© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
PENURUNAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PAPARAN IKLAN SUSU FORMULA Oleh : 1 Lilik Hidayanti 1
Staff Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Siliwangi Tasikmalaya
Abstrak Pemerintah dari dulu lewat rumah bersalin sudah mengkampanyekan pemberian ASI Eksklusif bahkan program pemerintah ASI Eksklusif juga telah banyak mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli akan masa depan generasi bangsa. Akan tetapi setelah merebaknya susu formula rasa-rasanya program ASI Ekslusif yang dikampanyekan pemerintah seperti hanya omong kosong semata, pasalnya banyak sekali produsen susu formula untuk bayi telah membuat susu formula pengganti ASI. Penyebab meningkatnya penggunaan susu formula sebagai pengganti ASI antara lain dikarenakan gencarnya pemasaran produk susu formula, bahkan promosi dilakukan secara berlebihan hingga melanggar The International Code of Marketing of Breastmilk Substitutes yang dikeluarkan WHO pada tahun 1981, selanjutnya disebut KODE WHO. Penelitian lain yang dilakukan Arifin Siregar (2004) menyatakan bahwa kecenderungan menurunnya pelaksanaan pemberian ASI di kota-kota besar yang diakibatkan oleh gencarnya promosi iklan susu kaleng atau susu formula. Penelitian Amiruddin (2006) tentang Promosi Susu Formula menunjukkan bahwa promosi susu formula dapat menghambat pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi 6-11 bulan di Kelurahan Pabaeng-baeng Makasar. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lilik Hidayanti dan Nur Lina (2010) di kota Tasikmalaya menunjukkan bahwa paparan iklan susu formula berdampak sebesar 4 % untuk menurunkan status pemberian ASI secara eksklusif.
Kesimpulan yang dihasilkan adalah pentingnya peningkatan pemberian ASI eksklusif kepada bayi agar mereka dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi, gizi buruk dan peningkatan kecerdasan anak sehingga bisa diperoleh generasi mendatang yang handal. Iklan susu formula yang berlebihan ternyata terbukti menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan pemberian ASI eksklusif. Oleh karena itu, disarankan agar Pemerintah menerapkan kebijakan yang tegas mengenai aturan pemasangan ilkan susu formula. Kata Kunci : ASI Eksklusif, Susu Formula, Iklan Abstract The Government of the first maternity home has been campaigning through exclusive breast feeding Exclusive breastfeeding even government programs also have a lot of support from all parties who are concerned about the future generation. But after the outbreak of infant formula milk flavor-taste exclusive program that organized government as mere nonsense, the article of so many manufacturers of formula milk for babies has made infant formula milk substitute. The cause of the increased use of infant formula as breast milk substitutes among others due to the vigorous marketing of infant formula products, promotions and even carried to excess to violate the International Code of Marketing of Substitutes issued by WHO in 1981, hereinafter referred to as CODE WHO. Another study conducted Arifin Siregar (2004) states that the trend decline in the implementation of breast feeding in large cities caused by the incessant ad campaign canned milk or formula. Amiruddin Research (2006) about Formula Milk Promotion shows that the promotion of formula milk can prevent exclusive breast feeding in infants 6-11 months in Sub-baeng Pabaeng Napier. Results of research conducted by Lilik Hidayanti and Nur Lina (2010) in the town of Tasikmalaya indicate that exposure to advertising of formula milk affects 4% to lower the status of exclusive breastfeeding. The resulting conclusion is the importance of exclusive breastfeeding to the baby so they can avoid the various infectious diseases, malnutrition and increased intelligence of children so that future generations can be obtained are reliable. Ads excessive infant formula proved to be one cause of the decline in exclusive breastfeeding. Therefore, it is suggested that the Government implement a firm policy on the installation ilkan rule formula. Keywords: Exclusive breastfeeding, Infant Formula, Commercials
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
20
© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
