ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN CRUDE PALM OIL (CPO) DAN EVALUASI KINERJA KEMITRAAN PASCA KONVERSI (Kasus PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik Kelapa Sawit Sei. Pagar, Kabupaten Kampar, Riau)
Oleh: MORINTARA PUTRI SURBAKTI A14304072
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
109
RINGKASAN MORINTARA PUTRI SURBAKTI. Analisis Biaya Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) dan Evaluasi Kinerja Kemitraan Pasca Konversi (Kasus PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik Kelapa Sawit Sei. Pagar, Kabupaten Kampar, Riau). Di bawah Bimbingan EKA INTAN KUMALA PUTRI. Sektor pertanian memiliki beberapa subsektor, salah satunya adalah subsektor perkebunan yang memegang peranan strategis dalam perekonomian Indonesia. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang memiliki arti penting bagi perkembangan pembangunan nasional. Areal kelapa sawit di Propinsi Riau sebagian besar adalah milik PT. Perkebunan Nusantara V (PTPN V) dibawah naungan BUMN, salah satunya yaitu Sei Pagar (SPA). PTPN V Pabrik Kelapa Sawit (PKS) SPA sebagai penanggung jawab terlaksananya pembangunan proyek perkebunan inti rakyat (PIR)-Trans. PTPN V PKS SPA mengembangkan kemitraan dengan petani plasma. Kemitraan PIR-Trans dilihat sebagai suatu sistem pengadaan bahan baku agroindustri, maka posisi petani plasma sebagai pemasok bahan baku tandan buah segar (TBS) ke perusahaan inti menjadi salah satu faktor yang menentukan keunggulan bersaing perusahaan dalam industri. Namun pada kenyataannya, kemitraan yang dilaksanakan tidak selalu berjalan sesuai harapan. Adanya penurunan volume pasokan bahan baku (TBS) dari petani plasma ke PKS SPA menunjukkan kemitraan pemasok sebagai sistem pengadaan bahan baku belum mencapai manfaat yang optimal. Tidak tercapainya jumlah pasokan TBS yang masuk ke PKS SPA juga berpengaruh kepada jumlah biaya pengolahan PKS SPA yang dikeluarkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) Mendeskripsikan perkembangan biaya pengolahan PKS SPA. (2) Menganalisis faktor–faktor yang mempengaruhi biaya pengolahan CPO PKS SPA. (3) Mengkaji kemitraan yang terjadi antara petani plasma dan PTPN V Sei. Pagar pada tahap pasca konversi. Penelitian dilaksanakan di PTPN V PKS SPA dan petani plasma di tingkat kebun. Perusahaan ini dipilih dengan sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan dan pengolahan kelapa sawit. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai dengan Februari 2008. Data penelitian yang dikumpulkan menggunakan data primer dan data sekunder. Pengambilan data untuk evaluasi kemitraan yang terjadi antara petani plasma dan PTPN V SPA dilakukan dengan wawancara kepada pihak karyawan inti sebanyak 10 orang dan kepada petani plasma sebanyak 30 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara accidental sampling karena keterbatasan waktu dan kesulitan menyeleksi observasi. Analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitaf digunakan untuk mendeskripsikan perkembangan biaya pengolahan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pengolahan CPO, sedangkan analisis kualitatif digunakan untuk mengkaji evaluasi kemitraan PTPN V SPA. Komponen biaya tetap yang terbesar adalah gaji karyawan pimpinan dan pelaksana sedangkan komponen biaya variabel terbesar adalah pembelian bahan baku (TBS), pada tahun 2007 terjadi peningkatan harga TBS sebesar 44,25 persen
110
dibanding tahun 2006. Secara ekonomis belum efisien, sedangkan dari segi efisiensi teknis PTPN V SPA dapat disimpulkan sudah cukup baik. Tapi perlu dilakukan peningkatan jumlah produksi TBS agar sesuai dengan kapasitas terpasang pabrik yaitu 30 ton TBS/jam. Dari hasil analisis regresi diperoleh faktor biaya yang mempengaruhi biaya pengolahan CPO secara nyata yaitu gaji karyawan, biaya pemeliharaan bangunan pabrik, biaya pemeliharan mesin dan instalasi pabrik, premi asuransi pabrik, pembelian TBS, biaya listrik, biaya air, dan biaya angkut. Nilai elastisitas sebagian besar masing-masing variabel independen adalah positif menunjukkan bahwa kenaikan penggunaan faktor biaya memberikan pengaruh positif terhadap kenaikan jumlah biaya pengolahan CPO PTPN V PKS SPA. Saat ini kemitraan PIR–Trans antara PTPN V SPA dan petani plasma telah memasuki tahap pasca konversi. Sepuluh indikator evaluasi kinerja kemitraan diperoleh kesimpulan bahwa kemitraan PTPN V SPA dan petani plasma masih dikategorikan pada tingkat sedang. Hal ini ditunjukkan oleh enam indikator dari sepuluh indikator menyatakan kinerja kemitraan PTPN V SPA tergolong sedang yaitu pengetahuan mengenai penyetoran TBS ke inti (80 persen), komunikasi yang dibangun pihak inti dan plasma (73,33 persen), harga beli TBS (70 persen), waktu pembayaran TBS (74,44 persen), ketanggapan inti dalam menyelesaikan keluhan petani (67,78 persen), dan sikap inti terhadap kesejahteraan petani (71,11). PT. Perkebunan Nusantara V SPA perlu mencari alternatif-alternatif untuk melakukan pendekatan kepada petani plasma misalkan melalui pengadaan pupuk dan pestisida kembali seperti pada tahap persiapan kemitraan yang pembayarannya dapat diberikan melalui kredit dari hasil panen petani plasma tersebut, memberikan penyuluhan, dan menjalin hubungan yang baik dengan petani plasma sehingga terjalin adanya ikatan persaudaraan yang kuat antara PTPN V SPA dengan petani plasma serta memberikan kemudahan kepada petani plasma dalam hal pembayaran hasil panen dengan sistem cash and carry.
111
ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN CRUDE PALM OIL (CPO) DAN EVALUASI KINERJA KEMITRAAN PASCA KONVERSI (Kasus PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik Kelapa Sawit Sei. Pagar, Kabupaten Kampar, Riau)
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: MORINTARA PUTRI SURBAKTI A14304072
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
112
Judul : ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN CRUDE PALM OIL (CPO) DAN EVALUASI KINERJA KEMITRAAN PASCA KONVERSI (Kasus PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik Kelapa Sawit Sei. Pagar, Kabupaten Kampar, Riau) Nama : MORINTARA PUTRI SURBAKTI NRP
: A14304072
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS NIP: 131 918 659
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus:
113
PERNYATAAN DENGAN INI, SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN CRUDE PALM OIL (CPO) DAN EVALUASI KINERJA KEMITRAAN PASCA KONVERSI (Kasus PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik Kelapa Sawit
Sei. Pagar,
Kabupaten Kampar, Riau)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN
OLEH PIHAK LAIN
KECUALI SEBAGAI
BAHAN
RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Mei 2008
Morintara Putri Surbakti A14304072
114
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Morintara Putri Surbakti, dilahirkan pada tanggal 22 Februari 1986 di Jakarta dari pasangan Bapak M. K Surbakti dan Ibu Rosmariany Ginting. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD. YKPP I, Sungai Pakning, Riau. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTP STRADA FX-1 Jakarta pada tahun 2001 dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 80 Jakarta pada tahun 2004. Penulis aktif di beberapa organisasi seperti OSIS serta kegiatan ekstrakurikuler. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program studi Ekonomi Pertanian Sumberdaya (EPS), jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif diberbagai organisasi kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) periode 2004/2005 departemen Pengembangan Ilmu Sosial dan Ekonomi, Asisten Dosen Mata Kuliah Agama Protestan pada tahun 2005/2006 sampai 2006/2007, Koordinator Asisten Dosen Mata Kuliah Agama Protestan pada tahun 2007/2008, serta aktif dalam beberapa kegiatan kepanitian intern maupun ekstern kampus, yaitu kepanitian Agrocareer, PMK, panitia Retreat Angkatan, panitia MAPER, dan Ketua KAKR GBKP Bogor periode 2007/2008 sampai 2008/2009.
115
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan karunia-Nya penulis diberikan kekuatan, hikmat dan pengetahuan untuk menyelesaikan skripsi ini. Sebuah kebanggaan bagi penulis ketika membuat skripsi yang berjudul “Analisis Biaya Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) dan Evaluasi Kinerja Kemitraan Pasca Konversi (Kasus PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik Kelapa Sawit Sei. Pagar, Kabupaten Kampar, Riau).” Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan terselesaikan. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan secara moril maupun material selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis senantiasa menerima setiap saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2008
Penulis
116
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur atas segala berkat Tuhan yang senatiasa menyertai dan memberkati
proses
penulisan
tugas
akhir
ini
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikanya dengan baik. Terselesainya tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari pihak–pihak yang telah membantu. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Keluarga tercinta: Papa, Mama yang penulis sayangi semua yang terbaik kupersembahkan untuk kedua orangtuaku, Bang ala dan keluarga, Bang Ijos dan keluarga, dan Bang Iman yang selalu mendoakan dan memberi dorongan setiap hari. 2. Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar membantu, meluangkan waktu dan mengarahkan penulis sampai selesainya penulisan skripsi ini. 3. Bapak A. Faroby Falatehan, SP,ME selaku dosen penguji utama dan Ibu Ir. Meti Ekayani, M.Sc selaku dosen penguji wakil departemen yang telah bersedia untuk menguji penulis, serta atas saran, masukan dan perbaikannya dalam penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Ir. Arifin Saragih, selaku Manajer yang sudah memberikan izin untuk dapat melakukan penelitian di PTPN V Sei. Pagar. 5. Bapak H. Khairulrizal, ST, selaku Masinis Kepala di PT. Perkebunan Nusantara PKS V Sei. Pagar. 6. Bapak Indranof Tarigan, selaku KTU di PT. Perkebunan Nusantara V PKS Sei. Pagar. Terima kasih atas motivasi dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 7. Bapak Bantu Sembiring dan Bapak Fransisco Karo-Karo terima kasih atas motivasi dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 8. Bapak Syahendra Lubis (Bang Lokot), selaku Ko. Anggaran di PT.Perkebunan Nusantara PKS V Sei. Pagar. Terima kasih atas dukungan yang diberikan dan banyak membantu penulis dalam kelangsungan penyusunan skripsi ini.
117
9. Natalia sebagai sahabat yang selalu memberi dukungan ketika penulis mulai lelah dan jatuh. Terima kasih untuk persahabatan kita selama ini. Teman-Teman EPS 41 yang banyak mendukung dan peduli: Owien, Tita, Deli, Nana, Yudie, Kevin, Bjay, Pipih, Rolas, Lenny, Yanthi, Mery, Lina, Rocky, Jimmy, Risti, Mayang, Ade, Maya, Aghiez, Mba sari, dan rekanrekan EPS 41 seluruhnya serta teman-teman sepembimbingan penulis: Evie, Cecep, Gufron, Erfan kalian harus semangat ya teman. 10. Keluarga kelompok kecilku, Kak Tience, Yenny, Rini, Dek Ade, Dek Conny, dan Dek Emta, kalian adalah salah satu sumber kekuatanku. Penulis mengasihi kalian semua. 11. Bernardo Nababan terima kasih buat semuanya. Teman-teman Pondok Dame: Bang Supardi, Bang Landes, Bang Debi, Bang Mario, Bang Richard, serta partnerku yang lagi di Kalimantan Agus Manalu. Terima kasih untuk dukungan kalian. 12. Adik-adikku PMK IPB yang kukasihi: Kade Putri, Yesika, Adit, Ati, Jenita, Ninis, Rico, Leonard, Wesly, Ferryaman, Okto, Jesika, Nico, Anta, Jhon, Cipta, Edwin, Nehemia, Desra, Hartip, Andi, buyung, Elsye, Nuah, Icha, Demak, Corry dan Anak-anak Kost Perwira 52: Lenny, Nina, Kezhia, Putri, Riska, dan semuanya yang tidak bisa satu per satu disebutkan. Terima kasih buat dukungan kalian. 13. Guru KAKR GBKP Bogor: Kak Ana, Kak Yanti, Kak Ira, Kak Ika, Kak Leli, Kak Mila, Kak Ina, Kak Chicha, Bang Ago, Bang itor, Bang Yosi, Abed, Gandhi, Devi, Anita, Eva, Damenta, Cynthia, dan Permata GBKP Bogor: Indri, Bang Bremin, Kak Nia, Bang Budi, Bang Joy, Kak Elpita. Terima kasih untuk kebersamaan dan dukungan kalian semua, baik dalam pelayanan maupun dukungan doa dalam setiap pergumulan yang penulis alami. 14. Teman-teman KKP Kecamatan Tonjong buat Citta, Mira, Indah, Adjiest, dan teman-temanku lainnya. Terima kasih untuk kebersamaan kita disana. Suka dan duka kita lalui, serta teman-teman penulis baik sekarang maupun masa lalu serta semua pihak yang telah membantu tetapi luput dari ingatan penulis untuk menyebutkannya. Terima kasih buat kalian semua.
118
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .......................................................................................... i DAFTAR TABEL .................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR .............................................................................. iv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... v I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................. 8 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................. 11 1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................ 11 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ........................ 12 II. TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Kelapa Sawit ............................................................ Varietas Kelapa Sawit........................................................... Keunggulan Minyak Sawit.................................................... Hasil–Hasil Olahan Minyak Kelapa Sawit............................. Konsep Kemitraan ................................................................ Penelitian Terdahulu ............................................................. 2.6.1 Studi Terdahulu Mengenai Biaya Pengolahan.............. 2.6.2 Studi Terdahulu Mengenai Pabrik Kelapa Sawit dan Perkebunan Inti Rakyat .............................................. 2.6.3 Studi Terdahulu Mengenai Crude Palm Oil (CPO)......
23 25
III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis................................................ 3.1.1 Produksi dan Fungsi Produksi ..................................... 3.1.2 Biaya Produksi ............................................................ 3.1.3 Klasifikasi Biaya Produksi .......................................... 3.1.4 Indikator Evaluasi Kinerja Kemitraan........................... 3.2 Kerangka Pemikiran Konseptual .......................................... 3.3 Hipotesis Penelitian .............................................................
28 28 29 31 31 33 36
2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6
3.1
4.1 4.2 4.3
4.4
IV. METODE PENELITIAN Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian................................ Jenis dan Metode Pengumpulan Data .................................... Metode Analisis Data............................................................ 4.3.1 Analisis Biaya Pengolahan dan Efisiensi Teknis.......... 4.3.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengolahan CPO ......................................................... 4.3.3 Analisis Kinerja Kemitraan ......................................... Definisi Operasional ............................................................
13 15 15 16 17 22 22
37 37 38 38 40 49 50
119
Halaman V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Perusahaan 5.1.1 Sejarah PTPN V PKS SPA ........................................ 5.1.2 Keadaan Kebun di PTPN V SPA ............................... 5.1.3 Pengolahan dan Penanganan Limbah......................... 5.1.4 Proses Pengolahan TBS Menjadi CPO....................... 5.2 Karakteristik Responden ....................................................... 5.2.1 Karakteristik Umum Petani Plasma .............................. 5.2.2 Karakteristik Usaha Petani Plasma ............................... VI. 6.1 6.2 VII.
51 53 56 58 61 61 64
ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN TBS MENJADI CPO Komponen–Komponen Biaya Pengolahan ........................... 67 Analisis Efisiensi Teknis...................................................... 72
ANALISIS FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIAYA PENGOLAHAN CPO 7.1 Model Fungsi Linear Berganda ............................................ 76 7.2 Analisis Elastisitas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengolahan CPO .................................................................. 80
VIII. EVALUASI KINERJA KEMITRAAN PT.PERKEBUNAN NUSANTARA V SEI. PAGAR PASCA KONVERSI 8.1 Perkembangan PIR–Trans PT.Perkebunan Nusantara V SPA 84 8.2 Evaluasi Kemitraan Pihak Inti dan Petani Plasma............... .. 88 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan............................................................................ 102 7.2 Saran ..................................................................................... 103 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 105 LAMPIRAN................................................................................................ 108
120
DAFTAR TABEL Halaman
1.
Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1999 – 2005 .........................................................................
2
2.
Perkembangan Produksi Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1999 – 2005 ....................................................................................
3
3.
Perkembangan Ekspor CPO dan Minyak Sawit lainnya di Indonesia Tahun 1999 – 2005 .........................................................................
4
4.
Perbandingan Produktivitas Komoditas Perkebunan Tahun 1990 - 2000.....................................................................................
5
5.
Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Seluruh Indonesia, Tahun 2000 ....................................................................
6
6.
Produksi Enam Varietas Unggul Kelapa Sawit ................................ 15
7.
Daftar Indikator Kinerja Kemitraan................................................. 38
8.
Komponen Biaya Tetap PTPN V PKS SPA Tahun 2005 – 2007...... 68
9.
Komponen Biaya Variabel PTPN V PKS SPA Tahun 2005 – 2007.. 69
10.
Perkembangan Harga TBS PTPN V PKS SPA Tahun 2005 – 2007 . 70
11.
Komponen Biaya Pengolahan Tanpa Pembelian TBS PTPN V PKS SPA Tahun 2005 – 2007 ................................................................. 71
12.
Biaya Rata-Rata Tingkat Pabrik PTPN V SPA Tahun 2005 – 2007 . 72
13.
Perbandingan Jumlah TBS dan CPO Diolah PTPN V PKS SPA Tahun 2005 – 2007 ......................................................................... 73
14.
Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengolahan CPO ............................................................................. 77
15.
Tahap-Tahap Kemitraan PTPN V SPA dan Petani Plasma .............. 86
16.
Evaluasi Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara V SPA....... 89
121
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Pohon Industri Kelapa Sawit ........................................................... 17
2.
Kerangka Pemikiran Konseptual ..................................................... 35
3.
Persentase Jenis Kelamin ................................................................ 62
4.
Persentase Tingkat Umur ................................................................ 62
5.
Persentase Tingkat Pendidikan ........................................................ 64
6.
Persentase Jumlah Produksi CPO .................................................... 65
7.
Persentase Tingkat Pendapatan........................................................ 66
8.
Persentase Asal Daerah Petani Plasma ............................................ 84
9.
Persentase Pihak Penjualan TBS ..................................................... 99
122
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Struktur Organisasi PTPN V PKS SPA ........................................... 109
2.
Data Jumlah TBS dan Produksi CPO PTPN V PKS SPA ................ 110
3.
Perkembangan Harga TBS PTPN V PKS SPA 2005 – 2007............ 111
4.
Perhitungan Rentang Skala.............................................................. 112
5.
Perbandingan Antara Realisasi dan Anggaran Biaya Pengolahan PTPN V PKS SPA Tahun 2005....................................................... 113
6.
Perbandingan Antara Realisasi dan Anggaran Biaya Pengolahan PTPN V PKS SPA Tahun 2006....................................................... 115
7.
Perbandingan Antara Realisasi dan Anggaran Biaya Pengolahan PTPN V PKS SPA Tahun 2007....................................................... 117
8.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengolahan CPO PTPN V PKS SPA ......................................................................... 119
9.
Hasil Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengolahan CPO PTPN V PKS SPA.................................................................. 121
10. Pelaksanaan Hak dan Kewajiban dalam Kemitraan PTPN V SPA dengan Petani Plasma...................................................................... 122
123
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memiliki beberapa subsektor, salah satunya adalah subsektor
perkebunan.
Perkebunan
memegang
peranan
strategis
dalam
penyediaan pangan, seperti minyak goreng sawit dan gula yang merupakan salah satu pilar stabilitas ekonomi dan politik di Indonesia. Selain itu perkebunan juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat dari besar penyerapan tenaga kerja pada tahun 2003 yaitu sebesar 17 juta jiwa. Peran ini relatif konsisten, baik ketika Indonesia mengalami masa kritis maupun masa jaya. Kontribusi subsektor perkebunan terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) secara nasional tanpa migas adalah sekitar 2,9 persen atau sekitar 2,6 persen dari PDB total. Jika menggunakan PDB dengan harga konstan tahun 1993, pangsa subsektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian adalah 17,6 persen, sedangkan terhadap PDB tanpa migas dan PDB nasional masing-masing adalah 3,0 persen dan 2,8 persen (Badan Pusat Statistik, 2004). Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang memiliki arti penting bagi perkembangan pembangunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja, kontribusi lainnya adalah sebagai sumber devisa negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit (Crude Palm Oil). Crude Palm Oil (CPO) yang dihasilkan kelapa sawit memiliki beberapa keunggulan dibandingkan minyak nabati tanaman lainnya, yaitu tahan lebih lama, tahan terhadap tekanan, dan memiliki toleransi suhu yang relatif tinggi. CPO dikenal sebagai produk primadona perkebunan Indonesia.
124
Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia selama tahun 1999 – 2005 cenderung meningkat yakni sekitar 1,97 – 13,36 persen (Tabel 1). Pada tahun 2001 pertumbuhan luas areal perkebunan kelapa sawit paling besar yaitu sebesar 13,36 persen dikarenakan permintaan ekspor CPO Indonesia meningkat. Sementara pada tahun 2005 luas areal juga mengalami peningkatan sekitar 1,97 persen atau menjadi 5,51 juta hektar walaupun paling kecil dibandingkan peningkatan tahun sebelumnya, kelapa sawit merupakan komoditas andalan pertanian dalam negeri. Tabel 1. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1999 – 2005 Tahun
PR (ha)
PBN (ha)
PBS (ha)
Jumlah (ha)
Pertumbuhan (%)
1999
1041046
576999
2283757
3901802
9,60
2000
1166758
588125
2403194
4158077
6,57
2001
1561031
609943
2542457
4713431
13,36
2002
1808424
631566
2627068
5067058
7,50
2003
1854394
662803
2766360
5283557
4,27
2004
1904943
674983
2821705
5401631
2,23
2005
1917038
676408
2914773
5508219
1,97
Sumber : BPS, 2005. Keterangan : PR : Perkebunan Rakyat PBN : Perkebunan Besar Negara PBS : Perkebunan Besar Swasta
Produksi kelapa sawit berupa minyak sawit (CPO) di Indonesia selama tahun 1999 – 2005 juga mengalami peningkatan antara 8,44 – 19,94 persen (Tabel 2). Peningkatan produksi tersebut berfluktuasi dari tahun ke tahun. Adanya peningkatan produksi CPO setiap tahunnya mengindikasikan bahwa CPO memiliki potensi untuk dikembangkan.
125
Tabel 2. Perkembangan Produksi Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1999 - 2005 Tahun
PR (ton)
PBN (ton)
PBS (ton)
Jumlah (ton)
Pertumbuhan (%)
1999
1527811
1468949
3438830
6435590
8,86
2000
1905653
1460954
3633901
7000508
8,44
2001
2798032
1519289
4079151
8396472
19,94
2002
3426739
1607734
4587871
9622344
14,60
2003
3517324
1750651
5172859
10440834
8,51
2004
3745264
2013130
6466132
12224526
17,08
2005
3873677
2158684
7079579
13111940
7,26
Sumber : BPS, 2005. Keterangan : PR : Perkebunan Rakyat PBN : Perkebunan Besar Negara PBS : Perkebunan Besar Swasta
Indonesia adalah negara net exporter minyak sawit. Produksinya sebagian besar di ekspor dan sisanya dipasarkan di dalam negeri. Pangsa pasar untuk produk minyak sawit telah menjangkau kelima benua yakni Asia, Afrika, Australia, Amerika dan Eropa. Namun demikian Asia masih merupakan pangsa pasar yang paling utama. Perkembangan ekspor minyak sawit tahun 1999 – 2005 selalu mengalami peningkatan (Tabel 3). Hal ini disebabkan harga internasional yang terus meninggi, sebagai dampak permintaan dunia akan CPO terus bertambah. Saat ini dunia sedang banyak mencari sumber energi baru pengganti minyak bumi yang cadangannya semakin menipis. Salah satu alternatif pengganti tersebut adalah energi biodiesel dimana bahan baku utamanya adalah minyak mentah kelapa sawit atau yang lebih dikenal dengan nama Crude Palm Oil (CPO). Biodiesel ini merupakan energi alternatif yang ramah lingkungan, selain itu sumber energinya
126
dapat terus dikembangkan, sangat berbeda dengan minyak bumi yang jika cadangannya sudah habis tidak dapat dikembangkan kembali. Tabel 3. Perkembangan Ekspor CPO dan Minyak Sawit Lainnya di Indonesia 1999 – 2005 CPO (Crude Palm Oil) Tahun
Minyak Sawit lainnya
Jumlah Total Pertumbuhan (%)
Volume (000 ton)
Nilai (000 ton)
Volume (000 ton)
Nilai (000 ton)
Volume (000 ton)
Nilai (000 ton)
1999
865
270
2434
844
3299
1114
123,01
2000
1818
476
2292
611
4110
1087
24,58
2001
1849
406
3054
674
4903
1081
19,30
2002
2805
892
3529
1200
6334
2092
29,17
2003
2892
1062
3494
1392
6386
2455
0,83
2004
3820
1444
4842
1997
8662
3442
35,63
2005
4566
1593
5810
2163
10376
3756
19,49
Sumber: BPS, 2005.
Produktivitas kelapa sawit lebih tinggi bila dibandingkan dengan produktivitas komoditas perkebunan lain (Tabel 4). Banyak para investor yang menginvestasikan
modalnya
untuk
membangun
perkebunan
dan
pabrik
pengolahan kelapa sawit. Berdasarkan produk yang dihasilkan, industri kelapa sawit dapat dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu hulu kelapa sawit (penghasil buah sawit) dan industri hilir kelapa sawit (industri ekstraksi minyak sawit dari buah sawit dan pengolahan lanjutan, termasuk limbah kelapa sawit). Skala industri perkebunan kelapa sawit Indonesia memiliki rentang yang luas mulai dari yang berskala kecil satu sampai lima hektar hingga ratusan ribu hektar. Industri hilir kelapa sawit memiliki karakteristik berupa padat teknologi dan padat modal. Industri hilir kelapa sawit Indonesia dapat dikelompokkan kedalam
127
tiga kelompok besar yaitu (a) Industri ekstraksi minyak sawit dari buah sawit (Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit / PKS), (b) Industri pengolahan minyak sawit, dan (c) Industri pemanfaatan limbah kelapa sawit. Tabel 4. Perbandingan Produktivitas Komoditas Perkebunan Tahun 1990 – 2000 Produktivitas (kg/ha)
Komoditas PR
PBN
PBS
659
1.071
1.31
Kelapa Sawit
2.173
4.929
2.693
Kelapa Dalam
1.037
1.141
934
Kelapa Hibrida
997
1.031
920
Kopi Robusta
583
633
604
Kopi Arabika
830
830
581
1.313
812
856
Karet
Cokelat
Sumber : Statistik Perkebunan dalam Fauzi,dkk, 2002. Keterangan : PR : Perkebunan Rakyat PBN : Perkebunan Besar Negara PBS : Perkebunan Besar Swasta
Propinsi Riau merupakan propinsi dengan luas areal perkebunan rakyat (PR) kelapa sawit terluas di seluruh Indonesia pada tahun 2000 yaitu 205.361 ha dengan produksi 361.962 ton, sedangkan untuk perkebunan besar negara (PBN) Propinsi Riau memiliki luas areal kedua yang terluas setelah Sumatra Utara. Perkebunan besar swasta (PBS), Propinsi Riau yang terluas yaitu 389.690 ha dengan hasil produksinya 642.017 ton (Tabel 5). Propinsi Riau juga memiliki kapasitas produksi pengolahan kelapa sawit terbesar kedua setelah Sumatra Utara, yaitu 2.017 ton TBS/jam (Fauzi,dkk 2002). Hal ini didukung oleh letak geografis Propinsi Riau yang sesuai untuk ditanami kelapa sawit. Luas areal dan produksi kelapa sawit di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.
