineal, dipandang memiliki sifat-sifat maskulin yang lebih dominan dibanding etnik lainnya yang merupakan bagian dari sistem kekerabatan matrilineal (etnik Minangkabau) dan bilateral (etnik Sunda dan Jawa).
Tabel 33. Stereotipe Sifat Feminin Pada Empat Etnik Dominan di Kalangan Mahasiswa TPB IPB Menurut Kategori Sifat Bem (dalam persen) Batak FEMININ Ulet Pengertian Setia Holistik Sabar Kreatif Lemah-lembut Kekanak-kanakan Pemalu Hangat
L 52.5 22.2 36.7 40.5 10.1 37.3 2.5 7.6 3.8 27.2
P 55.1 29.1 38.6 35.4 24.7 33.5 13.9 11.4 11.4 27.8
Minang L P 54.4 55.6 27.2 35.5 32.5 36.1 39.1 34.9 27.2 36.1 43.2 43.2 13.0 23.1 13.0 15.4 16.0 19.5 34.3 39.1
Jawa L 73.1 62.3 45.4 50.0 59.2 50.0 53.8 22.3 40.8 62.3
P 74.6 70.0 55.4 42.3 71.5 44.6 74.6 28.5 60.0 78.5
Sunda L P 47.9 47.9 50.7 67.8 39.0 46.6 37.7 32.2 51.4 63.0 39.0 46.6 60.3 71.9 26.0 40.4 34.2 51.4 52.7 64.4
Penelitian ini menemukan bahwa kecuali pada etnik Jawa dan Sunda, terdapat kecenderungan dimana mahasiswa TPB IPB menilai bahwa baik mahasiswa maupun mahasiswa dari etnik Batak maupun Minangkabau kurang/tidak memiliki sifat-sifat feminin. Pada Tabel 33 terlihat bahwa mahasiswa berpendapat etnik Batak kurang/tidak memiliki sifat-sifat feminin, baik laki-laki maupun perempuannya. Kecenderungan lainnya, baik laki-laki maupun perempuan pada etnik Jawa dan Sunda dipandang lebih memiliki sifatsifat feminin daripada tiga etnik lainnya, meskipun sifat-sifat yang dipandang melekat pada etnik Jawa lebih banyak daripada etnik Sunda. Pada Tabel 34
99
disajikan data stereotipe sifat netral empat etnik dominan di kalangan mahasiswa TPB IPB. Tabel 34. Stereotipe Sifat Netral Pada Empat Etnik Dominan di Kalangan Mahasiswa TPB IPB Menurut Kategori Sifat Bem (dalam persen) Batak NETRAL Mudah berteman Sombong Pencemburu Jujur Tulus hati Serius Tidak berpendirian tetap Teliti Penolong Mudah beradaptasi
L 49.4 60.1 48.1 41.8 27.2 72.8 15.8 32.3 43.7 52.5
P 43.7 48.7 43.7 53.8 34.8 63.3 16.5 39.2 43.0 47.5
Minang L P 51.5 49.7 40.8 37.3 39.6 44.4 37.3 46.7 24.3 35.5 53.3 49.7 25.4 22.5 34.3 36.7 38.5 40.2 49.7 50.9
Jawa L 70.8 20.0 43.1 56.9 53.8 60.8 28.5 58.5 63.1 61.5
P 70.0 20.0 51.5 60.0 65.4 40.0 36.2 62.3 71.5 66.2
Sunda L P 69.9 74.0 25.3 28.8 43.8 55.5 48.6 56.8 44.5 58.9 41.1 28.8 33.6 44.5 34.2 43.2 54.8 61.6 52.7 50.7
Mahasiswa TPB IPB memandang bahwa etnik Batak memiliki sifat-sifat serius. Mahasiswa TPB IPB menilai etnik Jawa, baik laki-laki maupun perempuannya, lebih memiliki sifat-sifat mudah berteman, penolong dan mudah beradaptasi dibanding etnik lainnya. Terhadap etnik Sunda, baik laki-laki maupun perempuannya, juga dipandang mudah berteman.
7.3 Hubungan Stereotipe dan Konsep Diri Mahasiswa Sebagaimana dikemukakan di atas, tampaknya beberapa pendapat (stereotipe) mahasiswa TPB mengenai sifat maskulin, feminin, dan netral yang dimiliki oleh laki-laki dan atau perempuan dalam setiap etnik dominan sesuai dengan konsep diri masing-masing etnik. Stereotipe mahasiswa TPB IPB menganggap etnik Batak lebih dominan memiliki sifat maskulin, yang merupakan konsep diri baik mahasiswa laki-laki maupun perempuan Batak, yakni kompetitif,
100
ambisius, dan berani. Terhadap etnik Minangkabau, stereotipe mahasiswa TPB IPB mengenai sifat maskulin yang diakui dimiliki oleh mahasiswa dari etnik ini, yakni kompetitif. Stereotipe mahasiswa TPB IPB mengenai sifat feminin pada keempat etnik dominan bahwa etnik Jawa dan Sunda dianggap lebih banyak memiliki sifat feminin dibandingkan dengan kedua etnik lainnnya, stereotipe sifat feminin pada etnik Jawa yang diakui dimiliki oleh mahasiswa baik laki-laki maupun perempuan etnik Jawa sebagai konsep diri mereka, yakni pengertian dan hangat. Terhadap Etnik Sunda, baik laki-laki maupun perempuan dianggap memiliki sifat hangat yang diakui sebagai konsep diri mahasiswa TPB IPB etnik Sunda. Berbeda dengan stereotipe mahasiswa TPB IPB terhadap etnik Batak yang dianggap kurang/tidak memiliki sifat netral, kecuali sifat serius yang diakui dimiliki oleh mahasiswa laki-laki dan perempuan etnik Batak. Stereotipe sifat netral etnik Jawa yang diakui dimiliki baik oleh mahasiswa laki-laki maupun perempuan etnik Jawa, yakni mudah berteman, penolong, dan mudah berteman. Demikian pula dengan stereotipe sifat netral etnik Sunda, mahasiswa laki-laki dan perempuan memiliki sifat mudah berteman sebagai konsep diri mereka.
7.4 Konsep Diri Tentang Peranan Gender 7.4.1 Peranan Produktif Peranan produktif pada penelitian ini mengacu pada teori Moser (199), yakni peranan yang dikerjakan oleh anggota keluarga laki-laki -ayah dan anak laki-laki- dan anggota keluarga perempuan -ibu dan anak perempuan- untuk memperoleh bayaran/upah secara tunai atau sejenisnya. Aktivitas produktif ini terdiri dari aktivitas bekerja, berdagang, dan buruh. Sebaran mahasiswa menurut
101
aktivitas produktif yang dilakukan oleh anggota keluarga laki-laki dan perempuan dapat dilihat pada Tabel 35.