PENDAHULUAN Satu issue yang paling baru dari WHO yakni Global Strategy on Infant Young Chil Feeding yang secara khusus menyebutkan bahwa kebijakan pemberian ASI eksklusif bagi bayi sampai usia enam bulan serta pemberian ASI yang diteruskan hingga anak berusia dua tahun atau lebih (http://www.health.com,20 Agustus 2004). Dewasa ini berbagai cara telah dilakukan untuk mengungkit naiknya pemberian ASI terutama ASI eksklusif, namun meski pun mulai banyak ibu-ibu yang kesadaran akan pemberian ASI-nya meningkat, tapi para ibu sering kali masih ragu dan tergoda menggunakan susu formula. Penurunan pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu hal yang diduga menjadi penyebab masih tingginya kejadian infeksi terutama diare yang akhirnya menurunkan status gizi anak menjadi lebih buruk. Bayi yang menetek pada ibunya sampai umur 6 bulan jarang sekali terkena diare, namun apabila bayi pada umur tersebut diberikan susu botol/formula, kadangkadang dapat terkena diare (husaini & husaini, 2001) Data dari UNICEF menunjukkan bahwa di Indonesia sebanyak 30.000 bayi meninggal dunia dan 10 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahunnya yang disebabkan karena infeksi dan gizi buruk. Masalah tersebut dapat dicegah melalui pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan sejak tanggal kelahirannya. Penelitian ilmiah terbaru dari UNICEF juga menyebutkan bahwa terungkap data bayi yang diberi susu formula memiliki kemungkinan untuk meninggal dunia pada bulan pertama kelahirannya. Peluang itu 25 kali lebih tinggi dari bayi yang disusui oleh ibunya secara eksklusif (UNICEF, 2006). Pengaruh modernisasi dan pemasaran iklan susu formula merupakan salah menyebabkan penurunan penggunaan ASI eksklusif oleh ibu menyusui. DETERMINAN PEMILIHAN SUSU FORMULA Memberikan ASI eksklusif kepada bayi sampai dengan usia 6 bulan dan diteruskan sampai usia 2 tahun dapat menjamin kesehatan dan status gizi yang optimal pada bayi karena ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi anak dari penyakit infeksi dan DHA yang dapat mengoptimalkan kecerdasan anak . Selain itu, ASI juga terjamin kebersihannya sehingga anak dapat terhindar dari kejadian diare (Soetjiningsih, 1997). Walaupun telah diketahui begitu banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan memberikan ASI, namun memang disadari ada beberapa hal yang menyebabkan seorang ibu tidak bisa memberikan ASI kepada bayinya karena alas an medis sehingga memberikan penganti ASI (PASI) kepada bayinya (Nadesul, 2000). Faktor ini antara lain karena ibu sakit, ASI tidak keluar, ibu telah kembali bekerja, alasan estetika dan gaya hidup, serta merepotkan. Penganti ASI yang sering diberikan untuk bayi di bawah umur 6 bulan adalah susu formula yang lebih dikenal dengan istilah formula awal. Di samping itu ada beberapa faktor yang juga dapat menghambat pengeluaran ASI dan menghamabat reflex oksitoksin, antara lain : ibu dalam keadaan bingung, kacau, marah, atau sedih; ibu terlalu khawatir ASI-nya tidak akan cukup untuk kebutuhan bayi; rasa sakit pada saat menyusui, sehingga membuat ibu takut untuk menyusui lagi, ada rasa malu untuk Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
21
© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
menyusui, dan tidak adanya dukungan dan perhatian dari keluarga terhadap ibu dan bayinya (Roesli, 2001) ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi dan anak. Tetapi akan menjadi masalah bila anak tidak dapat mengkonsumsi ASI dengan cukup karena beberapa kondisi. Penggunaan PASI (Pengganti ASI), seperti susu formula, menjadi alternatif yang dapat digunakan. Sayang, tak semudah itu mengganti ASI dengan susu formula. Orang tua sering dihadapkan pada masalah pemilihan jenis susu formula yang tepat dan baik untuk bayi. Masalah ini diperumit dengan semakin banyaknya jenis susu formula yang beredar di pasaran dan informasi tentang pemilihan jenis susu yang didapatkan, baik dari dokter, sales promotion di supermarket, iklan, brosur, atau dari pengalaman ibu lainnya. Informasi yang beragam ini dapat membingungkan orang tua, karena sering sangat berbeda dan berlawanan. Prinsip pemilihan susu yang tepat dan baik untuk anak adalah susu sesuai dan bisa diterima sistem tubuh anak. Pertimbangan utama pemilihan