PENANGANAN ANAK BERKESULITAN BELAJAR MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN DEVELOPMENT LEARNING SEQUENCES DI KELAS I SD NEGERI 1 BENGLE KECAMATAN WONOSEGORO TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Oleh : RATNA IDA SETYONINGSIH NIM. X 7106019
SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
i
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul “Penanganan Anak Berkesulitan Belajar Matematika Dengan Pendekatan Development Learning Sequences Di Kelas 1 SDN 1 Bengle Kecamatan Wonosegoro Tahun Pelajaran 2009/2010 (Penelitian Tindakan Kelas SDN 1 Bengle Kabupaten Boyolali)”
Oleh :
Nama : RATNA IDA SETYONINGSIH NIM
: X 7106019
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada hari
: Senin
Tanggal
: 12 Juli 2010
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Ngadino Y, M.Pd
Drs. Kartono, M.Pd
NIP.19491009 197903 1 001
NIP.19540102 197703 1 001
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “Penanganan Anak Berkesulitan Belajar Matematika Dengan Pendekatan Development Learning Sequences Di Kelas 1 SDN 1 Bengle Kecamatan Wonosegoro Tahun Pelajaran 2009/2010 (Penelitian Tindakan Kelas SDN 1 Bengle Kabupaten Boyolali)”. Oleh Nama
: RATNA IDA SETYONINGSIH
NIM
: X 7106019
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan. Pada hari
: Selasa
Tanggal
: 20 Juli 2010
Tim Penguji
Nama Terang
Tanda Tangan
Ketua
: Drs. Sukarno, M.Pd
(………………………….)
Sekretaris
: Drs. Usada, M.Pd
(………………………….)
Anggota I
: Drs. Ngadino Y, M.Pd
(………………………….)
Anggota II
: Drs. Kartono, M.Pd
(………………………….)
Disahkan oleh : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP.19600727 198702 1 001
iii
ABSTRAK
RATNA IDA SETYONINGSIH. PENANGANAN ANAK BERKESULITAN BELAJAR MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN DEVELOPMENT LEARNING SEQUENCES DI KELAS I SD NEGERI 1 BENGLE KECAMATAN WONOSEGORO TAHUN PELAJARAN 2009 / 2010. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010. Penelitian ini bertujuan meningkatkan prestasi belajar Matematika bagi anak yang berkesulitan belajar Matematika dengan menggunakan pendekatan Development Learning Sequences di kelas I SD Negeri 1 Bengle Kecamatan Wonosegoro tahun pelajaran 2009 / 2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas, sedangkan strategi yang digunakan sebanyak tiga siklus dengan langkah – langkah menyusun rencana, mengadakan tindakan, pengamatan dan mengadakan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa yang mengalami kesulitan belajar matematika di kelas I, yaitu siswa yang nilai matematikanya di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal yang ditetapkan sekolah. Teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi langsung dan data dokumen. Analisis data dengan interaktif. Dari keseluruhan siklus yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Pendekatan Development Learning Sequences dapat meningkatkan prestasi belajar Matematika bagi anak yang berkesulitan belajar di kelas I SD Negeri 1 Bengle. Setiap siklus membawa dampak yang positif ke arah penanganan anak berkesulitan belajar Matematika. Selanjutnya SD yang siswanya mengalami kesulitan belajar Matematika, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi.
iv
ABSTRACT
RATNA IDA SETYONINGSIH. THE MANAGEMENT OF MATHEMATIC LEARNING DISABLED-STUDENTS USING DEVELOPMENT LEARNING SEQUENCES APPROACH IN THE FIRST GRADE OF SD NEGERI 1 BENGLE SUB DISTRICT WONOSEGORO IN THE SCHOOL YEAR OF 2009/2010. Thesis. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University, 2010. This research aims to increase the Mathematics learning disabled-students by using Development Learning Sequences Approach in the first grade of SD Negeri 1 Bengle Sub District Wonosegoro in the School Year of 2009/2010. The method employed in this research was a classroom action research, while the strategy used was the three cycles with the following procedures: planning, acting, observing and reflecting. The subject of research were the mathematic learning disabled students in the first grade, that is, the students with mathematic value below the minimal passing criteria specified by the school. Techniques of collecting data employed were interview, direct observation and document data. Data analysis was done interactively. From all cycles that had been done, it can be concluded that the Development Learning Sequences Approach can cope with the mathematics learning disabled-students in the first grade of SD Negeri 1 Bengle Sub District Wonosegoro in the School Year of 2009/2010. Each cycle exerts the positive effect on the management of Mathematic learning disabled-students in the first grade. Furthermore, for the Elementary School the students of which encounter difficulties in learning mathematics, this research can be used as a reference.
v
MOTTO
" Harta dan anak – anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan " ( Terjemahan Al - Qur'an Surat : Al – Kahf : 46 )
" Jikalau kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenarnya niscaya Allah akan memberikan rezki kepada kalian seperti seekor burung. Pagi - pagi ia pergi dalam keadaan lapar dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang " ( Hadist Nabi, riwayat At – Tirmidzi )
vi
PERSEMBAHAN
Dengan setulus hati karya ini dipersembahkan kepada : -
Suamiku tercinta yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungannya
-
Ibuku tersayang
-
Rekan – rekan mahasiswa S1 PGSD
-
Seluruh keluarga besar SD Negeri 1 Bengle
-
Almamater
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan penelitian untuk menyusun skripsi dengan judul " PENANGANAN ANAK BERKESULITAN BELAJAR MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN DEVELOPMENT LEARNING SEQUENCES DI KELAS I SD NEGERI 1 BENGLE KECAMATAN WONOSEGORO TAHUN PELAJARAN 2009 / 2010 " Penulisan skipsi ini diajukan untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Universitas Sebelas Maret Surakarta. Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat pertolongan Allah Yang Maha Kuasa kemudian bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terimakasih kepada yang terhormat : 1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Drs. Sukarno, M.Pd selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Drs. Kartono, M.Pd selaku Ketua Program PGSD dan Pembimbing II Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Drs. Usada, M.Pd selaku Dosen PGSD Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 6. Drs. Ngadino Y, M.Pd selaku Pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 7. Suamiku atas doa, dukungan, dan motivasinya.
viii
8. Eppy, Gati, dan Umi atas kebersamaannya selama ini. 9. Semua rekan – rekan mahasiswa. 10. Keluarga besar SD Negeri 1 Bengle yang telah memberikan bantuan baik materiil maupun spirituil. 11. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu. Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan balasan yang lebih baik dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih ada kekurangan, untuk itu penulis mohon maaf. Kritik dan saran yang konstruktif akan sangat membantu dalam perbaikan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pendidikan.
Surakarta,
Penulis
ix
Juli 2010
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL..................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN...................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................
iii
HALAMAN ABSTRAK............................................................................
iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................
vii
KATA PENGANTAR ...............................................................................
viii
DAFTAR ISI..............................................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN A. .............................................................................................. Latar Belakang Masalah ..........................................................................
1
B. .............................................................................................. Perumus an Masalah .....................................................................................
3
C. .............................................................................................. Tujuan Penelitian........................................................................................
4
D. .............................................................................................. Manfaat Penelitian........................................................................................
4
BAB II LANDASAN TEORI A. .............................................................................................. Tinjauan Pustaka ...........................................................................................
5
1........................................................................................... Kesulita n Belajar Matemaika ................................................................
5
2........................................................................................... Pendekat an Development Learning Sequences ......................................
x
27
B. .............................................................................................. Penelitia n yang Relevan...............................................................................
31
C. .............................................................................................. Kerangk a Pemikiran ....................................................................................
32
D. .............................................................................................. Hipotesis ........................................................................................................
34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. .............................................................................................. Subjek dan Objek Penelitian ......................................................................
35
B. .............................................................................................. Bentuk dan Strategi Penelitian ...................................................................
37
C. .............................................................................................. Sumber Data ................................................................................................
38
D. .............................................................................................. Teknik Pengumpulan Data .........................................................................
39
E................................................................................................ Evaluasi Data ................................................................................................
41
F................................................................................................ Analisis Data ................................................................................................
42
G. .............................................................................................. Prosedur Penelitian........................................................................................
43
BAB IV HASIL PENELITIAN A. .............................................................................................. Deskrips i Lokasi dan Subjek Penelitian.......................................................
46
B. .............................................................................................. Deskrips i Permasalahan Penelitian ..............................................................
47
C. .............................................................................................. Pembaha san .................................................................................................. BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
xi
63
A. .............................................................................................. Kesimpu lan...................................................................................................
73
B. .............................................................................................. Implikasi ........................................................................................................
74
C. .............................................................................................. Saran ...................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL Tabel 4.1
Daftar Nilai Ulangan Formatif Standar Kompetensi Melakukan Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Sampai 20 Kelas I Semester I................................................................................................
48
4.2
Daftar Siswa yang mengalami kesulitan belajar Matematika.................
50
4.3
Daftar Nilai Rata-rata Kelas Ulangan Formatif Standar Kompetensi Melakukan Penjumlahan dan Pengurangan BilanganSampai 20 Kelas I Semester I................................................................................................
50
4.4
Daftar Hasil Tes Matematika Pada Siklus I............................................
55
4.5
Daftar Hasil Tes Matematika Pada Siklus II...........................................
59
4.6
Daftar Hasil Tes Matematika Pada Siklus III .........................................
62
4.7
Daftar Hasil Observasi Terhadap Guru Pada Setiap Siklus ...................
63
4.8
Daftar Hasil Observasi Terhadap Siswa Pada Setiap Siklus...................
65
4.9
Daftar Hasil Tes Matematika Pada Setiap Siklus ...................................
67
4.10 Rekapitulasi Hasil Pemantauan pada Setiap Siklus Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar Matematika di Kelas I SDN I Bengle Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali Tahun 2009/2010...........
68
4.11 Rekapitulasi Prestasi Matematika Sebelum dan Sesudah Mendapat Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Development Learning Sequences Siswa Kelas I SDN I Bengle Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali Tahun 2009/2010 ...................................................
69
4.12 Rekapitulasi Perbandingan Nilai Prestasi Matematika Sesudah Mendapat Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Development Learning Sequences Dengan Kriteria Ketuntasan Minimal Mata Pelajaran Matematika Kelas I SDN I Bengle Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali Tahun 2009/2010...........
xiii
70
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1
Grafik Daftar Nilai Ulangan Formatif Standar Kompetensi Melakukan Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Sampai 20 Kelas I Semester I ...................................................................................
49
4.2
Grafik Hasil Observasi Terhadap Guru Pada Setiap Siklus....................
65
4.3
Grafik Hasil Observasi Terhadap Siswa Pada Setiap Siklus ..................
67
4.4
Grafik Hasil Tes Matematika Pada Setiap Siklus ...................................
68
4.5
Grafik Rekapitulasi Hasil Pengamatan Siklus I...................................... 107
4.6
Grafik Rekapitulasi Hasil Pengamatan Siklus II..................................... 108
4.7
Grafik Rekapitulasi Hasil Pengamatan Siklus III ................................... 109
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran................................................................................
33
3.1
Bentuk dan Strategi Penelitian................................................................
38
3.2
Analisis Data ...........................................................................................
42
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1: Rencana Pembelajaran Siklus I ..............................................
78
Lampiran
2: Rencana Pembelajaran Siklus II.............................................
83
Lampiran
3: Rencana Pembelajaran Siklus III ...........................................
88
Lampiran
4: Observasi Terhadap Guru Siklus I .........................................
91
Lampiran
5: Observasi Terhadap Guru Siklus II ........................................
93
Lampiran
6: Observasi Terhadap Guru Siklus III.......................................
95
Lampiran
7: Hasil Kumulatif Observasi Terhadap Guru............................
97
Lampiran
8: Observasi Terhadap Siswa Siklus I ........................................
99
Lampiran
9: Observasi Terhadap Siswa Siklus II....................................... 101
Lampiran
10: Observasi Terhadap Siswa Siklus III .................................... 103
Lampiran
11: Hasil Kumulatif Observasi Terhadap Siswa ......................... 105
Lampiran
12: Rekapitulasi Hasil Pengamatan Siklus I................................. 107
Lampiran
13: Rekapitulasi Hasil Pengamatan Siklus II .............................. 108
Lampiran
14: Rekapitulasi Hasil Pengamatan siklus III.............................. 109
Lampiran
15: Soal Latihan Pada Siklus I..................................................... 110
Lampiran
16: Puisi Pada Rencana Pembelajaran Siklus II .......................... 111
Lampiran
17: Soal Latihan Pada Siklus III.................................................. 112
Lampiran
18: Hasil Ulangan Harian Siklus I .............................................. 113
Lampiran
19: Hasil Ulangan Harian Siklus II ............................................. 119
Lampiran
20: Hasil Ulangan Harian Siklus III ............................................ 125
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam aspek kehidupan manusia termasuk di dalamnya adalah aspek pendidikan. Salah satu dampak aspek positifnya adalah kita dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai belahan dunia. Meskipun demikian kita tidak mungkin mempelajari keseluruhan informasi dan pengetahuan yang ada, karena sangat banyak dan tidak semuanya kita perlukan. Oleh sebab itu, diperlukan suatu kemampuan untuk mendapatkan, memilih, dan mengolah informasi tersebut. Untuk menghadapi tantangan perkembangan teknologi informasi tersebut dituntut sumber daya yang handal dan mampu berkompetensi secara global, sehingga diperlukan keterampilan tinggi yang melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemauan bekerja sama yang efektif. Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui pelajaran Matematika. Pembelajaran merupakan bagian dari pendidikan yang diperoleh melalui jenjang pendidikan formal. Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Pendidikan sekolah dasar merupakan jenjang pendidikan yang sangat penting dan menentukan. Diibaratkan sebuah bangunan, pendidikan sekolah dasar merupakan pondasinya. Apabila pondasi sebuah bangunan tidak kuat maka bangunan tersebut tidak akan kokoh. Sasaran utama pendidikan dasar adalah memberi bekal secara maksimal tiga kemampuan dasar, yaitu meliputi kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Apabila tiga kemampuan dasar ini di sekolah dasar lemah, maka kemampuan memahami pelajaran di jenjang pendidikan yang lebih tinggi juga lemah, terutama pada pelajaran Matematika. Palling yang dikutip Mulyono Abdurrahman (2003 : 252) mengemukakan bahwa ide manusia tentang Matematika berbeda-beda, tergantung pada pengalaman dan pengetahuan masing-masing. Ada yang mengatakan bahwa
xvii 1
Matematika hanya perhitungan yang mencakup tambah, kurang, kali, dan bagi; tetapi ada pula yang melibatkan topik-topik aljabar, geometri dan trigonometri. Banyak pula yang beranggapan bahwa Matematika mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan berpikir logis. Selanjutnya, Palling mengemukaan bahwa Matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia; suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan. Berdasarkan pendapat Palling tersebut dapat disimpulkan bahwa Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang kompleks. Untuk menemukan jawaban atas setiap masalah yang dihadapinya, manusia akan menggunakan (1) informasi yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi, (2) pengetahuan tentang bilangan, bentuk, dan ukuran, (3) kemampuan untuk menghitung, dan (4) kemampuan untuk mengingat dan menggunakan hubungan-hubungan. Dalam pelaksanaan di sekolah dasar, pelajaran Matematika merupakan salah satu pelajaran yang ditakuti siswa. Hal ini dapat dilihat dari keluhan siswa yang mengatakan bahwa Matematika itu sulit dan nilai Matematika yang lebih rendah daripada mata pelajaran yang lain. Hal tersebut dikarenakan untuk memahami materi perlu adanya kejelian dalam berpikir, ketelitian dalam mengerjakan, dan waktu yang cukup untuk mengadakan latihan baik dalam jam pelajaran maupun di luar jam pelajaran. Demikian juga yang terjadi di SD Negeri 1 Bengle. Selain nilai Matematika yang selalu rendah jika dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain, mulai dari siswa kelas I sampai kelas VI. Juga banyaknya keluhan yang sering dilontarkan siswa dalam menghadapi pelajaran Matematika. Keluhan ini bahkan sampai pada tingkat ketakutan yang berlebihan. Hal ini ditandai dengan tidak masuknya siswa pada mata pelajaran Matematika yang belum dikuasainya atau dipahaminya. Hal tersebut apabila dibiarkan begitu saja tanpa ada penanganan, tentu akan berakibat fatal bagi siswa. Siswa akan semakin tersingkir dalam kelasnya dan akhirnya drop out. Imbas dari hal tersebut tentu saja akan dirasakan pula oleh guru dan sekolah.