Tabel 35. Aktivitas Produktif Yang Dilakukan Anggota Keluarga Laki-laki dan Perempuan di Kalangan Mahasiswa TPB IPB (dalam persen) Aktivitas Produktif Bekerja
Anggota Keluarga L P Berdagang L P Buruh L P Keterangan : L: Laki-laki
Rendah L P 7.0 11.3 17.2 29.6 32.8 43.5 30.6 37.6 37.1 55.4 40.9 55.9 P: Perempuan
Sedang L 0 0.5 2.2 2.7 1.1 0.5
P 2.2 2.2 2.2 3.2 0.5 0.5
Tinggi L P 34.4 45.2 23.7 26.9 6.5 12.9 8.1 17.7 3.2 2.7 0 2.2
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
Tampaknya dalam keluarga mahasiswa TPB IPB, aktivitas produktif lebih banyak dilakukan oleh anggota keluarga laki-laki, kecuali aktivitas berdagang. Hal ini memperkuat dugaan bahwa laki-laki cenderung melakukan peranan yang berorientasi produktif.
7.4.2 Peranan Reproduktif Peranan reproduktif ini merupakan pembagian kerja aktivitas domestik dalam keluarga, dimana terdapat perbedaan aktivitas yang dikerjakan baik oleh anggota keluarga laki-laki maupun perempuan. Peranan reproduktif ini berjumlah lima aktivitas domestik dalam rumahtangga, yakni memasak, mengasuh, menyapu, mengepel, dan mencuci/menyetrika pakaian. Khusus pada peranan reproduktif ini, terdapat dugaan bahwa saat ini sebagian besar rumahtangga sudah memakai jasa Pembantu Rumahtangga (PRT) untuk
mengerjakan
tugas-tugas
domestik
rumahtangga.
Namun,
secara
keseluruhan dapat dilihat bahwa pada keluarga mahasiswa TPB IPB sebagian
102
besar tidak menggunakan jasa PRT, maka peranan produktif lebih ditujukan untuk anggota dalam keluarga inti yang terdiri dari anggota laki-laki -ayah dan anak laki-laki- dan perempuan -ibu dan anak perempuan- sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 36.
Tabel 36. Aktivitas Reproduktif Yang Dilakukan Anggota Keluarga Laki-laki dan Perempuan di Kalangan Mahasiswa TPB IPB (dalam persen) Rendah Anggota Keluarga L P L 33.9 45.7 P 2.2 4.3 PRT 37.6 37.1 Mengasuh L 28.5 43.0 P 0.5 6.5 PRT 35.5 48.4 Menyapu L 28.5 40.3 P 10.8 20.4 PRT 32.8 41.9 Mengepel L 32.3 45.7 P 10.8 16.1 PRT 32.3 41.9 L 31.2 45.2 Mencuci/ 7.5 14.5 menyetrika P Pakaian PRT 32.3 39.2 Keterangan : PRT: Pembantu Rumah Tangga Aktivitas Domestik Memasak
Sedang L P 3.8 7.5 3.2 3.8 1.1 2.2 7.0 8.1 1.6 3.2 1.6 2.7 8.6 10.2 6.5 9.7 0 0 4.8 7.0 5.9 10.8 0.5 1.6 3.8 4.8 7.0 4.8 0.5 0.5
Tinggi L P 3.8 5.4 36.0 50.5 8.1 14.0 5.9 7.5 39.8 48.4 4.8 7.0 4.8 7.5 24.2 28.5 8.6 16.7 4.3 5.9 24.7 31.7 8.6 15.1 6.5 8.6 28.0 38.2 8.6 18.8
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 36, tampak ada kecenderungan yang berbeda untuk seluruh aktivitas domestik . Hanya anggota keluarga perempuan yang lebih tinggi mengerjakan aktivitas-aktivitas domestik memasak, mengasuh, menyapu, mengepel, dan mencuci/menyetrika pakaian. Temuan di atas memperkuat dugaan bahwa perempuan cenderung mengerjakan aktivitas yang berorientasi domestik.
103
7.4.3 Peranan Pengelolaan Masyarakat dan Politik Selain aktvitas produktif dan reproduktif, Moser juga mengemukakan kategori peranan gender (triple role) yang mencakup peranan pengelolaan masyarakat dan politik. Peranan pengelolaan masyarakat adalah semua aktivitas yang dilakukan di tingkat komunitas sebagai perpanjangan dari aktivitas reproduktif (kegiatan sosial), pada penelitian ini peranan pengelolaan masyarakat mencakup aktivitas kursus. Peranan pengelolaan politik adalah peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik dan untuk meningkatkan kekuasaan atau status. Peranan pengelolaan politik ini mencakup aktivitas berorganisasi, yaitu rapat RT/RW/Kelurahan/Desa, aktivitas di partai, kerja bakti, organisasi profesi, dan organisasi kesenian. Dalam keluarga mahasiswa TPB IPB, tampak bahwa baik anggota keluarga laki-laki maupun perempuan tidak/kurang melakukan aktivitas kursus, kecuali hanya anggota keluarga perempuan yang lebih banyak melakukan aktivitas kursus bahasa. Terhadap aktivitas berorganisasi, hanya anggota keluarga laki-laki yang lebih banyak melakukan aktivitas, khususnya rapat RT/RW/Kelurahan/Desa dan kerja bakti. Hal ini mengindikasikan bahwa selain dominan melakukan peranan produktif, laki-laki juga melakukan aktivitas berorganisasi. Data mengenai aktivitas kursus dan organisasi dalam keluarga mahasiswa TPB IPB disajikan pada Tabel 37.