128
Tabel 5. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Seluruh Indonesia, Tahun 2000 PR Propinsi
PBN
PBS
Luas (ha)
Produksi (ton)
Luas (ha)
Produksi (ton)
Luas (ha)
Produksi (ton)
DI Aceh
60.188
48.759
41.645
83.541
117.549
263.203
Sumatra Utara
105.330
256.986
257.434
1.259.61 5
264.218
918.372
Sumatra Barat
51.599
116.201
3.256
18.579
92.331
252.694
Riau
205.361
361.962
63.088
303.307
389.690
642.017
Jambi
159.947
185.367
8.326
37.105
90.842
104.188
Sumatra Selatan
154.012
154.501
27.209
108.021
157.541
170.206
Bengkulu
24.529
37.693
4.345
1.754
35.739
58.335
Lampung
31.537
11.141
12.996
57.209
37.626
18.377
Jawa Barat
6.296
12.587
11.071
6.068
4.135
7.914
Kalimantan Barat
143.695
202.083
42.960
113.923
105.697
93.053
Kalimantan Tengah
22.642
4.210
0
0
97.771
25.997
Kalimantan Selatan
0
0
0
0
103.557
45.052
Kalimantan Timur
32.816
40.848
9.360
19.736
43.653
15.910
Sulawesi Tengah
10.638
13.643
4.349
0
23.440
13.258
Sulawesi Selatan
27.206
30.476
9.887
21.846
47.360
28.935
Irian Jaya (Papua)
17.000
26.956
5.217
25.815
9.638
0
Sumber : Dirjen Perkebunan, 2000.
129
Areal kelapa sawit di Propinsi Riau sebagian besar merupakan milik PT.Perkebunan Nusantara V (PTPN V) yang berada dibawah naungan BUMN. Salah satu PTPN yang ada di Propinsi Riau adalah PTPN V Sei Pagar. PTPN V Pabrik Kelapa Sawit Sei Pagar (PKS SPA) merupakan salah satu dari 12 pabrik yang dimiliki oleh PTPN V yang bergerak dibidang perkebunan dan pengolahan kelapa sawit. PTPN V PKS SPA melakukan proyek perkebunan inti rakyat atau proyek PIR-Trans. PKS SPA mengolah Tandan Buah Segar (TBS) menjadi dua macam produk akhir yaitu Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK). Prosesnya dimulai dari pasokan tandan buah segar (TBS) yang berasal dari perkebunan inti dan perkebunan plasma kemudian diolah menjadi CPO dan kernel. PT. Perkebunan Nusantara V PKS SPA sebagai penanggung jawab terlaksananya pembangunan proyek PIR-Trans. Pelaksanaan program PIR-Trans dilaksanakan berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1986 tentang pengembangan perkebunan dengan pola PIR yang dikaitkan dengan program transmigrasi dan disusun jelas dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 333/Kpts/KB.50/6/1986. PT. Perkebunan Nusantara V PKS SPA mengembangkan kemitraan dengan petani plasma dalam hal pengadaan bahan baku. Berdasarkan konsep PIR-Trans maka perusahaan berperan sebagai inti, sedangkan perkebunan rakyat berperan sebagai plasma (peserta). Adanya kerjasama antara pengusaha dengan petani diharapkan dapat menciptakan hubungan yang saling menguntungkan bagi keduanya. Kontinuitas hubungan antara perkebunan sebagai penyedia bahan baku
130
dengan pabrik pengolahannya sebagai pihak yang membutuhkan bahan baku menjadi salah suatu hal yang penting untuk dikaji.
1.2 Perumusan Masalah Pembangunan PKS SPA merupakan langkah strategis dalam pengembangan industri kelapa sawit. Sifat alami buah sawit yang tidak dapat disimpan lama mengharuskan adanya pembangunan PKS. Tanpa PKS buah kelapa sawit tidak dapat dimanfaatkan. Menurut SK Menteri Pertanian No 357/Kpts/HK.350/5/2002, pembangunan pabrik pengolahan hasil perkebunan wajib secara terpadu dengan jaminan pasokan bahan baku dari kebun sendiri. Apabila pasokan bahan baku dari kebun sendiri tidak mencukupi dapat dipenuhi dari sumber lain melalui perusahaan patungan dengan menempuh salah satu pola pengembangan dari pihak luar. Oleh karena itu, kebun–kebun yang luas akan lebih aman apabila memiliki PKS sendiri. PT. Perkebunan Nusantara V PKS SPA berlokasi di Kecamatan Perhentian Raja, Desa Hangtuah, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Pertama kali dilakukan penanaman pada lahan perkebunan PTPN V SPA adalah tahun 1986. PKS SPA memiliki kapasitas pabrik 30 ton TBS/jam, secara pedoman umum pabrik dengan kapasitas 30 ton TBS/jam memerlukan lahan kelapa sawit seluas 6000 ha. PKS SPA saat ini sudah memiliki lahan seluas 8000 ha dengan sistem pengembangan kemitraan pola perkebunan inti rakyat transmigrasi (PIR-Trans). Berdasarkan konsep PIR-Trans maka perusahaan sebagai inti, sedangkan perkebunan rakyat berperan sebagai plasma.
131
PT. Perkebunan Nusantara V sebagai penanggung jawab pelaksanaan proyek kemitraan PIR-Trans dengan memberikan areal seluas 6000 ha kebun plasma kepada 3000 KK petani, sedangkan luas areal kebun inti seluas 2.752,68 ha. PTPN V SPA memiliki empat pasokan TBS yaitu kebun inti, kebun plasma, titip olah, dan pembelian tandan buah segar (TBS). Kapasitas PKS adalah 30 ton TBS/jam, maka kapasitas olah ideal yang dicapai perbulan adalah 10.000 ton TBS dengan masa operasi 20 jam. Apabila dipaksa untuk beroperasi 22 jam/hari, maka kapasitas olah bulanan adalah 11.000 ton TBS. Dalam keadaan terpaksa, PKS dapat dioperasikan selama 24 jam/hari untuk beberapa hari saja. Pada tahun 2006 PKS Sei. Pagar membuat anggaran TBS yang diolah 169.200.000 kg, sedangkan yang terealisasi jumlah TBS sampai dengan bulan Desember 2006 adalah 107.175.110 kg TBS. Berarti tidak tercapainya TBS yang akan diolah sebesar 62.024.890 kg dibandingkan dengan anggaran. Tidak tercapainya TBS yang masuk ke PKS Sei. Pagar akan berpengaruh kepada jumlah biaya pengolahan yang dikeluarkan. Walaupun jumlah TBS yang dipasok tidak memenuhi target sehingga pabrik sering tidak mengolah atau dalam keadaan idle capacity tapi biaya tetap pengolahan seperti gaji karyawan pimpinan, gaji karyawan pelaksana, biaya listrik, biaya pemeliharaan bangunan pabrik, dan, biaya pemeliharaan mesin dan instalasi pabrik tetap saja dikeluarkan. Semakin tinggi biaya pengolahan akan berakibat semakin tinggi harga pokok pengolahan yang terjadi sehingga pabrik tidak efisien. Pengoperasian pabrik dikatakan efisien apabila biaya untuk menghasilkan keluaran lebih kecil dari nilai keluarannya. Biaya pengolahan termasuk kedalam biaya terbesar yang dikeluarkan oleh PKS SPA. Oleh karena itu, analisis biaya pengolahan sangat perlu dilakukan.
132
Biaya pengolahan digunakan untuk melihat perkembangan total biaya pengolahan selama ini terutama tiga tahun terakhir, komponen–komponen apa saja yang memiliki pengaruh terhadap biaya pengolahan, serta mengetahui komponen yang memiliki biaya terbesar dan terkecil. Biaya pengolahan yang dikeluarkan terdiri dari beberapa komponen seperti pembelian bahan baku, gaji karyawan, biaya pemeliharaan bangunan pabrik, biaya listrik, biaya air, dan lain-lain. Salah satu penyebab pabrik tidak efisien adalah pasokan TBS yang tidak masuk ke PTPN V PKS SPA. Kontinuitas pasokan hasil produksi petani plasma ke inti merupakan kunci kelanggengan kemitraan dimana terdapat manfaat yang dapat dirasakan oleh kedua belah pihak. Manfaat tersebut adalah terpenuhinya pasokan bahan baku bagi inti dan adanya jaminan pemasaran hasil produksi bagi petani plasma. Namun pada kenyataannya, kemitraan yang dilaksanakan tidak selalu berjalan sesuai harapan. Adanya penurunan volume pasokan bahan baku (TBS) dari petani plasma ke PKS SPA menunjukkan kemitraan pemasok sebagai sistem pengadaan bahan baku belum mencapai manfaat yang optimal. Jika kemitraan PIR-Trans dilihat sebagai suatu sistem pengadaan bahan baku agroindustri, maka posisi petani plasma sebagai pemasok ke perusahaan inti menjadi salah satu faktor yang menentukan keunggulan bersaing perusahaan dalam industri. Berdasarkan hal ini perlu dilakukan suatu kajian terhadap kinerja pola kemitraan yang terjadi antara petani plasma dan PTPN V SPA.
133
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana perkembangan biaya pengolahan CPO PKS Sei. Pagar? 2. Faktor–faktor apa saja yang berpengaruh terhadap biaya pengolahan CPO PKS Sei. Pagar? 3. Bagaimana kinerja kemitraan yang terjadi antara petani plasma dan PTPN V Sei. Pagar?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan perkembangan biaya pengolahan CPO PKS Sei. Pagar. 2. Menganalisis faktor–faktor yang mempengaruhi biaya pengolahan CPO PKS Sei. Pagar. 3. Mengkaji kemitraan yang terjadi antara petani plasma dan PTPN V Sei. Pagar.
1.4 Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk: 1. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman tentang analisis biaya pengolahan dan pengkajian mengenai evaluasi kemitraan. 2. Bagi pihak perusahaan, dapat memberikan masukan untuk mengupayakan peningkatan pasokan TBS, serta mengenai perkembangan biaya–biaya pengolahan yang terjadi.
134
3. Bagi pemerintah, dapat mempertimbangkan masukan dalam menetapkan kebijakan mengenai pembangunan pabrik kelapa sawit, terutama yang ada di Kabupaten Kampar, Riau.
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian PTPN V terdiri dari 12 pabrik yaitu Tanjung Medan, Tanah Putih, Sei. Buatan, Lubuk Dalam, Sei. Pagar, Sei. Galuh, Sei. Garo, Terantam, Tandun, Sei. Intan, Sei. Rokan, dan Sei. Tapung. Namun pada penelitian ini yang akan dibahas adalah salah satu pabrik dari PTPN V ini yaitu PKS Sei. Pagar. Oleh karena itu, hasil dari penelitian ini tidak dapat digeneralisasi terhadap kondisi PTPN V secara keseluruhan karena ada keterbatasan penelitian.
135
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sejarah Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Kelapa sawit (Palm oil) termasuk dalam ordo: Palmales, famili: Palmaceae, sub-famili: Palminae, genus: Elaeia. Walaupun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit dapat hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi yang lebih tinggi. Di Indonesia, kelapa sawit pertama kali diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911 oleh Adrien Hallet, seorang Belgia yang banyak belajar tentang kelapa sawit di Afrika. Perkebunan kelapa sawit pertama kali di Indonesia berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit (CPO) pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit (kernel) sebesar 850 ton (Setyamidjaja, 1991). Memasuki masa penguasaan pemerintahan Jepang, perkembangan kelapa sawit di Indonesia mengalami kemunduran. Secara keseluruhan produksi perkebunan kelapa sawit terhenti. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16 persen dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawit hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948/1949. Padahal pada tahun 1940
136
Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit. Setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pada tahun 1957, pemerintah mengambil alih perkebunan dengan alasan politik dan keamanan. Perubahan manajemen dalam perkebunan dan kondisi sosial politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit mengalami penurunan. Pada periode tersebut posisi Indonesia sebagai pemasok minyak dunia tergeser oleh Malaysia. Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan diarahkan
dalam
rangka
menciptakan
kesempatan
kerja,
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dan sektor penghasil devisa negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai dengan tahun 1980 luas lahan mencapai 294.560 ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak saat itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat dan juga didukung oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan program PIR. Pada tahun 1990-an, luas perkebunan kelapa sawit mencapai lebih dari 1,6 juta hektar yang tersebar diberbagai sentra produksi seperti Sumatra dan Kalimantan (Setyamidjaja, 1991). Kelapa sawit biasanya berbuah setelah berumur 2,5 tahun. Buahnya masak 5,5 bulan setelah penyerbukan. Dalam memanen, perlu diperhatikan beberapa ketentuan umum agar buah yang dihasilkan baik mutunya, sehingga minyak yang dihasilkan juga bermutu baik. Buah yang akan dipenen adalah buah yang telah matang panen. Tanaman telah berumur ± 31 bulan, berat janjangan (tandan) telah mencapai tiga kg atau lebih, dan penyebaran panen telah mencapai satu banding lima, yaitu setiap lima pohon terdapat satu tandan buah yang matang panen.
137
2.2 Varietas Kelapa Sawit Dewasa ini dikenal beberapa varietas unggul yang telah ditanam diperkebunan kelapa sawit. Varietas unggul ini merupakan hasil persilangan buatan atau hibridisasi antara tipe Delidura dengan tipe Pisifera. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian RI No.312, 313, 314, 315, 316 dan 317/Kpts/TP.240/4/1985 telah dilepas enam varietas unggul kelapa sawit baru. Adapun nama dan daya produksinya terdapat pada Tabel 6. Varietas kelapa sawit unggul ini dianjurkan untuk ditanam dengan kerapatan tanaman 130 pohon per hektar, kecuali DP Marihat dan DP Lame sebaiknya 143 pohon per hektar (Setyamidjaja,1991). Tabel 6. Produksi Enam Varietas Unggul Kelapa Sawit Induk Asal
Nama Varietas (*)
Produksi Minyak Kelapa Sawit (ton/ha/tahun)
1
Delidura X Pisifera
DP Dolok Sinumbah
7,1
2
Delidura X Pisifera
DP Lame
7,0
3
Delidura X Pisifera
DP Yangambi
7,0
4
Delidura X Pisifera
DP Bah Jambi
6,9
5
Delidura X Pisifera
DP Marihat
6,7
6
Delidura X Pisifera
DP Avros
6,4
No
Sumber: Setyamidjaja, 1991. (*) DP berarti hasil silang antara Delidura dengan Pisifera; nama dibelakang huruf DP diambil dari nama tempat asal kelapa sawit Pisifera (sumber tepung sari) tersebut
2.3 Keunggulan Minyak Sawit Minyak sawit dapat dimanfaatkan di berbagai industri karena memiliki susunan dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri banyak menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku seperti industri pangan serta industri non
138
pangan seperti kosmetik dan farmasi. Bahkan minyak sawit telah dikembangkan sebagai salah satu bahan bakar. Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa minyak sawit memiliki keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Beberapa keunggulan minyak sawit antara lain sebagai berikut (Fauzi, dkk, 2004): a. Tingkat efisiensi minyak sawit tinggi sehingga mampu menempatkan CPO menjadi sumber minyak nabati termurah. b. Produktivitas minyak sawit tinggi yaitu 3,2 ton/ha, sedangkan minyak kedelai, lobak, kopra, dan minyak bunga matahari masing–masing 0.34, 0.51, 0.57, dan 0.53 ton/ha. c. Sifat intercgeable-nya cukup menonjol dibanding dengan minyak nabati lainnya, karena memiliki keluwesan dan keluasan dalam ragam kegunaan baik di bidang pangan maupun non pangan. d. Sekitar 80 persen dari penduduk dunia, khususnya di negara berkembang masih berpeluang meningkatkan konsumsi per kapita untuk minyak dan lemak terutama minyak yang harganya murah (minyak sawit). e. Terjadinya pergeseran dalam industri yang menggunakan bahan baku minyak bumi ke bahan yang lebih bersahabat dengan lingkungan yaitu oleokimia yang berbahan baku CPO, terutama di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa Barat.
2.4 Hasil –Hasil Olahan Minyak Kelapa Sawit Produk–produk yang dapat dihasilkan dari minyak sawit sangat banyak, dapat dilihat pada Gambar 1 antara lain:
139
1. Produk turunan CPO selain minyak goreng dapat dihasilkan margarin, vanaspati, es krim, shortening, dan lainnya seperti instant noodle, sabun dan detergent, chocolate dan coatings, specialty fats, dry soap mixes, textiles oils dan biodiesel (Dirjen Bina Produksi, 2004). 2. Produk turunan PKO yaitu margarin, confectionary, krim biskuit, es krim, susu isian, dan lainnya seperti cocoa butter substitute, fikked mild, imiation cream, shampo dan kosmetik (Dirjen Bina Produksi, 2004). 3. Limbah cair bisa digunakan sebagai pupuk, dan limbah padat dapat digunakan sebagai kompos, serat dan rayon.
Gambar 1. Pohon Industri Kelapa Sawit Sumber : Kurniawan, dkk, 2004.
2.5 Konsep Kemitraan Berdasarkan pelaku usahanya, usaha pertanian di Indonesia dapat dibedakan atas pengusaha pertanian besar (agribisnis besar) dan pengusaha kecil (agribisnis kecil). Agribisnis kecil di Indonesia umumnya bergerak pada sektor usahatani untuk menghasilkan komoditas pertanian tanpa olahan lebih lanjut dan langsung
140
dipasarkan. Agribisnis besar umumnya bergerak pada sektor pengembangan bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Kedua pelaku usaha ini bergerak pada sektor yang berbeda, namun masih dalam cakupan suatu sistem agribisnis. Kondisi yang berbeda tersebut dapat dimanfaatkan dalam rangka mencapai efisiensi yang lebih besar, yaitu dengan mengadakan kerjasama. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil bahwa kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar yang berkelanjutan dengan memperhatikan prinsip saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwa dalam kemitraan tidak ada pihak yang merasa lebih besar atau lebih kuat daripada yang lain, namun saling bergantung antara satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama. Dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih konkret, antara lain (Hafsah, 2000): 1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat. 2. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan. 3. Meningkatkan pemerataan, pemberdayaan masyarakat, dan usaha kecil. 4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah, dan nasional. 5. Memperluas kesempatan kerja. 6. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.
141
Dalam melaksanakan kemitraan, semua pihak yang terlibat harus merasakan keuntungan dan manfaat yang diperoleh dari kemitraan. Secara garis besar manfaat dilaksanakannya kemitraan yang dapat diperoleh petani, yaitu (Nurdiniayati,1996) : 1. Merangsang petani untuk lebih bergairah dalam kegiatan produksi karena adanya jaminan pemasaran, yang meliputi jaminan pasar pembelian, pasar penjualan, harga pasar, dan harga pembelian. 2. Tersedianya modal dan sarana produksi. 3. Terjadi transfer teknologi tepat guna sehingga dapat meningkatkan produktivitas. 4. Memungkinkan petani untuk memperluas usaha. Manfaat dilaksanakannya kemitraan bagi perusahaan diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Mendapat jaminan pasokan bahan baku. 2. Resiko kerugian jauh lebih kecil dibandingkan jika usaha tersebut dilakukan sendiri. 3. Investasi yang dikeluarkan jauh lebih kecil dibandingkan jika usaha tersebut dilakukan sendiri. 4. Kegiatan produksi dapat diarahkan kepada industri yang berskala ekonomi tinggi, efisien, efektif, yang berorientasi pada pasar dan memiliki daya saing dalam pemasaran.
142
Menurut Hafsah (2000), pola kemitraan yang dapat dikembangkan di Indonesia adalah sebagai berikut : a. Pola kemitraan sederhana Pada pola kemitraan ini, menempatkan pengusaha besar pada peranan dalam (a)
memberikan
bantuan
atau
kemudahan
perolehan
modal
untuk
mengembangkan usaha, (b) penyediaan sarana produksi yang dibutuhkan, (c) bantuan teknologi. Pengusaha kecil mempunyai kewajiban memasokkan hasil produksinya kepada pengusaha besar (mitranya) sesuai jumlah dan standar mutu yang telah disepakati bersama. Pembina (pemerintah) berperan dalam pemberian fasilitas dan kemudahan dalam berinvestasi, penyediaan sarana transportasi, telekomunikasi, listrik, serta perangkat perundang – undangan yang mendukung kemitraan usaha. b. Pola Kemitraan Tahap Madya Pada pola kemitraan ini, peran usaha besar terhadap usaha kecil mitranya semakin berkurang. Dalam tahapan ini, usaha kecil telah mampu mengembangkan usaha, terutama dalam pengadaan sarana produksi, permodalan, dan manajemen. Usaha besar lebih terfokus pada aspek pengolahan dan pemasaran hasil. c. Pola Kemitraan Tahap Utama Pola kemitraan ini adalah yang paling ideal untuk dikembangkan, namun dibutuhkan
persyaratan
yang
cukup
berat,
diantaranya
kemampuan
manajemen dan pengetahuan bisnis yang luas. Dalam pola ini pengusaha kecil turut terlibat dalam pengembangan usaha perusahaan besar mulai dari tahap perencanaan pengembangan usaha sampai dengan pemasaran hasil. Pembina
143
(pemerintah) tetap dibutuhkan peranannya agar dapat terwujud kemitraan yang diharapkan. Berdasarkan sifat / kondisi dan tujuan usaha yang dimitrakan, terdapat beberapa pola kemitraan yang saat ini telah banyak dilaksanakan, yaitu (Hafsah, 2000): 1. Pola Inti Plasma, merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah, dan memasarkan hasil produksi, selain tetap memproduksi kebutuhan perusahaan. Pihak plasma (petani) harus dapat memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. 2. Pola Subkontrak, merupakan pola hubungan kemitraan antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan yang diperlukan perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya. Ciri khas dari bentuk kemitraan ini adalah adanya kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga, dan waktu. 3. Pola Dagang Umum, merupakan pola hubungan kemitraan antara mitra usaha yang memasarkan hasil dengan kelompok usaha yang mensuplai kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan. 4. Pola keagenan, merupakan pola hubungan kemitraan dimana usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha menengah atau usaha besar sebagai mitranya.
144
5. Waralaba, merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan hak lisensi dan merek dagang saluran distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usaha sebagai penerima waralaba yang disertai dengan bantuan bimbingan manajemen.
2. 6 Penelitian Terdahulu 2.6.1 Studi Terdahulu Mengenai Biaya Pengolahan Kamilla (2004) melakukan penelitian “Analisis Biaya Produksi Pengolahan Getah Pinus di Pabrik Gondorukem dan Terpetin Cimanggu, KPH Banyumas Barat” menggunakan metode perhitungan biaya dan analisis break even point. Menyimpulkan secara garis besar biaya produksi total gondorukem dan terpentin pada bulan November 2003 mencapai Rp.2.122.403.993,10. Break even point Pabrik Gondoruken dan Terpetin Cimanggu atas dasar unit barang yang digunakan dalam proses, atau jumlah getah minimal yang harus dimasak adalah Rp.790.682 kg per bulan agar KPH Banyumas tidak rugi. Artiyanto (2006) melakukan penelitian berjudul “Analisis Biaya Pengolahan Gondorukem dan Terpetin di PGT. Sindangwangi, KPH Bandung Utara, Perum Perhutani Unit III Jawa barat” menggunakan metode analisis biaya produksi, analisis Rugi–Laba dan analisis break even point. Menyimpulkan PGT Sindangwangi mengeluarkan biaya produksi sebesar Rp.16,9 milyar dan mendapatkan keuntungan sebesar Rp.6,32 milyar pada tahun 2005. Keuntungan dapat ditingkatkan dengan menaikkan harga jual dan menambah jumlah produksi.
145
2.6.2 Studi Terdahulu Mengenai Pabrik Kelapa Sawit dan Perkebunan Inti Rakyat Ekaprasetya (2006) melakukan penelitian mengenai “Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Kerja Karyawan Pabrik Kelapa Sawit (studi kasus: PKS PT. Milano Aek Batu Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara).” Analisis statistik yang digunakan adalah koefisien korelasi Rank Sperman untuk mengetahui hubungan faktor internal dan faktor eksternal terhadap motivasi kerja karyawan bagian proses dan karyawan bagian non proses serta seluruh karyawan dalam faktor eksternal. Sedangkan untuk mengidentifikasi lingkungan kerja perusahaan menurut karakteristik responden dan tingkat motivasi kerja karyawan dianalisis secara deskriptif dan diberi skor. Berdasarkan hasil uji korelasi, upaya peningkatan motivasi kerja karyawan hendaknya perusahaan memperhatikan faktor internal terutama usia, masa kerja, dan jumlah tanggungan keluarga untuk karyawan bagian non proses. Pada karyawan bagian non proses, urutan variabel yang paling berhubungan dengan tingkat motivasi kerja karyawan adalah variabel kompensasi, variabel peraturan dan kebijakan perusahaan, variabel kondisi kerja, dan variabel hubungan sesama rekan kerja. Novianti (1999) meneliti tentang “Evaluasi Manfaat Kemitraan PT.Sinar Inesco dengan Petani Teh.” Lokasi penelitian adalah di kecamatan Taraju, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji pola pelaksanaan kemitraan agribisnis teh, mengkaji manfaat kemitraan terhadap produksi dan pendapatan petani.
