BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA ANAK DI KOTA TASIKMALAYA (Studi di Puskesmas Cigeureung, Cipedes, Bantarsari Kota Tasikmalaya) Oleh: Nur Lina, Lilik Hidayanti, Eti Rahmawati 1. Alumni Magister Epidemiologi Universitas Diponegoro, Semarang Angkatan 2005. 2. Alumni Magister Gizi Masyarakat Universitas Diponegoro, Semarang Angkatan 2003. 3. Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Siliwangi Angkatan 2005.
ABSTRAK Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis pada anak akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis pada anak. Desain penelitian yang digunakan yaitu Cross Sectional dengan jumlah sampel sebanyak 56. Data diperoleh dengan melakukan wawancara. Analisis data menggunakan komputer program SPSS 11.0 dengan uji statistik Chi-square. Hasil penelitian diperoleh variabel yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis pada anak yaitu status imunisasi BCG (p-value 0,010 OR = 4,385), status gizi (p-value 0,018 OR = 3,733), luas ventilasi (p-value 0,011 OR = 4,922), adanya kontak dengan penderita batuk yang lama (p-value 0,001 OR = 7,273), pengetahuan ibu tentang tuberkulosis (p-value 0,020 OR = 4,324) Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukannya pendidikan kesehatan tentang kesehatan lingkungan yang baik dan pendidikan perilaku bagi masyarakat dan hendaknya meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat khususnya tentang hal yang berkaitan dengan penyakit tuberkulosis. Kata kunci
: Tuberkulosis anak.
Daftar Pustaka
: 33 (1984 – 2006).
PENDAHULUAN WHO memperkirkan di Indonesia setiap tahunnya terjadi 550.000 kematian akibat tuberkulosis. Jumlah tuberkulosis pada anak lebih kurang 5-15 % dari seluruh penderita tuberkulosis. Diperkirakan sekitar 15 juta penderita baru dan 5 juta kematian akan terjadi diantara anak usia 5 tahun (Akbar, 1998). Setiap 1 menit ada 1 pasien tuberkulosis baru di Indonesia, setiap 2 menit akan ada 1 kasus baru tuberkulosis Basil Tahan Asam (BTA) positif, dan setiap 4 menit 1 orang akan meninggal akibat tuberkulosis di negara kita (Aditama, 2003). Urutan pertama di dunia dengan rate tuberkulosis tertinggi adalah Zimbabwe dengan angka kejadian 628/100.000 penduduk, disusul Kamboja 585/100.000 penduduk, dan Afrika Selatan 556/100.000 penduduk. Angka
kejadian TB di Indonesia adalah 271/100.000 penduduk kendati jumlah penderita per tahunnya 587.000 orang, peringkat ketiga di bawah India dengan jumlah penderita 1.820.369 orang dan China dengan 1.447.947 orang per tahun (Aditama, 2003) Setiap tahun di Jawa Barat diperkirakan terjadi sekitar 44.000 kasus baru tuberkulosis paru yang sangat menular. Pada tahun 2003 sebanyak 492 penderita tuberkulosis meninggal, dengan kata lain setiap hari ada 1 orang penderita tuberkulosis meninggal. Jumlah penderita dari tahun ke tahun yang ditemukan terus meningkat. Misalnya pada tahun 2003 hanya ditemukan 31.317 penderita sedangkan pada tahun 2004 naik menjadi 40.691 penderita. Gejala umum yang muncul pada anak penderita tuberkulosis adalah berat badan turun selama tiga bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam satu bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik, kehilangan nafsu makan dan sering muncul demam tanpa sebab yang jelas disertai keringat pada malam hari. Selain itu, terjadi pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel di daerah leher, ketiak, dan lipatan paha. Gejala lainnya hampir sama pada orang dewasa, termasuk batukbatuk lebih dari 30 hari dengan hasil rontgen menunjukkan adanya tanda cairan di dada. Tak jarang anak yang menderita tuberkulosis juga mengalami diare berulang yang tidak sembuh dengan obat diare (Nurlianti, 2006). Umumnya penderita tuberkulosis pada anak infeksi primer sering luput dari perhatian, sedangkan sampai saat ini diagnostik tuberkulosis anak masih menjadi masalah karena tanda dan gejala yang tidak spesifik, populasi basil tuberkulosis pada anak yang menderita tuberkulosis masih rendah sehingga sulit untuk mendapatkan spesimen dan masih rendahnya nilai uji diagnostik yang ada (Tobing, 2003). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis pada anak yaitu pemberian imunisasi BCG, karena akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (Baratawijaya, 2000), begitu pula dengan yang dikatakan Hiswani (2004), bahwa ststus gizi akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk tuberkulosis. Menurut Dani (2006), dalam skripsinya menyebutkan bahwa lubang ventilasi untuk semua ruangan dalam rumah harus cukup luas sehingga dapat menghasilkan udara bersih dan kenyamanan ruangan sehingga akan terjadi