susu bukan terletak pada susu apa yang disukai anak. Meskipun susu tersebut disukai anak, tetapi bila menimbulkan banyak gangguan fungsi dan sistem tubuh maka akan menimbulkan banyak masalah kesehatan bagi anak. Semua susu formula yang beredar di Indonesia dan di dunia harus sesuai dengan Standar RDA (Recommendation Dietary Allowance). Standar RDA untuk susu formula bayi adalah jumlah energi, vitamin, dan mineral harus sesuai dengan kebutuhan bayi untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal. Dengan kata lain, apapun merk susu formula sesuai usia anak selama tidak menimbulkan gangguan fungsi tubuh adalah susu yang terbaik untuk anak tersebut. Pengaruh ketidakcocokan anak terhadap suatu susu formula bisa disebabkan karena reaksi simpang makanan, reaksi alergi, atau reaksi nonalergi. Alergi susu sapi adalah suatu kumpulan gejala menyangkut banyak organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap susu sapi. Alergi terhadap susu formula yang mengandung protein susu sapi merupakan suatu keadaan dimana seseorang memiliki sistem reaksi kekebalan tubuh yang abnormal terhadap protein dalam susu sapi. Sistem kekebalan tubuh bayi akan melawan protein yang terdapat dalam susu sapi sehingga gejalagejala reaksi alergi pun akan muncul. Reaksi non alergi atau reaksi simpang makanan yang tidak melibatkan mekanisme sistem imun dikenal sebagai intoleransi. Intoleransi ini bisa terjadi karena ketidakcocokan beberapa kandungan didalam susu formula/kandungan protein susu sapi (kasein), laktosa, gluten, zat warna, aroma rasa (vanila, coklat, strawberi, madu dll), komposisi lemak, dan kandungan DHA. Akan tetapi penngunaan susu formula merupakan alternative terakhir yang seharusnya dipilih oleh seorang ibu apabila dia benar-benar tidak bisa menyusui bayinya, dan bukan karena alas an yang diada-adakan. Perlu diketahui bahwa kebutuhan zat gizi bagi bayi usia sampai dua tahun merupakan hal yang sangat penting diperhatikan oleh ibu. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia sejak dini yang akan menjadi penerus bangsa. ASI merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi. Pemberian ASI berarti Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
22
© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
memberikan zat-zat gizi yang bernilai gizi tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya (Nadesul, 2000). Oleh karena pemberian ASI sangat penting bagi tumbuh kembang bayi yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasannya. (Soetjiningsih, 1997)). Penelitian yang dilakukan oleh Jumli, Lilik Hidayanti, dan Nur Lina (2010) juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden (78%) di Kota Tasikmalaya menggunakan susu formula untuk anaknya. Seorang ibu perlu mempertimbangkan dengan baik dalam pemilihan susu formula awal karena akan sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang bayi serta kesehatan bayi. Pertimbangan ini antara lain didasarkan pada pilihan susu formula awal yang humanized milk, atau susu formula yang komposisi dan jumlah kandungan zat gizinya telah dibuat mendekati komposisi ASI, serta diberi tambahan zat gizi yang berfungsi untuk meningkatkan kecerdasan seperti AA dan DHA, zat-zat non gizi yang dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh bayi seperti laktoferin, serta zat yang dapat membantu pencernaan bayi seperti FOS. Alasan yang lain adalah faktor harga dari susu formula, kepercayaan terhadap merk tertentu, kecocokan pada anak serta kemudahan dalam mendapatkan produk susu formula. Penelitian Maesaroh (2003), juga menyebutkan bahwa ada berbagai determinan dapat mempengaruhi seseorang memilih susu formula awal untuk bayinya antara lain adalah faktor budaya dan kelas sosial; faktor pribadi seperti keluarga dan situasi; Faktor individu antara lain sumber daya konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap dan kepribadian, gaya hidup serta demografi. Selain itu faktor merk (Brand) juga memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan dalam pemilihan susu formula. Penelitian Lilik Hidayanti (2010) menunjukkan bahwa karakteristik responden yang terbukti merupakan faktor risiko dalam penentuan kriteria pemilihan susu formula adalah pekerjaan dan pendidikan ibu. IKLAN SUSU FORMULA Pemerintah