146
Kemitraan yang dilaksanakan berpola inti plasma, dimana PT.Sinar Inesco berperan sebagai inti dan petani teh berperan sebagai plasma. Untuk mengetahui manfaat kemitraan terhadap perusahaan inti dapat dilihat dari tingkat kemampuan memasok kebutuhan bahan baku bagi pabrik pengolahan yang ada. Manfaat kemitraan terhadap petani plasma dapat dilihat dengan cara membandingkan pendapatan usahatani peserta PIR teh dengan petani yang bukan peserta PIR teh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Sinar Inesco dapat memperoleh pucuk teh untuk memenuhi kebutuhan pabrik pengolahan secara kontinu. Bagi petani plasma, dengan mengikuti kemitraan terjadi peningkatan produksi dan pendapatan usahatani. Hal ini terlihat dari adanya perbedaan produksi dan pendapatan yang signifikan antara petani peserta PIR dan petani bukan peserta PIR. Namun, tujuan kemitraan ini belum sepenuhnya dicapai karena tingkat produktivitas kebun petani plasma yang relatif rendah dibandingkan kebun inti. Oleh karena itu, perlu diadakan pembinaan terhadap kelompok tani dan penerapan teknologi untuk meningkatkan produktivitas kebun petani plasma. Widyastuti
(2006)
melakukan
penelitian
dengan
judul
“Evaluasi
Pelaksanaan PIR pada PT.Inti Indosawit Subur.” Lokasi penelitian adalah di Pabrik Kelapa Sawit Buatan, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau. Tujuan penelitian adalah mengkaji gambaran pelaksanaan PIR di pabrik minyak kelapa sawit PT.Intisawit, mengukur tingkat kepuasan petani plasma terhadap pelaksanaan PIR, menganalisis dampak PIR terhadap pendapatan usahatani petani plasma jika dibandingkan dengan petani nonplasma, dan merumuskan alternatif strategi perbaikan kinerja PIR antara PT.Inti Indosawit Subur–Buatan dengan petani plasma.
147
Hasil penelitian menunjukkan kemitraan yang dikembangkan oleh PT.IIS adalah pola PIR-Trans yang telah memasuki tahap pasca konversi. Kemitraan mencakup kegiatan pembinaan, pemeliharaan tanaman, dan pengolahan kebun petani plasma. Berdasarkan matriks pelaksanaan hak dan kewajiban kemitraan belum sepenuhnya sesuai dengan petunjuk inti, kurang perhatian petani plasma terhadap pemeliharaan jalan, dan keterlambatan pembayaran hasil produksi kepada petani. Berdasarkan tingkat kepuasan maka atribut penetapan denda sortasi merupakan atribut terpenting dan memiliki nilai kepuasan terendah. Berdasarkan hasil uji statistik dengan metode uji-T terlihat pendapatan usahatani petani plasma dan non plasma berbeda nyata. Analisis pendapatan usahatani petani plasma dan non plasma menunjukkan bahwa petani plasma memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan petani non plasma. 2.6.3 Studi Terdahulu Mengenai Crude Palm Oil (CPO) Esron (2005) meneliti mengenai peramalan produksi CPO dan Palm Kernel Oil PT. Panamtama Kebun Dalam, Asahan, Sumut dengan metode kausal yaitu regresi berganda model linier dan regresi berganda model non linier dengan variabel independen produksi TBS dan faktor musiman. Penelitian di PTPN V PKS SPA juga sudah pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu yaitu Yusuf (2001) dan Sari (2004). Yusuf (2001) mengemukakan bahwa produksi TBS dan CPO PTPN V SPA mengalami kenaikan selama periode tahun 1996 – 1999, sehingga pada tahun tersebut perusahaan mencapai profit yang cukup besar. Dengan menggunakan analisis harga pokok (biaya rata-rata produksi),
pendekatan
garis
lurus,
analisis
titik
impas
dan
analisis
kemampulabaan (profitabilitas), Yusuf menyarankan agar perusahaan menekan
148
harga pokok terutama biaya pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM) dan biaya bahan baku TBS sehingga Margin of Safety (MOS) dan Marginal Income Ratio (MIR) yang didapat juga tinggi. Sari (2004) dalam penelitiannya yang berjudul ”Analisis Efisiensi FaktorFaktor Produksi CPO” dianalisis dengan menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas yang diolah dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Menyimpulkan dari analisis efisiensi produksi bahwa kenaikan penggunaan faktor produksi memberikan pengaruh positif terhadap jumlah produksi CPO PKS SPA. Di lain sisi ternyata kenaikan pada harga jual tidak berpengaruh besar terhadap tingkat keuntungan, karena tidak dapat mengimbangi kenaikan biaya produksi berupa pembelian bahan baku dan kompensasi untuk karyawan (biaya gaji dan upah). Naibaho M dan Manurung A (1994) dalam jurnal dengan judul “Studi Efisiensi Pengolahan dan Produktivitas Pabrik Kelapa Sawit (PKS)” melakukan penelitian dengan cara survei pada PKS yang ditentukan dengan purposive sampling pada PKS BUMN dan PT. Perkebunan Swasta Nasional di Sumatra Utara dan Aceh. Data diolah dengan cara statistik deskriptif. Menyimpulkan panen yang tidak terkendali akan menyebabkan kehilangan minyak dan inti sawit serta penurunan sawit serta penurunan kualitas produksi. Produktivitas pabrik rata-rata mencapai 84,12 persen (Indeks Produktivitas Pabrik = 2,42) Unit pengolahan screw press, klarifikasi, boiler, dan thressher mendominasi penyerapan sumberdaya pengolahan yang menjadi pusat perhatian dalam pengolaan PKS untuk mencapai efisiensi, efektivitas, dan produktivitas.
149
Kelebihan penelitian ini adalah belum banyak penelitian mengenai analisis biaya pengolahan khusus pabrik yaitu pabrik kelapa sawit dan evaluasi kinerja kemitraan yang terjadi di PTPN V SPA. Kemudian saat ini PTPN V PKS SPA dapat dikatakan pengoperasiannya belum maksimal baik secara ekonomi maupun teknis. Oleh karena itu, penting dilakukan penelitian mengenai perkembangan biaya pengolahan yang terjadi beberapa tahun kebelakang (tahun 2005 sampai 2007) dan evaluasi kinerja kemitraan PTPN V SPA sebagai masukkan kepada perusahaan dalam meningkatkan kinerja PTPN V SPA.
150
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Produksi dan Fungsi Produksi Pada umumnya suatu sistem produksi adalah proses pengubahan masukan– masukan menjadi barang atau jasa yang lebih berguna atau mempunyai nilai yang lebih tinggi. Masukan–masukan kedalam sistem ini adalah bahan mentah, tenaga kerja, modal, energi, dan informasi. Masukan ini diubah menjadi barang–barang dan jasa–jasa oleh teknologi proses yang merupakan metode atau cara tertentu yang digunakan untuk transformasi. Perubahan teknologi akan merubah cara satu masukkan yang digunakan dalam hubungannya dengan masukan yang lain, dan mungkin juga merubah keluaran–keluaran yang diproduksi (Rony, 1990). Dalam rangka kegiatan produksi, perusahaan memerlukan modal investasi dari modal kerja meliputi antara lain (Rony, 1990): 1. Sarana produksi seperti tanah untuk gudang penyimpanan bahan baku dan produksi akhir, pabrik, mesin–mesin serta peralatannya, penerang listrik, alat transportasi, air dan lainnya yang berkaitan dengan berbagai sarana penunjang untuk kelancaran aktifitas produksi. 2. Tenaga kerja yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan produksi seperti buruh pabrik, mandor, tenaga operator, penjaga, tenaga pembersih gedung, dan peralatan pabrik lainnya. 3. Bahan–bahan yang meliputi bahan baku utama, bahan pembantu dan penunjang lainnya seperti olie, solar, bensin, minyak pelumnas, dan lainnya.
151
Hubungan antara input dan output disusun dalam fungsi produksi (production function) yang berbentuk Q = f (K,L,M,...) Dimana Q mewakili output barang tertentu selama satu periode, K mewakili mesin (yaitu, modal) yang digunakan selama periode tersebut, L mewakili input jam tenaga kerja, dan M mewakili bahan mentah yang digunakan. Bentuk dari notasi ini menunjukkan adanya kemungkinan variabel-variabel lain yang mempengaruhi proses produksi. Fungsi produksi dengan demikian, menghasilkan kesimpulan tentang apa yang diketahui perusahaan mengenai bauran berbagai input untuk menghasilkan output. 3.1.2 Biaya Produksi Setiap kegiatan usaha pada umumnya akan berhadapan dengan persoalan biaya, baik yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan produksi atau tujuan yang hendak diwujudkan. Sebelum membahas masalah biaya produksi, perlu kiranya disorot dahulu pengertian dari biaya dan produksi itu sendiri. Gittinger (1986) menyatakan apa pun yang mengurangi pendapatan adalah suatu biaya dan apa pun yang langsung mengurangi jumlah barang dan jasa akhir jelas adalah suatu biaya. Prawirosentono (1997) dalam Kamilla, mendefinisikan produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan menambah manfaat dari suatu barang atau jasa. Untuk menjalankan kegiatan produksi tersebut dibutuhkan faktor–faktor produksi, yang dalam ilmu ekonomi faktor–faktor produksi yang dimaksud adalah tanah, modal, tenaga kerja, dan skill (organizational and managerial skill).
152
Berdasarkan pengertian–pengertian mengenai biaya dan produksi, Somarso (1996) dalam Kamilla mendefinisikan biaya produksi adalah biaya yang dibebankan dalam proses produksi selama suatu periode. Biaya ini terdiri dari persediaan dalam proses awal ditambah biaya pabrik (manufacturing cost). Yang dimaksud biaya pabrik adalah biaya–biaya yang terjadi dalam pabrik selama suatu periode. Pada dasarnya biaya pabrik dapat dikelompokkan menjadi biaya bahan baku (raw material), biaya buruh langsung (dirrect labor), dan biaya pabrikase (overhead) termasuk dalam biaya produksi adalah biaya–biaya yang dibebankan pada persediaan dalam proses pada akhir periode. Biaya produksi didefinisikan sebagai semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor–faktor produksi dan bahan-bahan mentah
yang
akan
digunakan
untuk
menciptakan
barang-barang
yang
diproduksikan perusahaan tersebut. Biaya produksi meliputi biaya tanaman dan biaya pengolahan. Biaya pengolahan meliputi gaji dan biaya sosial karyawan pimpinan, gaji dan biaya sosial karyawan pelaksana, alat dan inventaris kecil, bahan kimia dan bahan pelengkap, biaya analisis, bahan bakar dan pelumnas, biaya penerangan listrik, biaya air, biaya langsir, biaya angkat sampah, biaya pemeliharaan bangunan pabrik, biaya pemeliharaan mesin dan instalasi pabrik, premi asuransi pabrik, dan penyusutan. Biaya produksi yang dikeluarkan setiap perusahaan dapat dibedakan kepada dua jenis biaya, yaitu biaya eksplisit dan biaya tersembunyi. Biaya eksplisit adalah pengeluaran–pengeluaran perusahaan yang berupa pembayaran dengan uang (atau cek) untuk memperoleh faktor–faktor dan bahan mentah yang dibutuhkan perusahaan. Sedangkan biaya tersembunyi adalah taksiran pengeluaran ke atas
153
faktor–faktor produksi yang dimiliki oleh perusahaan itu sendiri (Somarso, 1996 dalam Kamilla). 3.1.3 Klasifikasi Biaya Produksi Biaya produksi merupakan salah satu unsur biaya dalam menentukan besarnya harga jual suatu produk, sehingga pada akhirnya keuntungan perusahaan dapat diketahui. Untuk kebanyakan produksi, ada dua macam biaya yang dapat dibedakan yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya dari macam pertama biasanya disebut fixed (tetap) atau overhead dan macam yang kedua dinamakan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap (konstan) dan tidak tergantung volume produksi, sedangkan biaya tidak tetap (biaya variabel) adalah biaya yang berubah sesuai dengan besarnya produksi, biaya yang akan bertambah atau berkurang proposional dengan volume kegiatan. Biaya tetap terdiri dari elemen–elemen biaya: upah, penyusutan, overhead tetap dan sebagainya, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Apabila biaya–biaya tersebut digabungkan, dapat terjadi bahwa satu atau lebih banyak biaya variabel akan menjadi tetap dalam hubungannya dengan yang lain (biaya campuran). Biaya variabel diklasifikasikan menjadi biaya bahan baku, upah langsung, bahan bakar, bahan penolong, bahan pengepakan dan sebagainya. Overhead variabel terdiri dari bahan perlengkapan, pemeliharaan instalasi, pemeliharaan bangunan dan sebagainya (Rony, 1990).
154
3.1.4 Indikator Evaluasi Kinerja Kemitraan Evaluasi pelaksanaan kemitraan perlu dilakukan dengan tujuan untuk (1) meningkatkan tingkat pelaksanaan hak dan kewajiban antara kedua pihak yang bermitra, (2) menilai besarnya manfaat yang diperoleh masing-masing pihak, (3) mengidentifikasi faktor-faktor yang menunjang dan menghambat pelaksanaan kemitraan, (4) mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapi. Kualitas pelayanan dapat dinilai dengan menggunakan konsep Servqual. Berdasarkan konsep ini, kualitas pelayanan yang mempengaruhi kepuasan pelanggan diyakini mempunyai lima dimensi, yaitu (Rangkuti, 2003): 1. Tangible (bukti langsung), pelayanan merupakan sesuatu yang tidak bisa dilihat, tidak bisa dicium, dan tidak bisa diraba, maka pelanggan akan menggunakan bukti langsung untuk menilai kualitas pelayanan. Dimensi tangible meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, dan sarana komunikasi. 2. Reliability (keandalan), merupakan dimensi yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan. 3. Responsiveness
(ketanggapan),
merupakan
dimensi
yang
mengukur
kemampuan untuk menolong pelanggan dan ketersediaan untuk melayani dengan baik 4. Assurance (jaminan), merupakan dimensi kualitas yang berhubungan dengan kemampuan dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya. 5. Empathy (empati), yaitu kepedulian untuk memberikan perhatian dan memahami kebutuhan pelanggan
155
3.2 Kerangka Pemikiran Konseptual Pengembangan industri kelapa sawit saat ini memiliki peluang yang baik. Produksi adalah suatu kegiatan ekonomi suatu perusahaan untuk memproses dan merubah bahan baku (raw material) menjadi barang setengah jadi atau barang jadi melalui penggunaan tenaga kerja dan fasilitas produksi lainnya (Rony, 1990). Tandan Buah Segar (TBS) merupakan produk awal yang merupakan input bagi PTPN V PKS SPA. PTPN V PKS SPA hanya menghasilkan produk setengah jadi yaitu CPO dan PK. Untuk menghasilkan produk, perusahaan memerlukan biaya–biaya dalam mengalokasikan sumberdaya yang ada. Biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi disebut biaya produksi. Biaya produksi pada pengolahan kelapa sawit terdiri dari biaya tanaman menghasilkan dan biaya pengolahan. Biaya pengolahan merupakan biaya yang paling dominan dalam proses produksi di PKS SPA, namun saat ini PTPN V PKS SPA dapat dikatakan pengoperasiannya kurang efisien. Jumlah pasokan TBS yang masuk ke PTPN V PKS SPA yang belum sesuai target atau anggaran juga berpengaruh kepada jumlah biaya pengolahan yang dikeluarkan. Hal ini dapat dilihat dari masih tingginya biaya pengolahan PTPN V PKS SPA. Pengoperasian pabrik dikatakan efisien apabila biaya untuk menghasilkan keluaran lebih kecil dari nilai keluaran. Ukuran efisiensi adalah penggunaan biaya pengolahan PTPN V PKS SPA. Analisis biaya pengolahan bertujuan untuk mengkaji komponen–komponen yang termasuk dalam biaya pengolahan dan menganalisis biaya terbesar sampai terkecil dalam proses pengolahan serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pengolahan CPO PTPN V PKS SPA, sehingga penggunaan biaya
156
pengolahan lebih efisien dan diharapkan mampu untuk memperbaiki struktur biaya pengolahan di PTPN V PKS SPA. Salah satu penyebab pabrik tidak efisien adalah pasokan TBS yang tidak masuk ke PTPN V PKS SPA. Kontinuitas pasokan hasil produksi petani plasma ke inti merupakan kunci kelanggengan kemitraan dimana terdapat manfaat yang dapat dirasakan oleh kedua belah pihak. Manfaat tersebut adalah terpenuhinya pasokan bahan baku bagi inti dan adanya jaminan pemasaran hasil produksi bagi petani plasma. Namun pada kenyataannya, kemitraan yang dilaksanakan tidak selalu berjalan sesuai harapan. Adanya penurunan volume pasokan bahan baku (TBS) dari petani plasma ke PKS SPA menunjukkan kemitraan pemasok sebagai sistem pengadaan bahan baku belum mencapai manfaat yang optimal. Berdasarkan hal ini dilakukan pula suatu kajian terhadap kinerja pola kemitraan yang terjadi antara petani plasma dan PTPN V SPA. Pemikiran Konseptual penelitian ini diilustrasikan pada Gambar 2.
157
Sebagian besar petani plasma tidak memberikan TBS kepada PTPN V Sei. Pagar
Biaya pengolahan PTPN V tidak efisien
Penggunaan kapasitas terpasang pabrik belum optimal
Kinerja kemitraan PTPN V Sei. Pagar dan petani plasma
Ada Perbedaan antara anggaran dan realisasi
Perkembangan biaya pengolahan
Biaya rata–rata pabrik
Faktor-faktor biaya yang mempengaruhi biaya pengolahan
Regresi OLS
Memberi rekomendasi kepada PTPN V Sei. Pagar Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual
Evaluasi kinerja kemitraan
158
3.3 Hipotesis Penelitian 1. Biaya pengolahan PTPN V PKS Sei. Pagar pada tahun 2005 – 2007 mengalami peningkatan setiap tahunnya. 2. Komponen faktor-faktor biaya tetap dan biaya variabel mempengaruhi biaya pengolahan PTPN V PKS SPA. 3. Elastisitas antara faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pengolahan PTPN V PKS SPA adalah positif. 4. Harga TBS yang ditawarkan oleh PTPN V PKS SPA mempengaruhi kemitraan antara PTPN V SPA dengan petani plasma.
159
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik Kelapa Sawit Sei. Pagar (PTPN V PKS SPA) dan petani plasma di tingkat kebun. Perusahaan ini dipilih dengan sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan dan pengolahan kelapa sawit. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai dengan Februari 2008.
4.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data Data penelitian yang dikumpulkan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui metode wawancara langsung kepada Masinis Kepala, Kepala Tata Usaha, karyawan PTPN V PKS SPA, dan petani plasma. Selain itu juga dilakukan pengamatan langsung di lapangan untuk memperoleh informasi proses pengolahan TBS dan informasi tambahan yang lain untuk mendukung data yang diperoleh. Data sekunder diperoleh dari bagian keuangan dan administrasi produksi. Data yang dikumpulkan meliputi laporan manajemen, neraca percobaan, data produksi, capaian produksi, harga TBS dan biaya pengolahan tahun 2005 sampai 2007 serta informasi dari bahan-bahan pustaka yang mendukung penelitian. Pengambilan data untuk evaluasi kemitraan yang terjadi antara petani plasma dan PTPN V SPA dilakukan dengan wawancara kepada pihak karyawan
160
inti sebanyak 10 orang dan kepada petani plasma sebanyak 30 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara accidental sampling karena keterbatasan waktu dan kesulitan menyeleksi observasi. Data kinerja kemitraan PTPN V SPA diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap 30 responden petani plasma. Kinerja kemitraan ditentukan dengan memberikan beberapa indikator seperti pada Tabel 7. Tabel 7. Daftar Indikator Kinerja Kemitraan No 1
2 3 4
5 6 7 8 9 10
Indikator Buruk Dimensi Tangible Daya tampung inti Dimensi Reliability Komunikasi yang dibangun pihak inti dan plasma Harga Beli TBS Waktu pembayaran TBS Dimensi Responsiveness Ketanggapan inti dalam menyelesaikan keluhan petani Layanan pinjaman dana Dimensi Assurance Disiplin inti dalam menaati perjanjian Pengetahuan proyek PIR-Trans Pengetahuan mengenai penyetoran TBS ke inti Dimensi Empathy Sikap inti terhadap kesejahteraan petani plasma
Baik
Sedang
4.3 Metode Analisis Data 4.3.1 Analisis Biaya Pengolahan dan Efisiensi Teknis Analisis yang digunakan dalam penelitian perhitungan biaya pengolahan adalah analisis harga pokok. Perkebunan perusahaan memproduksi minyak sawit (CPO) sebagai produk utama dan inti sawit (PK) sebagai produk sampingan. Berdasarkan sifat pengolahannya, CPO dan PK termasuk dalam sifat pengolahan
161
produk massa dan proses produksinya dilakukan secara kontinyu. Dengan demikian harga pokok yang digunakan adalah metode harga pokok proses, yaitu cara penentuan harga pokok produk yang membebankan biaya produksi selama periode tertentu kepada proses atau kegiatan produksi dan membaginya sama rata kepada produk yang dihasilkan dalam periode tertentu. Pembebanan biaya kepada produk yang dilakukan adalah berdasarkan full costing method, karena biaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah total biaya (biaya penuh) yang dikeluarkan perusahaan untuk menghasilkan CPO baik biaya tetap maupun biaya variabel. Menurut Mulyadi (1993), full costing method adalah metode penentuan harga pokok yang memasukkan semua komponen biaya produksi (biaya tetap maupun variabel) sebagai komponen harga pokok produksi. Rumus yang digunakan adalah (Mulyadi, 1993): H arg a Pokok =
Total biaya pada periode tertentu Jumlah produksi pada periode tertentu
Dalam penelitian ini perhitungan harga pokok yang dilakukan adalah harga pokok pengolahan tingkat pabrik, yaitu komponen biaya yang dikeluarkan di tingkat pabrik dan membagi dengan rata produksi yang dihasilkan. Efisiensi teknis/fisik berkaitan dengan jumlah semua faktor produksi fisik yang digunakan dalam proses produksi. Jumlah produksi CPO yang dihasilkan oleh PKS jumlahnya tergantung dari produksi TBS yang dihasilkan oleh kebun, dan kualitas dari rendemennya. Pengolahan efisien secara teknis jika produksi TBS yang dihasilkan lebih besar dari produksi kapasitas idealnya dan jika kualitas rendemen yang dihasilkan berada pada selang yang ditentukan oleh Balai Penelitian Marihat dan Balai Penelitian Perkebunan Medan tahun 2004 untuk
162
jenis Tenera adalah 22–24 persen. Rumus untuk mencari kapasitas pabrik ideal adalah sebagai berikut:
4.3.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengolahan CPO 1. Fungsi Cobb - Douglas Dalam menduga parameter-parameter yang mempengaruhi produksi ada beberapa macam bentuk fungsi produksi yang digunakan, seperti fungsi linear biasa, fungsi transendental dan fungsi Cobb-Douglas (Beattie dan Taylor, 1994). Dari semua bentuk fungsi produksi tersebut fungsi Cobb-Douglas merupakan salah satu bentuk yang paling banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan (Doll dan Orazem, 1984), yaitu: 1. Mengurangi heteroskedastisitas, karena bentuk linear fungsi produksi ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma sehingga varians data menjadi lebih kecil. 2. Koefisien pangkat dari masing-masing faktor produksi yang digunakan dalam fungsi produksi Cobb-Douglas sekaligus menyatakan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan terhadap output. 3. Jumlah elastisitas produksi masing-masing faktor produksi merupakan pendugaan terhadap skala usaha dari proses produksi. 4. Perhitungan sederhana dan dapat dimanipulasi menjadi bentuk linear dan dapat dilakakukan dengan program komputer.
163
Namun fungsi produksi Cobb-Douglas juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu: 1. Model menganggap elastisitas produksi tetap sehingga tidak mencakup tiga tahap yang biasa dikenal dalam proses produksi, yaitu tahap kenaikan hasil bertambah, tahap kenaikan hasil tetap, dan tahap kenaikan hasil berkurang. 2. Nilai duga elastisitas produksi yang dihasilkan akan berbias bila faktor–faktor produksi yang digunakan tidak lengkap. 3. Model tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf penggunaan faktor sama dengan nol. 4. Bila digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf faktor produksi yang jauh di atas rata-rata akan menghasilkan nilai duga yang berbias ke atas. Fungsi produksi Cobb-Douglas menggunakan cara regresi berganda atau regresi sederhana. Fungsi produksi Cobb-Douglas, dapat ditransfomasikan menjadi fungsi biaya (Rahim dan Hastuti, 2007). Produksi hasil komoditas pertanian (on–farm) sering disebut korbanan produksi karena faktor produksi tersebut dikorbankan untuk menghasilkan komoditas pertanian. Oleh karena itu, untuk menghasilkan suatu produk diperlukan hubungan antara faktor produksi (input) dan komoditas (output). Menurut Soekartawi (1994:3), hubungan antara input dan output disebut factor relationship (FR). Fungsi produksi Cobb–Douglas adalah suatu fungsi persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel (variabel bebas/independent variable dan variabel tidak bebas/dependent variable). Y = a X1b1X2b2X3b3X4b4 X5b5X6b6X7b7X8b8X9b9X10b10X11b11X12b12 eu
164
Keterangan: Y
= Biaya Pengolahan (Rp)
a,b
= besaran yang diduga
X1
= Gaji karyawan (Rp)
X2
= Alat dan inventaris (Rp)
X3
= Biaya pemeliharaan bangunan pabrik (Rp)
X4
= Biaya pemeliharaan mesin dan instalasi pabrik (Rp)
X5
= Premi asuransi pabrik (Rp)
X6
= Pembelian TBS (Rp)
X7
= Bahan kimia dan pelengkap (Rp)
X8
= Bahan bakar dan pelumnas (Rp)
X9
= Biaya listrik (Rp)
X10
= Biaya air (Rp)
X11
= Biaya angkut (Rp)
X12
= Biaya pengepakan (Rp)
u
= kesalahan (disturbance term)
e
= logaritma natural, e =2,718 Untuk menaksir parameter-parameter maka harus ditransformasikan dalam
bentuk double logaritma natural (ln) sehingga merupakan linier berganda (multiple linear) yang kemudian dianalisis dengan metode kuadrat terkecil (ordinary least square) dengan menggunakan software E-views 4.1. Ln Y = Ln a + b1LnX1 + b2LnX2 + b3LnX3 + b4LnX4 + b5LnX5 + b6LnX6,......... + e
165
Karena penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritma naturalkan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain: a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari bilangan nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite). b. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan. c. Tiap variabel X adalah perfect competition. d. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan, u.