104
Tabel 37. Aktivitas Kursus dan Organisasi Yang Dilakukan Anggota Keluarga Laki-laki dan Perempuan di Kalangan Mahasiswa TPB IPB (dalam persen) Aktivitas Kursus dan Berorganisasi Kursus Musik
Anggota Keluarga L P Kursus Bahasa L P Privat Mata Pelajaran L P Kursus Olahraga L P Rapat RT/RW/Kelu- L rahan/Desa P Aktivitas di Partai L P Kerja Bakti L P Organisasi Profesi L P Organisasi Kesenian L P
Rendah L P 37.1 55.4 33.9 49.5 26.3 31.7 18.3 22.6 29.6 35.5 22.0 29.0 25.8 39.2 26.3 39.8 18.3 20.4 31.2 40.3 33.9 43.0 39.2 52.7 16.7 15.1 22.6 26.3 32.8 46.2 36.0 48.9 37.6 53.8 38.7 53.2
Sedang L P 2.7 1.6 2.7 4.8 3.8 5.4 2.7 8.1 3.8 5.9 4.3 5.4 3.2 5.9 5.4 7.5 6.5 11.3 3.8 10.2 4.3 3.2 1.1 3.8 5.4 10.2 7.0 11.8 3.2 1.1 0.5 2.7 2.2 3.2 1.6 1.6
Tinggi L P 1.6 1.6 4.8 4.3 11.3 21.5 20.4 28.0 8.1 17.2 15.1 24.2 12.4 13.4 9.7 11.3 16.7 26.9 6.5 8.1 8.6 7.0 1.1 2.2 19.4 33.3 11.8 20.4 5.4 11.3 3.8 8.1 1.6 1.6 1.1 3.8
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
7.5 Persepsi Harapan-harapan Mahasiswa Terhadap Pasangan Hidup Pada bab sebelumya, telah dikemukakan bahwa keluarga merupakan subsistem masyarakat terkecil sebagai agen sosialisasi sentral dimana identitas gender dan konsep diri gender individu terbentuk. Para ahli menyatakan bahwa persepsi juga dipengaruhi oleh pengalaman dan prediksi (harapan) pada masa datang. Persepsi harapan mahasiswa TPB IPB terhadap pasangan hidup menjadi penting, untuk mengetahui bagaimana pandangan mahasiswa TPB IPB atas peranan gender mereka di masa akan datang, khususnya ketika mereka akan memilih pasangan hidup dalam membentuk keluarga inti.
105
Persepsi harapan mahasiswa TPB IPB terhadap pasangan hidup meliputi latar belakang suku pasangan, latar belakang pendidikan, dan harapan pola peranan dalam keluarga. Harapan mahasiswa terhadap latar belakang pasangan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 38.
Tabel 38. Harapan Mahasiswa TPB IPB Terhadap Latar Belakang Suku Pasangan Menurut Asal Etnik (dalam persen) MinangLatar Batak kabau Jawa Belakang Suku L P L P L P Satu Suku (n=121) 5.0 8.3 2.5 3.3 15.7 22.3 Berbeda Suku (n=42) 7.1 9.5 2.4 11.9 7.1 9.5 Netral (n=23) 17.4 4.3 17.4 0 4.3 8.7 Total (%) 7.0 8.1 4.3 4.8 12.4 17.7 Total (n) 13 15 8 9 23 33
Sunda L P 9.9 15.7
Lainnya L P 8.3
Total
9.1 100.0
2.4 14.3 7.1 28.6 100.0 4.3 4.3 26.1 13.0 100.0 7.5 14.0 10.2 14.0 100.0 14 26 19 26 186
Mahasiswa etnik Jawa, baik laki-laki maupun perempuan sama-sama mengharapkan memiliki pasangan dengan latar belakang suku yang sama. Demikian pula dengan mahasiswa laki-laki etnik Sunda. Sedangkan mahasiswa laki-laki etnik Batak, Minangkabau, dan lainnya cenderung netral dalam menentukan asal suku/etnik pasangan, yakni tidak memandang pasangan berasal dari suku manapun. Temuan di atas tidak sejalan dengan pernyataan Koentjaraningrat (1981) yang mengemukakan etnik Batak dan Minangkabau cenderung mempertahankan budaya (sistem kekerabatan) mereka dengan menikah dengan pasangan yang berasal dari satu suku -khususnya, satu marga untuk BatakPersepsi harapan ini berkaitan dengan domisili sebagian besar mahasiswa TPB IPB di kota, kehidupan keluarga menjadi lebih terbuka (modern) sehingga tidak lagi menanamkan nilai-nilai yang konservatif.
106
Sebagian besar alasan mahasiswa TPB IPB yang mendasari harapan mendapatkan pasangan hidup yang berasal dari satu suku, diantaranya untuk mempertahankan budaya, asal etnik orang tua, dan jika berasal dari suku yang sama, pasangan dianggap dapat saling mengerti satu sama lain. Selanjutnya, ditanyakan mengenai harapan tingkat pendidikan pasangan. Pada Tabel 39 disajikan data mengenai harapan mahasiswa terhadap latar belakang pendidikan pasangan.
Tabel 39. Harapan Mahasiswa TPB IPB Terhadap Latar Belakang Pendidikan Menurut Asal Etnik (dalam persen) MinangLatar Batak kabau Jawa Sunda Lainnya Belakang Pendidikan L P L P L P L P L P Lebih Tinggi (n=94) 1.1 11.7 0 9.6 1.1 29.8 0 21.3 3.2 22.3 Lebih Rendah (n=10) 10.0 0 20.0 0 20.0 0 20.0 10.0 20.0 0 Setara (n=82) 13.4 4.9 7.3 0 24.4 6.1 14.6 6.1 17.1 6.1 Total (%) 7.0 8.1 4.3 4.8 12.4 17.7 7.5 14.0 10.2 14.0 Total (n) 13 15 8 9 23 33 14 26 19 26
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Mahasiswa laki-laki TPB IPB etnik Batak dan Jawa berharap mendapatkan pasangan yang memiliki tingkat pendidikan setara, sebaliknya, mahasiswa laki-laki etnik Minang, Sunda, termasuk etnik lainnya justru menginginkan pasangan yang memiliki pendidikan lebih rendah darinya. Kecenderungan lainnya, yakni seluruh mahasiswa perempuan TPB IPB justru menginginkan pasangan yang lebih tinggi tingkat pendidikannya, mayoritas alasan yang mendasarinya adalah laki-laki harus lebih pintar agar dapat mengayomi dan membimbing keluarga inti mereka kelak.
107
Persepsi harapan mahasiswa terhadap pasangan hidupnya juga mencakup harapan mereka mengenai siapakah nantinya yang mengerjakan peranan gender dalam keluarga -suami saja, isteri saja, suami dan isteri-, meliputi aktivitas domestik, yaitu memasak, mengasuh, membersihkan rumah, aktivitas produktif, yaitu bekerja, dan aktivitas berorganisasi. Harapan mengenai triple role ini disajikan pada Tabel 40.