pertukaran udara dengan baik. Intensitas pencahayaan yang baik di dalam rumah akan mencegah perkembang biakan kuman tuberkulosis sehingga dapat mencegah terjadinya penularan penyakit (Kusdinar, 1993). Tuberkulosis pada anak tidak terlepas hubungannya dengan penyakit tuberkulosis pada orang dewasa. Hal ini disebabkan karena penularan tuberkulosis pada anak berasal dari orang dewasa yang menderita tuberkulosis adalah batuk lebih dari 3 bulan (Depkes RI, 2002). Program penanggulangan penyakit tuberkulosis di Kota Tasikmalaya mulai dilaksanakan secara efektif pada tahun 2002 seiring dengan pembentukan pemerintahan Kota Tasikmalaya pada tahun 2001. Penemuan penderita tuberkulosis pada anak secara passive case finding berbasis Puskesmas selama tahun 2007 sebanyak 42 kasus dari 4371 orang jumlah anak kunjungan ke puskesmas di wilayah Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan faktor yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis pada anak di Kota Tasikmalaya. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, jenis penelitian adalah Explanatory yaitu yang menjelaskan variabel-variabel yang diteliti dengan pendekatan cross sectional (potong lintang) yaitu suatu penelitian yang variabelvariabelnya diamati sekaligus pada saat yang sama (Murti.B, 1997). Populasi penelitian adalah anak usia 3 bulan sampai dengan 14 tahun yang berobat ke puskesmas Bantarsari, Cigeureung, Cipedes Kota Tasikmalaya dari bulan April sampai dengan bulan September 2008 sebanyak 56 orang. Sampel penelitian merupakan total populasi. Penentuan status gizi anak berdasarkan hasil semiloka antropometri tahun 1991 dengan memakai buku rujukan WHO-NCHS dengan indeks antropometri berat badan dibagi tinggi badan, dengan nilai ambang batas bawah +1 SD untuk gizi baik, dan batas bawah ≤ -3 SD untuk gizi kurang. Langkah berikutnya ditanyakan kepada responden tingkat pendidikan dan pekerjaan responden, serta adanya penderita batuk lama yang tinggal di rumah atau sekitar anak. Selanjutnya dilaksanakan pengukuran luas lantai dan luas ventilasi di dalam rumah.
Analisis data dengan analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis Univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dari berbagai variabel yang dikaji dalam penelitian yang dilakukan.. Analisis Bivar dengan tujuan mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan uji statistik chi-square karena skala data bersifat nominal dan ordinal. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 56 anak didapatkan 25 anak positif tuberkulosis yang berarti prevalensi tuberkulosis pada anak di Kota Tasikmalaya sebesar 46,4%. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan pada umumnya responden ibu mempunyai tingkat pendidikan sampai tingkat SD sebesar 50%, mempunyai pekerjaan sebagai buruh dan ibu rumah tangga sebesar 30,4% dan tingkat pengetahuan kurang 67,9%. Sedangkan responden anak mayoritas tidak mendapatkan imunisai BCG sebesar 57,1% dan mempunyai status gizi kurang 46,4%. Faktor risiko tuberkulosis yang diteliti dalam penelitian ini adalah status imunisasi BCG, status gizi, luas ventilasi, adanya kontak dengan penderita batuk lama dan pengetahuan ibu tentang TBC. Penelitian ini dilakukan dengan kuesioner dan ceklist. Hasil penelitian dari variabel yang diteliti sebagai faktor risiko kejadian tuberkulosis pada anak di Kota Tasikmalaya, setelah dilakukan analisis dapat dibahas sebagai berikut. B. Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari variabel dependen dan independen yang terdapat pada penelitian ini. Hasil analisis univariat dapat dilihat pada tabel berikut : 1.