2. Asumsi Model Regresi OLS 1. Hubungan antara yi dan x1i dan x2i bersifat linear (dalam parameter). 2. x1i dan x2i bersifat tetap pada setiap observasi, atau dengan kata lain nilainya tidak berubah-ubah (tidak stokastik). 3. Nilai x harus bervariasi. 4. Nilai ei yang diharapkan (expected value) adalah nol, yaitu E(ei│xi) = 0, karena nilai y yang diharapkan hanya dipengaruhi oleh variabel independen, E(y)= β0+β1xi. 5. Varian variabel pengganggu ei adalah sama atau bersifat homoskedastis yaitu var(ei│xi) = δ2. 6. Tidak ada korelasi serial antarresidual, antara ei dengan ej atau tidak ada hubungan antara ei dengan ej dilambangkan dengan cov(ei,ej│ xi,xj) = E(ei│xi) (ej│xj)=0. 7. Tidak ada hubungan antara ei dengan xi , sehingga (ui,xi)=0.
166
8. Variabel pengganggu ei berdistribusi normal, dilambangkan e~N(0, δ2). 9. Tidak ada multikolinearitas sempurna antar variabel independen. 10. Jumlah observasi n harus lebih besar daripada jumlah parameter yang diestimasi (sebanyak variabel independen).
3. Masalah dalam Analisis Regresi Linear Berbagai masalah yang sering dijumpai dalam analisis regresi dan korelasi adalah multikolinearitas(multicolineariry), heteroskedastisitas(heteroscedasticity), dan autokorelasi (autocorrelation). a. Multikolinearitas Multikolinearitas adalah kondisi adanya hubungan linear antarvariabel independen.
Karena
melibatkan
beberapa
variabel
independen,
maka
multikolinearitas tidak akan terjadi pada persamaan regresi sederhana (yang terdiri atas satu variabel dependen dan satu variabel independen). Kondisi terjadinya multikolinearitas ditunjukkan oleh: a. Nilai R2 tinggi, tetapi variabel independen banyak yang tidak signifikan. b. Dengan menghitung koefisien korelasi antarvariabel independen. Apabila koefisiennya rendah, maka tidak terdapat multikolinearitas. c. Nilai VIF (Variance Inflation Factor) yang lebih besar dari sepuluh menunjukkan tingkat multikolinearitas yang tinggi. b. Heteroskedastisitas Asumsi dalam model regresi adalah: (1) residual (ei) memiliki nilai rata-rata nol, (2) residual memiliki varian yang konstan, (3) residual suatu observasi tidak saling berhubungan dengan residual observasi lainnya, sehingga menghasilkan estimator yang BLUE.
167
Apabila asumsi (1) tidak terpenuhi, yang terpengaruh hanyalah slope estimator dan ini tidak membawa konsekuensi serius dalam analisis ekonometris. Sedangkan apabila asumsi (2) dan (3) dilanggar, maka akan membawa dampak serius bagi prediksi dengan model yang dibangun. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi ada tidaknya masalah heteroskedastisitas, seperti metode grafik, Uji Park, dan uji White. c. Autokorelasi Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul pada data yang bersifat runtut waktu, karena berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa–masa sebelumnya. Meskipun demikian, tetap dimungkinkan autokorelasi dijumpai pada data yang bersifat antar objek (cross section). Salah satu asumsi dalam penggunaan model OLS adalah tidak ada autokorelasi, yang dinyatakan: E(ei,ej) = 0 dan i ╪ j Sedangkan apabila ada autokorelasi, maka dilambangkan: E(ei,ej) ╪ 0 dan i ╪ j Menurut Gujarati (1997), beberapa penyebab autokorelasi adalah: a. Data mengandung pergerakan naik turun secara musiman. b. Kekeliruan memanipulasi data. c. Data runtut waktu, terjadi hubungan antara data sekarang dan data periode sebelumnya. d. Data yang dianalisis tidak bersifat stasioner.
168
Autokorelasi dapat berbentuk autokorelasi positif dan autokorelasi negatif. Seperti halnya pengaruh heteroskedatisitas, autokorelasi juga akan menyebabkan estimator hanya bersifat LUE, tidak lagi BLUE. Keberadaan autokorelasi dalam sebuah fungsi dapat diuji dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Nilai DurbinWatson yang diperoleh dari hasil olahan data (d), selanjutnya akan dibandingkan dengan nilai yang terdapat pada tabel Durbin-Watson. Nilai d akan berada dikisaran 0 hingga 4.
Jika nilai Durbin Watson (d) yang diperoleh dari
pengolahan data berada pada selang dU < d < 4 – dU, maka tidak terdapat masalah autokorelasi dalam model.
4. Pengujian Fungsi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengolahan Pengujian–pengujian yang dilakukan dalam hal ini adalah pengujian model penduga dan pengujian terhadap parameter regresi 1. Pengujian terhadap model penduga Pengujian ini untuk mengetahui apakah model yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter fungsi produksi. Hipotesis : Ho :
b1 = b2 = ..... bi = 0 Semua variabel bebas (dependen) tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebas (independen)
H1 :
minimal ada satu dari bi ╪ 0 Minimal ada satu variabel bebas (dependen) berpengaruh terhadap terhadap variabel tidak bebas (independen)
Uji statistik yang digunakan adalah uji F,
169
Keterangan : k = jumlah variabel termasuk variabel n n = jumlah pengamatan Kriteria uji : F hit > F tabel (k-1,n-k) : tolak Ho F hit < F tabel (k-1, n-k) : terima Ho Untuk
memperkuat
pengujian,
dihitung
besarnya
nilai
koefisien
determinasi (R2), untuk mengetahui berapa jauh keragaman produksi dapat diterangkan oleh variabel penjelas yang telah dipilih. Koefisien determinasi dapat ditulis sebagai berikut : R2 =
Jumlah Kuadrat Regresi (SSR) Jumlah Kuadrat Total (SST)
2. Pengujian untuk masing–masing parameter Tujuannya adalah untuk mengetahui variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Hipotesis : Ho :
bi = 0 Variabel bebas (independen) ke-i tidak berpengaruh terhadap variabel tak bebas (independen)
H1 : bi ╪ 0 Variabel bebas (independen) ke-i berpengaruh terhadap variabel tak bebas (independen) Kriteria uji : p-value > α : tolak Ho p-value < α : terima Ho
170
Keterangan : v = jumlah variabel bebas n = jumlah pengamatan Jika tolak Ho artinya variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dalam model pada taraf nyata α persen dan demikian sebaliknya.
5. Elastisitas Elastisitas produksi merupakan persentase perbandingan dari hasil produksi atau output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input atau faktor produksi, atau dengan kata lain persentase perubahan hasil atau produk pertanian dibandingkan dengan persentase input atau korbanan. Elastisitas produksi dinotasikan dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan : WY = perubahan hasil produksi Y = hasil produksi WX = perubahan faktor produksi X = faktor produksi Berdasarkan elastisitas produksi, daerah yang tidak rasional dapat dibagi menjadi 3 (tiga) daerah, yaitu sebagai berikut: 1. Daerah produksi I dengan Ep > 1. Merupakan produksi yang tidak rasional karena pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produk yang selalu lebih besar dari satu persen. Di daerah produksi ini belum tercapai pendapatan yang maksimum
171
karena pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel dinaikkan. 2. Daerah produksi II dengan 0 < Ep < 1. Pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan komoditas paling tinggi sama dengan satu persen dan paling rendah nol persen, tergantung harga input dan outputnya. Di daerah ini akan dicapai pendapatan maksimum. Daerah produksi ini disebut daerah produksi yang rasional. 3. Daerah produksi III dengan Ep < 0. Pada daerah ini, penambahan pemakaian input akan menyebabkan penurunan produksi total. Daerah produksi ini disebut daerah produksi yang tidak rasional.
4.3.3 Analisis Kinerja Kemitraan Kinerja didefinisikan oleh Sluyter (1998) sebagai keseluruhan efektivitas organisasi untuk mencapai kebutuhan yang telah ditetapkan dari masing-masing anggota kelompok melalui usaha yang sistematis yang berkesinambungan untuk meningkatkan kemampuannya dalam mencapai tujuan yang efektif. Untuk mengukur kinerja kemitraan PTPN V SPA, petani plasma melakukan penilaian menggunakan skala 3 tingkat (Skala Likert) yang terdiri dari buruk, sedang, dan buruk. Ketiga penilaian diberikan bobot sebagai berikut : 1. Jawaban baik diberi bobot 3 2. Jawaban sedang diberi bobot 2 3. Jawaban buruk diberi bobot 1 Total penilaian tingkat kinerja masing-masing peubah diperoleh dengan cara menjumlahkan hasil perkalian skor masing-masing skala dengan jumlah responden yang memilih pada skala tersebut. Sebelum memberikan interpretasi
172
hasil penilaian petani plasma terhadap kinerja PTPN V SPA, ditentukan terlebih dahulu rentang skala penilaian kemudian dapat diketahui skala penilaiannya.
Keterangan : Rs = rentang skala m = persentase tertinggi dalam pengukuran n = persentase terendah dalam pengukuran b = banyak kelas interpretasi Skala penilaiannya adalah : 50,00 ≤ x < 66 = buruk 66,00 ≤ x < 82 = sedang x ≥82 = baik
4.4 Definisi Operasional 1. Wilayah penelitian di PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik Kelapa Sawit, Sei. Pagar (PKS SPA). 2. Inti adalah perusahaan yang menyediakan sarana produksi, memberikan bimbingan kepada petani plasma serta menampung hasil panen. 3. Petani plasma adalah petani yang menjalin kemitraan dengan PT.Perkebunan Nusantara V Pabrik Kelapa Sawit Sei. Pagar dalam usaha budidaya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. 4. Tandan Buah Segar (TBS) adalah buah kelapa sawit yang telah dipanen. 5. Responden merupakan petani plasma yang menyetor TBS ke inti maupun ke pihak luar (swasta).
173
BAB V GAMBARAN UMUM PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Perusahaan 5.1.1 Sejarah PTPN V PKS SPA PT Perkebunan Nusantara V (Persero) merupakan hasil konsolidasi wilayah perkembangan PTP II, IV, dan V pada tahun 1996, yang berdiri pada tanggal 14 Februari 1996 berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 10 tahun 1996 dan disahkan 11 Maret 1996. Secara efektif perseroan mulai beroperasi sejak tanggal 9 April 1996 dengan kantor Pusat di kota Pekanbaru. Direksi PTPN V sebagai penanggung jawab pelaksanaan proyek PIR-Trans disamping tetap melaksanakan usahanya sendiri yaitu dapat membangun 6000 ha kebun plasma tanaman kelapa sawit lengkap dengan sarana pengolahan dan transportasi, dan kemampuan untuk bisa menerima hasil produksi petani peserta PIR-Trans. Bagi para peserta PIR-Trans dibangun pemukiman dalam bentuk desa lengkap dengan segala fasilitas sosial seperti pasar, sekolah, tempat ibadah, sarana olahraga, koperasi, dan polibun. PT. Perkebunan Nusantara V memiliki 18 kebun dan dua unit rumah sakit. Untuk pengolahan produksi PTPN V memiliki 12 unit PKS, empat unit pabrik pengolahan karet, satu kilang kakao. Luas kebun sawit untuk inti adalah 57.909,69 ha, TBM : 5.521,79 ha, TM : 52.386,90 ha, sedangkan untuk plasma adalah 56.665,00 ha, TBM : 84,00 ha, TM : 56.581,00 ha. Untuk wilayah kerja PTPN V terletak di lima Kabupaten, yaitu Kabupaten Kampar, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, dan Kabupaten Indragiri Hulu.
174
PT. Perkebunan Nusantara V mempunyai 12 PKS yaitu PKS Sei. Pagar, PKS Garo, PKS Sei. Intan, PKS Lubuk Dalam, PKS Tanjung Medan yang memiliki kapasitas olah sebesar 30 ton TBS/jam. PKS Tandun dengan kapasitas 40 ton TBS/ jam dan PKS Sei. Buatan, PKS Sei. Rokan, PKS Sei. Tapung, PKS Sei. Galuh, PKS Terantam serta PKS Tanah Putih yang masing–masing memiliki kapasitas olah sebesar 60 ton TBS/jam. PT. Perkebunan Nusantara PKS SPA dibangun pada tahun 1994, yaitu berlokasi di Desa Hang Tuah, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau ± 40 km dari kota Pekanbaru. Luas areal pabrik seluas 65.000 m2. Pembangunan PKS SPA memakan waktu 18 bulan oleh kontraktor Sumatera Raya Sari Eng. Co, sementara engenering consultant adalah PT. Tri Karya Pacindo Medan. Pelaksanaan Commisioning Take Over Test (TOT) tanggal 27 November 1995 dengan kapasitas olah terpasang 30 ton TBS/jam, dengan luas areal kebun inti seluas 2.752,68 ha dan kebun plasma seluas 6000 ha. Managemen organisasi PKS SPA dipimpin oleh seorang manager dan dibantu oleh asisten teknik pabrik, asisten pengendalian mutu, asisten umum proses, asisten CPO, asisten inti sawit dan kepala tata usaha. Sedangkan untuk karyawan terdiri dari empat bagian, yaitu bagian administrasi berjumlah 24 orang, laboratorium 26 orang, bengkel 53 orang, dan bagian pengolahan 71 orang. Untuk jam kerja di PKS SPA ini dibagi menjadi dua shift yaitu shift A pukul 06.30 – 18.30 dan shift B pukul 18.30 – 06.30, khusus bagian administrasi jam kerja yaitu pukul 06.30 – 16.00. Untuk tenaga permanen di PKS SPA ini (kebun inti) yaitu untuk afdeling I sebanyak 33 orang, adfeling II sebanyak 38 orang, adfeling III sebanyak 28 orang, dan adfeling IV sebanyak 28 orang.
175
5.1.2 Keadaan Kebun di PTPN V SPA a. Keadaan Iklim Menurut sumber badan meteorologi dan geofisika Simpang Tiga Pekanbaru–Riau, lokasi kebun sawit Sei. Pagar secara geografis terletak antara 0010’32’’ – 0092’44’’ LU dan 101012’58’’ – 101024’39’’BT. Lokasi kebun tersebut termasuk kedalam tipe iklim A berdasarkan pembagian iklim, hal itu berarti bahwa daerah tersebut mempunyai rata–rata bulan basah dengan curah hujan lebih dari 100 mm. Temperatur udara harian yaitu 21.90C – 32.30C (maks), rata–rata 26.10C. Temperatur ini masih cocok untuk tanaman kelapa sawit karena kisaran temperatur bagi tanaman ini antara 150C – 300C. Kelembaban relatif rata–rata 83 persen, kelembaban minimal 82 persen dan kelembaban maksimal 84 persen. Lama intensitas penyinaran matahari rata–rata adalah 48.1 persen. Lama penyinaran puncak 57.6 persen terjadi pada bulan Juni. Bulan–bulan penyinaran matahari yang tinggi terjadi pada bulan April–Agustus (50 persen). Ketinggian tempatnya adalah tujuh sampai 30 m diatas permukaan laut. Untuk faktor tanah, diperkirakan 40 – 60 persen areal terdiri dari tanah gambut sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan kondisi jalan produksi. Untuk mengatasi hal tersebut dibuat parit keliling blok dan parit ranjangan dalam blok.
b. Luas Kebun Luas kebun PKS SPA dibagi dua jenis kepemilikan yaitu kebun inti dan kebun plasma. Kebun inti dikelola PTPN V PKS SPA, sedangkan kebun plasma dikelola petani plasma. Luas area kebun inti seluas 2.752,68 ha sedangkan kebun
176
plasma seluas 6000 ha, yang rencananya total kebun baik inti dan plasma adalah seluas 15000 ha.
c. Tahun Tanam Pada PKS SPA untuk tahun tanam kelapa sawit mulai dari tahun 1986–1995 yaitu : Afdeling I
TM 1986 = 678 ha
Afdeling II
TM 1986 = 698.8 ha TM 1988 = 24 ha TM 1989 = 9.2 ha
Afdeling III
TM 1986 = 145.5 ha TM 1988 = 480.5 ha TM 1990 = 20 ha TM 1995 = 48.5 ha
Afdeling IV
TM 1990 = 486.4 ha TM 1995 = 59.7 ha
d. Luas Kebun Produktif dan Tidak Produktif PT. Perkebunan Nusantara V PKS SPA memiliki kebun inti dengan total luas kebun produktif 2.762,53 ha (tanaman menghasilkan/ TM) dan kebun non produktif 111.98 ha (tanaman belum menghasilkan/ TBM), yaitu sebagai berikut: Afdeling I
= 678 ha (TM) dan 74.60 ha (TBM)
Afdeling II
= 732 ha (TM) dan 22.73 ha (TBM)
Afdeling III
= 694.50 ha (TM) dan 14.65 ha (TBM)
Afdeling IV
= 546.05 ha (TM) dan 0 ha (TBM)
177
Untuk kebun plasma dengan luas total kebun 6000 ha (TM) dan 0 ha (TBM) yaitu sebgai berikut : Wilayah KUD Manunggal
= 1500 ha (TM) dan 0 ha (TBM)
Wilayah KUD Kusuma Bakti = 1500 ha (TM) dan 0 ha (TBM) Wilayah KUD Tri Manunggal = 922 ha (TM) dan 0 ha (TBM) Wilayah KUD Rukun Makmur = 958 ha (TM) dan 0 ha (TBM) Wilayah KUD Usaha Maju
= 812 ha (TM) dan 0 ha (TBM)
e. Produksi tiap petak / blok Pada kebun Sei. Pagar produksi tiap blok sebagai berikut : 1. Afdeling I Tahun tanam 1986, terdiri dari 46 blok dengan luas lahan total 678 ha dan jumlah pokok 86.300 serta pokok per hektar 127. 2. Afdeling II Tahun tanam 1986, terdiri dari 39 blok dengan luas lahan 698.80 ha dan jumlah pokok 89.840 serta pokok per hektar 129. Tahun tanam 1988, terdiri dari dua blok dengan luas lahan 24.00 ha dan jumlah pokok 3. 088 serta pokok per hektar 129. Tahun tanam 1989, terdiri dari empat blok dengan luas lahan 9.20 ha dan jumlah pokok 1.174 serta pokok per hektar 128. 3. Afdeling III Tahun tanam 1986, terdiri dari 13 blok dengan luas lahan 145.50 ha dan jumlah pokok 18.836 serta pokok per hektar 129. Tahun tanam 1988, terdiri dari 29 blok dengan luas lahan 480.50 ha dan jumlah pokok 61.267 serta pokok per hektar 128.
178
Tahun tanam 1990, terdiri dari satu blok dengan luas lahan 20 ha dan jumlah pokok 6.380 serta pokok per hektar 123 Tahun tanam 1995, terdiri dari empat blok dengan luas lahan 48.50 ha dan jumlah pokok 6.380 serta pokok per hektar 132 4. Afdeling IV Tahun tanam 1990, terdiri dari 23 blok dengan luas lahan 486.35 ha dan jumlah pokok 60.749 serta pokok per hektar 125. Tahun tanam 1995, terdiri dari tiga blok dengan luas lahan 59.70 ha dan jumlah pokok 7.740 serta pokok per hektar 130.
f. Jenis Varietas Tanaman Untuk jenis varietas tanaman yang dipakai di PTPN V PKS SPA adalah jenis Tenera yang merupakan persilangan antara jenis Dura (memiliki biji besar dan tempurung tebal) dengan jenis Pesifera (memiliki biji kecil dan tempurung tipis) yang hasilnya adalah jenis Tenera (memiliki biji besar dan temopurung tipis).
5.1.3 Pengolahan dan Penanganan Limbah Air limbah kelapa sawit dianggap mengganggu keseimbangan kehidupan dengan alam karena limbah tersebut mengandung beberapa bahan yaitu bahan– bahan yang tidak larut yang mempunyai berat jenis lebih kecil dari berat jenis air yang terangkut di dalam air limbah yaitu lapisan lemak dari limbah pabrik kelapa sawit, akan menutup permukaan air sungai. Hal ini akan menyebabkan penetrasi oksigen dari udara kedalam air akan tergantung sehinggga makhluk air akan kekurangan oksigen. Disamping itu proses photosintesa dalam membentuk O2 menjadi terhambat. Jika lapisan itu makin tebal di permukaan air sungai,
179
kemungkinan akan terjadi anaerob yang akan menghasilkan gas CH4 dan H2S yang berbau busuk. Timbulnya gas tersebut akan berbahaya bagi makhluk air atau bagi penduduk yang menggunakannya. Limbah yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit antara lain yaitu berupa cangkang (sheel) dan ampas (fibre), waste product, yaitu air limbah yang berasal dari air kondesat steam dari rebusan (sterilizer), drab buangan dari stasiun klarifikasi, dan air pencucian pabrik dari stasiun klarifikasi. Untuk mendapatkan air limbah yang sesuai dengan standar mutu air limbah di PKS Sei. Pagar dilakukan suatu pengendalian air limbah yang dikenal dengan istilah ”Effluent
treatment”. Air limbah pabrik yang dihasilkan untuk PKS kapasitas 30 ton TBS/jam diperhitungkan ± 18 m3/jam. Air limbah yang mengandung bahan organik seperti protein, lemak, karbohidrat dan lain–lain yang berhasil penguraiannya dapat mempengaruhi keseimbangan kehidupan makhluk disekitarnya. Untuk menjaga agar jangan sampai terjadi populasi pencemaran lingkungan tersebut harus lebih dahulu mengalami perlakuan pengendalian, yang dikenal beberapa cara yaitu secara khemis, fisis, dan biologi.
Effluent treatment merupakan suatu pengendalian atau pemurnian air limbah secara biologis, dimana mikrobia yang digunakan sebagai alat untuk menguraikan limbah melalui proses fermentasi sehingga dihasilkan limbah yang mempunyai BOD yang tidak mencemari lingkungan. Fermentasi adalah suatu proses perubahan–perubahan kimia yang terjadi pada media organik dengan perantaraan enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme dalam keadaan aerob maupun
anaerob.
180
5.1.4 Proses Pengolahan TBS Menjadi CPO Pengolahan tandan buah segar (TBS) sampai diperoleh minyak sawit (CPO) dan inti sawit (Kernel) dilaksanakan melalui proses yang cukup panjang. Prosesnya melalui beberapa stasiun, yaitu: 1. Stasiun penerimaan buah (Fruit Reception Station) Stasiun yang berfungsi menerima TBS dari kebun inti maupun kebun plasma yang diangkut oleh truk pengangkut TBS ke pabrik, dan pada stasiun ini sudah dapat diketahui jumlah produksi TBS. Stasiun ini meliputi beberapa peralatan, yaitu: a. Jembatan Timbang (Weight Bridge) yang berfungsi untuk mengetahui berat TBS yang diterima. Truk yang berisi TBS ditimbang untuk mengetahui berat pada saat berisi buah (bruto). Kemudian TBS dikeluarkan di Loading Ramp maka truk yang kosong ditimbang untuk mendapatkan berat tara (tidak bermuatan) sehingga diperoleh berat bersih (neto) TBS tersebut. b. Tandan Buah Segar (TBS) akan diolah melalui proses pengolahan sehingga menghasilkan CPO dan kernel. Untuk mendapatkan mutu sesuai dengan keinginan perusahaan maupun konsumen maka diadakan sortasi TBS terlebih dahulu. c. Penimbunan TBS (Loading Ramp) berfungsi sebagai tempat penimbunan sementara dan pemindahan TBS ke dalam lori rebusan. Loading Ramp memiliki panjang 60 m terdiri dari 20 pintu dengan kapasitas 15 ton/pintu.
Loading Ramp dibuat miring dengan 270 terhadap bidang datar untuk memudahkan penurunan buah ke lori.
181
d. Lori adalah alat yang berfungsi sebagai wadah untuk mengangkut dan merebus TBS.
e. Transfer carriage berfungsi untuk memindahkan lori yang telah diisi di Loading Ramp dan sebagai penyambung jalur pengisian buah ke jalur perebusan. 2. Stasiun perebusan (Sterilizer Station) Stasiun yang berfungsi untuk merebus TBS yang terdapat di dalam lori. Baik buruknya mutu dan jumlah hasil olah suatu pabrik sawit, terutama ditentukan oleh keberhasilan rebusan. Tujuan dari sterilisasi TBS adalah:
•
Menonaktifkan enzim lipase dan oksidase yang terdapat dalam buah sawit yang dapat menaikkan ALB. Enzim tersebut dapat terhenti aktifitasnya dengan pemanasan pada suhu 550C
•
Menaikkan kadar air hingga 12 persen
•
Memudahkan brondolan lepas dari tandan
•
Melunakan daging buah sehingga mempermudah proses pressing
•
Membantu proses pelepasan inti dari cangkang
Pada stasiun ini terdapat beberapa alat sebagai berikut:
•
Alat penarik (Capstand) berfungsi sebagai alat penarik lori keluar dan masuk rebusan
•
Ketel rebusan (Sterilizer) merupakan bejana uap tekan yang digunakan untuk merebus buah. Masing–masing rebusan terdiri dari delapan lori dengan kapasitas 20 ton TBS dengan tekanan kerja yang diinginkan.
182
3. Stasiun penebahan (Threshing Station) Stasiun yang berfungsi untuk memisahkan brondolan dari tandan yang sudah direbus. Pada stasiun ini terjadi proses pemisahan pertama antara janjangan kosong (jankos) pada konveyor jankos (Empty Bunch Conveyor) dan berondolan yang akan didistribusikan ke tiap unit digester oleh distributing conveyor. 4. Stasiun pengempaan (Pressing Station) Stasiun kempa berfungsi untuk mengambil miyak dari mesocarp (daging buah yang berserabut dan mengandung minyak) dan memisahkan dari ampas press. Pada stasiun kempa terdapat peralatan umumnya terdiri dari: a. Digester (Ketel Pelumat buah) yang berfungsi untuk melumatkan brondolan sehingga daging buah terpisah dari biji. b. Pengempaan buah (Screw Press) digunakan untuk memisahkan crude oil dari daging buah (mesocarp) dengan kapasitas olah 10 – 12 ton/jam. c. Pemisah ampas kempa (Cake Breaker Conveyor) adalah alat yang berfungsi untuk memecahkan ampas kempa, untuk mempermudah pemisahan biji dan ampas. d. Pemisahan ampas dan biji adalah alat yang berfungsi untuk memisahkan ampas dan biji serta membersihkan biji dan sisa–sisa serabut yang masih melekat pada biji. 5. Stasiun pemurnian (Clarification Station) Proses yang terjadi pada stasiun ini adalah pemisahan minyak dari fraksi lainnya, seperti air dan sludge, sehingga diperoleh minyak produksi. Pemisahan minyak, air, dan kotoran dilakukan dengan sistem pengendapan, sentrifugasi, dan penguapan.