Tabel 40. Harapan Mahasiswa TPB IPB Terhadap Pelaku Aktivitas Dalam Keluarga Menurut Triple Role Moser (dalam persen) Minangkabau Jawa Sunda L P L P L P Aktivitas Produktif S (n=72) 11.4 2.9 5.7 1.4 18.6 11.4 10.0 10.0 0 0 0 0 0 0 0 I (n=1) 0 S&I (n=115) 4.3 11.3 3.5 7.0 8.7 21.7 6.1 16.5 Total (%) 7.0 8.1 4.3 4.8 12.4 17.7 7.5 14.0 Total (n) 13 15 8 9 23 33 14 26 Aktivitas Reproduktif I (n=36) 11.1 5.6 8.3 0 16.7 11.1 19.4 5.6 S&I (n=149) 6.0 8.7 3.4 6.0 11.4 19.5 4.7 15.4 Total (%) 7.0 8.1 4.3 4.8 12.4 17.7 7.5 14.0 Total (n) 13 15 8 9 23 33 14 26 Aktivitas Berorganisasi S (n=75) 8.0 6.7 6.7 1.3 14.7 14.7 12.0 12.0 0 0 0 12.5 25.0 0 0 0 I (n=8) S&I (n=103) 6.8 9.7 2.9 7.8 10.7 19.4 4.9 16.5 Total (%) 7.0 8.1 4.3 4.8 12.4 17.7 7.5 14.0 Total (n) 13 15 8 9 23 33 14 26 Keterangan : S:Suami I: Istri S&I: Suami dan Istri Pelaku Aktivitas
Batak L P
Lainnya L P
Total
20.0 8.6 100.0 0 100.0 100.0 4.3 16.5 100.0 10.2 14.0 100.0 19 26 186 8.3 10.7 10.2 19
13.9 100.0 14.1 100.0 14.0 100.0 26 186
13.3 37.5 5.8 10.2 19
10.7 25.0 15.5 14.0 26
100.0 100.0 100.0 100.0 186
Mahasiswa laki-laki TPB IPB menganggap aktivitas produktif dan aktivitas berorganisasi dikerjakan oleh suami saja, sebaliknnya mahasiswa perempuan justru berpendapat bahwa aktivitas-aktivitas ini dapat dikerjakan oleh keduanya, baik suami maupun isteri. Harapan mahasiswa terhadap pelaku aktivitas reproduktif, mahasiswa menganggap bahwa aktivitas ini dikerjakan oleh
108
istri. Harapan mahasiswa TPB IPB terhadap peranan gender ini sesuai dengan konsep diri mereka yang telah dikemukakan di atas, bahwa laki-laki seharusnya mengerjakan aktivitas publik dan perempuan mengerjakan aktivitas domestik.
7.6 Persepsi Domain Program Studi Mayor-Minor di IPB Pada bab IV telah dkemukakan profil gender IPB terhadap jumlah mahasiswa pada setiap program studi mayor IPB. Berkaitan dengan hal tersebut, pada bab ini dibahas bagaimana mahasiswa TPB IPB mempersepsikan domain jenis kelamin -laki-laki dan atau perempuan- yang dianggap merupakan bidang untuk karakter jenis kelamin tertentu pada 36 program studi mayor di IPB. Mugniesyah (2005) menyatakan bahwa dalam lembagaan pendidikan (sekolah/Perguruan Tinggi) terdapat sosialisasi bahwa mata ajaran ilmu-ilmu eksakta merupakan bidang untuk laki-laki (mata ajaran maskulin), sebaliknya ilmu-ilmu sosial dianggap bidang untuk perempuan (mata ajaran feminim). Pada Tabel 41 disajikan data mahasiswa TPB IPB menurut persepsi domain jenis kelamin dan program mayor ilmu eksakta.
109
Tabel 41. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Persepsi Domain Program Studi Mayor “Eksakta” IPB (dalam persen) Domain Jenis Kelamin Program Studi L P L&P Agronomi dan Hortikultura 14.0 20.4 65.6 Arsitektur Lanskap 51.1 6.5 42.5 Proteksi Tanaman 47.8 14.0 38.2 Kedokteran Hewan 16.7 28.5 54.8 Ilmu Teknologi Kelautan 18.8 11.8 69.4 Teknologi dan Manajemen Perikanan 77.4 2.7 19.9 Tangkap Teknologi Hasil Perairan 52.7 3.2 44.1 Peternakan 36.0 12.4 51.6 Teknologi Hasil Hutan 12.4 31.7 55.9 Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata 39.2 7.0 53.8 Silvikultur 70.4 0.5 29.0 Teknologi Pangan 54.3 11.8 33.9 Teknik Pertanian 30.1 18.3 51.6 Teknologi Industri Pertanian 11.3 17.7 71.0 Biokimia 58.6 3.8 37.6 Kimia 41.4 4.3 54.3 Fisika 11.3 19.4 69.4 Meteorologi Terapan 10.8 18.8 70.4 Ilmu Komputer 38.2 3.2 58.6 Biologi 47.3 4.8 47.8 Matematika 36.6 1.6 61.8 Statistika 1.1 39.8 59.1 Agronomi dan Hortikultura 23.7 7.0 69.4 Keterangan : L : Laki-laki P: Perempuan L&P: Laki-laki dan Perempuan
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
Sebagian besar mahasiswa TPB IPB menganggap bahwa program studi mayor “eksakta” di IPB merupakan domain laki-laki dan perempuan. Namun, ada penilaian lain terhadap program studi seperti Arsitektur Lanskap, Proteksi Tanaman, Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Teknologi Hasil Perairan, Silvikultur, Teknologi Pangan, dan Biokimia yang dianggap sebagai program studi domain laki-laki. Lebih lanjut, disajikan sebaran mahasiswa menurut program studi ilmu sosial di IPB pada Tabel 42.
110
Tabel 42. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Persepsi Domain Program Studi Mayor “Ilmu Sosial” IPB (dalam persen)
Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan Manajemen Budidaya Perikanan Manajemen Sumberdaya Perairan Manajemen Hutan Ekonomi dan Studi Pembangunan Manajemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Agribisnis Ilmu Gizi Ilmu Keluarga Konsumen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Domain Jenis Kelamin L P L&P 39.8 7.5 52.7 23.1 23.7 53.2 33.3 22.0 44.6 24.7 11.3 64.0 17.2 16.1 66.7 5.9 41.9 52.2 6.5 20.4 73.1 12.9 11.3 75.8 3.8 84.4 11.8 4.3 87.1 8.6 3.8 43.5 52.7
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
Menurut mahasiswa TPB IPB, program studi “ilmu sosial” juga dianggap domain laki-laki dan perempuan, kecuali porgram studi Ilmu Gizi dan Ilmu Keluarga Konsumen yang dianggap merupakan program studi domain perempuan. Kecenderungan ini tampaknya memperkuat dugaan bahwa program studi “eksakta” seperti Arsitektur Lanskap, Proteksi Tanaman, Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Teknologi Hasil Perairan, Silvikultur, Teknologi Pangan, dan Biokimia memiliki karakter maskulin, sebaliknya program studi “ilmu sosial”, yakni Ilmu Gizi dan Ilmu Keluarga Konsumen cenderung memiliki karakter feminin.