xviii
Guru sekolah dasar dihadapkan pada sejumlah siswa yang mempunyai karakteristik dan latar belakang yang beragam, sehingga guru harus peduli dan peka dalam mengenal satu per satu siswa yang menjadi anak didiknya. Ada siswa yang super dalam prestasi belajarnya yaitu siswa yang dapat mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan yang unggul. Sebaliknya ada pula siswa yang mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar dapat diartikan suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan ini mungkin disadari dan mungkin juga tidak disadari oleh siswa yang mengalaminya. Hambatan ini dapat bersifat psikologis, sosiologis, atau fisiologis dalam keseluruhan proses belajarnya. Mengacu kenyataan di atas, maka untuk mengatasi kesulitan belajar Matematika, guru perlu menerapkan pendekatan yang tepat yaitu pendekatan Development Learning Sequences. Pendekatan Development Learning Sequences adalah pendekatan yang menekankan pada pengukuran kesiapan belajar siswa, penyediaan pengalaman dasar, dan pengajaran keterampilan Matematika prasyarat. Pendekatan ini diterapkan dengan cara mengajarkan Matematika secara konkret, menuju ke semi konkret, baru akhirnya ke abstrak. Pendekatan ini banyak dipengaruhi teori perkembangan kognitif Piaget. Mengingat kemampuan kognitif dan segala sesuatu yang terkait dengan berpikir berbeda-beda untuk tiap tahap perkembangan, maka guru harus menyesuaikan bahan pelajaran dengan tahap perkembangan anak. Ini berarti bahwa tidak ada manfaatnya mengajarkan konsep
atau
keterampilan
Matematika
sebelum
anak
mencapai
tahap
perkembangan tersebut karena tidak akan berhasil ( Mulyono Abdurrahman, 2003 : 255 ). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Apakah pendekatan Development Learning Sequences dapat meningkatkan prestasi belajar Matematika bagi siswa yang berkesulitan belajar Matematika di kelas I SD Negeri 1 Bengle Kecamatan Wonosegoro?
xix
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, dapat ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut: 1.
Meningkatkan prestasi belajar Matematika bagi siswa yang berkesulitan belajar Matematika melalui pendekatan Development Learning Sequences di kelas I SD Negeri 1 Bengle Kecamatan Wonosegoro.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a.
Memberikan sumbangan pemikiran kepada guru dalam pembelajaran khususnya pembelajaran Matematika.
b.
Dapat memberi arahan kepada guru dalam proses pembelajaran Matematika yang memperhatikan perbedaan karakteristik siswa.
c.
Dapat meningkatkan prestasi belajar Matematika bagi siswa yang berkesulitan belajar Matematika.
d.
Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran Matematika.
2. Manfaat Praktis a.
Bagi guru bermanfaat untuk mengatasi siswa berkesulitan belajar dalam pembelajaran Matematika.
b.
Bagi siswa dapat digunakan sebagai motivasi belajar supaya tidak mengalami kesulitan belajar Matematika.
c.
Bagi sekolah dapat menerapkan pendekatan Development Learning Sequences,
khususnya
untuk
mengatasi
Matematika.
xx
siswa
berkesulitan
belajar
BAB II LANDASAN TEORI
B. Tinjauan Pustaka 1. Kesulitan Belajar Matematika a. Pengertian Belajar Slameto (1995 ; 2) menyatakan bahwa belajar adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Menurut Dimyati Mahmud (1990 : 14) menyatakan bahwa belajar adalah perubahan dari dalam diri seseorang yang terjadi karena pengalaman. Dengan demikian belajar yang paling efektif adalah belajar melalui pengalaman. Demikian pula Morgan, yang dikutip oleh Ngalim Purwanto (1990 ; 102) mengemukakan bahwa “belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”. Didikemukakan oleh Witheringthon, yang dikutip oleh Ngalim Purwanto ( 1990 : 102) mendefinisikan “Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian”. James O Whittaker dalam Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004:126) menyatakan bahwa “belajar dapat didefinisikan sebagai proses di mana tingkah laku yang ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman”. Burton yang dikutip Uzer Usman (2002:5) menyatakan bahwa “ belajar berarti perubahan artinya bahwa seseorang setelah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuan, ketrampilan, maupun sikapnya. T. Raka Joni (1977:7) yang dikutip Dewa Ketut Sukardi (1997:15) menyatakan, “Belajar adalah perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh proses matangnya seseorang atau perubahan yang bersifat temporer”.
xxi 5
Dari definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan agar diperoleh perubahan tingkah laku. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan belajar adalah suatu usaha dengan melakukan latihan dalam proses belajar agar memperoleh pengalaman atau perubahan tingkah laku di dalam kepribadian yang bersifat menetap dalam jangka waktu yang lama. Dari definisi di atas, dapat dikemukakan adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu : 1) Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku. 2) Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti perubahan pada seorang bayi. 3) Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik amupun psikis, seperti : perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah, berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan ataupun sikap. b. Pengertian Kesulitan Belajar Hasan Rachjadi (1997 : 21) menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah apabila murid mengalami kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Kegagalan itu tidak dapat mencapai nilai enam, under achiever, slow learner, dan repeaters. Siswa dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan minimal dalam pelaporan tertentu, sesuai yang telah ditetapkan guru. Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya. Apabila ia diramal akan dapat mengerjakannya atau mencapai suatu prestasi, namun ternyata tidak sesuai dengan kemampuannya. Kasus siswa semacam ini dapat digolongkan
xxii
kepada siswa yang mempunyai kemampuan tetapi prestasi belajar rendah (under achiever). Siswa
dikatakan
gagal
kalau
yang
bersangkutan
tidak
dapat
mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial sesuai dengan pola organisasinya, pada fase perkembangan tertentu seperti yang berlaku pada kelompok sosial si usia yang bersangkutan. Kasus siswa yang bersangkutan dapat di golongkan kedalam lambat belajar (Slow learners). Siswa dikatakan gagal kalau yang bersangkutan tidak bermaksud mencapai tingkat penguasaan yang diperlukan sebagai kelanjutan pada tingkat pelajaran berikut. Kasus siswa semacam ini digolongkan ke dalam kelompok siswa yang harus mengulang pelajaran (repeaters). Sedangkan NJCLD (The National joint Committee for Learning Disabilities) mengemukakan definisi : Kesulitan belajar menunjuk kepada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar atau kemampuan dalam bidang studi matematika. Gangguan tersebut intrinsik dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi sistem saraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan dengan adanya kondisi lain yang mengganggu (misalnya gangguan sensoris, tuna grahita, hambatan sosial dan emosional) atau berbagai pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya, pembelajaran yang tidak tepat, faktor-faktor psikogenetik), berbagai hambatan tersebut bukan penyebab atau pengaruh langsung (Mulyono Abdurrhman, 1996 : 6). Kesulitan belajar berkenaan dengan ketidakmampuan belajar atau kemampuan belajar tidak sempurna. Wollfolk dan Mc. Cune – Nicolith dalam jurnal pendidikan nomor 2 tahun XXIV dikutip Arti Sriati (1994 : 3) berpendapat “karakteristik ketidakmampuan belajar antara lain : kekacauan dalam bahasa dan pemahaman, kekacauan dan perhitungan Matematika, kesulitan dalam pembentukan konsep dan kekacauan dalam perhatian serta konsentrasi.
xxiii
Dari definisi di atas secara singkat kesulitan belajar dapat diartikan ketidakmampuan dalam belajar yang ditandai adanya kekurangan dalam suatu atau lebih dalam bidang akademik. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kesulitan belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa lisan atau tulis. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi, seperti : gangguan persepsual, luka pada otak, disleksia (kesulitan menulis), dan afasia (kesulitan memahami kata). Batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang memiliki problema belajar yang penyebab utamanya berasal dari adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran, atau motorik, hambatan karena tuna grahita, gangguan emosional, atau karena kemiskinan, lingkungan, budaya, atau ekonomi. Hasil belajar meskipun mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, sedangkan periode pendidikan atau fase perkembangan misalnya satu tahun ajaran semester, mingguan bahkan jam pelajaran-pelajaran tertentu. Dari uraian di atas dapat dilihat gejala-gejala kesulitan belajar antara lain: 1) Menunjukkan hasil belajar rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi nilai yang dimilikinya. 2) Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yag telah dilakukan 3) Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar. 4) Menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, menentang dan sebagainya. 5) Menunjukkan tingkah laku yang berlainan seperti membolos, datang terlambat dan sebagainya. 6) Menunjukkan segala emosional yang kurang wajar, seperti pemurung, pemarah dan sebagainya.
xxiv
c. Faktor-faktor yang Menimbulkan Kesulitan Belajar Kesulitan belajar yang dialami siswa dipengaruhi beberapa faktor. Mulyono Abdurrahman (1996 : 13) menyatakan bahwa kesulitan dalam belajar yang ditunjukkan oleh hasil belajar yang rendah dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Rendahnya kemampuan intelektual anak. Ganguan perasaan atau emosi yang tidak stabil. Kurangnya motivasi untuk belajar dari orang-orang sekitarnya. Kurang matangnya anak untuk belajar. Usia yang terlalu muda dalam memasuki jenjang pendidikan. Latar belakang sosial yang tidak menunjang proses belajar. Kebiasaan belajar yang kurang baik, diantaranya belajar hanya pada waktu ada ujian. 8) Kemampuan mengingat rendah 9) Terganggu alat-alat indera. 10) Proses belajar mengajar yang sesuai dengan tingkat kemampuan anak. 11) Tidak adanya dukungan dari lingkungan belajar. Etty Kartikawati (1997 : 7) berpendapat bahwa “Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah kesulitan belajar dari dalam siswa (internal) dan faktor yang berasal dari luar siswa (eksternal)”. 1) Faktor Internal Didalam membicarakan faktor internal ini, akan dibahas menjadi tiga faktor, yaitu : a) Faktor Jasmani (1) Faktor Kesehatan Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang berpengaruh dalam belajarnya. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, mudah kantuk, badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan fungsi inderanya ataupun tubuhnya. Agar seseorang dapat belajar dengan baik seharusnya mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin.
xxv
(2) Cacat Tubuh Cacat Tubuh adalah suatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh dan badan. Cacat ini berupa : buta, tuli, patah tulang, lumpuh dan lain-lain. Keadaan cact tubuh mempengaruhi belajar, jika hal ini terjadi hendaknya siswa belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya. b) Faktor Psikologis Pada faktor psikologis, terdapat enam faktor yang mempengaruhi belajar, faktor tersebut adalah sebagai berikut : (1) Intelegensi Intelegensi itu adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis, yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan
konsep-konsep
yang
abstrak
secara
efektif,
mengetahui relasi dan mempelajari dengan cepat. (2) Perhatian Untuk menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika bahan tidak menjadi perhatiannya, maka timbulah kebosanan, sehingga ia tidak suka lagi belajar. (3) Minat Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian, karena perhatian sifatnya sementara dan belum tentu diikuti dengan perasaan senang dan dari situ diperoleh kepuasan. (4) Bakat Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau
xxvi
berlatih. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil pelajaran lebih baik karena senang belajar dan pasti selanjutnya akan lebih giat dalam belajar. (5) Motif Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik, mempunyai motif untuk berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang menunjang belajar. Motif juga dapat ditanamkan kepada siswa dengan cara memberikan latihan kebiasaan yang dipengaruhi oleh lingkungan. (6) Kematangan Kematangan adalah suatu fase/tingkat dalam pertumbuhan seseorang,
dimana
alat-alat
tubuhnya
sudah
siap
untuk
melaksanakan kecakapan baru. Jadi kemajuan baru untuk memiliki kecakapan itu tergantung kematangan dan belajar. c) Faktor Kelelahan Kelelahan pada seseorang walaupun sulit dipisahkan, dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu : (1) Kelelahan Jasmani Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. (2) Kelelahan Rohani Kelelahan rohani dapat dilihat adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu menjadi hilang. Kelelahan rohani dapat terjadi : (a) Terus menerus memikirkan masalah yang dianggap berat (b) Menghadapi hal-hal yang selalu sama tanpa variasi. (c) Mengerjakan sesuatu karena terpaksa dan tidak sesuai dengan bakat, minat.
xxvii
2) Faktor Eksternal Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap timbulnya kesulitan belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu : a) Faktor Keluarga Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa : (1) Cara Orang Tua mendidik Orang tua yang kurang atau tidak memperhatikan pendidikan anaknya, hasil yang didapat tidak memuaskan bahkan mungkin gagal. Hal ini mungkin dapat terjadi pada anak dari keluarga yang kedua orang tuanya terlalu sibuk, orang tua yang mendidik dengan cara memanjakannya sehingga menjadi anak yang nakal, benci terhadap belajar, ketakutan. (2) Suasana Rumah Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi atau kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana anak berada dan belajar. Agar dapat belajar dengan baik perlu diciptakan suasana rumah yang tenang dan tentram, selain anak senang di rumah, anak juga dapat belajar dengan baik. (3) Keadaan Ekonomi Keluarga Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin, anak akan dirundung kesedihan sehingga merasa minder yang akan mengganggu belajarnya. Sebaliknya keluarga yang kaya raya, orang tua cenderung memanjakan anak, anak hanya bersenangsenang. Akibatnya anak kurang dapat memusatkan perhatiannya kepada belajar. (4) Relasi Antara Anggota Keluarga Relasi antara anggota keluarga yang terpenting adalah relasi orang tua dengan anak, relasi anak dengan saudaranya atau dengan anggota keluarga yang lain. Agar anak tidak mengalami kesulitan belajar, maka perlu relasi yang baik dalam keluarga.
xxviii
(5) Perhatian Orang Tua Anak belajar perlu di dorong dan pengertian orang tua. Bila anak belajar jangan di ganggu dengan tugas-tugas di rumah. Kalau anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan dorongan. (6) Latar Belakang Kebudayaan Tingkat pendidikan dan kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan baik, agar mendorong semangat anak untuk belajar. b) Faktor Sekolah (1) Metode Mengajar Metode mengajar adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui di dalam mengajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka metode mengajar harus diusahakan yang efisien dan efektif. (2) Kurikulum Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan ini sebagian besar adalah menyajikan bahan
pelajaran
agar
siswa
menerima,
menguasai,
dan
mengembangkan bahan pelajaran itu. (3) Relasi Guru Dengan Siswa Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa. Proses tersebut dipengaruhi oleh relasi yang ada dalam proses itu sendiri. (4) Relasi Siswa dengan Siswa Siswa yang mempunyai sifat atau tingkah laku yang kurang menyenangkan teman lain, mempunyai rasa rendah diri atau sedang mengalami tekanan batin akan diasingkan dari kelompok akibatnya makin parah dan merasa terganggu belajarnya.