183
6. Statiun pengolahan inti (Kernel Station) Stasiun kernel adalah stasiun terakhir untuk menghasilkan inti sawit sebagai hasil produksi yang siap dipasarkan serta cangkang (shell) dan serat (fiber) sebagai bahan bakar boiler.
5.2 Karakteristik Responden 5.2.1 Karakteristik Umum Petani Plasma Karakteristik umum petani plasma di PTPN V PKS SPA didasarkan survei terhadap 30 responden, dimana seluruhnya adalah petani plasma yang berada di tiga KUD yang berada di Sei. Pagar yaitu KUD Kusuma Bhakti, KUD Sukatani, dan KUD Mawar Indah. Karakteristik umum responden dapat dilihat dari beberapa variabel yaitu, jenis kelamin, tingkat umur, status perkawinan, dan tingkat pendidikan.
1. Jenis Kelamin Menurut hasil survei terhadap 30 responden, diketahui bahwa sebagian besar petani plasma berjenis kelamin laki–laki sebanyak 28 orang (93,33 persen), sedangkan petani plasma sebanyak dua orang (6,67 persen) adalah perempuan (Gambar 3). Sehingga yang bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan dan pengelolaannya adalah laki–laki, selain itu juga bertindak sebagai kepala rumah tangga.
184
Persentase Jenis Kelamin
Perempuan, 6.67, 7%
Laki -Laki Perempuan Laki -Laki, 93.33, 93%
Gambar 3. Persentase Jenis Kelamin 2. Tingkat Umur Distribusi tingkat umur dari petani plasma bervariasi, dimulai dari umur 40an sampai dengan umur 60an. Tingkat umur petani plasma tersebar pada kelompok umur sebagaimana terlihat pada (Gambar 4). Persentase Tingkat Umur
55-59 10%
60-65 7% 40-44 40%
40-44 45-49 50-54
50-54 20%
55-59 60-65 45-49 23%
Gambar 4. Persentase Tingkat Umur
Penyebaran umur responden terbesar pada kelompok umur 40 – 44 tahun, yaitu sebanyak 12 orang (40 persen). Kemudian petani yang termasuk dalam kelompok umur 45 – 49 tahun sebanyak tujuh orang (23 persen), kemudian diikuti oleh kelompok umur 50 – 54 tahun sebanyak enam orang (20 persen), dan kelompok umur 55 – 59 tahun sebanyak tiga orang (10 persen). Sedangkan
185
kelompok petani yang berumur 60 – 65 tahun memiliki jumlah yang paling sedikit yaitu sebanyak dua orang (tujuh persen). Dapat dilihat bahwa rata–rata petani plasma berumur 40 – 54 tahun. Hal ini disebabkan karena berprofesi sebagai petani perkebunan sawit merupakan mata pencaharian utama rumah tangga, sehingga keputusan dan pengelolaan dilakukan oleh orang dewasa. Mereka memilih menjadi petani mengikuti program PIR– Trans berpindah dari daerah asalnya disebabkan karena keterbatasan tingkat pendidikan, sehingga menjadi petani plasma merupakan jenis pekerjaan yang dipilih. Sebagai petani plasma tidak dibutuhkan tingkat pendidikan yang tinggi.
3. Tingkat Pendidikan Kualitas pendidikan petani plasma rendah. Hal ini ditunjukkan oleh penyebaran tingkat pendidikan petani plasma yang berada pada tingkat pendidikan SD dan SLTP. Tingkat pendidikan paling tinggi yang dicapai adalah SMA berjumlah empat orang (13 persen). Mayoritas tingkat pendidikan dari petani plasma adalah SD dan SLTP sebanyak 44 dan 43 persen dan disajikan pada Gambar 5. Kualitas pendidikan memberi refleksi akan pola dan aktivitas seseorang dalam menjalani kehidupannya. Persentase Tingkat Pendidikan
SMA 13% SD 44%
SD SLTP SMA
SLTP 43%
Gambar 5. Persentase Tingkat Pendidikan
186
4. Status Perkawinan Seluruh petani plasma yang ada di sekitar PTPN PKS SPA sudah menikah. Hal ini disebabkan karena petani plasma dijadikan sebagai mata pencaharian utama bahkan satu-satunya untuk menopang atau menjadi tulang punggung perekonomian rumah tangga. Dengan menjadi petani usaha kelapa sawit, maka mereka dapat menghidupi keluarga, dan anak–anak atau istri mereka dapat membantu dengan menjadi salah satu tenaga kerja, sehingga biaya tenaga kerja menjadi lebih murah.
5.2.2 Karakteristik Usaha Petani Plasma Karakteristik usaha dari 30 orang petani plasma di SPA bervariasi. Karakteristik usaha ini merupakan hal–hal atau variabel–variabel yang menjadi ciri dari masing–masing pengrajin tersebut. Variabel–variabel tersebut adalah umur tanaman, luas lahan, jumlah produksi, dan pendapatan usaha.
1. Umur Tanaman Rata–rata umur tanaman kelapa sawit yang dimiliki oleh petani plasma Sei. Pagar adalah berumur 22 tahun sebanyak 28 orang (93,33 persen) sedangkan petani plasma sebanyak dua orang (6,67 persen) memiliki tanaman kelapa sawit berumur 21 tahun. Umur ekonomis kelapa sawit adalah 25 tahun oleh karena itu sekitar tiga tahun ke depan, tanaman kelapa sawit tersebut akan mengalami peremajaan dan akan dibutuhkan dana yang besar untuk melakukan peremajaan tersebut.
187
2. Luas Lahan Luas lahan yang dimiliki oleh petani plasma adalah dua hektar. Lahan tersebut merupakan aturan yang sudah ditetapkan dalam program PIR–Trans. Setiap petani plasma mendapatkan lahan seluas dua hektar.
3. Jumlah Produksi Jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani plasma berbeda–beda tergantung setiap petani dalam merawat, memberikan pupuk, dan pola pemanenan. Gambar 6 menunjukkan perbedaan jumlah produksi yang dihasilkan. Persentase Jumlah Produksi TBS
>5000 10%
<2000 2000 -3000 7% 7%
<2000 2000 -3000 3001 - 4000
4001 - 5000 43%
3001 - 4000 33%
4001 - 5000 >5000
Gambar 6. Persentase Jumlah Produksi CPO
Hasil produksi yang dihasilkan rata–rata perbulan paling banyak sekitar 4001 kg – 5000 kg sebanyak 13 orang petani plasma (43 persen), kemudian hasil produksi petani plasma sekitar 3001 kg – 4000 kg sebanyak 10 orang (33 persen), jumlah petani sebanyak tiga orang (10 persen) menghasilkan produksi dengan kisaran lebih dari 5000 kg, sedangkan yang paling sedikit hasil produksi kisaran kurang dari 2000 kg dan kisaran 2000 kg – 3000 kg masing–masing sebanyak dua orang (7 persen).
188
4. Pendapatan Usaha Pendapatan usaha petani plasma adalah sejumlah uang yang diperoleh petani plasma dari hasil penjualan TBS setelah dikurangi oleh biaya produksi. Pendapatan yang diterima dihitung dalam rata–rata perbulan. Persentase Tingkat Pendapatan
>7500000 3%
51000007500000 64%
<25000000 10% 25000005000000 23%
<25000000 2500000-5000000 5100000-7500000 >7500000
Gambar 7. Persentase Tingkat Pendapatan
Gambar 7 menunjukkan bahwa distribusi pendapatan petani plasma yang terbanyak berada pada kelompok pendapatan Rp.5.100.000 – Rp.7.500.000 sebanyak 19 orang (64 persen), kemudian diikuti kelompok pendapatan Rp.2.500.000 – Rp.5.000.0000 sebanyak tujuh orang (23 persen), dan sebanyak tiga orang (10 persen) memiliki tingkat pendapatan kurang dari Rp.2.500.000. Yang paling sedikit adalah tingkat pendapatan lebih dari Rp.7.500.000 adalah satu orang (3 persen).
189
BAB VI ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN TBS MENJADI CPO
6.1 Komponen–Komponen Biaya Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) diperlukan karena sifat alami buah sawit yang tidak dapat disimpan lama. PKS menjadi satu keharusan dalam industri kelapa sawit, tanpa PKS buah kelapa sawit tidak dapat dimanfaatkan. PKS dapat beroperasi dengan baik apabila pasokan tandan buah segar (TBS) yang berasal dari inti dan plasma dapat memasukkan buahnya setiap hari ke PKS. Saat ini PKS dapat dikatakan pengoperasiannya kurang efisien baik secara teknis dan ekonomi. Secara teknis dapat dikatakan bahwa pabrik bekerja kurang efisien antara lain disebabkan tidak tercapainya kapasitas olah pabrik sesuai kapasitas terpasang yaitu 30 ton TBS/jam, sedangkan efisiensi ekonomis dapat dilihat dari alokasi sektor biaya yang digunakan oleh PTPN V PKS SPA. Biaya pengolahan merupakan biaya yang paling dominan dalam proses produksi di PKS SPA. Biaya pengolahan terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel pabrik. Proses pengolahan di pabrik merupakan kegiatan mengubah bahan baku (TBS) menjadi bahan jadi (CPO) yang merupakan produk yang dihasilkan untuk dijual. Biaya pengolahan pabrik yang dimaksud disini merupakan biaya pengolahan minyak sawit (CPO) sebagai produk utama, sedangkan inti minyak sawit (PK) tidak dianalisis karena persentase dari produk PK sangat kecil (< 20%) dari total produksi palm product. Metode yang digunakan adalah metode biaya rata-rata pabrik.
190
1. Biaya Tetap Pabrik Biaya tetap pabrik terdiri dari gaji karyawan pimpinan, gaji karyawan pelaksana, alat dan inventaris, biaya pemeliharaan bangunan pabrik, biaya pemeliharaan mesin dan instalasi pabrik, dan premi asuransi pabrik. Besarnya biaya tetap selama periode 2005 – 2007 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Komponen Biaya Tetap PTPN V PKS SPA Tahun 2005 - 2007 Komponen Biaya Tetap
Tahun 2005
Tahun 2006
Tahun 2007
Total (Rp)
Rata – rata (Rp/bulan)
Total
Rata – rata
Total
Rata – rata
(Rp)
(Rp/bulan)
(Rp)
(Rp/bulan)
Gaji karyawan Pimpinan
257.68
23.43
305.89
25.49
533.72
44.48
Gaji Karyawan Pelaksana
2296.01
208.73
2504.62
208.72
3288.71
274.06
Alat dan Inventaris
106.45
9.68
102.77
8.56
109.16
9.10
Biaya Pemeliharaan Bangunan Pabrik
208.39
18.94
191.54
15.96
128.45
10.70
Biaya Pemeliharaan mesin dan instalasi Pabrik
2436.71
221.52
2093.65
174.47
1926.13
160.51
Premi asuransi Pabrik
176.05
65.10
632.69
52.72
624.07
52.01
Total
6021.29
-
5831.17
-
6610.25
-
Sumber: Laporan Manajemen PTPN V PKS SPA
Satuan : Jutaan rupiah
Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa rata–rata peningkatan biaya tetap terbesar terjadi pada tahun 2007 dikarenakan terjadi kenaikan upah karyawan baik gaji karyawan pimpinan maupun karyawan pelaksana pada tahun tersebut. Jumlah karyawan pimpinan enam orang dan dua orang calon karyawan pimpinan serta jumlah karyawan pelaksana sebanyak 165 orang. Disamping itu biaya tetap pabrik yang mengeluarkan biaya yang besar adalah biaya pemeliharaan mesin dan instalasi pabrik. Pada tahun 2005, biaya pemeliharaan mesin dan instalasi pabrik mengeluarkan biaya yang paling besar
191
dibandingkan dengan tahun 2006 dan 2007. Pada tahun 2005, jumlah TBS yang diolah banyak, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk memelihara mesin dan instalasi pabrik tinggi, karena dengan semakin banyaknya jam olah yang digunakan untuk mengolah TBS maka akan menyebabkan mesin dan instalasi pabrik kemampuannya menurun dan membutuhkan perawatan.
2. Biaya Variabel Pabrik Biaya variabel PKS SPA meliputi biaya pembelian TBS, bahan kimia dan pelengkap, bahan bakar dan pelumas, biaya listrik, biaya air, biaya langsir, biaya angkat sampah/tankos, dan biaya pengepakan (Tabel 9). Biaya variabel pabrik dari tahun 2005 – 2007 mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 terlihat peningkatan yang sangat tajam dari tahun sebelumnya.
Tabel 9. Komponen Biaya Variabel PTPN V PKS SPA Tahun 2005 – 2007 Tahun 2005
Komponen Biaya Variabel
Total
Pembelian TBS
80956.36
Tahun 2006
Rata rata
Total
Tahun 2007
Rata rata
Total
Rata rata
7359.67 83984.07 6998.67 161875.32 13489.61
Bahan kimia dan pelengkap
164.08
14.92
181.28
15.11
180.82
15.07
Bahan bakar dan Pelumnas
51.61
4.69
27.71
2.31
30.35
2.53
Biaya Listrik
910.69
82.79
1323.68
110.31
1198.08
99.84
Biaya Air
251.01
22.82
244.45
20.37
234.30
19.53
Biaya Langsir
176.22
16.02
287.78
23.98
246.63
20.55
Biaya Angkat sampah/Tankos
183.13
16.65
167.67
13.97
214.30
17.86
5.24
0.48
3.25
0.27
216.31
18.03
- 164196.09
-
Biaya Pengepakan Total
82698.33
- 86219.88
Sumber: Daftar Harga Pembelian TBS Laporan Manajemen PTPN V PKS SPA
Satuan : Jutaan rupiah
192
Salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan biaya variabel terdapat pada komponen pembelian TBS. Pada tahun 2007 harga pembelian TBS mengalami peningkatan yang tajam (Lampiran 3). Biaya pembelian bahan baku TBS merupakan biaya tingkat kebun yang dimasukkan ke dalam komponen biaya variabel pabrik.
Tabel 10. Perkembangan Harga TBS PTPN V PKS SPA Tahun 2005 – 2007 Tahun
Rata - Rata Harga TBS (RP/kg)
Rasio Peningkatan Harga TBS (%)
2005
706.92
-
2006
742.47
4.79
2007
1331.79
44.25
Sumber: Daftar Harga Pembelian TBS PTPN V PKS SPA.
Peningkatan harga TBS disebabkan oleh meningkatnya permintaan pasar, baik untuk kebutuhan konsumsi maupun bahan baku pembuatan bahan bakar nabati seperti biodiesel di berbagai negara di dunia. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan harga TBS PTPN V SPA sebesar 4,79 persen dibanding tahun 2005, dan pada tahun 2007 terjadi peningkatan yang cukup tajam yaitu sebesar 44,25 persen dibandingkan tahun sebelumnya yaitu tahun 2006 (Tabel 10). Terlepas dari biaya bahan baku TBS, komponen biaya variabel pabrik yang memberikan kontribusi terbesar terhadap biaya variabel pabrik adalah biaya listrik yang digunakan oleh pabrik untuk mengolah TBS menjadi CPO. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan biaya sebesar 45,35 persen dari tahun 2005 sedangkan pada tahun 2007 terjadi penurunan biaya listrik sebesar 9,49 persen.
193
Tabel 11. Komponen Biaya Pengolahan Tanpa Pembelian TBS PTPN V PKS SPA Tahun 2005 – 2007 Jenis biaya
2005
2006
2007
Realisasi
Anggaran
Realisasi
Anggaran
Realisasi
Anggaran
Bahan kimia dan pelengkap
164076176
181797890
181283812
220756675
180816078
212120950
Bahan bakar dan Pelumnas
51611586
74894600
27710083
85824420
30345077
90583580
Biaya Listrik
910687462
933051409
1323675429
910935614
1198075549
955934000
Biaya Air
251008107
362090000
244449318
349377078
234304982
330972142
Biaya Langsir
176216746
103848954
287776767
243407132
246629155
247065555
Biaya Angkat sampah/Tankos
183129497
390517778
167671580
489881263
214300271
339419431
5239865
10613674
3250000
11695117
216307539
10285470
1741969439
2056814305
2235816989
2311877299
2320778651
2186381128
Biaya Pengepakan Total
Sumber: Laporan Manajemen PTPN V PKS SPA Tahun 2005 – 2007
Perbedaan antara total realisasi terhadap anggaran yang dibuat oleh PTPN V PKS SPA pada tahun 2005 adalah sebesar 18,07 persen, pada tahun 2006 terjadi juga perbedaan sebesar 3,40 persen. Tahun 2007 berbeda dengan tahun 2005 dan 2006, biaya variabel yang terealisasi pada tahun 2007 lebih besar dibanding dengan biaya anggarannya yaitu sebesar 5,79 persen. Dari biaya produksi PKS SPA (biaya tetap dan biaya variabel), biaya rata– rata tingkat pabrik untuk memproduksi CPO dapat dilihat pada Tabel 12. Biaya rata–rata tingkat pabrik merupakan penjumlahan dari biaya bahan baku TBS dan biaya tingkat pabrik (biaya tetap dan biaya variabel pabrik) dibagi dengan jumlah produksi CPO yang dihasilkan selama periode 2005 – 2007.
194
Tabel 12. Biaya Rata–Rata Tingkat Pabrik PTPN V SPA Tahun 2005 – 2007 Biaya Pengolahan
Produksi CPO
Biaya Rata - Rata
(Rp)
(kg)
(Rp/kg CPO)
2005
88719625624
24629164
3602,22
2006
92051048275
23600861
3900,33
2007
170806349624
25779183
6625,75
Tahun
Sumber : Laporan Manajemen PTPN V PKS SPA Tahun 2005 – 2007 (data diolah)
Biaya tingkat pabrik PKS SPA untuk menghasilkan satu kilogram CPO masing–masing sebesar Rp. 3602,2 pada tahun 2005, Rp. 3900,33 pada tahun 2006, dan Rp. 6625,75 pada tahun 2007. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa biaya rata–rata yang dikeluarkan rupiah per kilogram CPO cenderung meningkat setiap tahun. Artinya peningkatan biaya lebih besar dari peningkatan produksinya.
6.2 Analisis Efisiensi Teknis Secara umum efisiensi dapat dilihat dengan membandingkan antara nilai output dengan nilai inputnya. Perusahaan dapat dikatakan efisien bila dengan input yang lebih sedikit dapat dihasilkan output yang sama atau dengan input yang sama dapat dihasilkan output yang lebih tinggi. Efisiensi produksi dapat dilihat secara teknis/fisik. Efisiensi teknis/fisik berkaitan dengan jumlah semua faktor produksi fisik yang digunakan dalam proses produksi. Jumlah produksi CPO yang dihasilkan oleh PKS jumlahnya tergantung dari produksi TBS yang dihasilkan oleh kebun, dan kualitas dari rendemennya.
195
Tabel 13. Perbandingan Jumlah TBS dan CPO Diolah PTPN V PKS SPA Tahun 2005 – 2007 Tahun
Produksi TBS (kg)
Produksi CPO (kg)
Rendemen (%)
Kapasitas Terpasang (ton tbs/jam)
Produksi Kapasitas Ideal (kg)
Rasio (%)
2005
126724970
27508451
21.71
30
120000000
105.60
2006
106120820
23600861
22.24
30
120000000
88.43
2007
117279490
25779183
21.98
30
120000000
97.73
Sumber : Laporan Manajemen PTPN V PKS SPA Tahun 2005 – 2007 (data diolah)
Kapasitas oleh terpasang dihitung dalam satuan ton TBS/ jam yaitu 30 ton TBS/jam. Apabila kapasitas PKS yang dibuat adalah 30 ton TBS/ jam, idealnya sesuai dengan perhitungan kapasitas pabrik berdasarkan produksi maksimum bulanan kapasitas olah PKS adalah 120.000 ton/tahun, dengan kapasitas olah per bulan 10.000 ton TBS dengan masa operasi 20 jam. Pada tabel 13 terlihat bahwa total produksi tahun 2005 berada diatas target yaitu sebesar 105,60 persen, namun pada tahun 2006 dan 2007 terjadi sebaliknya bahwa total produksi berada dibawah target yaitu masing–masing 88,43 persen dan 97,73 persen. Semakin tinggi rasio antara produksi TBS yang diolah dengan kapasitas terpasang menunjukkan terjadinya peningkatan efisiensi teknis di PTPN V Sei. Pagar. Pada tahun 2005 PKS menerima TBS dari inti maupun plasma, tapi diperkirakan bahwa pada tahun 2005 TBS yang berasal dari plasma bukan asli dari plasma tapi ada juga yang berasal dari luar tanaman PTPN V SPA yang dijual kepada PTPN V SPA. Sedangkan pada tahun 2006 dan 2007 jumlah produksi TBS yang masuk ke PTPN inti berkurang disebabkan oleh faktor luar yaitu banyaknya PKS swasta yang dibangun di luar PTPN V SPA sehingga banyak
196
petani plasma yang menjual buahnya kepada pihak luar. Hal ini yang menyebabkan PKS seringkali kekurangan buah sehingga pabrik jarang mengolah. Pada tabel 13 terlihat bahwa kualitas rendemen TBS berfluktuasi dari tahun 2005 – 2007. Pada tahun 2005 rendemen sebesar 21,71 persen mengalami peningkatan pada tahun 2006 menjadi 22,24, sedangkan pada tahun 2007 mengalami penurunan menjadi 21,98. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Marihat dan Balai Penelitian Perkebunan Medan tahun 2004 menyatakan kualitas rendemen tertinggi untuk jenis Tenera adalah 22 – 24 persen. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Marihat, berarti kulitas rendemen PTPN V SPA sudah cukup baik sepanjang periode tahun 2005 – 2007. Kualitas rendemen nantinya akan mempengaruhi hasil olahan minyak sawit (CPO). Jumlah TBS yang tinggi dapat memberikan hasil CPO yang tinggi pula dengan mempertimbangkan faktor rendemen di pabrik, semakin tinggi rendemen, kualitas hasil CPO juga meningkat. Pada tahun 2005, dengan produksi TBS sebesar 126.724.970 kg dapat dihasilkan 27.508.451 kg CPO dan nilai rendemen 21,71 persen. Artinya dari 100 kilogram TBS dapat dihasilkan 21,71 kilogram CPO. Pada tahun 2006 jumlah produksi TBS mengalami penurunan sekitar 16,26 persen, namun nilai rendemen TBS diolah dengan CPO mengalami peningkatan sebesar 2,44 persen, yaitu sebesar 22,24 persen. Artinya, pada tahun 2006, dari 100 kilogram TBS dapat dihasilkan 22,24 kilogram CPO. Nilai ini lebih baik bila dibandingkan dengan tahun 2007, meskipun jumlah produksi TBS meningkat sebesar 10,52 persen dan produksi CPO meningkat sebesar 9,23 persen dengan kapasitas olah terpasang 30 ton TBS per jam, namun nilai rendemen TBS diolah dengan CPO dihasilkan
197
menurun sebesar 1,17 persen menjadi 21,98 persen. Hal ini berarti, pada tahun 2007 dari 100 kilogram TBS dapat dihasilkan 21,98 kilogram CPO. Nilai rendemen tertinggi dicapai pada tahun 2006 yaitu sebesar 22,24 persen, artinya dari 100 kilogram TBS dapat dihasilkan 22,24 kilogram CPO. Tapi pada tahun ini pula dihasilkan total produksi TBS yang jumlahnya terkecil bila dibandingkan dengan kapasitas ideal untuk kapasitas pabrik 30 ton TBS/jam yaitu 88,43 persen sedangkan tahun 2005 dan 2007 masing–masing adalah 105,60 persen dan 97,73 persen. Secara keseluruhan efisiensi teknis PTPN V SPA sudah cukup baik. Tapi perlu dilakukan peningkatan jumlah produksi TBS agar sesuai dengan kapasitas terpasang pabrik yaitu 30 ton TBS/jam.
198
BAB VII ANALISIS FAKTOR-FAKTOR BIAYA YANG MEMPENGARUHI BIAYA PENGOLAHAN CPO
7.1 Model Fungsi Linear Berganda Model analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor–faktor yang mempengaruhi biaya pengolahan CPO adalah fungsi Cobb–Douglas dengan menggunakan penduga model OLS (Ordinary Least Square). Faktor–faktor yang diduga untuk menentukan model ini adalah yaitu gaji karyawan (X1), alat dan inventaris (X2), biaya pemeliharaan bangunan pabrik (X3), biaya pemeliharan mesin dan instalasi pabrik (X4), premi asuransi pabrik (X5), pembelian TBS (X6), bahan kimia dan pelengkap (X7), bahan bakar dan pelumnas (X8), biaya listrik (X9), biaya air (X10), biaya angkut (X11), dan biaya pengepakan (X12). Semua faktor biaya tersebut merupakan peubah bebas (X) yang menduga mepengaruhi biaya pengolahan CPO. Hubungan antara gaji karyawan (X1), alat dan inventaris (X2), biaya pemeliharaan bangunan pabrik (X3), biaya pemeliharan mesin dan instalasi pabrik (X4), premi asuransi pabrik (X5), pembelian TBS (X6), bahan kimia dan pelengkap (X7), bahan bakar dan pelumnas (X8), biaya listrik (X9), biaya air (X10), biaya angkut (X11), dan biaya pengepakan (X12) dengan biaya pengolahan CPO ditentukan dengan model regresi linear berganda. Biaya pengolahan CPO merupakan variabel dependen (tidak bebas), gaji karyawan (X1), alat dan inventaris (X2), biaya pemeliharaan bangunan pabrik (X3), biaya pemeliharan mesin dan instalasi pabrik (X4), premi asuransi pabrik (X5), pembelian TBS (X6), bahan kimia dan pelengkap (X7), bahan bakar dan pelumnas (X8), biaya listrik
199
(X9), biaya air (X10), biaya angkut (X11), dan biaya pengepakan (X12) merupakan variabel independen (bebas). Tabel 14 menunjukkan hasil analisis regresi.