7.7 Ikhtisar Mahasiswa TPB IPB etnik Batak, baik laki-laki maupun perempuan cenderung lebih maskulin dibandingkan dengan ketiga etnik lainnya, sedangkan mahasiswa etnik Minangkabau dan Jawa justru lebih memiliki konsep diri netral.
111
Hal ini sesuai dengan stereotipe mahasiswa yang menganggap bahwa etnik Batak lebih banyak memiliki sifat-sifat maskulin, dan etnik Jawa lebih banyak memiliki sifat-sifat netral. Lebih lanjut, konsep diri mengenai peranan gender dalam keluarga mahasiswa TPB IPB, aktivitas produktif, kursus, dan organisasi dominan dilakukan oleh laki-laki. Aktivitas reproduktif dominan dilakukan oleh anggota keluarga perempuan. Mahasiswa TPB IPB etnik Jawa cenderung menginginkan memiliki pasangan hidup yang berasal dari suku yang sama, tidak demikian dengan mahasiswa etnik Batak dan Minangkabau yang cenderung lebih netral dalam menentukan pasangan hidup. Dilihat dari tingkat pendidikan, mahasiswa laki-laki lebih menginginkan pasangannya kelak memiliki tingkat pendidikan yang setara dengannya. Terhadap persepsi mahasiswa TPB IPB mengenai domain jenis kelamin pada program studi di IPB, ditemukan bahwa sebagian besar mahasiswa menganggap program studi mayor IPB merupakan domain laki-laki dan perempuan.
112
BAB VIII PENUTUP
8.1 Kesimpulan Penelitian ini sebagai pelengkap penelitian sebelumnya “Hubungan Persepsi Gender Mahasiswa Dengan Pilihan Program Studi di Kalangan Mahasiswa-mahsiswi Institut Pertanian Bogor” oleh Rahasthera (2003). Dalam penelitian Rahasthera, tidak ditemukan adanya faktor-faktor yang menyebabkan bias gender di kalangan mahasiswa, belum mencakup konsep diri tentang peranan gender secara keseluruhan, dan hanya terbatas pada mahasiswa TPB Fakultas Pertanian saja. Penelitian ini diarahkan untuk melihat hubungan antara agen sosialisasi gender (significant others) -keluarga, teman sebaya, sekolah, organisasi, dan media massa- dengan persepsi mahasiswa terhadap identitas gender dan konsep diri yang terinternaliasasi dalam diri mereka. Disamping itu, khususnya, dilihat mengenai stereotipe mahasiswa mengenai sifat gender dan netral pada laki-laki dan perempuan yang dimiliki oleh empat kelompok etnik dominan, yakni Batak, Minangkabau, Jawa, dan Sunda, diikuti dengan konsep diri keempat kelompok etnik tersebut. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa mahasiswa laki-laki memiliki identitas gender yang maskulin dan mahasiswa perempuan memiliki identitas gender feminin. Peranan gender dalam keluarga mahasiswa, masih menunjukkan pembagian kerja yang tegas antara anggota keluarga laki-laki dan perempuan. Peranan reproduktif dominan dikerjakan oleh perempuan -ibu dan anak
113
perempuan, sedangkan peranan produtif dan organisasi dominan dikerjakan oleh laki-laki -ayah dan anak laki-laki-. Dari lima peubah yang diduga mempengaruhi persepsi identitas gender pada mahasiswa, terdapat dua peubah yaitu jenis kelamin dan media massa dengan taraf kepercayaan 5% yang terbukti memiliki hubungan positif dengan identitas gender mahasiswa. Sementara peubah keluarga, teman sebaya, pengalaman organisasi berhubungan positif pada taraf nyata dengan alfa 30%. Mahasiswa TPB IPB etnik Batak, baik laki-laki maupun perempuan cenderung lebih maskulin dibandingkan dengan ketiga etnik lainnya, sedangkan mahasiswa etnik Minangkabau dan Jawa justru lebih memiliki konsep diri netral. Hal ini sesuai dengan stereotipe mahasiswa yang menganggap bahwa etnik Batak lebih banyak memiliki sifat-sifat maskulin, dan etnik Jawa lebih banyak memiliki sifat-sifat netral. Terhadap harapan-harapannya mengenai pasangan hidup, mahasiswa TPB IPB etnik Jawa cenderung menginginkan memiliki pasangan hidup yang berasal dari suku yang sama, tidak demikian dengan mahasiswa etnik Batak dan Minangkabau yang cenderung lebih netral dalam menentukan pasangan hidup. Dilihat dari tingkat pendidikan, mahasiswa laki-laki lebih menginginkan pasangannya kelak memiliki tingkat pendidikan yang setara dengannya. Secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa masih terdapat bias gender pada mahasiswa TPB IPB Tahun Ajaran 2007/2008, khususnya mengenai persepsi mereka terhadap konsep diri peranan gender dalam keluarga. Kelemahan pada penelitian ini, yakni penulis tidak menganalisis keseluruhan peubah pada Gambar 1, sehubungan keterbatasan waktu pada saat mengolah data hasil penelitian ini.
114
8.2 Saran Sehubungan dengan hasil penelitian yang ditemukan, diperlukan sosialisasi nilai gender pada setiap lapisan masyarakat, khususnya pada lingkungan keluarga dan institusi pendidikan. Pengetahuan dasar mengenai gender juga diperlukan sebagai langkah awal dalam membentuk generasi muda yang sadar dan responsif gender. Media massa memiliki hubungan positif terhadap pembentukan persepsi gender mahasiswa, maka seharusnya media massa berperan merubah stereotipe penggambaran citra laki-laki dan perempuan dalam budaya kita. Terkait dengan profil gender IPB, terhadap institusi pendidikan khususnya IPB diperlukan adanya perbaikan kebijakan dengan menetapkan kuota perempuan dalam lingkungan civitas akademik dan penentu kebijakan, serta adanya analisis kebijakan berbasis gender pada pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar.