xxix
(5) Disiplin Sekolah Kedisiplinan Sekolah mencakup guru dalam mengajar, pegawai/karyawan sekolah, kepala sekolah dalam mengelola seluruh staf. Seluruh staf sekolah disiplin, akan memberi pengaruh yang positif terhadap belajarnya. Dengan demikian agar siswa belajar lebih maju, siswa harus disiplin di dalam belajar. (6) Alat Belajar Alat pelajaran yang lengkap dan tepat dapat memperlancar penerimaan pelajaran yang diberikan kepada siswa. (7) Waktu Sekolah Waktu sekolah mempengaruhi belajar siswa. Sebaiknya siswa memilih belajar di pagi hari, pikiran masi segar, jasmani dalam kondisi yang baik. Jadi memilih waktu sekolah yang tepat akan memberi pengaruh positif dalam belajar. (8) Standar Pelajaran di Atas Ukuran Guru berpendirian untuk mempertahankan wibawanya, perlu memberi pelajaran di atas ukuran standar. Akibatnya siswa merasa kurang mampu dan takut kepada guru. Apabila banyak siswa yang tidak berhasil, guru semacam ini merasa senang. (9) Keadaan Gedung Dengan jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik mereka masing-masing menuntut keadaan yang dewasa ini harus memadai dalam setiap kelas. (10) Metode Belajar Banyak siswa melakukan cara belajar yang salah. Dalam hal ini perlu pembinaan dari guru, dengan cara belajar yang tepat akan efektif pula hasil belajar siswa itu. Maka perlu belajar teratur setiap hari, dengan pembagian waktu yang baik, memilih cara belajar yang tepat dan cukup istirahat.
xxx
(11) Tugas Rumah Waktu belajar terutama di sekolah. Di rumah selain belajar maka biarlah waktu digunakan bermain. Maka diharapkan guru tidak memberi tugas rumah terlalu banyak. c) Faktor Masyarakat (1) Kegiatan Siswa dalam Masyarakat Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika kegiatan di masyarakat terlalu banyak akan mengganggu belajarnya lebih-lebih jika tidak bijaksana mengatur waktu. (2) Mass Media Mass media yang baik juga berpengaruh terhadap siswa dan juga belajarnya. Sebaliknya mass media yang jelek juga berpengaruh terhadap siswa. (3) Teman Bergaul Pengaruh-pengaruh dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya daripada yang kita duga. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya. (4) Bentuk Kegiatan Masyarakat Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Masyarakat terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar akan berpengaruh jelek kepada anak di sekitarnya jadi perlu mengusahakan lingkungan yang baik agar dapat memberi pengaruh positif kepada anak. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menimbulkan kesulitan belajar antara lain faktor-faktor pengaruh dari dalam lingkungan kita sendiri dan faktor pengaruh dari luar lingkungan kita. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan faktor penyebab kesulitan belajar adalah faktor internal dan faktor eksternal.
xxxi
d. Pengertian Matematika Sunardi (1997 : 1) menyatakan bahwa Matematika adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk bilangan beserta hubungannya. Herman Hudoyo (1998 : 1) menyatakan bahwa Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai sifat khas kalau dibandingkan dengan disiplin ilmu lain. Maka pembelajaran Matematika seyogyanya tidak disamakan begitu saja dengan ilmu yang lain. Karena peserta didik yang belajar Matematika itu pun berbeda-beda pula kemampuannya, oleh karena itu kegiatan belajar mengajar haruslah diatur sekaligus memperlihatkan kemampuan yang belajar. Lerner yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman (2003 : 252) mengemukakan bahwa simbol juga merupakan bahasa universal yang juga memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai element dan kuantitas. Palling
yang dikutip oleh Mulyono Abdurahman (2003 : 252)
menyatakan bahwa ide manusia tentang Matematika berbeda-beda, tergantung pada pengalaman dan pengetahuan masing-masing. Dari pendapat Paling dapat disimpulkan bahwa untuk menemukan jawaban atas setiap masalah yang dihadapainya, manusia akan menggunakan (1) informasi yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi; (2) pengetahuan tentang bilangan, bentuk dan ukuran; (3) kemampuan untuk menghitung, dan (4) kemampuan untuk mengingat dan menggunakan hubungan-hubungan. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Matematika adalah ilmu yang mempelajari sifat khas dibandingkan ilmu yang lain yang mempelajari tentang seluk beluk bilangan. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan Matematika adalah disiplin ilmu yang mempunyai sifat khas dibanding dengan ilmu yang lain dalam mengekspresikan hubungan kuantitatif yang memudahkan manusia berpikir dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. e. Alasan Perlunya Matematika Diajarkan di SD Cockroft, yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman (2003 : 253) mengemukakan bahwa Matematika perlu diajarkan di SD karena :
xxxii
1) Matematika selalu digunakan dalam segala segi kehidupan. 2) Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai. 3) Matematika merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas. 4) Matematika dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara. 5) Matematika dapat meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keuangan. 6) Matematika dapat memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. f. Latar Belakang Pelajaran Matematika Diajarkan di SD Latar belakang mata pelajaran Matematika diajarkan di sekolah dasar berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006 : 6) bahwa matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi madern, mempunyai peran panting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat dibidang terknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan Matematika dibidang teori bilangan, aljabar, analis, teori peluang, dan Matematika diskrit. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan Matematika yang kuat sejak dini. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola,
dan
memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Standar kompetensi dan kompetensi dasar Matematika dalam dokumen
ini
disusun
sebagai
landasan
pembelajaran
untuk
mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan Matematika
xxxiii
dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain. Pendekatan
pemecahan
masalah
merupakan
fokus
dalam
pembelajaran Matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk menin gkatkan kemampuan mememcahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model Matematika, meyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Dalam setiap kesempatan, pembelajaran Matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep Matematika. Untuk meningkatkan
keefektifan
pembelajaran,
sekolah
diharapkan
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya. g. Tujuan Pelajaran Matematika Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006:10), mata pelajaran Matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : (1.) Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. (2.) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalis, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika. (3.) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yag diperoleh. (4.) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
xxxiv
(5.) Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari Matematika , serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. h. Program Pembelajaran Matematika Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006:11), program pembelajaran Matematika kelas I semester I adalah sebagai berikut : a) Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20. (1.) Membilang banyak benda. (2.) Mengurutkan banyak benda. (3.) Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20. (4.) Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan penjumlahan dan pengurangan sampai 20. b) Menggunakan pengukuran waktu dan panjang. (1.) Menentukan waktu (pagi, siang, malam) hari dan jam (secara bulat) (2.) Menentukan lama suatu kejadian berlangsung. (3.) Mengenal panjang suatu benda melalui kalimat sehari-hari (pendek, panjang) dan membandingkan. (4.) Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan waktu dan panjang. c) Mengenal beberapa bangun ruang. (1)
Mengelompokan berbagai bangun ruang sederhana (balok, prisma, tabung, bola dan kerucut).
(2)
Menentukan urutan benda-benda ruang yang sejenis menurut besarnya.
i. Pendekatan Pembelajaran Matematika Lerner yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman (2003 : 255) menyatakan bahwa pendekatan dalam pembelajaran Matematika yang didasarkan atas teori belajar yang berbeda ada empat, yaitu : 1) Pendekatan Urutan Belajar yang Bersifat Perkembangan (Development Learning Sequences)
xxxv
Pendekatan ini menekankan pada pengukuran kesiapan belajar siswa, penyediaan pengalaman dasar, dan pengajaran keterampilan Matematika prasarat. Pendekatan ini banyak dipengaruhi teori perkembangan Kognitif Piaget. Mengingat kemampuan kognitif dan segala sesuatu yang terkait dengan berpikir berbeda-beda untuk tiap tahap perkembangan anak. Ini berarti
bahwa
tidak
ada
manfaatnya
mengajarkan
konsep
atau
keterampilan Matematika sebelum anak mencapai tahap perkembangan tersebut karena tidak akan berhasil. Teori ini juga menjelaskan perlunya pengajaran Matematika dimulai dari benda atau peristiwa konkret, menuju ke semi konkret, baru akhirnya ke yang abstrak. 2) Pendekatan Belajar Tuntas (Matery Learning) Pendekatan ini menekankan pada pengajaran Matematika melalui pembelajaran langsung (direct instruction) dan terstruktur yang diurutkan secara sistematis. 3) Pendekatan Strategi Belajar Pendekatan ini membantu siswa untuk mengembangkan strategi belajar metakognitif yang mengarahkan proses mereka dalam belajar Matematika. Siswa diajak belajar memantau pikiran sendiri dan didorong untuk mengatakan kepada diri sendiri, mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri, sebagai suatu metode untuk meningkatkan berpikir dan memproses informasi. 4) Pendekatan Pemecahan Masalah Pendekatan ini menekankan pada pengajaran untuk berfikir tentang cara memecahkan masalah dan pemrosesan informasi Matematika. Dalam menghadapi masalah Matematika, khususnya soal cerita, siswa harus melakukan analisis dan interpretasi informasi sebagai landasan untuk menentukan pilihan
dan keputusan. Dalam memecahkan masalah
Matematika, siswa harus menguasai cara mengaplikasikan konsep-konsep dan menggunakan keterampilan komputasi dalam berbagai situasi baru yang berbeda-beda.
xxxvi
j. Penilaian Dalam Pembelajaran Matematika Penilaian hasil belajar untuk mata pelajaran Matematika dapat dilakukan dalam dua jenis penilaian, yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif. Penilaian formatif dilakukan setiap akhir pokok bahasan, sedangkan penilaian sumatif dilakukan dalam beberapa pokok bahasan. Dalam rangka menambah pemahaman siswa dapat dilakukan penilaian tugas yang bisa diberikan sebagai pekerjaan rumah. Penilaian pembelajaran Matematika dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 (2006 : 8) dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi suatu pembelajaran, ada beberapa hal yang diperhatikan, yaitu : 1) Pemahaman Konsep. Siswa mampu mengidentifikasikan konsep, mengidentifikasikan dan memberi contoh atau bukan contoh dari konsep. 2) Prosedur. Siswa mampu mengenali prosedur atau proses menghitung yang benar dan tidak benar. 3) Komunikasi. Siswa mampu menyatakan dan menafsirkan gagasan Matematika secara lisan, tertulis, atau mendemonstrasikan. 4) Penalaran. Siswa mampu memberikan alasan induktif dan deduktif sederhana. 5) Pemecahan masalah. Siswa mampu memahami masalah, memilih strategi penyelesaian, dan menyelesaikan masalah. Cara lain yang sering dilakukan dalam penilaian pembelajaran Matematika adalah dengan mengadakan les atau termasuk jenis bimbingan individual dengan mengulangi pembelajaran dengan cara menanamkan kembali konsep-konsep yang belum dikuasai oleh siswa serta dapat dilakukan dengan pendekatan behavioristik. k. Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar Matematika Lerner yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman (2003 : 259) menyatakan bahwa karakteristik anak berkesulitan belajar Matematika yaitu : 1) Gangguan Hubungan Keruangan Konsep hubungan keruangan seperti atas-bawah, puncak-dasar, jauhdekat, tinggi-rendah, dan awal-akhir umumnya telah dikuasai oleh anak pada saat mereka belum masuk SD. Anak memperoleh tentang berbagai konsep hubungan ke ruangan tersebut dari pengalaman mereka dalam
xxxvii
berkomunikasi dengan lingkungan sosial mereka atau melalui berbagai permainan. 2) Abnormalitas Persepsi Visual Anak berkesulitan belajar Matematika sering mengalami kesulitan melihat berbagai objek dalam hubungannya dengan kelompok atau set. Kesulitan semacam ini merupakan dasar yang sangat penting yang memungkinkan anak dapat secara cepat mengidentifikasi jumlah objek dalam suatu kelompok. 3) Asosiasi Visual-Motor Anak berkesulitan belajar sering tidak dapat menghitung benda-benda secara berurutan sambil menyebutkan bilangannya”satu, dua, tiga, empat, lima”. Anak mungkin baru memegang benda yang ketiga tapi telah mengucapkan “lima” atau sebaliknya, telah menyentuh benda kelima tetapi baru mengucapkan “tiga”. Anak-anak semacam ini dapat memberikan kesan mereka hanya menghafal bilangan tanpa memahami makna. 4) Perseverasi Ada anak yang perhatiannya melekat pada satu objek saja dalam jangka waktu yang relatif lama. Gangguan semacam ini dinamakan perseverasi. Anak demikian mungkin pada mulanya dapat mengerjakan tugas dengan baik, tetapi lama kelamaan perhatiannya melekat pada suatu objek tertentu. 5) Kesulitan Mengenal dan Memahami Simbol Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan menggunakan simbol matematika seperti +, -, =, >, < dan sebagainya. Kesulitan semacam ini dapat disebabkan oleh adanya gangguan persepsi visual. 6) Gangguan Penghayatan Tubuh Anak berkesulitan belajar Matematika sering memperlihatkan adanya gangguan penghayatan tubuh (body image). Anak merasa sulit memahami hubungan bagian-bagian dari tubuhnya sendiri jika anak diminta untuk
xxxviii
menggambar tubuh orang misalnya, mereka akan menggambar dengan bagian-bagian tubuh yang tidak lengkap atau menempatkan tubuh pada posisi salah. Misalnya leher tidak tampak, tangan diletakkan di kepala dan sebagainya. 7) Kesulitan dalam Bahasa dan Membaca Kesulitan terhadap berbahasa berpengaruh terhadap kemampuan anak di bidang Matematika. Soal Matematika berbentuk cerita menuntut kemampuan membaca untuk memecahkannya. Oleh karena itu, anak yang mengalami membaca akan mengalami kesulitan pula dalam memecahkan soal Matematika yang berbentuk cerita tertulis. l. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Matematika Ketidak berhasilan seorang siswa dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, baik dari siswa sendiri maupun dari luar. Kesulitan belajar Matematika disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut : 8) Faktor Fisiologis Seorang siswa yang kurang keamampuannya dalam mengenali bentuk visual dan memahami sifat keruangan akan mengalami kesulitan belajar geometri. 9) Faktor Intelektual Guru perlu memperhatikan intelektual siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar. Siswa yang kurang daya abstraksi, kemampuan bernalar, kemampuan numerik serta kemampuan verbal akan mendapat kesulitan
belajar
Matematika,
sebab
kemampuan
itu
merupakan
kemampuan dasar yang mempengaruhi keberhasilan dalam belajar Matematika. 10) Faktor Paedagogik Faktor Paedagogik berperan dalam mempersiapkan siswa untuk belajar, kesulitan ini disebabkan oleh guru, misalnya : a) Guru tidak mampu mempergunakan metode yang cocok b) Bahan yang dipilih guru terlalu sukar c) Memberi motivasi yang kurang sehat, seperti hukuman.