dari dulu lewat rumah bersalin sudah mengkampanyekan pemberian ASI Eksklusif bahkan program pemerintah ASI Eksklusif juga telah banyak mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli akan masa depan generasi bangsa. Akan tetapi setelah merebaknya susu formula rasarasanya program ASI Ekslusif yang dikampanyekan pemerintah seperti hanya omong kosong semata, pasalnya banyak sekali produsen susu formula untuk bayi telah membuat susu formula pengganti ASI. Penyebab meningkatnya penggunaan susu formula sebagai pengganti ASI antara lain dikarenakan gencarnya pemasaran produk susu formula, bahkan promosi dilakukan secara berlebihan hingga melanggar The International Code of Marketing of Breastmilk Substitutes yang dikeluarkan WHO pada tahun 1981, selanjutnya disebut KODE WHO. Pelanggaran tersebut antara lain berupa penawaran produk susu formula lewat telepon kepada ibu yang baru melahirkan. Pasal 5.5 Kode WHO secara jelas menyebutkan bahwa “Personil Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
23
© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
pemasaran, dalam kapasitas bisnisnya, harusnya tidak melakukan kontak langsung atau tidak langsung dalam bentuk apapun juga dengan perempuan hamil atau dengan ibu dari bayi atau anak (balita).” Selain berpromosi langsung, berikut beberapa larangan pemasaran susu formula / pengganti ASI oleh Kode WHO dalam memasarkan produknya:1. Dilarang mengiklankan susu formula dan produk lain kepada masyarakat, 2. Dilarang memberikan sampel gratis kepada ibu-ibu, 3. Dilarang promosi susu formula di sarana pelayanan kesehatan 4. Staf perusahaan tidak diperkenankan memberikan nasihat tentang susu formula kepada ibu-ibu, 4. Dilarang memberikan hadiah atau sampel kepada petugas kesehatan, 5. Dilarang membuat gambar bayi atau gambar lainnya yang mengidealkan susu formula pada label produk, 6. Informasi kepada petugas kesehatan harus bersifat faktual dan ilmiah, 7. Informasi tentang susu formula, termasuk pada label, harus menjelaskan keuntungan menyusui dan biaya serta bahaya pemberian susu buatan, 8. Penjelasan tentang penggunaan susu formula hanya dibolehkan untuk beberapa ibu yang betul-betul memerlukannya. Di negara-negara lain, susu formula hanya boleh dijual di farmasi, bahkan di beberapa negara tertentu pembelian susu formula harus menggunakan resep. Susu formula diberikan sebagai obat rujukan apabila bayi berada pada kondisi tertentu. Penerapan kode etik pemasaran produk di Indonesia harus secepatnya dilakukan. Karena menurut penelitian UNICEF, Indonesia merupakan salah satu negara yang angka pemberian ASI eksklusifnya sangat rendah. Pelanggaran kode etik pemasaran produk khususnya susu formula sangat luar biasa, yaitu terjadi semua media, menembus jajaran petugas kesehatan, dan langsung ke konsumen. Untuk melawan iklan penggunaan susu formula oleh perusahaan susu formula memang sulit. Promosi pentingnya pemberian ASI kalah jauh dengan iklan susu formula buatan pabrik (http://www.health.com,20 Agustus 2004 ). Berdasarkan hasil penelitian Setyowati (1998) promosi pemberian ASI eksklusif perlu ditingkatkan, karena berdasarkan hasil penelitian praktek pemberian ASI di wilayah Jabotabek ternyata 70,4% responden tidak pernah mendengar istilah ASI eksklusif. Disebutkan juga bahwa responden menyatakan tidak yakin bila bayinya dapat bertahan hidup dengan memberikan ASI eksklusif saja sebagai makanan bayi selama 4-6 bulan. Penelitian lain yang dilakukan Arifin Siregar (2004) menyatakan bahwa kecenderungan menurunnya pelaksanaan pemberian ASI di kota-kota besar yang diakibatkan oleh gencarnya promosi iklan susu kaleng atau susu formula. Penelitian Amiruddin (2006) tentang Promosi Susu Formula Menghambat Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi 6-11 bulan di Kelurahan Pabaeng-baeng Makasar menunjukan bahwa ada hubungan antara promosi susu formula dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi 6-11 bulan. Cakupan pemberian ASI eksklusif hanya 9,3% cakupan ini masih sangat jauh dari standar nasional yang telah ditetapkan yaitu 80%. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lilik Hidayanti dan Nur Lina (2010) di kota Tasikmalaya menunjukkan bahwa paparan iklan susu formula berdampak sebesar 4 % untuk menurunkan status pemberian ASI secara eksklusif