115
DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. 2004. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2004-2009. Republik Indonesia. Berlo, David K. 1960. The Process of Communication : an Introduction to Theory and Practice. Holt, Rinehart and Winston, Inc. United State of America. Children Health Encyclopedia. 2008. Definisi Identitas Gender. Dalam http://www.answers.com/topic/gender-identity. Diakses 21 April 2008 DeVito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Professional Books. Jakarta. Direktorat Pendidikan Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor. 2005. TPB dalam Angka 2004/2005. Institut Pertanian Bogor. _______. 2006. TPB dalam Angka 2005/2006. Institut Pertanian Bogor. _______. 2007. TPB dalam Angka 2006/2007. Institut Pertanian Bogor. Ekadjati, Edi S. 1995. Kebudayaan Sunda (Suatu Pendekatan Sejarah). PT. Dunia Pustaka Jaya. Jakarta Harmita, Dini. 2006. Modal Sosial Perempuan Sunda Sebagai Petani Gurem Dalam Kemiskinan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Johnson, Doyle Paul. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid II. PT.Gramedia. Jakarta. Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan. 2000. Instruksi Presiden RI No. 9 tahun 2000 tentang "Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional". Republik Indonesia. Koentjaraningrat. 1981. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Dian Rakyat. Jakarta. Koentjaraningrat. 2007. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Cetakan ke-22. Djambatan. Jakarta. Levy, M.J. 1949. Sistem Kekerabatan Suatu Analisa Struktur dan Fungsional. Dalam Materi Kuliah Sosiologi Keluarga tahun 1976. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Mugniesyah, Siti Sugiah M. 1995. Konsep dan Analisis Jender Dalam Program Pembangunan. Pusat Studi Wanita. Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor.
116
_______. 2000. Kumpulan Materi Kuliah Dasar Komunikasi. Departemen Ilmu-
ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Mugniesyah, Siti Sugiah M, Dwi Sadono, Murdianto, dan Machfud. 2004. Studi Analisis Kebijakan Pendidikan Berwawasan Gender dalam Rangka Penyusunan Kebijakan Pendidikan Berwawasan Gender di Propoinsi Jawa Barat. Laporan Akhir Pusat Studi Wanita. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. _______. 2005. Komunikasi Gender. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. _______. 2007. Sundanese Kinship: A Case in an Upland Peasant Community in Kemang Village, West Java, Indonesia. Makalah Persentasi The Group III Workshop : Socio Economic Studies of The JPS-DGHE Core University Program antara Universitas Tokyo dan IPB. Bogor. Pearson, Judy Cornelia. 1985. Gender and Communication. Wm. C. Brown Publishers. Dubuque Lowa. Rahasthera, Widya Andharie. 2003. Hubungan Persepsi Gender Mahasiswa Dengan Pilihan Program Studi (Kasus Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama, Institut Pertanian Bogor). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Rahasthera, Widya Andharie dan Nuraini Prasodjo. 2007. Hubungan Persepsi Gender Mahasiswa Dengan Pilihan Program Studi. Makalah lokakarya ”Pengarusutamaan Gender dalam Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan menuju Kualitas Kehidupan Berkelanjutan”. Institut Pertanian Bogor. Sajogyo dan Pudjiwati Sajogyo. 1982. Sosiologi Pedesaan : Kumpulan Bacaan. Jilid 2. Gadjah Mada University Press. Jakarta. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi (editor). 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta. Surjaman, Ukun. 1962. Tempat Pemakaian Istilah Kekerabatan Klasifikasi Pada Orang Jawa dan Sunda dalam Susunan Masyarakat. Skripsi. Universitas Indonesia. Tampubolon, Lamtiur Hasianna. 1985. Sistem Kekerabatan, Sistem Pengelolaan Usaha di Sekitar Perdagangan dan Pola Migrasi : Kasus Pedagang Minangkabau di Jakarta. Skripsi. Universitas Indonesia. Wood, Julia T. 2001. Gendered Lives : Communication, Gender, and Culture. Edisi empat.. Halaman 22-30 dan 51-61. Wadsworth, a division of Thomson Learning, Inc. United States of America.
117
LAMPIRAN
118 PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN KONSEP DIRI TENTANG PERANAN GENDER Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian 2008 A
No. Responden* :
KUESIONER PROFIL RESPONDEN
Petunjuk : Mohon saudara/i mengisi identitas pribadi Anda sesuai dengan infomasi di bawah ini. Isilah dengan memberi jawaban tertulis untuk pertanyaan semi terbuka, dan isikan nomer pilihan jawaban untuk pertanyaan tertutup pada kolom jawaban yang telah tersedia.
I. IDENTITAS INDIVIDU 1. Nama 2. Jenis Kelamin 3. Tempat dan Tanggal lahir 4. No.Telp dan HP 5. Alamat Asal
1. Laki-laki
6. Lokasi Asal 7. Asrama dan No.Kamar 8. Agama
1. Desa
9. Suku Bangsa (yang Anda akui) 10. Program Studi Mayor
13. Tipe keluarga dominan dimana Anda dibesarkan 14. Pengalaman Organisasi (yang pernah atau masih Anda ikuti) (Jawaban bisa lebih dari 1)
15. Aliansi Partai Politik
xxxxx
2. Perempuan xxxxx xxxxx xxxxx
2. Kota xxxxx
1. Islam 2. Kristen Protestan 3. Katolik 4. Budha 5. Hindu 6. Lainnya ........... 1. Batak 2. Minangkabau 3. Jawa 4. Sunda 5. Tionghoa 6. Lainnya, sebutkan ............ ,alasan memilih program studi :
11. Program Studi Minor 12. Saudara Kandung, terdiri dari
Jawaban
,alasan memilih program studi :
xxxxx xxxxx
1. Hanya saudara laki-laki saja 2. Hanya saudara perempuan saja 3. Terdapat saudara perempuan dan laki-laki 4. Anak tunggal 5. Lainnya, sebutkan .................... 1. Ayah, ibu, anak (Keluarga Inti) 2. Keluarga Inti dan kakek, nenek 3. Keluarga inti dan kerabat dari pihak orang tua 4. Lainnya, sebutkan ............... 1. Osis 2. PMR/Dokter kecil/sejenis 3. Pramuka 4. DKM/sejenisnya 5. Organisasi Kesenian/sejenisnya 6. BEM/BKM 7. Himpunan Profesi, sebutkan ...................... 8. Lainnya, sebutkan .................. 1. Ya, sebutkan ............... 2. Tidak Jika Ya, status Anda dalam Partai tersebut : 1. Pengurus 2. Anggota 3. Lainnya, sebutkan .............. Jika Tidak, apakah anda simpatisan sebuah Partai : 1. Ya, sebutkan ................ 2. Tidak
II. IDENTITAS KELUARGA
Orang Tua dalam Keluarga Anda (sesuai dengan tipe keluarga pada No.13)
Kakek 16. Umur (Isikan dalam tahun) 17. Suku bangsa : 1. Batak 2. Minangkabau 3. Jawa 4. Sunda 5.Tionghoa 6. Lainnya, sebutkan .............