Tabel 14. Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengolahan TBS Variabel
Koef
SE Koef
T
P
Konstanta
3.849058
1.260058
3.054668
0.0058
Gaji Karyawan
0.145204
0.024452
5.938261
0.0000*
Alat dan Inventaris
0.005858
0.017425
0.336197
0.7399
Pemeliharaan Bangunan Pabrik
0.060116
0.039251
1.53158
Pemeliharan mesin dan instalasi Pabrik
0.310015
0.037938
8.171568
0.0000*
Premi Asuransi Pabrik
0.007704
0.004778
1.612434
0.1211***
Pembelian TBS
0.145947
0.038881
3.753698
0.0011*
Bahan Kimia dan Pelengkap
0.026708
0.034657
0.770644
0.4491
Bahan Bakar dan Pelumnas
-0.013168
0.018581
-0.708685
0.4860
Biaya Listrik
0.061918
0.020251
3.057581
0.0058*
Biaya Air
0.055697
0.035502
1.568811
0.1310***
Biaya Angkut
0.056303
0.021002
2.680835
0.0137**
Biaya Pengepakan
0.000878
0.002048
0.428816
0.6722
0.1399***
R-squared = 92.92%
F-statistic = 24.07
Adjusted R-squared = 89.06%
Durbin-Watson Stat = 1.84
Keterangan : * nyata pada taraf 1%
**nyata pada taraf 5%
***nyata pada taraf 15%
Model tersebut memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 92.92 persen. Nilai berarti bahwa keragaman biaya pengolahan CPO yang dihasilkan 92.92 persen dapat dijelaskan oleh 12 faktor biaya yaitu gaji karyawan (X1), alat dan inventaris (X2), biaya pemeliharaan bangunan pabrik (X3), biaya pemeliharan mesin dan instalasi pabrik (X4), premi asuransi pabrik (X5), pembelian TBS (X6), Bahan Kimia dan Pelengkap (X7), bahan bakar dan pelumnas (X8), biaya listrik (X9), biaya air (X10), biaya angkut (X11), dan biaya pengepakan (X12), sedangkan
200
sisanya sebesar 7.08 persen dipengaruhi oleh faktor lain. Nilai Adjusted R-squared (koefisien korelasi) sebesar 89.06 persen berarti terdapat hubungan yang sangat erat antara variabel dependen dan variabel independen. Untuk menguji kelinearan model yang digunakan, dilakukan uji-F yaitu dengan membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel. Dari hasil analisis diperoleh nilai F-hitung sebesar 24.07, sedangkan nilai F-tabel pada tingkat kepercayaan 99 persen (F
(0.01 ; 12 ; 22))
sebesar 3.1209, nilai F-tabel pada tingkat
kepercayaan 95 persen (F (0.5 ; 12 ; 22)) sebesar 2.2258, dan nilai F-tabel pada tingkat kepercayaan 85 persen (F
(0.5 ; 12 ; 22))
sebesar 1.6460. Berdasarkan nilai F hitung
yang lebih besar dari F tabel maka dapat diambil keputusan untuk menolak Ho yang artinya menerima H1 yakni pada tingkat kepercayaan 99 persen, 95 persen, dan 85 persen terdapat minimal satu variabel independen (gaji karyawan (X1), alat dan inventaris (X2), biaya pemeliharaan bangunan pabrik (X3), biaya pemeliharan mesin dan instalasi pabrik (X4), premi asuransi pabrik (X5), pembelian TBS (X6), Bahan Kimia dan Pelengkap (X7), bahan bakar dan pelumnas (X8), biaya listrik (X9), biaya air (X10), biaya angkut (X11), dan biaya pengepakan (X12)) yang berpengaruh nyata terhadap biaya pengolahan TBS menjadi CPO. Untuk mengetahui variabel mana yang nyata mempengaruhi produksi CPO dilakukan dengan membandingkan nilai P-value dengan nilai α yang digunakan. Variabel yang berpengaruh nyata adalah variabel yang memiliki nilai P-value yang lebih kecil dari nilai α. Pada penelitian ini digunakan tingkat kepercayaan 99 persen (α = 0,01), 95 persen (α = 0.05), dan 85 persen (α =0.15). Berdasarkan pengujian terhadap tingkat kepercayaan 99 persen diperoleh bahwa gaji karyawan, biaya pemeliharan mesin dan instalasi pabrik, pembelian TBS, dan biaya listrik
201
berpengaruh nyata terhadap biaya pengolahan, sedangkan pengujian terhadap tingkat kepercayaan 95 persen diperoleh bahwa variabel biaya angkut memiliki nilai P-value sebesar 0.0137, berarti biaya angkut berpengaruh nyata terhadap biaya pengolahan TBS PTPN V PKS SPA, dan pada pengujian terhadap tingkat kepercayaan 85 persen diperoleh bahwa biaya pemeliharaan bangunan pabrik, premi asuransi pabrik, dan biaya air berpengaruh nyata terhadap biaya pengolahan. Variabel-variabel lainnya tidak berpengaruh nyata pada taraf satu, lima, dan 15 persen, karena memiliki nilai P-value yang lebih besar dari nilai α yaitu alat dan inventaris, bahan kimia dan pelengkap, bahan bakar dan pelumnas, dan biaya pengepakan. Berdasarkan nilai Durbin Watson (d) sebesar 1.84 berada pada kisaran tidak terdapat autokorelasi. Dari pengujian multikolineritas, didapat bahwa antara variabel independent tidak terdapat hubungan linear dilihat dari koefisien yang kecil. Sehingga dapat dikatakan bahwa model ini tidak mengandung multikolinearitas. Cara pengujian untuk mengetahui ada tidaknya masalah heteroskedastisitas digunakan uji White Heteroscedasticity. Jika nilai probabilitas dalam uji yang digunakan lebih kecil dari taraf nyata satu dan lima persen maka model tersebut terdapat heteroskedastisitas. Hasil pengujian heteroskedastisitas (probabilitas Obs*R-squared) untuk model adalah sebesar 0.5520 (lebih besar dari α satu, lima, dan 15 persen). Berdasarkan nilai tersebut maka pada taraf nyata satu, lima, dan 15 persen, model tersebut memenuhi asumsi homoskedastisitas atau tidak mengandung heteroskedastisitas.
202
7.2 Analisis Elastisitas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengolahan CPO 1. Gaji Karyawan Gaji karyawan berasal dari penjumlahan gaji karyawan pimpinan dan gaji karyawan pelaksana. Nilai P-value dengan menggunakan model linear adalah 0.000, berarti pada taraf satu persen variabel ini nyata berpengaruh terhadap biaya pengolahan CPO. Gaji karyawan merupakan biaya tetap terbesar yang dikeluarkan oleh PTPN V PKS SPA. Koefisien gaji karyawan (X1) yang dihasilkan adalah +0.15. Hal ini berarti bahwa peningkatan gaji karyawan sebanyak satu persen akan meningkatkan biaya pengolahan CPO sebesar 0.15 persen dengan faktor lainnya tetap (ceteris paribus).
2. Alat dan Inventaris Dari hasil pengolahan data diperoleh elastisitas faktor biaya alat dan inventaris sebesar +0.006. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan biaya alat dan inventaris pabrik satu persen akan meningkatkan jumlah biaya pengolahan CPO yang dikeluarkan sebesar 0.006 persen dengan faktor lainnya tetap (ceteris
paribus). Penambahan biaya alat dan inventasi akan meningkatkan biaya pengolahan TBS tetapi dalam jumlah yang relatif kecil.
3. Pemeliharaan Bangunan Pabrik Nilai P-value dengan menggunakan model linear adalah 0.139, berarti pada taraf 15 persen variabel ini nyata berpengaruh terhadap biaya pengolahan CPO. Dari hasil olahan data diperoleh elastisitas produksi faktor biaya pemeliharaan bangunan pabrik sebesar +0.06. Hal ini berarti bahwa kenaikan biaya
203
pemeliharaan bangunan pabrik satu persen akan meninngkatkan biaya pengolahan CPO sebesar 0.06 persen dengan faktor lainnya tetap (ceteris paribus).
4. Pemeliharan Mesin dan Instalasi Pabrik P-value dari hasil double log untuk variabel biaya pemeliharaan mesin dan instalasi pabrik sebesar 0.0000 menunjukkan bahwa biaya pemeliharaan mesin dan instalasi pabrik berpengaruh nyata terhadap biaya pengolahan pada taraf satu persen. Nilai koefisien biaya pemeliharaan mesin dan instalasi pabrik yang diperoleh dari hasil analisis regresi double-log adalah sebesar +0.31. Nilai ini menunjukkan bahwa kenaikan biaya pemeliharaan mesin dan instalasi pabrik satu persen akan memberikan peningkatkan biaya pengolahan CPO sebesar 0.31 persen dengan faktor lainnya tetap (ceteris paribus).
5. Premi Asuransi Pabrik Nilai P-value premi asuransi pabrik sebesar 0.12, artinya premi asuransi akan mempengaruhi biaya pengolahan pada taraf 15 persen. Sedangkan pada taraf nyata satu dan lima
persen premi asuransi pabrik tidak berpengaruh nyata
terhadap biaya pengolahan. Nilai koefisien variabel premi asuransi pabrik berdasarkan analisis regresi adalah sebesar +0.008 yang artinya setiap kenaikan premi asuransi pabrik sebesar satu persen akan meningkatkan biaya pengolahan CPO sebesar 0.008 persen dengan faktor lainnya tetap (ceteris paribus).
6. Pembelian TBS Nilai P-value pembelian TBS sebesar 0.0011 persen, berarti pada taraf satu persen pembelian TBS nyata berpengaruh terhadap biaya pengolahan TBS. Tandan buah segar (TBS) merupakan bahan baku untuk menghasilkan CPO. Koefisien variabel pembelian TBS sebesar +0.15. Hal ini berarti bahwa
204
peningkatan pembelian TBS sebanyak satu persen akan meningkatkan biaya pengolahan CPO sebesar 0.15 persen dengan faktor lainnya tetap (ceteris
paribus).
7. Bahan Kimia dan Pelengkap Hasil pengolahan data variabel biaya bahan kimia dan pelengkap diperoleh elastisitas sebesar +0.027. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan biaya bahan kimia dan pelengkap satu persen akan meningkatkan biaya pengolahan sebesar 0.027 persen dengan faktor lainnya tetap (ceteris paribus). Penambahan biaya bahan kimia dan pelengkap akan meningkatkan biaya pengolahan CPO dalam jumlah yang relatif kecil.
8. Bahan Bakar dan Pelumnas Dari hasil olahan data diperoleh elastisitas faktor biaya bahan bakar dan pelumnas sebesar -0.013 persen. Berarti menunjukkan bahwa kenaikan biaya bahan bakar dan pelumnas sebesar satu persen akan menurunkan biaya pengolahan CPO sebesar 0.013 persen dengan faktor lainnya tetap (ceteris
paribus).
9. Biaya Listrik P-value dari hasil double log untuk variabel biaya listrik adalah sebesar 0.0058 persen, berarti pada taraf satu persen variabel biaya listrik nyata berpengaruh terhadap biaya pengolahan TBS. Koefisien biaya listrik sebesar +0.062. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan penggunaan biaya listrik satu persen maka akan meningkatkan jumlah biaya pengolahan CPO sebesar 0.062 persen dengan faktor lainnya tetap (ceteris paribus).
205
10. Biaya Air P-value dari hasil double log untuk variabel biaya pemeliharaan mesin dan instalasi pabrik sebesar 0.131 menunjukkan bahwa biaya air berpengaruh nyata terhadap biaya pengolahan pada taraf 15 persen. Variabel biaya air memiliki nilai elastisitas sebesar +0.056, yang artinya bahwa penambahan jumlah biaya air sebesar satu persen dapat meningkatkan jumlah biaya pengolahan CPO sebesar 0.056 dengan faktor lainnya tetap (ceteris paribus). Elastisitas positif antara nol dan satu menunjukkan bahwa penggunaan biaya air berada pada daerah rasional.
11. Biaya Angkut Faktor biaya angkut nyata berpengaruh pada taraf lima persen. P-value variabel biaya angkut sebesar 0.014, nilai P-value lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan lima persen (α = 0.5). Koefisien biaya angkut sebesar +0.056. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan penggunaan biaya angkut sebesar satu persen akan meningkatkan jumlah biaya pengolahan CPO sebesar 0.056 dengan faktor lainnya tetap (ceteris paribus).
12. Biaya Pengepakan Nilai elastisitas untuk biaya pengepakan sebesar +0.001 yang artinya setiap penambahan penggunaan biaya pengepakan sebesar satu persen maka akan meningkatkan biaya pengolahan sebesar 0.001 dengan faktor lainnya tetap (ceteris
paribus). Elastisitas positif antara nol dan satu menunjukkan bahwa penggunaan biaya air berada pada daerah rasional.
206
BAB VIII EVALUASI KINERJA KEMITRAAN PT. PERKEBUNAN NUSANTARA V SEI. PAGAR PASCA KONVERSI
8.1 Perkembangan PIR–Trans PT. Perkebunan Nusantara V SPA Program pelaksanaan pengembangan perkebunan dengan pola PIR-Trans dilakukan
dalam
rangka
peningkatan
produksi
perkebunan,
pengembangan wilayah serta menunjang keberhasilan
membantu
program transmigrasi.
Pelaksanaan program PIR-Trans dilaksanakan berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan pola PIR yang dikaitkan dengan Program Transmigrasi dan disusun jelas dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 333/Kpts/KB.50/6/1986. Pelaksanaan proyek PIR-Trans dilakukan di SPA mulai tahun 1986, petani plasma berasal dari daerah yang bervariasi. Kebanyakan petani plasma berasal dari pulau Jawa, tetapi ada pula petani yang berasal dari Sumatera bahkan Riau (Gambar 8). Persentase Asal Daerah Plasma
Riau 30% Jawa Sumatra Sumatra 7%
Jawa 63%
Riau
Gambar 8. Persentase Asal Daerah Petani Plasma
207
Dapat dilihat dari 30 responden seperti ditunjukkan pada Gambar 8 bahwa petani plasma paling banyak yaitu 19 orang (63 persen) berasal dari Pulau Jawa, kemudian sembilan orang (30 persen) berasal dari Riau, dan sebanyak dua orang (tujuh persen) berasal dari Sumatra. Proyek PIR-Trans dilakukan melalui tiga tahap yang dikaitkan dengan pengelolaan kredit dan pembiayaan. Tahap–tahap tersebut meliputi tahap persiapan, tahap konversi, dan tahap pasca konversi (Tabel 15). Tahapan persiapan merupakan tahap pembangunan kebun plasma dan mempersiapkan petani sebagai calon peserta PIR–Trans. Perusahan inti menyediakan lahan dan melakukan kegiatan di bidang pertanaman yang meliputi pembibitan, pembukaan lahan, penanaman tanaman, dan memberikan bimbingan, serta pelatihan kepada para transmigran melalui pembentukan kelompok tani. Pemerintah melaksanakan kegiatan di bidang penyediaan sarana yaitu pembangunan rumah dan jalan. Selama tahap persiapan dimana tanaman kelapa sawit masih berada dalam masa tanaman belum menghasilkan (TBM), para transmigran dipekerjakan oleh perusahaan di kebun inti sebagai buruh harian lepas dan mereka diberi upah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Para transmigran tersebut diberi fasilitas rumah dan kebutuhan hidup selama satu tahun pertama yaitu berupa bahan-bahan pokok oleh pemerintah. Tahap persiapan ini berlangsung selama empat tahun, sesuai dengan umur tanaman kelapa sawit dari masa tanaman belum menghasilkan menjadi tanaman menghasilkan. Setelah tanaman menghasilkan akan terjadi pengalihan lahan dari kepemilikan PTPN V SPA menjadi
208
kepemilikan lahan atas nama petani plasma. Pengalihan lahan tersebut dilakukan dengan sistem kredit, sehingga dinamakan dengan pengalihan kredit.
Tabel 15. Tahap–Tahap Kemitraan PTPN V SPA dan Petani Plasma Periode Waktu
Tahap Kemitraan Tahap persiapan
Tahun 1986 1990
Tahap konversi
Tahun 1990 1996
Tahap pasca konversi Tahun 1996 Sekarang
Inti
Hal-Hal yang Dilakukan Plasma
1. Menyediakan lahan
1. Petani dipekerjakan oleh inti sebagai buruh harian lepas dan diberi upah
2. Menyediakan sarana produksi
2. Petani bersedia mematuhi petunjuk dan bimbingan teknis yang diberikan inti
3. Membimbing petani plasma 4. Membina petani plasma dalam berusahatani 5. Menampung hasil panen yang memenuhi kriteria 1. Menerima pembayaran kredit oleh plasma 2. Sudah tidak memberikan sarana produksi kepada plasma 3. Menetapkan jadwal pembayaran hasil produksi kebun plasma 4. Membeli seluruh hasil produksi kebun plasma yang memenuhi kriteria 5. Menyetor jumlah potongan angsuran kredit plasma kepada bank pelaksana 1. Membeli seluruh hasil produksi kebun plasma yang memenuhi kriteria
Sumber: Data wawancara dan pengamatan di lapangan
1. Menyetor angsuran kredit kepada inti 2. Sudah mandiri dalam hal pengadaan sarana produksi tanaman kelapa sawit 3. Menerima pembayaran hasil produksi sesuai jadwal yang ditentukan 4. Mengangkut semua hasil produksi kepada inti
5. Melaksanakan panen sesuai petunjuk dan bimbingan teknis dari inti 1. Mengangkut hasil produksi kepada inti walaupun sekarang sudah banyak terjadi penyimpangan, plasma menjual TBS kepada PKS swasta
Tahap konversi merupakan tahap pengalihan kredit yang dikeluarkan proyek menjadi kredit atas nama tiap petani. Tahap konversi dimulai tahun 1990. Tiap
209
petani plasma mendapat lahan seluas dua hektar. Petani plasma membayar secara kredit kepada PTPN V SPA sebesar 30 persen dari penghasilan setiap bulannya yang diperoleh dari hasil penjualan TBS ke perusahaan inti. Pada tahun 1990, harga TBS masih rendah kira-kira penghasilan petani plasma setiap bulan Rp.500.000, sehingga petani plasma membayar kredit sekitar
Rp.150.000 setiap
bulannya. Penghasilan setiap petani plasma berbeda-beda. Perbedaan penghasilan tersebut berdampak pada cepat atau lambatnya petani plasma melunasi kredit mereka. Semakin besar penghasilan setiap bulan maka akan semakin cepat petani plasma melunasi kreditnya. Besarnya kredit yang dibayar petani plasma adalah sekitar Rp.9.000.000 sampai Rp.11.000.000. Setelah lunas kredit maka kepemilikan tanah dibagikan kepada petani dan menjadi milik petani plasma tersebut. Selama masa pengembalian kredit, petani wajib menjual hasil produksinya kepada inti sampai pinjamannya lunas. Tahap pasca konversi adalah tahap setelah pinjaman lunas, maka lahan seluas dua hektar yang dibagikan tadi menjadi hak milik petani dan mereka memperoleh sertifikat atas lahan yang sebelumnya disimpan di bank sebagai agunan kredit. Saat ini kemitraan PIR–Trans antara PT. Perkebunan Nusantara V Sei. Pagar dan petani plasma telah memasuki tahap pasca konversi. Pemberian sertifikat secara langsung atas lahan yang menjadi hak milik petani plasma merupakan kelemahan dari kemitraan yang terjadi antara PTPN V SPA dan petani plasma, dengan pemberian sertifikat langsung maka menyebabkan tidak ada lagi keterikatan antara inti dan plasma. Tidak ada tanggung jawab atau aturan yang mengikat agar petani plasma menjual TBS kepada inti, sehingga
210
petani plasma memilih untuk menjual TBS kepada pihak yang bisa menawarkan harga beli TBS yang tinggi.
8.2 Evaluasi Kemitraan Pihak Inti dan Petani Plasma Evaluasi dilakukan dengan menentukan beberapa hal yang menjadi indikator tingkat kinerja. Ada sepuluh indikator yang digunakan yaitu pengetahuan petani plasma mengenai proyek PIR-Trans, pengetahuan petani mengenai penyetoran, daya tampung inti, komunikasi yang dibangun pihak inti dan plasma, harga beli TBS , waktu pembayaran TBS , ketanggapan inti dalam menyelesaikan keluhan petani, layanan pinjaman dana, disiplin inti dalam menaati perjanjian, dan sikap inti terhadap kesejahteraan petani. Hasil evaluasi yang dilakukan terhadap petani plasma dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16, dari sepuluh indikator evaluasi kinerja kemitraan diperoleh persentase tertinggi adalah 100 yang dipilih oleh 30 responden untuk 10 indikator, sedangkan persentase terendah adalah 54.44. Nilai persentase menunjukkan baik buruknya kinerja dari kemitraan tersebut. Semakin tinggi nilai persentase variabel indikator, maka kinerja variabel tersebut semakin baik. Sesuai dengan metode penentuan rentang skala, banyaknya kelas interpretasi dari persentase yang ada adalah tiga kelas yaitu kategori baik (persentase ≥82), kategori sedang (66,00≤ persentase <82), dan kategori buruk (50,00≤ persentase <66,00).
211
Tabel 16. Evaluasi Kinerja Kemitraan PT.Perkebunan Nusantara V SPA No
1
Indikator
Buruk
Sedang
Pengetahuan mengenai proyek PIRTrans
Baik
30
2
Pengetahuan mengenai penyetoran TBS ke inti
3
Daya tampung inti
4
Komunikasi yang dibangun pihak inti dan plasma
2
5
Harga beli TBS
6
Total (Persentase)
30.00 (100.00)
Keterangan
Baik
12
24.00 (80.00)
Sedang
30
30.00 (100.00)
Baik
20
8
22.00 (73.33)
Sedang
5
17
8
21.00 (70.00)
Sedang
Waktu pembayaran TBS
3
17
10
22.33 (74.44)
Sedang
Ketanggapan inti dalam menyelesaikan keluhan petani
2
25
3
20.33 (67.78)
Sedang
Layanan pinjaman dana
16
9
5
9
Disiplin inti dalam menaati perjanjian
1
6
23
27.33 (91.11)
Baik
10
Sikap inti terhadap kesejahteraan petani
2
22
6
21.33 (71.11)
Sedang
78.22
Sedang
7
8
18
Total Rata-rata
16.33 (54.44)
Buruk
Sumber: Wawancara Petani plasma
Terdapat beberapa variabel indikator yang tergolong dalam kinerja yang baik yaitu pengetahuan mengenai proyek PIR-Trans (100 persen), daya tampung inti (100 persen), dan disiplin inti dalam menaati peraturan (91.11 persen), sedangkan variabel indikator yang tergolong sedang adalah pengetahuan mengenai penyetoran TBS ke inti (80 persen), komunikasi yang dibangun pihak
212
inti dan plasma (73.33 persen), harga beli TBS (70 persen), waktu pembayaran TBS (74.44 persen), ketanggapan inti dalam menyelesaikan keluhan petani (67.78 persen), dan sikap inti terhadap kesejahteraan petani (71.11), dan hanya terdapat satu indikator saja yang masih tergolong kinerja yang buruk yaitu layanan pinjaman dana (54.44 persen). 1. Pengetahuan Mengenai Proyek PIR-Trans Semua responden petani plasma (100 pesen) sudah mengetahui proyek PIRTrans. Mereka juga mengetahui bahwa lahan yang mereka miliki sekarang bersumber dari PTPN V SPA sebagai penanggung jawab proyek PIR-Trans dan semua responden petani plasma mengatakan bahwa proyek PIR-Trans ini adalah baik. Sehingga dapat dikategorikan untuk indikator pengetahuan mengenai proyek PIR-Trans tergolong baik. 2. Pengetahuan Mengenai Penyetoran TBS ke inti Pengetahuan petani plasma untuk menyetor ke inti tidak semua mendapat tanggapan baik. Total persentase yang diperoleh adalah 80 persen sehingga kinerja dari indikator ini diketegorikan sedang. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya petani plasma menjual TBS kepada PKS swasta 3. Daya Tampung Inti Daya tampung inti dengan kapasitas olah pabrik 30 ton/jam sudah baik dan mampu menampung semua TBS apabila petani plasma menyetorkan buahnya kepada inti. Nilai total persentase yang diperoleh 100 persen mengatakan bahwa daya tampung inti sudah baik.
213
4. Komunikasi yang dibangun oleh Inti dan Plasma Komunikasi yang dibangun pihak inti dan plasma dikategorikan sedang. Nilai total yang diperoleh adalah 22 (73.33 persen) karena belum adanya kontinuitas petani plasma menyetor TBS kepada inti walaupun dari segi pihak inti sudah melakukan komunikasi yang baik kepada petani plasma. Pihak inti sudah memiliki orang khusus bekerja di lapangan yang bertujuan untuk mengontrol kondisi lapangan, namun jumlahnya masih terbatas. 5. Harga Beli TBS Harga Beli TBS oleh inti dinilai berbeda-beda oleh petani plasma. Nilai total untuk harga beli TBS adalah 21 (70 persen), dikategorikan sedang. Terkait dengan informasi harga TBS, masih ada sebagian petani yang tidak mengetahui perubahan harga yang terjadi. Harga TBS PTPN V SPA ditentukan oleh rapat tim sehingga proses penentuan harga TBS dinilai cukup lambat dan dinilai tidak dapat bersaing dengan pihak luar. 6. Waktu Pembayaran TBS Nilai total waktu pembayaran TBS oleh inti dinilai petani plasma adalah sedang yakni sebesar 22.33 (74.44 persen). Waktu pembayaran TBS dilakukan setiap satu bulan sekali tepatnya setiap tanggal 28, namun karena adanya keterbatasan,dan jika pihak inti merasa situasi kurang aman maka mereka akan mengundurkan waktu pembayaran sampai situasinya dianggap aman. Sebaiknya sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak PTPN V SPA bersifat cash and
carry.