Prevalensi Kejadian Tuberkulosis Pada Anak Tabel 1 Distribusi Frekuensi Angka Kejadian / Prevalensi TB Paru Pada Anak di Kota Tasikmalaya Tahun 2008 Kejadian TB Paru Positif Negatif Jumlah
Frekuensi 25 31 56
Persentase (%) 44,6 55,4 100,0
Tabel 1 menunjukkan Prevalensi Tuberkulosis pada anak di Kota Tasikmalaya tahun 2008 sebesar 44,6 %. 2. Status Gizi Anak Tabel 2 Distribusi Frekuensi Anak Berdasarkan Status Gizi di Kota Tasikmalaya Tahun 2008 Status Gizi Kurang Baik Jumlah
Frekuensi 26 30 56
Persentase (%) 46,4 53,6 100,0
Tabel 2 menunjukkan bahwa status gizi responden anak sebagian besar baik sebanyak 30 orang (53,6%) dibandingkan dengan status gizi kurang. 3. Status Imunisasi Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Anak Berdasarkan Status Imunisasi BCG di Kota Tasikmalaya Tahun 2008 Status Imunisasi BCG Tidak Pernah Jumlah
Frekuensi 32 24 56
Persentase (%) 57,1 42,9 100,0
Tabel 3 menunjukkan bahwa status imunisasi responden anak sebagian besar tidak diimunisasi sebanyak 32 orang (57,1%). 4. Luas Ventilasi Tabel 4 Distribusi Frekuensi Rumah Responden Berdasarkan Luas Ventilasi di Kota Tasikmalaya Tahun 2008 Luas Ventilasi < 10 % dari luas lantai >/= 10 % dari luas lantai Jumlah
Frekuensi 37 19 56
Persentase (%) 66,1 33,9 100,0
Tabel 4 menunjukkan bahwa luas ventilasi rumah responden sebagian besar <10 % dari luas lantai sebanyak 37 orang (66,1%) dibandingkan dengan yang >10%.
5. Kontak Dengan Penderita Batuk Yang Lama Tabel 5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pernah Kontak Dengan Penderita di Kota Tasikmalaya Tahun 2008 Pernah Kontak Pernah Tidak Pernah Jumlah Tabel 5 menunjukkan sebagian besar
Frekuensi 31 25 56 responden
Persentase (%) 55,4 44,6 100,0
pernah kontak dengan
penderita sebanyak 31 anak (55,4%) dibandingkan dengan yang tidak pernah kontak. 6. Pengetahuan Responden Tabel 6 Distribusi Frekuensi Responden Ibu Berdasarkan Pengetahuan Ibu di Kota Tasikmalaya Tahun 2008 Tingkat Pengetahuan Kurang Baik Jumlah
Frekuensi 38 18 56
Persentase (%) 67,9 32,1 100,0
Tabel 6 menunjukkan sebagian besar responden ibu mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 38 orang (67,9%) dibandingkan dengan yang pengetahuan baik (32,1%) C. Analisis Bivariat 1. Hubungan Antara Status Imunisasi BCG Dengan Kejadian Tuberkulosis Pada Anak di Kota Tasikmalaya Tabel 7 Hubungan Status Imunisasi BCG Dengan Kejadian Tuberkulosis pada Anak di Kota Tasikmalaya Tahun 2008 Status Imunisasi BCG Tidak Pernah Pernah Jumlah
Kejadian TBC Positif Negatif N % N % 19 59,4 13 40,6 6 25,0 18 75,0 25 44,6 31 55,4
Jumlah N 32 24 56
% 100 100 100
P. Value
OR 95% CI
0,010
4,385 (1,371-14,021)
Tabel 7 menunjukkan bahwa pada responden anak dengan kejadian tuberkulosis positif, proporsi yang tidak pernah diimunisasi lebih besar (59,4%) dibandingkan dengan yang pernah (25,0%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,010
(p<0,05), berarti ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan kejadian tuberkulosis pada anak di Kota Tasikmalaya tahun 2008 dan OR=4,385 berarti bila anak tidak diimunisasi merupakan faktor risiko untuk terjadinya tuberkulosis
4,385 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan yang pernah
diimunisasi BCG. Pemberian imunisasi BCG akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis. Imunisasi yang terbentuk tidaklah menjamin tidak terjadinya infeksi tuberkulosis pada seseorang, namun infeksi yang terjadi tidak progresif dan tidak menimbulkan komplikasi yang berat (Baratawidjaja, 2000). Dalam sebuah penelitian kasus kontrol di Jakarta, Putrali dan kawankawan melaporkan bahwa efektifitas vaksinasi BCG untuk mencegah semua bentuk tuberkulosis mencapai 34%. Hal ini berarti imunitas yang terbentuk tidaklah mutlak mencegah infeksi tuberkulosis, namun infeksi yang terjadi, tidak progresif dan tidak menimbulkan komplikasi yang berat dan fatal terutama pada anak-anak (Baratawidjaja, 2000). Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilaporkan Dani (2006) bahwa status imunisasi BCG berhubungan dengan kejadian tuberkulosis pada anak, dengan nilai p=0,03. 2. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kejadian Tuberkolosis Pada Anak di Kota Tasikmalaya Tabel 8 Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Tuberkulosis pada Anak di Kota Tasikmalaya Tahun 2008 Status Gizi