xxxix
11) Faktor Sarana dan Cara Belajar Siswa Keterbatasan akan sarana belajar seperti literatur, alat peraga, ruang dan tempat belajar merupakan hal yang sensitif sebagai penyebab kesulitan belajar Matematika. Pada dasarnya belajar Matematika dengan baik. Dalam hal yang tidak kalah pentingnya adalah cara belajar yang benar dengan memahami bukan dengan menghafal. m. Klasifikasi Kesulitan Belajar Klasifikasi bagi anak yang berkesulitan belajar menurut Anton Sukarno (2006 : 79) harus didasarkan pada keberadaan kesenjangan berat antara kemampuan dan hasil belajar. Penentuan untuk penempatan dikaitkan pada (1) Apakah hasil yang diperoleh anak sepadan/setara dengan umurnya dan kemampuan jika diberikan pengalaman, pendidikan yang tepat; (2) Apakah anak mempunyai kesenjangan berat antara hasil belajar dan kemampuan intelektual dalam satu atau lebih dari tujuh daerah (mata pelajaran) yang berkualitas dengan keterampilan, komunikasi, kemampuan Matematika. Anak berkesulitan belajar harus ditentukan atas dasar perseorangan dan kesenjangan berat antara hasil belajar dan kemampuan intelektual pada satu atau lebih daerah sebagai berikut : (1) ekspresi lisan, (2) pendengaran komperatif, (3) ekspresi
tulisan,
(4)
keterampilan
dasar
membaca,
(5)
membaca
komprehensif, (6) kalkulasi dan pemikiran Matematika. Makna lebih jauh tentang kesenjangan berat (severy discrepancy) terbuka untuk diperdebatkan oleh para ahli, meskipun istilah berat sebagai parameter klasifikasi dalam pengukuran bukan khusus. Berapakah angka (grade level) kesenjangan antara hasil belajar dan kemampuan yang diharapkan dapat diterima, 25%, 35%, atau 50%? Dari literatur yang ada ide tentang kesenjangan tampaknya tidak ada kesepakatan tentang tingkatan (degree). Meskipun demikian , karakteristik dan klasifikasi kesulitan belajar merupakan tantangan perilaku ilmiah yang akan datang. Dari dua pendapat tadi dapat disimpulkan bahwa klasifikasi kesulitan belajar menitikberatkan pada jenis-jenis kesulitan belajar dan menekankan
xl
pada ukuran kesenjangan serta kesulitan belajar akademik pada tujuh daerah kesulitan belajar. n. Kekeliruan Umum Yang Dilakukan Oleh Anak Berkesulitan Belajar Matematika Agar dapat membantu anak berkesulitan belajar Matematika, guru perlu mengenal
beberapa
kesalahan
umum
yang
dilakukan
anak
dalam
menyelesaikan tugas-tugas dalam bidang studi Matematika. Beberapa kekeliruan tersebut menurut Lerner dalam Mulyono Abdurrahman (2003 : 262) adalah : (1.) Kekurangan pemahaman simbol Anak-anak pada umumnya tidak mengalami banyak kesulitan jika kepada mereka disajikan soal-soal seperti 4 + 3 = ……, tapi akan mengalami kesulitan jika dihadapkan pada soal-soal seperti 4 + ….. = 7, 8= ……+ 5; ….+3 = 6 atau ……- 4 = 7; atau 8 - …….. = 5. Kesulitan semacam ini umumnya karena tidak memahami simbol-simbol seperti sama dengan (=), tambah (+), kurang (-), dan sebagainya. Agar anak dapat menyelesaikan soal-soal matematika, mereka harus lebih dahulu dapat memahami simbol-simbol tersebut . (2.) Nilai tempat Ada anak yang belum memahami nilai tempat seperti satuan, puluhan, ratusan, ribuan, dan seterusnya. Ketidakpahaman tentang nilai tempat akan semakin mempersulit anak jika pada mereka dihadapkan pada lambang bilangan basis bukan sepuluh. Oleh karena itu, banyak yang menyarankan agar mata pelajaran Matematika SD lebih menekankan pada aritmatika atau berhitung yang dapat digunakan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Ketidakpahaman terhadap nilai tempat banyak diperlihatkan oleh anak-anak seperti berikut : 18
14
3
6
158
74
+
xli
Anak yang mengalami kesulitan semacam itu dapat juga karena lupa cara menghitungkan persoalan pengurangan atau penjumlahan tersusun ke bawah, sehingga kepada anak tidak cukup hanya diajak memahami nilai tempat tetapi juga diberi latihan yang cukup. (3.) Penggunaan proses yang keliru Kekeliruan dalam proses perhitungan dapat dilihat pada contoh berikut : a) Mempertukar simbol-simbol 15
15
3
3
18
12
+
b) Semua digit ditambah bersama (alogaritma yang keliru dan tidak memperlihatkan nilai tempat) 12
13
8
5
11
+
9
Anak menghitung 1 + 2 + 8 = 11 3+1+5=9 c) Bilangan
yang
besar
dikurangi
bagian
yang
kecil
tanpa
memperlihatkan nilai tempat. 12 6 14 (4.) Perhitungan Ada anak yang tidak bisa membaca tulisannya sendiri karena bentukbentuk hurufnya tidak tepat atau tidak lurus mengikuti garis. Akibatnya, anak banyak mengalami kekeliruan karena tidak mampu lagi membaca tulisannya sendiri.
xlii
2. Pendekatan Development Learning Sequences a. Pengertian Pendekatan Dalam pembelajaran terdapat dua istilah yang sering dipasangkan dengan istilah "pendekatan". Istilah tersebut adalah "metode" dan "teknik". Edward Anthony yang dikutip oleh Ambar Setyowati Sri H (2007 : 24) menjelaskan bahwa pendekatan adalah aksiomatis, menggambarkan sifat dari permasalahan utama yang akan diajarkan. Sementara itu, metode merupakan rencana keseluruhan bagi presentasi yang teratur dari material bahasa, tidak ada bagian yang bertentangan dan keseluruhannya didasarkan pada pendekatan yang tertentu. Jika pendekatan adalah aksiomatis, maka metode adalah procedural, dan dalam suatu pendekatan terdapat banyak metode. Sedangkan teknik adalah implementasi hal-hal yang sesungguhnya muncul di dalam ruang kelas. Teknik merupakan trik, atau penemuan khusus yang digunakan untuk memenuhi tujuan yang serta merta. Pada
umumnya
kata
approach
diartikan
pendekatan.
Dalam
pembelajaran, kata ini lebih tepat diartikan a way of beginning something. Jadi kalau diterjemahkan, approach adalah cara memulai sesuatu (Hairudin, 2007). Dalam hal ini, yaitu cara memulai sesuatu pengajaran Matematika. Ambar Setyowati Sri SH (2007 : 64) mengemukakan bahwa pendekatan (approach) adalah seperangkat asumsi yang saling berkaitan dengan hakekat membaca, menulis dan berhitung. Suatu pendekatan bersifat aksiomatis serta menggambarkan hakekat apa yang diajarkan. Pendekatan bersifat aksiomatis artinya bahwa kebenaran yang dikemukakan dalam asumsi-asumsi dalam pendekatan itu tidak dipersoalkan atau tidak perlu dibuktikan lagi. Dapat disimpulkan bahwa pendekatan adalah tingkatan tempat asumsi, metode adalah tingkatan tempat teori dipraktekkan, dan teknik adalah tingkatan prosedur kelas dijabarkan. Berkaitan dengan pembelajaran, sering orang menyamakan antara istilah pembelajaran dan pengajaran. Brown (2000: 7) dalam Ambar Setyowati H (2007) membedakan kedua istilah itu dengan penjelasan sebagai berikut:
xliii
Pembelajaran (learning) adalah pemerolehan pengetahuan tentang suatu hal atau keterampilan melalui belajar pengalaman; sedangkan pengajaran (teaching) adalah upaya membantu seseorang untuk belajar dan bagaimana melakukan sesuatu, memberikan pengajaran, membantu dalam menyelesaikan sesuatu, memberikan pengetahuan dan membuat seseorang menjadi mengerti. Lebih lanjut Brown (2000 : 9) dalam Ambar Setyowati H (2007) memperjelas konsep pembelajaran dengan menambahkan kata kunci yang harus diperhatikan, yaitu: (1) Pembelajaran menyangkut hal praktis, (2) Pembelajaran adalah penyimpanan informasi, (3) Pembelajaran adalah penyusunan organisasi, (4) Pembelajaran memerlukan keaktifan dan kasadaran, (5) Pembelajaran relatif permanen dan (6) Pembelajaran adalah perubahan tingkah laku. Mulyasa (2003: 100) dalam Ambar Setyowati H (2007) menjelaskan bahwa pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih
baik.
Dalam
interaksi
tersebut
banyak
sekali
faktor
yang
mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam diri individu, maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan. Menurut Moh. Uzer Usman (2005: 4) dalam Ambar Setyowati H (2007), pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian kegiatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya pembelajaran. Interaksi ini tidak hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar. Di samping itu, Imam Machfudh dan Wahyudi Siswanto (1997 : 7) dalam ambar Setyowati H (2007) menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu proses sistematis yang tiap komponennya penting sekali bagi keberhasilan belajar siswa. Lebih jauh dikatakan bahwa pembelajaran hanya berlangsung manakala usaha tertentu dibuat untuk mengubah sedemikian
xliv
makna yang luas dari pengertian mengajar. Dalam proses pembelajaran tersirat adanya kesatuan kegiatan yang terpisahkan antara siswa yang belajar dan guru yang mengajar. Antara kedua kegiatan ini terjalin interaksi yang saling menunjang. Berdasarkan pengertian pendekatan dan pengertian pembelajaran yang telah dipaparkan di atas, Ambar Setyowati Sri H (2007) menyatakan bahwa pada hakikatnya yang dimaksud dengan pendekatan pembelajaran adalah seperangkat asumsi atau pandangan guru yang diajarkan kepada siswa dalam suatu proses interaksi belajar-mengajar di kelas yang difasilitasi guru dengan baik (materi, metode, media, evaluasi) sehingga pencapaian tujuan pembelajaran dapat dicapai. Dari semua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran adalah usaha atau perbuatan dalam mengajar yang mengacu pada seperangkat asumsi yang bersifat asiomatik. b. Pendekatan Development Learning Sequences Pendekatan Development Learning Sequences banyak dipengaruhi teori perkembangan Kognitif Piaget. Hasil pikiran Piaget sampai sekarang masih menguasai ilmu yang membahas perkembangan berpikir manusia, Piagetlah satu-satunya ahli psikolagi yang mengemukakan pembahasan berpikir manusia, sehingga dapat diketahui kemampuan berpikir manusia sesuai dengan umur-umur tertentu. Piaget yang dikutip oleh Elida Prayitno (1993) menyatakan bahwa di manapun anak di seantero dunia ini, akan mengalami empat periode perkembangan berpikir, yang berlangsung dari lahir sampai dewasa. Periode-periode perkembangan itu adalah sebagai berikut : (1.) Perkembangan berpikir sensorimotorik 0-2 tahun Piaget menyebut perkembangan berpikir sensorimotorik yang dikutip oleh Elida Prayitno (1993) sebagai periode pertama, yang berlangsung dari lahir sampai dengan umur dua tahun. Periode sensorimotorik dikatakan demikian adalah karena anak memahami lingkungannya dengan melalui penginderaan (sensori) dan melalui gerakan-gerakan
xlv
(motorik). Misalnya anak akan mengerti/mengenal suatu benda dengan memperhatikan benda, menyentuhnya dan bahkan menjilatnya (2.) Perkembangan berpikir preoperasional 2-6 tahun Periode perkembangan berpikir yang penting kedua menurut piaget yang dikutip oleh Elida Prayitno (1993), disebut berpikir preoperasional. Periode ini berlangsung antara umur dua tahun sampai dengan enam tahun. Penggunaan istilah operasi di sini dimaksudkan sebagai gambaran bahwa anak telah mempergunakan aktivitas mental dalam berpikir. Misalnya anak telah dapat mengkombinasikan dan mentransformasikan berbagai informasi. Anak telah mampu mengemukakan alasan-alasan dalam mengatakan ide-idenya dan mengerti adanya hubungan sebab akibat dalam suatu peristiwa konkret, walaupun logika hubungan sebab akibat itu belum tepat. (3.) Periode berpikir konkret 7-12 tahun Periode perkembangan berpikir yang ketiga berlangsung ketika anak berusia antara tujuh sampai dengan duabelas tahun. Periode ini terjadi pada saat anak dalam usia Sekolah Dasar. Dikatakan periode berpikir konkret, karena pada periode ini anak hanya mampu berpikir dengan logika jika untuk memecahkan persoalan-persoalan yang sifatnya konkret atau nyata saja, yaitu dengan cara mengamati atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pemecahan persoalan-persoalan itu. Demikian juga dalam memahami suatu konsep, anak sangat terikat kepada proses mengalami sendiri, artinya anak mudah memahami konsep
kalau
pengertian konsep itu dapat diamati anak, atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan konsep itu. Oleh karena itu anak hanya mampu menyelesaikan masalah-masalah yang divisualkan, dan sangat sulit bagi anak untuk memahami masalah-masalah yang sifatnya verbal. (4.) Perkembangan berpikir formal Setelah anak melewati periode berpikir konkret, maka anak akan mencapai kemampuan berpikir formal yang ditandai oleh dikuasainya kemampuan-kemampuan berikut ini:
xlvi
a) Kemampuan berpikir abstrak, yaitu kemampuan menghubungkan berbagai konsep tanpa disertai peristiwa ayau benda-benda konkret. b) Kemampuan berpikir logis dengan objek-objek yang abstrak. Kemampuan ini penting dalam berpikir ilmiah. c) Kemampuan untuk mengintrospeksi diri sendiri, sehingga kesadaran diri sendiri tercapai. d) Kemampuan untuk membayangkan peranan-peranan yang diperankan sebagai orang dewasa. e) Kemampuan untuk menyadari dan memperhatikan kepentingan masyarakat dilingkungannya dan seorang dalam masyarakat tertentu. Dengan dicapainya berbagai kemampuan seperti di atas maka anak telah mencapai kemampuan berpikir sebagai orang dewasa. Dari teori di atas muncullah suatu pendekatan urutan yang bersifat pengembangan (Development Learning Sequences). Dalam pendekatan ini anak belajar sesuai dengan perkembangannya, mengingat kemampuan kognitif dan segala sesuatu yang terkait dengan berpikir berbeda-beda untuk tiap tahap perkembangan anak. Ini berarti bahwa tidak ada manfaatnya mengajarkan konsep atau keterampilan Matematika sebelum anak mencapai tahap perkembangan tersebut karena tidak akan berhasil. Teori ini juga menjelaskan perlunya pengajaran Matematika dimulai dari benda atau peristiwa konkret, menuju ke semi konkret, baru akhirnya ke yang abstrak. C. Penelitian yang Relevan Dalam bagian ini akan dikemukakan beberapa hasil penelitian yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini, yaitu : 1. Penelitian Marminah NIM X 7107512 ( 2009 ) dengan judul “Peningkatan Pemahaman Konsep Hitung Melalui Pembiasaan Mengerjakan Soal-Soal Matematika Kelas 1 SDN 1 Ngadirgo Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2008/2009”. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa pemberian
pembiasaan
mengerjakan
soal-soal
Matematika
dapat
meningkatkan pemahaman konsep hitung siswa yang rendah terutama pada penjumlahan
dan
pengurangan
dua
xlvii
angka.
Pemberian
pembiasaan
mengerjakan
soal-soal
yang
kontinyu
dan
berkesinambungan
dapat
meningkatkan pemahaman konsep hitung yang rendah pada siswa. Di samping pemahaman konsep hitung meningkat anak-anak juga lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran. 2. Penelitian Ibnu Rohmatulloh Al Hamid NIM X 7106010 ( 2009 ) dengan judul “Penggunaan Media Dekak-dekak untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa kelas 2 SD Negeri Ngombakan 02 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2008/2009”. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan media dekak-dekak dapat meningkatkan minat belajar Matematika yang rendah menjadi minat belajar Matematika yang tinggi. Penerapan ini dilaksanakan untuk meningkatkan proses pembelajaran Matematika di kelas 2 sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar Matematika. D. Kerangka Pemikiran Alur kerangka pemikiran yang ditunjukkan untuk mengarahkan jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan, maka kerangka pemikiran di atas dilukiskan dalam sebuah gambar skema agar peneliti mempunyai gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian. Skema seperti pada gambar 2.1 :
xlviii
Kondisi Awal
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Kondisi Akhir
Pembelajaran tanpa menggunakan Pendekatan Development Learning Sequences
Beberapa siswa mengalami kesulitan belajar
Penggunaan alat peraga benda konkret
Siswa mengalami peningkatan pemahaman
Penggunaan alat peraga benda representasional
Dengan gambar siswa mulai berlatih berpikir secara abstrak
Pembelajaran tanpa menggunakan alat peraga
Siswa sudah dapat memahami materi secara abstrak
Pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan Development Learning Sequences
Diduga dapat teratasinya kesulitan belajar matematika bagi siswa yang berkesulitan ditandai dengan meningkatnya prestasi belajar Matematika
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran
Dengan menggunakan pendekatan Development Learning Sequences inilah siswa yang mengalami kesulitan Matematika dapat teratasi. Dengan estimasi peningkatan pembelajaran sebagai berikut : 1. Pada kondisi awal ada 5 siswa yang mengalami kesulitan belajar Matematika yang ditandai dengan tidak tercapainya KKM yang telah ditetapkan yaitu 55. 2.