214
7. Ketanggapan Inti dalam Menyelesaikan Keluhan Petani Ketanggapan inti dalam menyelesaikan keluhan petani dinilai masih sedang. Nilai total indikator ini adalah 20.33 (67.78 persen). PTPN V SPA sebaiknya perlu meningkatkan lagi perhatiaan terhadap masalah-masalah yang dihadapi petani plasma, walaupun pihak inti berupaya untuk menyelesaikan keluhan petani namun terbatasnya jumlah asisten pembinaan dari inti sehingga tidak semua keluhan petani dapat diperhatikan dan direspon secara cepat. Untuk masalah ini perusahaan inti sebaiknya meningkatkan aktifitas para asisten pembina dalam mengontrol petani plasma. 8. Layanan Pinjaman Dana Layanan pinjaman dana oleh petani plasma kepada inti dinilai buruk yaitu 16.33 (54.44 persen) dikarenakan saat ini petani plasma tidak pernah lagi meminjam kepada inti tapi langsung meminjam kredit pada bank-bank melalui KUD dengan jaminan sertifikat tanah. Besarnya pinjaman setiap petani plasma berbeda-beda ada petani plasma yang meminjam sebesar Rp.40.000.000 kepada bank dan dibayar dengan cicilan setiap bulan Rp.1000.000. Petani plasma meminjam dana untuk keperluan pengembangan kebun, atau membangun usahausaha lain. Salah satu contoh petani plasma meminjam uang kepada bank adalah petani dengan inisial A. Pendapatan kotor petani tersebut pada bulan Desember 2008 adalah Rp.6.106.268, kemudian beban potongan yang terdiri dari pengembalian kredit kepada bank sebesar Rp. 1.096.991 dan beban lainnya seperti pemeliharaan jalan, keamanan, potongan wajib desa, kas RT, dana sosial, Idapertabun, kosumsi, timbangan, dan lampu jalan dengan total keseluruhan beban potongan adalah
215
Rp.1.244.591, sehingga jumlah pendapatan bersih petani A pada bulan Desember 2008 adalah sebesar Rp.4.862.277. 9. Disiplin Inti dalam Menaati Perjanjian Disiplin inti dalam menaati peraturan dikategorikan sudah baik, nilai total adalah 27.33 (91.11 persen). Kedisiplinan untuk menaati perjanjian merupakan salah satu faktor yang penting dalam menciptakan kepercayaan terhadap pihak plasma. Pihak inti berupaya untuk menjalani sesuai dengan peraturan yang telah disepakati. 10. Sikap Inti terhadap Kesejahteraan Petani Petani plasma menganggap bahwa harga TBS yang ditetapkan oleh inti masih rendah, sehingga sikap inti terhadap kesejahteraan petani dinilai sedang. Nilai total indikator sikap inti terhadap kesejahteraan petani adalah 21.33 (71.11 persen). Mereka juga memiliki pandangan bahwa kemitraan dengan pihak inti lebih merupakan hubungan bisnis semata. Mekanisme kerjasama antara PTPN V SPA dengan petani plasma dilaksanakan atas dasar aturan-aturan dalam perjanjian kerjasama. Pelaksanaan kerjasama terwujud dengan adanya kesepakatan untuk mematuhi hak dan kewajiban dalam aturan perjanjian oleh pihak-pihak yang bermitra. Tingkat pelaksanaan hak dan kewajiban dapat dilihat secara singkat pada Lampiran 10. Penilaian terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban ini diperoleh dari wawancara terhadap pihak inti dan petani responden, serta pengamatan di lapangan. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa pelaksanaan kemitraan belum sepenuhnya sesuai dengan aturan-aturan yang terdapat dalam perjanjian kerjasama. Dalam perjanjian disebutkan bahwa petani plasma wajib melaksanakan
216
panen sesuai dengan petunjuk dan bimbingan dari inti, namun kenyataannya petani tidak melaksanakan panen sesuai dengan yang seharusnya. Hal ini terjadi karena panen tidak dilakukan oleh petani plasma, tetapi diupahkan ke orang lain. Pemanenan TBS menjadi kurang terkontrol terutama saat pemotongan buah dari pohon. Kesalahan yang sering terjadi adalah buah yang dipanen tergolong mentah dan tangkai buah tidak dipotong pendek. Selain itu, terdapat juga sebagian petani yang kurang memperhatikan kondisi jalan yang ada di kebun. Kondisi jalan yang baik sangat penting dalam proses pengangkutan TBS karena turut mempengaruhi kualitas TBS yang diangkut. Kurangnya kesadaran petani dalam kegiatan panen dan pemeliharaan jalan mengakibatkan kualitas TBS tidak sesuai dengan kriteria yang dapat diterima inti sehingga TBS hasil kebun plasma mengalami sortasi yang cukup banyak. Kerugian selanjutnya dirasakan oleh kedua pihak dimana keuntungan petani dari hasil penjualan menjadi berkurang dan pihak inti tidak memperoleh TBS yang berkualitas baik. Pembayaran hasil produksi oleh inti terkadang terjadi keterlambatan. Hal ini terjadi karena PTPN V SPA berusaha agar proses pembayaran dapat dilaksanakan dengan situasi yang aman. Berdasarkan kesepakatan, pembayaran dilakukan setiap tanggal 28. Namun, jika pihak inti merasa situasi kurang aman maka mereka akan mengundurkan waktu pembayaran sampai situasinya dianggap aman. Walaupun demikian, dari keseluruhan isi perjanjian kerjasama sebagian besar telah dapat dilaksanakan sesuai aturan yang telah disepakati. Oleh karena itu pelaksanaan kemitraan antara PTPN V SPA dapat dikatakan telah berlangsung baik.
217
1. Penilaian Pihak Inti Terhadap Pelaksanaan PIR–Trans Evaluasi terhadap pelaksanaan PIR-Trans dapat dilihat dari penilaian masing-masing pihak terlibat dalam kemitraan, yaitu pihak inti dan petani plasma. Evaluasi terhadap atribut-atribut dalam pelaksanaan kemitraan dapat diperoleh berdasarkan tanggapan atas kinerja kemitraan yang dirasakan oleh kedua belah pihak. Berikut akan diuraikan tanggapan dari pihak inti atas kinerja petani plasma dalam kemitraan. Penilaian ini diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak inti yang terkait dengan pelaksanaan kemitraan antara PTPN V SPA dan petani plasma. Pihak inti berpendapat bahwa dengan adanya program PIR–Trans ini, maka memberi dampak positif bagi kedua belah pihak baik inti maupun plasma. Secara umum pihak inti merasa cukup puas dengan kinerja petani plasma dalam kemitraan. Hal-hal yang mendasari pernyataan tersebut diantaranya adalah pihak inti merasa sudah dapat diterima dengan baik dan dipercaya oleh petani plasma sebagai mitra kerja, kinerja pelayanan inti dalam kemitraan berdampak positif terhadap petani plasma terutama dari segi finansial yaitu adanya peningkatan pendapatan usahatani. Dari sisi pendapatan masyarakat berdampak positif terhadap pendapatan masyarakat karena dapat menyediakan lapangan pekerjaan. Sementara, dampak positif Pabrik Kelapa Sawit (PKS) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah berupa peningkatan pendapatan pada pajak–pajak, retribusi, perdagangan, dan jasa. Namun saat ini pihak inti sebanyak 10 orang (seratus persen) menyadari bahwa banyak petani plasma tidak memasok TBS kepada PTPN V SPA. Petani plasma banyak menjual TBS kepada pihak luar, sehingga PKS kekurangan bahan baku TBS untuk diolah oleh pabrik.
218
Salah satu faktor yang menyebabkan petani plasma menjual kepada pihak luar adalah maraknya PKS swasta yang dibangun di sekitar lingkungan PTPN V SPA. PKS swasta dibangun tanpa memiliki kebun tanaman kelapa sawit padahal syarat untuk mendirikan suatu PKS, perusahaan tersebut harus memiliki kebun sendiri. PKS swasta mendapat pasokan TBS yang akan diolah seluruhnya berasal dari masyarakat perkebunan kelapa sawit termasuk di dalamnya petani plasma. Pihak swasta tersebut dapat memberi kemudahan–kemudahan kepada petani plasma yang tidak diberikan oleh inti. Seperti mekaninsme penentuan harga dan pembayaran TBS. Standar utama yang dipakai oleh PTPN V SPA dalam menentukan harga adalah harga resmi yang ditetapkan oleh dewan direksi dan pemerintah daerah setempat. Kemudian pihak swasta menetapkan harga sedikit lebih tinggi dari harga PTPN V SPA untuk memenangkan persaingan mendapatkan pasokan TBS. Sedangkan untuk sistem pembayaran TBS dilakukan dengan berbagai cara yang menarik oleh pihak swasta, salah satu caranya adalah dari pabrik kepada supplier atau agen seminggu sekali. Sedangkan pembayaran oleh pihak inti dilakukan sebulan sekali, walaupun saat ini sudah baru mulai dengan sistem pembayaran yang lebih cepat. Sejak lahan kepemilikan dipindahkan kepada petani plasma, petani semakin sadar akan pentingnya pemeliharaan dan perawatan kebun. Tapi di pihak lain petani beranggapan dengan telah lunasnya kredit petani plasma kepada pihak inti maka petani plasma memiliki kebebasan untuk memilih pabrik pengolah TBS mereka.
219
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dapat dikatakan pengoperasiannya kurang efisien baik dari segi teknis maupun ekonomis. Sisi teknik teknologis dikatakan bahwa pabrik bekerja kurang efisien antara lain disebabkan tidak tercapainya kapasitas olah pabrik sesuai kapasitas terpasang. Sedangkan dari sisi ekonomi dikatakan bahwa biaya produksi yang dikeluarkan masih tinggi. Pihak inti menyadari bahwa tingkat kesadaran petani plasma rendah untuk memasokkan TBS ke inti. Seringkali pabrik dalam keadaan “idle capacity”. Masih terdapat beberapa kekurangan yang menjadi masalah terkait dengan pelaksanaan kemitraan, antara lain : 1. Sebanyak 10 orang (100 persen) pihak inti mengatakan adanya petani yang berbuat tidak adil sewaktu menjual buahnya, mereka menjual buah kepada pihak luar atau swasta tidak kepada perusahaan inti. 2. Sebanyak empat orang (40 persen) pihak inti menjelaskan bahwa kualitas TBS plasma masih berada dibawah standar mutu TBS kebun inti. Kegiatan panen yang kurang terkontrol menyebabkan TBS yang dipanen tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan.
2. Penilaian Petani Plasma terhadap Pelaksanaan kemitraan Evaluasi terhadap tanggapan petani plasma atas pelaksanaan kemitraan adalah sebagai berikut: a. Harga pembelian TBS yang berlaku dinilai terlalu rendah, tidak sebanding dengan semakin tingginya harga pupuk dan obat-obatan, padahal harga merupakan insentif bagi petani plasma untuk menjual hasil produksinya. Petani plasma juga sering mengalami kekurangan informasi mengenai
220
harga TBS yang berlaku. Umumnya mereka mengetahui perubahan harga setelah TBS hasil panen dipasok/dijual ke pabrik inti. b. Petani plasma menganggap pihak inti tidak konsisten dalam melaksanakan sortasi buah. Jika buah yang dipasok ke pabrik inti merupakan buah dari pihak luar maka penetapan standar mutu diperlonggar sehingga buah luar yang seharusnya terkena sortasi justru dapat lolos dan diterima oleh pabrik. c. Seiringnya terjadi kerusakan jalan menyebabkan beban petani makin berat karena selain mengeluarkan biaya usahatani mereka juga diharuskan membiayai perbaikan jalan tersebut. Mengenai masalah ini pihak inti telah turut berperan dengan memberikan bantuan alat-alat berat untuk perbaikan jalan. Namun biaya sewanya tetap menjadi tanggungan petani. Terhadap atribut pelaksanaan kemitraan lainnya petani plasma memberikan tanggapan bahwa pelaksanaannya telah cukup sesuai dengan harapan. Atributatribut tersebut diantaranya adalah kemampuan pabrik untuk menampung hasil panen, dan pelaksanaan penyuluhan. Dari 30 responden petani plasma, mereka tidak semua menjual hasil buahnya (TBS) kepada pihak inti. Sebanyak sembilan orang (30 persen) yang menjual hasilnya kepada inti, sedangkan 21 orang (70 persen) menjual hasilnya kepada pihak luar inti (Gambar 9)
221
Persentase Penjualan TBS
Menjual ke inti 30% Menjual ke luar inti Menjual ke luar inti 70%
Menjual ke inti
Gambar 9. Persentase Pihak Penjualan TBS a. Alasan Petani Plasma Menjual TBS ke inti Dari persentase penjualan TBS ke inti yang hanya sepertiga saja dari total responden menunjukkan bahwa banyak petani yang berbuat tidak adil. Mereka sebagian besar tidak menjual TBS ke inti sehingga menyebabkan PKS SPA kekurangan pasokan TBS dan pabrik seringkali tidak mengolah “idle capacity”. Alasan petani plasma tersebut masih menjual TBS ke PTPN V SPA sebagai inti dikarenakan pertama, sebanyak 30 persen petani plasma tidak mau dipersulit untuk membandingkan harga kepada pihak lain. Biaya yang dikeluarkan cukup besar untuk mengetahui harga–harga TBS yang ditawarkan oleh pihak swasta. Karena banyak PKS swasta yang ada dan memiliki persaingan harga yang kuat. Kedua, semua petani plasma yang menjual ke inti (100 persen) mengatakan sudah ada pengalaman yang tidak baik ketika petani plasma tersebut menjual kepada pihak luar. Petani plasma tersebut dirugikan karena uang mereka dilarikan dan ketika ingin memprosesnya mereka tidak memiliki kekuatan hukum. Ketiga, sebanyak 55 persen tingkat kesadaran petani plasma sudah tinggi terhadap proses penimbangan dan pemotongan–pemotongan biaya yang dilakukan oleh pihak luar yang merugikan
222
petani tersebut. Petani plasma menyadari bahwa awal dari proyek PIR–Trans sudah ada aturan–aturan tertulis yang menyatakan bahwa petani plasma memiliki kewajiban untuk menjual buahnya (TBS) kepada inti. b. Alasan Petani Plasma Menjual TBS Kepada Pihak Luar Pabrik seringkali tidak mengolah karena pasokan TBS yang masuk ke pabrik tidak mencukupi untuk diolah. TBS berasal dari kebun inti dan kebun plasma. PTPN V SPA dengan PIR–Transnya mengalami masalah dalam pasokan TBS dari kebun plasma. Alasan petani plasma tersebut tidak menjual TBS ke PTPN V SPA sebagai inti dikarenakan pertama yang menjadi permasalahan yang cukup kuat adalah sistem ijon yang berlangsung di petani plasma sebanyak 85 persen petani plasma terikat sistem ijon tersebut. Mereka lebih senang menjual kepada tengkulaktengkulak karena adanya beberapa kemudahan terutama dalam sistem pembayaran TBS, lebih cepat dibanding pihak inti. PTPN V SPA membayar penjualan TBS setiap tanggal 28, tapi tengkulak bisa pembayarannya kapan saja dan lebih cepat dibanding inti. Namun ketergantungan yang tinggi terhadap tengkulak tetap merugikan petani karena tengkulak dengan semena-mena menentukan harga dengan patokan yang mereka tetapkan sendiri. Kedua, sebanyak 10 orang (48 persen) petani plasma mengatakan harga pembelian TBS yang berlaku atau ditetapkan oleh PTPN V SPA dinilai terlalu rendah, tidak sebanding dengan semakin tingginya harga pupuk dan obat–obatan, padahal merupakan insentif bagi petani plasma untuk menjual hasil produksinya. Petani plasma juga sering mengalami kekurangan informasi mengenai harga TBS yang berlaku.
223
Permasalahan ketiga adalah adanya persaingan harga yang ditawarkan oleh pihak luar sebanyak 81 persen petani plasma menjawab hal tersebut. Harga yang ditawarkan oleh pihak luar lebih tinggi dibanding PTPN V SPA. Tetapi petani tidak menyadari secara langsung dibalik harga yang tinggi ditawarkan tapi ada permainan yang dilakukan oleh pihak swasta. Seperti masalah timbangan, biasanya dari ukuran timbangan tidak bersih sementara untuk PTPN V SPA ukuran timbangan bersih. Selain itu pada penjualan dipihak swasta banyak ongkos-ongkos pemotongan yang terjadi seperti pemotongan uang sampah, pemeliharaan jalan, beli timbangan, dan lainnya. Sehingga dari segi persaingan harga secara total sebenarnya petani lebih rugi menjual kepada pihak swasta.
224
IX. KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan 1. Komponen biaya tetap yang terbesar adalah gaji karyawan pimpinan dan pelaksana sedangkan komponen biaya variabel terbesar adalah pembelian bahan baku (TBS), pada tahun 2007 terjadi peningkatan harga TBS sebesar 44,25 persen dibanding tahun 2006. Secara ekonomis belum efisien dikarenakan
peningkatan biaya lebih besar dari peningkatan
produksinya, sedangkan dari segi efisiensi teknis PTPN V SPA berkaitan dengan jumlah semua faktor produksi fisik yang digunakan dalam proses produksi yaitu produksi TBS yang dihasilkan oleh kebun, dan kualitas dari rendemennya dapat disimpulkan sudah cukup baik. Tapi perlu dilakukan peningkatan jumlah produksi TBS agar sesuai dengan kapasitas terpasang pabrik yaitu 30 ton TBS/jam. 2. Dari hasil analisis regresi diperoleh faktor biaya yang mempengaruhi biaya pengolahan CPO secara nyata yaitu gaji karyawan, biaya pemeliharaan bangunan pabrik, biaya pemeliharan mesin dan instalasi pabrik, premi asuransi pabrik, pembelian TBS, biaya listrik, biaya air, dan biaya angkut. Nilai elastisitas sebagian besar masing-masing variabel independen adalah positif
menunjukkan
bahwa
kenaikan
penggunaan
faktor
biaya
memberikan pengaruh positif terhadap kenaikan jumlah biaya pengolahan CPO PTPN V PKS SPA. 3. Saat ini kemitraan PIR–Trans antara PT. Perkebunan Nusantara V Sei. Pagar dan petani plasma telah memasuki tahap pasca konversi. Sepuluh
225
indikator evaluasi kinerja kemitraan diperoleh kesimpulan bahwa kemitraan PTPN V SPA dan petani plasma masih dikategorikan pada tingkat sedang. Hal ini ditunjukkan oleh enam indikator dari sepuluh indikator menyatakan kinerja kemitraan PTPN V SPA tergolong sedang. Kemitraan belum sepenuhnya sesuai dengan aturan-aturan yang terdapat dalam perjanjian kerjasama. Namun dari keseluruhan isi perjanjian kerjasama sebagian besar telah dapat dilaksanakan sesuai aturan yang telah disepakati. Oleh karena itu pelaksanaan kemitraan antara PTPN V SPA dari segi evaluasi hak dan kewajiban PTPN V SPA dengan petani plasma dapat dikatakan telah berlangsung baik.
9.2 Saran 1. PT Perkebunan Nusantara V Sei. Pagar perlu mencari alternatif-alternatif untuk melakukan pendekatan kepada petani plasma misalkan melalui pengadaan pupuk dan pestisida kembali seperti pada tahap persiapan kemitraan yang pembayarannya dapat diberikan melalui kredit dari hasil panen petani plasma tersebut, memberikan penyuluhan, dan
menjalin
hubungan yang baik dengan petani plasma sehingga terjalin adanya ikatan persaudaraan yang kuat antara PTPN V SPA dengan petani plasma. 2. Memberikan kemudahan kepada petani plasma dalam hal pembayaran hasil panen. Misalkan sistem pembayaran yang diberikan oleh PTPN V SPA terhadap penjualan TBS plasma lebih cepat, bila perlu dengan sistem
cash and carry. Penetapan harga beli TBS plasma oleh pemerintah
226
sebaiknya dijadikan sebagai harga beli minimum, mengingat persaingan dengan perusahaan swasta yang cukup ketat. 3. Pabrik Kelapa Sawit yang dibangun oleh suatu perusahaan yang tidak mempunyai kebun kelapa sawit sendiri sebenarnya perlu dikaji lebih jauh lagi. Pemerintah pusat dapat segera mengeluarkan semacam surat keputusan bersama (SKB) menteri terkait yang memberikan pelayanan perizinan yang transparan satu pintu dalam kegiatan perluasan dan pemanfaatan lahan untuk perkebunan kelapa sawit.
227
DAFTAR PUSTAKA
Artiyanto, Dwi Nugroho.2006. Analisis Biaya Pengolahan Gondorukem Dan terpentin di PGT, Sindangwangi, KPH Bandung Utara, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Departemen Hasil Hutan. Skripsi. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik. 2004. Buletin Statistik Bulanan–Indikator Ekonomi. Jakarta:Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Kelapa Sawit Indonesia. Jakarta:Badan Pusat Statistik. Beattie BR, Taylor C. 1994. Ekonomi Produksi. Penerjemah Dr. Soeratno Josohardjono, Mec. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Direktorat Jenderal Perkebunan. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan. Doll JP, Frank O. 1984. Production Economics Theory With Applications. Second edition. Canada: John Wiley & Sons, Inc. Ekaprasetya, Dodi.2006. Analisis Faktor–faktor Yang Berhubungan Dengan Motivasi Kerja Karyawan Pabrik Kelapa Sawit (Studi Kasus : Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Milano Aek Batu Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara). Skripsi. Bogor:Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Esron, Sahat. 2005. Peramalan Produksi Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) PT. Panamtama Kebun Teluk Dalam, Asahan Sumatera Utara. Skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Fauzi Y, Widyastuti, Satyawibawa, Hartono R. 2002. Budi Daya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis Usaha dan Pemasaran. Jakarta:Penebar Swadaya. Gittinger, J Price. 1986. Analisa Ekonomi Proyek – Proyek Pertanian. Jakarta:UI Press. Gujarati, Damodar. 1997. Ekonometrika Dasar. Soemarno, Penerjemah; Jakarta:Erlangga. Terjemahan dari:Basic Econometrics. Hafsah, M. Jafar. 2000. Kemitraan Usaha, Konsepsi dan Strategi. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.
228
Kamilla, Helmi.2004.Analisis Biaya Produksi Pengolahan Getah Pinus Di Pabrik Gondorukem Dan Terpentin Cimanggu, KPH Banyumas Barat Perum Perhutani unit I Jawa Tengah. Teknologi Hasil Hutan. Skripsi. Bogor:Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Kurniawan, Djafar, Siahaan D, Buana L, Wahyono T. 2004. Tinjauan Ekonomi Industri Kelapa Sawit. Medan:Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Naibaho M, Manurung A.1994. Studi Efisiensi Pengolahan Dan Produktivitas Pabrik Kelapa Sawit. Berita PPKS Vol 2:47 – 61. Nurdiniayati.1996. Studi terhadap Pola Pembinaan dan Pengembangan Kerjasama Usaha Koperasi di Indonesia. Skripsi. Bogor:Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. PT. Perkebunan Nusantara V PKS SPA. 2005. Daftar Harga Pembelian TBS. Pekanbaru: PTPN V PKS SPA. Pekanbaru: PTPN V PKS SPA.
Pekanbaru: PTPN V PKS SPA.
Pekanbaru: PTPN V PKS SPA.
Pekanbaru: PTPN V PKS SPA.
Pekanbaru: PTPN V PKS SPA.
. 2006. Daftar Harga Pembelian TBS.
. 2007. Daftar Harga Pembelian TBS.
.
2005.
Laporan
Manajemen.
.
2006.
Laporan
Manajemen.
.
2007.
Laporan
Manajemen.