Kurang Baik
Kejadian TBC Positif Negatif N % N % 16 61,5 10 38,5 9 30,0 21 70,0
N 26 30
% 100 100
Jumlah
25
56
100
44,6
31
55,4
Jumlah
P. Value
OR 95% CI
0,018
3,733 (1,229-11,338)
Tabel 8 menunjukkan bahwa pada responden anak dengan kejadian tuberkulosis positif, proporsi
yang status gizi kurang lebih besar (61,5%)
dibandingkan dengan yang status gizi baik (30,0%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,018 (p<0,05), berarti ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian tuberkulosis pada anak di Kota Tasikmalaya tahun 2008 dan
nilai OR=3,733 berarti status gizi kurang merupakan faktor risiko untuk terjadinya tuberkulosis 3,733 kali lipat lebih besar dengan yang mempunyai status gizi baik. Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak seperti terkena infeksi. Berdasarkan karakteristik ini, maka indeks berat badan dibagi umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi (Spariasa, 2000). Penilaian status gizi pada penelitian ini dibedakan menjadi status gizi baik dan kurang. Status gizi seseorang sangat erat kaitannya dengan permasalahan individu, karena merupakan faktor predisposisi yang dapat memperparah penyakit infeksi, juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, vitamin, protein, zat besi, dan lainlain akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk tuberkulosis. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh, baik pada orang dewasa maupun pada anak-anak (Hiswani, 2004). Gizi buruk akan berpengaruh terhadap menurunnya daya tahan tubuh seseorang yang akhirnya akan mempengaruhi seseoran menderita tuberkulosis (Depkes RI, 2000). 3. Hubungan Antara Luas Ventilasi Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Pada Anak di Kota Tasikmalaya Tabel 9 Hubungan Luas Ventilasi Dengan Kejadian Tuberkulosis pada Anak di Kota Tasikmalaya Tahun 2008 Luas Ventilasi Rumah < 10% luas lantai >/= 10% luas lantai Jumlah
Kejadian TBC Positif Negatif N % N % 21 56,8 16 43,2 4 21,1 15 78,9 25 44,6 31 55,4
Jumlah N 37 19 56
% 100 100 100
P. Value
OR 95% CI
0,011
4,922 (1,368-17,710)
Tabel 9 menunjukkan bahwa responden anak dengan kejadian tuberkulosis positif, proporsi yang luas ventilasi <10% dari luas lantai lebih besar (56,8%) dibandingkan dengan yang luas ventilasi > 10% dari luas lantai (21,1%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,011 (p<0,05), berarti ada hubungan yang bermakna antara luas ventilasi rumah dengan kejadian tuberkulosis pada anak di Kota Tasikmalaya tahun 2008, dan nilai OR=4,922 berarti ventilasi rumah <10%
dari luas lantai merupakan faktor risiko untuk terjadinya tuberkulosis 4,922 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan responden yang mempunyai luas ventilasi rumah > 10% dari luas lantai. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilaporkan Dani (2006) bahwa ada hubungan luas ventilasi dengan kejadian tuberkulosis pada anak. 4. Hubungan Antara Adanya Kontak Dengan Penderita Dengan Kejadian Tuberkulosis Pada Anak di Kota Tasikmalaya Tabel 10 Hubungan Adanya Kontak Dengan Kejadian Tuberkulosis Pada Anak di Kota Tasikmalaya Tahun 2008 Kontak dengan penderita Pernah Tidak Jumlah
Kejadian TBC Positif Negatif N % N % 20 64,5 11 35,5 5 20,0 20 80,0 25 44,6 31 55,6
Jumlah N 31 25 56
% 100 100 100
P. Value
OR 95% CI
0,001
7,273 (2,136-24,768)
Tabel 10 menunjukkan bahwa responden anak dengan kejadian tuberkulosis positif, proporsi
yang pernah kontak dengan penderita lebih besar (64,5%)
dibandingkan dengan yang tidak pernah kontak (35,5%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,001 (p<0,05), berarti ada hubungan yang bermakna antara kontak dengan penderita dengan kejadian tuberkulosis pada anak di Kota Tasikmalaya tahun 2008, dan nilai OR=7,273 berarti kontak dengan penderita merupakan faktor risiko untuk terjadinya tuberkulosis 7,273 kali lipat lebih besar dibandingkan yang tidak pernah kontak dengan penderita. Tuberkulosis pada anak tidak terlepas hubungannya dengan penyakit tuberkulosis pada orang dewasa. Hal ini disebabkan karena penularan tuberkulosis pada anak berasal dari orang dewasa yang menderita tuberkulosis, dimana salah satu gejala tuberkulosis adalah batuk lebih dari 3 bulan (Depkes RI, 2002). Dengan demikian adanya kontak dengan penderita batuk yang lama merupakan resiko terjadinya penyakit tuberkulosis pada anak. Khoeriyah (1999) dalam penelitiannya terhadap penderita tuberkulosis anak di Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar menjelaskan bahwa dari obyek penelitian terdapat 100% penderita tuberkulosis otak dan milier mempunyai sumber penular berasal dari keluarga dan sebanyak 64,71% penderita tuberkulosis paru mempunyai sumber penular