Pada siklus I dengan menggunakan benda konkret semua siswa sudah dapat mencapai KKM yang ditetapkan dengan nilai rata-rata 62.
xlix
3. Pada siklus II dengan menggunakan alat peraga benda representasional semua siswa juga mencapai KKM dengan nilai rata-rata 66. 4. Pada siklus III dengan tanpa menggunakan alat peraga semua siswa juga mencapai KKM dengan nilai rata-rata 78. Dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Development Learning Sequences diharapkan siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat lebih mudah memahami konsep dalam pembelajaran Matematika. E. Hipotesis Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut. : 1. Penerapan pendekatan Development Learning Sequences dapat meningkatkan prestasi belajar Matematika bagi siswa yang berkesulitan belajar Matematika di kelas I SD Negeri 1 Bengle.
l
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian adalah pihak-pihak yang dijadikan sebagai sampel dalam sebuah penelitian. Subjek penelitian juga membahas karakteristik subjek yang digunakan dalam penelitian. Subjek penelitian dapat terdiri dari tiga level, yaitu: 1. Makro merupakan level terkecil dari subjek penelitian, dan hanya berupa individu. 2. Meso merupakan level subjek penelitian dengan jumlah anggota lebih banyak, misal keluarga dan kelompok. 3. Makro merupakan level subjek penelitian dengan anggota yang sangat banyak, seperti masyarakat atau komunitas luas. Peran subjek penelitian adalah memberikan tanggapan dan informasi terkait data yang dibutuhkan oleh peneliti. (http://id.wikipedia.org/wiki/Subjek_penelitian, 21 Juli 2010) Subyek penelitian dalam skripsi ini adalah siswa kelas I SD Negeri I Bengle Kecamatan Wonosegoro yang mengalami kesulitan belajar Matematika. Hal ini dikarenakan peneliti adalah guru kelas I SD Negeri I Bengle Kecamatan Wonosegoro. Selain memudahkan dalam penelitian, guru sebagai peneliti sudah mengetahui latar belakang dan karakteristik siswa yang mengalami kesulitan belajar. Proses pemilihan subyek adalah dengan mengamati sumber data yang diperoleh yaitu dengan membandingkan prestasi siswa dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang telah ditetapkan di SD Negeri I Bengle tersebut dalam mata pelajaran Matematika. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat nilai ulangan formatif pada kompetensi dasar melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20. Dari sini terdapat 5 siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM yang telah ditetapkan. Dengan jumlah siswa laki-laki sebanyak 3 dan jumlah siswa perempuan sebanyak 2. Berdasarkan hal tersebut peneliti dapat 35
li
mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar matematika kelas I SD Negeri 1 Bengle. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Nopember tahun pelajaran 2009/2010. Dasar pertimbanganya adalah pada semester ini diharapkan siswa yang mengalami kesulitan belajar Matematika dapat teratasi, sehingga pada semester 2 tidak ada siswa yang mengalami kesulitan belajar Matematika. Pada akhirnya nanti prestasi belajar Matematika dapat berhasil dengan maksimal. I Wayan Santyasa (2007 : 7) menyatakan bahwa Objek penelitian dibedakan atas dua macam, yaitu (1) objek yang mencerminkan proses dan (2) objek yang mencerminkan produk. Objek yang mencerminkan proses merupakan tindakan yang dilakukan berikut perangkat-perangkat pendukungnya. Sedangkan objek yang mencerminkan produk merupakan masalah pembelajaran yang diharapkan mengalami perbaikan dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan. Tanggapan siswa cukup penting diperhitungkan sebagai objek penelitian, karena esensi penelitian tindakan kelas adalah students satisfaction. Tanggapan siswa tersebut juga dapat mencerminkan secara tidak langsung mengenai proses tindakan. Dalam penelitian ini objek penelitiannya adalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa lisan atau tulis. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi, seperti : gangguan persepsual, luka pada otak, disleksia (kesulitan menulis), dan afasia (kesulitan memahami kata). Batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang memiliki problema belajar yang penyebab utamanya berasal dari adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran, atau motorik, hambatan karena tuna grahita, gangguan emosional, atau karena kemiskinan, lingkungan, budaya, atau ekonomi. Kesulitan belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kesulitan belajar Matematika. Untuk
menangani kesulitan belajar Matematika tersebut
peneliti menggunakan pendekatan Development Learning Sequences yang
lii
merupakan pendekatan yang menekankan pada pengukuran kesiapan belajar siswa, penyediaan pengalaman dasar, dan pengajaran Matematika prasyarat. Pendekatan ini diterapkan dengan cara mengajarkan Matematika secara konkret, menuju ke semi konkret, baru akhirnya ke abstrak. Diharapkan dengan pendekatan Development Learning Sequences siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat teratasi yang ditandai dengan adanya peningkatan prestasi belajar Matematika. B. Bentuk dan Strategi Penelitian Berdasarkan masalah yang ditekankan pada proses dan makna dalam penelitian ini maka jenis penelitian dengan strategi yang dianggap terbaik untuk diterapkan adalah penelitian tindakan kelas. Karena penelitian tindakan kelas merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan untuk meningkatkan situasi praktis. Tentu penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh peneliti di sini sebagai guru ditujukan untuk meningkatkan pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Selain itu penelitian tindakan kelas bersifat adaptif dan fleksibel, agar kegiatan penelitian tindakan kelas selaras dengan situasi yang ada, karena mengingat situasi kelas yang dinamis dalam konteks kehidupan sekolah yang dinamis pula. Meskipun demikian penelitian tindakan kelas tetap mampu menjaga agar proses mengarah pada tercapainya perbaikan. Menurut Hartono dan Edy Legowo (2003 : 4) menyebutkan bahwa strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan model siklus dengan langkah-langkah menyusun perencanaan mengadakan
tindakan,
melakukan
pengamatan,
refleksi,
mengadakan
perencanaan kembali yang merupakan dasar untuk tindakan pemecahan masalah selanjutnya sampai diperoleh hasil yang mendekati kesempurnaan, kemudian divisualisasikan seperti pada gambar 3.1 berikut.
liii
Refleksi
Observasi
Rencana
Pelaksanaan
Refleksi
Rencana
Observasi
Pelaksanaan
Refleksi
Observasi
Rencana
Pelaksanaan Rekomendasi Gambar 3.1 Skema Bentuk dan Strategi Penelitian
C. Sumber Data Sumber data ada dua, yaitu: (1) Data primer dan (2) Data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diambil dari sumbernya. Data sekunder adalah data
yang
diambil
dari
hasil
mengumpulkan
(http://menulisproposal.blogspot.com/2010/03/sumber-data-dalampenelitian.html, 21 Juli 2010)
liv
orang
lain.
Data atau informasi yang penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif yaitu informasi tersebut akan digali sebagai sumber data dan jenis data yang dapat dimanfaatkan secara kualitatif dalam penelitian ini meliputi : 1. Informasi dari nara sumber yang terdiri dari siswa kelas I, guru kelas I, orang tua/wali murid kelas I SD Negeri 1 Bengle. 2. Hasil pengamatan pelaksanaan kegiatan pembelajaran adalah pembelajaran Matematika dengan menggunakan pendekatan Development Learning Sequences di kelas I. 3. Disamping hal tersebut, penulis juga menggunakan data kuantitatif yaitu arsip daftar nilai ulangan harian Matematika kelas I semester I tahun pelajaran 2009/2010 pada kompentensi dasar melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20. D. Teknik Pengumpulan Data Dalam
penelitian
kualitatif
terdapat
beberapa
teknik
dalam
mengumpulkan data, seperti yang dikemukakan Sevilla, dkk (1993 : 39) bahwa dalam pengumpulan data penelitian dalam pendidikan dapat meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Wawancara Wawancara yang digunakan bersifat lentur, tidak terstruktur ketat, tidak dalam suasana formal dan bisa dilakukan pada informan yang terdiri dari : siswa, orang tua, guru, kepala sekolah. Teknik wawancara lebih cocok digunakan dalam pendekatan survei. Pertanyaan yang efektif akan membantu pengumpulan data yang akurat. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan pada siswa kelas I SD Negeri 1 Bengle yang mengalami kesulitan belajar Matematika. Wawancara berkaitan dengan kepribadian siswa, belajar siswa di rumah dan keseharian siswa selama di rumah. Wawancara juga dilakukan dengan orang tua siswa yang mengalami kesulitan belajar Matematika. Wawancara ini dilakukan dengan cara guru mengundang orang tua siswa untuk hadir ke sekolah atau
lv
guru yang berkunjung ke rumah siswa. Hal yang ditanyakan dalam wawancara adalah tentang kepribadian anak,
keseharian anak selama di
rumah dan peran orang tua dalam membimbing anak belajar di rumah. Selain itu wawancara juga dilakukan dengan teman, guru dan kepala sekolah. Hal yang ditanyakan adalah mengenai kepribadian anak yang berkesulitan belajar Matematika dan pergaulannya selama di sekolah. 2. Observasi Observasi dalam istilah sederhana adalah proses peneliti dalam melihat situasi penelitian. Teknik ini sangat relevan digunakan dalam penelitian kelas yang meliputi pengamatan kondisi interaksi pembelajaran, tingkah laku anak dan interaksi anak dalam kelompoknya. Pengamatan dapat dilakukan secara bebas dan terstruktur. Alat yang bisa digunakan dalam pengamatan adalah lembar pengamatan, ceklist, catatan kejadian dan lain-lain. Observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah observasi berperan atau partisipatif. Observasi dilakukan secara formal di dalam kelas pada saat pembelajaran biasa dan selama proses pembelajaran Matematika dengan menggunakan pendekatan Development Learning Sequences berlangsung untuk mengamati siswa saat belajar Matematika. Selain itu observasi juga dilakukan oleh observer selama proses pembelajaran matematika dengan mengunakan pendekatan Development Learning Sequences berlangsung untuk mengamati siswa saat
belajar Matematika. Dengan adanya dua sisi
pengamatan ini diharapkan hasilnya akan lebih valid. Observasi yang dilakukan selama proses pembelajaran Matematika dengan menggunakan pendekatan Development Learning Sequences adalah (1) Observasi terhadap guru SD Negeri 1 Bengle dan (2) Observasi terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar Matematika. Hal-hal yang diamati terhadap guru selama proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Development Learning Sequences adalah bagaimana guru memulai pelajaran, mengelola kegiatan pembelajaran, mengorganisir waktu, mengorganisir siswa, mengorganisir fasilitas, Menilai proses dan hasil belajar serta mengakhiri pelajaran. Sedangkan hal-hal yang diamati terhadap siswa selama proses
lvi
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Development Learning Sequences adalah tentang kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran, motivasi siswa, kreatifitas siswa, penguasaan siswa terhadap materi yang disampaikan guru dan kepuasan siswa dalam pembelajaran. 3. Data Dokumen Data dokumen merupakan merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen,baik dokumen tertulis,gambar maupun elektronik. Dokumen yang telah diperoleh kemudian dianalisis (diurai), dibandingkan dan dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan utuh. Teknik ini akan dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari dokumen. Dokumen berupa daftar hadir siswa dam arsip kumpulan nilai yang dimiliki guru kelas I, khususnya nilai Matematika semester I tahun pelajaran 2009/2010. E. Evaluasi Data Untuk menjamin dan mengembangkan validitas data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini, teknik pengembangan validitas data yang bisa digunakan dalam penelitian kualitatif yaitu teknik trianggulasi : Trianggulasi data (sumber) yaitu mengumpulkan data yang sejenis dari sumber yang berbeda. Teknik trianggulasi data diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih tepat, sesuai keadaan siswa.Trianggulasi metode yaitu mengumpulkan data dengan metode pengumpulan data yang berbeda mengarah pada sumber data yang sama. Validitas isi merupakan validitas yang diperhitungkan melalui pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. Validitas isi terbagi menjadi dua tipe, yaitu face validity (validitas muka) dan logical validity (validitas logis). 1) Face Validity (Validitas Muka). Validitas muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikasinya karena hanya didasarkan pada penilaian selintas mengenai isi alat ukur. Apabila isi alat ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin
diukur
maka
dapat
dikatakan
validitas
muka
telah
terpenuhi.
2) Logical Validity (Validitas Logis). Validitas logis disebut juga sebagai validitas
lvii
sampling (sampling validity). Validitas tipe ini menunjuk pada sejauhmana isi alat ukur merupakan representasi dari aspek yang hendak diukur. Untuk memperoleh validitas logis yang tinggi suatu alat ukur harus dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya item yang relevan dan
perlu
menjadi
bagian
alat
ukur
secara
keseluruhan.
(http://tentangpenelitian.blogspot.com/2009/04/definisi-validitas-isi.html, 20 Juli 2010) F. Analisis Data Teknik analisis dilakukan dengan model interaktif. Mattew B. Miles dan A. Michael Huberman dalam Iskandar (2008 : 222) menyatakan langkah-langkah model interaktif seperti pada gambar 3.2. Pengumpulan Data
Sajian Data
Reduksi Data
Pemikiran Simpulan Gambar 3.2 Skema Analisis Data 1. Melakukan analisis awal, apabila data yang didapat di kelas sudah cukup, data dikumpulkan. 2. Mengembangkan bentuk sajian data, dengan menyusun coding dan matrik yang berguna untuk penelitian lanjut. 3. Melakukan analisis data di kelas dan mengembangkan matrik antar kasus.
lviii
4. Melakukan verifikasi, pengayaan
dan
penolakan
data
apabila
dalam
persiapan analisis ternyata ditemukan data yang kurang lengkap atau kurang jelas, maka perlu dilakukan pengumpulan data lagi secara terfokus. 5. Melakukan analisis antarkasus. Dikembangkan struktur sajian datanya bagi penyusunan laporan penelitian. 6. Merumuskan simpulan akhir sebagai temuan penelitian. 7. Merumuskan implikasi kebijakan sebagai bagian dari pengembangan sarana dalam laporan akhir penelitian. G. Prosedur Penelitian Berkenaan dengan pokok permasalahan yang dirumuskan dalam judul penelitian ini serta uraian masalah yang telah dirumuskan, maka jenis data yang akan dikumpulkan adalah prestasi belajar matematika. Kesulitan belajar Matematika yang dimaksud adalah kesulitan belajar dari kelompok siswa yang mengalami kesulitan belajar Matematika berdasarkan hasil belajar Matematika pada kompetensi dasar melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20 kelas I tahun pelajaran 2009/2010. Data yang diperlukan dalam penelitian ini difokuskan pada data yang menyangkut siswa yang berkesulitan belajar Matematika dan penanganannya. Data yang berkaitan dengan penanganan kesulitan belajar Matematika diperoleh dari peneliti melalui hasil pengamatan. Data dikumpulkan dengan pengamatan (observasi) pada saat
peneliti/guru melaksanakan
program
pembelajaran
Matematika dengan menggunakan pendekatan Development Learning Sequences . Oleh Karena itu informasinya berupa penampakan keadaan, suasana atau perilaku yang
direkam dalam observasi. Observasi yang digunakan adalah
observasi sistematik atau disebut juga observasi berkerangka (structured observation). Ciri pokok dari observasi sistematik adalah adanya kerangka yang memuat faktor-faktor yang telah diatur kategorinya lebih dahulu dan ciri-ciri khusus dari tiap-tiap faktor kategori tersebut. Penulis menggunakan instrumen sebagai alat pengumpul data berupa lembar observasi yang dilakukan oleh peneliti berupa lembar pertanyaan yang diisi oleh guru guna mengetahui penanganan anak berkesulitan belajar
lix
Matematika dengan menggunakan pendekatan Development Learning Sequences untuk mencapai prestasi belajar yang lebih baik. Dalam pembelajaran
penelitian
tindakan
kelas ini,
peneliti
melaksanakan
Matematika dengan menggunakan pendekatan Development
Learning Sequences dengan tujuan untuk menangani anak berkesulitan belajar Matematika. Menurut Hartono dan Edy Legowo (2003: 20) menyatakan bahwa secara singkat tindakan akan dibagi tahapan siklus, yang setiap siklus berisi 4 langkah yaitu : tahap perencanaan, tahap pelaksanaan tindakan, tahap observasi dan tahap refleksi. Siklus I a. Tahap Perencanaan Anak-anak yang berkesulitan belajar Matematika adalah anak-anak yang kurang latihan baik di sekolah maupun di rumah. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini antara lain : 1). Pengumpulan data 2). Melihat
hasil ulangan
formatif pada kompetensi dasar melakukan
penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20. 3). Menentukan
pendekatan pembelajaran Matematika yaitu pendekatan
Development Learning Sequences. b. Tahap Pelaksanaan Tindakan 1). Guru
menerapkan
prosedur
pembelajaran
dalam
pendekatan
Development Learning Sequences. 2). Siswa
belajar Matematika dengan pendekatan Development Learning
Sequences. 3). Pemberian motivasi kepada siswa c. Tahap Observasi 1). Tindakan guru memonitor siswa selama pembelajaran dan membantu siswa jika menemui kesulitan. 2). Hasil siswa dalam
pembelajaran Matematika dengan menggunakan
pendekatan Development Learning Sequences.