. 2007. Struktur Organisasi PTPN V
PKS SPA. Pekabaru: PTPN V PKS SPA Rangkuti, Freddy. 2003. Measuring Customer Satisfaction. Cetakan Kedua PT. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Rahim ABD, Hastuti. 2007. Ekonomika Pertanian. Jakarta: Penebar Swadaya. Rony H. 1990. Akuntansi Biaya. Jakarta:Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
229
Sari, Ranni. 2004. Analisis Efisiensi Faktor-faktor Produksi Crude Palm Oil (CPO) di PT. Perkebunan Nusantara V PKS Sei Pagar, Kabupaten Kampar. Skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Setyamidjaja, Djoehana. 1991. Budidaya Kelapa Sawit. Yogyakarta: Kanisius. Sluyter. 1998. Kinerja Organisasi Pelayanan Umum. Sosiohumanika Volume 16A (nomor 3):631 Soekartawi, 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Doglass. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Widyastuti.2006.Evaluasi Pelaksanaan PIR Pada PT.INTI INDOSAWIT Subur (Kasus PIR di Pabrik Minyak Kelapa Sawit Buatan, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau). Skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Yusuf, Boy. 2001. Analisis Biaya Penerimaan Produksi CPO di PT. Perkebunan Nusantara V PKS Sei Pagar, Kabupaten Kampar. Skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
230
LAMPIRAN
Asisten CPO
Asisten Umum Proses
Asisten Teknik Pabrik
Sumber : PTPN V PKS SPA, 2007
Lampiran 1. Struktur Organisasi PTPN V PKS SPA
Asisten Inti Sawit
Kepala Tata Usaha
Asisten Umum (ASUM)
Manajer Pabrik Kelapa Sawit
Asisten Pengendalian Mutu
Perwira Pengaman
231
232
Lampiran 2. Data Jumlah TBS dan Produksi CPO PTPN V PKS SPA Waktu Feb 2005 Mrt 2005 Apr 2005 May 2005 Jun 2005 Jul 2005 Ags 2005 Sep 2005 Oct 2005 Nov 2005 Dec 2005 Jan 2006 Feb 2006 Mar 2006 Apr 2006 May 2006 Jun 2006 Jul 2006 Ags 2006 Sep 2006 Oct 2006 Nov 2006 Dec 2006 Jan 2007 Feb 2007 Mar 2007 Apr 2007 May 2007 Jun 2007 Jul 2007 Ags 2007 Sep 2007 Oct 2007 Nov 2007 Dec 2007
TBS (kg) 10798160 10108920 8667250 9866090 8849770 9252030 9440950 9487730 10491780 13987040 12989680 11962070 8133800 9138420 8426000 9609860 9480430 7699230 8306600 9123390 7530720 8800850 7909450 8653510 5366820 6032170 5959090 6515990 9016770 9971270 14178260 12256650 13300230 13869770 12158960
CPO (kg) 2353356 2152507 1838055 2031576 1924233 1994468 1984800 2178004 2292266 2788791 3091108 2489826 1740198 2099235 1837053 2057273 2095916 1703307 2006971 2133309 1579164 2087732 1770877 1845176 1158001 1465161 1327184 1560889 1952230 2122220 3078588 2639469 2879825 3103954 2646486
Sumber : Laporan Manajemen PTPN V PKS SPA Tahun 2005 - 2007
Rendemen (%) 21.79 21.29 21.21 20.59 21.74 21.56 21.02 22.96 21.85 19.94 23.79 20.81 21.39 22.97 21.8 21.41 22.11 22.12 24.16 23.38 20.97 23.72 22.39 21.32 21.58 24.29 22.27 23.95 21.65 21.28 21.71 21.54 21.65 22.38 21.77
233
Lampiran 3. Perkembangan Harga TBS PTPN V PKS SPA 2005 – 2007 Bulan
Tahun 2005
Tahun 2006
Tahun 2007
Jan
667.26
673.30
1013.33
Feb
628.61
687.78
1028.43
Maret
656.01
713.38
1087.67
April
721.63
666.44
1205.00
Mei
730.19
678.30
1350.09
Juni
705.84
715.30
1435.00
Juli
724.80
702.17
1397.00
Agst
709.64
770.13
1457.50
Sept
738.18
779.10
1412.50
Oct
763.69
757.70
1449.05
Nov
744.16
809.21
1565.85
Des
692.97
956.83
1580.00
Sumber: Daftar Harga Pembelian TBS PTPN V PKS SPA Tahun 2005 - 2007
234
Lampiran 4. Perhitungan Rentang Skala Hasil rentangan nilainya yaitu :
Jadi skala penilaiannya adalah: 50,00 ≤ x < 66 = buruk 66,00 ≤ x < 82 = sedang x ≥82 = baik
1797002 5730571 66608934 10079107 16691340 6664686 6247095 91652117 1279955
Alat dan Invebtaris
Bahan bakar dan Pelumnas
Biaya Listrik
Biaya Air
Biaya Langsir
Biaya Angkat sampah/Tankos
Biaya Pemeliharaan Bangunan Pabrik
Biaya Pemeliharaan mesin dan instalasi Pabrik
Biaya Pengepakan
Total
8854481
Bahan kimia dan pelengkap
7302480030
119582093
160842272
Gaji Karyawan Pelaksana
Premi asuransi Pabrik
18583026
6787867351
Realisasi
56533012
680875
653610942
6467222
24330089
5621447
27412000
68751157
6808600
9099629
14371300
192673843
23106041
Anggaran
1089466157
Feb
Gaji karyawan Pimpinan
Pembelian TBS
Tahun 2005
7102400419
59791047
104754837
21276205
14752662
4960356
11030325
38368406
2266846
13816598
7009066
173853678
19001480
6631518913
Realisasi
525768842
56533012
680875
43574063
6467322
23576593
5374472
19560000
49107969
6808600
10472324
14648450
265859121
23106041
Anggaran
Maret
7049329118
59791047
1279955
237973362
8469744
12015669
16701760
100540713
146505483
655705
4285735
9617271
176524243
20449704
6254518727
Realisasi
April
613637986
56533012
1286442
195423070
8467222
28540203
5375529
19550000
49107969
6808600
9557194
13308750
196573954
23106041
Anggaran
7911040528
59791047
253576563
17418938
1385835
19924558
12665043
107746707
7561014
5970602
8989658
192011096
19846323
7204153144
Realisasi
Mei
1003594475
66000012
1238873
390843129
8717772
99477581
37491178
29280000
98215935
6808600
10021729
13664690
218728935
23106041
Anggaran
Lampiran 5. Perbandingan Antara Realisasi dan Anggaran Biaya Pengolahan PTPN V PKS SPA Tahun 2005
6841015345
59791047
1279955
187317527
16331948
2432743
21719234
16404743
52745398
3934394
4603570
12572199
195500915
19860015
6246521657
Realisasi
Juni
936151412
56533012
680875
390846139
6467222
26435485
6334709
39160000
98215938
6808600
9557194
29056350
242949847
23106041
Anggaran
7457689787
59791047
270439622
16714570
66779108
15707473
22020002
76567814
6223148
8489039
12080212
175483773
21491795
6705902184
Realisasi
Juli
696985147
50583012
1027542
99031961
6467232
34074846
3701639
58740000
147323907
6808600
11845019
16121000
238154348
23106041
Anggaran
235
2177290 62147236 15139002 31436642 4091929 15925438 150508029
Bahan bakar dan Pelumnas
Biaya Listrik
Biaya Air
Biaya Langsir
Biaya Angkat sampah/Tankos
Biaya Pemeliharaan Bangunan Pabrik
Biaya Pemeliharaan mesin dan instalasi Pabrik
7284721452
791676770
56533012
680875
158044745
8467222
36708999
8221959
58740000
147323907
6808600
12802584
17766050
256472776
23106041
Anggaran
Sumber : Laporan Manajemen PTPN V PKS SPA Tahun 2005
Premi asuransi Pabrik
Total
27212937
Alat dan Invebtaris
59791047
10610780
Bahan kimia dan pelengkap
Biaya Pengepakan
180587854
Gaji Karyawan Pelaksana
6699707228
Realisasi
Agustus
25386040
Tahun 2005
Gaji karyawan Pimpinan
Pembelian TBS
Lanjutan
7834362718
59791047
387928720
26688855
25906582
2734702
20459859
3072911
3848150
14936385
32712685
232068665
20530000
7003684157
Realisasi
721595195
56533012
890875
158451137
7967322
27962094
6930620
39160000
98215938
6808600
11387454
16163150
268018952
23106041
Anggaran
September
8754207393
59791047
168534869
28268160
26550800
3733082
17155523
121096722
13480648
13350483
22521594
267017878
274091
8012432496
Realisasi
574193170
38076112
1287192
99031961
27172222
38748933
11707875
23496000
58929563
6808600
11845019
16361000
217622652
23106041
Anggaran
Oktober
1.1058E+10
64791047
138123183
22354072
8040512
21655074
11976854
70192624
3076459
6997292
13350330
262217078
26879770
1.0409E+10
Realisasi
590935746
56583012
1478375
138044743
6467322
24777030
6862530
23496000
58929563
6808600
16928774
14616150
212837606
23106041
Anggaran
November
10124082230
53348507
1400000
445903933
28691542
14508971
20952525
13536936
165635227
2657361
4993619
25757900
279906116
65374342
9001415251
Realisasi
646952438
56533012
680875
158451137
6457322
25885925
6226996
23496000
58929563
6808600
11845025
15721000
252810942
23106041
Anggaran
Desember
236
5432656 1430256 83886327 15528705 7890466 8980416 10677801 77463368
Alat dan Invebtaris
Bahan bakar dan Pelumnas
Biaya Listrik
Biaya Air
Biaya Langsir
Biaya Angkat sampah/Tankos
Biaya Pemeliharaan Bangunan Pabrik
Biaya Pemeliharaan mesin dan instalasi Pabrik
Premi asuransi Pabrik 8501098889
22685416
Bahan kimia dan pelengkap
Total
192856046
Gaji Karyawan Pelaksana
Biaya Pengepakan
20165827
8054101605
Realisasi
Jan
Gaji karyawan Pimpinan
Pembelian TBS
Tahun 2006
679052661
57254640
408563
197924572
6103580
31463636
15005946
20104906
56601063
6878680
5987820
14370700
241572955
25375600
Anggaran
6109659671
57254640
300000
105250573
15794079
20717502
14539594
20918406
61969790
2417360
5406576
16684000
172953488
21188699
5594264964
Realisasi
Feb
712410937
57254640
408563
242500000
5789813
30365263
14256131
19379842
61656132
6578680
5533051
16088075
227225147
25375600
Anggaran
7212745900
57254640
153947915
16782229
32126860
70285851
18031051
72062967
3412415
7498843
9031953
229827314
23317802
6519166060
Realisasi
727640920
57254640
916063
242500000
6062833
32590316
16101657
20052700
53848646
6578680
5739906
14912700
245707179
25375600
Anggaran
Maret
6207967193
55659581
100740379
16879772
12857587
58163508
15822782
87110801
1559850
6355371
15680757
215312577
6400788
5615423440
Realisasi
April
804297280
57254640
1731025
242500000
6223651
46413353
29204576
37474504
73197229
6578680
7859799
15139950
255344273
25375600
Anggaran
Lampiran 6. Perbandingan Antara Realisasi dan Anggaran Biaya Pengolahan PTPN V PKS SPA Tahun 2006
7181458700
55659581
146803299
17509617
6502612
11028873
15577525
91171045
1666788
5217874
12463177
268908062
30550176
6518400071
Realisasi
Mei
926041841
57254640
817125
359825428
6562855
49734061
20046930
30559689
69380596
6578680
25716784
15111600
259077853
25375600
Anggaran
7461246080
55659581
165209099
20031398
8279499
28936178
12676546
111213724
343481
6060680
13277337
231171890
27066689
6781319978
Realisasi
Juni
907156637
57254640
1485688
315250000
6797718
36398400
17965304
40304897
87622822
6578680
9179860
39073700
263869328
25375600
Anggaran
237
5994012545
828109384
57254640
1225688
242500000
7637756
39190618
19975705
41184932
83880328
6578680
15378780
14652700
273273957
25375600
Anggaran
7128450144
55659581
236219999
14830059
10862502
15094191
20217749
102653160
3197740
7797289
21559167
206164879
37059659
6397134169
652787612
57254640
1077125
121250000
6564894
35576553
17671421
30488145
67843938
6578680
7217738
14860075
261028803
25375600
Anggaran
Agustus Realisasi
Sumber : Laporan Manajemen PTPN V PKS SPA Tahun 2006
Total
154733477
Biaya Pemeliharaan mesin dan instalasi Pabrik
55659581
13112282
Biaya Pemeliharaan Bangunan Pabrik
Premi asuransi Pabrik
11463576
Biaya Angkat sampah/Tankos
1400000
4959916
Biaya Langsir
Biaya Pengepakan
12099317
1542623
Bahan bakar dan Pelumnas
Biaya Air
6619590
Alat dan Invebtaris
100387893
6543023
Bahan kimia dan pelengkap
Biaya Listrik
190622256
Gaji Karyawan Pelaksana
5406193993
Realisasi
Juli
28675018
Tahun 2006
Gaji karyawan Pimpinan
Pembelian TBS
Lanjutan
7868696847
55659581
210258230
16461448
15272513
7027525
34839709
173397311
1871175
2630609
7708134
206385679
29121373
7108063560
Realisasi
653417150
57254640
1731025
121250000
6146926
36325835
18548294
30160895
64138298
6578680
8795892
14858700
262252365
25375600
Anggaran
September
6661506493
55659581
192590227
23401320
4762107
27043028
18579057
175522731
2303905
19551241
16333209
367684033
52074612
5706001442
Realisasi
652033030
57254640
408563
121250000
6748246
53324682
26326429
20170970
74573608
6580170
22282144
15355700
222381900
25375978
Anggaran
Oktober
7844624515
70500000
230979485
10238156
11748665
5399455
15995996
109123637
2136030
13428399
11213447
216447957
25706796
7121706492
Realisasi
607844259
57254640
668563
121250000
6158898
34557743
17235307
19912986
68049620
6578770
5176186
15844600
229781346
25375600
Anggaran
November
8147769682
58063830
1250000
319457760
15819090
3380239
22868588
23244069
93206253
3411100
16774209
11420192
6286094
4562850
7568025408
Realisasi
600265734
57264039
408563
97000000
6239036
33575540
16813301
20202770
88487202
6578680
5500185
14400100
228420718
25375600
Anggaran
Desember
238
5069236 3869600 78789339 11420854 15598748 3166549 13030569 86026529
Alat dan Invebtaris
Bahan bakar dan Pelumnas
Biaya Listrik
Biaya Air
Biaya Langsir
Biaya Angkat sampah/Tankos
Biaya Pemeliharaan Bangunan Pabrik
Biaya Pemeliharaan mesin dan instalasi Pabrik
Premi asuransi Pabrik
Total
12913935
Bahan kimia dan pelengkap
9287384921
56380376
150000
201958086
Gaji Karyawan Pelaksana
Biaya Pengepakan
30120967
8768890133
Realisasi
Jan
Gaji karyawan Pimpinan
Pembelian TBS
Tahun 2007
587995707
53920593
680875
91761150
6156192
12142549
14840893
18737479
74754100
7287145
13373757
14886000
235210669
44244305
Anggaran
6022178482
48807877
95511125
10017576
3620750
12365579
10440691
80396801
667650
271935
7529280
189439589
43728826
5519380803
Realisasi
Feb
655047353
53920593
680875
163522300
5624671
11661573
14253033
18101431
68767774
7287145
13373757
15852550
237757346
44244305
Anggaran
7173893270
51466044
116918457
8675827
10830748
13722603
15529753
69887593
648354
13966364
18690630
254173885
38392775
6560990237
Realisasi
871087784
53920593
680875
367044600
8675096
13089804
15998649
18692377
71184188
7287145
13373525
21283500
235613127
44244305
Anggaran
Maret
7831736789
51466044
1400000
137250250
8845854
13635382
15675729
18516809
74838834
5907786
11474347
16117411
247812206
48092687
7180703450
Realisasi
April
714112080
53920780
680875
165881999
6291084
23229329
28391402
26336113
89903300
7287000
13373599
16340800
238231399
44244400
Anggaran
Lampiran 7. Perbandingan Antara Realisasi dan Anggaran Biaya Pengolahan PTPN V PKS SPA Tahun 2007
9489763681
51466045
187932680
11280790
11601108
8910676
20307639
91799688
1086727
12218248
14389561
242488234
39087626
8797194659
Realisasi
Mei
730665338
53920780
680875
183522435
13914264
18693380
22847464
26604592
90491000
7287000
13373599
16973550
238111999
44244400
Anggaran
13705391324
51466045
270535996
6873705
11903747
5654337
18427936
85221849
2292051
4180605
14102228
260568286
35099589
12939064950
Realisasi
Juni
772329236
53920780
680875
183522300
11993674
16292163
19912644
42446392
116604210
7287000
13375799
20953000
241095999
44244400
Anggaran
239
87689945 30074840 4537276 4148406 13633529 184082649
Biaya Listrik
Biaya Air
Biaya Langsir
Biaya Angkat sampah/Tankos
Biaya Pemeliharaan Bangunan Pabrik
Biaya Pemeliharaan mesin dan instalasi Pabrik
14671716052
842032485
57254740
1226000
242500263
21638216
39191000
19976000
41106443
83880325
6579000
15377820
14652300
273274000
25376378
Anggaran
21449031477
51466045
71524587
180477662
9741030
1471753
11390805
17660473
87607311
2848704
5296589
6579039
299540517
38613012
20664813950
652702100
57254740
1077000
121250490
6565100
35576640
17670754
30400165
67844336
6579000
7218096
14860000
261029401
25376378
Anggaran
Agustus Realisasi
Sumber : Laporan Manajemen PTPN V PKS SPA Tahun 2007
Total
51466045
2768381
Bahan bakar dan Pelumnas
Premi asuransi Pabrik
14503660
Alat dan Invebtaris
1400000
25160502
Bahan kimia dan pelengkap
Biaya Pengepakan
278877374
Gaji Karyawan Pelaksana
13929864190
Realisasi
Juli
43509255
Tahun 2007
Gaji karyawan Pimpinan
Pembelian TBS
Lanjutan
18091663477
51466045
75241000
168084994
10304796
4173957
12706959
16435092
98468149
1501230
3219742
24881018
276151261
36511109
17312518125
Realisasi
653417387
57254741
1730800
121249775
6147147
36325500
18547465
30161300
64138182
6579000
8796100
14859000
262251999
25376378
Anggaran
September
20340624226
72122095
64741952
216952297
17213925
13540104
11601673
24926519
128472217
1737547
12095179
9421705
420625122
74449009
19272724882
Realisasi
612340879
57254741
408500
81250007
6746157
53324700
26325618
20171420
52947445
6679000
22292205
15355500
244009199
25576387
Anggaran
Oktober
22647187833
22792069
1850000
189260320
7949913
111391220
109140903
18063638
121394240
3567809
6853021
15264784
273752757
47893130
21718014029
Realisasi
567846792
57254741
668545
81250604
6159046
34557620
17235200
19913423
45545600
6579000
5176135
15845400
252285000
25376478
Anggaran
November
19980757341
63707393
93094250
10884950
21195797
12958288
22060047
113112782
2781588
20015790
8236705
343327569
58225382
19211156800
Realisasi
566952853
57253620
408500
64093006
6238240
33673600
16813400
20199576
61105766
6579000
5009300
14406800
255800200
25371845
Anggaran
Desember
240
194142187
253145116
221713365
299458238
258238579
219297274
243224538
235507052
419758645
242154753
10848944
693579840
592543753
663058629
679926102
587818552
731315975
760633287
955505051
722918023
579744274
Apr-06
May-06
Jun-06
Jul-06
Ags 06
Sep-06
Oct 06
Nov 06
Dec-06
289096848
649654290
Nov 05
515394707
267291969
741774897
Oct 05
Mar-06
252598665
830678561
Sep-05
Feb-06
205973894
585014224
Ags 05
345280458
196975568
751787603
Jul-05
213021873
215360930
594493688
Jun-05
1.123E+09
211857419
706887384
May-05
446997284
196973947
794810391
Apr-05
Jan-06
192855158
470881506
Mrt 05
Dec-05
X1
179425298
Y
514612679
Waktu
Feb-05
16774209
13428399
19551241
2630609
7797289
6619590
6060680
5217874
6355371
7498843
5406576
5432656
4993619
6997292
13350483
14936385
27212937
8489039
4603570
5970602
4285735
13816598
1797002
X2
15819090
10238156
23401320
16461448
14830059
13112282
20031398
17509617
16879772
16782229
15794079
10677801
28691542
22354072
28268160
26688855
15925438
16714570
16331948
17418938
8469744
21276205
6247095
X3
319457760
230979485
192590227
210258230
236219999
154733477
165209099
146803299
100740379
153947915
105250573
77463368
445903933
138123183
168534869
387928720
150508029
270439622
187317527
253576563
237973362
104754837
91652117
X4
58063830
70500000
55659581
55659581
55659581
55659581
55659581
55659581
55659581
57254640
57254640
0
53348507
64791047
59791047
59791047
59791047
59791047
59791047
59791047
59791047
59791047
119582093
X5
7.568E+09
7.122E+09
5.706E+09
7.108E+09
6.397E+09
5.406E+09
6.781E+09
6.518E+09
5.615E+09
6.519E+09
5.594E+09
8.054E+09
9.001E+09
1.041E+10
8.012E+09
7.004E+09
6.7E+09
6.706E+09
6.247E+09
7.204E+09
6.255E+09
6.632E+09
6.788E+09
X6
11420192
11213447
16333209
7708134
21559167
6543023
13277337
12463177
15680757
9031953
16684000
22685416
25757900
13350330
22521594
32712685
10610780
12080212
12572199
8989658
9617271
7009066
8854481
X7
Lampiran 8. Faktor-faktor Biaya yang Mempengaruhi Biaya Pengolahan CPO PTPN V PKS SPA X8
3411100
2136030
2303905
1871175
3197740
1542623
343481
1666788
1559850
3412415
2417360
1430256
2657361
3076459
13480648
3848150
2177290
6223148
3934394
7561014
655705
2266846
5730571
X9
93206253
109123637
175522731
173397311
102653160
100387893
111213724
91171045
87110801
72062967
61969790
83886327
165635227
70192624
121096722
3072911
62147236
76567814
52745398
107746707
146505483
38368406
66608934
X10
23244069
15995996
18579057
34839709
20217749
12099317
12676546
15577525
15822782
18031051
20918406
15528705
13536936
11976854
17155523
20459859
15139002
22020002
16404743
12665043
100540713
11030325
10079107
X11
26248827
17148120
31805135
22300038
25956693
16423492
37215677
17531485
71021095
102412711
35257096
16870882
35461496
29695586
30283882
28641284
35528571
82486581
24151977
21310393
28717429
19713018
23356026
X12
1250000
1400000
300000
1400000
1279955
1279955
1279955
241
612903033
651033339
692569022
766326370
741851860
784217520
779145350
1.068E+09
929173810
769600540
Mar-07
Apr-07
May-07
Jun-07
Jul-07
Ags 07
Sep-07
Oct 07
Nov 07
Dec-07
X1
401552951
321645887
495074131
312662370
338153529
322386629
295667875
281575860
295904893
292566660
233168415
232079053
X2
20015790
6853021
12095179
3219742
5296589
14503660
4180605
12218248
11474347
13966364
271935
5069236
X3
10884950
7949913
17213925
10304796
9741030
13633529
6873705
11280790
8845854
8675827
10017576
13030569
X4
93094250
189260320
216952297
168084994
180477662
184082649
270535996
187932680
137250250
116918457
95511125
86026529
Sumber: Laporan Manajemen PTPN V PKS SPA Tahun 2005 - 2007
518494788
Feb-07
Y
518494788
Jan-07
Waktu
Lanjutan X5
63707393
22792069
72122095
51466045
51466045
51466045
51466045
51466045
51466044
51466044
48807877
56380376
X6
1.921E+10
2.172E+10
1.927E+10
1.731E+10
2.066E+10
1.393E+10
1.294E+10
8.797E+09
7.181E+09
6.561E+09
5.519E+09
8.769E+09
X7
8236705
15264784
9421705
24881018
6579039
25160502
14102228
14389561
16117411
18690630
7529280
12913935
X8
2781588
3567809
1737547
1501230
2848704
2768381
2292051
1086727
5907786
648354
667650
3869600
X9
113112782
121394240
128472217
98468149
87607311
87689945
85221849
91799688
74838834
69887593
80396801
78789339
X10
22060047
18063638
24926519
16435092
17660473
30074840
18427936
20307639
18516809
15529753
10440691
11420854
X11
34154085
220532123
25141777
16880916
12862558
8685682
17558084
20511784
29311111
24553351
15986329
18765297
X12
1850000
64741952
75241000
71524587
1400000
1400000
150000
242
243
Lampiran 9. Hasil Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengolahan CPO PTPN V PKS SPA Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 05/06/08 Time: 18:58 Sample: 2005:02 2007:12 Included observations: 35 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12
3.849058 0.145204 0.005858 0.060116 0.310015 0.007704 0.145947 0.026708 -0.013168 0.061918 0.055697 0.056303 0.000878
1.260058 0.024452 0.017425 0.039251 0.037938 0.004778 0.038881 0.034657 0.018581 0.020251 0.035502 0.021002 0.002048
3.054668 5.938261 0.336197 1.531580 8.171568 1.612434 3.753698 0.770644 -0.708685 3.057581 1.568811 2.680835 0.428816
0.0058 0.0000 0.7399 0.1399 0.0000 0.1211 0.0011 0.4491 0.4860 0.0058 0.1310 0.0137 0.6722
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.929218 0.890609 0.071359 0.112028 50.86337 1.840057
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
20.34472 0.215755 -2.163621 -1.585921 24.06764 0.000000
Uji Multikolinearitas X1 X1
X2
X3
1.000000 0.045387 0.016735 X2 0.045387 1.000000 0.320548 X3 0.016735 0.320548 1.000000 X4 0.147324 0.220008 0.312189 X5 0.025292 0.054946 0.125280 X6 0.304547 0.123805 0.272844 X7 0.126927 0.238579 0.236853 X8 0.100176 0.242045 0.208399 X9 0.079452 0.132197 0.180515 X10 0.062750 0.175951 0.117904 X11 0.001592 0.150430 0.128365 X12 0.100902 0.128574 0.282100
X4
X5
X6
X7
X8
X9
0.147324 0.025292 0.304547 0.126927 0.100176 0.079452 0.220008 0.054946 0.123805 0.238579 0.242045 0.132197 0.312189 0.125280 0.272844 0.236853 0.208399 0.180515 1.000000 0.304949 0.090600 0.240530 0.176334 0.059717 0.304949 1.000000 0.007847 0.238643 0.128004 0.011317 0.090600 0.007847 1.000000 0.041783 0.110789 0.165684 0.240530 0.238643 0.041783 1.000000 0.110328 0.255779 0.176334 0.128004 0.110789 0.110328 1.000000 0.154924 0.059717 0.011317 0.165684 0.255779 0.154924 1.000000 0.369026 0.049042 0.115641 0.053072 0.138867 0.159085 0.081984 0.110714 0.007471 0.051469 0.174514 0.028563 0.103175 0.132900 0.402835 0.019984 0.102833 0.147498
X10
X11
X12
-0.100902 0.062750 0.001592 -0.128574 0.175951 0.150430 -0.282100 0.117904 0.128365 0.103175 0.369026 0.081984 0.132900 0.049042 0.110714 0.402835 0.115641 0.007471 -0.019984 0.053072 0.051469 0.102833 0.138867 0.174514 0.147498 0.159085 0.028563 0.187366 1.000000 0.057341 -0.114970 0.057341 1.000000 1.000000 0.187366 0.114970
244
Uji White Heteroskedasticity Test: F-statistic
0.745976
Probability
0.734262
Obs*R-squared
22.45674
Probability
0.552026
245
Lampiran 10. Pelaksanaan Hak dan Kewajiban dalam Kemitraan PTPN V SPA dengan Petani Plasma Aturan Perjanjian
Pelaksanaan
Keterangan
Hak Inti Menetapkan jadwal pembayaran hasil produksi kebun plasma
PTPN V SPA menetapkan jadwal pembayaran yaitu sekali dalam sebulan setiap tanggal 28
Kurang Sesuai
Memberikan peringatan kepada pihak plasma apabila terjadi penyimpangan dalam mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan
Apabila terjadi masalah dalam kerjasama maka PTPN V SPA dan pihak plasma menyelesaikannya dengan musyawarah
Sesuai
Kewajiban Inti Membeli seluruh hasil produksi kebun petani plasma yang memenuhi kriteria Membeli hasil produksi kebun plasma dengan harga sesuai dengan aturan yang ditetapkan Dinas Perkebunan Melaksanakan pembayaran atas pembelian hasil produksi plasma Melaksanakan administrasi penerimaan hasil produksi Menyetorkan jumlah potongan angsuran kredit plasma kepada bank pelaksana Membuat peraturan teknis yang diketahui Dinas Perkebunan
Pabrik inti dapat menampung seluruh hasil produksi kebun petani plasma Harga yang berlaku untuk pembelian hasil produksi kebun plasma adalah berdasarkan harga yang ditetapkan Dinas Perkebunan Kadang-kadang PTPN V SPA terlambat membayar hasil produksi kebun plasma PTPN V SPA melaksanakan administrasi penerimaan hasil produksi sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati PTPN V SPA selalu menyetorkan angsuran kredit plasma kepada bank pelaksana Peraturan teknis yang dibuat merupakan peraturan yang telah disetujui oleh Dinas Perkebunan
Sesuai
Sesuai
Tidak sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Hak Petani Plasma Menerima pembayaran hasil produksi sesuai jadwal yang ditentukan inti Memperoleh bukti pembayaran angsuran kredit dari bank melalui inti
Petani plasma kadang-kadang mengalami keterlambatan dalam menerima pembayaran hasil produksi Petani plasma memperoleh bukti pembayaran angsuran kredit pada saat pembayaran hasil produksi oleh inti
Tidak sesuai
Sesuai
Kewajiban Petani Plasma Petani bersedia mematuhi petunjuk dan bimbingan teknis yang diberikan inti
petani dapat mengikuti petunjuk dan bimbingan teknis yang diberikan oleh inti
Sesuai
Petani bersedia melaksanakan pemeliharaan jalanjalan di kebun
Terdapat sebagian petani yang kurang memperhatikan kondisi jalan
Kurang sesuai
Mengangkut hasil produksi dari kebun sampai ke pabrik inti
Petani mengangkut hasil produksi secara kolektif melalui kelompok tani sampai ke pabrik inti
Melaksanakan panen sesuai dengan petunjuk dan bimbingan teknis dari inti
Panen dilakukan oleh orang lain yang diberi upah, menyebabkan kegiatan ini kurang dikontrol oleh petani
Sesuai
Tidak sesuai
246
Melaksanakan administrasi penerimaan hasil produksi
Petani membuat surat kuasa kepada pengurus kelompok tani sebagai syarat administrasi dalam penjualan hasil produksi kebun
Sumber: Pihak inti dan petani plasma PTPN V PKS SPA
Sesuai