dari tetangga. Hal ini dimungkinkan karena penularan penyakit tuberkulosis dapat secara langsung dan tidak langsung. 5. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Tuberkulosis Pada Anak di Kota Tasikmalaya Tabel 11 Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Tuberkulosis Pada Anak di Kota Tasikmalaya Tahun 2008 Tingkat Pengetahuan Kurang Baik Jumlah
Kejadian TBC Positif Negatif N % N % 21 55,3 17 44,7 4 22,2 14 77,8 25 44,6 31 55,4
Jumlah N 38 18 56
% 100 100 100
P. Value
OR 95% CI
0,020
4,324 (1,200-15,582)
Tabel 11 menunjukkan bahwa responden ibu dengan kejadian tuberkulosis positif, proporsi yang pengetahuan kurang lebih besar (55,3%) dibandingkan dengan yang pengetahuan baik (22,2%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,020 (p<0,05), berarti ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian tuberkulosis pada anak di Kota Tasikmalaya tahun 2008, dan nilai OR=4,324 berarti tingkat pengetahuan kurang merupakan faktor risiko untuk terjadinya tuberkulosis 4,324 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan responden dengan tingkat pengetahuan baik. Hasil uji statistik pada penelitian ini dengan menggunakan chi-square didapatkan nilai p=0,020 (<0,05) berarti ada hubungan bermakna antara pengetahuan ibu dengan kejadian tuberkulosis pada anak di Kota Tasikmalaya. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan yang dilaporkan Dani (2006) bahwa tidak ada hubungan pengetahuan ibu tentang imunisasi dengan kejadian tuberkulosis pada anak. Menurut Notoatmodjo (1996), pengetahuan merupakan merupakan hasil proses penginderaan terhadap suatu objek yang terjadi terutama melalui penglihatan dan pendengaran, serta dari pendidikan baik formal maupun informal. Pengetahuan seseorang merupakan sekumpulan informasi yang dipahami, diperoleh dari guru, orang tua, teman , buku, dan media massa juga proses belajar selama hidup, yang dapat dipergunakan sebagi alat penyesuaian diri. Pengetahuan ibu yang kurang merupakan faktor untuk terjadinya tuberkulosis pada anak.
Rancangan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional sehingga penelitian dilakukan pada saat yang sama dalam arti hanya dilakukan satu kali penelitian sehingga tidak bisa melihat hubungan sebab akibat dari masing-masing variabel. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu : 1. Proporsi positif diantara tersangka tuberkulosis di puskesmas Cigeureung, Cipedes dan Bantarsari sebesar 44,6% 2. Kejadian tuberkulosis pada anak sebagian besar terjadi pada anak dengan tidak mendapat imunisasi BCG (59,4%), status gizi kurang (61,5%), luas ventilasi rumah <10% dari luas lantai (56,8%), pernah kontak dengan penderita batuk lama (64,5%) dan responden ibu mempunyai tingkat pengetahuan kurang (52,4%). 3. Ada hubungan bermakna antara status imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis pada anak p=0,010, OR 4,385 (95%CI=1,371-14,021). 4. Ada hubungan bermakna antara status gizi dengan kejadian tuberkulosis pada anak, p=0,018 (<0,05) dan OR 3,733 (95%CI=1,229-11,338). 5. Ada hubungan bermakna antara luas ventilasi rumah dengan kejadian tuberkulosis pada anak, dengan nilai p=0,011 (<0,05) dan nilai OR 4,922 (95%CI=1,368-17,710). 6. Ada hubungan bermakna antara kontak dengan penderita batuk lama dengan kejadian tuberkulosis pada anak, dengan nilai p=0,001 (<0,05) dan 7,273 (95%CI=2,136-24,768). 7. Ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian tuberkulosis pada anak, dengan nilai p=0,020 (<0,05) dan OR 4,324 (95%CI=1,200-15,582). B. Saran Perlu dilakukan pendekatan pendidikan perilaku pada masyarakat khususnya terhadap imunisasi pada keluarga yang mempunyai anak dalam usia imunisasi. Dan dilakukan penelitian lebih lanjut tentang cara ataupun teknik penyuluhan atau pendidikan kesehatan efektif bagi masyarakat khususnya pada kelompok ibu yang mempunyai balita.