lx
d. Tahap Refleksi Mengadakan refleksi dan evaluasi dari kegiatan a,b,dan c yang telah dilakukan, apakah berhasil dan efektif dalam mengatasi kesulitan belajar Matematika. Demikian juga untuk siklus II, III,
dan seterusnya, sampai
anak tidak berkesulitan belajar Matematika. Setelah peneliti dapat menyimpulkan hasil penelitian tentang penanganan anak berkesulitan belajar Matematika dengan pendekatan Development Learning Sequences, maka penulis memberikan rekomendasi tentang kegiatan tersebut kepada : guru SD (khususnya guru kelas I), kepala sekolah, orang tua dan peneliti pendidikan.
lxi
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 1 Bengle Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali. Sekolah Dasar Negeri 1 Bengle Kecamatan Wonosegoro merupakan salah satu sekolah dasar di Kelurahan Bengle yang berlokasi di daerah pemukiman penduduk. Personal sekolah terdiri dari satu kepala sekolah, lima guru kelas, satu guru agama islam, dua guru wiyata bakti dan satu penjaga sekolah. Karena tidak ada guru olah raga, maka wali kelas masingmasing mengampu dalam pelajaran olah raga. Meskipun jumlah guru belum memadai akan tetapi proses belajar mengajar dapat berjalan lancar. Khusus kelas I dengan jumlah siswa 25 orang yang masih permulaan dalam belajar di Sekolah Dasar, masih mempunyai kendala yaitu ada beberapa siswa yang mengalami kesulitan dalam mata pelajaran matematika. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk mengadakan penelitian terhadap siswa kelas I tersebut. Penelitian ini melalui tindakan kelas dengan model proses bertahap dan berkelanjutan. Tindakan yang dilakukan pada setiap siklus merupakan suatu bentuk pembelajaran Matematika dengan pendekatan Development Learning Sequences yang berkelanjutan. Agar keberhasilan program pembelajaran Matematika dengan pendekatan Development Learning Sequences dapat diketahui, maka setiap tindakan diakhiri dengan evaluasi. Perencanaan tindakan disusun berdasarkan hasil penelitian, hasil observasi peneliti dan observer serta hasil refleksi guru kelas sebagai pelaku dan peneliti tindakan kelas ini. Di samping itu, peneliti mengamati waktu kegiatan belajar mengajar dengan lembar penelitian. Kegiatan pada setiap siklus adalah tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan observasi dan refleksi hasil penelitian dan seterusnya adalah tahap penyusunan laporan hasil penelitian.
lxii
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian 46 Sebelum dibuat rencana tindakan maka diadakan identifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar Matematika dengan cara membandingkan prestasi siswa dengan Kriteria Ketuntasan Minimal yang telah ditetapkan. Proses
identifikasi
siswa
yang
mengalami
kesulitan
belajar
Matematika dan melokalisasi letak kesulitan atau permasalahan dilaksanakan sebagai berikut : 1) Identifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar matematika kelas I semester I, dengan cara membandingkan prestasi siswa dengan kriteria Ketuntasan Minimal yang telah ditetapkan yaitu 55. Dari data nilai ulangan formatif pada Standar Kompetensi melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20, kelas I semester I tahun pelajaran 2009/2010 terdapat siswa yang memperoleh nilai dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal yang ditetapkan. Tabel 4.1 merupakan hasil perolehan nilai ulangan setiap siswa dibandingkan dengan Kriteria Ketuntasan Minimal. Dari tabel formatif kita dapat mengetahui kedudukan siswa dalam kelas pada mata pelajaran Matematika pada Standar Kompetensi melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20. Nilai tertinggi yang diperoleh 90 dan nilai terendah 50,0. Siswa yang mendapat nilai kurang dari kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan yaitu 55 dianggap mengalami kesulitan belajar dan memerlukan pembelajaran Matematika dengan pendekatan Development Learning Sequences.
lxiii
Tabel 4.1 : Daftar Nilai Ulangan Formatif Standar Kompetensi Melakukan Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Sampai 20 Kelas I Semester I Nilai
No urut
No Induk
Nama
1
1629
2
KKM
Keterangan
60
Ratarata 65,0
55
Tuntas
70
60
67,5
55
Tuntas
60
40
50
52,5
55
Tidak Tuntas
70
80
70
70
72,5
55
Tuntas
Doni Irawan
70
70
60
70
67,5
55
Tuntas
1649
Fahma Mafirotun Aminati
80
80
70
80
77,5
55
Tuntas
7
1650
Gilang Hidayat
70
70
60
70
67,5
55
Tuntas
8
1651
Lia Ayu Sukma Dewi
60
60
30
40
47,5
55
Tidak Tuntas
9
1652
Lina Fitasari
80
70
80
80
77,5
55
Tuntas
10
1653
Linda Puspitasari
80
80
70
80
77,5
55
Tuntas
11
1654
Liya Istianti
80
80
80
70
77,5
55
Tuntas
12
1655
Maghfira Izza Maulani
70
60
60
70
65,0
55
Tuntas
13
1656
M. Fajar Ramadhoni
90
90
90
80
87,5
55
Tuntas
14
1657
Muhammad Sulistyawan
90
80
80
90
85,0
55
Tuntas
15
1658
Niko Fadhilah
80
70
80
80
77,5
55
Tuntas
16
1659
Nurul Fajriani
60
60
40
50
52,5
55
Tidak Tuntas
17
1660
Nuryono
60
60
30
40
47,5
55
Tidak Tuntas
18
1661
Putra Karunia Sandi
60
60
40
50
52,5
55
Tidak Tuntas
19
1662
Slamet Rendianto
70
70
60
60
65,0
55
Tuntas
20
1663
Sugiyarto
80
70
80
70
75,0
55
Tuntas
21
1664
Sultoni
90
90
90
90
90,0
55
Tuntas
22
1665
Widya Wahyuni
80
80
80
80
80,0
55
Tuntas
23
1666
Yesi Saputri
70
70
70
70
70,0
55
Tuntas
24
1667
Yulia Nurul Aisyah
90
90
90
90
90,0
55
Tuntas
25
1668
Zumna Sofa Salsabilla EB
90
90
90
80
87,5
55
Tuntas
I
II
III
IV
Danil Hermawan
70
70
60
1645
Ahmad Ramadhani
70
70
3
1646
Deni Saputra
60
4
1647
Diki Siswanto
5
1648
6
lxiv
Keterangan: I – IV adalah Kompetensi Dasar dengan rincian masing-masing: I. Membilang banyak benda II. Mengurutkan banyak benda III. Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20 IV. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan penjumlahan dan pengurangan sampai 20.
Dari tabel 4.1 dapat diketahui siswa yang dianggap mengalami kesulitan belajar Matematika adalah siswa yang tidak tuntas yaitu siswa yang mendapat nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal yang telah ditetapkan. Dari grafik 6.1 dapat dilihat dengan jelas siswa-siswa yang berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal yang telah ditetapkan.
Grafik 4.1 Grafik Nilai Ulangan Formatif Standar Kompetensi Melakukan Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Sampai 20 Kelas I Semester I
lxv
Tabel 4.2 : Daftar Siswa yang Mengalami Kesulitan Belajar Matematika Nomor
Nilai
Nama
rata-rata
Urut Induk
KKM
Keterangan
3
1646
Deni Saputra
52,5
55
Tidak Tuntas
8
1651
Lia Ayu Sukma Dewi
47,5
55
Tidak Tuntas
16
1659
Nurul Fajriani
52,5
55
Tidak Tuntas
17
1660
Nuryono
47,5
55
Tidak Tuntas
18
1661
Putra Karunia Sandi
52,5
55
Tidak Tuntas
2) Melokalisasi Letak Kesulitan (Permasalahan) a) Berdasarkan
naskah
jawaban
ulangan
formatif
pada
Standar
Kompetensi melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20. Soal yang sering salah dikerjakan siswa adalah pada penjumlahan bilangan sampai 20. b) Berdasarkan nilai ulangan formatif pada kompetensi dasar melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20, memperoleh nilai rata-rata kelas terendah.
Tabel 4.3 : Daftar Nilai Rata-rata Kelas Ulangan Formatif Standar Kompetensi Melakukan Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Sampai 20 Kelas I SemesterI No
Kompetensi Dasar
Nilai rata-rata kelas
1
Membilang banyak benda
74,8
2
Mengurutkan banyak benda
73,2
3
Melakukan
penjumlahan
dan
pengurangan bilangan sampai 20
lxvi
67,6
Keterangan
4
Menyelesaikan
masalah
yang
berkaitan dengan penjumlahan
69,2
dan pengurangan sampai 20 c) Berdasarkan nilai ulangan formatif pada kompetensi dasar melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20, nilai ulangan kelima siswa yang dianggap memerlukan pembelajaran remidial adalah sebagai berikut : (1) Deni Saputra mendapat nilai 40 (2) Lia Ayu Sukma Dewi mendapat nilai 30 (3) Nurul Fajriani mendapat nilai 40 (4) Nuryono mendapat nilai 30 (5) Putra Karunia Sandi mendapat Nilai 40 d) Kesalahan yang dilakukan dalam mengerjakan soal penjumlahan sampai 20 (1) Deni Saputra 16 2 + 38
(2) Lia Ayu Sukma Dewi 16 2 + 38
(3) Nurul Fajriani 16 2 + 39
lxvii
(4) Nuryono 16 2 + 8 (5) Putra Karunia Sandi 16 2 + 36 e) Kemampuan dasar matematika yang sudah dikuasai sekarang (1) Deni Saputra -
Bilangan dan lambangnya sampai 20
-
Penjumlahan bilangan sampai 10
-
Pengurangan bilangan sampai 10
(2) Lia Ayu Sukma Dewi -
Bilangan dan lambangnya sampai 20
-
Penjumlahan bilangan sampai 10
-
Pengurangan bilangan sampai 10
(3) Nurul Fajriani -
Bilangan dan lambangnya sampai 20
-
Penjumlahan bilangan sampai 10
-
Pengurangan bilangan sampai 10
-
Waktu
(4) Nuryono -
Bilangan dan lambangnya sampai 20
-
Penjumlahan bilangan sampai 10
-
Pengurangan bilangan sampai 10
(5) Putra Karunia Sandi -
Bilangan dan lambangnya sampai 20
-
Penjumlahan bilangan sampai 10
-
Pengurangan bilangan sampai 10
-
Waktu
lxviii
2. Siklus I Dalam siklus I , tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Tahap Perencanaan Merencanakan program pembelajaran Matematika dengan pendekatan Development Learning Sequences pada tahap awal yaitu dengan menggunakan alat peraga benda-benda konkret. Dengan benda konkret diharapkan siswa dapat melihat dan meraba secara langsung. b. Tahap Pelaksanaan Tindakan Melaksanakan rencana pembelajaran Matematika dengan pendekatan Development Learning Sequences dengan cara menanamkan konsep penjumlahan dengan benda nyata agar siswa lebih mudah memahami konsep dan pembelajaran lebih bermakna. Mengajarkan penjumlahan dengan bermain sambil belajar yaitu menggunakan keranjang nilai tempat untuk menghitung jumlah dua bilangan, batu bata untuk menunjukkan puluhan dan batu kerikil untuk menunjukkan satuan. Penggunaan keranjang nilai tempat sekaligus dapat mengingatkan siswa tentang konsep nilai tersebut. Pelaksanaan pembelajarannya sebagai berikut: 16 2 + ... Caranya : 1. Guru menyiapkan 2 keranjang nilai tempat, warna biru sebagai nilai tempat puluhan dan warna merah sebagai nilai tempat satuan. 2. Siswa mengambil batu kerikil (untuk menunjukkan satuan) sebanyak 15. 3. Setiap sepuluh batu kerikil ditukar dengan satu batu bata (untuk menunjukkan puluhan). 4. Siswa memasukkan batu bata pada keranjang warna biru dan batu kerikil pada keranjang merah. 5. Siswa mengambil dua batu kerikil dan dimasukkan ke keranjang merah.
lxix
6. Siswa menghitung isi keranjang warna merah, jumlahnya ditulis pada tempat jawaban satuan. 1
6 2 +
1
8
7. siswa menghitung isi keranjang warna biru, jumlahnya ditulis pada tempat jawaban puluhan. 1
6 2 +
1
8
Selanjutnya
masing-masing siswa bermain dan belajar dengan
menggunakan media yang tersedia untuk mencari jumlah : 1 7 0 + ….
7 1 2 + ….
1 6
1 4
2 + ….
3 + ….
1 1 5 + ….
Guru memberi motivasi kepada siswa. Guru memberi soal secara individual, kemudian siswa mengerjakan dengan menggunakan media yang tersedia. Guru membimbing secara individual agar siswa dapat terlayani sesuai dengan kemampuan dan karakter siswa masing-masing. Siswa yang paling cepat menjawab soal, hasilnya ditulis di papan tulis sebagai bentuk penguatan. c. Tahap Observasi Peneliti mengamati siswa pada waktu pembelajaran Matematika dengan pendekatan Development Learning Sequences. Apakah dengan benda konkret dapat membantu siswa memahami konsep tentang penjumlahan. Berdasarkan observasi menunjukkan bahwa dengan benda konkret siswa lebih tertarik karena lebih nyata, apalagi kegiatan pembelajaran seperti permainan yang sangat sesuai dengan dunia anak. Selain itu siswa juga lebih aktif untuk
lxx
memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Guru membimbing siswa sesuai dengan kesalahan yang dilakukan dalam mengerjakan soal. Guru mengadakan evaluasi
dan
mengolah
menginterprestasikan
data
data
yang
untuk
diperoleh, menentukan
mengidentifikasi tingkap
dan
pencapaian
tindakan.Berdasarkan observasi dari observer diperoleh data sebagai berikut : 1. Observasi terhadap guru (berdasarkan lampiran 4) Pada siklus I guru belum maksimal dalam memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan pembelajaran, sehingga pengelolaan kegiatan pembelajaran juga belum maksimal. Dalam penggunaan waktu observer amati pengaturannya masih kurang, hal ini dikarenakan proses pembelajaran dilaksanakan di luar kelas. Sedangkan dalam menilai proses dan hasil pembelajaran serta dalam mengakhiri membelajaran masih belum maksimal. 2. Observasi terhadap siswa (berdasarkan lampiran 7) Pada siklus I perhatian siswa pada apersepsi guru masih belum optimal, sehingga dalam kegiatan inti siswa juga belum optimal dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada akhirnya penguasaan siswa pada tujuan pembelajaran juga belum optimal. 3. Hasil tes Matematika pada siklusI (berdasarkan lampiran 10) Pada siklus I diperoleh hasil ulangan seperti pada tabel 4.4 Tabel 4.4 : Daftar Hasil Tes Matematika Pada Siklus I No
Nama Siswa
Nilai Ulangan
1.