Nenek
Ayah
Ibu
Lainnya,.... ..................
119 II. IDENTITAS KELUARGA 18. Tingkat Pendidikan : 1. Tidak sekolah 2. SD/setara 3. SLTP/setara 4. SMU/setara 5. Diploma 6. Sarjana 19. Pekerjaan : 1. PNS 2. Guru/dosen 3. ABRI 4. Buruh 5. Swasta 6. Pedagang 7. BUMN 8. Lainnya, ............ 20. Bentuk perkawinan : 1. Monogami 2. Poligami 21. Pengalaman perkawinan orang tua semasa Anda kecil (TK-SD) : 1. Bercerai 2. Tidak cerai 3. Ayah meninggal 4. Ibu meninggal 22. Pengalaman perkawinan orang tua saat ini (SLTPsekarang) : 1. Bercerai 2. Tidak cerai 3. Ayah meninggal 4. Ibu meninggal
Kakek
Nenek
Ayah
Ibu
................
III. KONSEP DIRI Petunjuk : Dibawah ini dikemukakan karakterisitik sifat dan rentang skor 1 sampai dengan 7. 13 Beri tanda (√) pada skor yang tepat pada sifat-sifat yang Anda miliki. Keterangan : 1 : Tidak atau hampir selalu tidak benar 2 : Biasanya tidak benar 3 : Terkadang tetapi jarang benar 4 : Adakalanya benar 5 : Sering benar 6 : Biasanya benar 7 : Selalu dan hampir selalu benar Skor No. Sifat 1 2 3 4 5 6 7 1. Kompetitif/bersaing 2. Ulet 3. Ambisius 4. Mudah berteman 5. Pengertian 6. Sombong 7. Dominan 8. Berani 9. Pencemburu 10. Setia 11. Holistik 12. Rasional 13. Jujur 14. Tulus hati 15. Bertindak sebagai pemimpin 16. Serius 17. Asertif/tegas 18. Sabar 19. Kreatif 20. Tidak berpendirian tetap 21. Teliti 22. Analitis 23. Individual 24. Penolong 25. Agresif 26. Lemah-lembut 27. Kekanak-kanakan 28. Pemalu 29. Penuh kasih sayang/hangat 30. Mudah beradaptasi 13
Penyajian kuesioner dimodifikasi dari Bem Androgyny Test (http://velocity.net/~galen/androgyn.txt)
120 Nama : NRP : Kelas Sosum : Asrama dan No.Kamar : Petunjuk : Menurut Anda, domain/bidang siapakah (menurut jenis kelamin) dari Program Studi yang ada di IPB di bawah ini. Isikan 1. Laki-laki 2. Perempuan 3. Laki-laki dan Perempuan Program Sarjana IPB (Mayor-Minor) Pertanian Agronomi dan Hortikultura Arsitektur Lanskap Manajemen Sumberdaya Lahan Proteksi Tanaman Kedokteran Kedokteran Hewan/Anatomi, Hewan Fisiologi, dan Farmakologi Kedokteran Hewan/Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Kedokteran Hewan/Klinik, Reproduksi, dan Patologi Perikanan Teknologi dan Manajemen dan Ilmu Budidaya Perikanan Kelautan Ilmu dan Teknologi Kelautan Manajemen Sumberdaya Perairan Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Teknologi Hasil Perairan Peternakan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Kehutanan Teknologi Hasil Hutan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Manajemen Hutan Silvikultur Teknologi Teknologi Pangan Pertanian Teknik Pertanian Teknologi Industri Pertanian Matematika Biokimia dan IPA Kimia Fisika Meteorologi Terapan Ilmu Komputer Biologi Matematika Statistika Ekonomi Ekonomi dan Studi Pembangunan dan Manajemen Manajemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Agribisnis Ekologi Ilmu Gizi Manusia Ilmu Keluarga dan Konsumen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas
Domain
Alasan
121 Nama : NRP : Kelas Sosum : Asrama dan No.Kamar : Petunjuk : Menurut Anda, ciri-ciri apakah yang dianggap khas diperankan oleh laki-laki dan perempuan berdasarkan etnik-etnik di bawah ini, dengan memberi tanda (√). (Sebutkan etnik Anda dan isikan pada kolom lainnya, jika bukan berasal dari kelima etnik yang telah disediakan) Batak
Ciri-ciri sifat L Kompetitif/bersaing Ulet Ambisius Mudah berteman Pengertian Sombong Dominan Berani Pencemburu Setia Holistik Rasional Jujur Tulus hati Bertindak sebagai pemimpin Serius Asertif/tegas Sabar Kreatif Tidak berpendirian tetap Teliti Analitis Individual Penolong Agresif Lemah-lembut Kekanak-kanakan Pemalu Penuh kasih sayang/hangat Mudah beradaptasi
P
Minangkabau L P
Jawa L
Sunda P
L
P
Tionghoa L
P
Lainnya, ........... L P
122 PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN KONSEP DIRI TENTANG PERANAN GENDER Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian 2008 B
No. Responden* :
KUESIONER PENGALAMAN DAN PERSEPSI RESPONDEN
Nama :
NRP :
Kelas Sosum :
Asrama dan No.Kamar :
I. PENGALAMAN RESPONDEN 1. Apakah Anda pernah melakukan aktivitas-aktivitas bermain, kelompok belajar, dan kegiatan olah raga/musik di bawah ini. Isikan 1. Ya 2. Tidak Kanakkanak
Kegiatan Bermain Bermain karet Bermain kelereng Bermain congklak Bermain boneka Bermain sepeda Bermain komputer Bermain video games Bermain nintendo/Play Station ............... ............... ................ ................ ................
Dewasa ini
Kegiatan Olahraga dan Musik Jogging Senam Fitnes Bulutangkis/tenis Basket Bola Volley Pencak silat Memainkan alat musik drum Memainkan alat musik gitar/sejenis Memainkan alat musik organ/piano/sejenis ..................... ..................... .....................
Kelompok Belajar Matematika Fisika Kimia Biologi Bahasa Inggris Bahasa Indonesia Ekonomi Akutansi Kerajinan tangan dan kesenian Beragam pelajaran, sebutkan ........... ................ ................ ................