DAFTAR PUSTAKA Aditama, T.Y. 2004. Masalah Tuberkulosis Indonesia Rabu 24 Maret
di
Indonesia.
Jakarta:
Media
------------------------------,2003. Akselerasi DOTS dalam Tanggulangi Tuberkulosis. Suara Pembaharuan Daily 29 Agustus. Misnadiarly, 2006. Penyakit Infeksi TB Paru Dan ekstra paru (pada anak). Jakarta: Pustaka Populer Obor. Akbar, K. 1998. Gambaran Uji Mantoux pada bayi dan anak yang serumah dengan penderita tuberkulosis paru dewasa dengan sputum Biakan BTA positif. Tesis. Medan: Universitas Sumatra Utara. Angela, M. 2004. Patogenesis Tuberkulosis dan Vaksinasi BCG. Mailing List Dokter Indonesia. Arikunto, S. 1999. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Azwar A.1988. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Binarupa Aksara. Baratawijaya, KG. 2000. Imunologi Dasar Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Budiarto. 2003. Metode Penelitian Kedokteran. Jakarta: EGC. Depkes RI. 2002. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan cetakan II. Jakarta. ---------------------------,1999. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 1999. Jakarta ---------------------------, 2002. PedomanPenyakit Penanggulangannya cetakan ke-8. Jakarta.
Tuberkulosis
dan
---------------------------, 2003. Buku Pegangan Untuk Pengawas Minum Obat (PMO). Jakarta. ----------------------------, 2002. Modul Latihan Petugas Imunisasi. Jakarta. Direktorat Epim Kesma. 2001. Pedoman Pelaksanaan Program Imunisasi. Jakarta -----------------------------, 2003. Pedoman Pelaksanaan Imunisasi di Indonesia. Jakarta. Direktorat Jendral P2M dan PLP Departemen Kesehatan RI. 1994. Pedoman Epidemiologi Tuberkulosis Paru. Jakarta.
Gunardi,
A. S. 1984. Masalah Tuberkulosis anak Dalam Program Pemberantasan Tuberkulosis paru nasional. Bali: Buku Kumpulan Makalah KONIKA.
Hiswani, 2004. Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Medan: FKM USU. Khoeriyah, 1999. Studi Kasus Penderita Tuberkulosis anak yang dirawat Inap di Dr. Saiful Anwar tahun 1999 Kusnindar, et all. 1993. Pengaruh Pencahayaan dan Perhawaan terhadap Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran No. 84. Nurlianti, W. 2006. Waspadai Tuberkulosis Pada Anak. Bandung: www.pikiran rakyat.com tanggal 26 maret. Notoatmojo, S. 2002, 1996 Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. profil Kesehatan Kota Tasikmalaya Tahun 2007.Tasikmalaya: Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya. Tobing, R. 2003. Perbandingan Hasil Uji Mantoux pada Anak Usia 3 Bulan sampai dengan 14 Tahun di Daerah Prevalens Rendah. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. Supriyanto. B. 2002. Hasil penelitian. Cermin Dunia Kedokteran No. 137. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo. Sujudi, Achmad. 2004. Penemuan Penderita Baru dan Keberhasilan Pengobatan Indikator Keberhasilan PenanggulanganTuberkulosis. Jakarta:Depkes RI. Dani. 2006. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tuberkulosis pada anak di Kota Banjar. Fkm.Unsil.2006. Siegel. S. Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997. Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, 1999. Murti B. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, Gajah Mada Universiti press,1997. Supariasa, I.D.N. et all. 2000. Penelitian Status gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.