Deni Saputra
60
2.
Lia Ayu Sukma Dewi
60
3.
Nurul Fajriani
60
4.
Nuryono
70
5.
Putra Karunia Sandi
60
lxxi
d. Tahap Refleksi Dengan menggunakan benda konkret pada pembelajaran Matematika dengan pendekatan Development Learning Sequences, membuat siswa lebih mudah memahami konsep penjumlahan. Guru
selalu membimbing siswa
dalam bermain dan belajar dengan menggunakan benda konkret yang tersedia agar dapat mengarah pada pencapaian tujuan pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan benda konkret sangat tepat untuk penanaman konsep akan tetapi untuk melatih ketrampilan Matematika guru perlu menerapkan langkah selanjutnya dalam pendekatan Development Learning Sequences yang membuat siswa terampil Matematika khususnya penjumlahan. Nilai ulangan siswa selalu dicatat guru. Yang dipakai sebagai bahan analisis perkembangan prestasi belajar Matematika setelah diberi pembelajaran Matematika dengan pendekatan Development Learning Sequences. Dari hasil ulangan siswa, guru mengidentifikasi soal-soal yang belum dapat diselesaikan siswa. Maka guru perlu menekankan pengulangan pada soal yang belum dapat diselesaikan siswa dengan waktu yang disediakan. Guru membuat tahapan pembelajaran yang lebih memerlukan taraf berpikir yang lebih tinggi yaitu pembelajaran Matematika dengan menggunakan alat peraga representasional yaitu suatu gambar yang dapat mewakili objek nyata. Dari siklus I Deni Saputra mendapat nilai 60, Lia Ayu Sukma Dewi mendapat nilai 70, Nurul Fajriani mendapat nilai 70, Nuryono mendapat nilai 70, dan Putra Karunia Sandi mendapat nilai 70.
3. Siklus II Pada siklus II, tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Tahap Perencanaan Melanjutkan tindakan sebelumnya yaitu merencanakan menggunakan pendekatan
Development
Learning
Sequences
dalam
pembelajaran
Matematika dengan dengan menggunakan alat peraga yang representasional yaitu gambar yang dapat mewakili objek nyata.
lxxii
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan Melaksanakan rencana menggunakan pendekatan Development Learning Sequences dalam pembelajaran Matematika dengan menggunakan alat peraga yan representatif yaitu gambar yang dapat mewakili benda nyata. Diharapkan siswa akan lebih terampil dalam menjumlah bilangan walaupun siswa tidak langsung berhadapan dengan benda nyata. Pelaksanaan pembelajarannya sebagai berikut : 1 1 3 + ….
Caranya :
1. Siswa memasang gambar yang berjumlah 11 pada papan planel
2.
Siswa memasang lagi gambar yang berjumlah 3 dibawahnya.
3. Siswa disuruh menghitung gambar dan menuliskan lambang bilangannya. 1 1
3
lxxiii
4. Siswa menjumlahkan dua bilangan itu dengan cara menghitung jumlah gambar. 1 1
3
+
1 4 Dalam pelaksanaan pembelajaran siswa selalu dibimbing secara individual sesuai kesulitan dan kesalahan siswa di dalam penjumlahan dalam mengerjakan soal selalu di pantau guru dan hasil tertinggi dipasang di papan pajangan. Soal yang sulit dikerjakan oleh siswa dijelaskan lagi oleh guru sampai seluruh materi dapat dipahami siswa. c. Tahap Observasi Berdasarkan observasi menunjukkan bahwa dengan alat peraga gambar, dapat membantu siswa menghitung jumlah gambar untuk mengetahui jumlah dua bilangan. Dalam menyampaikan materi guru memberi contoh dan menjelaskan caranya, setelah itu guru membimbing siswa secara individual sesuai dengan kesalahan siswa dalam menjumlah dua bilangan. Dengan menggunakan alat peraga gambar siswa sudah mulai berlatih berpikir secara abstrak. Jadi taraf berpikir siswa dapat dikatakan sudah mengalami peningkatan ke taraf yang lebih tinggi dari sebelumnya. Selain itu siswa juga aktif dalam belajar karena penggunaan alat peraga gambar yang menarik yang sesuai dengan dunia anak-anak.
Guru mengadakan evaluasi yang sesuai
dengan pembahasan, hasilnya dinilai dan didata guru. Berdasarkan hasil yang dicapai siswa, dapat digunakan peneliti sebagai bahan untuk menganalisis perkembangan prestasi belajar siswa. Berdasarkan observasi dari observer diperoleh data sebagai berikut : 1. Observasi terhadap guru (berdasarkan lampiran 5) Pada siklus II guru sudah maksimal dalam memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan pembelajaran, akan tetapi dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran masih belum maksimal. Dalam
lxxiv
penggunaan waktu observer amati pengaturannya masih belum maksimal. Sedangkan dalam menilai proses dan hasil pembelajaran juga masih belum maksimal. Dalam mengakhiri pembelajaran observer amati sudah maksimal. 2. Observasi terhadap siswa (berdasarkan lampiran 8) Pada siklus II perhatian siswa pada apersepsi guru masih belum optimal, akan tetapi dalam kegiatan inti siswa sudah cukup optimal
dalam
mengikuti
kegiatan
pembelajaran.
Sehingga
penguasaan siswa pada tujuan pembelajaran juga belum optimal. 3. Hasil tes Matematika pada siklus II (berdasarkan lampiran 11) Pada siklus II diperoleh hasil ulangan seperti pada tabel 4.5 Tabel 4.5 : Daftar Hasil Tes Matematika Pada Siklus II No
Nama Siswa
Nilai Ulangan
1.
Deni Saputra
60
2.
Lia Ayu Sukma Dewi
70
3.
Nurul Fajriani
60
4.
Nuryono
70
5.
Putra Karunia Sandi
70
d. Tahap Refleksi Dengan alat peraga gambar dapat menjadikan setingkat lebih tinggi dalam proses berpikir siswa. Dengan gambar siswa masih perlu dibimbing dalam mengerjakan soal. Dengan gambar siswa dapat menghitung jumlah gambar, akan tetapi hal ini membutuhkan ketelitian. Sebab ada siswa yang menghitung kurang teliti yaitu ada beberapa gambar yang dilompati tidak dihitung. Di kehidupan sehari-hari untuk memudahkan dalam penjumlahan biasanya menggunakan bilangan yang diberi simbol berupa angka / lambang bilangan. Maka guru perlu melatih keterampilan siswa melakukan penjumlahan sehingga siswa dapat menerapkannya untuk memecahkan
lxxv
kesulitan dalam kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang mendasari perlunya menerapkan tahap selanjutnya pendekatan Development Learning Sequences dalam pembelajaran Matematika yaitu pembelajaran tanpa menggunakan alat peraga atau pembelajaran secara abstrak. Dari siklus II Deni Saputra mendapat nilai 70, Lia Ayu Sukma Dewi mendapat nilai 70, Nurul Fajriani mendapat nilai 70, Nuryono mendapat nilai 80, dan Putra Karunia Sandi mendapat nilai 80.
4. Siklus III Pada siklus III, tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Tahap Perencanaan Melanjutkan tindakan dari siklus II yaitu merencanakan pendekatan Development Learning Sequences dalam pembelajaran Matematika yang bersifat abstrak (tanpa menggunakan alat peraga) b. Tahap Pelaksanaan Tindakan Pada pembelajaran kali ini siswa belajar secara abstrak, tanpa bantuan peraga yang dapat dipegang dan diamati secara langsung. Pada tahap ini siswa belajar Matematika berdasarkan penalaran dan penerapan konsep yang telah dikuasai. Pelaksanaan pembelajarannya sebagai berikut: 1
5 4 + ....
Caranya : 1. Siswa menjumlahkan bilangan yang terletak pada tempat satuan yaitu bilangan yang terletak di belakang. 1
5 4
+
9
2. Siswa menjumlah bilangan yang terletak pada tempat puluhan yaitu bilangan yang terletak di depan.
lxxvi
1
5 4
1
+
9
3. Siswa menjumlahkan bahwa : 1
5 4
1
+
9 Guru memberi penguatan kepada siswa yang dapat mengerjakan soal di
papan tulis dengan benar. Siswa yang masih mengalami kesulitan selalu dibimbing guru sesuai dengan tipe kesalahan yang dialami siswa. Guru memberi motivasi dan arahan agar siswa dapat meraih nilai yang baik. Dengan pendekatan Development Learning Sequences siswa dapat menguasai materi karena siswa sudah memahami konsep dan keterampilan Matematika tersebut. Ini berarti siswa sudah mencapai tahap perkembangan tersebut, karena sebelumnya siswa telah belajar secara konkret dengan benda nyata dan semi konkret dengan bantuan gambar. c. Tahap Observasi Guru melaksanakan pendekatan Development Learning Sequences dalam pembelajaran Matematika secara abstrak sesuai dengan rencana pembelajaran. Guru dengan penuh kesabaran membimbing siswa sesuai dengan kesulitan masing-masing yang dialami siswa. Seperti biasa pembelajaran diakhiri dengan ulangan yang hasilnya dinilai dan dicatat sebagai bahan analisis perkembangan prestasi belajar Matematika siswa dalam pembelajaran
Matematika
dengan
pendekatan
Development
Learning
Sequences. Dalam pembelajaran ini siswa lebih menguasai konsep sehingga mereka merasa lebih percaya diri dan lebih aktif untuk mengerjakan soal. Guru dengan sabar selalu membimbing siswa dan mengadakan evaluasi yang sesuai dengan pembahasan. Berdasarkan observasi dari observer diperoleh data sebagai berikut :
lxxvii
1. Observasi terhadap guru (berdasarkan lampiran 6) Pada siklus III guru sudah maksimal dalam memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan pembelajaran, sehingga dalam pengelolaan
kegiatan
pembelajaran
juga
maksimal.
Dalam
penggunaan waktu observer amati pengaturannya sudah maksimal. Sedangkan dalam menilai proses dan hasil pembelajaran serta dalam mengakhiri pembelajaran observer amati juga sudah maksimal. 2. Observasi terhadap siswa (berdasarkan lampiran 9) Pada siklus III perhatian siswa pada apersepsi guru sangat optimal, sehingga dalam kegiatan inti siswa juga optimal dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada akhirnya penguasaan siswa pada tujuan pembelajaran juga sudah optimal. 3. Hasil tes Matematika pada siklus III (berdasarkan lampiran 12) Pada siklus III diperoleh hasil ulangan seperti tabel 4.6 Tabel 4.6 : Daftar Hasil Tes Matematika Pada Siklus III No
Nama Siswa
Nilai Ulangan
1.
Deni Saputra
70
2.
Lia Ayu Sukma Dewi
70
3.
Nurul Fajriani
80
4.
Nuryono
90
5.
Putra Karunia Sandi
80
d. Tahap Refleksi Hasil evaluasi pada setiap pertemuan dicatat guru sebagai analisis perkembangan prestasi belajar Matematika sehingga dapat diketahui keberhasilan
pendekatan
Development
Learning
Sequences
dalam
pembelajaran Matematika bagi siswa yang berkesulitan belajar yang telah dilaksanakan. Dari siklus III Deni Saputra mendapat nilai 80, Lia Ayu Sukma
lxxviii
Dewi mendapat nilai 80, Nurul Fajriani mendapat nilai 90, Nuryono mendapat nilai 90, dan Putra Karunia Sandi mendapat nilai 80. C. Pembahasan Tindakan guru yang dilakukan guru pada setiap pertemuan selalu dipantau. Dalam memantau tindakan tersebut, guru menggunakan lembar penelitian dan catatan sebagai alat bantu untuk melihat perkembangan kemampuan siswa dalam keterampilan Matematika serta mengamati perkembangan prestasi belajar Matematika siswa dari hasil evaluasi. Selain itu, juga untuk mengamati keberhasilan penggunaan pendekatan Development Learning Sequences dalam pembelajaran Matematika bagi siswa yang berkesulitan belajar. Guru mencatat peristiwa penting, baik tindakan guru maupun reaksi siswa atas tindakan yang diberikan kepadanya. Setelah melakukan dan menyelesaikan tindakan pada setiap siklus, catatan yang ditemukan guru dari observasi sendiri maupun teman mitra sebagai obsever, digunakan untuk merefleksikan pembelajaran dan tindakan yang dilakukan selanjutnya. Dari hasil pengamatan observer selama mengikuti penelitian mulai dari siklus I, siklus II dan siklus III diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Observasi terhadap guru Keseluruhan observasi terhadap guru pada tiap siklus dapat dilihat pada tabel 4.7 Tabel 4.7 : Daftar Hasil Observasi Terhadap Guru Pada Setiap Siklus Siklus (%) No
1.
Aspek Pengamatan I
II
III
90
90
90
50
90
90
Memulai pelajaran a. Menyampaikan bahan pengait/ apersepsi b. Memotivasi siswa untuk melibatkan dalam kegiatan pembelajaran
lxxix
2.
Mengelola kegiatan pembelajaran a. Menyampaikan bahan pelajaran
50
50
90
b. Memberi contoh
50
50
90
c. Menggunakan media pembelajaran
90
90
90
d. Memberi kesempatan kepada siswa
50
90
90
50
90
90
a. Mengatur penggunaan waktu
10
50
90
b. Mengorganisasi murid
90
90
90
c. Memanfaatkan fasilitas belajar
50
90
90
50
50
90
90
90
90
a. Menyimpulkan pelajaran
50
90
90
b. Memberikan tindak lanjut
50
90
90
Jumlah
82
1100
1260
Rata-rata
58,5
78,5
90,0
dengan ceramah
untuk aktif bertanya selama proses pembelajaran e. Memberi penguatan 3.
4.
Mengorganisir waktu, siswa, dan fasilitas
Menilai proses dan hasil belajar a. Melaksanakan penilaian selama pembelajaran berlangsung b. Melaksanakan penilaian pada akhir pembelajaran
5.
Mengakhiri pelajaran
Dari tabel 4.7 dapat dibuat grafik seperti pada grafik 4.2
lxxx
Grafik 4.2 Grafik Hasil Observasi Terhadap Guru Pada Setiap Siklus
2. Observasi terhadap siswa Keseluruahan hasil observasi terhadap murid pada setiap siklus dapat dilihat pada tabel 4.8 Tabel 4.8 :Hasil Observasi Terhadap Siswa Pada Setiap Siklus Siklus(%) No 1.
Aspek Pengamatan
I
II
III
90
90
90
50
90
90
50
50
90
90
90
90
Pendahuluan a. Apakah siswa masuk kelas tepat waktu? b. Apakah siswa menunjukkan kesiapan buku materi pelajaran dalam mengikuti pelajaran? c. Apakah siswa menunjukkan perhatian pada apersepsi dan guru?
2.
Kegiatan inti a. Apakah siswa termotivasi pada pembelajaran Matematika dengan
lxxxi
menggunakan media benda nyata? b. Apakah siswa termotivasi untuk
50
90
90
50
50
90
50
90
90
90
90
90
90
90
90
50
90
90
10
50
90
50
50
90
Jumlah
720
920
1080
Rata-rata
60,0
76,6
90,0
bekerja sama dengan temannya? c. Apakah siswa dapat menganalisa soal yang diberikan guru? d. Apakah siswa tertarik untuk mengajukan pertanyaan kepada siswa lainnya atau kepada guru? e. Apakah siswa termotivasi dengan penguatan yang diberikan guru? f. Apakah siswa memanfaatkan alat/media pembelajaran? g. Apakah siswa sudah menunjukkan kreatifitasnya dalam pembelajaran dengan media nyata? 3.