2. Dalam keluarga Anda, siapakah yang dominan/lebih sering melakukan aktivitas-aktivitas di bawah ini. Isikan 0. Tidak pernah 1. Sesekali 2. Jarang 3. Sering 4. Selalu Keterangan : A : ayah I : Ibu AL : Anak Laki-laki AP : Anak Perempuan PRT : Pembantu Rumah Tangga (PRT) Aktivitas Domestik
Produktif Organisasi
14
Memasak Mengasuh anak/adik/orang tua (anggota keluarga) 14 Menyapu rumah/pekarangan Mengepel rumah Mencuci dan menyetrika pakaian Bekerja/PNS/swasta/............ * Berdagang Buruh pertanian/pabrik* Rapat RT/RW/Kelurahan/Desa/.........* Aktivitas di Partai Kerja Bakti (Gotong Royong) Organisasi Profesi, sebutkan ............* Organisasi Kesenian, sebutkan ............*
Coret yang tidak perlu dan atau isikan titik-titik.
A
I
AL
AP
PRT
xxxxx xxxxx xxxxx xxxxx xxxxx xxxxx xxxxx xxxxx
Lainnya, sebutkan ...........
123 Kursus
*
Aktivitas Musik : 1. Gitar/sejenis 2. ............... Bahasa* : 1. Bahasa Inggris 2. ................ Privat Mata Pelajaran* 1. Matematika 2. ............. Olahraga* : 1. Berenang 2. ........... *
A
I
AL
AP
PRT
Lainnya,............
xxxxx xxxxx xxxxx
xxxxx
Coret yang tidak perlu dan atau isikan titik-titik.
3. Isilah pengalaman Anda berteman di bawah ini. Isikan 1. Anak Laki-laki 2. Anak Perempuan
3. Anak laki-laki dan perempuan
4. Tidak ada
Teman Sebaya
Jawaban
Teman sebangku di Sekolah Dasar Teman sebangku pada saat SLTP Teman sebangku pada saat SMU Teman bermain di Sekolah Dasar Teman bermain di SLTP Teman bermain di SMU Teman bermain di lingkungan rumah Sahabat/teman dekat dari kecil hingga saat ini 4. Sesuai dengan pengalaman Anda, posisi dalam kelembagaan pendidikan di bawah ini dijabat oleh? Isikan 1. Laki-laki 2. Perempuan TK Kepala sekolah Wali kelas
SD Kepala sekolah Wali kelas Guru : Agama Guru PPKN B.Indonesia B.Inggris B.Daerah Matematika IPA IPS Penjaskes Kerajinan tangan dan kesenian
Kelas 1 2 3 4 5 6
SLTP 1 Kepala sekolah Wali kelas Guru : Agama PPKN B.Indonesia B.Inggris B.Daerah Matematika Biologi Fisika Penjaskes Kerajinan tangan dan kesenian Ekonomi Geografi Sejarah
Kelas 2 3
SMU Kepala sekolah Wali kelas Guru : Agama PPKN B.Indonesia B.Inggris Matematika Kimia Biologi Fisika Ekonomi Akutansi Geografi Sejarah Sosiologi Penjaskes
Kelas 1 2 3
124 5. Sesuai dengan pengalaman Anda berorganisasi, posisi dibawah ini dijabat oleh : Isikan 1. Laki-laki 2. Perempuan 3. Laki-laki dan Perempuan Keterangan : K : Ketua WK : Wakil Ketua S : Sekretaris B : Bendahara SR : Seksi Rohani SK : Seksi Konsumsi SSB : Seksi Sosial Budaya SO : Seksi Olah raga SH : Seksi Humas Skes : Seksi Kesehatan Organisasi yang pernah diikuti Osis saat SMP Osis saat SMU PMR/Dokter Kecil/sejenis saat SD PMR saat SMP PMR saat SMU Pramuka saat SD Pramuka saat SMP Pramuka saat SMU DKM/sejenisnya Organisasi Kesenian/sejenisnya BEM/BKM Himpunan Profesi, sebutkan .............. Lainnya, sebutkan .................
K
WK
S
B
SR
SK
SSB
SO
SH
Skes
6. Siapakah tokoh guru yang dominan Anda favoritkan dan berpengaruh pada diri Anda dan bagaimana gaya kepemimpinan guru tersebut pada saat mengajar serta jelaskan alasannya. Pada kolom jenis kelamin, isikan 1. Laki-laki 2. Perempuan Pada kolom gaya kepemimpinan, isikan 1. gaya kepemimpinan guru otoriter 2. gaya kepemimpinan guru demokratis 3. gaya kepemimpinan guru bebas, cenderung masa bodoh. Kelas
SD
SLTP SMU PT
Nama Guru/Dosen
JK
Gaya Kepemimpinan
Alasan
1 2 3 4 5 6 1 2 3 1 2 3 TPB
7. Siapakah tokoh masyarakat (bidang politik/sosial/ekonomi/agama/lain sebagainya) yang Anda kagumi dan menjadi panutan/acuan Anda? (minimal 5 tokoh) Isikan jenis kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan. No. 1. 2. 3. 4. 5 6. 7. 8.
Nama
JK
Profesi
Alasan
125 8. Apa saja kategori acara dalam media massa dibawah ini yang disukai dan mempengaruhi Anda? Isikan 1. Ya 2. Tidak Kategori Acara dalam Media Massa Berita Infotainment Realiti show Kuliner Jelajah Rohani Sinetron Film laga Film fiksi Film romantis Film komedi Sains Horor/misteri Acara sport (olahraga), sebutkan ....... Acara kuis, sebutkan ........ Acara musik, sebutkan ........... Lainnya, ............
Jawaban
9. Jika Anda menikah, berasal dari latar belakang suku manakah pasangan yang Anda inginkan? Dan kemukakan alasan yang mendasarinya! (Lingkari salah satu jawaban) 1. Batak 2. Mingkabau 3. Jawa 4. Sunda 5. Tionghoa 6. Lainnya, sebutkan ............. Alasan: ......................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................................... 10. Jika Anda menikah, tingkat pendidikan pasangan Anda harus : (Lingkari salah satu jawaban) 1. Lebih tinggi dari Anda 2. Lebih rendah dari Anda 3. Setara Alasan: ......................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................................... 11. Jika Anda menikah, aktivitas-aktivitas dibawah ini seharusnya dilakukan oleh siapa : Isikan 1. Suami 2. Isteri 3. Suami dan Isteri Aktivitas Domestik Memasak Mengasuh anak/adik/orang tua (anggota keluarga) Menyapu rumah/pekarangan Mengepel rumah Mencuci dan menyetrika pakaian Produktif Bekerja/PNS/swasta/dan bidang lainnya Berdagang Buruh pertanian/pabrik Organisasi Rapat RT/RW/Kelurahan/Desa Aktivitas di Partai Kerja Bakti (Gotong Royong) Organisasi Profesi Organisasi Kesenian
Jawaban