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
24
© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Produksi susu formula merupakan bisnis perdagangan yang sangat besar dan menggiurkan. Setiap hari kita disuguhi promosi susu formula yang demikian gencar. Semua produsen susu berlomba-loba mengangkat isu kecerdasan dengan mengandalkan AA, DHA, Spingomielin dan sebagainya. Karena promosi “susu kecerdasan” ini sangat gencar, banyak orangtua menolak bila susu anaknya tidak mengandung AA dan DHA. Penambahan AA, DHA, Spingomielin pada susu formula sebenarnya tidak merupakan pertimbangan utama pemilihan susu yang terbaik. Banyak hasil penelitian yang masih bertolak belakang dalam menyikapi pendapat tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan pemberian AA dan DHA pada penderita prematur lebih bermanfaat. Sedangkan pemberian pada bayi cukup bulan (bukan prematur) tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna mempengaruhi kecerdasan. Oleh karena itu, WHO merekomendasikan pemberian AA dan DHA hanya pada bayi prematur saja (Medicastore, 2010). Menurut Roesli (2008), gempuran produk susu formula yang tidak hanya merambah masyarakat, tapi juga menyelinap di sentra-sentra pelayanan kesehatan. Roesli (2008), juga menyebutkan bahwa ia tidak menampik, terkadang ada cara-cara pemasaran yang tidak etis yang dilakukan produsen susu. Keuntungan produsen, memang tergantung dari bagaimana pemasaran sebuah produk. Sebagai gambaran dengan memperpanjang masa ASI ekslusif dari 4 bulan menjadi 6 bulan, industri susu di Amerika akan mengalami kerugian sekitar US$ 1 milyar. Namun, apabila susu formula diberikan makan ini juga merupakan pilihan yang salah dan akan membawa dampak jangka panjang bagi seorang anak yang saat ini tidak mengerti apapun, yang bahkan tidak bisa menentukan apapun untuk hidupnya. Menurut Roesli dalam Kompas (2011) penjualan susu formula mencapai 11 milyar dollar AS setiap tahunnya. Hal ini merupakan jumlah yang sangat besar dan menggiurkan bagi produsen susu. KEBIJAKAN PELARANGAN IKLAN SUSU FORMULA kebijakan terbaru pemerintah melalui Menteri kesehatan mulai tahun depan akan melarang iklan susu formula secara menyeluruh, mulai dari media massa hingga rumah bersalin. Iklan yang dilarang adalah susu formula untuk bayi berusia satu tahun ke bawah. Menurut Menkes, larangan iklan susu formula itu masuk dalam rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penggunanaan Air Susu Ibu (ASI). Saat ini, aturan RPP tersebut masih dibahas diantara kementerian lain yang ditargetkan akan selesai pada tahun 2011. Larangan iklan susu formula bagi bayi satu tahun ke bawah tersebut untuk mendorong pemberian ASI eksklusif. Pihak yang dilarang mengiklankan susu formula tersebut di antaranya media massa, dokter, bidan, perawat, serta rumah bersalin. Untuk memastikan ibu melahirkan memberi ASI ketika masih di rumah sakit, pemerintah akan melakukan inspeksi mendadak dan akan memberikan sanksi bagi rumah sakit yang melanggar berupa sanksi administrative. Adapun sanksi bagi produsen susu belum ada peraturan yang jelas dari Kementrian Kesehatan. Namun diperkirakan karena
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
25
© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
produsen susu formula pada umumnya adalah perusahaan internasional yang menyatakan mau bekerja sama dengan kebijakan baru tersebut. Susu formula banyak diminati masyarakat karena cenderung praktis. Sedangkan penggunaan ASI kerap dianggap terlalu merepotkan. Namun, kendati sesibuk apapun wanita atau ibu hendaknya tetap memprioritaskan pemberian ASI untuk anaknya dari pada susu formula. Ini karena ASI memiliki banyak keunggulan, di antaranya adalah meningkatkan imun atau ketahanan tubuh bayi dari berbagai jenis penyakit dan mampu meningkatkan kecerdasan IQ anak. Guna meningkatkan pemberian ASI bagi anak, maka Menteri KPP dan PA menerbitkan peraturan No 3 Tahun 2010 tentang Penerapan Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui. Sepuluh langkah itu adalah pertama sarana pelayanan kesehatan (SPK) mempunyai kebijakan peningkatan pemberian ASI tertulis yang secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas. Kedua, melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan keterampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut. Ketiga, menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi sampai umur dua tahun termasuk mengatasi kesulitan menyusui. Keempat, membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah melahirkan yang dilakukan di ruang bersalin. Apabila ibu mendapat operasi Caesar, bayi disusui setelah 30 menit ibu sadar. Kelima, membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas indikasi medis. Keenam, tidak memberikan makanan atau minuman apabila apapun selain ASI kepada bayi baru lahir. Ketujuh, melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam sehari. Kedelapan, membantu ibu menyusui semau bayi, tanpa pembatasan terhadap lama da frekuensi menyusui. Kesembilan, tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI. Kesepuluh, mengupayakan terbentuknya kelompok pendukung ASI dan rujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari RS/SPK. Melalui penerapan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui, diharapkan tingginya penggunaan susu formula dapat direduksi sehingga dapat mengurangi angka kematian balita karena gizi buruk (AIMI, 2010). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dihasilkan adalah pentingnya peningkatan pemberian ASI eksklusif kepada bayi agar mereka dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi, gizi buruk dan peningkatan kecerdasan anak sehingga bisa diperoleh generasi mendatang yang handal. Iklan susu formula yang berlebihan ternyata terbukti menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan pemberian ASI eksklusif. Oleh karena itu, disarankan agar Pemerintah menerapkan kebijakan yang tegas mengenai aturan pemasangan ilkan susu formula . DAFTAR PUSTAKA AIMI, Ulasan poling pelanggaran marketing susu formula. / http://aimi-asi.org
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
26
© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Amiruddin, Ridwan (2007). Promosi Susu Formula Menghambat Pemberian ASI Eksklusif pada bayi 6–11 bulan. (http://ridwanamiruddin.wordpress.com. Diakses tanggal 8 juni 2007). Diakses tanggal 8 Juni 2007. Hendrawan Nadesul, Makanan Sehat Untuk Bayi, Puspa Swara, 2000 http://www.health.com,20 Agustus 2004 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0302/25/utama/2011 Husaini, Husaini, Makanan Bayi Bergizi, UGM, 2000 Jumli, Lilik Hidayanti, dan Nur Lina, Studi Beberapa Karakteristik Keluarga dalam Penggunaan Susu Formula untuk Balita di Kota Tasikmalaya, Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia, FKM UNSIL, ISSN 1693-9654 Vol 6 No 1 Maret 2010 Lilik Hidayanti dan Nur Lina, Dampak Paparan Iklan terhadap Status Pemberian ASI Eksklusif Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia, FKM UNSIL, ISSN 1693-9654 Vol. 6 No. 2, September 2010 Lilik Hidayanti, Karakteristik Keluarga dalam penentuan Kriteria Pemilihan Susu Formula untuk Balita di Kota Tasikmalaya, Prosiding Seminar Nasional “Membangun Masyarakat Sehat,
Produktif dan Sejahtera : tantangan dan Strategi Pencapaiannya” ISBN : 978-60296943-0-7, 19 Mei 2010 Oetami Roesli, Anugerah Tuhan yang Terabaikan, Prominensia, Edisi Agustus 2008 (Vol 8 no 1) Oetami Roesli, Bayi Sehat Berkat ASI Eksklusif, Elex Media Komputindo, 2001 Roesli, Utami (2001). Mengenal ASI Eksklusif . Jakarta : Trubus Agriwidya. Setyowati, T. dkk, (1998). Pemberian ASI dan Pemberian Minuman/Makanan pada Bayi. Buletin Penelitian Kesehatan, No. 26. Siregar, Arifin (2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI oleh ibu melahirkan. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-arifin.pdf. Siti Maesaroh, Analisis Prilaku Konsumen dalam pemilihan susu formuladi Rumah Sakit Ibu dan Anak Hermina Jatinegara, (Tesis) Program Studi Magister Manajemen Agribisnis, Program Pasca Sarjana IPB Bogor, 2003 Soetjiningsih (1997). ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Soetjiningsih, ASI petunjuk untuk Tenaga Kesehatan, EGC, 1997 Sumber: http://www.medicastore.com/asi_susuformula/,2010 UNICEF, (2006). Kesehatan Ibu dan Anak. Pernyataan UNICEF : ASI Eksklusif Tekan Angka Kematian Bayi Indonesia. (http://isti19cantix.wordpress.com/2007/06/28/asi-eksklusif-tekanangka-kematian-bayi/ Diakses tanggal 16 Juli 2007).
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
27