Penutup a. Apakah siswa dapat menguasai seluruh tujuan pembelajaran? b. Apakah siswa menunjukkan kepuasannya dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan media benda nyata
Dari tabel 4.8 dapat dibuat grafik seperti pada grafik 4.3
lxxxii
Grafik 4.3 Grafik Hasil Observasi Terhadap Siswa Pada Setiap Siklus
3. Hasil tes Matematika Keseluruhan hasil tes Matematika pada setiap siklus dapat dilihat pada tabel 4.9 Tabel 4.9 : Hasil Tes Matematika Pada Setiap Siklus No
Nilai Ulangan
Nama Siswa Siklus I
Siklus II
Siklus III
1.
Deni Saputra
60
60
70
2.
Lia Ayu Sukma Dewi
60
70
70
3.
Nurul Fajriani
60
60
80
4.
Nuryono
70
70
90
5.
Putra Karunia Sandi
60
70
80
Jumlah
310
330
390
Rata-rata
62
66
78
Dari tabel 4.9 dapat dibuat grafik seperti pada grafik 4.4
lxxxiii
Grafik 4.4 Grafik Hasil Tes Matematika Pada Setiap Siklus Hasil penelitian dapat dilihat dari perkembangan kemampuan siswa setelah mendapatkan pembelajaran Matematika dengan pendekatan Development Learning Sequences, serta prestasi belajar matematika siswa dalam setiap evaluasi pada akhir pembelajaran seperti tercantum dalam tabel 4.10 Tabel 4.10 : Rekapitulasi Hasil Pemantauan pada Setiap Siklus Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar Matematika di Kelas I SDN I Bengle Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali Tahun 2009/2010 Siklus
No 1
I
II
Nama
Prestas Matematika 60
2
Deni Saputra Lia Ayu Sukma Dewi
3
Nurul Fajriani
60
4
Nuryono
70
5
Putra Karunia Sandi
60
1
60
2
Deni Saputra Lia Ayu Sukma Dewi
3
Nurul Fajriani
60
4
Nuryono
70
5
Putra Karunia Sandi
70
lxxxiv
Rata-rata
60 62
70 66
1
III
70
2
Deni Saputra Lia Ayu Sukma Dewi
3
Nurul Fajriani
80
4
Nuryono
90
5
Putra Karunia Sandi
80
70 78
Dari tabel 4.10 dapat dilihat hasil pemantauan pada setiap siklus. Pada siklus I prestasi matematika kelima siswa sudah meningkat sehingga rata-rata kelompok juga meningkat yaitu 62. Pada siklus II rata-rata kelompok kembali meningkat yaitu 66. Pada siklus III prestasi masing-masing siswa meningkat, sehingga rata-rata kelompok kembali meningkat menjadi 78. Tabel 4.11 : Rekapitulasi Prestasi Matematika Sebelum dan Sesudah Mendapat Pembelajaran Matematika denganPendekatan Development Learning Sequences Siswa Kelas I SDN I Bengle Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali Tahun 2009/2010
No
1
2
3
Nama
Deni Saputra
Lia Ayu Sukma Dewi
Nurul Fajriani
Prestasi Matematika sebelum mendapat tindakan (rata-rata)
52,5
50,0
52,5
lxxxv
Prestasi Matematika sesudah mendapat tindakan (rata-rata)
Siklus
Nilai
I
60
II
60
III
70
I
60
II
70
III
70
I
60
II
60
III
80
Ratarata 63,3
66,6
66,6
4
5
Nuryono
50,0
Putra Karunia Sandi
52,5
I
70
II
70
III
90
I
60
II
70
III
80
76,6
70,0
Dari tabel 4.11 dapat dilihat prestasi Matematika sebelum dan sesudah mendapat tindakan. Dari kelima siswa yang mengalami kesulitan belajar Matematika, setelah mendapat pembelajaran Matematika dengan pendekatan Development Learning Sequences mengalami peningkatan prestasi. Tabel 4.12 : Rekapitulasi Perbandingan Nilai Prestasi Matematika Sesudah Mendapat Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Development Learning Sequences Dengan Kriteria Ketuntasan Minimal Mata Pelajaran Matematika Kelas I SDN I Bengle Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali Tahun 2009/2010 Siklus Nama
Deni Saputra
Lia Ayu Sukma Dewi
Nurul Fajriani
Nuryono
Putra Karunia Sandi
Prestasi Matematika sesudah mendapat tindakan (rata-rata) Nilai Rata-rata
I II III I II III I II III I II III I II III
60 60 70 60 70 70 60 60 80 70 70 90 60 70 80
lxxxvi
KKM
63,3
55
66,6
55
66,6
55
76,6
55
70,0
55
Dari tabel 4.12 dapat dilihat perbandingan nilai Matematika sesudah mendapat pembelajaran Matematika dengan pendekatan Developmet Learning Sequences dengan Kriteria Ketuntasan Minimal kelas I mata pelajaran Matematika tahun pelajaran 2009/2010. Nilai rata-rata yang dicapai masingmasing siswa sudah dapat memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal yang ditetapkan. Deni Saputra 63,3; Lia Ayu Sukma Dewi 66,6; Nurul Fajriani 66,6; Nuryono 76,6 dan Putra Karunia Sandi 70,0 dari Kriteria Ketuntasan Minimal yang telah ditetapkan yaitu 55. Dari tabel 4.10 dapat dilihat hasil tindakan pada setiap siklus. Pada siklus I, hasil dari penggunaan alat peraga benda nyata dalam pembelajaran remidial sudah mengalami peningkatan. Semua siswa sudah dapat memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal yang telah ditetapkan sekolah yaitu 55. Setelah dilakukan observasi dan kegiatan refleksi ditemukan bahwa dalam pembelajaran Matematika pada Kompetensi Dasar melakukan penjumlahan dan pengurangan sampai 20 dengan menggunakan media benda nyata hanya terbatas untuk menanamkan konsep penjumlahan. Berdasarkan hasil analisis dan refleksi tersebut disusun program pembelajaran melalui rencana tindakan dengan menggunakan media representasional yaitu gambar pada siklus berikutnya. Hasil observasi dan refleksi guru pada pembelajaran dengan
media
representasional, siswa dapat belajar dengan bantuan gambar. Dengan adanya gambar siswa menjadi kurang terampil dalam matematika, karena matematika banyak berhubungan dengan hal-hal yang abstrak berupa simbol-simbol. Oleh karena itu diperlukan taraf berpikir yang lebih tinggi. Berdasarkan hal tersebut maka direncanakan melaksanakan pembelajaran Matematika yang bersifat abstrak tanpa menggunakan alat peraga. Hasil observasi dan refleksi guru pada pembelajaran Matematika yang bersifat abstrak, siswa dapat menerima materi karena konsep dalam penjumlahan sudah diketahui. Dari observasi ini guru masih menemukan siswa dalam menjumlah bilangan masih dengan menggunakan bantuan jari mereka. Akan tetapi guru menyadari memang begitu pola berpikir anak, belum terlepas penuh
lxxxvii
pada hal yang bersifat konkret. Apalagi bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar Matematika. Dari keseluruhan tindakan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa guru telah mampu menangani kesulitan belajar Matematika siswa kelas I SD Negeri Bengle Kecamatan Wonosegoro dengan menggunakan pendekatan Development Learning Sequences yang ditandai dengan meningkatnya prestasi belajar Matematika bagi siswa yang berkesulitan belajar.
lxxxviii
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan Kesulitan belajar Matematika dapat diketahui dari hasil ulangan formatif siswa dalam mata pelajaran Matematika khususnya pada standar kompetensi melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20. Dari hasil ulangan formatif tersebut dapat dibandingkan dengan Kriteria Ketuntasan Minimal yang telah ditetapkan, sehingga siswa yang rata-rata hasil ulangan formatifnya di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal dapat dikatakan mengalami kesulitan belajar Matematika. Siswa yang mengalami kesulitan belajar Matematika tersebut memerlukan pembelajaran Matematika dengan pendekatan Development Learning Sequences untuk pelajari kembali materi yang belum dikuasai. Pembelajaran ini disesuaikan dengan jenis dan penyebab kesulitan belajar siswa serta lebih bersifat individual sehingga siswa dapat belajar sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Pendekatan Development Learning Sequences dalam pembelajaran Matematika bagi siswa kelas I dapat ditempuh melalui siklus-siklus sampai siswa tidak mengalami kesulitan belajar Matematika. Siklus I dilakukan melalui pembelajaran dengan bantuan alat peraga benda nyata, berlanjut ke siklus II dilakukan
melalui
pembelajaran
dengan
bantuan
alat
peraga
benda
representasional yaitu berupa gambar yang mewakili objek nyata, kemudian siklus III yang dilakukan melalui program pembelajaran yang bersifat abstrak yaitu tanpa menggunakan alat peraga. Hasil penelitian dapat disimpulkan : 1.
Penerapan pendekatan Development Learning Sequences untuk mengatasi siswa berkesulitan belajar Matematika dapat meningkatkan keaktifitasan guru dalam mengelola pembelajaran, sehingga pembelajaran dapat berlangsung secara optimal. Hal ini sesuai dengan data yang telah dicatat oleh observer dalam setiap siklusnya, yaitu pada siklus I 58,5 %, pada siklus II 78,5 %, dan pada siklus III 90, 0%.
lxxxix 73
2.
Penerapan pendekatan Development Learning Sequences untuk mengatasi siswa berkesulitan belajar Matematika dapat meningkatkan keaktifitasan siswa selama mengikuti proses pembelajaran, sehingga siswa dapat menguasai bahan ajar dan mendapat nilai yang optimal. Hal ini sesuai dengan data yang telah dicatat oleh observer dalam setiap siklusnya, yaitu pada siklus I 60,0 %, pada siklus II 76,6 %, dan pada siklus III 90, 0%.
3.
Penerapan pendekatan Development Learning Sequences dapat mengatasi siswa berkesulitan belajar Matematika yang ditandai dengan adanya peningkatan prestasi belajar siswa. Hal ini terbukti dengan perolehan nilai siswa yang keseluruhan sudah mencapai KKM yang telah ditetapkan yaitu 55. Hasil tes Matematika siswa sebelum mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Development Learning Sequences dan sesudahnya diperoleh data yaitu rata-rata nilai sebelum mendapat tindakan sebesar 51,5, pada siklus I sebesar 62,0, pada siklus II sebesar 66,0, dan pada siklus III sebesar 78,0. Dari kesimpulan penelitian dapat dikatakan bahwa guru telah mampu
menangani
anak
berkesulitan
belajar
Matematika
dengan
pendekatan
Development Learning Sequences di kelas I SD Negeri I Bengle Kecamatan Wonosegoro. Penggunaan pendekatan Development Learning Sequences ini sangat efektif dalam menangani kesulitan belajar Matematika siswa kelas I, yang ditandai dengan adanya peningkatan prestasi belajar siswa dan peningkatan keaktifitasan baik guru maupun siswa. B. Implikasi Penetapan model dan prosedur dalam penelitian ini didasarkan pada pembelajaran dalam mata pelajaran matematika untuk menangani anak berkesulitan belajar Matematika. Model yang dipakai dalam penelitian tindakan kelas ini adalah model proses, dalam satu model ditetapkan tiga proses. Siklus pertama dilakukan dengan menggunakan alat peraga benda konkret, siklus kedua dengan menggunakan alat peraga representasional dan siklus ketiga tanpa menggunakan alat peraga. Pada setiap akhir pembelajaran diadakan ulangan dan
xc
dalam setiap siklus terdapat empat langkah kegiatan, yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Sebelum melaksanakan tindakan dalam setiap siklus, perlu perencanaan serta mengacu pada keberhasilan siklus sebelumnya. Setiap siklus dianalisis perkembangan, dan dari analisis dapat diketahui perkembangan peningkatan dalam siklus pertama sampai siklus ketiga. Berdasarkan uraian dalam Bab IV, maka penelitian ini layak dipergunakan untuk membantu guru dalam menghadapi permasalahan yang sejenis. Di samping itu perlu penelitian lebih lanjut tentang upaya guru untuk mempertahankan atau menjaga dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Model ini layak digunakan dan dikembangkan oleh guru yang menghadapi permasalahan sejenis, terutama untuk mengatasi masalah penanganan anak berkesulitan belajar Matematika, yang dialami sebagian siswa. Selain itu pendekatan Development Learning Sequences layak untuk diterapkan pada setiap mata pelajaran, sehingga siswa dapat belajar secara optimal dan memperoleh hasil yang optimal pula. C. Saran Berdasarkan hasil analisis terhadap data penelitian dapat disampaikan saransaran sebagai berikut : 1.
Kepada guru sebaiknya mempersiapkan pembelajaran Matematika dengan pendekatan Development Learning Sequences yang efektif, pengembangan selanjutnya perlu dilakukan guru dengan seksama dan intensitasinya pengawasan dan arahan oleh kepala sekolah.
2.
Kepala sekolah hendaknya selalu mengembangkan kreatifitas guru dalam upaya menangani anak berkesulitan belajar Matematika.
3.
Kepada siswa hendaknya meningkatkan usaha belajar sehingga memperoleh prestasi belajar yang optimal, aktif dan kreatif dalam proses belajar mengajar.
4.
Kepada orang tua hendaknya selalu memantau prestasi anak dan membantu dalam belajar.
5.
Kepada peneliti lain hendaknya selalu berupaya menerapkan pendekatan pembelajaran yang lebih efektif dan efisien.
xci
DAFTAR PUSTAKA Ambar Setyowati Sri H. 2007. Pengaruh Pendekatan Komutatif Terhadap Keterampilan Berbicara Siswa ditinjau dari Konsep diri. Thesis. FKIP: UNS. Arti Sriati. 1994. Kesulitan Belajar Matematika pada Siswa SMA . Jurnal Kependidikan, 2, 1 – 13. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2006. Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Dirjen Dikdasmen. Dimyati Mahmud. 1990. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta Elida Prayitno. 1993. Psikologi Perkembangan. Jakarta : departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Etty
Kartikawati. 1997. Hakekat Bimbingan Pendidikan dan Kebudayaan UT.
di
SD. Jakarta ; Departemen
Hartono dan Edy Legowo, 2003. Penelitian Tindakan Departemen Pendidikan Nasional.
Kelas. Bandung :
Hasan Rachjadi. 1997. Dasar-dasar Pendidikan. Bandung : P3G Herman Hudoyo. 1998. Belajar Mengajar Matematika. Bandung : CV. Angkasa. Mulyono Abdurrahman. 1996. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. -----------------------2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta. Ngalim Purwanto. 1990. Psikologi Pendidikan Bandung : Remaja Rosdakarya. Slameto.1995. Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Krida. Jakarta : Bumi Aksara.
Suharno, Sukardi, Chotijah, HA & Pembelajaran II. Surakarta : UT.
Suwalni, S. 1995. Belajar
dan
Sunardi. 1997. Mengenal Siswa Berkesulitan Belajar. Surakarta : UNS -----------------2000. Ortopedagogik Surakarta : UNS.
Umum
xcii
II Anak
Berkesulitan
Belajar.
http://id.wikipedia.org/wiki/Subjek_penelitian /21/07/2010. Subjek Penelitian Tindakan Kelas. I Wayan Santyasa. 2007. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bagi Para Guru SMP. Singaraja :Universitas Pendidikan Ganesha. http://menulisproposal.blogspot.com/2010/03/sumber-data-dalam-penelitian.html /21/07/2010.
Sevilla, Consuelo, G. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Diterjemahkan oleh Alimuddin Tuwu. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
http://tentangpenelitian.blogspot.com/2009/04/definisi-validitas-isi.html, 20/07/2010. Iskandar. 2008. Metode dalam Penelitian. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
xciii